TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT KEWARISAN...

77
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT KEWARISAN MASYARAKAT SAMIN DI DESA SAMBONG REJO KECAMATAN SAMBONG KABUPATEN BLORA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) Dalam Ilmu Syari’ah Jurusan Ahwal Al-Syakhsiyah Oleh: Siti Nur Azizah NIM. 2102156 FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2009

Transcript of TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT KEWARISAN...

Page 1: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT KEWARISAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/86/jtptiain-gdl... · suku samin, setelah data ... orang tua sebagai pewaris maupun ajaran-ajaran

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT KEWARISAN

MASYARAKAT SAMIN DI DESA SAMBONG REJO

KECAMATAN SAMBONG KABUPATEN BLORA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Program Strata 1 (S1)

Dalam Ilmu Syari’ah Jurusan Ahwal Al-Syakhsiyah

Oleh:

Siti Nur Azizah NIM. 2102156

FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

2009

Page 2: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT KEWARISAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/86/jtptiain-gdl... · suku samin, setelah data ... orang tua sebagai pewaris maupun ajaran-ajaran

DEKLARASI

Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab peneliti menyatakan bahwa skripsi

ini tidak berisi materi yang pernah ditulis orang lain atau diterbitkan. Demikian

juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain, kecuali informasi

yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.

Semarang, 14 Januari 2009 Deklarator, Siti Nur Azizah NIM. 2102156

viii

Page 3: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT KEWARISAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/86/jtptiain-gdl... · suku samin, setelah data ... orang tua sebagai pewaris maupun ajaran-ajaran

ABSTRAK Siti Nur Azizah (NIM. 2102156). Tinjauan Hukum Islam Terhadap Adat Kewarisan Masyarakat Samin di Desa Sambongrejo Kecamatan Sambong Kabupaten Blora. Skripsi. Semarang: Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo, 2009. Penelitian ini bertujuan: (1) Untuk mendeskripsikan praktik pembagian warisan pada masyarakat Samin di Desa Sambong Rejo Kabupaten Blora. (2) Untuk menjelaskan pandangan hukum Islam mengenai praktik pembagian warisan pada masyarakat Samin, di Desa Sambong Rejo Kabupaten Blora Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif lapangan dimana data diperoleh dari wawancara, observasi dan dokumentasi sehingga diketahui bentuk kewarisan suku samin, setelah data terkumpul lalu dianalisis dengan deskrptif yang mengacu pada analisis data induktif, analisis ini peneliti gunakan untuk menganalisis bentuk pembagian kewarisan sedulur sikep di Desa sambong rejo Kabupaten Blora dan kemudian peneliti kaitkan dengan hukum Islam Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Tradisi pembagian warisan masyarakat sedukur sikep lebih dikenal dengan istilah tinggalan, mereka tidak mengenal metode hijab dan mahjub, tidak ada perbedaan pembagian antara laki-laki dan perempuan meskipun semua warga sedulur sikep di Desa Sambong Rejo Kabupaten Blora mayoritas beragama Islam, anak yang sudah keluar dari samin tetap mendapat warisan, begitu juga kepada anak angkat, sedulur sikep mempunyai kepercayaan bahwa semua keturunan manusia yang bukan dari keluarga pewaris bisa menjadi ahli waris dan mendapat warisan. Proses pembagian harta warisan pada masyarakat Sikep dengan kewenangan orang tua sebagai pemilik dan orang yang berhak membagi adalah dengan jalan perdamaian atau Islah. (2) Tradisi pembagian warisan masyarakat sedukur sikep lebih dikenal dengan istilah tinggalan, mereka tidak mengenal metode hijab dan mahjub, Proses pembagian harta warisan pada masyarakat Sikep dengan kewenangan orang tua sebagai pemilik dan orang yang berhak membagi adalah dengan jalan perdamaian atau Islah. Cara perdamaian atau Islah merupakan jalan pintas untuk membagi harta warisan bila satu sama lain saling suka rela dan sepakat dengan bagian yang telah ditentukan oleh orang tua atau ketika ada sisa harta peninggalan mereka bermusyawarah untuk menyerahkan harta itu kepada salah seorang saudaranya. Jadi kalau dilihat dari pemaparan di atas, pertimbangan harta waris masyarakat Sedulur Sikep di Desa Sambong Rejo Kabupaten Blora yang didasarkan pada proses perdamaian dan musyawarah adalah tidak bertentangan dengan hukum Islam, karena mereka mengutamakan rasa saling menerima. Baik karena pesan orang tua sebagai pewaris maupun ajaran-ajaran Samin yang telah dijadikan falsafah hidup bagi mereka

ix

Page 4: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT KEWARISAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/86/jtptiain-gdl... · suku samin, setelah data ... orang tua sebagai pewaris maupun ajaran-ajaran

MOTTO

وللنساء للرجال نصيب مما ترك الوالدان والأقربون نصيب مما ترك الوالدان والأقربون مما قل منه أو

آثر نصيبا مفروضا “Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan

kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak

menurut bahagian yang telah ditetapkan” (QS. An-Nisa’: 7)

iv

Page 5: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT KEWARISAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/86/jtptiain-gdl... · suku samin, setelah data ... orang tua sebagai pewaris maupun ajaran-ajaran

PERSEMBAHAN

Dengan segala kerendahan hati baik sebagai hamba Allah dan insan

Akademis karya tulis yang sederhana ini penulis persembahkan kepada:

Ayahanda Rasmo dan Ibunda Siti Sulasmini tercinta yang telah berjuang dan

tiada hentinya selalu mendoakan dengan tulus selama penulis studi.

Kakak-kakakku tercinta yang selalu memberikan motivasi serta mendukung

penulis baik moril dan materiil (Mas Abdul Aziz Zuhri, S.Ag, Mas Musafak

dan Mbak Siti Zumroh, dan Mas Sutikno.

Keponakan-keponakanku (Fuad, Alfi, Ririf, Naqfi) yang selalu setia menanti

kesuksesanku.

v

Page 6: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT KEWARISAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/86/jtptiain-gdl... · suku samin, setelah data ... orang tua sebagai pewaris maupun ajaran-ajaran

KATA PENGANTAR

أشهد ان ال , لدينالحمد هللا رب العلمين وبه نستعين على أمور الدنيا وااللهم صلى , اله اال اهللا وحده ال شريك له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله

.أما بعد, على محمد وعلى أله وصحبه ومن تبعه بإحسان الى يوم الدينPuji syukur kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan segala rahmat

dan hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik

dan lancar, shalawat dan salam selalu tercurah kepada baginda Muhammad Saw.,

keluarga, sahabat dan orang-orang yang senantiasa mengikuti jejaknya.

Dalam proses penyusunan skripsi yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam

Terhadap Adat Kewarisan Masyarakat Samin Di Desa Sambongrejo Kecamatan

Sambong Kabupaten Blora”.

Usaha dalam menyelesaikan skripsi ini memang tidak bisa lepas dari

berbagai kendala dan hambatan akan tetapi dapat penulis selesaikan juga

walaupun masih banyak kekurangan yang ada, oleh karena itu penulis panjatkan

rasa syukur yang tidak terhingga kepada Allah Swt. dengan rahman dan rahim-

Nya penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.

Tidak lupa pula penulis skripsi baik secara emosional, akademis, moral,

material serta keterlibatan yang lain terutama kepada:

1. Bapak Drs. H. Muhyiddin, M.Ag selaku Dekan Fakultas Syari’ah IAIN

Walisongo Semarang dan yang telah membimbing penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Arif Budiman, M.Ag, Selaku Ketua Jurusan Ahwal Al-Syakhsiyah

3. Ibu Antin Latifah, M.Ag, selaku Sekretaris Jurusan Ahwal Al-Syakhsiyah

4. Bapak dan Ibu Dosen serta karyawan Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo

Semarang.

5. Bapak Sutopo Selaku Kepala Desa Desa Sambongrejo Kecamatan Sambong

Kabupaten Blora.

6. Bapak Pramugie Prawirowijoyo, selaku Ketua Komunitas Sedulur Sikep,

Mbah Karmidi selaku Sesepuh Sedulur Sikep

7. Civitas Akademik Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang

Page 7: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT KEWARISAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/86/jtptiain-gdl... · suku samin, setelah data ... orang tua sebagai pewaris maupun ajaran-ajaran

Kepada semuanya, peneliti mengucapkan terima kasih disertai doa semoga

budi baiknya diterima oleh Allah SWT, dan mendapatkan balasan berlipat ganda

dari Allah SWT.

Semarang, 14 Januari 2009 SITI NUR AZIZAH NIM: 2102156

Page 8: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT KEWARISAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/86/jtptiain-gdl... · suku samin, setelah data ... orang tua sebagai pewaris maupun ajaran-ajaran

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Allah swt mensyari’atkan hukum baik yang mengatur tentang hak

yang bisa dimiliki oleh seseorang atau hak yang harus ditunaikan ataupun

mengenai ucapan dan perbuatannya baik secara kelompok maupun secara

perorangan, jasmaniah maupun rohani, di dunia maupun di akhirat dengan

tujuan untuk mewujudkan kemaslahatan hidupnya. Oleh karena itu

penerapan hukum tersebut sangat memperhatikan perkembangan dan

keadaan manusia baik fisik maupun akalnya. Dengan kata lain hukum Islam

dalam memberlakukan ketentuan-ketentuan hukumnya kepada manusia

disesuaikan dengan kemampuan badan dan akalnya.1

Allah swt telah menciptakan manusia sebagai khalifah di muka

bumi, agar mereka bisa melaksanakan apa yang diperintahkan serta

meninggalkan apa yang dilarang-Nya, sesuai dengan firman-Nya yang

berbunyi:

لله ورسوله أمرا أن يكون لهم وما آان لمؤمن ولا مؤمنة إذا قضى ا

الخيرة من أمرهم ومن يعص الله ورسوله فقد ضل ضلالا مبينا

2 ﴾36:االحزاب﴿

Artinya: Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan

1 Zakiah Daradjat dkk. Ilmu Fiqh, cet. II (Yogyakarta : PT. Dana Bhakti Wakaf,1995),

hlm. 1. 2 Al-Ahzab ( 33 ): 36.

1

Page 9: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT KEWARISAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/86/jtptiain-gdl... · suku samin, setelah data ... orang tua sebagai pewaris maupun ajaran-ajaran

2

Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata. (Q.S. Al-Ahzab: 36).

Diantara hukum Islam yang jelas dan rinci diterangkan oleh Allah

swt dalam al-Quran adalah hukum tentang kewarisan. Masalah-masalah yang

menyangkut tentang kewarisan sudah ada ketentuan yang jelas, sehingga

dimungkinkan tidak akan menimbulkan bermacam-macam interpretasi.

kewarisan adalah salah satu pokok yang sering dibicarakan dan hampir

semua orang mengalaminya, al-Quran pun banyak membicarakanya tentang

hal ini, dari seluruh hukum yang berlaku di dalam masyarakat maka

kewarisan ini yang menentukan dan mencerminkan sistem kekeluargaan.3

Hukum kewarisan dalam Islam mendapat perhatian besar karena

pembagian warisan sering menimbulkan akibat-akibat yang tidak

menguntungkan bagi keluarga yang ditinggal mati pewarisnya. Naluriah

manusia yang menyukai harta benda tidak jarang memotivasi seseorang

untuk menghalalkan berbagai cara untuk mendapatkan harta benda tersebut,

termasuk didalamnya harta peninggalan pewarisnya sendiri.

Sebagaimana firman Allah swt:

زين للناس حب الشهوات من النساء والبنين والقناطير المقنطرة من

والأنعام والحرث ذلك متاع الحياة الذهب والفضة والخيل المسومة

4 ﴾14: ال عمران﴿الدنيا والله عنده حسن المآب

Artinya: Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-

3 Ali Parman, Kewarisan Dalam al-Quran (Jakarta: Rajawali Press, 1995), hlm. 17. 4 Ali Imran (3):14.

Page 10: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT KEWARISAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/86/jtptiain-gdl... · suku samin, setelah data ... orang tua sebagai pewaris maupun ajaran-ajaran

3

anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).

Kewarisan adalah suatu hal yang pasti terjadi dalam kehidupan

manusia, yang dalam hukum Islam kewarisan terjadi sesudah kematian

seseorang. Menyangkut sejarah hukum Islam di Indonesia tentunya berkaitan

erat dengan masuknya Islam di Nusantara tidak bisa dipungkiri bahwa

sebelum Islam datang ke Nusantara yang dibawa oleh para saudagar Arab,

Gujarat dan India pada saat itu masyarakat Nusantara telah mempunyai nilai-

nilai dan kepercayaan yang telah mendarah daging dan mengakar dalam

masyarakat.

Sebagai konsekuensinya dari adanya nilai-nilai dan kepercayaan

yang telah ada hukum Islam harus berasimilasi dan beradaptasi dengan

budaya lokal dan adat istiadat setempat, sehingga hukum Islam dapat

diterima dan hidup dalam masyarakat waktu itu. Strategi inilah yang dipakai

para ulama’ terdahulu dalam rangka syi’ar Islam, begitu pula dengan hukum

kewarisan Islam yang banyak menyesuaikan diri dengan hukum waris adat

yang ternyata begitu kuat bahkan sulit bagi hukum kewarisan Islam untuk

masuk apalagi merubahnya dengan ketentuan yang ada dalam hukum

kewarisan Islam.

Negara Indonesia ini kaya raya akan adat, termasuk di dalamnya

hukum waris adat yang beraneka ragam yang dianut oleh berbagai macam

agama dan kepercayaan yang berbeda-beda dan mempunyai bentuk–bentuk

Page 11: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT KEWARISAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/86/jtptiain-gdl... · suku samin, setelah data ... orang tua sebagai pewaris maupun ajaran-ajaran

4

kekerabatan dengan sistem keturunan yang berbeda-beda pula.5 Fatchur

Rohman dalam bukunya “Ilmu Waris” mengatakan

Di Indonesia sampai sekarang ini belum terdapat suatu kesatuan hukum tentang hukum warisan yang dapat diterapkan untuk seluruh warga Indonesia. karena itu hukum warisan yang diterapkan kepada seluruh warga Negara Indonesia masih berbeda-beda, mengingat masih adanya penggolongan dari warga Negara. 6 Diantara bentuk-bentuk atau sistem kekerabatan dan sistem

keturunan yang terdapat di Indonesia, yaitu sistem keturunan patrilinial,

matrilineal dan sistem keturunan parental atau bilateral, serta ada pula

beberapa sistem kewarisan, yaitu: sistem individu, kolektif, mayorat,

kewarisan Islam dan kewarisan barat.

Sistem kewarisan parental atau bilateral itu sudah sesuai dengan

sistem kewarisan Islam, hal ini disebabkan ayat-ayat al-Quran di wilayah

kewarisan dan perkawinan mencerminkan suatu bentuk sistem kekeluargaan

yang bilateral.7

Sistem kewarisan memiliki asas yang berkenaan dengan hukum

kewarisannya, suatu asas hukum kewarisan pada umumnya didasarkan pada

sistem kekerabatan lebih mendasar lagi ditentukan oleh struktur

kemasyarakatan yang berlaku. Sistem kehidupan masyarakat banyak

ditentukan oleh sistem kekeluargaan yang bermula dari bentuk perkawinan.

Bentuk kekeluargaan itu berpengaruh terhadap pemikiran dan cara pemilikan

atas harta serta cara penyelesaian peralihan harta tersebut. Hal ini nampak

5 Van Dijk, Pengantar Hukum Adat Indonesia. Terjemahan A. Soehardi (Bandung:

Sumur, 1979), hlm.11-12. 6 Fatchur Rahman, Ilmu Waris, edisi 2 (Bandung: al-Ma’arif, 1981), hlm.27. 7 Hazairin, Hukum Kewarisan Bilateral Menurut al-Quran dan Hadis, edisi ke-5 (Jakarta:

Tinta mas,1981), hlm.14.

Page 12: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT KEWARISAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/86/jtptiain-gdl... · suku samin, setelah data ... orang tua sebagai pewaris maupun ajaran-ajaran

5

pada praktik pembagian kewarisan hampir di seluruh daerah Nusantara salah

satunya adalah sistem kewarisan yang dilaksanakan oleh masyarakat Samin

di Kabupaten Blora.

Membicarakan masyarakat Samin tidak akan lepas dari gerakan

perjuangan melawan penjajah kolonial Belanda. Dirunut ke belakang

masyarakat Samin berawal dari gerakan kultur perlawanan Kyai Samin

Anom alias Ki Samin Surosentiko yang meninggal di Sawah Lunto Sumatra

Barat 1914. Yang menolak membayar pajak kepada penjajah kolonial

Belanda. Didasarkan pada kebudayan Jawa yang religius/kejawen.8

Ajarannya tidak hanya tersebar di daerah Blora saja, tetapi tersebar di

beberapa daerah lainya, seperti Pati, Rembang, Bojonegoro, Madiun,

Banyuwangi, Porwodadi, Kudus, Brebes.

Orang-orang Samin sebenarnya kurang suka dengan sebutan “Wong

Samin” sebab sebutan tersebut mengandung arti tidak terpuji yaitu dianggap

sekelompok orang yang tidak mau membayar pajak, sering membantah dan

menyangkal aturan yang telah ditetapkan sering keluar masuk penjara, sering

mencuri kayu jati dan perkawinannya tidak dilaksanakan menurut hukum

Islam. Sebagian besar penganut Samin di Blora, selalu membahasakan

dirinya sebagai orang ”Sikep” sebagai ganti orang “Samin”. Tapi dia

menampik anggapan penggunaan sebutan “Sikep” untuk menghindarkan diri

dari pencitraan buruk yang terlanjur lekat pada sebutan “Samin”. Dia

menerangkan bahwa Sikep berarti kaum yang berpegang teguh dan satunya

8 Ensiklopedia Nasional Indonesia. cet. III (Jakarta : Delta Pamungkas 1997), VIII: 297.

Page 13: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT KEWARISAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/86/jtptiain-gdl... · suku samin, setelah data ... orang tua sebagai pewaris maupun ajaran-ajaran

6

kata dengan perbuatan. Ini merujuk pada pernyataan kesanggupan mereka

untuk “ngelakoni” (mengamalkan) ajaran-ajaran Saminisme dalam

kehidupan sehari-hari.9

Kebiasaan masyarakat Samin (sedulur Sikep10) ditandai oleh sikap

dan prilaku atau perbuatan yang tidak (selalu) mengikuti aturan-aturan yang

berlaku di desa atau masyarakat di mana mereka tinggal, hal ini diawali oleh

sikap orang Samin yang berani melawan kebijakan pemerintah Belanda.11

Terbawa oleh sikapnya yang menentang pemerintah kolonial itu, pendirian

orang-orang Samin membuat tatanan atau aturan sendiri, adat-istiadat dan

cenderung tertutup untuk menerima adat-istiadat baru dari kelompok luar.

Kebiasaan-kebiasaan masyarakat Samin (sedulur Sikep) yang berbeda itu

terlihat dalam tata cara yang berkaitan dengan perkawinan, kehamilan,

kelahiran, kematian, dan juga cara berkomunikasi (bahasa).12

Sedangkan dalam hal warisan yang lebih dikenal dalam masyarakat

mereka dengan sebutan tinggalan, mereka tidak mengenal istilah warisan,

ada sebagian yang tahu tapi kata itu tidak terlalu populer atau tidak pernah

digunakan dalam hal pengurusan harta orang tua atau penyebutan bagi

mereka harta peninggalan orang tua. Menurut mereka kata warisan adalah

bukan berasal dari tanah Jawa jadi mereka enggan untuk mengunakannya,

masyarakat Sikep lebih senang memilih kata-kata yang menurutnya asli dari

9 "http://id.wikipedia.org/wiki/Ajaran_Samin". 10 Sedulur Sikep berarti kaum yang berpegang teguh dan satunya kata dengan perbuatan. 11 Titi Mumfangati,dkk. Kearifan Budaya Lokal di Lingkungan Masyarakat Samin

Kabupaten Blora Jawa Tengah, (Yogyakarta: tnp, 2004). hlm. 29. 12 Sukari, Kehidupan Masyarakat Samin di Desa Baturejo Kecamatan Sukolilo

Kabupaten Pati, (Yogyakarta: Balai Kajian Sejarah dan Nilai-nilai Tradisional,1996/1997). hlm. 224.

Page 14: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT KEWARISAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/86/jtptiain-gdl... · suku samin, setelah data ... orang tua sebagai pewaris maupun ajaran-ajaran

7

tanah Jawa, karena budaya perlawanan terhadap kolonial Belanda

menggunakan strategi bahasa dan masih dipegang kuat sampai sekarang.

Dalam adat tinggalan atau warisan, kebiasaan yang sering dipraktikkan oleh

masyarakat Samin di Kabupaten Blora. Berbeda dengan aturan kewarisan

Islam.

Warisan bagi masyarakat Samin adalah sebagai pemberian harta

pusaka atau benda kepada keturunannya (baik laki-laki maupun perempuan)

dan kepada sanak famili yang membutuhkan.

Dalam masyarakat Samin tidak ada perbedaan pembagian dalam

penerimaan warisan antara keturunan laki-laki dan perempuan (2:1) seperti

dalam Islam, Semua harta warisan dibagi menjadi bagian-bagian sesuai

dengan jumlah anak mereka. Masing-masing mendapat satu bagian, karena

orang Sikep menganggap bahwa semua anak manusia mempunyai kedudukan

yang sama yaitu semua keturunan Adam dan semua mempunyai hak dan

kewajiban yang sama.

Menurut adat waris masyarakat Samin (Sedulur Sikep) pada

dasarnya semua anak baik laki-laki maupun perempuan mempunyai hak yang

sama atas harta peninggalan orang tuanya, bahkan orang Samin (Sedulur

Sikep) tidak mempersoalkan perbedaann agama dalam menerima warisan,

karena semua manusia adalah sama-sama keturunan Adam.

Sementara pelaksanaan pembagian harta warisan tersebut itu

dilakukan ketika orang tua masih hidup sehingga otoritas penuh pembagian

itu ada di tangan orang tua, karena dikhawatirkan nanti kalau pembagian

Page 15: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT KEWARISAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/86/jtptiain-gdl... · suku samin, setelah data ... orang tua sebagai pewaris maupun ajaran-ajaran

8

setelah dia meninggal akan merepotkan anak-anak mereka. Tetapi ada juga

pelaksanaan pembagian harta warisan dilakukan ketika orang tua sudah

meninggal, biasanya pelaksanaan seperti ini, jika ada harta peninggalan yang

tersisa pada waktu orang tua masih hidup.

Dari sinilah penyusun merasa tertarik untuk meneliti lebih lanjut

mengenai pelaksanaan pembagian harta warisan masyarakat samin di

Kabupaten Blora, yang kemudian bagaimana pelaksanaan pembagian

tersebut dipandang menurut perspektif hukum Islam.

B. Pokok Masalah

Dari uraian latar belakang masalah, maka masalah yang perlu diteliti

lebih lanjut dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana praktik pewarisan masyarakat Samin di Desa sambong rejo

Kabupaten Blora?

2. Bagaimana pandangan hukum Islam terhadap praktik pewarisan

masyarakat Samin di Desa sambong rejo Kabupaten Blora?

C. Tujuan dan Kegunaan

Tujuan dari penelitian adalah sebagai berikut :

1. Untuk mendeskripsikan praktik pembagian warisan pada masyarakat

Samin di Desa Sambong Rejo Kabupaten Blora dalam penelitian ini yang

termasuk dalam praktik adalah sistem pembagian waris, cara pemabagian,

alasan, , tujuan dan sebagai adanya pembagian warisan

2. Untuk menjelaskan pandangan hukum Islam mengenai praktik pembagian

warisan pada masyarakat Samin, di Desa Sambong Rejo Kabupaten Blora.

Page 16: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT KEWARISAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/86/jtptiain-gdl... · suku samin, setelah data ... orang tua sebagai pewaris maupun ajaran-ajaran

9

Sedangkan kegunaan dari penelitian ini adalah :

1. Sebagai sumbangan informasi ilmiah pada masyarakat yang ingin

menambah wawasan ke-Islaman, khususnya berkaitan dengan pembagian

harta warisan.

2. Untuk memperkaya khazanah ilmu pengetahuan pada umumnya dan

dalam bidang Syari’ah pada khususnya dan lebih khusus dalam bidang

ilmu waris.

D. Telaah Pustaka

Hukum warisan merupakan aturan keperdataan yang telah

diterapkan oleh syari’at Islam sebagai aturan yang paling baik dan paling

lengkap bila dibandingkan dengan aturan keperdataan lainya. Berdasarkan

penelusuran pustaka yang penyusun lakukan, kajian tentang kewarisan boleh

dikatakan cukup melimpah. Kajian-kajian dimaksud terutama berupa

pembahasan normatif menurut hukum Islam.

Dalam buku hendak Kemana Hukum Islam? Hazairin menjelaskan

bahwa hukum kewarisan Islam menganut sistem bilateral, yaitu sistem

bilateral khas Islam. Dalam Islam menganut sistem individual yaitu setiap

ahli waris yang ada mendapat bagian dan bagian-bagian itu wajib diberikan

kepada mereka.13

Sementara itu Facturrahman dalam bukunya Ilmu Waris

menjelaskan, bahwa dalam hukum dikenal adanya rukun dalam hal mewarisi

13 Hazairin, Hendak Kemana Hukum Islam (Jakarta: Tinta Mas, 1976), hlm. 14.

Page 17: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT KEWARISAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/86/jtptiain-gdl... · suku samin, setelah data ... orang tua sebagai pewaris maupun ajaran-ajaran

10

yaitu Maurus (Harta peninggalan), Muwaris (orang yang meninggal dunia),

dan Pewaris (orang yang mewarisi harta yang ditinggal oleh muwaris).14

Hasby Ash-Shidieqy dalam bukunya Fiqhul Mawaris, hukum-

hukum waris dalam syari’at Islam membagi hukum waris Islam kedalam

lima belas bab, yang keseluruhannya menjelaskan tentang mekanisme hukum

kewarisan Islam, dasar hukum waris Islam ditambah dengan sejarah waris

Islam di masa jahiliyyah.15 Sedangkan Mahmud Yunus dalam bukunya

Turutlah Hukum Waris Dalam Islam, berisi tentang sebab-sebab mendapat

warisan dan terhalang menerima warisan dan wajibnya mengikuti pembagian

warisan yang telah ditentukan oleh Allah swt di dalam al-Qur’an.16

Hilman Hadikusuma dalam bukunya Hukum Waris Adat hanya

mendeskripsikan tentang macam-macam hukum waris adat di Indonesia,

penggambaran tersebut hanya terbatas pada hukum waris yang berkaitan

dengan garis keturunan, disamping itu juga mengungkapkan sistem hukum

waris Islam.17

R.P.A. Soerjanto Sastroatmodjo dalam bukunya yang berjudul

Mayarakat Samin Siapakah Mereka? Membahas tentang identitas Samin,

ajaran-ajarannya, tradisi wong kalang, yang mana wong kalang yang

merupakan leluhur dari masyarakat Samin.18

14 Factur Rahman, Ilmu Waris., hlm. 36. 15 Hasbi Ash-Shidieqy, Fiqhul Mawaris, Hukum-Hukum Waris Islam, cet. I (Jakarta:

Bulan Bintang, 1973), hlm.12-30. 16 Mahmud Yunus, Turutlah Hukum Waris Dalam Islam, cet. I (Jakarta: Pustaka Hidayah,

1958), hlm.5. 17 Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Adat, cet. VI, (Jakarta: Fajar Agung, 1987),

hlm.11. 18 Soerjanto Sastroatmodjo, Masyarakat Samin Siapakah mereka? cet. I, (Yogyakarta:

Narasi, 2003).

Page 18: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT KEWARISAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/86/jtptiain-gdl... · suku samin, setelah data ... orang tua sebagai pewaris maupun ajaran-ajaran

11

Sedangkan dalam buku Kearifan Lokal di Lingkungan Masyarakat

Samin Kabupaten Blora Jawa Tengah mengupas tentang deskripsi

masyarakat Samin, mulai dari asal mula nama Samin dan ajarannya,

kebiasaan, persebaran, simbol, kekerabatan sampai dengan hubungan sosial

masyarakat Samin.19

Sedangkan dalam skripsi Meika Eliza yang berjudul Pembagian

Warisan Di Kelurahan Purbayan Kecamatan Kotagede Yogyakarta Ditinjau

Dari Hukum Islam, yang membahas tentang asas-asas yang tetap dipegang

oleh masyarakat setempat yaitu pembagian asas segendong sepikul yang

mengacu pada pembagian 2:1 dalam kewarisan Islam, asas bilateral dan

individual.20

Rukayah dalam skripsinya yang berjudul Studi Pemikiran Ahmad

Azhar Basri Tentang Beberapa Masalah Dalam Hukum Waris Islam. Skripsi

tersebut menjelaskan masalah pokok yang digunakan Azhar Basyir dalam

menyelesaikan polemik bagian warisan antara anak laki-laki dan

perempuan.21

Masri dalam skripsinya yang berjudul Tinjauan Hukum Islam

Terhadap Praktik Pembagian Warisan di Desa Rensing, Kecamatan Sakra

Kabupaten Lombok Timur. Menjelaskan tentang mekanisme pembagian

19 Titi Mumfangati, dkk, Kearifan Lokal di Lingkungan Masyarakat Samin Kabupaten

Blora Jawa Tengah, (Yogyakarta: tnp, 2004). 20 Meika Eliza, ”Pembagian Warisan di Kelurahan Purbayan Kecamatan Kotagede

Yogyakarta Ditinjau dari Hukum Islam”, Skripsi (Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga, ttp, 2003). 21 Rukayah, ”Studi Pemikiran Ahmad Azhar Basyir Tentang Beberapa Masalah Dalam

Hukum Waris Islam”. Skripsi (Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga, ttp. 2001).

Page 19: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT KEWARISAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/86/jtptiain-gdl... · suku samin, setelah data ... orang tua sebagai pewaris maupun ajaran-ajaran

12

warisan sebelum pewaris meninggal dunia tidak boleh menurut ‘Urf yang

shohih.22

Jalalul Hilmi dalam skripsinya yang berjudul Reaktualisasi Hukum

Islam di Indonesia (Tinjauan Hermeneutik Terhadap Pembagian Waris 1:1

Menurut Prof Dr. H. Munawir Sjadzali) yang berisi tentang gagasan

reaktualisasi warisan yang ditawarkan Munawir. Dalam skripsi tersebut ia

mencoba mengkritisi pendekatan yang digunakan Munawir yang mengacu

pada pendapat Umar Bin Khatab yang dikenal menyimpang dari nas, Jajal

menolak anggapan tersebut, apabila akan melakukan reaktualisasi,

pendekatan yang paling cocok menurutnya adalah pendekatan hermeneutik.23

Dari penelusuran penyusun terhadap berbagai literatur baik itu

tertulis ilmiah dalam bentuk laporan penelitian maupun dalam buku, ada

kesamaan dengan kesamaan dengan penelitian yang peneliti kaji yaitu

tentang pembagian waris, akan tetapi terdapat perbedaan yang cukup jelas

anatara peneletian peneliti dengan literatur diatas yaitu terletak pada

karakteristik pembagian warisan dalam sebuah masyarakat adat (komunitas

Sedulur Sikep. Di Kabupaten Blora), dan itu menjadikan daya beda dengan

penelitian yang sudah pernah dilakukan.

22Masri, ”Tinjauan Hukum Islam terhadap Praktek Pembagian Warisan di Desa Rensing,

Kecamatan Sakra Kabupaten Lombok Timur”. Skripsi (Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga, ttp. 2002).

23Jalalul Hilmi, ”Reaktualisasi Hukum Islam Di Indonesia (Tinjauan Hermeneutik Terhadap Pembagian Waris 1:1 Menurut Prof Dr. H. Munawir Sjadzali)”. Skripsi (Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga, ttp. 2001).

Page 20: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT KEWARISAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/86/jtptiain-gdl... · suku samin, setelah data ... orang tua sebagai pewaris maupun ajaran-ajaran

13

E. Metode Penelitian

Dalam metode penelitian ini, metode yang digunakan penyusun

adalah:

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research)

yaitu data berasal dari hasil observasi dan interview mengenai fenomena-

fenomena yang terjadi di masyarakat dan terkait dengan topik penelitian.

2. Sumber Data

a. Data primer

Sumber data primer adalah data otentik data langsung dari tangan

pertama tentang masalah yang diungkapkan, secara sederhana data

tersebut disebut data asli24.

Sumber data primer yang menjadi acuan pokok dari studi ini

yaitu: hasil wawancara dengan kepala desa Desa sambong rejo

Kabupaten Blora, ketua kelompok sedulur sikep Desa sambong rejo

Kabupaten Blora, dan dokumentasi yang ada pada komunitas sedulur

sikep.

b. Data sekunder

Sumber data sekunder adalah data yang mengutip dari sumber

lain sehingga tidak bersifat otentik karena diperoleh dari sumber kedua

atau ketiga yaitu berupa literatur pendukung

3. Pengumpulan data

Dalam melaksanakan riset ini penyusun menggunakan baberapa

cara untuk mengumpulkan data, antara lain:

a. Interview (wawancara)

24 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Yogyakarta::

Rineka Cipta, 1996), hlm. 80.

Page 21: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT KEWARISAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/86/jtptiain-gdl... · suku samin, setelah data ... orang tua sebagai pewaris maupun ajaran-ajaran

14

Wawancara yang digunakan adalah bebas terpimpin dengan

pertanyaan-pertanyaan yang sudah disiapkan. Wawancara

dilaksanakan secara bebas terkendali dengan maksud agar suasana

wawancara tidak baku. Adapun pihak-pihak yang diwawancarai

adalah kepala suku, sejarawan, para tokoh masyarakat seperti

pemuka agama dan tokoh-tokoh lain yang dipandang tahu tentang

masalah yang peneliti bahas dalam penelitian ini.

b. Observasi

Peneliti melakukan pengamatan secara langsung di desa

untuk mendapatkan data dan fakta sebagi sumber laporan penelitian.

c. Dokumentasi

Mengumpulkan dan mempelajari dokumen atau catatan yang

berhubungan dengan permasalahan yang akan dibahas yang didapat

dari lokasi penelitian.25

4. Pendekatan Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini penyusun menggunakan dua

pendekatan yaitu :

a. Pendekatan Normatif: pendekatan ini digunakan untuk memahami

konsep tentang fakta yang terjadi di lapangan khususnya mengenai

praktik kewarisan yang terjadi di masyarakat Samin di Kabupaten

Blora, kemudian dianalisa dengan menggunakan hukum Islam,

25 Koentjoraningrat, Metodologi Penelitian Masyarakat, (Jakarta: Gramedia, 1981), hlm.

63.

Page 22: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT KEWARISAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/86/jtptiain-gdl... · suku samin, setelah data ... orang tua sebagai pewaris maupun ajaran-ajaran

15

sehingga dengan pendekatan ini dapat diketahui adanya kontradiksi

antara kewarisan masyarakat Samin dengan hukum kewarisan Islam.

b. Pendekatan Sosio Historis pendekatan ini digunakan untuk

mengetahui latar belakang sosio kultural dan sosio politik

seseorang.26 Penyusun menggunakan pendekatan kesejarahan ini

dalam mengungkap ajaran-ajaran tentang masyarakat Samin.

Pendekatan sejarah ini menceritakan peristiwa-peristiwa yang terjadi

pada masa lalu, kemudian peristiwa-peristiwa tersebut dianalisa

dengan meneliti sebab akibat. Kemudian dirangkum kembali

sehingga dapat diperoleh pengertian dalam bentuk sintesis yang

dapat memberi penjelasan mengenai aspek-aspek bagaimana

deskripsi kewarisannya.

5. Analisis data

Metode analisis data yaitu data yang dikumpulkan berupa kata-

kata, gambar, dan bukan angka-angka. Dengan demikian, laporan

penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran

penyajian laporan tersebut.27Analisis data adalah mengatur urutan data,

mengorganisasikanya kedalam satu pola, kategori dan satuan uraian

dasar. Sehingga dapat di temukan tema, dan dapat dirumuskan hipotesis

(ide) kerja seperti yang disarankan data.28 Untuk memperjelas penulisan

ini maka peneliti menetapkan metode analisis deskriptif yaitu

26 Sutrisno Hadi, Metode Research, Jilid I, (Yogyakarta: Gajah Mada Press, 1975), hlm.

87. 27 Lexy. J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: P.T. Remaja Rosda

Karya, 2002). Cet. 16, hlm. 7 28 Ibid, hlm. 103

Page 23: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT KEWARISAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/86/jtptiain-gdl... · suku samin, setelah data ... orang tua sebagai pewaris maupun ajaran-ajaran

16

menyajikan dan menganalisis fakta secara sistematik sehingga dapat

lebih mudah untuk dipahami dan disimpulkan. Data yang dikumpulkan

semata-mata bersifat deskriptif sehingga tidak bermaksud mencari

penjelasan, menguji hipotesis, membuat prediksi maupun mempelajari

implikasi.29

Metode deskriptif yang peneliti gunakan ini mengacu pada

analisis data secara induktif, karena: 1). Proses induktif lebih dapat

menemukan kenyataan-kenyataan jamak yang terdapat dalam data, 2).

Lebih dapat membuat hubungan peneliti dengan responden menjadi

eksplisit, dapat dikenal dan akuntabel, 3). Lebih dapat menguraikan latar

belakang secara penuh dan dapat membuat keputusan-keputusan tentang

dapat tidaknya pengalihan pada suatu latar lainnya, 4). Analisa induktif

lebih dapat menemukan pengaruh bersama yang mempertajam

hubungan-hubungan, 5). Analisis demikian dapat memperhitungkan

nilai-nilai secara eksplisit sebagai bagian struktur analitik30

Dalam hal ini peneliti menganalisis bentuk pembagian kewarisan

sedulur sikep di Desa sambong rejo Kabupaten Blora dan kemudian

peneliti kaitkan dengan hukum Islam.

29 Saifuddin Azwar, Metodologi Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), hlm. 6-7.

30 Lexy. J. Moleong, Op. Cit., hlm. 10

Page 24: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT KEWARISAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/86/jtptiain-gdl... · suku samin, setelah data ... orang tua sebagai pewaris maupun ajaran-ajaran

17

F. Sistematika Penulisan Skripsi

Untuk mempermudah pembahasan skripsi ini, agar lebih mudah dan

sistematis sesuai dengan yang diharapkan, maka dibuat sistematika

pembahasan sebagai berikut:

Bab pertama, merupakan pendahuluan yang memuat latar belakang

masalah, tujuan dan kegunaan, telaah pustaka, metode penelitian dan

sistematika penulisan skripsi.

Selanjutnya untuk memberikan penjelasan tentang hukum kewarisan

Islam agar pembahasan lebih mengarah maka, pada bab kedua, dibahas

mengenai deskripsi hukum kewarisan Islam. Dalam bab ini akan dijelaskan

pengertian kewarisan, dasar hukum waris Islam, penghalang kewarisan,

asas-asas kewarisan Islam, sebab-sebab menerima, penghalang menerima

warisan, macam-macam ahli waris dan bagiannya.

Selanjutnya untuk mendapatkan pemaparan yang jelas mengenai

daerah penelitian, karena penelitian ini merupakan penelitian lapangan, maka

digambarkan tentang kewarisan masyarakat Samin di Desa sambong rejo

Kabupaten Blora yang terdiri dari tiga sub yaitu meliputi, pertama dijelaskan

tentang gambaran umum Desa Sambong Rejo, penjelasannya mengenai

kondisi geografis dan demografis serta sejarah perkembangan Samin dan

kondisi sosial budaya. Pada bagian kedua dijelaskan mengenai sejarah masuk

dan berkembangnya tradisi Samin di Kabupaten Blora. Pada bagian ketiga

dijelaskan tentang praktik kewarisan masyarakat Samin Desa sambong rejo

Kabupaten Blora meliputi; pengertian pewarisan, pewaris dan ahli waris serta

Page 25: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT KEWARISAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/86/jtptiain-gdl... · suku samin, setelah data ... orang tua sebagai pewaris maupun ajaran-ajaran

18

harta warisan, sebab-sebab dan penghalang kewarisan, bagian-bagian ahli

waris, waktu pembagian warisan serta akibat kewarisan.

Pada bab selanjutnya merupakan pembahasan inti, memuat analisis

hukum Islam terhadap pelaksanaan kewarisan masyarakat Samin di

Kabupaten Blora. Dalam pembahasan pada bab ini banyak menerangkan

analisis kewarisan masyarakat Samin diantaranya kesatu, sebab-sebab

menerima warisan meliputi sebab-sebab menerima warisan. Sedangkan pada

bagian kedua penghalang warisan. Sedangkan pada bagian ketiga

pelaksanaan pembagian waris, meliputi waktu pembagian, pelaksanaan

pembagian warisan, pewaris, ahli waris dan bagiannya, serta harta warisan.

Dan selanjutnya bagian keempat, kewajiban bagi penerima warisan. Yang

kesemuanya dipanadang dari sudut pandang hukum Islam

Untuk mengetahui kesimpulan akhir dalam penulisan skripsi ini,

penyusun menyajikannya di dalam bab kelima yang sekaligus merupakan

penutup, yang berisi kesimpulan pembahasan bab-bab sebelumnya dan saran-

saran yang menjadi semacam agenda pembahasan lebih lanjut di masa

mendatang tentang kewarisan samin bagi masyarakat.

Page 26: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT KEWARISAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/86/jtptiain-gdl... · suku samin, setelah data ... orang tua sebagai pewaris maupun ajaran-ajaran

19

BAB II

TINJAUAN UMUM HUKUM KEWARISAN ISLAM

A. Pengertian dan Dasar Hukum Kewarisan Islam

Warisan atau kewarisan yang sudah populer dalam bahasa Indonesia

berasal dari bahasa Arab yaitu : وارثة- ورثا- يرث-ورث yang berarti

pindahnya harta si Fulan (mempusakai harta si Fulan).1 Bisa juga diartikan

dengan mengganti kedudukan, seperti firman Allah SWT :

2)16: النمل...... (وورث سليمان داوود Artinya “Dan Sulaiman telah mewarisi Daud” (QS. An-naml: 16)

Dalam ayat lain berarti memberi atau menganugerahkan, seperti :

)74:الزمر. (وأورثنا الأرض نتبوأ من الجنة حيث

Artinya “Dan telah (memberi) kepada kami tempat ini sedang kami (diperkenankan) menempati tempat dalam surga di mana saja yang kami kehendaki”. (QS Az-Zumar : 74)3

Dalam kitab-kitab fikih, warisan lebih sering disebut dengan farâ’id

yang berarti ketentuan. Pengertian ini ( فريضة) mufradnya ( فرائض)

didasarkan atas firman Allah SWT :

وقد فرضتم لهن فريضة فنصف ما فرضتم Artinya “Maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu”

(QS. Al-Baqaqrah: 273)4

1 Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia (Jakarta : PT Hidakartya Agung, 1989), hlm.

496. 2 Soenarjo, dkk, Al Quran dan Terjemahnya, (Jakarta : Departemen Agama RI, 1999),

hlm. 321 3 Ibid. hlm. 456 4 Ibid. hlm. 34

Page 27: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT KEWARISAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/86/jtptiain-gdl... · suku samin, setelah data ... orang tua sebagai pewaris maupun ajaran-ajaran

20

Farâ’id dalam arti mawâris|, hukum waris muwaris, dimaksudkan

sebagai bagian atau ketentuan yang diperoleh oleh ahli waris menurut

ketentuan syara’.5

Untuk lebih jelasnya tentang pengertian hukum kewarisan, ada

beberapa pengertian yang diberikan fuqaha, antara lain :

االفقه المتعلق باإلرث ومعرفة الحساب الموصل الى معرفة القدر 6الواجب من الترآة لكل ذى حق

Menurut Asy-Syarbini Fikih Mawaris ialah fikih yang berkaitan

dengan pembagian warisan, pengetahuan tentang tata cara penghitungan yang

dapat menyampaikan pada pembagian harta warisan dan pengetahuan-

pengetahuan tentang bagian-bagian yang wajib dari harta peninggalan untuk

setiap pemilik hak waris.

علم يعرف به من يرث ومن اليرث ومقدار آل وارث وآيفية التوزيع

Dari definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian

kewarisan Islam adalah seperangkat aturan-aturan pemindahan hukum tentang

pemindahan hak pemilikan harta peninggalan pewaris, mengatur kedudukan

ahli waris yang berhak dan bagian masing-masing secara adil dan sempurna

sesuai dengan ketentuan-ketentuan syari’at.7

Adapun dasar hukum kewarisan mempunyai tiga sumber, yaitu :8

5 Zakiah Daradjat, Ilmu Fiqh (Yogyakarta : PT Dana Bhakti Wakaf, 1995), hlm. 2. 6 M. asy-Syarbini Al-Khâtib, Mugnil Muhtâj (Kairo: Mustafa al-Babi al-Halabi, 1958),

III: 3. 7 Idris Djakfar dan Taufik Yahya, Kompilasi Hukum Kewarisan Islam (Jakarta: Pustaka

Jaya, 1995), hlm. 4. 8 Fathur Rahman, Ilmu Waris Islam (Bandung: PT al-Ma’arif, 1981), hlm. 33.

Page 28: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT KEWARISAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/86/jtptiain-gdl... · suku samin, setelah data ... orang tua sebagai pewaris maupun ajaran-ajaran

21

1. Al-Qur’an

Dalam sistem hukum Islam, hukum kewarisan menempati posisi

strategis. Ayat-ayat kewarisan secara eksplisit paling banyak dibicarakan

dalam al-Qur’an.9 Angka-angka pecahan tersebut sangat jelas dan pasti.10

Di antara ayat-ayat al-Qur’an yang memberikan tentang masalah kewarisan

adalah an-Nisa (4) : 7, 8, 11, 12, 13, dan 176 serta surat al-Ahzab (33) : 6.

2. Hadist

Meskipun al-Qur’an telah membicarakan tentang kewarisan secara

jelas, namun ada beberapa bagian yang memerlukan ketentuan lebih rinci.

Hadis Rasulullah adalah penguat bagi ketetapan Allah (al-Qur’an), dalam

arti Rasulullah diberi hak interpretasi berupa hak untuk menjelaskan, baik

berupa perkataan (qaûl), perbuatan (fi‘il), maupun dengan cara lain (suqut

taqrîr).

Di antara hadist Rasulullah yang membicarakan masalah kewarisan

yaitu:

11. جعل للجدة السدس إذا لم تكن دونها أمأن النبي صلى اهللا عليه وسلم

3. Ijtihad

9 Helmi Hakim, Pembaharuan Hukum Waris Islam Persepsi Metodologis (Jakarta: Al-

Fajar, 1994), hlm. 11. 10 A. A. Basyir, “Reaktualisasi Pendekatan Sosiologis Tidak selalu Relevan”, dalam Iqbal

Addurrauf Saimina (ed), Polemik Reaktualisasi Ajaran Islam, hlm. 112. 11 Abu Dâwud Sulaimân Ibn al-Asy’âs, Sunan Abi Dâwud, “Kitâb al-Farâ’id,” “Bâb fî al-

Jaddati” (Beirut: Dâr al-Fikr, t.t), III: 7, Hadis nomor 2895. Hadis dari Muhammad bin ‘Abdul ‘Azîz bin Abî Riz|mah dari ‘Ubay dari ‘Abdullah (Abu al-Munîb al-Atki) dari Ibnu Buraidah dari Bapaknya. Hadis riwayat Abu Dâwud

Page 29: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT KEWARISAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/86/jtptiain-gdl... · suku samin, setelah data ... orang tua sebagai pewaris maupun ajaran-ajaran

22

Ijtihad para sahabat dan mujtahid-mujtahid kenamaan mempunyai

peranan dan sumbangsih yang tidak kecil terhadap pemecahan-pemecahan

masalah mawaris yang belum dijelaskan oleh nas-nas yang sharih. Misal,

status saudara-saudara yang mewarisi bersama-sama dengan kakek. Di

dalam al-Qur’an tidak dijelaskan. Yang dijelaskan ialah status saudara-

saudara bersama-sama dengan ayah atau bersama-sama dengan anak laki-

laki yang dalam kedua keadaan ini mereka tidak mendapat apa-apa lantaran

terhijab kecuali dalam masalah kalalah mereka mendapatkan bagian.

Menurut pendapat kebanyakan sahabat dan imam-imam mazhab yang

mengutip pendapat Zaid bin S|abit, saudara tersebut bisa mendapat pusaka

secara muqasamah dengan kakek.12

B. Sebab-sebab, Rukun-rukun, Syarat-syarat dan Penghalang Kewarisan

1. Sebab-sebab Terjadinya Kewarisan

Dalam hukum islam, sebab-sebab menerima warisan ada 3 yaitu:

a. Hubungan Kekerabatan (al-qarabah)

Dalam ketentuan hukum Jahiliyah, kekerabatan yang menjadi

sebab mewarisi adalah terbatas pada laki-laki yang telah dewasa. Islam

datang memperbaharui dan merevisinya. Laki-laki dan perempuan,

termasuk didalamnya anak-anak, bahkan bayi yang masih di dalam

kandungan diberikan hak untuk mewarisi, sepanjang hubungan

kekerabatannya membolehkan. Artinya, ada keketentuan bahwa kerabat

yang dekat hubungannya, dapat menghalangi kerabat yang jauh.

Adakalanya menghalangi (meng-hijab) sama sekali, ayau hanya sekedar

12 Fathur Rahman, op.cit, hlm. 33.

Page 30: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT KEWARISAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/86/jtptiain-gdl... · suku samin, setelah data ... orang tua sebagai pewaris maupun ajaran-ajaran

23

mengurangi bagian si terjihab. Yang pertama, atau hanya sekedar

mengurangi bagian di terhijab. Yang pertama, seharusnya ahli waris

bisa menerima bagian karena ada hijab (ahli waris yang

menghalanginya) berakibat tertutup sama sekali hak warisnya. Yang

kedua seperti suami, sedianya menerima bagian ½, tetapi karena ada

anak atau cucu, berkurang bagiannya menjadi ¼.

a. Firman Allah SWT :

)75:االنفال. (وأولو الأرحام بعضهم أولى ببعض في آتاب اللهArtinya : Dan orang-orang yang beriman sesudah itu, kemudian

berhijrah dan berjihad bersamamu maka orang-orang itu termasuk golonganmu (juga). Orang-orang yang mempunyai hubungan itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang kerabat) di dalam kitab Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. Al-Anfal: 75)13

b. Hubungan Perkawinan (al-musaharah)

Perkawinan yang sah, menyebabkan adanya hubungan hukum

saling mewarisi antara suami dan isteri. Yaitu perkawinan yang syarat

dan rukunnya terpenuhi, baik secara agama maupun administratif.

Tentang syarat administrarif ini, masih terdapat perbedaan pendapat

pendapat. Ada yang menyebutnya sebagai syarat yang apabila tidak

dipenuhi berakibat tidak sah perkawinannya. Hukum perkawinan di

Indonesia, memberi kelonggaran dalam hal ini. Yang menjadi ukuran

sah atau tidaknya perkawinan bukan administrasi, tetapi ketentuan

agama. Firman Allah SWT

13 Soenarjo, dkk. op. cit, hlm. 134.

Page 31: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT KEWARISAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/86/jtptiain-gdl... · suku samin, setelah data ... orang tua sebagai pewaris maupun ajaran-ajaran

24

ولكم نصف ما ترك أزواجكم إن لم يكن لهن ولد فإن آان لهن . ولد فلكم الربع مما ترآن من بعد وصية يوصين بها أو دين

)12: النسأ (

Artinya “Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika istri-istrimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudah dibayar utangnya. Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak”. (QS. An-Nisa’ : 12)14

c. Hubungan karena sebab al-wala’

Al-wala’ yaitu hubungan kewarisan akibat seseorang

memperdekakan hamba sahaya, atau melalui perjanjian tolong

menolong. Untuk yang terakhir, agaknya jarang dilakukan jika malah

tidak ada sama sekali. Adapun al-wala’ yang pertama disebut dengan

wala’ al’ataqah atau ‘usubah sababiyah dan yang kedua disebut wala’

al-muwalah, yaitu wala’ yang timbul akibat kesediaan seseorang tolong

menolong dengan yang lain melalui suatu perjanjian perwalian. Orang

yang memerdekakan hamba sahaya, jika laki-laki disebut mu’tiq, jika

perempuan mu’tiqah. Wali penolong disebut maula dan orang yang

ditolong disebut dengan mawali.15

2. Rukun-rukun Kewarisan

14 Ibid, op.cit, hlm. 112. 15 Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris,(Jakarta: PTRaja Grafindo Persada, 1998), hlm.34-36

Page 32: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT KEWARISAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/86/jtptiain-gdl... · suku samin, setelah data ... orang tua sebagai pewaris maupun ajaran-ajaran

25

Rukun-rukun kewarisan ada tiga yaitu:16

a. Muwarris (orang yang memberi warisan), yakni mayat dimana orang

lain berhak mewarisi dari padanya akan apa saja yang ditinggalkan

sesudah matinya.

b. Wâris (penerima warisan), yakni orang yang berhak mewarisi dengan

sebab yang telah dijelaskan, seperti : kekerabatan, pernasaban,

perkawinan dan sebagainya.

c. Maurûs (benda yang diwariskan), yaitu sesuatu yang ditinggalkan

mayat, seperti : harta, kebun dan sebagainya. Maurûs ini juga disebut

irsun, turâsun dan murâs|un yang kesemuanya merupakan sebutan

untuk segala sesuatu yang ditinggalkan mayat ahli waris.

3. Syarat-syarat Kewarisan

Syarat-syarat kewarisan ada tiga yaitu:17

a. Meninggalnya pewaris

Yang dimaksud dengan meninggalnya pewaris baik secara hakiki

ataupun secara hukmiy ialah bahwa seseorang telah meninggal dan

diketahui oleh ahli warisnya atau sebagian dari mereka, atau vonis yang

ditetapkan hakim terhadap seseorang yang tidak diketahui lagi

keberadaanya. Sebagai contoh orang yang hilang yang keadaannya tidak

diketahui lagi secara pasti, sehingga hakim memvonisnya sebagai orang

yang telah meninggal. Hal ini harus diketahui secara pasti, karena

bagaimanapun keadaannya manusia yang masih hidup tetap dianggap

16 Muhammad Ali ash-Shabuniy, op.cit, hlm. 56. 17 Ibid., hlm. 56-58.

Page 33: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT KEWARISAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/86/jtptiain-gdl... · suku samin, setelah data ... orang tua sebagai pewaris maupun ajaran-ajaran

26

mampu untuk mengendalikan seluruh hartanya. Hak kepemilikannya tidak

dapat diganggu gugat oleh siapapun kecuali setelah ia meninggal.

b. Masih hidupnya para ahli waris

Maksudnya, pemindahan hak kepemilikan dari pewaris harus

kepada ahli waris yang secara syari’at benar-benar masih hidup sebab

orang yang sudah mati tidak memiliki hak untuk mewarisi.

c. Diketahuinya posisi ahli waris

Dalam hal ini posisi para ahli waris hendaklah diketahui secara

pasti, misalnya suami, isteri dan sebagainya. Sehingga pembagi

mengetahui masing-masing ahli waris. Sebab dalam hukum kewarisan

perbedaan jauh dekatnya kekerabatan akan membedakan jumlah yang

diterima. Misalnya kita tidak cukup hanya mengatakan bahwa seseorang

adalah saudara sang pewaris. Akan tetapi harus dijelaskan apakah ia

saudara kandung, seayah atau seibu. Mereka masing-masing hukum

bagian, ada yang berhak menerima warisan karena sebagai z|awî al-

furûd}, ada yang ‘as}abah, ada yang terhalang tidak mendapatkan warisan

(mahjûb).

4. Penghalang Kewarisan

Halangan untuk menerima warisan atau disebut mawani ‘alirs

adalah hal-hal yang menyebabkan gugurnya hak ahli waris untuk menerima

warisan dari harta peninggalan al-muwarris. Adapun hal-hal yang dapat

menghalangi tersebut, yang disepakati Ulama ada tiga, yaitu: 1.

Pembunuhan, 2. Berlainan Agama, dan, 3 Berlainan Negara.18

a. Pembunuhan

18 Fathur Rahman, Ilmu Waris, hlm. 83.

Page 34: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT KEWARISAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/86/jtptiain-gdl... · suku samin, setelah data ... orang tua sebagai pewaris maupun ajaran-ajaran

27

Pembunuhan terhadap pewaris oleh ahli waris menyebabkan

tidak dapat mewarisi harta yang ditinggal oleh orang yang dibunuh

meskipun yang dibunuh tidak meninggalkan ahli waris lain selain yang

dibunuh. Sabda Rasul :

19رثؤالقا تل ال ي“ Pembunuh tidak termasuk orang yang mendapatkan warisan”

b. Berlainan agama

Keadaan berlainan agama menghalangi memperoleh harta

warisan. Dalam hal ini yang dimaksud ialah antara ahli waris dengan

muwarris berbeda agama. Sabda Rasul :

20.ال يرث المسلم الكافر والالكافر المسلم

Dalam urusan dunia dan akherat hubungan antara dua kerabat

yang tidak seagama hanya sebatas dalam hal-hal berbuat baik saja dalam

pergaulan dunia dan tidak menyangkut soal agama. Hak kewarisan

merupakan soal agama karena ketentuan pelaksanaannya atas kehendak

Allah SWT.

c. Berlainan Negara

Ditinjau dari segi agama orang yang mewariskan dan orang yang

mewarisi, berlainan negara diklasifikasikan menjadi dua :

19 At-Tirmiz|î, Sunan at-Tirmiz|î, “Bâb Mâ Jâ’a fî Ibtâl Mirâs| al-Qâtil” (Beirût: Dâr al-

Fikr, 1988), hlm. 370. Hadis riwayat dari Abu Hurairah. 20 Al-Bukhâri, Sahîh al-Bukhâri, “Kitâb al-Farâ’id”, “Bâb lâ Yaris al-Muslim al-Kafir

walâ al-Kafir al-Muslim, VIII: 14. Hadis riwayat Usamah ibn Zaid

Page 35: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT KEWARISAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/86/jtptiain-gdl... · suku samin, setelah data ... orang tua sebagai pewaris maupun ajaran-ajaran

28

1) Berlainan negara antar orang-orang non Muslim

Menurut Abu Hanifah dan sebagian ulama Hanabilah

sebagaimana dikutip Fatchur Rahman dalam bukunya Ilmu Waris,

bahwa berlainan negara antar orang-orang non muslim menjadi

penghalang saling mewarisi diantara mereka, karena terputusnya

‘ismah dan tidak adanya hubungan perwalian. Memberikan pusaka

kepada ahli waris yang berbeda negaranya dengan negara muwarris

berarti memberikan harta pusaka kepada musuhnya atau musuh

keluarganya.21

2) Berlainan negara antar orang Islam

Berlainan negara antar orang Islam tidak menjadi penghalang

untuk saling mewarisi. Sebab negara-negara Islam itu dianggap

sebagai negara kesatuan. Hubungan kekuasaan (‘ismah) antar negara-

negara tersebut tidak putus, bahkan terjalin rasa solidaritas antar

warga negaranya satu sama lain. Lebih jauh dari itu bahwa negara-

negara tersebut menjalankan fungsi yang sama yaitu hukum Islam,

walaupun tiap-tiap negara itu mempunyai perbedaan mengenai

bentuk kenegaraannya, sistem pemerintahannya, politik yang

dianutnya, peraturan-peraturan yang dijalankan dan sebagainya.22

C. Asas-Asas Kewarisan Islam

Asas-asas hukum kewarisan dapat ditemui dari keseluruhan ayat-ayat

hukum dalam al-Qur’an dan penjelasan yang diajarkan oleh Rosulullah dalam

21 Fathur Rahman, op.cit, hlm. 198. 22 Ibid., hlm. 109.

Page 36: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT KEWARISAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/86/jtptiain-gdl... · suku samin, setelah data ... orang tua sebagai pewaris maupun ajaran-ajaran

29

sunnahnya, disini akan dijelaskan lima asas yang berkaitan dengan sifat

peralihan harta kepada ahli waris, cara pemilikan harta yang diterima dan

waktu terjadinya peralihan tersebut yaitu:

1. Asas Ijbari

Kata Ijbari secara leksikal mengandung arti paksaan

(Compulsory), yaitu melakukan sesuatu di luar kehendak sendiri. Dalam

hukum Islam peralihan harta dari orang yang telah meninggal kepada

orang yang masih hidup berlaku sendirinya menurut kehendak Allah swt

tanpa usaha dari yang akan meninggal atau kehendak ahli waris atau

pewaris cara seperti ini disebut ijbari.

Adanya unsur Ijbari dalam sistem kewarisan Islam tidak akan

memeberatkan orang yang akan menerima waris, karena menurut

ketentuan hukum Islam ahli waris hanya berhak menerima harta yang

ditinggalkan dan tidak berkewajiban memikul utang yang ditinggalkan

oleh pewaris.

Adanya asas ijbari dalam hukum Islam dapat dilihat dari segi

peralihan harta (bahwa harta orang yang mati itu beralih dengan

sendirinya, bukan dialihkan siapa-siapa kecuali oleh Allah swt), segi

jumlah pembagian (bahwa bagian atau hak ahli waris dalam harta warisan

sudah jelas ditentukan oleh Allah, sehingga pewaris maupun ahli waris

tidak mempunyai hak untuk menambah atau mengurangi apa yang telah

ditentukan itu) dan segi kepada siapa harta warisan itu beralih (bahwa

mereka yang berhak atas harta peninggalan itu sudah ditentukan secara

Page 37: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT KEWARISAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/86/jtptiain-gdl... · suku samin, setelah data ... orang tua sebagai pewaris maupun ajaran-ajaran

30

pasti, sehingga tidak ada suatu kekuasaan manusia yang dapat

mengubahnya dengan cara memasukkan orang lain atau mengeluarkan

orang yang berhak).23

2. Asas Bilateral

Asas ini membicarakan tentang kemana arah peralihan harta itu

di kalangan ahli waris. Asas bilateral dalah hukum kewarisan Islam

mengandung arti bahwa harta warisan beralih kepada atau melalui dua

arah, hal ini berarti bahwa setiap orang menerima hak waris dari kedua

belah pihak garis keturunan, yaitu pihak kerabat garis keturunan laki-laki

dan pihak kerabat garis keturunan perempuan.24

3. Asas Individual

Asas individual artinya bahwa dalam sistem hukum kewarisan

Islam, harta peninggalan yang ditinggal oleh orang yang meninggal dunia

dibagi secara individual langsung kepada masing-masing ahli waris untuk

dimiliki secara perseorangan.25

Pembagian secara individual ini didasarkan kapada ketentuan

bahwa setiap insan sebagai pribadi mempunyai kemampuan untuk

menerima hak dan menjalankan kewajiban, yang dalam istilah ushul fiqh

disebut Ahliyat al-Wujub.26

23 Idris Ramulyo, Perbandingan Hukum Kewarisan Islam Dengan Kewarisan Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), hlm.92. 24 Amir Syarifuddin, op.cit, hlm.20. 25 Idris Ramulyo, op.cit., hlm. 93. 26 Abdul Wahab Khalaf, Ushūl al fiqh, Dewan Dakwah Islam Indonesia, (Jakarta: 1974),

hlm.136.

Page 38: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT KEWARISAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/86/jtptiain-gdl... · suku samin, setelah data ... orang tua sebagai pewaris maupun ajaran-ajaran

31

Pembagian secara individual ini adalah ketentuan mengikat dan

wajib dijalankan oleh setiapmuslim dengan sanksi yang sangat berat di

akhirat bagi yang melanggarnya sebagaimana yang dinyatakan Allah

dalam surat an-Nisa’ ayat 13 dan 14.

4. Asas Keadilan Berimbang

Asas keadilan berimbang dala hukum kewarisan, secara sadar

dapat dikatakan bahwa laki-laki maupun perempuan sama-sama berhak

tampil sebagaiahli waris yang mewarisi harta peninggalan.

Ditinjau dari segi jumlah bagian yang diperoleh saatmenerima

hak, memang terdapat ketidaksamaan. Akan tetapi hal tersebut bukan

berarti tidak adil, karena keadilan dalam pandangan Islam tidak hanya

diukur dengan jumlah yang didapat saat menerima hak waris tetapi juga

dikaitkan kepada kegunaan dan kebutuhan.

5. Asas semata akibat kematian

Asas ini berati bahwa harta seseorang tidak dapat beralih kepada

orang lain dengan nama waris selama yang mempunyai harta masih hidup.

Ini juga berarti bahwa segala bentuk peralihan harta seseorang yang masih

hidup baik secara langsung, maupun terlaksana setelah dia mati, tidak

termasuk kedalam istilah kewarisan menurut hukum Islam.

Asas kewarisan akibat kematian ini mempunyai kaitan erat

dengan asas ijbari .pada hakekatnya, seseorang yang telah memenuhi

syarat sebagai subyek hukum dapat menggunakan hartanya secara penuh

untuk memenuhi keinginannya dan kebutuhan sepanjang hayatnya.

Page 39: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT KEWARISAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/86/jtptiain-gdl... · suku samin, setelah data ... orang tua sebagai pewaris maupun ajaran-ajaran

32

Namun, setelah meninggal dunia, ia tidak lagi memiliki kebebasan

tersebut.27

D. Kewajiban Ahli Waris Sebelum Mendapat Warisan

Bagi ahli waris, merupakan suatu kewajiban untuk mengurus harta

peninggalan pewarisnya. Sebelum harta tersebut dibagikan kepada para ahli

warisnya, harta warisan terlebih dahulu diambil guna pemenuhan dan

pengurusan pewaris, membayar hutang-hutangnya dan pemenuhan wasiat bagi

pewarisnya.

Syarat yang harus ada bagi ahli waris untuk dapat menerima harta

peninggalan adalah masih dalam keadaan hidup pada saat pewarisnya

meninggal, baik secara hakikat maupun menurut penetapan hakim.28

Masih hidupnya ahli waris dapat dibuktikan dengan persaksian dan

keterangan pengadilan. Adapun ahli waris yang dianggap dalam keadaan

hidup, seperti anak dalam kandungan kemudian gugur karena suatu tindak

pidana terhadap ibunya, akan tetapi telah sempurna bentuk kejadiannya, maka

ia dapat mewarisi bagian dari harta pusaka.

Apabila terjadi meninggalnya pewaris, maka suatu kewajiban yang

harus dilakukan ahli waris terhadap pewaris tersebut adalah sebagai berikut: 29

1. Biaya perawatan Jenazah

Yakni pengurusan terhadap segala yang diperlukan oleh pewaris

sejak dari wafat sampai menguburkannya, seperti: pengeluaran untuk

27 Amir Syarifuddin, op.cit., hlm.28. 28 Hasbi Ash-Shidieqy, Fiqhul Mawaris, Hukum-Hukum Waris Islam, cet. I (Jakarta:

Bulan Bintang, 197), hlm.33. 29 Ahmad Rofiq, op.cit, hlm. 37-47

Page 40: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT KEWARISAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/86/jtptiain-gdl... · suku samin, setelah data ... orang tua sebagai pewaris maupun ajaran-ajaran

33

pemenuhan kebutuhan si mayit, memandikannya, mengkafankannya,

menguburkannya, dan segala sesuatu yang diperlukan sampai

dikuburkannya.

Hak ini harus didahulukan dengan mengambil harta peninggalan

sebelum harta tersebut diambil guna pemenuhan hak-hak lainnya.

Berkenaan dengan pengeluaran untuk kebutuhan simayit, haruslah

memperhatikan apa yang dipandang ma’ruf oleh agama, yakni tanpa

berlebih-lebihan dan tanpa terlalu menyedikitkan. Hal ini berbeda-beda

menurut keadaan orang yang meninggal dunia.

Mazhab Ibnu Hambal berpendapat, keperluan ini harus

didahulukan dari pada membayar hutang, walaupun hutang itu berkaitan

dengan sesuatu benda, seperti hutang orang yang menggadaikan

barangnya.

Sementara menurut Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanifiyah lebih

mendahulukan pembayaran hutang yang berkaitan dengan pembayaran

benda, setelah itu barulah diambil untuk keperluan tajhiz.

Namun menurut Muhammad bin Hasan asy-Syaibaniy

berpendapat, bahwa pengurusan jenazah dari keluarga seseorang tidak

dibebankan kepada hartanya sendiri, tetapi dibebankan kepada harta

keluarganya. Bila keluarga itu tidak mempunyai harta, maka biaya itu

ditanggung oleh walinya, karena hubungannya terputus dengan

kematiannyan itu.

2. Dibayarkan hutang-hutangnya.

Page 41: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT KEWARISAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/86/jtptiain-gdl... · suku samin, setelah data ... orang tua sebagai pewaris maupun ajaran-ajaran

34

Utang dari seseorang yang telah meninggal tidak menjadi beban

ahli waris, karena utang itu dalam Islam tidak diwarisi. Utang tetap

menjadi tanggung jawab yang meninggal yang dibebankan kepada harta

yang ditinggalkan. Kewajiban ahli waris atau orang yang ditinggal hanya

sekedar menolong membayarkan hutang tersebut dari harta yang

ditinggalkannya itu. Tidak dibebankannya utang kepada ahli warisnya itu

dapat dipahami dari Firman Allah SWT.

)38: النجم (.…ألا تزر وازرة وزر أخرى

Artinya : (yaitu) bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. (QS. An-Najam : 38).30

Untuk itu sebelum harta dibagikan semua hutangnya harus dilunasi

semua terlebih dahulu.

Mazhab Hanafiyah berpendapat hutang-hutang yang ditinggalkan

oleh orang yang telah meninggal dunia kepada Allah yang tidak

dimintakan tanggung jawabnya kepada manusia, seperti: mengeluarkan

zakat, membayar kafarat, memenuhi nazar tidak perlu dilaksanakan oleh

ahli warisnya. Sementara jumhur berpendapat hal tersebut wajib dipenuhi

sebelum harta peninggalan dibagikan kepada ahli warisnya.

3. Melaksanakan Wasiat

Jika sesudah mengeluarkan biaya jenazah dan membayarkan utang,

harta peninggalan masih ada maka tindakan selanjutnya adalah

membayarkan atau menyerahkan wasiat yang dibuat pewaris sepanjang

30 Soenarjo, dkk. op.cit, hlm. 343

Page 42: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT KEWARISAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/86/jtptiain-gdl... · suku samin, setelah data ... orang tua sebagai pewaris maupun ajaran-ajaran

35

tidak melebihi sepertiga (1/3) bagian dari harta peninggalan. Adapun kadar

wasiat yang melebihi sepertiga dari harta peninggalan, maka diperlukan

adanya persetujuan dari ahli warisnya.

Adapun tingkatan-tingkatan ahli waris adalah sebagai berikut:

a. Golongan ahli waris yang mempunyai bagian tetap (Asabul Furud)

Yakni ahli waris yang mendapat harta warisan dengan

ketentuan seperti yang telah ditentukan al-Qur’an, hadis} dan ijma’.

Golongan ini mendapat giliran pertama dalam perolehan harta warisan.

b. Golongan Asabah Nasabiyah

Yakni orang-orang yang mendapat bagian dari kelebihan harta

warisan setelah dibagikan kepada orang-orang yang mendapat bagian

tetap (As}abul Furud). Golongan ini memperoleh seluruh harta

warisan jika tidak ada golongan ahli waris lainnya, yang termasuk

golongan ini seperti: anak laki-laki dari anak laki-laki (cucu) jika tidak

ada anak laki-laki.

4. Mengembalikan kelebihan harta warisan kepada Zawil Furud

Jika terdapat kelebihan harta warisan, tetapi tidak ada golongan

ahli waris yang menerima harta warisan berdasarkan sistem kelebihan

(As}abah Nasabiyah), maka kelebihan itu diberikan kepada Zawil Furud

sesuai dengan bagiannya masing-masing, kecuali suami-istri. Suami-istri

tidak termasuk golongan ini karena mereka menerima warisan hanya

karena adanya hubungan perkawinan.

5. Membagi harta warisan kepada Zawil Arham

Page 43: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT KEWARISAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/86/jtptiain-gdl... · suku samin, setelah data ... orang tua sebagai pewaris maupun ajaran-ajaran

36

Yakni kerabat pewaris tetapi tidak termasuk kelompok Zawil

Furud maupun As}abah. Golongan ini dapat menerima bagian harta

warisan dengan ketentuan tidak adanya kedua golongan tersebut.

6. Mengembalikan harta warisan kepada Suami-Istri

Pengembalian harta warisan kepada salah seorang diantara suami-

istri dapat dilakukan karena adanya ikatan hubungan perkawinan.

7. Mendapatkan bagian harta warisan karena Suatu Sebab

Seseorang dapat memperoleh harta warisan karena adanya suatu

sebab, yaitu sebab memerdekakan budak (As}abah Sababiyah), baik laki-

laki maupun wanita. Akan tetapi pada zaman sekarang ahli waris ini tidak

ada lagi, hanya sebagai wacana.

8. Mendapat bagian harta warisan karena Wasiat

Seseorang dapat memperoleh bagian harta warisan karena adanya

pemberian wasiat dari pewaris. Kadar maksimal wasiat ini adalah

sepertiga (1/3) dari harta pusaka. Perolehan kadar lebih dari sepertiga (1/3)

dapat diperbolehkan jika pewaris meninggal tanpa adanya ahli waris atau

dengan persetujuan para ahli warisnya.

9. Menyerahkan harta peninggalan kepada Kas Kaum Muslimin.

Jika seseorang meninggal dunia tanpa meninggalkan ahli waris

seorangpun, maka harta peninggalan diserahkan kepada kas keuangan

kaum muslimin (Baitul Mal), harta tersebut kemudian digunakan untuk

kemaslahatan umat.

E. Ahli Waris dan Bagian-bagiannya

Page 44: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT KEWARISAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/86/jtptiain-gdl... · suku samin, setelah data ... orang tua sebagai pewaris maupun ajaran-ajaran

37

Kata ahli waris yang secara bahasa berarti keluarga tidak otomatis ia

dapat mewarisi harta peninggalan saudaranya yang meninggal dunia. Ada dua

macam ahli waris, yaitu:

1. Ahli waris nasabiyah, karena hubungan darah

2. Ahli waris Sababiyah, timbul karena:

- Perkawinan yang sah (al-musaharah)

- Memerdekakan hamba sahaya (al-wala’) atau karena perjanjian tolong

menolong.

Apabila dilihat dari bagian-bagian yang diterima, dapat dibedakan

kepada:

1. Ahli waris ashab al-furud, yaitu ahli waris yang menerima bagian yang

telah ditentukan besar kecilnya, seperti ½, 1/3, atau 1/6.

2. Ahli waris ‘asabah, yaitu ahli waris yang menerima bagian sisa setelah

harta dibagikan kepada ahli waris ashab al-furu.

3. Ahli Waris zawi al-arham yaitu ahli waris karena hubungan darah tetapi

menurut ketentuan Al-Qur'an tidak berhak menerima warisan.

Apabila dilihat dari hubunga kekerabatan (jauh-dekat)nya sehingga

yang dekat lebih berhak menerima warisan daripada yang jauh dapat

dibedakan.

1. Ahli waris hijab, yaitu ahli waris yang dekat yang dapat menghalangi yang

jauh, atau karena garis keturunannya menyebabkannya menghalangi orang

lain.

2. Ahli waris mahjub, yaitu ahli waris yang terhalang oleh ahli waris yang

dekat hubungan kekerabatannya. Ahli waris ini dapat menerima warisan,

jika yang menghalanginya tidak ada.

Jumlah keseluruhan ahli waris yang secara hukum berhak menerima

warisan, baik ahli waris nasabiyah atau sababiyah, ada 17 orang, terdiri dari

10 orang laki-laki dan 7 orang perempuan. Apabila dirinci seluruhnya ada 25

Page 45: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT KEWARISAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/86/jtptiain-gdl... · suku samin, setelah data ... orang tua sebagai pewaris maupun ajaran-ajaran

38

orang, 15 orang laki-laki dan 10 orang perempuan. Agar lebih mudah

dipahami, uraian selanjutnya digunakan jumlah ahli waris 25 orang.31

1. Ahli Waris Nasabiyah

Ahli waris nasabiyah adalah ahli waris yang pertalian

kekerabatannya kepada muwarris berdasarkan hubungan darah. Ahli waris

nasabiyah ini terdiri 13 orang laki-laki dan 8 orang perempuan.

Seluruhnya 21 orang.

Ahli waris laki-laki, berdasarkan urutan kelompoknya sebagai

berikut:

a. Anak laki-laki (al-ibn)

b. Cucu lakilaki garis laki-laki

c. Bapak

d. Kakek dari bapak

e. Saudara laki-laki sekandung

f. Saudara laki-laki seayah

g. Saudara laki-laki seibu

h. Anak laki-laki saudara laki-laki sekandung

i. Anak laki-laki saudara laki-laki seayah

j. Paman. Saudara bapak sekandung

k. Paman seayah

l. Anak laki-laki paman sekandung

m. Anak laki-laki paman seayah

Dari ahli waris nasabiyah tersebut di atas, apabila dikelompokkan

menurut tingkatan kekerabatannya adalah sebagai berikut:

a. Furu ‘al-waris yaitu ahli waris anak keturunannya di mati, atau disebut

kelompok cabang (al-bunuwwah). Kelompok inilah yang terdekat, dan

mereka yang didahulukan menerima warisan. Ahli waris kelompok ini

adalah:

1) Anak perempuan

2) Cucu perempuan garis laki-laki

31 Ahmad Rofiq, op.cit, hlm. 49-50

Page 46: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT KEWARISAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/86/jtptiain-gdl... · suku samin, setelah data ... orang tua sebagai pewaris maupun ajaran-ajaran

39

3) Anak laki-laki cucu laki-laki garis laki-laki

b. Usul al-waris yaitu ahli waris leluhur di mati. Kedudukannya berada

setelah kelompok furu’ al-waris. Mereka adalah:

1) Bapak

2) Ibu

3) Kakek garis bapak

4) Nenek garis ibu

5) Nenek garis bapak

c. Al-Hawasyi, yaitu ahli waris kelompok saudara, termasuk di dalam

paman dan keturunanya. Seluruhnya ada 12 orang yaitu:

1) Saudara perempuan sekandung

2) Saudara perempuan seayah

3) Saudara perempuan seibu

4) Saudara laki-laki sekandung

5) Saudara laki-laki seayah

6) Saudara laki-laki seibu

7) Anak saudara laki-laki sekandung

8) Anak saudara laki-laki seayah

9) Paman sekandung

10) Paman seayah

11) Anak paman sekandung

12) Anak paman seayah

2. Ahli Waris Sababiyah

Ahli waris sababiyah adalah ahli waris yang berhubungan

pewarisnya timbul karena sebab-sebab tertentu, yaitu:

a. Sebab perkawinan, yaitu suami atau isteri

b. Sebab memerdekakan hamba sahaya

Sebagai ahli warisan sababiyah, mereka dapat menerima warisan

apabila perkawinan suami-isteri tersebut sah. Begitu juga hubungan yang

Page 47: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT KEWARISAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/86/jtptiain-gdl... · suku samin, setelah data ... orang tua sebagai pewaris maupun ajaran-ajaran

40

timbul sebab memerdekakan hamba sahaya, hendaknya dapat dibuktikan

menurut hukum yang berlaku.32

3. Al-Furud Al-Muqaddarah dan Macam-macamnya

Kata al-furud adalah bentuk jamak dari kata fard artinya bagian

(ketentuan). Al-Muqaddarah artinya ditentukan. Jadi al-furud al-

muqaddarah maksudnya adalah bagian-bagian yang telah ditentukan besar

kecilnya di dalam Al-Qur'an. Bagian-bagian itulah yang akan diterima

oleh ahli waris menurut jauh-dekatnya hubungan kekerabatan.

Macam-macam al-furud al-muqaddarah yang diatur di dalam Al-

Qur'an ada 6, yaitu:

a. Setengah/separoh (1/2 = al-fisf)

b. Sepertiga (1/3 = al-sulus)

c. Seperempat (1/4 = al-rubu’)

d. Seperenam (1/6 = al-sudus)

e. Seperdelapan (1/8 = al-sumun)

f. Dua pertiga (2/3 = al-sulusan ‘alsulusain)

4. Ahli Waris Ashab al-Furud dan Hak-haknya

Pada penjelasan dibawah ini tidak dipisahkan lagi antara ahli waris

nasabiyah dan sababiyah. Pertimbangannya mereka sama-sama sebagai

ashab al-wurud.

Pada umumnya ahliwaris ashab al-wurud adalah perempuan,

sementara ahli waris laki-laki yang menerima bagian tertentu adalah

bapak, atau kakek, dan suami. Selain itu, menerima bagian sisa (‘asabah).

Adapun hak-hak yang diterima ahli waris ashab al-furud adalah.33

a. Anak perempuan, berhak menerima bagian:

½ jika sendirian tidak bersama anak laki-laki

2/3 jika dua orang atau lebih tidak bersama anak laki-laki

b. Cucu perempuan garis laki-laki, berhak menerima:

32 Ibid., hlm. 54 33 Ibid.,hlm. 55-56

Page 48: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT KEWARISAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/86/jtptiain-gdl... · suku samin, setelah data ... orang tua sebagai pewaris maupun ajaran-ajaran

41

½ jika sendirian, tidak bersama cucu laki-laki dan tidak mahjub

(terhalang).

2/3 jika dua orang atau lebih, tidak bersama cucu laki-laki dan tidak

mahjub.

1/6 sebagai pelengkap 2/3 jika bersama seorang anak perempuan, tidak

ada cucu laki-laki dan tidak mahjub. Jika anak perempuan dua orang

atau lebih ia tidak mendapatkan bagian.

c. Ibu, berhak menerima bagian:

1/3 jika tidak ada anak atau cucu (far’u waris) atau saudara dua orang

atau lebih.

1/6 jika ada far’u waris atau bersama dua orang saudara atau lebih.1/3

x sisa, dalam masalah Garrawain, yaitu apabila ahli waris terdiri dari:

suami/isteri, ibu dan bapak.

d. Bapak berhak menerima bagian:

1/6 jika ada anak laki-laki atau cucu laki-laki

1/6 + sisa, jika bersama anak perempuan atau cucu perempuan garis

laki-laki.

Jika bapak bersama ibu:

- Masing-masing 1/6 jika ada anak, cucu atau saudara dua orang atau

lebih.

- 1/3 untuk ibu, bapak menerima sisanya, jika tidak ada anak, cucu

atau saudara dua orang lebih.

- Ibu menerima 1/3 sisa, bapak sisanya setelah diambil untuk suami

atau isteri.

e. Nenek, jika tidak mahjub berhak menerima bagian:

1/6 jika seorang

1/6 dibagi rata, apabila nenek lebih dari seorang dan sederajat

kedudukannya.

f. Kakek, jika tidak mahjub, berhak menerima bagian:

1/6 jika bersama anak laki-laki atau cucu laki-laki

Page 49: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT KEWARISAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/86/jtptiain-gdl... · suku samin, setelah data ... orang tua sebagai pewaris maupun ajaran-ajaran

42

1/6 + sisa, jika bersama anak atau cucu perempuan tanpa ada anak

laki-laki.

1/6 atau muqasamah (bagi rata) dengan saudara sekandung atau

seayah, setelah diambil untuk ahli waris lain.

1/3 atau muqasamah bersama saudara sekandung atau seayah, jika

tidak ada ahli waris lain.

g. Saudara perempuan sekandung, jika tidak mahjub, berhak menerima

bagian:

½ jika seorang, dan tidak bersama saudara laki-laki sekandung.

2/3 dua orang atau lebih, tidak bersama saudara laki-laki sekandung.

h. Saudara perempuan seayah, jika tidak mahjub, berhak menerima

bagian:

2/3 seorang diri dan tidak bersama saudara laki-laki seayah.

2/3 dua orang atau lebih tidak bersama saudara laki seayah.

1/6 jika bersama dengan saudara perempuan sekandung seorang,

sebagai pelengkap 2/3.

i. Saudara seibu, baik laki-laki ataupun perempuan kedudukannya sama.

Apabila tidak mahjub, saudara seibu berhak menerima bagian:

1/6 jika seorang diri

1/3 dua orang atau lebih bergabung menerima 1/3 dengan saudara

sekandung, ketika bersama-sama dengan ahli waris sunni dan ibu

(musyarakah)

j. Suami, berhak menerima bagian:

½ jika tidak mempunyai anak atau cucu.

¼ jika bersama dengan anak atau cucu.

k. Isteri, berhak menerima bagian:

¼ jika tidak mempunyai anak atau cucu.

1/8 jika bersama anak atau cucu.

5. Ahli Waris ‘Asabah dan Macam-macamnya

‘Asabah adalah bagian sisa setelah diambil oleh ahli waris ashab

al-furud. Sebagai penerima bagiansisa, ahli waris ‘asabah, terkadang

Page 50: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT KEWARISAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/86/jtptiain-gdl... · suku samin, setelah data ... orang tua sebagai pewaris maupun ajaran-ajaran

43

menerima bagian banyak (seluruh harta warisan), terkadang menerima

sedikit, tetapi terkadang tidak menerima bagian sama sekali, karena habis

diambil ahli waris ashab al-furud.

Adapun macam-macam ahli waris ‘asabah ada tiga macam, yaitu:34

a. ‘Asabah bin nafsi, yaitu ahli waris yang karena kedudukan dirinya

sendiri berhak menerima bagian ‘asabah. Ahli waris kelompok ini

semuanya laki-laki, kecuali mu’tiqah (perempuan yang memerdekakan

sahaya), yaitu:

1) Anak laki-laki

2) Cucu kali-laki dari garis laki-laki

3) Bapak

4) Kakek (dari garis bapak)

5) Saudara laki-laki sekandung

6) Saudara laki-laki seayah

7) Anak laki-laki saudara laki-laki sekandung

8) Anak laki-laki saudara laki-laki seayah

9) Paman sekandung

10) Paman seayah

11) Anak laki-laki paman sekandung

12) Anak laki-laki paman eayah

13) Mu’tiq dan atau mu’tiqah (anak laki atau perempuan

memerdekakan hamba sahaya)

b. ‘Asabah bi al-Gair, yaitu ahli waris yang menerima sisa karena

bersama-sama dengan ahli waris lain yang menerima bagian sisa.

Apabila ahli waris penerima sisa tidak ada, maka ia tetap menerima

bagian tertentu (tidak menerima ’asabah). Ahli waris ‘asabah bi al-gair

tersebut adalah:35

1) Anak perempuan bersama-sama dengan anak laki-laki.

34 Ibid., hlm. 60 35 Ibid., hlm. 61

Page 51: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT KEWARISAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/86/jtptiain-gdl... · suku samin, setelah data ... orang tua sebagai pewaris maupun ajaran-ajaran

44

2) Cucu perempuan garis laki-laki, bersama dengan cucu laki-laki

garis laki-laki.

3) Saudara perempuan sekandung bersama dengan saudara laki-laki

sekandung.

4) Saudara perempuan seayah bersama dengan saudara laki-laki

seayah.

c. Asabah ma’al-Ghair, ialah ahliwaris yang menrima bagian ‘asabah

karena bersama ahli waris lain bukan penerima bagian ‘asabah.

Apabila ahli waris tidak ada, maka ia menerima bagian tertentu.

‘asabah ma’ al-Gair ini diterima ahli waris:

1) Saudara perempuan sekandung (seorang atau lebih) karena

bersama dengan anak perempuan (seorang atau lebih) atau bersama

degan cucu perempuan garis laki-laki (seorang atau lebih).

2) Saudara perempuan seayah (seorang atau lebih) bersama dengan

anak atau cucu perempuan (seorang atau lebih). Misalnya seorang

meninggal, ahli warisnya terdiri dari seorang anak perempuan,

seorang cucu perempuan garis laki-laki, dan dua orang saudara

perempuan seayah.36

6. Ahli Waris yang terhijab

Hijab secara harfiyah berarti satir, penutup atau penghalang, dalam

fiqih mawaris istilah hijab digunakan untuk menjelaskan ahli waris yang

jauh hubungan kekerabatannya yang kadang-kadang atau seterusnya

terhalang oleh ahli waris yang lebih dekat. Orang yang menghalangi

disebut hajib dan orang yang terhalang disebut mahjub, keadaan

menghalangi disebut hijab.

Hijab ditilik dari akibatnya dibagi menjadi dua macam,

sebagaimana berikut:37

a. Hijab Nuqshan

36 Ibid., hlm. 62 37 Ibid, hlm. 72-75

Page 52: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT KEWARISAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/86/jtptiain-gdl... · suku samin, setelah data ... orang tua sebagai pewaris maupun ajaran-ajaran

45

Hijab Nuqshan yaitu menghalangi yang berakibat mengurangi

bagian ahli waris yang mahjub, seperti suami yang seharusnya

mendapat bagian ½ karena bersama anak baik laki-laki maupun

perempuan, bagiannya terkurang menjadi ¼. Ibu yang sedianya

menerima bagian 1/3, karena bersama dengan anak, atau bersama dua

saudara atau lebih maka bagiannya terkurang menjadi 1/6.

Berikut rinciannya dalam tabel

No Ahli Waris Bagian Terkurang Oleh Menjadi

1 Ibu 1/3

1/3

- Anak atau cucu

- 2 saudara atau

lebih

1/6

1/6

2 Bapak ’Ashabah

’Ashabah

- Anak laki laki

- Anak perempuan

- 1/6

- 1/6+Ashabah

3 Isteri ¼ - Anak atau cucu 1/8

4 Suami ½ - Anak atau cucu ¼

5 - Saudara perempuan

sekandung/seayah

- Saudara perempuan

2 atau lebih

- ½

- 2/3

- Anak atau cucu

perempuan

- Anak atau cucu

perempuan

- Ashabah

Ma’a Ghair

- Ashabah

Ma’a Ghair

6 Cucu (pr) garis Lk-lk ½ - Seorang anak

(pr)

1/6

7 Saudara (pr) seayah ½ - Seorang saudara

(pr) kandung

1/6

Keterangan: Ahli waris nenek jika tidak mahjub oleh ibu atau

bapak, mendapat bagian 1/6 (kedudukannya hampir sama dengan ibu).

Demikian juga kakek jika tidak ada bapak, kedudukannya sama dengan

bapak, kecuali dalam masalah Al-Jadd ma’a Al-Ikhwah.

b. Hijab Hirman

Hijab Hirman yaitu menghalangi secara total yang

mengakibatkan hak-hak ahli waris yang termahjub tertutup sama sekali

Page 53: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT KEWARISAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/86/jtptiain-gdl... · suku samin, setelah data ... orang tua sebagai pewaris maupun ajaran-ajaran

46

dengan adanya ahli waris yang menghalangi. Misalnya, saudara

perempuan sekandung yang semula berhak menerima bagian 1/2 , akan

tetapi karena bersama dengan anak laki-laki menjadi tertutup sama

sekali dan tidak mendapat bagian. Saudara seibu yang pada dasarnya

mendapat bagian 1/6 karena bersama dengan anak perempuan maka

menjadi tertutup sama sekali baginya untuk memperoleh warisan.

Berikut rinciannya dalam tabel

No Ahli Waris Bagian Terhalang oleh

1 Kakek 1/6 Ayah

2 Nenek garis ibu 1/6 Ibu

3 Nenek garis Ayah 1/6 Ayah dan ibu

4 Cucu (lk) garis laki-laki ‘Ashabah Anak (laki-laki)

5 • Cucu (pr) garis laki-

laki

• 2 Cucu (pr) garis laki-

laki atau lebih

½

2/3

Anak (laki-laki),

2 anak (pr) atau lebih

6 • Saudara (lk)

sekandung

• Saudara (pr)

sekandung

• 2 saudara (pr)

sekandung atau lebih

‘Ashabah

½

2/3

Anak (lk), cucu (lk),

dan ayah

7 • Saudara (lk-lk) seayah

• Saudara (pr) seayah

• 2 Saudara (pr) seayah

atau lebih

‘Ashabah

½

2/3

Anak (lk), cucu (lk),

ayah, saudara (lk)

sekandung, saudara

(pr) sekandung

bersama anak/cucu

perempuan.

8 • Saudara lk/pr seibu 1/6 Anak (lk) dan anak

Page 54: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT KEWARISAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/86/jtptiain-gdl... · suku samin, setelah data ... orang tua sebagai pewaris maupun ajaran-ajaran

47

• 2 Saudara lk/pr seibu

atau lebih

1/3 (pr), Cucu (lk) dan

cucu (pr), ayah dan

kakek.

9 Anak (lk) dari saudara

(lk) sekandung

‘Ashabah Anak (lk), cucu (lk),

ayah atau kakek,

saudara (lk) sekandung

atau seayah, saudara

(pr) sekandung atau

seayah yang menerima

Ashabah ma’a al-

Ghair

10 Anak (lk) dari saudara

Seayah

‘Ashabah Anak atau cucu (lk),

ayah atau

kakek,saudara (lk)

sekandung atau

seayah, anak (lk) dari

saudara (lk)

sekandung,

Saydara (pr)

sekandung atau seayah

yang menerima

’Ashabah Ma’a al-

Ghoir

11 Paman Sekandung ‘Ashabah Anak atau cucu (lk),

ayah atau

kakek,saudara (lk)

sekandung atau

seayah, anak (lk) dari

saudara (lk)

sekandung,

Page 55: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT KEWARISAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/86/jtptiain-gdl... · suku samin, setelah data ... orang tua sebagai pewaris maupun ajaran-ajaran

48

Saudara (pr)

sekandung atau seayah

yang menerima

’Ashabah Ma’a al-

Ghoir

12 Paman seayah ‘Ashabah Anak atau cucu (lk),

ayah atau

kakek,saudara (lk)

sekandung atau

seayah, anak (lk) dari

saudara (lk)

sekandung,

Saydara (pr)

sekandung atau seayah

yang menerima

’Ashabah Ma’a al-

Ghoir dan paman

sekandung

13 Anak (lk) dari Paman

sekandung

‘Ashabah Anak atau cucu (lk),

ayah atau

kakek,saudara (lk)

sekandung atau

seayah, anak (lk) dari

saudara (lk)

sekandung,

Saudara (pr)

sekandung atau seayah

yang menerima

’Ashabah Ma’a al-

Ghoir dan paman

Page 56: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT KEWARISAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/86/jtptiain-gdl... · suku samin, setelah data ... orang tua sebagai pewaris maupun ajaran-ajaran

49

sekandung/seayah

14 Anak (lk) dari Paman

seayah

‘Ashabah Anak atau cucu (lk),

ayah atau

kakek,saudara (lk)

sekandung atau

seayah, anak (lk) dari

saudara (lk)

sekandung,

Saydara (pr)

sekandung atau seayah

yang menerima

’Ashabah Ma’a al-

Ghoir, paman

sekandung/seayah dan

Anak (lk) dari Paman

sekandung

Page 57: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT KEWARISAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/86/jtptiain-gdl... · suku samin, setelah data ... orang tua sebagai pewaris maupun ajaran-ajaran

BAB IV

ANALISIS HUKUM ISLAM

TERHADAP PELAKSANAAN KEWARISAN MASYARAKAT SAMIN

DI DESA SAMBONG REJO KABUPATEN BLORA

Hukum Islam disyariatkan oleh Allah dengan tujuan utama merealisasikan

dan melindungi kemaslahatan umat manusia, baik kemaslahatan individu maupun

masyarakat. Kemaslahatan yang ingin diwujudkan dalam hukum Islam itu

menyangkut seluruh aspek kepentingan manusia. Maqasid al-Syari’ah

mengandung empat aspek:

1. Kemaslahatan manusia di dunia dan di akherat.

2. Syariat sebagai sesuatu yang harus dipahami.

3. Syariat sebagai suatu hukum taklif yang harus dilakukan.

4. Tujuan syariat membawa manusia ke dalam sebuah hukum.

Kemaslahatan itu dapat diwujudkan bila lima unsur pokok dapat

diwujudkan dan dipelihara, kelima unsur itu adalah : Agama, Jiwa, Keturunan,

Akal, dan Harta (Usul al-Khamsah). Aspek-aspek kepentingan manusia itu

menurut para ulama’, dapat diklarifikasikan menjadi tiga aspek, yaitu: daruriyat

(Primer), hajjiyat (sekunder), tahsiniyat (stabilitas sosial).

Tahsiniyat adalah aspek yang paling asasi dalam kehidupan manusia.

Apabila aspek ini terganggu maka kehidupan akan kacau.1 Aspek-aspek

mu’amalah (interaksi sosial) adalah jenis hukum yang mengatur secara khusus

1 Said Agil Husain al-Munawar, Hukum Islam dan Pluralitas Sosial (Jakarta:

Penamadani, 2004), hlm. 19.

79

Page 58: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT KEWARISAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/86/jtptiain-gdl... · suku samin, setelah data ... orang tua sebagai pewaris maupun ajaran-ajaran

80

hubungan hamba dengan sesamanya. Aspek-aspeknya diantaranya adalah

munakahat (perkawinan), mawaris (kewarisan), ba’i (jual beli) dan lain-lain.

Hukum kewarisan yang mengatur peralihan harta benda dari orang yang

sudah meninggal dunia kepada ahli warisnya yang masih hidup adalah termasuk

ke bidang mu’amalah, lebih khusus lagi termasuk kedalam bidang hukum

keluarga.2 Menurut Basyir, inti dari persoalan kewarisan adalah bagaimana harta

peninggalan itu diberlakukan, kepada siapa ia akan dialihkan dan bagaimana cara

peralihannya.3

Masyarakat Sedulur Sikep di Desa sambong rejo Kabupaten Blora

menggunakan cara yang hampir mirip dengan cara yang dilakukan oleh

masyarakat sebelum Islam yang menggunakan tiga sebab untuk dapat mewarisi:

sebab pertalian darah (qarabah), janji setia (muhalafah), adopsi (tabaniy).

Kekerabatan bagi masyarkat Sikep di Desa sambong rejo Kabupaten Blora

adalah hal utama dalam menentukan warisan. Mereka menggunakan pertalian ini

untuk menyatukan tali kekeluargaan juga termasuk ahli waris. Sedangkan bagi

keluarga yang tidak mempunyai keturunan, mereka bisa mengadopsi anak dari

kerabat terdekat. Dan anak tersebut pun mendapat semua harta warisan. Padahal

dalam hukum Islam anak yang dipungut tidak mendapat warisan, jika ada ahli

waris atau orang tua kandung yang masih hidup.

Semua pertalian ahli waris yang ada hubungan darah, baik laki-laki

maupun perempuan, saudara dan anak-anak diberi hak untuk menerima bagian

2 Hazairi, Hukum Kewarisan Bilateral menurut al-Quran dan Hadis (Jakarta: Tinta Mas,

1982), hlm.27. 3 Ahmad Azhar Basyir, Hukum Waris Islam (Yogyakarta: Fakultas Ekonomi UII, 1990),

hlm.2.

Page 59: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT KEWARISAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/86/jtptiain-gdl... · suku samin, setelah data ... orang tua sebagai pewaris maupun ajaran-ajaran

81

menurut jauh dekatnya. Kekerabatan yang dipakai dalam kewarisan Islam adalah

sistem kekerabatan bilateral dan parental. Artinya penentuan hubungan

kekerabatan dihubungkan pada garis ibu dan garis ayah.4

Hubungan kekerabatan dalam Islam dijelaskan dalam firman Allah :

)75:االنفال. (ولو الأرحام بعضهم أولى ببعض في آتاب اللهوأ .Artinya : Dan orang-orang yang beriman sesudah itu, kemudian berhijrah

dan berjihad bersamamu maka orang-orang itu termasuk golonganmu (juga). Orang-orang yang mempunyai hubungan itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang kerabat) di dalam kitab Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. Al-Anfal: 75)

Masyarakat sedulur sikep juga menetapkan suami Istri sebagai ahli waris.

Penetapan ini sesuai dengan hukum Islam. Namun mayoritas suami istri pada

masyarakat Sikep memberikan harta mereka kapada ahli waris sebelum mereka

meninggal dan jika salah satu dari suami istri meninggal, maka harta tersebut

langsung menjadi milik ahli waris yang telah ditunjuk oleh suami atau saudara-

saudara melalui musyawarah. Sedangkan untuk mencukupi kehidupan mereka

ditanggung oleh ahli waris tersebut.

Mengenai dasar hukum sebab perkawinan diterangakan dalam al-Qur’an:

م إن لم يكن لهن ولد فإن آان لهن ولد ولكم نصف ما ترك أزواجك: النسأ . (فلكم الربع مما ترآن من بعد وصية يوصين بها أو دين

12(

Artinya “Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika istri-istrimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari

4 Ahmad Rofiq, Hukum Waris Islam di Indonesia (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 1995),

hlm.339.

Page 60: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT KEWARISAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/86/jtptiain-gdl... · suku samin, setelah data ... orang tua sebagai pewaris maupun ajaran-ajaran

82

harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudah dibayar utangnya. Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak”. (QS. An-Nisa’ : 12)

Dalam ayat itu digunakan kata azwaj. Penggunaan kata azwaj yang secara

leksikal berarti pasangan (suami/istri), menunjukkan dengan gamblang hubungan

kewarisan antara suami dan istri. Bila hubungan kewarisan berlaku antara

mempunyai hubungan karena kekerabatan, adanya hubungan alamiah di antara

keduanya, maka adanya hubungan kewarisan antara suami istri disebabkan adanya

hukum suami dan istri.5

Sedang masalah adopsi, masyarakat Sikep menyebut adopsi atau

pengangkatan anak dengan istilah mupu. Pengangkatan anak atau adopsi dalam

kamus Indonesia-Jawa berarti pamupuning anak.6 Pengertian anak angkat

menurut kamus Hukum adalah anak orang lain yang dijadikan anak sendiri sejak

kecil, pengangkatannya dengan adopsi.7 Sedangkan menurut Kompilasi Hukum

Islam (KHI), anak angkat adalah anak yang dalam pemeliharaan untuk hidupnya

sehari-hari, biaya kepada orang tua angkatnya berdasarkan putusan pengadilan.8

Dalam ajaran Islam, pengangkatan anak disebut dengan istilah tabanni.

Istilah tersebut untuk menyebutkan suatu kebiasaan yang berlaku pada masa

jahiliyah. Maksudnya, bila seseorang mengangkat anak orang lain sebagai anak

sendiri, maka berlakulah terhadap anak ini hak yang berlaku atas anak kandung.

Ali Yafie berpendapat dalam Islam tidak dikenal istilah anak angkat dan tidak ada

sejarahnya. Dalam hukum Islam hanya ada empat jenis anak, yaitu: anak kandung,

5 Amir Syarifuddin, op.cit, hlm.188. 6 Sudaryanto, dkk., op.cit, hlm.3. 7 Yan Pramadya Puspa, Kamus Hukum (Semarang: Aneka, tt.), hlm.66. 8 Pasal 171 (h) KHI.

Page 61: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT KEWARISAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/86/jtptiain-gdl... · suku samin, setelah data ... orang tua sebagai pewaris maupun ajaran-ajaran

83

anak pungut (laqit), anak akuan, anak asuhan.9 Hukum Islam menolak lembaga

anak angkat dalam arti terlepasnya anak angkat dari kekerabatan orang tua asalnya

dan beralih ke dalam kekerabatan orang tua angkatnya. Hal ini berdasarkan firman

Allah:

وفه وما جعل أزواجكم اللائي ما جعل الله لرجل من قلبين في ج تظاهرون منهن أمهاتكم وما جعل أدعياءآم أبناءآم ذلكم قولكم

﴾4﴿بأفواهكم والله يقول الحق وهو يهدي السبيل Artinya : Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati

dalam rongganya; dan Dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zhihar itu sebagai ibumu, dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataanmu di mulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar). (QS. Al-Ahzab:4)

Namun sesuai asas keadilan yang dijunjung tinggi Islam, maka dalam hal

kewarisan secara moral orang tua angkat dituntut untuk memberikan hibah atau

wasiat atas sebagian hartanya kepada anak angkatnya yang telah berjasa merawat,

membantu atau melengkapi sebuah keluarga.

Di Indonesia mengangkat anak atau adopsi merupakan suatu hal yang

umum dan sering terjadi. Tidak bisa dipungkiri bahwa kehadiran seorang anak

bagi keluarga yang tidak mempunyai keturunan adalah sebuah kebutuhan yang

sangat penting. Di Jawa status anak angkat masih mempunyai hak kewarisan dari

orang tua kandungnya, namun juga berhak mewarisi harta dari orang tua

angkatnya, tetapi hanya sebatas pada harta peninggalan selain barang-barang

pusaka yang berasal dari warisan harus dikembalikan kepada kerabat si pewaris.10

9 Muhammad Anshari, “Wali Nikah Anak Angkat Hak Siapa?” dalam Anggun, No.5, Vol.

I, 2005, hlm.18. 10 Setiawan Budi Utomo, op.cit, hlm.157.

Page 62: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT KEWARISAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/86/jtptiain-gdl... · suku samin, setelah data ... orang tua sebagai pewaris maupun ajaran-ajaran

84

Kompilasi Hukum Islam (KHI) juga membolehkan pengangkatan anak

atau adopsi yaitu pada Pasal 171 (h). Hubungan hukum yang terjadi antara orang

tua angkat dengan anak angkat hanya terbatas pada tanggung jawab moral

kemanusiaan, yaitu saling tolong menolong sesama manusia, dan pemeliharaan

anak fakir miskin. Menurut syari’at Islam seorang bapak angkat diperbolehkan

memberikan wasiat wajibah dari sebagian tirkah (harta peninggalan) untuk

menutupi hari depan anak angkat, sehingga kehidupanya stabil dan terjamin.

Pemberian wasiat wajibah itu tidak boleh melebihi sepertiga dari harta

peninggalan.

Pemberian semua harta peninggalan orang tua angkat kepada anak

angkatnya menjadi tradisi dalam masyarakat Sedulur Sikep memang mirip dengan

budaya yang dipraktikkan pada masa jahiliyah dulu. Kepercayaan seperti ini

masih dimiliki oleh masyarakat Sedulur Sikep yang masih benar-benar murni,

dalam artian mereka belum masuk pada suatu agama.

Namun bagi saedulur sikep yang telah masuk Islam, maka sebagian

hartanya masih tetap diwariskan kapada anak angkatnya namun tidak semuanya,

sebagian diberikan kepada saudara-saudaranya dan sebagian lagi biasanya

diinfakkan atau diwakafkan untuk kepentingan umum.misalnya diwakafkan ke

masjid atau madrasah.

Selain ketiga sebab di atas masyarakat Sedulur Sikep menetapkan

katurunan Adam (semua manusia) bisa mendapat warisan karena semua manusia

bersaudara, yaitu keturunan Adam. Kepercayaan seperti ini masih dimiliki oleh

masyarakat Sedulur Sikep yang masih benar-benar murni, dalam artian ajaran atau

Page 63: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT KEWARISAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/86/jtptiain-gdl... · suku samin, setelah data ... orang tua sebagai pewaris maupun ajaran-ajaran

85

kepercayaan mereka belum tercampuri dengan pengetahuan atau ajaran lain dari

luar.

Dalam Islam ada aturan yang jelas untuk mendapat warisan, tidak semua

manusia bisa mendapat warisan, ada batasan-batasan tertentu untuk mendapatkan

warisan, ada ukuran-ukuran tertentu tentang bagian warisan, bahkan tidak semua

anggota keluarga mendapat warisan, kerena terdapatnya penghalang-penghalang

kewarisan.

Berangkat dari ketentuan-ketentuan itu, maka dapat dipahami Islam

mengatur dengan jelas orang-orang yang berhak menerima warisan dan orang-

orang yang tidak berhak menerima warisan. Tegasnya tidak semua orang berhak

mendapat warisan dari seorang pewaris seperti yang dianut masyarakat Sedulur

Sikep. Kepercayaan masyarakat Sikep itu berdasarkan pada prinsip-prinsip ajaran-

ajaran Samin Surosentiko, yang pada hakekatnya menyangkut tentang nilai-nilai

kehidupan manusia, kehidupan yang sempurna dan juga kehidupan yang tidak

sempurna.

Ajaran-ajaran itu digunakan sebagai pedoman bersikap dan bertingkah

laku. Mereka percaya bahwa dengan melakukan ajaran Samin Surosentiko

akanterlepas dari “hukum karma”. Siapa yang melanggar akan mendapat

hukuman sesuai perbuatannya.

Masyarakat Sedulur Sikep di Desa sambong rejo Kabupaten Blora ini

tidak mengenal adanya ahli waris yang menghalangi (hajib/mahjub). Karena

prinsip dari masyarakat Sedulur Sikep di Desa sambong rejo Kabupaten Blora

yaitu bahwa semua manusia adalah keturunan Adam, sehingga mereka tidak

Page 64: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT KEWARISAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/86/jtptiain-gdl... · suku samin, setelah data ... orang tua sebagai pewaris maupun ajaran-ajaran

86

mengenal istilah penghalang kewarisan, mereka juga mempunyai kepercayaaan

bahwa semua keturunan Adam bisa mendapatkan harta warisan. Yang penting

bagi mereka anak-anak dan para kerabat sudah saling merelakan, dan sudah

berpindah harta orang tua kepada anak-anaknya, terutama ketika mereka sudah

berumah tangga.

Kebiasaan atau ‘Urf yang shahih harus dipelihara keberadaanya dan

terhadap kebiasaan yang tidak sesuai menurut ajaran Islam, maka secara normatif

itu adalah salah. Karena tidak sesuai dengan dalil-dalil atau nash yang secara jelas

telah ditentukan dalam hukum Islam. Namun dengan pendekatan sosiologis

terhadap kebiasaan-kebiasaan itu bisa dikatakan baik, karena dengan praktik-

praktik itu mereka pun menemukan kemaslahatan berkeluarga dan bermasyarakat

yang menjadi tujuan-tujuan syari’ah (Maqasid al-Syari’ah).

Bagi masyarakat Sikep pembagian harta warisan dilakukan pada saat

pewaris masih hidup dari pihak orang tua kepada anaknya yang sudah berumah

tangga sebagai bekal hidup. Mereka langsung membagikan harta itu apa adanya,

pada waktu pewaris masih hidup. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan Soepomo,

bahwa barang-barang asal suami dan barang-barang asal istri serta barang gono-

gini itu tidak ada artinya bila suami istri itu punya anak.11

Memang dalam Islam dikenal adanya kewarisan sebagai akibat adanya

kematian, ini berkaitan erat dengan asas ijbari. Namun juga perlu dicatat bahwa

kewarisan sebagai akibat tidak dianut olek Kompilasi Hukum Islam (KHI) secara

mutlak. Karena pada prinsipnya Islam membenarkan, bahkan juga menganjurkan

11 Soepomo, Bab-bab tentang Hukum Adat (Jakarta: Paramadina Paramitha, 1993),

hlm.97.

Page 65: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT KEWARISAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/86/jtptiain-gdl... · suku samin, setelah data ... orang tua sebagai pewaris maupun ajaran-ajaran

87

untuk mengatur anak-anak, keluarga, dan kerabat-kerabanya dengan membagi-

bagi harta bendanya kepada mereka dengan sistem hibah atau wasiat. Seorang

muslim juga boleh membuat wasiat untuk sebagian ahli warisnya. Firman Allah:

﴾180﴿الوصية للوالدين والأقربين بالمعروف حقا على المتقين

Artinya : Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapa dan karib kerabatnya secara makruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa. (QS. Al-Baqarah : 180)

Dari kutipan ayat di atas bahwa orang tua (suami/istri) boleh mengatur

harta bendanya dengan sistem wasiat atau hibah. Dan demikian bukanlah

penyimpangan terhadap atau menghindari fara’id, sebab tindakan-tindakan itu

sesuai dengan hak asasinya dan sesuai pula dengan ajaran Islam. Bahkan dalam

Pasal 211 KHI diterangkan bahwa: “Hibah dari orang tua kepada anaknya dapat

diperhitungkan sebagai warisan”, jadi peralihan harta warisan itu dapat berlansung

semenjak pewaris masih hidup.

Dalam ilmu fara’id hal ini bisa disebut dengan takharuj atau tasalul yaitu

pengunduran diri seseorang ahli waris dari hak yang dimilikinya untuk

mendapatkan bagian secara syar’i.12 Dalam al-Quran disebutkan :

فمن خاف من موص جنفا أو إثما فأصلح بينهم فلا إثم عليه إن ﴾182﴿الله غفور رحيم

Artinya : (Akan tetapi) barang siapa khawatir terhadap orang yang berwasiat itu, berlaku berat sebelah atau berbuat dosa, lalu ia mendamaikan antara mereka, maka tidaklah ada dosa baginya. Sesungguhnya

12 M. Ali As-Sabuny, alih bahasa A.M. Basmalah, Pembagian Waris Menurut Islam

(Jakarta: Gema Insani Press, 1996), hlm.41.

Page 66: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT KEWARISAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/86/jtptiain-gdl... · suku samin, setelah data ... orang tua sebagai pewaris maupun ajaran-ajaran

88

Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang(QS. Al-Baqarah : 182)

Di dalam perdamaian atau musyawarah ini pun tidak ada pihak yang

merasa diambil atau dirugikan dan juga tidak terdapat unsur memakan harta orang

lain secara batil. Karena bila yang punya hak misalnya merelakan, maka tindakan

tersebut adalah hak dan terhindar dari memakan hak orang lain.

Jadi kalau dilihat dari pemaparan ayat di atas, pertimbangan harta waris

masyarakat Sedulur Sikep di Desa sambong rejo Kabupaten Blora yang

didasarkan pada proses perdamaian dan musyawarah adalah tidak bertentangan

dengan hukum Islam, karena mereka mengutamakan rasa saling menerima. Baik

karena pesan orang tua sebagai pewaris maupun ajaran-ajaran Samin yang telah

dijadikan falsafah hidup bagi mereka.

Dalam pelaksanaan pembagian harta warisan, masyarakat Sedulur Sikep

cenderung membagikannya ketika pewaris masih hidup (dengan sistem hibah).

Namun juga ada yang membagikan ketika salah satu pewaris atau kedua pewaris

meninggal dunia.

Sedangkan pewaris, dalam literatur fikih disebut al-Muwarris, ialah

seseorang yang telah meninggal dunia dan meninggalkan sesuatu yang dapat

beralih kepada keluarganya yang masih hidup. Dalam Kompilasi Hukum Islam

dijelaskan bahwa pewaris adalah orang yang pada saat meninggalnya atau yang

dinyatakan meninggal berdasarkan putusan Pengadilan Agama Islam,

meninggalnya ahli waris dan harta peninggalan.13 Yang membedakan pewaris

Sedulur Samin dengan Islam yaitu waktu peralihan harta, yang mana di dalam

13 Pasal 171 (b).

Page 67: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT KEWARISAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/86/jtptiain-gdl... · suku samin, setelah data ... orang tua sebagai pewaris maupun ajaran-ajaran

89

adat Samin pemberian harta dilakukan ketika orang tua masih hidup maupun

ketika sudah meninggal, sedangkan Islam peralihan harta dari orang tua (pewaris)

ke anak (ahli waris) dilakukan ketika pewaris sudah meninggal dunia.

Sedangkan tentang masalah hibah Allah SWT mensyari’atkan hibah

karena didalamnya terkandung upaya menjinakkan hati dan memperkuat tali kasih

sayang di antara manusia, seperti hadist yang diriwayatkan Abu Hurairah r.a.

”Tahadau tahabbu” yang artinya: “salinglah memberi, maka akan timbul kasih

sayang”. Dalam hadist lain riwayat Abu Hurairah, Nabi SAW mengatakan,

“salinglah kalian memberi hadiah, karena hadiah itu dapat menghilangkan iri hati,

dan janganlah menganggap sepele atas pemberian meskipun berupa kikil

kambing”14. Dalam hukum islam terdapat beberapa dalil hukum/dasar hukum

yang pernah disepakati oleh jumhur ulama yaitu; Al-Qur’an, Al- sunnah, ijma’

dan qiyas.15

Salah ayat yang menjadi landasan hukum dibolehkannya hibah

diantaranya adalah QS. Al-Baqarah: 262

لهم أذى وال منا أنفقوا ما يتبعون ال ثم الله سبيل في أموالهم ينفقون الذين يحزنون هم وال عليهم خوف وال ربهم عند أجرهم

Artinya: “Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”16

14 Al-Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Beirut: Dar al-Fikr, cet. Ke-4, 1983, juz 3, hlm. 389 15 Prof. Dr. Abdul Wahhab khallaf, Kaidah-Kaidah Hukum Islam, Jakarta: Raja Grafindo

Persada , 1994, hlm. 18. 16 Soenarjo, dkk, Al Quran dan Terjemahnya, (Jakarta : Departemen Agama RI, 1999),

hlm. 321s

Page 68: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT KEWARISAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/86/jtptiain-gdl... · suku samin, setelah data ... orang tua sebagai pewaris maupun ajaran-ajaran

90

Maka dapat dipahami bahwa hibah adalah perbuatan baik dan di anjurkan

dalam Islam yang cara kepemilikannya harus memenuhi syarat-syarat yang telah

ditentukan, hibah adalah pemberian yang berdasarkan suka rela maka hukumnya

sunnahnya tidak ada kewajiban didalamnya,oleh karena itu hibah yang dijadikan

dasar sedulur sikep dalam pandangn Islam bukanlah ketentuan wajib dan mereka

yang mendapat hibah hanya mendapat sepertiga dari warisan bahkan

keseluruannya, akan tetapi orang-orang sedulur sikep mempunyai nilai

kedermawaan sebagaimana yang di anjurkan dalam Islam

Soal pembagian harta warisan Anak laki-laki dan anak perempuan dalam

komunitas Sedulur Sikep merupakan ahli waris yang utama. Karena anak adalah

yang mempunyai hak sepenuhnya terhadap harta peninggalan orang tua tersebut.

Bagi mereka tidak membedakan antara jenis laki-laki dan perempuan atau siapa

saja yang lahir lebih dahulu mempunyai hak yang sama.

Sanak famili atau Sedulur Sikep yang lain juga bisa menerima harta

peninggalan, tentunnya yang diutamakan adalah mereka yang masih ada

hubungan darah, dan sangat membutuhkan. Mereka bisa meminta kepada pewaris

untuk memberikan sedikit harta kepada ahli waris itu.

Bagian-bagian ahli waris antara laki-laki dan perempuan adalah satu

banding satu (1:1), mereka menyamaratakan bagian antara laki-laki dan

perempuan karena yang membedakan antara laki-laki dan perempuan adalah

tingkah lakunya. Dan mengenai siapa-siapa yang mendapat warisan tidak diatur

secara jelas, yang penting dan utama adalah anak-anak mereka baik laki-laki

maupun perempuan.

Page 69: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT KEWARISAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/86/jtptiain-gdl... · suku samin, setelah data ... orang tua sebagai pewaris maupun ajaran-ajaran

91

Sayid Sabiq, mengatakan bahwa tidak dihalalkan bagi seseorang

melebihkan pemberian antara anak-anaknya, karena hal ini mengandung usaha

menabur benih permusuhan serta dapat memutuskan hubungan silaturrahmi yang

justru diperintahkan oleh Allah. Pendapat ini sejalan dengan pendapat imam

Ahmad, Ishaq, al-Sauri, Tawus, dan sebagian Malikiyah. Menurut mereka,

melebihkan diantara anak-anak dalam pemberian merupakan tindakan batil dan

menyimpang.

Dalam tradisi masyarakat Samin penerima harta warisan diharuskan untuk

membalas budi terhadap orang tua yang telah memberikan harta bendanya. Yaitu

berupa memberikan sebagian hasil panennya ketika pewaris masih hidup dan

ketika meninggal dunia, maka biaya pengurusan jenazah dibebankan kepada ahli

waris yang tinggal serumah.

Dalam kewarisan Islam mengenal adanya asas ijbari, artinya peralihan

harta seseorang yang telah meninggal kepada yang masih hidup berlaku dengan

sendirinya menurut kehendak Allah tanpa bergantung kepada kehendak pewaris

atau ahli waris. Asas ijbari ini terlihat dari segi ahli waris terpaksa menerima

kenyataan pindahnya harta pewaris kepadanya sesuai dengan jumlah yang

ditentukan.17

Dengan adanya asas ijbari ini tidak memberatkan ahli waris, karena

menurut hukum Islam ahli waris tidak berarti untuk membayar hutang pewaris

dari hartanya sendiri, kewajibannya adalah :

17 A. Racmad Budiono, Pembaharuan Hukum Islam di Indonesia ( PT. Citra Aditya,

Bandung, 1999), hlm.2.

Page 70: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT KEWARISAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/86/jtptiain-gdl... · suku samin, setelah data ... orang tua sebagai pewaris maupun ajaran-ajaran

92

a. Mengurus dan menyelesaikan semua hal dalam pengurusan jenazah meliputi;

pengurusan jenazah, pemakaman dan kebutuhan lainnya diselesaikan secara

wajar dan ma’ruf.

b. Pelunasan hutang, baik pelunasan berupa pengobatan, perawatan, menagih

hutang, serta menyelesaikan wasiat pewaris.

c. Membagi harta warisan diantara ahli waris yang berhak.

Dengan proses pewarisan yang dilakukan sedulur sikep Desa sambong

rejo Kabupaten Blora banyak hal yang tidak bertentangan dengan kaidah hukum

Islam. dalam pandangan penulis jika pelaksanaan itu tidak melanggar dari kaidah

hukum Islam dan menjadikan maslahat bagi masyarakat maka tentunya proses

kewarisan dalam adat suatu adat itu diperbolehkan, karena pada dasarnya hukum

kewarisan itu diperuntukkan untuk menciptakan keadilan dan kemaslahatan umat.

Page 71: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT KEWARISAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/86/jtptiain-gdl... · suku samin, setelah data ... orang tua sebagai pewaris maupun ajaran-ajaran

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian, pembahasan sekaligus analisis terhadap

praktik pembagian warisan masyarakat Samin di Desa sambong rejo

Kabupaten Blora yang telah diuraikan pada bab-bab terdahulu maka dapat

diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Tradisi pembagian warisan masyarakat sedukur sikep lebih dikenal dengan

istilah tinggalan, mereka tidak mengenal metode hijab dan mahjub, tidak

ada perbedaan pembagian antara laki-laki dan perempuan meskipun semua

warga sedulur sikep di Desa Sambong Rejo Kabupaten Blora mayoritas

beragama Islam, anak yang sudah keluar dari samin tetap mendapat

warisan, begitu juga kepada anak angkat, sedulur sikep mempunyai

kepercayaan bahwa semua keturunan manusia yang bukan dari keluarga

pewaris bisa menjadi ahli waris dan mendapat warisan. Proses pembagian

harta warisan pada masyarakat Sikep dengan kewenangan orang tua

sebagai pemilik dan orang yang berhak membagi adalah dengan jalan

perdamaian atau Islah. Cara perdamaian atau Islah merupakan jalan pintas

untuk membagi harta warisan bila satu sama lain saling suka rela dan

sepakat dengan bagian yang telah ditentukan oleh orang tua atau ketika

ada sisa harta peninggalan mereka bermusyawarah untuk menyerahkan

harta itu kepada salah seorang saudaranya. Jadi kalau dilihat dari

93

Page 72: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT KEWARISAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/86/jtptiain-gdl... · suku samin, setelah data ... orang tua sebagai pewaris maupun ajaran-ajaran

94

pemaparan di atas, pertimbangan harta waris masyarakat Sedulur Sikep di

Desa Sambong Rejo Kabupaten Blora yang didasarkan pada proses

perdamaian dan musyawarah adalah tidak bertentangan dengan hukum

Islam, karena mereka mengutamakan rasa saling menerima. Baik karena

pesan orang tua sebagai pewaris maupun ajaran-ajaran Samin yang telah

dijadikan falsafah hidup bagi mereka.

2. Dalam praktik pembagian warisan, ada beberapa sistem praktik yang

sesuai dengan ajaran Islam. Namun juga ada beberapa sistem kepercayaan

pemberlakuan terhadap harta waris dalam masyarakat Samin yang tidak

sesuai dengan ajaran Islam.

a) Mereka tidak mengenal adanya hijab maupun mahjub. Kebiasaan atau

‘Urf yang tidak sesuai menurut ajaran Islam, maka secara normatif itu

adalah salah. Karena tidak sesuai dengan dalil-dalil atau nash yang

secara jelas telah ditentukan dalam hukum Islam. Namun dengan

pendekatan sosiologis terhadap kebiasaan-kebiasaan tersebut bisa

dikatakan baik, karena dengan praktik-praktik itu mereka pun

menemukan kemaslahatan berkeluarga dan bermasyarakat yang

menjadi tujuan-tujuan syari’ah (Maqasid al-Syari’ah).

b) Pemberian semua harta waris kepada anak angkat dan semua manusia

yang bisa menjadi ahli waris, hal ini tidak sesuai dengan Islam karena

dalam Islam anak angkat tidak bisa menjadi ahli waris, tetapi secara

moral orang tua angkat dituntut untuk memberikan hibah atau wasiat

atas sebagian hartanya kepada anak angkatnya yang telah berjasa

Page 73: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT KEWARISAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/86/jtptiain-gdl... · suku samin, setelah data ... orang tua sebagai pewaris maupun ajaran-ajaran

95

merawat, membantu atau melengkapi sebuah keluarga, tapi tidak

sebagai harta warisan.

c) Bagian-bagian ahli waris antara laki-laki dan perempuan adalah satu

banding satu (1:1), hal ini tidak sesuai dengan hukum kewarisan Islam

yang mana di dalam hukum Islam bagian antara anak laki-laki dan

perempuan adalah (2:1), dan bagian (1:1) dalam Islam dikenal degnan

hibah..

B. Saran-saran

1. Bertolak dari berbagai pemaparan dalam bab-bab sebelumnya, maka bisa

dikatakan bahwa masyarakat Samin patut dianggap sebagai kebanggaan

budaya (cultural heritage), karena mereka masih tetap memegang kuat

agama-nya di tengah perkembangan modernisasi yang kompleks ini.

Sehingga pendekatan musyawarah dan kekeluargaan adalah cara yang

paling tepat untuk saling bertukar informasi atau berdiskusi dengan

mereka, sehingga pengetahuan-pengetahuan baru bisa mereka dapatkan.

2. Dalam kehidupan masyarakat Samin ada beberapa hal positif yaitu sikap

mereka yang perlu ditiru dan dilestarikan, sikap yang baik itu ditunjukkan

dalam sikap yang jujur, suka menolong, tepat janji, bertanggung jawab

atas segala ucapan, tindakan, tidak suka iri hati, dan kerukunan dalam

berkeluarga dan bermasyarakat.

3. Perbedaan adalah sunatullah, Islam adalah agama rahmatan lil’alamin.

Sunatullah mencakup keseluruhan adanya alam semesta dan Islam

merahmati semuanya. Pendekatan sosiologis terhadap produk-produk

Page 74: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT KEWARISAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/86/jtptiain-gdl... · suku samin, setelah data ... orang tua sebagai pewaris maupun ajaran-ajaran

96

hukum Islam harus terus dikembangkan agar hukum Islam tidak

dipandang sebagai suatu ketetapan yang halal haram. Ijtihad menjadi suatu

kepastian untuk kembali melahirkan hukum Islam yang dinamis agar

hukum Islam kembali menjadi pelopor budaya yang menjadi rahmat bagi

seluruh alam.

C. Penutup

Demikian penyusunan skripsi ini. Peneliti menyadari bahwa skripsi

yang berada di tangan pembaca ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga

perlu adanya perbaikan dan pembenahan. Oleh karena itu, peneliti dengan

kerendahan hati mengharap saran konstruktif demi melengkapi berbagai

kekurangan yang ada. Terakhir kalinya, peneliti memohon kepada Allah

SWT. agar karya sederhana ini dapat bermanfaat, khususnya bagi pribadi

peneliti umumnya untuk semua pemerhati ekonomi Islam. Wa Allahu A'lam

Page 75: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT KEWARISAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/86/jtptiain-gdl... · suku samin, setelah data ... orang tua sebagai pewaris maupun ajaran-ajaran

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Al-Bukhâri, Sahîh al-Bukhâri, “Kitâb al-Farâ’id”, “Bâb lâ Yaris al-Muslim al-Kafir walâ al-Kafir al-Muslim, VIII: 14. Hadis riwayat Usamah ibn Zaid

Al-Khâtib, M. Asy- Syarbini, Mugnil Muhtâj Kairo: Mustafa al-Babi al-Halabi, 1958.

Anshari, Muhammad, “Wali Nikah Anak Angkat Hak Siapa?” dalam Anggun, No.5, Vol. I, 2005.

Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Yogyakarta:: Rineka Cipta, 1996.

Ash-Shidieqy, Hasbi, Fiqhul Mawaris, Hukum-Hukum Waris Islam, cet. I Jakarta: Bulan Bintang, 1973.

As-Sabuny, M. Ali, alih bahasa A.M. Basmalah, Pembagian Waris Menurut Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 1996.

At-Tirmiz|î, Sunan at-Tirmizî, “Bâb Mâ Jâ’a fî Ibtâl Mirâs| al-Qâtil” Beirût: Dâr al-Fikr, 1988.

Azwar, Saifuddin, Metodologi Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998.

Basyir, Ahmad Azhar, Hukum Waris Islam Yogyakarta: Fakultas Ekonomi UII, 1990.

Budiono, A. Racmad, Pembaharuan Hukum Islam di Indonesia, PT. Citra Aditya, Bandung, 1999.

Daradjat, Zakiah dkk. Ilmu Fiqh, cet. II Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995.

Dijk, Van, Pengantar Hukum Adat Indonesia. Terjemahan A. Soehardi Bandung: Sumur, 1979

Djakfar, Idris dan Taufik Yahya, Kompilasi Hukum Kewarisan Islam Jakarta: Pustaka Jaya, 1995.

Eliza, Meika, ”Pembagian Warisan di Kelurahan Purbayan Kecamatan Kotagede Yogyakarta Ditinjau dari Hukum Islam”, Skripsi Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga, ttp, 2003.

Ensiklopedia Nasional Indonesia. cet. III Jakarta : Delta Pamungkas 1997.

Hadi, Sutrisno, Metode Research, Jilid I, Yogyakarta: Gajah Mada Press, 1975.

Page 76: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT KEWARISAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/86/jtptiain-gdl... · suku samin, setelah data ... orang tua sebagai pewaris maupun ajaran-ajaran

Hadikusuma, Hilman, Hukum Waris Adat, cet. VI, Jakarta: Fajar Agung, 1987.

Hakim, Helmi, Pembaharuan Hukum Waris Islam Persepsi Metodologis Jakarta: Al-Fajar, 1994.

Hazairi, Hukum Kewarisan Bilateral menurut al-Quran dan Hadis Jakarta: Tinta Mas, 1982.

Hazairin, Hendak Kemana Hukum Islam, Jakarta: Tinta Mas, 1976.

_______, Hukum Kewarisan Bilateral Menurut al-Quran dan Hadis, edisi ke-5 Jakarta: Tinta Mas,1981.

http://id.wikipedia.org/wiki/Ajaran_Samin.

Husain, Said Agil al-Munawar, Hukum Islam dan Pluralitas Sosial Jakarta: Penamadani, 2004.

Hutomo, Suripan Sadi, Tradisi dari Blora, Semarang: Citra Almameter, 1996.

Khalaf, Abdul Wahab, Ushūl al fiqh, Dewan Dakwah Islam Indonesia, Jakarta: 1974.

______, Kaidah-Kaidah Hukum Islam, Jakarta: Raja Grafindo

Koentjoraningrat, Metodologi Penelitian Masyarakat, Jakarta: Gramedia, 1981.

Moleong, Lexy. J., Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: P.T. Remaja Rosda Karya, 2002.

Mumfangati, Titi,dkk. Kearifan Budaya Lokal di Lingkungan Masyarakat Samin Kabupaten Blora Jawa Tengah, Yogyakarta: tnp, 2004.

Parman, Ali, Kewarisan Dalam al-Quran Jakarta: Rajawali Press, 1995.

Puspa, Yan Pramadya, Kamus Hukum Semarang: Aneka, tt.

Rahman, Fatchur, Ilmu Waris, edisi 2 Bandung: al-Ma’arif, 1981.

Ramulyo, Idris, Perbandingan Hukum Kewarisan Islam Dengan Kewarisan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta: Sinar Grafika, 2004.

Rofiq, Ahmad, Fiqh Mawaris, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998.

________, Hukum Waris Islam di Indonesia Jakarta: PT. Raja Grafindo, 1995.

Sabiq, Sayyid, Fiqh al-Sunnah, Beirut: Dar al-Fikr, cet. Ke-4, 1983.

Page 77: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT KEWARISAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/86/jtptiain-gdl... · suku samin, setelah data ... orang tua sebagai pewaris maupun ajaran-ajaran

Sastroatmodjo, Soerjanto, Masyarakat Samin Siapakah mereka? cet. I, Yogyakarta: Narasi, 2003.

Soenarjo, dkk, Al Quran dan Terjemahnya, Jakarta: Departemen Agama RI, 1999.

Soepomo, Bab-bab tentang Hukum Adat Jakarta: Paramadina Paramitha, 1993.

Sukari, Kehidupan Masyarakat Samin di Desa Baturejo Kecamatan Sukolilo Kabupaten Pati, Yogyakarta: Balai Kajian Sejarah dan Nilai-nilai Tradisional,1996/1997.

Sulaimân, Abu Dâwud Ibn al-Asy’âs, Sunan Abi Dâwud, “Kitâb al-Farâ’id,” “Bâb fî al-Jaddati” Beirut: Dâr al-Fikr, t.t.,

Wikipedia Indonesia, Ajaran Samin, http://id. wikipedia. org/wiki/ajaraan samin. 8 Maret 2007.

Yunus, Mahmud, Kamus Arab-Indonesia Jakarta: PT Hidakartya Agung, 1989.

________, Turutlah Hukum Waris Dalam Islam, cet. I Jakarta: Pustaka Hidayah, 1958.