TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada...

135
TEMBESU KAYU RAJA ANDALAN SUMATERA Editor: Nina Mindawati Hani Siti Nurohmah Choirul Akhmad Penerbit FORDA PRESS 2014

Transcript of TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada...

Page 1: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

TEMBESU KAYU RAJA ANDALAN SUMATERA

Editor:

Nina Mindawati

Hani Siti Nurohmah

Choirul Akhmad

Penerbit

FORDA PRESS

2014

Page 2: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

TEMBESU KAYU RAJA ANDALAN SUMATERA

Editor:

Nina Mindawati

Hani Siti Nurohmah

Choirul Akhmad

Disain Sampul dan Tata Letak:

Hendra Priatna

Copyright © 2014 Penulis

Cetakan Pertama, November 2014

Perpustakaan Nasional, Katalog Dalam Terbitan

x + 130 halaman; 160 x 242 mm

ISBN: 978-602-71770-3-1

Diterbitkan oleh:

FORDA PRESS

Anggota IKAPI No. 257/JB/2014

Jln. Gunung Batu No.5 Bogor, Jawa Barat, Indonesia

Telp./Fax.: +62251-7520093

Email: [email protected]

Dicetak oleh Percetakan PT Rambang, Palembang

Isi di luar tanggung jawab Percetakan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta

Lingkup Hak Cipta

Pasal 2

(1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

Ketentuan Pidana

Pasal 72

(1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

(2) Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Page 3: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

iii

KATA PENGANTAR

Tembesu (Fragraea fragrans Roxb.) merupakan salah satu jenis

tanaman yang banyak dimanfaatkan dan mempunyai nilai ekonomi tinggi

sehingga potensial dikembangkan di wilayah Sumatera Bagian Selatan.

Secara sosial tembesu telah dikenal dan kayunya telah banyak

dimanfaatkan oleh masyarakat.

Balai Penelitian Kehutanan (BPK) Palembang sebagai salah satu

Unit Pelaksana Teknis Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

telah benyak meneliti tembesu. Secara detail, hasil-hasil penelitian tersebut

dituangkan di dalam buku ini yang dikemas dalam bentuk bunga rampai,

mengupas tuntas berbagai aspek tembesu mulai dari pengenalan dan

ekologi, perbenihan, budidaya, perlindungan, hasil dan pertumbuhan serta

sosial, ekonomi dan kebijakan.

Apresiasi diberikan kepada para peneliti yang telah berkontribusi

dalam penyusunan buku ini. Terimakasih juga disampaikan kepada semua

pihak yang telah membantu dalam proses editing, penyajian, penerbitan,

pencetakan, dan pendistribusiannya hingga dapat tersebarluaskan dengan

baik.

Semoga buku ini bermanfaat dan menjadi sumber inspirasi bagi ilmu

pengetahuan serta kemajuan bidang kehutanan khususnya dalam

pengembangan/pengusahaan dan peningkatan produktivitas hutan tanaman

tembesu.

Kepala Pusat Litbang Peningkatan Produktivitas Hutan,

Dr. Ir. Bambang Trihartono, MF NIP. 195610051982031006

Page 4: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik
Page 5: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

v

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................. iii

DAFTAR ISI .......................................................................................... iv

1. PENDAHULUAN ........................................................................... 1

2. MENGENAL KARAKTERISTIK TANAMAN TEMBESU

Junaidah, Agus Sofyan dan Nasrun .............................................. 3

3. PENANGANAN DAN PENGUJIAN BENIH TEMBESU

Muhammad Zanzibar ..................................................................... 13

4. PEMBIBITAN JENIS TEMBESU (Fagraea fragrans Roxb)

Agus Sofyan dan Abdul Hakim Lukman ........................................ 27

5. BUDIDAYA TANAMAN TEMBESU

Abdul Hakim Lukman dan Agus Sofyan ........................................ 41

6. POTENSI DAN PERTUMBUHAN TEMBESU DALAM

PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT

Agus Sumadi dan Hengki Siahaan ................................................ 57

7. HAMA DAN PENYAKIT TEMBESU

Asmaliyah ...................................................................................... 73

8. TEKNIK PENGENDALIAN GULMA PADA TANAMAN

TEMBESU

Etik Erna Wati Hadi dan Fatahul Azwar ........................................ 93

9. SIFAT DASAR DAN PEMANFAATAN KAYU TEMBESU

Sahwalita ....................................................................................... 107

10. UPAYA KOMODITISASI TEMBESU DALAM PERSPEKTIF

SOSIAL BUDAYA PETANI DAN PASAR

Edwin Martin dan Bambang Tejo Premono .................................. 117

Page 6: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

1 Tembesu

Kayu Raja Andalan Sumatera

PENDAHULUAN

Tembesu adalah salah satu jenis kayu andalan yang populer di

Sumatera Bagian Selatan, memiliki nilai ekonomi dan nilai budaya yang

tinggi bagi masyarakat lokal. Berdasarkan sifat kayunya, tembesu memiliki

kelas kuat I-II dan kelas awet I sehingga pemanfaatannya dapat dilakukan

secara luas untuk dipakai, baik di dalam ruangan maupun terbuka.

Masyarakat menggunakan tembesu yang bersifat agak keras

(Fagraea fragrans) sebagai tiang penyangga baik untuk rumah, kapal,

jembatan, konstruksi rumah dan bahan furniture. Sebagai bahan konstruksi

rumah, tembesu mempunyai nilai budaya tinggi dan menambah nilai

prestise bagi pemiliknya. Adapun tembesu yang bersifat lembut (Fagraea

crenulata) dipakai untuk bahan baku produk ukiran karena kayu tembesu ini

mudah dibentuk, tidak mudah retak dalam pengerjaannya dan nilai

penyusutannya kecil

Kemanfaatan dan keekonomian kayu tembesu cukup tinggi, namun

demikian sumber kayu tembesu saat ini masih mengandalkan tegakan alam.

Sampai saat ini belum ada upaya budidaya yang dilakukan masyarakat

sehingga populasi tembesu di alam terus menurun.

Pada dasarnya tembesu merupakan jenis adaptif dan mudah

tumbuh pada berbagai jenis tanah dengan kondisi drainase buruk dan

mudah dalam regenerasi alaminya. Penanaman tembesu sangat mungkin

dilakukan karena teknologi pengadaan bibit baik dengan cara generatif

maupun vegetatif sederhana sudah diketahui. Teknik pertanaman terkait

pemilihan pola tanam dan alternatif tindakan silvikulturnya masih harus terus

dikembangkan.

Meskipun termasuk jenis kayu mahal, sayangnya tembesu belum

menjadi komoditas pilihan utama petani untuk menanamnya. Hal ini

dikarenakan tembesu termasuk salah satu jenis pohon lambat tumbuh

dengan daur tebang sekitar 25 tahun. Dalam pertumbuhannya pun tembesu

menghasilkan percabangan yang banyak dan tidak rontok secara alami,

Page 7: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

2 Bunga Rampai

Tembesu (Fagraea fragrans)

sehingga diperlukan pengelolaan intensif agar kayu tembesu yang

dihasilkan berbentuk lurus dan panjang. Penghambat lainnya dalam

komoditisasi tembesu adalah tingginya nilai komoditas lain seperti karet dan

sawit di wilayah Sumatera. Secara praktis masyarakat cenderung memilih

komoditas karet dan sawit sebagai alternatif utama penopang ekonomi

keluarga.

Sehubungan dengan hal di atas, maka pemerintah dan para pihak

seharusnya mendorong upaya komoditisasi tembesu melalui penelitian dan

pengembangan yang berfokus pada penyediaan IPTEK agar tembesu lebih

cepat tumbuh, pembangunan hutan tanaman baik dalam bentuk campuran

atau monokultur, program revitalisasi meubel dan ukiran tembesu, serta

peningkatan brand tembesu dalam pemasaran produk kayu di Sumatera

Bagian Selatan.

Secara kultural, dulu tembesu dikenal sebagai “kayu raja” karena

konon penanamannya merupakan perintah raja (pengusaha/pemerintah)

pada waktu itu. Kini tembesu yang tumbuh secara alami dipelihara juga oleh

masyarakat, sehingga sekarang bisa juga disebut kayu rakyat. Ke depan

tembesu akan menjadi kayu utama jika “sang raja” (pemerintah) dan rakyat

memiliki keinginan yang sama dan berupaya untuk menjadikannya sebagai

komoditas primadona.

Buku “Tembesu, Kayu Raja Andalan Sumatera” ini disusun sebagai

langkah awal untuk membuka peluang dan prospek pengembangan

budidaya dan pengelolaan hutan tanaman tembesu lebih lanjut, baik pada

aspek teknis maupun sosial ekonominya.

Page 8: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

3 Tembesu

Kayu Raja Andalan Sumatera

MENGENAL KARAKTERISTIK TANAMAN TEMBESU

Oleh: Junaidah, Agus Sofyan dan Nasrun

I. GAMBARAN UMUM TANAMAN TEMBESU

Tembesu (Fagraea fragrans Roxb.) merupakan salah satu jenis dari

famili Loganiaceae yang mempunyai wilayah penyebaran alami sangat luas.

Menurut Lemmens et al, (1995), penyebaran Fagraea fragrans mulai dari

Bengal di India, Myanmar, Andaman Islands, Indo-Cina, Filipina, Thailand,

Peninsular Malaysia, Singapura, Sumatera, Jawa Barat, Kalimantan,

Sulawesi dan Yapen Island di Papua.

Untuk wilayah Sumatera Bagian Selatan (Sumatera Selatan, Jambi

dan Lampung) kayu tembesu termasuk jenis yang sangat populer dan

mempunyai nilai ekonomi serta budaya yang sangat tinggi bagi sebagian

masyarakatnya. Menurut Heyne (1987), khususnya di wilayah Sumatera

Selatan, tembesu dikenal sebagai kayu unggul dengan sebutan kayu raja,

yang pada masa lalu hak penebangannya diatur oleh para kepala adat.

Untuk mencegah kepunahannya, kepala adat menetapkan peraturan, yaitu

untuk setiap penebangan satu pohon tembesu harus diganti dengan

menanam sebanyak sepuluh pohon pada tempat-tempat yang telah

ditentukan. Berkat peraturan tersebut, kemudian banyak terbentuk kebun

tembesu di berbagai wilayah di Sumatera Bagian Selatan (Heyne, 1987).

Dengan adanya perubahan dan perkembangan zaman, walaupun

tidak lagi diterapkan peraturan menanam kembali jika menebang pohon

tembesu, namun budaya tersebut ternyata masih berlangsung hingga saat

ini, dimana masyarakat seringkali menanam dan atau memelihara tembesu

yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik

pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan.

Usaha pengembangan tembesu, baik sebagai tanaman pokok

maupun sebagai tanaman sela, tentunya harus didukung dengan informasi

serta teknologi budidaya yang tepat, yang didasarkan pada hasil-hasil kajian

dan penelitian berbagai aspek, sehingga produktivitas hasil yang maksimal

dapat tercapai dan berkelanjutan.

Page 9: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

4 Bunga Rampai

Tembesu (Fagraea fragrans)

II. TAKSONOMI, BOTANI DAN SEBARAN

A. Taksonomi

Dalam taksonomi tumbuhan tembesu termasuk dalam famili

Loganiceae dan digolongkan ke dalam :

Phylum : Tracheophyta

Class : Magnoliopsida

Famili : Loganiaceae

Genus : Fagraea

Spesies : Fagraea fragrans Roxb

B. Nama umum

Secara umum tembesu dikenal sebagai ironwood. Di Indonesia

dikenal sebagai ki badak (Sunda), kayu tammusu, tembesu (Sumatera),

ambinaton, tembesu (Kalimantan). Di Malaysia dikenal sebagai tembesu

hutan, tembesu padang dan tembesu tembaga (Peninsular). Di Philipina

secara umum dikenal dengan nama urung, dolo (Tagbanua), susulin

(Tagalog). Di Burma atau Myanmar dikenal sebagai kayu anan, ahnyim. Di

Cambodia disebut sebagai tatraou. Di Thailand dan Vietnam dikenal sebagai

tanaman kankrao dan trai (Martawijaya et al., 2005 dan Lemmens et al.,

1995).

C. Botani

Tembesu merupakan jenis pohon yang mempunyai sifat hijau

sepanjang tahun (evergreen) dengan percabangan yang banyak. Tinggi

tanaman dapat mencapai 40 m, tinggi bebas cabang sampai 25 m dengan

diameter dapat mencapai 150 cm (Lemmens et al., 1995, Martawijaya et al.,

2005). Batang pohon tembesu memiliki ciri fisik bergelombang lemah tanpa

banir. Kulit batangnya tebal dan cukup keras, warna coklat sampai hitam,

beralur dangkal sampai dalam (Gambar 1).

Page 10: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

5 Tembesu

Kayu Raja Andalan Sumatera

Gambar 1. Tipe permukaan kulit tembesu (umur tanaman 7 tahun)

Tajuk pohon berbentuk kerucut (cone) dan daunnya berbentuk

lanset hingga bulat telur-lonjong, dengan ukuran panjang 4 -15 cm dan lebar

1,5 – 6 cm (Lemmens et al., 1995). Tembesu dalam pertumbuhan dan

perkembangannya termasuk jenis tanaman yang menghasilkan cabang atau

percabangan sangat banyak yang secara alami sukar mengalami peluruhan,

sehingga cabang menjadi semakin besar dengan bertambahnya umur

tanaman.

Bunga tembesu berwarna putih (Gambar 2a), merupakan bunga

tunggal dengan aroma berbau harum, tabung daun mahkota bunga

berbentuk corong dengan panjang berkisar 0,7 - 2,3 cm. Buah tembesu,

pada musim berbuah akan menghasilkan buah dalam jumlah sangat

banyak, buah berbentuk bulat dengan diameter sekitar 0,5 – 1 cm, berwarna

hijau atau kuning pada saat muda dan berwarna merah atau orange bila

telah masak (Gambar 2b).

Page 11: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

6 Bunga Rampai

Tembesu (Fagraea fragrans)

Gambar 2. Bunga dan buah muda tembesu (a); Buah tembesu masak (b)

Buah tembesu termasuk tipe buah buni, berdaging dan berisi biji

dengan ukuran relatif kecil (diameter kurang dari 1 mm). Semakin besar

ukuran buah, semakin banyak biji terkandung di dalamnya. Jumlah buah

dalam satu kilogram sebanyak 6.600 buah (Martawijaya et al., 2005),

sedangkan jumlah biji dalam satu kilogram adalah sekitar 5 juta biji

(Lemmens et al., 1995). Biji tembesu yang masih muda berwarna coklat

muda sampai coklat, sementara biji yang telah masak berwarna hitam

dengan kulit biji relatif keras dan permukaan kulit tidak rata dan kasar

(Gambar 3).

Gambar 3. Biji/benih muda (a) dan benih tua atau masak (b)

(b) (a)

(a) (b)

Page 12: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

7 Tembesu

Kayu Raja Andalan Sumatera

D. Fenologi dan pembungaan

Tanaman tembesu umumnya mulai berbuah pada umur 5 - 6 tahun.

Menurut Martawijaya et al. (2005), tembesu dapat berbuah setiap tahun dan

umumnya pada bulan Nopember – Januari. Namun demikian dalam tiga

tahun terakhir (2011-2013), untuk wilayah Sumatera Selatan telah terjadi

perubahan atau pergeseran waktu berbuah yaitu berkisar antara bulan

Maret – Juni, dengan masa pembungaan dan pembuahan yang tidak

serempak, baik antar tanaman dalam satu populasi maupun antar populasi.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa hasil produksi buah pada berbagai

populasi relatif menurun dibanding periode-periode sebelumnya (Sofyan et

al., 2013). Hal ini diduga karena adanya pengaruh iklim yang telah

mempengaruhi proses pembungaan dan pembuahan tanaman tembesu,

dimana jumlah bunga yang dihasilkan relatif sedikit, sementara buah-buah

yang masih muda (belum sempat masak) mengalami kerontokan karena

cuaca yang relatif kering.

E. Sebaran dan tempat tumbuh

Di Indonesia tembesu tumbuh tersebar secara alami di beberapa

wilayah seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Jawa Barat, Maluku dan

Irian Jaya. Tembesu secara alami tumbuh sebagai tanaman pionir pada

areal terbuka bekas terbakar, lahan alang-alang atau pada hutan sekunder

yang lembab. Menurut Lemmens et al. (1995) tembesu merupakan jenis

yang sangat adaptif dan dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah dan

kondisi lingkungan, seperti pada tanah datar dan sarang, tanah pasir atau

tanah liat berpasir, serta tanah miskin. Selanjutnya dikatakan pula bahwa

tembesu dapat tumbuh baik pada tanah dengan drainase yang buruk dan di

rawa tembesu tumbuh berasosiasi dengan gelam (Melaleuca spp.). Secara

umum, jenis ini menghendaki iklim basah sampai agak kering dan tumbuh

baik pada ketinggian 0-500 m dari permukaan laut (Martawijaya et al.,

2005).

Page 13: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

8 Bunga Rampai

Tembesu (Fagraea fragrans)

F. Pertumbuhan

Pertumbuhan tanaman tembesu di alam relatif lambat dan seringkali

menghasilkan batang pokok yang tidak lurus, jumlah cabang sangat banyak,

dan tajuk yang berat (Gambar 4a). Regenerasi alami tembesu umumnya

berasal dari tunas akar, sangat jarang dijumpai regenerasi alami yang

berasal dari biji atau benih. Dengan karakter tersebut, tembesu dapat

membentuk tegakan yang berasal dari akar (Heyne, 1987)

Tembesu termasuk jenis tanaman dengan kemampuan meluruhkan

cabang secara alami (self prunning) sangat rendah, sehingga dalam

pembudidayaannya harus dilakukan pemangkasan cabang secara intensif

sejak pertumbuhan awal (mulai umur 1 tahun). Jika tidak dilakukan

pemangkasan maka seiring dengan pertumbuhannya, cabang-cabang yang

tumbuh/terbentuk akan semakin bertambah besar dan dalam jumlah yang

relatif banyak karena tidak mengalami peluruhan. Pada pertanaman

tembesu dengan jarak tanam relatif rapat yaitu 2 m x 3 m, menunjukkan

bahwa sampai umur tanaman 7 tahun, cabang-cabang yang tumbuh tidak

mengalami peluruhan atau rontok secara alami (Gambar 4b).

Gambar 4. Penampilan tegakan tanpa pemangkasan (a) dan percabangan pada umur 7 tahun (b)

(b) (a)

Page 14: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

9 Tembesu

Kayu Raja Andalan Sumatera

Hasil penelitian pemangkasan cabang tembesu pada tanaman umur

di bawah 2 tahun menunjukkan bahwa pemangkasan dengan intensitas 40-

50%, dapat meningkatkan rerata riap pertumbuhan diameter sebesar

23,67% dibanding tidak dipangkas (Lukman et al., 2010). Pemangkasan

cabang yang dilakukan pada umur tanaman lebih tua (3,5 tahun), tidak

memberikan hasil nyata terhadap pertumbuhan diameter maupun tinggi

sampai umur 7 tahun atau 3,5 tahun setelah pemangkasan (Sofyan et al.,

2013).

Perlakuan pemangkasan, selain dapat meningkatkan pertumbuhan

diameter tanaman tembesu, juga dapat meningkatkan kualitas batang yang

dihasilkan, karena dengan perlakuan pemangkasan akan dihasilkan

batang/kayu yang relatif besar dan lurus bebas mata kayu yang dapat

menurunkan kualitas kayu. Penampilan batang kondisi tegakan tembesu

yang diberi perlakuan pemangkasan, dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Penampilan batang hasil pemangkasan (a), dan penampilan

tegakan hasil pemangkasan

(b) (a)

Page 15: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

10 Bunga Rampai

Tembesu (Fagraea fragrans)

G. Karakteristik dan kegunaan kayu

Karakteristik kayu dari pohon tembesu termasuk kelas berat,

sedang, sampai tinggi. Kayu terasnya berwarna kuning muda sampai coklat,

kayu gubalnya berwarna lebih muda. Berat jenis kayu tembesu 0,72-0,93

g/cm3. Tekstur kayu halus sampai agak halus dan merata (Lemmens et al.,

1995). Menurut Martawijaya et al. (2005), kayu tembesu termasuk kayu

kelas kuat I-II dan kelas awet I.

Kayu tembesu termasuk kayu yang mudah diolah. Hasil pengujian

sifat pengolahan kayu tembesu menunjukkan bahwa kayu tembesu mudah

diserut dan dibentuk, dibubut dan diamplas dengan baik (Martawijaya et al.,

2005). Selain itu, menurut Lemmens et al. (1995), kayu tembesu memiliki

sifat pemakuan, perekatan (menggunakan perekat urea-formaldehida) dan

sifat pengupasan (untuk dijadikan veneer dengan ketebalan 1,5 mm) yang

baik.

Dengan karakteristik yang dimilikinya, kayu tembesu sangat cocok

digunakan untuk konstruksi berat di tempat terbuka maupun yang

berhubungan dengan tanah, balok jembatan atau tiang rumah, lantai dan

barang bubutan (Martawijaya et al., 1989). Hal senada dikemukakan oleh

Lemmen et al. (1995) yang menyatakan bahwa kayu tembesu dapat

digunakan untuk bantalan rel kereta api, daun jendela dan pintu serta

meubelair. Masyarakat di Sumatera Selatan, menggunakan kayu tembesu

selain untuk kontruksi juga untuk produk-produk ukiran.

III. PENUTUP

Mengenalkan dan mempromosikan tembesu di wilayah Sumatera,

khususnya Sumatera Bagian Selatan, tentunya bukanlah hal yang sulit,

mengingat jenis ini secara kultural sudah sangat dikenal dan digunakan

untuk berbagai keperluan dalam menunjang kehidupan masyarakatnya.

Namun demikian upaya untuk terus mendorong dan mendukung

pengembangan tembesu pada usaha yang lebih produktif, tetap perlu dan

harus dilakukan oleh para pihak. Balai Penelitian Kehutanan Palembang,

melalui penelitian-penelitian yang telah dihasilkan, diharapkan dapat

Page 16: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

11 Tembesu

Kayu Raja Andalan Sumatera

memberi kontribusi, terutama dalam mewujudkan pembangunan hutan

tanaman, khususnya hutan rakyat jenis tembesu yang produktif, baik dalam

bentuk pola campuran (tembesu sebagai tanaman sela diantara karet atau

sawit) maupun pola monokultur.

DAFTAR PUSTAKA

Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid III. Badan Penelitian

dan Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan. Jakarta.

Martawijaya, A., Kartasujana, I., Mandang, Y.I., Prawira, S.A, Kadir, K. 2005.

Atlas Kayu Indonesia. Jilid II. Badan Penelitian dan Pengembangan

Kehutanan. Departemen Kehutanan.

Lemmens, R.H.M.J., Soerianegara, I., Wong, W.C. 1995. Plant Resources of

South-East Asia 5. (2) Timber trees: Minor commercial timber.

PROSEA. Bogor Indonesia.

Lukman, A.H., A. Sofyan, Junaidah dan R. Effendi. 2010. Pengaruh

Pemangkasan terhadap Petumbuhan Tembesu (Fagraea fragrans

Roxb.) pada Dua Jarak Tanam Berbeda. Prosiding Seminar Nasional.

Kontribusi Litbang dalam Peningkatan Produktivitas dan Kelestarian

Hutan. Bogor, 29 November 2010. Pusat Litbang Peningkatan

Produktivitas Hutan. Bogor

Sofyan, A., A.H. Lukman dan Nasrun. 2013. Laporan Hasil Penelitian Teknik

Silvikultur Jenis Tembesu. Balai Penelitian Kehutanan Palembang.

Tidak Dipublikasi.

Page 17: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik
Page 18: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

13 Tembesu

Kayu Raja Andalan Sumatera

PENANGANAN DAN PENGUJIAN BENIH TEMBESU

Oleh: Muhammad Zanzibar

I. PENANGANAN BENIH TEMBESU

Benih adalah bahan tanaman berupa bagian generatif atau bagian

vegetatif tanaman, antara lain berupa biji, mata tunas, akar, daun, jaringan

tanaman yang digunakan untuk memperbanyak dan atau mengembang-

biakkan tanaman. Penanganan benih secara tepat berimplikasi

meningkatkan efisiensi pengelolaan dan produktivitas tanaman karena benih

relatif lebih tahan disimpan, kecambah akan menjadi bibit sehat, tumbuh

cepat dan serempak. Penanganan mencakup serangkaian prosedur yang

dilakukan sesaat setelah pemanenan hingga benih menjadi bibit siap tanam.

Setiap elemen dari kegiatan penanganan sangat menentukan

derajat kualitas genetik yang diemban oleh kelompok benih tersebut.

Tahapan teknologi penanganan benih tembesu dan aspek-aspek dominan

yang berpengaruh adalah sebagai berikut:

A. Klasifikasi Buah dan Kriteria Masak Fisiologis Benih

Buah tembesu tergolong buah “majemuk - berdaging”, dimana buah

berasal dari peleburan putik dari beberapa bunga-air dan gula terakumulasi

di dalam buah. Dalam suatu musim buah dan tandan yang sama, dapat

diperoleh perbedaan tingkat kemasakan benih (Gambar 1 dan Gambar 2),

yaitu benih muda (buah berwarna hijau), benih masak fisiologis (buah

berwarna kuning hingga oranye) serta benih memiliki vigor kekuatan tumbuh

dan daya simpan maksimum. Kondisi ini merupakan waktu pemanenan

yang tepat.

Musim buah tembesu tergolong relatif singkat, saat benih masak

cepat tersebar, dan mudah diserang hama (Schmidth, 2002). Di Sumatera

Selatan, Riau dan Jambi masak fisiologis benih tembesu diperoleh pada

bulan Maret – Juni. Hingga saat ini, belum ada sumber benih tembesu yang

dikukuhkan. Buah umumnya diunduh dari lahan pekarangan dengan jumlah

pohon yang sangat terbatas.

Page 19: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

14 Bunga Rampai

Tembesu (Fagraea fragrans)

B. Pengumpulan Buah, Ekstraksi dan Pengeringan Benih

Benih seharusnya dikumpulkan pada saat panen raya atau pada

tegakan yang berbunga lebat dan sedikit serangan hama. Pengumpulan

buah dilakukan dengan cara pemanjatan karena pohon tembesu relatif tinggi

dan cabang yang menghasilkan buah tidak dapat dicapai dengan galah

berkait dari tanah. Buah hasil pemanenan dikumpulkan dalam karung plastik

dari beberapa pohon (bulk).

Prinsip utama kegiatan ekstraksi adalah memudahkan penanganan

serta meningkatkan kemampuan penyimpanan. Khusus untuk benih

berdaging, berserat lunak dan berukuran kecil, kegiatan ekstraksi terdiri dari:

perendaman/penjenuhan, pencucian, penyaringan dan pengeringan.

Daging buah tembesu harus segera dihilangkan karena benih dari buah

yang terfermentasi umumnya berakibat buruk yaitu cepat menurunkan

Gambar 1. Variasi tingkat kemasa-

kan benih tembesu ber-

dasarkan warna buah.

Pada saat sebagian be-

sar buah telah berwarna

kuning-oranye merupa-

kan saat yang tepat un-

tuk dipanen. (dok.

Zanzibar et al., 2010)

Gambar 2. Penampilan benih tembe-

su pada pembesaran 600

kali. Benih muda (a) dan

benih masak fisiologis (b).

(dok. Zanzibar et al.,

2010)

b

a

Page 20: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

15 Tembesu

Kayu Raja Andalan Sumatera

viabilitas. Ekstraksi benih menggunakan metoda basah-kering, dilakukan

dengan cara merendam buah selama 12 jam, diremas-remas, disaring

menggunakan ayakan 0.001 m kemudian dikering anginkan selama 5 hari

pada suhu kamar (BPTH Palembang, 2000).

C. Pembersihan dan Sortasi

Kelompok benih hasil ekstraksi, umumnya masih tercampur dengan

kotoran; sangat sulit membedakan antara benih dan daging buah/sisa

eksokarp (kotoran) karena memiliki ukuran dan penampilan yang relatif

sama. Benih yang masih kotor sangat rentan terhadap serangan

hama/penyakit karena kotoran merupakan media yang baik bagi

pertumbuhan mikroorganismea, utamanya selama penyimpanan.

Pembersihan dan sortasi mutlak dilakukan sebelum dikecambahkan atau

disimpan. Penggunaan ayakan untuk pembersihan dan sortasi benih yang

berukuran kecil cukup efektif meningkatkan kemurnian sehingga mutu fisik

dan fisiologisnya dapat meningkat (Boland et al., 1980).

Metoda pembersihan dan sortasi benih tembesu menggunakan

pengayakan bertingkat. Pengayakan diawali dari ukuran lubang paling besar

hingga terkecil. Penelitian Zanzibar et al. (2010) menunjukkan bahwa

penggunaan ayakan (L = lolos, T = tertahan) T840 (2.935.000 kecambah/kg)

dan L840 T710 (2.910 kecambah/kg) menghasilkan jumlah kecambah

tertinggi dan berbeda nyata dengan kontrol (1.300.000 kecambah/kg).

Berdasarkan ukuran ayakan, diperoleh dua klasifikasi mutu fisik-

fisiologis (MFF) benih tembesu, yaitu: MFF1= T840 (26.54%) dan L840 T710

(32.60%), MFF2 = L710 T600 (37.86%), MFF3 dan kotoran = L600 T420

(3.00%). MFF1 memiliki komposisi jumlah benih paling besar (59.14%)

sedangkan kotoran dan benih bervigor rendah berukuran lebih kecil dari 600

mikrometer yang diperlihatkan pada penggunaan L600 T420 (3.00%).

Pengelompokkan mutu benih mengikuti kaidah bila benih berukuran besar

maka memiliki mutu fisik-fisiologis terbaik (MFF1), dan seterusnya. Benih

tembesu berukuran antara 600–840 mikrometer, sedangkan kotoran lebih

kecil dari 600 mikrometer.

Page 21: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

16 Bunga Rampai

Tembesu (Fagraea fragrans)

D. Watak dan Metoda Penyimpanan

Benih tembesu berwatak intermediate; benih yang tidak toleran

terhadap pengeringan dan suhu rendah (di bawah 15 oC), sedangkan kadar

air dapat dibuat sesuai klasifikasi ortodoks (rendah = 8-10%) (Schmidth,

2002). Hasil analisis biokimia menunjukkan bahwa benih tembesu tergolong

benih berkarbohidrat, namun juga memiliki kandungan protein dan lemak

relatif tinggi (Tabel 1) (Zanzibar, 2010).

Tabel 1. Kandungan biokimia benih tembesu hasil radiasi

Parameter Unit (%)

Kadar air 15.9

Kadar Abu 1.66

Lemak Total 28.92

Protein 12.82

Karbohidrat Total 40.69 Sumber: Zanzibar et al. (2010)

Benih hasil seleksi dan sortasi yang berkadar air 9 - 12% dikemas

dalam kantong plastik (kedap air dan udara) (Gambar 3), selanjutnya

disimpan dalam lemari es (refrigerator) pada suhu 15-18 oC, RH = 70-80%.

Penyimpanan pada kondisi ini, setelah 2 tahun belum menurun viabilitasnya

dan kondisinya sama dengan kelompok benih awal (panenan baru),

sedangkan penyimpanan pada suhu kamar selama 6 bulan menyebabkan

benih sudah kehilangan semua viabilitasnya (Zanzibar et al., 2010).

Gambar 3. Persiapan pengemasan benih tembesu

sebelum disimpan (dok. Zanzibar et al.,

2010)

Page 22: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

17 Tembesu

Kayu Raja Andalan Sumatera

E. Perlakuan Pendahuluan dan Tipe Dormansi

Perlakuan pendahuluan terbaik untuk mematahkan dormansi benih

tembesu adalah metoda imbibisi dengan H2O2 5% selama 24 jam

(2.780.000 kecambah/kg), dibanding jika tanpa perlakuan (langsung ditabur)

hanya diperoleh 1.300.000 kecambah/kg. Perlakuan imbibisi dengan H2O2

5% mampu menyediakan oksigen terlarut dalam jumlah optimum selama

perkecambahan (Zanzibar, 2010). Berdasarkan hasil perlakuan perendaman

dalam H2O2 5% selama 24 jam, benih tembesu memiliki dormansi

morfologis yang tidak terlalu kuat (after ripening) karena tingkat morfologis

dari embrio belum matang (Nitsch, 1971; Zanzibar et al., 2009 dan Zanzibar

et al., 2010).

F. Peningkatan Produktivitas Bibit

Peningkatan produktivitas bibit dapat dilakukan dengan iradiasi sinar

gamma (60

Co). Beberapa hasil penelitian iradiasi sinar gamma pada benih

memperlihatkan bahwa dosis tinggi dapat bersifat menghambat (inhibitory),

namun pada dosis rendah berperan memacu pertumbuhan (stimulatory)

(Raghava dan Raghava, 1989; Kumari dan Singh, 1996; Radhevi dan

Nayar, 1996; Chan dan Lam, 2002; Zanzibar dan Witjaksono, 2011). Selain

mempengaruhi pertumbuhan, iradiasi sinar gamma memiliki kemampuan

menginduksi mutasi pada materi genetik. Kemampuan tersebut dimung-

kinkan karena sinar gamma memiliki energi cukup tinggi untuk menimbulkan

perubahan pada struktur dan komposisi materi genetik tanaman. Perubahan

tersebut terjadi secara mendadak, acak dan diwariskan pada generasi

berikutnya (IAEA, 1977). Keragaman petumbuhan tembesu akibat iradiasi

sinar gamma dapat dilihat pada Gambar 4 dan Tabel 2.

Page 23: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

18 Bunga Rampai

Tembesu (Fagraea fragrans)

Secara umum, perlakuan iradiasi mulai dari 5-120 Gy mampu

meningkatkan nilai peubah diameter dan tinggi. Perlakuan iradiasi mulai dari

5-120 Gy maupun meningkatkan nilai peubah diameter dan tinggi.

Perlakuan iradiasi pada dosis di atas 30 Gy menyebabkan daya hidup bibit

menurun dan pada dosis di antara 120 Gy kematian bibit terjadi.

Penggunaan dosis 30 Gy menghasilkan bibit dengan pertumbuhan terbesar;

volume bibit mencapai 2.391,4 mm3 ( 3,14 x 1,55 mm x 1,55 mm x 317 mm),

sedangkan bibit dari benih tanpa iradiasi (kontrol) rata-rata memiliki diameter

2,1 mm dan tinggi 15,4 cm sehingga diperoleh volume sebesar 533,1 mm3.

Iradiasi benih tembesu pada kisaran kadar air kesetimbangan (8-10%),

dosis 30 Gy meningkatkan produktivitas bibit (umur 8 bulan) lebih dari 4,5

kali terhadap kontrol (Zanzibar et al., 2011).

Gambar 4. Keragaman pertumbuhan bibit tembesu pada umur 4

bulan

Page 24: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

19 Tembesu

Kayu Raja Andalan Sumatera

Tabel 2. Keragaman pertumbuhan bibit tembesu umur 8 bulan akibat pengaruh iradiasi sinar gamma pada benih

II. STANDARDISASI METODA PENGUJIAN BENIH

Jaminan mutu benih edar dalam sistem sertifikasi diperoleh dari

suatu rangkaian pengujian standar. Standar pengujian tersebut tertuang

dalam Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1995. Sertifikasi merupakan

konsekuensi komersialisasi benih, bertujuan untuk menjamin kebenaran

mutu dan memberikan perlindungan bagi pengada, pengedar dan pengguna

benih yang pada akhirnya dapat meningkatkan produktivitas tegakan

(Sadjad, 1997; Kartiko, 2002).

Syarat dan ketentuan pengujian benih, tertuang di dalam pedoman

pengujian yang dikeluarkan oleh International Rules for Seed Testing

(ISTA), namun untuk jenis tanaman hutan masih sangat terbatas. ISTA

(2006) menentukan bahwa peubah mutu fisik terdiri dari kadar air,

kemurnian dan berat 1000 butir, sedangkan mutu fisiologisnya adalah daya

berkecambah. Peubah-peubah tersebut mencerminkan kinerja penanganan

yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan persemaian di lapangan.

A. Penarikan contoh

Tujuan penarikan contoh adalah mendapatkan contoh benih untuk

mewakili suatu kelompok benih yang akan diuji mutunya. Buah hasil

pengunduhan dari suatu lokasi diekstraksi dan dijadikan satu kelompok

Dosis Iradiasi

(Gy)

Peubah pertumbuhan bibit

Daya hidup (%)

Stdev

Diameter (mm)

Stdev Tinggi (cm)

Stdev

0 58.3 5.2 2.1 0.113 15.4 1.2

5 59.6 12.2 2.6 0.353 19.3 4.9

10 60.5 5.2 2.7 0.335 26.4 3.0

15 53.5 6.3 2.7 0.173 26.8 3.4

20 44.6 6.3 2.8 0.306 23.8 2.6

30 48.9 8.4 3.1 0.381 31.7 4.4

60 37.1 8.9 2.9 0.229 25.5 3.1

120 33.5 6.3 2.8 0.260 25.2 1.2

Sumber: Zanzibar dan Witjaksono (2011)

Page 25: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

20 Bunga Rampai

Tembesu (Fagraea fragrans)

benih. Kelompok benih tersebut diasumsikan sebagai contoh kiriman.

Contoh kerja dibuat dari contoh kiriman menggunakan alat pembagi benih

(seed sample devider) atau dengan cara acak parohan hingga diperoleh

contoh kerja yang diinginkan (ISTA, 2006).

B. Peubah kadar air

Tingkat kadar air benih mengindikasikan tingkat kemasakan, daya

simpan dan perlakuan yang harus diterapkan untuk penanganan

selanjutnya. Penanganan kadar air yang tepat dapat membatasi terjadinya

kerusakan, setiap penurunan 1% dari nilai kadar air (benih ortodoks) akan

memperpanjang periode simpan selama 4-5 tahun. Selain itu, kadar air yang

terlalu tinggi dari tingkat kadar air kesetimbangannya merupakan lingkungan

ideal bagi pertumbuhan jamur dan bakteri (Zanzibar, 2010).

Metoda penentuan kadar air yang paling tepat adalah bila mampu

memberikan nilai kadar air tertinggi (Wilan, 1985). Metode dirancang untuk

mengurangi oksidasi, dekomposisi atau hilangnya zat yang mudah menguap

bersamaan dengan pengurangan kelembaban sebanyak mungkin (ISTA,

2006). Metode oven tetap yang menguapkan air saja yang diuapkan selama

pengeringan banyak digunakan sebagai metode standar (Edward, 1987;

ISTA, 2006) bila dibandingkan dengan metode lainnya yang masih harus

dikalibrasi. Nilai kadar air kesetimbangan kelompok benih awal tembesu

(benih baru dipanen) berkisar antara 9.2-12.2%, diukur berdasarkan metode

oven tetap dengan 2 (dua) ulangan, masing-masing ulangan terdiri dari 1.0

gram. Menurut Widyani et al. (2010) penentuan kadar air tembesu dapat

menggunakan suhu tinggi maupun rendah; suhu tinggi pada 130 - 133C

selama 4 jam, sedangkan suhu rendah pada 103 ± 2C selama 22 jam.

C. Peubah kemurnian

Benih yang baru dipanen meskipun telah dibersihkan kemungkinan

masih tercampur dengan kotoran, baik berupa potongan daun, ranting,

daging buah, benih tanaman lain, atau benih dari jenis yang sama namun

telah mengalami kerusakan. Kotoran benih berakibat buruk pada infeksi

Page 26: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

21 Tembesu

Kayu Raja Andalan Sumatera

hama penyakit, kualitas fisik yang rendah, melembabkan atmosfer sekitar

benih, meningkatkan kadar air dan memacu metabolisma. Pengetahuan

tentang determinasi dan penampilan benih sangat menentukan keakuratan

hasil pengujian. Selain itu, peubah kemurnian digunakan untuk memprediksi

kebutuhan benih serta pengelompokkan mutu benih (Zanzibar, 2010).

Kemurnian benih tembesu berkisar antara 84,8% - 94,8% (Widyani

et al., 2010). Metoda pengukurannya berdasarkan analisis manual di atas

meja kemurnian dengan 2 (dua) ulangan, masing-masing ulangan terdiri dari

2.0 gram; antara benih murni dan daging/kulit buah sebagai kotoran

dipisahkan satu sama lain. Nilai kemurnian sangat dipengaruhi oleh kinerja

pengada. Semakin baik metoda pembersihan benih maka nilai kemurnian

benih akan makin tinggi, begitu pula sebaliknya.

D. Peubah Berat 1000 Butir

Setiap jenis benih memiliki ukuran berbeda dengan jenis lainnya,

demikian halnya dalam satu jenis yang sama. Perbedaan ukuran dalam satu

jenis yang sama dapat disebabkan oleh: perbedaan klimatis - edafik antar

tapak, perbedaan klimatis pada saat pembentukan buah, perubahan

(evolusi) terhadap kondisi alaminya, atau intensifitas pengelolaan.

Perbedaan ukuran kemungkinan dapat menyebabkan perbedaan viabilitas

dan vigor benih. Ukuran benih juga digunakan untuk memprediksi

kebutuhan benih untuk tujuan penanaman serta pengelompokkan mutu

(Zanzibar, 2010).

Jumlah benih per kg untuk benih-benih halus seperti tembesu

dinyatakan dengan istilah benih hidup murni (Thomson, 1979). Perhitungan

berat 1000 butir menggunakan 6 (enam) ulangan berdasarkan hasil

pengukuran keragaman, koefisiennya dan standar deviasi. Menurut Widyani

et al. (2011) berat 1000 butir benih tembesu berkisar antara 0,26-0,29 gram,

sedangkan jumlah benih per kg berkisar antara 3.478.260 – 3.813.155 butir.

Page 27: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

22 Bunga Rampai

Tembesu (Fagraea fragrans)

E. Peubah daya berkecambah

Daya berkecambah memberikan informasi kepada pengguna benih

akan kemampuan benih tumbuh normal menjadi tanaman yang berproduksi

normal pada kondisi sub optimum. Pengamatan dilakukan terhadap

pertumbuhan kecambah normal pada kondisi yang sesuai dalam jangka

waktu tertentu. Sebelum ditabur, benih diberi perlakuan pendahuluan berupa

imbibisi dengan H2O2 5% atau air dingin selama 24 jam.

Uji perkecambahan di laboratorium menggunakan germinator,

ulangan sebanyak 2 (dua) kali, masing-masing ulangan terdiri dari 0.05

gram. Kriteria kecambah normal bila telah muncul sepasang daun serta

tidak terserang penyakit (Gambar 5). Perhitungan awal dimulai pada hari ke

17 dan diakhiri pada hari ke-26. Uji di atas kertas (UDK) merang merupakan

metoda uji terbaik, berkisar antara 129-142 kecambah/0.05 gram. Pada uji

antar kertas (UAK) sebesar 121-140 kecambah/0.05 gram. Hal ini

mengindikasikan bahwa perkecambahan benih tembesu relatif

membutuhkan cahaya yang cukup sehingga germinator harus dilengkapi

lampu neon yang selalu menyala selama pengujian.

Berdasarkan pengujian di rumah kaca diperoleh bahwa media

perkecambahan berupa media campuran serbuk sabut kelapa (cocopeat)

Gambar 5. Kecambah normal tembesu pada hari

ke-14 (dok. Zanzibar dan Witjaksono,

2011)

Page 28: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

23 Tembesu

Kayu Raja Andalan Sumatera

dan pasir (1:1)(v/v) atau campuran arang sekam dan pasir (1:1)(v/v) pada

bak-bak kecambah ditutup plastik transparan memberikan hasil terbaik.

Perhitungan awal dimulai pada hari ke-17 dan diakhiri pada hari ke-44. Ke

dua metoda tersebut, masing-masing antara 132-250 kecambah/0.05 gram

dan 179-253 kecambah/0.05 gram.

III. PENUTUP

Benih tembesu yang umumnya dari buah (Biji) mempunyai

sifat/karakteristik tertentu. Musim buah yang relatif singkat dan mudah

terserang hama serta karakteristik benih yang tergolong intermediate,

memerlukan penanganan yang tepat dari pengunduhan hingga

penyimpanan benih. Penanganan benih yang tepat dapat meningkatan

efisiensi pengelolahan dan produktivitas, meningkatkan daya simpan dan

daya kecambah serta meningkatkan kemungkinan bibit tumbuh sehat,

cepat, dan serentak.

DAFTAR PUSTAKA

Boland, D.J dan J.W. Turnbull, and D.A. Kleinig, 1980. Eucalyptus Seed.

Division of Forest Research CSIRO, Canberra.

BPTH - Palembang, 2000. Informasi Teknis Budidaya Tembesu. Balai

Perbenihan Tanaman Hutan Wilayah Sumatera. Ditjen RLPS.

Palembang.

Chan, Y.K. and P.F. Lam, 2002. Irradiation-induced mutations in papaya

with special emphasis on papaya ringspot resistance and delayed fruit

ripening. Working material – Improvement of tropical and subtropical

fruit trees through induced mutations and biotechnology. IAEA,

Vienna, Austria. 35 – 45 pp

Edwards, D.G.W. 1987. Methods and Procedures for Testing Tree Seeds in

Canada. Forestry Technical Report 36. Canadian Forestry Service.

Ottawa.

Page 29: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

24 Bunga Rampai

Tembesu (Fagraea fragrans)

IAEA, 1977. Manual on Mutation Breeding. Second Edition. Join FAO/IAEA

division of atomic energy in food and agriculture. Vienna, Austria.

ISTA. 2006. International Rules for Seed Testing: Edition 2006. The

International Seed Testing Association. Bassersdorf. CH-.

Switzerland.

Kartiko. H.D.P. 2002. Penanganan Perbenihan untuk Mendukung

Pengelolaan Hutan Secara Lestari. Dalam Industri Benih di Indonesia.

Aspek Penunjang Pengembangan. Kerjasama Laboratorium Ilmu dan

Teknologi Benih. Institut Pertanian Bogor dengan PT. Sang Hyang

Seri. Bogor.

Kumari, R. and Y.Singh, 1996. Effect of gamma rays and EMS on seed

germination and plant survival of Pisum sativum and Lens culinaris

Medic. Neo Botanica 4(1) : 25 – 29.

Nitsch, J.P,1971. Perennation through seeds and other structures: Fruit

development. In : Plant physiology, a treatise. AP. pp 413 – 501

Radhadevi,D.S., and N.K.Nayar, 1996. Gamma rays induce fruit character

variations in Nendran, a varieties of banana (Musa paradasiaca L.).

Geobios : 23(2-3): 88-93.

Raghava,R.P., dan N.Raghava, 1989. Effect of gamma irradiation on fresh

on dry weight of plant part in Physsalis L. Geobios: 16(6): 261-264.

Sadjad. S. 1997. Membangun Industri Benih dalam Era Agribisnis Indonesia.

PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta.

Schmidth, L. 2002. Penanganan Benih Tropis dan Hutan Tropis. Ditjen

Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. Indonesia Forest Seed

Project (IFSP). Jakarta.

Thomson, L.O. 1979. An Introduction to Seed Technology. Thomson Litho

Ltd. East Kilbride. Scotland.

Widyani N, Dede JS, Eliya S, Enoch RK, Nurkim M, Abay, Emuy S, 2010.

Standardisasi Pengujian Mutu Benih Tembesu (Fagraea fragrans

Page 30: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

25 Tembesu

Kayu Raja Andalan Sumatera

Roxb). Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan. Tidak

diterbitkan.

Wilan, R.L. 1985. A Guide to Forest Seed Handling. FAO. United Nation.

Rome, Italy.

Zanzibar, M., N. Yuniarti, E. Suita, Megawati, D. Haryadi, dan E. Supardi.

2010. Hasil Penelitian Teknologi Perbenihan Jenis Tembesu (Fagraea

fragrans Roxb). Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman

Hutan. Tidak Diterbitkan.

Zanzibar, M, 2010. Materi Kursus Teknologi Penanganan Benih Tanaman

Hutan (Teori dan Praktek). Balai Penelitian Teknologi Perbenihan

Tanaman Hutan. Tidak Diterbitkan.

Zanzibar, M dan Witjaksono, 2011. Pengaruh Penuaan dan Iradiasi Benih

dengan Sinar Gamma (60 C) Terhadap Pertumbuhan Bibit Suren

(Toona Sureni Blume Merr). Jurnal Penelitian Hutan Tanaman: 8(2):

81 - 87.

Page 31: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik
Page 32: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

27 Tembesu

Kayu Raja Andalan Sumatera

PEMBIBITAN JENIS TEMBESU (Fagraea fragrans Roxb)

Oleh: Agus Sofyan dan Abdul Hakim Lukman

Salah satu kendala dalam pembangunan kehutanan, baik program

pembangunan hutan tanaman, reboisasi, rehabilitasi serta kegiatan lainnya

adalah masalah ketersediaan benih atau bibit yang tidak selalu tersedia saat

dibutuhkan. Penguasaan teknik pembibitan dalam rangka pengembangan

jenis-jenis komersial sangat perlu untuk dilakukan.

Tulisan ini bertujuan untuk memberikan gambaran dan informasi

tentang hasil-hasil penelitian teknik pembibitan tembesu, baik secara

generatif maupun vegetatif agar menghasilkan bibit bermutu tinggi dalam

jumlah yang banyak dan seragam, sehingga ketersediaan bibit berkualitas

dapat tercapai.

I. TEKNIK PEMBIBITAN JENIS TEMBESU

A. Permudaan dan pengumpulan buah

1. Permudaan

Tembesu termasuk jenis tanaman pionir yang mempunyai

kemampuan regenerasi alami relatif mudah. Hasil pengamatan pada

berbagai lokasi di wilayah Sumatera Bagian Selatan (Sumatera Selatan,

Lampung dan Jambi) menunjukkan bahwa regenerasi alami tembesu terjadi

pada areal atau lahan terbuka di sekitar daerah sebaran alaminya, yang

umumnya berasal dari tunas akar (Gambar 1).

Gambar 1. Regenerasi alami tembesu melalui tunas akar

(Dok. Sofyan, 2012.)

Page 33: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

28 Bunga Rampai

Tembesu (Fagraea fragrans)

Hal yang menarik dari jenis ini adalah bahwa, sekalipun tembesu

dapat menghasilkan atau memproduksi buah dan benih yang sangat

banyak, bahkan seringkali berlimpah pada saat musim buah (Gambar 2),

namun regenerasi alami yang berasal dari benih/biji sangat jarang dijumpai.

Pada tegakan tembesu, baik alam maupun tanaman, sangat jarang

ditemukan anakan yang berasal dari biji atau benih. Sementara pada sisi

lain, jika dilakukan pengujian perkecambahan (daya kecambah), benih

tembesu mempunyai daya kecambah yang sangat tinggi dan dapat

mencapai 100%, dengan persentase jadi bibit siap tanam yang sangat tinggi

(83,5 % - 100%).

Gambar 2. Kelimpahan bunga dan buah tembesu pada saat musim buah

2. Pengumpulan buah

Pengumpulan buah atau benih sebaiknya dilakukan dengan cara

pengumpulan langsung dari batang atau tangkai pohon. Pengumpulan buah

dapat dilakukan dengan cara memanjat atau dengan cara memotong

tangkai buah yang terdapat pada ujung-ujung ranting atau tajuk dengan

menggunakan galah pangkas.

Buah tembesu berbentuk bulat, berwarna hijau pada saat masih

muda dan berwarna merah pada saat matang. Buah yang telah masak

secara fisiologis akan gugur dengan sendirinya. Buah yang dipanen adalah

Page 34: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

29 Tembesu

Kayu Raja Andalan Sumatera

buah-buah yang telah masak. Menurut Mulawarman et al. (2002),

pengumpulan atau pengunduhan buah sebaiknya dilakukan dengan cara

mengunduh langsung dari pohonnya, karena buah yang diambil dari bawah

tegakan (telah gugur atau rontok), seringkali kualitasnya tidak sebaik

buah/benih yang dipanen langsung dari pohon.

Buah tembesu mempunyai ukuran yang cukup variatif, baik antar

pohon maupun dalam pohon yang sama. Jumlah biji atau benih dalam satu

buah bervariasi antara 8 – 50 biji tergantung besarnya ukuran buah,

semakin besar ukuran buah maka akan semakin besar ukuran dan banyak

jumlah benih yang dikandungnya. Menurut Martawijaya et al. (2005), jumlah

buah tembesu per kilogram dapat mencapai 6.600 buah.

Mengingat tujuan pengumpulan buah adalah untuk keperluan

penanaman dengan produktivitas maksimal, maka terhadap buah dan benih

yang akan digunakan, harus dilakukan sortasi dan seleksi. Buah dan benih

yang dipilih adalah yang telah masak serta berukuran besar. Umumnya

buah dan benih yang telah masak dan berukuran besar mempunyai vigoritas

dan daya kecambah yang lebih baik (dapat mencapai 100%), dengan

demikian akan diperoleh pertumbuhan bibit yang maksimal.

Gambar 3. Benih/biji muda (a) dan benih masak/tua (b) (Dok. Sofyan, 2012)

(b) (a)

Page 35: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

30 Bunga Rampai

Tembesu (Fagraea fragrans)

B. Ekstraksi dan penyimpanan benih

1. Ekstraksi benih

Ekstraksi adalah proses pengeluaran atau pemisahan biji atau benih

dari bagian-bagian buah lainnya, seperti tangkai, daging dan kulit buah.

Ekstraksi benih tembesu dilakukan dengan cara ekstraksi basah, yaitu

dengan menggunakan air (Gambar 4). Sebelum dilakukan ekstraksi, buah

dilepaskan terlebih dahulu dari tangkainya, kemudian dimasukkan ke dalam

wadah atau mangkuk berukuran sedang yang telah berisi air. Ekstraksi

dilakukan dengan cara meremas-remas buah sehingga benih keluar dan

terpisah dari bagian-bagian buah lainnya. Kemudian benih dibersihkan

secara berulang-ulang dengan cara menambahkan dan mengganti air yang

digunakan untuk pembersihan benih. Setelah benih sudah relatif bersih,

kemudian ditiriskan dengan menggunakan saringan halus, lalu

dikeringanginkan di atas kertas sampai seluruh benih berada pada kondisi

kering angin. Pada saat pengeringan, hindari sinar matahari secara

langsung. Setelah kering angin kemudian benih dibersihkan kembali dari

berbagai kotoran yang tersisa sehingga benar-benar bersih dan dapat

digunakan untuk keperluan pembibitan/penanaman. Untuk keperluan

penyimpanan, benih dapat disimpan di dalam refrigerator atau kulkas.

Gambar 4. Ekstraksi benih tembesu (ekstraksi basah)

Page 36: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

31 Tembesu

Kayu Raja Andalan Sumatera

2. Penyimpanan benih

Penyimpanan benih dilakukan setelah masing-masing benih diberi

keterangan tentang status benih (nama benih, asal benih, tanggal

pengunduhan, kolektor serta keterangan lain yang diperlukan). Pada saat

penyimpanan, kondisi benih harus dipastikan dalam keadaan kering dan

tidak tercampur dengan sisa-sisa bagian buah lainnya, hal ini sangat penting

untuk menghindari munculnya jamur selama masa penyimpanan. Benih

dikemas dalam kantong plastik yang tertutup rapat, kemudian dimasukkan

dalam wadah yang kedap dan disimpan dalam refrigerator atau kulkas.

Dengan kondisi penyimpanan tersebut benih masih dapat disimpan selama

3 tahun dengan daya kecambah sebesar 62% (Sofyan et al, 2013). Benih

tembesu termasuk benih yang dapat disimpan dalam waktu relatif lama dan

berwatak intermediate.

C. Propagasi atau perbanyakan

Propagasi atau perbanyakan tanaman tembesu dapat dilakukan

dengan dua cara, yaitu secara generatif dengan menggunakan bahan atau

organ generatif berupa benih/biji dan secara vegetatif dengan menggunakan

bahan vegetatif, berupa tunas yang berasal dari batang maupun akar.

1. Perbanyakan generatif

a. Penyemaian benih

Penyemaian atau penaburan benih tembesu diawali dengan

perlakuan pendahuluan berupa perendaman benih ke dalam air selama satu

malam, kemudian benih dikering-anginkan beberapa jam di tempat teduh

(tidak terkena sinar matahari langsung). Setelah kering angin, benih

dicampur secara merata dengan pasir halus (perbandingan 1 : 5). Benih

ditabur ke dalam bak tabur yang telah berisi media pasir halus

lembab/basah yang telah steril (disangrai atau di siram fungisida cair).

Kemudian seluruh permukaan media kembali ditaburi dengan pasir halus

kira-kira setebal 1-2 mm secara merata dan disusun di atas pasir basah

(jenuh) dengan ketebalan lebih kurang 10 cm di dalam bedeng tabur yang

Page 37: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

32 Bunga Rampai

Tembesu (Fagraea fragrans)

dibuat dengan sistem sungkup tetutup rapat (Gambar 5), agar tidak terjadi

penguapan yang keluar dari sistem sungkup.

(a) (b)

Gambar 5. Hasil semai/kecambah dalam bak tabur (a) dalam sistem sungkup (b)

Penyemaian dengan menggunakan sistem sungkup tertutup rapat,

selain aman dari berbagai gangguan, dari sisi pemeliharaan juga lebih

efesien karena tingkat kelembaban serta kebutuhan air dan suhu untuk

proses perkecambahan dapat terjaga secara optimal, sehingga benih lebih

cepat berkecambah dan penyiraman tidak perlu dilakukan setiap hari, cukup

1 kali seminggu pada saat pengamatan kecambah atau terjadi kekeringan

media. Penyiraman dilakukan dengan menggunakan sprayer secara

pengkabutan atau fogging ke dalam sungkup. Dengan sistem ini, benih

tembesu umumnya mulai berkecambah 15 - 25 hari setelah penaburan.

b. Penyapihan dan pemeliharaan

Penyapihan adalah kegiatan memindah-tanamkan atau mentrans-

plasikan semai atau kecambah yang sehat dari bak tabur ke dalam polybag

yang berisi media sapih pada umur dan ukuran tertentu. Waktu penyapihan

terbaik untuk semai tembesu adalah pada umur 7 - 8 minggu (Gambar 5a)

setelah berkecambah dengan rerata tinggi kecambah ± 1 cm (Sofyan et al.,

2006).

Page 38: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

33 Tembesu

Kayu Raja Andalan Sumatera

Media sapih yang dapat digunakan antara lain campuran tanah

lapisan atas dengan pasir dan kompos serbuk gergaji (3:1:5) atau campuran

tanah lapisan atas dengan sabut kelapa atau cocopeat (3:1). Untuk memacu

pertumbuhan semai dapat diberikan pupuk NPK sebanyak 0,25 g/bibit atau

urea dengan dosis 0,4 g/bibit (Martin dan Sofyan, 2001). Mengingat ukuran

semai relatif kecil (+ 1 cm), maka sapihan diletakkan dalam bedeng yang

menggunakan sungkup atau naungan dengan intensitas cahaya masuk 50%

agar semai tidak mudah rusak oleh air hujan (semai terlepas atau keluar dari

dalam media sapih).

Setelah 2-3 bulan pasca penyapihan, sungkup dapat dibuka.

Pemeliharaan berupa penyiraman semai selanjutnya dilakukan dengan

menggunakan embrat atau gembor dengan ukuran lubang yang relatif kecil

dan dilakukan secara hati-hati.

Untuk melindungi bibit dari serangan hama atau penyakit, dapat

dilakukan penyemprotan fungisida atau insektisida yang berbahan aktif

ramah lingkungan serta pengaturan jarak antar bibit, terutama setelah daun

atau tajuk antar bibit sudah mulai saling bersilangan. Jika jarak antar bibit

tidak dijarangi saat/setelah tajuknya saling bersilangan, selain mudah

munculnya jamur, pertumbuhan bibit juga menjadi tidak normal dimana

pertumbuhan tinggi dan diameter menjadi tidak seimbang (tidak

proporsional).

Pada kondisi tertentu, dimana saat penyapihan dan pemeliharaan

sapihan (calon bibit) terjadi kekeringan (musim kemarau), maka penyapihan

dapat dilakukan dengan sistem „bedeng genangan‟ (ketinggian air 1 – 2 cm),

dengan menggunakan plastik pada alas atau dasar bedeng sapih.

Pada kondisi normal, bibit tembesu umumnya sudah siap ditanam

pada umur 6 – 10 bulan setelah sapih, dengan rerata tinggi 30 – 40 cm.

Pertumbuhan bibit tembesu di persemaian tentunya sangat dipengaruhi

kualitas benih (vigoritas dan daya kecambah benih), musim (penghujan atau

kemarau), serta intensitas pemeliharaan.

Page 39: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

34 Bunga Rampai

Tembesu (Fagraea fragrans)

(a) (b)

Gambar 5. Penyapihan semai tembesu (a) dan semai/bibit umur 5 bulan (b)

2. Perbanyakan vegetatif

a. Cara perbanyakan

Tembesu termasuk salah satu jenis tanaman hutan yang mudah

dikembangkan secara vegetatif, terutama dengan teknik stek. Perbanyakan

atau pembuatan bibit tembesu melalui teknik stek, dapat dilakukan dengan

menggunakan bahan atau materi berupa tunas yang berasal dari bibit hasil

semai (stek pucuk atau stek batang), trubusan buatan hasil pangkasan

(Gambar 6a), hasil teresan (Gambar 6b) atau hasil trubusan alami (Gambar

6c) yang berasal dari pohon-pohon induk hasil seleksi.

(a) (b) (c)

Gambar 6. Tunas/trubusan hasil pangkasan batang (a), teresan/girdling (b)

dan trubusan alami (c)

Page 40: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

35 Tembesu

Kayu Raja Andalan Sumatera

Hasil penelitian menunjukkan bahwa materi asal semai/bibit maupun

trubusan buatan serta trubusan alami, mempunyai peluang besar untuk

digunakan sebagai materi dalam pembibitan vegetatif khususnya melalui

teknik stek, sebagaimana disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Beberapa hasil penelitian pembibitan tembesu dengan teknik stek

No

Asal bahan,

media

Berakar

(%)

Bertunas

(%)

Hidup

(%)

Keterangan

Sumber

1.

Bibit umur 1 ta-hun, media pasir

93,33%

100,00%

100,00%

4 bulan setelah tanam

Sofyan

dan Muslimin (2006)

2. Trubusan alam, media pasir

58,33% 93,33% 93,33% 4 bulan setelah tanam

Sofyan dan

Muslimin (2006)

3. Bibit umur 1 ta-hun, media pasir

92,50% 92,50% 92,50% 4 bulan setelah tanam

Sofyan et al. (2013)

4. Trubusan buat-an pada pohon induk umur 6 ta-hun, umur tru-busan 10 bulan, media pasir

78,00% 87,5-96,5% 96,50% 4 bulan setelah tanam

Sofyan et al.

(2013)

Tingkat keberhasilan pembibitan dengan teknik stek sangat

dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti :

1). Faktor materi yang digunakan, terkait asal bahan, umur

bahan/trubusan, waktu pengambilan bahan. Bahan stek yang

digunakan berupa tunas muda (juvenile) yang sudah mulai berkayu

namun belum terlalu tua dan waktu pengambilan bahan stek sebaiknya

dilakukan pagi atau sore hari. Untuk menjaga kelembaban dan

mengurangi penguapan, sebelum pembuatan stek, bahan stek atau

bagian yang diambil perlu disiram terlebih dahulu, kemudian

dimasukkan ke dalam ember berisi air. Jika bahan stek tidak langsung

digunakan, maka bahan stek harus dalam keadaan basah/lembab dan

dapat disimpan dalam kantong plastik selama 2-3 hari atau direndam

dalam ember.

Page 41: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

36 Bunga Rampai

Tembesu (Fagraea fragrans)

2). Faktor lingkungan, seperti kelembaban, temperatur dan intensitas

cahaya dalam sistem sungkup serta media yang digunakan sangat

penting bagi keberhasilan teknik stek (Hartmann et al., 1983).

Kelembaban dalam sungkup harus dijaga pada tingkat 80-95%, suhu

28-32oC, intensitas cahaya 40-50%, dengan media campuran pasir, top

soil dan kompos (2:2:3) atau campuran serbuk kulit kelapa (cocopeat),

top soil dan sekam padi.

3). Faktor teknik yang terkait dengan tingkat kecakapan pelaksana dalam

proses penyetekan, mulai dari waktu pengumpulan dan seleksi bahan

stek, cara pembuatan/pemotongan bahan stek, penanaman dan

pemeliharaan stek. Pembuatan bahan stek dilakukan dengan

memotong batang stek, minimal dua ruas (3 nodul), dipotong tepat di

bawah nodul ke tiga dengan sudut 45o. Untuk mengurangi penguapan,

bahan stek langsung direndam dalam air bersih dalam ember,

selanjutnya ditanam ke dalam polybag (dengan media campuran) yang

diletakkan di atas pasir lembab di dalam sungkup. Setelah penanaman,

perlu dilakukan pemadatan media di sekitar batang stek dengan

menggunakan dua jari, sehingga posisi stek kuat dan tidak bergoyang

saat penyiraman. Penyiraman dapat dilakukan dengan menggunakan

hand sprayer secara hati-hati.

b. Pemeliharaan selama pembentukan akar dan tunas

Pemeliharaan stek di dalam sungkup merupakan masa atau fase

yang sangat penting, karena stek belum mempunyai akar untuk menyerap

air maupun hara yang dibutuhkan. Faktor utama yang harus dijaga selama

proses pembentukan akar adalah terjaganya atau terjaminnya tingkat

kelembaban dalam sistem sungkup, sehingga stek tetap berada pada

kondisi yang segar dan dapat melakukan proses fotosintesisa dengan baik

sehingga proses pertumbuhan tunas dan akar dapat berlangsung dengan

baik. Jika terjadi penurunan kelembaban dapat dilakukan dengan

penyemprotan air secara fogging dengan menggunakan hand sprayer.

Dengan sistem sungkup dan pemeliharaan yang baik, stek tembesu mulai

menghasilkan akar sekitar 25-30 hari setelah penanaman.

Page 42: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

37 Tembesu

Kayu Raja Andalan Sumatera

Penyapihan stek tembesu dapat dilakukan sekitar 3-4 minggu

setelah terbentuknya akar (sekitar 2 bulan setelah tanam). Pada umur

tersebut stek sudah mempunyai perakaran yang baik dan dapat ditanam ke

dalam media sapih. Penyapihan dilakukan dengan mencabut stek atau

mencongkel secara hati-hati sehingga akarnya tidak terganggu atau rusak.

Untuk memudahkan penyapihan/penanaman stek, maka pengisian media ke

dalam polybag cukup setengahnya, kemudian sesaat setelah

penanaman/penyapihan, sambil dipadatkan, medianya ditambahkan lagi,

hingga seluruh akar dan sebagian pangkal batang stek terkubur sehingga

dapat berdiri kokoh dalam polybag. Setelah proses penyapihan selesai,

kemudian susun polybag ke dalam bedeng sapih yang diberi naungan.

Proses penyapihan bibit merupakan fase penting dalam pembuatan bibit

melalui teknik stek. Menurut Sakai dan Subiakto (2007), penyapihan

merupakan tahapan kritis kedua dalam keberhasilan produksi bibit stek.

3. Pemeliharaan bibit di persemaian

Pertumbuhan bibit yang berasal dari biji maupun stek (generatif dan

vegetatif) sangat ditentukan oleh tindakan atau pemeliharaan selama bibit

berada di persemaian. Tindakan utama dalam pemeliharaan di persemaian

adalah penyiranam, penyiangan dan penyortiran. Penyiraman dilakukan

setiap hari (pagi dan sore). Pembersihan gulma atau penyiangan dapat

dilakukan 1 bulan sekali terhadap gulma-gulma yang tumbuh dalam media

atau di sekitar tanaman di persemaian. Penyortiran dilakukan pada bibit-bibit

yang mati dan pengelompokan bibit berdasarkan ukurannya, sehingga bibit

dapat tumbuh secara maksimal. Untuk memacu pertumbuhan, selama

pemeliharaan dapat diberikan pupuk urea dengan dosis 0,4 gr atau 0,25 gr

NPK per bibit/anakan, yang diberikan 1-2 bulan setelah penyapihan.

II. PENUTUP

Penguasaan teknik pembibitan atau propagasi tanaman sangat

penting dalam pembangunan hutan tanaman. Pembibitan tembesu dapat

dilakukan baik secara generatif maupun vegetatif.

Page 43: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

38 Bunga Rampai

Tembesu (Fagraea fragrans)

Pembuatan bibit tembesu secara vegetatif dapat dilakukan dengan

materi yang berasal dari beberapa sumber, seperti semai atau bibit, tunas

atau trubusan alami dari pohon-pohon induk (umur 6 tahun), trubusan

buatan dari hasil teresan maupun hasil pemotongan atau pemangkasan

batang utama (umur 6 tahun).

Dari hasil-hasil penelitian yang telah diuraikan di atas, menunjukkan

bahwa pembuatan atau perbanyakan bibit tembesu melalui teknik stek relatif

mudah dilakukan, sehingga upaya peningkatan produktivitas dalam

pembangunan dan pengembangan hutan tanaman tembesu sangat

dimungkinkan dan mempunyai prospek yang cukup besar.

DAFTAR PUSTAKA

Hartmann, H.T., D.E. Kester and Davies, F.T. 1983. Plant Propagation

Principle and Practices. Prentice Hall. Inc. Engelwood Clift. New

Jersey.

Martawijaya, A., Kartasujana, I., Mandang, Y.I., Prawira, S.A, Kadir, K. 2005.

Atlas Kayu Indonesia. Jilid II. Badan Penelitian dan Pengembangan

Kehutanan. Departemen Kehutanan.

Martin, E. dan A. Sofyan. 2001. Perangsangan Pertumbuhan Tembesu

(Fagraea fragrans) dengan Pengaturan Intensitas Naungan dan

Pemupukan di Persemaian. Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Penelitian

Balai Teknologi Reboisasi Palembang. Palembang, 12 November

2001. Pp.113-121. Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam. Bogor.

Mulawarman., J.M. Roshetko., S.M. Sasongko., I. Djoko. 2002. Pengelolaan

Benih Pohon, Sumber Benih, Pengumpulan dan Penanganan Benih.

Pedoman Lapang Untuk Petugas Lapang dan Petani.International

Centre for Research in Agroforestry dan Winrock International.

Sakai, C., Subiakto, A. 2007. Pedoman Pembuatan Stek Jenis-Jenis

Dipterokarpa Dengan KOFFCO System. Kerjasama Badan Litbang

Kehutanan dengan Komatsu dan JICA. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam.

Sofyan, A., A.H. Lukman dan Nasrun. 2013. Laporan Hasil Penelitian Teknik

Silvikultur Jenis Tembesu. Balai Penelitian Kehutanan Palembang.

Tidak Dipublikasi.

Page 44: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

39 Tembesu

Kayu Raja Andalan Sumatera

Sofyan, A., I. Muslimin. 2006. Pengaruh Asal Bahan dan Media Terhadap

Pertumbuhan Stek Batang Tembesu (Fagraea fragrans Roxb).

Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Penelitian Penelitian “Konservasi dan

Rehabilitasi Sumber daya Hutan”, Palembeng 20 September 2006.

ISBN. 9789793145358.

Sofyan, A., M. Rahmat dan Kusdi. 2006. Teknik Pembibitan Tembesu.

Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian Hutan Tanaman. Baturaja, 7

Desember 2005. Pp 15-19. Pusat Litbang Hutan Tanaman. Bogor.

Page 45: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik
Page 46: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

41 Tembesu

Kayu Raja Andalan Sumatera

BUDIDAYA TANAMAN TEMBESU

Oleh: Abdul Hakim Lukman dan Agus Sofyan

I. PENANAMAN TEMBESU

Kegiatan penanaman merupakan salah satu bagian dari rangkaian

kegiatan dalam pembangunan hutan tanaman. Penanaman yang tepat

waktu dan tepat tempat tumbuh akan berimplikasi terhadap efisiensi

pengelolaan dan produktivitas tanaman. Penanaman yang tepat waktu, yaitu

yang dilaksanakan pada musim hujan sangat berpengaruh terhadap

keberhasilan tumbuhnya tanaman. Lokasi yang tepat, baik edafis mupun

klimatis yang sesuai dengan persyaratan tumbuh suatu jenis tanaman

berperan terhadap pertumbuhan dan produktivias hutan tanaman yang

dibangun. Tidak kalah pentingnya juga cara penanaman yang tepat dapat

berdampak terhadap keberhasilan tegakan hutan tanaman. Cara/teknik

penanaman merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan dalam

membangun suatu pertanaman, yang diawali dengan kegiatan penyiapan

lahan, pengaturan jarak tanam awal, penanaman bibit siap tanam, dan

pemeliharaan. Tahapan cara/teknik penanaman tembesu dan pemeliharaan

di lapangan diuraikan dalam bahasan di bawah ini.

A. Persiapan lahan

Penyiapan lahan merupakan kegiatan awal untuk mempersiapkan

tempat tumbuh sebaik mungkin bagi bibit yang akan ditanam, sehingga

kegiatan ini dapat juga disebut sebagai upaya manipulasi faktor tempat

tumbuh agar layak dan menguntungkan untuk pertumbuhan bibit yang akan

ditanam. Tujuan penyiapan lahan adalah untuk meningkatkan persentase

hidup tanaman dan pertumbuhan awal tanaman agar seragam. Beberapa

faktor yang harus dipertimbangkan dalam kegiatan penyiapan lahan adalah

kondisi vegetasi sebelum dan saat penanaman, iklim, topografi, jenis (tipe)

tanah, kesuburan tanah, peralatan, dan ketersediaan tenaga kerja, karena

akan berpengaruh terhadap pertumbuhan awal, persentase tumbuh

(survival) dan biaya pembangunan hutan tanaman (Srivastava, 1993).

Page 47: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

42 Bunga Rampai

Tembesu (Fagraea fragrans)

Tembesu merupakan salah satu jenis tanaman yang memerlukan

cahaya penuh untuk pertumbuhannya atau intoleran terhadap naungan,

sehingga cara penyiapan lahan yang baik dalam pembuatan pertanaman

tembesu adalah dengan tebas total. Hasil penelitian Kusnandar (2002),

menunjukkan pertumbuhan awal (umur < 12 bulan) tembesu pada lahan

dengan penyiapan/pembersihan lahan manual secara total lebih baik

dibandingkan dengan pertumbuhan tembesu pada lokasi dengan penyiapan

lahan tebas jalur (semak belukar).

Kegiatan pembersihan lahan dapat dilakukan secara manual,

mekanis, kimiawi, atau kombinasinya. Lahan yang didominasi oleh alang-

alang dan mempunyai topografi datar sampai agak datar dapat disiapkan

dengan menggunakan alat mekanik (alat berat). Pada lahan berupa semak

belukar dan hutan sekunder, penyiapan lahan dilakukan secara manual,

yaitu dengan melakukan penebasan, penebangan pohon, dan

pencincangan. Biomassa hasil pembersihan lahan dirumpuk (windrowed) di

antara jalur-jalur tanam tanpa dilakukan pembakaran (Gambar 1).

Penggunaan api dalam penyiapan lahan telah dilarang oleh pemerintah

sejak tahun 1996.

Gambar 1. Perumpukan biomassa hasil pembersihan lahan diantara jalur tanam

Tahapan kegiatan penyiapan lahan berikutnya adalah mem-bera-

kan (mengistirahatkan) lahan yang telah dibersihkan selama kurang lebih

satu bulan, kemudian dilakukan penyemprotan herbisida untuk menang-

gulangi gulma yang tumbuh kembali setelah penebasan (Gambar 2). Untuk

Page 48: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

43 Tembesu

Kayu Raja Andalan Sumatera

jenis-jenis gulma yang tidak bisa ditanggulangi dengan penyemprotan,

penanggulangan gulma dilakukan dengan penebasan. Herbisida yang

digunakan untuk memberantas gulma daun jarum sebaiknya yang bersifat

sistemik yang mengandung zat aktif glifosat, sedangkan untuk gulma daun

lebar menggunakan herbisida yang mengandung zat aktif 2,4 D Amin.

Herbisida yang mengandung zat aktif glifosat pada dosis (takaran) sebanyak

5 liter per hektar, dapat menekan pertumbuhan alang-alang selama 6 bulan

(Hendromono et al., 2006).

Gambar 2. Penyemprotan herbisida setelah satu bulan penebasan

Selesai penyemprotan herbisida, kemudian dilakukan pemasangan

ajir. Pengajiran dimaksudkan sebagai penanda tempat bibit akan ditanam

dimana jarak antar ajir disesuaikan dengan jarak tanam yang telah

ditetapkan. Ajir dibuat dari cabang atau batang tanaman dengan diameter

sekitar 1,5 – 2 cm dan panjang sekitar 1,5 – 2 m. Kegiatan selanjutnya

adalah pembuatan lubang tanam (Gambar 3) dengan ukuran 20 x 20 x 20

cm untuk tempat meletakkan bibit yang akan ditanam dan juga merupakan

salah satu cara pengolahan tanah terbatas, yang dapat memperbaiki sifat

fisik tanah agar drainase dan aerasi tanah menjadi baik untuk mendukung

pertumbuhan tanaman (Falah et al., 2005 dan Indriyanto, 2010).

Page 49: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

44 Bunga Rampai

Tembesu (Fagraea fragrans)

Gambar 3. Pembuatan lubang tanam tepat di samping ajir tanaman

Tahapan penyiapan lahan berikutnya adalah pemberian pupuk

dasar. Pemberian pupuk dasar dapat menggunakan pupuk kandang

sebanyak 1 kg/lubang tanam. Pupuk kandang yang digunakan adalah

kotoran ayam padat atau kotoran ternak lainnya yang telah mengalami

proses pembusukan. Tujuan pemberian pupuk kandang adalah untuk

membantu menetralkan pH tanah, membantu menetralkan racun akibat

adanya logam berat dalam tanah, memperbaiki struktur tanah menjadi lebih

gembur, mempertinggi porositas tanah dan secara langsung meningkatkan

ketersediaan hara tanah, serta membantu mempertahankan suhu tanah

agar stabil. Pemberian pupuk dasar berupa kotoran ayam (pupuk kandang)

sebanyak 1 kg/lubang tanam pada tanah podsolik merah kuning

berpengaruh positif terhadap pertambahan diameter awal tembesu (Tabel 1)

dibanding tanpa pemberian pupuk dasar (Lukman et al., 2005).

Tabel 1. Pengaruh pupuk kandang terhadap pertumbuhan awal tembesu

Pupuk kandang

PertambahanTinggi (cm)

Pertambahan Diameter (cm)

20 bst Pertambahan/th 20 bst Pertambahan /th

0 kg/lubang tanam 154,7 92,82 2,4 1,44

1 kg/lubang tanam 148,4 89,04 2,9 1,75

Keterangan: bst = bulan setelah tanam

Page 50: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

45 Tembesu

Kayu Raja Andalan Sumatera

B. Pengangkutan bibit ke lapangan

Bibit tembesu yang akan ditanam adalah bibit-bibit hasil seleksi dari

persemaian yang mempunyai kualitas yang baik, yaitu batangnya lurus

tunggal dan berkayu; daun segar hijau; dan tidak terserang penyakit; dan

pertumbuhannya relatif seragam, dengan kisaran tinggi 30-50 cm dan

diameter 4 - 6 mm. Bibit yang sudah terpilih diangkut ke lokasi penanaman.

Waktu pengangkutan sebaiknya pada pagi hari dan dilakukan penyiraman

terlebih dahulu dengan tujuan untuk mengurangi penguapan yang terlalu

besar sehingga kematian bibit akibat transportasi dapat diminimalkan.

Sesampainya di lokasi penanaman, bibit-bibit diistirahatkan/dibiarkan

beberapa waktu (± 2 minggu) untuk beradaptasi dengan kondisi lingkungan

sekitar areal penanaman. Selanjutnya bibit siap untuk ditanam pada lubang-

lubang tanam yang telah disiapkan (Gambar 4).

Gambar 4. Bibit tembesu siap tanam

Page 51: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

46 Bunga Rampai

Tembesu (Fagraea fragrans)

C. Pola tanam tembesu

Pola tanam dalam pembangunan hutan tanaman tembesu dapat

diklasifikasikan pada 2 (dua) pola, yaitu monokultur (murni) dan campuran.

1. Monokultur

Pola tanam monokultur merupakan cara penanaman yang hanya

terdiri dari satu jenis tanaman pokok (tembesu) dan dusahakan secara

seragam. Jarak tanam awal dalam pola monokultur biasanya lebih rapat

dibandingkan dengan pola campuran. Penanaman tembesu dengan pola

monokultur menggunakan jarak tanam awal yang rapat yaitu 2,5 m x 1 m

atau 3 m x 2 m (Lemmens et al.,1995, dan Lukman et al., 2010). Percobaan

penanaman dengan jarak tanam yang lebih lebar (3 m x 5 m) menyebabkan

munculnya percabangan yang lebih banyak dengan tinggi bebas cabang

yang rendah (Lukman, 2005).

Penanaman bibit tembesu dilakukan pada lubang tanam yang telah

dibuat pada tahapan penyiapan lahan. Bibit tembesu ditanam dengan

terlebih dahulu membuka kantong plastik (polybag), memasukkan ke dalam

lubang tanam, menutup lubang dengan lapisan topsoil, memadatkan tanah

di sekitar tanaman dan memasang kantong plastik (polybag) pada kepala

ajir sebagai tanda bahwa pada tempat tersebut sudah diadakan

penanaman. Waktu penanaman tembesu sebaiknya dilaksanakan pada saat

musim atau kondisi hujan merata sepanjang hari.

Pemilihan jarak tanam awal ditentukan terutama berdasarkan

pemanfaatan akhir hasil kayu, dan untuk perolehan bentuk batang. Pada

umumnya tanaman dengan jarak tanam lebar menghasilkan batang dengan

percabangan yang berat (rimbun), sukar luruh, dan bahkan berbatang ganda

(multishoots). Untuk pemanfaatan sebagai kayu chip (kayu pulp) dan kayu

bakar, bentuk batang tidak begitu penting, karena produksi biomasa total

dari pohon yang berbatang ganda dan banyak cabang menghasilkan volume

yang lebih besar. Sebaliknya penanaman yang ditujukan untuk

menghasilkan kayu gergajian, membutuhkan jumlah pohon persatuan luas

Page 52: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

47 Tembesu

Kayu Raja Andalan Sumatera

yang optimal untuk menghasilkan kualitas batang yang baik pada akhir daur

(Gambar 5).

Gambar 5. Tegakan tembesu pada pola tanam monokultur

2. Campuran

Pada pola tanam campuran, tegakan tembesu bercampur dengan

jenis-jenis tanaman lain selain tembesu, dapat dengan jenis tanaman

pertanian atau perkebunan seperti karet. Di dalam pola campuran ini, pada

umumnya di masyarakat keberadaan tanaman tembesu tidak secara

sengaja ditanam, melainkan tumbuh secara alami dan terus dipelihara

sampai tanaman besar. Tanaman tembesu muda akan dimatikan/tidak

dipelihara, jika jarak antar tanaman tembesu dengan tanaman karet terlalu

dekat atau dianggap akan mengganggu terhadap pertumbuhan tanaman

karet (Gambar 6).

Tingkat kerapatan tanaman tembesu di dalam areal kebun karet

mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas hasil latek maupun

pertumbuhan tembesunya sendiri. Tingkat kerapatan tanaman yang tinggi

atau jarak antar tanaman terlalu rapat, akan menurunkan pertumbuhan dan

produktivitas hasil latek, begitu juga terhadap pertumbuhan tembesu.

Jumlah populasi tembesu per hektar yang optimum di dalam areal kebun

karet dengan populasi antara 400-450 pohon/ha adalah 25-50 pohon/ha,

Page 53: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

48 Bunga Rampai

Tembesu (Fagraea fragrans)

yang dapat menghasilkan pertumbuhan lilit batang tembesu terbaik.

Sedangkan pertumbuhan lilit batang karet dan hasil latek yang terbaik

dihasilkan dari populasi tembesu maksimal 25 pohon/ha (Rosyid, 2011).

Gambar 6. Pola campuran karet dengan tembesu

II. PEMELIHARAAN TEMBESU

A. Penyiangan

Pemeliharaan tanaman tembesu pada awal pertumbuhan mutlak

harus dilakukan karena pertumbuhan tanaman awal, khususnya pada tahun

pertama akan menentukan produktivitas tanaman di akhir daur (Hardiyanto,

2005). Penyiangan (pengendalian gulma) merupakan salah satu kegiatan

pemeliharaan yang menentukan kecepatan pertumbuhan awal suatu

tanaman. Hal ini karena gulma akan berkompetisi dengan tanaman pokok

dalam menyerap hara, air, dan sinar matahari, sehingga pertumbuhan

tanaman pokok akan terganggu.

Kegiatan pembersihan tumbuhan bawah (penyiangan) pada

pertanaman tembesu dilakukan secara tebas total dengan periode 3 – 4 kali

pada tahun pertama dan kedua, kemudian pada tahun berikutnya dapat

dikurangi menjadi 2 kali setahun. Pada saat tajuk antar pohon sudah saling

Page 54: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

49 Tembesu

Kayu Raja Andalan Sumatera

bertemu atau kanopi telah menutup, kegiatan penyiangan tidak diperlukan

lagi, karena pertumbuhan gulma dengan sendirinya akan tertekan akibat

berkurangnya intensitas cahaya yang masuk ke lantai hutan.

Aplikasi herbisida untuk pengendalian gulma hutan tanaman juga

diperlukan. Pada umumnya aplikasi herbisida lebih efektif dalam

pengendalian gulma dibandingkan dengan cara manual. Untuk pertanaman

tembesu, kombinasi penyiangan cara manual (tebas total) dengan

penyemprotan herbisida yang dilakukan 1-2 minggu setelah penebasan

lebih baik dalam menekan pertumbuhan gulma.

B. Pemupukan

Kegiatan pemupukan pada hutan tanaman saat ini sudah menjadi

bagian yang penting dalam praktek silvikultur. Menurut Hardiyanto (2005),

kebanyakan hutan tanaman di luar Jawa dikembangkan pada tanah podsolik

merah kuning (ultisol, oxisol) yang secara alami memiliki tingkat kesuburan

rendah. Dengan demikian, pada tanah seperti ini kegiatan pemupukan

(managemen hara) sangat penting untuk menunjang produktivitas yang

tinggi.

Hasil ujicoba yang dilakukan Balai Penelitian Kehutanan Palembang

di Kebun Percobaan Way Hanakau, Lampung, menunjukkan aplikasi pupuk

NPK sebanyak 75 – 100 g/tanaman yang dikombinasikan dengan pupuk

kandang 1 kg per lubang tanam menghasilkan pertumbuhan tembesu

dengan riap diameter 1,3 cm/tahun, lebih baik dibanding tanpa pemupukan

(Lukman, 2005). Sedangkan hasil ujicoba lainnya yang dilakukan di

Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Benakat, Kabupaten

Muara Enim, Sumatera Selatan, menunjukkan bahwa aplikasi pupuk

kandang (kotoran ayam) dan pupuk SP36 sebanyak 100 g/tanaman

menghasilkan pertumbuhan tinggi dan diameter batang tembesu sampai

umur 3 tahun, sebesar 4,9 m dan 7,4 cm (Junaidah et al., 2009).

C. Pemangkasan

Pemangkasan cabang dan penjarangan merupakan aspek silvikultur

yang sangat penting untuk produksi kayu pertukangan. Kegiatan

Page 55: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

50 Bunga Rampai

Tembesu (Fagraea fragrans)

pemangkasan cabang umumnya dilakukan pada jenis-jenis pohon yang

memiliki kemampuan melepaskan cabang secara alami (self pruning)

rendah, seperti jenis tembesu. Pemangkasan cabang dimaksudkan untuk

menghasilkan kayu yang bebas mata kayu (knot free), sementara

penjarangan bertujuan untuk mendapatkan pohon berdiameter lebih besar

yang secara ekonomis memiliki nilai lebih tinggi.

Pemangkasan pada tanaman tembesu perlu dilakukan sedini

mungkin untuk mencegah menurunnya kualitas kayu akibat banyaknya mata

kayu, selain itu pemangkasan cabang pada umur muda lebih efektif karena

ukuran cabang kecil (Government of South Australia, tanpa tahun). Alat

yang digunakan dalam kegiatan pemangkasan cabang tergantung dari

ukuran diameter cabang yang akan dipangkas dan ketinggian cabang dari

permukaan tanah. Untuk tanaman tembesu yang berumur 1-2 tahun dan

diameter cabang 0,5-1,5 cm, pemangkasan cabang dapat menggunakan

gunting pruning atau gergaji pruning manual, sedangkan pada tanaman

yang berumur 3 tahun ke atas dan berdiameter cabang lebih dari 2 cm, alat

pangkas yang digunakan adalah gergaji pruning bergagang (manual atau

bermesin) (Gambar 7).

Gambar 7. Kegiatan pemangkasan cabang tembesu pada berbagai fase pertumbuhan tanaman

b

Page 56: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

51 Tembesu

Kayu Raja Andalan Sumatera

Pemangkasan cabang di samping ditujukan untuk menghasilkan

batang bebas cabang yang tinggi dan bebas mata kayu, juga berpengaruh

positif terhadap pertumbuhan tanaman tembesu. Hasil ujicoba

pemangkasan pada tanaman tembesu umur 16 bulan, setelah 20 bulan

dipangkas menunjukan pertumbuhan diameter yang lebih tinggi dibanding

dengan tanaman yang tidak dipangkas. Intensitas pemangkasan cabang

tembesu yang terbaik adalah 50% dari tinggi total. Perlakuan ini

menghasilkan pertambahan diameter batang 23,7 % lebih tinggi

dibandingkan dengan tanpa pemangkasan (Gambar 8 dan Tabel 2),

walaupun tidak berpengaruh secara nyata terhadap pertambahan tinggi

(Lukman et al., 2010).

Gambar 8. Tegakan tembesu yang tidak dipangkas dan setelah pemangkasan dengan tumpukan sampah hasil pangkasan diantara jalur tanaman

Tabel 2. Pertumbuhan tanaman tembesu setelah 20 bulan dipangkas

(Umur pada saat pemangkasan 16 bulan)

Intensitas pemang-

kasan (% )

3 m x 1 m 3 m x 2 m

Pert. Tinggi (cm)

Pert. Diameter

(cm)

Pert. Cabang

(btg)

Pert. Tinggi (cm)

Pert. Diameter

(cm)

Pert. Cabang (buah)

0 (kontrol) 392,91 2,19 6,51 315,69 2,81 8,52

40 404,90 2,27 9,72 342,89 3,47 11,69

50 432,10 2,23 12,93 325,44 3,48 11,78

60 404,41 2,29 15,83 333,74 3,11 15,65

Keterangan: Pert. = pertambahan

a

Page 57: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

52 Bunga Rampai

Tembesu (Fagraea fragrans)

Pemangkasan cabang tembesu harus dilakukan secara bertahap

yang dimulai pada umur di bawah 24 bulan. Kegiatan pemangkasan

tembesu pada umur di atas 36 bulan (41 bulan), dengan intensitas 40 – 60%

dari tinggi total, tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap

pertumbuhan setelah 41 bulan dipangkas (Tabel 3). Walaupun demikian,

dengan adanya perlakuan pemangkasan cabang bagian bawah, menjadikan

tinggi bebas cabangnya bertambah.

Tabel 3. Pertumbuhan tanaman tembesu setelah 41 bulan dipangkas (Umur pada saat pemangkasan 41)

Intensitas pemangkasan

(%)

Diameter (cm) Tinggi (m)

41 bst

58 bst

70 bst

82 bst

41 bst

58 bst

70 bst

82 bst

Kontrol (0) 8.3 10.5 11.8 12.9 5.7 8.1 9.6 12.2

40 8.3 10.8 12.1 13.3 5.6 8.1 9.7 11.5

50 8.9 10.8 12.2 13.0 6.5 8.4 10.0 11.4

60 8.7 10.1 11.8 12.8 5.9 8.5 10.6 12.0 Keterangan: bst = bulan setelah tanam

D. Penjarangan

Penjarangan merupakan tindakan pemeliharaan dalam mengatur

ruang tumbuh dengan cara mengurangi kerapatan tegakan untuk

meningkatkan pertumbuhan dan kualitas pohon (Direktorat Jenderal

Pengusahaan Hutan,1990). Menurut Kosasih et al. (2002), penjarangan

merupakan tindakan pengurangan jumlah batang per satuan luas untuk

mengatur kembali ruang tumbuh pohon dalam rangka mengurangi

persaingan antar pohon dan meningkatkan kesehatan pohon dalam

tegakan. Pada umumnya, untuk jenis pohon yang lambat tumbuh, seperti

tembesu, penjarangan yang pertama dilakukan pada umur 5-10 tahun.

Menurut Lemmens et al. (1995), penjarangan tegakan tembesu dilakukan

mulai umur 5 tahun ke atas, dan selanjutnya penjarangan dilakukan setiap

10 tahun.

Hasil ujicoba penjarangan pertama pada tegakan tembesu umur 5

tahun dengan jarak tanam awal 3 m x 2 m (Tabel 4), menunjukkan bahwa

pola penjarangan untu walang (Gambar 9) menghasilkan pertumbuhan

Page 58: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

53 Tembesu

Kayu Raja Andalan Sumatera

diameter yang lebih tinggi dibanding kontrol (tidak ada perlakuan

penjarangan). Peningkatan diameter pohon pada pola penjarangan untu

walang berkisar antara 4,1 – 8,2 % dari kontrol.

Tabel 4. Pengaruh penjarangan terhadap pertumbuhan diameter dan tinggi tembesu

Pola Penjarangan

Diameter (cm) Tinggi (m)

awal 1 tsp 2 tsp 3 tsp awal 1 tsp 2 tsp 3 tsp

Kontrol 9,2 10,7 11,7 13,1 6,5 8,6 10,2 11,8

Untu walang 9,0 11,1 12,6 13,7 6,7 8,5 10,1 11,6

Tebang baris 9,1 11,0 12,2 13,5 6,5 8,5 10,6 11,8

Keterangan: tsp = tahun setelah penjarangan

x x x x x x x x

x x x x

x x x x

x x x x x x x x

x

x

x

x

x

x

x

x

x x x x x x x x

x

x

x

x

x

x

x

x

x x x x x x x x

x

x

x

x

x

x

x

x

x x x x x x x x

x

x

x

x

x

x

x

x

x x x x x x x x

x

x

x

x

x

x

x

x

x x x x x x x x

x

x

x

x

x

x

x

x

x x x x x x x x

x x x x

x x x x

Kontrol Untu walang Tebang 1 baris

Gambar 9. Tiga macam pola penjarangan yang diujicobakan pada tegakan tembesu umur 5 tahun di KHDTK Benakat, Sumatera Selatan

III. PENUTUP

Membangun pertanaman tembesu sebaiknya dilaksanakan dengan

perencanaan yang matang yang dimulai dari kesiapan pengadaan bibit yang

berkualitas, penyiapan lahan secara tebas total, pengaturan jarak tanam

sesuai tujuan peruntukan, dan pemeliharaan yang intensif yang dimulai dari

pemberian pupuk kandang sebagai pupuk dasar, pemberian pupuk lanjutan

NPK, perlakuan pemangkasan cabang sejak umur muda, dan penjarangan

pada umur 5-10 tahun. Dengan mengikuti tahapan-tahapan di atas

Page 59: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

54 Bunga Rampai

Tembesu (Fagraea fragrans)

diharapkan pertumbuhan tembesu akan optimal dengan produktivitas yang

tinggi dan lestari, baik dari aspek produksi maupun aspek lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Jenderal Pengusahaan Hutan, 1990. Pedoman dan Petunjuk

Teknis Pemeliharaan. Jakarta.

Falah, M. D., H. Supriyo, dan S. Hardiwinoto. 2005. Pengaruh Cara

Penyiapan Lahan, Pupuk Kompos dan Olah Tanah terhadap

Pertumbuhan Gmelina arborea Roxb. Prosiding Seminar Nasional

Peningkatan Produktivitas Hutan. Fakultas Kuhutanan UGM dan

ITTO. Yogyakarta.

Governnment of South Australia. _________. Forestry. Pruning for

clearwood in Radia pine plantation. Forestry Development Fact

Sheet. Number 07.

Hardiyanto, E. B. 2005. Beberapa Isu Silvikultur dalam Pengembangan

Hutan Tanaman. Prosiding Seminar Nasional Peningkatan

Produktivitas Hutan. Yogyakarta, 26-27 Mei 2005. Peran Konservasi

Sumber Daya Genetik, Pemuliaan dan Silvikultur dalam Mendukung

Rehabilitasi Hutan. ITTO dan Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta.

Hendromono, Y. Heryati, dan N. Mindawati. 2006. Teknik Silvikultur Hutan

Tanaman Industri. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan

Tanaman. Bogor.

Indriyanto. 2010. Pengantar Budidaya Hutan. PT. Bumi Aksara. Jakarta.

Junaidah, A. H. Lukman, D. Prakosa, dan Nasrun. 2009. Teknik Silvikultur

Tembesu (Fagraea fragrans Roxb.). Laporan Hasil Penelitian Tahun

2009. Balai Penelitian Kehutanan. Palembang. (Tidak dipublikasi).

Kosasih, A.S. 2002. Petunjuk Teknis Pemeliharaan dan Perlindungan pada

introduksi Jenis Pohon Hutan. Info Hutan No. 151. Pusat Penelitian

dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Bogor.

Page 60: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

55 Tembesu

Kayu Raja Andalan Sumatera

Kusnandar, E. 2002. Laporan Uji Coba Teknik Persemaian dan Penanaman

Tembesu (Fagraea fragrans) di Sumatera Selatan. Proyek Penelitian

Hutan Tanaman Tahun 2001. Palembang.

Lemmens, R.H.M.J., Soerianegara, I., dan Wong, W.C. (Editor). 1995.

Plants Resources of South East Asia No. 5(2). Timber Trees : Minor

Commercial Timbers, Backhuys Publishers, Leiden.

Lukman, A.H., A. Sofyan, Kusdi dan T.R. Saepuloh. 2005. Laporan

Teknologi Silvikultur Tanaman Jenis-Jenis Prioritas. Laporan Proyek

Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman Kawasan Barat

Indonesia Tahun Anggaran 2004. Palembang.

Lukman, A.H. 2005. Aspek Teknik Silvikultur dalam Menunjang

Pembangunan Hutan Tanaman Tembesu. Prosiding Seminar Hasil-

hasil Penelitian Hutan Tanaman, Baturaja 7 Desember 2005. Pusat

Penelitian dan Pengembanganan Hutan Tanaman. Badan Litbang

Kehutanan. Bogor.

Lukman, A.H., A. Sofyan, Junaedah dan R. Effendi. 2010. Pengaruh

Pemangkasan terhadap Petumbuhan Tembesu (Fagraea fragrans

Roxb.) pada Dua Jarak Tanam Berbeda. Prosiding Seminar Nasional.

Kontribusi Litbang dalam Peningkatan Produktivitas dan Kelestarian

Hutan. Bogor, 29 November 2010. Pusat Litbang Peningkatan

Produktivitas Hutan. Bogor.

Rosyid, M.J. 2011. Pembangunan Hutan Tanaman dengan Pola Tanam

Campuran Karet dan Kayu-kayuan. Prosiding Seminar Hasil

Penelitian Balai Penelitian Kehutanan Palembang. 13 Juli 2011. Pusat

Litbang Peningkatan Produktivitas Hutan. Bogor.

Srivastava, P.B.L. 1993. Silvicultural Practices. Acacia mangium Growing

and Utilization. Awang, K dan D. Taylor (Eds). Winrock International

dan FAO. Bangkok.

Page 61: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik
Page 62: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

57 Tembesu

Kayu Raja Andalan Sumatera

POTENSI DAN PERTUMBUHAN TEMBESU DALAM

PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT

Oleh: Agus Sumadi dan Hengki Siahaan

I. PENDAHULUAN

Tembesu (Fagraea fragrans) merupakan salah satu jenis tanaman

unggulan lokal di wilayah Sumatera Bagian Selatan. Secara sosial,

masyarakat di wilayah ini telah mengenal jenis tembesu sebagai tanaman

budidaya penghasil kayu walaupun pemeliharaan dan pengelolaannya

belum dilakukan secara baik dan terencana. Umumnya jenis ini tumbuh

secara alami, baik pada hutan alam maupun pada kebun-kebun milik petani,

namun demikian beberapa petani juga telah melakukan budidaya dengan

sengaja menanamnya secara campuran dengan jenis tanaman lainnya.

Budidaya tembesu pada lahan milik yang dikenal sebagai hutan rakyat

tembesu, umumnya dikembangkan dalam bentuk agroforestri terutama

dengan jenis karet. Tujuan utamanya adalah produk tanaman pertanian,

misalnya getah karet, dan produk kayu adalah hasil sampingan.

Kayu tembesu mempunyai beberapa keunggulan, yaitu kayunya

termasuk ke dalam kelas kuat II-I, kelas awet I, ketahanannya terhadap

serangan jamur dengan kelas ketahanan jamur II dan kemudahan

pengerjaannya karena tidak mudah retak dalam pengolahannya

(Martawijaya et al., 2005). Karena keunggulan ini, kayu tembesu sangat

disukai oleh pengrajin ukiran dan meubelair terutama di Kota Palembang.

Tingginya permintaan terhadap kayu tembesu mengakibatkan

terjadinya ekploitasi yang berlebihan terhadap tegakan tembesu, baik dari

hutan alam maupun dari lahan masyarakat. Dampaknya saat ini telah terjadi

kelangkaan bahan baku tembesu dan sekalipun dapat diperoleh, harganya

menjadi sangat tinggi sehingga pengrajin ukiran dan meubel beralih pada

jenis kayu lainnya yang mempunyai kelas yang lebih rendah dibanding kayu

tembesu. Dampak lanjutan yang terjadi adalah melambungnya harga produk

ukiran dan meubel berbahan kayu tembesu, sehingga tidak terjangkau oleh

Page 63: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

58 Bunga Rampai

Tembesu (Fagraea fragrans)

masyarakat pengguna, dan pasar produk tembesu menjadi surut dan tidak

berkembang.

Beberapa faktor yang mengakibatkan rendahnya suplai kayu

tembesu antara lain adalah riap tembesu yang relatif rendah, kegiatan

budidaya yang sangat terbatas, dan pengelolaan yang sangat konvensial

pada lahan-lahan milik masyarakat. Berdasarkan model pertumbuhan

tembesu pada hutan rakyat, diameter tembesu pada umur 20 tahun adalah

26,6 cm (riap diameter = 1,3 cm/tahun), tinggi 21,1 m (riap tinggi = 1,1

m/tahun), volume rata-rata per pohon sebesar 0,39 m3 dan kerapatan efektif

438 pohon/ha, maka diperoleh hasil sebesar 170,2 m3 atau riap volume

sebesar 8,51 m3/ha/tahun (Sumadi dan Saepuloh, 2011). Oleh karena itu,

agar pengelolaan hutan rakyat tembesu dapat memberikan hasil yang

optimal perlu dilakukan upaya peningkatan riap melalui perlakuan silvikultur

intensif (penggunaan bibit unggul, manipulasi lingkungan, dan pengendalian

hama dan penyakit secara terpadu). Selain itu pengelolaan harus dilakukan

secara terencana, antara lain pemilihan pola tanam yang sesuai, misalnya

penerapan pola agroforestri dengan jenis-jenis tanaman jangka pendek dan

bersifat kontinu seperti karet, karena produk kayu baru dapat diperoleh pada

akhir daur atau periode penjarangan.

Pengelolaan hutan rakyat tembesu memerlukan berbagai perangkat

yang memungkinkan pengelolaan dilakukan secara terencana mulai dari

penanaman hingga pemanenan. Penentuan jarak tanam, pengaturan

kerapatan sepanjang daur, penilaian potensi tegakan, serta pertumbuhan

dan hasil merupakan serangkaian informasi yang sangat dibutuhkan oleh

pemilik hutan rakyat untuk melakukan pengelolaan yang optimal

(Harbagung, 2010). Tulisan ini menyajikan hasil-hasil penelitian

pertumbuhan tembesu pada hutan rakyat di berbagai lokasi di Provinsi

Sumatera Selatan dan Jambi. Penyusunan model yang diperlukan

didasarkan pada data hasil pengukuran berseri petak ukur permanen yang

dibangun pada berbagai lokasi pengembangan. Walaupun hasil yang

diperoleh disajikan dalam bentuk model, persamaan atau tabel hasil namun

pembahasan lebih ditekankan pada pemahaman dan aplikasi model

Page 64: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

59 Tembesu

Kayu Raja Andalan Sumatera

sehingga lebih mudah untuk dipahami dan diterapkan oleh pengelola hutan

rakyat yang mengembangkan jenis tembesu.

II. PENILAIAN POTENSI TEGAKAN TEMBESU

A. Inventarisasi Potensi Tegakan

Inventarisasi tegakan dilakukan untuk mengetahui potensi tegakan

pada waktu tertentu (Loetsch et al, 1973; Vanclay, 1994). Inventarisasi

tegakan dapat dilakukan dengan teknik sampling maupun secara sensus.

Teknik sampling dilakukan pada hutan tanaman yang dikembangkan dalam

skala luas, sedangkan pada hutan rakyat tembesu yang umumnya memiliki

luasan yang relatif kecil (sekitar 1 ha), inventarisasi potensi tegakan dapat

dilakukan secara sensus.

Inventarisasi pada hutan rakyat dilakukan dengan mencatat

diameter setinggi dada dan tinggi setiap pohon yang terdapat pada lahan

yang dimiliki. Pada kegiatan inventarisasi, penomoran pohon diperlukan

agar pengukuran dapat dilakukan secara teratur dan mudah. Di samping itu

penomoran dapat bermanfaat untuk mengetahui pertumbuhan setiap

individu pohon, jika dilakukan pengukuran berulang. Data yang diperoleh

melalui kegiatan inventarisasi pada hutan rakyat adalah nilai diameter

setinggi dada dan tinggi setiap pohon dalam tegakan. Untuk memperoleh

volume tegakan per pohon maka diperlukan model penduga volume pohon

ataupun tabel volume. Jika volume per pohon telah diketahui, maka potensi

tegakan dapat diperoleh dengan menjumlahkan volume seluruh pohon

dalam tegakan. Demikian pula potensi tegakan per satuan luas (misalnya

volume per hektar) dapat diketahui dengan membagi total seluruh volume

individu pohon dengan luas lahan yang dimiliki.

B. Model Penduga dan Tabel Volume Tembesu

Model penduga volume diperlukan untuk mengetahui secara akurat

volume setiap individu pohon yang telah diketahui diameternya atau

diameter dan tingginya (Clutter et al, 1983). Volume pohon yang diduga

adalah volume batang hingga diameter ujung 10 cm, dengan pertimbangan

Page 65: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

60 Bunga Rampai

Tembesu (Fagraea fragrans)

bahwa pemanfaatan kayu tembesu dapat dilakukan hingga diameter terkecil

10 cm. Model disusun dengan menggunakan 33 pohon sampel yang

terdapat pada hutan rakyat tembesu di Kabupaten Sarolangun Jambi.

Pohon sampel memiliki kisaran diameter antara 11,69 sampai 37,58 cm

dengan tinggi dari 12,2 m sampai 20,8 m. Volume pohon didekati dengan

membagi batang menjadi beberapa seksi yang panjangnya 1 meter

sehingga bentuknya mendekati silinder. Volume pohon merupakan

penjumlahan dari seluruh seksi batang yang dapat diperoleh. Pengukuran

diameter seksi batang ini dilakukan dengan cara memanjat (Gambar 1).

Gambar 1. Pengukuran diameter seksi tegakan tembesu untuk penyusunan model penduga volume pohon

Penyusunan model penduga volume jenis tembesu dilakukan

dengan cara membuat hubungan regresi antara volume pohon

(penjumlahan volume seksi batang) dengan satu variabel yaitu diameter

setinggi dada atau dengan dua variabel yaitu tinggi dan diameter. Dengan

cara demikian diperoleh model penduga volume pohon dengan prediktor

tunggal diameter setinggi dada dan model dengan prediktor ganda, yaitu

tinggi dan diameter (Tabel 1). Model penduga volume dapat disajikan dalam

bentuk tabel hasil agar pemanfaatannya dapat lebih praktis (Clutter et al,

Page 66: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

61 Tembesu

Kayu Raja Andalan Sumatera

1983). Pada Tabel 2 disajikan tabel volume berdasarkan model penduga

dengan variabel tunggal diameter setinggi dada, yang lebih dikenal sebagai

tarif volume.

Kedua model penduga volume pada Tabel 1 merupakan model yang

akurat dan valid dalam menduga volume tegakan tembesu. Simpangan rata-

rata (SR) model penduga prediktor tunggal diameter adalah 2,39% dan akan

berkurang menjadi 2,15% apabila menggunakan model dengan prediktor

ganda diameter dan tinggi. Demikian pula dengan simpangan agregat (SA)

yang berkurang dari 0,41% menjadi 0,07%. Hal ini berarti bahwa pendugaan

dengan prediktor ganda mempunyai tingkat kesalahan yang lebih kecil.

Namun pada dasarnya kedua model telah memenuhi persyaratan yang

diperlukan untuk menduga volume tegakan, yaitu SR < 10% dan SA < 1%

(Spurr, 1951; Husch et al, 2003; Huang et al, 2003).

Tabel 1. Nilai R2, simpangan rata-rata (SR) dan Simpangan agregat (SA)

model penduga volume pohon tembesu

No. Model penduga R

2 adj

(%) SR (%)

SA (%)

1. V=0.000275 D 2.187

97 2.39 0.41

2. V = 0.0000912 D 2.129

H 0.451

97 2.15 0.07

Tabel 2. Tabel volume tembesu berdasarkan model penduga dengan prediktor tunggal diameter (tarif volume)

D* (cm)

V10 (m

3)

D* (cm)

V10

(m3)

D* (cm)

V10

(m3)

18 0,15 29 0,43 40 0,88

19 0,17 30 0,47 41 0,93

20 0,19 31 0,50 42 0,98

21 0,21 32 0,54 43 1,03

22 0,24 33 0,58 44 1,08

23 0,26 34 0,61 45 1,13

24 0,29 35 0,65 46 1,19

25 0,31 36 0,70 47 1,25

26 0,34 37 0,74 48 1,31

27 0,37 38 0,78 49 1,37

28 0,40 39 0,83 50 1,43

Ket.: * D = diameter at breast heigh (diameter setinggi dada)

Pemilihan penggunaan kedua model penduga disesuaikan dengan

ketersediaan data dari pengelolaan hutan. Jika yang tersedia hanya data

Page 67: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

62 Bunga Rampai

Tembesu (Fagraea fragrans)

diameter setinggi dada maka cukup menggunakan persamaan pertama.

Selain itu persamaan pertama lebih praktis karena pengukuran diameter

cukup mudah dilakukan sehingga datanya mudah diperoleh sedangkan

persamaan kedua memerlukan data tinggi dalam pendugaan volume pohon

berdiri. Pengukuran tinggi di lapangan mempunyai tingkat kesulitan

tersendiri, yaitu alat ukur yang cukup mahal, kesulitan pengukuran karena

kondisi tajuk yang saling berhimpitan, dan waktu pengukuran yang cukup

lama (Krisnawati, 2007). Oleh karena itu, untuk pendugaan nilai tegakan

dalam skala luas, lebih dianjurkan menggunakan persamaan pertama

karena dapat menghemat waktu dan biaya.

III. PERTUMBUHAN TEGAKAN TEMBESU

Tembesu merupakan jenis pohon yang memiliki pertumbuhan

lambat dengan daur sekitar 25 tahun. Pola pembangunan tembesu cocok

dikembangkan menggunakan sistem campuran dengan tanaman lain agar

dapat memberikan hasil yang lebih cepat dari tanaman lainnya, seperti karet

yang dapat diproduksi mulai umur 5 tahun. Pengembangan pola campuran

untuk jenis tembesu merupakan salah satu solusi tepat yang dapat

diterapkan pada hutan rakyat. Winarno & Waluyo (2007) menjelaskan

bahwa pola tanam yang dikembangkan di hutan rakyat disesuaikan dengan

kondisi dan luas lahan yang tersedia serta kondisi pasar dan kebutuhan

masyarakat. Salah satu pola tanam yang ada berupa pola campuran antara

tanaman kehutanan dan tanaman perkebunan.

Pengembangan tembesu pola campuran banyak ditemukan pada

hutan rakyat di Kabupaten OKU Timur. Tradisi masyarakat untuk

membudidayakan tembesu telah ada sejak lama. Tembesu di lokasi tersebut

tumbuh secara alami pada saat pembukaan lahan untuk penanaman karet.

Pada kegiatan pembukaan lahan, masyarakat dengan sengaja memelihara

trubusan atau anakan tembesu liar yang ada di lahan. Pada umumnya

kondisi pohon tembesu saat pembukaan lahan masih kecil dan

pertumbuhannya tertekan. Setelah penanaman karet masyarakat terus

memelihara tembesu yang ada di antara sela-sela karet.

Page 68: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

63 Tembesu

Kayu Raja Andalan Sumatera

Berdasarkan pengamatan di lapangan, tembesu dan karet dapat

tumbuh berdampingan dalam pola agroforestri. Berdasarkan informasi yang

diperoleh dari masyarakat yang membudidayakan tembesu pola campuran,

produksi getah karet tidak mengalami penurunan pada pola agroforestri

dengan tembesu dibanding tanaman karet yang dibudidayakan dengan pola

monokultur. Jumlah tanaman tembesu pada pola agroforestri tembesu

dengan karet umumnya berkisar antara 25-50 batang/ha. Tanaman karet

masih dominan dalam pengembangan hutan rakyat pola campuran ini.

Komposisi agroforestri dengan jumlah tanaman karet yang lebih besar

merupakan pilihan rasional dari petani untuk memperoleh pendapatan rutin

yang lebih besar dari hasil penjualan getah karet. Hal ini sesuai dengan

pendapat Suryanto et al (2006) bahwa pola campuran banyak menjadi

pilihan prioritas dalam sistem pertanaman karena memiliki beberapa

kelebihan dibandingkan dengan pola monokultur, di antarannya produk

ganda yang dihasilkan sepanjang pengelolaan (baik kayu maupun non kayu

dan termasuk jasa lingkungan).

A. Pertumbuhan Diameter

Diameter pohon merupakan parameter yang mudah diukur dan

memiliki keakuratan tinggi. Pengukuran diameter dilakukan setinggi dada

atau pada ketinggian 1.3 m dari lokasi tempat tumbuh. Hasil pengukuran

tegakan tembesu (Gambar 2) pada hutan rakyat pola campuran berumur 2

tahun memiliki rata-rata diameter sebesar 3.41 cm dengan riap rata-rata

tahunan (MAI) 1.71 cm/tahun. Umur 3 tahun memiliki rata-rata diameter

sebesar 5.47 cm dengan MAI sebesar 1,82 cm/tahun sedangkan tegakan

tertua yang teridentifikasi umurnya pada tegakan berumur 18 tahun memiliki

diameter setinggi dada 24.15 cm dengan nilai MAI 1.34 cm/tahun (Sumadi

dan Saepuloh, 2011).

Page 69: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

64 Bunga Rampai

Tembesu (Fagraea fragrans)

Gambar 2. Perkembangan diameter tegakan tembesu berdasarkan umur tegakan

Pemodelan hubungan antara umur dan diameter tegakan dibangun

berdasarkan regresi logaritmatik. Persamaan regresi disusun berdasarkan

data pengukuran petak-petak tegakan pada berbagai umur dan berbagai

lokasi. Persamaan regresi hubungan antara diameter setinggi dada dan

umur tegakan dilakukan pada petak-petak tanaman yang diketahui informasi

umurnya. Persamaan yang diperoleh adalah Dbh = e2.0235-2.7851/A+0.4657Ln(A)

dengan nilai R2 sebesar 98.4%. Persamaan regresi ini dapat disajikan dalam

bentuk tabel hasil maupun grafik (Gambar 2) untuk memudahkan dalam

pemanfaatannya.

Riap rata-rata (MAI) diameter sebagai perbandingan antara dimensi

diameter tegakan dengan umur tegakan dapat memberikan gambaran

penambahan dimensi pohon tiap tahun pada saat umur tertentu. Persamaan

regresi hubungan antara umur tegakan dan riap tembesu adalah MAI =

1.5812 (0.95015X) (x

0.26147) dengan nilai R

2 sebesar 83,6% (Sumadi dan

Saepuloh, 2011). Grafik persamaan ini (Gambar 3) memberikan gambaran

perkembangan riap tahunan sesuai dengan perkembangan umur tegakan.

Pola grafik MAI pada tegakan tembesu memberikan gambaran pertumbuhan

diameter relatif cepat pada awal-awal pertumbuhan sampai dengan umur

0,00

5,00

10,00

15,00

20,00

25,00

30,00

35,00

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

Db

h (

Cm

)

Umur (Thn )

Page 70: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

65 Tembesu

Kayu Raja Andalan Sumatera

lima tahun, kemudian pertumbuhan diameter pohon cenderung mengalami

penurunan dengan bertambahnya umur tegakan. Grafik pertumbuhan

diameter juga menunjukkan bahwa riap diameter mencapai puncak pada

umur lima tahun. Kecenderungan pola pertumbuhan diameter tegakan

tembesu dapat dijadikan dasar dalam pengelolaan tegakan dalam rangka

memperoleh hasil yang optimal. Informasi pola pertumbuhan ini dapat

dijadikan sebagai dasar pemberian perlakuan silvikultur, misalnya

perlakukan pemupukan atau perlakukan lain untuk mempercepat

pertumbuhan akan efektif dilakukan pada saat tegakan berumur muda atau

pada saat tegakan memiliki kecenderungan pertumbuhan cepat.

Gambar 3. Riap tahunan berjalan (MAI) diameter jenis tembesu pola

campuran

B. Pertumbuhan Tinggi

Tinggi tegakan merupakan parameter yang sering digunakan dalam

perhitungan potensi tegakan karena tinggi pohon akan mempengaruhi

volume suatu pohon. Pertumbuhan tinggi juga menggambarkan tingkat

kesuburan atau kelas kualitas tempat tumbuh suatu lahan, sehingga tinggi

dominan (peninggi) sering dijadikan sebagai indikator kualitas tempat

tumbuh (Gambar 4). Pertumbuhan tinggi tembesu dinyatakan dengan

0,00

0,50

1,00

1,50

2,00

2,50

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

MA

I Db

h (

cm/t

hn

)

Umur (Thn)

Page 71: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

66 Bunga Rampai

Tembesu (Fagraea fragrans)

persamaan H=e1.83081-1.75897/A+0.436295Ln(A)

dengan nilai R2 sebesar 98,7%.

Besarnya nilai R2 ini memberikan gambaran keragaman tinggi pohon yang

diterangkan oleh variabel umur tegakan sebesar 98,7%. Berdasarkan

informasi ini terdapat hubungan yang erat antara umur tegakan dengan

tinggi tegakan.

Gambar 4. Grafik perkembangan tinggi tegakan tembesu berdasarkan umur tegakan

Riap tinggi tembesu pada hutan rakyat pola campuran dengan karet

adalah MAI = 2.03156 (0.9517x) (x

0.0785) (Hoerl Model) (R

2 = 95%) dengan

grafik pertumbuhan sebagaimana disajikan pada Gambar 5 (Sumadi dan

Saepuloh, 2011). Sebagaimana pertumbuhan diameter, riap tinggi juga

menunjukkan pertumbuhan yang tinggi pada saat tanaman berumur muda

dan semakin menurun dengan semakin bertambahnya umur tanaman. Riap

tinggi maksimum terjadi pada saat tanaman berumur 2 tahun.

0,00

5,00

10,00

15,00

20,00

25,00

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

Tin

gg

i (m

)

Umur (Thn)

Page 72: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

67 Tembesu

Kayu Raja Andalan Sumatera

Gambar 5. Riap tahunan berjalan (MAI) tinggi jenis tembesu pola campuran

Gambar 6. Tegakan tembesu umur 2 tahun (kiri) dan 6 tahun (kanan)

yang ditanam dengan pola agroforestri dengan karet

IV. PENGATURAN KERAPATAN TEGAKAN

Pengaturan kerapatan tegakan dan hubungannya dengan ukuran

pohon telah lama menjadi topik penelitian penting, terutama untuk tegakan

seumur (Vanclay, 2009; Zuhaidi, 2009). Salah satu metode yang banyak

digunakan adalah metode persaingan tajuk. Metode persaingan tajuk

0,00

0,50

1,00

1,50

2,00

2,50

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

MA

I H (

m/t

hn

)

Umur (Thn)

Page 73: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

68 Bunga Rampai

Tembesu (Fagraea fragrans)

didasarkan pada karakteristik biologis pohon, yaitu adanya korelasi yang

kuat antara lebar tajuk dengan diameter batangnya (Daniel et al, 1987).

Penggunaan ukuran tajuk sebagai variabel untuk mengatur kerapatan

tegakan didasarkan pada kenyataan bahwa setiap individu pohon

memerlukan ruang perkembangan tajuknya agar dapat tumbuh dengan baik.

Ukuran perkembangan tajuk yang umum digunakan adalah diameter tajuk,

yaitu jarak horizontal permukaan bagian atas tajuk atau daerah proyeksi

tajuk.

Metode persaingan tajuk memberikan informasi jumlah ruang

tumbuh maksimum yang dapat dimanfaatkan oleh suatu pohon pada ruang

terbuka dan jumlah ruang tumbuh minimum yang diperlukan oleh pohon

untuk dapat tumbuh pada suatu tegakan (Krajicek et al, 1961). Dengan

demikian penyusunan hubungan regresi antara diameter tajuk dan diameter

batang dilakukan dengan menggunakan data dari pohon-pohon yang di

tempat terbuka atau pohon tumbuhnya bebas dari persaingan.

Penyusunan model hubungan diameter batang dan diameter tajuk

jenis tembesu telah dilakukan pada tegakan tembesu yang tumbuh bebas di

hutan rakyat di Kabupaten Sarolangun, Propinsi Jambi. Model hubungan

terbaik berdasarkan keakuratan pendugaannya adalah model kuadratik

dengan persamaan Cd = 1.10 + 0.146 Dbh +0.000591 Dbh2. (Cd = crown

diameter (diameter tajuk) dan Dbh = diameter breast height (diameter

batang setinggi dada). Persamaan ini dapat digunakan untuk menduga

diameter tajuk pada ukuran diameter batang tertentu. Diameter tajuk

digunakan untuk menentukan luas tajuk yang diperlukan suatu pohon, dan

selanjutnya, luas tajuk dapat digunakan untuk menentukan jumlah pohon

yang dapat tumbuh dalam satu satuan lahan. Jika persamaan pertumbuhan

diameter tegakan telah tersedia, maka hubungan umur tegakan dengan

kerapatan tegakan dapat disajikan dalam bentuk tabel sebagaimana

disajikan pada Tabel 3.

Pada Tabel 3 terlihat bahwa penanaman tembesu dapat dilakukan

dengan jarak tanam rapat 2 m x 2.5 m atau kerapatan sekitar 2.000

pohon/ha. Tembesu yang memiliki percabangan banyak, pada awal

Page 74: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

69 Tembesu

Kayu Raja Andalan Sumatera

penanaman memerlukan kerapatan yang tinggi sehingga dapat menekan

pertumbuhan cabang kesamping dan mendorong pertumbuhan meninggi.

Pada umur 6 tahun dapat dilakukan penjarangan sehingga meninggalkan

tegakan tinggal sekitar 1660 batang/ha. Pada umur 10 tahun dapat

dilakukan penjarangan kedua sehingga tegakan yang tersisa menjadi 926

pohon/ha atau memiliki jarak tanam 4 m x 2.5 m. Penjarangan selanjutnya

dapat dilakukan secara bertahap sehingga pada umur 17 tahun kerapatan

tegakan tembesu tinggal 520 pohon/ha atau memiliki kisaran jarak tanam 4

m x 5 m.

Tabel 3. Pendugaan diameter tajuk, luas tajuk dan jumlah pohon tembesu/ha berdasarkan model persamaan Cd = 1.10 + 0.146 Dbh +0.000591 Dbh

2

Umur (thn) Dbh (cm) CD (m) CA (m2) N/ha

5 9.17 2.49 4.86 2057

6 10.95 2.77 6.02 1660

7 12.58 3.03 7.21 1388

8 14.07 3.27 8.40 1191

9 15.45 3.50 9.60 1042

10 16.73 3.71 10.80 926

11 17.94 3.91 12.00 833

12 19.08 4.10 13.20 757

13 20.16 4.28 14.41 694

14 21.19 4.46 15.61 641

15 22.18 4.63 16.82 595

16 23.12 4.79 18.02 555

17 24.03 4.95 19.23 520

18 24.90 5.10 20.43 489

19 25.75 5.25 21.64 462

20 26.56 5.39 22.85 438

21 27.35 5.54 24.06 416

22 28.12 5.67 25.26 396

23 28.87 5.81 26.47 378

24 29.59 5.94 27.68 361

25 30.30 6.07 28.89 346

Keterangan: CD : Crown Diametre (Diameter tajuk) CA : Crown Area (Luas tajuk)

N : Jumlah pohon per Ha

Page 75: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

70 Bunga Rampai

Tembesu (Fagraea fragrans)

Pengaturan kerapatan dapat menjadi sarana untuk mengoptimalkan

pertumbuhan diameter tegakan sesuai dengan tujuan yang diharapkan

(Davis et al, 2001). Misalnya jika pengelola menghendaki tegakan tembesu

dengan diameter 30 cm, maka kerapatan tegakan terakhir yang optimal

adalah 346 pohon/ha. Tabel kerapatan tegakan ini dapat menjadi dasar

dalam pengembangan tembesu secara monokultur baik pada skala hutan

rakyat maupun pada skala industri. Tabel ini berguna untuk mengatur

kerapatan tegakan sehingga dihasilkan tegakan tembesu sesuai dengan

ukuran yang dikehendaki.

V. PENUTUP

Pengelolaan hutan rakyat tembesu pada berbagai lokasi

pengembangan di Sumatera Bagian Selatan, umumnya belum dilakukan

secara efektif. Efektivitas pengelolaan dapat ditingkatkan melalui

serangkaian penelitian yang telah dilakukan. Serangkaian paket informasi

yang disusun dalam bentuk model, tabel hasil, maupun grafik yang telah

disajikan dalam tulisan ini dapat digunakan sebagai dasar dalam

pengambilan keputusan manajemen, terkait pemilihan pola tanam,

penentuan jarak tanam serta alternatif-alternatif tindakan silvikultur seperti

penjarangan dan pengaturan kerapatan tegakan. Informasi terkait potensi

tegakan yang dimiliki saat ini dan potensi tegakan yang diperoleh pada

masa yang akan datang, merupakan informasi penting yang harus diketahui

oleh pengelola untuk memilih alternatif-alternatif pengelolaan, baik selama

perkembangan tegakan maupun pada akhir daur.

Penelitian mengenai pengelolaan tembesu perlu terus dilakukan

sejalan dengan penelitian pada aspek lainnya seperti aspek silvikultur dan

pemuliaan pohon. Hal ini menjadi penting karena hasil-hasil penelitian

menunjukkan bahwa riap tembesu pada hutan rakyat masih rendah

sehingga menjadi faktor penghambat dalam pengembangan dan

pengelolaan tegakan tembesu. Peningkatan riap dapat mendorong petani

atau pengelola lainnya untuk mengembangkan hutan tanaman tembesu

dalam skala yang lebih luas.

Page 76: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

71 Tembesu

Kayu Raja Andalan Sumatera

DAFTAR PUSTAKA

Clutter JL, Fortson JC, Pienar LV, Brister GH, RL Bailey. 1983. Timber

Management: A Quantitative Approach. New York: John Wiley & Sons

Inc.

Daniel T.W., J.A. Helms, dan F.S. Baker. 1987. Prinsip-Prinsip Silvikultur.

Terjemahan D. Marsono, editor O.H. Soeseno. Gajah Mada University

Press. Yogyakarta.

Davis LS, Johnson KN, Bettinger PS, Howard TE. 2001. Forest

Management, To Sustain Ecological, Economic, and Sosial Values.

Forth Edision. New York: MC Graw-Hill Book Co.

Harbagung. 2010. Teknik dan Perangkat Pengaturan Hasil: Sintesa Hasil

Penelitian Kuantifikasi Pertumbuhan dan Hasil Tegakan Hutan

Tanaman. Puslitbang Peningkatan Produktivitas Hutan. Bogor.

Huang, Yang Y, Wang Y. 2003. A critical look at procedures for validating

growth and yield models. Di dalam: Amaro A, Reed D, Soares P,

editor. Modelling Forest Systems. London: CABI Publishing.

Husch B., T.W. Beers, and J.A. Kersaw. 2003. Forest Mensuration. Fourth

Edition. John Wiley and Son Inc. New York.

Krajicek, J.E., K.A. Brinkman, dan S. F. Gingrich. 1961. Crown competition A

measure of density, For. Scince, 7 : 3542.

Krisnawati, H. 2007. Modelling stand growth and yield for optimizing

management of Acacia mangium Willd. Plantation in Indonesia.

Desertasi. University of Melbourne.

Loetsch F., F. Zohrer and K. E. Haller. 1973. Forest Inventory. Volume II.

BLV Verlagsgesellschaft. Munchen.

Martawijaya A., I. Kartasujana, Y.I. Mandang, K. Kadir dan S.A. Prawira.

2005. Atlas Kayu Indonesia Jilid I. Badan Litbang Kehutanan. Bogor.

Spurr, S.H. 1951. Forest Inventory. The Roland Press Company. United

State of America.

Page 77: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

Suryanto P., W.B. Aryono dan M. S. Sabarnurdin. 2006. Model Bera dalam

Sistem Agroforestri. Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. XII No.2:

15-26.

Sumadi A., dan T.R. Saepuloh. 2011. Pertumbuhan tembesu pada pola

campuran dengan karet di hutan rakyat. Prosiding Seminar Introduksi

Tanaman Penghasil Kayu pertukangan di Lahan Masyarakat melalui

Pembangunan Hutan Tanaman Pola Campuran. Musi Rawas, 13 Juli

2011. Puslitang Peningkatan Produktivitas Hutan, Bogor.

Zuhaidi Y. A. 2009. Local Growth Model In Modelling The Crown Diameter

Of Plantation-Grown Dryobalanops Aromatica. Journal of Tropical

Forest Science 21(1): 66–71

Vanclay JK., 1994. Modelling Forest Growth and Yield. Application to Mixed

Tropical Forest. Centre for Agriculture and Bio-sciences International,

Wallingford.

Vanclay JK., 2009. Tree diameter, height, and stocking in even-aged forests.

Annals of Forest Science 66 (702).

Winarno B. dan E.A. Waluyo. 2007. Potensi pengembangan hutan rakyat

dengan jenis tanaman kayu lokal. Prosiding Seminar “Optimalisasi

Iptek dalam Mendukung Revitalisasi Kehutanan”. Pangkalan Balai, 21

Agustus, 2007. Puslitbang Hutan Tanaman. Bogor.

Page 78: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

73 Tembesu

Kayu Raja Andalan Sumatera

HAMA DAN PENYAKIT TEMBESU

Oleh: Asmaliyah

Salah satu faktor yang dapat menjadi kendala dalam

pembudidayaan tanaman di hutan tanaman adalah adanya serangan hama

dan penyakit. Serangan hama dan penyakit dapat menghambat

pertumbuhan tanaman, menurunkan kualitas kayu bahkan dapat

menyebabkan kematian tanaman. Begitu juga dengan pembudidayaan

tanaman tembesu yang ada di Sumatera Selatan tidak terlepas dari adanya

serangan hama dan penyakit. Serangan hama dan penyakit ditemukan

hampir pada semua stadia perkembangan tembesu, mulai dari

semai/anakan sampai tegakan tembesu yang sudah berumur puluhan

tahun. Untuk mencegah dan menekan meluas dan berkembangnya

serangan hama dan penyakit maka perlu tindakan pengendalian. Kunci

keberhasilan tindakan pengendalian adalah diketahuinya jenis hama dan

penyakit yang menyerang. Pengetahuan tentang hama dan penyakit disertai

dengan teknik pengendalian yang tepat dapat menekan terjadinya ledakan

(outbreak), sehingga di masa kini atau di masa depan serangan hama dan

penyakit ini tidak menjadi ancaman yang serius dalam pembudidayaan

tanaman tembesu. Oleh karena itu dalam tulisan ini disampaikan jenis hama

dan penyakit tembesu beserta alternatif cara pengendaliannya.

I. HAMA DAN PENYAKIT PADA TANAMAN TEMBESU

A. Beberapa Hama yang Menyerang Tembesu

1. Rayap

a. Gejala serangan

Adanya serangan rayap pada tanaman tembesu di lapangan dapat

terlihat jelas dari adanya sarang-sarang rayap di sepanjang batang dan

cabang pohon (Gambar 1). Serangan rayap ini menyebabkan batang

mengalami kerusakan berat, rapuh dan berlubang-lubang sehingga

berdampak pada menurunnya kualitas kayu, bahkan pada serangan berat

dapat mengakibatkan kematian tanaman. Di Kebun Percobaan Way

Page 79: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

74 Bunga Rampai

Tembesu (Fagraea fragrans)

Hanakau, luas serangan rayap pada tegakan tembesu tahun tanam 2003

sudah mencapai 80 persen dengan tingkat kerusakan tanaman rata-rata

sudah cukup berat, bahkan beberapa di antaranya ada yang mati dengan

tingkat kerusakan batang di atas 80 persen (Asmaliyah et al., 2012).

b. Penyebab

Berdasarkan hasil identifkasi di Laboratorium Entomologi Museum

Zoologi Bogor, Widya Satwaloka-LIPI, jenis rayap tersebut adalah jenis

Nasutitermes matangensis Haviland, termasuk dalam ordo Isoptera dan

famili Termitidae. Koloni dalam famili ini sangat besar dengan kasta dan

ukuran yang jelas berbeda di dalam gundukan sarang. Beberapa species

Nasutitermes atau Eutermes ini hidup di pohon dan prajuritnya disebut

nasutes. Sarangnya seringkali terbuat dari bahan seperti kertas yang

banyak ditemukan pada bagian atas pohon atau di atap bangunan, juga

ditemukan di tanah antara akar dan tunggul pohon. Beberapa species

Nasutitermes umumnya ditemukan pada pohon buah, pohon pelindung,

pohon taman dan lain-lain, tetapi secara ekonomi tidak merugikan karena

serangan rayap ini tidak masuk sangat dalam di dalam kayu (Kalshoven,

1981).

Gambar 1. Gejala serangan (a) dan rayap N. matangensis pada tanaman tembesu (b,c)

c. Pengendalian

Untuk mencegah atau mengurangi agar serangan rayap tidak

sampai berkembang dan meluas, beberapa peluang pengendalian yang bisa

dilakukan adalah: 1). Mengeradikasi pohon-pohon yang telah mati akibat

c a b

Page 80: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

75 Tembesu

Kayu Raja Andalan Sumatera

serangan rayap, tunggul-tunggul bekas tanaman dan sarang-sarang rayap

dari areal pertanaman, karena dapat menjadi sumber infeksi (Asmaliyah et

al., 2012); 2). Melakukan kegiatan pemangkasan untuk mengurangi

penutupan tajuk, sehingga sinar matahari bisa lebih banyak sampai ke

permukaan tanah atau ke pangkal batang (Asmaliyah et al., 2012); 3)

Menggunakan insektisida mikroba cendawan Metarrhizium anisopliae

(Kartika et al., 2007), isolat cendawan entomopatogenik Peacilomyces

fumosoroseus dan Beauveria bassiana (Rayati dan Widayat, 2006), yang

diaplikasikan dengan cara ditabur atau disemprot; dan 4) Bila diperlukan

dapat menggunakan insektisida kimia yang berbahan aktif imidakloprid

(http://www.chemigarindustry.com, 2011).

2. Penggerek pucuk

a. Gejala serangan

Serangan hama ini ditemukan pada tegakan tembesu alami dan

tegakan tembesu yang dibudidaya, baik pada lahan basah maupun lahan

kering umur 1-3 tahun. Gejala serangan terlihat dari adanya serbuk-serbuk

hasil gerekan pada pucuk sehingga daun menjadi layu dan berwarna

kuning, kemudian mengering dan berwarna coklat, selanjutnya daun gugur

dan pucuk dari batang utama atau cabang akan mati (Gambar 2).

Gambar 2. Gejala serangan hama penggerek pucuk pada tanaman

tembesu: daun menguning (a); daun kering (b)

Dampak matinya pucuk dari batang utama atau cabang ini dapat

mengganggu pertumbuhan tanaman, karena pertumbuhan tanaman akan

terhenti untuk sementara sampai pucuk baru tumbuh kembali. Luas

a b

Page 81: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

76 Bunga Rampai

Tembesu (Fagraea fragrans)

serangan hama bisa mencapai 50% dengan tingkat kerusakan tanaman

masih kategori serangan ringan (Asmaliyah et al., 2010).

b. Penyebab

Hasil identifikasi di Laboratorium Entomologi Museum Zoologi

Bogor, Widya Satwaloka-LIPI, jenis serangga penggerek pucuk tanaman

tembesu ini termasuk dalam famili Gelechiidae, ordo Lepidoptera.

Kebiasaan serangga ini senang beristirahat di atas tanah (Pracaya, 2003).

Serangga hama ini menyerang tanaman dalam bentuk ulat, dengan cara

menggerek pucuk batang utama atau cabang tembesu.

c. Pengendalian

Untuk menekan meluasnya serangan hama penggerek pucuk dapat

digunakan beberapa cara, yaitu: 1) memotong cabang atau ranting yang

terserang dan 2) menggunakan bioinsektisida yang berbahan aktif bakteri

Bacillus thuringiensis

3. Penggerek batang

a. Gejala serangan

Serangan hama penggerek batang ditemukan pada tegakan

tembesu yang dibudidaya berumur 4 tahun sampai 8 tahun. Serangga

penggerek ini menyerang batang tembesu dalam stadia ulat dengan cara

menggerek batang. Gejala serangannya pada bagian batang yang

terserang, menunjukkan adanya serbuk hasil gerekan berwarna coklat.

Bentuk kerusakan yang diakibatkan oleh serangga penggerek adalah

batang menjadi berlobang dengan kedalaman sekitar 3-5 cm dengan arah

gerekan berbelok-belok. Sedangkan di kebun percobaan Way Hanakau,

kerusakan batang hasil gerekan menyebar pada permukaan batang dengan

lubang hasil gerekan lebih dangkal dibandingkan lubang yang terjadi pada

tegakan tembesu di KHDTK Benakat. Ulat yang menyerang berwarna

keputihan dengan kepala berwarna coklat muda (Gambar 3). Luas serangan

hama penggerek batang sudah mencapai 48 persen, namun tingkat

Page 82: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

77 Tembesu

Kayu Raja Andalan Sumatera

kerusakan batang pohon masih kategori serangan ringan (Asmaliyah et al.,

2010).

b. Penyebab

Hasil identifikasi jenis serangga penggerek batang pada tanaman

tembesu di KHDTK Benakat termasuk famili Gelechiidae dan ordo

Lepidoptera (Gambar 3), sedangkan jenis serangga penggerek batang di

Kebun Percobaan Way Hanakau termasuk ordo Tricoptera. Berdasarkan

hasil penelusuran pustaka, ordo Trichoptera ini mempunyai daerah sebaran

di seluruh dunia, khususnya di Amerika Utara (http://bugguide.net, 2009).

Menurut Coulson dan Witter (1984); Anderson (1960), serangga ini

mempunyai karakteristik: (1) sayapnya membran, biasanya memiliki rambut

yang menutupi sebagian besar tubuh dan sayapnya berbentuk seperti atap

di atas abdomen ketika istirahat; (2) larva mempunyai tipe alat mulut

penggigit pengunyah sedangkan dewasa memiliki tipe alat mulut vestigial;

(3) metamorfose sempurna; (4) ukuran dari kecil sampai sedang (3-25 mm);

(5) penampakannya seperti kupu; (6) antenanya panjang dan ramping,

seperti benang (filiform); dan (7) kepala berbentuk kapsul yang berkembang

baik (http://www.cals.ncsu.edu, 2005). Beberapa larva dari Trichoptera ini

dilaporkan sebagai hama pada tanaman padi, walaupun secara ekonomi

belum membahayakan (http://www.cals.ncsu.edu, 2005).

Gambar 3. Gejala serangan penggerek batang (a) dan hama penggerek

batang di Benakat (b), gejala serangan, ulat dan pupa

penggerek batang di Way Hanakau (c)

c. Pengendalian

1) Pengambilan serangga hama kemudian dimusnahkan

a c b

Page 83: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

78 Bunga Rampai

Tembesu (Fagraea fragrans)

2) Menggunakan cendawan Erynia rhizospora, yang merupakan musuh

alami dewasa Trichoptera. Akibat infeksi E. rhizospora dapat

menyebabkan kematian dewasa Trichoptera (http://bugguide.net,

2009).

4. Ulat daun

a. Gejala serangan

Serangan ulat daun paling sering ditemukan pada lokasi areal

pertanaman tembesu alami. Serangga hama pemakan daun ini menyerang

daun dalam stadia ulat, dengan cara memakan daging dan urat daun

sampai yang tersisa hanya epodermis. Akibat serangannya daun menjadi

kering, berwarna coklat dan berlobang atau gugur (Gambar 4). Luas

serangan hama pemakan daun pada semua lokasi pertanaman tembesu

yang terserang sudah mencapai 100 persen, dengan tingkat kerusakan

masih kategori serangan ringan.

b. Penyebab

Hasil identifikasi serangga hama pemakan daun ini termasuk famili

Gelechiidae, ordo Lepidoptera. Ulat daun berukuran kecil, tubuhnya berwar-

na hijau kekuningan dan kepalanya berwarna coklat muda (Gambar 4).

Gambar 4. Gejala serangan (a) dan ulat pemakan daun tembesu (b)

c. Pengendalian

1) Pengambilan dan pengumpulan ulat kemudian dimusnahkan

2) Menggunakan insektisida mikroba berbahan aktif bakteri Bacillus

thuringiensis yang diaplikasikan dengan cara menyemprotkan larutan

a b

Page 84: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

79 Tembesu

Kayu Raja Andalan Sumatera

bioinsektisida ke seluruh bagian tanaman yang terserang sampai

jenuh/menetes.

5. Kutu daun

a. Gejala serangan

Serangan hama ini ditemukan pada beberapa tegakan tembesu

alami. Kutu daun biasanya menyerang daun tanaman tembesu yang masih

muda dengan cara mengisap cairan daun. Daun yang terserang kutu ini

menjadi agak mengeriting, warnanya berubah menjadi coklat kehitaman

berawal dari pinggir daun atau dari tempat yang ada kutunya, kemudian

melebar, mengering dan gugur. Akibat selanjutnya daun menjadi rusak atau

sebagian daun hilang (Gambar 5). Luas serangan hama kutu daun sudah

mencapai 100 persen, namun tingkat kerusakannya masih kategori

serangan ringan.

b. Penyebab

Hasil identifikasi, kutu daun ini dari jenis Aonidiella sp., yang

termasuk ordo Homoptera dan famili Diaspididae. Kutu daun ini dikenal

dengan nama scale insect atau kutu perisai. Kutu daun menyerang tanaman

pada stadium nimfa dan dewasa. Stadium nimfa dan dewasa berwarna

coklat kemerahan; ukuran tubuh sekitar 2,3 mm; bersifat polifag; merupakan

hama yang penting pada tanaman jeruk di Kalifornia, tetapi hama minor di

Asia Tenggara (Kalshoven, 1981).

Gambar 5. Gejala serangan akibat serangan kutu daun

Page 85: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

80 Bunga Rampai

Tembesu (Fagraea fragrans)

c. Pengendalian

Kutu daun dapat dikendalikan dengan cara-cara berikut:

1) Mengeradikasi tanaman atau bagian tanaman yang terserang dari areal

pertanaman, kemudian dibakar;

2) Melakukan penyemprotan dengan menggunakan campuran berbagai

bahan tanaman, yaitu daun brotowali, kapur dan kunyit. Ketiga bahan

tersebut ditumbuk kemudian diperas diambil airnya lalu dicampur

dengan air (Dinas Pertanian Kabupaten Ponorogo, 2014);

3) Jika diperlukan dapat menggunakan campuran insektisida kimia yang

berbahan aktif abamektin dan imidakloprit (Dinas Pertanian Kabupaten

Ponorogo, 2014).

B. Beberapa Penyakit yang Menyerang Tembesu

1. Penyakit bercak daun Diplodia

a. Gejala Serangan

Serangan penyakit bercak daun diplodia pada daun tembesu

menunjukkan gejala awal serangan berupa adanya bercak berbentuk

mozaik berwarna kuning. Bercak lokal yang berwarna kuning mengalami

mati jaringan sehingga pada bekas bercak tersebut berlubang (shot hole).

Pada serangan lanjut daun berubah warna menjadi kuning dan coklat yang

akhirnya daun gugur sebelum waktunya (Gambar 6).

Gambar 6. Gejala bercak daun yang disebabkan cendawan D. mutila (a),

isolat (b) dan konidia (c) tua cendawan D. mutila

b c a c

Page 86: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

81 Tembesu

Kayu Raja Andalan Sumatera

b. Penyebab

Hasil identifikasi menunjukkan penyebab penyakit bercak daun

diplodia adalah cendawan Diplodia mutila yang masuk dalam famili

Sphaeropsidaceae, ordo Sphaeropsidales (Alexopoulos dan Mims, 1979;

Dwidjoseputro, 1978; Barnet and Hunter (2006). Cendawan membentuk

piknidium yang di dalamnya terbentuk piknidiospora/konidium berbentuk

lonjong atau jorong (elip), berdinding tebal dan warna hyalin (transparan)

apabila masih muda yang kemudian berubah menjadi coklat tua dengan

satu sekat (Gambar 6).

c. Pengendalian

1) Melakukan pemupukan untuk meningkatkan ketahanan tanaman

2) Mengatur Jarak tanam jangan terlalu rapat

3) Melakukan pemangkasan untuk mengurangi kelembaban dan

meningkatkan banyaknya sinar matahari yang masuk ke area

penanaman

4) Sanitasi dan eradikasi areal tanaman dari bagian tanaman atau

tanaman yang sudah terinfeksi

5) Menggunakan agens antagonis yaitu Trichoderma sp., Gliocladium sp.

dan Pseudomonas fluorescens

6) Jika diperlukan dapat menggunakan fungisida kimia berbahan aktif

captan, thiram dan thinkendazole ditambah dengan adjuvan

2. Penyakit bercak daun Curvularia

a. Gejala serangan

Serangan penyakit bercak daun Curvularia pada daun tembesu

menunjukkan gejala awal berupa adanya bercak bulat berukuran kecil,

awalnya berwarna hijau pada bagian bawah permukaan daun. Selanjutnya

bercak kecil akan menyatu dan terlihat kumpulan bercak semakin melebar

pada permukaan daun. Semakin lama bercak akan berubah warna menjadi

coklat kemerahan yang diikuti dengan warna daun berubah menjadi kuning,

kering dan akhirnya gugur (Gambar 7). Serangan penyakit ini tidak sampai

Page 87: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

82 Bunga Rampai

Tembesu (Fagraea fragrans)

mematikan tanaman, namun serangan pada stadia bibit dapat menghambat

pertumbuhan bibit (Semangun, 2007).

Gambar 7. Gejala bercak daun yang disebabkan cendawan Curvularia sp.,

Isolat (a) dan konidia (b) cendawan Curvularia sp.

b. Penyebab

Berdasarkan hasil identifikasi patogen bercak daun ini adalah

cendawan Curvularia sp., yang termasuk ke dalam kelas Deuteromycetes

dan ordo Moniliales (Alexopoulos dan Mims, 1979; Dwidjoseputro, 1978).

Konidiofor dan konidia berwarna coklat tua dengan sel-sel ujungnya agak

jernih. Konidia bersel 3 sampai 5 mempunyai ciri khas melengkung dan sel-

sel tengahnya membesar (Gambar 7). Curvularia sp. adalah cendawan yang

dapat terbawa benih, sehingga penyakit bercak daun ini dimulai sejak bibit

masih berada di persemaian sampai berbentuk tanaman di lapangan.

c. Pengendalian

Untuk mencegah meluasnya serangan penyakit ini dapat dilakukan

dengan beberapa cara, di antaranya:

1) Menggunakan benih yang sehat dan memperbaiki drainase tanah serta

sanitasi areal penanaman

2) Melakukan pemupukan untuk meningkatkan ketahanan tanaman

3) Membuang tanaman atau bagian tanaman yang telah terinfeksi

kemudian dimusnahkan dengan cara dibakar, agar tidak menginfeksi

tanaman lainnya.

4) Jika diperlukan dapat menggunakan fungisida kimia berbahan aktif

karbamat

a b c

Page 88: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

83 Tembesu

Kayu Raja Andalan Sumatera

3. Penyakit bercak daun Pestalotiopsis

a. Gejala serangan

Serangan penyakit ini pada daun tembesu menunjukkan gejala awal

berupa adanya bercak-bercak kuning seperti gejala klorosis. Bercak-bercak

tersebut kemudian menyatu membentuk bercak yang lebih luas dengan

batas yang jelas, pusat bercak berwarna kelabu/kelabu kehijauan dengan

tepi (di sekeliling bercak) berwarna coklat agak kemerah-merahan.

Selanjutnya bercak akan mengering, rapuh dan akhirnya gugur, akibatnya

daun akan berlobang. Kadang pada pusat bercak terdapat bintik berwarna

hitam yang merupakan piknidium (Gambar 8).

b. Penyebab

Berdasarkan hasil identifikasi penyebab penyakit bercak daun ini

adalah cendawan Pestalotiopsis sp. yang termasuk dalam kelas

Deuteromycetes dan famili Melanconiaceae (Alexopoulos dan Mims, 1979;

Dwidjoseputro, 1978). Ciri makroskopisnya adalah koloni berwarna putih,

miselium merata, pertumbuhan koloni rata dan tebal. Ciri mikroskopisnya

adalah hifa berwarna putih dan mempunyai tubuh buah yang disebut

aservuli yang terletak di bawah epidermis tanaman inang. Dalam aservuli

terdapat konidia yang bersekat 2-5 dengan dinding tebal. Konidia berbentuk

lonjong yang agak meruncing pada kedua ujungnya. Pada salah satu ujung

konidia terdapat seperti bulu cambuk berjumlah 3 atau 5 (Gambar 8).

Gambar 8. Gejala bercak daun yang disebabkan cendawan Pestalotiopsis

sp. (a), isolat (b) dan konidia (c) cendawan Pestalotiopsis sp.

a b c

Page 89: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

84 Bunga Rampai

Tembesu (Fagraea fragrans)

c. Pengendalian

Penyakit bercak daun pada umumnya tidak sampai mematikan

tanaman, tetapi serangannya dapat mempengaruhi proses fotosintesis. Oleh

karena itu tindakan pengendalian yang perlu dilakukan adalah:

1) Melakukan eradikasi secara intensif dengan cara menyingkirkan bagian

tanaman yang terserang dan kemudian dimusnahkan dengan cara

dibakar untuk mengurangi sumber inokulum patogen

2) Jika diperlukan dapat menggunakan fungisida kimia yang berbahan

aktif propineb, copper oxychloride, dan mankozeb

4. Penyakit bercak daun Phyllosticta

a. Gejala serangan

Serangan penyakit bercak daun Phyllosticta pada daun tembesu

menunjukkan gejala awal berupa adanya bercak berbentuk bulat, berukuran

kecil dan berwarna coklat. Selanjutnya bercak akan semakin melebar,

meluas dan membentuk batas yang tegas. Pada bercak yang sudah

melebar dan meluas pada bagian tengah bercak berwarna agak lebih lebih

terang dibandingkan dengan bercak disekelingnya atau tepi. Pada bercak ini

kadang-kadang terdapat bintik-bintik hitam yang jika diraba, permukaan

bercak agak kasar (Gambar 9).

Gambar 9. Gejala karat daun yang disebabkan oleh cendawan P.

capitalensis (a), isolat (b) dan konidia (c) cendawan P.

capitalensis

a b c

Page 90: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

85 Tembesu

Kayu Raja Andalan Sumatera

b. Penyebab

Berdasarkan hasil identifikasi penyebab penyakit bercak daun ini

adalah cendawan Phyllosticta capitalensis, yang termasuk kelas

Deuteromycetes, ordo Sphaeropsidales dan famili Sphaeropsidaceae

(Alexopoulos dan Mims, 1979; Dwidjoseputro, 1978). Memiliki ciri

makroskopis koloni berwarna hitam serta pertumbuhan koloni rata dan tebal.

Ciri mikroskopisnya konidia bersel satu, hialin, mempunyai bentuk jorong

atau bulat telur (Gambar 9). Cendawan ini merupakan parasit lemah yang

lebih banyak menyerang tanaman yang lemah.

c. Pengendalian

1) Melakukan pemupukan untuk meningkatkan ketahanan tanaman

2) Melakukan sanitasi terhadap daun-daun sakit yang telah kering dan

gugur karena patogen ini dapat bertahan pada daun-daun tersebut.

Daun-daun tersebut kemudian dibakar

3) Jarak tanam jangan terlalu rapat

4) Jika diperlukan dapat menggunakan fungsida kimia yang berbahan aktif

mankozeb, karbendazim, benomyl dan oksiklorida tembaga

(Semangun, 2007).

5. Penyakit embun jelaga

a. Gejala serangan

Serangan penyakit ini pada daun tembesu ditandai dengan adanya

noda-noda atau bercak-bercak berwarna hitam pada permukaan atas daun

seperti jelaga yang kurang merata, berkelompok, agak bertepung dan

apabila disentuh, warna hitam tersebut akan terlepas atau hilang. Bercak

hitam tersebut merupakan kumpulan miselium yang menutupi permukaan

daun (Semangun, 2007) (Gambar 10). Pada tingkat serangan berat, daun

akan menjadi kuning dan gugur sebelum waktunya.

b. Penyebab

Berdasarkan hasil identifikasi secara makroskopis dan mikroskopis

penyebab penyakit embun jelaga ini adalah cendawan Meliola sp. Meliola

Page 91: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

86 Bunga Rampai

Tembesu (Fagraea fragrans)

sp. termasuk kelas Ascomycetes, ordo Meliolales, famili Meliolaceae (Old et

al., 2000). Fungi ini bersifat parasit obligat, mempunyai hifa yang disebut

dengan hipopodia (hifa yang mempunyai tonjolan-tonjolan di kedua sisi dan

berfungsi sebagai alat untuk merekat dan absorpsi pada daun) dan

askokarp/askus (tubuh buah) yang disebut peritesium karena berbentuk

agak bulat yang pada ujungnya terdapat ostiol (lubang untuk keluarnya

spora). Spora yang dibentuk dalam askokarp disebut askospora, berbentuk

lonjong mempunyai warna coklat agak kehitaman dan berseptat (bersekat)

(Ismail dan Anggraeni, 2008) (Gambar 10). Jamur dapat bertahan pada

gulma atau tanaman lain di sekitar pertanaman. Keberadaan dan

perkembangan jamur sangat dipengaruhi oleh kelembaban tinggi, udara

kering dan intensitas matahari yang kurang (Rahayu, 1999).

Gambar 10. Gejala embun jelaga pada daun tanaman tembesu (a), hipopodia (b) dan konidia (c) cendawan Meliola sp.

c. Pengendalian

1) Pengendalian serangan penyakit ini dapat dilakukan dengan

pemangkasan cabang (pruning) dan jarak tanam yang lebih lebar

karena dapat mengurangi kelembaban dan meningkatkan jumlah sinar

matahari yang masuk ke pertanaman.

2) Melakukan penyiangan terhadap gulma dan rumput-rumputan di sekitar

pertanaman untuk menghilangkan inang alternatif jamur embun jelaga

mengurangi sumber inokulum potensial dan menekan populasi

serangga yang menyebarkan penyakit ini (Rahayu, 1999).

b c a

Page 92: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

87 Tembesu

Kayu Raja Andalan Sumatera

6. Penyakit bercak daun Fusarium

a. Gejala serangan

Serangan penyakit ini ditemukan pada daun anakan tembesu

dengan gejala awal pada permukaan daun atas dan bawah terdapat bercak-

bercak yang tidak beraturan berwarna coklat muda yang dikelilingi warna

kuning. Bercak-bercak menyebar ke seluruh permukaan daun dan dapat

menyatu menjadi bercak yang lebar dalam jangka waktu yang relatif singkat.

Di tingkat infeksi lebih lanjut bercak yang sudah melebar berwarna coklat

dan kering hingga akhirnya daun gugur (Gambar 11).

b. Penyebab

Hasil identifikasi menunjukkan bahwa penyebab penyakit bercak

daun pada anakan tembesu adalah fungi patogen Fusarium sp. Fusarium

sp. termasuk ke dalam kelas Deuteromycetes (fungi imperfect), ordo

Moniliales dan famili Tuberculariaceae (Alexopoulos dan Mims, 1979). Ciri

makroskopis koloni berwarna putih, tumbuh menggumpal dan konsentris

seperti kapas (Gambar 11). Ciri mikroskopis menunjukkan bahwa hifa

Fusarium sp. memiliki tipe percabangan sederhana. Fungi menghasilkan 3

jenis spora aseksual yaitu mikrokonidia, makrokonidia dan klamidospora.

Bentuk Makrokonidia menyerupai bulan sabit dengan kedua ujungnya

meruncing, bersekat (Gambar 11) dan spora inilah yang menjadi ciri khas

dari fungi Fusarium. Spora jenis ini dihasilkan pada permukaan tanaman

yang terserang lanjut. Miseliumnya bercabang-cabang dan berseptat

(Agrios, 2005; Alexopoulos dan Mims, 1979).

Gambar 11. Gejala serangan penyakit Fusarium sp. pada daun anakan tembesu (a), biakan murni Fusarium sp. (b) dan makrokonidia Fusarium sp. (c)

a b c

Page 93: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

88 Bunga Rampai

Tembesu (Fagraea fragrans)

c. Pengendalian

Pengendalian terhadap penyakit ini dapat dilakukan dengan cara:

1) Menjaga kelembaban dipersemaian agar tidak terlalu tinggi dengan

cara mengurangi kerapatan semai/anakan atau mengurangi naungan.

2) Meletakkan semai ditempat terbuka yang mendapat sinar matahari

penuh.

3) Menyingkirkan dan memusnahkan semai yang terserang penyakit

dengan cara dibakar.

4) Untuk pencegahan sebelum ditanam biji direndam dalam larutan

fungisida kimia berbahan aktif karbendazim atau direndam dalam

formulasi Trichoderma viridae.

5) Menggunakan campuran cendawan mikoriza arbuskular dengan

Trichoderma harzianum yang diaplikasikan ke dalam media tanam

(tanah) (Alfizar et al., 2011).

6) Menggunakan biofungisida berbahan aktif Gliocladium sp. yang

diaplikasikan dengan cara menyiramkan larutan biofungsida ke dalam

tanah di sekitar pokok tanaman (Departemen Pertanian, 2014)

7) Jika diperlukan dapat menggunakan fungisida kimia yang berbahan

aktif kaptan dan benlate.

7. Penyakit rebah kecambah

a. Gejala serangan

Gejala penyakit rebah kecambah atau damping-off yang terjadi pada

jenis tembesu ditandai dengan rebahnya kecambah yang berumur sekitar 1-

2 minggu dan selanjutnya dalam waktu yang tidak begitu lama kecambah

akan mati (Gambar 12). Tingkatan serangan damping-off seperti ini

termasuk dalam fase lodoh batang (Post emergence damping-off).

Page 94: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

89 Tembesu

Kayu Raja Andalan Sumatera

Gambar 12. Gejala penyakit rebah kecambah jenis tembesu

b. Penyebab

Penyakit rebah kecambah disebabkan oleh berbagai fungi penghuni

tanah (Soil born pathogen), seperti Phytium sp., Rhizoctonia sp., Fusarium

sp. Lasiodiplodia sp., Phytophthora sp. dan Cylindrocladium sp. Fungi ini

bersifat parasit fakultatif, dapat hidup sebagai saprofit di atas permukaan

tanah dan berubah menjadi parasit apabila ada tanaman inang dan kondisi

lingkungan yang baik untuk pertumbuhan patogen (Anggraeni dan Lelana,

2011).

c. Pengendalian

Pengendalian penyakit rebah kecambah dapat dilakukan dengan

cara (Rahayu, 1999):

1) Menghindari penggunaan tanah yang berat sebagai media semai.

Komposisi media semai harus seimbang antara pasir, lempung dan

kompos, sehingga drainase baik dan dapat mendukung pertumbuhan

akar tanaman.

2) Apabila memungkinkan, pengecambahan dilakukan di green house

karena suhu dan kelembabannya dapat diatur.

3) Membenamkan biji tidak terlalu dalam.

4) Menjaga kelembaban dengan cara mengurangi kerapatan semai

segera setelah biji berkecambah.

5) Jangan mencampur media semai dengan bahan organik yang belum

terdekomposisi secara sempurna.

Page 95: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

90 Bunga Rampai

Tembesu (Fagraea fragrans)

6) Melakukan sterilisasi media semai sebelum digunakan. Sterilisasi dapat

dilakukan dengan cara menggoreng, menggunakan air panas atau

desinfektan seperti formaldehyde, asam asetat, chloropicrin dan methyi

bromide.

7) Meletakkan semai yang telah tumbuh di tempat terbuka yang mendapat

sinar matahari penuh.

8) Menyingkirkan dan memusnahkan semai yang menunjukkan gejala

serangan penyakit.

9) Untuk pencegahan, sebelum ditanam biji direndam dalam larutan

fungisida kimia berbahan aktif karbendazim atau direndam dalam

formulasi Trichoderma viridae.

II. PENUTUP

Dampak kerusakan tanaman akibat serangan hama dan penyakit

pada tanaman tembesu sampai saat ini belum begitu mengkhawatirkan,

kecuali serangan rayap yang akibat serangannya menyebabkan beberapa

tanaman tembesu mati. Namun demikian untuk mencegah agar keberadaan

dan serangan hama dan penyakit tersebut tidak semakin meluas dan

berkembang ke depannya, maka perlu dilakukan kegiatan monitoring secara

terus menerus, sehingga keberadaan hama dan penyakit dapat terdeteksi

dan serangannya dapat dicegah sedini mungkin hingga tidak terjadi

outbreak (ledakan). Keterlambatan dalam mengatasi masalah ledakan hama

dan penyakit akan merusak dan menggagalkan penanaman dan

pengembangan tanaman tembesu.

DAFTAR PUSTAKA

Agrios, G.N. 2005. Plant Pathology. 5th eds. Elsevier Academic Press. USA.

Alexopoulos, C.J. and C.W. Mims. 1979. Introductory Mycology. John

Wiley & Sons.

Alfizar, Marlina dan N. Hasanah. 2011. Upaya pengendalian penyakit layu

Fusarium oxysporum dengan pemanfaatan agen hayati cendawan

FMA dan Trichoderma harzianum. Jurnal Floratek No.6.

Page 96: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

91 Tembesu

Kayu Raja Andalan Sumatera

Anderson, R.F. 1960. Forest and Shade Tree Entomology. John Wiley and

Sons, New York, Chichester, Brisbane, Toronto.

Anggraeni, I dan N.E. Lelana. 2011. Diagnosis Penyakit Tanaman Hutan.

Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan

Kehutanan, Pusat Litbang Peningkatan Produktivitas Hutan.

Asmaliyah, N. Andriani dan A. Sofyan. 2010. Serangan Hama Pada

Pertanaman Tembesu (Fagraea fragrans) dan Peta Sebarannya di

Sumatera Selatan. Prosiding Workshop Sintesa Hasil Penelitian

Hutan Tanaman 2010, Bogor.

Asmaliyah, A. Imanullah dan W. Darwiati. 2012. Identifikasi dan Potensi

Kerusakan Rayap Pada Tanaman Tembesu (Fagraea fragrans) di

Kebun Percobaan Way Hanakau Lampung Utara. Jurnal Penelitian

Hutan Tanaman Vol. 9, No. 4, Desember 2012.

Barnett, H.I. and B. Hunter. 2006. Illustrated Genera of Imperfect Fungi.

Fourth Edistion. APS Press. The American Phytopathological Society.

St. Paul, Monnesota

Coulson, R.N dan J.A. Witter. 1984. Forest Entomology, Ecology and

Management. A Wiley-Interscience Publication John Wiley and Sons,

New York, Chichester, Brisbane, Toronto, Singapore.

Departemen Pertanian. 2014. Pupuk dan Pengendali Hayati. Fertilizer and

Biological Control. http://hortikultura.litbang.deptan.go.id.

Dinas Pertanian Kabupaten Ponorogo. 2014. Pengendalian dan

pencegahan daun cabe keriting. http://pertanian.ponorogo.go.id.

Dwidjoseputro. 1978. Pengantar Mikologi. Penerbit Alumni. Bandung

http://bugguide.net. 2009. Order Trichoptera-Caddisflies. Di akses tanggal

27 Oktober 2009

http://www.cals.ncsu.edu 2005. Trichoptera. Di akses tanggal 14 Juni 2010.

Page 97: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

92 Bunga Rampai

Tembesu (Fagraea fragrans)

http://www.chemigarindustry.com. 2011. Rayap dan pengendaliannya.

Diakses tanggal 16 Juni 2011.

Ismail, B dan Anggraeni, I. 2008. Identifikasi penyakit jati (Tectona grandis)

dan akasia (Acacia auriculiformis) di hutan rakyat Kabupaten

Wonogiri, Jawa Tengah.

Kalshoven, L.G.E. 1981. Pests of Crops In Indonesia. PT. Ichtiar Baru-Van

Hoeve, Jakarta.

Kartika, T., S. Yusuf, D. Tarmadi, A.H. Prianto dan I. Guswenrivo. 2007.

Pengembangan formula bahan infeksi cendawan sebagai alternatif

biokontrol rayap tanah Coptotermes sp. Jurnal Ilmu dan Teknologi

Kayu Tropis Vol. 5, No. 2. UPP BPP Biomaterial – Lembagan Ilmu

Pengetahuan Indonesia

Old, K.M., Lee Su See, Jyoti K. Sharma dan Zi Qing Yuan. 2000. A Manual

of Diseases of Tropical Acacias in Australia, South East Asia and

India. Center for International Forestry Research (CIFOR). Jakarta.

Pracaya. 2003. Hama dan Penyakit Tanaman. Cetakan VII. Penebar

Swadaya Anggota IKAPI.

Rahayu, S. 1999. Penyakit Tanaman Hutan Di Indonesia. Gejala, Penyebab

dan Teknik Pengendaliannya. Penerbit Kanisius.

Rayati, D.J dan W. Widayat. 2006. Patogenitas jamur Beauveria bassiana,

Metarrhizium anisopliae dan Peacilomyces fumosoroseus terhadap

rayap pada tanaman teh. Jurnal Penelitian Teh dan Kina Vol.9, No.3.

Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung.

Semangun, H. 2007. Penyakit-penyakit tanaman hortikultura di Indonesia

(Revisi). Gadjah Mada University Press - Yogyakarta.

Page 98: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

93 Tembesu

Kayu Raja Andalan Sumatera

TEKNIK PENGENDALIAN GULMA PADA TANAMAN

TEMBESU

Oleh: Etik Erna Wati Hadi dan Fatahul Azwar

I. PENDAHULUAN

Gulma didefinisikan sebagai tumbuhan yang tidak dikehendaki oleh

para penanam, karena tumbuhnya salah tempat dan merugikan

(Moenandir,1990). Wibowo (2006) mendefinisikan gulma sebagai tumbuhan

apa saja yang dipandang mengganggu dan tidak disukai kehadirannya.

Kaidah pengendalian gulma adalah pengelolaan untuk memberikan fasilitas

pertumbuhan yang optimal pada jenis yang diusahakan dan menekan

pertumbuhan tanaman yang tidak diusahakan (Sumardi dan Widyastuti,

2004). Potensi suatu tumbuhan berperan sebagai gulma di antaranya

ditentukan oleh penyebaran yang luas, kecepatan tumbuh, kemampuan

menghasilkan biji sepanjang tahun, mempunyai agen penyerbuk banyak,

kemampuan bertunas setelah dipangkas dan dibakar, menghasilkan biji

yang tahan kekeringan dan melimpah, kemampuan membentuk tajuk yang

rapat, kemampuan untuk menghasilkan senyawa allelopathy dan

kemampuan membelit (Muzik, 1972). Kerugian tanaman pokok yang

disebabkan oleh adanya gulma yaitu pertumbuhan terhambat dan

penurunan hasil panen yang diakibatkan adanya persaingan dalam

memperoleh unsur hara, air, cahaya dan ruang tumbuh. Selain itu gulma

dapat menjadi tanaman inang bagi jasad lain (hama dan penyakit).

Timbulnya kerugian akibat adanya gulma menjadi dasar perlunya

perlakuan terhadap gulma. Perlakuan terhadap gulma dibedakan menjadi

pemberantasan dan pengendalian. Pemberantasan adalah menghilangkan

gulma selama periode tumbuh pertanaman berlangsung, sedangkan

pengendalian adalah menghilangkan gulma pada sebagian periode tumbuh

pertanaman (Moenandir, 1990). Pengendalian gulma dimaksudkan untuk

menekan atau mengurangi pertumbuhan populasi gulma sehingga tidak

mengakibatkan penurunan hasil (Triharso, 1994). Pada pengelolaan hutan

tanaman pengendalian gulma dilakukan untuk menekan pertumbuhan jenis-

Page 99: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

94 Bunga Rampai

Tembesu (Fagraea fragrans)

jenis yang menyaingi, menaungi dan menjadi parasit bagi tanaman pokok

terutama pada awal pertumbuhan. Dalam menentukan kebijakan

pengendalian gulma, status gulma perlu diketahui. Status gulma adalah

potensi suatu jenis gulma dalam menimbulkan kerugian/gangguan pada

suatu pengelolaan tanaman. Tingkat kerugian dan gangguan yang

ditimbulkan gulma secara nyata tergantung pada pertumbuhan gulma

(periode tumbuh, penutupan, kerapatan dan tinggi), periode pertumbuhan

tanaman yang dikelola (umur tanaman) dan kondisi lingkungan setempat.

Gulma yang umum terdapat pada hutan tanaman dikelompokkan

dalam 5 kategori, yaitu: 1) Vegetasi bermanfaat; 2) Vegetasi yang tidak

merugikan (gulma semusim, mati setelah berbunga); 3) Vegetasi tahunan

(umumnya bermanfaat sebagai penutup tanah, dalam keadaan berlebih

perlu dikurangi); 4) Vegetasi semak menahun (umumnya merugikan dan

perlu dikendalikan); dan 5) Vegetasi yang harus diberantas. Sedangkan

ditinjau dari pengelompokan berdasarkan famili, gulma pada hutan tanaman

dibedakan menjadi 7 kelompok/famili, yaitu kelompok tumbuhan paku/pakis

(Pteridophyta), rumput-rumputan (Poaceae), teki-tekian (Cyperaceae),

tumbuhan merambat (Climbers), putri malu (Mimosaceae) dan tumbuhan

herba (Herbs).

II. JENIS GULMA DI BAWAH TANAMAN TEMBESU

Potensi tanaman tembesu (Fagraea fagrans) sebagai kayu

pertukangan membuka peluang pengembangan kearah hutan tanaman.

Pada pembangunan hutan tanaman, pemeliharaan merupakan kegiatan

penting salah satunya adalah pengendalian gulma. Pengendalian gulma

perlu dilakukan pada tanaman umur muda (0-2 tahun), hal ini karena tajuk

tanaman belum tumbuh dengan sempurna yang menyebabkan tumbuhan

bawah tumbuh dengan cepat. Keberadaan tumbuhan bawah menghasilkan

persaingan dengan tanaman tembesu dalam hal memperoleh unsur hara,

air, cahaya dan ruang tumbuh. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Hadi

et al. (2007) menyebutkan terdapat 36 jenis tumbuhan bawah pada hutan

tanaman tembesu (Tabel 1).

Page 100: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

95 Tembesu

Kayu Raja Andalan Sumatera

Tabel 1. Jenis-jenis tumbuhan bawah yang berpotensi sebagai gulma di bawah tanaman tembesu

No. Nama Status

potensi Lokal Ilmiah Famili

1 Alang-alang Imperata cylindrica Gramineae E

2 Atuman biasa/ kebo Eupatorium pallescens DC. Compositae Unidentified

3 Belinyu/atuman Lantana camara Verbenaceae D

4 Gadung Dioscorea hispida Dioscoraceae Melilit

5 Harendong bulu Clidemia hirta DON. Melastomataceae B

6 Jelumpang Helicteres hirsuta Sterculiaceae Unidentified

7 Godong puser Hyptis capitata Labiatae B

8 Katuk Sauropus androgynus MERR. Euphorbiaceae Unidentified

9 Klemento Cyrtococcum acrescens Gramineae C

10 Lemidang/belidang Scleria sumatrensis Cyperaceae D

11 Lengkenai Selaginella plana Selaginellaceae Unidentified

12 Mengkirai Trema orientale BL. Ulmaceae Unidentified

13 Meniran Phyllanthus niruri L. Euphorbiaceae B

14 Pacar berduri Lawsonia inermis LINN. Lytraceae Unidentified

15 Pakis darat Lycopodium cernuum Lycopodiaceae Unidentified

16 Patikan Euphorbia hirta LINN. Euphorbiaceae B

17 Pecah piring Borreria latifolia Rubiaceae C

18 Putri malu Mimosa pudica Mimosaceae C

19 Riteng bulu/lawatan Mikania micrantha H.B.K. Asteraceae E

20 Rumput bambu Paspalum conjugatum Berg. Gramineae C

21 Rumput D Oplismenus compositus Poaceae B

22 Rumput duri Opuntia monachantha Cactaceae Unidentified

23 Rumput empritan/klemento

Crytococcum acrescens (Trin.) Stapf

Poaceae B

24 Rumput kemeti Axonopus compressus Gramineae C

25 Rumput pait Paspalum conjugatum Berg. Gramineae C

26 Rumput spalet Oxtochloa nodosa Gramineae C

27 Rumput tebuan Cyperus rotundus L. Cyperaceae D

28 Rumput tekian Cyperus kyllingia Cyperaceae C

29 Senduduk Melastoma malabathricum Melastomataceae D

30 Serunai Chromolaena odorata Asteraceae D

31 Si Kentut Paederia foetida LINN. Rubiaceae Unidentified

32 Sintrong Gynura crepidioides Compositae Unidentified

33 Tali kucing Coleus sp. Labiatae Unidentified

34 Terung hutan Solanum toruum Solanaceae Unidentified

Pengelompokan gulma berdasarkan statusnya: A : vegetasi bermanfaat B : vegetasi yang tidak merugikan (gulma semusim, mati setelah berbunga) C : vegetasi tahunan (umumnya bermanfaat sebagai penutup tanah dalam keadaan berlebih

perlu dikurangi D : vegetasi semak menahun (umumnya merugikan dan perlu dikendalikan) dan E : vegetasi yang harus diberantas

Jenis yang perlu diperhatikan dan dikendalikan adalah jenis yang

termasuk dalam kategori vegetasi semak menahun (D) dan vegetasi yang

harus diberantas (E). Beberapa jenis yang termasuk dalam vegetasi semak

menahun adalah Lantana camara (fam. Verbenaceae), Scleria sumatrensis

(fam. Cyperaceae), Cyperus rotundus (fam. Cyperaceae), Melastoma

Page 101: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

96 Bunga Rampai

Tembesu (Fagraea fragrans)

malabathricum (fam. Melastomataceae) dan Chromolaena odorata (fam.

Asteraceae). Sedangkan yang termasuk dalam kategori vegetasi yang harus

diberantas antara lain Imperata cylindrica (fam. Gramineae), Mikania

micrantha (fam. Asteraceae) dan Dioscorea hispida (fam. Dioscoraceae).

Wibowo (2006) menjelaskan banyaknya laporan tentang gangguan gulma

pada hutan tanaman yang disebabkan oleh alang-alang (Imperata

cylindrica), Mikania spp., dan Chromolaena odorata. Gangguan I. cylindrica,

Mikania sp. dan D. hispida pada tanaman tembesu dapat dilihat pada

Gambar 1.

III. TEKNIK PENGENDALIAN GULMA

Pengendalian gulma tidak hanya dilakukan sebagai perlakuan

pratanam, tetapi harus diikuti dengan tindakan pada tahun-tahun awal

sampai pohon mampu tumbuh dan bersaing dengan baik (Sumardi dan

Widyastuti, 2004). Intensitas pengendalian gulma tergantung pada beberapa

faktor yaitu: jenis tanaman pokok, tempat tumbuh dan iklim. Tahapan dalam

pengendalian gulma adalah: 1) Identifikasi masalah, yaitu kegiatan untuk

mengetahui jenis dan parameter pertumbuhan gulma, sehingga dapat

diketahui status gulma pada lokasi tersebut; 2) Pemilihan teknik

pengendalian, dalam hal ini harus diperhitungkan biaya yang akan

dikeluarkan, ketersediaan alat dan bahan, keterampilan teknik serta dampak

ekologinya; 3) Pelaksanaan pengendalian; dan 4) Evaluasi, tahapan ini

A C B

Gambar 1. Gangguan gulma oleh I. cylindrica (A), Mikania sp. (B) dan D. hispida (C) pada tanaman tembesu umur muda

Page 102: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

97 Tembesu

Kayu Raja Andalan Sumatera

penting dilakukan dalam hal efikasi, biaya dan dampak lingkungan yang

dihasilkan sehingga dapat dijadikan pertimbangan pada pelaksanaan

pengendalian dimasa yang akan datang.

Beberapa teknik pengendalian gulma yang biasa dilakukan, yaitu:

cara preventif/pencegahan, ekologis/sistem budidaya, biologis, kimiawi, fisik

dan terpadu. Teknik pengendalian gulma yang efektif dan efisien dapat

dicapai dengan memperhatikan beberapa hal, yaitu teknik pelaksanaan di

lapangan (teknis), biaya yang diperlukan (ekonomi) dan kemungkinan

dampak yang ditimbulkan (Sukman dan Yakup, 1991). Teknik pengendalian

gulma secara kimiawi banyak dipilih oleh pengelola tanaman, karena

penggunaan bahan kimia memberikan hasil yang lebih cepat. Namun

demikian, saat ini pengendalian gulma dengan bahan kimia merupakan

pilihan terakhir untuk diaplikasikan, hal ini dikarenakan munculnya dampak

negatif dari bahan-bahan kimia tersebut baik yang mengganggu tanaman

pokok, tanah, air serta pada manusia. Oleh sebab itu, pemilihan teknik

pengendalian harus dilakukan berdasarkan beberapa pertimbangan,

diantaranya biaya serta dampak ekologisnya. Terdapat 11 jenis gulma pada

tanaman tembesu yang termasuk dalam kategori merugikan dan harus

dikendalikan (status D dan E). Berikut adalah jenis gulma pada tanaman

tembesu dan teknik pengendaliannya:

A. Lantana camara (Tembelekan)

Lantana camara merupakan gulma perdu berkayu, terdapat di hutan

sekunder, semak-semak, dan tebing. L. camara berkembangbiak dengan biji

dan penyebarannya dibantu oleh binatang. Gangguan yang ditimbulkan

adalah adanya duri di bagian batang jenis ini, sehingga menyulitkan

kegiatan pemeliharaan. Teknik pengendalian yang efektif adalah dengan

cara mendongkel sampai kebagian akarnya (manual). Pengendalian dengan

pembabatan kurang efektif, karena tunas-tunas akan muncul pada batang

yang dipotong, sehingga akan mempercepat regenerasi. Pemakaian

herbisida yang efektif adalah jenis untuk semak berkayu, contohnya 2,4-D,

2,4,5-T, picloram dan triclopyr (Nasution, 1990).

Page 103: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

98 Bunga Rampai

Tembesu (Fagraea fragrans)

Gambar 2. Gulma Lantana camara

B. Scleria sumatrensis (Rumput belidang)

Scleria sumatrensis merupakan teki tahunan berumpun dan jarang

dominan disuatu tempat, karena gulma jenis ini tumbuh berkelompok atau

satu-satu. Gulma ini termasuk dalam gulma yang tangguh, dapat hidup baik

diruang terbuka maupun di bawah naungan. Gangguan yang ditimbulkannya

adalah mempersulit pekerjaan pemeliharaan di lapangan, karena batang

dan daunnya dapat melukai kulit bila tersentuh. Pengendalian gulma ini

efektif menggunakan cara manual dengan mendongkel sampai rimpangnya.

Selanjutnya dapat juga digunakan herbisida sistemik dengan bahan aktif

glyphosate.

Gambar 3. Gulma Scleria sumatrensis

Page 104: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

99 Tembesu

Kayu Raja Andalan Sumatera

C. Cyperus rotundus (Rumput teki)

Cyperus rotundus merupakan teki tahunan yang berumbi dan

memiliki rimpang. Di dalam tanah rimpang dapat membentuk tunas-tunas

baru. Gulma ini sering mendominasi pada perkebunan karet dengan jenis

tanah alluvial/hidromorfik. Gangguan yang ditimbulkan oleh gulma ini adalah

adanya zat allelopati berupa asam salisil (o-hydroxybenzoic acid) yang

bekerja menghambat penyerapan unsur hara (Nitrogen) dan air. Dengan

adanya zat allelopati tersebut dapat menyebabkan terhambatnya

pertumbuhan tanaman tembesu. Pengendalian yang efektif dengan cara

manual (mendongkel sampai umbinya, rimpangnya diangkat dan

disingkirkan), sedangkan penggunaan bahan kimia yang efektif adalah

herbisida sistemik (bahan aktif glyphosate).

Gambar 4. Gulma Cyperus rotundus

D. Melastoma malabathricum (Senduduk)

Melastoma malabathricum merupakan jenis gulma perdu berkayu,

tinggi 2-4 meter dengan perakaran yang kuat dan dalam. Termasuk jenis

yang tangguh, mampu hidup dalam lingkungan yang kurang

menguntungkan. Gulma ini dapat mendominasi suatu areal dengan cepat,

sehingga menyebabkan persaingan dengan tanaman yang diusahakan

dalam mendapatkan nutrisi dan air. Persaingan tersebut akan menyebabkan

terhambatnya pertumbuhan pada tanaman tembesu muda. Pengendalian

yang efektif secara manual dengan mendongkel sampai ke akarnya dan

Page 105: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

100 Bunga Rampai

Tembesu (Fagraea fragrans)

penggunaan herbisida untuk gulma semak berkayu dengan bahan aktif 2,4-

D, 2,4,5-T, picloram dan triclopyr (Nasution, 1990).

Gambar 5. Gulma Melastoma malabathricum

E. Chromolaena odorata (Kirinyuh)

Chromolaena odorata menurut Wibowo (2006) bisa menjadi gulma

yang sangat dominan pada lokasi hutan tanaman. Biomas jenis ini dapat

mencapai 24,5 ton/ha dan dapat menguapkan air dari dalam tanah sebesar

1923 mm/tahun. Karena potensi biomasnya yang besar, dominasi jenis ini

pada suatu lokasi akan sangat berbahaya terhadap kemungkinan terjadinya

kebakaran. Api yang membakar C. odorata akan menciptakan lidah api dan

intensitas panas yang tinggi sehingga dapat menyebabkan kematian

tanaman pokok tembesu. Pengendalian yang efektif dengan cara manual

(mendongkel). Pengendalian dengan cara pembabatan tidak disarankan

karena dari batang yang terpotong akan muncul banyak tunas-tunas baru

yang dapat membentuk tajuk (Nasution, 1990). Penggunaan herbisida yang

efektif yang berbahan aktif 2,4-D, 2,4,5-T, picloram dan triclopyr untuk gulma

semak berkayu.

Page 106: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

101 Tembesu

Kayu Raja Andalan Sumatera

Gambar 6. Gulma Chromolaena odorata

F. Imperata cylindrica (Alang-alang)

I. cylindrica (alang-alang) memiliki potensi sebagai gulma karena

jenis ini merupakan tumbuhan pionir, berkembangbiak dengan rimpang

(rhyzome) dan biji. Alang-alang memiliki rimpang yang sangat tangguh

didalam tanah, toleran terhadap kekeringan dan panas, sehingga tidak mati

meskipun daun diatas permukaan tanah terbakar. Alang-alang akan dengan

mudah tumbuh kembali setelah terjadi kebakaran. Bijinya yang ringan

mudah diterbangkan oleh angin sehingga dapat menyebar sampai ketempat

yang jauh. Selain itu alang-alang juga mengeluarkan zat allelopati dari

rimpang dan daunnya berupa senyawa phenol, asam vanilik dan asam

karbolik (Eussen et al., 1976).

Melihat sifat dan potensinya, banyak pengelola tanaman

menganggap alang-alang sebagai musuh, sehingga harus dikendalikan

bahkan dimusnahkan. Pengendalian biasanya dengan bahan kimia sistemik

(glyphosate), secara kultur teknis/budidaya dengan meminimalkan sinar

matahari yang sampai dibawah tegakan. Hasil penelitian yang telah

dilakukan menunjukkan bahwa apabila sinar matahari yang masuk ke lahan

alang-alang sekitar 10%, maka pertumbuhan alang-alang dapat

dikendalikan dalam waktu 4 bulan. Apabila sinar yang masuk 50%, maka

perlu waktu yang lebih lama yaitu sekitar 8 bulan. Naungan 25% (sinar yang

masuk sekitar 75%) tidak dapat digunakan untuk mengendalikan alang-

Page 107: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

102 Bunga Rampai

Tembesu (Fagraea fragrans)

alang, hanya dapat menurunkan viabilitas rhizomanya (Purnomosidhi et al.,

2005).

Gambar 7. Gulma Imperata cylindrica

G. Mikania micrantha (Lawatan)

Mikania adalah jenis vegetasi yang unik, pada tempat yang satu dan

yang lainnya jenis ini memiliki sifat yang berbeda. Jenis ini bisa saja

bermanfaat pada suatu tempat dan ditempat lain bisa bersifat sebagai

gulma. Mikania di perkebunan sawit dan karet digunakan sebagai penutup

tanah sedangkan di kehutanan jenis ini lebih berbahaya dibandingkan

dengan gangguan alang-alang. Mikania mengganggu tanaman tembesu

dengan membentuk lilitan tebal dari batang hingga menutup tajuk. Lilitan

yang dibentuk dapat mengakibatkan batang atau cabang menjadi

melengkung bahkan sampai patah. Selain itu lilitan Mikania yang menutupi

tajuk tembesu akan mengganggu proses fotosíntesis sehingga pertumbuhan

tanaman menjadi terganggu. Kerusakan yang terjadi berupa batang/cabang

patah, pertumbuhan terhambat sampai pada kematian tanaman.

Pengendalian secara manual yang efektif hanya dengan mendongkel yang

diiringi dengan penyingkiran dari permukaan tanah agar tidak tumbuh

kembali, pembabatan tidak efektif karena kemampuan yang besar untuk

berkembang biak secara vegetatif (Nasution, 1990). Menurut Barus (2003)

pengendalian lawatan/sembung rambat sebaiknya dilakukan lebih awal

sebelum gulma menjadi banyak, karena pertumbuhannya sangat cepat.

Page 108: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

103 Tembesu

Kayu Raja Andalan Sumatera

Herbisida yang dapat digunakan dalam pengendalian antara lain herbisida

dengan bahan aktif 2,4 D-amine dan fluroxypy.

Gambar 8. Gulma Mikania micrantha

H. Dioscorea hispida (Gadung)

Dioscorea hispida merupakan jenis pionir, biasanya ditemukan pada

areal-areal bekas terbakar dan cemnderung terbuka. Gadung tumbuh

dengan melilitkan batangnya pada tanaman pokok. Pada umur muda,

batang gadung cenderung lembut namun semakin bertambah umurnya

batangnya akan mengeras dan berkayu. Pada areal-areal dengan tanaman

muda gadung membelit tanaman pokok sehingga kondisi tanaman akan

melengkung bahkan patah. Semakin lama gadung akan semakin membelit

batang tembesu, sehingga menimbulkan bekas lilitan. Kondisi yang

demikian sangat mengganggu pertumbuhan, baik pada tanaman muda

maupun pada tanaman tua. Sampai saat ini cara pengendalian gadung

dilakukan secara mekanik, yaitu dengan pendongkelan sampai pada

umbinya. Pembersihan umbi tersebut harus benar-benar bersih, karena

gadung dapat memperbanyak diri dengan bagian umbinya.

Page 109: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

104 Bunga Rampai

Tembesu (Fagraea fragrans)

Gambar 9. Gulma Dioscorea hispida

III. PENUTUP

Pengendalian gulma yang paling umum dilakukan adalah cara

manual dan mekanik (menggunakan alat bantu). Cara ini memiliki

keuntungan karena murah, mudah, dapat dikerjakan disemua lokasi dan

semua kondisi cuaca, namun demikian cara tersebut memiliki kekurangan

yaitu membutuhkan waktu yang lama dan tenaga kerja yang banyak. Cara

yang kemudian dipilih untuk mengatasi kekurangan tersebut adalah

penggunaan herbisida. Keuntungannya adalah efek pengendalian lebih

lama, gulma yang mati dapat dimanfaatkan sebagai mulsa, produktivitasnya

lebih tinggi dibandingkan dengan cara manual sehingga lebih murah. Di sisi

lain kerugian akibat pemakaian herbisida cukup banyak, yaitu matinya

organisme non-sasaran, menurunkan kualitas ekologis, harganya relatif

mahal baik bahan maupun peralatannya, dan membutuhkan tenaga yang

terampil. Berdasarkan keuntungan dan kerugian tersebut, saat ini

pengendalian gulma lebih diarahkan pada pengendalian hayati

(menggunakan organisme) dan pemberian mulsa. Pengendalian gulma

harus dilakukan dengan tepat, mulai dari identifikasi masalah (gulma),

perencanaan, pemilihan teknik, pelaksanaan dan evaluasi. Hal ini untuk

mencegah kerugian, baik secara ekonomi maupun ekologis.

Page 110: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

105 Tembesu

Kayu Raja Andalan Sumatera

DAFTAR PUSTAKA

Barus, E., 2003. Pengendalian Gulma Di Perkebunan. Efektivitas dan

Efisiensi Aplikasi Herbisida. Kanisius. Yogyakarta.

Eussen, J.H.H., Slamet, , S. dan Soeroto, D. 1976. Competition between

alang-alang (Imperata cylindrical (L.) Beauv) and some crop plants.

BIOTROP Bulletin No. 10, SEAMEO Regional Centre for Tropical

Biology. Bogor.

Hadi, E. E. W., Azwar, F., Muara, J. dan Andriani, N., 2007. Teknik

Pengendalian Gulma Pada Hutan Tanaman (Jenis Tembesu).

Laporan Penelitian Tahunan 2007. Tidak Dipublikasikan. Balai

Penelitian Kehutanan Palembang.

Purnomosidhi, P., Hairiah, K., Rahayu, S., and Van Noordwijk, M. 2000.

Smallholder Options for Reclaiming and Using Imperata cylindrica L.

(Alang-Alang) Grasslands in Indonesia. Slash and Burn Agriculture,

The Search For Alternatives. Columbia University Press, New York.

Moenandir, J., 1990. Pengantar Ilmu dan Pengendalian Gulma (Ilmu Gulma

Buku I). Universitas Brawijaya. Rajawali Pers. 1990. Jakarta.

Muzik, T.Z., 1972. Weed Biology and Control. Mac Graw-Hill. New York.

Nasution, U., 1990. Gulma dan Pengendaliannya di Perkebunan Karet

Sumatera Utara dan Aceh.

Sukman, Y. dan Yakup, 1991. Gulma dan Teknik Pengendaliannya.

Rajawali Press. Jakarta.

Sumardi dan Widyastuti, S.M., 2004. Dasar-dasar Perlindungan Hutan.

Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Triharso, 1994. Dasar-dasar Perlindungan Tanaman. Gadjah Mada

University Press. Yogyakarta.

Wibowo, A., 2006. Gulma di Hutan Tanaman dan Upaya Pengendaliannya

(Weed in Forest Plantation and Its Control Efforts). Pusat Penelitian

dan Pengembangan Hutan Tanaman. Bogor.

Page 111: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik
Page 112: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

107 Tembesu

Kayu Raja Andalan Sumatera

SIFAT DASAR DAN PEMANFAATAN KAYU TEMBESU

Oleh: Sahwalita

I. PENDAHULUAN

Secara luas pemanfaatan kayu belum dilakukan berdasarkan sifat

dasar kayu yang dimiliki. Sifat dasar kayu biasanya diperlukan pada kondisi

atau pemakaian dengan syarat-syarat tertentu untuk memudahkan dalam

pemanfaatan kayunya agar kualitas produk terjaga. Pemanfaatan kayu

selama ini dilakukan berdasarkan pada pengalaman para pemakai. Pada

masyarakat “lokal” sifat dasar kayu yang biasa digunakan adalah

berdasarkan pada kekuatan dan keawetan. Kayu tembesu disukai karena

awet (kelas awet I) dan kuat (kelas kuat II-I) (Martawijaya et al., 2005),

sehingga kayu tembesu biasa digunakan untuk keperluan sehari-hari yaitu

rumah, furniture dan konstruksi (jembatan, galangan rel, perahu). Sifat dasar

kayu yang lain kadang digunakan berhubungan dengan kemudahan dalam

pengerjaan (kekerasan kayu dan arah serat). Kayu tembesu termasuk yang

mudah dikerjakan dan tidak merusak alat karena kandungan silika di dalam

kayu hanya sekitar 0,3%. Selain itu kayu tembesu tidak mudah pecah dan

melengkung, walaupun hanya dilakukan pengeringan secara alami.

Kayu tembesu yang dimanfaatkan oleh masyarakat terdiri dari 2

(dua) jenis yaitu kayu tembesu lunak dan kayu tembesu agak keras. Istilah

ini digunakan oleh pengguna khusus pengrajin ukiran kayu berdasarkan

pada kemudahan dalam pengerjaannya. Kayu tembesu lunak lebih mudah

dalam pengerjaan ukiran karena memiliki berat jenis yang lebih rendah

dibandingkan kayu agak keras. Saat ini, kayu tembesu lunak sudah jarang

ditemukan, sehingga para pengrajin ukiran memanfaatkan kayu tembesu

agak keras.

Sifat dasar kayu tembesu secara lengkap dan terperinci pada setiap

bagian meliputi bagian pangkal, tengah dan ujung belum dimiliki. Karena

selama ini pemanfaatan kayu tembesu hanya sampai pada batang bebas

cabang. Padahal kayu dalam sebatang pohon, setiap bagiannya mempunyai

sifat dasar yang berbeda. Secara umum bagian pangkal pohon akan

Page 113: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

108 Bunga Rampai

Tembesu (Fagraea fragrans)

memiliki sifat dasar yang lebih baik untuk kayu pertukangan, bagian tengah

untuk furniture dan bagian ujung untuk pulp dan kayu energi. Dengan

demikian sifat dasar akan menjadi patokan dalam pemanfaatan kayu

sebagai upaya penghematan bahan baku untuk menuju zero waste.

Selain itu sifat dasar kayu diperlukan untuk diversifikasi produk, hal

ini berhubungan dengan ketersediaan bahan baku. Satu jenis kayu misalnya

kayu tembesu, dapat dimanfaatkan untuk berbagai produk jika memenuhi

persyaratan. Sebaliknya satu jenis produk seperti meubel dapat

menggunakan berbagai jenis kayu sebagai bahan baku misalnya kayu

tembesu dapat diganti dengan kayu medang atau kayu meranti. Hal

dilakukan untuk mengantisipasi kelangkaan bahan baku kayu.

II. SIFAT DASAR KAYU TEMBESU

Sifat dasar kayu akan menentukan kualitas kayu dan

pemanfaatannya untuk berbagai kepentingan. Kayu dapat dimanfaatkan

antara lain sebagai bahan konstruksi, kayu gergajian, moulding, vener,

papan partikel, papan fiber, pulp, kotak pengemasan dan lain-lain. Sifat

dasar kayu adalah sifat asli kayu yang dipengaruhi oleh faktor internal

(genetik) dan eksternal (lokasi, kesuburan tanah, tinggi tempat, musim dan

tindakan manipulasi lingkungan). Sifat dasar kayu terbentuk selama proses

pertumbuhan pohon, sehingga sifat dasar kayu pada pohon muda akan

berbeda terhadap pohon tua. Selain itu, sifat dasar kayu dipengaruhi oleh

letak kayu pada bagian batang baik pada arah longitudinal dan arah

transversal. Haygreen & Bowyer (1996) mendefinisikan sifat dasar sebagai

konsep kualitas/karakteristik kayu yang mempengaruhi sifat produk yang

terbuat dari bahan tersebut. Secara umum sifat dasar kayu yang langsung

menentukan pemanfaatannya adalah sifat fisika, sifat mekanik dan sifat

kimia. Sedangkan sifat dasar yang lain hanya digunakan pada pemakaian

tertentu yang membutuhkan spesifikasi seperti sifat thermos, sifat elektrik,

sifat akuistik, daya layang dan daya apung serta sifat energi.

Sifat-sifat dasar kayu tembesu meliputi: struktur anatomi, fisika,

mekanik, kimia, keawetan, disajikan pada Tabel 1.

Page 114: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

109 Tembesu

Kayu Raja Andalan Sumatera

Tabel 1. Karakteristik kayu tembesu (Fagraea fragrans Roxb. dan Fagraea crenulata Maingay ex C.B. Clarke)

Sifat dasar Nilai Keterangan

1. Struktur

- Pori

- Diameter

- Frekuensi

- Tilosis

- Serat

Diameter

Panjang

2. Sifat fisika

Berat jenis

Kelas kuat

Penyusutan kering tanur

Penyusutan Ka 15%

3. Sifat Mekanika

Tegangan pada batas proporsi

Tegangan pada batas patah

Kekerasan ujung

Kekerasan sisi

4. Sifat Kimia

Selulosa

Lignin

Pentosan

Abu

Silika

5. Keawetan kayu

165-200 π

2-3 mm3

1.438 π

24 π

0,81 (0,72-0,93)

II – I

3,4/6,6 %

1,1/1,6 %

665/750 (kg/cm2)

904/972 (kg/cm2)

630/555 (kg/cm2)

515/406 (kg/cm2)

46,8/44 %

28,5/25 %

11,2/13 %

0,7/0,7 %

0,3 %

I Kelas

Soliter

Sangat banyak

Radial/tangensial

Radial/tangensial

(F.crenulata)

Basah/kering

Basah/kering

Basah/ Kering

Basah/ Kering

F.fragrans/F.crenulata

F.fragrans/F.crenulata

F.fragrans/F.crenulata

F.fragrans/F.crenulata

Sumber: Martawijaya et al., 2005; Lemmens et al., 1995

Secara ilmiah perbedaan kedua sifat kayu tembesu tersebut

disebabkan sifat dasar kayu yang berbeda. Kerapatan kayu F. crenulata

pada kadar air 15% adalah (440-660 kg/m3) jauh lebih ringan daripada

spesies lainnya dan tidak memiliki tilosis serta berat jenis 0,56 (0,44-0,64),

kelas awet IV dan kelas kuat III. Jenis inilah yang paling cocok dimanfaatkan

sebagai bahan baku ukiran. Sedangkan tembesu agak keras F. fragrans

Roxb. pada kadar air 15% memiliki kerapatan (440) 510-1060 (1130) kg/m3

Page 115: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

110 Bunga Rampai

Tembesu (Fagraea fragrans)

dan, berat jenis 0,81 (0,72-0,93), kelas awet 1 dan kelas kuat II-I, memiliki

banyak tilosis serta sering terdapat mata kayu sehingga sulit untuk diukir

(Lemmens et al., 1995; Damayanti dan Mandang, 2007). Kayu tembesu F.

fragrans Roxb. ini yang cocok untuk bahan baku konstruksi rumah.

Selain sifat dasar kayu, pengenalan terhadap kayu dapat dilakukan

melalui struktur anatomi kayu. Pengamatan struktur anatomi kayu dapat

dilakukan secara makroskopis dan mikroskopis. Pengenalan secara

makroskopis meliputi: warna, tekstur, arah serat, kesan raba, kilap, gambar,

rasa, bau, lingkar tahun, kayu gubal dan kayu teras. Sedangkan pengenalan

secara mikroskopis meliputi: pori, jari-jari, parenkim, dimensi serat dan

saluran interseluler (Haygreen & Bowyer, 1996).

Struktur anatomi kayu tembesu diuraikan sebagai berikut: kayu teras

berwarna cokelat-kekuningan sampai cokelat muda, tidak jelas batas kayu

teras dengan kayu gubal. Serat kayu lurus sedikit bergelombang atau saling

bertautan. Kayu mengkilap, lingkar tahun tidak ada atau tidak jelas.

Pembuluh menyebar, (2-) 6-20/mm2, kadang-kadang soliter, sering kelipatan

dalam radial dari 2-5-(8), kadang-kadang dalam klaster, dengan diameter

tangensial 100-200 πm. Serat kayu memiliki panjang 900-1800 πm, tidak

bersekat, berdinding tipis sampai sangat tebal, biasanya berdinding tebal,

dengan susunan sederhana. Parenkim paratrakeal relatif jarang dengan

membentuk selubung sempit 1-2 berseri lengkap atau tidak lengkap;

apotrakeal parenkim berlimpah tersusun kontinu, kadang-kadang terganggu

bergelombang dengan lebar (1-)2-4(-6). Kayu memiliki bau yang tidak

menyenangkan ketika baru dipotong yang menghilang pada proses

pengeringan, dan memiliki rasa tidak berbeda (Lemmens et al., 1995:

Martawijaya et al., 2005).

III. PEMANFAATAN KAYU TEMBESU

Kesesuaian kayu untuk suatu produk dipengaruhi oleh sifat dasar

kayu tersebut. Variasi persyaratan mutu industri kayu menentukan bahan

baku kayu yang sesuai untuk setiap produk. Kayu tembesu memiliki kelas

kuat dan kelas awet yang tinggi, dengan demikian pemanfaatannya dapat

Page 116: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

111 Tembesu

Kayu Raja Andalan Sumatera

dilakukan baik indoor maupun outdoor. Kayu tembesu selain awet dan kuat

juga mudah dalam pengerjaannya seperti dipotong, dibelah, dipahat dan

dilem. Lemmens et al., 1995, menyatakan bahwa pengeringan secara alami

terhadap kayu tembesu dengan ketebalan papan 20 mm dapat menurunkan

kadar air dari 40% menjadi 14% dalam waktu 3 bulan.

Dengan mempertimbangkan sifat dasar kayunya, dapat dilakukan

diversifikasi pemanfaatan kayu tembesu menjadi berbagai produk, seperti

diuraikan di bawah ini.

A. Bahan Konstruksi Rumah

Pemanfaatan kayu tembesu sebagai bahan baku konstruksi rumah

sudah lama dilakukan. Masyarakat kalangan menengah keatas yang

mampu memanfaatkannya karena harganya yang lebih tinggi dibandingkan

kayu lain. Kayu tembesu dapat dimanfaatkan sebagai konstruksi rumah

meliputi semua bagian, seperti: kusin, daun pintu, dinding rumah, tiang dan

ornamen di dalam rumah, meskipun dalam praktiknya dalam suatu

bangunan rumah tidak semuanya memanfaatkan kayu tembesu. Bagian

yang biasa memanfaatkan kayu tembesu adalah kusen dan daun pintu.

Sebagian masyarakat masih fanatik terhadap pemakaian kayu tembesu,

selain tahan lama akan menambah ”pristise” bahwa pemakai kayu tembesu

termasuk orang kaya/terpandang. Contoh dapat dilihat bangunan rumah

yang hampir semua bagiannya memanfaatkan kayu tembesu di Martapura,

Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur Provinsi Sumatera Selatan (Gambar

1).

Page 117: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

112 Bunga Rampai

Tembesu (Fagraea fragrans)

Gambar 1. Bangunan rumah hampir seluruhnya memanfaatkan kayu tembesu

B. Bahan Baku Ukiran

Ukiran adalah hasil kegiatan pengolahan permukaan suatu objek

dengan membuat perbedaan ketinggian dari permukaan sehingga diperoleh

kesan tertentu. Mengukir berbeda dengan memahat karena memahat

menghasilkan benda tiga dimensi seperti patung (http://majalah

handicraft.jogja.com).

Kualitas ukiran dipengaruhi oleh kualitas bahan baku yang dipilih.

Persyaratan/spesifikasi bahan baku kayu untuk produk ukiran antara lain:

ukuran log besar dan kecil, serat lurus, tekstur halus, liat tidak mudah patah,

tidak terlalu keras, sedikit silika, mudah dalam pengerjaan dengan kualitas

hasil baik (Sahwalita, 2007). Berdasarkan sifat dasar kayu yang dimiliki kayu

tembesu memenuhi persyaratan teknis yang ditentukan untuk bahan baku

ukiran kayu. Selain itu kayu tembesu tahan lama, mudah untuk diukir, nilai

penyusutan yang sangat kecil dan corak yang cukup indah. Persyaratan

ukuran panjang dan diameter log sangat berpengaruh terhadap kualitas

produk, yang berhubungan dengan kemudahan perakitan dan pengukiran

serta mengurangi sambungan. Bahan baku kayu dengan ukuran diameter

lebih besar akan meningkatkan kualitas produk serta efisien dalam

pengerjaan dan bahan tambahan (dempul dan cat).

Photo : Martin

Page 118: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

113 Tembesu

Kayu Raja Andalan Sumatera

Kayu tembesu yang dimanfaatkan oleh pengrajin terdiri 2 kriteria,

yaitu kayu lembut dan agak keras. Kayu tembesu lembut memiliki sifat nilai

penyusutan kayu lebih kecil, warna lebih kuning dan mudah untuk

dikerjakan. Kayu tembesu agak keras memiliki sifat sulit untuk diukir, nilai

penyusutan kayu lebih besar dibanding kayu tembesu yang lembut, namun

memiliki corak yang dimiliki lebih bagus. Kayu lembut dan agak keras

merupakan istilah yang dipakai oleh pengrajin berhubungan dengan

pengerjaannya, untuk kayu tembesu lembut lebih mudah dikerjakan

dibandingkan kayu tembesu agak keras. Kayu tembesu lembut diperoleh

dari Sekayu, Jambi, Padang, dan Pekanbaru. Kayu tembesu agak keras

diperoleh dari Muara Enim, Banyuasin, Kayu Agung, dan Lampung

(Sahwalita, 2009).

Proses pengolahan kayu menjadi suatu produk ukiran memerlukan

waktu yang panjang dan melewati beberapa tahap pengerjaan. Bahan baku

yang dicari oleh para pengrajin biasanya berbentuk balok atau papan tebal.

Bahan yang berupa balok selanjutnya dibelah menjadi papan tebal dengan

ukuran tebal 2 cm dan 4 cm. Proses pengolahan produk ukiran palembang

berkisar 2-4 bulan (Sahwalita, 2009) disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Diagram proses pembuatan ukiran kayu Palembang

Kayu tembesu lembut sudah lama tidak diperoleh oleh pengrajin,

sehingga pengrajin memanfaatkan kayu tembesu agak keras untuk bahan

Penggergajian

(2-4) cm

Pengeringan

(1-4)minggu Perakitan

(2 minggu) Pengukiran

(2-4) minggu

Pendempulan

(3-5) hari

Pengamplasan

(2-4) hari

Pengecatan

(2-4 )minggu

Pelukisan

(2-4) minggu

Produk

siap pakai

Produk

Setengah

Jadi

Page 119: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

114 Bunga Rampai

Tembesu (Fagraea fragrans)

baku ukiran. Tingkat pengerjaan ukiran kayu agak keras lebih sulit dengan

resiko retak lebih tinggi. Dengan demikian akan lebih rumit dalam

pengerjaan akhir (finishing touch) sehingga memerlukan waktu lebih lama

dan penggunaan bahan tambahan lebih banyak. Produk-produk ukiran kayu

yang ada selama ini belum memiliki standar mutu dalam upaya menjaga

kualitas. Bahkan pengrajin sengaja memberikan variasi mutu sesuai dengan

keinginan konsumen, karena kualitas ini akan mempengaruhi harga. Produk

yang dihasilkan terdiri dari berbagai perabot rumah tangga seperti: almari

(rek) dengan berbagai tipe dan ukuran, almari hias, almari pakaian, almari

sudut, dipan, cermin, aquarium, bingkai foto, sofa, kotak sirih, meja king,

pembatas ruangan, perabot kamar pengantin sampai pelaminan, mimbar

dan lain-lain (Gambar 3).

Gambar 3. Produk-produk ukiran kayu khas Palembang

Ukiran kayu palembang telah banyak dikenal, bukan saja oleh

masyarakat Palembang tetapi juga oleh masyarakat dari daerah lain.

Selama ini, pembeli datang dari berbagai daerah seperti: Bogor, Bandung,

Jakarta, Tangerang, Lampung, Bengkulu, Jambi dan daerah lainnya.

Pembeli dari luar kota cenderung memesan dahulu, kemudian baru diambil

setelah produk selesai (Sahwalita, 2007). Walaupun demikian industri ukiran

kayu palembang masih tertekan dengan terbatasnya bahan baku dan jumlah

produk yang terjual terbatas.

Photo: Sahwalita

Page 120: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

115 Tembesu

Kayu Raja Andalan Sumatera

Upaya yang dilakukan untuk kelangsungan industri ukiran kayu

palembang dengan bahan baku kayu tembesu, maka diperlukan strategi dan

kebijakan dari pemerintah untuk mengembangkan dan melestarikan

tanaman tembesu. Pengembangan tembesu perlu dilakukan dengan

menerapkan IPTEK agar produktivitas tanaman tembesu meningkat dan

menyediakan bahan baku kayu tembesu dapat berkelanjutan mengingat

ukiran dari kayu tembesu merupakan warisan budaya yang sangat berharga

dan menjadi khas Kota Palembang.

IV. PENUTUP

Kayu tembesu telah lama dimanfaatkan oleh masyarakat, yaitu

sebagai bahan konstruksi rumah dari jenis kayu tembesu agak keras

(Fagraea fragrans Roxb.) dan bahan baku ukiran dari jenis kayu tembesu

lembut (Fagraea crenulata Maingay ex C.B. Clarke). Kesulitan memperoleh

kayu tembesu lembut membuat pengrajin memanfaatkan kayu tembesu

agak keras sebagai bahan baku ukiran. Sedangkan untuk bahan konstruksi

rumah pemakaian kayu tembesu hanya terbatas pada kalangan tertentu

karena harganya yang mahal dan kelangkaan kayu tersebut.

Kelangkaan kayu tembesu harus disikapi oleh pemerintah melalui

perencanaan yang matang dalam penyediaan bahan baku kayu tembesu

karena ukiran kayu tembesu merupakan warisan leluhur yang harus

dilestarikan bersama.

DAFTAR PUSTAKA

http://majalah_handicraft.jogja.com. 2007. Membidik Pasar Furnitur. Majalah

Handicraft Indonesia. Edisi 06 Maret 2007. Yogyakarta. Diakses dari

pada tanggal 25 Juli 2007.

Damayanti, R dan Y.I Mandang. 2007. Pedoman Identifikasi Jenis Kurang

Dikenal. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Bogor.

Haygreen JG & Bowyer JL. 1996. Forest Products and Wood Science. Lowa

State University Press. Iowa

Page 121: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

116 Bunga Rampai

Tembesu (Fagraea fragrans)

Lemmens, R.H.M.J., Soerianegara, I., & Wongs, W.C. (Editors), 1995. Plant

Resources of South-East Asia No 5(2). Timbers trees: Minor

commercial timbers. Backhuys Publishers, Leiden.

Martawijaya. A, I. Kartasujana, Y.I. Mandang, K. Kadir dan S.A. Prawira.

2005. Atlas Kayu Indonesia Jilid I. Badan Penelitian dan

Pengembangan Kehutanan. Departemen kehutanan. Bogor.

Indonesia. (Cetakan Ketiga).

Sahwalita. 2007. Peran IPTEK Dalam Mendukung Pengembangan Industri

Ukiran Kayu Palembang. Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian

Hutan Tanaman, Pangkalan Balai, 21 Agustus 2007. ISBN : 978-979-

3819-38-9. Palembang. Indonesia.

Sahwalita. 2009. Industri Ukiran Kayu di Kota Palembang, Sumatera

Selatan. Buletin Hasil Hutan Vol. 15 No. 2, Oktober 2009. Pusat

penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Badan Penelitian dan

Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan. Bogor-

Indonesia.

Page 122: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

117 Tembesu

Kayu Raja Andalan Sumatera

UPAYA KOMODITISASI TEMBESU DALAM PERSPEKTIF

SOSIAL BUDIDAYA PETANI DAN PASAR

Oleh: Edwin Martin dan Bambang Tejo Premono

I. PENDAHULUAN

Komoditas adalah segala sesuatu yang bisa diperdagangkan. Selain

memiliki nilai (value), komoditas juga mengandung elemen nilai guna (use

value) dan nilai tukar (exchange value). Nilai pada komoditas terbentuk

akibat pencurahan sejumlah kerja tertentu. Proses terbentuknya nilai atau

penambahan nilai benda dalam ruang pasar inilah yang dikenal sebagai

Komoditisasi. Sebagai hasil dari proses, nilai komoditas tidak hanya dilihat

dari sifat fisiknya saja, namun juga oleh konstruksi sosial yang dibentuk oleh

pasar (Wright, 2006).

Pasar atau konsumen merupakan penentu dalam komoditisasi.

Komoditisasi muncul akibat dorongan seleksi oleh masyarakat yang

menginginkan ruang pasar dalam ruang interaksi sosial (Manno, 2010 dalam

Caputo, 2012). Komoditisasi tanaman berkayu dalam bidang kehutanan

dilakukan melalui sistem silvikultur/budidaya (Caputo, 2012). Hal ini

ditegaskan pula oleh Walters et al. (2005), bahwa adopsi teknik silvikultur

oleh masyarakat dipengaruhi oleh kelangkaan sumberdaya dan permintaan

pasar. Peran pasar (harga jual kayu) inilah yang memegang peran kunci

dalam memotivasi masyarakat menanam pohon dalam areal pertanian milik

mereka (Godoy, 1992; Shively, 1999), bahkan pada lahan yang tidak aman

secara tenurial (Godoy, 1992). Oleh karena itu, secara teoritis, jenis-jenis

pohon penghasil kayu akan menjadi komoditas masyarakat apabila memiliki

nilai guna (farmer driven) dan diminta oleh pasar (market-led).

Dalam kasus di Sumatera Selatan, jenis-jenis pohon penghasil kayu

masih jarang yang menjadi komoditas budidaya masyarakat, kecuali

bambang lanang (Michelia champaca) yang dibudidayakan oleh masyarakat

di wilayah sekitar dataran tinggi, dan akhir-akhir ini jabon (Anthocephalus

cadamba) yang ditanam masyarakat di sekitar Kota Palembang.

Komoditisasi kedua jenis tersebut didukung oleh persepsi bahwa umur

Page 123: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

118 Bunga Rampai

Tembesu (Fagraea fragrans)

panen tanaman adalah relatif cepat (< 15 tahun untuk bambang lanang dan

< 10 tahun untuk jabon). Bagaimanakah dengan jenis pohon lain yang

memiliki nilai guna dan diminta oleh pasar namun tergolong lambat tumbuh?

Jenis-jenis seperti merawan (Hopea mangerawan), ulin (Eusideroxylon

zwageri), dan tembesu (Fagraea fragrans) telah dikenal oleh masyarakat di

Sumatera bagian Selatan sebagai penghasil kayu berkelas dan diminati

pasar, namun lambat tumbuh (slow growing species). Dapatkah jenis-jenis

tersebut menjadi komoditas budidaya masyarakat?. Apakah kasus jati

(Tectona grandis) yang diminati untuk dikembangkan oleh petani pemilik

lahan sempit di Jawa (Filius, 1997) akan dapat berlaku juga bagi masyarakat

luar Jawa?

Khusus untuk tembesu, berbagai program pemerintah telah

berupaya menjadikan jenis ini sebagai komoditas budidaya masyarakat,

namun hingga kini belum mampu mendorong petani untuk melakukan

budidaya secara swadaya. Bukankah tembesu merupakan jenis pohon

terkenal di Sumatera Selatan? Mengapa masyarakat belum/tidak

menjadikan tembesu sebagai komoditas budidaya sebagaimana terjadi pada

jati di Pulau Jawa. Tulisan ini bertujuan untuk menerangkan bagaimana

sesungguhnya relasi tembesu dan masyarakat serta menjelaskan prospek

tembesu menjadi komoditas budidaya masyarakat.

II. TINJAUAN TEORITIS DAN ANALISIS KOMODITISASI JENIS

POHON

A. Kerangka Kerja Teoritis

Malla (2000) melalui penelitiannya terhadap pengelolaan pohon oleh

masyarakat di Nepal memberikan rekomendasi bagi program intervensi dan

insentif untuk mendorong penanaman pohon oleh masyarakat.

Rekomendasi utama yaitu bahwa program atau proyek harus

mempertimbangkan kebutuhan subsistensi rumah tangga petani terhadap

kayu dan perkembangan usaha-usaha berbasis hutan. Ini berarti petani dan

pasar adalah komponen utama dalam menganalisis sebuah upaya

komoditisasi jenis pohon. Komoditisasi atau komersialisasi jenis pohon bagi

Page 124: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

119 Tembesu

Kayu Raja Andalan Sumatera

petani pemilik lahan sempit disarankan Godoy (1992) melalui pola budidaya

campuran (mixed-cropping). Dalam pola agroforestri ini, menurut Mercer

(2004) petani akan bersedia berinvestasi apabila pendapatan yang

diharapkan (expected gains) dari sistem tanam baru lebih tinggi dari

alternatif lain dalam penggunaan lahan, tenaga kerja dan modal mereka.

Tinjauan teoritis ini menjadi acuan dalam analisis upaya komoditisasi

tembesu.

B. Kerangka Kerja Analisis

Analisis upaya komoditisasi tembesu dilakukan terhadap fenomena

eksistensi tembesu dalam kebun-kebun masyarakat di Kabupaten OKU

Timur, Sumatera Selatan dan pemanfaatan kayunya oleh industri ukiran

dalam Kota Palembang. Kabupaten OKU Timur, Sumatera Selatan

diidentifikasi sebagai salah satu tempat yang paling mudah mendapati

tembesu tumbuh di sekitar kebun dan pekarangan masyarakat. Dua

kecamatan di OKU Timur, yaitu Semendawai Barat dan Madang Suku I

adalah pusat sebaran tembesu. Dua desa di Kecamatan Madang Suku I,

yaitu Mengulak dan Jatisari dipilih sebagai tempat kajian. Mengulak

merupakan representasi desa asli yang penduduknya didominasi Suku

Komering, dan Jatisari dipilih untuk mewakili eks desa transmigrasi yang

banyak terdapat di OKU Timur.

Kajian dilaksanakan dengan metode survei yang dilengkapi dengan

Focus Group Discussion (FGD). Data status dan potensi pasar kayu

tembesu diperoleh dari usaha meubel ukiran Palembang, melalui kajian

aspek permintaan bahan baku kayu tembesu pada setiap unit usaha dalam

Kota Palembang.

III. SOSIAL BUDAYA PETANI TEMBESU

A. Penghidupan Petani

Kecamatan Madang Suku I OKU Timur merupakan kecamatan

utama yang memiliki potensi bagi pengembangan budidaya tembesu. Desa

Rasuan, Mengulak, Simpang Karto, Kartomulyo, dan Jati Sati teridentifikasi

Page 125: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

120 Bunga Rampai

Tembesu (Fagraea fragrans)

sebagai desa yang banyak ditumbuhi tembesu, baik tumbuh secara tidak

beraturan di lahan-lahan sisa/pinggiran maupun di dalam perkebunan karet

rakyat. Desa Rasuan dan Mengulak selama ini dikenal sebagai desa

penghasil duku (Lansium domesticum). Sebagian besar masyarakat

Rasuan, Mengulak, dan Simpang Karto adalah orang komering. Orang

komering di desa-desa ini memiliki kebun campuran duku-durian, karet, dan

sawah. Kebun campuran duku-durian merupakan warisan tradisi nenek

moyang mereka yang terus dipertahankan keberadaannya dan sekaligus

sebagai identitas petani duku (duku komering). Di dalam kebun campuran

duku dan durian (Durio zibethinus), tumbuh beragam jenis tanaman seperti

tembesu, bungur (Lagerstroemia speciosa), jabon, dan seru (Schima

wallichii). Pohon-pohon penghasil kayu pertukangan ini dinilai orang

komering sebagai tanaman berharga dan menjadi tabungan masa depan.

Lahan-lahan yang dimiliki masyarakat, baik di Desa Jati Sari

(dominan suku Jawa) dan Desa Mengulak (dominan suku Komering)

merupakan lahan produktif, sehingga sulit mendapatkan lahan

kosong/terlantar di kedua desa tersebut. Kehidupan ekonomi di Desa

Jatisari saat ini relatif lebih baik dibandingkan dengan Desa Mengulak. Ini

terjadi karena penduduk Desa Jatisari mengandalkan karet sebagai

komoditas utama penghasil pendapatan keluarga. Sementara, penduduk

Desa Mengulak masih tergantung dengan pola tradisional kebun campuran,

namun mulai mengarah menjadi perkebunan karet intensif. Komoditisasi

karet di Kabupaten OKU Timur telah terjadi sejak tahun 1990-an, bahkan

mendorong terjadinya alih fungsi lahan padi sawah.

B. Relasi Petani dan Tembesu

Tembesu lebih banyak ditemui di dalam kebun-kebun yang dimiliki

oleh masyarakat Jatisari dibandingkan dengan Mengulak. Meskipun

pendatang, masyarakat Jatisari ternyata memiliki relasi budidaya tembesu

lebih kuat dibandingkan dengan masyarakat Mengulak (Tabel 1).

Masyarakat Jatisari memiliki motivasi lebih baik untuk melakukan budidaya

tembesu dibandingkan masyarakat Mengulak. Desa Jatisari baru dibuka

Page 126: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

121 Tembesu

Kayu Raja Andalan Sumatera

menjadi pemukiman masyarakat pada tahun 1984, sementara Mengulak

merupakan salah satu desa tua di OKU Timur.

Tabel 1. Hubungan masyarakat Desa Jatisari dan Mengulak dengan

tembesu

Uraian relasi Besaran Desa Jatisari

(n=30)

Desa Mengulak

(n=40)

Kepemilikan tanaman tembesu (batang)

Max. 150 50

Min. 1 1

Rerata 39 15

Pernah menanam (%) 13,33 2,5

Pernah memangkas (%)

90 12,5

Pernah memanen (%)

16,66 15

Pernah menjual (%)

3,3 10

Tembesu sebagai kayu bangunan rumah (%)

60 80

Sumber: Data primer, 2010

Sebagian besar rumah yang ditempati oleh responden

menggunakan kayu tembesu sebagai salah satu bahan bangunannya,

terutama di Desa Mengulak. Kekuatan dan keawetan kayu tembesu telah

dibuktikan sendiri oleh masyarakat, termasuk di Desa Jatisari. Konsumsi

kayu lokal di desa-desa penelitian tergolong rendah, hanya 6 m3 untuk

pembangunan rumah baru. Laju pembangunan rumah baru setiap tahunnya

tidak lebih dari 5 (lima) buah rumah per desa per tahunnya. Selain kayu

tembesu, rumah masyarakat juga terdiri dari bahan kayu bungur, jabon,

seru, dan durian.

Sifat awet kayu tembesu mendorong orang untuk menggunakannya

dalam pembangunan rumah baru, namun penggunaan subsistensi jangka

panjang ini adalah juga penyebab rendahnya konsumsi kayu tembesu pada

tingkat lokal. Tembesu yang tumbuh liar di areal perkebunan sengaja tidak

dibuang guna mendapatkan kayunya untuk digunakan sendiri oleh masing-

masing pemilik kebun. Pasar kayu tingkat lokal lebih banyak dipenuhi oleh

kayu-kayu dari jenis bukan tembesu.

Page 127: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

122 Bunga Rampai

Tembesu (Fagraea fragrans)

Harga jual beli kayu tembesu di tingkat desa berkisar antara Rp. 3

juta sampai dengan Rp. 4 juta per m3, biasanya diperdagangkan dalam

bentuk kayu olahan berdimensi 8/12 cm dan 5/10 cm. Meskipun tergolong

kayu mahal, tembesu belum menjadi komoditas budidaya atau ditanam

secara sengaja, masih merupakan hasil regenerasi alami yang

dipertahankan keberadaannya oleh masyarakat di dalam kebun-kebun

mereka. Tabel 2 menyajikan persepsi responden terhadap usaha budidaya

tembesu. Masyarakat sebetulnya meyakini bahwa menanam tembesu

merupakan usaha yang bernilai guna, namun enggan melakukan

penanaman secara khusus (monokultur) karena umur panen dianggap

terlalu lama dan tidak dapat diprediksi kapan masa panennya.

Tabel 2. Persepsi mengenai usaha menanam tembesu

Uraian Desa

Jatisari Desa

Mengulak

“Umur panennya lama” 86,66% 20%

“Mudah dilakukan tanpa perawatan” 86,6% 25%

“Tidak jelas kapan panennya” 3,33% 65%

“Tembesu dapat dibudidayakan seperti jati” 93% 100%

“Menanam tembesu merupakan usaha bermanfaat”

93% 80%

“Tembesu cocok ditanam bersama dengan tanaman pokok usahatani”

87% 57,5%

Sumber: Data primer, 2010

Masyarakat yang secara tradisional memiliki kebun campuran

(contoh kasus Desa Mengulak) memang tidak menganggap umur panen

tembesu sebagai masalah, karena bagi mereka pohon penghasil kayu

diorientasikan bagi subsistensi. Mereka memanen kayu tembesu apabila

terdapat kebutuhan untuk membangun atau memperbaiki rumah sendiri.

Hasil panen kayu tembesu juga tidak dapat banyak, karena karakteristik

batang dan cabang dari tembesu alami ini jarang berbentuk lurus panjang.

Tembesu yang tumbuh dalam kebun campuran belum menjadi alternatif

pendapatan tunai andalan petani. Komoditisasi tembesu melalui budidaya

belum terjadi di tingkat petani. Hal ini merupakan penjelasan mengapa

Page 128: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

123 Tembesu

Kayu Raja Andalan Sumatera

masyarakat berperilaku mempertahankan tembesu yang tumbuh alami di

dalam kebun-kebun mereka, tanpa melakukan langkah-langkah budidaya

bagi tembesu.

C. Kelayakan Usaha Budidaya Tembesu

Keuntungan ekonomi usaha budidaya hutan tanaman yang

dilakukan secara berkelanjutan dapat dilihat dari Nilai Harapan Lahan (NHL)

(Bright, 2001). NHL merupakan cerminan nilai dari tanah atau lahan yang

diusahakan dalam rotasi yang tak terbatas. Tabel 3 merupakan hasil analisis

NHL dari simulasi berbagai pola tanam karet-tembesu untuk periode usaha

30 tahun, berdasarkan struktur biaya dan pendapatan masyarakat. NHL

tertinggi diperoleh pada pola tanam yang berlaku saat ini, khususnya di

Desa Jatisari, yaitu agroforestri karet-tembesu dengan jumlah pohon

tembesu 40 batang. NHL terendah akan diperoleh dari lahan yang ditanami

tembesu secara monokultur, meskipun dengan intensitas tegakan cukup

tinggi.

Tabel 3. Nilai Harapan Lahan (NHL) hutan tanaman tembesu di OKU Timur (masa proyek/umur daur 30 tahun)

Pola tanam NHL / ha (Rp.)

A. Faktual

Agoforestri karet-tembesu

(karet, 4m x 6 m; tembesu acak 40 pohon)

263,809,363

B. Faktual

Karet monokultur (4m x 6m)

254,940,367

C. Pilihan I

Agroforestri karet-tembesu

(karet, 4m x 6m; tembesu 6m x 8m)

258,329,154

D. Pilihan II

Tembesu monokultur (4m x 4m)

3,314,839

Sumber: Data primer disimulasi, 2010

Nilai Harapan Lahan usaha budidaya agroforestri karet-tembesu

dengan pola tanam teratur ternyata lebih rendah dibandingkan NHL pola

tanam tembesu acak. Hal ini dapat terjadi karena pola teratur dengan jumlah

Page 129: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

124 Bunga Rampai

Tembesu (Fagraea fragrans)

pohon lebih banyak membutuhkan biaya pemapanan lebih tinggi sehingga

meningkatkan nilai biaya gabungan (compounded cost) pada masa analisis

30 tahun.

Hasil analisis finansial terhadap usaha budidaya tembesu juga

menunjukkan bahwa pola agroforestri karet-tembesu yang diterapkan

masyarakat lebih menguntungkan dari pola tanam tembesu secara

monokultur (Tabel 4). Hanya tembesu yang ditanam dengan intensitas tinggi

dapat memenuhi kriteria kelayakan ekonomi, namun secara teknis hal ini

sulit terjadi mengingat lebar tajuk tembesu dewasa yang tumbuh alami

umumnya lebih dari 4 (empat) meter.

Tabel 4. Hasil analisis finasial pada berbagai kemungkinan intensitas penanaman per hektar pada pembangunan hutan tanaman tembesu di OKU Timur

Intensitas penanaman Kriteria analisis

NPV BCR IRR

Jarak tanam 5m x 5m (400 pohon) (2,087,868) 0.7742 12%

Jarak tanam 4m x 5m (500 pohon) (958,095) 0.9033 13%

Jarak tanam 4m x 4m (625 pohon) 454,121 1.0423 13%

Acak 40 pohon + karet, 4m x 6m 200,885,415 6.0173 37%

Sumber: Data primer disimulasi, 2010

Usaha budidaya tembesu yang dicampur dengan karet bernilai

ekonomi lebih tinggi daripada budidaya tembesu monokultur. Faktor yang

dapat menyebabkan hal ini dapat terjadi adalah lamanya masa panen

tembesu (30 tahun). Waktu dalam analisis ekonomi merupakan komponen

biaya, sehingga satu-satunya cara untuk mengurangi biaya ini adalah

dengan mempersingkat masa panen tembesu melalui peningkatan riap

secara signifikan.

Bagi kebanyakan petani, menambah pendapatan tunai adalah

alasan penting dalam menanam pohon (Filius, 1997). Tambahan

pendapatan dari penebangan kayu tembesu memang didapatkan petani

pemilik lahan, namun belum cukup mampu memotivasi petani untuk

menanam kembali tembesu secara sengaja. Tanah yang dinilai subur lebih

Page 130: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

125 Tembesu

Kayu Raja Andalan Sumatera

mendorong petani untuk memaksimalkan produktivitas komoditas pokok

seperti karet.

D. Tembesu dalam Kebun Karet; Upaya Komoditisasi dari Sisi Petani

Tembesu adalah jenis yang tumbuh alami di dataran rendah.

Dataran rendah di Sumatera dan Kalimantan saat ini dipenuhi oleh

komoditas kelapa sawit dan karet. Di Sumatera Selatan, sebagian besar

karet merupakan usaha masyarakat (rakyat). Lahan karet yang dimiliki

masyarakat rata-rata berkisar antara 1-2 hektar. Masyarakat dapat

menikmati hasil penjualan getah karet dengan produksi stabil sejak karet

berumur 7 atau 8 tahun sampai dengan 32 tahun. Setelah itu, mereka harus

menghadapi masa bera produksi, paling tidak selama 5 (lima) tahun. Ini

merupakan peluang bagi usaha budidaya tembesu secara agroforestri.

Tembesu dapat diposisikan sebagai asuransi masa regenerasi tersebut.

Ilustrasi biaya masa regenerasi disajikan seperti berikut:

- Biaya regenerasi karet (5 tahun) = Rp. 15.662.600

- Kompensasi pendapatan selama 5 tahun = Rp. 180.000.000

- Total biaya 5 tahun = Rp. 195.662.600

Total biaya masa regenerasi karet Rp. 195.662.600 dapat ditutupi

oleh hasil penjualan kayu tembesu sebanyak 65 m3, hasil penebangan 320

pohon dengan asumsi tingkat riap diameter 1 cm/tahun. Apabila mengikuti

pola tanam agroforestri karet-tembesu, maka kebutuhan kayu tembesu 65

m3 harus dicukupi dari tembesu yang ditanam di antara karet. Hasil simulasi

pada berbagai tingkat riap diameter rata-rata tahunan (MAI) tembesu

menunjukkan bahwa makin tinggi MAI maka makin sedikit jumlah pohon

tembesu yang harus ditanam/ditebang untuk dapat memenuhi kebutuhan

biaya masa regenerasi karet (Gambar 1).

Page 131: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

126 Bunga Rampai

Tembesu (Fagraea fragrans)

Gambar 1. Jumlah pohon yang setara dengan 65 m3 kayu tembesu pada

berbagai tingkat riap diameter rata-rata tahunan

Pada tingkat MAI diameter antara 1,2-1,3 cm/tahun diperlukan

kurang lebih 200 pohon tembesu. Hasil simulasi ini dapat menjadi dasar

pengaturan jumlah pohon pada agroforestri tembesu karet. Jika merujuk

pada kondisi faktual saat ini, dimana jarak tanam karet 4m x 6m adalah

salah satu pilihan masyarakat, maka 200 pohon tembesu dapat ditanam di

antara jalur tanam karet dengan jarak tanam 6m x 8m (Gambar 2). Namun

demikian, pola tanam ini belum memperhitungkan penurunan produksi getah

karet.

0

50

100

150

200

250

300

350

1 1,1 1,2 1,3 1,4 1,5 1,6 1,7 1,8 1,9 2

Jum

lah

po

ho

n

MAI diameter (cm/tahun)

Page 132: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

127 Tembesu

Kayu Raja Andalan Sumatera

Gambar 2. Desain model agroforestri karet-tembesu

B. Pangsa Pasar Berbasis Kayu Tembesu

A. Potensi Pasar Industri Meubel Ukiran Palembang

Meubel ukiran Palembang adalah furniture khas Palembang yang

memiliki pangsa pasar tidak hanya bagi masyarakat Sumatera Selatan,

tetapi juga konsumen-konsumen lainnya yang mencari keunikan dan

kekhasan warna dan motif khas “Bumi Sriwijaya”. Ukiran khas Palembang

ini menempati berbagai varian meubel, seperti lemari pajang, lemari sudut,

meja kursi, rak televisi, set pelaminan, mimbar khotib di masjid, dan

souvenir. Kayu tembesu adalah bahan baku utama meubel ukiran

Palembang. Karenanya, kayu tembesu selalu diminta oleh unit-unit kerajinan

meubel ukiran Palembang. Rincian permintaan dan potensi pembangunan

hutan tanaman tembesu bagi industri meubel ukiran Palembang disajikan

seperti berikut:

Jumlah workshop = 30 unit Kebutuhan kayu/workshop/minggu = 4 m

3

Permintaan tembesu/workshop/minggu = 2 m3

Permintaan tembesu total/tahun = 3.120 m3

Permintaan kayu tembesu oleh industri meubel ukiran Palembang

selama ini dipenuhi oleh penebangan tembesu yang tumbuh alami di areal

sekitar kebun, rumah, dan lahan hutan sekunder yang terdapat di

Kabupaten Musi Banyuasin, Banyuasin, Ogan Ilir, dan Ogan Komering Ilir.

Page 133: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

128 Bunga Rampai

Tembesu (Fagraea fragrans)

Cara pemenuhan kebutuhan bahan baku seperti ini bersifat tidak lestari,

karena mengandalkan kemampuan regenerasi alami tembesu non

budidaya. Indikasi ini terlihat dari perilaku pengusaha industri meubel ukiran

Palembang yang melakukan substitusi kayu tembesu dengan jenis kayu

lainnya, seperti medang batu, malabira, gerunggang, dan jati. Mereka

beralasan bahwa tidak mudah untuk memenuhi kebutuhan total kayu jika

hanya mengandalkan kayu tembesu, selain faktor meningkatkan potensi

pendapatan dengan menggunakan kayu yang lebih murah. Kecenderungan

substitusi ini makin meningkat seiring makin sulitnya mendapatkan kayu

tembesu dan dimungkinkan pula oleh perilaku konsumen yang tidak

mengidentikkan ukiran palembang dengan tembesu. Furniture tembesu

memang berbeda dengan jati yang mengandalkan nilai dekoratif. Ukiran

Palembang menggunakan cat warna emas, sehingga kekhasan corak kayu

menjadi tersamar.

Industri meubel ukiran Palembang yang tidak terlalu banyak

menyerap kayu tembesu dan efek substitusi kayu merupakan disinsentif

komoditisasi tembesu. Padahal, dalam kasus jenis lambat tumbuh lainnya

seperti mahoni, penanaman komersial di lahan masyarakat dapat terjadi

karena meningkatnya permintaan industri furniture (Emtage dan Suh, 2004).

B. Tembesu Komersil; Upaya Komoditisasi dari Sisi Pasar

Permintaan kayu tembesu faktual (3120 m3/tahun) dapat dipenuhi

secara lestari apabila tersedia hutan tanaman tembesu. Jika diasumsikan,

MAI diameter tembesu 1 cm/tahun, diameter tebang ekonomis 30 cm, tinggi

bebas cabang tembesu 12 m, angka bentuk 0,5, rendemen penebangan

menghasilkan balok 0,5, jarak tanam 5m x 5m, maka volume 1 ha hutan

tanaman tembesu pada akhir daur adalah 84,82 m3 atau akan dilakukan

penebangan seluas 36,78 ha setiap tahunnya. Ini berarti dibutuhkan alokasi

lahan minimal seluas 1103 ha guna menjamin pasokan minimal industri

meubel ukiran khas Palembang secara lestari.

Di sisi lain, pemilik dan pemegang Hak Guna Usaha lahan-lahan

budidaya yang berpotensi menjadi hutan tanaman tembesu di daerah-

daerah sekitar Kota Palembang memiliki preferensi penggunaan lahan bagi

Page 134: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

129 Tembesu

Kayu Raja Andalan Sumatera

usaha perkebunan karet dan kelapa sawit yang mereka anggap lebih

bernilai ekonomi. Lahan yang memiliki luasan lebih dari 10 ha umumnya

diperuntukan bagi kelapa sawit. Sehingga, perlu untuk melakukan inovasi

peningkatan produktivitas hutan tanaman tembesu pada tingkat yang

sebanding atau lebih dari produktivitas ekonomi kelapa sawit. Hasil simulasi

nilai ekonomi alokasi lahan bagi tembesu atau kelapa sawit pada berbagai

tingkat MAI diamater tembesu menunjukkan bahwa nilai ekonomi alokasi

lahan bagi hutan tanaman tembesu akan sebanding dengan jika lahan

tersebut dialokasikan bagi kelapa sawit pada tingkat MAI diameter lebih dari

2,5 cm/tahun (Tabel 5).

Tabel 5. Hasil simulasi perbandingan nilai output finansial antara hutan tanaman tembesu dan kebun kelapa sawit dengan peubah MAI diameter tembesu

MAI diameter

(cm/tahun)

Alokasi lahan untuk hasil lestari

(hektar)

Output finansial/tahun

(Rp.)

Output finansial/tahun jika lahan dialokasikan bagi kelapa sawit

(Rp.)

1,00 1.103,47 5.304.000.000 13,241,691,264

1,25 882,78 5.304.000.000 10,593,353,011

1,50 735,65 5.304.000.000 8,827,794,176

2,00 551,73 5.304.000.000 6,620,845,632

2,50 441,39 5.304.000.000 5,296,676,505

3,00 367,82 5.304.000.000 4,413,897,088

IV. PENUTUP

Upaya komoditisasi tembesu, sebagai salah satu jenis pohon lambat

tumbuh, bukan hanya terkendala oleh faktor umur panen, tetapi juga oleh

lebih kuatnya komoditisasi karet atau sawit dalam sistem usahatani petani

potensial. Selain itu, perilaku konsumen industri meubel ukiran sebagai

potensi pasar yang tidak peka terhadap kualitas produk turut menyumbang

pelemahan pasar kayu tembesu. Pemerintah dan para pihak dapat

mendorong upaya komoditisasi tembesu ini, melalui usaha penelitian dan

pengembangan yang mengambil fokus pada penyediaan tembesu yang

Page 135: TEMBESU · 2018-07-26 · yang tumbuh alami sebagai tanaman sela pada kebun-kebun mereka, baik pada kebun karet maupun sawit yang mereka usahakan. Usaha pengembangan tembesu, baik

130 Bunga Rampai

Tembesu (Fagraea fragrans)

lebih cepat tumbuh (tree improvement) dan program masal penggunaan

meubel dan bangunan berukiran Palembang bagi kantor-kantor pemerintah

dan unit usaha swasta. Cara lain adalah dengan meminta industri ukiran

memasang label “tembesu” dalam pemasaran produknya.

DAFTAR PUSTAKA

Bright, G. 2001. Forestry Budgets and Accounts. CABI Publishing, New

York.

Caputo, J. 2012. Commoditization and the origins of American Silviculture.

Bulletin of Science Technology & Society 32: 86-95.

Emtage, N. dan Suh J. 2004. Socio-economic factors affecting smallholders

tree planting and management intentions in Leyte Provinces,

Phillippines. Small-scale Forest Economics, Management and Policy,

3 (2): 257-271.

Filius, AM. 1997. Factors changing farmers‟ willingness to grow trees in

Gunung Kidul (Java, Indonesia). Netherlands Journal of Agricultural

Science 45: 329-345.

Godoy, RA. 1992. Determinants of smallholder commercial tree cultivation.

World Development, Vol. 20 No. 55: 713-725.

Malla, YB. 2000. Farmers‟ tree management strategies in a changing rural

economy, and factors influencing decisions on tree growing in Nepal.

Int Tree Crops J 10(3):247–266.

Mercer, DE. 2004. Adoption in agroforestri innovations in the tropics:

a review. Agroforestri Systems 204411: 311-328.

Shively, GE. 1999. Prices and tree planting on hillside farms in Palawan.

World Development, Volume 27, Issue 6: 937-949.

Wright CJ. 2006. Welcome to the jungle of the real: Simulation,

commoditization, and survivor. The Journal of American Culture,

Volume 29, Number 2: 170-182.