LAPORAN PENDAHULUAN
LUKA BAKAR (COMBUSTIO)
A. KONSEP MEDIS
1. Definisi
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik,
bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih
dalam (Irna Bedah RSUD Dr.Soetomo, 2001)
2. Etiologi
1) Luka Bakar Suhu Tinggi(Thermal Burn)
a. Gas
b. Cairan
c. Bahan padat (Solid)
2) Luka Bakar Bahan Kimia (hemical Burn)
3) Luka Bakar Sengatan Listrik (Electrical Burn)
4) Luka Bakar Radiasi (Radiasi Injury)
3. Fase Luka Bakar
a. Fase akut.
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal
penderita akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas),
brething (mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gangguan
airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar,
namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera
inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab
1
kematian utama penderiat pada fase akut. Pada fase akut sering terjadi
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang
berdampak sistemik.
b. Fase sub akut.
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah
kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak dengan sumber panas.
Luka yang terjadi menyebabkan :
1) Proses inflamasi dan infeksi.
2) Problem penutupan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau
tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ – organ
fungsional.
3) Keadaan hipermetabolisme.
c. Fase lanjut.
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut
akibat luka dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang
muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, keloid,
gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur.
4. Klasifikasi Luka Bakar
a. Kedalaman Luka Bakar.
Kedalaman Penyebab Penampilan Warna Perasaan
Ketebalan
partial
superfisial
(tingkat I)
Jilatan api, sinar
ultra violet
(terbakar oleh
matahari).
Kering tidak ada
gelembung.
Oedem minimal atau
tidak ada.
Pucat bila ditekan dengan
Bertambah
merah.
Nyeri
2
ujung jari, berisi kembali
bila tekanan dilepas.
Lebih dalam
dari ketebalan
partial
(tingkat II)
- Superfis
ial
- Dalam
Kontak dengan
bahan air atau
bahan padat.
Jilatan api
kepada pakaian.
Jilatan langsung
kimiawi.
Sinar ultra violet.
Blister besar dan lembab
yang ukurannya
bertambah besar.
Pucat bial ditekan dengan
ujung jari, bila tekanan
dilepas berisi kembali.
Berbintik-
bintik yang
kurang jelas,
putih, coklat,
pink, daerah
merah coklat.
Sangat
nyeri
Ketebalan
sepenuhnya
(tingkat III)
Kontak dengan
bahan cair atau
padat.
Nyala api.
Kimia.
Kontak dengan
arus listrik.
Kering disertai kulit
mengelupas.
Pembuluh darah seperti
arang terlihat dibawah
kulit yang mengelupas.
Gelembung jarang,
dindingnya sangat tipis,
tidak membesar.
Tidak pucat bila ditekan.
Putih, kering,
hitam, coklat
tua.
Hitam.
Merah.
Tidak sakit,
sedikit
sakit.
Rambut
mudah
lepas bila
dicabut.
b. Luas Luka Bakar
Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal
dengan nama rule of nine atua rule of wallace yaitu:
1) Kepala dan leher : 9%
2) Lengan masing-masing 9% : 18%
3) Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%
3
4) Tungkai maisng-masing 18% : 36%
5) Genetalia/perineum : 1%
Total : 100%
c. Berat Ringannya Luka Bakar
Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan beberapa
faktor antara lain :
1) Persentasi area (luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh.
2) Kedalaman luka bakar.
3) Anatomi lokasi luka bakar.
4) Umur klien.
5) Riwayat pengobatan yang lalu.
6) Trauma yang menyertai atau bersamaan.
American college of surgeon membagi dalam:
A. Parah – critical:
a) Tingkat II : 30% atau lebih.
b) Tingkat III : 10% atau lebih.
c) Tingkat III pada tangan, kaki dan wajah.
d) Dengan adanya komplikasi penafasan, jantung, fractura, soft tissue
yang luas.
B. Sedang – moderate:
a) Tingkat II : 15 – 30%
b) Tingkat III : 1 – 10%
C. Ringan – minor:
4
a) Tingkat II : kurang 15%
b) Tingkat III : kurang 1%
5. Patofisiologi
Luka bakar disebabkan karena terpapar panas, radiasi, bahan kimia dan
listrik, sehingga terjadi pengalihan dari suatu sumber panas ke tubuh. Akibat
adanya rangsangan tersebut maka terjadi kehilangan barier kulit sehingga
menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan, dan berlanjut ke kerusakan
termogulasi. Kehilangan barier kulit ini juga menimbulkan respon inflamasi
yang kemudian terjadi pelepasan makrofag, karena makrofag ini berperan
untuk fagositosis serta respon imun maka terjadi reaksi antibodi-antigen, lalu
dari reaksi tersebut terjadi pelepasan tromboplastin dan fibrinogen sehingga
terjadi trombus, iskemik dan nekrosis.
Segera setelah cedera termal, terjadi kenaikkan nyata pada tekanan
hidrostatik kapiler pada jaringan yang cedera, disertai peningkatan
permeabilitas kapiler, hal ini mengakibatkan perpindahan cairan plasma
intravaskuler menembus kapiler yang rusak karena panas dalam daerah
interstisial (mengakibatkan edema).
Kehilangan plasma dan protein cairan mengakibatkan penurunan tekanan
osmotik koloid pada kompartemen vaskuler kemudian kebocoran cairan dan
elektrolit, kemudian berlanjut pembentukan edema tambahan pada jaringan
yang terbakar dan keseluruh tubuh.
Kebocoran ini yang terdiri atas natrium, air, dan plasma diikuti penurunan
curah jantung, maka terjadilah penurunan perfusi pada organ besar seperti
5
aliran darah ke ginjal yang akhirnya menyebabkan asidosis metabolik, aliran
darah gastrointestinaal menurun akibatnya resiko ileus, begitu pula aliran darah
tidak lancaryang jika tidak segera diatasi menyebabkan nekrosis.
6. Penyimpangan KDM
6
a. Pre Operasi
b. Pre Operasi
7
Bahan Kimia Termis Radiasi Listrik/Petir
Luka BakarBiologi Psikologi
Pada wajah Di ruangan tertutup Kerusakan pada kulit
Keracunan gas CO
CO mengikat Hb
Hb tidak mampu mengikat O2
Hipoksia Otak
Kerusakan Pertukaran Gas
Kerusakan Mukosa
Oedema Laring
Obstruksi jalan nafas
Gagal nafas
Jalan nafas tdk efektif
Penguapan meningkat
Pemblh drh kapiler
Ekstravasasi cairan : air, elektrolit, dan
protein
Tek.Onkotik dan Tek. Hidrostatik
Cairan intravaskuler
Hipovolemia dan hemokonsentrasi
Kekurangan Vol.cairan
Stimulasi saraf sensoris kulit
Stimulasi mediator kimia Stimulasi
resiseptorNyeri
Ketakutan
Status kesehatan menurun
Mekanisme koping tdk efektif
Ansietas
Gangguan Sirkulasi Mikro
kulit
Hipotermi
Bahan Kimia Termis Radiasi Listrik/Petir
8
Luka Bakar
Pada wajah
Post Operasi Kerusakan pada kulit
Keracunan gas CO
CO mengikat Hb
Hb tidak mampu mengikat O2
Hipoksia Otak
Kerusakan Pertukaran Gas
Kerusakan Mukosa
Oedema Laring
Obstruksi jalan nafas
Gagal nafas
Jalan nafas tdk efektif
Stimulasi saraf sensoris kulit
Pelepasan mediator kimia
Nyeri
Cairan intravaskuler
Hipovolemia dan hemokonsentrasi
Kekurangan Vol.cairan
Stimulasi saraf sensoris kulit
Stimulasi mediator kimia Stimulasi
resiseptorNyeri
Ketakutan
Status kesehatan menurun
Mekanisme koping tdk efektif
Ansietas
Gangguan Sirkulasi Mikro
kulit
Hipotermi
7. Perubahan Fisiologis Pada Luka Bakar
Perubahan
Tingkatan hipovolemik
( s/d 48-72 jam pertama)
Tingkatan diuretik
(12 jam – 18/24 jam pertama)
Mekanisme Dampak dari Mekanisme Dampak dari
Pergeseran
cairan
ekstraseluler
.
Vaskuler ke
insterstitial.
Hemokonsent
rasi oedem
pada lokasi
luka bakar.
Interstitial ke
vaskuler.
Hemodilusi.
Fungsi
renal.
Aliran darah renal
berkurang karena
desakan darah turun
dan CO berkurang.
Oliguri. Peningkatan
aliran darah
renal karena
desakan darah
meningkat.
Diuresis.
Kadar
sodium/natri
um.
Na+ direabsorbsi
oleh ginjal, tapi
kehilangan Na+
melalui eksudat dan
tertahan dalam
cairan oedem.
Defisit
sodium.
Kehilangan Na+
melalui diuresis
(normal
kembali setelah
1 minggu).
Defisit sodium.
Kadar
potassium.
K+ dilepas sebagai
akibat cidera
jarinagn sel-sel
darah merah, K+
berkurang ekskresi
karena fungsi renal
berkurang.
Hiperkalemi K+ bergerak
kembali ke
dalam sel, K+
terbuang
melalui diuresis
(mulai 4-5 hari
setelah luka
bakar).
Hipokalemi.
Kadar
protein.
Kehilangan protein
ke dalam jaringan
Hipoproteine Kehilangan
protein waktu
Hipoproteinem
9
akibat kenaikan
permeabilitas.
mia. berlangsung
terus
katabolisme.
ia.
Keseimbang
an nitrogen.
Katabolisme
jaringan,
kehilangan protein
dalam jaringan,
lebih banyak
kehilangan dari
masukan.
Keseimbanga
n nitrogen
negatif.
Katabolisme
jaringan,
kehilangan
protein,
immobilitas.
Keseimbangan
nitrogen
negatif.
Keseimbnag
an asam
basa.
Metabolisme
anaerob karena
perfusi jarinagn
berkurang
peningkatan asam
dari produk akhir,
fungsi renal
berkurang
(menyebabkan
retensi produk akhir
tertahan),
kehilangan
bikarbonas serum.
Asidosis
metabolik.
Kehilangan
sodium
bicarbonas
melalui
diuresis,
hipermetabolis
me disertai
peningkatan
produk akhir
metabolisme.
Asidosis
metabolik.
Respon
stres.
Terjadi karena
trauma,
peningkatan
produksi cortison.
Aliran darah
renal
berkurang.
Terjadi karena
sifat cidera
berlangsung
lama dan
terancam
psikologi
Stres karena
luka.
10
pribadi.
Eritrosit Terjadi karena
panas, pecah
menjadi fragil.
Luka bakar
termal.
Tidak terjadi
pada hari-hari
pertama.
Hemokonsentr
asi.
Lambung. Curling ulcer (ulkus
pada gaster),
perdarahan
lambung, nyeri.
Rangsangan
central di
hipotalamus
dan
peingkatan
jumlah
cortison.
Akut dilatasi
dan paralise
usus.
Peningkatan
jumlah
cortison.
Jantung. MDF meningkat 2x
lipat, merupakan
glikoprotein yang
toxic yang
dihasilkan oleh
kulit yang terbakar.
Disfungsi
jantung.
Peningkatan zat
MDF (miokard
depresant
factor) sampai
26 unit,
bertanggung
jawab terhadap
syok spetic.
CO menurun.
8. Indikasi Rawat Inap Luka Bakar
A. Luka bakar grade II:
1) Dewasa > 20%
2) Anak/orang tua > 15%
B. Luka bakar grade III.
C. Luka bakar dengan komplikasi: jantung, otak dll.
11
9. Pemeriksaan diagnostik:
a. LED: mengkaji hemokonsentrasi.
b. Elektrolit serum mendeteksi ketidakseimbangan cairan dan biokimia. Ini
terutama penting untuk memeriksa kalium terdapat peningkatan dalam 24
jam pertama karena peningkatan kalium dapat menyebabkan henti jantung.
c. Gas-gas darah arteri (GDA) dan sinar X dada mengkaji fungsi pulmonal,
khususnya pada cedera inhalasi asap.
d. BUN dan kreatinin mengkaji fungsi ginjal.
e. Urinalisis menunjukkan mioglobin dan hemokromogen menandakan
kerusakan otot pada luka bakar ketebalan penuh luas.
f. Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.
g. Koagulasi memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat menurun pada
luka bakar masif.
h. Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi asap.
10. Komplikasi
a) Gagal respirasi akut
b) Syok sirkulasi
c) Gagal ginjal
d) Sindrom Kompartemen
e) Ileus Paralitik
11. Penatalaksanaan
A. Resusitasi A, B, C.
1) Pernafasan:
12
a. Udara panas à mukosa rusak à oedem à obstruksi.
b. Efek toksik dari asap: HCN, NO2, HCL, Bensin à iritasi à
Bronkhokontriksi à obstruksi à gagal nafas.
2) Sirkulasi:
gangguan permeabilitas kapiler: cairan dari intra vaskuler pindah ke
ekstra vaskuler à hipovolemi relatif à syok à ATN à gagal ginjal.
B. Infus, kateter, CVP, oksigen, Laboratorium, kultur luka.
C. Resusitasi cairan à Baxter.
Dewasa : Baxter.
RL 4 cc x BB x % LB/24 jam.
Anak: jumlah resusitasi + kebutuhan faal:
RL : Dextran = 17 : 3
2 cc x BB x % LB.
Kebutuhan faal :
< 1 tahun : BB x 100 cc
1 – 3 tahun : BB x 75 cc
3 – 5 tahun : BB x 50 cc
½ à diberikan 8 jam pertama
½ à diberikan 16 jam berikutnya.
Hari kedua:
Dewasa : Dextran 500 – 2000 + D5% / albumin.
( 3-x) x 80 x BB gr/hr
100
13
(Albumin 25% = gram x 4 cc) à 1 cc/mnt.
Anak : Diberi sesuai kebutuhan faal.
D. Monitor urine dan CVP.
E. Topikal dan tutup luka
- Cuci luka dengan savlon : NaCl 0,9% ( 1 : 30 ) + buang jaringan
nekrotik.
- Tulle.
- Silver sulfa diazin tebal.
- Tutup kassa tebal.
- Evaluasi 5 – 7 hari, kecuali balutan kotor.
F. Obat – obatan:
o Antibiotika : tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak kejadian.
o Bila perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan sesuai hasil
kultur.
o Analgetik : kuat (morfin, petidine)
o Antasida : kalau perlu
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a) Aktifitas/istirahat:
Tanda: Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada
area yang sakit; gangguan massa otot, perubahan tonus.
b) Sirkulasi:
Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT): hipotensi
14
(syok); penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera;
vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan
dingin (syok listrik); takikardia (syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok
listrik); pembentukan oedema jaringan (semua luka bakar).
c) Integritas ego:
Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.
Tanda: ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri,
marah.
d) Eliminasi:
Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna
mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan
kerusakan otot dalam; diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi
cairan ke dalam sirkulasi); penurunan bising usus/tak ada; khususnya
pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan
motilitas/peristaltik gastrik.
e) Makanan/cairan:
Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah.
f) Neurosensori:
Gejala: area batas; kesemutan.
Tanda: perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon
dalam (RTD) pada cedera ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik);
laserasi korneal; kerusakan retinal; penurunan ketajaman penglihatan
15
(syok listrik); ruptur membran timpanik (syok listrik); paralisis (cedera
listrik pada aliran saraf).
g) Nyeri/kenyamanan:
Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara
eksteren sensitif untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan
suhu; luka bakar ketebalan sedang derajat kedua sangat nyeri; smentara
respon pada luka bakar ketebalan derajat kedua tergantung pada
keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri.
h) Pernafasan:
Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan
cedera inhalasi).
Tanda: serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum;
ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera
inhalasi.
Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar
dada; jalan nafas atau stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan
laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema
paru); stridor (oedema laringeal); sekret jalan nafas dalam (ronkhi).
i) Keamanan:
Tanda:
Kulit umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5
hari sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa
luka.
16
Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian
kapiler lambat pada adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan
kehilangan cairan/status syok.
Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn dengan
variase intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung
gosong; mukosa hidung dan mulut kering; merah; lepuh pada faring
posterior;oedema lingkar mulut dan atau lingkar nasal.
Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab.
Kulit mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak
halus; lepuh; ulkus; nekrosis; atau jarinagn parut tebal. Cedera secara
mum ebih dalam dari tampaknya secara perkutan dan kerusakan jaringan
dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera.
Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di
bawah nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran
masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran pada proksimal
tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan dengan pakaian
terbakar.
Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor, kontraksi otot
tetanik sehubungan dengan syok listrik).
2. Diagnosa Keperawatan
Marilynn E. Doenges dalam Nursing care plans, Guidelines for planning
and documenting patient care mengemukakan beberapa diagnosa
keperawatan sebagai berikut :
17
1. Pre Operasi
a. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan keracunan karbon
monoksida, inhalasi asap, dan obstruksi saluran nafas atas.
b. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan edema dan efek
inhalasi asap.
c. Nyeri berhubungan dengan luka bakar.
d. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka bakar.
e. Kurang volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas
kapiler dan kehilangan cairan.
f. Hipotermi berhubungan dengan gangguan mikrosirkulasi kulit dan
luka terbuka.
g. Ansietas berhubungan dengan ketakutan dan dampak dari luka bakar.
2. Post Operasi
a. Nyeri berhubungan dengan kerusakan integritas kulit
b. Kurang volume cairan berhubungan dengan pemulihan kembali
integritas kapiler.
c. Risti infeksi berhubungan dengan hilangnya barier kulit dan
terganggunya respon imun.
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuhberhubungan dengan
kebutuhan nutrisi bagi kesembuhan luka.
e. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan edema luka bakar, rasa
nyeri.
3. Intervensi Keperawatan
18
Pre Operasi
a) Diagnosa : Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan keracunan
karbon monoksida, inhalasi asap, dan obstruksi saluran nafas atas.
Tujuan : Tidak ada dispnea, frekuensi pernafasan 12-20 x/menit, paru
bersih pada aukultasi.
Intervensi :
1. Kaji bunyi nafas, frekuensi pernafasan, trauma dan dalam.
Rasional : Untuk mengetahui apakah dalam rentang normal, batas
sianosis.
2. Pantau pasien untuk mendeteksi tanda-tanda hipoksia.
Rasional : Untuk melakukan tindakan lebih lanjut.
3. Amati letak-letak keadaan luka bakar
Rasional : Untuk mengetahui tindakan yang akan dilakukan
4. Pantau hasil gas darah arteri (nilai AGD)
Rasional : Untuk mengetahui data dasar dalam pengkajian status
pernafasan dalam pengobatan.
5. Pantau dengan ketat keadaan pasien yang menggunakan alat ventilator
mekanik.
Rasional : Untuk mencegah terjadinya obstruksi jalan nafas.
6. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian oksigen.
Rasional : Untuk mencegah terjadinya hipoksia/asidosis.
b) Diagnosa : Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan edema dan
19
efek inhalasi asap.
Tujuan : Jalan nafas paten, pola, dan bunyi nafas normal.
Intervensi :
1. Kaji bunyi nafas, frekuensi pernafasan, dan irama pernafasan.
Rasional : Untuk mengetahui tindakan lanjut apa yang akan dilakukan.
2. Awasi keseimbangan cairan dalam 24 jam.
Rasional : Mencegah kekurangan dan kelebihan cairan.
3. Beri posisi semi fowler
Rasional : Untuk meningkatkan ekspansi paru sehingga melancarkan
pernafasan.
4. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian oksigen.
Rasional : Mencegah hipoksemia/asidosis.
5. Kolaborasi dengan tim medis untuk fisioterapi dada.
Rasional : Untuk memperbaiki jalan nafas klien sehingga meningkatkan
fungsi pernafasan.
c) Diagnosa : Nyeri berhubungan dengan luka bakar
Tujuan : Nyeri berkurang dan terkontrol
Intervensi :
1. Kaji keluhan nyeri, skala nyeri dan lokasi nyeri.
Rasional : Untuk menentukan tindakan yang tepat selanjutnya.
2. Balut luka segera mungkin
Rasional : Untuk mecegah timbulnya bakteri yang menyebabkan
infeksi.
20
3. Beri lingkungan yang nyaman
Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri
4. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat analgetik.
Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri
d) Diagnosa : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka bakar.
Tujuan : Penyembuhan tepat waktu pada area luka bakar
Intervensi :
1. Kaji ukuran, warna, dan kedalaman luka.
Rasional : Untuk mengetahui apakah terjadi proses infeksi
2. Amati tanda-tanda infeksi : suhu dan warna
Rasional : Untuk menghindari komplikasi
3. Berikan perawatan luka bakar yang tepat
Rasional : Untuk mencegah terjadinya infeksi dan membantu
penyembuhan luka.
4 Anjurkan pasien agar tidak memegang daerah luka bakar.
Rasional : Agar tidak terkontaminasi dengan kuman yang ada
ditangan.
5 Rubah posisi klien setiap 4 jam.
Rasional : Untuk mencegah kerusakan integritas kulit yang lebih
lanjut.
e) Diagnosa : Kurang volume cairan berhubungan dengan peningkatan
permeabilitas kapiler dan kehilangan cairan.
Tujuan : Volume cairan adekuat. turgor kulit elastis, dan mukosa lembab.
21
Intervensi :
1. Kaji perubahan kesadaran
Rasional : Sebagai tanda awal kekurangan cairan.
2. Observasi TTV setiap 4 jam.
Rasional : Untuk menentukan keadaan pasien lebih lanjut.
3. Observasi intake/output
Rasional : Mengetahui keseimbangan cairan
4. Ukur lingkar ekstremitas yang terbakar tiap hari.
Rasional : Untuk mengetahui apakah pasien kekurangan volume cairan.
5. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian cairan parenteral.
Rasional : Untuk memenuhi kebutuhan cairan pasien.
f) Diagnosa : Hipotermi berhubungan dengan gangguan mikrosirkulasi kulit
dan luka terbuka
Tujuan : Suhu tubuh kembali normal
Intervensi :
1. Kaji demam klien
Rasional : Untuk mengetahui keadaan umum klien.
2. Observasi TTV tiap 4 jam
Rasional : Sebagai indikator dini dari reaksi hipotermi
3. Berikan lingkungan yang hangat.
Rasional : Memberikan rasa nyaman
4. Anjurka klien untuk banyak minum air putih 2000-2500 ml/hari.
Rasional : Mencegah terjadinya reaksi hipotermi.
22
g) Diagnosa : Ansietas berhubungan dengan ketakutan dan dampak dari luka
bakar.
Tujuan : Cemas teratasi
Intervensi :
1. Kaji tingkat kecemasan klien
Rasional : Untuk mengetahui sejauh mana tingkat kecemasan klien
2. Berikan penjelasan dan informasi tentang proseur keperawatan.
Rasional : Untuk mengurangi kecemasan klien.
3. Dengarkan keluhan klien
Rasional : Meningkatkan rasa percaya pada perawat.
4 Libatkan orang terdekat klien dalam proses keperawatan
Rasional : Untuk mengurangi rasa cemas pada klien
5 Berikan kesempatan klien untuk bertanya.
Rasional : Untuk mengurangi kecemasan klien
Post Operasi
a) Diagnosa : Nyeri berhubungan dengan kerusakan integritas kulit
Tujuan : Nyeri berkurang sampai dengan hilang dengan intensitas 1-2 dalam
waktu 1 minggu.
Intervensi :
1. Kaji keluhan nyeri, skala nyeri dan lokasi nyeri.
Rasional : Untuk menentukan tindakan yang tepat selanjutnya.
2. Observasi TTV tiap 4 jam.
Rasional : Melihat indikator dini komplikasi.
23
3. Ganti balutan luka sesering mungkin
Rasional : Untuk mecegah pertumbuhan mikroorganisme yang
menghambat penyembuhan luka.
4. Ubah posisi klien setiap 4 jam sesuai indikasi
Rasional : Untuk memberikan rasa nyaman.
5. Beri lingkungan yang nyaman
Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri
6. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat analgetik.
Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri
b) Diagnosa : Kurang volume cairan berhubungan dengan pemulihan kembali
integritas kapiler.
Tujuan : Kebutuhan cairan seimbang, dan tidak ada tanda-tanda edema.
Intervensi :
1. Kaji intake/output klien
Rasional : Untuk mengetahui keseimbangan cairan.
2. Observasi tanda-tanda kekurangan/kelebihan cairan.
Rasional : Untuk melakukan tindakan lebih dini yang lebih tepat.
3. Observasi TTV tiap 4 jam.
Rasional : Untuk mengetahui keadaan umun klien
4. Kolaborasi dengan tim medis dalam penberian obat diuretik misalnya
lasix.
Rasional : Untuk meningkatkan produksi urin.
c) Diagnosa : Risti infeksi berhubungan dengan hilangnya barier kulit dan
24
terganggunya respon imun.
Tujuan : Infeksi tidak terjadi ditandai dengan tidak terjadi peradangan pada
daerah luka bakar.
Intervensi :
1. Kaji tanda-tanda peradangan pada daerah luka bakar.
Rasional : Mendeteksi sedini mungkin terjadinya infeksi.
2. Observasi TTV tiap 4 jam.
Rasional : Merupakan indikator dini proses infeksi.
3. Ganti balutan sesering mungkin.
Rasional : Untuk mencegah infeksi dan mempercepat penyembuhan
luka.
4. Jaga kebersihan balutan.
Rasional : Mencegah terjadinya infeksi.
d) Diagnosa : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kebutuhan nutrisi bagi kesembuhan luka.
Tujuan : Kebutuhan nurtisi adekuat, BB normal/ideal
Intervensi :
1. Kaji asupan nutrisi klien
Rasional : Mengetahui keadaan asupan nutrisi klien.
2. Observasi BB setiap hari.
Rasional : Mengetahui penurunan/kenaikan BB
3. Berikan porsi makan kecil tapi sering
Rasional : Untuk pemasukan nutrisi yang adekuat.
25
4. Berikan makan TKTP sesuai indikasi.
Rasional : Memenuhi kebutuhan dasar klien dalam nutrinya.
5. Berikan lingkungan yang nyaman
Rasional : Meningkatkan nafsu makan klien.
e) Diagnosa : Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan edema luka
bakar, rasa nyeri.
Tujuan : Klien dapat melakukan mobilitas secara normal
Intervensi :
1. Kaji keterbatasan mobilitas fisik klien.
Rasional : Untuk mengetahui keadaan mobilitas klien
2. Berikan latihan pasif pada klien.
Rasional : Mencegah kekakuan pada otot.
3. Bantu klien untuk duduk dan ambulasi dini.
Rasional : Mobilisasi secara bertahap
4. Dorong kemampuan mandiri sesuai kemampuan pasien.
Rasional : Untuk memandirikan klien agar tidak bergantung dengan
perawat.
DAFTAR PUSTAKA
26
Brunner and suddart. (1988). Textbook of Medical Surgical Nursing. Sixth Edition. J.B. Lippincott Campany. Philadelpia. Hal. 1293 – 1328.
Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. volume 2, (terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Goodner, Brenda & Roth, S.L. (1995). Panduan Tindakan Keperawatan Klinik Praktis. Alih bahasa Ni Luh G. Yasmin Asih. PT EGC. Jakarta.
Guyton & Hall. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta
Hudak & Gallo. (1997). Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik. Volume I. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta.
Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan). Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.
Marylin E. Doenges. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta.
27