Perjanjian Kerjasama Penjualan Voucher Hotel Antara

24
BAB II PERJANJIAN KERJASAMA PENJUALAN VOUCHER HOTEL ANTARA PT. EKA SUKMA TOUR DENGAN HOTEL JW MARRIOT MEDAN A. Perjanjian Kerjasama dalam Praktek Travel 1. Perjanjian Kerjasama Perjanjian merupakan kesepakatan antara dua orang atau dua pihak, mengenai hal-hal pokok yang menjadi objek dari perjanjian. Kesepakatan itu timbul karena adanya kepentingan dari masing-masing pihak yang saling membutuhkan. Perjanjian juga dapat disebut sebagai persetujuan, karena dua pihak tersebut setuju untuk melakukan sesuatu. Perjanjian kerjasama dalam suatu bisnis bisa dilakukan secara formal maupun informal, hal ini disesuaikan dengan jenis kerjasama yang hendak dilakukan. Selain itu, pembuatan perjanjian kerjasama bisa disesuaikan dengan kesepakatan semua pihak yang terlibat didalamnya. a. Syarat Sahnya Perjanjian Perjanjian yang sah adalah perjanjian yang memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh undang-undang, sehingga mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Syarat sahnya perjanjian diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang terdiri dari empat syarat yaitu: 1. Adanya kata sepakat mereka yang mengikat diri; 2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian; 3. Suatu hal tertentu; 4. Suatu sebab yang halal. 32 Universitas Sumatera Utara

description

dapat dari website

Transcript of Perjanjian Kerjasama Penjualan Voucher Hotel Antara

Page 1: Perjanjian Kerjasama Penjualan Voucher Hotel Antara

32

BAB II

PERJANJIAN KERJASAMA PENJUALAN VOUCHER HOTEL ANTARAPT. EKA SUKMA TOUR DENGAN HOTEL JW MARRIOT MEDAN

A. Perjanjian Kerjasama dalam Praktek Travel

1. Perjanjian Kerjasama

Perjanjian merupakan kesepakatan antara dua orang atau dua pihak, mengenai

hal-hal pokok yang menjadi objek dari perjanjian. Kesepakatan itu timbul karena

adanya kepentingan dari masing-masing pihak yang saling membutuhkan. Perjanjian

juga dapat disebut sebagai persetujuan, karena dua pihak tersebut setuju untuk

melakukan sesuatu. Perjanjian kerjasama dalam suatu bisnis bisa dilakukan secara

formal maupun informal, hal ini disesuaikan dengan jenis kerjasama yang hendak

dilakukan. Selain itu, pembuatan perjanjian kerjasama bisa disesuaikan dengan

kesepakatan semua pihak yang terlibat didalamnya.

a. Syarat Sahnya Perjanjian

Perjanjian yang sah adalah perjanjian yang memenuhi syarat-syarat yang telah

ditentukan oleh undang-undang, sehingga mempunyai kekuatan hukum yang

mengikat. Syarat sahnya perjanjian diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata, yang terdiri dari empat syarat yaitu:

1. Adanya kata sepakat mereka yang mengikat diri;

2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian;

3. Suatu hal tertentu;

4. Suatu sebab yang halal.

32

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Perjanjian Kerjasama Penjualan Voucher Hotel Antara

33

Ad. 1. Adanya kata sepakat mereka yang mengikat diri

Kesepakatan dalam perjanjian merupakan perwujudan dari kehendak dua atau

lebih pihak dalam perjanjian mengenai apa yang mereka kehendaki untuk

dilaksanakan, bagaimana cara melaksanakannya, kapan harus dilaksanakan, dan siapa

yang harus melaksanakan. Pada dasarnya sebelum para pihak sampai pada

kesepakatan mengenai hal-hal tersebut, maka salah satu atau lebih pihak dalam

perjanjian tersebut akan menyampaikan terlebih dahulu suatu bentuk pernyataan

mengenai apa yang dikehendaki oleh pihak tersebut dengan segala macam

persyaratan yang mungkin dan diperkenankan oleh hukum untuk disepakati oleh para

pihak. Pernyataan yang disampaikan tersebut dikenal dengan nama penawaran. Jadi

penawaran itu berisikan kehendak dari salah satu pihak dalam perjanjian, yang

disampaikan kepada lawan pihaknya, untuk memperoleh persetujuan dari lawan

pihaknya tersebut.

Pihak lawan dari pihak yang melakukan penawaran selanjutnya harus

menentukan apakah ia menerima penawaran yang disampaikan, apabila ia menerima

maka tercapailah kesepakatan tersebut. Sedangkan jika ia tidak menyetujui, maka

dapat saja ia mengajukan penawaran balik, yang memuat ketentuan-ketentuan yang

dianggap dapat ia penuhi atau yang sesuai dengan kehendaknya yang dapat diterima

atau dilaksanakan olehnya.

Dalam hal terjadi demikian maka kesepakatan dikatakan belum tercapai.

Keadaan tawar menawar ini akan terus berlanjut hingga pada akhirnya kedua belah

pihak mencapai kesepakatan mengenai hal-hal yang harus dipenuhi dan dilaksanakan

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Perjanjian Kerjasama Penjualan Voucher Hotel Antara

34

oleh para pihak dalam perjanjian tersebut. Saat penerimaan paling akhir dari

serangkaian penawaran adalah saat tercapainya kesepakatan. Hal ini dipedomani

untuk perjanjian konsensuil dimana kesepakatan dianggap terjadi pada saat

penerimaan dari penawaran yang disampaikan terakhir.

Dalam perjanjian konsensuil tersebut di atas, secara prinsip telah diterima

bahwa saat tercapainya kesepakatan adalah saat penerimaan dari penawaran terakhir

disampaikan. Hal tersebut secara mudah dapat ditemui jika para pihak yang

melakukan penawaran dan permintaan bertemu secara fisik, sehingga masing-masing

pihak mengetahui secara pasti kapan penawaran yang disampaikan olehnya diterima

dan disetujui oleh lawan pihaknya.

Ad. 2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian

Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian adalah kewenangan untuk

melakukan perbuatanperbuatan hukum sendiri. Perbedaan antara kewenangan hukum

dengan kecakapan berbuat adalah bila kewenangan hukum maka subyek hukum

dalam hal pasif sedanga pada kecakapan berbuat subjek hukumnya aktif, dan yang

termasuk cakap di sini adalah orang dewasa, sehat akal pikrnya, tidak dilarang oleh

Undang-undang.

Pasal 1329 KUHPerdata menyebutkan bahwa setiap orang adalah cakap untuk

membuat perikatan-perikatan jika oleh undang-undang tidak dinyatakan tidak cakap.

Pasal 1330 KUHPerdata lebih lanjut menyatakan bahwa semua orang berwenang

untuk membuat kontrak kecuali mereka yang masuk ke dalam golongan:

1. Orang yang belum dewasa

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Perjanjian Kerjasama Penjualan Voucher Hotel Antara

35

2. Orang yang ditempatkan di bawah pengampuan

3. Wanita bersuami

4. Orang yang dilarang oleh undang-undang untuk melakukan perbuatan tertentu.

Konsekuensi yuridis jika ada dari para pihak dalam perjanjian yang ternyata

tidak cakap berbuat adalah:

a. Jika perjanjian tersebut dilakukan oleh anak yang belum dewasa, maka

perjanjian tersebut batal demi hukum atas permintaan dari anak yang belum

dewasa, semata-mata karena alasan kebelumdewasaannya.

b. Jika perjanjian tersebut, dilakukan oleh orang yang berada di bawah

pengampuan, maka perjanjian tersebut batal demi hukum atas permintaan dari

orang di bawah pengampuan, semata-mata karena keberadaannya di bawah

pengampuan tersebut.

c. Terhadap perjanjian yang dibuat wanita yang bersuami hanyalah batal demi

hukum sekedar perjanjian tersebut melampaui kekuasaan mereka.

d. Terhadap perjanjian yang dibuat oleh anak di bawah umur yang telah

mendapatkan status disamakan dengan orang dewasa hanyalah batal demi

hukum sekedar kontrak tersebut melampaui kekuasaan mereka.

e. Terhadap perjanjian yang dibuat oleh orang yang dilarang oleh undang-undang

untuk melakukan perbuatan hukum tertentu, maka mereka dapat menuntut

pembatalan perjanjian tersebut, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang.

Apabila perjanjian yang dibuat oleh pihak yang tidak cakap berbuat tersebut

kemudian menjadi batal, maka para pihak haruslah menempatkan seolah-olah

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Perjanjian Kerjasama Penjualan Voucher Hotel Antara

36

perjanjian tersebut tidak pernah ada. Jadi setiap prestasi yang telah diberikan harus

dikembalikan atau dinilai secara wajar.

Ad. 3. Suatu hal tertentu

Suatu hal tertentu di sini berbicara tentang objek perjanjian. Objek perjanjian

yang dapat dikategorikan dalam Pasal 1332 s/d 1334 KUH Perdata, yaitu yang

pertama objek yang aka nada (kecuali warisan), asalkan dapat ditentukan jenis dan

dapat dihitung. Yang kedua adalah objek yang dapat diperdagangkan (barang-barang

yang dipergunakan untuk kepentingan umum tidak dapat menjadi objek perjanjian).

Ad. 4. Suatu sebab yang halal

Suatu sebab yang halal yang memiliki maksud antara lain, sebab adalah isi

perjanjian itu sendiri atau tujuan dari para pihak mengadakan perjanjian dan halal

adalah tidak bertentangan dengan Undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum.

Syarat ini merupakan mekanisme netralisasi, yaitu sarana untuk menetralisir terhadap

prinsip hukum perjanjian yang lain yaitu prinsip kebebasan berkontrak. Prinsip mana

dalam KUHPerdata ada dalam Pasal 1338 ayat (1) yang pada intinya menyatakan

bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah memiliki kekuatan yang sama dengan

undang-undang.

Adanya suatu kekhawatiran terhadap azas kebebasan berkontrak ini bahwa

akan menimbulkan perjanjian-perjanjian yang dibuat secara ceroboh, karenanya

diperlukan suatu mekanisme agar kebebasan berkontrak ini tidak disalahgunakan.

Sehingga diperlukan penerapan prinsip moral dalam suatu perjanjian. Sehingga

timbul syarat suatu sebab yang tidak terlarang sebagai salah satu syarat sahnya

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Perjanjian Kerjasama Penjualan Voucher Hotel Antara

37

perjanjian. Itu sebabnya suatu perjanjian dikatakan tidak memiliki suatu sebab yang

tidak terlarang jika perjanjian tersebut antara lain melanggar prinsip kesusilaan atau

ketertiban umum disamping melanggar perundang-undangan.

Konsekuensi yuridis apabila syarat ini tidak dipenuhi adalah perjanjian yang

bersangkutan tidak memiliki kekuatan hukum atau dengan kata lain suatu perjanjian

tentang suatu sebab yang tidak terlarang menjadi perjanjian yang batal demi hukum.

Selanjutnya dalam doktrin ilmu hukum yang berkembang digolongkan ke

dalam:

1. Dua unsur pokok yang menyangkut subyek yang mengadakan perjanjian

(unsur Subyektif)

2. Dua unsur pokok lainnya yang berhubungan langsung dengan obyek perjanjian

(unsur Obyektif).49

Munir Fuady berpendapat agar suatu perjanjian oleh hukum dianggap sah

sehingga mengikat kedua belah pihak, maka kontrak tersebut haruslah memenuhi

syarat-syarat tertentu yang digolongkan sebagai berikut:

1. Syarat sah yang umum, yaitu :a. Syarat sah umum berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata terdiri dari

1) Kesepakatan kehendak2) Wenang buat3) Perihal tertentu4) Kuasa yang legal

b. Syarat sah umum di luar Pasal 1338 dan 1339 KUHPerdata yang terdiridari1) Syarat itikad baik2) Syarat sesuai dengan kebiasaan

49 Kartini Mulyadi & Gunawan Widjaya, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2005, hlm. 93.

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Perjanjian Kerjasama Penjualan Voucher Hotel Antara

38

3) Syarat sesuai dengan kepatutan4) Syarat sesuai dengan kepentingan umum

2. Syarat sah yang khusus terdiri darii. Syarat tertulis untuk perjanjian-perjanjian tertentuii. Syarat akta notaries untuk perjanjian-perjanjian tertentuiii.Syarat Akta pejabat tertentu yang bukan notaris untuk perjanjian-

perjanjian tertentuiv. Syarat izin dari yang berwenang.50

Perjanjian yang tidak memenuhi syarat subyektif yaitu tidak adanya

kesepakatan mereka yang membuat perjanjian dan kecakapan membawa konsekuensi

perjanjian yang dibuatnya itu dapat dibatalkan oleh pihak yang merasa dirugikan

namun selama yang dirugikan tidak mengajukan gugatan pembatalan maka perjanjian

yang dibuat itu tetap berlaku terus. Apabila syarat subyektif tidak dipenuhi yaitu tidak

adanya hal tertentu dan sebab yang halal, perjanjian yang dibuat para pihak sejak

dibuatnya perjanjian telah batal atau batal demi hukum.

b. Asas-asas Perjanjian

Dalam hukum perjanjian terdapat beberapa asas yaitu:51

1) Asas Kebebasan Berkontrak

Asas kebebasan berkontrak merupakan salah satu asas yang penting dalam

hukum perjanjian. Asas ini merupakan perwujudan manusia yang bebas,

pancaran hak asasi manusia. Asas kebebasan berkontrak berhubungan erat

dengan isi perjanjian, yakni kebebasan untuk menentukan “apa” dan dengan

“siapa” perjanjian diadakan.

50 Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Citra aditya Bakti,Bandung, 2001, hlm. 33.

51 Ibid, hlm 43-46.

Universitas Sumatera Utara

Page 8: Perjanjian Kerjasama Penjualan Voucher Hotel Antara

39

2) Asas konsensualisme

Asas konsensualisme dapat ditemukan dalam Pasal 1320 Kitab Undang-undang

Hukum Perdata. Dalam Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata

disebutkan secara tegas bahwa untuk sahnya perjanjian harus ada kesepakatan

antara kedua belah pihak. Dalam Pasal 1338 Kitab Undang-undang Hukum

Perdata ditemukan dalam perkataan “semua” menunjukan bahwa setiap orang

diberi kesempatan untuk menyatakan kehendak yang dirasakan baik untuk

menciptakan perjanjian.

3) Asas keseimbangan

Asas keseimbangan menghendaki para pihak memenuhi dan melaksanakan

perjanjian yang mereka buat. Kreditur mempunyai hak untuk menuntut

pelaksanaan prestasi dengan melunasi utang melalui kekayaan debitur, namun

kreditur juga mempunyai beban untuk melaksanakan perjanjian dengan itikad

baik, sehingga dapat dikatakan bahwa kedudukan kreditur yang kuat diimbangi

dengan kewajiban untuk memperhatikan itikad baik, sehingga kedudukan

kreditur dan debitur seimbang.

4) Asas kepercayaan

Seseorang yang mengadakan perjanjian dengan orang lain, menumbuhkan

kepercayaan di antara para pihak antara satu dengan yang lain akan memegang

janjinya untuk memenuhi prestasi di kemudian hari. Tanpa adanya kepercayaan

itu, maka perjanjian tidak mungkin siadakan para pihak.

5) Asas kebiasaan

Universitas Sumatera Utara

Page 9: Perjanjian Kerjasama Penjualan Voucher Hotel Antara

40

Asas kebiasaan diatur dalam Pasal 1339 Kitab Undang-undang Hukum Perdata

jo Pasal 1347 Kitab Undang-undang Hukum perdata. Menurut asas ini

perjanjian tidak hanya mengikat untuk apa yang secara tegas diatur, tetapi juga

hal-hal yang dalam keadaan dan kebiasaan lazim diikuti.

c. Risiko

Dalam teori hukum dikenal suatu ajaran yang disebut dengan resicoleer

(ajaran tentang risiko), yang berarti seseorang berkewajiban untuk memikul kerugian

jika ada sesuatu kejadian di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa benda

yang menjadi obyek perjanjian. Ajaran ini timbul apabila terdapat keadaan memaksa

(overmacht).52

Salah satu ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang

mengatur tentang risiko adalah Pasal 1553 yang berbunyi :

“Jika selama waktu sewa, pada barang yang disewakan sama sekali musnahkarena suatu kejadian yang tak disengaja, maka perjanjian sewa gugur demihukum.Jika barangnya hanya sebagian musnah, si penyewa dapat memilih, menurutkeadaan, apakah ia akan meminta pengurangan harga sewa, ataukah ia akanmeminta bahkan pembatalan perjanjian sewanya; tetapi tidak dalam satu darikedua hal itu pun ia berhak atas suatu ganti rugi”.

Pengertian risiko selalu berhubungan erat dengan adanya overmacht, sehingga

seharusnya ada kejelasan tentang kedudukan para pihak, yaitu pihak yang harus

bertanggung-gugat dan pihak yang harus menanggung risiko atas kejadian-kejadian

dalam keadaan memaksa. Tentang gugurnya perjanjian yang disebabkan di atas,

52 Salim HS, Hukum Kontrak:Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Sinar Grafika,Jakarta, 2008, hal. 103.

Universitas Sumatera Utara

Page 10: Perjanjian Kerjasama Penjualan Voucher Hotel Antara

41

berarti kerugian akibat kemusnahan itu menjadi tanggung jawab dan dipikul

seluruhnya oleh pemilik barang.

Menurut R. Subekti, yang dimaksud dengan risiko adalah kewajiban memikul

kerugian yang disebabkan karena suatu kejadian di luar kesalahan salah satu pihak.53

Risiko dapat dibedakan menjadi dua yaitu risiko pada perjanjian sepihak dan risiko

pada perjanjian timbal balik.

Risiko pada perjanjian sepihak diatur dalam Pasal 1237 ayat 1 KUHPerdata

yang menentukan "Dalam hal adanya perikatan untuk memberikan suatu barang

tertentu, maka barang itu semenjak perikatan dilahirkan adalah atas tanggungan si

berpiutang". Dari pasal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa risiko pada

perjanjian sepihak ada pada kreditur. Sedangkan mengenai risiko pada perjanjian

timbal balik terdapat dua ketentuan yang berbeda. Risiko pada perjanjian tukar

menukar dapat dilihat pada pasal 1545 KUHPerdata. Pasal tersebut menentukan

bahwa: jika suatu barang tertentu yang telah dijanjikan untuk ditukar, musnah di luar

salah pemiliknya, maka persetujuan dianggap sebagai gugur, dan siapa yang dari

pihaknya telah memenuhi persetujuan, dapat menuntut kembali barang yang telah ia

berikan dalam tukar menukar.

Dari ketentuan pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa risiko pada perjanjian

tukar menukar adalah ada pada kedua belah pihak. Suatu hal yang bertentangan

dengan ketentuan tersebut adalah risiko pada perjanjian jual beli untuk barang

53 R. Subekti, Aspek-aspek Hukum Perikatan Nasional, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,1988, hlm 59.

Universitas Sumatera Utara

Page 11: Perjanjian Kerjasama Penjualan Voucher Hotel Antara

42

tertentu yang diatur dalam Pasal 1460 KUHPerdata. Pasal tersebut pada pokoknya

menentukan bahwa sejak saat terjadinya perjanjian, risiko barang yang

diperjualbelikan adalah pada pihak pembeli (debitur) meskipun penyerahan belum

dilakukan. Jadi, seandainya barang itu musnah sebelum terjadi penyerahan, pembeli

(debitur) tetap harus membayar harganya.

Berdasarkan pada ketentuan-ketentuan tentang risiko yang saling bertentangan

tersebut. R. Subekti berpendapat bahwa yang harus dijadikan pedoman adalah

ketentuan dalam Pasal 1545 KUHPerdata karena ketentuan tersebut memang tepat

dan memenuhi syarat keadilan.54 Demikian juga halnya dengan Abdulkadir

Muhammad. Beliau berpendapat bahwa Pasal 1545 KUHPerdata harus dianggap

sebagai pedoman dalam menentukan pihak mana yang harus menanggung risiko

karena pasal tersebut dapat diperlakukan secara umum dan adil. Diperlakukan secara

umum mempunyai arti bahwa peraturan tersebut dapat diikuti oleh perbuatan hukum

selain tukar menukar.55 Dari kedua pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa risiko

pada perjanjian timbal balik adalah ada pada masing-masing pihak.

d. Berakhirnya Perjanjian

Dalam suatu perjanjian kita harus tahu kapan perjanjian itu berakhir. Menurut

Handri Raharjo, perjanjian dapat berakhir karena:56

a. Ditentukan dalam perjanjian oleh para pihak, misalnya persetujuan yang berlakuuntuk waktu tertentu.

54 Ibid, hlm 61.55 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perikatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1990, hlm

82.56 Handri Raharjo, Op.Cit, hlm 96.

Universitas Sumatera Utara

Page 12: Perjanjian Kerjasama Penjualan Voucher Hotel Antara

43

b. Ditentukan oleh Undang-undang mengenai batas berlakunya suatu perjanjian,misalnya menurut Pasal 1066 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum perdatadisebutkan bahwa para ahli waris dapat mengadakan perjanjian untuk selamawaktu tertentu untuk tidak melakukan pemecahan harta warisan, tetapi waktupersetujuan tersebut oleh ayat (4) dibatasi hanya dalam waktu lima tahun.

c. Ditentukan oleh para pihak atau Undang-undang bahwa perjanjian akan hapusdengan terjadinya peristiwa tertentu. Misalnya jika salah satu pihak meninggaldunia, maka perjanjian tersebut akan berakhir.

d. Pernyataan menghentikan persetujuan (opzegging). Opzegging dapat dilakukanoleh kedua belah pihak atau salah satu pihak. Opzegging hanya ada padaperjanjian-perjanjian yang bersifat sementara, misalnya:

1) Perjanjian kerja;2) Perjanjian sewa-menyewa.

e. Perjanjian hapus karena putusan hakim.f. Tujuan perjanjian telah dicapai.g. Berdasarkan kesepakatan para pihak (herroeping).

2. Jenis-jenis dan Bentuk Perjanjian Kerjasama

Perjanjian secara umum dapat dibedakan menurut berbagai cara sehingga

muncul bermacam-macam perjanjian, yaitu :57

a. Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang dibuat dengan meletakkan hak

dan kewajiban kepada kedua pihak yang membuat perjanjian.

b. Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang dibuat dengan meletakkan kewajiban

pada salah satu pihak saja, seperti hibah, penitipan dengan cuma-cuma, pinjam

pakai, dan lain-lain.

Menurut pasal 1245 KUH Perdata risiko dalam perjanjian sepihak ditanggung

oleh kreditur atau dengan kata lain debitur tidak wajib memenuhi prestasinya.

c. Perjanjian dengan percuma adalah perjanjian menurut hukum terjadi

keuntungan pada salah satu pihak saja.

57 Sutarno, Aspek-aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Alfabeta, Jakarta, 2003, hal. 82-83.

Universitas Sumatera Utara

Page 13: Perjanjian Kerjasama Penjualan Voucher Hotel Antara

44

d. Perjanjian konsensuil, riil, dan formil

Perjanjian konsensuil adalah perjanjian dianggap sah jika telah terjadi

konsensus atau sepakat antara para pihak yang membuat perjanjian. Perjanjian

riil adalah perjanjian yang memerlukan kata sepakat tetapi barangnya pun harus

diserahkan.

Perjanjian formil adalah perjanjian yang memerlukan kata sepakat tetapi

undang-undang mengharuskan perjanjian tersebut harus dibuat dengan bentuk

tertentu secara tertulis dengan akta yang dibuat oleh pejabat umum Notaris atau

PPAT.

e. Perjanjian bernama atau khusus dan perjanjian tak bernama.

Perjanjian bernama atau khusus adalah perjanjian yang telah diatur dengan

ketentuan khusus dalam KUHPerdata Bab V sampai dengan Bab XVII.

Misalnya perjanjian jual beli, sewa menyewa, hibah dan lain-lain. Perjanjian tak

bernama adalah perjanjian yang tidak diatur secara khusus dalam undang-

undang.

Hukum Perjanjian bersifat terbuka dan dapat dikatakan mempunyai suatu asas

kebebasan berkontrak, artinya kebebasan yang diberikan seluas-luasnya kepada

siapapun juga untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja asalkan tidak

melanggar undang-undang, ketertiban umum,dan kesusilaan. Mereka boleh membuat

ketentuan-ketentuan sendiri yang menyimpang dari pasal-pasal dalam hokum

perjanjian, sedangkan pasal-pasal dari hukum perjanjian merupakan hukum

Universitas Sumatera Utara

Page 14: Perjanjian Kerjasama Penjualan Voucher Hotel Antara

45

pelengkap, yang berarti pasal-pasal tersebut dapat dikesampingkan manakala

dikehendaki oleh pihak-pihak yang membuat suatu perjanjian.

Berdasarkan jenis perjanjian tersebut, maka perjanjian kerjasama tentang

penjualan Voucher hotel antara Sukma Tour dengan Hotel JW Marriot Medan

termasuk perjanjian konsensuil, karena perjanjian dianggap sah setelah terjadi

konsensus atau sepakat antara para pihak yang membuat perjanjian, yaitu antara

pihak Sukma Tour dengan Hotel JW Marriot Medan.

Menurut Pasal 1319 KUH Perdata, perjanjian dibedakan menjadi 2 (dua)

macam, yaitu:58

1) Perjanjian Bernama (nominaat)Perjanjian bernama adalah perjanjian-perjanjian yang diatur dan diberinama oleh pembentuk undang-undang, berdasarkan tipe yang palingbanyak terjadi sehari-hari. Perjanjian ini terdapat dalam Bab V-Bab XVIIIKUH Perdata.59

2) Perjanjian Tidak Bernama (innominaat)Perjanjian tidak bernama yaitu perjanjian yang tidak diatur dalam KUHPerdata, tetapi tumbuh di masyarakat. Lahirnya perjanjian ini disesuaikandengan kebutuhan-kebutuhan pihak-pihak yang mengadakannya, sepertiperjanjian kerjasama, perjanjian pemasaran, perjanjian pengelolaan.60

Berdasarkan uraian di atas, dapat kita ketahui bahwa perjanjian kerjasama

tentang penjualan Voucher antara Sukma Tour dengan Hotel JW Marriot Medan

termasuk Perjanjian Tidak Bernama (innominaat). Menurut Pasal 1319 KUH Perdata,

baik perjanjian yang bernama maupun tidak bernama (semua perjanjian baik yang

58 Salim H.S., Op.Cit, hlm 47.59 Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, PT. Citra Aditya Bakti,

Bandung, 2001, hlm 67.60 Ibid.

Universitas Sumatera Utara

Page 15: Perjanjian Kerjasama Penjualan Voucher Hotel Antara

46

diatur dalam KUH Perdata Buku III Bab V sampai dengan Bab XVIII dan yang

terdapat di luar Buku III KUH Perdata) tunduk pada ketentuan-ketentuan umum dari

KUH Perdata Buku III Bab I dan Bab II.61

Subyek perjanjian adalah para pihak yang membuat perjanjian. Adapun

subyek perjanjian dalam Perjanjian Kerjasama ini adalah:

1. Hotel JW Marriot Medan sebagai Pemberi Pelayanan Kamar Hotel (room

provider) bertanggung jawab menyediakan kamar hotel yang dibutuhkan

konsumen.

2. PT. Eka Sukma Tour Medan sebagai penanggung atau yang bertanggung jawab

mengumpulkan dan mengelola voucher serta memboking kamar hotel yang

dibutuhkan konsumen dan untuk itu mendapatkan imbalan jasa dari Hotel JW

Marriot Medan.

Sedangkan yang dimaksud dalam obyek perjanjian adalah prestasi. Prestasi

dalam perjanjian kerjasama ini adalah pelayanan kamar bagi Konsumen. Berdasarkan

Pasal 1601 KUH Perdata selain perjanjian-perjanjian untuk melakukan sementara

jasa-jasa, yang diatur oleh ketentuan-ketentuan yang khusus untuk itu dan oleh

syarat-syarat yang diperjanjikan, dan jika itu tidak ada, oleh kebiasaan, maka adalah

dua macam perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk

melakukan pekerjaan bagi pihak yang lainnya dengan menerima upah. Dari uraian

tersebut dapat diketahui bahwa perjanjian kerjasama ini merupakan perjanjian untuk

melakukan pekerjaan.

61 Salim H.S., Op.cit., hlm 47.

Universitas Sumatera Utara

Page 16: Perjanjian Kerjasama Penjualan Voucher Hotel Antara

47

Pada dasarnya suatu perjanjian tidak harus dibuat dalam suatu bentuk tetentu,

artinya dapat dibuat dalam bentuk tertulis dan dapat juga juga dalam bentuk yang

tidak tertulis. Akan tetapi ada beberapa jenis perjanjian yang oleh undang-undang

diharuskan dibuat dalam bentuk tertulis. Mengenai bentuk perjanjian yang dibuat

secara tertulis dapat berbentuk akta notaris dan akta dibawah tangan. Akta di bawah

tangan dapat berupa perjanjian baku (Perjanjian standar) dan bentuk perjanjian bukan

standar. Khusus untuk perjanjian yang tidak termasuk dalam perjanjian yang

diisyaratkan undang-undang untuk dibuat dalam bentuk tertulis, jika dibuat alam

bentuk tertulis (akta) hanya dimaksudkan untuk memudahkan dalam pembuktian

apabila terjadi sengketa di kemudian hari.

Dalam prakteknya, perjanjian kerjasama penjualan Voucher Hotel dengan

travel adalah dalam bentuk akta dibawah tangan. Perjanjian kerjasama dalam hal ini

dinyatakan sah dan dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh kedua belah pihak

yang terkait di atas meterai.

Berdasarkan pasal 1867 KUHPerdata suatu akta dibagi menjadi 2 (dua) antara

lain :

a) Akta otentik adalah suatu akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh

undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang

berkuasa untuk itu di tempat dimana akta dibuatnya.

b) Akta dibawah tangan adalah akta yang dibuat tidak dihadapan pejabat yang

berwenang atau notaris. Akta ini dibuat dan ditandatangani oleh para pihak

yang membuatnya.

Universitas Sumatera Utara

Page 17: Perjanjian Kerjasama Penjualan Voucher Hotel Antara

48

Perjanjian di bawah tangan terdiri dari :62

a) Akta di bawah tangan biasa

b) Akta waarmerken, adalah suatu akta dibawah tangan yang dibuat dan

dilegalisasi oleh para pihak untuk kemudian didaftarkan pada Notaris, karena

hanya didaftarkan, maka Notaris tidak bertanggung jawab terhadap materi/isi

maupun tanda tangan para pihak dalam dokumen yang dibuat oleh para pihak.

c) Akta Legalisasi, adalah suatu akta di bawah tangan yang dibuat oleh para

pihak namun penandatangannya disaksikan oleh atau dihadapan Notaris,

namun Notaris tidak bertanggung jawab terhadap materi/isi dokumen

melainkan Notaris hanya bertanggung jawab terhadap tanda tangan para pihak

yang bersangkutan dan tanggal ditandatanganinya dokumen tersebut.

Akta mempunyai fungsi formil (formalitas causa) dan fungsi sebagai alat

bukti (probationis causa). Akta sebagai fungsi formil artinya bahwa suatu perbuatan

hukum akan menjadi lebih lengkap apabila dibuat suatu akta. Fungsi akta lainnya

adalah sebagai alat pembuktian. Dibuatnya akta oleh para pihak yang terikat dalam

suatu perjanjian ditujukan untuk pembuktian dikemudian hari. Akta otentik

merupakan alat pembuktian yang sempurna bagi kedua belah pihak dan ahli warisnya

serta sekalian orang yang mendapat hak darinya tentang apa yang dimuat dalam akta

tersebut (vide Pasal 165 HIR, Pasal 285 Rbg, dan Pasal 1870 KUHPerdata). Akta

otentik merupakan bukti yang mengikat yang berarti kebenaran dari hal-hal

62 J. Satrio, 2001, Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, Buku I, PT. CitraAditya Bakti, Bandung, hal. 146.

Universitas Sumatera Utara

Page 18: Perjanjian Kerjasama Penjualan Voucher Hotel Antara

49

yangtertulis dalam akta tersebut harus diakui hakim, yaitu akta tersebut dianggap

sebagai benar selama kebenarannya itu tidak ada pihak lain yang dapat membuktikan

sebaliknya. Sebaliknya, akta dibawah tangan dapat menjadi alat pembuktian yang

sempurna terhadap orang yang menandatangani serta para ahli warisnya dan orang-

orang yang mendapat hak darinya hanya apabila tandatangan dalam akta dibawah

tangan tersebut diakui oleh orang terhadap siapa tulisan itu hendak dipakai. (vide

Pasal 1857 KUHPerdata). Apabila suatu akta dibawah tangan tidak disangkal oleh

para pihak, berarti mereka mengakui dan tidak menyangkal kebenaran apa yang

tertulis pada akta dibawah tangan tersebut, sehingga sesuai pasal 1857 KUHPerdata

akta dibawah tangan tersebut memperoleh kekuatan pembuktian yang sama dengan

akta otentik.

B. Implementasi Perjanjian Kerjasama Penjualan Voucher Hotel antara PT.Eka Sukma Tour dengan Hotel JW Marriot Medan

Dalam pembuatan perjanjian kerjasama untuk mewujudkan keadilan harus

mewujudkan prinsip kebebasan yang sama, prinsip perbedaan, prinsip persamaan

kesempatan sehingga keseimbangan hak dan kewajiban para pihak bisa terakomodir.

Beberapa tujuan pembuatan perjanjian kerjasama tersebut diantaranya adalah:

1. Sebagai acuan dalam proses kegiatan, dengan demikian semua aktivitas yangakan dilakukan oleh semua pihak yang terlibat dalam proses kerjasama, harusmengacu pada ketentuan yang sudah diatur dalam surat perjanjian kerjasama.

2. Kepastian transaksi, dengan adanya surat perjanjian tersebut akanmemberikan ketenangan semua pihak dalam transaksi tersebut. Hal inimengingat di dalam surat perjanjian kerjasama biasanya tercantum mengenaiketentuan bagi mereka yang tiak menepati ketentuan yang sudah disepakatidalam proses kerjasama.

Universitas Sumatera Utara

Page 19: Perjanjian Kerjasama Penjualan Voucher Hotel Antara

50

3. Indikator tingkat transaksi. Semakin detail dan resmi sebuah surat perjanjiankerjsama dibuat, menunjukkan bahwa nilai transaksi yang menjadi objekkerjasama semakin tinggi, sehingga hal ini bisa menjadi sebuah penilaian awalbagi pihak-pihak yang ingin menjalin kerjasama.

4. Panduan untuk menyelesaikan permasalahan yang mungkin timbul. Dalamsurat perjanjian kerjasama pasti disebutkan mengenai proses yang akandiambil apabila pihak-pihak yang terlibat kerjasama terdapat perbedaansehingga menimbulkan perselisihan.63

Perjanjian kerjasama penjualan Voucher Hotel antara PT. Eka Sukma Tour

dengan Hotel JW Marriot Medan merupakan perjanjian kontraktual yang dilakukan

dibawah tangan (bukan merupakan perjanjian notarial).64 Dalam perjanjian kerjasama

ini, secara sepihak Hotel JW Marriot Medan telah menetapkan sejumlah kewajiban

bagi mitranya demi mengamankan kepentingan usahanya, sekaligus membatasi

sedemikian rupa hak-hak lainnya tersebut. Berbagai klausula eksonerasi (exoneration

clause) dirumuskan di dalamnya, sehingga tampak seolah-olah pihak Hotel JW

Marriot Medan tidak mempunyai kewajiban yang cukup berarti. Dengan demikian,

asas keseimbangan dalam hukum perjanjian tidak terakomodasi dalam hal ini, yang

selanjutnya juga kurang mencerminkan asas keadilan.

Dibuatnya perjanjian kerjasama penjualan Voucher Hotel tersebut dalam

bentuk akta di bawah tangan didasarkan oleh efesiensi waktu dan biaya. Dalam

merancang perjanjian pihak Hotel JW Marriot menggunakan standar kontrak, dimana

hal-hal yang menyangkut pelaksanaan perjanjian kerjasama penjualan Voucher Hotel

merupakan ketentuan standar yang telah ditetapkan oleh Hotel JW Marriot. Langkah

63 Anne Ahira, Membuat Perjanjian Kerjasama. AnneAhira.com, diakses tanggal 30 Oktober2011.

64 Hasil Wawancara dengan Zulham Basry, Marketing Manager PT. Sukam Tour pada tanggal2 Agustus 2011 di Medan.

Universitas Sumatera Utara

Page 20: Perjanjian Kerjasama Penjualan Voucher Hotel Antara

51

ini dilakukan dengan tujuan untuk menciptakan syarat dan kondisi yang sama dalam

setiap perjanjian kerjasama penjualan Voucher Hotel kepada setiap mitra travel.

Sehingga tidak terdapat diskriminasi perlakuan syarat dan kondisi dalam perjanjian

kerjasama penjualan Voucher Hotel yang harus dipatuhi oleh pihak mitra.65

Setiap kontrak kerjasama penjualan Voucher Hotel dibuat terdiri dari 2 (dua)

rangkap yang sama isi dan kekuatan hukumnya, masing-masing bermeterai cukup dan

ditanda tangani oleh para pihak terkait.66 Dari perjanjian kerjasama penjualan

Voucher Hotel tersebut di atas dapat disimpulkan pihak travel dalam hal ini PT. Eka

Sukma Tour tinggal menandatangani perjanjian tersebut tanpa negosiasi yang berarti.

Sehingga prinsip “taked or lived” yang biasa terjadi dalam suatu perjanjian standar

berlaku juga terhadap perjanjian kerjasama penjualan Voucher Hotel, walaupun

sebenarnya perjanjian pengadaan kerjasama penjualan Voucher Hotel bukanlah

perjanjian baku atau standar karena pihak travel mempunyai hak untuk ikut serta

dalam merumuskan perjanjian.

Pihak travel cendrung mengabaikan mekanisme perancangan kontrak, isi

kontrak dan akibat-akibat hukumnya. Hal ini dapat diketahui berdasarkan hasil

penelitian lapangan, pihak travel hanya berorientasi kepada penjualan voucher dalam

arti travel hanya mempunyai target untuk dapat menjadi mitra hotel, sedangkan

permasalahan kontrak kerjasama penjualan Voucher Hotel yang akan ditandatangani

65 Hasil wawancara dengan Josephine L. Sutjipta, Sales Manager Hotel JW Marriot Medanpada tanggal 5 Agustus 2011 di Medan.

66 Hasil wawancara dengan Josephine L. Sutjipta, Loc.Cit.

Universitas Sumatera Utara

Page 21: Perjanjian Kerjasama Penjualan Voucher Hotel Antara

52

dilakukan tanpa negosiasi lebih lanjut.67 Hal ini merupakan indikator lemahnya posisi

tawar pihak travel dalam pembuatan perjanjian kerjasama penjualan Voucher Hotel.

Salah satu bagian yang terpenting dalam suatu perjanjian adalah isi perjanjian itu

sendiri. Dari ketentuan-ketentuan yang termuat dalam suatu isi perjanjian dapat

menggambarkan kondisi dan informasi tentang apa yang disepakati oleh para pihak

yang membuatnya baik secara tersurat maupun tersirat.

Berdasarkan isi perjanjian kerjasama penjualan Voucher Hotel antara PT. Eka

Sukma Tour dan Hotel JW Marriot Medan, diketahui bahwa perjanjian tersebut hanya

mensyaratkan komitmen dari PT. Eka Sukma Tour, sebagai berikut:

1. Memeriksa identitas wisatawatan dan membuat reservasi

2. Menyediakan kominikasi yang konsisten dan tepat waktu kepada wisatawan.

3. Harus mencapai volume kamar (room) dalam jangka waktu yang telah

ditentukan.

4. Jika volume tidak terpenuhi, pihak Hotel JW Marriot berhak memutuskan

kerjasama.

Menurut sudut pandang hukum, perjanjian standar tersebut adalah sah asalkan

sudah memenuhi ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata sebagaimana disebutkan di atas.

Dalam hal ini kebebasan diberikan kepada mitra kerjasama dalam hal ini PT. Eka

Sukma Tour untuk memilih atau menentukan sendiri keberadaan ikatan perjanjian

tersebut. Apabila ia telah menandatangani perjanjian, secara hukum dianggap sudah

menyetujui atau menyepakati isinya, dan apabila ia tidak menyetujuinya tentunya

67 Hasil Wawancara dengan Benny Sukma, Loc.Cit.

Universitas Sumatera Utara

Page 22: Perjanjian Kerjasama Penjualan Voucher Hotel Antara

53

tidak akan menandatanganinya. Dengan demikian, dalam perjanjian standar, tanda

tangan merupakan tanda kesepakatan.

Ketentuan-ketentuan dalam perjanjian kerjasama penjualan Voucher Hotel

tersebut lebih menenkankan kewajiban mitra kerjasama daripada haknya, sebaliknya

menekankan hak Hotel JW Marriot daripada kewajibannya. Dengan demikian bahwa

pelaksanaan perjanjian kerjasama penjualan Voucher Hotel antara PT. Eka Sukma

Tour dengan Hotel JW Marriot Medan merupakan perjanjian dibawah tangan bukan

dalam bentuk otentik (akta notariil).

Perjanjian kerjasama antara travel dengan hotel dibuat pada akta tertulis di

bawah tangan. Perjanjian tersebut berfungsi sebagai alat bukti sah dan dapat

dipergunakan untuk melakukan tuntutan apabila salah satu pihak melakukan

wanprestasi. Namun, apabila disangkal oleh para pihak, maka pihak yang tidak

menyangkal harus membuktikan kebenaran mengenai apa yang tertulis pada akta

dibawah tangan tersebut. Hal ini tentu merupakan salah satu risiko dari suatu akta

dibawah tangan. Dalam perjanjian kerjasama antara travel dengan hotel dituntut

sejelas mungkin tentang hak dan kewajiban, sanksi, waktu berlakunya perjanjian

kerjasama, dan hal-hal yang perlu dilakukan dan disepakati bersama. Tanpa adanya

kejelasan dari isi dalam perjanjian kerjasama dapat merugikan salah satu pihak

merupakan kelemahan suatu perjanjian dan isi dalam perjanjian kerjasama tersebut

Universitas Sumatera Utara

Page 23: Perjanjian Kerjasama Penjualan Voucher Hotel Antara

54

harus dipenuhi atau dilaksanakan oleh kedua belah pihak, apabila tidak maka pihak

yang tidak memenuhi perjanjian tersebut harus bertanggung jawab.68

Adapun maksud dipersyaratkannya perjanjian tertulis dalam suatu kerjasama,

karena hubungan kerjasama yang mempunyai prinsip saling memerlukan dan

menguntungkan itu diikat dalam suatu perjanjian dengan akta dibawah tangan untuk

memberikan dasar atau landasan dalam hubungan kerjasama tersebut. Dengan

demikian menurut hemat penulis, bahwa dasar hubungan antara travel dengan hotel

adalah suatu perjanjian kerjasama yang berisi hak dan kewajiban para pihak.

Perjanjian yang terjadi antara travel dengan hotel dalam penjualan voucher

hotel dikategorikan sebagai perjanjian tidak bernama yaitu perjanjian yang muncul

seiring dengan perkembangan masyarakat. Perjanjian kerjasama ini tidak diatur di

dalam KUHPerdata, tetapi terdapat di dalam masyarakat. Jumlah perjanjian ini tidak

terbatas dengan nama yang disesuaikan dengan kebutuhan pihak-pihak yang

mengadakannya, seperti perjanjian kerjasama penjualan voucher.

Perjanjian tidak bernama menurut J. Satrio merupakan perjanjian-perjanjian

yang belum mendapat pengaturannya secara khusus dalam undang-undang.69

Demikian pula dengan perjanjian kerjasama ini, tidak mempunyai nama tertentu dan

tidak diatur secara khusus. Dalam buku ke-III KUHPerdata kita dapat mencari dasar

hukumnya dari perbuatan perjanjian kerjasama yaitu dengan menafsirkan buku ke-III

KUHPerdata tersebut sebagai penganut asas kebebasan berkontrak. Dalam hal

68 Djulmiaji, F.X. Perjanjian Kerja, Bumi Aksara, Jakarta, 2001, hal. 58.69 J. Satrio, Op.Cit, hal. 149.

Universitas Sumatera Utara

Page 24: Perjanjian Kerjasama Penjualan Voucher Hotel Antara

55

memuat suatu perjanjian, tegasnya dapat dilihat dalam pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata

yang menyatakan : “Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai

undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.

Berpedoman pada ketentuan tersebut, maka perjanjian apa saja yang dibuat

menurut persyaratan yang telah ditentukan oleh undang-undang adalah sah dan

mempunyai kekuatan hukum untuk mengikat para pihak yang telah mengadakannya.

Sebenarnya yang dimaksud dengan pasal tersebut tidak lain adalah menyatakan

bahwa orang bebas membuat segala bentuk perjanjian yang disukainya, asal tidak

melanggar ketentuan dari pasal 1320 KUHPedata.

Universitas Sumatera Utara