REFERAT SPK

download REFERAT SPK

of 20

Transcript of REFERAT SPK

  • 7/29/2019 REFERAT SPK

    1/20

    REFERAT OFTALMOLOGI

    SUPERFICIAL PUNCTATEKERATOPATHY

    Oleh:

    Santiko Restuadhi

    108103000064

    KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA

    RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI

    PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

    FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    2012

    KATA PENGANTAR

  • 7/29/2019 REFERAT SPK

    2/20

    Puji syukur kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan petunjuk-Nya,

    penulis dapat menyelesaikan referat berjudulSuperficial Punctate Keratopathy.

    Referat ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik di

    bagian Ilmu penyakit mata RSUP Fatmawati. Terima kasih yang sebesar-besarnya

    diucapkan kepada para pengajar, fasilitator, dan narasumber SMF Ilmu Penyakit

    Mata RSUP Fatmawati khususnya dr. Sophia Pujiastuti, SpM selaku penanggung

    jawab stase mata.

    Penulis menyadari bahwa referat ini masih terdapat kekurangan serta

    kesalahan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang

    membangun dari semua pihak. Semoga referat ini dapat bermanfaat dan

    menambah pengetahuan dalam bidang Ilmu Penyakit Mata khususnya dan bidang

    kedokteran pada umumnya.

    Jakarta, Desember 2012

    Penulis

  • 7/29/2019 REFERAT SPK

    3/20

    DAFTAR ISI

    KATA PENGANTAR ............................................................................................1

    DAFTAR ISI ...........................................................................................................3

    BAB I .......................................................................................................................3

    PENDAHULUAN ...................................................................................................3

    BAB II .....................................................................................................................4

    PEMBAHASAN ..................................................................................................... 4

    BAB III ..................................................................................................................19

    PENUTUP .............................................................................................................19

    DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................20

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Mata bagian luar adalah bagian penting dari tubuh yang terpapar dengan

    dunia luar. Akibatnya permukaan bagian luar mata menjadi mudah mengalami

    trauma, infeksi, ataupun reaksi alergi yang juga merupakan penyakit yang sering

    terjadi ada jaringan ini.1

  • 7/29/2019 REFERAT SPK

    4/20

    Segmen anterior dari bola mata memberikan jalur masuk yang jernih dan

    terlindungi sehingga cahaya dapat diproses melalui jalur visual menuju susunan

    saraf pusat.2 Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang merupakan bagian

    dari media refraksi dan juga berfungsi sebagai pelindung dan jendela yang dilalui

    berkas cahaya menuju retina.3

    Radang kornea (Keratitis) biasanya diklasifikasikan dalam lapis kornea

    yaitu terkena seperti keratitis superficial. Intertisial atau profunda. Keratitis dapat

    disebabkan oleh berbagai hal seperti kurangnya air mata, keracunan obat, reaksi

    alergi terhadap yang diberikan topical dan reaksi terhadap konjungtivitis

    menahun. Keratitis akan memberikan gejala mata merah, rasa silau dan merasa

    kelilipan.4

    Pada referat ini akan dibahas mengenai keratitis pungtata superficial.

    Keratitis pungtata superfisial dapat disebabkan karena sindrom dry eye, blefaritis,

    konjungtivitis kronis, keracunan obat, sinar ultraviolet, atau dapat juga karena

    infeksi sekunder. Gejala klinisnya dapat berupa, mata merah, rasa silau, dan

    merasa kelilipan. Gejala lainnnya yang mungkin ditemukan adalah mata terasa

    perih, gatal dan mengeluarkan kotoran. Keratitis pungtata superfisial memberikan

    gambaran seperti infiltrate halus pada permukaan kornea. Opasitas pada kornea

    tersebut tidak tampak secara langsung pada inspeksi, akan tetapi dapat dilihat

    dengan mudah dengan menggunakan slit lamp atau loup. Lesi epithelial yang

    terdapat keratitis pungtata 4uperficial berupa kumpulan opasitas granular, abu

    abu atau cromblike (seperti remah roti) yang berbentuk bulat atau oval. 1

    BAB II

    PEMBAHASAN

    2.1 Anatomi & Fisiologi

    2.1.1 Anatomi Mata

    Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. bola mata

    dibagian depan (Kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga

    terdapat 2 bentuk kelengkungan yang berbeda.1

  • 7/29/2019 REFERAT SPK

    5/20

    Bola mata dibungkus oleh 3 jaringan ikat, yaitu :

    1. Sklera merupakan jaringan ikat kenyal dan memberikan bentuk pada mata,

    merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian terdepan

    sklera disebut kornea yang bersifat transparan sehingga memudahkan

    cahaya masuk kedalam bola mata. Kelengkungan pada kornea lebih besar

    dibandingkan pada sklera.1

    2. Jaringan uvea merupakan jaringan vaskuler, yang terdiri dari iris, korpus

    siliaris dan koroid. Pada iris didapatkan pupil yang terdiri oleh 3 susunan

    otot dapat mengatur jumlah sinar yang masuk kedalam mata. Otot dilatator

    dipersarafi oleh simpatis sedangkan sfingter iris dan otot siliaris dipersarafi

    oleh para simpatis. Otot siliaris yang terletak dibadan siliaris mengatur

    bentuk lensa untuk kebutuhan akomodasi. Corpus siliaris yang

    menghasilkan humor akuos yang dikeluarkan melalui trabekulum yang

    terletak pada pangkal iris dibatas kornea dan sklera.1

    3. Lapisan ketiga bola mata adalah retina yang terletak paling dalam dan

    mempunyai sususan sebanyak 10 lapis membran neurosensoris yang akan

    merubah sinar menjadi rangsangan pada saraf optik yang diteruskan ke

    otak.1

  • 7/29/2019 REFERAT SPK

    6/20

    Badan kaca atau humor vitreus mengisi rongga dalam bola mata dan

    bersifat gelatin yang hanya menempel pada papil saraf optik, makula dan pars

    pelana. Lensa terletak dibelakang pupil yang dipegang di daerah ekuatornya oleh

    zonula zinii. Lensa mempunyai peranan pada akomodasi atau melihat dekat

    sehingga sinar dapat difokuskan di daerah makula lutea. Terdapat 6 otot

    penggerak bola mata dan terdapat kelenjar lakrimal yang terletak pada daerah

    temporal atas dalam rongga orbita.1

    2.1.2 Anatomi Kornea

    Kornea (Latin cornum = seperti tanduk) adalah selaput bening mata,

    merupakan bagian selaput mata yang tembus cahaya dan merupakan lapisanjaringan yang menutup bola mata sebelah depan.1

    Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola

    mata disebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40

    dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk dilakukan oleh kornea. Rata rata

    ketebalan kornea pada orang dewasa adalah sekitar 0,52 mm di sentral dan 0,65

    mm di perifer. Diameter horizontal kornea rata rata orang dewasa adalah 11,75

    mm dan diameter vertikalnya rata rata 10,66 mm.3

    Dari anterior ke posterior, kornea memiliki 5 lapisan yang saling

    berhubungan yaitu lapisan epitel (yang merupakan kelanjutan dari epitel

    dikonjungtiva bulba), membrana bowman, stroma, membrana descement dan

    endotel.1

    1. Epitel, terdiri atas 5 lapisan sel tidak bertanduk yang saling tumpang

    tindih, 1 lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng. Pada sel basal sering

    terlihat mitosis sel dan sel muda ini terdorong ke depan menjadi menjadi

    lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal

    berikatan erat dengan sel basal disampingnya dan sel poligonal didepannya

    melalui dermosom dan makula ekluden, ikatan ini menghampat pengaliran

    air, elektrolit dan glukosa yang merupakan barrier. Sel basal menghasilkan

    membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi gangguan akan

    mengakibatkan erosi rekuren.1

  • 7/29/2019 REFERAT SPK

    7/20

    2. Membrane Bowman, terletak di bawah epitel kornea yang merupakan

    kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian

    stroma. Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi.1

    3. Stroma, terdiri atas lamel yang merupakan susuna kolagen yang sejajar 1

    dengan lainnya, pada permukaan terlihat ayaman yang teratur sedang di

    bagian perifer serat kolagen ini bercabang, terbentuknya kembali serat

    kolagen memakan waktu lama yang kadang kadang sampai 15 bulan.

    Stroma ini adalah merupakan sekitar 90% dari ketebalan kornea.1

    4. Membrane Descement, merupakan membran aseluler dan merupakan batas

    belakang stroma kornea yang dihasilkan dari sel endotel dan merupakan

    membran basalnya. Membrane ini bersifat sangat elastic dan berkembang

    terus seumur hidup.1

    5. Endotel, terdiri atas 1 lapisan sel dengan bentuk hexagonal, besarnya

    sampai 40 60 mm. Endotel tidak mempunyai daya regenerasi.1

  • 7/29/2019 REFERAT SPK

    8/20

    Suplai darah kornea berasal dari pembuluh pembuluh darah konjungtifa,

    episklera dan sklera yang berakhir di sekitar limbus korneosklera. Kornea itu

    sendiri bersifat avaskuler.5

    2.1.3 Fisiologi Kornea

    Fungsi utama kornea adalah sebagai membrane protektif dan sebuah

    jendela yang dilalui cahaya untuk mencapai retina. Transparansi kornea

    dimungkinkan oleh sifatnya yang avaskuler, memiliki struktur yang uniform yang

    sifat deturgescence nya. Transparansi stroma dibentuk oleh pengaturan fisis

    special dari komponen komponen fibril. Walaupun indeks refraksi dari masing

    masing fibril kolagen berbeda dari substansi infibrilar, diameter yang kecil (300

    A) dari fibril dan jarak yang kecil diantara mereka (300 A) mengakibatkan

    pemisahan dan regularitas yang menyebabkan sedikit pembiasan cahaya

    dibandingkan dengan inhomogenitas optikalnya. Sifat deturgescence di jaga

    dengan pompa bikarbonat aktif dari endotel dan fungsi barbier dari epitel dan

    endotel. Kornea di jaga agar tetap berada pada keadaan basah dengan kada air

    sebanyak 78%.7,6

    Peran kornea dalam proses refraksi cahaya bagi penglihatan seseorang

    sangatlah penting. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 43,25

  • 7/29/2019 REFERAT SPK

    9/20

    dioptri dari total 58,6 kekuatan dioptri mata normal manusia, atau sekitar 74%

    dari seluruh kekuatan dioptri mata normal. Hal ini mengakibatkan gangguan pada

    kornea dapat memberikan pengaruh yang cukup signifikan dalam fungsi fisus

    seseorang.7

    Kornea merupakan struktur vital dari mata dan oleh karenanya kornea

    sangat lah sensitif. Saraf saraf kornea masuk dari stroma kornea melalui

    membrana bowman dan berakhir secara bebas diantara sel sel epithelial serta

    tidak memiliki selebung myelin lagi sekitar 2 3 mm dari limbus ke sentral

    kornea, sehingga menyebabkan sensitifitas yang tinggi pada kornea.5

    Kornea menerima suplai sensoris dari bagian oftalmik nervus trigeminus. Sensasi

    taktil yang terkecil pun dapat menyebabkan refleks penutupan mata. Setiap

    kerusakan pada kornea (erosi, penetrasi benda asing atau keratokonjungtivitis

    ultraviolet) mengekspose ujung saraf sensorik dan menyebabkan nyeri yang intens

    disertai dengan refleks lakrimasi dan penutupan bola mata involunter. Trias yang

    terdiri atas penutupan mata involunter (blepharospasme), refleks lakrimasi

    (epiphora) dan nyeri selalu mengarahkan kepada kemungkinan adanya cedera

    kornea.8

    Seperti halnya lensa, sklera dan badan vitreous, kornea merupakan struktur

    jaringan yang bradittrofik, metabolismenya lambat dimana ini berarti

    penyembuhannya juga lambat. Metabolisme kornea (asam amino dan glukosa)

    diperoleh dari 3 sumber, yaitu :8

    Difusi dari kapiler kapiler disekitarnya

    Difusi dari humor aquous

    Difusi dari film air mata

    Tiga lapisan film air mata prekornea memastikan bahwa kornea tetap

    lembut dan membantu nutrisi kornea. Tanpa film air mata, permukaan epitel akan

    kasar dan pasien akan melihat gambaran yang kabur. Enzim lisosom yang terdapat

    pada film air mata juga melindungi mata dari infeksi.1

    2.2 Keratitis

    Keratitis adalah suatu peradangan kornea yang disebabkan oleh bakteri,

    virus, dan jamur. Keratitis dapat diklasifikasikan berdasarkan lapis kornea yang

  • 7/29/2019 REFERAT SPK

    10/20

    terkena seperti keratitis superficial dan profunda, atau berdasarkan penyebabnya.

    Keratitis diklasifikasikan berdasarkan lapisan pada kornea yang terkena, keratitis

    superfisial dan keratitis profunda, atau berdasarkan penyebabnya yaitu keratitis

    karena berkurangnya sekresi air mata, keratitis karena keracunan obat, keratitis

    reaksi alergi, infeksi, reaksi kekebalan, reaksi terhadap konjungtivitis menahun.1,3

    Pada Keratitis sering timbul rasa sakit yang berat oleh karena kornea

    bergesekan dengan palpebra, karena kornea berfungsi sebagai media untuk

    refraksi sinar dan merupakan media pembiasan terhadap sinar yang yang masuk

    ke mata maka lesi pada kornea umumnya akan mengaburkan penglihatan terutama

    apabila lesi terletak sentral dari kornea. Fotofobia terutama disebabkan oleh iris

    yang meradang Keratitis dapat memberikan gejala mata merah, rasa silau dan

    merasa ada yang mengganjal atau kelilipan.1

    Beberapa faktor resiko yang dapat meningkatkan kejadian terjadinya keratitis

    antara lain:

    a. Perawatan lensa kontak yang buruk; penggunaan lensa kontak yang berlebihan

    b. Herpes genital atau infeksi virus lain

    c. Kekebalan tubuh yang menurun karena penyakit lain

    d. Higienis dan nutrisi yang tidak baik4

    Klasifikasi keratitis berdasarkan lokasi yang terkena dari lapisan kornea :

    1. Keratitis superfisialis

    a. Keratitis epitelial

    Keratitis pungtata superfisialis

    Herpes simplek

    Herpes zoster

    b. Keratitis subepitelial

    Keratitis didiformis dari Westhoff

    Keratitis numularis dari Dimmer

    c. Keratitis stromal

    Keratitis neuroparalitik

    2. Keratitis profunda

    a. Keratitis sklerotikan

    b. Keratitis intersisial

  • 7/29/2019 REFERAT SPK

    11/20

    c. Keratitis disiformis 1

    2.3 Keratitis Punctata Superfisisalis

    2.3.1 Definisi

    Keratitis pungtata merupakan keratitis yang terkumpul di daerah membran

    Bowman dengan infiltrat berbentuk bercak-bercak halus. Keratitis ini disebut juga

    dengan Thygesons disease karena ditemukan pertama kali oleh dr. Phillip

    Thygeson di amerika. Keratitis pungtata disebabkan oleh hal yang tidak spesifik

    dan dapat terjadi pada moluskum kontagiosum, akne rosasea, herpes zoster,

    herpes simpleks, blefaritis, keratitis neuroparalitik, infeksi virus, dry eyes,

    vaksinia, trakoma dan trauma radiasi, trauma, lagoftalmus, keracunan obat seperti

    neomisin, tobramisin dan bahan pengawet lain.3

    Kelainan-kelainan pada keratitis ini dapat berupa :

    1. Keratitis pungtata superfisial

    2. Pada konjungtivitis vernal dan konjungtivitis atopik ditemukan bersama

    papil raksasa.

    3. Pada trakoma, pemfigoid, sindrom Stevens Johnson dan pasca pengobatan

    radiasi dapat ditemukan bersama-sama dengan jaringan parut konjungtiva.

  • 7/29/2019 REFERAT SPK

    12/20

    Keratitis pungtata superfisialis adalah penyakit bilateral rekuren menahun

    yang jarang ditemukan. Penyakit ini berjalan kronis, tidak terlihat adanya gejala

    kelainan konjungtiva ataupun tanda radang akut dan biasanya terjadi pada dewasa

    muda. Keratitis ini ditandai dengan adanya infiltrat berbentuk bercak-bercak halus

    yang terkumpul di daerah antara epitel dan membrana bowman.

    Penyakit ini ditandai kekerutan epitel yang meninggi berbentuk lonjong

    dan jelas, yang menampakkan bintik-bintik pada pemulasan dengan fluoresein,

    terutama di daerah pupil. Uji fluoresein merupakan sebuah tes untuk mengetahui

    terdapatnya kerusakan epitel kornea. Dasar dari uji ini adalah bahwa zat warna

    fluoresein akan berubah berwarna hijau pada media alkali. Zat warna fluoresein

    bila menempel pada epitel kornea maka bagian yang terdapat defek akan

    memberikan warna hijau karena jaringan epitel yang rusak bersifat lebih basa.

    Sebelum dilakukan uji ini, mata diteteskan anestetikum pantokain 1 tetes.

    Kemudian zat warna fluoresein 0,5% - 2% diteteskan pada mata atau kertas

    fluoresein ditaruh pada forniks inferior seama 20 detik. Zat warna lalu diirigasi

    dengan garam fisiologik sampai seluruh air mata tidak berwarna hijau lagi.

    Kemudian dilakukan penilaian pada kornea yang berwarna hijau. Bila terdapat

    warna hijau pada kornea berarti terdapat defek pada epitel kornea. Defek ini dapat

    berbentuk erosi kornea atau infiltrat yang mengakibatkan kerusakan epitel.

    Kekeruhan ini tidak tampak dengan mata telanjang, namun mudah dilihat dengan

    slit-lamp dengan lampu berwarna biru sehingga permukaan kornea terlihat warna

    hijau.

    Kekeruhan subepitelial dibawah lesi epitel sering terlihat semasa

    penyembuhan penyakit epitel ini, uji sensibilitas kornea juga diperiksa untuk

    mengetahui fungsi dari saraf trigeminus dan fasial baik bila keratitis pungtatasuperfisialis disebabkan oleh virus umumnya sensibilitas kornea menurun. 2,3,8

  • 7/29/2019 REFERAT SPK

    13/20

    2.3.2 Patofisiologi

    Kornea adalah struktur yang avaskuler oleh sebab itu pertahanan pada

    waktu peradangan, tidak dapat segera ditangani seperti pada jaringan lainnya yang

    banyak mengandung vaskularisasi. Sel-sel di stroma kornea pertama-tama akan

    bekerja sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah

    yang ada di limbus dan tampak sebagai injeksi pada kornea. Sesudah itu terjadilah

    infiltrasi dari sel-sel lekosit, sel-sel polimorfonuklear, sel plasma yang

  • 7/29/2019 REFERAT SPK

    14/20

    mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak sebagai bercak kelabu, keruh dan

    permukaan kornea menjadi tidak licin.

    Epitel kornea dapat rusak sampai timbul ulkus. Adanya ulkus ini dapat

    dibuktikan dengan pemeriksaan fluoresin sebagai daerah yang berwarna kehijauan

    pada kornea. Bila tukak pada kornea tidak dalam dengan pengobatan yang baik

    dapat sembuh tanpa meninggakan jaringan parut, namun apabila tukak dalam

    apalagi sampai terjadi perforasi penyembuhan akan disertai dengan terbentuknya

    jaringan parut. Mediator inflamasi yang dilepaskan pada peradangan kornea juga

    dapat sampai ke iris dan badan siliar menimbulkan peradangan pada iris.

    Peradangan pada iris dapat dilihat berupa kekeruhan di bilik mata depan. Kadang-

    kadang dapat terbentuk hipopion. 9

    2.3.3 Etiologi

    Belum ditemukan organisme penyebabnya, namun dicurigai virus. Pada

    satu kasus berhasil diisolasi virus varicella-zoster dari kerokan kornea.3,9

    Penyebab lainnya dapat terjadi pada moluskulum kontangiosum, acne roasea,

    blefaritis neuroparalitik, trachoma, trauma radiasi, lagoftalmos, keracunan obat

    seperti neomisin, tobramisin dan bahan pengawet lainnya.1

    2.3.4 Manifestasi klinis

    Iritasi ringan, mata berair, penglihatan yang sedikit kabur, dan fotofobia

    adalah gejala satu-satunya. Konjungtiva tidak terkena .3,10

    Keratitis epithelial sekunder terhadap blefarokonjungtivitis stafilokokus

    dapat dibedakan dari keratitis punctata superfisialis karena mengenai sepertiga

    kornea bagian bawah. Keratitis epithelial pada trachoma dapat disingkirkan

    karena lokasinya dibagian sepertiga kornea bagian atas dan ada pannus. Banyak

    diantara keratitis yang mengenai kornea bagian superfisialis bersifat unilateral

    atau dapat disingkirkan berdasarkan riwayatnya.3

    Pasien dengan keratitis pungtata superfisial biasanya datang dengan

    keluhan iritasi ringan, adanya sensasi benda asing, mata berair, penglihatan yang

    sedikit kabur, dan silau (fotofobia) . Lesi pungtata pada kornea dapat dimana saja

    tapi biasanya pada daerah sentral. Daerah lesi biasanya meninggi dan berisi titik-

    titik abu-abu yang kecil. Keratitis epitelial sekunder terhadap

  • 7/29/2019 REFERAT SPK

    15/20

    blefarokonjungtivitis stafilokokus dapat dibedakan dari keratitis pungtata

    superfisial karena mengenai sepertiga kornea bagian bawah. Keratitis epitelial

    pada trakoma dapat disingkirkan karena lokasinya dibagian sepertiga kornea

    bagian atas dan ada pannus. Banyak diantara keratitis yang mengenai kornea

    bagian superfisial bersifat unilateral atau dapat disingkirkan berdasarkan

    riwayatnya. 1

    Penderita akan mengeluh sakit pada mata karena kornea memiliki banyak

    serabut nyeri, sehingga amat sensitif. Kebanyakan lesi kornea superfisialis

    maupun yang sudah dalam menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit

    diperberat oleh kuman kornea bergesekan dengan palpebra. Karena kornea

    berfungsi sebagai media untuk refraksi sinar dan merupakan media pembiasan

    terhadap sinar yang masuk ke mata maka lesi pada kornea umumnya akan

    mengaburkan penglihatan terutama apabila lesi terletak sentral pada kornea.1

    Fotofobia yang terjadi biasanya terutama disebabkan oleh kontraksi iris

    yang meradang. Dilatasi pembuluh darah iris adalah fenomena refleks yang

    disebabkan iritasi pada ujung serabut saraf pada kornea. Pasien biasanya juga

    berair mata namun tidak disertai dengan pembentukan kotoran mata yang banyak

    kecuali pada ulkus kornea yang purulen. Keratitis Pungtata Superfisial ini juga

    akan memberikan gejala mata merah, silau, merasa kelilipan, penglihatan kabur. 1

    2.3.6 Pemeriksaan

    Dalam mengevaluasi peradangan kornea penting untuk membedakan

    apakah tanda yang kita temukan merupakan proses yang masih aktif atau

    merupakan kerusakan dari struktur kornea hasil dari proses di waktu yang lampau.

    Sejumlah tanda dan pemeriksaan sangat membantu dalam mendiagnosis dan

    menentukan penyebab dari suatu peradangan kornea seperti: pemeriksaan sensasi

    kornea, lokasi dan morfologi kelainan, pewarnaan dengan fluoresin,

    neovaskularisasi, derajat defek pada epithel, lokasi dari infiltrat pada kornea,

    edema kornea, keratik presipitat, dan keadaan di bilik mata depan. Tanda-tanda

    yang ditemukan ini juga berguna dalam mengawasi perkembangan penyakit dan

    respon terhadap pengobatan. 9

  • 7/29/2019 REFERAT SPK

    16/20

    2.3.7 Penatalaksanaan

    Penatalaksanaan pada ketratitis pungtata superfisial pada prinsipnya adalah

    diberikan sesuai dengan etiologi. Untuk virus dapat diberikan idoxuridine,

    trifluridin atau acyclovir. Untuk bakteri gram positif pilihan pertama adalah

    cafazolin, penisilin G atau vancomisin dan bakteri gram negatif dapat diberikan

    tobramisin, gentamisin atau polimixin B.Pemberian antibiotik juga diindikasikan

    jika terdapat secret mukopurulen, menunjukkan adanya infeksi campuran dengan

    bakteri. Untuk jamur pilihan terapi yaitu : natamisin, amfoterisin atau fluconazol.

    Selain itu obat yang dapat membantu epitelisasi dapat diberikan. 1

    Namun selain terapi berdasarkan etiologi, pada keratitis pungtata

    superfisial ini sebaiknya juga diberikan terapi simptomatisnya agar dapat

    memberikan rasa nyaman dan mengatasi keluhan-keluhan pasien. Pasien dapat

    diberi air mata buatan, sikloplegik dan kortikosteroid. Pemberian air mata buatan

    yang mengandung metilselulosa dan gelatin yang dipakai sebagai pelumas

    oftalmik, meningkatkan viskositas, dan memperpanjang waktu kontak kornea

    dengan lingkungan luar. Pemberian tetes kortikosteroid pada Keratitis Pungtata

    Superfisial ini bertujuan untuk mempercepat penyembuhan dan mencegah

    terbentuknya jaringan parut pada kornea, dan juga menghilangkan keluhan

    subjektif seperti fotobia namun pada umumnya pada pemeberian steroid dapat

    menyebabkan kekambuhan karena steroid juga dapat memperpanjang infeksi dari

    virus jika memang etiologi dari Keratitis Pungtata Superfisial tersebut adalah

    virus.

    Namun pemberian kortikosteroid topikal pada Keratitis Pungtata

    Superfisial ini harus terus diawasi dan terkontrol karena pemakaian kortikosteroid

    untuk waktu lama dapat memperpanjang perjalanan penyakit hingga bertahun-

    tahun dan berakibat timbulnya katarak dan glaukoma terinduksi steroid,

    menambah kemungkinan infeksi jamur, menambah berat radang akibat infeksi

    bakteri juga steroid ini dapat menyembunyikan gejala penyakit lain. Penggunaan

    kortikosteroid pada Keratitis Pungtata Superfisial ini menurut beberapa jurnal

    dapat dipertimbangkan untuk diganti dengan NSAID. Dari penelitian-penelitian

    tersebut telah menunjukan bahwa NSAID dapat mengurangi keluhan subjektif

    pasien dan juga mengatasi peradangannya seperti halnya kortikostroid namun

  • 7/29/2019 REFERAT SPK

    17/20

    lebih aman dari steroid itu sendiri karena tidak akan menyebabkan katarak

    ataupun glaukoma yang terinduksi steroid.

    Lensa kontak sebagai terapi telah dipakai untuk mengendalikan gejala,

    supaya dapat melindungi lapisan kornea pada waktu kornea bergesekan dengan

    palpebra, khususnya pada kasus yang mengganggu.

    Pemberian siklopegik mengakibatkan lumpuhnya otot sfingter iris

    sehingga terjadi dilatasi pupil dan mengakibatkan paralisis otot siliar sehingga

    melemahkan akomodasi. Terdapat beberap obat sikloplegia yaitu atropin,

    homatropin, dan tropikamida.

    Namun atropin (0,5%-2%) merupakan sikloplegik yang sangat kuat dan

    juga bersifat midriatik sehingga biasanya tidak dijadikan pilihan terapi pada

    Keratitis Pungtata Superfisial. Efek maksimal atropin dicapai setelah 30-40 menit

    dan bila telah terjadi kelumpuhan otot akomodasi maka akan normal kembali

    dalam 2 minggu setelah obat dihentikan. Atropin juga memberikan efek samping

    nadi cepat, demam, merah, dan mulut kering. Homatropin (2%-5%) efeknya

    hilang lebih cepat dibanding dengan atropin, efek maksimal dicapai dalam 20-90

    menit dan akomodasi normal kembali setelah 24 jam hingga 3 hari. Sedangkan

    trokamida (0,5%-1%) memberikan efek setelah 15-20 menit, dengan efek

    maksimal dicapai setelah 20-30 menit dan hilang setelah 3-6 jam. Obat ini sering

    dipakai untuk melebarkan pupil pada pemeriksaan fundus okuli.

    Selain terapi medikamentosa sebaiknya diberikan pula edukasi pada pasien

    dengan Keratitis Pungtata Superfisial. Pasien diberikan pengertian bahwa

    penyakit ini dapat berlangsung kronik dan juga dapat terjadi kekambuhan. Pasien

    juga sebaiknya dianjurkan agar tidak terlaru sering terpapar sinar matahari

    ataupun debu karena Keratitis Pungtata Superfisial ini dapat juga terjadi padakonjungtivitis vernal yang biasanya tercetus karena paparan sinar matahari, udara

    panas, dan debu, terutama jika pasien tersebut memang telah memiliki riwayat

    atopi sebelumnya. Pasien pun harus dilarang mengucek matanya karena dapat

    memperberat lesi Keratitis Pungtata Superfisial yang telah ada.

    Pada Keratitis Pungtata Superfisial dengan etiologi bakteri, virus, maupun

    jamur sebaiknya kita menyarankan pasien untuk mencegah transmisi penyakitnya

  • 7/29/2019 REFERAT SPK

    18/20

    dengan menjaga kebersihan diri dengan mencuci tangan, membersihkan lap atau

    handuk, sapu tangan, dan tissue.10

    2.3.8 Prognosis

    Prognosis akhirnya baik karena tidak terjadi parut atau vaskularisasi pada

    kornea. Bila tidak diobati, penyakit ini berlangsung 1-3 tahun dengan

    meninggalkan gejala sisa.10

    Meskipun sebagian besar Keratitis Pungtata Superfisial memberikan hasil

    akhir yang baik namun pada beberapa pasien dapat berlanjut hingga menjadi

    ulkus kornea jika lesi pada Keratitis Pungtata Superfisial tersebut telah melebihi

    dari epitel dan membran bowman. Hal ini biasanya terjadi jika pengobatan yangdiberikan sebelumnya kurang adekwat, kurangnya kepatuhan pasien dalam

    menjalankan terapi yang sudah dianjurkan, terdapat penyakit sistemik lain yang

    dapat menghambat proses penyembuhan seperti pada pasien diabetes mellitus,

    ataupun dapat juga karena mata pasien tersebut masih terpapar secara berlebihan

    oleh lingkungan luar, misalnya karena sinar matahari ataupun debu.

    Pemberian kortikosteroid topikal untuk waktu lama dapat memperpanjang

    perjalanan penyakit hingga bertahun-tahun serta dapat pula mengakibatkan

    timbulnya katarak dan glaukoma yang diinduksi oleh steroid.

  • 7/29/2019 REFERAT SPK

    19/20

    BAB III

    PENUTUP

    Keratitis pungtata superfisial merupakan penyakit mata bilateral rekuren

    yang jarang ditemukan, dapat mengenai siapapun tanpa pandang jenis kelamin

    maupun umur. Penyakit ini ditandai dengan kekeruhan epitel yang meninggi,

    berbentuk lonjong dan pada pemulasan dengan fluoresein akan tampak bintik

    bintik terutama di daerah papil.

    Belum ditemukan secara pasti organisme penyebab keratitis pungtata ini,

    namun hingga saat ini virus dicurigai sebagai etiologinya. Pada keratitis pungtata

    pasien akan mengeluhkan penglihatan yang sedikit kabur, fotofobia, dan juga di

    dapatkannya iritasi ringa.

    Penatalaksanaan diberikan sesuai dengan etiologinya namum pemberian

    steroid jangka pendek seringkali dapat menghilangkan kekeruhan dan

    keluhan subjektif. Keratitis atau peradangan pada kornea mata, jika tidak diobati

    dengan benar dapat menyebabkan timbulnya ulkus kornea. Parut kornea karena

    ulkus kornea merupakan penyebab terbesar kebutaan dan pengurangan

    penglihatan.

  • 7/29/2019 REFERAT SPK

    20/20

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Ilyas S. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit

    Buku Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006.

    2. Skuta GL,Cantor LB,Weiss JS. Structure dan Function of the External Eye

    dan Cornea. In : Skuta GL, Cantor LB, Weiss JS. Basic and Cliniccal

    Science Cources : External Disease dan Cornea 2008-2009. Singapore :

    American Academy of Ophthalmology ; 2007.

    3. Vaughan, Daniel. Oftalmologi Umum. Edisi 14 Cetakan Pertama. Widya

    Medika Jakarta, 2000

    4. Doggart JH. Superficial Punctate Keratitis [online]. 1933

    [cited 2012 Desember];. Available from

    URL:http://bjo.bmj.com/cgi/pdf_extract

    5. Pavan-Langston D. Cornea and External Desease. In: Pavan-Langston D.

    Manual of Ocular Diagnosis and Theraphy. 5th edition. Philadelphia;

    Lippincott Williams & Wilkins; 2002.

    6. Biswell R. Cornea. In: Vaughan D, Asbury T, Riordon-Eva P.

    General Ophthalmology. 15th edition. Connecticut ;

    Appleton & Lange; 1999.

    7. Skuta GL,Cantor LB,Weiss JS. Clinical Approach to Immune-Related

    Disorders of the External Eye. In : Skuta GL, Cantor LB, Weiss JS. Basic

    and Cliniccal Science Cources : External Disease dan Cornea 2008-2009.

    Singapore : American Academy of Ophthalmology ; 2007.8. Lang GK. Cornea. In : Lang GK. Ophthalmology A Pocket Textbook

    Atlas. 2nd edition. Stuttgart ; thieme ; 2007.

    9. Mansjoer, Arif M. Kapita Selekta edisi-3 jilid-1. Jakarta: Media

    Aesculapius FKUI.2001.

    10. Duszak RS. Thygeson Superficial Punctata Keratitis [online]. 2008 [cited

    2012 December]. Available from

    URL:http://www.emedicine.medscape.com/article/1197335