VAK dengan pemahaman konsep

28
11 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Belajar Menurut Winkel (Riyati,2007:24) belajar adalah suatu aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai sikap. Sedangkan menurut Gagne dalam Dahar (Riyati,2007:24) belajar adalah suatu proses di mana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat dari pengalaman. Dengan belajar tindakan perilaku siswa akan berubah ke arah yang lebih baik. Berhasil baik atau tidaknya belajar tergantung dari faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut terdiri dari faktor internal, eksternal dan pendekatan belajar. 1. Faktor internal adalah faktor dari dalam diri siswa, yaitu keadaan/kondisi jasmani dan rohani siswa meliputi aspek fisiologis (kondisi tubuh dan panca

description

 

Transcript of VAK dengan pemahaman konsep

Page 1: VAK dengan pemahaman konsep

11

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Belajar

Menurut Winkel (Riyati,2007:24) belajar adalah suatu aktivitas

mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang

menghasilkan perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai

sikap. Sedangkan menurut Gagne dalam Dahar (Riyati,2007:24) belajar adalah

suatu proses di mana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat dari

pengalaman.

Dengan belajar tindakan perilaku siswa akan berubah ke arah yang lebih

baik. Berhasil baik atau tidaknya belajar tergantung dari faktor-faktor yang

mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut terdiri dari faktor internal, eksternal dan

pendekatan belajar.

1. Faktor internal adalah faktor dari dalam diri siswa, yaitu keadaan/kondisi

jasmani dan rohani siswa meliputi aspek fisiologis (kondisi tubuh dan panca

indera), dan aspek psikologis antara lain: intelegensi dalam sikap, misalnya

dalam beradaptasi dengan teman, bakat dalam mengerjakan soal, minat dalam

mengikuti pelajaran serta punya kemauan besar untuk belajar dan mempunyai

motivasi untuk belajar baik individu maupun dalam kelompok.

2. Faktor eksternal adalah faktor dari luar diri siswa, yaitu kondisi lingkungan di

sekitar siswa meliputi faktor lingkungan sosial (pendidik, teman, masyarakat,

Page 2: VAK dengan pemahaman konsep

12

dan keluarga) dan faktor lingkungan non-sosial (gedung, sekolah, tempat

tinggal, alat belajar, cuaca dan waktu belajar).

2.2 Gaya Belajar

2.2.1 Pengertian Gaya Belajar

Gaya belajar adalah cara yang cenderung digunakan oleh seseorang untuk

menerima informasi dari lingkungan dan memproses informasi tersebut. Gaya

belajar setiap orang dipengaruhi oleh faktor alamiah (pembawaan) yang tidak

dapat diubah dan faktor lingkungan yang dapat dilatih dan disesuaikan.

Rita Dunn dalam DePorter (Purnasari, 2009), seorang pelopor dibidang

gaya belajar telah menemukan banyak variabel yang mempengaruhi cara belajar

orang. Hal itu mencakup faktor-faktor fisik, emosional, sosiologis, dan

lingkungan. Misalnya, sebagian orang dapat belajar paling baik dengan

berkelompok, sedangkan yang lainnya lebih memilih adanya figur otoriter seperti

pendidik dan orang tua, yang lain merasa bahwa bekerja sendirilah cara yang

paling efektif bagi mereka. Sebagaian orang memerlukan musik sebagai latar

belakangnya, sedangkan yang lainnya tidak dapat berkonsentrasi, kecuali dalam

ruangan yang sepi. Ada orang-orang yang memerlukan lingkungan kerja yang

teratur dan rapih, tapi ada yang lainnya lebih suka menggelar semua supaya semua

dapat terlihat.

Para peneliti gaya belajar membuat kesepakatan secara umum bahwa ada

dua kategori utama mengenai gaya belajar seseorang, yaitu:

1. Bagaimana menyerap informasi dengan mudah (modalitas)

Page 3: VAK dengan pemahaman konsep

13

2. Cara mengatur dan mengolah informasi tersebut (dominasi otak)

Gaya belajar seseorang merupakan kombinasi dari keduanya, baik dalam

menyerap informasi dan kemudian mengatur serta mengolah informasi tersebut

(Okrani M., 2009).

2.2.2 Gaya Belajar-VAK

Gaya belajar-VAK menggunakan tiga indera utama penerima: Visual,

Auditory, dan Kinestetik (gerakan) untuk menentukan gaya belajar yang

dominan.  VAK (Visual-Auditory-Kinestetik) berasal dari dunia belajar cepat dan

populer karena kesederhanaannya. Seseorang akan mempunyai satu atau dua gaya

VAK yang dominan, hal inilah yang dapat dikembangkan sebagai cara belajar

yang efektif bagi seseorang dalam mempelajari informasi baru. Menurut ahli teori

VAK, perlunya menyajikan informasi dengan menggunakan ketiga gaya. Hal ini

memungkinkan semua pelajar mempunyai kesempatan untuk terlibat, tidak peduli

apa gaya pilihan mereka.

Hal tersebut diperkuat oleh hasil penelitian Dr. Vernon Magnesen dalam

DePorter (Purnasari, 2008), yaitu “Kita belajar: 10% dari apa yang kita baca, 20%

dari apa yang kita dengar, 30% dari apa yang kita lihat, 50% dari apa yang kita

lihat dan dengar, 79% dari apa yang kita katakan, dan 90% dari apa yang kita

katakan dan lakukan”.

Berikut adalah penjelasan masing-masing tentang VAK:

1. Visual

Pembelajar visual memiliki dua saluran yaitu linguistik dan spasial. Pelajar

v i s u a l - l i n g u i s t i k   belajar melalui bahasa tertulis, seperti baca dan menulis

Page 4: VAK dengan pemahaman konsep

14

tugas. Mereka ingat apa yang telah ditulis, bahkan jika mereka tidak membacanya

lebih dari sekali. Pembelajar yang v i s u a l - s p a s i a l biasanya memiliki

kesulitan dengan bahasa tertulis dan lebih baik dengan grafik, demonstrasi, video,

dan bahan visual lainnya. Mereka mudah memvisualisasikan wajah dan tempat

dengan menggunakan imajinasi mereka dan jarang tersesat di lingkungan baru.

Pada intinya pelajar visual menggunakan apa yang mereka lihat untuk

menyerap informasi yang didapatnya. Berikut adalah karakteristik khas pelajar

visual (Halikin, 2009):

1) Bicara agak cepat

2) Mementingkan penampilan dalam berpakaian/presentasi

3) Tidak mudah terganggu oleh keributan

4) Mengingat yang dilihat, daripada yang didengar

5) Lebih suka membaca daripada dibacakan

6) Pembaca cepat dan tekun

7) Seringkali mengetahui apa yang harus dikatakan, tapi tidak pandai

memilih kata-kata

8) Lebih suka melakukan demonstrasi daripada pidato

9) Lebih suka musik daripada seni

10) Mempunyai masalah untuk mengingat instruksi verbal kecuali jika ditulis,

dan seringkali minta bantuan orang untuk mengulanginya.

Strategi untuk mempermudah proses belajar anak visual :

1. Gunakan materi visual seperti, gambar-gambar, diagram dan peta.

2. Gunakan warna untuk menghilite hal-hal penting.

Page 5: VAK dengan pemahaman konsep

15

3. Ajak anak untuk membaca buku-buku berilustrasi.

4. Gunakan multi-media (contohnya: komputer dan video).

5. Ajak anak untuk mencoba mengilustrasikan ide-idenya ke dalam gambar.

DePorter (2010:216) menyatakan bahwa, “Pelajar visual akan terdorong

untuk membuat banyak simbol dan gambar dalam catatan mereka. Dalam

pelajaran matematika dan ilmu pengetahuan, tabel dan grafik akan memperdalam

pemahaman mereka. Peta pikiran dapat menjadi alat yang bagus bagi pelajar

visual dalam mata pelajaran apapun. Karena para pelajar visual belajar terbaik

saat mereka mulai dengan “gambaran keseluruhan”, melakukan tinjauan umum

mengenai bahan pelajaran akan sangat membantu. Misal dengan membaca bahan

secara sekilas, akan memberikan gambaran umum mengenai bahan bacaan

sebelum mereka terjun ke dalam perinciannya”.

2. Auditory

Gaya belajar ini lebih mengandalkan pendengaran untuk bisa memahami

dan mengingat suatu informasi, seperti musik, nada, irama, dan dialog internal.

Pelajar auditori sering berbicara sendiri. Mereka memiliki kesulitan dengan

membaca dan menulis tugas. Mereka sering berbuat lebih baik berbicara dengan

seorang rekan atau tape recorder dan mendengarkan apa yang dikatakan. Berikut

karakteristi khas pelajar auditori (Halikin, 2009):

1) Saat bekerja suka bicara kepada diri sendiri

2) Penampilan rapi

3) Mudah terganggu oleh keributan

4) Belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan dari

Page 6: VAK dengan pemahaman konsep

16

pada yang dilihat

5) Senang membaca dengan keras dan mendengarkan

6) Menggerakkan bibir mereka dan mengucapkan tulisan di buku ketika

membaca

7) Biasanya ia pembicara yang fasih

8) Lebih pandai mengeja dengan keras daripada menuliskannya

9) Lebih suka gurauan lisan daripada membaca komik

10) Mempunyai masalah dengan pekerjaan-pekerjaan yang melibatkan Visual

11) Berbicara dalam irama yang terpola

12) Dapat mengulangi kembali dan menirukan nada, berirama dan warna suara

Strategi untuk mempermudah proses belajar anak auditori :

1. Ajak anak untuk ikut berpartisipasi dalam diskusi baik di dalam kelas

maupun di dalam keluarga.

2. Dorong anak untuk membaca materi pelajaran dengan keras.

3. Gunakan musik untuk mengajarkan anak.

4. Diskusikan ide dengan anak secara verbal.

5. Biarkan anak merekam materi pelajarannya ke dalam kaset dan dorong dia

untuk mendengarkannya sebelum tidur.

DePorter (2010:216) menyatakan bahwa, “Mendengarkan, contoh, dan

cerita serta mengulang informasi adalah cara-cara belajar utama mereka. Para

pelajar auditory mungkin lebih suka merekam pada kaset daripada mencatat,

karena mereka suka mendengarkan informasi berulang-ulang. Mereka mungkin

Page 7: VAK dengan pemahaman konsep

17

mengulang sendiri dengan keras apa yang dikatakan pendidik. Mereka tentu saja

menyimak, hanya saja mereka suka mendengarkanya lagi”.

3. Kinestetik

Yaitu lebih mengandalkan kepada sentuhan seperti gerak dan emosi untuk

dapat mengingat suatu informasi. Mereka memiliki dua saluran yaitu kinestetik

(gerakan) dan taktil (sentuhan). Mereka cenderung kehilangan konsentrasi jika

ada sedikit atau tidak ada stimulasi eksternal atau gerakan. Ketika mendengarkan

ceramah mereka tidak selalu mencatat. Ketika membaca, mereka suka untuk

mengamati materi terlebih dahulu, dan kemudian fokus pada rincian

(mendapatkan gambaran besar pertama).  Berikut karakteristik khas pelajar

kinestesti (Haliki, 2009):

1) Berbicara perlahan

2) Penampilan rapi

3) Tidak terlalu mudah terganggu dengan situasi keributan

4) Belajar melalui memanipulasi dan praktek

5) Menghafal dengan cara berjalan dan melihat

6) Menggunakan jari sebagai petunjuk ketika membaca

7) Merasa kesulitan untuk menulis tetapi hebat dalam bercerita

8) Menyukai buku-buku dan mereka mencerminkan aksi dengan gerakan

tubuh saat membaca

9) Menyukai permainan yang menyibukkan

10) Tidak dapat mengingat geografi, kecuali jika mereka memang pernah

berada di tempat itu

Page 8: VAK dengan pemahaman konsep

18

11) Menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian mereka. Menggunakan

kata-kata yang mengandung aksi

Strategi untuk mempermudah proses belajar anak kinestetik:

1. Jangan paksakan anak untuk belajar sampai berjam-jam.

2. Ajak anak untuk belajar sambil mengeksplorasi lingkungannya

(contohnya: ajak dia baca sambil bersepeda, gunakan obyek sesungguhnya

untuk belajar konsep baru).

3. Izinkan anak untuk mengunyah permen karet pada saat belajar.

4. Gunakan warna terang untuk menghilite hal-hal penting dalam bacaan.

5. Izinkan anak untuk belajar sambil mendengarkan musik.

Gaya belajar dapat menentukan prestasi belajar anak.

DePorter (2010:216) menyatakan bahwa, “Pelajar-pelajar kinestetik

menyukai proyek terapan. Lakon pendek dan lucu dapat membantu mereka. Para

pelajar kinestetika suka belajar melalui gerakan dan paling baik menghafal

informasi dengan mengasosiasikan gerakan dengan setiap fakta”.

Melalui kombinasi yang baik antara visual-auditory-kinestetik dalam

belajar, akan mempermudah siswa menyerap, menyaring, dan mengolah informasi

serta dalam memahami konsep-konsep matematis yang mereka dapatkan selama

proses belajar berlangsung.

Page 9: VAK dengan pemahaman konsep

19

2.3 Pendekatan Kontekstual

2.3.1 Pengertian Pendekatan kontekstual

Pendekatan kontekstual sudah lama dikembangkan oleh John Dewey pada

tahun 1916, yaitu sebagai filosofi belajar yang menekankan pada pengembangan

minat dan pengalaman siswa. Kontekstual dikembangkan oleh The Washington

State Consortium for Contextual Teaching and Learning, yang bergerak dalam

dunia pendidikan di Amerika Serikat.

Pendekatan kontekstual lahir karena kesadaran bahwa kelas-kelas di

Indonesia tidak produktif. Sehari-hari kelas-kelas di sekolah diisi dengan

“pemaksaan” terhadap siswa untuk belajar dengan cara menerima dan menghapal.

Dalam kelas kontekstual, tugas pendidik adalah membantu siswa mencapai

tujuannya. Maksudnya, pendidik lebih banyak berurusan dengan strategi daripada

memberi informasi. Tugas pendidik mengelola kelas sebagai sebuah tim yang

bekerja bersama untuk menemukan suatu yang baru bagi siswa. Pendekatan

kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu pendidik mengkaitkan

antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong

siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan

penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.

Dengan konsep ini, hasil belajar diharapkan lebih bermakna bagi siswa.

Landasan filosofi pendekatan kontekstual adalah kontruktivisme, yaitu

filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghapal.

Siswa harus mengkontruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri. Bahwa

pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta. Fakta atau proposisi

Page 10: VAK dengan pemahaman konsep

20

yang terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan

(Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama dalam Supinah, 2008:8).

2.3.2 Komponen/Prinsip Pendekatan Kontekstual

Pendekatan kontekstual adalah sebuah strategi yang membantu pendidik

menghubungkaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata

siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang

dimilikinya dengan penerapnnya dalam kehidupan sehari-hari, dengan melibatkan

tujuh komponen utama pendekatan kontekstual, yakni: konstruktivisme

(constructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquary), masyarakat

belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan

penilaian sebenarnya (authentic assessment).

Terdapat tujuh prinsip pembelajaran yang harus dikembangkan oleh

pendidik (Dwi,2005:19-21), yaitu:

1. Konstruktivisme (Constructivism)

Proses pembelajaran mengarahkan siswa untuk membangun sendiri

pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif. Siswa dibiasakan untuk

memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan

bergelut dengan ide-ide. Sedangkan pendidik bertugas untuk memfasilitasi

sehingga pengetahuan menjadi bermakna dan relevan bagi siswa. Tugas pendidik

adalah memfasilitasi proses tersebut dengan:

a. menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa, 

b. memberi kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri,

Page 11: VAK dengan pemahaman konsep

21

c. menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam

belajar.

2. Menemukan (Inquiry)

Inquiry merupakan suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan

secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara

sistematis, kritis, logis dan analisis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri

penemuannya dengan penuh percaya diri. Sasaran utama pembelajaran dengan

inquiry adalah:

a. Keterlibatan siswa secara maksimal, yang melibatkan mental intelektual

sosial emosional siswa.

b. Keterarahan kegiatan secara logis dan sistematis pada tujuan

pembelajaran.

c. Mengembangkan sikap percaya diri siswa tentang apa yang ditemukannya

dalam proses inquiry.

3. Bertanya (Questioning)

Bertanya merupakan salah satu kegiatan pembelajaran yang berlangsung

secara informatif untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan

berpikir siswa. Kegiatan bertanya akan mendorong siswa sebagai partisipan aktif

dalam proses pembelajaran. Kegiatan ini menurut Nurhadi (2002) berguna untuk:

1) menggali informasi, baik administratif maupun akademis,

2) mengecek pemahaman siswa,

3) membangkitkan respon kepada siswa,

Page 12: VAK dengan pemahaman konsep

22

4) mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa,

5) mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa,

6) memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki pendidik,

7) membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa,

8) menyegarkan kembali pengetahuan siswa.

4. Masyarakat Belajar (Learning Community)

Konsep Learning Community menyarankan agar hasil pembelajaran

diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari ‘sharing’

antar teman, antar kelompok, dan antar yang tahu ke yang belum tahu.

‘Masyarakat belajar’ bisa terjadi apabila ada proses komunikasi dua arah.

Dalam masyarakat belajar, dua kelompok atau lebih yang terlibat dalam

komunikasi pembelajaran saling belajar. Seseorang yang terlibat dalam kegiatan

masyarakat belajar memberi informasi yang diperlukan oleh teman bicaranya dan

sekaligus juga meminta informasi yang diperlukan dari teman belajarnya.

5. Pemodelan (Modeling)

Pemodelan dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan

tertentu maksudnya adalah adanya model yang ditiru. Model yang dimaksud bisa

berupa cara mengoperasikan sesuatu, contoh: cara melakukan pengukuran yang

benar. Model tak hanya dari pendidik tapi juga dari siswa atau ahli.

6. Refleksi (Reflection)

Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan

yang baru diterima. Pengetahuan yang dimilki siswa diperluas melalui konteks

pembelajaran, yang kemudian diperluas sedikit demi sedikit. Pendidik membantu

Page 13: VAK dengan pemahaman konsep

23

siswa membuat hubungan-hubungan antara pengetahuan yang dimiliki

sebelumnya dengan pengetahuan yang baru. Dengan demikian siswa merasa

memperoleh sesuatu yang berguna bagi dirinya tentang apa yang baru

dipelajarinya.

7. Penilaian Sebenarnya (Authentic Assessment)

Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa

memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Penilaian yang dilakukan

bukan hanya karena bisa menjawab serangkaian pertanyaan di atas kertas, tapi

juga kemampuannya dalam mengaplikasikannya, inilah yang disebut authenthic.

Hal-hal yang bisa digunakan sebagai dasar menilai prestasi siswa antara lain:

proyek kegiatan dan laporannya, presentasi atau penampilan siswa, demonstrasi,

dan tes tulis.

Kelebihan Pendekatan Kontekstual

Mencermati pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual

di atas, maka kelebihan yang bisa dikemukakan antara lain:

a. Siswa lebih termotivasi karena materi yang disajikan terkait dengan

kehidupan sehari-hari.

b. Materi yang disajikan lebih lama membekas di pikiran siswa karena siswa

dilibatkan aktif dalam pembelajaran.

c. Siswa berpikir alternatif dalam pemodelan.

Kekurangan Pendekatan Kontekstual

a. Tidak semua topik atau pokok bahasan bisa disajikan dengan kontekstual,

atau kadang mengalami kesulitan dalam mengaitkannya.

Page 14: VAK dengan pemahaman konsep

24

b. Membutuhkan waktu yang agak lama dalam proses kegiatan belajar

mengajarnya.

2.4 Pemahaman Konsep

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI, paham berarti mengerti

benar (akan), tahu benar (akan); pemahaman berarti proses, perbuatan, cara

memahami atau memahamkan. Sedangkan menurut Suherman (Jannah, 2007:8)

konsep adalah ide abstrak yang memungkinkan kita dapat mengelompokkan objek

ke dalam contoh dan non contoh.

Berdasarkan Kurikulum 2004 Matematika SMP Depdiknas menetapkan

(Shadiq, 2009:13) terdapat tiga aspek penilaian matematika yaitu:

1. Pemahaman konsep

2. Penalaran dan komunikasi

3. Pemecahan masalah.

Sejalan dengan pernyataan tersebut, pada kurikulum 2004 Standar

Kompetensi Pembelajaran Matematika SMP/MTS (dalam Tim PPPG Matematika,

2005 : 86) dinyatakan bahwa kemampuan yang perlu diperhatikan dalam

penilaian pembelajaran matematika antara lain adalah pemahaman konsep dan

prosedur (algoritma). Dijelaskan pada dokumen Peraturan Dirjen Dikdasmen No.

506/C/PP/2004 (Shadiq, 2009:13), bahwa pemahaman konsep merupakan

kompetensi yang ditunjukkan siswa dalam memahami konsep dan dalam

melakukan prosedur (algoritma) secara luwes, akurat, efisien, dan tepat.

Page 15: VAK dengan pemahaman konsep

25

Indikator dari kemampuan pemahaman konsep berdasarkan Tim PPPG

Matematika (Jannah, 2007:18) adalah:

1. menyatakan ulang sebuah konsep;

2. mengklasifikasi objek menurut sifat-sifat tertentu sesuai dengan

konsepnya;

3. memberi contoh dan non contoh dari konsep;

4. menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis;

5. mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup dari suatu konsep;

6. menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur tertentu;

7. mengaplikasikan konsep atau alogaritma ke pemecahan masalah.

Indikator kemampuan pemahapan konsep dalam penelitian ini berdasarkan

Peraturan Dirjen Dikdasmen No. 506/C/PP/2004 (Shadiq, 2009:13) yaitu:

1. Menyatakan ulang sebuah konsep.

2. Mengklasifikasi objek-objek menurut sifat-sifat tertentu (sesuai dengan

konsepnya).

3. Memberi contoh dan non contoh dari konsep.

4. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis.

5. Mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah.

6. Megembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep.

Selanjutnya, indikator yang digunakan dalam penelitian ini adalah menurut

Peraturan Dirjen Dikdasmen No. 506/C/PP/2004

Page 16: VAK dengan pemahaman konsep

26

2.5 Pendekatan Kontekstual dengan Gaya Belajar-VAK

Penggabungan antara pendekatan kontekstual dengan gaya belajar-VAK

menjadi sebuah jembatan agar pembelajaran pendekatan kontekstual dapat

digunakan secara maksimal. Dalam pembelajaran kontekstual, pendidik dituntut

untuk dapat memahami karakteristik belajar siswa sehingga siswa dapat belajar

dengan gaya belajarnya masing-masing. Hal inilah yang sering dilupakan

pendidik dalam pembelajaran konvensional, sehingga yang terjadi adalah apa

yang dikatakan Oleh Paulo Freire sebagai pemaksaan kehendak.

Dalam penelitian ini akan dilihat gaya belajar-VAK masing-masing siswa

untuk pembentukkan kelompok dalam pembelajaran pendekatan kontekstual. Hal

ini agar setiap siswa dalam kelompok dapat bekerjasama dan saling melengkapi

dengan baik. Salah satu contohnya, siswa yang bergaya belajar visual sulit dalam

mengungkapkan ide-ide, hal ini dapat dilengkapi oleh temannya yang bergaya

belajar auditory, dimana pembelajar auditory adalah seorang yang pembicara

fasih.

2.6 Penelitian yang Relevan

Adapun penelitian yang relevan dengan penelitian ini yaitu penelitian yang

dilakukan oleh:

Agustina Dwi Saputri (2005), meneliti penerapan pembelajaran matematika

kontekstual pada materi teorema phytagoras untuk meningkatkan hasil

belajar dan aktivitas siswa MTs AL Ashor Semarang. Penelitian yang

dilakukan merupakan penelitian tindakkan kelas. Hasil penelitian

Page 17: VAK dengan pemahaman konsep

27

menunjukkan bawa pada setiap siklus terjadi peningkaran hasil belajar dan

peningkatan aktivitas siswa.

Rizki Gurdayanti (2010), meneliti pembelajaran matematika dengan

menerapkan model pembelajaran pencapaian konsep untuk meningkatkan

kemampuan pemahaman konsep matematis siswa SMP. Penelitian yang

dilakukan merupakan penelitian eksperimen. Penelitian dilakukan di SMP

Negeri 26 Bandung pada pokok bahasan bangun ruang. Hasil dari penelitian

ini menunjukkan adanya perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman

konsep matematis siswa dan daya serap klasikal yang lebih besar.

Dina Maulida (2008), meneliti pengaruh gaya belajar-VAK terhadap

prestasi belajar siswa kelas I Penjualan SMK Muhammadiyah 2 Malang.

Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksplanasi dengan metode

pengumpulan data menggunakan keusioner dan dokumentasi. Hasil dari

penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan antara gaya

belajar terhadap prestasi belajar.

Splichatun (2007), meneliti implementasi pendekatan kontekstual dalam

pembelajaran matematika untuk meningkatkan pemahaman konsep dan

motivasi belajar siswa SMP. Penilitian dilakukan di SMP Negeri 3 Lembang

dan merupakan penelitian tindakkan kelas. Hasil dari penelitian ini

menunjukkan bahwa siswa mengalami peningkatan pemahaman konsep

setelah mendapat pembelajaran menggunakan pendekatan kontekstual dan

implementasi pendekatan kontekstual dapat meningkatkan motivasi siswa

terhadap pelajaran matematika.

Page 18: VAK dengan pemahaman konsep

28

2.7 Hipotesis

Berdasarkan latar belakang masalah, landasan teori, dan kajian-kajian

yang relevan, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah “Adanya Perbedaan

Peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa antara

pembelajaran matematika yang menggunakan pendekatan kontekstual dengan

gaya belajar-VAK dengan siswa yang menggunakan metode ekspositori”.