ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN HIDROSEFALUS
DISUSUN OLEH :
AGUS SALIM
AHMAD PONIMAN
EKA AYU SORAYA
TINGKAT IIB
YAYASAN ABDI KALIMANTAN
AKADEMI KEPERAWATAN PANDAN HARUM
BANJARMASIN
2011/2012
Definisi
Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan
bertambahnya cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan
intrakranial yang meninggi, sehingga terdapat pelebaran ventrikel
(Darsono, 2005:209). Pelebaran ventrikuler ini akibat ketidakseimbangan
antara produksi dan absorbsi cairan serebrospinal. Hidrosefalus selalu
bersifat sekunder, sebagai akibat penyakit atau kerusakan otak. Adanya
kelainan-kelainan tersebut menyebabkan kepala menjadi besar serta terjadi
pelebaran sutura-sutura dan ubun-ubun (DeVito EE et al, 2007:328).
Epidemiologi
Insidensi hidrosefalus antara 0,2-4 setiap 1000 kelahiran. Insidensi
hidrosefalus kongenital adalah 0,5-1,8 pada tiap 1000 kelahiran dan 11%-
43% disebabkan oleh stenosis aqueductus serebri. Tidak ada perbedaan
bermakna insidensi untuk kedua jenis kelamin, juga dalam hal perbedaan
ras. Hidrosefalus dapat terjadi pada semua umur. Pada remaja dan dewasa
lebih sering disebabkan oleh toksoplasmosis. Hidrosefalus infantil; 46%
adalah akibat abnormalitas perkembangan otak, 50% karena perdarahan
subaraknoid dan meningitis, dan kurang dari 4% akibat tumor fossa
posterior (Darsono, 2005:211).
Etiologi
Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran cairan
serebrospinal (CSS) pada salah satu tempat antara tempat pembentukan
CSS dalam sistem ventrikel dan tempat absorbsi dalam ruang subaraknoid.
Akibat penyumbatan, terjadi dilatasi ruangan CSS diatasnya (Allan H.
Ropper, 2005). Teoritis pembentukan CSS yang terlalu banyak dengan
kecepatan absorbsi yang abnormal akan menyebabkan terjadinya
hidrosefalus, namun dalam klinik sangat jarang terjadi. Penyebab
penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada bayi dan anak ialah :
1) Kelainan Bawaan (Kongenital)
a. Stenosis akuaduktus Sylvii
b. Spina bifida dan kranium bifida
c. Sindrom Dandy-Walker
d. Kista araknoid dan anomali pembuluh darah
2) Infeksi
Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen. Secara patologis
terlihat penebalan jaringan piamater dan araknoid sekitar sisterna
basalis dan daerah lain. Penyebab lain infeksi adalah
toxoplasmosis.
3) Neoplasma
Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap
tempat aliran CSS. Pada anak yang terbanyak menyebabkan
penyumbatan ventrikel IV atau akuaduktus Sylvii bagian terakhir
biasanya suatu glioma yang berasal dari serebelum, penyumbatan
bagian depan ventrikel III disebabkan kraniofaringioma.
4) Perdarahan
Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat
menyebabkan fibrosis leptomeningen terutama pada daerah basal
otak, selain penyumbatan yang terjadi akibat organisasi dari darah
itu sendiri (Allan H. Ropper, 2005:360).
Patofisiologi dan Patogenesis
CSS yang dibentuk dalam sistem ventrikel oleh pleksus khoroidalis
kembali ke dalam peredaran darah melalui kapiler dalam piamater dan
arakhnoid yang meliputi seluruh susunan saraf pusat (SSP). Cairan likuor
serebrospinalis terdapat dalam suatu sistem, yakni sistem internal dan
sistem eksternal. Pada orang dewasa normal jumlah CSS 90-150 ml, anak
umur 8-10 tahun 100-140 ml, bayi 40-60 ml, neonatus 20-30 ml dan
prematur kecil 10-20 ml. Cairan yang tertimbun dalam ventrikel 500-1500
ml (Darsono, 2005). Aliran CSS normal ialah dari ventrikel lateralis
melalui foramen monroe ke ventrikel III, dari tempat ini melalui saluran
yang sempit akuaduktus Sylvii ke ventrikel IV dan melalui foramen
Luschka dan Magendie ke dalam ruang subarakhnoid melalui sisterna
magna. Penutupan sisterna basalis menyebabkan gangguan kecepatan
resorbsi CSS oleh sistem kapiler. (DeVito EE et al, 2007:328)
Hidrosefalus secara teoritis terjadi sebagai akibat dari tiga
mekanisme yaitu :
1. Produksi likuor yang berlebihan
2. Peningkatan resistensi aliran likuor
3. Peningkatan tekanan sinus venosa
Konsekuensi tiga mekanisme di atas adalah peningkatan tekanan
intrakranial sebagai upaya mempertahankan keseimbangan sekresi dan
absorbsi. Mekanisme terjadinya dilatasi ventrikel cukup rumit dan
berlangsung berbeda-beda tiap saat selama perkembangan hidrosefalus.
Dilatasi ini terjadi sebagai akibat dari :
1. Kompresi sistem serebrovaskuler.
2. Redistribusi dari likuor serebrospinalis atau cairan ekstraseluler
3. Perubahan mekanis dari otak.
4. Efek tekanan denyut likuor serebrospinalis
5. Hilangnya jaringan otak.
6. Pembesaran volume tengkorak karena regangan abnormal sutura
kranial.
Produksi likuor yang berlebihan disebabkan tumor pleksus khoroid.
Gangguan aliran likuor merupakan awal dari kebanyakan kasus
hidrosefalus. Peningkatan resistensi yang disebabkan gangguan aliran akan
meningkatkan tekanan likuor secara proporsional dalam upaya
mempertahankan resorbsi yang seimbang.
Peningkatan tekanan sinus vena mempunyai dua konsekuensi, yaitu
peningkatan tekanan vena kortikal sehingga menyebabkan volume
vaskuler intrakranial bertambah dan peningkatan tekanan intrakranial
sampai batas yang dibutuhkan untuk mempertahankan aliran likuor
terhadap tekanan sinus vena yang relatif tinggi. Konsekuensi klinis dari
hipertensi vena ini tergantung dari komplians tengkorak. (Darsono,
2005:212)
Pohon Masalah
Klasifikasi
Klasifikasi hidrosefalus bergantung pada faktor yang berkaitan
dengannya, berdasarkan :
1. Gambaran klinis, dikenal hidrosefalus manifes (overt
hydrocephalus) dan hidrosefalus tersembunyi (occult hydrocephalus).
2. Waktu pembentukan, dikenal hidrosefalus kongenital dan
hidrosefalus akuisita.
3. Proses terbentuknya, dikenal hidrosefalus akut dan hidrosefalus
kronik.
4. Sirkulasi CSS, dikenal hidrosefalus komunikans dan hidrosefalus
non komunikans.
Hidrosefalus interna menunjukkan adanya dilatasi ventrikel,
hidrosefalus eksternal menunjukkan adanya pelebaran rongga
subarakhnoid di atas permukaan korteks. Hidrosefalus obstruktif
Gangguan absorbsi CSS di ruang sub arachnoid
Infeksi neoplasma, perdarahan, malformasi perkembangan otak janin
Obstruksi aliran CSS melalui sistem ventrikel
Akumulasi CSS di ventrikel
Ventrikel berdilatasi dan mendesak organ-organ yang ada dalam otak
Peningkatan TIK
Pernafasan Muntah Kejang Peningkatan lingkar kepala
Perubahan pola nafas
Nutrisi Cairan
Resiko cidera
kesadaran Nyeri kepala
Hospitalisasi
Rasa nyaman
Anak Keluarga CemasTakut
Lingkungan asing
Perpisahan dengan orang
tua
Prosedur tindakan
Fungsi peran
Kondisi kritis
lingkungan
CemasTakut
menjabarkan kasus yang mengalami obstruksi pada aliran likuor.
Berdasarkan gejala, dibagi menjadi hidrosefalus simptomatik dan
asimptomatik. Hidrosefalus arrested menunjukan keadaan dimana faktor-
faktor yang menyebabkan dilatasi ventrikel pada saat tersebut sudah tidak
aktif lagi. Hidrosefalus ex-vacuo adalah sebutan bagi kasus
ventrikulomegali yang diakibatkan atrofi otak primer, yang biasanya
terdapat pada orang tua. (Darsono, 2005)
Manifestasi Klinis
1) Perubahan tanda-tanda vital (penurunan frekuensi pernafasan,
peningkatan TD)
2) Muntah
3) Peningkatan lingkar kepala
4) Letargi
5) Aktivitas kejang
6) Pada bayi
(1) Pembesaran kepala secara progresif
(2) Bagian frontal tengkorak menonjol
(3) Fontaneta tegang dan menonjol (khususnya yang tidak
berdenyut)
(4) Distensi vena superfisial kulit kepala
(5) Transilominasi melalui tengkorak meningkat secara
simetris
(6) Mata turun ke bawah (sun set eyes)
7) Pada anak yang lebih besar
(1) Sakit kepala di dahi, mual, dan muntah
(2) Anoreksia
(3) Atareksia
(4) Kekakuan ekstremitas bawah
(5) Kemrosotan prestasi sekolah atau kemampuan kognitif
anak
Pemeriksaan diagnostik
o Lingkar kepala
o CT-scan : identifikasi tempat obstruksi
o MRI (Magnetik Resonanse Imaging) Pembesaran ventrikel
o Lumbal pungsi
Diagnosis Banding
Pembesaran kepala dapat terjadi pada hidrosefalus, makrosefali,
tumor otak, abses otak, granuloma intrakranial, dan hematoma subdural
perinatal, hidranensefali. Hal-hal tersebut dijumpai terutama pada bayi dan
anak-anak berumur kurang dari 6 tahun. (Darsono, 2005:215)
Terapi
Pada dasarnya ada tiga prinsip dalam pengobatan hidrosefalus, yaitu :
a) Mengurangi produksi CSS.
b) Mempengaruhi hubungan antara tempat produksi CSS dengan
tempat absorbsi.
c) Pengeluaran likuor (CSS) kedalam organ ekstrakranial. (Darsono,
2005)
1. Penanganan Sementara
Terapi konservatif medikamentosa ditujukan untuk
membatasi evolusi hidrosefalus melalui upaya mengurangi sekresi
cairan dari pleksus khoroid atau upaya meningkatkan resorbsinya.
2. Penanganan Alternatif (Selain Shunting)
Misalnya : pengontrolan kasus yang mengalami intoksikasi
vitamin A, reseksi radikal lesi massa yang mengganggu aliran
likuor atau perbaikan suatu malformasi. Saat ini cara terbaik untuk
melakukan perforasi dasar ventrikel III adalah dengan teknik bedah
endoskopik. (Peter Paul Rickham, 2003)
3. Operasi Pemasangan ‘Pintas’ (Shunting)
Operasi pintas bertujuan membuat saluran baru antara aliran
likuor dengan kavitas drainase. Pada anak-anak lokasi drainase
yang terpilih adalah rongga peritoneum. Biasanya cairan
serebrospinalis didrainase dari ventrikel, namun kadang pada
hidrosefalus komunikans ada yang didrain ke rongga subarakhnoid
lumbar. Ada dua hal yang perlu diperhatikan pada periode pasca
operasi, yaitu: pemeliharaan luka kulit terhadap kontaminasi
infeksi dan pemantauan kelancaran dan fungsi alat shunt yang
dipasang. Infeksi pada shunt meningatkan resiko akan kerusakan
intelektual, lokulasi ventrikel dan bahkan kematian. (Allan H.
Ropper, 2005:360)
Prognosis
Hidrosefalus yang tidak diterapi akan menimbulkan gejala sisa,
gangguan neurologis serta kecerdasan. Dari kelompok yang tidak diterapi,
50-70% akan meninggal karena penyakitnya sendiri atau akibat infeksi
berulang, atau oleh karena aspirasi pneumonia. Namun bila prosesnya
berhenti (arrested hidrosefalus) sekitar 40% anak akan mencapai
kecerdasan yang normal (Allan H. Ropper, 2005). Pada kelompok yang
dioperasi, angka kematian adalah 7%. Setelah operasi sekitar 51% kasus
mencapai fungsi normal dan sekitar 16% mengalami retardasi mental
ringan. Adalah penting sekali anak hidrosefalus mendapat tindak lanjut
jangka panjang dengan kelompok multidisipliner. (Darsono, 2005)
Komplikasi
o Peningkatan intrakranial
o Kerusakan otak
o Infeksi, septikemia, endokarditis, infeksi lukam nefritis,
meningitis, ventrikelitis dan abses otak
o Shunt tidak berfungsi
o Kematian
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
I. DATA SUBYEKTIF
A. Identitas
a) Identitas Klien
Nama :
Umur :
Agama :
Jenis Kelamin :
Alamat :
No. RMK :
Tgl.Mrs :
Diagnosa Medis :
b) Identitas penanggung jawab
Nama :
Umur :
Alamat :
Hubungan dengan klein :
Catatan : Menyerang pada neonatus atau anak berusia kurang dari 6
tahun
B. Keluhan utama
Kepala yang membesar
C. Riwayat penyakit sekarang
D. Riwayat Penyakit Dahulu
E. Riwayat Penyakit Keluarga
F. Pola Pemeliharaan Kesehatan
G. Aktivitas atau istirahat
Eliminasi
Neurosensori
Pencernaan
Kenyamana
Kaji gaya hidup monoton atau hiperaktif
Pola Kebiasaan
II. DATA OBYEKTIF
A. Keadaan Umum
Tingkat kesadaran klien compos mentis, dengan nilai GCS
(4,5,6)
Keterangan : 4 (respon membuka mata spontan)
5 (respon verbal dan sesuai)
6 ( Respon motorik mengikuti perintah)
B. Tanda-tanda Vital
a. Tensi :
b. Nadi :
c. Raspirasi :
d. Suhu :
Head to Toe
Yang perlu kita garis bawahi atau yang perlu lebih diperhatikan adalah
pemeriksaan dibawah ini
(a) Kepala
Pembesaran lingkar kepala, ubun-ubun menonjol vena
kulit kepala dilatasi, berkilau, sun set eyes, terdapat tanda
cracked pot, alis mata tertarik ke atas, sklera di atas iris,
sehingga melihat ke bawah.
(b) Thorax
Bunyi nafas stridor, kesulitan bernafas,apnea, aspirasi
(c) Abdomen
Bising usus menurun
(d) Ekstrimitas
Hiperekstensi, kekakuan ekstrimitas bawah.
Tapi bukan berarti kita mengabaikan pemeriksaan yang lain.
C. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Lingkar kepala
CT-scan : identifikasi tempat obstruksi
MRI (Magnetik Resonanse Imaging) : pembesaran ventrikel
Lumpal fungsi
E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
(1) Pre Operasi
Kecemasan b/d ketakutan akan resiko operasi
Kurangnya pengetahuan orang tua b/d kurang pengalaman
dengan tindakan operasi
Kurangnya volume cairan b/d intake inadekuat
Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d intake inadekuat
(2) Pasca operasi
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d pembiusan pre op
Resiko tinggi kurangnya volume cairan b/d kehilangan cairan
pre op
Resti perubahan orang tua b/d cemas
Resti infeksi b/d invasi bakteri dari tindakan pembedahan
Nyeri b/d trauma jaringan sekunder akibat operasi
Intervensi
(1) Pre Op
(a) Kecemasan b/d ketakutan akan resiko operasi
Tujuan : orang tua tidak menunjukkan kecemasan
Kriteria hasil : orang tua menerima secara verbal
tindakan pembedahan
(i) Beri informasi tentang pembedahan, jelaskan hal-hal
tentang operasi
R\ Keluarga akan lebih kooperatif dalam tindakan
(ii) Identifikasi kesalahpahaman dan jelaskan bahwa kecemasa
adalah normal
R\ Tindakan operasi meningkatkan kecemasan
pada kebanyakan orang tua, hal ini akan
membantu orang tua atasi stressor
(iii) Pastikan orang tua tahu kapan mereka menemui
bayi setelah operasi
R\ Akan membantu orang tua mengatasi stressor
(iv)Ajarkan pada orang tua bagaimana memegang kepala bayi
dengan benar setelah operasi
R\ Mengurangi resiko cidera akibat penekanan
pada kepala
(b) Kurangnya pengetahuan orang tua b/d kurang pengalaman
dengan tindakan operasi
Tujuan : orang tua akan menunjukkan pemahaman
mengenai hidrosefalus dan membuat keputusan
persetujuan
Kriteria hasil : orang tua mau berdiskusi tentang
perawatan post op, menunjukkan
optimisme, tentang hasil operasi
Orang tua mau menimbang bayi
Orang tua mau menerima support yang
diberikan
(i) Jelaskan tentang prosedur
R\ Dengan pemberian informasi keluarga akan
merasa aman dan terlindungi
(ii) Jelaskan tentang perawatan secara spesifik
R\ Dengan penjelasan yang adekuat keluarga
akan lebih kooperatif
(iii) Jelaskan seberapa sering orangn tua dapat
mengunjungi bayi dan menenangkan bayi
R\ Mengurangi resiko infeksi
(iv)Beri support sesuai indikasi
R\ Keluarga akan merasa aman dan terlindungi
(c) Kurangnya volume cairan b/d intake in adekuat
Tujuan : volume cairan seimbang
Kriteria hasil : BB kembali seperti semula, kulit lembab,
ubun-ubun datar.
(i) Monitor intake dan out put
R\ Keseimbangan antara intake dan out put akan
mengetahui masukan dari berhubungan dengan
fungsi ginjal dan pilihan intervensi yang tepat.
(ii) Monitor suhu
R\ Demam akan meningkatkan pengeluaran
cairan melalui evaporasi
(iii) Monitor kelembaban kulit dan ubun-ubun tiap 2 jam
R\ Kekurangan cairan dapoat diidentifkasi dari
membran kulit daan mukosa kering
(iv)Beri minum sedikit-sedikit tapi sering, hindari memberi
minuman dengan memakai dot
R\ Pemakaian dot dapat merangsang terjadinya
peningkatan TIK
(d) Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d intaket in adekuat
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil : menunjukkan peningkatan BB seperti
semula
(i) Monitor BB tiap hari
R\ Persediaan nutrisi yang cukup dapat
dimanifestasikan dengan peningkatan BB
(ii) Awasi masukan dan pengeluaran
R\ Berguna untuk memonitor keseimbangan
nutrisi
(iii) Beri makan sedikit-sedikit tapi sering
R\ Makanan yang banyak dapat merangsang
penurunan peristaltik usus sehingga
mengurangi keinginan untuk makan
(iv)Berikan terapi iv sesuai indikasi
R\ Memenuhi pemenuhan nutrisi secara
parenteral
(2) Post Op
(a) Ketidakseimbangan bersihan jalan nafas b/d pre op
Tujuan : jalan nafas menjadi lancar
Kriteria hasil : tidak ada opnea, tidak ada tarikan
intercostae, menunjukkan kestabilan
TTV
(i) Monitor TTV tiap 15-30 menit
R\ Untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan
TIK
(ii) Monitor ETT, peralatan resusitasi di samping TT
R\ Menyediakan ventilasi adekuat bila dilepas
sementara
(iii) Monitor ventilasi mekanis
R\ Menyusun alat sedemikian dengan penyakit
dan hasil pemeriksaan diagnostik untuk
mempertahankan parameter
(iv)Monitor sianosis sentrat perifer tiap 15-30 menit
R\ Sianosis menujukkan vasokontriksi dan
hipoksia sistemik
(b) Resti kurangnya volume cairan b/d kehilangan cairan pre op
Tujuan : tidak terjadi kekurangan cairan (cairan
seimbang)
Kriteria hasil : menunjukkan tidak adanya gejala
gangguan kardiovaskuler
Nadi normal 110-160 x/menit
Urine output normal
CRT kembali dalam 1 detik
(i) Monitor intake dan output
R\ Memberikan informasi tentang keseimbangan
cairan
(ii) Monitor turgor kulit
R\ Kekurangan cairan dapat diidentifikasi dengan
penurunan turgor kulit, membran mukosa
kering
(iii) Onitor output urine dan BJ urine
R\ Memberikan indikator langsung keseimbangan
cairan
(iv)Monitor TTV tiap 15-30 menit
R\ Kekurangan perpindahan cairan meningkatkan
frekuensi jantung, menurunkan TD dan
mengurangi volume cairan
(c) Resiko tinggi infeksi b/d invasi bakteri dari tindakan
pembedahan
Tujuan : infeksi tidak terjadi
Kriteria hasil : tidak menunjukkan tanda gejala inflamasi
pada bekas op, suhu dalam batas normal
(i) Monitor TTV tiap 2 jam
R\ Peningkatan suhu dapat diidentifikasi dengan
adanya infeksi
(ii) Jaga kebersihan sekitar operasi (bekas operasi)
R\ Keadaan yang lembab merupakan media yang
cocok untuk perkembangan dan pertumbuhan
kuman
(iii) Lihat tube insisi dari tanda infeksi
R\ Deteksi dini adanya infeksi berlanjut
(iv)Gunakan teknik steril dalam pengantian balutan
R\ Mengurangi resiko transimisi kuman
(d) Nyeri b/d trauma jaringan sekunder akibat operasi
Tujuan : keutuhan rasa aman terpenuhi
Kriteria hasil : tidak menunjukkan tanda dan gejala nyeri
yang terkontrol, RR dalam batas normal
(i) Monitor nyeri
R\ Mengetahui tingkat nyeri sehingga bisa
ditentukan tindakan yang tepat
(ii) Berikan lingkungan yang tenang dan posisi yang nyaman
R\ Mengurangi stimulus yang berlebihan
(iii) Berikan analgesik sesuai dengan indikasi
R\ Mengurangi nyeri
(iv)Monitor RR tiap 2 jam
R\ Nyeri akan membuat tubuh melakukaan
kompensasi dengan meningkatkan frekuensi
pernafasan.
DAFTAR PUSTAKA
http://askep-free.blogspot.com/2009/07/asuhan-keperawatan-
hidrosefalus.html
http://www.kumpulanasuhankeperawatan.com/
asuhan_keperawatan_hydrocephalus_hidrosefalus.html