WASIAT KEPADA AHLI WARIS MENURUT HUKUM ISLAM DAN ...repository.uinjambi.ac.id/2257/2/Ahmad Ridha...
Transcript of WASIAT KEPADA AHLI WARIS MENURUT HUKUM ISLAM DAN ...repository.uinjambi.ac.id/2257/2/Ahmad Ridha...
-
WASIAT KEPADA AHLI WARIS MENURUT HUKUM ISLAM DAN
PENGAMALANNYA DI DESA KUALA TELEMONG, MALAYSIA
Skripsi
Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S.1)
Dalam Ilmu Syariah
Pada Fakultas Syariah
Oleh:
AHMAD RIDHA BIN ALIAS
NIM: SPM 160024
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB
FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN
JAMBI 2020
-
II
-
III
-
IV
MOTTO
ِ ٱلَرهِنَٰمۡح ٱلَرهِحيِم ِمۡسِب ٱّلَله
Artinya: “ Diwajibkan atas kamu, apabila seseorang diantara
kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia
meninggalkan harta yang banyak, berwasiat kepada
ibu bapanya dan karib kerabatnya secara baik, ini, (ini
adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertaqwa”
(QS. Al-Baqarah: 180)
م حه ه هه م ِ ه حه ه ٱل هِ ي ِ هره ه ه ٱل ه ِ ه ه هي
ره ِ ه لِ ه ِ ه ِ ه ه ر ِ ِ ٱ ه ٱل ه ٱل ِ ه حه ه
-
V
-
VI
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul Wasiat Kepada Ahli Waris Mengikut Hukum Islam Dan
Pengamalannya Di Desa Kuala Telemong. Penelitian ini dilaksanakan sebagai syarat
memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) Fakultas Syariah di Universitas Islam
Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, Indonesia. Dari penjelasan di atas,
permasalahan yang diteliti adalah dari segi bagaimana masyarakat Desa Kuala
Telemong mengamalkan wasiat kepada ahli waris sebagai jalan penyelesaian kepada
masalah harta pusaka. Di samping itu juga penulisan skripsi ini bertujuan untuk
mengetahui tentang pemahaman dan pengamalan masyarakat desa penulis tentang
hukum wasiat kepada ahli waris dan mengetahui tentang hukum sebenar tentang
permasalahan wasiat kepada ahli waris menurut pandangan ulama mazhab dan juga
ulama kontemporer. Penelitian yang digunakan dalam kajian ini adalah kualitatif
dengan menggunakan pendekatan normatif sosiologis. Instrument pengumpulan data
adalah melalui kuesioner, wawancara dan dokumentasi. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan diperoleh hasil dan kesimpulan sebagai berikut: pertama, masyarakat Desa
Kuala Telemong tidak mengamalkan pengamalan wasiat kepada ahli waris ini, hal ini
terjadi karena masyarakat Desa Kuala Telemong masih lagi belum mengetahui tentang
hukum wasiat yang sebenar secara mendalam. Sebanyak 45% mengatakan bahwa
mereka kurang mengetahui tentang hukum wasiat, dan sebanyak 36% menyatakan
bahwa mereka langsung tidak mengetahui tentang hukum wasiat. Maka ini sangat
memberi pengaruh kepada hasil kajian penulis tentang pemahaman dan pengamalan
wasiat yang dikaji penulis. Kedua, jumhur ulama khususnya ulama syafie menyatakan
bahwa wasiat kepada ahli waris ini dibolehkan jika semua ahli waris yang lain setuju
dan mengizinkan dan tidak melebihi sepertiga dari harta waris. Sedang menurut
pendapat kontemporer antaranya fatwa dari Dar al Ifta Al-Misriyyah, boleh berwasiat
walaupun tanpa izin ahli waris selagimana tidak melebihi sepertiga dari harta waris.
Jika lebih sepertiga maka perlu dengan izin dari para ahli waris yang lainnya.
-
VII
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan skripsi ini untuk keluargaku yang tercinta yaitu bondaku Zairah
binti Hassan yang telah bersusah payah mendidik dan mengasuh daku dari kecil
hingga dewasa dengan penuh kasih sayang, karena ingin melihat anaknya ini bisa
berbakti pada masyarakat dan menjadi orang yang bermanfaat bagi agama, nusa dan
bangsa dan dapat meraih cita-cita.
Tidak lupa kepada guru-guru yang sering memberikan semangat dan memberikan
ilmu kepada daku sehingga mampu untuk daku berjalan dan menyelesaikan skripsi
ini atas bimbingan mereka semua terutama Ustaz Ahmad Fahmi bin Che Nordin
karena tiad henti-henti memberikan masukan dan idea-idea untuk menyempurnakan
skripsi ini. Tanpa mereka maka tidaklah daku kenal apa aitu kemanisan ilmu.
Setinggi-tinggi penghargaan juga kepada dosen pembimbingku Ibu Dr Rahmi
Hidayati. S.Ag., MHI Pembimbing I dan Ibu Dian Mustika. S.HI., M.A Pembimbing
II karena membimbing daku dengan penuh sabar bagi menyiapkan skripsi ini.
Serta tidak dilupakan juga kepada teman-teman seperjuangan dalam jurusan
perbandingan mazhab serta teman-teman yang lain yang tergabung dalam Persatuan
Kebangsaan Pelajar Malaysia di Indonesia Cabang Jambi, serta teman-teman dari satu
lokal yang setia bersama memberikan tunjuk ajar bagi menyelesaikan skripsi ini.
Semoga penulisan ini bias memberikan manfaat buat kalian semua sama ada di dunia
dan juga di akhirat. Moga Allah Taala membalas budi kalian dengan sebaik-baik
balasan. Terima kasih atas segalanya.
-
VIII
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puja dan puji bagi Allah SWT yang Maha Pengasih
dan Penyayang, penulis panjatkan sebagai ungkapan rasa syukur atas segala limpahan
hidayah, rahmat dan nikmat-Nya kepada penulis, sehingga dengan kudrat dan iradatnya
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Salawat serta salam semoga Allah SWT limpahkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang telah membimbing umat manusia untuk mengikuti petunjuk
dengan risalahnya yakni Agama Islam, yang akan menyelamatkan dan menghantarkan
pemeluknya menuju kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Dibalik selesainya skripsi yang berjudul “Wasiat Kepada Ahli Waris
Menurut Hukum Islam dan Pengamalannya di Desa Kuala Telemong”, yang
merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum (SH) Prodi
Perbandingan Mazhab (PM), Fakultas Syariah, UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
Banyak pihak yang membimbing dan membantu dalam proses
penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu ucapan terima kasih yang tiada hingga penulis
sampaikan kepada yang terhormat :
1. Bapak Prof. Dr. H. Su’aidi, MA., Ph.D Rektor UIN STS Jambi, Indonesia.
2. Bapak Dr. Sayuti, MH Dekan Fakultas Syariah UIN STS Jambi, Indonesia.
3. Bapak Agus Salim, S.Th.I.,MA., M.IR Wakil Dekan Bidang Akademik dan
Kelembagaan, Bapak Dr. Ruslan Abdul Gani, SH Wakil Dekan Bidang
Administrasi Umum, Perencanaan dan Keuangan, Bapak Dr. H. Ishaq, SH.,
M.Hum, Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama Fakultas
Syariah UIN STS Jambi, Indonesia.
4. Bapak AlHusni, S.Ag., M.HI Ketua Jurusan Perbandingan Mazhab dan Bapak
Tasnim Rahman Fitra, S.Sy., M.H, Sekretaris Jurusan Perbandingan Mazhab,
Fakultas Syariah UIN STS Jambi, Indonesia.
-
IX
5. Ibu Dr. Rahmi Hidayati. S.Ag., MHI Pembimbing I dan Ibu Dian Mustika.
S.HI., M.A Pembimbing II skripsi ini yang telah banyak memberi masukan,
tunjuk ajar dan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Bapak dan ibu dosan yang telah banyak mengajar sepanjang perkuliahan seta
seeluruh karyawan dan karyawati yang telah banyak membantu dalam
memudahkan proses penyusun skripsi di Fakultas Syariah UIN STS Jambi,
Indonesia.
Di samping itu, penulis menyedari bahwa skripsi ini masih ada kekurangan dan
jauh dari kesempurnaan baik dari segi teknis, analisis data, penyusunan
maklumat maupun dalam mengukapkan argumentasi pada bahan skripsi ini.
Oleh karenanya di harapkan kepada semua pihak dapat memberikan kontribusi
pemikiran, tanggapan dan masukan berupa saran, nasihat dan kritik demi
kebaikan skripsi ini. Semoga apa yang diberikan dicatatkan sebagai amal
jariyah di sisi Allah Taala dan mendapatkan ganjaran yang selayaknya kelak.
Jambi, Januari 2020
Penulis ,
AHMAD RIDHA BIN ALIAS
SPM160024
-
X
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………..…………...……i
PERSUTUJUAN PEMBIMBING…………………………………………………..ii
NOTA DINAS…………....………………………………………………………….iii
PENGESAHAN SKRIPSI……...…………………………………………………...iv
SURAT PERNYATAAN…………………………………………………………….v
MOTTO………………………………………………………………………...........vi
ABSTRAK………………………………………………………………………..…vii
PERSEMBAHAN……………………………………………………………...…..viii
KATA PENGANTAR………………………………………………..……………...ix
DAFTAR ISI……………………………………………………...…………………xi
TRANSLITERASI………………………………………………………………...xiii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah…………………………………………………...1 B. Rumusan Masalah…………………………………………………………5 C. Batasan Masalah…………………………………………………………..5 D. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian………………………………………….6 E. Kerangka Teori……………………………………………………………7 F. Tinjauan Pustaka…………………………………………………………17
BAB II : METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian…………………………………………………………..21 B. Pendekatan Penelitian…………………………………………………...22 C. Sumber Data……………………………………………………………..22 D. Instrumen Pengumpulan Data…………………………………………...23 E. Teknik Analisis data……………………………………………………..25 F. Sistematika Penulisan…………………………………………………...26
BAB III: GAMBARAN UMUM DESA KUALA TELEMONG
A. Latar Belakang Desa Kuala Telemong…………………………………28 B. Sejarah dan Perkembangan Terengganu……………………………….29 C. Gambaran dan Hasil Pencarian Masyarakat Desa Kuala Telemong…..34
BAB IV : PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN
A. Pengamalan wasiat kepada ahli waris di Desa Kuala Telemong……..35 B. Pandangan Ulama Mazhab khususnya Mazhab Syafi’i Tentang Hukum
Wasiat kepada Ahli Waris ……………………………………………42
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………………………………….51 B. Saran-Saran…………………………………………………………….53
-
XI
C. Penutup………………………………………………………………...54
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………….56
LAMPIRAN-LAMPIRAN
-
XII
TRANSLITERASI
اa
خkh
شsy
غgh
نn
بb
دd
صsh
فf
وw
تt
ذdz
ضdh
قq
هh
ثts
رr
طth
كk
’ ء
جj
زz
ظzh
لl
يy
حh
سs
m م ’ ع
â
=
a
panjang
î = u panjang
û = u panjang
au =او
=ayىا َ
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sesungguhnya Allah SWT telah menciptakan alam ini untuk manusia
supaya manusia sentiasa berusaha untuk mengubah kehidupan mereka untuk
menjadi yang lebih baik. Sehingga mereka mampu untuk mengumpul harta-harta
untuk diri mereka dan keluarga mereka agar mendapat kesenangan dunia dan
akhirat. Namun perlu diketahui bahwa manusia tidak akan kekal di dunia ini,
karena dunia ini hanyalah persinggahan dan mereka akan mati meninggalkan
dunia menuju alam akhirat.
Sebagaimana dinyatakan di dalam Al-Quran di dalam Surah al-Anbiya’
ayat 351, Allah SWT berfirman:
َوإِلَۡينَا تُۡرَجعُوَن ٗۖ ُكلُّ نَۡفٖس ذَآئِقَةُ ٱۡلَمۡوِتِۗ َونَۡبلُوُكم بِٱلشَّر ِ َوٱۡلَخۡيِر فِۡتنَة
Artinya: “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan
menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan
(yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu
dikembalikan.”
Apabila jenazah si mati telah selamat disemadikan, maka segala harta
peninggalannya akan diuruskan oleh ahli keluarganya sama ada suami atau istri,
1 Anonim, Al-Quran dan terjemahan Departemen Agama RI,( Bandung: CV Diponegoro,2010),
hlmn.499.
-
2
atau anak-anak jika dia mempunyai zuriat, yang mana segala harta miliknya
tadi kini menjadi milik ahli warisnya.
Namun realitas yang berlaku pada masa kini, iaitu berlaku perebutan harta
di kalangan ahli waris sendiri yang akhirnya menyebabkan pembagian harta
waris tidak mempunyai jalan penyelesaian. Di Negara Malaysia, menurut Prof
Datin Dr Azizan Baharuddin, beliau menyatakan di dalam Seminar Faraid dan
Perancangan Pewarisan bahwa sebanyak RM 60 bilion harta umat islam yang
tidak dituntut sama ada dalam bentuk uang dan hartanah2.
Ramai yang menyalahkan karena sistem faraid yang menyebabkan
berlakunya permasalahan ini. Namun jika diteliti itu bukanlah punca utama,
tetapi kerana kurangnya kesedaran masyarakat tentang kepentingan wasiat dan
perancangan kepada pengurusan harta warisan adalah punca utama. Menurut Prof
Datin Dr Azizan lagi, hasil kajian yang telah dilakukan menunjukkan masalah
harta tidak dituntut adalah karena kejahilan waris tentang prosedur sistem faraid
dan sikap waris yang tidak menghiraukan aspek wasiat.
Masyarakat tidak melihat wasiat ini adalah perkara yang penting dalam
menguruskan harta warisan sedangkan Rasulullah S.A.W. sangat menganjurkan
untuk kita berwasiat. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Umar r.a
bahwa Rasulullah SAW bersabda
2 Berita Harian, 20 Maret 2016, hlm. 23.
-
3
َما َحقُّ اْمِرٍئ ُمْسِلٍم لَهُ َشْيٌء يُوِصي فِيِه يَبِيُت لَْيلَتَْيِن إاِلَّ َوَوِصيَّتُهُ
َمْكتُوبَةٌ ِعْندَهُ
Artinya: "Tidak sepatutnya bagi seorang muslim yang miliki sesuatu yang
ingin ia wasiatkan, lalu ia menginap dua malam, kecuali wasiat
itu telah tertulis di sisinya." (Riwayat Tirmidzi dan Ibnu Majah)3
Syari’at Islam telah mengatur dengan baik tentang perlaksanaan hukum
wasiat ini sebagaimana yang terkandung di dalam Al-Quran dan Hadits. Sumber
hukum bagi berwasiat ini telah dinyatakan dalam beberapa tempat di dalam Al-
Quran dan Hadits antaranya di dalam surat Al-Maidah Ayat 1064, Allah Taala
telah berfirman:
م ٱل ه ِحي ه ٱل هِ َيه ِ ٱث نه ِ ه ه حه ه هره ضه م ِ ه حه ة بهي نِ هه ه ن ْ شه هه ٱَلهِذ ه ءه مه َي
هأ يه َٰٓ
ِصيبه م َم صه به هۡرِض فهأ
هره م فِي ٱل أ ن م ضه
هم ِ ي رِك ره ِ ِم غه ءه ه
هم ٖل َمِن ه بِس نه ه ٱل ه ِ ِۚ هح ل ٗن ه ش هرِي بِهِۦ ثه ه
ه ِ ِِ ٱر هب م له ن ِس ه ِ بِٱّلَله ي ِ ٱلَصه ه ةِ فه ه ه ِمۢ به َهِ ه ٱٓأۡلثِِ ي ه ِ َِنه َٰٓ ِٗ ل ةه ٱّلَله هه ه له نه م شه َبه ه ٦٠١ ه ه ه ر
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila salah seorang kamu
menghadapi kematian, sedang dia akan berwasiat, maka hendaklah
(wasiat itu) disaksikan oleh dua orang yang adil di antara kamu, atau dua
orang yang berlainan agama dengan kamu, jika kamu dalam perjalanan
dimuka bumi lalu kamu ditimpa bahaya kematian. Kamu tahan kedua saksi
itu sesudah sembahyang (untuk bersumpah), lalu mereka keduanya
bersumpah dengan nama Allah, jika kamu ragu-ragu: "(Demi Allah) kami
tidak akan membeli dengan sumpah ini harga yang sedikit (untuk
kepentingan seseorang), walaupun dia karib kerabat, dan tidak (pula)
kami menyembunyikan persaksian Allah; sesungguhnya kami kalau
demikian tentulah termasuk orang-orang yang berdosa".
3 Hafidz Al Munzdiry,Mukhtashar Sunan Abi Daud, alih Bahasa H. Bey Arifin dan A. Syinqithy
Djamaluddin, jilid 3, (Semarang: CV. Asy Sifa’, 1992), hlm. 527. 4 Anonim, Al-Quran dan terjemahan Departemen Agama RI,( Bandung: CV Diponegoro,2010),
hlmn.180.
-
4
Ada beberapa pendapat daripada ulama tentang hukum berwasiat kepada
ahli waris ini. Pendapat pertama menyatakan bahwa boleh berwasiat pada ahli
waris dengan syarat mendapat keizinan daripada kesemua ahli waris yang lain.
Jika semua ahli waris bersetuju tentang wasiat tersebut, maka hukumnya
diperbolehkan dan sah. Berdalilkan daripada Hadis Nabi SAW yang diriwayat
dari Ibnu Abbas:
اْلَوَرثَةُ يُِجيزَ أَنْ إاِلَّ ِلَواِرثٍ َوِصيَّةَ الَ
Artinya: “Tidak boleh diberikan wasiat kepada ahli waris kecuali para ahli
waris lainnya menyetujui,” 5
Walaupun begitu, terdapat pendapat daripada ulama kontemporer
mengenai masalah ini. Fatwa ini telah dikeluarkan oleh lembaga fatwa Mesir Dar
Al-Ifta Al-Mishriyyah yang menyatakan bahwa boleh berwasiat kepada ahli
waris walaupun tidak mendapat izin daripada ahli waris selagi tidak melebihi
sepertiga harta.
Namun apa yang terjadi di Desa Kuala Telemong, kebanyakan masyarakat
di Kuala Telemong beranggapan bahwa hukum wasiat kepada ahli waris adalah
haram dalam Islam. Sedangkan semua yang berada di Desa Kuala Telemong
bermazhab dengan Mazhab Syafi’i yang mana dalam Mazhab Syafi’i tidaklah
haram secara menyeluruh.
5 Abu Bakar Ahmad bin Al-Husain al-Baihaqi, Al Sunan Al Kubro lil Imam Baihaqi,jilid 6, (Beirut:Dar Al Kutub Al Ilmiyyah, 2010), hlmn. 263
-
5
Melihat kepada situasi di Desa Kuala Telemong dan hukum tentang wasiat
kepada ahli waris ini, bahwa hukum berwasiat kepada ahli waris ini bukanlah
haram secara total dan terdapat kebolehan yang telah dinyatakan oleh ulama,
maka penulis tertarik untuk menulis skripsi yang berjudul “Wasiat Kepada Ahli
Waris Menurut Hukum Islam Dan Pengamalannya di Desa Kuala
Telemong”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan huraian dari latar belakang masalah diatas, maka penulis
merumuskan beberapa permasalahan di antaranya sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pengamalan hukum wasiat kepada ahli waris pada masyarakat
Desa Kuala Telemong?
2. Bagaimanakah pandangan ulama mazhab khususnya Mazhab Syafi’i tentang
wasiat kepada ahli waris?
C. Batasan Masalah
Mengingat luasnya permasalahan yang penulis bahas, maka fokus
penelitian penulis berkisar tentang pemberian waris kepada ahli waris menurut
hukum islam serta bagaimana masyarakat desa Kuala Telemong mengetahui
tentang hukum ini dan mengamalkan dalam kehidupan mereka.
-
6
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Agar tidak menyimpang dari rumusan masalah yang diutarakan di atas
maka, penulis mempunyai tujuan:
a. Ingin mengetahui pengamalan hukum wasiat kepada ahli waris pada
masyarakat Desa Kuala Telemong.
b. Ingin mengetahui pandangan ulama mazhab khususnya Mazhab Syafi’I
tentang wasiat kepada ahli waris.
2. Kegunaan Penelitian
Berdasarkan tujuan diatas, apabila dapat dicapai dengan baik dan dapat
dirumuskan, maka penulisannya akan digunakan:
a. Sebagai salah satu upaya untuk memberikan pengertian dan penjelasan tentang
masalah yang ditanggapi oleh masyarakat Desa Kuala Telemong tentang hukum
berwasiat kepada ahli waris, serta untuk menambah ilmu dan wawasan penulis
dalam bidang hukum dalam membuat dan menyusun karya ilmiah yang baik dan
benar.
b. Sebagai salah satu syarat bagi memperoleh Sarjana Strata Satu (S.1) Fakultas
Syariah , Jurusan Perbandingan Mazhab, UIN STS Jambi.
-
7
E. Kerangka Teori
Kerangka teoritas dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau batasan-
batasan tentang teori-teori yang dipakai sebagai landasan penelitian yang akan
dilakukan. Menurut kamus Bahasa Indonesia Poerwadarminta, teori adalah
pendapat yang dikemukakan sebagai suatu keterangan mengenai sesuatu
peristiwa (kejadian), dan asas-asas, hukum-hukum umum yang menjadi dasar
sesuatu kesenian atau ilmu pengetahuan; serta pendapat cara-cara dan aturan-
aturan untuk melakukan sesuatu.
Adapun kerangka teori ini digunakan penulis adalah karena ingin
menjelaskan pengertian,tentang wasiat, ahli waris, dan hukum islam.
1. Wasiat
Wasiat berasal dari bahasa Arab washaitu bi kadzaa aushaltuhu (saya
menjadikan sesuatu itu untuknya). Berarti orang yang berwasiat adalah orang
yang menyambung apa yang telah ditetapkan pada waktu hidupnya sampai
dengan sesudah wafatnya. Secara istilah syar’i pula ialah seseorang memberi
barang, atau piutang, atau sesuatu yang bermanfaat, dengan catatan bahwa
pemberian termaksud akan menjadi hak milik si penerima wasiat setelah
meninggalnya si pemberi wasiat.6
6 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu jilid 10, (Kuala Lumpur: Darul Fikri, 2011), hlmn.
155
-
8
Untuk menjelaskan lagi tentang pengertian wasiat ini, di sini dikemukakan
beberapa definisi yang diberikan para ulama mazhab dan pakar dalam
menta’rifkan secara syara antara lain:7
a. Ulama Hanafiyah memberikan pengertian tentang wasiat sebagai berikut:
.الموت بطريق التبرع الوصية تمليك مضاف إلي ما بعدArtinya: “Wasiat adalah memberikan hak milik kepada orang lain setelah
(‘aqid) meninggal dunia dengan jalan sukarela”.
b. Ulama Malikiyah mendefinisikan wasiat adalah sebagai berikut:
الوصية في عرف الفقهاء عقد يوجب حقا في ثلث المال
.يلزم بموتهعاقده Artinya: “Wasiat adalah suatu ‘aqad perjanjian yang menimbulkan suatu
dalam memperoleh sepertiga harta dari orang yang memberikan
janji yang bisa dilangsungkan ketika yang memberikan itu
meninggal dunia.”
c. Ulama Syafi’iyah menyatakan wasiat sebagai berikut:
.الوصية تبرع بحق مضاف إلي ما بعد الموتArtinya: “Wasiat adalah sama dengan amal shadaqah dengan satu hak
yang disandarkan pada keadaan setelah mati.”
d. Ulama Hanabilah memberi pengertian wasiat seperti berikut:
ت كان يوصي الوصية هي األمر بالتصرف بعد المو
الصغار أو يزوج بناته أو شحصا بأن يقوم علي أوالده
.يفرق ثلث ماله أو نحو ذلكArtinya: “Suatu perkara dengan berpindahnya (sesuatu) setelah kematian.
Seperti seseorang berwasiat untuk memberikan kepada anak-
anaknya yang masih kecil, atau akan menikahkan anak
perempuannya atau akan memisahkan sepertiga hartanya atau
yang lainnya.”
7 Ilham Ismail, “Wasiat Kepada Ahli Waris Studi Komparatif Pasal 195 Kompilasi Hukum Islam Dengan Hukum Islam”, Skripsi UIN Sultan Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011, hlmn. 17
-
9
Dari definisi-definisi di atas dapat kita fahami bahwa para ulama
bersepakat dan senada pada menyatakan wasiat itu ialah suatu akad dari
seseorang untuk memindahkan sebagian hartanya atau hak-haknya kepada orang
lain setelah dia meninggal dunia.
Para ulama Kontemporer juga sependapat dengan apa yang dinyatakan oleh
para Imam Mazhab. Ini suarakan oleh Syeikh San’ani dalam kitab beliau Subul
As-Salam mendefinisikan wasiat sebagai:
اْلَمْوتِ بَْعدَ َما إلَى ُمَضافٌ َخاص َعْهدٌ الشَّْرعِ فِي َوِهيَ Artinya: “Perjanjian tertentu yang disandarkan kepada sesuatu
sesudah meninggal.”
Wasiat merupakan suatu akad yang boleh dan tidak mengikat sehingga
wasiat dapat dibatalkan oleh salah satu pihak yaitu dari pihak pemberi wasiat.
Dengan demikian wasiat dapat dikatakan menghibahkan atau menghadiahkan
harta dari seseorang kepada orang lain apabila si pewasiat meninggal dunia, baik
dijelaskan dengan lafadz atau pun tanpa lafadz.8 Begitu juga yang dinyatakan
oleh Wan Abdul Halim tentang makna wasiat ini yaitu memberikan sebagian
daripada harta kepada seseorang yang berhak menerima wasiat apabila si
pewasiat meninggal dunia.9
Setelah dikemukakan kesemua definisi wasiat menurut pandangan para
ulama di atas maka semuanya kembali pada satu definisi saja yaitu pada
menyatakan pesanan tentang peninggalan seseorang baik berupa harta ataupun
8 Ibnu Rushd, Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid, Terjemahan ‘Abdurrahman,(Semarang:
asy-syifa, 1990), Juz 3, hlmn. 40. 9 Wan Abdul Halim, Mengurus Harta Pusaka,(Terengganu: Ikon Syabab, 2018), hlmn. 113.
-
10
perkara yang bermanfaat yang akan diberikan kepada orang lain bila dirinya
meninggal dunia yang mana perlaksanaannya akan berlaku setelah kematiannya.
2. Dasar Hukum Wasiat
Dasar-dasar pengambilan hukum wasiat adalah berdasarkan Al-Quran, Al-
Hadis, Ijma’ dan Ijtihad para Ulama.
a. Al-Quran
Dalam Al-Quran penjelasan tentang wasiat terdapat dalam surat al-
Baqarah ayat 180 yakni:
م حه ه هره ضه م ِ ه حه ي ر ٱل ه ِ ه ه هي ٱل هِ َيه ِ هره ه ه
ره ِي ه لِ ه لِ ه ِ ه هِ ٱل أ ر ِ ب ه
َ ه هي ٱل َ ه ِي ه حه ٦٨٠ ٱل Artinya: “ Diwajibkan atas kamu, apabila seseorang diantara
kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia
meninggalkan harta yang banyak, berwasiat kepada
ibu bapanya dan karib kerabatnya secara baik, (ini
adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa”
(QS. Al-Baqarah: 180)10
Ayat ini menunjukkan kewajiban untuk berwasiat kepada
kedua orang tua dan kerabat yang dekat, yaitu hanya kepada ahli
waris yang tidak mendapatkan harta waris baik karena dzawil
arham dan mahjub yang orang tuanya telah meninggal terlebih
dahulu dari pewaris maupun karena mahram. Tetapi apabila
10 Anonim, Al-Quran dan terjemahan Departemen Agama RI,( Bandung: CV Diponegoro,2010), hlmn.44.
-
11
turunnya ayat yang menerangkan tentang pembagian waris,
maka ayat yang menyatakan kewajiban berwasiat telah menjadi
mansukh dan hukum berwasiat juga bertukar menjadi sunah.
Dan keutamaan untuk berwasiat kepada Ahli Waris juga telah
bertukar karena adanya hadis Nabi Muhammad SAW yang
bersabda yang artinya “tidak ada wasiat bagi ahli waris”.
Kemudian dalam surah yang lain ada menyatakan
dianjurkan berwasiat itu dengan membawa kepada dua saksi
yaitu dalam surah Al-Maidah ayat 106:
م ٱل ه ِحي ه ٱل هِ َيه ِ حه ه هره ضه م ِ ه حه ة بهي نِ هه ه ْ شه ن هه ٱَلهِذ ه ءه مه َي
هأ يه َٰٓ
ۡرِض هره م فِي ٱل أ ن م ضه
هم ِ ي رِك ره ِ ِم غه ءه ه
هم ٖل َمِن ٱث نه ِ ه ه ه
بِس نه ِصيبه ٱل ه ِ ِۚ هح م َم صه به هِ ِِ فهأ ِس ه ِ بِٱّلَله ي ةِ فه ِ ٱلَصه ه ه ه ِمۢ به
َهِ ه َٰٓ ِٗ ل ِ َِنه ةه ٱّلَله هه ه له نه م شه َبه ه ه ه ه ه ر ل ٗن ه ش هرِي بِهِۦ ثه هه ٱر هب م له ن ٦٠١ٱٓأۡلثِِ ي ه
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila salah seorang
kamu menghadapi kematian, sedang dia akan berwasiat,
Maka hendaklah (wasiat itu) disaksikan oleh dua orang yang
adil di antara kamu, atau dua orang yang berlainan agama
dengan kamu, jika kamu dalam perjalanan di muka bumi lalu
kamu ditimpa bahaya kematian. kamu tahan kedua saksi itu
sesudah sembahyang (untuk bersumpah), lalu mereka
keduanya bersumpah dengan nama Allah, jika kamu ragu-
ragu: "(Demi Allah) kami tidak akan membeli dengan
sumpah Ini harga yang sedikit (untuk kepentingan
seseorang), walaupun dia karib kerabat, dan tidak (pula)
kami menyembunyikan persaksian Allah; Sesungguhnya
kami kalau demikian tentulah termasuk orang-orang yang
-
12
berdosa" (QS. Al-Maidah/05: 106).11
b. Al-Hadis
Di samping ayat Al-Quran, terdapat juga hadis Nabi SAW
yang menjelaskan tentang hal wasiat di antaranya sebagai
berikut:
حدثنا عبد الله بن يوسف اخبرنا مالك عن نافع عن عبد الله
بن عمر رضي الله عنهما ان رسول الله صلى الله عليه وسلم
يَبِيْتُ فِْيهِ يُْوِصيَ أَنْ يُِرْيدُ َشْيءٌ لَهُ ُمْسِلمٍ اْمِرئٍ َحقُّ َماقال :
ِعْندَهُ َمْكتُْوبَةٌ َوَوِصيِ تُهُ إاِلَّ لَْيلَتَيْنِ
Artinya: “Dari Abdullah bin Yusuf dari Malik dari Nafi’ dari
Abdullah bin Umar R.A, Ia berkata: bahwa Rasulullah
S.A.W. Bersabda: bukankah hak seorang muslim yang
mempunyai sesuatu yang ingin diwasiatkan bermalam
(diperlambatkan) selama dua malam, kecuali
wasiatnya telah tercatat di sisinya”. (H.R. al-
Bukhari)12
Imam Syafi’i menyatakan bahwa orang islam yang berwasiat
sebaiknya wasiat tersebut ditulis dan berada di sisinya, sebab hal tersebut
dapat menjaga dari hal-hal yang tidak diinginkan. Bila tidak berhati-hati
dalam hal berwasiat ini, bias memungkinkan Hasrat si pewasiat tidak
tercapai karena kematian seseorang hanya Allah Taala yang mengetahui.
11 Ibid, hlmn.180. 12 Abi ‘Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhary, Shahih al-Bukhary, (Beyrut: Dar al- Fikr, Tt), Juz I, hlmn.124
-
13
c. Ijma’
Ijma’ adalah kesepakatan para mujtahid di antara umat islam pada satu
masa sesudah zaman Rasulullah terhadap hukum syara’ tentang suatu
masalah atasu kejadian. Para ahli fiqh ada yang menganggap bahwa Ijma’
wajib di amalkan dan tidak boleh ada kajian ulang dalam menilai hukum
yang telah diputuskan oleh generasi berikutnya.13
Perbuatan berwasiat ini tidak ada yang mengingkarinya dan tidak ada
pengingkaran tersebut menjukkan bahwa ada Ijma’ antara ulama. Bahkan
para ulama juga bersepakat dalam menanggapi hadis Rasulullah S.A.W.
tentang kadar wasiat yang tidak boleh lebih daripada sepertiga harta
peninggalan si pewasiat.14
d. Ijtihad
Ijtihad berasal dari kata Bahasa Arab yaitu jahada yang berarti
mencurahkan segala kemampuan atau menghabiskan segala daya dalam
upaya untuk mengeluarkan hokum. Sedang ijtihad menurut istilah adalah
usaha atau ikhtiar yang sungguh-sungguh dengan menggunakan segenap
kemampuan yang ada dilakukan oleh orang (ahli hukum) yang memenuhi
13 Hasbi Umar, Filsafat Hukum Islam Kontemporer,(Medan: Perdana Publishing, 2016),hlmn. 143 14 Ibid,hlmn. 11
-
14
syarat untuk mendapatkan ketentuan hukum yang belum jelas atau tidak ada
ketentuannya di dalam al-Quran dan al-Sunnah.15
Timbul beberapa ijtihad di antara ulama tentang pengizinan para ahli waris yang
lain untuk penerimaan wasiat kepada ahli waris. Sebahagian ulama menyatakan
pendapat mereka bahwa perlu meminta izin kepada semua ahli waris barulah
wasiat kepada ahli waris itu diterima, sebagian lagi menyatakan bahwa wasiat
pada ahli waris itu tidak sah sama sekali. Sedang sebagian yang lain berijtihad
bahwa boleh berwasiat kepada ahli waris sekalipun tidak meminta izin dari
kesemua ahli waris yang lain
3. Hal-hal Pembatalan Wasiat
Ada beberapa perkara yang boleh menyebabkan terbatalnya wasiat.
Antaranya adalah:16
a. Dibatalkan oleh pembuat wasiat.
b. Penerima wasiat meninggal terlebih dahulu
c. Harta yang diwasiatkan telah dilupuskan sama ada dijual, dihibah dan
sebagainya.
d. Penarikan diri oleh penerima wasiat.
4. Ahli Waris
15 Muhammad Daud Ali, Hukum Islam (Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum di Indonesia Edisi ketiga),(Jakarta:PT. Raja Grafindo, 1993),hlmn. 104 16 Ibid, hlmn 120
-
15
Menurut Kompilasi Hukum Islam ahli waris adalah orang yang saat
meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkahwinan
dengan pewaris, beragama islam dan tidak terhalang karena hukum untuk
menjadi ahli waris.
Secara keseluruhannya waris ini terbagi kepada beberapa kategori yaitu
waris utama, waris ganti dan waris kedua.17 Waris utama adalah waris yang pasti
akan mewarisi harta pusaka jika mereka hidup ketika pemilik harta meninggal
dunia. Mereka tidak terhalang oleh sesiapa pun daripada mewarisi harta pusaka.
Mereka yang berada dalam golongan waris utama adalah:
a. Ibu
b. Bapa
c. Suami/istri
d. Anak laki-laki
e. Anak perempuan.
Mereka yang dikatakan sebagai waris ganti adalah waris yang akan
menjadi pengganti kepada waris utama sekiranya waris utama tiada atau telah
meninggal dunia terlebih dahulu. Mereka terdiri daripada keturunan ke atas dan
keturunan ke bawah dan tiada waris ganti kepada pasangan suami atau istri. Yang
di maksudkan mereka yang dalam keturunan ke atas , sekiranya ibu telah mati
dahulu, maka nenek sebelah ibu akan menggantikannya. Sekiranya yang tiada
17 Ibid, hlmn. 48.
-
16
adalah bapa, maka yang menggantikan adalah kakek sebelah bapa. Sekiranya
yang tiada adalah ibu dan bapa, maka yang menggantikan mereka adalah nenek
sebelah ibu, nenek sebelah bapa dan kakek sebelah bapa. Bagi keturunan ke
bawah pula, sekiranya si mati tidak mempunyai anak laki-laki, maka tempat anak
laki-laki diganti oleh cucu. Cucu daripada anak laki-laki menjadi keutamaan
sedang cucu dari anak perempuan yang mati dahulu tidak mewarisi pusaka.
Waris kedua pula adalah waris yang lebih jauh tetapi masih boleh mewarisi
pusaka sekiranya harta itu masih belum dapat dihabiskan oleh waris utama dan
waris ganti dengan syarat-syarat tertentu. Waris kedua terdiri daripada:
a. Waris sisi kepada si mati, yaitu adik beradik dan keturunannya seperti anak
saudara dan seterusnya.
b. Waris sisi kepada bapa si mati yaitu paman saudara dan keturunannya seperti
sepupu.
c. Waris sisi kepada kakek si mati sebelah bapa yaitu kakek saudara dan
keturunannya.
5. Hukum Islam
Hukum Islam adalah koleksi daya upaya para ahli hukum untuk
menerapkan peraturan-peraturan yang diambil dari wahyu yang akhirnya
menghasilkan fiqh, fatwa, keputusan pengadilan dan undang-undang atas
-
17
kebutuhan masyarakat. Hukum islam juga mencakupi hukum syari’ah dan
hukum fiqh, karena arti syarak dan fiqh terkandung di dalamnya.18
Hukum Islam yang diteliti adalah pandangan daripada para ulama mazhab
yang silam khususnya Mazhab Syafi’i dan pandangan ulama kontemporer
tentang hukum berwasiat kepada ahli waris yang mana terdapat beberapa
pandangan daripada ulama Syafi’iyyah dan ulama kontemporer tentang perkara
ini. Antara pandangan tersebut adalah:
f. Sebagian daripada Ulama Syafi’iyyah mengatakan boleh berwasiat kepada ahli
waris tetapi mestilah mendapat izin daripada semua ahli waris yang lain dahulu.
g. Sebagian daripada Ulama Syafi’iyyaj yang lain pula berpendapat bahwa tidak
boleh sama sekali untuk berwasiat kepada ahli waris walaupun telah mendapat
izin daripada semua ahli waris.
h. Ulama kontemporer iaitu Syeikh Ali Jum’ah menyatakan pandangannya yang
mana dikeluarkan oleh lembaga fatwa Mesir Dar Al-Ifta Al-Mishriyyah yang
menyatakan bahwa boleh berwasiat kepada ahli waris walaupun tidak mendapat
izin daripada ahli waris.
F. Tinjauan Pustaka
Mengenai masalah ini, penulis telah menemui ada penulisan skripsi yang
terkesan mirip dengan penulisan skripsi yang ditulis oleh penulis yakni skripsi
yang ditulis oleh Ilham Ismail, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Syariah
18 Baharuddin Ahmad dan Illy Yanti, Eksistens dan Implementasi Hukum Islam Di Indonesia,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), hlm. 5-6.
-
18
dan Hukum, Jurusan Perbandingan Mazhab dan Hukum Tahun 2011 yang
berjudul “Wasiat Kepada Ahli Waris Studi Komparatif Pasal 195 Kompilasi
Hukum Islam Dengan Hukum Islam”. Pada penulisan skripsi ini, penulis
membahas tentang kajian komparatif tentang wasiat kepada ahli waris antara
hukum Islam dengan yang ada dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang
menjadi bagian dari sumber rujukan hukum positif Islam yang berlaku di
Indonesia. Kesimpulan dan hasil dari penulisan ini, penulis menyatakan bahwa
hukum wasiat yang terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan pendapat
mazhab syafi’i adalah seragam dan selari yaitu pemberian wasiat kepada ahli
waris adalah boleh setelah mendapat izin dari ahli waris lainnya.
Penulis juga membandingkan skripsi penulis dengan penulisan skripsi yang
ditulis oleh Ria Ramadhani, Universitas Sam Ratulangi, Fakultas Hukum tahun
2015 yang berjudul “Pengaturan Wasiat Wajibah Terhadap Anak Angkat
Menurut Hukum Islam”. Dalam penulisan ini penulis membahaskan bagaimana
status anak angkat menurut islam adakah ia dibenarkan atau bagaimana aturan
sebenar bagi mengambil anak angkat. Penulis juga membicarakan tentang
bagaimana pengaturan wasiat wajibah terhadap anak angkat menurut hukum
islam. Hasil daripada penilitian ini, penulis menyatakan bahwa Hukum Islam
memperbolehkan mengangkat anak selama tidak membawa akibat hukum dalam
hal hubungan darah, wali-mewali dan waris mewaris dari orang tua angkat.
Penulis juga menyatakan bahwa dalam Kompilasi Hukum Islam bahwa anak
-
19
angkat berhak memperoleh wasiat wajibah dengan syarat tidak melebihi 1/3 harta
waris.
Seterusnya penulis juga meneliti sebuah skripsi daripada Nurul Asyikin
Binti Adnan, UIN STS Jambi, Fakultas Syariah, Jurusan Perbandingan Mazhab
Tahun 2017 yang berjudul “Wasiat Wajibah Menurut Jabatan Kemajuan Islam
Malaysia (Studi Tentang Metode Istinbat Hukum)”. Dalam skripsi ini penulis
membahaskan tentang bagaimana metode istinbat hukum yang digunakan oleh
JAKIM bagi menentukan hukum wasiat wajibah. Hasil dari penelitian ini
menyatakan bahwa JAKIM lebih cenderung untuk menurut pandangan daripada
Ibnu Hazm yang menyatakan bahwa wasiat wajibah itu wajib karena bagi
menjaga kemaslahatan setelah anak yang kematian ibu atau bapaknya. Seorang
anak yang kematian ayah dan ibunya terlebih dahulu dari kakeknya atau
neneknya, maka anaknya yaitu cucu kepada si mati berhak untuk menerima
wasiat wajibah dengan mengambil bagian faraid ayah atau ibunya pada kadar
tidak nelebihi 1/3 warisan kakek atau nenek. Jika bagian orang tua adalah 1/3
atau kurang dari 1/3, maka pembagian tersebut harus dilaksanakan pada kadar
tersebut. Jika bagian tersebut melebihi 1/3 maka harus dikurangi pada kadar tidak
melebihi 1/3.
Berbeda dengan penulisan-penulisan skripsi yang telah dinyatakan
tersebut, dalam penulisan skripsi penulis lebih mendiskripsikan kajian penulis
tentang kajian lapangan di tempat tinggal penulis. Penulis lebih cenderung untuk
mengkaji tentang bagaimana pandangan atau fatwa antara ulama mazhab
-
20
khususnya dalam mazhab syafi’i mengenai hukum wasiat kepada Ahli waris dan
bagaimana pengamalan masyarakat Desa Kuala Telemong mengenai wasiat
kepada ahli waris. Penulis lebih terarah untuk melihat adakah masyarakat Desa
Kuala Telemong ini mengetahui secara menyeluruh tentang hukum wasiat dalam
mazhab Syafi’I dan adakah mereka mengetahui bahwa dalam mazhab syafi’i
membolehkan hukum wasiat kepada ahli waris.
-
21
BAB II
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Metode penelitian yang digunakan oleh penulis adalah Penelitian
Lapangan (Field Research) dengan melaksanakan langkah-langkah seperti
berikut:
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kualitatif dengan menggunakan menggunakan metode survey, yang bermaksud
dengan penelitian kualitatif adalah suatu pendekatan dalam melakukan penelitian
yang berorientasi pada gejala-gejala yang bersifat ilmiah, maka sifatnya
naturalistic dan mendasar atau bersifat kealamiahan serta tidak bisa dilakukan di
labatirium saja melainkan harus terjun di lapangan.19
Metode survey ini diguna pakai untuk mengumpulkan data secara langsung
karena yang menjadi populasi sangat besar untuk diobservasi secara langsung,
penelitian ini termasuk ke dalam penelitian penjelasan (explanatory reserch)
sebab dalam penelitian ini dilakukan pengujian terhadap hubungan kausal antara
beberapa variable berdasarkan hipotesis penelitian. Oleh karena ini, penulis
memilih untuk turun ke desa penulis untuk membuat kajian di Desa Kuala
Telemong, Terengganu, Malaysia.
19 Muhammad Nazir, Metode Penelitian, (Bandung:Remaja Rosdakarya,1986), hlmn 159
-
22
B. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan normatif sosiologis. Analisis deskriptif kualitatif ditujukan untuk
mendapatkan informasi tentang beberapa kondisi dan menjelaskan serta
menggambarkan hasil penelitian yang dilakukan di linkungan penelitian.
Lingkungan penelitian yaitu di Desa Kuala Telemong.20
C. Sumber Data
1. Data Primer
Data primer adalah data pokok yang dikutip dari Al-quran dan Hadits yang
erat kaitannya dengan pembahasan skripsi ini dan informasi yang diperoleh dari
hasil wawancara dan observasi dokumen-dokumen berkaitan di Desa Kuala
Telemong.
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh penelitian
secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak
lain) yang berkaitan dengan penelitian. Yaitu data-data atau informasi yang
diambil dari buku, jurnal, koran dan lain-lain lagi yang berbentuk dengan
penulisan akademik.
20 Ishaq, Metode Penelitian Hukum, Bandung 2017.
-
23
D. Instrumen Pengumpulan Data
Untuk memudahkan dan menghimpunkan data-data dan fakta di lapangan,
maka penulis akan menggunakan beberapa teknik, antara lain :
1. Wawancara
Wawancara merupakan alat pengumpulan data untuk memperoleh
informasi langsung dari responden. Wawancara yang dimaksudkan disini adalah
wawancara untuk kegiatan ilmiah, yang dilakukan secara sistematis dan runtut
serta memiliki nilai validitas dan reliabilitas21 . Teknis yang digunakan untuk
mengumpulkan data adalah dengan wawancara terpimpin. Wawancara terpimpin
adalah wawancara yang menggunakan pedoman kerja yang sudah dipersiapkan
sebelumnya, yakni pertanyaan diajukan menurut daftar pertanyaan yang telah
disusun.22 Penulis akan mewawancara pihak yang terkait yaitu masyarakat di
Desa Kuala Telemong mengenai pendapat mereka tentang kajian penulis
2. Dokumentasi
Metode dokumentasi yang dimaksud dalam peroses pengumpulan data
penelitian ini adalah suatu metode atau cara untuk mencari data dari dokumen
resmi internal yang berupa memo, kwitansi, nota, pengumuman, instruksi,
disposisi dan aturan organisasi, termasuk masalah atau laporan rapat dan
keputusan dan program kerja pemerintah.
21 Ishaq, Metode Penelitian Hukum dan Penulisan Skripsi, Tesis, Serta Disertasi,(Bandung: Alfabeta,
2017), hlmn. 115. 22 Ibid, hlmn. 117.
-
24
Tidak kalah penting dari metode-metode lain, adalah metode dokumentasi,
yaitu mencari data mengenai hal-hall atau variabel yang berupa catatan, transkip,
buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, langger, agenda, dan
sebagainya.23
Untuk studi kasus, penggunaan dokumen yang paling penting adalah
sebagai berikut:
a. Dokumen membantu penyertifikasian ejaan dan judul atau nama yang benar
dari organisasi-organisasi yang telah disinggung dalam wawancara.
b. Dokumen dapat menambah rincian secara spesifik lainnya guna mendukung
informasi dari sumber-sumber lain. Jika bukti documenter bertentangan dan
bukannya mendukung, peneliti mempunyai alasan meneliti lebih jauh topik
yang bersangkutan.
Inferensi dapat dibuat dari dokumen-dokumen, sebagai contoh, dengan
mengobservasi pola tembusan karbon dokumen tertentu. Seorang peneliti dapat
mulai mengajukan pertanyaan baru tentang komunikasi jaringan kerja suatu
organisasi. Studi dokumentasi ini dapat memperoleh data tentang komunikasi
dan jaringan kerja suatu organisasi. Studi dokumentasi ini dapat memperoleh
data tentangbudaya di Desa Kuala Telemong, dan bagaimana pemahaman islam
masyarakat Desa Kuala Telemong ini.
23Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 2013), hlmn. 274.
-
25
E. Teknik Analisis data.
Teknik Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
koleksi data, display data,reduksi data,dan verifikasi.
1. Koleksi data
Dalam tahap ini, Penulis mengumpulkan data-data secara kasar tentang
pemahaman masyarakat di Desa Kuala Telemong khususnya yang berkaitan
dengan wasiat kepada ahli waris ini.
2. Reduksi data (data reduction),
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan hal-hal penting yang penting, dicari tema dan polanya24.Dalam
tahap ini penulis melakukan pemilihan, dan pemusatan perhatian untuk
penyederhanaan, abstraksi, dan transformasi data kasar yang diperoleh.
3. Penyajian data (data display).
Setelah data direduksi,maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan
data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan bentuk uraian
singkat, bagan, hubungan antara kategori.25Display data atau penyajian data yang
lazim digunakan pada langkah ini adalah dalam bentuk teks naratif .Dalam
24Sugiyono,Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D,cet. ke-15,(Bandung :Alfabeta,
Bandung ), hlm 247. 25 Ibid, hlm 249
-
26
menyempurnakan kajian ini, penulis mengembangkan sebuah deskripsi
informasi tersusun untuk menarik kesimpulan dan pengambilan tindakan.
4. Penarikan kesimpulan dan verifikasi (conclusion drawing and verification).
Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan
berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap
pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan
pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti
kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan
adalah kesimpulan yang kredibel.26Dalam membuat penelitian, penulis berusaha
menarik kesimpulan dan melakukan verifikasi dengan mencari makna setiap
gejala yang diperolehnya dari lapangan, mencatat keteraturan dan konfigurasi
yang mungkin ada, alur kausalitas dari fenomena, dan proposisi.
F. Sistematika Penulisan
Penyusunan skripsi ini terbahagi pada lima bab yang mana setiap bab
terdiri dari sub-sub bab. Masing-masing bab membahas permasalahan-
permasalahan tertentu tetapi saling berkait antara satu sub bab dengan sub bab
yang lainnya.
Bab pertama membahas tentang latar belakang masalah, rumusan masalah,
batasan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teori dan tinjauan
pustaka. Bab kedua membahas tentang metodologi penelitian, tempat dan waktu
26 Ibid. , hlm.252
-
27
penelitian, jenis penelitian, sumber data, instrumen pengumpulan data, teknis
analisis data, sistematika penulisan dan jadwal penelitian.
Seterusnya, bab membahas gambaran umum lokasi di Desa Kuala
Telemong, Malaysia sebagai berikut: Sejarah Terengganu, letak geografis Negeri
Terengganu dan Desa Kuala Telemong, Desa Kuala Telemong, keadaan
penduduk serta mata pencarian, dan keadaan agama serta pendidikan Kuala
Telemong.
Bab keempat pula adalah Bab akhir dari pembahasan masalah pokok dan
analisis penulis sebagai beriku: pengamalan masyarakat Desa Kuala Telemong
dalam hal wasiat kepada ahli waris, sama ada mereka mengamalkan system
wasiat ini ataupun tidak. Pandangan ulama-ulama mazhab khususnya Mazhab
Syafi’i tentang wasiat kepada ahli waris, pengamalan hukum wasiat kepada ahli
waris ini di dalam masyarakat Desa Kuala Telemong.
Bab kelima merupakan penutup terdiri daripada kesimpulan, saran-saran
dan kata penutup.
-
28
BAB III
GAMBARAN UMUM DESA KUALA TELEMONG
A. Latar Belakang Desa Kuala Telemong
1. Geografi Desa Kuala Telemong
Desa Kuala Telemong adalah sebuah desa di Provinsi Terengganu,
Malaysia. Yang berada di posisi 103° 02' 00" Bujur Timur dan 5° 13' 00" Lintang
Utara dengan Batasan-batasan wilayah adalah sebagian berikut:
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Kubang Palas, Kuala Terengganu
b. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Imam Lapar
c. Sebelah Baratnya adalah Sungai Desa Kuala Telemong
d. Sebelah Selatan adalah Desa Pasir Tinggi.
Jarak tempuh dari Desa Kuala Telemong ke Ibu Kota Provinsi Terengganu
iaitu Kuala Terengganu adalah 23 Km dengan jarak waktu tempuh lebih kurang
40 menit perjalanan berkenderaan mobil. Desa Kuala Telemong juga
berhampiran dengan Sungai Terengganu yang bersambung dengan Laut Cina
Selatan.
Di desa Kuala Telemong, pelbagai fasilitas telah disediakan untuk untuk
menjadikan Desa Kuala Telemong ini sebuah desa yang membangun seiring
-
29
dengan kemajuan negeri dan negara. Antara fasilitas yang ada di Desa Kuala
Telemong adalah :
a. Klinik Desa Kuala Telemong
b. Kolej Giatmara Kuala Telemong
c. Balairaya Desa Kuala Telemong
d. Pusat Komuniti Desa Kuala Telemong
e. Kantor Pos Desa Kuala Telemong
f. Sekolah Kebangsaan Kuala Telemong
g. Sekolah Menengah Kebangsaan Kuala Telemong
h. Kantor Veterina Kuala Telemong
i. Lebuhraya Kuala Telemong
j. Dewan Sivik Desa Kuala Telemong
k. Masjid Desa Kuala Telemong
B. Sejarah dan Perkembangan Terengganu
1. Sejarah dan Lokasi Provinsi Terengganu
Negeri Terengganu adalah sebuah negeri yang di Semenanjung Malaysia
yang berada di Pantai Timur Semenanjung Malaysia. Terengganu terletak di
antara garisan bujur 102.25 dengan 103.50 dan garisan lintang 4 hinggan 5.50,
di bahagian Selatan dan Barat Daya pula bersempadan dengan Negeri Pahang.
Dinyatakan bahwa keluasan Terengganu adalah 1,295,638.3 hektar / 1,295,512.1
-
30
hektar. Sedang jaluran pantai pula sejauh 225 kilometer dari Utara (Besut) ke
Selatan (Kemaman).
Terengganu mempunyai sejarah yang menarik karena Terengganu adalah
negeri terawal yang menerima kemasukan Islam di Tanah Melayu yang dapat
dibuktikan dengan penemuan batu bersurat di Kuala Berang bertarikh 1303M
(702H) membuktikan bahwa Terengganu telah mengamalkan undang-undang
islam di bawah pemerintahan Raja Raja Mandalika. Namun setelah
pemerintahan Raja Mandalika, pemerintahan Terengganu mengalami
kemunduran karena tidak dikahui siapakah pengganti kepada Raja Mandalika
sebagai Raja Terengganu, sehinggalah pada tahun 1708M Tun Zainal Abidin
anak kepada Tun Habib Abdul Majid Johor ditabalkan menjadi Sultan
Terengganu.27 Sultan Zainal Abidin I adalah Sultan Terengganu yang pertama
dan merupakan pengasas kepada kesultanan di Terengganu. Baginda dilantik
oleh Daeng Menampuk atau Raja Tua di atas perintah Sultan Sulaiman Badrul
Alam Shah yaitu Sultan Johor. Bahkan sehingga kini Terengganu masih lagi
mengamalkan sistem kesultanan sebagai sistem pemerintahan negeri sambil di
bantu oleh menteri-menteri lantikan daripada sultan dan para menteri diketuai
oleh Menteri Besar.
27 Perpustakaan Negara Malaysia, Pembangunan Terengganu Dahulu dan Sekarang,(Terengganu: PYIT, 1999), hlmn. 3.
-
31
Jata Negeri Terengganu membawa makna-makna yang tersendiri. Bulan
dan bintang itu adalah membawa makna bahwa Provinsi Terengganu adalah
Negeri Islam. Mahkota pula membawa makna bahwa Terengganu adalah negeri
yang dibawah pemerintahan Diraja yaitu Sultan sebagai Ketua Negeri. Pedang,
Keris Panjang dan Cokmar pula merupakan Alat Kebesaran Negeri. Al-Quran di
sebelah kanan melambangkan bahwa Agama Islam adalah agama rasmi negeri.
Di sebelah kiri pula adalah kitab undang-undang bagi memberi makna keadilan
merupakan teras pemerintahan negeri. Dan Wali menandakan Alatan Istiadat
Kebesaran.28
2. Sejarah Islam di Terengganu
Perkembangan Islam di Terengganu dapat diketahui dengan penemuan
sebuah batu yang mengandungi beberapa undang-undang Islam yang menjadi
pengamalan di negeri Terengganu, batu tersebut digelar Batu Bersurat
Terengganu. Batu Bersurat yang telah berusia lebih dari 700 ratus tahun ini
mempunyai ukiran yang paling tua dan tulisan jawi pertama ditemui di Malaysia.
Ini membuktikan bahwa Islam telah sampai ke Terengganu sebelum 1326 atau
1386 Masihi.
Terengganu berusaha dengan sedaya upaya mempertahankan dan
mengembangkan ajaran islam dan nilai-nilai murni yang ada dalam Islam kepada
28 https://ms.wikipedia.org/wiki/Identiti_Terengganu, diakses tanggal 19 Januari 2020
-
32
masyarakat Terengganu. Antara ulama Terengganu yang terkenal dengan usaha
dakwahnya bagi menjaga agama Islam di Terengganu adalah Syeikh Abdul
Malik bin Abdullah (Tok Pulau Manis), Haji Wan Abdullah bin Wan Muhammad
Amin (Tok Syeikh Duyung), Syed Muhammad bin Zainal Abidin al-Idrus (Tok
ku Tuan Besar), Syed Abdul Rahman bin Syed Muhammad al-Idrus (Tok Ku
Paloh).
Suatu perkara yang pasti adalah Pendidikan Islam secara sistematik telah
diasaskan oleh Tok Pulau Manis semenjak abad ke 17 dan telah dikembangkan
oleh ulama-ulama yang terkemudian sehingga Terengganu terkenal sebagai
provinsi bergelar Darul Iman.
3. Sejarah Kesultanan Terengganu
b. Sultan Zainal Abidin I (1708-1733)
c. Sultan Mansur (1733-1794)
d. Sultan Zainal Abidin II (1794-1808)
e. Sultan Ahmad (1808-1830)
f. Sultan Abdul Rahman (1830-1830)
g. Sultan Daud (1830-1831)
h. Sultan Mansur II (1831-1837)
i. Sultan Omar (1839-1875)
j. Sultan Ahmad II (1875-1881)
k. Sultan Zainal Abidin III (1881-1918)
-
33
l. Sultan Muhammad II ( 1918-1942)
m. Sultan Sulaiman Badrul Alam Shah (1920-1942)
n. Sultan Ismail Nasiruddin Shah (1942-1979)
o. Sultan Mahmud al-Muktafi Billah Shah (1981-1998)
p. Sultan Mizan Zainal Abidin (1998- Kini)
-
34
C. Gambaran Penduduk dan Hasil Pencarian Masyarakat Desa Kuala
Telemong
Menurut Pengerusi Majlis Pengurusan Komuniti Kampung (MPKK) bagi
Desa Kuala Telemong, Hj Wan Mazelan bin Wan Nawang, beliau menyatakan
anggaran penduduk Kuala Telemong yang terkini masih lagi belum dikemaskini.
Walau bagaimanapun beliau menyatakan anggaran Penduduk Kuala Telemong
ini dalam lingkungan 400-500 orang. Oleh kerana kedudukan Desa Kuala
Telemong yang tidak jauh daripada pusat bandar, maka sebahagian penduduk di
desa ini bekerja sebagai karyawan di kantor negeri. Sebahagiannya lagi bekerja
sebagai petani dan pekebun kerana di desa ini mempunyai tanah yang subur. Ada
yang memiliki kebun karet dan ada yang memiliki ladang sawit. Jika dahulu desa
ini juga terkenal dengan penanaman sawah padi, namun kini kerana arus
pembangunan menyebabkan tidak ada lagi yang bekerja sebagai pesawah.
Penduduk Desa Kuala telemong pula adalah 100% adalah orang melayu
bumiputera dan 100% beragama Islam yang bermazhab kepada mazhab Syafie.
Di desa ini tidak didiami oleh mereka yang berbangsa lain selain melayu dan
kesemuanya mengikuti fahaman Ahli Sunnah wal Jamaah. Maka tidak timbul isu
berbilang bangsa dan berbilang agama di desa ini. Bahkan sejak dahulu lagi
masyarakat di Desa Kuala Telemong ini mendapat didikan daripada Ulama
terkenal di Terengganu iaitu bermula daripada Tok Pulau Manis sehinggalah
Tuan Guru Haji Abdul Rahman Limbong. Ini menjadi bukti bahwa penduduk
masyarakat di desa ini mendapat didikan agama daripada para tokoh agama ini.
-
35
BAB IV
PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN
A. Pengamalan wasiat kepada Ahli waris di Desa Kuala Telemong.
Pengamalan wasiat itu adalah sesuatu yang tidak asing dalam mazhab
Syafi’i kerana hukumnya adalah Sunnah. Maka ia adalah sesuatu yang tidak bisa
ditolak oleh mereka yang berfahaman dengan Mazhab Syafi’i. Namun, apa yang
terjadi di Desa Kuala Telemong adalah berbeda, karena kebanyakan masyarakat
desa Kuala Telemong tidak mengamalkan pewarisan harta pusaka mereka
dengan cara wasiat sama ada wasiat kepada bukan ahli waris ataupun bukan ahli
waris. Bagi mereka pengamalan wasiat kepada ahli waris ini adalah sesuatu yang
asing dan baru dalam masyarakat desa Kuala Telemong.
Penulis ada mewawancara tokoh masyarakat Desa Kuala Telemong. Beliau
adalah Hj Wan Mazelan bin Wan Nawang29. Beliau juga merupakan Pengerusi
Majlis Pengurusan Komuniti Kampung (MPKK) bagi Desa Kuala Telemong.
Daripada wawancara berlangsung selama 1 jam 40 menit bersama beliau, beliau
menyatakan bahwa beliau jika pertama kali mendengar bahwa dalam Mazhab
Syafi’i menyatakan boleh berwasiat kepada ahli waris dengan beberapa syarat.
Ini kerana sudah menjadi adat dan pegangan masyarakat desa ini termasuk beliau
29 Wan Mazelan bin Wan Nawang, Pengerusi MPKK Desa Kuala Telemong, wawancara, Kuala Telemong, pada tanggal 25 Oktober 2019.
-
36
beranggapan bahwa tidak boleh dan haram untuk berwasiat kepada ahli waris
karena bagi beliau wasiat ini hanya berlaku bagi bukan ahli waris.
Beliau juga menyatakan bahwa masyarakat Desa Kuala Telemong
sekarang ini masih kurang dengan ilmu pengetahuan berkaitan agama terutama
terkait dengan fiqih. Ini kerana kebanyakan masyarakat desa ini hanya
menfokuskan diri mereka untuk bekerja mencari nafkah dan duit tanggungan
bagi menanggung perbelanjaan keluarga. Ini memberikan kesan karena kurang
memperuntukkan waktu kepada ilmu agama kepada diri, ahli keluarga sehingga
memberi kesan kepada masyarakat dalam memahami hukum-hukum agama.
Disamping itu, pengajian tentang ilmu faraid atau ilmu mawaris tidak
begitu populer di Desa Kuala Telemong ini. Karena pengajian agama di masjid
dan di sekolah hanya menfokuskan kepada fiqh ibadah sehinggan masyarakat
tidak terlalu mengambil berat soal fiqh mawaris ini. Akhirnya masyarakat desa
memandang bahwa fiqh mawaris ini bukanlah sesuatu yang penting untuk di
ketahui dan di dalami.
Penulis cuba mendapatkan jawaban daripada masyarakat Desa Kuala
Telemong tentang pengetahuan mereka tentang wasiat kepada ahli waris ini agar
penulis boleh mendapatkan jawaban yang jelas tentang kajian yang telah
dilakukan. Di bawah berikut penulis melampirkan jawaban responden mengenai
pemahaman masyarakat Desa Kuala Telemong tentang hukum wasiat kepada
ahli waris.
-
37
Tabel 1
No Jantina Frequensi Prestasi
1 Lelaki 39 42 %
2 Perempuan 54 58 %
Jumlah 93 100 %
Penulis telah mendapatkan responden seramai 93 orang untuk menjawab
soal kaji selitik yang telah penulis sediakan. Yang mana dari 93 orang itu
sebanyak 42 % yang mewakili seramai 39 orang adalah dari golongan lelaki,
manakala selebihnya iaitu sebanyak 58 % yang mewakili seramai 54 orang
adalah dari golongan perempuan.
Tabel 2
Pengetahuan anda tentang hukum wasiat
No Altermatif Jawaban Frequensi Prestasi
1 Mengetahui 19 21 %
2 Kurang Mengetahui 57 61 %
3 Tidak mengetahui 17 18 %
Jumlah 93 100 %
-
38
Berdasarkan tabel 1 di atas, dapat kita ketahui bahwa hanya 21 % mewakili
19 orang dari responden yang mengetahui tentang hukum wasiat dalam Islam dan
selebihnya adalah 61 % iaitu sebanyak 57 orang mewakili golongan yang kurang
mengetahui dan 18 % yang mewakili 17 orang yang tidak mengetahui tentang
hukum wasiat dalam Islam.
Kebanyakan dari mereka mendedahkan bahwa mereka kurang di dedahkan
oleh para agamawan tentang hukum wasiat ini. Karena itu mereka menyatakan
bahwa mereka tidak begitu arif tentang hukum wasiat ini.
Tabel 3
Apakah anda faham tentang hukum wasiat dalam Mazhab Syafi’i?
No Alternatif Jawaban Frekuensi Prestasi
1 Mengetahui 18 19 %
2 Kurang Mengetahui 42 45 %
3 Tidak Mengetahui 33 36 %
Jumlah 93 100
Berdasarkan jadwal 2 dapat diperhatikan tentang bagaimana masyarakat di
Desa Kuala Telemong memahami hukum wasiat dalam Mazhab Syafi’i. Yaitu
hanya 19 % daripada masyarakat Desa Kuala Telemong yang mengetahui tentang
hukum wasiat dalam Mazhab Syafi’i. Sebanyak 45 % daripada warga Desa Kuala
Telemong beranggapan bahwa diri mereka kurang mengetahui tentang hukum
-
39
wasiat ini dan sebanyak 36 % tidak mengetahui tentang hukum wasiat dalam
Mazhab Syafi’i.
Tabel 4
Apakah hukum wasiat dalam mazhab Syafi’i menurut pandangan anda?
No Alternatif Jawaban Frekuensi Prestasi
1 Wajib 32 34 %
2 Sunat 10 11 %
3 Makruh 0 0 %
4 Mubah 28 30 %
5 Haram 0 0 %
6 Tidak Pasti 23 25 %
Jumlah 93 100 %
Daripada jadual di atas dapat diketahui bahwa sebanyak 34 % yaitu seramai
32 orang beranggapan bahwa hukum wasiat adalah wajib. Manakala sebanyak
11 % mewakili 10 orang beranggapan bahwa hukum wasiat adalah sunat, yang
beranggapan bahwa hukum wasiat ini adalah mubah adalah seramai 28 orang
mewakili 30 % daripada responden. Dan 25 % dari responden, yaitu sebanyak 23
orang menyatakan bahwa mereka tidak pasti dengan hukum wasiat dalam
mazhab Syafi’i.
-
40
Pendapat ini di ambil mengikut nalar mereka dalam memahami hukum
wasiat di dalam mazhab Syafi’i. Dan peratus tertinggi menyatakan mereka
beranggapan bahwa hukum wasiat itu adalah wajib.
Tabel 5
Apakah hukum wasiat kepada ahli waris menurut Mazhab Syafi’i?
No Alternatif Jawaban Frekuensi Prestasi
1 Wajib 38 41 %
2 Sunat 8 9 %
3 Makruh 0 0 %
4 Mubah 35 38 %
5 Haram 0 0 %
6 Tidak Pasti 12 13 %
Jumlah 93 100 %
Berdasarkan Jadwal 4 di atas 41 % daripada 100 % responden yang
mewakili 38 orang yang menyatakan bahwa hukum wasiat kepada ahli waris
adalah wajib dan selebihnya 38 % mewakili seramai 35 orang yang berpendapat
bahwa ia hanyalah mubah. Sebanyak 9 % beranggapan bahwa hukum wasiat
adalah sunat dan seramai 13 % yaitu mewakili seramai 12 orang responden
menyatakan bahwa mereka tidak pasti dengan hukum wasiat kepada ahli waris
tersebut.
-
41
Tabel 6
Adakah anda akan berwasiat kepada ahli waris anda suatu hari nanti?
No Alternatif Jawaban Frekuensi Prestasi
1 Ya 15 16 %
2 Tidak 19 20 %
3 Tidak Pasti 59 64 %
Jumlah 93 100 %
Berdasarkan jadwal di atas menunjukkan prestasi masyarakat Desa Kuala
Telemong untuk berwasiat kepada ahli waris. Hanya 16 % mewakili 15 orang
responden yang menyatakan bahwa mereka bersedia untuk berwasiat kepada ahli
waris. Selebihnya yaitu sebanyak 20 % yang mewakili seramai 19 orang
responden menyatakan bahwa mereka tidak mahu berwasiat kepada ahli waris
dan sebanyak 64 % yang mewakili seramai 59 responden menyatakan bahwa
mereka masih tidak pastu untuk berwasiat atau tidak.
Berdasarkaan responden yang telah dinyatakan ini, maka penyebab utama
kenapa penduk Desa Kuala Telemong tidak mengamalkan wasiat kepada ahli
waris ini adalah karena kurangnya pengetahuan mereka tentang fiqh mawaris.
Maka ia memberi pengaruh kepaga pengamalan penduduk di desa ini sehingga
mereka beranggapan bahwa wasiat kepada ahli waris ini adalah sesuatu yang
-
42
tidak penting untuk mereka amalkan walaupun di sisi mazhab Syafi’i
memembolehkan wasiat kepada ahli waris.
B. Pandangan Ulama Mazhab khususnya Mazhab Syafi’i Tentang Hukum
Wasiat Kepada Ahli Waris.
Hukum berwasiat telah disepakati oleh kesemua mazhab bahwa ianya
adalah sah di sisi Islam. Wasiat disyariatkan bagi membolehkan seseorang itu
memberikan sebagian dari pada hartanya kepada seseorang yang tidak berhak
mewarisi hartanya apabila beliau meninggal dunia.
Walau bagaimana pun, terdapat berbedaan di antara mazhab-mazhab
dalam menanggapi perlaksanaan wasiat kepada ahli waris, antaranya:
1. Dalam Mazhab Syafi’i yang mana mazhab yang menjadi pegangan mazhab umat
Islam di kawasan Nusantara ini yang mana telah di warisi secara turun temurun
sejak islam di Nusantara. Bahkan pengaruh Mazhab Syafi’i dalam undang-
undang Islam di Malaysia khususnya di Negeri Terengganu mempunyai
hubungan yang rapat dengan sejarah kedatangan dan penyebaran Islam ke
Kepulauan Melayu. Bahkan mazhab Syafi’i adalah mazhab utama di rantau
Melayu dan menjadi pilihan di wilayah Asia Tenggara. Ini kerana dapat di lihat
Mazhab Syafi’i adalah sebuah mazhab yang bersifat bersederhana berbanding
dengan mazhab-mazhab yang lain.30
30 Jasni Sulong, “Kedudukan Mazhab Syafi’I Dalam Amalan Pembagian Pusaka Dan Wasiat Islam Di Malaysia”, Jurnal Syariah Jil. 16, No.1 (2008), hlmn. 164
-
43
Di dalam kitab induk Mazhab Syafi’i yaitu kitab (al-Umm), mengatakan bahwa
boleh berwasiat kepada ahli waris jika disetujui oleh ahli waris lainnya.
Sebagaimana ungkapan beliau: “apabila seseorang bermaksud berwasiat kepada
ahli waris lalu ia berkata kepada ahli waris: “Saya bermaksud wasiat dengan
sepertiga harta saya kepada sifulan ahli waris saya. Jika kalian membolehkan
maka saya akan lakukan dan jika kalian tidak membolehkannya, maka saya akan
berwasiat kepada orang yang boleh menerima wasiat”, kemudia para ahli waris
memberikan persaksian kepada orang yang berwasiat bahwa mereka
membolehkan segala sesuatunya dan mereka mengetahuinya, lalu yang
berwasiat itu meninggal dunia, maka kebaikanlah yang ada pada mereka (para
ahli waris) atas pembolehan wasiat itu. Karena pada yang demikian itu ada
kebenaran, menepati janji, jauh dari tipu-menipu, dan termasuk suatu bentuk
ketaatan. Jika mereka tidak melakukan itu, maka mereka tidak dapat dipaksa
oleh hakim agar membolehkannya. Ia juga tidak mengeluarkan sedikitpun dari
sepertiga harta orang yang meninggal dunia, jika tidak dikeluarkan sendiri oleh
orang yang meninggal dunia.31Pandangan Imam Syafi’i membolehkan wasiat
kepada ahli waris jika mendapat izin dari ahli waris yang lain adalah karena pada
dasarnya wasiat kepada ahli waris itu dianggap sesuatu yang tidak ada, sehingga
jika diizinkan atas wasiat itu berarti para ahli waris telah merelakan harta
bagiannya kepada orang yang diberi wasiat tersebut.
31 Muhammad bin Idris al-Syafi’i, al-Umm jilid 5, (Kuala Lumpur: Voctory Agencie, 2000), hlmn. 465
-
44
Begitu juga pandangan Syafi’iyyah dalam hal mengenai wasiat ahli waris ini.
Dalam kitab Fiqh Sunnah Imam Syafi’i pula menyatakan bahwa wasiat pada
kepada ahli waris itu tidak diperbolehkan kecuali jika ahli waris yang lain
menyetujuinya dengan syarat bahwa wasiat itu tidak boleh lebih daripada
sepertiga dari harta. Berdasarkan dari hadis Rasulullah SAW “Wasiat tidak
diperbolehkan untuk ahli waris kecuali ahli waris yang lain menghendakinya.”
32
Dan apabila seseorang meminta izin untuk berwasiat kepada ahli waris, sewaktu
ia masih sihat atau sakit, lalu mereka ahli waris lainnya mengizinkan atau tidak
mengizinkan kepadanya, maka yang demikian itu adalah sama saja. Alasannya
adalah karena menurut mereka wasiat itu boleh kepada siapa saja termasuklah
kepada ahli waris asalkan ahli waris yang lain mengizinkannya, ketika seorang
memberi wasiat pada salah satu ahli waris maka ahli waris yang lainnya juga
berhak dengan bagian tersebut itu.
2. Mazhab yang empat juga sepakat, mengatakan bahwa pihak yang menerima
wasiat harus bukan yang terdiri dari ahli waris yang mendapat pembagian harta
pusaka bilamana dalam kasus tersebut terdapat ahli waris yang lain. Sehingga
wasiat kepada ahli waris tidak sah. Para imam juga menggunakan dalil daripada
hadis ( ارثصي ة لووال ) sebagai alasan kepada perkara ini karena hadis ini jelas
menyatakan bahwa wasiat kepada ahli waris tidak sah kecuali atas izin ahli waris
32 Rizki Fauzan, Fikih Sunnah Imam Syafi’I karya Syeikh Dr. Mustafa Dieb al-Bigha,(Sukmajaya: Fathan
Media Prima, ), hlmn. 191
-
45
yang lain.33 Menurut pandangan mereka, ayat wasiat kepada ahli waris dalam
surah al-Baqarah ayat 180 yang mana Allah Taala telah berfirman:
ي ر م ٱل ه ِ هره ه ه حه ه هره ضه م ِ ه حه ِ ه ه هي
ر ِ ٱل هِ َيه لِ ه لِ ه ِ ره ِي ه بِٱل ه هَ ه ِي ه هٱل أ َ ه هي ٱل ٦٨٠حه
Artinya: “Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan
(tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak,
berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf, (ini
adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.”34
Ayat ini telah pun dinasakhkan oleh ayat pembagian harta warisan, yakni
Surat an-Nisa ayat 11-14, yaitu:35
نثهيهي ِ ِۚ فهإِ َظِ ٱل أ رِ ِمث ل حه
ۖۡ لِ َذه ه م له ِ ك هم ٱّلَله فِيَٰٓ ِ ي
ٗة ۖۡ ِإَو ه نهت وه ِح ه َ ه ث ثه مه هره ه قه ٱث نه هي ِ فه هه َٰٓٗء فه َ ه نِسه س ِمَ ه هره ه ِ َلِ وه ِحٖ َمِن ه ه ٱلَس
ي هِ لِك به ههلِأ ُۚ ه ف هه ٱلَنِص
فه ه به ه ه فه ِأ
هٰٓۥَ أ رِثهه لهٞ ه ه ۥ ه لهٞ ُۚ فهإِ َلهم ه َلهه ۥ ه ُۚ ه ه لهه َمِهِ ٱلَث ث
َٰٓ ِ هِ َيه ٖ ِ ي بِهه ُۚ ِمۢ به س َمِهِ ٱلَس ٰٓۥَ ِ هةٞ فه ِأ فهإِ ه ه لهه
ُۚ ٗ م نهف ره له هم ه َي هر ه أ م له ه ب نه َٰٓؤ
هأ م ه ٍۗ ءه به َٰٓؤ ده
ه
ِكي ه ه ه ه ِي حه ِِۗ َِ ه ٱّلَله ٗ َمِ ه ٱّلَله ف ٦٦ٗ فهرِيضه م نِص له ۞ ه
لهٞ َ ه ه هه لهٞ ُۚ فهإِ ه ه ل َ ه ه ه َه م ِ َلهم ه ل وه ج ز
همه هره ه
33 Beni Ahmad Saebani, Fiqh Mawaris, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), hlmn. 351 34 Ibid, hlmn. 27. 35 Anonim, Al-Quran dan terjemahan Departemen Agama RI,( Bandung: CV Diponegoro,2010), hlmn.116-118
-
46
ده ٖ ِۚ ه َٰٓ ِ هِ َيه ٖ ِ ي ه بِهه ُۚ ِمۢ به ك ه م ٱلَر ع ِمَ ه هره فه ه
ك م ِ َلهم ه َله َ ه ٱلَر ع ِمَ ه هره هه ل م ه لهٞ ُۚ فهإِ ه ه له م ه ده ٖ ٍۗ
ه َٰٓ ِ هِ َيه ٖ ه بِهه ك مِۚ َمِۢ به َ ه ٱلَث ِمَ ه هره لهٞ فه هه ه
َلِ ٞت فه ِك
هٌخ هٰٓۥَ لهه ةٞ ه
هره ِ ٱم
هله ه ٞل رهث ه ِإَو ه ه رهج ُۚ فهإِ ه ن س ء وه ِحٖ َمِن ه ه ٱلَس
َٰٓ َكه ره م ش ه ثهره ِم ذه لِكه فه ه ْ َٰٓ
ُۚ هِ َيهٗ َرَٰٖٓ ضه ي ره م ده غه
ه َٰٓ ي بِهه ِ هِ َيه ٖ ه فِي ٱلَث ِثِۚ ِمۢ به
ِِۗ هٱّلَله ه ِيٌم حه ِيٞم ه ٦١َمِ ه ٱّلَله ُِۚ همه ِطِع ٱّلَله ِ كه ح د ٱّلَلهَنه ِ ه جه ۥ رهس لهه ن هه ر خه ِِ ه ه
هرِي ِم هح ِهه ٱل أ ٖت هج
ِظيم ز ٱل ه ذه لِكه ٱل فه ُۚ ه َ ه ٦١فِيهه يه ه ه ۥ ه رهس لهه ه ه ِص ٱّلَله همه يه ِهيٞ ذه ٞ َم ۥ ه لهه ِ ه نه ر خه ِٗ فِيهه ه هۥ ٦١ح ده
Artinya: “Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk)
anak- anakmu. yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan
bagahian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya
perempuan lebih dari dua, Maka bagi mereka dua pertiga dari harta
yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, Maka ia
memperoleh separo harta. dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi
masing- masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika
yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal
tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), Maka
ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai
beberapa saudara, Maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-
pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat
atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan
anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang
lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari
Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
(QS. An- Nisa/04: 11)
-
47
Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan
oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. jika Isteri-
isterimu itu mempunyai anak, Maka kamu mendapat seperempat dari
harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka
buat atau (dan) sesudahh dibayar hutangnya. para isteri memperoleh
seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai
anak. jika kamu mempunyai anak, Maka para isteri memperoleh
seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi
wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu.
jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak
meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai
seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara
perempuan (seibu saja), Maka bagi masing- masing dari kedua jenis
saudara itu seperenam harta. tetapi jika Saudara-saudara seibu itu
lebih dari seorang, Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu,
sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar
hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris).
(Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-
benar dari Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Penyantun.
(QS. An-Nisa/04: 12)
(Hukum-hukum tersebut) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah.
barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah
memasukkannya kedalam syurga yang mengalir didalamnya sungai-
sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan Itulah kemenangan
yang besar. (QS. An-Nisa/04: 13)
Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan rasul-Nya dan
melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya
ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa
yang menghinakan. (QS. An-Nisa/04: 14)
Mereka berpendapat bahwa dengan turunnya ayat mawaris yaitu ayat 11-
14 dari surah An-Nisa ini maka berakhirlah masa diwajibkan untuk berwasiat
kepada ahli waris tersebut.
3. Al-Muzanni dan Abu Daud al-Zahiri berpendapat bahwa tidak sah berwasiat
kepada ahli waris walaupun diizinkan oleh ahli waris yang lain, karena Allah
SWT telah melarang hal itu, maka ahli waris tidak berhak membolehkan
-
48
sesuatu yang dilarang Allah SWT melalui lisan Rasul-Nya sebab harta warisan
ketika itu sudah hak menjadi ahli waris. Jadi wasiat daripada pewasiat kepada
ahli waris itu menjadi batal dan tidak sah walaupun mendapat persetujuan
daripada ahli waris yang lain. Dan sekalipun para ahli waris lain mengizinkan
dan menyetujui, maka hal itu menjadi hibah baru dari mereka, bukan wasiat
dari pewasiat.36 Ini karena pada saat tersebut harta sudah menjadi milik para
ahli waris menjadikan hukum pewasiat itu telah menjadi hak ahli waris.
Penetapan ini berdasarkan hadis Nabi SAW:
ارث صي ة لووال و حق حق ه ذى عطى كل اهللا قد ان ا
Artinya: “Sesungguhnya Allah SWT telah memberikan hak terhadap orang-orang yang mempunyai hak, untuk itu tidak ada wasiat
bagi ahli waris”. (HR. Al-Nasa’iy) 37
4. Terdapat pendapat lain dalam Malikiyah dan Zahiriyah yang menyatakan bahwa
larangan berwasiat kepada ahli waris tidak menjadi gugur dengan adanya izin
dari ahli waris yang lain. Menurut mereka larangan seperti itu termasuk hak
Allah SWT yang tidak bisa gugur dengan kerelaan manusia yang dalam hal ini
adalah ahli waris. Ahli waris tidak berhak untuk membenarkan sesuatu yang
dilarang Allah SWT. Seandainya ahli waris menyetujuinya juga, begitu aliran
ini menjelaskan, maka statusnya bukan lagi wasiat, tetapi menjadi hibah
36 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu jilid 10, (Kuala Lumpur: Darul Fikri, 2011), hlmn. 184 37 Jalaluddin al-Syuyuti, Syarh Sunan Nasa’i, (Beyrut: Dar al-Fikr, Tt), hlmn. 262
-
49
(pemberian) dari pihak ahli waris itu sendiri, yang harus memenuhi syarat-syarat
tertentu sebagaimana lazimnya praktek hibah.38
5. Berbeda pula pendapat yang dipegang oleh Syiah Imamiyah, pada mereka ayat
180 dalam surah Al-Baqarah itu tidak ternasakh, meskipun dengan turunnya ayat
11-14 dalam surah An-Nisa, karena bagi mereka ayat dari surah An-Nisa tu
hanya menasakhkan kewajibannya bukan menasakhkan kebolehan berwasiat
kepada ahli waris. Karena itulah mereka berpegang bahwa hukum wasiat kepada
ahli waris adalah dibolehkan walaupun tanpa mendapat izin atau persetujuan
daripada ahli waris yang lain dengan syarat harta tersebut tidak melebihi
sepertiga dari harta waris.
6. Pendapat dari ulama kontemporer antaranya diambil dari fatwa daripada
kerajaan Mesir yaitu Dar Al-Ifta Al-Mishriyyah39. Menurut Undang-undang
Pasal 71 Tahun 1946 khusus dalam bab wasiat, dalam fatwa itu menyatakan
bahwa wasiat kepada ahli waris itu hukumnya diperbolehkan baik kepada ahli
waris maupun kepada bukan ahli waris selagi mana tidak melebihi sepertiga
harta peninggalan. Dan wasiat itu dikira sah walaupun tanpa izin daripada ahli
waris yang lain. Tapi jika yang diwasiatkan itu lebih dari sepertiga dari harta
waris, maka harus dipertanyakan dahulu kepada ahli waris yang lain dan jika
semua ahli waris mengizinkan, maka wasiat itu diperbolehkan. Dan fatwa inilah
38 Ilham Ismail, “Wasiat Kepada Ahli Waris Studi Komparatif Pasal 195 Kompilasi Hukum Islam Dengan Hukum Islam”, Skripsi UIN Sultan Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011, hlmn. 57 39 Ali Jumu’ah, Fatawa Al-Bait al- Muslim,(Cairo: Dar al-Shateby, 2009), hlmn. 327
-
50
yang diguna pakai oleh kerajaan Mesir yang agak membedai pendapat daripada
jumhur ulama bagi menyelesaikan masalah wasiat sehingga kini walaupun
sebagian ulama di sana menyatakan bahwa mereka tidak setuju dengan fatwa ini.
Hal ini terjadi adalah karena untuk mengelakkan supaya terjadinya lambakan
harta peninggalan yang tidak dapat diselesaikan karena berlakunya
pertelingkahan harta dikalangan ahli keluarga. Selain itu dengan putusan ini
mampu mendamaikan kesemua pihak agar kesemua mereka berpuas hati dengan
bahagian peninggalan harta yang dibagikan kepada mereka.40
40 Ahmad Fahmi Che Nordin, guru agama, wawancara, Bukit Payung, pada 25 November 2019
-
51
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis bahas di dalam bab iv,
maka dapat penulis tarik kesimpulan hasil penelitian ini seperti berikut:
1. Setelah penulis menjalankan kajian dalam masyarakat Desa Kuala
Telemong, maka penulis mendapati bahwa masyarakat Desa Kuala
Telemong tidak mengamalkan wasiat kepada ahli waris sebagai jalan solusi
kepada masalah harta pusaka. Kebanyakan dari mereka masih lagi keliru
dengan dengan hukum wasiat dan hukum wasiat kepada ahli waris dalam
mazhab Syafi’i walaupun kesemua masyarakat desa bermazhab dengan
mazhab Syafi’i. Ini menjadi faktor kepada mengapa penduduk Desa Kuala
Telemong tidak berminat dan kurang mengambil tahu tentang hukum wasiat
kepada ahli waris. Akhirnya mereka merasakan bahwa wasiat kepada ahli
waris ini tidak penting bagi mereka untuk diambil peduli dan dipelajari dan
didalami. Sebanyak 45 % daripada masyarakat Desa Kuala Telemong
menyatakan bahwa mereka kurang mengetahui tentang hukum wasiat dan
sebanyak 36 % menyatakan bahwa mereka langsung tidak mengetahui
tentang hukum wasiat dalam mazhab Syafi’i. Bahkan mereka terkeliru
dengan hukum berwasiat dan hukum wasiat kepada ahli waris dalam mazhab
Syafi’i. Ini menjadi faktor utama yang menjadikan mereka cenderung untuk
mereka menyatakan bahwa mereka tidak pasti untuk berwasiat kepada ahli
-
52
waris yaitu sebanyak 64 % daripada responden dan sebanyak 20 % daripada
responden menyatakan bahwa mereka tidak akan berwasiat kepada ahli
waris dan hanya 16 % daripada responden memilih untuk berwasiat.
2. Setelah penulis melakukan penelitian berkenaan dengan wasiat kepada ahli
waris Jumhur ulama khususnya ulama Syafi’iyyah berpendapat bahwa
berwasiat terhadap ahli waris mutlak tidak dapat dilaksanakan kecuali atas
persetujuan ahli waris lainnya, jika mereka mengizinkan selama tidak lebih
dari sepertiga harta peninggalan maka wasiat dapat dilaksanakan dan jika
tidak mengizinkan maka hukum wasiat adalah batal. Walaupun terdapat
fatwa kontemporer yang digunakan oleh Dar al-Ifta Al-Misriyyah yang
menyatakan bahwa boleh berwasiat kepada ahli waris walaupun tidak
mendapat izin dari ahli waris yang lain selagimana tidak melebihi sepertiga
harta peninggalan, maka pendapat ini masih lagi boleh dibahaskan di
peringkat majlis fatwa negeri atau majlis fatwa kebangsaan Menurut
keperluan dan keadaan masyarakat. Tetapi secara umumnya adalah ulama
sepakat bahwa wasiat yang diberikan kepada selain ahli waris dan wasiat
tersebut tidak lebih dari sepertiga harta peninggalan, maka dibolehkan tanpa
harus menunggu persetujuan dari ahli waris.
Dapat disimpulkan dan dinyatakan bahwa mengapa masyarakat De