Tipologi Dan Morfologi Kawasan Alun Kota & Bundar Malang

58
TIPOLOGI DAN MORFOLOGI KAWASAN IDENTIFIKASI TIPOLOGI DAN MORFOLOGI KAWASAN ALUN-ALUN TUGU DAN ALUN-ALUN MERDEKA KOTA MALANG JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA KELOMPOK: Zakharia S.M.N 0910650088 Yuni Dizi 0910650086 Rina Badiatuzaroh 0910653051 Cantya Paramita

description

tugas mata kuliah tipologi dan morfologi arsitektur.

Transcript of Tipologi Dan Morfologi Kawasan Alun Kota & Bundar Malang

Page 1: Tipologi Dan Morfologi Kawasan Alun Kota & Bundar Malang

TIPOLOGI DAN MORFOLOGI KAWASAN

IDENTIFIKASI TIPOLOGI DAN MORFOLOGI KAWASAN ALUN-ALUN TUGU DAN ALUN-ALUN

MERDEKA KOTA MALANG

JURUSAN ARSITEKTURFAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

KELOMPOK:

Zakharia S.M.N 0910650088Yuni Dizi 0910650086Rina Badiatuzaroh 0910653051Cantya Paramita 0910650036Natanael Ekananda Aditya 105060507111039Putra Adytia 105060500111056Rizqi Novian Pratama 105060503111001

Page 2: Tipologi Dan Morfologi Kawasan Alun Kota & Bundar Malang

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha kuasa karena dengan berkat rahmat dan anugerahNya kami dapat menyusun laporan mengenai Identifikasi Tipologi Dan Morfologi Kawasan Alun-Alun Tugu Dan Merdeka Kota Malang. Laporan ini merupakan tugas mata kuliah Tipologi dan Morfologi Kawasan mengenai analisa tipologi dan morfologi yang ada pada alun-alun tugu dan alun-alun merdeka Kota Malang. Dalam penyelesaian proposal ini, banyak berbagai pihak yang turut membantu.

1. Bapak Ir. Sigmawan Tri Pamungkas, MT selaku penanggung jawab kelas Tipologi dan Morfologi Kawasan.

2. Ibu Dr. Lisa Dwi Wulandari, ST., MT sebagai dosen anggota tim mata kuliah Tipologi dan Morfologi Kawasan.

3. Seluruh pihak-pihak yang telah membantu menyelesaikan laporan ini.

Mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penulisan laporan ini. Penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang dapat membangun ataupun melengkapi penulisan laporan ini. Semoga Proposal mengenai Identifikasi Tipologi dan Morfologi Kawasan Alun-alun tugu dan Alun-alun Merdeka Kota Malang ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya untuk mahasiswa jurusan arsitektur.

Malang, Desember 2012

Page 3: Tipologi Dan Morfologi Kawasan Alun Kota & Bundar Malang

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latarbelakang1.2 Tujuan1.3 Metode Pengumpulan Data dan Pembahasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik Tempat

2.2 Tipologi Kawasan

2.3 Morfologi Kawasan

2.4 Alun-alun Kota

2.5 Studi Komparasi

BAB III PEMBAHASAN

3.1 Tinjauan Umum Kota Malang dan Kawasan Studi

3.1.1 Sejarah perkembangan bentuk dan ruang

3.1.2 Tinjauan rencana tata ruang

3.2 Identifikasi Tipologi dan Morfologi Kawasan Studi: Alun-alun Tugu dan Merdeka Kota Malang

3.2.1 Alun-alun Tugu

3.2.2 Alun-alun Merdeka

3.2.3 Komparasi

BAB IV PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 4: Tipologi Dan Morfologi Kawasan Alun Kota & Bundar Malang

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dari masa ke masa kota Malang mengalami perubahan. Baik perubahan secara fisik bangunan, perubahan jumlah penduduk dan perubahan tata masa di setiap kawasan. Dan perubahan yang terjadi pastinya menimbulkan efek positif dan negative. Salah satu contoh positifnya adalah Kota Malang mulai berkembang menjadi kota modern, tapi perkembangan kota yang semakin maju tidak di ikuti dengan penataan kawasan yang baik. Sehingga banyak kawasan di kota Malang tidak tertata dengan baik.

Seperti halnya dengan alun-alun kota Malang, pada awalnya alun-alun yang ada adalah alun-alun Kota atau alun-alun Tugu. Yang mana dirancang oleh pemerintah Belanda untuk kepentingan pemerintahan. Dan setelah perkembangan kota Malang dari tahun ke tahun muncul alun-alun ke 2, yaitu alun-alun Merdeka. Alun-alun Merdeka digunakan untuk kepentingan masyarakat kota Malang. Awalnya pusat kota Malang ada di alun-alun Tugu karna merupakan kawasan kantor pemerintahan, tapi dengan munculnya alun-alun Merdeka pusat kota Malang pindah ke kawasan alun-alun Merdeka.

Dengan perkembangan ke 2 alun-alun tersebut, kami mencoba menganalisis perkembangan kawasan alun-alun Tugu dan Merdeka melalui pendekatan tipologi dan morfologi, juga melakukan komperasi terhadap alun-alun di kota lain.

1.2 Tujuan

Mengetahui perkembangan dan karakteristik kawasan Alun-alun Tugu dan Merdeka serta mengetahui tipologi kedua kawasan alun-alun tersebut.

1.3 Metode Pengumpulan Data dan Pembahasan

1.3.1 Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh melalui proses pengambilan data secara langsung pada lokasi tapak dengan cara survey lapangan, berikut penjelasan proses pengambilan data primer:• Survey LapanganSurvey Lapangan dilakukan untuk pengambilan data lapangan berupa gambar, dan kondisi objek dan sekitarnya.

1.3.2 Data Sekunder

Page 5: Tipologi Dan Morfologi Kawasan Alun Kota & Bundar Malang

Data sekunder adalah sumber data yang diperoleh dari sumber-sumber bacaan yang mendukung sumber data primer yang relevan. Dimana pengumpulan informasi dibagi atas :

a. Studi PustakaStudi pustaka merupakan pengumpulan data dan informasi mengenai pengertian dan

pembahasan mengenai tipologi dan morfologi mengenai kota, kawasan, dan menurut arsitekturalnya. Studi pustaka dilakukan dengan cara mencari buku diperpustakaan sebagai sumber pustaka.

b. Studi KomparasiKomparasi adalah menggabungkan data untuk melakukan perbandingan data-data

mengenai obyek kawsan alun-alun sejenis. Selanjutnya, dari tahapan metode tersebut diperoleh data-data ideal kawasan alun-alun. Selain itu, studi komparasi untuk mendapatkan data mengenai obyek sejenis, dengan mencari obyek yang sesuai dengan obyek di lapangan, kemudian menganalisa kelebihan dan kekurangan obyek tersebut, dengan cara membandingkan data-data literatur yang ada sebagai pembanding dengan data-data di lapangan.

Page 6: Tipologi Dan Morfologi Kawasan Alun Kota & Bundar Malang

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik Tempat

Karakteristik Alun-alun

Alun-alun adalah suatu lapangan terbuka yang luas dan berumput yang dikelilingi oleh jalan dan dapat digunakan untuk kegiatan masyarakat yang beragam, merupakan titik pertemuan dari jalan-jalan utama yang menghubungkan antara keraton (pusat pemerintahan) dengan bagian barat, timur, utara dan selatan dari kota. Menurut Van Romondt (Haryoto, 1986:386), pada dasarnya alun-alun itu merupakan halaman depan rumah, namun dalam ukuran yang lebih besar. Penguasa bisa berarti raja,bupati, wedana dan camat bahkan kepala desa yang memiliki halaman paling luas di depan Istana atau pendopo tempat kediamannya, yang dijadikan sebagai pusat kegiatan masyarakat sehari-hari dalam ikwal pemerintahan militer, perdagangan, kerajinan dan pendidikan.  Lebih jauh Thomas Nix (1949:105-114) menjelaskan bahwa alun-alun merupakan lahan terbuka dan terbentuk dengan membuat jarak antara bangunan-bangunan gedung. Jadi dalam hal ini, bangunan gedung merupakan titik awal dan merupakan hal yang utama bagi terbentuknya alun-alun. (sumber: wikipedia.org diakses 8 oktober 2012)

Sistem setting kota-kota Jawa pada umumnya mempunyai bentuk dasar yang hampir sama, yaitu selalu dibentuk dengan adanya alun-alun dengan dikelilingi pusat pemerintahan dan masjid besar, pada masjid besar tersebut, biasanva selalu dikelilingi rumah-rumah tinggal yang kemudian disebut dengan nama kampung Kauman. Alun-alun yang ada pada saat ini sudah mengalami banyak perkembangan, perkembangan alun-alun dipengaruhi oleh evolusi pada budaya masyarakat yang meliputi tata nilai, pemerintahan, kepercayaan, ekonomi, kebutuhan dan lain-lain. Aslinya konsep penataan alun-alun diatur dengan ketat oleh peraturan pemerintah, mencakup pengaturan bangunan yang ada di sekitar alun-alun. Masjid besar/masjid agung harus diletakkna di sebelah barat alun-alun dengan fasad bangunan menghadap timur, diletakkan di sebelah barat karena kiblat menghadap ke arah barat. Pusat pemerintahan dan kediaman patih/bupati diletakkan di sebelah utara atau selatan alun-alun. Bagian timur disediakan untuk pusat perbelanjaan, pasar maupun rumah untuk keluarga terkemuka.

Masuknya Islam memberi pengaruh besar terhadap penataan bangunan di sekitar alun-alun, dengan pendirian bangunan masjid. Alun-alun juga digunakan sebagai perluasan dari masjid, untuk menampung luapan jamaah masjid, terutama pada hari besar agama islam dan shalat Jum’at. Siar Islam telah membawa perubahan dalam perancangan pusat kota, sehingga alun-alun, keraton dan Masjid berada dalam satu kawasan yang di dekatnya terdapat jalur transportasi.

Pada masa penjajahan belanda, tata letak bangunan di sekitar alun-alun berubah, disesuaikan dengn kepentingan penjajahan dan pemerintahan. Salah satu perubahan adalah dengan dibangunnya penjara di sekitar alun-alun. Pendirian bangunan ini untuk kepentingan

Page 7: Tipologi Dan Morfologi Kawasan Alun Kota & Bundar Malang

penjajahan belanda, sekaligus berfungsi untuk mengurangi simbol alun-alun sebagai kewibawaan penguasa setempat.

Seiring dengan berjalannya waktu, masa penjajahan Belanda berakhir dan alun-alun kembali dikuasai oleh pemerintah Indonesia, banyak terjadi perubahan pada bentuk alun-alun dan penataan kawasan di sekitarnya. Alun-alun pada dasarnya merupakan pusat suatu kota, telah terbentuk suatu citra pemerintahan, perdagangan dan jasa di sekitar alun-alun. Pada kota-kota di Indonesia khususnya di pulau Jawa, penataan alun-alun masih mengikuti konsep penataan pada masa lalu, namun banyak bangunan disekitar alun-alun yang berubah fungsi, misalnya pada alun-alun kota malang, bangunan yang dahulu merupakan penjara wanita kini telah berubah menjadi pasar Ramayana (perdagangan), bangunan rumah wakil residen telah berubah menjadi kantor pos dan giro (jasa), masih terdapat kantor kabupaten malang di sekitarnya (pemerintahan), dan terdapat masjid agung di bagian barat alun-alun.

Alun-alun pada umumnya berbentuk persegi empat dengan empat arah mata angin. Empat arah mata angin ini menurut masyarakat jawa memiliki hubungan dengan empat unsur pembentuk Bhuwana yaitu air, angin, api dan bumi. Pada masa lalu aulun-alun sering dianggap memiliki kekuatan spiritual tersendiri dan digunakan untuk upacara adat dan upacara kerajaan. Pada saat ini alun-alun lebih banyak digunakan sebagai ruang terbuka hijau dan ruang publik, untuk berkupul dan berekreasi.

Jalan masuk ke dalam alun-alun pada umumnya selalu terdapat di bagian tengah dan pada sisi kanan dan kiri ditanam pohon beringin yang diberi pagar (ringin kurung). Pohon beringin ditanam sebagai lambang kebesaran, ringin kurung hanya ditemukan pada keraton dan kabupaten, sedangkan pada alun-alun kadipaten tidak terdapat ringin kurung. Pohon beringin selain sebagai lambang kebesaran penguasa juga memiliki makna simbolik bahwa raja bukan hanya sebagai penguasa namun juga sebagai pengayom/pelindung. Alun-alun biasanya memiliki lapangan rumput yang luas sehingga dapat digunakan untuk berbagai kegiatan. Lapangan ini juga memiliki makna tersendiri, menyiratkan kesan seorang penguasa yang berpandangan luas. Selain pohon beringin, alun-alun yang diibaratkan halaman dari keraton/pusat pemerintahan, juga ditanami oleh pohon-pohon lain yang mengandung filosofi hubungan antara sesama. Seperti pohon sawo kecik yang konon mengandung pesan agar manusia selalu berbuat kebaikan kepada sesama.

Pada perkembangannya sekarang, alun-alun sudah mengalami banyak perubahan. Pohon yang ditanam dibagian dalam alun-alun bukan hanya pohon beringin maupun pohon sawo kecik, ditambahkan beberapa pohon lain yang mndukung keberadaan alun-alun dan lanskap di dalam alun-alun. Penambahan elemen lanskap ini tentunya telah meruah wajah alun-alun, dan mengurangi makna yang sebelumnya telah terdapat pada penataan alun-alun. Selain pepohonan, banyak elemen lanskap lain yang ditambahkan di dalam alun-alun sebagai pendukung kegiatan masyarakat dan keindahan, seperti halnya air mancur, taman bermain maupun pendopo.

Page 8: Tipologi Dan Morfologi Kawasan Alun Kota & Bundar Malang

2.2 Tipologi Kawasan

2.2.1 Pengertian Tipologi

Tipologi berasal dari dua suku kata yaitu Tipo yang berarti pengelompokan dan Logos yang mempunyai arti ilmu atau bidang keilmuan. Jadi tipologi adalah ilmu yang mempelajari pengelompokan suatu benda dan makhluk secara umum. Berikut ini adalah beberapa pengertian tipologi :

a.       Tipologi (dalam Arsitektur dan Perancangan Kota)Tipologi adalah klasifikasi (biasanya berupa klasikasi fisik suatu bangunan)

karakteristik umum ditemukan pada bangunan dan tempat-tempat perkotaan, menurut hubungan mereka dengan kategori yang berbeda, seperti intensitas pembangunan (dari alam atau pedesaan ke perkotaan) derajat, formalitas, dan sekolah pemikiran (misalnya, modernis atau tradisional). Karakteristik individu tersebut membentuk suatu pola. Kemudian pola tersebut berhubungan dengan elemen-elemen secara hirarkis di skala fisik (dari detail kecil untuk sistem yang besar).

b.      Tipologi secara Harfiah Tipologi adalah suatu ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang tipe. Tipologi arsitektur atau dalam hal ini tipologi bangunan erat kaitannya dengan suatu penelusuran elemen-elemen pembentuk suatu sistem objek bangunan atau arsitektural. Elemen-elemen tersebut merupakan organisme arsitektural terkecil yang berkaitan untuk mengidentifikasi tipologi dan untuk membentuk suatu sistem, elemen-elemen tersebut mengalami suatu proyek komposisi, baik penggabungan, pengurangan, stilirisasi bentuk dan sebagainya. 

c.       Tipologi / Theologi ( Agama )Tipologi adalah pengelompokkan pada kitab-kitab suci.

d.      Tipologi (Biologi)Tipologi adalah pengelompok/pembagian tipe-tipe atau jenis-jenis makhluk hidup secara fisik.

e.       Menurut Budi A. SukadaTipologi adalah sebuah pengklasifikasian sebuah tipe berdasarkan atas penelusuran terhadap asal usul terbentuknya objek-objek terhadap arsitektural yang terdiri dari 3 tahap.proses  penelusuran terhadap asal usul objek arsitektur.

f.       Tipologi Menurut Bahasa Yunani Tipologi atau typology, kadang ditulis dengan typologi dari kata Yunani, “τυπος – tupos” (kadang ditrasliterasikan “typos” kata dari kata Inggris “type” berasal) dan “λογος – logos”.Istilah tipologi atau typology dalam kekristenan adalah studi tentang tipe-tipe atau prafigur dalam Kitab Suci. Yaitu suatu penelaahan Perjanjian Lama yang cermat menyatakan unsur-unsur (disebut “tipe” atau “lambang”, Yunani, “τυπος – tupos”) yang digenapi di

Page 9: Tipologi Dan Morfologi Kawasan Alun Kota & Bundar Malang

dalam kedatangan Mesias (yang merupakan “antitype“-nya); Tipologi adalah studi tentang peristiwa pada perjanjian Lama yang mempunyai arti rohani, dengan kata lain, terdapat persesuaian di antara berbagai oknum, peristiwa, atau hal dalam Perjanjian Lama dan Yesus Kristus dalam Perjanjian Baru.

g.      Menurut Eccles des Beaux ArtsSalah satu dari 3 definisi tipologinya dijelaskan bahwa Definisi yang digunakan oleh ahli teori arsitektur dan arsitek Itali dan Perancis selama 2 dasawarsa, memperlakukan tipologi sebagai totalitas kekhususan yang menggambarkan saat diciptakannya karya arsitektural oleh suatu masyarakat atau suatu kelas sosial. 

h.      Menurut KBBITipologi adalah ilmu watak tentang bagian manusia dalam golongan-golongan menurut sifat masing-masing.

2.2.2 Tipologi Arsitektur

Tipologi arsitektur adalah kegiatan yang berhubungan dengan klasifikasi atau pengelompokan karya arsitektural dengan kesamaan ciri-ciri atau totalitas kekhususan yang diciptakan oleh suatu masyarakat atau kelas sosial yang terikat dengan ke-permanen-an dari karakteristik yang tetap atau konstan. Kesamaan ciri-ciri tersebut antara lain kesamaan bentuk dasar,sifat dasar objek kesamaan fungsi objek kesamaan asal-usul sejarah/ tema tunggal dalam suatu periode atau masa yang terikat oleh ke-permanen-an dari karakteristik yang tetap/ konstan.Tiga alasan pentingnya tipologi dalam arsitektur, yaitu antara lain (Aplikawati 2006:13)

1. Membantu proses analisis terhadap objek arsitektur yang sudah ada.

2. Berfungsi sebagai media komunikasi, dalam hal ini terkait dengan transfer

pengetahuan.

3. Membantu kepentingan proses mendesain.

2.2.3  Tipologi Bangunan

Pengertian Tipologi Bangunan menurut Anthony Vidler Tipologi bangunan adalah sebuah studi/ penyelidikan tentang penggabungan elemen-elemen yang memungkinkan untuk mencapai/ mendapatkan klasifikasi organisme arsitektur melalui tipe-tipe. Klasifikasi mengindikasikan suatu perbuatan meringkas/ mengikhtiarkan, yaitu mengatur penanaman yang berbeda, yang masing-masing dapat diidentifikasikan, dan menyusun dalam kelas-kelas untuk mengidentifikasikan data umumnya dan memungkinkan membuat perbandingan-perbandingan pada kasus-kasus khusus. Klasifikasi tidak memperhatikan suatu tema pada suatu saat tertentu (rumah, kuil, dsb.) melainkan berurusan dengan contoh-contoh konkrit dari suatu tema tunggal dalam suatu periode atau masa yang terikat oleh kepermanenan dari karakteristik yang tetap/ konstan. 

Page 10: Tipologi Dan Morfologi Kawasan Alun Kota & Bundar Malang

2.2.4   Analisa Tipologi

Tipologi dapat digunakan sebagai salah satu metode dalam mendefinisikan atau mengklasifikasikan objek arsitektural. Tipologi dapat mengidentifikasi perubahan-perubahan yang terjadi pada suatu objek dan analisa perubahan tersebut menyangkut bentuk dasar objek atau elemen dasar, sifat dasar, fungsi objek serta proses transformasi bentuknya. 

Menurut Rafael Moneo, analisa tipologi dibagi menjadi 3 fase yaitu:

a.Menganalisa tipologi dengan cara menggali dari sejarah untuk mengetahui ide awal dari suatu komposisi; atau dengan kata lain mengetahui asal-usul atau kejadian suatu objek arsitektural.

b.Menganalisa tipologi dengan cara mengetahui fungsi suatu objek.c.Menganalisa tipologi dengan cara mencari bentuk sederhana suatu bangunan melalui

pencarian bangun dasar serta sifat dasarnya. 

Menurut Sukada dalam Sulistijowati (1991), ada tiga tahapan yang harus ditempuh untuk menentukan suatu tipologi yaitu:

a. Menentukan bentuk dasar yang ada pada setiap objek arsitekuralb. Menentukan sifat dasar yang dimiliki oleh setiap objek arsitekturalc. Mempelajari proses perkembangan bentuk dasar tersebut, hingga sampai perwujudannya

pada saat ini.

2.2.5 Tipologi kota

Menurut C. D. Harris jenis-jenis kota dibagi menjadi enam bagian yaitu kota industri,

industri menengah, kota dengan aktivitas komersial retail (eceran), wholesale (grosir), kota

dengan berbagai fungsi dan kota transportasi.

1. Kota industriCiri-ciri dari kota ini adalah :

- Suatu kota dikatakan kota industri bila paling sedikit 45 % populasinya bekerja di industri,

- Pekerja ekonomi dan pelayanan jasa di kota tersebut tidak begitu berkembang,

- Skala pelayanan tidak mencakup secara regional,

- Kota ini bukan merupakan daerah pemasaran,

- Rata-rata penghasilan industri basic rendah,

- Permasalahan transportasi belum terpecahkan, sehingga gambaran perencanaan kota yang rasional tidak dapat dilaksanakan

- Kegiatan perdagangan eceran dan jasa sangat minim,

Page 11: Tipologi Dan Morfologi Kawasan Alun Kota & Bundar Malang

- Kota ini tidak mempunyai pusat sosial dan kegiatan komersial, kegiatan pelayanan (jasa) perkotaannya menyebar secara luas,

2. Kota industri menengah Ciri-ciri dari kota ini adalah :

- Proporsi yang bekerja di perindustrian yaitu 30-40 % dari seluruh penduduk yang bekerja,

- Umumnya dulu kota ini melayani fungsi regional, jaringan pasar, dan disekitarnya muncul pembangunan industri.

- Mengimplikasikan suatu keseimbangan sosio ekonomi dan kondisi-kondisi habitalitas yang lebih baik,

3. Kota aktivitas retail (eceran) dan wholesale (grosir)Ciri-ciri dari kota ini adalah :

- Pekerja di kota ini memiliki populasi 30-40 % dari seluruh penduduk yang bekerja,

- Fungsi regional tidak berkembang secara intensif

- Dulu merupakan pusat kota dari wilayah sekunder

- Tidak ada pembangunan industri, sektor pertanian sebagai basis dalam aktivitas ekonominya,

- Tidak ada sumber kehidupan lain selain penyediaan pelayanan

4. Kota berbagai fungsiCiri-ciri dari kota ini adalah :

- Kota ini merupakan perbaikan struktur sosio-ekonomi dari kota industri menengah,

- Mengelola berbagai jenis fungsi seperti administrasi, pertahanan, budaya, produksi, transportasi dan pariwisata sehingga dapat berkembang dalam skala besar,

- Jumlah penduduknya bisa sampai ratusan bahkan jutaan jiwa,

- Sekitar 25-30 % penduduknya bekerja dalam kegiatan industri, 10% bekerja dalam perdagangan grosir dan 25 % bekerja dalam perdagangan eceran,

- Kota melayani daerah yang lebih luas dan industrinya menghasilkan produk yang dikonsumsi oleh penduduknya dan yang mendapat pengaruh kotanya,

5. Kota transportasiCiri-ciri dari kota ini adalah :

- Proporsi yang bekerja di transportasi mencapai 11 % dan proporsi yang bekerja di industri mencapai 30%, tetapi dengan bagian yang terpisah. Proporsi 11 % merupakan kota regional yang berkembang jauh dan berlokasi di pertemuan komunikasi nasional utama (pertemuan jalan kereta api),

- Kota ini merupakan kota-kota pengembangan industri menengah dan pekerjaannya sangat beragam,

Page 12: Tipologi Dan Morfologi Kawasan Alun Kota & Bundar Malang

- Pertumbuhan sosio-ekonomi dan fisik kota-kota ini adalah harmonis seperti pertumbuhan diversifikasi,

- Kota ini terdiri atas kota pelabuhan dan pusat komunikasi internasional, seperti Leipzig di Jerman dan kota-kota pelabuhan utama di Hambourg, Amsterdam dan Rotterdam. Kota-kota ini merupakan “foci” komunikasi dan komersial internasional dan merupakan pusat metropolitan,

- Kota metropolitan juga dapat digolongkan dalam kategori ini, tapi tidak semua kota metropolitan termasuk golongan ini. Kota metropolitan yang tidak termasuk kategori ini merupakan daerah pengaruh dan pelayanan langsung di kota tersebut sangat terbatas,

2.2.6 Tipologi kota yang ada di Indonesia

a) Tipologi berdasarkan kondisi geografis wilayah dikenal dengan pesisir,kotadelta, dan kota tepian air.

b) Tipologi berdasarkan ukuran atau skala kota dikenal dengan kota kecil,kota sedang,kota besar, dan kota metro. Pembagian kota ini berdasarkan jumlah penduduk yang ada pada sebuh ruang kota.

c)  Tipologi berdasarkan proses politik atau pengambilan keputusan publik di sebuah kota dikenal kota yang otoriter dan kota yang demokratis.

d)  Tipologi berdasarkan penyelenggaraan penataan ruang dikenal dengan kota strategis nasional,kota di pusat kegiatan nasional,kota di pusat kegiatan wilayah, dan kota di pusat kegiatan lokal.

2.3 Morfologi Kawasan

Definisi Morfologi secara umum

Morfologi terdiri dari dua suku kata, yaitu morf yang berarti bentuk dan logos yang berarti ilmu. Morfologi dalam kawasan kota dapat diartikan sebagai bentuk perubahan spasial kota dari periode tahun ke tahun. Morfologi melihat suatu perubahan yang terjadi pada suatu bentuk, beserta proses perubahannya. Morfologi lebih menekankan pada pembahasan bentuk-bentuk geometric, sehingga untuk menentukan nilai ruang hendaknya berkaitan dengan maksud ruang tersebut. Dar keterkaitan ini kita dapat melihat keterkaitan yang erat antara organisasi ruang, hubungan ruang dan bentuk, bentuk ruang dan nilai ruang.

Morfologi kota adalah ilmu terapan yang mempelajari tentang sejarah terbentuknya pola ruang suatu kota dan mempelajari tentang perkembangan suatu kota mulai awal terbentuknya kota tersebut hingga munculnya daerah-daerah hasil ekspansi kota tersebut. Morfologi kota merupakan kesatuan organik elemen-elemen pembentuk kota Morfologi kota terbentuk melalui proses yang panjang, setiap perubahan bentuk kawasan secara morfologis dapat memberikan arti serta manfaat yang sangat berharga bagi penanganan perkembangan suatu kawasan kota. Bentuk morfologi kawasan tercermin pada pila tata ruang, bentuk

Page 13: Tipologi Dan Morfologi Kawasan Alun Kota & Bundar Malang

arsitektur bangunan, serta elemen fisik lainnya. Pada kawasan kota dapat juga dipengaruhi oleh factor budaya, politik, ekonomi, dll. Tujuan dari morfologi adalah untuk mengetahui kronologis pembentukan kota dari masa lalu ke masa kini.

Cakupan morfologi adalah:

aspek detail (bangunan, sistem sirkulasi, open space, dan prasarana kota)

aspek tata bentuk kota/townscape (terutama pola tata ruang, komposisi lingkungan terbangun terhadap pola bentuk di sekitar kawasan studi)

aspek peraturan (totalitas rencana dan rancangan kota yang memperlihatkan dinamika kawasan kota

Perkembangan morfologi suatu kota dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang berkembang umumnya memiliki karakter tertentu yang mempengaruhi wajah kota dalam kurun waktu yang sangat panjang. Kompleksitas wajah kota dalam suatu kronologis waktu dipengaruhi diantaranya oleh sejarah, gaya bangunan, peraturan, struktur jalan, teknologi membangun, perkembangan regional, ataupun karena suatu landasan kosmologi yang berkembang di suatu daerah. Morfologi sifatnya never ending dalam artian terus berkembang dan waktu ke waktu.

Jenis Proses Perkembangan

proses formal (melalui proses planning dan design)

- kota diarahkan sesuai dengan potensi dan karakteristik dasar wilayah (potensi alamiah, ekonomi, sosial budaya)

- Ada intervensi terhadap perkembangan kota

proses organis (proses yang tidak direncanakan dan berkembang dengan sendirinya).

2.4 Alun-alun Kota

Alun-alun (dalam bahasa Jawa : aloon-aloon) merupakan suatu lapangan terbuka yang luas dan berumput yang dikelilingi oleh jalan dan dapat digunakan kegiatan masyarakat yang beragam, dibuat oleh Fatahillah. Thomas Nix (1949:105-114) menjelaskan bahwa alun-alun merupakan lahan terbuka dan terbentuk dengan membuat jarak antara bangunan-bangunan gedung. Jadi dalam hal ini, bangunan gedung merupakan titik awal dan merupakan hal yang utama bagi terbentuknya alun-alun. Tetapi kalau adanya lahan terbuka yang dibiarkan tersisa dan berupa alun-alun, hal demikian bukan merupakan alun-alun yang sebenarnya (sumber wikipedia.id diakses 17 Desember 2012). Pada awalnya Alun-alun merupakan tempat berlatih perang (gladi yudha) bagi prajurit kerajaan, tempat penyelenggaraan sayembara dan penyampaian titah (sabda) raja kepada kawula (rakyat), pusat perdagangan rakyat, dan tempat hiburan rakyat, saat ini alun-alun merupakan ruang publik yang digunakan oleh semua orang untuk berinteraksi.

2.4.1 Sejarah perkembangan alun-alun

Page 14: Tipologi Dan Morfologi Kawasan Alun Kota & Bundar Malang

Perkembangan alun-alun sangat tergantung dari evolusi pada budaya masyarakatnya yang meliputi tata nilai, pemerintahan, kepercayaan, perekonomian dan lain-lain. Sejak zaman Hindu-Budha, alun-alun telah ada (Buku Negara Kertagama, menyatakan di Trowulan terdapat alun-alun) asal-usulnya ialah dari kepercayaan masyarakat tani yang setiap kali ingin menggunakan tanah untuk bercocok tanam, maka haruslah dibuat upacara minta izin kepada “dewi tanah”. Yaitu dengan jalan membuat sebuah lapangan “tanah sakral” yang berbentuk “persegi empat” yang selanjutnya dikenal sebagai alun-alun.

Masa kerajaan Mataram, di Alun-alun depan istana secara rutin rakyat Mataram “seba” menghadap Penguasa (lihat Keraton Yogyakarta). Alun-alun pada masa ini sudah berfungsi sebagai pusat administratif dan sosial budaya bagi penduduk pribumi.

• Fungsi administratif: masyarakat berdatangan ke alun-alun untuk memenuhi panggilan ataupun mendengarkan pengumuman atau melihat unjuk kekuatan berupa peragaan bala prajurit dari penguasa setempat.

• Fungsi sosial budaya dapat dilihat dari kehidupan masyarakat dalam berinteraksi satu sama lain, apakah dalam perdagangan, pertunjukan hiburan ataupun olah raga. Untuk memenuhi seluruh aktivitas dan kegiatan tersebut alun-alun hanya berupa hamparan lapangan rumput yang memungkinkan berbagai aktivitas dapat dilakukan.

Masuknya Islam, bangunan masjid dibangun di sekitar alun-alun. Alun-alun juga digunakan sebagai tempat kegiatan-kegiatan hari besar Islam termasuk Salat Idul Fitri. Pada saat ini banyak alun-alun yang digunakan sebagai perluasan dari masjid. Konsep alun-alun menurut Islam adalah sebagai ruang terbuka perluasan halaman masjid untuk menampung luapan jamaah dan merupakan halaman depan dari keraton. Siar Islam telah membawa perubahan dalam perancangan pusat kota, sehingga alun-alun, keraton dan Masjid berada dalam satu kawasan yang di dekatnya terdapat jalur transportasi.

Pada periode berikutnya kehadiran kekuasaan Belanda di Nusantara, ikut memberi warna bentuk baru dalam tata lingkungan alun-alun. Hal ini terlihat dengan didirikannya bangunan penjara pada sisi lain alun-alun. Pendirikan bangunan-bangunan untuk kepentingan Belanda sekaligus mengurangi fungsi simbolis alun-alun, kewibawaan penguasa setempat (penguasa pribumi). Periode zaman kemerdekaan, banyak alun-alun yang berubah bentuk, yang dipengaruhi oleh faktor kebijakan pemerintah, aktivitas masyarakat, Perdagangan dan Pencapaian (Dadang Ahdiat, 1993).

2.5 Studi Komparasi

2.5.1 Contoh Alun-alun di Indonesia

A. Alun-alun Lor Yogyakarta

Page 15: Tipologi Dan Morfologi Kawasan Alun Kota & Bundar Malang

Alun-alun Lor adalah sebuah lapangan berumput di bagian utara Keraton Yogyakarta. Dahulu tanah lapang yang berbentuk persegi ini dikelilingi oleh dinding pagar yang cukup tinggi. Sekarang dinding ini tidak terlihat lagi kecuali di sisi timur bagian selatan. Saat ini alun-alun dipersempit dan hanya bagian tengahnya saja yang tampak. Di bagian pinggir sudah dibuat jalan beraspal yang dibuka untuk umum.

Di pinggir Alun-alun ditanami deretan pohon Beringin (Ficus benjamina; famili Moraceae) dan di tengah-tengahnya terdapat sepasang pohon beringin yang diberi pagar yang disebut dengan Waringin Sengkeran/Ringin Kurung (beringin yang dipagari). Kedua pohon ini diberi nama Kyai Dewadaru dan Kyai Janadaru. Pada zamannya selain Sultan hanyalah Pepatih Dalem yang boleh melewati/berjalan di antara kedua pohon beringin yang dipagari ini. Tempat ini pula yang dijadikan arena rakyat duduk untuk melakukan "Tapa Pepe" saat Pisowanan Ageng sebagai bentuk keberatan atas kebijakan pemerintah. Pegawai /abdi-Dalem Kori akan menemui mereka untuk mendengarkan segala keluh kesah kemudian disampaikan kepada Sultan yang sedang duduk di Siti Hinggil.

Di sela-sela pohon beringin di pinggir sisi utara, timur, dan barat terdapat pendopo kecil yang disebut dengan Pekapalan, tempat transit dan menginap para Bupati dari daerah Mancanegara Kesultanan. Bangunan ini sekarang sudah banyak yang berubah fungsi dan sebagian sudah lenyap. Dahulu dibagian selatan terdapat bangunan yang sekarang menjadi kompleks yang terpisah, Pagelaran.

Pada zaman dahulu Alun-alun Lor digunakan sebagai tempat penyelenggaraan acara dan upacara kerajaan yang melibatkan rakyat banyak. Di antaranya adalah upacara garebeg serta sekaten, acara watangan serta rampogan macan, pisowanan ageng, dan sebagainya. Sekarang tempat ini sering digunakan untuk berbagai acara yang juga melibatkan masyarakat seperti konser-konser musik, kampanye, rapat akbar, tempat penyelenggaraan ibadah hari

Alun-alun Lor/Utara

Kraton Yogyakarta

Page 16: Tipologi Dan Morfologi Kawasan Alun Kota & Bundar Malang

raya Islam sampai juga digunakan untuk sepak bola warga sekitar dan tempat parkir kendaraan.

B. Alun-alun Kidul Surakarta

Alun-alun ini terletak di sebelah selatan keratin Surakarta Hadiningrat. Sitihinggil kidul termasuk alun-alun kidul, memiliki sebuah bangunan kecil. Kini kompleks ini digunakan untuk memelihara pusaka keraton yang berupa kerbau albino yang disebut dengan Kyai Slamet.Terdapat pula tempat untuk menyimpan benda-benda peninggalan kerajaan Surakarta jaman dahulu. Tempat ini menyimpan meriam-meriam kuno yang dahulu digunakan oleh prajurit kerajaan Surakarta untuk berperang. Kawasan Alun-alun Kidul keratin Surakarta ini dimanfaatkan untuk memelihara kerbau albino, yang dimana oleh rakyat Surakarta dianggap hewan yang dikeramatkan.

2.5.2 Contoh Alun-alun di Luar Negri

A. Old Town Square in Prague

Kraton Surakarta

Alun-alun Kidul Surakarta

Page 17: Tipologi Dan Morfologi Kawasan Alun Kota & Bundar Malang

The Old Town Square (Staromestske namesti) adalah salah satu dari dua lapangan utama di Praha (Wenceslas Square adalah, lainnya hanya 5 menit berjalan kaki). Dengan bangunan kuno dan gereja-gereja megah, ini adalah salah satu wisata sejarah paling indah di Eropa. Berasal dari abad ke-12, Old Town Square memulai hidup sebagai pasar pusat untuk Praha. Selama berabad-abad bangunan gaya Romawi, Baroque dan Gothic dipasang di sekitar pasar, masing-masing dengan membawa cerita pedagang kaya dan intrik politik. Pemandangan Old Town Square yang paling menonjol adalah Old Town Hall Tower & Astronomical Clock, Gereja Bunda Maria sebelum Tyn dan St Nicholas Church. Di pusat Old Town Square adalah patung Jan Hus, didirikan pada tanggal 6 Juli 1915 menandai ulang tahun ke-500 kematian pembaharu itu. Gelombang pendukung selama abad 14 dan 15 akhirnya menyebabkan perang Hussite.

Patung Jan Huss yag terletak di tengah Old Town Square.

Old town square

Gereja St Nicholas

Apartmen/hotel

Restoran/cafe

Page 18: Tipologi Dan Morfologi Kawasan Alun Kota & Bundar Malang

BAB III

PEBAHASAN

3.1 Tinjauan Umum Kota Malang dan Kawasan Studi

3.1.1 Sejarah perkembangan bentuk dan ruang

Kota Malang adalah sebuah kota di provinsi Jawa Timur, Indonesia. Kota ini berada di dataran tinggi yang cukup sejuk. Malang terletak pada ketinggian antara 429-667 meter diatas permukaan air laut. 112,06-112,07 Bujur Timur dan 7,06-8,02 Lintang selatan. Wilayahnya dikelilingi oleh kabupaten Malang. Malang merupakan Kota terbesar kedua di Jawa Timur.

Seperti halnya kebanyakan kota-kota lain di Indonesia pada umumnya, Kota Malang modern tumbuh dan berkembang setelah hadirnya administrasi kolonial Hindia Belanda. Fasilitas umum di rencanakan sedemikian rupa agar memenuhi kebutuhan keluarga Belanda. Kesan diskriminatif masih berbekas hingga sekarang, misalnya “Ijen Boullevard” dan kawasan sekitarnya. Pada mulanya hanya dinikmati oleh keluarga Belanda dan keluarga eropa lainnya. Sementara penduduk pribumi harus puas bertempat tinggal di pinggiran kota dengan fasilitas yang kurang memadai. Kawasan perumahan itu sekarang menjadi monumen hidup dan seringkali dikunjungi oleh keturunan keluarga-keluarga Belanda yang pernah bermukim disana.

Pada tahun 1767 Kompeni Hindia-Belanda memasuki kota dan memusatkan kedudukan Pemerintahan Belanda. Pada Tahun 1821 Kota Malang mulai tumbuh dan berkembang setelah hadirnya pemerintahan kolonial Belanda, terutama ketika mulai di operasikannya jalur kereta api pada tahun 1879. Berbagai kebutuhan masyarakatpun semakin meningkat terutama akan ruang gerak melakukan berbagai kegiatan. Akibatnya terjadilah perubahan tata guna lahan, daerah yang bermunculan tidak terkendali.Perubahan fungsi lahan mengalami perubahan pesat seperti dari fungsi pertanian berubah menjadi perumahan dan industri. Pada tahun 1882 rumah-rumah di bagian barat Kota di dirikan dan alun-alun mulai dibangun.

Mulai pemerintahan Pak Gubernur Jendral Deandles (1808-1811), sistem pembagian daerah di Hindia Belanda dibagi jadi beberapa kabupaten dan karasidenan. Kedudukan Bupati sejajar dengan Asisten Residen dan biasanya diwujudikan di alun-alun kota kabupaten di Jawa (termasuk Malang), yang mana rumah Bupati berhadapan dengan rumah Asisten Residen.

Dari penelitian arsitek Kazemeir, Tonkens dan Withkamp digambarkan tipologi ibukota Kabupaten di Jawa adalah sebagai berikut:

- alun-alun berada di pusat kota

Page 19: Tipologi Dan Morfologi Kawasan Alun Kota & Bundar Malang

- di sumbu utara-selatan, terdapat rumah asisten residen, di sebelah utara menghadap selatan dan di sebelah selatan menghadap ke utara terdapat rumah bupati, membuat rumahnya saling saling berhadapan.

- di sebelah barat terdapat masjid

- di sebelah timur rumah tinggal orang swasta Belanda

- di sebelah barat-laut terdapat ballroom atau klub elit bagi orang Belanda

Alun-alun Kota Malang berbeda karena letak rumah Bupati tidak berhadapan dengan rumah Asisten Residen. Di Malang, rumah Asisten Residen ada di sebelah Selatan menghadap utara (orientasi bangunan menghadap Alun-alun), dan rumah Bupati berada di sebelah Timur menghadap ke Selatan (orientasi bangunan tidak menghadap Alun-alun), menghadap ke Regenstraat alias Jalan Kabupaten (skarang Jl. K.H. Agus Salim).

Secara penyebaran daerah pemukiman pada zaman itu, dibagi menjadi pemukiman penduduk:

1. Eropa2. Timur Asing *Vreemde Osterlingen – termasuk orang Cina, Arab3. Pribumi.

Sebelum tahun 1900 terdapat UU Wijkenstelsel, yang mana tiap etnik harus mempunyai pemimpin sendiri lalu daerahnya ditentukan oleh penguasa serta batas-batsanya . tiap warga yang ingin keluar dari daerahnya harus mendapat izin dari penguasa, tetapi UU ini tidak berlaku lagi setelah tahun 1900.

Pembagian daerah hingga tahun 1940

1. pemukiman orang Eropa berada di Barat Daya alun-alun, Taloon, Tongan, Sawahan dan sekitarnya dan juga terdapat di sekitar Kayutangan, Oro-oro Dowo, Tjelaket, Klodjen-lor serta Rampal

Page 20: Tipologi Dan Morfologi Kawasan Alun Kota & Bundar Malang

2. pemukiman orang Cina berada di sebelah Tenggara alun-alun. Pemukiman orang Arab berada di sebelah Barat alun-alun di belakang masjid

3. pemukiman Pribumi berada di daerah kampung sebelah Selatan alun-alun, yaitu kampung Kebalen, Toemenggoengan, Djodipan, Talon, dan Klojen-Lor

Bentuk kota Malang sebelum tahunn 1900 berbentuk kota radial dengan alun-alun sebagai pusatnya (centre), dan sungai brantas menjadi batas kota, daerah Malang sebelah timur kota pada waktu itu tidak ada bangunan sama sekali. setelah kependudukan Belanda secara penuh tahun 1821, bentuk kota nya mulai berubah jadi sistem jejala (grid). Sampai tahun 1914 Malang mash merupakan sebuah kota kabupaten , bagian dari Karesidenan Pasuruan. Salah satu kendala tidak bisa berkembangnya kota-kota pedalaman adalah masalah prasarana dan komunikasi. Pembangunan prasarana secara besar-besaran di Jawa termasuk Malang) baru dimulai setelah tahun 1870. Jalan kereta api pertama antara Surabaya-Malang dibuat pada tahun 1876. Rel kereta api yang sejajar dengan jalan masuk ke kota Malang dan berhenti di stasiun kota.

Dengan dibangunnya rel kereta, memberi pengaruh pada penguasaan Belandan dan berpengaruh besar terhadap perkembangan kota. Karena sesudah adanya rel kereta api ini, maka banyak rumah-rumah orang Eropa yang dibangun di dekat rel kereta api tersebut. Jalan-jalan darat yang menghubungkan antara Malang dengan daerah perkebunan disekelilingnya juga mulai dibuat. Bahkan jalan antara Malang dengan kota-kota lain seperti Blitar, Batu dan Surabaya juga sudah ada. Jadi sebenarnya secara geografis sesudah th. 1900, Malang sudah bukan sebagai kota pedalaman yang terisolir lagi. Malang juga dialiri oleh sungai. Masing-masing adalah sungai Berantas yang mengalir dari Utara ke Selatan, sungai Bango dan Amprung . Tapi yang berpengaruh besar terhadap bentuk dan kota Malang adalah sungai Berantas. Tidak seperti kotakota Pesisir yang biasanya merupakan muara dari sungai-sungai besar seperti Surabaya, Semarang dan Batavia, sungai Berantas yang melewati kota Malang mempunyai lembah yang terjal sehingga sungai lebih berfungsi sebagai batas kota daripada

Page 21: Tipologi Dan Morfologi Kawasan Alun Kota & Bundar Malang

urat nadi transportasi perdagangan di kota. Baru pada tahun 1920 dengan dibentuknya pusat pemerintahan baru di daerah alon-alon bunder maka sungai Berantas yang dulunya berfungsi sebagai batas kota, berubah menjadi sungai yang membelah kota Malang (lihat peta th. 1914 dan 1934). Keadaan geografis lain yang sangat menguntungkan kota Malang adalah letaknya yang cukup tinggi (450 m diatas permukaan laut) sehingga kota ini menjadi satu-satunya kota yang berhawa dingin di Jatim. Selain itu Malang juga dikelilingi oleh gunung-gunung seperti Kawi, Arjuna, Semeru dan Tengger yang memberikan suatu pemandangan indah pada kotanya.

Kotanya sendiri sampai tahun 1914, berbentuk konsentris dengan pola jejala (grid) dan pusatnya adalah alon-alon yang dihubungkan dengan jalan-jalan besar yang menuju ke luar kota. Hal ini merupakan modal awal yang baik untuk perkembangan lebih lanjut pada abad ke 20. Rencana perkembangan kota Malang merupakan salah satu perencanaan kota yang terbaik di Hindia Belanda waktu itu. Tentu saja hal ini tidak luput dari orang-orang yang ada dibalik rencana tersebut. Selain walikota Malang pertama yaitu: H.I. Bussemaker (1919-1929), juga tak bisa lepas dari peran perencana kota yang terkenal pada waktu itu yaitu: Ir. Herman Thomas Karsten. Antara tahun 1914-1929, Malang sudah mempunyai 8 tahap perencanaan kota yang pasti. Masing-masing tahapan tersebut dinamakan sebagai Bouwplan I s/d VIII. Tujuan utama dari perluasan ini adalah pengendalian bentuk kota akibat dari pertambahan penduduk serta kemajuan ekonomi yang sangat cepat.

Berhasilnya pihak Kotamadya (gemeente) Malang dalam melaksanakan rencana perkembangan kota tersebut dengan baik, karena cepatnya mereka menguasai tanah-tanah yang diperlukan untuk perkembangan kota, sehingga sulit sekali bagi pihak ketiga untuk berspekulasi terhadap tanah. Tapi keadaan seperti ini tidak bisa dipertahankan terus, karena selain diperlukan pengawasan yang ketat, pihak kotamadya (gemeente) tidak mungkin mempunyai dana keuangan sendiri untuk menguasai tanah-tanah yang harganya makin melambung. Hal tersebut dirasakan pada rencana Bouwplan ke V dan VII, yang terkenal dengan sebutan pengembangan daerah ”Bergenbuurt” (daerah tinggi yang ada disebelah Barat kota), dimana para spekulan dari pihak swasta sudah banyak yang mengincar tanah di daerah tersebut. Oleh sebab itu kotamadya terpaksa harus meminta bantuan pemerintah pusat.

Sesuai dengan undang-undang kota pada waktu itu (bijblad 11272)9, maka pihak kotamadya Malang harus menyediakan ”Geraamteplan” (Kerangka Rencana) ke pemerintah pusat. Rencana pertamanya ditolak karena dianggap belum memenuhi persayaratan sebagai satu :Geraamteplan”. Oleh sebab itu pada bulan Agustus 1929, Walikota Malang meminta secara resmi kepada Ir. Herman Thomas Karsten menjadi penasehat untuk perluasan dan perkembangan kota Malang. Sejak saat itulah secara resmi Karsten menjadi dirigen bagi perkembangan kota. Tugas utamanya sekarang adalah memperbaiki dan mengembangkan ”geraamteplan” kota Malang yang dibuat oleh pihak Kotamadya, supaya bisa diterima oleh pemerintah pusat. Secara garis besar laporan Karsten (1935:59), bisa dibagi menjadi beberapa bagian yaitu.

- Lahirnya perencanaan Kota Malang

- Hakekat dan dampak perencanaan Kota Malang

Page 22: Tipologi Dan Morfologi Kawasan Alun Kota & Bundar Malang

- Cara penentuan perencanaan dan arti persetujuan pemerintah.

- Situasi dan pembentukan bagian kota yang tertua.

- Pertumbuhan kota hingga tahun 1930.

- Pertumbuhan dan Karakter

- Bentuk Utama dan Pusatnya.

- Kelompok utama dan peruntkannnya

- Jaringan jalan utama

- Keindahan kota.

Pada tanggal 8 Maret 1942 Malang di ambil alih oleh pemerintahan Jepang . namun tak lama setelah Indonesia merdeka tepatnya tanggal 21 September 1945 Malang kembali menjadima wilayah Republik Indonesia. Lalu tanggal 22 Juli 1947 Pemerintahan Belanda menduduki kembali Kota Malang sampai pada akhirnya masuknya pemerintahan Indonesia kembali di Kota Malang pada tanggal 2 Maret 1947.

Secara garis besar perkembangan arsitektur kolonial di Malang tidak berbeda dengan perkembangan arsitektur di Hindia Belanda pada kurun waktu yang sama. Gaya arsitektur yang disebut sebagai ”Indische Empire” yang berkembang sampai akhir abad ke 19, juga terdapat di Malang, terutama sekali pada gedung-gedung pemerintahan seperti gedung Asisten Residen di alon-alon pusat kota Malang10 (sekarang sudah hancur). Hanya saja sebelum tahun 1900 an Malang masih merupakan sebuah kota kabupaten kecil, sehingga bangunan pemerintahan tidak begitu banyak disana. Oleh sebab itu peninggalan arsitektur dengan gaya ”Indische Empire” ini sekarang sangat jarang dijumpai di Malang. Walaupun ada, tempatnya berada di daerah sekitar alon-alon kota, karena disanalah dulu merupakan inti kota Malang dimasa lalu. Sekarang daerah disekitar alon-alon kota justru merupakan daerah yang punya nilai ekonomi yang tinggi, sehingga otomatis juga merupakan suatu daerah yang cepat berkembang/berubah. Sayang sekali karena hal-hal diatas maka asitektur dengan gaya ”Indische Empire” ini di Malang sekarang boleh dikatakan sudah tidak tersisa sama sekali.

Hampir semua bangunan kolonial yang tersisa di Malang sekarang dibangun setelah tahun 1900 (sebagian besar dibangun setelah tahun 1920 an selaras dengan perkembangan kotanya) yang diistilahkan sebagai arsitektur kolonial modern. Arsitektur kolonial yang cukup besar, yang dibangun setelah tahun 1900 di Malang adalah: Gereja Hati Kudus Jesus di Jl. Kayutangan (Basuki Rachmad), yang dibangun pada th. 1905. Arsiteknya adalah Maruis J. Hulswit. Tapi pembangunan gereja gaya Neo Gothik di Malang ini secara keseluruhan tidak begitu punya pengaruh terhadap perkembangan arsitektur kolonial di Malang pada umumnya. Secara garis besar perkembangan arsitektur kolonial di Malang yang dibangun setelah th. 1914 bisa dibagi menjadi 2 bagian yaitu yang dibangun antara tahun 1914-1920 dan yang dibangun sesudah tahun 1920-1940 an. Arsitektur yang dibangun antara tahun 1914-1920 an

Page 23: Tipologi Dan Morfologi Kawasan Alun Kota & Bundar Malang

dapat disebutkan misalnya:

- Javasche Bank (sekarang Bank Indonesia) disebelah Utara alon-alon dibangun th. 1915, arsiteknya adalah Hulswit, Fermont & Cuypers.

- Palace Hotel (sekarang Hoel Pelangi), dibangun antara th. 1916, disebelah Selatan alon-alon, arsiteknya tidak diketahui dengan jelas.

- Kantor Pos dan Tilgram (sekarang sudah dibongkar) terletak di Jalan Kayutangan (Basuki Rachmad) dibangun antara th. 1910 arsiteknya BOW (Burgelijke Openbare Werken)

Sebagian besar bangunan umum sebelum tahun1920 kebanyakan dibangun disekitar alon-alon, karena pusat kotanya masih terletak disana. Jumlahnya tidak terlalu banyak karena kota Malang masih belum mengalami perkembangan yang pesat. Gaya arsitektur ”Indische Empire” pada tahun-tahun ini sudah menghilang. Arsitektur Kolonial yang dibangun sebelum tahun 1920 an sebagian besar sudah ditangani oleh tenaga profesional. Meskipun gaya arsitektur yang ditunjukkan masih banyak dipengaruhi oleh arsitektur di Belanda tapi pada umumnya bentuk-bentuk arsitekturnya sudah beradaptasi dengan iklim setempat. Hal ini ditunjukkan misalnya dengan menempatkan galeri keliling bangunan (dengan maksud supaya sinar matahari langsung dan tampias air hujan tidak langsung masuk melalui jendela atau pintu). Adanya atap-atap susun dengan ventilasi atap yang baik, serta overstek-overstek yang cukup panjang untuk pembayangan tembok. Tapi secara keseluruhan bentuk arsitekturnya masih belum merujuk ke bentuk modern, yang baru berkembang setelah tahun 1920 an.

Bangunan arsitektur kolonial yang dibangun antara th. 1920 sampai 1940 an dapat disebutkan misalnya.:

- Zusterschool (Jl. Tjelaket- dibangun antara th. 1926 arsiteknya Hulswit, Fermont & Ed.Cuypers)12

- Fraterschool (Jl. Tjelaket, dibangun antara tahun 1926, arsiteknya Hulswit, Fermont & Ed.Cuypers)

- Komplek pertokoan di perempatan Jl. Kayutangan (dibangun ahun 1936, arsiteknya Karel Bos)

- Balai Kota Malang (dibangun th. 1927-1929, arsiteknya H.F. Horn)

- Gedung HBS/AMS di J.P. Coen Plein (alon-alon bunder, dibangun tahun 1931, arsiteknya Ir. W. Lemei)

- Theresiakerk (gereja Santa Theresia) di depan Boeringplein (taman Buring) dibangun th. 1936, arsiteknya Rijksen en Estourgie.

- Gedung Maconieke Lodge, di Tjerme plein (taman Cerme), dibangun th. 1935, arsiteknya Ir. W. Mulder.

Page 24: Tipologi Dan Morfologi Kawasan Alun Kota & Bundar Malang

- Pertokoan Jl.Kayutangan, dibangun tahun 1935 an.

Sebagian besar gedung-gedung kolonial yang ada di Malang dibangun sesudah tahun 1920. Gaya arsitektur kolonial modern setelah th. 1920 an di Hindia Belanda pada waktu itu sering disebut sebagai gaya ”Nieuwe Bouwen”, yang disesuaikan dengan iklim dan teknik bangunan di Hindia Belanda waktu itu. Sebagian besar menonjol dengan ciri-ciri seperti: atap datar, gevel horisontal, volume bangunan yang berbentuk kubus, serta warna putih (Gedung Monieke Lodge, pertokoan di perempatan Jl. Kayutangan, pertokoan lainnya di sepanjang Jl. Kayutangan dan sebagainya). Jadi sebagian gedung-gedung kolonial yang ada di Malang umurnya rata-rata kurang lebih baru 60 tahun.

3.1.2 Tinjauan rencana tata ruang

Perkembangan dan pertumbuhan kota pada dasarnya merupakan perwujudan tuntutan kebutuhan ruang yang diakibatkan oleh perkembangan dan pertumbuhan penduduk serta kegiatan fungsionalnya dan interaksi antar kegiatan tersebut. Pertumbuhan dan perkembangan kota dapat berjalan dengan sendirinya tetapi pada suatu saat dapat menimbulkan masalah yang sulit untuk diatasi yang bersifat keruangan, structural dan fungsional.

Kota Malang sebagai kota terbesar kedua setelah Kota Surabaya mempunyai fungsi dan peran regional yaitu sebagai pusat SWP Malang-Pasuruan, pusat perdagangan, jasa dan industri, Kota Malang telah mengalami perkembangan pesat. Perkembangan Kota Malang yang pesat dari tahun ke tahun selalu mempengaruhi perkembangan kota dalam jangka panjang sehingga keberadaan rencana kota harus dipertahankan dan dijadikan acuan dalam program pembangunan. Kota Malang sudah memiliki rencana tata ruang dari RUTRK yang disusun tahun 1990/1991 kemudian direvisi menjadi RTRW Kota Malang tahun 1993/1994 sehubungan dengan keluarnya UU No 24 Tahun 1992 tentang penataan ruang. Selanjutnya setelah rencana berjalan sekitar lima tahun ternyata ada simpangan dalam arahan pembangunan perkotaan sehingga harus direvisi lagi sesuai dengan kondisi yang berkembang di lapangan.

A. Permasalahan dan Penataan Ruang

1. Kondisi fisik Berdasarkan kondisi fisiografi Jawa Timur Kota Malang termasuk dalam zona

pegunungan selatan. Pesatnya perkembangan kota tampak pada perubahan fungsi (konversi) lahan pertanian menjadi kawasan perumahan yang diikuti dengan tumbuhnya kegiatan perdagangan dan jasa, fasilitas sosial dan bangkitan lalu lintas serta permasalahan lingkungan yang timbul. pencemaran limbah industri, persampahan, kurangnya RTH.2. Disparitas pembangunan

Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir ini perkembangan pembangunan fisik dan prasarana kota telah berkembang dengan pesat, namun perkembangan tersebut tidaklah dapat dirasakan dapat dirasakan merata di seluruh pelosok kota. Perkembangan Kota Malang

Page 25: Tipologi Dan Morfologi Kawasan Alun Kota & Bundar Malang

semakin pesat dengan meningkatnya jumlah penduduk, kepadatan bangunan, meningkatnya kebutuhan lahan untuk kawasan terbangun, serta meningkatnya kepadatan lalu lintas jalan raya. Hal tersebut menimbulkan beberapa masalah perkotaan, terutama timbulnya permukiman kumuh dan padat di kawasan pusat kota, kemacetan lalu lintas pada jalan-jalan utama, masalah lingkungan seperti kondisi lingkungan yang kurang memadai dan semakin menurun, timbulnya genangan air pada saat musim hujan pada kawasan tertentu, masalah persampahan dll. Adanya permasalahan-permasalahan tersebut berdampak pada pergeseran perkembangan/pembangunan perkotaan ke kawasan periferi (kawasan pinggiran) yang salah satunya adalah Kecamatan Sukun.

Adanya ketidakmerataan perkembangan dan kepadatan kawasan terbangun antara wilayah pusat kota dan wilayah pinggiran pusat kota, sehingga membutuhkan rencana pengembangan untuk pemerataan pembangunan dan kesejahteraan. Mengacu kepada Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007, Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Malang Tahun 2009-2029 menjadipedoman untuk penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah, penyusunan rencana pembangunan jangka menengahdaerah, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah kota, mewujudkan keterpaduan, keterkaitan dankeseimbangan antar sektor, penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi, penataan ruang kawasan strategis kota, dan penataanruang kawasan strategis kota.

B. Rencana Struktur Ruang Kota

Rencanastrukturfungsionalkota MalangBerdasarkanfungsidanperankota Malang yang telahditetapkanstrukturkegiatanfungsional yang telahdiarahkan di kota Malang adalah:

1. Fungsi Primer Industri Perdagangan Pergudangan Transportasi

2. Fungsi Sekunder Industri Perdagangan Transportasi Pariwisata Perkantoran Pendidikan Kesehatan Peribadatan Militer Olah raga

Struktur pelayanan kota Malang direncanakan sesuai dengan penempatan kegiatan fungsional kota Malang yaitu sebelumnya dengan menetapkan pusat kota dan bagian wilayah

Page 26: Tipologi Dan Morfologi Kawasan Alun Kota & Bundar Malang

kota (BWK). BWK Malang Barat Daya dibagi menjadi 3 sub bagian wilayah kota dengan pusat BWK sekaligus sebagai pusat sub BWK berada di desa Mulyorejo dan sekitarnya. Untuk tingkat pelayanan yang ada di Kota Malang berdasarkan pada Bagian Wilayah Kota diarahkan sebagai berikut:Pada BWK Malang Barat Daya yaitu kecamatan Sukun dengan adanya kegiatan yang menonjol seperti kegiatan perdagangan skala kota, pasar induk Gadang, industri dan pergudangan, perumahan, di arahkan tingkat pelayanannya skala kota dan regional. Fungsi atau kegiatan utamanya adalah pendidikan, perdagangan, industri besar/menengah dan kecil, perdagangan dan pertanian.Berikut adalah kebijakan dan strategi struktur ruang Kota Malang:

- Pusat Kota Malang diarahkan di Kawasan alun-alun dan sekitarnya. Hal ini disebabkan karena aktifitas berpusat di kawasan alun-alundan sekitarnya, seperti; pemerintahan, perdagangan seta fasilitas sosial yang berskala regional.

- Pembagian Kota Malang hingga tahun 2029 diarahkan menjadi 6 (enam) BWK dengan adanya pemekaran wilayah kecamatanmenjadi 10 kecamatan.

- Masing-masing BWK yang dikelompokkan berdasarkan pada kedekatan dan persamaan fungsi kegiatan. memiliki Pusat dan SubPusat yang saling berhubungan dimana antara pusat yang satu dengan pusat yang lain dihubungkan dengan jaringan jalan denganpola pergerakan yang bersifat Concentric Linier, yaitu semua kegiatan berpusat pada satu titik yaitu Kawasan Alun-alun dansekitarnya.

- Menetapkan rencana jalan lingkar barat dan jalan lingkar timur untuk menunjang aksesibilitas menuju pusat dan sub pusat darimasing-masing BWK serta menuju pusat kota.Sesuai dengan kebijakan diatas, struktur ruang Kota Malang dapat digambarkan pada gambar berikut:

Berdasarkan rencana tata ruang kota yang ada, pola penggunaan lahan berorientasi ke pusat kota yang merupakan pusat kegiatan pemerintahan dan jasa serta perdagangan.

Page 27: Tipologi Dan Morfologi Kawasan Alun Kota & Bundar Malang

Kegiatan lainnya berupa perumahan, militer, dan sebagainya yang terletak mengitari pusat kota. Dalam rencana tata ruang kota itu pula ditetapkan bahwa pusat kota diperuntukkan bagi fungsi perdagangan dan perkantoran pemerintahan. Namun demikian, kenyataan saat ini perkembangan kegiatan Kota Malang mendorong suatu pemanfaatan lahan yang luas terhadap berbagai kegiatan.

3.2 Identifikasi Tipologi dan Morfologi Kawasan Studi: Alun-alun Tugu dan Merdeka Kota Malang

3.2.1 Alun-alun Tugu

A. Sejarah dan Perkembangan Alun-alun Tugu

Cikal bakal alun-alun Tugu dibangun oleh Gubernur Pemerintah Hindia Belanda pada

masa pemerintahan Guberbur Jenderal Jaan Pieter Zoen Coen. Pada waktu itu model taman

ini masih sederhana berupa taman terbuka tanpa ada tugu dan tanpa dibatasi pagar. Taman ini

dibangun sebagai pelengkap halaman gedung Kegubernuran Hindia Belanda.

Kemudian, setahun setelah kemerdekaan Indonesia hasil KMB di Den Haag tepatnya

pada tahun 1946, masyarakat Malang mendesak untuk merubah struktur pemerintahan

daerahnya dengan menjadikan orang Indonesia sebagai pimpinannya. Setelah desakan itu

akhirnya di Malang telah terbentuk suatu Dewan Pimpinan Daerah yag dipimpin oleh seorang

pria bernama Sam. Sehingga pemerintahan di Malang bisa berjalan dengan baik. Oleh karena

itu pemerintah mulai membangun Kota Malang. Salah satu rencana pemerintah saat itu

adalah membangun sebuah Tugu Kemerdekaan di Kota Malang. tepat pada tanggal 17

Agustus 1946. Pemerintah Kota Malang merencanakan peletakan batu pertama pembangunan

Monumen Tugu. Monumen ini ditandatangani langsung oleh Ir. Soekarno, sebagai wakil dari

masyarakat Malang dan A.G. Suroto sebagai kepala komite pembangunan Monumen Tugu.

Sebagai simbol perjuangan masyarakat Malang.

Kondisi alun-alun Tugu Malang pada masa pemerintahan Hindia

Page 28: Tipologi Dan Morfologi Kawasan Alun Kota & Bundar Malang

Namun, pada saat pembangunan Monumen Tugu itu akan selesai, mendadak terjadi

Agresi Militer Belanda I. Monumen Tugu seolah-olah membuat Pasukan Belanda

mengetahui tentang semangatnya kemerdekaan yang dimiliki oleh masyarakat Malang.

Sehingga pada 23 Desember 1948, Monumen Tugu itu dirusak oleh pasukan Belanda hingga

tinggal puing-puing saja. Atas desakan masyarakat Malang, pada tanggal 9 Juni 1950

Pemerintah Malang membentuk panitia baru untuk membangun kembali Monumen Tugu.

Pada akhirnya Monumen Tugu telah selesai dibangun. dan pada tanggal 20 Mei 1953,

monumen Tugu ini disahkan kembali oleh Presiden Indonesia pertama, Ir. Soekarno.

Ir. Soekarno sedang berpidato didepan rakyat Malang pada saat sebelum meletakkan batu pertama tanda dibangunnya monumen Tugu Malang tahun 1946.

Sisa atau Puing-puing batu dari monumen Tugu Malang. Saat belanda menghancurkan monumen Tugu Malang pada masa Agresi Militer Belanda I tahun 1948.

Tahun 1953 monumen Tugu Malang dibangun kembali oleh pemerintah Malang dan diresmikan oleh Presiden RI pertama, Ir, Soekarno.

Page 29: Tipologi Dan Morfologi Kawasan Alun Kota & Bundar Malang

Pada era tahun 1990-an Monumen Tugu ini terkenal dengan nama Alun-alun Bunder.

Masyarakat menjulukinya Alun-alun Bunder karena berbentuk lingkaran, dan pada awalnya

memang tidak terdapat tugu di tengah taman tersebut. Setelah dibangunnya Monumen Tugu

di tengahnya, maka masyarakat mulai menyebutnya dengan alun-alun tugu. Seiring

berjalannya waktu alun-alun tugu menjadi ruang public, dan digunakan untuk berkumpul oleh

masyarakat malang, taman yang sebelumnya adalah area privat bagi pemerintahan berubah

menjadi ruang publik.

Dari sebuah Taman Monumen Tugu ini, taman ini dapat dinikmati dari 5 penjuru Kota

Malang, yaitu melalui Jl.Kahuripan, Jl. Kertanegara, Jl. Gajahmada, Jl.Untung Suropati dan

Jl. Majapahit. Selain itu pintu masuk untuk mengakses taman ini juga berjumlah 5 jalur,

dengan pintu gerbang utamanya terletak di depan kantor Walikota Kota Malang. Desain

Taman Tugu Kota Malang ini lebih menonjolkan Monumen Tugu yang berada tepat di

tengah-tengah taman sebagai point of view yang bernilai sejarah yang tinggi.

B. B.

Bentuk dan makna dari Monumen

Tugu

Aktivitas masyarakat Malang yang bermain dan berpose di area Monumen Tugu pada tahun 1990-an.

Taman Monumen Tugu Malang tampak atas.

Page 30: Tipologi Dan Morfologi Kawasan Alun Kota & Bundar Malang

Jika dilihat dengan seksama bentuk dari Tugu yang berada di tengah Taman Tugu Kota

Malang itu, kita akan melihat beberapa sejarah yang benar-benar melekat pada setiap detil

bentuknya, diantaranya adala:

1. Tugu monumen yang berbentuk bambu tajam. Bambu tajam ini menggambarkan

bambu runcing yang menjadi senjata khas bangsa Indonesia dalam menghadapi

para penjajah dan mengorbankan hidupnya untuk merebut kemerdekaan  hingga

tetes darah penghabisan..

2. Rantai yang mengambarkan kesatuan bangsa Indonesia dalam satu semangatnya

memperjuangkan kemerdekaan yang tidak mungkin mudah bisa dipisahkan.

3. Tangga yang berbentuk 4 dan 5 sudut yang menggambarkan tahun Kemerdekaan

Republik Indonesia 1945.

4. Bintang mempunyai 8 tingkat dan 17 pondasi. Pondasi berjumlah 17 dan bintang

yang memiliki 8 tinggat  ini menggambarkan menggambarkan tanggal dan bulan

Kemerdekaan Indonesia.

5. Monumen ini terletak di tengah-tengah kolam yang di dalamnya terdapat Bunga

Teratai yang berwarna putih dan merah.Melambangkan keberanian dan kesucian

rakyat Indonesia untuk merebut kemerdekaan.

6. Selain itu pada badan tubuh dari bambu runcing tersebut terdapat gambar peta

Indonesia, wajah Bung Karno dan Bung Hatta serta Teks Proklamasi bangsa

Indonesia.

Taman Monumen Tugu adalah taman terindah di Malang dengan sebuah monumen

tugu berdiri tegak meruncing, beralaskan kolam air dengan teratai yang mekar, berselimutkan

tatanan vegetasi tanaman hias, dan berlingkar pohon trembesi berumur sangat tua.

Monumen tugu yang terpancang kokoh di tengah lalu dikelilingi oleh kolam air berisi

Monumen Tugu Kota Malang sekarang.

Page 31: Tipologi Dan Morfologi Kawasan Alun Kota & Bundar Malang

ekosistemnya seperti ikan koki, teratai yang mekar, dan adapun ikan – ikan kecil di

dalamnya. Kolam air ini juga dilengkapi oleh beberapa titik air mancur yang selalu

memancarkan air pada pagi dan malam hari. Gunanya air mancur ini adalah membantu siklus

energi dari udara ke dalam kolam air.

C. Analisa kawasan Alun-alun Tugu

1. Aktifitas Manusia

Adapun beberapa aktivitas manusia saat berada di dalam Taman Monumen Tugu pada

pagi hari. Terlihat mereka yang sedang menikmati keindahan taman ini seperti ketika berjalan

mengelilingi bundaran kolam air, memandangi tanaman hias, ada yang menuntun sepeda ke

dalam taman.

Suasana Monumen Tugu dengan dikelilingi kolam yang berisikan terai..

Teratai yang berada di kolam Monumen Tugu Berwarna merah dan putih melambangkan bendera Indonesai

Page 32: Tipologi Dan Morfologi Kawasan Alun Kota & Bundar Malang

Begitu juga dengan aktivitas pada malam hari, tampak lampu hias yang merangkai

monumen tugu dan lampu taman yang menyala seakan layaknya bulan untuk tanaman hias

dibawahnya.

2. Analisis visual kawasanKarakteristik pada alun-alun tugu yaitu bangunan-bangunan disekitar alun-

alun tugu sebagian besar merupakan bangunan dengan gaya khas belanda. Karena dahulunya kawasan di alun-alun tugu termasuk kawasan pemerintahan Belanda. Namun pada saat ini kawasan ini fungsinya bercampur, mulai dari pemerintahan, pendidikan dan pariwisata. Pada elemen terbuka, alun-alun tugu termasuk ruang terbuka hijau yang terletak di bunderan depan kantor balaikota Malang. Dengan di tengahnya terdapat kolam, dengan tanaman khas air yaitu bunga teratai yang berwarna merah dan putih.

Di elemen ruang terbuka hijau, alun-alun tugu memiliki fasilitas pedestrian, tempat duduk, pagar dan lampu-lampu taman yang merupakan street furniture, area terbuka hijau, dan penempatan parkir kendaraan. namun pada alun-alun tugu tidak terdapat tempat parkir untuk mobil maupun motor, sehingga para pengunjung alun-alun biasanya mereka parkir di parkiran sekolah SMA yang ada di dekatnya.

3. Analisis element ruang terbukaAlun-alun tugu merupkan ruang terbuka hijau yang berupa taman kota dan

Aktivitas pengunjung Taman Monumen Tugu pada pagi dan siang hari.

Aktifitas tukang sate yang sedang berjualan di depanTaman Monumen Tugu

dan adanya lampu serta airmancur yang menghiasi Monumen Tugu pada malam hari.

Page 33: Tipologi Dan Morfologi Kawasan Alun Kota & Bundar Malang

terleak di depan kantor walikota Malang. Banyak terdapat tanaman hias di sekitar taman, dan juga tanaman air, untuk disekitar taman terdapat pohon besar yang merupakan pohon trembesi. Pohon trembesi di kawasan alun-alun tugu merupakan pohon yang menjadi karakteristik kawasan tersebut.Elemen-elemen yang terdapat di alun-alun tugu yaitu, pedestrian untuk pengunjung, material pedestrian yaitu paving yang bermotif. Street furniture terdapat pagar yang mengelilingi kolam dan pagar di luar taman, tempat duduk, lampu taman, tempat sampah. Jalan yaitu mengelilingi buderan taman, dan diatur searah, dengan lebar jalan sekitar 14 meter.

4. Analisis penyediaan tempat parkirDi kawasan alun-alun tugu tidak terdapat fasilitas untuk parkir kendaraan.

sehingga seringkali para pengunjung yang ingin jalan-jalan di alun-alun, mereka harus parkir di parkiran fasilitas sekolah-sekolah yang ada di kawasan alun-alun. Hal ini sangat menyulitkan pengunjung ketika mereka ingin bermain dan menikmati alun-alun.

5. Analisis penyediaan pedestrianDi sekitar alun-alun tugu di kelilingi oleh pedestrian dengan ukuran kira-kira 1

meter, yang menggunakan material paving permotif persegi panjang. Untuk di dalam area alun-alun juga disediakan pedestrian, dengan ukuran, material dan motif yang sama.

Untuk pedestrian yang terdapat di luar kawasan dinilai kurang lebar, untuk kenyamanan pengunjung. Namun untuk didalam are alu-alun dinilai cukup, karena aktivitas pengunjung di dalam alun-alun tugu tidak begitu banyak.

Tipologi Elemen Hardscape Alun-Alun Tugu• Pagar • Pedestrian Ways• Perkerasan • Area Parkir • Bangku Taman• Lampu Taman• Pot Bunga • Bebatuan • Tempat Sampah Tipologi Elemen Softscape Alun-Alun Kota• Vegetasi - Pohon Trembesi- Rerumputan - Perdu - Semak-semak • AirTipologi Bangunan di sekitar Kawasan Alun-Alun Kota Berdasarkan Fungsi• Bangunan Akomodasi• Bangunan Pemerintahan • Bangunan Pendidikan

Page 34: Tipologi Dan Morfologi Kawasan Alun Kota & Bundar Malang

• Bangunan PertahananTipologi Bangunan di sekitar Kawasan Alun-Alun Kota Berdasarkan Langgam Bangunan• Langgam Bangunan Kolonial • Langgam Bangunan Klasik • Langgam Bangunan Modern Tipologi Karakteristik Kawasan berdasarkan Elemen Ruang Terbuka• Pola Pertamanan • Street Furniture

3.2.2 Alun-alun Merdeka

A. Sejarah Alun-Alun Merdeka

Dari buku Nagara Kertagama, dapat diketahui bahwa alun-alun telah ada pada zaman Hindu-Budha, ada bukti yang menjelaskan bahwa di Candi Trowulan terdapat alun-alun. Asal-usul alun-alun ini sebenarnya berawal dari kepercayaan masyarakat tani yang setiap kali ingin menggunakan tanah untuk bercocok tanam, harus mengadakan upacara minta izin kepada “dewi tanah,” yaitu dengan jalan membuat sebuah lapangan “tanah sakral” yang berbentuk “persegi empat” yang selanjutnya dikenal sebagai alun-alun.

Masa kerajaan Mataram, di Alun-alun depan istana secara rutin rakyat Mataram menghadap Penguasa. Alun-alun pada masa ini sudah berfungsi sebagai pusat administratif dan sosial bagi penduduk pribumi. Fungsi administratif: masyarakat berdatangan ke alun-alun untuk memenuhi panggilan ataupun mendengarkan pengumuman atau melihat unjuk kekuatan berupa peragaan bala prajurit dari penguasa setempat. Fungsi Sosial dapat dilihat dari kehidupan masyarakat dalam berinteraksi satu sama lain, apakah dalam perdagangan, pertunjukan hiburan ataupun olah raga. Untuk memenuhi seluruh aktivitas dan kegiatan tersebut alun-alun hanya berupa hamparan lapangan rumput berbentuk persegi dengan pohon beringin sebagai pusatnya dan memungkinkan berbagai aktivitas dapat dilakukan didalam alun-alun.

Pada masa lalu, alun-alun didominasi oleh unsur alami, berupa pepohonan dan rerumputan

Kota Malang jauh ke tangan pemerintahan kolonial Belanda, bermula dengan kekalahan pasukan Suropati di Pasuruan, sekitar tahun 1707. Pada awalnya, kota Malang dapat dikategorikan sebagai kota agraris. Semakin kuatnya pemerintah kolonial Belanda

Page 35: Tipologi Dan Morfologi Kawasan Alun Kota & Bundar Malang

untuk menguasai perkebunan, merubah kota Malang menjadi kota administrasi. Ciri tersebut, terlihat dari susunan spasial kota, berpusat di sekitar alun-alun. Pada lingkaran pertama di sekeliling Alun-alun Malang, terdapat rumah kediaman kepala daerah setempat (Bupati). Di kawasan ini, juga terdapat bangunan-bangunan penting seperti gedung pemerintahan (Ass. Residen), masjid, gereja, penjara, serta kantor Bank. Pada lingkaran berikutnya, terdapat rumah-rumah pamong praja ataupun pejabat-pejabat daerah. Disamping beberapa bangunan tersebut, terdapat permukiman-permukiman lain, serta fasilitas penunjang kota. Pada periode kehadiran kekuasaan

Belanda, ikut memberi warna bentuk baru dalam tata lingkungan alun-alun. Alun-alun diperbaharui untuk kepentingan Belanda sebagai puat kekuasaan, administrasi, pusat control dan kekuasaan politis Belanda. Hal ini terlihat dengan didirikannya bangunan penjara pada sisi lain alun-alun. Pendirian bangunan-bangunan untuk kepentingan Belanda sekaligus mengurangi fungsi simbolis alun-alun, kewibawaan penguasa setempat (penguasa pribumi). Masjid Jami dibangun Belanda sebagai alat control masyarakat muslim.

Disisi barat alun-alun terdapat bangunan masjid, gereja dan Perkantoran.

Masa masuknya Islam, bangunan Masjid dibangun di sekitar alun-alun. Alun-alun juga digunakan sebagai tempat kegiatan-kegiatan hari besar Islam termasuk Sholat Idul Fitri. Pada saat ini banyak alun-alun yang digunakan sebagai perluasan dari masjid seperti Alun-alun Kota Bandung. Periode zaman Kemerdekaan, Banyak alun-alun yang beralih fungsi. Salah satunya Alun-alun Malang. Faktor pendorong perubahan / pertumbuhan ini bermacam-macam, diantaranya Kebijakan Pemerintah, Aktivitas Masyarakat, dan Perdagangan.

Kawasan Alun-alun Malang terletak di bagian pusat wilayah Kota Malang, sehingga menjadi daerah strategis. Kawasan Alun-alun ini, menjadi penghubung antara kawasan bagian Selatan, bagian Barat, bagian Utara dan bagian Timur kota Malang. Lokasi yang strategis demikian ini, menjadikan kawasan alun-alun berpotensi untuk berkembang secara organis (tidak terencana). Terlebih, dengan adanya pusat perbelanjaan di dekat alun-alun tersebut. Keberadaan pusat perbelanjaan modern dan tradisional tersebut, mampu menjadi daya tarik masyarakat Malang, sebagai daerah tujuan untuk berbelanja.

Pada saat ini kawasan alun-alun berfungsi sebagai ruang publik, tempat masyarakat berekreasi dan berkumpul untuk menikmati pemandangan, gedung-gedung di sekitar alun-

Page 36: Tipologi Dan Morfologi Kawasan Alun Kota & Bundar Malang

alun, maupun pusat perbelanjaan yang ada di sekitar kawasan alun-alun. Dilakukan renovasi dan penambahan berbagai fasilitas pendukung di dalam alun-alun, seperti kolam air mancur, pusat informasi, bangku-bangku taman, area parkir, pedestrian ways, toilet dan pagar. Pada saat ini terdapat gerbang di bagian timur alun-alun, peninggian bagian tengah alun-alun dan penambahan burung dara seagai hewan peliharaan di alun-alun. Banyak pedagang kaki lima yang bejualan di dalam maupun disekitar alun-alun.

C. Aktifitas Manusia

Berdasarkan aktifitas manusia Klasifikasi Pengguna/Pengunjung Alun-alun Merdeka Malang adalah sebagai berikut:

Tetap: • Pedagang Kaki Lima• Pedagang Asongan • Karyawan/pegawai MTIC (Malang Tourism Information Center)• Penjaga Parkir• Petugas Kebersihan• Polisi Lalulintas• PSK• Pengemis• Pengamen• Preman• Banci/ Waria• Satpol PP(Pamong Praja)

Tidak Tetap/Temporari:• Pelajar• Pedestrian/ Pejalan Kaki• Fotografer• Turis Mancanegara dan Lokal• Ojek• Supir Taxi dan Angkot

Tipologi Pengunjung Alun-Alun Kota Berdasarkan Aktifitas• Rekreasi • Olahraga • Belajar/ Survei • Berdagang • Beristirahat • Piknik • Dsb

Page 37: Tipologi Dan Morfologi Kawasan Alun Kota & Bundar Malang

Secara visual kendaraan yang menempati ruang terbuka hijau yangmengurangi nilai estetis ruang luar. Peranan ruang terbuka alun-alundengan tekstur lansekap yang berbaur dengan beragam bentuk elemenmaterial memberi kesan kualitas dan karaktercrowded (berdesak-desakan).

Alun-alun sebagai ruang terbuka hijau kotasemula hanya berupa pelataran(dok.foto studio malang)Sebagai urban mass,alun-alun semakinterjepit oleh luapan parkir dari bangunan-bangunan yang ada di sekiling alun-alun

B. Analisi Kawasan Alun-alun Merdeka Malang

Pusat kota yang berperan sebagai simpul aktifitas kota didukung oleh letak geografis Kota Malang yang cukup strategis menjadikan kota tersebut makin maju dan berkembang disegala bidangnya. Potensi internal ini diwujudkan dalam perkembangan terutama sektorperdagangan dan jasa. Oleh sebab itu, segenap potensi yang ada sebaiknya dapatdikendalikan, agar kawasan dapat dioptimalkan secara rasional.

1.  Analisis Visual Kawasana. Karakter Kawasan Dalam kawasan alun-alun Malang dapat ditelaah dua elemen rona

kawasan utama yangmemiliki karakteristik khas, yaitu:1. Elemen ruang terbuka: Alun-alun sebagai ruang terbuka hijau kota semula hanya berupa pelataran. Dalamperkembangan-nya, terdapat pola pertamanan,street furniture,dan penempatan parkirkendaraan di alun-alun yang seakan membatasi gerak manusia dalam ber-interaksidengan ruang luarnya. Sebagaiurban mass,alun-alun semakin terjepit oleh luapanparkir dari bangunan-bangunan yang ada di sekiling alun-alun.

Page 38: Tipologi Dan Morfologi Kawasan Alun Kota & Bundar Malang

b. Tata Ruang dan Massa Bangunan

Pola tata ruang kawasan alun-alun tidak terlepas dari sistem dan distribusi pusatkegiatan di sekitar kawasan alun-alun Malang. Jaringan dan sistem sirkulasi kota telahmerangsang pusat kegiatan ekonomi di kawasan alun-alun, seperti pertokoan danperbelanjaan yang mendominasi struktur ruang kawasan.Pola ruang terbuka (open space)  alun-alun tidak boleh digunakan sebagai peluberanaktifitas tempat parkir. Massa bangunan memiliki keseimbangan (balance) dengan ruang luar alun-alun, yang dalam perkembangannya mengalami ketidakseimbangan dengan ruang sekitarkawasan akibat pertumbuhan kawasan pertokoan dan jasa lainnya. Urban mass  yang berupa solid-mass maupun void-mass  terhadap struktur ruang pusatkawasan alun-alun menunjukkan daerah yang padat bangunan dan crowded (berdesak-desakan) bagi sirkulasi pejalan kaki maupun transportasi angkutan kota.

Kualitas Visual Karakter lingkungan melalui pemaknaan ruang akan mempengaruhi fungsi ruang dalam pengaturannya dengan komunikasi perilaku manusia sebagai pemakai ruang. Di kawasan alun-alun Malang, karakter visual lingkungan interaksi dengan diwarnai oleh berbagai bentuk,bangunan dan ruang serta perilaku manusianya. Perpaduan kedua hal tersebut dilakukan dengan melihat potensi kawasan – baik fisik,lokasi, aktifitas, dan pola tata guna lahannya terhadap pengembangan kawasan tersebut.Dari hasil analisa ini akan diperoleh suatu acuan bagi pembatasan aktifitas dan tata gunalahan kawasan pusat kota alun-alun Malang.

2. Analisis elemen ruang terbuka 

Alun-alun sebagai ruang terbuka hijau kota semula hanya berupa pelataran. Dalam perkembangan-nya, terdapat pola pertamanan, street furniture, dan penempatan parkirkendaraan di alun-alun yang seakan membatasi gerak manusia dalam ber-interaksi Kejelasan bentuk massa bangunan akan memperkuat kejelasan terhadap kehadiran suatutempat. Keterpaduan visual dan fasad akan memberikan citra pemakai terhadap karaktervisual. Kejelasan tata guna dan pengaturan tata bangunan terhadap ruang-ruang luar serta jaringan (lingkage) akan memudahkan masyarakat pemakai, mengenali kawasan dan kejelasan arah yang akan dituju. Hal ini berkaitan langsung terhadap kehadiran massabangunan yang ada di kawasan alun-alun Malang.

3. Analisis penyediaan tempat parkir

Parkir merupakan perantara bagi orang yang mempergunakan sarana transportasimenuju ke tempat pedestrian sebelum menuju ke tempat tujuan akhirnya. Tempat parkirsebagai tempat pemberhentian kendaraan harus tetap sedekat mungkin dengan tujuan

Page 39: Tipologi Dan Morfologi Kawasan Alun Kota & Bundar Malang

yanghendak dicapai. Idealnya dekat dengan pintu yang dilalui dan masih di dalam lingkuppencapaian si pemarkir.

Pada kondisi eksisting, di kawasan alun-alun Malang perletakan tempat parkir sudahsemakin meluber hingga memakan sebagian tempat di alun-alun. Hal ini dirasa cukupmengganggu manusia yang ingin melakukan aktifitas non-formal di alun-alun, karena ruangyang seharusnya digunakan untuk bersantai menjadi semakin berkurang oleh pemanfaatansebagian ruang bagi kepentingan tempat parkir. Penyediaan tempat parkir hendak-nya cukup disediakan oleh masing-masing bangunanyang ada di kawasan alun-alun.Indoor parking lebih sesuai karena pencapaian ke tempattujuan bisa dilakukan sedekat mungkin. Dengan demikian tingkat kenyamanan, keamanandan jarak tempuh ke tujuan akan semakin berkurang

4. Analisis penyediaan pedestrian ways

Penyediaan pedestrian sebagai prasarana pejalan kaki harus mem-perhatikankualitasnya terhadap faktor material, faktor keamanan, dan kenyamanan. Hal tersebutsangat penting, mengingat pedestrian meru-pakan prasarana pejalan kaki yang sangatdibutuhkan oleh masyarakat terutama bagi mereka yang memerlukan jarak capai yang lebihdekat ke tempat tujuan.

Prasarana pejalan kaki yang ada dinilai cukup bagus namun perlu pelebaran, khususnyatrotoar, karena kondisi eksisting saat ini sekedar sebagai pelengkap. Disamping itu, perludiperhatikan faktor keamanan dan kenyamanannya; seperti masih adanya penempatan tianglistrik yang memakan ruang pada trotoar bahkan hingga menjorok ke jalan. Penempatantiang listrik yang ada di depan Kantor Kabupaten, Bank Lippo, Pertokoan Ria, PertokoanSarinah, Kantor Pos dan Giro, serta Hotel Pelangi harus dipindahkan ke tempat yang lebihmenjamin tingkat keamanan dan kenyamanan pejalan kaki.

Tipologi Elemen Hardscape Alun-Alun Kota• Pagar • Pedestrian Ways• Perkerasan • Area Parkir • Bangku Taman• Lampu Taman• Pot Bunga • Bebatuan • Tempat Sampah Tipologi Elemen Softscape Alun-Alun Kota• Vegetasi - Pohon Beringin - Pohon Palem - Pohon Cemara

Page 40: Tipologi Dan Morfologi Kawasan Alun Kota & Bundar Malang

- Rerumputan - Perdu - Semak-semak • AirTipologi Bangunan di sekitar Kawasan Alun-Alun Kota Berdasarkan Fungsi• Bangunan Komersial • Bangunan Pemerintahan • Bangunan Peribadatan • Bangunan Jasa • Bangunan Akomodasi Tipologi Bangunan di sekitar Kawasan Alun-Alun Kota Berdasarkan Langgam Bangunan• Langgam Bangunan Kolonial • Langgam Bangunan Klasik • Langgam Bangunan Modern Tipologi Karakteristik Kawasan berdasarkan Elemen Ruang Terbuka• Pola Pertamanan • Street Furniture• Penempatan Parkir • Urban Mass

3.2.3 Komparasi

1. Berdasarkan pola aktivitasDi alun-alun tugu berdasarkan aktivitas pengunjung lebih sepi daripada di

alun-alun merdeka. Karena lingkungan di sekitar alun-alun tugu lebih bersifat privat, sedangkan di kawasan alun-alun merdeka bersifat public, yaitu banyaknya tempat-tempat perbelanjaan, masjid, dan toko buku.

Aktivitas yang terdapat di alun-alun tugu yaitu untuk survey, rekreasi, dan kegiatan-kegiatan acara instansi setempat.

Sedangkan aktivitas di alun-alun merdeka lebih spesifik, yaitu terdapat orang yang berjualan, rekreasi, survey, anak-anak kecil yang bermain, menikmati air mancur, orang beristirahat setelah mereka berbelanja, orang yang akan atau dari masjid, dan lain-lain.

Berdasarkan hal tersebut sangat berbeda sekali antara pola aktivitas yang terda[at di alun-alun tugu dan di alun-alun merdeka. Namun fungsi secara aktivitas dari keduanya itu sama, yaitu suatu tempat berkumpul bagi masyarakat yang terdapat di tengah kota.

2. Berdasarkan penggunaBerdasarkan pengguna tempat, kedua alun-alun itu juga memiliki banyak

sekali perbedaan. Karena bisa dilihat dari lingkungan sekitar yang mempengaruhinya.Dari hal tersebut dapat diketahui bahwa alun-alun tugu lebih sepi daripada

alun-alun merdeka. Karena lingkungan di alun-alun merdeka sangat spesifik sekali, apalagi lingkungan alun-alun merdeka termasuk pusat kegiatan masyarakat kota,

Page 41: Tipologi Dan Morfologi Kawasan Alun Kota & Bundar Malang

semua fasilitas dan tempat perbelanjaan berada disana. Sehingga alun-alun merdeka lebih sering dan bayak peng8unjung daripada alun-alun tugu.

3. Berdasarkan elemen solid voidElement solid di sekitar alun-alun tugu yaitu berupa bangunan-bangunan yang

berfungsi sebagai bangunan pendidikan, akomodasi, pemerintahan dan pertahanan. Sedangkan di kawasan alun-alun merdeka hampir sama, namun disana terdapat pusat perbelanjaan.

Pada elemen void, yaitu perkiran. Di kawasan alun-alun tugu tidak terdapat rea parkir untuk mobil maupun motor. Hal ini terjadi, mungkin karena jumlah pengunjung yang tidak terlalu banyak dan intensitas pengunjung yang tida terlalu sering. Sedangkan di laun-alun merdeka sangat berbanding terbalik. Kawasan alun-alun merdeka dikelilingi oleh area parkir kendaraan bermotor, baik kendaraan pribadi maupun kendaraan umum. Suasana yang seperti itu sangat terlihat crowded, sehingga citra dai alun-alun yang merupakan suatu tempat berkumpulnya warga, sangat terlihat sekali.

Page 42: Tipologi Dan Morfologi Kawasan Alun Kota & Bundar Malang

BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

Alun-alun tugu dan alun-alun merdeka, keduaanya memiliki fungsi yang sama yaitu sebagai ruang berkumpul untuk masyarakat, sebagai ruang terbuka hijau yang terdapat di tengah kota, elemen-elemen ruang terbuka dan sebagai landmark kota. Namun keduanya juga memiliki perbedaan, dari segi sejarah, langgam bangunan disekitar, pola aktivitas dan pengguna alun-alun.

Tujuan mempelajari tpologi alun-alun tugu dan alun-alun merdeka yaitu untuk mengetahui dan mempelajari tipe-tipe dan karakterisik dari kedua alun-alun tersebut. Sedangkan tujuan mempelajari morfologi alun-alun tugu dan alun-alun merdeka yaitu untuk mempelajari dan mengetahui perkembangan kedua alun-alun tersebut mulai dari dulu awal terbentuknya sampai keadaan saat ini.

Page 43: Tipologi Dan Morfologi Kawasan Alun Kota & Bundar Malang

DAFTAR PUSTAKA