TINJAUAN YURIDIS PASAL PEMIDANAAN BAGI PELANGGAR RAHASIA...

100
TINJAUAN YURIDIS PASAL PEMIDANAAN BAGI PELANGGAR RAHASIA DAGANG DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2000 Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: AKRAM SRI NARENDRO TOMO NIM: 11150480000136 PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440 H/ 2019

Transcript of TINJAUAN YURIDIS PASAL PEMIDANAAN BAGI PELANGGAR RAHASIA...

TINJAUAN YURIDIS PASAL PEMIDANAAN BAGI PELANGGAR

RAHASIA DAGANG DALAM UNDANG-UNDANG

NOMOR 30 TAHUN 2000

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

AKRAM SRI NARENDRO TOMO

NIM: 11150480000136

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1440 H/ 2019

i

TINJAUAN YURIDIS PASAL PEMIDANAAN BAGI PELANGGAR

RAHASIA DAGANG DALAM UNDANG-UNDANG

NOMOR 30 TAHUN 2000

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

AKRAM SRI NERENDRO TOMO

NIM: 11150480000136

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1440 H/ 2019

v

ABSTRAK

AKRAM SRI NERENDRO TOMO, NIM 11150480000136, “TINJAUAN

YURIDIS PASAL PEMIDANAAN BAGI PELANGGAR RAHASIA

DAGANG DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2000”.

Konsentrasi Hukum Bisnis, Program Studi Ilmu Hukum, Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta. 1440 H/2019 M. x + 74 Halaman + 6 Halaman Daftar

Pustaka + 13 Halaman Lampiran.

Permasalahan pada skripsi ini adalah ketentuan pidana didalam Pasal 17

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang tidak sesuai

dengan apa yang tercantum dalam Pasal 13 Undang-undang ini yang berbicara

mengenai Pelanggaran. Selain itu ancaman pidana yang terdapat dalam undang-

undang ini dapat dikatakan sangat rendah dibandingkan pada saat perancangan

undang-undang ini, sehingga berakibat kepada penegakan dan penerapan hukum

pidana didalam undang-undang ini kurang efektif.

Hasil penelitian yang dilakukan peneliti adalah Ketentuan didalam Pasal 13

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang memiliki

penafsiran ganda dengan menggunakan frasa “Pelanggaran” selanjutnya kemudian

agar diganti menjadi “kejahatan” atau “Perbuatan yang dilarang” sebagaimana

produk undang-undang HKI lainya. Selain itu ancaman pidana didalam ketentuan

undang-undang ini dapat dikatakan kurang efektif karena pada undang undang ini

sudah memiliki asas ultimum remedium sehingga pidana penjara seharusnya

menjadi alat pukul terakhir demi memberi efek jera kepada pelaku. Kemudian

beberapa hal yang menyebabkan undang-undang ini kurang efektif didalam

penegakan dan penerapannya yaitu tidak adanya ketentuan mengenai pencatatan

perjanjian lisensi rahasia dagang.

Kata Kunci : Rahasia Dagang, Pasal Pemidanaan, Pelanggaran Rahasia Dagang.

Pembimbing Skripsi : Dr. Burhanudin. S.H., M.Hum.

Daftar Pustaka : Tahun 1984 sampai Tahun 2018.

vi

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur hanya untuk Allah SWT. Atas berkat rahmat,

hidayat, dan juga anugrah-Nya peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“TINJAUAN YURIDIS PASAL PEMIDANAAN BAGI PELANGGAR

RAHASIA DAGANG DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN

2000”. Sholawat serta salam tidak lupa tercurah oleh peneliti kepada junjungan

Nabi Muhammad SAW. yang telah membawa umat manusia dari zaman jahiliah ke

zaman Islamiyah pada saat ini.

Penulisan skripsi ini dilakukan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum

pada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi ini

tidak dapat diselesaikan oleh peneliti sendiri tanpa bantuan dan dukungan dari

berbagai pihak selama penyusunan skripsi ini.

Peneliti ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya atas para

pihak yang telah memberikan peranan secara langsung dan tidak langsung atas

pencapaian yang dicapai oleh peneliti, yaitu antara lain kepada yang terhormat:

1. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.H., M.A. Dekan Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Muhammad Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H. Ketua Program Studi Ilmu

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum. Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Dr. Burhanudin, S.H., M.Hum. Pembimbing skripsi yang telah memberikan

saran, kritik, motivasi, dan juga arahan dalam proses saya menyelesaikan tugas

akhir skripsi ini.

5. Dra. Ipah Farihah, M.H. Pembimbing akademik peneliti yang telah

mempermudah dan memberikan saran kepada peneliti didalam proses

penyusunan skripsi.

vii

6. Pimpinan perpustakaan yang telah memberikan fasilitas untuk mengadakan

studi kepustakaan, sehingga saya dapat memperoleh bahan referensi untuk

melengkapi hasil penelitian saya.

7. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orangtua peneliti yaitu

Bapak Sri Widodo dan Ibu Istiyana yang telah memberikan doa kepada peneliti

untuk menyelesaikan skripsi ini, nafkah dan kasih sayang sampai saat ini, serta

pengorbanan kepentingannya untuk mendahulukan studi peneliti. Semoga

Allah SWT selalu memberikan nikmat panjang umur dan kesehatan kepada

kedua orangtua peneliti, agar mereka dapat melihat peneliti sukses dimasa

depan.

8. Pihak-pihak yang telah memberikan kontribusi kepada peneliti dalam

menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

Jakarta, 16 September 2019

Akram Sri Nerendro Tomo

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL _____________________________________________i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ______________________ii

PENGESAHAN PANITIAN UJIAN SKRIPSI ______________________iii

LEMBAR PERNYATAAN ______________________________________iv

ABSTRAK ____________________________________________________v

KATA PENGANTAR __________________________________________vi

DAFTAR ISI ________________________________________________viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah _____________________________1

B. Indentifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah _______5

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian _______________6

D. Metode Penelitian __________________________________7

E. Sistematika Penulisan _______________________________9

BAB II RAHASIA DAGANG

A. Kerangka Konseptual ______________________________12

B. Kerangka Teori ___________________________________13

C. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu __________________16

D. Pengertian Dan Ruang Lingkup Rahasia Dagang_________18

E. Cara Memperoleh Perlindungan Hukum Rahasia Dagang__24

F. Pelanggaran Atas Rahasia Dagang dan Cara

Mempertahankan Rahasia Dagang ____________________27

G. Delik Murni Dan Aduan ____________________________30

ix

BAB III PENYELESAIAN SENGKETA RAHASIA DAGANG DAN

SISTEM HUKUMAN PIDANA DI INDONESIA

A. Penyelesaian Sengketa Rahasia Dagang _______________32

B. Sistem Hukuman Pidana (Strafsel) Dalam

Hukum Indonesia _________________________________37

1. Pidana Pokok _________________________________37

2. Pidana Tambahan______________________________41

BAB IV TINJAUAN YURIDIS PASAL PEMIDANAAN BAGI

PELANGGAR RAHASIA DAGANG DALAM UNDANG-

UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2000

A. Tinjauan Yuridis Pasal 13 dan Pasal 17 Dan Korelasinya

Dengan Pemidanaan Rahasia Dagang _________________44

1. Tinjauan Yuridis Pasal 13 Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2000 _________________________44

2. Tinjauan Yuridis Pasal 17 Ayat (1) Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2000 _________________________47

3. Korelasi Antara Pasal 17 Dengan Pasal 13 Terhadap

Pemidanaan Rahasia Dagang_____________________53

B. Analisis Yuridis Efektivitas Pemidanaan Bagi Pelanggar

Rahasia Dagang dan Relevansinya Terhadap Undang-

Undang Rahasia Dagang ___________________________56

1. Perjanjian Tertulis dan Perjanjian Lisensi Sebagai

Sumber Masalah Pelanggaran Terhadap

Rahasia Dagang ______________________________57

2. Penerapan Pidana Terhadap Pelanggar Rahasia

Dagang dan Permasalahan Yang Muncul __________58

3. Permasalahan Pidana Yang Kurang Efektif _________61

4. Pidana Penjara Sebagai Upaya Ultimum Remedium

Dalam Penindakan Hukum Rahasia Dagang ________64

5. Tidak Adanya Peraturan Dibawah Undang-

x

Undang Rahasia Dagang Yang Membuat

Penegakan Hukum Kurang Efektif ________________65

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan _____________________________________69

B. Rekomendasi ____________________________________70

DAFTAR PUSTAKA__________________________________________72

LAMPIRAN _________________________________________________77

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia sebagai makhluk yang berpikir mampu menghasilkan berbagai

karya yang berguna. Atas dasar itulah pada tahun 1470 di Venice, Italia

terbitlah peraturan yang mengatur masalah hasil karya suatu orang yang harus

dilindungi, disinilah peraturan pertama tentang Hak Kekayaan Intelektual

muncul. Setelah itu terhitung ada banyak konvensi-konvensi yang diadakan

yang khusus membahas tentang kekayaan intelektual. Terhitung terdapat Paris

Convention pada tahun 1883 yang mengatur masalah Paten, Merek Dagang,

dan Desain Industri, Berne Convention pada tahun 1886 yang mengatur

masalah Hak Cipta.1

Di Indonesia sendiri, perkembangan Hak Kekayaan Intelektual dimulai

pada 1986 dimana Indonesia bersama 125 negara menandatangani sebuah

deklarasi Pacta Del Este Final Act Uruguay Round yang menjadi cikal bakal

dari terbentuknya WTO (World Trade Organization). Diantara persetujuan

dari konvensi tersebut adalah terdapatnya persetujuan tentang TRIPs (Trade

Related Aspect of Intellectual Property Rights). Maka dengan menyetujui

konvensi tersebut di atas, Indonesia harus membuat kebijakan hukum di bidang

Hak Kekayaan Intelektual yang meliputi Hak Cipta, Hak Paten, Hak Merek,

Rahasia Dagang, Hak Desain Industri. Tujuan dari dibentuknya kebijakan yang

berkaitan dengan Hak Kekayaan Intelektual ini adalah untuk melindungi hak-

hak dari pembuat karya intelektual.

Seiring dengan berkembangnya zaman, Hak Kekayaan Intelektual

menjadi hal yang sangat penting bagi para investor dan para pelaku usaha

dalam mengembangkan bisnis dan usahannya. Dalam menjalankan usahannya

yang menuntut adanya hasil dari olah pikir manusia diperlukan perlindungan

yang memadai. Sebagai contoh misalnya, dalam perkembangan perdagangan

1 Bayu Rizky Ramadhan, dkk, “Pengertian Pengaturan dan Perkembangan HKI di

Indonesia”, (Makalah Presentasi pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018), h. 5

2

tidak hanya berkaitan dengan produk atau jasa yang mereka perdagangkan saja

melainkan juga terdapat sumberdaya lain berupa informasi yang bersifat

rahasia yang berguna bagi kegiatan usaha dan juga memiliki nilai ekonomi

yang tinggi. Berkaitan dengan hal itu, maka para pelaku usaha memerlukan

adannya perlindungan hukum tentang Informasi yang bersifat rahasia tadi yang

kemudian disebut dengan Rahasia Dagang. Bagi mereka perlindungan yang

memadai terhadap Rahasia Dagang pada umumnnya merupakan salah satu

dasar pertimbangan untuk melakukan perdagangan dan investasi di suatu

negara.2

Rahasia Dagang sendiri telah diatur didalam Undang-Undang Nomor 30

Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang. Yang dimaksud Rahasia Dagang

menurut Undang-Undang ini terdapat di Pasal 1 angka 1 dimana “Rahasia

Dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum dibidang teknologi

dan/atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan

usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik Rahasia Dagang”. Dari

pengertian Undang-Undang di atas, maka dapat kita simpulkan bahwa Rahasia

Dagang adalah sebuah informasi yang sangat berharga untuk perusahaan.

Karenannya harus dijaga kerahasiannya keberhargaan informasi ini karena

informasi tersebut dapat mendatangkan keuntungan ekonomis bagi

perusahaan.3

Undang-Undang Rahasia Dagang ini memiliki sifat yang sama dengan

Undang Undang tentang Hak Cipta yang bersifat deklaratif. Yang dimaksud

dengan sifat deklaratif yaitu bahwa perlindungan hukum bagi pemilik Rahasia

Dagang berlaku secara otomatis apabila suatu produk tersebut telah memenuhi

unsur-unsur Rahasia Dagang yang meliputi pertama, Adannya informasi yang

rahasia, kedua, Memiliki nilai ekonomi, ketiga, Berupa informasi yang dijaga

kerahasiaanya.4

2 Ahmad M. Ramli, H.A.K.I: Teori Dasar Perlindungan Rahasia Dagang, (Bandung:

Mandar Maju,2000), h.1 3 Adrian Sutedi, Hak Atas Kekayaan Intelektual, (Jakarta: Sinar Grafika,2009), h.122 4 Indriyana Dwi Mustikarini, “Perlindungan Hukum Rahasia Dagang Terhadap

Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)”, Perspektif Hukum. Vol.16. No.1, 1 mei 2016, h.80

3

Namun berbeda halnya jika pemilik Rahasia Dagang memilih untuk

memberikan mandat kepada pihak kedua dan/atau ketiga untuk menjaga

Rahasia Dagang, maka pemilik Rahasia Dagang harus membuat perjanjian

Lisensi Rahasia Dagang secara tertulis dan perjanjian Lisensi Rahasia Dagang

Tersebut harus didaftarkan kepada Direktorat Jendral Kekayaan Intelektual

untuk bisa mendapatkan perlindungan hukum.

Dalam upaya perlindungan hukum terhadap Rahasia Dagang, Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang telah memberikan

ketentuan yang jelas diatur secara eksplisit didalam Pasal 5 ayat (1) huruf d

yang menyatakan bahwa perlindungan rahasia dagang lahir antara lain

berdasarkan perjanjian tertulis. Khusus untuk pengalihan hak atas dasar

perjanjian, diperlukan adanya suatu pengalihan hak yang didasarkan pada

pembuatan suatu akta, terutama akta otentik. Hal ini penting mengingat aspek

yang dijangkau begitu luas dan pelik, selain untuk menjaga kepentingan

masing-masing pihak yang mengadakan perjanjian pengalihan hak atas rahasia

dagang tersebut.5 Namun apa yang terjadi jika suatu perjanjian lisensi Rahasia

Dagang tersebut tidak tertulis dan belum atau tidak didaftarkan kepada

Direktorat Jendral Kekayaan Intelektual, apakah tetap juga mendapatkan

perlindungan hukum yang sama.

Dan di dalam Undang Undang Rahasia Dagang juga telah diatur pasal-

pasal yang mengatur tentang penegakan hukum yang termuat didalam Pasal 17

yang merupakan lex specialis dari pemidanaan Rahasia Dagang. Dimana pasal

yang bersifat lex generalis terdapat pada Pasal 322 dan 323 KUHP. Dengan

berlakunnya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang,

maka ketentuan pemidanaan yang terdapat dalam Pasal 322 dan 323 KUHP

menjadi tidak berlaku lagi, sesuai dengan prinsip hukum Lex specialis derogate

Lex Generalis.

Menurut Pasal 17 ayat (1), dijelelaskan bahwa pemidanaan terhadap

5 Tim Bawah Pimpinan Agus Broto Susilo, Laporan Akhir Tim Analisa dan Evaluasi

(AE) Tentang Rahasia Dagang (UU Nomor 30 Tahun 2000), (Jakarta: Badan Pembinaan

Hukum Nasional Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, 2010), h.46

4

pelanggar Rahasia Dagang akan dikenai sanksi pidana berupa kurungan

penjara maksimal 2 tahun dan atau denda maksimal sebanyak

Rp.300.000.000,00 (Tiga Ratus Juta Rupiah). Namun seiring dengan

perkembangan zaman, baik sanksi pidana atau pun denda kurang efektif jika

yang dilakukan pelanggar pasal ini telah merugikan pemilik Rahasia Dagang

secara kontinu. Teori relatif pemidanaan menyebutkan bahwa teori ini

memandang pemidanaan bukan sebagai pembalasan atas kesalahan si pelaku,

tetapi sebagai sarana mencapai tujuan bermanfaat untuk melindungi

masyarakat menuju kesejahteraan. Dari teori ini muncul tujuan pemidanaan

sebagai sarana pencegahan, yaitu pencegahan umum yang ditujukan pada

masyarakat. Berdasarkan teori ini, hukuman yang dijatuhkan untuk

melaksanakan maksud atau tujuan dari hukuman itu, yakni memperbaiki

ketidakpuasan masyarakat sebagai akibat kejahatan itu. Tujuan hukuman harus

dipandang secara ideal, selain dari itu, tujuan hukuman adalah untuk mencegah

(prevensi) kejahatan.6 Dari teori di atas maka harus dibuat pemidanaan yang

bukan hanya sebagai efek jera yang didapatkan pelanggar Rahasia Dagang,

namun sebagai upaya prefentif bagi siapa pun yang hendak melakukan tindak

kejahatan di Rahasia Dagang.

Keadilan terkait pemidanaan pelanggar Rahasia Dagang memang dirasa

sangat kurang mengingat Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 ini memang

hanya menjatuhkan pidana penjara hanya maksimal 2 tahun dan atau denda

maksimal Rp.300.000.000,-. Sebagai contoh terkait keadilan pemidanaan dapat

dilihat pada sengketa Rahasia Dagang yang dialami oleh PT. Biggy Cemerlang

yang berhadapan dengan mantan karyawannya di Pengadilan Negeri Jakarta

Utara tahun 2012. Dan hakim memutus terdakwa dengan hukuman 5 bulan

penjara dan denda Rp.15.000.000,-. Putusan hakim yang memutus berdasarkan

Undang-Undang ini dinilai tidak relevan mengingat yang disengketakan disini

adalah Rahasia Dagang yang memiliki konsekuensi Rahasia Dagang nya

terbuka saat bersidang sedangkan hukum yang didapat tidak / kurang

6 Leden Marpaung, Asas-Teori-Praktek Hukum Pidana, (Jakarta : Sinar Grafika,

2009), h.106

5

memberikan keadilan terhadap korban.

Selain itu perjanjian Lisensi yang dianggap menjadi sumber dari

permasalahan dibidang rahasia dagang belum cukup mampu melindungi para

pemilik rahasia dagang dikarenakan belum adanya peraturan pelaksana yang

khusus mengatur mengenai pelaksanaan lisensi rahasia dagang yang dianggap

istimewa dan berbeda dengan Hak Kekayaan Intelektual lainnya. Pasal 17 yang

kaitannya dengan Pasal 13 dan Pasal 14 juga mendapat banyak permasalahan

karena masih general nya maksud yang hendak disampaikan sehingga

menimbulkan berbagai penafsiran didalam menginterptretasi pasal tersebut.

Berkaitan dengan hal-hal yang telah diuraikan di atas, maka peneliti

tertarik untuk memilih judul “Tinjauan Yuridis Pasal Pemidanaan Bagi

Pelanggar Rahasia Dagang Dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000”

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka identifikasi masalah

dari penelitian ini adalah:

a. Penegakan hukum bagi pelanggar Rahasia Dagang

b. Penerapan sanksi pidana pelanggar Rahasia Dagang menurut Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2000

c. Kerugian yang dialami perusahaan terhadap penyalahgunaan Rahasia

Dagang

d. Peran pemerintah dalam pencegahan pelanggaran Rahasia Dagang

melalui mekanisme pemidanaan yang lebih berat.

2. Pembatasan Masalah

Untuk mempermudah pembahasan dalam dalam penulisan skripsi ini,

peneliti membatasi masalah yang hendak di bahas sehingga pembahasannya

lebih jelas dan terarah sesuai dengan apa yang diharapkan peneliti. Disini

peneliti akan membahas penerapan sanksi pidana bagi pelanggar Pasal 17

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000, apakah masih relevan dengan

keadaan sekarang dan juga tinjauan yuridis mengenai hubungan antara Pasal

13 dengan Pasal 17 undang-undang ini.

6

3. Perumusan Masalah

Undang-Undang Rahasia Dagang bersifat deklaratif dan pasif, artinya

Undang-Undang ini secara otomatis melindungi sesuatu yang bersifat

rahasia dan memiliiki manfaat ekonomi. Namun penerapan sanksi pidana

membuat nilai kerugian yang dialami perusahaan tidak sebanding dengan

pemidanaan pelanggar Rahasia Dagang selain itu terdapat kerancuan

tentang pemidanaan rahasia dagang karena rahasia dagang bersifat privat,

sehinngga pada penelitian ini timbullah pertanyaan, sebagai berikut:

a. Apakah terdapat korelasi antara Pasal 13 dan Pasal 17 Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang?

b. Bagaimana efektivitas penerapan pemidanaan rahasia dagang dalam

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji lebih

dalam mengenai keefektifan pemidanaan bagi pelanggar Rahasia Dagang.

Sedangkan secara khusus tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui sinkron atau tidaknya hubungan antara Pasal 13 dan

Pasal 17 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia

Dagang.

b. Untuk mengetahui keefektifan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000

dalam penerapan pemidanaan Rahasia Dagang.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini secara teoritis dan praktis adalah sebagai

berikut:

a. Secara teoritis penelitian ini dapat memperkaya khasanah ilmu

pengetahuan dalam hal Hak Kekayaan Intelektual, khususnya mengenai

tinjauan yuridis mengenai unsur pemidanaan yang terdapat di dalam

peraturan perundang-undangan tentang rahasia dagang.

b. Secara praktis penelitian ini dapat menambah koleksi karya ilmiah dan

berkontribusi dalam perkembangan ilmu bisnis khususnya dibidang

7

Hak Kekayaan Intelektual dan juga menjadi saran kepada Pemerintah

terhadap Perubahan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang

Rahasia Dagang.

D. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian sebagai berikut:

1. Pendekatan Penelitian

Didalam penelitian ini penulis menggunakan penelitian yuridis normatif.

Penelitian Yuridis Normatif adalah penelitian yang difokuskan untuk

mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum

positif7. Pendekatan ini dapat dilakukan dengan cara:

a. Pendekatan Perundang Undangan (Satutue Approach)

Pendekatan Perundang-Undangan (Statue Approach) dilakukan dengan

menelaah semua Undang-Undang dan regulasi yang bersangkut paut

dengan isu hukum yang sedang ditangani.8 Pendekatan Perundang-

Undangan ini guna memahami bagaimana negara hadir dalam

memberikan perlindungan hukum terhadap pemilik atau penerima

Rahasia Dagang. Peraturan yang dipakai adalah Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang. Selain itu penulis

memiliki peraturan Perundang-Undangan lainnya, diantarannya adalah

sebagai berikut:

1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

3) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

4) Undang-Undang 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang

b. Pendekatan Kasus (Case Approach)

Pendekatan ini dilakukan dengan melakukan telaah pada kasus-kasus

yang berkaitan dengan isu hukum yang dihadapi. Kasus-kasus yang

ditelaah merupakan kasus yang telah memperoleh putusan pengadilan

7 Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang:

Bayumedia Publishing, 2006), h.295 8 Petter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2005), h.93

8

berkekuatan hukum tetap. Hal pokok yang dikaji pada setiap putusan

tersebut adalah pertimbangan hakim untuk sampai pada suatu

keputusan sehingga dapat digunakan sebagai argumentasi dalam

memecahkan isu hukum yang dihadapi

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang akan digunakan penulis adalah jenis penelitian

kualitatif. Jenis penelitian ini memerlukan pemahaman akan norma-norma

terkait dengan isu yang diangkat. Penelitian jenis ini menuntut penulis untuk

dapat memahami dan menjabarkan norma-norma dan juga doktrin hukum

yang berlaku dalam bentuk tulisan atau paragraf.

Istilah penelitian kualitatif dimaksudkan sebagai jenis penelitian yang

temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistic atau bentuk

hitungan lainnya.9

3. Sumber Data Penelitian

Sumber data penelitian yang dipakai adalah sebagai berikut:

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer adalah bahan yang utama dalam jenis penelitian

hukum normatif yang berupa peraturan perundang-undangan yang

berlaku dan mempunyai hukum yang mengikat. Bahan hukum primer

yang penulis gunakan meliputi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000

tentang Rahasia Dagang dan juga peraturan perndang-undangan lain

yang berhubungan dengan Rahasia Dagang.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang tidak mempunyai kekuatan

mengikat, berupa buku-buku terkait, artikel dalam majalah/media

elektronik, laporan penelitian/jurnal hukum,10

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier merupakan sumber data yang menjadi tambahaan

9 Anselm Staruss dan Juliet Corbin, Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 2009), h.4 10 Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,

2003), h.13

9

diluar dari sumber hukum primer dan sekunder. Bahan hukum tersier

ini dapat terdiri dari Kamus Hukum, Kamus Besar Bahasa Indonesia,

Kamus Bahasa Inggris, Ensiklopedia, dan lain-lain.

4. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang sesuai sesuai dengan apa yang diteliti,

berkaitan dengan pendekatan penelitian yang menggunakan pendekatan

yuridis-normatif, maka teknik pengumpulan data yang tepat adalah

menggunakan teknik pengumpulan data melalui kajian kepustakaan. Yang

dimaksud kajian kepustakaan atau studi pustaka adalah serangkaian

kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka,

membaca dan mencatat serta mengolah bahan penelitian,11serta

wawancara kepada pihak yang kompeten sehingga hasil penelitian menjadi

objektif.

5. Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif-kualitatif yang

diperoleh dari studi kepustakaan maupun hasil observasi penulis. Hasil dari

analisa data ini disampaikan menggunakan proses berpikir dengan induktif

yaitu cara bepikir dengan berangkat dari hal-hal yang bersifat khusus

kemudian ditarik kesimpulan secara umum.

6. Metode Penulisan

Dalam penyusunan penelitian ini peneliti menggunakan sistematika

penulisan yang ada pada Buku Pedoman Skripsi, Fakultas Syariah dan

Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2017.

E. Sistematika Penelitian

Untuk mempermudah penulisan, peneliti menjabarkan materi penelitian

melalui lima bab yang mana tiap bab berisi penjelasan yang rinci dengan judul

sub bab. Sistematika penulisan tiap bab adalah sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan

Pada BAB ini merupakan Pendahuluan yang berisi pengantar untuk

11 Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaa, (Jakarta: yayasan Obor Indonesia,

2004), h.3

10

dapat memahami garis besar dari topik penelitian yang diangkat.

Dalam bab ini diuraikan latar belakang masalah, identifikasi

masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian, dan juga metode penelitian.

BAB II Rahasia Dagang

Pada BAB akan dijelaskan mengenai kajian pustaka yang mencakup

kerangka konsep berupa pokok-pokok yang hendak diteliti secara

garis besar agar fokus penelitian ini tidak kabur dan membias dan

juga kerangka teori yang akan digunakan dalam membangun

argumentasi didalam penelitian, dan juga akan membahas penelitian

(review) terdahulu agar penelitian ini terhindar dari plagiarisme.

Selain itu di BAB ini juga akan dibahas tinjauan umum mengenai

Rahasia Dagang

BAB III Penyelesaian Sengketa Rahasia Dagang Dan Bentuk Tindak

Pidana Didalam Sistem Peradilan Indonesia

Pada BAB ini akan dijelaskan bagaimana mekanisme penyelesaian

dan penerapan sengketa Rahasia Dagang menurut Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang.

BAB IV Tinjauan Yuridis Pasal Pemidanaan Bagi Pelanggar Rahasia

Dagang Dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang

Rahasia Dagang

Pada BAB ini akan dijelaskan penerapan sanksi pidana pada

pelanggaran terhadap rahasia dagang yang ada di dalam Pasal 13 dan

Pasal 14 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia

Dagang, serta tinjauan yuridis mengenai perlu atau tidaknya

penerapan sanksi pidana penjara pada pelanggar rahasia dagang dan

juga sinkron atau tidaknya antara Pasal 13 dengan Pasal 17 Undang-

Undang ini.

BAB V Penutup

Pada BAB ini menyajikan penutup. Berisikan Kesimpulan yang

diambil dari uraian / deskripsi yang menjawab masalah berdasarkan

11

data yang diperoheh, dan juga Rekomendasi untuk para pihak yang

berkaitan dengan pemelitian ini.

12

BAB II

RAHASIA DAGANG

A. Kerangka Konseptual

Untuk lebih memahami isi penulisan ini, maka peneliti akan

menguraikan beberapa istilah yang akan digunakan didalam penelitian ini agar

mengurangi terjadinya perbedaan intepretasi, serta memberikan kemudahan

untuk pembaca dalam memahami isi dari penelitian ini. Istilah yang dimaksud

sebagai berikut:

1. Hak Kekayaan Intelektual

Hak Kekayaan Intelektual itu adalah hak kebendaan, hak atas sesuatu

benda yang bersumber dari hasil kerja otak, hasil kerja rasio. Hasil dari

pekerjaan rasio manusia yang menalar. Hasil kerjanya itu berupa benda

immaterial. Benda tidak berwujud.1

Selain itu didalam buku panduan Hak Kekayaan Intelektual yang

dikeluarkan oleh Direktorat Jendral Kekayaan Intelektuan Indonesia, Hak

Kekayaan Intelektual, disingkat "HKI" atau akronim "HaKI", adalah

padanan Hakata yang biasa digunakan untuk Intellectual Property Rights

(IPR), yakni hak yang timbul bagi hasil olah pikir yang menghasikan suatu

produk atau proses yang berguna untuk manusia pada intinya HKI adalah

hak untuk menikmati secara ekonomis hasil dari suatu kreativitas

intelektual. Objek yang diatur dalam HKI adalah karya-karya yang timbul

atau lahir karena kemampuan intelektual manusia.2

2. Rahasia Dagang

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia

Dagang menyebutkan “informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang

teknologi dan atau bisnis, mempuyai nilai ekonomi karena berguna dalam

kegiatan usaha dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik Rahasia Dagang”.

1H. OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights),

(Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004), h. 9 2 Buku Panduan Hak Kekayaan Intelektual (Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual,

2013), h.iii

13

3. Lisensi Rahasia Dagang

Pemilik rahasia dagang memiliki hak untuk memberikan lisensi kepada

pihak lain. Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemegang hak rahasia

dagang kepada pihak lain melalui suatu perjanjian berdasarkan pemberian

hak (bukan pengalihan hak) untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu

rahasia dagang yang diberi perlindungan dalam jangka waktu tertentu dan

syarat tertentu.

4. Pelanggaran Terhadap Rahasia Dagang

Pelanggaran rahasia dagang terjadi apabila seseorang dengan sengaja

mengungkapkan rahasia dagang, mengingkari kesepakatan atau

mengingkari kewajiban tertulis atau tidak tertulis untuk menjaga rahasia

dagang yang bersangkutan. Seseorang dianggap melanggar rahasia dagang

pihak lain apabila ia memperoleh atau menguasai rahasia dagang tersebut

dengan cara yang bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang

berlaku.3

5. Pemidanaan Rahasia Dagang

Didalam Pasal 17 Undang Undang 30 Tahun 2000 dijelaskan bahwa

pelanggaran terhadap rahasia dagang dapat menimbulkan delik pidana

penjara maksimal 2 tahun dan atau denda maksimal Rp.300.000.000,-

B. Kerangka Teori

Dalam memecahkan masalah yang diangkat oleh peneliti, maka

dibutuhkan beberapa teori yang dibutuhkan peneliti untuk membangun pola

berpikir dan juga membangun argumentasi atau opini peneliti. Maka peneliti

disini akan memaparkan teori yang berkaitan dengan isu yang diangkat.

Rahasia Dagang sebagai suatu aset yaitu lebih tepatnya intangible aset

memiliki beberapa teori dalam perlindungannya. Perlindungan Rahasia

Dagang didasarkan atas beberapa teori yaitu sebagai berikut4:

3 Syahriyah Semaun, “Perlindungan Hukum Terhadap Rahasia Dagang”, Jurnal Hukum

Diktum, vol.9, no. 1, Januari 2011, h.38 4 Gunawan Widjaja, Pemilik Rahasia Dagang dan Pemegang Rahasia Dagang, (Jakarta:

Bussines News, 2001), h.120

14

1. Teori Hak Milik

Dalam bidang Hak Kekayaan Intelektual, Teori Kepemilikan yang

dicetuskan oleh John Locke dianggap sebagai teori pertama yang

mempengaruhi kepemilikan hak dan pembatasan hak. Teori Kepemilikan

yang disampaikan John Locke terdapat dalam bukunya yang berjudul “The

Second Treatise of Government” yang diterbitkan pada tahun 1690.5 Teori

ini merupakan salah satu teori mengenai perlindungan Rahasia Dagang

karena Rahasia Dagang bersifat eksklusif dan dapat dipertahankan terhadap

siapapun yang berupaya menyalahgunakan atau memanfaatkan tanpa hak.

Pemilik meiliki hak untuk memanfaatkan seluas-luasnnya selama tidak

melanggar Undang-Undang yang berlaku. Prinsip hak milik juga dikenal di

dalam BW dalam Pasal 570 yang menyatakan bahwa:

“hak milik adalah hak untuk menikmati kegunaan suatu kebendaan dengan

leluasa dan untuk berbuat bebas terhadap kebendaan itu dengan kedaulatan

sepenuhnya, asal tidak bersalahan dengan Undang-Undang atau peraturan

umum yang ditetapkan oleh suatu kekuasaan yang berhak menetapkannya,

dan tidak mengganggu hak-hak orang lain; kesemuannya itu dengan tidak

mengurangi kemingkinan akan pencabutan hak itu demi kepentingan umum

berdasarkan atas ketentuan Undang-Undang dan dengan pembayaran ganti

rugi.”

2. Teori Kontrak

Merupakan dasar yang paling sering dikemukakan dalam proses

persidangan mengenai Rahasia Dagang. Dalam sistem hukum Indonesia

yang mengadopsi prinsip hukum Eropa Kontinental dianut bahwa kontrak

atau perjanjian pada umumnya merupakan sumber perikatan (1233 BW).

Sesuai dengan Pasal 1338 KUHPerdata bahwa perjanjian yang dibuat secara

sah berlaku sebagai Undang-Undang. Dengan demikian perjanjian-

perjanjian yang dibuat para pihak tidak dapat ditarik kembali secara sepihak

dan pelanggaran atas hal tersebut merupakan wanprestasi.

3. Teori perbuatan melawan hukum

Teori ini terdapat didalam Pasal 1365 BW “tiap pebuatan melawan

5 Ignatius Haryanto, Sesat Pikir Kekayaan Intelektual, membongkar akar-akar pemikiran

konsep Hak Kekayaan Intelekual,(Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2014), h 7

15

hukum, yang membawa kerugian bagi orang lain, mewajibkan orang yang

karena salahnnya menerbitkan kerugian itu mengganti kerugian tersebut”.

Teori ini dapat dipakai dalam membangun argumentasi karena pada

umumnnya sengketa Rahasia Dagang merupakan sengketa perdata yang

menuntut akan adannya ganti kerugian. Selain itu perbuatan melawan

hukum juga dapat dituntut dengan delik pidana, dimana Undang-Undang

Rahasia Dagang juga telah mengatur akan hal itu di Pasal 13 dan 14.

4. Teori Keadilan

John Rawls yang dipandang sebagai perspektif “liberal-egalitarian of

social justice”, berpendapat bahwa keadilan adalah kebajikan utama dari

hadirnya institusi-institusi sosial (social institutions). Akan tetapi, kebajikan

bagi seluruh masyarakat tidak dapat mengesampingkan atau menggugat

rasa keadilan dari setiap orang yang telah memperoleh rasa keadilan.

Khususnya masyarakat lemah pencari keadilan.6 problem utama keadilan

adalah merumuskan dan memberikan alasan pada sederet prinsip-prinsip

yang harus dipenuhi oleh sebuah struktur dasar masyarakat yang adil.

Prinsip-prinsip keadilan sosial tersebut akan menetapkan bagaiman struktur

dasar harus mendistribusikan prospek mendapatkan barang-barang pokok.

Menurut Rawls kebutuhan-kebutuhan pokok meliputi hak-hak dasar,

kebebasan, kekuasaan, kewibawaan, kesempatan, pendapatan, dan

kesejahteraan.7

Keadilan didalam sengketa Rahasia Dagang masih belum adil.

Dikarenakan beberapa putusan dari sengketa rahasia dagang dibidang

pidana yang memeberikan penghukuman kepada penyebar rahasia dagang

tanpa adanya tambahan hukuman bagi perusahaan yang ikut menikmati

rahasia dagang dengan cara melawan hukum.

5. Teori Pemidanan

a. Teori pemidanaan absolut

6 Pan Mohamad Faiz, “Teori Keadilan John Rawls”, Jurnal Konstitusi, Volume 6 Nomor

1, April 2009, h 139 7 Damanhuri Fattah, Teori Keadilan Menurut Jhon Rawls, Jurnal TAPIs Vol 9. No.2, 2013,

h.34

16

Menurut teori ini pidana dijatuhkan semata-mata karena orang yang

telah melakukan suatu tindak pidana atau kejahatan. Imamanuel Kant

memandang pidana sebagai “Kategorische Imperatif” yakni seseorang

harus dipidana oleh Hakim karena ia telah melakukan kejahatan

sehingga pidana menunjukan suatu tuntutan keadilan.8

b. Teori pemidanaan relatif

Menyebutkan bahwa teori ini memandang pemidanaan bukan sebagai

pembalasan atas kesalahan si pelaku, tetapi sebagai sarana mencapai

tujuan bermanfaat untuk melindungi masyarakat menuju kesejahteraan.

Dari teori ini muncul tujuan pemidanaan sebagai sarana pencegahan,

yaitu pencegahan umum yang ditujukan pada masyarakat.9

c. Teori pemidanaan gabungan

Teori gabungan adalah kombinasi dari teori relatif dan juga absolut.

Menurut teori gabungan ini, tujuan dari pidana selalu membalas

kesalahan penjahat juga dimaksudkan untuk melindungi masyarakat

luas dengan mewujudkan ketertiban dengan ketentuan beratnya pidana

tidak boleh melampaui batas pembalasan yang adil.

C. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

Didalam sengketa dibidang Rahasia Dagang memang masih bisa

dikatakan jarang, namun terdapat beberapa penelitian-penelitian terdahulu

yang telah dilakukan. Penelitian terdahulu ini menjadi salah satu acuan peneliti

dalam melakukan penelitian sehingga peneliti dapat memperkaya teori yang

ada dan juga penelitian terdahulu dimaksudkan untuk menjadi pembanding dan

pembeda antara penelitian yang terdahulu dengan penelituan yang diangkat

peneliti, selain itu penelitian terdahulu dimaksudkan untuk mengurangi

plagiarisme. Peneliti disini memakai beberapa penelitian terdahulu sebagai

berikut:

8 http://digilib.unila.ac.id/9495/8/BAB%20II.pdf, diakses pada 9 agustus 2019, pukul 11:24

WIB 9 Leden Marpaung, Asas-Teori-Praktek Hukum Pidana, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009),

h.106

17

Pertama, Skripsi yang disusun oleh Mohamad Nurdiansyah.10 Pada

skripsi ini menjelaskan tentang kurangnya Undang-Undang Nomor 30 Tahun

2000 dalam merumuskan maksud dari pemilik Rahasia Dagang secara tersurat.

Hal ini sangat berbeda dengan Undang-Undang HKI lainnya yang sangat jelas

mengatur mengenai subjek perlindungan hukum. Selain itu pada skripsi ini

juga menganalisa kewenangan absolut sengketa Rahasia Dagang berdasarkan

contoh kasus yang ada yaitu putusan MA Nomor 1713 K/Pdt/2010 yang sudah

berkekuatan hukum tetap (incracht).

Kedua, Skripsi yang disusun oleh Gema Satriani.11 Pada skripsi ini

menjelaskan teori-teori dasar dari perlindungan Rahasia Dagang yaitu teori hak

milik yang mendukung pentingnya perlindungan terhadap Rahasia Dagang

sekaligus mengungkapkan perlindungan apa saja yang diberikan Undang-

Undang ini baik secara perdata maupun pidana dan mengungkapkan cara

penyelesaian sengketa diluar pengadilan. Pada skripsi ini juga mementingkan

perlu didaftarkannya Lisensi Rahasia Dagang demi keamanan pemilik Rahasia

Dagang itu sendiri karena sejatinya Lisensi Rahasia Dagang sangat diperlukan

didalam berproses di Pengadilan maupun di luar pengadilan.

Ketiga, Jurnal Warta Edisi 56 oleh Dody Safnul.12 Pada jurnal ini,

peneliti menjelaskan bahwa pemilik rahasia dagang dalam menjaga nilai

kerahasiaan informasi rahasia dagang yang dimiliki harus bersikap aktif dan

represif. Dimana perlindungan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 30

Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang diberikan apabila pemilik rahasia dagang

atau pemegang rahasia dagang telah melakukan langkah-langkah untuk

menjaga rahasia dagang yang dimilikinya. Selain itu, pada jurnal ini juga

menjelaskan mengenai apabila terjadi sengketa bisnis antara

10 Mohammad Nurdiansyah, “Perlindungan hukum dan sengketa Rahasia Dagang

(Analisis putusan MA No.1713.K/Pdt/2010)”, (Jakarta:Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN

SyarifHidayatullah Jakarta, 2015) 11 Gema Satriani,”Perlindungan hukum Rahasia Dagang dalam ruang lingkup HAKI

menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000”, (Medan: Skripsi Fakultas Hukum Universitas

Medan,2006) 12 Dody Safnul, “Perlindungan Rahasia Dagang Dari Persaingan Curang”, Jurnal Warta

Edisi 56, 2018

18

pemilik/pemegang Rahasia Dagang dengan pihak ketiga yang berkaitan

dengan pelaksanaan perjanjian, maka pemilik/pemegang Rahasia Dagang

dapat menyelesaikan sengketa tersebut di luar pengadilan, yaitu dengan cara

arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa (mediasi, konsiliasi, dan

sebagainya). Pada umumnya para pihak yang bersengketa tentang Rahasia

Dagang memilih cara penyelesaian sengketa melalui badan arbitrase atau

alternatif penyelesaian sengketa karena pada dasarnya masalah Rahasia

Dagang merupakan masalah perdata.

Keempat, Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi oleh Syarifa

Mahila.13 Pada jurnal yang ditulis oleh peneliti, mejelaskan bahwa

perlindungan rahasia dagang kerap kali erat kaitannya dengan perjanjian kerja,

maka dari itu untuk melindungi hak-hak pemegang Rahasia Dagang, harus

dibuat suatu perjanjian kerja yang memuat unsur-unsur agar pekerja dapat tetap

merahasiakan Rahasia Dagang meski sudah berakhir masa perjanjian kerja-nya

sehinngga tidak terjadi hal hal yang tidak diinginkan oleh kedua belah pihak

yakni perusahaan dan juga karyawan.

Sebagai pembanding dan pembeda, pada skripsi ini peneliti lebih

terfokus meninjau kembali dengan sudut pandang yuridis tentang Pasal-Pasal

yang berkaitan dengan penegakan hukum dibidang rahasia dagang yang tidak

memiiliki korelasi satu sama lain sehingga berimbas kepada penerapan hukum

yang kurang efektif berdasarkan beberapa putusan pengadilan yang ada, selain

itu penelitian ini juga akan berfokus kepada ketentuan-ketentuan yang

seharusnya ada didalam Peraturan Perundang-Undangan yang dapat

berpengaruh juga terhadap efektivitas dari penegakan hukum rahasia dagang

D. Pengertian Dan Ruang Lingkup Rahasia Dagang

1. Pengertian Rahasia Dagang

Sebelum membahas lebih lanjut mengenai hal-hal yang berkaitan dengan

Rahasia Dagang, ada baiknya mengetahui maksud dari Rahasia Dagang itu

13 Syarifa Mahila, “Perlindungan Hukum Rahasia Dagang Dalam Perjanjian Kerja”,

Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari, 2010

19

sendiri agar tidak terjadi perbedaan persepsi mengenai pengertian dasar

penelitian ini.

Pada mulannya istilah rahasia dagang ini muncul didalam TRIPs yang

dikenal dengan informasi yang dirahasiakan yang pada prinsipnya

merupakan pedoman dari istilah rahasia dagang. Dengan catatan bahwa

kesepakatan bahwa GATT-WTO dalam TRIPs tanpa bermaksud

memperluas istilah rahasia dagang ini. Berbeda dengan istilah yang

digunakan dalam sistem hukum Amerika Serikat, sistem hukum Inggris

menggunakan istilah yang lebih mendekati terminologi yang digunakan

TRIPs dengan menyebutnya sebagai informasi rahasia (confidential

information) untuk rahasia dagang, sedangkan hukum dan praktek

pengadilan Australia justru menggunakan istilah yang sama dengan

Amerika Serikat yaitu Rahasia Dagang.14

Pada prinsipnya, rahasia dagang merupakan bagian dari informasi

rahasia. Informasi rahasia adalah informasi yang tidak boleh diketahui siapa

saja, kecuali petugas atau pejabat yang diberi wewenang untuk

melaksanakan dan menyimpan informasi rahasia tersebut. Informasi rahasia

dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis menurut pemilik atau

sumbernya, yaitu:15

a. Rahasia Pribadi (private secret), dimiliki seseorang yang patut

dirahasiakan, misalnya catatan harian pengusaha melalui sekretarisnya,

kisah kehidupan pribadi masa lalu, kiat sukses pemasaran.

b. Rahasia Politik (political secret), dimiliki oleh negara atau partai

politikmisalnya rahasia jabatan, strategi penguasaan suatu wilayah,

pembatasan ruang gerak partai politik, strategi mempertahankan

kekuasaan.

c. Rahasia Pertahanan dan Keamanan (defence and security secret),

dimiliki negara, misalnya strategi pengembangan militer, pembangunan

14 Ahmad M. Ramli, H.A.K.I Teori Dasar Perlindungan Rahasia Dagang, (Bandung:

Mandar Maju, 2000), h.33 15Ahmad M. Ramli, H.A.K.I Teori Dasar Perlindungan Rahasia Dagang,... h.36

20

pabrik senjata, pertahanan negara yang efektif, daerah kawasan militer.

d. Rahasia Dagang (trade secret) dimiliki perusahaan atau pengusaha,

misalnya penemuan teknologi proses produksi dan pemasaran,

manajemen perusahaan, formula produk berkualitas, program

computer, dan komputerisasi data prospek perusahaan.

Istilah rahasia dagang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

menjelaskan yang dimaksud dengan rahasia dagang yaitu, rahasia adalah

sesuatu yang sengaja disembunyikan supaya tidak diketahui orang lain,

sedangkan dagang artinya pekerjaan yang berhubungan dengan menjual

dan membeli barang untuk memperoleh keuntungan. Rahasia dagang

adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum dibidang teknologi dan

atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan

usaha, dan dijaga kerahasiannya oleh pemilik rahasia dagang.16 Suatu

rahasia dagang akan mendapatkan perlindungan apabila informasi itu

bersifat: 17

a. Bersifat Rahasia, maksudnya bahwa informasi tersebut hanya diketahui

pleh pihak tertentu atau tidak diketahui secara umum oleh masyarakat.

Berdasarkan hal ini maka pemilik rahasia dagang harus dapat

membuktikan bahwa informasi itu benar benar hanya diketahui oleh

perusahaannya bukan merupakan informasi yang bersifat umum.

b. Mempunyai nilai ekonomi, maksudnya bahwa sifat kerahasiaan

informasi tersebut dapat digunakan untuk menjalankan kegiatan usaha

yang bersifat komersial atau dapat meningkatkan keuntungan secara

ekonomi.

c. Informasi dianggap dijaga kerahasiannya, pemilik rahasia dagang harus

menjaga informasi yang bersifat rahasia dari pihak-pihak lain yang

dapat merugikan kepentingannya. Undang-Undang rahasia dagang

memberikan penjelasan pemilik rahasia dagang telah menjaga rahasia

16 Ermansyah Djaja, Hukum Hak Kekayaan Intelektual, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h.

362 17 Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, Hak Milik Intelektual, (Bandung: PT Citra

Aditya Bakti, 2014), h. 354

21

dagangnya apabila telah melakukan langkah-langkah yang layak dan

patut. Namun Undang-Undang tersebut tidak menjelaskan lebih lanjut

mengenai hal tersebut.

Sedangkan istilah rahasia dagang secara formil telah diatur didalam

Pasal 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang

menyatakan bahwa “Rahasia Dagang adalah informasi yang tidak diketahui

oleh umum dibidang teknologi dan/atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi

karena berguna dalam kegiatan usaha dan dijaga kerahasiaanya oleh

pemilik rahasia dagang”.

Menurut Gunawan Widjaja, dari pengertian dagang secara normatif

dapat ditarik kesimpulan bahwa rahasia dagang terdiri dari unsur-unsur

sebagai berikut:18

a. Adanya pengertian mengenai informasi;

b. Informasi tersebut merupakan informasi yang tidak diketahui oleh

umum;

c. Informasi tersebut berada dalam lapangan teknologi dan/atau bisnis;

d. Informasi tersebut harus memiliki nilai ekonomi, dan

e. Informasi tersebut harus dijaga kerahasiaannya oleh pemiliknya

2. Ruang Lingkup Rahasia Dagang

Pada dasamya rahasia dagang mencakup data rahasia, informasi, atau

kompilasi informasi yang digunakan dalam penelitian, bisnis, perdagangan

atau industri. Informasi tersebut dapat berupa data rahasia tehs dan ilmiah,

serta informasi bisnis, komersial atau finansial yang tidak diketahui

masyarakat umum dan berguna bagi suatu perusahaan serta memberi

keuntungan kompetitif bagi seseorang yang memiliki hak untuk

menggunakannya.19

Menurut R.Mark Haligan memberikan contoh ruang lingkup rahasia

dagang yang didasari pada hukum Amerika Serikat, diantaranya informasi

18 Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis, Rahasia Dagangi, (Jakarta: RajaGrafindo

Persada, 2001), h.78 19 Sekretariat WIPO, DrafC Guidelines on Developing Intellecfual Property Policy for

Universities and R&l Organizations, tanpa penerbit, tanpa tahun, h 15

22

teknikal/penelitian pengembang informasi teknologi, informasi yang

berhubungan dengan riset dan pengembangan, formula-formula, senyawa-

senyawa/bahan campuran, proses-proses, catatan-catatan, dan yang

lainnya.20

Informasi yang dilindungi rahasia dagang mencakup informasi bisnis

atau informasi teknologi yang dapat berupa formula kimia (chemical

formula), proses industri, informasi harga, barang atau produk yang

dihasilkan, daftar konsumen dan informasinya, bahan pasokan, dan metode

penjualan.21

Pada umumnya banyak perusahaan tidak menyadari bahwa sebenarnya

perusahaannya memiliki informasi yang tergolong Rahasia Dagang yang

sebenarnya mempunyai nilai komersial dan menjadi dasar keunggulan

kompetitif yang perlu dilindungi, antara lain sebagai berikut :22

a. Berkaitan dengan teknologi organis

1) Produk Perawatan Kecantikan (krim untuk badan, lipstick, krim

muka, shampo)

2) Produk Rurnah Tangga (Sabun, Pengharum, cairan penglulap

perabot)

3) Resep Produk Makanan (minuman ringan, saos, bumbu masak)

b. Berkaitan dengan teknologi canggih

1) Circuit terpadu elektronik (Chips)

2) Teknologi produksi dalam pabrik

3) Program Komputer

4) Proses Fotografi

5) Data Penguj ian Produk Farmasi

c. Berkaitan dengan metode dagang bisnis

1) Data tentang biaya produksi dan harga

20 Tomi Suryo Utomo, Hak Kekayaan Intelektual H.A.K.I, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010),

h.166 21 Rahmi Janed, Hak Kekayaan Intelektual, (Surabaya: Airlangga University Press, 2010),

h.217 22 Adrian Sutedi, Hak Atas Kekayaan Intelektual, (Jakarta:Sinar Grafika, 2009), h.125

23

2) Materi promosi yang belum dipublikasikan

3) Teknik marketing dan data demografis (penduduk)

4) Proses produksi dan penyiapan makanan

5) Metode pembelajaran untuk dansa

d. Berkaitan dengan daftar pelanggan

1) Informasi rute perjalanan salesman.

2) Data order melalui surat menyurat (mail order)

3) Sifat-sifat dan uraian demografis tentang para langganan

e. Berkaitan dengan pengetahuan bisnis

1) Waktu/jadwal pasokan suku cadang

2) Alternatif pemasok suku cadang

3) Nama-nama pengambil keputusan dalam perusahaan langganan

Seiring dengan waktu, rahasia dagang memiliki nilai ekonomi tinggi

dikarenakan pesatnya perkembangan teknologi, sehingga dapat

menimbulkan persaingan usaha yang tidak sehat antar pelaku usaha di

dalam perdagangan. Penemuan atau informasi apa saja yang bernilai

ekonomi sudah dianggap sebagai intangible asset suatu perusahaan, maka

dari itu harus dilindungi agar terhindar dari itikad buruk pesaingnya. Jenis

informasi yang dilindungi hukum pada umumnya di beberapa negara:23

a. Daftar Pelanggan;

b. Penelitian Pasar;

c. Penelitian Tekrus;

d. Resep masakan atau ramuan yang digunakan untuk menghasilkan

sebuah produk tertentu;

e. Sistem kerja tertentu yang cukup menguntungkan;

f. Ide atau konsep yang mendasari kampanye pengiklanan atau

pemasaran.

Pengaturan mengenai ruang lingkup rahasia dagang di Indonesia telah

23 Budi Agus Riswandi, Bahan Kuliah HKI: Rahasia Dagang Di Internet, Magister Hukum

Universitas Indonesia

24

diatur didalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 yang

berbunyi “Lingkup perlindungan rahasia dagang meliputi metode produksi,

metode pengolahan, metode penjualan, atau informasi lain dibidang

teknologi dan/atau bisnis yang memiliki nilai ekonomi yang tidak diketahui

masyarakat.”

E. Cara Memperoleh Perlndungan Hukum Rahasia Dagang

Rahasia dagang, untuk medapatkan perlindungan hukum tidak perlu

diajukan pendaftaran hak seperti halnya di bidang HKI (Hak Cipta, Paten,

Merek, Desain Industri) lainnya, karena Undang-Undang secara langsung

melindungi rahasia dagang tersebut apabila informasi tersebut bersifat rahasia,

mempunyai nilai ekonomi, dan dijaga kerahasiaannya melalui upaya

sebagaimana mestinnya. Pendaftaran rahasia ragang hanya berkaitan dengan

pendaftaran Lisensi dan pengalihan hak rahasia dagang agar memiliki kekuatan

hukum kepada pihak lain. Pendaftaran terebut tidak termasuk isi rahasia

dagang.24

Perlindungan terhadap rahasia dagang diberikan secara otomatis (tanpa

pendaftaran) dan diberikan selama kerahasiaan terjaga dan tidak diumumkan.25

Perlindungan rahasia dagang juga diberikan secara terbalik, yakni tidak

mewajibkan suatu perusahaan untuk menyerahkan informasi tertentu yang

sensitif.26

1. Hak Pemilik Rahasia Dagang

Pemilik rahasia dagang atau pemegang rahasia dagang dapat

memberikan lisensi kepada pihak lain berdasarkan perjanjian lisensi untuk

melaksanakan atau menggunakan hak rahasia dagang dalam kegiatan yang

bersifat komersial, selama memberikan lisensi, pemilik rahasia dagang tetap

boleh melaksanakan sendiri atau memberi lisensi kepada pihak ketiga

berkaitan dengan rahasia dagang yang dimilikinya. Pasal 1 angka 2 Undang-

24 Iswi Haryati, Prosedur Mengurus HAKI Yang Benar, (Yogyakarta: Pustaka Yustisia,

2010), h.221 25 Elsi Kartika Sari, advendi Simanunsong, Hukum Dalam Ekonomi, (Jakarta: Grasindo,

2007), h. 135 26 Haris Munandar, Sally Sitanggang, Mengenal HAKI Hak Cipta, Paten, Merek, dan Seluk

Beluknya, (Jakarta: Erlangga, 2008), h.77

25

Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang menyatakan bahwa

hak rahasia dagang adalah hak atas rahasia dagang yang timbul berdasarkan

Undang-Undang rahasia dagang ini (Undang-Undang Nomor 30 Tahun

2000 tentang Rahasia Dagang). Hak rahasia dagang ini diklasifikasikan

sebagai hak milik, sehingga sebagai hak milik, rahasia dagang dapat beralih

dan dialihkan kepada pihak lain.27

Disamping pemiik rahasia dagang, Undang-Undang Nomor 30 Tahun

2000 tentang Rahasia Dagang menyebut istilah pemegang hak rahasia

dagang, namun, Undang-Undang tidak memberikan penjelasan. Bila

dikaitkan dengan ketentuan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000

tentang Rahasia Dagang, pemegang rahasia dagang bisa pemilik rahasia

dagang atau bisa pula orang lain yang mendapatkan rahasia dagang. Dengan

kata lain, pemilik hak rahasia dagang sekaligus menjadi pemegang hak

rahasia dagang. Oleh karena itu, hak pemegang rahasia dagang sama saja

dengan hak pemilik rahasia dagang.28

Pemilik rahasia dagang dapat memberikan lisensi kepada pihak lain

berdasarkan perjanjian lisensi untuk melaksanakan atau menggunakan hak

rahasia dagang dalam kegiatan yang bersifat komersial. Berbeda dengan

perjanjian yang menjadi dasar pengalihan rahasia dagang, lisensi hanya

memberikan hak secara terbatas dan dengan waktu yang terbatas pula.

Dengan demikian, lisensi diberikan untuk pemakaian atau penggunaan

rahasia dagang dalam jangka waktu tertentu. Berdasarkan pertimbangan

bahwa sifat rahasia dagang tertutup bagi pihak lain, pelaksanaan lisensi

dilakukan dengan mengirimkan langsung tenaga ahli yang dapat menjaga

rahasia dagang itu. Misalnya, dari pemberian bantuan teknis yang biasanya

dilakukan dalam rangka pelaksanaan proyek, pengoperasian mesin baru

atau kegiatan lain yang khusus dirancang dalam rangka bantuan teknik.29

27 Buku Panduan Hak Kekayaan Intelektual (Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual,

2013), h. 37 28 Rahmadi Usman, Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual: Perlindungan dan Dimensi

Hukumnya di Indonesia, h. 400 29 Buku Panduan Hak Kekayaan Intelektual,…h. 39

26

2. Pengalihan Hak Rahasia Dagang

Pengalihan hak adalah di mana pihak pemilik rahasia dagang

mengalihkan hak atas rahasia dagang tersebut kepada pihak lain. Berbeda

dengan lisensi, pengalihan tidak terbatas pada waktu tertentu atau tidak

dibatasi selama memenuhi unsur-unsur sebagai rahasia dagang. Sehingga

setelah hak dialihkan maka berdampak pada pihak yang menerima

pengalihan hak tersebut diperbolehkan memanfaatkan rahasia dagang dan

melarang pihak lain memanfaatkan rahasia dagang tersebut.30 Hak rahasia

dagang dapat beralih atau dialihkan dengan :

a. Waris

Hukum waris memberlakukan suatu asas, bahwa hanyalah hak-hak dan

kewajiban-kewajiban dalam lapangan hukum kekayaan harta benda

saja yang dapat diwariskan. Dengan kata lain hanyalah hak-hak dan

kewajiban kewajiban yang dapat dinilai dengan uang.31

b. Hibah

Hibah merupakan suatu pemberian yang bersifat sukarela (tidak ada

sebab dan musababnya) tanpa ada kontra prestasi dari pihak penerima

pemberian, dan pemberian itu dilangsungkan pada saat si pemberi

masih hidup.

c. Wasiat

Wasiat adalah pemilikan harta, baik berupa benda ataupun jasa yang

pelaksanaannya dikaitkan dengan waktu setelah wafatnya pewasiat

tanpa mengharapkan imbalan apapun.

d. Perjanjian Tertulis

Pengertian perjanjian dalam Pasal 1313 KUHPerdata, hanya

menyebutkan sebagai suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih

mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.32

30 Cindy Margaretha Situngkir,“Perjanjian Rahasia Dagang Dalam Bisnis Pizza”, (Bandar

Lampung: Skripsi Gakultas Hukum Universitas Lampung), h. 32 31 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Itermasa, 2003), h. 95 32 Ahmadi Miru, Hukum Kontrak, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada; 2007), h. 30

27

e. Sebab-Sebab Lain Yang Dibenarkan Oleh Peraturan Perundang-

Undangan

Yang dimaksud dengan “Sebab-sebab lain yang dibenarkan” misalnya

terdapat pada putusan sela ataupun akhir disuatu pengadilan tentang

pelanggaran rahasia dagang.

3. Lisensi

Lisensi didalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 adalah izin yang

diberikan oleh pemegang Hak Rahasia Dagang kepada pihak lain melalui

suatu perjanjian berdasarkan pada pemberian hak (bukan pengalihan hak)

untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu rahasia dagang yang diberi

perlindungan dalam jangka waktu tertentu dan syarat tertentu.33

Pemegang hak rahasia dagang berhak memberikan lisensi kepada pihak lain

berdasarkan perjanjian lisensi untuk melaksanakan perbuatan hukum

seperti:34

1) menggunakan sendiri rahasia dagang yang dimilikinya.

2) memberikan lisensi kepada atau melarang pihak lain untuk

menggunakan rahasia dagang atau mengungkapkan rahasia dagang itu

kepada pihak ketiga untuk kepentingan yang bersifat komersial.

Pemegang rahasia dagang berhak memberikan Lisensi kepada pihak

kedua atau ketiga dan seterusnya untuk melakukan perbuatan sebagaimana

yang diatur di dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000

tentang Rahasia Dagang. Selain itu, pemegang hak rahasia dagang juga

dapat melaksanakan sendiri ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 4

tanpa mengurangi ketentuan bagi penerima Lisensi. Perjanjian lisensi wajib

didaftarkan kepada Direktorat Jendral Kekayaan Intelektual dan tidak

mempunyai akibat hukum bagi pihak ketiga.

F. Pelanggaran Atas Rahasia Dagang dan Cara Mempertahankan Rahasia Dagang

1. Pelanggaran Atas Rahasia Dagang

Pelanggaran rahasia dagang terjadi apabila seseorang dengan sengaja

33 Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis, Rahasia Dagangi,… h. 43 34 Syahriyah Semaun, “Perlindungan Hukum Terhadap Rahasia Dagang”,… h. 38

28

mengungkapkan rahasia dagang, mengingkari kesepakatan atau

mengingkari kewajiban tertulis atau tidak tertulis untuk menjaga rahasia

dagang yang bersangkutan. Seseorang juga melanggar rahasia dagang pihak

lain apabila ia memperoleh atau menguasai rahasia dagang tersebut dengan

cara yang bertenangan dengan Peraturan Perundang-Undangan yang

berlaku. Perubuatan sebagaimana dimaksud tidak dianggap pelanggaran

rahasia dagang apabila:35

a. Tindakan pengungkapan rahasia dagang atau penggunaan rahasia dagang

tersebut didasarkan pada kepentingan pertahanan keamanan, kesehatan

atau keselamatan masyarakat;

b. Tindakan rekayasa ulang atas produk yang dihasilkan dari penggunaan

rahasia dagang milik orang lain yang dilakukan semata-mata untuk

kepentingan pengembangan lebih lanjut produk yang bersangkutan.

Pelanggaran atas rahasia dagang dapat menyebabkan penyebar informasi

rahasia dagang dapat diancam dengan dua mekanisme peradilan, yaitu

peradilan pidana dan juga perdata.

Ancaman hukuman pidana rahasia dagang dapat ditemukan dalam Pasal

323 KUHP mengatakan bahwa

“barangsiapa yang dengan sengaja memberitahukan hal khusus tentang

suatu perusahaan dagang, kerajianan atau pertanian, dimana ia bekerja atau

dahulu ia bekerja, yang harus dirahasiakannya, diancam dengan pidana

penjara paling lama Sembilan bulan atau denda paling banyak Sembilan ribu

rupiah dimana kejahatan ini hanya dapat dituntut atas pengaduan pengurus

perusahaan itu.”36

Namun secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000

tentang Rahasia Dagang tepatnya pada bab IX mengatur ketentuan pidana

yang lebih ektrim, yaitu barangsiapa melakukan pelanggaran rahasia

dagang, maka diancam dengan hukuman pidana penjara paling lama 2 (dua)

tahun dan/atau denda paling banyak Rp.300.000.000,00).37

35 H. OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property

Rights),… h.164 36 Rahmadi Usman, Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual: Perlindungan dan Dimensi

Hukumnya di Indonesia, (Bandung: PT.Alumni, 2003), h. 381 37 Muhammad Faisal, “Tinjauan Yuridis Perlindungan Rahasia Dagang Dalam Perjanjian

Waralaba”, (Depok: Skripsi Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012), h. 41

29

2. Cara Mempertahankan Rahasia Dagang

Dalam mempertahankan sifat kerahasiaan dari infomasi rahasia dagang

terdapat bebrbagai cara yang sifatnya independen, dalam arti bahwa

pemegang rahasia dagang harus melindungi rahasia dagangnya dengan

sekuat tenaga. Namun terdapat beberapa langkah dasar dalam

mempertahankan rahasia dagang.38 Diantaranya sebagai berikut:

a. Perjanjian kerja mengenai rahasia dagang

Perlindungan rahasia dagang merupakan persoalan yang mendasar bagi

setiap perusahaan karena seluruh perusahaan memiliki rahasia yang

memiliki nilai ekonomis. Terutama berkaitan dengan resep makanan,

tidak jarang perjanjian kerja tersebut berisi kewajiban menjaga rahasia

dagang tersebut tidak hanya berlaku selama karyawan tersebut masih

bekerja di perusahaan yang membuat perjanjian tersebut namun juga

perjanjian tersebut mengikat bahkan setelah karyawan tersebut

berpindah tempat kerja. Keterkaitan antara perjanjian kerja yang berisi

kewajiban menjaga rahasia dagang dan perjanjian cukup berkaitan,

mengingat salah satu pengertian dalam Undang-Undang Rahasia

Dagang Pasal 1 angka 1 terdapat kata “…dan dijaga kerahasiaanya oleh

pemilik rahasia dagang”. Sehingga dengan adanya perjanjian kerja

tersebut membuat semakin jelas ketentuan mengenai batasan rahasia

dagang yang tidak boleh diungkapkan atau dimanfaatkan tanpa hak.

b. Memberikan password pada komputer perusahaan

Password merupakan kata kunci penting dalam dunia komputerisasi dan

internet untuk membatasi pengakses informasi hanya pada pemilik

dengan kata lain untuk melindungi privacy seseorang atau perusahaan.

Dalam era digital fasilitas akan menjadi sangat mudah begitu juga dalam

kejahatan yang berkaitan dengan rahasia dagang. Begitu mudahnya bisa

dilakukan dengan copy paste tanpa harus menyalin manual serta bisa

38 Tommi Ricky Rosandy, “Perlindungan Rahasia Dagang Perusahaan Niela Sary

Kaitannya Dengan Kewajiban Karyawan”, (Yogyakarta: Tesis Fakultas Hukum Universitas

Islam Indonesia, 2012), h.74

30

mengirimkan informasi tersebut hanya dalam waktu singkat baik melaui

inbox akun pribadi maupun, e-mail, dsb. Cara kerja password yang akan

menolak setiap akses dengan kode yang berbeda secara spesifik,

meskipun huruf abjad sama namun huruf biasa dan Kapial akan

dibedakan sistem karena dianggap berbeda, jadi akses untuk masuk ke

dalam akun menjadi lebih privat. Dengan adanya password, maka ini

sudah jelas menandakan bahwa akses informasi yang ada dalam sebuah

akun yang ber password tersebut bersifat rahasia dan hanya boleh

diakses oleh pemilik atau orang yang dipercayakan.

c. Memberikan tulisan larangan masuk bagi yang tidak berkepentingan di

pintu menuju ruang produksi

Pada umumnya di perusahaan-perusahaan lain yang juga menyadari

pentingnya rahasia dagang bagi sebuah perusahaan biasannya pada

tempat stok barang atau ruang produksi pada pintu masuk tertulis “selain

karyawan dan yang tidak berkepentingan dilarang masuk”. Hal ini

dimaksudkan bahwa ruangan tersebut merupakan sutau larangan yang

tidak diperkenankan oleh umum untuk mengetahuii bahwa dalam

ruangan tersebut ada hal yang sifatnya rahasia berkaitan dengan

pelaksanaan produksi.

d. Membatasi pengetahuan rahasia dagang karyawan dengan membagi

kekhususan pekerjaan karyawan produksi atasa resep

Dalam pelaksanaan produksi bagi karyawan telah dibatasi kemampuan

produksinnya. Misalnya si A hanya dibekali kemampuan untuk

membuat makanan jenis A dan B dan kemudian si B hanya dibekali

kemampuan membuat makan C dan D sehingga tidak seluruhnya setiap

karyawan bisa membuat makanan yang ada. Langkah ini merupakan

salah satu langkah efektif yang dilakukan pemilik perusahaan untuk

meminimalisir pemanfaatan tanpa hak terkait dengan rahasia dagang.

G. Delik Murni Dan Aduan

Delik murni yaitu delik yang tanpa permintaan menuntut, Negara akan

segara bertindak untuk melakukan pemeriksaan. Berdasarkan Pasal 180

31

KUHAP setiap orang yang melihat, mengalami, mengetahui, menyaksikan,

menjadi korban PNS dalam melakukan tugasnya berhak melaporkan.

Dalam hukum Indonesia, delik aduan adalah delik yang hanya dapat

diproses apabila diadukan oleh orang yang merasa dirugikan atau telah menjadi

korban. Maka dari itu, polisi tidak dapat berinisiatif untuk menindaklanjuti

suatu kasus seperti dalam delik biasa, dan dalam delik aduan korban dapat

mencabut laporannya jika permasalahan berhasil diselesaikan tanpa

menempuh jalur hukum.

32

BAB III

PENYELESAIAN SENGKETA RAHASIA DAGANG

DAN SISTEM HUKUMAN PIDANA DI INDONESIA

A. Penyelesaian Sengketa Rahasia Dagang

Pada umumnya penyelesaian sengketa pada bidang Hak Kekayaan

Intelektual (HKI) diselesaikan dalam pengadilan niaga. Namun, meski rahasia

dagang merupakan bagian dari Hak Kekayaan Intelektual (HKI), penyelesaian

sengketa dari rahasia dagang haus diselesaikan di Pengadilan Negeri. Ini

dikarenakan rahasia dagang merupakan jenis Hak Kekayaan Intelektual yang

berbeda dengan Hak Kekayaan Intelrktual lainnya dari segi jangka waktu

perlindungan, pendaftaran, sampai penyelesaian sengketa. Pemeriksaan

rahasia dagang harus dilakukan dengan tertutup dikarenakan sifat

kerahasiaannya (secrecy). Dan proses pemeriksaan secara tertutup didalam

suatu pengadilan hanya dapat dilakukan di Pengadilan Negeri, karena

Pengadilan Niaga tidak mengenal adanya persidangan secara tertutup, oleh

karena itu Undang-Undang menentukan penyelesaian sengketa rahasia dagang

di Pengadilan Negeri.

Terdapat 2 (dua) jalur yang dapat dipakai untuk menyelesaian sengketa

Rahasia Dagang yaitu : Litigasi dan Non Litigasi. Litigasi adalah proses

gugatatan atas suatu konflik yang diritualisasikan untuk menggantikan konflik

yang sesungguhnya, di mana para pihak memberikan kepada seseorang

pengambil keputusan dua pilihan yang bertentangan.1

1. Penyelesaian Sengketa Melalui Jalur Litigasi

Didalam Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000

tentang Rahasia Dagang mengatur mengenai penggugat rahasia dagang

yang dapat menggugat secara perdata kepada siapapun yang telah dengan

sengaja melakukan pelanggaran rahasia dagang dengan melakukan:

a. Gugatan Ganti Rugi

1 Adi Sulistyono, Mengembangkan Paradigma Non-Litigasi Di Indonesia, (Solo:

Lembaga Pengembangan Pendidikan (LPP) UNS dan UPT Penerbit dan Pencetakan UNS

Press, 2007), h.133

33

Menurut Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia tanggal

5 maret 1975 No.1078 K/Sip/1975 dan Mahkamah Agung Republik

Indonesia tanggal 17 oktober 1973 No.325 K/Sip/1973. Gugatan ganti

rugi harus dirinci secara jelas. Dan apabila gugatan ganti rugi itu tidak

dirinci secara jelas maka haruslah ditolak seluruhnya atau dinyatakan

tidak diterima.2Pengadilan Niaga dapat memutuskan bahwa tergugat

didalam proses pengadilan sudah secara sah dan terbukti

menyalahgunakan informasi yang bersifat rahasia, maka tergugat harus

memberikan ganti rugi kepada penggugat berdasarkan putusan

pengadilan. Didalam gugatan ganti rugi mengenai rahasia dagang, sulit

untuk bisa menentukan berapa besaran ganti rugi yang harus dituntut

kepada tergugat. Sehingga penghitungan ganti rugi yang layak sering

melibatkan barang bukti sebagai berikut.

Jumlah uang yang dikeluarkan penggugat dalam menghasilkan

informasi. Jumlah uang yang dapat diminta penggugat untuk tujuan

yang sama dengan tindakan tergugat. Memerlukan saksi ahli dari

seorang akuntan atau konsultan ekonomi yang mengenal pasar yang

menjadi tujuan untuk menjelaskan harga yang biasanya dapat diminta

bagi penggunaan informasi tersebut. Laba yang tidak dipeoleh

penggugat, ini sulit untuk ditentukan secara pasti, akan tetapi kalau

pencipta informasi atau konsep berusaha menggunakan informasi atau

konsep untuk meraih kontrak bernilai dengan pihak lain, kemudian

tergugat menyalahgunakan informasi atau konsep rahasia untuk meraih

kontrak yang sama, jelas terlihat pencipta informasi mengalami

kerugian yang sama dengan nilai kontrak. Dalam konteks ini, kerugian

yang dialami mudah untuk dihitung.3

b. Penghentian Semua Perbuatan.

Penghentian semua perbuatan terdapat didalam Pasal 11 ayat (1) huruf

2 Jeremias Lemek, Penuntun Membuat Gugatan, (Yogyakarta: Liberty, 2010), h.95 3H. OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property

Rights),…h.461

34

b Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang,

pemegang rahasia dagang ataupun penerima lisensi dari rahasia dagang

dapat menggugat siapapun yang dengan sengaja melakukan perbuatan

seperti dinyatakan didalam Pasal 4

“pemilik rahasia dagang memiliki hak untuk: a. Menggunakan sendiri Rahasia Dagang yang dimilikinnya; b. Memberikan Lisensi kepada atau melarang pihak lain untuk

menggunakan Rahasia Dagang atau mengungkapkan Rahasia

Dagang itu kepada pihak ketiga untuk kepentingan yang bersifat

komersial”

Apabila secara sah berdasarkan putusan pengadilan bahwa tergugat

dinyatakan bersalah, maka penghentian semua perbuatan yang

berkaitan dengan usaha yang terkait dengan cara perolehan rahasia

dagang secara melawan hukum maka tergugat diharuskan untuk

memberhentikan kegiatan usahannya yang menggunakan rahasia

dagang pihak lain,sedangkan untuk prosesnya diajukan ke pengadilan

negeri. Perlindungan hukum rahasia dagang secara pidana diatur

didalam Pasal 17 angka 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000

tentang Rahasia Dagang, yakni apabila seseorang terbukti melakukan

pelanggaran rahasia dagang seseorang dengan cara sengaja

mengungkapan rahasia dagang, mengingkari kesepakatan atau

mengingkari kewajiban tertulis atau tidak tertulis untuk menjaga

rahasia dagang yang bersangkutan atau apabila ia memperoleh atau

menguasai suatu rahasia dagang dengan cara yang bertentangan

dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku dipidana dengan

pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak

Rp.300.000.000,00.4 Menurut ketentuan Pasal 17 ayat (2) Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang tindak pidana

tersebut dalam Pasal 17 ayat (1) adalah delik aduan. Ini berarti proses

jalannya suatu perkara pidana baru berlangsung jika ada pengaduan

4 Muhammad Nurdiansyah, “Perlindungan Hukum dan Sengketa Rahasia Dagang

(Analisis Putusan MA Nomor 1713 K/Pdt/2010), (Jakarta: Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015), h 69

35

dari pihak yang diragukan. Hal ini mesih mencerminkan sifat perdata

dari pihak yang dirugikan, yang dalam hal ini adalah pemilik rahasia

dagang dan pemegang rahasia dagang.5

2. Penyelesaian Sengketa Diluar Pengadilan

Didalam Pasal 12 Undang –Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang

Rahasia Dagang dimungkinkan adanya penyelesaian sengketa rahasia

dagang melalui jalur diluar pengadilan (non-litigasi) yakni melalui jalur

arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa. Diantara pilihan

penyelesaian sengketa diluar pengadilan (non-litigasi) adalah sebagai

berikut:

a. Arbitrase

Didalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999

mengemukakan bahwa arbitrase adalah cara penyelesaian suatu

sengketa perdata diluar pengadilan umum yang didasarkan pada

perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang

bersengketa. Dengan demikian arbitrase adalah cara penyelesaian

sengketa oleh seorang atau beberapa orang hakim (wasit, arbiter) uang

didasarkan pada perjanjian yang dibuat oleh para pihak yang

menyatakan bahwa mereka akan tunduk pada dan menaati putusan yang

diberikan oleh hakim/para hakim (wasit, arbiter) yang mereka pilih

tersebut.6

Putusan arbitrase umumnya mengikat para pihak. Penataan terhadapnya

dipandang tinggi. Biasanya putusan bersifat final dan mengikat.7 Itu

karena arbitrase dilaksanakan antara pihak sendiri atas kesadaran

penyelesaian sengketa. Putusan arbitrase merupakan suatu putusan

yang diberikan oleh arbitrase ad hoc maupun lembaga arbitrase atas

suatu perbedaan pendapat, perselisihan paham maupun persengketaan

5 Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis, Rahasia Dagang, (Jakarta: RajaGrafindo

Persada, 2001), h.97 6 M. Susseyn Umar, BANI dan Penyelesaian Sengketa, (Jakarta: PT. Fikahati Aneska,

2016), h.37 7 Huala Adolf. Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006),

h.39

36

mengenai suatu pokok persoalan yang lahir dari suatu perjanjian dasar

(yang memuat klausula arbitrase) yang diajukan ke arbitrase ad hoc,

maupun lembaga arbitrase yang diputuskan olehnya.8

b. Alternatif Penyelesaian Sengketa

merupakan mekanisme penyelesaian sengketa diluar pengadilan

dengan mempertimbangkan segala bentuk efisiensiya dan untuk tujuan

yang akan datang sekaligus menguntungkan bagi para pihak yang

bersengketa.9 Menurut Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 30

Tahun 1999, maksud dari alternatif penyelesaian sengketa adalah

lembaga penyelesaian sengketa beda pendapat melalui prosedur yang

disepakati para pihak, yakni penyelesaian diluar pengadilan dengan

cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penialian ahli.

Pengertian dari masing-masing lembaga penyelesaian sengketa di atas

sebagai berikut:10

1) Konsultasi adalah suatu tindakan yang bersifat “personal” antara

suatu pihak tertentu (klien) dengan pihak lain yang merupakan

konsultan, dimana pihak konsultan memberikan pendapatnya

kepada klien sesuai dengan keperluan dan kebutuhan kliennya.

2) Negosiasi adalah suatu upaya penyelesaian sengketa para pihak

tanpa melalui proses pengadilan dengan tujuan mencapai

kesepakan bersama atas dasar kerja sama yang lebih harmonis dan

kreatif.

3) Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses

perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan

dibantu oleh mediator.

4) Konsiliasi adalah dimana penengah akan bertindak menjadi

konsiliator dengan kesepakatan para pihak dengan mengusahakan

8 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum Arbitrase, (Jakarta: PT. RajaGrafindo

Persada, 2003), h.98 9 Nyoman Satyatyudha Dananjaya, Putu Rasmadi Arsha Putra, dkk, Buku Ajar

Penyelesaian Sengketa Alternatif (Alternative Dispute Resolution), Fakultas Hukum Universitas

Udayana, h.14 10 Frans Hendra Winata, Hukum Penyelesaian Sengketa, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), h.7

37

solusi yang dapat diterima.

5) Pendapat ahli untuk suatu hal yang bersifat teknis dan sesuai

bidangnya keahliannya.

B. Sistem Hukuman Pidana (Strafsel) Dalam Hukum Indonesia

Dalam buku II KUHP yang berjudul “Hukuman”, tergambar sistem

hukuman pidana yang diturut di Indonesia. Sistem nini sederhana, hanya

disebutkan dalam Pasal 10 terdapat empat macam hukuman pokok: (1)

hukuman mati, (2) hukuman penjara, (3) hukuman kurungan, (4) denda; dan

tiga macam hukuman tambahan (a) pencabutan hak-hak tertentu, (b)

perampasan barang-barang tertentu, (c) pengumuman putusan hakim.

Pengertian sederhana dari hukuman ialah ancaman bersifat penderitaan

dan siksaan. Sanksi atau hukum bersifat pernderitaan karena hukuman itu

dimaksudkan sebagai hukuman terhadap oekabggaran yang dilakukan oleh

sesorang terhadap kepentingan hukum yang dilindungi hukum pidana.11

1. Pidana Pokok

a. Hukuman Mati

Pidana mati atau hukuman mati adalah satu-satunya bentuk hukuman

yang menjadi diskursus di masyarakat. Sebab hukuman matu merampas

kehidupan seseorang. Padahal hak hidup dari seseorang merupakan hak

dasar yang sudah dijamin dalam UUD 1945.

Menurut C.S.T Kansil hukuman mati sebenarnya tidak perlu, karena

mempunyai kelemahan. Apabila pidana mati telah dijalankan, maka

tidak bisa memberikan harapan lagi untuk perbaikan, baik revisi atas

pidananya maupun perbaikan atas dirinya sendiri. Karena salah satu

tujuan adanya pidana adalah untuk mendidik ataupun memberikan rasa

jera agar si pelaku tidak mengulangi pada tindakan yang sama. Adapun

tujuan pidana mati itu sendiri selalu ditunjukan pada khalayak ramai

agar mereka dengan ancaman hukuman akan merasa takut apabila

11 Satochid Kartanegara, Hukum Pidana Kumpulan Kuiah dan Pendapat Para Ahli Hukum

Terkemuka, (Jakarta: Balai Lektur Indonesia), h. 49

38

melakukan perbuatan-perbuatan kejam.12

Isyarat yang diberikan oleh KUHP agar pidana mati tidak terlalu mudah

dan sering dijatuhkan yaitu dengan cara bahwa bagi setiap kejahatan

yang diancam dengan pidana mati selalu dincamkan pula pidana

alternatifnya, yaitu pidana penjara seumur hidup atau penjara sementara

waktu sekurang-kurangnya 20 tahun penjara. Misalnya: dalam Pasal

365 ayat (4), Pasal 340 KUHP, dan lain-lain. Jonkers mengatakan

bahwa menurut surat penjelasan atas rancangan KUHP Indonesia, ada

empat golongan kejahatan yang diancam dengan pidana mati, yaitu:13

1) Kejahatan-kejahatan yang dapat mengancam kemanan negara

(104, 111 (2), 102 (3), jo. 129);

2) Kejahatan-kejahatan pembunuhan terhadap orang tertentu dan

/atau dilakukan dengan faktor-faktor pemberat (140 (3), 340);

3) Kejahatan terhadap harta benda dan disertai unsur atau daktor yang

sangat memberatkan (365 (4), 368 (2));

4) Kejahatan-kejahatan pembajakan laut, sungai dan pantai (444).

b. Pidana Penjara

Pidana penjara merupakan salah satu bentuk dari pidana pokok. Pidana

ini membatasi kemerdekaan atau kebebasan seseorang, yaitu dengan

menempatkan terpidana dalam suatu tempat (lembaga pemasyarakatan)

dimana terpidana tidak bisa bebas untuk keluar masuk dan di dalamnya

diwajibkan untuk tunduk dan taat serta menjalankan semua peraturan

dan tata tertib yang berlaku. Hukuman penjara minimum 1 hari dan

maksimum 15 tahun (Pasal 12 (2)) KUHP, dan dapat melebihi batas

maksimum yakni dalam hal yang ditentukan dalam Pasal 12 ayat (3)

KUHP.

Dalam hal menjalani pidana penjara di lembaga pemasyarakatan,

narapidana wajib menjalankan pekerjaan-pekerjaan yang diwajibkan

12 C.S.T Kansil, Latihan Ujian Hukum Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), h. 226 13 Wirjono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia, (Bandung: Refika

Aditama, 2008), h. 165

39

kepadanya menurut kerentuan pelaksanaan yang diatur dalam Pasal 29

KUHP. Kewajiban bekerja bagi narapidana penjara dapat juga

dilakukan diluar lembaga pemasyarakatan, kecuali bagi narapidana

tertentu yang telah dijelaskan di dalam Pasal 25 KUHP.14

c. Pidana kurungan

Hukuman kurungan lebih ringan dari hukuman penjara. Lebih ringan

antara lain dalam hal melakukan pekerjaan yang diwajibkan dalam hal

membawa peralatan. Hukuman kurungan dapat dilaksanakan dengan

batasan paling sedikit satu hari dan paling lama satu tahun. Persamaan

dan perbedaan antara pidana penjara dan kurungan, yaitu:15

Persamaan:

1) Sama berupa pidana yaitu sama-sama menghilangkan kerdekaan

dalam hal bergerak.

2) Mengenal maksimum umum, maksimum khusus dan umum dan

tidak mengenal minimum khusus.

3) Sama-sama diwajibkan untuk bekerja.

4) Sama-sama bertemoat di penjara

Perbedaan:

1) Lebih ringan pidana kurungan daripada pidana penjara (Pasal 69

KUHP).

2) Ancaman maksimum umum dari pidana penjara 15 tahun

sedangkan pidana kurungan hanya 1 tahun.

3) Pelaksanaan pidana penjara dapat dilakukan di lembaga

pemasyarakatan di seluruh Indonesia, sedangkan pidana kurungan

hanya bisa dilaksanakan ditempat dimana ia berdiam ketika

diadakan ke putusan hakim.

d. Denda

Menurut Pasal 30 ayat (1) KUHP, jumlah denda sekurang-kurangnya

14 Ismu Gunardi, Jonaedi Effendi, Cepat & Mudah Memahami Hukum Pidana, (Jakarta:

Kencana, 2014), h. 68 15 Ismu Gunardi, Jonaedi Effendi, Cepat & Mudah Memahami Hukum Pidana,… h. 69

40

dua puluh lima sen. Kini, tidak diadakan maksimum umum, maka tiap-

tiap pasal yang mengancam dengan hukuman denda, tidak terbatas

dalam menentukan maksimum denda untuk tindak pidana tertentu.

Apabila denda tidak dibayar, maka ayat (2) menentukan bahwa denda

itu diganti dengan kurungan (vervangende hechtenis) yang menurut

ayat (3) adalah sekurang-kurangnya satu hari dan selama-lamanya

enam bulan.16

Sedangkan untuk batas pembyaran denda telah ditetapkan dalam Pasal

27 ayat (1) KUHP. Sedangkan dalam ayat (2) menyatakan bahwa

“dalam hal terdapat alasan kuat jangka waktu sebagaimana tersebut di

atas dapat diperpanjang paling lama satu bulan, dan perlu diketahui

dalam hal uang denda yang dibayar oleh terpidana menjadi hak milik

negara.”

e. Hukuman Tutupan

Dalam KUHP terjemahan Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN),

pada Pasal 10 dicantumkan pidana tutupan sebagai pidana pokok bagian

terakhir dibawah pidana denda. Tentulah pencatuman ini didasarkan

pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1946 tentang Hukuman

Tutupan. Pidana tutupan disediakan bagi poltitisi yang melakukan

kejahatan yang disebabkan oleh ideology yang dianutnya. Tetapi dalam

praktik peradilan dewasa ini, tidak pernah ketentuan tersebut

diterapkan.17

Pidana tutupan itu sebenarnya telah dimaksudkan oleh pembentuk

Undang-Undang untuk menggantikan pidana penjara yang sebenarnya

dapat dijatuhkan oleh hakim bagi pelaku dari sesuatu kejahatan, atas

dasar bahwa kejahatan tersebut oleh pelakunya telah dilakukan karena

terdorong oleh maksud yang patut dihormati.18 Pidana tutupan sebagai

salah satu pidana hilang kemerdekaan, lebih berat daripada pidana

16 Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia, (Bandung: Refika

Aditama, 2003), h. 184 17 Ismu Gunardi, Jonaedi Effendi, Cepat & Mudah Memahami Hukum Pidana,… h. 71 18 P.A.F. Lamintang, Hukum Penitensier di Indonesia. (Bandung : Armico, 1984) h. 147

41

denda. Maka akan lebih tepat apabila pencantuman pidana tutupan

dalam Pasal 10 KUHP diletakkan di atas pidana denda dan pidana

kurungan. Pidana tutupan sama dengan pidana penjara, kecuali dalam

hal pelaksanaan kepada terpidana, karena pelaksanaan kepada terpidana

pada pidana tutupan lebih baik.19

2. Pidana Tambahan

Dalam KUHP pidana tambahan terdapat dalam Pasal 10 ayat (6) yang

terdiri dari pencabutan hak-hak tertentu, perampasan. barang-barang

tertentu dan pengumuman putusan hakim.20 Penjelasan mengenai hal-hal di

atas sebagai berikut:

a. Pencabutan Hak-Hak Tertentu

Pencabutan seluruh hak yang dimiliki sesorang yang dapat

mengakibatkan kematian perdata tidak diperbolehkan (Pasal 3 BW).

Dalam podana pencabutan hak0hak terhadap terpidana menurut Pasal

35 ayat (1) KUHP hanya diperbolehkan pada hal-hal sebagai berikut:

o Hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan tertentu;

o Hak menjalankan jabatan dalam angakatan bersenjata/TNI;

o Hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan

berdasarkan aturan-aturan umum;

o Hak menjadi penasihat umum atau pengurus atau penetapan

keadilan, hak menjadi wali, wali pengawas, pengampu atau

pengampu pengawas atas anak yang bukam anak sendiri;

o Hak menjalankan kekuasaan bapak, menjalankan perwalian atau

pengampuan atas anak sendiri;

o Hak menjalankan mata pencaharian. 21

Pada perampasan hak memegang jabatan dikatakan bahwa hakim tidak

19https://media.neliti.com/media/publications/3186-ID-sanksi-pidana-dalam-sistem-

pemidanaan-menurut-kuhp-dan-di-luar-kuhp.pdf, diakses pada Rabu 22 mei 2019, pukul 12:52

WIB 20https://www.researchgate.net/publication/301740824_JENIS-

JENIS_SANKSI_PIDANA_YANG_DAPAT_DITERAPKAN_TERHADAP_KORPORASI,

diakses pada Rabu 22 Mei 2019, Pukul 13:15 WIB 21 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2002),h. 37

42

berwenang memecat seseorang pejabat dari jabatannya, jika dalam

aturan-aturan khusus ditentukan penguasa lain untuk melakukan

pemecatan tersebut. Dan oerlu diketahui bahwa sifat hak-hak tertentu

yang dicabut oleh hakim tidak untuk selama-lamanya melainkan dalam

waktu tertentu saja, kecuali apabila terpidana dijatuhi hukuman seumur

hidup. Ketentuan mengenai batas waktu pencabutan hak-hak tertentu

terpidana lebih lanjut dijelaskan dalam Pasal 38 KUHP.22

b. Perampasan Barang-Barang Tertentu

Hukuman tambahan kedua, menurut Pasal 39, berupa perampasan

barang-barang milik terhukum, yaitu (a) yang memperoleh dengan

kejahatan, atau (b)yang dipergunakan untuk melakukan kejahatan

dengan sengaja.23 Barang-barang si a adalah misalnya, barang-barang

yang dipalsukan atau barang sogokan. Barang-barang sub b adalah,

misalnya alat-alat seperti kunci palsu yang dipakai untuk mencuri atau

suatu senapan yang diapakai untuk mebunuh atau melukai orang lain.

Sebagaimana prinsip hukum pidana tambahan, pidana perampasan

barang-barang tertentu bersifat fakultatif, tidak merupakan keharusan

(imperative) untuk dijatuhkan. Alan tetapi, ada juga pidana perampasan

barang tertentu yang menjadi keharusan (imperative), misalnya pada

Pasal 250 bis, 362,275 KUHP.

Untuk pelaksanaa pidana perampasan barang apabilan barang tersebut

ditetapkan dirampas untuk negara dan bukam untuk dimusnahkan

terdapat dua kemungkinan pelaksanaan,24 yaitu apakah pada saat

putusan dibacakan:

1) Barang tersebut telah terlebih dahulu diletakan dibawah penyitaan;

ataukah

2) Atas barang tersebut tidak dilakukan sita.

Pada ketentuan pertama berarti eksekusi terhadap barang sitaan

22 Ismu Gunardi, Jonaedi Effendi, Cepat & Mudah Memahami Hukum Pidana,… h.72 23 Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia,…h 188 24 Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana di Indoensia Dan Penerapannya, (Jakarta:Alumni

Ahaem, 1986), h.465

43

tersebut dilakukan pelelangan di muka umum menurut peraturan yang

berlaku, dan hasilnya dimasukan kas negara.

Sedangkan apabila kemungkinan yang kedua yang terjadi maka

eksekusinya berdasarka pada Pasal 41 KUHP, yaitu terpidana boleh

memilij apakah akan tetap menyerahkan barang-barang yang disita

ataukah menyerahkan uang seharga penafsiran hakim dalam putusan.

Apabila terpidana tidak mau menyerahkan satu diantara keduannya

maka harus dijalankan pidana kurungan sebagai pengganti.

c. Pidana Pengumuman Putusan Hakim

Pada Pasal 43 ditentukan bahwa apabila diputuskan pengumuman

putusan hakim, maka harus ditentukan pula dara mengumumkan ini,

dan biayanya harus dipikul oleh si terhukum. Maksud dari

pengumuman putusan hakim adalah sebagai usaha prefentif untuk

memberitahukan kepada masyarakat umum agar berhati-hati dalam

bergaul dan berhubungan dengan orang-orang yang dapat disangka

tidak jujur sehingga menjadi korban dari kejahatan tersebut.

44

BAB IV

TINJAUAN YURIDIS PASAL PEMIDANAAN BAGI PELANGGAR

RAHASIA DAGANG DALAM UNDANG-UNDANG

NOMOR 30 TAHUN 2000

A. Tinjauan Yuridis Pasal 13 dan Pasal 17 Dan Korelasinya Dengan Pemidanaan

Rahasia Dagang

1. Tinjauan Yuridis Pasal 13 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000

Pasal 13 dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang

Rahasia Dagang mengatur tentang pelanggaran terhadap rahasia dagang

yang berbunyi:

”pelanggaran rahasia dagang juga terjadi apabila seseorang dengan

sengaja mengungkapkan rahasia dagang, mengingkari kesepakatan atau

mengikari kewajiban tertulis atau tidak tertulis untuk menjaga rahasia

dagang yang bersangkutan”

Bunyi Pasal 13 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang

Rahasia Dagang dapat kita lihat lagi sebuah frasa yang berbunyi “dengan

sengaja” sebuah perbuatan yang berupa:

a. Pengungkapan terhadap rahasia dagang;

b. Pengingkaran kesepakatan atau kewajiban tertulis atau tidak tertulis

untuk menjaga rahasia dagang yang diketahuinya.

Pembuktian mengenai kalimat “dengan sengaja” dapat dilakukan

dengan berbagai macam cara. Diantaranya melalui mempertimbangkan

tentang perjanjian yang sudah terjadi ataupun kesepakatan yang telah

dilakukan oleh para pihak, Peraturan Perundang-Undangan, ketertiban

umum, norma kesusilaan, kebiasaan maupun kepatutan yang berlaku yang

ada didalam masyarakat.

Kalimat “dengan sengaja” didalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 30

Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang merupakan suatu istilah kata yang

umum yang diatur dalam pasal pasal di KUHP. Walaupun didalam KUHP

tidak memberikan maksud dari perbuatan “dengan sengaja”, namun

petunjuk untuk mengetahui “dengan sengaja” atau kesengajaan dapat

45

diambil dari MvT (Memory van Toelicting)1 yang mengartikan

kesengajaan (opzet) sebagaimana dikutip dalam Andi Hamzah:

“sengaja” (opzet) berarti de (bewuste)richting van den wil opeen

bepaald misdrijf,” (kehendak yang disadari yang ditujukan untuk

melakukan kejahatan tertentu). Menurut penjelasan tersebut, “sengaja’

(opzet) sama dengan willens en wetens (dikehendaki dan diketahui).2

Jadi dapat dikatakan bahwa, sengaja berarti menghendaki dan

mengetahui apa yang dilakukan. Orang yang melakukan perbuatan dengan

sengaja menghendaki perbuatan itu dan di samping itu mengetahui atau

menyadari tentang apa yang dilakukan itu.

Kemudian terhadap unsur “Pengungkapan Rahasia Dagang”, peneliti

mencoba mengartikan kata “pengungkapan” itu sebagai kegiatan yang

dilarang atau dengan cara melawan hukum. Pasal 13 ini juga terdapat

didalam Bab VII dari Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang

Rahasia Dagang yaitu pada bab “pelanggaran terhadap Rahasia Dagang”.

Pelanggaran sendiri juga merupakan istilah yang sering muncul di dalam

KUHP dalam buku III. Pelanggaran adalah “Wetsdelichten” yaitu

perbuatan-perbuatan yang sifat hukumnya baru dapat diketahui setelah ada

wet yang menentukan demikian. Maka pembunuhan, pencurian,

penganiayaan dan peristiwa-peristiwa semacam itu merupakan kejahatan

(Rechtsdelicten) karena terpisah dari aturan pidana yang tegas, dirasakan

sebagai perbuatan yang tidak adil. Sedangkan peristiwa seperti bersepeda

di atas jalan yang dilarang, berkendara tanpa lampu atau kejurusan yang

dilarang merupakan kejahatan Undang-Undang/pelanggaran

(Wetsdelicten), karena kesadaran hukum kita tidak menganggap bahwa

hal-hal itu dengan sendirinya dapat dipidana, tetapi baru dirasakan sebagai

demikian, karena oleh Undang-Undang diancam dengan pidana.3

1 Sudarto, Hukum Pidana I, ( Semarang: Yayasan Sudarto d/a Fakultas Undip

Semarang,1990), h.102 2 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Rineka Cipta,2008), h.106 3 http://digilib.unila.ac.id/20053/12/Bab%20II.pdf, diakses pada 12 juli 2019, pukul 13.55

WIB

46

Unsur “Pengingkaran kesepakatan” dalam Pasal 13 Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang mensyaratkan bahwa

sebelumnya harus ada perjanjian secara tertulis ataupun tidak tertulis untuk

melindungi rahasia dagang dimana salah satu pihak telah melanggar

perjanjian tersebut. Maksud dari kata “kesepakatan” disini menunjukan

akan adanya izin yang diberikan oleh pemilik rahasia dagang kepada pihak

lain. Sebagai contoh misalnya rahasia dagang tersebut diberikan pemilik

rahasia dagang kepada seseorang. Atau contoh lain, seorang penerima

lisensi sebagaiman dijelaskan dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 30

Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, telah melanggar kesepakatan dengan

pemilik rahasia dagang untuk tidak membocorkan:

a. Metode produksi;

b. Metode pengolahan;

c. Metode penjualan; atau

d. Informasi di bidang teknologi dan/atau bisnis yang memiliki nilai

ekonomi dan tidak diketahui oleh masyarakat umum.

Jika kita asumsikan pemilik rahasia dagang dengan penerima lisensi

atau pemilik rahasia dagang dengan pihak ketiga membuat suatu perjanjian

atau terjadinya kewajiban secara tertulis maupun tidak tertulis bahwa

penerima lisensi atau pihak ketiga harus menjaga kerahasiaan dari rahasia

dagang tersebut, lalu benarkah dia dapat dijerat dengan pasal pidana ?

Hal tersebut di atas cukup menjadi problem yang serius bagi

penindakan terhadap pelanggaran rahasia dagang. Apakah benar

pengingkaran terhadap kesepakaran atau kewajiban tertulis/tidak tertulis

rahasia dagang yang merupakan prestasi dari penerima lisensi atau pihak

ketiga dapat dituntut secara pidana? Secara konsep, hubungan yang terjadi

diantara pemilik rahasia dagang dengan penerima lisensi atau pihak ketiga

merupakan hubungan keperdataan, sehingga pengingkaran terhadap

prestasi tersebut seharusnya dikategotikan sebagai wanprestasi atau cidera

janji.

47

2. Tinjauan Yuridis Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000

tentang Rahasia Dagang

Didalam ilmu hukum, terdapat asas Lex Specialis Derogate Lex

Generalis yang jika dimaknai secara sederhana berarti aturan yang bersifat

khusus atau specialis mengesampingkan aturan yang bersifat umum atau

generalis. Didalam sebuah peraturan yang bersifat specialis terdapat ciri-

ciri yang ada didalam peraturan yang bersifat umum, namun didalam

ketentuan tersebut ditambahkan ciri-ciri baru yang menjadi inti dari

kekhususannya.

Didalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang

Rahasia Dagang terdapat redaksi kata “dengan sengaja”, “tanpa hak”, dan

“menguasai” yang merupakan suatu istilah umum yang terdapat didalam

unsur-unsur pasal KUHP. Sedangkan yang menjadikan Pasal 17 yang

mengatur ketentuan pidana ini specialis yaitu dengan dicantumkannya

secara tegas dan khusus istilah rahasia dagang. Jauh sebelum

diberlakukannya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia

Dagang, penindakan hukum yang berkenaan dengan rahasia dagang

bertumpu pada ketentuan KUHP BAB XVII Pasal 332 jo.323 tentang

membuka hal yang bersifat rahasia jo. Pasal 382bis KUHP tentang

persaingan curang. Kemudian pada tanggal 20 desember 2000 terbitlah

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, yang

berarti konsekuensi yuridisnya apabila terjadi pelanggaran dibidang

rahasia dagang yang dipakai adalah Pasal 17 Undang-Undang Nomor 30

Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang.

Secara tidak langusng pembentuk Undang-Undang telah menggunakan

perkataan ”Strafbaarfeit” untuk menyebutkan apa yang kita kemudian

kenal dengan “tindak pidana” atau “delik”, tanpa memberikan suatu

penjelasan akan pengertian tersebut. Suatu tindak pidana atau delik

memiliki syarat pokok yang harus terpenuhi, diantaranya4:

4 P.A.F. Lamintang, Dasar Dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung: PT.Citra Aditya

Bakti, 1997), h. 187

48

a. Dipenuhinya semua unsur dari delik yang terdapat di dalam rumusan

delik;

b. Dapat dipertanggungjawabkan si pelaku atas perbuatannya;

c. Tindakan dari pelaku tersebut harus dilakukan dengan sengaja ataupun

tidak sengaja;

d. Pelaku tersebut dapat dihukum. Sedangkan syarat-syarat penyerta

merupakan syarat yang harus terpenuhi setelah tindakan seseorang itu

memenuhi semua unsur yang terdapat didalam rumusan delik.

Rumusan Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000

tentang Rahasia Dagang berbunyi sebagai berikut:

“barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan Rahasia

Dagang pihak lain atau melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 13 atau Pasal 14 dipidana dengan pidana penjara paling lama

2 tahun dan/atau denda paling banyak Rp.300.000.000,00 (tiga ratus juata

rupiah)”

jika dirinci, rumusan dari Pasal 17 Undang-Undang Nomor 30 Tahun

2000 tersebut memiliki unsur-unsur sebagai berikut:

a. Penggunaan Rahasia Dagang secara sengaja dan tanpa hak

Didalam rumusan Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun

2000 tentang Rahasia Dagang, tepatnya pada unsur yang pertama

terdapat frasa “dengan sengaja” dan “tanpa hak”. Pada bagian frasa

“tanpa hak” dapat dibuktikan dengan mudah berdasarkan pada alasan

sebagaimana yang telah ada didalam Pasal 4 (tentang hak pemilik

rahasia dagang), Pasal 6 (tentang pengalihak hak melalui perjanjian

lisensi), dan Pasal 7 (tentang pelangilahn hak melalui perjanjian

lisensi kepada pihak ketiga). Namun terhadap frasa “dengan sengaja”

pembuktian akan hal itu tidak mudah. Mengingat rahasia dagang

bukanlah merupakan informasi yang bersifat umum, yang diumumkan

pada lembar negara secara terbuka untuk mendapatkan perlindungan

hukum sebagaimana produk Hak Kekayaan Intelektual lainnya. Dalam

hal mencari pembuktian dalam frasa “dengan sengaja” aparat penegak

hukum bukan hanya berpatokan kepada Undang-Undang Nomor 30

49

Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang saja, tetapi juga pada segala

macam Peraturan Perundang-Undangan, ketertiban umum, norma

kesusilaan, kebiasaan, sampai pada kepatutan yang berlaku didalam

masyarakat demi mencari kebenaran yang materiil.

Permasalahan serius jika terbukti bahwa seseorang telah memenuhi

unsur penggunaan rahasia dagang dengan sengaja dan tanpa hak,

timbulah rentetan masalah baru yaitu ancaman hukuman penjara dan

denda sebagaimana tercantum didalam Pasal 17 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang yaitu

ancaman hukuman pidana penjara maksimal 2 (dua) tahun dan/atau

denda paling banyak Rp.300.000.000,00. Namun yang lebih penting,

apakah hukuman pidana penjara 2 tahun tersebut memberikan efek

jera bagi pelanggar rahasia dagang itulah yang masih dalam

perdebatan. Pemberian pidana penjara dan denda didalam Pasal 17 ini

sangat jauh dari Rancangan Undang-Undang tentang Rahasia Dagang

pada saat itu karena didalam rancangan tersebut ancaman pidana

penjara maksimum yaitu 7 tahun dan denda Rp.300.000.000,00 (tiga

ratus juta rupiah).

Sebagai perbandingan lain saja, kita lihat didalam Pasal 97 ayat (1) jo.

Pasal 104 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar

Modal, dikatakan bahwa Pasal 97 ayat (1):

“(1) Setiap Pihak yang berusaha untuk memperoleh informasi

orang dalam dari orang dalam secara melawan hukum dan kemudian

memperolehnya dikenakan larangan yang sama dengan larangan yang

berlaku bagi orang dalam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 dan

Pasal 96.”

Jo. Pasal 104:

“Setiap Pihak yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 90, Pasal 91, Pasal 92, Pasal 93, Pasal 95, Pasal 96, Pasal

97 ayat (1), dan Pasal 98 diancam dengan pidana penjara paling lama

10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp15.000.000.000,00

(lima belas miliar rupiah).”

Dari bunyi Pasal-Pasal di atas dapat disimpulkan bahwa pelanggaran

rahasia dagang/informasi rahasia dibidang pasar modal akan diancam

50

dengan hukuman pidana penjara 10 tahun dan denda

Rp.15.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Kenapa Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal saya jadikan suatu

komparasi, karena didalam Pasal 97 yang sudah dijelaskan tadi

terdapat frasa “memperoleh informasi orang dalam dari orang dalam

secara melawan hukum”. Terdapat unsur informasi rahasia yang dapat

dikategorikan sebagai rahasia dagang dibidang pasar modal yang

tentunya juga memiliki nilai ekonomis bagi pemiliknya dalam rangka

perdagangan di bursa efek serta tidak diketahui oleh umum.

Hal yang menarik dari penjelasan di atas adalah ancaman hukuman

pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 jauh lebih berat yaitu 10

tahun dan denda Rp.15.000.000.000,00 padahal Undang-Undang itu

telah dibuat jauh sebelum Indonesia menandatangani perjanjian

TRIP’s dan meratifikasi Perjanjian itu kedalam Perundang-Undangan

kita. Dalam pandangan peneliti, langkah ini merupakan suatu

kemunduran bagi perlindungan hukum soal rahasia dagang ini,

dimana Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 yang disahkan pada

20 desember 2000 seharusnya menjadi payung hukum “umbrella act”

bagi Undang-Undang lainnya dalam hal penegakan dan perlindungan

hukum terkait rahasia dagang ataupun informasi yang bersifat tertutup

atau rahasia.

b. Pelanggaran ketentuan Pasal 13 atau 14 Undang-Undang Nomor 30

Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang

Unsur yang kedua didalam rumusan Pasal 17 Undang-Undang Nomor

30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang yaitu terjadinya pelanggaran

ketentuan yang terdapat dalam Pasal 13 atau Pasal 14. Pada penjelasan

sebelumnya telah dibahas mengenai tinjauan yuridis mengenai Pasal

13, maka pada bagian ini khusus akan memperdalam soal frasa “atau”

dan “pelanggaran ketentuan Pasal 14”.

Kata “atau” didalam Ilmu Perundang-Undangan berarti salah satu.

Maksudnya disini adalah jika terdapat dua objek pasal didalam satu

51

ayat dalam sebuah Peraturan Perundang-Undangan, maka hanya satu

objek pasal saja yang dapat dipakai untuk menjerat seseorang didalam

melakukan kejahatan. Berbeda halnya dengan “dan/atau”, dimana

hakim yang bertindak sebagai “algojo” didalam penjatuhan hukuman

bagi pelanggar dapat memilih kedua objek pasal yang tersedia. Jika

dalam hal ini pada Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30

Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, terdapat kata/frasa “atau”

didalam rumusannya maka hakim hanya dapat mengenai satu dari dua

pasal saja yang tersedia (Pasal 13 dan Pasal 14).

Hal yang demikian menurut pandangan peneliti tidak tepat karena

didalam rumusan Pasal 14 dikatakan bahwa “seseorang dianggap

melanggar rahasia dagang pihak lain apabila memperoleh atau

menguasai rahasia dagang tersebut dengan cara yang bertentangan

dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.”, yang berarti

bahwa jika seserorang yang telah melanggar Pasal 13 maka secara

otomatis yang bersangkutan juga telah melanggar ketentuan pada

Pasal 14. Jadi penggunaan frasa “atau” didalam ketentuan Pasal 17

ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia

Dagang adalah tidak tepat. Ini juga dapat berimplikasi pada berat atau

ringannya hukuman pidana atau denda yang akan diterima pelanggar

rahasia dagang tersebut.

Unsur pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 14 Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang yang berbunyi

“seseorang dianggap melanggar rahasia dagang pihak lain apabila

memperoleh atau menguasai rahasia dagang tersebut dengan cara yang

bertentangan dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.”

Cara memperoleh rahasia dagang yang dibenarkan menurut peraturan

Perundang-Undangan terdapat pada ketentuan Pasal 5 yang mengatur

tentang pengalihan hak rahasia dagang (pewarisan, hibah, wasiat,

perjanjian tertulis, dan sebab yang dibenarkan oleh Undang-Undang)

sampai Pasal 9 (pengalihan hak melalui lisensi) Undang-Undang

52

Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, maka apabila

ditafsirkan lebih dalam mengenai Pasal 14 ini seseorang yang telah

melanggar ketentuan Pasal 14 juga secara langsung juga telah

melanggar ketentuan didalam Pasal 5 sampai Pasal 9.

Unsur menguasai rahasia dagang dengan cara melanggar hukum dapat

kita dalami didalam maksud dari kata menguasai. Dimana pemegang

rahasia dagang yang memberikan rahasia dagangnya kepada orang

lain, maka orang lain tersebut juga dapat dikategorikan telah

menguasai rahasia dagang berdasarkan perjanjian tertulis maupun

tidak tertulis yang telah disepakati kedua belah pihak. Namun,

berbeda halnya ketika seseorang yang diluar pihak dari perjanjian

mengenai rahasia dagang dapat mengetahui rahasia dagang, maka

maksud kata “menguasai” disini merupakan cara yang bertentangan

dengan hukum karena yang bersangkutan bukan para pihak yang

disebutkan didalam perjanjian menjaga rahasia dagang yang

dilindungi undang-undang.

Undang-Undang yang mengatur mengenai pelanggaran mengenai

rahasia dagang hanya terdapat didalam Undang-Undang Nomor 30

Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang setelah sebelumnya penindakan

terhadap tindak pidana penyebaran informasi rahasia dikenai Pasal

322 dan Pasal 323 KUHP. Ketika diundangkan pada 20 desember

2000, maka secara otomatis penindakan hukum yang berkenaan

dengan rahasia dagang dialihkan sepenuhnya pada Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2000 ini. Maka menurut peneliti disini, ketentuan

Pasal 14 Jo. Pasal 17 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang

Rahasia Dagang didalam frasa “bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.” ini adalah mubazir dan dapat

memberikan penafsiran yang berbeda yang dapat menimbulkan

kerancuan dalam berfikir. Karena pada dasarnya tidak ada undang-

undang lain yang mengatur tentang pelanggaran rahasia dagang

setelah undang-undang ini menjadi Lex Specialis.

53

3. Korelasi Antara Pasal 17 Dengan Pasal 13 Terhadap Pemidanaan Rahasia

Dagang

Jika kita lihat Pasal 13 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2000 tentang

Rahasia Dagang, pasal tersebut berada di Bab VII yang berbicara tentang

Pelanggaran Rahasia Dagang. Seperti kita ketahui bahwa Undang-Undang

ini merupakan Lex Spexialis dari Pasal 322 dan Pasal 323 KUHP, dimana

didalam KUHP sendiri terdapat 3 buku. Buku pertama dari KUHP yang

berisi ketentuan umum (Pasal 1-Pasal 103), buku kedua adalah yang

mengatur tentang kejahatan (Pasal 104-Pasal 488), dan buku ketiga

mengatur tentang pelanggaran (Pasal 489-Pasal 589). Pasal 322 dan Pasal

323 itu sendiri terdapat didalam buku dua KUHP yang mengatur tentang

kejahatan. Kejahatan sendiri menurut Richard Quinney adalah perilaku

manusia yang diciptakan oleh para pelaku yang berwenang dalam

masyarakat yang terorganisasi secara politik, atau kualifikasi atas perilaku

yang melanggar hukum dirumuskan oleh warga atau masyarakat yang

mempunyai kekuasaan.5 Penindakan hukum terhadap rahasia dagang

sebelum adanya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia

Dagang terdapat di Yurisprudensi Nomor 27 K/Pid/1990 tanggal 5 Mei

1990 dimana pihak yang bersengketa yaitu Susanto Sidik melawan Ali

Candra Sutjipto, dimana Ali Candra telah melanggar perjanjian tertulis

yang telah dibuat yang berkenaan dengan rahasia dagang. Jika memang

benar Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang ini

menjadi Lex specialis dari ketentuan Pasal 322 dan Pasal 323 KUHP,

maka BAB yang tepat yang didalamnya terdapat Pasal 13 yang benar

menurut peneliti yaitu “Kejahatan Terhadap Rahasia Dagang” jika

merujuk kepada KUHP, bukan justru “Pelanggaran Terhadap Rahasia

Dagang”, atau dapat juga diganti dengan “Perbuatan Yang Dilarang”

sebagaimana undang-undang HKI lainnya.

Kesalahan berpikir para perumus Undang-Undang ini juga berlanjut

5 Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, Kriminologi, (Jakarta: Raja Grafindo Perkasa,

2010), h.11

54

pada penjatuhan pidana bagi pelanggar rahasia dagang yang melanggar

Pasal 13 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000. Karena Pasal 13

mengatakan bahwa “pelanggaran rahasia dagang juga terjadi apabila…..”

yang berimplikasi bahwa penjatuhan pidana, karena pelanggaran

seharusnya kurang dari satu tahun merujuk pada buku tiga KUHP,dan

kesalahan berlanjut ketika Pasal 17 yang diberikan delegasi dari Pasal 13

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 memberikan ancaman pidana

berupa pidana penjara selama 2 tahun. Padahal didalam KUHP,

pelanggaran tidak dapat dikenai hukuman pidana penjara yang durasi

waktunya selama 2 tahun dan juga pidana denda, tetapi pidana kurungan

dengan maksimal durasinya selama 1 tahun. Berikut ini merupakan

perbedaan antara kejahatan yang diatur dalam buku II KUHP dan

pelanggaran yang diatur dalam buku III KUHP:6

Kejahatan Pelanggaran

Tindakan tersebut mengandung suatu

“onrecht” sehingga orang memandang

perilaku tersebut memang pantas

dihukum meskipun tidak dicantumkan

dalam undang-undang sebagai

perbuatan terlarang oleh pembuat

undang-undang.

Dimuat didalam Buku II KUHP Pasal

104 sampai dengan Pasal 488.

Contoh pencurian: (Pasal 362 KUHP),

Pembunuhan (Pasal 338 KUHP),

Perkosaan (Pasal 285 KUHP).

Orang pada umumnya baru mengetahui

bahwa tindakan tersebut merupakan

pelanggaran yang bersifat melawan

hukum sehingga dapat dihukum yaitu

setelah tindakan tersebut dinyatakan

dilarang dalam undang-undang.

Dimuat dalam buku III KUHP Pasal

489 sampai dengan Pasal 569.

Contoh: mabuk di tempat umum (Pasal

492 KUHP/536 KUHP), penadahan

ringan (Pasal 482 KUHP)

Dalam kejahatan dikenal adanya

perbedaan opzet (kesengajaan) dan

culpa (kealpaan).

undang-undang tidak membuat

perbedaan antara opzet (kesengajaan)

dan culpa (kealpaan).

6 https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5971008e81638/perbedaan-tindak-

pidana-ringan-tipiring-dengan-pelanggaran/, diakses pada minggu 21 juli 2019, pukul 19:22

WIB

55

Keikutsertaan dan pembantuan dalam

kejahatan dihukum.

Keikutsertaan dan pembantuan dalam

pelanggaran tidak dapat dihukum.

Terdapat ketentuan bahwa adanya suatu

pengaduan, karena itu merupakan suatu

syarat bagi penuntutan.

Tidak terdapat ketentuan adanya suatu

pengaduan sebagai syarat bagi

penuntutan.

Percobaan melakukan kejahatan dapat

dipidana.

Percobaan melakukan pelanggaran

tidak dapat dipidana.

Jangka waktu daluwarsa kewenangan

untuk melakukan penuntutan lebih lama

dari pelanggaran.

Jangka waktu daluwarsa kewenangan

untuk melakukan penuntutan lebih

singkat yaitu 1 tahun bagi semua

pelanggaran.

Kejahatan dikenal adanya pidana

penjara.

Pelanggaran tidak pernah diancamkan

pidana penjara.

Menurut peneliti disini terdapat dua pilihan yang dapat diambil para

pembuat Undang-Undang dalam menyusun kembali undang-undang yang

berkaitan dengan rahasia dagang ini, yang pertama yaitu jika memang

benar pelanggaran terhadap rahasia dagang di Undang-Undang Nomor 30

Tahun 2000 merupakan Lex Specialis daripada ketentuan Pasal 322 dan

323 KUHP, maka pada Bab VII Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000

tentang Rahasia Dagang harus diganti yang semula “pelanggaran terhadap

rahasia dagang” menjadi “Kejahatan terhadap rahasia dagang” karena hal

ini dapat menimbulkan kerancuan didalam bahasa Undang-Undang, atau

pilihan yang kedua, yaitu menyesuaikan hukuman yang akan diterima, jika

memang benar perbuatan melawan hukum yang dimaksud didalam Pasal

13 merupakan pelanggaran. Dengan cara mengganti ancaman pidana

menjadi pidana yang semula pidana penjara maksimal 2 tahun menjadi

pidana kurungan dengan maksimal penahanan selama satu tahun. Tentu

pada pilihan yang kedua ini menurut peneliti akan sangat berbahaya jika

benar memang diterapkan, karena akan sulit mendapatkan tujuan dari

dibentuknya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 yaitu untuk

memajukan industry yang mampu bersaing dalam lingkup perdagangan

56

nasional dan internasional dan menciptakan iklim yang mendorong kreasi

dan inovasi masyarakat.

B. Analisis Yuridis Efektivitas Pemidanaan Bagi Pelanggar Rahasia Dagang dan

Relevansinya Terhadap Undang-Undang Rahasia Dagang

Seorang pemilik rahasia dagang wajib memelihara dan juga menjaga

nilai kerahasaiaan atas segala macam informasi yang dimilikinya. Hal itu

dapat dilakukan melalui banyak cara, salah satunya yaitu dengan pembuatan

kontrak yang berisi mewajibkan pihak lain untuk tidak membocorkan rahasia

itu secara tertulis. Kontrak tertulis didalam upaya menjaga nilai kerahasiaan

atas suatu informasi sangat membantu khususnya untuk menghindarkan dari

kesalahfahaman atas ruang lingkup yang harus dijaga kerahasiaannya.

Secara eksplisit, kontrak yang dibuat oleh pemilik dari rahasia dagang

dengan pihak kedua berisi tugas dan kewajiban dari pihak kedua untuk

menjaga rahasia dagang ataupun informasi rahasia dari pemilik rahasia

dagang atau informasi rahasia. Kewajiban dalam memelihara kerahasaiaan ini

juga dapat ditempuh melalui pembuatan ketentuan-ketentuan kontrak yang

bersifat implisit. Pada prinsipnya hukum akan melindungi kerahasiaan itu

berdasarkan asas-asas hukum perjanjian yang menyatakan bahwa perjanjian

itu tidak hanya mencakup apa yang telah secara eksplisit diperjanjiakan,

tetapi mencakup juga kebiasaan-kebiasaan meskipun tidak secara tegas

dinyatakan.7 seperti tercantum dalam Pasal 1347 BW yang berbunyi “hal-hal

yang, menurut kebiasaan selamanya diperjanjikan, dianggap secara diam-

diam dimasukan dalam persetujuan, meskipun tidak dengan tegas

dinyatakan.”

Sesungguhnya perlindungan rahasia dagang yang diberikan oleh negara

bersumber dari hubungan keperdataan yang dilakukan antara pemilik rahasia

dagang atau pemegang rahasia dagang kepaada penerima lebih lanjut hak

rahasia dagang kedalam bentuk suatu perjanjian yang kemudian disebut

dengan Lisensi Rahasia Dagang. Lisensi ini memungkinkan pihak yang

7 Ahmad M. Ramli, Perlindungan Rahasia Dagang Dalam UU No.30/2000 Dan

Perbandinganyya Dengan Beberapa Negara, (Bandung: Mandar Maju, 2001), h. 17

57

terkait dari perjanjian Lisensi itu tidak berhak untuk melakukan tindakan-

tindakan yang secara komersial memanfaatkan atau mengambil keuntungan

dari rahasia dagang itu, termasuk juga pemberian informasi rahasia dagang

secara melawan hukum, dan yang memperolehnya dengan tidak benar.

1. Perjanjian Tertulis dan Perjanjian Lisensi Sebagai Sumber Masalah

Pelanggaran Terhadap Rahasia Dagang

Didalam suatu perjanjian Lisensi rahasia dagang, pemilik rahasia

dagang tetap memiliki hak milik dimana ia dapat menikmati dan

memanfaatkan rahasia dagang miliknya seluas luasnya selama tidak

bertentangan dengan hukum. Perjanjian Lisensi juga tidak mengurangi

sedikitpun hak dari pemilik rahasia dagang. Menurut teori hak milik dalam

Pasal 570 BW

“hak milik adalah hak untuk menikmati kegunaan suatu kebendaan

dengan leluasa dan untuk berbuat bebas terhadap kebendaan itu dengan

kedaulatan sepenuhnya, asal tidak bersalahan dengan Undang-Undang

atau peraturan umum yang ditetapkan oleh suatu kekuasaan yang berhak

menetapkannya, dan tidak mengganggu hak-hak orang lain; kesemuannya

itu dengan tidak mengurangi kemingkinan akan pencabutan hak itu demi

kepentingan umum berdasarkan atas ketentuan Undang-Undang dan

dengan pembayaran ganti rugi”.

Karena pengalihan hak rahasia dagang melalui perjanjian lisensi, maka

sesuai dengan Pasal 1313 BW dimana kedua pihak dianggap terikat satu

sama lainnya setelah menyetujui perjanjian tersebut yang dalam hal ini

merupakan perjanjian lisensi. Selain itu pemilik rahasia dagang didalam

upaya nya memberikan rahasia dagang nya kepada pihak lain melalui

perjanjian lisensi juga tidak boleh mengabaikan akan syarat sah dari suatu

perjanjian. Pasal 1320 BW mengisyaratkan bahwa suatu perjanjian akan

dianggap sah jika memenuhi :

a. Sepakat didalam semua isi perjanjian tersebut;

b. Para pihak harus cakap;

c. Adanya pokok tertentu yang diperjanjikan yaitu adanya kewajban dan

hak;

d. Suatu sebab yang tidak terlarang oleh peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

58

Masalah mengenai perjanjian tertulis maupun tidak tertulis yang

berkaitan dengan suatu rahasia dagang memang menjadi “kambing hitam”

didalam adanya sengketa di bidang rahasia dagang ini. Karena sifatnya

yang khusus, maka diperlukan suatu patokan hukum dalam pembuatan

perjanjian tertulis atau tidak tertulis dan bahkan lisensi rahasia dagang

untuk memastikan para pihak yang bersepakat didalam perjanjian atau

lisensi itu tidak memiliki celah hukum dalam menyebarluaskan rahasia

dagang. Pengaturan tentang lisensi memang sudah ada didalam peraturan

pelaksana yaitu Peraturan Kementrian Hukum dan Ham Nomor 8 Tahun

2016 tentang Syarat dan Tata Cara Permohonan Pencatatan Lisensi

Kekayaan Intelektual. Meski demikian peraturan di atas merupakan

permohonan pencatatan lisensi dari semua produk dari Hak Kekayaan

Intelektual, diperlukan peraturan khusus yang mengatur tentang tatacara

pendaftaran dan pencatatan pernajian Lisensi rahasia dagang karena

rahasia dagang sendiri memiliki kekhususan dan perbedaan dengan produk

HKI lainnya. Kabar baiknya, pengaturan khusus mengenai pencatatan

lisensi rahasia dagang sedang direncanakan oleh Kemetrian Hukum dan

Ham dalam rangka memberikan tata cara dan mendapatkan perlindungan

hukum ketika mendaftarkan lisensi rahasia dagang. Namun sampai

sekarang sejak dirancang diawal tahun 2019, peraturan pelaksana ini

belum disepakati.

2. Penerapan Pidana Terhadap Pelanggar Rahasia Dagang dan Permasalahan

Yang Muncul

Sejak berlakunya undang-undang yang mengatur rahasia dagang ini

diundangkan yaitu pada tanggal 20 desember tahun 2000, terdapat

beberapa contoh dari penerapan pidana yang melanggar ketentuan Pasal 17

ini. Didalam website dari Mahkamah Agung yang menampung segala

putusan pelanggaran rahasia dagang, hanya terdapat 9 putusan yang

berkaitan akan hal itu. Jika dilihat dari sudah lamanya undang-undang ini

berlaku, sengketa tentang pelanggaran rahasia dagang di perkara pidana

dapat dikatakan sangat sedikit. Namun apakah sedikitnya putusan di

59

perkara pidana rahasia dagang berbanding lurus dengan kerugian yang

diterima pemilik rahasia dagang yang telah dilanggar hak nya.

Contoh dari penerapan hukuman pidana bagi pelanggar rahasia dagang

terdapat pada Putusan Nomor 531/Pid. B/ 2012/PN.Jak.Ut dimana

Terdakwa Hartoko S.E telah melanggar ketentuan dari Pasal 17 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang.

terdakwa pada saat itu telah menyebarluaskan customer dari PT. Biggy

Cemerlang tempat dia dulu bekerja kepada perusahaan yang bergerak

dibidang yang sama. Menurut Pasal 2 Undang-Undang Nomor 30 Tahun

2000 tentang Rahasia Dagang, lingkup dari rahasia dagang adalah metode

produksi, metode pengolahan, metode penjualan, atau informasi dibidang

teknologi dan /atau bisnis. Dapat kita ketahui bersama bahwa daftar

customer merupakan salah satu lingkup dari perlindungan rahasia dagang

yaitu informasi dibidang teknologi dan/atau bisnis. Sehingga dengan

demikian, majelis hakim pada saat itu menjatuhi hukuman terhadap

terdakwa pidana penjara selama 5 bulan dan denda Rp.15.000.000,00

(lima belas juta rupiah).

Putusan lainnya yang berkaitan dengan penjatuhan pidana terhadap

rahasia dagang yaitu putusan nomor 332 K/Pid.Sus/2013 dimana terdakwa

dengan nama HI PIN telah melanggar ketentuan Pasal 17 Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang. Dimana terdakwa pada

saat itu membujuk karyawan dari perusahaan pesaingnya untuk bekerja

ditempatnya dengan imbalan yang lebih besar. Sebagaimana menurut

Pasal 13, bahwa pelanggaran rahasia dagang dapat terjadi jika seseorang

telah dengan sengaja mengungkapkan rahasia dagang. Majelias hakim

pada saat itu menjatuhi hukuman kepada terdakwa dengan pidana penjara

selama 1 tahun 6 bulan dan denda Rp.5.000.000,00 (lima juta rupiah).

Contoh lain mengenai pelanggaran Pasal 17 Undang-Undang Nomor 30

Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang terdapat didalam putusan nomor 783

K/Pid.Sus/2008. Dimana terdakwa Danar Dono telah melanggar perjanjian

tertulis maupun tidak tertulis sesuai dengan ketentuan Pasal 13 Jo. Pasal 17

60

Undang Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang. Atas

perbuatannya terdakwa dijatuhi hukuman pidana penjara selama 1 rahun 2

bulan.

Dari beberapa contoh di atas memberikan kesimpulan bahwa pada

umumnya pelanggaran terhadap rahasia dagang terjadi karena adanya

cidera janji yang dilakukan mantan karyawan dengan tempat lama ia

bekerja. Maka dari itu diperlukan perjanjian kerja yang mampu mencegah

hal demikian. Dalam hal ini berarti terdapat dua pihak yang melakukan

pembiaran didalam terbongkarnya suau rahasia dagang. Pihak yang

pertama yaitu perusahaan yang memiliki informasi rahasia itu sendiri.

Perusahaan yang memiliki informasi rahasia atau rahasia dagang mengikat

pekerja miliknya dengan suatu perjanjian kerja yang memuat klausul-

klausul yang mewajibkan pekerja tersebut untuk melindungi rahasia

dagang. Pemilik rahasia dagang wajib memelihara dan menjaga

kerahasiaan atas informasi yang dimilikinya.

Didalam prakteknya memang pencantuman klausula-klausula tentang

rahasia dagang serta pembuatan perjanjian-perjanjian khusus tentang

rahasia dagang merupakan hal yang amat penting, hal ini menunjukan

bahwa rahasia dagang merupakan asset perusahaan yang sangat mahal,

karena akan menjadi alat yang sangat ampuh untuk melakukan kompetisi

dengan para competitor.8Namun pada umumnya klausula yang memuat

kewajiban untuk melindungi rahasia dagang tersebut masih bersifat umum.

Diperlukan batas batas yang jelas mengenai apa yang boleh dengan apa

yang tidak boleh dilakukan pekerja tersebut sehingga kedua belah pihak

mengetahui secara jelas batas dari hak serta kewajiban mereka sehingga

tidak terjadi kesalahfamahan didalam penafsiran dari hak dan kewajiban

untuk melindungi rahasia dagang tersebut. Didalam wawancara saya

dengan pihak Kementrian Hukum dan Ham, bukan hanya penjelasan dari

tiap klausula didalam perjanjian kerja yang memuat kewajiban rahasia

8http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/57586/Chapter%20II.pdf?sequen

ce=4&isAllowed=y, diakses pada 30 juli 2019, pukul 13:53 WIB

61

dagang saja yang harus diperjelas, melainkan jika diperlukan suatu

perusahaan yang memiliki rahasia dagang membuat dua bentuk perjanjian

kepada pekerja yang ada, yang pertama yaitu perjanjian kerja yang

didalamnya memuat hak dan kewajiban sebagai pekerja dan yang kedua

yeitu perjanjian rahasia dagang yang memuat secara detail batasan batasan

yang boleh dilakukan pekerja terhadap rahasia dagang perusahaan yang

bersangkutan.

Yang kedua adalah pemerintah yang dalam hal ini adalah legislative

yang membuat ketentuan mengenai Undang-Undang Nomor 30 Tahun

2000 tentang Rahasia Dagang ini. Didalam rumusan Pasal 13, hanya

mengatur pelanggaran dibidang rahasia dagang dengan cara mengingkari

perjanjian tertulis maupun tidak tertulis untuk menjaga rahasia dagang.

rumusan tersebut sangat umum karena sejatinya seseorang yang melanggar

Pasal 13 ini tidak hanya dengan mengingkari kesepakatan saja. Maka

diperlukan perluasan makna dengan penambahan pasal-pasal baru

khususnya yang mengatur mengenai pebuatan yang dilarang ini.

Sebagaimana Undang-Undang HKI lainnya, sebagai contoh Unndang-

Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Dimana dalam Pasal

112 hingga Pasal 120 merupakan Bab yang mengatur mengenai unsur-

unsur apa saja yang mengkategorikan orang telah melanggar Hak Cipta.

Ini sangat diperlukan agar tidak ada celah hukum dalam rangka penegakan

hukum bagi pelanggar rahasia dagang demi terciptanya iklim persaingan

usaha yang sehat.

3. Permasalahan Pidana Yang Kurang Efektif

Teori efektivitas menurut Achmad Ali yaitu ketika kita ingin

mengetahui sejauh mana efektivitas dari hukum, maka pertama-tama harus

dapat mengukur “sejauh mana aturan hukum itu ditaati atau tidak ditaati”.

Lebih lanjut, Achmad Ali pun mengemukakan bahwa pada umumnya

factor yang banyak mempengaruhi efektivitas suatu undang undang adalah

professional dan optimal pelaksanaan peran, wewenang dan fungsi dari

para penegak hukum, baik didalam menjelaskan tugas yang dibebankan

62

terhadap diri mereka maupun dlam menegakan perundang-undangan

tersebut.9

Menurut Soerjono Soekanto mengemukakan 5 faktor yang menandakan

efektivitas suatu hukum10:

a. Faktor hukumnya sendiri (Undang-undang)

b. Factor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun

menerapkan hukum

c. Factor sarana atau fasilitas

d. Factor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku

e. Factor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang

didasarkan pada karsa manusia di pergaulan hidup

Jika dibedah secara satu persatu faktor efektivitas hukum di atas dengan

penerapan hukum terhadap pelanggar rahasia dagang terdapat beberapa

faktor yang menyebabkan penegakan hukum dibidang rahasia daang ini

kurang efektif.

Pertama yaitu faktor undang-undangnya, dimana menjadi pokok

permasalahan dari penelitian peneliti. Permasalahan di undang undang ini

terdapat diantara Pasal 17 dengan Pasal 13 serta ancaman hukuman yang

diterima sangat rendah jika dibanding pada saat rancangan undang-undang

ini dibuat dan tidak sebanding juga dengan ancaman pidana Pasal 97 jo.

Pasal 104 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal

yang objek dari deliknya sama yaitu informasi rahasia dan juga tidak

adanya peraturan dibawah undang undang atau penjelasan mengenai

tatacara gugatan rahasia dagang, upaya hukum, dan juga kewenangan

peradilan mana yang menjadi kewenangan absolut dari upaya hukum

rahasia dagang didalam undang-undang ini.

Terhadap faktor dari masyarakat sendiri. Banyak pelaku usaha yang

memiliki rahasia dagang belum atau tidak mendaftarkan Perjanjian Lisensi

yang menurut ketentuan Pasal 8 ayat (1), menyatakan bahwa perjanjian

9 Achmad Ali, Teori Hukum dan Teori Peradilan Vol 1, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 375 10 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang mempengaruhi Penegakan Hukum, (Jakarta:

PT. RajaGrafindo Persada, 2008), h. 8

63

Lisensi wajib didaftarkan pada Direktorat Jendral Kekayaan Intelektual

jika ingin mendapatkan perlindungan hukum terhadap pihak ketiga. Para

pelaku usaha cenderung hanya menggunakan perjanjian kerja atau

perjanjian lisan maupun tulisan untuk melindungi rahasia dagang mereka.

Hal ini dapat berakibat pada kewenangan undang-undang ini dalam

melindungi suatu rahasia dagang melalui perjanjian lisensi.

Kemudian yang menyebabkan penegakan hukum terhadap perselisihan

di bidang rahasia dagang ini adalah penerapan pidana denda yang sangat

rendah dibandingkan dengan kerugian yang dialami perusahaan yang

memiliki rahasia dagang serta kerugian yang sifatnya kontinu bagi pemilik

rahasia dagang yang rahasia dagangnya telah disalahgunakan. Didalam

wawancara saya dengan pihak Direktorat Jendral Kekayaan Intelektual,

permasalahan utama yang dialami pihak yang dirugikan dalam rahasia

dagang adalah rendahnya denda (jika melalui proses pidana) dan juga

rendahnya ganti rugi (jika melalui proses perdata). Kerana berdasarkan

Pasal 17 ayat (1), denda maksimal dari pelanggaran hukum atas Pasal 13

atau 14 hanya dikenai sanksi denda maksimal Rp.300.000.000,00.

Pelaksanaan dari ketentuan pidana terhadap rahasia dagang seperti yang

sudah peneliti sampaikan di atas kurang efektif, karena juga didalam

beberapa putusan terkait sengketa rahasia dagang dibidang pidana, tidak

ada majelis hakim yang menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan

hak-hak tertentu. Dalam hal ini jika seseorang terbukti bersalah melanggar

Pasal 17 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000, majelis hakim tidak

memerintahkan untuk tidak lagi menggunakan rahasia dagang kepada

siapapun. Padahal kita ketahui berdasarkan beberapa contoh putusan di

atas, bahwa pelaku dalam menjalankan aksinya tidak independen/mandiri,

dia bersama dengan perusahaan lain yang sejenis juga menikmati rahasia

dagang dengan cara melawan hukum. Maka dari itu, perusahaan yang ikut

menikmati rahasia dagang tersebut harus berhenti memakai rahasia dagang

dari pemilik aslinya dan juga dapat dijadikan subjek didalam hukum

pidana, dimana hukuman pidana seperti ini hanya yang berupa denda, yang

64

dapat dibayar dari kekayaan perkumpulan/perusahaan.11

4. Pidana Penjara Sebagai Upaya Ultimum Remedium Dalam Penindakan

Hukum Rahasia Dagang

Asas ultimum remedium merupakan salah satu asas yang terdapat

didalam hukum pidana Indonesia yang mengatakan bahwa hukum pidana

hendaklah dijadikan upaya terakhir dalam hal penegakan hukum.12 dan

lawan dari asas ultimum remedium adalah premium remedium, dimana

asas ini menjadikan hukum pidana adalah pilihan utama dari penegakan

hukum.

Jalan terakhir dalam penindakan hukum dengan pemidanaan (ultimum

remedium) nantinya akan bersinggungan langsung dengan tujuan

pemidanaan. yang antara lain menurut Cesare Beccaria Bonesana

dikatakan ada 2 (dua) hal yaitu untuk tujuan prevensi khusus dan prevensi

umum. Tujuan pemidanaan hanyalah supaya si pelanggar tidak merugikan

sekali lagi kepada masyarakat dan untuk menakuti-nakuti orang lain agar

jangan melakukan hal itu. Menurut Beccaria yang paling penting adalah

akibat yang menimpa masyarakat. Keyakinan bahwa tidak mungkin

meloloskan diri dari pidana yang seharusnya diterima, begitu pula dengan

hilangnya keuntungan yang dihasilkan oleh kejahatan itu. Namun Becaria

mengingatkan sekali lagi bahwa segala kekerasan yang melampaui batas

tidak perlu karena itu berarti kelaliman.13

Jika melihat Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia

Dagang, dapat dikatakan bahwa undang undang ini memang menerapkan

asas ultimum remedium sebagai penegakan hukum dibidang rahasia

dagang. Ini terlihat didalam Pasal 12 yang menyebutkan ”selain

penyelesaian gugatan sebgaimana dimaksud didalam Pasal 11, para pihak

11 Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia, (Bandung: PT. Refika

Aditama, 2003), h.60 12https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt54e830a05d044/hukuman-mati-

termasuk-iultimum-remedium-i-atau-ipremium-remedium-i, diakses pada 31 juli 2019, Pukul

21:45 WIB 13 Madiasa ablisar. Dkk, Asas Ultimum Remedium Dalam Penerapan Sanksi Pidana

Terhadap Tindak Pidana Perpajakan Oleh Wajib Pajak, USU Law Journal, Vol.3, No.2,

agustus 2015, h.118

65

dapat menyelesaikan perselisihan tersebut melalui arbitrase dan alternatif

penyelesaian sengketa”. Posisi Pasal 12 tersebut memungkinkan para

pihak yang berselisisih menyelesaikan perkaranya melalui non-litigasi

yaitu lebih dulu dibandingkan ketentuan Pasal 17 yang memuat ketentuan

pidana. Ini berarti secara ekplisit, maksud dari pembentuk undang-undang

ini adalah menjadikan hukuman pidana sebagai jalan terakhir dari sengketa

dibidang rahasia dagang ini.

Diperlukan sosialisasi mengenai hal ini, karena pemidanaan didalam

penegakan hukum rahasia dagang tidak memberikan keuntungan apapun

bagi pemilik rahasia dagang karena menurut staf hukum di Kementrian

Hukum dan Ham pada dasarnya majelis hakim didalam menjatuhkan

pidana kepada seseorang lebih cenderung kepada pidana penjara. Jika pun

majelis hakim memutus juga berupa pidana denda, maka denda tersebut

akan masuk ke dalam kas negara, yang berati pemilik rahasia dagang tidak

mendapatkan keuntungan apa apa dari upaya hukum pidana, terlebih lagi

ringannya ancaman pidana didalam ketentuan undang-undang ini membuat

kerugian sangat tidak sebanding.

Ringannya ancaman hukum pidana yang telah disebutkan di atas juga

dapat membuat tujuan pemidanaan sebagai dasar dari asas ultimum

remedium menjadi sia-sia karena tujuan dari pemidanaan menurut

Beccaria di atas adalah hanya untuk menakut nakuti orang lain agar tidak

melakukan hal yang demikian. Maka agar tujuan dari pemidanaan sejalan

dengan asas ultimum remedium, undang-undang ini harus dikaji kembali

terutama pada ketentuan pidana terhadap pihak yang menyalahgunakan

rahasia dagang.

5. Tidak Adanya Peraturan Dibawah Undang-Undang Rahasia Dagang Yang

Membuat Penegakan Hukum Kurang Efektif

Sejak pertama kali diundangkan yaitu pada tanggal 20 Desember Tahun

2000, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 dapat dikatakan undang-

undang yang tidak memiliki turunan peraturan perundang-undangan,

termasuk juga peraturan perundang-undangan dibidang kekayaan

66

intelektual lainnya. Kemudian setelah 16 Tahun, terbitlah Peraturan

Menteri Hukum dan Ham Nomor 8 Tahun 2016 tentang Syarat dan Tata

Cara Permohonan Pencatatan Perjanjian Lisensi Kekayaan Intelektual.

Pada Permenkumham itu, diatur mengenai pendaftaran lisensi dari

berbagai macam produk hak kekayaan intelektual, termasuk rahasia

dagang.

Namun. Keberadaan dari Permenkumham tersebut bagi upaya

pemerintah melindungai rahasia dagang menurut peneliti tidak efektif.

Karena sifat kekhususan dari rahasia dagang sendiri yang berbeda dengan

produk HKI lainnya serta isi dari setiap pasal di Permenkumham tersebut

masih sangat general dan menggabungkan tatacara pendaftaran lisensi dari

semua produk HKI. Padahal didalam penjelasan dari Pasal 8 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang

disebutkan bahwa yang wajib dicatatkan pada Direktoran Kekayaan

Intelektual hanyalah mengenai data yang bersifat administratif dari

perjanjian lisensi dan tidak mencakup substansi rahasia dagang yang

diperjanjikan, dan juga penjelasan Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang yang

sama dikatakan bahwa hal-hal yang diumumkan di dalam berita resmi

rahasia dagang hanya mengenai data yang bersifat administrative dan tidak

mencakup rahasia dagang yang diperjanjikan. Hal ini membuktikan bahwa

rahasia dagang memiliki kekhususan dengan produk HKI lainnya termasuk

didalam pencatatan perjanjian lisensinya, maka diperlukan peraturan

pelaksana tentang pencatatan lisensi rahasia dagang sendiri yang terpisah

dari produk HKI lainnya. Hal ini dapat berimbas terhadap keamanan

informasi rahasia/rahasia dagang dari suatu perusahaan. Hal baiknya

Direktorat Jendral Kekayaan Intelektual sedang menyusun peraturan

pelaksana yang khusus tentang pencatatan perjanjian lisensi rahasia

dagang.

Selain perlunya peraturan yang khusus mengatur tentang pencatatan

perjanjian lisensi rahasia dagang, perlu adanya peraturan pelaksana

mengenai cara beracara didalam sengketa penyalahgunaan rahasia dagang.

67

Sebab didalam pasal demi pasal didalam Undang-Undang Nomor 30

Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, tidak terdapat ketetetuan mengenai

tata cara gugata apabila sengketa rahasia dagang melewati proses pedata,

serta upaya hukum.

Sebab semua undang-undang tentang HKI (hak cipta, paten, merek,

desain industry) memiliki pasal yang mengatur tentang hal hal di atas, dan

hanya undang-undang rahasia dagang saja yang tidak terdapat ketentuan

mengenai tatacara gugatan rahasia dagang, upaya hukum, dan juga

kewenangan peradilan mana yang menjadi kewenangan absolut dari upaya

hukum rahasia dagang. Padahal idealnya suatu undang-undang menurut

Maria Farida Indrati didalam bukunya ilmu perundang undangan, materi

pokok yang diatur salah satunya harus ada pembagian berdasarkan

urutan/kronologis, seperti pembagian dalam hukum acara pidana, dimulai

dari penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan disidang

pengadilan tingkat pertama, tingkat banding, tingkat kasasi, dan

peninjauan kembali.14

Maka dari itu disini peneliti memberikan dua opsi dalam hal ketentuan

hal tersebut di atas. Opsi yang pertama yaitu dengan menambahkan

ketentuan yang mengatur mengenai tatacara gugatan rahasia dagang,

upaya hukum, dan juga kewenangan peradilan mana yang menjadi

kewenangan absolut dari upaya hukum rahasia dagang didalam peraturan

undang-undang rahasia dagang yang baru. Atau membuat peraturan

dibawan undang-undang yang memuat ketentuan tersebut di atas.

Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang

Rahasia Dagang, pemerintah Indonesia menginginkan adanya perlindungan

hukum yang didapat dengan hadirnya undang-undang ini. Selain itu, tujuan

lain dari dibentuknya undang-undang ini adalah melaksanakan perjanjian

WTO (World Trade Organization) yang didalamnya terdapat kesepakatan

TRIP’s (Trade Related Apects of Intelectual Property Rights). Namun yang

14 Maria Farida Indrati S., Ilmu Perundang-Undangan (2), (Yogyakarta: Kanisius, 2007),

h.124

68

lebih penting adalah tujuan filosofis dari hadirnya undang-undang ini yaitu

terdapat di bagian Menimbang huruf a. di dalam Undang-Undang Nomor 30

Tahun 2000 yaitu untuk memajukan industry yang mampu bersaing dalam

lingkup perdagangan nasional dan internasional dan mendorong terciptanya

iklim yang membuat masyarakat lebih kreatif dan inovatif.

Namun niat baik pemerintah Indonesia agar tujuan tersebut terwujud

akan dapat dikatakan tercapai. Dikarenakan berbagai permasalahan yang ada

terkait dengan undang-undang ini dan juga penerapan hukum didalam

masayarakat seperti yang sudah peneliti jelaskan di atas. Maka dari itu untuk

mencapai tujuan mulia dari undang undang ini dan juga melaksanakan

ketentuan UUDNRI 1945 Pasal 33, sebaiknya dilakukan pembenahan

didalam undang-undang ini berdasarkan argumentasi peneliti.

69

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian dan pembahasan yang telah peneliti kaji pada

setiap sub bab pembahasan, maka dalam hal ini peneliti menarik kesimpulan

dari penelitian ini sebagai berikut:

1. Didalam perumusannya, keterkaitan atau korelasi antara Pasal 13 dengan

Pasal 17 Undang-Undang ini yaitu tidak ada. Karena, Sebelum terbitnya

undang-undang ini, penindakan hukum dibidang rahasia dagang

menggunakan Pasal 322 dan 323 KUHP dengan contoh yurisprudensi

Nomor 27 K/Pid/1990 tanggal 5 Mei. Pasal tersebut terdapat didalam

buku II KUHP tentang “kejahatan” yang memiliki konsekuensi ancaman

hukuman adalah pidana penjara dan atau denda. Setelah undang-undang

rahasia dagang lahir menyebabkan asas Lex Generalis derogate Lex

Specialis berlaku pada ketentuan ini. Dimana dalam Bab VII Pasal 13

dan Pasal 14 yang menjadi pasal untuk penegakan hukum pidana rahasia

dagang terdapat kesalahan pemakaian kata yaitu “pelanggaran” yang

berimplikasi kepada ancaman pidana, yaitu pidana kurungan. Sedangkan

didalam Pasal 17 yang memuat ancaman pidana mengatur dengan pidana

penjara maksimal 2 tahun dan atau denda maksimal Rp. 300.000.000,00.

Disinilah terdapat frasa yang menurut peneliti dapat menimbulkan

kerancuan. Seharusnya memakai kata “kejahatan” atau “pebuatan yang

dilarang” sebagaimana sama dengan ketentuan dibidang HKI lainnya.

Selain itu ancaman hukuman yang sangat rendah bila dibanding dengan

rancangan undang-undang ini yaitu 7 tahun dan dibanding dengan Pasal

97 jo.Pasal 104 Undang- Undang nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar

modal dengan ancaman hukuman 10 tahun dan denda 15 miliar.

2. Penerapan hukuman dibidang rahasia dagang dinilai kurang memberi efek

jera dan tidak efektif. Karena berdasarkan beberapa contoh putusan yang

sudah ada, pidana penjara dan denda (jika melalui proses pidana) ataupun

70

ganti rugi (jika melalui proses perdata) sangat tidak sebanding dengan

kerugian yang dialami pemilik rahasia dagang yang sifatnya kontinu atau

terus menerus, sehingga diperlukan suatu pidana koorporasi yang ikut

menikmati rahasia dagang. Hal lain yang membuat penegakan hukum

dibidang rahasia dagang ini tidak efektif yaitu tidak adanya ketentaun

yang mengatur mengenai tatacara gugatan hingga peradilan mana yang

memiliki wewenang dalam menyelesaikan sengketa ini dan juga

kurangnya sosialisasi yang dilakukan apparat penegak hukum dalam

menegakan asas ultimum remedium yang jelas secara eksplisit telah ada

didalam undang-undang ini.

B. Rekomendasi

Berdasarkan permasalahan dalam pembahasan penelitian ini, maka

peneliti disini mencoba memberikan rekomendasi kepada lembaga legislatif

dan juga pemilik rahasia dagang agar supaya mengurangi potensi terjadinya

sengketa hukum dibidang rahasia dagang. Adapun rekomendasi peneliti

berkaitan dengan hal itu adalah sebagai berikut:

Rekomendasi Untuk Pembuat Kebijakan:

1. Merevisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang,

khususnya pada ketentuan pidana dengan meningkatkan ancaman

hukuman menjadi maksimal 7 tahun dan penghapusan sanksi denda,

mengubah kata “pelanggaran” menjadi “kejahatan” atau “perbuatan yang

dilarang”

2. Menambahkan ketentuan mengenai tatacara gugatan, penyelidikan,

penyidikan, serta peradilan yang memiliki kewenangan absolut dalam

perkara perdata atau pidana dibidang rahasia dagang didalam pasal-pasal

beru.

3. Membentuk peraturan pelaksana yang memuat ketentuan khusus mengenai

pendaftaran dan pencatatan perjanjian Lisensi rahasia dagang.

Rekomendasi Untuk Aparat Penegak Hukum:

1. Memberikan pendidikan kepada masyarakat dalam hal penyelesaian

sengketa rahasia dagang agar asas ultimum remedium yang secara eksplisit

71

ada di undang-undang ini dapat terwujud dan juga agar penegakan hukum

dibidang rahasia dagang menjadi lebih efektif.

2. Memberikan alternatif pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk

tidak memakai rahasia dagang yang sudah digunakan perusahaan yang

telah memperoleh rahasia dagang tersebut dengan cara yang tidak

dibenarkan didalam undang-undang.

Rekomendasi Untuk Pemilik Rahasia Dagang:

1. Membuat dua bentuk perjanjian didalam menjaga rahasia dagang. Yaitu

perjanjian kerja dan perjanjian yang mnegatur mengenai keharusan

menjaga rahasia dagang.

2. Mendaftarkan segala perjanjian lisensi yang memuat pihak yang dipercaya

untuk menjaga rahasia dagang kepada Direktorat Jendral Kekayaan

Intelektual.

72

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Adolf, Huala. 2006. Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional. Jakarta: Sinar

Grafika.

Ali, Achmad. 2010. Teori Hukum dan Teori Peradilan Vol 1. (Jakarta: Kencana).

Chazawi, Adami. 2002. Pelajaran Hukum Pidana. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Dananjaya, Nyoman Satyatyudha, Putu Rasmadi Arsha Putra, dkk. Buku Ajar

Penyelesaian Sengketa Alternatif (Alternative Dispute Resolution), Fakultas

Hukum Universitas Udayana).

Djaja, Ermansyah. 2009. Hukum Hak Kekayaan Intelektual. Jakarta: Sinar

Grafika, 2009.

Djumhana, Muhammad dan R. Djubaedillah. 2014. Hak Milik Intelektual.

Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

Faisal, Muhammad. 2012. “Tinjauan Yuridis Perlindungan Rahasia Dagang

Dalam Perjanjian Waralaba”. Depok: Skripsi Fakultas Hukum Universitas

Indonesia.

Gunardi, Ismu Gunardi, Jonaedi Effendi. 2014. Cepat & Mudah Memahami

Hukum Pidana, Jakarta: Kencana.

Haryanto, Ignatius. 2014. Sesat Pikir Kekayaan Intelektual, membongkar akar-

akar pemikiran konsep Hak Kekayaan Intelekual. Jakarta: Kepustakaan

Populer Gramedia.

Haryati, Iswi. 2010. Prosedur Mengurus HAKI Yang Benar. Yogyakarta: Pustaka

Yustisia.

Ibrahim, Johnny. 2006. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif,

Malang: Bayumedia Publishing.

Janed, Rahmi. 2010. Hak Kekayaan Intelektual. Surabaya: Airlangga University

Press.

Kansil, C.S.T. 2007. Latihan Ujian Hukum Pidana. Jakarta: Sinar Grafika.

Kartanegara, Satochid. Hukum Pidana Kumpulan Kuiah dan Pendapat Para Ahli

Hukum Terkemuka. Jakarta: Balai Lektur Indonesia.

73

Lamintang, P.A.F. 1984. Hukum Penitensier di Indonesia. Bandung : Armico.

__________. 1997. Dasar Dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung: PT.Citra

Aditya Bakti.

Lemek, Jeremias. 2010. Penuntun Membuat Gugatan. Yogyakarta: Liberty.

Marpaung, Leden. 2009, Asas-Teori-Praktek Hukum Pidana. Jakarta : Sinar

Grafika.

Marzuki, Petter Mahmud. 2005. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana.

Miru. Ahmadi. 2007. Hukum Kontrak. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Moeljatno. 2008. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta.

Munandar, Haris, Sally Sitanggang. 2008. Mengenal HAKI Hak Cipta, Paten,

Merek, dan Seluk Beluknya. Jakarta: Erlangga.

Nurdiansyah, Muhammad. 2015 “Perlindungan Hukum dan Sengketa Rahasia

Dagang (Analisis Putusan MA Nomor 1713 K/Pdt/2010). Jakarta: Skripsi

Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Prodjodikoro, Wirjono. 2003. Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia. Bandung:

Refika Aditama.

__________. 2008. Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia. Bandung:

Refika Aditama.

Ramadhan, Bayu Rizky, dkk. 2018.“Pengertian Pengaturan dan Perkembangan

HKI di Indonesia”. Jakarta: Makalah Presentasi pada UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Ramli, Ahmad M. 2000. H.A.K.I Teori Dasar Perlindungan Rahasia Dagang.

Bandung: Mandar Maju.

__________. 2001. Perlindungan Rahasia Dagang Dalam UU No.30/2000 Dan

Perbandinganyya Dengan Beberapa Negara. Bandung: Mandar Maju.

Riswandi, Budi Agus. Bahan Kuliah HKI: Rahasia Dagang Di Internet, Magister

Hukum Universitas Indonesia.

Rosandy, Tommi Ricky. 2012. “Perlindungan Rahasia Dagang Perusahaan

Niela Sary Kaitannya Dengan Kewajiban Karyawan”. Yogyakarta: Tesis

Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia.

74

S. Maria Farida Indrati. 2007. Ilmu Perundang-Undangan (2). Yogyakarta:

Kanisius.

Saidin, H. OK. 2004. Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual

Property Rights). Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Santoso, Topo dan Eva Achjani Zulfa. 2010. Kriminologi. Jakarta: Raja Grafindo

Perkasa.

Sari, Elsi Kartika dan advendi Simanunsong. 2007. Hukum Dalam Ekonomi.

Jakarta: Grasindo.

Sianturi. 1986. Asas-Asas Hukum Pidana di Indoensia Dan Penerapannya.

Jakarta:Alumni Ahaem.

Situngkir, Cindy Margaretha.“Perjanjian Rahasia Dagang Dalam Bisnis Pizza”,

Bandar Lampung: Skripsi Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Soekanto, Soerjono. 2003 Penelitian Hukum Normatif. Jakarta: Raja Grafindo

Persada.

__________. 2008. Faktor-Faktor Yang mempengaruhi Penegakan Hukum.

Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Strauss, Anselm dan Juliet Corbin. 2009. Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Subekti. 2003. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: Itermasa.

Sudarto. 1990. Hukum Pidana I. Semarang: Yayasan Sudarto d/a Fakultas Undip

Semarang.

Sulistyo, Adi. 2007. Mengembangkan Paradigma Non-Litigasi Di Indonesia.

Solo: Lembaga Pengembangan Pendidikan (LPP) UNS dan UPT Penerbit

dan Pencetakan UNS Press._

Susilo, Agus Broto. 2010. Laporan Akhir Tim Analisa dan Evaluasi (AE) Tentang

Rahasia Dagang (UU Nomor 30 Tahun 2000). Jakarta: Badan Pembinaan

Hukum Nasional Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, 2010.

Sutedi, Adrian. 2009. Hak Atas Kekayaan Intelektual. Jakarta: Sinar Grafika.

Ummar, M. Susseyn. 2016. BANI dan Penyelesaian Sengketa. Jakarta: PT.

Fikahati Aneska.

Usman, Rahmadi. 2003. Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual: Perlindungan

75

dan Dimensi Hukumnya di Indonesia. Bandung: PT.Alumni.

Utomo, Tomi Suryo. 2010. Hak Kekayaan Intelektual H.A.K.I. Yogyakarta: Graha

Ilmu.

Widjadja, Gunawan dan Ahmad Yani. 2003. Hukum Arbitrase. Jakarta: PT.

RajaGrafindo Persada.

Widjadja, Gunawan. 2001. Seri Hukum Bisnis, Rahasia Dagang. Jakarta:

RajaGrafindo Persada.

__________. 2001. Pemilik Rahasia Dagang dan Pemegang Rahasia Dagang.

Jakarta: Bussines News.

Winata, Frans Hendra. 2012. Hukum Penyelesaian Sengketa. Jakarta: Sinar

Grafika.

Zed, Mestika. 2004. Metode Penelitian Kepustakaa. Jakarta: yayasan Obor

Indonesia

Sekretariat WIPO, DrafC Guidelines on Developing Intellecfual Property Policy

for Universities and R&l Organizations.

Buku Panduan Hak Kekayaan Intelektual (Direktorat Jenderal Hak Kekayaan

Intelektual. 2013).

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang

Peraturan Menteri Hukum Dan HAM Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Syarat Dan

Tatacara Permohonan Pencatatan Perjanjian Lisensi Kekayaan Intelektual

JURNAL

Ablisar, Madiasa Dkk. 2015. Asas Ultimum Remedium Dalam Penerapan Sanksi

Pidana Terhadap Tindak Pidana Perpajakan Oleh Wajib Pajak. USU Law

Journal, Vol.3, No.2.

Faiz, Pan Mohamad. 2009. “Teori Keadilan John Rawls”. Jurnal Konstitusi,

76

Volume 6 Nomor 1.

Fattah, Damanhuri. 2013. Teori Keadilan Menurut Jhon Rawls. Jurnal TAPIs Vol

9. No.2.

Mustikarini, Indriyana Dwi. 2016. “Perlindungan Hukum Rahasia Dagang

Terhadap Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)”. Perspektif Hukum. Vol.16.

No.1. JURNAL

Semaun, Syahriyah. 2011. “Perlindungan Hukum Terhadap Rahasia Dagang”.

Jurnal Hukum Diktum, vol.9, no. 1.

WEBSITE ATAU INTERNET

http://digilib.unila.ac.id/20053/12/Bab%20II.pdf, diakses pada 12 juli 2019, pukul

13.55 WIB

http://digilib.unila.ac.id/9495/8/BAB%20II.pdf, diakses pada 9 agustus 2019,

pukul 11:24 WIB

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/57586/Chapter%20II.pdf?

sequence=4&isAllowed=y, diakses pada 30 juli 2019, pukul 13:53 WIB

https://media.neliti.com/media/publications/3186-ID-sanksi-pidana-dalam-sistem-

pemidanaan-menurut-kuhp-dan-di-luar-kuhp.pdf, diakses pada Rabu 22 mei

2019, pukul 12:52 WIB

https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt54e830a05d044/hukuman-

mati-termasuk-iultimum-remedium-i-atau-ipremium-remedium-i, diakses

pada 31 juli 2019, Pukul 21:45 WIB

https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5971008e81638/perbedaan-

tindak-pidana-ringan-tipiring-dengan-pelanggaran/, diakses pada minggu 21

juli 2019, pukul 19:22 WIB

https://www.researchgate.net/publication/301740824_JENIS-

JENIS_SANKSI_PIDANA_YANG_DAPAT_DITERAPKAN_TERHADA

P_KORPORASI, diakses pada Rabu 22 Mei 2019, Pukul 13:15 WIB

WAWANCARA

Wawancara pribadi dengan Bapak Andi Kurniawan sebagai seksi pelayanan

hukum bidang paten, Jakarta 22 Juli 2019

77

LAMPIRAN

78

Hasil Wawancara Dengan Bapak Andi Kurniawan sebagai Seksi Pelayanan

Hukum Bidang Paten Direktorat Jendral Kekayaan Intelektual

Peneliti : Bentuk perlindungan dari pemilik rahasia dagang yang sebenarnya

seperti apa pak?

DJKI : Sebelumnya harus diketahui ruang lingkup dari rahasia dagang

Peneliti : Bagaimana upaya hukum yang dapat ditempuh pemilik rahasia

dagang apabila rahasia dagangnya sudah terbongkar?

DJKI : yang pertama adalah upaya hukum pemidanaan dengan membuat

laporan ke polri bisa juga digugat secara perdata dengan ganti rugi ke

pengadilan negeri. Perusahaan yang memiliki jenis produksi yang

sama bisa juga terjerat hukum ini sesuai dengan pasal 14 undang-

undang ini karena pasal 14 menyebut seseorang dapat dikenakan

melanggar rahasia dagang karena ia memperolehnya dengan cara yang

bertentangan dengan hukum baik ganti rugi maupun pidana.

Peneliti : Penegakan hukum dibidang rahasia dagang sebelum lahirnya

undang-undang ini memekai pasal 322 dan 323 KUH Pidana. Pasal

tersebut berada pada bab II KUH Pidana yaitu kejahatan sedangkan

didalam Pasal 13 itu adalah pelanggaran. Nah itu bagaimana

penjelasannya pak?

DJKI : Nah itu harus dibedakan antara pelanggaran dan kejahatan. Ketika

dahulu undang-undang ini belum ada maka dipakai KUH Pidana Pasal

322 dan 323. Sekarang sudah ada peraturan lex specialis dimana

undang-undang ini bermuatan ekonomi, jika kita lihat kejahatan ini

berarti mengambil hak oranglain sedangkan pada rahasia dagang ini

yan diambil hanya berupa informasi maka lebih tepat kepada

79

pelanggaran karena HKI itu pada dasarnya adalah intangible rights

artinya tidak berbentuk secara fisik

Peneliti : soal ancaman hukuman didalam undang-undang ini mengancam

dengan ancaman penjara maksimal 2 tahun dan/atau denda maksimal

Rp.300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) sedangkan sebagai contoh

kasus PT Biggy Cemerlang dimana tersangka hanya dijatuhi hukuman

5 bulan penjara dan denda Rp.15.000.000. sebandingkah hukuman

dengan kerugian rahasia dagang yang bersifat terus menerus?

DJKI : jika sudah diputus oleh majelis hakim maka suka tidak suka maka

itulah keputusan majelis hakim dengan segala pertimbangan

pertimbangannya artinya ketika tidak terima dengan putusan hakim

dapat dilakukan upaya hukum lain. Jadi memang sebenarnya

menganai ganti rugi dan kerugian menjadi perdebatan tetapi mau

gimana lagi ketika hakim memutuskan berarti harus terima

konsekuensinya dan harus dilaksanakan utusan itu. Dan sebenarnya

putusan hakim itu tidak memberatkan seseorang untuk mengganti rugi

atau denda, dia (Hakim) lebih menekankan kepada pidana. Kalua kita

lihat putusan tentang korupsi, hakim lebih memberatkan pidana

ketimbang denda.

Peneliti : pengadilan rahasia dagang bersifat tertutup. Jika misalnya didalam

pengadilan rahasia dagang terdakwa tidak terbukti bersalah sedangkan

pada saat acara pembuktian pihak pemilik rahasia dagang telah

memberi tahukan rahasia dagangnya secara langsung. Nah itu

bagaimana pertanggung jawabannya pak?

DJKI : didalam persidangan itu semua orang disumpah artinya tidak boleh

membocorkan. Artinya walaupun rahasia dagang itu sudah

diungkapkan didalam persidangan itu kita tetap tidak boleh

menggunakan rahasia dagang itu. Artinya begini, jika ingin diproses

dengan pidana harus berdasarkan bukti-bukti yang kuat, tidak bisa asal

80

menduga ini sama maka berarti melanggar rahasia dagang, yang kedua

harus ada saksi.

Peneliti : apakah bentuk perjanjian lisensi bentuknya baku berasal dari DJKI

atau dapat sesuai dengan pihak yang berjanji?

DJKI : pada prinsipnya kantor DJKI tidak mengatur perjanjian menganai

para pihak. Kita hanya mengatur bahwa perjanjian lissensi harus

dicatatkan kepada DJKI. Hanya formulir perjanjian lisensi saja yang

diatur yang berisi para pihak antara A dan B tidak mencakup substansi

rahasia dagang.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000

TENTANG RAHASIA DAGANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu bersaing dalam lingkup perdagangan nasional

dan internasional perlu diciptakan iklim yang mendorong kreasi dan inovasi masyarakat dengan memberikan perlindungan hukum terhadap Rahasia Dagang sebagai bagian dari sistem Hak Kekayaan Intelektual;

b. bahwa Indonesia telah meratifikasi Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) yang mencakup Agreement an Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPs) dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Rahasia Dagang;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, perlu dibentuk Undang-undang tentang Rahasia Dagang;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the

World Trade Organization (Persatuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564);

3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3817).

Dengan persetujuan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG RAHASIA DAGANG

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Rahasia Dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi

dan/atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik Rahasia Dagang.

2. Hak Rahasia Dagang adalah hak atas rahasia dagang yang timbul berdasarkan Undang-undang ini.

3. Menteri adalah Menteri yang membawahkan Departemen yang salah satu lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang Hak Kekayaan Intelektual, termasuk Rahasia Dagang.

4. Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang berada di bawah Departemen yang dipimpin oleh Menteri.

5. Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemegang Hak Rahasia Dagang kepada pihak lain melalui suatu perjanjian berdasarkan pada pemberian hak (bukan pengalihan hak) untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu Rahasia Dagang yang diberi perlindungan dalam jangka waktu tertentu dan syarat tertentu.

BAB II

LINGKUP RAHASIA DAGANG

Pasal 2 Lingkup perlindungan Rahasia Dagang meliputi metode produksi, metode pengolahan, metode penjualan, atau informasi lain di bidang teknologi dan/atau bisnis yang memiliki nilai ekonomi dan tidak diketahui oleh masyarakat umum.

Pasal 3 (1) Rahasia Dagang mendapat perlindungan apabila informasi tersebut bersifat rahasia,

mempunyai nilai ekonomi, dan dijaga kerahasiaannya melalui upaya sebagaimana mestinya. (2) Informasi dianggap bersifat rahasia apabila informasi tersebut hanya diketahui oleh pihak

tertentu atau tidak diketahui secara umum oleh masyarakat. (3) Informasi dianggap memiliki nilai ekonomi apabila sifat kerahasiaan informasi tersebut dapat

digunakan untuk menjalankan kegiatan atau usaha yang bersifat komersial atau dapat meningkatkan keuntungan secaraekonomi.

(4) Informasi dianggap dijaga kerahasiaannya apabila pemilik atau para pihak yang menguasainya telah melakukan langkah-langkah yang layak dan patut.

BAB III

HAK PEMILIK RAHASIA DAGANG

Pasal 4 Pemilik Rahasia Dagang memiliki hak untuk: a. menggunakan sendiri Rahasia Dagang yang dimilikinya; b. memberikan Lisensi kepada atau melarang pihak lain untuk menggunakan Rahasia Dagang

atau mengungkapkan Rahasia Dagang itu kepada pihak ketiga untuk kepentingan yang bersifat komersial.

BAB IV PENGALIHAN HAK DAN LISENSI

Bagian Pertama Pengalihan Hak

Pasal 5

(1) Hak Rahasia Dagang dapat beralih atau dialihkan dengan: a. pewarisan; b. hibah; c. wasiat; d. perjanjian tertulis; atau e. sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.

(2) Pengalihan Hak Rahasia Dagang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disertai dengan dokumen tentang pengalihan hak.

(3) Segala bentuk pengalihan Hak Rahasia Dagang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dicatatkan pada Direktorat Jenderal dengan membayar biaya sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.

(4) Pengalihan Hak Rahasia Dagang yang tidak dicatatkan pada Direktorat Jenderal tidak berakibat hukum pada pihak ketiga.

(5) Pengalihan Hak Rahasia Dagang sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diumumkan dalam Berita Resmi Rahasia Dagang.

Bagian Kedua

Lisensi

Pasal 6 Pemegang Hak Rahasia Dagang berhak memberikan Lisensi kepada pihak lain berdasarkan perjanjian Lisensi untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, kecuali jika diperjanjikan lain.

Pasal 7 Dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6, pemegang Hak Rahasia Dagang tetap dapat melaksanakan sendiri atau memberikan Lisensi kepada pihak ketiga untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, kecuali jika diperjanjikan lain.

Pasal 8 (1) Perjanjian Lisensi wajib dicatatakan pada Direktorat Jenderal dengan dikenai biaya

sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini. (2) Perjanjian Lisensi Rahasia Dagang yang tidak dicatatkan pada Direktorat Jenderal tidak

mempunyai akibat hukum terhadap pihak ketiga. (3) Perjanjian Lisensi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diumumkan dalam Berita Rahasia

Dagang.

Pasal 9 (1) Perjanjian Lisensi dilarang memuat ketentuan yang dapat menimbulkan akibat yang

merugikan perekonomian Indonesia atau memuat ketentuan yang mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Direktorat Jenderal wajib menolak pencatatan perjanjian Lisensi yang memuat ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat(1).

(3) Ketentuan mengenai pencatatan perjanjian Lisensi diatur dengan Keputusan Presiden.

BAB V BIAYA

Pasal 10

(1) Pencatatan pengalihan hak dan pencatatan perjanjian Lisensi Rahasia Dagang dikenai biaya yang jumlahnya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan, jangka waktu, dan tata cara pembayaran biaya sebagiamana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Presiden.

(3) Direktorat Jenderal dengan persetujuan Menteri dan Menteri Keuangan dapat mengelola sendiri biaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB VI

PENYELESAIAN SENGKETA

Pasal 11

(1) Pemegang Hak Rahasia Dagang atau penerima Lisensi dapat menggugat siapa pun yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, berupa: a. gugatan ganti rugi; dan/atau b. penghentian semua perbuatan sebagaimana dalam Pasal 4.

(2) Gugatan sebagiamana dimaksud dalam ayat (1) diajukan ke Pengadilan Negeri. Pasal 12 Selain penyelesaian gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, para pihak dapat menyelesaikan perselisihan tersebut melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa.

BAB VII LELANGGARAN RAHASIA DAGANG

Pasal 13

Pelanggaran Rahasia Dagang juga terjadi apabila seseorang dengan sengaja mengungkapkan Rahasia Dagang, mengingkari kesepakatan atau mengingkari kewajiban tertulis atau tidak tertulis untuk menjaga Rahasia Dagang yang bersangkutan.

Pasal 14 Seseorang dianggap melanggar Rahasia Dagang pihak lain apabila ia memperoleh atau menguasai Rahasia Dagang tersebut dengan cara yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 15 Perbuatan sebagiamana dimaksud dalam Pasal 13 tidak dianggap pelanggaran Rahasia Dagang apabila: a. tindakan pengungkapan Rahasia Dagang atau penggunaan ertahanan keamanan, kesehatan,

atau keselamatan masyarakat; b. tindakan rekayasa ulang atas produk yang dihasilkan dari penggunaan Rahasia Dagang milik

orang lain yang dilakukan semata-mata untuk kepentingan pengembangan lebih lanjut produk yang bersangkutan.

BAB VIII

PENYIDIKAN

Pasal 16 (1) Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Penyidik Pejabat Pegawai

Negari Sipil di lingkungan Departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawababnya meliputi Hak Kekayaan Intelektual diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Udnang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Rahasia Dagang.

(2) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berwenang: a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran pengaduan atau keterangan berkenaan dengan

tindak pidana di bidang Rahasia Dagang; b. melakukan pemeriksaan terhadap pihak yang melakukan tindak pidana di bidang

Rahasia Dagang; c. meminta keterangan dan bahan bukti dari para pihak sehubungan dengan peristiwa

tindak pidana di bidang Rahasia Dagang;

d. melakukan pemeriksaan atas pembukuan, pencatatan dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang Rahasia Dagang;

e. melakukan pemeriksaan ditempat tertentu yang diduga terdapat barang bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen lain;

f. melakukan penyitaan terhadap bahan dan/atau barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang Rahasia Dagang; dan/atau

g. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang Rahasia Dagang.

(3) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dalam melaksanakan tugasnya memberitahukan dimulainya penyidikan dan melaporkan hasil penyidikannya kepada Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.

(4) Dalam hal penyidikan sudah selesai, Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia dengan mengingat ketentuan Pasal 107 Undang-undang Hukum Acara Pidana.

BAB IX

KETENTUAN PIDANA

Pasal 17 (1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan Rahasia Dagang pihak lain atau

melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 atau Pasal 14 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan delik aduan.

BAB X KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 18

Atas permintaan para pihak dalam perkara pidana ataupun perkara perdata, hakim dapat memerintahkan agar sidang dilakukan secara tertutup.

BAB XI KETENTUAN PENUTUP

Pasal 19

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta pada tanggal 20 Desember 2000

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

ABDURRAHMAN WAHID Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 20 Desember 2000 SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA, ttd. DJOHAN EFFENDI LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2000 NOMOR 242

PENJELASAN ATAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000

TENTANG RAHASIA DAGANG

I. UMUM

Sebagai negara berkembang, Indonesia perlu mengupayakan adanya persaingan yang tangguh di kalangan dunia usaha. Hal itu sejalan dengan kondisi di bidang perdagangan dan investasi. Daya saing semacam itu telah lama dikenal dalam sistem Hak Kekayaan Intelektual, misalnya Paten. Dalam Paten, sebagai imbalan atas hak ekslusif yang diberikan oleh negara, penemu harus mengungkapkan temuan atau invensinya. Namun, tidak semua penemu atau kalangan pengusaha bersedia mengungkapkan temuan atau invensinya itu. Mereka ingin tetap menjaga kerahasiaan karya intelektual mereka. Di Indonesia, masalah kerahasiaan itu terdapat di dalam beberapa aturan yang terpisah, yang belum merupakan satu sistem aturan terpadu.

Kebutuhan akan perlindungan hukum terhadap Rahasia Dagang sesuai pula dengan salah satu ketentuan dalam Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Ringhts (Persetujuan TRIPs) yang merupakan lampiran dari Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), sebagaimana telah diratifikasi oleh Indonesia dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994.

Adanya perlindungan tersebut akan mendorong lahirnya temuan atau invensi baru yang meskipun diperlakukan sebagai rahasia, tetap mendapat perlindungan hukum, baik dalam rangka kepemilikan, pengusaan maupun pemanfaatannya oleh penemuanya.

Untuk mengelola administrasi Rahasia Dagang pada saat ini Pemerintah menunjuk Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia c.q. Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual untuk melakukan pelayanan di bidang Hak Kekayaan Intelektual. Mengingat cukup luasnya tugas dan tanggung jawab tersebut, tidak tertutup kemungkinan pada waktu yang akan datang, Direktorat Jenderal yang membidangi Hak Kekayaan Intelektual ini berkemang menjadi suatu badan lain yang bersifat mandiri dilingkungan Pemerintah, termasuk mandiri dalam pengelolaan keuangan.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1 Cukup jelas Pasal 2 Cukup jelas Pasal 3 Ayat (1) "Upaya-upaya sebagaimana mestinya" adalah semua langkah yang memuat ukuran kewajaran, kelayakan, dan kepatutan yang harus dilakukan. Misalnya, di dalam suatu perusahaan harus ada prosedur baku berdasarkan praktik umum yang berlaku di tempat-tempat lain dan/atau yang dituangkan ke dalam ketentuan internal perusahaan itu sendiri. Demikian pula dalam ketentuan internal perusahaan dapat ditetapkan bagaimana Rahasia Dagang itu dijaga dan siapa yang bertanggung jawab atas kerahasiaan itu. Ayat (2)

Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Pasal 5 Ayat (1) Sebagai hak milik, Rahasia Dagang dapat beralih atau dialihkan kepada pihak lain, Peristiwa hukum tersebut dapat berlangsung antara lain dalam bentuk hibah, wasiat, atau pewarisan. Khusus untuk pengalihan hak atas dasar perjanjian, ketentuan ini menetapkan perlunya pengalihan hak tersebut dilakukan dengan akta. Hal itu penting mengingat begitu luas dan peliknya aspek yang dijangkau. Yang dimaksud dengan "sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-udnangan" misalnya putusan pengadilan yang menyangkut kepailitan. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "dokumen tentang pengalihan hak" adalah dokumen yang menunjukkan terjadinya pengalihan hak Rahasia Dagang. Namun, Rahasia Dagang itu sendiri tetap tidak diungkapkan. Ayat (3) Yang "wajib dicatatkan" pada Direktorat Jenderal hanyalah mengenai data yang bersifat administratif dari dokumen pengelihan hak dan tidak mencakup substansi Rahasia Dagang yang diperjanjikan. Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Hal-hal yang diumumkan di dalam Berita Resmi Rahasia Dagang hanya mengenai data yang bersifat administratif dan tidak mencakup substansi Rahasi Dagang yang diperjanjikan. Pasal 6 Berbeda dengan perjanjian yang menjadi dasar pengalihan Rahasia Dagang, Lisensi hanya memberikan hak secara terbatas dan dengan waktu yang terbatas pula. Dengan demikian, Lisensi hanya diberikan untuk pemakaian atau penggunaan Rahasia Dagnag dalam jangka waktu tertentu. Berdasarkan pertimbangan bahwa sifat Rahasia Dagang yang tertutup bagi pihak lain, pelaksanaan Lisensi dilakukan dengan mengirimkan atau memperbantukan secara langsung tenaga ahli yang dapat menjaga Rahasia Dagang itu. Hal itu berbeda, misalnya, dari pemberian bantuan teknis yang biasanya dilakukan dalam rangka pelaksanaan proyek, pengoperasian mesin baru atau kegiatan lain yang khusus dirancang dalam rangka bantuan teknik. Pasal 7 Ketentuan ini dimaksudkan untuk menegaskan prinsip bahwa Lisensi bersifat non-eksklusif. Artinya, Lisensi tetap memberikan kemungkinan kepada pemilik ketiga lainnya. Apakah akan dibuat sebaliknya, hal ini harus dinyatakan secara tegas dalam perjanjian Lisensi tersebut. Pasal 8 Ayat (1) Yang "wajib dicatatkan" pada Direktorat Jenderal hanyalah mengenai data yang bersifat administratif dari perjanjian Lisensi dan tidak mencakup subtansi Rahasia Dagang yang diperjanjikan. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Hal-hal yang diumumkan di dalam Berita Resmi Rahasia Dagng hanya mengenai data yang bersifat administratif dan tidak mencakup substansi Rahasia Dagang yang diperjanjikan.

Pasal 9 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Pencatatan ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila isi perjanjian Lisensi tersebut akan dapat menimbulkan akibat yang merugikan kepentingan ekonomi Indonesia. Misalnya, perjanjian tersebut mengatur kewajiban yang dapat dinilai tidak adil bagi penerima Lisensi, seperti menghalangi proses alih teknologi ke Indonesia. Ayat (3) Cukup jelas Pasal 10 Cukup jelas Pasal 11 Cukup jelas Pasal 12 Yang dimaksud dengan "alternatif penyelesaian sengketa" adalah negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan cara lain yang dipilih oleh para pihak sesuai dengan Undang-undang yang berlaku. Pasal 13 Cukup jelas Pasal 14 Cukup jelas Pasal 15 Huruf a Cukup jelas Huruf b Yang dimaksud dengan "Rekayasa Ulang" (reverse engineering) adalah suatu tindakan analisis dan evaluasi untuk mengetahui informasi tentang suatu teknologi yang sudah ada. Pasal 16 Cukup jelas Pasal 17 Cukup jelas Pasal 18 Cukup jelas Pasal 19 Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4044