SESAK NAFAS.docx
-
Upload
andrian-reza-fahlevi -
Category
Documents
-
view
251 -
download
0
Transcript of SESAK NAFAS.docx
-
7/29/2019 SESAK NAFAS.docx
1/26
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar belakang
Penyakit Asma Bronkial dapat menyerang semua golongan usia, baik laki-laki
maupun perempuan, dewasa maupun anak-anak. Dari waktu ke waktu baik di negara
maju maupun negara berkembang prevalensi asma meningkat. Asma merupakan sepuluh
besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia, hal ini tergambar dari data studi
survey kesehatan rumah tangga (SKRT) di berbagai provinsi di Indonesia.
Asma dapat timbul pada berbagai usia, gejalanya bervariasi dari ringan sampai berat
dan dapat dikontrol dengan berbagai cara. Gejala asma dapat ditimbulkan oleh berbagairangsangan antara lain infeksi, alergi, obat-obatan, polusi udara, bahan kimia, beban kerja
atau latihan fisik, bau-bauan yang merangsang dan emosi.
Prevalensi asma di seluruh dunia adalah sebsar 80% pada anak dan 3-5% pada
dewasa, dan dalam 10 tahun terakhir ini meningkat sebesar 50%. Selain di Indonesia
prevalensi asama di Jepang dilaporkan meningkat 3 kali disbanding di tahun 1960 yaitu
dari 1,2 % menjadi 3,14 %.
Penyebab pada asma sampai saat ini belum diketahui namun dari hasil penelitian
terdahulu menjelaskan bahwa saluran nafas penderita asma mempunyai sifat yang sangat
khas yaitu sangat peka terhadap rangsangan.
1.2.Tujuan
Adapun tujuan penulis dalam menyusun makalah ini yaitu agar mahasiswa mampu
lebih mengetahui masalah penyakit dalam terutama Asma Bronchial seta pengobatannya.
-
7/29/2019 SESAK NAFAS.docx
2/26
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Skenario 3 :
Seorang perempuan berusia 40 tahun datang ke UGD RS UNIZAR dengan
keluhan sesak nafas yang timbul sejak 3 jam yang lalu setelah membersihkan karpet.
penderita memiliki riwayat asma sejak kecil. Pemeriksaan fisik : kesadaran kompos mentis.
keadaan umum lemah. tekanan darah 130/80 mmHg, frekuensi nadi 100x/menit, frekuensi
nafas 36x/menit. Pemeriksaan Thoraks : Vesikular normal, ekspirasi memanjang dan
terdengar wheezing ekspirasi pada kedua hemithoraks. jantung dan abnormal dalam batas
normal. setelah dokter memberikan terapi inhalasi dengan Beta 2 agonist sesak berkurang.
Pasien disarankan mengurangi aktivitas fisik yang berlebihan serta menghindari factor
pencetus.
2.2.Keyword
Nama : X Usia : 40 tahun Jenis kelamin : Perempuan
KU : sesak nafas yang timbul sejak 3 hari yang lalu setelahmembersihkan karpet
RPD : asma sejak kecil PF : kesadaran compos mentis, lemah, TD 130/80 mmHg,
nadi 100x/m, nafas 36x/m
Pemeriksaan Thoraks : Vesikuler normal, ekspirasi memanjang danterdengar wheezing ekpirasi pada kedua hemithoraks, jantung dan abdomen
batas normal.
Terapi dari dokter :inhalasi dengan Beta 2 agonist
2.3.Terminologi
1. AsmaAsma merupakan suatu penyakit yang dicirikan oleh hipersensitifitas cabang-cabang
trakhea bronkhial terhadap berbagai jenis rangsangan.Keadaan ni bermanifestasi
-
7/29/2019 SESAK NAFAS.docx
3/26
sebagai penyempitan seluruh nafas secara periodik dan reversibel akibat
bronkhospasme. (Sylvia A,Price.1995)
1.4.Permasalahan
1. Mekanisme sesak napas?2. Pada pemeriksaan fisik apa saja yang ditemukan?3. Apa jenis terapi inhlasi dengan beta 2 agonist?
1.5.Pembahasan permasalahan
1. Sensasi dispnea berawal dari aktivasi sistem sensorik yang terlibat dalam sistemrespirasi. Informasi sensorik sampai pada pusat pernapasan di otak dan
memproses respiratory - related signals dan menghasilkan pengaruh kognitif,
kontekstual dan perilaku sehingga terjadi sensasi dispnea.
2. Pemeriksaan Fisika. Keadaan umum : penderita tampak sesak nafas dan gelisah, penderita lebih
nyaman dalam posisi duduk.
b. Jantung : pekak jantung mengecil, takikardi.c. Paru :
Inspeksi: dinding torak tampak mengembang,diafragma terdorong kebawah.
Auskultasi : terdengar wheezing (mengi), ekspirasi memanjang. Perkusi : hipersonor Palpasi : Vokal Fremitus kanan=kiri
1.6.Diagnosa Diferensial
1.6.1. Asma bronkial1.6.1.1. Definisi
Asma bronkial merupakan penyakit saluran pernapasan obstruktif
yangditandai inflamasi saluran dan spasme akut otot polos bronkiolus.
Kondisi inimenyebabkan produksi mukus yang berlebihan dan menumpuk,
penyumbatan aliran udara, dan penurunan ventilasi alveolus (Corwin,
2009).
Asma terjadi pada individu tertentu yang berespon secara agresif terhadap
berbagai jenis iritan di jalan napas. Faktor risiko untuk salah satu jenis
gangguan hiper responsif ini adalah riwayat asama atau alergi dalam
-
7/29/2019 SESAK NAFAS.docx
4/26
keluarga, yangmengisyaratkan adanya kecenderungan genetik. Pajanan
yang berulang atau terus-menerus terhadap beberapa rangsangan iritan,
kemugkinan pada masa penting perkembangan, juga dapat meningkatkan
risiko penyakit ini. Infeksi pernapasan atas berulang juga dapat memicu
asma awitan dewasa, seperti yang dapat terjadi akibat pajanan okupasional
terhadap debu di lingkungan kerja (Corwin, 2009).
1.6.1.2. EtiologiAda beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi
timbulnya serangan Asma bronkhial.
1. Faktor predisposisi Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun
belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita
dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga
menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita
sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan
foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannyajuga bisa diturunkan.
2. Faktor presipitasi
a. Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
- Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan ex: debu, bulubinatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi
- ingestan, yang masuk melalui mulut ex: makanan dan obatan-
obatan.
- Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit ex:
perhiasan, logam dan jam tangan
b. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering
mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan
faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan
berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim
-
7/29/2019 SESAK NAFAS.docx
5/26
kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin
serbuk bunga dan debu.
c. Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma,
selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada.
Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita
asma yang mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat
untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya
belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
d. Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan
asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya
orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik
asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau
cuti.
e. Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika
melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat
paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena
aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.
1.6.1.3. PatofisiologiAsma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang
menyebabkan sukar bernafas.Penyebab yang umum adalah
hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara.
Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara
sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk
membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar dan
antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen
spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast
-
7/29/2019 SESAK NAFAS.docx
6/26
yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan
brokhiolus dan bronkhus kecil.
Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut
meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel
mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat,
diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang
merupakan leukotrient), factor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin.
Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema
lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang
kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus
sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat
meningkat.
Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi dari
pada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama
eksirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah
tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari
tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama
ekspirasi.
Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik
dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi.Hal ini menyebabkan
dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi
sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan
udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest.
1.6.1.4. KlasifikasiDerajat Gejala Gejala malam Faal paru
Intermiten Gejala kurang dari
1x/minggu,Asimtomatik
Kurang dari 2
kali dalam
sebulan
APE > 80%
Mild persistan -Gejala lebih dari
1x/minggu tapi kurang
dari 1x/hari,Serangan
dapat menganggu
Lebih dari 2
kali dalam
sebulan
APE >80%
-
7/29/2019 SESAK NAFAS.docx
7/26
Aktivitas dan tidur
Moderate
persistan
-Setiap hari,serangan 2
kali/seminggu, bisa
berahari-hari,menggunakan obat
setiap hari,Aktivitas &
tidur terganggu
Lebih 1 kali
dalam
seminggu
APE 60-80%
Severe
persistan
Gejala
kontinyu,aktivitas
terbatas,ering serangan
Sering APE
-
7/29/2019 SESAK NAFAS.docx
8/26
1.6.1.6. Pemeriksaan penunjang1. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible. Cara yang
paling cepat dan sederhana untuk diagnosis asma adalah melihat respon
pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometri dilakukan
sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol golongan
adrenergik.Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20%
menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator
>20% tidak berarti ada asma. Hal tersebut dapat dijumpai pada penderita
yang sudah normal atau mendekati normal sehingga kenaikan FEV1 atau
FVC tidak melebihi 20%. Respon mungkin juga tidak dijumpai pada
obstruksi jalan nafas yang berat, oleh karena obat tunggal aerosol tidak
cukup memberikan efek yang diharapkan. Untuk melihat reversibilitas
pada hal yang akhir mungkin diperlukan pengobatan kombinasi
adrenergik, teofilin dan bahkan kortikosteroid untuk 2-3 minggu.
Reversibilitas dapat terjadi tanpa pengobatan yang dapat terlihat dari hasil
pemeriksaan spirometri yang dilakukan pada saat yang berbeda-beda
misalnya beberapa hari atau bulan kemudian. Pemeriksaan spirometritidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk
menilai berat obstruksi dan efek pengobatan.
2. Tes provokasi bronchialIndikasi provokasi inhalasi :Jika pemeriksaan spirometri normal, untuk menunjukkan adanya
hiperreaktivitas bronkus dilakukan uji provokasi brobkus. Ada beberapa
cara untuk melakukan uji provokasi brnkus seperti uji provokasi dengan
histamine, metakolin, kegiatan jasmani, udara dingin, larutan garam
hipertonik, dan bahkan dengan aqua destilata. Penurunan VEP1 sebesar
20% atau lebih dianggap bermakna.
Antigen- Untuk menjelaskan peranan alergen spesifik pada asma
- Apabila uji kulit tidak dapat dilakukan seperti pada penyakit kulit yang
luas dan luka bakar
- Untuk evaluasi efek terapeutik imunologis
-
7/29/2019 SESAK NAFAS.docx
9/26
- Untuk evaluasi alergen baru atau allergen tidak dikenal yang diduga
mempunyai peranan dalam penyakit paru
- Untuk evaluasi efek obat dalam penghambatan kerja allergen
- Untuk meyakinkan pasien tentang hubungan sebab akibat
Metakolin, Karbakol, dan HistaminUntuk mengidentifikasi pasien hipereaktivitas bronkus tanpa melihat
sebab dan untuk mengukur besarnya hipereaktivitas tersebut.
3. Tes kepekaan kulitTujuan tes ini yaitu untuk menunjukkan adanya antibodi imunoglobulin E
yang spesifik dalam tubuh. Tes ini hanya menyokong anamnesis, karena
alergen yang menunjukkan tes kulit positif tidak selalu merupakan
penyebab asma, sebaliknya tes kulit yang negatif tidak berarti ada faktor
kerentanan kulit. Dengan berbagai bahan alergen dapat membantu untuk
menetukan pada asma atopik.
4. Pemeriksaan laboratorium :Darah : persentase eosinofil pada hitung jenis dan jumlah eosinofil
yang meningkat, Imunoglobulin E yang spesifik.
Analisa gas darah: bila ada kecurigaan gagal napasDahak dan sekret hidung: pemeriksaan eosinofil, kristal Charcot
leyden, dan Spiral Curschmann
5. Pemeriksaan radiologi :Foto toraks : Umumnya pemeriksaan foto dada penderita asma adalah
normal. Pemeriksaan tersebut dilakukan bila ada kecurigaan terhadap
proses patologik di paru atau komplikasi asma seperti pneumotoraks,
pneumomediastinum, atelektasis dll
1.6.1.7. Diagnosis3. Anamnesaa. Keluhan sesak nafas, mengi, dada terasa berat atau tertekan, batuk
berdahak yang tak kunjung sembuh, atau batuk malam hari.
b. Semua keluhan biasanya bersifat episodik dan reversible.c. Mungkin ada riwayat keluarga dengan penyakit yang sama atau
penyakit alergi yang lain.
4. Pemeriksaan Fisik
-
7/29/2019 SESAK NAFAS.docx
10/26
d. Keadaan umum : penderita tampak sesak nafas dan gelisah, penderitalebih nyaman dalam posisi duduk.
e. Jantung : pekak jantung mengecil, takikardi.f. Paru :
Inspeksi: dinding torak tampak mengembang,diafragmaterdorong ke bawah.
Auskultasi : terdengar wheezing (mengi), ekspirasi memanjang. Perkusi : hipersonor Palpasi : Vokal Fremitus kanan=kiri
5. Pemeriksaan laboratoriuma. Darah rutin didapat peningkatan eosinofil dan IgE
b. Sputum didapat adanya eosinofil, spiral crushman, kristal charcotLeyden.
c. Foto toraks dapat normal diluar serangan, hiperinflasi saat serangan,adanya penyakit lain
d. Faal paru (spirometri /peak flow meter) menilai berat obstruksi,reversibilitas, variabilitas
e. Uji provokasi bronkus untuk membantu diagnosis1.6.1.8. Komplikasi
1. Pneumotoraks
2. Pneumodiastinum dan emfisema subcutis
Atelektasis
4. Gagal nafas
1.6.1.9. Penatalaksanaa1.6.1.9.1.1.1. Oksigen nasal atau masker dan terapi cairan parenteral.Adrenalin 0,1- 0,2
ml larutan : 1 : 1000, subkutan. Bila perlu dapat diulang setiap 20 menit
sampai 3 kali.
1.6.1.9.1.1.2. Dilanjutkan atau disertai salah satu obat tersebut di bawah ini (per oral) :a. Golongan Beta 2- agonist untuk mengurangi bronkospasme :
- Efedrin : 0,51 mg/kg/dosis, 3 kali/ 24 jam- Salbutamol : 0,1-0,15 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam
-
7/29/2019 SESAK NAFAS.docx
11/26
- Terbutalin : 0,075 mg/kg/dosis, 3-4 kali/ 24 jamEfeknya tachycardia, palpitasi, pusing, kepala, mual, disritmia, tremor,
hipertensi dan insomnia, . Intervensi keperawatan jelaskan pada orang tua
tentang efek samping obat dan monitor efek samping obat.
b. Golongan Bronkodilator, untuk dilatasi bronkus, mengurangi bronkospasmedan meningkatkan bersihan jalan nafas.
- Aminofilin : 4 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam- Teofilin : 3 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam
Pemberian melalui intravena jangan lebih dari 25 mg per menit.Efek
samping tachycardia, dysrhytmia, palpitasi, iritasi gastrointistinal,rangsangansistem saraf pusat;gejala toxic;sering muntah,haus, demam ringan, palpitasi,
tinnitis, dan kejang. Intervensi keperawatan; atur aliran infus secara ketat,
gunakan alat infus khusus misalnya infus pump.
c. Golongan steroid, untuk mengurangi pembengkakan mukosa bronkus.Prednison : 0,52 mg/kg/hari, untuk 3 hari (pada serangan hebat).
d. Tabel 18. Obat asma yang tersedia di Indonesia (tahun 2004)
-
7/29/2019 SESAK NAFAS.docx
12/26
Jenis Obat Golongan Nama GenerikBentuk/ kemasan
obat
Pengontrol
Antiinflamasi
Pelega
Bronkodilator
Steroid Inhalasi
Sodium kromoglikat
Nedokromil
Antileukotrin
Kortikosteroid sistemik
Agonis beta-2 kerja lama
Agonis beta-2 kerja singkat
Antikolinergik
Metilsantin
Agonis beta-2 kerja lama
Flutikason propionat
Budesonide
Kromolin
Nedokromil
Zafirlukast
Metilprednisolon
Prednisolon
Prokaterol
Bambuterol
Formoterol
Salbutamol
Terbutalin
Prokaterol
Fenoterol
Ipratropium bromide
Teofilin
Aminofilin
IDT
IDT, Turbuhaler
IDT
IDT
Oral (tablet)
Oral ,Injeksi
Oral
Oral
Oral
Turbuhaler
Oral, IDT, rotacap,
rotadisk, Solutio
Oral, IDT,
Turbuhaler, solutio
Ampul (injeksi)
IDT
IDT, solutio
IDT, Solutio
Oral
Oral, Injeksi
-
7/29/2019 SESAK NAFAS.docx
13/26
Kortikosteroid sistemik Teofilin lepas lambat
Formoterol
Metilprednisolon
Prednison
Oral
Turbuhaler
Oral, injeksi
Oral
Tabel 19 . Sediaan dan dosis obat pengontrol asma
Medikasi Sediaan obat Dosis dewasa Dosis anak Keterangan
Kortikosteroid
sistemik
Metilprednisolon
Prednison
Tablet
4 , 8, 16 mg
Tablet 5 mg
4-40 mg/ hari, dosis
tunggal atau terbagi
Short-course :
20-40 mg /hari
dosis tunggal atau terbagi
selama 3-10 hari
0,25 2 mg/ kg BB/
hari, dosis tunggal
atau terbagi
Short-course :
1-2 mg /kgBB/ hari
Maks. 40 mg/hari,
selama 3-10 hari
Pemakaian jangka panjang
dosis 4-5mg/ hari atau 8-10
mg selang sehari untuk
mengontrol asma , atau
sebagai pengganti steroid
inhalasi pada kasus yang
tidak dapat/ mampu
menggunakan steroid inhalasi
Kromolin &
Nedokromil
Kromolin
Nedokromil
IDT
5mg/ semprot
IDT
2 mg/ semprot
1-2 semprot,
3-4 x/ hari
2 semprot
2-4 x/ hari
1 semprot,
3-4x / hari
2 semprot
2-4 x/ hari
- Sebagai alternatif
antiinflamasi
- Sebelum exercise atau
pajanan alergen, profilaksis
efektif dalam 1-2 jam
-
7/29/2019 SESAK NAFAS.docx
14/26
Agonis beta-2 kerja
lama
Salmeterol
Bambuterol
Prokaterol
Formoterol
IDT 25 mcg/
semprot
Rotadisk 50 mcg
Tablet 10mg
Tablet 25, 50 mcg
Sirup 5 mcg/ ml
IDT 4,5 ; 9
mcg/semprot
2 4 semprot,
2 x / hari
1 X 10 mg / hari, malam
2 x 50 mcg/hari
2 x 5 ml/hari
4,5 9 mcg
1-2x/ hari
1-2 semprot,
2 x/ hari
--
2 x 25 mcg/hari
2 x 2,5 ml/hari
2x1 semprot
(>12 tahun)
Digunakan bersama/
kombinasi dengan steroid
inhalasi untuk mengontrol
asma
Tidak dianjurkan untuk
mengatasi gejala pada
eksaserbasi
Kecuali formoterol yang
mempunyai onset kerja cepat
dan berlangsung lama,
sehingga dapat digunakan
mengatasi gejala pada
eksaserbasi
Metilxantin
Aminofilin lepas
lambat
Teofilin lepas Lambat
Tablet 225 mg
Tablet
125, 250, 300 mg
2 x 1 tablet
2 x125 300 mg
-1 tablet,
2 x/ hari
(> 12 tahun)
2 x 125 mg
(> 6 tahun)
Atur dosis sampai mencapai
kadar obat
dalam serum 5-15 mcg/ ml.
Sebaiknya monitoring kadar
obat dalam
serum dilakukan rutin,
-
7/29/2019 SESAK NAFAS.docx
15/26
2 x/ hari;
400 mg 200-400 mg
1x/ hari
mengingat sangat
bervariasinya metabolic
clearance dari teofilin,
sehingga mencegah efek
samping
Antileukotrin
Zafirlukast Tablet 20 mg 2 x 20mg/ hari --- Pemberian bersama makananmengurangi bioavailabiliti.
Sebaiknya diberikan 1 jam
sebelum atau 2 jam setelah
makan
Medikasi Sediaan obat Dosis dewasa Dosis anak Keterangan
Steroid inhalasi
Flutikason propionat
Budesonide
Beklometason
dipropionat
IDT 50, 125 mcg/
semprot
IDT , Turbuhaler
100, 200, 400 mcg
IDT, rotacap,
rotahaler, rotadisk
125 500 mcg/ hari
100 800
mcg/ hari
100 800
mcg/ hari
50-125 mcg/ hari
100
200 mcg/ hari
100-200 mcg/ hari
Dosis bergantung kepada
derajat berat asma
Sebaiknya diberikan dengan
spacer
-
7/29/2019 SESAK NAFAS.docx
16/26
Tabel 20. Sediaan dan dosis obat pelega untuk mengatasi gejala asma
Medikasi Sediaan obat Dosis dewasa Dosis anak Keterangan
Agonis beta-2 kerja
singkat
Terbutalin
Salbutamol
Fenoterol
Prokaterol
IDT 0,25 mg/ semprot
Turbuhaler 0,25 mg ; 0,5 mg/
hirup
Respule/ solutio 5 mg/ 2ml
Tablet 2,5 mg
Sirup 1,5 ; 2,5 mg/ 5ml
IDT 100 mcg/semprot
Nebules/ solutio
2,5 mg/2ml, 5mg/ml
Tablet 2mg, 4 mg
Sirup 1mg, 2mg/ 5ml
IDT 100, 200 mcg/ semprot
Solutio 100 mcg/ ml
IDT 10 mcg/ semprot
Tablet 25, 50 mcg
Sirup 5 mcg/ ml
0,25-0,5 mg,
3-4 x/ hari
oral 1,5 2,5 mg,
3- 4 x/ hari
inhalasi
200 mcg
3-4 x/ hari
oral 1- 2 mg,
3-4 x/ hari
200 mcg
3-4 x/ hari
10-20 mcg,
2-4 x/ hari
2 x 50 mcg/hari
2 x 5 ml/hari
Inhalasi
0,25 mg
3-4 x/ hari
(> 12 tahun)
oral
0,05 mg/ kg BB/ x,
3-4 x/hari
100 mcg
3-4x/ hari
0,05 mg/ kg BB/ x,
3-4x/ hari
100 mcg,
3-4x/ hari
10 mcg,
2 x/ hari
2 x 25 mcg/hari
2 x 2,5 ml/hari
Penggunaan obat pelega
sesuai kebutuhan, bila
perlu.
Untuk mengatasi
eksaserbasi , dosis
pemeliharaan
berkisar 3-4x/ hari
Antikolinergik
-
7/29/2019 SESAK NAFAS.docx
17/26
Ipratropium bromide IDT 20 mcg/ semprot
Solutio 0,25 mg/ ml (0,025%)
(nebulisasi)
40 mcg,
3-4 x/ hari
0,25 mg, setiap 6 jam
20 mcg,
3-4x/ hari
0,250,5 mg tiap 6
jam
Diberikan kombinasi
dengan agonis beta-2
kerja singkat, untuk
mengatasi serangan
Kombinasi dengan agonis
beta-2 pada pengobatan
jangka panjang, tidak ada
manfaat tambahanKortikosteroid sistemik
Metilprednisolon
Prednison
Tablet 4, 8,16 mg
Tablet 5 mg
Short-course :
24-40 mg /hari
dosis tunggal atau
terbagi selama 3-10
hari
Short-course:
1-2 mg/ kg BB/ hari,
maksimum
40mg/ hari selama
3-10
hari
Short-course efektif
utk mengontrol asma
pada terapi awal, sampaitercapai APE 80% terbaik
atau gejala mereda,
umumnya membutuhkan
3-10 hari
Medikasi Sediaan obat Dosis dewasa Dosis anak Keterangan
Metilsantin
Teofilin
Aminofilin
Tablet 130, 150 mg
Tablet 200 mg
3-5 mg/ kg BB/ kali,
3-4x/ hari3-5mg/kgBB kali, 3-
4 x/ hariKombinasi teofilin
/aminoflin dengan agonis
beta-2 kerja singkat
(masing-masing dosis
minimal), meningkatkan
efektiviti dengan efek
samping minimal
-
7/29/2019 SESAK NAFAS.docx
18/26
1.6.2. Status Asmatikus1.6.2.1. Definisi
Status asmatikus adalah keadaan spasme bronkeolus berkepanjangan
yang mengancam nyawa yang tidak dapat dipulihkan dengan pengobatan(Corwin. 2001.hal, 432).
Status asmatikus adalah serangan asma akut yang refraktori dan
keadaan ini tidak berespon terhadap terapi dengan beta adrenergic atau
tiofilin intravena (Hudak & Gallo. 1997. hal, 566).
1.6.2.2. EtiologiMenurut Mansjoer. 2003 hal 461 faktor pencetus dari asma adalah
allergen, infeksi (terutama saluran nafas bagian atas) iritan, cuaca, kegiatan
jasmani, refluks esophagus dan psikis. Sedaangkan status asmatikus itu
sendiri menurud Brunner & Suddart 2002 hal 614, disebabkan oleh infeksi,
asietas, penggunaan tranguilizer berlebihan, penggunaan nebulizer
berlebihan, dehidrasi, peningkatan blok adrenergic dan iritan non spesifik
serta hipersensitifitas terhadap penicillin
1.6.2.3. Patofisiologi6. Pencetus serangan (alergen, emosi/stress, obat-obatan, infeksi).Kontraksi otot
polos.
7. Edema (penimbunan cairan yang berlebih didalam jaringan) mukusa.8. Hipersekresi (sekresi yang berlebih).9. Penyempitan saluran pernapasan (obstruksi).
Proses perjalanan penyakit asma dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu alergi
dan psikologis, kedua faktor tersebut dapat meningkatkan terjadinya kontraksi
otot-otot polos, meningkatnya sekret abnormal mukus pada bronkiolus dan
adanya kontraksi pada trakea serta meningkatnya produksi mukus jalan nafas,
sehingga terjadi penyempitan pada jalan nafas dan penumpukan udara di
terminal oleh berbagai macam sebab maka akan menimbulkan gangguan seperti
gangguan ventilasi (hipoventilasi), distribusi ventilasi yang tidak merata dengan
sirkulasi darah paru, gangguan difusi gas di tingkat alveoli.
Tiga kategori asma alergi (asma ekstrinsik) ditemukan pada klien
dewasa yaitu yang disebabkan alergi tertentu, selain itu terdapat pula adanya
-
7/29/2019 SESAK NAFAS.docx
19/26
riwayat penyakit atopik seperti eksim, dermatitis (radang kulit), demam tinggi
dan klien dengan riwayat asma. Sebaliknya pada klien dengan asma intrinsik
(idiopatik) sering ditemukan adanya faktor-faktor pencetus yang tidak jelas,
faktor yang spesifik seperti flu, latihan fisik, dan emosi (stress) dapat memacu
serangan asma.
1.6.2.4. Gejala klinisManifestasi klinik pada pasien asmatikus adalah batuk, dyspnoe (sesak
nafas), dan wheezing (terengah-engah). Pada sebagian penderita disertai
dengan rasa nyeri dada, pada penderita yang sedang bebas serangan tidak
ditemukan gejala klinis, sedangkan waktu serangan tampak penderita bernafas
cepat, dalam, gelisa, duduk dengan tangan menyangga ke depan serta tampak
otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras.
Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu :
1. Tingkat I :a. Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru.
b. Timbul bila ada faktor pencetus baik didapat alamiah maupun dengantest provokasi bronkial di laboratorium.
2. Tingkat II :a. Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru
menunjukkan adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas (batuk, sesak
nafas, wheezing).
b. Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.3. Tingkat III :
a. Tanpa keluhan.b. Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan
nafas.
c. Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserangkembali.
4. Tingkat IV :a. Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.
b. Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalannafas.
-
7/29/2019 SESAK NAFAS.docx
20/26
5. Tingkat V :a. Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan
asma akut yang berat bersifat refrakter (tak beraksi) sementara
terhadap pengobatan yang lazim dipakai.
b. Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yangreversibel.
1.6.2.5. DiagnosisA. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan sputum Pemeriksaan sputum pada
penderita asma akan didapati
Pemeriksaan sputumPemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
- Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari Kristaleosinopil.
- Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabangbronkus.
- Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.- Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat
mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.
Pemeriksaan darah- Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
- Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.- Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3
dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.- Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada
waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.
B. Pemeriksaan RadiologiGambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang
bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang
menurun.
-
7/29/2019 SESAK NAFAS.docx
21/26
Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah
sebagai berikut:
a. Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akanbertambah.
b. Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusenakan semakin bertambah.
c. Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru.d. Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.e. Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan
pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen
pada paru-paru.
C. Pemeriksaan tes kulitDilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
D. ElektrokardiografiGambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi
menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada
empisema paru yaitu :
a. perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasidan clock wise rotation.
b. Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB(Right bundle branch block).
c. Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES,dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.
E. Scanning paruDengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi
udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
F. SpirometriUntuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling
cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan
dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan
sesudah pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan
adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20%
menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator
-
7/29/2019 SESAK NAFAS.docx
22/26
lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan
diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek
pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan
spirometrinya menunjukkan obstruksi.
1.6.2.6. KomplikasiKomplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan asma adalah
pneumotoraks, atelektasis, gagal nafas, bronchitis.
1.6.2.7. PenatalaksanaanPenderita status asmatikus yang dirawat inap di ruangan, setelah dikirim
dari UGD dilakukan penatalaksaanan sebagai berikut:
1. Pemberian terapi oksigen dilanjutkanTerapi oksigen dilakukan mengatasi dispena, sianosis,
danhipoksemia. Oksigen aliran rendah yang dilembabkan baik dengan
masker Venturi atau kateter hidung diberikan. Aliran oksigen yang
diberikan didasarkan pada nilai-nilai gas darah. PaO2 dipertahankan
antara 65 dan 85 mmHg. Pemberian sedative merupakan kontraindikasi.
Jika tidak terdapat respons terhadap pengobatan berulang, dibutuhkan
perawatan di rumah sakit.
2.
Agonis 2Dilanjutkan dengan pemberian inhalasi nebulasi 1 dosis tiap
jam, kemudian dapat diperjarang pemberiannya setiap 4 jam bila sudah
ada perbaikan yang jelas. Sebagian alternative lain dapat diberikan
dalam bentuk inhalasi dengan nebuhaler /volumatic atau secara injeksi.
Bila terjadi perburukan, diberikan drips salbutamol atau terbutalin.
3. AminofilinDiberikan melalui infuse / drip dengan dosis 0,5 0,9 mg/kg BB / jam.
Pemberian per drip didahului dengan pemberian secara bolus apabila
belum diberikan. Dosis drip aminofilin direndahkan pada penderita
dengan penyakit hati, gagal jantung, atau bila penderita menggunakan
simetidin, siprofloksasin atau eritromisin. Dosis tinggi diberikan pada
perokok. Gejala toksik pemberian aminofilin perlu diperhatikan. Bila
terjadi mual, muntah, atau anoreksia dosis harus diturunkan. Bila terjadi
konfulsi, aritmia jantung drip aminofilin segera dihentikan karena
terjadi gejala toksik yang berbahaya.
-
7/29/2019 SESAK NAFAS.docx
23/26
4. KortikosteroidKortikosteroid dosis tinggi intraveni diberikan setiap 28 jam
tergantung beratnya keadaan serta kecepatan respon. Preparat pilihan
adalah hidrokortison 200400 mg dengan dosis keseluruhan 14 gr /
24 jam. Sediaan yang lain dapat juga diberikan sebagai alternative
adalah triamsiolon 40 80 mg, dexamethason / betamethason 5 10
mg. bila tidak tersedia kortikosteroid intravena dapat diberikan
kortikosteroid per oral yaitu predmison atau predmisolon 30 60 mg/
hari.
5. AntikolonergikIptropium bromide dapat diberikan baik sendiri maupun dalam
kombinasi dengan agonis 2 secara inhalasi nebulisasi terutama
penambahanpenambahan ini tidak diperlukan bila pemberian agonis
2 sudah memberikan hasil yang baik.
6. Pengobatan lainnyaa. Hidrasi dan keseimbangan elektrolit
Dehidrasi hendaknya dinilai secara klinis, perlu juga
pemeriksaan elektrolit serum, dan penilaian adanya asidosis
metabolic. Ringer laktat dapat diberikan sebagai terapi awal untuk
dehidrasi dan pada keadaan asidosis metabolic diberikan Natrium
Bikarbonat.
b. Mukolitik dan ekpetoransWalaupun manfaatnya diragukan pada penderita dengan
obstruksi jalan berat ekspektorans seperti obat batuk hitam dan
gliseril guaikolat dapat diberikan, demikian juga mukolitik bromeksin
maupun N-asetilsistein.
c. Fisioterapi dadaDrainase postural, fibrasi dan perkusi serta teknik fisioterapi
lainnya hanya dilakukan pada penderita hipersekresi mucus sebagai
penyebab utama eksaserbasi akut yang terjadi.
d. AntibioticDiberikan kalau jelas ada tandatanda infeksi seperti demam,
sputum purulent dengan neutrofil leukositosis.
-
7/29/2019 SESAK NAFAS.docx
24/26
e.Sedasi dan antihistaminObat obat sedative merupakan indikasi kontra, kecuali di
ruang perawatan intensif. Sedangkan antihistamin tidak terbukti
bermanfaat dalam pengobatan asma akut berat malahan dapat
menyebabkan pengeringan dahak yang mengakibatkan sumbatan
bronkus.
-
7/29/2019 SESAK NAFAS.docx
25/26
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pengobatan asma harus dilakukan secara tepat dan benar untuk mengurangi gejala
yang timbul. Pengobatan asma memerlukan kerja sama antara pasien, keluarga, dan
dokternya. Oleh karena itu pasien asma dan keluarganya harus diberi informasi lengkap
tentang obat yang dikonsumsinya; kegunaan, dosis, aturan pakai, cara pakai dan efek
samping yang mungkin timbul. Pasien hendaknya juga menghindari faktor yang menjadipenyebab timbulnya asma.
-
7/29/2019 SESAK NAFAS.docx
26/26
DAFTAR PUSTAKA
Baratawidjaja, K. (1990) Asma Bronchiale, dikutip dari Ilmu Penyakit Dalam,
Jakarta : FK UI.
Crockett, A. (1997) Penanganan Asma dalam Penyakit Primer, Jakarta :
Hipocrates.http://id.wikipedia.org/wiki/Asma
Mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I edisi 3. Jakarta Media
Mangunnegoso, H. dkk , 2004. Asma Pedoman Diagnois dan Penatalaksanaan di
Indonesia, Jakarta. Balai Penerbit FKUI
Price AS, Wilson ML., 2006. Pola Obstruktif pada Penyakit Pernapasan. Dalam:
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Volume 2. Edisi 6. EGC. 784-5.
Rab, Tabrani H., 2010. Asma Bronkiale. Dalam: Ilmu penyakit Paru. Trans Info
Media, jakarta. 377, 380,383
http://id.wikipedia.org/wiki/Asmahttp://id.wikipedia.org/wiki/Asmahttp://id.wikipedia.org/wiki/Asmahttp://id.wikipedia.org/wiki/Asma