Tinjauan Pustaka Inventarisasi Lingkungan Permukiman

download Tinjauan Pustaka Inventarisasi Lingkungan Permukiman

of 15

Transcript of Tinjauan Pustaka Inventarisasi Lingkungan Permukiman

  • 8/19/2019 Tinjauan Pustaka Inventarisasi Lingkungan Permukiman

    1/34

    Inventarisasi Lingkungan Perumahan (Berbasis Spatial)Kabupaten Hulu Sungai Utara

    2 - 1

    2.1. PEMAHAMAN TERHADAP KAJIAN PERMUKIMAN DAN INFRASTRUKTUR

    2.1.1. Pengertian Perumahan

    Rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang akan terus ada dan

    berkembang sesuai dengan tahapan atau siklus kehidupan manusia. Selain sebagai pelindung

    terhadap gangguan alam maupun cuaca serta mahluk lainnya, rumah juga memiliki fungsi sosial

    sebagai pusat pendidikan keluarga, persemaian budaya, nilai kehidupan manusia

    Ada beberapa pandangan mengenai batasan pengertian perumahan dari para ahli maupun

    beberapa peraturan, antara lain:1) Menurut Undang-Udang RI nomor 4 tahun 1992 Tentang Perumahan dan Permukiman

    - Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal/hunian dan sarana pembinaan

    keluarga

    - Yang dimaksud dengan perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan

    tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana

    lingkungan. Perumahan juga merupakan tempat untuk menyelengarakan kegiatan

    bermasyarakat dalam lingkup terbatas. Penataan ruang dan kelengkapan prasarana dan sarana

    lingkungan dan sebagainya, dimaksudkan agar lingkungan tersebut akan merupakan

    lingkungan yang sehat, aman, serasi dan teratur serta dapat berfungsi sebagaimana

    diharapkan.

    - Sedangkan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan lindung

    (kota/desa) yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal/hunian dan tempat kegiatan

    yang mendukung perikehidupan dan penghidupan

    2) Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 3 tahun 1987

    Tentang penyediaan dan pemberian hak atas tanah untuk keperluan perusahaan pembangunan

    perumahan. Menjelaskan pengertian perumahan adalah sekelompok rumah atau tempat

  • 8/19/2019 Tinjauan Pustaka Inventarisasi Lingkungan Permukiman

    2/34

    Inventarisasi Lingkungan Perumahan (Berbasis Spatial)Kabupaten Hulu Sungai Utara

    2 - 2

    kediaman yang layak dihuni dilengkapi dengan prasarana lingkungan, utilitas umum dan fasilitas

    sosial.

    3) Pengertian dari kawasan perumahan dan pemukiman menurut Kepmen Perumahan Rakyat

    nomor : 04/KPTS/BKP4N/1995

    Wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama sebagai tempat tinggal atau lingkungan hunian.

    Sedangkan yang dimaksud dengan lingkungan perumahan dan pemukiman adalah kawasan

    perumahan dan pemukiman yang mempunyai batas-batas dan ukuran yang jelas dengan

    penataan tanah dan ruang, prasarana serta sarana lingkungan yang terstruktur.

    4) Pedoman Perencanaan Lingkungan Permukiman Kota tahun 1983

    Perumahan adalah sebagai salah satu sarana hunian yang sangat erat kaitannya dengan tata cara

    kehidupan masyarakat. Lingkungan perumahan merupakan suatu daerah hunian yang perludilindungi dari gangguan-gangguan, misalnya gangguan udara, kotoran udara, bau dan lain-lain.

    Sehingga daerah perumahan harus bebas dari gangguan tersebut dan harus aman serta mudah

    mencapai pusat-pusat pelayanan serta tempat kerjanya. Dengan demikian dalam daerah

    perumahan harus disediakan sarana-sarana lain yaitu sarana-sarana pendidikan, kesehatan,

    peribadatan, perbelanjaan, rekreasi dan lain-lain, yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan

    penduduk.

    2.1.2. Dasar-dasar Perencanaan Perumahan Permukiman

    Menurut Undang-Undang Perumahan dan Kawasan Permukiman (UU, No.1, Tahun 2011),

    pengertian makro perumahan dan kawasan permukiman adalah satu kesatuan sistem yang terdiri

    atas pembinaan, penyelenggaraan perumahan, penyelenggaraan kawasan permukiman,

    pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan

    permukiman kumuh, penyediaan tanah, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat.

    Ini berarti seluruh sistem ketersediaan perumahan menjadi beban bersama seluruh pemangku

    kepentingan, baik pemerintah, swasta dan masyarakat itu sendiri. Sedangkan pengertian perumahanadalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang

    dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang

    layak huni. Hal ini mengamanahkan dukungan infrastruktur mutlak harus tersedia sehingga bisa

    dicapai kehidupan yang layak. Oleh sebab itu perlu adanya dasar-dasar perencanaan perumahan

    yang layak dijadikan sebagai lokasi perumahan, yang meliputi diantaranya:

    a) Tidak terganggu oleh polusi (air, udara, suara)

    b) Tersedia air bersih

    c) Memiliki kemungkinan untuk perkembangan pembangunan

  • 8/19/2019 Tinjauan Pustaka Inventarisasi Lingkungan Permukiman

    3/34

    Inventarisasi Lingkungan Perumahan (Berbasis Spatial)Kabupaten Hulu Sungai Utara

    2 - 3

    d) Mempunyai aksebilitas yang baik

    e) Mudah dan aman mencapai tempat kerja

    f) Tidak berada dibawah permukaan air setempat

    g) Mempunyai kemiringan rata-rata

    2.1.3. Standar Teknis Penyelenggaraan Keterpaduan PSU Kawasan Perumahan

    Dalam penyelenggaraan keterpaduan PSU kawasan perumahan standar teknis yang digunakan

    adalah Standar Nasional Indonesia (SNI) dan pedoman teknis meliputi:

    1. Prasarana Jalan

    a. Standar teknis bidang Jalan antara lain: sesuai SNI 03-2853-1995, SNI 03-2446-1991, SNI

    03.6967-2003

    b. Salah satu prasarana penting yang harus disediakan secara baik dan terpadu adalah

    prasarana jalan, khususnya jalan di kawasan perumahan juga merupakan bagian penting

    dari suatu kota dalam Sistem Jaringan Jalan Sekunder.

    c. Jaringan jalan di kawasan perumahan menurut fungsinya adalah jalan lokal dan jalan

    lingkungan dalam sistem jaringan jalan sekunder.

    d. Jaringan jalan pada kawasan perumahan dibagi ke dalam 5 bagian meliputi: jalan lokal

    sekunder I, jalan sekunder II, jalan sekunder III, jalan lingkungan I, dan jalan lingkungan II.

    e. Wewenang penyelenggaraan jalan pada kawasan perumahan adalah Pemerintah

    Kabupaten/ Kota yang dilaksanakan oleh Bupati/ Walikota, karena sistem jaringan jalan

    tersebut merupakan bagian dalam sistem jaringan jalan tersebut merupakan bagian dalam

    sistem jaringan jalan sekunder. Dalam hal ini Pemerintah Kabupaten/ Kota belum mampu

    membiayai pembangunan jalan yang menjadi tanggung jawabnya secara keseluruhan,

    maka Pemerintah Kabupaten/ Kota dapat minta bantuan Kantor Menpera, berupa

    stimulant melalui program pengembangan kawasan siap bangun dan lingkungan siap

    bangun serta kawasan khusus.f. Dalam standar teknis penanganan jalan kawasan perumahan dijelaskan bagaimana cara

    membangun jalan-jalan tersebut, prototipe konstruksi jalan, parameter perencanaan,

    perencanaan dimensi minimal ideal jalan kawasan, termasuk saluran drainase yang

    berfungsi untuk mengeringkan jalan.

    2. Prasarana Drainase

    a. Standar teknis bidang ini antara lain: sesuai SNI 06-2409-2002 dan SNI 03-2453-2002

  • 8/19/2019 Tinjauan Pustaka Inventarisasi Lingkungan Permukiman

    4/34

    Inventarisasi Lingkungan Perumahan (Berbasis Spatial)Kabupaten Hulu Sungai Utara

    2 - 4

    b. Dalam pembangunan kawasan perumahan aspek yang sangat penting adalah tersedianya

    prasarana drainase kawasan yang mampu menjamin kawasan tersebut tidak tergenang air

    pada waktu musim penghujan.

    c. Saluran drainase kawasan perumahan harus terintegrasi dengan sistem drainase di luar

    kawasan atau sistem drainase perkotaan perdesaan. Maksudnya adalah bahwa saluran

    drainase kawasan perumahan dialirkan ke luar kawasan pada saluran induk yang akan

    mengalirkan air ke laut/ sungai/ danau.

    d. Disamping itu untuk kepentingan kawasan perumahan yang lebih luas dalam upaya

    mengurangi genangan air, khususnya di daerah bekas rawa-rawa perlu disediakan kolam

    retensi yang berfungsi menyimpan dan meresapkan air ke dalam tanah. Pembuatan kolam

    retensi dan sumur resapan dapat dilihat pada standar teknis yang ada.e. Dalam standar teknis penyediaan prasarana drainase, dijelaskan persyaratan umum dan

    teknis, secara rinci dijelaskan cara pengumpulan data, analisis kerusakan dan kerugian

    akibat banjir, analisis konservasi, pengembangan sistem drainase dan pengembangan

    kelembagaan.

    3. Prasarana Air Minum

    a. Standar teknis bidang ini disesuaikan AB-K/ RE-RT/ TC/ 026/98 dan AB- K/OP/ST/004/98.

    b. Setiap kawasan perumahan harus dilengkapi dengan prasarana air minum yang

    memenuhi kebutuhan minimal bagi penghuni sesuai dengan kebijakan yang diterapkan

    oleh Pemerintah Daerah.

    c. Layanan air minum dalam kawasan dapat diberikan oleh PDAM atau Badan Pengelola Air

    Minum Kawasan/ Swasta, atau dapat pula menyediakan sendiri/ komunal melalui sumur

    gali, pantek sesuai dengan persyaratan teknis yang berlaku.

    d. Penanganan air minum di kawasan perumahan meliputi:

    Pengendalian kualitas air melalui proses pemeriksaan periodik sesuai letentuan teknis

    yang berlaku.

    Pembuatan sumur dalam, untuk keperluan persil (cluster). Diperlukan pengelolaan,

    pembagian tugas dan kewajiban oleh unit pengelola. Lokasi dapat diletakan di dekat

    kompleks perumahan atau di luar kompleks perumahan. Pengembangan dari sistem ini

    terjadi dengan cara pengelola kawasan menyediakan instalasi pengolahan air minum

    skala perkotaan yang ada

    e. Perhitungan volume air minum minimal untuk kebutuhan rumah tangga adalah 60 liter/

    orang/ hari.4. Prasarana Pengelolaan Air Limbah

  • 8/19/2019 Tinjauan Pustaka Inventarisasi Lingkungan Permukiman

    5/34

    Inventarisasi Lingkungan Perumahan (Berbasis Spatial)Kabupaten Hulu Sungai Utara

    2 - 5

    Pada standar teknis penyediaan sistem penanganan air limbah untuk kawasan berisi antara

    lain:

    a. Standar teknis bidang ini antara lain: sesuai SNI 03-2398-2002, PTT-19-2000-C dan PTS-09-

    2000-C

    b. Penjelasan umum, meliputi: pengertian penanganan air limbah, hal-hal yang perlu

    diperhatikan dalam pemilihan sistem pengolahan air limbah, dan bagaimana penanganan

    air limbah dengan menggunakan sistem jaringan (perpipaan).

    c. Persyaratan teknis meliputi langkah pengembangan, sistem setempat, sistem terpusat, dan

    pembagian tugas dan wewenang dan keterkaitannya dengan sistem perkotaan.

    d. Pemilihan sistem penanganan air limbah, perencanaan sistem air limbah setempat, dan

    perencanaan sistem pengolahan air limbah terpusat.e. Keterpaduan dalam pengembangan dan pengelolaan

    5. Prasarana Pengelolaan Persampahan

    a. Kawasan perumahan yang sehat dan bersih adalah kawasan perumahan yang dilengkapi

    dengan sistem pengelolaan sampah yang memadai, yaitu sistem pengelolaan yang aman,

    nyaman dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

    b. Standar teknis pengelolaan persampahan berisi tentang:

    Ketentuan umum yang terdiri dari persyaratan umum, persyaratan teknis dan

    pembagian tugas dan wewenang pembangunan dan pengelolaan sistem persampahan.

    Pengelolaan sampah pada kawasan perumahan, meliputi: penentuan timbulan dan

    densitas dan komposisi sampah, prediksi beban timbulan sampah, pengelolaan sampah

    tingkat kawasan, dan teknik operasional pengelolaan sampah pada kawasan

    perumahan. Standar teknis bidang persampahan sesuai dengan SNI 19-3964-1994, SNI

    03-3242-1994 dan SNI 19-3983-1995.

    Pengelolaan persampahan mandiri termasuk pembuatan komposter komunal untuk

    kebutuhan kawasan perumahan.

    Pembuangan sisa pengolahan sampah pada tempat pemrosesan akhir (TPA). Standar

    teknis bidang sampah disesuaikan dengan PTS 06-2000-C dan PTS 07-2000-C.

    6. Prasarana Jaringan Listrik

    a. Sebelum membuka lahan baru untuk perumahan, pihak Pemerintah Kabupaten/ Kota

    atau Badan Pengelola Kawasan Perumahan perlu berkoordinasi dengan pihak PLN cabang

    yang menangani PLN di kawasan yang bersangkutan.

  • 8/19/2019 Tinjauan Pustaka Inventarisasi Lingkungan Permukiman

    6/34

    Inventarisasi Lingkungan Perumahan (Berbasis Spatial)Kabupaten Hulu Sungai Utara

    2 - 6

    b. Berbagai permasalahan yang sering timbul dalam pengalokasian daya ini karena

    terlambatnya informasi yang disampaikan oleh Pemerintah Daerah atau Badan Pengelola

    ke Pihak PLN.

    c. Selanjutnya koordinasi yang perlu dilakukan adalah pembangunan gardu induk. Apabila

    sudah diprogramkan oleh PLN, pihak Pemda atau badan pengelola dapat menyambung ke

    para konsumen.

    d. Untuk kawasan perumahan dan permukiman yang kekurangan pasokan daya listrik dari

    PLN atau belum ada jaringan listrik dari PLN perlu diupayakan alternatif lain.

    e. Standar teknis bidang kelistrikan disesuaikan dengan SNI 04-0225-2000.

    7. Ruang Terbuka Hijau (RTH)

    a.

    Kawasan Perumahan perlu menyediakan ruang terbuka hijau yang bermanfaat untukmenjaga kualitas dan keseimbangan lingkungan di sekitar kawasan.

    b. Ruang terbuka hijau, bermanfaat tidak langsung seperti: perlindungan tata air, dan

    konservasi hayati atau keanekaragaman hayati, dan bermanfaat langsung seperti:

    kenyamanan fisik (teduh dan segar) dan mendapatkan bahan untuk dijual (kayu, daun dan

    bunga), tempat wisata (bermain) serta bangunan umum yang bersifat terbatas (WC

    umum, pos polisi, lampu taman, gardu listrik dan lain-lain).

    c. Persyaratan ruang terbuka hijau didasarkan luas wilayah dan berdasarkan jumlah

    penduduk.

    d. Untuk persyaratan luas wilayah, ditentukan bahwa ruang terbuka hijau publik (milik

    pemerintah dan terbuka untuk umum) dan privat (perorangan) paling sedikit 10 (sepuluh)

    persen dari seluruh luas wilayah kawasan perumahan atau mengacu pada peraturan

    perundang-undangan yang berlaku

    e. Untuk persyaratan jumlah penduduk, ditentukan luas per kapita dalam m2, misalnya

    jumlah penduduk 250 jiwa sampai dengan 480.000 jiwa, diperlukan RTH sebesar 1 m 2

    sampai dengan 0,3 m 2 per kapita.

    f. Bentuk tipologi ruang terbuka hijau berupa ruang terbuka hijau taman lingkungan dan

    taman kota, jalur hijau, jalur hijau sempadan sungai, jalur hijau sempadan rel kereta api,

    jalur hijau tegangan tinggi, RTH pemakaman dan RTH pekarangan.

    g. Kriteria penyediaan ruang terbuka hijau adalah pemilihan vegetasi, ketentuan penanaman

    dan pemeliharaan ruang terbuka hijau.

    h. Ruang terbuka hijau perlu dilakukan pengelolaan secara rutin oleh Pemerintah Daerah,

    dalam pengelolaan RTH ini diperlukan peran serta masyarakat, swasta dan organisasi non

    pemerintah.

  • 8/19/2019 Tinjauan Pustaka Inventarisasi Lingkungan Permukiman

    7/34

    Inventarisasi Lingkungan Perumahan (Berbasis Spatial)Kabupaten Hulu Sungai Utara

    2 - 7

    i. Standar teknis bidang RTH sesuai dengan 009/T/BT/1995.

    2.1.4. Sistem Pembangunan Perumahan

    Menurut John FC Turner disebutkan bahwa terdapat dua sistem pembangunan perumahan,

    meliputi :

    1) Sistem Pembangunan Nonformal

    Sistem pembangunan nonformal yaitu suatu sistem pembangunan perumahan yang

    perencanaan, pelaksanaan dan pengelolaan pembangunannya dilakukan terutama oleh

    penghuni sendiri (lembaga nonformal). Biasanya dibangun tanpa mengikuti standar baku dan

    sesuai dengan tingkat kebutuhannya atau biasa disebut dengan perumahan swadaya.

    2)

    Sistem Pembangunan FormalSistem pembangunan formal yaitu suatu sistem pembangunan perumahan yang perencanaan,

    pelaksanaan dan pengelolaan pembangunannya dilakukan oleh pihak lain atau lembaga formal,

    seperti pemerintah atau swasta yang biasanya perumahan tersebut dibangun dalam bentuk jadi,

    dan menggunakan standar-standar yang ideal.

    Sistem ini di Indonesia dilaksanakan oleh pemerintah melalui Perum Perumnas dengan

    membangun perumahan baru berupa rumah sederhana, rumah inti, dan rumah susun.

    Sedangkan oleh swasta melalui developer atau pengusaha real estate. Baik Perum Perumnas

    maupun developer menggunakan sistem kredit pemilikan rumah dengan membangun satu atau

    beberapa tipe rumah yang dibuat standar yang ideal serta membangun dalam jumlah yang

    cukup banyak atau memproduksi secara massal.

    2.1.5. Kebijaksanaan Penilaian Aspek Lingkungan

    Didalam suatu pemilihan tempat tinggal (rumah) harus memperhatikan faktor-faktor yang

    dapat memudahkan di dalam perkembangan kehidupan keluarga, agar di dalam menjalankan

    kehidupan dapat tercapai secara lancar tanpa hambatan, yaitu :

    A. Aksesibilitas

    Setiap kegiatan pembangunan, baik pembangunan lingkungan perumahan, industri, dan lain-

    lain, masalah lokasi harus dipertimbangkan secara cermat dan dipilih secara tepat agar kegiatan

    tersebut dapat berlangsung secara produktif dan efisien.

    Dalam teori Johan Von Thunen mengembangkan hubungan antara perbedaan lokasi pada tata

    ruang (spatial location) dengan penggunaan tanah. Inti pembahasan Von Thunen adalah

    mengenai lokasi dan pemilihan lokasi perumahan. Dimana dalam teorinya untuk penggunaantanah dipengaruhi oleh tingkat sewa tanah dan didasarkan pula pada aksesibiltas.

  • 8/19/2019 Tinjauan Pustaka Inventarisasi Lingkungan Permukiman

    8/34

    Inventarisasi Lingkungan Perumahan (Berbasis Spatial)Kabupaten Hulu Sungai Utara

    2 - 8

    Dalam hal ini aksesibilitas merupakan dasar yang utama untuk berkembang dan tidaknya suatu

    perumahan. Apabila aksesibilitas didukung dengan baik, maka suatu perumahan akan

    berkembang lebih cepat. Hal ini dapat digambarkan dengan adanya dukungan, baik jalan ke

    lokasi perumahan maupun jalan lingkungan yang telah ditetapkan.

    Dengan adanya jalan akan lebih menghidupkan aktivitas suatu pemukiman apalagi bila didukung

    dengan adanya sarana yang memadai dalam hal dengan adanya angkutan yang dapat

    memudahkan aktivitas di dalam kehidupan sehari-harinya. Dengan demikian peran pemerintah

    dan developer untuk mau memikirkan ketersediaan sarana dan prasarana transportasi yang

    memadai guna tercapai perkembangan suatu perumahan.

    B. Fasilitas Sosial

    Selain rumah sebagai tempat tinggal, manusia juga memerlukan fasilitas sosial. Dibangunnyafasilitas sosial di lingkungan perumahan adalah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari

    penghuni perumahan, karena selain rumah sebagai tempat untuk hidup, penduduk juga

    membutuhkan tempat kerja untuk mencari nafkah dan tempat-tempat dimana dapat dipenuhi

    kebutuhan sehari-hari, seperti kebutuhan fasilitas pendidikan, peribadatan, kesehatan,

    perbelanjaan, air minum, pembuangan sampah, tempat pertemuan dan tempat penguburan.

    Pembangunan lingkungan perumahan berskala besar akan membebani sarana dan prasarana

    kota. Hal ini dapat menimbulkan ketimpangan, karena beban yang ditanggung oleh sarana dan

    prasarana di dalam kota terkadang melebihi kapasitas yang ada. Dengan dibangunnya fasilitas

    sosial di lingkungan perumahan baru, beban kota diharapkan akan berkurang.

    C. Utilitas

    Proses pertumbuhan dan perkembangan wilayah akan selalu berpengaruh terhadap

    pertumbuhan dan perkembangan penggunaan lahan yang tentunya juga akan berpengaruh

    terhadap pemanfaatan ruang, penggunaan lahan terbangun pada wilayah akan banyak

    didominasi oleh perumahan disamping fasilitas-fasilitas pendukung lainnya, serta utilitas yang

    juga sangat penting perananya dalam mendukung proses perkembangan wilayah di lain sisi

    wilayah tanpa dilengkapi utilitas yang memadai juga akan mengalami hambatan dalam proses

    perkembangannya, keterkaitan antarsektor yang saling mempengaruhi tersebut sangat sulit

    untuk dipisahkan karena keduanya saling mengisi.

    2.1.6. Isu Strategis Perumahan dan Permukiman

    Isu strategis penyelenggaraan perumahan dan permukiman di Indonesia sesungguhnya tidak

    terlepas dari dinamika yang berkembang di dalam kehidupan masyarakat, dan kondisi kebijakan

    pemerintah sebagai berikut:

  • 8/19/2019 Tinjauan Pustaka Inventarisasi Lingkungan Permukiman

    9/34

    Inventarisasi Lingkungan Perumahan (Berbasis Spatial)Kabupaten Hulu Sungai Utara

    2 - 9

    1. Isu kesenjangan pelayanan

    Isu ini terjadi karena terbatasnya peluang memperoleh pelayanan dan kesempatan

    berperan, khususnya bagi kelompok masyarakat miskin dan berpendapat rendah, serta

    adanya konflik kepentingan akibat implementasi kebijakan yang relative masih belum

    sepenuhnya dapat memberikan perhatian dan keberpihakan kepada kepentingan

    masyarakat.

    2. Isu Lingkungan

    Isu lingkungan dipicu oleh tingkat urbanisasi dan industrialisasi yang tinggi, serta dampak

    pemanfaatan sumber daya dan teknologi yang kurang terkendali. Kelangkaan prasarana

    dan sarana dasar, ketidakmampuan memelihara dan memperbaiki lingkungan permukiman

    yang ada dan masih rendahnya kualitas permukiman yang ada, dan masih rendahnyakualitas permukiman baik secara fungsional, lingkungan maupun visual wujud lingkungan,

    merupakan isu utama bagi upaya menciptakan lingkungan yang sehat , aman, harmonis dan

    berkelanjutan. Isu utama tersebut menjadi lebih berkembang dikaitkan dengan belum

    diterapkannya secara optimal pencapaian standar pelayanan minimal perumahan dan

    permukiman yang berbasis indeks pembangunan berkelanjutan di masing-masing daerah.

    3. Isu Manajemen Pembangunan

    Isu manajemen pembangunan umumnya dipengaruhi oleh keterbatasan kinerja tata

    pemerintahan di seluruh tingkatan, sehingga berdampak pada lemahnya implementasi

    kebijakan yang telah ditetapkan, inkonsistensi di dalam pemanfaatan lahan untuk

    perumahan dan permukiman, dan munculnya dampak negatif terhadap lingkungan.

    2.1.7. Pengertian Perumahan Dan Permukiman

    Pemukiman diartikan sebagai perumahan atau kumpulan tempat tinggal dengan segala unsur

    serta kegiatan yang berkaitan dan yang ada di dalam pemukiman. Perumahan harus diartikan sebagai

    wadah fisiknya, sedangkan pemukiman harus dibayangkan sebagai paduan antara wadah dengan

    isinya, yaitu manusia yang hidup bermasyarakat dan berbudaya.

    Permukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Pemerintah wajib

    memberikan akses kepada masyarakat untuk dapat memperoleh permukiman yang layak huni,

    sejahtera, berbudaya, dan berkeadilan sosial. Pengembangan permukiman ini meliputi

    pengembangan prasarana dan sarana dasar perkotaan, pengembangan permukiman yang

    terjangkau, khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah, proses penyelenggaraan lahan,

    pengembangan ekonomi kota, serta penciptaan sosial budaya di perkotaan.

  • 8/19/2019 Tinjauan Pustaka Inventarisasi Lingkungan Permukiman

    10/34

    Inventarisasi Lingkungan Perumahan (Berbasis Spatial)Kabupaten Hulu Sungai Utara

    2 - 10

    Perumahan sebagai salah satu kebutuhan dasar, sampai dengan saat ini sebagian besar

    disediakan secara mandiri oleh masyarakat baik membangun sendiri maupun sewa kepada pihak lain.

    1. Rumah layak dalam lingkungan sehat, aman, lestari dan berkelanjutan diartikan sebagai suatu

    kondisi perumahan dan permukiman yang memenuhi standart minimal dari segi kesehatan,

    sosial, ekonomi dan kualitas teknis, yang dikelola secara benar terus menerus, memperhatikan

    sumberdaya alam yang ada, memperhatikan pola tata air dan usaha konservasi sumberdaya

    alam, pengelolaan dan pemanfaatan. Secara tersurat terdapat 3 (tiga) kategori layak, yaitu :

    Layak huni yang berkaitan dengan pencapaian persyaratan fisik, kesehatan dan kesusilaan,

    sebagai kelompok manusia berbudaya.

    Layak usaha yang berkaitan dengan terpenuhinya kondisi lingkungan yang kondusif bagi

    berlangsungnya kehidupan sosial ekonomi. Layak berkembang yang berkaitan dengan terpenuhinya kondisi lingkungan yang

    mendukung terjadinya peningkatan kesejahteraan masyarakat (prospektif dan produktifitas).

    2. Lahan tidur adalah sebidang tanah yang luasnya lebih dari 5.000 m 2 yang tidak atau belum

    digunakan sesuai peruntukan, keadaan, sifat dan tujuan haknya, atau tidak terpelihara dengan

    baik. Dalam kaitan dengan lahan tidur ini, perlu diperhatikan beberapa hal :

    Yang dicakup dalam lahan tidur adalah lahan untuk pertanian/agribisnis, kawasan

    perkebunan, kawasan hutan tanaman industri, kawasan wisata dan kawasan perumahan dan

    permukiman.

    Pemilik/pengusaha lahan tidur dapat perorangan, yayasan, badan hukum atau instansi

    pemerintah, yang mempunyai atau mendapat hak secara hukum untuk memanfaatkan areal

    tersebut sesuai dengan ijin yang dimilikinya.

    Pemakai lahan tidur adalah tenaga kerja yang terkena PHK, penganggur atau setengah

    penganggur yang berdomisili satu kecamatan atau pada kecamatan yang berbatasan dengan

    lokasi lahan tidur.

    3. Kelompok masyarakat berpenghasilan rendah adalah kelompok masyarakat yang daripenghasilan tidak dapat mencukupi kebutuhannya paling primer. Termasuk dalam kelompok ini

    adalah kelompok masyarakat miskin, yang terbagi atas dua kategori.

    Golongan fakir, yang tidak mempunyai penghasilan tetap dan tidak mampu memenuhi

    kebutuhan pokok hidupnya.

    Golongan miskin produktif yang mempunyai penghasilan tetap tetapi belum mampu

    memenuhi kebutuhan pokok hidupnya.

    4. Jaringan primer prasarana lingkungan, yaitu jaringan dasar yang memenuhi kebutuhan dasar

    suatu lingkungan perumahan dan permukiman yang mencakup 3 kepentingan:

  • 8/19/2019 Tinjauan Pustaka Inventarisasi Lingkungan Permukiman

    11/34

    Inventarisasi Lingkungan Perumahan (Berbasis Spatial)Kabupaten Hulu Sungai Utara

    2 - 11

    Menghubungkan antarkawasan permukiman atau antara kawasan permukiman dengan

    kawasan fungsional lainnya.

    Melayani lingkungan tertentu (permukiman saja, pusat kota saja, pusat olahraga,

    perdagangan, dll)

    Mendukung keperluan seluruh lingkungan di kawasan permukiman yang mencakup

    prasarana transportasi, penyehatan lingkungan, komunikasi dan listrik.

    5. Kawasan adalah suatu wilayah dengan fungsi utama lindung atau budidaya, ruang yang

    merupakan satu kesatuan geografis beserta segenap unsur yang terkait padanya, yang batas dan

    sistemnya ditentukan berdasarkan aspek fungsional serta mempunyai ciri tertentu, mencakup :

    Kawasan perdesaan, adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian termasuk

    pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukimanperdesaan, pelayanan jasa pemerintah, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.

    Kawasan perkotaan, adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian

    dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan

    distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.

    Kawasan permukiman, yaitu sebidang tanah yang diperuntukkan bagi pengembangan

    permukiman, didominasi tempat hunian, dilengkapi dengan prasarana dan sarana, daerah

    dan tempat kerja yang memberikan layanan dan kesempatan kerja yang mendukung

    penghidupan, perikehidupan sehingga fungsi kawasan dapat berdaya dan berhasil guna.

    2.1.8. Masalah Perumahan Dan Permukiman

    Urusan perumahan dan permukiman sering tumbuh sebagai sumber permasalahan yang

    seakan tidak berujung ( the endless problems ) bagi banyak Pemerintah Daerah, yang ditunjukkan

    dengan :

    1) Berkembangnya penguasaan lahan skala besar oleh banyak pihak tidak disertai dengan

    kemampuan untuk membangun atau merealisasikan pada waktunya.

    2) Pemberian perijinan penguasaan lahan untuk kawasan perumahan dan permukiman yang

    umumnya belum dilandaskan pada kerangka penataan wilayah yang lebih menyeluruh.

    3) Belum terorganisasikannya perencanaan dan pemrograman pembangunan perumahan dan

    permukiman yang dapat saling mengisi antara ketersediaan sumberdaya pembangunan dan

    kebutuhan yang berkembang di masyarakat.

    4) Penyelenggaraan pembangunan perumahan dan permukiman nampaknya belum menjadi

    prioritas bagi banyak pemerintah daerah karena berbagai sebab dan keterbatasan, diantaranya

  • 8/19/2019 Tinjauan Pustaka Inventarisasi Lingkungan Permukiman

    12/34

    Inventarisasi Lingkungan Perumahan (Berbasis Spatial)Kabupaten Hulu Sungai Utara

    2 - 12

    kelembagaan yang mengurusi perumahan dan permukiman masih terbatas jumlah dan ruang

    gerak/aktifitasnya.

    5) Belum tertampungnya aspirasi dan kepentingan masyarakat yang memerlukan rumah, termasuk

    hak untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan.

    6) Penyediaan tanah, prasarana dan sarana, teknologi bahan bangunan, konstruksi, pembiayaan

    dan kelembagaan yang masih memerlukan pengaturan yang dapat mengakomodasikan muatan

    dan kapasitas lokal.

    7) Belum terselesaikannya masalah ketidakseimbangan pembangunan desa-kota yang telah

    menumbuhkan berbagai kesenjangan sosio-ekonomi. Akibatnya desa menjadi kurang menarik

    dan dianggap tidak cukup prospektif untuk dihuni, sedang kota semakin padat dan tidak nyaman

    untuk dihuni.8) Marak dan berkembangnya masalah sosial kemasyarakatan di daerah perkotaan (kesenjangan

    pendapatan, menajamnya strata antar kelompok dalam masyarakat, ketidaknyamanan

    bertempat tinggal, urban crime , dll).

    9) Kekurangsiapan dalam mengantisipasi kecepatan dan dinamika pertumbuhan fisik dan fungsional

    kawasan perkotaan, sehingga kawasan kumuh tumbuh sejalan dengan berkembangnya pusat-

    pusat kegiatan ekonomi.

    Guna mengantisipasi dan menanggulangi permasalahan tersebut diperlukan strategi pemberdayaan

    masyarakat, khususnya kelompok berpenghasilan rendah dengan :

    Penciptaan iklim yang kondusif yang dapat mendorong pengembangan potensi masyarakat dan

    investasi yang luas.

    Membangun, mengembangkan, dan memobilisasi potensi lokal yang ada di masyarakat sebagai

    landasan pemberdayaan.

    Memberikan perhatian, dukungan, perlindungan, layanan dan kepastian hukum yang jelas

    keberpihakannya pada kelompok berpenghasilan rendah, terutama yang membangun rumahnya

    secara swadaya.

    2.1.9. Kawasan Permukiman Perkotaan

    Kawasan permukiman perkotaan dapat terdiri atas bangunan rumah tempat tinggal, berskala

    besar, sedang, kecil, bangunan rumah campuran tempat tinggal/usaha dan tempat usaha.

    Pengembangan permukiman pada tempat-tempat yang menjadi pusat pelayanan penduduk

    sekitarnya serta daerah sekitar yang secara fungsional menunjang, seperti Ibukota Kecamatan,

    Ibukota Kabupaten agar dialokasikan di sekeliling kota yang bersangkutan atau merupakan perluasan

  • 8/19/2019 Tinjauan Pustaka Inventarisasi Lingkungan Permukiman

    13/34

    Inventarisasi Lingkungan Perumahan (Berbasis Spatial)Kabupaten Hulu Sungai Utara

    2 - 13

    areal permukiman yang telah ada. Untuk pengembangan permukiman perkotaan ini hendaknya

    diperhatikan beberapa hal berikut ini :

    a. Sejauh mungkin tidak menggunakan tanah sawah beririgasi teknis.

    b. Sejauh mungkin tidak menggunakan tanah sawah beririgasi setengah teknis, tetapi

    intensitas penggunaannya lebih dari satu kali dalam setahun.

    c. Pengembangan permukiman pada sawah non irigasi teknis atau kawasan lahan pertanian

    kering diperkenankan sejauh mematuhi ketentuan yang berlaku mengenai peralihan fungsi

    peruntukan kawasan.

    2.1.10. Pengertian Infrastruktur

    Infrastruktur merujuk pada sistem fisik yang menyediakan transportasi, pengairan, drainase,bangunan-bangunan gedung dan fasilitas publik lainnya yang dibutuhkan untuk memenuhi

    kebutuhan dasar manusia dalam lingkup sosial dan ekonomi (Grigg, 1988 dalam Robert J. Kodoatie,

    PhD, 2003). Sistem infrastruktur merupakan pendukung utama fungsi-fungsi sistem sosial dan sistem

    ekonomi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Sistem infrastruktur dapat didefinisikan sebagai

    fasilitas-fasilits atau struktur-struktur dasar peralatan-peralatan, instalasi-instalasi yang dibangun dan

    yang dibutuhkan untuk berfungsinya sistem sosial dan sistem ekonomi masyarakat.

    Sebagai salah satu konsep pola pikir di bawah ini diilustrasikan diagram sederhana bagaimana peran

    infrastruktur. Diagram ini menunjukkan bahwa secara ideal lingkungan alam merupakan pendukung

    dari sistem infrastruktur, dan sistem ekonomi didukung oleh sistem infrastruktur. Sistem sosial

    sebagai obyek dan sasaran didukung oleh sistem ekonomi.

    SOCIAL SYSTEM

    EKONOMIC SYSTEM

    PHYSICAL INFRASTRUCTURE

    NATURAL ENVIRONMENT

    Sumber: Grigg, 1988 dalam Robert J. Kodoatie

    Gambar 2.1.Hubungan Antara Sistem Sosial, Ekonomi, Infrastruktur

    Dan Lingkungan Alam Yang Harmoni

    Dari gambar di atas ini dapat dikatakan bahwa lingkungan alam merupakan pendukung dasar

    dari semua sistem yang ada. Peran infrastruktur sebagai mediator antara sistem ekonomi dan sosialdalam tatanan kehidupan manusia dengan lingkungan alam menjadi sangat penting. Infrastruktur

  • 8/19/2019 Tinjauan Pustaka Inventarisasi Lingkungan Permukiman

    14/34

    Inventarisasi Lingkungan Perumahan (Berbasis Spatial)Kabupaten Hulu Sungai Utara

    2 - 14

    yang kurang (bahkan tidak) berfungsi akan memberikan dampak yang besar bagi umat manusia.

    Sebaliknya, infrastruktur yang terlalu berlebihan untuk kepentingan umat manusia tanpa

    memperhitungkan kapasitas daya dukung lingkungan akan merusak alam yang pada hakekatnya akan

    merugikan manusia termauk makluk hidup lainnya. Berfungsi sebagai suatu sistem pendukung sistem

    sosial dan sistem ekonomi, maka infrastruktur perlu dipahami dan dimengerti secara jelas terutama

    bagi penentu kebijakan.

    2.1.11. Air Bersih

    a) Sistem Air Bersih

    Pengelolaan dan proses infrastruktur untuk water supply sistem adalah:

    1. Eksporasi sumberdaya air

    - Sumberdaya air permukaan (sungai, danau, waduk, dll)

    - Sumberdaya air tanah (sumur, pemompaan, mata air, dll)

    2. Pengelolaan ( treatment)

    - Penjernihan dari partikel lain (sedimentation, flocculation, filtration, dll)

    - Pengontrolan bakteri air (disinfection, ultra violet ray, ozone treatment, dll)

    - Komposis kimia air ( aeration, iron and manganese removal, carbon active, dll)

    3. Penampungan ( storage )

    - Penampungan bahan baku air (waduk, sungai/long storage)

    - Penampungan bahan baku air olahan (tangki tertutup, kolam terbuka, dll)

    4. Transmisi

    - Truk tangki dan moda lainnya

    - Jaringan pipa transmisi dari primer ke sekunder

    - Ban pelepas tekan

    - pipa

    5. Jaringan distribusi ke pelanggan- Sistem jaringan pipa

    - Sistem penampungan

    - Fittings

    - Control

    - Valve

    - Pompa

    Sumber air ada 2 (dua) macam, yaitu:

    1. Air permukaan

  • 8/19/2019 Tinjauan Pustaka Inventarisasi Lingkungan Permukiman

    15/34

    Inventarisasi Lingkungan Perumahan (Berbasis Spatial)Kabupaten Hulu Sungai Utara

    2 - 15

    2. Air tanah

    b) Kebutuhan Air

    Kebutuhan air yang dimaksud adalah kebutuhan air yang digunakan untuk menunjang segala

    kegiaan manusia, meliputi air bersih, domestik dan non domestik, air irigasi baik pertanian

    maupun perikanan dan air untuk penggelontoran kota.

    1. Kebutuhan air domestik

    Kebutuhan air domestik sangat ditentukan oleh jumlah penduduk dan konsumsi perkapita.

    Kecenderungan populasi dan sejarah populasi dipakai sebagai dasar perhitungan kebutuhan

    air domestik terutama dalam penentuan kecenderungan laju pertumbuhan.

    2. Kebutuhan air non domestik

    Kebutuhan air domestik meliputi kebutuhan air komersial, kebutuhan institusi dan industri.Kebutuhan air komersial untuk suatu daerah cenderung meningkat sejalan dengan

    peningkatan penduduk dan perubahan tata guna lahan. Kebutuhan ini bisa mencapai 20 –

    25% dari total suplai (produksi) air. Kebutuhan institusi anta lain meliputi kebutuhan air

    untuk sekolah, RS, gedung pemerintahan, tempat ibadah dan lainnya.

    3. Kebocoran air ( unaccounted for water/UFW)

    UFW merupakan kompoen mayor dari kebutuhan air. Dalam penentuan kebutuhan air,

    analisa kebocoran air perlu dilakukan. Kebocoran dapat didefinisikansebagai perbedaan

    antara jumlah air yang doproduksi oleh produsen air dan jumlah air yang terjual keada

    konsumen, sesuai dengan yang tercatat di meteran air pelanggan. Ada 2 (dua) jenis

    kehilanganair pada sistem suplesi air bersih, yaitu:

    - Kebocoran fisik, disebabkan oleh kebocoran pipa, reservoir yang melimpas keluar,

    penguapan, pemadaman kebakaran, pencuci jalan, pembilas pipa/saluran dan pelayanan

    air tanpa meter air yang kadangala terjadi penyambungan yang tidak tercatat.

    - Kebocoran administrasi, disebabkan oleh meter aitr tanpa registrasi, juga termasuk

    kesalahan di dalam sistem pembacaan, pengumpulan dan pembuatan rekening serta

    kasus-kasus yang secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap

    kehilangan air.

    c) Pengelolaan Air Bersih

    Konservasi air dapat dilakukan dengan cara:

    - Meningkatkan pemanfaatan air permukaan dan air tanah.

    - Meningkatkan efisiensi air irigasi

    - Menjaga kualitas air sesuai dengan peruntukannya.

    d) Sumber Air

  • 8/19/2019 Tinjauan Pustaka Inventarisasi Lingkungan Permukiman

    16/34

    Inventarisasi Lingkungan Perumahan (Berbasis Spatial)Kabupaten Hulu Sungai Utara

    2 - 16

    Sumber Air Permukaan

    Pengelolaan sumber air permukaan dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:

    - Pengendalian aliran permukaan yang dilakukan dengan cara memperpanjang waktu air

    tertahan di permukaan tanah dan meningkatkan jumlah air yang masuk ke dalam tanah

    - Pemanenan air hujan dengan cara pengumpulan air hujan yang mengucur dari atap

    rumah. Untuk pemanenan skala besar dapat dilakukan di daerah tangkapan air dilakukan

    dengan suatu bak penampungan. Air yang tertampung dapat digunakan untuk pertanian

    maupn keperluan rumah tangga.

    - Meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah dengan memperbaiki struktur tanah dengan

    menutup tanah yang cukup baik dengan tumbuhan atau mulsa atau dengan memberikan

    bahan organik. Sumber Air Tanah

    Dalam rangka menjaga kelestarian air tanah, maka perlu dijaga antara pengisian dan

    pengambilannya. Pengisian air tanah secara buatan dapat dipakai untuk:

    - Menyimpan kelebihan aliran permukaan menjadi air tanah

    - Memperbaiki kualitas air tanah dengan mencampur air tanah lokal dengan air pengisian

    - Pemurnian dan reklamasi saluran pembuangan

    - Membentuk tabir tekanan untyk mencegah intrusi air asin

    - Meningkatkan produksi pertanian dengan terjaminnya air irigasi

    - Menurunkan biaya pemompaan air tanah kerena kedalaman air tanah kecil

    - Mencegah terjadinya penurunan muka tanah.

    2.1.12. Persampahan

    Sampah adalah limbah atau buangan yang bersifat padat, setengah padat / cair yang

    merupakan hasil sampingan dari kegiatan perkotaan atau siklus kehidupan manusia, hewan maupun

    tumbuhan. Sumber sampah perkotaan berasal dari permukiman, pasar, kawasan pertokoan dan

    perdagangan, kawasan perkantoran dan sarana umum, kawasan industri, peternakan hewan dan

    fasilitas umum lainnya.

    Jenis sampah perkotaan terdiri atas 2 (dua) yaitu sampah organik dan anorganik. Sampah

    organik adalah sampah yang mempunyai komposisi kimia mudah terurai oleh bakteri

    (biodegradable), sedangkan sampah anorganikadalah sampah yang mempunyai komposisi kimia sulit

    untuk diuraikan atau membutuhkan waktu yang lama ( nonbiodegradable ).

    Sistem pengelolaan sampah perkotaan pada dasarnya dilihat sebagai komponen-komponen

    subsistem yang saling mendukung satu dengan lainnya, saling berinteraksi untuk mencapai tujuan,

    yaitu kota yang bersih, sehat dan teratur. Komponen itu adalah:

  • 8/19/2019 Tinjauan Pustaka Inventarisasi Lingkungan Permukiman

    17/34

    Inventarisasi Lingkungan Perumahan (Berbasis Spatial)Kabupaten Hulu Sungai Utara

    2 - 17

    1. Sub sistem kelembagaan

    2. Sub sistem teknik operasional

    3. Sub sistem pembiayaan

    4. Sub sitem hukum dan kelembagaan

    5. Sub sistem peran serta masyarakat

    Strategi pengelolaan sampah dapat dilakukan secara lintas kabupaten/kota. Pada aspek

    kelembagaan pengelolaan bersama lintas kabupaten/kota perlu dibentuk 3 badan yaitu badan

    pengatur yang merupakan lembaga teknis antar daerah yang merupakan perangkat masing-masing

    daerah, badan pengelola myang merupakan lembaga teknis operasional pengelolaan kebersihan

    antar daerah tetapi bukan perangkat murni daerah dan badan pengawas yaitu lembaga yang

    dibentuk oleh masyarakat, bersifat mandiri dan independen yang bertugas pelaksanaan pengelolaan.2.1.13. Air Limbah

    Air limbah domestik adalah air bekas yang tidak dapat dipergunakan lagi untuk tujuan

    semula baik yang mengandung kotoran manusia (tinja) atau dari aktifitas dapur, kamar mandi dan

    cuci dimana kuantitasnya antara 50-70% dari rata-rata pemakaian air bersih (120-140 l/orang/hari).

    Air limbah domestik mengandung lebih dari 90% cairan. Zat-zat yang terdapat dalam air buangan

    diantaranya adalah unsur-unsur organik tersuspensi maupun terlarut dan juga undsur-unsur

    anorganik serta mikroorganisme. Unsur-unsur tersebut memberikan corak kualitas air buangan

    dalam sifat fisik kimiawi maupun biologi.

    Dampak pembuangan air limbah domestik mempunyai pengaruh yang berbeda-beda terhadap

    kesehatan individu manusia. Faktor yang terkait dengan seberapa jauh pengaruh limbah terhadap

    kesehatan antara lain:

    a. Daya tahan tubuh

    b. Jenis limbah dan jumlah dosis yang diterima tubuh

    c. Akumulasi dosis limbah dalam tubuh

    d. Sifat-sifat racun (toxin) dari limbah terhadap tubuhe. Mudah tidaknya limbah dicerna dan dikeluarkan dari tubuh

    f. Waktu kontak (lama tidaknya) berada dalam lingkungan limbah

    g. Alergi (sensifitas tubuh) terhadapo limbah dalam bentuk tertentu.

    Sistem pengelolaan limbah domestik terbagi menjadi 2 macam, yaitu sistem pengelolaan

    limbah setempat ( on site sistem) dan pembuangan terpusat (off site sistem ). Sistem pembuangan

    setempat adalah fasilitas pembuangan air limbah yang berada di dalam daerah persil pelayanan

    (batas tanah yang dimiliki). Sistem pembuangan terpusat adalah sistem pembuangan yang berada di

    luar persil. Keuntungan dan kerugian on site sistem dan off site sistem adalah:

  • 8/19/2019 Tinjauan Pustaka Inventarisasi Lingkungan Permukiman

    18/34

    Inventarisasi Lingkungan Perumahan (Berbasis Spatial)Kabupaten Hulu Sungai Utara

    2 - 18

    1. On site sistem

    a. Keuntungan:

    - Biaya pembuatan murah

    - Biasanya dibuat oleh sektor swasta/pribadi- Teknologi cukup sederhana

    - Sistem sangat privasi karena terletak pada persilnya

    - Operasi dan pemeliharaan dilakukan secara pribadi masing-masing

    - Nilai manfaat yang dapat dirasakan langsung seperti bersih, saluran air hujan tidak lagi

    dibuangi air limbah, terhindar dari bau busuk, timbul estetika pekarangan dan populasi

    nyamuk berkurang.

    b.

    Kerugian:- Tidak selalu cocok di semua daerah- Sukar mengontrol operasi dan pemeliharaan

    - Bila pengendalian tidak sempurna maka air limbah dibuang ke saluran drainase

    - Sukar mengontrol operasi dan pemeliharaan

    - Sukar mengontrol air tanah bila pemeliharaan tidak dilakukan dengan baik

    2. Off site sistem

    a. Keuntungan:

    - Pelayanan yang lebih nyaman

    - Menampung semua air limbah domestik

    - Pencemaran air tanah dan lingkungan dapat dihindari

    - Cocok untuk daerah dengan tingkat kepadatan tinggi

    - Masa/umur pemakaian relatif lebih lama

    b. Kerugian:

    - Memerlukan pembiayaan yang tinggi

    - Memerlukan tenaga yang trampil untuk operasional dan pemeliharaan- Memerlukan perencanaan dan pelaksanaan jangka panjang

    - Nilai manfaat akan terlihat apabila sistem telah berjalan dan semua penduduk terlayani.

    2.1.14. Drainase

    Air hujan yang jatuh di suatu daerah perlu dialirkan atau dibuang dengan cara pembuatan

    saluran yang dapat menampung air hujan yang mengalir di permukaan tanah tersebut. sistem

    saluran di atas selanjutnya dialirkan ke sistem yang lebih besar. Sistem yang paling kecil juga

    dihubungkan dengan saluran rumah tangga dan sistem bangunan infrastruktur lainnya. Sehingga

  • 8/19/2019 Tinjauan Pustaka Inventarisasi Lingkungan Permukiman

    19/34

    Inventarisasi Lingkungan Perumahan (Berbasis Spatial)Kabupaten Hulu Sungai Utara

    2 - 19

    apabila cukup banyak limbah cair yang berada dalam saluran tersebut, maka perlu dilakukan

    pengolahan ( treatment ). Seluruh proses ini disebut sistem drainase.

    Sistem drainase pada prinsipnya terbagi atas 2 macam, yaitu drainase daerah perkotaan dan drainase

    untuk daerah pertanian. Pada drainase perkotaan diperlukan kombinasi antara perkembangan

    perkotaan, daerah rural dan daerah aliran sungai (DAS). Fungsi drainase adalah:

    1. Membebaskan suatu wilayah (terutama yang padat permukiman) dari genangan air, erosi dan

    banjir.

    2. Drainase dengan aliran lancar akan berfungsi memperkecil resiko kesehatan lingkungan.

    3. Kegunaan tanah permukiman padat akan menjadi lebih baik karena terhindar dari kelembaban.

    4. Dengan sistem yang baik, tata guna lahan dapat dioptimalkan dan juga memperkecil kerusakan

    struktur tanah untuk jalan dan bangunan lainnya.Sistem jaringan drainase dibagi menjadi 2, yaitu:

    a. Sistem drainase mayor/primer sampai sekunder

    Sistem drainase mayor adalah sistem saluran/badan air yang menampung dan mengalirkan air

    dari suatu daerah tangkapan air hujan ( catchment area ). Biasanya sistem ini menampung aliran

    berskala besar dan luas seperti saluran drainase primer, kanal-kanal atau sungai. Sistem ini

    merupakan penghubung antara drainase dan pengendalian banjir. Debit rencana untuk daerah

    urban umumnya dipakai dengan periode ulang antara 5 – 10 tahun. Untuk Indonesia, karena

    keterbatasan dana, biasanya dipakai dengan periode berulang antara 25 – 50 tahun.

    b. Sistem drainase minor/mikro

    Drainase mikro adalah sistem saluran dan bangunan pelengkap drainase yang menampung dan

    mengalirkan iar dari daerah tangkapan hujan dimana sebagaian besar berada di dalam wilayah

    kota. Secara keseluruhan, yang termasuk dalam drainase mikro adalah saluran di sepanjang sisi

    jalan, selokan air hujan di sekitar bangunan, gorong-gorong, saluran drainase kota dan lainnya

    dimana debit yang dapat ditampung tidak terlalu besar. Drainase mikro ini direncanakan untuk

    hujan dengan masa ulang 2,5 atau 10 tahun tergantung pada tata guna tanah yang ada. Sistem

    drainase untuk lingkungan permukiman lebih cenderung sebagai sistem drainase mikro. Dari

    segi konstruksinya, dibedakan menjadi 2 macam, yaitu:

    1. Sistem saluran tertutup

    Sistem aliran tertutup masih bersifat grafitasi (aliran pada saluran terbuka) hanya

    konstruksi di atasnya dibuat tertutup sehingga dapat dimanfaatkan untuk bangunan lain.

    2. Sistem saluran terbuka

  • 8/19/2019 Tinjauan Pustaka Inventarisasi Lingkungan Permukiman

    20/34

    Inventarisasi Lingkungan Perumahan (Berbasis Spatial)Kabupaten Hulu Sungai Utara

    2 - 20

    Sistem saluran etrbuka biasanya direncak\nakan hanya untuk menampung dan mengalirkan

    air hujan dan juga ada yang berfungsi sebagai saluran campuran (gabungan) misalnya

    sampah dan limbah penduduk.

    2.2. Permukiman Kumuh

    » Permukiman kumuh adalah lingkungan permukiman dengan tingkat kepadatan lebih dari 600

    jiwa per hektar, bentuk hunian tidakr berstruktur, tidak berpola (letak rumah dan bentuk jalan

    tidak beraturan) tidak tersedianya fasilitas umum, sarana dan prasarana permukiman yang baik

    dan bentuk fisik bangunan yang tidak layak huni, yaitu yang secara reguler tiap tahun dilanda

    banjir (JISS dalam Harun Sunarso, 1998 : 34);

    » Permukiman kumuh adalah permukiman tidak layak huni atau dapat membahayakan kehidupanpenghuni, karena keadaan keamanan dan kesehatan memprihatink:an, kenyamanan dan

    keandalan bangunan dan lingkungan tersebut tidak mamadai, baik dilihat dari segi tata ruang,

    kepadatan bangunan yang sangat rendah serta prasara dan sarana lingkungan yang tidak

    memenuhi syarat (Kamus Tata Ruang, 1997: 81);

    » Kumuh dapat diartikan mengandung sifat-sifat keusangan, banyak ditujukan pada keadaan guna

    lahan atau zona atau kawasan yang sudah sulit diperbaiki, jadi yang lebih baik dibongkar, tapi

    juga dapat ditujukan pada keadaan yang secara fisik masih cukup baik, belum tua, tapi sudahtidak lagi memenuhi berbagai standar kelayakan (Kamus Tata Ruang, 1997: 57);

    » Siswono Yudohusodo (1994) membedakan bahwa permukiman kumuh tidak selalu liar dan

    hunian liar tidak selalu kumuh, pengertian hunian liar biasanya dikaitkan dengan status

    kepemilikan yaitu jika dibangun diatas tanah yang bukan haknya, dan hunian liar di perkotaan

    sebagian besar berdiri diatas tanah negara (Harun Sunarso, 1998: 34);

    » Menurut Sunaryati Hartono (1991), permukiman kumuh adalah ditinjau dari aspek hukum dan

    non hukum. Beberapa aspek hukum permukiman kumuh adalah (Harun Sunarso, 1998: 34):

    Status tanah rumah-rumah;

    Sejarah terjadinya daerah permukiman kumuh;

    Tujuan/peruntukan peremajaan permukiman;

    Ganti rugi yang pantas dan adil.

    Sedangkan non hukum permukiman kumuh adalah:

  • 8/19/2019 Tinjauan Pustaka Inventarisasi Lingkungan Permukiman

    21/34

    Inventarisasi Lingkungan Perumahan (Berbasis Spatial)Kabupaten Hulu Sungai Utara

    2 - 21

    Daerah yang padat jumlah penduduknya dan mudah menimbulkan prikehidupan yang kurang

    harmonis antar tetangga sebab mudah sekali timbul sengketa, seperti penguasaan lahan,

    perumahan, sumber air, kebisingan, keterbatasan fasilitas umum, dan fasilitas sosial sarana

    pendidikan anak dan lain-lain;

    Daerah yang padat terdapat social kontrol yang kuat, antara lain gosip/sebaliknya sikap tidak

    peduli;

    Daerah permukiman kumuh merupakan daerah yang penduduknya relatif berpendapatan

    rendah/miskin.

    » Departemen Kesehatan (1992) memberikan batasan tentang karakteristik daerah kumuh adalah

    kawasan/area permukiman yang mempunyai resiko tinggi terhadap penularan penyakit danpencemaran lingkungan, baik di perkotaan maupun di pedesaan, yaitu (Harun Sunarso, 1998:

    34): padat penduduk jarak rumah sangat berdekatan, kondisi rumah serta lingkungan yang tidak

    sehat; sarana sanitasi dasar yang tidak memadai; rawan penyakit dan pencemaran; penghasilan

    penduduk relatif rendah dan pekerjaan disektor informal; perilaku masyarakat, seperti gotong

    royong tinggi, senasib dan mudah digerakkan, serta kurangnya pengetahuan tentang hidup

    sehat;

    » Bergel merumuskan daerah kumuh atau slum area yaitu: daerah kumuh sebagai suatu kawasanpermukiman yang di atasnya terletak bangunan-bangunan berkondisi substandar, yang dihuni

    oleh penduduk miskin yang padat (Mumu Suherlan, 1996: 33);

    » Suprijanto Riyadi (1993) mengemukakan batasan arti daerah kumuh, yaitu daerah dengan

    jumlah penduduk yang padat, dengan tingkat sosial ekonomi yang rendah, keberhasilan

    lingkungan yang buruk (jalan, sumber air bersih, MCK, saluran pembuangan) (Mumu Suherlan,

    1996: 33);

    » Ari Indrayana Mahar (1993) mengemukakan bahwa: permukiman kumuh adalah suatu istilah

    yang mengacu kepada suatu istilah yang mengacu pada suatu permukiman dengan fasilitas dan

    penataan serta penggunaan ruang-ruangnya yang mengungkapkan kondisi kurang mampu atau

    miskin dari penghuninya yang mencerminkan adanya kesemrawutan tata ruang dan

    ketidakberdayaan ekonomi (Mumu Suherlan, 1996: 33).

    » Kawasan kumuh adalah kawasan dimana rumah dan kondisi hunian masyarakat di kawasan

    tersebut sangat buruk. Rumah maupun sarana dan prasarana yang ada tidak sesuai dengan

    standar yang berlaku, baik standar kebutuhan, kepadatan bangunan, persyaratan rumah sehat,

    http://yar.ci/http://yar.ci/

  • 8/19/2019 Tinjauan Pustaka Inventarisasi Lingkungan Permukiman

    22/34

    Inventarisasi Lingkungan Perumahan (Berbasis Spatial)Kabupaten Hulu Sungai Utara

    2 - 22

    kebutuhan sarana air bersih, sanitasi maupun persyaratan kelengkapan prasarana jalan, ruang

    terbuka, serta kelengkapan fasilitas social lainnya (Prof. DR. Parsudi Suparlan).

    2.2.1 Karakteristik Permukiman Kumuh

    A. A. Laquaian, mengemukakan beberapa karakteristik daerah kumuh, yaitu (dalam Mumu

    Suherlan, 1996: 33) :

    1. Permukiman tersebut dihuni oleh penduduk yang padat dan berjubel; karena adanya

    pertumbuhan penduduk alamiah maupun migrasi yang tinggi dari pedesaan;

    2. Perkampungan tersebur dihuni oleh warga yang berpenghasilan rendah atau berproduksi

    subsistem yang hidup di bawah garis kemiskinan;

    3. Perumahan di permukiman tersebut berkualitas rendah atau masuk dalam kategori kondisi

    rumah darurat ( sub standart hoasing conditions ), yaitu bangunan rumah yang terbuat dari

    bahan-bahan tradisional, seperti bambu, kayu, alang-alang, dan bahan-bahan cepat huncur

    lainnya;

    4. Kondisi kesehatan dan sanitasi yang rendah; perkampungan miskin memang selalu ditandai oleh

    tersebarnya penyakit menular dan lingkungan fisik yang jorok;

    5. Langkanya pelayanan kota ( urban service ), seperti air minum, fasilitas mandi cuci kakus (MCK),

    listrik, sistem pembuangan kotoran dan sampah, dan perlindungan kebakaran;

    6. Pertumbuhannya tidak terencana sehingga penampilan fisiknya tidak teratur dan terurus, dalam

    hal bangunan, halaman, dan jalan-jalan; sempitnya ruang antar bangunan, dan tidak, ada ruang

    terbuka sama sekali;

    7. Penghuni permukiman miskin ini mempunyai gaya hidup pedesaan karena sebagian besar

    penghuninya merupakan migran dari pedesaan yang masih mempertahankan pola kehidupan

    tradisional, seperti hubungan-hubungan yang bersifat pribadi, (bersuasana seperti di desa) dangotong royong;

    8. Munculnya perilaku menyimpang seperti pencurian, pelacuran, kenakalan, perjudian dan

    kebiasaan minum-minuman keras sebagai ciri lainnya perkampungan miskin tersebut. Tetapi

    karena permukiman lapisan masyarakat lainnya juga terjadi pola-pola perilaku menyimpang

    tersebut, maka kurang tepat kiranya bila hal itu dijadikan sebagai ciri khas permukiman miskin.

    Suharno Sarojo (1991) juga mengemukan karakteristik daerah kumuh adalah sebagai berikut

    (dalam Mumu Suherlan, 1996: 35):

    a. Penduduknya sangat padat;

  • 8/19/2019 Tinjauan Pustaka Inventarisasi Lingkungan Permukiman

    23/34

    Inventarisasi Lingkungan Perumahan (Berbasis Spatial)Kabupaten Hulu Sungai Utara

    2 - 23

    b. Mata pencaharian penduduknya tidak tetap;

    c. Tata letak perumahannya sempit dan pada umumnya tidak layak huni;

    d.

    Kondisi ekonomi penduduknya rendah sehingga tingkat kesehatan dan pendidikan padaumumnya juga rendah;

    e. Pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari kurang lancar karena kurangnya fasilitas yang

    mendukung termasuk penyediaan air bersih, penerangan, MCK, tempat pembuangan

    sampah, dan sebagainya;

    f. Jalan umum tidak teratur;

    g. Kondisi lingkungan yang kotor, sehingga banyak penyakit yang bersumber dari keadaan

    lingkungan yang tidak sehat;

    h. Rawan dan cenderung menimbulkan berbagai masalah sosial, sehingga cenderung

    mengganggu ketahanan nasional.

    Ciri-ciri pemukiman kumuh, seperti yang diungkapkan oleh Prof. DR. Parsudi Suparlan adalah :

    1. Fasilitas umum yang kondisinya kurang atau tidak memadai.

    2. Kondisi hunian rumah dan pemukiman serta penggunaan ruangruanganya Mencerminkan

    penghuninya yang kurang mampu atau miskin.

    3. Adanya tingkat frekuensi dan kepadatan volume yang tinggi dalam penggunaan ruang-ruang

    yang ada di pemukiman kumuh sehingga mencerminkan adanya kesemrawutan tata ruang

    dan ketidakberdayaan ekonomi penghuninya.

    4. Pemukiman kumuh merupakan suatu satuan-satuan komuniti yang hidup secara tersendiri

    dengan batas-batas kebudayaan dan sosial yang jelas, yaitu terwujud sebagai :

    a. Sebuah komuniti tunggal, berada di tanah milik negara, dan karena itu dapat digolongkan

    sebagai hunian liar.

    b. Satuan komuniti tunggal yang merupakan bagian dari sebuah RT atau sebuah RW.

    c. Sebuah satuan komuniti tunggal yang terwujud sebagai sebuah RT atau RW atau bahkan

    terwujud sebagai sebuah Kelurahan, dan bukan hunian liar.

    5. Penghuni pemukiman kumuh secara sosial dan ekonomi tidak homogen, warganya

    mempunyai mata pencaharian dan tingkat kepadatan yang beranekaragam, begitu juga asal

    muasalnya. Dalam masyarakat pemukiman kumuh juga dikenal adanya pelapisan sosial

    berdasarkan atas kemampuan ekonomi mereka yang berbeda-beda tersebut.

  • 8/19/2019 Tinjauan Pustaka Inventarisasi Lingkungan Permukiman

    24/34

    Inventarisasi Lingkungan Perumahan (Berbasis Spatial)Kabupaten Hulu Sungai Utara

    2 - 24

    6. Sebagian besar penghuni pemukiman kumuh adalah mereka yang bekerja di sektor informal

    atau mempunyai mata pencaharian tambahan di sektor informil.

    Dari sumber literatur yang dikeluarkan oleh Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah

    Direktorat Jenderal Perumahan dan Permukiman tahun 2000, disebutkan bahwa Definisi “Kumuh /

    Squatters” secara umum adalah “pemukim tanpa hak bermukim”, artinya perorangan atau

    sekelompok orang yang menghuni suatu lahan, baik secara hukum ataupun kewenangan tidak

    diizinkan untuk dijadikan sebagai suatu tempat tinggal.

    Dalam konteks perumahan dan permukiman, Permukiman Kumuh adalah permukiman yang

    berada pada daerah yang menurut rencana kota tidak diperuntukkan untuk perumahan atau dihuni

    oleh masyarakat yang tidak memiliki hak bermukim di tempat tersebut, karena tidak memenuhi

    peraturan bermukim yang berlaku baik secara hukum maupun kewenangan.

    Sidang BKPN No. IV 1998/1990 tanggal 15 Februari 1990 menyatakan bahwa ciri-ciri

    lingkungan permukiman kumuh adalah sebagai berikut (Christina,1999: 27):

    a. Tanah tempat berdirinya lingkungan permukiman kumuh dapat berupa tanah negara, tanah

    instansi, tanah perorangan atau badan hukum dan yayasan.

    b. Penghuni lingkungan kumuh dapat terdiri dari pemilik tanah dan bangunan, pemilik bangunan di

    atas tanah sewa, penyewa bangunan tanpa termasuk tanahnya, atau pemilik/penyewabangunan yang didirikan tanpa seijin pemegang hak atas tanahnya.

    c. Penggunaan bangunannya dapat untuk tempat hunian, tempat usaha atau campuran.

    d. Peruntukan penggunaan tanahnya menurut rencana kota dapat untuk perumahan, jalur

    pengaman atau untuk keperluan lain.

    e. Prasarana lingkungan biasanya kurang dan tidak memenuhi persyaratan teknis dan kesehatan.

    f. Prasarana lingkungan biasanya tidak ada atau tidak lengkap memenuhi persyaratan teknis dankesehaan dengan tata letak yang tidak teratur.

    Sedangkan menurut DPU Cipta Karya, tiga kondisi kekumuhan dapat dilihat dari status

    tanahnya , antara lain:

    a. Kawasan/lingkungan kumuh di atas tanah ilegal dengan kondisi tingkat kekumuhan dan

    kepadatan tinggi.

    b. Kawasan/lingkungan kumuh di atas tanah ilegal dengan tingkat kepadatan tinggi.

    c. Kawasan/lingkungan, kumuh di atas tanah legal (tidak terlalu kumuh/ padat).

  • 8/19/2019 Tinjauan Pustaka Inventarisasi Lingkungan Permukiman

    25/34

    Inventarisasi Lingkungan Perumahan (Berbasis Spatial)Kabupaten Hulu Sungai Utara

    2 - 25

    Permukiman kumuh menurut M. Agung Rid1o (2001:24), merupakan wujud fisik yang erat

    kaitannya dengan kemiskinan di perkotaan yang memiliki karakteristik/ciri-ciri sebagai berikut:

    a. Kampung tumbuh dan berkembang secara organik (Organic Pattern) dengan kondisi perumahan

    di bawah standard. Kondisi fisik lingkungan dan bangunan yang sangat buruk dan tidak teratur,

    tidak memenuhi persyaratan teknis kesehatan, pelayanan sarana dan prasarana lingkungan

    serba kurang (air bersih, saluran air limbah dan air hujan, pembuangan sampah, dll).

    b. Lingkungan permukiman kumuh merupakan lingkungan permukiman yang absah, legal dan

    permanen tetapi kondisi fisik lingkungannya semakin memburuk karena kurang pemeliharaan,

    umur bangunan yang menua, ketidak acuhan, atau karena terbagi-bagi menjadi unit pekarangan

    rumah atau kamar yang semakin kecil.

    c. Pada umumnya penduduknya mempunyai status sosial dan ekonomi rendah atau

    berpenghasilan di bawah standart.

    d. Kepadatan dan kerapatan bangunan yang lebih besar dari yang diijinkan dengan kepadatan

    penduduk yang sangat tinggi.

    e. Penduduk masih mambawa sifat dan perilaku kehidupan perdesaan yang terjalin dalam ikatan

    kekeluargaan yang erat.

    f. Kebanyakan penduduknya berpendidikan rendah, berstatus rendah dan mempunyai struktur

    keluarga yang tidak menguntungkan,

    g. Bahan-bahan bangunan yang digunakan adalah bahan bagunan yang bersifat semi permanen.

    h. Merupakan suatu kawasan yang mempunyai fungsi kota yang bercambur dan tidak beraturan

    yang merupakan kantong-kantong kemiskinan perkotaan yang rawan terhadap banjir.

    2.2.2 Ciri-Ciri Hunian Kumuh

    Hunian kumuh memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

    Penduduk sebagian besar sangat miskin, termasuk dalam kelompok Pra Sejahtera yang umumnya

    berpenghasilan rendah dan tidak tetap.

    Masyarakat yang tinggal di dalamnya sebagian besar tidak memiliki legalitas bermukim termasuk

    tanpa identitas penduduk setempat.

    Kondisi huniannya sangat buruk, dengan kepadatan di atas 500 orang / Ha, tidak tertata / terpola

    dengan teratur, dan lebih dari 60% merupakan rumah tidak layak huni, karena tidak dilengkapi

    dengan prasrana dasar permukiman, sanitasi buruk serta angka kejadian penyakit sangat tinggi.

  • 8/19/2019 Tinjauan Pustaka Inventarisasi Lingkungan Permukiman

    26/34

    Inventarisasi Lingkungan Perumahan (Berbasis Spatial)Kabupaten Hulu Sungai Utara

    2 - 26

    Status tanah tidak jelas, tanpa izin pemilik lahan atau peruntukkannya tidak sesuai dengan

    rencana kota / RTRW Kota / Kabupaten, misal di tepi sungai, di sepanjang rel kereta api,

    sepanjang jalur hijau dan sebagainya.

    Menempati lahan yang tidak jelas (tanah negara atau tanah milik orang / lembaga lain yang

    belum atau tidak termanfaatkan dengan baik).

    Seringkali tumbuh terkonsentrasi pada lokaasi terlarang dan berkembang cepat sebagai hunian

    karena terlambat diantisipasi.

    Secara sosial, masyarakat kumuh menghadapi kendala sosial akibat pola hidup selama

    menghuni kawasan yang tidak jelas statusnya, seperti :

    Dianggap tidak ada / terabaikan karena satu dan lain hal atau tidak terlayani oleh layananadministrasi pemerintah yang formal.

    Tidak diikutsertakan dalam berbagai pengambilan keputusan, bahkan dalam memperbaiki

    kehidupan diri dan keluarganya.

    Tidak dilibatkan dalam pembangunan di wilayahnya.

    Tidak memiliki akses terhadap informasi dan sumber daya utama bagi upaya memperbaiki taraf

    kehidupannya.

    Dilihat dari segi fisik lingkungannya, kondisi lahan yang mereka tinggali memiliki resiko

    membahayakan diri dan lingkungannya serta mengganggu aktivitas umum dan fungsi-fungsi

    pelayanan umum. Penyelesaian permasalahan kumuh ini merupakan permasalahan yang rumit,

    sehingga dalam penyelesaiannya tidak saja dikaji dari pendekatan hukum, tetapi juga memerlukan

    pendekatan secara sosial dan terpadu.

    2.2.3 Klasifikasi Permukiman Kumuh

    Prof. Eko Budihardjo mengklasifikasikan permukiman kumuh berdasarkan pada karakter fisik

    dan aspek legalitasnya, yaitu:

    Kategori Slum, yaitu kawasan kumuh tetapi diakui sah sebagai daerah permukiman;

    Kategori Squatter Settlement , yaitu: pemukiman kumuh liar, yang menempati lahan yang tidak

    ditetapkan untuk kawasan hunian, misalnya: di sepanjang pinggir rel kereta api, di pinggir kali, di

    kolong jembatan, di pasar, di kuburan, di tempat pembuangan sampah, dan lainnya. Dari segi

    legalitasnya, kategori permukiman liar (squatter) ini umumnya menempati lahan yang bukan

    dalam hak penguasaannya misalnya pada lahan kosong yang ditinggal pemiliknya atau pada

    lahan kosong milik negara.

  • 8/19/2019 Tinjauan Pustaka Inventarisasi Lingkungan Permukiman

    27/34

    Inventarisasi Lingkungan Perumahan (Berbasis Spatial)Kabupaten Hulu Sungai Utara

    2 - 27

    Sementara Siswono dalam bukunya membagi 3 (tiga) tipe perumahan yang tidak teratur di

    perkotaan, yaitu Tipe Kampung, Tipe Perumahan Liar dan Tipe Permukiman Kumuh (yang berupa

    kampung dan perumahan liar).

    Tipe Kampung , berbeda dengan tipe perumahan liar, yaitu pada status pembangunan

    rumahnya. Rumah-rumah kampung dibangun di atas tanah yang telah dimiliki, disewa, atau

    dipinjam dari pemiliknya. Pembangunan rumah di kampung dilakukan dengan setahu dan seijin

    pemilik tanahnya, sedangkan rumah-rumah di perumahan liar dibangun secara illegal, tanpa

    setahu dan seijin pemilik tanahnya. Rumah-rumah di kampung ada yang memiliki ijin mendirikan

    bangunan (IMB) adapula yang tidak. Kampung merupakan lingkungan masyarakat yang sudah

    mapan, yang terdiri dari golongan masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah, yang pada

    umumnya kondisi sarana dan prasarananya kurang memadai.

    Tipe Perumahan Liar , biasanya tumbuh agak jauh dari jalan kendaraan, terletak di pinggir-pinggir

    sungai, bantaran sungai, di sepanjang jalan kereta api, di sekitar pasar, di sekitar stasiun kereta

    api, dan di daerah rendah yang sering kebanjiran. Daerah-daerah tersebut pada umumnya

    berupa tanah yang belum dipergunakan, ditinggalkan, atau tidak diawasi lagi oleh pemegang

    hak atas tanah tersebut. Penghuni merupakan pendatang dari pedesaan dan kota-kota lainnya

    dan berpenghasilan rendah sekali. Mereka tinggal dengan gubuk-gubuk, tetapi kadang ada pula

    yang dibangun secara permanen.

    Tipe Permukiman Kumuh , berupa kampung dan perumahan liar yang ditempati oleh masyarakat

    berpenghasilan rendah bahkan sangat rendah, dengan kepadatan penduduk dan bangunan yang

    sangat tinggi (beberapa ratus hingga ribu orang perhektar), dengan kondisi rumah dan

    lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan maupun persyaratan teknis, dengan pola

    yang tidak teratur karena tidak direncanakan lebih dahulu, dan besarnya kota sangat

    berpengaruh terhadap kepadatan permukiman kumuh tersebut. Lokasi permukiman kumuh

    semakin dekat dengan pusat kota semakin tinggi kepadatan penduduknya. Ciri yang cukupmenonjol dari permukiman kumuh ini adalah fungsinya sebagai daerah transisi antara

    kehidupan pedesaan dengan kehidupan kota, atau sebagai pusat proses terjadinya urbanisasi.

    Berdasarkan lokasinya, lingkungan permukiman kumuh ini dibagi ke dalam 5 (lima) kelompok

    menurut Siswono, yaitu :

    Pertama , yang berada pada lokasi yang sangat strategis dalam mendukung fungsi kota yang

    menurut rencana kota dapat dibangun untuk komersial atau pelayanan masyarakat kota yang

    baik;

  • 8/19/2019 Tinjauan Pustaka Inventarisasi Lingkungan Permukiman

    28/34

    Inventarisasi Lingkungan Perumahan (Berbasis Spatial)Kabupaten Hulu Sungai Utara

    2 - 28

    Kedua , yang lokasinya kurang strategis dalam mendukung fungsi kota dan memberi pelayanan

    kepada masyarakat kota. Meskipun dalam rencana kota untuk dijadikan kawasan komersial

    namun kurang memiliki berpotensi;

    Ketiga , lokasinya tidak strategis dan menurut rencana kota hanya boleh dibangun untuk

    perumahan;

    Keempat , permukiman kumuh yang berada pada lokasi yang menurut rencana kota tidak

    diperuntukkan bagi perumahan,

    Kelima , permukiman kumuh yang berada pada lokasi yang berbahaya, yang menurut rencana

    kota disediakan untuk jalur pengaman, seperti bantaran sungai, jalur jalan kereta api, dan jalur

    tegangan listrik.

    Dari beberapa klasifikasi permukiman kumuh tersebut di atas ternyata yang cukup mudah

    diidentifikasikan perbedaannya terhadap kondisi permukiman kumuh di perkotaan adalah menurut

    klasifikasi Budiharjo (1997) yang membedakan ke dalam dua kelompok kategori permukiman yaitu

    permukiman yang slum dan squatter .

    2.2.4 Penyebab Terjadinya Permukiman Kumuh

    Penyebab utama tumbuhnya lingkungan kumuh antara lain terjadinya migrasi yang tinggi

    terutama bagi sekelompok masyarakat tertentu dan berpenghasilan rendah, yang biasanya berada

    didekat tempat bekerjanya. Mereka biasanya sudah betah tinggal dan menyesuaikan diri dengan

    lingkungan permukiman.

    Permukiman kumuh di perkotaan biasanya terdapat diatas tanah negara bekas tanah

    partikelir, tanah milik pemerintah kota yang sudah dikukuhkan dengan hak pengelolaan ataupun

    yang belum dikukuhkan, tanah bantaran sungai, tanah instansi pemerintah tanah milik Perumka dan

    sebagainya. Kondisi lingkungan pada permukiman kumuh di atas tanah negara tanpa hak ini

    umumnya jauh lebih buruk dibandingkan dengan yang terjadi pada tanah hak.

    Sesuai dengan status tanah permukiman kumuh ini, maka sebagian besar penggarapannya

    dilakukn secara liar. Wilayah permukiman ini sama sekali tidak atau belum tersentuh oleh

    pembangunan fasilitas perkotaan. Ketiadaan kepastian hukum mengenai hak atas tanahnya,

    termasuk kemampuan ekonomi penghuninya yang relatif rendah, menyebabkan tidak adanya usaha

    penduduk setempat untuk meningkatkan kondisi permukiman dan lingkungannya ataupun pindah

    ke lokasi yang lebih baik.

  • 8/19/2019 Tinjauan Pustaka Inventarisasi Lingkungan Permukiman

    29/34

    Inventarisasi Lingkungan Perumahan (Berbasis Spatial)Kabupaten Hulu Sungai Utara

    2 - 29

    Keterikatan penduduk dengan lingkungan hunian yang ditempati terutama karena jaraknya

    yang dekat dengan tempat bekerjanya. Penghuni wilayah permukiman kumuh ini sebagian besar

    bekerja pada sektor informal, sehingga untuk dipindahkan ke lokasi lain, alasan keberatannya karena

    akan makin jauh antara tempat tinggal dengan tempat bekerjanya.

    Pada umumnya permukiman kumuh menempati lahan-lahan yang tidak terjaga oleh pemiliknya,

    baik itu milik perorangan, pemerintah / negara atau milik umum. Sebagian besar para penghuni

    datang ke kota karena merasa kurang beruntung hidup di daerah asalnya, sehingga mereka

    berharap dapat mencari nafkah dan bekerja di tempatnya yang baru.

    Tempat yang dipilih tersebut adalah tempat-tempat yang mampu mereka biayai / terjangkau

    bahkan kalau mungkin tidak perlu membiayai dan dekat dengan tempat yang dekat dengan

    lokasi usaha / pekerjaannya. Sementara di lain pihak, pemilik tanah tidak menjaga lahannya

    karena sesuatu sebab, bahkan tidak melengkapi dengan dokumen administrasinya.

    Penyebab adanya kawasan kumuh atau peningkatan jumlah kawasan kumuh yang ada di kota

    adalah:

    1. Faktor ekonomi seperti kemiskinan dan krisis ekonomi.

    2. Faktor bencana.

    Faktor ekonomi atau kemiskinan mendorong bagi pendatang untuk mendapatkan kehidupan

    yang lebih baik di kota-kota. Dengan keterbatasan pengetahuan, ketrampilan, dan modal, maupun

    adanya persaingan yang sangat ketat diantara sesama pendatang maka pendatang-pendatang

    tersebut hanya dapat tinggal dan membangun rumah dengan kondisi yang sangat minim di kota-

    kota. Di sisi lain pertambahan jumlah pendatang yang sangat banyak mengakibatkan pemerintah

    tidak mampu menyediakan hunian yang layak.

    Faktor bencana dapat pula menjadi salah satu pendorong perluasan kawasan kumuh. Adanya

    bencana, baik bencana alam seperti misalnya banjir, gempa, gunung meletus, longsor maupun

    bencana akibat perang atau pertikaian antar suku juga menjadi penyebab jumlah rumah kumuh

    meningkat dengan cepat.

    2.2.5 Tipologi Permukiman Kumuh

    Terdapat beberapa tipologi permukiman kumuh yang antara lain (Dirjen Perumahan dan

    Permukiman Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2002:7):

    2.2.5.1. Permukiman Kumuh Dekat Pusat Kegiatan Sosial Ekonomi

    Yaitu permukiman yang terletak di sekitar pusat-pusat aktivitas pelayanan sosial ekonomi,

    seperti halnya lingkungan industri, lingkungan pusat pelayanan ekonomi, lingkungan pendidikan atau

  • 8/19/2019 Tinjauan Pustaka Inventarisasi Lingkungan Permukiman

    30/34

    Inventarisasi Lingkungan Perumahan (Berbasis Spatial)Kabupaten Hulu Sungai Utara

    2 - 30

    kampus. Jenis mata pencaharian masyarakatnya terkait erat dengan domain kegiatan pusat sosial

    ekonomi terkait. Alternative pemecahannya adalah melalui program peremajaan, rehabilitasi dan

    renovasi. Kegiatan yang dapat dilaksanakan antara lain:

    1. Perbaikan sarana dan prasarana

    2. Pengembangan rumah susun sederhana (rusuna), rumah susun sederhana sewa (rusunawa)

    3. Perbaikan rumah sewa melalui dana bergulir

    2.2.5.2. Permukiman Kumuh di Pusat Kota

    Yaitu permukiman yang terletak di tengah kota ( urban core ) yang merupakan permukiman

    lama/ kuno yang diindikasikan mempunyai warisan budaya tinggi dalam konfigurasi kota lama ( old

    city ). Jenis mata pencaharian masyarakatnya beragam, diantaranya adalah buruh, pedagang kecil,

    wiraswasta, industri rumah tangga, jasa transportasi dan lain-lain. Alternatif pemecahan dapat

    melalui program rehabilitasi, renovasi, rekonstruksi, restorasi dan preservasi. Adapun komponen

    kegiatan meliputi:

    1. Perbaikan sarana dan prasarana

    2. Pengembangan dana bergulir perbaikan rumah tinggal

    3. Perbaikan kegiatan usaha

    4. Pelatihan pelestarian banaunan dan lingkungan bersejarah

    2.2.5.3. Permukiman Kumuh di Pinggiran kota

    Yaitu permukiman yang terletak di luar pusat kota ( urban fringe ), yang umumnya merupakan

    permukiman yang tumbuh dan berkembang sebagai konsekuensi dari perkembangan kota,

    pertumbuhan penduduk dan urbanisasi. Jenis mata pencaharian masyarakatnya buruh, pedagang

    kecil, wiraswasta, industri rumah tangga, jasa transportasi dan lain-lain. Alternatif pemecahannya

    antara lain melalui program rehabilitasi dan renovasi. Adapun komponen kegiatan yang dapat

    dilaksanakan antara lain meliputi:

    1. Perbaikan sarana dan prasarana

    2. Pengembangan dana bergulir perbaikan rumah tinggal

    3. Perbaikan kegiatan usaha

  • 8/19/2019 Tinjauan Pustaka Inventarisasi Lingkungan Permukiman

    31/34

    Inventarisasi Lingkungan Perumahan (Berbasis Spatial)Kabupaten Hulu Sungai Utara

    2 - 31

    2.2.5.4. Permukiman Kumuh di Daerah Rawan Bencana

    Yaitu permukiman yang terletak di area rawan bencana alam, khususnya bencana alam tanah

    longsor, gempa bumi dan banjir. Alternatif pemecahannya antara lain melalui program resettlement ,

    rehabilitasi dan renovasi. Adapun komponen kegiatan yang dapat dilaksanakan antara lain meliputi:

    1. Perbaikan pembangunan sarana dan prasarana dengan teknologi khusus

    2. Pengembangan alternatif usaha

    3. Pengembangan lembaga keuangan komunitas

    4. Perbaikan rumah tinggal dan lain-lain

    2.2.5.5. Permukiman Kumuh di Tepi Sungai

    1. Tipe pertama, yaitu permukiman kumuh yana terletak di luar garis sempadan sungai baik yang

    bertanggul maupun tidak. Alternatif pemecahannya berupa program peremajaan. Adapun

    komponen kegiatan yang dapat dilaksanakan adalah:

    a. Perbaikan pembangunan sarana dan prasarana

    b. Penataan kembali bangunan dan lingkungan

    c. Pembangunan alternatif usaha

    d. Pengembangan lembaga keuangan komunitas

    e. Perbaikan rumah tinggal dan lain-lain

    2. Tipe kedua, yaitu permukiman kumuh lama yang secara historis berada di area badan sungai

    bagian tepi sampai dengan tepi sungai karena menempatkan sungai sebagai sarana transportasi

    vital. Tipe bangunan yang ada adalah rakit, panggung dan bidang lantai langsung berhubungan

    dengan tanah. Alternatif pemecahannya antara lain melalui program rehabilitasi renovasi,

    rekonstruksi, restorasi dan preservasi. Adapun komponen kegiatan yang dapat dilaksanakanantara lain meliputi:

    a. Perbaikan pembangunan sarana dan prasarana dengan teknologi khusus

    b. Pengembangan dana bergulir perbaikan rumah tinggal

    c. Pelestarian dan pemanfaatan kembali bangunan bersejarah untuk fungsi baru

    d. Perbaikan kegiatan usaha

    e. Pelatihan pelestarian bangunan dan lingkungan bersejarah

  • 8/19/2019 Tinjauan Pustaka Inventarisasi Lingkungan Permukiman

    32/34

    Inventarisasi Lingkungan Perumahan (Berbasis Spatial)Kabupaten Hulu Sungai Utara

    2 - 32

    2.2.5.6. Permukiman Kumuh Dekat Pasar dan Terminal

    Para permukim yang menempati dan membangun perumahan di sekitar pasar dan terminal,

    biasanya tidak membentuk kelompok dalam jumlah besar, bahkan beberapa tidak memiliki ikatan

    sosial antar individu para penghuninya. Pada umumnya para penghuni kumuh di sekitar pasar dan

    terminal mencari nafkah berkaitan dengan kegiatan pasar maupun terminal, misal: pemulung, kuli

    panggul, calo angkutan, pengemis maupun pedagang kaki lima. Fenomena yang terjadi di sekitar

    pasar, banyak squatters yang hidup dalam satu lokasi rumah dan biasa disebut “kaum boro”. Mereka

    bekerja di sekitar lokasi untuk waktu tertentu, dan kembali lagi ke daerah asalnya sesekali untuk

    mengirim penghasilan kepada keluarga di desa. Sehingga kaum ini memiliki frekuensi pulang-pergi

    yang cukup tinggi.

    2.2.5.7. Permukiman Kumuh di Tanah Milik Negara

    Jenis squatters di tanah milik negara sering dijumpai terdiri dari beberapa koloni keluarga yang

    berasal dari daerah yang relatif homogen. Para pemukim ini lebih sering menempati tanah milik

    negara yang kewenangannya masih berada di Pemerintah Pusat atau Provinsi. Kondisi permukiman

    kumuh di tanah milik negara ini pada umumnya adalah sebagai berikut:

    1. Lama bermukim para squatters ini biasanya cukup lama, hal ini disebabkan karena tidak adanyatindakan penertiban atau penhggusuran oleh pemilik lahan.

    2. Banyak dijumpai kondisi bangunan yang semi permanen dan berlantai plester dengan dindingsetengah batu bata, setengah papan.

    3. Waktu bermukim yang cukup lama ini disebabkan karena telah terjadi alih generasi, bahkantelah terjadi pindah tangan penghuni dari penghuni lama ke penghuni yang baru.

    4. Pada umumnya para penghuni mendapatkan perlindungan dari oknum setempat, karenamereka juga diharuskan membayar restribusi, uang sewa maupun bentuk pungutan yang laindan sarana penunjang permukiman (listrik, air) juga dipenuhi, sehingga para penghuni merasaaman untuk tinggal di wilayah tersebut.

    5. Permasalahan akan muncul pada saat tanah tersebut diambil alih atau dimanfaatkan olehnegara/ pemerintah, karena para penghuni/ pendatang yang lama akan menuntut ganti rugi.

    2.2.5.8. Permukiman Kumuh di Tanah Milik Swasta

    Sama halnya dengan permukiman di tanah milik pemerintah/ negara, para squatters yang

    menempati tanah-tanah milik swasta/ perorangan akan menimbulkan masalah yang sama. Hal ini

    membuka peluang yang lebih besar bagi datangnya para permukim liar apabila tanah milik

    perorangan/ swasta ini masih dalam status sengketa atau tidak jelas kepengurusannya. Karena

    biasanya penyelesaian permasalahan ini lewat pihak pengadilan melalui proses hukum akanmemakan waktu yang sangat lama.

  • 8/19/2019 Tinjauan Pustaka Inventarisasi Lingkungan Permukiman

    33/34

    Inventarisasi Lingkungan Perumahan (Berbasis Spatial)Kabupaten Hulu Sungai Utara

    2 - 33

    2.2.5.9. Permukiman Kumuh di Daerah Milik Jalan

    Daerah Milik Jalan (Damija) yang dipakai sebagai lahan non sirkulasi biasanya adalah lahan

    kosong di belakang trotoar. Kondisi ini sering dimanfaatkan untuk kegiatan informal, terutama bagi

    para pedagang kaki lima (PKL). Bahkan kegiatan tersebut seringkali sampai menjorok ke arah trotoar

    dan badan jalan. Ada beberapa tempat Damija yang dimanfaatkan untuk kegiatan dengan ijin/

    perjanjian tertentu. Tetapi di satu sisi, penggunaan trotoar untuk kegiatan informal akan

    mengganggu fungsi trotoar sebagai areal yang difungsikan untuk pejalan kaki/ pedestrian.

    2.1. Pemahaman Terhadap Kajian Permukiman Dan Infrastruktur 1

    2.1.1. Pengertian Perumahan 1

    2.1.2. Dasar-dasar Perencanaan Perumahan Permukiman 2

    2.1.3. Standar Teknis Penyelenggaraan Keterpaduan PSU Kawasan Perumahan 3

    2.1.4. Sistem Pembangunan Perumahan 7

    2.1.5. Kebijaksanaan Penilaian Aspek Lingkungan 7

    2.1.6. Isu Strategis Perumahan dan Permukiman 8

    2.1.7. Pengertian Perumahan Dan Permukiman 9

    2.1.8. Masalah Perumahan Dan Permukiman 11

    2.1.9. Kawasan Permukiman Perkotaan 12

    2.1.10. Pengertian Infrastruktur 13

    2.1.11. Air Bersih 14

    2.1.12. Persampahan 16

    2.1.13. Air Limbah 17

    2.1.14. Drainase 18

    2.2. Permukiman Kumuh 20

    2.2.1 Karakteristik Permukiman Kumuh 22

    2.2.2 Ciri-Ciri Hunian Kumuh 252.2.3 Klasifikasi Permukiman Kumuh 26

    2.2.4 Penyebab Terjadinya Permukiman Kumuh 28

    2.2.5 Tipologi Permukiman Kumuh 29

    2.2.5.1. Permukiman Kumuh Dekat Pusat Kegiatan Sosial Ekonomi 29

    2.2.5.2. Permukiman Kumuh di Pusat Kota 30

    2.2.5.3. Permukiman Kumuh di Pinggiran kota 30

    2.2.5.4. Permukiman Kumuh di Daerah Rawan Bencana 31

    2.2.5.5. Permukiman Kumuh di Tepi Sungai 31

    2.2.5.6. Permukiman Kumuh Dekat Pasar dan Terminal 32

  • 8/19/2019 Tinjauan Pustaka Inventarisasi Lingkungan Permukiman

    34/34

    Inventarisasi Lingkungan Perumahan (Berbasis Spatial)Kabupaten Hulu Sungai Utara

    2 - 34

    2.2.5.7. Permukiman Kumuh di Tanah Milik Negara 32

    2.2.5.8. Permukiman Kumuh di Tanah Milik Swasta 32

    2.2.5.9. Permukiman Kumuh di Daerah Milik Jalan 33

    Gambar 2.1. Hubungan Antara Sistem Sosial, Ekonomi, Infrastruktur 13