Petanda Tumor

download Petanda Tumor

of 50

description

PETANDA TUMOR

Transcript of Petanda Tumor

Tinjauan Pustaka

DAFTAR ISI

Daftar Isi1

I. Pendahuluan2

II. Penggunaan Petanda Tumor4

III. Klasifikasi Petanda Tumor10

IV. Metoda Pemeriksaan Laboratorium 18

V. Petanda Tumor yang Secara Klinis Penting40

VI. Ringkasan48

Daftar Pustaka49

BAB I

PENDAHULUAN

Petanda tumor adalah substansi yang terdapat dalam atau dihasilkan oleh tumor sendiri atau dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai respons terhadap tumor, yang dapat digunakan untuk membedakan tumor dengan jaringan normal atau untuk menentukan keberadaan tumor berdasarkan pengukuran dalam darah atau sekret. Beberapa substansi dapat ditemukan dalam sel, jaringan atau cairan tubuh. Pengukuran dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif dengan pemeriksaan kimiawi, imunologi atau metode biologi molekuler untuk mengidentifikasi keberadaan tumor.

Beberapa petanda adalah spesifik untuk satu tumor individual, tapi lebih benyak ditemukan pada tumor yang berbeda dari tipe jaringan yang sama. Petanda ini terdapat dalam jumlah lebih besar pada jaringan kanker atau darah dari penderita kanker dibanding tumor jinak atau dalam darah orang ormal. Beberapa petanda tumor spesifik untuk organ dimana tumor tersebut berada. Salah satunya adalah PSA yang hanya dihasilkan oleh jaringan prostat. Petanda yang dihasilkan tumor meliputi enzim, isoenzim, hormon, antigen onkofetal, epitop karbohidrat yang dikenali antibodi monoklonal, reseptor, produk onkogen dan perubahan genetik.

Protein Bence Jones adalah petanda tumor yang pertama yang diketahui diikuti dengan hormon, enzim, isoenzim dan protein, analisis kromosom tumor juga dilakukan. Kadang petanda tumor berguna dalam diagnosis tumor secara individual, tapi aplikasi secara umum petanda tumor untuk monitoring kanker pada pasien belum dimulai sampai ditemukannya -fetoprotein (AFP) di tahun 1963 dan CEA pada tahun 1965. Produksi petanda selama perkembangan janin seperti pada tumor membawa istilah petanda onkodevelopmental. Pada tahun 1975, antibodi monoklonal dikembangkan untuk mendeteksi antigen onkofetal dan derivat antigen dari sel tumor. Akhirnya perkembangan genetika molekuler dengan penggunaan probe molekuler seperti antibodi monoklonal digunakan untuk mendeteksi perubahan kromosom atau produknya, termasuk studi tentang onkogen dan gen supresor menggunakan istilah yang tepat dan penggunaan penanda tumor di tingkat molekular. Petanda tumor meningkat pengunaannya di tingkat seluler dan beberapa digunakan untuk mendiagnosis kanker dari pecahan DNA seluler.

Terdapat pergeseran dalam pengertian petanda ganas yang dianut beberapa tahun yang lalu dan pada saat ini. Menurut pengertian lama, istilah petanda tumor menyatakan berbagai substansi yang disekresikan oleh sel kanker atau oleh sel jinak sebagai respons terhadap adanya keganasan serta dapat dideteksi atau diukur kadarnya dalam darah atau cairan tubuh lain. Petanda tumor ini dahulu disebut sebagai tumor marker. Dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi laboratorium yang memungkinkan deteksi berbagai substansi pada tingkat molekular, maka pengertian petanda tumor saat ini adalah selain substansi-substansi ekstra seluler, juga mencakup berbagai substansi molekuler yang terdapat pada permukaan sel maupun intra seluler, yang saat ini dikenal sebagai biomarker keganasan.

BAB II

PENGGUNAAN PETANDA TUMOR

Prinsip penggunaan petanda tumor adalah untuk monitor perkembangan dan respons setelah pembedahan dan atau radioterapi, kemoterapi atau hormon terapi, disamping untuk mengatasi masalah diagnosis dan penentuan diagnosis maupun pemantauan keganasan. Dengan perkembangan teknologi laboratorium khususnya perkembangan bioteknologi, saat ini dimungkinkan untuk mendeteksi petanda tumor bukan saja di tingkat seluler atau ekstra seluler, tetapi juga di tingkat molekular sehingga petanda tumor tidak saja digunakan untuk menunjang diagnosis, penentuan prognosis dan pemantauan, tetapi khususnya identifikasi petanda tumor molekular untuk mendeteksi sisa sel ganas (minimal residual disease / MRD) bahkan keadaan-keadaan tertentu dapat digunakan sebagai faktor prediksi atau faktor risiko timbulnya keganasan.

Beberapa petanda tumor ternyata demikian sensitif dan spesifiknya sehingga dapat dipakai untuk skrining atau follow up penderita asimptomatik. Ini berlaku untuk alfa fetoprotein (AFP), HCG mungkin juga antigen karsinoembrional (CEA) dan CA 125, kemungkinan penggunaan lain petanda tumor adalah mengenai diagnosis diferensial inisial, penilaian efek terapi dan penggunaannya sebagai faktor prognostik.

Petanda tumor merupakan suatu kelompok heterogen berbagai substansi. Petanda tumor onkofetal adalah zat-zat yang dalam keadaan normal terutama dibuat dalam waktu kehidupan fetal. Pada umur dewasa produksinya praktis berhenti. Tetapi kadar yang rendah dalam darah masih ada dan pada proses tertentu, misalnya inflamasi dan regenerasi, terjadi lagi kenaikan. Berbagai hormon dapat diproduksi oleh tumor yng berasal dari organ yang dalam keadaan normal endokrin tidak aktif. Dari hormon ini yang terpenting adalah ACTH, yang antara lain adalah seringkali diproduksi oleh karsinoma paru, sebagai petanda tumor kegunaannya kecil. Lain halnya dengan korion gonadotropin (HCG) yang dalam keadaan fisiologik hanya diproduksi oleh plasenta. HCG merupakan petanda yang sensitif dan spesifik untuk tumor trofoblastik dan embrional. Banyak enzim yang juga dalam keadaan normal terdapat dalam sel, oleh tumor dilepaskan ke dalam plasma dalam konsentrasi tinggi. Sensitivitas dan spesifitas pada umumnya terbatas. Sel tumor dapat memproduksi substansi yang secara fisiologik tampaknya tidak ada. Antigen tumor spesifik ini ternyata pada pemeriksaan lebih lanjut selalu ada pada sel normal dan kelainan yang benigna. Meskipun begitu perbedaan kuantitatifnya dengan produksi yang normal atau dalam mengikuti perubahan yang terjadi bersama waktu dapat digunakan sebagai petanda tumor. Imunoglobin yang diproduksi oleh kelainan limfoproliferatif tipe sel-B, akan merupakan petanda tumor yang baik untuk folow up tumor ini. Jika idiotipe tumor dapat ditemukan, sensitifitasnya bahkan sampai 100%.

Ada suatu golongan lain petanda tumor yang nilai kegunaannya kebanyakan belum atau tidak jelas. Poliamin spermin, spermidin dan putrisin merupakan produk dekarboksilasi ornitin. Terjadinya mempunyai hubungan dengan proliferasi seluler dan dalam hal ini kadar yang meninggi dapat ditetapkan dalam darah dan urin. Juga beberapa nukleosid dan TPA merupakan petanda yang berhubungan dengan proliferasi, yang nilainya harus ditetapkan. Tumor mempengaruhi pembekuan darah, terutama karena aktifitas prokoagulan atau fibrinolitik. Uji pembekuan, kadar faktor pembekuan individual dan tingkat aktivasi mekanisme regulasi pada prinsipnya dapat digunakan sebagai petanda tumor. Dalam praktek ternyata ini hanya pada beberapa pasien yang interaksinya dengan pembekuan sangat menonjol. Petanda tumor potensial adalah enolase neuron-spesifik (untuk karsinoma paru sel kecil, neuroblastoma dan seminoma) dan reseptor interleukin 2 dan beta 2 mikroglobulin pada tumor sistim limfoid.

Dalam keadaan normal pertumbuhan dan diferensiasi sel diatur oleh proto onkogen (growth promoting oncogenes) yang menghasilkan produk-produk yang memegang peranan penting dalam berbagai aspek proliferasi dan diferensiasi sel dan di lain pihak dikendalikan secara ketat oleh gen supresor tumor (tumor suppresor genes) yang produknya berfungsi menghambat pertumbuhan. Karena itu sering disebut sebagai anti onkogen. Pertumbuhan juga dikendalikan oleh mekanisme kematian sel terprogram (apoptosis) dengan tujuan menyingkirkan sel-sel yang tidak dikehendaki. Mekanisme kontrol pertumbuhan ini menyebabkan sel-sel normal memiliki stabilitas genetik yang sangat tinggi dan kecepatan profilerasi sel umumnya dapat diprediksi tidak melebihi 10 % dari jumlah sel, tergantung dari jumlah sel dan jaringannya. Sedangkan tumor ganas ditandai dengan pertumbuhan populasi sel abnormal yang tidak taat pada mekanisme kontrol pertumbuhan.

Berbagai penelitian membuktikan bahwa mutasi atau aktivasi/ekspresi onkogen dan atau inaktifasi maupun mutasi gen supresor dapat menyebabkan proliferasi sel secara tidak terkendali dan diferensiasi sel secara abnormal. Mutasi gen dapat terjadi antara lain karena satu atau lebih untaian DNA bertambah (amplifikasi), hilang atau translokasi dari satu bagian genom ke bagian lain sehingga terjadi rekombinasi DNA yang salah. Mutasi ini mengakibatkan gen bersangkutan abnormal dan menghasilkan produk abnormal pula. Gen abnormal tersebut dapat diturunkan kepada sel-sel generasi berikutnya sehingga proliferasi dan diferensiasi sel yang telah mengalami transformasi itu akan menghasilkan klon abnormal. Bukti-bukti inilah yang kemudian digunakan sebagai dasar teori patogenesis kanker. Konsep ini sudah diterima secara luas, tetapi masih terlalu sederhana untuk dapat menjelaskan secara lengkap proses terjadinya kanker dan ekspresi petanda-petandanya. Asal usul klonal neoplasma tidak dengan sendirinya berarti bahwa mutasi gen tunggal langsung mengakibatkan terjadinya kanker. Kanker terjadi melalui proses bertahap, dimulai dengan inisiasi, promosi dan progresi dimana terjadi serangkaian perubahan genetik secara progresif sebelum klon itu menunjukkan fenotip ganas. Selama ini dapat dilihat fase-fase perubahan preneoplastik yang merupakan petanda kecenderngan sel menjadi ganas. Beberapa jenis mutasi tidak menyebabkan kanker secara langsung tetapi menyebabkan instabilitas genetik dan memudahkan terjadinya mutasi kedua. Mutasi awal dalam gerunline cells memudahkan terjadinya mutasi ke dua yang somatik seperti yang sering dijumpai pada kanker herediter. Mutasi pada gen yang berhubungan dengan defek pada DNA repair, mutasi pada gen yang menjadi enzim-enzim dalam jalur transduksi sinyal, atau gen yang berhubungan dengan sistem imun juga dapat meningkatkan predisposisi kanker.

Bila mutasi gen terjadi pada sel germinal (germline cells), mutasi gen itu dapat ditemukan dalam setiap jenis sel tubuh, dan tumor ganas yang terjadinya biasanya bersifat herediter. Mutasi dapat juga terjadi pada sel somatik, pada keadaan ini mutasi gen dapat dijumpai pada tumor yang berasal dari sel bersangkutan setelah profilerasi klonal. Banyaknya mutasi yang diperlukan untuk menyebabkan sel normal menjadi kanker tidak diketahui, tetapi banyak penelitian yang mengungkapkan bahwa diperlukan 2 atau lebih mutasi untuk perubahan sel menjadi ganas. Pada saai ini sedikitnya telah diketahui lebih dari 55 jenis kelainan gen pada kanker yang pada umumnya memberikan sifat pertumbuhan yang karakteristik pada sel sedemikian rupa sehingga sel tersebut mampu tumbuh menjadi klon yang terdiri atas berjuta-juta sel.

Dengan menggunakan teknik biomolekuler sebagian dari perubahan gen dapat digunakan sebagai petanda tumor molekuler untuk deteksi dini, menentukan sisa sel kanker atau sebagai faktor prediksi terjadinya kanker.

MarkerScreeningDiagnosisFollow-upPrognosis

CEArisk groupsC-cell carcinomaColon, breast, lung, C-cellColon

AFPrisk groupsgerm cell, HCCgerm cell, HCCgerm cell

CA 19-9pancreasPancreas, biliary ducts

CA 72-4stomach, ovary

CA 125Ovary

CA 15-3Breast

NSELung (small cell)Lung (small cell), neuroblast, apudoma

SCCCervical,

ENT tumors,

Esophagus

CYFRA 21-1Lung (non small cell),

Bladder

HCGRisk groupsGerm cell

Trophoblastic

tumourGerm cell

Trophoblastic

tumourGerm cell

Trophoblastic

Tumour

PSAMales > 50 yearsprostateProstase

TPA Bladder

CalcitoninRisk groupsC-cellC-cellC-cell

HTGDiffuse cancer of the thyroid gland

(-2-0micro-globulinMultiple myeloma

(NHL)

Table 5.a. Indications for tumour marker determinations

BAB III

KLASIFIKASI PETANDA TUMOR

Dengan perkembangan teknologi laboratorium khususnya perkembangan dalam bioteknologi, saat ini dimungkinkan untuk medeteksi petanda tumor bukan saja di tingkat seluler atau ekstra seluler, tetapi juga di tingkat molekuler.

1. Petanda tumor serologik (ekstra seluler)

Substansi yang diproduksi oleh sel kanker atau yang disekresi dan dilepaskan oleh sel jinak sebagai respons terhadap adanya kanker pada umumnya berupa makromolekul atau protein dengan komponen karbohidrat atau protein dengan komponen karbohidrat atau lipid yang kadarnya dalam darah atau cairan tubuh lain dapat diukur secara kuantitatif. Kadar substansi ini dalam batas-batas tertentu menunjukkan korelasi dengan pertumbuhan tumor. Hingga saat ini banyak sekali jenis substansi yang diketahui berkaitan dengan tumor (tumor ascociated antigen), sehingga dalam aplikasinya di klinik petanda tumor sering dikelompokkan dalam beberapa kelompok : a. dihubungkan dengan respons penderita (host response marker) b. berkaitan dengan pertumbuhan dan destruksi sel (cell turnover marker) : c. Dihubungkan dengan proliferasi (proliferation marker) : d. petanda diferensiasi atau asal-usul sel (diferentiaton marker)

Petanda respons penderita pada umumnya dikaitkan dengan adanya inflamasi, baik sebagai respons terhadap tumor itu sendiri, respons terhadap proses distruksi jaringan normal akibat invasi tumor ke jaringan atau respons terhadap infeksi yang berkaitan dengan kanker. Petanda tumor golongan ini yang telah lama digunakan di klinik adalah fosfatase alkali, ( - GT, CRP, (2-makroglobulin dan lain-lain. Perkembangan terakhir telah mengungkapkan bahwa berbagai jenis sitokin dan reseptornya juga dapat digunakan sebagai petanda tumor, misalnya IL-2 dan sIL-2R, 1L-6 dan IL-6R, TNF-( dan berbagai jenis sitokin lainnya. Dinamika perubahan kadar sitokin dalam serum sesuai dengan progresi dan regresi tumor. Disamping itu pada penderita kanker juga sering dilepaskan tPA (tissue plasminogen activator) sehingga terjadi aktivasi kaskade koagulasi yang menyebabkan DIC (disseminated intravaskular coagulation) dan hiperfibrinolisis yang sering berakhir dengan perdarahan hebat. Pada penderita kanker juga sering dijumpai para-endokrinopati yang ditandai dengan sekresi hormon oleh sel-sel yang pada keadaan normal tidak diprogramkan untuk memproduksi hormon tersebut dalam jumlah fisiologis (ectopic hormone secretion)

Petanda pertumbuhan dan destruksi sel yang sudah lama dikenal adalah LDH, fosfatase alkali plasenta dan asam sialat (scialic acid). Beberapa diantaranya merupakan produk sel yang mengalami destruksi, misal sitokeratin CK8, CK18 dan CK 19 atau Cyfra 21.1 yang sering dilepaskan ke dalam serum atau cairan tubuh akibat dekomposisi jaringan.

Petanda proliferasi menggambarkan intensitas proliferasi sel, yaitu jumlah sel baru yang dihasilkan setiap satuan waktu. Petanda ini dilepaskan oleh sel-sel yang sedang membelah diri secara aktif dan mengindikasikan aktifitas pertumbuhan sel. Beberapa contoh petanda tumor golongan ini adalah Ki 67, PCNA (Proliferasi cell nuclear antigen) dan TPS (tissue polypeptide specific antigen). Ekspresi antigen-antigen ini menunjukkan korelasi baik dengan sintesis DNA, sehingga dapat digunakan sebagai indeks proliferasi sel.

Petanda diferensiasi adalah substansi yang diproduksi oleh sel atau jaringan tertentu, termasuk diantaranya berbagai jenis protein, enzim dan isoenzim serta hormon. Tumor yang berasal dari sel bersangkutan biasanya memproduksi substansi ini secara berlebihan, walaupun pada beberapa kasus ada pengendalian. Peran terpenting pengukuran kadar ini adalah menentukan asal-usul tumor atau jenis tumor primer pada pasien dengan metastasis yang asal-usul tumornya tidak jelas. Beberapa diantaranya yang sudah lama dikenal adalah PSA (prostate specific antigen) yang digunakan sebagai petanda kanker prostat, (-HCG (hormon chorionic gonodotropin) yang digunakan untuk memantau pasien pasca molahidatidosa dan deteksi dini choriocarcinoma. Protein lain yang banyak digunakan adalah protein onkofetal misalnya AFP (alfa-fetoprotein) pada kanker hati, CEA (carcino embryogenic antigen) pada kanker yang berasal dari jaringan embrional. CA 15.3, anti GAL dan MMC 1 (breast cancer associated mucinous antigen) pada kanker payudara : SSC (squamous cell carcinoma antigen) untuk kanker leher rahim dan kanker lain yang berasal dari sel skuamosa.

2. Petanda tumor seluler

Walaupun belum ada petanda morfologis yang hanya terdapat pada sel kanker dan tidak terdapat pada sel normal, ada beberapa ciri yang sering dijumpai pada populasi sel ganas. Bersamaan dengan perubahan struktur komponen seluler biasanya juga terjadi perubahan sifat dan fungsi biologis sel yang menetap.

a. Morfologi sel

Sel ganas yang menunjukkan anaplasia dengan ciri-ciri rasio antara volume nukleus dengan sitoplasma lebih besar dari normal, pola kromatin inti lebih halus dan maturasi sitoplasma terhambat. Hilangnya adesi antar sel dan antara populasi sel dengan stroma di sekitarnya juga dapat merupakan petanda pertumbuhan ganas. Evaluasi sel dan jaringan dengan pewarnaan sitokimia dan histokimia merupakan cara menentukan petanda tumor selular yang pertama digunakan, kemudian disusul dengan teknik imuno sitokimia dan imuno histokimia. Teknik ini dapat memberikan informasi tentang asal-usul sel kanker, jenis sel dan stadium diferensiasinya serta derajat keganasan. Teknik ini merupakan teknik yang masih penting untuk memastikan adanya keganasan pada satu spesimen, namun tidak memberikan informasi tentang sifat biologis tumor. Karena itu di negara-negara dimana metode diagnostik dan terapi kanker sudah sangat maju, pemeriksaan histopatologik dan sitopatologik saja dianggap tidak cukup. Mereka menuntut para meter yang lebih obyektif, kuantitatif dan reproducible serta dapat mengukur sifat dasar tumor yang berkaitan langsung dengan sifat pertumbuhan dan sifat biologis lainya yang mencerminkan agresivitas tumor dan sensitivitasnya terhadap terapi.

b. Fenotip dan petanda permukaan sel.

Perubahan sel ke arah ganas dapat mengakibatkan ekspresi atau fenotip yang tidak lazim atau produksi berbagai antigen baru yang mempunyai makna klinik dalam menunjang diagnosis atau memprediksi prognosis kanker. Peranan antibodi monoklonal (AbMo) pada awal tahun 1980an merupakan penemuan yang sangat penting dalam dunia kedokteran, karena dimungkinkan menentukan antigen permukaan sel yang merupakan petanda jenis sel maupun stadium diferensiasinya secara spesifik. Salah satu contoh pemanfaatan AbMo adalah menentukan klasifikasi dan subklasifikasi leukemia. Dengan konsensus internasional antibodi dikelompokkan dalam berbagai Clusters of Differentiation (CDs) sesuai dengan antigen permukaan dideteksinya. Hingga saat ini telah diidentifikasi l66 jenis CD antigen, walaupun banyak diantaranya yang belum diketahui jelas fungsinya.

Setiap jenis sel dan setiap stadium maturasi mengekspresikan CD spesifik atau kombinasi spesifik CD yang relevan, misalnya ekspresi CD3 untuk limfosit, CD 14 untuk monosit, CD 19, CD 20 atau CD 22 untuk limfosit B. kombinasi CD 10 dengan CD 19 atau CD 20 untuk sel pre-B, ekspresi CD 5 dan CD 7 untuk limfosit T, CD 13 dan atau CD 33 untuk sel mieloid.

Walaupun sel leukemik mengekspresikan jenis antigen permukaan yang sama dengan sel normal, pada sel leukemik antigen permukaan biasanya diekspresikan dengan densitas abnormal (ekspresi berlebihan). Dalam keadaan normal tidak lebih dari 30% antigen permukaan yang relevan diekspresikan pada permukaan sel.

Banyak penelitian menyatakan bahwa immunophenotyping pada leukemia dapat digunakan untuk : a) membedakan sel normal dari sel leukemik; b) menentukan lineage dan stadium diferensiasi; c) mengidentifikasi adanya ko-ekspresi antigen dari 2 lineage berbeda (mixed lineage leukemia); d) memprediksi prognosis. Telah dibuktikan bahwa sifat prokoagulan yang diekspresikan oleh sel ganas dan dampaknya terhadap mekanisme koagulasi-fibrinolisis bukan hanya merupakan epifenomena dari kanker, tetapi mempunyai fungsi penting dalam alur bioregulasi kanker yang berpengaruh pada proses invasi, proliferasi dan metastasik serta meningkatkan progresivitas kanker tertentu.

c. Kinetik sel dan status ploidi

Tigadimensi perubahan kanker yaitu perubahan intrinsik, perubahan dalam hubungan dengan lingkungan baik dengan matriks maupun dengan substansi biokimiawi ekstra seluler. Dan perubahan dalam jumlah sel. Sitokinetik mencakup kinetik dari proliferasi dan pertumbuhan sel. Kemampuan untuk berpoliferasi secara autonom atau proliferasi tidak terkendali merupakan salah satu perubahan fenotip sel yang mengalami transformasi ganas. Sistem cyclin-cyclin dipendent kinase (cyclin-cdk) sangat berpengaruh dalam pengaturan siklus sel. Kelainan pada sistem cyclin-cdk pada fase S dapat menyebabkan replikasi DNA berulang lebih dari satukali pada satu fase S tunggal sebelum siklus sel memasuki fase berikutnya dengan akibat kandungan DNA abnormal atau dikenal sebagai aneuploidi. Kecepatan pertumbuhan sel dalam satu tumor tidak sama.

Kinetik sel menggambarkan pertumbuhan dan agresivitas tumor sehingga pengukurannya merupakan prosedur penting untuk menentukan prognosis dan sebagai dasar pemilihan terapi yang tepat. Beberapa parameter kinetik sel yang sudah banyak digunakan adalah parameter fraksi fase S / SPF (proporsi fraksi dalam fase S dan fase G2M, merefleksikan kecepatan pertumbuhan tumor), ekspresi Ki67, PCNA dan TLI (thymidine labelling index).Proliferasi tidak terkendali mengandung risiko kesalahan dalam replikasi DNA dan menghasilkan kandungan DNA abnormal (aneuploidi). Aneuploidi sering ditemukan pada kanker dan dianggap mempunyai nilai prognostik. Pada umumnya status ploidi dinyatakan dengan indeks DNA (ID). Status ploidi disbut diploid bila ID = 0,95 1,05 dan aneuploidi bila ID (0,95 atau) 1,05. pada umumnya jenis kanker dengan DNA aneuploidi mempunyai prognosis lebih buruk dibanding kanker dengan DNA diploid. Walaupun aneuploidi dalam sel atau jaringan tidak selalu berarti keganasan, aneuploidi merupakan indikasi bahwa sel bersangkutan potensial menjadi ganas, bahkan sering dianggap sebagai status premalignan. Karena itu histogram DNA merupakan informasi yang bermakna dan dianggap dapat mempengaruhi keputusan klinik dalam kaitannya dengan penentuan prognosis.

d. Kelainan struktur kromosom

Pada kanker sering dijumpai kelainan kariotip atau struktur kromosom abnormal yang dapat diidentidikasi pada sel-sel yang bermitosis. Kelainan sitogenetik ini dapat berupa translokasi, kehilangan (deletion), penyisipan (insertion), invertion, amplifikasi dan lain-lain. Kelainan genetik pada umumnya terjadi pada kromosom di bagian- yang rapuh dan letaknya berdekatan dengan atau pada lokasi onkogen yang menyebabkan disfungsi onkogen bersangkutan dan selanjutnya berakibat transformasi ganas. Kelainan kariotip spesifik telah diketahui sejak lama pada keganasan tertentu, misalnya kromosom philadelphia (Ph) yang dijumpai pada 90 % leukemia mielositik kronik dan pada 17-25 % leukemia linfositik akut. Kromosom Ph terjadi akibat translokasi resiprokal onkogen c-abl dari kromosom 9 ke lokasi spesifik pada kromosom 22 yang disebut bcr (breakpoint cluster region) yang kemudian melakukan fusi dan membentuk Cimerie bcr-abl gene.

Gen abnormal ini dianggap bertanggungjawab atas terjadinya transformasi ganas. Petanda sitogenetik lain yang sudah lama diidentidikasi adalah translokasi antara kromosom 8 dan 14 pada B-ALL.

Kelainan kariotip juga dapat dijumpai pada tumor padat. Sebagian besar tumor padat menunjukkan delesi material genetik yang lokasinya pada umumnya sesuai dengan lokasi gen supresor, sehingga hal itu merupakan indikasi hilangnya atau inaktifasi gen supresor. Beberapa contoh, diantaranya delesi material genetik pada kromosom 17 (17q) pada kanker payudara dan delesi pada kromosom 3 (3p) pada kanker paru jenis sel kecil (SCLC)

3. Petanda Tumor Molekular

Penerapan teknologi DNA telah memunginkan identifikasi perubahan minimal pada DNA (point mutation), yaitu perubahan satu atau beberapa nukelosida saja, bai karena hilang (deletion), substitusi atau translokasi yang tidak terdeteksi dengan peentuan kariotip kromosom. Teknologi PCR (polymerase chain reaction) meningkatkan kemampuan deteksi kelainan molekuler sehingga dapat digunakan untuk deteksi dini dan deteksi sisa sel kanker (minimal residual disease, MRD). Teknik PCR bahkan dapat digunakan untuk mendeteksi risiko terjadinya kanker tertentu, khususnya pada jenis kanker heredifer, misalnya delesi gen APC dan DCC pada kanker kolorektal, mutasi gen supresor BRCA 1 dan BRCA 2 pada kanker payudara dan kanker ovarium. Klasifikasi gen MDR (multi drug resistant) dengan teknik ini juga bermanfaat sebagai pedoman terapi.

Berbagai kelainan gen yang unik sebagai akibat translokasi, deletion, insertion atau transposisi maupun point mulation di lokasi yang khas diketahui ada kaitannya dengan keganasan tertentu. Mutasi onkogen C-myc dan ras merupakan yang pertamakali diketahui akibat dalam mekanisme pertumbuhan kanker. Translokasi C-myc dapat dijumpai antara lain pada kanker payudara, kanker paru dan kanker kolon. Setidaknya sepertiga dari semua jenis kanker mengandung gen ras mutant. Onkogen ras memegang peran pada stadium awal maupun terminal perkembangan tumor. Onkogen lain yang sering mengalami mutasi pada berbagai jenis kanker adalah bcl 2 yang berfungsi sebagai gen anti-apoptotik, C-erb B2 dan lain-lain. Disamping mutasi onkogen, mutasi atau inaktifasi gen supresor juga memiliki peran penting dalam tumorigenesis-inaktivasi gen p53 yang terletak pada lengan pendek kromosom 17, atau gen Rb1 yang terletak pada lengan panjang kromosm 13 menyebabkan disfungsi gen-gen tersebut dan berakibat pertumbuhan tidak terkendali. Adanya kerusakan DNA akan menginduksi aktivitas p53 normal (wild type) untuk menghentikan siklus sel pada dase G1 dan memberi kesempatan kepada gen DNA repair memperbaiki DNA yang rusak, sebelum siklus sel berlanjut ke fase sintesis dan replikasi DNA. Disfungsi gen p53 mengakibatkan disfungsi mekanisme DNA repair, sehingga DNA yang rusak tidak sempat diperbaiki bahkan direplikasi pada fase S dan diwariskan pada sel-sel turunannya. Disfungsi gen ini walaupun tidak selalu langsung menyebabkan transformasi ganas, mengakibatkan ketidakstabilan genetik. Mutasi lebih dari satu gen menyebabkan sel tumbuh lebih tidak terkendali dibanding mutasi satu gen saja. Ekspresi gen abnormal secara berlebihan dikaitkan dengan kecenderungan invasi atau metastasis, sedang bila hal itu terjadi pada kasus-kasus tenang atau remisi, merupakan indikasi bahwa penyakitnya menjadi progresif. Dengan demikian, identifikasi mutasi gen pada lokasi tertentu dapat digunakan sebagai parameter prognosis, bahkan sebagai prediktor kecenderungan ganas.

BAB IV

METODA PEMERIKSAAN LABORATORIUM

PETANDA TUMOR SPESIFIK

ENZIM

Dengan beberapa pengecualian, peningkatan enzim atau isoenzim tidak cukup spesifik atau sensitif untuk digunakan mengidentifikasi tipe kanker atau keterlibatan organ yang spesifik. Dulu enzim digunakan sebagai petanda tumor sebelum ditemukan antigen onkofetal dan antibodi monoklonal. Abnormalitas enzim sebagai petanda kanker diekspresikan sebagai bentuk fetal dari enzim (isoenzim) atau produk ektopik enzim.

Konsentrasi enzim lebih tinggi di dalam sel. Enzim dilepas ke sirkulasi sistemik sebagai hasil dari nekrosis tumor atau perubahan permeabilitas membran sel kanker. Kenaikan kadar enzim juga terdapat pada sumbatan duktus biliaris atau pankreas seperti pada insufisiensi renal. Lokasi intraseluler enzim menentukan nilai pelepasan. Kebanyakan enzim tidak unik untuk suatu organ spesifik. Sehingga enzim lebih pantas disebut petanda tumor non spesifik.

Isoenzim dan berbagai bentuk enzim menambah kespesifikan organ. Enzim secara tradisional diukur dengan aktivitasnya. Dengan intruduksi teknik antibodi, beberapa enzim seperti PSA, diukur sebagai antigen protein daripada aktivitas enzimnya.

Alkaline Phosphatase

Alkaline phosphatase dihasilkan dari hati, tulang atau plasenta. Alkaline phosphatase dalam serum dewasa normal berasal dari hati atau traktus biliaris. Kenaikan kadar alkaline phosphatase hepar terlihat pada kanker hati primer atau sekunder. Kadar ini berguna untuk mengevaluasi metastase kanker yang melibatkan tulang dan hati. Pada metastase hepar, kadar serum alkaline phosphatase mempunyai korelasi yang lebih baik daripada tes fungsi hati yang lain. Keganasan yang lain seperti leukemia, sarkoma dan limfoma dengan komplikasi adanya infiltrasi ke hati juga bermanifestasi dengan kenaikan kadar alkaline phosphatase.

Kenaikan terbesar alkaline phosphatase yang berasal dari tulang terdapat pada lesi osteoblastik seperti pada kanker prostat dengan metastase ke tulang. Kenaikan minimum terdapat pada lesi osteolitik, seperti kanker payudara dengan metastase ke tulang.

Placental alkaline phosphatase (PALP) disintesa oleh trofoblas dan meningkat dalam serum wanita hamil. PALP ditemukan pertama kali sebagai isoenzim Regan oleh Fishman dkk. PALP meningkat pada bermacam-macam keganasan seperti kanker ovarium, paru, trofoblas dan gastrointestinal, seminoma dan penyakit Hodgkin.

Creatinin Kinase

Enzim kreatinin kinase 1 (CK1) terdapat di otak, prostat, traktus gastrointestinal, paru, kandung kemih, uterus dan plasenta. Peningkatan kadar CK1 terdapat pada Ca prostat dan small cell carcinoma pada paru. Meskipun kadarnya juga meningkat pada keganasan lain seperti payudara, kolon, ovarium, lambung, penggunaan klinik CK1 memerlukan penelitian lebih lanjut.

Laktat Dehidrogenase

Laktat dehidrogenase (LD) adalah enzim dalam proses glikolitik dan dihasilkan sebagai hasil kerusakan sel. Kenaikan laktat dehidrogenase pada keganasan tidak spesifik. Terdapat pada bermacam-macam kanker termasuk hepar, nonseminomatous germ cell testicular, payudara, kolon, lambung, kanker paru, limfoma non Hodgkin, leukemia akut, seminoma dan neuroblastoma. Kadar serum laktat dehidrogenase berhubungan dengan massa tumor pada tumor jaringan padat (solid tumor) dan sebagai indikator prognostik untuk progresi penyakit. Nilai dalam monitoring terapi lebih terbatas. Isoenzim hanya memberikan spesifisitas marginal untuk keterlibatan organ. Sebagai contoh, kenaikan LD5 berhubungan dengan metastase ke hepar. Kenaikan LD5 dalam cairan spinal merupakan indikasi awal adanya metastase ke SSP.

Neuron-Specific Enolase

Neuron-specific enolase (NSE) adalah bentuk yang ditemukan di jaringan saraf dan sel sistem neuroendokrin, jaringan APUD (amine precursor uptake and decarboxylation). Ditemukannya NSE dalam tumor berhubungan dengan neuroendokrin yang berasal dari SLCC (small cell lung cancer), neuroblastoma, pheochromocytoma, carcinoid, karsinoma medulare tiroid, melanoma dan tumor endokrin pankreas.

Kadar serum NSE diukur dengan RIA. Batas atas normal adalah 12,5 (g/ml. Pada pasien SCLC sensitivitasnya adalah 80 %. Spesifisitasnya paling tidak 80% - 90%. Kadar NSE berhubungan dengan stadium dan digunakan untuk prognosis dari progresi penyakit. Nilai NSE dalam mendeteksi kekambuhan penyakit tidak terbukti. NSE digunakan dalam monitoring kemoterapi dan berhubungan dengan derajat penyakit. Immunostaining NSE juga digunakan untuk diferensial diagnosis antara SCLC dan histologikal karsinoma tipe lain.

Anak-anak dengan neurublastoma tahap lanjut, lebih dari 90% dilaporkan terjadi kenaikan kadar serum NSE. Kadar NSE yang tinggi dihubungkan dengan prognosis yang jelek. Monitoring terapi menggunakan NSE adalah kontroversial, terutama spesifisitas respeknya terhadap jaringan. Kenaikan kadar NSE pada anak dengan neurublastoma stadium IV dihubungkan dengan outcome yang buruk

Prostatic Acid Phosphatase

Prostatic acid phosphatase (PAP) pertama kali digunakan sebagai petanda tumor pada tahun 1938. Meskipun konsentrasi massa PAP dapat diukur dengan RIA, metode pilihan untuk mengukur PAP adalah dengan aktivitas enzimatiknya. Bahan yang biasa digunakan adalah thymolphthalein monophosphate dan (-naphthol phosphate. Kenaikan serum PAP terlihat pada keadaan ganas seperti seperti sarkoma osteogenik, multipel mieloma dan metastase kanker ke tulang. Peningkatan juga terjadi pada keadaan jinak seperti BPH, osteoporosis dan hiperparatiroidism.

Penggunaan klinik PAP digantikan oleh PSA (prostate-specifik antigen). PAP tidak sesensitif PSA untuk skrining dan deteksi dini kanker. Penggunaan klinik PAP dibatasi untuk konfirmasi metastase kanker prostat dan stadium kanker prostat.

Prostate-Specifik Antigen

Prostate-specifik antigen (PSA) adalah satu dari petanda tumor yang spesifik yang dapat digunakan untuk mendiagnosis kanker. Kanker prostat adalah kanker terbanyak pada pria usia tua. Jika dapat terdeteksi dini, potensial untuk disembuhkan dengan radikal prostatektomi.

Biokimia

PSA ditemukan oleh Hara dkk tahun 1971. Mereka menyebutnya seminal plasma protein (-seminoprotein. Di tahun 1979, Wang dkk memurnikan protein dari jaringan prostat dan menyebutnya prostate-specific antigen. PSA ditemukan di jaringan prostat normal, benigna, hiperplastik dan maligna, tapi tidak ditemukan di jaringan yang lain. (-seminoprotein dan PSA mempunyai struktur biokimia yang hampir sama. PSA adalah rantai tunggal glikoprotein dengan 7% karbohidrat dan serin protease dari golongan kallikrenin. Mempunyai aktivitas seperti chymotrypsin dan trypsin.

Fisiologi

Di darah, PSA terdapat dalam 2 bentuk : (1) komplek komponen mayor dengan protein inhibitor: (1-anti chymotrypsin ( BM 80.000 90.000 ) atau (2-makroglobulin, dan (2) komponen bebas minor (BM 30.000). Nilai klirens metabolik PSA mengikuti eliminasi kinetis yang pertama. Karena waktu paruh panjang (2-3 hari), dibutuhkan 2-3 minggu bagi PSA kembali ke baseline setelah prosedur tertentu. Prosedur ini meliputi biopsi transrektal, USG transrektal, TURP ( Transurethral Resection of the Prostate ), dan radikal prostatektomi. Prostatitis dan retensi urin akut juga dapat meningkatkan konsentrasi PSA. Meskipun pemeriksaan rektal secara digital tidak mempunyai efek klinik penting terhadap kadar PSA, pada beberapa pasien terlihat kenaikan dua kali lipat. Kadar serum PSA tidak dipengaruhi variasi diurnal maupun sirkadian.

Metode

Beberapa immunoassay tersedia secara komersial. Awalnya banyak studi menggunakan pemeriksaan Proscheck dari Yang Labs. Penggunaan klinik pemeriksaan ini harus disetujui FDA ( Food and Drug Administration ). Ada 4 pemeriksaan yang disetujui FDA yaitu : Tandem-R atau Tandem-E immunometric assay dari Hybritech Inc, Imx immunometric assay (MEIA) dari Abbot Laboratories, AIA-1200 immunometric assay dari Tosoh Inc, dan ACS-180 chemiluminescent assay dari Ciba Cornig Diagnostics.

Karena tidak ada standar internasional untuk PSA, banyak pabrik mengkalibrasikan pemeriksaan mereka dengan Hybritech. Kecuali Yang assay, dimana hasilnya 50% lebih tinggi dibanding metode lainnya. Meskipun pada umumnya hasilnya hampir sama, keempat assay yang disetujui FDA ini menghasilkan hasil yang berbeda pada masing masing pasien. Penyebab ketidaksesuaian ini mungkin karena perbedaan komponen reagen seperti kalibrator, acuan, dan antibodi yang digunakan; waktu inkubasi; dan pengukuran molekul bebas dan komplek PSA. Faktor lain meliputi konsistensi suhu, variasi reagen, dan perbedaan instrumen.

Aplikasi Klinik

1. Deteksi dini kanker prostat

Tes PSA saja tidak efektif untuk skrining dan deteksi dini kanker prostat karena PSA spesifik untuk jaringan prostat tapi tidak untuk kanker prostat. BPH (Benign prostatic Hyperplasia) adalah penyakit yang umum terjadi pada pria berumur 50 tahun atau lebih. Nilai PSA pada BPH dan kanker prostat sering tumpang tindih, sehingga tidak mungkin menggunakan PSA untuk membedakan keduanya. Sensitivitas PSA adalah 78% pada cut-off value 4,0 (g/L. Dengan menurunkan cut-off value 2,8(g/L, sensitivitas meningkat menjadi 92%, sedang spesifisitas turun 33% - 23%. Dengan menaikan cut-off value 8 (g/L, spesifisitas menjadi 90%. Dengan analisa ROC, PSA adalah prediktor yang lebih baik dibanding PAP untuk diagnosis kanker prostat. Penggunaan PSA bersama dengan pemeriksaan digital rektal, diikuti USG transrektal, memberikan diagnosis yang lebih akurat dan sensitif dibanding hanya pemeriksaan digital.

Pendekatan lain untuk meningkatkan penggunaan PSA untuk deteksi dini kanker prostat adalah mengukur kenaikan nilai PSA secara serial. Pria usia > 50 tahun disarankan untuk diperiksa PSA untuk mendapatkan nilai dasar sehingga peningkatan awal dapat dideteksi. Dengan menetapkan nilai dasar PSA pada masing-masing pasien, kenaikan nilai PSA dapat dihitung. Kenaikan PSA pda orang sehat, BPH, dan penderita kanker prostat berbeda-beda dengan harga tertinggi ( > 0,75 (g/L /tahun ) terdapat pada penderita kanker prostat. Pendekatan lain adalah menggunakan densitas PSA ( yaitu membagi konsentrasi PSA dengan volume prostat yang ditentukan dengan USG transrektal ). Pasien dengan PSA antara 4 10 (g/L, hasil digital rektalnya negatif, dan terjadi kenaikan densitas PSA mempunyai resiko kanker prostat yang meningkat.

2. Penentuan derajat/stadium kanker prostat

PSA digunakan untuk menentukan derajat klinik kanker prostat dari A sampai D2. Kadar PSA yang lebih tinggi atau kenaikan konsentrasi PSA, menandakan stadium lanjut. Namun tes PSA tidak dapat untuk menentukan stadium pada masing-masing individu.

PSA juga dihubungkan dengan derajat patologi dan metastase. Stadium lanjut secara patologi ditandai dengan kadar PSA yang lebih tinggi dalam serum. Karena terjadi tumpang tindih nilai PSA pada masing-masing stadium penyakit, pengukuran PSA tidak dapat digunakan untuk menentukan derjat patologikal pada masing-masing individu. PSA sendiri tidak dapat digunakan untuk menentukan apakah kanker prostat masih terbatas pada organ atau berubah sehingga perlu dilakukan radikal prostatektomi. Kadar PSA dapat digunakan sebagai panduan dan lebih berguna dalam evaluasi metastase. Pasien dengan kadar PSA kurang dari 20 (g/L jarang mengalami metastase ke tulang. Penelitian menunjukkan bahwa PSA dapat menggantikan radionuclide bone scan pada pasien yang baru didiagnosis tanpa terapi kanker prostat, yang mempunyai konsentrasi serum PSA rendah ( < 10 (g/L ) dan tidak mempunyai gejala yang berhubungan dengan sistem skeletal.

3. Monitoring terapi

Penggunaan klinik terbanyak PSA adalah dalam monitoring terapi definitif kanker prostat, yang meliputi radikal prostatektomi, terapi radiasi dan terapi antiandrogen.

Radikal prostatektomi adalah operasi pengangkatan seluruh jaringan prostat. Mengikuti operasi ini, kadar PSA turun di bawah batas yang dapat diperiksa. Hal tersebut membutuhkan waktu 2-3 minggu untuk waktu paruh PSA 2-3 hari. Jika waktu paruh lebih lama dari normal, harus diasumsikan bahwa ada sisa tumor. Follow up pasien setelah operasi harus dikonfirmasikan dengan penemuan ini. Disarankan pemeriksaan PSA dilakukan tiap 3 bulan dalam 1 tahun pertama paska operasi, selanjutnya tiap 4 bulan di tahun kedua, dan tiap 6 bulan pada tahun sesudahnya. Nilai kenaikan PSA bervariasi pada tiap-tiap institusi dengan range antara 0,2 0,6 (g/L. Pada beberapa kasus, kenaikan kadar PSA setelah radikal prostatektomi merupakan indikator kuat adanya kekambuhan penyakit. Waktu antara peningkatan konsentrasi PSA dengan terjadinya kekambuhan adalah antara 15 tahun.

Peranan PSA dalam monitoring setelah terapi radiasi definitif kurang baik dibanding dengan monitoring setelah radikal prostatektomi. Sebagian besar pasien awalnya menunjukan penurunan kadar PSA setelah terapi radiasi. Setelah 1 tahun, separo penderita memperlihatkan kenaikan kadar PSA. Kebanyakan dari pasien ini hasil biopsinya positif dan mengalami metastase. PSA lebih baik dalam mendeteksi sisa kanker setelah terapi radiasi dibanding pemeriksaan rektal secara digital.

Terapi antiandrogen meliputi bilateral orchiectomy dan pengobatan dengan analog LHRH (luteinizing hormone-releasing hormon), dietistilbestrol dan flutamide. Tes PSA berguna untuk memperkirakan prognosis dan monitoring respon terhadap terapi antiandrogen pada pasien kanker prostat stadium D2. Kadar PSA berbanding terbalik secara proporsional dengan umur harapan hidup, meningkat pada progresi kanker, menurun pada remisi kanker, dan tidak berubah pada penyakit yang menetap.

Penghentian terapi androgen mempunyai efek langsung terhadap kadar PSA yang mana tidak tergantung pada efek anti tumor. Produksi PSA dipengaruhi oleh hormon seperti dihidrotestosteron. Sehingga kadar PSA pasien yang mendapat terapi antiandrogen mempunyai arti yang berbeda dengan pasien yang mendapat terapi tipe lain.

HORMON

Lebih dari setengah abad hormon dikenal sebagai petanda tumor. Dengan adanya immunoassay dan penggunaan antibodi monoklonal, pengukuran hormon dalam kanker terbagi menjadi 2 bagian. Pertama, jaringan endokrin yang dalam keadaan normal memproduksi hormon. Kedua, hormon dapat dihasilkan oleh jaringan nonendokrin yang dalam kondisi normal tidak menghasilkan hormon; keadaan ini disebut ectopic syndrome. Contohnya, ACTH (adenocorticotropic hormon) diproduksi secara normal oleh hipofise dan secara ektopik oleh small cell. Kenaikan kadar hormon bukan merupakan diagnostik kanker yang spesifik, karena hormon dapat diproduksi oleh bermacam-macam kanker.

APUDoma adalah kelompok tumor embriologikal dari organ endokrin APUD singkatan dari Amine Precusor Uptake and Decarboxylase. Sel APUD mempunyai jaringan saraf dan endokrin. Jaringan ini mensintesa hormon polipeptida seperti ACTH, kalsitonin, gastrin, glukagon, insulin, melanocyte stimulating hormone, sekretin dan vasoactive intestinal polypeptide. Frekuensi produksi hormon berhubungan dengan derajat hubungan embriologikal jaringan asal kanker dengan jaringan lain dalam sistem APUD.

Adrenocorticotropic Hormone (ACTH)

Baik ACTH (39 asam amino, BM 4.500) dan prekusornya yaitu proACTH (BM 22.000) dapat dihasilkan oleh tumor. Pro-ACTH memakai + 5% bioaktivitas dan imunoaktivitas. RIA tradisional mengukur prekusor dan hormon. Penggunaan immunometric assay spesifik untuk ACTH.

Peningkatan kadar ACTH adalah hasil produksi hipofise dan organ ektopik. Tahun 1928, Brown menggambarkan penderita dengan small cell carcinoma paru yang mempunyai tanda dan gejala kelebihan kortisol, yang kemungkinan besar disebabkan oleh produk ektopik ACTH. Kadar ACTH yang tinggi ( > 200 ng/L ) berasal dari jaringan ektopik. Kegagalan tes supresi deksametason juga mengindikasikan adanya produk ektopik. Kurang lebih separo produk ektopik ACTH adalah hasil carcinoma small cell paru. Kondisi lain yang meningkatkan kadar ACTH adalah kanker pankreas, payudara, gaster dan kanker kolon, juga keadaan jinak seperti COPD ( chronic obstructive pulmonary disease ), depresi mental, obesitas, hipertensi, DM dan stres. Nilai ACTH dalam memonitor terapi tidak jelas .

Kalsitonin

Kalsitonin adalah peptida dengan 32 asam amino dan BM + 3.400. Diproduksi oleh sel C tiroid. Normalnya kalsitonin disekresi sebagai respon terhadap peningkatan kalsium. Kalsitonin akan menghambat release kalsium dari tulang dan menurunkan kadar serum kalsium. Waktu paruh serum adalah + 12 menit. Kadar pada orang sehat < 0,1 (g/L. Peningkatan kadar biasanya dihubungkan dengan karsinoma medula tiroid.

Kalsitonin sangat berguna dalam deteksi karsinoma medula tiroid familial, yang merupakan kelainan autosomal dominan. Anggota keluarga yang tidak menunjukan gejala memperoleh manfaat dari skrining kalsitosin karena nilai basalnya meningkat pada masing-masing orang. Tes provokatif dengan mengunakan kalsium dan pentagastrin intravena juga meningkatkan kadar kalsitonin. Malignansi secara mikroskopik dideteksi pada penderita yang mempunyai scan radio isotop negatif dan pada pemeriksaan fisik kelenjar tiroidnya normal.

Kadar kalsitonin digunakan sebagai indikator meluasnya volume tumor dan keterlibatan tumor pada metastase lokal dan jauh. Kalsitonin berguna untuk monitoring terapi dan deteksi kekambuhan penyakit.

Kadar kalsitonin juga ditemukan meningkat pada beberapa pasien carcinoid, kanker paru, payudara, ginjal, dan hati. Kegunaan kalsitosin sebagai petanda tumor pada keganasan tidak dapat dipercaya. Kenaikan kalsitonin dilaporkan pada kondisi nonmaligna seperti penyakit paru, pankreatitis, hiperparatiroidism, anemia pernisiosa, penyakit Paget di tulang, dan kehamilan.

Human Chorionic Gonadotropin ( HCG )

Biokimia

HCG adalah glikoprotein yang disekresi oleh sel sycytiotrophoblas pada plasenta normal. HCG terdiri dari 2 jenis subunit yaitu ( dan (. Subunit ( umum terdapat pada hormon LH (luteinizing hormone), FSH (follicle stimulating hormone) dan TSH (thyroid stimulating hormone). Subunit ( khas untuk HCG dan ujung carboxylnya bersifat antigenik. HCG mempunyai BM 45.000.

Fisiologi

Kenaikan kadar HCG terlihat pada kehamilan, penyakit trophoblas, dan beberapa tumor germ cell (lihat bab 18 untuk diskusi HCG dan kehamilan). Kadar tertinggi HCG (> 1 juta IU/L) terlihat pada tumor trophoblas. Peningkatan sedang terdapat pada tumor germ cell terutama nonseminomatous testicular carcinoma.

Produksi subunit HCG dibawah kontrol genetik. Perbedaan produksi subunit diobservasi pada penderita knker. Namun hanya sedikit jumlah penderita yang menghasilkan hanya subunit bebas saja. Kebanyakan penderita kanker menghasilkan baik subunit ( yang bebas dan dalam molekul.

Metode

Pengukuran serum HCG yang spesifik untuk subunit ( dan tanpa reaksi silang dengan hormon glikoprotein lainnya seperti LH, FSH dan TSH, dilakukan pada tahun 1970-an. Sebagian besar pemeriksaan HCG menggunakan format immunometric (sandwich). Pemeriksaan HCG mengukur whole molecule dimana antibodi untuk subunit ( dan ( digunakan dalam format immunometric. Tipe assay ini tidak mengukur subunit ( dan ( yang karena bebas tidak dapat dibentuk sadwidch dengan 2 antibodi. Total ( HCG assay mengukur HCG intact dan subunit ( bebas. Sebagai petanda tumor, total ( HCG assay lebih disukai, karena yang dihasilkan oleh kanker signifikan dengan jumlah subunit ( bebas. Tidak ada satupun pemeriksaan HCG komersial yang disetujui oleh FDA untuk digunakan sebagai pemeriksaan petanda tumor.

Aplikasi klinik

Peningkatan kadar HCG terjadi hampir pada semua pasien dengan tumor trophoblastik, 70% diantaranya dengan nonseminomatous testicular tumor, lainnya dengan seminoma. Peningkatan yang rendah dilaporkan pada kasus melanoma dan kanker payudara, traktus GI, paru dan overium, juga pada keadaan jinak seperti sirosis, ulkus duodenalis dan radang perut. HCG juga berguna untuk identifikasi tumor trophoblastik, bersama dengan AFP, dalam deteksi nonseminomatous testicular tumor.

Kadar HCG berkorelasi dengan volume tumor dan prognosis penyakit. Keberadaan HCG pada seminoma dapat mengindikasikan adanya choriocarcinoma. Karena HCG tidak dapat melewati barier otak, ratio cairan serebrospinal : serum adalah 1 : 60. Kadar yang tinggi dalam cairan serebrospinal mengindikasikan adanya metastase ke otak. Respon terhadap terapi penderita dengan metastase sistem saraf pusat dapat ditunjukkan dengan monitoring kadar HCG.

HCG sangat berguna untuk monitoring pengobatan dan prognosis penyakit trophoblastik. Kadar HCG berkorelasi dengan volume tumor. Penderita dengan kadar HCG awal lebih besar dari 400.000 IU/L mempunyai resiko tinggi kegagalan terapi. Setelah operasi pengangkatan tumor, kadar HCG diharapkan turun. Waktu paruh normal serum HCG antara 12 20 jam. Penurunan yang lambat atau kadar yang menetap menunjukan adanya kekambuhan penyakit. Setelah kemoterapi direkomendasikan pengukuran HCG mingguan. Setelah remisi dianjurkan pengukuran HCG tahunan untuk mendeteksi kekambuhan. Deteksi batas pemeriksaan sangatlah penting, aktivitas sisa HCG mengindikasikan adanya tumor. Spesifisitas subunit ( juga salah satu faktor, reaktivitas silang pada kadar rendah dengan LH atau FSH dapat menyebabkan hasil positif palsu.

ANTIGEN ONKOFETAL

Penemuan ( - fetoprotein (AFP) dan carcinoembrionic antigen (CEA) di tahun 1960-an membuat revolusi pada era modern petanda tumor. AFP ditemukan pertama kali dari serum tikus dengan kanker hati oleh Abelev dkk dan sesudahnya di serum manusia dengan karsinoma hepatoseluler. CEA ditemukan oleh Gold dan Freeman.

Antigen onkofetal adalah produk produk protein selama periode fetal. Protein ini ada dalam konsentrasi tinggi dalam serum fetus dan menurun atau hilang setelah lahir. Pada penderita kanker, protein ini muncul lagi.

( - Fetoprotein (AFP)

Biokimia

AFP adalah petanda untuk karsinoma hepatoseluler dan komponen yolk sac dari karsinoma germ cell. AFP adalah glikoprotein dengan BM 70.000. Mengandung rantai polipeptida tunggal dan 4% karbohidrat. AFP disintesa dalam jumlah besar selama periode embriogenik oleh hati dan yolk sac janin.

Metode

Serum AFP dapat ditentukan dengan immunometric assay baik menggunakan label radioaktif ataupun enzim. Sistem immunoassay otomatis untuk mengukur AFP telah tersedia. Batas deteksi AFP dengan immunoassay adalah 1-2 (g/L.

Aplikasi klinik

Pada dewasa sehat kadar serum AFP kurang dari 10 (g/L. Disamping kehamilan, kenaikan kadar AFP dihubungkan dengan keadaan jinak pada hati seperti hepatitis dan sirosis. Sebagian besar penderita dengan penyakit jinak ini (95%) mempunyai kadar AFP lebih rendah dari 200 (g/L. Kadar AFP lebih dari 1.000 (g/L menandakan adanya kanker. Pada kadar ini, kurang lebih setengah karsinoma hepatoseluler dapat dideteksi. Karena kadar AFP berhubungan dengan ukuran tumor, deteksi karsinoma hepatoseluler lebih berguna pada stadium awal ketika tumor masih cukup kecil untuk diangkat ( 10 (g/L) seperti kadar serum bilirubin lebih dari 2 mg/dl, dihubungkan dengan kelangsungan hidup yang lebih pendek. Kenaikan kadar AFP yang signifikan pada penderita menunjukkan adanya perkembangan metastase.

Kadar AFP adalah indikator yang baik untuk monitoring terapi dan perubahan status klinik. Kenaikan kadar AFP setelah operasi menandakan pengangkatan tumor yang tidak komplet atau adanya metastase. Turun atau naiknya AFP setelah terapi dapat memprediksi kesuksesan atau kegagalan pengobatan.

Kombinasi penggunaan AFP dan HCG berguna dalam klasifikasi dan staging tumor germ cell. Tumor germ cell dapat didominasi oleh satu tipe sel atau campuran dari seminoma, yolk sac, koriokarsinomatous (ca embrional) atau teratoma. AFP meningkat pada tumor yolk sac, sedang HCG meningkat pada koriokarsinoma. Keduanya meningkat pada karsinoma embrional. Pada seminoma, AFP tidak meningkat, sedang HCG meningkat pada 10% - 30% pasien yang mempunyai tumor dengan sel syncytiotrophoblastic. Pada teratoma keduanya tidak meningkat. Satu atau kedua marker ini meningkat pada 90% pasien nonseminomatous testicular tumor. Kenaikan ditemukan kurang dari 20% pada penderita stadium I, 50% - 80% pada stadium II dan 90% - 100% pada stadium III. Petanda ini berhubungan dengan volume tumor dan prognosis penyakit.

Kombinasi penggunaan kedua petanda juga berguna dalam monitoring tumor germ cell; kenaikan kedua petanda menandakan rekurensi penyakit atau metastasis. Keberhasilan kemoterapi dapat dinilai dengan menghitung penurunan kadar kedua petanda dengan nilai paruh AFP (5 hari) dan HCG (12 20 jam).

Carcinoembryonic Antigen (CEA)

CEA adalah petanda untuk karsinoma kolorektal, traktus GI, paru dan payudara. CEA ditemukan oleh Gold dan Freeman tahun 1965. Kelinci diimunisasi dengan ekstrak jaringan kanker manusia, dan antisera yang dihasilkan diserap dengan ekstrak jaringan kolon manusia yang normal. Antigen, yang juga ditemukan dalam jaringan embrional, dinamakan carcinoembryonic antigen (CEA).

Biokimia

CEA terdiri dari sejumlah besar glikoprotein permukaan sel. CEA terdiri dari 10 gen yang terletak di kromosom 19. Hingga 36 glikoprotein yang berbeda dapat diidentifikasi pada CEA. Protein mayor CEA dan NCA 50 (non specific cross-reaching antigen). Struktur CEA, NCA 50 dan rantai berat ( Ig G adalah serupa. Sehingga CEA adalah bagian dari imunoglobulin.

CEA adalah glikoprotein dengan massa molekul 150 300 kd, mengandung 45% - 55% karbohidrat. Merupakan rantai polipeptida tunggal yang terdiri dari 641 asam amino dengan lisin pada posisi N-terminal. Heterogenitas CEA dapat diperlihatkan dengan isoelektrik untuk memisahkan variannya.

Metode

Immunometric assay dengan antibodi monoklonal atau poliklonal atau kombinasi keduanya adalah metode pilihan untuk mengukur serum CEA.

Aplikasi KlinikPada populasi sehat, nilai CEA adalah 3 (g/L untuk non perokok dan 5 (g/L untuk perokok. Karena pengukuran kadar CEA adalah metoda tergantung, maka nilainya harus selalu dibandingkan dengan metode yang sama. Jika mengubah metode, semua pasien yang telah dimonitor dites dengan kedua metode baik yang lama dan baru. Kadar CEA meningkat pada pasien dengan keadaan jinak seperti sirosis (45%), emfisema paru (30%), polip rektal (5%), penyakit jinak payudara (15%) dan kolitis ulceratif (15%).

Kadar CEA naik pada bermacam-macam kanker seperti kanker kolorektal (70%), paru (45%), lambung (50%), payudara (40%), pankreas (55%), ovarium (25%) dan uterus (40%). Karena peningkatan berhubungan penyakit jinak (hasil positif palsu) dan sejumlah tumor yang tidak menghasilkan CEA (hasil negatif palsu) maka CEA tidak dapat digunakan untuk skrining.

Tes CEA digunakan sebagai tambahan penentuan stadium klinik. Kenaikan kadar yang menetap 5 10 kali diatas nilai rujukan menandakan adanya kanker kolon tapi dapat juga dengan kanker lain. Pada kanker kolon, kadar CEA berhubungan dengan stadium penyakit. Kadar CEA meningkat pada 28% penderita ca kolorektal stadium A Duke dan 45% penderita stadium B. Kadar CEA yang tinggi sebelum pengobatan dihubungkan dengan kemungkinan besar terjadinya metastasis. Fakta terbaru menyebutkan bahwa CEA adalah molekul yang dapat melekat di sel yang potensial menyebabkan invasi dan metastase.

Kadar CEA menurun setelah keberhasilan terapi awal. Selama remisi, kadar CEA menetap. Kenaikan CEA manandakan rekurensi penyakit. Waktu dari kenaikan CEA sampai rekurensi + 5 bulan. Laparotomi ulang dapat dilakukan untuk konfirmasi kekembuhan, yang terdeteksi pada 90%. Dalam monitoring metastase kanker kolon, CEA berguna untuk mengikuti penderita menjalani keseluruhan terapi dan perjalanan klinik penyakit.

CEA juga digunakan untuk monitoring kanker payudara, paru, gaster dan pankreas. Pada kanker payudara kenaikan CEA dihubungkan dengan metastase penyakit. Kanker payudara tahap awal atau terlokalisir tidak memperlihatkan peningkatan CEA. CEA paling berguna untuk monitoring metastase kanker payudara selama terapi dan deteksi perkembangan metastase ke tulang atau paru. Untuk kanker payudara, CEA dapat diganti dengan petanda yang lain yang lebih spesifik seperti CA 15-3. Pada kanker paru, CEA membantu diagnosis kanker paru non small cell (> 65% penderita meningkat kadar CEAnya) dan monitoring kanker paru.

PETANDA KARBOHIDRAT

Petanda tumor karbohidrat adalah antigen pada permukaan sel tumor atau bahan yang disekresi sel tumor. Antibodi monoklonal digunakan untuk memeriksa antigen ini. Petanda ini mewakili generasi baru penggunaan klinik petanda tumor. Petanda karbohidrat lebih spesifik daripada enzim dan hormon. Petanda karbohidrat adalah mucin dengan berat molekul tinggi atau antigen golongan darah

Petanda Kanker Payudara

Petanda kanker payudara meliputi CA 15-3, CA 549, CA 27.29 dan MCA (mucin-like carcinoma-associated antigen); yang merupakan mucin dengan berat molekul besar yang dikeluarkan oleh epitel kelenjar payudara yang dikenal sebagai episialin.

Biokimia

CA 15-3 dideteksi dengan antibodi monoklonal murin (Mab) DF3 yang diproduksi oleh ekstrak membran kanker payudara manusia yang bermetastase ke hati. Antibodi monoklonal yang lain 115D8, dikembangkan dari membran globuler lemak susu manusia. DF3 adalah molekul dengan massa molekul 300 450 kd. Antibodi DF3 mengenali epitop dalam 20 sekuens asam amino dari inti peptida.

CA 549 adalah acidic glikoprotein dengan titik isoelektrik pada pH 5,2. Dengan sodium dodecyl sulfate / polyacrylamide gel elektroforesis, CA549 dapat dipisahkan menjadi 2 jenis dengan massa molekul 400 kd dan 512 kd. Satu antibodi monoklonal, IgG1 murin bernama BC4E549, didapat dengan mengimunisasi tikus dengan preparasi membran yang dimurnikan dari T417 sel tumor payudara manusia. Antibodi lainnya, BC4N154 (IgM murin), dikembangkan dari membran globuler lemak susu manusia.

CA 27.29 dideteksi dengan antibodi monoklonal B27.29 yang dihasilkan dari antigen asites dari penderita dengan kanker payudara yang bermetastase. Sekuens B27.29 overlap dengan sekuens DF3 yang digunakan dalam pemeriksaan C15-3.

MCA dikenali pada permukaan sel kanker payudara dengan antibodi monoklonal b-12. MCA adalah gliko protein dengan berat molekul 350.000. Epitop pada molekul ini juga dikenali oleh DF3 dan antibodi 115D8 pada pemeriksaan CA 15-3.

Aplikasi Klinik

Tidak ada satupun dari petanda ini yang dapat digunakan untuk mendiagnosis kanker payudara primer karena peningkatan kadarnya rendah. Masing-masing berguna dalam monitoring terapi dan progresi penyakit pada penderita dengan kanker payudara yang bermetastase. Perubahan CA 15-3 kurang dari 25% berhubungan dengan progresi penyakit pada 80% - 90% penderita dan regresi penyakit pada 70% - 80% penderita. Tidak adanya perubahan berhubungan dengan penyakit yang menetap pada 60% penderita. Berdasarkan sensitivitas dan spesifisitasnya, petanda ini dapat menggantikan penggunaan CEA pada metastase kanker payudara.

CA 125

Biokimia

CA 125 adalah petanda untuk karsinoma ovarium dan endometrial. Merupakan glikoprotein dengan massa molekul tinggi (> 200 kd ) yang dikenali dengan antibodi monoklonal OC 125. Mengandung 24% karbohidrat dan dihasilkan oleh epitel tumor ovarium dan jaringan normal lain yang berasal dari duktus mulleri. Fungsinya tidak diketahui. OC 125 adalah antibodi monoklonal yang dikembangkan oleh Blast dkk menggunakan OVCA 433 dari penderita dengan cysadenocarcinoma papillaria serosa dari ovarium.

Aplikasi klinik

CA 125 meningkat pada karsinoma nonovarian, termasuk endometrial, pankreas, paru, payudara dan kolorektal serta tumor traktus GI lainnya. Juga meningkat pada wanita saat fase folikuler pada siklus menstruasi dan keadaan jinak seperti sirosis, hepatitis, perikarditis, awal kehamilan dan endometriosis. CA 125 berguna dalam evaluasi status penyakit pada pasien dengan endometriosis tahap lanjut, tapi tidak berguna dalam skreening kanker ovarium pada populasi yang asimtomatik. Tidak dapat digunakan untuk membedakan kanker ovarium dengan keganasan lainnya.

Pada kanker ovarium, CA 125 meningkat pada 50% penderita stadium I, 90% pada stadium II dan lebih dari 90% pada stadium III dan IV. Kadar CA 125 berhubungan dengan ukuran tumor dan stadiumnya. CA 125 juga digunakan untuk membedakan kondisi benigna dan maligna pada penderita dengan ovarium yang teraba. Pembedaan ini penting karena operasi pada keganasan ovarium jauh lebih luas dibanding pada tumor jinak. Eintorn dkk meneliti 100 pasien yang menjalani laparotomi untuk masa adnexa yang teraba; ditemukan 23 diantaranya mengalami keganasan. Dengan cut-off value 45 kU/L, nilai prediktif untuk malignansi adalah : sensitivitas 78%, spesifisitas 95%, nilai duga positif 82 % dan nilai duga negatif 91%. Diferensiasi tumor tidak mempengaruhi kadar CA 125.

Kadar CA 125 preoperatif < 65 kU/L dihubungkan dengan angka harapan hidup lebih dari 5 tahun ( 42% ) dibandingkan kadar > 65% kU/L ( hanya 5% ). Kadar CA 125 postoperatif dan angka penurunannya juga dapat memprediksi harapan hidup. Waktu paruh normal CA 125 adalah 4,8 hari. Kelompok pasien dengan waktu paruh CA 125nya 22 hari dilaporkan respon kemoterapinya jelek dibanding kelompok lain yang waktu paruh CA 125nya 9 hari.

CA 125 berguna dalam deteksi sisa penyakit pada pasien kanker setelah terapi awal. Sensitivitas CA 125 untuk deteksi tumor sebelum laparotomi ulang adalah 50% dan spesifisitasnya 96%. Setelah kemoterapi, kadar CA 125 dapat mengindikasikan prognosis penyakit. Penurunan kadar CA 125 oleh faktor 10 setelah siklus kemoterapi pertama menunjukan adanya perbaikan. Kenaikan kadar CA 125 yang menetap setelah 3 siklus kemoterapi mengindikasikan prognosis yang jelek.

Dalam deteksi kekambuhan penyakit, penggunaan CA 125 sebagai indikator, akurasinya adalah 75%. Waktu yang dibutuhkan dari kenaikan kadar CA 125 sampai terdeteksinya gejala klinik kekambuhan adalah 3 4 bulan. CA 125 berkorelasi dengan progresi dan regresi penyakit pada 80% - 90% kasus.

Antigen Golongan Darah

Karbohidrat golongan darah diidentifikasi dengan antibodi monoklonal yang digunakan sebagai petanda kanker, seperti pada tabel 20-9. Meliputi CA 19-9 ( sialylated Le xa ), CA 50 ( sialylated Le x-1 , afocosyl form ), CA 72-4 ( sialyl Tn) dan CA 242 ( sialylated carbohydrase coexpressed with Ca 50 )

CA 19-9

CA 19-9 adalah petanda untuk kanker kolorektal dan pankreas. Antigen karbohidrat adalah glikolipid, yaitu sialylated lacto-N-fucopentose II ganglioside (atau sialylated Le a blood group antigen). Ekspresi antigen CA 19-9 membutuhkan produk gen Lewis, 1,4-fucosyl transferase. Disintesa secara normal oleh sel-sel pankreas dan duktus biliaris manusia, gaster, kolon, endometrial dan epitel kelenjar saliva. Dalam serum, terdapat sebagai mucin, komplek glikoprotein dengan massa molekul besar (200 1.000 kd). Pasien dengan genotip Le a-b- (+ 50%) tidak mengekspresikan CA 19-9. Antibodi monoklonal untuk CA 19-9 dikembangkan dari sel karsinoma kolon manusia, SW-1116, oleh Koprowski dkk.

CA 72-4

CA 72-4 adalah petanda untuk karsinoma traktus gastrointestinal dan ovarium. B72.3 adalah antibodi monoklonal yang dikembangkan dari fraksi membran kanker payudara dari penderita dengan metastase ke hati. Antigen reaktif B72.3 dimurnikan dan disebut TAG 72 (tumor-associarted glycoprotein). Purifikasi lebih lanjut TAG 72 dari LS-174T dari xenograft karsinoma kolon manusia menghasilkan generasi baru antibodi monoklonal dengan afinitas yang lebih tinggi. Antibodi ini ditandai dengan cc (singkatan dari colon carcinoma), digunakan dalam studi selanjutnya.

PROTEIN

Imunoglobulin monoklonal digunakan sebagai petanda multipel mieloma lebih dari 100 tahun. Paraprotein monoklonal muncul sebagai band yang tajam dalam area globulin pada pemeriksaan elektroforesis. Lebih dari 95% penderita multipel mieloma mempunyai pola elektroforesis. Kemunculan imunoglobulin monoklonal non maligna meningkat sesuai umur, mencapai 5% penderita berusia > 75 tahun. Band monoklonal non maligna biasanya lebih rendah konsentrasinya dibanding band maligna dan tidak berhubungan dengan protein Bence Jones. Protein Bence Jones adalah imunoglobulin monoklonal bebas rantai ringan dalam urin. Kadar imunoglobulin monoklonal pada diagnosis awal merupakan indikator prognosa dari progresi penyakit. Selama pengobatan, kadar konsentrasi serum dan protein Bence Jones urin memperlihatkan keberhasilan terapi.

RESEPTOR DAN PETANDA LAIN

Petanda tumor yang lain, meliputi katekolamin, poliamin, lipid-associated sialic acid, dan reseptor, digunakan secara klinik dengan bermcam-macam tingkat keberhasilan. Reseptor diukur dalam preparasi jaringan. Reseptor estrogen dan progesteron digunakan sebagai prediktor dari respon terapi hormonal pada kanker payudara. Kadar reseptor lebih besar dari 10 fmol/mg dari protein sitosol dipertimbangkan positif. Penderita dengan kadar reseptor estrogen dan progesteron positif, cenderung merespon terapi hormonal, sementara kadar negatif diterapi dengan cara lain (seperti kemoterapi). Reseptor hormon juga berfungsi sebagai faktor prognostik pada kanker payudara. Penderita dengan kadar reseptor positif cenderung mempunyai harapan hidup yang lebih panjang.

Reseptor estrogen dan progesteron dapat diukur dengan metoda dextran-coated charcoal atau antibodi monoklonal untuk reseptor. Metode dextran-coated charcoal menggunakan bidang Scatchard untuk membedakan slope (afinitas yang konstan) dan intercept (konsentrasi reseptor). Disarankan penggunaan multipel poin dalam menyusun bidang Scatchard. Pemeriksaan dengan single point digunakan oleh banyak laboratorium terutama jika ketersediaan jumlah jaringan untuk analisis hanya minimal. Antibodi monoklonal digunakan untuk mengikat reseptor. Kandungan reseptor ditentukan dengan membandingkannya dengan kalibrator yang telah diketahui. Kedua pemeriksaan ini memerlukan jaringan yang homogen dan ultrasentrifugasi dari ekstrak sebelum analisis.

PETANDA GENETIK

Pertumbuhan kanker adalah sifat sel yang dapat diwariskan dan merupakan hasil dari perubahan genetik. Perubahan genetik yang multipel dibutuhkan untuk transformasi sel dari kondisi normal ke kanker dan akhirnya metastase. Oleh karena itu evaluasi perubahan kromosomal mengisi gap yang ditinggalkan oleh petanda biokimia tradisional dalam memperlihatkan indeks resiko dan skrining untuk kanker.

Dua golongan gen yang terlibat dalam perkembangan kanker adalah onkogen dan gen supresor. Onkogen didapat dari proto-onkogen, yang diaktifkan oleh mutasi dominan. Tipe mutasi dapat berupa point mutation, insersi, delesi, translokasi atau inversi. Kebanyakan onkogen dihubungkan dengan keganasan hematologi seperti leukimia dan perluasan tumor solid. Golongan lain adalah gen supresor yang hanya diisolasi dari tumor solid. Onkogenitas gen supresor diperoleh dari hilangnya aktivasi. Delesi atau monosomi dapat sebabkan hilangnya gen supresor tumor.

Onkogen

Proto-onkogen adalah gen sel yang normal. Aktivasi proto-onkogen ditemukan berhubungan dengan kanker. Gen ini mengkode produk yang terlihat pada proses sel normal seperti diferensiasi. Onkogen terlibat dalam jalur signaling faktor pertumbuhan. Amplifikasi onkogen menunjukan pertumbuhan sel yang abnormal, yang menyebabkan keganasan. Lebih dari 40 proto-onkogen telah dikenal, hanya sedikit yang dapat digunakan sebagai petanda tumor.

Gen ras adalah gen yang mengkode tirosin kinase. N-ras ditemukan pada lengan pendek kromosom 1 manusia. Mutasi poin tunggal pada ras kodon ke 12 mengubah kode asam amino dari glisin menjadi valin pada protein p21. Kemunculannya merupakan tahap penting dalam karsinogenesis. Mutasi N-ras ditemukan dalam neuroblastoma dan lekemi myeloid akut. Ekspresi produk gen ras adalah p21 dievaluasi dalam kanker manusia. Ekspresi kadarnya dalam jaringan berhubungan dengan stadium atau grade tumor. Penelitian lain menunjukan tidak ada perbedaan yang bermakna antara tumor jinak dan ganas. Penggunaan p21 sebagai petanda tumor dalam jaringan atau serum tidak begitu baik. Mutasi onkogen ras dideteksi dalam DNA dari tinja pada 9 dari 15 penderita dengan tumor kolorektal.

Gen c-myc adalah proto-onkogen dari virus leukimia burung. Dia mengikat DNA dan terlibat dalam regulasi transkripsi. Produk gennya p62, terletak di nukleus sel yang bertransformasi, dan kadar c-myc berhubungan dengan kecepatan pembelahan sel. Aktivasi dan ekspresi c-myc berhubungan dengan sel T dan B limfoma, sarkoma, dan endotelioma. Amplifikasi carcinoma small cell paru dan glioma berhubungan dengan agresifitas klinik. Pada kanker kolon, hubungan terbalik ditemukan antara ekspresi c-myc dan progresi penyakit. Kadar serum c-myc digunakan untuk membedakan kanker dengan kondisi benigna.

Gen c-erb B-2 yang disebut HER-2 /neu memperlihatkan hubungan dengan tumor saraf (neu); produk gennya p65 serupa dengan reseptor faktor pertumbuhab epidermal. Amplifikasi c-erb B-2 ditemukan pada tumor payudara, overium dan traktus GI. Pada kanker payudara kemunculannya digunakan sebagai indikator prognostik harapan hidup, seperti ukuran tumor atau ekspresi reseptor estrogen dan progesteron, tapi tidak digunakan sebagai indikator jumlah nodus limfa yang termetastase.

Gen supresor

Penelitian gen supresor memberikan petunjuk perkembangan kanker dari sel normal menjadi benigna dan kanker dan adanya metastase. Perkembangan kanker kolon terdiri dari beberapa tahap yang melibatkan beberapa mutasi. Hilangnya gen pada kromosom 5 menyebabkan peningkatan pertumbuhan sel. Adenoma tahap awal dihubungkan dengan hilangnya grup metil pada rantai DNA. Dengan mutasi gen ras dan hilangnya gen DCC pada kromosom 18, adenoma berlanjut ke stadium akhir. Karsinoma ditemukan karena hilangnya gen p53 pada kromosom 17. Akhirnya metastase terjadi dengan hilangnya kromosom yang lain.

Hal terpenting adalah mutasi p53. Sejumlah mutasi yang berbeda pad p53 ditemukan pada kanker manusia. Native atau wild type p53 dipercaya mengontrol pembelahan sel dengan regulasi pada fase S, dengan cara p53 mengikat dan menginaktivasi protein sel yang dibutuhkan untuk replikasi DNA atau bertindak sebagai penekan pada transkripsi gen. Mutasi p53 menyebabkan sel bergerak melewati siklus sel dan memberikan konstribusi terhadap pertumbuhan tak terkendali dari kanker. Pada manusia gen ini terletak pada kromosom 17q. 75% - 80% karsinoma kolon menunjukan hilangnya alel p53 : pada satu delesi dan point mutation yang lain. Point mutation terbanyak terletak pada regio 4 dari produk protein ( residu 117-142, 171-181, 134-158 dan 270-286 ); dengan 3 hot spots yaitu 175, 248 dan 273. Mutasi selektif guanin ke timin ditemukan pada kodon 249 pada karsinoma hepatoseluler manusia, didapat dari penderita di daerah insidensi tinggi di Afrika dan Asia yang mendapat paparan aflatoksin.

Mutasi pada kodon 245 dan 258 ditemukan pada sindrom Li-Fraumeni, sebuah tipe sindrom autosomal dominan yang jarang, dari bermacam-macam neoplasma pada banyak tempat yang berbeda di dalam tubuh. Antibodi monoklonal untuk memutasikan protein p53 sekarang telah dikembangkan, dan pemeriksaan untuk mutasi p53 dapat diterapkan untuk menganalisa jaringan tumor di masa datang.

BAB V

PETANDA TUMOR YANG SECARA KLINIS PENTING

Pada umumnya petanda tumor dapat digunakan untuk diagnosis, prognosis dan monitoring efek terapi, juga menetapkan lokasi dan terapi. Idealnya petanda tumor dihasilkan oleh sel tumor dan terdeteksi di cairan tubuh, tidak terdapat pada orang sehat atau kondisi jinak. Sehingga dapat digunakan untuk skrening keberadaan kanker pada individu yang asimptomatik pada populasi yang umum. Sebagian besar petanda tumor terdapat pada jaringan normal, jinak dan kanker sehingga tidak cukup spesifik untuk skrening kanker. Namun jika insiden kanker tinggi dalam populasi tertentu, skrening bisa dilakukan.

1. Petanda tumor serologik

Dalam memanfaatkan dan menafsirkan hasil pengukuran kadar petanda tumor serologik ada beberapa kriteria yang perlu diperhatikan, yaitu sensitivitas dan spesifisitas, nilai rujukan atau kadar substansi bersangkutan pada populasi normal dan decision value yang membedakan lesi ganas dan jinak. Petanda tumor serologik yang ideal adalah substansi yang tidak diproduksi oleh sel jinak atau sel normal (spesifitas 100 %). Selain itu substansi itu harus dapat dideteksi sendiri mungkin dengan kadar yang dapat diukur (sensitifitas 100%), sehingga dapat digunakan sebagai skrening. Sampai saat ini belum ada satupun yang memiliki sifat-sifat ideal, beberapa menunjukkan korelasi dengan derajat penyebaran atau stadium kanker. Kendala lain, tidak setiap kanker organ yang sama menunjukkan petanda tumor yang sama. Sehingga sebagai besar petanda tumor serologik tidak dapat digunakan untuk skrening penderita yang asimptomatik dan sangat sedikit yang dapat digunakan untuk diagnosis. Manfaat paling penting untuk menentukan prognosis, memantau progresivitas dan respons setelah tindakan operasi, kemoterapi, radiasi atau terapi hormon. Untuk meningkatkan sensitivitas pada beberapa jenis keganasan digunakan kombinasi petanda ganas yang relatif spesifik secara multiparametrik.

Untuk evaluasi perubahan dan kadar petanda tumor pelu diketahui faktor-faktor invivo dan invitro yang mempengaruhi hasil penetapan kadar petanda tumor. Hal ini tergantung pada seberapa banyak ia disintesis, disekresikan ke dalam cairan tubuh dan diekskresikan melalui ginjal atau saluran cerna. Tergantung juga pada besar dan penyebaran tumor, suplai darah ke dalam tumor, katabolisme petanda tumor serta ada tidaknya gangguan ekskresi misal gagal ginjal, gagal hati dan kolestasis. Gaya hidup misal perokok berat dan peminum alkohol berpengaruh terhadap kadar CEA,. Pertimbangan pengaruh iatrogenik pada kadar PSA, misalnya setelah pemeriksaan rektum cara digital, sistokopi atau endoskopi, biopsi prostat dan kateterisasi, kadar PSA dapat meningkat.

Tidak ada jadwal baku untuk pengukuran petanda tumor serologik pada pemantauan hasil terapi, tetapi jadwal itu harus disesuaikan dengan keadaan masing-masing pasien. Paling penting adalah kinetik atau dinamika perubahan kadar petanda tumor selama perjalanan penyakit dan bukan semata-mata tinggi rendahnya kadar petanda tumor sewaktu. Secara umum jadwal pengukuran petanda tumor untuk pemantauan sebagai berikut : a/ Sebelum dilakukan pengobatan pertama atau bila ada perubahan pengobatan; b/ Setelah tindakan operasi atau permulaan terapi : 2-10 hari setelah terapi, bergantung pada masa paruh petanda tumor, dengan interval 3 bulan selama 1-2 tahun pertama, dengan interval 6 bulan pada tahun ke-3, ke- 4, dan ke-5; c/ Bila diduga ada relaps atau metastasis; d/ Bila dilakukan penentuan ulang stadium; e/ Bila pada pemantauan dijumpai peningkatan kadar petanda tumor, pemeriksaan diulang 2-4 minggu kemudian. Pada keadaan terakhir perlu dilakukan pemantauan dengan frekwensi lebih sering.

Sebagai pedoman dalam pemantauan kinetik petanda tumor, kadar petanda tumor harus turun bila terjadi regresi, meningkat bila kanker menjadi progresif dan menetap pada keadaan stabil. Kadar yang menurun secara konsisten merupakan indikasi keberhasilan terapi, sebaliknya bila meningkat atau menetap berarti terapi tidak efektif dan diperlukan pendekatan terapi lain. Lebih dari 50% kasus, perubahan kadar petanda tumor dapat mendeteksi progresivitas tumor 1-6 bulan lebih cepat dibanding metode diagnostik invasiv. Adanya relaps setelah terapi awal yang efektif dapat diduga bila kadar petanda tumor tidak turun hingga nilai rujukan dalam jangka waktu sesuai dengan waktu paruhnya dan kemudian meningkat kembali. TheWorking Group on Tumor marker criteria salah satu kelompok kerja dari The International Society for Oncodevelopmental Biology and Medicine (ISOBM) mengemukakan kriteria untuk menafsirkan perubahan kadar petanda tumor sebagai berikut : a/ Pada saat tidak diberikan terapi, peningkatan kadar petanda tumor secara linier pada 3 spesimen berturut-turut (biasanya dengan interval 3 bulan) harus dicatat dan diamati kemungkinan/kecenderungan kambuh. b/ Selama pemberian terapi, kinetik petanda tumor harus menggambarkan perkembangan tumor. Penurunan petanda tumor harus menggambarkan perkembangan tumor. Penurunan petanda tumor hingga 50 % saja dari kadar semula menunjukkan remisi parsial. c/ Penyakit yang menjadi progresif dapat diduga bila kadar petanda tumor meningkat sebanyak 25% dari kadar terakhir dan meningkat terus secara progresif. Peningkatan kadar petanda tumor harus dibuktikan dengan beberapakali pengukuran.

Karena sebagian petanda tumor serologik juga dapat diproduksi oleh sel jinak, diperlukan decision value yang dapat membedakan kanker dari lesi lunak. Decision value dapat bervariasi bergantung pada tujuan penentuannya. Apabila ingin mengidentifikasi kanker tertentu sebanyak mungkin, decision value petanda tumor dapat diturunkan dengan risiko mendapatkan lebih banyak hasil positif palsu. Sebaliknya bila ingin pasti bahwa diagnosis kanker itu benar, decision value harus ditentukan lebih tinggi, dengan risiko lebih banyak negatif palsu atau lebih banyak kasus yang tidak terdeteksi. Maka harus dipilih decision value yang paling optimal dan efisien dengan menggunakan kurva ROC (receiver operating characteristiks). Kurva ini merupakan diagram yang menggambarkan sensitivitas dan spesifisitas petanda tumor, atau menunjukkan jumlah positif benar dan positif palsu pada berbagai decision value. Berdasarkan ROC ini dipilih salah satu nilai yang paling efisien untuk menunjang diagnosis.

2. Petanda tumor seluler

Petanda tumor seluler dapat digunakan untuk menentukan jenis dan tingkat maturasi sel, bahkan petanda tumor seluler tertentu dapat digambarkan untuk deteksi dini dan penentuan diagnosis.

Klasifikasi dan subklasifikasi leukemia

Penentuan petanda permukaan leukosit dengan immunophenotyping digunakan untuk klasifikasi dan subklasifikasi leukemia secara tepat. Klasifikasi leukemia dengan immunophenotyping tidak dimaksud untuk menggantikan klasifikasi leukemia berdasarkan morfologi dan sitokimia (klasifikasi FAB) yang digunakan hingga saat ini, tetapi untuk melengkapinya. Penentuan fenotip dapat memberikan informasi tentang lineage dan stadium maturasi, yang tidak dapat ditentukan dengan pemeriksaan morfologi dan sitokiania saja. Terbukti bahwa respons terhadap terapi maupun prognosis berkaitan erat dengan lineage dan diferensiasi sel. Dengan pentuan fenotip dapat dibedakan B-ALL yang mengekspresikan antigen sel B (CD19, CD20, SC22) dari T-ALL yang mengekspresikan antigen sel T (CD3, CD5, CD4). AML biasanya mengkspresikan CD13 dan atau CD 33. Densitas antigen dianggap abnormal bila diekspresikan lebih dari 30% untuk seri mieloid dan lebih dari 20% untuk seri limfoid.

Immunophenotyping pada leukemia mempunyai nilai prognostik telah diterima secara luas. CD34 merupakan ko-faktor yang turut menentukan kapasitas Pgp untuk eflux obat. Pgp adalah P-glikoprotein yang merupakan produk multidrug resistent gene (MDR-1), yang mampu memompa obat antineoplastik ke luar sel yang berakibat konsentrasi obat dalam sel berkurang sehingga obat tidak efektif. Ekspresi CD34 dikaitakn dengan ekspresi Pgp sehingga dengan demikian dianggap turut menentukan resistensi leukemia terhadap obat.

Pada keadaan tertentu penentuan fenotip dengan menggunakan flowcytometry dapat digunakan untuk mendeteksi sisa sel lekemik, yaitu bila ada ko-ekspresi antigen yang tidak lazim atau adanya abberant expresion dari antigen. Sensitivitas metode imunologis untuk mendeteksi sisa sel leukemik adalah 10-4. Dibandingkan dengan metode PCR yang sensifitasnya 10-5- 10-6, penentuan fenotip ini kurang sensitif, namun demikian dengan kombinasi antibodi monoklonal yang tepat seringkali relaps dapat dideteksi 1-6 bulan sebelum relaps itu tampak secara klinis.

Apliksi flowcyfometry multidimensional dan penggunaan antibodi monoklonal medeteksi MRD dengan sensitivitas cukup tinggi.

Kinetik sel dan status ploidi

Penentuan kinetik sel dan kandungan DNA dapat memberikan informasi tentang kecepatan proliferasi dan status ploidi DNA yang berkait erat dengan prognosis. Salah satu aplikasi klinis untuk memprediksi prognosis pada kanker payudara, terutama pada kasus dengan kelenjar getah being (KGB) negatif. Sudah terbukti bahwa pada kanker payudara ada korelasi antara DNA aneuploidi dengan status diferensiasi buruk dan ekspresi reseptor estrogen rendah. Penderita kanker payudara dengan tumor yang diploid dan KGB negatif menunjukkan masa bebas penyakit dan survival yang jauh lebih panjang dibanding dengan tumor aneuploidi. Parameter S-phase fraction (SPF) merupakan faktor prognostik yang lebih kuat dibanding status ploidi DNA, demikain pernyataan beberapa peneliti lain. Nilai SPF rendah merupakan prediktor independen untuk tingkat kekambuhan yang lebih rendah dan survival yang lebih panjang.

Dari kanker laring diperoleh data bahwa ada korelasi yang signifikan antara status ploidi dengan metastasis ke kelenjar getah bening, yaitu risiko metastasis adalah 1,7 X lebih tinggi pada tumor aneuploidi dibanding diploid. Korelasi signifikan juga dijumpai antara SPF dengan stadium, yaitu risiko untuk stadium tinggi adalah 2,5 X lebih tinggi pada tumor dengan SPF tinggi dibanding SPF rendah. Analisis ketahanan hidup juga membuktikan bahwa SPF merupakan faktor prognostik yang lebih baik dibanding stadium maupun grade histologik.

Implikasi klinik dari penentuan kinetik sel adalah untuk menunjang keputusan klinik dalam memberikan terapi adjuvan atau untuk memprediksi pasien yang akan memperoleh manfaat paling besar dengan pemberian terapi adjuvan.

3. Petanda Tumor Molekuler

Penerapan teknologi DNA dan teknologi biologi molekuler lain telah memungkinkan identifikasi perubahan minimal pada gen yang tidak dapat diperlihatkan dengan penentuan kariotip. Meskipun pengembangan metode diagnostik molekuler dan aplikasinya di klinik sebagian besar masih dalam taraf penelitian, banyak harapan ditunjukan pada hasil perkembangan bioteknologi itu untuk diterapkan di klinik. Berdasarkan anggapan, kanker merupaka manifestasi kelainan gen, besar kemungkinan identifikasi kelainan gen dapat digunakan sebagai biomarker untuk menunjang diagnosis dini, bahkan pada keadaan tertentu digunakan sebagai faktor risiko atau faktor prediksi progresifitas tumor.

Sebagian besar tumor dalam perjalanannya berubah menjadi lebih agresif dan menunjukkan sifat-sifat lebih ganas. Fenomena ini berlangsung secara bertahap dan setiap tahap ditandai berturut-turut dengan perubahan genetik dan sitogenetik secara spesifik. Misal kasus CML dimana penderita dengan translokasi t (9;22) dapat hidup selama bertahun-tahun. Ini akan menjadi progresif (mengalami krisis blastik) apabila dalam perjalanan penyakitnya terjadi mutasi gen yang lain misalnya terbentuknya variasi kromosom Ph, trisomi 8, ekspresi c-myc atau mutasi p53. hal sama pada linfoma sel B dengan t (14;18) yang dianggap sebagai linfoma tingkat keganasan rendah, tiba-tiba menjadi lebih agresif bila terjadi mutasi tambahan misal mutasi c-myc atau translokasi 17q. Dengan demikian analisis kromosom (sitogenetik) dikombinasikan dengan teknik biomolekular sangat bermanfaat untuk memprediksi peningkatan agresivitas kanker. Distribusi kelainan gen pada kanker dapat digunakan sebagai data epidemiologi molekuler dan melengkapi data epidemiologi klinik yang digunakan untuk menentukan faktor risiko dalam satu populasi. Banyak upaya dilakukan untuk mengevaluasi kemungkinan penerapan genetic testing untuk menentukan kecenderungan timbulnya kanker pada populasi risiko tinggi. Tetapi dapat juga digunakan sebagai faktor prognostik molekuler yang menggambarkan sifat biologis tumor yang berkaitan erat dengan respons tumor terhadap terapi, juga dapat digunakan untuk seleksi pengobatan yang lebih tepat.

Beberapa contoh aplikasi klinis yang sudah banyak digunakan di banyak pusat kanker terkemuka, deteksi dini dan penentuan faktor prognostik molekuler pada kanker kolorektal dan kanker payudara. Deteksi dini kanker kolorektal dapat dilakukan dengan menganalisis onkogen K-ras dalam tinja. Tumor kolon sebesar 1 cm3 mengandung lebih dari 109 sel, dan secara teoritis sel-sel kanker yang mengandung onkogen K-ras mutan dilepaskan kedalam saluran cerna, sehingga analisis K-ras dengan teknologi DNA dapat digunakan untuk deteksi dini yang jauh lebih spesifik dibanding pemeriksaan darah samar yang selama ini digunakan.

Salah satu faktor prognostik molekular untuk kanker payudara adalah penentuan ekspresi neu/HER atau erb B2. Protein yang disandi oleh gen ini adalah p185 atau p185erbB2. Expresi c-crbB2 yang berlebihan menunjukkan tingkat proliferasi dan insidens residif lokal serta mikroinvasi yang lebih tinggi dibanding kanker payudara dengan c-erbB2 negatif. Namun penderita dengan ekspresi berlebihan c-erbB2 menunjukkan respon kemoterapi adjuvan lebih baik dibanding mereka dengan ekspresi minimal. Sehingga penerapan gen ini dapat dipakai untuk menseleksi penderita yang akan memperoleh keuntungan dengan kemoterapi adjuvan.

Sekitar 4-5 % kanker payudara disebabkan predisposisi keturunan. Pengertian predisposisi adalah minimal 3 orang anggota keluarga tingkat 1 menderita kanker payudara. Gen yang diduga bertanggungjawab terletak pada kromosom 17q disebut BRCA 1, dan yang terletak para kromosom 13p disebut BRCA 2.

Mutasi germline BRCA 1 dijumpai pada 50% anggota keluarga dengan predisposisi kanker payudara herediter dan pada 90 % anggota keluarga dengan predisposisi kanker payudara dan ovarium. BRCA 1 berfungsi sebagai regulator negatif, sehingga dikelompokkan ke dalam gen supresor dan berperan meningkatkan traskripsi gen DNA repair. Mutasi pada gen BRCA 1 atau BRCA 2 berakibat pada gangguan siklus dan proliferasi sel dan menyebabkan kanker payudara dan atau ovarium. Pembawa mutasi gen BRCA 1 dan atau BRCA 2 dalam keluarga penderita kanker payudara mempunyai risiko tinggi kanker dikemudian hari sehingga memerlukan pemantauan yang lebih ketat. Mutasi p53 juga dapat digunakan sebagai faktor prognostik dan faktor prediksi respons terapi pada kanker payudara dan beberapa jenis kanker lain. Masa bebas penyakit 8 tahun pada kanker payudara adalah 82% pada penderita dengan p53 normal KGB negatif dibanding hanya 60 % pada penderita dengan mutasi p53 KGB negatif. Sedang pada KGB positif perbandingannya adalah 56% bila p53 normal dan 20% bila p53 mutasi.

Pada leukemia teknologi DNA sudah lama digunakan untuk mendeteksi sisa sel leukemik. Dengan cara ini sisa sel leukemik dapat dideteksi dengan sensitivitas deteksi 1 sel diantara 105 106 sel normal. Deteksi sisa sel leukemik dapat dilakukan dengan menggunakan probe spesifik untuk masing-masing penderita (patient specific) atau probe spesifik untuk jenis leukemia tertentu ( disease specific).

BAB VI

RINGKASANPetanda tumor adalah berbagai substansi yang disekresikan oleh sel kanker atau oleh sel jinak sebagai respons terhadap adanya keganasan serta dapat dideteksi atau diukur kadarnya dalam darah atau cairan tubuh lain. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi laboratorium yang mampu mendeteksi berbagai substansi pada tingkat molekuler, maka pengertian petanda tumor saat ini juga mencakup berbagai substansi molekuler yang terdapat pada permukaan sel maupun intra seluler, yang saat ini dikenal sebagai bio marker keganasan.

Petanda tumor diklasifikasikan sebagai berikut : a/ petanda tumor serologik (ekstra seluler); b/ petanda tumor seluler; c/ petanda tumor molekuler.

Petanda tumor (biomarker keganasan) saat ini digunakan untuk menunjang diagnosis, penentuan prognosis, pemantauan dan untuk mendeteksi sisa sel ganas (MRD). Pada keadaan tertentu dapat digunakan sebagai faktor prediksi atau faktor risiko timbulnya keganasan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kresno SB. Petanda Tumor, dalam : Immunologi, Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. Jakarta. Balai Penerbit FK UI. 200: 378 404

2. Putra ST. Patologi Molekular Kanker, dalam : Biologi Molekuler Kedokteran. Surabaya. Airlangga University Press.1997:59-84

3. Vande Belde CJH; Busman.FT; Wageviener DJth. Penanda Tumor, dalam : Onkologi 1thed. Yogyakarta. Panitia Kanker RSUP Dr. Sardjito.1999:164 70

4. Saryadi. Patologi Umum. Semarang. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. 2001: 64 70

5. Carnpana Dan & PUI CH. Detection of Minimal residual disease in acute leukemia. Blood 1995.85 : 1416 34.

6. Caldas C Prider BAJ. Cancer Genes & Molecular Oncology in The Clinic. The Lancet. 1997 349 : 15 8.

7. Buick RN & Tannade If. Properties of malignant cells. In : The Basic Scienes of Oncology 2nded. New York.McGrow Hill.1992:139 53.

8. Squire J &Philips RA. Genetic base of cancer, In : The Basic sciences of oncology 2nded. New York.Mcgrow Hill, 1992: 41 60.

9. Talle P, Brignon YZ, lyonelte DS et al. Screening of inherited breast cancer with DNA markers. The Lancet 1993; 341 : 1422.

10. Maghadam AF & Stieber P. Sensible use of tumor markers. 2nded. Basel Jurgen-Harmann Verlog.1993

11. Roomy MT & Henry JB. Molecular markers of malignant neoplasma, In : Clinical Diagnosis and Management by laboratory Methods. 18thed. Philadelphia.WB Samder Co.1991 : 285 8

12. Boroh V. Cytokins as tumor markers. J.Tumor Oncol.1996 : 11 (2) : 60

Tinjauan Pustaka

PETANDA TUMOR

Oleh :

Edy Purwanto

Pembimbing :Dr. Moh. Wahyudi, SpPK

Dr. Purwanto AP, SpPK

Dr. Nyoman Suci, MKes SpPKPROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I

PATOLOGI KLINIK FK UNDIP / RS. Dr. KARIADI

SEMARANG

2006

PAGE 50