tutorial a blok 14.docx

104
LAPORAN TUTORIAL SKENARIO A BLOK 14 Disusun oleh: KELOMPOK 11 Nisrina Ariesta (04111001011) K. M. Dimas A. (04111001021) M. Reza Pahlevi (04111001032) Vindy Cesariana (04111001037) Agien Tri Wijaya (04111001041) Yuni Paradita Djunaidi (04111001042) Arasy Al Adnin (04111001044) Kiki Rizki Arinda (04111001075) Lina Wahyuni Hrp. (04111001093) Dodi Maulana (04111001096) Diva Zuniar Ritonga (04111001108) Veranika Santiani (04111001136) Randa Deka P. (04111001141) Tutor: dr. Asmarani M.Kes

Transcript of tutorial a blok 14.docx

Page 1: tutorial a blok 14.docx

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO A BLOK 14

Disusun oleh:KELOMPOK 11

Nisrina Ariesta (04111001011)

K. M. Dimas A. (04111001021)

M. Reza Pahlevi (04111001032)

Vindy Cesariana (04111001037)

Agien Tri Wijaya (04111001041)

Yuni Paradita Djunaidi (04111001042)

Arasy Al Adnin (04111001044)

Kiki Rizki Arinda (04111001075)

Lina Wahyuni Hrp. (04111001093)

Dodi Maulana (04111001096)

Diva Zuniar Ritonga (04111001108)

Veranika Santiani (04111001136)

Randa Deka P. (04111001141)

Tutor: dr. Asmarani M.Kes

PENDIDIKAN DOKTER UMUM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSTAS SRIWIJAYA

TAHUN 2012

Page 2: tutorial a blok 14.docx

KATA PENGANTAR

Pertama-tama marilah kita mengucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha

Kuasa karena atas berkat, rahmat, dan karunia-Nya lah kami dapat menyusun laporan tutorial

blok 13 ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

Laporan ini merupakan tugas akhir dari prosesi tutorial yang telah kami lakukan selama

dua kali secara berkelompok.

Laporan ini berisi hasil seluruh kegiatan tutorial blok 14 dengan membahas skenario A.

Di sini kami membahas sebuah kasus yang kemudian dipecahkan secara kelompok berdasarkan

sistematikanya mulai dari klarifikasi istilah, identifikasi masalah, menganalisis, meninjau ulang

dan menyusun keterkaitan antar masalah, serta mengidentifikasi topik pembelajaran. Dalam

dinamika kelompok ini pula ditunjuk moderator serta notulis.

Bahan laporan ini kami dapatkan dari hasil diskusi antar anggota kelompok, text book,

jurnal, dan media internet.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih setulus-tulusnya kepada Tuhan Yang Maha

Kuasa, orang tua, tutor, dan para anggota kelompok yang telah mendukung baik moril maupun

materil dalam pembuatan laporan ini. Kami mengakui dalam penulisan laporan ini terdapat

banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami memohon maaf dan mengharapkan kritik serta saran

dari pembaca demi kesempurnaan laporan kami di kesempatan mendatang. Semoga laporan ini

dapat bermanfaat bagi para pembaca. Terima kasih.

Palembang, Januari 2013

Penulis

2

Page 3: tutorial a blok 14.docx

Daftar Isi

Halaman Judul........................................................................................................1

Kata Pengantar........................................................................................................2

Daftar Isi.................................................................................................................3

Hasil Tutorial dan Belajar Mandir..........................................................................

I. Skenario....................................................................................4

II. Klarifikasi Istilah....................................................................................5

III. Identifikasi Masalah...............................................................................6

IV.Analisis Masalah....................................................................................7

V. Hipotesis....................................................................................30

VI.Keterkaitan Antar Masalah...........................................................31

VII. Identifikasi Topik Pembelajaran.....................................................32

VIII. Sintesis ...............................................................................33

IX. Kerangka Konsep.................................................................................67

X. Kesimpulan.............................................................................68

Daftar Pustaka..………………………………………………………………….69

3

Page 4: tutorial a blok 14.docx

I. Skenario

Skenario A Blok 14 Tahun 2012/2013

Anamnesis

Tn. B, 35 tahun, mempunyai BB 95 kg dan TB 165 cm, datang ke Poliklinik Khusus Endokrin &

Metabolisme RSMH Palembang dengan keluhan utama merasa mudah lelah sejak 3 bulan yang

lalu. Dia juga mengeluh merasa cepat haus dan lapar sejak 2 bulan yang lalu disertai sering

buang air kecil di malam hari. Di samping itu ia juga mengeluh kesemutan dan gatal-gatal

seluruh tubuh sejak 6 bulan yang lalu. Dari anamnesis juga diketahui bahwa Tn. B mempunyai

riwayat keluarga menderita hipertensi (ayah) dan diabetes (ibu dan kakek).

Pemeriksaan Fisik :

Tekanan darah 160/95 mmHg, achanthosis nigricans, obesitas sentral dengan lingkar perut

120 cm

Pemeriksaan Laboratorium

Rutin : Hb 14 g%, Ht 42%, leukosit 7600 mm3, trombosit 165.000/ mm3

Gula darah puasa 277 mg/dLHbA1C 8,6%OGTT (puasa) 146 mg/dL; (2 jam post prandial) 246 mg/dLTotal protein 7,7 g/dLAlbumin 4, g/dLGlobulin 2,9 g/dLUreum 22 mg/dLKreatinin 0,6 mg/dLSodium 138 mmol/lPotasium 3,6 mmol/l

Total Cholesterol 270 mg/dLCholesterol LDL 210 mg/dLCholesterol HDLTrigliserida 337 mg/dL

Urinalisis : Urin reduksi +2, mikroalbumin (+)

4

Page 5: tutorial a blok 14.docx

II. Klarifikasi Istilah

Endokrin : berkenaan dengan sekresi hormonal

Hipertensi : tingginya tekanan darah arteri secara persisten

Diabetes : kelainan yang ditandai dengan ekskresi urin yang banyak

Acanthosis nigricans : achanthosis diffuse seperti beludru dengan pigmentasi gelap,

khususnya di ketiak (hiperpigmentasi di lipatan kulit)

Obesitas sentral : deposit utama lemak tubuh yang terlokalisasi di sekitar perut dan

tubuh bagian atas

HbA1c : pemeriksaan jumlah glukosa dalam darah (1-3 bulan)

OGTT : tes untuk mengukur kadar glukosa dengan berpuasa semalam

Cholesterol : eukariotik sterol yang merupakan prekursor asam empedu dan

hormon steroid serta merupakan unsur terpenting dalam membran

sel

Urin reduksi : pemeriksaan kadar glukosa dalam urin

Mikroalbuminuria : peningkatan albumin urin yg sangat sedikit

5

Page 6: tutorial a blok 14.docx

III. Identifikasi Masalah

1. Tn. B (35 tahun, BB 95 kg, TB 165 cm) mempunyai keluhan utama merasa mudah lelah

sejak 3 bulan yang lalu

2. Sejak 2 bulan lalu mengeluh merasa cepat haus dan lapar, serta sering buang air pada

malam hari

3. Sejak 6 bulan lalu mengeluh kesemutan dan gatal-gatal

4. Mempunyai riwayat hipertensi (ayah) dan diabetes (ibu dan kakek)

5. Pemeriksaan fisik

6. Pemeriksaan labor

7. Urinalisis

6

Page 7: tutorial a blok 14.docx

IV. Analisis Masalah

1. Tn. B (35 tahun, BB 95 kg, TB 165 cm) mempunyai keluhan utama merasa mudah

lelah sejak 3 bulan yang lalu

a. Berapa IMT dan interpretasinya Tn. B?

IMT = BB (kg)

(TB(m))2

IMT = 95 kg

(1,65 m)2 = 34,89kg/m2

IMT = 34,89

Berdasarkan klasifikasi berat badan orang Eropa- Asia (WHO 1998) yaitu,

Klasifikasi IMT (kg/m2 ) - Eropa IMT (kg/m2 ) - Asia

Kurus <18,5 <18,5

Normal 18,5-24,9 18,5-22,9

Kegemukan

Pre-obes

Obes I

Obes II

Obes III

≥25

25-29,9

30-34,9

35-39,9

≥40

≥23

23-24,9

25-29,9

≥30

dapat diperkirakan bahwa Tn.B (orang Indonesia-Asia) termasuk dalam golongan orang

dengan obesitas II.

Berat badan ideal untuk Tn. B diukur dengan cara Broca, yaitu;

BB ideal = (Tinggi Badan – 100) – 10% (Tinggi Badan – 100)

= (165-100) – 10%(165-100)

= 65-6,5 = 58,5 kg

b. Resiko penyakit yang bisa dialami oleh orang obesitas?

Resiko Penyakit Jantung

Resiko serangan jantung, gagal jantung kongestif, kematian mendadak,

7

Page 8: tutorial a blok 14.docx

angina, ataupun nyeri dada meningkat pada orang yang kelebihan berat badan

(overweight) atau obesitas. Obesitas juga dikaitkan dengan tekanan darah

tinggi, kadar trigliserida yang tinggi dan penurunan kolesterol HDL

(kolesterol baik).

Resiko Stroke

Aterosklerosis, atau penyempitan pembuluh darah, yang dapat menyebabkan

pembekuan darah, adalah kondisi yang mengawali banyak kasus stroke.

Aterosklerosis dipicu oleh tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, merokok,

dan kurang olahraga. Obesitas juga dikaitkan dengan diet atau pola makan

yang tinggi lemak, meningkatnya tekanan darah, dan kurang olahraga. Jadi

obesitas sekarang dianggap sebagai faktor resiko sekunder yang sangat

penting untuk stroke.

Resiko Diabetes Tipe 2

Kenaikan berat badan sebesar 5 – 10 kg dari berat badan yang sehat akan

meningkatkan resikoseseorang terkena diabetes tipe 2 sebesar dua kali

lipat daripada orang yang tidak mengalami kelebihan berat badan. Lebih dari

80 persen penderita diabetes diketahui mengalami kelebihan berat badan

ataupun obesitas.

Resiko Kanker

Obesitas dikaitkan dengan peningkatan resiko beberapa jenis kanker,

termasuk kanker endometrium (kanker pada lapisan rahim), usus besar,

kandung empedu, prostat, ginjal, dan kanker payudara pasca-menopause.

Wanita yang mengalami peningkatan berat badan lebih dari 10 kg dari usia 18

tahun sampai usia paruh baya meningkatkan resikoterhadap kanker payudara

pasca-menopause sebesar dua kali lipat dibandingkan dengan wanita yang

berat badannya tetap stabil.

Resiko Fatty Liver atau Perlemakan Hati

Penyebab utama dari penyakit perlemakan hati non alkoholik adalah resistensi

insulin, sebuah gangguan metabolisme di mana sel-sel menjadi tidak sensitif

terhadap efek insulin. Salah satu faktor resikoyang paling umum untuk

resistensi insulin adalah obesitas, terutama obesitas sentral. Studi

8

Page 9: tutorial a blok 14.docx

menunjukkan adanya hubungan yang sangat erat antara obesitas dan derajat

kerusakan hati.

Resiko Penyakit Kandung Empedu

Resiko batu empedu adalah sekitar 3 kali lebih besar pada orang obese

dibandingkan dengan orang non-obese.

Resiko Gangguan Pernafasan

Obstructive sleep apnea (yaitu terganggunya pernafasan saat tidur) lebih

umum terjadi pada orang gemuk. Obesitas dikaitkan dengan peningkatan

resiko terjadinya asma dan bronkitis berat, serta obesitas sindrom

hipoventilasi dan insufisiensi pernapasan.

Resiko Arthritis

Gangguan muskuloskeletal, termasuk osteoarthritis, jauh lebih umum terjadi

di antara pasien obesitas, terutama pasien yang didiagnosis dengan obesitas

kronis. Studi kesehatan menunjukkan bahwa obesitas adalah prediktor kuat

untuk gejala osteoartritis, terutama di lutut. Resiko osteoartritis meningkat

setiap kenaikan 1 kg berat badan.

c. Bagaimana hubungan antara BB, jenis kelamin dan umur dengan keluhan utama

Tn. B?

Hubungan antara BB, jenis kelamin dan umur saling mendukung terhadap

keluhan yang terjadi. Berdasarkan BB Tn. B yang 95 Kg dan tinggi 165 cm

didapatkan IMTnya 34.894. Dengan IMT yang demikian maka kita dapat

menggolongkan Tuan B kedalam kategori obesitas tipe 2. Seperti diketahui bahwa

obesitas terjadi karena akumulasi oleh total kolesterol, trigliserida, LDL, dan derivat

lemak lainnya. Jenis kelamin laki-laki memperparah keadaan peningkatan kadar lipid

nya, karena tidak seperti wanita yang memiliki kadar estrogen yang cukup untuk

membantu menstimulasi pembentukan HDL untuk membawa LDL yang mudah

teroksidasi dari jaringan ekstrahepatik ke hepar untuk diregulasi. Oleh karena itu lah

hal ini memperparah keadaan obesitasnya. Data menunjukkan bahwa orang yang

berusia 20—40 tahun ke atas berisiko untuk obesitas. Pada laki-laki sering ditemui

obesitas sentral.

9

Page 10: tutorial a blok 14.docx

d. Bagaimana mekanisme dari mudah lelah?

Mekanisme lelah

1. Hal ini disebabkan resistensi insulin yang dialami Tn. B, sehingga terjadi

gangguan pada sel-sel tubuhnya untuk menggunakan glukosa yang ada di plasma

walaupun kadar glukosa darah yang tinggi, dan pada akhirnya aktifitas

pembentukan energi yang berasal dari glukosa menjadi berkurang dan energi yang

terbentuk pun sedikit sekali astenia (kurangnya energi)

2. Bila jumlah glukosa yang memasuki tubulus ginjal dalam filtrat glomerolus

meningkat diatas kadar kritis , hal ini secara normal dapat timbul bila konsentrasi

glukosa darah meningkat diatas 180 mg/dl, suatu kadar yang disebut sebagai nilai

ambang darah untuk timbulnya glukosa dalam urin volume urin meningkat akibat

terjadinya diuresis osmotik dan kehilangan air yang bersifat obligatorik pada saat

yang bersamaan (poliuria) kejadian ini selanjutnya menyebabkan dehidrasi

(hiperosmolaritas). Glukosuria menyebabkan kehilangan kalori yang cukup besar

(4,1 kkal untuk setiap gram karbohidrat yang disekresikan keluar) sehingga hal ini

menyebabkan Tn. B merasa lelah yang berlebihan.

e. Bagaimana metabolisme lemak, karbohidrat dan protein pada Tn. B?

Gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein pada Tn.B disebabkan

oleh berkurangnya sekresi insulin/ penurunan sensitivitas jaringan terhadap insulin.

Seperti pada keabnormalitasan yang dialaminya, diantaranya:

Hiperglikemia -> karbohidrat dimetabolisme di dalam tubuh menjadi glukosa.

Glukosa ini kemudian akan beredar di aliran darah untuk diambil oleh sel-sel dengan

menggunakan hormon insulin. Pada penderita diabetes tipe 2 maupun sindroma

metabolik, terjadi resistensi insulin, sehingga glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel.

Hal ini mengakibatkan kadar glukosa tetap tinggi di dalam darah, sehingga memicu

terjadinya hiperglikemia.

Dislipidemia -> peningkatan trigliserida (>150 mg%) dan penurunan kolestrol

HDL (< 40 mg% pada pria) merupakan dislipidemia yang khas pada sindroma

metabolik. Peningkatan trigliserida plasma diduga akibat peningkatan masukan asam

10

Page 11: tutorial a blok 14.docx

lemak bebas ke hati sehingga terjadi peningkatan trigliserida. Namun, peningkatan

trigliserida ini tidak hanya diakibatkan oleh peningkatan masukan asam lemak bebas

ke hati. Penurunan kolesterol HDL disebabkan oleh peningkatan trigliserida sehingga

terjadi transfer trigliserida ke HDL. Namun, pada subyek resistensi insulin dengan

kadar trigliserida normal, juga ditemukan penurunan kolesterol HDL. Diduga

mekanismenya adalah gangguan masukan lipid post prandial pada kondisi resistensi

insulin sehingga terjadi gangguan produksi Apolipoprotein A-I (Apo A-1) oleh hati

yang selanjutnya mengakibatkan penurunan HDL.

Kolesterol LDL biasanya normal, namun mengalami perubahan sturktur menjadi

small dense LDL. Pada kasus ini, terjadi peningkatan LDL. Peningkatan LDL juga

diduga berhubungan dengan peningkatan trigliserida. Di hati trigilserida dikemas

sebagai VLDL bersama dengan kolesterol, fospolipid, dan protein yang kemudian

dilepaskan ke sirkulasi darah. VLDL ini dimetabolisme oleh LPL di endotel kapiler.

Trigliserida ini akan dilepaskan dan kemudian disimpan di adiposit.VLDL ini juga

diubah menjadi LDL setelah kehilangan trigliserida.

2. Sejak 2 bulan lalu mengeluh merasa cepat haus dan lapar, serta sering buang air

pada malam hari

a. Bagaimana mekanisme dari :

i. Cepat haus

Tingginya kadar glukosa darah (hiperglikemia) puasa dan

postprandial akan meningkatkan viskositas darah, dan hal ini akan

memicu rangsangan rasa haus yang bertujuan untuk menurunkan

viskositas darah. Selain itu, darah yang mengandung sangat banyak

glukosa ini, akan segera dikeluarkan oleh ginjal ketika telah

melewati ambang batas ginjal terhadap glukosa, maka timbul

glikosuria. Glikosuria ini akan meningkatkan diuresis osmotik yang

meningkatkan pengeluaran urin (poliuria). Karena banyak urin yang

keluar maka tubuh kehilangan banyak cairan. Kehilangan cairan ini

akan meningkatkan rasa haus yang meningkatkan asupan cairan dari

luar (polidipsia).

11

Page 12: tutorial a blok 14.docx

ii. Cepat lapar

Penumpukan sel adiposa menyebabkan terjadinya resistensi insulin

sehingga transpor glukosa ke sel terganggu. Hal ini menyebabkan sel

kekurangan energi sehingga merangsang pusat lapar di

hipothalamus.

iii. Sering buang air pada malam hari

Tuan B ini mengalami hiperglikemia atau peningkatan kadar

glukosa darah. Peningkatan kadar glukosa darah menyebabkan

osmolaritas darahnya juga meningkat sehingga viskositas darahnya

juga meningkat. Peningkatan viskositas darah Tuan B ini

merangsang ginjal untuk mengeluarkan gula yang berlebihan

didalam darah sehingga terjadilah pengeluaran urin yang sering atau

berlebihan akibat peningkatan kadar glukosa darah yang disebut

12

obesitas

Penumpukan sel adiposa

TNF alfa , IL-6 , adiponektin , leptin , resistin , PAI-1

Resistensi insulin

Gangguan transpor glukosa ke sel

Sel kekurangan energi

Mempengaruhi pusat lapar di otak

Polifagi

Page 13: tutorial a blok 14.docx

dengan poliuria. Tingginya kadar glukosa ini merupakan akibat dari

hiperglikemia yang terjadi karena adanya resistensi insulin.

b. Bagaimana hubungan antara keluhan (cepat haus, lapar, buang air di

malam hari) yang terjadi sejak 2 bulan lalu dengan keluhan utama (mudah

lelah)?

Suatu keadaan yang hiperglikemia akan mempengaruhi kerja tubulus

ginjal mengingat perannya untuk mereabsorbsi kembali glukosa. Kadar

glukosa yang dapat ditoleransi oleh ginjal hanya mencapai 160-180 mg/dl.

Jika lebih dari kadar tersebut maka akan terjadi Glukosuria, glukosa keluar

bersama urine. Pengeluaran kadar glukosa yang tinggi ini membutuhkan air

yang cukup banyak. Pada kasus Tn. B, kemungkinan terjadi gangguan

reseptor insulin untuk mengaktifkan GLUT 4 yang akan membawa glukosa

masuk ke dalam sel. Keadaan ini akan menimbulkan hiperglikemik pada ECF

dan hipoglikemik ICF, memaksa tubuh untuk mempertahankan homeostasis

dengan cara pengeluaran urine yang meningkat, poliuri.

Setelah terjadi poliuria maka kadar glukosa darah akan menurun tetapi

bersamaan dengan itu, air yang digunakan untuk tansport glukosa juga telah

banyak hilang sehingga akan menyebakan respon rasa haus pada hipotalamus

Gangguan insulin dan reseptornya membuat glukosa tidak dapat masuk ke

dalam sel sehingga proses glikolisis juga terganggu, akhirnya energi yang

dihasilkan akan berkurang dan menyebabkan lemas. Disamping itu sel

kekurangan glukosa akan menyebabkan respon untuk makan banyak.

c. Bagaimana dampak dari cepat haus, lapar dan sering buang air pada

malam hari dengan kondisi Tn. B?

- Rasa Lapar meningkat

Gejala meningkatnya nafsu makan sering disebut juga poliphagi.

Gejala ini muncul karena berkurangnya cadangan gula di dalam tubuh,

walaupun sebenarnya kadar gula dalam darah tinggi. Hal ini disebabkan

ketidakmampuan insulin dalam mendistribusikan gula sebagai sumber

13

Page 14: tutorial a blok 14.docx

energi dalam tubuh sehingga membuat tubuh merasa lemas. Akibatnya

penderita diabetes sering muncul keinginan untuk makan terus menerus.

- Rasa Haus meningkat

Gejala meningkatnya rasa haus disebut juga polidipsi. Gejala ini

muncul akibat tubuh terlalu banyak mengeluarkan urine sehingga

keinginan untuk minum terus menerus tidak dapat dihindari sebagai

pengganti cairan yang keluar. Rasa haus ini akan muncul terus menerus

selama kadar gula dalam darah tidak terkontrol dengan baik. Sebaliknya

minum secara terus menerus dapat menyebabkan penderita ingin buang air

kecil terus menerus.

- Poliuria

Poliuria merupakan salah satu tanda khas dari diabetes (selain

polidipsia, polifagia). Poliuria berkaitan dengan hiperglikemia. Di ginjal,

pada saat filtrasi glukosa akan masuk ke kapsul bowmann kemudian

menuju tubulus renalis proximalis. Disana glukosa akan direabsorpsi

masuk ke dalam aliran darah di ginjal. Penyerapan glukosa ini dilakukan

secara transpor aktif (menggunakan energi). Hal ini menyebabkan adanya

ambang batas glukosa yang diserap di ginjal, yaitu 160-180 mg/dl. Akibat

dari kelebihan jumlah glukosa yang masuk ke ginjal (tubulus renalis),

masih ada glukosa yang tidak terserap ke dalam aliran darah. Sifat glukosa

adalah mudah berikatan dengan air, sehingga reabsorpsi air menurun.

Banyaknya glukosa yang masih beredar di tubulus renalis juga

menyebabkan peningkatan tekanan osmotik pada tubulus renalis. Hal ini

yang kemudian akan menyebabkan poliuria. Gejala ini biasanya sering

muncul pada malam hari ketika penderita diabetes sedang istirahat malam,

dimana pada saat itu kadar gula dalam darah relatif lebih tinggi daripada

siang hari.

3. Sejak 6 bulan lalu mengeluh kesemutan dan gatal-gatal

a. Bagaimana mekanisme dari :

i. Kesemutan

14

Page 15: tutorial a blok 14.docx

Neuropati dan katarak pada diabetes disebabkan oleh gangguan

jalur poliol (glukosa sorbitol fruktosa) akibat kekurangan

insulin. Pada jaringan saraf, terjadi penimbunan sorbitol dan fruktosa

serta penurunaan mioinositol yang menimbulkan neuropati.

Perubahan biokimia pada jaringan saraf akan mengganggu kegiatan

metabolik sel-sel Schwann dan menyebabkan hilangnya akson.

Kecepatan konduksi motorik akan berkurang pada tahap dini

pperjalanan neuropati. Selanjutnya timbul nyeri, parestesia

(kesemutan), berkurangnyan sensasi getar dan proprioseptik, dan

gangguan motorik yang disertai hilangnya refleks-refleks tendon

dalam, kelemahan otot, dan atrofi.

ii. Gatal- gatal seluruh tubuh

Keadaan hiperglikemi dapat menyebabkan gangguan fagositosis

(immune compromise) sehingga dapat memicu terjadinya infeksi

opurtunistik seperti jamuran dan menimbulkan rasa gatal-gatal

(itching).

Candida albicans adalah jenis jamur yang menyebabkan gangguan

kulit bagi penderita diabetes. Wanita cenderung terinfeksi di vagina.

Sering terjadi pada sudut mulut (angular cheilitis, menyerupai

sobekan), diantara jari kaki, kuku (onikomikosis). Jamur ini

menyebabkan gatal, kemerahan, bisul dan kerak. Infeksi jamur yang

paling umum adalah kadas, kurap dan kutu air.

Selain itu kulit yang kering atau gangguan sirkulasi pembuluh

darah pada daerah tersebut dapat menimbulkan gatal-gatal.

b. Bagaimana hubungan antara kesemutan dan gatal-gatal dengan KU?

Efek klinis yang ditimbulkan dari keadaan hiperglikemi adalah gangguan

pada pembuluh darah dan saraf (neurophatic symptom) yang dapat

menyebabkan kesemutan, nyeri ujung kaki dan rasa baal. Selain itu keadaan

15

Page 16: tutorial a blok 14.docx

hiperglikemi juga dapat menyebabkan gangguan fagositosis (immune

compromise) sehingga dapat memicu terjadinya infeksi opurtunistik seperti

jamuran dan menimbulkan rasa gatal-gatal (itching).

4. Mempunyai riwayat hipertensi (ayah) dan diabetes (ibu dan kakek)

a. Bagaimana hubungan antara genetik dengan kondisi Tn. B?

Diabetes mellitus adalah penyakit multifaktorial inheritence. Keturunan

atau herediter hanya sebagai faktor predisposisi, yang dipengaruhi oleh

lingkungan dan gaya hidup. Hipertensi yang memiliki predisposisi genetik

adalah hipertensi primer.

Ibu Tn. B menderita diabetes. Apabila seorang wanita memiliki kadar

glukosa yang tinggi selama masa kehamilan, maka fetus akan ikut melakukan

proses adaptasi dengan cara meningkatkan kerja insulin yang dihasilkan sel β

pulau Langerhans dan kemungkinan besar Tn. B dilahirkan alam kondisi giant

baby. Hal itu pula yang memicu perubahan nilai normal pusat lapar pada Tn.

B sehingga ia memiliki nafsu makan yang lebih besar dibandingkan anak-anak

normal.

Dan salah satu penyebab resistensi insulin, ialah diakibatkan karena

mutasi pada kromosom 7p, mutasi GLUT 2 dan GLUT 4, mutasi gen

pengkode insulin, serta mutasi pada gen pengkode reseptor insulin yang

berkaitan dengan faktor genetic

b. Kemungkinan yang terjadi pada anak dari ayah hipertensi dan ibu

diabetes?

Mati rasa dan gatal pada Mr. B disebabkan telah terjadinya salah satu

komplikasi DM, yaitu neuropati. Pada neuropati terjadi kerusakan saraf

perifer akibat hiperglikemi. Kerusakan saraf perifer ini menyebabkan

turunnya sensitifitas atau mati rasa seperti pada jari tangan, dan terjadinya

sensasi gatal. Rasa gatal ini juga terkait adanya penurunan NGF yang terjadi

pada penderita DM. penurunan NGF ini menyebabkan regulasi neuropeptida

16

Page 17: tutorial a blok 14.docx

substansi P yang merangsang sel mast mengeluarkan histamin, memediasi

rasa gatal pada kulit menjadi tidak terkontrol.

5. Pemeriksaan fisik

a. Bagaimana interpretasi, mekanisme, dan pengaruhnya terhadap keluhan

dari :

i. Tekanan Darah 160/95 mmHg

Berdasarkan klasifikasi tekanan darah dari JNC7, maka tekanan

darah diklasifikasikan sebagai berikut,

Kriteria Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Normal < 120 < 80

Prehypertension 120 - 139 80 - 89

Stage I

hypertension

140 - 159 90 - 99

Stage II

hypertension

> 160 > 100

Dari klasifikasi tersebut, Tn. B termasuk hipertensi tahap 1.

17

Page 18: tutorial a blok 14.docx

Mekanisme

Sumber :Ganbar 10-12 dari Buku Ajar Patologi ed 7 oleh Kumar, Vinay et al.

EGC

Hubungan hipertensi dengan keadaan Tn. B pada skenario adalah

bahwa kemungkinan hipertensi yang terjadi pada Tn. B diturunkan

secara genetis oleh ayah Tn. B. Faktor lingkungan juga mungkin

memodifikaso ekspresi gen pada peningkatan tekanan. Stress,

18

Volume plasma dan ECF

Curah Jantung (autoregulasi)

Resistensi perifer

Ketebalan Dinding Pembuluh darah

Hormon natriuretik reaktivasi

vaskular

Hipertensi

Retensi garam dan air

Ekskresi natrium kurang memadai

Defek dalam homeostasis natrium ginjal

Defek dalam pertumbuhan dan struktur otot polos pembuluh

Vasokonstriksi fungsional

Pengaruh LingkunganPengaruh Genetik

Page 19: tutorial a blok 14.docx

kegemukan, merokok, aktivitas fisik kurang, dan konsumsi garam

dalam jumlah besar dianggap sebagai faktor eksogen dalam

hipertensi.

ii. Achanthosis nigricans

Acanthosis Nigricans merupakan penebalan kulit seperti beludru yang berwarna kehitaman pada kulit atau hiperpigmentasi kulit pada daerah lipatan tubuh. Biasanya terjadi pada ketiak, belakang leher, lipatan tangan dan pusar. Tingginya kadar insulin di plasma diperkirakan berkontribusi pada pengembangan acanthosis nigricans. Hal ini terjadi karena jumlah insulin yang tidak berikatan dengan reseptornya meningkat sehingga insulin banyak berikatan dengan reseptor yang mirip dengan reseptor insulin (IGF-1R) sehingga terjadi resistensi insulin, yang kemudian tumbuh jaringan baru yang menyebabkan penebalan kulit dan perubahan warna (hiperpigmentasi).

Aktivasi IGF-1R pada keratinosit dan fibroblast terjadi karena

IGF-1R mempunyai struktur yang sama dengan reseptor insulin.

Selain itu hyperinsulinemia menyebabkan IGF reseptor semakin

banyak. Ikatan insulin dengan IGF-1R menyebabkan proliferasi

sehingga terjadi hyperkeratosis dan papilomatosis.

iii. Obesitas sentral dengan lingkar perut 120 cm

Masuk dalam kategori obesitas sentral apabila wanita dengan

lingkar perut lebih dari 80 cm dan pada pria lingkar perut lebih dari

90 cm. Pada kasus ini, Tn. B memiliki lingkar perut sebesar 120 cm.

Hal ini dipastikan obesitas sentral. Obesitas entral sering terjadi pada

laki-laki karena storage-receptor lipid pada pria salah satunya adalah

di visceral. Obesitas sentral berbahaya karena pada obesitas sentral

terjadi kerugian adipokin dimana terjadi peningkatan kadar resistin,

leptin, IL-6, TNF-alpha, dan penurunan adiponektin. Sebagaimana

fungsi dari adiponektin adalah berperan memperbaiki sensitivitas

insulin dan menghambat peradangan vaskuler. Adiponektin

berhubungan terbalik dengan leptin. Jika terjadi penurunan kadar

19

Page 20: tutorial a blok 14.docx

ditambah lagi dengan peningkatan leptin, resistin, IL-6, dan TNF-

alpha akan memperburuk keadaan untuk menimbulkan inflamasi

pada endotel sehingga endotel mengalami disfungsi.

6. Pemeriksaan labor

a. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan labor?

Hasil Nilai Normal Interpretasi

Blood analysis

Hemoglobin 14g% 13-17,5 g % Normal

Hematokrit 42 g % 40-48 % Normal

Leukosit 7600 mm3 5000-10.0000 Normal

Trombosit 165.000 mm3 150000-400000 Normal

Blood glucose 277 mg/Dl < 110 mg/dL Meningkat

HbA1C 8,6 % 4,5 – 6,3 % Meningkat

OGTT fasting glucose 146 mg/dL 70 – 110 mg/dL Meningkat

OGTT 2 hour post prandial 246 mg/dL < 140 mg/dL Meningkat

Total protein 7,7 g/dL 6,7 -8,7 g/dL Normal

Albumin 4,8 g/dL 3,8 – 4,4 g/dL Meningkat

Globulin 2,9 g/dL 1,5 -3,0 g/dL Normal

Ureum 22 mg/dL 22 – 40 mg/dL Normal

Kreatinin 0,6 mg/dL 0,5-1,2 mg/dL (P) Normal

Sodium 138 mmol/l 135-155 mmol/l Normal

Potassium 3,6 mmol/l 3,6-5,5 mmol/dl Normal

Total cholesterol 220 mg/dL <200 mg/dL Meningkat

Cholesterol LDL 210 mg/dL <130 md/dL Meningkat

20

Page 21: tutorial a blok 14.docx

Cholesterol HDL 38 mg/dL > 65 mg/dL Menurun

Trigliserida 337 mg/dL < 200 mg/dL Meningkat

7. Urinalisis

a. Bagaimana interpretasi, mekanisme, dan pengaruhnya terhadap keluhan

dari :

i. Urin reduksi 2+

Pemeriksaan untuk mendeteksi adanya glukosa dalam urine

dengan menggunakan reagen (missal : benedict, fehling, nylander).

Nilai rujukan

Negative (-) tidak ada perubahan warna, tetap biru sedikit

kehijauan (tidak ada glukosa)

Positif 1 warna hijau kekuningan dan keruh (terdapat 0,5-1%

glukosa)

Positif 2 warna kuning keruh (terdapat 1-1,5% glukosa)

Positif 3 warna jinga, seperti lumpur keruh (2-3,5% glukosa)

Positif 4 merah keruh (> 3,5% glukosa) 

Normal Urine reduksi adalah negative (tidak ada glukosa dalam

urin). Pada kasus Tn. B didapatkan nilai (++) untuk reduksi urin, hal

ini mengindikasikan warna kuning keruh pada urine dengan kadar 1-

1,5% glukosa.

Mekanisme glukosuria pada kasus ini terjadi karena keadaan

hiperglikemia mempengaruhi kerja tubulus ginjal mengingat

perannya untuk mereabsorbsi kembali glukosa. Kadar glukosa yang

dapat ditoleransi oleh ginjal hanya mencapai 160-180 mg/dl. Jika

lebih dari kadar tersebut maka ginjal akan mengeluarkan glukosa

bersama urin.

ii. Mikroalbuminuria (+)

21

Page 22: tutorial a blok 14.docx

Microalbuminuria (30–300 mg/24 hours), dihubungkan dengan

peningkatan resiko terkena diabetik nefropati 10-20 kali. Dalam

keadaan fisiologis, albumin tidak dapat terfiltrasi di glomerulus

karena ukuran molekulnya yang besar. Microalbuminuria diduga

terjadi karena kerusakan/kebocoran glomerulus ataupun nefron-

nefron sehingga albumin bisa masuk ke dalam tubulus renalis yang

kemudian dikeluarkan bersama urin.

8. a. Apa differential diagnosis dan kriteria masing-masing dari kasus ini?

DM I DM 2 Dislipidemia Sindrom metabolik

Hipertensi Pada kasus

Mudah lelah + + - + + +Polidipsia + + - + - +Poliuria + + - + - +Polifagia + + - + - +Obesitas +/- + + + +/- +Ikterus - - + - - -Glukosa darah Naik Naik Turun/normal Naik Normal NaikInsulin Turun Turun Naik/normal Turun Normal ?HDL Naik Naik + Turun Turun TurunTrigliserida Naik Naik + Naik Naik NaikKolesterol ? Naik + Naik Naik/normal NaikAlbumin Naik Naik - Naik Naik NaikAcanthosis nigrican

- + - + - +

Tek. Darah Naik/turun/normal

Naik/turun/normal

Turun/naik Naik Naik Naik

Faktor genetik + +/- +/- +/- + +

Nama

Penyakit

Kriteria/ Gejala

Etiologi Obesitas Awitan Gejala InsulinOnset

Kejadian

Diabetes

Melitus Tipe

1

Destruksi sel β

karena

Autoimun atau

Jarang,

sering kali

Awitan gejala

eksplosif dengan

polidipsia,

Kadar insulin

dalam darah

sangat

Dimulai di

usia muda,

sejak kanak-

22

Page 23: tutorial a blok 14.docx

Idiopatik kurus

poliuria, turunnya

berat badan,

polifagia, lemah,

somnolen yang

terjadi beberapa

hari atau beberapa

minggu. Rentan

terhadap

terjadinya

ketoasidosis

rendah,

sangat

tergantung

terhadap

insulin dari

luar

kanak

Diabetes

Melitus Tipe

2

Resistensi

insulin karena

pengaruh

lingkungan

dan genetik

Sebagian

besar

Dapat tidak

menimbulkan

gejala apapun, dan

diagnosis hanya

dibuat

berdasarkan

pemeriksaan

laboratorium.

Pada

hiperglikemia

lebih berat, pasien

mungkin

menderita

polidipsia,

poliuria, lemah,

dan somnolen.

Biasa tidak

mengalami

ketoasidosis

Tidak

defisiensi

insulin

absolut,

hanya relatif,

bahkan

mungkin

normal.

Sejumlah

insulin tetap

disekresi dan

masih cukup

untuk

mengalami

ketoasidosis.

Dapat terjadi

pada semua

usia, tetapi

sebagian

besar dimulai

pada usia

dewasa,

tetapi tidak

menutup

kemungkinan

di usia

dewasa

Diabetes Tipe

Spesifik

Kelainan

genetik pada

Pasien

sering kali

Gejala yang

muncul

Keadaan

insulin

Terjadi

sebelum usia

23

Page 24: tutorial a blok 14.docx

sel β, pada

kerja insulin,

penyakit pada

pankreas,

endolrinopati,

induksi obat

atau zat kimia,

infeksi, atau

sindrom

genetik lain

yang berkaitan

obesitastergantung

penyebabnya

tergantung

penyebabnya.

Dapat terjadi

resistensi

terhadap

insulin, atau

kelainan

kerja insulin

14 tahun

Diabetes

Gestasional

Terjadinya

resistensi

insulin

berhubungan

dengan

perubahan

metabolisme

pada akhir

kehamilan

(late

pregnancy)

Obesitas

merupakan

faktor

resiko

diabetes

gestasional

Mirip gejala

Diabetes melitus

Tipe 2

Mirip gejala

Diabetes

melitus Tipe

2

Hanya terjadi

pada saat

kehamilan

Diabetes

Insipidus

Berkurangnya

sekresi Anti-

diuretic

hormone

(ADH) bisa

dikarenakan

penyebab

primer yaitu

agenesis atau

- Polidipsia dan

poliuria dengan

volume urin

antara 5 hingga 10

L/hari. Anoreksia,

rasa penuh pada

perut. Polidipsia

dan poliuria juga

terjadi pada

Tidak ada

gangguan

insulin

Semua usia,

tetapi lebih

sering pada

dewasa

24

Page 25: tutorial a blok 14.docx

kerusakan

neurohipofisis,

dan penyebab

sekunder

karena asupan

cairan

berlebihan.

malam hari

shingga pasien

sering kali

mengeluh

tidurnya

terganggu

b. Apa saja komplikasi yang timbul?

Komplikasi dari obesitas:

Kardiovaskular: gagal jantung, pembesaran jantung dan arrhythmia, cor

pulmonale, pelebaran vena, dan pulmonary embolism.

Endocrine: polycystic ovarian syndrome (PCOS), gangguan menstruasi,

dan infertilitas.

Gastrointestinal: gastroesophageal disease (GERD), penyakit

perlemakan hati, batu empedu, hernia, kanker colorectal.

Ginjal dan urogenitalia: inkontinensia urin, glomerulopathy, kanker

payudara, kanker uterus, kelahiran mati.

Intergumen: tanda regangan kulit, acanthosis nigricans, lymphedema,

cellulitis, carbuncle, intertrigo.

Musculoskeletal: hyperuricemia, immobilitas, osteoarthritis, low back

pain.

Neurologic: stroke, meralgia paresthetica, sakit kepala, carpal tunnel

syndrome, dementia.

Respiratory: dyspnea, sleep apnea obstruktif, sindrom hipoventilasi,

pickwian syndrome, asthma.

Psycologis: depresi, kurang percaya diri, stigma social.

Komplikasi dari diabetes:

Akut:

o Koma hipoglikemia

o Ketoasidosis

25

Page 26: tutorial a blok 14.docx

o Koma hiperosmolar nonketotik

Kronik:

o Makroangiopati, mengenai pembuluh darah besar; pembuluh darah

jantung, pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak.

o Mikroangiopati, mengenai pembuluh darah kecil; retinopati diabetic,

nefropati diabetik.

o Neuropati diabetik.

o Rentan infeksi, seperti tuberculosis paru, gingivitis, dan infeksi

saluran kemih.

o Kaki diabetic.

Komplikasi dari hipertensi:

Arterosklerosis

Gagal jantung

Stroke

c. Apa prognosis dari kasus ini?

Prognosis penyakit yang dialami Tn. B adalah Dubia ad Bonam,

tergantung pada kepatuhannya menjalankan terapi dan usahanya dalam menjaga

berat badan/ mengontrol pola makan. Jika ditangani dengan baik (sekitar 60%),

dapat bertahan hidup seperti orang normal. Jika tidak ditangani dengan baik akan

meningkatkan resiko gagal ginjal kronikdan penyakit kardiovaskuler.

d. Bagaimana penatalaksanaan terhadap Tn. B?

Penatalaksanaan Non Farmakologi :

a. Latihan fisik

Dengan meningkatkan aktivitas fisik terbukti dapat menurunkan kadar

lipid dan resistensi insulin didalam otot rangka.

b. Diet

Sasaran utama dari diet terhadap sindrom metabolik adalah dapat

menurunkan risiko penyakit kardiovaskular dan diabetes mellitus.

c. Edukasi

26

Page 27: tutorial a blok 14.docx

Dengan pengetahuan yang memadai tentang bahaya dan

penatalaksanaan sindrom metabolik, maka akan membantu menurunkan

risiko penyulit dari sindrom metabolik.

Farmakologis :

a. Sulfonilurea

i. Menurunkan sekresi glukagon.

ii. Menutup potassium channel.

iii. Dapat menyebabkan hipoglikemia.

b. Biguanid

i. Gol. biguanid yang sering digunakan metformin

ii. Menurunkan gluconeogenesis

iii. Memperlambat absorbsi glukosa dari traktus GI

iv. Stimulasi langsung glikolisis di jaringan

v. Menurunkan plasma glucagon

vi. Meningkatkan pemakaian glukosa di usus

c. Glitazone

i. Agonis PPAR

ii. Merangsang ekspresi beberapa protein yang dapat

memperbaiki sensitivitas insulin dan memperbaiki

glikemia.

iii. Mempengaruhi pelepasan mediator resistensi insulin .

d. Inhibitor α-glukooksidase

i. Termasuk dlm acarbose (Precose,Glucobay) &

miglitol(Glyset) memiliki cara kerja mengurangi kadar

glukosa dgn menginterfensi penyerapan sari pati dlm

usus.

ii. Acarbose cenderung menurunkan kadar insulin stlh

makan

iii. Alpha glucosidase inhibitor ini tdk seefektif obat lain

bila diguna sbg terapi tunggal.Bila dikombinasi dgn

27

Page 28: tutorial a blok 14.docx

metformin,insulin atau sulfonylurea,bisa meningkatkan

efektivitasnya.

iv. Efek samping:produksi gas dlm perut & diare.Mungkin

mempengaruhi penyerapan zat besi.

e. Vildagliptin-Dipeptyl peptidase 4 inhibitor

i. Berpotensi,selektif& reversibel.Dgn ini,vidagliptin

memperpanjang waktu kerja GLP-1 sehingga terjadi

peningkatan insulin &menekan sekresi glucagon.

ii. Memperbaiki sensivitas sel alfa&beta terhadap

glukosa,krn meningkatnya glucose-dependent insulin

secretion & menurunkan sekresi glukagon

f. Insulin

i. Obat utk pasien yg tdk bisa kontrol diabetes dgn diet

atau pengobatan oral ,kombinasi insulin & obat-obatan

lain bisa sgt efektif.

ii. Pada pasien DM 11 yg buruk,pengantian insulin total

menjadi kebutuhan. Beberapa btk insulin : NPH –

insulin standar yg stimulasi insulin scr alami, Insulin

lispro&aspart-fast acting insulin

e. Bagaimana upaya pencegahan terhadap kasus ini?

Perubahan gaya hidup dapat mengurangi resiko penyakit seperti pada

kasus

28

Page 29: tutorial a blok 14.docx

The US Preventive Services Task Force merekomendasi konsultasi diet

intensif dan melakukan aktivitas fisik selama 30 menit terhadap pasien dewasa

yang mempunyai faktor risiko untuk terjadinya penyulit kardiovaskular. Para

dokter keluarga lebih efektif dalam membantu pasien menerapkan kebiasaan

hidup sehat. The Diabetes Prevention Program telah membuktikan bahwa

intervensi gaya hidup yang ketat pada pasien prediabetes dapat menghambat

progresivitas terjadinya diabetes lebih dari 50% (dari 11% menjadi 4,8%).

f. Pada tingkat berapa kompetensi dokter umum terhadap kasus ini?

Kompetensi dokter umum untuk Sindrom Metabolik adalah Tingkat

Kemampuan 4 yaitu, mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan

pemeriksaan fisik dan pemeriksaanpemeriksaan tambahan yang diminta oleh

dokter (misalnya : pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat

memutuskan dan mampu menangani problem itu secara mandiri hingga tuntas.

29

Page 30: tutorial a blok 14.docx

V. Hipotesis

Tn. B mengalami diabetes mellitus tipe 2 dan hipertensi yang dikaitkan obesitas sentral ,

hipertensi, dan hiperglikemia (sindrom metabolik)

30

Page 31: tutorial a blok 14.docx

VI. Keterkaitan Antar Masalah

6 bulan

o Kesemutan

o Gatal- gatal seluruh tubuh

3 bulan

o Mudah lelah

2 bulan

o Cepat haus

o Cepat lapar

o Sering buang air di malam hari

31

Tn. B

(35 tahun, BB 95 kg, TB 165 cm)

Sekarang

anamnesisPemeriksaan

FisikPemeriksaan

Labor

urinalisis

Page 32: tutorial a blok 14.docx

VII. Identifikasi Topik Pembelajaran

Pokok Bahasan What I know What I don’t knowWhat I have to prove

How I will learn

Resistensi insulin Definisi Penyebab, mekanismeHubungan resistensi insulin dengan sindroma metabolik

Internet, textbook, journal.

Sindroma metabolik

DefinisiKomplikasi, penyebab, manifestasi klinik & tata laksana

Penanganan terhadap pasien sindrom metabolik

Obesitas DefinisiKomplikasi, penyebab, manifestasi klinik & tata laksana

Hubungan obesitas dengan sindroma metabolik

Diabetes melitus DefinisiPatofisiologi, penyebab, manifestasi klinik & tata laksana

Hubungan diabetes dengan sindroma metabolik

Hipertensi DefinisiPatofisiologi, penyebab, manifestasi klinik & tata laksana

Hubungan hipertensi dengan sindroma metabolik

32

Page 33: tutorial a blok 14.docx

VIII. Sintesis

Resistensi Insulin

Resistensi insulin adalah suatu keadaan terjadinya gangguan respons metabolik

terhadap kerja insulin, akibatnya untuk kadar glukosa plasma tertentu dibutuhkan kadar

insulin yang lebih banyak daripada ‘normal’ untuk mempertahankan keadaan normoglikemi

(euglikemi). Resistensi insulin dapat disebabkan oleh gangguan pre reseptor, reseptor dan

post reseptor. Gangguan pre reseptor dapat disebabkan oleh antibodi insulin dan gangguan

pada insulin. Gangguan reseptor dapat disebabkan oleh jumlah reseptor yang kurang atau

kepekaan reseptor yang menurun. Sedangkan gangguan post reseptor disebabkan oleh

gangguan pada proses fosforilasi dan pada signal transduksi di dalam sel otot. Daerah utama

terjadinya resistensi insulin adalah pada postreseptor sel target di jaringan otot rangka dan

sel hati. Kerusakan postreseptor ini menyebabkan kompensasi peningkatan sekresi insulin

oleh sel beta, sehingga terjadi hiperinsulinemi pada keadaan puasa maupun postprandial.

Resistensi insulin sangat sulit diukur. Cara yang dianggap baku adalah pengukuran

dengan teknik klem insulin pada binatang percobaan dengan cara mengukur jumlah rata-rata

glukosa yang diberikan intravena untuk mempertahankan normoglikemi bila insulin

diinfuskan. Dikatakan resistensi insulin jika dibutuhkan insulin lebih banyak untuk

mencapai kadar glukosa darah normal, tetapi cara ini sulit dilakukan. Cara yang umum

dilakukan untuk mengukur sensitivitas insulin adalah cara surogat dengan memeriksa kadar

insulin puasa atau kadar insulin sebagai respons terhadap pemberian glukosa.

Sensitivitas insulin adalah kemampuan insulin menurunkan konsentrasi glukosa darah

dengan cara menstimulasi pemakaian glukosa di jaringan otot dan lemak, dan menekan

produksi glukosa oleh hati. Resistensi insulin adalah keadaan sensitivitas insulin berkurang.

Pada sebagian orang kepekaan jaringan terhadap kerja insulin tetap dapat dipertahankan

33

Page 34: tutorial a blok 14.docx

sedangkan pada sebagian orang lain sudah terjadi resistensi insulin dalam beberapa

tingkatan. Pada seorang penderita dapat terjadi respons metabolik terhadap kerja insulin

tertentu tetap normal, sementara terhadap satu atau lebih kerja insulin yang lain sudah terjadi

gangguan.

Resistensi insulin merupakan sindrom yang heterogen, dengan faktor genetik dan

lingkungan berperan penting pada perkembangannya. Selain resistensi insulin berkaitan

dengan kegemukan, terutama gemuk di perut, sindrom ini juga ternyata dapat terjadi pada

orang yang tidak gemuk. Faktor lain seperti kurangnya aktifitas fisik, makanan mengandung

lemak, juga dinyatakan berkaitan dengan perkembangan terjadinya kegemukan dan

resistensi insulin.

Dikatakan bahwa pembesaran depot lemak viseral yang aktif secara lipolitik akan

meningkatkan keluaran asam lemak bebas portal dan menurunkan pengikatan dan ekstraksi

insulin di hati, sehingga menyebabkan terjadinya hiperinsulinemi sistemik. Lebih lanjut

peningkatan asam lemak bebas portal akan meningkatkan produksi glukosa di hati melalui

peningkatan glukoneogenesis, menyebabkan terjadinya hiperglikemi.

Pada tingkat otot skelet, kadar asam lemak bebas yang tinggi dapat menurunkan

pemakaian glukosa yang distimulasi oleh insulin melalui kompetisi substrat (siklus glukosa-

asam lemak). Penyimpanan maupun oksidasi glukosa dihambat oleh asam lemak bebas, hal

ini berhubungan tidak langsung dengan oksidasi lemak pada kegemukan dan DMT 2.

Pada penderita obesitas yang disertai resistensi insulin ditemukan adanya akumulasi

trigliserid dan asam lemak dalam otot (intramyoselular) dan diduga menghambat kerja

insulin pada tingkat seluler dengan menghambat translokasi glucose transporter 4

intraseluler ke membran sel. Sedangkan deposisi trigliserid pada hati (steatosis) akibat

peningkatan distribusi asam lemak bebas melalui sirkulasi portal ke hati, meningkatkan

glukoneogenesis dan menyebabkan kegagalan kerja insulin.

Jaringan adipose yang selama ini hanya dikenal sebagai organ tempat penyimpanan

asam lemak bebas seperti trigliserid ternyata juga merupakan organ endokrin yang

menghasilkan beberapa hormon disebut adipokine, yang mempengaruhi sensitivitas insulin

walaupun peran masing-masing adipokine dalam memediasi terjadinya resistensi insulin

belum sepenuhnya jelas. Termasuk di dalamnya adalah Tumor Necrosis Factor-a (TNF-a),

34

Page 35: tutorial a blok 14.docx

leptin, resistin, interleukin-6, dan adiponektin. Tidak seperti yang lainnya, adiponektin

ternyata unik oleh karena dapat meningkatkan sensitivitas insulin.

Spiegelman dkk. menyatakan bahwa suatu sitokin Tumor Necrosis Factor-alfa (TNF-

a), mempunyai peranan langsung pada perkembangan resistensi insulin pada kegemukan,

TNF-a dilaporkan menyebabkan gangguan ambilan glukosa yang dirangsang insulin pada

jaringan otot dan sel-sel adipose dan menekan translokasi glucose transporter 4 (GLUT4).

Lebih lanjut TNF-a dapat menurunkan aktifitas lipoprotein lipase (LPL) dan meningkatkan

lipogenesis di hati. Jadi TNF-a berperan baik secara lokal maupun sistemik pada resistensi

insulin yang berhubungan dengan kegemukan. Leptin dianggap sebagai mediator resistensi

insulin pada obesitas karena kadar leptin plasma berkorelasi dengan total massa lemak

tubuh. Ekspresi leptin lebih banyak ditemukan pada lemak subkutan. Hiperinsulinemi akut

akan menurunkan kadar leptin, sebaliknya kadar leptin akan meningkat pada resistensi

insulin dan hiperinsulinemi kronik.

Resistin diduga merupakan penghubung antara jaringan adipose dan resistensi insulin

dengan cara menghambat ambilan glukosa yang dimediasi oleh insulin dan diferensiasi

adiposit. In vivo, pemberian rekombinan resistin pada mencit normal menimbulkan

resistensi insulin, sedangkan pemberian antibodi anti resistin meningkatkan sensitivitas

insulin pada binatang obes dan resisten insulin.

Sama seperti TNF a, interleukin 6 adalah suatu sitokin proinflamasi yang kadarnya

meningkat pada obesitas. Pada penelitian ditemukan bahwa interleukin 6 menyebabkan

pelepasan glukagon, kortisol dan meningkatkan pelepasan glukosa di hati. Interleukin 6

ternyata mempunyai hubungan erat dengan resistensi insulin. Abnormalitas kerja insulin

dapat disebabkan oleh disregulasi dari satu atau lebih protein yang terlibat dalam mekanisme

signal insulin, atau pada jalur aktifitas protein yang dirangsang oleh insulin seperti

metabolisme glukosa, anti-lipolisis, aktivasi lipoprotein lipase (LPL). Dinyatakan bahwa

aktifitas tirosin kinase dari reseptor insulin akan menurun pada kegemukan dan DMT2 yang

terjadi juga pada resistensi insulin.

Menurut Groop, hiperglikemi atau diabetes melitus terjadi jika sudah ada kegagalan

sel-beta pankreas dan kadar insulin plasma berkurang sekitar 50% dari sebelumnya sehingga

tidak mampu mengatasi kenaikan kadar glukosa darah.

35

Page 36: tutorial a blok 14.docx

Pada keadaan toleransi glukosa normal, insulin disekresikan sesuai dengan kadar

glukosa darah. Pada intoleransi glukosa, kadar insulin plasma puasa yang tinggi

menggambarkan adanya resistensi insulin; pada keadaan demikian sekresi insulin meningkat

sesuai dengan meningkatnya kadar glukosa darah dan masih mampu mengatasi peningkatan

glukosa darah sehingga tidak terjadi hiperglikemi. Pada keadaan toleransi glukosa

terganggu, sekresi insulin sama dengan semula atau sudah berkurang sekitar 70% dan

kepekaan jaringan terhadap kerja insulin (resistensi insulin) berkurang sekitar 50%.

De Fronzo dkk melakukan pemeriksaan tes toleransi glukosa oral pada orang normal,

pada mereka dengan toleransi glukosa terganggu, dan 77 orang diabetes melitus dengan

berat badan normal, dan mengukur kadar insulin puasa ; trnyata hubungan antara kadar

glukosa plasma puasa dan kadar insulin plasma puasa berbentuk huruf U terbalik, disebut

Starling’s curve of the pancreas pada saat glukosa plasma puasa meningkat dari 80 mg/dl

sampai 140 mg/dl terlihat kadar insulin puasa meningkat tajam mencapai puncaknya sebesar

2-2,5 kali kontrol orang sehat dengan berat badan dan umur yang sama.

Kenaikan kadar insulin plasma ini dapat diinter-pretasikan sebagai usaha pankreas

yang mulai terganggu dalam mengimbangi kenaikan glukosa darah. Akan tetapi apabila

kadar glukosa plasma meningkat melebihi 140 mg/dl, agaknya sel beta tidak sanggup lagi

mengimbangi kenaikan kadar glukosa tersebut, mulailah terjadi kegagalan sel beta dan

sekresi insulin mulai berkurang.

Pada saat kadar insulin plasma puasa mulai menurun, maka efek penekanan insulin

terhadap produksi glukosa hati, khususnya glukoneogenesis mulai berkurang sehingga

pelepasan glukosa hati meningkat, mengakibatkan kadar glukosa plasma puasa akan makin

meningkat pula.

Pada penderita diabetes melitus yang gemuk, kadar insulin plasma puasa biasa tetap

tinggi walaupun kadar glukosa plasma puasa lebih dari 250 mg/dl. Adanya kadar insulin

plasma yang tinggi bersamaan dengan kadar glukosa plasma puasa yang tinggi menunjukkan

bahwa pada penderita tersebut terjadi resistensi insulin yang sangat hebat.

36

Page 37: tutorial a blok 14.docx

Sindrom Metabolik

I. Definisi

Sindrom metabolik adalah kondisi dimana seseorang memiliki tekanan darah tinggi

(hipertensi), kegemukan, kadar gula darah tinggi, dan kadar lemak darah tidak normal. Ketika

kondisi-kondisi tersebut berada pada waktu yang sama pada satu orang, maka orang tersebut

memiliki resikomenderita penyakit jantung koroner, stroke, dan diabetes.

II. Etiologi

Suatu hipotesis menyatakan bahwa penyebab primer dari sindrom metabolik adalah

resistensi insulin. Resistensi insulin mempunyai korelasi dengan timbunan lemak viseral yang

dapat ditentukan dengan pengukuran lingkar pinggang atau waist to hip ratio. Hubungan antara

resistensi insulin dan penyakit kardiovaskular diduga dimediasi oleh terjadinya stres oksidatif

yang menimbulkan disfungsi endotel yang akan menyebabkan kerusakan vaskular dan

pembentukan atheroma. Hipotesis lain menyatakan bahwa terjadi perubahan hormonal yang

mendasari terjadinya obesitas abdominal. Suatu studi membuktikan bahwa pada individu yang

mengalami peningkatan kadar kortisol didalam serum (yang disebabkan oleh stres kronik)

mengalami obesitas abdominal, resistensi insulin dan dislipidemia. Para peneliti juga

mendapatkan bahwa ketidakseimbangan aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal yang terjadi akibat

stres akan menyebabkan terbentuknya hubungan antara gangguan psikososial dan infark

miokard

III. Epidemiologi

37

Page 38: tutorial a blok 14.docx

Prevalensi Sindrom Metabolik bervariasi tergantung pada definisi yang digunakan dan

populasi yang diteliti. Berdasarkan data dari the Third National Health and Nutrition

Examination Survey (1988 sampai 1994), prevalensi sindrom metabolik (dengan menggunakan

kriteria NCEP-ATP III) bervariasi dari 16% pada laki-laki kulit hitam sampai 37% pada wanita

Hispanik. Prevalensi Sindrom Metabolik meningkat dengan bertambahnya usia dan berat badan.

Karena populasi penduduk Amerika yang berusia lanjut makin bertambah dan lebih dari separuh

mempunyai berat badan lebih atau gemuk, diperkirakan Sindrom Metabolik melebihi merokok

sebagai faktor resikoprimer terhadap penyakit kardiovaskular. Sindrom metabolik juga

merupakan prediktor kuat untuk terjadinya DM tipe 2 di kemudian hari.   

IV. Faktor Risiko

Faktor resikoini ada yang bisa diubah dan ada yang tidak bisa diubah. Yang tidak bisa

diubah antara lain :

pertambahan usia,

keturunan (genetik),

jenis kelamin.

Adapun beberapa faktor yang bisa diubah, antara lainnya :

Kegemukan

Kadar gula darah tinggi

Tekanan darah tinggi

Faktor resikometabolik sindrom adalah ketika tekanan darah lebih dari 130/85 mmHg.

Kadar kolesterol tidak normal

Trigliserida

Kadar trigliseridalebih dari 150 mg/dl .

Pola makan yang salah

Kehidupan yang stress

Penggunaan substansi yang merugikan kesehatan, seperti alkohol, rokok,

atau obat-obatan yang fungainya menaikkan gula darah seperti

kortikosteroid.

38

Page 39: tutorial a blok 14.docx

Kolesterol HDL

Kolesterol HDL membantu menghilangkan timbunan lemak dalam

pembuluh darah. Semakin banyak kadar HDL dalam darah anda, semakin

baik untuk jantung anda. Ketika kadar kolesterol HDL rendah, terdapat

resikoserangan jantung hingga stroke.

V. Patogenesis

VI. Penegakan Diagnosis

Terhadap individu yang dicurigai mengalami Sindrom Metabolik hendaklah dilakukan

evaluasi klinis, yang meliputi :

Anamnesis, tentang :

Riwayat keluarga dan penyakit sebelumnya.

Riwayat adanya perubahan berat badan.

Aktifitas fisik sehari-hari.

Asupan makanan sehari-hari

Pemeriksaan fisik, meliputi :

Pengukuran tinggi badan, berat badan dan tekanan darah

39

Page 40: tutorial a blok 14.docx

Pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT) , menggunakan rumus :

Berat badan (kg)

Tinggi badan (m)2

Pengukuran lingkaran pinggang merupakan prediktor yang lebih baik terhadap

resikokardiovaskular daripada pengukuran waist-to-hip ratio.

Pemeriksaan laboratorium, meliputi :

Kadar glukosa plasma dan profil lipid puasa.

Pemeriksaan kadar HbA1C

Pemeriksaan klem euglikemik atau HOMA (homeostasis model assessment)

untuk menilai resistensi insulin secara akurat biasanya hanya dilakukan dalam

penelitian dan tidak praktis diterapkan dalam penilaian klinis.

Highly sensitive C-reactive protein

Kadar asam urat dan tes faal hati dapat menilai adanya NASH.

USG abdomen diperlukan untuk mendiagnosis adanya fatty liver karena

kelainan ini dapat dijumpai walaupun tanpa adanya gangguan faal hati

Kriteria Diagnosis sindrom Metabolik

Unsur

SM

WHO NCEP

ATP III

EGIR ACE IDF

Hipertensi Dlm pengobatan

dan atau

TD>140/90

Dlm

pengobata

n dan atau

TD>130/8

5

Sistolik ≥140

dan diastolik

≥90 atau dlm

pengobatan

TD>130/8

5

Sistolik

≥130 dan

diastolik

≥85 atau

dlm

pengobata

n

Dislipidemia TG >150

HDL, L<35 dan

P<40

TG>150

dan HDL,

P<50 dan

L<40

TG>180

HDL<40 atau

dlm pengobatan

dislipidemia

TG >150

dan HDL

L<40 dan

P<50

TG > 150

atau dlm

pengobata

n

40

Page 41: tutorial a blok 14.docx

HDL pada

L <40 dan

P<50

Obesitas IMT>30 dan atau

rasio perut-

pinggul P>0,85

dan L>0,95

Lingkar

perut

L>102 dan

P>88

Lingkar perut

L>94 dan P≥80

Obesitas

sentral

L<90 dan

P>80

Gangguan

Metabolism

e

Glukosa

DM tipe 2 atau

TGT

GD puasa

>110

GD puasa ≥110 GD puasa

110-125

dan 2 jam

PP 140-

200

GD puasa

≥100 atau

didiagnosis

DM tipe 2

Lain-lain Mikroalbuminuri

a >20 μg/mnt

Hiperinsulinemi

a (konsentrasi

insulin puasa >

kuartil atas

populasi non

diabetes)

Kriteria

Diagnosis

DM tipe 2 atau

TGT + 2

kriteria.

Jika toleransi

glukosa normal,

perlu 3 kriteria

Minimal 3

kriteria

Sama dengan

WHO

Obesitas

sentar

ditambah 2

kriteria

VII. Komplikasi

Komplikasi dari obesitas:

Kardiovaskular: gagal jantung, pembesaran jantung dan arrhythmia, cor

pulmonale, pelebaran vena, dan pulmonary embolism.

Endocrine: polycystic ovarian syndrome (PCOS), gangguan menstruasi,

dan infertilitas.

41

Page 42: tutorial a blok 14.docx

Gastrointestinal: gastroesophageal disease (GERD), penyakit

perlemakan hati, batu empedu, hernia, kanker colorectal.

Ginjal dan urogenitalia: inkontinensia urin, glomerulopathy, kanker

payudara, kanker uterus, kelahiran mati.

Intergumen: tanda regangan kulit, acanthosis nigricans, lymphedema,

cellulitis, carbuncle, intertrigo.

Musculoskeletal: hyperuricemia, immobilitas, osteoarthritis, low back

pain.

Neurologic: stroke, meralgia paresthetica, sakit kepala, carpal tunnel

syndrome, dementia.

Respiratory: dyspnea, sleep apnea obstruktif, sindrom hipoventilasi,

pickwian syndrome, asthma.

Psycologis: depresi, kurang percaya diri, stigma social.

Komplikasi dari diabetes:

Akut:

o Koma hipoglikemia

o Ketoasidosis

o Koma hiperosmolar nonketotik

Kronik:

o Makroangiopati, mengenai pembuluh darah besar; pembuluh darah

jantung, pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak.

o Mikroangiopati, mengenai pembuluh darah kecil; retinopati diabetic,

nefropati diabetik.

o Neuropati diabetik.

o Rentan infeksi, seperti tuberculosis paru, gingivitis, dan infeksi

saluran kemih.

o Kaki diabetic.

Komplikasi dari hipertensi:

Arterosklerosis

Gagal jantung

Stroke

42

Page 43: tutorial a blok 14.docx

VIII. Tatalaksana

1. Latihan Fisik :

Pasien hendaklah diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan derajat

aktifitas fisiknya secara teratur dalam jangka panjang.

Kombinasi latihan fisik aerobik dan latihan fisik menggunakan beban

merupakan pilihan terbaik.

Penggunan dumbbell ringan dan elastic exercise band merupakan pilihan

terbaik untuk latihan dengan menggunakan beban.

Jalan kaki dan jogging selama 1 jam perhari juga terbukti dapat

menurunkan lemak viseral secara bermakna pada laki2 tanpa mengurangi

jumlah kalori yang dibutuhkan.

2. Diet

Berdasarkan studi dari the Dietary Approaches to Stop Hypertension

(DASH), pasien yang mengkonsumsi diet rendah lemak jenuh dan tinggi

karbohidrat terbukti mengalami penurunan tekanan darah yang berarti

walaupun tanpa disertai penurunan berat badan.

Pilihan untuk menurunkan asupan karbohidrat adalah dengan mengganti

makanan yang mempunyai indeks glikemik tinggi dengan indeks glikemik

rendah yang banyak mengandung serat. Makanan dengan indeks glikemik

rendah dapat menurunkan kadar glukosa post prandial dan insulin bahkan

dalam jangka pendek, terbukti dapat menurunkan kadar trigliserida,

meningkatkan kadar HDL-cholesterol dan menurunkan berat badan.

3. Edukasi

Dokter keluarga mempunyai peran besar dalam penatalaksanaan pasien dengan

Sindrom Metabolik, karena mereka dapat mengetahui dengan pasti tentang gaya

hidup pasien serta hambatan2 yang dialami mereka dalam usaha memodifikasi

gaya hidup tersebut. Dokter keluarga juga diharapkan dapat mengetahui

pengetahuan pasien tentang hubungan gaya hidup dengan kesehatan, yang

kemudian memberikan pesan tentang peranan diet dan latihan fisik yang teratur

dalam menurunkan resikopenyulit dari Sindrom Metabolik. Dokter keluarga

43

Page 44: tutorial a blok 14.docx

hendaklah mencoba membantu pasien mengidentifikasi sasaran jangka pendek

dan jangka panjang dari diet dan latihan fisik yang diterapkan.

4. Farmakoterapi :

- Penurunan berat badan, obat yang bisa digunakan dalam menurunkan

berat badan adalah sibutramin dan orsilat. Cara kerjanya di sentral

memberikan efek mengurangi asupan energi dengan efek mempercepat

rasa kenyang dan mempertahankan pengeluaran energi.

- Hipertensi, untuk menurunkan tekanan darah dan bermanfaat khusus untuk

faktor resikokardiovaskular adalah valsatran yang merupakan penghambat

reseptor angiotensin, dapat mengurangi mikroalbuminuria yang diketahui

sebagai faktor resikoindependen kardiovaskular. Selain itu, ACE Inhibitor

juga digunakan untuk menurunnkan tekanan darah dan jugauntuk

menurunkan resistensi insulin serta mencegah DM tipe

- Intoleransi glukosa, terapi farmakologi yang dapat digunakan adalah

golongan tiazolidindion dan metformin. Tiazolidindion memiliki pengaruh

yang ringan tapi persisten dalam menurunkan tekanan darah sistolik dan

diastolik. Tiazolidindion dan metformin dapat menurunkan kadar lemak

bebas. Penggunaan metformin dapat mengurangi progresi diabetes 31%

dan efektif untuk pasien muda dengan obesitas.

- Dislipidemia, terapinya dengan gemfibrozil yang tidak hanya memperbaiki

profil lipid, tetapi juga secara bermakna menurunkan resikokardiovaskular.

Fenofibrat secara khusus digunakan untuk menurunkan trigliserida dan

meningkatkan kolesterol HDL, telah menunjukkan perbaikan profil lipid

yang sangat efektif dan mengurangi resikokarddiovaskular. Kombinasi

fenofibrat dan statin memperbaiki kadar trigliserida, kolesterol HDL, dan

LDL.

- Penggunaan aspirin dan statin dapat menurunkan kadar C-reactive protein

dan memperbaiki profil lipid sehingga diharapkan dapat menurunkan

resikopenyakit kardiovaskular.

IX. Preventif

44

Page 45: tutorial a blok 14.docx

The US Preventive Services Task Force merekomendasi konsultasi diet intensif

terhadap pasien2 dewasa yang mempunyai faktor2 resikountuk terjadinya penyulit

kardiovaskular. Para dokter keluarga lebih efektif dalam membantu pasien

menerapkan kebiasaan hidup sehat. The Diabetes Prevention Program telah

membuktikan bahwa intervensi gaya hidup yang ketat pada pasien prediabetes

dapat menghambat progresivitas terjadinya diabetes lebih dari 50% ( dari 11%

menjadi 4,8%)

X. Prognosis

Prognosis penyakit yang dialami melati Tn. B, tergantung pada kepatuhannya

menjalankan terapi dan usahanya dalam menjaga berat badan/ mengontrol pola

makan. Jika ditangani dengan baik, dapat bertahan hidup seperti orang normal.

Jika tidak ditangani dengan baik akan meningkatkan resiko gagal ginjal

kronikdan penyakit kardiovaskuler.

45

Page 46: tutorial a blok 14.docx

Obesitas

Kelebihan berat badan adalah suatu kondisi dimana perbandingan berat badan dan tinggi

badan melebihi standar yang ditentukan. Sedangkan obesitas adalah kondisi kelebihan lemak,

baik di seluruh tubuh atau terlokalisasi pada bagian bagian tertentu. Obesitas merupakan

peningkatan total lemak tubuh, yaitu apabila ditemukan kelebihan berat badan >20% pada pria

dan >25% pada wanita karena lemak (Ganong W.F, 2003). Faktor-faktor penyebab obesitas

masih terus diteliti. Baik faktor lingkungan maupun genetik berperan dalam terjadinya obesitas.

Faktor lingkungan antara lain pengaruh psikologi dan budaya. Dahulu status sosial dan ekonomi

juga dikaitkan dengan obesitas. Individu yang berasal dari keluarga sosial ekonomi rendah

biasanya mengalami malnutrisi. Sebaliknya, individu dari keluarga dengan status sosial ekonomi

lebih tinggi biasanya menderita obesitas. Kini diketahui bahwa sejak tiga dekade terakhir,

hubungan antara status sosial ekonomi dengan obesitas melemah karena prevalensi obesitas

meningkat secara dramatis pada setiap kelompok status sosial ekonomi (Zhang, 2004).

Meningkatnya obesitas tak lepas dari berubahnya gaya hidup, seperti menurunnya aktivitas fisik,

dan kebiasaan menonton televisi berjam-jam. Faktor genetik menentukan mekanisme pengaturan

berat badan normal melalui pengaruh hormon dan neural. Selain itu, faktor genetik juga

menentukan banyak dan ukuran sel adiposa serta distribusi regional lemak tubuh.

Obesitas berhubungan erat dengan distribusi lemak tubuh. Tipe obesitas menurut pola

distribusi lemak tubuh dapat dibedakan menjadi obesitas tubuh bagian atas (upper body obesity)

dan obesitas tubuh bagian bawah (lower body obesity). Obesitas tubuh bagian atas merupakan

46

Page 47: tutorial a blok 14.docx

dominansi penimbunan lemak tubuh di trunkal . Terdapat beberapa kompartemen jaringan lemak

pada trunkal, yaitu trunkal subkutaneus yang merupakan kompartemen paling umum,

intraperitoneal (abdominal), dan retroperitoneal. Obesitas tubuh bagian atas lebih banyak

didapatkan pada pria, oleh karena itu tipe obesitas ini lebih dikenal sebagai “android obesity”.

Tipe obesitas ini berhubungan lebih kuat dengan diabetes, hipertensi, dan penyakit

kardiovaskuler daripada obesitas tubuh bagian bawah. Obesitas tubuh bagian bawah merupakan

suatu keadaan tingginya akumulasi lemak tubuh pada regio gluteofemoral. Tipe obesitas ini lebih

banyak terjadi pada wanita sehingga sering disebut “gynoid obesity”. Tipe obesitas ini

berhubungan erat dengan gangguan menstruasi pada wanita (David., 2004).

Gambar 2.1 Data survei obesiti mengikut umur

Pengukuran Antropometri sebagai Skreening Obesitas

Obesitas dapat dinilai dengan berbagai cara, metode yang lazim digunakan saat ini antara

lain pengukuran IMT (Index Massa Tubuh), lingkar pinggang, serta perbandingan lingkar

pinggang dan panggul. Sebuah studi menyatakan bahwa pengukuran lingkar leher juga dapat

digunakan sebagai screening obesitas. Berikut ini penjelasan masing-masing metode pengukuran

antropometri tubuh:

a. IMT

47

Page 48: tutorial a blok 14.docx

Metode yang sering digunakan adalah dengan cara menghitung IMT, yaitu

BB/TB2 dimana BB adalah berat badan dalam kilogram dan TB adalah tinggi badan

dalam meter (Caballero B., 2005). Klasifikasi IMT dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Table 2.1 Klasifikasi IMT (International Diabetes Federation, 2005).

Klasifikasi IMT (kg/m2)BB kurang (underweight) <18,5Normal 18,5-24,9BB lebih (overweight) 25,0-29,9Obesitas, kelas I 30,0-34,9Obesitas, kelas II 35,0-39,9Obesitas ekstrim, kelas III >40

b. Lingkar Pinggang

IMT memiliki korelasi positif dengan total lemak tubuh, tetapi IMT bukan

merupakan indikator terbaik untuk obesitas Selain IMT, metode lain untuk

pengukuran antropometri tubuh adalah dengan cara mengukur lingkar pinggang.

Parameter penentuan obesitas merupakan hal yang paling sulit dilakukan karena

perbedaan cutt of point setiap etnis terhadap IMT maupun lingkar pinggang.

Sehinggga IDF (Internasional Diabetes Federation) mengeluarkan kriteria ukuran

lingkar pinggang berdasarkan etnis (Alberti, 2005).

Tabel 2.2 Kriteria ukuran pinggang berrdasarkan etnis

Negara/grup etnis Lingkar pinggang (cm) pada obesitasEropa Pria >94 Wanita >80Asia Selatan Populasi China, Melayu, dan Asia-India

Pria >90 Wanita >80

China Pria >90 Wanita >80Jepang Pria >85 Wanita >90Amerika Tengah Gunakan rekomendasi Asia Selatan hingga

tersedia data spesifikSub-Sahara Afrika Gunakan rekomendasi Eropa hingga tersedia

data spesifikTimur Tengah Gunakan rekomendasi Eropa hingga tersedia

data spesifik

c. Rasio Lingkar Perut – Pinggul

Tabel 2.3 Rasio Lingkar perut dan pinggul

Jenis Kelamin Ukuran RLPP Normal

48

Page 49: tutorial a blok 14.docx

Wanita <0.85Pria <0.90

Gambar 2.2 Fenotip obesitas menurut Vague, 1947.

Obesitas adalah suatu masalah kesehatan masyarakat yang sangat serius di seluruh dunia

karena berperan dalam meningkatnya morbiditas dan mortalitas. Prevalensi obesitas berbeda-

beda di setiap negara, mulai dari 7% di Perancis sampai 32,8% di Brazil.. Prevalensi obesitas

meningkat di setiap negara. Sebagai contoh, di Amerika Serikat prevalensi meningkat dari 12%

pada tahun 1991 menjadi 17,8% pada tahun 1998. Penelitian Himpunan Studi Obesitas Indonesia

(HISOBI) mendapatkan angka prevalensi obesitas pada wanita (11,02%) lebih besar daripada

pria (9,16%). Obesitas meningkat di setiap negara, pada setiap jenis kelamin, dan pada semua

kelompok usia, ras, dan tingkat pendidikan.

49

Page 50: tutorial a blok 14.docx

Diabetes Melitus

Diabetes mellitus atau DM yang juga dikenal di Indonesia dengan istilah penyakit

kencing manis adalah kelainan metabolik yang disebabkan oleh banyak faktor,

dengan simtoma berupa hiperglikemia kronis dan gangguan metabolism karbohidrat, lemak

dan protein, sebagai akibat dari :

Defisiensi sekresi hormon insulin, aktivitas insulin, atau keduanya

Defisiensi transporter glukosa

Atau keduanya.

Berbagai penyakit, sindrom dan simtoma dapat terpicu oleh diabetes mellitus, antara

lain: Alzheimer, ataxia-telangiectasia, sindrom Down, penyakit Huntington,

kelainan mitokondria, distrofi miotonis, penyakit Parkinson, sindrom Prader-Willi, sindrom

Werner, Sindrom Wolfram, leukoaraiosis, demensia, hipotiroidisme, hipertiroidisme, 

hipogonadisme, dan lain-lain.

Klasifikasi

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengklasifikasikan bentuk diabetes mellitus

berdasarkan perawatan dan simtoma:

1. Diabetes tipe 1, yang meliputi simtoma ketoasidosis hingga rusaknya sel beta di

dalam pankreas yang disebabkan atau menyebabkan autoimunitas, dan

bersifat idiopatik. Diabetes mellitus dengan patogenesis jelas, seperti fibrosis sistik

atau defisiensi mitokondria, tidak termasuk pada penggolongan ini.

2. Diabetes tipe 2, yang diakibatkan oleh defisiensi sekresi insulin, seringkali disertai

dengan sindrom resistansi insulin

50

Page 51: tutorial a blok 14.docx

3. Diabetes gestasional, yang meliputi gestational impaired glucose tolerance, GIGT

dan gestational diabetes mellitus, GDM. dan menurut tahap klinis tanpa

pertimbangan patogenesis, dibuat menjadi:

4. Insulin requiring for survival diabetes, seperti pada kasus defisiensi peptida-C.

5. Insulin requiring for control diabetes. Pada tahap ini, sekresi insulin endogenus tidak

cukup untuk mencapai gejala normoglicemia, jika tidak disertai dengan tambahan

hormon dari luartubuh.

6. Not insulin requiring diabetes.

Kelas empat pada tahap klinis serupa dengan klasifikasi IDDM (bahasa Inggris: insulin-

dependent diabetes mellitus), sedang tahap kelima dan keenam merupakan anggota klasifikasi

NIDDM (bahasa Inggris: non insulin-dependent diabetes mellitus). IDDM dan NIDDM

merupakan klasifikasi yang tercantum pada International Nomenclature of Diseases pada tahun

1991 dan revisi ke-10International Classification of Diseases pada tahun 1992.

Klasifikasi Malnutrion-related diabetes mellitus, MRDM, tidak lagi digunakan oleh

karena, walaupun malnutrisi dapat memengaruhi ekspresi beberapa tipe diabetes, hingga saat ini

belum ditemukan bukti bahwa malnutrisi atau defisiensi protein dapat menyebabkan diabetes.

Subtipe MRDM; Protein-deficient pancreatic diabetes mellitus, PDPDM, PDPD, PDDM, masih

dianggap sebagai bentuk malnutrisi yang diinduksi oleh diabetes mellitus dan memerlukan

penelitian lebih lanjut. Sedangkan subtipe lain, Fibrocalculous pancreatic diabetes, FCPD,

diklasifikasikan sebagai penyakit pankreas eksokrin pada lintasan fibrocalculous

pancreatopathy yang menginduksi diabetes mellitus.

Klasifikasi Impaired Glucose Tolerance, IGT, kini didefinisikan sebagai tahap dari cacat

regulasi glukosa, sebagaimana dapat diamati pada seluruh tipe kelainan hiperglisemis. Namun

tidak lagi dianggap sebagai diabetes.

Klasifikasi Impaired Fasting Glycaemia, IFG, diperkenalkan sebagai simtoma rasio gula

darah puasa yang lebih tinggi dari batas atas rentang normalnya, tetapi masih di bawah rasio

yang ditetapkan sebagai dasar diagnosa diabetes.

Diabetes mellitus tipe 1

51

Page 52: tutorial a blok 14.docx

Diabetes mellitus tipe 1, diabetes anak-anak (bahasa Inggris: childhood-onset diabetes,

juvenile diabetes, insulin-dependent diabetes mellitus, IDDM) adalah diabetes yang terjadi

karena berkurangnya rasio insulin dalam sirkulasi darah akibat hilangnya sel beta penghasil

insulin pada pulau-pulau Langerhans pankreas. IDDM dapat diderita oleh anak-anak maupun

orang dewasa.

Sampai saat ini IDDM tidak dapat dicegah dan tidak dapat disembuhkan, bahkan

dengan diet maupun olah raga. Kebanyakan penderita diabetes tipe 1 memiliki kesehatan dan

berat badan yang baik saat penyakit ini mulai dideritanya. Selain itu, sensitivitas maupun respons

tubuh terhadap insulin umumnya normal pada penderita diabetes tipe ini, terutama pada tahap

awal.

Penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe 1 adalah kesalahan

reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut dapat

dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh.

Saat ini, diabetes tipe 1 hanya dapat diobati dengan menggunakan insulin, dengan

pengawasan yang teliti terhadap tingkat glukosa darah melalui alat monitor pengujian darah.

Pengobatan dasar diabetes tipe 1, bahkan untuk tahap paling awal sekalipun, adalah penggantian

insulin. Tanpa insulin, ketosis dan diabetic ketoacidosis bisa menyebabkan koma bahkan bisa

mengakibatkan kematian. Penekanan juga diberikan pada penyesuaian gaya hidup (diet dan

olahraga). Terlepas dari pemberian injeksi pada umumnya, juga dimungkinkan pemberian insulin

melalui pump, yang memungkinkan untuk pemberian masukan insulin 24 jam sehari pada

tingkat dosis yang telah ditentukan, juga dimungkinkan pemberian dosis (a bolus) dari insulin

yang dibutuhkan pada saat makan. Serta dimungkinkan juga untuk pemberian masukan insulin

melalui "inhaled powder".

Perawatan diabetes tipe 1 harus berlanjut terus. Perawatan tidak akan memengaruhi

aktivitas-aktivitas normal apabila kesadaran yang cukup, perawatan yang tepat, dan kedisiplinan

dalam pemeriksaan dan pengobatan dijalankan. Tingkat Glukosa rata-rata untuk pasien diabetes

tipe 1 harus sedekat mungkin ke angka normal (80-120 mg/dl, 4-6 mmol/l). Beberapa dokter

menyarankan sampai ke 140-150 mg/dl (7-7.5 mmol/l) untuk mereka yang bermasalah dengan

angka yang lebih rendah, seperti "frequent hypoglycemic events". Angka di atas 200 mg/dl (10

52

Page 53: tutorial a blok 14.docx

mmol/l) seringkali diikuti dengan rasa tidak nyaman dan buang air kecil yang terlalu sering

sehingga menyebabkan dehidrasi. Angka di atas 300 mg/dl (15 mmol/l) biasanya membutuhkan

perawatan secepatnya dan dapat mengarah ke ketoasidosis. Tingkat glukosa darah yang rendah,

yang disebut hipoglisemia, dapat menyebabkan kehilangan kesadaran.

Diabetes mellitus tipe 2

Diabetes mellitus tipe 2 (bahasa Inggris: adult-onset diabetes, obesity-related diabetes,

non-insulin-dependent diabetes mellitus, NIDDM) merupakan tipe diabetes mellitus yang terjadi

bukan disebabkan oleh rasio insulin di dalam sirkulasi darah, melainkan merupakan kelainan

metabolisme yang disebabkan oleh mutasi pada banyak gen, termasuk yang mengekspresikan

disfungsisel β, gangguan sekresi hormon insulin, resistansi sel terhadap insulin yang disebabkan

oleh disfungsi GLUT10 dengan kofaktor hormon resistin yang menyebabkan sel jaringan,

terutama pada hati menjadi kurang peka terhadap insulin serta RBP4 yang menekan penyerapan

glukosa oleh otot lurik namun meningkatkan sekresi gula darah oleh hati. Mutasi gen tersebut

sering terjadi pada kromosom 19 yang merupakan kromosom terpadat yang ditemukan

pada manusia.

Pada NIDDM ditemukan ekspresi SGLT1 yang tinggi, rasio RBP4 dan

hormon resistin yang tinggi, peningkatan laju metabolisme glikogenolisis dan glukoneogenesis

pada hati, penurunan laju reaksi oksidasi dan peningkatan laju reaksi esterifikasi pada hati.

NIDDM juga dapat disebabkan oleh dislipidemia, lipodistrofi, dan sindrom resistansi

insulin.

Pada tahap awal kelainan yang muncul adalah berkurangnya sensitifitas terhadap insulin,

yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah. Hiperglisemia dapat diatasi

dengan obat anti diabetes yang dapat meningkatkan sensitifitas terhadap insulin atau mengurangi

produksi glukosa dari hepar, namun semakin parah penyakit, sekresi insulin pun semakin

berkurang, dan terapi dengan insulin kadang dibutuhkan. Ada beberapa teori yang menyebutkan

penyebab pasti dan mekanisme terjadinya resistensi ini, namun obesitas sentraldiketahui sebagai

faktor predisposisi terjadinya resistensi terhadap insulin, dalam kaitan dengan pengeluaran

dari adipokines (nya suatu kelompok hormon) itu merusak toleransi glukosa. Obesitas ditemukan

di kira-kira 90% dari pasien dunia dikembangkan diagnosis dengan jenis 2 kencing manis. Faktor

53

Page 54: tutorial a blok 14.docx

lain meliputi mengeram dan sejarah keluarga, walaupun di dekade yang terakhir telah terus

meningkat mulai untuk memengaruhi anak remaja dan anak-anak.

Diabetes tipe 2 dapat terjadi tanpa ada gejala sebelum hasil diagnosis. Diabetes tipe 2

biasanya, awalnya, diobati dengan cara perubahan aktivitas fisik (olahraga), diet (umumnya

pengurangan asupan karbohidrat), dan lewat pengurangan berat badan. Ini dapat memugar

kembali kepekaan hormon insulin, bahkan ketika kerugian berat/beban adalah rendah hati,,

sebagai contoh, di sekitar 5 kg ( 10 sampai 15 lb), paling terutama ketika itu ada di deposito

abdominal yang gemuk. Langkah yang berikutnya, jika perlu,, perawatan dengan lisan

antidiabetic drugs. [Sebagai/Ketika/Sebab] produksi hormon insulin adalah pengobatan pada

awalnya tak terhalang, lisan ( sering yang digunakan di kombinasi) kaleng tetap digunakan untuk

meningkatkan produksi hormon insulin ( e.g., sulfonylureas) dan mengatur pelepasan/release

yang tidak sesuai tentang glukosa oleh hati ( dan menipis pembalasan hormon insulin sampai

taraf tertentu ( e.g.,metformin), dan pada hakekatnya menipis pembalasan hormon insulin ( e.g.,

thiazolidinediones). Jika ini gagal, ilmu pengobatan hormon insulin akan jadilah diperlukan

untuk memelihara normal atau dekat tingkatan glukosa yang normal. Suatu cara hidup yang

tertib tentang cek glukosa darah direkomendasikan dalam banyak kasus, paling terutama sekali

dan perlu ketika mengambil kebanyakan pengobatan.

Sebuah zat penghambat dipeptidyl peptidase 4 yang disebut sitagliptin, baru-baru ini

diperkenankan untuk digunakan sebagai pengobatan diabetes mellitus tipe 2.[14] Seperti zat

penghambatdipeptidyl peptidase 4 yang lain, sitagliptin akan membuka peluang bagi

perkembangan sel tumor maupun kanker.

Sebuah fenotipe sangat khas ditunjukkan oleh NIDDM pada manusia adalah

defisiensi metabolisme oksidatif di dalam mitokondria pada otot lurik. Sebaliknya, hormon tri-

iodotironinamenginduksi biogenesis di dalam mitokondria dan meningkatkan sintesis ATP

sintase pada kompleks V, meningkatkan aktivitas sitokrom c oksidase pada kompleks IV,

menurunkan spesi oksigen reaktif, menurunkan stres oksidatif,[20] sedang hormon melatonin akan

meningkatkan produksi ATP di dalam mitokondria serta meningkatkan aktivitas respiratory

chain, terutama pada kompleks I, III dan IV.[21] Bersama dengan insulin, ketiga hormon ini

membentuk siklus yang mengatur fosforilasi oksidatif mitokondria di dalam otot lurik.[22] Di sisi

54

Page 55: tutorial a blok 14.docx

lain, metalotionein yang menghambat aktivitas GSK-3beta akan mengurangi resikodefisiensi otot

jantung pada penderita diabetes.

Simtoma yang terjadi pada NIDDM dapat berkurang dengan dramatis, diikuti dengan

pengurangan berat tubuh, setelah dilakukan bedah bypass usus. Hal ini diketahui sebagai akibat

dari peningkatan sekresi hormon inkretin, namun para ahli belum dapat menentukan apakah

metoda ini dapat memberikan kesembuhan bagi NIDDM dengan

perubahan homeostasis glukosa.

Pada terapi tradisional, flavonoid yang mengandung senyawa hesperidin dan naringin,

diketahui menyebabkan:

Peningkatan mRNA glukokinase,

Peningkatan ekspresi GLUT4 pada hati dan jaringan

Peningkatan pencerap gamma proliferator peroksisom

Peningkatan rasio plasma hormon insulin, protein C dan leptin[28]

Penurunan ekspresi GLUT2 pada hati

Penurunan rasio plasma asam lemak dan kadar trigliserida pada hati

Penurunan rasio plasma dan kadar kolesterol dalam hati, antara lain

dengan menekan 3-hydroxy-3-methylglutaryl-coenzyme reductase, asil-

KoA, kolesterol asiltransferase

Penurunan oksidasi asam lemak di dalam hati dan aktivitas karnitina

palmitoil, antara lain dengan mengurangi sintesis glukosa-6 fosfatase

dehidrogenase dan fosfatidat fosfohidrolase

Meningkatkan laju lintasan glikolisis dan/atau menurunkan laju

lintasan glukoneogenesis

Sedangkan naringin sendiri, menurunkan transkripsi mRNA

fosfoenolpiruvat karboksikinase dan glukosa-6 fosfatase di dalam hati.

Hesperidin merupakan senyawa organik yang banyak ditemukan pada

buah jenis jeruk, sedang naringin banyak ditemukan pada buah

jenis anggur.

Diabetes mellitus tipe 3

55

Page 56: tutorial a blok 14.docx

Diabetes mellitus atau diabetes melitus yang terjadi hanya selama kehamilan dan pulih

setelah melahirkan, dengan keterlibataninterleukin-6 dan protein reaktif C pada

lintasan patogenesisnya. GDM mungkin dapat merusak kesehatan janin atau ibu, dan sekitar 20–

50% dari wanita penderita GDM bertahan hidup.

Diabetes melitus pada kehamilan terjadi di sekitar 2–5% dari semua kehamilan. GDM

bersifat temporer dan dapat meningkat maupun menghilang setelah melahirkan. GDM dapat

disembuhkan, namun memerlukan pengawasan medis yang cermat selama masa kehamilan.

Meskipun GDM bersifat sementara, bila tidak ditangani dengan baik dapat

membahayakan kesehatan janin maupun sang ibu. Resiko yang dapat dialami oleh bayi meliputi

makrosomia (berat bayi yang tinggi/diatas normal), penyakit jantung bawaan dan kelainan sistem

saraf pusat, dan cacat otot rangka. Peningkatan hormon insulin janin dapat menghambat

produksi surfaktan janin dan mengakibatkan sindrom gangguan pernapasan. Hyperbilirubinemia

dapat terjadi akibat kerusakan sel darah merah. Pada kasus yang parah, kematian sebelum

kelahiran dapat terjadi, paling umum terjadi sebagai akibat dari perfusi plasenta yang buruk

karena kerusakan vaskular. Induksi kehamilan dapat diindikasikan dengan menurunnya fungsi

plasenta. Operasi sesar dapat akan dilakukan bila ada tanda bahwa janin dalam bahaya atau

peningkatan resiko luka yang berhubungan dengan makrosomia, seperti distosia bahu.

Patofisiologi

Kemungkinan induksi diabetes tipe 2 dari berbagai macam kelainan hormonal, seperti

hormon sekresi kelenjar adrenal, hipofisis dan tiroid merupakan studi pengamatan yang sedang

laik daun saat ini. Sebagai contoh, timbulnya IGT dan diabetes mellitus sering disebut terkait

oleh akromegali dan hiperkortisolisme atau sindrom Cushing.

Hipersekresi hormon GH pada akromegali dan sindrom Cushing sering berakibat pada

resistansi insulin, baik pada hati dan organ lain, dengan simtoma hiperinsulinemia dan

hiperglisemia, yang berdampak pada penyakit kardiovaskular dan berakibat kematian.

GH memang memiliki peran penting dalam metabolisme glukosa dengan

menstimulasi glukogenesis dan lipolisis, dan meningkatkan kadar glukosa darah dan asam

lemak. Sebaliknya, insulin-like growth factor 1 (IGF-I) meningkatkan kepekaan terhadap insulin,

56

Page 57: tutorial a blok 14.docx

terutama pada otot lurik. Walaupun demikian, pada akromegali, peningkatan rasio IGF-I tidak

dapat menurunkan resistansi insulin, oleh karena berlebihnya GH.

Terapi dengan somatostatin dapat meredam kelebihan GH pada sebagian banyak orang,

tetapi karena juga menghambat sekresi insulin dari pankreas, terapi ini akan memicu komplikasi

padatoleransi glukosa.

Sedangkan hipersekresi hormon kortisol pada hiperkortisolisme yang menjadi

penyebab obesitas viseral, resistansi insulin, dan dislipidemia, mengarah pada hiperglisemia dan

turunnya toleransi glukosa, terjadinya resistansi insulin, stimulasi glukoneogenesis dan

glikogenolisis. Saat bersinergis dengan kofaktor hipertensi, hiperkoagulasi, dapat meningkatkan

resikokardiovaskular.

Hipersekresi hormon juga terjadi pada kelenjar tiroid berupa tri-

iodotironina dengan hipertiroidisme yang menyebabkan abnormalnya toleransi glukosa.

Pada penderita tumor neuroendokrin, terjadi perubahan toleransi glukosa yang

disebabkan oleh hiposekresi insulin, seperti yang terjadi pada pasien bedah pankreas,

feokromositoma glukagonoma dan somatostatinoma.

Hipersekresi hormon ditengarai juga menginduksi diabetes tipe lain, yaitu tipe 1. Sinergi

hormon berbentuk sitokina, interferon-gamma dan TNF-α, dijumpai membawa

sinyal apoptosis bagi sel beta, baik in vitro maupun in vivo. Apoptosis sel beta juga terjadi akibat

mekanisme Fas-FasL, dan/atau hipersekresi molekul sitotoksik, seperti granzim dan perforin,

selain hiperaktivitassel T CD8- dan CD4-.

Komplikasi

Komplikasi jangka lama termasuk penyakit kardiovaskular (resikoganda), kegagalan

kronis ginjal (penyebab utama dialisis), kerusakan retina yang dapat menyebabkan kebutaan,

serta kerusakansaraf yang dapat menyebabkan impotensi dan gangren dengan resikoamputasi.

Komplikasi yang lebih serius lebih umum bila kontrol kadar gula darah buruk.

Ketoasidosis diabetikum

57

Page 58: tutorial a blok 14.docx

Pada penderita diabetes tipe I, gejalanya timbul secara tiba-tiba dan bisa berkembang

dengan cepat ke dalam suatu keadaan yang disebut dengan ketoasidosis diabetikum. Kadar gula

di dalam darah adalah tinggi tetapi karena sebagian besar sel tidak dapat menggunakan gula

tanpa insulin, maka sel-sel ini mengambil energi dari sumber yang lain. Sel lemak dipecah dan

menghasilkan keton, yang merupakan senyawa kimia beracun yang bisa menyebabkan darah

menjadi asam (ketoasidosis). Gejala awal dari ketoasidosis diabetikum adalah rasa haus dan

sering kencing, mual, muntah, lelah dan nyeri perut (terutama pada anak-anak). Pernapasan

menjadi dalam dan cepat karena tubuh berusaha untuk memperbaiki keasaman darah. Bau napas

penderita tercium seperti bau aseton. Tanpa pengobatan, ketoasidosis diabetikum bisa

berkembang menjadi koma, kadang dalam waktu hanya beberapa jam. Bahkan setelah mulai

menjalani terapi insulin, penderita diabetes tipe I bisa mengalami ketoasidosis jika mereka

melewatkan satu kali penyuntikan insulin atau mengalami stres akibat infeksi, kecelakaan atau

penyakit yang serius. Penderita diabetes tipe II bisa tidak menunjukkan gejala selama beberapa

tahun. Jika kekurangan insulin semakin parah, maka timbullah gejala yang berupa sering kencing

dan haus. Jarang terjadi ketoasidosis. Jika kadar gula darah sangat tinggi (sampai lebih dari 1.000

mg/dL, biasanya terjadi akibat stres-misalnya infeksi atau obat-obatan), maka penderita akan

mengalami dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan kebingungan mental, pusing, kejang dan

suatu keadaan yang disebut koma hiperglikemik-hiperosmolar non-ketotik.

Hipoglikemi

Diagnosis

Tabel: Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan

metode enzimatik sebagai patokan penyaring dan diagnosis

DM (mg/dl).

Bukan

DM

Belum

pasti DM

DM

Kadar glukosa darah sewaktu:

Plasma vena <110 110 - 199 >200

Darah kapiler <90 90 - 199 >200

Kadar glukosa darah puasa:

58

Page 59: tutorial a blok 14.docx

Plasma vena <110 110 - 125 >126

Darah kapiler <90 90 - 109 >110

Simtoma klinis

Simtoma hiperglisemia lebih lanjut menginduksi tiga gejala klasik lainnya:

Poliuria - sering buang air kecil

Polidipsia - selalu merasa haus

Polifagia - selalu merasa lapar

Penurunan berat badan, seringkali hanya pada diabetes mellitus tipe 1 dan setelah jangka

panjang tanpa perawatan memadai, dapat memicu berbagai komplikasi kronis, seperti:

Gangguan pada mata dengan potensi berakibat pada kebutaan

Gangguan pada ginjal hingga berakibat pada gagal ginjal

Gangguan kardiovaskular, disertai lesi membran basalis yang dapat diketahui

dengan pemeriksaan menggunakan mikroskop elektron

Gangguan pada sistem saraf hingga disfungsi saraf autonom, foot

ulcer, amputasi, charcot joint dan disfungsi seksual

Dan gejala lain seperti dehidrasi, ketoasidosis, ketonuria dan hiperosmolar

non-ketotik yang dapat berakibat pada stupor dan koma.

Rentan terhadap infeksi.

Kata diabetes mellitus itu sendiri mengacu pada simtoma yang disebut glikosuria, atau

kencing manis, yang terjadi jika penderita tidak segera mendapatkan perawatan.

Penanganan

Pasien yang cukup terkendali dengan pengaturan makan saja tidak mengalami kesulitan

kalau berpuasa. Pasien yang cukup terkendali dengan obat dosis tunggal juga tidak mengalami

kesulitan untuk berpuasa. Obat diberikan pada saat berbuka puasa. Untuk yang terkendali dengan

obat hipoglikemik oral (OHO) dosis tinggi, obat diberikan dengan dosis sebelum berbuka lebih

59

Page 60: tutorial a blok 14.docx

besar daripada dosis sahur. Untuk yang memakai insulin, dipakai insulin jangka menengah yang

diberikan saat berbuka saja. Sedangkan pasien yang harus menggunakan insulin (DMTI) dosis

ganda, dianjurkan untuk tidak berpuasa dalam bulan Ramadhan.

Hipertensi

Yoshinaga dkk menggunakan kriteria hipertensi sebagai berikut, derajat 1-3 tekanan darah

sistolik ≥120 mm Hg dan tekanan darah diastolik ≥70 mm Hg; derajat 4-5 tekanan darah sistolik

≥130 mm Hg dan tekanan darah diastolik ≥80 mm Hg. Menurut The Fourth Report on the

Diagnosis, Evaluation, andTreatment of High Blood Pressure in Children and Adolescents

(2004), definisi hipertensi pada anak adalah apabila tekanan darah sistolik atau diastolic di atas

atau sama dengan persentil 95 menurut umur, jenis kelamin, dan tinggi badan.

I. Patofisiologi hipertensi pada sindrom metabolik

Definisi sindrom metabolik pada dewasa telah disepakati, namun kontroversi mengenai etiologi

yang mendasari sindrom metabolik sampai saat ini masih tetap ada. Hipotesis terbaik

menyatakan bahwa obesitas dan resistensi insulin merupakan kunci terjadinya sindrom

metabolik. Obesitas terjadi karena ketidakseimbangan antara asupan energi dengan luaran energi,

yaitu asupan energi yang tinggi atau luaran energi yang rendah. Asupan energi tinggi disebabkan

konsumsi makanan yang berlebihan, sedangkan luaran energi rendah disebabkan metabolisme

tubuh yang rendah, aktivitas fisik, dan efek termogenesis makanan. Kelebihan energi disimpan

dalam bentuk jaringan lemak.

Hubungan antara obesitas dan hipertensi telah lama diketahui dan telah banyak

dilaporkan oleh banyak peneliti, namun mekanisme terjadinya hipertensi akibat obesitas hingga

saat ini belum jelas. Sebagian besar peneliti menitikberatkan patofisiologi tersebut pada tiga hal

utama yaitu gangguan sistem autonom, resistensi insulin, serta abnormalitas struktur dan fungsi

pembuluh darah. Ketiga hal tersebut dapat saling mempengaruhi satu dengan lainnya.

Akhir-akhir ini diketahui bahwa peningkatan kejadian obesitas dan sindrom metabolik

terjadi akibat asupan total fruktosa meningkat. Fruktosa seperti gula lainnya menyebabkan

peningkatan kadar asam urat dengan cepat. Fruktosa adalah gula biasa yang terdapat pada madu

dan buah-buahan. Fruktosa sering ditambahkan pada minuman ringan, kue, permen, dan yogurt.

Pemberian fruktosa oral atau intravena dalam waktu 30-60 menit dapat meningkatkan asam urat

60

Page 61: tutorial a blok 14.docx

serum pada manusia dan hal ini dapat berkesinambungan. Glukosa dan gula sederhana lainnya

tidak mempunyai efek seperti ini. Di hati, fruktosa akan diubah menjadi fruktosa-11 fosfat dan

adenosin triphosphate (ATP) oleh enzim fruktokinase, dan selanjutnya diubah menjadi

adenosine diphosphate (ADP). Turunan ADP dimetabolisme menjadi bermacam-macam subtrat

purin. Pelepasan fosfat yang cepat bersamaan dengan reaksi adenosine monophosphate (AMP)

deaminase. Kombinasi keduanya akan meningkatkan substrat melalui fruktosa oral, dan enzim

(deaminase AMP) merupakan regulasi produksi asam urat (Gambar 1). Asam urat yang tinggi

dapat mengakibatkan disfungsi endotel dan menurunkan bioavailabilitas nitric oxide (NO)

endotel. Gangguan nitric oxide memediasi terjadinya resistensi insulin dan hipertensi.

Gambar 1 Fruktosa induksi produksi asam urat di sel hati.

Peran obesitas dan resistensi insulin pada sindrom metabolik telah banyak dilaporkan.

Obesitas sering berhubungan dengan hiperinsulinemia, khususnya tipe android. Laki-laki

obesitas cenderung mempunyai deposit lemak di daerah atas tubuh khususnya pada tengkuk,

leher, bahu, dan perut yang disebut obesitas tipe android. Pada perempuan obesitas dijumpai

deposit lemak dengan area yang sama dengan laki-laki meskipun mereka juga mempunyai batas

area segmen bawah seperti pada bokong dan pinggul yang disebut obesitas tipe ginekoid. Pada

obesitas tipe android (obesitas sentral), lemak berakumulasi sebagai lemak viseral/intra-

abdominal atau lemak subkutan abdomen. Obesitas tipe android berisiko mengalami sindrom

metabolik dan penyakit kardiovaskular, khususnya jika terdapat lemak viseral yang berlebihan.

61

Page 62: tutorial a blok 14.docx

Kadar adiponektin yang rendah, adanya resistensi leptin, serta berbagai sitokin yang terlepas dari

sel adiposa dan sel inflamasi yang menginfiltrasi jaringan lemak (misalnya makrofag)

menurunkan ambilan asam lemak bebas oleh mitokondria pada beberapa jaringan, menurunkan

oksidasi asam lemak bebas, dan menyebabkan akumulasi asam lemak bebas intrasel. Kelebihan

asam lemak bebas intraselular dan metabolik (fatty acyl CoA, diacyglgycerol,dan ceramide)

dapat memicu terjadi resistensi insulin (bahkan hiperisulinemia dan hiperglikemia).

Pada obesitas terjadi resistensi insulin dan gangguan fungsi endotel pembuluh darah yang

menyebabkan vasokonstriksi dan reabsorpsi natrium di ginjal yang mengakibatkan hipertensi.

Telah dibuktikan oleh penelitian yang menyatakan retensi garam berhubungan dengan

hiperinsulinemia pada obesitas yang menyebabkan hipertensi. Demikian juga insulin dapat

meningkatkan produksi norepinephrine plasma yang bermakna yang dapat meningkatkan

tekanan darah. Perbaikan tekanan darah dan respons intoleransi glukosa dengan peningkatan

aktivitas fisik pada obesitas juga berhubungan dengan penurunan kadar insulin plasma.

Resistensi insulin dapat meningkatkan tekanan darah melalui penurunan nitric oxide yang

menimbulkan vasodilatasi, peningkatan sensitivitas garam, atau peningkatan volume plasma.

Penelitian lain menunjukkan kecepatan natriuresis dan pengeluaran antinatriuresis

sesudah fast have dan memperlihatkan hubungan antara kadar insulin serum dan eskresi garam.

Retensi natrium menyebabkan hiperinsulinemia yang indenpenden dari hipoglikemia, laju filtrasi

glumerulus (LFG), aliran darah ginjal, atau kadar aldosterol plasma. Hubungan antara resisten

insulin dan tekanan darah pada anak obesitas telah diteliti oleh Umboh dkk. Sebagian besar anak

obesitas menderita pre-hipertensi dan terdapat korelasi linier yang lemah antara kadar insulin dan

tekanan darah, serta resistensi insulin mempengaruhi peningkatan tekanan darah sistolik pada

anak obese. Pada penelitian ini anak yang obesitas diambil dari anak yang BMI lebih dari

persentil ke-95, dan definisi sindrom metabolik tidak disebutkan walaupun beberapa kriteria

sindrom metabolik terdapat pada penelitian ini.

Konsumsi makanan tinggi kalori akan mengakibatkan sindrom metabolik dengan

meningkatnya massa lemak di daerah abdomen pada individu yang rentan. Masa lemak abdomen

merupakan sumber asam lemak bebas dalam sirkulasi. Penelitian dengan menggunakan model

clamp euglycemic hyperinsulinemia menunjukkan efek marker antinatriuretic pada insulin.

Peningkatan masa sel lemak menyebabkan peningkatan produksi angiotensinogen di

jaringan lemak, yang berperan penting dalam peningkatan tekanan darah. Sel lemak juga

62

Page 63: tutorial a blok 14.docx

membuat enzim konvertase angiotensin dan katepsin, yang memiliki efek lokal pada katabolisme

dan konversi angiotensin.

Asam lemak dapat meningkatkan stres oksidatif pada sel endotel dan proses ini

diamplifikasi oleh angiotensin. Telah dibuktikan bahwa renin angiotensin system (RAS) pada

jaringan lemak terlibat dalam patofisiologi obesitas dan penyakit yang berhubungan dengan

obesitas, termasuk hipertensi dan resitensi insulin. Kadar RAS lokal di dalam jaringan lemak

berperan dalam meningkatkan aktivitas RAS sistemik, sehingga menyebabkan kenaikan tekanan

darah.

Jumlah jaringan lemak pada individu dengan obesitas menyebabkan peningkatan RAS

dalam jaringan lemak. Selain itu, angiotensin II (komponen utama RAS) dan angiotensinogen

(prekursor angiotensin II) berperan dalam pertumbuhan, diferensiasi dan metabolism jaringan

lemak, yang dalam jangka panjang dapat mendorong penyimpanan trigliserida dalam hati, otot

rangka, serta pankreas, sehingga menyebabkan resistensi insulin.

Pada obesitas, selain pertambahan masa lemak, masa non-lemak juga meningkat, dan

terjadi hipertrofi organ seperti jantung dan ginjal. Pada ginjal terjadi glomerulomegali,

vasodilatasi arteriol aferen, dan vasokonstriksi arteriol eferen yang menyebabkan hipertensi

intraglomerular. Hipertensi intraglomerular merupakan awal terjadinya mikroalbuminuria dan

proteinuria yang selanjutnya melalui berbagai mekanisme selular akan menyebabkan

glomerulosklerosis dan fibrosis tubulointertisial pada obesitas.

Peningkatan asupan lemak akan mengubah reabsorpsi natrium di ginjal. Pada penelitian

diketahui bahwa retriksi garam atau gabungan retriksi garam dan pengurangan kalori dapat

menormalkan tekanan darah pada perempuan obesitas. Pengurangan kalori yang tidak disertai

pengurangan natrium tidak menimbulkan efek hipotensi. Pendapat tersebut dibantah oleh

penelitian lain yang melaporkan bahwa tekanan darah turun pada pasien overweight dengan

hipertensi yang kehilangan berat badan rata-rata 10,5 kg. Pada observasi, subjek penelitian dan

kelompok kontrol mengalami penurunan berat badan disertai penurunan tekanan darah,

meskipun kedua kelompok mendapat asupan garam yang tinggi. Sayangnya penelitian tidak

melakukan pemeriksaan secara objektif terhadap asupan dan ekskresi garam. Obesitas

berhubungan dengan aktivitas renin-angiotensin, hiperinsulinemia dan peningkatan aktivitas

sistem saraf simpatetik, dan semua ini berkontribusi pada reabsorpsi natrium dan berhubungan

dengan retensi cairan sehingga menyebabkan hipertensi obesitas renal (Gambar 2).

63

Page 64: tutorial a blok 14.docx

Gambar 2. Patogenesis hipertensi pada sindrom metabolik.

Manifestasi awal hipertensi pada obesitas diawali oleh hipertensi sistolik tanpa disertai

hipertensi diastolic (isolated systolic hypertension). Pada penelitian pengukuran tekanan darah

pada remaja dengan obesitas, ditemukan 94% subjek hipertensi sistolik. Dalam penelitian lain

pada kelompok remaja di Amerika Serikat didapatkan bahwa hipertensi sistolik tanpa hipertensi

diastolik merupakan faktor risiko terjadinya morbiditas dan mortalitas kardiovaskular pada masa

dewasa kelak. Obesitas selalu dihubungkan dengan terjadinya hipertensi tetapi masih belum

begitu jelas kenapa hipertensi tidak terjadi pada semua pasien obesitas. Reade dkk melakukan

penelitian pada anak obesitas dengan hipertensi dan yang tidak disertai hipertensi. Dalam

penelitiannya, anak obesitas disertai hipertensi cenderung mengalami obstructive sleep apnea

syndrome (OSAS) dibandingkan anak obesitas dengan normotensi. Penemuan ini sesuai dengan

hipotesis yang menyatakan bahwa OSAS merupakan salah satu faktor penyebab obesitas yang

tidak selalu mengalami hipertensi.

64

Page 65: tutorial a blok 14.docx

II. Pengobatan hipertensi

Kejadian hipertensi meningkat pada anak yang obesitas, umumnya terdapat pada remaja dengan

kombinasi faktor risiko kardiovaskular, riwayat keluarga maupun etnik untuk terjadinya

hipertensi. Perjalanan klinis hipertensi dengan obesitas berawal dari karekteristik tekanan darah

sistolik yang meningkat. Hipertensi sistolik merupakan faktor risiko terjadinya kesakitan dan

kematian pada kardiovaskular seperti dilaporkan pada pasien dewasa. Dalam tata laksana

hipertensi, beberapa penelitian menganjurkan untuk menurunkan berat badan. Penurunan berat

badan diikuti dengan diet dan latihan merupakan terapi primer pada hipertensi dengan obesitas.

Hipertensi persisten terindikasi mendapat terapi farmakologi karena berhubungan dengan

faktor risiko diabetes tipe 1 dan 2, hipertensi yang mengganggu organ target atau organ lainnya.

Pada keadaan seperti ini dipertimbangkan penggunaan obat antihipertensi dosis tunggal dan

diawali dengan dosis rendah. Pengobatan hipertensi pada anak menggunakan ACE inhibitor,

angiotensin receptor blockers, B-blockers, calcium chanel blockers, dan diuretik. Terapi

antihipertensi spesifik dapat dilakukan dengan melihat penyakit yang mendasarinya atau kondisi

medik yang terjadi bersamaan. Sebagai contoh, penggunaan ACE inhibitor, angiotensin receptor

blocker pada diabetes dengan mikroalbuminuria atau dengan proteinuria. Pada penelitian

Douglas dkk, (dikutip dari Matthews dan Solomon) yang memberikan obat anti hipertensi pada

hipertensi primer dan sekunder berupa CCB (calcium-channel blockers) yang terdiri dari

amlodipin dan nifedipin serta ACE inhibitor yang terdiri dari enalapril dan kaptopril yang pada

akhirnya menyatakan pilihan obat anti hipertensi tergantung pada etiologi hipertensi tersebut.

Pada pasien hipertensi yang disertai penyakit yang mendasarinya, dengan mempertimbangkan

manfaat penurunan proteinuria pada pasien dengan penyakit glomerular atau malformating

renalis, sebaiknya dipertimbangkan pemberian ACE inhibitor.

Untuk anak yang tidak disertai komplikasi primer hipertensi dan tidak mengganggu organ

target, tekanan darah dapat dicapai kurang dari persentil ke-95 berdasarkan jenis kelamin, umur,

dan tinggi badan sedangkan pada anak dengan gagal ginjal kronik, diabetes, atau dengan

gangguan organ target, tekanan darah diharapkan mencapai kurang dari persentil ke-90

berdasarkan jenis kelamin, umur dan tinggi badan. Disimpulkan bahwa obesitas dan resistensi

insulin merupakan komponen penting yang mendasari sindrom metabolik. Hipertensi pada

65

Page 66: tutorial a blok 14.docx

sindrom metabolik terjadi melalui beberapa faktor yaitu peningkatan aktivitas saraf simpatis,

peningkatan aktivitas sistem renin angiotensi, serta gangguan vasodilatasi. Kombinasi hipertensi

dan komponen sindrom metabolik akan meningkatkan timbulnya kerusakan organ target dan

kejadian penyakit kardiovaskular, serta mortalitas.

66

Page 67: tutorial a blok 14.docx

IX. Kerangka Konsep

67

Faktor lingkungan

Tn. B menderita obesitas

Penumpukan sel adiposa

TNF alfa , IL- 6 , adiponektin , leptin , resistin , PAI-1

Resistensi insulin

Gangguan transpor glukosa ke sel

Peningkatan glukosa darah

neuropati

Sumber pembentuk

energi

Sel kekurangan energi

Mudah lelah

Mepengaruhi pusat lapar di otak

Polifagi

Mempengaruhi jalur poliol, ROS, dan AGES

kesemutan

Respon tubuh

hiperinsulin

Aktivasi sistem renin angiotensin

Aktivasi saraf

simpatis

Retensi natrium dan

air

hipertensi

Merangsang IGF

Reseptor di epidermis

Hiperplasi dan hiper pigmentasi

Acantosis nigricans

filtrasi di tubulus ginjal meningkat dan hiperosmotik

plasma

glukosuria

Diuresis osmotik

poliuria

Dehidrasi haus

polidipsi

Faktor genetik

hiperglikemia

Page 68: tutorial a blok 14.docx

X. Kesimpulan

Tn. B, 35 tahun dengan berat badan 95 kg dan tinggi badan 165 cm mengalami

diabetes mellitus tipe 2 dan hipertensi yang dikaitkan dengan obesitas sentral ,

hipertensi, dan hiperglikemia (sindrom metabolik)

68

Sindrom Metabolik

Page 69: tutorial a blok 14.docx

XI. Daftar Pustaka

Merentek, Enrico. 2006. Resistensi Insulin Pada Diabetes Melitus Tipe 2. Makassar. Dalam

Cermin Dunia Kedokteran

Fauci, Anthony S, et al. 2008. Harrison’s Principles of Internal Medicine Seventeenth Edition.

United States: McGraw-Hill Companies, Inc.

Kumar, Vinay, et al. 2012. Buku Ajar Patologi Robbins ed. 7, Vol 2. Jakarta: EGC

Baron, D.N. 1995. Kapita Selekta Patologi Klinik Ed. 4. Jakarta: EGC

Fischbach, Frances Talaska dan Marshall Barnett Dunning III. 2009. A Manual of Laboratory

and Diagnostic Tests, eight edition. Wisconsin: Lippincott Williams & Wilkins

Kapita Selekta Bagian 1. Ilmu Penyakit Dalam.

A. Price, Sylvia ,M. Wilson, Lorraine. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Proses Penyakit. 2006ed : Hartanto, Huriawati, dkk. Jakarta : Penerbit Buku KedokteranEGC

Aru W. Sudoyo, dkk. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2006, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV Editor Jakarta

Bastard JP, Jardel C, Brickert E, et al. Elevated levels of interleukin-6 are reduced in serum and subcutaneous adipose tissue of obese women after weight loss. J Clin Endocrinol Metab 2000; 85: 3338-3342

Guyton., Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11 (terjemahan). 2008. Jakarta: EGCFarmakologi. Katzung. Jakarta: EGC

Henry RR, Mudaliar S. Obesity, mechanisms and clinical management. Eckel RH (ed.). Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia 2003; 229-272

Mansjoer, arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi III vol. 1. Jakarta : Media Aesculapius.W.A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Dorland, ed : Hartanto, Huriawati, dkk.

Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.Wannamethee SG, Shaper GA. Weight change and duration of and obesity in the incidence of

type 2 diabetes. Diabetes Care 1999; 22: 1266-1272 Wilding JPH. Obesity and nutritional factors in the pathogenesis of type 2 diabetes mellitus

Textbook of Diabetes. Pickup JC, Williams G (eds.), 3rd ed., Blackwell Science, Oxford 2003: 20.1-20.16

http://boards.straightdope.com/sdmb/archieve/index.php/t-39218.html

69