Rancangan Makalah Undang-undang Forensik

36
BAB I PENDAHULUAN Undang-undang Dasar adalah peraturan negara yang tertinggi dalam Negara, yang memuat ketentuan – ketentuan pokok dan menjadi salah satu sumber daripada perundangan lainnya yang kemudian dikeluarkan oleh negara itu. Undang – undang dasar ialah hukum dasar tertulis. Hukum adalah himpunan peraturan – peraturan (perintah-perintah dan larangan- larangan) yang mengurus tata tertib suatu masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu sendiri. 1 Ilmu Kedokteran Forensik merupakan kumpulan ilmu pengetahuan medis yang menunjang pelaksanaan penegakan hukum. 2 Ilmu forensik bekerja atas landasan hukum dan undang – undang. Ilmu-ilmu forensik yang menangani tindak kriminal sebagai masalah hukum. Dalam kelompok ini termasuk hukum pidana dan hukum acara pidana. Kejahatan sebagai masalah hukum adalah aspek pertama dari tindak kriminal itu sendiri, karena kejahatan merupakan perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum. Ilmu-Ilmu forensik yang menangani tindak kriminal sebagai masalah teknis. 2 Hal ini dapat dilaksanakan kalau permintaan yang berwenang meminta bantuan dokter-dokter ahli kedokteran kehakiman atau ahli lainnya sesuai dengan pasal 133 KUHP ayat 1. Dimana pihak tersebut penyelidik, hakim, jaksa penuntut tidaklah mungkin mengetahuhi seluruh ilmu dibidang kedokoteran yang nantinya akan dipergunakan untuk memutuskan perkara 1

description

bhan forensik

Transcript of Rancangan Makalah Undang-undang Forensik

BAB IPENDAHULUAN

Undang-undang Dasar adalah peraturan negara yang tertinggi dalam Negara, yang memuat ketentuan ketentuan pokok dan menjadi salah satu sumber daripada perundangan lainnya yang kemudian dikeluarkan oleh negara itu. Undang undang dasar ialah hukum dasar tertulis. Hukum adalah himpunan peraturan peraturan (perintah-perintah dan larangan-larangan) yang mengurus tata tertib suatu masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu sendiri.1

Ilmu Kedokteran Forensik merupakan kumpulan ilmu pengetahuan medis yang menunjang pelaksanaan penegakan hukum.2 Ilmu forensik bekerja atas landasan hukum dan undang undang. Ilmu-ilmu forensik yang menangani tindak kriminal sebagai masalah hukum. Dalam kelompok ini termasuk hukum pidana dan hukum acara pidana. Kejahatan sebagai masalah hukum adalah aspek pertama dari tindak kriminal itu sendiri, karena kejahatan merupakan perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum. Ilmu-Ilmu forensik yang menangani tindak kriminal sebagai masalah teknis.2

Hal ini dapat dilaksanakan kalau permintaan yang berwenang meminta bantuan dokter-dokter ahli kedokteran kehakiman atau ahli lainnya sesuai dengan pasal 133 KUHP ayat 1. Dimana pihak tersebut penyelidik, hakim, jaksa penuntut tidaklah mungkin mengetahuhi seluruh ilmu dibidang kedokoteran yang nantinya akan dipergunakan untuk memutuskan perkara kriminal yang berhubungan dengan tubuh manusia misalnya: kekerasan, poembunuhan, bunuh diri. Untuk maksud tersebut maka pihak yang berwenang akan meminta bantuan kepada seorang dokter sebagai saksi ahli yang mana kesaksian dokter ini diatur oleh undang-undang. Fungsi utama kedokteran forensik sebagai berikut: 1. Membantu penegak hukum menentukan apakah suatu peristiwa yang sedang diselidiki merupak peristiwa pidana atau bukan.

2. Membantu penegak hukum mengetahui bagaimana proses tindak pidana tersebut

3. Membantu penegak hukum mengetahui identitas korban.

4. Membantu penegak hukum mengetahui identitas pelaku tindak pidana.2,3BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2. Undang Undang Yang Berkaitan Dengan Ilmu Kedokteran Forensik2.1. Undang undang 2.1.1. Undang undang Dasar

Undang-undang Dasar adalah peraturan negara yang tertinggi dalam Negara, yang memuat ketentuan ketentuan pokok dan menjadi salah satu sumber daripada perundangan lainnya yang kemudian dikeluarkan oleh negara itu. Undang undang dasar ialah hukum dasar tertulis.1

Hukum adalah himpunan peraturan peraturan (perintah-perintah dan larangan-larangan) yang mengurus tata tertib suatu masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu sendiri.1

2.2. Ilmu Kedokteran Forensik2.2.1. DefinisiAda berbagai pengertian yang dikemukakan oleh ahli Kedokteran Forensik , diantaranya Sidney Smith mendefinisikan Forensic medicine may be defined as the body of knowledge which may services in the administration of the law, yang maksudnya ilmu Kedokteran Forensik merupakan kumpulan ilmu pengetahuan medis yang menunjang pelaksanaan penegakan hukum.Simpson K. mendefinisikan which deals with the broad field where medical matters come into relation with the law certification of live and dead, the study of sudden or violent or unexplained death, scientific criminsl investigation, matters involving the coroners, court procedure, medical ethnics and the like. Terjemahan bebasnya ialah ilmu kedokteran yang berhubungan dengan pengeluaran surat-surat keterangan untuk orang hidup maupun mati demi kepentingan hukum, mempelajari kematian tiba-tiba, karena kekerasan atau kematian yang mencurigakan sebabnya, penyidikan tindakan kriminal secara ilmiah, hal-hal yang berhubungan dengan penyidikan, kesaksian, etika kedokteran dan sebagainya.22.2.2. Ruang lingkup pelayananTernyata pelayanan dibidang medikolegal dalam beberapa kasus masih diperlukan disiplin lain. Dibidang kesehatan bantuan tersebut dapat mencakup Patologi Forensik, Psikiatri Forensik, Toksikologi Forensik, Antropologi Forensik, Odontologi Forensik dan Radiologi Forensik. Juga jurusan biologi yang dekat dengan ilmu kedokteran yaitu Entomologi Forensik yang dalam 2 dekade terakhir menunjukan peranan yang meningkat.2,32.2.3. Fungsi utama ilmu ilmu forensik1. Membantu penegak hukum menentukan apakah suatu peristiwa yang sedang diselidiki merupakan peristiwa pidana atau bukan.

2. Membantu penegak hukum mengetahui bagaimana proses tindak pidana tersebut, meliputi :

a. Kapan dilakukanb. Dimana dilakukanc. Dengan apa dilakukand. Bagaimana cara melakukane. Apa akibatnya3. Membantu penegak hukum mengetahui identitas korban.

4. Membantu penegak hukum mengetahui identitas pelaku tindak pidana.2,32.2.4. Perundangan-undangan mengenai prosedur pemeriksaan kehakiman

Dalam menyadari kewajiban dan fungsi dokter dalam membantu proses peradilan pemeriksaan kedokteran:

a. Menjelaskan dasar hukum yang mewajibkan dokter untuk membantu proses peradilan.

b. Mengenal siapa yang berwenang untuk meminta bantuan dokter dalam proses peradilan.

c. Mengenal kualifikasi dokter yang dapat diminta dalam proses peradilan.

d. Menjelaskan sanksi yang dapat dikenakan bila dokter tidak memenuhi permintaan membantu proses peradilan.

Seseorang selain kewajibannya untuk mencegah menjangkitnya penyakit ada lagi tugas yang dibebankan kepadanya yaitu membantu pihak yang berwenang dalam menegakkan keadilan ditengah-tengah masyarakat.

Hal ini dapat dilaksanakan kalau permintaan yang berwenang meminta bantuan dokter-dokter ahli kedokteran kehakiman atau ahli lainnya sesuai dengan pasal 133 KUHP ayat 1. Dimana pihak tersebut penyelidik, hakim, jaksa penuntut tidaklah mungkin mengetahuhi seluruh ilmu dibidang kedokoteran yang nantinya akan dipergunakan untuk memutuskan perkara kriminal yang berhubungan dengan tubuh manusia misalnya: kekerasan, pembunuhan, bunuh diri. Untuk maksud tersebut maka pihak yang berwenang akan meminta bantuan kepada seorang dokter sebagai saksi ahli yang mana kesaksian dokter ini diatur oleh undang-undang.

Yang perlu diketahui oleh kalangan kedokteran adalah .2,32.2.4.1. Dokter wajib membantu pihak peradilan dalam menegakkan kebenaran atau keadilan Pasal 179 KUHAP (1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakirnan atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.

(2) Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan yang sebenarnya menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya.2,3,2.2.4.2. Pemeriksaan Mayat Untuk Peradilan

Pasal 134 KUHAP(1) Dalam hal sangat diperlukan dimana untuk keperluan pembuktian bedah mayat tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga korban.(2) Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan dengan sejelas-jelasnya tentang maksud dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan tersebut.

(3) Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau pihak yang diberi tahu tidak diketemukan, penyidik segera melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 133 ayat (3) undang-undang ini. 2,3,4 Pasal 135 KUHAP

Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan perlu melakukan penggalian mayat, dilaksanakan menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 133 ayat (2) dan pasal 134 ayat (1) undang-undang ini. 2,3,4 Pasal 136 KUHAP

Semua biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ditanggung oleh negara.2.2.4.3. Sanksi bagi dokter yang tidak mau membantu proses peradilan Pasal 222 KUHP

Barang siapa dengan sengaja mencegah,menghalang-halangi atau menggagalkan pemeriksaan mayat untuk pengadilan,dipidana dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Pasal 224 ayat (1) KUHP

Barang siapa dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru bahasa menurut undang-undang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban berdasarkan undang-undang yang harus dipenuhinya, diancam:a. Dalam perkara pidana, dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan.

b. Dalam perkara lain, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 6 bulan. 2,3,52.2.4.4. Peraturan pemerintah republik indonesia nomor 10 tahun 1966 tentang wajib simpan rahasia kedokteran Pasal 1.

Yang dimaksud dengan rahasia kedokteran ialah segala sesuatu yang diketahui oleh orang-orang tersebut dalam pasal 3 pada waktu atau selama melakukan pekerjaannya dalam lapangan kedokteran. Pasal 2.

Pengetahuan tersebut pasal 1 harus dirahasiakan oleh orang-orang yang tersebut dalam pasal 3, kecuali apabila suatu peraturan lain yang sederajat atau lebih tinggi daripada Peraturan Pemerintah ini menentukan lain. Pasal 3.

Yang diwajibkan menyimpan rahasia yang dimaksud dalam pasal 1 ialah:

a. Tenaga kesehatan menurut pasal 2 Undang-undang tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara tahun 1963 No. 79). b. Mahasiswa kedokteran, murid yang bertugas dalam lapangan pemeriksaan, pengobatan dan/atau perawatan, dan orang lain yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. 2,32.2.4.5. Syarat syarat untuk membuka rahasia jabatan Pasal 48 KUHPBarang siapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa, tidak dipidana.

Pasal 50 KUHP

Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang undang, tidak dipidana. Pasal 51 KUHP ayat (1)(1) Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana.2,3,52.2.4.6. Dokter dapat mengundurkan diri dari kesaksiannya

Pasal 170 KUHAP

(1) Mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat atau jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia, dapat minta dibebaskan dari kewajiban untuk memberi keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang dipercayakan kepada mereka.

(2) Hakim menentukan sah atau tidaknya segala alasan untuk permintaan tersebut.2,3,42.2.4.7.Ancaman membuka rahasia jabatan

Pasal 322 KUHP(1) Barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan atau pencariannya, baik yang sekarang maupun yang dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah.

(2) Jika kejahatan dilakukan terhadap seorang tertentu, maka perbuatan itu hanya dapat dituntut atas pengaduan orang itu.2,3,52.2.5. Visum et Repertuma. Dasar pengadaan Visum et Repertum Pasal 133 KUHAP1. Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan mengenai seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.2. Permintaan keterangan ahli sebagai mana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.

3. Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilakukan dengan memberi cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.

Menurut pasal 133 KUHAP permintaan visum et repertum merupakan wewenang penyidik , resmi dan harus tertulis, visum et repertum dilakukan terhadap korban bukan tersangka dan ada indikasi dugaan akibat peristiwa pidana. Bila pemeriksaan terhadap mayat maka permintaan visum disertai identitas label pada bagian badan mayat, harus jelas pemeriksaan yang diminta, dan visum tersebut ditujukan kepada ahli kedokteran forensik atau kepada dokter di rumah sakit.2,3,4,6b.Yang berwenang dalam meminta visum Pasal 6 (1) Penyidik adalah:

a. pejabat polisi negara Republik Indonesia;

b. pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang- undang.(2) Syarat kepangkatan pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) akan diatur Iebih lanjut dalam peraturan pemerintah.2,3,4,6c. Permintaan Sebagai Saksi Ahli

Pasal 179 (1) KUHAP

Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.

Pasal 224 KUHP

Barang siapa dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru bahasa menurut undang-undang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban berdasarkan undang-undang yang harus dipenuhinya, diancam dalam perkara pidana dengan penjara paling lama Sembilan Bulan.2,3,4,5,6d. Pembuatan Visum Et Repertum Bagi Tersangka (VeR Psikiatri)

Pasal 120 KUHAP

(1) Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus. Pasal 180 KUHAP

(2) Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul disidang pengadilan, hakim ketua siding dapat minta keterangan saksi ahli dan dapat pula minta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan. Pasal 53 UU Kesehatan

(3) Tenaga kesehatan untuk kepentingan pembuktian dapat melakukan tindakan medis terhadap seseorang dengan memperhatikan kesehatan dan keselamatan yang bersangkutan.2,3,4,6e. Keterangan Ahli

Pasal I Butir 28 KUHAP

Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan seseorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan ( pengertian keterangan ahli secara umum).

Agar dapat diajukan kesidang pengadilan sebagai upaya pembuktian, keterangan ahli harus dikemas dalam bentuk alat bukti sah.2,3,4,6f. Alat Bukti Sah

Pasal 138 KUHAP

Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindakan pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.

Pasal 184 KUHAP ayat (1)Alat bukti yang sah adalah :

(a) Ketererangan saksi

(b) Keterangan ahli

(c) Surat

(d) Petunjuk

(e) Keterangan terdakwa 2,3,4,6 Keterangan ahli diberikan secara lisan

Pasal 186

Keterangan ahli adalah apa yang ahli nyatakan di sidang pengadilan. Penjelasan pasal 186

Keterangan ahli dapat juga sudah diberi pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum yang dituangkan dalam suatu bentuk laporan dan dibuat dengan mengingat sumpah diwaktu menerima jabatan atau pekerjaan ( BAP saksi ahli).2,3,4,6 Keterangan Ahli Diberikan Secara Tertulis

Pasal 187 KUHAP

Surat sebagaimana tersebut pada pada 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah adalah : (c) surat keterangan dari seseorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau suatu keadaan yang diminta secara resmi daripadanya.2,3,4,62.2.6. Proses peradilan

Penyelesaian secara hukum kasus kasus yang tergantung dari jenisnya, yaitu pidana atau perdata. Kasus pidana atau perdata. Kasus pidana terjadi jika ada pelanggaran terhadap hukum pidana; meliputi pelanggaran yang sifatnya intensional (kesengajaan), recklessness (kecerobohan) atau negligence (kekurang hati-hatian). Pelanggaran tersebut dapat merugikan Negara, mengganggu kewibaan pemerintah atau mengganggu ketertiban umum. Contohnya antara lain pembunuhan, penganiayaan, perkosaan dan sebagainya. Sedangkan kasus perdata terjadi jika ada pelanggaran terhadap hak seseorang seperti diatur dalam hokum perdata sehingga menyebabkan kerugian bagi yang bersangkutan. Contoh dari kasus perdata antara lain; perbuatan-perbutan yang dapat menyebabkan kerugian materiil atau pun materiil, perceraian, perselisihan tentang keayahan seoran anak dan sebagainya...Dikenal dua macam proses peradilan yang sering melibatkan kalangan dokter, yaitu:

1. Perkara pidana

2. Perkara perdata 2,32.2.6.1. Perkara pidana

Adalah Perkara pidana adalah perkara yang menyangkut kepentingan dan ketentraman masyarakat dimana pihak yang berperkara adalah antara jaksa penuntut umum mewakili Negara dengan tertuduh.

Proses peradilan pidana terdiri atas 3 tahap, yaitu :

1. Penyelidikan oleh penyidik.

2. Penuntutan oleh penuntut umum

3. Mengadili perkara oleh hakim

Jika penyelidik yakin adanya peristiwa pidana, maka tindakan selanjutnya adalah membuat dan menyampaikan laporan kepada penyidik. Dalam tahap ini keterlibatan ahli (pemeriksaan dokter dalam perkara yang berkaitan dengan kekerasan pada manusia) untuk membantuk penyidik sangat penting yaitu sebagai kompas dalam mengarahkan penyidikan.2,3a. Abortus Provocatus

Pengertian Abortus Provocatus menurut rumusan Pasal 346 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana adalah Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannnya atau menyuruh orang lain untuk itu, dincam dengan pidana penjara maksimal empat tahun.7 a.1. Undang-undang tentang menggugurkan kandungan a.1.1.Pengguguran Kandungan (segi hukum)

Tindakan penghentian kehamilan (ada unsur kesengajaan) sebelum waktunya dilahirkan. Hukum tidak membatasi usia kehamilan dan tidak mempersoalkan apakah dengan pengguguran kehamilan tersebut telah lahir bayi hidup atau mati. Yang penting adalah bahwa pada saat tindakan itu dilakukan, kandungan tersebut masih hidup. Hukum juga tidak melihat alasan atau indikasi dilakukannya tindakan pengguguran kandungan.

a.1.2. Aborsi (segi medis)

Berhentinya kehamilan sebelum usia kehamilan 20 minggu. Tindakan aborsi dalam dunia medis dapat diizinkan apabila ada indikasi medis atau trauma psikis dengan syarat tertentu.7 a.2.Dasar Hukum Pasal 346 KUHPSeseorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun. Pasal 347 KUHPAyat 1Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.Ayat 2Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan penjara paling lama lima belas tahun. 5,7 Pasal 348 KUHPAyat 1Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.Ayat 2Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun.5,7 Pasal 349 KUHPJika seorang tabib, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang tersebut pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.5,7a.3. UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 75Ayat 1Setiap orang dilarang melakukan aborsi.

Ayat 2Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:

a. Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau

b.Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.Ayat 3Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.

Ayat 4 Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 76Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan:

A.Sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir,kecuali dalam hal kedaruratan medis;

B.Oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri; C.Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan; D.Dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan

E.Penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh menteri. Pasal 77Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dan ayat (3) yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab serta bertentangan dengan norma agama dan ketentuan peraturan perundang undangan.7b.Pembunuhan Anak Sendiri (infanticide)

Pembunuhan anak sendiri (infanticide) selanjutnya disebut PAS menurut perundang- undangan di Indonesia yaitu pembunuhan yang dilakukan oleh seorang ibu atas anak kandungnya pada saat lahir atau tidak lama kemudian karena takut ketahuan telah melahirkan anak.b.1.Dasar dasar hukum pembunuhan anak sendiri

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), pembunuhan anak sendiri tercantum di dalam bab kejahatan terhadap nyawa orang, yang terkait masalah pembunuhan anak sendiri yaitu pasal 341, 342 dan 343. Adapun bunyi pasal-pasal tersebut yaitu: Pasal 341

Seorang ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam karena membunuh anak sendiri dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. Pasal 342

Seorang ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan ketahuan bahwa ia akan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian merampas nyawa anak sendiri dengan rencana, dengan pidana penjara paling lama Sembilan tahun. Pasal 343

Bagi orang lain yang turut serta melakukan kejahatan yang diterangkan dalam pasal 342 KUHP diartikan sebagai pembunuhan atau pembunuhan berencana.5,8c. Kekerasan Dalam Rumah Tanggac.1. definisi

UU Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga No. 23 Tahun 2004 Pasal 1 angka 1 (UU PKDRT) memberikan pengertian bahwa :

Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. 9,Menurut UU PKDRT No. 23 Tahun 2004 Pasal 2 lingkup rumah tangga meliputi .a. Suami, isteri, dan anak

b.Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang suami, istri, dan anak karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang me- netap dalam rumah tangga; dan/atau

c. Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut.

c.2. Bentuk- bentuk kekerasan dalam rumah tangga

Mengacu kepada UU No. 23 Tahun 2004 Pasal 5 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah tangga, kekerasan dalam rumah tangga dapat berwujud.1. Kekerasan Fisik

2. Kekerasan Psikis

3. Kekerasan Seksual

4. Penelantaran rumah tangga

1. Kekerasan fisik menurut UU No. 23 Tahun 2004 Pasal 6

Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. Kekerasan fisik yang dialami korban seperti: pemukulan menggunakan tangan maupun alatseperti (kayu, parang), membenturkan kepala ke tembok, menjambak rambut, menyundut dengan rokok atau dengan kayu yang bara apinya masih ada, menendang, mencekik leher.

2. Kekerasan psikis menurut UU No. 23 Tahun 2004 Pasal 7

Kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang. Kekerasan psikis berupa makian, ancaman cerai, tidak memberi nafkah, hinaan, menakut-nakuti, melarang melakukan aktivitas di luar rumah.

3. Kekerasan seksual menurut UU No. 23 Tahun 2004 Pasal 8

Kekerasan seksual meliputi pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut, maupun pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu. Kekerasan seksual seperti memaksa isteri melakukan hubungan seksual walaupun isteri dalam kondisi lelah dan tidak siap termasuk saat haid, memaksa isteri melakukan hubungan seks dengan laki-laki lain.4. Penelantaran rumah tangga menurut UU No. 23 Tahun 2004 Pasal 9

Penelantaran rumah tangga adalah seseorang yang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Selain itu, penelantaran juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut. Penelantaran seperti meninggalkan isteri dan anak tanpa memberikan nafkah, tidak memberikan isteri uang dalam jangka waktu yang lama bahkan bertahun-tahun.9c.3. Ketentuan pidana terhadap pelanggaran KDRT diatur oleh Undang-undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT sebagai berikut : UU Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 441. Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (Lima) tahun atau denda paling banyak Rp 15.000.000,- (Lima belas juta rupi- ah).

2. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan korban jatuh sakit atau luka berat, dipidanakan penjara paling lama 10 tahun atau denda pal- ing banyak Rp30.000.000,- (Tiga puluh juta rupiah).

3. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengakibatkan matinya korban, dipadana penjara paling lama 15 (Lima belas) tahun atau denda paling banyak Rp45.000.000,-(Empat puluh lima juta rupiah).

4. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami ter - hadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-harian, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling ban- yak Rp 5.000.000,-(Lima juta rupiah). UU Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 451. Setiap orang yang melakukan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga seba- gaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 9.000.000,- (Sembilanjuta rupiah).

2. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami ter - hadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana- kan penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp3.000.000,- (Tiga juta rupiah). UU Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 46

Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun atau denda paling banyak Rp36.000.000,- (Tiga puluh enam juta rupiah).

UU Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 47

Setiap orang yang memaksa orang yang menetap dalam rumah tangganya melakukan hubungan seksual sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau denda paling sedikit Rp 12.000.000,00-(dua belas juta rupiah) atau paling banyak Rp 300.000.000,00-(tiga ratus juta rupiah).

UU Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 48

Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 dan 47 mengakibatkan korban mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali, mengalami gangguan daya pikir atau kejiwaan sekurang-kurangnya selama 4 (empat) minggu terus menerus atau 1 (satu) tahun tidak berturut-turut, gugur atau matinya janin dalam kandungan, atau mengakibatkan tidak berfungsinya alat reproduksi, dipidana dengan pidana penjara palingsingkat 5 (lima) tahun dan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun atau denda paling sedikit Rp 25.000.000,00-(dua puluh lima juta rupiah) dan paling banyak Rp500.000.000,00- (lima ratus juta rupiah).9 UU Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 49

Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp. 15.000.000,00-(lima belas juta rupiah), setiap orang yang:a. Menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah tangganya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1).b. Menelantarkan orang lain sebagaimana dimaksud Pasal 9 ayat (2).9 UU Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 50

Selain pidana sebagaimana dimaksud dalam bab ini hakim dapat menjatuhkan pidana tambahan berupa :

a. Pembatasan gerak pelaku baik yang bertujuan untuk menjauhkan pelaku dari korban dalam jarak dan waktu tertentu, maupun pembatasan hak-hak tertentu dari pelaku.b. Penetapan pelaku mengikuti program konseling di bawah pengawasan lembaga ter- tentu.9c.4. Pemulihan korban kekerasan dalam rumah tangga

Pemulihan korban berdasarkan kepada Undang-undang No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga UU Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 39 Untuk kepentingan pemulihan, korban dapat memperoleh pelayanan dari:a. Tenaga kesehatan;b. Pekerja sosial;c. Relawan pendamping; dan/atau

d. Pembimbing rohani.9 UU Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 40

1. Tenaga kesehatan wajib memeriksa korban sesuai dengan standar profesinya2. Dalam hal korban memerlukan perawatan, tenaga kesehatan wajib memulihkan dan merehabilitasi kesehatan korban.

UU Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 42

Dalam rangka pemulihan terhadap korban, tenaga kesehatan, pekerja sosial, relawan pendamping dan/atau pembimbing rohani dapat melakukan kerja sama.9 d. Pelanggaran kesusilaan dan perkosaan

Di Indonesia pengertian perkosaan harus disesuaikan dengan ketentuan hukum yang terdapt dalam KUHP pasal 285,286 dan 287.

d.1. ketentuan hukum Pasal 285 KUHP

Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. Yang diancam hukuman dalam pasal ini adalah dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan istrinya untuk bersetubuh dengan dia. Pasal 89 KUHP

Membuat orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan menggunakan kekerasan. Pasal 286 KUHP

Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan, padahal diketahui bahwa wanita itu dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. Pasal 287 KUHP

(1) Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan, padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umumya belum lima belas tahun, atau kalau umurnya tidak jelas, bawa belum waktunya untuk dikawin, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.(2) Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan, kecuali jika umur wanita belum sampai dua belas tahun atau jika ada salah satu hal berdasarkan pasal 291 dan pasal 294.2,10e. Penganiayaan

e.1. Definisi

Luka yang menyebabkan penyakit atau halangan dalam menjalankan pekerjaan, jabatan/pencaharian untuk sementara waktu.e.2. Jenis jenis penganiayaan

Dalam KUHP tindak pidana penganiayaan dapat dibagi menjadi beberapa bagian yaitu sebagai berikut :

a. Penganiayaan biasa sebagaimana diatur dalam Pasal 351 KUHP

(1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah,

(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan

pidana penjara paling lama lima tahun.(3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

(4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.

(5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.b. Penganiayaan ringan sebagaimana diatur dalam pasal 352 KUHP

(1) Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian, diancam, sebagai penganiayaan ringan, dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Pidana dapat ditambah sepertiga bagi orang yang melakukan kejahatan itu terhadap orang yang bekerja padanya, atau menjadi bawahannya.

(2) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.

c. Penganiayaan berencana sebagaimana diatur dalam pasal 353 KUHP

(1) Penganiayaan dengan rencana lebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

(2) Jika perbuatan itu mengakibatka luka-luka berat, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

(3) Jika perbuatan itu mengkibatkan kematian yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun

d. Penganiayaan berat sebagaimana diatur dalam pasal 354 KUHP

(1) Barang siapa sengaja melukai berat orang lain, diancam karena melakukan penganiayaan berat dengan pidana penjara paling lama delapan tahun.(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun.

e. Penganiayaan berat berencana sebagaimana diatur dalam pasal 355 KUHP

(1) Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.f. Penganiayaan terhadap orang yang berkualitas tertentu sebagaimana diatur dalam pasal 356 KUHP

(1) Bagi yang melakukan kejahatan itu terhadap ibunya, bapaknya yang sah, istrinya atau anaknya;

(2) Jika kejahatan itu dilakukan terhadap seorang pejsbat ketika atau karena menjalankan tugasnya yang sah;

(3) Jika kejahatan itu dilakukan dengan memberikan bahan yang herbahaya bagi nyawa atau kesehatan untuk dimakan atau diminum.5,11f. Ketentuan Hukum Autopsi

Pemeriksaan autopsy diatur dengan jelas dalam ketentuan hukum. Dalam RIB(Reglemen Indonesia yang diperbaharui), hukum acara pidana sebelum KUHAP yang berlaku sejak 31 Desember 1981, dinyatakan ada wewenang pegawai penuntut umum dan magistrat pembantu(termasuk kepolisian) untuk meminta bantuan dokter melakukan pemeriksaan jenazah.

RIB pasal 68

Kalau .hal itu dianggap perlu oleh pegawai penuntut umum, maka ia akan membawa seorang atau dua orang ahli untuk menemaninya, yang dapat menimbang sifat dan keadaan kejahatan itu

RIB pasal 69

(1)Dalam hal mati karena perbuatan kekerasan, atau sebab mati itu mendatangkan syak, demikian juga dalam hal luka parah atau percobaan meracun orang dan makar-makar yang lain untuk membinasakan nyawa orang, maka ia akan membawa seorang atau dua orang tabib untuk menemaninya; tabib itu memberi rencana tentang sebab mati itu atau sebab luka itu dan tentang keadaan mayat itu atau badan orang yang dilukai dan tentang hal itu kalau perlu diperiksa badan mayat itu sebelah dalamnya.

(2)Orang-orang yang dipanggil dalam hal yang tersebut pada pasal ini dan pada pasal yang lalu hendaklah disumpah di hadapan pegawai penuntut umum, yaitu bahwa mereka itu harus memberi rencana kepadanya menurut kebenaran yang sesungguh-sungguhnya, yakni sepanjang pengetahuannya yang sebaik-baiknya.

Dalam ketentuan hukum ini tidak dijelaskan siapa yang menentukan perlu dilakukan bedah mayat. Apakah pihak penyidik atau dokter. Dilema ini akhirnya diatasi dengan diterbitkannya Instruksi Kapolri tahun 1975, yaitu Instruksi Kapolri: Ins/ FJ20/DU/75, yang mengharuskan aparat kepolisian meminta pemeriksaan lengkap yaitu pemeriksaan luar dan dalam(autopsy) kepada dokter. Dijelaskan dalam instruksi tersebut: Dengan visum atas mayat, badan mayat harus dibedah. Sama sekali tidak dibenarkan mengajukan pemeriksaan visum et repertum atas mayat berdasarkan pemeriksaan luar saja. (lampiran 3)

Ternyata instruksi kapolri ini tidak mudah dilaksanakan. Masih banyak visum yang dikeluarkan berdasarkan pemeriksaan luar. Tatalaksana pencabutan belum dilaksanakan sesuai ketentuan.

Dalam KUHAP yang berlaku pada penutup tahun 1981, terdapat ketentuan yang menjelaskan keterlibatan dokter dalam melakukan autopsy.12 KUHAP pasal 133

(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.

(2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat. KUHAP pasal 134(1) Dalam hal sangat diperlukan dimana untuk keperluan pembuktian bedah mayat tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga korban.

(2) Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan dengan sejelas-jelasnya tentang maksud dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan tersebut.

(3) Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau pihak yang diberi tahu tidak diketemukan, penyidik segera melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 133 ayat (3) undang-undang ini.

Ini berarti di Indonesia menurut KUHAP autopsy hanya dilakukan jika terpaksa. Sementara dari segi medis pemeriksaan jenazah tanpa autopsy akan menyulitkan dokter dalam menentukan sebab kematian.

Dalam ketentuan hukum ini dengan tegas dijelaskan bahwa penyidiklah yang menentukan perlu dilakukan bedah mayat dan penyidiklah yang menerangkan kepada keluarga korban bahwa mayat akan diperiksa bagian luar saja atau melalui bedah mayat. Untuk keperluan penyidikan bila keluarga korban keberatan dilakukan bedah mayat, penyidik dapat menggunakan pasal 222 KUHP, yaitu sanksi hukum bagi yang menghalang-halangi bedah mayat untuk pengadilan.

KUHP pasal 222

Barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan pemeriksaan mayat forensik, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.12g. Penggalian Mayat

f.1. Aspek Hukum Wewenang penyidik untuk meminta dilakukan pemeriksaan mayat dari penggalian kubur ini diatur dalam KUHAP pasal 135 dan disini terkait pula PASAL 133,134 dan 136 sudah dijabarkan dipembahasan lain..13 KESIMPULAN

Ilmu forensik (biasa disingkat forensik) adalah sebuah penerapan dari berbagai ilmu pengetahuan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang penting untuk sebuah sistem hukum yang mana hal ini mungkin terkait dengan tindak pidana. Namun disamping keterkaitannya dengan sistem hukum, forensik umumnya lebih meliputi sesuatu atau metode-metode yang bersifat ilmiah (bersifat ilmu) dan juga aturan-aturan yang dibentuk dari fakta-fakta berbagai kejadian, untuk melakukan pengenalan terhadap bukti-bukti fisik (contohnya mayat, bangkai, dan sebagainya). Secara umum ilmu forensik dapat diartikan sebagai aplikasi atau pemanfaatan ilmu pengetahuan tertentu untuk kepentingan penegakan hukum dan keadilan.

Ilmu forensik bekerja atas landasan hukum dan undang undang. Ilmu-ilmu forensik yang menangani tindak kriminal sebagai masalah hukum. Dalam kelompok ini termasuk hukum pidana dan hukum acara pidana. Kejahatan sebagai masalah hukum adalah aspek pertama dari tindak kriminal itu sendiri, karena kejahatan merupakan perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum. Ilmu-Ilmu forensik yang menangani tindak kriminal sebagai masalah teknis.

Kejahatan dipandang sebagai masalah teknis, karena kejahatan dari segi wujud perbuatannya maupun alat yang digunakannya memerlukan penanganan secara teknis dengan menggunakan bantuan diluar ilmu hukum pidana maupun acara pidana.Seseorang selain kewajibannya untuk mencegah menjangkitnya penyakit ada lagi tugas yang dibebankan kepadanya yaitu membantu pihak yang berwenang dalam menegakkan keadilan ditengah-tengah masyarakat.

Hal ini dapat dilaksanakan kalau permintaan yang berwenang meminta bantuan dokter-dokter ahli kedokteran kehakiman atau ahli lainnya sesuai dengan pasal 133 KUHP ayat 1. Dimana pihak tersebut penyelidik, hakim, jaksa penuntut tidaklah mungkin mengetahuhi seluruh ilmu dibidang kedokoteran yang nantinya akan dipergunakan untuk memutuskan perkara kriminal yang berhubungan dengan tubuh manusia misalnya: kekerasan, poembunuhan, bunuh diri. Untuk maksud tersebut maka pihak yang berwenang akan meminta bantuan kepada seorang dokter sebagai saksi ahli yang mana kesaksian dokter ini diatur oleh undang-undang.2,3

DAFTAR PUSTAKA1. Ismail Sidiq. Pengertian dan Tujuan Hukum. Fakultas Hukum Universitas Gunadarma. Jakarta. 2004.2. Amri Amir. ILmu Kedokteran Forensik Edisi Kedua. Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal FK USU. Medan. 2007. Hal.16-44.

3. Singh Surjit. Ilmu Kedokteran Forensik . Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal FK USU. Medan. 2010. Hal.1-23.4. Republik Indonesia. 1981. Undang-Undang No.8. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

5. Republik Indonesia. 1946. Undang-Undang No.1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.6. Barama Michael. Kdudukan Visum Et Repertum Dalam Hukum Pembuktian . Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi. Manado. 2011.7. Nainggolan .H.L. Aspek Hukum Terhadap Abortus Provocatus Dalam Perundang Undangan Di Indonesia. Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara. Medan. 2009.8. Munawarah Syifa. Pembunuhan anak Sendiri. Bagian/SMF Kedokteran Dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Unsyiah. Banda Aceh. 2006.9. Putri K.F. dkk. Aspek Medikolegal Kekerasan Dalam Rumah Tangga.Bagian/SMF Kedokteran Dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Diponegoro. Semarang. 2010.10. Amri Amir. ILmu Kedokteran Forensik Edisi Kedua. Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal FK USU. Medan. 2007. Hal.142-158.

11. Situmorang Hisar. Peranan Visum Et Repertum Dalam Tindak Penganiayaan Yang mengakibatkan Kematian. Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara. Medan. 2007.12. Amri Amir. Autopsi Medikolegal Edisi Kedua. Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal FK USU. Medan. 2007. Hal.1-14.

13. Amri Amir. ILmu Kedokteran Forensik Edisi Kedua. Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal FK USU. Medan. 2007. Hal.234 242. 18