SAK ANAK

79
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN GASTRO ENTERITIS I. KONSEP DASAR A. PENGERTIAN Gastro Enteritis adalah radang pada lambung serta usus yang memberikan gejala diare dengan atau tanpa disertai muntah ( muntah, berak ). B. PATOFISIOLOGI Ketidakseimbangan pengangkutan air dan elektrolit berperan penting pada patogenesis diare, terjadinya perubahan absorsi sekresi cairan dan elektrolit yang meningkatkan terjadinya dehidrasi. Peningkatan pengeluaran cairan dapat terjadi oleh karena : 1.Sekresi yang meningkat pada diare infeksi. 2.Osmotic oleh karena adanya bahan-bahan dalam lumen usus. 3.Motilitas usus yang meningkat. C. GEJALA KLINIS 1. Frekwensi buang air besar bertambah dangan bentuk dan konsistensi yang lain dari biasanya dapat cair, berlendir atau berdarah. 2. Dapat juga disertai gejala lain, misalnya anoreksia, panas, muntah dan kembung. 3. Dapat juga disertai gejala komplikasi yaitu gangguan elektrolit, dehydrasi, gangguan gas darah/asidosis. 4. Suhu tubuh meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada.

description

R.Anak

Transcript of SAK ANAK

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN

PASIEN DENGAN GASTRO ENTERITIS

I. KONSEP DASAR

A. PENGERTIAN

Gastro Enteritis adalah radang pada lambung serta usus yang memberikan

gejala diare dengan atau tanpa disertai muntah ( muntah, berak ).

B. PATOFISIOLOGI

Ketidakseimbangan pengangkutan air dan elektrolit berperan penting pada

patogenesis diare, terjadinya perubahan absorsi sekresi cairan dan elektrolit yang

meningkatkan terjadinya dehidrasi.

Peningkatan pengeluaran cairan dapat terjadi oleh karena :

1. Sekresi yang meningkat pada diare infeksi.

2. Osmotic oleh karena adanya bahan-bahan dalam lumen usus.

3. Motilitas usus yang meningkat.

C. GEJALA KLINIS

1. Frekwensi buang air besar bertambah dangan bentuk dan konsistensi yang

lain dari biasanya dapat cair, berlendir atau berdarah.

2. Dapat juga disertai gejala lain, misalnya anoreksia, panas, muntah dan

kembung.

3. Dapat juga disertai gejala komplikasi yaitu gangguan elektrolit, dehydrasi,

gangguan gas darah/asidosis.

4. Suhu tubuh meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada.

D. PENYEBAB

1. Enteral :

a. Virus, bacteri, parasit, protozoa dan jamur

b. Intoksikasi makanan

2. Parenteral (ispa, infeksi saluran kemih, dll)

E. KOMPLIKASI

Awal :

1. Gangguan keseimbangan air, elektrolit dan basa.

2. Intoleransi klinik akut terhadap karbohidrat dan lemak.

Lambat :

1. Diare yang berkepanjangan.

2. Intoleransi klinik hidrat arang yang berkepanjangan.

3. Diare persisten.

4. Diare kronik.

5. Sindroma post enteritis.

6. Diare intraktabel.

F. KRITERIA PENENTUAN DERAJAT DEHYDRASI

1. Dehydrasi Ringan

a. Kehilangan cairan 2 - 5 % dari berat badan.

b. Gambaran klinis : dehydrasi, tugor kurang, suara serak

( voly cholerca ), penderita belum jatuh ke dalam keadaan syock.

2. Dehydrasi Sedang.

a. Kehilangan cairan 5 - 8 % dari berat badan.

b. Gambaran klinik: tugor jelek, suara serak, penderita jatuh

dalam keadaan syok, nadi cepat, napas cepat dan dalam.

3. Dehydrasi Berat.

a. Kehilangan cairan 8 - 10 % dari berat badan.

b. Gambaran klinik : seperti tanda-tanda dehydrasi sedang

ditambah dengan kesadaran menurun ( apatis sampai dengan koma ), otot-otot

menjadi kaku. Syanosis.

II. ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

Data subjektif:

1. Diare (sering b.a.b > 3x).

2. Mual dan muntah.

3. Febris.

4. Kejang.

5. Pasien perut Mules

6. Pasien merasakan kembung.

Data objectif:

1. Diare ≥ 4 x/hari.

2. Akral dingin.

3. Nadi cepat ≥ 120x/menit.

4. Tugor kulit jelek

5. Mucosa kulit

6. Lemah

7. Peristaltic usus meningkat

8. Mata cekung, ubun-ubun besar cekung

9. Makan dan minum sulit (nafsu makan

menurun)

10. Kejang

Data penunjang

1. Laboratorium :

a. Kultur feaces

b. Uji mal absorbsi.

- Lemak butir-butir lemak, sudan III.

- Gulah, elini test,BI plasma.

c. Pemeriksaan untuk maenyingkirkan infeksi parenteral, misalnya kultur

urine.

2. Foto rontgen abdomen/baru untuk menyingkirkan kelainan anatomi.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan diare dan

muntah

2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan asupan makan kurang ; proses penyerapan kurang baik ;

gangguan metabolisme makanan.

3. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan informasi terbatas.

4. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan dehydrasi atau adanya peradangan.

5. Gangguan rasa nyaman (nyeri perut) berhubungan dengan hiperperistaltik.

C. RENCANA TINDAKAN

1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan diare

dan muntah.

Tujuan :

Gangguan pola eliminasi diare tidak terjadi atau diare hilang (sembuh)

Kriteria hasil :

1. Pasien tidak mengeluh sering buang air kecil.

2. Pasien tidak mengeluh kesakitan pada perut

3. Mual tidak ada

4. Faeces tidak encer

5. Turgor kulit baik

6. Kulit lembab

Rencana tindakan :

1. Beri penjelasan kepada pasien dan keluarga mengenai penyakit dan tindakan

yang akan diberikan

2. Tentukan derajat dehydrasinya ( turgor,mata dan ubun-ubun)

tiap 4 jam

3. Observasi vital sign

4. Monitor pengeluaran faeces yang akurat (warna, konsistensi)

5. Monitor intake dan output tiap jam

6. Motivasi pasien agar banyak minum (sejumlah keluaran) untuk dewasa, pada

anak 2 x jumlah buang air besar. Setiap kali buang air besar berikan 200 cc

oralit.

7. Terangkan kepada keluarga pasien untuk menghindari memberikan makanan

yang mengakibatkan iritasi pencernaan, merangsang respon allergi dan

makanan rendah serat.

8. Bila masih minum asi (tetap diteruskan)

9. Timbang berat badan tiap hari.

10. Kolaborasi dengan tim medis

11. Kolaborasi dengan ahli gizi

2. Gangguan pemenuhan nutrisi :kurang dari kebutuhan tubuh behubungan

dengan ;

1. Asupan makanan kurang

2. Proses penyerapan kurang baik

3. Akibat gangguan metabolisme makanan

Tujuan :

Penderita dapat memenuhi kebutuhan nutrisinya dalam waktu 3 hari.

Kiteria hasil :

1. Setiap makanan yang dihidangkan habis

dimakan/nafsu makan bertambah.

2. Berat badan naik ½ kg/minggu.

Rencana tindakan :

1. Berikan penjelasan pada ibu penderita

tentang pentingnya kebutuhan nutrisi bagi kesembuhan penderita.

2. Berikan diet yang ditentukan.

3. Bicarakan modifikasi makanan dengan ahli

gizi.

4. Hindari makanan yang merangsang dan

banyak mengandung lemat.

5. Perhatikan intake dan ouput

6. Laksanakan advis medis.

3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan informasi yang terbatas.

Tujuan:

Keluarga penderita mengerti penyakit penderita dan cara perawatannya dalam

waktu 2 jam.

Kriteria hasil :

1. Keluarga tidak cemas lagi.

2. Keluarga penderita paham dan mau menerima tindakan yang diberikan oleh

petugas.

Rencana tindakan :

1. Berikan penjelasan pada keluarga penderita

mengenai penyakit penderita.

2. Informasikan pada keluarga tentang diet

yang diizinkan.

3. Ajarkan dan demontrasikan tentang cara

penyedian nutrisi, menjaga personal hygiene.

4. Kaji ulang sejauh man keluarga mengerti

apa yang sudah dijelaskan.

5. Beritahu semua tindakan yang telah

dilakukan.

4. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan dehydrasi atau adanya

infeksi atau peradangan.

Diharapkan dalam 2 – 3 jam suhu tubuh normal (36 – 37˚C ).

Kriteria hasil :

1. Suhu tubuh normal ( 2 -3 hari )

2. Dehydrasi dapat teratasi.

3. Tidak terjadi proses infeksi atau

peradangan.

Rencana tindakan :

1. Beri penjelasan pada penderita tentang

penyebab penyakitnya suhu tubuh penderita.

2. Beri kompres hangat pada daerah

hypothalamus, axilla.

3. Beri minum sedikit-sedikit tapi sering

4. Observasi gejala/ tanda-tanda vital tiap 4

jam.

5. Ganti pakaian penderita dengan pakaian

yang tipis dan menyerap keringan.

6. Laksanakan program terapi medis.

5. Gangguan rasa nyaman nyeri ( nyeri perut ) berhubungan dengan

hiperperistaltik.

Tujuan:

Nyeri perut berkurang / hilang.

Kriteria hasil :

Tidak nyeri perut (peristaltic normal).

Rencana tidakkan :

1. Bantu penderita untuk menentukan posisi

rileks.

2. Beri minyak kayu putih.

3. Observasi lingkar abdomen dan gejala

kardial.

4. Kolaborasi dengan tim medis untuk

pemberian obat analgetik.

D. TINDAKAN KEPERAWATAN

Mengacu pada rencana

E. EVALUASI KEPERAWATAN

Mengacu pada tujuan dan kreteria hasil

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN

PENYAKIT DALAM

DISUSUN

OLEH :

TIM KEPERAWATAN

RS MITRA SEHAT MEDIKA

PANDAAN

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN

KEJANG DEMAM

I. KONSEP DASAR

A. PENGERTIAN

Kejang adalah Bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh yang

disebabkan suatu proses ekstra kranium.

B. PATOFISIOLOGI

Mengenai patologi kejang masih banyak kontraversi, hal ini disebabkan oleh karena

tidak ada keseragaman dalam hal ini definisi,pemilihan kasus, cara penelitian dan

lamanya penelitian.

C. GEJALA KLINIS.

Ada 2 bentuk kejang demam, yaitu:

1. Kejang demam sederhana

a. Kejang demam yang tidak memenuhi modifikasi kretiria

livingstone.

b. Umur di antara kejang 6 bulan – 4 tahun.

c. Lamanya kejang kurang dari 15 menit.

d. Kejang bersifat umum.

e. Kejang terjadi dalam waktu 16 jam setelah timbulnya demam.

f. Tidak ada kelainan neuralogik, baik klinis maupun

laboraturium.

g. EEG normal 1 minggu setelah bangkitan panjang.

2. Kejang demam komplikata.

Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu kreteria modifikasi livingstone

di atas digolongkan kepada epilepsy yang diprovokasi oleh demam, kejang

kelompok ke dua ini mempunyai suatu darar kelainan yang menyebabkan

timbulnya kejang, sedangkan demam hanya merupakan factor pencetus.

D. PENYEBAB

1. Infeksi.

2. Gangguan metabolic.

3. Proses desak ruang intracranial.

4. Epilepsi.

E. KOMPLIKASI.

1. Hipoksia.

2. Hiperpiresia.

3. Odema otak.

F. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan pada kejang dikelola oleh medis.

II. ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

Data Subjektif :

1. Ibu mengatakan anaknya panas sudah 1 hari disertai kejang.

2. Ibu mengatakan anaknya sesak nafas.

Data Objektif :

1. Telapak tangan, kaki dan bibir berwarna kebiruan.

2. Napas cepat dangkal.

3. Keluar keringat dingin.

4. Pemeriksaan fisik (suhu= 40,5˚C, nadi= 120x/menit,

respiratori=34x/menit.

Data penunjang :

1. Laboratorium

a. Darah Lengkap.

Kelainan metabolic ( glokosa darah, RFT, LFT, asam basa

darah )

Gangguan elektrolit ( serum elektrolit, Na, K, Ca, Mg )

Bahan toxin ( Toksikologi, kadar anti konvulsan dalam darah )

Sepsi ( biakan darah ).

b. Urene lengkap.

c. Urinalisis.

Kultur urine.

Bahan toxin dalam urine.

d. Cairan serbrospinal.

Fhoto rongen kepala

2. USG ( Ultrasonografi ).

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN.

Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul adalah:

1. Aktual/resiko cedera berhubungan dengan terjadinya kejang.

2. Kurangnya pengetahuan keluarga tentang cara penanganan penderita selama

kejang berhubungan dengan kurang informasi.

3. Gangguan pernafasan berhubungan dengan secret disalurkan pernafasan.

4. Gangguan suhu tubuh berhubungan dengan dampak patologis penyakitnya.

C. RENCANA TINDAKAN.

1. Aktual/ resiko cedera terjadinya kejang.

Tujuan :

Cedera tidak terjadi selama dalam perawatan.

Kriteria hasil :

1. Tidak terjadi cedera

2. Penderita tidak terjatuh.

3. Lidah tidak digigit

Rencana tindakan :

1. Jaga kepala terhadap benda-benda yang dapat menimbulkan

cedera.

2. Rawat penderita pada ruang yang tenang dengan posisi tidur

kepala hiperekstensi.

3. Buka pakaian yang menekan.

4. Observasi tanda-tanda vital tiap 15 menit selama fase akut.

5. Berikan pengaman pada tempat tidur.

6. Berikan mayo tube.

2. Kurangnya pengetahun keluarga tentang cara penanganan penderita

selama kejang kurangnya pengetahuan.

Tujuan :

Keluarga mengerti maksud dan tujuan dilakukan tindakan perawatan selama

kejang.

Kriteria hasil :

1. Keluarga mengerti cara penanganan kejang.

2. Keluarga tanggap dan dapat melaksanakan perawatan kejang.

3. Keluarga mengerti penyebab dan tanda timbulnya kejang.

Rencana tindakan :

1. Informasikan keluarga tentang kejadian kejang dan tampak

masalah, serta beritahukan cara perawatan dan pengobatan yang benar.

2. Informasikan juga tentang bahaya yang dapat terjadi akibat

pertolongan yang salah.

3. Ajarkan kepada keluarga untuk memantau perkembangan

yang terjadi akibat kejang.

4. Kaji kemampuan keluarga terhadap penanganan kejang.

3. Gangguan pernapasan penumpukan secret disaluran pernapasan.

Tujuan :

Gangguan pernapasan teratasi/napas normal kembali.

Kriteria hasil :

1. Pernapasan normal 16-20x/menit.

2. Nadi normal.

3. Ujung tangan dan kaki tidak kebiruan.

Rencana tindakan :

1. Longgarkan pakaian yang menekan.

2. Berikan posisi hiperekstansi agar jalan napas tetap jalan.

3. Bersihkan jalan napas dengan suction (bila perlu).

4. Berikan oxygen sesuai dengan advis dokter.

5. Observasi tanda-tanda vital.

6. Kolaborasi dengan tim medis.

4. Gangguan rasa nyaman meningkatnya suhu tubuh adanya infeksi.

Tujuan :

Diharapkan suhu tubuh normal kembali

Kriteria hasil :

1. Suhu tubuh antara 36 -37°C

2. Penderita tidak merasa haus erus.

3. Penderita tampak tenang.

Rencana tindakan :

1. Berikan penjelasan pada keluarga penderita tentang penyebab

peningkatan suhu tubuh.

2. Berikan kompres dingin pada penderita.

3. Anjurkan minum sedikit-sedikit tetapi sering.

4. Ganti pakaian penderita yang sudah basah dengan pakaian

yang tipis dan menyerap keringat.

5. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian obat

antipiretika.

D. TINDAKAN KEPERAWATAN

Mengacu pada rencana

E. EVALUASI KEPERAWATAN

Mengacu pada tujuan dan kreteria hasil

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN

DENGUE HAEMORAGIC FEVER

I. KONSEP DASAR

A. PENGERTIAN.

Dengue Haemoragia Fever adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh

virus dengue type I – IV dan disertai demam 5 – 7 hari dengan gejala-gejala

perdarahan, bila timbul renjatan menyebabkan angka kematian yang cukup tinggi.

B. PATOFISIOLOGI.

Demam berdarah bisanya timbul pada infeksi sekunder dengan virus dengue type I

– IV. Pada hari ke tiga sampai pada hari ke lima dapat timbul renjatan hipovolemik

karena permeabilitas darah yang meningkat (plasma large), kebocoran ini dapat

disebabkan oleh mediator-mediator tertentu ( antara lain anafilatoksin) yang

dibentuk sel-sel mononuclear karena rangsangan virus dengue. Perdarahan dapat

disebabkan oleh gangguan faal hati, pada tanda-tanda terjadinya koagulasi

intravaskuler menyeluruh (DIC).

C. GEJALA KLINIK

Menurut derajat berat ringan penyakitnya, demam berdarah dengue dibagi menjadi

4 tingkat

1. Derajat I : Panas 5-7 hari, gejala umum tidak khas, uji tourniquet (+)

2. Derajat II : Sama dengan derajat I ditambah dengan gejala-gejala perdarahan

spontan seperti petekin, epitaksis, perdarahan gusi dan

sebagainya.

3. Derajat III : Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti: nadi

lemah dan cepat.

4. Derajat IV : Nadi tak teraba, tekanan darah tidak terukur (denyut nadi lebih

dari 140 x/menit), anggota gerak dingin dan cyanosis.

Gejala-gejala :

1. Hepertermi.

2. Nyeri seluruh tubuh.

3. Erupsi kulit.

4. Hati membesar, nyeri spontan dan pada perabaan.

5. Asites.

6. Encephalopati kejang gelisah, spoor, koma.

D. PENYEBAB.

Virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk aides aigepti dan aides

albopictus.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG.

Laboraturium:

1. Trombositopenia (kurang dari 100.000/ mm3 ).

2. Kadar Hb dan PCV meningkat (lebih dari 20%).

3. Leucopenia (mungkin normal atau leukositosis).

II. ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN.

Data subjektif.

1. Badan panas 5 – 7 hari.

2. Nyeri seluruh tubuh.

3. Mual, muntah,nafsu makan menurun.

Data objektif.

1. Rumple test (+).

2. Perdarahan spontan,epistaksis, perdarahan gusi,dll.

3. Pada palpasi terdapat perbesaran hati.

4. Akral dingin,nadi tidak teraba, tekanan darah terukur.

5. Cyanosis.

6. Anoreksia.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN.

Diagnosa keparawatan yang mungkin timbul adalah :

1. Ganguan perfusi jaringan berhubungan dengan kebocoran plasma pada

dinding pembuluh darah.

2. Gangguan rasa nyaman meningkatnya suhu tubuh berhubungan dengan

adanya infeksi.

3. Potensial terjadinya enchepalopati berhubungan dengan dampak patologis

penyakitnya.

4. Gangguan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan anoreksia.

C. RENCANA TINDAKAN.

1. Gangguan perfusi jaringan kebocoran plasma pada dinding pembuluh

darah.

Tujuan :

Tidak terjadi kebocoran plasma.

Kriteria hasil :

1. Trombosit cenderung naik.

2. Tidak ada perdarahan.

Rencana tindakan :

1. Memberikan penjelasan kepada keluarga tentang keadaan penyakitnya

2. Observasi tanda-tanda vital tiap 1 – 2 jam.

3. Catat intake dan ouput.

4. Kolaborasi tim medis untuk memberikan cairan infuse menurut jenis dan

jumlah tetesannya.

5. Kolaborasi dengan tim medis untuk pengambilan sample darah, pemeriksaan

laboratorium.

6. Melaksanakan program terapi dokter.

2. Gangguan Rasa nyaman meningkatnya suhu tubuh dampak patologis

dari penyakit:

Tujuan :

Suhu tubuh normal kembali dalam waktu 2 -3 jam.

Kreteria hasil:

1. Anak tidak panas.

2. Suhu tubuh normal (36 – 37°C

Rencana tindakan.

1. Memberikan penjelasan pada keluarga dan penderita tentang tindakan yang

akan dilakukan.

2. Memberikan kompres hangat pada daerah hypothalamus, timbunan lemak,

dahi dan ketiak.

3. Observasi gejala kardial setiap 2 jam.

4. Motivasi pada penderita untuk banyak minum.

5. Mengganti pakaian dengan pakaian yang tipis dan mudah menyerap keringat

6. Melaksanakan program terapi dokter.

3. Aktual/resiko terjadinya enchepalopati dampak patologis dari

penyakitnya.

Tujuan :

Tidak terjadi enchepalopati.

Kreteria hasil:

1. Anak tidak kejang.

2. Anak tidak gelisah.

Rencana tindakan

1. Memberikan tindakan suportif (membebaskan jalan nafas dan

memperhatikan peredaran darah).

2. Observasi dan mencatat tingkat kegelisahan penderita dengan memantau

orientasi dan respon penderita.

3. Melakukan check status neurologist (GCS ) tiap 1 – 2 jam sampai dengan

stabil.

4. Memberikan suasana yang nyaman dan tenang.

4. Ganguan kebutuhan nutrisi anorexia.

Tujuan :

Kebutuhan nutrisi terpenuhi.

Kreteria hasil :

1. Penderita tidak muntah.

2. Penderita tidak mual.

3. Nafsu makan meningkat.

Rencana tindakan :

1. Berikan penjelasan pada penderita dan keluarga tentang pentingnya nutrisi

dan akibatnya bila kekurangan nutrisi.

2. Kolaborasi dengan ahli gizi.

3. Mengatur jadwal makanan penderita.

4. Observasi intake dan output.

5. Memberikan makanan dalam porsi kecil tapi sering.

6. Melaksanakan program terapi dokter.

D. TINDAKAN KEPERAWATAN

Mengacu pada rencana

E. EVALUASI KEPERAWATAN

Mengacu pada tujuan dan kreteria hasil

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN

TIFOID

I. KONSEP DASAR

A. DEFINISI

Tifoid adalah penyakit infeksi akut yang menyerang usus halus dan menimbulkan

gejala gejala sistimatik.Penyakit ini di sebabkan oleh salmonella tifosa paratifi A, B

dan C.

B. ETIOLOGI

Salmonella tifosa,basil gram negative,bergerak dengan rambut getar,tidak

bersepora,mempunyai sekurang kurangnya 3antigen,yaitu antigen O(somatic,terdiri

dari zat kompleks lipopolisakarida), Antigen H(flagella) & Antigen vi.Dalam serum

penderita terdapat zat Anti (Aglutinin) terhadap ketiga macam antigen tersebut.

C. PATOFISIOLOGI

Kuman Salmonella tifi masuk ke dalam tubuh melalui mulut. Sebagian masuk

kedalam lambung dan sebagian lagi ke usus halus.Kuman kemudian menembus

masuk ke pembuluh darah menuju kelenjar limpe usudan ke jaringan limfoid

usus,lalu berkembang biak.Kuman menempel pada pembuluh darah,menimbulkan

thrombus dan pembekakan jaringan limpoid usus dan selanjutnya terjadi ulkus. Jika

penyakit berlanjut,maka jaringan limfoid usus halus akan perforasi dan

menyebabkan peritonitis. Perjalanana penyakit Tifoid terbagi atas 4 stadium:

Stadium I : Hiperplasia plaks peyer ( jaringan limfe pada dinding usus halus)

Stadium II : Plak peyer’s mengalami nekroses.

Stadium III : Userasi plak peyer’s (dapat menyebabkan perforasi usus halus).

Stadium 1V : Penyembuhan usus.

D. GAMBARAN KLINIS

1. Pada bayi : Gastroenteritis ringan atau septicemia berat. Sering ditemukan

muntah-muntah, distensi abdomen dan diare. Suhu tubuh meningkat,

hepatomegali, ikterus, anoreksia, dan penurunan berat badan.

2. Pada anak : Masa tunasnya berkisar 10 – 20 hari. Ditandai oleh demam, malaise,

letargi, sakit kepala, nyeri abdomen dan diare semakin hebat,

terdapat tanda yang khas pada lidah yaitu kotor di tengah, tepi dan

ujung lidah merah. Kesadaran mulai menurun disusul dengan

depresi mental delirium dan stupor, dan limfe membesar.

E. PENYEBAB

Kuman Salmonella tifi masuk ke dalam tubuh melalui mulut. Sebagian masuk

kedalam lambung dan sebagian lagi ke usus halus.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG.

Laboratorium :

1. Darah:

a. Pemeriksaan darah tepi : Lekopeni, anemia, trombosittopenia ringan.

b. Biakan empedu : Ditemukan basil salmonella tifosa dalam darah,

biasanya dalam minggu pertama sakit.

c. Pemeriksaan widal : titer zat anti terhadap antigen O,yang bernilai 1/200

atau lebih dan atau menunjukkan kenaikan yang

pesat. Titer terhadap antigen H tidak diperlukan

untuk diagnosa, karena dapat tetap tinggi setelah

mendapat imunisasi atau bila penderita telah lama

sembuh.

2. Feses :

Kultur feses positif pada minggu II – III.

3. Test diagnostik :

Foto abdomen dilakukan bila diduga ada komplikasi

II. ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN.

Data subjektif.

1. Demam.

2. Rasa tidak enak badan

3. Lemah, lelah.

4. Kurang nafsu makan.

5. Mual, Muntah.

6. Nyeri abdomen.

7. Kembung.

8. Diare atau susah buang air besar.

9. Nyeri kepala/ pusing.

Data objektif

1. Peningkatan suhu tubuh.

2. Hepatomegali.

3. Splenomegali.

4. Distensi abdomen.

5. Lidah kotor.

6. Membrana mukosa pucat.

7. Penurunan berat badan.

8. Muntah Kesadaran menurun: somnolen, soporokoma.

9. Gangguan mental: delirium, psikosis.

10. Malaise, letargi.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN.

1. Gangguan rasa nyaman meningkatnya suhu tubuh berhubungan dengan

infeksi salmonella tifi.

2. Gangguan ketidakmampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari

berhubungan dengan Kelemahan, imobilisasi.

3. Aktual/Pontesial kekurangan cairan berhubungan dengan pemasukan yang

kurang (mual) dan atau pengeluaran yang berlebihan (Diare/ muntah).

4. Gangguan pola eliminasi : diare berhubungan dengan peradangan usus.

5. Aktual/ Pontesial perubahan nutrisi kurang dadi kebutuhan tubuh

berhubungan dengan masukan yang kurang akibat muntah dan anoreksia.

6. Perubahan Pola eliminasi : obstipasi berhubungan dengan peradangan

usus

7. Aktual/Pontesial terjadinya trauma fisik berhubungan mental (delirium

atau psikosis)

8. Kurang pengetahuan orang tua dan anak tentang pencegahan dan cara

penularan penyakit.

C. RENCANA TINDAKAN.

1. Gangguan rasa nyaman meningkatnya suhu tubuh infeksi salmonella

thypii.

Kriteria hasil :

1. Pasien akan mencapai suhu tubuh normal 36 - 37℃2. Tidak demam lagi

Rencana tindakan :

1. Kaji sejauh mana pengetahuan keluarga pasien tentang hipertemia.

2. Memberikan penjelasan kepada keluarga tentang keadaan penyakitnya

3. Observasi tanda-tanda vital tiap 1 – 2 jam.

4. Jelaskan upaya-upaya untuk mengatasi hipertermia dan Bantu pasien untuk

pelaksanaan upaya tersebut.

a. Tirah baring dan mengurangi aktifitas

b. Banyak minum 2 – 3 liter/24 jam.

c. Beri kompres hangat.

d. Anjurkan oasien mengenakan pakaian tipis dan menyerap keringat.

e. Ciptakan lingkungan yang tenang, sirkulasi udara dan ruangan yang sejuk.

f. Ganti pakaian dan alat tenun jika basah.

5. Observasi keluhan dan tingkat kesadaran pasien.

6. Anjurkan keluarga pasien untuk melaporkan bila tubuh terasa panas dan

keluhan lain.

7. Kolaborasi dengan tim medis untuk pengambilan sample darah, pemeriksaan

laboraturium.

8. Melaksanakan program terapi dokter.

2. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari kelemahan dan

immobilisasi.

Tujuan

Kebutuhan sehari-hari terpenuhi

Kriteria Hasil

1. Mandi, makan, minum, eliminasi terpenuhi.

2. Pasien berpartisipasi dalam tirah baring.

Rencana tindakan :

1. Beri bantuan untuk pemenuhan makan, minum, eliminasi, ganti pakaian, dan

perhatikan kebersihan mulut,rambut, genetalia dan kuku.

2. Dapatkan semua keperluan pasien dalam jangkauan antara lain, meja dll.

3. Observasi keluhan ataspemenuhan kebutuhan sehari-hari.

4. Jelaskan tirah baring (untuk mencegah komplikasi dan mempercepat proses

penyembuhan).

5. Beri mobilisasi secara bertahap, sesudah demam hilang sesuai dengan

pulihnya kekuatan pasien dan tingkatkan kemampuan perawatan diri sehari-

hari secara bertahap.

3. Actual/potensial kekurangan cairan pemasukan cairan yang kurang

(mual) dan atau pengeluaran yang berlebihan (diare,muntah).

Tujuan

1. Pasien tidak mengalami kekurangan cairan yang ditandai dengan tanda vital

stabil dalam batas normal, turgor kulit normal, selaput lender mulut tidak

kering, masukan dan keluaran cairan seimbang.

2. Orang tua mengungkapkan pengertian akan sebab-sebab kekurangan cairan .

Kriteria Hasil

1. Tidak muntah

2. Tidak mual

Rencana tindakan :

1. Jelaskan tujuan meningkatnya jumlah cairan yang masuk untuk mencegah

terjadinya kekurangan cairan.

2. Observasi tanda dan gejala kekurangan cairan : tugor kulit , membran mukosa

mulut, kelopak mata dan ubun-ubun, rasa haus nadi lemah dan cepat.

3. Catat masukan dan keluaran cairan serta jaga keseimbangan cairan

4. Observasi tanda vital dan keluhan pasien tiap 3-4 jam.

5. Timbang berat badan tiap hari.

6. berian cairan sesuai kebutuhan.

7. Kolaborasi dengan dokter bila diperlukan untuk pemberian cairan dan

elektrolit secara parental atau NGT.

4. Perubahan pola eliminasi diare peradangan usus.

Kriteria Hasil

Pola buang air besar kembali normal.

Rencana tindakan

1. Observasi dan catat frekuensi, karateristik dan jumlah feses.

2. Observasi tanda vital tiap 3-4 jam.

3. Usahakan jumlah cairan masuk dan keluar seimbang, kalau perlu beri oralit

sesuai kebutuhan.

4. Beri makan dan minum bertahap sesuai diet dan atas anjuran dokter.

5. Jelaskan penyebab diare pada keluarga.

6. Timbang berat badan setiap hari.

7. Perhatikan tanda-tanda dehidrasi.

5. Aktual/pontesial perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

masukan yang kurang akibat muntah dan anoresia.

Kriteria Hasil

1. Mempertahankan berat badan anak.

2. Anak dapat makan atau minum tanpa muntah.

Rencana tindakan.

1. Kaji status nutrisi pasien: berat badan, tinggi badan ; pola makan yang lalu,

makanan yang yang disukai, serta factor penyebab masukan yang kurang.

2. Bantu pemenuhan kebutuhan nutrisi pasien:

a. Beri makan dalam porsi kecil hangat dan sering.

b. Bantu dan dampingi saat makan, siapkan lingkungan yang

menyenangkan.

c. Anurkan untuk bernapas panjang saat mual.

d. Monitor makanan yang dihabiskan setiap kali makan.

e. Libatkan keluarga dalam pemenuhan nutrisi pasien, antara

lain makanan kesukaan pasien bila tidak bertentangan dengan diet.

f. Timbang berat badan setiap hari.

g. Lakukan pemeliharaan kebersihan mulut.

h. Kolaborasi dengan tim medis tentang makanan perenteral

atau melalui NGT dan terapi.

6. Perubahan Pola eliminasi obstipasi peradangan usus halus

Kriteria Hasil

Buang air besar sesuai pola dengan konsistensi lembek.

Rencana Tindakan

1. Kaji kebiasaan / pola BAB sebelum sakit, tindakan yang biasanya digunakan

untuk memperlancar BAB.

2. Kaji dan catat keadaan abdomen, bising usus, kembung, nyeri, lamanya tidak

BAB.

3. Observasi keadaan feses apakah ada darah.

4. Jelaskan penyebab obstipasi.

5. Bila obstipasi berikan stimulansia :

a. Minum air putih 1- 2 gelas sebelum waktu BAB.

b. Makan buah – buah : papaya, sari buah.

c. Mobilisasi ditempat tidur.

6. Kolaborasi dengan tim medis bila diperlukan laksansia atau anti diare.

7. Resiko tinggi terjadinya trauma fisik gangguan mental (delirium atau

psikosi ).

Kriteria Hasil

Pasien tidak mengalami cedera fisik akibat jatuh atau benturan.

Rencana Tindakan

1. Jelaskan pada orangtua tentang tujuan tindakan pengamanan untuk mencegah

jatuh.

2. Jaga keamanan lingkungan pasien.

3. Pasang aling – aling tempat tidur.

4. Pakaikan tali pengaman.

5. Libatkan keluarga untuk mencegah bahaya jatuh/benturan ; dianjurkan untuk

menemani pasien dan memberitahu perawat bila memerlukan bantuan.

6. Observasi kesadaran dan tanda vital.

7. Damping pasien saat gelisah.

8. Kolaborasi dengan dokter bila pasien makin gelisah atau kesadaran menurun.

8. Kurang pengetahuan orang tua dan anak tentang pencegahan dan cara

penularan penyakit.

Kriteria Hasil

1. Pengetahuan orangtua dan pasien meningkat.

2. Tidak terulang lagi sakit dengan penyakit yang sama.

Rencana Tindakan

1. Kaji pengetahuan orangtua dan pasien mengenai penyakit typoid.

2. Jelaskan cara penularan penyakit typoid.

3. Jelaskan kepada orangtua agar menjaga kebersihan makanan, minuman dan

peralatan.

4. Anjurkan kepada orangtua agar menutup makanan untuk menghindari

kontaminasi dengan kuman salmonella.

5. Anjurkan konsultasi dengan dokter bila timbul tanda – tanda / gejala.

D. TINDAKAN KEPERAWATAN

Mengacu pada rencana

E. EVALUASI KEPERAWATAN

Mengacu pada tujuan dan kreteria hasil

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN

TONSILITIS

I. KONSEP DASAR

A. PENGERTIAN

Tonsilitis adalah peradangan pada tonsil.

B. PATOFISIOLOGI

Tonsil merupakan suatu massa jaringan limfoid. Pada keadaan tonsilitis, jaringan

limfoid mengalami peradangan sehingga menyebabkan pembesaran palatin tonsil.

Kedua tonsil dapat bertemu pada garis tengah (kissing tonsil), sehingga menyumbat

aliran udara dan makanan.

Pada jaringan tonsil yang tampak kemerahan, kadang – kadang terdapat bercak

kuning keabuan (eksudat) yang mebentuk membran. Pada pemeriksaan patologi

anatomi ditemukan lekosit, sel epitel, dan kuman patogen. Seringkali pembesaran

adenoid yang letaknya diatas palatin tonsil, dibelakang faringeal / nasofaring.

Pembesaran adenoid dapat menghambat lewatnya udara dari hidung ke tenggorokan

sehingga penderita harus bernafas melalui mulut.

Bila bernafas memalui mulut secara terus – menerus maka mukosa membrane

orofaring menjadi kering dan teriritasi, mulut berbau, udara kotor tak tersaring

sehingga dapat menyebabkan batuk. Adenoid letaknya dekat tuba eustakhius, maka

apabila adenoid membesar dapat menyumbat saluran eustakhius sehingga

menimbulkan otitis media dan kesulitan mendengar.

II. ASUHAN KEPERAWATAN.

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

Data Subyektif

1. Nyeri daerah operasi

2. Takut menelan

3. Dahak bercampur darah

4. Sakit saat mnelan

5. Badan meriang

6. Muntah cairan coklat bercampur lendir

Data Obyektif

1. Dahak bercampur darah

2. Muntah cairan coklat bercampur lender

3. Suhu subfebris

4. Ada luka bekas tonsilektomi / adenoidektomi

Data Laoratorium

1. Darah Lengkap

2. M P P

Potensial Komplikasi

1. Perdarahan

2. Aspirasi Darah Dan Sekresi

3. Infeksi

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Potensial tidak efektif jalan nafas berhubungan dengan ketidakmampuan

mengeluarkan sekresi akibat nyeri dan pengaruh narkose.

2. Resiko tinggi perubahan output jantung : Menurun berhubungan dengan

perdarahan post operasi.

3. Potensial kekurangan volume cairan berhubungan dengan susah minum,muntah

4. Nyeri berhubungan dengan tindakan pembedahan .

C. RENCANA TINDAKAN

1. Potensial tidak efektif jalan nafas ketidakmampuan mengeluarkan

sekresi akibat nyeri dan pengaruh narkose.

Kriteria Hasil

1. Frekuensi, irama dan kedalaman pernafasan normal.

2. Bebas dari gangguan pernafasan ( tidak ada dispnea/sianosis )

3. Tekhnik mengeluarkan lendir efektif.

Rencana Tindakan

1. Observasi irama, frekuensi, kualitas, pernafasan setiap jam selama 4

jam pertama

2. Berikan posisi tidur tengkurap/miring sampai pasien dapat

mengeluarkan sekresinya sendiri dan refleks menelan telah pulih kembali

3. Observasi kemampuan mengeluarkan lendir, batuk dan menelan

4. Perhatikan ada tidaknya pengumpulan lendir di darah tonsil.

5. Anjurkan anak untuk mengeluarkan lendir secara perlahan.

6. Anjurkan untuk nafas dalam, setiap 2 jam.

2. Resiko tinggi perubahan output jantung menurun perdarahan post

operasi.

Kriteria Hasil

1. Tanda vital stabil, dalam batas normal.

2. Tidak gelisah

3. Akral hangat

4. Tidak terjadi perdarahan

Rencana Tindakan

1. Kaji, ukur dan catat jumlah perdarahan.

2. Observasi tensi,nadi, pernafasan, kehangatan akral, tingkat kesadaran,

warna kulit, apakah ada indikasi perdarahan berlebihan.

3. Beri minuman tidak berwarna shingga bias dideteksi adanya

perdarahan.

4. Anjurkan danajarkan anak batuk yang efisien / efektif dan menjaga

agar tenggorokan tetap bersih

5. Hindari pemberian aspirin untuk nyeri karena akan meningkatkan

kemungkinan perdarahan.

6. Informasikan ke Dokter bila di temukan indikasi perdarahan yang ber

lebihan dan siapkan untuk kemungkianan tindakan operasi.

7. Laksanakan program medik : ( Bila terjadi perdarahan )

a. Pemeriksaan laboratorium : Hb, Ht, Trombocit.

b. Pemberian infus atau tranfusi.

c. Obat anti perdarahan.

8. Pasang kompres es daerah leher untuk mengurangi perdarahan.

9. Libatkan orang tua untuk memberi dukungan bagi pasien .

3. Potensial kekurangan volume cairan susah minum,muntah.

Kriteria Hasil

1. Urine paling sedikit 1cc /kg BB/jam.

2. Turgor kulit elastis.

3. Berat badan normal sesuai umur.

Rencana tindakan

1. Monitor suhu per-rektal, membran & turgor kulit tiap 4 jam.

2. Observasi penyebab kekurangan cairan : susah minum ,muntah.

3. Timbang berat badan.

4. Observasi keluhan mual dan muntah.

5. Monitor dan catat pemasukan dan pengeluaran cairan.

6. Beri minum tidak berwarna dan dingin sedikit –sedikit tapi sering.

7. Beri obat sesuai dengan program medik bila muntah.

4. Nyeri tindakan pembedahan .

Kriteria Hasil

1. Pasien mengungkapkan rasa sakitnya berkurang.

2. Pasien mendemonstrasikan le trampilan untuk mengurangi nyeri

dengan rileks.

3. Ekspresi wajah tenang, tidak kesakitan.

Rencana tindakan

1. Monitor tingah laku verbal dan non verbal akibat nyeri.

2. Anjurkan anak untuk mengungkapkan perasaan takut dan nyeri.

3. Jaga kebersihan mulut, kumur kumur /bilas dengan air dingin setiap

jam atau sesuai kebutuhan.

4. Beri es krim /minum es bila tolerit.

5. Monitor efek samping dari pemberian obat analgetik.

6. Anjurkan anak istirahat.

7. Libatkan ornag tua untuk mendampingi pasien.

8. Beri obat pengurang rasa sakit sesuai pesanan.

D. TINDAKAN KEPERAWATAN

Mengacu pada rencana

E. EVALUASI KEPERAWATAN

Mengacu pada tujuan dan kreteria hasil

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN

MORBILI

I. KONSEP DASAR

A. DEFINISI

Morbilli adalah penyakit yang akut dan menular yang di sebabkan oleh virus measles

ditandai dengan 3 stadium kataralis , stadium erupsi, stadium konvalensi.

B. ETIOLOGI

Penyebab morbili adalah virus morbili (measles) dan cara penularan dengan droplet

dan kontak langsung .

C. PATOFISIOLOGI

Virus masuk melalui selaput lendir nasofaring ,bronkus dan konjungtiva,maka terjadi

eksudat yang serius dan proliferasi sel mononukleus dan beberapa sel

polimorfonukleus disekitar kapiler .Masa inkubasi penyakit ini selama 10-20 hari.

D. GAMBARAN KLINIS.

Gejala penyakit ini dapat mendadak (akut) yang dibagi 3 stadium,yaitu:

1. Stadium Kataralis (Prodromal).

Biasanya stadium ini berlangsung 4-5 hari di sertai panas tubuh ,malaise

(lemah),batuk,fotofobia (silau),konjungtivis dan koriza.Menjelang akher stadium

kataral dan 24 jam timbul enantema (ruam pada selaput lendir). Timbul bercak

koplik yang patognomonik bagi morbili tetapi jarang di jumpai.Bercak koplik

berwarna putih kelabu,sebesar ujung jarum.dan di kelilingi eritema. Lokalisasi

dimukosa bukalis berhadapan dengan molar bawah. Jarang ditemukan dibibir

bawah tengah atau palatum . Kadang kadang terdapat makula halus yang

kemudian menghilang sebelum stadium erupsi. Gambaran darah tepi ialah

limfositosis dan leucopnia .Secara klinis gambaran penyakit menyerupai influeza

dan sering di diagnosisi sebagai influenza .Diagnosisi perkiraan dapat dibuat bila

ada bercak koplik dan pasien pernah kontak dengan pasien morbili dalam waktu 2

minggu terakhir.

2. Stadium Erupsi

Koriza dab batuk batuk bertambah.Timbul enantema atau titik merah di palatum

durum dan palatum molle.Kadang kadang terlihat pula bercak koplik.Terjadinya

eritema yang berbentuk makulla papula di sertai meningkatnya suhu tubuh.

Diantara macula terdapat kulit yang normal,mula mula timbul dibelakang

telinga ,dibagian atas lateral tengkuk sepanjang rambut dan bagian belakang

pipiu. Dalam 2 hari bercak bercak menjalar kemuka ,lengan atas dan bagian

dada,punggung perut, tungkai bawah. Kadang kadang terdapat perdarahan ringan

pada kulit .Rsa gatal,muka bengkak .Ruam mencapai anggota bawah umumnya

pada hari ke 3 dan akan menghilang dengan urutan seperti terjadinya .Terdapat

pembesaran kelenjar getah bening disudut mandibula dan didaerah leher

belakang. Terdapat juga sedikit splenomegali serta sering pula disertai perdarahan

pada kulit ,mulut,hidung dan muktus digestivus.

3. Stadium Konvalensi

Erupsi berkurang meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua (hyperpigmentasi)

yang lam kelamaan akan hilang sendiri,selain hyperpigmentasi pada anak

Indonesia sering juga ditemukan kuylit bersisik.

Hiperpigmentasi ini merupakan gejala patognomenik untuk morbilli. Pada

penyakit penyakit lain dengan dengan eritema atau eksantema, ruam kulit

menghilang tanpa hiperpigmentasi suhu tubuh menurun sampai menjadi normal

kecuali ada komplikasi.

II. ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

Data Subyektif

1. Panas.

2. Fotophobia.

3. Konjungtivitis.

4. Diare.

5. Muntah.

6. Wajah bengkak.

7. Batuk bertambah kuat.

Data Obyektif

1. Malaise.

2. Koriza meningkat

3. Enantema : ruam pada selaput lendir.

4. Eritema.

5. Suhu badan meningkat.

6. Pruritus.

7. Kadang kadang perdarahan ringan pada kulit hidung, mulut dan traktus di

gestivus.

8. Timbul hyperpigmentasi.

Data Laboratorium.

Darah : Limfositosis, Leukopenia.

Komplikasi sekunder:

1. Bronchopneumonia.

2. OMA.

3. Encepalitis

Komplikasi neurologis :

1. Hemiplegia

2. Paraplegia.

3. Afasia.

4. Ganguan mental.

5. Neuritis optika.

6. Encepahlitis.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN.

1. Hiperthermi berhubungan dengan proses infeksi

2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan proses penyakit morbili.

3. Perubahan rasa nyaman (gatal-gatal) berhubungan dengan reaksi virus.

4. Pola napas yang tidak efektif berhubungan denagan batuk.

5. Ketidakmampuan merawat diri (mandi,makan dan eleminasi) berhubungan

dengan kelemahan fisik.

6. Kecemasan (ringan,sedang,berat,panik) berhubungan dengan hospitalisasi.

7. Perubahan nutrisi :kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

muntah.

C. RENCANA KEPERAWATAN

1. Hiperthermi proses infeksi.

Kriteria Hasil

1. Suhu,nadi,dan pernapasan dalam batas normal.

2. Kulit tidak teraba panas.

Rencana tindakan

1. Observasi tanda tanda vital tiap 2-3 jam.

2. Identifikasi penyebab atau faktor yang dapat menimbulkan infeksi.

3. Beri pakaian yang tipis dan menyerap keringat .

4. Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.

5. Perawatan dalam isolasi , pengunjung tidak diperbolehkan masuk ruang

isolasi.

6. Beri kompres hangat .

7. Anjurkan anak untuk istirahat baring .

8. Beri therapi sesuai program medik.

9. Anjurkan untuk minum banyak sesuai dengan umur dan berat badan.

2. Gangguan integritas kulit proses penyakit morbili.

Kriteria Hasil

Permukaan kulit, tidak ada kemerahan ,luka.

Rencana tindakan

1. Observasi keadaan kulit selama masa perawatan 2-3x sehari rash,luka,dll.

2. Kaji pola nutrisi dan cairan anak sehari hari dirumah dan selama perawatn

Beri pakaian yang tipis dan menyerap keringat

3. Ganti pakaian dan alat tenun bila basah.

4. Bersihkan /mandikan anak dengan sabun antiseptik.

5. Jaga kulit agar tetap bersih dan kering.

6. Informasikan pada dokter bila ada perlukaan fisik.

7. Beri therapi sesuai program medik.

3. Perubahan rasa nyaman (gatal-gatal) reaksi virus.

Kriteria Hasil

1. Rasa nyaman terpenuhi dapat istirahat.

2. Anak dapat mengatakan bisa tidur tanpa diganggu rasa gatal atau perasaan

tidak nyaman lainnya.

Rencana tindakan

1. Kaji keluhan anak tentang rasa gatalnya.

2. Tentukan penyebab rasa gatalnyan: kulit kering,reaksi dari

penyakit,kontak dan benda/cairan yang menimbulkan ieritasi,pengaruh

obat dan gigitan serangga .

3. Gunakan handuk/waslap dingin.

4. Potong kuku anak bila panjang,untuk mencegah iritasi kulit.

5. Beri pakaian dan alat tenun yang tipis dan menyerap kerinagat.

6. Ganti baju alat tenun bila basah.

7. Gunakan sabun anti septik sesuai program medik.

8. Jaga kelembaban kulit anak.

9. Beri bedak salycil pada bagian yang gatal.

10. Ajak anak bermain atau ceritakan beberapa cerita,agar mengalihkan

perhatian anak dari rasa gatal.

11. Beritahu untuk tidak menggaruk dan jelaskan pada anak akibat dari

menggaruk.

12. Beri therapi sesuai program medik.

4. Pola napas yang tidak efektif batuk.

Kriteria Hasil

1. Menunjukkan pola napas hasil AGD dalam batas normal .

2. Anak bebas dari tanda hipexsia, hyperkapnea.

3. Bebas dari sianosis , penggunaan otot dada untuk bernapas.

Rencana tindakan

1. Observasi pola pernapasan anak ,suara napas,rate kedalaman,usaha anak

untuk bernapas.

2. Catat dan laporkan gejala takipnea,napas cuping hidung ,irritabilitas.

3. Observasi warna kulit dan selaput lendir.

4. Beri therapy bronchodilatator sesuai program medik.

5. Observasi sputum : warna ,bau,dan sifatnya.

6. Ajarkan napas mulut,tehnik relaksasi dan latihan napas.

7. Isap lender bila banyak lender di paru.

8. Beri posisi semi fowler untuk mempermudah melebarkan dada.

9. Ciptakan lingkungan yang nyaman ,tenang dan bersih.

5. Ketidakmampuan merawat diri (mandi, makan dan eleminasi)

kelemahan fisik.

Kriteria Hasil

Tingkat kemandirian bertambah sampai dengan mandiri.

Rencana tindakan

1. Kaji kemampuan aktivitas pasien.

2. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan hygiene,nutrisi dan eleminasi.

3. Observasi kondisi kulit anak selama dimandikan .

4. Hindari penggunaan sabun yang berlebihan dan bilas sampai bersih .

5. Biarkan klien mandi sesuai dengan kemampuan dan tingkatkan sesuai

perkembangannya.

6. Observasi tanda tanda kelelahan,frustasi dan tidak mampu menagani

sendiri

7. Supervisi selama aktivitas tersebut sampai mampu mandi sendiri.

8. Ajarkan OT cara memandikan anak dalam kondisi sakit atau berbaring.

9. Ajarkan anak mandi sambil bermain.

6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh muntah.

Kriteria Hasil

1. Berat badan pasien sesuai denag usia .

2. Tugor kulit elastis ,lidah ,mukosa lembab .

Rencana tindakan

1. Observasi kemampuan mekanis klien untuk minum ,makan,menelan,beri

posisi fowler untuk rasa aman.

2. Kaji hubungan sosial selama makan dengan kelompok.

3. Kaji keadaan rongga mulut,lidah,mukosa,gigi,sariawan.

4. Bila disuap, beri anak kesempatan memilih makanan yang ada dan di

sediakan waktu untuk menelan.

5. Beri minum setelah selesai makan untuk membasahi mukosa mulut.

6. Sajikan makanan dalam keadaan hangat dan bentuk yang menarik .

7. Hindari tindakan yang menyakitkan seperti ambil darah / pasang infus

menjelang waktu makan.

8. Beri support pada anak untuk menhabiskan porsi makan yang di sajikan.

9. Timbang BB setiap hari k/p2x(pagi-sore)

10. Beri therapi vitamin sesuai program medik.

7. Kecemasan ( ringan, sedang, berat, panik ) hospitalisasi.

Kriteria Hasil

1. Dapat mengendalikan perasaan,tidak takut lagi.

2. Tanda tanda vital dalam batas normal.

3. Anak / orang tua mau bekerja sama denagan tim kesehatan .

Rencana tindakan

1. Mengkaji tingkat kecemasan dan reaksi fisik terhadap kecemasan .

2. Berikan lingkungan yang aman dan tenang.

3. Berikan semangat kepada keluarga dan orang tua .

4. Gunakan pendekatan kepada orang tua .

5. Jelaskan semua prosedur yang akan di lakukan dengan kalimat sederhana .

D. TINDAKAN KEPERAWATAN

Mengacu pada rencana

E. EVALUASI KEPERAWATAN

Mengacu pada tujuan dan kreteria hasil

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN

DEMAM DAN BAKTERIMIA

I. KONSEP DASAR

A. PENGERTIAN

Demam adalah meningkatnya temperatur tubuh secara abnormal.

Bakterimia adalah adanya bakteri dalam darah.

B. PATOFISIOLOGI

1. Exogenous dan virogens ( seperti ; bakteri, virus, kompleks antigen antibodi )

akan menstimulasi sel host inflamasi ( seperti ; makrofag, sel PMN )yang

memproduksi sel endogenous pyrogen. Interkulin – 1 meningkatkan

prostaglandin dan neurotransmiter kemudian beraksi yang menyebabkan

peningkatan “sel point”. Mekanisme tubuh secara fisiologi mengalami

( vasokontriksi perifer, menggigil ) dan perilaku ingin berpakaian yang tebal –

tebal atau ingin diselimuti dan minum air hangat.

2. Demam sering kali dikaitkan dengan adanya gangguan pada “sel point”

hipotalamus oleh karena infeksi, alergi, endotoxin dan tumor.

C. KOMPLIKASI

1. Kejang

2. Resiko persisten bakterimia

3. Resiko meningitis

4. Resiko kearah keseriusan penyakit

D. MANIFESTASI KLINIK

1. Demam

2. Temperatur 389 – 406 O C

3. Menggigil

4. Berkeringat

5. Gelisah atau Letargi

6. Tidak ada nafsu makan

7. Nadi dan pernafasan cepat

E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1. Pemeriksaan fisik

2. Laboratorium : Pemeriksaan darah rutin, kultur urine dan kultur darah

3. Lumbal fungsi

F. PENATALAKSANAAN TERAPEUTIK

1. Antipiretik

2. Antibiotik intra vena sesuai program

3. Hindari kompres alkohol dan kompres Es

4. Hindari penggunaan aspirin karena potensial reye’s syndrome

II. ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

1. Pemeriksaan fisik

2. Tanda-Tanda Vital

3. Pemeriksaan darah rutin

4. Riwayat Penyakit

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi

2. Resiko injury berhubungan dengan infeksi mikroorganisme

3. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan intake

yang kurang diaphoresis

C. RENCANA TINDAKAN

1. Hipertermi proses inflamasi

Tujuan

Mempertahankan suhu dalam batas normal

Kriteria Evaluasi

1. Suhu dalam batas normal

2. Kondisi anak stabil

Rencana Tindakan

1. Monitor temperatur secara ketat

2. Lakukan ‘tepid sponge’ ( seka )

dengan air biasa

3. Hindari kompres alkohol dan air es

4. Ajarkan pada orang tua cara mengukur

suhu tubuh anak

5. Berikan terapi antipiretik dan

antibiotik sesuai program

2. Resiko injury infeksi mikroorganisme

Tujuan

Menghindari terjadinya injury

Kriteria Evaluasi

Anak bebas dari injury

Rencana Tindakan

1. Kaji status

cardiopulmonal

2. Kaji tanda – tanda

komplikasi lanjut

3. Monitor pemberian

antibiotik

4. Laboratorium ; monitor

serum darah

3. Resiko kurangnya volume cairan intake yang kurang

diaphoresis

Tujuan

Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit

Kriteria Evaluasi

Keseimbangan cairan dapat dipertahankan yang ditandai dengan turgor kulit

elastis dan membran mukosa lembab

Rencana Tindakan

1. Monitor

intake dan output

2. Berikan

cairan oral dan parenteral sesuai program

3. Kaji

status hidrasi

4. Ajarkan

orangtua dalam memenuhi kebutuhan cairan pada anak

5. Anjurka

n anak untuk minum sedikit tapi sering

D. TINDAKAN KEPERAWATAN

Sesuai dengan rencana tindakan

E. EVALUASI KEPERAWATAN

Sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN

BRONCHOPNEMONIA

I. KONSEP DASAR

A. PENGERTIAN

Pneumonia adalah inflamasi atau infeksi pada parenkim paru ( Betz C, 2002 )

Pneumonia adalah peradangan alveoli atau pada parenchim paru yang terjadi pada

anak. (Suriadi Yuliani, 2001)

Pneumonia adalah suatu peradangan paru yang disebabkan oleh bermacam- macam

etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing (IKA, 2001)

Jadi bronkopnemonia adalah infeksi atau peradangan pada jaringan paru terutama

alveoli atau parenkim yang sering menyerang pada anak - anak

B. ETIOLOGI

Pneumonia bisa dikatakan sebagai komplikasi dari penyakit yang lain ataupun

sebagai penyakit yang terjadi karena etiologi di bawah ini

Sebenarnya pada diri manusia sudah ada kuman yang dapat menimbulkan pneumonia

sedang timbulnya setelah ada faktor- faktor prsesipitasi yang dapat menyebabkan

timbulnya.

1. Bakteri

Organisme gram positif yang menyebabkan pneumonia bakteri adalah

steprokokus pneumonia, streptococcus aureus dan streptococcus pyogenis.

2. Virus

Pneumonia virus merupakan tipe pneumonia yang paling umum ini disebabkan

oleh virus influenza yang menyebar melalui transmisi droplet. Cytomegalovirus

yang merupakan sebagai penyebab utama pneumonia virus.

3. Jamur

Infeksi yang disebabkan oleh jamur seperti histoplasmosis menyebar melalui

penghirupan udara yang mengandung spora dan biasanya ditemukan pada kotoran

burung.

4. Protozoa

Ini biasanya terjadi pada pasien yang mengalami imunosupresi seperti pada pasien

yang mengalami imunosupresi seperti pada penderita AIDS.

C. MANIFESTASI KLINIS

1. Pneumonia bakteri

Gejala awal :

a. Rinitis ringan

b. Anoreksia

c. Gelisah

Berlanjut sampai :

a. Demam

b. Malaise

c. Nafas cepat dan dangkal ( 50 – 80 )

d. Ekspirasi bebunyi

e. Lebih dari 5 tahun, sakit kepala dan kedinginan

f. Kurang dari 2 tahun vomitus dan diare ringan

g. Leukositosis

h. Foto thorak pneumonia lobar

2. Pneumonia virus

Gejala awal :

a. Batuk

b. Rinitis

Berkembang sampai

a. Demam ringan, batuk ringan, dan malaise sampai demam tinggi, batuk hebat

dan lesu

b. Emfisema obstruktif

c. Ronkhi basah

d. Penurunan leukosit

3. Pneumonia mikoplasma

Gejala awal :

a. Demam

b. Mengigil

c. Sakit kepala

d. Anoreksia

e. Mialgia

Berkembang menjadi :

a. Rinitis

b. Sakit tenggorokan

c. Batuk kering berdarah

d. Area konsolidasi pada pemeriksaan thorak

D. PATOFISIOLOGI

Adanya gangguan pada terminal jalan nafas dan alveoli oleh mikroorganisme

patogen yaitu virus dan stapilococcus aurens, H. Influenza dan streptococcus

pneumoniae bakteri.

Terdapat infiltrat yang biasanya mengenai pada multipel lobus. Terjadinya destruksi

sel dengan menanggalkan debris celluler ke dalam lumen yang mengakibatkan

gangguan fungsi alveolar dan jalan nafas.

Pada anak kondisi ini dapat akut maupun kronik misal pad AIDS, Cystic Fibrosis,

aspirasi benda asing dan congenital yang dapat meningkatkan risiko pneumonia.

E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1. Foto polos digunakan untuk melihat adanya infeksi di paru dan

status pulmoner

2. Nilai analisa gas darah : untuk mengetahui status kardiopulmoner

yang berhubungan dengan oksigenasi

3. Hitung darah lengkap dan hitung jenis : digunakan untuk

menetapkan adanya anemia, infeksi dan proses inflamasi

4. Pewarnaan gram: untuk seleksi awal anti mikroba

5. Tes kulit untuk tuberkulin: untuk mengesampingkan kemungkinan

terjadi tuberkulosis jika anak tidak berespon terhadap pengobatan

6. Jumlah lekosit: terjadi lekositosis pada pneumonia bakterial

7. Tes fungsi paru: digunakan untuk mengevaluasi fungsi paru,

menetapkan luas dan beratnya penyakit dan membantu memperbaiki keadaan.

8. Spirometri statik digunakan untuk mengkaji jumlah udara yang

diinspirasi

9. Kultur darah spesimen darah untuk menetapkan agen penyebab

seperti virus

F. PENATALAKSANAAN MEDIS

Pengobatan supportive bila virus pneumonia

Bila kondisi berat harus dirawat

Berikan oksigen, fisiotherapi dada dan cairan intravena

Antibiotik sesuai dengan program

Pemeriksaan sensitivitas untuk pemberian antibiotik

II. ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

1. Kaji status pernafasan

2. Kaji tanda- tanda distress pernafasan

3. Kaji adanya demam, tachicardia, malaise, anoreksia, kegeisahan

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret di

jalan nafas

2. Gangguan petukaran gas berhubungan dengan meningkatnya sekresi dan

akumulasi exudat

3. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan demam, menurunnya

intake dan tachipnea

4. Risiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan tindakan invasif pemasangan

infus

5. Risiko tinggi terjadi kerussakan integritas kulit berhubungan dengan bed rest

total

6. Risiko tinggi terjadi cedera berhubungandengan kejang

C. RENCANA TINDAKAN

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif penumpukan sekret di jalan nafas

Tujuan

Setelah dilaksakan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam jalan nafas menjadi

bersih

Kriteria Hasil

1. Suara nafas bersih tidak ada ronkhi atau rales, wheezing

2. Sekret di jalan nafas bersih

3. Cuping hidung tidak ada

4. Tidak ada sianosis

Rencana Tindakan

1. Kaji status pernafasan tiap 2 jam meliputi respiratory rate, penggunaan otot

bantu nafas, warna kulit

2. Lakukan suction jika terdapat sekret di jalan nafas

3. Posisikan kepala lebih tinggi

4. Lakukan postural drainage

5. Kolaborasi dengan fisiotherapist untuk melaakukan fisiotherapi dada

6. Jaga humidifasi oksigen yang masuk

7. Gunakan tehnik aseptik dalam penghisapan lendir

2. Gangguan pertukaran gas adanya penumpukan cairan di alveoli paru

Tujuan:

Setelah dilaksakan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam pertukaran gas dalam

alveoli adekuat.

Kriteria Hasil

1. Akral hangat

2. Tidak ada tanda sianosis

3. Tidak ada hipoksia jaringan

4. Saturasi oksigen perifer 90%

Rencana Tindakan

1. Pertahankan kepatenan jalan nafas

2. Keluarkan lendir jika ada dalam jalan nafas

3. Periksa kelancaran aliran oksigen 5-6 liter per menit

4. Konsul dokter jaga jika ada tanda hipoksia/ sianosis

5. Awasi tingkat kesadaran klien

3. Risiko kekurangan volume cairan demam, menurunnya intake dan

tachipnea

Tujuan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam tidak terjadi

kekurangan volume cairan.

Kriteria Hasil:

1. Tidak ada tanda dehidrasi

2. Suhu tubuh normal 36,5-37 0C

3. Kelopak mata tidak cekung

4. Turgor kulit baik

5. Akral hangat

Rencana Tindakan

6. Kaji adanya tanda dehidrasi

7. Jaga kelancaran aliran infus

8. Periksa adanya tromboplebitis

9. Pantau tanda vital tiap 6 jam

10. Lakukan kompres dingin jika terdapat hipertermia suhu diatas 38 C

11. Pantau balance cairan

12. Berikan nutrisi sesuai diit

13. Awasi turgor kulit

4. Risiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan tindakan invasif pemasangan

infus

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam tidak

terjadi infeksi akibat pemasangan infus.

Kriteria hasil:

14. Aliran infus lancar

15. Tidak ada tanda infeksi pada tempat pemasangan infus

16. Suhu tubuh dalam batas normal

17. Tidak ada tromboplebitis

Intervensi:

18. Awasi adanya tanda- tanda infeksi pada tempat pemasangan infus

19. Jaga kelancaran aliran infus

20. Jaga kenbersihan tempat pemasangan infus

21. Jaga tempat pemasangan infus tetap kering

22. Tutup tempat pemasangan infus dengankasa betadin

23. Ganti lokasi pemasangan infus tiap 3 x 24 jam

5. Risiko tinggi terjadi kerussakan integritas kulit berhubungan dengan bed rest

total

Tujuan: seletah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam tidak

terjadi kerusakan integritas kulit

Kriteria hasil:

24. Tidak terdapat luka dekubitus pda lokasi yang tertekan

25. Warna kulit daerah tertekan tidak hipoksia, kemerahan

Intervensi:

26. Lakukan massage pada kulit tertekan

27. Monitor adanya luka dekubitus

28. Jaga kulit tetap kering

29. Berikan kamfer spiritus pada punggung dan daerah tertekan

30. Jaga kebersihan dan kekencangan linen

6. Risiko tinggi terjadi cedera berhubungandengan kejang

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam tidak

terjadi injuri akibat kejang

Kriteria hasil:

31. Tidak ada injuri pada bagian tubuh jika terjadi kejang

32. Orang tua selalu mengawasi disamping anaknya

33. Orang tua melapor jika terjadi kejang

34. Tempat tidur terpasang pengaman

Intervensi:

35. Pasang pengaman di sisi tempat tidur

36. Anjurkan orang tua untuk melapor jika terjadi kejang

37. Siapkan sudip lidah/ pasang pada mulut pasien

38. Kolaborasi berikan anti kejang luminal dan diazepam

39. Berikan obat sesuai program

40. Awasi adanya kejang tiap 15 menit sekali

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN

MENINGITIS

I. KONSEP DASAR

A. DEFENISI

Meningitis adalah radang dari selaput otak (arachnoid dan piamater). Bakteri dan

virus merupakan penyebab utama dari meningitis.

B. PATOFISIOLOGI

Otak dilapisi oleh tiga lapisan, yaitu : duramater, arachnoid, dan piamater. Cairan

otak dihasilkan di dalam pleksus choroid ventrikel bergerak / mengalir melalui sub

arachnoid dalam sistem ventrikuler dan seluruh otak dan sumsum tulang belakang,

direabsorbsi melalui villi arachnoid yang berstruktur seperti jari-jari di dalam lapisan

subarachnoid.

Organisme (virus / bakteri) yang dapat menyebabkan meningitis, memasuki cairan

otak melaui aliran darah di dalam pembuluh darah otak. Cairan hidung (sekret

hidung) atau sekret telinga yang disebabkan oleh fraktur tulang tengkorak dapat

menyebabkan meningitis karena hubungan langsung antara cairan otak dengan

lingkungan (dunia luar), mikroorganisme yang masuk dapat berjalan ke cairan otak

melalui ruangan subarachnoid. Adanya mikroorganisme yang patologis merupakan

penyebab peradangan pada piamater, arachnoid, cairan otak dan ventrikel. Eksudat

yang dibentuk akan menyebar, baik ke kranial maupun ke saraf spinal yang dapat

menyebabkan kemunduran neurologis selanjutnya, dan eksudat ini dapat

menyebabkan sumbatan aliran normal cairan otak dan dapat menyebabkan

hydrocephalus.

C. Etiologi

Meningitis disebabkan oleh berbagai macam organisme, tetapi kebanyakan pasien

dengan meningitis mempunyai faktor predisposisi seperti fraktur tulang tengkorak,

infeksi, operasi otak atau sum-sum tulang belakang. Seperti disebutkan diatas bahwa

meningitis itu disebabkan oleh virus dan bakteri, maka meningitis dibagi menjadi

dua bagian besar yaitu : meningitis purulenta dan meningitis serosa.

1. Meningitis Bakteri

Bakteri yang paling sering menyebabkan meningitis adalah haemofilus influenza,

Nersseria,Diplokokus pnemonia, Sterptokokus group A, Stapilokokus Aurens,

Eschericia colli, Klebsiela dan Pseudomonas. Tubuh akan berespon terhadap

bakteri sebagai benda asing dan berespon dengan terjadinya peradangan dengan

adanya neutrofil, monosit dan limfosit. Cairan eksudat yang terdiri dari bakteri,

fibrin dan lekosit terbentuk di ruangan subarahcnoid ini akan terkumpul di dalam

cairan otak sehingga dapat menyebabkan lapisan yang tadinya tipis menjadi tebal.

Dan pengumpulan cairan ini akan menyebabkan peningkatan intrakranial. Hal ini

akan menyebabkan jaringan otak akan mengalami infark.

2. Meningitis Virus

Tipe dari meningitis ini sering disebut aseptik meningitis. Ini biasanya disebabkan

oleh berbagai jenis penyakit yang disebabkan oleh virus, seperti; gondok, herpez

simplek dan herpez zoster. Eksudat yang biasanya terjadi pada meningitis bakteri

tidak terjadi pada meningitis virus dan tidak ditemukan organisme pada kultur

cairan otak. Peradangan terjadi pada seluruh koteks cerebri dan lapisan otak.

Mekanisme atau respon dari jaringan otak terhadap virus bervariasi tergantung

pada jenis sel yang terlibat.

D. PENCEGAHAN

Meningitis dapat dicegah dengan cara mengenali dan mengerti dengan baik faktor

presdis posisi seperti otitis media atau infeksi saluran napas (seperti TBC) dimana

dapat menyebabkan meningitis serosa. Dalam hal ini yang paling penting adalah

pengobatan tuntas (antibiotik) walaupun gejala-gejala infeksi tersebut telah hilang.

Setelah terjadinya meningitis penanganan yang sesuai harus cepat diatasi. Untuk

mengidentifikasi faktor atau janis organisme penyebab dan dengan cepat

memberikan terapi sesuai dengan organisme penyebab untuk melindungi komplikasi

yang serius.

E. Manifestasi Klinik

1. Pada awal penyakit, kelelahan, perubahan daya mengingat, perubahan tingkah

laku.

2. Sesuai dengan cepatnya perjalanan penyakit pasien menjadi stupor.

3. Sakit kepala

4. Sakit-sakit pada otot-otot

5. Reaksi pupil terhadap cahaya. Photofobia apabila cahaya diarahkan pada mata

pasien

6. Adanya disfungsi pada saraf III, IV, dan VI

7. Pergerakan motorik pada masa awal penyakit biasanya normal dan pada tahap

lanjutan bisa terjadi hemiparese, hemiplegia, dan penurunan tonus otot.

8. Refleks Brudzinski dan refleks Kernig (+) pada bakterial meningitis dan tidak

terdapat pada virus meningitis.

9. Nausea

10. Vomiting

11. Demam

12. Takikardia

13. Kejang yang bisa disebabkan oleh iritasi dari korteks cerebri atau hiponatremia

14. Pasien merasa takut dan cemas.

II. ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

Riwayat penyakit dan pengobatan,

Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui karena untuk mengetahui jenis

kuman penyebab. Disini harus ditanya dengan jelas tentang gejala yang timbul

seperti kapan mulai serangan, sembuh atau bertambah buruk. Setelah itu yang perlu

diketahui adalah status kesehatan masa lalu untuk mengetahui adanya faktor

presdiposisi seperti infeksi saluran napas, atau fraktur tulang tengkorak, dll.

B. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pemeriksaan laboratorium yang khas pada meningitis adalah analisa cairan otak.

Lumbal punksi tidak bisa dikerjakan pada pasien dengan peningkatan tekanan tintra

kranial. Analisa cairan otak diperiksa untuk jumlah sel, protein, dan konsentrasi

glukosa.

Pemeriksaan darah ini terutama jumlah sel darah merah yang biasanya meningkat

diatas nilai normal.

Serum elektrolit dan serum glukosa dinilai untuk mengidentifikasi adanya

ketidakseimbangan elektrolit terutama hiponatremi.

Kadar glukosa darah dibandingkan dengan kadar glukosa cairan otak. Normalnya

kadar glukosa cairan otak adalah 2/3 dari nilai serum glukosa dan pada pasien

meningitis kadar glukosa cairan otaknya menurun dari nilai normal.

C. PEMERIKSAAN RADIOGRAFI

CT-Scan dilakukan untuk menentukan adanya edema cerebral atau penyakit saraf

lainnya. Hasilnya biasanya normal, kecuali pada penyakit yang sudah sangat parah.

D. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan perfusi jaringan peningkatan tekanan intrakranial

Tujuan

1. Pasien kembali pada,keadaan status neurologis sebelum sakit

2. Meningkatnya kesadaran pasien dan fungsi sensoris

Kriteria hasil

1. Tanda-tanda vital dalam batas normal

2. Rasa sakit kepala berkurang

3. Kesadaran meningkat

4. Adanya peningkatan kognitif dan tidak ada atau hilangnya tanda-tanda

tekanan intrakranial yang meningkat.

Rencana Tindakan

INTERVENSI RASIONALISASI

Pasien bed rest total dengan posisi tidur

terlentang tanpa bantal

Perubahan pada tekanan intakranial akan

dapat meyebabkan resiko untuk terjadinya

herniasi otak

Monitor tanda-tanda status neurologis

dengan GCS.

Dapat mengurangi kerusakan otak lebih

lanjt

Monitor tanda-tanda vital seperti TD,

Nadi, Suhu, Resoirasi dan hati-hati pada

hipertensi sistolik

Pada keadaan normal autoregulasi

mempertahankan keadaan tekanan darah

sistemik berubah secara fluktuasi.

Kegagalan autoreguler akan menyebabkan

kerusakan vaskuler cerebral yang dapat

dimanifestasikan dengan peningkatan

sistolik dan diiukuti oleh penurunan

tekanan diastolik. Sedangkan peningkatan

suhu dapat menggambarkan perjalanan

infeksi.

Monitor intake dan output hipertermi dapat menyebabkan

peningkatan IWL dan meningkatkan

resiko dehidrasi terutama pada pasien

yang tidak sadra, nausea yang

menurunkan intake per oral

INTERVENSI RASIONALISASI

Bantu pasien untuk membatasi muntah,

batuk. Anjurkan pasien untuk

mengeluarkan napas apabila bergerak atau

berbalik di tempat tidur.

Aktifitas ini dapat meningkatkan tekanan

intrakranial dan intraabdomen.

Mengeluarkan napas sewaktu bergerak

atau merubah posisi dapat melindungi diri

dari efek valsava

Kolaborasi

Berikan cairan perinfus dengan perhatian

ketat.

Meminimalkan fluktuasi pada beban

vaskuler dan tekanan intrakranial, vetriksi

cairan dan cairan dapat menurunkan

edema cerebral

Monitor AGD bila diperlukan pemberian

oksigen

Adanya kemungkinan asidosis disertai

dengan pelepasan oksigen pada tingkat sel

dapat menyebabkan terjadinya iskhemik

serebral

Berikan terapi sesuai advis dokter seperti:

Steroid, Aminofel, Antibiotika. Terapi yang diberikan dapat menurunkan

permeabilitas kapiler.

Menurunkan edema serebri

Menurunka metabolik sel / konsumsi dan

kejang.

2. Sakit kepala adanya iritasi lapisan otak

Tujuan

Pasien terlihat rasa sakitnya berkurang / rasa sakit terkontrol

Kriteria Hasil

1. Pasien dapat tidur dengan tenang

2. Memverbalisasikan penurunan rasa sakit.

Rencana Tindakan

INTERVENSI RASIONALISASI

Usahakan membuat lingkungan yang

aman dan tenang

Menurukan reaksi terhadap rangsangan

ekternal atau kesensitifan terhadap cahaya

dan menganjurkan pasien untuk

beristirahat

Kompres dingin (es) pada kepala dan kain

dingin pada mata

Dapat menyebabkan vasokontriksi

pembuluh darah otak

INTERVENSI RASIONALISASI

Lakukan latihan gerak aktif atau pasif

sesuai kondisi dengan lembut dan hati-hati

Dapat membantu relaksasi otot-otot yang

tegang dan dapat menurunkan rasa sakit /

disconfort

Kolaborasi

Berikan obat analgesik Mungkin diperlukan untuk menurunkan

rasa sakit. Catatan : Narkotika merupakan

kontraindikasi karena berdampak pada

status neurologis sehingga sukar untuk

dikaji.

3. Potensial terjadinya injuri adanya kejang, perubahan status mental dan

penurunan tingkat kesadaran

Tujuan:

Pasien bebas dari injuri yang disebabkan oleh kejang dan penurunan kesadaran

Rencana Tindakan

INTERVENSI RASIONALISASI

Monitor kejang pada tangan, kaki, mulut

dan otot-otot muka lainnya

Gambaran tribalitas sistem saraf pusat

memerlukan evaluasi yang sesuai dengan

intervensi yang tepat untuk mencegah

terjadinya komplikasi.

Persiapkan lingkungan yang aman seperti

batasan ranjang, papan pengaman, dan

alat suction selalu berada dekat pasien.

Melindungi pasien bila kejang terjadi

Pertahankan bedrest total selama fae akut Mengurangi resiko jatuh / terluka jika

vertigo, sincope, dan ataksia terjadi

Kolaborasi

Berikan terapi sesuai advis dokter seperti;

diazepam, phenobarbital, dll.

Untuk mencegah atau mengurangi kejang.

Catatan : Phenobarbital dapat

menyebabkan respiratorius depresi dan

sedasi.

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN

ANEMIA

I. KONSEP DASAR

A. PENGERTIAN

Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar Hb dan atau hitung eritrosit lebih rendah

dari normal. Anemia adalah berkurangnya jumlah eritrosit serta jumlah Hb dalam 1

mm3darah atau berkurangnya volume sel yang didapatkan (packed red cells volume)

dalam 100 ml darah.

B. PENYEBAB ANEMIA

Anemia dapat dibedakan menurut mekanisme kelainan pembentukan, kerusakan atau

kehilangan sel-sel darah merah serta penyebabnya. Penyebab anemia antara lain

sebagai berikut:

1. Anemia pasca perdarahan : akibat perdarahan massif seperti kecelakaan, operasi

dan persalinan dengan perdarahan atau perdarahan

menahun:cacingan.

2. Anemia defisiensi : kekurangan bahan baku pembuat sel darah. Bisa

karena intake kurang, absorbsi kurang, sintesis

kurang, keperluan yang bertambah.

3. Anemia hemolitik : terjadi penghancuran eritrosit yang berlebihan.

karena faktor intrasel: talasemia, hemoglobinopatie,

dll. Sedang factor ekstrasel : intoksikasi, infeksi

malaria, reaksi hemolitik transfusi darah.

4. Anemia aplastik disebabkan terhentinya pembuatan sel darah oleh sumsum tulang

(kerusakan sumsum tulang).

C. TANDA DAN GEJALA

1. Tanda-tanda umum anemia:

a. Pucat,

b. Tacicardi,

c. Bising sistolik anorganik,

d. Bising karotis,

e. Pembesaran jantung.

2. Manifestasi khusus pada anemia :

a. Anemia aplastik : ptekie, ekimosis, epistaksis, ulserasi oral, infeksi

bakteri, demam, anemis, pucat, lelah, takikardi.

b. Anemia defisiensi : konjungtiva pucat (Hb 6-10 gr/dl), telapak

tangan pucat (Hb < 8 gr/dl), iritabilitas, anoreksia,

takikardi, murmur sistolik, letargi, tidur meningkat,

kehilangan minat bermain atau aktivitas bermain. Anak

tampak lemas, sering berdebar-debar, lekas lelah, pucat,

sakit kepala, anak tak tampak sakit, tampak pucat pada

mukosa bibir, farink,telapak tangan dan dasar kuku.

Jantung agak membesar dan terdengar bising sistolik yang

fungsional.

c. Anemia aplastik : ikterus, hepatosplenomegali.

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Kadar Hb.

Kadar Hb <10g/dl, Konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata < 32% (normal: 32-

37%), leukosit dan trombosit normal, serum iron merendah, iron binding capacity

meningkat.

2. Kelainan laboratorium sederhana untuk masing-masing tipe anemia :

a. Anemia defisiensi asam folat : makro/megalositosis

b. Anemia hemolitik : retikulosit meninggi, bilirubin indirek dan

total naik, urobilinuria.

c. Anemia aplastik : trombositopeni, granulositopeni,

pansitopenia, sel patologik darah tepi

ditemukan pada anemia aplastik karena

keganasan.

E. PATOFISIOLOGIS Terhentinya pembuatan sel darah oleh sum-sum tulangPerdarahan masif

Kurang bahan baku pembuat

sel darah

Penghancuran eritrosit yang

berlebihan

Anemia

Anoreksia Resti Gg nutrisi kurang dari kebutuhan

Lemas

Kadar HB

Komparten sel penghantar oksigen/ zat nutrisi ke sel <Cepat lelah

F. PENATALAKSANAAN

1. Anemia pasca perdarahan : transfusi darah. Pilihan kedua: plasma ekspander

atau plasma substitute. Pada keadaan darurat bisa

diberikan infus IV apa saja.

2. Anemia defisiensi : makanan adekuat, diberikan SF 3x10mg/kg BB/hari.

Transfusi darah hanya diberikan pada Hb <5 gr/dl.

3. Anemia aplastik : prednison dan testosteron, transfusi darah,

pengobatan infeksi sekunder, makanan dan istirahat.

G. MASALAH KEPERAWATAN YANG SERING MUNCUL

1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan berkurangnya komparten seluler

yang penting untuk menghantarkan oksigen / zat nutrisi ke sel.

2. Tidak toleransi terhadap aktivitas berhubungan dengan tidak seimbangnya

kebutuhan pemakaian dan suplai oksigen.

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurangnya

selera makan.

H. TINDAKAN KEPERAWATAN

1. Perfusi jaringan adekuat

a. Memonitor tanda-tanda vital, pengisian kapiler, wama kulit, membrane

mukosa.

b. Meninggikan posisi kepala di tempat tidur

c. Memeriksa dan mendokumentasikan adanya rasa nyeri.

d. Observasi adanya keterlambatan respon verbal, kebingungan, atau gelisah

e. Mengobservasi dan mendokumentasikan adanya rasa dingin.

f. Mempertahankan suhu lingkungan agar tetap hangat sesuai kebutuhan tubuh.

g. Memberikan oksigen sesuai kebutuhan.

Cepat lelah

Intoleransi aktifitas

Gg perfusi jaringan

Intoleransi aktifitas

Gg perfusi jaringan

2. Mendukung anak tetap toleran terhadap aktivitas

a. Menilai kemampuan anak dalam melakukan aktivitas sesuai

dengan kondisi fisik dan tugas perkembangan anak.

b. Memonitor tanda-tanda vital selama dan setelah melakukan

aktivitas, dan mencatat adanya respon fisiologis terhadap aktivitas

(peningkatan denyut jantung peningkatan tekanan darah, atau nafas cepat).

c. Memberikan informasi kepada pasien atau keluarga untuk

berhenti melakukan aktivitas jika teladi gejala-gejala peningkatan denyut

jantung, peningkatan tekanan darah, nafas cepat, pusing atau kelelahan).

d. Berikan dukungan kepada anak untuk melakukan kegiatan

sehari hari sesuai dengan kemampuan anak.

e. Mengajarkan kepada orang tua teknik memberikan reinforcement

terhadap partisipasi anak di rumah.

f. Membuat jadual aktivitas bersama anak dan keluarga dengan

melibatkan tim kesehatan lain.

g. Menjelaskan dan memberikan rekomendasi kepada sekolah

tentang kemampuan anak dalam melakukan aktivitas, memonitor kemampuan

melakukan aktivitas secara berkala dan menjelaskan kepada orang tua dan

sekolah.

3. Memenuhi kebutuhan nutrisi yang adekuat

a. Mengijinkan anak untuk memakan makanan yang dapat

ditoleransi anak, rencanakan untuk memperbaiki kualitas gizi pada saat selera

makan anak meningkat.

b. Berikan makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk

meningkatkan kualitas intake nutrisi.

c. Mengijinkan anak untuk terlibat dalam persiapan dan pemilihan

makanan

d. Mengevaluasi berat badan anak setiap hari.