Sari Pustaka PPOK

30
SARI PUSTAKA PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) Pembimbing dr. Khalif Nurdin disusun oleh Ardytia Lesmana 080100049 William Wiryawan 080100059 Muliadi Limanjaya 080100083 T. Amira Raihan Nst 080100127 Sofie Zalitha Hsb 080100376 Citra Aryanti 080100050 Marianto 080100112 Gembira Ira Hutahaean 080100163 Yunita Manurung 080100255 Novita Y Pangaribuan 080100371 DEPARTEMEN PULMONOLOGI & ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI

description

koas paru

Transcript of Sari Pustaka PPOK

Page 1: Sari Pustaka PPOK

SARI PUSTAKA

PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)

Pembimbing

dr. Khalif Nurdin

disusun oleh

Ardytia Lesmana 080100049

William Wiryawan 080100059

Muliadi Limanjaya 080100083

T. Amira Raihan Nst 080100127

Sofie Zalitha Hsb 080100376

Citra Aryanti 080100050

Marianto 080100112

Gembira Ira Hutahaean 080100163

Yunita Manurung 080100255

Novita Y Pangaribuan 080100371

DEPARTEMEN PULMONOLOGI & ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK

2012

Page 2: Sari Pustaka PPOK

ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa atas

berkat dan hidayah-Nya sehingga sari pustaka ini dapat kami selesaikan tepat

pada waktunya. Pada sari pustaka ini kami menyajikan judul mengenai

patogenesis dan patofisiologi PPOK. Adapun tujuan penulisan sari pustaka ini

adalah untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik Departemen Pulmonologi dan

Ilmu Kedokteran Respirasi, Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik Medan.

Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan pula terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada dr. Khalif Nurdin atas kesediaan beliau sebagai

pembimbing kami dalam penulisan sari pustaka ini. Besar harapan kami, melalui

tulisan ini, pengetahuan dan pemahaman kita mengenai penyakit paru obstruktif

kronik semakin bertambah.

Penulis menyadari bahwa penulisan sari pustaka ini masih belum

sempurna, baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu,

dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang

membangun demi perbaikan tulisan ini. Atas bantuan dan segala dukungan dari

berbagai pihak baik secara moral maupun spiritual, penulis ucapkan terima kasih.

Semoga sari pustaka ini dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu

pengetahuan khususnya kesehatan.

Medan, 5 Desember 2012

Penulis

Page 3: Sari Pustaka PPOK

iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................. iiDAFTAR ISI................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................ 11.1. Latar Belakang................................................................... 11.2. Tujuan................................................................................ 21.3. Manfaat.............................................................................. 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................... 32.1 Patogenesis PPOK.............................................................. 32.2. Patofisiologi PPOK............................................................ 10

BAB III KESIMPULAN............................................................................ 12

DAFTAR PUSTAKA

Page 4: Sari Pustaka PPOK

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang

ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif non-

reversibel atau reversibel parsial. PPOK merupakan salah satu penyumbang

kesakitan dan kematian di dunia yang cukup tinggi. Penyakit ini berhubungan

dengan respons inflamasi paru abnormal dan progresif terhadap gas atau partikel

yang berbahaya.1,2

Secara epidemiologi, PPOK merupakan penyebab kematian keempat

tertinggi di dunia dan diperkirakan akan menjadi penyebab kematian ke-3 di dunia

pada tahun 2020 dan juga sebagai peringkat empat penyakit penting yang

menimbulkan kecacatan.3,4 Pada tahun 2004 diestimasi terdapat 64 juta penderita

PPOK di seluruh dunia, dan lebih dari 3 jutanya meninggal pada tahun 2005,

setara dengan 5% dari total kematian global di tahun tersebut. Hampir 90% dari

seluruh kematian karena PPOK terjadi di negara miskin dan berkembang.5 Di

Indonesia sendiri, tidak ada data yang akurat tentang kekerapan PPOK. Hasil

survei penyakit tidak menular oleh Dirjen PPM & PL di 5 rumah sakit propinsi di

Indonesia (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, dan Sumatera

Selatan) pada tahun 2004, menunjukkan PPOK menempati urutan pertama

penyumbang angka kesakitan (35%), diikuti asma bronkial (33%), kanker paru

(30%) dan lainnya (2%).6

Pada penderita PPOK terdapat gangguan mekanis dan pertukaran gas di

sistem pernapasan dan mengakibatkan menurunnya aktivitas fisik pada kehidupan

sehari-hari. Keluhan ini secara signifikan akan menurunkan kualitas hidup pasien

PPOK terutama yang kerap mengalami eksaserbasi berulang. Hal ini disebabkan

karena proses rententan inflamasi yang berlangsung kronik dan saling

memperkuat satu sama lainnya.7 Walaupun begitu, proses perjalanan penyakit

PPOK belum diketahui dengan jelas dan rinci.8 Oleh karena itu, perlu perhatian

khusus dalam pemahamam perjalanan penyakit PPOK sehingga dapat disusun

Page 5: Sari Pustaka PPOK

strategi baru yang baik dan komprehensif serta dapat memberikan kondisi dan

prognosis yang lebih baik.

1.2. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan sari pustaka ini adalah memahami teori mengenai patogenesis

dan patofisiologi PPOK dan untuk memenuhi persyaratan dalam mengikuti

kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) Rumah Sakit Umum Pusat Haji

Adam Malik, Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi, Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

1.3. Manfaat Penulisan

Sari pustaka ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada penulis dan

pembaca khususnya yang terlibat dalam bidang medis dan masyarakat secara

umumnya agar dapat lebih mengetahui dan memahami lebih dalam mengenai

patogenesis dan patofisiologi penyakit paru obstruktif kronik.

2

Page 6: Sari Pustaka PPOK

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Patogenesis PPOK

Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) menurut Global Initiative for Chronic

Obstructive Lung Disease (GOLD) adalah penyakit kronik yang ditandai oleh

hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel. Keterbatasan aliran

udara ini berhubungan dengan respons inflamasi paru abnormal dan progresif

terhadap gas atau partikel yang berbahaya.1,2 Hambatan aliran udara ini akibat

respons inflamasi abnormal terhadap partikel gas yang berbahaya. Faktor risiko

PPOK yaitu kebiasaan merokok, polusi udara, hipereaktivitas bronkus, riwayat

infeksi saluran napas bawah berulang, defisiensi alfa-1 antitripsin, dan nutrisi

yang buruk. Merokok merupakan penyebab PPOK terbanyak (95% kasus) di

negara berkembang.1

Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) dapat disebabkan oleh asap

rokok maupun gas noksius lainnya ditambah dengan adanya faktor risiko genetik.

Selain dugaan hubungan genetik pada gen alfa antitripsin, pada penelitian

diidentifikasi adanya beberapa lokus kromosom yang spesifik dalam timbulnya

PPOK, diantaranya: kromosom 12p: MGST1, MGP; kromosom 19p: LTB4

omega hidrolase (CYP4F2), tropoelastin; kromosom 22q: heme oksigenase 1,

TIMP3; kromosom 2q: IL-8α.9 Faktor-faktor pemicu ini akan merangsang

patogenesis PPOK melalui rentetan proses inflamasi yang saling tumpang tindih

dan membentuk lingkaran setan. Pada berbagai penelitian ditemukan bahwa

pelepasan sitokin pasien PPOK lebih tinggi dibanding perokok asimptomatik.

Sitokin sputum pasien dengan eksaserbasi lebih dari 3 kali juga ditemukan lebih

tinggi dibanding pasien yang memiliki eksaserbasi lebih dari 2 kali10 karena pada

PPOK eksaserbasi, toksin bakteri memperburuk reaksi inflamasi yang ada dan

bila disebabkan oleh virus, virus langsung mendestruksi sel epitel saluran nafas.11

Pada awal PPOK, dihipotesiskan bahwa asap rokok menyebabkan stres

oksidatif berulang yang akan merusak DNA sel epitel saluran nafas sehingga

terjadi mutasi somatik,12-14 dan mengganggu kemampuan gen perbaikan DNA.12,13

3

Page 7: Sari Pustaka PPOK

Sel epitel yang telah bermutasi tersebut dikenali sebagai antigen asing sehingga

terjadi rentetan reaksi inflamasi dengan tujuan menghancurkan antigen asing

tersebut. Fragmen-fragmen dari sisa reaksi inflamasi nantinya dapat memicu

reaksi inflamasi sehingga terjadi seperti suatu lingkaran setan.

Tahap pertama yang terjadi adalah rekruitmen sel dendritik ke sel epitel

tersebut yang dimediasi kemokin 7.15 Sel dendritik menjadi inisiator reaksi

inflamasi selanjutnya melalui kemotaksis sel NK, makrofag, neutrofil, dan

limfosit. Hubungan ini bersifat timbal balik di mana para leukosit dan sel

inflamasi saling memicu rekruitmen satu sama lainnya. Asap rokok sendiri juga

dapat menjadi sebab primer kemotaksis sel-sel inflamasi walaupun dihipotesiskan

bahwa sel dendritik menjadi inisiator dari proses inflamasi yang terjadi.

Sel inflamasi kedua yang berperan awal dalam proses inflamasi PPOK

adalah makrofag terutama makrofag subepitelial CD68+. Sel makrofag juga akan

melakukan fagositosis pada bahan yang terinhalasi dan bila memungkinkan

makrofag akan mendestruksi bahan ini.16 Pada penelitian Safwat et al., ditemukan

konsentrasi makrofag meningkat 5-10 kali pada bilasan bronkus dan sputum

pasien PPOK.17-19 Makrofag yang ditemukan pada bilasan paru juga tampaknya

memiliki ukuran yang lebih kecil dan bersifat imatur dari makrofag paru normal.

Ini disebabkan karena pelepasan prekursor monosit yang prematur. Makrofag

mempunyai jangka hidup yang lebih lama pada perokok, bahkan bisa bertahan

sampai lebih dari 2 tahun. Hal ini kemungkinan disebabkan pembersihan

mukosiler kurang efektif pada perokok. Pembersihan limfatik juga menurun

karena kerusakan jaringan dan/atau kehilangan struktur limfatik paru serta

ketidakmampuan sistem limfatik paru untuk mengimbangi influks pulmonal.16

Makrofag akan melepaskan berbagai mediator-mediator inflamasi yang

akan merangsang kemotaksis sel-sel inflamasi lainnya. Leukotrien B4, IL-1, IL-8,

dan GRO-α dapat menduduki reseptor CXCR1 dan CXCR2 untuk memicu

neutrofil. MCP-1, GRO-α, ENA-78 merangsang monosit melalui reseptor

CXCR2. IP-10, Mig, I-TAC memicu sel CD8+ melalui reseptor CXCR3.20

Makrofag juga berperan dalam proses elastolisis melalui sekresi MMP-1, MMP-9,

MMP-12, dan katepsin K, L, S dengan target destruksi elastin pada dinding

4

Page 8: Sari Pustaka PPOK

alveolus sehingga rekoil dari alveolus akan berkurang, alveolus kolaps, udara saat

ekpirasi terperangkap, dan dinding dada dapat menjadi hiperinflasi.21-23 Dalam

penelitian, ditemukan juga penekanan TIMP yang mendukung proses elastolisis

yang terjadi. Makrofag ditemukan juga dapat mesekresikan TGF-α dan TGF-β

yang melalui EGFR, CTGF akan memicu Smad3 dalam ekspresi fibroblas,

prokolagen, dan antiproteinase yang akan berperan dalam proses fibrosis dalam

remodelling saluran nafas. EGFR juga dapat merangsang MAP kinase sehingga

terjadi peningkatan MUC5AC, MUCB, MUC5B yang akan memicu hiperplasia

sel goblet dan kelenjar mukus.24,25

Neutrofil dan limfosit CD8+ menjadi suatu sel inflamasi yang berperan

penting dalam patogenesis PPOK. Neutrofil melepaskan kemoatraktan seperti

TNF-α, IL-1, IL-2, IL-3, IL-8, LTB4 untuk perbanyak rekruitmen neutrofil itu

sendiri, dan sel-sel inflamasi lainnya. Proses inflamasi paling utama yang

ditimbulkan neutrofil dalam hubungannya dengan patogenesis PPOK yaitu sekresi

mediator proteolisis seperti MMP-1 (proteinase), MMP-3 (proteinase), MMP-8

(kolagenase), MMP-9 (elastase), MMP-12 (elastase), neutrofil elastase, katepsin

G, serin protease, dan sistein proteinase.9 Struktur protein dan matriks

ekstraselular penyusun saluran nafas dan alveolus akan terdestruksi lebih cepat

dalam hitungan jam-hari dibanding proses pembentukannya dalam hitungan hari-

bulan.26,27 Hipersekresi mukus oleh sel goblet dan kelenjar mukus akan terangsang

secara berlebihan sebagai suatu proses kompensasi yang bahkan akan

memperburuk patogenesis penyakit. Selain itu, neutrofil ditemukan meningkatkan

molekul adhesi seperti ICAM-1 dan E-selektin sehingga meningkatkan perlekatan

sel inflamasi pada epitel saluran nafas. Terlebih lagi, proses remodeling berupa

fibrosis di mana saluran nafas kehilangan fungsi asli dan elastisitasnya,

patogenesis PPOK akan terus berlanjut dan menjadi semakin buruk.

Pada penelitian, telah banyak dibuktikan penemuan limfosit CD8+ di

dinding dan otot polos saluran nafas.28 Maturasi sel dendritik yang terganggu juga

akan menyebabkan sel T regulatori yang mengatur rasio sel T CD4+/CD8+

terganggu. Akibatnya, CD8+ akan lebih banyak dibanding CD4+ karena waktu

yang dibutuhkan sel dendritik untuk memicu proliferasi CD8+ lebih cepat.29 Sel

5

Page 9: Sari Pustaka PPOK

limfosit CD8+ berperan penting dalam mekanisme sekresi perforin dan granzim B

yang mengaktifkan jalur apoptosis ligan Fas-Fas30 sehingga akan terjadi apoptosis

sel epitel saluran nafas dan destruksi alveolus. Chrysofakis, et al. menunjukkan

bahwa sel T CD8+ pada pasien PPOK lebih sitotoksik dan kandungan enzim litik

lebih banyak dibanding orang normal. Limfosit CD4+ kadarnya tidak terlalu

bermakna PPOK, di mana peningkatan limfosit CD4+ berhubungan dengan asma,

dapat memicu reaksi autoimun minimal pada sel epitel saluran nafas melalui

carbonyl modified antibody.27,31,32

Gambar 1. Inflamasi pada PPOK31

Sel epitel saluran napas penting sebagai pertahanan dan produksi mukus

oleh sel goblet akan melindungi saluran napas terhadap bakteri dan partikel

terinhalasi.33 Sel epitel mengeluarkan defensin dan peptida kation dengan efek anti

bakteri yang merupakan sistem pertahanan alami yang berperan dalam proses

perbaikan jaringan.34 Sel epitel saluran nafas sendiri juga dapat memicu

rekruitmen mediator-mediator inflamasi sebagai suatu mekanisme pertahanan

yang salah. Mediator yang dapat dirangsang adalah TNF-α, TGF-β, IL-1, IL6, IL-

8, IL-9, IL-11, IL-13, MCP-1, VEGFR, FGF-1, FGF2 terutama di epitel bronkial,

6

Page 10: Sari Pustaka PPOK

bronkiolar, dan alveolar dan makrofag bronkiolar, otot polos saluran nafas, dan

otot polos vaskular sebagai respon pertahanan terhadap kerusakan epitel dan

endotel.11,35

Tumor necrosis factor-α akan mengaktivasi NF-KB yang menjadi dalang

dari rekruitmen, transkripsi dan aktivasi hampir seluruh sitokin dan kemokin.

TNF-α juga akan meningkatkan ICAM-1, aktivasi makrofag untuk memproduksi

MMP, aktivasi sel epitel bronkus untuk memproduksi tenaskin. IL-1 merangsang

proliferasi fibroblas, meningkatkan sekresi prostaglandin dan kolagenase,

meningkatkan sekresi fibronektin dan kolagen, ICAM-1, dan IL tipe lainnya. IL-6,

IL-8, dan IL-9 menyebabkan metaplasia mukus dan fibrosis subepitelial. IL-11

akan memicu proliferasi miofibroblas menyebabkan hiperplasia otot polos saluran

nafas, memicu sekresi PDGF, dan TGF-β. IL-13 menyebabkan inflamasi dan

hiperplasia sel goblet. VEGFR memicu angiogenesis dan mitogenesis sel endotel

vaskular.28 GM-CSF juga akan disekresikan oleh sel epitel untuk merekrut sel

inflamasi lainnya.32

Gambar 2. Remodeling Saluran Napas Akibat Rokok/Polutan32

7

Page 11: Sari Pustaka PPOK

Fibrosis pada bronkus penderita PPOK diawali dengan perubahan

fibroblas. Fibroblas merupakan tipe sel yang sebagian besar mengatur produksi

ECM dan pengaturan turnover dari ECM dengan menstimulasi pemecahan

protein.36 Fibroblas dipengaruhi oleh molekul-molekul yang berbeda seperti

sitokin dan faktor pertumbuhan. TGF-β merupakan sitokin utama yang

menstimulasi fibroblas untuk memproduksi ECM dengan menggunakan jalur

Smad, sedangkan TNF-α dan IFN-γ merupakan inhibitor fibroblas. Pada keadaan

patologis seperti PPOK, terjadi perubahan turnover ECM. Terjadi proses

patologis berupa proteolisis parenkim paru, disertai dengan deposisi ECM

berlebihan (fibrosis) pada bronkus dan bronkiolus. Fibroblas diketahui

mempunyai berbagai fenotip seperti fibroblas non kontraktil dan miofibroblas

kontraktil (fibroblas aktif). Miofibroblas merupakan sel yang berperan dalam

remodeling saluran napas karena kemampuannya untuk menghasilkan dan

menimbun komponen ECM baru (terutama kolagen), dan mengatur turnover

ECM dengan mensekresikan matriks metalloproteinase (MMP).50 Miofibroblas

diperkirakan merupakan perubahan dari fibroblas dan sel ASM pada keadaan

profibrosis.37 Hipotesa lain mengatakan bahwa miofibroblas berasal dari epitel

yang mengalami transdiferensiasi menjadi fibroblas yang selanjutnya menjadi

miofibroblas. Hal ini terjadi apabila sel epitel terpapar dengan TGF-β1 dengan

upregulasi TNF-α.38

Pada keadaan normal terdapat keseimbangan antara oksidan dan

antioksidan. Asap rokok yang mengandung berbagai radikal bebas seperti O2-,

H2O2, OH-, ONOO-. Pada pasien PPOK dengan risiko faktor genetik, ditemukan

adanya ketidakseimbangan antara oksidan dan antioksidan sehingga radikal bebas

pada asap rokok tidak dapat ternetralisir. Enzim NADPH yang ada dipermukaan

makrofag dan neutrofil akan mentransfer satu elektron ke molekul oksigen

menjadi anion superoksida dengan bantuan enzim superoksid dismutase. Zat

hidrogen peroksida (H2O2) yang toksik akan diubah menjadi OH dengan

menerima elektron dari ion feri menjadi ion fero, ion fero dengan halida akan

diubah menjadi anion hipohalida (HOCl). Hal ini akan menyebabkan stres

oksidatif sehingga terjadi aktivasi p38MAP kinase yang memicu NF-KB,

8

Page 12: Sari Pustaka PPOK

meningkatkan rekruitmen neutrofil karena perangsangan GM-CSF di sum-sum

tulang, merangsang sekresi mukus, memicu proteolisis melalui supresi anti

protease, meningkatkan molekul adhesi, meningkatkan proses remodeling fibrosis

melalui TGF-β, inaktivasi fungsi α1-antritripsin, dan menyebabkan

bronkokonstriksi serta kebocoran plasma melalui mediator isoprostan.11,25

Penelitian Barrerio et al. menunjukkan bahwa adanya mekanisme peroksidasi

lipid, oksidasi protein dan tiol, serta oksidasi DNA pada pasien PPOK.40

Makrofag menghasilkan ROS dan nitric oxide (NO) membentuk peroxynitrite

mengakibatkan resistensi steroid. Protein inflamasi pada PPOK diatur oleh

transcription factor nuclear factor-kB (NFkB) terutama saat eksaserbasi.32

Faktor genetik juga disinyalir menyebabkan produksi terganggunya fungsi

antiprotease sehingga tidak cukup untuk menetralisir efek berbagai protease.

Baru-baru ini, terdapat hipotesis baru mengenai keterlibatan adenovirus,

ketidakseimbangan asetilasi histon dan deasetilasi histon yang menyebabkan

remodelling kromatin sehingga memicu ekspresi gen-gen inflamasi.11 Walaupun

begitu, tetaplah proses inflamasi yang menjadi dasar dari penyakit PPOK

sehingga harus ditatalaksana dengan baik dan komprehensif.

Gambar 3. Efek Rokok pada PPOK32

9

Page 13: Sari Pustaka PPOK

2.1. Patofisiologi PPOK

Emfisema, penyebab morbiditas dan mortalitas utama penderita PPOK, ditandai

dengan hilangnya struktur alveoli karena inflamasi berlebihan dan destruksi

jaringan sehingga mengakibatkan pembesaran parenkim paru yang terlihat dari

berkurangnya daya elastisitas paru.41-43 Keterbatasan arus ekspirasi yang

merupakan tanda khas dari PPOK dan terjadi karena emfisema dan disfungsi

saluran pernapasan (fibrosis, edema mukosa, dan penyumbatan mukus).

Emfisema dapat menyebabkan menurunnya tekanan elastis paru sehingga akan

mengurangi arus tekanan ekspirasi udara yang melalui saluran pernapasan yang

sempit dimana terjadi peningkatan resistensi.44

Banyak definisi PPOK menekankan pada emfisema dan bronkitis kronik.

Hal ini tidak berlaku lagi. Emfisema, atau destruksi permukaan tempat

penggantian gas pada paru (alveoli), merupakan istilah patologis yang sering

(tetapi kurang tepat) digunakan secara klinis dan menggambarkan hanya salah

satu dari beberapa kelainan struktural yang terjadi pada PPOK.1

Gambar 3. Proses patologi pada PPOK dan perubahan yang terjadi41

Pada individu normal, volume relaksasi sistem respirasi merupakan

keseimbangan antara daya antara tekanan elastisitas paru dari dalam dan tekanan

keluar dari dinding dada. Pada PPOK, terjadi peningkatan komplians paru yang

disebabkan emfisema sehingga terjadi peningkatan volume relaksasi daripada

individu normal.44,45 Selain itu, terjadi overekspansi dari dinding toraks yang

memendeknya otot inspirasi sehingga terjaid penurunan kapasitas tekanan otot-

otot inspirasi.46

10

Page 14: Sari Pustaka PPOK

Sesak karena PPOK dapat disebabkan juga karena menyempitnya dan

meningkatnya resistensi saluran pernapasan. Hal ini akan menyebabkan impedansi

dari ventilasi yang meningkat yang akan diimbangi peningkatan usaha bernapas

dengan peningkatan output motorik pada pusat pernapasan.46

Bronkitis kronik, yang ditandai dengan batuk dan produksi sputum selama

3 bulan atau lebih, terjadi pada 50% perokok.47 Bronkitis kronik terjadi karena

hipersekresi mukus (seperti yang dijelaskan sebelumnya) yang disebabkan

hipertrofi/hiperplasia kelenjar mukosa bronkus dan hiperplasia/metaplasia sel

goblet, rusaknya epitel dan metaplasia mukosa, remodeling mikrovaskular

bronkus, hipertrofi/hiperplasia otot polos dan fibrosis ECM.48-50 Sekresi mukus

merupakan faktor risiko potensial menyebabkan turunnya fungsi paru yang

terlihat dengan penurunan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1). Batuk

pada PPOK sendiri terjadi karena adanya agen-agen tusif seperti prostaglandin43

atau substansi lain yang secara tidak langsung mengaktivasi refleks batuk dan

sekresi mukus seperti takikinin.51 Selain itu, pengeluaran sitokin-sitokin akan

memicu inflamasi saluran napas, hipersekresi mukus, dan disfungsi silia yang

akan merangsang refleks batuk. Hal ini didukung dari penelitian Smith et al.

(2006) yang menyatakan bahwa >80% penderita PPOK akan mengalami

penurunan prevalensi batuk setelah 5 tahun berhenti merokok.52

Hipersekresi mukus kronik pada PPOK berat berhubungan dengan

mortalitas dan menggambarkan peningkatan risiko infeksi lanjut. Penelitian

histopatologis PPOK menunjukkan keterlibatan saluran napas perifer (bronkiolus)

dan parenkim paru yaitu obstruksi dan fibrosis pada bronkiolus. Penyempitan

saluran napas kecil yang ireversibel, emfisema dan obstruksi lumen dengan

sekresi mukus dapat menyebabkan hambatan aliran udara pada PPOK. Penebalan

saluran napas kecil dengan peningkatan pembentukan folikel limfoid dan

penimbunan kolagen di bagian luar saluran napas menghambat pembukaan

saluran napas. Lumen saluran napas kecil berkurang karena penebalan mukosa

berisi eksudat sel radang yang meningkat sejalan dengan beratnya penyakit.

Hambatan aliran udara pada PPOK disebabkan oleh beberapa derajat penebalan

dan hipertrofi otot polos pada bronkiolus respiratorius.53

11

Page 15: Sari Pustaka PPOK

BAB III

KESIMPULAN

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik

yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif

non-reversibel atau reversibel parsial. Faktor risiko timbulnya PPOK disebabkan

baik karena faktor genetik, asap rokok, dan gas noksius yang memicu rentetan

proses inflamasi dengan sel-sel inflamasi utama berupa makrofag, neutrofil, dan

sel limfosit CD8+ pada saluran nafas dan alveolus. Reaksi inflamasi melibatkan

aktivasi berbagai sitokin, kemokin, dan protease. Hal ini akan menyebabkan

destruksi alveolar, destruksi elastisitas alveolar, remodelling saluran nafas,

hipetrofi/hiperlasia kelenjar mukus/sel goblet, dan hipersekresi mukus yang

menyebabkan timbulnya berbagai gejala pada PPOK.

12

Page 16: Sari Pustaka PPOK

DAFTAR PUSTAKA

1. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease. Pathogenesis, pathology and pathophysiology. In: Global strategy for diagnosis, management and prevention of chronic obstructive lung disease. NHLBI Publication; Updated 2011.p.27-39.

2. Tim Pokja PPOK. Definisi. Dalam: PPOK pedoman praktis diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: PDPI; 2004.p.1-2.

3. American Thoracic Society dan European Respiratory Society, 2004. Standards for the Diagnosis and Management of Patients with COPD. Available from http://www.copd-ats-ers.org/copddoc.pdf [Accessed 3 December 2012]

4. Lopez AD, Murray CC. The global burden of disease 1990-2020. Nat Med 1998; 4: 1241-3.

5. World Heart Organization, 2011. Chronic obstructive pulmonary disease (COPD): Fact sheet. Available from http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs315/en/ [Accessed 3 December 2012].

6. Depkes RI, 2008. Keputusan Menteri Kesehatan, Pedoman Pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik. Available from http://www.depkes.go.id/downloads/Kepmenkes/pengendalian_ppok.pdf [Accessed 2 December 2012].

7. Agustin, H., dan Yunus, F., 2008. Proses Metabolisme Pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Dalam: Jurnal Respirologi Indonesia. 2008. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 155-161.

8. Agusti AGN, Noguera A, Sauleda J, Sala E, Pons J, Busquets X. Systemic effect of chronic obstructive pulmonary disease. Eur Respir J 2003; 21:347-60.

9. Shapiro S. 2003. The pathophysiology of copd: what goes wrong and why. Adv Stud Med 3(2B):S91-S98.

10. Wedzicha JA, Seemungal TA, MacCallum PK, et al. Acute exacerbations of chronic obstructive pulmonary disease are accompanied by elevations of plasma fibrinogen and serum IL-6 levels [In Process Citation]. Thromb Haemost 2000; 84: 210–215)

11. MacNee W. Pathogenesis of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Proc Am Thorac Soc 2005; 2: 258-266

12. Anderson GP, Bozinovski S. Acquired somatic mutations in the molecular pathogenesis of COPD. Trends Pharmacol Sci 2003; 24: 71–76

13. Chang CL, Marra G, Chauhan DP, et al. Oxidative stress inactivates the human DNA mismatch repair system. Am J Physiol Cell Physiol 2002; 283: C148–C154

14. Wistuba II, Lam S, Behrens C, et al. Molecular damage in the bronchial epithelium of current and former smokers. J Natl Cancer Inst 1997; 89: 1366–1373.

13

Page 17: Sari Pustaka PPOK

15. Vermaelen K, Pauwels R. Pulmonary dendritic cells. Am J Respir Crit Care Med 2005; 172: 530–551.

16. Tetley TD. 2002. Macrophages and the Pathogenesis of COPD. Chest 121:517. Safwat T, Saeed A, Dina AF,2 Weaam AM1. The Phagocytic Activity of

Peripheral Blood Macrophages in COPD Patients. Egypt J Bronchol 2008; 2(2): 243-252

18. Vestbo J, Lange P. GOLD provide information of prognostic value in chronic obstructive pulmonary disease. Am J Respir Crit Care Med 2002; 166:329-32

19. Pesci A, Balbi B, Majori M, et al. Inflammatory cells and mediators in bronchial lavage of patients with chronic obstructive pulmonary disease. Eur Respir J 1998; 12:380-6

20. Lim S, Roche N, Oliver BG, Mattos W, Barnes PJ, Chung KF. Balance of matrix metalloprotease-9 and tissue inhibitor of metalloprotease-1 from alveolar macrophages in cigarette smokers: regulation by interleukin-10. Am J Respir Crit Care Med 2000; 162: 1355–1360.

21. Viegi G, Pistelli F, Sherrill DL et al Definition, epidemiology and natural history of COPD. Series ‘‘Comprehensive Management of End-Stage COPD’’ Edited by N. Ambrosino and R. Goldstein Number 1 in this Series. Eur Respir J 2007;30:993- 1013.

22. Wan ES, Silverman EK. Genetics of COPD and Emphysema. Chest 2009;136:859-866.

23. MacNee. Oxidants/Antioxidants and COPD. Chest 2000;117:303S–317S.24. Bonniaud, P., Kolb, M., Galt, T., et al. Smad3 null mice develop airspace

enlargement and are resistant to TGF-beta-mediated pulmonary fibrosis. J. Immunol. 2004; 173: 2099–2108.

25. Barnes PJ. Mediators of Chronic Obstructive Pulmonary Disease, Pharmacol Rev 2004;56: 515-548.

26. Jeffery PK. Structural and inflammatory changes in COPD: a comparison with asthma. Thorax 1998;53:129–136.

27. Brashier BB, Kodgule R. Risk Factors and Pathophysiology of Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD). JAPI 2012; 60: 17-21.

28. Boer WI, Alaagappan VKT, Sharma HS. Molecular Mechanisms in Chronic Obstructive Pulmonary Disease Potential Targets for Therapy. Cell Biochemistry and Biophysics 2007; 47:131-148

29. van Stipdonk MJ, Hardenberg G, Bijker MS, et al. Dynamic programming of CD8+ T lymphocyte responses. Nat Immunol 2003; 4: 361–365.

30. Majo J, Ghezzo H, Cosio MG. Lymphocyte population and apoptosis in the lungs of smokers and their relation to emphysema. Eur Respir J 2001;17:946–953.

31. Stebbins KJ, Evans JF and Lorrain DS. DP2 Receptor Antagonists: Novel Therapeutic Target for COPD. Mol Cell Pharmacol 2010;2(3):89-96.

32. Lim S, Roche N, Oliver BG, Mattos W, Barnes PJ, Fan CK.Balance of matrix metalloprotease-9 and tissue inhibitor ofmetalloprotease-1 from alveolar macrophages in cigarette smokers. regulation by interleukin-10. Am J Respir Crit CareMed 2000; 162: 1355-60.

14

Page 18: Sari Pustaka PPOK

33. Vermeeren MA, Creutzberg EC, Schols AM, Postma DS, Pieters WR, Roldaan AC, Wouters EF. Prevalence of nutritional depletion in a large out-patient population of patients with COPD. RespirMed 2006; 10:23-5.

34. Roisin R, MacNee W. Pathophysiology of chronic obstructive pulmonary disease. Eur Respir Mono 1998; 3: 107-26.

35. Fooladi AAI, Yazdani S, Nourani MR. Lung and Systemic Inflammation in COPD. Intl Journal COPD 2007:2(4); 452-462

36. Parameswaran K, Willems-Widyastuti A, Alagappan VK, Radford K, Kranenburg AR, Sharma HS. Role of extracellular matrix and its regulators in human airway smooth muscle biology. Cell Biochem Biophys 2009; 44:139–146

37. Westergren-Thorsson G, Larsen K, Nihlberg K, Andersson- Sjoland A, Hallgren O, Marko-Varga G, et al. Pathological airway remodelling in inflammation. Clin Respir J 2010; 4(Suppl 1):1–8.

38. Salasar LM, Herrera AM. 2011. Fibrotic Response of Tissue Remodelling in COPD. Lung 189: 101-109.

39. Iwano M, Plieth D, Danoff TM, Xue C, Okada H, Neilson EG. Evidence that fibroblasts derive from epithelium during tissue fibrosis. J Clin Invest 2002; 110:341–350.

40. Barreiro E, Peinado VI, Galdiz JB, Ferrer E, Marin-Corral J, Sa´nchez F, et al. Cigarette Smoke–induced Oxidative Stress A Role in Chronic Obstructive Pulmonary Disease Skeletal Muscle Dysfunction. Am J Respir Crit Care Med 2010; 182(4): 477-488.

41. Falk JA, Martin UJ, Scharf S, Criner GJ. Lung elastic recoil does not correlate with pulmonary hemodynamics in severe emphysema. Chest 2007; 132:1476–1484

42. Murarescu ED, Eloae-Zugun F, Mihailovici MS. Experimental COPD induced by solid combustible burn smoke in rats: a study of the emphysematous changes of the pulmonary parenchyma. Rom J Morphol Embryol 2008; 49:495–505

43. Inoue K, Koike E, Yanagisawa R, Takano H. Extensive analysis of elastase-induced pulmonary emphysema in rats: ALP in the lung, a new biomarker for for disease progression? J Clin Biochem Nutr 2010; 46:168–176

44. O’Donnel DE, Banzett RB, Carrieri-Kohlman V, Casaburi R, Davenport PW, Gandevia S, et al. Pathophysiology of Dsypnea in Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Proc Am Thorac Soc 2007; 4(2):145-168.)

45. O’Donnel DE, Banzett RB, Carrieri-Kohlman V, Casaburi R, Davenport PW, Gandevia S, et al. Pathophysiology of Dsypnea in Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Proc Am Thorac Soc 2007; 4(2):145-168.

46. American Thoracic Society. Dyspnea: Mechanisms, Assessment, and Management: A Consensus Statement. Am J Respir Crit Care Med 1999; 159: 321-340.

47. Smith J, Woodcock A. Cough and Its Importance in COPD. Int J Chron Obstruct Pulmon Dis 2006; 1(3): 305-314.

48. Saetta M, Turato G, Baraldo S, Zanin A, Braccioni F, Mapp CE, et al. Goblet cell hyperplasia and epithelial inflammation in peripheral airways of smokers

15

Page 19: Sari Pustaka PPOK

with both symptoms of chronic bronchitis and chronic airflow limitation. Am J Respir Crit Care Med 2000; 161: 1016–1021.

49. Atzori L, Lucattelli M, Scotton CJ, Laurent GJ, Bartalesi B, De Cunto G, et al. Absence of proteinase-activated receptor-1 signaling in mice confers protection from fMLP-induced goblet cell metaplasia. Am J Respir Cell Mol Biol 2009; 41:680–687

50. Zanini A, Chetta A, Saetta M, Baraldo S, Castagnetti C, Nicolini G, et al. Bronchial vascular remodelling in patients with COPD and its relationship with inhaled steroid treatment. Thorax 2009; 64:1019–1024.

51. Joos GF, De Swert KO, Schelfhout V, Pauwels RA. The Role of Neural Inflammation in Asthma and Chronic Pulmonary Disease. Ann N Y Acad Sci 2003; 992: 218-230.

52. Dekkers BG, Maarsingh H, Meurs H, Gosens R. Airwaystructural components drive airway smooth muscle remodeling in asthma. Proc Am Thorac Soc 2009; 6:683–692.

53. Lamb D, McLean A, Gillooly M, Warren PM, Gould GA, MacNee W. Relation between distal airspace size, bronchiolar attachments, and lung function. Thorax 1993; 48:1012-7.

16