PENIPISAN LAPISAN OZON DAN HUKUM UNGKUNGAN INTERNASIONAL

12
373 PENIPISAN LAPISAN OZON DAN HUKUM UNGKUNGAN INTERNASIONAL Oleh : Sukanda Husin Upaya meuclptakau lIogkuogau yaug berslb yaog terhlodar dari segala polusl adalab telab meqjadl masalab global yaug sedaug dlbadapl seara serius oleb selurub duola. Hal lui disadari memaug sebagal suatu kewajibau bagl peogbuul duula uotU)( bersama-sama berpartlslpasl dalam mewujudkao liDgkuUgaD yaDg bebas dari peocemarao apapuo. Diautara semD baoyak masalab yaog dlbadapl berkaltao deDgao bal dlatas, yaog cukup serlus dlperblocsogkao adalab masalab peolpisao Iaplsau ozou dl atmosfir buml. Sumbaugao pemlklraD dao saraD baDyak dlberlkBo oleb para abll, termasuk. oleb abU bukum. Tullsao berlkut memperblo- C80gkaO masalab peDiplsau Iaplsau OZOD dltlojau meourut Hukum Uagkuogao luteroaslooaL I. Pendabuluao Meningkatnya kegiatan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya menyebabkan naiknya jumlah konsentrasi pencemaran udara seperti karbon dioksida (an), chlorofkuorocarbons (CFCs), dan halons. Ketiga polutan tersebut dituding sebagai penyebab nomor satu menipisnya lapisan ozon. Penipisan lapisan ozon menyebabkan sinar ultraviolet yang dipancarkan ke bumi tidak lagi tersaring secara semestinya. Akibatnya, terjadiJah global warming-memanasnya suhu bumi yang mengakibatkan terjadinya perubah- Agus/us 1991

Transcript of PENIPISAN LAPISAN OZON DAN HUKUM UNGKUNGAN INTERNASIONAL

Page 1: PENIPISAN LAPISAN OZON DAN HUKUM UNGKUNGAN INTERNASIONAL

373

PENIPISAN LAPISAN OZON DAN HUKUM UNGKUNGAN INTERNASIONAL

Oleh : Sukanda Husin

Upaya meuclptakau lIogkuogau yaug berslb yaog terhlodar dari segala polusl adalab telab meqjadl masalab global yaug sedaug dlbadapl seara serius oleb selurub duola. Hal lui disadari memaug sebagal suatu kewajibau bagl peogbuul duula uotU)( bersama-sama berpartlslpasl dalam mewujudkao liDgkuUgaD yaDg bebas dari peocemarao apapuo. Diautara semD baoyak masalab yaog dlbadapl berkaltao deDgao bal dlatas, yaog cukup serlus dlperblocsogkao adalab masalab peolpisao Iaplsau ozou dl atmosfir buml. Sumbaugao pemlklraD dao saraD baDyak dlberlkBo oleb para abll, termasuk. oleb abU bukum. Tullsao berlkut memperblo­C80gkaO masalab peDiplsau Iaplsau OZOD dltlojau meourut Hukum Uagkuogao luteroaslooaL

I. Pendabuluao

Meningkatnya kegiatan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya menyebabkan naiknya jumlah konsentrasi pencemaran udara seperti karbon dioksida (an), chlorofkuorocarbons (CFCs), dan halons. Ketiga polutan tersebut dituding sebagai penyebab nomor satu menipisnya lapisan ozon.

Penipisan lapisan ozon menyebabkan sinar ultraviolet yang dipancarkan ke bumi tidak lagi tersaring secara semestinya. Akibatnya, terjadiJah global warming-memanasnya suhu bumi yang mengakibatkan terjadinya perubah-

Agus/us 1991

Page 2: PENIPISAN LAPISAN OZON DAN HUKUM UNGKUNGAN INTERNASIONAL

374 Hulwm dan Pembangunan

an iklim dunia (global climate change ).1 Disamping itu, naiknya temperatur menyebabkan salju di daerah kutub

mencair dan curah hujan semakin tinggi yang pada gilirannya menaikkan permukaan air laut yang dapat menenggelamkan negara-negara pantai seperti Indonesia, Singapura, Filipina, Maladewa dan sebagainya.2

Sebenamya, pencemaran udara intemasional sudah diatur dalam hukum kebiasaan intemasional sebelum dikumandangkannya Deklarasi Stockholm. Misalnya suatu adegium hukum intemasional yang mahkamah militer terikat akan adegium itu berdasarkan pasal 38 Statuta Mahkamah Intemasional, mengatakan sic utere tuo ut alienum non laedas, atau prinsip good neighborliness. Berdasarkan prinsip itu suatu negara harus menggunakan teritorialnya tanpa merusak teritorial negara tetangganya. Menurut Lauterpacht Oppenheim,3 prinsip ini berarti bahwa tak ada negara boleh menggunakan teritorialnya ~hingga mengganggu negara lain. Tapi karena hukum intemasional tidak memiliki executive agency, adanya suatu mekanisme yang disepakati secara bersama-sama sangat diperlukan karena negara akan mempunyai moral yang lebih tinggi untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan.

Persoalan yang timbul adalah apakah konvensi itu akan mampu secara efisien menyelesaikan masalah yang ada ? Tulisan ini berusaha untuk membahas tentang Konvensi Wma 1985 tentang penipisan lapisan ozon (Ozone Layer Depletion) dan Protokol Montreal 1987. Kemudian juga dibahas prospek konvensi dan protokol ini untuk mememrangi pencemaran udara yng merusak lapisan ozon sebagai World Commons.

II. Hukum Kebiasaan Internasional

Hukum kebiasaan intemasional melalui Arbitrase Intemasional yang menengahi sengketa lingkungan antara Amerika Serikat dan Canada telah menggunakan prinsip good neighborliness dalam menengahi kasus Trail Smelter.

1) Margaret E.Somenet, 'An Attempt To Stop The Sky From Falling: The Montreal Protocol To Protect Against Atmosphere Ozone Reduction,' (1989) 15 Syr. J. Int'l L. a. Com. 392, hal. 395 - 396.

2) G.P. Hebtra, 'Global Warming and Rising Sea Levels: The Policy Implication,' (1989) 19:1 The Ecologist 4, hal. 4.

3) L.Oppenheim, lalenatloaal Law. (Ed. by H. Lauterpacht) Vol.I. Edisi VIII. London:

Longmans. 1985. hal. 346.

Page 3: PENIPISAN LAPISAN OZON DAN HUKUM UNGKUNGAN INTERNASIONAL

Penipisan 375

Kasus Trail Smelter 4 timbul karena pengoperasian pabrik Smelter di Trail, British Columbia, Canada menyebabkan keluarnya gas-gas beracun, yang jatuh di negara bagian Washington. Gas-gas beracun ini, menimbulkan kerusakan terhadap harta benda penduduk di negara bagian Washington. Dalam keputusannya, Tribunal memerintahkan supaya Canada membayar ganti rugi kepada Amerika Serikal, dengan mendalilkan bahwa : "A state owes at all times a duty to protect other state against injurious acts by individuals from within its jurisdiction".5

" ... under the principles of international law, as well as the law of the United States, no state has the right to use or permit the use of its territory in such a manner as to cause injury by fumes in or to the territory of another or the properties of persons there in, when the case is a serious consequence and injury is established by clear and convincing evidence" .6 Berdasarkan putusan Tribunal ini dapat disimpulkan bahwa hukum

kebiasaan internasional melarang segala bentuk pencemaran udara jika ia menimbulk;1D direct injury pada negara lain atas dasar prinsip good neighborliness.

Antara lain adalah Nuclear Test Case. 7 Dalam kasus ini, Australia dan Selandia Baru menggugat Perancis untuk tidak merealisir Percobaan Senjata Nuklir di Muroroa Atoll di Lautan Pasifik. Penggugat berhasil memperoleh injunctive release. Dalam putusannya Mahkamah Intemasional berpendapat bahwa Perancis harus avoid nuclear test causing the deposit radioactive fall-out on applicants territory.8 Walaupun Mahkamah Internasional tidak memberi mteria kapan injunctive release dapat diberikan, putusan Mahkamah Internasional ini dapat dianggap telah menjamin hak suatu negara untuk tidak dicemari oleh sumber dari teritorial negara lain.9

4) 3.R.ln,'J Arb. Awards 1905 (1941) 5) Ibid., hal. 1932. 6) Ibid., hal. 1963. 7) I. C. J. Rep. 1973, bal. 106 - 142. 8) Ibid. 9) Philip McNamara, 1be AvaUabiUty oC ClYU Remedies To Protect PenDIII ADd

Property From 'frIuWrooUer Pollution l'IIury, Hamburg, Alfred Metzner Verlag,

AgusWs 1991

Page 4: PENIPISAN LAPISAN OZON DAN HUKUM UNGKUNGAN INTERNASIONAL

376 Hukum dan Pembangunan

Sekalipun telah terdapat beberapa yurisprudensi dalam lapangan hulrum Iiog1ruogan intemasional, hukum intemasional tetap dianggap lrurang efektif dalam menyelesaikan sengketa pencemaran udara !intas batas karena penerapan hukumnya sangat bergantung pada moral individu dari setiap negara yang berdaulat. Seandainya suatu negara memilih untuk tidak mematuhi hulrum intemasional, tidak ada suatu badan yang berwenang memaksa negara yang bandel. Dalam keadaan seperti ini, diperlukan suatu perjanjian intemasional untuk membuat suatu negara lebih bertanggung jawab secara moral atas pelanggaran-pelanggaran peraturan-peraturan yang telah disetujuinya. 10

III. Hukum Kouveusi lutemasloual

Menyadari kendala yang ada, PBB sejak tahun 1971 telah mulai mengarahkan kebijaksanaannya pada pembuatan Deldarasi dan Konvensi Intemasional untuk mengatasi masalah yang ada. Diantaranya adalah Deldarasi Stockholm 1971, Konvensi Wina 1985, dan Protokol Montreal 1987.

1. Deklarasl Stockholm

Pada tahun 1972, konferensi intemasional tentang Unglrungan Hidup Manusia (Human Environment) menelorkan Deklarasi Stockholm. Walaupun deldarasi ini tidak mengikat negara-negara yang berdaulat, banyak pakar hulrum intemasinal menganggapnya sebagai sesuatu yang melahirkan norma-norma hulrum umum dari tanggung jawab intemasional.l1

Deldarasi ini berisikan beberapa teori tanggung jawab internasional tentang masalah Iinglrungan. Lebih jauh lagi, boleh dianggap sebagai cibl babl konvensi global yang mengatur pencemaran !intas batas negara, seperti yang tertera dalam prinsip-prinsip 1, 6, 21 dan 22 dari deldarasi tersebut, yang dilrutip dibawah ini :

10) Sukanda Husin. NatloDal and IDternatlonai Laws For Heavy Industrial Air Pollution Wllh Emp .... 11 On n.e North AmerlcaJl and Iodoneslans Regimes. nIESIS lL.M. DI DAUIOUSIE UNlVERSllY CANADA 1990. hal. 265 - 266.

11) McN.mara.Sup ..... catatan nomor 9. hal. 33.

Page 5: PENIPISAN LAPISAN OZON DAN HUKUM UNGKUNGAN INTERNASIONAL

Penipisan 377

1. "Man ... bears a solemn responsibility to protect and improve the environment. ..

6. The discharge of toxic substances or of other substances and the release of heat, in such quantities or circumtances as to exceed the capacity of the environment to render them harmless, must be halted in order to ensure that serious or irreversible damage is not in-flicted upon ecosystems ...

21. States have, in accordence with the charter of the United Nations and the Principle of the international law, the sovereign right to their own environmental policies, and the responsibility to ensure that activities within their jurisdiction or control do not cause damage to the enviroment of other states or of areas the limits of national jurisdiction.

22. States shall cooperate to develop and further the international law regarding liability and compensation for the victims of pollution or other environmental damage caused by activities within the jurisdiction or control of such states to the areas beyond their jurisdiction .

. Walaupun Deklarasi Stockholm tidak secara eksplisit menyebut tentang pencemaran lapisan ozon dan perubahan iklim global, prinsip 6 dapat diterapkan sebagai dasar untuk lahirnya suatu konvensi yang secara spesifik mengatur masalah tersebut.

Prinsip tanggung jawab yang tertera dalam prinsip 21 dikritik karena dianggap terlalu kabur sebagai media bantu yang mendesak dalam penyelesaian sengketa lingkungan.12 Klausula ini juga dianggap sebagai sesuatu yang dapat dipertengkarkan sebagai suatu aturan hukum kebiasaan intemasional tentang transboundry air pollution. 13 Prinsip 21 hanya merupakan pandangan umum tentang pembatasan timbal balik alas sovereinilas dan integrilas teritorial dari suatu negara.

Hal-hal yang disebutkan dialas, sekalipun sudah tersempurnakan, belumlah dapat menjamin tegakoya hukum intemasional sebab tan-

12) Ibid., bal. 34 13) S. Williams, "Public International Law Governing Transboundary Pollution," (1984) 13

University or QuecuslaDd Law Journal, 112, bal. 114.

Agustus 1991

Page 6: PENIPISAN LAPISAN OZON DAN HUKUM UNGKUNGAN INTERNASIONAL

378 Hukum dan Pembangunan

pa otoritas penegakan hukum dari individu negara, hukum intemasional akan lumpuh. Khususnya dalam keadaan sekarang ini dimana negara -negara di dunia cenderung melindungi secara berlebihan sovereinitas dan pollution privileges mereka. Setiap negara keberatan mengeluarkan extra dollar untuk mengontrol pencemaran, sekalipun mereka tahu bahwa perbuatan mereka itu menimbulkan pencemaran yang dapat merusak negara lain. 14

Seorang diplomat intemasional mengatakan bahwa adalah sesuatu yang tidak masuk akal bila negara-negara Skandinavia berharap agara negara-negara Eropa lainnya mengurangi emisi sulfumya hanya untuk menyelamatkan ikan negara-negara Skandinavia.1S

Prinsip 22 Deklarasi Stockholm menghendaki agara negara-negara di dunia ini bekerja sarna dalam membangun hukum lingkungan intemasional dengan menciptakan hukum nasional yang mengingkorporasikan prinsip-prinsip umum hukum lingkungan intemasional, termasuk pembentukan perjanjian-perjanjian intemasional yang menjamin reciprocal right.

2. KODvensl WiDa 1985

Konvensi Wina 1985 merupakan produk hukum pertama PBB yang mengatur tentang perlindungan atmosfir. Sayangnya, konvensi ini mempunyai beberapa keterbatasan. Pertama, konvensi ini menganjurkan bahwa pengurangan emisi perusak ozon dapat dilakukan atas dasar kemarnpuan teknologi. Klausula ini tentunya akan selalu dipakai sebagai alasan untuk menunda pelaksanaan konvensi. Kedua, adalah tentang provisi yang menyebutkan bahwa kepentingan negara berkembang harus diperhatikan dalam setiap kebijaksanaan untuk melindungi lapisan ozon. Provisi ini lebih ban yak diinterpretasikan bahwa seolah-olah negara berkembang sangat berperan dalam perusakan lapisan ozon. Sedangkan sebagian

14) Peter I.W.N. Bird, "Environment Policy Making: Uability For Eotemalitiea In The Preaeooe orTransaction Costs," (1980) 20 Nat. Reoourcea J. 437, hal. 433.

15) Armin Rosenaanz, "The International Law and Politics of acid Rain," dalam Ved P.

Nanda, ed., World CUmale Change: 1be Role oClnternalional Law and " .. Utulo .... Boulder, Colorado: Westview Press, 1933, hal. 193.

Page 7: PENIPISAN LAPISAN OZON DAN HUKUM UNGKUNGAN INTERNASIONAL

Penipisan 379

besar negara berkembang menganggap konvensi ini sangat tidak mungkin diterima dan diratifikasi, karena akan sangat

b ' k' 'I ka 16 mempengaru I epentmgan naslOna mere . Konvensi Wina 1985 memberi kuasa kepada negara peserta

untuk membentuk protokol yang memuat angka-angka nyata pengurangan zat-zat perusak ozon. Tetapi sebelum protokol itu terbentuk para pibak disarankan untuk saling bertukar informasi tentang sains, teknologi, perdagangan dan bukum. Karena adanya kebarusan untuk saling bertukar informasi tentang penemuan-penemuan alas zat-zat pengganti CFC taJ)pa izin pemiliknya, sudab tentu pemilik informasi (biasanya industri) akan keberatan karena ia takut babwa rabasia dagang akan diketabui oleb rival dagangnya.

Kelemaban lain dari konvensi ini adalab terletak pada proses penyelesaian sengketa. Menurut Article 11, bila terjadi sengketa dalam ruang Iingkup konvensi, para pibak dianjurkan untuk mencari penyelesaiannya melalui negosiasi. Bila negosiasi gaga I para pibak dianjurkan untuk menggunakan jasa pibak ketiga. Bila yang terakbir ini juga menemui jalan buntu para pibak bebas menentukan proses penyelesainnya, yakni apakab melalui arbitrase, ke Mabkamab Internasional. Cara penyelesaian sengket3 seperti ini dianggap tidak tegas oleb para peserta. Itulab sebabnya pada akbirnya para pibak menetapkan untuk menundukkan diri pada Mabkamab InternasionalP

3. Protokol Montreal 1987

Protokol Montreal yang ditanda tangani oleb 24 negara dan MEE pada tanggal16 September 1987, 18 mengatur tentang Zat-zat Yang Merusak Ozon, diantaranya adalab : CFC 11, 12, 113, '114, 115, balon 1211, 1301 dan 2402.

16) Julia Brunes, Add Rain and Owne layer Depletion: International Law and Regulatloll, New York: Transnational Publishers,1988, hal. 231.

17) "Vienna GJoveotion For The Protection of The Ozone Layer," (1987) 2Ii ILM 1529 (dikutip sebagai Konvensi Wina 1985),

18) "Montreal Proloool 00 Substance That Deplete The Ozone Layer," (1987) 2Ii ILM 1541, dikutipsebagai ProlokoJ Montreal 1987),

Agustus 1991

Page 8: PENIPISAN LAPISAN OZON DAN HUKUM UNGKUNGAN INTERNASIONAL

380 Hukum dan Pembangunan

Kesemua zat ini harus dibuang sebanyak 50 % dari jumlah produksi dan konsumsi menjelang tahun 1999. Pengurangan ini dilakukan atas dasar formula bertahap. Fase pertama diarahkan untuk tetap berada pada lingkat produksi dan konsumsi tahun 1986. Reduksi ini mulai berlaku pasa tahun 1990. Reduksi pada fase pertama, secara otomatis akan membawa konsekuensi pengurangan konsumsi CFC sebanyak 20 % pada fase kedua, yang mulai efektif pada tahun 1994. Pada fase ketiga, negara anggota diminta untuk mereduksi konsumsi CFC-nya sampai 30 % yang mulai efektif pada tahun 1999.

Pengurangan produksi dan konsumsi CFC dan halon itu dianggap tidak memadai. Karena penerapan yang konsisten dari aturan Protokol Montreal masih akan tetap menimbulkan kerusakan pada ozon sampai pada derajat 1 - 5 persen. Ini disebabkan karena umur CFC di atrnosfir mencapai 200 tahun dan karena perusakan ozon yang terjadi jauh lebih cepat dari apa yang diprediksi. Bahkan'jika produksi dan konsumsi halon dihentikan secara total perusakan ozon yang sekarang belum akan pulih sampai pertengahan abad ke 21. 19

Sanksi dan mekanismen penerapan Protokol juga dikritik sebagai titik rawan dari Pro!okol Montreal. Misalnya, sanksi bagi negara­negara yang tidak menjadi anggota Protokol adalah dengan menganjurkan negara-negara anggota untuk tidak melakukan perdagangan CFC dan halon dengan negara bukan anggota. Seharusnya perdagangan seperti ini harus dilarang, tapi bukan diaojurkan sehingga ini akan merangsang dan memaksa negara-negara bukan anggota untuk meratifikasi Protokol.

Walaupun demikian, Protokol ini juga mempunyai beberapa keunggulan. Misalnya, Protokol ini sangat memperhitungkan kepentingan dan kemampuan teknologi negaara berkembang dengan memberikan tenggang waktu sepuluh tahun bagi negara berkembang untuk mengimplementasikan isi Protokol ini, dengan catalan konsumsi per kapita negara berkembang tidak boleh lebih dari 0,3 kilogram.

19) "CoWllri .. Call [or Slrlter Emission Control as 'Ozone Fever' Spreads," UNEP NEWS (Dec.. 1988). hal. 3.

Page 9: PENIPISAN LAPISAN OZON DAN HUKUM UNGKUNGAN INTERNASIONAL

Penipisan 381

Keunggulan lain terletak pada sistem pengurangan emisinya yang dapat memungkinkan negara anggota dapat mempersiapkan diri baik secara ekonomi maupun teknologi. Dan yang terpenting adalah bahwa negara- negara anggota mempunyai tenggang waktu untuk menciptakan zat-zat pengganti zat perusak ozon.

Keunggulan Protokol seperti disebutkan diatas, tidak cukup memuaskan dunia ketiga. Salah seorang diplomat dari negara berkembang beranggapan bahwa usaha untuk mengimplementasikan isi Protokol sangat membutuhkan waktu yang panjang dan uang cukup ban yak. Hal ini sangat tidak dimiliki oleh negara-negara dunia ketiga. Oleh karenanya, diplomat tadi menyarankan agar didirikan suatu dana intemasional untuk membantu negara-negara dunia ketiga agarbisa aktifmengimplementasikan isi Protokol.20

Sebenamya apa yang dituntut oleh negara dunia ketiga itu telah diatur dalam Protokol, hanya saja barangkali belum sesuai dengan apa yang diinginkan negara dunia ketiga. Keberatan negara dunia ketiga ini sesungguhnya terletak pada adanya suatu sinyalemen, dimana pengimplementasian Protokol itu akan menghambat proses industrialisasi negara-negara dunia ketiga.21

Dana yang dimaksud akan membantu menyelesaikan ketidakseimbangan antara Utara dan Selatan. Dikhotomi ini telah berakibat pada pendistribusian kontrol yang tidak seimbang atas sumber daya alam Utara dan Selatan, dan ini telah merangsang perusakan sumber daya alanm dan lingkungan di negara-negara berkembang yang ekonominya sangat tidak memungkinkan untuk mempertimbangkan faktor lingkungan dalam setiap gerak langkah pembangunannya,z2

Terlepas dari alasan-alasan dunia ketiga itu, sesungguhnya perbuatan negara dunia ketiga untuk tidak mau mengatur bahan-bahan kimia beracun dan untuk tidak menerima pengaturan CFC dan halon sebagaimana dikehendaki oleh Protokol Montreal

20) Diane Brady, "Exit Ozone-Destroying OJemical .. " (1989) 1: 2/3 Our Planet 21, hal. 21.

21) Ibid.

22) "R.A. Falk, "The Global Environment and International Law: OJallenge and Response: (1985) 23 KaD5U Law Review 385, hal.402.

Agustus 1991

Page 10: PENIPISAN LAPISAN OZON DAN HUKUM UNGKUNGAN INTERNASIONAL

382 Hukum dan Pembangunan

1985, dapat dianggap sebagai suatu perbuatan yang melawan hukum kebiasaan inremasional yang sedang berevolusi. Menurut reori umum rentang "tanggung jawab negara" (state responsibility), suatu negara akan memiliki tanggung jawab bila absen melakukan perbuatan~erbuatan untuk mencegah rusakoya harta negara tetangga. Sebalikoya suatu negara tidak boleh membela diri pada suatu kecelakaan Iingkungan hanya dengan mendalilkan hukum nasionalnya tidak mengatur tentang perbuatan itu.24

Dari teori stare resposibility yang diuraikan diatas, jelas bahwa keabsenan negara dunia ketiga untuk melindungi world commons (harta bersama umat manusia), sebagairnana yang diatur oleh Konvensi Wina 1985 dan Protokol 1987, adalah suatu perbuatan yang bertentangan dengan hukum kebiasaan intemasional.

IV. Perkembangan Terakhlr

Pencemaran udara telah merupakan masalah yang sangat sering diperbincangkan selama empat tahun terakhir. Kepala Negara dari beberapa negara telah sering membicarakan masalah ini,25 dan berusaha mengformulasikan kebijaksanaan-kebijaksanaan untuk mencarikan jalan keluamya. Misalnya, Pertemuan Ahli-ahli Hukum sedunia yang diadakan di Ottawa, Canada pada tanggal 20 - 22 Februari 1989 ditujukan pada pengembangan lebih jaub tentang framework bukum dan institusional rerhadap masalah atmosfir.26

23) Report orIbe Comltlee or n.e Experts For n.e Prog ..... I •• Codlllcation or International La ... To n.e Council orn.e Leagu. or Nallons, (1977) ILM 1249.

24) "Free Zones of Upper Savoy and The District of Gex," (1932) P.C.!..), Series NB, No. 46, hal. 167.

25) Misalnya, Konferensi Penyelamatan Ozone Layer diadakan pada tanggal 5 • 7 Maret 1989. Konferensi ini dihadiri oleh 123 Kopala Negara dan setuju mengatur lebih tegas dari apa yang diputuskan oleh Protokol Montreal 1987. [(1989) 7:2 ESCAP En.1rom.ntal N .... ll, hal. 12]. Pada tanggal 24 Maret 1989, 24 negara mengumandangkan Deldarasi Hague tentang .kiha, Rumah Kaca dan Pengrusakan lapisan Ozon. (Ibid., hal. (3).

26) Statement or n.e meellng or Legal and Policy Experts, (Februari 22, 1989), Ottawa, Canada: hal. 1).

Page 11: PENIPISAN LAPISAN OZON DAN HUKUM UNGKUNGAN INTERNASIONAL

Penipisan 383

Pertemuan ini menyarankan bahwa dengan pengetahuan ilmiah tentang penipisan ozon yang ada, masyarakat intemasional harus menciptakan konvensi-konvensi intemasional untuk melindungi dan mengkonservasi atmosflT,27 Pertemuan ini menghasilkan tiga puluh lima pedoman yang harus dijadikan payung bagi setiap konvensi yang mengatur tentang perlindungan atmosfir. Pertemuan ini' juga menyadaTi bahwa usaha unilateral dati suatu negara. tidak akan dapat menyelesaikan masalah ini, karena masalah ini ditimbulkan oleh perbuatan bersama. Oleh karenanya, pertemuan ini meminta supaya masing-masing negara sumber pcncemar membuat pengaturan yang pantas dan supaya mengadakan kerjasama bilateral, multilateral, dan regional dalam menyelcsaikan masalah tersebut.

Agar dapat merangsang negara berkembang untuk ikut aktif dalam setiap usaha intemasional, para ahli beranggapan supaya segera dilaksanakan transfer of technology dan segera didirikan Dana Atmosfir Dunia. 28 Atas dasar usul inilah, 55 negara industri dalam konferensi lingkungan di London dari 28 - 29 Juni 1990 mendirikan dana yang dimaksud,29 Dana tersebut dicanangkan untuk membantu negara berkembang untuk mengusahakan teknologi untuk memerangi zat kimia perusak ozon. Nah, masalahnya sekarang tergantung pada political will negara -negara berkembang.

Kegigihan negara industri untuk mengikutsertakan negara berkembang dalam usaha memerangi zat perusak ozon adalah karena sifat mendunia dati masalah ozon ini. Menurut negara industri, jika negara berkembang tidak mengambil langkah paralel dengan langkah negara maju, semua konvensi tentang masalah global termasuk masalah ozon dan perubahan iklim dunia, akan gaga\. Sebaliknya kegigihan negara berkembang menolak untuk ambil bagian, karena menurut mereka perusakan ozon yang terjadi sekarang adalah dikarenakan ulah negara maju, jadi negara berkembang tidaklah bertanggung jawab.

27) Ibld., hal 1-2. 28) Ibld., hal. 9. 29) 'Canada Pledges Speedier Moves To Proled Earth's Ozone Layer,' The Globe and

MaO (June 28, 1990), hal. A4.

Agustus 1991

Page 12: PENIPISAN LAPISAN OZON DAN HUKUM UNGKUNGAN INTERNASIONAL

384 Hukum dan Pembangunan

V. KesimpulaD

Penipisan lapisan ozon adalab masalab serius, karena dampak yang timbul dari perusakan lapisan ozon ini tidak hanya terbatas pada negara-negara sumber pencemaran, tetapi juga pada negara-negara lain yang tidak punya andil dalam perusakan itu.

Jenis pencemaran seperti ini, telah ada sebelum orang sibuk membabas tentaog pencemaran lapisan ozon yang bersifat \iotas batas oegara. Oleh karenanya, tidaklab mengherankan babwa telab ada putusan Arbitrase dan Mahkamah Internasional terhadap masalab serupa. Sekalipun belum ada kaedab tertulis, Arbitrase dan Mabkamab Intemasional dapat memutus sengketa yang ada dengan rasa adil dengan hanya mempergunakan adegium hukum internasional yang diterima sebagai hukum kebiasaan internasional.

Semenjak tahun 1985, adegium itu dikodifikasikan dalam Konvensi Wina 1985. Dengan dikodifikasikan adegium ini, tentu diharapkan agar negara-negara di dunia ini semakin patuh pada hukum intemasional, tetapi dalam prakteknya sungguh sangat sulit, terutama disebabkan oleh kelidak seimbangan peradaban antara negara maju dan berkembang.

Usaha-usaha mengeliminasikan zat perusak ozon menemui kesulitan besar dikarenakan dikholOmi. Utara - Selatan yang sudab akut. Sebenamya apa yang harus dilakukan ada lab upaya regional, karena upaya ini kelihalannya lebih efektif dan efisien. Scbab negara-negara di region tertentu lebih memenlingkan hubungan baik sesarna mereka. Kemudian lagi dalam masalab penipisan lapisan ozon ini terbukti dari slalistik babwa sepertiga dari" pro~uksi CFCs dunia diolah di AS, sedangkan duapertiganya dari Eropa. Sama pula halnya emisi C02. Amerika Utara menymbangkan 25 % dari emisi dunia, Eropa Barat bertanggung jawab sebesar 15 % dan Eropa Timur 26 % dan sisanya 15 % oleh negara berkembang?O Dari slalistik diatas jelas, pengurangan gas-gas perusak ozon di Amerika Utara dan Eropa akan sangat mengurangi beban lapisan ozon. Kedua benua ini sangat disarankan untuk melakukan langkah ke arab pengaluran secara regional sesegera mungkin menjelang negara berkembang menyadari arti penlingnya kerjasama global dalam memerangi zal-zat perusak ozon ini.

•••

30) Ved P. Nanda, "Global Warming And International Environmental Law- A Preieminary Inqury," (1989) Harvard International Law Journal 375, hal. 381.