Rhino Sinusitis
-
Upload
fenniebubu -
Category
Documents
-
view
236 -
download
0
description
Transcript of Rhino Sinusitis
BAB I
PENDAHULUAN
Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya disertai
atau dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut rinosinusitis. Penyebab utamanya ialah
selesma (common cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti oleh
infeksi bakteri. Sinusitis dikarakteristikkan sebagai suatu peradangan pada sinus paranasal.
Sinusitis diberi nama sesuai dengan sinus yang terkena. Bila mengenai beberapa sinus disebut
multisinusitis. Bila mengenai semua sinus paranasalis disebut pansinusitis. Disekitar rongga
hidung terdapat empat sinus yaitu sinus maksilaris (terletak di pipi), sinus etmoidalis (kedua
mata), sinus frontalis (terletak di dahi) dan sinus sfenoidalis (terletak di belakang dahi).1,2
Rinosinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan, dengan dampak signifikan
pada kualitas hidup dan pengeluaran biaya kesehatan, dan dampak ekonomi pada mereka
yang produktivitas kerjanya menurun. Diperkirakan setiap tahun 6 miliar dolar dihabiskan di
Amerika Serikat untuk pengobatan rinosinusitis. Pada tahun 2007 di Amerika Serikat,
dilaporkan bahwa angka kejadian rinosinusitis mencapai 26 juta individu. Di Indonesia
sendiri, data dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung dan sinus
berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar 102.817
penderita rawat jalan di rumah sakit. Rinosinusitis lebih sering ditemukan pada musim dingin
atau cuaca yang sejuk ketimbang hangat.1,6,11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi dan Fisiologi Sinus Paranasal
Ada empat pasang sinus paranasal yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan
sinus sfenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang
kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam tulang. Semua sinus mempunyai muara ke rongga
hidung.
Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung dan
perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus sfenoid dan sinus frontal.
Sinus maksila dan sinus etmoid telah ada saat anak lahir, sedangkan sinus frontal berkembang
dari dari sinus etmoid anterior pada anak yang berusia kurang lebih 8 tahun. Pneumatisasi
sinus sfenoid dimulai pada usia 8-10 tahun dan berasal dari bagian postero-superior rongga
hidung. Sinus-sinus ini umumnya mencapai besar maksila 15-18 tahun. Pada orang sehat,
sinus terutama berisi udara. Seluruh sinus dilapisi oleh epitel saluran pernapasan yang
mengalami modifikasi, dan mampu menghasilkan mukus dan bersilia, sekret disalurkan ke
dalam rongga hidung.
Sinus Maksila
Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus maksila
bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran
maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa.
Sinus maksila berbentuk segitiga. Dinding anterior sinus ialah permukaan fasial os
maksila yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infra-temporal
maksila, dinding medialnya ialah dinding lateral rongga hidung dinding superiornya adalah
dasar orbita dan dinding inferior ialah prosesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila
berada di sebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui
infindibulum etmoid.
Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah:
1. Dasar dari anatomi sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas,
yaitu premolar (P1 dan P2), molar (M1 dan M2), kadang-kadang juga gigi taring (C)
dan gigi molar M3, bahkan akar-akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus,
sehingga infeksi gigi geligi mudah naik ke atas menyebabkan sinusitis.
2. Sinusitis maksila dapat menyebabkan komplikasi orbita.
3. Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drainase kurang
baik, lagipula drainase juga harus melalui infundibulum yang sempit. Infundibulum
adalah bagian dari sinus etmoid anterior dan pembengkakan akibat radang atau alergi
pada daerah ini dapat menghalangi drenase sinus maksila dan selanjutnya
menyebabkan sinusitus.
Sinus Frontal
2
Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan ke empat fetus,
berasal dari sel-sel resesus frontal atau dari sel-sel infundibulum etmoid. Sesudah lahir, sinus
frontal mulai berkembang pada usia 8-10 tahun dan akan mencapai ukuran maksimal sebelum
usia 20 tahun. Sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris, satu lebih besar dari pada
lainnya dan dipisahkan oleh sekret yang terletak di garis tengah. Kurang lebih 15% orang
dewasa hanya mempunyai satu sinus frontal dan kurang lebih 5% sinus frontalnya tidak
berkembang. Ukurannya sinus frontal adalah 2.8 cm tingginya, lebarnya 2.4 cm dan dalamnya
2 cm. Sinus frontal biasanya bersekat-sekat dan tepi sinus berleku-lekuk. Tidak adanya
gambaran septumn-septum atau lekuk-lekuk dinding sinus pada foto Rontgen menunjukkan
adanya infeksi sinus. Sinus frontal dipisakan oleh tulang yang relatif tipis dari orbita dan fosa
serebri anterior, sehingga infeksi dari sinus frontal mudah menjalar ke daerah ini. Sinus
frontal berdrainase melalui ostiumnya yang terletak di resesus frontal. Resesus frontal adalah
bagian dari sinus etmoid anterior.1,2
Sinus Etmoid
Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan akhir-akhir ini
dianggap paling penting, karena dapat merupakan fokus infeksi bagi sinus-sinus lainnya. Pada
orang dewasa bentuk sinus etomid seperti piramid dengan dasarnya di bagian posterior.
Ukurannya dari anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi 2.4 cmn dan lebarnya 0.5 cm di bagian
anterior dan 1.5 cm di bagian posterior.1,2
Sinus etmoid berongga-rongga, terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang tawon,
yang terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang terletak di antara konka media
dan dinding medial orbita, karenanya seringkali disebut sel-sel etmoid. Sel-sel ini jumlahnya
bervariasi antara 4-17 sel (rata-rata 9 sel). Berdasarkan letaknya, sinus etmoid dibagi menjadi
sinus etmoid anterior yang bermuara di meatus medius dan sinus etmoid posterior yang
bermuara di meatus superior. Sel-sel sinus etmoid anterior biasanya kecil-kecil dan banyak,
letaknya di bawah perlekatan konka media, sedangkan sel-sel sinus etmoid posterior biasanya
lebih besar dan lebih sedikit jumlahnya dan terletak di postero-superior dari perlekatan konka
media.1,2
Di bagian terdepan sinus etmoid enterior ada bagian yang sempit, disebut resesus
frontal, yang berhubungan dengan sinus frontal. Sel etmoid yang terbesar disebut bula etmoid.
Di daerah etmoid anterior terdapat suatu penyempitan yang disebut infundibulum, tempat
bermuaranya ostium sinus maksila. Pembengkakan atau peradangan di resesus frontal dapat
3
menyebabkan sinusitis frontal dan pembengkakan di infundibulum dapat menyebabkan
sisnusitis maksila.
Atap sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan lamina kribosa.
Dinding lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan membatasi sinus etmoid
dari rongga orbita. Di bagian belakang sinus etmoid posterior berbatsan dengan sinus sfenoid.
Sinus Sfenoid
Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior. Sinus
sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. Ukurannya adalag 2 cmn
tingginya, dalamnya 2.3 cm dan lebarnya 1.7 cm. Volumenya bervariasi dari 5-7.5 ml. Saat
sinus berkembang, pembuluh darah dan nerbus di bagian lateral os sfenoid akan menjadi
sangat berdekatan dengan rongga sinus dan tampak sebagai indentasi pada dinding sinus
etmoid.1,2
Batas-batasnya ialah, sebelah superior terdapat fosa serebri media dan kelenjar
hipofisa, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan dengan sinus
kavernosus dan a.karotis interna (sering tampak sebagai indentasi) dan di sebelah posteriornya
berbatasan dengan fosa serebri posterior di daerah pons.1,2
Kompleks Ostio-Meatal
Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu di meatus medius, ada muara-muara
saluran dari sinus maksila, sinus frontal dan sinus etmoid anterior. Daerah ini rumit dan
sempit dan dinamakan kompleks ostio-meatal (KOM), terdiri dari infundibulum etmoid yang
terdapat di belakang prosesus unsinatus, resesus frontalis, bula etmoid dan sel-sel etmoid
anterior dengan ostiumnya dan ostium sinus maksila.1,2
Sampai saat ini belum ada kesesuaian pendapat mengenai fisiologi sinus paranasal.
Ada yang berpendapat bahwa sinus paranasal ini tidak mempunyai fungsi apa-apa, karena
terbentuknya sebagai akibat pertumbuhan tulang muka. Namun ada beberapa pendapat yang
dicetuskan mengenail fungsi sinus paranasal yakni :1,2
1. Sebagai pengatur kondisi udara (air conditioning)
Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan mengatur
kelembaban udara inspirasi. Keberatan terhadap teori ini ialah karena ternyata tidak
didapati pertukaran udara yang definitive antara sinus dan rongga hidung. Lagipula
mukosa sinus tidak mempunyai vaskularisasi dan kelenjar yang sebanyak mukosa
hidung.
4
2. Sebagai penahan suhu (thermal insulators)
Sinus paranasal berfungsi sebagai penahan (buffer) panas, melindungi orbita dan fossa
serebri dari suhu rongga hidung yang berubah-ubah.
3. Membantu keseimbangan kepala
Sinus membantu keseimbangan kepala karena mengurangi berat tulang muka. Akan
tetapi, bila udara dalam sinus diganti dengan tulang, hanya akan memberikan
pertambahan berat sebesar 1% dari berat kepala, sehingga teori dianggap tidak
bermakna.
4. Membantu resonansi suara
Sinus mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonansi suara dan mempengaruhi
kualitas suara. Akan tetapi ada yang berpendapat, posisi sinus dan ostiumnya tidak
memungkinkan sinus berfungsi sebagai resonator yang efektif. Lagipula tidak ada
korelasi antara resonansi suara dan besarnya sinus pada hewan-hewan tingkat rendah.
5. Sebagai peredam perubahan tekanan udara
Fungsi ini berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar dan mendadak misalnya
pada waktu bersin atau membuang ingus
6. Membantu produksi mukus
Mukus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya kecil
dibandingkan dengan mukus dari rongga hidung, namun efektif untuk membersihkan
partikel yang turut masuk dengan udara inspirasi karena mukus ini keluar dari meatus
medius, tempat yang paling strategis.
2.2. Rhinosinusitis
2.2.1. Definisi
Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya disertai
atau dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut rinosinusitis. Penyebab utamanya ialah
selesma (common cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti oleh
infeksi bakteri. Sinusitis dikarakteristikkan sebagai suatu peradangan pada sinus paranasal.
5
Sinusitis diberi nama sesuai dengan sinus yang terkena. Bila mengenai beberapa sinus disebut
multisinusitis. Bila mengenai semua sinus paranasalis disebut pansinusitis. Disekitar rongga
hidung terdapat empat sinus yaitu sinus maksilaris (terletak di pipi), sinus etmoidalis (kedua
mata), sinus frontalis (terletak di dahi) dan sinus sfenoidalis (terletak di belakang dahi).1,2
Dari 5 guidelines yakni European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps
2007 (EP3OS), British Society for Allergy and Clinical Immunology (BSACI) Rhinosinusitis
Initiative (RI), Joint Task Force on Practice Parameters (JTFPP), dan Clinical Practice
Guidelines : Adult Sinusitis (CPG:AS), 4 diantaranya sepakat untuk mengadopsi istilah
rinosinusitis sebagai pengganti sinusitis, sementara 1 pedoman yakni JTFFP, memilih untuk
tidak menggunakan istilah tersebut. Istilah rinosinusitis dipertimbangkan lebih tepat untuk
digunakan mengingat konka nasalis media terletak meluas secara langsung hingga ke dalam
sinus ethmoid, dan efek dari konka nasalis media dapat terlihat pula pada sinus ethmmoid
anterior. Secara klinis, inflamasi sinus (yakni, sinusitis) jarang terjadi tanpa diiringi inflamasi
dari mukosa nasal di dekatnya. Namun, para ahli yang mengadopsi istilah rinosinusitis tetap
mengakui bahwa istilah rinosinusitis maupun sinusitis sebaiknya digunakan secara bergantian,
mengingat istilah rinosinusitis baru saja digunakan secara umum dalam beberapa dekade
terakhir.10
2.2.2. Klasifikasi
Terdapat banyak subklasifikasi dari rinosinusitis, namun yang paling sederhana adalah
pembagian rinosinusitis berdasarkan durasi dari gejala. Rinosinusitis didefinisikan akut
menurut 3 guidelines (pedoman) yakni oleh RI, JTFPP, dan oleh CPG:AS yakni apabila
durasi gejala berlangsung selama 4 minggu atau kurang. Oleh CPG:AS rinosinusitis
diklasifikasikan sebagai subakut apabila gejala berlangsung antara 4 minggu hingga 12
minggu, sedangkan definisi dari JTFPP menentukan durasi subakut mulai dari 4 minggu
hingga 8 minggu. Lebih jauh lagi CPG:AS mendefinisikan rinosinusitis akut berulang
(recurrent) sebagai 4 episode atau lebih rinosinusitis akut yang terjadi dalam setahun, tanpa
gejala menetap di antara episode, sementara JTFPP mendefinisikan rinosinusitis akut berulang
sebagai 3 episode atau lebih rinosinusitis akut per tahun. Untuk rinosinusitis kronik, hampir
semua pedoman sepakat bahwa rinosinusitis kronik merupakan gejala rinosinusitis yang
menetap selama 12 minggu atau lebih, kecuali JTFFP yang menetapkan gejala rinosinusitis
yang menetap selama 8 minggu atau lebih sebagai kriteria rinosinusitis kronik.10
2.2.3. Etiologi dan Faktor Predisposisi
6
Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus, bermacam
rinitis terutama rinitis alergi, rinitis hormonal pada wanita hamil, polip hidung, kelainan
anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan kompleks osti-meatal (KOM),
infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologik, diskenesia silia seperti pada sindrom
Kartgener, dan di luar negeri adalah penyakit fibrosis kistik. Faktor predisposisi yang paling
lazim adalah poliposis nasal yang timbul pada rinitis alergika; polip dapat memenuhi rongga
hidung dan menyumbat sinus.1,2
Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan faktor penting penyebab sinusitis sehingga
perlu dilakukan adenoidektomi untuk menghilangkan sumbatan dan menyembuhkan
rinosinusitisnya. Hipertrofi adenoid dapat didiagnosis dengan foto polos leher posisi lateral.
Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan berpolusi, udara dingin dan kering serta
kebiasaan merokok. Keadaaan ini lama-lama menyebabkan perubahan mukosa dan merusak
silia. 1
Penyebab sinusitis dibagi menjadi:
1. Rhinogenik
Penyebab kelainan atau masalah di hidung. Segala sesuatu yang menyebabkan
sumbatan pada hidung dapat menyebabkan sinusitis. Contohnya rinitis akut, rinitis
alergi, polip, diaviasi septum dan lain-lain. Alergi juga merupakan predisposisi infeksi
sinus karena terjadi edema mukosa dan hipersekresi. Mukosa sinus yang membengkak
menyebabkan infeksi lebih lanjut, yang selanjutnya menghancurkan epitel permukaan,
dan siklus seterusnya berulang.
2. Dentogenik/odontogenik
Penyebab oleh karena adanya kelainan gigi. Sering menyebabkan sinusitis adalah
infeksi pada gigi geraham atas (premolar dan molar). Bakteri penyebab adalah
Streptococcus pneumoniae, Hemophilus influenza, Streptococcus viridans,
Staphylococcus aureus, Branchamella catarhalis dan lain-lain.
Penyebab yang yang cukup sering terjadinya sinusitis adalah disebabkan oleh adanya
kerusakan pada gigi.1,2
Sinusitis Dentogen
Merupakan penyebab paling sering terjadinya sinusitis kronik. Dasar sinus
maksila adala prosessus alveolaris tempat akar gigi, bahkan kadang-kadang tulang
tanpa pembatas. Infeksi gigi rahang atas seperti infeksi gigi apikal akar gigi, atau
inflamasi jaringan periondontal mudah menyebar secara langsung ke sinus, atau
melalui pembuluh darah dan limfe. Harus dicurigai adanya sinusitis dentogen pada
7
sinusitis maksila kronik yang mengenai satu sisi dengan ingus yang purulen dan napas
berbau busuk. Untuk mengobati sinusitisnya, gigi yang terinfeksi harus dicabut dan
dirawat, pemberian antibiotik yang mencakup bakteria anaerob. Seringkali juga
diperlukan irigasi sinus maksila.1
Sinusitis Jamur
Sinusitis jamur adalah infeksi jamur pada sinus paranasal, suatu keadaan yang
jarang ditemukan. Angka kejadian meningkat dengan meningkatnya pemakaian
antibiotik, kortikosteroid, obat-obat imunosupresan dan radioterapi. Kondisi yang
merupakan faktor predisposisi terjadinya sinusitis jamur antara lain diabetes mellitus,
neutopenia, penyakit AIDS dan perawatan yang lama di rumah sakit. Jenis jamur yang
sering menyebabkan infeksi sinus paranasal ialah spesis Aspergillus dan Candida.1
Perlu di waspadai adanya sinusitis jamur paranasal pada kasus seperti berikut :
Sinusitis unilateral yang sukar sembuh dengan terapi antibiotik. Adanya gambaran
kerusakkan tulang dinding sinus atau adanya membran berwarna putih keabu-abu
pada irigasi antrum. Para ahli membagikan sinusitis jamur terbagi menjadi bentuk
yang invasif dan non-invasif. Sinusitis jamur yang invasif dibagi menjadi invasif akut
fulminan dan invasif kronik indolen. Sinusitis jamur invasif akut, ada invasi jamur ke
jaringan dan vaskular. Sering terjadi pada pasien diabetes yang tidak terkontrol, pasien
dengan imunosupresi seperti leukemia atau neutropenia, pemakain steroid yang lama
dan terapi imunosupresan. Imunitas yang rendah dan invasi pembuluh darah
meyebabkan penyebaran jamur menjadi sangat cepat dan merusak dinding sinus,
jaringan orbita dan sinus kavernosus. Di kavum nasi, mukosa konka dan septum
warna biru-kehitaman dan ada mukosa konka atau septum yang nekrotik. Sering kali
berakhir dengan kematian. 1
Sinusitis jamur inavasif kronik biasanya terjadi pada pasien dengan ganguan
imunologik atau metabolik seperti diabetes. Bersifat kronik progresif dan bisa
menginvasi sampai ke orbita atau intrakranial, tetapi gejala klinisnya tidak sehebat
gejala klinis pada fulminan kerana perjalanan penyakitnya berjalan lambat. Gejala-
gejalanya sama seperti sinusitis bakterial, tetapi sekret hidungnya kental dengan
bercak-bercak kehitaman yang bila dilihat dengan mikroskop merupakan koloni
jamur. Sinusitis jamur non-invasif, atau misetoma, merupakan kumpulan jamur di
dalam ronggasinus tanpa invasi ke mukosa dan tidak mendestruksi tulang. Sering
mengenai sinus maksila. Gejala klinik merupai sinusitis kronik berupa rinore purulen,
post nasal drip, dan napas bau. Kadang-kadang ada massa jamur di kavum nasi. Pada
8
operasi bisa ditemukan materi jamur berwarna coklat kehitaman dan kotor dengan atau
tanpa pus di dalam sinus.1
2.2.4. Epidemiologi
Rinosinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan, dengan dampak signifikan
pada kualitas hidup dan pengeluaran biaya kesehatan, dan dampak ekonomi pada mereka
yang produktivitas kerjanya menurun. Diperkirakan setiap tahun 6 miliar dolar dihabiskan di
Amerika Serikat untuk pengobatan rinosinusitis. Pada tahun 2007 di Amerika Serikat,
dilaporkan bahwa angka kejadian rinosinusitis mencapai 26 juta individu. Di Indonesia
sendiri, data dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung dan sinus
berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar 102.817
penderita rawat jalan di rumah sakit. Rinosinusitis lebih sering ditemukan pada musim dingin
atau cuaca yang sejuk ketimbang hangat.1,6,11
2.2.5. Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya klirens
mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam kompleks osteo-meatal. Sinus dilapisi oleh sel
epitel respiratorius. Lapisan mukosa yang melapisi sinus dapat dibagi menjadi dua yaitu
lapisan viscous superficial dan lapisan serous profunda. Cairan mukus dilepaskan oleh sel
epitel untuk membunuh bakteri maka bersifat sebagai antimikroba serta mengandungi zat-zat
yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk bersama
udara pernafasan. Cairan mukus secara alami menuju ke ostium untuk dikeluarkan jika
jumlahnya berlebihan. 1
Faktor yang paling penting yang mempengaruhi patogenesis terjadinya sinusitis yaitu
apakah terjadi obstruksi dari ostium. Jika terjadi obstruksi ostium sinus akan menyebabkan
terjadinya hipooksigenasi, yang menyebabkan fungsi silia berkurang dan epitel sel
mensekresikan cairan mukus dengan kualitas yang kurang baik. Disfungsi silia ini akan
menyebabkan retensi mukus yang kurang baik pada sinus. Organ-organ yang membentuk
KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi edema, mukosa yang berhadapan, akan saling
bertemu sehingga silia tidak dpat bergerak dan ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan
negatif di dalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi, mula-mula serous.
Kondisi ini boleh dianggap sebagai rinosinusitis non-bacterial dan biasanya sembuh dalam
waktu beberapa hari tanpa pengobatan. 1
9
Bila kondisi ini menetap, sekret yang dikumpul dalam sinus merupakan media baik
untuk pertumbuhan dan multiplikasi bakteri. Sekret menjadi purulen. Keadaan ini disebut
sebagai rinosinusitis aku bakterial dan memerlukan terapi antibiotik.
Dengan ini dapat disimpulkan bahwa patofisiologi sinusitis ini berhubungan dengan tiga
faktor, yaitu patensi ostium, fungsi silia, dan kualitas sekresi hidung. Perubahan salah satu
dari faktor ini akan merubah sistem fisiologis dan menyebabkan sinusitis. 1
2.2.6. Manifestasi Klinis
Keluhan utama rinosinusitis akut ialah hidung tersumbat disertai dengan nyeri/rasa
tekanan pada muka dan ingus purulen, yang seringkali turun ke tenggorok (post nasal drip).
Dapat disertai dengan gejala sistemik seperti demam dan lesu. 1
Keluhan nyeri atau rasa tekanan di daerah sinus yang terkena merupakan ciri khas sinusitis
akut, serta kadang-kadang nyeri juga terasa di tempat lain (referred pain) . nyeri pipi
menandakan sinusitis maksila, nyeri di antara atau di belakang kedua bola mata menandakan
sinusitis etmoida, nyeri di dahi atau kepala menandakan sinusitis frontal. Pada sinusitis
maksila kadang-kadang terdapat nyeri alih ke gigi dan telinga.
Gejala lain adalah sakit kepala, hiposmia/anosmia, halitosis, post-nasal drip yang dapat
menyebabkan batuk dan sesak pada anak.
Keluhan sinusitis kronik tidak khas sehingga sulit didiagnosis. Kadang-kadang hanya
1 atau 2 dari gejala-gejala di bawah ini:
a. Sakit kepala kronik
b. Post-nasal drip
c. Batuk kronik
d. Ganguan tenggorok
e. Ganguan telinga akibat sumbatan di muara tuba Eustachius
f. Ganguan ke paru seperti bronkitis (sino-bronkitis), brokietakasis, serangan asma yang
meningkat dan sulit diobati.
Pada anak, mukopus yang tertelan dapat menyebakan gastroenteritis. 1
2.2.7. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Pemeriksaan fisik dengan rhinoskopi anterior, dan posterior, pemeriksaan naso-
endoskopi sangat dianjurkan untuk diagnosis yang lebih tepat dan dini. Tanda khas ialah
10
adanya pus di meatus medius (pada sinusitis maksila dan ethmoid anterior dan frontal) atau di
meatus superior (pada sinusitis ethmoidalis posterior dan sfenoid). Pada rinosinusitis akut,
mukosa edema dan hiperemis. Pada anak sering ada pembengkakan dan kemerahan pada
kantus medius.Untuk membantu diagnosis sinusitis, American Academy of Otolaryngology –
Head and Neck Surgery (AAO-HNS) membuat bagan diagnosis yang disebut Task Force on
Rhinosinusitis pada tahun 1996. Bagan ini didasarkan atas gejala klinis yang dibagi atas
kategori gejala mayor dan minor untuk diagnosis rhinosinusitis.3
RINOSINUSITIS
Major Symptoms Minor Symptoms
Facial pain/pressure Headache
Facial congestion/fullness Fever (non acute)
Nasal obstruction/blockage Halitosis
Nasal discharge/purulence/discolored
posterior drainage
Fatigue
Hyposmia/anosmia Dental pain
Purulence on nasal exam Cough
Fever (acute rhinosinusitis only) Ear pain/pressure/fullness
a. Facial pain/pressure alone does not constitute a suggestive history for diagnosis
in the absence of another symptom or sign.
b. Fever in acute sinusitis alone does not constitute a seggustive history for
diangosis in the absence of another symptom or sign.
Tabel 1: Bagan Task force on Rhinosinusitis 19963
Riwayat yang konsisten dengan rinosinusitis memerlukan 2 faktor mayor atau 1 mayor
dan 2 faktor minor pada pasien dengan gejala lbih dari 7 hari. Ketika adanya 1 faktor mayor
atau 2 atau lebih faktor minor yang ada, ini menunjukkan kemungkinan di mana rinosinusitis
perlu di masukkan ke dalam diagnosa banding. 3
Pemeriksaan penunjang yang penting adalah foto polos atau CT-Scan. Foto polos posisi
Waters, PA, lateral, umumnya hanya mampu menilai kondisi sinus-sinus besar seperti sinus
maksila dan frontal. Kelainan akan terlihat perselubungan,air-fluid level , atau penebalan
mukosa. Rontgen sinus dapat menunjukkan kepadatan parsial pada sinus yang terlibat akibat
pembengkakan mukosa atau dapat juga menunjukkan cairan apabila sinus mengandung pus.
11
Pilihan lain dari rontgen adalah ultrasonografi terutama pada ibu hamil untuk menghindari
paparan radiasi. 3
Gambar 2: Foto rontgen sinus yang menunjukkan air-fluid level pada sinus etmoid 4
CT-Scan sinus merupakan gold standard diagnosis sinusitis karena mampu menilai
secara anatomi hidung dan sinus, adanya penyakit dalam hidung dan sinus secara keseluruhan
dan perluasannya. CT scan mampu memberikan gambaranyang bagus terhadap penebalan
mukosa, air-fluid level, struktur tulang, dan kompleks osteomeatal. Namun karena mahal
hanya dikerjakan sebagai penunjang diagnosis sinusitis kronis yang tidak membaik dengan
pengobatan atau pra-operasi sebagai panduan operator saat melakukan operasi sinus.3,4
MRI sinus lebih jarang dilakukan dibandingkan CT scan karena pemeriksaan ini tidak
memberikan gambaran terhadap tulang dengan baik. Namun, MRI dapat membedakan sisa
mukus dengan massa jaringan lunak dimana nampak identik pada CT scan. Oleh karena itu,
MRI akan sangat membantu untuk membedakan sinus yang terisi tumor dengan yang diisi
oleh sekret. 3,4
12
Pada pemeriksaan transiluminasi, sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap. Hal
ini lebih mudah diamati bila sinusitis terjadi pada satu sisi wajah,karena akan nampak
perbedaan antara sinus yang sehat dengan sinus yang sakit. Pemeriksaan ini sudah jarang
dilakukan karena sangat terbatas kegunaannya. Endoskopi nasal kaku atau fleksibel dapat
digunakan untuk pemeriksaan sinusitis. Endoskopi ini berguna untuk melihat kondisi sinus
ethmoid yang sebenarnya, mengkonfirmasi diagnosis, mendapatkan kultur dari meatus media
dan selanjutnya dapat dilakukan irigasi sinus untuk terapi. Ketika dilakukan dengan hati-hati
untuk menghindari kontaminasi dari hidung, kultur meatus media sesuai dengan aspirasi sinus
yang mana merupakan baku emas. Karena pengobatan harus dilakukan dengan mengarah
kepada organisme penyebab, maka kultur dianjurkan. 3,4
Irigasi Sinus
Pengertian Penyumbatan sinus dengan aquadest steril melalui lubang hidung depan dengan menggunakan alat tertentu
Tujuan Mengeluarkan, membersihkan sekret maupun cairan yang berada didalam sinus maksilaris
Kebijakan Mengacu pada standar asuhan keperawatan departemen kesehatan RI SK. Direktur tentang pemberlakuan SOP tindakan keperawatan RSU Siaga Medika Banyumas
Prosedur Persiapan Penderita Klien diberitahu tentangtindakan yang akan dilakukan Hidung sisi yang sakit diberi anasthesi dengan pasang tampon
lidokain-adrenalin Klien menandatangani lembar persetujuan tindakan
Persiapan alat Lampu kepala Spekulum hidung Pincet bayonet Troikart dan selangnya Aquadest steril Lidokain adrenalin Xylocain spray Blass spuit Bengkok
13
Tampon SPROCES Kassa steril Handschoon Schort Kapas tampon hidung
Tindakan Alat-alat disiapkan Klien duduk di kursi pemeriksaan dan dipasang schort Petugas menggunakan handschoon Tampon lidokain adrenalin dicabut dari lubang hidung lalu disemprot
dengan xylocain spray Troikart dimasukan ke dalam sinus maksilaris melalui lubang hidung
depan yang sakit Setelah masuk ke dalam sinus maksilaris troikart dicabut keluar tetapi
kanulnya tetap tinggal di hidung Kanul disambung selang penghubung dengan blass spuit steril Dilakukan irigasi / penyemprotan sinus yang memakai aquadest steril Irigasi / penyemprotan diulang-ulang sampai cairan irigasi yang
keluar hasilnya jernih dan bersih Disemprotkan udara ke sinus untuk mengeluarkan sisa-sisa cairan Kemudian klien disuruh sisi dengan cara hidung yang sehat ditutup
untuk mengeluarkan darah dan sisa sekret Hidung dibersihkan dengan kapas tampon hidung hingga bersih Baru dipasang tampon sproces /kemicitin salf pada sisi hidung yang
sakit atau hidung yang di irigasi Skort klien dibuk, alat-alat dibereskan Keluarga dan klien diberitahu tampon hidung dapat dilepas sendiri
sorenya Klien dianjurkan kontrol seminggu sekali
Pelaksana
Unit Terkait Poli THT
Pemeriksaan Transiluminasi
Jika didapatkan nyeri tekan sinus atau gejala-gejala lain yang menunjukkan sinusitis,
pemeriksaan transiluminasi/ diapanaskopi sinuskadang dapat membantu diagnosis meskipun
kurang sensitive dan spesifik.
Prosedur pemeriksaan:
Ruangan gelap
14
Menggunakan sumber cahaya kuat dan terfokus, arahkan sumber cahaya dipangkal
hidung dibawah alis.
Lindungi sumber cahaya dengan tangan kiri. Lihat bayangan kemerahan di dahi
karena sinar ditransmisikan melalui ruangan udara dalam sinus frontalis ke dahi.
Bila pasien menggunakan gigi palsu pada rahang atas, mintalah pasien untuk
melepasnya. Minta pasien sedikit untuk menengadahkan kepala dan membuka
mulut lebar-lebar. Arahkan sinar dari sudut mata bagian bawah dalam ke arah
bawah.
Lihat bagian palatum durum di dalam mulut. Bayangan kemerahan di palatum
durum menunjukkan sinus maksilaris normal yang terisi oleh udara. Bila sinus
terisi cairan, bayangan kemerahan tersebut meredup atau menghilang.
Cara lain, sumber cahaya dimasukkan ke mulut diarahkan ke mata dan
diperhatikan keadaan pupilnya. Bila pupil midriasis (anisokor), kemungkinan
terdapat cairan/ massa pada sinus. Bila pupil isokor, tidak terdapat cairan/massa.
Transiluminasi menggunakan angka sebagai parameternya. Transiluminasi akan menunjukkan
angka 0 atau 1 apabila terjadi sinusitis (sinus penuh dengan cairan)
2.2.8. Diagnosis Banding
Dokter perlu memahami keluhan pasien yang menggambarkan sinus mereka
bermasalah karena keluhan tersebut mungkin tidak melibatkan sinus. Banyak kondisi yang
mempunyai keluhan nyeri wajah atau sakit kepala yang harus dipertimbangkan. Sindrom sakit
kepala bisa termasuk tension headache, migrain, cluster headache atau arteritis temporal. Pada
15
keluhan sakit mata harus dipertimbangkan glaukoma, kesalahan refraksi dan strabismus.
Neuralgia tengkorak, nyeri leher kronis, penyakit gigi dan gangguan temporomandibular juga
harus dipertimbangkan. Sakit kepala mungkin disebabkan dari kontak septum hidung dengan
salah satu konka, disebut sakit kepala rhinologic(rhinologic headache). Kontak tersebut bisa
dikurangkan dengan pengobatan vasomotor atau rinitis alergi, dapat memperbaiki sakit kepala
pada beberapa pasien. Pasien yang mempunyai sinus sejati mungkin memiliki rhinitis alergi
atau oklusi sinus karena neoplasma. Neoplasma yang sering adalah karsinoma epitel
nasofaring yang biasanya berasal dari sel skuamosa. Kejadian ini lebih banyak di negara
Mediterania dan Timur Jauh. Faktor genetik dan lingkungan juga mungkin memainkan
peranan. DNA virus Epstein-Barr telah dideteksi pada tumor dan kondisi premaligna, dan
beberapa kelompok antigen limfosit manusia(HLA) juga telah diidentifikasi.5
Beberapa penyakit lain yang memiliki manifestasi atau keterkaitan dengan
rinosinusitis yaitu :6
Granulomatosis Wegener melibatkan angiitis yang dikaitkan dengan nekrosis fokal
dan reaksi granulomatosa. Penyakit ini pada awalnya mempengaruhi saluran
pernapasan, tetapi dapat juga berkembang melibatkan organ lain.
Ataksia - telangiektasia merupakan gangguan autosomal resesif yang berhubungan
dengan sinusitis berulang, infeksi paru, bronkiektasis, fibrosis paru, tracheomegalli,
berkurangnya jaringan limfoid dan atrofi cerebellar.
Cystic fibrosis adalah gangguan autosomal resesif yang berhubungan dengan
pernapasan, GI, kelainan jantung dan sinus.
Sindrom silia imotil (immotile cilia syndrome) adalah gangguan autosomal resesif
yang terkait dengan infeksi paru berulang dan/atau konsolidasi paru, sinusitis,
bronkiektasis dan sindrom Kartagener.
Sindrom Kartagener adalah penyakit autosomal resesif yang berhubungan dengan
sinusitis, situs inversus, infeksi pernafasan berulang dan bronkiektasis.
Pasien yang hiperalergik mungkin memiliki polip yang tidak terhitung mengisi rongga
hidung dan menghalangi sinus paranasal, hal ini dapat memberikan penampilan
berkarakteristik pada pemeriksaan imaging. Penyakit ini sangat berkait erat dengan
asma.
Sindrom Wiskott - Aldrich merupakan penyakit genetik yang bersifat X-linked, resesif
dan penyakit defisiensi imun tubuh yang dikaitkan dengan infeksi berulang saluran
pernapasan dan atau pneumonia, sinusitis dan mastoiditis.
16
Sindrom Kuku Kuning (Yellow-nail syndrome) dikaitkan dengan efusi pleura
berulang,efusi perikardial, chylothorax, bronkiektasis dan sinusitis.
Sindrom Muda (Young Syndrome) dikaitkan dengan azoospermia sekunder pada
obstruksi epididimis dan infeksi saluran pernapasan berulang dan sinusitis.
2.2.9. Penatalaksanaan
Pengobatan tergantung pada etiologi dari gejala rhinosinus. Tujuan terapi sinusitis
adalah:
a) Mempercepat penyembuhan,
b) Mencegah komplikasi
c) Mencegah perubahan menjadi kronik.
Prinsip pengobatan adalah membuka sumbatan KOM sehingga drenase dan ventilasi sinus-
sinus pulih alami.6,1
Medika Mentosa
1. Kebanyakan infeksi sinus akut disebabkan oleh virus, di mana mayoritas pasien dapat
membaik dalam 2 minggu tanpa pengobatan antibiotik.7
2. Gejala awal dari infeksi saluran pernapasan atas dapat diobati dengan obat-obatan
lokal atau obat-obatan over-the-counter (OTC).
3. Irigasi dengan larutan salin normal direkomendasikan.
4. Dekongestan topikal, seperti oxymetazoline, dikombinasikan dengan dekongestan
oral, seperti pseudoephedrine, dapat membantu hidung tersumbat dan untuk drainase.
Pasien dinasihatkan tidak menggunakan vasokonstriktor nasal topikal untuk jangka
masa yang panjang karena adanya risiko rinitis medikamentosa. Drainase medis
dicapai dengan vasokonstriktor topikal dan sistemik. Vasokonstriktor alpha-adrenergik
per oral termasuk pseudoefedrin dan fenilefrin bisa digunakan selama 10-14 hari untuk
mengembalikan fungsi mukosiliar dan drainase menjadi normal. Vasokonstriktor
alpha-adrenergik per oral bisa menyebabkan hipertensi dan takikardi, maka mereka
dikontraindikasikan pada pasien dengan penyakit kardiovaskular. Obat ini juga
dikontraindikasikan pada atlit yang mau berkompetisi karena peraturan
pertandingannya. Vasokonstriktor topikal (Oxymetazoline hydrochloride) membantu
drainase menjadi baik, tetapi harus digunakan maksimal 3-5 hari, dengan peningkatan
17
risiko rebound congestion, vasodilatasi dan rinitis medikamentosa bila digunakan
untuk periode yang lama.5,6,7
5. Untuk rinosinusitis akut yang disebabkan oleh bakteri didapatkan dari komunitas
(community-acquired bakteri), antibiotik mengurangi durasi penyakit dan membantu
membasmi infeksi. Berdasarkan uji klinis, amoksisilin, doxycycline, atau
trimethoprim-sulfametoksazol merupakan antibiotik yang disukai dan
direkomendasikan selama 10 sampai 14 hari. Pilihan lain termasuk macrolide seperti
azitromisin atau klaritromisin, atau sefalosporin generasi kedua/ketiga.5 Antibiotik dan
dekongestan merupakan terapi pilihan pada sinusitis akut bakterial, untuk
menghilangkan infeksi dan pembengkakan mukosa serta membuka sumbatan ostium
sinus. Pada sinusitis, antibiotik diberikan selama 10-14 hari meskipun gejala klinik
sudah hilang. 1
Antibiotik harus disediakan untuk pasien dengan gejala yang disebabkan oleh
bakteri. Namun, gejala rinosinusitis bakteri biasanya tidak berbeda dari yang
disebabkan oleh virus. Simptom yang menunjukkan rinosinusitis bakteri termasuk
demam, malaise seluruh badan dan sakit kepala pada bagian frontal unilateral. Selain
itu rinosinusitis bakteri juga merupakan tanda komplikasi dini dan terjadi pada pasien
berisiko (immunodeficiency, usia lanjut, dll). Infeksi bakteri harus dipertimbangkan
jika gejala memburuk atau gagal untuk membaik dalam 7-10 hari. Karena adanya
peningkatan resistensi penisilin pada bakteri patogen utama pada rinosinusitis, jadi
pemilihan antibiotik harus dipertimbangkan. Pada pasien yang tidak beresiko resisten,
amoksisilin merupkan terapi lini pertama. Alternatif lini pertama yang lain termasuk
trimethoprimsulfamethoxazole atau doxycycline.7
6. Flurokuinolon mungkin juga berguna, tetapi belum disetujui untuk populasi anak.
Penggunaan selama 10 hari dapat memberikan pemberantasan 90 %.5
7. Jika tidak ada perbaikan gejala klinis seperti penurunan batuk, penurunan nanah
hidung, resolusi demam atau berkurangnya hidung tersumbat, standar pendekatan
adalah dengan antibiotik lini kedua dengan spektrum yang lebih luas dan diberikan
lebih lama. Jika responnya kurang pada antibiotik lini pertama, maka antibiotik harus
beralih ke cakupan yang lebih luas. Antibiotik lini kedua termasuk amoksisilin-asam
klavulanat, sefalosporin dan makrolida.5,7
8. Respons klinis dan pengobatan biasanya tergantung individual.5
18
9. Parameter praktis oleh Joint Task Force on Practice Parameters for Allergy and
Immunology menetapkan penilaian respons gejala setelah 3-5 hari terapi dan
diteruskan untuk tambahan 7 hari jika ada perbaikan. Namun, jika tiada respon,
antibiotik seharusnya ditukar.7
10. Tambahan steroid hidung dapat meningkatkan keberhasilan pengobatan lebih tinggi.
Kortikosteroid yang digunakan intranasal bisa efektif dengan melemahkan respon
inflamasi, meskipun pada saat ini manfaat mereka masih tidak menyakinkan.
Penggunaan kortikosteroid sistemik mungkin memiliki kelebihan dibandingkan
dengan penggunaan intranasal, seperti tingkat terapeutik yang tinggi dan tidak ada
risiko pelepasan buruk disebabkan oleh penyumbatan hidung. Review Cochrane baru-
baru ini yang mengenai terapi kortikosteroid sistemik untuk rinosinusitis akut,
melaporkan obat ini mempunyai efek mengguntungkan jangka pendek.5,8
11. Pengobatan tambahan lainnya termasuk mucoevacuants untuk menipis sekresi lendir.
Ini termasuk guaifenesin dan kalium iodida. Golongan mukolitik (guaifenesin) secara
teori mempunyai manfaat seperti menipiskan sekresi mukus dan memperbaiki
drainase. Ia jarang digunakan untuk praktek klinis pengobatan sinusitis akut.6,7
12. Belum data tersedia yang menunjukkan bahwa antihistamin bermanfaat pada sinusitis
akut. Antihistamin mungkin berbahaya karena ia mengeringkan membran mukus dan
menurunkan klirens sekresi. Antihistamin bermanfaat untuk mengurangkan obstruksi
ostiomeatal pada pasien dengan alergi dan sinusitis akut; tetapi ia tidak
direkomendasikan untuk penggunaan rutin pada pasien sinusitis akut. Antihistamin
mungkin memburukkan drainase dengan terjadinya penebalan dan
tertumpuknya(pooling) sekresi sinonasal.6 Antihistamin tidak diberikan rutin karena
sifat antikolinergiknya dapat menyebabkan sekret menjadi lebih kental. Bila ada alergi
berat, sebaiknya diberikan antihistamin generasi kedua.1
13. Peran antibiotik pada rinosinusitis kronis(CRS) masih dipertanyakan. Pada penyakit
ini sangat penting untuk mengidentifikasikan faktor penyebab seperti rinitis alergi,
kelainan struktur, immunodeficiency, asap tembakau dan faktor lingkungan atau kerja.
Menurut Kelompok Kerja 2008 tentang CRS pada Dewasa, antibiotik harus disediakan
untuk pasien dengan sinus drainase yang purulen. Lama pengobatan antibiotik masih
kontroversial, tapi pengobatan antibiotik untuk jangka panjang selama 3-6 minggu
mungkin lebih efektif daripada jangka waktu yang lebih pendek. Seperti pada
rinosinusitis akut, perawatan lain termasuk steroid topikal dan irigasi sinus. Steroid
19
oral jangka pendek mungkin bermanfaat dalam mengobati CRS terutama
CRSwNP(chronic rhinosinusitis with nasal polyps). Evaluasi lebih lanjut diperlukan
pada pasien yang gagal terapi medis dan mungkin memerlukan intervensi bedah.
14. Pada AFRs(allergic fungal rhinosinusitis), operasi biasanya diperlukan untuk
menegakkan diagnosis dan menghapuskan mukus yang menebal. Setelah intervensi
bedah, diberikan kortikosteroid oral yang biasanya ditampering off secara bertahap ke
dosis terendah yang diperlukan untuk mengendalikan simptom. Selain itu, semprotan
hidung kortikosteroid topikal digunakan untuk mengendalikan peradangan.
15. Pengobatan antibiotik kronis mungkin memerlukan cakupan anaerobik, seperti
klindamisin, amoksisilin/klavulanat, metronidazole yang dikombinasikan dengan
macrolide, atau moksifloksasin. Lamanya pengobatan adalah 4 sampai 6 minggu. 7
16. Pasien sinusitis dengan penyebabnya dental atau mereka dengan discharge yang
berbau busuk, pengobatan anaerobik diperlukan dengan menggunakan klindamisin
atau amoksisilin dengan metronidazole.
17. Pasien dengan sinusitis nosokomial akut memerlukan pengobatan intravena yang
adekuat untuk organisme gram negatif. Antibiotik aminoglikosida biasanya
merupakan drug of choice karena mempunyai cakupan yang baik pada gram negatif
dan penetrasi sinus. Seleksi antibiotik biasanya berdasarkan hasil kultur yang diambil
dari sekresi maksila.
18. Selain dari pembedahan, komplikasi sinusitis akut ditangani dengan antibiotik
intravena. Sefalosporin generasi ketiga (cefotaxime, ceftriaxone) dengan kombinasi
vancomycin yang memberikan penetrasi intrakranial yang adekuat, merupakan pilihan
pertama.6
19. Imunoterapi dapat dipertimbangkan jika pasien menderita kelainan alergi yang berat.1
Non Medika Mentosa
1. Pembedahan umumnya dicadangkan untuk pasien dengan kelainan anatomi dan hanya
setelah terapi medis maksimal gagal. Kriteria mutlak untuk operasi meliputi setiap
perluasan infeksi atau adanya tumor di rongga hidung atau sinus. Indikasi relatif
termasuk sinusitis bakteri akut berulang, obstruksi oleh poliposis hidung, rinosinusitis
kronis yang tidak responsif terhadap pengobatan dan penyakit penyerta seperti asma
yang recalcitrant. Kerjasama yang erat dengan otolaryngologist berpengalaman sangat
penting dalam kasus-kasus yang sulit. Bedah sinus endoskopi fungsional(BSEF/FESS)
20
merupakan operasi terkini untuk sinusitis kronik yang memerlukan operasi. Tindakan
ini telah menggantikan hampir semua jenis bedah sinus terdahulu karena memberikan
hasil yang lebih memuaskan dan tindakan lebih ringan dan tidak radikal.1,5
2. Jika perlu, dapat diberikan terapi seperti analgetik, pencucian rongga hidung dengan
NaCl atau pemanasan (diatermi).1
Selain itu, simptomnya juga dapat dikurangkan dengan humidifikasi/vaporizer, kompresi
hangat, hidrasi yang adekuat dan nutrisi seimbang.6
2.2.10. Pencegahan
1. Menghindari penularan infeksi saluran pernapasan atas dengan menjaga kebiasaan
cuci tangan yang ketat dan menghindari orang-orang yang menderita pilek atau flu .
2. Disarankan mendapatkan vaksinasi influenza tahunan untuk membantu mencegah flu
dan infeksi berikutnya dari saluran pernapasan bagian atas .
3. Obat antivirus untuk mengobati flu, seperti zanamivir (Relenza), oseltamivir
(Tamiflu), rimantadine (Flumadine) dan amantadine (Symmetrel), jika diambil pada
awal gejala, dapat membantu mencegah infeksi .
4. Dalam beberapa penelitian, lozenges seng karbonat telah terbukti mengurangi durasi
gejala pilek.
5. Pengurangan stres dan diet yang kaya antioksidan terutama buah-buahan segar dan
sayuran berwarna gelap, dapat membantu memperkuat sistem kekebalan tubuh .
6. Rencana serangan alergi musiman .
a. Jika infeksi sinus disebabkan oleh alergi musiman atau lingkungan, menghindari
alergen sangat penting. Jika tidak dapat menghindari alergen, obat bebas atau obat
resep dapat membantu. OTC antihistamin atau semprot dekongestan hidung dapat
digunakan untuk serangan akut.
b. Orang-orang yang memiliki alergi musiman dapat mengambil obat antihistamin
yang tidak sedasi(non sedative) selama bulan musim-alergi.
c. Hindari menghabiskan waktu yang lama di luar ruangan selama musim alergi.
Menutup jendela rumah dan bila mungkin, pendingin udara dapat digunakan untuk
menyaring alergen serta penggunaan humidifier juga dapat membantu.
d. Suntikan alergi, juga disebut "imunoterapi", mungkin efektif dalam mengurangi
atau menghilangkan sinusitis karena alergi. Suntikan dikelola oleh ahli alergi
secara teratur selama 3 sampai 5 tahun, tetapi sering terjadi pengurangan remisi
penuh gejala alergi selama bertahun-tahun.
21
7. Menjaga supaya tetap terhidrasi dengan:
a. Menjaga kebersihan sinus yang baik dengan minum banyak cairan supaya sekresi
hidung tipis.
b. Semprotan hidung saline (tersedia di toko obat) dapat membantu menjaga saluran
hidung agar lembab, membantu menghilangkan agen infeksius. Menghirup uap
dari semangkuk air mendidih atau mandian panas beruap juga dapat membantu.
c. Hindari perjalanan udara. Jika perjalanan udara diperlukan, gunakan semprotan
dekongestan nasal sebelum keberangkatan untuk menjaga bagian sinus agar
terbuka dan sering menggunakan saline nasal spray selama penerbangan.
8. Hindari alergen di lingkungan: Orang yang menderita sinusitis kronis harus
menghindari daerah dan kegiatan yang dapat memperburuk kondisi seperti asap rokok
dan menyelam di kolam diklorinasi.9
2.2.11. Komplikasi
Komplikasi berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronik dengan
eksaserbasi akut, berupa komplikasi orbita atau intrakranial. Komplikasi infeksi rinosinusitis
sangat jarang dan paling sering terjadi pada anak dan imunocompromised. Perluasan yang
tidak terkendali dari penyakit bakteri atau jamur mengarah kepada invasi struktur sekitarnya
terutama orbital dan otak.5,6
Komplikasi mungkin timbul dengan cepat. Komplikasi yang sering adalah selulitis
atau abses pada daerah preseptal atau orbita. Infeksi preseptal diobati dengan antibiotik dan
tidak diperlukan pembedahan. Komplikasi yang lain mungkin memerlukan pengobatan
pembedahan segera. Perluasan pada postseptal mungkin terjadi dari penyebaran infeksi
melalui lamina papyracea(lapisan kertas), tulang tipis lateral pada sinus ethmoid. Sinus yang
paling sering terkena adalah sinus ethmoid, kemudian sinus frontal dan maksila. Penyebaran
infeksi melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum. Perluasan ini dapat melibatkan pembuluh
darah ethmoid yang mengakibatkan terjadinya trombosis . Gejalanya meliputi edema kelopak
mata yang progresif, eritema, chemosis dan proptosis, yang jika tidak diobati, dapat
berkembang menjadi oftalmoplegia dan kebutaan. Perluasan pada intrakranial termasuk
terjadinya meningitis, abses epidural atau subdural, abses otak atau sagital, atau trombosis
sinus cavernosus. Setiap pasien dengan sejarah rinosinusitis dan demam tinggi, peningkatan
sakit kepala atau terjadi perubahan status mental harus dicurigai memiliki komplikasi
intrakranial.1,5
22
Osteomielitis dapat menyebabkan komplikasi lokal. Pada tumor Pott bengkak(Pott’s
puffy tumor), osteomyelitis dari plate anterior dari tulang frontal menyebabkan dahi edema.
Hal ini merupakan komplikasi akut yang membutuhkan bedah drainase. Osteomelitis dan
abses subperiostal paling sering timbul akibat sinusitis frontal dan biasanya ditemukan pada
anak-anak. Pada osteomielitis sinus maksila dapat timbul fistula oroantral atau fistula pada
pipi.1,5
Komplikasi lokal juga dapat terjadi dari mucoceles atau mucopyoceles. Mereka
merupakan lesi kronis, dimana terjadinya cystic pada sinus. Sinus frontal adalah yang paling
sering terlibat. Mereka lambat tumbuh dan mungkin memerlukan waktu bertahun-tahun
sebelum gejala terjadi. Keterlibatan sinus frontal dapat menyebabkan perubahan pada mata,
mengakibatkan diplopia. Dekompresi sering menyebabkan hilangnya gejala. Erosi posterior
oleh mucopyocele dapat menyebabkan infeksi . Mucoceles terlihat pada anak-anak dengan
cystic fibrosis.5
Komplikasi lain adalah kelainan paru seperti bronkitis kronik dan bronkiektasis.
Adanya kelainan sinus paranasal disertai dengan kelainan paru disebut sinobronkitis. Selain
itu juga dapat menyebabkan kambuhnya asma bronkial yang sukar dihilangkan sebelum
sinusitisnya disembuhkan.1
2.2.12. Prognosis
Sinusitis tidak menyebabkan kematian yang signifikan dengan sendirinya. Namun,
sinusitis yang berkomplikasi dapat menyebabkan morbiditas dan dalam kasus yang jarang
dapat menyebabkan kematian. Sekitar 40 % kasus sinusitis akut membaik secara spontan
tanpa antibiotik. Perbaikan spontan pada sinusitis virus adalah 98 %. Pasien dengan sinusitis
akut, jika diobati dengan antibiotik yang tepat, biasanya menunjukkan perbaikan yang cepat.
Tingkat kekambuhan setelah pengobatan yang sukses adalah kurang dari 5 %. Jika tidak
adanya respon dalam waktu 48 jam atau memburuknya gejala, pasien dievaluasi kembali.
Rinosinusitis yang tidak diobati atau diobati dengan tidak adekuat dapat menyebabkan
komplikasi seperti meningitis, tromboflebitis sinus cavernous, selulitis orbita atau abses, dan
abses otak.6
Pada pasien dengan rhinitis alergi , pengobatan agresif gejala hidung dan tanda-tanda
edema mukosa yang dapat menyebabkan obstruksi saluran keluar sinus, dapat mengurangkan
sinusitis sekunder. Jika kelenjar gondok secara kronis terinfeksi, pengangkatan mereka dapat
menghilangkan nidus infeksi dan dapat mengurangi infeksi sinus.6
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Mangunkusumo E, Soetjipto D. Sinusitis. Buku ajar ilmu kesehatan telinga, hidung,
tenggorok, kepala dan leher. Edisi keenam. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2010.h.150-4.
2. Adams GL, Boies LR, Higler PH. Hidung dan sinus paranasalis. Buku ajar penyakit
tht. Edisi keenam. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1994.h.173-240
3. Mark A. Zacharek, Preeti N. Malani, Michael S. Benninger. An approach to the
diagnosis and management of acute bacterial rhinosinusitis. 2005. Diunduh dari
informahealthcare.com/doi/pdf/10.1586/14787210.3.2.271 . 24 April 2014.
4. Cummings CW. Radiology of nasal cavities and paranasal. Cumming otolaryngology
head and neck surgery. 4th edition. USA: Mosby; 2006.p.201.
5. Hallet R, Naguwa SM. Severe rhinosinusitis. Clinical reviews in allergy and
immunology. California : Human Press Inc. 2003; 5(3):177-90.
6. Brook I, Benson BE, Riauba L, Cunha BA. Acute sinusitis. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/232670-overview. 23 April 2014.
7. Georgy MS, Peters AT. Chapter 8: rhinosinusitis. Allergy Asthma Proc. 2012 ;33
Suppl 1:24-7
8. Venekamp RP, Bonten MJM, Rovers MM, Verheij TJM, Sachs APE. Systemic
corticosteroid monotherapy for clinically diagnosed acute rhinosinusitis: a
randomized controlled trial. CMAJ. 2012; 184: 751-7
24
9. Cunha J P, Stoppler M C, Doerr S. Sinus infection. Diunduh dari
http://www.emedicinehealth.com/sinus_infection/page12_em.htm#sinus_infection_pre
vention, 23 April 2014.
10. Meltzer EO, Hamilos DL. Rhinosinusitis diagnosis and management for the clinician:
a synopsis of recent consensus guidelines. Mayo Clin Proc. 2011; 86 (5): 427-43
11. Desrosiers M, Evans GA, Keith PK. Canadian clinical practice guidelines for acute
and chronic rhinosinusitis. Allergy Asthma Clin Immunol. 2011;7(1):2
12. Rhinosinusitis, diunduh dari :
https://www.aaaai.org/conditions-and-treatments/conditions-a-to-z-search/sinuses,-
sinusitis,-rhinosinusitis.aspx , 23 April 2014.
25