Sejarah AAUPB

8
A. Sejarah AAUPB Sejak dianutnya konsepsi welfare state, yang menempatkan pemerintah sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap kesejahteraan umum warga negara dan untuk mewujudkan kesejahteraan ini pemerintah diberi wewenang untuk campur tangan dalam segala lapangan kehidupan masyarakat, yang campur tangan ini tidak saja berdasarkan pada peraturan perundang-undangan, tetapi dalam keadaan tertentu dapat bertindak tanpa bersandar pada peraturan perundang- undangan dan berdasarkan pada inisiatif sendiri melaluiFreies Ermessen, ternyata menimbulkan kekhawatiran di kalangan warga negara karena dengan Freies Ermessen muncul peluang terjadinya benturan kepentingan antara pemerintah dengan rakyat, baik dalam bentuk onrechtmatig overheidsdaad, detournement de pouvoir, maupun dalam bentuk willekeur, yang merupakan bentuk-bentuk penyimpangan tindakan pemerintahan yang mengakibatkan terampasnya hak-hak asasi warga negara. Guna menghindari atau meminimalisasi terjadinya benturan tersebut, pada tahun 1946 Pemerintah Belanda membentuk komisi yang dipimpin oleh de Monchy yang bertugas memikirkan dan meneliti beberapa alternatif tentangVerhoogde Rechtsbescherming atau peningkatan perlindungan hukum bagi rakyat dari tindakan administrasi negara yang menyimpang. Pada tahun 1950 komisi de Monchy kemudian melaporkan hasil penelitiannya tentang verhoogde rechtbescherming dalam bentuk “algemene beginselen van behoorlijk bestuur“ atau asas-asas

description

aaub

Transcript of Sejarah AAUPB

Page 1: Sejarah AAUPB

A. Sejarah AAUPB

Sejak dianutnya konsepsi welfare state, yang menempatkan pemerintah

sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap kesejahteraan umum warga negara

dan untuk mewujudkan kesejahteraan ini pemerintah diberi wewenang untuk campur

tangan dalam segala lapangan kehidupan masyarakat, yang campur tangan ini tidak

saja berdasarkan pada peraturan perundang-undangan, tetapi dalam keadaan tertentu

dapat bertindak tanpa bersandar pada peraturan perundang-undangan dan berdasarkan

pada inisiatif sendiri melaluiFreies Ermessen, ternyata menimbulkan kekhawatiran di

kalangan warga negara karena dengan Freies Ermessen muncul peluang terjadinya

benturan kepentingan antara pemerintah dengan rakyat, baik dalam

bentuk onrechtmatig overheidsdaad, detournement de pouvoir, maupun dalam

bentuk willekeur, yang merupakan bentuk-bentuk penyimpangan tindakan

pemerintahan yang mengakibatkan terampasnya hak-hak asasi warga negara.

Guna menghindari atau meminimalisasi terjadinya benturan tersebut, pada

tahun 1946 Pemerintah Belanda membentuk komisi yang dipimpin oleh de Monchy

yang bertugas memikirkan dan meneliti beberapa alternatif tentangVerhoogde

Rechtsbescherming atau peningkatan perlindungan hukum bagi rakyat dari tindakan

administrasi negara yang menyimpang.

Pada tahun 1950 komisi de Monchy kemudian melaporkan hasil penelitiannya

tentang verhoogde rechtbescherming dalam bentuk “algemene beginselen van

behoorlijk bestuur“ atau asas-asas umum pemerintahan yang baik. Hasil penelitian

komisi ini tidak seluruhnya disetujui pemerintah atau ada beberapa hal yang

menyebabkan perbedaan pendapat antara komisi de Monchy dengan pemerintah, yang

menyebabkan komisi ini dibubarkan pemerintah. Kemudian, muncul komisi van de

greenten, yang juga bentukan pemerintah dengan tugas yang sama dengan de

Monchy. Namun, komisi kedua ini juga mengalami nasib yang sama, yaitu karena ada

beberapa pendapat yang diperoleh dari hasil penelitiannya tidak disetujui oleh

pemerintah, dan komisi ini pun dibubarkan tanpa membuahkan hasil.

Agaknya pemerintah Belanda pada waktu itu tidak sepenuh hati dalam upaya

mewujudkan peningkatan perlindungan hukum bagi rakyat dari tindakan administrasi

Negara. Terbukti dengan dibubarkannya dua panitia tersebut, ditambah pula dengan

munculnya keberatan dan  kekhawatiran di kalangan pejabat dan para pegawai

pemerintahan   di Nederland terhadap AAUPB karena dikhawatirkan asas-asas ini

Page 2: Sejarah AAUPB

akan digunakan sebagai ukuran atau dasar pengujian dalam menilai kebijakan-

kebijakan pemerintah.

Seiring dengan perjalanan waktu, keberatan dan kekhawatiran para pejabat

dan pegawai pemerintahan tersebut akhirnya hilang, bahkan sekarang telah diterima

dan dimuat dalam berbagai peraturan perundang-undangan di Belanda.

B. Pengertian AAUPB

Pemahaman mengenai AAUPB ini tidak hanya dapat dilihat dari segi

kebahasaan saja tetapi juga dari sejarahnya hal ini disebabkan kerena azas ini timbul

dari sejarah juga. Dengan bersandar pada kedua konteks ini, AAUPB dapat dipahami

sebagai asas-asas umum yang dijadikan dasar dan tatacara dalam penyelenggaraan

pemerintahan yang layak, yang dengan cara demikian penyelenggaraan pemerintahan

menjadi baik, sopan , adil, dan terhormat, bebas dari kesaliman, pelanggaran

peraturan tindakan penyalahgunaan wewenang dan tindakan sewenang-wenang.

(Ridwan HR, Hukum administrasi Negara, hal 247)

Selain itu Jazim Hamidi juga memberikan definisi AAUPB dari hasil

penelitiannya yaitu:

a) AAUPL merupakan nilai-nilai etik yang hidup dan berkembang dalam

lingkungan hukum administrasi Negara

b) AAUPL berfungsi sebagai pegangan bagi paras pejabat administrasi Negara

dalam menjalankan fungsinya, merupakan alat uji bagi hakim administrasi

dalam menilai tindakan administrasi Negara (yang berwujud

penetapan/beschikking) dan sebagai dasar pengajuan gugatan bagi pihak

penggugat.

c) Sebagian besar dari AAUPB masih merupakan asas-asas yang tidak tertulis,

masih abstrak, dan dapat digali dalam praktik kehidupan di masyarakat

d) Sebagian asas yang lain sudah menjadi kaidah hukum tertulis dan terpencar

dalam berbagai peraturan hukum positif.

C. Karakter Hukum dan Fungsi AAUPB

Pada awal kemunculannya AAUPB hanya dimaksudkan sebagai sarana

perlindungan hukum dan bahkan dijadikan sebagai instrumen untuk peningkatan

perlindungan hukum bagi warga Negara dari tindakan Pemerintah. AAUPB

selanjutnya dijadikan sebagai dasar penilaian dalam peradilan dan upaya administrasi,

Page 3: Sejarah AAUPB

di samping sebagai norma hukum tidak tertulis bagi tindakan pemerintahan. Dalam

perkembangannya AAUPB memiliki arti penting dan fungsi sebagai berikut:

a) Bagi administrasi negara, bermanfaat sebagai pedoman dalam melakukan

penafsiran dan penerapan terhadap ketentuan-ketentuan perundang-undangan

yang bersifat sumir, samar, dan tidak jelas. Kecuali itu sekaligus membatasi

dan menghindari kemungkinan administrasi Negara mempergunakan atau

melakukan kebijakan yang jauh menyimpang dari ketentuan perundang-

undangan.

b) Bagi warga masyarakat, sebagai pencari keadilan, AAUPB dapat

dipergunakan sebagai dasar gugatan sebagaimana disebutkan dalam pasal 53

Undang-Undang No. 5 Tahun 1986.

c) Bagi hakim TUN dapat dipergunakan sebagai alat menguji dan membatalkan

keputusan yang dikeluarkan badan atau pejabat TUN.

d) Kecuali itu AAUPB tersebut dapat juga berguna bagi badan legislatif dalam

merancang suatu Undang-Undang.

D. Beberapa AAUPB dalam Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia

Pada mulanya keberadaan AAUPB di Indonesia diakui secara yuridis formal

sehingga belum memiliki ketentuan hukum formal. Ketika pembahasan RUU No. 5

Tahun 1986 di DPR, fraksi ABRI mengusulkan agar asas-asas itu dimasukkan sebagai

salah satu gugatan terhadap keputusan badan atau pejabat TUN. Namun putusan ini

ditolak oleh pemerintah dengan alasan yang dikemukakan oleh Ismail selaku Menteri

Kehakiman saat itu.

Selain itu tidak dicantumkannya AAUPB dalam UU PTUN bukan berarti

eksistensinya tidak diakui sama sekali, karena seperti yang terjadi di Belanda AAUPB

ini diterapkan dalam praktik peradilan terutama dalam PTUN. Prof. Kuntjoro

Purbopranoto dalam bukunya yang berjudul “Beberapa Catatan Hukum Tata

Pemerintahan dan Peradilan Administrasi Negara”, menyebutkan 13 asas, yaitu:

a.       Asas kepastian hukum

b.      Asas keseimbangan

c.       Asas kesamaan

d.      Asas bertindak cermat

e.       Asas motivasi untuk setiap putusan badan pemerintah

f.       Asas jangan mencampur adukkan wewenang

g.       Asas permainan yang layak

Page 4: Sejarah AAUPB

h.      Asas keadilan atau kewajaran

i.        Asas menanggapi penghargaan yang wajar

j.        Asas meniadakan akibat-akibat suatu keputusan yang batal

k.      Asas perlindungan atas pandangan hidup

l.        Asas kebijaksanaan

m.    Asas penyelenggaraan kepentingan umum

Sebenarnya AAUPB ini dapat digunakan dalam praktik peradilan di Indonesia

karena memiliki sandaran dalam pasal 14 ayat 1 UU No. 14 Tahun 1970 tentang

Kekuasaan Pokok Kehakiman yang pada intinya menyebutkan bahwa hakim tidak

boleh menolak suatu perkara dengan alasan bahwa hukum tidak atau kurang

jelas. Selain itu pada pasal 27 ayat 1 UU No. 14 Tahun 1970 dan memahami nilai-

nilai hukum yang hidup di dalam masyarakat. Dengan adanya ketentuan ditegaskan

bahwa hakim dapat menggali, mengikuti, pasal-pasal di atas, maka AAUPB

mempunyai peluang digunakan dalam proses peradilan administrasi di Indonesia.

Pada akhirnya AAUPB dimuat dalam  UU No 28 Tahun 1999 tentang

Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan bebas dari KKN. Dalam pasal 23 UU No.

28 Tahun 1999 ini disebutkan beberapa asas umum penyelenggaraan negara, yaitu

sebagai berikut:

a) Asas kepastian hukum, yaitu asas dalam negara hukum yang mengutamakan

landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan dan keadilan dalam setiap

kebijakan dalam penyelenggaraan negara.

b) Asas tertib penyelenggaraan negara, yaitu asas yang menjadi landasan

keteraturan, keserasian dan keseimbangan dalam pengendalian

penyelenggaraan negara

c) Asas kepentingan umum, yakniasas yang mengutamakan kesejahteraan

umumdengan cara yang aspiratif, akomodatif dan selektif.

d) Asas keterbukaan, yakni asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat

untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang

penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindunganatas hak

asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara.

e) Asas profesionalitas, yakni asas yang mengutamakan keahlian yang

berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

Page 5: Sejarah AAUPB

f) Asas akuntabilitas, yakni asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan

hasil akhir dari setiap kegiatan penyelenggaraan negara harus dapat

dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang

kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

Setelah adanya UU No. 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UU No. 5 Tahun

1986 tentang PTUN. Berdasarkan pasal 53 ayat 2 poin a disebutkan “Keputusan Tata

Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan

yang baik”, dan dalam penjelasannya disebutkan “Yang disebut dengan AAUPB

adalah meliputi atas kepastian hukum, tertib penyelenggaraan negara, keterbukaan,

proporsionalitas, profesionalitas, dan akuntabilitas” sebagaimana dimaksud dalam UU

No. 28 Tahun 1999. Di samping itu dalam UU No.32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah, AAUPB tersebut dijadikan asas dalam penyelenggaraan

pemerintahan daerah, sebagaimana yang tercantum dalam pasal 20 ayat 1, yang

berbunyi:

“Penyelenggaraan pemerintahan berpedoman pada Asas Umum Penyelenggaraan

Negara yang terdiri atas: asas kepastian hukum, asas tertib penyelenggaraan negara,

asas kepentingan umum, asas keterbukaan, asas proporsionalitas, asas profesionalitas,

asas akuntabilitas, asas efisiensi, dan asas efektifitas ”