Sari Pustaka PPOK
-
Upload
dashari-ermandi-h -
Category
Documents
-
view
129 -
download
0
description
Transcript of Sari Pustaka PPOK
SARI PUSTAKA
PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI
PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)
Pembimbing
dr. Khalif Nurdin
disusun oleh
Ardytia Lesmana 080100049
William Wiryawan 080100059
Muliadi Limanjaya 080100083
T. Amira Raihan Nst 080100127
Sofie Zalitha Hsb 080100376
Citra Aryanti 080100050
Marianto 080100112
Gembira Ira Hutahaean 080100163
Yunita Manurung 080100255
Novita Y Pangaribuan 080100371
DEPARTEMEN PULMONOLOGI & ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK
2012
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa atas
berkat dan hidayah-Nya sehingga sari pustaka ini dapat kami selesaikan tepat
pada waktunya. Pada sari pustaka ini kami menyajikan judul mengenai
patogenesis dan patofisiologi PPOK. Adapun tujuan penulisan sari pustaka ini
adalah untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik Departemen Pulmonologi dan
Ilmu Kedokteran Respirasi, Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik Medan.
Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan pula terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada dr. Khalif Nurdin atas kesediaan beliau sebagai
pembimbing kami dalam penulisan sari pustaka ini. Besar harapan kami, melalui
tulisan ini, pengetahuan dan pemahaman kita mengenai penyakit paru obstruktif
kronik semakin bertambah.
Penulis menyadari bahwa penulisan sari pustaka ini masih belum
sempurna, baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu,
dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan tulisan ini. Atas bantuan dan segala dukungan dari
berbagai pihak baik secara moral maupun spiritual, penulis ucapkan terima kasih.
Semoga sari pustaka ini dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu
pengetahuan khususnya kesehatan.
Medan, 5 Desember 2012
Penulis
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................. iiDAFTAR ISI................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................ 11.1. Latar Belakang................................................................... 11.2. Tujuan................................................................................ 21.3. Manfaat.............................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................... 32.1 Patogenesis PPOK.............................................................. 32.2. Patofisiologi PPOK............................................................ 10
BAB III KESIMPULAN............................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang
ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif non-
reversibel atau reversibel parsial. PPOK merupakan salah satu penyumbang
kesakitan dan kematian di dunia yang cukup tinggi. Penyakit ini berhubungan
dengan respons inflamasi paru abnormal dan progresif terhadap gas atau partikel
yang berbahaya.1,2
Secara epidemiologi, PPOK merupakan penyebab kematian keempat
tertinggi di dunia dan diperkirakan akan menjadi penyebab kematian ke-3 di dunia
pada tahun 2020 dan juga sebagai peringkat empat penyakit penting yang
menimbulkan kecacatan.3,4 Pada tahun 2004 diestimasi terdapat 64 juta penderita
PPOK di seluruh dunia, dan lebih dari 3 jutanya meninggal pada tahun 2005,
setara dengan 5% dari total kematian global di tahun tersebut. Hampir 90% dari
seluruh kematian karena PPOK terjadi di negara miskin dan berkembang.5 Di
Indonesia sendiri, tidak ada data yang akurat tentang kekerapan PPOK. Hasil
survei penyakit tidak menular oleh Dirjen PPM & PL di 5 rumah sakit propinsi di
Indonesia (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, dan Sumatera
Selatan) pada tahun 2004, menunjukkan PPOK menempati urutan pertama
penyumbang angka kesakitan (35%), diikuti asma bronkial (33%), kanker paru
(30%) dan lainnya (2%).6
Pada penderita PPOK terdapat gangguan mekanis dan pertukaran gas di
sistem pernapasan dan mengakibatkan menurunnya aktivitas fisik pada kehidupan
sehari-hari. Keluhan ini secara signifikan akan menurunkan kualitas hidup pasien
PPOK terutama yang kerap mengalami eksaserbasi berulang. Hal ini disebabkan
karena proses rententan inflamasi yang berlangsung kronik dan saling
memperkuat satu sama lainnya.7 Walaupun begitu, proses perjalanan penyakit
PPOK belum diketahui dengan jelas dan rinci.8 Oleh karena itu, perlu perhatian
khusus dalam pemahamam perjalanan penyakit PPOK sehingga dapat disusun
strategi baru yang baik dan komprehensif serta dapat memberikan kondisi dan
prognosis yang lebih baik.
1.2. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan sari pustaka ini adalah memahami teori mengenai patogenesis
dan patofisiologi PPOK dan untuk memenuhi persyaratan dalam mengikuti
kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) Rumah Sakit Umum Pusat Haji
Adam Malik, Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi, Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
1.3. Manfaat Penulisan
Sari pustaka ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada penulis dan
pembaca khususnya yang terlibat dalam bidang medis dan masyarakat secara
umumnya agar dapat lebih mengetahui dan memahami lebih dalam mengenai
patogenesis dan patofisiologi penyakit paru obstruktif kronik.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Patogenesis PPOK
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) menurut Global Initiative for Chronic
Obstructive Lung Disease (GOLD) adalah penyakit kronik yang ditandai oleh
hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel. Keterbatasan aliran
udara ini berhubungan dengan respons inflamasi paru abnormal dan progresif
terhadap gas atau partikel yang berbahaya.1,2 Hambatan aliran udara ini akibat
respons inflamasi abnormal terhadap partikel gas yang berbahaya. Faktor risiko
PPOK yaitu kebiasaan merokok, polusi udara, hipereaktivitas bronkus, riwayat
infeksi saluran napas bawah berulang, defisiensi alfa-1 antitripsin, dan nutrisi
yang buruk. Merokok merupakan penyebab PPOK terbanyak (95% kasus) di
negara berkembang.1
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) dapat disebabkan oleh asap
rokok maupun gas noksius lainnya ditambah dengan adanya faktor risiko genetik.
Selain dugaan hubungan genetik pada gen alfa antitripsin, pada penelitian
diidentifikasi adanya beberapa lokus kromosom yang spesifik dalam timbulnya
PPOK, diantaranya: kromosom 12p: MGST1, MGP; kromosom 19p: LTB4
omega hidrolase (CYP4F2), tropoelastin; kromosom 22q: heme oksigenase 1,
TIMP3; kromosom 2q: IL-8α.9 Faktor-faktor pemicu ini akan merangsang
patogenesis PPOK melalui rentetan proses inflamasi yang saling tumpang tindih
dan membentuk lingkaran setan. Pada berbagai penelitian ditemukan bahwa
pelepasan sitokin pasien PPOK lebih tinggi dibanding perokok asimptomatik.
Sitokin sputum pasien dengan eksaserbasi lebih dari 3 kali juga ditemukan lebih
tinggi dibanding pasien yang memiliki eksaserbasi lebih dari 2 kali10 karena pada
PPOK eksaserbasi, toksin bakteri memperburuk reaksi inflamasi yang ada dan
bila disebabkan oleh virus, virus langsung mendestruksi sel epitel saluran nafas.11
Pada awal PPOK, dihipotesiskan bahwa asap rokok menyebabkan stres
oksidatif berulang yang akan merusak DNA sel epitel saluran nafas sehingga
terjadi mutasi somatik,12-14 dan mengganggu kemampuan gen perbaikan DNA.12,13
3
Sel epitel yang telah bermutasi tersebut dikenali sebagai antigen asing sehingga
terjadi rentetan reaksi inflamasi dengan tujuan menghancurkan antigen asing
tersebut. Fragmen-fragmen dari sisa reaksi inflamasi nantinya dapat memicu
reaksi inflamasi sehingga terjadi seperti suatu lingkaran setan.
Tahap pertama yang terjadi adalah rekruitmen sel dendritik ke sel epitel
tersebut yang dimediasi kemokin 7.15 Sel dendritik menjadi inisiator reaksi
inflamasi selanjutnya melalui kemotaksis sel NK, makrofag, neutrofil, dan
limfosit. Hubungan ini bersifat timbal balik di mana para leukosit dan sel
inflamasi saling memicu rekruitmen satu sama lainnya. Asap rokok sendiri juga
dapat menjadi sebab primer kemotaksis sel-sel inflamasi walaupun dihipotesiskan
bahwa sel dendritik menjadi inisiator dari proses inflamasi yang terjadi.
Sel inflamasi kedua yang berperan awal dalam proses inflamasi PPOK
adalah makrofag terutama makrofag subepitelial CD68+. Sel makrofag juga akan
melakukan fagositosis pada bahan yang terinhalasi dan bila memungkinkan
makrofag akan mendestruksi bahan ini.16 Pada penelitian Safwat et al., ditemukan
konsentrasi makrofag meningkat 5-10 kali pada bilasan bronkus dan sputum
pasien PPOK.17-19 Makrofag yang ditemukan pada bilasan paru juga tampaknya
memiliki ukuran yang lebih kecil dan bersifat imatur dari makrofag paru normal.
Ini disebabkan karena pelepasan prekursor monosit yang prematur. Makrofag
mempunyai jangka hidup yang lebih lama pada perokok, bahkan bisa bertahan
sampai lebih dari 2 tahun. Hal ini kemungkinan disebabkan pembersihan
mukosiler kurang efektif pada perokok. Pembersihan limfatik juga menurun
karena kerusakan jaringan dan/atau kehilangan struktur limfatik paru serta
ketidakmampuan sistem limfatik paru untuk mengimbangi influks pulmonal.16
Makrofag akan melepaskan berbagai mediator-mediator inflamasi yang
akan merangsang kemotaksis sel-sel inflamasi lainnya. Leukotrien B4, IL-1, IL-8,
dan GRO-α dapat menduduki reseptor CXCR1 dan CXCR2 untuk memicu
neutrofil. MCP-1, GRO-α, ENA-78 merangsang monosit melalui reseptor
CXCR2. IP-10, Mig, I-TAC memicu sel CD8+ melalui reseptor CXCR3.20
Makrofag juga berperan dalam proses elastolisis melalui sekresi MMP-1, MMP-9,
MMP-12, dan katepsin K, L, S dengan target destruksi elastin pada dinding
4
alveolus sehingga rekoil dari alveolus akan berkurang, alveolus kolaps, udara saat
ekpirasi terperangkap, dan dinding dada dapat menjadi hiperinflasi.21-23 Dalam
penelitian, ditemukan juga penekanan TIMP yang mendukung proses elastolisis
yang terjadi. Makrofag ditemukan juga dapat mesekresikan TGF-α dan TGF-β
yang melalui EGFR, CTGF akan memicu Smad3 dalam ekspresi fibroblas,
prokolagen, dan antiproteinase yang akan berperan dalam proses fibrosis dalam
remodelling saluran nafas. EGFR juga dapat merangsang MAP kinase sehingga
terjadi peningkatan MUC5AC, MUCB, MUC5B yang akan memicu hiperplasia
sel goblet dan kelenjar mukus.24,25
Neutrofil dan limfosit CD8+ menjadi suatu sel inflamasi yang berperan
penting dalam patogenesis PPOK. Neutrofil melepaskan kemoatraktan seperti
TNF-α, IL-1, IL-2, IL-3, IL-8, LTB4 untuk perbanyak rekruitmen neutrofil itu
sendiri, dan sel-sel inflamasi lainnya. Proses inflamasi paling utama yang
ditimbulkan neutrofil dalam hubungannya dengan patogenesis PPOK yaitu sekresi
mediator proteolisis seperti MMP-1 (proteinase), MMP-3 (proteinase), MMP-8
(kolagenase), MMP-9 (elastase), MMP-12 (elastase), neutrofil elastase, katepsin
G, serin protease, dan sistein proteinase.9 Struktur protein dan matriks
ekstraselular penyusun saluran nafas dan alveolus akan terdestruksi lebih cepat
dalam hitungan jam-hari dibanding proses pembentukannya dalam hitungan hari-
bulan.26,27 Hipersekresi mukus oleh sel goblet dan kelenjar mukus akan terangsang
secara berlebihan sebagai suatu proses kompensasi yang bahkan akan
memperburuk patogenesis penyakit. Selain itu, neutrofil ditemukan meningkatkan
molekul adhesi seperti ICAM-1 dan E-selektin sehingga meningkatkan perlekatan
sel inflamasi pada epitel saluran nafas. Terlebih lagi, proses remodeling berupa
fibrosis di mana saluran nafas kehilangan fungsi asli dan elastisitasnya,
patogenesis PPOK akan terus berlanjut dan menjadi semakin buruk.
Pada penelitian, telah banyak dibuktikan penemuan limfosit CD8+ di
dinding dan otot polos saluran nafas.28 Maturasi sel dendritik yang terganggu juga
akan menyebabkan sel T regulatori yang mengatur rasio sel T CD4+/CD8+
terganggu. Akibatnya, CD8+ akan lebih banyak dibanding CD4+ karena waktu
yang dibutuhkan sel dendritik untuk memicu proliferasi CD8+ lebih cepat.29 Sel
5
limfosit CD8+ berperan penting dalam mekanisme sekresi perforin dan granzim B
yang mengaktifkan jalur apoptosis ligan Fas-Fas30 sehingga akan terjadi apoptosis
sel epitel saluran nafas dan destruksi alveolus. Chrysofakis, et al. menunjukkan
bahwa sel T CD8+ pada pasien PPOK lebih sitotoksik dan kandungan enzim litik
lebih banyak dibanding orang normal. Limfosit CD4+ kadarnya tidak terlalu
bermakna PPOK, di mana peningkatan limfosit CD4+ berhubungan dengan asma,
dapat memicu reaksi autoimun minimal pada sel epitel saluran nafas melalui
carbonyl modified antibody.27,31,32
Gambar 1. Inflamasi pada PPOK31
Sel epitel saluran napas penting sebagai pertahanan dan produksi mukus
oleh sel goblet akan melindungi saluran napas terhadap bakteri dan partikel
terinhalasi.33 Sel epitel mengeluarkan defensin dan peptida kation dengan efek anti
bakteri yang merupakan sistem pertahanan alami yang berperan dalam proses
perbaikan jaringan.34 Sel epitel saluran nafas sendiri juga dapat memicu
rekruitmen mediator-mediator inflamasi sebagai suatu mekanisme pertahanan
yang salah. Mediator yang dapat dirangsang adalah TNF-α, TGF-β, IL-1, IL6, IL-
8, IL-9, IL-11, IL-13, MCP-1, VEGFR, FGF-1, FGF2 terutama di epitel bronkial,
6
bronkiolar, dan alveolar dan makrofag bronkiolar, otot polos saluran nafas, dan
otot polos vaskular sebagai respon pertahanan terhadap kerusakan epitel dan
endotel.11,35
Tumor necrosis factor-α akan mengaktivasi NF-KB yang menjadi dalang
dari rekruitmen, transkripsi dan aktivasi hampir seluruh sitokin dan kemokin.
TNF-α juga akan meningkatkan ICAM-1, aktivasi makrofag untuk memproduksi
MMP, aktivasi sel epitel bronkus untuk memproduksi tenaskin. IL-1 merangsang
proliferasi fibroblas, meningkatkan sekresi prostaglandin dan kolagenase,
meningkatkan sekresi fibronektin dan kolagen, ICAM-1, dan IL tipe lainnya. IL-6,
IL-8, dan IL-9 menyebabkan metaplasia mukus dan fibrosis subepitelial. IL-11
akan memicu proliferasi miofibroblas menyebabkan hiperplasia otot polos saluran
nafas, memicu sekresi PDGF, dan TGF-β. IL-13 menyebabkan inflamasi dan
hiperplasia sel goblet. VEGFR memicu angiogenesis dan mitogenesis sel endotel
vaskular.28 GM-CSF juga akan disekresikan oleh sel epitel untuk merekrut sel
inflamasi lainnya.32
Gambar 2. Remodeling Saluran Napas Akibat Rokok/Polutan32
7
Fibrosis pada bronkus penderita PPOK diawali dengan perubahan
fibroblas. Fibroblas merupakan tipe sel yang sebagian besar mengatur produksi
ECM dan pengaturan turnover dari ECM dengan menstimulasi pemecahan
protein.36 Fibroblas dipengaruhi oleh molekul-molekul yang berbeda seperti
sitokin dan faktor pertumbuhan. TGF-β merupakan sitokin utama yang
menstimulasi fibroblas untuk memproduksi ECM dengan menggunakan jalur
Smad, sedangkan TNF-α dan IFN-γ merupakan inhibitor fibroblas. Pada keadaan
patologis seperti PPOK, terjadi perubahan turnover ECM. Terjadi proses
patologis berupa proteolisis parenkim paru, disertai dengan deposisi ECM
berlebihan (fibrosis) pada bronkus dan bronkiolus. Fibroblas diketahui
mempunyai berbagai fenotip seperti fibroblas non kontraktil dan miofibroblas
kontraktil (fibroblas aktif). Miofibroblas merupakan sel yang berperan dalam
remodeling saluran napas karena kemampuannya untuk menghasilkan dan
menimbun komponen ECM baru (terutama kolagen), dan mengatur turnover
ECM dengan mensekresikan matriks metalloproteinase (MMP).50 Miofibroblas
diperkirakan merupakan perubahan dari fibroblas dan sel ASM pada keadaan
profibrosis.37 Hipotesa lain mengatakan bahwa miofibroblas berasal dari epitel
yang mengalami transdiferensiasi menjadi fibroblas yang selanjutnya menjadi
miofibroblas. Hal ini terjadi apabila sel epitel terpapar dengan TGF-β1 dengan
upregulasi TNF-α.38
Pada keadaan normal terdapat keseimbangan antara oksidan dan
antioksidan. Asap rokok yang mengandung berbagai radikal bebas seperti O2-,
H2O2, OH-, ONOO-. Pada pasien PPOK dengan risiko faktor genetik, ditemukan
adanya ketidakseimbangan antara oksidan dan antioksidan sehingga radikal bebas
pada asap rokok tidak dapat ternetralisir. Enzim NADPH yang ada dipermukaan
makrofag dan neutrofil akan mentransfer satu elektron ke molekul oksigen
menjadi anion superoksida dengan bantuan enzim superoksid dismutase. Zat
hidrogen peroksida (H2O2) yang toksik akan diubah menjadi OH dengan
menerima elektron dari ion feri menjadi ion fero, ion fero dengan halida akan
diubah menjadi anion hipohalida (HOCl). Hal ini akan menyebabkan stres
oksidatif sehingga terjadi aktivasi p38MAP kinase yang memicu NF-KB,
8
meningkatkan rekruitmen neutrofil karena perangsangan GM-CSF di sum-sum
tulang, merangsang sekresi mukus, memicu proteolisis melalui supresi anti
protease, meningkatkan molekul adhesi, meningkatkan proses remodeling fibrosis
melalui TGF-β, inaktivasi fungsi α1-antritripsin, dan menyebabkan
bronkokonstriksi serta kebocoran plasma melalui mediator isoprostan.11,25
Penelitian Barrerio et al. menunjukkan bahwa adanya mekanisme peroksidasi
lipid, oksidasi protein dan tiol, serta oksidasi DNA pada pasien PPOK.40
Makrofag menghasilkan ROS dan nitric oxide (NO) membentuk peroxynitrite
mengakibatkan resistensi steroid. Protein inflamasi pada PPOK diatur oleh
transcription factor nuclear factor-kB (NFkB) terutama saat eksaserbasi.32
Faktor genetik juga disinyalir menyebabkan produksi terganggunya fungsi
antiprotease sehingga tidak cukup untuk menetralisir efek berbagai protease.
Baru-baru ini, terdapat hipotesis baru mengenai keterlibatan adenovirus,
ketidakseimbangan asetilasi histon dan deasetilasi histon yang menyebabkan
remodelling kromatin sehingga memicu ekspresi gen-gen inflamasi.11 Walaupun
begitu, tetaplah proses inflamasi yang menjadi dasar dari penyakit PPOK
sehingga harus ditatalaksana dengan baik dan komprehensif.
Gambar 3. Efek Rokok pada PPOK32
9
2.1. Patofisiologi PPOK
Emfisema, penyebab morbiditas dan mortalitas utama penderita PPOK, ditandai
dengan hilangnya struktur alveoli karena inflamasi berlebihan dan destruksi
jaringan sehingga mengakibatkan pembesaran parenkim paru yang terlihat dari
berkurangnya daya elastisitas paru.41-43 Keterbatasan arus ekspirasi yang
merupakan tanda khas dari PPOK dan terjadi karena emfisema dan disfungsi
saluran pernapasan (fibrosis, edema mukosa, dan penyumbatan mukus).
Emfisema dapat menyebabkan menurunnya tekanan elastis paru sehingga akan
mengurangi arus tekanan ekspirasi udara yang melalui saluran pernapasan yang
sempit dimana terjadi peningkatan resistensi.44
Banyak definisi PPOK menekankan pada emfisema dan bronkitis kronik.
Hal ini tidak berlaku lagi. Emfisema, atau destruksi permukaan tempat
penggantian gas pada paru (alveoli), merupakan istilah patologis yang sering
(tetapi kurang tepat) digunakan secara klinis dan menggambarkan hanya salah
satu dari beberapa kelainan struktural yang terjadi pada PPOK.1
Gambar 3. Proses patologi pada PPOK dan perubahan yang terjadi41
Pada individu normal, volume relaksasi sistem respirasi merupakan
keseimbangan antara daya antara tekanan elastisitas paru dari dalam dan tekanan
keluar dari dinding dada. Pada PPOK, terjadi peningkatan komplians paru yang
disebabkan emfisema sehingga terjadi peningkatan volume relaksasi daripada
individu normal.44,45 Selain itu, terjadi overekspansi dari dinding toraks yang
memendeknya otot inspirasi sehingga terjaid penurunan kapasitas tekanan otot-
otot inspirasi.46
10
Sesak karena PPOK dapat disebabkan juga karena menyempitnya dan
meningkatnya resistensi saluran pernapasan. Hal ini akan menyebabkan impedansi
dari ventilasi yang meningkat yang akan diimbangi peningkatan usaha bernapas
dengan peningkatan output motorik pada pusat pernapasan.46
Bronkitis kronik, yang ditandai dengan batuk dan produksi sputum selama
3 bulan atau lebih, terjadi pada 50% perokok.47 Bronkitis kronik terjadi karena
hipersekresi mukus (seperti yang dijelaskan sebelumnya) yang disebabkan
hipertrofi/hiperplasia kelenjar mukosa bronkus dan hiperplasia/metaplasia sel
goblet, rusaknya epitel dan metaplasia mukosa, remodeling mikrovaskular
bronkus, hipertrofi/hiperplasia otot polos dan fibrosis ECM.48-50 Sekresi mukus
merupakan faktor risiko potensial menyebabkan turunnya fungsi paru yang
terlihat dengan penurunan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1). Batuk
pada PPOK sendiri terjadi karena adanya agen-agen tusif seperti prostaglandin43
atau substansi lain yang secara tidak langsung mengaktivasi refleks batuk dan
sekresi mukus seperti takikinin.51 Selain itu, pengeluaran sitokin-sitokin akan
memicu inflamasi saluran napas, hipersekresi mukus, dan disfungsi silia yang
akan merangsang refleks batuk. Hal ini didukung dari penelitian Smith et al.
(2006) yang menyatakan bahwa >80% penderita PPOK akan mengalami
penurunan prevalensi batuk setelah 5 tahun berhenti merokok.52
Hipersekresi mukus kronik pada PPOK berat berhubungan dengan
mortalitas dan menggambarkan peningkatan risiko infeksi lanjut. Penelitian
histopatologis PPOK menunjukkan keterlibatan saluran napas perifer (bronkiolus)
dan parenkim paru yaitu obstruksi dan fibrosis pada bronkiolus. Penyempitan
saluran napas kecil yang ireversibel, emfisema dan obstruksi lumen dengan
sekresi mukus dapat menyebabkan hambatan aliran udara pada PPOK. Penebalan
saluran napas kecil dengan peningkatan pembentukan folikel limfoid dan
penimbunan kolagen di bagian luar saluran napas menghambat pembukaan
saluran napas. Lumen saluran napas kecil berkurang karena penebalan mukosa
berisi eksudat sel radang yang meningkat sejalan dengan beratnya penyakit.
Hambatan aliran udara pada PPOK disebabkan oleh beberapa derajat penebalan
dan hipertrofi otot polos pada bronkiolus respiratorius.53
11
BAB III
KESIMPULAN
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik
yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif
non-reversibel atau reversibel parsial. Faktor risiko timbulnya PPOK disebabkan
baik karena faktor genetik, asap rokok, dan gas noksius yang memicu rentetan
proses inflamasi dengan sel-sel inflamasi utama berupa makrofag, neutrofil, dan
sel limfosit CD8+ pada saluran nafas dan alveolus. Reaksi inflamasi melibatkan
aktivasi berbagai sitokin, kemokin, dan protease. Hal ini akan menyebabkan
destruksi alveolar, destruksi elastisitas alveolar, remodelling saluran nafas,
hipetrofi/hiperlasia kelenjar mukus/sel goblet, dan hipersekresi mukus yang
menyebabkan timbulnya berbagai gejala pada PPOK.
12
DAFTAR PUSTAKA
1. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease. Pathogenesis, pathology and pathophysiology. In: Global strategy for diagnosis, management and prevention of chronic obstructive lung disease. NHLBI Publication; Updated 2011.p.27-39.
2. Tim Pokja PPOK. Definisi. Dalam: PPOK pedoman praktis diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: PDPI; 2004.p.1-2.
3. American Thoracic Society dan European Respiratory Society, 2004. Standards for the Diagnosis and Management of Patients with COPD. Available from http://www.copd-ats-ers.org/copddoc.pdf [Accessed 3 December 2012]
4. Lopez AD, Murray CC. The global burden of disease 1990-2020. Nat Med 1998; 4: 1241-3.
5. World Heart Organization, 2011. Chronic obstructive pulmonary disease (COPD): Fact sheet. Available from http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs315/en/ [Accessed 3 December 2012].
6. Depkes RI, 2008. Keputusan Menteri Kesehatan, Pedoman Pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik. Available from http://www.depkes.go.id/downloads/Kepmenkes/pengendalian_ppok.pdf [Accessed 2 December 2012].
7. Agustin, H., dan Yunus, F., 2008. Proses Metabolisme Pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Dalam: Jurnal Respirologi Indonesia. 2008. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 155-161.
8. Agusti AGN, Noguera A, Sauleda J, Sala E, Pons J, Busquets X. Systemic effect of chronic obstructive pulmonary disease. Eur Respir J 2003; 21:347-60.
9. Shapiro S. 2003. The pathophysiology of copd: what goes wrong and why. Adv Stud Med 3(2B):S91-S98.
10. Wedzicha JA, Seemungal TA, MacCallum PK, et al. Acute exacerbations of chronic obstructive pulmonary disease are accompanied by elevations of plasma fibrinogen and serum IL-6 levels [In Process Citation]. Thromb Haemost 2000; 84: 210–215)
11. MacNee W. Pathogenesis of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Proc Am Thorac Soc 2005; 2: 258-266
12. Anderson GP, Bozinovski S. Acquired somatic mutations in the molecular pathogenesis of COPD. Trends Pharmacol Sci 2003; 24: 71–76
13. Chang CL, Marra G, Chauhan DP, et al. Oxidative stress inactivates the human DNA mismatch repair system. Am J Physiol Cell Physiol 2002; 283: C148–C154
14. Wistuba II, Lam S, Behrens C, et al. Molecular damage in the bronchial epithelium of current and former smokers. J Natl Cancer Inst 1997; 89: 1366–1373.
13
15. Vermaelen K, Pauwels R. Pulmonary dendritic cells. Am J Respir Crit Care Med 2005; 172: 530–551.
16. Tetley TD. 2002. Macrophages and the Pathogenesis of COPD. Chest 121:517. Safwat T, Saeed A, Dina AF,2 Weaam AM1. The Phagocytic Activity of
Peripheral Blood Macrophages in COPD Patients. Egypt J Bronchol 2008; 2(2): 243-252
18. Vestbo J, Lange P. GOLD provide information of prognostic value in chronic obstructive pulmonary disease. Am J Respir Crit Care Med 2002; 166:329-32
19. Pesci A, Balbi B, Majori M, et al. Inflammatory cells and mediators in bronchial lavage of patients with chronic obstructive pulmonary disease. Eur Respir J 1998; 12:380-6
20. Lim S, Roche N, Oliver BG, Mattos W, Barnes PJ, Chung KF. Balance of matrix metalloprotease-9 and tissue inhibitor of metalloprotease-1 from alveolar macrophages in cigarette smokers: regulation by interleukin-10. Am J Respir Crit Care Med 2000; 162: 1355–1360.
21. Viegi G, Pistelli F, Sherrill DL et al Definition, epidemiology and natural history of COPD. Series ‘‘Comprehensive Management of End-Stage COPD’’ Edited by N. Ambrosino and R. Goldstein Number 1 in this Series. Eur Respir J 2007;30:993- 1013.
22. Wan ES, Silverman EK. Genetics of COPD and Emphysema. Chest 2009;136:859-866.
23. MacNee. Oxidants/Antioxidants and COPD. Chest 2000;117:303S–317S.24. Bonniaud, P., Kolb, M., Galt, T., et al. Smad3 null mice develop airspace
enlargement and are resistant to TGF-beta-mediated pulmonary fibrosis. J. Immunol. 2004; 173: 2099–2108.
25. Barnes PJ. Mediators of Chronic Obstructive Pulmonary Disease, Pharmacol Rev 2004;56: 515-548.
26. Jeffery PK. Structural and inflammatory changes in COPD: a comparison with asthma. Thorax 1998;53:129–136.
27. Brashier BB, Kodgule R. Risk Factors and Pathophysiology of Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD). JAPI 2012; 60: 17-21.
28. Boer WI, Alaagappan VKT, Sharma HS. Molecular Mechanisms in Chronic Obstructive Pulmonary Disease Potential Targets for Therapy. Cell Biochemistry and Biophysics 2007; 47:131-148
29. van Stipdonk MJ, Hardenberg G, Bijker MS, et al. Dynamic programming of CD8+ T lymphocyte responses. Nat Immunol 2003; 4: 361–365.
30. Majo J, Ghezzo H, Cosio MG. Lymphocyte population and apoptosis in the lungs of smokers and their relation to emphysema. Eur Respir J 2001;17:946–953.
31. Stebbins KJ, Evans JF and Lorrain DS. DP2 Receptor Antagonists: Novel Therapeutic Target for COPD. Mol Cell Pharmacol 2010;2(3):89-96.
32. Lim S, Roche N, Oliver BG, Mattos W, Barnes PJ, Fan CK.Balance of matrix metalloprotease-9 and tissue inhibitor ofmetalloprotease-1 from alveolar macrophages in cigarette smokers. regulation by interleukin-10. Am J Respir Crit CareMed 2000; 162: 1355-60.
14
33. Vermeeren MA, Creutzberg EC, Schols AM, Postma DS, Pieters WR, Roldaan AC, Wouters EF. Prevalence of nutritional depletion in a large out-patient population of patients with COPD. RespirMed 2006; 10:23-5.
34. Roisin R, MacNee W. Pathophysiology of chronic obstructive pulmonary disease. Eur Respir Mono 1998; 3: 107-26.
35. Fooladi AAI, Yazdani S, Nourani MR. Lung and Systemic Inflammation in COPD. Intl Journal COPD 2007:2(4); 452-462
36. Parameswaran K, Willems-Widyastuti A, Alagappan VK, Radford K, Kranenburg AR, Sharma HS. Role of extracellular matrix and its regulators in human airway smooth muscle biology. Cell Biochem Biophys 2009; 44:139–146
37. Westergren-Thorsson G, Larsen K, Nihlberg K, Andersson- Sjoland A, Hallgren O, Marko-Varga G, et al. Pathological airway remodelling in inflammation. Clin Respir J 2010; 4(Suppl 1):1–8.
38. Salasar LM, Herrera AM. 2011. Fibrotic Response of Tissue Remodelling in COPD. Lung 189: 101-109.
39. Iwano M, Plieth D, Danoff TM, Xue C, Okada H, Neilson EG. Evidence that fibroblasts derive from epithelium during tissue fibrosis. J Clin Invest 2002; 110:341–350.
40. Barreiro E, Peinado VI, Galdiz JB, Ferrer E, Marin-Corral J, Sa´nchez F, et al. Cigarette Smoke–induced Oxidative Stress A Role in Chronic Obstructive Pulmonary Disease Skeletal Muscle Dysfunction. Am J Respir Crit Care Med 2010; 182(4): 477-488.
41. Falk JA, Martin UJ, Scharf S, Criner GJ. Lung elastic recoil does not correlate with pulmonary hemodynamics in severe emphysema. Chest 2007; 132:1476–1484
42. Murarescu ED, Eloae-Zugun F, Mihailovici MS. Experimental COPD induced by solid combustible burn smoke in rats: a study of the emphysematous changes of the pulmonary parenchyma. Rom J Morphol Embryol 2008; 49:495–505
43. Inoue K, Koike E, Yanagisawa R, Takano H. Extensive analysis of elastase-induced pulmonary emphysema in rats: ALP in the lung, a new biomarker for for disease progression? J Clin Biochem Nutr 2010; 46:168–176
44. O’Donnel DE, Banzett RB, Carrieri-Kohlman V, Casaburi R, Davenport PW, Gandevia S, et al. Pathophysiology of Dsypnea in Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Proc Am Thorac Soc 2007; 4(2):145-168.)
45. O’Donnel DE, Banzett RB, Carrieri-Kohlman V, Casaburi R, Davenport PW, Gandevia S, et al. Pathophysiology of Dsypnea in Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Proc Am Thorac Soc 2007; 4(2):145-168.
46. American Thoracic Society. Dyspnea: Mechanisms, Assessment, and Management: A Consensus Statement. Am J Respir Crit Care Med 1999; 159: 321-340.
47. Smith J, Woodcock A. Cough and Its Importance in COPD. Int J Chron Obstruct Pulmon Dis 2006; 1(3): 305-314.
48. Saetta M, Turato G, Baraldo S, Zanin A, Braccioni F, Mapp CE, et al. Goblet cell hyperplasia and epithelial inflammation in peripheral airways of smokers
15
with both symptoms of chronic bronchitis and chronic airflow limitation. Am J Respir Crit Care Med 2000; 161: 1016–1021.
49. Atzori L, Lucattelli M, Scotton CJ, Laurent GJ, Bartalesi B, De Cunto G, et al. Absence of proteinase-activated receptor-1 signaling in mice confers protection from fMLP-induced goblet cell metaplasia. Am J Respir Cell Mol Biol 2009; 41:680–687
50. Zanini A, Chetta A, Saetta M, Baraldo S, Castagnetti C, Nicolini G, et al. Bronchial vascular remodelling in patients with COPD and its relationship with inhaled steroid treatment. Thorax 2009; 64:1019–1024.
51. Joos GF, De Swert KO, Schelfhout V, Pauwels RA. The Role of Neural Inflammation in Asthma and Chronic Pulmonary Disease. Ann N Y Acad Sci 2003; 992: 218-230.
52. Dekkers BG, Maarsingh H, Meurs H, Gosens R. Airwaystructural components drive airway smooth muscle remodeling in asthma. Proc Am Thorac Soc 2009; 6:683–692.
53. Lamb D, McLean A, Gillooly M, Warren PM, Gould GA, MacNee W. Relation between distal airspace size, bronchiolar attachments, and lung function. Thorax 1993; 48:1012-7.
16