sn~ I .. u • • I$ IWA' ·-· = .. · 2. Teori-Teori Masyarakat Pasc;:e lndw;tr• Suatu teori...
Transcript of sn~ I .. u • • I$ IWA' ·-· = .. · 2. Teori-Teori Masyarakat Pasc;:e lndw;tr• Suatu teori...
,·
'\. "\', ~-•"
,.:;:;::_;;sn~ ,. s
'· . "
; .. 4 I _ .. u • _ • ·-· = . .• c..;;_ I$ IWA'
LAP·ORAN PENELlTlAN ';t"" ···-19'-"-. . t. .,
·•·
. ··: ..
. '
j .
. ·
. "'-
Oteh
Df:· auM> Winar.,.t .. .._ ~
j
' Di!aksanwn ataa ~iaya :' :; '._/ •• •· .·f -# j: ·~
D~a Penunjang Pendidikaq; U aivenitas Gadjah Mad a
Dengan Surl.t ~~rjanjia~ Pelaksan,.a~ re~eHt.an: . _: ' ,• " • ·'"". ' • . 1 c.·.
No. : UG¥/1380/M/01/09 Tangal '14 !!eJiiuar.i 1989 · . .. . .
:-. "' ' ·' ' ... : 1-·· '"'¢'·-. _, . \-··
·• FAltU~ TA~.· ~Mtt ···sosiAL ·D.s\N-..~M.V,1 . fP~~Ti){. . 1UNI\11RSIT~S G.ADJAH MADA .. \:. .; .
·'
.1' I 9U 1'.
'r
. ·'
((~\ l17.;t . w fl'\ ~ c .. ,
... ~
I t # I
'; . .. !
j I
' 1 ,\
IWiVMAKM PMCA I ... Tftl L JEfWIB BEMMI
STUQI ICAitJB
1 • Pend4bulgo
Dalam model-model konvensional ten tang perkembangan
<dgyelopment>, spektrum perkentbangan masyarakat secara
keseluruhan digolongkan menjadi tiga tahap perkembangan.
Tahap pertama adalah masyarakat tradisional. Tahap kedua adalah
masyarakat peralihan <transitional>. Terakhir adalah tahap
masyarakat modern. Alternatif lain adalah tahap masyarakat belum
berkembang <underdeyeloQMent>, tahap masyarakat sedang berkembang
<developing> dan tahap masyarakat maju <developed).
Tahap masyarakat
karakteristik. Kehidupan
tradisional mempunyai
ekoOOMi masyarakat dalam
berbagai
tahap ini
Di samping itu,
sekelompok kecil
dan disyahkan oleh
politik tradisional
mendasarkan pada ekonomi partanian subsisten.
kekuasaan hukum dan politik dimonopoli oleh
elit yang memegang kendali pemerintahan
tradisi agama dan sekuler. Kebudayaan
bersifat parokial
keterlibatan mas sa
sehingga warganegara
yang rendah. Lebih
mempunyai
dar! itu,
tingkat
tiilgkat
pendidikan masyarakat adalah rendah dan tingkat integrasi sosial
adalah lemah.
Dalam tahap masyarakat modern, tnasyarakat
yang mempunyai integrasi yang sangat tinggi
ekonominya mendasarkan pada industri secara
1
merupakan unit
dan kegiatan
besar-besaran.
HasyaYakat dalam tahap ini merupakan partisipan-partisipan yang
aktif dalam proses politik melalui kelompok kepentingan <interest
group> atau melalui partai politik dan pemilihan umum. Proses
pembuatan keputusan didasaYkan pada keputusan rasional dan
kadang-kadang dapat dipertanggung jawabkan pada rakyat. Per a nan
individu yang sebelumnya mendasarkan pada status keluarga
kemudian se~ara meningkat ditentukan oleh kemampuan dan prestasi.
Seringkali kreteria penilaian jasa ini bertentangan dengan
semangat egaletarian yang meningkat dan berkembang dalam
ma•yarakat modern. Semua anggota masyarakat tidak terlibat
secara sama dalam pembuatan keputusan. Stabilitas didukung oleh
semua karakteristik ini, dalam apa yang dinamakan oleh Gabriel 1
Almond dan Sidney Verba sebagai ciyic politi~al cyltyre,
Perkembangan peralihan meYupakan tahap antara perkembangan
masyarakat tradisional dan perkembangan masyarakat modern.
Periode peYkembangan masyarakat ini ditandai oleh tingkat
instabilitas dan keadaan yang berubah-ubah dan sulit diramalkan.
Henurut Samuel Huntington, tahap perkembangan ini diwarnai oleh
kemerosotan politik kekuasaan tradisional <the politicAl dec@v of 2
~Y§dition@l Authority,) SementaYa itu Lucian Pye
menyebutnya sebagai "the crisis of identity" yang terjadi di
negara-negara bukan Barat yang mengalami periode perkembangan 3
peralihan.
Suatu pertanyaan kemudian muncul, apakah tahap perkembangan
masyarakat maju <dRveloped) atau modern meYupakan akhir dar!
2
•
perkembangan masyarakat. Dengan perkataan lain, apakah tahap
perkembangan masyarakat modern secara historis ditandai oleh
ketiadaan perubahan dalam masyarakat?. Penelitian ini bertujuan
untuk membahas bagaimana teori-teori kontemporer dengan data yang
tersedia mengenai pengalaman Jepang dapat menunjukkan bahwa
perkembangan atau deyBlopment sedang berlangsung melewati tahap
modern.
2. Teori-Teori Masyarakat Pasc;:e lndw;tr•
Suatu teori mengatakAn bahwa proses
perkembangan dApat digolongkan menjadi tahap pra industri, tahap 4
industri dan tahap pasca industri. Dibandingkan dengan
spektrum perkembangan konvensional yang membagi perkembangan
menjadi periode pra industri (yaitu pertanian> dan periode
industri, maka spektrum perkembangan ini mencakup suatu tahap
tambahan, yaitu tahap pasca industri •. Di samping itu, perlu
diperhatikan bahwa dalam spektrum ini tahap masyarakat peralihan
a tau masyarakat sedang berkembang merupakan campuran pra
industrialism& dan industrialism& dalam ekonomi dan politik,
sedangkan tahap masyarakat modern atau masyarakat maju merupakan
tahap masyarakat industri secara keseluruhan dalam dua dimensi
yang sama yaitu politik dan ekonomi.
Teori perkembangan kontemporer lain membagi perkembangan
masyarakat menjadi : the primary, the secondary, and the tertiary 5
stages of development. Dalam tahap perkembangan pertama, cara
3
(~) produksi mendasarkan pada pertanian, kehutanan dan
perikanan <~ primary pyrsyits). Tahap kedua merupakan
revolusi industri. Dalam tahap ini angkatan ker ja (labor force>
terutama dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan industri, yaitu dalam
~ secondary pursuits. Tahap ketiga, mempunyai ciri
pekerjaan-pekerjaan dalam tugas-tugas yang membutuhkan
yang tinggi dan pelayanan <the tertiary pyrsu.j,.ts>.
munculnya
keahlian
Menurut teori kontemporer ini apabila surplus dari output
industri mengalami kenaikan pada tingkat tertentu, maka akan
timbul perubahan permintaan dan penawaran <demand AD2 supply>
secara paralel ke dalam pelayanan <urvic;e>. Sektor palayanan
meliputi perdagangan, transportasi, keuangan, asuransi, managemen
<pemerintahan dan perusahaan>, dan pencarian informasi merupakan
sebagian terbesar dari outpyt dan menyerap sebagian terbesar
angkatan kerja. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tahap
pertama mempunyai ciri ekonomi labor ~ intens.j,.vep tahap kedua
di~naei oleh ekonomi cap.j,.tal ~ .j,.ntensivep tahap perkembangan
ketiga dengan ekonomi koowledqe-intens.j,.ve. Tahap ketiga . ini
merupakan era pasca industri.
Istilah pasca industri <ppat!ndustr!al> merupakan salah
satu dari kumpulan mo9!f!gr penggolongan sosial yang berkembang
dalam tahun-tahun terakhir. Menurut Ralf Dah~~ndorf, kita hidup
dalam suatu era pasca Kapitalis di mana wewenang telah
menggantikan .hak milik <ownership) sebagai faktor pokok yang
4
6 menentukan kekuasaan. Sarjana lain, Amitai Etzioni berpendapat
bahwa kita dalam era "pasca modern" karena perubahan-perubahan
yang cepat dalam teknologi komunikasi, tranaportasi dan energi
sejak Perang Dunia II telah mengubah secara radikal sifat
kondisi-kondisi sosial modern sebagaimana yang dialami dalam 7
pertengahan pertama abad ini. Istilah-istilah lain mencakup
nama-naMa seperti "post-ideological", "post -organizationa 1",
"post-scarcity", "post-welfare", "post-liber41ll" dan bahkan "postS
historic".
Masing-masing istilah ini mencoba untuk menangkap sifat
perubahan yang cepat dalam masyarakat-masyarakat yang maju dengan
menjelaskan apa yang sedang ditinggalkan atau aspek masyarakat
apa yang sedang mengalami perubahan radikal. Serupa pula, teori-
teori tentang masyarakat "pasca-industri" <post-industrial>
menarik arti panting dan keasliannya dari cara dalam mana teori-
teori itu mencoba untuk mendemonstrasikan bagaimana pola-pola
sosial lama yang berhubungan dengan masyarakat-masyarakat
induatri sedang diubah dan ditransformasikan oleh kondisi-kondisi
baru dan unik dari masyarakat-masyarakat maju yang bersifat
kontemporer. Istilah-istilah lain yang telah digunakan meliputi 9 10
"trans-industrial" dan super-industrial" tetapi istilah
"postindustrial" merupakan istilah yang paling populer dan
digunakan secara umum.
5
Daniel Bell, seorang sarjana sosiologi, mampelajari secara
sungguh-sungguh dan eempopulerkan konsep pasca
industri dalam pertengahan tahun 1960-an. Bell berpendapat bahwa
terdapat tiga komponen dasar perubahan dalam masyarakat-
masyarakat pasca industri yang berkaitan dengan bidang-bidang
ekonomi, teknologi dan sosiologi. Menurut Bell, masyarakat pasca
industri ditandai oleh perubahan-perubahan sebagai berikut c
dalam sektor ekonomi, terdapat perubahan kegiatan pembuatan
barang-barang pabrik ke kegiatan pelayanan; dalam bidang
taknologi, terdapat sentralisasi industri-industri baru yang
mendasarkan pada science; dan dalam bidang sosiologi muncul para 11
alit teknik baru dan prinsip stratifikasi baru.
Analisa Bell tentang komponen yang terakhir adalah sangat
kontroversial dan secara luas diperdebatkan. Nampaknya Bell
melihat struktur pekerjaan/jabatan sebagai kunci terhadap
struktur sosial dan oleh karena itu parubahan-perubahan dalam
struktur jabatan adalah cruci@l terhadap pembagian kekuasaan
politik. Menurut Ball, sepanjang taknologi mengubah struktur
elit, para pengusaha sebagai priv@te entrepreoeurs nampak
menyerah kepada 1hR ~ eower elite, yang manurut Bell mancakup
scientists, eoqineers ioformatipo specialists.
Selanjutnya Ball barpandapat bahwa kalompok politisi profesional
mamberikan respon tidak kepada ~ ~ man@garial class tetapi
sebaliknya kepada the "f!lfm 21 koowledge", the research scientists 12
aod tachnolpqists.
6
Kritik yang sering dilontarkan terhadap teori-teorinya Bell
tentang, masyarakat pasca industri adalah mengenai perspekti1
masyarakat yang didominasi oleh ~ scientific &DR knowledged elite
yang dianggap merupakan kelanjutan dari pendapat Bell tentang the 13
~ 21 ideology yang dikemukakan pada awal tahun 1960-an.
Pengutamaan pengetahuan dan informasi sebagai pemeran kunci dalam
hubungan kekuasaan dalam masyarakat-masyarakat pasca industri
juga menganggap begitu mudah bahwa bagaimanapun jawaban-jawaban
11 Scientific" dan tidak dapat diperdebatkan dapat diketemukan guna
menyembuhkan penyakit-panyakit -.asyar..-kM .. Dengan perkataan
lain, menurut jalan pikiran ini, tidak ada lagi kebutuhan bagi
ideologi politik karena pengetahuan ilmiah dan teknologi maju
dapat memberikan penyelesaian "bebas nilai" terhadap masalah-
masalah sosial. Akan tetapi Bell kemudian menarik diri dari
kedudukan semula dan menekankan bahwa pemikirannya tentang
masyarakat pasca industri terbatas pada perubahan-perubahan dalam
tertib sosial dan tekno-ekonomik yang tidak perlu menentukan atau
mengubah orde politik. Dengan demikian Bell tidak lagi
optimistik tentang peranan yang dimainkan oleh ~ knowledged 14
elites,
Berlainan pendapat dengan Bell, Roger Benyamin mengemukakan
bahwa pasca industrialisasi mempunyai karakteristik-karakteristik 15
tertentu. Pertama, terdapat peningkatan relati1 dalam pelayanan
at as sektor produksi ekonomi. Kedua, pertumbuhan ekonomi
berlangsung perlahan karena permintaan bagi barang-barang
1
,1 .,JI:
infrastruktur dan konsumen mengalami penurunan. Ketiga, dalam
pasca industrialisasi terjadi pertambahan secara relatif dalam
volume saktor pemarintah <public) dan kemerosotan dalam volume
sektor swasta. Berdasarkan fenomena ini maka terdapat
keterbatasan-keterbatasan pada sektor pemerintah dan kebutuhan
adanya kreteria yang lebih jelas tentang apa yang harus
dihasilkan dalam sektor pemerintah dan bagaimana
mengalokasikannya. Akhirnya, ·terdapat pula konsekuensi-
konsekuensi politik yang penting dari semua fenomena yang
disebutkan sebelumnya 1 terdapat peningkatan dalam partisipasi
politik oleh kelompoJ< nooelectoral, karena sifat campuran
goyernment goods yang semakin bertambah dan kebutuhan bagi
alternatif-alternatif rencana pemerintah.
3. Jepang Sebagai Studi Kasus
Setelah penulis mengupas teori-teori masyarakat pasca
industri secara cukup mendetail maka pembahasan selanjutnya akan
diarahkan pada masyarakat pasca industri di Jepang. Sementara
itu dalam kurun waktu sebelum pertumbuhan ekonomi yang meledak di
Jepang dalam tahun 1960-an, terdapat ambivalensi dalam
mendeskripsikan masyarakat Jepang. Sekalipun diakui bahwa ~epang
merupakan negara dengan tingkat industrialisasi yang tinggi dan
makmur sebagaimana negara-negara Barat yang maju, ekonomi Jepang
masih menderita karena struktur rangkap yang ditandai oleh
konsistensi unsur-unsur tradisional dan modern. Proses politik
Jepang tetap kurang diketahui dan karena itu tidal< modern.
8
Seorang sarjana sosiologi Jepang mengatakan bahwa Jepang
merupakan masyarakat yang terbuka yang terdiri dari komponen-
komponen yang tertutup. Lebih dari itu, masyarakat Jepang
adalah masyarakat yang sangat bertingkat-tingkat dengan loyalitas
kelompok-kelompok yang eklusif -~ suatu struktur sosial yang 16
sedikit diubah oleh industrialisasi dan pengaruh Barat.
Dalam tahun 1960-an pada waktu Jepang mengalami pertumbuhan
iekonomi yang sangat cepat para pengritik sosial mulai menaruh
perhatian bahwa bangsa Jepang mempunyai pendidikan yang sangat
tinggi, tenaga kerja yang trampil dan membiasakan dengan media,
yang dapat dideskripsikan sebagai An information society. Para
analis lain, sekalipun mereka berusaha memusatkan perhatian pada
berbagai aspek perubahan, mereka kebanyakan mulai dengan aspek
teknologi sempit dan aspek ekonomi yang lebih luas. vDalam
usahanya untuk mengidentifikasikan Jepang sebagai masyarakat
pasca industri, misalnya Taketsugu Tsurutani menggunakan tiga 17
kriteria cross-national. Pertama, dalam masyarakat pasca
industri mayoritas tenaga kerja terlibat dalam sektor tarsier
atau service. Sejak tahun 1973, 54,6 persen dari para pekerja
Jepang terlibat dalam kegiatan-kegiatan perdagangan, keuangan,
managemen dan apa yang dinamakan software. Kedua, dalam
masyarakat pasca industri sektor pelayanan menyumbangkan bagian
t&Tbesar dari GNP daripada yang diberikan oleh sektor primer dan
sekunder secara bersama. Di Jepang proporsi GNP yang diberikan
9
oleh sektor pelayanan berjumlah diatas 50 persen· sejak tahun
1963. Ketiga, masyarakat pasca industri memperlihatkan
kemampuan dalaa.4iflllgkat produksi, pendapatan nasional per kapita
pertahun, tabungan dan investasi sangat tinggi. Dalam tahun 1955
Jepang mencatat GNP bersih sekitar 20,3 milyar dollar AS. Pad a
tahun 1965 Jepang dapat diikut-sertakan sebagai anggota dari klub
negara-negara di dunia yang mempunyai GNP 100 milyar dollar AS
dan tahun 1970 GNP Jepang mencapai 200 milyar dollar AS. Lima
tahun kemudian,yaitu dalam tahun 1975 GNP-nya telah melampaui 300
milyar dollar AS. Pada'bulan Maret 1978 GNP Jepang mencapai 448
milyar dollar AS. Kemajuan teknologi, economics 21 wcale,
organization skills, dan perbaikan-perbaikan secara kualitatif
terhadap modal dan tenaga kerja telah memberikan andil penting
terhadap output dan membantu meningkatkan GNP. ___ ..-!
Tingk.at pendapatan yang sangat tinggi (misalnya data yang
tersedia menunjukkan pada bulan Maret 1978 pendapatan per kapita
per tahun adalah 7.167 dollar AS> memberikan potensi bagi tingkat
pengeluaran dan hubungan yang tinggi. Antara tahun 1961 dan
tahun 1970 gross saving dari GNP rata-rata mencapai 37,5 persen
(lebih dari dua kali tingkat tabungan Amerika>. Hampir 97 persen
dari semua rumah tangga di Jepang memiliki simpanan dalam bentuk
tabungan pos, saham dan surat obligasi. Tabungan ini ntta-rata
mempunyai 6.000 dollar AS untuk setiap rumah tangga. Tingkat
tabungan yang tinggi ini memungkinkan pengadaan investasi yang
10
besar tidak saja dalam modal yang tetap tetapi juga dalam
jaringan-jaringan pelayanan yang canggih, advanced software dan
high levels 21 information.
Beberapa Aspek RaLl Masyarakat Pasca Industri
Sejalan dengan bangsa Jepang memasuki masyarakat
industri, barangkali fenomena yang paling penting nampak
sik6p parokial bangsa Jepang terkikis secara mantap dalam
1970-an. Fenomena ini dinamakan sebagai .. intermestic !l9!t"·
ini menunjukkan bahwa apapun yang terjadi dalam
internasional mempunyai dampak pada kekuatan dunia di
negeri, dan karena itu kejadian-kejadian dalam negeri
pasca
adalah
tahun
Hal
bidang
dalam
suatt..t
bangsa besar tidak dapat dielakkan mempengaruhi masalah-masalah
dunia.
Di dalam negeri, masyarakat pasca industri kontemporer
adalah lebih besar daripada masyarakat sebelumnya : terdapat
lebih banyak barang, lebih banyak orang dan lebih banyak tempat.
Apa yang dinamakan dengan "psychic mobility" dalam" proses
modernisasi sekarang ini, disebut oleh Daniel Bell dengan
"the ec 1 ipse 21 distance".
Organisasi-organisasi komponen dalam masyarakat pasca
industri adalah lebih rumit. Organisasi-organisasi itu mencakup
banyak orang, mendominasi masyarakat dan menawarkan suatu
paradoks. Masih termasuk suatu organisasi baru mungkin adalah
11
loyalitas (miiSalnya, dalam suatu desa Jepang di daer-ah
per tanian> • Di samping itu, individu-individu menjadi skeptis
ter-hadap ikatan-ikatan kuat dengan sebab-sebab atau organisasi-
or-ganis.asi. Dalam masyarakat pasca industr-i individu ter-libat
lebih jauh dalam organisasi-organisasi r-egional dan nasional
daripada anggota masyarakat tradisional.
Masyarakat pasca industri mungkin nampak lebih mudah
hidup karena pencapaian-pencapaian teknologi yang maju dan
peningkatan waktu yang ter-luang. Tetapi kemajuan-kemajuan ini
juga menimbulkan beberapa kecemasan. Menurut poll pendapat umum,
sementara orang Jepang merasa bangg~ untuk menyadari bahwa mereka
berada diambang pintu bekerja lima hari dalam sepekan, secara
tr-adisional mer-eka tersosialisasi untuk bekerja keras, sehingga
mereka merasa tidak pasti mengenai apakah mer-eka dapat
memanfaatkan waktu luang mer-eka yang semakin ber-tambah.
Ekonomi Politik. Kapitalisme modern pada tahap pasca industri
~ menghasilkan kekayaan, sehingga faktor ekonomi merupakan faktor
pokok dalam menghasilkan suatu konsensus politik yang lu ...
Per-tumbuhan tidak hanya sangat cepat, tetapi juga menyebar
atau nampaknya menyebarkan manfaat secara luas.
Terdapat suatu optimisme yang tersebar luas bahwa
masyarakat pasca industri dapat meningkatkan kekayaan secara
tidak terbatas dan juga mer-atakan hasil-hasil pertumbuhan, jika
12
masyarakat itu mempunyai pemimpin-pemimpin yang bijaksana dan
menggunakan sarana-sarana yang benar. Sikap ini mendorong
peningkatan pengelolaan publik terhadap sistem-sistem ekonomi
campuran, yaitu masyarakat setengah kapitalis, masyarakat
sosialis yang setengah direncanakan dan masyarakat sosialis yang
direncanakan. Bahkan di bawah kepemimpinan konservatif, terdapat
perluasan negara kesejahteraan. Terdapat suatu paradoks disini.
Suatu peningkatan pendapatan perkapita per tahun dipakai sebagai
pertimbangan, sehingga tahap pasca industri nampaknya merupakan
masyarakat yang makmur. Di lain pihak, masyarakat telah menerima
preseden tentang perencanaan yang sedikit ketat. Seringkali,
keinginan-keinginan individu yang bebas bertabrakan dengan
kebutuhan publik.
Tingkat produksi yang tinggi dan distribusi yang secara
relatif luas menimbulkan suatu masyarakat
yang besar dan tingkat polarisasi status yang
kelas menengah
rendah. Suatu
jaringan kerja dar! asosiasi-asosiasi sekunder yang aktif muncul.
Pluralisme, menurut satu aliran pemikiran politik barat,
memberikan fundasi bagi suatu demokrasi yang stabil. Juga tidak
terdapat alasan mengapa tahap pasca industri mungkin tidak
menghasilkan suatu masyarakat sosialis.
Di Jepang, sebagaimana dikebanyakan masyarakat pasca
industri, konflik pengelolaan buruh tidak dihapuskan, tetapi
dilembagakan secara lebih baik. Dapat dikatakan bahwa hak-hak
13
collective ~argaining Jepang dikukuhkan dalam konstitusi yang
dibuat oleh Jendral Douglas MacArthur. Kemajuan teknologi telah
memperbaiki kualitas tenaga kerja dan meningkatkan produksi.
Sekalipun upah telah meningkat lebih cepat daripada produktivitas
tenaga
tenaga
kerja, bagian dari pendapatan nasional yang berasal dari
kerja tidak meningkat secepat GNP Jepang. Sekalipun
demikian, tenaga kerja Jepang juga mengharapkan memperoleh uang
lebih banyak, barang-barang konsumen yang lebih awet dan mewah,
serta waktu luang yang lebih banyak. Dalam konteks ini, pekerja
merupakan pemilik harta kekayaan dengan kehidupan yang terpusat
kepada keluarga dan liburan yang dibayar. Ia adalah anggota dari
kelas yang bekerja yang tidak lagi mempunyai motivasi atau
tertarik dalam kegiatan politik yang militan yang mungkin
menentang sistem. Aspek-aspek lain yang halus dari perubahan
dalam masyarakat baru menuntut analisis ekonomi lebih lanjut.
Ekonomi. Pertumbuhan Jepang dalam permulaan tahun 1960-an
didukung secara tak terhingga oleh struktur rangkap ekonomi. 90
persen dari para tenaga kerja baru yang memasuki angkatan kerja
berasal dari tamatan sekolah menengah pertama. Banyak tenaga
kerja ini yang berasal dari daerah-daerah pedesaan. Akan tetapi
pad a akhir tahun 1970-an, 95 persen dari remaja Jepang
meneruskan pelajaran mereka ke sekolah menengah atas <suatu angka
yang sama dengan jumlah remaja di Amerika Serikat). Tetapi angka
kegagalan sekolah untuk remaja Jepang lebih rendah dibandingkan
14
di Amerika Serikat). Di samping itu, proporsi remaja Jepang yang
memasuki universitas atau perguruan tinggi meningkat secara
mantap (sampai antara 35 persen dan 40 persen pada tahun
1978). Perubahan-perubahan semacam ini mempunyai dampak pada
mobilitas remaja. Masa depan dari sistem pekerjaan seumur hidup
mulai dibicarakan secara terbuka. Angkatan kerja juga membuat
tuntutan-tuntutan baru ganjaran sepadan dengan hasil
pekerjaanf menghindari waktu lembur <tanpa pembayaran ekstra)f
dan waktu luang yang lebih panjang. Sekalipun demikian, tenaga
kerja Jepang secara tetap peramah. Resesi-resesi kecil pada
pertengahan tahun 1'970-an dan resesi berat yang panjang <pada
tahun 1978 sampai tahun 1979) dalam kurun waktu setelah perang
meredam tuntutan para pekerja.
Sebagaimana halnya yang terjadi dengan bangsa-bangsa barat
dalam tahap pasca industri dan maju, pada tahun 1970-an ekonomi
Jepang merasakan dampak dari biaya-biaya tenaga kerja yang secara
relatif mengalami kenaikan dan tagihan energi yang tinggi.
Hasilnya pergeseran dalam struktur ekonomi yang mendasar.
Misalnya, Jepang menderita kerugian dari keunggulan komparatif
<comPArative terutama dalam industri-industri yang
padat karya, di mana upah tenaga kerja Jepang adalah demikian
tinggi dibandingkan dengan upah tenaga kerja di negara-negara
sedang berkembang. Industri-industri tertentu yang
dahulu kompetitif sekarang tidak lagi kompetitif seperti:
15
peleburan mineral bukan basi, penyulingan dan pemrosesan minyak
maupun petrokimia, takstil dan barang-barang elektronik.
P~-.,..i:an-penyesuaian struktur ekonomi dasar seperti itu
telah menimbulkan konflik dalam pamerintahan. Kementerian
Pardagangan Internasional dan birokrat-birokrat Industri adalah
diantara yang pertama kali yang menginginkan ekonomi pertumbuhan
menengah, suatu ekonomi yang akan dilengkapi oleh ekonomi negara
negara tetangga yang sedang berkambang di Asia Tenggara, di Korea
dan Taiwan. Negara-negara ini sekarang menikmati keunggulan
tenaga kerja komparatif. Dengan demikian usaha-usaha dilakukan
untuk mengganti televisi hitam dan putih dengan televisi berwarna
dan mengganti tekstil dengan proses-proses industri yang lebih
halus. Tanggapan MITI terhadap goncangan minyak tahun 1973
adalah mencoba mengurangi industri-industri yang padat energi
<energy-intensive industries) dan meningkatkan industri
industri yang padat pengetahuan (lsnowledqe-intensiye industries).
Para pemimpin industri besar dan berpengalaman yang terorganisir
dalam Keidanren menentang rencana ini. Mereka ini diwakili
dalam Partai Demokrasi Liberal <LDP), kepentingan-kepentingan
semacam itu telah membuat industri-industri di Jepang secara luas
dilindungi misalnya, dalam industri-industri peleburan dan
pengolahan bahan-bahan mentah, tekstil dan pemrosesan makanan
(merupakan industri-industri yang dilindungi secara ketat).
Industri-industri ini juga yang paling merasakan 'friksi
internasional.
16
Telah diuraikan dengan cukup tentang tingkat pendapatan untuk
mengetahui apa yang mungkin dinamakan dengan kehidupan anggota
anggota masyarakat pasca industri yang merupakan konsumerisme.
Pada tahun 1960-an Japang mempunyai kepercayaan, tetapi dalam
suatu cara yang luar biasa. Kebanyakan orang Jepang meneruskan
kebiasaan mempunyai angka tabungan yang tinggi, tetapi dana itu
diperuntukkan bagi pengeluaran terakhir untuk mendapatkan barang
barang konsumen yang tahan lama. <Tidak seperti orang Amerika,
banyak orang Jepang menghindari hutang cicilan, kecuali pada umur
dewasa -- untuk pengeluaran sebuah rumah). Kira-kira sepertiga
dari seluruh rumah tangga membutuhkan mobil. Sebenarnya, setiap
rumah mempunyai lemari es, sebuah pesawat televisi berwarna dan
sebuah mesin pencuci listrik <merupakan tiga barang mewah dalam
tahun 1960-an). Barang-barang konsumen tahan lama mempersempit
perbedaan-perbedaan gaya hidup antara daerah-daerah metropolitan,
kota-kota kecil dan malahan desa-desa. Pada tahun 1962, kira
kira 76 persen dari seluruh responden Jepang yang diteliti
menyatakan mereka merupakan anggota dari kelas menengah. Pada
tahun 1969, 90 persen dari seluruh responden menyatakan bahwa
mereka mempunyai kedudukan sosial menengah.
Berbeda dengan banyak ramalan, di Jepang angka tabungan
tetap tinggi sampai akhir tahun 1970-an, tetapi tujuan-tujuan
dari penghematan adalah berbeda. Dalam tahun 1960-an tabungan
dipakai untuk membiayai pembelian barang-barang konsumen tahan
11
. lama, sedangkan dalam dasa warsa berikutnya survai pendapat umum
mengungkapkan keprihatinan mereka terhadap pendapatan golongan
lanjut usia. Dihadapkan dengan kesulitan yang besar dalam
memperoleh pekerjaan setelah pensiun (biasanya pada umur 55
tahun) dan dengan tingkat manfaat jaminan sosial yang rendah,
orang-orang Jepang tetap terus menabung untuk mempertahankan
kehidupan mereka.
Sekalipun pendapatan ini diperuntukkan bagi barang-barang
konsumen tahan lama, satu ciri dari pola pertumbuhan Jepang
adalah bahwa tingkat konsumsi adalah rendah berhubungan dengan
kemampuan bangs a untuk memproduksi. Satu alasan adalah
kecenderungan orang Jepang untuk menunda pengeluaran sampai
mereka beranggapan bahwa t~elurt.lh tw.rga barang dapat mereka bayar.
Alasan lain adalah prasangka (bias) nasional terhadap penggunaan
surplus untuk investasi dalam modal yang tetap. Sejalan dengan
tingkat pendapatan per kapita yang mendekati tingkat pendapatan
per kapita negara-negara yang paling maju, persediaan modal untuk
pengeluaran tambahan (overhead capital> per kapita di Jepang,
misalnya taman, fasilitas-fasilitas rekreasi, rumah-rumah sakit
dan sebagainya -- ketinggalan jauh di belakang investasi swasta
dalam produksi tambahan. Persediaan rumah per kapita malahan
lebih rendah.
Tidak memadainya anggaran-anggaran pengeluaran yang
berhubungan dengan kesejahteraan merupakan sumber ketegangan yang
18
serius yang menimpa masyarakat yang berkembang di daerah-daerah
perkotaan secara cepat dalam tahun 1970-an. Sekalipun sumbangan-
sumbangan yang berasal dari sektor swasta, jaminan sosial secara
menyeluruh masih tetap kurang memadai, terutama dalam melayani
golongan usia lanjut. Dalam hal ini nampak bahwa jaminan sosial
ketinggalan di belakang standar internasional.
\) Masyarakat, Dalam masyarakat pasca industri yang khas terdapat
kemerosotan yang nyata dalam polarisasi status secara vertikal
Cdalam hal sosial ekonomi masyarakat adalah lelbih egalitarian>.
Tetapi terdapat pula peningkatan dalam stratifikasi sosial secara
horizontal 1 masyarakat juga lebih kompleks, dengan spesialisasi
dan pembagian kerja dalam suatu ekonomi diversifikasi dan
tekanan pada bermacam-macam pelayanan.
Dalam tahun 1978, penduduk Jepang secara mantap mencapai
115 juta. Angka pertambahan per tahun adalah hanya 0,89 persen,
kenaikan yang paling rendah dalam delapan belas tahun. Sam a
pentingnya adalah perubahan-perubahan dalam lokasi dan pergeseran
hal us dalam struktur. Sekalipun jumlah penduduk yang
meninggalkan daerah-daerah pedesaan telah berkurang dari 3,4
persen per tahun dalam tahun 1971 menjadi 0,6 persen dalam tahun
1978, suatu laporan dikeluarkan oleh Badan Pertahanan Nasional
(1978) mengungkapkan bahwa terdapat 1.093 desa, kota kecil dan
besar <34 persen dari semua komunikasi) yang dapat digolongkan
19
sebagai "daerah-daerah yang l:!erpenduduk jaraf\9"•
laporan
sampai
(angka
golongan
menunjukkan pengurangan 20,7 persen anak yang
tahun 14 tahun di daerah-daerah yang berpenduduk
nasional secara menyeluruh meningkat 8,3
penduduk berumur 15 tahun sampai 64
berumur
jarang
persen);
tahun
berkurang 6,1 persen (berbeda dengan angka nasional mengalami
kenaikan 5,1 persen). Sementara itu, di darah-daerah yang
berpenduduk jarang jumlah orang yang berumur 65 tahun atau lebih
bertambah dengan 9,8 persen.
Masyarakat pasca industri dibentuk dan didorong oleh
perluasan pendidikan. Pendidikan menjadi sosialiser yang besar.
Dalam studi civic cylture, Gabriel Almond dan Sidney Verba
mengkaitkan pendidikan, tingkah laku politik, dan demokrasi.
Secara teoritik, pendidikan mengembangkan atribut-atribut khusus
tertentu : toleransi yang besar untuk ambigu, penyimpangan
meningkat dari kepercayaan-kepercayaan orang tua (tradisional>,
dan sopistikasi dalam pilihan politik. Dampak umum adalah
meningkatkan toleransi orang dan dukungan kebebasan sipil dan
mengurangi prasangka dan tendensi kepada otoritarianisme.
Kasus Jepang membuktikan semua atribut ini secara luas
tetapi paling tidak meragukan apakah pendidikan telah
meningkatkan keefektifan politik Jepang. Tingkat partisipasi
politik (dalam pemilihan~pemilihan) masih tetap tinggi, tetapi
kecenderungan ini mungkin merupakan produk tradisi sepe(ti
20
pendidikan.
karena skeptisme partai-partai dan para pemimpin tersebar luas.
Menurut standar UNESCO, 99,9 persen penduduk Jepang bebas
dari buta aksara dan merupakan angka paling tinggi di dunia~
Jumlah personil pendidikan Jepang secara keseluruhan,
termasuk ·penelitian dan pengembangan
(setelah Amerika Serikat) di dunia.
menempati urutan kedua
Karena penduduk Jepang
mempunyai angka baca tulis yang sangat tinggi dan sangat suka
membaca, media publik dan komunikasi massa (~ ~) adalah
sangat panting. Hal ini sangat berbeda dengan tradisi lisan
yang secara hirarkis menentukan dan menekankan hubungan individu
dengan individu dalam kelompok-kelompok utama. Media dapat
digunakan untuk pendidikan secara terbuka dan liberal atau untuk
indoktrinasi massa. Banyak penduduk yang mempunyai pengetahuan
semakin luas dan malahan juga semakin skeptis, tetapi pengaruh
~ ~ cenderung semakin kuat daripada menentang konsensus
yang ada.
Masyarakat seringkali digambarkan sedang menuju kepada
alinasi individu-individu dan pada akhirnya dapat menyebabkan
ambruknya struktur sosial. Terdapat semacam nostalgia untuk
masyarakat tradisional lama yang bersatu. Kasus Jepang tentunya
memperkuat pengamatan bahwa sekalipun urbanisasi yang cepat
meningkatkan mobilitas geografis dan sosial, mobilisasi itu
~empunyai dampak yang menghancurkan pada masyarakat pedesaan yang
terisolasi.
21
Dengan terwujudnya masyarakat yang makmur generasi remaja
tumbuh dengan hampir tidak menghadapi kelangkaan dan keinginan.
Hal itu merupakan kebudayaan remaja yang baru dan berlanjut
sampai dewasa. Sejak tahun 1960-an remaja Jepang telah memiliki
kesadaran yang akut terhadap gaya hidup dan tingkah laku remaja
remaja lain di seluruh dunia. Munculnya kebudayaan remaja di
Jepang, sebagaimana di masyarakat-masyarakat pasca industri lain
menimbulkan pertanyaan yang menarik : sekalipun perubahan
mengurangi dampak asal-usul etnis, kelas dan regional, apakah
pada waktu yang sama menciptakan jurang pemisah lain antara
generasi? Berakhirnya perang Pasifik merupakan batas demarkasi
antara kelompok-kelompok Jepang. Sampai tahun 1977, 50 persen
dari semua orang Jepang telah dilahirkan sejak tahun 1945.
Tingkat pendidikan yang meningkat dan kebutuhan masyarakat
untuk personil terlatih telah membantu dalam memperluas peranan
kaum intelektual <interi) dalam masyarakat Jepang setelah
perang. Terlebih-lebih karena tuntutan untuk software dalam
masyarakat pelayanan, kaum intelektual dipilih dalam sistem yang
dikelola oleh birokrasi yang rutin dan permanen. Birokrasi pada
gilirannya bertanggung jawab kepada suatu oligarki konservatif
<penguasa di Jepeng). Jumlah interi yang semakin berkurang
menjauhi dari masyarakat mmenjadi pembahasan yang mencemohkan.
Sulit bagi mereka untuk melawan optimisme yang mendasar dari
kelas menengah.
22
Barangkali citra yang paling penting dari masyarakat pasca
industri adalah migrasi penduduk secara terus menerus ke tempat
tempat perkotaan besar. Dengan demikian, dalam tahun 1960-an
para perencana berpendapat tentang dekonsentrasi industri dari
kota-kota, dalam tahun 1970-an dan tahun 1980-an mereka terpaksa
menghadapi konsentrasi pasca industri lebih jauh karena
pertumbuhan neoteknik. Para pemakai komputer yang trampil,
transceiver, pres, photocopy dan sofware perlu berhubungan satu
sama lain. Tahap tertier dari perkembangan industri mendorong
konsentrasi, dan konsentrasi telah membentuk daerah-daerah
perkotaan yang luas dan menyebar dengan diselingi beberapa desa,
antara Tokyo dan Kita Kyushu. Di sini berkembang suatu pola
pemukiman megapolitan yang dihubungkan oleh komunikasi dan
transportasi yang sangat cepat.
Jepang Semakin Laniut Usia. Akhir tahun 1970-an, satu
dari masyarakat pasca industri Jepang menjadi demikian
aspek
penting
dengan maksud menjamin perhatian khusus dalam pers. OrangJepang
menunjuk kpada gejala sebagai "Jepang Semakin Lanjut Usia" C"the
graying 21 Japan"), kadang-kadang sebagai ••Jepang di Usia Senja"
("the twilight 2.1 Japan") atau Nihoo !l2. yugure.
Dari seluruh penduduk Jepang yang berjumlah 115 juta dalam
tahun 1978, penduduk yang berusia lanjut Cumur 65 tahun atau
lebih) berjumlah hampir 10 juta, atau 8,6 persen Cdibandingkan
23
dengan penduduk usia lanjut di Swedia 15,4 persen, Jerman Barat
14,7 persen, Inggris 14,3 persen, dan Perancis 13,3 persen).
Halahan perhatian yang besar adalah proyeksi yang dibuat oleh
biro statistik dari kantor Perdana Menteri yang meramalkan jumlah
keseluruhan penduduk berusia lanjut dapat mencapai 25 juta pada
dekade kedua abad 21. Bila ramalan ini benar, kelompok usia
lanjut akan mencapai 18 persen dari seluruh penduduk Jepang,
suatu angka yang barangkali melampaui angka usia lanjut di
negara-negara industri maju lainnya dalam tahun 2015.
lmplikasinya bagi struktur so.sial dan kebijaksanaan
demikian mendalam.
adalah
Para ahli menyebutkan tiga
perkembangan penduduk. Pertama
faktor
adalah
yang mendasar bagi
ledakan bayi setelah
perang yang memberikan landasan penduduk awal. Kedua,
kemerosotan angka kelahiran berikutnya secara mendadak, suatu
kemerosotan yang pada dasarnya meningkatkan presentase kelompok
usia lanjut dalam seluruh penduduk. Ketiga adalah peningkatan
harapan hidup rata-rata di Jepang. Dalam tahun 1979 Kementerian
Kesehatan dan Kesejahteraan memperkirakan bahwa harapan hidup
rata-rata orang Jepang telah bertambah menjadi 72, 69 tahun untuk
priya dan 77,95 tahun untuk wanita, secara keseluruhan paling
panjang di dunia.
Angka-angka seperti itu merefleksikan dampak yang
dari perubahan struktural pada sistem keluarga
24
penting
Jepang
tradisional. Terdapat peningkatan yang tajam dalam
keluarga inti yang terdiri hanya kelompok usia lanjut.
jumlah
Dalam
tahun 1978 Kertas Putih tentang Kesejahteraan Nasional melaporkan
bahwa jumlah unit semacam itu telah meningkat dari 680.000 <2,7
per sen
(5,6
1977.
dari semua keluarga) dalam tahun 1963 menjadi 1,9 juta
persen dari seluruh rumah tangga di Jepang) dalam tahun
Kira-kira 3/4 dari penduduk yang berusia lebih dari 65
tahun masih bertempat tinggal bersama dengan anak-anak mereka
yang
dengan
tetapi.
sudah menikah (dibandingkan dengan kira-kira 1/3 penduduk
usia yang sama di Eropa atau di Amerika Serikat). Akan
para pemgamat Jepang menamakan "quasi household
seorang istri muda memberi komentar, "kebebasan sharing,"
pribadi masing-masing keluarga dijaga dengan baik. Saya merasa
bebas dari perang psikologi dengan ibu mertua saya."
Para ilmuwan kependudukan dan ekonomi telah bersepakat bahwa
Jepang diusia senja telah memasuki waktu yang paling buruk, pada
waktu bangsa menyesuaikan dengan pertumbuhan menengah atau
lamban. Pengelolaan lebih menyukai untuk menunggu pengurangan
daripada terlibat dalam pemeca~ Hall pemberhentian sementara
secara sewenang-wenang. Hasilnya, menurut Universitas Nippon di
Kuroda Toshio, satu dari setiap lima pekerja yang berusia
produktif
dari 54
(usia 15 tahun sampai 64 tahun) sekarang adalah lebih
tahun. Sekalipun demikian, pengangguran dan
pengangguran terkonsentrasi secara besar-besaran dalam
25
setengah
kelompok
usia lanjut. Kelompok usia lanjut telah memaksa teman-teman
mereka untuk meninjau kebijaksanaan-kebijaksanaan personil
mereka, misalnya tradisi pekerjaan waktu hidup, perlakuan staf
yang berusia tua, meningkatkan biaya-biaya personil, saluran-
saluran yang tersumbat untuk kenaikan pangkat dan semangat
kerja yang merosot diantara para pekerja.
Tradisi Qan Transisi. Dari hasil survai tentang tingkah laku
maka dapat diperkirakan bahwa bangsa Jepang memasuki tahun 1970-
an tidak terikat pada suatu ideologi. Kebudayaan kontemporer
yang muncul mempunyai unsur-unsur kepercayaan tradisional
penting& menekankan pada keluarga, kelompok, dan keluarga-bangsa,
daripada individu; menekankan pada disiplin dan tugas, daripada
kebebasan; kepercayaan pada penghormatan status (diukur dengan
jasa sebagaimana orang Jepang membatasinya>, daripada kesamaan
sosial.
Sekalipun berakhirnya struktur rangkap yang terkenal telah
nampak pada permulaan tahun 1970-an, tetapi sama sekali belum
lenyap. Pada puncak struktur adalah korporasi besar yang sangat
dirasionalisasikan dengan elit pekerja yang diorganisir. Pada
tingkat bawah adalah perusahaan-perusahaan kecil dengan para
J •
pek~TJa yang tidak diorganisir dengan baik. Pada akhir tahun
1970-an, lebih dari separo pekerja-pekerja Jepang masih bekerja
di perusahaan-perusahaan yang mempempunyai kurang dari 40
pekerja.
26
Sebagai suatu ilustrasi kombinasi tradisi dan transisi
adalah sistem senioritas (nenko joretsu), yang menentukan status
dasar dalam suatu perusahaan atau dalam suatu kementerian menurut
umur. Dalam sepuluh tahun pertama bekerja, kenaikan pangkat
adalah menurut senioritas; dalam tahun-tahun pertengahan, jasa
dan pencapaian mungkin mempengaruhi status. Suatu unsur sistem
senioritas yang menarik adalah tetap berlakunya kedudukan
kedudukan tinggi dari kelompok kecil universitas <gakubatsy) yang
terdiri dari individu-individu yang tamat dari lembaga-lembaga
yang bergengsi. Anggota-anggota gakubatsy menerima status dalam
kelompok kecil menurut tanggal tamat sekolah. Dalam birokrasi
diatas tingkat kepala biro,141 dari 169 jabatan (83 persen) diisi
oleh tamatan Todai <Universitas Tokyo). Di 124 dari 303
korporasi besar (dengan modal 5 juta yen atau lebih>,
pengelolaan dipimpin oleh tamatan Todai Partai-partai politik,
mencakup partai Sosialis dipimpin oleh para tamatan universitas
nasional.
Di lain pihak, penelitian tentang masyarakat pasca industri
di Jepang dalam tahun 1970-an mengungkapkan banyak bukti
perubahan. Generasi muda mempunyai kecenderungan ilmiah yang
meningkat dan memiliki pendidikan yang lebih baik daripada
generasi tua. Kaum remaja Jepang membentuk masyarakat yang
paling egalitar~an di dunia. Ini tidak harus berarti bahwa semua
orang Jepang mempunyai peran serta yang sama dalam pembuatan
keputusan. Tetapi lebih berarti bahwa mayoritas penduduk Jepang
27
mempunyai perasaan bahwa semua warganegara diperlakukan dan
kebanyakan dikelola secara sama. Malahan sejak berakhirnya
perang, sesungguhnya 1.ne1 separti "demokrasi" dan "liberalisme"
mendapat tanggapan yang menyenangkan di antara orang Jepang.
Tetapi dalam tahun 1970-an apa yang seringkali membingungkan
orang-orang Amerika yang mengunjungi Jepang dan mereka ini
percaya bahwa Jepang memiliki kepemimpinan "konservatif",
sehingga "sosialisme" lebih disukai, sedangkan. "kapitalisme"
hampir secara menyeluruh kurang dihargai. Dan "individualisme"
dipadang sebagai mementingkan diri.
Mungkin terlalu tergesa-gesa untuk memberikan kesimpulan
bahwa sekarang ini penduduk Jepang, sebagaimana penduduk di
negara-negara yang industrinya maju sedang menyaksikan apa yang
dinamakan "berakhirnya ideologi." Sekalipun demikian, hal itu
menimbulkan minat untuk berspekulasi tentang perkembangan
perkembangan mendatang tentang suatu masyarakat yang secara
relatif terbuka dengan lembaga-lembaga republik yang dikelilingi
oleh tingkat kemakmuran yang tinggi dan ditandai oleh munculnya
suatu kelas menengah perkotaan, yaitu kaum pekerja kantor dan
mereka ini mempunyai kecendrungan sangat pragmatis dan tidak
berpolitik. Macam lembaga-lembaga politik apa yang tepat untuk
tahap ini? Pertanyaan yang menarik tetap dapat diJawab di Jepang
dan negara-negara demokrasi barat.
28
Isu-Isy Baru Daltm Mtsyaraktt Ptsct Industr&
Dipandang secara historis, isu-isu yang menonjol
dari masyarakat pra industri berorientasi pada pilihan elit-elit
dan masalah-masalah relevan tentang keadilan politik.
pra industri secara vertikal berkeping-keping.
Masyarakat
Pada tahap
industri, masalah-masalah menonjol mencakup pengelolaan ekonomi
dan keadilan ekonomi. Para ilmuwan bergulat dengan masalah
masalah produksi (kapitalisme dan laissez-faire) dan gagasan
gagasan dari Adam S~th dan Darwinisme Sosial atau masalah
masalah distribusi <sosialisme dan komunisme) dan gagasan-gagasan
dari Marx, Lenin dan Mao. Masyarakat industri cenderung secara
horizontal berkeping-keping.
Dalam transisi antara tahap masyarakat industri akhir dan
tahap masyarakat pasca industri awal di Jepang pada tahun 1960-an
suatu perilaku residual tertentu muncul. Dalam suatu macam
kelambanan budaya <cyltYrtl lag), banyak pemimpin (misalnya,
pemerintah yang dipimpin oleh LDP) secara terus menerus
menekankan produksi dan pertumbuhan. Para pemimpin lain
<misalnya, dari kelompok oposisi progresip) tidak putus-putusnya
meneriakkan isu-isu distribusi yang merata. Semua kelompok secara
vertikal dan horizontal berkeping-keping. Yang paling penting,
masalah-masalah menonjol telah· menjangkau pengelolaan, tenaga
kerja, kelas dan malahan partai politik.
29
Tangaapan Jepang Secara YmYm· Anggota-anggota Pemerintah Jepang
mungkin nampak lamban dan bahkan sangat hati-hati dalam mengambil
tindakan. S.Orang peraanamanteri dikatakan sangat berhati-
hati, sehingga ia melangkahkan kakinya dengan sepotong tongkat di
atas jembatan batu.. Di samping i tu para pemimpin konservati f
Jepang tidaklah lamban dalam mendeteksi perubahan-perubahan halus
yang muncul dalam masyarakat. Dalam satu dari wawancara-
wawancara pertamanya setelah menjadi Perdana Menter!, Ohira
Hasayoshi . mengatakan kepada reporter majalah Asahi Weekly
sebagai berikut :
Kita tidak dapat lagi mengharapkan macam pertumbuhan ekonomi seperti yang kita miliki sampai sekarang. Bergantung pada keadaan-keadaan, kita tidak dapat sama sekali menyingkirkan kemungkinan mempunyai pertumbuhan negatif dalam masa depan. Kita harus menstrukturkan kembali industri-industri kita, gaya hidup kita dan sebagainya. Setiap orang harus menyadari bahwa terdapat kehidupan yang bermanfaat dalam mengatasi abad baru. Keberhasilan ekonomi tidak harus merupakan pertimbangan utama dalam kehidupan, oleh karena itu saya percaya bahwa harus ada hal-hal yang lebih bermanfaat.18
Sebenarnya, sampai pertengahan tahun 1970 masalah tentang
berapa lama ekonomi Jepang harus berorientasi pada pertumbuhan
·yang tidak terkendali dipertanyakan bahkan dalam majalah mingguan
tentang opini yang dibaca oleh para komuter. Masalah-masalah
pokok mulai dinyatakan dalam pengertian filosofis dan cenderung
menjadi masalah-masalah perkembangan moral. Masyarakat Jepang
sedikit memandang bahwa pada saat menusia modern terpenuhi
kebutuhan-kebutuhan materialnya, ia kemudian menghadapi pilihan-
30
pilihan etik yang sulit. Orang Jepang
pertumbuhan untuk apa? dan dengan atau tanpa
kita orang Jepang ini?
mulai bertanya,
teknologi, siapa
Survai pendapat dalam tahun 1970-an mengungkapkan dengan
jelas suatu pergeseran 1 masyarakat Jepang mulai memandang kepada
auatu cara hidup yang lebih tidak tergesa-gesa dan kurang sibuk.
Adalah benar bahwa tingkah laku-tingkah laku telah berubah lebih
cepat daripada perilaku : masih terdapat motivasi yang tinggi
untuk bekerja, dibuktikan oleh absen yang sangat rendah di 3epang
( 2,12 persen dalam poll tahun 1973 ). Sekalipun mengumpulkan
uang tidak lagi merupakan tujuan hidup, tingkat upah maaih
dianggap penting bagi para pekerja untuk semua golongan usia.
Kelompok remaja mengharapkan lebih banyak waktu luang. Kelompok
usia menengah menginginkan sebuah rumah dengan tanah sebagai
perlindungan terhadap inflasi. Para pekerja Senior lebih banyak
memperhatikan kesehatan, jaminan pensiun, dan tindakan-tindakan
kesejahteraan. Perubahan-perubahan halus semacam itu dipandang
sebagai bahan-bahan mentah dari masalah-masalah penting dalam
masyarakat pasca industri Jepang yang dihasilkan.
Ekonomi. Survai pendapat menunjukkan bahwa masyarakat Jepang
mulai menyadari masalah-masalah baru yang muncul sejalan
perkembangan dalam tahun 1960-an. Sekalipun standar hidup
dengan
telah
membaik, banyak orang Jepang merasakan bahwa
orang Jepang rata-rata tidak mengalami
tingkat kehidupan
kenaikan sam a
31
cepatnya dengan GNP. Tingkat ekonomi rangkap yang rendah diserap
dalam tingkat menengah dan atas, kurangnya tenaga kerja dan
tuntutan terhadap upah yang tinggi tidak dapat dielakkan. Di
samping itu, teknologi yang diimpor dari luar negeri bukan tidak
habis-habisnya;
bersaing dengan
sehingga
Jepang.
negara-negara maju
Kekuatan ekonomi
lainnya
yang pokok
mulai
telah
menciptakan lawan di luar negeri, dan bangsa Jepang menyadari
bahwa mereka mulai sekarang harus dapat mengendalikan diri.
Secara paradoks, daya beli yang sesungguhnya dari mata uang
Jepang nampak mulai merosot di dalam negeri, disebabkan oleh
disparitas yang luas antara yen yang kuat di luar negeri dan
lemah di dalam negeri. Sebagaimana yang terjadi di semua negara
industri maju, krisis minyak sampai akhir tahun 1973 ( dampaknya
harga minyak mentah berlipat empat ) menambah keadaan menjadi
gawat di Jepang. Dalam kwartal pertama tahun 1974, angka inflasi
tahunan melonjak mencapai 25 persen dalam harga konsumen ( 35
persen dalam harga grosir ). Sampai pertengahan tahun 1970-an
"mangendalikan harga" memperoleh prioritas tinggi daripada "peran
serta politik" yang diinginkan oleh para responden menurut
survai-survai pendapat umum.
Jepang dalam tahun 1970-an mulai menunjukkan suatu prinsip
bahwa dalam negara pasca kesejahteraan kelangkaan tidak lagi v
merupakan isu ekonomi yang panting (masalah produksi). Masih
tetap merupakan masalah sosial atau politik (masalah distribusi).
32
Para ilmuwan ekonomi mengatakan bahwa perkembangan masa depan di
Jepang akan membutuhkan kebijaksanaan publik untuk membentuk
prioritas-prioritas baru agar dapat mengarahkan ekonomi menjauhi
ketentuan-ketentuan pasar bebas dan menuju penyesuaian kebutuhan
kebutuhan sosial. Dengan cara lain, perbedaan antara arus
barang-barang swasta dan barang-barang publik akan berlangsung
terus dan secara sungguh-sungguh membahayakan "perimbangan
sosial," menurut ilmuwan ekonomi John Kenneth Galbraith, yang
secara luas dikenal di Jepang. Cukup mengherankan bahwa peranan
pemerintah harus diperluas untuk membetulkan disparitas.
(Dikatakan mengherankan karena para pengamat di luar negeri
mempunyai pendapat yang kuat bahwa pemerintah dan perusahaan di
Jepang berhubungan sangat erat).
Bahkan pada permulaan tahun 1972, masyarakat Jepang mulai
menyadari apa yang dinamakan "bayang-bayang pertumbuhan".
Konsumsi pribadi di Jepang berdasarkan proporsi 8NP mencapai 52
persen (bandingkan dengan 60 sampai 61 persen di Amerika Serikat
dan Eropa Barat). Perbedaan dalam konsumsi publik bahkan lebih
besar : Jepang mencapai lebih dari 8 persen dari 8NP di sektor
ini (bandingkan dengan 15 persen di Eropa Barat dan 20 persen di
Amerika Serikat). Orang-orang Amerika menamakan sebagai
"tunggangan yang bebas ( 11 the free ride") dalam bidang keamanan
militer yang menyebabkan tingkat yang rendah, tetapi disparitas
ini masih mencapai $24 milyar per tahun. Lebih dari itu, Jepang
•
33
berkeinginan untuk menginvestasikan sedikit tabungannya dalam
modal tertentu dan menerima angka pertumbuhan yang lebih ·rendah
seperti angka pertumbuhan di negara maju lainnya kira-kira 5
persen, dan membelanjakan 45 milyar dollar AS per tahun. Secara
keseluruhan 70 milyar dollar AS per tahun dipergunakan untuk
membiayai program kesejahteraan dan sosial.
Rencana-rencana
memasuki kembali
yang
ekonomi
menyatakan bahwa pemerintah Jepang
untuk tujuan-tujuan redistribusi
pendapatan mungkin diartikan semacam kolektivisme sosialis. Akan
tetapi, suatu agenda dapat diangkat secara langsung dari dokumen
resmi awal yang berupa the Economic Survey of Japan, 1971-72
suatu badan setengah umum. Dewan tentang Struktur Industri,
membuat suatu rencana bahwa industri berat yang membutuhkan
banyak sumber dan menimbulkan polusi akan dialihkan kepada
proyek-proyek padat pengetahuan <knowledge-intensive proyects)
yang dapat menghemat sumber-sumber energi. Dalam tahun 1973
suatu kelompok swasta yang terdiri dari para ilmuwan ekonomi
memproyeksikan reorganisasi industri secara drastis. Kelompok
itu mengusulkan bahwa produksi baja dibatasi untuk memenuhi
permintaan dalam negeri dan bahwa pembangunan pabrik-pabrik
penyulingan minyak dan petrokimia diperlambat. Dalam tahun 1974,
Dewan tentang Struktur Industri mempersiapkan lagi rencana jangka
panjang yang menyangkut struktur industri dalam suatu rencana
pertumbuhan yang telah mengalami perubahan. Laporan mengharapkan
ekonomi tumbuh rata-rata tidak melampaui 6 persen pertahun.
34
Karena perencanaan pemerintah merupakan konsekuensi logis
dari ekonomi campuran Cpublik dan swasta), gagasan seperti itu
segera dire1leksikan dalam rencana ekonomi dan sosial Jepang yang
baru dan resmi untuk kurun waktu 1973-77. Sedikitnya, retorika
tujuan-tujuan kebijaksanaan diubah untuk menyesuaikan perubahan
perubahan·yang nampak ~ untuk menciptakan "suatu lingkungan yang
kaya dan berimbang," untuk menjamin "kondisi-kondisi hidup yang
makmur dan stabil," untuk memantapkan harga, dan untuk memberi
sumbangan kepada keseras~an internasional. Dengan mengakui bahwa
ini merupakan konsep-konsep yang sangat subjekti1, sekalipun
demikian para perencana pemerintah mencoba memperoleh konsensus
yang mere1leksikan pergeseran dari obsesi dengan GNP untuk
..,_kankan pada apa yang dinamakan "kesejahteraan nasional
bersih" ( "!'l!lt national wel1are").
Tujuan perencanaan harus disesuaikan lagi dalam tahun 1978
karena Jepang menghadapi resesi berat yang tidak mereda.
Sebagaimana Hugh Patrick menegaskan dalam pengertian ekonomi
makro bahwa sebab utama adalah perekonomian berjalan pada tingkat
10 persen di bawah kapasitas. Ini berarti Jepang harus memikul
biaya kira-kira 50 milyar dollar Amerika per tahun dalam output
yang tidak dihasilkan <Problim yang sama terjadi pula di Eropa
Barat dan Amerika Serikat). Pada tingkat ekonomi mikro, resesi
diwujudkan dalam tingkat keuntungan perusahaan yang rendah.
Nakamura Taka1usa, kepala lembaga Penelitian Ekonomi,
35
,mengidentifikasi kelemahan lain, rasio keuntungan bersih yang
rendah yang diperoleh oleh perusahaan-parusahaan Jepang. Dangan
perkataan lain, persentase seluruh modal yang dimiliki oleh suatu
perusahaan (di luar modal sandiri dan yang dipinjam) sangat
rendah sekali di Jepang. Ketergantungan yang besar pada pinjaman
dapat dikandalikan selama pertumbuhan tinggi dan kurang cocok
dengan periode pertumbuhan yang rendah.
Sementa..-• i-tu, dua pandangan yang sangat berbeda muncul
dalam pemerintahan konservatif. Pandangan
dikemukakan oleh Kementerian Keuangan dan Bank
pertama yang
Jepang, adalah
bahwa masa pertumbuhan tinggi telah berlalu. 4 sampai 5 persen
angka pertumbuhan cukup dapat dipahami dan dapat menghadapi
ancaman inflasi. Pandangan lain, diberikan oleh para birokrat
MITI dan beberapa pemimpin perusahaan besar mendukung tetap
dilanjutkannya pertumbuhan tinggi. Pandangan ini beranggapan
bahwa pertumbuhan yang tinggi masih dapat dilakukan dan dapat
memberikan lapangan kerja yang besar dan masyarakat Jepang mau
menghadapai inflasi. Para wakil industri-industri besar, MITI
dan Keidanren gembira dengan munculnya tekanan Amerika terhadap
Jepang <menjelang Konperensi Tingkat Tinggi di Tokyo dalam tahun
1979) untuk mempertahankan angka pertumbuhan yang lebih tinggi,
yaitu 7 persen per tahun.
Para birokrat Kementerian Keuangan menentang kebijaksanaan
stimulatif semacam itu karena menurut pendapat mereka negara
36
sedang mengalami perubahan penting dalam struktur kependudukan
(Jepang yang semakin berusia lanjut). Pada akhirnya, kelompok
usia lanjut akan merupakan saluran penguras karena pembayaran
pergantian <tranfer payments) dalam bentuk keuntungan-keuntungan
jaminan sosial, dan suatu pengurangan pajak akan mempersulit
pertambahan angka pajak. Para perencana keuangan juga prihatin
terhadap kenaikan yang mantap hutang dalam negeri. Dalam tahun
1978 seluruh hutang mencapai kira-kira 20 trilyun yen atau kira
kira 85 milyar dollar AS ( bandingkan dengan defisit f·ederal AS
mencapai kira-kira 60 milyar dollar AS dan defisit negara-negara
bagian dan kotamadya mencapai kira-kira 30 milyar dollar AS).
Kebijaksanaan-kebijaksanaan pertumbuhan diselesaikan· dalam
bidang politik. Sampai tahun 1978 gabungan kelompok oposisi
mencapai jumlah yang melebihi mayoritas LDP, yang telah
diidentifikasi dengan pertumbuhan tinggi. Dalam Komite
Anggaran. Belanja DPR, misalnya, partai-partai progresip
menghalangi semua usulan undang-undang sebelum pemerintahan LDP
menyetujui untuk memotong pajak. Beberapa komentator
mengidentifikasi kelompok miskin dalam LDP dan Perdana Menteri
Ohira dalam pemilihan majelis rendah tahun 1978 dengan dukungan
Ohira untuk menaikkan pajak nasional. Perdana Menter!
Ohira kemudian menarik ·kembali usul kenaikan pajak dalam tahun
1979 nampak bahwa Jepang mempunyai kesulitan dalam mempertahankan
angka pertumbuhan 7 persen.
37
Politik. Tahap pasca industri juga diwarnai oleh perubahan-
perubahan yang sangat penting dalam sifat, karakter dan proses 1'9
politik. Barangkali ciri yang paling bermakna dari perubahan
politik di Jepang adalah transisi yang pasti dari periode
industri ke periode pasca industri dalam karakter dan tujuan
politik. Politik pasca industri yang muncul dapat dibatasi
sebagai a redressive politics yang berorientasi pada masalah dan
berfokus pada masyaY•k•t. Politik demikian ini berbeda dengan
politik konvensional tahap industri, yaitu a distributive
politics yang berorientasi pada pertumbuhan dan berfokus pada
kepentingan-kepentingan khusus. Pengertian a redressive politics
yang berorientasi pada masalah dan· berfokus pada masyarakat
adalah politik yang memusatkan tujuan utamanya pada kesejahteraan
rakyat sehari-hari tanpa perbedaan sektoral atau strata. Di
samping itu, politik ini bertujuan untuk mengkoreksi
penyimpangan-penyimpangan ekologi dan distributif yang
ditimbulkan atau dibiarkan tak terpecahkan oleh politik industri.
Akhirnya, a redressive politics memfokuskan tujuannya untuk
melindu~gi dan memajukan kesejahteraan warga negara secara
kolektif sekalipun akan merugikan kepentingan-kepentingan swasta
sektoral. Kepentingan-kepentingan khusus harus dipandang
sebagai penolong untuk meningkatkan kesejahteraan bersama.
~ distributive politics dari masyarakat industri yang
berorientasi pada pertumbuhan dan kepentingan-kepentingan khusus
mengutamakan alokasi sumber-sumber (benefits 21 industrialism)
38
atas dasar differential potencies Q1 inputs oleh kepentingan
kepentingan swasta yang bersangkutan. Politik ini memandang
bahwa kepentingan-kepentingan swasta berfungsi untuk
kesejahteraan kolektivitas karena dalam perspektifnya
kesejahteraan kepentingan-kepentingan swasta dapat menghasilkan
trickle-down-effects 21 benefita kepada masyarakat secara luas.
Kesejahteraan kepentingan swasta semacam itu bertumpu pada
pertumbuhan ekonomi yang konstan dan kesejahteraan masyarakat
secara luas terletak pada penerimaan bagian-bagian dari net
growth yang dinikmati oleh kepentingan swasta. Secara singkat,
apa yang baik bagi kepentingan-kepentingan swasta dipandang baik
pula bagi masyarakat secara luas. Dalam bidang politik dan
pembuatan kebijaksanaan karakteristik kepentingan-kepentingan
khusus adalah lebih tinggi dari kolektivitas karena mereka
memonopoli partisipasi subtantif dalam pembuatan
sementara kolektivitas, yaitu rakyat secara luas
bidang partisipasi formal. Sebaliknya, dalam
kebijaksanaan
dibatasi pada
politics pasca industri, peningkatan partisipasi massa
redressive
subtantif
dalam pembuatan kebijaksanaan apakah secara langsung melalui
gerakan rakyat pada tingkat daerah atau melalui pertumbuhan
pengaruh partai-partai dan pemerintah daerah yang merefleksikan
gejala ini pada tingkat nasional apakah dalam legislative
politics
kepentingan
atau pressure·
khusus pada
pglitics,
kolektivitas
39
membawahkan kepentingan-
dan memberikan mereka
tingkat dan kualitas positive net contribution yang dapat mereka
lakukan terhadap kesejahteraan bersama.
Perbedaan yang krusial antara pembuatan keputusan politik
industri dan pasca industri harus dikaitkan dengan persepsi
persepsi hubungan yang berbeda antara kepentingan-kepentingan
khusus dan kolektivitas maupun berhubungan dengan tingkat
intensitas dengan mana dua bidang yang berbeda ini dibahas.
Persepsi industri terhadap hubungan antara kepentingan swasta dan
kepentingan kolektivitas membawahkan yang belakangan pada yang
terdahulu, sementara persepsi pasca industri membalikkan hubungan
antara dua kelompok kepentingan itu. Persepsi pasca industri
ini memandang apa yang baik bagi kepentingan-kepentingan khusus
tidak dapat hanya baik bagi kolektivitas dan apa yang baik bagi
kolektivitas adalah pula baik bagi kepentingan-kepentingan khusus
dan bila tidak maka jelas terdapat sesuatu yang salah terhadap
kepentingan-kepentingan khusus.
Dimensi lain dari perbedaan ini dalam
antara politik industrL dan politik pasca
dengan peranan politik dalam bidang
karakter dan tujuan
industri berhubungan
preskripsi dan
responsiveness. Persoalan tentang siapa yang memperoleh apa
dalam politik industri ditentukan oleh sejauh mana kelompo·k
kelompok yang saling bersaing kekuasaan dan pengaruh dalam bidang
politik itu dapat mempengaruhi para pembuat kebijaksanaan dan
seluruh proses pembuatan keputusan. Semua kelompok dan
40
kepentingan yang berpartisipasi dalam bidang yang relevan dan
efektif diperlakukan secar• i-'rinsik sama dalam nilai dan
legitimasi dan apakah satu kelompok memperoleh lebih banyak
daripada kelompok lain atau tidak tergantung pada sejauh mana
kelompok itu memenangkan kelompok lain dalam mempengaruhi gglicy
making ~ pglic~ makers. Pemerintah dalam politik industri
sangat responsif terhadap kelompok yang kuat dan berpengaruh.
Dalam politik pasca industri, pemerintah akan memperkuat
kemampuan preskriptifnya untuk dapat mengatasi secara efektif
tantangan dari periods sejarah baru. Preskripsi perlu berarti
tindakan kemauan, suatu kemampuan proyektif dan pembaharuan. Di
samping itu, preskripsi ini menentang hambatan-hambatan
konvensional dan konvensi, mencela vested interest dan perlu
memusatkan pada kesejahteraan kolektivitas. Responnya tidak
ditujukan terhadap kelompok yang kuat dan mempunyai hak-hak
istimewa tetapi ditujukan terhadap kebutuhan-kebutuhan rakyat dan
kepentingan-kepentingan bersama. Inilah yang merupakan tantangan
yang dihadapi oleh partai-partai politik dan pemerintah di Jepang
sekarang ini.
Kondisi yang berbeda di Jepang sekarang ini adalah sangat
ambivalen dalam bidang ini. Persepsi yang timbul mengatakan
bahwa politik konvensional pasca indust-ri tidak lagi memadai,
sehingga diperlukan suatu pengarahan yang sama sekali baru bagi
pemerintah dan arah pembaharuan yang radikal bagi pembuatan
41
kebijaksanaan. Persepsi ini meluas diantara para warganegara di
tingkat daerah dimana ekologi politik merupakan masalah yang
lebih bersifat pasca industri dan secara luas mendapat perhatian
dari kelompok-kelompok politisi dan pemimpin politik yang
jumlahnya semakin meningkat. Akan tetapi pada tingkat nasional,
dimana dimensi-dimensi ekologi politik tertentu menghambat
kecepatan transisi dari industrialisasi ke pasca industrialisme,
perse,psj yang sama belum cukup diterjemahkan dalam manifestasi
perilaku dan pemilihan. Kekuatan dan perlawanan dari politik
industri konvensional masih besar, terutama pada tingkat nasional
dimana bidang partisipasi subtantif secara luas dimonopoli oleh
kepentingan-kepentingan khusus. Konflik nilai-nilai yang
fundamental dan kebutuhan-kebutuhan antara industrialisme dan
pasca industrialisme terjadi dalam individu maupun dalam
masyarakat secara luas. Inilah ambivalen. Sekalipun demikian
kenyataan menunjukkan bahwa konflik seperti itu yang sedang
terjadi memberikan petunjuk bahwa politik pasca industrialisme
telah timbul untuk menentang politik konvensional masyarakat
industri.
Ciri kedua yang penting dari perubahan politik di Jepang
mengenai partisipasi politik massa. Dalam hal ini ciri ini tidak
hanya dikaitkan dengan pola partisipasi, tetapi juga dengan
kualitas partisipasi. Dalam politik industri di Jepang, tingkat
partisipasi pemilih adalah tinggi, tetapi hal ini tidak berarti
adanya kompetensi warganegara yang tinggi atau menyangkut
42
kesejahteraan bersama. Pada p~koknya, ciri partisipasi massa
dari periode
retualistik.
industri secara luas bersifat formal atau
Tipe semacam ini merupakan partisipasi simbolik
tanpa kekuatan. Hal ini bukan untuk mengatakan bahwa partisipasi
seperti itu tidak mempunyai makna karena partisipasi itu
menunjang tujuan memelihara pengaturan politik secara umum dan
statys gyQ yang menyangkut komitmen nasional terhadap pertumbuhan
dan kemakmuran, yang secara luas mendapat dukungan dari
masyarakat. Partisipasi simbolik mempunyai makna hanya selama
status ~ masyarakat secara umum, termasuk yang dikejar oleh
masyarakat, dapat diterima oleh rakyat. Apabila ~tatus ~ itu
tidak dapat diterima lagi maka partisipasi simbolik itu tidak
mempunyai makna politik yang positif. Nampaknya di Jepang
sekarang ini partisipasi politik rakyat yang simbolik tidak lagi
sangat bermanfaat.
baru
Dalam menanggapi masalah-masalah dan
yang timbul dalam pasca industri maka
persoalan-persoalan
muncul pula suatu
kecenderungan yang semakin meningkat menjauhi dari partisipasi
simbolik dan menuju apa yang dinamakan partisipasi subtantif,
terutama di tingkat daerah dimana ekologi politik lebih bersifat
pasca industri. Selama periode industri, pa~tisipasi subtantif
secara lu.s terbatas pada kepentingan-kepentingan khusus dan
bukan warganegara biasa yang terlibat dalam kegiatan-kegiatan
input yang efektif. Masyarakat secara luas puas dengan kegiatan
43
input simbolik yang berupa pemberian kartu suara. Akan tetapi
dewasa ini semakin meningkat warganegara biasa yang menyadari
bahwa pola partisipasi pemilih yang konvensional yang dianggap
sebagai kegiatan input rakyat yang demokratik sebenarnya bukan
merupakan c·ara yang efektif untuk menyatakan kedaulatan rakyat
a tau metoda yang berarti dalam mempengaruhi pembuatan
kebijaksanaan. Sejala umum yang timbul akibat adanya kesadaran
ini adalah semakin banyaknya jumlah pemilih yang tidak mendukung
partai dan timbulnya gerakan-gerakan yang menamakan dirinya 20
sebagai "citizens and residents movement." Hal ini menunjukkan
bahwa identifikasi partai mengalami kemerosotan. Para pemilih
semakin kehilangan kepercayaan mereka terhadap partai politik.
Pola partisipasi rakyat yang baru ini berorientasi pada tindakan,
memusatkan pad a isu-isu dan masalah-masalah yang tidak
membutuhkan artikulasi yang direncanakan dan berusaha memobilisir
kekuatan masyarakat di luar partai-partai, organisasi dan
kelompok yang diakui secara resmi oleh pemerintah.
Dalam electoral politics, cara partisipasi rakyat yang
baru telah memperlihatkan kekuatannya di tingkat subnasional.
Kepala-kepala eksekutif seperti gubernur dan walikota dipilih
oleh rakyat sccara langsung. Di tingkat nasional, perubahan-
perubahan dalam dimensi-dimensi ekologi politik menghalangi
penetrasi langsung dari cara partisipasi yang baru ini, sehingga
electoral politics pada tingkat ini masih dimonopoli oleh partai-
partai yang menolak perubahan sekalipun beberapa partai, seperti
44
Partai Komunis Jepang (JCP) dan Partai Pemerintah Rersih <C8P)
menunjukkan peningkatan kekuatan pemilihnya dengan
menyesuaikan diri dengan lingkungan yang berubah.
berusaha
Dampak yang paling penting dari cara partisipasi politik
rakyat y_,..,Mrtt sebagaimana yang'ditunjukkan oleh gerakan rakyat
dapat dilihat dalam bidang partisipasi. subtantif di tingkat
daerah dan pengaruhnya pada tingkah laku pemerintah daerah.
Lembaga-lembaga pemerintah daerah telah lama bergantung pada
pemerintah dan birokrasi nasional dalam masalah keuangan dan
politik. Keadaan demikian ini menjadikan lembaga-lembaga itu
tidak sensitif·_ dan responsif terhadap masalah-masalah warganegara
biasa. Dengan timbulnya gerakan-geraka·n rakyat sebagai bentuk
partisipasi politik baru menyebabkan lembaga-lembaga daerah
mengalami transisi dari industrialism& ke pasca industrialisme.
Kantor-kantor dan biro-biro baru dibentuk untuk menangani secara
eklusif persoalan dan masalah rakyat biasa. Para pejabat
memberikan responnya yang lebih besar terhadap tuntutan dan
keluhan warganegara. Mereka kadang-kadang dihadapkan konflik
yang meningkat dengan pemerintah, preferensi dan orientasi
pemerintah dan birokrasi nasional.
Dampak partisipasi rakyat subtantif di tingkat nasional
adalah kecil dan tidak langsung, yaitu dengan melalui pemerintah
daerah. Berakan-gerakan rakyat yang memperoleh kesuksesan
memaksa pemerintah daerah untuk melakukan tekanan-tekanan politik
45
terhadap pemerintah dan birokrasi nasional dan menentang dominasi
kepentingan-kepentingan khusus dalam bidang partisipasi subtantif
di tingkat nasional. Dalam hal ini pola partisipasi rakyat
subtantif akan mempunyai pengaruh yang sangat penting sekalipun
tidak langsung pada karakter dan orientasi politik di tingkat
nasional.
Ciri perubahan lain dalam politik Jepang adalah munculnya
tipe-tipe para aktivis, pemimpin dan kandidat politik yang baru.
Para aktivis yang muncul dari pola partisipasi rakyat yang baru
secara relatif adalah para profesional yang berpendidikan baik,
berusia muda dan para pendatang baru. Hereka ini mempunyai
tingkah laku dan nilai generasi setelah perang dan kurang
menghargai kekuasaan konvensional, lebih berorientasi pada
masalah, lebih kompeten, terbuka dan egalitarian.
Sifat
kemunduran
perubahan
dikotomi
politik
politik
selanjutnya berhu_bungan
perkotaan dan pedesaan
dengan
secara
konvensional. Industrialisme yang maju mempercepat proses
mengurangi perbedaan-perbedaan dalam sejumlah dimensi yang secara
politik relevan, misalnya gaya hidup, pola konsumsi, penetrasi
media komunikasi massa, tingkatan pendidikan yang baik, nilai
nilai antar generasi dan perubahan-perubahan tingkah laku,
"urbanisasi" pekerjAan desa yang sesungguhnya sebagaimana
dimanifestasikan dalam kemerosotan pendapat•n pertani•n yang
cepat sebagai bAgi•n dari pendapatan pedesaan secara
menyeluruh. Kemunduran dikotomi politik perkotaan dan pedesaan
46
secara konvensional secara gradual dinyatakan dalam kemerosotan
dukungan pemilih bagi Partai Demokrasi Liberal (LOP).
Kemunduran dalam dikotomi politik perkotaan dan pedesaan
yang disebabkan oleh transisi secara perlahan menuju masyarakat
pasca industri disertai oleh peningkatan dikotomi politik
nasional dan daerah. Dikotomi baru ini merupakan konsekuensi
dinamika pasca industrialisme dan hal ini dapat dijelaskan oleh
perbedaan-perbedaan tertentu dalam sifat ekologi politik antara
dua tingkat a nasional dan daerah, yang semakin menonjol dengan
timbulnya industrialisme. Perilaku politik di tingkat daerah
lebih bersifat pasca industri dalam berbagai dimensi, misalnya
politik pemilih, partisipasi warganegara yang subtantif, sifat
persoalan dan masalah dan tanggapan partai dan pemerintah. Di
tingkat nasional perilaku politik ketinggalan dalam tingkat dan
sifat perubahan.
Dengan adanya sifat-sifat perubahan politik seperti yang
diuraikan sebelumnya, maka kebudayaan politik <political
culture) Jepang juga mengalami tranformasi yang penting.
Kompetensi subjek yang memberikan ciri.kebudayaan Jepang pada
masa lampau secara perlahan diganti oleh kompetensi warganegara.
Kebudayaan politik tradisional Jepang adalah secara segmental
eklusif, otoriter, kompetensi subjek, berorientasi pada materi,
dan ideologicallY bifurcated. Kebudayaan politik yang timbul
dewasa ~A~ adalah cross-stratally open, egalitarian, kompetensi
47
warganeegara,
ideologis.
4. Ke•i•pulan
kurang berorientasi pada mate~ dan supra
Arti penting dari teori-teori tentang masyarakat pasca
industri terletak pada usahanya untuk mencoba menunjukkan
bagaimana pola-pola sosial lama yang berkaitan dengan masyarakat
masyarakat industri sedang mengalami perubahan-perubahan untuk
menuju kepada pola masyarakat pasca modern. Timbulnya kondisi
kondisi baru dan unik dari masyarakat-masyarakat modern yang
bersifat kontemporer, merupakan penyebab perubahan-perubahan itu.
Analisa tentang pengalaman Jepang menunjukkan bahwa Jepang
sedang mengalami masa transisi dari tahap masyarakat industri ke
masyarakat pasca industri. Perubahan-perubahan dalam sosial
ekonomi, budaya, dan politik membuktikan kecenderungan ini. Namun
demikian dorongan Jepang ·menuju masyarakat pasca industri secara
sungguh-sungguh dapat mengalami hambatan-hambatan yang disebabkan
oleh pengaruh-pengaruh yang dapat meendestabilisasikan, misalnya
resesi ekonomi dunia, atau kelangkaan sumber-sumber.
48
Catatan kaki :
1. Gabriel A. Almond and Sidney Political Attitudes ~ Democrac~ Little, Brown Inc., 1965.
Verba, The Civic in ~ Nations,
Culture; Boston:
2. Samuel P. Huntington, "Political Development and Political Decay" World Politics, 17 (April 1965).
3. Lucian W. Pye, Aspects 21 Political Development, Little, Brown and Company Inc., 1966.
Boston:
4. Taketsugu Tsurutani, Political Change in Jepang: Response 12 Postindustrial Challenge, New Yorka David Mackay Company, Inc.,1977.
5. Ardath W. Burks,· J'apan : Profile 2.1 ~ Postidustr ial Power, Boulder : Westview Pr~ss, Inc., 1981, p. 169.
6. Ralf Dahrendord, Class !UlS! Class Conflict in an Industrial Society Standord : Stanford University Press 1959.
7. Amitai Etzioni, !h2 Active Societ~ (New York: Free Press, 1968.
8. Daniel Bell, The Coming 21 the Post-Industrial Societ~, New York : Basic Books, 1973, pp. 50-55.
9. Willis Harman, &a Incomplete Guide to ~ Future, San Francisco 1 San Francisco Book Co, 1976.
10. Alvin Toffler, Future Schock, New York: Random House, 1970.
11 • Be 1 1 , op, cit • , p. 487.
12. Lihat James Burnham, The Managerial Revolution New York, Putnam, 1942 dan John ~enneth Galbraith, The New Industrial State Boston : Houghton Mifflin, 1967.
13. Daniel Bell, "The End of Ideology in i;he West" dalam G •• Waxman <ed.), The &.o!t 21 ldeolog~ Debate, New York, Simon and Schuster,, 1968, pp. 87-105.
14. __________ , The Cultural Contradictions 21 Capitalism, New York : Basic Book, p. XI.
15. ~ogerBenyamin, The Limits· of Politics : Collective Goods and Political Chanae in Postindustrial Socieeties, Chicago: The University of Chicago Press, 1980,p.5.
49
16.Chie Nakane, Japanese California Press, 1970, p.
... ...... Society,
14,8.
17. Tsurutani, op.cit., pp. 12-13.
.... Berkeley: University
I
of
18. "Japan's Changing Outlook" <Interview with Oh~ra Masayoshi Prime Minister of Japan) PH P 10, no. 7 <July 1979): 'r •..
19. Tsurutani, op,cit., pp. 244-258.
20. Nobutaka Ike, ~ Theory 21 Japanesg Democracy, Boulder: Westview Press, Inc •• , 1980, p. 153.
50
; •;