Tinjauan Pustaka Yulia Sari

7
TINJAUAN PUSTAKA Semut adalah serangga sosial yang merupakan kelompok serangga yang termasuk ke dalam ordo Hymenoptera dan famili Formicidae. Organisme ini terkenal dengan koloni dan sarang- sarangnya yang teratur. Semut dibagi menjadi semut pekerja, prajurit, pejantan dan ratu. Organisme ini memiliki kurang lebih 12.000 spesies yang tersebar di dunia, dan sebagian besar berada di kawasan tropis (Suhara, 2009: 2). Beberapa peranan dari organisme ini adalah sebagai dekomposer, penyerbuk, pembuat airator tanah, predator dan indikator (Tawatao, 2014: 1). Dengan peranan yang cukup banyak organisme ini hampir tersebar disemua habitat salah satunya adalah pada ekosistem kelapa sawit (Fitria, 2013: 1). Pada ekosistem ini semut memiliki beberapa peranan diantaranya adalah sebagai penyerbuk, predator, hama, pengurai dan herbivora (Abtar, Hasriyanti dan Nasir, 2013: 110, Falahudin, 2013: 2604). Semut yang paling dominan berada di perkebunan kelapa sawit adalah semut gila (Anoplolepis gracilipes). Semut gila membentuk koloni besar pada perkebunan kelapa sawit dan dapat mempengaruhi sebagian besar arthropoda dan vetebrata yang ada di perkebunan kelapa sawit (Brulh, 2014: 1). Diperkirakan semut yang ada di perkebunan kelapa sawit berjumlah sekitar 110 spesies (Marshall, 2013: 1). Dalam dasawarsa terakhir hutan di Indonesia telah mengalami ancaman yang serius karena adanya aktivitas manusia sehingga mengakibatkan terjadinya perubahan struktur,

description

deskripsi

Transcript of Tinjauan Pustaka Yulia Sari

Page 1: Tinjauan Pustaka Yulia Sari

TINJAUAN PUSTAKA

Semut adalah serangga sosial yang merupakan kelompok serangga yang termasuk ke

dalam ordo Hymenoptera dan famili Formicidae. Organisme ini terkenal dengan koloni dan

sarang-sarangnya yang teratur. Semut dibagi menjadi semut pekerja, prajurit, pejantan dan

ratu. Organisme ini memiliki kurang lebih 12.000 spesies yang tersebar di dunia, dan

sebagian besar berada di kawasan tropis (Suhara, 2009: 2).

Beberapa peranan dari organisme ini adalah sebagai dekomposer, penyerbuk,

pembuat airator tanah, predator dan indikator (Tawatao, 2014: 1). Dengan peranan yang

cukup banyak organisme ini hampir tersebar disemua habitat salah satunya adalah pada

ekosistem kelapa sawit (Fitria, 2013: 1). Pada ekosistem ini semut memiliki beberapa peranan

diantaranya adalah sebagai penyerbuk, predator, hama, pengurai dan herbivora (Abtar,

Hasriyanti dan Nasir, 2013: 110, Falahudin, 2013: 2604).

Semut yang paling dominan berada di perkebunan kelapa sawit adalah semut gila

(Anoplolepis gracilipes). Semut gila membentuk koloni besar pada perkebunan kelapa sawit

dan dapat mempengaruhi sebagian besar arthropoda dan vetebrata yang ada di perkebunan

kelapa sawit (Brulh, 2014: 1). Diperkirakan semut yang ada di perkebunan kelapa sawit

berjumlah sekitar 110 spesies (Marshall, 2013: 1).

Dalam dasawarsa terakhir hutan di Indonesia telah mengalami ancaman yang serius

karena adanya aktivitas manusia sehingga mengakibatkan terjadinya perubahan struktur,

komposisi dan fungsi dari hutan yang pada gilirannya akan mengakibatkan terjadinya

deforestasi dan fragmentasi habitat. Konversi ekosistem hutan merupakan penyebab

hilangnya keanekaragaman hayati dan menjadi sumber ancaman terhadap fungsi ekosistem

dan penggunaan lahan yang berkelanjutan (Latumahina, 2011: 18). Semut digunakan sebagai studi kasus dalam penelitian ini karena semut merupakan

kelompok serangga yang paling dominan di habitat terestrial (Hölldobler & Wilson 1990).

Disamping itu semut juga memiliki kepekaan terhadap tekanan yang ada di lingkungannya

(Andersen 1997, 2000) sehingga dapat digunakan sebagai indikator gangguan habitat (Peck et

al.1998) dan juga indikator pengaruh aplikasi pestisida (Matlock & de la Cruz 2002).

Semut juga bisa beradaptasi dengan manusia atau yang disebut semut tramp

(McGlynn 1999) dan bahkan semut Solenopsis geminata mampu beradaptasi pada habitat

persawahan mengikuti perubahan kondisi lahan dan umur tanaman padi (Way et al. 1998).

Hal inilah yang menjadikan semut sangat sesuai untuk digunakan sebagai studi kasus untuk

Page 2: Tinjauan Pustaka Yulia Sari

melihat pengaruh lanskap pertanian di daerah urban terhadap keanekaragaman serangga di

dalamnya.

Diantara makrofauna tanah yang berpotensi memanfaatkan perubahan tersebut adalah

semut tanah (kelas Insecta, ordo Hymenoptera, famili Formicidae), yaitu semut yang

bersarang di bawah permukaan tanah (Shattuck 1999). Dari hasil penelitian pendahuluan

pada lahan gambut di kawasan Bukit Batu, Riau, diketahui bahwa semut tanah jarang

ditemukan pada lahan gambut yang masih berupa hutan rawa gambut dan sebaliknya lebih

banyak dijumpai pada lahan-lahan yang telah 3 dibuka dan dialihgunakan , antara lain

sebagai kebun kelapa sawit dan hutan tanaman industri (HTI) .

Perubahan kondisi lingkungan yang mengundang kehadiran semut-semut asing

berpotensi menimbulkan banyak dampak ekologis. Cukup banyak spesies semut tanah asing

merupakan spesies-spesies invasif yang dapat mengganggu ekosistem-ekosistem baru yang

mereka masuki. Semut-semut ini misalnya dapat mengganggu melalui kompetisi (Folgarait

1998) dan/atau pemangsaan (Buczkowski & Bennett 2007). Selain itu, semut tanah

merupakan “ecosystem engineer” yang aktifitas dapat mempengaruhi kondisi lingkungan,

seperti antara lain melalui pedoturbasi atau gangguan terhadap struktur fisik tanah (Folgarait

1998, Cammeraat & Risch 2008).

Pembuatan sarang di bawah permukaan tanah, misalnya, di satu sisi menciptakan

rongga-rongga dan saluran-saluran atau makropori yang mengurangi konsistensi tanah. Di

lain sisi, aktifitas ini meningkatkan massa tanah di permukaan tanah yang teronggok sebagai

butiran yang tidak rekat satu sama lain, sehingga sangat rentan terbawa oleh aliran

permukaan sebagai sedimen. Hal yang sering dijumpai terjadi pada lahan-lahan tanah mineral

ini ternyata juga dapat dilihat pada lahan gambut yang telah berubah menjadi perkebunan.

Semut memiliki peran sangat penting di ekosistem. Semut adalah pemangsa utama

beberapa invertebrata kecil. Selain sebagai pemangsa, semut juga mangsa penting bagi hewan

lainnya bahkan bagi tumbuhan sekali pun (Borror et al., 1996). Semut dapat menjaga aerasi

dan pencampuran tanah sehingga meningkatkan infiltrasi air yang menyebabkan tanah tetap

sehat. Semut membentuk simbiosis dengan serangga lainnya, tumbuhan, maupun fungi.

Banyak spesies semut yang juga aktif menyebarkan bibit berbagai jenis tanaman (Hoeve,

1996). Peran ini sedemikian penting sehingga dapat dikatakan jika semut punah, ribuan

spesies hewan dan tumbuhan akan ikut punah. Bahkan lebih dari itu, hampir semua ekosistem

daratan akan melemah karena berkurangnya kompleksitas ekosistem (Hoeve, 1996).

Page 3: Tinjauan Pustaka Yulia Sari

Keberadaan semut sangat dipengaruhi oleh komponen biotik dan abiotik yang ada di

habitatnya. Perbedaan kondisi dari suatu habitat menentukan jenis makhluk hidup yang

berada di dalamnya, termasuk semut.

Di sepanjang Jalur Pendakian Cibodas, ditemukan berbagai subzona hutan pegunungan

seperti submontana, montana, dan subalpin yang masing-masing memiliki kekhasan dan

karakteristik tersendiri. Kondisi ini tentu akan mempengaruhi keaneragaman hayati di

dalamnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu kajian untuk mencari tahu keanekaragaman

semut pada masing-masing subzona hutan pegunungan tersebut dan melihat pembagian

peranan di dalamnya .

Page 4: Tinjauan Pustaka Yulia Sari

DAFTAR PUSTAKAAbtar, Hasriyanti dan Burhanuddin, N. 2013. Komunitas Semut (Hymenoptera:

Formicidae) pada Tanaman Padi, Jagung, dan Bawang Merah. Jurnal Agrotenologi dan

Bisnis 1(2): 109-112.

Bruhl, C.A. 2008. No Ark For Ants: Species Loss of Ground-dwelling Forest Ants in

Oil Palm Plantations in Sabah, Malaysia (Borneo).http://www.uni-koblenz-landau. de/

campus-landau/faculty7/environ-mental -sciences/ecotoxicology-environment/ staff/ terr-

ecotox/carsten-bruehl/hob/poster-atbc-08. Diakses: 11 September 2014.

Fitria, N. 2013. Komunitas Semut pada Bunga Jantan Kelapa Sawit di Kebun

Cimulang di PTPN VIII Bogor Jawa Barat. Skripsi. Departemen Biologi Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Jaitrong, W. 2011. Identification Guide to The Ant Genera of Thailand. Pathum Thani:

Thailand National Science Museum Press.

Latumahina, F.S. 2011. Pengaruh Alih Fungsi Lahan Terhadap Keanekaragaman

Semut Alam Hutan Lindung Gunung Nona Ambon. Jurnal Agroforestri 6(1): 18-22.

Latumahina, F.S., Musyafa, Sumardi dan Putra, N.S. 2014. Kelimpahan dan Keragaman

Semut dalam Hutan Lindung Sirimau Ambon. Jurnal Biospecies 7(2): 53-58.

Marshall, T. 2013. Oil Palm Plantations Leave Ants Isolated.

http://planetearth.nerc.ac.uk/news/story.aspx?id=1391. Diakses: 12 September 2014.

Pierre, E.M. dan Idris, A.HJ. 2013. Studies on the Predatory Activities of Oecophylla

smaragdina (Hymenoptera: Formicidae) on Pteroma pendula (Lepidoptera: Psychidae) in Oil

Palm Plantations in Teluk Intan, Perak (Malaysia). Journal Asian Myrmecology 5: 163–176.

Shahabuddin, Purnama, H., Woro, A.N. dan Syafrida, M. 2005. Penelitian

Biodiversitas Serangga di Indonesia: Kumbang Tinja (Coleoptera: Scarabaeidae) dan Peran

Ekosistemnya. Jurnal Biodiversitas 6(2): 141-146.

Suhara. 2009. Semut Rangrang (Oecophylla smaradigna). http://file.upi.edu/Direktori

/FPMIPA/JUR._PEND.BIOLOGI/196512271991031-SUHARA/Semut-Rangrang_

PPT_Entomologi.pdf. Diakses: 27 Juli 2014.

Tawatao, N.B. 2014. Basic Biology and Ecology of Ants.

http://www.antbase.net/english/ants-of

Page 5: Tinjauan Pustaka Yulia Sari