Ringkasan-Slamet-Muliono

download Ringkasan-Slamet-Muliono

of 72

Transcript of Ringkasan-Slamet-Muliono

  • 7/21/2019 Ringkasan-Slamet-Muliono

    1/72

    RINGKASAN DISERTASI

    KEPEMIMPINAN DALAM PANDANGAN KAUM SALAFI

    Oleh

    Slamet Muliono Redjosari

    NIM. FO.1.5.08.13

    PROGRAM PASCASARJANA

    IAIN SUNAN AMPEL

    S U R A B A Y A

    2 0 1 1

  • 7/21/2019 Ringkasan-Slamet-Muliono

    2/72

    2

    UCAPAN TERIMA KASIH

    Alhamdulillah, merupakan ungkapan yang patut diucapkan atas

    selesainya naskah disertasi ini. Penulis menyadari bahwa penyelesaian

    disertasi ini tidak terwujud tanpa bantuan berbagai pihak. Oleh karena

    itu, penulis perlu mengucapkan terima kasih yang tak terhingga

    kepada :

    1.

    Rektor IAIN Sunan Ampel, Prof. Dr. H. Nur Syam, M.Si., yang

    memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengambil

    program Doktor ini serta memberikan bantuan, baik berupa izin

    belajar dan finansial.

    2. Direktur Pascasarjana, Prof. Dr. H.M. Ridlwan Nasir, M.A.,

    yang memberikan peluang kepada penulis untuk studi di

    pascasarjana. Tidak lupa para civitas akademika yang telah

    memberikan layanan akademik sehingga memudahkan penulis

    untuk menyelesaikan studi ini, khususnya bagi para dosen yang

    memberikan wawasan akademik, baik secara teoritik maupun

    empirik.

    3. Dekan Fakultas Ushuluddin, Dr. H. Maksum, M.Ag., yang

    memberikan rekomendasi izin belajar di sela-sela tugas kantor,

    sebagai ketua laboratorium Politik Islam.

    4.

    Para Penguji kualifikasi (Prof. Dr. H. Husein Aziz M.A. dan

    Prof. H. Achmad Jainuri, MA. Ph.D., Prof. Dr. H. Abd Ala,

    MA.) yang memberikan kontribusi guna menemukan tema yang

    lebih relevan. Demikian pula kepada juga penguji proposal

  • 7/21/2019 Ringkasan-Slamet-Muliono

    3/72

    3

    (Prof. H. Achmad Jainuri, MA, Ph.D., Prof. H. Kacung Marijan,

    MA. Ph.D., Prof. Dr. Ahmad Zahro, MA., Prof. Dr. H. A.

    Khozin Afandi, MA., Prof. H. Fauzan Saleh, MA. Ph.D., Prof.

    Dr. H. Ali Mufrodi, MA., dan Prof. Dr. Moh. Ali Aziz, MAg.),

    yang memberikan kontribusi berharga ketika membantu

    menemukan fokus penelitian dari Demokrasi Dalam

    Pandangan Kaum Salafi menjadi Kepemimpinan Dalam

    Pandangan Kaum Salafi. Begitu pula kepada para penguji

    tertutup (Prof. H.M. Achmad Jainuri, MA, Ph.D., Prof. H.

    Kacung Marijan, MA. Ph.D., Prof. Dr. H. Nur Syam, M.Si.,

    Prof. Dr. H.M. Ridlwan Nasir, MA., Prof. Dr. Syamsul Arifin,

    M.Si., Prof. H. Thaha Hamim, MA., Ph.D., dan Prof. Dr. H.

    Burhan Djamaluddin, MA.) yang memberi masukan guna

    penyempurnaan naskah disertasi ini sebelum meniti ujian

    terbuka.

    5.

    Dua promotor, Prof. H. Achmad Jainuri, MA., Ph.D. dan Prof.

    H. Kacung Marijan, MA., Ph.D tidak bisa dilupakan andilnya.

    Mereka berdua begitu sabar, telaten ndandani dan memberi

    masukan guna terbentuknya naskah disertasi yang layak dibaca

    kalangan akademisi. Dua promotor ini berhasil memberikan sisi

    pandang (perspektif) yang kuat terhadap tema yang diteliti,

    khususnya dalam membentuk kerangka besar sampai

    penyusunan bagian-bagian terkecil sebelum penulis menggali

    data di lapangan.

    6.

    Narasumber dari kaum salafi yang dengan ikhlas meluangkan

    waktunya untuk diajak wawancara baik langsung maupun via e-

  • 7/21/2019 Ringkasan-Slamet-Muliono

    4/72

    4

    mail. Mulai dari Ust. Agus Zainal Mustofa (Abu Musab), Ust.

    Hartono Ahmad Jaiz, Ust. Abdul Hakim bin Amir Abdad, Ust.

    Ali Musri Semjan Putra, Ust. Abu Ihsan, Ust. Fauzi Athar

    Muhiddin, dan Ust. Abdurrahman bin Abdul Karim At-Tamimi.

    Dari merekalah penulis memperoleh data primer tentang ajaran

    kaum salaf.

    7. Kawan-kawan satu kelas program Doktor angkatan 2008, baik

    yang sudah mengawali ujian terbuka (Saudara KH. Farid

    Jombang), maupun yang mau akan ujian tertutup (SaudaraMukhlis dan Fawaiz dari STAIN Mataram, Yayuk Jember,

    maupun bagi mereka yang belum sama sekali menyentuh

    jenjang ujian kualifikasi karena asyik dengan dunianya sendiri.

    Merekalah yang memberikan semangat kepada penulis untuk

    bisa segera menyelesaikan disertasi ini.

    8.

    Teman-teman sejawat Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Ali

    bin Abi Thalib Surabaya yang begitu besar sumbangannya

    dalam menghantarkan penulis, mulai dari memperkenalkan

    dengan para narasumber ketika akan menggali data, hingga

    memberikan support guna selesainya disertasi ini.

    Tanpa keberadaan mereka, mungkin sulit bisa munculnya

    naskah ini. Semoga Allah membalas segala amal kebaikan mereka

    semua.

    Surabaya, 18 Juni 2011

    Penulis,

    Slamet Muliono Redjosari

  • 7/21/2019 Ringkasan-Slamet-Muliono

    5/72

    5

    PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN

    Arab Indonesia Arab Indonesia

    b

    t

    th

    j

    h}

    kh

    d

    dh

    r

    z

    s

    sh

    s}

    d}

    t

    z}

    gh

    f

    q

    k

    l

    m

    n

    w

    h

    y

    Sumber : Kate L. Turabian, A Manual of Writers of Term Paper, Theses, and Disertations(Chicago and London: The University of Chicago Press, 1987)

    Untuk menunjukkan bunyi panjang (madd) dengan cara menuliskan tanda

    coretan di atas a>, i>, dan u>(, , , , ). Bunyi hidup dobel (diftong) Arab

    ditransliterasikan dengan menggabung dua huruf ay dan au seperti layyinah,

    lawwamah. Untuk kata yang berakhiran ta marbutah dan berfungsi sebagaai

    sifat (modifier) atau mudaf ilayh ditransliterasikan dengan ah, sedang yang

    berfungsi sebagai mudaf ditransliterasikan dengan at

  • 7/21/2019 Ringkasan-Slamet-Muliono

    6/72

    6

    ABSTRAK

    Judul : Kepemimpinan dalam Pandangan Kaum Salafi

    Penulis : Slamet Muliono Redjosari.Promotor : Prof. Achmad Jainuri MA. Ph.D., Prof. Kacung Marijan MA. Ph.D.

    Kata Kunci : Kepemimpinan, salafi, demokrasi, ahl al-Ha>lli wa al- Aqd,

    Penelitian ini adalah sebuah kajian kepemimpinan dalam pandangan kaum

    Salafi. Ada beragam tanggapan gerakan Islam terhadap sistem demokrasi dalam

    pemilihan pemimpin yang memunculkan pertanyaan apakah Islam mengatur

    prinsip dan mekanisme dalam pemilihan pemimpin. Dalam perspektif Islam,

    seorang pemimpin harus mempunyai tanggungjawab tidak hanya pada kehidupan

    di dunia namum juga pada kehidupan di akherat. Tanggungjawab seorang

    pemimpin pada akherat dapat dilihat dari caranya menjaga dan menegakkan

    keberadaan agama. Oleh karena itu kekosongan pemimpin dalam sebuah negara

    dapat dianggap sebagai masalah besar terhadap keberadaan agama. Selanjutnya

    tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pandangan kaum salafi terhadap

    prinsip dan prosedur dalam pemilihan pemimpin.

    Dalam penelitian ini, untuk mengetahui pandangan kaum salafi terhadap

    prinsip dan prosedur dalam pemilihan pemimpin menggunakan metode

    deskriptifkualitatif dan metode interpretatif, dan semua data diambil melalui

    pengamatan dan wawancara mendalam (depth interview). Kemudian semua data

    dianalisis dengan menggunakan metode interpretatif. Selanjutnya, hasil analisis

    tersebut dapat disimpulkan bahwa kaum Salafi memiliki prinsip dan prosedur

    baku dalam pemilihan pemimpin, sebagaimana telah dilakukan oleh tiga generasi

    Islam pertama. Mekanisme pemilihan pemimpin dilakukan dengan beberapa opsi.

    Pertama, mekanisme penunjukan dengan menggunakan isyarat, yang demikian itu

    seperti pemilihan Abu Bakar yang dilakukan oleh Nabi Muhammad. Kedua,

    mekanisme penunjukan secara langsung, yang demikian itu seperti pemilihan

    Umar bin Khat{t{ab yang dilakukan oleh Abu Bakar. Ketiga, mekanisme dengan

    membentuk Ahl al Halli wa al-Aqdi, mekanisme yang demikian itu seperti

    pemilihan Utsman Bin Affa>n yang dilakukan oleh Umar bin Khat{t{ab. Keempat,

  • 7/21/2019 Ringkasan-Slamet-Muliono

    7/72

    7

    mekanisme turun-temurun, Mekanisme yang demikian itu seperti pemilihan

    Muawiyah bin Abu Sufyan. Namun demikian, opsi yang ketiga bagi pandangan

    kaum Salafi diakui sebagai mekanisme paling ideal untuk pemilihan pemimpin.

    Kerangka James Wood dan Herbert Blummer dapat digunakan untuk

    mengetahui proses lahirnya gerakan melalui lima tahapan, yaitu agitasi,

    pengembangan esprit de corp, pengembangan moral gerakan, pembentukan

    ideologi, dan pengembangan taktik-taktik operasional. Kerangka ini dapat

    digunakan untuk memperlihatkan gerakan kaum Salafi ketika sedang

    menyebarkan ideologi agamanya. Kemudian, teori tindakan social dari Weber

    dapat digunakan untuk memperlihatkan tindakan sosial sebagai sebuah

    perwujudan kesadaran untuk menerapkan sebuah nilai yang dianggap mutlak.

    Dalam hal ini, kaum salafi ingin mewujudkan suatu prinsip dan prosedur

    dalam pemilihan pemimpin dengan mengacu pada nilai dan cara yang dilakukan

    dari para pendahulu generasi Islam. Selanjutnya, pendekatan ideologi dan utopia

    dari Karl Mannheim dapat digunakan untuk memperlihatkan bahwa ada suatu

    gerakan. Ideologi tersebut dapat digunakan untuk memotret gerakan yang

    memproyeksikan masa depan yang berdasarkan pada sistem yang berlaku. Di

    samping itu, Utopia dapat digunakan untuk memotret gerakan yang

    memproyeksikan masa depan yang berdasarkan pada sistim yang lain. Hal ini

    untuk memperlihatkan pandangan kaum salafi yang lebih dekat dengan pandangan

    Utopis karena ingin mewujudkan adanya nilai yang bertolak belakang dengan

    realitas empirik.

    Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa kaum salafi memiliki pandangan

    bahwa Islam telah menempatkan pemimpin pada posisi yang sangat penting untuk

    mewujudkan tegaknya agama. Oleh karena itu, ketaatan kepada pemimpinmerupakan kewajiban selama kebijaksanaan pemimpin tersebut seiring sejalan

    dengan Al Quran dan Sunnah. Kaum Salafi memandang bahwa Islam telah

    mengatur tugas dan kewajiban pemimpin itu dengan menerapkan prinsip dan

    mekanismenya.

  • 7/21/2019 Ringkasan-Slamet-Muliono

    8/72

    8

    ABSTRACT

    Title : Leadership in the Notion of Salafy Community

    Writer : Slamet Muliono Redjosari.

    Promotor : Prof. Achmad Jainuri MA. Ph.D., Prof. Kacung Marijan MA. Ph.D.

    Key Words: Leadership, salafy, democracy, ahl al-Hall i wa al- A qd.

    This research is a study of leadership in the notion of salafi community.

    There are many varieties of Islamic movement responses toward democracy

    system in electing a leader which emerges a question whether Islam administers a

    principle and a mechanism in electing a leader. In the Islamic prespective, a leadershould have responsibility not only for the dimension of the wordly but also for

    the world hereafter lives. The resposibility of a leader for the world hereafter can

    be seen in the way he keeps to guard the existence of religion. Therefore, the

    emptiness of leader in any state would be considered as a big problem toward the

    existence of religion. Moreover, the objective of this research is that to find out

    the notion of salafi community toward the principle and mechanism in electing a

    leader.

    In this research, in order to find out the notion of salafi community toward the

    principle and mechanism in electing a leader, a qualitative-discriptive reseach and

    interpretative method are used, and all data are taken through observasion and

    depth interview. Then, they are analysed by using interpretative method and

    described qualitatively. Afterward, the result of the analysis can be concluded that

    salafi community has full-fledged principle and mechanism in electing a leader

    such as having been practiced by the first of three generations of Islam. The

    mechanism of electing a leader is applied by some options. Firstly, pointing out

    with gesture such as electing Abu Bakar that done by the Prophet, Muhammad.

    Secondly, pointing out directly such as electing Umar Ibn Khaththab that done by

    Abu Bakar. Thirdly,Ahl al-Halli wa al-Aqdibuilding such as electing Utsman Ibn

    Affa>n that done by Umar Ibn Khat{t{ab. Fourthly, hereditary mechanism such as

  • 7/21/2019 Ringkasan-Slamet-Muliono

    9/72

    9

    electing Muawiyah Ibn Abi Sufya>n. However, the third option for the notion of

    salafi community is recognized as the most ideal mechanism for electing a leader.

    The frameworks of James Wood and Herbert Blummer can be used to know

    the presence process of movement through five steps, that is agitation, developing

    esprit de corps, developing moral of movement, ideology building, and

    developing operational tactics. This framework can be used to show the

    movement of salafi community when there is spreading its religious ideology.

    Then, the social action theory of Weber can be used to show the sosial action as

    an existence of awareness to apply a value which is considered absolute.

    In this case, the salafi community wants to realize a principle and a

    mechanism in electing a leader by refering to the value and the practical way of

    the earlier of Islam generations. Afterward, the approach to ideology and utopia of

    Karl Mannheim can be used to show that there is a movement. The ideology can

    be used to picture a movement that projects the future based on the system that

    being in forced. Besides, Utopia can be used to picture a movement that projects

    the future based on another system. It is to show the notion of salafi community

    that is closer with the notion of utopis in order to realize that there are many

    values contrast with the empirical reality.

    The result of this research shows that the salafi community has a notion that

    Islam has put a leader on a very important position to realize the establishment of

    the religion. Therefore, in obedience to a leader is necessary as long as the policy

    of the leader on the same way with Al-Quran and Sunnah. The salafi community

    notices that Islam has administered duty and obligation for the leader by drawing

    up its principle and mechanism.

  • 7/21/2019 Ringkasan-Slamet-Muliono

    10/72

    10

    :

    :

    ..:

    ..:

    :

    .

    .

    ((Interpretative Method

    .

    .

    :

    :

    .

    ((James Wood

    ((Herbert Blummer

  • 7/21/2019 Ringkasan-Slamet-Muliono

    11/72

    11

    ((esprit de corps

    .

    ((Weber

    .

    .

    ((Karl Manheim

    .

    .

    :

    .

    .

  • 7/21/2019 Ringkasan-Slamet-Muliono

    12/72

    12

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A.Latar Belakang Masalah

    Penelitian terhadap pandangan kaum salafi tentang

    kepemimpinan diilhami oleh beragamnya respon gerakan (dakwah)

    Islam terhadap proses pemilihan pemimpin yang mengadopsi sistem

    demokrasi. Pada saat yang sama Islam dipercayai memiliki konsep

    dan mekanisme sendiri dalam menentukan pemimpin karena Islam

    adalah agama terbaik yang meliputi semua (all-encompassing

    religion) yang bukan saja mengurusi persoalan-persoalan dunia saja

    tetapi juga akhirat.1 Konsep Islam itu dianggap lebih baik dan

    terjamin untuk melahirkan pemimpin yang sesuai dan bertanggung

    jawab, baik untuk kepentingan negara dan bangsa, maupun agama

    Islam itu sendiri.

    Eksistensi kepemimpinan dalam Islam merupakan sebuah

    keharusan, sehingga kekosongan pemimpin dalam sebuah negara,

    meski sesaat, memiliki dampak yang begitu besar, bahkan Nabi

    1 Masdar Hilmy, Teologi Perlawanan, Islamisme dan Diskursus

    Demokrasi di Indonesia Pasca Orde Baru(Yogyakarta: Impulse-Kanisius, 2009).34.

  • 7/21/2019 Ringkasan-Slamet-Muliono

    13/72

    13

    Muhammad ketika meninggal tidak segera dikebumikan lantaran

    belum terpilihnya pengganti beliau.2

    Pilihan terhadap kaum salafi didasarkan, di antaranya karena

    kaum salafi berkembang masif dalam berdakwah. Artinya gerakan

    dakwah yang mereka lakukan berkembang dan bergerak di berbagai

    belahan daerah dan lapisan masyarakat , bahkan menjadi gerakan

    global.3

    Kaum salafi begitu selektif terhadap kultur yang berkembang

    di masyarakat guna mewujudkan tatanan yang mereka diinginkan.

    Meski tergolong kelompok fundamentalis, karena mengajak kembali

    kepada ajaran agama yang fundamental, kaum salafi berbeda dengan

    gerakan-gerakan dakwah yang lain. Kalau Hizbut Tahrir oleh

    Syamsul Arifin ditipologikan sebagai kelompok fundamentalis

    organik karena mendudukkan Islam sebagai ideologi gerakannya,4

    2 Muhammad Husain Haekal, Usman bin Affan, antara Kekhalifahandengan Kerajaan, terj. Ali Audah (Bogor: Litera AntarNusa, 2007), 15.

    3 Roel Meijer, Global Salafism, Islams New Religious Movement (London:

    Hurst and Company), 2009.

    4Syamsul Arifin, Obyektivikasi Agama sebagai Ideologi Gerakan Sosial

    Kelompok Fundamentalis Islam (Studi Kasus Hizbut Tahrir Indonesia di kotaMalang) (Disertasi, IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2004), 56.

  • 7/21/2019 Ringkasan-Slamet-Muliono

    14/72

    14

    maka kaum salafi termasuk neo-tradisionalisme karena mengajak

    kembali kepada kemurnian ajaran5

    Hal yang berbeda dari kaum salafi di antaranya. Pertama,

    mereka taat terhadap pemerintah dan tidak pernah melakukan kritik

    secara terbuka terhadapnya, baik melalui media massa, buletin,

    majalah, buku-buku yang mereka terbitkan, atau bahkan di mimbar

    atau khutbah-khutbah mereka.6

    Kedua, tidak memiliki organisasi layaknya organisasi umum,

    seperti struktur organisasi dan keanggotaan yang jelas. Ketiga,

    pemahaman Islam yang benar, merujuk pada pemahaman tiga

    generasi pertama, sahabat, ta>biin, dan ta>biut ta>biin.7 Keempat,

    melakukan pemurnian Islam dan melawan berbagai praktek baru

    5William E. Shepard, Islam and Ideology : Towards a Typology , dalam

    An Anthology of Contemporary Middle Eastern History , (Syafiq Mughni Ed.)

    (Montreal: Canadian International Development Agency, 1988), 410-411.6

    Abdurrahman bin Thayyib, Menepis Tuduhan, Membela Tuduhan,Majalah Adz-Dzakhiiroh al-Islamiyyah, Edisi 15 tahun III, Rajab 1426/Agustus

    2005, 19 lihat juga Abdurrahman Hadi, Genggamlah Sunnah, Taati Penguasa,(terj. Risalah Syaikh Masyhur Hasan Salman, Ad-Dakwah ila Allah baina al-wahy wa al-Fikr), dalam Adz-Dzakhiiroh al-Islamiyyah, Vol. 6 no 9 edisi 411429.

    7 Yazid Bin Abdul Qadir Jawwaz, Syarah Aqidah Ahlussunnah Wal

    Jamaah(Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafii, 2006), 34.

  • 7/21/2019 Ringkasan-Slamet-Muliono

    15/72

    15

    dalam agama (bidah).8 Kelima, munculnya penerbit-penerbit yang

    ber-manhaj salaf di berbagai daerah, kota dengan berbagai komunitas

    yang mengajak untuk berpegang pada pemahaman para salaf al-

    shalih. Keenam, materi kajian yang menekankan pada tauhid.

    Ketujuh, melakukan tas}fiyah dan tarbiyah. Tas}fiyah adalah sebuah

    proses pembersihan ajaran Islam dari berbagai nilai yang tidak

    bersumber dari Islam. Tarbiyah adalah sebuah proses pendidikan

    terhadap umat dengan ajaran Islam yang telah mengalami proses

    tas}fiyah.9 Kedelapan, tidak mudah dalam mengkafirkan individu,

    kelompok, apalagi pemerintah, yang melakukan kesalahan atau dosa

    besar. Kesembilan, menunjukkan gejala pertumbuhan yang besar,

    global dan terfragmentasi.

    10

    Kesepuluh, adanya pertemuan para

    penyeru (dai) salafi secara berkala dengan mendatangkan masya>yikh

    dari Timur Tengah.11

    8Asy-Shaikh Abdullah bin Shalih Al-Ubailan, Pelajaran tentang Manhaj

    Salaf (terj.), Adz-Dzakhiiroh al-Islamiyyah, edisi tahun 1 no 05 1424/2003.9 Abdul Malik Ramadhani, 6 Pilar Dakwah Salafiyah (Jakarta: Pustaka

    Imam Asy-Syafii, 2000), 84.10

    Terje Ostebo, Growth and fragmentation : The Salafi Movement InBale, Ethiopia, dalam Roel Meijer, Global Salafism, Islams New ReligiousMovement(London: Hurst and Company), 2009), 354-361.

    11 Ketika penelitian ini dilakukan, para dai salafi berkumpul untuk

    melakukan pelatihan (daurah) ke sepuluh di Trawas, Jawa Timur, mulai tanggal10-16 Oktober 2009.

  • 7/21/2019 Ringkasan-Slamet-Muliono

    16/72

    16

    Dalam memilih pemimpin, kaum salafi berbeda dengan apa

    yang dilakukan oleh gerakan-gerakan dakwah yang lain. Pandangan

    kaum salafi lebih banyak memiliki kemiripan dengan pendapat Al-

    Mawardi dalam menentukan seorang pemimpin. Al-Mawardi12

    mengatakan bahwa untuk melahirkan seorang pemimpin, dibutuhkan

    dua komponen, yakni dewan pemilih dengan persyaratannya, dan

    dewan ima>m dengan segala kriterianya. Dewan Pemilih bertugas

    memilih ima>m (khali>fah) bagi umat. Dewan ima>m yang bertugas

    mengangkat salah seorang dari mereka sebagai ima>m (khali>fah).13

    Al-Mawardi menunjukkan prosedur memilih pemimpin

    sekaligus persyaratan baginya. Prosedur memilih pemimpin,

    menggunakan dua cara. Pertama,Ahl al-ha>lliwa al-Aqdi (parlemen).

    12 Al-Mawardi, Al-Ahkam As-Sulthaniyyah, Hukum-hukum Penyelenggaraan

    Negara dalam Syariat Islam,terj. Fadli Bahri (Jakarta: Darul Falah, 2006), 613

    Kriteria Dewan Pemilih setidaknya ada tiga : Pertama, Adil dengan segala

    syarat-syaratnya. Kedua, ilmu yang membuatnya mampu mengetahui siapa yang berhak

    menjadi imam sesuai dengan kriteria-kriteria yang legal. Ketiga, wawasan dan sikap

    bijaksana yang membuatnya mampu memilih siapa yang paling tepat menjadi imam dan

    paling efektif, serta paling ahli dalam mengelola semua kepentingan. Adapun Kriteria

    Dewan Imam, setidaknya ada tujuh : Pertama, Adil dengan segala syarat-syarat yang

    universal. Kedua, ilmu yang membuatnya mampu berijtihad terhadap kasus-kasus dan

    hukum-hukum. Ketiga, sehat inderawi (telinga, mata, dan mulut) yang dengannya ia

    mampu menangani langsung permasalahan yang telah diketahuinya. Keempat, sehat

    organ tubuh cacat yang menghalanginya bertindak dengan sempurna dan cepat. Kelima,

    wawasan yang membuatnya mampu memimpin rakyat dan mengelola semua

    kepentingan. Keenam, berani dan kesatria yang membuatnya maampu melindungi

    wilayah negara, dan melawan musuh. Ketujuh, nasab, yakni berasal dari Quraisy

    berdasarkan nash-nash yang asa dan ijma para ulama.

  • 7/21/2019 Ringkasan-Slamet-Muliono

    17/72

    17

    Kedua, penunjukan oleh ima>m (khali>fah) sebelumnya. Sebelum

    memilih pemimpin, Ahl al-ham (khalifah). Mereka harus mempelajari

    data pribadi orang-orang yang memiliki kriteria-kriteria ima>>>mah

    (kepemimpinan). Kemudian mereka memilih siapa di antara orang-

    orang tersebut yang paling banyak kelebihannya, paling lengkap

    memenuhi kriteria, paling ditaati rakyat, dan mereka tidak menolak

    baiatnya.

    Dalam tradisi Islam, sebagaimana yang dianut oleh kalangan

    fundamentalis, ada beberapa model dalam menentukan seorang

    pemimpin.14

    Pertama, menunjuknya secara tidak langsung, dengan

    menunjukkan beberapa kriteria atau isyarat, sebagaimana yang

    dilakukan Nabi ketika terpilihnya Abu Bakar As}-s}iddiq. Kedua,

    penunjukan kepada seseorang yang dianggap mampu untuk

    memimpin, sebagaimana yang dilakukan oleh Abu Bakar As}-siddiq

    ketika menunjuk Umar bin Khath

  • 7/21/2019 Ringkasan-Slamet-Muliono

    18/72

    18

    pemimpin, sebagaimana yang dilakukan Umar bin Khat}t}ab saat

    terpilihnya Uthman bin Affa>n dan Ali bin Abi Tha>lib dengan

    menetapkan Ahl al-ha>lliwa al-Aqdi. Keempat, mewariskan kepada

    keluarga dan keturunannya secara turun temurun, sebagaimana dalam

    sistem kerajaan. Hal ini merujuk pada HadithNabi :

    Allah menjadikan masa kenabian (Nubuwwah) untuk kalian

    sesuai dengan kehendak-Nya. Kemudian Allah menghapuskannya

    sesuai dengan kehendak-Nya. Kemudian setelahnya akan muncul

    khila>fah yang yang berpedoman pada metode (manhaj) kenabian

    sesuai dengan kehendak-Nya. Kemudian menghapuskannya sesuai

    dengan kehendak-Nya. Setelah itu muncul kerajaan yang d}alimsesuai

    dengan masa yang dikehendakiNya kemudian berganti sesuai dengan

    kehendak-Nya. Kemudian setelah itu, muncul raja yang kejam

    (diktator) sesuai yang dikehendakiNya lalu dihapuskan sesuai dengan

    kehendak-Nya. Kemudian setelah itu muncul khila>fah sesuai dengan

    manhaj nubuwwah, kemudian Beliau diam.

    15

    Artinya, kaum salafi berpandangan bahwa perputaran sejarah

    bentuk pemerintahan mulai dari cetak biru kenabiaan (nubuwwah)

    sebagaimana yang dijalankan para khali>fah empat dalam sejarah

    Islam,16 kemudian berganti menjadi bentuk kerajaan yang kuat dan

    15Al-Ima>m al-Haithami, Majma al-Zawa>id wa Manba al-Fawa>id Juz 5, 188 atau

    Musnad Ahmad: 4/273).

    16 Dari sahabat Safinah bahwa Rasulullah bersabda: Khila>fah pada umatku

    selama 30 tahun. Kemudian kerajaan. Setelah itu, Safinah berkata: Berpeganglah kalian

  • 7/21/2019 Ringkasan-Slamet-Muliono

    19/72

    19

    memerintah dengan keadilan, kemudian muncul varian kerajaan yang

    saling berebut kekuasaan, hingga muncul kerajaan yang amat kejam,

    sombong serta diktator yang memeras dan menindas rakyatnya.

    Kemudian setelah itu kembali lagi menjadi bentuk pemerintahan

    yang berdasarkan kenabian (nubuwwah).17

    Dalam perkembangannya, muncul mekanisme memilih

    pemimpin dengan sistem demokrasi, dan hal itu diterapkan di

    berbagai belahan dunia, khususnya negara-negara yang mayoritas

    penduduknya muslim. Demokrasi merupakan mekanisme memilih

    pemimpin yang melibatkan seluruh rakyat dengan memberikan

    suaranya secara jujur, adil, bebas dan rahasia. Paling t idak demokrasi

    telah menjadi pilihan masyarakat modern, khususnya di dunia Islam

    yang telah memiliki empat eksemplar terdahulu.

    Ada hal yang paradoks dalam diri kaum salafi ketika memilih

    dan menentukan seorang pemimpin. Di satu sisi, mereka menolak

    pada kekhalifahan Abu Bakar. Kemudian dia berkata, dan juga khila>fah Umar dan

    Uthman. Kemudian berkata padaku: peganglah khila>fah Ali. Safinah berkata: Dan kami

    mendapati (khila>fah) ini tiga puluh tahun (HR. Imam Ahmad, dan dihasankan oleh

    Shaikh Al-Arnaut). Fatwa 36.833 tentang penjelasan hadith tersebut, 5 Rajab 1424 H.

    dari markaz fatwa dengan Pembina Abdullah al-Faqih.17Mula Ali Al-Qori>, Mirqa>t al-Mafa>ti>h, Ayarah Mishkah Al-Mas}a>bi>h. Juz 15,

    330. http://www.ahlalhdeeth.com/vb/showthread.php?t=155508. Diakses 8 Pebruari

    2010.

  • 7/21/2019 Ringkasan-Slamet-Muliono

    20/72

    20

    prinsip dan nilai demokrasi, juga tidak sepakat dengan mekanisme

    dan prakteknya, dan mereka mengambil keputusan untuk tidak

    terlibat dalam proses demokrasi, namun, di sisi yang lain, mereka

    menerima pemimpin yang dihasilkan oleh proses demokrasi itu.

    Setidaknya ada t iga respon dari gerakan-gerakan fundamentalis

    Islam terhadap demokrasi. Pertama, tidak sepakat dengan sumber,

    nilai, dan prinsip demokrasi. Begitu pula prosedur dan lembaga yang

    dipergunakan untuk menghasilkan seorang pemimpin. Tipe pertama

    ini bersikeras tidak terlibat dalam proses politik itu, dan bahkan

    senantiasa mengkritik sistem tersebut sebagai sistem dari Barat yang

    kafir. Hal ini sebagaimana dipresentasikan oleh NII, MMI dan HTI.

    Kedua, tidak sepakat dengan sumber, nilai, dan prinsip demokrasi

    namun setuju dengan prosedur demokrasi, serta dan lembaga yang

    dipergunakan untuk menghasilkan seorang pemimpin, sehingga

    mereka terlibat dalam proses itu dengan harapan akan mewarnai

    sistem itu dari dalam dengan nilai-nilai Islam. Hal ini sebagaimana

    dipresentasikan oleh pengikut gerakan Tarbiyah, yang kemudian

    menjadi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), yang sebelumnya bernama

    Partai Keadilan (PK). Ketiga, t idak sepakat dengan sumber, nilai, dan

  • 7/21/2019 Ringkasan-Slamet-Muliono

    21/72

    21

    prinsip demokrasi, serta prosedur dan lembaga yang dipergunakan

    untuk menghasilkan seorang pemimpin, dan memutuskan tidak

    mengikuti semua proses itu. Namun mereka menerima secara bulat

    apapun hasilnya dari proses demokrasi ini.

    Tipologi ketiga inilah yang dipilih oleh kaum salafi. Hal ini

    berkaitan dengan konsep ketaatan terhadap pemimpin, yang mana

    rakyat harus taat dan tidak mengadakan pemberontakan terhadap

    pemimpin, dan mengikuti apa yang menjadi kebijakannya selama

    tidak bertentangan dengan shariat.18

    Pilihan terhadap kaum salafi, di samping mereka dianggap

    memiliki pandangan yang khas terhadap kepemimpinan, yang

    berbeda dengan gerakan dakwah yang lain, sehingga secara akademik

    layak dikaji secara mendalam bagaimana prinsip dan prosedur

    memilih pemimpin.

    B.

    Rumusan Masalah dan Tujuan Penelitian

    Rumusan masalah penelitian disertasi ini adalah : Bagaimana

    pandangan kaum salafi tentang prinsip-prinsip dan prosedur memilih

    pemimpin ?

    18Abdussalam bin Barjas al-Abdul Karim, Etika Mengkritik Penguasa(Terj. Zainuddin

    MZ) (Surabaya: Pustaka As-Sunnah, 2002), 54.

  • 7/21/2019 Ringkasan-Slamet-Muliono

    22/72

    22

    Penelitian disertasi ini bertujuan untuk mengungkap

    bagaimana pandangan kaum salafi tentang prinsip-prinsip dan

    prosedur pemimpin

    C.

    Kerangka Teoritik

    Kalau merujuk pada pandangan James Wood,19

    kaum salafi

    bisa dikategorikan sebagai gerakan sosial (social movement), karena

    memiliki sebuah ideologi yang ingin dikembangkan dalam wadah

    tertentu, dengan melakukan sebuah transformasi nilai yang ditujukan

    kepada orang lain.

    Untuk lebih melihat perkembangan ideologi kaum salafi,

    menarik untuk menggunakan pandangan Herbert Blummer. Blummer

    menyatakan bahwa setiap gerakan memiliki empat tahapan. Tahap

    kekacauan sosial, tahap kegembiraan populer, formalisasi, dan

    institusionalisasi (pelembagaan).20

    Blummer kemudian

    mengembangkannya dengan melihat lima aspek penting dalam setiap

    gerakan, yakni agitasi, pengembangan esprit de corps, pengembangan

    19James Wood, Social Movement(USA: McGraw Hill Book Company, 1977), 45

    20Herbert Blummer, Social Movement dalam Alfred MCClung Lee, (ed.), Principles of

    sociology(New York: Barnes and Nobles, Inc. 1966), 202.

  • 7/21/2019 Ringkasan-Slamet-Muliono

    23/72

    23

    moral gerakan, pembentukan ideologi, dan pengembangan taktik

    operasi.21

    Kaum salafi dalam menyebarkan dakwahnya bisa

    dikategorikan sebagai gerakan yang selektif terhadap kultur di

    masyarakat, dan memiliki orientasi high politics dengan penekanan

    pada etika-moral yang merujuk pada landasan utama Islam, yakni Al-

    Quran dan Al-Hadith (Al-Sunnah) yang sesuai dengan pemahaman

    tiga generasi utama umat ini. Kalau dalam perspektif politik, bahwa

    proses mempengaruhi dan melakukan kontrol terhadap sumber

    kekuasaan dan otoritas melibatkan kompetisi dan bahkan konflik.22

    Kaum salafi menentukan jalur persuasif guna menginginkan tatanan

    yang Islami tanpa mengambil jalur politik formal.

    Kaum salafi, kalau menggunakan konsep Weber dalam

    orientasi tindakan, dikategorikan sebagai kelompok yang berorientasi

    nilai absolut. Artinya, tindakan sosial dilakukan untuk merefleksikan

    dan mengaplikasikan nilai yang dianggap absolut.23

    Atau dengan kata

    21Ibid. 204.22

    George A. Theodorson and Achilles G. Theodorson, A Modern Dictionary ofSociology(New York: Barnes and Noble Books, 1979), 303.

    23Graham Charles Kinloch, Sociological Theory, Its development and Major Paradigms

    (McGraw Hill Book Company, 1977), 139.

  • 7/21/2019 Ringkasan-Slamet-Muliono

    24/72

    24

    lain tindakan sosial itu sebagai wujud kesadaran untuk menerapkan

    nilai guna mencapai kesuksesan atau kebahagiaan hidup.24

    Tindakan yang dilakukan oleh kaum salafi merupakan refleksi

    atas nilai-nilai Islam yang dipercayai bisa mendatangkan kebahagiaan

    dan kesuksesan, dan nilai-nilai itu merupakan bagian dari nilai-nilai

    kehidupan yang harus dijalankan oleh umat Islam.

    D.

    Studi-Studi Terdahulu

    Studi tentang kaum salafi telah dilakukan dengan fokus dan

    konsentrasi yang berbeda-beda. Hal itu bisa digambarkan dengan

    pemetaan sebagaimana tabel berikut :

    Tabel 1

    Peta studi tentang Kaum Salafi

    Penulis dan Judul Tesis / teori / tipologi

    William E. Shepard, Islam and

    Ideology : Towards a

    Typology, dalam An

    Anthology of Contemporary

    Middle Eastern History, SyafiqMughni Ed.), Montreal:

    Canadian International

    Development Agency, 1988

    Mengklasifikasi gerakan Islam ke

    dalam lima tipologi. Kaum salafi

    termasuk kelompok neo-

    tradisional yang hidup di era

    modern dengan memegang teguhtradisi Islam, namun menerima

    pentingnya produk teknologi yang

    dihasilkan Barat seraya mengkaji

    24George Ritzer, Sociological Theory(USA: McGraw Hill Book Companies INC, 1996),

    125.

  • 7/21/2019 Ringkasan-Slamet-Muliono

    25/72

  • 7/21/2019 Ringkasan-Slamet-Muliono

    26/72

    26

    Series, Vol. 43 I, 2003)

    Riza Sihbudi, Gerakan Islam

    Radikal Di Indonesia, (Jakarta:LIPI, 2004)

    Kaum salafi termasuk kategori

    gerakan radikal, namun radikaldari sisi pemikiran, bukan dalam

    arti dan konteks kekerasan fisik.

    Sidney Jones, Indonesia

    Backgrounder: Why Salafism

    and Terrorism mostly dont

    mix, ICG Asia Report N83,

    Southeast Asia/Brussels, 13

    September 2004

    Perbedaan mendasar antara salafi

    dengan terorisme, sehingga keduakelompok ini begitu berbeda dan

    tidak bisa bersatu

    Quintan Wictorowicz, A

    Genealogy Of Radical Islam,Studies in Conlict and

    Terrorism, Vol. 28, 2005,

    Taylor and francis Inc.

    Kaum salafi merupakan gerakan

    yang menginginkan pemurnianIslam dengan merujuk pada

    pemahaman generasi sahabatsebagai sumber yang asli

    Majid Fakhry, The Theocratic

    Idea Of The Islamic State In

    Recent Controversies,

    International Affairs (RoyalInstitute of International

    Affairs) vol 30, No. 4, 2005

    Perdebatan antara kelompok yang

    ingin mengembalikan kejayaan

    Islam dengan merujuk pada

    praktek keagamaan para salaf, dan

    kelompok yang ingin menunjukkan

    Islam bisa beradaptasi dengan

    dunia modern dengan mengadopsipemikiran modern.

    Imdadun Rahmat, Arus Baru

    Islam Radikal, Transmisi

    Revivalisme Islam Timur

    Tengah ke Indonesia, (Jakarta:

    Erlangga, 2005)

    Kaum salafi merupakan kelompok

    revivalis Islam sebagai hasil

    transmisi dari Timur Tengah yang

    mengarah pada gerakan radikal.

    Kumar Ramakrishma,

    Delegitimizing Global Jihadi in

    The Southeast AsiaContemporary, Southeast Asia

    27 no. 3(2005)

    Bahaya gerakan radikal dan

    memperkecil gerakannya dengan

    mendelegitimasi gerakannnya diseluruh dunia

    Andrzej Kapiszewski, Saudi

    Arabia : Steps toward

    Democratization or

    Ideologi kaum salafi memiliki

    watak otokratik, dan bahkan

    termasuk otoritarian. Seperti

  • 7/21/2019 Ringkasan-Slamet-Muliono

    27/72

    27

    Reconfiguration of

    Authoritarianism, Journal of

    Asian and African Studies,

    2005,

    negara melarang partai politik,

    mogok atau demonstrasi, dan

    bahkan kebebasan berekspresi,

    kritis terhadap pemerintah,

    demonstrasi massa.

    Martha Brill Olcott, The Rootof Radical Islam In Central

    Asia, Carnegie Endowment For

    International Peace,

    Massachusetts, Washington

    DC, 2006

    Pengaruh kaum salafi dalam

    masyarakat Uzbekistan yang

    menekankan pentingnya identitas

    seorang muslim dengan belajar dan

    menerapkan perintah agama dalam

    kehidupan sehari-hari.

    Saiful Umam, Radical Muslims

    in Indonesia : The Case ofJafar Umar Thalib and The

    Laskar Jihad, Explorations in

    Southest Asian Studies, Vol. 6,

    No 1, Spring, 2006

    Laskar Jihadnya merupakan

    eksemplar tokoh yang berjuangdan menegakkan ideologi Islam,

    yang dikategorikan sebagai Islam

    radikal, yang sepak terjangnya

    dipengaruhi oleh ideologi kaum

    salafi.

    Juan Jose Escobar Stemmann,

    Middle East Salafisms

    Influence dan the

    Radicalization of Muslim

    Communities in Europe,

    MERIA, The Middle East

    Review of International

    Affairs, Volume 10, No. 3,

    Article I/10, , September 2006

    Kaum salafi memfokuskan pada

    upaya mendidik masyarakat

    dengan ajaran Islam yang benar,

    dan tidak mengambil jalur politik.

    Prinsip kaum salafi adalah a-politik dan menolak kekerasan

    Adis Duderija, Islamic Groups

    and Their World-views and

    Identities : Neo-Traditional

    Salafis and Progressive

    Muslims, Arab Law Quarterly21, (2007)

    Kaum salafi disebut Neo-

    Tradisional salafi, yang merujuk

    pada kelompok yang berpegang

    teguh pada Al-Quran dan Hadits

    sebagaimana yang dipegang oleh

    generasi yang shalih dan utama,

    berhadapan dengan kelompok yang

    mengedepankan dialog dan

    menghilangkan sikap a-pologetik

    terhadap Islam

    Van Bruinessen, Genealogies Kemunculan kelompok muslim

  • 7/21/2019 Ringkasan-Slamet-Muliono

    28/72

  • 7/21/2019 Ringkasan-Slamet-Muliono

    29/72

    29

    Dalam Komunitas Masyarakat

    Islam, Kristen, Hindu di

    Indonesia, Jakarta: Badan

    Litbang dan Diklat Depag. RI,

    2008

    dengan masyarakat.

    Titik Suwariyati,Aliran Salafidi Kota Yogyakarta DI

    Yogyakarta, dalam Faham-

    faham Keagamaan Aktual

    Dalam Komunitas Masyarakat

    Islam, Kristen, Hindu di

    Indonesia, Jakarta: Badan

    Litbang dan Diklat Depag. RI,2008

    Kaum salafi merupakan gerakan

    puritan yang memandang bahwa

    Pemilu merupakan bidah dan

    penyimpangan, karena menetapkan

    aturan berdasarkan suara

    terbanyak, yang menggantikan

    aturan Allah dan Rasul-Nya,

    Namun mereka mengakui dan taatterhadap pemimpin produk

    Pemilu, dan tidak melakukan

    upaya pemberontakan terhadap

    pemimpin.

    Meijer, Roel. Global Salafism,

    Islams New Religious

    Movement, (London: Hurst

    and Company, 2009

    Pandangan terhadap gerakan kaumsebagai gerakan global dan

    terfragmentasi dengan

    karakteristik yang a-politik

    Rusli, Konstruksi Salafisme

    dalam Cyberfatwa (Disertasi,

    IAIN Sunan Ampel, Surabaya,2010)

    Adanya varian dalam salafisme

    yang terbagi dengan watak dankategori yang berbeda. Pertama,

    salafisme wahabi yang berwatak

    konservatif-puritan dan

    dikategorikan sebagai

    hypertextualis salafi yang

    menciptakan otoritas interpretatif

    tertinggi yang menekankan tauhid

    dan keabadian shariah. Kedua,

    salafi-progresif yang berwatak

    reformis yang dikategorikanprogressive-contextualist guna

    mengusung Islam yang lebih

    humanis, toleran dan moderat yang

    menggabungkan tura>th dan

    konteks

  • 7/21/2019 Ringkasan-Slamet-Muliono

    30/72

    30

    BAB II

    Metode Penelitian

    A. Jenis Penelitian dan Pendekatan

    Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian

    kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data

    deskriptif berupa situasi, peristiwa, orang, interaksi, perilaku, yang

    diambil dari pengalaman, sikap, kepercayaan, dan pemikiran dan

    cerita. Semua itu diambil dari dokumen, korespondensi, rekaman,

    sejarah tentang peristiwa.25

    Dengan kata lain, karakteristik umum

    penelitian kualitatif lebih menekankan kualitas secara alamiah karena

    berkaitan dengan pengertian, konsep, nilai-nilai, dan ciri-ciri yang

    melekat obyek penelitian.26

    Penelitian ini menggunakan studi interpretatif dimana peneliti

    berupaya untuk menjelaskan dan mendeskripsikan sebuah fenomena

    dengan menginterpretasi sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh

    25 Isadore Newman and Carolyn R. Benz, Quantitative-Qualitative Research

    Methodology, Exploring the Interactive Continuum (USA: Southern Illinois University Press,1998), 16-17.

    26Kaelan, Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat (Yogyakarta: Paradigma, 2005),

    5.

  • 7/21/2019 Ringkasan-Slamet-Muliono

    31/72

    31

    kelompok.27Studi interpretatif ini untuk menginterpretasi pandangan

    kaum salafi terhadap kepemimpinan, dan kemudian memahami apa

    makna kepemimpinan dalam pandangan mereka. Hasil interpretasi ini

    menghasilkan pandangan kaum salafi tentang prinsip dan prosedur

    memilih pemimpin.

    Pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah

    sosiologi pengetahuan (sociology of knowledge), karena dengan

    pendekatan ini akan bermanfaat untuk mengungkap faktor-faktor

    sosial yang ikut membentuk pemahaman dan sikap seseorang.

    Sosiologi pengetahuan, sebagaimana pandangan Karl Mannheim,

    memandang bahwa antara pengetahuan dan eksistensi sangat

    berhubungan. Dalam hal ini ia mengaitkan sosiologi pengetahuan

    dengan ideologi dan utopia. Ideologi merupakan proyeksi masa depan

    yang didasarkan pada sistem yang berlaku sedang utopia adalah

    ramalan masa depan yang didasarkan pada sistem lain. Karena itu

    semua keinginan yang tidak didasarkan pada realitas yang ada

    27 David E. McNabb, Research Methods for Political Science, Quantitative and

    Qualitative Methods(New York: ME Sharpe, 2004), 345.

  • 7/21/2019 Ringkasan-Slamet-Muliono

    32/72

    32

    dianggap utopis. Bagi Mannheim, pengetahuan manusia tidak dapat

    dilepaskan dari eksistensinya.28

    B. Unit Analisis

    Unit analisis yang dijadikan subyek penelitian ini adalah

    individu. Kaum salafi merujuk pada individu yang mendakwahkan

    ajaran salaf (yang merujuk pada generasi Sahabat, Ta>>bii>n, dan

    Ta>>biut Ta>bi>i>n). Subyek penelitian ini didasarkan konsistensi dan

    pengaruh mereka yang begitu luas dalam menyebarkan dakwah salafi,

    baik melalui buku, ceramah, pesantren, maupun lembaga pendidikan.

    Keterlibatan mereka dalam dakwah salafi baik melalui lisan maupun

    pena (tulisan)nya membentuk komunitas kaum salafi melalui forum-

    forum kajian, ceramah, dan bedah buku yang tersebar di seluruh

    kawasan Indonesia ini.

    Akhirnya peneliti menetapkan tujuh orang sebagai narasumber

    untuk memperoleh data. Pertama, Abu Musab dari Magelang

    merupakan mantan aktivis Darul Islam/Tentara Islam Indonesia

    (DI/TII). Kedua, Hartono bin Ahmad Jaiz, kelahiran Boyolali, mantan

    wartawan Pelita dan termasuk penulis yang aktif menulis pemikiran-

    28

    Karl Mannheim, Ideologi dan Utopia: Menyingkap kaitan Pikiran dan Politik, Terj. F.Budi Hardiman (Yogyakarta: Kanisius, 1991 ), 78-85.

  • 7/21/2019 Ringkasan-Slamet-Muliono

    33/72

    33

    pemikiran liberal, dan peserta aktif dalam mengikuti setiap dauroh

    yang diselenggarakan kaum salafi. Ketiga, Abdul Hakim bin Amir

    Abdad, kelahiran Jakarta, yang aktif mendakwahkan pemikiran kaum

    salaf di Nusantara ini. Keempat, Abu Ihsan bin Ahmad bin Asral Al-

    Maidani Al-Atsari yang lahir di Langsa Medan, aktif berdakwah di

    medan dan banyak menulis dan menerjemahkan kaarya-karya ulama

    salafi. Kelima, Ali Musri Senjam Putra, kelahiran Sumatera Barat.

    Doktor Madinah jurusan Akidah. Saat ini menjabat sebagai Ketua

    STDI Imam Syafi'i Jember. Keenam, Abdurrahma>n Attami>mi,

    kelahiran Bangil. Besar di Yaman dan dekat dengan ulama salaf di

    Yordania, dan saat ini menjat sebagai Direktur STAI Ali Bin Abi

    Tha>lib. Ketujuh, Fauzi Athar Muhiddin, kelahiran Mataran dan

    perintis dakwah salaf di Mataram dan banyak memberikan kontribusi

    disana.

    C. Metode Pengumpulan Data

    Metode pengumpulan data ditempuh dengan dua jalan, yakni

    telaah pustaka (library research), dan wawancara mendalam (depth

    Interview). Telaah pustaka (library research) dilakukan dengan

    melakukan pembacaan tentang tema yang berkaitan dengan masalah

  • 7/21/2019 Ringkasan-Slamet-Muliono

    34/72

    34

    kepemimpinan, dan wawancara mendalam (depth Interview)

    dilakukan kepada subyek penelitian untuk memperoleh gambaran

    yang komprehensif mengenai pandangan subyek penelitian tentang

    prinsip dan mekanisme kepemimpinan. Beragam cara untuk

    melakukan wawancara, diantaranya face to face, telepon, atau E-mail.

    Wawancara dilakukan beberapa kali untuk menangkap pandangan

    mereka tentang masalah penelitian ini, sehingga tidak terjadi

    kesalahpahaman antara peneliti dan subyek penelitian.

    D. Teknik Analisa Data

    Untuk memperoleh makna, maka studi ini mempergunakan

    pendekatan yang diterapkan Weber, yakni verstehen yakni sebuah

    teknik untuk memahami dunia makna. Demikian pula untuk

    mendalami makna itu diperlukan interpretasi atas makna tersebut,

    guna memperoleh gambaran kenapa mereka memiliki pemahaman

    yang khas yang berbeda dengan orang atau kelompok lain. Hal itu

    untuk menggambarkan bahwa lingkungan, sosial, budaya, politik

    serta pendidikan memiliki pengaruh yang demikian kuat, sehingga

    membentuk cara pandang yang eksklusif.

  • 7/21/2019 Ringkasan-Slamet-Muliono

    35/72

    35

    Data yang telah diperoleh dari perkataan dan tindakan itu akan

    diklasifikasi atau ditipologikan yang nantinya akan tergambar.

    Pertama, nilai-nilai dan prinsip seperti apa dalam menentukan figur

    seorang pemimpin yang benar-benar qualified dan capable. Kedua,

    prosedur seperti apa yang harus dilalui untuk menciptakan seorang

    pemimpin, serta akan muncul mekanisme seperti apa yang muncul.

    Ketiga, lembaga seperti apa yang akan dipergunakan untuk

    melahirkan seorang pemimpin.

    Dengan munculnya tiga kategori itu, akan menghasilkan model

    pemilihan pemimpin yang ideal menurut kaum salafi, serta akan

    muncul temuan yang bisa jadi akan sesuai atau bertentangan dengan

    tuntutan dunia kontemporer.

    Di sinilah akan muncul sumbangan pemikiran dari penelitian

    ini, yang mana kepemimpinan, di satu pihak, merupakan sesuatu yang

    urgen dalam suatu negara atau pemerintahan, di pihak lain, akan

    muncul pula bagaimana kontribusi kaum salafiyah dalam merespon

    kepemimpinan.

    Proses analisa dilakukan dengan cara mendialogkan pandangan

    subyek penelitian dengan pendapat para ahli, proses ini disebut

  • 7/21/2019 Ringkasan-Slamet-Muliono

    36/72

    36

    dengan member check atau triangulasi.29 Setelah proses itu, maka

    diakhiri dengan pengambilan kesimpulan sebagai akhir proses

    penulisan ini.

    29 Lexy Moleong, Metodolgi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja RosdaKarya,

    2005), 325-326.

  • 7/21/2019 Ringkasan-Slamet-Muliono

    37/72

    37

    BAB III

    KESIMPULAN DAN IMPLIKASI TEORITIK

    A.Kesimpulan

    Pertama, adanya pemimpin merupakan sebuah keharusan.

    Keberadaan pemimpin berfungsi untuk menegakkan agama guna

    menciptakan ketertiban dan menghindarkan kekacauan dalam

    masyarakat. Hal itu diilustrasikan ketika sekelompok orang yang

    mengadakan perjalanan jauh (safar) saja, diharuskan memilih salah

    seorang sebagai pemimpin. Maka dalam ranah negara, keberadaan

    pemimpin merupakan sebuah keharusan.

    Kepemimpinan harus bersifat tunggal, tidak ada pemimpin

    ganda dalam sebuah negara. Bahkan bila telah absah sebuah

    kepemimpinan, dan kemudian datang pihak lain yang mengaku

    sebagai pemimpin, maka pemimpin yang belakangan diperintahkan

    untuk dibunuh. Sementara dalam hal memberhentikan pemimpin di

    tengah jalan, kaum salafi berpandangan hal itu merupakan larangan,

    terkecuali jika telah ada bukti yang kongkret. Di antaranya pemimpin

    terbukti berbuat Kufur, atau tidak bisa lagi melaksanakan tugas dan

  • 7/21/2019 Ringkasan-Slamet-Muliono

    38/72

    38

    tanggung jawabnya sebagai pemimpin, dan pihak yang akan

    mengganti, memiliki kemampuan untuk menjatuhkan pemimpin itu

    dengan menjamin tidak ada kekacauan pasca pemberhentian

    pemimpin.

    Kedua, tentang prinsip kepemimpinan, kaum salafi memandang

    bahwa kepemimpinan merupakan amanah, yang tidak hanya

    berdimensi kemanusiaan dan duniawi saja tetapi bernuansa ketuhanan

    dan akherat. Oleh karena itu, seorang pemimpin haruslah memiliki

    beberapa kriteria di antaranya, adil, cerdas, sehat fisik, berani, tidak

    pengecut, taat agama dan menguasai pengelolaan pemerintahan.

    Ketiga, prosedur memilih pemimpin. Kaum salafi mengakui

    bahwa ada tiga mekanisme untuk memilih pemimpin sebagaimana

    yang dilakukan para s}alaf as-s}halih, yakni model penunjukan,

    pemilihan, dan turun menurun. Mekanisme penunjukan dilakukan

    oleh pemimpin terdahulu dengan menunjuk seseorang yang dianggap

    layak untuk menggantikannya. Hal ini sebagaimana terjadi pada

    kasus Abu Bakar As}-S}iddiq ketika menunjuk Umar bin Khat}t}a>b

    sebagai penggantinya.

  • 7/21/2019 Ringkasan-Slamet-Muliono

    39/72

    39

    Sementara itu, mekanisme pemilihan dilakukan oleh

    sekelompok orang yang memiliki kriteria tertentu (Ahl al-H}alli wal

    Aqdi), yang kemudian mereka memilih salah satu di antara mereka

    untuk menjadi pemimpin. Hal itu sebagaimana terjadi pada Umar bin

    Khat}t}a>b ketika memilih beberapa sahabat untuk menentukan

    pemimpin, yang kemudian terpilih Uthma>n bin Affa>n dan Ali Bin Abi

    T}a>lib.

    Adapun mekanisme turun menurun. dilakukan oleh seorang

    pemimpin yang memberikan kekuasaannya kepada anak atau

    keturunannya, untuk menggantikannya. Hal ini sebagaimana terjadi

    pada Muawiyah bin Abu Sufyan ketika menunjuk anaknya (Yazid),

    untuk menggantikannya. Di antara ketiga mekanisme itu, kaum salafi

    memandang bahwa mekanisme kedua, Ahl al-H}alli wal Aqdi,

    merupakan model yang terbaik.

    Keempat, ketaatan kepada pemimpin merupakan prinsip yang

    harus dipegang oleh umat ketika menginginkan kehidupan yang baik.

    Kalau ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya merupakan hal yang

    mutlak, namun ketaatan kepada pemimpin merupakan hal yang nisbi

    atau bersyarat. Di antaranya, perintah pemimpin bersesuaian dengan

  • 7/21/2019 Ringkasan-Slamet-Muliono

    40/72

    40

    perintah Allah dan Rasul-Nya. Namun jika perintah itu bertentangan

    dengan perintah Allah dan Rasul-Nya, maka tidak wajib taat

    kepadanya.

    Namun ketidaktaatan itu tidak kemudian melahirkan sikap

    pembangkangan atau pengkafiran terhadap pemimpin. Sikap inilah

    yang membedakan antara kaum salafi dan gerakan-gerakan dakwah

    lainnya dalam hal tindak lanjut dari ketidaktaatan terhadap

    pemimpin.

    Dalam perspektif gerakan-gerakan dakwah Islam,

    Ketidaktaatan terhadap pemimpin itu umumnya melahirkan sikap

    kritis, seperti melakukan kritik secara terbuka, pembangkangan,

    bahkan pemberontakan atau penggulingan terhadapnya. Namun bagi

    kaum salafi, ketaatan itu melahirkan sikap menerima dan sabar

    terhadap ked}aliman seorang pemimpin, dengan melakukan beberapa

    sikap, di antaranya menasehatinya secara tertutup. Jika tidak

    berhasil, mendoakan kebaikan bagi seorang pemimpin, serta berharap

    agar diberikan pengganti yang lebih baik.

    Pandangan di antara kaum salafi hampir memiliki kesamaan

    dengan beberapa alasan. Pertama, pengaruh pendidikan Timur

  • 7/21/2019 Ringkasan-Slamet-Muliono

    41/72

    41

    Tengah yang memiliki basis ideologi kaum puritan. Kedua, memiliki

    sumber dan rujukan yang satu. Pembatasan pemahaman Islam yang

    benar dengan merujuk pada tiga generasi utama dari umat ini.

    Penetapan generasi sahabat, ta>biin dan ta>bi al-ta>biin sebagai

    standar kebenaran mempersempit perbedaan di antara kaum salafi.

    Namun di balik kesamaan itu terdapat pula perbedaan

    pandangan yang disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, tidak adanya

    organisasi formal yang mengikat satu sama lain. Tidak

    terorganisirnya sebuah gerakan dalam satu organisasi akan sulit

    untuk menentukan capaian dan kegagalan suatu tujuan. Kedua,

    terfragmentasinya gerakan. Akibat dari tidak adanya organisasi yang

    mengikat individu itu menjadikan gerakan ini terfragmentasi dan

    memiliki varian yang begitu banyak. Ketiga, kebebasan individu

    untuk menentukan sikap menghasilkan berbagai model dan corak

    pemikiran yang berbeda. Masing-masing individu memiliki

    independensi yang kuat dalam mengambil dan menetapkan sebuah

    dalil untuk menguatkan pandangannya.

  • 7/21/2019 Ringkasan-Slamet-Muliono

    42/72

    42

    B.

    Implikasi Teoritik

    Kaum salafi merupakan komunitas dakwah yang menginginkan

    reformasi agama menuju reformasi sosial. Reformasi agama itu

    dimulai dari individu-individu yang dididik dengan agama telah

    mengalami permurnian (tas}fiyah). Dari individu-individu itulah akan

    terbentuk komunitas kecil dan berkembang menjadi komunitas besar

    yang tercerahkan. Dengan komunitas yang tercerahkan itulah akan

    terjadi reformasi sosial, dimana setiap anggota melaksanakan ajaran

    Islam sebagaimana dijalankan oleh generasi Islam awal yang s}alih

    (salaf al-s}alih).

    Secara ideologis, kaum salafi memiliki kesamaan dengan

    gerakan-gerakan Islam yang distigma sebagai gerakan radikal Islam.

    Bahkan secara berlebihan, label Fasis disematkan kepada kelompok

    ini karena memiliki ideologi totalitarian.30

    Padahal label ini lebih

    banyak dipengaruhi oleh munculnya kelompok salafi jihadi yang lebih

    banyak bersentuhan dengan politik.

    Secara politis, kaum salafi diidentikkan dengan gerakan

    Wahabi, karena dalam menyebarkan ajarannya identik dengan

    30Paul Berman, Terror and Liberalism(New York: WW, Norton, 2003), 78.

  • 7/21/2019 Ringkasan-Slamet-Muliono

    43/72

    43

    kekerasan dan tidak toleran terhadap kelompok lain. Namun secara

    sosiologis, mereka menyandarkan diri dan merujuk pada ajaran

    Ahmad ibn Hanbal (780-855) dan Taqi al-Din ibn Taymiyah (1263-

    1328), yang kemudian dilanjutkan oleh Muhammad ibn Abdul Wahab

    (1703-1792) di Najed Arab Saudi.31

    Oleh karena itu, menurut Bernard

    Haykel,32

    sebagai sebuah gerakan keagamaan, kaum salafi memiliki

    ciri dan karakteristik.

    Pertama, kebanyakan salafi bukanlah aktor politik. Mereka

    bukanlah aktivis politik yang membentuk partai atau organisasi

    politik. Bahkan mereka tidak memiliki wadah dalam bentuk

    organisasi atau asosiasi formal yang memiliki target politik atau

    kekuasaan yang hendak diraih.33 Tidak adanya wadah organisasi

    inilah yang menjadikan gerakan salafi begitu bebas bergerak. Mereka

    disatukan oleh manha>j yang sama.34

    Kedua, terjadinya reformasi sosial dan agama menjadi

    perhatian utama. Munculnya kesadaran beragama yang begitu kuat

    31Laurent Bonnefoy, How Transnational Salafism in yemen ? dalamRoel Meijer, Global

    Salafism, Islams New Religious Movement(London: Hurst and Company, 2009), 334.32Bernard Haykel, On the Nature of Salafi.. 24-51.

    33Ibid.

    34Imdadun Rahmat,Arus Baru Islam 61

  • 7/21/2019 Ringkasan-Slamet-Muliono

    44/72

    44

    pada tingkat individu yang kemudian akan membentuk komunitas

    yang berkesadaran agama yang kuat. Kesadaran beragama secara

    individu yang begitu kuat, dalam jangka panjang akan memiliki

    implikasi secara t idak langsung pada politik.

    Oleh karena itu, kaum salafi berupaya untuk membentuk

    sebuah komunitas yang mendasarkan dirinya pada landasan agama

    (teologi).35 Kaum salafi menginginkan perubahan, dengan dakwah

    Islam, dari akar masyarakat yang paling bawah, yang dimulai dari

    level individu dan transformasi personal. Harapan untuk perubahan

    agama dari yang kecil akan membentuk sistem yang lebih religius.

    Ketiga, menekankan untuk berpegang teguh pada al-Quran

    dan al-Hadith. Mereka senantiasa mengutamakan dalil yang kuat

    sebelum melakukan perbuatan. Dalam konteks ini, menurut

    pandangan mereka, penguasaan bahasa arab menjadi penekanan.36

    Keempat, terbatasnya hirarki dalam memahami ajaran Islam.

    Artinya kaum salafi dalam mencari dasar-dasar agama untuk

    memperteguh keyakinan mereka, tanpa melewati hirarki yang begitu

    rumit. Mereka bisa memperoleh sumber langsung secara tekstual

    35Bernard Haykel, On the Nature of Salafi. 35.

    36Ibid. 36

  • 7/21/2019 Ringkasan-Slamet-Muliono

    45/72

    45

    tanpa harus melewati beberapa hirarki personal yang panjang.

    Disinilah mereka memangkas sekian banyak lapisan otoritas ketika

    memahami sebuah teks, dan inilah yang membedakan dengan tradisi

    muslim yang lain, sehingga penafsiran itu lebih terbuka dan

    demokratik.

    Kelima, tidak dibatasi oleh wilayah (de-territorialised) dan

    pula t idak fundamentalis. Tidak dibatasinya wilayah merupakan daya

    tarik tersendiri bagi masyarakat banyak. Bahkan sikap moderat dan

    tidak identik dengan pemikiran kalangan fundamentalis, semakin

    memperkuat daya tarik banyak pihak. Oleh karena itu, gerakan kaum

    salafi melintas batas dunia dan berkembang dimanapun sebagai

    gerakan t ransnasional.37

    Keenam, senantiasa mendasarkan segala perilaku dan

    pandangan dengan merujuk pada teks yang bersumber dari wahyu, al-

    Quran dan al-Hadith.38Contoh empirik, mereka begitu taat terhadap

    pemerintah dan tidak pernah melakukan kritik secara terbuka. Hal ini

    tentu berbeda dengan gerakan fundamentalis yang lain (seperti salafi

    jihadis) yang melakukan kritik secara terbuka, dan bahkan

    37Imdadun Rahmat,Arus Baru Islam 71

    38Bernard Haykel, On the Nature of Salafi .. 37

  • 7/21/2019 Ringkasan-Slamet-Muliono

    46/72

    46

    mengkafirkannya ketika dianggap tidak menjalankan hukum Allah.

    Menurut kaum salafi, mengkafirkan pemimpin akan menimbulkan

    dampak yang lebih buruk bagi tersampaikannya dakwah, seperti

    masjid akan ditutup, para ulama akan dipenjara. Melawan penguasa

    ibarat tangan kosong memukul besi (the hand cannot fight a fist of

    iron).39

    Ciri dan karakteristik yang melekat pada kaum salafi di atas

    tidak terlepas dari sandaran yang mereka rujuk, dan kemudian

    dipergunakan sebagai landasan penyebaran dan pengembangan

    dakwah. Disinilah pendekatan Mannheim, ideologi dan utopia,

    berguna untuk melihat bagaimana kaum salafi menggagas dan

    merespon masa depan yang diinginkan.

    Kalau merujuk pada pandangan Mannheim yang mengatakan

    bahwa ideologi merupakan proyeksi masa depan yang didasarkan

    pada sistem yang berlaku, dan utopia merupakan ramalan masa depan

    yang didasarkan pada sistem lain, maka kaum salafi lebih dekat untuk

    dikategorikan utopis.

    39 Quintan Wictorowicz, The Salafi Movement in Jordan, International Journal of

    Middle East Studies, 32 (United States of America,2000), 218-240.

  • 7/21/2019 Ringkasan-Slamet-Muliono

    47/72

    47

    Ketika dikaitkan dengan berbagai gagasan kaum salafi yang

    seringkali berlawanan dengan sistem yang berlaku, dan menawarkan

    sistem lain. Sebagai contoh, kaum salafi menolak sistem demokrasi

    dan menawarkan shuro. Demokrasi merupakan mekanisme memilih

    pemimpin masyarakat modern, namun mereka justru merekomendasi

    sistem shurosebagai sistem terbaik.

    Penetapan shuro didasarkan bahwa sistem ini tidak hanya

    berlaku dan membuat kejayaan Islam sekaligus menjadi patron

    peradaban dunia, sementara sistem demokrasi dipandang memiliki

    sejumlah kelemahan, sehingga melahirkan pemimpin yang

    berkualifikasi rendah.

    Kalau dalam perspektif Mannheim, ketika sebuah komunitas

    dalam mengembangan gagasannya menolak sistem yang sedang

    berlaku dan mendasarkan pada sistem lain, maka kelompok itu

    dikategorikan sebagai utopis. Namun yang berbeda dengan dari

    pandangan kaum salaf ini, bahwa pandangan mereka tidak lagi utopis,

    tetapi bisa jadi bisa dikategorikan ideologis. Hal itu bisa dilihat

    ketika menawarkan model shuro,kaum salafi melihat bahwa model

    shurotidak hanya ideal dari sisi konsep, tetapi dari sisi aplikasi. Dari

  • 7/21/2019 Ringkasan-Slamet-Muliono

    48/72

    48

    sisi konsep, sistem shuromenugaskan pemimpin untuk menegakkan

    agama dan pemerintahan lengkap dengan persyaratan yang ketat.

    Sementara dari sisi aplikasi, sistem shuro begitu sederhana dan

    mudah dimana seorang pemimpin dipilih dengan mekanisme

    seherhana dengan biaya murah.

    Sementara sistem demokrasi dipandang sebagai sistem yang

    memiliki kelemahan baik dari sisi konsep maupun aplikasinya. Dari

    sisi konsep, persyaratan untuk menjadi pemimpin begitu rapuh,

    dimana siapapun bisa menjadi pemimpin asalkan dia mampu

    meyakinkan publik atas kepemimpinannya, tanpa mengaitkan dengan

    moral dan agamanya. Dari sisi aplikatif, untuk melahirkan seorang

    pemimpin harus melibatkan semua lapisan masyarakat tanpa

    membedakan kualitas personal pemilih. Belum lagi biaya yang harus

    dikeluarkan untuk mendanai berbagai mekanisme sebelum terpilihnya

    seorang pemimpin. Belum lagi berbagai ruang yang memungkinkan

    terjadi penyimpangan nilai-nilai demokrasi, seperti money politik,

    penggelembungan suara, dan sebagainya.

    Pandangan kaum salafi tentang model shurobukan lagi utopis

    ketika berhadapan dengan sistem yang berlaku (demokrasi), tetapi

  • 7/21/2019 Ringkasan-Slamet-Muliono

    49/72

    49

    menjadi alternatif ketika demokrasi penuh dengan sejumlah

    kelemahan karena menciptakan ruang bagi munculnya berbagai

    penyimpangan, sehingga melahirkan pemimpin yang kontraproduktif

    dengan nilai-nilai modern.

    C.Keterbatasan Studi

    Mengkaji tentang gerakan-gerakan Islam, khususnya yang

    berlabel fundamentalis, memang tiada habisnya dan menjadi lahan

    penelitian yang amat menarik. Karena gerakan fundamentalis

    memiliki varian yang begitu beraneka ragam dan menantang.

    Sehingga untuk mencari pijakan masing-masing pandangan dari

    berbagai varian itu menuntut variasi metodologi.

    Begitu pula studi tentang kaum salafi sebagai sebuah gerakan

    puritan, juga amat menarik karena sumber-sumber yang menjadi

    bahan rujukan begitu banyak dan mudah diperoleh. Buku-buku dan

    jurnal hasil penelitian tentang kaum salafi begitu banyak sehingga

    memperkaya studi pendahuluan bagi siapapun yang akan melakukan

    penelitian tentang tema tersebut.

  • 7/21/2019 Ringkasan-Slamet-Muliono

    50/72

    50

    Namun menjadi problem bagi siapapun yang akan melakukan

    penelitian tentang kaum fundamentalis-puritan apolitis ini ketika

    ingin memperoleh data primer secara langsung, karena tidak semua

    kaum salafi bersedia diajak melakukan depth-interview. Hal itu

    didasari oleh beberapa pengalaman penelitian yang dilakukan para

    peneliti sebelumnya. Mereka menganggap peneliti sebelumnya tidak

    menulis apa yang sebenarnya terjadi ketika proses interview. Bahkan

    data mentah yang disajikan oleh kaum salafi sering berbeda ketika

    sudah diolah dalam bentuk penelitian. Hal ini benar-benar kesulitan

    bagi siapapun untuk menggali informasi yang lebih dalam tentang

    pemikiran kaum salafi. Beruntung peneliti mengajar di salah satu

    perguruan tinggi komunitas kaum salafi, sehingga dengan bantuan

    beberapa kolega pengajar di komunitas itu mudah melakukan

    penggalian data secara mudah.

    Yang menjadi problem akademik ketika melakukan penelitian

    terhadap kaum salafi ini adalah begitu banyak varian dan corak

    pemikiran di antara mereka. Hal itu disebabkan di antaranya oleh

    independensi di kalangan mereka yang begitu kuat, sehingga

    memberikan peluang untuk memiliki pandangan dan pemikiran yang

  • 7/21/2019 Ringkasan-Slamet-Muliono

    51/72

    51

    berbeda. Begitu pula yang dialami oleh peneliti, ketika melakukan

    proses penelit ian ini, adalah melakukan kategorisasi varian pemikiran

    itu.

    Ketika melakukan penelitian tentang konsep kepemimpinan

    dalam pandangan kaum salafi ada beberapa kegelisahan akademik

    yang muncul. Pertama, sulitnya menerapkan pandangan mereka yang

    memang tidak bersesuaian dengan realitas yang ada. Misalnya ketika

    mengkritik demokrasi sebagai sarana memilih pemimpin, mereka

    mengajukan mekanisme yang pernah diterapkan ketika zaman

    peradaban Islam berlangsung, yakni ahl al-halli wa al-Aqdi. Disini

    terjadi keterputusan sejarah, sehingga sulit untuk melacak perdebatan

    tentang konsep yang mereka ajukan. Belum lagi ada eksemplar suatu

    negara (Islam) yang bisa dipakai sebagai rujukan atau parameter

    pembuktian konsep kepemimpinan mereka. Disinilah konsep itu

    disebut utopis, karena konsep yang mereka tawarkan pasti

    berbenturan dengan realitas yang berlangsung. Oleh karena itu,

    peneliti mengalami kesulitan untuk bisa menangkap dan

    mengaplikasikan konsep yang mereka tawarkan dengan realitas yang

  • 7/21/2019 Ringkasan-Slamet-Muliono

    52/72

    52

    empirik. Yang terjadi, konsep yang mereka tawarkan, seolah-olah

    diterapkan pada realitas simbolik, realitas yang belum ada saat ini.

    Belum lagi konsep pemilihan pemimpin yang mereka tawarkan,

    sulit untuk dibuktikan secara internal. Artinya di kalangan kaum

    salafi sendiri, yang menolak organisasi formal, tidak terjadi

    penerapan konsep itu dalam internal mereka, sebagai tataran mikro.

    Oleh karena itu, sangat menarik untuk diteliti secara akademis ketika

    ditemukan sebuah komunitas kaum salafi yang mempraktekkan

    konsep yang mereka anggap sebagai terbaik. Sehingga pembuktian

    konsep yang mereka yakini sebagai sesuatu yang terbaik, teraplikasi

    dan bisa diperdebatkan secara akademik.

  • 7/21/2019 Ringkasan-Slamet-Muliono

    53/72

    53

    D.

    Saran-Saran

    Kaum salafi merupakan salah satu bentuk gerakan

    fundamentalis, yang memiliki independensi pemikiran yang begitu

    kuat. Berlatar ini, maka tidak mengherankan jika muncul banyak

    varian, yang berujung pada fragmentasi pemikiran. Kepemimpinan

    kaum salafi sebagai fokus kajian yang telah saya lakukan, ternyata

    membuka horizon dan memberi peluang bagi penelitian lanjutan.

    Varian pemikiran yang begitu banyak memberikan kepada peneliti

    lain untuk menguak dasar-dasar dari masing-masing pandangan.

    Kepemimpinan merupakan salah satu aspek dari demokrasi, sehingga

    banyak wilayah yang belum tersentuh dari aspek-aspek lain dari

    konsep dan aplikasi demokrasi.

    Kaum salafi sendiri secara internal juga memiliki varian

    pemikiran yang beragam dalam merespon demokrasi, khususnya

    kritik mereka yang amat tajam terhadap konsep dan aplikasi

    demokrasi. Bahkan implikasi penerapan demokrasi di negara-negara

    yang mayoritas pendudukan beragama Islam, dalam pandangan kaum

    salafi, juga tidak kalah menariknya untuk diteliti. Apalagi

    persyaratan untuk menerapkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip

  • 7/21/2019 Ringkasan-Slamet-Muliono

    54/72

    54

    demokrasi begitu berat, sehingga berpeluang menghasilkan berbagai

    penyimpangan dari prinsip-prinsip demokrasi itu. Belum lagi jika

    mekanisme demokrasi itu ingin diterapkan, oleh sebagian

    penduduknya, pada negara-negara yang masih menganut sistem

    otoritarian. Realitas demikian akan menghasilkan perdebatan yang

    sangat panjang, sebagaimana yang terjadi di negara-negara Timur

    Tengah. Tentu hal ini memunculkan perhelatan dan perdebatan yang

    amat panjang, karena akan muncul dua posisi binari (binary

    opposition), antara pihak yang ingin memperjuangkan model atau

    sistem otoritarian dengan pihak yang ingin menerapkan mekanisme

    demokrasi.

  • 7/21/2019 Ringkasan-Slamet-Muliono

    55/72

    55

    DAFTAR PUSTAKA

    BUKU

    Abaza, Mona. Generasi Baru Mahasiswa Indonesia di Al-Azhar

    Islamica,. Januari-Maret, 1994.

    Abdullah, M. Amin. Dinamika Islam Kultural, Pemetaan Atas

    Wacana Keislaman Kontemporer, Bandung: Mizan, 2000.

    Abdullah,Taufik. Islam dan Masyarakat, Pantulan Sejarah Indonesia,

    Jakarta: Pustaka Jaya, 1981.

    Abdurrahim, Imaduddin. Pemikiran dan Gerakan Dakwahnya,

    Jakarta: Media Dakwah, 2002.

    Abu Umar Abdullah bin Muhammad al-Hama>di,Nimatu al-Amni fi

    al-mujtamaI,Yordania: Al-Da>r Al-Athariyah, 1426/2008.

    Abul Hasan Ali bin Habib Al-Mawardi, Durror al-Suluk fi Siya>sati

    al-Mulk, Tahqiq Fua>d Abdul Munim, Riyadh: Da>r al-Wathan,

    1419.

    Abul Hasan Must}afa as Sulaiman, Fitnah al-Tafjira>t wa ightiya>la>t, al-

    Asba>b al Atha>r al-Ila>j, cet 1, Saudi Arabia: Wizarat as}-s}uu>n alIsla>miyah auqaf ad-Dakwah al-Irsha>d, 1427.

    Adams, Ian. Ideologi Politk Mutakhir,Yogyakarta: 2004.

    Ajami, Fouad. In The Pharaos Shadow : Religion and Politics in

    Egyp dalam James P. Piscatori (ed), Islam and The political

    process, Cambridge; Cambridge University Press, 1983.

    Al-Atsari, Abdullah bin Abdul Hamid. Intisari Aqidah Ahl al-Sunnah

    wal JamaahJakarta: Pustaka Imam Asy-Syafii, 2007.

    Al-Azmeh, Aziz. The Discourse of Cultural Authenticity : Islamist

    Revivalism and Enlightenment Universalism, USA: Berkeley

    University, 2000.

  • 7/21/2019 Ringkasan-Slamet-Muliono

    56/72

    56

    AlChaidar, Pemikiran Politik Proklamator Negara Indonesia SM

    Kartosoewirjo, Mengungkap Manipulasi Sejarah Darul Islam

    /DI-TII Semasa Orde Lama dan Orde Baru, Jakarta: Darul

    Falah, 1420.

    Anderson, R.O.G. Benedict. The Idea of Power in Javanese

    Culture, dalam Culture and Politics In Indonesia,New York:

    Cornell University, 1972.

    Arif, Syamsuddin. Orientalis dan Diabolisme Pemikiran , Jakarta:

    Gema Insani, 2008.

    Arifin, Syamsul. Obyektivikasi Agama sebagai Ideologi Gerakan

    Sosial Kelompok Fundamentalis Islam, Studi Kasus HizbutTahrir Indonesia di kota Malang, Disertasi, IAIN Sunan

    Ampel, Surabaya, 2004

    Armanios, Febe. The Islamic Traditions of Wahhabism and Salafiyya,

    CRS Report for Congress, December, 22, 2003.

    Ausop, Asep Zaenal. Demokrasi dan Musyawarah dalam Pandangan

    Darul Arqam, NII, dan Hizbut Tahrir Indonesia, Jurnal

    SosioTeknologi, Edisi 17, tahun 8, Agustus, 2009.

    Ayubi, Nazih. Political Islam : Religion and and Politics in the Arab

    World, London and New York: Routledge, 1991.

    Aziz, Abdul (ed). Gerakan Kontemporer Islam Indonesia, Jakarta:

    Pustaka Firdaus, 1989.

    Azra, Azyumardi. Pergolakan Politik Islam : Dari Fundamantalisme,

    Modernisme, dalam Syariat Islam, terj. Fadli Bahri , Jakarta:

    Darul Falah, 2006.

    Barjas, Abdussalam bin al-Abdul Karim, Etika Mengkritik Penguasa,Terj. Zainuddin MZ), Surabaya: Pustaka As-Sunnah, 2002.

    Barton, Greg. Gagasan Islam Liberal di Indonesia. Jakarta:

    Paramadina, 1999.

  • 7/21/2019 Ringkasan-Slamet-Muliono

    57/72

    57

    Kurzman, Charles. Wacana Islam Liberal, Pemikiran Islam

    Kontemporer tentang Isu-isu Global, Jakarta: Paramadina,

    2003.

    Berger, Peter L. Langit Suci : Agama sebagai Realitas Sosial, terj.

    Hartono, Jakarta: LP3ES, 1991.

    ________________dan Thomas Luckmann, Konstruksi Sosial Atas

    Kenyataan, Jakarta: LP3ES, 1991.

    Berman,Paul. Terror and Liberalism, New York: WW, Norton, 2003.

    Binder, Leonard. Religion And Politics in Pakistan,Barkeley and Los

    Angeles: University of California Press, 1983.

    Blummer, Herbert. Social Movement dalam Alfred MCClung Lee,

    (ed.), Principles of sociology (New York: Barnes and Nobles,Inc. 1966.

    Brill, Martha Olcott, The Root of Radical Islam In Central Asia ,

    Carnegie Endowment For International Peace,Massachusetts:

    Washington DC, 2006.

    Campbell, Tom. Tujuh Teori Sosial: Sketsa, Penilaian, Perbandingan,Yogyakarta: Kanisius, 1994.

    Clarke, Peter B. Encyclopedia of New Religious Movements (New

    York: Routledge, 2006), 220

    Crowford, Michael.,Wahhabi Ulama and the Law 1725-1932 AD,

    M. Phil, thesis, University of Oxford, 1980.

    Dekmejian, Hrair. Islam and Revolution: Fundamentalism in the Arab

    world, Syracus: Syracus University Press, 1985.

    Dengel, Holk H. Kartosoewirjo dan Darul Islam,Jakarta: Penerbit

    Sinar Harapan, 1996.

    Al-Dimashqi, Ibnu Nasir al-Din. al-Radd wa al- Wafir, ed. Zuhayr al-

    Shawish,Beirut: Dar al-Kutub, 1393.

  • 7/21/2019 Ringkasan-Slamet-Muliono

    58/72

    58

    Effendi, Bahtiar. Islam dan Negara, Transformasi Pemikiran Politik

    Islam di Indonesia, Jakarta: Paramadina, 2003.

    Esposito, John L. Islam and Politics, Syracuse: Syracuse UniversityPress, 1984.

    Al-Fauzan, Salih ibn Fauzan. Al-Irsha>dila sahih al-Itiqad wa al-radd

    ala ahl shirk wa al-ilha>d , Cairo: Maktabat Ibn Taimiyah,

    1990.

    ________________, Al-Irshadila sahih al-Itiqadwa al-radd ala ahl

    shirk wa al-ilhad, Cairo: Maktabat ibn Taimiyah, 1990.

    Feith, Herbert dan Lance Castles (ed.), Pemikiran Politik Indonesia

    1945-1965, Jakarta: LP3ES, 1995.

    Flew, Anthony. A Dictionary of Philosophy, New York: St. Martins

    Press, 1984.

    George A. Theodorson and Achilles G. Theodorson, A Modern

    Dictionary of Sociology,New York: Barnes and Noble Books,

    1979.

    Giovani Sartori, Political Man : The Theory of Democracy revisited,

    NJ: Chatam, 1987.

    Gold, Dore. Hatreds Kingdom : How Saudi Arabia Supports the new

    global terrorism, Washington: Regnery Publishing, 2003.

    Haekal, Muhammad Husain. Usman bin Affan, antara Kekhalifahan

    dengan Kerajaan, (terj. Ali Audah), Bogor: Litera AntarNusa,

    2007.

    Haidlor Ali Ahmad, Aliran Salafi di Kota Batam Kepulauan Riau,

    dalam Faham-faham Keagamaan Aktual Dalam Komunitas

    Masyarakat Islam, Kristen, Hindu di Indonesia,Jakarta: Badan

    Litbang dan Diklat Depag. RI, 2008.

    Al-Haithami, Al-Ima>m. Majma al-Zawa>id wa Manba al-Fawa>id Juz

    5, 188 atau Musnad Ahmad: 4/273.

  • 7/21/2019 Ringkasan-Slamet-Muliono

    59/72

    59

    Al-Hama>di, Abu Umar Abdullah bin Muhammad. Nimatu al-Amni

    fi al-mujtamai,Yordania: Al-Da>r Al-Athariyah, 1426/2008.

    Harjanto, Nicolaus Teguh Budi. Memajukan Demokrasi, Mencegah

    Disintegrasi, Yogyakarta: TiaraWacana, 1997.

    Harto, Kasinyo. Islam Fundamentalis di Perguruan Tinggi Umum,

    Kasus Gerakan Keagamaan Mahasiswa Universitas Sriwijaya

    Palembang, Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Depag. RI,

    2008.

    Haykel, Bernard. Revival and Reform in Islam : The Legacy ofMuhammad Shawkani Cambridge: Cambridge University,

    2003.

    Hilmy, Masdar. Teologi Perlawanan, Islamisme dan Diskursus

    Demokrasi di Indonesia Pasca Orde Baru,Yogyakarta: Impulse-

    Kanisius, 2009.

    Hizb al-Tahrir, The Methodology of Hizb at-Tahrir, London: Al-

    Khila>fah Publications, no year.

    Hizbut Tahir, Ajhizatu ad-Daulah al-Khilafah, Struktur Negara

    Khilafah (Pemerintahan dan Administrasi ) Yahya AR (Terj.),2006.

    Huntington, Samuel P. Benturan Antarperadaban dan Masa Depan

    Politik Dunia, penerjemah M. Sadat Ismail, Yogyakarta:

    Qalam, 2000.

    Ibnu Taimiyah, As-siya>sah ash-shariyyah, Damam: Da>r Rowi, 2000.

    Al-Imam Abu Uthman Ismail bin Abdurrahman Al-S}abu>ni>, Tahqiq

    Na>s}ir bin Abdurrahman bin Muhammad Al-Jadi>, Aqidah salaf

    wa as}ha>b al-Hadith, Saudi Arabiah: Da>r Al-A>s}imah,1419/1998.

    Al Imam Abu Muhammad Hasan Al-Barbahari, Syarhu al-sunnah,

    Tahqiq Kha>lid Ar-Rodda>di, Riyadh: Da>r al-salaf, 1426.

  • 7/21/2019 Ringkasan-Slamet-Muliono

    60/72

    60

    Al-Imam Al-Qa>di bin Ali bin Ali bin Muhammad bin Abi Izzi al-

    Dimashqi, Sharah Aqidah Al-Tahawiyah Tahqiq Abdullah bin

    Abdul Azi>z Muhsin

    Al-Turki dan Shuaib Nau>t}, Riyadh: Da>r A>lamul Kutub, 1418/1997.

    Al-Imam, Muhammad Bin Abdillah. Menggugat Demokrasi dan

    Pemilu,Banyumas: Pustaka Salafiyah, 2007.

    Al Imam Abu Muhammad Hasan Al-Barbahari, Syarhu al-sunnah,

    Tahqiq Kha>lid Ar-Rodda>di, Riyadh: Da>r al-salaf, 1426.

    Ingleson, John. Jalan ke Pengasingan: Pergolakan Kaum Nasionalis

    Indonesia 1927-1934, (terj. Zamakhsari Dhofier), Jakarta:LP3ES, 1983.

    Al-Jawziyyah, Ibn al-Qayyim. Ilam al- Muwaqqiin an rabb al-

    lamin, 7 Vols., Damman: Dar al-Ibn al-Jawzi, 2002.

    Jainuri, Achmad. Orientasi Ideologi Gerakan Islam, Konservatisme,

    Fundamentalisme, Sekularisme, dan Modernisme, Surabaya:

    Lembaga Pengkajian Agama dan Masyarakat , 2004.

    Jaiz, Hartono Ahmad dan Agus Hasan Bashori. Menangkal Bahaya

    JIL &FLA,Jakarta: Pustaka Kautsar, 2003.

    Jameelah, Maryam dan Margaret. Islam dan modernisme, (terj. A.

    Jainuri dan Syafiq A. Mughni), Surabaya: Usaha Nasional,1982.

    Jamhari, Jajang Hahroni, (penyunting), Gerakan Salafi Radikal di

    Indonesia, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004.

    Jawwaz, Yazid Bin Abdul Qadir. Syarah Aqidah Ahlussunnah Wal

    Jamaah, Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafii, 2006

    Al-Jawziyyah, Ibn al-Qayyim. Ilam al- Muwaqqiin an rabb al-

    a>lami>n, Damman: Dar al-Ibn al-Jawzi, Vol 2, 470 dan Vol 3,

    2002.

    Johnson, Doyle Paul. Teori Sosiologi Klasik dan Modern, terj. Robert

    M.Z. Lawang, Jakarta: Gramedia, 1988.

  • 7/21/2019 Ringkasan-Slamet-Muliono

    61/72

    61

    Kaelan, Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat , Yogyakarta:

    Paradigma, 2005.

    Kapiszewski, Andrzej. Saudi Arabia : Steps toward Democratizationor Reconfiguration of Authoritarianism, Journal of Asian and

    African Studies, 2005.

    Kartosoewrijo, SM. Haloean Politik Islam, Malangbong: Poestaka

    Daroel Islam, 1946.

    Keilani, Musa Neede: A New Definition of Fundamentalism, The

    Jordan Times. Amman, 5 September 1984.

    Kinloch, Graham Charles. Sociological Theory, Its development andMajor Paradigms, McGraw Hill Book Company, 1977.

    Kumar Ramakrishma, Delegitimizing Global Jihadi in The

    Southeast Asia Contemporary Southeast Asia27 no. 3, 2005.

    Kurzman, Charles. Wacana Islam Liberal, Pemikiran Islam

    Kontemporer tentang Isu-isu Global, Jakarta: Paramadina,

    2003.

    Lipset,S.M. Political Man : The Social Bases of politics, expanded

    and updated edition, London: Heinenmann, 1983.

    Lubis, Amany. Sistem Pemerintahan Oligarki dalam Sejarah Islam,

    Jakarta: IUN, 2005.

    Mahdi, Muhsin. Modernity and Islam, dalam JosephM. Kitagawa, ed.

    Modern Trends in World Religious, La SalleIII: The Open

    Court Publishing Company, 1950.

    Mahendra, Yusril Ihza. Modernisme dan Fundamentalisme dalam

    Politik Islam, (Jakarta: Paramadina, 1999.

    Maliki, Zainuddin. Tiga Teori Sosial Hegemonik, Surabaya: Lembaga

    Pengkajian Agama dan Masyarakat, 2003.

  • 7/21/2019 Ringkasan-Slamet-Muliono

    62/72

    62

    Mannheim, Karl. Ideologi dan Utopia: Menyingkap kaitan Pikiran

    dan Politik, Terj. F. Budi Hardiman, Yogyakarta: Kanisius,

    1991.

    Maarif, Ahmad Syafii. Islam as the Basis of State: A Study of the

    Islamic Political Ideas as Reflected in the Constituent

    Assembly Debates in Indonesia, Disertasi, Universtity of

    Chicago, 1983.

    Al-Maqdisi, Abu Muhammad Ashim. Agama Demokrasi, Jawa

    Tengah: Kafayeh, 2007.

    Al-Maududi, Abul Ala. The Islamic Law and Constitution, Kurshid

    Ahmad (trans and ed.), Lahore: Islamic Publeication Ltd.,1973.

    ___________. Khilafah dan Kerajaan(Al-Khilafah wa Al-Mulk). Alih

    Bahasa Muhammad al-Baqir. Cetakan II. Bandung: Mizan,

    1988.

    Al-Mawardi. Al-Ahkam As-Sulthaniyyah, Hukum-hukum

    Penyelenggaraan Negara dalam Syariat Islam, terj. Fadli Bahri

    Lc.Jakarta: Darul Falah, 2006.

    McNabb, David E. Research Methods for Political Science,Quantitative and Qualitative Methods, New York: ME Sharpe,

    2004

    Meijer, Roel. Global Salafism, Islams New Religious Movement,

    (London: Hurst and Company, 2009

    Moleong, Lexy. Metodolgi Penelitian Kualitaatif, Bandung: Remaja

    RosdaKarya, 2005.

    Monshipouri, Mahmood Islam and Human Rights in the age of

    globalization,USA: Berkeley University, 2000.

    Mortimer, Edward Faith and Power : The Politics of Islam,London:

    Faber and Faber, 1982,

    Mubarok, Zaki. Genealogi Gerakan Radikal Islam Indonesia, Jakarta:

    LP3ES, 2003.

  • 7/21/2019 Ringkasan-Slamet-Muliono

    63/72

    63

    Muslim, Imarah, Riyadh: Da>r al-Salam, 1419/1998.

    An-Nas}ir, Muhammad Hamid. Menjawab Modernisasi Islam,

    Membedah Pemikiran Jamaluddin al-Afghani hingga Islam

    Liberal,Jakarta: Darul Haq, 2004.

    Na>s}iruddin Al-Alba>ni, Shahih Sunan Abu Dawud, Jilid II

    Newman, Isadore and Carolyn R. Benz, Quantitative-Qualitative

    Research Methodology, Exploring the Interactive Continuum,

    USA: Southern Illinois University Press, 1998.

    Norris, Pippa dan Ronald Inglehart, Sacred and Secular: Religion and

    Political Worldwide. Cambridge: Cambridge University Press,2004.

    ODonnell, Guillermo. Transisi Menuju Demokrasi, Rangkaian

    Kemungkinan dan Ketidakpastian, l, Jakarta: LP3ES, 2003.

    Olcott, Martha Brill. The Root of Radical Islam In Central Asia,

    Carnegie Endowment For International Peace, Massachusetts,

    Washington DC, 2006.

    Osman, Fathi. Parameters of the Islamic State, Arabia: The Islamic

    World Review, No. 17, January 1983.

    Piscatori, James P. (ed), Islam And The Political Process, Cambridge;

    Cambridge University Press, 1983.

    __________________. Islam In a World of Nation States

    (Cambridge: Cambridge Uviversity Press, 1986).

    Poloma, Margaret M. Sosiologi Kontemporer, terj. Tim Yasogama,

    Jakarta: Rajawali Press, 2000.

    Al-Qawsi, Mufarrih Ibn Sulayman. al-Mawqif al-mua>sirin al-manhajal-salafi fi al-Bila>d al-arabiyya, Riyadh: Dar al-Fadila, 2002.

    Al-Qori>, Mula Ali. Mirqa>t al-Mafa>ti>h, Syarah Mishkah Al-Mas}a>bi>h.

    Juz 15.

  • 7/21/2019 Ringkasan-Slamet-Muliono

    64/72

    64

    Qutb, Sayyid Milestones, Damascus: The Holy Koran Publishing

    House, 1978.

    Rahmat, Imdadun. Arus Baru Islam Radikal, Transmisi RevivalismeIslam Timur Tengah ke Indonesia,Jakarta: Erlangga, 2005.

    Ramadhani, Abdul Malik bin Ahmad. Enam Pilar Dakwah Salafiyah,

    Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafii, 2004.

    Ramakrishma, Kumar. Delegitimizing Global Jihadi in The Southeast

    AsiaContemporary, Southeast Asia 27 no. 3, 2005.

    Ricklefs, M.C. Sejarah Indonesia Modern(Terj.), Yogyakarta: Gajah

    Mada University Press, 1993.

    Ritzer, George. Sociological Theory, McGraw Hill Book Companies

    INC, 1996

    Rahman, Fazlur. Islam and Modernity: Transformation of an

    Intellectual Tradition, Chicago London: The University of

    Chicago Press, 1982.

    Sartori, Giovani. Political Man : The Theory of Democracy revisited,

    NJ: Chatam, 1987

    Sorensen, Georg. Democracy and Democratization : Processes and

    Proppects in a changing world, Boulder: Westview Press. 1993

    Shepard, William E. Islam and Ideology : Towards a Typology, dalam

    An Anthology of Contemporary Middle Eastern History,

    Syafiq Mughni Ed.), Montreal: Canadian International

    Development Agency.

    Shils, Edward. Tradition, Chicago: The University of Chicago Press,1983.

    Shobahussurur (ed.), Mengenang 100 Tahun Haji Abdul Malik Karim

    Amrullah (HAMKA),Jakarta: YPI Al-Azhar, 2008.

  • 7/21/2019 Ringkasan-Slamet-Muliono

    65/72

    65

    Sihbudi, Riza. Gerakan Islam Radikal Di Indonesia, Jakarta: LIPI,

    2004.

    Sivan, Emmanuel . The Enclave Culture, dalam Martin E. Marty &Scott Apleby (Eds.) Fundamentalism Comprehended, Jilid II,

    Chicago: University of Chicago Press, 2004.

    Steinberg, Guido. Religion and Staat in Saudi Arabien:

    DieWahhabitischen Gelehrten 1902-1953, Wurzburg: Ergon

    Verlag, 2002.

    Surkati, Ahmad Al-Anshari. Tiga Persoalan (Ijtihad dan Taqlid,

    Sunnah dan Bidah, serta Ziarah kubur-tawassul dan syafaat)

    Terj. Ahmad Salim bin Mahfud, Jakarta: Pimpinan Pusat Al-Isyad Al-Islamiyyah, 1988.

    Taimiyah, Ibnu. As-siya>sah ash-shariyyah,Damam: Da>r Rowi, 2000.

    Thaha, Idris. Demokrasi Religius, Jakarta: Teraju, 2005.

    Theodorson, George A. and Achilles G. Theodorson, A Modern

    Dictionary of Sociology, Barnes and Noble Books, New York,1979.

    Wahid, Din dkk. Laskar Jihad dan gerakan Politik di Indonesia,Jakarta: LP3ES, 2002.

    Websters Third New International Dictionary, Springfield Merriam,

    1971.

    Wood, James. Social Movement, McGraw Hill Book Company, 1977.

    Woodword, Mark R. Jalan Baru Islam : Memetakan Paradigma

    Mutakhir Islam Indonesia,Bandung: Mizan, 1998.

  • 7/21/2019 Ringkasan-Slamet-Muliono

    66/72

    66

    JURNAL INTERNASIONAL

    Beetham, David. Liberal Democracy and the limits of

    Democratization, in D Held (ed), Prospects for Democracy,Political Studies 40, Special issue, Norwich: Black kwell

    Publishers, 1999.

    Bruinessen, Van. Genealogies of Islamic radicalism in Post-Suharto

    Indonesia, South East Asia Research, 10, 2, 2000.

    Duderija, Adis. Islamic Groups and Their World-views and Identities

    : Neo-Traditional Salafis and Progressive Muslims,Arab Law

    Quarterly 21, 2007.

    Eich, Thomas. The Forgotten Salafi : Abu Al-Huda As-Sayyadi,

    USA: BRILL, New Series, Vol. 43 I, 2003.

    Eliraz, Giora. Islam and Polity Indonesia : An Intriguing Case Study,

    Research Monographs On the Muslim World, Washington:

    Hudson Institute, Series No.1, Paper No. 5, Pebruary 2007.

    Fakhry, Majid. The Theocratic Idea Of The Islamic State In Recent

    Controversies, International Affairs, Royal Institute of

    International Affairs, Vol 30, No. 4, 2005.

    Febe Armanios, The Islamic Traditions of Wahhabism and Salafiyya,

    CRS Report for Congress, December, 22, 2003.

    Gunawan, Basuki. Political Mobilization in Indonesia. Nationalist

    Against

    Communists dalam Modern Asian Studies, Vol. 7/4. Oktober, 1973.

    Jones, Sidney Indonesia Backgrounder: Why Salafism and Terrorismmostly dont mix, ICG Asia Report N83, Southeast

    Asia/Brussels, 13 September 2004.

    Kapiszewski, Andrzej. Saudi Arabia : Steps toward Democratization

    or Reconfiguration of Authoritarianism, Journal of Asian and

    African Studies, 2005.

  • 7/21/2019 Ringkasan-Slamet-Muliono

    67/72

    67

    Keilani, Musa Neede: A New Definition of Fundamentalism, The

    Jordan Times. Amman, 5 September 1984.