Tic Refrat

19
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gerakan yang dianggap orang awam sebagai gerakan abnormal, ialah gerakan yang timbul tidak sesuai dengan kemauan, tidak dikehendaki dan tidak bertujuan. Oleh karena itu gerakan tersebut dikenal juga sebagai gerakan involunter. Gangguan gerak adalah kondisi neurologis yang mempengaruhi kecepatan, kelancaran, kualitas, dan kemudahan gerakan. Gangguan ini diklasifikasikan sebagai gerakan abnormal seperti dyskinesia, bradikinesia atau akinesia, dan ataksia. Salah satu tipe dyskinesia yang sering dijumpai yaitu tic facialis. Tic facialis adalah gerakan yang involunter, mendadak, cepat, berulang, tidak ritmis atau vokalisasi yang stereotip yang lokasinya pada daerah wajah. Tic facialis sering menyerang hingga 24% dari anak-anak usia sekolah. Salah satu studi di swedia melaporkan angka prevalensi 6,6% untuk gangguan tic pada anak usia 7-15 tahun. Tic motorik kronis 0,8%, tic fokal kronis pada 0,5% dan transient tic 4,8%. Prevalensi tersebut diperkirakan 1-

description

stase saraf

Transcript of Tic Refrat

Page 1: Tic Refrat

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gerakan yang dianggap orang awam sebagai gerakan abnormal, ialah

gerakan yang timbul tidak sesuai dengan kemauan, tidak dikehendaki dan

tidak bertujuan. Oleh karena itu gerakan tersebut dikenal juga sebagai gerakan

involunter.

Gangguan gerak adalah kondisi neurologis yang mempengaruhi

kecepatan, kelancaran, kualitas, dan kemudahan gerakan. Gangguan ini

diklasifikasikan sebagai gerakan abnormal seperti dyskinesia, bradikinesia

atau akinesia, dan ataksia. Salah satu tipe dyskinesia yang sering dijumpai

yaitu tic facialis.

Tic facialis adalah gerakan yang involunter, mendadak, cepat, berulang,

tidak ritmis atau vokalisasi yang stereotip yang lokasinya pada daerah wajah.

Tic facialis sering menyerang hingga 24% dari anak-anak usia sekolah. Salah

satu studi di swedia melaporkan angka prevalensi 6,6% untuk gangguan tic

pada anak usia 7-15 tahun. Tic motorik kronis 0,8%, tic fokal kronis pada

0,5% dan transient tic 4,8%. Prevalensi tersebut diperkirakan 1-10/ 1000 anak

dan remaja, dengan perbandingan laki-laki : perempuan yaitu 3:1, dan usia

rata-rata onset 6-7tahun (BMJ Evident Center, 2013).

Kelainan gerakan ini masih belum diketahui penyebabnya dengan pasti.

Namun sering dihubungkan dengan tingkat stress yang tinggi, termasuk

kecemasan, gelisah, serta beban aktivitas yang tinggi dari individu tersebut.

Page 2: Tic Refrat

Berdasarkan hal-hal tersebut diatas maka pencegahan dan pengobatan yang

tepat pada penderita tic facialis merupakan hal yang sangat penting, dan

pengetahuan tetang patofisiologi tic facialis sangat berguna untuk menentukan

pencegahan dan pengobatan tersebut agar dapat menurunkan angka kesakitan

dan kecacatan.

Melihat fakta-fakta mengenai tic facialis tersebut, maka penulis akan

memberikan gambaran tentang tic facialis melalui penulisan tinjauan pustaka

ini.

B. Tujuan

Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengenal lebih jauh

tentang tic, terutama tic fasialis sehingga diharapkan dapat dilakukan

penatalaksanaan pada pasien secara benar dan akurat.

Page 3: Tic Refrat

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi (Sidharta, 2009)

‘Tik’ merupakan istilah perancis yang sudah mempunyai status internasional.

Dengan istilah tersebut diartikan gerakan involuntar yang berupa kontraksi otot

setempat, sejenak, namun berkali-kali dan adakalanya selalu serupa atau berbentuk

majemuk.

Definisi etiologi tic telah diberikan oleh Leo Kanner (1935), yaitu kejang

kebiasaan (jelek) yang timbul tiba-tiba, cepat, involuntary dan sebagai letupan

kontraksi sekelompok otot. tic dapat timbul dalam bentuk gerakan involuntary apa

saja, misalnya gerakan pita suara sehingga timbul ‘tic’ yang berupa ‘suara

menggeram-geram’ atau suatu letupan kata-kata, sehingga dinamakannya juga

sebagai eyakulasio kata-kata. otot-otot leher dan bahu dapat juga berkontraksi

sebagai manifestasi tic.

Tic merupakan gerakan yang involunter, mendadak, cepat, berulang,

tidak ritmis atau vokalisasi yang stereotip. Gerakan involuntar yang sifatnya

berulang, cepat, singkat, stereotipik, kompulsif, dan tak berirama, dapat

merupakan bagian dari kepribadian normal.

B. Anatomi (baehr & frotscher, 2010; sidarta, 2009)

Nervus fasialis (N.VII) terutama merupakan saraf motorik yang menginervasi

otot- otot ekspresi wajah. Di samping itu saraf ini membawa serabut parasimpatis

ke kelenjar ludah dan air mata dank ke selaput mukosa rongga mulut dan hidung,

dan juga menghantarkan sensasi eksteroseptif dari daerah gendang telinga, sensasi

pengecapan dari 2/3 bagian depan lidah, dan sensasi visceral umum dari kelenjar

Page 4: Tic Refrat

ludah, mukosa hidung dan faring, dan sensasi proprioseptif dari otot yang

disarafinya.

Secara anatomis bagian motorik saraf ini terpisah dari bagian yang menghantar

sensasi dan serabut parasimpatis, yang terakhir ini sering dinamai saraf

intermedius atau pars intermedius Wisberg. Sel sensoriknya terletak di ganglion

genikulatum, pada lekukan saraf fasialis di kanal fasialis. Sensasi pengecapan daru

2/3 bagian depan lidah dihantar melalui saraf lingual korda timpani dan kemudian

ke ganglion genikulatum. Serabut yang menghantar sensasi ekteroseptif

mempunyai badan selnya di ganglion genikulatum dan berakhir pada akar

desenden dan inti akar decenden dari saraf trigeminus (N.V). hubungan sentralnya

identik dengan saraf trigeminus.

Inti motorik nervus VII terletak di pons. Serabutnya mengitari nervus VI, dan

keluar di bagian leteral pons. Nervus intermedius keluar di permukaan lateral

pons, di antara nervus V dan nervus VIII. Nervus VII bersama nervus intermedius

dan nervus VIII memasuki meatus akustikus internus. Di sini nervus fasialis

bersatu dengan nervus intermedius dan menjadi satu berkas saraf yang berjalan

dalam kanalis fasialis dan kemudian masuk ke dalam os mastoid. Ia keluar dari

tulang tengkorak melalui foramen stilomastoid, dan bercabang untuk mersarafi

otot- otot wajah.

Saraf otak ke VII mengandung 4 macam serabut, yaitu :

1. Serabut somato motorik, yang mensarafi otot-otot wajah (kecuali m. levator

palpebrae (n.III), otot platisma, stilohioid, digastrikus bagian posterior dan

stapedius di telinga tengah).

2. Serabut visero-motorik (parasimpatis) yang datang dari nukleus salivatorius

superior. Serabut saraf ini mengurus glandula dan mukosa faring, palatum,

rongga hidung, sinus paranasal, dan glandula submaksilaris serta sublingual

dan lakrimalis.

Page 5: Tic Refrat

3. Serabut visero-sensorik, yang menghantar impuls dari alat pengecap di dua

pertiga bagian depan lidah.

4. Serabut somato-sensorik, rasa nyeri (dan mungkin juga rasa suhu dan rasa

raba) dari sebagian daerah kulit dan mukosa yang dipersarafi oleh nervus

trigeminus.

C. Epidemiologi

Tic paling sering terjadi pada anak-anak usia 9-11 tahun, tetapi dalam beberapa

kasus, tic dapat menetap sampai usia dewasa. Tic terjadi 3-4 kali lebih sering pada

anak laki-laki daripada perempuan.

Page 6: Tic Refrat

D. Etiologi

1. Idiopatik (belum diketahui)

2. Herediter/diwariskan (inherited)

a. Distonia torsi

b. Neuroakantosis

c. Penyakit Huntington

d. Penyakit Wilson

3. Didapat/diperoleh (acquired)

a. Infeksi (ensefalitis)

b. Obat-obatan (Stimulan, Levodopa, Antikonvulsi, Neuroleptik)

c. Pertumbuhan/perkembangan

d. Stroke

e. Toksin (karbon monoksida)

f. Trauma kepala

E. Patofisiologi

Gerakan involuntar pada tic timbul akibat lesi difus pada putamen dan globus

palidus; disebabkan oleh terganggunya kendali atas refleks-refleks dan rangsang

yang masuk, yang dalam keadaan normal ikut memengaruhi putamen dan globus

palidus. Ini disebut release phenomenon, yang berarti hilangnya aktivitas inhibisi

yang normal.

F. Manifestasi Klinis

Terjadi gerakan involunter otot yang berulang dan cepat, seperti gerakan

menutup mata secara cepat dan berlebihan, gerakan mengerutkan hidung, gerakan

sudut bibir dan lain-lain. Tic facialis dapat diperburuk oleh keadaan stres, cemas,

dan kelelahan. Tik dapat terjadi ketika penderita sedang tidur dengan intensitas

yang ringan. Namun ada beberapa pendapat yang mengatakan tik tidak terjadi

ketika penderita tidur.

Page 7: Tic Refrat

G. Klasifikasi

Tik motor sederhana

Sinonim: tik motor ringan, tik motor simpel.

Merupakan gangguan sementara, berlangsung < 12 bulan.-

Ciri khasnya:  

1. Hanya meliputi satu grup otot. 

2. Involunter.  

3. Tidak memiliki arti.

4. Mendadak.  

5. Cepat, kurang dari satu detik.

6. Berulang.

7. Tidak ritmis.

8. Stereotipik.- Contoh gerakannya:  1. Mengedip.  2. Menyeringai.  3. erakan

ulut.  4. Mengangkat bahu. 5. Gerak sentakan kepala atau tangan dan kaki.

* Tik motor kronis

- Sinonim: tik motor kronik.- Berlangsung > 12 bulan, bahkan bertahun-tahun.

- Ciri khasnya:  1. Gerakannya kompleks.  2. Urutan gerakannya jelas.  3.

Muncul secara spontan atau tiba-tiba.  4. Gerakannya lebih lama dibandingkan

tik motor sederhana.  5. Gerakannya seperti bertujuan, meskipun sebenarnya

tidak bertujuan.- Contoh gerakannya: 1. Mendehem.  2. Gerakan wajah.  3.

Page 8: Tic Refrat

Tubuh menjadi melengkung.  4. Menggeleng-gelengkan kepala.  5.

Menyentuh, memukul, mencium, melompat.

* Tik vokal- Muncul lebih lambat.- Berupa:  1. Batuk.  2. Bersin.  3.

Menyalak.  4. Ekolalia (mengulang apa yang didengar).  5. Koprolalia

(memaki dengan kata-kata kotor dan jorok)

H. Pemeriksaan

Menegakkan diagnosis tic facialis dapat dengan pemeriksaan fisik saja, tidak

ada pemeriksaan penunjang khusus yang diperlukan. Namun pada keadaan khusus

diperlukan EEG untuk mengetahui kemungkinan adanya kejang yang menjadi

sebab dari timbulnya tic .

I. Diagnosis banding

- tourette sindrom : Sinonim sindrom Gilles de la Tourette, tics konvulsif, tics

herediter multipleks. Definisi: tik motor kronis disertai tik vokal dengan syarat

tertentu, misalnya: multipel, sering berubah, terjadi beberapa kali dalam sehari,

usia < 18 tahun, tidak disebabkan oleh obat-obatan (seperti stimulan), tidak ada

penyakit yang memicu. - Gejala telah ada selama > 1 tahun.- Gejalanya

berupa:  1. Gerakan involuntar kompleks, misalnya:      a. Echolalia (suka

meniru/mengulangi suara yang didengar)      b. Menggerutu, batuk-batuk.      c.

Suara menggonggong/bersiul.  2. Perubahan kepribadian: suka

marah/mengomel.  3. Coprolalia berkata kotor, jorok, cabul).

- hemifasial spasme (penyakit neuromuscular yang ditandai dengan gerakan

yang tidak teratur kontraksi otot involunter di satu sisi wajah)

J. Diagnosis

Diagnosis tic facialis sering dibuat hanya berdasarkan anamnesis dan dapat

dikonfirmasi dengan pemeriksaan fisik :

1. Anamnesis

Page 9: Tic Refrat

Melalui penganalisaan secara interogratif dan anamnestik dapat

diketahui adanya keluhan, lokasi, saat, durasi, sejak kapan, dan gejala

penyerta.

2. Pemeriksaan fisik : Inspeksi terdapat gerakan involunter diwajah

3. Pemeriksaan penunjang : EEG

K. Terapi

Tic pada anak tidak perlu diberikan pengobatan. Prinsip terapi pada penderita

tik Tik motor ringan tidak memerlukan terapi, akan hilang dalam 12 bulan.

Namun, apabila tic tersebut menyebabkan berkurangnya quality of live dari

seseorang maka obat-obatan seperti clonidine atau Risperdal atau risperidone atau

Benzodiazepin (untuk pasien tic sederhana) atau Haloperidol (0,5-40 mg/hari atau

3 dd 1-2 mg) dapat diberikan untuk pasien-pasien tic facialis.

Penderita sindrom Tourette yang tidak mengalami gangguan psikososial atau

fisik belum memerlukan terapi. Penderita tik tanpa sindrom Tourette harus diobati

bila:   rasa percaya diri berkurang dan sulit berpartisipasi dalam kehidupan sosial.

1. Terapi yang diusulkan Singer (2001)

Lini pertama: klonidin, guanfasin, baklofen, dan klonazepam.

Lini kedua:

a. Neuroleptik tipikal: pimozid, flufenazin, haloperidol, trifluoperazin.

b. Neuroleptik atipikal: risperidon, olanzapin, ziprasidon.

Obat lainnya: tetrabernazin, pergolid, nikotin, mekamylamin, donepezil, delta-

9-tetrahydrocannabinol, botulinum toxin.

2. Terapi yang diusulkan Higgins (2003)

a. Dopaminergik   

1) Antagonis, misalnya:

a) Haloperidol Dosis inisiasi: 0,25 mg. Dosis maintenance: 5-15

mg/hari.        

b) imozid Dosis inisiasi: 1 mg. Dosis maintenance: 5-10 mg/hari. 

Page 10: Tic Refrat

c) Olanzapin Dosis inisiasi: 2,5 mg. Dosis maintenance: 5-10

mg/hari.

d) Ziprasidon Dosis inisiasi: 5 mg. Dosis maintenance: 20-40

mg/hari.  

2) Agonis, misalnya: - Pergolid Dosis inisiasi: 0,025 mg. Dosis

maintenance: 0,15-0,30 g/hari.

3) Yang lainnya, misalnya: - Selegilin Dosis inisiasi: 5 mg. Dosis

aintenance: mg/hari.

b. Kolinergik   

1) Agonis, misalnya: - Patch (dosis inisiasi: 7 mg)

2) Antagonis, misalnya: -Mekamilamin Dosis inisiasi: 2,5 mg. Dosis

maintenance: 2,50-6,25 mg/hari.

3. Rekomendasi PERDOSSI (2006)

untuk dopamine-receptors blockers dan starting dose:

a. Fluphenazine (1 mg/hari).

b. Pimozide (2 mg/hari).

c. Haloperidol (0,5 mg/hari).

d. Risperidone (0,5 mg/hari).

e. Ziprasidone (20 mg/hari).

f. Trifluperazine (1 mg/hari).

g. Molindone (1 mg/hari).

Prinsip Farmakoterapi

1. Mulai dari dosis kecil, naikkan perlahan-lahan.

2. Evaluasi fektivitas dan efek samping.

3. Gunakan monoterapi.

4. Gunakan obat lini pertama terlebih dahulu.

Page 11: Tic Refrat

5. Tak ada patokan kapan harus menghentikan obat. Bila akan menghentikan obat,

hentikan perlahan-lahan.

Perhatian Khusus

1. Mengobati anak dengan tik berarti menasihati orang tuanya untuk mendidik

anak secara bijaksana. Jangan banyak melarang anak, banyaklah memberi

contoh yang baik. Jangan banyak marah atau memarahi anak, banyaklah

bergaul dengan anak.

2. Banyak anak dengan tik memiliki orang tua yang:

a. Perfeksionis (ingin segalanya sempurna).

b. Sangat keras mendidik anaknya. c. Sering/suka marah-marah, ngomel, bawel,

atau cerewet.

Tik yang dialami anak sebenarnya merupakan "bahasa isyarat" untuk memprotes

orangtuanya.

3. Terapi obat tidak dapat menghilangkan semua gejala. Terapi obat bertujuan

untuk mengurangi gejala tik tanpa efek samping obat yang berat.

L. Prognosis

Tics pada anak akan hilang dengan sendirinya dalam hitungan bulan. Tics yang

kronis mungkin akan terus untuk jangka waktu yang lama. Terapi obat tidak dapat

menghilangkan semua gejala karena terapi obat bertujuan untuk mengurangi gejala

tik tanpa efek samping obat yang berat . Prognosis tik fasialis ini adalah baik

(Dubia ad bonam).

M. Komplikasi

Page 12: Tic Refrat

Dalam kebanyakan kasus, tidak didapatkan adanya komplikasi.

BAB III

KESIMPULAN

Tic facialis adalah gerakan yang involunter, mendadak, cepat, berulang,

tidak ritmis atau vokalisasi yang stereotip yang lokasinya pada daerah wajah.

banyak kasus yang belum diketahui penyebab pastinya. tingkat stress yang

tinggi, termasuk kecemasan, gelisah, serta beban aktivitas yang tinggi dari

individu tersebut berpengaruh terhadap terjadinya tic facialis.

Penderita tic fasialis sering mengeluhkan gerakan-gerakan involunter

seprti dimulut, hidung, mata. Gerakan yang dirasakan timbul setiap waktu

dan tidak berkurang saat istirahat, pemeriksaan fisik dapat digunakan

sebagai penentu diagnosis namun pemeriksaan penunjang seperti EEG perlu

dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat gelombang abnormal yang

mencetuskan tik fasialis. Penatalaksanaan dengan terapi konservatif

medikamentosa dan non medikamentosa.

Page 13: Tic Refrat

DAFTAR PUSTAKA

Fauci AS, Kasper DL, Braunwald E, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, Loscalzo J.

Harrison's Principles of Internal Medicine. 17th Edition. The McGraw-Hill

Companies, Inc. USA. 2008. Part 16. Chapter 367.

Harsono (Ed.). Buku Ajar Neurologi Klinis. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf

Indonesia-Gadjah Mada University Press. 2005:220-222.

Lumbantobing SM. Gangguan Gerak. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

(FK UI). Jakarta. 2005:3-18.

Page 14: Tic Refrat

Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. PT Dian Rakyat. Jakarta.

2003:162-163.

Perdossi (Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia). Buku Pedoman Standar

Pelayanan Medis (SPM) & Standar Prosedur Operasional (SPO) Neurologi Koreksi

Tahun 1999 & 2005. Perdossi. 2006:144-145.

Pusponegoro HD. Tic dan Sindrom Tourette. Dalam: Pediatric Neurology and

Neuroemergency in Daily Practice. Pusponegoro HD, Handryastuti S, Kurniati N

(Ed.). Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak (PKB IKA) XLIX

FKUI-RSCM. 2006:103-108.

Sidharta P. Neurologi Klinis dalam Praktek Umum. PT Dian Rakyat. Jakarta.

1979:379-380.

Singer HS. The Treatment of Tic. Curr Neurol Neurosci 2001;1(25)195-202.

Watts R, Koller W (eds): Movement Disorders: Neurologic Principles and Practice,

2d ed. New York, McGraw-Hill, 2004.

http://bestpractice.bmj.com/best-practice/monograph/970/basics/epidemiology.html

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000745.htm

www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001410.htm

Page 15: Tic Refrat