Sepsis

25
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sepsis neonatorum Sepsis neonatorum adalah adanya tanda atau gejala respon inflamasi sistemik akibat infeksi. Sindrom klinis yang timbul akibat invasi mikroorganisme ke dalam aliran darah yang timbul pada 1 bulan pertama kehidupan 3 dan bersifat sistemik. 6 Sepsis terdiri dari sepsis neonatorum awitan dini (SNAD) yang terjadi pada usia ≤ 72 jam. Sepsis neonatorum awitan lambat (SNAL) terjadi pada usia > 72 jam 3 .Ada yang menyatakan 48 jam pertama kehidupan, karena pada beberapa kasus terinfeksi mikroorganisme di rumah sakit terjadi dalam waktu 2-7 hari. Beberapa peneliti menyatakan infeksi dini neonatal terjadi bila infeksi timbul sebelum hari ketujuh, hal ini disebabkan waktu antara koloni dan invasi berbeda-beda. SNAD biasanya disebabkan oleh mikroorganisme yang berasal dari ibu, baik dalam masa kehamilan maupun selama proses persalinan.Sedangkan SNAL dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang didapatkan selama proses persalinan tetapi manifestasinya lambat (setelah 3 hari) atau biasanya terjadi pada bayi-bayi yang dirawat di rumah sakit (infeksi nosokomial). Perjalanan penyakit SNAD 2

Transcript of Sepsis

Page 1: Sepsis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sepsis neonatorum

Sepsis neonatorum adalah adanya tanda atau gejala respon inflamasi sistemik akibat

infeksi. Sindrom klinis yang timbul akibat invasi mikroorganisme ke dalam aliran

darah yang timbul pada 1 bulan pertama kehidupan 3 dan bersifat sistemik. 6 Sepsis

terdiri dari sepsis neonatorum awitan dini (SNAD) yang terjadi pada usia ≤ 72 jam.

Sepsis neonatorum awitan lambat (SNAL) terjadi pada usia > 72 jam 3 .Ada yang

menyatakan 48 jam pertama kehidupan, karena pada beberapa kasus terinfeksi

mikroorganisme di rumah sakit terjadi dalam waktu 2-7 hari. Beberapa peneliti

menyatakan infeksi dini neonatal terjadi bila infeksi timbul sebelum hari ketujuh, hal

ini disebabkan waktu antara koloni dan invasi berbeda-beda.

SNAD biasanya disebabkan oleh mikroorganisme yang berasal dari ibu, baik

dalam masa kehamilan maupun selama proses persalinan.Sedangkan SNAL dapat

disebabkan oleh mikroorganisme yang didapatkan selama proses persalinan tetapi

manifestasinya lambat (setelah 3 hari) atau biasanya terjadi pada bayi-bayi yang

dirawat di rumah sakit (infeksi nosokomial). Perjalanan penyakit SNAD biasanya

lebih berat, dan cenderung menjadi fulminan yang dapat berakhir dengan kematian. 3

2.2 Angka Kejadian 3

Angka kejadian di Asia Tenggara berkisar 2,4-16 per 1000 kelahiran hidup, di

Amerika Serikat 1-8 per 1000 kelahiran hidup, sedangkan di divisi perinatologi Ilmu

Kesehatan Anak FKUI/RSCM (tahun 2003) sebesar 56,1 per 1000 kelahiran hidup.

2.3 Mortalitas/Morbiditas

Angka kematian rata-rata adalah 50% untuk neonatus yang tidak diterapi. Meningitis

yang merupakan akibat serius sepsis neonatorum terjadi 2-4 kasus diantara 10.000

kelahiran hidup dan memberikan angka kematian yang sangat signifikan yaitu 4%

dari seluruh angka kematian bayi

2.4 Jenis kelamin

2

Page 2: Sepsis

Insiden sepsis dan meningitis, khususnya untuk kuman gram negatif lebih banyak

terjadi pada laki-laki dibandingkan wanita.

2.5 Umur

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa bayi prematur memiliki insiden sepsis yang

lebih tinggi. Insiden sepsis juga meningkat secara signifikan pada bayi dengan berat

badan yang sangat rendah (< 1000 gram ) yaitu 26 per 1000 kelahiran hidup,

dibandingkan dengan bayi dengan berat badan lahir 1000-2000 gram, yaitu 8-9 per

1000 kelahiran hidup. Resiko terjadinya meningitis juga lebih tinggi pada bayi

dengan berat badan lahir rendah dibandingkan dengan bayi aterm.

2.6 Etiologi

Pola kuman penyebab sepsis berbeda menurut waktu, tempat, pemakaian antibiotika

maupun cara penanganan persalinan. Bakteri penyebab SNAD umumnya berasal dari

traktus genitalia maternal. Berbagai jenis bakteri dapat ditemukan di dalam traktus

genitalia maternal, namun hanya beberapa yang sering menyebabkan infeksi pada

neonatus, sedangkan pada ibu tidak menyebabkan penyakit. Kuman yang tersering

pada SNAD adalah Group B Streptokokus, Escherichia coli, Listeria, klebsiela,

Enterobacter, H influenza. Bakteri penyebab SNAL umunya bakteri yang berasal dari

rumah sakit (nosokomial) seperti Staphylococcus coagulase-negatif, Enterococcus

dan Staphylococcus aureus. Namun demikian kuman penyebab sepsis dini dapat juga

sebagai penyebab SNAL.

Terdapat beberapa cara masuk bakteri ke tubuh fetus, yaitu : 6

1. Hematogen

Bakteri dari spatium intervillous menembus plasenta, masuk ke dalam sirkulasi

fetus.

2. Ascending placentofetal

Bakteri dalam vagina dapat menyebabkan ascending deciduitis dan mikroabses.

Kuman kemudian menyebar ke sirkulasi fetus maupun ibu.

3. Ascenden (Amniotic infection syndrome)

3

Page 3: Sepsis

Kuman yang terdapat dalam vagina sebagai flora normal dapat menyebar ke atas,

masuk ke uterus sebelum terjadi persalinan atau bayi terkena infeksi pada waktu

bayi melalui jalan lahir.

4. Sumber infeksi lain

Manipulasi fetus, perdarahan pada ibu, forsep.

2.7 Faktor Predisposisi

Dapat berasal dari fetus, dari ibu, proses kelahiran, maupun keadaan bayi.

1.Fetus

Terjadi akibat respon seluler dan humoral pada neonatus kurang efisien.

a Respon seluler: setelah 24 jam kelahiran terbatas karena kurangnya (jumlahnya) dan

tidak efisiennya leukosit (gangguan khemotaksis, fagositosis dan opsonisasi)

b Respon humoral: IgG didapat dari ibu secara transplasental. Konsentrasi dalam serum

bayi bervariasi tergantung dari masa gestasi. IgA dan IgM tidak ditransfer melalui

plasenta, baru dibentuk beberapa bulan setelah lahir sehingga jumlahnya dalam serum

bayi sangat sedikit. Immunoglobulin ini bertanggung jawab terhadap infeksi kuman gram

negatif.

2.Ibu

Dipengaruhi oleh ras, status sosial ekonomi, pelayanan kesehatan antenatal yang tidak

adekuat, gizi dan kesehatan ibu yang tidak baik, kesehatan dan flora vagina. Air ketuban

keruh dan berbau dan penyakit pada ibu juga memegang peranan penting.

3. Proses kelahiran

Dipengaruhi oleh partus kasep, ketuban pecah dini, partus patologik, dan tindakan

resusitasi pada bayi. Persalinan yang tidak higienis.

4. Keadaan bayi

Dipengaruhi oleh adanya luka pada kulit atau mukosa, cacat bawaan, bayi berat lahir

rendah, bayi kurang bulan, asfiksia neonatorum, trauma lahir, tanpa rawat gabung, sarana

perawatan yang tidak baik, kesadaran dan sikap petugas yang tidak baik, bangsal penuh

sesak, dan tindakan invasif pada neonatus.28

4

Page 4: Sepsis

2.8 Faktor kerentanan neonatus terhadap infeksi

Disamping faktor-faktor predisposisi di atas terdapat beberapa faktor yang menyebabkan

neonatus lebih rentan terhadap infeksi, yaitu: kemampuan kemotaksis lekosit yang belum

sempurna, kemampuan fagositosis dan digesti leukosit belum sempurna, kemampuan

serum dan aktifitas opsonisasi yang rendah, rendahnya kemampuan detoksifikasi

endotoksin, konsentrasi IgA dan IgM rendah, kadar Si-IgA rendah, imunitas seluler yang

masih belum sempurna, refleks muntah dan menghisap yang belum sempuma, luka

umbilikus yang belum sembuh sempurna, serta kulit tipis dan mudah lecet.2, 29.

Hubungan Sepsis dengan BBL

Berat badan rendah pada bayi nerupakan salah satu risiko tinggi tterjadinya sepsis, dan

harus dilakukan perawatan intensif.Beberapa di antaranya berkembang menjadi sindrom

distress pernapasan, hipoglikemia pendarahan paru .Kemungkinan terjadinya infeksi

fetus , abnormalitas kromosom dan malformasi kongenital lebih besar pada beberapa

bayi karena ternyata ada retardasi pertumbuhan .

.Hubungan Sepsis dengan Umur Gestasi

Bayi dengan umur gestasi di bawah 37 minggu mempunyai kecenderungan untuk

terjadinya sepsis.Sudah diketahui faktanya bahwa prematuritas adalah salah satu

penyebab utama dari timbulnya kesakitan dan kematian di antara bayi baru lahir dan

alasannya karena memang kerentanan terhadap infeksinya lebih besar . Beberapa faktor

yang berperan dalam rendahnya daya kekebalan disini adalah kurang efektifnya aktivitas

bakteriostatis dan bakterisidal darah, kurang efisiennya fungsi fagositosis dari sel darah

putih dan depriviasinya antibodi maternal yang normalnya melintasi plasenta pada

trimester akhir dan ketidakmampuan menghasilkan antibodi dalam responnya terhadap

pengenalan antigen.

.

2.9 Faktor Risiko 3,4

5

Page 5: Sepsis

Faktor Risiko Mayor

Ketuban pecah > 24 jam.

Ibu demam saat intrapartum, suhu > 38° C (> 104,4° F).

Korioamnionitis.

Denyut jantung janin menetap > 160 x/menit.

Ketuban berbau.

Faktor Risiko Minor

Ketuban pecah > 12 jam.

Ibu demam saat intrapartum, suhu > 37,5° C (> 99,5° F).

Nilai Apgar rendah (menit ke-1 < 5, menit ke-5 < 7).

BBLSR (< 1500 gram).

Usia gestasi < 37 minggu.

Kehamilan ganda.

Keputihan, ISK/tersangka ISK yang tidak diobati.

2.10 Patogenesis 3

Pada dasarnya fetus yang masih terbungkus oleh lapisan amnion cukup terlindung

dari flora bakteri ibu. Cairan amnion mempunyai fungsi menghambat pertumbuhan

E.coli dan bakteri lainnya karena mengandung lisozim, transferin, atau imunoglobulin

(IgA dan IgG) yang diduga berfungsi sebagai bakteriostatik. Maka bila terjadi

kerusakan lapisan amnion (baik disengaja maupun tidak, misalnya pada prosedur

amniosintesis), fetus akan mudah mendapat infeksi melalui amnonitis. Kesempatan

pertama bayi kontak dengan bakteri kolonisasi adalah pada saat ketuban pecah

dilanjutkan saat bayi melalui jalan lahir. Jika oleh karena sesuatu hal bayi terlalu lama

kontak dengan kolonisasi mikroflora pada jalan lahir, maka bakteri dari vagina akan

menjalar ke atas sehingga kesempatan terjadinya infeksi pada janin semakin besar.

Infeksi di daerah vagina merupakan risiko yang penting. Demikian pula bila ibu

mengalami infeksi segera setelah melahirkan dengan suhu > 37,8° C, maka sekitar

9,2-38,2 % di antara bayi yang dilahirkan akan menderita sepsis neonatorum.

6

Page 6: Sepsis

Perubahan fisiologi yang terjadi pada sepsis merupakan akibat rangsangan

mikroba dalam sirkulasi atau oleh sebab produk toksik bakteri patogen yang dikeluarkan

dari tempat infeksi. Sistem imun baik humoral maupun seluler akan berusaha

mempertahankan keseimbangan fisiologi pejamu. Sistem retikuloendotelial dan fagosit

akan mengeliminasi mikroba melalui proses opsonisasi oleh komplemen dan antibodi.

Disamping itu beberapa jenis enzim, faktor serum yang berfungsi sebagai detoksifikasi,

hidrolisa, dan neutralisasi akan turut menghancurkan mikroba penyebab. Jadi hormon,

sitokin, dan enzim merupakan kompleks komponen parakrin dan otokrin yang sangat

penting dalam pengaturan fisiologis tubuh. Tetapi proses keseimbangan ini akan

terganggu bila didapat faktor-faktor risiko seperti status imunologi, prematuritas, trauma,

dan lainnya.25

Produk toksik bakteri patogen yaitu endotoksin merupakan struktur yang terdiri

dari lipoposakarida (LPS) yang banyak dijumpai di dalam serum atau tempat lain yang

terkena infeksi seperti cairan serebrospinalis, baik pada sepsis maupun meningitis. 5

Sebagai respon terhadap LPS terjadi aktivasi sel imun non spesifik (innate immunity)

yang didominasi oleh sel fagosit mononuklear. Pada sirkulasi, LPS terikat pada protein

pengikat lipopolisakarida. Kompleks ini dapat mengikat reseptor CD 14 makrofag dan

monosit yang bersirkulasi. Eksotoksin dari bakteri Gram positif maupun produk aktivasi

sistem kornplemen seperti C5 juga dapat merangsang proses yang sama seperti di atas.

Molekul CD 14 harus berikatan lagi dengan molekul TLR. Kini telah diketahui bahwa

molekul TLR2 berperan dalam pengenalan bakteri Gram positif dan TLR4 untuk

pengenalan endotoksin bakteri Gram negatif.31 Kemudian reseptor TLR menerjemahkan

sinyal ke dalam sel dan terjadi aktivasi regulasi protein (Nuclear Factor Kappa B/

NFkB). NFkB mengontrol ekspresi sitokin inflamasi dari masing-masing gen. Kadar

NFkB yang tinggi pada pasien sepsis dikaitkan dengan keluaran buruk. Setelah

pengenalan tersebut akan terjadi aktivasi produksi sitokin (Gambar 4).32,33

Sitokin proinflamasi akan mengaktivasi jalur klasik dan alternatif sistem

komplemen. Sistem komplemen merupakan komponen utama innate immunity. Meskipun

demikian bila terjadi overaktivasi akan menyebabkan kerusakan endotel. C5a dan produk

komplemen lain akan menimbulkan kemotaksis neutrofil, fagositosis dengan pelepasan

enzim lisosom, sintesis leukotrien, peningkatan agregasi dan adhesi trombosit dan

7

Page 7: Sepsis

neutrofil, degranulasi dan produksi oksigen radikal toksik. Aktivasi sistem komplemen

lewat anafilatoksin menyebabkan pelepasan histamine dari sel mast dan peningkatan

permeabilitas kapiler sehingga terjadi perembesan cairan ke ruang interstitial.34,35

Mediator inflamasi primer mengaktivasi neutrofil untuk melekat pada sel endotel,

aktivasi trombosit, metabolisme asam arakidonat, dan mengaktivasi sel T untuk

memproduksi IFN-, IL-2, IL-4, dan granulocyte macrophage colony stimulating factor

(GMCSF). Agen lain sebagai bagian dari kaskade sepsis adalah molekul adhesi, kinin,

trombin, myocardial depressant substance, beta endorphin, dan heat shock protein.

Molekul adhesi dan trombin dapat menyebabkan kerusakan endotel, sedangkan IL-4, IL-

8, dan heat shock protein dapat melindungi terhadap kerusakan. 32,35.

Sel endotel yang cedera dapat menyebabkan granulosit dan konstituen plasma

memasuki jaringan inflamasi sehingga menyebabkan kerusakan organ. Inflamasi endotel

menyebabkan vasodilatasi melalui kerja nitric oxide pada otot polos pembuluh darah.34,35

Gambar 4. Kaskade respon inflamasi sistemik32

8

Page 8: Sepsis

Respon inflamasi sebetulnya bertujuan meningkatkan respon imun untuk

mengeliminasi mikroorganisme atau produk mikroorganisme tersebut. Bila eliminasi

tersebut tidak berhasil, maka inflamasi dapat meluas dan berlebihan sehingga terjadi

kerusakan jaringan, gangguan mekanisme koagulasi, renjatan, dan lain-lain. Sebagai

respon terhadap mediator proinflamasi akan diproduksi sitokin anti inflamasi. Dalam

keadaan normal terdapat keseimbangan antara proinflamasi dan anti inflamasi. Sitokin

anti inflamasi IL-4, IL-10, dan IL-13 akan menghambat produksi sitokin proinflamasi

dari leukosit. IL-4 dan IL-10 dapat menghentikan produksi monosit/makrofag yaitu TNF-

a, IL-1, IL-6 dan IL-8.34

2.11 Gambaran Klinis

Pada 85 % kasus, gejala sepsis akan muncul dalam 24 jam pertama kehidupan.

Namun pada hampir semua kasus, gejala akan muncul dalam 48 jam pertama

kehidupan. 4

A. Respiratory distress (90%) 5,6

1. Takipnea

2. Apnea

3. Hipoksia

4. Grunting

5. Respirasi ireguler

6. Retraksi

B. Temperature instability sustained over 1 hour (30%) 5

1. Newborn Temperature < 97° F (36° C)

2. Newborn Temperature > 99.6° F (37° C)

C. Gejala gastrointestinal 5,6

1. Muntah

2. Diare

3. Distensi abdomen

4. Ileus

5. Tidak mau minum

6. Hepatosplenomegali

9

Page 9: Sepsis

D. Neurologis 5

1. Penurunan aktifitas, letargi

2. Iritabel

3. Tremor, kejang

4. Hiporefleksia, hipotoni

5. Tangis melengking

6. Fontanela mencembung

E. Sirkulasi 5,6

1. Hipotensi

2. Pucat, sianosis

3. Takikardia

F. Metabolik 1

1. Hipoglikemia

2. Hiperglikemia

3. Asidosis metabolik

4. Ikterus, muncul sebagai respon terhadap menurunnya

glukoronidasi hepar yang disebabkan oleh disfungsi hepar dan

meningkatnya penghancuran eritrosit.

2.12 Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk memperkuat dugaan terhadap

kemungkinan adanya sepsis. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah : 6

1. Cairan lambung

Cairan lambung dikeluarkan dengan sonde sebelum bayi diberi minum (kira-kira

1-1 ½ jam setelah lahir), kemudian dilakukan pengecatan dengan Gram. Bila

didapatkan lebih dari 4-5 leukosit (PMN)/LPB, berarti bayi tersebut terkena

infeksi.

2. Bahan dari saluran telinga luar

Cara pemeriksaan dan interpretasinya sama dengan cairan lambung.

3. Hapusan darah tepi

Jumlah per milimeter kubik yang dicurigai infeksi :

10

Page 10: Sepsis

3.1 Umur bayi < 4 hari

Sel darah putih : < 9000

Sel PMN : < 4500

Jumlah batang absolut : > 1400

Trombosit : < 100.000

3.2 Umur bayi > 4 hari

Sel darah putih : > 20.000 atau < 5000

Sel PMN : > 4500 atau < 1400

Trombosit : < 100.000

4. Urine

Dikumpulkan secara pungsi buli-buli. Dicurigai adanya infeksi bila :

4.1 didapatkan > 2 leukosit pada LPK

4.2 didapatkan > 1 bakteri pada pemeriksaan dengan oli emersi.

5. Cairan serebrospinalis

Diduga adanya meningitis bila terdapat :

5.1 Sel darah putih > 10/mm3 (pada kasus yang berat dapat > 500/mm3).

5.2 Kadar glukosa < 20 mg% atau < ½ kadar glukosa darah.

5.3 Adanya kuman dengan pengecatan Gram.

6. Foto thorax

Dikerjakan untuk melihat kemungkinan adanya pneumoni.

7. Kultur darah, cairan serebrospinal, urine, dan feses

Sedangkan pemeriksaan penunjang yang dianjurkan adalah : 3

Septic Marker

1. Hitung leukosit (N 5000 – 30.000/μL).

2. Hitung trombosit (N > 150.000/μL).

3. IT ratio (rasio netrofil imatur dengan neutrofil total, N < 0,2).

Usia 1 hari 3 hari 7 hari 14 hari 1 bulan

IT ratio 0,16 0,12 0,12 0,12 0,12

11

Page 11: Sepsis

4. CRP (N 1,0 mg/dL atau 10 mg/L).

2.13 Diagnosis

Diagnosis sepsis neonatorum sulit ditegakkan hanya berdasarkan gejala klinik saja. Pada

awalnya seringkali tidak jelas dan tidak spesifik akan tetapi menjadi berat dalam waktu

singkat. Beberapa pemeriksaan penunjang yang penting untuk membantu menegakkan

diagnosa adalah pemeriksaan darah tepi, CRP, LED, lateks aglutinasi, baik secara

tersendiri maupun kombinasi. Bahkan saat ini dengan IgM teknik ELISA.

Beberapa tahun terakhir para peneliti banyak mempelajari interleukin-6 sebagai

petanda awal pada sepsis neonatorum. Interleukin-6 adalah sitokin yang diproduksi oleh

berbagai sel dalam tubuh dan berperan dalam respon imonologik terhadap infeksi. Satu

penelitian menunjukkan pada SNAD kadar interleukin-6 meningkat > 100 pg/ml bila

diperiksa pada usia 0-2 jam pertama dengan sensitivitas 100 %. Namun teknik

pemeriksaannya sulit dan perlu biaya tinggi sehingga masih memerlukan penelitian lebih

lanjut.

Saat ini telah dikembangkan metode Latex Particle Agglutination (LPA) dan

countercurrent Immunoelectro-Phoresis (CIE) untuk pemeriksaan terhadap

Streptococcus grup B dan E. coli. Pemeriksaan ini biasanya dilakukan bila hasil kultur

negative atau dikhawatirkan negative karena pemberian antibiotika maternal intrpartum.

Diagnosis pasti berdasarkan biakan kuman dari cairan tubuh seperti serebrospinal,

darah, urine. Karena biakan kuman memerlukan waktu beberapa hari, maka diperlukan

suatu pendekatan untuk mendiagnosis sepsis neonatorum.24,29

Sarwono36 memberikan kriteria diagnosis sepsis sebagai berikut:

1. Tersangka (suspect): bila 3 dari kelompok gejala klinik positif.

2. Mungkin (probable): bila 3 dari kelompok gejala klinik positif dan 1 atau lebih

gejala laboratorium yang positif, data laboratorium yang mendukung:

a. Darah tepi: - lekopeni ( < 4000/mm3)

- trombositopeni (< 100.000/mm3)

- hitung jenis bergeser ke kiri

- CRP positif

b. Cairan serebrospinal: diduga adanya meningitis bila terdapat :

12

Page 12: Sepsis

-sel darah putih> 10/mm3

-kadar glukosa< 20 mg%

-adanya kuman pada pengecatan gram

. c. Urin :

Urine dikumpulkan secara pungsi buli-buli. Dicurigai adanya infeksi bila :

- didapatkan > 2 leukosit pada LPK

- didapatkan > 1 bakteri pada pemeriksaan dengan oil immersion

3. Pasti (proven) : bila biakan darah positif dan 3 atau lebih gejala klinik positif

Dengan menggunakan kriteria tersebut dapat menjaring 83% penderita yang dicurigai

sepsis menunjukkan biakan positif.

Yu VY dan Monintja HE28 menganjurkan untuk membuat diagnosis sepsis

secara klinis bila:

1. Terdapat satu atau beberapa gejala, sekurang-kurangnya dari 4 kelompok gejala

klinik yang terdapat dalam tabel 1

2. Terdapat satu atau beberapa gejala, dari tiga kelompok gejala klinik yang disertai

dengan sekurang-kurangnya tiga raktor predisposisi yang memudahkan infeksi

(halaman 12).

Diagnosis pasti infeksi/sepsis adalah dengan biakan cairan tubuh. Biakan darah

negatif tidak menyingkirkan diagnosis sepsis, sebaliknya biakan darah positif satu kali

pemeriksaan, belum tentu sepsis. Biakan darah yang positif pada dua atau tiga kali

pemeriksaan dengan hasil kuman yang sama, barulah memberi kepastian, adanya sepsis

oleh kuman tersebut.

2.14 Tata Laksana 3

Pemilihan antibiotika untuk terapi inisial mengacu pada jenis kuman penyebab

tersering dan pola resistensi kuman di masing-masing pusat kesehatan. Sebagai terapi

awal diberikan cefotaxime, dengan dosis :

13

Page 13: Sepsis

< 7 hari 100 mg/kg BB/hari dibagi 2 dosis.

> 7 hari 150 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis.

Segera setelah didapatkan hasil kultur darah maka jenis antibiotika

disesuaikan dengan kuman penyebab dan pola resistensinya. Lama pemberian

antibiotika pada sepsis adalah 10-14 hari. Ditambahkan pula kortikosteroid. Terapi

kortikosteroid intravena masih kontroversial. Walaupun kortikosteroid pernah

digunakan untuk terapi sepsis tetapi kemanjurannya masih diragukan, mungkin

karena pemberiannya terlambat yaitu setelah kaskade mediator inflamasi dimulai.

Sedangkan tata laksana konvensional yang dapat dilakukan adalah :

1. Imunoglobulin intravena

2. Transfusi FFP (Fresh Frozen Plasma)

3. Transfusi sel darah putih

4. Pemberian G-CSF dan GM-CSF

5. Transfusi tukar

Algoritme Sepsis Neonatorum

Gejala klinis sepsis (+) Gejala klinis sepsis (-)

Antibiotika (+)sebelum dilakukan septic workup FR (+) FR (-)

14

Page 14: Sepsis

observasi

Periksa Septic Marker

Normal Meragukan AbnormalMinimum 2 septic marker (+)

Ulang septic marker Ulang septic marker12-24 jam 12-24 jam

Normal Normal Abnormal Kultur AB

Observasi Stop bila kultur (-)

2.15 Prognosis 3

Dengan diagnosis dan pengobatan dini, bayi dapat terhindar dari sepsis yang

berkepanjangan. Namun bila tanda klinis dan/atau adanya faktor risiko yang

berpotensial menimbulkan infeksi tidak terdeteksi, maka angka kesakitan dan

kematian dapat meningkat.

2.16Pencegahan 6

1. Petugas dan ibu bayi yang menderita sakit panas yang tidak diketahui sebabnya,

infeksi saluran nafas, gastroenteritis, dan penyakit menular atau infeksi kulit,

tidak diperkenankan ke ruangan atau kontak dengan bayi.

2. Bayi yang lahir di luar rumah sakit harus diisolasi sampai ada hasil kultur

tenggorok, kulit, dan urine (bila fasilitas memungkinkan).

3. Bayi yang mungkin terkena infeksi harus dipisahkan dari bayi yang sehat.

4. Bayi harus dikeluarkan/dipindahkan dari ruang perawatan bayi jika menderita

gastroenteritis.

5. Bayi yang lahir dari ibu yang menderita penyakit menular harus dirawat di

ruangan isolasi.

6. Inkubator harus dicuci dengan antiseptik paling sedikit seminggu sekali dan

setelah bayi dipulangkan. Air dalam inkubator harus diganti setiap 2 hari.

7. Alat/perlengkapan harus disterilkan.

15

Page 15: Sepsis

8. Kebersihan dari petugas dan ibu bayi harus diperhatikan.

DAFTAR PUSTAKA

Anderson-Berry, Ann L. 2006. “Neonatal Sepsis”, (2006, August 18-last update).

Available www.emedicine.com/cgi-bin/foxweb.exe/screen@d:/em/ga?

book=ped&authorid=14&topicid=2630. (Accesed : 2006, November 23).

16

Page 16: Sepsis

Hutchison, Alastair A. 2006. “Prevention of Early Onset Group B Strep Infections”,

(2006-last update). Available : www.fsneo.org/fsn/gbs.htm#top. (Accesesed :

2006, November 23).

Kardana, I Made. 2004. Neonatologi Praktis. Denpasar : Lab/SMF IKA FK

UNUD/RSUP Sanglah. h. 7-20.

Lucey, Julie Rackliffe. 2005. “Neonatal Sepsis”, (November 2005-last update).

Available : www.healthylibrary.epnet.com/GetContent.aspx?token=9cc295f8-

f3b0-4b15-99b3-beb1e6cbe599&chunkiid=102748. (Accesed : 2006, November

23).

Moses, Scott. 2006. “Neonatal Sepsis”, (2006, June 24-last update). Available :

www.fpnotebook.com. (Accesed : 2006, November 23).

Suraatmaja, Sudaryat & Soetjiningsih. 2000. Pedoman Diagnosis dan Terapi IKA RSUP

Sanglah. Denpasar : Lab/SMF IKA FK UNUD/RSUP Sanglah. h. 180-186.

Departemen Ilmu kesehatan Anak FKUI RS. DR. CIPTO MANGUNKUSUMO. Update

in Neonatal Infections. h. 1.

17

Page 17: Sepsis

18