repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... ·...

93

Transcript of repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... ·...

Page 1: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim
Page 2: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim
Page 3: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim
Page 4: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim
Page 5: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

iv

ABSTRAK

Mohammad Syarifuddin Amarullah. NIM 11150440000086. PEMBAGIAN WARIS

BAGI ANAK KANDUNG NON MUSLIM (STUDI KOMPARASI PERKARA NO.

4/Pdt.P/2013/PA.Bdg DENGAN NO. 13/Pdt.P/2014/PA.Bdg. Program Studi Hukum

Keluarga (Ahwal Syakhshiyyah), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1441H/2019M, vii + 82 halaman dan lampiran

Studi ini bertujuan untuk mengetahui: a. Bagaimana kedudukan ahli waris non

muslim dalam perspektif hukum kewarisan Islam yang berlaku di Indonesia, b. Apa

yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung

non muslim dalam perkara No. 4/Pdt.P/2013/PA.Bdg. dan tidak menerima anak

kandung non muslim sebagai ahli waris dalam perkara No. 13/Pdt.P/2014/PA.Bdg,

dan c. Bagaimana penetapan hakim yang berbeda dalam dua perkara ahli waris non

muslim tersebut ditinjau dari Hukum Kewarisan Islam di Indonesia.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan menggunakan

pendekatan normatif doktriner yang merupakan pendekatan yang menggunakan

rumusan-rumusan berdasarkan hukum kewarisan Islam di Indonesia, yang kemudian

dikaitkan dengan penetapan Pengadilan No. 4/Pdt.P/2013/PA.Bdg dan No.

13/Pdt.P/2014/PA.Bdg.

Hasil Penelitian menjelaskan tentang: a. Kedudukan ahli waris non muslim

dalam perspektif hukum kewarisan Islam di Indonesia tidak ada yang menyebutkan

secara eksplisit harus seperti apa, hanya saja terdapat yurisprudensi MARI yang

memberikan bagian harta waris kepada ahli waris non muslim, b. Hakim pada perkara

no. 4/Pdt.P/2013/PA.Bdg memberikan bagian lewat jalur wasiat wajibah kepada ahli

waris (anak kandung) non muslim hanya berdasarkan kemaslahatan dan yurisprudensi

MARI, sedangkan Hakim pada perkara no. 13/Pdt.P/2014/PA.Bdg tidak memberikan

bagian warisan kepada ahli waris (anak kandung) non muslim melalui jalur apapun,

dan c. Pertimbangan Hakim pada perkara no. 4/Pdt.P/2013/PA.Bdg yang memberikan

bagian waris kepada ahli waris (anak kandung) non muslim melalui jalur wasiat

wajibah dinilai kurang tepat, karena dalil-dalil yang digunakan tidak argumentatif

karena sangat kurang literasi, yang hanya bersandar pada yurisprudensi MARI saja

tetapi bertentangan dengan nash, dan juga bertentangan dengan pendapat para ulama

baik ulama-ulama klasik maupun ulama-ulama kontemporer. Sedangkan

pertimbangan Hakim pada perkara no. 13/Pdt.P/2014/PA.Bdg dinilai sudah tepat

karena sudah memberikan dalil-dalil yang cukup kuat sumbernya juga argumentatif

dalam memberikan rujukan hukum yang sesuai dengan nash dan pendapat para ulama

dalam hal hukum kewarisan Islam.

Kata Kunci: Anak Kandung, Waris Non Muslim, Wasiat Wajibah, Waris Islam

Pembimbing : Dr. Mesraini, S.H., M.Ag.

Daftar Pustaka : 1952 s.d 2019

Page 6: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

v

KATA PENGANTAR

Segala puja serta puji syukur bagi Allah subhanahu wata‟ala. Tuhan

semesta alam, yang telah melimpahkan segala limpahan rahmat, taufiq, dan

hidayah-Nya di dunia ini, terkhusus kepada penulis. Dan dengan izin dan ridho-

Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul: Pembagian Waris

Bagi Anak Kandung Non Muslim (Studi Komparasi Perkara No.

4/Pdt.P/2013/PA.Bdg dengan No. 13/Pdt.P/2014/PA.Bdg sebagai salah satu

syarat untuk menyelesaikan studi pada Program Studi Hukum Keluarga

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Shalawat beserta salam

semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu „alaihi wasallam,

keluarga, sahabat dan seluruh umatnya.

Dalam proses penulisan skripsi ini, penulis mendapat banyak sekali

bantuan dan motivasi dari berbagai pihak sehingga segala kesulitan dan

hambatan dapat diatasi dan tentunya dengan izin Allah subhanahu wata‟ala. Oleh

karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang

tiada terhingga untuk semua pihak yang telah memberikan bantuan baik moril

maupun materil sehingga terselesaikan skripsi ini, khususnya kepada:

1. Dr. H. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.H., M.A. selaku Dekan

Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Mesraini, S.H., M.Ag. dan Ahmad Chairul Hadi, M.A. selaku

Ketua dan Sekertaris Program Studi Hukum Keluarga.

Page 7: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

vi

3. Dra. Azizah, M.A. Dosen Penasehat Akademik yang selalu bersedia

meluangkan waktunya untuk memberikan masukan dan saran bagi

penulis hingga terselesaikan skripsi ini.

4. Seluruh Dosen di Fakultas Syariah dan Hukum yang telah mendidik

dan memberikan ilmu yang berharga kepada penulis beserta seluruh

staf dan karyawan yang telah memberikan pelayanan terpadu selama

kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Kepada yang teristimewa kedua orang tua penulis, Ibunda dan

Ayahanda (Hodijah, S.Pd.I. dan Madsuri, M.A), yang telah begitu

banyak mencurahkan do‟a, perhatian, pengorbanan serta kasih

sayangnya yang tiada bandingannya di dunia ini.

6. Kanda-Kanda panutan Andy Asyraf, Ricky Ahmad Faisal, Nur Alim

Amalkhan, Satria Erlangga, Rifqi Akbari, Amir Khuzaifi, Riyad

Asomady, Ilham Ramadhan, Muhammad Siddik, bang Kumis, Bang

Oday, yang selalu memberikan semangat dan warna kepada penulis.

Semoga Allah selalu meridhai persahabatan kita. Terima kasih untuk

segala kenangan yang telah terukir, semoga persahabatan kita tak

berhenti sampai disini.

7. Teman-teman seperjuangan Helmi, Ei, Kisai, Maulvi, Lutfi Zakaria,

Salam, Ilham R, Husen, Imam, Kite, Amir, Arkay, Windi, Suci, Isti,

Ila, Wiwi, Sarah terimakasih atas kebersamaannya selama ini.

Page 8: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

vii

8. Keluarga besar HMI Hukum Keluarga serta HMI KOMFAKSY yang

telah memberikan banyak kesan dan pengalaman berharga dalam

berorganisasi selama kuliah.

9. Keluarga besar Lembaga Pendidikan Mahasiswa Islam (LAPENMI)

HMI Cab. Ciputat yang telah banyak memberikan pelajaran berharga

selama berkiprah di LAPENMI.

10. Mereka yang tidak bisa disebutkan satu-persatu yang telah membantu

dan memberikan doa, semangat serta motivasi kepada penulis.

Penulis menyadari penulisan skripsi ini masih banyak sekali kekurangan.

Oleh karena itu, kritik dan saran akan penulis perhatikan dengan baik. Semoga

skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan setiap pembaca dan

umumnya serta dicatat menjadi amal baik di sisi Allah subhanahu wata‟ala.

Amin.

Ciputat, 21Oktober 2019

Penulis

Mohammad Syarifuddin Amarullah

Page 9: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN .............................................................................. i

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................... ii

LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................... iii

ABSTRAK .......................................................................................................... iv

KATA PENGANTAR ........................................................................................ v

DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang ..................................................................................... 1

Identifikasi Masalah ............................................................................ 4

Batasan & Rumusan Masalah .............................................................. 4

Tujuan & Kegunaan Penelitian ............................................................ 5

Metode Penelitian ................................................................................ 6

Sistematika Penulisan .......................................................................... 7

BAB II KETENTUAN WARIS DI INDONESIA

Pengertian Waris .................................................................................. 9

Sebab-Sebab Mewarisi ........................................................................ 11

Halangan Mewarisi .............................................................................. 14

Pembagian Ahli Waris & Bagiannya .................................................. 27

Wasiat Wajibah .................................................................................... 34

Studi Terdahulu ................................................................................... 44

BAB III DESKRIPSI SINGKATPENETAPAN PA BADUNG TENTANG

HAK WARIS ANAK KANDUNG NON MUSLIM

Penetapan No. 4/Pdt.P/2013/PA.Bdg ................................................... 45

Penetapan No. 13/Pdt.P/2014/PA.Bdg ................................................ 54

BAB IV TINJAUAN HUKUM KEWARISAN ISLAM DI

INDONESIATERHADAP PENETAPAN HAKIM YANG BERBEDA

DALAM PEMBAGIAN WARIS ANAK KANDUNG NON MUSLIM Analisis Perkara No. 4/Pdt.P/2013/PA.Bdg ........................................ 60

Analisis Perkara No. 13/Pdt.P/2014/PA.Bdg ...................................... 72

BAB V PENUTUP

Kesimpulan .......................................................................................... 77

Saran .................................................................................................... 79

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………. 80

Page 10: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hukum dalam Islam mencangkup hampir seluruh segi kehidupan

manusia, baik untuk mewujudkan kemaslahatan di dunia maupun di akhirat

nanti. Di antara hukum islam itu ada yang tidak memberikan sanksi, yaitu

kewajiban untuk patuh dan ada juga yang memberikan sanksi yang dapat

dirasakan di dunia seperti sanksi hukum pada umumnya, ada juga sanksi yang

tidak dirasakan di dunia akan tetapi ditimpakan di akhirat nanti dalam bentuk

dosa dan ganjaran atas dosa tersebut.1

Di antara hukum yang mengatur terkait hubungan antar sesama manusia

yang telah ditetapkan oleh Allah adalah hukum terkait harta warisan, yaitu harta

dan kepemilikan yang timbul sebagai efek dari terjadinya kematian. Harta yang

ditinggalkan oleh orang yang sudah wafat itu sangat diperlukan pengaturan

tentang siapa yang berhak menerima harta tersebut, berapa jumlahnya, dan

bagaimana cara mendapatkan harta tersebut.2

Sementara itu di dalam hukum Islam sudah dijelaskan pula tentang

golongan-golongan yang tidak berhak mendapatkan harta waris karena beberapa

alasan3, yaitu :

1. Seorang pembunuh tidak berhak mendapat warisan dari pewaris yang

dibunuhnya. Secara jelas tentang seorang pembunuh yang membunuh

pewaris terhalang mendapatkan harta warisan ini telah diatur dalam Pasal

173 Kompilasi Hukum Islam, “Seorang terhalang menjadi ahli waris

apabila dengan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum

yang tetap, dihukum karena:

1 Moh. Muhibbin dan Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam, Sebagai Pembaruan Hukum

Positif di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), h., 1 2 Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Kencana, 2004), h., 3

3 Mardani, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, (Jakarta: Rajawali, 2015), h., 30

Page 11: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

2

a. Dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau

menganiaya berat pewawris;

b. Dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa

pewaris telah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan

hukuman 5 tahun penjara atau hukuman yang lebih berat.”

2. Orang kafir (non muslim) tidak berhak menerima harta warisan dari

keluarganya yang muslim. Dalam KHI pasal 171 dikatakan bahwa yang

bisa saling mewarisi hanyalah mereka yang sama-sama beragama Islam.

Sedangkan yang bisa mewarisi harta peninggalan seorang non-muslim

hanyalah ahli waris yang sama-sama non-muslim (sekalipun di antara

mereka berbeda agama seperti Protestan dan Katolik, Budha dan Hindu,

atau Budha dan Katolik). Bagi orang murtad (keluar dari Agama Islam),

para ulama dengan tegas mengatakan bahwa harta warisan mereka tidak

bisa diwarisi oleh siapapun, termasuk ahli warisnya yang sama-sama

murtad. Harta peninggalannya (waris) mernjadi harta fa‟I yang harus

diberikan ke bait al-mal untuk kepentingan umum. Hal ini dikarenakan

orang yang murtad telah memutuskan silah syari‟ah kepada ahli

warisnya.4

Dengan berbagai macam hukum di atas kita bisa memahami bahwa ada

beberapa golongan yang tidak berhak atas harta warisan salah satunya adalah

orang murtad atau non-muslim, tetapi ada sebuah kasus di daerah Badung, Kuta,

Bali. Dalam kasus tersebut ada sebuah keluarga pasangan suami istri yang sama-

sama beragama Islam tetapi pada saat meninggal dunia, sang istri dalam keadaan

pindah agama (murtad) dari agama Islam ke agama Hindu dan selama

pernikahannya dikaruniai empat orang anak, dua anaknya beragama Islam dan

dua anak lainnya beragama Hindu. Anak pertama beragama Hindu, anak kedua

4 Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1995), h., 145

Page 12: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

3

beragama Islam, anak ketiga beragama Hindu, dan anak keempat beragama

Islam.

Ketika bapak dan ibunya meninggal anak kedua yang beragama Islam

mengajukan permohonan penetapan ahli waris ke Pengadilan Agama Badung,

kemudia dalam penetapan no. 4/Pdt.P/2013/PA.Bdg hakim menetapkan

pemohon I dan pemohon II (anak kedua dan keempat yang beragama Islam)

sebagai ahli waris dari almarhum bapaknya dan almarhumah ibunya, dan anak

ketiga itu sebagai penerima wasiat wajibah sedangkan anak pertama yang

beragama hindu sudah meninggal dunia terlebih dahulu.5

Sedangkan pada perkara lain yang serupa seperti perkara yang di atas

hakim menetapkan berbeda. Terdapat sebuah keluarga ahli warisnya ada dua,

anak yang satu beragama Hindu dan anak yang satunya beragama Islam. PA

Badung dalam penetapan nomor 13/Pdt.P/2014/PA.Bdg menyatakan hanya

mengabulkan hak kedudukan sebagai ahli waris kepada anak yang muslim saja

sedangkan yang beragama Hindu dinyatakan bukan ahli waris.6

Penemuan hukum atas wasiat wajibah yang diberikan pada penerima

wasiat wajibah yang bukan beragama Islam dengan alasan menafsirkan keadaan

sosial diawali dengan pemahaman bahwa peraturan mengenai hukum kewarisan

Islam merupakan lex specialis dari hukum Islam dan hukum Islam adalah lex

generalis. Berdasarkan alasan tersebut ketika kemudian hakim tidak menemukan

ketentuan tentang wasiat wajibah bagi ahli waris yang terhalang karena tidak

beragama Islam di dalam hukum kewarisan Islam sebagai lex specialis oleh

karena itu hakim melakukan penemuan hukum dengan mengembalikan

permasalahan pada lex generalis, yaitu ketentuan hukum Islam secara universal.7

Begitu banyak permasalahan yang penulis temukan dalam kedua kasus di

atas, misalnya apakah itu sudah sesuai dengan pendapat para fuqaha, atau KHI,

5 Penetapan Nomor 4/Pdt.P/2013/PA.Bdg.

6 Penetapan Nomor 13/Pdt.P/2014/PA.Bdg.

7 Destri Budi Nugraheni, Haniah Ilham, Pembaruan Hukum Kewarisan Islam di Indonesia,

(Yogyakarta: Gajah Mada University, 2014), h.,. 67

Page 13: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

4

hakim dalam kasus pertama maupun kasus kedua sangat jelas terlihat perbedaan

penetapan, padahal kasus tersebut bisa dibilang serupa.

Latar belakang tersebut yang mendasari penulis untuk melakukan

penelitian ini agar lebih memahami dan mengetahui lebih dalam tentang apa

yang sebenarnya menjadi bahan pertimbangan hakim Pengadilan Agama Badung

tentang Penetapan wasiat wajibah karena dalam perkara tersebut seorang yang

bukan beragama Islam ditetapkan sebagai penerima wasiat wajibah dan di

kemudian hari Pengadilan Agama Badung juga memberikan penetapan kepada

keluarga yang non muslim bukan sebagai ahli waris.

“PERUNTUKAN HARTA WARIS BAGI ANAK KANDUNG NON

MUSLIM (STUDI KOMPARASI PERKARA NO:4/Pdt.P/2013/PA.Bdg

DENGAN NO: 13/Pdt.P/2014/PA.Bdg”

B. Identifikasi Masalah

1. Penetapan hakim yang tidak sesuai aturan Islam tentang ahli waris non

muslim..

2. Tempat dan pengadilan yang sama tetapi menghasilkan penetapan yang

berbeda.

3. Kasus yang serupa tetapi menghasilkan penetapan yang berbeda.

C. Batasan dan Rumusan Masalah

1. Batasan Masalah

Dengan melihat latar belakang masalah, bahwa dalam sistem keluarga banyak

sekali permasalahan seperti Pernikahan, talak, Rujuk, Hadhonah, dan lainnya.

namun didalam pembahasan ini hanya membatasi sistem Waris kaitannya dengan

hubungan anak kadung yang muslim dan yang non muslim dalam perspektif Fiqh,

KHI dan Hukum Perdata di Indonesia, juga dengan pembatasan wilayah yaitu

hanya di Pengadilan Agama Badung serta membatasi permasalahan hanya terpait

perkara No. 13/Pdt.P/2014/PA.Bdg. dan No. 4/Pdt.P/2013/PA.Bdg.

Page 14: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

5

2. Rumusan Masalah

a. Bagaimana kedudukan ahli waris non muslim dalam perspektif hukum

kewarisan Islam yang berlaku di Indonesia?

b. Apa yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah

bagi anak kandung non muslim dalam perkara No.

4/Pdt.P/2013/PA.Bdg. dan tidak menerima anak kandung non muslim

sebagai ahli waris dalam perkara No. 13/Pdt.P/2014/PA.Bdg.?

c. Bagaimana penetapan hakim yang berbeda dalam dua perkara ahli

waris non muslim tersebut ditinjau dari Hukum Kewarisan Islam di

Indonesia?

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Peneliti bertujuan untuk mengkaji lebih dalam tetang bagaimana sistem wasiat

wajibah bagi non-muslim. Tujuan tersebut dapat di paparkan berikut ini:

a. Untuk mengetahui kedudukan ahli waris non muslim dalam perspektif

Hukum Kewarisan Islam yang berlaku di Indonesia.

b. Untuk mengetahui bagaimana alasan hakim memberikan hak wasiat

wajibah bagi anak non muslim dalam perkara No.

4/Pdt.P/2013/PA.Bdg. serta alasan menolak memberikan penetpan ahli

waris bagi anak non muslim dalam perkara No.

13/Pdt.P/2014/PA.Bdg.

c. Untuk mengetahui perspektif Hukum Kewarisan Islam di Indonesia

terhadap dua perkara ahli waris non muslim.

Apabila tujuan-tujuan penelitian telah dapat dicapai, penelitian ini diharapkan

dapat berguna untuk:

Page 15: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

6

a. Memberikan kontribusi serta masukan terhadap dunia akademik

tentang kedudukan ahli waris non muslim.

b. Agar bisa menjadi referensi dalam prakteknya di lapangan atau di

kehidupan bermasyarakat.

E. Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang penulis paparkan, penulis menggunakan

pendekatan normative doktriner, yaitu pendekatan yang memakai rumusan-rumusan

berdasarkan hukum kewarisan Islam di Indonesia yang selanjutnya dikaitkan dengan

perkara nomor 4/Pdt.P/2013/PA.Bdg dan no. 13/Pdt.P/2014/PA.Bdg.

2. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yaitu jenis penelitian terkait riset

yang menghasilkan data yang bersifat deskriptif, Juga berupa kata-kata tertulis dari

sumber yang diamati.8

3. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini dapat diklasifikasikan menjadi sumber

premier, sekunder dan tersier. Adapun sumber data primer yaitu KHI, Hukum

Perdata, Penetapan No. 4/Pdt.P/2013/PA.Bdg., Penetapan No.

13/Pdt.P/2014/PA.Bdg. Sedangkan untuk data sekunder terdiri dari buku, jurnal,

makalah, serta karya ilmiah yang ada kaitannya tengan penelitian ini. Lalu untuk data

tersier adalah kamus hukum, ensiklopedia, dan sejenisnya.

4. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam menghimpun

seluruh data dan fakta yang menunjang permasalahan adalah dengan melakukan

library research atau studi kepustakaan. Studi kepustakaan dimaksudkan untuk

memperoleh landasan teoritis berupa konsep dari beberapa literatur yang terkait

dengan materi pokok permasalahan yang akan penulis bahas, baik dari buku-buku

8 Lexy Moloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya,

2004), h., 1

Page 16: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

7

karangan ilmiah, undang-undang, peraturan pemerintah, kompilasi hukum Islam serta

peraturan lainnya yang erat kaitannya dengan masalah yang di bahas dan tentu

Salinan Penetapan Pengadilan Agama nomor 4/Pdt.P/2013/PA.Bdg juga nomor

13/Pdt.P/2014/PA.Bdg, yang diperoleh dengan cara mendownload dari website

direktori Mahkamah Agung.

5. Analisis Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis dengan metode content

analysis dan selanjutnya dilakukan juga analisis komparatif (perbandingan) terhadap

ijtihad hakim pada Penetapan Pengadilan Agama Badung No. 4/Pdt.P/2013/PA.Bdg.,

dan No. 13/Pdt.P/2014/PA.Bdg. sehingga didapatkan suatu kesimpulan yang objektif,

logis, konsisten, dan sistematis, sesuai dengan tujuan yang dikehendaki penulis.

6. Teknik Penulisan

Dalam penyusunan metode penulisan, semua berpedoman pada prinsip-

prinsip yang telah diatur dan dibukukan dalam buku pedoman penulisan skripsi

Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2017.

F. Sistematika Penulisan

Bab pertama berisi pendahuluan yang meliputi; latar belakang

masalah, identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan

dan manfaat penelitian, review studi terdahulu, metode penelitian, dan

sistematika penulisan.

Bab kedua berisi kewarisan menurut hukum Islam dan hukum positif

di Indonesia meliputi; pengertian waris dan harta waris, pengertian wasiat

wajibah, pengertian pewaris dan ahli waris, sumber hukum kewarisan,

klasifikasi golongan ahli waris, sebab-Sebab dan penghalang waris.

Bab ketiga berisi deskripsi penetapan perkara nomor

4/Pdt.pP/2013/PA.Bdg. dan Perkara Nomor 13/Pdt.P/2014/PA.Bdg.

Page 17: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

8

Bab keempat berisi Penetapan Perkara Nomor 4/Pdt.pP/2013/PA.Bdg.

dan Perkara Nomor 13/Pdt.P/2014/PA.Bdg. yang ditinjau dalam perspektif

hukum kewarisan Islam di Indonesia

Bab kelima berisi Penutup meliputi; kesimpulan, kritik serta saran

penulis, dan daftar pustaka.

Page 18: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

9

BAB II

KETENTUAN WARIS DI INDONESIA

A. Pengertian Waris, Harta Waris, Pewaris, dan Ahli waris

Di Indonesia tentu sudah tidak asing lagi dengan istilah waris, karena

waris merupakan salah satu hal yang paling krusial dalam perkara duniawi.

Apabila dirasa salah atau tidak adil dalam prakteknya biasanya akan

menimbulkan pertikaian antar pihak atau kelompok yang terkait pada masalah

tersebut.

Kata “waris” itu sendiri berasal dari bahasa Arab ورث yang berarti ahli

waris1. Waris atau mawaris merupakan bentuk jamak dari kata Mirats. Secara

bahasa memiliki arti perpindahan sesuatu dari satu orang kepada orang yang

lainnya atau perpindahan sesuatu dari satu kaum kepada kaum yang lainnya.2

Adapun Mirats, begitu pula dengan irts, wirts, wiratsah dan turats, yang

mempunyai makna harta yang ditinggalkan oleh orang yang telah meninggal

dunia dan diwarisi kepada para ahli warisnya.3

Rasulullah SAW bersabda:

ث نا عبد ث نا أحد بن صالح وخملد بن خالد وىذا حديث خملد وىو الشبع قال حد الرزاق حد

عل ث نا معمر عن ابن طاوس عن أبيو عن ابن عباس قال قال رسول الل صلى الل يو وسلم حد

فرائض على كتاب الل اقسم المال ب ي أىل ال 4فما ت ركت الفرائض فلول ذكر

1 Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1990), Cet. 8, h., 496

2 Kama Rusdiana, dan Jaenal Aripin, Perbandingan Hukum Perdata, (Jakarta: UIN Jakarta

Press, 2007), h., 45

3 T.M Hasbi Ash Shiddieqy, Fiqhul Mawaris, Hukum Hukum Warisan Dalam Syari‟at Islam,

(Jakarta: Bulan Bintang, 1973), h., 17. 4 Sunan Abi Dawud, Bab Fi Mirotsil Ashobah, Jilid 3, (Ttp: Dar Ar-Rayyan, 1988)

Page 19: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

10

Artinya: Telah menceritakan kepada kami (Ahmad bin Shalih), dan (Makhlad

bin Khalid), dan ini adalah hadits Makhlad dan hadits tersebut lebih bagus

(patut diterima). Mereka berdua mengatakan; telah menceritakan kepada kami

(Abdurrazzaq), telah menceritakan kepada kami (Ma'mar) dari (Ibnu Thawus)

dari (ayahnya) dari (Ibnu Abbas), ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi

wasallam berkata: "Bagikan harta diantara para pemilik faraidl (bagian harta

waris) berdasarkan Kitab Allah. Maka bagian harta yang tersisa setelah

pembagian tersebut, lebih utama diberikan kepada (ahli waris) laki-laki (H.r.

Abu Daud)

Pengertian dari harta waris bisa kita ambil dari makna kedua katanya,

yaitu “harta” dan “waris”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

harta memiliki arti barang (uang dan sebagainya) yang bisa menjadi

kekayaan; barang milik seseorang atau kekayaan berwujud dan tidak

berwujud yang mempunyai nilai serta yang menurut hukum yang berlaku itu

dimiliki oleh orang atau perusahaan.1

Dalam Kompilasi Hukum Islam (yang selanjutnya diistilahkan KHI)

Buku II BAB I Pasal 171 Huruf e, yang dimaksud dengan harta warisan

adalah harta bawaan ditambah bagian dari harta bersama setelah digunakan

untuk keperluan pewaris selama sakit sampai meninggalnya, biaya pengurusa

jenazah (tajhiz), pembayaran hutang dan pemberian untuk kerabat.2 Jadi bisa

dikatakan bahwa harta warisan adalah harta hasil bersih setelah diambil

seluruh biaya perawatan pewaris dari sejak sakit hingga biaya pengurusan

kematiannya, termasuk hutang dan tanggungan lainnya.

Pewaris dalam KHI Buku II Pasal 171 Huruf b, bahwa “pewaris

adalah orang yang pada saat meninggalnya atau yang dinyatakan meninggal

berdasarkan putusan Pengadilan beragama Islam, meninggalkan ahli waris

dan harta peninggalan”.3 Jika seseorang telah dinyatakan oleh Pengadilan

1 KBBI Daring, kbbi.kemdikbud.go.id/entri/harta.

2 Tim Redaksi Fokus Media, Kompilasi Hukum Islam: Hukum Perkawinan, h., 56.

3 Tim Redaksi Fokus Media, Kompilasi Hukum Islam: Hukum Perkawinan, h., 56.

Page 20: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

11

bahwa dia telah meninggal dunia, dan memiliki harta warisan serta adanya

ahli waris, maka orang itu bisa dikatakan sebagai pewaris.

Ahli waris menurut KHI Buku II Pasal 171 Huruf c, “ahli waris adalah

orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau

hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang

karena hukum untuk menjadi ahli waris”4. Dengan begitu, apabila seseorang

memiliki hubungan darah atau perkawinan dengan pewaris pada saat pewaris

meninggal dunia, maka orang tersebut merupakan ahli waris dari pewarisnya.

B. Sebab-sebab Mewarisi

Ketika seseorang telah meninggal, maka harta yang ditinggalkan oleh

orang tersebut akan beralih kepada orang hidup yang memiliki hubungan

dengan orang yang telah meninggal dunia. Dalam fiqih, dinyatakan ada 4

(empat) hubungan yang menyebabkan seseorang menerima harta warisan dari

seseorang yang telah meninggal, diantaranya adalah hubungan kerabat,

hubungan perkawinan, hubungan wala‟ dan hubungan sesama Islam.5 Adapun

penjelasannya sebagai berikut:

1. Hubungan Kerabat

Ditinjau dari garis yang menghubungkan nasab antara yang

mewariskan dengan yang mewarisi, dapat digolongkan dalam tiga

golongan, yaitu sebagai berikut:

a. Furu‟, yaitu anak turun (cabang) dari si mati

b. Ushul, yaitu leluhur (pokok atau asal) yang menyebabkan adanya

si mati

c. Hawasyi, yaitu keluarga yang dihubungkan dengan si meninggal

dunia melalui garis menyamping, seperti saudara, paman, bibi dan

4 Tim Redaksi Fokus Media, Kompilasi Hukum Islam: Hukum Perkawinan, h., 56

5 Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, Cet. 2, (Jakarta: Kencana, 2005), h., 179

Page 21: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

12

anak turunannya dengan tidak membeda-bedakan laki-laki atau

perempuan.6

2. Hubungan Perkawinan

Hubungan perkawinan (persemendaan) dengan artian suami

menjadi ahli waris bagi istrinya yang meninggal dan istri menjadi ahli

waris bagi suaminya yang meninggal.7 Perkawinan yang menjadi sebab

timbulnya hubungan kewarisan antara suami istri didasarkan pada dua

syarat berikut:

a. Perkawinan itu sah

Menurut hukum Islam apabila syarat dan rukun perkawinan

terpenuhi, atau antara keduanya telah berlangsung akad nikah

yang sah, yaitu nikah yang telah memenuhi rukun dan syarat

pernikahan serta lepas dari semua halangan pernikahan walaupun

belum berkumpul (hubungan kelamin). Menurut UU No. 1 Tahun

1974 mengatakan bahwa perkawinan dikatakan sah, apabila

dilakukan sesuai dengan ketentuan agama orang yang menikah itu.

Artinya Negara ikut menguatkan ketentuan-ketentuan dalam

pernikahan yang diberlakukan dalam agama.

b. Perkawinan masih utuh

Artinya, suami istri masih terikat dalam tali perkawinan saat

salah satu pihak meninggal dunia.8 Termasuk dalam ketentuan ini,

apabila salah satu pihak meninggal dunia, sedangkan ikatan

perkawinan telah putus dalam bentuk talak raj‟i dan perempuan

masih dalam masa iddah. Seorang perempuan yang sedang

menjalani iddah talak raj‟i masih berstatus sebagai istri dengan

segala akibat hukumnya, kecuali hubungan kelamin (menurut

6 Fatchur Rahman, Ilmu Waris, (Bandung: Al- Ma‟arif, 1975), h., 116

7 Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan, h., 188

8 Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan , h., 191

Page 22: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

13

jumhur ulama) karena halalnya hubungan kelamin telah berakhir

dengan adanya perceraian.9

3. Wala’

Wala‟ adalah wala‟-nya seorang budak yang dimerdekakan yaitu

ikatan antara dirinya dengan orang yang memerdekakannya, jadi apabila

seseorang memerdekakan budak maka orang tersebut berhak mendapat

waris dari budak yang dimerdekakannya tersebut baik memerdekakan

secara sukarela atau karena wajib seperti karena nadzar atau zakat atau

kafarah.10

Rasulullah SAW bersabda:

ث نا أبو اليمان أخب رن شعيب عن الزىري قال عروة بن الزب ي قالت عائشة رضي ا حد لل

عليو وسلم فذكرت لو ف قال رسول الل صلى الل ها دخل علي رسول الل صلى الل عن

عليو ا الولء لمن أعتق ث قام النب صلى الل وسلم من عليو وسلم اشتي وأعتقي فإن

س ف كتاب العشي فأث ن على الل با ىو أىلو ث قال ما بل أنس يشتطون شروطا لي

الل من اشت رط شرطا ليس ف كتاب الل ف هو بطل وإن اشت رط مائة شرط شرط الل أحق

11وأوثق

Artinya: Telah menceritakan kepada kami (Abu Al Yaman) telah

mengabarkan kepada kami (Syu'aib) dari (Az Zuhriy), berkata, ('Urwah

bin Az Zubair) telah berkata, ('Aisyah radliallahu 'anha): Rasulullah

9 Moh. Muhibbin dan Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam Sebagai Pembaruan Hukum

Positif di Indonesia, h.,74 10

Asy-Syaikh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin, Ilmu Mawaris: Metode Praktis

Menghitung Warisan Dalam Syariat Islam, Penerjemah Abu Najiyah Muhaimin, (Tegal Jateng: Ash-

Shaf media: 2007), h., 27 11

Abu „Abd Allah Muḥammad ibn Isma‟il ibn Ibrahim ibn al-Mughirah ibn Bardizbah al-

Ju„fi al-Bukhari, Shahih Bukhari, (Kairo: Dar Ibnu Hazm, tth), h., 278

Page 23: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

14

shallallahu 'alaihi wasallam datang menemuiku lalu aku ceritakan bahwa

aku telah membeli budak, hanya keluarganya mensyaratkan bahwa wala

tetap milik mereka. Kontan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam

bersabda Belilah, dan merdekakanlah, dan hak wala bagi yang

memerdekakannya. Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berdiri

menegakkan ibadah malam hari lalu memuji Allah sebagaimana menjadi

hakNya kemudian berkata: Bagaimana bisa orang-orang membuat syarat-

syarat yang tidak ada dalam Kitab Allah. Siapa yang membuat syarat

yang tidak ada pada Ktab Allah maka merupakan syarat yang batal

sekalipun dia membuat seratus syarat. Karena syarat yang dibuat Allah

lebih hak dan lebih kokoh. (H.r. Bukhari)

4. Hubungan Sesama Islam

Seorang muslim yang meninggal dunia, dan ia tidak ada

meninggalkan ahli waris sama sekali (punah), maka harta warisnya

diserahkan kepada Baitul Maal, dan lebih lanjut akan dipergunakan

untuk kepentingan kaum muslimin.

C. Halangan Mewarisi

Halangan mewarisi adalah tindakan atau hal-hal yang dapat

menggugurkan hak seseorang untuk mewarisi karena adanya sebab atau syarat

mewarisi. Namun, karena sesuatu maka mereka tidak dapat menerima hak

waris.12

Hal-hal yang menyebabkan ahli waris kehilangan hak mewarisi atau

terhalang mewarisi adalah sebagai berikut:

1. Pembunuhan

Jika seorang ahli waris membunuh si pewaris, maka ahli waris tersebut

tidak berhak atas harta waris dari si pewaris. Karena Rasulullah SAW.

bersabda13

: (رواه التمذى) عن أيب ىريرة أن رسول هللا ملسو هيلع هللا ىلص قال: القاتل ليرث

12

Fatchur Rahman, Ilmu Waris, h., 83 13

Abu Al Ula Muhammad Abdurrahman bin Abdurrahim Al Mubarakfuri, Tuhfatul Ahwadzi

Juz 5, (Kairo: Daarul Hadits, 2001), h., 529

Page 24: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

15

Artinya: Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., dari Rasulullah SAW. bahwa

Nabi SAW. bersabda: Seorang pembunuh tidak berhak menjadi ahli waris

(H.r. Tirmidzi)

Apabila penerima waris membunuh pemberi waris, maka ia tidak

boleh mewarisi hartanya. Para ulama berbeda pendapat tentang warisan

seorang pembunuh menjadi empat pendapat:

a. Sekelompok ulama berpendapat bahwa pembunuh tidak mendapatkan

warisan sama sekali dari orang yang dibunuhnya.

b. Sekelompok ulama yang lain berpendapat bahwa seorang pembunuh

mendapatkan warisan. Mereka merupakan sekelompok minoritas

ulama.

c. Sekelompok ulama membedakan antara pembunuh bersalah dan

pembunuh sengaja. Pada pembunuhan sengaja tidak mendapatkan

warisan sedikitpun dan pada pembunuhan bersalah mendapatkan

warisan kecuali yang berasal dari diyat. Ini adalah pendapat Imam

Malik dan para pengikutnya.

d. Sekelompok ulama juga membedakan antara pembunuhan sengaja

yang dilakukan karena perintah yang wajib atau bukan perintah yang

wajib, seperti orang yang menegakkan hukuman had. Secara garis

besar, perbedaan antara orang yang tertuduh dan orang yang tidak

tertuduh.14

Dalam KHI Pasal 173 disebutkan bahwa seseorang terhalang menjadi

ahli waris apabila dengan putusan Hakim yang telah mempunyai kekuatan

hukum yang tetap, dihukum karena:

a. Dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau

menganiaya berat pada pewaris.

14

Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid Wa Nihayatul Muqtasid, Juz II (Semarang: Thoha Putra,

2004), h., 270

Page 25: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

16

b. Dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa

pewaris telah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan

hukuman 5 tahun penjara atau hukuman yang lebih berat.15

2. Berlainan Agama

Berlainan Agama adalah adanya perbedaan Agama yang menjadi

kepercayaan antara orang yang mewarisi dengan orang yang mewariskan.

Dasar hukum berlainan Agama sebagai mawani‟ ul irsi.

Para ahli hukum Islam (jumhur ulama) sepakat bahwa orang non-Islam

(kafir) tidak dapat mewarisi harta orang Islam lantaran status orang non-Islam

(kafir) lebih rendah. Hal ini dijelaskan oleh Allah SWT dalam Q.S. An-Nisa‟

(4): 141:

رين نصيب الذين ي ت ربصون بكم فإن كان لكم ف تح من الل قالوا أل نكن معكم وإن كان للكاف

نكم ي وم الق يكم ب ي قالوا أل نستحوذ عليكم ونن عكم من المؤمني فالل يامة ولن يعل الل

اللكافرين على المؤمني سبيل

Artinya: “(yaitu) orang-orang yang menunggu-nunggu (peristiwa) yang akan

terjadi pada dirimu (hai orang-orang mukmin). Maka jika terjadi bagimu

kemenangan dari Allah mereka berkata: "Bukankah kami (turut berperang)

beserta kamu?" Dan jika orang-orang kafir mendapat keberuntungan

(kemenangan) mereka berkata: "Bukankah kami turut memenangkanmu, dan

membela kamu dari orang-orang mukmin?" Maka Allah akan memberi

keputusan di antara kamu di hari kiamat dan Allah sekali-kali tidak akan

memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang

yang beriman”.

Juga dalam Hadits: 16ل يرث املسلم الكافر و ل الكافر املسلم )روه اجلماعة(

15

Tim Redaksi, Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: Fokusmedia, 2007), h., 57

Page 26: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

17

Artinya: Tidak boleh seorang muslim mewarisi orang kafir dan tidak pula

seorang kafir mewarisi seorang muslim (H.r. Jama‟ah).

Apabila seorang ahli waris yang berbeda Agama beberapa saat

sesudah meninggalnya pewaris lalu masuk Islam, sedangkan peninggalan

belum dibagi-bagikan maka seorang ahli waris yang baru masuk Islam itu

tetap terhalang untuk mewarisi, sebab timbulnya hak mewarisi tersebut sejak

adanya kematian orang yang mewariskan, bukan saat kapan dimulainya

pembagian harta peninggalan. Padahal pada saat kematian si pewaris, ia masih

dalam keadaan non-Islam (kafir). Jadi, mereka dalam keadaan berlainan

agama.17

Para Ulama telah bersepakat bahwa seorang yang murtad itu termasuk

dalam perbedaan agama, oleh sebab itu orang yang murtad tidak bisa

mewarisi orang muslim.18

Faktor persaudaraan dalam Islam adalah faktor

paling kuat di antara umat muslim.19

Sudah bisa ditegaskan bahwa pendapat ulama telah sepakat terkait

larangan kafir yang mewarisi muslim. Tetapi ketika larangan tersebut berlaku

sebaliknya, yaitu seorang muslim tidak boleh menerima harta waris dari

kerabat atau orang tuanya yang non muslim, maka justru kemadharatan yang

akan didapat pada seorang muslim tersebut. Secara logika saja kemadharatan

ini sudah sangat jelas. Sementara dalam hukum waris Islam yang sudah ada

saat ini terkait masalah ini mayoritas ulama melarangnya. Contohnya seperti

16

Hafidz al Mundziri, Mukhtasar Sunan Abu Daud, (Kairo: Maktabah al Fikrah, t.th), hadits

nomor 2789, h., 563. Hadits ini dikeluarkan oleh Bukhari, Muslim, Ibnu Majah, dan Tarmidzi 17

Fatchur Rahman, Ilmu Waris, h., 98 18

Riana Kesuma Ayu, Penghalang Mewarisi. Lihat https://websiteayu.com/penghalang-

mewarisi/. Diakses pada 17 September 2019, pukul 11.30 19

Ali Ahmad al-Jarwi, Indahnya Syariat Islam, cet.1, (Jakarta: Gema Insani Press, 2006), h.,

724.

Page 27: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

18

ulama empat madzhab sepakat bahwa hal-hal yang menghalangi waris adalah

perbedaan agama, pembunuhan dan perbudakan.20

Ulama salaf lainnya yang sependapat dengan larangan tersebut Asy

Syaukani21

dan Ibnu Qudamah,22

sedangkan dari kalangan ulama kontemporer

yang sependapat ialah Ali Ash Shabuni,23

Musthafa as Salabiy,24

dan Sayid

Sabiq.25

Pendapat ulama yang melarang seorang muslim mewarisi dari kafir

oleh ulama empat madzhab, yaitu Imam Syafi‟i, Imam Hanafi, Imam Hambali

dan Imam Maliki.26

Alasan yang diberikan adalah seperti yang dikemukakan

oleh Imam Syafi‟i yang tidak menerima makna kata “kafir dzimmi” dengan

kata “kafir harbi” karena menurut pendapat Imam Syafi‟i keduanya itu sama-

sama menyembah berhala, maka dari itu seorang muslim tidak boleh

menerima waris darinya karena keduanya adalah kafir. Kemudian alasan lain

yaitu tidak nash yang mentakhshish kata kafir di dalam hadits yang tidak

membolehkan saling mewarisi antara muslim dan kafir.27

Pendapat Asy Syaukani juga sejalan dengan pedapat Imam Syafi‟i

bahwa tidak ada pembedaan tentang makna kafir kecuali ada dalil yang

menegaskannya.28

Sedangkan Ibnu Qudamah berpendapat riwayat hadits dari Muaz,

Umar, dan Muawiyah yang memperbolehkan seorang muslim menerima waris

20

Chamim Tohari, “Rekonstruksi Hukum Kewarisan Beda Agama Ditinjau dari al Ushul al

Khamsah”, Mazahib, XVI, 1 (Juni, 2017), h., 3 21

Muhammad al Syaukani, Nailul Authar, (Kairo: Maktabah al Salafiyah, 1374H), h., 2085 22

Abu Muhammad Abdullah bin Ahmad Ibnu Qudamah, Al Mugni, Jilid I, (Beirut: Dar Al

Fikr, 1404H), h., 166 23

Muhammad Ali al Shabuni, Pembagian Waris Menurut Islam, (Jakarta: Gema Insani Press,

2001), h., 42 24

Ahmad Musthafa al Salabiy, Ahkam al Mawarist, (Beirut: Dar al Nadhah al Arabiyah,

1978), h., 87-92 25

Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Jilid I, (Kairo; Dar al Fath, 2004), h., 486 26

Muhammad Jawwad Mughniyah, Al Fiqh „ala Madzhab Al Khamsah, (Kairo: Maktabah al

Fikrah, 1414H), h., 281 27

Muhammad bin Idris al Syafi‟i, Al Umm, (Beirut: Dar al Fikr, 1403 H), h., 76-77 28

Muhammad al Syaukani, Nailul Authar, (Kairo: Maktabah al Salafiyah, 1374H), h., 2085

Page 28: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

19

dari pewaris non muslim merupakan riwayat yang tidak bisa dipercaya

begitusaja dari mereka, sebab Imam Ahmad berpendapat bahwa tidak terdapat

perbedaan pendapat bahwa seorang muslim tidak bisa mewarisi dan

mewariskan harta dari orang kafir. Yang diaplikasikan oleh mayoritas ulama

adalah perbedaan agama antara Islam dan kafir bisa menghalangi waris dari

keduanya. Dan juga mereka sependapat bahwa kafir yang seagama bisa saling

mewarisi diantara mereka apabila berada dalam satu negara. Lalu seorang

murtad yang kembali ke agama Islam sebelum harta waris dibagikan maka dia

bisa mendapat bagian waris. Pada intinya Ibnu Qudamah berpendapat bahwa

haruslah mendahulukan hadits shahih dari pada riwayat yang keshahihannya

belum disepakati.29

Dari kalangan ulama kontemporer yang sependapat untuk melarang

saling mewarisi antara muslim dengan kafir salah satunya adalah Musthafa as

Salabiy yang berpendapat bahwa nash hukum yang qath‟i dan jelas adalah

pendapat yang mengatakan tidak diperbolehkan untuk saling mewarisi antara

seorang muslim dengan kafir maupun sebaliknya.30

Kemudian Ali al Shobuni berpendapat untuk memasukkan perbedaan

agama sebagai salah satu penghalang dalam kewarisan.31

Pendapat ini sejalan

dengan pendapatnya Sayyid Sabiq.32

Terdapat larangan lain juga dari fatwa

Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang beralasan bahwa dalam kewarisan Islam

tidak diperbolehkan untuk saling mewarisi antar orang yang berbeda agama.

Tetapi pemberian terkait harta antara orang yang beda agama hanya bisa

melalui jalan hibah, hadiah dan wasiat.33

29

Abu Muhammad Abdullah bin Ahmad Ibnu Qudamah, Al Mugni, Jilid I, (Beirut: Dar Al

Fikr, 1404H), h., 166 30

Ahmad Musthafa al Salabiy, Ahkam al Mawarist, (Beirut: Dar al Nadhah al Arabiyah,

1978), h., 87-92 31

Muhammad Ali al Shabuni, Pembagian Waris Menurut Islam, (Jakarta: Gema Insani Press,

2001), h., 42 32

Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Jilid I, (Kairo; Dar al Fath, 2004), h., 486 33

Munas VII MUI 2005, Keputusan Fatwa MUI No. 5/Munas VII/MUI/9/2005.

Page 29: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

20

Majelis Ulama Indonesia juga telah memfatwakan pada tanggal 28 Juli

2005 bahwa ahli waris yang berbeda agama tidak bisa mendapatkan harta

warisan. Ada dua poin dalam penetapannya, yaitu:34

1. Hukum Waris Islam tidak memberikan hak saling mewarisi antar

orang-orang yang berbeda agama;

2. Pemberian harta antar orang yang berbeda agama hanya dapat

dilakukan dalam bentuk hibah, wasiat dan hadiah.

Tetapi ada pendapat lain yang memperbolehkan seorang muslim

mewarisi non muslim yaitu Ibnu Qayyim al Jauziyah yang berpendapat bahwa

dibolehkan bagi seorang muslim mewarisi non muslim, hal ini sebenarnya

bisa memberikan kemaslahatan yang besar bagi umat muslim serta agama

Islam. Kewarisan itu bisa berlaku dikarenakan adanya semangat untuk tolong

menolong. Pendapat ini sejalan dengan Syeikh Yusuf al Qardhawi, menurut

beliau, illat pada masalah waris adalah semangat untuk tolong menolong,

bukan karena perbedaan agama.35

Pendapat serupa juga dikeluarkan oleh Ibnu Taimiyah, menurut beliau

hadits yang mengatakan “orang muslim tidak diperbolehkan untuk menerima

waris dari kafir, dan tidak diperbolehkan juga orang kafir menerima waris

daris orang muslim” bisa di ta‟wilkan dengan memakai ta‟wilan ulama

madzhab Hanafiyah pada hadits “seorang muslim tidak boleh dibunuh karena

sebab membunuh orang kafir” dan kafir yang dimaksud dalam hadits itu

adalah kafir harbi karena kafir harbi memusuhi umat Islam, sebab hal tersebut

bisa memutuskan hubungan di antara kedua pihak tersebut.36

Andai kata syarat mendapatkan hak mewarisi baru dimulai pada saat

pembagian harta peninggalan, tentu terdapat perbedaan hukum tentang

34

MUI, Himpunan Fatwa Majelis Ulama Sejak 1975, (Jakarta; Erlangga, 2001), h., 485 35

Chamim Tohari, “Rekonstruksi Hukum Kewarisan Beda Agama Ditinjau dari al Ushul al

Khamsah”, Mazahib, XVI, 1 (Juni, 2017), h., 7 36

Yusuf al Qardhawi, Fiqh Maqashid Syar‟i, (Jakarta: Pustaka al Kautsar, 2007), h., 305

Page 30: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

21

mendahulukan dan mengakhirkan pembagian harta peninggalan, dan tentu hak

yang demikian itu dapat disalahgunakan oleh ahli waris yang masuk Islam

hanya untuk memperoleh harta peninggalan saja dan kemudian murtad

kembali setelah tercapai maksudnya.37

2. Perbudakan

Perbudakan adalah suatu sifat yang menjadikan seseorang dimiliki

oleh yang lain, dia dapat dijual dan diberikan, diwarisi dan diatur, dan tidak

dapat mengatur perkaranya dengan pengaturan yang bebas. Sebagian ulama

memberikan defenisi bahwa perbudakan adalah kelemahan diri seseorang

secara hukum disebabkan kekufuran. Perbudakan menghalangi warisan karena

Allah telah menyandarkan warisan kepada orang yang berhak dengan

memakai huruf “lam” yang menunjukkan makna pemilikan, maka harta

warisan menjadi milik ahli waris sedangkan budak tidak memiliki.38

ثن مالك عن عبد الل د بن عمرو بن حزم عن عبد الملك بن أيب بكر حد بن أيب بكر بن حم

رك بني بن عبد الرحن بن الارث بن ىشام عن أبيو أنو أخب ره أن العاصي بن ىشام ىلك وت

و اث نان لم ورجل لعلة ف هلك أحد اللذين لم وت رك مال وموال ف ورثو أخوه لب لو ثلثة يو وأم

لبيو ف قال اب نو قد مالو وولءه مواليو ث ىلك الذي ورث المال وولء الموال وت رك اب نو وأخاه

ا أحرزت ا لمال أحرزت ما كان أيب أحرز من المال وولء الموال وقال أخوه ليس كذلك إن

37

Moh. Muhibbin dan Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam Sebagai Pembaruan Hukum

Positif di Indonesia, h.,78 38

Asy- Syaikh Muhammad, Ilmu Waris, h., 40

Page 31: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

22

ا ولء الموال فل أرأيت لو ىلك أخي الي وم ألست أرثو ان وأم أن فاختصما إل عثمان بن عف

39ف قضى لخيو بولء الموال

Artiya: Telah menceritakan kepadaku Malik dari (Abdullah bin Abu Bakar bin

Muhammad bin 'Amru bin Hazm) dari (Abdul Malik bin Abu Bakar bin

Abdurrahman bin Al Harits bin Hisyam) dari (Bapaknya) bahwa ia

mengabarkan kepadanya, bahwa Al 'Ashi bin Hisyam wafat dan

meninggalkan tiga orang anak, dua anak seibu dan seorang anak tiri.

Kemudian salah satu dari dua saudara seibu tersebut wafat dengan

meninggalkan harta dan beberapa budak. Lalu saudara sebapak dan seibu

mewarisi harta dan perwalian budak-budaknya. Kemudian orang yang

mewarisi harta dan perwalian budak-budak tersebut wafat dengan

meninggalkan seorang anak dan saudaranya sebapak. Sang anak lalu berkata,

Saya memperoleh harta dan perwalian budak-budak yang ditinggalkan oleh

bapakku. Dan saudaranya seayah berkata, Bukan begitu, kamu hanya berhak

mendapatkan harta, adapun perwalian budak-budak tersebut bukan menjadi

hakmu. Tidakkah kamu tahu, jika saudaraku wafat hari ini maka akulah yang

akan mewarisinya? keduanya lalu menghadap kepada Utsman mencari

putusan hukum, (Utsman) lalu memutuskan bahwa hak perwalian budak

tersebut diberikan kepada saudaranya (H.r. Imam Malik).

Baik keadaan budak itu qinna (budak murni) atau mudabbar (yaitu

budak yang dimana tuannya telah menyatakan kepadanya: ”Kamu bebas

merdeka sesudah kematianku”, atau mukatabah (yaitu budak yang diwajibkan

oleh tuannya untuk memenuhi sejumlah harta, kemudian dikatakan

kepadanya, misalnya: “jika kamu memberikan kepadaku seratus juta, maka

kamu bebas, merdeka”).

Atau budak yang untuk kemerdekaaanya dikaitkan dengan suatu sifat.

Seperti tuannya mengatakan: “Jika istriku melahirkan anak laki-laki maka

kamu bebas. Dan demikian juga akan segala macam budak tidak boleh

39

Abu Abdullah Malik ibn Anas ibn Malik Ibn Abi 'Amir Ibn 'Amr Ibnul-Harith Ibn Ghaiman

Ibn Khuthail Ibn 'Amr Ibnul-Haarith, Al-Muwatta Malik, (Darul Hadits, 2005), h., 542

Page 32: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

23

mewarisi. Sebagaimana budak tidak boleh mewarisi, maka ia juga tidak boleh

diwarisi, karena ia tidak mempunyai harta.40

D. Hijab (Penghalang Hak Waris)

Ditinjau dari segi bahasa, kata hijab larangan atau halangan. Dalam

bahasa Arab, penjaga pintu disebut hajib karena ia melarang orang masuk

keruang para pemimpin tanpa izin. Bentuk isim fa‟ilnya adalah hajib dan

bentuk isim maf‟ulnya adalah mahjub. Dengan demikian, orang yang

menghalangi orang lain memperoleh hak warisnya disebut hajib, sedangkan

orang yang terhalangi untuk memperoleh hak warisnya disebut mahjub.41

Sedangkan menurut istilah, hijab adalah mencegah ahli waris dari hak

warisnya, baik seluruhnya maupun sebagian karena adanya orang yang lebih

berhak daripada dia untuk memperoleh warisan.42

1. Macam-macam hijab

Hilangnya hak mewarisi ini mungkin secara keseluruhan atau

mungkin hanya hilang sebagian, yaitu bergeser dari bagian yang besar

menjadi bagian yang kecil. Karena itu hijab ini dibedakan atas 2

macam, yaitu sebagai berikut:43

a. Hijab Hirman, yaitu terhalangnya seseorang untuk

memperoleh seluruh bagian harta warisan, padahal seharusnya

ia berhak mendapatkannya. Seperti terhalangnya kakek oleh

ayah, saudara laki-laki sebapak oleh saudara laki-laki kandung,

nenek oleh ibu dan sebagainya.

40

Muhammad Ali Ash-Shabuni, al-Mawaris fi al-Syari‟ah al-Islamiyah fi Dhau‟i al-Kitab wa

al-Sunnah, (Kairo: Daarul Hadits), h., 42 41

Muhammad Ali Al-Sabouni, Hukum Kewarisan Islam Menurut al-Qur‟an dan Sunnah ,

(Jakarta: Dar al-Kutub Al- Islamiyah,2005), Cet 1, h.,106 42

Ali Al-Sabouni, Hukum Kewarisan, h., 106-107 43

Moh. Muhibbin dan Abdul Wahid, Hukum Kewarisan, h.,80

Page 33: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

24

b. Hijab Nuqshan, yaitu berkurangnya bagian seorang ahli waris

dari yang semestinya. Ia terima karena adanya orang lain.

Dengan demikian, hijab nuqhsan tidak menghalangi sama

sekali orang yang berhak mendapatkan warisan, namun

mengurangi bagiannya sehingga ia tidak dapat memperoleh

bagian yang maksimal (banyak). Seperti, terkuranginya bagian

istri seperempat (1/4) menjadi seperdelapan (1/8) karena

adanya anak yang menjadi ahli waris.44

2. Para Ahli Waris yang tidak akan Mahjub

Diantara para ahli waris, terdapat orang-orang yang sama

sekali tidak dapat terhalang (mahjub) oleh hijab al-hirman sehingga

selamanya dapat memperoleh bagian warisan, berjumlah enam orang,

yaitu:

a. Anak laki-laki kandung

b. Anak perempuan kandung

c. Ayah

d. Ibu

e. Suami

f. Istri

Atau dengan istilah lain yang lebih simpel sebagaimana

diungkapkan oleh para pakar ilmu faraidh; dua jenis anak, dua orang

tua, dan suami istri, jika salah seorang diantara mereka menjadi ahli

waris, maka dapat dipastikan memperoleh bagian karena mereka tidak

dapat terhalang oleh hijab al-hirman.45

3. Para Ahli Waris yang Mahjub

Adapun para ahli waris laki-laki yang mahjub (terhalang) ialah:

44

Ali Al-Sabouni, Hukum Kewarisan, h., 107 45

Ali Al-Sabouni, Hukum Kewarisan, h., 108

Page 34: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

25

a. Kakek yang shahih terhalang oleh ayah, dan kakek yang

jauh terhalang oleh kakek yang dekat dan seterusnya.

b. Saudara laki-laki sekandung terhalang oleh ayah, anak laki-

laki, dan cucu laki-laki dari anak laki-laki dan keturunanya.

c. Saudara laki-laki seayah terhalang oleh ahli waris yang

menghalangi saudara laki-laki sekandung, dan oleh saudara

perempuan sekandung yang menjadi „ashabah ma‟al ghair.

Karena, dalam kondisi seperti itu ia mempunyai posisi

sekuat saudara laki-laki sekandung, baik dalam

memperoleh bagian warisan maupun dalam memahjubkan.

d. Saudara seibu, baik laki-laki maupun perempuan terhalang

oleh orangtua laki-laki pewaris dan oleh anak-anak pewaris

baik laki-laki maupun perempuan dan seterusnya.

e. Cucu laki-laki dari anak laki-laki terhalang oleh anak laki-

laki dari anak laki-laki yang dekat dan seterusnya.

f. Anak laki-laki dari saudara laki-laki (keponakan)

sekandung terhalang oleh ayah, kakek, anak laki-laki, cucu

laki-laki dari anak laki-laki, saudara laki-laki sekandung

dan saudara laki-laki sebapak.

g. Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah terhalang oleh

ahli waris yang menghalangi anak laki-laki dari saudara

laki-laki sekandung, dan juga oleh anak laki-laki dari

saudara laki-laki sekandung.

h. Paman sekandung terhalang oleh anak laki-laki saudara

laki-laki seayah dan oleh ahli waris yang menghalangi anak

laki-laki saudara laki-laki seayah.

i. Paman seayah terhalang oleh paman sekandung dan oleh

ahli waris yang menghalangi paman sekandung.

Page 35: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

26

j. Anak laki-laki dari paman sekandung terhalang oleh paman

seayah dan oleh ahli waris yang menghalangi paman

seayah.

k. Anak laki-laki paman seayah terhalang oleh anak laki-laki

paman sekandung, dan oleh orang-orang yang menghalangi

anak laki-laki paman sekandung.

Dan para ahli waris perempuan yang mahjub ialah:

a. Nenek, baik ibunya maupun ibunya ayah terhalang oleh ibu

dalam semua keadaan.

b. Cucu perempuan dari anak laki-laki, baik seorang maupun

lebih, terhalang oleh anak laki-laki dan oleh dua orang atau

lebih anak perempuan kecuali jika ia mempunyai saudara

laki-laki mu‟ashib (yang menjadikannya memperoleh

bagian ashabah) sebagaimana akan dijelaskan nanti.

c. Saudara perempuan sekandung terhalang oleh ayah dan

oleh anak atau cucu laki-laki dari anak laki-laki pewaris

terus ke bawah.

d. Saudara perempuan seayah terhalang oleh saudara

perempuan sekandung yang menjadi „ashabah ma‟al ghair,

oleh ayah, anak laki-laki atau cucu laki-laki dari anak laki-

laki, dan oleh dua orang saudara perempuan sekandung

yang memperoleh bagian seperenam untuk menggenapkan

bagian dua pertiga, kecuali jika saudara perempuan seayah

tersebut mempunyai saudara laki-laki mu‟ashib.

e. Saudara perempuan seibu terhalang oleh ayah atau kakek

dan seterusnya keatas, dan juga oleh anak-anak, baik laki-

laki maupun perempuan dan seterusnya kebawah.46

46

Ali Al-Sabouni, Hukum Kewarisan, h., 107-110

Page 36: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

27

E. Pembagian Ahli Waris dan Bagiannya

Ahli waris dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) bagian, yakni:

Ashabul Furudh, Ashabah dan Dzawil Arham.47

1. Ashhabul Furudh

Ashhabul furudh ialah waris-waris yang mempunyai bagian yang

telah ditentukan pada harta peninggalan dengan nash atau dengan ijma.

Mereka semuanya ada dua belas orang: empat orang lelaki, delapan

wanita. Ashhabul furudh dari lelaki ialah: suami, ayah, kakek sejati dan

saudara seibu. Ashabul furudh dari wanita, ialah: isteri, ibu, nenek sejati,

anak perempuan sekandung, cucu perempuan dari anak lelaki, saudara

perempuan sekandung, saudara perempuan seayah dan saudara

perempuan seibu.

a. Ashhabul Furudh yang berhak menerima 1/2/ (nishf) harta:

1) Suami, apabila isteri meninggalkan anak, baik anak si suami itu

sendiri ataupun anak dari suami lain.

2) Seseorang anak perempuan kandung, apabila tidak ada orang yang

menjadi ashabahnya.

3) Cucu perempuan, jika si mayit tidak meninggalkan anak kandung

laki-laki.

4) Saudara perempuan sekandung, bila dia seorang diri, dengan

syarat tidak ada orang yang menjadi ashabahnya dan tidak pula

bersamanya anak perempuan kandung.

5) Saudara perempuan seayah, dengan syarat yang telah

dikemukakan pada saudara-saudara perempuan sekadung dan

dengan syarat tidak pula bersamanya saudara perempuan

sekandung.

47

Moh. Muhibbin dan Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam , h., 63

Page 37: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

28

b. Ashhabul Furudh yang berhak menerima 1/4 (rubu‟) harta:

1) Suami, jika isteri yang wafat meninggalkan anak. Baik anak dari

suami itu sendiri, atau pun anak dari suami yang lain.

2) Isteri, apabila suami tidak meninggalkan anak.

c. Ashhabul Furudh yang berhak menerima 1/8 (tsumun) harta:

1) Isteri, jika suami wafat meninggalkan anak.

d. Ashhabul Furudh yang berhak menerima 2/3 harta (tsulutsani) harta:

1) Dua anak perempuan kandung

2) Cucu-cucu perempuan dari anak lelaki

3) Saudara-saudara perempuan sekandung

4) Saudara-saudara perempuan seayah, dengan syarat-syarat yang

telah diterangkan tentang berhaknya mereka menerima nishfu

diwaktu bersendiri.

e. Ashhabul Furudh yang menerima 1/3 (tsuluts) harta:

1) Ibu, dengan syarat orang yang meninggal itu tidak meninggalkan

anak dan tidak pula meninggalkan beberapa saudara baik seibu

bapak, atau sebapak atau seibu.

2) Dua orang atau lebih saudara seibu, baik lelaki maupun

perempuan baik mereka semuanya lelaki, ataupun semuanya

perempuan ataupun ada yang lelaki dan ada yang perempuan. Dua

orang saudara dan seterusnya seibu mendapat 1/3 harta.

f. Ashhabul Furudh yang berhak menerima 1/6 (sudus) harta:

1) Ayah, ketika yang meninggal itu mempunyai anak.

2) Kakek sejati, diwaktu yang meninggal itu meninggalkan anak,

tidak meninggalkan ayah.

3) Ibu, apabila yang meninggal itu meninggalkan anak, atau dua

orang dan seterusnya dari saudara-saudara lelaki dan saudara

perempuan, baik seibu bapak atau sebapak atau seibu.

Page 38: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

29

4) Nenek sejati, diwaktu tak ada ibu.

5) Cucu perempuan dari anak lelaki, seorang saja atau lebih bersama

seorang anak perempuan kandung.

6) Saudara perempuan seayah, seorang ataupun lebih bersama

seorang saudara perempuan sekandung.

7) Seorang anak seibu (saudara seibu), baik lelaki ataupun

perempuan.48

Di dalam al-Quran dan Hadits Nabi disebutkan bagian-bagian

tertentu dan disebutkan pula ahli-ahli waris dengan bagian tertentu itu.

Bagian tertentu itu dalam al-Quran yang disebut dengan furudh adalah

dalam bentuk angka pecahan yaitu 1/2, 1/4. 1/8, 2/3, 1/3 dan 1/6. Para ahli

waris yang mendapat menurut angka-angka tersebut dinamai ahli waris

ashhabul furudh.49

2. Ashabah

kata ashabah secara bahasa (etimologi) adalah pembela,

penolong, pelindung atau kerabat dari jurusan ayah. Menurut istilah

faradhiyun adalah ahli waris yang dalam penerimaannya tidak ada

ketentuan bagian yang pasti, bisa menerima sisa atau tidak dapat sama

sekali. Dengan kata lain, ahli waris ashabah adalah ahli waris yang

bagiannya tidak ditetapkan, tetapi bisa mendapat semua harta atau sisa

harta setelah dibagi kepada ahli waris.

48 T.M Hasbi Ash-Shiddieqy, Fiqhul Mawaris: Hukum-hukum Warisan dalam Syariat Islam,

h., 74-77 49

Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, Cet. 2, h., 225

Page 39: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

30

Rasulullah SAW bersabda:

ثن ورقاء عن أيب الزند عن العرج عن ث نا شبابة قال حد د بن رافع حد ثن حم أيب حد

د بيده إن على الرض عليو وسلم قال والذي ن فس حم من ىري رة عن النب صلى الل

مال فإل مؤمن إل أن أول الناس بو فأيكم ما ت رك دي نا أو ضياعا فأن موله وأيكم ت رك

50العصبة من كان

Artinya: Telah menceritakan kepadaku (Muhammad bin Rafi') telah

menceritakan kepada kami (Syababah) dia berkata, telah menceritakan

kepadaku (Warqa') dari (Abu Az Zinad) dari (Al A'raj) dari (Abu

Hurairah) dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: Demi

dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, tidak ada seorang

mukmin di muka bumi ini, kecuali akulah orang yang berhak atas diri

mereka dari diri mereka sendiri, maka siapa saja yang mati meninggalkan

hutang atau anak yang butuh santunan maka akulah walinya. Dan siapa

saja dari kalian yang meninggalkan harta, maka (harta tersebut) untuk ahli

waris yang tersisa (H.r. Muslim).

Ahli waris ashabah akan mendapatkan bagian harta peninggalan,

tetapi tidak ada ketentuan bagian yang pasti. Baginya berlaku:

a. Jika tidak ada kelompok ahli waris yang lain, maka semua harta waris

untuk ahli waris ashabah;

b. Jika ada ahli waris ashabul furudh maka ahli waris ashabul furudh

menerima sisa dari ashabul furudh tersebut.

c. Jika harta waris telah dibagi habis oleh ahli waris ashabul furudh maka

ahli waris ashabah tidak mendapatkan apa-apa.51

50

Al-Imam Abul Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi, Shahih Muslim,

(T.tp: Muassasah Mukhtar, 2010), h., 681 51

Moh. Muhibbin dan Abdul Wahid, Hukum Kewarisan, h., 64-65

Page 40: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

31

Ahli waris ashabah ini terdiri dari orang-orang yang mempunyai

hubungan darah dari garis keturunan laki-laki, seperti anak laki-laki,

ayah, saudara laki-laki, kakek.52

Dalam keadaan tertentu anak perempuan

juga mendapat ashabah apabila ia didampingi atau bersama saudaranya

laki-laki. Kelompok ashabah ini menerima pembagian harta waris setelah

selesai pembagian untuk ashabul furudh.

Yang termasuk ahli waris ashabah, yakni sebagai berikut:

a. Anak laki-laki

b. Cucu laki-laki walaupun sampai ke bawah

c. Bapak

d. Kakek

e. Saudara laki-laki kandung

f. Saudara laki-laki sebapak

g. Anak laki-laki saudara laki-laki kandung (Keponakan)

h. Anak laki-laki saudara laki-laki sebapak (keponakan)

i. Paman kandung

j. Paman sebapak

k. Anak laki-laki paman sekandung

l. Anak laki-laki paman sebapak

Ahli waris ashabah dibedakan menjadi 3 (tiga) golongan sebagai

berikut:

a. Ashabah Binnafsihi

Ashabah Binafsihi adalah kerabat laki-laki yang dipertalikan

dengan simpati, tanpa diselingi oleh ahli waris perempuan. Atau ahli

waris yang langsung menjadi ashabah dengan sendirinya tanpa

disebabkan oleh orang lain. Misalnya, anak laki-laki, cucu laki-laki

dari anak laki-laki, ayah, saudara laki-laki sekandung. Mereka itu

52

Sayid Sabiq, Fiqhus Sunnah, (Beirut: Darul Fikry, 1983), h., 437

Page 41: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

32

dengan sendirinya boleh menghabiskan harta, setelah harta

peninggalan tersebut dibagikan kepada ashabul furudh.

b. Ashabah Bilghairi (bersama orang lain)

Ashabah Bilghairi adalah orang perempuan yang menjadi

ashabah beserta laki-laki yang sederajat dengannya (setiap

perempuan yang memerlukan orang lain dalam hal ini laki-laki untuk

menjadikan ashabah dan secara bersama-sama menerima ashabah).

Kalau orang lain itu tidak ada, ini tidak menjadi ashabah, melainkan

menjadi ashabul furudh biasa.

c. Ashabah Ma‟al ghairi (karena orang lain).

Ashabah Ma‟al ghairi adalah orang yang menjadi ashabah

disebabkan ada orang lain yang bukan ashabah. (Setiap perempuan

yang memerlukan orang lain untuk menjadikan ashabah, tetapi orang

lain tersebut tidak berserikat menerima ashabah). Orang lain tersebut

tidak ikut menajadi ashabah. Akan tetapi, kalau orang lain tersebut

tidak ada maka ia menjadi ashabul furudh biasa.

Contohnya seperti berikut ini:

1) Saudara perempuan sekandung (seorang atau lebih), bersama

dengan anak perempuan (seorang atau lebih atau bersama

dengan cucu perempuan (seorang atau lebih).

2) Saudara perempuan sebapak (seorang atau lebih) bersama

dengan anak perempuan (seorang atau lebih) atau bersama

dengan cucu perempuan (seorang atau lebih). 53

53

Moh. Muhibbin dan Abdul Wahid, Hukum Kewarisan, h., 65-66

Page 42: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

33

3. Dzawil Arham

Dzawil arham adalah setiap kerabat yang bukan ashabul furudh

dan bukan pula ashabah.54

Mereka dianggap kerabat yang jauh pertalian

nasabnya, yaitu sebagai berikut:

a. Cucu (laki-laki atau perempuan) dari anak perempuan

b. Anak laki-laki dan anak perempuan dari cucu perempuan

c. Kakek pihak ibu (bapak dari ibu)

d. Nenek dari pihak kakek (ibu kakek)

e. Anak perempuan dari saudara laki-laki (yang sekandung sebapak

maupun seibu)

f. Anak laki-laki dan saudara laki-laki seibu

g. Anak (laki-laki dan perempuan) saudara perempuan (sekandung

sebapak atau seibu)

h. Bibi (saudara perempuan dari bapak) dan saudara perempuan dari

kakek

i. Paman yang seibu dengan dan saudara laki-laki yang seibu dengan

kakek

j. Saudara laki-laki dan saudara perempuan dari ibu

k. Anak perempuan dari paman

l. Bibi pihak ibu (saudara perempuan dari ibu).55

Kemungkinan untuk mendapatkan dzawil arham di sebagian

ulama sudah tidak berlaku lagi ketika ada Rad. Menurut Imam Malik,

Imam Syafi‟i dan para fuqaha Amshar, demikian pula Zaid bin Tsabit r.a.

dari kalangan sahabat, berpendapat bahwa orang-orang tersebut (dzawul

54

Sayid Sabiq, Fiqhus Sunnah, h., 446 55

Moh. Muhibbin dan Abdul Wahid, Hukum Kewarisan, h., 66

Page 43: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

34

arham) tidak mewarisi.56

Hal ini sudah diatur didalam KHI Pasal 192

yang menyebutkan bahwa:

“Apabila dalam pembagian harta warisan diantara para ahli

warisnya Dzawil furudh menunjukkan bahwa angka pembilang lebih

besar dari angka penyebut, maka angka penyebut dinaikkan sesuai dengan

angka pembilang, dan baru sesudah itu harta warisannya dibagi secara

Aul menurut angka pembilang.”

Pasal 193 yang menyebutkan bahwa:

“Apabila dalam pemberian harta warisan di antara para ahli

warisnya Dzawil furud menunjukkan bahwa angka pembilang lebih kecil

dari angka penyebut, sedangkan tidak ada ahli waris ashabah, maka

pembagian harta warisan tersebut dilakukan secara Rad, yaitu sesuai

dengan hak masing-masing ahli waris sedang sisanya dibagi berimbang

diantara mereka”.

F. Wasiat Wajibah

1. Pengertian Wasiat Wajibah

Wasiat wajibah adalah wasiat yang wajib dilakukan oleh

Pengadilan Agama meskipun orang yang sudah meninggal (pewaris) tidak

berwasiat. Di Indonesia konsep wasiat wajibah biasa dipakai dalam

permasalahan anak angkat,57

Dalam KHI, wasiat wajibah disebutkan

dalam Pasal 209 ayat 1 dan 2, yang berbunyi:

a. Harta peninggalan untuk anak angkat dibagi berdasarkan pasal 176

sampai pasal 179, dan untuk orang tua angkat yang tidak dapat wasiat

56

Al-Faqih Abul Wahid Muhammad bin Achmad bin Muhammad Ibnu Rusyd, Bidayatul

Mujtahid Analisa Para Mujtahid, Penerjemah Imam Ghazali dan Ahmad Ma‟ruf Asrori, (Jakarta:

Pustaka Amani, 2007), h., 381 57

Al-Faqih Abul Wahid Muhammad bin Achmad bin Muhammad Ibnu Rusyd, Bidayatul

Mujtahid Analisa Para Mujtahid, Penerjemah Imam Ghazali dan Ahmad Ma‟ruf Asrori, (Jakarta:

Pustaka Amani, 2007), h., 369-370

Page 44: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

35

bisa diberikan wasiat wajibah tidak lebih dari 1/3 dari warisan

anaknya.

b. Untuk anak angkat yang tidak mendapatkan wasiat bisa diberi wasiat

wajibah dengan tidak melibihi dari 1/3 dari harta warisan orang

tuanya.

Berdasarkan KHI Pasal 209 ayat 1 dan 2, bisa kita pahami bahwa

wasiat wajibah menurut KHI yaitu wasiat yang diharuskan berdasarkan

peraturan perundang-undangan yang dikhususkan untuk anak angkat atau

orang tua angkat yang tidak mendapatkan wasiat dengan jumlah tidak

lebih dari 1/3.58

Menurut etimologi, wasiat mempunyai beberapa makna yaitu

menjadikan, menaruh kasih saying, menyuruh dan menghubungkan

sesuatu dengan suatu lainnya59

Wahbah Zuhaili berpendapat bahwa kata الىصية pada praktiknya

sering dipakai untuk menyebut suatu hak yang ketetapannya didasarkan

atas waktu tertentu, orang yang melakukannya bisa dalam keadaan hidup

atau setelah orang itu mati. Kemudian pernyataan ini juga dikhususkan

untuk menyebut suatu hak yang ketetapannya didasarkan pada waktu

setelah kematiannya itu jadi analisa bahasa, maka waasiat bisa diartikan

membuat pesan atau wasiat atau diperaktikan untuk sebutan atas suatu hal

yang diwasiatkan atau diperankan.60

2. Dasar Hukum Wasiat

Dalam mencari hukum wasiat wajibah para jumhur ulama berbeda

pendapat. Jumhur ulama juga ulama empat mazhab berpendapat bahwa

58

Andi Syamsu, dan M. Fauzan, Hukum Pengangkatan Anak Perspektif Islam. (Jakarta: Pena,

2008), h., 80-81 59

Muhammad Syatha, Al Dianah Al Thalibin, (Surabaya: Hidayah, t.th), h., 198 60

Wahbah Zuhaili, Fiqh al Islam wa „Adillatuh, Cet. 3, (Damsyiq: Dar al Fikr, 1979), Juz 7,

h., 8

Page 45: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

36

wasiat wajibah hanya dianjurkan saja, bukan diwajibkan, karena bertujuan

untuk meringankan orang yang bersangkutan untuk menghadapi kesulitan

hidup. Tetapi ada pula sebagian ulama seperti Ibnu Hazm, Imam Abu

Ja‟far Muhammad bin Jarir at Tabari dan Abu Bakr bin Abdul Aziz

memiliki pendapat bahwa wasiat wajibah itu wajib dengan berdasar pada

Surah al Baqarah ayat 180 yang menurut pendapat mereka, perintah

berwasiat dalam ayat tersebut adalah dikhususkan kepada para ahli waris

yang terhalang untuk mendapatkan harta waris.61

a. Al-Quran Dalam Q.s. Al Maidah (5): 106:

ي أي ها الذين آمنوا شهادة ب ينكم إذا حضر أحدكم الموت حي الوصية اث نان ذوا

عدل منكم أو آخران من غيكم إن أن تم ضرب تم ف الرض فأصاب تكم مصيبة

تم ل نشتي بو ثنا الموت تبسون ه ما من ب عد الصلة ف ي قسمان بلل إن ارت ب

ول نكتم شهادة الل إن إذا لمن الثي ولو كان ذا ق رب

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila salah seorang

kamu menghadapi kematian, sedang dia akan berwasiat, maka

hendaklah (wasiat itu) disaksikan oleh dua orang yang adil di

antara kamu, atau dua orang yang berlainan agama dengan kamu,

jika kamu dalam perjalanan dimuka bumi lalu kamu ditimpa

bahaya kematian. Kamu tahan kedua saksi itu sesudah

sembahyang (untuk bersumpah), lalu mereka keduanya bersumpah

dengan nama Allah, jika kamu ragu-ragu: "(Demi Allah) kami

tidak akan membeli dengan sumpah ini harga yang sedikit (untuk

kepentingan seseorang), walaupun dia karib kerabat, dan tidak

(pula) kami menyembunyikan persaksian Allah; sesungguhnya

kami kalau demikian tentulah termasuk orang-orang yang

berdosa"”.

61

Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, Vol. VI, h., 1930

Page 46: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

37

Kemudian dalam Q.s Al Baqarah (1): 180:

را ال وصية للوالدين والق ربي كتب عليكم إذا حضر أحدكم الموت إن ت رك خي

ا على المتقي بلمعروف حق

Artinya: “Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu

kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang

banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara

ma'ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa”.

Lalu dalam Q.s An Nisa‟ (4): 11:

ف أولدكم للذكر مثل حظ الن ث ي ي فإن كن نساء ف وق اث ن ت ي يوصيكم الل

هما ف لهن ث ل ثا ما ت رك وإن كانت واحدة ف لها النصف ولب ويو لكل واحد من

و الث لث دس ما ت رك إن كان لو ولد فإن ل يكن لو ولد وورثو أب واه فلم فإن الس

دس من ب عد وصية يوصي با أو دين آبؤكم وأب ناؤكم كان لو إخوة ف و الس لم

إن الل كان عليما حكيما ل تدرون أي هم أق رب لكم ن فعا فريضة من الل

Artinya: “Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka

untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama

dengan bagahian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu

semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua

pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu

seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua

orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang

ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang

yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-

bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang

meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya

mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas)

sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar

Page 47: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

38

hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak

mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak)

manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah.

Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”.

b. As-Sunnah

ث نا سفيان عن علقمة بن ث نا عبد الرحن بن مهدي حد ار حد د بن بش ث نا حم حد

عليو وسلم إذا مرثد عن سليمان بن ب ريدة عن أبيو قال كان رسول الل صلى الل

يا على جيش أوصاه ف خاصة ن فسو بت قوى الل ومن معو من المسلمي ب عث أم

را ف قال اغزوا بسم الل وف سبيل الل قاتلوا من كفر اغزوا ول ت غلوا ول ت غدروا خي

لوا وليدا وف الديث قصة قال وف الباب عن عبد الل بن ول تثلوا ول ت قت

اد بن أوس وعمران بن حصي وأنس وسرة والمغية وي على بن مرة مسعود وشد

حديث حسن صحيح وكره أىل العلم وأيب أيوب قال أبو عيسى حديث ب ريدة

62)روه التميذ( المث لة

Artinya: Telah menceritakan kepada kami (Muhammad bin

Basysyar), telah menceritakan kepada kami (Abdurrahman bin

Mahdi) telah menceritakan kepada kami (Sufyan) dari ('Alqamah

bin Martsad) dari (Sulaiman bin Buraidah) dari (ayahnya) ia

berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam jika mengutus

62

Muhammad bin „Isa bin Saurah bin Musa as-Sulami at-Tirmidzi, Sunan Tirmidzi, (Kairo:

Syirkatul Quds, 2009), Jilid I, h., 574

Page 48: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

39

pimpinan pasukan, beliau memberi wasiat khusus untuk dirinya

untuk bertaqwa kepada Allah dan wasiat kebaikan kepada kaum

muslimin yang bersamanya. Beliau bersabda: Berperanglah

dengan nama Allah dan di Jalan Allah, perangilah orang yang

kafir, berperanglah dan janganlah melampaui batas, berkhianat,

memutilasi dan janganlah membunuh anak-anak. Dalam hadits ini

terdapat kisah. Ia mengatakan; Dalam hal ini ada hadits serupa dari

Abdullah bin Mas'ud, Syaddad bin Aus, Imran bin Hushain, Anas,

Samurah, Al Mughirah, Ya'la bin Murrah dan Abu Ayyub. Abu

'Isa berkata; Hadits Buraidah adalah hadits hasan shahih. Para

ulama memakruhkan Al Mutslah (H.r. Tirmidzi).

3. Wasiat Wajibah dan Problematikanya

Tidak ada definisi secara formal mengenai wasiat wajibah dalam

sistem hukum Islam di Indonesia. Namun demikian Bismar siregar

mengungkapkan bahwa wasiat wajibah adalah suatu wasiat yang

diperuntukan kepada ahli waris atau kerabat yang tidak memperoleh

bagian harta warisan dari orang yang wafat, karena adanya suatu halangan

syara‟.63

Eman Suparman dalam bukunya berkomentar bahwa wasiat

wajibah adalah sebagai wasiat yang pelaksanaannya tidak dipengaruhi

atau tidak bergantung kepada kemauan atau kehendak si yang meninggal

dunia.64

Wasiat wajibah secara tersirat mengandung unsur-unsur yang

dinyatakan dalam pasal 209 dalam Kompilasi Hukum Islam, yaitu:

a. Subjek hukumnya adalah anak angkat terhadap orang tua angkat atau

sebaliknya, orang tua angkat terhadap anak angkat.

b. Tidak diberikan atau dinyatakan oleh pewaris kepada penerima wasiat

akan tetapi dilakukan oleh Negara.

c. Bagian penerima wasiat adalah sebanyak-banyaknya atau tidak boleh

melebihi satu pertiga dari harta peninggalan pewaris.

63

Bismar Siregar, Perkawinan, Hibah dan Wasiat dalam Pandangan Hukum Bangsa

(Yogyakarta: Fakultas Hukum UI, 1985), h., 60 64

Eman Suparman, Inti Sari Hukum Waris Indonesia, (Bandung: Mandar Maju,1991), h., 37

Page 49: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

40

Wasiat wajibah dalam pasal 209 dalam Kompilasi Hukum Islam

timbul untuk menyelesaikan permasalahan antara pewaris dengan anak

angkatnya dan sebaliknya anak angkat selaku pewaris dengan orang tua

angkatnya. Di negara Islam di daerah Afrika seperti Mesir, Tunisia,

Maroko dan Suriah, lembaga wasiat wajibah dipergunakan untuk

menyelesaikan permasalahan kewarisan antara pewaris dengan cucu/cucu-

cucunya dari anak/anak-anak pewaris yang meninggal terlebih dahulu

dibanding pewaris. Lembaga wasiat wajibah di daerah tersebut digunakan

oleh negara untuk mengakomodir lembaga mawali atau pergantian

tempat.65

Sajuti Thalib sedikit menjelaskan,66

awalnya wasiat wajibah

dilakukan karena terdapat cucu/cucu-cucu dari anak/anak-anak pewaris

yang meninggal lebih dahulu daripada pewaris. Atas fenomena ini, Abu

Muslim Al-Ashfahany berpendapat bahwa wasiat diwajibkan untuk

golongan-golongan yang tidak mendapatkan harta pusaka.

Ditambahkan oleh Ibnu Hazm, bahwa apabila tidak dilakukan

wasiat oleh pewaris kepada kerabatyang tidak mendapatkan harta pusaka,

maka hakim harus bertindak sebagai pewaris yang memberikan bagian

dari harta peninggalan pewaris kepada kerabat yang tidak mendapatkan

harta pusaka, dalam bentuk wasiat yang wajib.

Konsep 1/3 (satu pertiga) harta peninggalan didasarkan pada hadis

Sa‟ad bin Abi Waqash, seorang sahabat Nabi. Sa‟ad bin Abi Waqash

sewaktu sakit dikunjungi oleh Rasulullah, bertanya, “Saya mempunyai

harta banyak akan tetapi hanya memiliki seorang perempuan yang

mewaris. Saya sedekahkan saja dua pertiga dari harta saya ini.”

Rasulullah menjawab “Jangan.” “Seperdua?” tanya Sa‟ad lagi.

Dijawab Rasulullah lagi dengan “Jangan.” “Bagaimana jika

65

Sajuti Thalib, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, (Ttp : PT. Bina Aksara, 1981), h., 17 66

Sajuti Thalib, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, h., 17-19

Page 50: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

41

sepertiga?”tanya Sa‟ad kembali. Dijawab Rasulullah “Besar jumlah

sepertiga itu sesungguhnya jika engkau tinggalkan anakmu dalam keadaan

berkecukupan adalah lebih baik.”

Hadis ini menjadi acuan bagi Mesir yang pertama mengundangkan

tentang wasiat wajibah dalam Undang-undang Nomor 71 Tahun 1946.

Sejak 01 Agustus 1946, orang Mesir yang tidak membuat wasiat sebelum

meninggalnya, maka kepada keturunannya dari anak pewaris yang telah

meninggal terlebih dahulu daripada pewaris diberikan wasiat wajib tidak

boleh melebihi 1/3 (satu pertiga) dari harta peninggalan pewaris.

Dalam undang-undang wasiat Mesir, wasiat wajibah diberikan

terbatas kepada cucu pewaris yang orang tuanya telah meninggal dunia

lebih dahulu dan mereka tidak mendapatkan bagian harta warisan

disebabkannya sebagai zawil arham atau terhijab oleh ahli waris

lain.13Peraturan inilah yang diadopsi oleh Indonesia dalam pasal 209

dalam Kompilasi Hukum Islam.

Dalam sistem hukum di Indonesia, lembaga wasiat termasuk

wasiat wajibah menjadi kompetensi absolut dari pengadilan agama

berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Pengadilan

Agama berhubungan dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006

tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang

Pengadilan Agama. Hakim yang dimaksud Ibnu Hazmin dalam kewarisan

Islam di Indonesia dilaksanakan oleh hakim-hakim dalam lingkup

pengadilan agama dalam tingkat pertama sesuai dengan kompetensi

absolut sebagaimana diperintahkan undang-undang.

Dalam menentukan wasiat wajibah, secara yuridis formil, para

hakim Pengadilan Agama menggunakan ketentuan Kompilasi Hukum

Islam sebagaimana dinyatakan dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun

1991.Secara yuridis formil ketentuan dalam Kompilasi Hukum Islam

Page 51: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

42

khususnya pasal 209 memahami bahwa wasiat wajibahnya diperuntukan

bagi anak angkat dan orang tua angkat.67

Kompleksitas masyarakat Indonesia membuat hakim harus keluar

dari yuridis formil yang ada yaitu dengan menggunakan fungsi

rechtsvinding yang dibenarkan oleh hukum positif apabila tidakada hukum

yang mengatur. Kewenangan tersebut diberikan dalam pasal 5 Undang-

undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman. Selain itu

Kompilasi Hukum Islam dalam pasal 229 juga memberikan kewenangan

hakim untuk menyelesaikan perkara dengan memperhatikan dengan

sungguh nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat sehingga

memberikan putusan yang sesuai dengn rasa keadilan. Pada prinsipnya

hakim memiliki kewenangan menggunakan fungsinya sebagai

rechtsvinding atau dalam hukum Islam disebut ijtihad sebagai alternatif.68

Dalam hal wasiat wajibah yang sempit pada anak angkat dan orang

tua angkat maka hakim wajib menggunakan kewenangan fungsi

rechtsvinding atau ijtihad-nya. Akan menjadi sulit untuk menjalankan

yuridis formil dalam Kompilasi Hukum Islam terhadap orang-orang dekat

pewaris di luar anak angkat dan orang tua angkat.

Justru apabila hakim tidak melakukan rechtvinding karena tidak

ada hukum yang mengatur (iuscoria novit) maka hakim dapat diberikan

sanksi (pasal 22 Algemen Bepallingen van Wetgeving Voor). Terdapat

beberapa rechtsvinding atau ijtihad mengenai wasiat wajibah dalam

yurisprudensi yang telah berkekuatan hukum tetap. Misalnya dalam

putusan No. 368 K/AG/1995 dan putusan 51K/AG/1999.

Dalam perkara yang diputus dengan putusan 368 K/AG/1995,

Mahkamah Agung memutuskan sengketa waris dari pasangan suami isteri

67

Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam 68

Destri Budi Nugraheni dkk, Pengaturan dan Implementasi Wasiat wajibah di Indonesia,

Mimbar Hukum Volume 22 Nomor 2, Juni 2010, h., 10

Page 52: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

43

yang memiliki 6 (enam) orang anak. Salah satu anak perempuan mereka

telah berpindah agama ketika orang tuanya meninggal dunia. Sengketa

ahli waris dimintakan salah satu anak laki-laki dari pewaris atas harta yang

dimiliki oleh pewaris. Dalam tingkat pertama, salah satu anak perempuan

tersebut terhijab untuk mendapatkan harta peninggalan pewaris. Tingkat

Banding mementahkan putusan tingkat pertama dengan memberikan

wasiat wajibah sebesar 1/3 (sepertiga) bagian anak perempuan kepada

anak perempuan yang berpindah agama. Tingkat Kasasi menambahkan

hak anak yang berpindah agama dengan wasiat wajibah sebesar anak

perempuan lainnya atau kedudukan anak yang berpindah agama tersebut

sama dengan anak perempuan lainnya.

Dalam putusan Mahkamah Agung No. 51K/AG/1999 tertanggal 29

September 1999 menyatakan bahwa ahli waris yang bukan beragama

Islam tetap dapat mewaris dari harta peninggalan pewaris yang beragama

Islam. Pewarisan dilakukan menggunakan lembaga wasiat wajibah,

dimana bagian anak perempuan yang bukan beragama Islam mendapat

bagian yang sama dengan bagian anak perempuan sebagai ahli waris.

Selain itu terdapat juga putusan Mahkamah Agung No. 16

K/AG/2010 memberikan kedudukan isteri yang bukan beragama Islam

dalam harta peninggalan pewaris yang beragama Islam. Isteri yang bukan

beragama Islam mendapatkan warisan dari pewaris melalui lembaga

wasiat wajibahyang besarnya sama dengan kedudukan yang sama dengan

isteri yang beragama Islam ditambah dengan harta bersama.

Atas dasar asas keadilan dan keseimbangan juga kedudukan anak

angkat dan orang tua angkat tidak selamanya maksimal mendapatkan 1/3

(satu pertiga) bagian dari harta peninggalan pewaris. Atas kewenangan

hakim juga anak angkat dan orang tua angkat dapat mendapatkan lebih

dari yang dinyatakan dalam pasal 209 Kompilasi Hukum Islam.Sifat dari

Page 53: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

44

ijtihadyang dilakukan hakim tidak bersifat imperatifakan tetapi fakultatif.

Penggunaan putusan-putusan tersebut apabila terjadi sengketa dan

sebaliknya apabila tidak terjadi sengketa maka tetap menerapkan hukum

Islam.69

G. Review Studi Terdahulu

Tinjauan Pustaka ini bertujuan untuk menetakan penelitian yang sudah ada serta

dapat menjadi inspirasi dan mendasari dilakukannya penelitian. Ada beberapa

penelitian yang mempunyai tema yang hampir sama namun objeknya berbeda.

Diantaranya sebagai berikut:

1. Fabian Hutamaswara Susilo (11140440000017), skripsi mahasiswa

Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam

penelitian skripsinya berjudul: Pembagian Warisan Pada Keluarga

Beda Agama di Jakarta. Skripsi ini menganalisa praktik pembagian

waris pada keluarga yang didalamnya terdapat perbedaan agama tetapi

mendapat bagian sama rata. Skripsi ini menggunakan jenis kualitatif

dengan pendekatan empiris dan hasil penelitiannya yaitu menyatakan

penetapan pengadilan bertentangan dengan hukum Islam.

2. Rian Wahyu Utomo (1111044200004), skripsi Fakultas Syari‟ah dan

Hukum UIN Syarif Hudayatullah Jakarta. Dalam skripsinya yang

berjudul: Hak Waris Anak Murtad. Skripsi ini menggunakan metode

yang mengumpulkan data dari pustaka dan lapangan, serta interview.

Dari hasil penelitiannya disimpulkan bahwa anak yang murtad bisa

mendapatkan bagian waris.

69

Andi Syamsu, dan M. Fauzan, Hukum Pengangkatan Anak Perspektif Islam. (Jakarta: Pena,

2008), h., 80-81

Page 54: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

45

BAB III

DESKRIPSI SINGKAT PENETAPAN PA BADUNG TENTANG HAK WARIS

ANAK KANDUNG NON MUSLIM

A. Penetapan Nomor 4/Pdt.P/2013/PA.Bdg.

1. Kronologi

Perkara ini merupakan perkara yang didaftarkan pada Pengadilan

Agama1 atau dalam kata lain disebut Pengadilan tingkat pertama

2. Perkara

ini adalah adalah permohonan penetapan ahli waris para pemohon yang

identitasnya sebagai berikut:

Pemohon pertama berusia 44 tahun, beragama Islam,

kewarganegaraaan Indonesia, bertempat tinggal di Kuta, Kabupaten

Badung.

Pemohon kedua berusia 40 tahun, beragama Islam,

kewarganegaraan Indonesia, bertempat tinggal di Sukoharjo, Kabupaten

Sragen, Jawa Tengah, tetapi sekarang ini sedang tinggal di Kalimantan,

yang memberikan kuasa khusus3 kepada para advokat yang berkantor di

Denpasar sesuai dengan surat kuasa khusus pada bulan Februari 2013.

1 Peradilan Agama diberikan kewenangan untuk menerima, memeriksa, mengadili, dan

memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara tertentu saja antara orang-orang yang beragama Islam

demi tegaknya hukum dan keadilan. Lihat Zulkarnaen dan Dewi Mayaningsih, Hukum Acara

Peradilan Agama di Indonesia (Lengkap dengan Sejarah dan Kontribusi Sistem Hukum terhadap

Perkembangan Lembaga Peradilan Agama di Indonesia), (Bandung: Pustaka Setia, 2017), h., 115 2 Yang termasuk Pengadilan Tingkat pertama adalah Pengadilan Agama, Kerapatan Qadi, dan

Mahkamah Syar‟iyah. Lihat Anwar Sitompul, Kewenangan dan Tata Cara Berperkara di Peradilan

Agama, (Bandung: Armico, 1984), h., 3 3 Kuasa khusus hanya memberikan kewenangan yang terbatas atas suatu masalah. Lihat

Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, (Jakarta: Kencana,

2005), h., 88.

Page 55: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

46

Perkara ini sudah sesuai dengan perkara yang didaftarkan di

kepaniteraan Pengadilan Agama Badung dengan nomor

4/Pdt.P/2013/PA.Bdg pada bulan Februari 2013.1

Pada perkara dengan nomor registrasi 4/Pdt.P/2013/PA.Bdg. yang

didaftarkan oleh para pemohon dengan melalui kuasa hukumnya,

mengajukan permohonan untuk menetapkan status ahli waris2 dari Bapak

dan Ibu Pemohon I dan II. Ayah Pemohon lahir di Cilacap tahun 1937

yang kemudia menikah dengan ibu Pemohon yang lahir di Singaraja tahun

1947.

Setelah menikah mereka dikaruniai 4 (empat) orang anak, pertama

perempuan yaitu Saudara pertama para Pemohon lahir pada tahun 1963

beragama hindu dan sudah meninggal dunia. Anak kedua laki-laki yaitu

Pemohon I lahir pada tahun 1968 beragama Islam dan bertempat tinggal di

Badung. Anak ketiga laki-laki yaitu Saudara ketiga Para Pemohon lahir

pada tahun 1970 beragama hindu dan bertempat tinggal di Badung.

Kemudian terakhir laki-laki yaitu Pemohon II sebagai anak keempat lahir

tahun 1972 beragama Islam dan bertempat tinggal di Kalimantan.

Saudara pertama Para Pemohon telah menikah dengan suaminya

dan dikaruniai 3 orang anak. Anak pertamanya perempuan lahir tahun

1986 beragama Hindu, anak keduanya laki-laki lahir tahun 1996 beragama

hindu, dan anak ketiganya perempuan lahir tahun 2004 juga beragama

Hindu.

Pemohon I menikah dengan istrinya kemudian dikaruniai 5 orang

anak. Anak pertama perempuan beragama Islam, anak kedua laki-laki

1 Penetapan Nomor 4/Pdt.P/2013/PA.Bdg, h., 1

2 Penetapan Nomor 4/Pdt.P/2013/PA.Bdg, h., 1

Page 56: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

47

beragama Islam, anak ketiga perempuan beragama Islam, anak keempat

perempuan beragama Islam dan anak kelima laki-laki beragama Islam.

Saudara ketiga Para Pemohon menikah dengan istrinya yang

dikaruniai 3 orang anak. Anak pertama perempuan berumur 17 tahun,

anak keduanya laki-laki berumur 15 tahun, dan anak ketiganya juga laki-

laki yang berumur 8 tahun. Pemohon II menikah dengan Istrinya

kemudian memiliki 2 orang anak. Anak pertamanya adalah laki-laki yang

beragama Islam serta anak keduanya pun laki-laki beragama Islam pula.

Kedua orang tua Para Pemohon telah meninggal dunia, Ibu Para

Pemohon lebih dahulu meninggal pada Mei 2004 karena sakit berdasarkan

surat keterangan tahun 2012 yang dibuktikan dalam persidangan. Lalu

bapak kandung Para Pemohon meninggal dunia pada Ferbruari 2010 juga

berdasarkan pembuktian surat keterangan tahun 2012 dari Kelurahan Kuta

Utara.

Ayah dan Ibu Para Pemohon semasa hidupnya tidak pernah

membuat surat wasiat.3 Dan kedua orang tua Para Pemohon memiliki 2

bidang tanah yang kini disebut sebagai tanah/harta waris, yang berupa

tanah seluas 250 meter persegi yang terletak di Kuta, Badung atas nama

Ibu Para Pemohon. Serta tanah seluas 350 meter persegi yang juga

terletak di Kuta, Badung atas nama Bapak Pemohon.

Saudara pertama Para Pemohon telah berpindah agama ke agama

Hindu karena mengikuti suaminya, demikian juga dengan Saudara ketiga

Para Pemohon menyatakan dengan tegas telah berpindah agama ke agama

Hindu.

3 Penetapan Nomor 4/Pdt.P/2013/PA.Bdg, h., 3

Page 57: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

48

Para Pemohon tidak ada permasalahan mengenai pembagian harta

waris dan para pemohon telah sepakat untuk membagikan harta warisan

secara adil dan merata. Para Pemohon ingin membagikan tanah warisan

tersebut, sehingga untuk proses serta pengurusan atas pembagian dua

bidang tanah tersebut harus terpenuhi syarat-syaratnya salah satunya yaitu

adanya penetapan ahli waris dari Pengadilan Agama

2. Putusan Hakim dan Pertimbangannya

Pada Amar Putusannya4 majelis hakim menetapkan tiga

penetapan5, yakni pertama mengabulkan seluruh permohonan yang

diajukan, kemudian yang kedua menetapkan ahli waris dari ibu dan bapak

tersebut adalah hanya anak-anak kandung yang muslim saja, dan yang

terakhir adalah membebankan biaya perkara tersebut kepada pihak yang

mengajukan permohonan

Dari hasil Putusan yang telah dideskripsikan di atas, inti dari

permohonan ini sebenarnya diajukan 3 permohonan, yaitu:

a. Permohonan penetapan ahli waris dari ibu pihak yang mengajukan

permohonan.

b. Permohonan penetapan ahli waris dari bapak pihak yang mengajukan

permohonan.

c. Penetapan ini akan dijadikan dasar hukum untuk mengurus harta

warisan si pewaris yang berupa dua bidang tanah.

Oleh karena anak kedua dan keempat beragama Islam, begitu pula

dengan Bapak Para Pemohon beragama Islam meskipun si Ibu beragama

Hindu, Majelis Hakim berpendapat bahwa perkara ini adalah kewenangan

4 Putusan merupakan sebuah kesimpulan akhir yang dijatuhakn oleh Majelis Hakim dalam

mengakhiri suatu perkara antara semua pihak yang berperkara dan harus diucapkan dalam seidang

yang terbuka untuk umum. Lihat Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan

Peradilan Agama, (Jakarta: Kencana, 2005), h., 306 5 Penetapan Nomor 4/Pdt.P/2013/PA.Bdg, h., 13

Page 58: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

49

absolut Pengadilan Agama sebagaimana yang diatur dalam Pasal 49 ayat 1

huruf (b) dan ayat (3) UU No. 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan

Pasal 49 huruf (b) UU No. 3 Tahun 2006 dan Perubahan kedua UU No. 50

Tahun 2009 terkait Pengadilan Agama.

Anak kandung kedua selaku pihak yang mengajukan perkara ini

berdomisili di Kabupaten Badung. Maka menurut Majelis Hakim perkara

ini secara relatif menjadi kewenangan Pengadilan Agama Badung.

Berhubung perkara ini adalah menetapkan ahli waris maka perlu

dibuktikan apakah pewaris benar telah meninggal dunia dan apakah

pewaris meninggalkan ahli waris yang tidak terhalang secara syar‟i untuk

mendapatkan status sebagai ahli waris.

Selanjutnya untuk memperkuat dalil dari permohonan ini, sang

anak selaku pihak yang mengajukan permohonan telah menunjukan bukti-

bukti berupa6:

a. Bukti tertulis P1-P13 yaitu Fotokopi bermaterai sesuai dengan yang

aslinya.

b. Saksi-saksi yang dihadirkan dalam persidangan yang merupakan

kerabat semenda dari anak kandung si pewaris.

Berdasarkan dalil permohonan yang dikuatkan lagi oleh

keterangan para saksi di bawah sumpahnya, yang memberi keterangan

mengetahui dan melihat perkawinan Ibu dan Bapak dari anak-anak

kandung yang mengajukan permohonan tersebut dilakukan secara Islam di

KUA Denpasar dan keduanya tidak pernah bercerai, maka Majelis Hakim

menilai bahwa sampai keduanya meninggal itu masih terikat dalam

perkawinan.

6 Penetapan Nomor 4/Pdt.P/2013/PA.Bdg. h.,5-6

Page 59: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

50

Permohonan ini juga diperkuat oleh keterangan dua orang saksi

disertai bukti P4, P5, dan P9, didapat fakta hukum bahwasanya selama

pernikahan pewaris ini dikarunian empat orang anak. Dari keterangan

saksi-saksi juga didapatkan bukti P1, P2, P3, P4, dan P5 diperoleh fakta

hukum bahwa anak pertama dan anak ketiga dari pewaris itu beragama

Hindu sedangkan Pemohon I dan II beragama Islam.7

Dari dalil permohonan ini, yaitu bukti P6 dan keterangan para

saksi, diketahui bahwa pewaris (ibu dari pihak yang mengajukan

permohonan) sudah meninggal dunia dalam keadaan beragama Hindu

walaupun sebelumnya pernah beragama Islam. Hal tersebut jika menurut

KHI Pasal 171 huruf b dan dihubungkan dengan KHI Pasal 171 huruf c,

KHI memakai sistem persamaan agama, yaitu agama Islam agar bisa

saling mewarisi. Tetapi KHI tidak mengatur bagaimana jika pewaris itu

murtad apakah hartanya bisa diwarisi kepada ahli waris muslim atau

tidak.8

Kemudian Majelis Hakim mempunyai beberapa argument, yaitu9:

a. Sistem kewarisan Islam menganut sistem kekerabatan, baik secara

nasabiyah maupun hukmiyah. Sistem kekerabatan ini dianggap lebih

utama oleh Majelis Hakim apabila dibandingkan dengan perbedaan

agama sebagai penghalang dalam mewarisi. Karena menurut Majelis

Hakim selain ada unsur ibadah dalam mewarisi juga lebih banyak

mengandung nilai muamalah. Meskipun terdapat perbedaan agama,

kekerabatan antara satu orang dengan orang lainnya tidak akan

terputus, sekalipun ibunya berbeda agama, seorang anak pasti tetap

mengakui ibunya. Dalam islam tidak diajarkan untuk bermusuhan

7 Penetapan Nomor 4/Pdt.P/2013/PA.Bdg, h., 7

8 Penetapan Nomor 4/Pdt.P/2013/PA.Bdg, h., 10

9 Penetapan Nomor 4/Pdt.P/2013/PA.Bdg, h., 10-11

Page 60: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

51

dengan memutus hubungan keluarga dengan non muslim apalagi

terdapat pertalian darah.

b. Majelis Hakim berpendapat bahwa kita haruslah cermat memandang

perbedaan agama sebagai penghalang dalam kewarisan. Perbedaan

agama itu ditujukan hanya kepada ahli waris. Seseorang tidak boleh

berbeda agama dengan pewarisnya yang beragama Islam jika ingin

mendapatkan harta warisannya. Kerabat yang berbeda agama tidak

bisa menuntut agar dirinya bisa menjadi ahli waris serta mendapatkan

harta waris dari pewaris menurut hukum Islam.

c. Pewaris (ibu dari pihak yang mengajukan permohonan) yang

sebelumnya pernah beragama Islam, kemudian dia keluar dari agama

Islam dan meninggal dunia dalam keadaan beragama Hindu sedangkan

kerabat dekatnya tetap beragama Islam, oleh karena itu kerabat yang

tetap beragama Islam itu menjadi ahli waris, dalam hal ini Majelis

Hakim memakai pendapat Mu‟adz bin Jabal, Mu‟awiyah, Al Hasan,

Ibnul Hanafiyah, Muhammad bin Ali dan Al Masruq yang berdasar

pada hadits )اإلسالم يعلى و ال يعل عليو )رواه الدارقطني و البيهقي (Wahbah

Zuhaili, A- Fiqhul Islamy wa adillatuhu juz 8 hal.263), juga Majelis

Hakim memakai pendapat Imam Abu Hanifah yang mengatakan

bahwa seluruh peninggalan perempuan yang keluar dari agama Islam

(murtadah) diwarisi oleh ahli warisnya yang beragama Islam (Wahbah

Zuhaili, A- Fiqhul Islamy wa adillatuhu juz 8 hal.265).

d. Majelis Hakim beranggapan tidak menyalahi aturan KHI Pasal 171

huruf b dan c tersebut, hanya saja Majelis Hakim berpendapat bahwa

aturan-aturan KHI tersebut untuk aturan umum dalam kasus-kasus

ideal, sedangkan kasus pada perkara ini merupakan kasus insidental.

Maka dari itu jika perkara dalam kasus-kasus ideal Majelis Hakim

akan merujuk pada peraturan dalam KHI tersebut, tetapi jika perkara

Page 61: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

52

pewarisnya keluar dari agama Islam Majelis Hakim merujuk pada

pendapat yang telah diuraikan di atas.

Kemudian dari keterangan para saksi serta bukti P6 dapat

diperoleh fakta hukum, yaitu10

:

a. Pewaris (ibu dari pihak yang mengajukan perkara) yang keluar dari

agama Islam telah meninggal dunia dalam keadaan beragama Hindu

pada tahun 2004

b. Pewaris (ibu dari pihak yang mengajukan perkara) meninggalkan

seorang suami yang beragama Islam, dan juga meninggalkan empat

orang anak, anak pertama dan ketiga beragama Hindu, serta anak

kedua dan keempat beragama Islam.

Dari uraian argumen hukum di atas, Majelis Hakim berkesimpulan

bahwa ahli waris dari pewaris (ibu dari pihak yang mengajukan

permohonan) hanyalah suami serta dua anak kandungnya yang beragama

Islam.

Diperkuat oleh keterangan para saksi serta bukti P7,11

didapat fakta

hukum bahwasanya bapak dari pihak yang mengajukan permohonan juga

telah meninggal dunia karena sakit pada bulan februari tahun 2010 dan

dalam keadaan beragama Islam.

Menimbang pula berdasarkan permohonan ini dan diperkuat lagi

dengan bukti P9 serta keterangan para saksi yang mengatakan bahwa tidak

ada istri lain setelah pernikahannya yang pertama serta tidak mempunyai

anak angkat. Karena kedua orang tuanya telah meninggal dunia terlebih

dahulu, maka didapat fakta hukum bahwa pewaris bapak dari pihak yang

10

Penetapan Nomor 4/Pdt.P/2013/PA.Bdg, h., 11 11

Penetapan Nomor 4/Pdt.P/2013/PA.Bdg, h., 11

Page 62: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

53

mengajukan permohonan ketika meninggal dunia hanya meninggalkan

empat orang anak.

Untuk kasus ini, Majelis hakim berpendapat kasus ini adalah kasus

ideal sehinnga kembali bersandar pada aturan umum yang ada pada KHI

Pasal 171 huruf b dan c.

Berdasarkan argumentasi hukum di atas, Majelis Hakim

berpendapat bahwa ahli waris dari pewaris (bapak dari pihak yang

mengajukan permohonan) hanyalah anak kandungnya yang beragama

Islam. Kemudian berdasarkan uraian argumentasi hukum di atas pula,

diperoleh fakta hukum yakni ahli waris dari pewaris (ibu dan bapak pihak

yang mengajukan permohonan) hanyalah anak-anak kandungnya yang

beragama Islam.

Atas pertimbangan-pertimbangan tersebut, Majelis Hakim menilai

permohonan perkara ini harus dikatakan terbukti dan patut untuk

dikabulkan.

Walaupun demikian hukum kewarisan Islam di Indonesia memiliki

asas egaliter, dengan begitu apabila ada kerabat yang beragama selain

Islam yang mempunya pertalian darah dengan pewaris, dalam perkara a

quo yaitu anak si pewaris yang pertama dan ketiga, juga berhak

mendapatkan bagian dari harta waris dengan jalur wasiat wajibah12

dengan

tidak melebihi bagian ahli waris yang sederajat dengannya (berdasarkan

Yurisprudensi MARI dan Buku Pedoman Pelaksanaan Tugas dan

Administrasi Peradilan Agama, Dirjen Badilag Mahkamah Agung RI

Tahun 2011).

12

Penetapan Nomor 4/Pdt.P/2013/PA.Bdg, h., 12

Page 63: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

54

Dalil permohonan ini juga diperkuat oleh bukti P11 dan P12, maka

didapat fakta hukum bahwa ibu dan bapak dari pihan yang mengajukan

permohonan meninggalkan harta waris sebagaimana yang dimuat dalam

bukti P11 dan P12 tersebut.

Keterangan anak kandung kedua si pewaris di persidangan dan

diperkuat oleh keterangan para saksi bahwa anak-anak kandung dari

pewaris memerlukan Penetapan Ahli Waris dari Pengadilan Agama untuk

proses penjualan harta waris dari ibu dan bapaknya. Dan dengan

dikabulkannya permohonan ini, maka Penetapan ini bisa digunakan untuk

mengurus harta waris tersebut. Dan berhubung pihak yang mengajukan

permohonan ini adalah Para Pemohon secara voluntair maka seluruh biaya

yang timbul dibebankan kepada pihak yang mengajukan perkara.13

B. Penetapan Nomor 13/Pdt.P/2014/PA.Bdg

1. Kronologi

Perkara ini juga merupakan perkara yang didaftarkan pada

Pengadilan Agama atau dalam kata lain Pengadilan tingkat pertama.

Perkara ini adalah permohonan yang juga meminta penetapan ahli waris

pemohon yang identitasnya sebagai berikut14

:

Pemohon berusia 26 tahun, beragama Islam, berstatus sebagai

mahasiswa, dan beralamat tinggal di Kabupaten Badung. Perkara ini

sudah sesuai dengan perkara yang didaftarkan di kepaniteraan Pengadilan

Agama Badung dengan nomor 13/Pdt.P/2014/PA.Bdg pada bulan Juli

2014.

13

Penetapan Nomor 4/Pdt.P/2013/PA.Bdg, h., 13 14

Penetapan Nomor 13/Pdt.P/2014/PA.Bdg, h., 1

Page 64: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

55

Dari permohonan Pemohon tentang duduk perkaranya, yaitu15

bahwa Almarhum Bapak Pemohon sudah menikah dengan Almarhumah

Ibu Pemohon di KUA Kabupaten Banyuwangi. Dan selama pernikahan

dikaruniai dua orang anak yakni, Saudara Pemohon yang beragama Hindu

dan Pemohon yang beragama Islam, Saudara Pemohon telah keluar dari

agama Islam dan memeluk agama Hindu.

Kedua orang tua dari Bapak Pemohon pun telah meninggal dunia,

kemudian pada bulan Desember tahun 2000 Almarhumah Ibu Pemohon

telah meninggal dunia dikarenakan sakit berdasarkan akta catatan sipil

tahun 2001.

Almarhum Bapak Pemohon meninggalkan harta peninggalan

berupa tanah yang terletak di Kabupaten Badung seluas 6450 meter

persegi, tanah di Kabupaten Banyuwangi seluas 440 meter persegi,

Kendaraan berupa mobil, kendaraan berupa motor, tabungan, giro dan

deposit atas nama Bapak Pemohon.

Pemohon sangat memerlukan Penetapan Pengadilan karena

sebagai syarat formil dalam pengurusan harta waris tersebut. Selain nama-

nama yang disebutkan di atas, tidak ada lagi ahli waris lainnya, Pemohon

meminta ditetapkan terkait warisnya dengan berdasarkan Hukum Islam.

2. Putusan Hakim dan Pertimbangannya

Pada Amar Putusannya16

pertama Majelis Hakim menerima dan

mengabulkan Permohonan Pemohon, yang kedua menyatakan bahwa

benar Bapak Pemohon telah meninggal dunia pada bulan Mei 2014, dan

menetapkan ahli waris dari pewaris (bapak dari pihak yang mengajukan

15

Penetapan Nomor 13/Pdt.P/2014/PA.Bdg, h., 1-3 16

Penetapan Nomor 13/Pdt.P/2014/PA.Bdg, h., 11

Page 65: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

56

permohonan) hanyalah anak kandungnya yang beragama Islam, serta

membebankan sejumlah biaya perkara kepada pihak yang mengajukan

permohonan.

Maksud dan tujuan dari permohonan ini yaitu sebagai permohonan

anak kandung muslim untuk ditetapkan sebagai ahli waris dari bapaknya

untuk keperluan pengurusan harta warisan Bapak Pemohon.

Pada Pasal 49 huruf (b) UU No.7 Tahun 1989 yang sudah diubah

dengan UU No.3 Tahun 2006 dan UU No.50 Tahun 2009 beserta

penjelasannya, mengatakan bahwa penetapan ahli waris merupakan

kewenangan absolut17

Pengadilan Agama. Dan berdasarkan bukti P1

tempat tinggal pemohon di Kabupaten Badung menjadi dasar bahwa

perkara ini menjadi kewenangan relatif18

Pengadilan Agama Badung.

Dari beberapa bukti yang diajukan dalam persidangan, Majelis

Hakim menilai:19

a. Bukti P2 berupa kutipan akta nikah maka harus dinyatakan terbukti

bahwa ibu dan bapak dari pihak yang mengajukan permohonan terikat

dalam pernikahan yang sah dan sesuai dengan KHI Pasal 7 ayat (1).

Lalu dalam KHI Pasal 99 dikatakan bahwa anak yang sah adalah anak

yang dilahirkan dalam atau akibat pernikahan yang sah, maka

berdasarkan bukti P3 berupa kutipan akta kelahiran, anak tersebut

17

Kewenangan absolut merupakan kewenangan pengadilan dalam menangani sebuah perkara

yang berdasarkan jenis perkara, jenis pengadilan atau jenis tingkatan pengadilan tertentu. Lihat Yahya

Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), h.,

138. 18

Kewenangan relative merupakan kewenangan yang didasarkan dan berkaitan dengan

wilayah hukum pengadilan tersebut. Lihat Zulkarnaen dan Dewi Mayaningsih, sebagaimana mengutip

Muchinum, Kompetensi Peradilan Agama Relatif dan Absolut dalam Kapita Selekta Hukum Perdata

Agama dan Penerapannya, (Bogor: Pusdiklat Teknis Balitbang Diklat Kumdil MARI, 2008), h., 127. 19

Penetapan Nomor 13/Pdt.P/2014/PA.Bdg, h., 8-9

Page 66: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

57

dinyatakan terbukti sebagai anak sah dari hasil pernikahan orang

tuanya.

b. Dari bukti P4 berupa KTP sudah dinyatakan bahwa anak pertama dari

pewaris telah keluar dari agama Islam dan memeluk agama Hindu.

c. Bukti P5 berupa Kutipan Akta Kematian terbukti bahwa ibu dari pihak

yang mengajukan permohonan telah meninggal dunia pada Desember

Tahun 2000.

d. Bukti P6 yang juga berupa Kutipan Kematian menunjukan bahwa

bapak dari pihak yang mengajukan permohonan telah meninggal dunia

pada Mei 2014.

e. Serta dari bukti P7 dan P8 Majelis Hakim menilai bukti tersebut cukup

untuk dijadikan data pendukung untuk mengeluarkan penetepan ahli

waris oleh Pengadilan Agama Badung.

Kemudian dua orang saksi yang telah diajukan masing-masing

sudah memberikan keterangan di bawah sumpah dalam persidangan

berdasarkan pengetahuan dan pengelihatannya sendiri, keterangan saksi-

saksi tersebut juga tidak ada yang saling bertentangan dan sesuai juga

dengan dalil dari pihak yang mengajukan permohonan. Oleh karena itu

keterangan tersebut telah memenuhi syarat formil dan materil

sebagaimana ketentuan dalam Pasal 171 ayat (1), 308, dan 309 R.Bg.20

Berdasarkan bukti-bukti yang telah diajukan juga dihubungkan

dengan dalil-dalil Pemohon dalam persidangan, Majelis Hakim

mendapatkan beberapa fakta hukum yaitu21

:

a. Bapak dari pihak yang mengajukan permohonan merupakan pewaris

yang telah meninggal dunia.

20

Penetapan Nomor 13/Pdt.P/2014/PA.Bdg, h., 9 21

Penetapan Nomor 13/Pdt.P/2014/PA.Bdg, h., 9-10

Page 67: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

58

b. Istri pewaris juga telah meninggal dunia.

c. Pewaris mempunyai dua anak, anak pertama yang beragama Hindu

dan anak kedua yang beragama Islam.

d. Kedua orang tua dari pewaris telah meninggal lebih dahulu.

e. Pewaris meninggalkan harta waris berupa dua bidang tanah,

kendaraan, dan tabungan di Bank.

f. Pewaris tidak mempunyai istri lebih dari satu.

g. Alasan diajukannya permohonan ini adalah untuk mengurus harta

waris tersebut.

h. Ketujuh tidak ada sengketa atas harta waris tersebut.

Dari fakta-fakta di atas, bisa ditetapkan bahwa Ibu Pemohon sudah

meninggal dunia pada bulan Desember tahun 2000 dan kemudian Bapak

Pemohon juga sudah meninggal dunia pada bulan Mei 2014.22

Sesuai dengan KHI Pasal 171 huruf (f) bahwa pewaris adalah

orang yang pada saat meninggalnya telah dinyatakan meninggal

berdasarkan putusan pengadilan dalam keadaan beragama Islam,

meninggalkan ahli waris dan harta peninggalan, oleh karena itu almarhum

bapak dari pihak yang mengajukan permohonan yang sudah meninggal

dunia dalam keadaan beragama Islam bisa disebut sebagai Pewaris.23

Pada dasarnya semua anak kandung dari pewaris adalah ahli waris,

tetapi berhubung anak kandung pertama si pewaris sudah berpindah

agama semenjak dia menikah kurang lebih 6 tahun yang lalu, Majelis

Hakim berpendapat24

bahwa anak kandung pertama si pewaris tidak

berhak atas warisan dari kedua orang tuanya, ijtihad tersebut berdasarkan

KHI Pasal 171 huruf (c) dan KHI Pasal 172.

22

Penetapan Nomor 13/Pdt.P/2014/PA.Bdg, h., 10 23

Penetapan Nomor 13/Pdt.P/2014/PA.Bdg, h., 10 24

Penetapan Nomor 13/Pdt.P/2014/PA.Bdg, h., 10-11

Page 68: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

59

Majelis Hakim berpendapat25

tidak boleh saling mewarisi antara

muslim dan orang kafir, dengan dasar hadits Usamah bin Zaid yang

dikonfirmasi oleh Bukhari dan Muslim yang berbunyi:

ال يرث المسلن الكافر و ال الكافر المسلن )روه البخاري(

Artinya: Tidak boleh seorang muslim mewarisi orang kafir dan tidak pula

seorang kafir mewarisi seorang muslim (H.r. Bukhari).

Kemudian dari fakta-fakta di dalam persidangan dan juga

berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, Majelis Hakim

berijtihad bahwa ahli waris dari orang tua pihak yang mengajukan

permohonan hanyalah anak kandung pewaris yang beragama Islam dan

oleh sebab itu permohonan ini patut untuk dikabulkan.

25

Penetapan Nomor 13/Pdt.P/2014/PA.Bdg, h., 11

Page 69: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

60

BAB IV

TINJAUAN HUKUM KEWARISAN ISLAM DI INDONESIA TERHADAP

PENETAPAN HAKIM YANG BERBEDA DALAM PEMBAGIAN WARIS

ANAK KANDUNG NON MUSLIM

A. Analisis Atas Pertimbangan Hakim Memberikan Wasiat Wajibah Bagi

Anak Kandung Non Muslim Dalam Perkara No. 4/Pdt.P/2013/PA.Bdg

Pada hakikatnya kedudukan Hakim di Indonesia sangatlah penting

karena memiliki kekuasaan yang diberikan oleh negara dalam memberikan

keadilan. Oleh karena itu sangat penting bagi seorang Hakim untuk

memberikan rasa keadilan yang seadil-adilnya kepada setiap individu yang

mempercayakan penyelesaian masalahnya kepada Majelis Hakim, dan sudah

semestinya seorang hakim menjaga marwahnya untuk bersikap adil serta

terbebas dari segalam macam intervensi yang mencoba untuk mengusik

keadilan tersebut.

Perkara ini merupakan permohonan untuk menetapkan status ahli

waris dari si pewaris yang berstatus sebagai orang tua dari orang yang

mengajukan permohonan ini. Berdasarkan peraturan Pasal 49 huruf b

Undang-undang No. 3 Tahun 2006 serta perubahan kedua Undang-undang

No. 50 Tahun 2009 perkara ini adalah kewenangan absolut Pengadilan

Agama. Pada pertimbangan hukumnya, Majelis Hakim menetapkan status ahli

waris bagi anak kandung non muslim berdasarkan konsep kewarisan Islam,

karena semua ahli waris baik muslim maupun non muslim sama-sama

memilih untuk tunduk dalam hukum kewarisan Islam.

Pada perkara no. 4/Pdt.P/2013/PA.Bdg ini, salah satu ahli waris yang

berstatus sebagai anak kandung dari pewaris, merupakan seorang non muslim

dengan kata lain berbeda agama. Yang dimaksud dengan perbedaan agama

Page 70: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

61

yaitu perbedaan keimanan antara seorang pewaris dengan ahli warisnya.1

Tetapi pada pertimbangannya, Majelis Hakim memberikan bagian waris

terhadap anak kandung non muslim tersebut dengan jalur wasiat wajibah.2

Dengan tuntutan zaman yang semakin kompleks dalam kehidupan

manusia sekarang ini, bisa memungkinkan ahli waris yang berbeda agama

bisa mendapatkan keadilan dalam perihal harta waris dari pewaris yang

beragama Islam. Dalam kasus yang seperti ini seorang hakim yang menjadi

ulul amri dan mewakili negara memiliki kewenangan untuk berijtihad sesuai

dengan nash serta dengan mempertimbangkan implikasinya terhadap keadaan

sosial masyarakat dan keluarga.3

Dalam KHI (Kompilasi Hukum Islam) yang sudah penulis uraikan

pada bab sebelumnya, dalam Pasal 171 huruf (c) yang mengatakan bahwa ahli

waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan

darah atau hubungan perkawian dengan pewaris, beragama Islam dan tidak

terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris. Pada pasal ini menjelaskan

bahwa ahli waris haruslah beragama Islam pada waktu pewaris meninggal

dunia sehingga berdampak bahwa apabila bukan beragama Islam pada saat

kematian si pewaris, maka tidak masuk dalam kategori ahli waris.

Kemudian dalam KHI (Kompilasi Hukum Islam) Pasal 172 dijelaskan

bahwa ahli waris dikatakan beragama Islam jika diketahui dari kartu identitas

atau pengakuan atau amalan atau kesaksian sedangkan bagi bayi atau anak

yang belum dewasa dianggap mengikuti agama orang tuanya.

Perlindungan hukum yang bisa ditetapkan pada ahli waris yang

berbeda agama denga pewaris adalah dengan memberikan hibah, wasiat dari

pewaris, atau dengan wasiat wajibah melalui penetapan Pengadilan

1 Fathur Rahman, Ilmu Waris, (Bandung: Al Ma‟arif, 1994), h., 95

2 Penetapan No. 4/Pdt.P/2013/PA.Bdg, h., 12

3 Achmad Arief Budiman, “Penemuan Hukum Dalam Putusan Mahkamah Agung dan

Relevansinya Bagi Pengembangan Hukum Islam di Indonesia”, Pemikiran Hukum Islam, XXIV, 1

(April, 2014), h., 6

Page 71: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

62

sebagaimana yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 51K/AG/1999 pada

tanggal 29 September 1999 yang mengatakan bahwa anak kandung non

muslim mendapatkan wasiat wajibah.4

Berdasarkan yurisprudensi MARI dan Buku Pedoman Pelaksanaan

Tugas dan Administrasi Peradilan Agama inilah Hakim memberikan

pertimbangan bahwa anak kandung non muslim dari pewaris bisa

mendapatkan harta warisan dengan jalur wasiat wajibah.

Dalam permasalahan ini perlu dikaitkan bahwa seorang Hakim

mempunyai kewenangan untuk mengesampingkan ketentuan-ketentuan

hukum positif yang sudah ada untuk mewujudkan keadilan serta kemaslahatan

di tengah lingkungan masyarakat. Dalam kasus tersebut yang dijadikan

sebagai dasar pembaruan hukum kewarisan Islam adalah wasiat wajibah yang

menurut sebagian tokoh Islam ahli waris non muslim bisa mendapat bagian

waris dengan melalui jalur wasiat wajibah. Tetapi tidak ada disebutkan dalam

pertimbangan Hakim bahwa seorang non muslim mendapat bagian dengan

status ahli waris, hanya sebatas jalur wasiat wajibah saja.5

Pada pelaksanaannya, wasiat wajibah bagi ahli waris beda agama

merupakan ijtihad baru yang telah dilakukan oleh Hakim Mahkamah Agung

dengan memakai cara yang merujuk dari pendapat Ibn Hazm yang

berpendapat bahwa Islam merupakan agama yang rahmatan lil „alamin, Islam

bukanlah agama yang diskriminatif. Tetapi Islam adalah agama yang harus

mengayomi serta merangkul seluruh umat yang ada di dunia ini.6

4 Hukum Online, Putusan MA: Saudara Beda Agama Boleh Mendapatkan Harta Warisan.

Lihat https://m.hukumonline.com/berita/baca/hol13857/putusan-ma-saudara-beda-agama-boleh-

mendapatkan-harta-warisan/. Diakses pada tanggal 17 September 2019, pukul 12.52. 5 Muhammad Muhibbuddin, “Pembaruan Hukum Waris Islam di Indonesia”, Ahkam, III, 2

(November, 2015), h., 195 6 Shariani, “Pembagian Harta Warisan Orang yang Berbeda Agama Dalam Perspektif Hukum

Islam (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung RI No. 51 K/AG/1999)”, (Pascasarjana: Tesis

Universitas Sumatera Utara, 2009), h., 96, t.d.

Page 72: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

63

Menurut Ahmad Rofiq, Wasiat Wajibah merupakan tindakan yang

diberikan dari negara atau Hakim selaku aparat yang berwenang untuk

menuntut atau memberi putusan terhadap orang yang telah meninggal dunia

yang kemudian diberikan kepada pihak tertentu dan juga dalam keadaan

tertentu.7 Oleh karena itu Hakim memberikan hak wasiat wajibah terhadap

ahli waris yang berbeda agama.

Ditetapkannya wasiat wajibah bagi ahli waris yang berbeda agama

dalam perkara no. 4/Pdt.P/2013/PA.Bdg ini merupakan bentuk implementasi

untuk menciptakan kemaslahatan dan kedamaian, terutama dalam ruang

lingkup sebuah keluarga. Sejalan dengan ungkapan kaidah hukum yang

mengatakan bahwa kebijakan pemimpin pada rakyatnya harus diorientasikan

untuk kemaslahatan.8

Pertimbangan Hakim dalam menetapkan wasiat wajibah pada perkara

no. 4/Pdt.P/2013/PA.Bdgn terhadap ahli waris yang berbeda agama bisa

dilihat dari kedekatannya selama pewaris hidup, kualitas hubungannya dengan

pewaris maupun dengan kerabat lainnya, keadaan ekonomi ahli waris yang

berbeda agama tersebut, serta fakta-fakta keadaan yang terjadi di lapangan.9

Pada dasarnya suatu penetapan hukum dituntut untuk memberikan

suatu keadilan, dan oleh karena itu seorang Hakim melakukan analisis

peristiwa dan fakta-fakta. Hal ini bisa dilakukan melalui pembuktian,

pengklasifikasian antara yang harus dan tidak, dan mempertanyakan lagi

kepada para pihak yang bersangkutan mengenai keterangan para saksi dan

bukti-bukti yang ada. Maka dalam penetapan Hakim, yang penting untuk

7 Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Rajawali pers, 2013), h., 345

8 Habiburrahman, Rekonstruksi Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kementrian

Agama RI, 2011), h., 230 9 Zulfia Hanum dan Alfi Syahr, “Wasiat Wajibah Sebagai Wujud Penyelesaian Perkara Waris

Beda Agama Dalam Perkembangan Sosial Masyarakat”, Holistik, I, 2, h., 128

Page 73: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

64

diperhatikan adalah pertimbangan hukumnya, sehingga dapat dilihat apakah

penetapan tersebut sudah cukup objektif atau tidak.10

Tetapi menurut penulis, dengan memakai yurisprudensi MARI dan

Buku Pedoman pada perkara no. 4/Pdt.P/2013/PA.Bdg tersebut itu berarti

Hakim telah mengabaikan hukum kewarisan Islam yang seharusnya tampil

menunjukkan jati dirinya karena memang hukum-hukum kewarisan tersebut

juga menggunakan dalil-dalil primer seperti Al Quran dan Hadits yang

semestinya berada di atas ra‟yu atau ijtihad, mungkin jika hukum tersebut

bersifat furu‟ bisa saja hakim mengambil ijtihad tetapi tetap dengan

berkoridor pada nash. Sedangkan perkara orang yang murtad dalam status ahli

waris, sudah jelas hukumnya seperti yang telah diuraikan dalam bab

sebelumnya. Dalam Q.s. An Nisa‟ (4): 141:

رين الذين ي ت ربصون بكم فإن كان لكم ف تح من الل قالوا أل نكن معكم وإن كان للكاف

نكم ي وم القيامة ولن نصيب قالوا أل نستحوذ عليكم ونن عكم من المؤمني ف يكم ب ي الل

للكافرين على المؤمني سبيل ايعل الل

Artinya: “(yaitu) orang-orang yang menunggu-nunggu (peristiwa) yang akan

terjadi pada dirimu (hai orang-orang mukmin). Maka jika terjadi bagimu

kemenangan dari Allah mereka berkata: "Bukankah kami (turut berperang)

beserta kamu?" Dan jika orang-orang kafir mendapat keberuntungan

(kemenangan) mereka berkata: "Bukankah kami turut memenangkanmu, dan

membela kamu dari orang-orang mukmin?" Maka Allah akan memberi

keputusan di antara kamu di hari kiamat dan Allah sekali-kali tidak akan

memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang

yang beriman”.

Lalu dari hadits Nabi saw:

11ل يرث املسلم الكافر و ل الكافر املسلم )روه اجلماعة(

10

R. Soeroso, Praktik Hukum Acara Perdata, cet. VI, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), h., 79

Page 74: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

65

Artinya: Tidak boleh seorang muslim mewarisi orang kafir dan tidak pula

seorang kafir mewarisi seorang muslim (H.r. Jama‟ah)

Kemudian jika perkara no. 4/Pdt.P/2013/PA.Bdg ditinjau dari

pendapat ulama fiqh, ada seorang sahabat Nabi bernama Muaz bin Jabal yang

memperbolehkan seorang muslim mendapat waris dari non muslim.

Pandangannya ini berbeda dengan kebanyakan ulama. Dalam suatu masalah,

Muaz membagi warisan dari pewaris yang berstatus non muslim kepada dua

ahli warisnya yang satu seorang muslim dan yang satunya lagi non muslim.

Ijtihad ini bermula ketika ada dua orang saudara laki-laki muslim dan non

muslim yang mengadu permasalahan warisan orang tuanya yang meninggal

dalam keadaan kafir, lalu Muaz mengambil keputusan untuk membagikan

harta warisan tersebut kepada seluruh ahli waris baik muslim maupun non

muslim. Keputusa Muaz ini juga didasarkan pada kemaslahatan, yaitu supaya

ahli waris non muslim tidak menjadi miskin.12

Permasalahan Muaz di atas bisa kita analogikan pada perkara no.

4/Pdt.P/2013/PA.Bdg, pewaris yang pertama kali meninggal yaitu sang ibu

meninggal dalam keadaan murtad dan telah memeluk agama Hindu. Majelis Hakim

menetapkan seluruh harta warisan dari wanita yang murtad diwariskan oleh ahli

warisnya yang muslim, dengan berdasar pada Imam Abu Hanifah dalam kitab Fiqhul

Islam wa Adillatuhu karangan Wahbah Zuhaili, Juz 8 halaman 265.13

Menurut pendapat mayoritas ulama, orang kafir boleh-boleh saja

untuk saling mewarisi di antara kalangan mereka seperti yang sudah biasanya

berlaku. Tidak ada lagi yang memberikan pendapat berdasaarkan keumuman

hadits selain al Auza‟i yang mengatakan bahwa orang Yahudi tidak bisa

mewarisi orang Nasrani begitupun sebaliknya. Begitu pula untuk semua

penganut agama. Tetapi menurut Mu‟az, Mu‟awiyah. Ibnu al Musayyab dan

11

Hafidz al Mundziri, Mukhtasar Sunan Abu Daud, hadits nomor 2789, h., 563 12

Riyanta, “Kewarisan Beda Agama (Studi Pandangan Muaz bin Jabal)”, Asy-Syir‟ah,

XXXXVI, 1 (Januari-Juni, 2012), h., 167 13

Penetapan No. 4/Pdt.P/2013/PA.Bdg, h., 11

Page 75: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

66

al Nakha‟iy bahwa perbedaan agama, tidak berlaku bagi seorang muslim

untuk mewarisi harta warisan dari pewarisnya yang berbeda agama.14

Para Ulama telah bersepakat bahwa seorang yang murtad itu termasuk

dalam perbedaan agama, oleh sebab itu orang yang murtad tidak bisa

mewarisi orang muslim.15

Faktor persaudaraan dalam Islam adalah faktor

paling kuat di antara umat muslim.16

Sudah bisa ditegaskan bahwa pendapat ulama telah sepakat terkait

larangan kafir yang mewarisi muslim. Tetapi ketika larangan tersebut berlaku

sebaliknya, yaitu seorang muslim tidak boleh menerima harta waris dari

kerabat atau orang tuanya yang non muslim, maka justru kemadharatan yang

akan didapat pada seorang muslim tersebut. Secara logika saja kemadharatan

ini sudah sangat jelas. Sementara dalam hukum waris Islam yang sudah ada

saat ini terkait masalah ini mayoritas ulama melarangnya. Contohnya seperti

ulama empat madzhab sepakat bahwa hal-hal yang menghalangi waris adalah

perbedaan agama, pembunuhan dan perbudakan.17

Ulama salaf lainnya yang sependapat dengan larangan tersebut Asy

Syaukani18

dan Ibnu Qudamah,19

sedangkan dari kalangan ulama kontemporer

yang sependapat ialah Ali Ash Shabuni,20

Musthafa as Salabiy,21

dan Sayid

Sabiq.22

Pendapat ulama yang melarang seorang muslim mewarisi dari kafir

oleh ulama empat madzhab, yaitu Imam Syafi‟i, Imam Hanafi, Imam Hambali

14

Darmawan, “Mawani‟ al Irtsi Sebagai Penghalang Mewaris”, h., 12 15

Riana Kesuma Ayu, Penghalang Mewarisi. Lihat https://websiteayu.com/penghalang-

mewarisi/. Diakses pada 17 September 2019, pukul 11.30 16

Ali Ahmad al-Jarwi, Indahnya Syariat Islam, cet.1, h., 724. 17

Chamim Tohari, “Rekonstruksi Hukum Kewarisan Beda Agama Ditinjau dari al Ushul al

Khamsah”, h., 3 18

Muhammad al Syaukani, Nailul Authar, h., 2085 19

Abu Muhammad Abdullah bin Ahmad Ibnu Qudamah, Al Mugni, Jilid I, h., 166 20

Muhammad Ali al Shabuni, Pembagian Waris Menurut Islam, h., 42 21

Ahmad Musthafa al Salabiy, Ahkam al Mawarist, h., 87-92 22

Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Jilid I, h., 486

Page 76: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

67

dan Imam Maliki.23

Alasan yang diberikan adalah seperti yang dikemukakan

oleh Imam Syafi‟i yang tidak menerima makna kata “kafir dzimmi” dengan

kata “kafir harbi” karena menurut pendapat Imam Syafi‟i keduanya itu sama-

sama menyembah berhala, maka dari itu seorang muslim tidak boleh

menerima waris darinya karena keduanya adalah kafir. Kemudian alasan lain

yaitu tidak nash yang mentakhshish kata kafir di dalam hadits yang tidak

membolehkan saling mewarisi antara muslim dan kafir.24

Pendapat Asy Syaukani juga sejalan dengan pedapat Imam Syafi‟i

bahwa tidak ada pembedaan tentang makna kafir kecuali ada dalil yang

menegaskannya.25

Sedangkan Ibnu Qudamah berpendapat riwayat hadits dari Muaz,

Umar, dan Muawiyah yang memperbolehkan seorang muslim menerima waris

dari pewaris non muslim merupakan riwayat yang tidak bisa dipercaya

begitusaja dari mereka, sebab Imam Ahmad berpendapat bahwa tidak terdapat

perbedaan pendapat bahwa seorang muslim tidak bisa mewarisi dan

mewariskan harta dari orang kafir. Yang diaplikasikan oleh mayoritas ulama

adalah perbedaan agama antara Islam dan kafir bisa menghalangi waris dari

keduanya. Dan juga mereka sependapat bahwa kafir yang seagama bisa saling

mewarisi diantara mereka apabila berada dalam satu negara. Lalu seorang

murtad yang kembali ke agama Islam sebelum harta waris dibagikan maka dia

bisa mendapat bagian waris. Pada intinya Ibnu Qudamah berpendapat bahwa

haruslah mendahulukan hadits shahih dari pada riwayat yang keshahihannya

belum disepakati.26

Dari kalangan ulama kontemporer yang sependapat untuk melarang

saling mewarisi antara muslim dengan kafir salah satunya adalah Musthafa as

Salabiy yang berpendapat bahwa nash hukum yang qath‟i dan jelas adalah

23

Muhammad Jawwad Mughniyah, Al Fiqh „ala Madzhab Al Khamsah, h., 281 24

Muhammad bin Idris al Syafi‟i, Al Umm, h., 76-77 25

Muhammad al Syaukani, Nailul Authar, h., 2085 26

Abu Muhammad Abdullah bin Ahmad Ibnu Qudamah, Al Mugni, Jilid I, h., 166

Page 77: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

68

pendapat yang mengatakan tidak diperbolehkan untuk saling mewarisi antara

seorang muslim dengan kafir maupun sebaliknya.27

Kemudian Ali al Shobuni berpendapat untuk memasukkan perbedaan

agama sebagai salah satu penghalang dalam kewarisan.28

Pendapat ini sejalan

dengan pendapatnya Sayyid Sabiq.29

Terdapat larangan lain juga dari fatwa

Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang beralasan bahwa dalam kewarisan Islam

tidak diperbolehkan untuk saling mewarisi antar orang yang berbeda agama.

Tetapi pemberian terkait harta antara orang yang beda agama hanya bisa

melalui jalan hibah, hadiah dan wasiat.30

Majelis Ulama Indonesia juga telah memfatwakan pada tanggal 28 Juli

2005 bahwa ahli waris yang berbeda agama tidak bisa mendapatkan harta

warisan. Ada dua poin dalam penetapannya, yaitu:31

3. Hukum Waris Islam tidak memberikan hak saling mewarisi antar

orang-orang yang berbeda agama;

4. Pemberian harta antar orang yang berbeda agama hanya dapat

dilakukan dalam bentuk hibah, wasiat dan hadiah.

Tetapi ada pendapat lain yang memperbolehkan seorang muslim

mewarisi non muslim yaitu Ibnu Qayyim al Jauziyah yang berpendapat bahwa

dibolehkan bagi seorang muslim mewarisi non muslim, hal ini sebenarnya

bisa memberikan kemaslahatan yang besar bagi umat muslim serta agama

Islam. Kewarisan itu bisa berlaku dikarenakan adanya semangat untuk tolong

menolong. Pendapat ini sejalan dengan Syeikh Yusuf al Qardhawi, menurut

beliau, illat pada masalah waris adalah semangat untuk tolong menolong,

bukan karena perbedaan agama.32

27

Ahmad Musthafa al Salabiy, Ahkam al Mawarist, h., 87-92 28

Muhammad Ali al Shabuni, Pembagian Waris Menurut Islam, h., 42 29

Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Jilid I, h., 486 30

Munas VII MUI 2005, Keputusan Fatwa MUI No. 5/Munas VII/MUI/9/2005. 31

MUI, Himpunan Fatwa Majelis Ulama Sejak 1975, (Jakarta; Erlangga, 2001), h., 485 32

Chamim Tohari, “Rekonstruksi Hukum Kewarisan Beda Agama Ditinjau dari al Ushul al

Khamsah”, h., 7

Page 78: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

69

Pendapat serupa juga dikeluarkan oleh Ibnu Taimiyah, menurut beliau

hadits yang mengatakan “orang muslim tidak diperbolehkan untuk menerima

waris dari kafir, dan tidak diperbolehkan juga orang kafir menerima waris

daris orang muslim” bisa di ta‟wilkan dengan memakai ta‟wilan ulama

madzhab Hanafiyah pada hadits “seorang muslim tidak boleh dibunuh karena

sebab membunuh orang kafir” dan kafir yang dimaksud dalam hadits itu

adalah kafir harbi karena kafir harbi memusuhi umat Islam, sebab hal tersebut

bisa memutuskan hubungan di antara kedua pihak tersebut.33

Jika berdasarkan pada apa yag telah diuraikan di atas bisa dikatakan

bahwa penetapan ahli waris pada perkara no. 4/Pdt.P/2013/PA.Bdg ini

terdapat perbedaan pendapat dengan ketentuan hukum kewarisan Islam

terutama para ulama baik ulama salaf maupun ulama kontemporer yang

semuanya berpendapat bahwa orang kafir tidak bisa menerima waris dari

orang muslim, yang terdapat perbedaan pendapat hanya pada hal orang

muslim menerima waris dari orang non muslim, juga dengan hadits,

Rasulullah SAW. bersabda: “orang muslim tidak bisa mewarisi orang kafir

dan orang kafir tidak bisa mewarisi orang muslim” (HR. Bukhari).

Lalu dari hadits al Islamu ya‟lu wala yu‟la alaih diperkuat lagi

bahwasanya Islam itu sesuatu yang utama, sesuatu yang unggul, tetapi jika

menyangkut-pautkan pada asas egaliter maka akan terjadi kontradiksi yang

kuat, tetntu sangat bertolak belakang antara keduanya. Sudah seharusnya

seorang Hakim yang beragama Islam dan menggunakan hukum-hukum Islam

untuk berijtihad dengan mementingkan sesuatu yang berdasar pada nash di

atas yang lainnya bukan justru memberikan sesuatu yang sebenarnya semu

dalam mendasari konsep berijtihadnya.

33

Yusuf al Qardhawi, Fiqh Maqashid Syar‟i, h., 305

Page 79: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

70

Kaidah fiqh juga mengatakan:

درء املفاسد اول على جلب املصاحل

Artinya: mencegah kemadharatan lebih utama daripada mengambil maslahat.

Sehingga menurut penulis seharusnya apabila kita kaitkan perkara no.

4/Pdt.P/2013/PA.Bdg dengan kaidah fiqh tersebut kepada daruratul khamsah

tentu dengan tidak memberikan bagian waris kepada ahli waris yang berbeda

agama merupakan bentuk menjaga harta (hifzhul mal) dan menjaga agama

(hifzhu din) karena untuk menjaga generasi selanjutnya dari ahli waris muslim

agar bisa meneruskan menjadi generasi muslim yang diharapkan bisa

memberi maslahat terutama dalam internal umat Islam, lalu menjaga agama

dari manipulasi syari‟ah yang bisa menghalalkan yang haram atau sebaliknya,

sungguh kemadharatan inilah yang lebih utama untuk dicegah daripada

mengambil maslahat yang hanya berlaku pada sebatas individu. Karena

putusan Hakim di Indonesia tidak hanya berlaku sekali saja pada orang yang

berperkara saat itu, tetapi bisa menjadi acuan atau yurisprudensi bagi Hakim

lain ke depannya.

Kemudian jika dikatakan asas egaliter dalam pertimbangan status ahli

waris murtad pada perkara no. 4/Pdt.P/2013/PA.Bdg menurut penulis ini

keliru, karena jika hukum kewarisan Islam tidak membeda-bedakan orang,

seharusnya tidak ada hadits yang melarang umat Islam untuk saling mewarisi

dengan orang kafir. Tetapi kenyataannya hadits tersebut ada dan menjadi

salah satu dasar hukum kewarisan Islam.

Selain itu juga menurut penulis apabila Majelis Hakim

mengedepankan asas egaliter, penulis rasa hal itu kurang tepat jika dijadikan

dalil pada perkara no. 4/Pdt.P/2013/PA.Bdg. Ya, memang asas egaliter itu

sangat penting akan tetapi Majelis Hakim juga tidak boleh lupa akan asas

personalitas keislaman. Dari perspektif maqasid al syariah serta Ketuhanan

Yang Maha Esa, asas ini ditujukan untuk melindungi agama حفظ الدين bagi

Page 80: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

71

setiap warga negara mengamalkan agamanya secara baik. Dengan demikian

setiap warga negara itu berlaku hukum agama yang dianutnya tersebut. Asas

ini memberikan konsekuensi bagi seorang muslim harus berijtihad menurut

hukum syariah Islam atau melalui peradilan yang sesuai dengan prinsip

syariah.34

Dari seluruh uraian di atas terkait perkara no. 4/Pdt.P/2013/PA.Bdg,

penulis berpendapat bahwa pertimbangan hakim dalam memberikan harta

waris melalui jalur wasiat wajibah dirasa kurang tepat, walaupun Majelis

Hakim berpendapat untuk memberikan keadilan bagi para pihak, penulis

menilai kita tidak bisa menilai dengan standarisasi atau perspektif yang

berbeda antara para pihak, sebab jika adil perspektif non muslim tentu berbeda

dengan pe1rspektif adil seorang muslim. Hal ini bisa dilihat dari segi filosofis

dalam keislaman yang menjadi salah satu asas bagi peradilan agama. Seorang

kafir, terhadap Allah saja dia tidak adil, lalu bagaimana mungkin kita

memberikan timbal balik atas dasar keadilan kepada seorang yang tidak adil

kepada Allah Subhanahu Wata‟ala.

Kelebihan dari pertimbangan Hakim dalam perkara no.

4/Pdt.P/2013/PA.Bdg yaitu Hakim mampu memberikan pendapat hukum

berdasarkan yurisprudensi MARI yang berarti Hakim tersebut berani untuk

memberika trobosan baru dalam perkembangan hukum kewarisan dalam

Islam dengan mengedepankan rasa keadilan dan kemaslahatan bagi para pihak

yang notabennya berada dalam ruang lingkup sebuah negara yang memiliki

banyak golongan, suku, ras, dan agama yang berbeda.

Tetapi dibalik itu, kekurangan dari pertimbangan Hakim pada perkara

no. 4/Pdt.P/2013/PA.Bdg ialah terlalu berani menyetujui ijtihad baru yang

pada realitanya seluruh ulama fiqh baik salaf maupun kontemporer

bertentangan dengan pendapat tersebut. Sehingga marwah dan jati diri Islam

34

A. Mukti Arto, Penemuan Hukum Islam Demi Mewujudkan Keadilan, (Yogyakarta:

Pustaka Belajar, 2018), h., 280.

Page 81: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

72

dalam menegakkan hukum Allah swt. seolah-olah dikesampingkan demi

kepentingan salah satu golongan, padahal sebagai seorang muslim haruslah

menjaga wibawa dan jati diri Islam dalam menegakkan hukum Allah.

B. Analisis Atas Pertimbangan Hakim Yang Tidak Menerima Anak

Kandung Non Muslim Sebagai Ahli waris Dalam Perkara No.

13/Pdt.P/2014/PA.Bdg

Pada perkara nomor 13/Pdt.P/2014/PA.Bdg., pertama-tama hakim

memeriksa keabsahan pernikahan dan status anak sah dari pewaris dengan

melihat lampiran berupa akta nikah dan juga akta kelahiran,35

Keabsahan ini

sudah berbanding lurus dengan KHI Pasal 7 ayat (1) yang berbunyi

“Perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan akta nikah yang dibuat oleh

pegawai pencatat nikah”. Dan juga pada KHI Pasal 99 yang mengatakan

bahwa anak sah adalah :

1. Anak yang ketika dilahirkan berada dalam keadaan atau diakibatkan

oleh perkawinan yang sah;

2. Hasil perlakuan suami istri yang sah dan di luar Rahim kemudian

dilahirkan oleh sang istri.

Kemudian anak pertama dari pewaris telah keluar dari agama Islam,

sesuai dengan bukti KTP yang menunjukkan telah memeluk agama Hindu,

Serta bukti bahwa pewaris telah meninggal dunia ditunjukkan dengan bukti

surat kematian pada bulan Mei 2014.36

Untuk pembuktian status keagamaan kita bisa mengacu pada

Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 172 bahwa ahli waris bisa dikatakan

beragama Islam jika dibuktikan dengan kartu identitas (KTP),pengakuan,

pengamalan, atau kesaksian, sedangkan untuk bayi yang baru lahir ataupun

35

Penetapan Nomor 13/Pdt.P/2014/PA.Bdg, h., 8 36

Penetapan Nomor 13/Pdt.P/2014/PA.Bdg, h., 8

Page 82: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

73

anak yang belum dewasa dianggap beragama sesuai dengan orangtua atau

lingkungannya.

Pada dasarnya untuk memeriksa suatu perkara setelah jawab

berjawab/bantah membantah (replik dan duplik) selesai Majelis Hakim

sebenarnya sudah bisa menimbang apakah gugatan bisa diterima untuk

diputus apabila seluruh dalil-dalil dalam gugatan sudah jelas, tidak dibantah

atau diakui oleh para pihak. Tetapi apabila dalil-dalil tersebut masih kurang

jelas, maka Majelis Hakim membutuhkan bukti tambahan.37

Alat bukti lain pada perkara no. 13/Pdt.P/2014/PA.Bdg yaitu dua

orang saksi yang hadir dalam persidangan, seluruh keterangan para saksi tidak

ada yang saling bertentangan juga berdasarkan apa yang diketahui dan

dilihatnya sendiri.38

Kedudukan saksi terkadang diposisikan sebagai syarat hukum dan juga

terkadang diposisikan sebagai alat bukti, bahkan terkadang ada pula yang

memposisikan saksi dalam dua status yaitu sebagai syarat hukum sekaligus

termasuk syarat pembuktian. Pada keadaan penggabungan posisi atau status

tersebut kita harus memposisikan saksi di sini sebagai syarat hukum, karena

syarat pembuktian sudah otomatis masuk dalam cangkupan syarat hukum,

atau mudahnya apabila saksi sudah memenuhi syarat hukum, maka otomatis

dia juga sudah memenuhi syarat pembuktian.39

Dari fakta-fakta hukum yang sudah diuraikan sebelumnya, menurut

penulis, Majelis Hakim pada perkara no. 13/Pdt.P/2013/PA.Bdg sudah sejalan

dan sesuai, jika Majelis Hakim melandaskan konsep pewaris sebagaimana

yang dikatakan oleh Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 171 huruf (f)

bahwa pewaris adalah “orang yang pada saat meninggalnya telah dinyatakan

37

Aris Bintania, Hukum Acara Peradilan Agama Dalam Kerangka Fiqh al-Qadha, (Jakarta:

Rajawali Pers, 2012), h., 54. 38

Penetapan Nomor 13/Pdt.P/2014/PA.Bdg, h., 9 39

Roihan A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,2003),

h., 153.

Page 83: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

74

meninggal berdasarkan putusan Pengadilan dalam keadaan beragama Islam,

meninggalkan ahli waris dan harta peninggalan.”

Hakim pada perkara no. 13/Pdt.P/2014/PA.Bdg juga mengatakan

bahwa sebenarnya pada dasarnya seluruh anak kandung merupakan ahli waris,

tetapi mengingat pada Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 171 huruc (c)

yang mengatakan bahwa ahli waris merupakan orang yang memiliki pertalian

darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam, serta tidak

terhalang karena suatu hukum untuk menjadi ahli waris ketika pewaris

meninggal dunia.

Pada argumentasi Hakim yang terakhir40

juga mengacu pada hadits:

ل يرث املسلم الكافر و ل الكافر املسلم )روه البخارى(

Artinya: Tidak boleh seorang muslim mewarisi orang kafir dan tidak pula

seorang kafir mewarisi seorang muslim (H.r. Bukhari).

Menurut penulis sudah sangat tepat ketika Hakim menjadikan hadits

sebagai dasar hokum pada perkara no. 13/Pdt.P/2014/PA.Bdg. Karena dengan

begitu, jati diri hukum Islam menjadi lebih kokoh dan kuat, bukan

mengesampingkan syariah dan membungkusnya dengan konsep-konsep yang

dianggap sebagai sebuah keadilan yang diciptakan oleh manusia, tidak ada

jaminan akan benar-benar adil. Tetapi apabila kita memaknai syariah sebagai

sumber hukum, tentu tidak mungkin jika Tuhan sengaja menurunkan hukum

hanya untuk menghardik manusia, dan sebagai seorang muslim sudah sangat

wajar apabila menganggap apa yang Allah swt. tetapkan, maka itulah sesuatu

yang terbaik bagi hamba-Nya.

Kekurangan dari pertimbangan Hakim dalam perkara no.

13/Pdt.P/2014/PA.Bdg adalah cara hakim dalam menganalisis kasus ini terlalu

40

Penetapan Nomor 13/Pdt.P/2014/PA.Bdg, h., 11

Page 84: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

75

tekstual sehingga berkesan bahwa hukum kewarisan Islam itu bersifat statis

dan stagnan.

Tetapi kelebihan dari pertimbangan hakim dalam perkara no.

13/Pdt.P/2014/PA.Bdg ini adalah Hakim memegang teguh sumber-sumber

hukum yang kuat berdasarkan dalil yang kuat pula sehingga menurut penulis

justru di sinilah keteguhan iman seorang muslim yang mampu mendahulukan

hukum berdasarkan keadilan yang berkeislaman.

Selain itu menurut penulis, perbedaan antara perkara no.

4/Pdt.P/2013/PA.Bdg dengan no. 13/Pdt.P/2014/PA.Bdg adalah jika perkara

no. 4/Pdt.P/2013/PA.Bdg Hakim lebih memilih dasar hukum dari

yurisprudensi MARI walaupun tidak sesuai dengan para fuqaha sedangkan

pada perkara no. 13/Pdt.P/2014/PA.Bdg Hakim sebenarnya bisa saja

melakukan hal yang sama yaitu dengan mengikuti yurisprudensi MARI, tetapi

Hakim lebih memilih untuk mengambil pendapat para fuqaha.

Kemudian dibalik perbedaan tersebut persamaannya adalah Hakim

dari kedua perkara tersebut sudah sama-sama benar dalam beracara di dalam

persidangan dan sama-sama dianggap sah karena keduanya sudah sesuai

dengan peraturan dan perdoman yang berlaku dan juga sama-sama

berpendapat bahwa semua yang ditetapkan sudah dipikirkan dengan seadil-

adilnya.

Berdasarkan dua perkara tersebut dengan pisau indikator hukum

kewarisan Islam menurut para fuqaha dan juga hukum kewarisan Islam yang

berlaku di Indonesia, menurut penulis perkara no. 13/Pdt.P/2014/PA.Bdg

memiliki dalil-dalil yang jauh lebih argumentatif karena dalil-dalil yang

digunakan lebih kuat literasinya dibandingkan denga perkara no.

4/Pdt.P/2013/PA.Bdg yang dalil-dalil Hakimnya mengambil pendapat yang

literasinya lemah dan tidak didasari pada nash serta para fuqaha.

Page 85: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

76

Page 86: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

77

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan dari seluruh uraian yang telah penulis paparkan

sebelumnya, maka penulis dapat memberikan beberapa kesimpulan, yaitu

sebagai berikut:

1. Kedudukan ahli waris non muslim dalam perspektif hukum kewarisan

Islam di Indonesia tidak ada yang menyebutkan secara eksplisit harus

seperti apa, hanya saja terdapat yurisprudensi MARI yang memberikan

bagian harta waris kepada ahli waris non muslim. Sehingga masih terjadi

kekosongan hukum terkait dengan ahli waris non muslim entah itu

berbeda agama sejak awal ataupun murtad, adapun di dalam Kompilasi

Hukum Islam (KHI) wasiat wajibah disebutkan pada Pasal 209 yang

hanya mengatakan bahwa wasiat wajibah diperuntukan bagi anak angkat

atau orang tua angkat, dilakukan oleh lembaga yang berwenang, dan tidak

melebihi 1/3 dari harta warisan.

2. Hakim pada perkara no. 4/Pdt.P/2013/PA.Bdg memberikan bagian lewat

jalur wasiat wajibah kepada ahli waris (anak kandung) non muslim hanya

berdasarkan kemaslahatan dan yurisprudensi MARI, sedangkan Hakim

pada perkara no. 13/Pdt.P/2014/PA.Bdg tidak memberikan bagian warisan

kepada ahli waris (anak kandung) non muslim melalui jalur apapun. Para

ulama berpendapat bahwa untuk status ahli waris bagi non muslim, dasar

hukum yang digunakan adalah hadits Rasulullah saw, yang artinya yaitu

“orang muslim tidak boleh mewarisi orang kafir, dan orang kafir tidak

boleh mewarisi orang muslim” (HR. Bukhari). Jadi, penghalang waris

karena sebab berlainan agama adalah hasil kesepakatan seluruh ulama

Page 87: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

78

baik ulama salaf maupun ulama kontemporer, oleh karena itu orang yang

berbeda agama mestilah tidak dijadikan sebagai ahli waris. Perbedaan

pendapat hanya ada pada masalah jika muslim menerima waris dari non

muslim, pendapat yang tidak memperbolehkan yaitu Imam Syafi‟i, Imam

Maliki, Imam Hanafi, Imam Hambali, Asy Syaukani, Ibnu Qudamah,

Musthafa as Salabiy, Ali al Shobuni, Sayyid Sabiq, serta Majelis Ulama

Indonesia juga melarang seorang muslim menerima waris dari non

muslim. Sedangkan pendapat yang membolehkan seorang muslim

menerima waris dari non muslim berasal dari Ibnu Qayyim al Jauziyah,

Yusuf al Qardhawi, dan Ibnu Taimiyah. Dan perlu ditegaskan lagi

perbedaan pendapat hanya terjadi pada masalah ketika muslim menerima

waris dari non muslim, tetapi untuk perihal non muslim menerima waris

dari muslim seluruh ulama sepakat untuk melarangnya.

3. Pertimbangan Hakim pada perkara no. 4/Pdt.P/2013/PA.Bdg yang

memberikan bagian waris kepada ahli waris (anak kandung) non muslim

melalui jalur wasiat wajibah dinilai kurang tepat, karena dalil-dalil yang

digunakan tidak argumentatif karena sangat kurang literasi, yang hanya

bersandar pada yurisprudensi MARI saja tetapi bertentangan dengan nash,

dan juga bertentangan dengan pendapat para ulama baik ulama-ulama

klasik maupun ulama-ulama kontemporer. Sedangkan pertimbangan

Hakim pada perkara no. 13/Pdt.P/2014/PA.Bdg dinilai sudah tepat karena

sudah memberikan dalil-dalil yang cukup kuat sumbernya juga

argumentatif dalam memberikan rujukan hukum yang sesuai dengan nash

dan pendapat para ulama dalam hal hukum kewarisan Islam

Page 88: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

79

B. Saran

Dari kesimpulan-kesimpulan yang sudah penulis paparkan di atas,

penulis ingin memberikan beberapa saran untuk disampaikan, yaitu:

1. Dalam berijtihad terkait hal-hal yang fundamental Hakim seharusnya lebih

berpegang kepada hukum-hukum yang memang sudah jelas keshahihan

dan qath‟i-nya. Tentu hal seperti ini sudah menjadi dasar dalam

metodologi atau cara berijtihad dalam Islam khususnya dalam fiqh

maupun ushul fiqh. Bukan malah mengambil pendapat yang bahkan

seluruh fuqaha melarangnya. Karena itu bisa menimbulkan kemungkinan

untuk memanipulasi syari‟ah, menghalalkan yang haram, mengharamkan

yang halal, memakruhkan yang mubah, dan sebagainya, tentu hal-hal yang

dapat menimbulkan kerusakan haruslah untuk dihindari.

2. Perlu diadakannya kajian mendalam jika ingin diadakan rekonstruksi

hukum kewarisan Islam yang apabila memang dianggap sudah tidak

relevan dengan kemaslahatan yang harus diberikan dalam kondisi negara

yang memiliki banyak golongan, suku, ras, dan agama agar hukum yang

berlaku tidak berkesan hanya sebatas manipulasi logika dalam pencarian

hukum. Tetapi hukum yang benar-benar memberikan kejelasan, keadilan,

dan kemaslahatan terutama bagi umat Islam dan rahmatan lil „alamin

umumnya, dengan tidak mengesampingkan etik dan estetik dalam status

menghamba kepada Allah subhanahu wata‟ala sehingga keadilan dan

kemaslahatan tidak lagi menjadi sesuatu yang mengarah kepada delusi

subyektif seorang individu atau sekelompok saja.

Page 89: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

80

DAFTAR PUSTAKA

A, Roihan Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, (Jakarta: Raja Grafindo

Persada,2003)

Abdullah, Abu Malik ibn Anas ibn Malik Ibn Abi 'Amir Ibn 'Amr Ibnul-Harith Ibn

Ghaiman Ibn Khuthail Ibn 'Amr Ibnul-Haarith, Al-Muwatta Malik, (Darul

Hadits, 2005)

Abddullah, Abu Muḥammad ibn Isma‟il ibn Ibrahim ibn al-Mughirah ibn Bardizbah

al-Ju„fī al-Bukhari, Shahih Bukhari, (Dar Ibnu Hazm, Kairo)

Abu Al Ula Muhammad Abdurrahman bin Abdurrahim Al Mubarakfuri, Tuhfatul

Ahwadzi Juz 5, (Kairo: Daarul Hadits, 2001)

Abu Muhammad Abdullah bin Ahmad Ibnu Qudamah, Al Mugni, Jilid I, (Beirut: Dar

Al Fikr, 1404H)

Ahmad, Ali al-Jarwi, Indahnya Syariat Islam, cet.1, (Jakarta: Gema Insani Press,

2006)

Ahmad Musthafa al Salabiy, Ahkam al Mawarist, (Beirut: Dar al Nadhah al

Arabiyah, 1978)

Al Faqih Abul Wahid Muhammad bin Achmad bin Muhammad Ibnu Rusyd,

Bidayatul Mujtahid Analisa Para Mujtahid, Penerjemah Imam Ghazali dan

Ahmad Ma‟ruf Asrori, (Jakarta: Pustaka Amani, 2007)

Ali, Muhammad Al-Shabuni, al-Mawaris fi al-Syari‟ah al-Islamiyah fi Dhau‟i al-

Kitab wa al-Sunnah, (Kairo: Daarul Hadits)

Ali, Muhammad Al-Shabuni, Hukum Kewarisan Islam Menurut al-Qur‟an dan

Sunnah, (Jakarta: Dar al-Kutub Al- Islamiyah,2005)

Ali, Muhammad Al Shabuni, Pembagian Waris Menurut Islam, (Jakarta: Gema

Insani Press, 2001)

Aziz, Abdul Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, Vol. VI

Bintania, Aris, Hukum Acara Peradilan Agama Dalam Kerangka Fiqh al-Qadha,

(Jakarta: Rajawali Pers, 2012)

Page 90: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

81

Budi, Desti Nugraheni, Haniah Ilham, Pembaruan Hukum Kewarisan Islam di

Indonesia, (Gajah Mada University: Yogyakarta, 2014)

Habiburrahman, Rekonstruksi Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, (Jakarta:

Kementrian Agama RI, 2011)

Hafidz al Mundziri, Mukhtasar Sunan Abu Daud, (Kairo: Maktabah al Fikrah)

Hajar, Ibnu Asqalani, Fathul Baari Syarah Shahih Bukhari Juz 12, (Kairo: Darul

Hadits, 2004)

Harahap, Yahya, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, (Jakarta:

Sinar Grafika, 2007)

Hasbi, T.M Ash Shiddieqy, Fiqhul Mawaris, Hukum Hukum Warisan Dalam Syari‟at

Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1973)

Husain, Abu Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi, Shahih Muslim,

(Muassasah Mukhtar, 2010)

Manan, Abdul, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama,

(Jakarta: Kencana, 2005)

Mardani, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, (Rajawali, Jakarta, 2015)

Moloeng, Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosda

Karya, 2004)

Muchinum, Kompetensi Peradilan Agama Relatif dan Absolut dalam Kapita Selekta

Hukum

Muhammad al Syaukani, Nailul Authar, (Kairo: Maktabah al Salafiyah, 1374H)

Muhammad bin Idris al Syafi‟i, Al Umm, (Beirut: Dar al Fikr, 1403 H)

Muhammad bin „Isa bin Saurah bin Musa as-Sulami at-Tirmidzi, Sunan Tirmidzi,

(Syirkatul Quds Jilid 1, 2009)

Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin, Ilmu Mawaris: Metode Praktis Menghitung

Warisan Dalam Syariat Islam, Penerjemah Abu Najiyah Muhaimin, (Tegal

Jateng: Ash-Shaf media: 2007)

Page 91: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

82

Muhammad Jawwad Mughniyah, Al Fiqh „ala Madzhab Al Khamsah, (Kairo:

Maktabah al Fikrah, 1414H)

Muhibbin, Moh dan Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam, Sebagai Pembaruan

Hukum Positif di Indonesia, (Sinar Grafika, Jakarta, 2011)

MUI, Himpunan Fatwa Majelis Ulama Sejak 1975, (Jakarta; Erlangga, 2001)

Mukti, A Arto, Penemuan Hukum Islam Demi Mewujudkan Keadilan, (Yogyakarta:

Pustaka Belajar, 2018)

Muri, A yusuf, Mpd., Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan Penelitian

Gabungan, (Jakarta:Kencana,Prenadamedia group,2014)

Rahman, Fatchur, Ilmu Waris, (Bandung: Al- Ma‟arif, 1975)

Rofiq, Ahmad, Fiqh Mawaris, (RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1995)

Rofiq, Ahmad, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Rajawali pers, 2013)

Rusdiana, Kama dan Jaenal Aripin, Perbandingan Hukum Perdata, (Jakarta: UIN

Jakarta Press, 2007)

Rusyd, Ibnu, Bidayatul Mujtahid Wa Nihayatul Muqtasid, Juz II (Semarang: Thoha

Putra)

Sabiq, Sayyid, Fiqhus Sunnah, (Beirut: Darul Fikry, 1983)

Siregar, Bismar, Hukum Hakim dan Keadilan Tuhan Kumpuluan Catatan Hukum

dan Peradilan di Indonesia, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995)

Siregar, Bismar, Perkawanin, Hibah dan Wasiat dalam Pandangan Hukum Bangsa,

(Yogyakarta: Fakultas Hukum UI, 1985)

Sitompul, Anwar, Kewenangan dan Tata Cara Berperkara di Peradilan Agama,

(Bandung: Armico, 1984)

Soeroso, R, Praktik Hukum Acara Perdata, cet. VI, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004)

Sunan Abi Dawud, Bab Fi Mirotsil Ashobah, Jilid 3, (Dar Ar-Rayyan, 1988)

Suparman, Eman, Inti Sari Hukum Waris Indonesia, (Bandung: Mandar Maju,1991)

Page 92: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

83

Syamsul, Andi dan M. Fauzan, Hukum Pengangkatan Anak Perspektif Islam.

(Jakarta: Pena, 2008)

Syarifuddin, Amir, Hukum Kewarisan Islam, (Kencana, Jakarta, 2004)

Syatha, Muhammad, Al Dianah Al Thalibin, (Surabaya: Hidayah), t.th.

Thalib, Sajuti, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia(Ttp : PT. Bina Aksara, 1981)

Tim Redaksi, Kompilasi Hukum Islam (Bandung: Fokusmedia, 2007)

Yunus, Mahmud, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1990)

Yusuf al Qardhawi, Fiqh Maqashid Syar‟i, (Jakarta: Pustaka al Kautsar, 2007)

Zuhaili, Wahbah, Fiqh al Islam wa „Adillatuh, Cet. 3, (Damsyiq: Dar al Fikr, 1979)

Zulkarnaen dan Dewi Mayaningsih, Hukum Acara Peradilan Agama di Indonesia

(Lengkap dengan Sejarah dan Kontribusi Sistem Hukum terhadap

Perkembangan Lembaga Peradilan Agama di Indonesia), (Bandung: Pustaka

Setia, 2017)

Peraturan Perundang-Undangan

Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum

Islam.

Munas VII MUI 2005, Keputusan Fatwa MUI No. 5/Munas VII/MUI/9/2005

Penetapan Nomor 13/Pdt.P/2014/PA.Bdg

Penetapan Nomor 4/Pdt.P/2013/PA.Bdg

Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009

Jurnal

Achmad Arief Budiman, “Penemuan Hukum Dalam Putusan Mahkamah Agung dan

Relevansinya Bagi Pengembangan Hukum Islam di Indonesia”, Pemikiran

Hukum Islam, XXIV, 1 (April, 2014)

Budi, Destri Nugraheni dkk, Pengaturan dan Implementasi Wasiat wajibah di

Indonesia, Mimbar Hukum Volume 22 Nomor 2, (Juni 2010)

Page 93: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48354/1/MOHAMMAD... · yang menjadi pertimbangann hakim menetapkan wasiat wajibah bagi anak kandung non muslim

84

Chamim Tohari, “Rekonstruksi Hukum Kewarisan Beda Agama Ditinjau dari al

Ushul al Khamsah”, Mazahib, XVI, 1 (Juni, 2017)

Darmawan, “Mawani‟ al Irtsi Sebagai Penghalang Mewaris”

Muhammad Muhibbuddin, “Pembaruan Hukum Waris Islam di Indonesia”, Ahkam,

III, 2 (November, 2015)

Riyanta, “Kewarisan Beda Agama (Studi Pandangan Muaz bin Jabal)”, Asy-Syir‟ah,

XXXXVI, 1 (Januari-Juni, 2012)

Shariani, “Pembagian Harta Warisan Orang yang Berbeda Agama Dalam Perspektif

Hukum Islam (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung RI No. 51

K/AG/1999)”, (Pascasarjana: Tesis Universitas Sumatera Utara, 2009)

Zulfia Hanum dan Alfi Syahr, “Wasiat Wajibah Sebagai Wujud Penyelesaian Perkara

Waris Beda Agama Dalam Perkembangan Sosial Masyarakat”, Holistik, I, 2

Internet

Hukum Online, Putusan MA: Saudara Beda Agama Boleh Mendapatkan Harta

Warisan. Lihat https://m.hukumonline.com/berita/baca/hol13857/putusan-ma-

saudara-beda-agama-boleh-mendapatkan-harta-warisan/. Diakses pada tanggal 17

September 2019, pukul 12.52

KBBI Daring, kbbi.kemdikbud.go.id/entri/harta. Diakses pada tanggal 17 September

2019, pukul 12.00

Riana Kesuma Ayu, Penghalang Mewarisi. Lihat

https://websiteayu.com/penghalang-mewarisi/. Diakses pada 17 September 2019,

pukul 11.30