Perbahasan Hutang Kepada Allah

4
BAB II PERBAHASAN A. Hutang Pewaris Kepada Allah Di dalam kehidupan sehari-harinya seseorang tidak terlepas dari beban dan tanggungan. Di antara tanggungan yang mungkin menimpanya ialah hutang. Terutama ketika kondisi yang mendesak dan amat membutuhkan atau kondisi-kondisi lainnya. Baik hutang tersebut terkait dengan hak manusia ataupun yang terkait dengan hak Allah. Utang adalah tanggungan yang harus diadakan pelunasannya dalam suatu waktu tertentu. Kewajiban pelunasan utang timbul sebagai dari imbalan yang telah diterima oleh si berutang. Hutang-hutang yang ditinggalkan oleh si mati terbahagi kepada dua jenis. Hutang kepada Allah s.w.t Hutang kepada manusia - Zakat - Kaffarah - Nazar - Fardhu Haji - Al-duyun al-Ainiyyah : Hutang yang berkaitan denga barang-barang perninggalan sebelum berlaku kematian seperti barang gadaian dan barang jualan yang belum diserahkan sehingga diterima bayaran. - Al-duyun al-mutlaqah : hutang yang tidak berkaitan dengan barang

description

Hutang Kepada Allah menurut 4 Mazhab

Transcript of Perbahasan Hutang Kepada Allah

Page 1: Perbahasan Hutang Kepada Allah

BAB II

PERBAHASAN

A. Hutang Pewaris Kepada Allah

Di dalam kehidupan sehari-harinya seseorang tidak terlepas dari beban dan

tanggungan. Di antara tanggungan yang mungkin menimpanya ialah hutang. Terutama ketika

kondisi yang mendesak dan amat membutuhkan atau kondisi-kondisi lainnya. Baik hutang

tersebut terkait dengan hak manusia ataupun yang terkait dengan hak Allah.

Utang adalah tanggungan yang harus diadakan pelunasannya dalam suatu waktu

tertentu. Kewajiban pelunasan utang timbul sebagai dari imbalan yang telah diterima oleh si

berutang. Hutang-hutang yang ditinggalkan oleh si mati terbahagi kepada dua jenis.

Hutang kepada Allah s.w.t Hutang kepada manusia

- Zakat

- Kaffarah

- Nazar

- Fardhu Haji

- Al-duyun al-Ainiyyah :

Hutang yang berkaitan denga barang-

barang perninggalan sebelum berlaku

kematian seperti barang gadaian dan

barang jualan yang belum diserahkan

sehingga diterima bayaran.

- Al-duyun al-mutlaqah : hutang yang

tidak berkaitan dengan barang dari

barang-barang perninggalan. Seperti

hutang piutang

Hutang kepada Allah s.w.t lebih berhak untuk ditunaikan

بي صلي س رضي الله عنهما قال : جء رجل ال : جاء رجل إلى الن عن ابن عبم فقال يا رسول الله إن أمي ماتت وعليها صوم شهر أفأقضيه الله عليه وسل

عنها قال نعم قال فدين الله أحق أن يقضى

(صحيح البخاري)

Page 2: Perbahasan Hutang Kepada Allah

Terjemahan:

Dari Ibn Abbas radhiyallahu ‘anhumaa: “Datang seseorang pada Nabi s.a.w. dan berkata :

“Wahai Rasulullah s.a.w., sesungguhnya ibuku wafat dan ia mempunyai hutang puasa satu

bulan, apakah aku membayarkan untuknya?”, sabda Rasulullah s.a.w. : “Betul, dan hutang

pada Allah s.w.t. lebih berhak untu ditunaikan” (Sahih Bukhari)

B. Hutang kepada Allah menurut 4 mazhab

Hanafiyyah

Utang-utang untuk Allah seperti zakat, kaffarah dan nazar gugur dengan

kematian. Para ahli waris tidak berkewajiban membayarkannya untuk mayit

kecuali dengan perwakilan dari si mayit. Yaitu, si mayit berwasiat agar utang-

utang kepada Allah itu dibayarkan untuknya dari peninggalannya.

Mereka beralasan bahwa menunaikan hal-hal tersebut merupakan

ibadah, sedangkan kewajiban ibadah gugur jika seseorang telah meninggal

dunia. Padahal, menurut mereka, pengamalan suatu ibadah harus disertai

dengan niat dan keikhlasan dan hal itu tidak mungkin dapat dilakukan oleh

orang yang sudah meninggal. Akan tetapi, meskipun kewajiban tersebut

dinyatakan telah gugur bagi orang yang sudah meninggal, ia tetap akan

dikenakan sanksi kelak pada hari kiamat sebab ia tidak menunaikan kewajiban

ketika masih hidup.

Hal ini tentu saja merupakan keputusan Allah s.w.t.. Pendapat madzhab

ini tentunya bila sebelumnya mayit tidak berwasiat kepada ahli waris untuk

membayarnya. Namun, bila sang mayit berwasiat, maka wajib bagi ahli waris

untuk menunaikannya. Oleh karena itu, dibayarkan dari sepertiga hartanya

saja.

Malikiyyah, Syafi’iyyah dan Hanabilah

Utang-utang untuk Allah wajib dibayarkan dan berkaitan dengan

peninggalan mayit, dibayarkan meskipun mayit tidak berwasiat. Pendapat ini

lebih sahih, sebab di dalamnya ada unsur pembebasan tanggungan.

Malikiyyah: Madzhab Maliki berpendapat bahwa hak yang

berhubungan dengan Allah wajib ditunaikan oleh ahli warisnya sama seperti

Page 3: Perbahasan Hutang Kepada Allah

mereka diwajibkan menunaikan utang piutang pewaris yang berkaitan dengan

hak sesama hamba. Hanya saja madzhab ini lebih mengutamakan agar

mendahulukan utang yang berkaitan dengan sesama hamba daripada utang

kepada Allah.

Syafi’iyyah: Menurut pandangan ulama madzhab Syafi'i hal tersebut

wajib ditunaikan sebelum memenuhi hak yang berkaitan dengan hak sesama

hamba.

Hanabilah: Ulama madzhab Hambali menyamakan antara utang

kepada sesama hamba dengan utang kepada Allah. Keduanya wajib ditunaikan

secara bersamaan sebelum seluruh harta peninggalan pewaris dibagikan

kepada setiap ahli waris.

Jumhur Ulama

Jumhur ulama yang menyatakan bahwa ahli waris wajib untuk

menunaikan utang pewaris terhadap Allah beralasan bahwa hal tersebut sama

saja seperti utang kepada sesama manusia. Menurut jumhur ulama, hal ini

merupakan amalan yang tidak memerlukan niat karena bukan termasuk ibadah

mahdhah, tetapi termasuk hak yang menyangkut harta peninggalan pewaris.

Karena itu wajib bagi ahli waris untuk menunaikannya, baik pewaris

mewasiatkan ataupun tidak.