LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN STRABISMUS AKOMODATIF
ESOTROPIA
Oleh :
Tim Editor Tingkat III
S1 Keperawatan Karya Husada Pare – Kediri
Dosen Pembimbing :
Didit Damayanti, S.Kep, Ns
S1 ILMU KEPERAWATAN
STIKES KARYA HUSADA PARE-KEDIRI
2009
LAPORAN PENDAHULUAN
A. DEFINISI
Strabismus adalah suatu keadaan dimana kedudukan kedua bola mata tidak
ke satu arah. (Sidarta Ilyas, 2001)
Strabismus adalah suatu kelainan posisi bola mata dan bisa terjadi pada arah
atau jarak penglihatan tertentu saja. (Tamin Radjamin, dkk. 1984)
Strabismus adalah suatu cabang ilmu penyakit mata yang mempelajari
kelainan penglihatan binokular yang disebabkan oleh tidak adanya satu atau
lebih persyaratan.
Strabismus adalah kedudukan kedua bola mata yg bisa berbeda arah satu
sama lain pada defiasi dari posisi sejajar bisa ke segala arah.
Strabismus (mata juling) adalah suatu kondisi dimana kedua mata tidak
tertuju pada satu obyek yang menjadi pusat perhatian secara bersamaan.
Keadaan ini bisa menetap (selalu tampak) atau dapat pula hilang timbul yang
muncul dalam keadaan tertentu saja seperti saat sakit atau stress. Mata yang
tampak juling dapat terlihat lurus dan yang tadinya tampak lurus dapat terlihat
juling. (http://www.klikdokter.com)
Dalam ilmu kedokteran khususnya mata, istilah JULING disebut juga
“STRABISMUS/SQUINT/CROSSED-EYE”. JULING adalah keadaan dimana
kedua mata tidak “straight” atau tidak terlihat lurus/posisi yang tidak sama pada
kedua sumbu/as mata. Orang tua sering mengekspresikan atau mengatakan
sebagai “mata anak kami tidak fokus”. (http://www.anakku.net/forum/mata-
julingstrabismus)
B. ANATOMI
a. Otot dan Persyarafan
Gerakan Mata dikontrol oleh enam otot ekstrim okular yaitu :
1. Empat Otot rektus
Muskulus Rektus medius, kontraksinya akan menghasilkan aduksi atau
menggulirnya bola mata kearah nasal dan otot ini dipersyarafi oleh saraf
ke III {Okulomotor}
Muskulus Rektus lateral, kontaksinya akan menghasilkan abduksi atau
menggulirnya bola mata kearah temporal & otot ini dipersyarafi oleh
saraf ke IV {Abdusen}
Muskulus Rektus superior,kontraksinya akan menghasilkan Elevasi,
Aduksi & Intorsi bola mata dan otot ini dipersyarafi ke III
Muskulus rektus Inferior, kontraksinya akan menghasilkan depresi pada
abduksi, ekstorsi dan pada abduksi, dan abduksi 23 pada depresi otot ini
dipersyarafi ke III
2. Dua Otot Obligus
Muskulus Obligus superior,kontraksinnya akan menghasilakn depresi
intorsi bila berabduksi 39 ,depresi sat abdusi 51 dan bila sedang depresi
akan berabduksi .otot ini dipersyarafi saraf ke IV (troklear)
Muskulus Obligus inferior ,dngn aksi primernya ekstorsi dlm abduksi
sekunder oblik inferior adlah elevasi dlm abduksi.otot ini dipersyarafi
saraf ke III
b. Fasia
Otot rektus dan oblik diselubungi fasia.didekat titik intersi otot-otot ini, Fasia
melanjutkan diri menjadi kapsul Tenon yg terdapat diantara sklera &
konjungtiva, fasia yg menyatu dengan struktur tulang orbita berfungsi sebagai
ligamen pengontrol otot-otot ekstraokuler dan membatasi rotasi bola mata.
C. FISIOLOGI
a. Aspek Motorik
Fungsi masing – masing otot :
1. Musculus Ralateralis mempunyai fungsi tunggal untuk abduksi mata
2. Musculus Rektus medialis untk aduksi ,sedang otot yg lain mempunyai
fungsi primer & sekunder tergantung posisi bola mata.
Otot Kevia primer Kerja sekunder
Rektus lateral abduksi -
Rektus medial abduksi -
Rektus superior elavasi Aduksi,intorsi
Rektus inferior depresi Aduksi,ekstorsi
Oblik superior depresi Intorsi,abduksi
Oblik inferior elavasi Ekstorsi,abduksi
Pergerakan dua bola mata (Binokuler) :
1. Hukum Hering
Pada setiap arah gerakan mata secara sadar ,maka otot2 yg berpasangan
akan terdapat sejumlah rangsangan dalam jumlah yg sama besr sehingga
menghasilkan gerakan yg tepat & lancer.
2. Yoke Muscles
Pada setiap gerakan mata yang terkoordinir ,otot dari satu mata akan
berpasaangan dengan otot mata yang lain untuk menghasilkan gerakan
mata dalam 6 arah kordinal
Ganguan pergerakan :
Bila terdapat satu atau lebih otot mata yang tidak dapat mengimbabgi
gerakan otot mata lainnya maka akan terjadi gangguan keseimbangan
gerakan mata sumbu penglihatan akan menyilan mata menjadi
strabismus,diplopia.
a. Tonus yang berlebihan
b. Paretic /paralitic
c. Hambatan mekanik
b. Aspek Sensorik
Pada penglihatan binokuler yanag normal bayangan dari objek yang menjadi
perhatian jatuh pada kedua fovea mata, impuls akan berjalan sepanjang optic
pathway menuju cortex talis dan diterima sebagai bayangan tunggal.
c. ETIOLOGI
a. Faktor Keturunan
“Genetik Pattern”nya belum diketahui dengan pasti, tetapi akibatnyasudah
jelas. Bila orang tua yang menderita strabismus dengan operasi berhasil baik,
maka bila anaknya menderita strabismus dan operasi akan berhasil baik pula.
b. Kelainan Anatomi
1. Kelainan otot ekstraokuler
Over development
Under development
Kelainan letak insertio otot
2. Kelainan pada “vascial structure”
Adanya kelaian hubungan vascial otot-otot ekstraokuler dapat
menyebabkan penyimpangan posisi bola mata.
3. Kelainan dari tulang-tulang orbita
Kelainan pembentukan tulang orbita menyebabkan bentuk dan orbital
abnormal, sehingga menimbulkan penyimpangan bola mata.
c. Kelainan pada saraf pusat yang tidak bisa mensintesa rangsangan.
d. Fovea tidak dapat menangkap bayangan.
e. Kelainan kwantitas stimulus pada otot bola mata.
f. Kelainan Sensoris
Defect yang mencegah pembentukan bayangan di retina dengan baik, antara
lain :
Kekeruhan media
Lesi di retina
Ptosis berat
Anomali refraksi (terutama yang tidak terkoreksi)
g. Kelainan Inervasi
1. Gangguan proses transisi dan persepsi
Gangguan ini menyebabkan tidak berhasilnya proses fusi.
2. Gangguan inervasi motorik
Insufficiency atau escessive tonik inervation dari bagian supra nuklear
Insufficiency atau exessive inneration dari salah satu atau beberapa otot.
d. KLASIFIKASI
a. Menurut Arah Deviasi
1. Exotropia (Strabismus Divergen)
Frekuensi lebih sedikit daripada esotropia
Sering suatu exotropia dimulai dari exoforia yang kemudian mengalami
progresifitas menjadi intermittent exotopia yang pada akhirnya menjadi
exotropia yang konstan, bila tidak diberi pengobatan
Paling sering terjadi monokuler, tetapi mungkin pula alternating.
Pengobatan : tergantung penyebabnya, yang sering kasus ini
memerlukan tindakan operasi.
2. Esotropia
Non Paralytic (Comitant)
Non Akomodatif Esotropia
Dibagi menjadi :
Esotropia Infantil
Paling sering dijumpai. Sesuai kesepakatan agar memenuhi
syarat batasan, maka terjadinya esotropia harus sebelum umur
6 bulan. Penyebab belum diketahui secara pasti.
Esotropia Didapat
Esotropia Dasar
Timbulnya pada masa anak-anak, tetapi tidak ada faktor
akomodasi. Sudut strabismusnya mula-mula lebih kecil
daripada esotropia kongenital tetapi akan bertambah besar.
Esotropia Miopia
Timbulnya pada orang dewasa muda dan ada diplopia untuk
memandang jauh, yang lambat laun akan untuk memandang
dekat.
Tanda klinik :
Pada yang monokuler : anomali refraksinya sering lebih
menyolok pada satu mata (anisometropia).
Pada yang alternating : anomali refraksinya hampir sama pada
kedua mata.
Pengobatan :
Oklusi : tujuannya adalah menyamakan visus kedua mata yang
ditutup ialah mata yang baik. Oklusi ini dapat dikombinasikan
dengan Orthoptica untuk mengembagkan fungsi binokuler
Operasi
Akomodatif Esotropia
Terjadi bila ada mekanisme akomodasi fisiologis yang normal, tetapi
ada divergensi fusi relatif yang kurang untuk mempertahankan mata
supaya tetap lurus.
Ada 2 mekanisme patofisiologi yang terjadi :
Hiperophia tinggi yang memerlukan akomodasi kuat agar
bayangan menjadi jelas, sehingga timbul esotropia.
Rasio KA/A yang tinggi, yang mungkin disertai kelaina refraksi.
Kedua mekanisme ini dapat timbul pada satu penderita
Esotropia akomodatif karena hiperophia
Hiperophia ini khas, timbulnya pada usia 2-3 tahun, tetapi dapat
juga terjadi pada bayi / usia yang lebih tua
Esotropia akomodatif karena rasio KA/A yang tinggi
Terjadi reaksi knvergensi abnormal sewaktu sinkinesis dekat.
Kelainan refraksinya mungkin bukan hiperophia, meskipun sering
ditemukan hiperophia sedang.
Karena penyebabnya hypermetropia, maka pengobatannya adalah
kacamata. Bila pengobatan ditunda sampai dari 6 bulan dari
onsetnya, sering terjadi amblypobia. Untuk amblypobia
pengobatannya dengan oklusi terlebih dahulu.
Kombinasi Keduanya
Paralytic (Non-Comitant)
Pada strabismus selalu ada salah satu / lebih otot ekstra okuler yang
paralitik dan otot yang paralitik selalu salah satu otot rectus lateral,
biasanya sebagai akibat paralisis syaraf abdusen.
Penyebabnya :
Dewasa : CVA, Tumor (CNS, Nasopharyng), Radang CNS
(Central Nervous System), Trauma.
Bayi atau anak-anak : trauma kelahiran, kelainan kongenital.
Pengobatan :
Operasi pada parese yang permanen
Pada orang dewasa yang mengalami strabismus tiba-tiba, karena
trauma dapat ditunggu sampai ± 6 bulan, karena kemungkinan
ada perbaikan sendiri. Selama periode ini dapat dilakukan oklusi
pada mata yang paralitik untuk menghindari diplopia.
3. Hypotropia
Deviasi satu mata kebawah yang nyata dengan pemberian nama deviasi
vertical berdasarkan kedudukan mata mana yang lebih tinggi tanpa
memperhitungkan penyakit spesifik yang menyebabkan arah pandangan
satu mata ke bawah (juling ke bawah).
4. Hypertropia : juling ke atas
Deviasi satu mata keatas yang nyata
Penyebab :
Kelainan anatomi congenital
Pelekatan pita fibrosa abnormal
Cidera kepala tertutup
Tumor orbita, kerusakan batang otak dan penyakit sistemik seperti
miastemia gravis ,sklerosis multiple dan penyakit grave.
b. Menurut Manifestasinya
1. Heterotropia : strabismus manifes (sudah terlihat)
Suatu keadaan penyimpangan sumbu bola mata yang nyata dimana kedua
penglihatan tidak berpotongan pada titik fikasasi.
Penyebab:
Herediter
Anatomik
Kelainan refraksi
Kelainan persyarafan, sensorimotorik
Kombinasi factor diatas
2. Heterophoria : strabismus laten (belum terlihat jelas)
Penyimpangan sumbu penglihatan yang tersembunyi yang masih dapat
diatasi dengan reflek fusi.
c. Menurut Sudut Deviasi
1. Comitant Strabismus : sudut deviasi tetap konstan pada berbagai posisi
2. Non Comitant Strabismus : sudut deviasi tidak sama, pada kebanyakan
kasus disebabkan kelumpuhan otot ekstraokuler, karenaya sering disebut
“paralytic strabismus”.
d. Menurut Kemampuan Fiksasi Mata
1. Unilateral Strabismus : bila suatu mata yang berdeviasi secara konstan
2. Alternating Strabismus : bila kedua mata berdeviasi secara bergantian
e. Menurut Waktu Berlangsungnya Strabismus
1. Permanent : mata tampak berdeviasi secara konstan
2. Pada keadaan tertentu misalnya lelah, demam, dll. Mata kadang-kadang
tampak berdeviasi, kadang-kadang normal.
f. Sindrome “A” dan “V”
Pada pola “A” terlihat lebih banyak esodeviasi / lebih sedikit exodeviasi pada
pandangan keatas dibandingkan dengan pandangan ke bawah.
Pola “V” menunjukkan lebih sedikit esodeviasi / lebih banyak exodeviasi
pada pandangan ke atas dibandingan dengan pandangan kebawah.
e. WOC
Gejala awal strabismus
Komplikasi
Faktor keturunan
Dr ortu yg menderita strabismus
Ibu hamil
Kelainan genetik
Efek pd janin
Janin jg terkena strabismus yang didapat dari strabismus orang tua
Kelainan anatomi
Kelainan struktur fascial
Kelainan hubungan fascia otot ekstraokuler
Penyimpangan posisi bola mata
DM
Hiperglikemi lama
Retinopati
Kelainan sensori
Kekeruhan media
Katarak kongenital
GenetikGangguan
perkembanganRadiasi sinar UV
saat hamil
Lensa berkabutPengembunan spt mutiara
keabuan pd pupilCahaya dipendarkan, tidak
ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina
Kelainan refleks
Lesi di retina
retinoblastoma
Tumor ganas utama intraokuler
Terlebih jika letak tumor di makula
Akomodasi meningkat
TIO ↑
Nyeri
Mengganggu penglihatan binokuler normal
Pandangan kabur
Fungsi mata tidak bekerja dengan baik
Disposisi kedua mataGangguan SSP untk mensintesa
kedua bayangan yg diterima kedua mata mjd sensasi bayangan tunggal
Syarat penglihatan binokuler tidak normal
Penyimpangan posisi bola mata
Strabismus / JulingPre Op Post Op
Intervensi pembedahan
Ansietas
Perubahan fungsi & struktur mata
↓ ketajaman penglihatan
G3 penglihatan
G3 penerimaan sensori
G3 sensori
Aktivitas aktif
Perubahan (-) thd diri/peran
Takut orang lain menolak
G3 harga diri
Dgn memindahkan insersi otot / memotong ekstraokuler
Mengganggu fungsi otot
Mengganggu inervasi nervus
G3 penglihatan
Resti Cidera
Ada prosedur invasif ke area pembedahan
Trauma pembedahanIntervensi bedah
Nyeri Akut
Resti infeksi
Kurang pengetahuan mengenai perawatan
post op
Kurang pajanan info
ansietas
Kurang pengetahuan
Kurang tahu tentang perawatan, obat, da
komplikasi
Resiko terhadap ketidakefektifan penatalaksanaan
program terapeutikResiko perubahan
Bayangan yang datang tidak sejajar bola mta
Kelainan anatomi otot mata bawaan
Kelainan saraf otot pergerakan bola mata
Bayangan tidak jatuh pada Fovea
Fovea tidak dapat mengkoreksi
bayangan yang datang
Terjadi aniseikonia
Susunan reseptor terganggu
Strabismus / Juling
Tonus otot mata tidak seimbang
Kontraksi otot mata tidak sama
Kelainan arah bola mata
Panjang otot bola mata tidak sama
Arah bola mata tidak sama
Bayangan yang datang tidak jelas/ganda
Sinyal ke otak terganggu
Gangguan sensori penglihatan
Orientasi lingkungan menurun
Resiko cedera
Kelainan pada mata
Hubungan social menurun
Koping inefektif
Gangguan konsep diri
Trauma
Faktor keturunan
Kelainan bentuk bola mata
Bayangan yang datang tidak sejajar
Bayangan tidak jatuh pada fovea
Susunan reseptor terganggu
Fovea tidak dapat mengoreksi bayangan yang datang
Terjadi aniseikonia
Arah bola mata tidak sama
Panjang otot bola mata tak sama
Kelainan anatomi mata bawaan
Tonus otot mata tidak seimbang
Kelainan syaraf otot pergerakan bola
mata
Kontraksi otot mata tidak sama
Trauma
Kelainan arah bola mata
STRABISMUS
G3 konsep diri
Sinyal ke otak terganggu
Bayangan yang datang tak jelas
Ansietas
Kurang pengetahuan
Kurang pajanan informasi
Pre op
Kelainan pada mata
Koping inefektif
Hubungan sosial menurun
G3 sensori penglihatan
Orientasi lingkungan menurun
resti cidera fisik
Insisi recession/resection
Perawatan kurang
efektif
Kurang pengetahuan
Resti infeksi
Post op
genetik Kelainan anatomi Kelainan sensoris
Penyimpangan bola mata
Mata berusaha untuk melihat secara maksimal
Daya akomodasi mata ↑
Terus menerus, tak dikoreksi
Kurang pengetahuan
Ketidakseimbangan gerakan otot mata
STRABISMUS
Pandangan mata kabur, diplopia
Kehilangan persepsi jarak, ukuran &
kedalaman
Tidak dikoreksi
Kurang pengetahuan
TIO ↑
nyeri
Gangguan rasa nyaman : Nyeri
operasi
Luka insisi
Perawatan kurang baik
nyeri
Gangguan rasa nyaman : Nyeri
Resti infeksi
Pengetahuan perawatan
post op kurang
Kurang pengetahuan
ansietas
Gangguan persepsi sensori
Disorientasi lingkungan
gan
ansietasResiko cidera
Perubahan fungsi dan
struktur mata
Perasaan (-) terhadap diri sendiri
Gangguan harga diri
Kelainan otot ekstraokuler, kelainan tulang orbita
f. MANIFESTASI KLINIS
a. Mata lelah
b. Sakit kepala
c. Penglihatan kabur
d. Ambliopia
e. Fiksasi silang
f. Hipermetropi
g. Diplopia
h. Hyperopia
i. Deviasi pada mata
g. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. E-chart / Snellen Chart
Pemeriksaan dengan e-chart digunakan pada anak mulai umur 3 - 3,5 tahun,
sedangkan diatas umur 5 – 6 tahun dapat digunakan Snellen chart.
b. Untuk anak dibawah 3 th dapat digunakan cara
1. Objektif dengan optal moschope
2. Dengan observasi perhatian anak dengan sekelilingnya
3. Dengan oklusi / menutup cat mata
c. Menentukan anomaly refraksi
Dilakukan retroskopi setelah antropinisasidengan atropin 0,5 % - 1 %
d. Retinoskopi
Sampai usia 5 tahun anomali refraksi dapat ditentukan secara objectif dengan
retinoskopi setelah atropinisasi dengan atropin 0,5 % - 1 %, diatas usia 5
tahun ditentukan secara subbjektif seperti pada orang dewasa.
e. Cover Test : menentukan adanya heterotropia
f. Cover Uncovertest : menentukan adanya heterophoria
g. Hirsberg Test
Pemeriksaan reflek cahaya dari senter pada permukaan kornea.
Cara :
1. Penderita melihat lurus ke depan
2. Letakkan sebuah senter pada jarak 1/3 m = 33 cm di depan setinggi kedua
mata pederita
3. Perhatika reflek cahaya dari permukaan kornea penderita.
h. Prisma + cover test
Mengubah arah optic garis pandang
i. Uji Krimsky
Mengukur sudut deviasi pada juling dengan meletakkan ditengah cahaya
refleks kornea dengan prisma.
j. Pemeriksaan gerakan mata
Pemeriksaan pergerakan monokuler
Satu mata ditutup dan mata yang lainnya mengikuti cahaya yang
digerakkan kesegala arah pandangan,sehingga adanya kelemahan rotasi
dapat diketahui .kelemahan seperti ini biasanya karena para usis otot atau
karena kelainan mekanik anatomic.
Pemeriksaan pergerakan binokuler
Pada tiap-tiap mata ,bayangan yang ditangkap oleh fovea secara subjektif
terlihat seperti terletak lurus didepan .apabila ada 2 objek yang berlainan
ditangkap oleh 2 fovea ,kedua objek akan terlihat seperti terletak lurus
didepan .apabila ada 2 objek akan terlihat saling tindih,tetapi jika ada
ketidak samaan menyebabkan fusi tidak memberikan kesan tunggal.
h. PENATALAKSANAAN
a. Orthoptic
1. Oklusi
Mata yang sehat ditutup dan diharuskan melihat dengan mata yang
ambliop.oklusi sebagian juga harus bisa dilakukan dengan membrane
plastik, pita, lensa, atau mata ditutup dengan berbagai cara.
2. Pleotic
3. Obat-obatan
4. Latihan dengan synoptophone
b. Memanipulasi akomodasi
1. Lensa plus / dengan miotik
Menurunkan beban akomodasi dan konvergensi yang menyertai
2. Lensa minus dan tetes siklopegik
Merangsang akomodasi pada anak-anak
c. Penutup Mata
Jika anak menderita strabismus dengan ambliopia, dokter akan
merekomendasikan untuk melatih mata yang lemah dengan cara menutup
mata yang normal dengan plester mata khusus (eye patch). Penggunaan
plester mata harus dilakukan sedini mungkin dan mengikuti petunjuk dokter.
Sesudah berusia 8 tahun biasanya dianggap terlambat karena penglihatan
yang terbaik berkembang sebelum usia 8 tahunPrisma
d. Suntikan toksin botulin
e. Operatif
1. Recession : memindahkan insersio otot
2. Resertion : memotong otot ekstraokuler
i. KOMPLIKASI
a. Supresi
Usaha yang tidak disadari dari penderita untuk menghindari diplopia yang
timbul akibat adanya deviasinya.
b. Amblyopia
Menurunnya visus pada satu atau dua mata dengan atau tanpa koreksi
kacamata dan tanpa adanya kelainan organiknya.
c. Anomalus Retinal Correspondens
Suatu keadaan dimana favea dari mata yang baik (yang tidak berdeviasi)
menjadi sefaal dengan daerah favea dari mata yang berdeviasi.
d. Defect otot
Perubahan-perubahan sekunder dari striktur konjungtiva dan jaringan fascia
yang ada di sekeliling otot menahan pergerakan normal mata.
e. Adaptasi posisi kepala
Keadaan ini dapat timbul untuk mengindari pemakaian otot yang mengalami
efecyt atau kelumpuhan untuk mencapai penglihatan binokuler. Adaptasi
posisi kepala biasanya kearah aksi dari otot yang lumpuh.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Doenges, Marilyyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
http://www.anakku.net/forum/mata-julingstrabismus
http://www.babyshare.wordpress.com/2008/06/01/strabismus-mata-juling/
http://www.jec-online.com
http://www.klikdokter.com
http://www.klinikmatanusantara.com
http://www.lensaprofesi.blogspot.com
http://www.optiknisna.info/strabismus-memandang-tak-bisa-lurus.html
Ilyas, Sidarta. 2001. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : FKUI
Kuncoro. Fungsi Sensorineural, Unit 14.
Linda Jual, Carpenito. 1987. Buku Diagnosa Keperawatan Edisi 6. Jakarta : Buku
Kedokteran.
Radjamin, Tamin. 1984. Ilmu Penyakit Mata. Surabaya : Airlangga University
Press.
Vaughan, Daniel. 1995. Oftalmologi Umum. Jakarta : Medika
LAPORAN KASUS
I. DATA UMUM
Nama : Tn. M
Umur : 18 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Ds. Sugih Waras
Pekerjaan : Buruh Tani
Status : Belum kawin
II. DATA DASAR
a. Keluhan Utama
Klien mengeluh matanya sering merasa lelah dan penglihatannya berkurang.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Klien mengatakan akhir-akhir ini dirinya susah memfokuskan penglihatannya
dan klien merasa susah jika melihat sesuatu pada jarak dekat. Keluarga
mengatakan bahwa mata klien seperti juling kedalam. Klien juga sering
merasa nyeri pada mata ketika memaksakan waktu melihat jarak dekat. Klien
mengatakan malu atas penyakit yang dideritanya.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Klien mengatakan bahwa dirinya sejak kecil susah melihat dengan jarak
dekat.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Klien mengatakan bahwa tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang
sama.
e. Riwayat Pengobatan Sebelumnya
Klien tidak pernah memeriksakan matanya dan tidak pernah memakai
kacamata.
f. Riwayat Psikososial
Hubungan pasien dengan keluarga, perawat dan orang lain baik. Pasien
kooperatif terhadap tindakan keperawatan dan tindakan pengobatan.
III. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan Umum
Baik, kesadaran composmentis
Koordinasi gerak bagus
Klien tampak gelisah, sulit mengidentifikasi benda di sekitarnya
Klien tampak menyeringai dan mengatakan sakit, klien memegangi
matanya.
b. Riwayat psikososial
Klien terlihat menarik diri, apatis
Emosi labil, gampang marah
Bertanya tentang penyakitnya
c. Pemeriksaan head to toe
1. Kepala dan leher
Bentuk kepala simetris
Keadaan kulit bersih, lembab, tidak pucat
Tidak ada lesi dan tonjolan pada kulit
Mata tidak simetris, OS menyimpang ke dalam
Tidak ada pembesaran vena jugularis dan kelenjar getah bening
Klien tampak mengedip-ngedipkan matanya setiap berusaha
memfokuskan pandangan.
Hidung simetris, tidak ada hipersekresi, dan kepatenannya baik.
2. Thoraks
RR 20 x/mnt, reguler
Bentuk dada simetris
Nyeri dada tidak ada
Bunyi perkusi paru resonan
Suara nafas vesikuler
Ekspansi dada maksimal
Nadi 88 x/mnt, reguler
TD 120/80 mm Hg
3. Abdoment
Tidak ada tonjolan dan lesi pada perut
Kulit bersih, lembab
Perkusi suara timpani
Bising usus 8 x/mnt
4. Ekstremitas
Tonus otot dalam batas normal
4 4
4 4
Tidak ada tonjolan atau lesi di kulit
Akral hangat
CRT < 2 detik
d. Pemeriksaan Penunjang
a. Cover test : OS bergulir ke temporal untuk memfiksasi pada saat tertutup
b. Cover Uncover Test : pada saat okluder dilepas, OS bergulir ke temporal
untuk fiksasi.
c. Hisberg test : satu refleks cahaya jatuh tepat di pinggir pupil. Besar
penyimpangan ± 15º
d. Pengindraan :
Pemeriksaan OD OS
VisusGerakan bola mataSegmen anterior :
PalpebraKonjunctiva
KorneaPupilLensa
Segmen posterior :Retina
Lain-lain
6/40Simetris
Bleparospasme tidak adaHiperemi tidak adaKuning kecoklatan
Iris shadow +Agak keruh
Tidak ada tear, hole, blastLapang pandang kabur relatif
1/300Simetris
Bleparospasme tidak adaHiperemi tidak adaKuning kecoklatan
Iris shadow –Keruh
Tidak ada tear, hole, blastKabur seluruh lapang pandang
IV. ANALISA DATA
Analisa Data Etiologi Masalah
DS : Klien mengatakan penglihatannya berkurang dan tidak fokus, susah melihat pada jarak dekat.DO :OD : visus 2,5 Dgerakan bola mata tidak simetris,lapang pandang kabur. OS : visus 2,5 D, lapang pandang kabur, Cover Test bergulir ke temporal, Cover Uncover Test bergulir ke temporal.
Strabismus↓
Kehiangan persepsi jarak, ukuran dan
kedalaman↓
Gangguan persepsi sensori : penglihatan
Gangguan persepsi sensori : penglihatan
DS : Klien mengatakan sering merasa nyeri terutama ketika berusaha melihat pada jarak dekat.DO :- Klien tampak
mengedipkan matanya setiap berusaha memfokuskan pandangan
- TTV : RR: 20 x/mntTD: 120/80mmHgNadi: 88 x/mntSuhu: 36,5 ºC
- Klien gampang marah, emosi labil
- Klien tampak menyeringai dan mengatakan sakit, klien memegangi matanya.
Daya akomodasi mata ↑
↓
Terus-menerus, tidak
dikoreksi
↓
Penyimpangan otot mata
↓
strabismus
↓
Tidak dikoreksi↓
TIO ↑↓
Nyeri↓
Gangguan rasa nyaman : Nyeri
Gangguan rasa nyaman : Nyeri
DS : Klien mengatakan strabismus Gangguan harga diri
malu atas penyakit yang dideritanyaDO : Klien terlihat menarik diri, apatis, Emosi labil, gampang marah
↓
Perubahan fungsi dan
struktur mata
↓
Perasaan negatif
terhadap diri sendiri
↓
Gangguan harga diri
DS : klien mengatakan tidak mengetahui kelainan pada matanya dan tidak pernah memeriksakan matanya.DO: klien banyak bertanya tentang penyakitnya, klien tampak gelisah, klien tidak memakai kacamata.
hipermetropi↓
Akomodasi mata ↑↓
Terus menerus, tidak dikoreksi
↓Penyimpangan bola mata
↓strabismus
↓Tidak dikoreksi
↓
Kurang pengetahuan
Kurang Pengetahuan
DS : Klien mengatakan penglihatannya berkurang dan tidak fokus, susah melihat pada jarak dekat dan klien mengatakan tidak pernah memeriksakan matanyaDO : Klien tampak gelisah, sulit mengidentifikasi benda di sekitarnya.OD : visus 2,5 Dgerakan bola mata tidak simetris,lapang pandang kabur.
Strabismus
↓
Pandangan mata kabur
↓
Kehilangan persepsi
jarak, ukuran, kedalaman
↓
Disorientasi lingkungan
↓
Resiko cidera
Resiko Cidera
OS : visus 2,5 D, lapang pandang kabur, Cover Test bergulir ke temporal, Cover Uncover Test bergulir ke temporal
V. DIAGNOSA
1. Gangguan persepsi sensori : penglihatan b/d hilangnya persepsi jarak, ukuran,
dan kedalaman yang ditandai dengan penglihatan berkurang dan tidak fokus,
susah melihat pada jarak dekat. OD : visus 2,5 Dgerakan bola mata tidak
simetris,lapang pandang kabur. OS : visus 2,5 D, lapang pandang kabur,
Cover Test bergulir ke temporal, Cover Uncover Test bergulir ke temporal.
2. Gangguan rasa nyaman : Nyeri b/d peningkatan TIO yang ditandai dengan
Klien mengatakan sering merasa nyeri terutama ketika berusaha melihat pada
jarak dekat. Klien tampak mengedipkan matanya setiap berusaha
memfokuskan pandangan. TTV : RR: 20 x/mnt, TD: 120/80mmHg, Nadi: 84
x/mnt, Suhu: 36,5 ºC K, gampang marah, emosi labil, lklien tampak
menyeringai dan mengatakan sakit, klien memegangi matanya.
3. Gangguan harga diri b/d perubahan fungsi dan struktur mata yang ditandai
dengan klien mengatakan malu atas penyakit yang dideritanya, klien terlihat
menarik diri, apatis, emosi labil, gampang marah.
4. Kurang pengetahuan b/d kurangnya pajanan informasi yang ditandai dengan
klien mengatakan memeriksakan dirinya, klien banyak bertanya tentang
penyakitnya, klien tampak gelisah, klien tidak memakai kacamata.
5. Resiko cedera b/d hilangnya persepsi jarak, ukuran dan kedalaman yang
ditandai dengan klien mengatakan penglihatannya berkurang dan tidak fokus,
susah melihat pada jarak dekat dan klien mengatakan tidak pernah
memeriksakan matanya klien tampak gelisah, sulit mengidentifikasi benda di
sekitarnya, OD : visus 2,5 Dgerakan bola mata tidak simetris,lapang pandang
kabur. OS : visus 2,5 D, lapang pandang kabur, Cover Test bergulir ke
temporal, Cover Uncover Test bergulir ke temporal.
VI. INTERVENSI
1. Diagnosa : Gangguan sensori penglihatan b/d lapang pandang yang
menurun.
Tujuan :
Jangka panjang : setelah dilakukan perawatan selama 2x24 jam
diharapkan tidak terjadi cedera yang dapat menyebabkan infeksi maupun
komplikasi penyakit.
Jangka pendek : pandangan klien tidak begitu kabur
Kriteria Hasil :
- Klien berpartisipasi dalam pengobatan
- Tidak terjadi kehilangan ketajaman penglihatan lebih lanjut
- Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan.
- Tidak terjadi infeksi ataupun komplikasi.
Intervensi :
1) Bina hubungan saling percaya dengan cara mengobrol dengan klien
R/: menjalin hubungan yang meyakinkan
2) Tentukan ketajaman penglihatan, catat apakah satu atau kedua mata
terlibat dengan menggunakan snellen chart
R/: perkembangan penurunan visus mata berbeda sehingga dapat
menentukan bagian mata yang ditangani lebih dulu
3) Berikan patch mata pada klien.
R/: Membantu memfokuskan pandangn klien.
4) Motivasi klien untuk latihan melihat dengan menggunakan patch mata.
R/: Membiasakan klien, membantu mengurangi derajat deviasi bola mata.
5) Observasi tanda dan gejala disorientasi
R/: dapat meningkatkan kecemasan dan resiko cedera
6) Ingatkan klien menggunakan kacamata katarak dan tetes mata
R/: untuk mempertajam penglihatan dan penurunan resiko infeksi
7) Kolaborasi dalam pemberian obat medriasis (atropine, skopalamin).
R/: mempercepat penyembuhan dan memastikan ketepatan terapi.
2. Diagnosa : Gangguan rasa nyaman nyeri b/d peningkatan TIO
Tujuan :
Jangka panjang : setelah diakukan perawatan selama 2x24 jam TIO
berkurang sehingga nyeri terkontrol
Jangka pendek : klien menyatakan nyeri berkurang.
Kriteria Hasil :
- Klien tampak tenang dan tidak gelisah
- Klien menyatakan nyeri berkurang / terkontrol
Intervensi :
1) Kaji skala nyeri (1-10)
R/: membantu menentukan tindakan perawatan yang tepat
2) Anjurkan klien istirahat dalam ruangan
R/: ketenangan dapat meningkatkan kenyamanan dan waktu istirahat.
3) Posisikan fowler
R/: meningkatkan kenyamanan.
4) Kolaborasi dalam pemberian obat anti nyeri (analgesik) dan pemberian
obat mual (anti emetik)
R/: mempercepat penyembuhan dan memastikan ketepatan terapi.
3. Diagnosa : Gangguan harga diri b/d perubahan fungsi dan struktur mata
Tujuan :
Jangka panjang : Setelah mendapatkan tindakan keperawatan dalam
waktu 2x24 jam diharapkan klien mampu mengembalikan konsep diri
yang stabil.
Jangka pendek : klien kembali memiliki kepercayaan diri.
Kriteria Hasil :
- Klien tampak tenang dan tidak gelisah
- Klien tidak menarik diri
- Klien kembali bergaul dengan lingkungan sekitar.
Intervensi :
1) Memberikan perhatian yang lebih pada klien.
R/: Membantu mengembalikan kepercayaan diri klien
2) Tidak membiarkan klien mengisolasi diri
R/: Membantu agar klien dapat meningkatkan konsep dirinya
3) Bantu klien untuk mengekspresikan pikiran
R/: Membantu klien menyalesaikan masalah yang dialaminya.
4) Bantu klien dalam mengurangi ansietas yang ada.
R/: Dengan penurunan ansietas, klien akan merasa bebannya terkurangi
4. Diagnosa : Kurang pengetahuan b/d kurangnya pajanan informasi
Tujuan :
Jangka panjang : setelah diakukan perawatan selama 2x24 jam klien bisa
melakukan prosedur yang didinstruksikan dengan benar dan dapat
menjelaskan alasan tindakan tesebut.
Jangka pendek : klien menyatakan pemahamannya terhadap kondisi,
prognosis dan pengobatan.
Kriteria Hasil :
- Melakukan instruksi / anjuran dengan benar.
- Dapat menjawab dan bertanya kepada pemberi pelayanan
- Aktif dan rutin melakukan pengobatan
- Ingat selalu akan informasi yang didapat dan dijadikan sebagai ilmu.
- Tidak melakukan pengobatan diluar nalar (seperti ke dukun, dll).
Intervensi :
1) Memberi info secara lisan pada klien dan keluarga.
R/: info lisan lebih mudah diingat dan keluarga bisa mengingatkan jika
klien lupa.
2) Diskusi dengan klien, menanyakan pengetahuan klien tentang
penyakitnya.
R/: mengetahui tingkat pengetahuan da penurunan resiko menerima obat
yang dikontraindikasikan (dari tempat kebiasaanya berobat).
3) Tunjukkan cara yang benar tentang cara pemberian obat seperti tetes mata
/ salep mata. Izinkan klien mengulang tindakan.
R/: meningkatkan keefektifan pengobatan. Memberikan kesempatan
kepada klien untuk menunjukkan kompetensi dirinya.
4) Dorong klien merubah pola hidup menjadi lebih sehat.
R/: pola hidup sehat membuat hidup lebih tenang, jauh dari infeksi
tambahan dan menurnkan respon emosi.
5) Tekankan periksa rutin
R/: penting untuk mengawasi perkembangan penyakit dan kemajuan
penyembuhan, memungkinkan intervensi dini, dan mencegah kehilangan
penglihatan lebih lanjut.
5. Diagnosa : Resiko cedera b/d lapang pandang yang menurun
Tujuan :
Jangka panjang : setelah dilakukan perawatan selama 2x24 jam
diharapkan tidak terjadi cedera (kecacatan).
Jangka pendek : klien tidak mengalami disorientasi.
Kriteria Hasil :
- Dapat mengenali sumber-sumber bahaya
- Pola hidup yang melindungi diri dari cedera
- Menyatakan pemahaman faktor yang terlibat dalam kemungkinan cedera.
Intervensi :
1) Beri posisi yang nyaman bagi klien dan tidak berbahaya.
R/: memberikan kenyamanan sekaligus menurunkan resiko cedera
2) Batasi aktivitas pada area yang berbahaya dan area yang silau
R/: menekan resiko klien terjatuh / cedera karena pandangan yang kabur
3) Observasi tanda dan gejala disorientasi seperti kebingungan mengenali
benda dan situasi.
R/: meningkatkan kecemasan dan resiko cedera
4) Pertahankan perlindungan mata sesuai indikasi dengan memakai
kacamata katarak.
R/: digunakan untuk mencegah dan melindungi dari cedera kecelakaan.
5) Kolaborasi dalam pemberian obat.
R/: mempercepat penyembuhan dan memastikan ketepatan terapi
IMPLEMENTASI
No Diagnosa Tindakan keperawatan TTD
1 1 a. Bina hubungan saling percaya dengan cara
mengobrol dengan klien
b. Berikan patch mata pada klien.
c. Tentukan ketajaman penglihatan, catat apakah
satu atau kedua mata terlibat dengan
menggunakan snellen chart.
d. Motivasi klien untuk latihan melihat dengan
menggunakan patch mata.
e. Observasi tanda dan gejala disorientasi
f. Ingatkan klien menggunakan kacamata katarak
dan tetes mata
g. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian
obat medriasis (atropine, skopalamin).
2 2 a. Mengkaji skala nyeri (1-10)
b. Menganjurkan klien istirahat dalam ruangan
c. Memposisikan fowler
d. Menghindari mual muntah dengan pemberian
makanan sedikit tapi sering 2 jam sekali, 4-5
sendok makan dan bentuk makanan lembek
e. Berkolaborasi dalam pemberian obat anti nyeri
(analgesik) dan pemberian obat mual (anti
emetik)
3 3 a. Memberikan perhatian yang lebih pada klien.
b. Tidak membiarkan klien mengisolasi diri
c. Bantu klien untuk mengekspresikan pikiran
d. Bantu klien dalam mengurangi ansietas yang
ada.
4 4 a. Memberi info secara lisan pada klien dan
keluarga
b. Berdiskusi dengan klien, menanyakan
pengetahuan klien tentang penyakitnya.
c. Menunjukkan cara yang benar tentang cara
pemberian obat seperti tetes mata / salep mata.
Izinkan klien mengulang tindakan.
d. Mendorong klien merubah pola hidup menjadi
lebih sehat
e. Menekankan periksa rutin
5 5 a. Memberi posisi yang nyaman bagi klien dan
tidak berbahaya.
b. Membatasi aktivitas pada area yang berbahaya
dan area yang silau
c. Mengobservasi tanda dan gejala disorientasi
seperti kebingungan mengenali benda dan
situasi.
d. Meminta keluarga menjauhkan benda-benda
yang berbahaya dari jangkauan klien.
e. Mempertahankan perlindungan mata sesuai
indikasi dengan memakai kacamata katarak
f. Meningkatkan orientasi lingkungan bagi klien.
EVALUASI
No Jam/tanggal Diagnosa Evaluasi
1 1 S = Klien mengatakan penglihatannya masih kurang fokus, susah melihat pada jarak dekat.O = - OD : visus 2,5 D, gerakan bola mata tidak
simetris,lapang pandang kabur. - OS : visus 2,5 D, lapang pandang kabur,
Cover Test bergulir ke temporal, Cover Uncover Test bergulir ke temporal.
- TD : 120/70 mmHg- S : 36,8 0C- N : 84 x/menit- RR : 20 x/menitA = Masalah teratasi sebagianP = Intervensi 3, 4, 5, 7 dilanjutkan
2 2 S = Klien mengatakan masih merasa nyeri terutama ketika berusaha melihat pada jarak dekatO = - Klien sudah tidak mengedip-kedipkan
matanya setiap berusaha memfokuskan pandangan.
- TD : 120/70 mmHg- S : 36,8 0C- N : 84 x/menit- RR : 20 x/menit- Klien sudah lebih tenang- Klien masih memegangi matanyaA = Masalah teratasi sebagianP = Intervensi 2, 3, 4 dilanjutkan.
3 3 S = Klien mengatakan malu atas penyakit yang dideritanyaO = - Klien sudah mau keluar rumah dan
berinteraksi dengan orang lain.- Klien tidak menutupi matanya jika bertemu
orang lain.A = Masalah teratasi sebagian
P = Intervensi 1, 2, 3, 4 dilanjutkan 4 4 S = klien mengatakan tidak mengetahui kelainan
pada matanya dan tidak pernah memeriksakan matanya.O = - Klien tampak tenang dan tidak gelisah- Klien sudah memakai kacamata.A = Masalah teratasi sebagianP = Intervensi 2, 3, 4 dilanjutkanS = Klien mengatakan penglihatannya masih kurang fokus, susah melihat pada jarak dekat.O = - Klien tampak berhati-hati dalam beraktivitas- Klien sudah memakai kacamata.A = Masalah teratasi sebagianP = Intervensi 1, 2, 3, 4, 5 dilanjutkan
Dischart Planning
1. Anjurkan klien untuk rutin latihan melihat dengan menggunakan patch mata.
2. Ingatkan klien untuk teratur menggunakan kacamata katarak dan tetes mata
3. Anjurkan kepada keluarga untuk menerima klien apa adanya dan tidak
membiarkan klien mengisolasi diri.
4. Anjurkan kepada keluarga untuk selalu membantu klien mengekspresikan
pikiran
5. Beritahu keluarga agar sedapat mungkin mengurangi stressor ansietas yang
ada
6. Dorong klien merubah pola hidup menjadi lebih sehat.
7. Tekankan periksa rutin
8. Beritahu klien untuk membatasi aktivitas pada area yang berbahaya dan area
yang silau
9. Anjurkan kepada klien dan keluarga untuk mengatur lingkungan rumah
seaman mungkin untuk klien penderita.