tinjauan pustaka komplit.docx
-
Upload
nabel-abel-bela -
Category
Documents
-
view
74 -
download
9
Transcript of tinjauan pustaka komplit.docx
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Komposisi Resin Akrilik
Resin akrilik menurut Craig (1979) terdiri dari:
1. Polimer:
a) Poli(metil metakrilat)
b) Initiator: berupa 0.2 - 0.5% benzoil peroksida
c) Pigmen: merkuri sulfit, cadmium sulfit, cadmium selenit, ferric
oxide
d) Plasticizer: dibutil pthalat
e) Opacifiers: zinc atau titanium oxide
f) Serat sintetis/organik : serat nilon atau serat akrilik
g) Partikel inorganik, seperti serat kaca, zirkonium silikat
2. Monomer:
a) Metil metakrilat
b) Stabilizer: terdapat sekitar 0.003 – 0.1% metil ether hydroquinone
untuk mencegah terjadinya proses polimerisasi selama
penyimpanan
c) Plasticizer: dibutil pthalat
d) Bahan untuk memacu ikatan silang (cross-linking agent) seperti
etilen glikol dimetakrilat (EGDMA). Bahan ini berpengaruh pada
sifat fisik polimer dimana polimer yang memiliki ikatan silang
bersifat lebih keras dan tahan terhadap pelarut
II.2. Syarat dan Sifat Resin Akrilik
II.2.1. Syarat Resin Akrilik
Berdasarkan Anusavice (2003) dalam bukunya yang berjudul Buku Ajar
Ilmu Bahan Kedokteran Gigi menyatakan bahwa polimer metakrilat sangat
populer dalam kedokteran gigi karena bahan tersebut ekonomis dan dapat diproses
dengan mudah menggunakan teknik yang relatif sederhana. Polimer tersebut
mewakili kelompok polimer utama yang mampu memberikan sifat dan
karakteristik penting yang dibutuhkan untuk digunakan dalam rongga mulut.
Kinerja ini berhubungan dengan karakteristik biologis, fisik, estetik, dan
penanganan.
Pertimbangan Biologis. Resin harus tidak memiliki rasa, tidak berbau,
tidak toksik dan tidak mengiritasi jaringan mulut. Untuk memenuhi persyaratan
ini bahan tersebut sama sekali tidak boleh larut dalam saliva atau cairan lain yang
dimasukkan ke dalam mulut, serta tidak dapat ditembus cairan mulut, dalam arti
tidak boleh menjadi tidak sehat atau memiliki rasa dan bau yang dapat diterima.
Bila resin digunakan sebagai bahan tambal atau semen, bahan tersebut harus
merekat dengan sturktur gigi untuk mencegah pertumbuhan mikroba sepanjang
pertemuan permukaan gigi-restorasi.
Sifat Fisik. Resin harus memiliki kekuatan dan kepegasan serta tahan
terhadap tekanan gigit atau penguyahan, tekanan benturan, serta keausan
berlebihan yang dapat terjadi dalam rongga mulut. Bahan tersebut juga harus
stabil dimensinya di bawah semua keadaan, termasuk perubahan termal serta
variasi-variasi dalam beban. Bila digunakan sebagai basis gigi tiruan untuk
protesa rahang atas, gaya gravitasinya harus rendah.
Sifat Estetik. Bahan harus menunjukkan translusensi atau transparasi
yang cukup sehingga cocok dengan penampilan jaringan mulut yang
digantikannya. Bahan juga harus dapat diwarnai atau dipigmentasi, dan harus
tidak berubah warna atau penampilan setelah pembentukan.
Karakteristik Penanganan. Bahan tidak boleh menghasilkan uap atau
debu toksik selama penanganan dan manipulasi. Harus mudah diaduk,
dimasukkan, dibentuk dan diproses, serta harus tidak sensitif terhadap variasi
prosedur penanganan ini. Komplikasi klinis, seperti mencegah masuknya oksigen,
kontaminasi saliva, dan kontaminasi darah, hanya boleh sedikit berpengaruh atau
tidak sama sekali terhadap hasil akhir. Sebagai tambahan, produk akhir haruslah
mudah dipoles, dan pada keadaan patah yang tidak disengaja, resin harus dapat
diperbaiki dengan mudah dan efisien.
Pertimbangan Ekonomis. Biaya resin dan metode pemrosesannya
haruslah rendah, dan proses tersebut tidak memerlukan peralatan kompleks serta
mahal.
Penampilan Metakrilat Keseluruhan. Meskipun metakrilat memenuhi
persyaratan-persyaratan ini dengan cukup baik, tidak ada satu resin pun yang
dapat memenuhi seluruh persyaratan seperti yang dibahas. Keadaan dalam mulut
sangat menuntut, dan hanya bahan yang secara kimia paling stabil serta kaku
dapat tahan terhadap kondisi tersebut tanpa kerusakan.
II.2.2. Sifat Resin Akrilik
Berdasarkan Anusavice (2003) dalam bukunya yang berjudul Buku Ajar
Ilmu Bahan Kedokteran Gigi menyatakan bahwa sifat fisik resin basis protesa
adalah penting untuk ketepatan dan fungsi protesa lepasan. Sifat yang perlu
diperhatikan termasuk pengerutan polimerisasi, keporusan, penyerapan air,
kelarutan, tekanan selama proses, dan retakan atau goresan.
Pengerutan Polimerisasi. Ketika monomer metil metakrilat
terpolimerisasi untuk membentuk poli (metil metakrilat), kepadatan masa bahan
berubah dari 0,94 menjadi 1,19 g/cm3. Perubahan kepadatan ini menghasilkan
pengerutan volumetrik sebesar 21%. Bila resin konvensional yang diaktifkan
panas diaduk dengan rasio bubuk berbanding cairan sesuai anjuran, sekitar
sepertiga dari massa hasil adalah cairan. Akibatnya, penegrutan volumetrik yang
ditunjukkan oleh massa terpolimerisasi harus sekitar 7%. Presentase ini sesuai
dengan nilai yang diamati dalam penelitian laboratorium dan klinis. Mungkin ada
beberapa alasan mengapa bahan-bahan yang menunjukkan pengerutan volumetrik
cukup tinggi tersebut dapat digunakan untuk mengahsilkan basis protesa yang
memuaskan secara klinis. Nempaknya bahan-bahan tersebut didistribusikan secara
seragam pada semua permukaan. Karena itu, adaptasi basis protesa terhadap
jaringan lunak di bawahnya tidaklah terpengaruh secara nyata, asalkan bahan
tersebut dimanipulsi dengan tepat.
Porositas. Adanya gelembung permukaan dan di bawah permukaan dapat
mempengaruhi sifat fisik, estetik, dan kebersihan basis protesa. Porositas
cenderung terjadi pada bagian basisi protesa yang lebih tebal. Porositas tersebut
akibat dari penguapan monomer yang tidak bereaksi serta polimer berberat
molekul rendah, bila temperatur resin mencapai atau melebihi titik didih bahan
tersebut. Namun porositas jenis ini tidak terjadi seragam sepanjang segmen resin
yang terkena.
Penyerapan Air. Poli (metil metakrilat) menyerap air relatif sedikit ketika
ditempatkan pada lingkungan basah. Namun, air yang terserap ini menimbulkan
efek yang nyata pada sifat mekanis dan dimensi polimer. Meskipun penyerapan
dimungkinkan oleh adanya polaritas molekul poli (metil metakrilat), umumnya
mekanisme penyerapan air yang terjadi adalah difusi. Difusi adalah berpindahnya
suatu substansi melalui rongga, atau melalui substansi kedua.
Kelarutan. Meskipun resin basis protesa larut dalam berbagai pelarut dan
sejumlah kecil monomer dilepaskan, resin basis umumnya tidak larut dalam cairan
yang ditemukan dalam rongga mulut. Spesifikasi ADA No. 12 merumuskan
pengujian untuk kelarutan resin. Prosedur ini adalah kelanjutan uji penyerapan air
yang diuraikan pada bagian sebelumnya. Setelah direndam dalam air, lempeng
tersebut dikeringkan dan ditimbang ulang untuk menentukan kehilangan berat.
Menurut Spesifikasi, kehilangan berat harus tidak melebihi 0,04 mg/cm2 dari
permukaan lempeng. Kehilangan berat dalam jumlah tersebut dapat diabaikan dari
perhitungan klinis, tetapi reaksi jaringan yang merugikan dapat terjadi.
Tekanan Waktu Pemtosesan. Kapanpun perubahan dimensi alamiah
terhalang, bahan yang bersangkutan mengandung tekanan. Bila tekanan
dilepaskan, dapat terjadi distorsi atau kerusakan bahan. Prinsip ini mempunyai
pengaruh penting dalam pembuatan basis protesa, karena tekanan akan timbul
selama pembuatan protesa.
Crazing. Meskipun perubahan dimensi mungkin terjadi selama relaksasi
tekanan, perubahan ini umunya tidak menyebabkan kesulitan klinis. Sebaliknya,
relaksasi tekanan mungkin menimbulkan sedikit goresan permukaan yang dapat
berdampak negatif terhadap estetika dan sifat fisik suatu protesa. Terbentuknya
goresan atau retakan mikro ini dinamakan crazing. Secara klinis, crazing terlihat
sebagai garis retakan kecil yang nampak timbul pada permukaan protesa. Crazing
pada resin transparan menimbulkan penampilan ‘berkabut’ atau ‘tidak terang’.
Pada resin berwarna, crazing menimbulkan gambaran putih. Sebagai tambahan,
retakan permukaan merupakan predisposisi terhadap patahnya basis protesa. Dari
sudut pandang fisik, crazing dapat disebabkan oleh aplikasi tekanan atau resin
yang larut sebagian. Tekanan tarik paling sering berperan pada pembentukan
crazing di basis protesa. Dipercaya bahwa crazing disebabkan oleh pemisah
mekanik dari rantai-rantai polimer individu pada saat ada tekanan tarik.
Kekuatan. Kekuatan dari resin basis protesa bergantung pada beberapa
faktor. Faktor-faktor ini termasuk komposisi resin, teknik pembuatan, dan
kondisi-kondisi yang ada dalam lingkungan rongga mulut. Untuk memberikan
sifat fisik yang dapat diterima, resin basis protesa harus memenuhi atau
melampaui standar yang disajiakan dalam spesifikasi ADA No. 12. Suatu uji
transversal digunakan untuk mengevaluasi hubungan antara beban yang diberikan
dan resultan defleksi dalam contoh resin dengan dimensi tertentu.
Creep. Resin protesa menunjukkan sifat viskoelastis. Dengan kata lain,
bahan ini bertindak sebagai benda padat bersifat karet. Bila suatu resin basis
protesa dipaparkan terhadap beban yang ditahan, bahan menunjukkan defleksi
atau deformasi awal. Bila beban ini tidak dilepaskan, deformasi tambahan
mungkin terjadi dengan berlalunya waktu. Tambahan deformasi ini diistilahkan
dengan creep. Kecepatan terjadinya deformasi progresif ini disebut laju creep.
Kecepatan ini dapat ditingkatkan dengan menaikkan temperatur, memberi beban,
monomer residu, serta adanya bahan pembuat plastis. Meskipun laju creep untuk
resin yang diaktifkan dengan panas dan kimia adalah serupa pada tekanan ringan
(9,0 MPa), laju creep untuk resin yang teraktivasi secara kimia meningkat tajam
begitu beban ditingkatkan.
Sifat Lain. Kekuatan benturan Charpy untuk protesa rasin yang diaktifkan
dengan panas berkisar dari 0,98 sampai 1,27 J, sedangkan untuk resin yang
diakativasi kimia adalah lebih rendah (0,78 J). nilai untuk resin tahan benturan,
seperti Lucitone 199, dapat 2 kali nilai yang dilaporkan untuk resin poli (metil
metakrilat) konvensional. Nilai-nilai ini terbatas penggunaannya, karena energi
yang diserap oleh masing-masing contoh bahan bergantung pada ukuran dan
bentuk geometris contoh bahan, jarak antar tumpuan contoh bahan, serta ada atau
tidaknya takik.
II.3. Klasifikasi Resin Akrilik
Menurut Anusavice (2003) dalam bukunya yang berjudul Buku Ajar Ilmu
Bahan Kedokteran Gigi menyatakan bahwa resin akrilik yang digunakan sebagai
basis gigi tiruan diklasifikasi menurut spesifikasi American Dental Association
No. 12 (ISO 1567) untuk Resin Basis Gigi Tiruan. Pada umumnya plastik yang
dilapisi oleh beberapa spesifikasi termasuk asetil, akrilik, karbonat, ester asam
dimetakrilat, styrene, sulfonat dan vinil polimer. Atau bisa juga terbentuk dari
pencampuran beberapa polimer menjadi kopolimer.
Terdapat lima jenis resin basis gigi tiruan berdasarkan cara
polimerisasinya yaitu:
1) Tipe I : Heat-polymerizable polymers / Heat Cured Acrylic (Class 1,
Powder dan Liquid ; Class 2, Plastic Cake)
2) Tipe II : Autopolymerizable polymers / Self Cured Acrylic (Class 1,
Powder dan Liquid ; Class 2, Powder dan Liquid pour- tipe
resin)
3) Tipe III : Thermoplastic blank or powder
4) Tipe IV : Light activated materials / Visible Light Cured
5) Tipe V : Microwave-cured materials
1. Resin Akrilik Polimerisasi Panas
Resin ini biasanya diproses dalam kuvet menggunakan teknik pencetakan
dan pengecoran. Polimer dan monomer yang dicampur dalam perbandingan yang
tepat 3:1 berdasarkan volume atau 2,5:1 berdasarkan berat. Kebanyakan sistem
resin PMMA terdiri atas komponen bubuk dan cairan. Bubuk terdiri atas butir-
butir PMMA pra-polimerisasi dan sejumlah kecil benzoil peroksida. Cairan
didominasi oleh metil metakrilat tidak terpolimerisasi dengan sejumlah kecil
hidroqunion. Hidroqunion ditambahkan sebagai suatu inhibitor karena dapat
mencegah polimerisasi yang tidak diharapkan, atau pengerasan cairan selama
penyimpanan.
Secara umum,resin akrilik yang dipolimerisasi diaktifkan dengan
menempatkan kuvet dalam suhu air keran 74oC (168 oF) selama 8jam atau lebih,
atau dengan 2-3 jam air mendidih pada 100 oC siklus pendek melibatkan
pengolahan resin pada 74 oC selama sekitar 2 jam kemudian mendidih pada 100 oC selama 1 jam.
2. Resin Akrilik Polimerisasi Kimia
Aktivatsi kimia juga digunakan untuk melangsungkan polimerisasi basis
gigitiruan. Aktivasi kimia tidak memerlukan penggunaan energi panas, sehingga
dapat dilakukan pada suhu ruang. Resin yang teraktivasi secara kimia sering
disebut sebagai resin cold-curing, self-curing atau otopolimerisasi.
Aktivasi kimia dicapai melalui penambahan amin tersier, seperti dimetil-
para-tolouidin, terhadap cairan basis gigitiruan, yaitu monomer. Bila komponen
bubuk dan cair diaduk, amin tersier menyebabkan terpisahnya benzoil peroksida.
Sebagai akibatnya, dihasilkan radikal bebas dan polimerisasi dimulai.
Resin basis gigitriruan yang diaktifkan secara kimia paling sering diproses
menggunakan teknik compression molding. Pembuatan mold dan pemasukkan
resin dilakukan dengan cara yang sama seperti yang digambarkan untuk resin
yang diaktivasi secara panas, lalu ditempatkan pada suhu kamar atau pada suhu
yang sedikit lebih tinggi (45 oC) selama kurang lebih 30–45 menit. Polimer dan
monomer dipasok dalam bentuk bubuk dan cairan. Waktu kerja untuk resin yang
teraktivasi secara kimia adalah lebih pendek dibanding bahan yang diaktivasi
secara panas.
3. Resin Akrilik Polimerisasi Microwave
Gelombang mikro adalah gelombang elektromagnetik dalam rentang
frekuensi megahertz untuk mengaktifkan proses polimerisasi basis resin akrilik.
Prosedur ini sangat disederhanakan pada tahun 1983, dengan pengenalan serat
kaca khusus, cocok untuk digunakan dalam oven microwave. Resin akrilik
dicampur dalam bubuk yang tepat, dalam waktu yang sangat singkat sekitar 3
menit.Kontrol yang cermat dari waktu dan jumlah watt dari oven adalah penting
untuk menghasilkan resin bebas pori dan memastikan polimerisasi lengkap.
4. Resin Akrilik Polimerisasi Cahaya
Resin akrilik diaktifkan cahaya, yang juga disebut resinVLC, adalah
kopolimer dari dimetakrilat uretan dan resin akrilik kopolimer bersama dengan
silica microfine. Proses polimerisasi diaktifkan dengan menempatkan resin akrilik
yang telah dicampur dalam moldable di model master pada sebuah meja berputar,
dalam ruang cahaya dengan intensitas cahaya yang tinggi dari 400-500 nm, untuk
periode sekitar 10 menit.
Resin dilapisi dengan senyawa tidak reaktif untuk mencegah
penghambatan oksigen dari proses polimerisasi. Resin diaktifkan cahaya tidak
mengandung monomer metakrilat, resin yang dihasilkan mengandung oligomer
berat molekul tinggi, yang menghasilkan penyusutan polimerisasi yang lebih
kecil.
II.4. Cara Manipulasi Resin Akrilik
Cara manipulasi resin akrilik menurut Anusavice (2003) dalam bukunya
yang berjudul Buku Ajar Ilmu Bahan Kedokteran Gigi adalah sebagai berikut:
1. Persiapan Mold
Sebelum pembuatan mold harus dipilih elemen gigi yang sesuai
dengan persyaratan estetik dan fungsional. Untuk itu diperlukan keakuratan
dalam pembuatan cetakan, pengecoran model, pembuatan dasar model,
pembuatan basis malam, pemasangan pada articulator, pemasangan gigi, dan
pembuatan kontur malam.
2. Pemilihan dan Aplikasi Medium Pemisah
Pada pembuatan basis protesa harus dilakukan pemilihan medium
pemisah (separator) pada dinding rongga kuvet agar tidak terjadi kontak antar
bahan dan permukaan rongga kuvet yaitu stone gigi.
Kegagalan pada pemisahan ini dapat mengakibatkan 2 hal : (1) apabila
air dibiarkan melewati permukaan mold ke dalam resin basis protesa, akan
mempengaruhi kecepatan polimerasi serta sifat fisik dan optic dari resin yang
diproses; dan (2) bila polimer terlarut atau monomer bebas akan merembes ke
dalam permukaan mold jika dibiarkan bersatu dengan basis protesa.
Dewasa ini, bahan separator yang sering digunakan adalah larutan
alginate yang larut dalam air. Bila dilapiskan pada permukaan stone gigi,
larutan tersebut akan menghasilkan lapisan tipis kalsium alginate yang relative
tidak larut dalam air. Lapisan ini yang akan mencegah kontak antara resin
basis protesa dengan stone gigi.
3. Perbandingan Polimer/Monomer
Perbandingan antara polimer dan monomer berpengaruh sangat besar
terhadap pembentukan adonan yang sesuai dengan keinginan pembuat. Bila
perbandingan antara bubuk (powder) dengan liquid tepat, akan dihasilkan
campuran serupa adonan. Berdasarkan volume dapat dilakukan perbandingan
3:1. Dan berdasar berat dengan perbandingan 2,5:1. Dengan perbandingan ini
didapatkan monomer yang cukup untuk membasahi seluruh polimer, tetapi
juga tidak memberikan kelebihan monomer yang dapat mengakibatkan
porous.
4. Interaksi Polimer-Monomer
Ketika polimer dan monomer diaduk dengan perbandingan yang
sesuai, akan dihasilkan suatu masa yang dapat diproses. Melalui 5 tahapan :
(1) berpasir; (2) berbenang; (3) menyerupai adonan; (4) seperti karet dan
elastic; dan (5) keras.
Pada tahap menyerupai adonan, ikatan yang terjadi antar molekul
mengalami peningkatan. Pada tahap ini, adonan dapat dibentuk dan
menyerupai tanah liat. Tahap ini dipengaruhi oleh kadar larutan monomer dan
polimer yang terlarut. Semakin besar perbandingan polimer/monomer akan
mengakibatkan semakin singkat waktu yang dibutuhkan dalam tahap ini.
5. Waktu Pembentukan Adonan
Merupakan waktu yang dibutuhkan adonan untuk mencapai tahap
menyerupai adonan (dough stage). Spesifikasi ADA No.40 menyatakan bahwa
konsistensi ini diperoleh setelah 40 menit proses pengadukan. Secara klinis,
tahap ini akan dicapai pada waktu 10 menit selama proses pengadukan.
6. Waktu Kerja
Merupakan waktu pada saat protesa tetap pada tahap dough stage.
Periode ini penting bagi proses molding dengan tekanan. Spesifikasi ADA
mempersyaratkan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk waktu kerja adalah 5
menit.
7. Packing
Pengisian resisn basis protesa dalam rongga mold di kuvet dinamakan
proses packing. Proses ini sangat penting dalam pembuatan basis protesa.
Pengisian harus dilakukan secara tepat pada saat polimerisasi. Memasukkan
bahan terlalu banyak, disebut overpacking, yang dapat mengakibatkan reposisi
elemen gigi protesa. Sedangkan pengisian yang terlalu sedikit disebut
underpacking yang mengakibatkan porus pada basis protesa.
II.5. Aplikasi Resin Akrilik dalam Kedokteran Gigi
Aplikasi resin akrilik di bidang kedokteran gigi, diantaranya yaitu:
1. Basis Protesa
Kontur jaringan lunak dapat berubah selama protesa berfungsi.
Pada umumnya permukaan protesa intraoral yang menghadap jaringan
perlu diubah untuk menjamin kecekatan dan fungsi. Perubahan ini
dapat dilakukan dengan cara relining atau rebasing. Rebasing adalah
penggantian keseluruhan basis protesa (Anusavice, 2003). Basis
protesa adalah bagian dari gigi tiruan yang bersandar pada jaringan
lunak mulut dan biasanya dibuat semirip mungkin dengan warna gusi
normal (William, 1989).
2. Relining
Relining adalah mengganti permukaan basis protesa yang
menghadap jaringan. Apabila relining menggunakan self cure, maka
digunakan penanaman khusus yaitu reline jig (sebagai pengganti
kuvet). Self cure lebih dipilih karena untuk meminimalkan distorsi dari
basis protesa yang ada (Anusavice, 2003).
3. Sendok Cetak
Sendok cetak resin seringkali digunakan pada prosedur
pencetakan dalam kedokteran gigi. Sendok cetak resin digunakan
untuk menyesuaikan lengkung tertentu. Jenis resin yang digunakan
akhir-akghir ini adalah urethane dimetaklirat yang diaktivasi dengan
sinar (light cure). Sendok cetak yang digunakan dengan urethane
dimetakrilat mempunyai dimensi yang stabil selama tahap pasca-
polimerisasi.
4. Bahan Restorasi
Kelebihan resin akrilik untuk bahan restorasi antara lain daya
alir tinggi, setting time dengan menggunakan light cure selama 10
menit dan menghasilkan permukaan yang halus dan tajam.
5. Alat Ortodonsi Lepasan
Resin akrilik digunakan sebagai plat dasar alat ortodontik
lepasan yang berupa lempengan plat akrilik, berbentuk melengkung
mengikuti permukaan palatum atau permukaan lingual lengkung
mandibula. Jenis resin akrilik yang dipakai adalah heat cure dan cold
cure.
II.6. Proses Polimerisasi Resin Akrilik
Proses polimerisasi tambahan terjadi dalam 4 tahap : induksi, penyebaran,
pengakhiran, dan pengalihan rantai.
Induksi. Untuk memulai proses polimerisasi tambahan, haruslah terdapat
radikal bebas. Radikal bebas dapat dihasilkan dengan mengaktifkan molekul
monomer dengan sinar ultraviolet, sinar biasa, panas, atau pengalihan energi dari
komposisi lain yang bertindak sebagai radikal bebas.
Kimiawi radikal bebas yang digunakan untuk memulai polimerisasi
bbukanlah suatu katalis, karena masuk ke dalam reaksi kimia dan menadi bagian
akhir dari komposisi kimia. Suatu istilah yang lebih akurat adalah inisiator atau
pemulai yang telah dijelaskan sebelumnya. Metode polimerisasi ini bergantung
pada pembentukan suatu persenyawaan dengan electron tidak berpasangan
(radikal bebas), biasanya bagian dari molekul yang lebih besar yang pecah oleh
pemanasan. Elektron tidak berpasangan membuat radukal tersebut amat aktif.
Simbol konvensional, C=C, mewaikili 2 pasang electron (orbit π). Bila satu
radikal bebas mendekati ikatan ganda, radikal tersebut dapat berpasangan dengan
satu electron dalam ikatan tambahan, meniggalkan bagian lain dari pasangan
bebas. Jadi, monomer itu sendiri kemudian menjadi radikal bebas.
Sejumlah substansi yang mampu menghasilkan radikal bebas merupakan
inisiator berpotensi untuk polimerisasi resin poli (metal metakrilat). Inisiator yang
paling sering digunakan adalah benzoil peroksida, yang terurai pada temperature
yang relative rendah untuk melepaskan 2 radikal bebas per 1 molekul benzoil
peroksida. Penguraian benzoil peroksida, juga disebut aktivasi, terjadi cukup cepat
antara 500C dan 100 0C. periode induksi adalah waktu dimana molekul-molekul
inisiator menjadi berenergi atau teraktivasi, membentuk radikal bebas yang
berinteraksi dengan molekul monomer. Periode ini amat dipengaruhi oleh
kemurnian monomer. Setiap ketidakmurnian yang bisa bereaksi dengan gugus
teraktivasi dapat meningkatkan lamanya periode ini dengan mengkonsumsi
melokul inisiator yang teraktivasi. Meskipun demikian semakin tinggi
temperature, semakin penedek temperature induksi.
Proses polimerisasi yang berguna untuk resin gigi umumnya teraktivasi
melalui satu dari tiga proses: panas,kimia, sinar. Kebanyakan basis protesa
terpolimerisasi dengan aktivasi panas. Jadi, radikal bebas diperoleh dengan
benzoil peroksida lama pamanasan, molekul benzoil peroksida pecah menjadi dua
radikal bebas, yang kemudian mengawali polimerisasi monomer metal metakrilat.
Suatu contoh sistem tersebut adalah amin tersier sebagai activator dan
benzoil peroksida sebagai inisiator, yang diaduk bersamaan untuk mengawali
polimerisasi dari resin gigi yang mengeras sendiri. Bila kedua komponen ini
diaduk, kelompok amin mengakatalisasi pemecahan molekul benzoil menjadi dua
redikal bebas.
Sistem induksi tipe ke tiga diaktivkan dengan sinar. Dalam sistem ini,
foton mengaktivkan inisiator untuk mengahsilkan radikal bebas yang sebaliknya
dapat memulai polimerisasi.
Penyebaran. Reaksi penyebaran ini digambarkan dengan penyebaran dan
pertumbuhan rantai. Begitu molekul yang telah mengalami reaksi awal
menemukan molekul metal metakrilat lainnya, electron bebas berinteraksi dengan
ikatan ganda dari molekul metil metakrilat, dan membetuk radikal bebas baru
yang lebih panjang.
Pengakhiran. Reaksi rantai dapat diakhiri baik dengan penggabungan
langsung atau pertukaran atom hydrogen dari satu rantai atau yang tumbuh ke
yang lain. Pengakhiran dengan penggabungan langsungdapat digambarkan dalam
suatu diagram reaksi dengan kata lain kedua molekul berkombinasi dan menjadi
tidak teraktivasi oleh pertukaran energi.
Pertukaran energi lain dapat terjadi dengan pemindahan satu atom
hydrogen dari satu rantai yang sedang dengan rantai lainnya. Namun, pada
keadaan ini dihasilkan ikatan ganda ketika atom hydrogen dipindahkan dari satu
rantai ke rantai lainnya.
Pemindahan Rantai. Meskipun pengakhiran rantai dapat berasal dari
pemindahan rantai, prosesnya berbeda dengan reaksi pengakhiran yang telah
dijelaskan, dimana keadaan aktif diubah dari suatu radikal aktif menjadi suatu
molekul yang tidak aktif, dan tercipta melekul baru untuk pertumbuhan
selanjutnya. Sebagai contoh, molekul monomer dapat diaktivkan dengan
pertumbuhan makromolekul sedemikian rupa sehingga terjadi pengakhiran. Jadi,
dihasilkan suatu nukleus baru untuk pertumbuhan.
Dengan cara yang sama rantai yang telah diakhiri dapat diaktivkan
kembali dengan pemindahan rantai, dan rantai tersebut akan terus tumbuh
(Kenneth, 2003).
Polimerisasi adalah proses penggabungan satu molekul (monomer)
menjadi molekul yang berantai panjang (polimer). Polimerisasi dapat terjadi
karena panas, cahaya, oksigen, dan zat kimia. Resin akrilik dapat berpolimerisasi
oleh karena panas atau cahaya.Polimerisasi merupakan proses yang lama dan
sesungguhnya tidak pernah selesai. Polimerisasi pada suhu tinggi menghasilkan
berat jenis yang lebih rendah daripada bahan yang dihasilkan polimerisasi pada
suhu rendah. Ada dua tipe atau jenis dari polimerisasi, yaitu polimerisasi adisi
serta polimerisasi kondensasi. Polimerisasi sempurna terjadi dalam empat tahap:
a. Initiation (permulaan) : tahap pembentukan molekul monomer aktif oleh
bahan initiator benzoil peroxide yang dibantu dengan activator (zat kimia,
sinar ultraviolet,atau pemanasan).
b. Propagation (perambatan) : tahap terbentuknya rantai polimer.
c. Termination (perhentian) : tahap pembentukan polimer dimana reaksinya
terhenti, yang ditandai dengan pertukaran sebuah atom hidrogen dari satu
rantai yang terbentuk pada rantai lain.
d. Chain Transfer (transfer rantai) : proses dimana pertumbuhan rantai
menjadi aktif kembali untuk pertumbuhan selanjutnya (Noort, 2002).
Polimerisasi ada dua cara yaitu kondensasi dam adisi. Polimerisasi dapat
terjadi baik dari serangkaian reaksi terlokalisasi yang seringkali, namun tidak
selalu, menghasilkan suatu produk sampingan, atau dari reaksi-reaksi sederhana
tambahan. Bila polimerisasi terjadi dari mekanisme pertama, proses tersebut
dikenal sebagai pertumbuhan bertahap atau polimerisasi kondensasi. Bila
polimerisasi terjadi dari reaksi tambahan, berarti terjadi polimerisasi tambahan.
Polimerisasi Pertumbuhan Bertahap. Reaksi yang menghasilkan
polimerisasi pertumbuhan bertahap berlangsung dalam mekanisme yang sama
seperti reaksi kimia antara 2 atau lebih molekul-molekul sederhana. Senyawa
utama bereaksi, seringkali dengan pembentukan produk sampingan seperti air,
asam halogen, dan amonia. Pembentukan produk sampingan ini adalah alasan
mengapa polimerisasi pertumbuhan bertahap, seringkali disebut polimerisasi
kondensasi. Struktur monomer adalah sedemikian rupa sehingga proses tersebut
dapat berulang sendiri dan membentuk molekul makro. Mekanisme ini juga
digunakan dalam jaringan biologis untuk menghasilkan molekul makro.
Pada polimerisasi pertumbuhan bertahap, diperoleh rantai linier dari residu
monomer melalui kondensasi antar-molekul bertingkat atau penambahan gugus
reaktif dalam monomer bifungsional. Reaksi-reaksi ini analog dengan reaksi
dimana unit monofungsional mengalami reaksi poliesterifikasi yang melibatkan
reaksi rantai diol dan asam dibasik. Bila air dikeluarkan begitu terbentuk, tidak
tercipta suatu keseimbangan dan tahap pertama dalam reaksi adalah pembentukan
suatu dimer yang juga bifungsi. Begitu reaksi berlanjut, rantai yang lebih panjang,
termasuk trimer dan tetramer, terbentuk melalui reaksi esterifikasi lain, semuanya
pada dasarnya identik dalam kecepatan dan mekanisme, sampai akhirnya reaksi
mengandung campuran campuran rantai polimer dari massa molar yang besar.
Dahulu, beberapa resin kondensasi telah digunakan dalam kedokteran gigi
untuk membuat basis gigi tiruan. Sekarang, polimerisasi kondensasi terutama
digunakan untuk polimerisasi bahan cetak polisulfida dan silikon kondensasi.
Namun, karena reaksi polimerisasi ini menghasilkan produk kondensasi seperti air
(polisulfida) dan alkohol (bahan cetak silikon terpolimerisasi kondensasi), produk
sampingan ini mungkin menyerap dan mempengaruhi kestabilan dimensi bahan
cetak. Usaha-usaha memperbaiki kestabilan dimensi telah menghasilkan
perkembangan bahan cetak lain seperti polieter dan vinyl polysiloxane, yang tidak
berhubungan dengan pembentukan pembentukan produk sampingan selama
pengerasan dan pengerutan yang terjadi selama penyimpanan cetakan.
Jadi, resin terpolimerisasi tumbuh bertahap adalah bahan yang proses
polimerisasinya disertai dengan penghilangan berulang dari molekul-molekul
kecil, atau gugus fungsional yang berulang pada rantai polimer. Pembentukan
polimer dengan tumbuh bertahap adalah agak lambat karena berlangsung dengan
cara bertahap dari monomer menjadi dimer menjadi trimer, dan seterusnya sampai
molekul-molekul polimer besar yang mengandung banyak molekul monomer
pada akhirnya terbentuk. Proses polimerisasi tersebut cenderung terhenti sebelum
molekul mencapai ukuran yang benar-benar besar karena, begitu rantai tumbuh,
akan menjadi makin tidak dapat bergerak dan sedikit jumlahnya.
Akhir-akhir ini, resin terpolimerisasi tumbuh bertahap (terpolimerisasi
kondensasi) tidak digunakan secara ekstensif dalam restorasi gigi atau piranti
prostetik, sementara polimer biologis, seperti kolagen, asam deoksiribonukleat,
dan asam ribonukleat secara khusus dibentuk melalui reaksi polimerisasi tumbuh
bertahap (Phillips, 2003).
DAFTAR PUSTAKA
Anusavice, Kenneth J. 2003. Phillips: Buku Ajar Ilmu Bahan Kedokteran Gigi.
Ahli bahasa: Budiman JA, Purwoko S. Jakarta: EGC. hal. 176-226.
Craig, Robert G, dkk. 1979. Dental Materials Properties And Manipulation
Second Edition. London: The C.V. Mosby Company.
Noort, R. 2002. Introduction to Dental Material. Mosby: Edinburg, Denmark.
William, O’Brien J. 1989. Dental Materials: properties and Selection. Chichago:
Quintessence Co.