Tentang Pengecualian Penerapan UU No. 5 Tahun 1999 terhadap Perjanjian … · 2009-12-30 ·...

32
KEPUTUSAN KOMISI NO. 57/2009 Tentang Pengecualian Penerapan UU No. 5 Tahun 1999 terhadap Perjanjian yang Berkaitan dengan Waralaba

Transcript of Tentang Pengecualian Penerapan UU No. 5 Tahun 1999 terhadap Perjanjian … · 2009-12-30 ·...

Page 1: Tentang Pengecualian Penerapan UU No. 5 Tahun 1999 terhadap Perjanjian … · 2009-12-30 · waralabanya kepada penerima waralaba, maka perjanjian waralaba mencakup juga perjanjian

KEPUTUSAN KOMISI NO. 57/2009

Tentang Pengecualian Penerapan UU No. 5 Tahun 1999 terhadap

Perjanjian yang Berkaitan dengan Waralaba

Page 2: Tentang Pengecualian Penerapan UU No. 5 Tahun 1999 terhadap Perjanjian … · 2009-12-30 · waralabanya kepada penerima waralaba, maka perjanjian waralaba mencakup juga perjanjian

Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Pasal 50 Huruf b

tentang Pengecualian Penerapan UU No. 5 Tahun 1999 terhadap

Perjanjian yang Berkaitan dengan Waralaba

Berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999

Tentang Larangan Praktik Monopoli

dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Komisi Pengawas Persaingan UsahaRepublik Indonesia

[email protected]

Page 3: Tentang Pengecualian Penerapan UU No. 5 Tahun 1999 terhadap Perjanjian … · 2009-12-30 · waralabanya kepada penerima waralaba, maka perjanjian waralaba mencakup juga perjanjian
Page 4: Tentang Pengecualian Penerapan UU No. 5 Tahun 1999 terhadap Perjanjian … · 2009-12-30 · waralabanya kepada penerima waralaba, maka perjanjian waralaba mencakup juga perjanjian

1. Keputusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 252 Tahun 2008

tentang Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Pasal 50 Huruf b Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan

Usaha Tidak Sehat ........................................................................................ i

2. Pedoman Pelaksanaan Pasal 50 Huruf b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999

tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

BAB I Latar Belakang .................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................... 1

B. Tujuan Pembuatan Pedoman ....................................... 3

C. Materi Pedoman ............................................................ 4

D. Sistematika ..................................................................... 5

BAB II Pemahaman Perjanjian yang Berkaitan dengan Waralaba

berdasarkan Ketentuan Pasal 50 Huruf b......................... 6

A. Pengertian Perjanjian ................................................... 6

B. Pengertian Waralaba .................................................... 6

C. Syarat-Syarat Perjanjian Waralaba ............................. 8

D. Unsur-Unsur Pasal 50 Huruf b, Khususnya Mengenai

Perjanjian yang Berkaitan dengan Waralaba ............ 12

BAB III Penerapan Pasal 50 Huruf b, Khususnya mengenai Perjanjian

yang Berkaitan dengan Waralaba ..................................... 15

BAB IV Contoh Kasus ..................................................................... 22

BAB V Penutup ............................................................................... 25

Daftar Isi

Page 5: Tentang Pengecualian Penerapan UU No. 5 Tahun 1999 terhadap Perjanjian … · 2009-12-30 · waralabanya kepada penerima waralaba, maka perjanjian waralaba mencakup juga perjanjian

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia

KEPUTUSAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA

NOMOR : 57/KPPU/Kep/III/2009

TENTANG

PEDOMAN PELAKSANAAN KETENTUAN PASAL 50 Huruf b

UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN

PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

TERHADAP PERJANJIAN YANG BERKAITAN DENGAN WARALABA

KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA,

Menimbang : a. bahwa untuk mencegah terjadinya kesalahan penafsiran

dan guna menciptakan ketertiban serta kepastian hukum

terhadap pelaksanaan ketentuan Pasal 50 Huruf b

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan

Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

terhadap Perjanjian yang Berkaitan dengan Waralaba,

diperlukan adanya pedoman pelaksanaan ketentuan

Pasal 50 huruf b tersebut;

b. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 35 huruf f Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek

Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Komisi

Pengawas Persaingan Usaha bertugas menyusun

pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan

Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat;

i - Keputusan Komisi No. 57/2009

Page 6: Tentang Pengecualian Penerapan UU No. 5 Tahun 1999 terhadap Perjanjian … · 2009-12-30 · waralabanya kepada penerima waralaba, maka perjanjian waralaba mencakup juga perjanjian

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud

dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Keputusan

Komisi Pengawas Persaingan Usaha tentang Pedoman

Pelaksanaan Ketentuan Pasal 50 huruf b Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli

dan Persaingan Usaha Tidak Sehat terhadap Perjanjian yang

Berkaitan dengan Waralaba ;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan

Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor

33; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

3817);

2. Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1999 tentang Komisi

Pengawas Persaingan Usaha, tanggal 8 Juli 1999.

3. Keputusan Presiden Nomor 59/P Tahun 2006.

4 Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2008 tentang

Perubahan atas Keputusan Presiden No. 75 Tahun 1999

tentang Komisi Pengawas Persaingan Usaha.

5. Keputusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor

160/Kep/KPPU/VIII/2007 tentang Sekretariat Komisi

Pengawas Persaingan Usaha.

6. Keputusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor

5/KEP/KPPU/I/2009 tentang Pengangkatan Ketua dan Wakil

Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha.

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : KEPUTUSAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA

TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KETENTUAN

PASAL 50 HURUF b TENTANG PENGECUALIAN

PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999

TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN

PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT TERHADAP

PERJANJIAN YANG BERKAITAN DENGAN WARALABA.

iiKPPU -

Page 7: Tentang Pengecualian Penerapan UU No. 5 Tahun 1999 terhadap Perjanjian … · 2009-12-30 · waralabanya kepada penerima waralaba, maka perjanjian waralaba mencakup juga perjanjian

KESATU : Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Pasal 50 huruf b Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek

Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, merupakan

pedoman bagi:

Pelaku usaha dan pihak-pihak yang berkepentingan dalam

memahami ketentuan Pasal 50 huruf b tentang Pengecualian

Penerapan UU Nomor 5 Tahun 1999 terhadap Perjanjian

yang Berkaitan dengan Waralaba

KPPU dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dan Pasal 36

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 jo Pasal 4 dan Pasal 5

Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1999 tentang Komisi

Pengawas Persaingan Usaha; dan

KEDUA : Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Pasal 50 huruf b tentang

Pengecualian Penerapan UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang

Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak

Sehat sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU,

tercantum dalam Lampiran dan merupakan bagian yang

tidak terpisahkan dari Keputusan Komisi Pengawas

Persaingan Usaha ini.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 12 Maret 2009

KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA

KETUA,

ttd.

DR. Ir. Benny Pasaribu, M.Ec

iii - Keputusan Komisi No. 57/2009

Page 8: Tentang Pengecualian Penerapan UU No. 5 Tahun 1999 terhadap Perjanjian … · 2009-12-30 · waralabanya kepada penerima waralaba, maka perjanjian waralaba mencakup juga perjanjian

A. Latar Belakang

Perkembangan jenis usaha dalam bentuk waralaba di Indonesia telah mengalami

kemajuan yang pesat di berbagai bidang, antara lain di bidang makanan siap saji

(fast food), jasa konsultasi, minimarket, jasa kesehatan, rekreasi dan hiburan, serta

sistem pendidikan. Perkembangan jenis usaha dalam bentuk waralaba tidak

dapat dihindari seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat di era

globalisasi. Terkait dengan perkembangan jenis usaha dan bentuk waralaba yang

pesat tersebut, Pemerintah menyadari perlu untuk memberi ruang gerak bagi

perkembangan waralaba agar masyarakat dapat ikut berperan aktif dalam

mendorong pertumbuhan ekonomi secara kondusif. Oleh karena itu, dalam

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat, diadakan pengecualian untuk berlakunya

ketentuan Undang-Undang tersebut terhadap perjanjian yang berkaitan dengan

waralaba, yakni sebagaimana diatur dalam Pasal 50 huruf b.

Pengertian Waralaba, dalam Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 42

Tahun 2007 tentang Waralaba, didefinisikan sebagai: “hak khusus yang dimiliki

oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri

khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti

berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain

berdasarkan perjanjian waralaba.”

Pengertian tersebut secara prinsip beda dengan yang didefinisikan dalam

Peraturan Pemerintah sebelumnya yakni Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun

1997 tentang Usaha Waralaba yang telah dicabut dengan Peraturan Pemerintah

Nomor 42 Tahun 2008 tentang Waralaba. Dalam Pasal 1 angka 1 Peraturan

Pemerintah Nomor 16 Tahun 1997 tentang Usaha Waralaba, Waralaba

didefinisikan adalah : “perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak untuk

memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau

penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan

berdasarkan persyaratan yang ditetapkan pihak lain tersebut, dalam rangka

penyediaan dan atau penjualan barang dan atau jasa”. Jika melihat pada titik berat

hubungan pemberi waralaba dengan penerima waralaba yakni timbul setelah

terdapat perikatan, maka definisi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun

1997 kiranya lebih relevan.

BAB I : Latar Belakang

1KPPU -

Page 9: Tentang Pengecualian Penerapan UU No. 5 Tahun 1999 terhadap Perjanjian … · 2009-12-30 · waralabanya kepada penerima waralaba, maka perjanjian waralaba mencakup juga perjanjian

Penerima waralaba (franchisee) dalam menjalankan usahanya memakai sistem

usaha yang diberikan oleh pemberi waralaba (franchisor) berdasarkan suatu

perjanjian. Perjanjian antara pemberi waralaba dan penerima waralaba berisi hak

dan kewajiban masing-masing pihak sesuai dengan kesepakatan yang mereka

buat. Asas kebebasan berkontrak merupakan salah satu dasar yang harus dipatuhi

oleh masing-masing pihak.

Akan tetapi, karena suatu usaha waralaba adalah suatu sistem pemasaran yang

vertikal, yakni pemberi waralaba bersedia menyerahkan semua sistem usaha

waralabanya kepada penerima waralaba, maka perjanjian waralaba mencakup

juga perjanjian lisensi yang merupakan salah satu jenis dari Hak Kekayaan

Intelektual (HKI).

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat memberikan pengecualian untuk tidak

memberlakukan ketentuannya terhadap perjanjian yang berkaitan dengan

waralaba yakni sebagaimana diatur dalam Pasal 50 huruf b. Termasuk yang

dikecualikan dari ketentuan Pasal 50 huruf b Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1999 adalah perjanjian yang berkaitan dengan Hak Atas Kekayaan Intelektual

antara lain mengenai lisensi.

Namun perlu dipahami, dalam praktek ternyata terdapat perjanjian yang terkait

dengan waralaba yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli

dan/atau persaingan usaha tidak sehat. Keadaan yang demikian tentunya tidak

termasuk dalam kategori sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 50 huruf

b. Menyadari bahwa terdapat kemungkinan ada perjanjian yang berkaitan dengan

waralaba yang dapat menimbulkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak

sehat, maka penerapan ketentuan pengecualian dalam Pasal 50 huruf b Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat, perlu diterapkan secara hati-hati dan bijaksana

sehingga tidak menyimpang dari tujuan pembentukan UndanUndang Nomor 5

Tahun 1999 sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 3, antara lain untuk

mewujudkan iklim usaha yang kondusif. Dengan demikian, perjanjian yang

dikecualikan adalah perjanjian yang mengatur sistem waralaba dan

pengalihan hak lisensi dari pemberi waralaba kepada penerima waralaba.

Sedangkan mengenai perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek

monopoli dan persaingan usaha tidak sehat walaupun berkaitan dengan

waralaba tidak termasuk yang dikecualikan.

2 - Keputusan Komisi No. 57/2009

Page 10: Tentang Pengecualian Penerapan UU No. 5 Tahun 1999 terhadap Perjanjian … · 2009-12-30 · waralabanya kepada penerima waralaba, maka perjanjian waralaba mencakup juga perjanjian

Oleh karena itu, jika dalam perjanjian yang berkaitan dengan waralaba terdapat

unsur yang ternyata dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan

persaingan usaha tidak sehat, maka ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1999 tetap dapat diterapkan terhadap pelaku usaha yang mengadakan perjanjian

tersebut. Penerapan ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tersebut

pada prinsipnya sejalan dengan ketentuan Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang

menentukan bahwa: Dalam melaksanakan kemitraan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 26 para pihak mempunyai kedudukan hukum yang setara dan

terhadap mereka berlaku hukum Indonesia. Pasal 26 antara lain mengatur

kemitraan dengan pola waralaba (Pasal 26 huruf c). Selanjutnya yang dimaksud

dengan “berlaku hukum Indonesia” di bidang pengaturan usaha tentunya adalah

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Untuk tidak keliru dalam menerapkan ketentuan Pasal 50 huruf b Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1999, Komisi menetapkan Keputusan tentang Pedoman

Pelaksanaan Pasal 50 huruf b tentang Pengecualian Penerapan Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1999 tentang Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak

Sehat terhadap perjanjian yang berkaitan dengan waralaba.

B. Tujuan Pembuatan Pedoman

1. Melaksanakan ketentuan Pasal 35 butir f Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1999, bahwa Komisi Pengawas Persaingan Usaha bertugas

antara lain menyusun pedoman dan/atau publikasi yang berkaitan

dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.

2. Memberikan pedoman kepada anggota Komisi Pengawas Persaingan

Usaha sehingga terdapat kesamaan visi dan pemahaman dalam

melaksanakan ketentuan Pasal 50 huruf b Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1999.

3KPPU -

Page 11: Tentang Pengecualian Penerapan UU No. 5 Tahun 1999 terhadap Perjanjian … · 2009-12-30 · waralabanya kepada penerima waralaba, maka perjanjian waralaba mencakup juga perjanjian

3. Memberikan klarifikasi dan kejelasan kepada pemberi waralaba dan

penerima waralaba serta pihak-pihak yang berkepentingan dalam

memahami ketentuan Pasal 50 huruf b Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1999, sehingga berhati-hati dalam merumuskan suatu

perjanjian yang berkaitan dengan waralaba yang dibuatnya, agar

tidak mengakibatkan praktek monopoli dan persaingan usaha yang

tidak sehat, karena bila hal tersebut terjadi, maka ketentuan Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1999 dapat diterapkan.

C. Materi Pedoman

Pedoman pelaksanaan ketentuan Pasal 50 huruf b tentang pengecualian

penerapan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek

Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat disusun dengan tetap

memperhatikan latar belakang, filosofi, dan tujuan dibentuknya Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1999 sebagaimana tertuang dalam ketentuan Pasal 2 dan Pasal 3

yang berbunyi:

Pasal 2

Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan

demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan

pelaku usaha dan kepentingan umum.

Pasal 3

Tujuan pembentukan undang-undang ini adalah untuk:

a. menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional

sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat;

b. mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan

usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan

berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah,

dan pelaku usaha kecil;

c. mencegah praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang

ditimbulkan oleh pelaku usaha; dan

d. terciptanya efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.

4 - Keputusan Komisi No. 57/2009

Page 12: Tentang Pengecualian Penerapan UU No. 5 Tahun 1999 terhadap Perjanjian … · 2009-12-30 · waralabanya kepada penerima waralaba, maka perjanjian waralaba mencakup juga perjanjian

Selain itu, Pedoman ini juga disusun dengan tetap mendasarkan ketentuan

Peraturan Perundang-undangan lain yang terkait, antara lain Undang-Undang

Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dan Peraturan

Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba.

D. Sistematika

Pedoman Pelaksanaan Pasal 50 huruf b disusun dengan sistematika sebagai

berikut:

BAB I Pendahuluan

BAB II Pemahaman Perjanjian Yang Berkaitan Dengan Waralaba

Berdasarkan Ketentuan Pasal 50 Huruf

A. Pengertian Perjanjian

B. Pengertian Waralaba

C. Syarat-syarat Perjanjian Waralaba

D. Unsur-Unsur Pasal 50 huruf b, khususnya mengenai

perjanjian yang berkaitan dengan Waralaba

BAB III Penerapan Pasal 50 Huruf B, Khususnya Mengenai Perjanjian Yang

Berkaitan Dengan Waralaba

BAB IV Contoh Kasus

BAB V Penutup

5KPPU -

Page 13: Tentang Pengecualian Penerapan UU No. 5 Tahun 1999 terhadap Perjanjian … · 2009-12-30 · waralabanya kepada penerima waralaba, maka perjanjian waralaba mencakup juga perjanjian

A. Pengertian Perjanjian

Pengertian Perjanjian dalam kaitannya dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat,

harus tetap mengacu pada ketentuan Pasal 1 angka 7 Undang-Undang tersebut,

yang berbunyi sebagai berikut:

“Perjanjian adalah suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk

mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun

baik tertulis maupun tidak tertulis.”

Selain mengacu pada ketentuan Pasal 1 angka 7 tersebut, untuk membuat

perjanjian juga harus tetap memperhatikan asas-asas perjanjian sebagaimana

diatur dalam Pasal 1320 dan 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.”

B. Pengertian Waralaba

Pengertian waralaba dalam Pedoman ini secara yuridis mengacu pada definisi

waralaba sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor

42 Tahun 2007 tentang Waralaba.

Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba

mendefinisikan waralaba sebagai: “hak khusus yang dimiliki oleh orang

perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha

dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan

dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian

waralaba.”

Dari definisi waralaba tersebut unsur-unsur yang tercakup adalah:

a. terdapat hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan

usaha;

b. terdapat sistem bisnis dengan ciri khas dalam rangka memasarkan

barang dan/atau jasa dan sistem tesebut telah terbukti berhasil; dan

c. sistem bisnis tersebut dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh

pihak lain (penerima waralaba) berdasarkan perjanjian.

Perlu digarisbawahi bahwa dalam definisi tersebut mengenai “badan usaha”

tidak disyaratkan harus berbentuk badan hukum, apalagi badan hukum

Indonesia.:

BAB II : Pemahaman Perjanjian yang Berkaitan dengan Waralaba Berdasarkan Ketentuan Pasal 50 Huruf B

6 - Keputusan Komisi No. 57/2009

Page 14: Tentang Pengecualian Penerapan UU No. 5 Tahun 1999 terhadap Perjanjian … · 2009-12-30 · waralabanya kepada penerima waralaba, maka perjanjian waralaba mencakup juga perjanjian

Selanjutnya Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang

Waralaba menentukan bahwa waralaba harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

a. memiliki ciri khas usaha;

b. terbukti sudah memberikan keuntungan;

c. memiliki standar atas pelayanan barang dan/atau jasa yang ditawarkan

yang dibuat secara tertulis;

d. mudah diajarkan dan diaplikasikan;

e. terdapat dukungan yang berkesinambungan; dan

f. Hak kekayaan Intelektual yang telah terdaftar.

Dalam Penjelasan Pasal 3 tersebut masing-masing kriteria diberi penjelasan

sebagai berikut:

Huruf a

Yang dimaksud dengan “ciri khas usaha” adalah suatu usaha yang memiliki

keunggulan atau perbedaan yang tidak mudah ditiru dibandingkan dengan usaha

lain sejenis, dan membuat konsumen selalu mencari ciri khas dimaksud.

Misalnya, sistem manajemen, cara penjualan dan pelayanan, atau penataan atau

cara distrbusi yang merupakan karakteristik khusus dari Pemberi Waralaba.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “terbukti sudah memberikan keuntungan” adalah

menunjuk pada pengalaman Pemberi Waralaba yang telah dimiliki kurang lebih 5

(lima) tahun dan telah mempunyai kiat-kiat bisnis untuk mengatasi masalah-

masalah dalam perjalanan usahanya, dan ini terbukti dengan masih bertahan dan

berkembangnya usaha dengan menguntungkan.

Huruf c

Yang dimaksud dengan “standar atas pelayanan dan barang dan/atau jasa yang

ditawarkan yang dibuat secara tertulis” adalah standar secara tertulis supaya

Penerima Waralaba dapat melaksanakan usaha dalam kerangka kerja yang jelas

dan sama (Standard Operational Procedure)

7KPPU -

Page 15: Tentang Pengecualian Penerapan UU No. 5 Tahun 1999 terhadap Perjanjian … · 2009-12-30 · waralabanya kepada penerima waralaba, maka perjanjian waralaba mencakup juga perjanjian

Huruf d

Yang dimaksud dengan “mudah diajarkan dan diaplikasikan” adalah mudah

dilaksanakan sehingga penerima Waralaba yang belum memiliki pengalaman

atau pengetahuan mengenai usaha sejenis dapat melaksanakannya dengan baik

sesuai dengan bimbingan operasional dan manajemen yang berkesinambungan

yang diberikan oleh Pemberi Waralaba.

Huruf e

Yang dimaksud dengan “dukungan yang berkesinambungan” adalah dukungan

dari Pemberi Waralaba kepada Penerima Waralaba secara terus menerus seperti

bimbingan operasional, pelatihan, dan promosi.

Huruf f

Yang dimaksud dengan “Hak Kekayaan Intelektual yang telah terdaftar” adalah

Hak Kekayaan Intelektual yang terkait dengan usaha seperti merk, hak cipta,

paten, dan rahasia dagang, sudah didaftarkan dan mempunyai sertifikat atau

sedang dalam proses pendaftaran di instansi yang berwenang.

C. Syarat-syarat Perjanjian Waralaba

Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa pengertian dari waralaba yang

dimaksud dalam Pedoman ini adalah waralaba sebagaimana diatur dalam Pasal 1

angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba, yakni

“hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap

sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau

jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan

oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba.”

Dalam perjanjian waralaba, pemberi waralaba biasanya menetapkan berbagai

persyaratan kepada penerima waralaba yang dimaksudkan untuk menjaga ciri

khas usaha, standar pelayanan, dan barang dan/atau jasa yang dipasarkan.

Persyaratan yang demikian biasanya untuk menjaga HAKI dan konsep waralaba

itu sendiri sehingga dapat dikecualikan dari penerapan Undang-Undang Nomor

5 Tahun 1999. Namun demikian, dalam praktek berbagai persyaratan perjanjian

waralaba sering memuat klausula yang dapat juga menghambat atau

memberikan batasan kepada penerima waralaba dalam menjalankan

usahanya, sehingga berpotensi menimbulkan praktek monopoli dan

persaingan usaha tidak sehat.

8 - Keputusan Komisi No. 57/2009

Page 16: Tentang Pengecualian Penerapan UU No. 5 Tahun 1999 terhadap Perjanjian … · 2009-12-30 · waralabanya kepada penerima waralaba, maka perjanjian waralaba mencakup juga perjanjian

Dalam hal terdapat persyaratan yang demikian maka perjanjian waralaba

tersebut tidak dikecualikan dari penerapan Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1999.

Sejalan dengan tujuan pembentukan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999,

pengembangan iklim usaha yang kondusif dan pemberian kesempatan berusaha

bagi usaha mikro, kecil, dan menengah juga menjadi pertimbangan dalam

pembentukan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro,

Kecil, dan Menengah. Kemitraan dengan pola waralaba dalam bentuk Usaha

Mikro, Kecil, dan Menengah digiatkan melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun

2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang

tersebut menyebutkan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah

menumbuhkan iklim usaha dengan menetapkan Peraturan Perundang-

undangan dan kebijakan yang meliputi aspek:

a. pendanaan;

b. sarana dan prasarana;

c. informasi usaha;

d. kemitraan;

e. perizinan usaha;

f. kesempatan berusaha;

g. promosi dagang; dan

h. dukungan kelembagaan.

Mengenai aspek Kemitraan dalam Pasal 11 huruf f dan g Undang-Undang

tersebut ditujukan untuk:

a. mendorong terbentuknya struktur pasar yang menjamin tumbuhnya

persaingan usaha yang sehat dan melindungi konsumen;

b. mencegah terjadinya penguasaan pasar dan pemusatan usaha oleh

orang perorangan atau kelompok tertentu yang merugikan Usaha

Mikro, Kecil, dan Menengah.

Dalam Penjelasan Pasal 11 huruf g disebutkan bahwa: “Penguasaan pasar dan

pemusatan usaha harus dicegah agar tidak merugikan Usaha Mikro, Kecil, dan

Menengah.

9KPPU -

Page 17: Tentang Pengecualian Penerapan UU No. 5 Tahun 1999 terhadap Perjanjian … · 2009-12-30 · waralabanya kepada penerima waralaba, maka perjanjian waralaba mencakup juga perjanjian

Pengaturan mengenai perjanjian Waralaba sebagai dasar penyelenggaraan usaha

waralaba diatur dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 6 Peraturan Pemerintah

Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba dan Pasal 26 huruf c serta Pasal 29

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan

Menengah.

1. Pasal 4 menentukan bahwa :

(1) Waralaba diselenggarakan berdasarkan perjanjian tertulis antara

Pemberi Waralaba dengan Penerima Waralaba dengan

memperhatikan hukum Indonesia.

(2) Dalam hal perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditulis

dalam bahasa asing, perjanjian tersebut harus diterjemahkan ke

dalam Bahasa Indonesia.

2. Pasal 5 menentukan bahwa dalam Perjanjian Waralaba paling sedikit

memuat ketentuan tentang:

a. nama dan alamat para pihak;

b. jenis Hak Kekayaan Intelektual;

c. kegiatan usaha;

d. hak dan kewajiban para pihak;

e. bantuan, fasilitas, bimbingan operasional, pelatihan dan

pemasaran yang diberikan pemberi waralaba kepada penerima

waralaba;

f. wilayah usaha;

g. jangka waktu perjanjian;

h. tata cara pembayaran imbalan;

i. kepemilikan, perubahan kepemilikan, dan hak ahli waris;

j. penyelasaian sengketa; dan

k. tata cara perpanjangan, pengakhiran, dan pemutusan

perjanjian.

10 - Keputusan Komisi No. 57/2009

Page 18: Tentang Pengecualian Penerapan UU No. 5 Tahun 1999 terhadap Perjanjian … · 2009-12-30 · waralabanya kepada penerima waralaba, maka perjanjian waralaba mencakup juga perjanjian

3. Pasal 6 menentukan bahwa:

(1) Perjanjian waralaba dapat memuat klausula pemberian hak bagi

Penerima Waralaba untuk menunjuk Penerima Waralaba lain.

(2) Penerima waralaba yang diberi hak untuk menunjuk penerima waralaba

lain harus memiliki dan melaksanakan sendiri paling sedikit 1 (satu)

tempat usaha Waralaba.

4. Pasal 26 huruf c Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro,

Kecil, dan Menengah menentukan:

Pasal 26

Kemitraan dilaksanakan dengan pola:

a. inti-plasma;

b. subkontrak;

c. waralaba;

d. perdagangan umum;

e. distribusi dan keagenan; dan

f. bentuk-bentuk kemitraan lain, seperti: bagi hasil, kerjasama operasional,

usaha patungan (joint venture), dan penyumberluaran (outsourcing).

5. Pasal 29 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil,

dan Menengah, terkait dengan waralaba menentukan sebagai berikut:

(1) Usaha Besar yang memperluas usahanya dengan cara waralaba

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf c, memberikan kesempatan

dan mendahulukan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang memiliki

kemampuan.

(2) Pemberi waralaba dan penerima waralaba mengutamakan penggunaan

barang dan/atau bahan hasil produksi dalam negeri sepanjang

memenuhi standar mutu barang dan jasa yang disediakan dan/atau dijual

berdasarkan perjanjian waralaba.

(3) Pemberi waralaba wajib memberikan pembinaan dalam bentuk pelatihan,

bimbingan operasional manajemen, pemasaran, penelitian, dan

pengembangan kepada penerima waralaba secara berkesinambungan.

11KPPU -

Page 19: Tentang Pengecualian Penerapan UU No. 5 Tahun 1999 terhadap Perjanjian … · 2009-12-30 · waralabanya kepada penerima waralaba, maka perjanjian waralaba mencakup juga perjanjian

Ketentuan mengenai penggunaan produksi dalam negeri disamping diatur

dalam Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 juga diatur dalam

Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba yang

menegaskan bahwa:

(1) Pemberi Waralaba dan Penerima Waralaba mengutamakan penggunaan

barang dan/atau jasa hasil produksi dalam negeri sepanjang memenuhi

standar mutu barang dan/atau jasa yang ditetapkan secara tertulis oleh

Pemberi Waralaba.

(2) Pemberi Waralaba harus bekerjasama dengan pengusaha kecil dan menengah

di daerah setempat sebagai Penerima Waralaba atau pemasok barang

dan/atau jasa sepanjang memenuhi ketentuan persyaratan yang ditetapkan

oleh Pemberi Waralaba.

Dalam rangka pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dan

penggunaan produksi dalam negeri, maka penerapan Pasal 50 huruf b Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1999, khususnya tentang pengecualian terhadap

perjanjian yang berkaitan dengan waralaba, tetap harus memperhatikan prinsip

larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, agar dapat

menjamin kesempatan berusaha bagi seluruh pelaku usaha, mewujudkan iklim

usaha yang kondusif sebagaimana dijamin dalam Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1999. Prinsip tersebut ditegaskan kembali dalam ketentuan Pasal 4 ayat (1)

Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba yang

menentukan bahwa: “waralaba diselenggarakan berdasarkan perjanjian tertulis

antara Pemberi Waralaba dengan Penerima Waralaba dengan memperhatikan

hukum Indonesia.” Dengan demikian, pelaksanaan kegiatan usaha waralaba

tetap tidak boleh melanggar ketentuan yang diatur oleh Hukum Indonesia,

antara lain adalah ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999

tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

D. Unsur-Unsur Pasal 50 huruf b, Khususnya Mengenai Perjanjian yang

Berkaitan dengan Waralaba

Unsur-unsur dalam ketentuan Pasal 50 huruf b khususnya mengenai perjanjian

yang berkaitan dengan Waralaba, mencakup:

12 - Keputusan Komisi No. 57/2009

Page 20: Tentang Pengecualian Penerapan UU No. 5 Tahun 1999 terhadap Perjanjian … · 2009-12-30 · waralabanya kepada penerima waralaba, maka perjanjian waralaba mencakup juga perjanjian

1. Perjanjian

Sebagaimana telah diuraikan, mengenai perjanjian harus mengacu pada

ketentuan Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang

Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang

menentukan bahwa: “perjanjian adalah suatu perbuatan satu atau lebih

pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha

lain dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis.”

Selanjutnya mengenai prinsip pembuatan perjanjian harus mengacu pada

ketentuan Pasal 1320 dan Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

2. “Yang berkaitan dengan”

Frase ”yang berkaitan dengan” harus dapat dibuktikan bahwa perjanjian

yang dibuat oleh pemberi waralaba dan penerima waralaba benar-benar

memenuhi kriteria waralaba sebagaimana ditentukan dalam Peraturan

Perundang-undangan. Pada saat ini Peraturan Perundang-undangang yang

dimaksud adalah:

1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli

dan Persaingan Usaha Tidak Sehat;

2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan

Menengah (vide Pasal 26 huruf c, Pasal 29, Pasal 35, Pasal 36 ayat (1), Pasal

39 ayat (1) dan ayat (2), dan Pasal 40);

3. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba.

3. Waralaba

Pengertian Waralaba, kriteria waralaba, ketentuan yang harus dimuat dalam

perjanjian waralaba, dan semua yang terkait dengan waralaba mengacu pada

ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba.

Pasal 1 angka 1 mendefinisikan waralaba sebagai berikut:

“Waralaba adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau

badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka

memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat

dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian

waralaba.”

13KPPU -

Page 21: Tentang Pengecualian Penerapan UU No. 5 Tahun 1999 terhadap Perjanjian … · 2009-12-30 · waralabanya kepada penerima waralaba, maka perjanjian waralaba mencakup juga perjanjian

Dari ketiga unsur tersebut harus benar-benar dipertimbangkan baik oleh pemberi

waralaba maupun penerima waralaba dalam memformulasikan suatu perjanjian

di bidang waralaba, agar dapat diterapkan ketentuan Pasal 50 huruf b Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan prakteik Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat.

14 - Keputusan Komisi No. 57/2009

Page 22: Tentang Pengecualian Penerapan UU No. 5 Tahun 1999 terhadap Perjanjian … · 2009-12-30 · waralabanya kepada penerima waralaba, maka perjanjian waralaba mencakup juga perjanjian

1. Prinsip Penerapan Persaingan Usaha Dalam Perjanjian Waralaba

Prinsip penerapan persaingan usaha dalam analisis terhadap perjanjian waralaba

selalu diarahkan untuk mencapai tujuan sebagaimana diatur dalam Pasal 3

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, yaitu untuk meningkatkan efisiensi

ekonomi sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat, menjamin

kesempatan berusaha yang sama bagi seluruh pelaku usaha, mencegah praktek

monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat dan menciptakan efektivitas dan

efisiensi dalam kegiatan usaha.

Berdasarkan Pasal 50 huruf b perjanjian yang terkait dengan waralaba termasuk

salah satu yang dikecualikan dari penerapan Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1999. Prinsip pengecualian terhadap perjanjian yang terkait dengan waralaba

berangkat dari asas bahwa pada dasarnya ketentuan/klausul dalam perjanjian

waralaba yang merupakan hal yang esensial untuk menjaga identitas bersama dan

reputasi jaringan waralaba, atau untuk menjaga kerahasiaan HAKI yang

terkandung dalam konsep waralaba dapat dikenakan pengecualian berdasarkan

Pasal 50 huruf b. Berdasarkan prinsip tersebut maka dalam perjanjian waralaba

diperbolehkan memuat ketentuan/klausul yang mengatur mengenai kewajiban-

kewajiban bagi penerima waralaba dalam rangka menjamin konsep waralaba dan

HAKI yang dimiliki oleh pemberi waralaba. Ketentuan/klausul tersebut misalnya

antara lain adalah kewajiban untuk menggunakan metoda usaha yang ditetapkan

oleh pemberi waralaba, mengikuti standar perlengkapan dan penyajian yang

ditentukan pemberi waralaba, tidak merubah lokasi waralaba tanpa

sepengetahuan pemberi waralaba, dan tidak membocorkan HAKI yang terkait

dengan waralaba kepada pihak ketiga, bahkan setelah berakhirnya masa

berlakunya perjanjian waralaba.

Namun demikian perlu disadari bahwa dalam perjanjian waralaba dapat pula

mengandung ketentuan/klausul yang berpotensi menghambat persaingan,

seperti penetapan harga jual, pembatasan pasokan, keharusan untuk membeli

produk lain yang tidak terkait dengan waralaba dari pemberi waralaba,

pembagian wilayah, dan larangan untuk melakukan kegiatan usaha yang sama

setelah berakhirnya perjanjian waralaba.

BAB III : Penerapan Pasal 50 Huruf B,Khususnya Mengenai Perjanjian yang Berkaitan dengan Waralaba

15KPPU -

Page 23: Tentang Pengecualian Penerapan UU No. 5 Tahun 1999 terhadap Perjanjian … · 2009-12-30 · waralabanya kepada penerima waralaba, maka perjanjian waralaba mencakup juga perjanjian

Klausul/ketentuan yang demikian berpotensi bertentangan dengan pencapaian

tujuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang menginginkan adanya

efisiensi, kesempatan berusaha yang sama bagi seluruh pelaku usaha, dan

pengembangan teknologi. Dalam hal perjanjian waralaba memuat

ketentuan/klausul yang menghambat persaingan, maka perjanjian waralaba tidak

termasuk dalam pengecualian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 huruf b dan

Komisi akan melakukan penilaian lebih lanjut mengenai dampak dari hambatan

persaingan tersebut terhadap efisiensi ekonomi.

Klausul/ketentuan mengenai pembatasan wilayah yang biasa terdapat dalam

perjanjian waralaba untuk mengatur sistem jaringan waralaba biasanya termasuk

dalam kategori yang dikecualikan. Pemberi waralaba pada dasarnya dapat

mengatur wilayah eksklusif bagi penerima waralaba, dalam hal demikian maka

pengecualian dapat diberikan terhadap ketentuan/klausul yang bertujuan untuk

membatasi kegiatan pemberi waralaba di dalam wilayah yang telah diperjanjikan

dan kegiatan penerima waralaba diluar wilayah yang diperjanjikan. Namun

demikian, pengecualian tidak dapat diberikan apabila hambatan berupa

pembatasan wilayah tersebut mengarah pada perlindungan wilayah secara

absolut. Dalam hal pemberi waralaba dan penerima waralaba, baik secara

langsung maupun tidak langsung menghalangi konsumen untuk mendapatkan

barang dan/atau jasa dengan alasan tempat kediaman konsumen diluar wilayah

waralaba yang telah ditetapkan dalam perjanjian dan membagi pasar maka hal

tersebut tidak termasuk dalam kategori pengecualian. Pengecualian terutama

tidak dapat diterapkan apabila pembatasan wilayah mengakibatkan membatasi

persaingan pada pasar bersangkutan sehingga berdampak pada efisiensi

ekonomi.

Klausul/ketentuan mengenai kewajiban pasokan dalam perjanjian waralaba

biasanya dimaksudkan untuk menjaga standar kualitas produk waralaba.

Jaminan adanya standar minimum kualitas produk sangat penting dalam usaha

waralaba agar tidak merusak identitas dari konsep waralaba itu sendiri. Untuk itu

pemberi waralaba biasanya mewajibkan penerima waralaba untuk memasok

hanya dari pemberi waralaba atau pihak tertentu produk yang menjadi esensi dari

konsep waralaba, dimana khususnya terkait dengan HAKI yang telah dipatenkan

yang menjadi bagian utama dari konsep waralaba. Namun demikian perlu

dipahami bahwa perjanjian pasokan yang demikian juga dapat menghambat

persaingan karena membatasi pelaku usaha lain untuk dapat ikut memasok

kepada penerima waralaba. .

16 - Keputusan Komisi No. 57/2009

Page 24: Tentang Pengecualian Penerapan UU No. 5 Tahun 1999 terhadap Perjanjian … · 2009-12-30 · waralabanya kepada penerima waralaba, maka perjanjian waralaba mencakup juga perjanjian

Untuk itu maka ketentuan yang demikian, apabila tidak terkait dengan HAKI

produk yang menjadi esensi dari konsep waralaba, tidak dikecualikan dari

penerapan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.

Perjanjian waralaba biasanya memuat pula klausul/ketentuan yang mengatur

mengenai penetapan harga jual. Pengaturan mengenai penetapan harga jual

biasanya dimaksudkan agar penerima waralaba tidak menetapkan harga yang

dapat merusak identitas/imej dari waralaba. Untuk itu rekomendasi harga yang

dibuat oleh pemberi waralaba kepada penerima waralaba dapat dikecualikan dari

penerapan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Namun demikian perlu

disadari bahwa penetapan harga yang mengarah pada kartel harga sehingga

menghilangkan persaingan harga tidak dikecualikan dari penerapan Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1999.

Ketentuan/klausul yang mewajibkan penerima waralaba untuk membeli

beberapa jenis barang dari pemberi waralaba dalam rangka menjaga standar

kualitas dari konsep waralaba pada dasarnya tidak melanggar prinsip persaingan

usaha.Namun demikian, perlu dipahami bahwa kewajiban yang demikian dapat

menghalangi produk substitusi dan menghambat persaingan. Untuk itu maka

kewajiban untuk membeli barang lain yang tidak terkait dengan konsep waralaba,

yang dapat menciptakan hambatan masuk (entry barrier) bagi pelaku usaha lain

tidak dapat kenakan pengecualian terhadap penerapan Undang-Undang Nomor

5 Tahun 1999.

Ketentuan/klausul yang melarang penerima waralaba untuk melakukan kegiatan

usaha yang sama yang dapat bersaing dengan jaringan usaha waralaba dapat

dikenakan ketentuan pengecualian berdasarkan Pasal 50 huruf b. Larangan

tersebut dimaksudkan untuk perlindungan HAKI pemilik waralaba dan menjaga

identitas dan reputasi jaringan waralaba, khususnya bila pemberi waralaba telah

melakukan transfer know how, baik berupa pengetahuan, pengalaman dan

keahlian, serta kemampuan (skill) teknis kepada penerima waralaba. Namun

demikian perlu disadari bahwa hambatan untuk melakukan kegiatan usaha yang

sama tersebut dalam jangka waktu panjang justru akan mempengaruhi

persaingan dan berdampak negatif pada efisiensi ekonomi. Untuk itu maka

ketentuan hambatan setelah berakhirnya perjanjian waralaba dalam waktu yang

terlalu panjang tidak termasuk dalam pengecualian penerapan Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1999.

17KPPU -

Page 25: Tentang Pengecualian Penerapan UU No. 5 Tahun 1999 terhadap Perjanjian … · 2009-12-30 · waralabanya kepada penerima waralaba, maka perjanjian waralaba mencakup juga perjanjian

Untuk menetapkan jangka waktu yang tidak melanggar persaingan usaha maka

Komisi akan memperhatikan berbagai pertimbangan, antara lain teknologi dari

waralaba dan investasi yang telah dikeluarkan. Apabila teknologi waralaba sudah

merupakan domain publik dan investasi yang dikeluarkan tidak besar, maka

jangka waktu untuk tidak melakukan kegiatan usaha yang sama biasanya adalah

1 (satu) tahun.

2. Penerapan Ketentuan Pasal 50 huruf b Terkait Dengan Perjanjian Waralaba

Dalam menerapkan ketentuan Pasal 50 huruf b, khususnya perjanjian yang

berkaitan dengan waralaba, Komisi Pengawas Persaingan Usaha harus

mempertimbangkan dengan bijaksana agar tidak melanggar hakikat tujuan

dibentuknya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik

Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Adapun pertimbangan yang perlu

diperhatikan antara lain:

Kriteria waralaba sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah

Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba harus terpenuhi;

1. Kriteria perjanjian waralaba dan pendaftarannya sebagaimana diatur dalam

Pasal 4, Pasal 5, Pasal 10, Pasal 11 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007

tentang Waralaba harus terpenuhi;

2. Pembuatan perjanjian harus tetap mengacu pada ketentuan Pasal 1 angka 7

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 jo. Pasal 1320 dan Pasal 1338 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata;

3. Perjanjian waralaba merupakan bentuk kemitraan sebagaimana diatur dalam

Pasal 26 huruf c jo. Pasal 29, Pasal 35, dan Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah; dan

4. Isi Perjanjian Waralaba tidak berpotensi melanggar prinsip Larangan Praktek

Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

5. Beberapa contoh kriteria perjanjian waralaba yang berpotensi melanggar

prinsip larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat sehingga

ketentuan Pasal 50 huruf b tidak dapat diterapkan:

18 - Keputusan Komisi No. 57/2009

Page 26: Tentang Pengecualian Penerapan UU No. 5 Tahun 1999 terhadap Perjanjian … · 2009-12-30 · waralabanya kepada penerima waralaba, maka perjanjian waralaba mencakup juga perjanjian

a. Penetapan harga jual (Resale Price Maintenance)

Pemberi waralaba membuat perjanjian dengan penerima waralaba yang

memuat penetapan harga jual yang harus diikuti oleh penerima waralaba.

Penerima waralaba sebagai pelaku usaha mandiri pada dasarnya memiliki

kebebasan untuk menetapkan harga jual barang dan/atau jasa yang

didapatnya dari pemberi waralaba. Dari perspektif persaingan usaha,

penetapan harga jual dalam waralaba dilarang karena akan menghilangkan

persaingan harga antara penerima waralaba. Hal tersebut menimbulkan

harga yang seragam di antara penerima waralaba dan akibatnya konsumen

dihadapkan pada harga yang seragam pula. Penetapan harga yang demikian

tidak dikecualikan dari penerapan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.

Namun demikian, untuk menjaga nilai ekonomis dari usaha waralaba, maka

pemberi waralaba diperbolehkan membuat rekomendasi harga jual kepada

penerima waralaba, sepanjang harga jual tersebut tidak mengikat penerima

waralaba.

b. Persyaratan untuk membeli pasokan barang dan/atau jasa hanya dari

Pemberi Waralaba atau pihak lain yang ditunjuk oleh Pemberi Waralaba

Perjanjian Waralaba memuat persyaratan yang mengharuskan penerima

waralaba untuk membeli barang atau jasa yang menjadi bagian dari konsep

waralaba hanya dari pemberi waralaba atau pihak lain yang ditunjuk oleh

pemberi waralaba. Persyaratan tersebut dapat dikecualikan sepanjang

dilakukan untuk mempertahankan identitas dan reputasi dari waralaba yang

biasanya dimaksudkan untuk menjaga konsep waralaba yang telah

diciptakan oleh pemberi waralaba.

Meskipun demikian, pemberi waralaba tidak boleh melarang penerima

waralaba untuk membeli pasokan barang dan/atau jasa dari pihak lain

sepanjang barang dan atau jasa tersebut memenuhi standar kualitas yang

disyaratkan oleh pemberi waralaba. Penetapan pembelian pasokan hanya

dari pemberi waralaba atau pihak tertentu dapat menimbulkan hambatan

bagi pelaku usaha lain yang mampu menyediakan pasokan dengan kualitas

yang sama. Untuk itu pemberi waralaba tidak diperbolehkan menetapkan

secara mutlak akses pembelian atau pasokan yang diperlukan oleh

penerima waralaba sepanjang hal itu tidak menggangu konsep usaha

waralaba.

19KPPU -

Page 27: Tentang Pengecualian Penerapan UU No. 5 Tahun 1999 terhadap Perjanjian … · 2009-12-30 · waralabanya kepada penerima waralaba, maka perjanjian waralaba mencakup juga perjanjian

c. Persyaratan untuk membeli barang dan/jasa lain dari pemberi waralaba

Pemberi waralaba mengharuskan penerima waralaba untuk bersedia

membeli barang atau jasa lain dari Pemberi waralaba a (tie-in). Perjanjian

waralaba yang memuat kewajiban kepada penerima waralaba untuk membeli

produk lain dari pemberi waralaba tidak dipandang sebagai pelanggaran

persaingan usaha, sepanjang hal tersebut dimaksudkan untuk

mempertahankan identitas dan reputasi waralaba. Perlu diketahui bahwa,

kewajiban untuk membeli produk lain yang bukan menjadi bagian dari

paket waralaba tidak dikecualikan dari penerapan Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1999.

d. Pembatasan wilayah

Pemberi waralaba melakukan pembatasan wilayah dengan cara menetapkan

wilayah tertentu kepada penerima waralaba. Dalam perjanjian waralaba

biasanya memuat klausul tentang wilayah usaha. Klausul tersebut

dimaksudkan untuk membentuk system jaringan waralaba. Dalam hal

demikian, maka pengaturan wilayah usaha tidak dipandang sebagai

pelanggaran persaingan usaha, sehingga dapat dikecualikan. Namun

demikian, pembatasan wilayah yang tidak dilakukan dalam rangka

membentuk sistem jaringan waralaba melainkan untuk membatasi pasar

dan konsumen tidak dikecualikan dari penerapan Undang-Undang Nomor

5 Tahun 1999.

e. Persyaratan untuk tidak melakukan kegiatan usaha yang sama selama

jangka waktu tertentu setelah berakhirnya perjanjian waralaba.

Pemberi waralaba mensyaratkan agar penerima waralaba tidak melakukan

kegiatan usaha yang sama dengan usaha waralaba selama jangka waktu

tertentu setelah berakhirnya perjanjian waralaba.

Syarat tersebut dapat dikecualikan dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1999 sepanjang dimaksudkan untuk melindungi dan/atau berkaitan dengan

Hak Kekayaan Intelektual (HKI) pemberi waralaba atau untuk menjaga

identitas dan reputasi usaha waralaba. Namun demikian, persyaratan

tersebut dalam jangka waktu panjang dapat berakibat pada terhambatnya

persaingan dan kemajuan teknologi.

20 - Keputusan Komisi No. 57/2009

Page 28: Tentang Pengecualian Penerapan UU No. 5 Tahun 1999 terhadap Perjanjian … · 2009-12-30 · waralabanya kepada penerima waralaba, maka perjanjian waralaba mencakup juga perjanjian

Oleh karena itu, persyaratan untuk tidak melakukan kegiatan usaha yang

sama dengan usaha waralaba dalam jangka waktu yang lama tidak

dikecualikan dari penerapan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Dalam

hal mempertimbangkan lamanya jangka waktu yang dipandang berpotensi

melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Komisi memperhatikan

berbagai hal diantaranya adalah teknologi produk waralaba, biaya yang

dikeluarkan untuk menghasilkan produk waralaba, sifat produk waralaba

(apakah sudah menjadi public domain atau tidak).

21KPPU -

Page 29: Tentang Pengecualian Penerapan UU No. 5 Tahun 1999 terhadap Perjanjian … · 2009-12-30 · waralabanya kepada penerima waralaba, maka perjanjian waralaba mencakup juga perjanjian

1. Contoh Isi Perjanjian Waralaba

Pemberi waralaba mini market mengadakan perjanjian waralaba usaha mini market

dengan penerima waralaba untuk mendirikan Mini Market dengan menggunakan

merek milik pemberi waralaba yang telah terdaftar di Direktorat Jenderal Hak

Kekayaan Intelektual, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik

Indonesia. Waralaba yang diberikan kepada penerima waralaba adalah hak untuk

menggunakan nama/merek dagang pemberi waralaba beserta seluruh konsep

dan mekanisme sistem kerja sesuai standar operasi yang dimiliki oleh pemberi

waralaba. Hak waralaba yang diperoleh penerima waralaba dari pemberi

waralaba baik secara langsung maupun tidak langsung tidak dapat diberikan ke

pihak lain dengan alasan dan cara apapun serta di tempat manapun, kecuali

apabila di dalam perjanjian waralaba memuat klausula sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 6 Peraturan pemerintah Nomor 42 Tahun 2007. Di dalam perjanjian

waralaba biasanya ditetapkan:

a. Kewajiban Pemberi Waralaba sebagai berikut:

1. Membantu Penerima waralaba dalam periode pra operasi toko dalam hal:

a. rekomendasi kelayakan lokasi toko yang dimaksud;

b. bantuan seleksi tenaga kerja sesuai dengan kualifikasi karyawan Toko P

c. Perencanaan, pelaksanaan dan supervisi renovasi toko sesuai standar

Toko P.

2. Memberikan latihan kepada penerima waralaba beserta seluruh karyawan

toko dalam suatu program latihan terpadu dengan materi dan jadwal yang

telah ditetapkan.

3. Memberikan pedoman praktis operasional dan administrasi Toko sebagai

referensi penerima waralaba dalam menyelenggarakan operasi rutin toko.

4. Mengirim barang sesuai dengan permintaan penerima waralaba dengan

mengacu kepada ketentuan Pengelolaan Barang Dagangan sebagaimana

ditetapkan dalam perjanjian ini.

5. Memberikan bantuan konsultasi kepada penerima waralaba agar

pelaksanaan operasi toko tetap berjalan dalam standard operasional Toko P.

BAB IV : Contoh Kasus

22 - Keputusan Komisi No. 57/2009

Page 30: Tentang Pengecualian Penerapan UU No. 5 Tahun 1999 terhadap Perjanjian … · 2009-12-30 · waralabanya kepada penerima waralaba, maka perjanjian waralaba mencakup juga perjanjian

6. Mensuplai pengadaan barang perlengkapan rutin toko, seperti kantong

plastik, stiker label, perlengkapan komputer dan sebagainya sesuai standar

penggunaan Toko P.

Dalam perjanjian waralaba ditetapkan mengenai pengelolaan barang

dagangan yang akan disuplai oleh pemberi waralaba kepada penerima

waralaba, merupakan hak pemberi waralaba, yaitu:

1. Penentuan barang dagangan, termasuk komposisi jenis, tingkat harga jual

dan sumber barang dagangan toko merupakan hak pemberi waralaba.

2. Seluruh barang dagangan Toko harus dibeli dari pemberi waralaba dan

dijual maksimal seharga yang tercantum dalam daftar harga barang

dagangan yang berlaku saat itu dari Pemasok pemberi waralaba ditambah

mark up 2% dua persen.

3. Bilamana Pemberi Waralaba melihat adanya suatu nilai potensi yang baik

atau dianggap perlu suatu tindakan preventif, sehingga diperlukan

pembukaan toko baru dalam radius 100 (seratus) meter dari Toko

penerima waralaba, maka penerima waralaba akan diberikan prioritas

berupa penawaran pertama secara tertulis, sebelum ditawarkan kepada

pihak lain atau dibuka oleh pemberi waralaba.

b. Kewajiban Penerima Waralaba sebagai berikut:

1. membayar nilai pembelian seluruh barang dagangan Toko kepada pemberi

waralaba sesuai dengan jumlah barang yang diterima oleh penerima

waralaba.

2. memeriksa kondisi kelayakan jual atas seluruh barang dalam Toko P.

3. dilarang menerima, menyimpan, memajang dan menjual barang-barang lain

selain barang dagangan toko yang sudah ditentukan sesuai dengan

ketentuan dalam perjanjian ini.

4. wajib melaksanakan administrasi barang dagangan sesuai ketetapan dalam

p e d o m a n p r a k t i s o p e r a s i o n a l d a n a d m i n i s t r a s i To k o .

5. dalam mengoperasikan Toko P wajib menggunakan piranti keras (hardware)

dan paket program komputer (software), serta sistem jaringan

telekomunikasi sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh pemberi

23KPPU -

Page 31: Tentang Pengecualian Penerapan UU No. 5 Tahun 1999 terhadap Perjanjian … · 2009-12-30 · waralabanya kepada penerima waralaba, maka perjanjian waralaba mencakup juga perjanjian

waralaba, yang secara periodik akan terus disempurnakan oleh pemberi

waralaba sesuai dengan perkembangan kebutuhan dan teknologi.

6.wajib mengoperasikan toko miliknya sesuai dengan Pedoman Praktis

Operasional dan Administrasi yang telah ditetapkan.

7. wajib memberikan informasi/bukti-bukti transaksi dalam hal dilaksanakan

audit intern oleh pemberi waralaba.

2. Analisis Penyelesaian Terhadap Contoh Kasus

Secara konseptual perjanjian waralaba dikecualikan jika memenuhi syarat-syarat

perjanjian waralaba sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah

Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba. Dalam contoh perjanjian di atas memuat

kesepakatan yang dapat berpotensi mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat,

yaitu klausula penetapan harga jual yang ditetapkan oleh pemberi waralaba.

Dalam perjanjian waralaba tersebut penerima waralaba diharuskan menjual

barang-barang waralaba sesuai dengan daftar harga yang ditetapkan oleh

pemberi waralaba ditambah dengan mark up 2%. Penetapan harga dalam

Perjanjian tersebut tidak melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999,

karena walaupun ditetapkan daftar harga jual, tetapi Penerima Waralaba

diberikan kebebasan untuk menaikkan harga jual sebesar 2%. Sedangkan

penetapan harga jual akhir dapat terkena ketentuan UU No. 5 Tahun 1999, karena

penetapan harga jual akhir tidak memberikan kebebasan kepada Penerima

Waralaba sebagai pelaku usaha mandiri untuk menentukan sendiri harga jual

barang-barang usaha waralaba tersebut. Jika penetapan mark up 2% menjadi

ketentuan yang baku, yaitu yang harus diikuti oleh penerima waralaba, sehingga

penerima waralaba tidak bebas menentukan harga jual dan tidak terjadi intra-

brand competition, maka ketentuan tersebut dapat dikenakan ketentuan

pengecualian menurut Pasal 50 huruf b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.

Dalam perjanjian waralaba pada contoh di atas tidak terdapat persyaratan untuk

membeli pasokan barang dan atau jasa hanya dari pemberi waralaba atau pihak

lain yang ditunjuk oleh pemberi waralaba, pembatasan wilayah, atau pun

persyaratan untuk tidak melakukan kegiatan usaha yang sama selama jangka

waktu tertentu setelah berakhirnya perjanjian waralaba.

Dengan demikian, perjanjian waralaba tersebut dapat dikenakan pengecualian

berdasarkan ketentuan Pasal 50 huruf b.

24 - Keputusan Komisi No. 57/2009

Page 32: Tentang Pengecualian Penerapan UU No. 5 Tahun 1999 terhadap Perjanjian … · 2009-12-30 · waralabanya kepada penerima waralaba, maka perjanjian waralaba mencakup juga perjanjian

1. Pasal 50 huruf b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan

Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat mengatur mengenai

pengecualian penerapan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 terhadap

perjanjian yang berkaitan dengan waralaba.

2. Pengecualian yang diatur dalam Pasal 50 huruf b, tidak dapat diterapkan

secara mutlak mengingat tidak tertutup kemungkinan terjadi pembuatan

suatu perjanjian yang berkaitan dengan waralaba tetapi dalam perjanjian

tersebut memuat suatu klausula yang berpotensi terjadinya monopoli atau

persaingan usaha yang tidak sehat.

3. Pengecualian yang diatur dalam Pasal 50 huruf b, dapat diterapkan sepanjang

memenuhi kriteria waralaba sebagaimana diatur dalam Pasal 26 huruf c,

Pasal 29, Pasal 35, dan Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun

2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dan ketentuan dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba.

4. Ketentuan Pasal 50 huruf b tidak dapat diterapkan secara mutlak dengan

pertimbangan agar tujuan pembentukan Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1999 sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang tersebut, tidak

menjadi sia-sia. Oleh karena itu, Perilaku pelaku usaha yang terkait dengan

waralaba yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan

persaingan usaha tidak sehat tidak dikecualikan dari ketentuan sebagaimana

diatur dalam Pasal 50 huruf b.

BAB V : Penutup

25KPPU -