Mutu Pembelajaran di Madrasah Aliyah Keagamaan Jambi
Transcript of Mutu Pembelajaran di Madrasah Aliyah Keagamaan Jambi
Mutu Pembelajaran di Madrasah Aliyah Keagamaan Jambi
Lukman Hakim
FITK IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
Abstrak:
Madrasah Aliyah Keagamaan (MAK) adalah wahana pendidikan yang diniatkan oleh pelbagai pihak sebagai kawah candradimuka melahirkan ulama cum cendikiawan. Di Jambi, perjalanan awalnya dimulai dari sekolah Pendidikan Guru Agama Negeri (PGAN) Jambi yang berada di kawasan Sukorejo, Thehok. PGAN yang kemudian bertransformasi menjadi MAN, lalu MAN Model, mengalami pengembangan lebih jauh dengan berdirinya Madrasah Aliyah Program Khusus (MAPK), yang kemudian beralih nama menjadi Madrasah Aliyah Keagamaan (MAK). Artikel ini akan mengurai model pendidikan MAK dan sedikit banyak memberi penilaian mutu pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah menengah agama berasrama tersebut. Kata-kata kunci: Mutu Pembelajaran, MAK, Jambi.
A. Pendahuluan
Lembaga pendidikan dalam perkembangannya membutuhkan penilaian
yang dapat memberikan daya dorong intelektual dan rasional bagi
upaya pengembangannya. Penilaian dalam pelaksanaannya didasarkan
atas berbagai pertimbangan dalam berbagai segi. Hal ini terjadi pula
pada Madrasah Aliyah Keagamaan (MAK) Kota Jambi. Berdasarkan
LUKMAN HAKIM
Media Akademika, Vol. 29. No.3, Juli 2014
292
keterangan yang dikumpulkan dari sumber-sumber informasi untuk
penelitian ini, di antaranya pendiri MAK Jambi dan berbagai pihak
terkait lainnya serta ditambah beberapa dokumentasi mengenai sejarah
MAK Jambi, dapat dijelaskan beberapa aspek yang menjadi dasar
pertimbangan penilaian mutu pembelajaran pada MAK Jambi, yaitu
aspek sosial budaya, aspek historis, aspek politis dan administratif.
Aspek Sosial Budaya
Kehidupan modern dewasa ini telah terjadi pergeseran dan perubahan
pandangan masyarakat umunya di Indonesia dan khususnya masyarakat
Jambi tentang pendidikan. Pada awalnya pendidikan agama menjadi
pendidikan primadona dan mendominasi orientasi pendidikan orang tua
terhadap anaknya, namu kini telah beralih kepada pendidikan umum
yang dinilai lebih memenuhi kebutuhan hidup di masa ini, di mana
unsur-unsur material menjadi kebutuhan. Perubahan orientasi
pendidikan ini telah terasa sejak dekade tahun 60-an.
Orientasi dan kecenderungan pada sekolah umum tersebut
mengakibatkan lemahnya eksistensi pendidikan Islam di tanah air,
termasuk madrasah, sehingga dewasa ini madrasah yang semula hanya
menjadikan manajemen dan kurikulum pendidikan umum sebagai
pelengkap terpaksa melakukan pengembangan-pengembangan jurusan
umum untuk mengakomodasi kebutuhan masyarakat dan kebutuhan
dunia modern yang semakin materialistik. Akibat lanjutannya adalah
lulusan madrasah menjadi lulusan yang setengah matang, penguasaan
mereka terhadap pendidikan agama menjadi sangat minim demikian
juga penguasaan terhadap pendidikan umu. Hal ini sangat dirasakan
MUTU PEMBELAJARAN…
Media Akademika, Vol. 29. No.3, Juli 2014
293
oleh IAIN maupun Sekolah Tinggi Islam yang menyerap sebagaian
besar inputnya dari alumni Madrasah Aliyah.
Keadaan dilematis tersebut sebenarnya tidak harus terjadi
mengingat potensi wilayah Jambi dalam hal sumber daya pengajar yang
kualitasnya masih dapat dikembangkan, bahkan di antaranya terdapat
para para kyai dan ulama yang dimiliki oleh beberapa Pesantren di
wilayah ini yang bersedia menjadi patron dalam menggiatkan
pendidikan agama pada madrasah-madrasah di Kota Jambi. Hal ini
tidak mengherankan mengingat Jambi pernah menjadi salah satu kiblat
pendidikan agama melalui beberapa Pondok pesantren yang dikenal
luas di Nusantara, sebut saja misalnya Pondok Pesantren As'ad dan
Pondok Pesantren Sa'adatuddarein, serta beberapa pondok yang lahir
kemudian seperti Pondok Pesantren Tahtul Yaman ataupun Pondok
Pesantren al-Hidayah yang mulannya mendapatkan sokongan penuh
dari pemerintah daerah.
Aspek Historis
Dalam sejarah Pendidikan Islam, Jambi telah dikenal sebagai salah satu
daerah, tempat di mana madrasah rintisan didirikan, yakni Pendidikan
Guru Agama Enam Tahun yang didirikan oleh pihak Kakanwil
Departemen Agama Propinsi Jambi. Madrasah ini telah menerapkan
kurikulum yang bermuatan agama ditambah dengan pengetahuan
umum.1 Pada perkembangan selanjutnya yaitu setelah masa
kemerdekaan, tercatat kembali bahwa salah satu Madrasah Aliyah yang
dinegerikan pertama kali adalah PGAN Jambi pada tahun l990 yang
sekarang telah berubah menjadi MAN Model Jambi. Dalam kenyataan
LUKMAN HAKIM
Media Akademika, Vol. 29. No.3, Juli 2014
294
sejarah, Jambi berikut MAN Model Jambi telah menjadi pertimbangan
tersendiri oleh Departemen Agama Pusat, sehingga kemudian diberikan
izin untuk mendirikan Madrasah Aliyah Program Khusus (MAPK)
yang untuk pertamakali dikepalai oleh Drs. Slamet Warsito yang juga
merupakan Kepala Sekolah MAN Jambi. Madrasah inilah yang
kemudian berubah menjadi MAN Model Jambi di mana MAPK juga
kemudian dirubah menjadi MAK Jambi.
Dalam latar historis yang demikian maka perkembangan kualitas
madrasah tingkat atas ini seeharusnya juga berlanjut ke arah yang lebih
baik. dalam konteks inilah penilaian mutu menjadi urgen dilakukan.
Aspek Politis dan Administratif
Adanya peluang yang diberikan Departemen Agama Pusat pada tahun
1990 kepada daerah-daerah yang ingin mendirikan lembaga pendidikan
khusus yaitu Madrasah Aliyah Program Khusus, di bawah binaan
Menteri Agama Ketika itu, Dr. Tarmidzi Thaher, maka MAN Jambi
juga termasuk salah-satu peserta yang mengajukan permohonan
pendirian MAPK ke pusat melalui Kanwil Propinsi Jambi. Keinginan
tersebut didukung oleh berbagai lembaga agama yang ada di Jambi
antara lain Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jambi dan Organisasi Islam
Jambi. Al-hasil dengan memenuhi beberapa persyaratan administrasi
MAN Jambi ditunjuk sebagai salah-satu penyelenggara MAPK
terutama dalam hal kesiapan asrama dan tenaga edukatifnya. Hal ini
terus dilanjutkan ketika MAN Jambi menjadi MAN Model Jambi, di
mana MAPK juga diubah menjadi MAK Jambi.
MUTU PEMBELAJARAN…
Media Akademika, Vol. 29. No.3, Juli 2014
295
Legitimasi politis dan juga administratif ini harusnya disyukuri
dengan melakukan upaya yang maksimal dalam menjalankan proses
pendidikan yang berkualitas, mengingat MAK merupakan madrasah
yang secara khsusu didirikan untuk memenuhi tuntutan sebagian
masyarakat terhadap tenaga ahli di bidang agama. untuk itu maka
penilaian mutu sangat dibutuhkan untuk memberikan jaminan bahwa
kualitas MAK akan sesuai dengan apa yang diharapkan dan
direncanakan.
Aspek Filosofis
Perubahan orientasi pendidikan masyarakat Islam di Indonesia yang
berkaibat pada kelangkaan kader ulama, yang tidak dapat dipenuhi
hanya dengan mengandalkan lembaga pendidikan Islam tradisonal
(pondok pesantren), yang dinilai kurang mampu melahirkan ulama-
cendikiawan, telah memunculkan peluang bagi pendirian MAPK dan
MAK. Lembaga tersebut terbukti dapat menjadi sarana candradimuka
kader ulama-cendikiawan di masa depan. Artinya MAK merupakan
salah satu lembaga yang dapat memberikan dasar-dasar keagamaan
yang cukup kuat bagi para kader ulama-cendikiawan dalam
mempersiapkan diri bergumul pada kehidupan keagamaan di
masyarakat. Oleh karena itu pada gilirannya lembaga ini harus turut
serta membantu pemerintah dalam usaha meningkatkan kesejahteraan
dan martabat bangsa serta mencerdaskan kehidupan bangsa
sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945.
Artinya secara politis MAK mengemban amanat yang cukup
berat sebagai wahana penggemblengan kader ulama-cendikiawan
LUKMAN HAKIM
Media Akademika, Vol. 29. No.3, Juli 2014
296
muslim yang tidak hanya memiliki kekuatan pengetahuan agama
namun juga memiliki wawasan modern dengan penguasaan terhadap
ilmu pengetahuan umum dan juga tekhnologi. Sehingga mereka tidak
akan menjadi ulama unsih namun juga menjadi cendikiawan yang
mempu mengakomodasi ajaran Islam dalam konteks kehidupan
modern. hal inilah yang terlihat nyata dalam pemikiran keagamaan
tokoh pelopornya Dr. Tarmidzi Thaher.
Dasar-dasar penilaian mutu pendidikan Islam di atas
memperlihatkan bahwa lembaga pendidikan Islam dalam hal ini
madrasah dan lebih khusus lagi MAK sangat dibutuhkan, karena
sebagaimana dikatakan oleh Tilalar, bahwa lembaga pendidikan
umumnya merupakan salah satu pranata sosial di dalam setiap
kebudayaan diwariskan dan dikembangkan.2 Selain itu, menurut
Koentjaraningrat lembaga pendidikan, termasuk lembaga pendidikan
Islam sebagai pranata sosial harus memiliki komponen sistem norma,
personil dan peralatan fisik.3 Mengingat ketiga komponen tersebut
sangat menentukan kualitas lembaga pendidikan.
Karena itu sebagai salah satu pranata sosial, lembaga pendidikan
Islam harus dapat mewujudkan diri berdasarkan suatu sistem norma,
yaitu sistem norma yang diwujudkan dalam bentuk norma-norma ilmu
pengetahuan agama dalam arti disinari oleh ajaran normatif Islam.
Selain itu lembaga pendidikan Islam juga harus memiliki sistem
pengaturan personil dan juga sarana yang baik sehingga tidak akan
tergilas oleh kemajuan tekhnologi yang terus berkembang dan tidak
akan pernah mundur ke belakang. Artinya lembaga pendidikan Islam
harus selalu siap bersaing dengan tetap berakar apada ajaran dasarnya
MUTU PEMBELAJARAN…
Media Akademika, Vol. 29. No.3, Juli 2014
297
yaitu norma Islam namun juga dapat beradaptasi dengan kemajuan
zaman. 4
Dataran konseptual di atas harus benar-benar disadari dan
dilakukan mengingat dewasa ini, mutu pendidikan Islam dapat
dikatakan masih rendah sehingga akan sulit memuni visi dan misinya
sebagai lembaga pengkaderan ulama-cendikiawan muslim yang
mumpuni dan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Karena itu
upaya-upaya juga harus dilakukan, yaitu dengan melakukan perbaikan
manajemen di berbagai sisi, terutama mutu pendidik, kurikulum, dan
juga sarana pendidikan.
Karena itu pada akhirnya MAK diharapkan dapat menjadi sebuah
perwujudan dari konsep pendidikan Islam dari segi lembaga
sebagaimana diungkapkan Zarkowi Soejuti, yang menerjemah-kannya
sebagai lembaga yang memperlakukan Islam sebagai sumber sikap dan
tingkah laku baik dalam penyelenggaraan maupun dalam bidang kajian
keilmuannya.5 Dengan demikian, cukup alasan untuk terus menggenjot
laju perkembangan dan tingkat kualuras MAK yang memang sangat
potensial untuk mengatasi berbagai krisis masyarakat di era modern
dewasa ini.
B. Aplikasi Penilaian Mutu Pendidikan
Penerapan penilaian mutu pendidikan pada lembaga pendidikan,
termasuk lembaga pendidikan Islam pada dasarnya meliputi aspek-
aspek yang cukup luas yang mencakup sistem pendidikan itu sendiri.
Namun demikian dapat dikemukakan dua aspek penting yang harus
LUKMAN HAKIM
Media Akademika, Vol. 29. No.3, Juli 2014
298
diprioritaskan dalam penilaian mutu pendidikan, yaitu, aspek strategi
dan pendekatan belajar mengajar.
Aspek Strategi Belajar Mengajar
Strategi belajar mengajar yang diterapkan pada MAK Jambi adalah
hasil adaptasi dari pengklasifikasian versi Raka Joni mengenai macam
strategi belajar mengajar. Di mana jumlah guru, hubungan guru,
peristiwa belajar mengajar, serta peran guru murid di atur sedemikian
rupa. Hal ini dapat dilihat dalam tabel berikut:
Jumlah Guru, Hubungan Guru, Peristiwa Belajar Mengajar dan Peran Guru Murid
No
Mata
Pelajaran
Macam-Macam SBM berdasarkan
Jumlah
Guru
Hubungan
Guru-Murid
Peristiwa
Guru-
Murid
Peran
Guru-
Murid
1
2
3
4
5
6
1
PPKN
Seorang
Guru
Guru - Murid
Strategi
Belajar
Tertutup
Guru
Mengolah
2
Bhs.
Indonesia
Seorang
Guru
Guru - Murid
Strategi
Belajar
Tertutup
Guru
Mengolah
3
Sej. Nasional
Seorang
Guru
Guru - Murid
Strategi
Belajar
Tertutup
Guru
Mengolah
4
Penjaskes
Seorang
Guru
Guru - Murid
Strategi
Belajar
Tertutup
Guru
Mengolah
5
Bahasa
Inggris
Team
Teaching
Guru-Media-
Guru
Strategi
Belajar
Tertutup
Guru
Mengolah
MUTU PEMBELAJARAN…
Media Akademika, Vol. 29. No.3, Juli 2014
299
6
Matematika
Seorang
Guru
Guru - Murid
Strategi
Belajar
Tertutup
Guru
Mengolah
7
Al-Qur"an
Seorang
Guru
Guru - Murid
Strategi
Belajar
Tertutup
Guru
Mengolah
8
Ilmu Tafsir
Seorang
Guru
Guru - Murid
Strategi
Belajar
Tertutup
Guru
Mengolah
9
Ilmu Hadis
Seorang
Guru
Guru - Murid
Strategi
Belajar
Tertutup
Guru
Mengolah
10
Syariah
a. Fiqh
b. Ushul
Team
Teaching
Team
Teaching
Guru - Murid
Guru - Murid
Strategi
Belajar
Tertutup
Strategi
Belajar
Tertutup
Guru
Mengolah
Guru
Mengolah
11
Aqidah
Akhlak
Seorang
Guru
Guru - Murid
Strategi
Belajar
Tertutup
Guru
Mengolah
12
Bahasa Arab
Team
Teaching
Guru-Media-
Guru
Strategi
Belajar
Tertutup
Guru
Mengolah
13
Sej. Keb.
Islam
Seorang
Guru
Guru - Murid
Strategi
Belajar
Tertutup
Guru
Mengolah
14
Pendidikan
Seni
Seorang
Guru
Guru - Murid
Strategi
Belajar
Tertutup
Guru
Mengolah
15
Sosio
Antropologi
Seorang
Guru
Guru - Murid
Strategi
Belajar
Tertutup
Guru
Mengolah
Berdasarkan tabel di atas, dapat dikatakan bahwa jumlah guru
yang mengajarkan satu mata pelajaran adalah satu guru, kecuali untuk
mata pelajaran Bahasa Arab dan Bahasa Inggris yang menjadi mata
LUKMAN HAKIM
Media Akademika, Vol. 29. No.3, Juli 2014
300
pelajaran prioritas atau yang diutamakan melibatkan banyak beberapa
guru. Dalam pengertian bahwa satu mata pelajaran tersebut dibagi-bagi
lagi ke dalam cabang-cabangnya. Mata pelajaran Fiqh juga tidak hanya
guru khusus mengkaji kitab kuning pada waktu tutorial dan ditambah
guru sebagai pemandu diskusi masalah-masalah fiqh.
Untuk mata pelajaran Bahasa Arab, terbagi dalam cabang-
cabangnya, yaitu: Nahw, Saraf, Tarjamah, Insya, balagah, muhadasah
dan istima' di laboratorium bahasa, yang masing-masing diajarkan oleh
satu guru. Demikian juga Bahasa Inggris yang dipegang oleh tiga guru,
untuk pengajaran di kelas pagi hari. Untuk pengajaran Conversation
pada waktu tutorial dan program listening di laboratorium bahasa.
Dalam pelaksanaannya, masing-masing guru diberi jatah alokasi waktu
yang sudah disesuaikan dengan jumlah waktu yang tersedia.
Berdasarkan hubungan antara guru dengan murid, dapat
dikatakan secara umum juga berpola guru-murid, karena dalam mata
pelajaran tersebut, guru merupakan sarana utama dalam menyampaikan
materi pelajaran.
Melihat dari sisi peristiwa belajar mengajar, seluruh mata
pelajaran menggunakan strategi tertutup, dengan pengertian bahwa
bahan pelajaran yang akan disampaikan telah dibakukan, guru dan
murid telah terikat dengan materi yang sudah ada sesuai dengan
kurikulum yang telah ditetapkan.
Namun kemudian dalam beberapa hal, guru dapat
mengembangkan materi yang telah dibakukan agar siswa turut berfikir
dan lebih mengerti akan materi yang diajarkan. Hal-hal tersebut antara
lain, guru meminta siswa untuk mengemukakan contoh-contoh dari
MUTU PEMBELAJARAN…
Media Akademika, Vol. 29. No.3, Juli 2014
301
selain yang ada dalam buku pelajaran, atau siswa diminta
mengemukakan pendapat lain yang berbeda dengan pendapat yang
sudah ada dalam buku pelajaran disertai argumentasinya, atau juga guru
melontarkan pertanyaan yang tidak ada jawabannya di dalam buku
pelajaran saja, akan tetapi menuntut siswa untuk mencari jawabannya
dalam sumber-sumber lain. Jadi, istilah strategi tertutup yang dimaksud
disini tidak seketat pengertiannya semula, dan untuk menyebut strategi
terbuka tampaknya juga tidak bisa.
Sedangkan strategi yang didasarkan pada peran guru-murid dalam
mengolah bahan pelajaran, maka secara keseluruhan adalah guru, telah
mengolah bahan pelajaran dan bukan murid yang mengolahnya Hal ini
tampak dengan adanya modal atau diktat yang diberikan guru kepada
siswa, sehingga siswa tinggal mempelajarinya berdasarkan instruksi
guru.
Akhirnya perlu ditambahkan bahwa strategi yang demikian tidak
lantas menutup kemungkinan siswa tidak kreatif. Justru sebaliknya para
guru selalu aktif merangsang siswa untuk berfikir lebih sekedar yang
terluang dalam buku teks saja. Sebagai contoh, siswa diberikan
persoalan atau pertanyaan dan dalam bacaan yang dikaitkan dengan
kondisi yang berkembang di masyarakat, untuk kemudian didiskusikan
oleh satu kelompok yang bertanggung jawab dalam mencari
pemecahannya, atau dengan bentuk lain, siswa diberikan tugas
menganalisis bacaan dalam teks dan segi nahwu sharafnya. Ini berarti
siswa diberikan peran juga untuk turut mengembangkan bahan
pengajaran, meskipun hanya sedikit.
LUKMAN HAKIM
Media Akademika, Vol. 29. No.3, Juli 2014
302
Pendekatan Belajar Mengajar
Sebagaimana dikemukakan oleh Joyce dan Weil, bahwa
sebenarnya terdapat lebih dari dua puluh model mengajar, akan tetapi
tidak ada satupun pendekatan yang bisa dikatakan sebagai yang
terbaik.6 Para guru memerlukan variasi pendekatan dalam mencapai
berbagai tujuan instruksional disamping mempertimbangkan cara
belajar dan keinginan para siswa.
Hasil penelitian di atas, tampaknya juga dapat dicermati dari hasil
pengamatan yang penulis lakukan di MAK Jambi, seperti terdapat
dalam gambar berikut:
Pendekatan Belajar Mengajar yang diterapkan
No. Mata
Pelajaran
Pendekatan Yang diterapkan
Direct
Teaching
Mestery
Learining
Cooperative
Learning
1 2 3 4 5
1 Ppkn 3 4 5
2 Bhs.
Indonesia
4 1 2
3 Sejarah
Nasional
4 3 2
4 Penjaskes 2 4 2
5 Bahasa
Inggris
2 4 1
6 Matematika 3 4 3
7 Al-Qur'an 4 3 2
8 Ilmu Tafsir 4 2 2
9 Ilmu Hadis 4 2 1
10 Syariah 4 2 1
a. Fiqh 3 3 4
b. Ushul 4 2 2
MUTU PEMBELAJARAN…
Media Akademika, Vol. 29. No.3, Juli 2014
303
11 Aqidah
Akhlak
4 2 2
12 Bahasa Arab 3 4 4
13 Sej. Keb.
Islam
4 2 2
14 Pendidikan
Seni
3 3 1
15 Sosio
Antropologi
4 2 1
Dalam praktik pembelajaran, dapat dikatakan, bahwa tidak setiap
mata pelajaran sama penerapan pendekatan belajar mengajarnya. Hal
ini tentunya dikondisikan dengan tujuan dari mata pelajaran yang
bersangkutan.
Pendekatan direct teaching atau bisa juga dalam pengertiannya
senada dengan pendekatan expositoring learning, yaitu pendekatan
yang memprioritaskan peran guru sebagai pengatur aktivitas dan
pengontrol waktu pelajaran merupakan pendekatan yang secara umum
yang diterapkan setiap guru.
Kecenderungan untuk memilih pendekatan ini dapat dipahami
dengan melihat tingkat atau jenjang pendidikan siswa (tingkat
menengah atas) yang dipandang masih perlu untuk dibimbing guru
secara langsung dalam memahami materi pengajaran. Kemudian juga,
para guru memandang pendekatan ini merupakan pendekatan yang
paling efektif dan efisien mengingat kurikulum dan waktu yang tersedia
sangat terbatas (dapat dilihat kembali dalam gambar tentang kurikulum
dan alokasi waktunya).
Mata pelajaran lain juga menuntut guru untuk menerapkan
pendekatan lain sebagai pendekatan yang lebih dominan. Sebagai
LUKMAN HAKIM
Media Akademika, Vol. 29. No.3, Juli 2014
304
contoh, mata pelajaran Penjaskes, Pendidikan Seni, Bahasa Indonesia,
Bahasa Arab dan Bahasa Inggris yang mengutamakan pendekatan
mastery learning.
Kelima mata pelajaran ini mempunyai tujuan sama yaitu
penguasaan materi pelajaran dalam pengertian siswa mampu
mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari, atau dengan kata lain
siswa mampu menguasai materi dan mempraktekkannya setelah siswa
diberi kesempatan atau waktu sedemikian lama dalam mempelajarinya
(dari guru yang bersangkutan).
Kemudian tampak juga pelajaran Matematika, Sejarah Nasional,
Umum dan Sejarah Islam yang cukup jelas menerapkan pendekatan
yang sama, akan tetapi penguasaan materi yang dimaksudkan dalam
ketiga mata pelajaran ini adalah siswa mampu memahami rumus-rumus
untuk kemudian dijabarkan ke dalam angka-angka (untuk matematika),
dan siswa dapat menguasai (tahu betul), tentang Sejarah Nasional,
Sejarah Umum dan juga Sejarah Islam (tentang tahun terjadi berikut
peristiwa sejarah).
Untuk mata pelajaran lainnya, tidak berarti sama sekali tidak
menerapkan pendekatan ini, karena setiap guru sudah barang tentu
meminta setiap siswa menguasai bahkan menghafal setiap materi yang
disampaikan, hanya saja mereka tidak mewajibkan secara ketat para
siswa untuk menghafal, tetapi lebih menekankan pada pemahaman
terhadap materi. Karena pada praktiknya siswa akan mudah menghafal
(ayat atau hadis, misalnya) jika mereka telah memahami materi
tersebut.
MUTU PEMBELAJARAN…
Media Akademika, Vol. 29. No.3, Juli 2014
305
Sedangkan pendekatan cooperative learning sangat tampak
pencapaiannya pada mata pelajaran Fiqh, Bahasa Arab dan cukup untuk
Bahasa Inggris. Hal ini terlihat dari metode atau teknik belajar
mengajarnya yang lebih sering digunakan, yaitu diskusi kelompok
dengan guru sebagai fasilitator (pada mata pelajaran Fiqh) dan berbagai
bentuk penugasan yang melibatkan guru dan murid secara bersama-
sama dalam penyelesaiannya, misalnya ulangan lisan berbahasa Arab
dan Inggris, membuat laporan berbahasa Arab atau Inggris setelah
mengadakan karya wisata dan membuat karya tulis sebagai tugas akhir,
juga dalam kedua bahasa tersebut dengan guru sebagai pembimbing dan
korektornya.
Pada mata pelajaran lain, pendekatan ini tampak penerapannya
dalam metode tanya jawab, baik guru yang bertanya dulu kemudian
siswa harus menjawab ataupun sebaliknya siswa yang mengajukan
pertanyan kemudian guru menawarkannya kepada siswa lain yang
mungkin bisa menjawab atau guru memberikan jawabannya.
Di bawah ini terdapat gambaran mengenai keterlibatan guru dan
siswa dalam peristiwa belajar bila dilihat dari pendekatan belajar
mengajar.
Kadar Potensial Keterlibatan Mental Guru-Siswa
Dalam Peristiwa Belajar Mengajar7
Tinggi
Comperative learining
Mastery Learning
Direct TAcing
Rendah Guru Tinggi
LUKMAN HAKIM
Media Akademika, Vol. 29. No.3, Juli 2014
306
C. Relevansi Penilaian Mutu Pembelajaran dengan Kebutuhan Masyarakat
Sebagai salah satu unsur strategi belajar mengajar, tindakan untuk
meningkatkan relevansi penilaian mutu pembelajaran dengan kebutuhan
masyarakat turut memainkan peran penting. Sebagaimana pendekatan,
metode belajar mengajar juga tidak dapat dijalankan dengan memilih
salah satu metode saja, akan tetapi membutuhkan variasi yang dapat
saling mendukung jalannya kegiatan belajar mengajar dengan baik
sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut :
Metode atau Teknik Belajar Mengajar
No Mata
Pelajaran
Metode belajar mengajar yang dipakai
Ceramah Diskusi Tanya
jawab
Pemberian
tugas
1 Ppkn 3 4 5
2 Bhs. Indonesia 4 N 2 2
3 Sejarah
Nasional
4 N 3 3
4 Penjaskes 3 N 2 3
5 Bahasa Inggris N N N N
6 Mtk 3 2 4 3
7 Al-Qur'an 4 N 1 4
8 Ilmu Tafsir 4 N 2 2
9 Ilmu Hadis 4 N 2 1
10 Syariah
a. Fiqh
b. Ushul
4
3
4
N
4
1
2
4
2
1
2
1
11 Aqidah Akhlak 4 N 1 1
12 Bahasa Arab 3 2 4 3
13 Sej. Keb. Islam 3 N 2 2
14 Pendidikan
Seni
1 N N 4
15 Sosio
Antropologi
4 N N 1
MUTU PEMBELAJARAN…
Media Akademika, Vol. 29. No.3, Juli 2014
307
* Diskusi dalam pengertian diskusi kelompok ** Keempat metode tersebut tidak diaplikasikan karena mata pelajaran ini tidak berlangsung di kelas akan
tetapi langsung praktek di lapangan/ diluar kelas dan biasanya dilaksanakan pada jam ke-0 (06.00-
07.00) sekali dalam satu minggu
Metode yang rata-rata dipakai oleh semua guru adalah metode
ceramah baik ceramah interaktif maupun demonstrasi atau yang sering
disebut Moh. Uzer Usman sebagai ceramah bervariasi. Meskipun
metode ini dianggap sebagai metode tradisional, namun terbukti metode
ini paling banyak digunakan para guru dengan pertimbangan
memudahkan mereka mengontrol jalannya kegiatan belajar mengajar
dengan siswa yang cukup banyak yakni 35-40 siswa dalam setiap
kelasnya.
Dengan menggunakan metode ini, guru dan siswa dimungkinkan
untuk lebih akrab dan santai dalam melaksanakan proses belajar
mengajar. Guru dapat saja melontarkan pertanyaan disela ceramah
untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang
disampaikan atau sebaliknya murid dapat bertanya tentang hal-hal yang
belum jelas dari materi tersebut. Untuk menjalankan metode ini, para
guru tidak hanya duduk di depan kelas, tapi juga berjalan mendekati
para siswa atau ke belakang kelas agar siswa tidak tegang dan
mengantuk.
Kadar Potensial Keterlibatan Mental
Guru - Siswa dalam Peristiwa Belajar Mengajar8
Tinggi
Tanya Jawab
Pemberian Tugas Diskusi
Rendah Guru Tinggi
LUKMAN HAKIM
Media Akademika, Vol. 29. No.3, Juli 2014
308
D. Faktor Pendukung dan Penghambat
Faktor Pendukung
Faktor yang mendukung terwujudnya peristiwa belajar mengajar yang
dipakai di MAK Jambi, sebagaimana pendapat Raka Joni mengenai
faktor-faktor yang mewujudkan peristiwa belajar mengajar yaitu:
pengajar, siswa dan faktor yang berkenaan dengan dukungan fasilitas9
Mengenai faktor pengajar, lembaga ini telah menyediakan dengan
baik bahkan dapat dikatakan mereka merupakan sumber daya manusia
yang berkualitas unggul. Masing-masing pengajar merupakan guru ahli
dalam bidang studi yang diajarkan, atau dengan bahasa lain merupakan
guru yang profesional, yang menurut Syafruddin Nurdin dan Basyirudin
Usman, diartikan sebagai guru yang memahami apa yang diajarkannya,
menguasai bagaimana mengajarkannya dan menyadari benar mengapa
dia menetapkan pilihan terhadap suatu kegiatan belajar mengajar.10
Beberapa faktor pendukung lainnya adalah:
Pertama, faktor sarana. Hal tersebut dapat dilihat pada sarana-
sarana penunjang belajar yang nyaman, perpustakaan sekolah, gedung
asrama tempat tinggal siswa lengkap dengan perpustakaan dan fasilitas
lain sebagai lingkungan yang kondusif bagi siswa dalam melakukan
aktivitas keseharian mereka termasuk dalam hal belajar. Sarana lain
yang disediakan di lembaga ini adalah laboratorium bahasa yang
bertujuan untuk meningkatkan penguasaan bahasa Arab dan bahasa
Inggris para siswa.11
Di samping itu juga ditambah dengan adanya
gedung workshop yang berfungsi sebagai tempat penyelenggaraan
berbagai kegiatan ekstrakurikuler.
MUTU PEMBELAJARAN…
Media Akademika, Vol. 29. No.3, Juli 2014
309
Kedua, faktor siswa. Dengan adanya persyaratan yang ketat dan
juga penyeleksian para calon siswa, maka mutu input MAK tersebut
jelas berkualitas, baik pada gilirannya nanti mereka dapat dengan
mudah mengikuti kegiatan belajar mengajar yang diprogramkan di
lembaga ini. Atau dengan kata lain, dengan memiliki pengalaman
belajar dan potensi yang hampir sama, para pengajar tidak akan
mendapatkan kesulitan di dalam menyampaikan pelajaran.
Ketiga, kegiatan ekstrakurikuler, termasuk sebagai program kerja
Organisasi Pelajar Program Keagamaan (OPPK). hal ini antara lain,
kegiatan pidato dua bahasa (Arab dan Inggris) yang diselenggarakan
dua kali satu minggu. Kegiatan muhadtsah dan menghafal kosakata dua
bahasa mendatangkan native speaker baik berbahasa Arab maupun
bahasa Inggris, dan juga kegiatan camping da'wah Ramadhan yang
dilaksanakan siswa kelas dua pada bulan puasa sebagai sarana belajar
bermasyarakat atau belajar menerapkan pengetahuan yang telah
diperoleh di kelas selama ini.
Keempat, usaha keras dan kebijakan yang diambil Kepala Sekolah
sangat mempengaruhi kegiatan belajar mengajar. Bagaimanapun telah
tercatat bahwa perkembangan MAK Jambi yang demikian baik dapat
terlihat pada masa kepemimpinan Bapak Drs. Lukman Hakim sebagai
penerus dan beliau sangat memperhatikan segala kebutuhan yang
diperlukan oleh siswa-siswi MAK baik dari segi finansial (misalnya
menyediakan dana untuk berbagai kegiatan maupun untuk mengikuti
lomba keluar sekolah) dan dibangun selama beliau menjabat sebagai
kepala sekolah beliau juga menyaring terlebih dahulu calon-calon
LUKMAN HAKIM
Media Akademika, Vol. 29. No.3, Juli 2014
310
pengajar MAK tersebut dan memberikan arahan dan pembinaan
sebelum mereka mengajar
Faktor Penghambat
Di samping berbagai faktor pendukung penyelenggaraan kegiatan
belajar mengajar di MAK Jambi di atas, ada juga beberapa faktor yang
menghambat. Penghambat dalam arti kurang mendukung, bukan berarti
menghalangi sama sekali. Faktor tersebut antara lain:
Pertama, kepemimpinan madrasah. Oleh karena Madrasah Aliyah
Keagamaan bagian dari kegiatan Madrasah Aliyah Model
Jambi/Program MAN Model sehingga kepemimpinan MAK langsung
dipimpin oleh Kepala MAN Model Jambi.12
Maka berbagai tanggung
jawab yang seharusnya dipenuhi oleh Kepala Madrasah, yaitu:
pembinaan program pengajaran, SDM, sumber daya yang bersifat fisik
serta pembinaan hubungan dengan para staf belum dapat terlaksana
dengan baik. Sehingga perhatian terhadap kebutuhan MAK masih
kurang. Misalnya, kurangnya dana yang disediakan untuk kegiatan
ekstra kurikuler dan lain sebagainya. Hal-hal demikian pada gilirannya
mempengaruhi jalannya proses belajar mengajar yang tidak lagi
nyaman bahkan terganggu.
Kedua, faktor guru. Beberapa guru tidak membuat rencana
pengajaran yaitu satuan pelajaran secara tertib dengan alasan mereka
sudah hafal kurikulum dan mereka juga bisa mengajar dengan sistem
sorongan atau lebih banyak berceramah, sehingga siswa kurang
diberikan kesempatan dalam memecahkan persoalannya sendiri (lebih
bersifat teacher centered).
MUTU PEMBELAJARAN…
Media Akademika, Vol. 29. No.3, Juli 2014
311
Ketiga, faktor siswa. Pada gilirannya ada beberapa siswa yang
diterima tidak memiliki kemampuan yang baik dalam bahasa Arab dan
bahasa Inggris sementara kedua bahasa tersebut menjadi bahasa sehari-
hari bagi siswa MAK dan sebagai bahasa pengantar berbagai mata
pelajaran agama. Dengan demikian para guru tidak dapat melakukan
pengajaran dengan menggunakan bahasa Arab sesuai harapan terutama
terhadap siswa kelas 1 (satu) karena masih perlu untuk adaptasi dengan
siswa-siswi baru.
Keempat, faktor waktu. Terbatasnya alokasi waktu yang
disediakan menyebabkan terbatasnya penerapan berbagai strategi
belajar mengajar termasuk berbagai pendekatan, metode atau teknik
belajar yang memang memerlukan waktu yang relatif lebih banyak
daripada jatah waktu yang telah ditentukan, dan terakhir; Kelima, faktor
sarana, yang masih terbatas, sehingga dalam pelaksanaan kegiatan
diluar kegiatan madrasah belum dapat dilaksanakan dengan sebaik-
baiknya
E. Penutup: Eksistensi dan Peluang MAK Jambi
Jelaslah bahwa eksistensi MAK Jambi dapat diidentifikasi berdasarkan
visi dan misinya. Secara historis latar belakang keberadaannya adalah
terjadinya pergeseran dan perubahan pandangan masyarakat mengenai
pendidikan yang lebih mengutamakan pendidikan "umum" dari pada
pendidikan "agama", yang menyebabkan perubahan iklim dalam
masyarakat Jambi yang semula dirasakan sangat "santri", dan kemudian
mengalami pergeseran mulai setelah tahun 60-an. Implikasi
kecenderungan terhadap sekolah umum dalam masyarakat tentu saja
LUKMAN HAKIM
Media Akademika, Vol. 29. No.3, Juli 2014
312
memperlemah eksistensi lembaga pendidikan agama dan perlahan
mengikis tradisi kuat keagamaan. Madrasah Aliyah pada umum
ternyata tidak menjadi solusi, karena tidak mampu menjawab tuntutan
perkembangan masyarakat yang dinamis dan cenderung berorientasi
dunia kerja dan pragramatik. Di samping itu ternyata sebagai institusi
pendidikan agama, Madrasah Aliyah yang hanya mampu menghasilkan
lulusan yang setengah matang, dan tidak memiliki dasar kompetensi
yang jelas, baik bidang umum maupun bidang agama secara kuat. Hal
ini dapat dilihat dari kualitas input yang berasal dari Madrasah ternyata
kalah bersaing dalam bidang umum dengan sekolah umum dan kalah
bersaing dalam bidang agama oleh lulusan Pesantren.
Padahal dalam sejarah Pendidikan Islam, Jambi telah dikenal
sebagai salah satu daerah yang terdapat madrasah perintis yakni
Pendidikan Guru Agama Enam Tahun yang didirikan oleh pihak
Kakanwil Departemen Agama Propinsi Jambi. Madrasah ini telah
menerapkan kurikulum yang bermuatan agama ditambah dengan
pengetahuan umum sebagai mana dipaparkan terdahulu. Dengan adanya
kelangkaan ulama maka perlu adanya upaya yang harus segera
dilakukan untuk mengatasinya yaitu dengan mendirikan lembaga
pendidikan sebagai tempat pembibitan kader ulama di masa depan
MAK merupakan lembaga yang memberikan dasar-dasar keagamaan
untuk selanjutnya dikembangkan di masyarakat.
Dengan adanya kenyataan mengenai rendahnya mutu lulusan
Madrasah Aliyah sebagai input perguruan tinggi Islam dan juga
kelangkaan ulama karena faktor budaya masyarakat yang cenderung
bersekolah umum maka perlu upaya yang harus segera dilakukan untuk
MUTU PEMBELAJARAN…
Media Akademika, Vol. 29. No.3, Juli 2014
313
mengatasinya. Pada akhirnya MAK Jambi akan dapat menjadi sebuah
perwujudan dari konsep pendidikan Islam dari segi lembaga dalam arti
bahwa lembaga tersebut memperlakukan Islam sebagai sumber sikap
dan tingkah laku yang harus tercermin dalam penyelenggaraannya
maupun sebagai bidang kajiannya.
Catatan:
1 Karel A. Stenbrink, Pesantren, Madrasah, Sekolah; Suatu Tinjauan Historis,
(Jakarta. LP3ES, 1994), h. 20. 2HAR Tilaar, Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia,
(Bandung. Remaja Rosdakarya, 1997), h. 72 3 Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan, (Jakarta:
Gramedia, 1997), h. 17 4 Dikembangkan dari Tilaar, op. cit., h. 72
5 A. Malik Fadjar, Reorientasi Pendidikan Islam, (Jakarta: Fajare Dunia, 1999)
h. 31. 6 R. Kindsyattcer, W. Wilen dan M. Ishler, Dynamics Of Effective
Teaching,cet. HI, (New York: Longman Publisher, 1996), h. 290.
7 Raka Joni, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Depdikbud, P2EPTK Dirjen
DIKTI, 1985), h. 14. 8 Raka Joni, Strategi Belajar..
9 Raka Joni, Strategi Belajar, h. 12
10 Syafruddin Nurdin dan M. Basyiruddin Usman, Guru Profesional dan
Implementasi Kurikuliim, (Jakarta. Ciputat Press, 2002), h. 24. 11
Media seperti ini merupakan media pembelajaran jenis Audio. Lebih jauh
lihat Asnawir dan M. Basyirudin Usman, Media Pembelajaran, (Jakarta: Ciputat
Press, 2002), h. 93 12
Lihat Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah, (Jakarta: Raja
Grafindo persada, 2002), hh. 204-205.
LUKMAN HAKIM
Media Akademika, Vol. 29. No.3, Juli 2014
314
DAFTAR PUSTAKA
Karel A. Stenbrink, Pesantren, Madrasah, Sekolah; Suatu Tinjauan
Historis, (Jakarta. LP3ES, 1994).
HAR Tilaar, Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani
Indonesia, (Bandung. Remaja Rosdakarya, 1997).
Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan, (Jakarta:
Gramedia, 1997).
A. Malik Fadjar, Reorientasi Pendidikan Islam, (Jakarta: Fajare Dunia,
1999).
R. Kindsyattcer, W. Wilen dan M. Ishler, Dynamics Of Effective
Teaching,cet. HI, (New York: Longman Publisher, 1996).
Raka Joni Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Depdikbud, P2EPTK
Dirjen DIKTI, 1985).
Syafruddin Nurdin dan M. Basyiruddin Usman, Guru Profesional dan
Implementasi Kurikuliim, (Jakarta. Ciputat Press, 2002).
Asnawir dan M. Basyirudin Usman, Media Pembelajaran, (Jakarta:
Ciputat Press, 2002).
Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2002).