file · Web viewAda tanaman yang menghasilkan buah (tomat, pepaya, cabe, dsb.), dan ada...

3
KULIAH 4: TENTANG "KNOWLEDGE MANAGEMENT" Bagaimana Mengelola Pengetahuan? Oleh Hernowo “Penelitian mengenai otak dan kaitannya dengan pembelajaran telah mengungkapkan fakta yang sangat mengejutkan: Apabila sesuatu dipelajari dengan sungguh-sungguh, struktur internal sistem saraf kimiawi (atau elektris) seseorang pun berubah. Hal-hal baru tercipta di dalam diri seseorang—jaringan saraf, jalur elektris, asosiasi, dan koneksi baru. Dalam proses pembelajaran, para pembelajar harus diberi waktu agar hal-hal baru itu terjadi di dalam dirinya. Apabila tidak, tentu saja takkan ada yang melekat. Juga tak ada yang menyatu, dan tak ada yang benar-benar dipelajari. Pembelajaran adalah perubahan. Apabila tak ada waktu untuk berubah, berarti tak ada pembelajar sejati.” —DAVE MEIER, Accelerated Learning Handbook Ketika berkesempatan memberikan materi seputar strategi kegiatan belajar-mengajar bernama “contextual teaching and learning” (CTL), saya biasa membuka presentasi saya dengan sebuah gambar. Gambar itu sederhana. Hanya menunjukkan gambar cangkir dan tanaman yang keduanya sedang dituangi air. Gambar tersebut saya ambil dari buku Anita Lie, Cooperative Learning. Gambar cangkir dan tanaman tersebut menyimbolkan dua orang murid yang sedang belajar. Sementara itu, sang guru disimbolkan dengan sarana untuk menuang air. Air adalah pengetahuan—katakanlah jenis mata pelajaran tertentu—yang benar-benar dikuasai oleh sang guru. Begitu sebuah kegiatan belajar-mengajar berlangsung, seorang guru dapat segera menentukan apakah para muridnya akan dijadikan “cangkir” atau “tanaman”. Jika dia menjadikan para muridnya sebagai cangkir, itu berarti dia sedang ingin menerapkan strategi “menuang” tanpa berupaya merangsang para murid untuk mengolah air secara bersungguh-sungguh. Keadaan ini bisa terjadi karena cangkir memang hanya berfungsi untuk menampung tuangan air itu. Cangkir, seakan-akan, tak punya kemampuan untuk mengaitkan air (pengetahuan) dengan diri masing-masing murid yang sedang belajar. Akhirnya, jika nanti

Transcript of file · Web viewAda tanaman yang menghasilkan buah (tomat, pepaya, cabe, dsb.), dan ada...

Page 1: file · Web viewAda tanaman yang menghasilkan buah (tomat, pepaya, cabe, dsb.), dan ada tanaman yang menghasilkan bunga (mawar, melati, anggrek, dsb.),

KULIAH 4: TENTANG "KNOWLEDGE MANAGEMENT"

 Bagaimana Mengelola Pengetahuan?

Oleh Hernowo

 “Penelitian mengenai otak dan kaitannya dengan pembelajaran telah mengungkapkan fakta yang sangat mengejutkan: Apabila sesuatu dipelajari dengan sungguh-sungguh, struktur internal sistem saraf kimiawi (atau elektris) seseorang pun berubah. Hal-hal baru tercipta di dalam diri seseorang—jaringan saraf, jalur elektris, asosiasi, dan koneksi baru. Dalam proses pembelajaran, para pembelajar harus diberi waktu agar hal-hal baru itu terjadi di dalam dirinya. Apabila tidak, tentu saja takkan ada yang melekat. Juga tak ada yang menyatu, dan tak ada yang benar-benar dipelajari. Pembelajaran adalah perubahan. Apabila tak ada waktu untuk  berubah, berarti tak ada pembelajar sejati.”

—DAVE MEIER, Accelerated Learning Handbook

 Ketika berkesempatan memberikan materi seputar strategi kegiatan belajar-mengajar bernama “contextual teaching and learning” (CTL), saya biasa membuka presentasi saya dengan sebuah gambar. Gambar itu sederhana. Hanya menunjukkan gambar cangkir dan tanaman yang keduanya sedang dituangi air. Gambar tersebut saya ambil dari buku Anita Lie, Cooperative Learning. Gambar cangkir dan tanaman tersebut menyimbolkan dua orang murid yang sedang belajar. Sementara itu, sang guru disimbolkan dengan sarana untuk menuang air. Air adalah pengetahuan—katakanlah jenis mata pelajaran tertentu—yang benar-benar dikuasai oleh sang guru.

 Begitu sebuah kegiatan belajar-mengajar berlangsung, seorang guru dapat segera menentukan apakah para muridnya akan dijadikan “cangkir” atau “tanaman”. Jika dia menjadikan para muridnya sebagai cangkir, itu berarti dia sedang ingin menerapkan strategi “menuang” tanpa berupaya merangsang para murid untuk mengolah air secara bersungguh-sungguh. Keadaan ini bisa terjadi karena cangkir memang hanya berfungsi untuk menampung tuangan air itu. Cangkir, seakan-akan, tak punya kemampuan untuk mengaitkan air (pengetahuan) dengan diri masing-masing murid yang sedang belajar. Akhirnya, jika nanti para murid itu dites, cangkir-cangkir tersebut hanyalah akan mengeluarkan lagi apa yang diterima atau disimpannya secara hampir persis.

 Tentu keadaan tersebut berbeda sekali jika seorang guru memilih agar para muridnya menjadi tanaman—dan Anda akan segera paham bahwa jenis tanaman itu bermacam-macam. Ada tanaman yang menghasilkan buah (tomat, pepaya, cabe, dsb.), dan ada tanaman yang menghasilkan bunga (mawar, melati, anggrek, dsb.), serta ada tanaman yang sama sekali tidak berbuah dan berbunga tetapi memproduksi daun yang rimbun atau batang-batang yang kukuh. Ketika si guru menuangkan air ke tetanaman, secara otomatis tetanaman itu tidak hanya menerima tetapi juga mengolah air (pengetahuan) tersebut. Tetanaman tentu akan menerima air dengan senang hati karena mereka sangat memerlukannya untuk hidup. Agar air itu bermanfaat bagi kehidupan mereka, tetanaman itu pun akan bersungguh-sungguh dalam mengolah air yang mereka terima. Mereka akan mengolah sesuai dengan keperluannya—apakah air tersebut akan diolah untuk menumbuhkan dan memperkuat akar atau untuk merimbunkan daun-daun dan batang atau untuk memproduksi buah dan bunga.

Page 2: file · Web viewAda tanaman yang menghasilkan buah (tomat, pepaya, cabe, dsb.), dan ada tanaman yang menghasilkan bunga (mawar, melati, anggrek, dsb.),

 Hingga di sini, Anda, sebagai seorang guru atau murid, tentu dapat membayangkankan perbedaan sangat mendasar antara murid yang menjadi sekadar cangkir (benda mati) atau tanaman (makhluk hidup). Menarik sekali jika, pada saat ini, murid-murid yang sedang belajar di sekolah senantiasa dianggap tetanaman yang segar dan sedang mekar-mekarnya. Jenis tanaman, saya kira, sangat beragam sebagaimana keberagaman setiap makhluk bernama manusia. Sebaliknya dari menjadi tanaman, simbol cangkir akan tidak menarik karena seakan-akan seluruh murid itu sama (seragam) dan pasif. Jika yang seragam itu adalah pakaian sekolah mereka tentu tidak ada masalah. Tetapi jika yang seragam adalah otak atau diri-diri mereka, tentulah kegiatan belajar akan sangat tidak menarik. Lalu, siapa yang menentukan apakah seorang murid itu akan menjadi cangkir atau tanaman?

 Tentulah yang menentukan apakah seorang murid akan menjadi cangkir atau tanaman, ketika akan menjalani sebuah kegiatan belajar, bukanlah si murid. Mungkin, bisa jadi, seorang murid dapat menentukan dirinya mau menjadi apa. Namun, dalam konteks ”mengelola pengetahuan”, gurunyalah yang berperan sangat besar. Seorang guru dapat memilihkan dan menentukan para muridnya untuk menjadi tetanaman apabila dia memiliki kesadaran dalam mengelola pengetahuan (knowledge management). Dia sadar bahwa pengetahuan tidak bisa ditransfer begitu saja bagaikan seseorang sedang menuang air ke cangkir. Segepok pengetahuan baru akan menjadi sebuah ilmu yang bermanfaat jika pengetahuan itu dapat diolah terlebih dahulu—tepatnya diproduksi menjadi sesuatu yang sesuai dengan keperluan si penerima dan pengolah pengetahuan tersebut. Dan semua itu perlu proses, tidak bisa instan. Murid harus diberi kesempatan untuk merenungkan dan menuliskan setiap pengetahuan yang diterimanya. Dan seorang guru harus dapat mendorong si murid agar berani secara habis-habisan mengaitkan (mengontekskan) pengetahuan baru itu dengan keunikan pengalaman dirinya.

 Pertanyaannya, bagaimana seorang murid dapat mengolah pengetahuan menjadi ilmu yang bermanfaat bagi dirinya?[]