Pemangsa Dan Hewan Mangsa Di TNBT

11
Lampiran 2. Dipublikasikan dan dipresentasikan pada Seminar Nasional Sains dan Teknologi Universitas Lampung tanggal 18 November 2008 1 PEMANGSA DAN HEWAN MANGSA DI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (Predators and Preys at Bukit Tigapuluh National Park) Muhammad Yunus 1 , Santoso 1 dan Hisan 2 1 Program Penyelamatan dan Konservasi Harimau Sumatera/Sumatran Tiger Trust Conservation Programm (PKHS/STTCP). Jl. PT SI No. 1 Pematang Reba, Indragiri Hulu Riau. Email: [email protected] 2 Staf Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) Balai Taman Nasional Bukit Tigapuluh. Abstrak Taman Nasional Bukit Tigapuluh yang berlokasi di Provinsi Riau dan Jambi dengan luas 144.223 ha merupakan kawasan konservasi yang mempunyai nilai keanekaragaman hayati tinggi. Berdasarkan hasil penelitian sejak Januari 2005 sampai dengan Agustus 2008 dengan metode jebakan kamera infra merah, survey, patroli dan wawancara tercatat sedikitnya terdapat 7 ordo dan 19 family mammalia besar asli di dalam kawasan ini, selain itu juga diketahui 5 jenis hewan ternak mammalia yang dibiarkan hidup bebas di dalam kawasan taman nasional. Berdasarkan hasil pemasangan kamera infra merah telah diperoleh 1243 foto satwa yang terdiri dari 12% pemangsa (Family Canidae dan Felidae) dan 88% hewan mangsa. Jumlah pemangsa beragam mulai dari tertinggi macan dahan (Neofelis nebulosa) sebesar 34%, Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) 30%; Anjing hutan (Cuon alpinus) 13,33%; Kucing mas (Catopuma temminckii) 12%; Kucing bulu (Pardofelis marmorata) 4,67%; kucing hutan (Prionailurus bengalensis dan P. viverina) 3,33% serta anjing kampung (Canis familiaris) sebesar 2,67%. Untuk hewan mangsa jumlah tertinggi pada primata 39,16%, lalu landak 20,49%; beruang (Helarctos malayanus) 8,42%; cervidae 7,14%; tapir (Tapirus indicus) 6,77%; babi (Sus scrofa dan Sus barbatus) 6,04%; musang 4,76% dan jenis lain (burung, biawak, tikus) sebesar 7,22%. Key Words: pemangsa, hewan mangsa, mammalia, Taman Nasional Bukit Tigapuluh 1. PENDAHULUAN Luas permukaan Indonesia hanya 1,3% dari luas permukaan daratan dunia, tetapi di dalamnya terkandung 10% dari seluruh tumbuhan dunia, 12% mammal dunia, 16% reptil dan amphibi dunia, 17% dari burung dan lebih dari 25% jenis ikan air laut maupun ikan air tawar (Sugandhy 1997; Departemen Kehutanan 1994; Soemarwoto 1992). Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terbesar di dunia. Taman Nasional Bukit Tigapuluh merupakan salah satu kawasan konservasi yang memiliki kekayaan akan berbagai jenis satwaliar, tidak kurang dari 47 jenis mammalia besar yang hidup di kawasan ini termasuk harimau Sumatera (Yunus dkk. 2008). Harimau Sumatera merupakan satwa ”kunci” yang langka dan jumlahnya semakin menurun dan diperkirakan tinggal kurang dari 300 ekor di alam (Departemen Kehutanan 2007; 1994). Jumlah pemangsa dan hewan mangsa akan saling mempengaruhi (Indrawan dkk. 2007; Miquelle et al. 1999; Karanth and Stith 1999; Alikodra 1990). Keberadaan jenis-

Transcript of Pemangsa Dan Hewan Mangsa Di TNBT

Page 1: Pemangsa Dan Hewan Mangsa Di TNBT

Lampiran 2.

Dipublikasikan dan dipresentasikan pada Seminar Nasional Sains dan Teknologi Universitas Lampung

tanggal 18 November 2008

1

PEMANGSA DAN HEWAN MANGSA DI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH

(Predators and Preys at Bukit Tigapuluh National Park) Muhammad Yunus

1, Santoso

1 dan Hisan

2

1Program Penyelamatan dan Konservasi Harimau Sumatera/Sumatran Tiger Trust Conservation Programm

(PKHS/STTCP). Jl. PT SI No. 1 Pematang Reba, Indragiri Hulu Riau. Email: [email protected]

2 Staf Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) Balai Taman Nasional Bukit Tigapuluh.

Abstrak

Taman Nasional Bukit Tigapuluh yang berlokasi di Provinsi Riau dan Jambi dengan luas 144.223 ha

merupakan kawasan konservasi yang mempunyai nilai keanekaragaman hayati tinggi. Berdasarkan hasil

penelitian sejak Januari 2005 sampai dengan Agustus 2008 dengan metode jebakan kamera infra merah,

survey, patroli dan wawancara tercatat sedikitnya terdapat 7 ordo dan 19 family mammalia besar asli di

dalam kawasan ini, selain itu juga diketahui 5 jenis hewan ternak mammalia yang dibiarkan hidup bebas

di dalam kawasan taman nasional. Berdasarkan hasil pemasangan kamera infra merah telah diperoleh

1243 foto satwa yang terdiri dari 12% pemangsa (Family Canidae dan Felidae) dan 88% hewan mangsa.

Jumlah pemangsa beragam mulai dari tertinggi macan dahan (Neofelis nebulosa) sebesar 34%, Harimau

Sumatera (Panthera tigris sumatrae) 30%; Anjing hutan (Cuon alpinus) 13,33%; Kucing mas (Catopuma

temminckii) 12%; Kucing bulu (Pardofelis marmorata) 4,67%; kucing hutan (Prionailurus bengalensis

dan P. viverina) 3,33% serta anjing kampung (Canis familiaris) sebesar 2,67%. Untuk hewan mangsa

jumlah tertinggi pada primata 39,16%, lalu landak 20,49%; beruang (Helarctos malayanus) 8,42%;

cervidae 7,14%; tapir (Tapirus indicus) 6,77%; babi (Sus scrofa dan Sus barbatus) 6,04%; musang 4,76%

dan jenis lain (burung, biawak, tikus) sebesar 7,22%.

Key Words: pemangsa, hewan mangsa, mammalia, Taman Nasional Bukit Tigapuluh

1. PENDAHULUAN

Luas permukaan Indonesia hanya 1,3% dari luas permukaan daratan dunia, tetapi di dalamnya

terkandung 10% dari seluruh tumbuhan dunia, 12% mammal dunia, 16% reptil dan amphibi dunia, 17%

dari burung dan lebih dari 25% jenis ikan air laut maupun ikan air tawar (Sugandhy 1997; Departemen

Kehutanan 1994; Soemarwoto 1992). Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia merupakan salah satu

negara yang memiliki keanekaragaman hayati terbesar di dunia.

Taman Nasional Bukit Tigapuluh merupakan salah satu kawasan konservasi yang memiliki kekayaan

akan berbagai jenis satwaliar, tidak kurang dari 47 jenis mammalia besar yang hidup di kawasan ini

termasuk harimau Sumatera (Yunus dkk. 2008). Harimau Sumatera merupakan satwa ”kunci” yang

langka dan jumlahnya semakin menurun dan diperkirakan tinggal kurang dari 300 ekor di alam

(Departemen Kehutanan 2007; 1994). Jumlah pemangsa dan hewan mangsa akan saling mempengaruhi

(Indrawan dkk. 2007; Miquelle et al. 1999; Karanth and Stith 1999; Alikodra 1990). Keberadaan jenis-

Page 2: Pemangsa Dan Hewan Mangsa Di TNBT

Lampiran 2.

Dipublikasikan dan dipresentasikan pada Seminar Nasional Sains dan Teknologi Universitas Lampung

tanggal 18 November 2008

2

jenis satwa sesama pemangsa yang merupakan pesaing serta jenis – jenis hewan mangsa yang dibutuhkan

untuk kelangsungan hidup harimau Sumatera perlu diketahui, untuk itu perlu dilakukan kajian terhadap

kondisi populasi pemangsa dan hewan mangsa. Informasi ini penting sebagai bahan masukan bagi

pengelola kawasan dalam membuat dan menentukan arah kebijakan pengelolaan.

1.1 Sejarah Pembentukan Taman Nasional Bukit Tigapuluh

Pada tahaun 1994, pemerintah TK I Riau mengeluarkan peraturan daerah No. 10 tahun 1994 tentang

rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi yang didalamnya mencakup kawasan konservasi Bukit Tigapuluh.

Pada tahun yang sama, Dirjen PHPA melalui surat Nomor 103/DJ-VI/Binprog/94 mengusulkan kepada

menteri kehutanan untuk menunjuk kawasan Bukit Tigapuluh dan Bukit Besar sebagai taman nasional.

Pada tahun 1995, Menteri Kehutanan berdasarkan surat keputusan Nomor 539/Kpts-II/1995 menunjuk

kawasan Bukit Tigapuluh sebagai taman nasional dengan luas 127.698 ha. Luas tersebut merupakan

gabungan dari 57.000 ha hutan produksi terbatas dan 37.250 ha hutan lindung yang ada di propinsi Riau,

serta 33.000 ha hutan lindung di wilayah Propinsi jambi. Kemudian berdasarkan Surat keputusan

Direktorat Jenderal PHKA Nomor 17/Kpta/12J-V/2001, ditunjuk zonasi Taman Nasional Bukit

Tigapuluh. Selanjutnya pada tanggal 21 Juni 2002, menteri kehutanan mengeluarkan Surat keputusan

Nomor 6407/Kpts-II/2002 tentang penetapan Kelompok Hutan Taman Nasional Bukit Tigapuluh seluas

144.223 ha (Departemen Kehutanan 2002;1997)

1.2 Letak, Luas, Tofografi dan Zonasi

Secara geografis Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT) terletak pada 0o 40

’ –1

o 25

’ LS dan 102

o 10’-

102o 50

’ BT dengan luas 144. 223 hektar. Secara administratif kawasan TNBT terletak di dua propinsi

yaitu Propinsi Riau pada Kabupaten Indragiri Hulu (81. 223 ha), dan Indragiri Hilir (30.000 ha) serta

Propinsi Jambi pada Kabupaten Tanjung Jabung Barat (10.000 ha) dan Tebo (23.000 ha) (Balai

Taman Nasional Bukit Tigapuluh 2007; Departemen Kehutanan 2002).

Kawasan TNBT terletak pada ketinggian 60 - 843 mdpl dengan puncak tertinggi terdapat pada Bukit

Sipin. Secara garis besar tofografinya dapat dikelompokan menjadi tiga bagian, yaitu:

- Dataran antar pegunungan dan perbukitan kecil (punggungan) (kemiringan lereng < 140)

- Pegunungan dengan lereng yang curam-sangat curam (kemiringan lereng 25-750)

- Pegunungan dengan lereng sangat curam (kemiringan lereng > 750)

Page 3: Pemangsa Dan Hewan Mangsa Di TNBT

Lampiran 2.

Dipublikasikan dan dipresentasikan pada Seminar Nasional Sains dan Teknologi Universitas Lampung

tanggal 18 November 2008

3

Pengelolaan kawasan berdasarkan sistem zonasi yang terdiri dari : Zona inti (70,7%), zona pemanfaatan

(4,9%), zona Rimba (11,7%), zona rehabilitasi (10,1%), zona pemanfaatan tradisional (2,5%)

(Departemen Kehutanan 1997).

2. METODE

Informasi ini di dasarkan pada hasil penelitian di TNBT dari bulan Januari 2005 sampai Agustus 2008.

Penelitian ini menggunakan beberapa metode:

2.1 Survei dan Patroli

Survei dan patroli dilakukan dengan berjalan kaki di hutan, jalan setapak maupun jalan satwa. Lokasi

survei dan patroli mencakup seluruh kawasan TNBT yang terdiri dari 6 Resort yaitu Resort Talang Lakat,

Siambul, Keritang, Lahai, Lubuk Mandarsah dan Suo-Suo. Sepanjang jalur yang dilalui dicatat jenis-

jenis mammalia yang teramati baik secara langsung maupun tidak (jejak, kaisan, cakaran, kotoran, serta

sisa makanan). Pengamatan terhadap tanda-tanda sekunder satwa sangat penting karena dengan

mengetahui tanda sekunder bisa dideteksi keberadaan satwa tersebut (Robinowits 1993; Strien 1983).

Umumnya di daerah tropis sangat sulit untuk dapat melihat satwaliar secara langsung karena vegetasi

yang rapat menyebabkan jarak pandang yang sempit, selain itu satwaliar juga cenderung menghindari

perjumpaan dengan manusia, sehingga identifikasi satwaliar dengan menggunakan tanda sekunder

menjadi penting.

2.2 Jebakan Kamera infra merah

Kamera dengan sensor infra merah dipasang pada jalur-jalur yang diduga dan memungkinkan untuk

dilalui oleh satwa liar. Kamera infra merah yang digunakan adalah jenis trailmaster TM1500 generasi

kedua dan cuddeback digital camera yang sampai saat ini telah dipasang 10-15 unit kamera. Pada

dasarnya pemasangan alat ini dirancang untuk memfoto harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae),

akan tetapi tidak menutup kemungkinan juga memfoto objek atau jenis-jenis satwa lain yang melintas

dan memutuskan sensor infra merah. Pada prinsipnya alat ini akan mengambil gambar secara otomatis

jika ada objek atau satwa yang memutus sensor infra merah. Kamera dipasang dengan sistem 24 jam

dan dilakukan pengecekan setiap 20-30 hari untuk mangganti baterai dan film atau kartu memori.

Sebagai daerah perbukitan pemasangan kamera infra merah banyak dipasang di daerah punggungan atau

puncak bukit. Selain itu, kamera juga dipasang pada bekas-bekas jalan yang dibuat oleh perusahaan

untuk mengangkut kayu yang saat ini banyak digunakan oleh satwaliar. Sebelum melakukan

Page 4: Pemangsa Dan Hewan Mangsa Di TNBT

Lampiran 2.

Dipublikasikan dan dipresentasikan pada Seminar Nasional Sains dan Teknologi Universitas Lampung

tanggal 18 November 2008

4

pemasangan kamera, survei pendahuluan dilakukan untuk mencari tanda sekunder satwaliar serta lokasi

yang cocok untuk pemasangan kamera.

2.3 Wawancara

Wawancara dilakukan terutama terhadap 6 kelompok masyarakat Suku Talang Mamak dan Melayu Tua.

Kedua suku ini tinggal dalam kelompok-kelompok kecil dengan membuat rumah di sekitar sungai gansal

yang berada di tengah taman nasional seperti di Tua Datai, Suit, Sadan, Air Bomban, Nunusan dan

Mekotung dengan jumlah keseluruhan sekitar 219 KK atau 1062 jiwa (Yunus 2005). Sementara Suku

Rimba (Kubu) masih bersifat nomaden berjumlah sekitar 364 jiwa.

Identifikasi jenis dilakukan terhadap foto-foto satwa hasil kamera trap dengan bantuan buku Panduan

Lapangan Primata Indonesia,

Mammals of Thailand, dan Wild

Cats. Sementara untuk pengenalan

jejak menggunakan buku A Guide

to the Track of Mammals of

Western Indonesia. Untuk

menghitung individu harimau

dilakukan dengan cara identifikasi

berdasarkan loreng yang terdapat

pada harimau dari foto hasil kamera

infra merah (Franklin dkk. 1999).

Data yang dibahas dibatasi untuk mammalia besar yang berpotensi menjadi mangsa atau pesaing harimau

Sumatera dan tidak termasuk manusia (masyarakat pedalaman).

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil survei dan pemasangan jebakan kamera infra merah telah diketahui sedikitnya 42

jenis mammalia besar alami yang terdiri dari 7 ordo dan 19 family, serta 5 jenis hewan ternak yang

dibiarkan hidup secara liar di dalam kawasan taman nasional (tabel 1).

Gambar 1. Peta sebaran lokasi kamera dan tanda sekunder harimau Sumatera di TNBT

Page 5: Pemangsa Dan Hewan Mangsa Di TNBT

Lampiran 2.

Dipublikasikan dan dipresentasikan pada Seminar Nasional Sains dan Teknologi Universitas Lampung

tanggal 18 November 2008

5

Tabel 1. Mammalia besar di Taman Nasional Bukit Tigapuluh

No Ordo/Family Nama latin Nama Indonesia/lokal Nama Inggris Ket

1 2 3 4 5 6

I Artiodactyla

1 Bovidae Bos sp. Sapi bali Cow A

2 Bubalus sp. Kerbau Buffalow A

3 Capricornis sp. Kambing Goat A

4 Capricornis

sumatraensis

Kambing hutan Serrow D,E

5 Suidae Sus barbatus Babi gunung/Nangui Bearded pig B

6 Sus scrofa Babi hutan Wild pig B

7 Cervidae Cervus unicolor Sambar/Ruso Sambar deer B

8 Muntiacus muntjak kijang Barking deer B

9 Tragulidae Tragulus javanicus Kancil/Pelanduk Lesser mouse deer B

10 Tragulus napu napu Greater mouse deer B

II Carnivora

11 Canidae Canis familiaris

Anjing kampung Domestik dog A

12 Cuon alpinus Anjing hutan Asian wild dog B

13 Felidae Catopuma temincki Kucing mas Golden cat B

14 Felis sp. Kucing kampung Domestik cat A

15 Neofelis nebulosa Macan dahan Clauded Leopard B

16 Pardofelis

marmorata

Kucing bulu Marbled cat B

17 Panthera tigris

sumatrae

Harimau sumatera /Rimau Sumatran tiger B

18 Prionailurus

bengalensis

Kucing hutan Leopard cat B

19 Prionailurus

viverrinus

Kucing air Fishing cat B

20 Mustelidae Aonyx cineria Berang-berang Small calwed otter C,E

21 Mustella flavigula Martin/Utu-utu Yellow throated martin B

22 Mydaus javanensis Teledu/kuskus Malayan badger B

23 Ursidae Helarctos malayanus Beruang Sun bear B

24 Viverridae Arctogalidia

trivirgata

Musang akar Three-striped palm civet B

25 Artictis binturong Binturong /Musang ijuk Binturong B

26 Hemigalus derbyanus Musang belang/Musang

harum

Banded palm civet E

27 Paguma larvata Musang merah Masked palm civet B

28 Parodoxurus

hermaphrodictus

Luak biasa Common palm civet B

29 Prionodon linsang Linsang Banded linsang B

30 Viverricula

malaccensis

Musang biasa Small indian civet B

III Perrisodactyla

31 Tapiridae Tapirus indicus Tapir Malayan tapir B

IV Pholidota 32 Manidae Manis javanica Trenggiling Pangolin D,E

V Primates

33 Cercopithecidae Macaca fascicularis Monyet Long tile macac B

34 Macaca nemestrina Beruk Pig tile macac B

35 Presytis cristata Lutung/Cigak Silver leaf monkey C

36 Presbytis melalophos Simpai Mitred leaf monkey C

37 Hylobatidae Hylobates agilis Owa Agile gibbon C

Page 6: Pemangsa Dan Hewan Mangsa Di TNBT

Lampiran 2.

Dipublikasikan dan dipresentasikan pada Seminar Nasional Sains dan Teknologi Universitas Lampung

tanggal 18 November 2008

6

12%

88%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

Pemangsa Hew an mangsa

Kelompok

Ju

mla

h1 2 3 4 5 6

38 Hylobates syndactilus Siamang Siamang B,C

39 Lorisidae Nycticibus caucang Kukang abu-abu Slow loris C

40 Tarsiidae Tarsius tarsius Singapuar/Beruk buku Tarsier C,E

41 Pongidae Pongo abelli Orang utan Sumatran Orangutan D,E

VI Proboscidae

42 Elepahantidae Elephas maximus

sumatranus

Gajah Sumatran elephant D,E

VII Rodentia

43 Hystricidae Hystrix brachiura Landak Malayan Porcupine B

44 Atherurus macrourus Landak Bayas Bush-tailed porcupine B

45 Sciuridae Aeromys tephomelas Bajing terbang hitam Black flying squirrel C

46 Petaurista petaurista Bajing terbang merah Red giant flying squirrel C

47 Ratufa bicolor Jelarang Black giant squirrel C

Ket: A. Hewan peliharaan yang diliarkan; B. Foto; C. Lihat langsung; D. Tanda sekunder;

E. Informasi masyarakat

3.1 Pemangsa dan Hewan Mangsa

Dari hasil pemasangan kamera infra merah diperoleh 1243 foto satwa, kemudian dikelompokan menjadi

pemangsa sebesar 12% dan hewan mangsa 88% (Gambar 2). Hewan pemangsa disini dibatasi kepada

Ordo Carnivora dari Family Canidae dan Felidae. Sedangkan family lainnya seperti Mustelidae, Ursidae

dan Viverridae dimasukan ke dalam kelompok hewan

mangsa karena kelompok ini juga memakan

tumbuhan dan serangga (Lekagul and McNeely 1988;

MacKinnon 1992). Selain itu juga pernah ditemukan

rambut tubuh beruang dalam kotoran harimau

sumatera (STP 1998).

Di dalam kelompok pemangsa yang terdata terdiri dari 2 jenis anggota Canidae dan 6 jenis anggota

Felidae terjadi persaingan untuk memperoleh hewan mangsa. Pada gambar 3 terlihat jumlah macan

dahan (Neofelis nebulosa) berada dalam peringkat tertinggi sebesar 34%. Macan dahan yang mempunyai

berat sekitar sekitar 16-23 kg, bersifat nocturnal serta mempunyai kemampuan memanjat yang baik dan

umumnya memangsa burung, primata dan juga mammalia kecil seperti landak (Lekagul and McNeely

1988) bahkan jenis rusa dan babi hutan (Banks 1949, Le 1973, Prater 1971, Robinowits et all. 1987, S.

Yasuma in litt. 1993 dalam Nowell and Jackson 1996). Beberapa jenis hewan mangsa yang mempunyai

ukuran tubuh jauh lebih besar seperti sambar (Cervus unicolor) dewasa yang mempunyai berat tubuh 185-

260 kg (Lekagul and McNeely 1988) dan babi gunung (Sus barbatus) dewasa serta tapir yang mempunyai

berat lebih dari 150 kg dan juga beruang kemungkinan kecil untuk menjadi mangsa macan dahan.

Gambar 2. Pemangsa dan hewan mangsa (n=1243)

Page 7: Pemangsa Dan Hewan Mangsa Di TNBT

Lampiran 2.

Dipublikasikan dan dipresentasikan pada Seminar Nasional Sains dan Teknologi Universitas Lampung

tanggal 18 November 2008

7

Gambar 3. Jenis dan persentase pemangsa (n=150)

30%

3.33%

34%

12%

4.67% 2.67%

13.33%

0%

10%

20%

30%

40%

Harimau

Sumatera

Kucing

hutan

Macan

dahan

Kucing

mas

Kucing

bulu

Anjing

kampung

Anjing

hutan

Jenis

Ju

mla

hBerdasarkan kemampuan memanjat dan sifatnya yang nocturnal, macan dahan merupakan pemangsa

utama jenis primata yang memang merupakan hewan mangsa dengan jumlah tertinggi di TN. Bukit

Tigapuluh (gambar 4).

Harimau sumatera dengan berat tubuh 75 – 110 kg untuk betina dan 110-140 kg untuk jantan dewasa

(Nowell and Jackson 1996) merupakan pemangsa tingkat tertinggi dalam rantai makanan berada pada

posisi kedua berjumlah 30%. Sampai saat ini telah terfoto 16 ekor harimau sumatera dengan

perbandingan jantan:betina adalah 9:7. Harimau mampu membunuh seluruh jenis hewan mangsa yang

mempunyai berat sampai dengan 1000 kg, bahkan harimau dapat memangsa anak gajah, badak dan

memangsa jenis mereka sendiri (Nowell and Jackson 1996). Pada tahun 2006 pernah ditemukan

tengkorak beruang dan pada 2008 ditemukan sisa-sisa tubuh tapir yang dimakan oleh harimau Sumatera

yang diindikasikan dengan banyaknya jejak harimau di sekeliling bangkai tapir tersebut. Selain itu tiga

ekor bangkai sapi yang diliarkan ditemukan pada

tahun 2007 dan diduga menjadi mangsa harimau

Sumatera. Akan tetapi belum pernah dilaporkan

harimau Sumatera menerkam hewan ternak di

dalam kandang masyarakat yang terdapat di dalam

taman nasional. Bahkan pada tahun 2004 dua ekor

harimau mati dibunuh oleh masyarakat (Yunus

2004 data yang tidak dipublikasikan).

Peringkat ketiga jumlah pemangsa adalah anjing hutan sebesar 13,33%, terfoto mulai dari satu ekor

sampai berkelompok empat ekor. Hewan pemangsa seberat 10-20 kg ini berburu secara berkelompok

dan mampu membunuh sambar yang mempunyai ukuran tubuh jauh lebih besar (Lekagul and McNeely

1988). Anjing hutan (Cuon alpinus) merupakan new record di TNBT, bahkan masyarakat yang telah

lama tinggal di dalam kawasan ini tidak pernah melihat dan melaporkan keberadaannya. Selanjutnya

hewan pemangsa lainnya merupakan anggota felidae dengan berat kurang dari 15 kg. Terkecil adalah

kucing bulu Pardofelis marmorata seberat 2-5 kg (Lekagul and McNeely 1988). Anjing kampung biasa

digunakan masyarakat pedalaman untuk membantu saat berburu.

Berdasarkan ukuran tubuh dan kemampuan berburu tersebut seluruh pemangsa akan bersaing untuk

membunuh dan memangsa primata seperti beruk yang mempunyai berat sampai sekitar 9 kg. Persaingan

untuk membunuh hewan mangsa besar seperti sapi, kerbau, tapir, babi gunung dan beruang kemungkinan

besar hanya terjadi pada harimau Sumatera dan anjing hutan. Sementara untuk jenis hewan mangsa

Page 8: Pemangsa Dan Hewan Mangsa Di TNBT

Lampiran 2.

Dipublikasikan dan dipresentasikan pada Seminar Nasional Sains dan Teknologi Universitas Lampung

tanggal 18 November 2008

8

Gambar 4. Jenis dan persentase hewan mangsa (n=1093)

dengan ukuran tubuh sedang seperti kambing, kijang dan babi hutan selain dimangsa oleh harimau

Sumatera dan anjing hutan yang akan turut serta dalam persaingan adalah macan dahan. Pemangsa

dengan ukuran tubuh lebih kecil lagi seperti kucing mas, kucing bulu, kucing hutan, kucing air bahkan

kucing kampung dan anjing kampung selain akan turut bersaing untuk memangsa primata, juga akan

bersaing untuk mendapatkan Cervidae seperti kancil dan napu serta jenis-jenis burung.

Primata merupakan hewan arboreal (Lekagul and McNeely 1988), akan tetapi berdasarkan hasil kamera

infra merah yang dipasang pada ketinggian 40-60 cm dari permukaan tanah jumlah foto kelompok

primata berada pada posisi tertinggi yaitu 39,16%. Jenis paling sering terfoto adalah beruk Macaca

nemestrina dalam kelompok beranggotakan sampai dengan 40 ekor. Jenis ini yang mempunyai berat

tubuh mencapai 9 kg (Lekagul and McNeely 1988) merupakan hewan mangsa potensial harimau

sumatera (STP 1998) dan dapat mencukupi kebutuhan makan harimau perhari yang memerlukan daging

sekitar 6-7 kg (Lekagul and McNeely 1988; Nowell and Jackson 1996). Berdasarkan pengalaman, beruk

mempunyai kebiasaan berlari dipermukaan

tanah jika terkejut atau takut. Hal ini

menyebabkannya menjadi hewan mangsa

potensial bagi harimau sumatera dan jenis

pemangsa lainnya. Bahkan pernah terfoto

sekelompok beruk yang tidur di atas kayu

mati yang rebah di permukaan tanah.

Selanjutnya peringkat kedua hewan mangsa potensial di TNBT hasil kamera infra merah adalah landak

20,49%, yang terfoto mulai dari 1-3 ekor. Walaupun berjalan lambat, landak mempunyai sistem

pertahanan diri dengan bulu tubuh yang berupa duri (Lekagul and McNeely 1988) sehingga pemangsa

akan sulit untuk menangkapnya. Sampai saat ini belum pernah ditemukan bulu landak pada kotoran

harimau atau jenis pemangsa lainnya, akan tetapi diyakini satwa inipun merupakan hewan mangsa

potensial bagi harimau dan semua jenis pemangsa lainnya.

Jenis hewan mangsa lainnya berturut-turut adalah beruang 8,42%; Cervidae 7,14%; tapir 6,77%; babi

6,04%, musang 4,76% dan kelompok lainnya (biawak, burung, tikus) sebesar 7,22%. Dari kelompok

hewan mangsa ini, babi gunung Sus barbatus merupakan hewan mangsa yang terpantau hanya pada

waktu tertentu. Beberapa lokasi kamera memantau kehadiran jenis ini dalam kelompok besar sekitar

6.77% 6.04%

39.16%

7.14%

20.49%

8.42%

4.76%7.22%

0.00%

5.00%

10.00%

15.00%

20.00%

25.00%

30.00%

35.00%

40.00%

45.00%

Tapir Babi Primata Cervidae Landak beruang Musang Lain-lain

Jenis

Ju

mla

h

Page 9: Pemangsa Dan Hewan Mangsa Di TNBT

Lampiran 2.

Dipublikasikan dan dipresentasikan pada Seminar Nasional Sains dan Teknologi Universitas Lampung

tanggal 18 November 2008

9

akhir bulan Agustus-Desember. Dalam beberapa kali pemantauan ditemukan jejak harimau yang

mengikuti jejak babi gunung.

Berdasarkan analisa jenis rambut yang terdapat pada 11 kotoran harimau Sumatera di TNBT diketahui 5

diantaranya merupakan rambut tubuh babi gunung Sus barbatus, 2 babi hutan Sus scrofa dan 4 rambut

macaqua (Yunus dkk. 2008). Jika dibandingkan dengan hasil analisa kotoran harimau sumatera di TN.

Way Kambas yang diketahui mangsa utama harimau sumatera adalah babi hutan Sus scrofa, macaqua

Macaca nemestrina dan M. Fascicularis, sambar

Cervus unicolor, kijang Muntiacus muntjak, dan

beruang Helarctos malayanus (gambar 5) (STP

1998) menunjukan keragaman dan jumlah hewan

mangsa di TNBT masih sangat memungkinkan

mendukung kelestarian harimau Sumatera.

Walaupun hewan mangsa berada dalam posisi lebih lemah dibandingkan pemangsa akan tetapi hewan

mangsa juga mempunyai sistem pertahanan, seperti kerbau akan berkumpul membentuk lingkaran

dengan kepala menghadap keluar dan anak-anak berada di tengah lingkaran saat mencium kehadiran

harimau sumatera (Sumarto, komunikasi pribadi).

Gambar 5. Jenis dan persentase hewan mangsa dalan

kotoran harimau Sumatera di TN. Way Kambas (n=120)

Gambar 6. Pemangsa dan

hewan mangsa di TNBT

1. Harimau Sumatera

(Panthera tigris sumatrae)

2. Anjing hutan (Cuon

alpinus)

3. Tapir (Tapirus indicus)

4. Babi gunung (Sus

barbatus)

1 2

3 4

33%

27.50%

16.70%15%

2.50%5%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

Babi Macaqua Sambar Kijang Beruang Jenis lain

Jenis

Ju

mla

h

Page 10: Pemangsa Dan Hewan Mangsa Di TNBT

Lampiran 2.

Dipublikasikan dan dipresentasikan pada Seminar Nasional Sains dan Teknologi Universitas Lampung

tanggal 18 November 2008

10

4. Kesimpulan

1. Pemangsa di TN. Bukti Tigapuluh adalah macan dahan Neofelis nebulosa sebesar 34%; harimau

Sumatera Panthera tigris sumatrae (30%); anjing hutan Cuon alpinus (13,33%); kucing mas

Catopuma temminckii (12%); kucing bulu Pardofelis marmorata (4,67%); kucing hutan

Prionailurus bengalensis dan Prionailurus viverina (3,33%) serta anjing kampung Canis

familiaris sebesar 2,67%.

2. Hewan mangsa di TN. Bukit Tigapuluh adalah primata 39,16%, lalu landak (20,49%); beruang

Helarctos malayanus (8,42%); cervidae (7,14%); tapir Tapirus indicus (6,77%); babi Sus scrofa

dan Sus barbatus (6,04%); musang (4,76%) dan jenis lain (burung, biawak, tikus) sebesar 7,22%.

3. Pesaing harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) untuk membunuh hewan mangsa

mammalia besar yang mempunyai ukuran tubuh di atas 150 kg adalah anjing hutan (Cuon

alpinus).

Ucapan terima kasih

Teima kasih kami haturkan untuk David S. Gill dari Sumatran Tiger Trust (STT) dan Wildlife Protection

Foundation (WPF) atas batuan dana serta Kepala Balai TN. Bukit Tigapuluh Ir. Halasan Tulus atas

izinnya.

Daftar Pustaka

Balai Taman Nasional Bukit Tigapuluh. 2007. Taman Nasional Bukit Tigapuluh: Keunikan dan Pesona

Alam Perbukitan. Ditjen PHKA. Departemen Kehutanan.

Departemen Kehutanan. 2007. Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Harimau Sumatera

(Panthera tigris sumatrae) 2007-2017. Ditjen PHKA

----------. 2002. ”Laporan Akhir Inventarisasi dan Identifikasi Fisik dan Sosial Ekonomi Budaya

Masyarakat Sekitar Taman Nasional Bukit Tigapuluh”. Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan

dan Perhutanan Sosial.

---------. 1997. ”Rencana Pengelolaan Taman Nasional Bukit Tigapuluh Tahun 1997-2021”. Ditjen

PHPA. Jakarta

---------.1994. Strategi Konservasi Harimau Sumatera. Ditjen PHPA.Jakarta.

Franklin, N., Bastoni, Sriyanto, S. Dwiatmo, J. Manansang, and R. Tilson. 1999. “Last of the

Indonesian Tigers: A Cause for Optimism”. In J. Seidentiker, S. Christie, and P. Jackson, eds.,

Riding the Tiger: Tiger Conservation in Human-Dominated Lanscapes. Cambridge: Cambridge

University Press.

Page 11: Pemangsa Dan Hewan Mangsa Di TNBT

Lampiran 2.

Dipublikasikan dan dipresentasikan pada Seminar Nasional Sains dan Teknologi Universitas Lampung

tanggal 18 November 2008

11

Indrawan, M., R.B. Primack, J. Supriatna. 2007. Biologi Konservasi. Edisi Revisi. Yayasan Obor

Indonesia, CI-Indonesia, PILI, WWF, Uni Eropa, YABSHI. Jakarta.

Karanth, U., B.M. Stith, 1999. ”Penyusutan Mangsa Sebagai Faktor Penting Bagi Kelangsungan Hidup

Populasi Harimau”. Dalam J. Seidentiker, S. Christie, and P. Jackson (eds)., Riding the Tiger:

Tiger Conservation in Human-Dominated Lanscapes. Cambridge: Cambridge University Press.

Versi bahasa indonesia diterjemahkan oleh Ida K. Franklin pp. 104-117

Lekagul, B. and J. A. McNeely. 1988. Mammals of Thailand. Second Edition. Darnsutha Press. Bangkok.

Thailand.

Mackinnon. K., 2002. Nature’s Treasurehouse The Wildlife of Indonesia. PT. Gramedia Pustaka Utama.

Jakarta.

Miquelle D.G., E.N. Smirnov, T.W. Merril, A.E. Myslenkov, H.B Quigley, M.G. Hornocker, and B.

Schleyer. 1999. ”Analisa Hirarki Tentang Hubungan Spatial Antara Harimau Amur Dengan

Habitat Dan Mangsanya”. Dalam J. Seidentiker, S. Christie, and P. Jackson (eds)., Riding the

Tiger: Tiger Conservation in Human-Dominated Lanscapes. Cambridge: Cambridge University

Press. Versi bahasa indonesia diterjemahkan oleh Ida K. Franklin pp 80-103

Nowell, K. and P. Jackson (eds). 1996. Wild Cat: Status Survey and Conservation Action Plan.

IUCN/SSC Cat Specialist Group.

Robinowits, A. 1993. Wildlife Field Research and Conservation Training Manual. Paul art Press. Inc.

New York City.

Sugandhy, A. 1997. “Pengelolaan sumber Daya Alam Hayati Dalam Pembangunan Berkelanjutan

Berwawasan Lingkungan Hidup Menghadapi era Globalisasi. Makalah pada seminar nasional

biologi XV. Perhimpunan biologi Indonesia

Sumatran Tiger Project. 1998. “Briefing Book-Indonesia Year Of the Tiger Conference”.

Unpublished

Supriatna, J., E.H. Wahyono. 2000. Panduan Lapangan Primata Indonesia. Yayasan Obor

Indonesia. Jakarta.

Yunus, M., Santoso, Hisan. 2008. Mammalia di Bukit Tigapuluh: Keberadaan, Distribusi dan

Ancamannya. Jurnal Universitas Riau. In Published.

Yunus, M. 2005. ”Menyingkap Misteri Hutan Taman Nasional Bukit Tigapuluh”. Program Konservasi

Harimau Sumatera.