TINJAUAN YURIDIS PASAL PEMIDANAAN BAGI PELANGGAR RAHASIA...
Transcript of TINJAUAN YURIDIS PASAL PEMIDANAAN BAGI PELANGGAR RAHASIA...
TINJAUAN YURIDIS PASAL PEMIDANAAN BAGI PELANGGAR
RAHASIA DAGANG DALAM UNDANG-UNDANG
NOMOR 30 TAHUN 2000
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh:
AKRAM SRI NARENDRO TOMO
NIM: 11150480000136
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1440 H/ 2019
i
TINJAUAN YURIDIS PASAL PEMIDANAAN BAGI PELANGGAR
RAHASIA DAGANG DALAM UNDANG-UNDANG
NOMOR 30 TAHUN 2000
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh:
AKRAM SRI NERENDRO TOMO
NIM: 11150480000136
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1440 H/ 2019
v
ABSTRAK
AKRAM SRI NERENDRO TOMO, NIM 11150480000136, “TINJAUAN
YURIDIS PASAL PEMIDANAAN BAGI PELANGGAR RAHASIA
DAGANG DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2000”.
Konsentrasi Hukum Bisnis, Program Studi Ilmu Hukum, Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta. 1440 H/2019 M. x + 74 Halaman + 6 Halaman Daftar
Pustaka + 13 Halaman Lampiran.
Permasalahan pada skripsi ini adalah ketentuan pidana didalam Pasal 17
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang tidak sesuai
dengan apa yang tercantum dalam Pasal 13 Undang-undang ini yang berbicara
mengenai Pelanggaran. Selain itu ancaman pidana yang terdapat dalam undang-
undang ini dapat dikatakan sangat rendah dibandingkan pada saat perancangan
undang-undang ini, sehingga berakibat kepada penegakan dan penerapan hukum
pidana didalam undang-undang ini kurang efektif.
Hasil penelitian yang dilakukan peneliti adalah Ketentuan didalam Pasal 13
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang memiliki
penafsiran ganda dengan menggunakan frasa “Pelanggaran” selanjutnya kemudian
agar diganti menjadi “kejahatan” atau “Perbuatan yang dilarang” sebagaimana
produk undang-undang HKI lainya. Selain itu ancaman pidana didalam ketentuan
undang-undang ini dapat dikatakan kurang efektif karena pada undang undang ini
sudah memiliki asas ultimum remedium sehingga pidana penjara seharusnya
menjadi alat pukul terakhir demi memberi efek jera kepada pelaku. Kemudian
beberapa hal yang menyebabkan undang-undang ini kurang efektif didalam
penegakan dan penerapannya yaitu tidak adanya ketentuan mengenai pencatatan
perjanjian lisensi rahasia dagang.
Kata Kunci : Rahasia Dagang, Pasal Pemidanaan, Pelanggaran Rahasia Dagang.
Pembimbing Skripsi : Dr. Burhanudin. S.H., M.Hum.
Daftar Pustaka : Tahun 1984 sampai Tahun 2018.
vi
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur hanya untuk Allah SWT. Atas berkat rahmat,
hidayat, dan juga anugrah-Nya peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“TINJAUAN YURIDIS PASAL PEMIDANAAN BAGI PELANGGAR
RAHASIA DAGANG DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN
2000”. Sholawat serta salam tidak lupa tercurah oleh peneliti kepada junjungan
Nabi Muhammad SAW. yang telah membawa umat manusia dari zaman jahiliah ke
zaman Islamiyah pada saat ini.
Penulisan skripsi ini dilakukan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum
pada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi ini
tidak dapat diselesaikan oleh peneliti sendiri tanpa bantuan dan dukungan dari
berbagai pihak selama penyusunan skripsi ini.
Peneliti ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya atas para
pihak yang telah memberikan peranan secara langsung dan tidak langsung atas
pencapaian yang dicapai oleh peneliti, yaitu antara lain kepada yang terhormat:
1. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.H., M.A. Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Muhammad Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H. Ketua Program Studi Ilmu
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum. Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Dr. Burhanudin, S.H., M.Hum. Pembimbing skripsi yang telah memberikan
saran, kritik, motivasi, dan juga arahan dalam proses saya menyelesaikan tugas
akhir skripsi ini.
5. Dra. Ipah Farihah, M.H. Pembimbing akademik peneliti yang telah
mempermudah dan memberikan saran kepada peneliti didalam proses
penyusunan skripsi.
vii
6. Pimpinan perpustakaan yang telah memberikan fasilitas untuk mengadakan
studi kepustakaan, sehingga saya dapat memperoleh bahan referensi untuk
melengkapi hasil penelitian saya.
7. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orangtua peneliti yaitu
Bapak Sri Widodo dan Ibu Istiyana yang telah memberikan doa kepada peneliti
untuk menyelesaikan skripsi ini, nafkah dan kasih sayang sampai saat ini, serta
pengorbanan kepentingannya untuk mendahulukan studi peneliti. Semoga
Allah SWT selalu memberikan nikmat panjang umur dan kesehatan kepada
kedua orangtua peneliti, agar mereka dapat melihat peneliti sukses dimasa
depan.
8. Pihak-pihak yang telah memberikan kontribusi kepada peneliti dalam
menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.
Jakarta, 16 September 2019
Akram Sri Nerendro Tomo
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL _____________________________________________i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ______________________ii
PENGESAHAN PANITIAN UJIAN SKRIPSI ______________________iii
LEMBAR PERNYATAAN ______________________________________iv
ABSTRAK ____________________________________________________v
KATA PENGANTAR __________________________________________vi
DAFTAR ISI ________________________________________________viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah _____________________________1
B. Indentifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah _______5
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian _______________6
D. Metode Penelitian __________________________________7
E. Sistematika Penulisan _______________________________9
BAB II RAHASIA DAGANG
A. Kerangka Konseptual ______________________________12
B. Kerangka Teori ___________________________________13
C. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu __________________16
D. Pengertian Dan Ruang Lingkup Rahasia Dagang_________18
E. Cara Memperoleh Perlindungan Hukum Rahasia Dagang__24
F. Pelanggaran Atas Rahasia Dagang dan Cara
Mempertahankan Rahasia Dagang ____________________27
G. Delik Murni Dan Aduan ____________________________30
ix
BAB III PENYELESAIAN SENGKETA RAHASIA DAGANG DAN
SISTEM HUKUMAN PIDANA DI INDONESIA
A. Penyelesaian Sengketa Rahasia Dagang _______________32
B. Sistem Hukuman Pidana (Strafsel) Dalam
Hukum Indonesia _________________________________37
1. Pidana Pokok _________________________________37
2. Pidana Tambahan______________________________41
BAB IV TINJAUAN YURIDIS PASAL PEMIDANAAN BAGI
PELANGGAR RAHASIA DAGANG DALAM UNDANG-
UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2000
A. Tinjauan Yuridis Pasal 13 dan Pasal 17 Dan Korelasinya
Dengan Pemidanaan Rahasia Dagang _________________44
1. Tinjauan Yuridis Pasal 13 Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2000 _________________________44
2. Tinjauan Yuridis Pasal 17 Ayat (1) Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2000 _________________________47
3. Korelasi Antara Pasal 17 Dengan Pasal 13 Terhadap
Pemidanaan Rahasia Dagang_____________________53
B. Analisis Yuridis Efektivitas Pemidanaan Bagi Pelanggar
Rahasia Dagang dan Relevansinya Terhadap Undang-
Undang Rahasia Dagang ___________________________56
1. Perjanjian Tertulis dan Perjanjian Lisensi Sebagai
Sumber Masalah Pelanggaran Terhadap
Rahasia Dagang ______________________________57
2. Penerapan Pidana Terhadap Pelanggar Rahasia
Dagang dan Permasalahan Yang Muncul __________58
3. Permasalahan Pidana Yang Kurang Efektif _________61
4. Pidana Penjara Sebagai Upaya Ultimum Remedium
Dalam Penindakan Hukum Rahasia Dagang ________64
5. Tidak Adanya Peraturan Dibawah Undang-
x
Undang Rahasia Dagang Yang Membuat
Penegakan Hukum Kurang Efektif ________________65
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan _____________________________________69
B. Rekomendasi ____________________________________70
DAFTAR PUSTAKA__________________________________________72
LAMPIRAN _________________________________________________77
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia sebagai makhluk yang berpikir mampu menghasilkan berbagai
karya yang berguna. Atas dasar itulah pada tahun 1470 di Venice, Italia
terbitlah peraturan yang mengatur masalah hasil karya suatu orang yang harus
dilindungi, disinilah peraturan pertama tentang Hak Kekayaan Intelektual
muncul. Setelah itu terhitung ada banyak konvensi-konvensi yang diadakan
yang khusus membahas tentang kekayaan intelektual. Terhitung terdapat Paris
Convention pada tahun 1883 yang mengatur masalah Paten, Merek Dagang,
dan Desain Industri, Berne Convention pada tahun 1886 yang mengatur
masalah Hak Cipta.1
Di Indonesia sendiri, perkembangan Hak Kekayaan Intelektual dimulai
pada 1986 dimana Indonesia bersama 125 negara menandatangani sebuah
deklarasi Pacta Del Este Final Act Uruguay Round yang menjadi cikal bakal
dari terbentuknya WTO (World Trade Organization). Diantara persetujuan
dari konvensi tersebut adalah terdapatnya persetujuan tentang TRIPs (Trade
Related Aspect of Intellectual Property Rights). Maka dengan menyetujui
konvensi tersebut di atas, Indonesia harus membuat kebijakan hukum di bidang
Hak Kekayaan Intelektual yang meliputi Hak Cipta, Hak Paten, Hak Merek,
Rahasia Dagang, Hak Desain Industri. Tujuan dari dibentuknya kebijakan yang
berkaitan dengan Hak Kekayaan Intelektual ini adalah untuk melindungi hak-
hak dari pembuat karya intelektual.
Seiring dengan berkembangnya zaman, Hak Kekayaan Intelektual
menjadi hal yang sangat penting bagi para investor dan para pelaku usaha
dalam mengembangkan bisnis dan usahannya. Dalam menjalankan usahannya
yang menuntut adanya hasil dari olah pikir manusia diperlukan perlindungan
yang memadai. Sebagai contoh misalnya, dalam perkembangan perdagangan
1 Bayu Rizky Ramadhan, dkk, “Pengertian Pengaturan dan Perkembangan HKI di
Indonesia”, (Makalah Presentasi pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018), h. 5
2
tidak hanya berkaitan dengan produk atau jasa yang mereka perdagangkan saja
melainkan juga terdapat sumberdaya lain berupa informasi yang bersifat
rahasia yang berguna bagi kegiatan usaha dan juga memiliki nilai ekonomi
yang tinggi. Berkaitan dengan hal itu, maka para pelaku usaha memerlukan
adannya perlindungan hukum tentang Informasi yang bersifat rahasia tadi yang
kemudian disebut dengan Rahasia Dagang. Bagi mereka perlindungan yang
memadai terhadap Rahasia Dagang pada umumnnya merupakan salah satu
dasar pertimbangan untuk melakukan perdagangan dan investasi di suatu
negara.2
Rahasia Dagang sendiri telah diatur didalam Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang. Yang dimaksud Rahasia Dagang
menurut Undang-Undang ini terdapat di Pasal 1 angka 1 dimana “Rahasia
Dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum dibidang teknologi
dan/atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan
usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik Rahasia Dagang”. Dari
pengertian Undang-Undang di atas, maka dapat kita simpulkan bahwa Rahasia
Dagang adalah sebuah informasi yang sangat berharga untuk perusahaan.
Karenannya harus dijaga kerahasiannya keberhargaan informasi ini karena
informasi tersebut dapat mendatangkan keuntungan ekonomis bagi
perusahaan.3
Undang-Undang Rahasia Dagang ini memiliki sifat yang sama dengan
Undang Undang tentang Hak Cipta yang bersifat deklaratif. Yang dimaksud
dengan sifat deklaratif yaitu bahwa perlindungan hukum bagi pemilik Rahasia
Dagang berlaku secara otomatis apabila suatu produk tersebut telah memenuhi
unsur-unsur Rahasia Dagang yang meliputi pertama, Adannya informasi yang
rahasia, kedua, Memiliki nilai ekonomi, ketiga, Berupa informasi yang dijaga
kerahasiaanya.4
2 Ahmad M. Ramli, H.A.K.I: Teori Dasar Perlindungan Rahasia Dagang, (Bandung:
Mandar Maju,2000), h.1 3 Adrian Sutedi, Hak Atas Kekayaan Intelektual, (Jakarta: Sinar Grafika,2009), h.122 4 Indriyana Dwi Mustikarini, “Perlindungan Hukum Rahasia Dagang Terhadap
Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)”, Perspektif Hukum. Vol.16. No.1, 1 mei 2016, h.80
3
Namun berbeda halnya jika pemilik Rahasia Dagang memilih untuk
memberikan mandat kepada pihak kedua dan/atau ketiga untuk menjaga
Rahasia Dagang, maka pemilik Rahasia Dagang harus membuat perjanjian
Lisensi Rahasia Dagang secara tertulis dan perjanjian Lisensi Rahasia Dagang
Tersebut harus didaftarkan kepada Direktorat Jendral Kekayaan Intelektual
untuk bisa mendapatkan perlindungan hukum.
Dalam upaya perlindungan hukum terhadap Rahasia Dagang, Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang telah memberikan
ketentuan yang jelas diatur secara eksplisit didalam Pasal 5 ayat (1) huruf d
yang menyatakan bahwa perlindungan rahasia dagang lahir antara lain
berdasarkan perjanjian tertulis. Khusus untuk pengalihan hak atas dasar
perjanjian, diperlukan adanya suatu pengalihan hak yang didasarkan pada
pembuatan suatu akta, terutama akta otentik. Hal ini penting mengingat aspek
yang dijangkau begitu luas dan pelik, selain untuk menjaga kepentingan
masing-masing pihak yang mengadakan perjanjian pengalihan hak atas rahasia
dagang tersebut.5 Namun apa yang terjadi jika suatu perjanjian lisensi Rahasia
Dagang tersebut tidak tertulis dan belum atau tidak didaftarkan kepada
Direktorat Jendral Kekayaan Intelektual, apakah tetap juga mendapatkan
perlindungan hukum yang sama.
Dan di dalam Undang Undang Rahasia Dagang juga telah diatur pasal-
pasal yang mengatur tentang penegakan hukum yang termuat didalam Pasal 17
yang merupakan lex specialis dari pemidanaan Rahasia Dagang. Dimana pasal
yang bersifat lex generalis terdapat pada Pasal 322 dan 323 KUHP. Dengan
berlakunnya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang,
maka ketentuan pemidanaan yang terdapat dalam Pasal 322 dan 323 KUHP
menjadi tidak berlaku lagi, sesuai dengan prinsip hukum Lex specialis derogate
Lex Generalis.
Menurut Pasal 17 ayat (1), dijelelaskan bahwa pemidanaan terhadap
5 Tim Bawah Pimpinan Agus Broto Susilo, Laporan Akhir Tim Analisa dan Evaluasi
(AE) Tentang Rahasia Dagang (UU Nomor 30 Tahun 2000), (Jakarta: Badan Pembinaan
Hukum Nasional Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, 2010), h.46
4
pelanggar Rahasia Dagang akan dikenai sanksi pidana berupa kurungan
penjara maksimal 2 tahun dan atau denda maksimal sebanyak
Rp.300.000.000,00 (Tiga Ratus Juta Rupiah). Namun seiring dengan
perkembangan zaman, baik sanksi pidana atau pun denda kurang efektif jika
yang dilakukan pelanggar pasal ini telah merugikan pemilik Rahasia Dagang
secara kontinu. Teori relatif pemidanaan menyebutkan bahwa teori ini
memandang pemidanaan bukan sebagai pembalasan atas kesalahan si pelaku,
tetapi sebagai sarana mencapai tujuan bermanfaat untuk melindungi
masyarakat menuju kesejahteraan. Dari teori ini muncul tujuan pemidanaan
sebagai sarana pencegahan, yaitu pencegahan umum yang ditujukan pada
masyarakat. Berdasarkan teori ini, hukuman yang dijatuhkan untuk
melaksanakan maksud atau tujuan dari hukuman itu, yakni memperbaiki
ketidakpuasan masyarakat sebagai akibat kejahatan itu. Tujuan hukuman harus
dipandang secara ideal, selain dari itu, tujuan hukuman adalah untuk mencegah
(prevensi) kejahatan.6 Dari teori di atas maka harus dibuat pemidanaan yang
bukan hanya sebagai efek jera yang didapatkan pelanggar Rahasia Dagang,
namun sebagai upaya prefentif bagi siapa pun yang hendak melakukan tindak
kejahatan di Rahasia Dagang.
Keadilan terkait pemidanaan pelanggar Rahasia Dagang memang dirasa
sangat kurang mengingat Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 ini memang
hanya menjatuhkan pidana penjara hanya maksimal 2 tahun dan atau denda
maksimal Rp.300.000.000,-. Sebagai contoh terkait keadilan pemidanaan dapat
dilihat pada sengketa Rahasia Dagang yang dialami oleh PT. Biggy Cemerlang
yang berhadapan dengan mantan karyawannya di Pengadilan Negeri Jakarta
Utara tahun 2012. Dan hakim memutus terdakwa dengan hukuman 5 bulan
penjara dan denda Rp.15.000.000,-. Putusan hakim yang memutus berdasarkan
Undang-Undang ini dinilai tidak relevan mengingat yang disengketakan disini
adalah Rahasia Dagang yang memiliki konsekuensi Rahasia Dagang nya
terbuka saat bersidang sedangkan hukum yang didapat tidak / kurang
6 Leden Marpaung, Asas-Teori-Praktek Hukum Pidana, (Jakarta : Sinar Grafika,
2009), h.106
5
memberikan keadilan terhadap korban.
Selain itu perjanjian Lisensi yang dianggap menjadi sumber dari
permasalahan dibidang rahasia dagang belum cukup mampu melindungi para
pemilik rahasia dagang dikarenakan belum adanya peraturan pelaksana yang
khusus mengatur mengenai pelaksanaan lisensi rahasia dagang yang dianggap
istimewa dan berbeda dengan Hak Kekayaan Intelektual lainnya. Pasal 17 yang
kaitannya dengan Pasal 13 dan Pasal 14 juga mendapat banyak permasalahan
karena masih general nya maksud yang hendak disampaikan sehingga
menimbulkan berbagai penafsiran didalam menginterptretasi pasal tersebut.
Berkaitan dengan hal-hal yang telah diuraikan di atas, maka peneliti
tertarik untuk memilih judul “Tinjauan Yuridis Pasal Pemidanaan Bagi
Pelanggar Rahasia Dagang Dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000”
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka identifikasi masalah
dari penelitian ini adalah:
a. Penegakan hukum bagi pelanggar Rahasia Dagang
b. Penerapan sanksi pidana pelanggar Rahasia Dagang menurut Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2000
c. Kerugian yang dialami perusahaan terhadap penyalahgunaan Rahasia
Dagang
d. Peran pemerintah dalam pencegahan pelanggaran Rahasia Dagang
melalui mekanisme pemidanaan yang lebih berat.
2. Pembatasan Masalah
Untuk mempermudah pembahasan dalam dalam penulisan skripsi ini,
peneliti membatasi masalah yang hendak di bahas sehingga pembahasannya
lebih jelas dan terarah sesuai dengan apa yang diharapkan peneliti. Disini
peneliti akan membahas penerapan sanksi pidana bagi pelanggar Pasal 17
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000, apakah masih relevan dengan
keadaan sekarang dan juga tinjauan yuridis mengenai hubungan antara Pasal
13 dengan Pasal 17 undang-undang ini.
6
3. Perumusan Masalah
Undang-Undang Rahasia Dagang bersifat deklaratif dan pasif, artinya
Undang-Undang ini secara otomatis melindungi sesuatu yang bersifat
rahasia dan memiliiki manfaat ekonomi. Namun penerapan sanksi pidana
membuat nilai kerugian yang dialami perusahaan tidak sebanding dengan
pemidanaan pelanggar Rahasia Dagang selain itu terdapat kerancuan
tentang pemidanaan rahasia dagang karena rahasia dagang bersifat privat,
sehinngga pada penelitian ini timbullah pertanyaan, sebagai berikut:
a. Apakah terdapat korelasi antara Pasal 13 dan Pasal 17 Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang?
b. Bagaimana efektivitas penerapan pemidanaan rahasia dagang dalam
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji lebih
dalam mengenai keefektifan pemidanaan bagi pelanggar Rahasia Dagang.
Sedangkan secara khusus tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui sinkron atau tidaknya hubungan antara Pasal 13 dan
Pasal 17 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia
Dagang.
b. Untuk mengetahui keefektifan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000
dalam penerapan pemidanaan Rahasia Dagang.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini secara teoritis dan praktis adalah sebagai
berikut:
a. Secara teoritis penelitian ini dapat memperkaya khasanah ilmu
pengetahuan dalam hal Hak Kekayaan Intelektual, khususnya mengenai
tinjauan yuridis mengenai unsur pemidanaan yang terdapat di dalam
peraturan perundang-undangan tentang rahasia dagang.
b. Secara praktis penelitian ini dapat menambah koleksi karya ilmiah dan
berkontribusi dalam perkembangan ilmu bisnis khususnya dibidang
7
Hak Kekayaan Intelektual dan juga menjadi saran kepada Pemerintah
terhadap Perubahan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang
Rahasia Dagang.
D. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian sebagai berikut:
1. Pendekatan Penelitian
Didalam penelitian ini penulis menggunakan penelitian yuridis normatif.
Penelitian Yuridis Normatif adalah penelitian yang difokuskan untuk
mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum
positif7. Pendekatan ini dapat dilakukan dengan cara:
a. Pendekatan Perundang Undangan (Satutue Approach)
Pendekatan Perundang-Undangan (Statue Approach) dilakukan dengan
menelaah semua Undang-Undang dan regulasi yang bersangkut paut
dengan isu hukum yang sedang ditangani.8 Pendekatan Perundang-
Undangan ini guna memahami bagaimana negara hadir dalam
memberikan perlindungan hukum terhadap pemilik atau penerima
Rahasia Dagang. Peraturan yang dipakai adalah Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang. Selain itu penulis
memiliki peraturan Perundang-Undangan lainnya, diantarannya adalah
sebagai berikut:
1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
3) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
4) Undang-Undang 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang
b. Pendekatan Kasus (Case Approach)
Pendekatan ini dilakukan dengan melakukan telaah pada kasus-kasus
yang berkaitan dengan isu hukum yang dihadapi. Kasus-kasus yang
ditelaah merupakan kasus yang telah memperoleh putusan pengadilan
7 Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang:
Bayumedia Publishing, 2006), h.295 8 Petter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2005), h.93
8
berkekuatan hukum tetap. Hal pokok yang dikaji pada setiap putusan
tersebut adalah pertimbangan hakim untuk sampai pada suatu
keputusan sehingga dapat digunakan sebagai argumentasi dalam
memecahkan isu hukum yang dihadapi
2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang akan digunakan penulis adalah jenis penelitian
kualitatif. Jenis penelitian ini memerlukan pemahaman akan norma-norma
terkait dengan isu yang diangkat. Penelitian jenis ini menuntut penulis untuk
dapat memahami dan menjabarkan norma-norma dan juga doktrin hukum
yang berlaku dalam bentuk tulisan atau paragraf.
Istilah penelitian kualitatif dimaksudkan sebagai jenis penelitian yang
temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistic atau bentuk
hitungan lainnya.9
3. Sumber Data Penelitian
Sumber data penelitian yang dipakai adalah sebagai berikut:
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer adalah bahan yang utama dalam jenis penelitian
hukum normatif yang berupa peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan mempunyai hukum yang mengikat. Bahan hukum primer
yang penulis gunakan meliputi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000
tentang Rahasia Dagang dan juga peraturan perndang-undangan lain
yang berhubungan dengan Rahasia Dagang.
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang tidak mempunyai kekuatan
mengikat, berupa buku-buku terkait, artikel dalam majalah/media
elektronik, laporan penelitian/jurnal hukum,10
c. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier merupakan sumber data yang menjadi tambahaan
9 Anselm Staruss dan Juliet Corbin, Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2009), h.4 10 Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2003), h.13
9
diluar dari sumber hukum primer dan sekunder. Bahan hukum tersier
ini dapat terdiri dari Kamus Hukum, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Kamus Bahasa Inggris, Ensiklopedia, dan lain-lain.
4. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang sesuai sesuai dengan apa yang diteliti,
berkaitan dengan pendekatan penelitian yang menggunakan pendekatan
yuridis-normatif, maka teknik pengumpulan data yang tepat adalah
menggunakan teknik pengumpulan data melalui kajian kepustakaan. Yang
dimaksud kajian kepustakaan atau studi pustaka adalah serangkaian
kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka,
membaca dan mencatat serta mengolah bahan penelitian,11serta
wawancara kepada pihak yang kompeten sehingga hasil penelitian menjadi
objektif.
5. Teknik Analisis Data
Penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif-kualitatif yang
diperoleh dari studi kepustakaan maupun hasil observasi penulis. Hasil dari
analisa data ini disampaikan menggunakan proses berpikir dengan induktif
yaitu cara bepikir dengan berangkat dari hal-hal yang bersifat khusus
kemudian ditarik kesimpulan secara umum.
6. Metode Penulisan
Dalam penyusunan penelitian ini peneliti menggunakan sistematika
penulisan yang ada pada Buku Pedoman Skripsi, Fakultas Syariah dan
Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2017.
E. Sistematika Penelitian
Untuk mempermudah penulisan, peneliti menjabarkan materi penelitian
melalui lima bab yang mana tiap bab berisi penjelasan yang rinci dengan judul
sub bab. Sistematika penulisan tiap bab adalah sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan
Pada BAB ini merupakan Pendahuluan yang berisi pengantar untuk
11 Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaa, (Jakarta: yayasan Obor Indonesia,
2004), h.3
10
dapat memahami garis besar dari topik penelitian yang diangkat.
Dalam bab ini diuraikan latar belakang masalah, identifikasi
masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, dan juga metode penelitian.
BAB II Rahasia Dagang
Pada BAB akan dijelaskan mengenai kajian pustaka yang mencakup
kerangka konsep berupa pokok-pokok yang hendak diteliti secara
garis besar agar fokus penelitian ini tidak kabur dan membias dan
juga kerangka teori yang akan digunakan dalam membangun
argumentasi didalam penelitian, dan juga akan membahas penelitian
(review) terdahulu agar penelitian ini terhindar dari plagiarisme.
Selain itu di BAB ini juga akan dibahas tinjauan umum mengenai
Rahasia Dagang
BAB III Penyelesaian Sengketa Rahasia Dagang Dan Bentuk Tindak
Pidana Didalam Sistem Peradilan Indonesia
Pada BAB ini akan dijelaskan bagaimana mekanisme penyelesaian
dan penerapan sengketa Rahasia Dagang menurut Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang.
BAB IV Tinjauan Yuridis Pasal Pemidanaan Bagi Pelanggar Rahasia
Dagang Dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang
Rahasia Dagang
Pada BAB ini akan dijelaskan penerapan sanksi pidana pada
pelanggaran terhadap rahasia dagang yang ada di dalam Pasal 13 dan
Pasal 14 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia
Dagang, serta tinjauan yuridis mengenai perlu atau tidaknya
penerapan sanksi pidana penjara pada pelanggar rahasia dagang dan
juga sinkron atau tidaknya antara Pasal 13 dengan Pasal 17 Undang-
Undang ini.
BAB V Penutup
Pada BAB ini menyajikan penutup. Berisikan Kesimpulan yang
diambil dari uraian / deskripsi yang menjawab masalah berdasarkan
12
BAB II
RAHASIA DAGANG
A. Kerangka Konseptual
Untuk lebih memahami isi penulisan ini, maka peneliti akan
menguraikan beberapa istilah yang akan digunakan didalam penelitian ini agar
mengurangi terjadinya perbedaan intepretasi, serta memberikan kemudahan
untuk pembaca dalam memahami isi dari penelitian ini. Istilah yang dimaksud
sebagai berikut:
1. Hak Kekayaan Intelektual
Hak Kekayaan Intelektual itu adalah hak kebendaan, hak atas sesuatu
benda yang bersumber dari hasil kerja otak, hasil kerja rasio. Hasil dari
pekerjaan rasio manusia yang menalar. Hasil kerjanya itu berupa benda
immaterial. Benda tidak berwujud.1
Selain itu didalam buku panduan Hak Kekayaan Intelektual yang
dikeluarkan oleh Direktorat Jendral Kekayaan Intelektuan Indonesia, Hak
Kekayaan Intelektual, disingkat "HKI" atau akronim "HaKI", adalah
padanan Hakata yang biasa digunakan untuk Intellectual Property Rights
(IPR), yakni hak yang timbul bagi hasil olah pikir yang menghasikan suatu
produk atau proses yang berguna untuk manusia pada intinya HKI adalah
hak untuk menikmati secara ekonomis hasil dari suatu kreativitas
intelektual. Objek yang diatur dalam HKI adalah karya-karya yang timbul
atau lahir karena kemampuan intelektual manusia.2
2. Rahasia Dagang
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia
Dagang menyebutkan “informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang
teknologi dan atau bisnis, mempuyai nilai ekonomi karena berguna dalam
kegiatan usaha dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik Rahasia Dagang”.
1H. OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights),
(Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004), h. 9 2 Buku Panduan Hak Kekayaan Intelektual (Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual,
2013), h.iii
13
3. Lisensi Rahasia Dagang
Pemilik rahasia dagang memiliki hak untuk memberikan lisensi kepada
pihak lain. Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemegang hak rahasia
dagang kepada pihak lain melalui suatu perjanjian berdasarkan pemberian
hak (bukan pengalihan hak) untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu
rahasia dagang yang diberi perlindungan dalam jangka waktu tertentu dan
syarat tertentu.
4. Pelanggaran Terhadap Rahasia Dagang
Pelanggaran rahasia dagang terjadi apabila seseorang dengan sengaja
mengungkapkan rahasia dagang, mengingkari kesepakatan atau
mengingkari kewajiban tertulis atau tidak tertulis untuk menjaga rahasia
dagang yang bersangkutan. Seseorang dianggap melanggar rahasia dagang
pihak lain apabila ia memperoleh atau menguasai rahasia dagang tersebut
dengan cara yang bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang
berlaku.3
5. Pemidanaan Rahasia Dagang
Didalam Pasal 17 Undang Undang 30 Tahun 2000 dijelaskan bahwa
pelanggaran terhadap rahasia dagang dapat menimbulkan delik pidana
penjara maksimal 2 tahun dan atau denda maksimal Rp.300.000.000,-
B. Kerangka Teori
Dalam memecahkan masalah yang diangkat oleh peneliti, maka
dibutuhkan beberapa teori yang dibutuhkan peneliti untuk membangun pola
berpikir dan juga membangun argumentasi atau opini peneliti. Maka peneliti
disini akan memaparkan teori yang berkaitan dengan isu yang diangkat.
Rahasia Dagang sebagai suatu aset yaitu lebih tepatnya intangible aset
memiliki beberapa teori dalam perlindungannya. Perlindungan Rahasia
Dagang didasarkan atas beberapa teori yaitu sebagai berikut4:
3 Syahriyah Semaun, “Perlindungan Hukum Terhadap Rahasia Dagang”, Jurnal Hukum
Diktum, vol.9, no. 1, Januari 2011, h.38 4 Gunawan Widjaja, Pemilik Rahasia Dagang dan Pemegang Rahasia Dagang, (Jakarta:
Bussines News, 2001), h.120
14
1. Teori Hak Milik
Dalam bidang Hak Kekayaan Intelektual, Teori Kepemilikan yang
dicetuskan oleh John Locke dianggap sebagai teori pertama yang
mempengaruhi kepemilikan hak dan pembatasan hak. Teori Kepemilikan
yang disampaikan John Locke terdapat dalam bukunya yang berjudul “The
Second Treatise of Government” yang diterbitkan pada tahun 1690.5 Teori
ini merupakan salah satu teori mengenai perlindungan Rahasia Dagang
karena Rahasia Dagang bersifat eksklusif dan dapat dipertahankan terhadap
siapapun yang berupaya menyalahgunakan atau memanfaatkan tanpa hak.
Pemilik meiliki hak untuk memanfaatkan seluas-luasnnya selama tidak
melanggar Undang-Undang yang berlaku. Prinsip hak milik juga dikenal di
dalam BW dalam Pasal 570 yang menyatakan bahwa:
“hak milik adalah hak untuk menikmati kegunaan suatu kebendaan dengan
leluasa dan untuk berbuat bebas terhadap kebendaan itu dengan kedaulatan
sepenuhnya, asal tidak bersalahan dengan Undang-Undang atau peraturan
umum yang ditetapkan oleh suatu kekuasaan yang berhak menetapkannya,
dan tidak mengganggu hak-hak orang lain; kesemuannya itu dengan tidak
mengurangi kemingkinan akan pencabutan hak itu demi kepentingan umum
berdasarkan atas ketentuan Undang-Undang dan dengan pembayaran ganti
rugi.”
2. Teori Kontrak
Merupakan dasar yang paling sering dikemukakan dalam proses
persidangan mengenai Rahasia Dagang. Dalam sistem hukum Indonesia
yang mengadopsi prinsip hukum Eropa Kontinental dianut bahwa kontrak
atau perjanjian pada umumnya merupakan sumber perikatan (1233 BW).
Sesuai dengan Pasal 1338 KUHPerdata bahwa perjanjian yang dibuat secara
sah berlaku sebagai Undang-Undang. Dengan demikian perjanjian-
perjanjian yang dibuat para pihak tidak dapat ditarik kembali secara sepihak
dan pelanggaran atas hal tersebut merupakan wanprestasi.
3. Teori perbuatan melawan hukum
Teori ini terdapat didalam Pasal 1365 BW “tiap pebuatan melawan
5 Ignatius Haryanto, Sesat Pikir Kekayaan Intelektual, membongkar akar-akar pemikiran
konsep Hak Kekayaan Intelekual,(Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2014), h 7
15
hukum, yang membawa kerugian bagi orang lain, mewajibkan orang yang
karena salahnnya menerbitkan kerugian itu mengganti kerugian tersebut”.
Teori ini dapat dipakai dalam membangun argumentasi karena pada
umumnnya sengketa Rahasia Dagang merupakan sengketa perdata yang
menuntut akan adannya ganti kerugian. Selain itu perbuatan melawan
hukum juga dapat dituntut dengan delik pidana, dimana Undang-Undang
Rahasia Dagang juga telah mengatur akan hal itu di Pasal 13 dan 14.
4. Teori Keadilan
John Rawls yang dipandang sebagai perspektif “liberal-egalitarian of
social justice”, berpendapat bahwa keadilan adalah kebajikan utama dari
hadirnya institusi-institusi sosial (social institutions). Akan tetapi, kebajikan
bagi seluruh masyarakat tidak dapat mengesampingkan atau menggugat
rasa keadilan dari setiap orang yang telah memperoleh rasa keadilan.
Khususnya masyarakat lemah pencari keadilan.6 problem utama keadilan
adalah merumuskan dan memberikan alasan pada sederet prinsip-prinsip
yang harus dipenuhi oleh sebuah struktur dasar masyarakat yang adil.
Prinsip-prinsip keadilan sosial tersebut akan menetapkan bagaiman struktur
dasar harus mendistribusikan prospek mendapatkan barang-barang pokok.
Menurut Rawls kebutuhan-kebutuhan pokok meliputi hak-hak dasar,
kebebasan, kekuasaan, kewibawaan, kesempatan, pendapatan, dan
kesejahteraan.7
Keadilan didalam sengketa Rahasia Dagang masih belum adil.
Dikarenakan beberapa putusan dari sengketa rahasia dagang dibidang
pidana yang memeberikan penghukuman kepada penyebar rahasia dagang
tanpa adanya tambahan hukuman bagi perusahaan yang ikut menikmati
rahasia dagang dengan cara melawan hukum.
5. Teori Pemidanan
a. Teori pemidanaan absolut
6 Pan Mohamad Faiz, “Teori Keadilan John Rawls”, Jurnal Konstitusi, Volume 6 Nomor
1, April 2009, h 139 7 Damanhuri Fattah, Teori Keadilan Menurut Jhon Rawls, Jurnal TAPIs Vol 9. No.2, 2013,
h.34
16
Menurut teori ini pidana dijatuhkan semata-mata karena orang yang
telah melakukan suatu tindak pidana atau kejahatan. Imamanuel Kant
memandang pidana sebagai “Kategorische Imperatif” yakni seseorang
harus dipidana oleh Hakim karena ia telah melakukan kejahatan
sehingga pidana menunjukan suatu tuntutan keadilan.8
b. Teori pemidanaan relatif
Menyebutkan bahwa teori ini memandang pemidanaan bukan sebagai
pembalasan atas kesalahan si pelaku, tetapi sebagai sarana mencapai
tujuan bermanfaat untuk melindungi masyarakat menuju kesejahteraan.
Dari teori ini muncul tujuan pemidanaan sebagai sarana pencegahan,
yaitu pencegahan umum yang ditujukan pada masyarakat.9
c. Teori pemidanaan gabungan
Teori gabungan adalah kombinasi dari teori relatif dan juga absolut.
Menurut teori gabungan ini, tujuan dari pidana selalu membalas
kesalahan penjahat juga dimaksudkan untuk melindungi masyarakat
luas dengan mewujudkan ketertiban dengan ketentuan beratnya pidana
tidak boleh melampaui batas pembalasan yang adil.
C. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu
Didalam sengketa dibidang Rahasia Dagang memang masih bisa
dikatakan jarang, namun terdapat beberapa penelitian-penelitian terdahulu
yang telah dilakukan. Penelitian terdahulu ini menjadi salah satu acuan peneliti
dalam melakukan penelitian sehingga peneliti dapat memperkaya teori yang
ada dan juga penelitian terdahulu dimaksudkan untuk menjadi pembanding dan
pembeda antara penelitian yang terdahulu dengan penelituan yang diangkat
peneliti, selain itu penelitian terdahulu dimaksudkan untuk mengurangi
plagiarisme. Peneliti disini memakai beberapa penelitian terdahulu sebagai
berikut:
8 http://digilib.unila.ac.id/9495/8/BAB%20II.pdf, diakses pada 9 agustus 2019, pukul 11:24
WIB 9 Leden Marpaung, Asas-Teori-Praktek Hukum Pidana, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009),
h.106
17
Pertama, Skripsi yang disusun oleh Mohamad Nurdiansyah.10 Pada
skripsi ini menjelaskan tentang kurangnya Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2000 dalam merumuskan maksud dari pemilik Rahasia Dagang secara tersurat.
Hal ini sangat berbeda dengan Undang-Undang HKI lainnya yang sangat jelas
mengatur mengenai subjek perlindungan hukum. Selain itu pada skripsi ini
juga menganalisa kewenangan absolut sengketa Rahasia Dagang berdasarkan
contoh kasus yang ada yaitu putusan MA Nomor 1713 K/Pdt/2010 yang sudah
berkekuatan hukum tetap (incracht).
Kedua, Skripsi yang disusun oleh Gema Satriani.11 Pada skripsi ini
menjelaskan teori-teori dasar dari perlindungan Rahasia Dagang yaitu teori hak
milik yang mendukung pentingnya perlindungan terhadap Rahasia Dagang
sekaligus mengungkapkan perlindungan apa saja yang diberikan Undang-
Undang ini baik secara perdata maupun pidana dan mengungkapkan cara
penyelesaian sengketa diluar pengadilan. Pada skripsi ini juga mementingkan
perlu didaftarkannya Lisensi Rahasia Dagang demi keamanan pemilik Rahasia
Dagang itu sendiri karena sejatinya Lisensi Rahasia Dagang sangat diperlukan
didalam berproses di Pengadilan maupun di luar pengadilan.
Ketiga, Jurnal Warta Edisi 56 oleh Dody Safnul.12 Pada jurnal ini,
peneliti menjelaskan bahwa pemilik rahasia dagang dalam menjaga nilai
kerahasiaan informasi rahasia dagang yang dimiliki harus bersikap aktif dan
represif. Dimana perlindungan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang diberikan apabila pemilik rahasia dagang
atau pemegang rahasia dagang telah melakukan langkah-langkah untuk
menjaga rahasia dagang yang dimilikinya. Selain itu, pada jurnal ini juga
menjelaskan mengenai apabila terjadi sengketa bisnis antara
10 Mohammad Nurdiansyah, “Perlindungan hukum dan sengketa Rahasia Dagang
(Analisis putusan MA No.1713.K/Pdt/2010)”, (Jakarta:Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN
SyarifHidayatullah Jakarta, 2015) 11 Gema Satriani,”Perlindungan hukum Rahasia Dagang dalam ruang lingkup HAKI
menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000”, (Medan: Skripsi Fakultas Hukum Universitas
Medan,2006) 12 Dody Safnul, “Perlindungan Rahasia Dagang Dari Persaingan Curang”, Jurnal Warta
Edisi 56, 2018
18
pemilik/pemegang Rahasia Dagang dengan pihak ketiga yang berkaitan
dengan pelaksanaan perjanjian, maka pemilik/pemegang Rahasia Dagang
dapat menyelesaikan sengketa tersebut di luar pengadilan, yaitu dengan cara
arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa (mediasi, konsiliasi, dan
sebagainya). Pada umumnya para pihak yang bersengketa tentang Rahasia
Dagang memilih cara penyelesaian sengketa melalui badan arbitrase atau
alternatif penyelesaian sengketa karena pada dasarnya masalah Rahasia
Dagang merupakan masalah perdata.
Keempat, Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi oleh Syarifa
Mahila.13 Pada jurnal yang ditulis oleh peneliti, mejelaskan bahwa
perlindungan rahasia dagang kerap kali erat kaitannya dengan perjanjian kerja,
maka dari itu untuk melindungi hak-hak pemegang Rahasia Dagang, harus
dibuat suatu perjanjian kerja yang memuat unsur-unsur agar pekerja dapat tetap
merahasiakan Rahasia Dagang meski sudah berakhir masa perjanjian kerja-nya
sehinngga tidak terjadi hal hal yang tidak diinginkan oleh kedua belah pihak
yakni perusahaan dan juga karyawan.
Sebagai pembanding dan pembeda, pada skripsi ini peneliti lebih
terfokus meninjau kembali dengan sudut pandang yuridis tentang Pasal-Pasal
yang berkaitan dengan penegakan hukum dibidang rahasia dagang yang tidak
memiiliki korelasi satu sama lain sehingga berimbas kepada penerapan hukum
yang kurang efektif berdasarkan beberapa putusan pengadilan yang ada, selain
itu penelitian ini juga akan berfokus kepada ketentuan-ketentuan yang
seharusnya ada didalam Peraturan Perundang-Undangan yang dapat
berpengaruh juga terhadap efektivitas dari penegakan hukum rahasia dagang
D. Pengertian Dan Ruang Lingkup Rahasia Dagang
1. Pengertian Rahasia Dagang
Sebelum membahas lebih lanjut mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
Rahasia Dagang, ada baiknya mengetahui maksud dari Rahasia Dagang itu
13 Syarifa Mahila, “Perlindungan Hukum Rahasia Dagang Dalam Perjanjian Kerja”,
Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari, 2010
19
sendiri agar tidak terjadi perbedaan persepsi mengenai pengertian dasar
penelitian ini.
Pada mulannya istilah rahasia dagang ini muncul didalam TRIPs yang
dikenal dengan informasi yang dirahasiakan yang pada prinsipnya
merupakan pedoman dari istilah rahasia dagang. Dengan catatan bahwa
kesepakatan bahwa GATT-WTO dalam TRIPs tanpa bermaksud
memperluas istilah rahasia dagang ini. Berbeda dengan istilah yang
digunakan dalam sistem hukum Amerika Serikat, sistem hukum Inggris
menggunakan istilah yang lebih mendekati terminologi yang digunakan
TRIPs dengan menyebutnya sebagai informasi rahasia (confidential
information) untuk rahasia dagang, sedangkan hukum dan praktek
pengadilan Australia justru menggunakan istilah yang sama dengan
Amerika Serikat yaitu Rahasia Dagang.14
Pada prinsipnya, rahasia dagang merupakan bagian dari informasi
rahasia. Informasi rahasia adalah informasi yang tidak boleh diketahui siapa
saja, kecuali petugas atau pejabat yang diberi wewenang untuk
melaksanakan dan menyimpan informasi rahasia tersebut. Informasi rahasia
dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis menurut pemilik atau
sumbernya, yaitu:15
a. Rahasia Pribadi (private secret), dimiliki seseorang yang patut
dirahasiakan, misalnya catatan harian pengusaha melalui sekretarisnya,
kisah kehidupan pribadi masa lalu, kiat sukses pemasaran.
b. Rahasia Politik (political secret), dimiliki oleh negara atau partai
politikmisalnya rahasia jabatan, strategi penguasaan suatu wilayah,
pembatasan ruang gerak partai politik, strategi mempertahankan
kekuasaan.
c. Rahasia Pertahanan dan Keamanan (defence and security secret),
dimiliki negara, misalnya strategi pengembangan militer, pembangunan
14 Ahmad M. Ramli, H.A.K.I Teori Dasar Perlindungan Rahasia Dagang, (Bandung:
Mandar Maju, 2000), h.33 15Ahmad M. Ramli, H.A.K.I Teori Dasar Perlindungan Rahasia Dagang,... h.36
20
pabrik senjata, pertahanan negara yang efektif, daerah kawasan militer.
d. Rahasia Dagang (trade secret) dimiliki perusahaan atau pengusaha,
misalnya penemuan teknologi proses produksi dan pemasaran,
manajemen perusahaan, formula produk berkualitas, program
computer, dan komputerisasi data prospek perusahaan.
Istilah rahasia dagang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
menjelaskan yang dimaksud dengan rahasia dagang yaitu, rahasia adalah
sesuatu yang sengaja disembunyikan supaya tidak diketahui orang lain,
sedangkan dagang artinya pekerjaan yang berhubungan dengan menjual
dan membeli barang untuk memperoleh keuntungan. Rahasia dagang
adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum dibidang teknologi dan
atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan
usaha, dan dijaga kerahasiannya oleh pemilik rahasia dagang.16 Suatu
rahasia dagang akan mendapatkan perlindungan apabila informasi itu
bersifat: 17
a. Bersifat Rahasia, maksudnya bahwa informasi tersebut hanya diketahui
pleh pihak tertentu atau tidak diketahui secara umum oleh masyarakat.
Berdasarkan hal ini maka pemilik rahasia dagang harus dapat
membuktikan bahwa informasi itu benar benar hanya diketahui oleh
perusahaannya bukan merupakan informasi yang bersifat umum.
b. Mempunyai nilai ekonomi, maksudnya bahwa sifat kerahasiaan
informasi tersebut dapat digunakan untuk menjalankan kegiatan usaha
yang bersifat komersial atau dapat meningkatkan keuntungan secara
ekonomi.
c. Informasi dianggap dijaga kerahasiannya, pemilik rahasia dagang harus
menjaga informasi yang bersifat rahasia dari pihak-pihak lain yang
dapat merugikan kepentingannya. Undang-Undang rahasia dagang
memberikan penjelasan pemilik rahasia dagang telah menjaga rahasia
16 Ermansyah Djaja, Hukum Hak Kekayaan Intelektual, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h.
362 17 Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, Hak Milik Intelektual, (Bandung: PT Citra
Aditya Bakti, 2014), h. 354
21
dagangnya apabila telah melakukan langkah-langkah yang layak dan
patut. Namun Undang-Undang tersebut tidak menjelaskan lebih lanjut
mengenai hal tersebut.
Sedangkan istilah rahasia dagang secara formil telah diatur didalam
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang
menyatakan bahwa “Rahasia Dagang adalah informasi yang tidak diketahui
oleh umum dibidang teknologi dan/atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi
karena berguna dalam kegiatan usaha dan dijaga kerahasiaanya oleh
pemilik rahasia dagang”.
Menurut Gunawan Widjaja, dari pengertian dagang secara normatif
dapat ditarik kesimpulan bahwa rahasia dagang terdiri dari unsur-unsur
sebagai berikut:18
a. Adanya pengertian mengenai informasi;
b. Informasi tersebut merupakan informasi yang tidak diketahui oleh
umum;
c. Informasi tersebut berada dalam lapangan teknologi dan/atau bisnis;
d. Informasi tersebut harus memiliki nilai ekonomi, dan
e. Informasi tersebut harus dijaga kerahasiaannya oleh pemiliknya
2. Ruang Lingkup Rahasia Dagang
Pada dasamya rahasia dagang mencakup data rahasia, informasi, atau
kompilasi informasi yang digunakan dalam penelitian, bisnis, perdagangan
atau industri. Informasi tersebut dapat berupa data rahasia tehs dan ilmiah,
serta informasi bisnis, komersial atau finansial yang tidak diketahui
masyarakat umum dan berguna bagi suatu perusahaan serta memberi
keuntungan kompetitif bagi seseorang yang memiliki hak untuk
menggunakannya.19
Menurut R.Mark Haligan memberikan contoh ruang lingkup rahasia
dagang yang didasari pada hukum Amerika Serikat, diantaranya informasi
18 Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis, Rahasia Dagangi, (Jakarta: RajaGrafindo
Persada, 2001), h.78 19 Sekretariat WIPO, DrafC Guidelines on Developing Intellecfual Property Policy for
Universities and R&l Organizations, tanpa penerbit, tanpa tahun, h 15
22
teknikal/penelitian pengembang informasi teknologi, informasi yang
berhubungan dengan riset dan pengembangan, formula-formula, senyawa-
senyawa/bahan campuran, proses-proses, catatan-catatan, dan yang
lainnya.20
Informasi yang dilindungi rahasia dagang mencakup informasi bisnis
atau informasi teknologi yang dapat berupa formula kimia (chemical
formula), proses industri, informasi harga, barang atau produk yang
dihasilkan, daftar konsumen dan informasinya, bahan pasokan, dan metode
penjualan.21
Pada umumnya banyak perusahaan tidak menyadari bahwa sebenarnya
perusahaannya memiliki informasi yang tergolong Rahasia Dagang yang
sebenarnya mempunyai nilai komersial dan menjadi dasar keunggulan
kompetitif yang perlu dilindungi, antara lain sebagai berikut :22
a. Berkaitan dengan teknologi organis
1) Produk Perawatan Kecantikan (krim untuk badan, lipstick, krim
muka, shampo)
2) Produk Rurnah Tangga (Sabun, Pengharum, cairan penglulap
perabot)
3) Resep Produk Makanan (minuman ringan, saos, bumbu masak)
b. Berkaitan dengan teknologi canggih
1) Circuit terpadu elektronik (Chips)
2) Teknologi produksi dalam pabrik
3) Program Komputer
4) Proses Fotografi
5) Data Penguj ian Produk Farmasi
c. Berkaitan dengan metode dagang bisnis
1) Data tentang biaya produksi dan harga
20 Tomi Suryo Utomo, Hak Kekayaan Intelektual H.A.K.I, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010),
h.166 21 Rahmi Janed, Hak Kekayaan Intelektual, (Surabaya: Airlangga University Press, 2010),
h.217 22 Adrian Sutedi, Hak Atas Kekayaan Intelektual, (Jakarta:Sinar Grafika, 2009), h.125
23
2) Materi promosi yang belum dipublikasikan
3) Teknik marketing dan data demografis (penduduk)
4) Proses produksi dan penyiapan makanan
5) Metode pembelajaran untuk dansa
d. Berkaitan dengan daftar pelanggan
1) Informasi rute perjalanan salesman.
2) Data order melalui surat menyurat (mail order)
3) Sifat-sifat dan uraian demografis tentang para langganan
e. Berkaitan dengan pengetahuan bisnis
1) Waktu/jadwal pasokan suku cadang
2) Alternatif pemasok suku cadang
3) Nama-nama pengambil keputusan dalam perusahaan langganan
Seiring dengan waktu, rahasia dagang memiliki nilai ekonomi tinggi
dikarenakan pesatnya perkembangan teknologi, sehingga dapat
menimbulkan persaingan usaha yang tidak sehat antar pelaku usaha di
dalam perdagangan. Penemuan atau informasi apa saja yang bernilai
ekonomi sudah dianggap sebagai intangible asset suatu perusahaan, maka
dari itu harus dilindungi agar terhindar dari itikad buruk pesaingnya. Jenis
informasi yang dilindungi hukum pada umumnya di beberapa negara:23
a. Daftar Pelanggan;
b. Penelitian Pasar;
c. Penelitian Tekrus;
d. Resep masakan atau ramuan yang digunakan untuk menghasilkan
sebuah produk tertentu;
e. Sistem kerja tertentu yang cukup menguntungkan;
f. Ide atau konsep yang mendasari kampanye pengiklanan atau
pemasaran.
Pengaturan mengenai ruang lingkup rahasia dagang di Indonesia telah
23 Budi Agus Riswandi, Bahan Kuliah HKI: Rahasia Dagang Di Internet, Magister Hukum
Universitas Indonesia
24
diatur didalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 yang
berbunyi “Lingkup perlindungan rahasia dagang meliputi metode produksi,
metode pengolahan, metode penjualan, atau informasi lain dibidang
teknologi dan/atau bisnis yang memiliki nilai ekonomi yang tidak diketahui
masyarakat.”
E. Cara Memperoleh Perlndungan Hukum Rahasia Dagang
Rahasia dagang, untuk medapatkan perlindungan hukum tidak perlu
diajukan pendaftaran hak seperti halnya di bidang HKI (Hak Cipta, Paten,
Merek, Desain Industri) lainnya, karena Undang-Undang secara langsung
melindungi rahasia dagang tersebut apabila informasi tersebut bersifat rahasia,
mempunyai nilai ekonomi, dan dijaga kerahasiaannya melalui upaya
sebagaimana mestinnya. Pendaftaran rahasia ragang hanya berkaitan dengan
pendaftaran Lisensi dan pengalihan hak rahasia dagang agar memiliki kekuatan
hukum kepada pihak lain. Pendaftaran terebut tidak termasuk isi rahasia
dagang.24
Perlindungan terhadap rahasia dagang diberikan secara otomatis (tanpa
pendaftaran) dan diberikan selama kerahasiaan terjaga dan tidak diumumkan.25
Perlindungan rahasia dagang juga diberikan secara terbalik, yakni tidak
mewajibkan suatu perusahaan untuk menyerahkan informasi tertentu yang
sensitif.26
1. Hak Pemilik Rahasia Dagang
Pemilik rahasia dagang atau pemegang rahasia dagang dapat
memberikan lisensi kepada pihak lain berdasarkan perjanjian lisensi untuk
melaksanakan atau menggunakan hak rahasia dagang dalam kegiatan yang
bersifat komersial, selama memberikan lisensi, pemilik rahasia dagang tetap
boleh melaksanakan sendiri atau memberi lisensi kepada pihak ketiga
berkaitan dengan rahasia dagang yang dimilikinya. Pasal 1 angka 2 Undang-
24 Iswi Haryati, Prosedur Mengurus HAKI Yang Benar, (Yogyakarta: Pustaka Yustisia,
2010), h.221 25 Elsi Kartika Sari, advendi Simanunsong, Hukum Dalam Ekonomi, (Jakarta: Grasindo,
2007), h. 135 26 Haris Munandar, Sally Sitanggang, Mengenal HAKI Hak Cipta, Paten, Merek, dan Seluk
Beluknya, (Jakarta: Erlangga, 2008), h.77
25
Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang menyatakan bahwa
hak rahasia dagang adalah hak atas rahasia dagang yang timbul berdasarkan
Undang-Undang rahasia dagang ini (Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2000 tentang Rahasia Dagang). Hak rahasia dagang ini diklasifikasikan
sebagai hak milik, sehingga sebagai hak milik, rahasia dagang dapat beralih
dan dialihkan kepada pihak lain.27
Disamping pemiik rahasia dagang, Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2000 tentang Rahasia Dagang menyebut istilah pemegang hak rahasia
dagang, namun, Undang-Undang tidak memberikan penjelasan. Bila
dikaitkan dengan ketentuan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000
tentang Rahasia Dagang, pemegang rahasia dagang bisa pemilik rahasia
dagang atau bisa pula orang lain yang mendapatkan rahasia dagang. Dengan
kata lain, pemilik hak rahasia dagang sekaligus menjadi pemegang hak
rahasia dagang. Oleh karena itu, hak pemegang rahasia dagang sama saja
dengan hak pemilik rahasia dagang.28
Pemilik rahasia dagang dapat memberikan lisensi kepada pihak lain
berdasarkan perjanjian lisensi untuk melaksanakan atau menggunakan hak
rahasia dagang dalam kegiatan yang bersifat komersial. Berbeda dengan
perjanjian yang menjadi dasar pengalihan rahasia dagang, lisensi hanya
memberikan hak secara terbatas dan dengan waktu yang terbatas pula.
Dengan demikian, lisensi diberikan untuk pemakaian atau penggunaan
rahasia dagang dalam jangka waktu tertentu. Berdasarkan pertimbangan
bahwa sifat rahasia dagang tertutup bagi pihak lain, pelaksanaan lisensi
dilakukan dengan mengirimkan langsung tenaga ahli yang dapat menjaga
rahasia dagang itu. Misalnya, dari pemberian bantuan teknis yang biasanya
dilakukan dalam rangka pelaksanaan proyek, pengoperasian mesin baru
atau kegiatan lain yang khusus dirancang dalam rangka bantuan teknik.29
27 Buku Panduan Hak Kekayaan Intelektual (Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual,
2013), h. 37 28 Rahmadi Usman, Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual: Perlindungan dan Dimensi
Hukumnya di Indonesia, h. 400 29 Buku Panduan Hak Kekayaan Intelektual,…h. 39
26
2. Pengalihan Hak Rahasia Dagang
Pengalihan hak adalah di mana pihak pemilik rahasia dagang
mengalihkan hak atas rahasia dagang tersebut kepada pihak lain. Berbeda
dengan lisensi, pengalihan tidak terbatas pada waktu tertentu atau tidak
dibatasi selama memenuhi unsur-unsur sebagai rahasia dagang. Sehingga
setelah hak dialihkan maka berdampak pada pihak yang menerima
pengalihan hak tersebut diperbolehkan memanfaatkan rahasia dagang dan
melarang pihak lain memanfaatkan rahasia dagang tersebut.30 Hak rahasia
dagang dapat beralih atau dialihkan dengan :
a. Waris
Hukum waris memberlakukan suatu asas, bahwa hanyalah hak-hak dan
kewajiban-kewajiban dalam lapangan hukum kekayaan harta benda
saja yang dapat diwariskan. Dengan kata lain hanyalah hak-hak dan
kewajiban kewajiban yang dapat dinilai dengan uang.31
b. Hibah
Hibah merupakan suatu pemberian yang bersifat sukarela (tidak ada
sebab dan musababnya) tanpa ada kontra prestasi dari pihak penerima
pemberian, dan pemberian itu dilangsungkan pada saat si pemberi
masih hidup.
c. Wasiat
Wasiat adalah pemilikan harta, baik berupa benda ataupun jasa yang
pelaksanaannya dikaitkan dengan waktu setelah wafatnya pewasiat
tanpa mengharapkan imbalan apapun.
d. Perjanjian Tertulis
Pengertian perjanjian dalam Pasal 1313 KUHPerdata, hanya
menyebutkan sebagai suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.32
30 Cindy Margaretha Situngkir,“Perjanjian Rahasia Dagang Dalam Bisnis Pizza”, (Bandar
Lampung: Skripsi Gakultas Hukum Universitas Lampung), h. 32 31 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Itermasa, 2003), h. 95 32 Ahmadi Miru, Hukum Kontrak, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada; 2007), h. 30
27
e. Sebab-Sebab Lain Yang Dibenarkan Oleh Peraturan Perundang-
Undangan
Yang dimaksud dengan “Sebab-sebab lain yang dibenarkan” misalnya
terdapat pada putusan sela ataupun akhir disuatu pengadilan tentang
pelanggaran rahasia dagang.
3. Lisensi
Lisensi didalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 adalah izin yang
diberikan oleh pemegang Hak Rahasia Dagang kepada pihak lain melalui
suatu perjanjian berdasarkan pada pemberian hak (bukan pengalihan hak)
untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu rahasia dagang yang diberi
perlindungan dalam jangka waktu tertentu dan syarat tertentu.33
Pemegang hak rahasia dagang berhak memberikan lisensi kepada pihak lain
berdasarkan perjanjian lisensi untuk melaksanakan perbuatan hukum
seperti:34
1) menggunakan sendiri rahasia dagang yang dimilikinya.
2) memberikan lisensi kepada atau melarang pihak lain untuk
menggunakan rahasia dagang atau mengungkapkan rahasia dagang itu
kepada pihak ketiga untuk kepentingan yang bersifat komersial.
Pemegang rahasia dagang berhak memberikan Lisensi kepada pihak
kedua atau ketiga dan seterusnya untuk melakukan perbuatan sebagaimana
yang diatur di dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000
tentang Rahasia Dagang. Selain itu, pemegang hak rahasia dagang juga
dapat melaksanakan sendiri ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 4
tanpa mengurangi ketentuan bagi penerima Lisensi. Perjanjian lisensi wajib
didaftarkan kepada Direktorat Jendral Kekayaan Intelektual dan tidak
mempunyai akibat hukum bagi pihak ketiga.
F. Pelanggaran Atas Rahasia Dagang dan Cara Mempertahankan Rahasia Dagang
1. Pelanggaran Atas Rahasia Dagang
Pelanggaran rahasia dagang terjadi apabila seseorang dengan sengaja
33 Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis, Rahasia Dagangi,… h. 43 34 Syahriyah Semaun, “Perlindungan Hukum Terhadap Rahasia Dagang”,… h. 38
28
mengungkapkan rahasia dagang, mengingkari kesepakatan atau
mengingkari kewajiban tertulis atau tidak tertulis untuk menjaga rahasia
dagang yang bersangkutan. Seseorang juga melanggar rahasia dagang pihak
lain apabila ia memperoleh atau menguasai rahasia dagang tersebut dengan
cara yang bertenangan dengan Peraturan Perundang-Undangan yang
berlaku. Perubuatan sebagaimana dimaksud tidak dianggap pelanggaran
rahasia dagang apabila:35
a. Tindakan pengungkapan rahasia dagang atau penggunaan rahasia dagang
tersebut didasarkan pada kepentingan pertahanan keamanan, kesehatan
atau keselamatan masyarakat;
b. Tindakan rekayasa ulang atas produk yang dihasilkan dari penggunaan
rahasia dagang milik orang lain yang dilakukan semata-mata untuk
kepentingan pengembangan lebih lanjut produk yang bersangkutan.
Pelanggaran atas rahasia dagang dapat menyebabkan penyebar informasi
rahasia dagang dapat diancam dengan dua mekanisme peradilan, yaitu
peradilan pidana dan juga perdata.
Ancaman hukuman pidana rahasia dagang dapat ditemukan dalam Pasal
323 KUHP mengatakan bahwa
“barangsiapa yang dengan sengaja memberitahukan hal khusus tentang
suatu perusahaan dagang, kerajianan atau pertanian, dimana ia bekerja atau
dahulu ia bekerja, yang harus dirahasiakannya, diancam dengan pidana
penjara paling lama Sembilan bulan atau denda paling banyak Sembilan ribu
rupiah dimana kejahatan ini hanya dapat dituntut atas pengaduan pengurus
perusahaan itu.”36
Namun secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000
tentang Rahasia Dagang tepatnya pada bab IX mengatur ketentuan pidana
yang lebih ektrim, yaitu barangsiapa melakukan pelanggaran rahasia
dagang, maka diancam dengan hukuman pidana penjara paling lama 2 (dua)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp.300.000.000,00).37
35 H. OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property
Rights),… h.164 36 Rahmadi Usman, Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual: Perlindungan dan Dimensi
Hukumnya di Indonesia, (Bandung: PT.Alumni, 2003), h. 381 37 Muhammad Faisal, “Tinjauan Yuridis Perlindungan Rahasia Dagang Dalam Perjanjian
Waralaba”, (Depok: Skripsi Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012), h. 41
29
2. Cara Mempertahankan Rahasia Dagang
Dalam mempertahankan sifat kerahasiaan dari infomasi rahasia dagang
terdapat bebrbagai cara yang sifatnya independen, dalam arti bahwa
pemegang rahasia dagang harus melindungi rahasia dagangnya dengan
sekuat tenaga. Namun terdapat beberapa langkah dasar dalam
mempertahankan rahasia dagang.38 Diantaranya sebagai berikut:
a. Perjanjian kerja mengenai rahasia dagang
Perlindungan rahasia dagang merupakan persoalan yang mendasar bagi
setiap perusahaan karena seluruh perusahaan memiliki rahasia yang
memiliki nilai ekonomis. Terutama berkaitan dengan resep makanan,
tidak jarang perjanjian kerja tersebut berisi kewajiban menjaga rahasia
dagang tersebut tidak hanya berlaku selama karyawan tersebut masih
bekerja di perusahaan yang membuat perjanjian tersebut namun juga
perjanjian tersebut mengikat bahkan setelah karyawan tersebut
berpindah tempat kerja. Keterkaitan antara perjanjian kerja yang berisi
kewajiban menjaga rahasia dagang dan perjanjian cukup berkaitan,
mengingat salah satu pengertian dalam Undang-Undang Rahasia
Dagang Pasal 1 angka 1 terdapat kata “…dan dijaga kerahasiaanya oleh
pemilik rahasia dagang”. Sehingga dengan adanya perjanjian kerja
tersebut membuat semakin jelas ketentuan mengenai batasan rahasia
dagang yang tidak boleh diungkapkan atau dimanfaatkan tanpa hak.
b. Memberikan password pada komputer perusahaan
Password merupakan kata kunci penting dalam dunia komputerisasi dan
internet untuk membatasi pengakses informasi hanya pada pemilik
dengan kata lain untuk melindungi privacy seseorang atau perusahaan.
Dalam era digital fasilitas akan menjadi sangat mudah begitu juga dalam
kejahatan yang berkaitan dengan rahasia dagang. Begitu mudahnya bisa
dilakukan dengan copy paste tanpa harus menyalin manual serta bisa
38 Tommi Ricky Rosandy, “Perlindungan Rahasia Dagang Perusahaan Niela Sary
Kaitannya Dengan Kewajiban Karyawan”, (Yogyakarta: Tesis Fakultas Hukum Universitas
Islam Indonesia, 2012), h.74
30
mengirimkan informasi tersebut hanya dalam waktu singkat baik melaui
inbox akun pribadi maupun, e-mail, dsb. Cara kerja password yang akan
menolak setiap akses dengan kode yang berbeda secara spesifik,
meskipun huruf abjad sama namun huruf biasa dan Kapial akan
dibedakan sistem karena dianggap berbeda, jadi akses untuk masuk ke
dalam akun menjadi lebih privat. Dengan adanya password, maka ini
sudah jelas menandakan bahwa akses informasi yang ada dalam sebuah
akun yang ber password tersebut bersifat rahasia dan hanya boleh
diakses oleh pemilik atau orang yang dipercayakan.
c. Memberikan tulisan larangan masuk bagi yang tidak berkepentingan di
pintu menuju ruang produksi
Pada umumnya di perusahaan-perusahaan lain yang juga menyadari
pentingnya rahasia dagang bagi sebuah perusahaan biasannya pada
tempat stok barang atau ruang produksi pada pintu masuk tertulis “selain
karyawan dan yang tidak berkepentingan dilarang masuk”. Hal ini
dimaksudkan bahwa ruangan tersebut merupakan sutau larangan yang
tidak diperkenankan oleh umum untuk mengetahuii bahwa dalam
ruangan tersebut ada hal yang sifatnya rahasia berkaitan dengan
pelaksanaan produksi.
d. Membatasi pengetahuan rahasia dagang karyawan dengan membagi
kekhususan pekerjaan karyawan produksi atasa resep
Dalam pelaksanaan produksi bagi karyawan telah dibatasi kemampuan
produksinnya. Misalnya si A hanya dibekali kemampuan untuk
membuat makanan jenis A dan B dan kemudian si B hanya dibekali
kemampuan membuat makan C dan D sehingga tidak seluruhnya setiap
karyawan bisa membuat makanan yang ada. Langkah ini merupakan
salah satu langkah efektif yang dilakukan pemilik perusahaan untuk
meminimalisir pemanfaatan tanpa hak terkait dengan rahasia dagang.
G. Delik Murni Dan Aduan
Delik murni yaitu delik yang tanpa permintaan menuntut, Negara akan
segara bertindak untuk melakukan pemeriksaan. Berdasarkan Pasal 180
31
KUHAP setiap orang yang melihat, mengalami, mengetahui, menyaksikan,
menjadi korban PNS dalam melakukan tugasnya berhak melaporkan.
Dalam hukum Indonesia, delik aduan adalah delik yang hanya dapat
diproses apabila diadukan oleh orang yang merasa dirugikan atau telah menjadi
korban. Maka dari itu, polisi tidak dapat berinisiatif untuk menindaklanjuti
suatu kasus seperti dalam delik biasa, dan dalam delik aduan korban dapat
mencabut laporannya jika permasalahan berhasil diselesaikan tanpa
menempuh jalur hukum.
32
BAB III
PENYELESAIAN SENGKETA RAHASIA DAGANG
DAN SISTEM HUKUMAN PIDANA DI INDONESIA
A. Penyelesaian Sengketa Rahasia Dagang
Pada umumnya penyelesaian sengketa pada bidang Hak Kekayaan
Intelektual (HKI) diselesaikan dalam pengadilan niaga. Namun, meski rahasia
dagang merupakan bagian dari Hak Kekayaan Intelektual (HKI), penyelesaian
sengketa dari rahasia dagang haus diselesaikan di Pengadilan Negeri. Ini
dikarenakan rahasia dagang merupakan jenis Hak Kekayaan Intelektual yang
berbeda dengan Hak Kekayaan Intelrktual lainnya dari segi jangka waktu
perlindungan, pendaftaran, sampai penyelesaian sengketa. Pemeriksaan
rahasia dagang harus dilakukan dengan tertutup dikarenakan sifat
kerahasiaannya (secrecy). Dan proses pemeriksaan secara tertutup didalam
suatu pengadilan hanya dapat dilakukan di Pengadilan Negeri, karena
Pengadilan Niaga tidak mengenal adanya persidangan secara tertutup, oleh
karena itu Undang-Undang menentukan penyelesaian sengketa rahasia dagang
di Pengadilan Negeri.
Terdapat 2 (dua) jalur yang dapat dipakai untuk menyelesaian sengketa
Rahasia Dagang yaitu : Litigasi dan Non Litigasi. Litigasi adalah proses
gugatatan atas suatu konflik yang diritualisasikan untuk menggantikan konflik
yang sesungguhnya, di mana para pihak memberikan kepada seseorang
pengambil keputusan dua pilihan yang bertentangan.1
1. Penyelesaian Sengketa Melalui Jalur Litigasi
Didalam Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000
tentang Rahasia Dagang mengatur mengenai penggugat rahasia dagang
yang dapat menggugat secara perdata kepada siapapun yang telah dengan
sengaja melakukan pelanggaran rahasia dagang dengan melakukan:
a. Gugatan Ganti Rugi
1 Adi Sulistyono, Mengembangkan Paradigma Non-Litigasi Di Indonesia, (Solo:
Lembaga Pengembangan Pendidikan (LPP) UNS dan UPT Penerbit dan Pencetakan UNS
Press, 2007), h.133
33
Menurut Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia tanggal
5 maret 1975 No.1078 K/Sip/1975 dan Mahkamah Agung Republik
Indonesia tanggal 17 oktober 1973 No.325 K/Sip/1973. Gugatan ganti
rugi harus dirinci secara jelas. Dan apabila gugatan ganti rugi itu tidak
dirinci secara jelas maka haruslah ditolak seluruhnya atau dinyatakan
tidak diterima.2Pengadilan Niaga dapat memutuskan bahwa tergugat
didalam proses pengadilan sudah secara sah dan terbukti
menyalahgunakan informasi yang bersifat rahasia, maka tergugat harus
memberikan ganti rugi kepada penggugat berdasarkan putusan
pengadilan. Didalam gugatan ganti rugi mengenai rahasia dagang, sulit
untuk bisa menentukan berapa besaran ganti rugi yang harus dituntut
kepada tergugat. Sehingga penghitungan ganti rugi yang layak sering
melibatkan barang bukti sebagai berikut.
Jumlah uang yang dikeluarkan penggugat dalam menghasilkan
informasi. Jumlah uang yang dapat diminta penggugat untuk tujuan
yang sama dengan tindakan tergugat. Memerlukan saksi ahli dari
seorang akuntan atau konsultan ekonomi yang mengenal pasar yang
menjadi tujuan untuk menjelaskan harga yang biasanya dapat diminta
bagi penggunaan informasi tersebut. Laba yang tidak dipeoleh
penggugat, ini sulit untuk ditentukan secara pasti, akan tetapi kalau
pencipta informasi atau konsep berusaha menggunakan informasi atau
konsep untuk meraih kontrak bernilai dengan pihak lain, kemudian
tergugat menyalahgunakan informasi atau konsep rahasia untuk meraih
kontrak yang sama, jelas terlihat pencipta informasi mengalami
kerugian yang sama dengan nilai kontrak. Dalam konteks ini, kerugian
yang dialami mudah untuk dihitung.3
b. Penghentian Semua Perbuatan.
Penghentian semua perbuatan terdapat didalam Pasal 11 ayat (1) huruf
2 Jeremias Lemek, Penuntun Membuat Gugatan, (Yogyakarta: Liberty, 2010), h.95 3H. OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property
Rights),…h.461
34
b Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang,
pemegang rahasia dagang ataupun penerima lisensi dari rahasia dagang
dapat menggugat siapapun yang dengan sengaja melakukan perbuatan
seperti dinyatakan didalam Pasal 4
“pemilik rahasia dagang memiliki hak untuk: a. Menggunakan sendiri Rahasia Dagang yang dimilikinnya; b. Memberikan Lisensi kepada atau melarang pihak lain untuk
menggunakan Rahasia Dagang atau mengungkapkan Rahasia
Dagang itu kepada pihak ketiga untuk kepentingan yang bersifat
komersial”
Apabila secara sah berdasarkan putusan pengadilan bahwa tergugat
dinyatakan bersalah, maka penghentian semua perbuatan yang
berkaitan dengan usaha yang terkait dengan cara perolehan rahasia
dagang secara melawan hukum maka tergugat diharuskan untuk
memberhentikan kegiatan usahannya yang menggunakan rahasia
dagang pihak lain,sedangkan untuk prosesnya diajukan ke pengadilan
negeri. Perlindungan hukum rahasia dagang secara pidana diatur
didalam Pasal 17 angka 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000
tentang Rahasia Dagang, yakni apabila seseorang terbukti melakukan
pelanggaran rahasia dagang seseorang dengan cara sengaja
mengungkapan rahasia dagang, mengingkari kesepakatan atau
mengingkari kewajiban tertulis atau tidak tertulis untuk menjaga
rahasia dagang yang bersangkutan atau apabila ia memperoleh atau
menguasai suatu rahasia dagang dengan cara yang bertentangan
dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku dipidana dengan
pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp.300.000.000,00.4 Menurut ketentuan Pasal 17 ayat (2) Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang tindak pidana
tersebut dalam Pasal 17 ayat (1) adalah delik aduan. Ini berarti proses
jalannya suatu perkara pidana baru berlangsung jika ada pengaduan
4 Muhammad Nurdiansyah, “Perlindungan Hukum dan Sengketa Rahasia Dagang
(Analisis Putusan MA Nomor 1713 K/Pdt/2010), (Jakarta: Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015), h 69
35
dari pihak yang diragukan. Hal ini mesih mencerminkan sifat perdata
dari pihak yang dirugikan, yang dalam hal ini adalah pemilik rahasia
dagang dan pemegang rahasia dagang.5
2. Penyelesaian Sengketa Diluar Pengadilan
Didalam Pasal 12 Undang –Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang
Rahasia Dagang dimungkinkan adanya penyelesaian sengketa rahasia
dagang melalui jalur diluar pengadilan (non-litigasi) yakni melalui jalur
arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa. Diantara pilihan
penyelesaian sengketa diluar pengadilan (non-litigasi) adalah sebagai
berikut:
a. Arbitrase
Didalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999
mengemukakan bahwa arbitrase adalah cara penyelesaian suatu
sengketa perdata diluar pengadilan umum yang didasarkan pada
perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang
bersengketa. Dengan demikian arbitrase adalah cara penyelesaian
sengketa oleh seorang atau beberapa orang hakim (wasit, arbiter) uang
didasarkan pada perjanjian yang dibuat oleh para pihak yang
menyatakan bahwa mereka akan tunduk pada dan menaati putusan yang
diberikan oleh hakim/para hakim (wasit, arbiter) yang mereka pilih
tersebut.6
Putusan arbitrase umumnya mengikat para pihak. Penataan terhadapnya
dipandang tinggi. Biasanya putusan bersifat final dan mengikat.7 Itu
karena arbitrase dilaksanakan antara pihak sendiri atas kesadaran
penyelesaian sengketa. Putusan arbitrase merupakan suatu putusan
yang diberikan oleh arbitrase ad hoc maupun lembaga arbitrase atas
suatu perbedaan pendapat, perselisihan paham maupun persengketaan
5 Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis, Rahasia Dagang, (Jakarta: RajaGrafindo
Persada, 2001), h.97 6 M. Susseyn Umar, BANI dan Penyelesaian Sengketa, (Jakarta: PT. Fikahati Aneska,
2016), h.37 7 Huala Adolf. Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006),
h.39
36
mengenai suatu pokok persoalan yang lahir dari suatu perjanjian dasar
(yang memuat klausula arbitrase) yang diajukan ke arbitrase ad hoc,
maupun lembaga arbitrase yang diputuskan olehnya.8
b. Alternatif Penyelesaian Sengketa
merupakan mekanisme penyelesaian sengketa diluar pengadilan
dengan mempertimbangkan segala bentuk efisiensiya dan untuk tujuan
yang akan datang sekaligus menguntungkan bagi para pihak yang
bersengketa.9 Menurut Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 30
Tahun 1999, maksud dari alternatif penyelesaian sengketa adalah
lembaga penyelesaian sengketa beda pendapat melalui prosedur yang
disepakati para pihak, yakni penyelesaian diluar pengadilan dengan
cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penialian ahli.
Pengertian dari masing-masing lembaga penyelesaian sengketa di atas
sebagai berikut:10
1) Konsultasi adalah suatu tindakan yang bersifat “personal” antara
suatu pihak tertentu (klien) dengan pihak lain yang merupakan
konsultan, dimana pihak konsultan memberikan pendapatnya
kepada klien sesuai dengan keperluan dan kebutuhan kliennya.
2) Negosiasi adalah suatu upaya penyelesaian sengketa para pihak
tanpa melalui proses pengadilan dengan tujuan mencapai
kesepakan bersama atas dasar kerja sama yang lebih harmonis dan
kreatif.
3) Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses
perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan
dibantu oleh mediator.
4) Konsiliasi adalah dimana penengah akan bertindak menjadi
konsiliator dengan kesepakatan para pihak dengan mengusahakan
8 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum Arbitrase, (Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada, 2003), h.98 9 Nyoman Satyatyudha Dananjaya, Putu Rasmadi Arsha Putra, dkk, Buku Ajar
Penyelesaian Sengketa Alternatif (Alternative Dispute Resolution), Fakultas Hukum Universitas
Udayana, h.14 10 Frans Hendra Winata, Hukum Penyelesaian Sengketa, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), h.7
37
solusi yang dapat diterima.
5) Pendapat ahli untuk suatu hal yang bersifat teknis dan sesuai
bidangnya keahliannya.
B. Sistem Hukuman Pidana (Strafsel) Dalam Hukum Indonesia
Dalam buku II KUHP yang berjudul “Hukuman”, tergambar sistem
hukuman pidana yang diturut di Indonesia. Sistem nini sederhana, hanya
disebutkan dalam Pasal 10 terdapat empat macam hukuman pokok: (1)
hukuman mati, (2) hukuman penjara, (3) hukuman kurungan, (4) denda; dan
tiga macam hukuman tambahan (a) pencabutan hak-hak tertentu, (b)
perampasan barang-barang tertentu, (c) pengumuman putusan hakim.
Pengertian sederhana dari hukuman ialah ancaman bersifat penderitaan
dan siksaan. Sanksi atau hukum bersifat pernderitaan karena hukuman itu
dimaksudkan sebagai hukuman terhadap oekabggaran yang dilakukan oleh
sesorang terhadap kepentingan hukum yang dilindungi hukum pidana.11
1. Pidana Pokok
a. Hukuman Mati
Pidana mati atau hukuman mati adalah satu-satunya bentuk hukuman
yang menjadi diskursus di masyarakat. Sebab hukuman matu merampas
kehidupan seseorang. Padahal hak hidup dari seseorang merupakan hak
dasar yang sudah dijamin dalam UUD 1945.
Menurut C.S.T Kansil hukuman mati sebenarnya tidak perlu, karena
mempunyai kelemahan. Apabila pidana mati telah dijalankan, maka
tidak bisa memberikan harapan lagi untuk perbaikan, baik revisi atas
pidananya maupun perbaikan atas dirinya sendiri. Karena salah satu
tujuan adanya pidana adalah untuk mendidik ataupun memberikan rasa
jera agar si pelaku tidak mengulangi pada tindakan yang sama. Adapun
tujuan pidana mati itu sendiri selalu ditunjukan pada khalayak ramai
agar mereka dengan ancaman hukuman akan merasa takut apabila
11 Satochid Kartanegara, Hukum Pidana Kumpulan Kuiah dan Pendapat Para Ahli Hukum
Terkemuka, (Jakarta: Balai Lektur Indonesia), h. 49
38
melakukan perbuatan-perbuatan kejam.12
Isyarat yang diberikan oleh KUHP agar pidana mati tidak terlalu mudah
dan sering dijatuhkan yaitu dengan cara bahwa bagi setiap kejahatan
yang diancam dengan pidana mati selalu dincamkan pula pidana
alternatifnya, yaitu pidana penjara seumur hidup atau penjara sementara
waktu sekurang-kurangnya 20 tahun penjara. Misalnya: dalam Pasal
365 ayat (4), Pasal 340 KUHP, dan lain-lain. Jonkers mengatakan
bahwa menurut surat penjelasan atas rancangan KUHP Indonesia, ada
empat golongan kejahatan yang diancam dengan pidana mati, yaitu:13
1) Kejahatan-kejahatan yang dapat mengancam kemanan negara
(104, 111 (2), 102 (3), jo. 129);
2) Kejahatan-kejahatan pembunuhan terhadap orang tertentu dan
/atau dilakukan dengan faktor-faktor pemberat (140 (3), 340);
3) Kejahatan terhadap harta benda dan disertai unsur atau daktor yang
sangat memberatkan (365 (4), 368 (2));
4) Kejahatan-kejahatan pembajakan laut, sungai dan pantai (444).
b. Pidana Penjara
Pidana penjara merupakan salah satu bentuk dari pidana pokok. Pidana
ini membatasi kemerdekaan atau kebebasan seseorang, yaitu dengan
menempatkan terpidana dalam suatu tempat (lembaga pemasyarakatan)
dimana terpidana tidak bisa bebas untuk keluar masuk dan di dalamnya
diwajibkan untuk tunduk dan taat serta menjalankan semua peraturan
dan tata tertib yang berlaku. Hukuman penjara minimum 1 hari dan
maksimum 15 tahun (Pasal 12 (2)) KUHP, dan dapat melebihi batas
maksimum yakni dalam hal yang ditentukan dalam Pasal 12 ayat (3)
KUHP.
Dalam hal menjalani pidana penjara di lembaga pemasyarakatan,
narapidana wajib menjalankan pekerjaan-pekerjaan yang diwajibkan
12 C.S.T Kansil, Latihan Ujian Hukum Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), h. 226 13 Wirjono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia, (Bandung: Refika
Aditama, 2008), h. 165
39
kepadanya menurut kerentuan pelaksanaan yang diatur dalam Pasal 29
KUHP. Kewajiban bekerja bagi narapidana penjara dapat juga
dilakukan diluar lembaga pemasyarakatan, kecuali bagi narapidana
tertentu yang telah dijelaskan di dalam Pasal 25 KUHP.14
c. Pidana kurungan
Hukuman kurungan lebih ringan dari hukuman penjara. Lebih ringan
antara lain dalam hal melakukan pekerjaan yang diwajibkan dalam hal
membawa peralatan. Hukuman kurungan dapat dilaksanakan dengan
batasan paling sedikit satu hari dan paling lama satu tahun. Persamaan
dan perbedaan antara pidana penjara dan kurungan, yaitu:15
Persamaan:
1) Sama berupa pidana yaitu sama-sama menghilangkan kerdekaan
dalam hal bergerak.
2) Mengenal maksimum umum, maksimum khusus dan umum dan
tidak mengenal minimum khusus.
3) Sama-sama diwajibkan untuk bekerja.
4) Sama-sama bertemoat di penjara
Perbedaan:
1) Lebih ringan pidana kurungan daripada pidana penjara (Pasal 69
KUHP).
2) Ancaman maksimum umum dari pidana penjara 15 tahun
sedangkan pidana kurungan hanya 1 tahun.
3) Pelaksanaan pidana penjara dapat dilakukan di lembaga
pemasyarakatan di seluruh Indonesia, sedangkan pidana kurungan
hanya bisa dilaksanakan ditempat dimana ia berdiam ketika
diadakan ke putusan hakim.
d. Denda
Menurut Pasal 30 ayat (1) KUHP, jumlah denda sekurang-kurangnya
14 Ismu Gunardi, Jonaedi Effendi, Cepat & Mudah Memahami Hukum Pidana, (Jakarta:
Kencana, 2014), h. 68 15 Ismu Gunardi, Jonaedi Effendi, Cepat & Mudah Memahami Hukum Pidana,… h. 69
40
dua puluh lima sen. Kini, tidak diadakan maksimum umum, maka tiap-
tiap pasal yang mengancam dengan hukuman denda, tidak terbatas
dalam menentukan maksimum denda untuk tindak pidana tertentu.
Apabila denda tidak dibayar, maka ayat (2) menentukan bahwa denda
itu diganti dengan kurungan (vervangende hechtenis) yang menurut
ayat (3) adalah sekurang-kurangnya satu hari dan selama-lamanya
enam bulan.16
Sedangkan untuk batas pembyaran denda telah ditetapkan dalam Pasal
27 ayat (1) KUHP. Sedangkan dalam ayat (2) menyatakan bahwa
“dalam hal terdapat alasan kuat jangka waktu sebagaimana tersebut di
atas dapat diperpanjang paling lama satu bulan, dan perlu diketahui
dalam hal uang denda yang dibayar oleh terpidana menjadi hak milik
negara.”
e. Hukuman Tutupan
Dalam KUHP terjemahan Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN),
pada Pasal 10 dicantumkan pidana tutupan sebagai pidana pokok bagian
terakhir dibawah pidana denda. Tentulah pencatuman ini didasarkan
pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1946 tentang Hukuman
Tutupan. Pidana tutupan disediakan bagi poltitisi yang melakukan
kejahatan yang disebabkan oleh ideology yang dianutnya. Tetapi dalam
praktik peradilan dewasa ini, tidak pernah ketentuan tersebut
diterapkan.17
Pidana tutupan itu sebenarnya telah dimaksudkan oleh pembentuk
Undang-Undang untuk menggantikan pidana penjara yang sebenarnya
dapat dijatuhkan oleh hakim bagi pelaku dari sesuatu kejahatan, atas
dasar bahwa kejahatan tersebut oleh pelakunya telah dilakukan karena
terdorong oleh maksud yang patut dihormati.18 Pidana tutupan sebagai
salah satu pidana hilang kemerdekaan, lebih berat daripada pidana
16 Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia, (Bandung: Refika
Aditama, 2003), h. 184 17 Ismu Gunardi, Jonaedi Effendi, Cepat & Mudah Memahami Hukum Pidana,… h. 71 18 P.A.F. Lamintang, Hukum Penitensier di Indonesia. (Bandung : Armico, 1984) h. 147
41
denda. Maka akan lebih tepat apabila pencantuman pidana tutupan
dalam Pasal 10 KUHP diletakkan di atas pidana denda dan pidana
kurungan. Pidana tutupan sama dengan pidana penjara, kecuali dalam
hal pelaksanaan kepada terpidana, karena pelaksanaan kepada terpidana
pada pidana tutupan lebih baik.19
2. Pidana Tambahan
Dalam KUHP pidana tambahan terdapat dalam Pasal 10 ayat (6) yang
terdiri dari pencabutan hak-hak tertentu, perampasan. barang-barang
tertentu dan pengumuman putusan hakim.20 Penjelasan mengenai hal-hal di
atas sebagai berikut:
a. Pencabutan Hak-Hak Tertentu
Pencabutan seluruh hak yang dimiliki sesorang yang dapat
mengakibatkan kematian perdata tidak diperbolehkan (Pasal 3 BW).
Dalam podana pencabutan hak0hak terhadap terpidana menurut Pasal
35 ayat (1) KUHP hanya diperbolehkan pada hal-hal sebagai berikut:
o Hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan tertentu;
o Hak menjalankan jabatan dalam angakatan bersenjata/TNI;
o Hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan
berdasarkan aturan-aturan umum;
o Hak menjadi penasihat umum atau pengurus atau penetapan
keadilan, hak menjadi wali, wali pengawas, pengampu atau
pengampu pengawas atas anak yang bukam anak sendiri;
o Hak menjalankan kekuasaan bapak, menjalankan perwalian atau
pengampuan atas anak sendiri;
o Hak menjalankan mata pencaharian. 21
Pada perampasan hak memegang jabatan dikatakan bahwa hakim tidak
19https://media.neliti.com/media/publications/3186-ID-sanksi-pidana-dalam-sistem-
pemidanaan-menurut-kuhp-dan-di-luar-kuhp.pdf, diakses pada Rabu 22 mei 2019, pukul 12:52
WIB 20https://www.researchgate.net/publication/301740824_JENIS-
JENIS_SANKSI_PIDANA_YANG_DAPAT_DITERAPKAN_TERHADAP_KORPORASI,
diakses pada Rabu 22 Mei 2019, Pukul 13:15 WIB 21 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2002),h. 37
42
berwenang memecat seseorang pejabat dari jabatannya, jika dalam
aturan-aturan khusus ditentukan penguasa lain untuk melakukan
pemecatan tersebut. Dan oerlu diketahui bahwa sifat hak-hak tertentu
yang dicabut oleh hakim tidak untuk selama-lamanya melainkan dalam
waktu tertentu saja, kecuali apabila terpidana dijatuhi hukuman seumur
hidup. Ketentuan mengenai batas waktu pencabutan hak-hak tertentu
terpidana lebih lanjut dijelaskan dalam Pasal 38 KUHP.22
b. Perampasan Barang-Barang Tertentu
Hukuman tambahan kedua, menurut Pasal 39, berupa perampasan
barang-barang milik terhukum, yaitu (a) yang memperoleh dengan
kejahatan, atau (b)yang dipergunakan untuk melakukan kejahatan
dengan sengaja.23 Barang-barang si a adalah misalnya, barang-barang
yang dipalsukan atau barang sogokan. Barang-barang sub b adalah,
misalnya alat-alat seperti kunci palsu yang dipakai untuk mencuri atau
suatu senapan yang diapakai untuk mebunuh atau melukai orang lain.
Sebagaimana prinsip hukum pidana tambahan, pidana perampasan
barang-barang tertentu bersifat fakultatif, tidak merupakan keharusan
(imperative) untuk dijatuhkan. Alan tetapi, ada juga pidana perampasan
barang tertentu yang menjadi keharusan (imperative), misalnya pada
Pasal 250 bis, 362,275 KUHP.
Untuk pelaksanaa pidana perampasan barang apabilan barang tersebut
ditetapkan dirampas untuk negara dan bukam untuk dimusnahkan
terdapat dua kemungkinan pelaksanaan,24 yaitu apakah pada saat
putusan dibacakan:
1) Barang tersebut telah terlebih dahulu diletakan dibawah penyitaan;
ataukah
2) Atas barang tersebut tidak dilakukan sita.
Pada ketentuan pertama berarti eksekusi terhadap barang sitaan
22 Ismu Gunardi, Jonaedi Effendi, Cepat & Mudah Memahami Hukum Pidana,… h.72 23 Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia,…h 188 24 Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana di Indoensia Dan Penerapannya, (Jakarta:Alumni
Ahaem, 1986), h.465
43
tersebut dilakukan pelelangan di muka umum menurut peraturan yang
berlaku, dan hasilnya dimasukan kas negara.
Sedangkan apabila kemungkinan yang kedua yang terjadi maka
eksekusinya berdasarka pada Pasal 41 KUHP, yaitu terpidana boleh
memilij apakah akan tetap menyerahkan barang-barang yang disita
ataukah menyerahkan uang seharga penafsiran hakim dalam putusan.
Apabila terpidana tidak mau menyerahkan satu diantara keduannya
maka harus dijalankan pidana kurungan sebagai pengganti.
c. Pidana Pengumuman Putusan Hakim
Pada Pasal 43 ditentukan bahwa apabila diputuskan pengumuman
putusan hakim, maka harus ditentukan pula dara mengumumkan ini,
dan biayanya harus dipikul oleh si terhukum. Maksud dari
pengumuman putusan hakim adalah sebagai usaha prefentif untuk
memberitahukan kepada masyarakat umum agar berhati-hati dalam
bergaul dan berhubungan dengan orang-orang yang dapat disangka
tidak jujur sehingga menjadi korban dari kejahatan tersebut.
44
BAB IV
TINJAUAN YURIDIS PASAL PEMIDANAAN BAGI PELANGGAR
RAHASIA DAGANG DALAM UNDANG-UNDANG
NOMOR 30 TAHUN 2000
A. Tinjauan Yuridis Pasal 13 dan Pasal 17 Dan Korelasinya Dengan Pemidanaan
Rahasia Dagang
1. Tinjauan Yuridis Pasal 13 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000
Pasal 13 dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang
Rahasia Dagang mengatur tentang pelanggaran terhadap rahasia dagang
yang berbunyi:
”pelanggaran rahasia dagang juga terjadi apabila seseorang dengan
sengaja mengungkapkan rahasia dagang, mengingkari kesepakatan atau
mengikari kewajiban tertulis atau tidak tertulis untuk menjaga rahasia
dagang yang bersangkutan”
Bunyi Pasal 13 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang
Rahasia Dagang dapat kita lihat lagi sebuah frasa yang berbunyi “dengan
sengaja” sebuah perbuatan yang berupa:
a. Pengungkapan terhadap rahasia dagang;
b. Pengingkaran kesepakatan atau kewajiban tertulis atau tidak tertulis
untuk menjaga rahasia dagang yang diketahuinya.
Pembuktian mengenai kalimat “dengan sengaja” dapat dilakukan
dengan berbagai macam cara. Diantaranya melalui mempertimbangkan
tentang perjanjian yang sudah terjadi ataupun kesepakatan yang telah
dilakukan oleh para pihak, Peraturan Perundang-Undangan, ketertiban
umum, norma kesusilaan, kebiasaan maupun kepatutan yang berlaku yang
ada didalam masyarakat.
Kalimat “dengan sengaja” didalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang merupakan suatu istilah kata yang
umum yang diatur dalam pasal pasal di KUHP. Walaupun didalam KUHP
tidak memberikan maksud dari perbuatan “dengan sengaja”, namun
petunjuk untuk mengetahui “dengan sengaja” atau kesengajaan dapat
45
diambil dari MvT (Memory van Toelicting)1 yang mengartikan
kesengajaan (opzet) sebagaimana dikutip dalam Andi Hamzah:
“sengaja” (opzet) berarti de (bewuste)richting van den wil opeen
bepaald misdrijf,” (kehendak yang disadari yang ditujukan untuk
melakukan kejahatan tertentu). Menurut penjelasan tersebut, “sengaja’
(opzet) sama dengan willens en wetens (dikehendaki dan diketahui).2
Jadi dapat dikatakan bahwa, sengaja berarti menghendaki dan
mengetahui apa yang dilakukan. Orang yang melakukan perbuatan dengan
sengaja menghendaki perbuatan itu dan di samping itu mengetahui atau
menyadari tentang apa yang dilakukan itu.
Kemudian terhadap unsur “Pengungkapan Rahasia Dagang”, peneliti
mencoba mengartikan kata “pengungkapan” itu sebagai kegiatan yang
dilarang atau dengan cara melawan hukum. Pasal 13 ini juga terdapat
didalam Bab VII dari Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang
Rahasia Dagang yaitu pada bab “pelanggaran terhadap Rahasia Dagang”.
Pelanggaran sendiri juga merupakan istilah yang sering muncul di dalam
KUHP dalam buku III. Pelanggaran adalah “Wetsdelichten” yaitu
perbuatan-perbuatan yang sifat hukumnya baru dapat diketahui setelah ada
wet yang menentukan demikian. Maka pembunuhan, pencurian,
penganiayaan dan peristiwa-peristiwa semacam itu merupakan kejahatan
(Rechtsdelicten) karena terpisah dari aturan pidana yang tegas, dirasakan
sebagai perbuatan yang tidak adil. Sedangkan peristiwa seperti bersepeda
di atas jalan yang dilarang, berkendara tanpa lampu atau kejurusan yang
dilarang merupakan kejahatan Undang-Undang/pelanggaran
(Wetsdelicten), karena kesadaran hukum kita tidak menganggap bahwa
hal-hal itu dengan sendirinya dapat dipidana, tetapi baru dirasakan sebagai
demikian, karena oleh Undang-Undang diancam dengan pidana.3
1 Sudarto, Hukum Pidana I, ( Semarang: Yayasan Sudarto d/a Fakultas Undip
Semarang,1990), h.102 2 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Rineka Cipta,2008), h.106 3 http://digilib.unila.ac.id/20053/12/Bab%20II.pdf, diakses pada 12 juli 2019, pukul 13.55
WIB
46
Unsur “Pengingkaran kesepakatan” dalam Pasal 13 Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang mensyaratkan bahwa
sebelumnya harus ada perjanjian secara tertulis ataupun tidak tertulis untuk
melindungi rahasia dagang dimana salah satu pihak telah melanggar
perjanjian tersebut. Maksud dari kata “kesepakatan” disini menunjukan
akan adanya izin yang diberikan oleh pemilik rahasia dagang kepada pihak
lain. Sebagai contoh misalnya rahasia dagang tersebut diberikan pemilik
rahasia dagang kepada seseorang. Atau contoh lain, seorang penerima
lisensi sebagaiman dijelaskan dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, telah melanggar kesepakatan dengan
pemilik rahasia dagang untuk tidak membocorkan:
a. Metode produksi;
b. Metode pengolahan;
c. Metode penjualan; atau
d. Informasi di bidang teknologi dan/atau bisnis yang memiliki nilai
ekonomi dan tidak diketahui oleh masyarakat umum.
Jika kita asumsikan pemilik rahasia dagang dengan penerima lisensi
atau pemilik rahasia dagang dengan pihak ketiga membuat suatu perjanjian
atau terjadinya kewajiban secara tertulis maupun tidak tertulis bahwa
penerima lisensi atau pihak ketiga harus menjaga kerahasiaan dari rahasia
dagang tersebut, lalu benarkah dia dapat dijerat dengan pasal pidana ?
Hal tersebut di atas cukup menjadi problem yang serius bagi
penindakan terhadap pelanggaran rahasia dagang. Apakah benar
pengingkaran terhadap kesepakaran atau kewajiban tertulis/tidak tertulis
rahasia dagang yang merupakan prestasi dari penerima lisensi atau pihak
ketiga dapat dituntut secara pidana? Secara konsep, hubungan yang terjadi
diantara pemilik rahasia dagang dengan penerima lisensi atau pihak ketiga
merupakan hubungan keperdataan, sehingga pengingkaran terhadap
prestasi tersebut seharusnya dikategotikan sebagai wanprestasi atau cidera
janji.
47
2. Tinjauan Yuridis Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000
tentang Rahasia Dagang
Didalam ilmu hukum, terdapat asas Lex Specialis Derogate Lex
Generalis yang jika dimaknai secara sederhana berarti aturan yang bersifat
khusus atau specialis mengesampingkan aturan yang bersifat umum atau
generalis. Didalam sebuah peraturan yang bersifat specialis terdapat ciri-
ciri yang ada didalam peraturan yang bersifat umum, namun didalam
ketentuan tersebut ditambahkan ciri-ciri baru yang menjadi inti dari
kekhususannya.
Didalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang
Rahasia Dagang terdapat redaksi kata “dengan sengaja”, “tanpa hak”, dan
“menguasai” yang merupakan suatu istilah umum yang terdapat didalam
unsur-unsur pasal KUHP. Sedangkan yang menjadikan Pasal 17 yang
mengatur ketentuan pidana ini specialis yaitu dengan dicantumkannya
secara tegas dan khusus istilah rahasia dagang. Jauh sebelum
diberlakukannya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia
Dagang, penindakan hukum yang berkenaan dengan rahasia dagang
bertumpu pada ketentuan KUHP BAB XVII Pasal 332 jo.323 tentang
membuka hal yang bersifat rahasia jo. Pasal 382bis KUHP tentang
persaingan curang. Kemudian pada tanggal 20 desember 2000 terbitlah
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, yang
berarti konsekuensi yuridisnya apabila terjadi pelanggaran dibidang
rahasia dagang yang dipakai adalah Pasal 17 Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang.
Secara tidak langusng pembentuk Undang-Undang telah menggunakan
perkataan ”Strafbaarfeit” untuk menyebutkan apa yang kita kemudian
kenal dengan “tindak pidana” atau “delik”, tanpa memberikan suatu
penjelasan akan pengertian tersebut. Suatu tindak pidana atau delik
memiliki syarat pokok yang harus terpenuhi, diantaranya4:
4 P.A.F. Lamintang, Dasar Dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung: PT.Citra Aditya
Bakti, 1997), h. 187
48
a. Dipenuhinya semua unsur dari delik yang terdapat di dalam rumusan
delik;
b. Dapat dipertanggungjawabkan si pelaku atas perbuatannya;
c. Tindakan dari pelaku tersebut harus dilakukan dengan sengaja ataupun
tidak sengaja;
d. Pelaku tersebut dapat dihukum. Sedangkan syarat-syarat penyerta
merupakan syarat yang harus terpenuhi setelah tindakan seseorang itu
memenuhi semua unsur yang terdapat didalam rumusan delik.
Rumusan Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000
tentang Rahasia Dagang berbunyi sebagai berikut:
“barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan Rahasia
Dagang pihak lain atau melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 atau Pasal 14 dipidana dengan pidana penjara paling lama
2 tahun dan/atau denda paling banyak Rp.300.000.000,00 (tiga ratus juata
rupiah)”
jika dirinci, rumusan dari Pasal 17 Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2000 tersebut memiliki unsur-unsur sebagai berikut:
a. Penggunaan Rahasia Dagang secara sengaja dan tanpa hak
Didalam rumusan Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2000 tentang Rahasia Dagang, tepatnya pada unsur yang pertama
terdapat frasa “dengan sengaja” dan “tanpa hak”. Pada bagian frasa
“tanpa hak” dapat dibuktikan dengan mudah berdasarkan pada alasan
sebagaimana yang telah ada didalam Pasal 4 (tentang hak pemilik
rahasia dagang), Pasal 6 (tentang pengalihak hak melalui perjanjian
lisensi), dan Pasal 7 (tentang pelangilahn hak melalui perjanjian
lisensi kepada pihak ketiga). Namun terhadap frasa “dengan sengaja”
pembuktian akan hal itu tidak mudah. Mengingat rahasia dagang
bukanlah merupakan informasi yang bersifat umum, yang diumumkan
pada lembar negara secara terbuka untuk mendapatkan perlindungan
hukum sebagaimana produk Hak Kekayaan Intelektual lainnya. Dalam
hal mencari pembuktian dalam frasa “dengan sengaja” aparat penegak
hukum bukan hanya berpatokan kepada Undang-Undang Nomor 30
49
Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang saja, tetapi juga pada segala
macam Peraturan Perundang-Undangan, ketertiban umum, norma
kesusilaan, kebiasaan, sampai pada kepatutan yang berlaku didalam
masyarakat demi mencari kebenaran yang materiil.
Permasalahan serius jika terbukti bahwa seseorang telah memenuhi
unsur penggunaan rahasia dagang dengan sengaja dan tanpa hak,
timbulah rentetan masalah baru yaitu ancaman hukuman penjara dan
denda sebagaimana tercantum didalam Pasal 17 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang yaitu
ancaman hukuman pidana penjara maksimal 2 (dua) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp.300.000.000,00. Namun yang lebih penting,
apakah hukuman pidana penjara 2 tahun tersebut memberikan efek
jera bagi pelanggar rahasia dagang itulah yang masih dalam
perdebatan. Pemberian pidana penjara dan denda didalam Pasal 17 ini
sangat jauh dari Rancangan Undang-Undang tentang Rahasia Dagang
pada saat itu karena didalam rancangan tersebut ancaman pidana
penjara maksimum yaitu 7 tahun dan denda Rp.300.000.000,00 (tiga
ratus juta rupiah).
Sebagai perbandingan lain saja, kita lihat didalam Pasal 97 ayat (1) jo.
Pasal 104 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar
Modal, dikatakan bahwa Pasal 97 ayat (1):
“(1) Setiap Pihak yang berusaha untuk memperoleh informasi
orang dalam dari orang dalam secara melawan hukum dan kemudian
memperolehnya dikenakan larangan yang sama dengan larangan yang
berlaku bagi orang dalam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 dan
Pasal 96.”
Jo. Pasal 104:
“Setiap Pihak yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 90, Pasal 91, Pasal 92, Pasal 93, Pasal 95, Pasal 96, Pasal
97 ayat (1), dan Pasal 98 diancam dengan pidana penjara paling lama
10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp15.000.000.000,00
(lima belas miliar rupiah).”
Dari bunyi Pasal-Pasal di atas dapat disimpulkan bahwa pelanggaran
rahasia dagang/informasi rahasia dibidang pasar modal akan diancam
50
dengan hukuman pidana penjara 10 tahun dan denda
Rp.15.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Kenapa Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal saya jadikan suatu
komparasi, karena didalam Pasal 97 yang sudah dijelaskan tadi
terdapat frasa “memperoleh informasi orang dalam dari orang dalam
secara melawan hukum”. Terdapat unsur informasi rahasia yang dapat
dikategorikan sebagai rahasia dagang dibidang pasar modal yang
tentunya juga memiliki nilai ekonomis bagi pemiliknya dalam rangka
perdagangan di bursa efek serta tidak diketahui oleh umum.
Hal yang menarik dari penjelasan di atas adalah ancaman hukuman
pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 jauh lebih berat yaitu 10
tahun dan denda Rp.15.000.000.000,00 padahal Undang-Undang itu
telah dibuat jauh sebelum Indonesia menandatangani perjanjian
TRIP’s dan meratifikasi Perjanjian itu kedalam Perundang-Undangan
kita. Dalam pandangan peneliti, langkah ini merupakan suatu
kemunduran bagi perlindungan hukum soal rahasia dagang ini,
dimana Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 yang disahkan pada
20 desember 2000 seharusnya menjadi payung hukum “umbrella act”
bagi Undang-Undang lainnya dalam hal penegakan dan perlindungan
hukum terkait rahasia dagang ataupun informasi yang bersifat tertutup
atau rahasia.
b. Pelanggaran ketentuan Pasal 13 atau 14 Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang
Unsur yang kedua didalam rumusan Pasal 17 Undang-Undang Nomor
30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang yaitu terjadinya pelanggaran
ketentuan yang terdapat dalam Pasal 13 atau Pasal 14. Pada penjelasan
sebelumnya telah dibahas mengenai tinjauan yuridis mengenai Pasal
13, maka pada bagian ini khusus akan memperdalam soal frasa “atau”
dan “pelanggaran ketentuan Pasal 14”.
Kata “atau” didalam Ilmu Perundang-Undangan berarti salah satu.
Maksudnya disini adalah jika terdapat dua objek pasal didalam satu
51
ayat dalam sebuah Peraturan Perundang-Undangan, maka hanya satu
objek pasal saja yang dapat dipakai untuk menjerat seseorang didalam
melakukan kejahatan. Berbeda halnya dengan “dan/atau”, dimana
hakim yang bertindak sebagai “algojo” didalam penjatuhan hukuman
bagi pelanggar dapat memilih kedua objek pasal yang tersedia. Jika
dalam hal ini pada Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, terdapat kata/frasa “atau”
didalam rumusannya maka hakim hanya dapat mengenai satu dari dua
pasal saja yang tersedia (Pasal 13 dan Pasal 14).
Hal yang demikian menurut pandangan peneliti tidak tepat karena
didalam rumusan Pasal 14 dikatakan bahwa “seseorang dianggap
melanggar rahasia dagang pihak lain apabila memperoleh atau
menguasai rahasia dagang tersebut dengan cara yang bertentangan
dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.”, yang berarti
bahwa jika seserorang yang telah melanggar Pasal 13 maka secara
otomatis yang bersangkutan juga telah melanggar ketentuan pada
Pasal 14. Jadi penggunaan frasa “atau” didalam ketentuan Pasal 17
ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia
Dagang adalah tidak tepat. Ini juga dapat berimplikasi pada berat atau
ringannya hukuman pidana atau denda yang akan diterima pelanggar
rahasia dagang tersebut.
Unsur pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 14 Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang yang berbunyi
“seseorang dianggap melanggar rahasia dagang pihak lain apabila
memperoleh atau menguasai rahasia dagang tersebut dengan cara yang
bertentangan dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.”
Cara memperoleh rahasia dagang yang dibenarkan menurut peraturan
Perundang-Undangan terdapat pada ketentuan Pasal 5 yang mengatur
tentang pengalihan hak rahasia dagang (pewarisan, hibah, wasiat,
perjanjian tertulis, dan sebab yang dibenarkan oleh Undang-Undang)
sampai Pasal 9 (pengalihan hak melalui lisensi) Undang-Undang
52
Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, maka apabila
ditafsirkan lebih dalam mengenai Pasal 14 ini seseorang yang telah
melanggar ketentuan Pasal 14 juga secara langsung juga telah
melanggar ketentuan didalam Pasal 5 sampai Pasal 9.
Unsur menguasai rahasia dagang dengan cara melanggar hukum dapat
kita dalami didalam maksud dari kata menguasai. Dimana pemegang
rahasia dagang yang memberikan rahasia dagangnya kepada orang
lain, maka orang lain tersebut juga dapat dikategorikan telah
menguasai rahasia dagang berdasarkan perjanjian tertulis maupun
tidak tertulis yang telah disepakati kedua belah pihak. Namun,
berbeda halnya ketika seseorang yang diluar pihak dari perjanjian
mengenai rahasia dagang dapat mengetahui rahasia dagang, maka
maksud kata “menguasai” disini merupakan cara yang bertentangan
dengan hukum karena yang bersangkutan bukan para pihak yang
disebutkan didalam perjanjian menjaga rahasia dagang yang
dilindungi undang-undang.
Undang-Undang yang mengatur mengenai pelanggaran mengenai
rahasia dagang hanya terdapat didalam Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang setelah sebelumnya penindakan
terhadap tindak pidana penyebaran informasi rahasia dikenai Pasal
322 dan Pasal 323 KUHP. Ketika diundangkan pada 20 desember
2000, maka secara otomatis penindakan hukum yang berkenaan
dengan rahasia dagang dialihkan sepenuhnya pada Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2000 ini. Maka menurut peneliti disini, ketentuan
Pasal 14 Jo. Pasal 17 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang
Rahasia Dagang didalam frasa “bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.” ini adalah mubazir dan dapat
memberikan penafsiran yang berbeda yang dapat menimbulkan
kerancuan dalam berfikir. Karena pada dasarnya tidak ada undang-
undang lain yang mengatur tentang pelanggaran rahasia dagang
setelah undang-undang ini menjadi Lex Specialis.
53
3. Korelasi Antara Pasal 17 Dengan Pasal 13 Terhadap Pemidanaan Rahasia
Dagang
Jika kita lihat Pasal 13 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2000 tentang
Rahasia Dagang, pasal tersebut berada di Bab VII yang berbicara tentang
Pelanggaran Rahasia Dagang. Seperti kita ketahui bahwa Undang-Undang
ini merupakan Lex Spexialis dari Pasal 322 dan Pasal 323 KUHP, dimana
didalam KUHP sendiri terdapat 3 buku. Buku pertama dari KUHP yang
berisi ketentuan umum (Pasal 1-Pasal 103), buku kedua adalah yang
mengatur tentang kejahatan (Pasal 104-Pasal 488), dan buku ketiga
mengatur tentang pelanggaran (Pasal 489-Pasal 589). Pasal 322 dan Pasal
323 itu sendiri terdapat didalam buku dua KUHP yang mengatur tentang
kejahatan. Kejahatan sendiri menurut Richard Quinney adalah perilaku
manusia yang diciptakan oleh para pelaku yang berwenang dalam
masyarakat yang terorganisasi secara politik, atau kualifikasi atas perilaku
yang melanggar hukum dirumuskan oleh warga atau masyarakat yang
mempunyai kekuasaan.5 Penindakan hukum terhadap rahasia dagang
sebelum adanya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia
Dagang terdapat di Yurisprudensi Nomor 27 K/Pid/1990 tanggal 5 Mei
1990 dimana pihak yang bersengketa yaitu Susanto Sidik melawan Ali
Candra Sutjipto, dimana Ali Candra telah melanggar perjanjian tertulis
yang telah dibuat yang berkenaan dengan rahasia dagang. Jika memang
benar Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang ini
menjadi Lex specialis dari ketentuan Pasal 322 dan Pasal 323 KUHP,
maka BAB yang tepat yang didalamnya terdapat Pasal 13 yang benar
menurut peneliti yaitu “Kejahatan Terhadap Rahasia Dagang” jika
merujuk kepada KUHP, bukan justru “Pelanggaran Terhadap Rahasia
Dagang”, atau dapat juga diganti dengan “Perbuatan Yang Dilarang”
sebagaimana undang-undang HKI lainnya.
Kesalahan berpikir para perumus Undang-Undang ini juga berlanjut
5 Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, Kriminologi, (Jakarta: Raja Grafindo Perkasa,
2010), h.11
54
pada penjatuhan pidana bagi pelanggar rahasia dagang yang melanggar
Pasal 13 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000. Karena Pasal 13
mengatakan bahwa “pelanggaran rahasia dagang juga terjadi apabila…..”
yang berimplikasi bahwa penjatuhan pidana, karena pelanggaran
seharusnya kurang dari satu tahun merujuk pada buku tiga KUHP,dan
kesalahan berlanjut ketika Pasal 17 yang diberikan delegasi dari Pasal 13
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 memberikan ancaman pidana
berupa pidana penjara selama 2 tahun. Padahal didalam KUHP,
pelanggaran tidak dapat dikenai hukuman pidana penjara yang durasi
waktunya selama 2 tahun dan juga pidana denda, tetapi pidana kurungan
dengan maksimal durasinya selama 1 tahun. Berikut ini merupakan
perbedaan antara kejahatan yang diatur dalam buku II KUHP dan
pelanggaran yang diatur dalam buku III KUHP:6
Kejahatan Pelanggaran
Tindakan tersebut mengandung suatu
“onrecht” sehingga orang memandang
perilaku tersebut memang pantas
dihukum meskipun tidak dicantumkan
dalam undang-undang sebagai
perbuatan terlarang oleh pembuat
undang-undang.
Dimuat didalam Buku II KUHP Pasal
104 sampai dengan Pasal 488.
Contoh pencurian: (Pasal 362 KUHP),
Pembunuhan (Pasal 338 KUHP),
Perkosaan (Pasal 285 KUHP).
Orang pada umumnya baru mengetahui
bahwa tindakan tersebut merupakan
pelanggaran yang bersifat melawan
hukum sehingga dapat dihukum yaitu
setelah tindakan tersebut dinyatakan
dilarang dalam undang-undang.
Dimuat dalam buku III KUHP Pasal
489 sampai dengan Pasal 569.
Contoh: mabuk di tempat umum (Pasal
492 KUHP/536 KUHP), penadahan
ringan (Pasal 482 KUHP)
Dalam kejahatan dikenal adanya
perbedaan opzet (kesengajaan) dan
culpa (kealpaan).
undang-undang tidak membuat
perbedaan antara opzet (kesengajaan)
dan culpa (kealpaan).
6 https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5971008e81638/perbedaan-tindak-
pidana-ringan-tipiring-dengan-pelanggaran/, diakses pada minggu 21 juli 2019, pukul 19:22
WIB
55
Keikutsertaan dan pembantuan dalam
kejahatan dihukum.
Keikutsertaan dan pembantuan dalam
pelanggaran tidak dapat dihukum.
Terdapat ketentuan bahwa adanya suatu
pengaduan, karena itu merupakan suatu
syarat bagi penuntutan.
Tidak terdapat ketentuan adanya suatu
pengaduan sebagai syarat bagi
penuntutan.
Percobaan melakukan kejahatan dapat
dipidana.
Percobaan melakukan pelanggaran
tidak dapat dipidana.
Jangka waktu daluwarsa kewenangan
untuk melakukan penuntutan lebih lama
dari pelanggaran.
Jangka waktu daluwarsa kewenangan
untuk melakukan penuntutan lebih
singkat yaitu 1 tahun bagi semua
pelanggaran.
Kejahatan dikenal adanya pidana
penjara.
Pelanggaran tidak pernah diancamkan
pidana penjara.
Menurut peneliti disini terdapat dua pilihan yang dapat diambil para
pembuat Undang-Undang dalam menyusun kembali undang-undang yang
berkaitan dengan rahasia dagang ini, yang pertama yaitu jika memang
benar pelanggaran terhadap rahasia dagang di Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2000 merupakan Lex Specialis daripada ketentuan Pasal 322 dan
323 KUHP, maka pada Bab VII Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000
tentang Rahasia Dagang harus diganti yang semula “pelanggaran terhadap
rahasia dagang” menjadi “Kejahatan terhadap rahasia dagang” karena hal
ini dapat menimbulkan kerancuan didalam bahasa Undang-Undang, atau
pilihan yang kedua, yaitu menyesuaikan hukuman yang akan diterima, jika
memang benar perbuatan melawan hukum yang dimaksud didalam Pasal
13 merupakan pelanggaran. Dengan cara mengganti ancaman pidana
menjadi pidana yang semula pidana penjara maksimal 2 tahun menjadi
pidana kurungan dengan maksimal penahanan selama satu tahun. Tentu
pada pilihan yang kedua ini menurut peneliti akan sangat berbahaya jika
benar memang diterapkan, karena akan sulit mendapatkan tujuan dari
dibentuknya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 yaitu untuk
memajukan industry yang mampu bersaing dalam lingkup perdagangan
56
nasional dan internasional dan menciptakan iklim yang mendorong kreasi
dan inovasi masyarakat.
B. Analisis Yuridis Efektivitas Pemidanaan Bagi Pelanggar Rahasia Dagang dan
Relevansinya Terhadap Undang-Undang Rahasia Dagang
Seorang pemilik rahasia dagang wajib memelihara dan juga menjaga
nilai kerahasaiaan atas segala macam informasi yang dimilikinya. Hal itu
dapat dilakukan melalui banyak cara, salah satunya yaitu dengan pembuatan
kontrak yang berisi mewajibkan pihak lain untuk tidak membocorkan rahasia
itu secara tertulis. Kontrak tertulis didalam upaya menjaga nilai kerahasiaan
atas suatu informasi sangat membantu khususnya untuk menghindarkan dari
kesalahfahaman atas ruang lingkup yang harus dijaga kerahasiaannya.
Secara eksplisit, kontrak yang dibuat oleh pemilik dari rahasia dagang
dengan pihak kedua berisi tugas dan kewajiban dari pihak kedua untuk
menjaga rahasia dagang ataupun informasi rahasia dari pemilik rahasia
dagang atau informasi rahasia. Kewajiban dalam memelihara kerahasaiaan ini
juga dapat ditempuh melalui pembuatan ketentuan-ketentuan kontrak yang
bersifat implisit. Pada prinsipnya hukum akan melindungi kerahasiaan itu
berdasarkan asas-asas hukum perjanjian yang menyatakan bahwa perjanjian
itu tidak hanya mencakup apa yang telah secara eksplisit diperjanjiakan,
tetapi mencakup juga kebiasaan-kebiasaan meskipun tidak secara tegas
dinyatakan.7 seperti tercantum dalam Pasal 1347 BW yang berbunyi “hal-hal
yang, menurut kebiasaan selamanya diperjanjikan, dianggap secara diam-
diam dimasukan dalam persetujuan, meskipun tidak dengan tegas
dinyatakan.”
Sesungguhnya perlindungan rahasia dagang yang diberikan oleh negara
bersumber dari hubungan keperdataan yang dilakukan antara pemilik rahasia
dagang atau pemegang rahasia dagang kepaada penerima lebih lanjut hak
rahasia dagang kedalam bentuk suatu perjanjian yang kemudian disebut
dengan Lisensi Rahasia Dagang. Lisensi ini memungkinkan pihak yang
7 Ahmad M. Ramli, Perlindungan Rahasia Dagang Dalam UU No.30/2000 Dan
Perbandinganyya Dengan Beberapa Negara, (Bandung: Mandar Maju, 2001), h. 17
57
terkait dari perjanjian Lisensi itu tidak berhak untuk melakukan tindakan-
tindakan yang secara komersial memanfaatkan atau mengambil keuntungan
dari rahasia dagang itu, termasuk juga pemberian informasi rahasia dagang
secara melawan hukum, dan yang memperolehnya dengan tidak benar.
1. Perjanjian Tertulis dan Perjanjian Lisensi Sebagai Sumber Masalah
Pelanggaran Terhadap Rahasia Dagang
Didalam suatu perjanjian Lisensi rahasia dagang, pemilik rahasia
dagang tetap memiliki hak milik dimana ia dapat menikmati dan
memanfaatkan rahasia dagang miliknya seluas luasnya selama tidak
bertentangan dengan hukum. Perjanjian Lisensi juga tidak mengurangi
sedikitpun hak dari pemilik rahasia dagang. Menurut teori hak milik dalam
Pasal 570 BW
“hak milik adalah hak untuk menikmati kegunaan suatu kebendaan
dengan leluasa dan untuk berbuat bebas terhadap kebendaan itu dengan
kedaulatan sepenuhnya, asal tidak bersalahan dengan Undang-Undang
atau peraturan umum yang ditetapkan oleh suatu kekuasaan yang berhak
menetapkannya, dan tidak mengganggu hak-hak orang lain; kesemuannya
itu dengan tidak mengurangi kemingkinan akan pencabutan hak itu demi
kepentingan umum berdasarkan atas ketentuan Undang-Undang dan
dengan pembayaran ganti rugi”.
Karena pengalihan hak rahasia dagang melalui perjanjian lisensi, maka
sesuai dengan Pasal 1313 BW dimana kedua pihak dianggap terikat satu
sama lainnya setelah menyetujui perjanjian tersebut yang dalam hal ini
merupakan perjanjian lisensi. Selain itu pemilik rahasia dagang didalam
upaya nya memberikan rahasia dagang nya kepada pihak lain melalui
perjanjian lisensi juga tidak boleh mengabaikan akan syarat sah dari suatu
perjanjian. Pasal 1320 BW mengisyaratkan bahwa suatu perjanjian akan
dianggap sah jika memenuhi :
a. Sepakat didalam semua isi perjanjian tersebut;
b. Para pihak harus cakap;
c. Adanya pokok tertentu yang diperjanjikan yaitu adanya kewajban dan
hak;
d. Suatu sebab yang tidak terlarang oleh peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
58
Masalah mengenai perjanjian tertulis maupun tidak tertulis yang
berkaitan dengan suatu rahasia dagang memang menjadi “kambing hitam”
didalam adanya sengketa di bidang rahasia dagang ini. Karena sifatnya
yang khusus, maka diperlukan suatu patokan hukum dalam pembuatan
perjanjian tertulis atau tidak tertulis dan bahkan lisensi rahasia dagang
untuk memastikan para pihak yang bersepakat didalam perjanjian atau
lisensi itu tidak memiliki celah hukum dalam menyebarluaskan rahasia
dagang. Pengaturan tentang lisensi memang sudah ada didalam peraturan
pelaksana yaitu Peraturan Kementrian Hukum dan Ham Nomor 8 Tahun
2016 tentang Syarat dan Tata Cara Permohonan Pencatatan Lisensi
Kekayaan Intelektual. Meski demikian peraturan di atas merupakan
permohonan pencatatan lisensi dari semua produk dari Hak Kekayaan
Intelektual, diperlukan peraturan khusus yang mengatur tentang tatacara
pendaftaran dan pencatatan pernajian Lisensi rahasia dagang karena
rahasia dagang sendiri memiliki kekhususan dan perbedaan dengan produk
HKI lainnya. Kabar baiknya, pengaturan khusus mengenai pencatatan
lisensi rahasia dagang sedang direncanakan oleh Kemetrian Hukum dan
Ham dalam rangka memberikan tata cara dan mendapatkan perlindungan
hukum ketika mendaftarkan lisensi rahasia dagang. Namun sampai
sekarang sejak dirancang diawal tahun 2019, peraturan pelaksana ini
belum disepakati.
2. Penerapan Pidana Terhadap Pelanggar Rahasia Dagang dan Permasalahan
Yang Muncul
Sejak berlakunya undang-undang yang mengatur rahasia dagang ini
diundangkan yaitu pada tanggal 20 desember tahun 2000, terdapat
beberapa contoh dari penerapan pidana yang melanggar ketentuan Pasal 17
ini. Didalam website dari Mahkamah Agung yang menampung segala
putusan pelanggaran rahasia dagang, hanya terdapat 9 putusan yang
berkaitan akan hal itu. Jika dilihat dari sudah lamanya undang-undang ini
berlaku, sengketa tentang pelanggaran rahasia dagang di perkara pidana
dapat dikatakan sangat sedikit. Namun apakah sedikitnya putusan di
59
perkara pidana rahasia dagang berbanding lurus dengan kerugian yang
diterima pemilik rahasia dagang yang telah dilanggar hak nya.
Contoh dari penerapan hukuman pidana bagi pelanggar rahasia dagang
terdapat pada Putusan Nomor 531/Pid. B/ 2012/PN.Jak.Ut dimana
Terdakwa Hartoko S.E telah melanggar ketentuan dari Pasal 17 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang.
terdakwa pada saat itu telah menyebarluaskan customer dari PT. Biggy
Cemerlang tempat dia dulu bekerja kepada perusahaan yang bergerak
dibidang yang sama. Menurut Pasal 2 Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2000 tentang Rahasia Dagang, lingkup dari rahasia dagang adalah metode
produksi, metode pengolahan, metode penjualan, atau informasi dibidang
teknologi dan /atau bisnis. Dapat kita ketahui bersama bahwa daftar
customer merupakan salah satu lingkup dari perlindungan rahasia dagang
yaitu informasi dibidang teknologi dan/atau bisnis. Sehingga dengan
demikian, majelis hakim pada saat itu menjatuhi hukuman terhadap
terdakwa pidana penjara selama 5 bulan dan denda Rp.15.000.000,00
(lima belas juta rupiah).
Putusan lainnya yang berkaitan dengan penjatuhan pidana terhadap
rahasia dagang yaitu putusan nomor 332 K/Pid.Sus/2013 dimana terdakwa
dengan nama HI PIN telah melanggar ketentuan Pasal 17 Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang. Dimana terdakwa pada
saat itu membujuk karyawan dari perusahaan pesaingnya untuk bekerja
ditempatnya dengan imbalan yang lebih besar. Sebagaimana menurut
Pasal 13, bahwa pelanggaran rahasia dagang dapat terjadi jika seseorang
telah dengan sengaja mengungkapkan rahasia dagang. Majelias hakim
pada saat itu menjatuhi hukuman kepada terdakwa dengan pidana penjara
selama 1 tahun 6 bulan dan denda Rp.5.000.000,00 (lima juta rupiah).
Contoh lain mengenai pelanggaran Pasal 17 Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang terdapat didalam putusan nomor 783
K/Pid.Sus/2008. Dimana terdakwa Danar Dono telah melanggar perjanjian
tertulis maupun tidak tertulis sesuai dengan ketentuan Pasal 13 Jo. Pasal 17
60
Undang Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang. Atas
perbuatannya terdakwa dijatuhi hukuman pidana penjara selama 1 rahun 2
bulan.
Dari beberapa contoh di atas memberikan kesimpulan bahwa pada
umumnya pelanggaran terhadap rahasia dagang terjadi karena adanya
cidera janji yang dilakukan mantan karyawan dengan tempat lama ia
bekerja. Maka dari itu diperlukan perjanjian kerja yang mampu mencegah
hal demikian. Dalam hal ini berarti terdapat dua pihak yang melakukan
pembiaran didalam terbongkarnya suau rahasia dagang. Pihak yang
pertama yaitu perusahaan yang memiliki informasi rahasia itu sendiri.
Perusahaan yang memiliki informasi rahasia atau rahasia dagang mengikat
pekerja miliknya dengan suatu perjanjian kerja yang memuat klausul-
klausul yang mewajibkan pekerja tersebut untuk melindungi rahasia
dagang. Pemilik rahasia dagang wajib memelihara dan menjaga
kerahasiaan atas informasi yang dimilikinya.
Didalam prakteknya memang pencantuman klausula-klausula tentang
rahasia dagang serta pembuatan perjanjian-perjanjian khusus tentang
rahasia dagang merupakan hal yang amat penting, hal ini menunjukan
bahwa rahasia dagang merupakan asset perusahaan yang sangat mahal,
karena akan menjadi alat yang sangat ampuh untuk melakukan kompetisi
dengan para competitor.8Namun pada umumnya klausula yang memuat
kewajiban untuk melindungi rahasia dagang tersebut masih bersifat umum.
Diperlukan batas batas yang jelas mengenai apa yang boleh dengan apa
yang tidak boleh dilakukan pekerja tersebut sehingga kedua belah pihak
mengetahui secara jelas batas dari hak serta kewajiban mereka sehingga
tidak terjadi kesalahfamahan didalam penafsiran dari hak dan kewajiban
untuk melindungi rahasia dagang tersebut. Didalam wawancara saya
dengan pihak Kementrian Hukum dan Ham, bukan hanya penjelasan dari
tiap klausula didalam perjanjian kerja yang memuat kewajiban rahasia
8http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/57586/Chapter%20II.pdf?sequen
ce=4&isAllowed=y, diakses pada 30 juli 2019, pukul 13:53 WIB
61
dagang saja yang harus diperjelas, melainkan jika diperlukan suatu
perusahaan yang memiliki rahasia dagang membuat dua bentuk perjanjian
kepada pekerja yang ada, yang pertama yaitu perjanjian kerja yang
didalamnya memuat hak dan kewajiban sebagai pekerja dan yang kedua
yeitu perjanjian rahasia dagang yang memuat secara detail batasan batasan
yang boleh dilakukan pekerja terhadap rahasia dagang perusahaan yang
bersangkutan.
Yang kedua adalah pemerintah yang dalam hal ini adalah legislative
yang membuat ketentuan mengenai Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2000 tentang Rahasia Dagang ini. Didalam rumusan Pasal 13, hanya
mengatur pelanggaran dibidang rahasia dagang dengan cara mengingkari
perjanjian tertulis maupun tidak tertulis untuk menjaga rahasia dagang.
rumusan tersebut sangat umum karena sejatinya seseorang yang melanggar
Pasal 13 ini tidak hanya dengan mengingkari kesepakatan saja. Maka
diperlukan perluasan makna dengan penambahan pasal-pasal baru
khususnya yang mengatur mengenai pebuatan yang dilarang ini.
Sebagaimana Undang-Undang HKI lainnya, sebagai contoh Unndang-
Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Dimana dalam Pasal
112 hingga Pasal 120 merupakan Bab yang mengatur mengenai unsur-
unsur apa saja yang mengkategorikan orang telah melanggar Hak Cipta.
Ini sangat diperlukan agar tidak ada celah hukum dalam rangka penegakan
hukum bagi pelanggar rahasia dagang demi terciptanya iklim persaingan
usaha yang sehat.
3. Permasalahan Pidana Yang Kurang Efektif
Teori efektivitas menurut Achmad Ali yaitu ketika kita ingin
mengetahui sejauh mana efektivitas dari hukum, maka pertama-tama harus
dapat mengukur “sejauh mana aturan hukum itu ditaati atau tidak ditaati”.
Lebih lanjut, Achmad Ali pun mengemukakan bahwa pada umumnya
factor yang banyak mempengaruhi efektivitas suatu undang undang adalah
professional dan optimal pelaksanaan peran, wewenang dan fungsi dari
para penegak hukum, baik didalam menjelaskan tugas yang dibebankan
62
terhadap diri mereka maupun dlam menegakan perundang-undangan
tersebut.9
Menurut Soerjono Soekanto mengemukakan 5 faktor yang menandakan
efektivitas suatu hukum10:
a. Faktor hukumnya sendiri (Undang-undang)
b. Factor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun
menerapkan hukum
c. Factor sarana atau fasilitas
d. Factor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku
e. Factor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang
didasarkan pada karsa manusia di pergaulan hidup
Jika dibedah secara satu persatu faktor efektivitas hukum di atas dengan
penerapan hukum terhadap pelanggar rahasia dagang terdapat beberapa
faktor yang menyebabkan penegakan hukum dibidang rahasia daang ini
kurang efektif.
Pertama yaitu faktor undang-undangnya, dimana menjadi pokok
permasalahan dari penelitian peneliti. Permasalahan di undang undang ini
terdapat diantara Pasal 17 dengan Pasal 13 serta ancaman hukuman yang
diterima sangat rendah jika dibanding pada saat rancangan undang-undang
ini dibuat dan tidak sebanding juga dengan ancaman pidana Pasal 97 jo.
Pasal 104 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal
yang objek dari deliknya sama yaitu informasi rahasia dan juga tidak
adanya peraturan dibawah undang undang atau penjelasan mengenai
tatacara gugatan rahasia dagang, upaya hukum, dan juga kewenangan
peradilan mana yang menjadi kewenangan absolut dari upaya hukum
rahasia dagang didalam undang-undang ini.
Terhadap faktor dari masyarakat sendiri. Banyak pelaku usaha yang
memiliki rahasia dagang belum atau tidak mendaftarkan Perjanjian Lisensi
yang menurut ketentuan Pasal 8 ayat (1), menyatakan bahwa perjanjian
9 Achmad Ali, Teori Hukum dan Teori Peradilan Vol 1, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 375 10 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang mempengaruhi Penegakan Hukum, (Jakarta:
PT. RajaGrafindo Persada, 2008), h. 8
63
Lisensi wajib didaftarkan pada Direktorat Jendral Kekayaan Intelektual
jika ingin mendapatkan perlindungan hukum terhadap pihak ketiga. Para
pelaku usaha cenderung hanya menggunakan perjanjian kerja atau
perjanjian lisan maupun tulisan untuk melindungi rahasia dagang mereka.
Hal ini dapat berakibat pada kewenangan undang-undang ini dalam
melindungi suatu rahasia dagang melalui perjanjian lisensi.
Kemudian yang menyebabkan penegakan hukum terhadap perselisihan
di bidang rahasia dagang ini adalah penerapan pidana denda yang sangat
rendah dibandingkan dengan kerugian yang dialami perusahaan yang
memiliki rahasia dagang serta kerugian yang sifatnya kontinu bagi pemilik
rahasia dagang yang rahasia dagangnya telah disalahgunakan. Didalam
wawancara saya dengan pihak Direktorat Jendral Kekayaan Intelektual,
permasalahan utama yang dialami pihak yang dirugikan dalam rahasia
dagang adalah rendahnya denda (jika melalui proses pidana) dan juga
rendahnya ganti rugi (jika melalui proses perdata). Kerana berdasarkan
Pasal 17 ayat (1), denda maksimal dari pelanggaran hukum atas Pasal 13
atau 14 hanya dikenai sanksi denda maksimal Rp.300.000.000,00.
Pelaksanaan dari ketentuan pidana terhadap rahasia dagang seperti yang
sudah peneliti sampaikan di atas kurang efektif, karena juga didalam
beberapa putusan terkait sengketa rahasia dagang dibidang pidana, tidak
ada majelis hakim yang menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan
hak-hak tertentu. Dalam hal ini jika seseorang terbukti bersalah melanggar
Pasal 17 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000, majelis hakim tidak
memerintahkan untuk tidak lagi menggunakan rahasia dagang kepada
siapapun. Padahal kita ketahui berdasarkan beberapa contoh putusan di
atas, bahwa pelaku dalam menjalankan aksinya tidak independen/mandiri,
dia bersama dengan perusahaan lain yang sejenis juga menikmati rahasia
dagang dengan cara melawan hukum. Maka dari itu, perusahaan yang ikut
menikmati rahasia dagang tersebut harus berhenti memakai rahasia dagang
dari pemilik aslinya dan juga dapat dijadikan subjek didalam hukum
pidana, dimana hukuman pidana seperti ini hanya yang berupa denda, yang
64
dapat dibayar dari kekayaan perkumpulan/perusahaan.11
4. Pidana Penjara Sebagai Upaya Ultimum Remedium Dalam Penindakan
Hukum Rahasia Dagang
Asas ultimum remedium merupakan salah satu asas yang terdapat
didalam hukum pidana Indonesia yang mengatakan bahwa hukum pidana
hendaklah dijadikan upaya terakhir dalam hal penegakan hukum.12 dan
lawan dari asas ultimum remedium adalah premium remedium, dimana
asas ini menjadikan hukum pidana adalah pilihan utama dari penegakan
hukum.
Jalan terakhir dalam penindakan hukum dengan pemidanaan (ultimum
remedium) nantinya akan bersinggungan langsung dengan tujuan
pemidanaan. yang antara lain menurut Cesare Beccaria Bonesana
dikatakan ada 2 (dua) hal yaitu untuk tujuan prevensi khusus dan prevensi
umum. Tujuan pemidanaan hanyalah supaya si pelanggar tidak merugikan
sekali lagi kepada masyarakat dan untuk menakuti-nakuti orang lain agar
jangan melakukan hal itu. Menurut Beccaria yang paling penting adalah
akibat yang menimpa masyarakat. Keyakinan bahwa tidak mungkin
meloloskan diri dari pidana yang seharusnya diterima, begitu pula dengan
hilangnya keuntungan yang dihasilkan oleh kejahatan itu. Namun Becaria
mengingatkan sekali lagi bahwa segala kekerasan yang melampaui batas
tidak perlu karena itu berarti kelaliman.13
Jika melihat Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia
Dagang, dapat dikatakan bahwa undang undang ini memang menerapkan
asas ultimum remedium sebagai penegakan hukum dibidang rahasia
dagang. Ini terlihat didalam Pasal 12 yang menyebutkan ”selain
penyelesaian gugatan sebgaimana dimaksud didalam Pasal 11, para pihak
11 Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia, (Bandung: PT. Refika
Aditama, 2003), h.60 12https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt54e830a05d044/hukuman-mati-
termasuk-iultimum-remedium-i-atau-ipremium-remedium-i, diakses pada 31 juli 2019, Pukul
21:45 WIB 13 Madiasa ablisar. Dkk, Asas Ultimum Remedium Dalam Penerapan Sanksi Pidana
Terhadap Tindak Pidana Perpajakan Oleh Wajib Pajak, USU Law Journal, Vol.3, No.2,
agustus 2015, h.118
65
dapat menyelesaikan perselisihan tersebut melalui arbitrase dan alternatif
penyelesaian sengketa”. Posisi Pasal 12 tersebut memungkinkan para
pihak yang berselisisih menyelesaikan perkaranya melalui non-litigasi
yaitu lebih dulu dibandingkan ketentuan Pasal 17 yang memuat ketentuan
pidana. Ini berarti secara ekplisit, maksud dari pembentuk undang-undang
ini adalah menjadikan hukuman pidana sebagai jalan terakhir dari sengketa
dibidang rahasia dagang ini.
Diperlukan sosialisasi mengenai hal ini, karena pemidanaan didalam
penegakan hukum rahasia dagang tidak memberikan keuntungan apapun
bagi pemilik rahasia dagang karena menurut staf hukum di Kementrian
Hukum dan Ham pada dasarnya majelis hakim didalam menjatuhkan
pidana kepada seseorang lebih cenderung kepada pidana penjara. Jika pun
majelis hakim memutus juga berupa pidana denda, maka denda tersebut
akan masuk ke dalam kas negara, yang berati pemilik rahasia dagang tidak
mendapatkan keuntungan apa apa dari upaya hukum pidana, terlebih lagi
ringannya ancaman pidana didalam ketentuan undang-undang ini membuat
kerugian sangat tidak sebanding.
Ringannya ancaman hukum pidana yang telah disebutkan di atas juga
dapat membuat tujuan pemidanaan sebagai dasar dari asas ultimum
remedium menjadi sia-sia karena tujuan dari pemidanaan menurut
Beccaria di atas adalah hanya untuk menakut nakuti orang lain agar tidak
melakukan hal yang demikian. Maka agar tujuan dari pemidanaan sejalan
dengan asas ultimum remedium, undang-undang ini harus dikaji kembali
terutama pada ketentuan pidana terhadap pihak yang menyalahgunakan
rahasia dagang.
5. Tidak Adanya Peraturan Dibawah Undang-Undang Rahasia Dagang Yang
Membuat Penegakan Hukum Kurang Efektif
Sejak pertama kali diundangkan yaitu pada tanggal 20 Desember Tahun
2000, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 dapat dikatakan undang-
undang yang tidak memiliki turunan peraturan perundang-undangan,
termasuk juga peraturan perundang-undangan dibidang kekayaan
66
intelektual lainnya. Kemudian setelah 16 Tahun, terbitlah Peraturan
Menteri Hukum dan Ham Nomor 8 Tahun 2016 tentang Syarat dan Tata
Cara Permohonan Pencatatan Perjanjian Lisensi Kekayaan Intelektual.
Pada Permenkumham itu, diatur mengenai pendaftaran lisensi dari
berbagai macam produk hak kekayaan intelektual, termasuk rahasia
dagang.
Namun. Keberadaan dari Permenkumham tersebut bagi upaya
pemerintah melindungai rahasia dagang menurut peneliti tidak efektif.
Karena sifat kekhususan dari rahasia dagang sendiri yang berbeda dengan
produk HKI lainnya serta isi dari setiap pasal di Permenkumham tersebut
masih sangat general dan menggabungkan tatacara pendaftaran lisensi dari
semua produk HKI. Padahal didalam penjelasan dari Pasal 8 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang
disebutkan bahwa yang wajib dicatatkan pada Direktoran Kekayaan
Intelektual hanyalah mengenai data yang bersifat administratif dari
perjanjian lisensi dan tidak mencakup substansi rahasia dagang yang
diperjanjikan, dan juga penjelasan Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang yang
sama dikatakan bahwa hal-hal yang diumumkan di dalam berita resmi
rahasia dagang hanya mengenai data yang bersifat administrative dan tidak
mencakup rahasia dagang yang diperjanjikan. Hal ini membuktikan bahwa
rahasia dagang memiliki kekhususan dengan produk HKI lainnya termasuk
didalam pencatatan perjanjian lisensinya, maka diperlukan peraturan
pelaksana tentang pencatatan lisensi rahasia dagang sendiri yang terpisah
dari produk HKI lainnya. Hal ini dapat berimbas terhadap keamanan
informasi rahasia/rahasia dagang dari suatu perusahaan. Hal baiknya
Direktorat Jendral Kekayaan Intelektual sedang menyusun peraturan
pelaksana yang khusus tentang pencatatan perjanjian lisensi rahasia
dagang.
Selain perlunya peraturan yang khusus mengatur tentang pencatatan
perjanjian lisensi rahasia dagang, perlu adanya peraturan pelaksana
mengenai cara beracara didalam sengketa penyalahgunaan rahasia dagang.
67
Sebab didalam pasal demi pasal didalam Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, tidak terdapat ketetetuan mengenai
tata cara gugata apabila sengketa rahasia dagang melewati proses pedata,
serta upaya hukum.
Sebab semua undang-undang tentang HKI (hak cipta, paten, merek,
desain industry) memiliki pasal yang mengatur tentang hal hal di atas, dan
hanya undang-undang rahasia dagang saja yang tidak terdapat ketentuan
mengenai tatacara gugatan rahasia dagang, upaya hukum, dan juga
kewenangan peradilan mana yang menjadi kewenangan absolut dari upaya
hukum rahasia dagang. Padahal idealnya suatu undang-undang menurut
Maria Farida Indrati didalam bukunya ilmu perundang undangan, materi
pokok yang diatur salah satunya harus ada pembagian berdasarkan
urutan/kronologis, seperti pembagian dalam hukum acara pidana, dimulai
dari penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan disidang
pengadilan tingkat pertama, tingkat banding, tingkat kasasi, dan
peninjauan kembali.14
Maka dari itu disini peneliti memberikan dua opsi dalam hal ketentuan
hal tersebut di atas. Opsi yang pertama yaitu dengan menambahkan
ketentuan yang mengatur mengenai tatacara gugatan rahasia dagang,
upaya hukum, dan juga kewenangan peradilan mana yang menjadi
kewenangan absolut dari upaya hukum rahasia dagang didalam peraturan
undang-undang rahasia dagang yang baru. Atau membuat peraturan
dibawan undang-undang yang memuat ketentuan tersebut di atas.
Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang
Rahasia Dagang, pemerintah Indonesia menginginkan adanya perlindungan
hukum yang didapat dengan hadirnya undang-undang ini. Selain itu, tujuan
lain dari dibentuknya undang-undang ini adalah melaksanakan perjanjian
WTO (World Trade Organization) yang didalamnya terdapat kesepakatan
TRIP’s (Trade Related Apects of Intelectual Property Rights). Namun yang
14 Maria Farida Indrati S., Ilmu Perundang-Undangan (2), (Yogyakarta: Kanisius, 2007),
h.124
68
lebih penting adalah tujuan filosofis dari hadirnya undang-undang ini yaitu
terdapat di bagian Menimbang huruf a. di dalam Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2000 yaitu untuk memajukan industry yang mampu bersaing dalam
lingkup perdagangan nasional dan internasional dan mendorong terciptanya
iklim yang membuat masyarakat lebih kreatif dan inovatif.
Namun niat baik pemerintah Indonesia agar tujuan tersebut terwujud
akan dapat dikatakan tercapai. Dikarenakan berbagai permasalahan yang ada
terkait dengan undang-undang ini dan juga penerapan hukum didalam
masayarakat seperti yang sudah peneliti jelaskan di atas. Maka dari itu untuk
mencapai tujuan mulia dari undang undang ini dan juga melaksanakan
ketentuan UUDNRI 1945 Pasal 33, sebaiknya dilakukan pembenahan
didalam undang-undang ini berdasarkan argumentasi peneliti.
69
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian dan pembahasan yang telah peneliti kaji pada
setiap sub bab pembahasan, maka dalam hal ini peneliti menarik kesimpulan
dari penelitian ini sebagai berikut:
1. Didalam perumusannya, keterkaitan atau korelasi antara Pasal 13 dengan
Pasal 17 Undang-Undang ini yaitu tidak ada. Karena, Sebelum terbitnya
undang-undang ini, penindakan hukum dibidang rahasia dagang
menggunakan Pasal 322 dan 323 KUHP dengan contoh yurisprudensi
Nomor 27 K/Pid/1990 tanggal 5 Mei. Pasal tersebut terdapat didalam
buku II KUHP tentang “kejahatan” yang memiliki konsekuensi ancaman
hukuman adalah pidana penjara dan atau denda. Setelah undang-undang
rahasia dagang lahir menyebabkan asas Lex Generalis derogate Lex
Specialis berlaku pada ketentuan ini. Dimana dalam Bab VII Pasal 13
dan Pasal 14 yang menjadi pasal untuk penegakan hukum pidana rahasia
dagang terdapat kesalahan pemakaian kata yaitu “pelanggaran” yang
berimplikasi kepada ancaman pidana, yaitu pidana kurungan. Sedangkan
didalam Pasal 17 yang memuat ancaman pidana mengatur dengan pidana
penjara maksimal 2 tahun dan atau denda maksimal Rp. 300.000.000,00.
Disinilah terdapat frasa yang menurut peneliti dapat menimbulkan
kerancuan. Seharusnya memakai kata “kejahatan” atau “pebuatan yang
dilarang” sebagaimana sama dengan ketentuan dibidang HKI lainnya.
Selain itu ancaman hukuman yang sangat rendah bila dibanding dengan
rancangan undang-undang ini yaitu 7 tahun dan dibanding dengan Pasal
97 jo.Pasal 104 Undang- Undang nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar
modal dengan ancaman hukuman 10 tahun dan denda 15 miliar.
2. Penerapan hukuman dibidang rahasia dagang dinilai kurang memberi efek
jera dan tidak efektif. Karena berdasarkan beberapa contoh putusan yang
sudah ada, pidana penjara dan denda (jika melalui proses pidana) ataupun
70
ganti rugi (jika melalui proses perdata) sangat tidak sebanding dengan
kerugian yang dialami pemilik rahasia dagang yang sifatnya kontinu atau
terus menerus, sehingga diperlukan suatu pidana koorporasi yang ikut
menikmati rahasia dagang. Hal lain yang membuat penegakan hukum
dibidang rahasia dagang ini tidak efektif yaitu tidak adanya ketentaun
yang mengatur mengenai tatacara gugatan hingga peradilan mana yang
memiliki wewenang dalam menyelesaikan sengketa ini dan juga
kurangnya sosialisasi yang dilakukan apparat penegak hukum dalam
menegakan asas ultimum remedium yang jelas secara eksplisit telah ada
didalam undang-undang ini.
B. Rekomendasi
Berdasarkan permasalahan dalam pembahasan penelitian ini, maka
peneliti disini mencoba memberikan rekomendasi kepada lembaga legislatif
dan juga pemilik rahasia dagang agar supaya mengurangi potensi terjadinya
sengketa hukum dibidang rahasia dagang. Adapun rekomendasi peneliti
berkaitan dengan hal itu adalah sebagai berikut:
Rekomendasi Untuk Pembuat Kebijakan:
1. Merevisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang,
khususnya pada ketentuan pidana dengan meningkatkan ancaman
hukuman menjadi maksimal 7 tahun dan penghapusan sanksi denda,
mengubah kata “pelanggaran” menjadi “kejahatan” atau “perbuatan yang
dilarang”
2. Menambahkan ketentuan mengenai tatacara gugatan, penyelidikan,
penyidikan, serta peradilan yang memiliki kewenangan absolut dalam
perkara perdata atau pidana dibidang rahasia dagang didalam pasal-pasal
beru.
3. Membentuk peraturan pelaksana yang memuat ketentuan khusus mengenai
pendaftaran dan pencatatan perjanjian Lisensi rahasia dagang.
Rekomendasi Untuk Aparat Penegak Hukum:
1. Memberikan pendidikan kepada masyarakat dalam hal penyelesaian
sengketa rahasia dagang agar asas ultimum remedium yang secara eksplisit
71
ada di undang-undang ini dapat terwujud dan juga agar penegakan hukum
dibidang rahasia dagang menjadi lebih efektif.
2. Memberikan alternatif pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk
tidak memakai rahasia dagang yang sudah digunakan perusahaan yang
telah memperoleh rahasia dagang tersebut dengan cara yang tidak
dibenarkan didalam undang-undang.
Rekomendasi Untuk Pemilik Rahasia Dagang:
1. Membuat dua bentuk perjanjian didalam menjaga rahasia dagang. Yaitu
perjanjian kerja dan perjanjian yang mnegatur mengenai keharusan
menjaga rahasia dagang.
2. Mendaftarkan segala perjanjian lisensi yang memuat pihak yang dipercaya
untuk menjaga rahasia dagang kepada Direktorat Jendral Kekayaan
Intelektual.
72
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Adolf, Huala. 2006. Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional. Jakarta: Sinar
Grafika.
Ali, Achmad. 2010. Teori Hukum dan Teori Peradilan Vol 1. (Jakarta: Kencana).
Chazawi, Adami. 2002. Pelajaran Hukum Pidana. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Dananjaya, Nyoman Satyatyudha, Putu Rasmadi Arsha Putra, dkk. Buku Ajar
Penyelesaian Sengketa Alternatif (Alternative Dispute Resolution), Fakultas
Hukum Universitas Udayana).
Djaja, Ermansyah. 2009. Hukum Hak Kekayaan Intelektual. Jakarta: Sinar
Grafika, 2009.
Djumhana, Muhammad dan R. Djubaedillah. 2014. Hak Milik Intelektual.
Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
Faisal, Muhammad. 2012. “Tinjauan Yuridis Perlindungan Rahasia Dagang
Dalam Perjanjian Waralaba”. Depok: Skripsi Fakultas Hukum Universitas
Indonesia.
Gunardi, Ismu Gunardi, Jonaedi Effendi. 2014. Cepat & Mudah Memahami
Hukum Pidana, Jakarta: Kencana.
Haryanto, Ignatius. 2014. Sesat Pikir Kekayaan Intelektual, membongkar akar-
akar pemikiran konsep Hak Kekayaan Intelekual. Jakarta: Kepustakaan
Populer Gramedia.
Haryati, Iswi. 2010. Prosedur Mengurus HAKI Yang Benar. Yogyakarta: Pustaka
Yustisia.
Ibrahim, Johnny. 2006. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif,
Malang: Bayumedia Publishing.
Janed, Rahmi. 2010. Hak Kekayaan Intelektual. Surabaya: Airlangga University
Press.
Kansil, C.S.T. 2007. Latihan Ujian Hukum Pidana. Jakarta: Sinar Grafika.
Kartanegara, Satochid. Hukum Pidana Kumpulan Kuiah dan Pendapat Para Ahli
Hukum Terkemuka. Jakarta: Balai Lektur Indonesia.
73
Lamintang, P.A.F. 1984. Hukum Penitensier di Indonesia. Bandung : Armico.
__________. 1997. Dasar Dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung: PT.Citra
Aditya Bakti.
Lemek, Jeremias. 2010. Penuntun Membuat Gugatan. Yogyakarta: Liberty.
Marpaung, Leden. 2009, Asas-Teori-Praktek Hukum Pidana. Jakarta : Sinar
Grafika.
Marzuki, Petter Mahmud. 2005. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana.
Miru. Ahmadi. 2007. Hukum Kontrak. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Moeljatno. 2008. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta.
Munandar, Haris, Sally Sitanggang. 2008. Mengenal HAKI Hak Cipta, Paten,
Merek, dan Seluk Beluknya. Jakarta: Erlangga.
Nurdiansyah, Muhammad. 2015 “Perlindungan Hukum dan Sengketa Rahasia
Dagang (Analisis Putusan MA Nomor 1713 K/Pdt/2010). Jakarta: Skripsi
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Prodjodikoro, Wirjono. 2003. Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia. Bandung:
Refika Aditama.
__________. 2008. Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia. Bandung:
Refika Aditama.
Ramadhan, Bayu Rizky, dkk. 2018.“Pengertian Pengaturan dan Perkembangan
HKI di Indonesia”. Jakarta: Makalah Presentasi pada UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Ramli, Ahmad M. 2000. H.A.K.I Teori Dasar Perlindungan Rahasia Dagang.
Bandung: Mandar Maju.
__________. 2001. Perlindungan Rahasia Dagang Dalam UU No.30/2000 Dan
Perbandinganyya Dengan Beberapa Negara. Bandung: Mandar Maju.
Riswandi, Budi Agus. Bahan Kuliah HKI: Rahasia Dagang Di Internet, Magister
Hukum Universitas Indonesia.
Rosandy, Tommi Ricky. 2012. “Perlindungan Rahasia Dagang Perusahaan
Niela Sary Kaitannya Dengan Kewajiban Karyawan”. Yogyakarta: Tesis
Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia.
74
S. Maria Farida Indrati. 2007. Ilmu Perundang-Undangan (2). Yogyakarta:
Kanisius.
Saidin, H. OK. 2004. Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual
Property Rights). Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Santoso, Topo dan Eva Achjani Zulfa. 2010. Kriminologi. Jakarta: Raja Grafindo
Perkasa.
Sari, Elsi Kartika dan advendi Simanunsong. 2007. Hukum Dalam Ekonomi.
Jakarta: Grasindo.
Sianturi. 1986. Asas-Asas Hukum Pidana di Indoensia Dan Penerapannya.
Jakarta:Alumni Ahaem.
Situngkir, Cindy Margaretha.“Perjanjian Rahasia Dagang Dalam Bisnis Pizza”,
Bandar Lampung: Skripsi Fakultas Hukum Universitas Lampung.
Soekanto, Soerjono. 2003 Penelitian Hukum Normatif. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
__________. 2008. Faktor-Faktor Yang mempengaruhi Penegakan Hukum.
Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Strauss, Anselm dan Juliet Corbin. 2009. Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Subekti. 2003. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: Itermasa.
Sudarto. 1990. Hukum Pidana I. Semarang: Yayasan Sudarto d/a Fakultas Undip
Semarang.
Sulistyo, Adi. 2007. Mengembangkan Paradigma Non-Litigasi Di Indonesia.
Solo: Lembaga Pengembangan Pendidikan (LPP) UNS dan UPT Penerbit
dan Pencetakan UNS Press._
Susilo, Agus Broto. 2010. Laporan Akhir Tim Analisa dan Evaluasi (AE) Tentang
Rahasia Dagang (UU Nomor 30 Tahun 2000). Jakarta: Badan Pembinaan
Hukum Nasional Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, 2010.
Sutedi, Adrian. 2009. Hak Atas Kekayaan Intelektual. Jakarta: Sinar Grafika.
Ummar, M. Susseyn. 2016. BANI dan Penyelesaian Sengketa. Jakarta: PT.
Fikahati Aneska.
Usman, Rahmadi. 2003. Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual: Perlindungan
75
dan Dimensi Hukumnya di Indonesia. Bandung: PT.Alumni.
Utomo, Tomi Suryo. 2010. Hak Kekayaan Intelektual H.A.K.I. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Widjadja, Gunawan dan Ahmad Yani. 2003. Hukum Arbitrase. Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada.
Widjadja, Gunawan. 2001. Seri Hukum Bisnis, Rahasia Dagang. Jakarta:
RajaGrafindo Persada.
__________. 2001. Pemilik Rahasia Dagang dan Pemegang Rahasia Dagang.
Jakarta: Bussines News.
Winata, Frans Hendra. 2012. Hukum Penyelesaian Sengketa. Jakarta: Sinar
Grafika.
Zed, Mestika. 2004. Metode Penelitian Kepustakaa. Jakarta: yayasan Obor
Indonesia
Sekretariat WIPO, DrafC Guidelines on Developing Intellecfual Property Policy
for Universities and R&l Organizations.
Buku Panduan Hak Kekayaan Intelektual (Direktorat Jenderal Hak Kekayaan
Intelektual. 2013).
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang
Peraturan Menteri Hukum Dan HAM Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Syarat Dan
Tatacara Permohonan Pencatatan Perjanjian Lisensi Kekayaan Intelektual
JURNAL
Ablisar, Madiasa Dkk. 2015. Asas Ultimum Remedium Dalam Penerapan Sanksi
Pidana Terhadap Tindak Pidana Perpajakan Oleh Wajib Pajak. USU Law
Journal, Vol.3, No.2.
Faiz, Pan Mohamad. 2009. “Teori Keadilan John Rawls”. Jurnal Konstitusi,
76
Volume 6 Nomor 1.
Fattah, Damanhuri. 2013. Teori Keadilan Menurut Jhon Rawls. Jurnal TAPIs Vol
9. No.2.
Mustikarini, Indriyana Dwi. 2016. “Perlindungan Hukum Rahasia Dagang
Terhadap Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)”. Perspektif Hukum. Vol.16.
No.1. JURNAL
Semaun, Syahriyah. 2011. “Perlindungan Hukum Terhadap Rahasia Dagang”.
Jurnal Hukum Diktum, vol.9, no. 1.
WEBSITE ATAU INTERNET
http://digilib.unila.ac.id/20053/12/Bab%20II.pdf, diakses pada 12 juli 2019, pukul
13.55 WIB
http://digilib.unila.ac.id/9495/8/BAB%20II.pdf, diakses pada 9 agustus 2019,
pukul 11:24 WIB
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/57586/Chapter%20II.pdf?
sequence=4&isAllowed=y, diakses pada 30 juli 2019, pukul 13:53 WIB
https://media.neliti.com/media/publications/3186-ID-sanksi-pidana-dalam-sistem-
pemidanaan-menurut-kuhp-dan-di-luar-kuhp.pdf, diakses pada Rabu 22 mei
2019, pukul 12:52 WIB
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt54e830a05d044/hukuman-
mati-termasuk-iultimum-remedium-i-atau-ipremium-remedium-i, diakses
pada 31 juli 2019, Pukul 21:45 WIB
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5971008e81638/perbedaan-
tindak-pidana-ringan-tipiring-dengan-pelanggaran/, diakses pada minggu 21
juli 2019, pukul 19:22 WIB
https://www.researchgate.net/publication/301740824_JENIS-
JENIS_SANKSI_PIDANA_YANG_DAPAT_DITERAPKAN_TERHADA
P_KORPORASI, diakses pada Rabu 22 Mei 2019, Pukul 13:15 WIB
WAWANCARA
Wawancara pribadi dengan Bapak Andi Kurniawan sebagai seksi pelayanan
hukum bidang paten, Jakarta 22 Juli 2019
78
Hasil Wawancara Dengan Bapak Andi Kurniawan sebagai Seksi Pelayanan
Hukum Bidang Paten Direktorat Jendral Kekayaan Intelektual
Peneliti : Bentuk perlindungan dari pemilik rahasia dagang yang sebenarnya
seperti apa pak?
DJKI : Sebelumnya harus diketahui ruang lingkup dari rahasia dagang
Peneliti : Bagaimana upaya hukum yang dapat ditempuh pemilik rahasia
dagang apabila rahasia dagangnya sudah terbongkar?
DJKI : yang pertama adalah upaya hukum pemidanaan dengan membuat
laporan ke polri bisa juga digugat secara perdata dengan ganti rugi ke
pengadilan negeri. Perusahaan yang memiliki jenis produksi yang
sama bisa juga terjerat hukum ini sesuai dengan pasal 14 undang-
undang ini karena pasal 14 menyebut seseorang dapat dikenakan
melanggar rahasia dagang karena ia memperolehnya dengan cara yang
bertentangan dengan hukum baik ganti rugi maupun pidana.
Peneliti : Penegakan hukum dibidang rahasia dagang sebelum lahirnya
undang-undang ini memekai pasal 322 dan 323 KUH Pidana. Pasal
tersebut berada pada bab II KUH Pidana yaitu kejahatan sedangkan
didalam Pasal 13 itu adalah pelanggaran. Nah itu bagaimana
penjelasannya pak?
DJKI : Nah itu harus dibedakan antara pelanggaran dan kejahatan. Ketika
dahulu undang-undang ini belum ada maka dipakai KUH Pidana Pasal
322 dan 323. Sekarang sudah ada peraturan lex specialis dimana
undang-undang ini bermuatan ekonomi, jika kita lihat kejahatan ini
berarti mengambil hak oranglain sedangkan pada rahasia dagang ini
yan diambil hanya berupa informasi maka lebih tepat kepada
79
pelanggaran karena HKI itu pada dasarnya adalah intangible rights
artinya tidak berbentuk secara fisik
Peneliti : soal ancaman hukuman didalam undang-undang ini mengancam
dengan ancaman penjara maksimal 2 tahun dan/atau denda maksimal
Rp.300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) sedangkan sebagai contoh
kasus PT Biggy Cemerlang dimana tersangka hanya dijatuhi hukuman
5 bulan penjara dan denda Rp.15.000.000. sebandingkah hukuman
dengan kerugian rahasia dagang yang bersifat terus menerus?
DJKI : jika sudah diputus oleh majelis hakim maka suka tidak suka maka
itulah keputusan majelis hakim dengan segala pertimbangan
pertimbangannya artinya ketika tidak terima dengan putusan hakim
dapat dilakukan upaya hukum lain. Jadi memang sebenarnya
menganai ganti rugi dan kerugian menjadi perdebatan tetapi mau
gimana lagi ketika hakim memutuskan berarti harus terima
konsekuensinya dan harus dilaksanakan utusan itu. Dan sebenarnya
putusan hakim itu tidak memberatkan seseorang untuk mengganti rugi
atau denda, dia (Hakim) lebih menekankan kepada pidana. Kalua kita
lihat putusan tentang korupsi, hakim lebih memberatkan pidana
ketimbang denda.
Peneliti : pengadilan rahasia dagang bersifat tertutup. Jika misalnya didalam
pengadilan rahasia dagang terdakwa tidak terbukti bersalah sedangkan
pada saat acara pembuktian pihak pemilik rahasia dagang telah
memberi tahukan rahasia dagangnya secara langsung. Nah itu
bagaimana pertanggung jawabannya pak?
DJKI : didalam persidangan itu semua orang disumpah artinya tidak boleh
membocorkan. Artinya walaupun rahasia dagang itu sudah
diungkapkan didalam persidangan itu kita tetap tidak boleh
menggunakan rahasia dagang itu. Artinya begini, jika ingin diproses
dengan pidana harus berdasarkan bukti-bukti yang kuat, tidak bisa asal
80
menduga ini sama maka berarti melanggar rahasia dagang, yang kedua
harus ada saksi.
Peneliti : apakah bentuk perjanjian lisensi bentuknya baku berasal dari DJKI
atau dapat sesuai dengan pihak yang berjanji?
DJKI : pada prinsipnya kantor DJKI tidak mengatur perjanjian menganai
para pihak. Kita hanya mengatur bahwa perjanjian lissensi harus
dicatatkan kepada DJKI. Hanya formulir perjanjian lisensi saja yang
diatur yang berisi para pihak antara A dan B tidak mencakup substansi
rahasia dagang.
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000
TENTANG RAHASIA DAGANG
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu bersaing dalam lingkup perdagangan nasional
dan internasional perlu diciptakan iklim yang mendorong kreasi dan inovasi masyarakat dengan memberikan perlindungan hukum terhadap Rahasia Dagang sebagai bagian dari sistem Hak Kekayaan Intelektual;
b. bahwa Indonesia telah meratifikasi Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) yang mencakup Agreement an Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPs) dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Rahasia Dagang;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, perlu dibentuk Undang-undang tentang Rahasia Dagang;
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the
World Trade Organization (Persatuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564);
3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3817).
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG RAHASIA DAGANG
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Rahasia Dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi
dan/atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik Rahasia Dagang.
2. Hak Rahasia Dagang adalah hak atas rahasia dagang yang timbul berdasarkan Undang-undang ini.
3. Menteri adalah Menteri yang membawahkan Departemen yang salah satu lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang Hak Kekayaan Intelektual, termasuk Rahasia Dagang.
4. Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang berada di bawah Departemen yang dipimpin oleh Menteri.
5. Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemegang Hak Rahasia Dagang kepada pihak lain melalui suatu perjanjian berdasarkan pada pemberian hak (bukan pengalihan hak) untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu Rahasia Dagang yang diberi perlindungan dalam jangka waktu tertentu dan syarat tertentu.
BAB II
LINGKUP RAHASIA DAGANG
Pasal 2 Lingkup perlindungan Rahasia Dagang meliputi metode produksi, metode pengolahan, metode penjualan, atau informasi lain di bidang teknologi dan/atau bisnis yang memiliki nilai ekonomi dan tidak diketahui oleh masyarakat umum.
Pasal 3 (1) Rahasia Dagang mendapat perlindungan apabila informasi tersebut bersifat rahasia,
mempunyai nilai ekonomi, dan dijaga kerahasiaannya melalui upaya sebagaimana mestinya. (2) Informasi dianggap bersifat rahasia apabila informasi tersebut hanya diketahui oleh pihak
tertentu atau tidak diketahui secara umum oleh masyarakat. (3) Informasi dianggap memiliki nilai ekonomi apabila sifat kerahasiaan informasi tersebut dapat
digunakan untuk menjalankan kegiatan atau usaha yang bersifat komersial atau dapat meningkatkan keuntungan secaraekonomi.
(4) Informasi dianggap dijaga kerahasiaannya apabila pemilik atau para pihak yang menguasainya telah melakukan langkah-langkah yang layak dan patut.
BAB III
HAK PEMILIK RAHASIA DAGANG
Pasal 4 Pemilik Rahasia Dagang memiliki hak untuk: a. menggunakan sendiri Rahasia Dagang yang dimilikinya; b. memberikan Lisensi kepada atau melarang pihak lain untuk menggunakan Rahasia Dagang
atau mengungkapkan Rahasia Dagang itu kepada pihak ketiga untuk kepentingan yang bersifat komersial.
BAB IV PENGALIHAN HAK DAN LISENSI
Bagian Pertama Pengalihan Hak
Pasal 5
(1) Hak Rahasia Dagang dapat beralih atau dialihkan dengan: a. pewarisan; b. hibah; c. wasiat; d. perjanjian tertulis; atau e. sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.
(2) Pengalihan Hak Rahasia Dagang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disertai dengan dokumen tentang pengalihan hak.
(3) Segala bentuk pengalihan Hak Rahasia Dagang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dicatatkan pada Direktorat Jenderal dengan membayar biaya sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.
(4) Pengalihan Hak Rahasia Dagang yang tidak dicatatkan pada Direktorat Jenderal tidak berakibat hukum pada pihak ketiga.
(5) Pengalihan Hak Rahasia Dagang sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diumumkan dalam Berita Resmi Rahasia Dagang.
Bagian Kedua
Lisensi
Pasal 6 Pemegang Hak Rahasia Dagang berhak memberikan Lisensi kepada pihak lain berdasarkan perjanjian Lisensi untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, kecuali jika diperjanjikan lain.
Pasal 7 Dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6, pemegang Hak Rahasia Dagang tetap dapat melaksanakan sendiri atau memberikan Lisensi kepada pihak ketiga untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, kecuali jika diperjanjikan lain.
Pasal 8 (1) Perjanjian Lisensi wajib dicatatakan pada Direktorat Jenderal dengan dikenai biaya
sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini. (2) Perjanjian Lisensi Rahasia Dagang yang tidak dicatatkan pada Direktorat Jenderal tidak
mempunyai akibat hukum terhadap pihak ketiga. (3) Perjanjian Lisensi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diumumkan dalam Berita Rahasia
Dagang.
Pasal 9 (1) Perjanjian Lisensi dilarang memuat ketentuan yang dapat menimbulkan akibat yang
merugikan perekonomian Indonesia atau memuat ketentuan yang mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Direktorat Jenderal wajib menolak pencatatan perjanjian Lisensi yang memuat ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat(1).
(3) Ketentuan mengenai pencatatan perjanjian Lisensi diatur dengan Keputusan Presiden.
BAB V BIAYA
Pasal 10
(1) Pencatatan pengalihan hak dan pencatatan perjanjian Lisensi Rahasia Dagang dikenai biaya yang jumlahnya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan, jangka waktu, dan tata cara pembayaran biaya sebagiamana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Presiden.
(3) Direktorat Jenderal dengan persetujuan Menteri dan Menteri Keuangan dapat mengelola sendiri biaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB VI
PENYELESAIAN SENGKETA
Pasal 11
(1) Pemegang Hak Rahasia Dagang atau penerima Lisensi dapat menggugat siapa pun yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, berupa: a. gugatan ganti rugi; dan/atau b. penghentian semua perbuatan sebagaimana dalam Pasal 4.
(2) Gugatan sebagiamana dimaksud dalam ayat (1) diajukan ke Pengadilan Negeri. Pasal 12 Selain penyelesaian gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, para pihak dapat menyelesaikan perselisihan tersebut melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa.
BAB VII LELANGGARAN RAHASIA DAGANG
Pasal 13
Pelanggaran Rahasia Dagang juga terjadi apabila seseorang dengan sengaja mengungkapkan Rahasia Dagang, mengingkari kesepakatan atau mengingkari kewajiban tertulis atau tidak tertulis untuk menjaga Rahasia Dagang yang bersangkutan.
Pasal 14 Seseorang dianggap melanggar Rahasia Dagang pihak lain apabila ia memperoleh atau menguasai Rahasia Dagang tersebut dengan cara yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 15 Perbuatan sebagiamana dimaksud dalam Pasal 13 tidak dianggap pelanggaran Rahasia Dagang apabila: a. tindakan pengungkapan Rahasia Dagang atau penggunaan ertahanan keamanan, kesehatan,
atau keselamatan masyarakat; b. tindakan rekayasa ulang atas produk yang dihasilkan dari penggunaan Rahasia Dagang milik
orang lain yang dilakukan semata-mata untuk kepentingan pengembangan lebih lanjut produk yang bersangkutan.
BAB VIII
PENYIDIKAN
Pasal 16 (1) Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Penyidik Pejabat Pegawai
Negari Sipil di lingkungan Departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawababnya meliputi Hak Kekayaan Intelektual diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Udnang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Rahasia Dagang.
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berwenang: a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran pengaduan atau keterangan berkenaan dengan
tindak pidana di bidang Rahasia Dagang; b. melakukan pemeriksaan terhadap pihak yang melakukan tindak pidana di bidang
Rahasia Dagang; c. meminta keterangan dan bahan bukti dari para pihak sehubungan dengan peristiwa
tindak pidana di bidang Rahasia Dagang;
d. melakukan pemeriksaan atas pembukuan, pencatatan dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang Rahasia Dagang;
e. melakukan pemeriksaan ditempat tertentu yang diduga terdapat barang bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen lain;
f. melakukan penyitaan terhadap bahan dan/atau barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang Rahasia Dagang; dan/atau
g. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang Rahasia Dagang.
(3) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dalam melaksanakan tugasnya memberitahukan dimulainya penyidikan dan melaporkan hasil penyidikannya kepada Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.
(4) Dalam hal penyidikan sudah selesai, Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia dengan mengingat ketentuan Pasal 107 Undang-undang Hukum Acara Pidana.
BAB IX
KETENTUAN PIDANA
Pasal 17 (1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan Rahasia Dagang pihak lain atau
melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 atau Pasal 14 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan delik aduan.
BAB X KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 18
Atas permintaan para pihak dalam perkara pidana ataupun perkara perdata, hakim dapat memerintahkan agar sidang dilakukan secara tertutup.
BAB XI KETENTUAN PENUTUP
Pasal 19
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta pada tanggal 20 Desember 2000
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ABDURRAHMAN WAHID Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 20 Desember 2000 SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA, ttd. DJOHAN EFFENDI LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2000 NOMOR 242
PENJELASAN ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000
TENTANG RAHASIA DAGANG
I. UMUM
Sebagai negara berkembang, Indonesia perlu mengupayakan adanya persaingan yang tangguh di kalangan dunia usaha. Hal itu sejalan dengan kondisi di bidang perdagangan dan investasi. Daya saing semacam itu telah lama dikenal dalam sistem Hak Kekayaan Intelektual, misalnya Paten. Dalam Paten, sebagai imbalan atas hak ekslusif yang diberikan oleh negara, penemu harus mengungkapkan temuan atau invensinya. Namun, tidak semua penemu atau kalangan pengusaha bersedia mengungkapkan temuan atau invensinya itu. Mereka ingin tetap menjaga kerahasiaan karya intelektual mereka. Di Indonesia, masalah kerahasiaan itu terdapat di dalam beberapa aturan yang terpisah, yang belum merupakan satu sistem aturan terpadu.
Kebutuhan akan perlindungan hukum terhadap Rahasia Dagang sesuai pula dengan salah satu ketentuan dalam Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Ringhts (Persetujuan TRIPs) yang merupakan lampiran dari Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), sebagaimana telah diratifikasi oleh Indonesia dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994.
Adanya perlindungan tersebut akan mendorong lahirnya temuan atau invensi baru yang meskipun diperlakukan sebagai rahasia, tetap mendapat perlindungan hukum, baik dalam rangka kepemilikan, pengusaan maupun pemanfaatannya oleh penemuanya.
Untuk mengelola administrasi Rahasia Dagang pada saat ini Pemerintah menunjuk Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia c.q. Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual untuk melakukan pelayanan di bidang Hak Kekayaan Intelektual. Mengingat cukup luasnya tugas dan tanggung jawab tersebut, tidak tertutup kemungkinan pada waktu yang akan datang, Direktorat Jenderal yang membidangi Hak Kekayaan Intelektual ini berkemang menjadi suatu badan lain yang bersifat mandiri dilingkungan Pemerintah, termasuk mandiri dalam pengelolaan keuangan.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1 Cukup jelas Pasal 2 Cukup jelas Pasal 3 Ayat (1) "Upaya-upaya sebagaimana mestinya" adalah semua langkah yang memuat ukuran kewajaran, kelayakan, dan kepatutan yang harus dilakukan. Misalnya, di dalam suatu perusahaan harus ada prosedur baku berdasarkan praktik umum yang berlaku di tempat-tempat lain dan/atau yang dituangkan ke dalam ketentuan internal perusahaan itu sendiri. Demikian pula dalam ketentuan internal perusahaan dapat ditetapkan bagaimana Rahasia Dagang itu dijaga dan siapa yang bertanggung jawab atas kerahasiaan itu. Ayat (2)
Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Pasal 5 Ayat (1) Sebagai hak milik, Rahasia Dagang dapat beralih atau dialihkan kepada pihak lain, Peristiwa hukum tersebut dapat berlangsung antara lain dalam bentuk hibah, wasiat, atau pewarisan. Khusus untuk pengalihan hak atas dasar perjanjian, ketentuan ini menetapkan perlunya pengalihan hak tersebut dilakukan dengan akta. Hal itu penting mengingat begitu luas dan peliknya aspek yang dijangkau. Yang dimaksud dengan "sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-udnangan" misalnya putusan pengadilan yang menyangkut kepailitan. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "dokumen tentang pengalihan hak" adalah dokumen yang menunjukkan terjadinya pengalihan hak Rahasia Dagang. Namun, Rahasia Dagang itu sendiri tetap tidak diungkapkan. Ayat (3) Yang "wajib dicatatkan" pada Direktorat Jenderal hanyalah mengenai data yang bersifat administratif dari dokumen pengelihan hak dan tidak mencakup substansi Rahasia Dagang yang diperjanjikan. Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Hal-hal yang diumumkan di dalam Berita Resmi Rahasia Dagang hanya mengenai data yang bersifat administratif dan tidak mencakup substansi Rahasi Dagang yang diperjanjikan. Pasal 6 Berbeda dengan perjanjian yang menjadi dasar pengalihan Rahasia Dagang, Lisensi hanya memberikan hak secara terbatas dan dengan waktu yang terbatas pula. Dengan demikian, Lisensi hanya diberikan untuk pemakaian atau penggunaan Rahasia Dagnag dalam jangka waktu tertentu. Berdasarkan pertimbangan bahwa sifat Rahasia Dagang yang tertutup bagi pihak lain, pelaksanaan Lisensi dilakukan dengan mengirimkan atau memperbantukan secara langsung tenaga ahli yang dapat menjaga Rahasia Dagang itu. Hal itu berbeda, misalnya, dari pemberian bantuan teknis yang biasanya dilakukan dalam rangka pelaksanaan proyek, pengoperasian mesin baru atau kegiatan lain yang khusus dirancang dalam rangka bantuan teknik. Pasal 7 Ketentuan ini dimaksudkan untuk menegaskan prinsip bahwa Lisensi bersifat non-eksklusif. Artinya, Lisensi tetap memberikan kemungkinan kepada pemilik ketiga lainnya. Apakah akan dibuat sebaliknya, hal ini harus dinyatakan secara tegas dalam perjanjian Lisensi tersebut. Pasal 8 Ayat (1) Yang "wajib dicatatkan" pada Direktorat Jenderal hanyalah mengenai data yang bersifat administratif dari perjanjian Lisensi dan tidak mencakup subtansi Rahasia Dagang yang diperjanjikan. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Hal-hal yang diumumkan di dalam Berita Resmi Rahasia Dagng hanya mengenai data yang bersifat administratif dan tidak mencakup substansi Rahasia Dagang yang diperjanjikan.
Pasal 9 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Pencatatan ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila isi perjanjian Lisensi tersebut akan dapat menimbulkan akibat yang merugikan kepentingan ekonomi Indonesia. Misalnya, perjanjian tersebut mengatur kewajiban yang dapat dinilai tidak adil bagi penerima Lisensi, seperti menghalangi proses alih teknologi ke Indonesia. Ayat (3) Cukup jelas Pasal 10 Cukup jelas Pasal 11 Cukup jelas Pasal 12 Yang dimaksud dengan "alternatif penyelesaian sengketa" adalah negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan cara lain yang dipilih oleh para pihak sesuai dengan Undang-undang yang berlaku. Pasal 13 Cukup jelas Pasal 14 Cukup jelas Pasal 15 Huruf a Cukup jelas Huruf b Yang dimaksud dengan "Rekayasa Ulang" (reverse engineering) adalah suatu tindakan analisis dan evaluasi untuk mengetahui informasi tentang suatu teknologi yang sudah ada. Pasal 16 Cukup jelas Pasal 17 Cukup jelas Pasal 18 Cukup jelas Pasal 19 Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4044