1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kepulauan Seribu merupakan kawasan laut yang menempati urutan ketiga
sebagai kawasan dengan keanekaragaman hayati terbaik didunia dan merupakan
salah satu tempat wisata bahari terfavorit versi majalah National Geographic. Hal
ini menjadi daya tarik wisata yang menawarkan keindahan alam dan budaya yang
memikat. Kepulauan Seribu kini tengah dikembangkan menjadi pariwisata
berbasis pulau berupa wisata pulau pemukiman, wisata pulau konservasi, wisata
pulau resort, wisata bahari serta wisata sejarah dan budaya. Kepulauan Seribu
akan ditargetkan menjadi destinasi wisata unggulan di wilayah DKI Jakarta
(Thomas Ataladjar, 2015 : 172).
Melihat potensi pertumbuhan pariwisata di Kepulauan Seribu yang terus
berkembang tiap tahunnya, mahasiswa Universitas Sebelas Maret pada tahun
2016 ikut serta dalam pengembangan promosi pariwisata lewat program Kuliah
Kerja Nyata. Kegiatan Kuliah Kerja Nyata di wilayah Kepulauan Seribu
dilaksanakan pada periode bulan Januari hingga Februari 2016 dengan program
pengembangan pendidikan dan seni budaya yang bertujuan untuk meningkatkan
sektor kepariwisataan di Kepulauan Seribu (Lembaga Penelitian dan Pengabdian
kepada Masyarakat, UNS 2016).
Pelaksanaan kegiatan Kuliah Kerja Nyata, mahasiswa melihat adanya
potensi pengembangan batik dengan motif Kepulauan Seribu. Munculnya batik di
2
Kepulauan Seribu dimulai saat Asep Syariffudin menjabat sebagai bupati pada
tahun 2013. Berkembangnya batik Kepulauan Seribu dikarenakan adanya
kebutuhan batik sebagai seragam sekolah, seragam pemerintahan, pakaian duta
wisata, dan souvenir. Produk khas di Kepulauan Seribu masih berupa cinderamata
dari manik manik, kaos sablon dan makanan kering. Produk di Kepulauan Seribu
belum mempunyai ciri khas sehingga kurang diminati wisatawan. Menurut
Neneng Rohaeni kepala dinas pariwisata Kepulauan Seribu, kegiatan ekonomi
kreatif di Kepulauan Seribu harus terus diperbaiki dan ditingkatkan dengan
inovasi karena akan menambah daya tarik wisatawan dan menaikan citra
pariwisata di Kepulauan Seribu.
Pembuatan corak batik di Kepulauan Seribu seharusnya membawa
karakter daerah Kepulauan Seribu. Oleh sebab itu dinas pariwisata Kepulauan
Seribu pada tahun 2016 mengajak masyarakat untuk mengembangkan produk
batik dan diharapkan dapat meningkatkan brand image kepariwisataan di
Kepulauan Seribu. Motif yang ada saat ini di Kepulauan Seribu belum
menggambarkan Kepulauan Seribu secara keseluruhan karena hanya mengolah
bentuk Jembatan Tidung, ikan, kuda laut dan padang lamun. Seharusnya dapat
menggambarkan Kepulauan Seribu sebagai wilayah yang kaya akan
keanekaragaman hayati dan lingkungan seperti bangunan peninggalan sejarah,
bentangan pulau – pulau, biota laut dan terumbu karang.
Kabupaten administrasi Kepulauan Seribu mempunyai jumlah penduduk
sebanyak 20.000 jiwa yang tersebar di sebelas pulau berpenghuni. Pekerjaan
utama masyarakat kepulauan Seribu adalah sebagai nelayan, pedagang dan
3
menyewakan kapal bagi wisatawan. Hal tersebut dikarenakan sumber daya alam
kepulauan Seribu yang meliputi 342 pulau terdiri dari 158 pulau pasir/karang dan
185 pulau daratan. Kepulauan Seribu memiliki keunikan tipe perairan yang berupa
perairan pulau yang sangat kecil dan laut dangkal tetapi memiliki ekosistem yang
sangat kaya. Ekosistem yang ada didalam Kepulauan Seribu berupa ekosistem
hutan pantai, ekosistem terumbu karang, ekosistem lamun, ekosistem ikan
ekonomis, dan ekosistem binatang laut (Taman Nasional Kepulauan Seribu 2016).
Berdasarkan hasil tersebut penulis mengangkat permasalahan bagaimana
mengembangkan, mengolah dan memvisualisasikan bentuk flora, fauna dan
lingkungan Kepulauan Seribu sebagai inspirasi dalam perancangan motif batik.
Proyek perancangan Tugas Akhir ini menjadi penting mengingat pengelolahan
visual berdasarkan kekayaan Kepulauan Seribu menjadi motif batik belum banyak
dilakukan. Dengan demikian, perancangan ini akan menghasilkan produk tekstil
berupa kain batik yang mempunyai nilai kebaharuan (inovatif), orisinalitas dan
unik. Dengan nilai – nilai tersebut proyek perancangan ini diharapkan
menghasilkan produk batik yang khas untuk souvenir di Kepulauan Seribu.
4
B. Studi Pustaka
1. Letak Geografis Kepulauan Seribu
Kepulauan Indonesia mulai terbentuk sekitar 50 juta tahun lalu, pada
periode Quaternary hingga sekarang itulah proses utama terbentuknya
kepulauan di Indonesia. Kepulauan Seribu berada di utara provinsi DKI
Jakarta. Kepulauan Seribu memiliki luas daratan mencapai 897,71 Ha dan luas
perairan mencapai 6.997,50 Km2 (Thomas Ataladjar 2015 : 8). Secara fisik,
Kepulauan Seribu berbatasan langsung dengan Laut Jawa atau Selat Sunda di
sebelah utara. Di sebelah timur berbatasan dengan Laut Jawa. Sebelah Selatan
berbatasan dengan daratan utama Pulau Jawa dengan Kecamatan Cengkareng,
Penjaringan, Pademangan, Tanjung Priok, Koja, Cilincing dan Tangerang, dan
di sebelah barat berbatasan langsung dengan Laut Jawa atau Selat Sunda.
Kepulauan Seribu berada di posisi geografis antara 106° 20’ 00’’ BT hingga
106° 57’ 00’’ BT dan 5° 10’ 00’’ LS hingga 5° 57’ 00’’ LS terdiri gugusan
pulau terbentang vertikal dari teluk Jakarta hingga ke utara yang berujung di
Pulau Sebira yang berjarak kurang lebih 150 km dari pantai Jakarta Utara
(Dinas Tata Kota DKI Jakarta 2003)
Sekitar 1 juta tahun lalu, pada saat pulau Sumatera, pulau Jawa, pulau
Bali, pulau Kalimantan masih menyatu dengan Semananjung Asia yang
disebut Paparan Sunda atau Sundaland Core. Gugus Kepulauan Seribu
tergolong relatif muda disebabkan inti utama batuan baru terbentuk kurang
lebih 12.000 tahun sebelum masehi (Ongkosono, 1986). Ditinjau dan letak
kontinental dan oseanografisnya, wilayah Kepulauan Seribu mempunyai iklim
5
muson laut tropis, yakni adanya pergantian arah angin setiap setengah tahun
yang disebut angin muson. Suhu udara rata-rata berkisar antara 26,5 °C - 28,5
°C (Dinas Tata Kota DKI Jakarta tahun 2003)
Jumlah seluruh pulau daratan di Kepulauan Seribu sekarang 110 pulau
yang dibagi menjadi 2 kecamatan yaitu kecamatan Kepulauan Seribu Selatan
dan kecamatan kepulauan Seribu Utara. Dari 110 pulau terdapat 36 pulau
digunakan untuk pariwisata, 13 berkembang menjadi pulau pulau
berpenghuni, 11 pulau menjadi persinggahan migrasi burung – burung yang
dilindungi. 20 pulau merupakan pulau yang mengandung peninggalan sejarah.
23 pulau dimiliki secara pribadi maupun resort dan sisanya merupakan pulau
yang tak berpenghuni. Pulau pulau yang berhuni meliputi Pulau Panggang,
Pulau Pramuka, Pulau Kelapa, Pulau Kelapa Dua, Pulau Harapan, Pulau
Sebira, Pulau Tidung Besar, Pulau Payung, Pulau Pari, Pulau Lancang Besar,
dan Pulau Untung Jawa. Kondisi penduduk di Kepulauan Seribu setiap
tahunnya mengalami peningkatan. Pada tahun 2003 jumlah penduduk
sebanyak 19,255 jiwa dan pada tahun 2004 meningkat menjadi 19,593 jiwa.
(Data Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu tahun 2004)
2. Kekayaan Kepulauan Seribu.
Kawasan kepulauan Seribu tengah dikembangkan pariwisata berbasis
pulau dengan menjadikan pulau permukiman menjadi kawasan inti dalam
pengembangan pariwisata di Kepulauan Seribu.
6
a. Lingkungan
Penduduk Kepulauan Seribu adalah seorang pelaut yang berasal
dari etnis Bugis, sehingga budaya yang berkembang di masyarakat saat ini
mencerminkan etnis tersebut. Mata pencaharian penduduk umumnya
sebagai nelayan sebesar 69,36% yang kemudian diikuti oleh mata
pencaharian sebagai PNS 15,2%, pedagang 10,39% dan lain lain 5,05%.
Jumlah penduduk terbesar yang berprofesi sebagai nelayan adalah di
kelurahan Pulau Pari yaitu 84,51%. Sedangkan kelurahan yang
penduduknya paling sedikit berprofesi sebagai nelayan adalah kelurahan
Pulau Harapan yaitu 48,62%. Beberapa pulau mempunyai tingkat
kepadatan yang cukup tinggi, bahkan lebih tinggi dari kepadatan penduduk
rata-rata DKI Jakarta, seperti Pulau Panggang memiliki 35.278 jiwa/km2,
Pulau Kelapa 34.156 jiwa/km2, dan Pulau Harapan 10.000 jiwa/km2.
Kehidupan sehari-hari masyarakat tidak lepas dari keberadaan dan
fungsi laut. Anak-anak biasa dengan kegiatan bersenda gurau dan
berenang di pantai selain kegiatan mereka menuntut ilmu di bangku
sekolah. Kegiatan berenang di dermaga mereka lakukan seolah-olah tidak
ada sedikitpun rasa takut dan ngeri akan tersapu gelombang. Kegiatan
rutin orang tua sebagian besar adalah melaut untuk mencari ikan. Apabila
tidak melaut, hari-hari mereka diisi dengan memperbaiki/ membuat jaring
ataupun memperbaiki/ membuat kapal. Kehidupan seperti ini sudah rutin
dan bisa dinikmati setiap saat.
7
Kehidupan sosial budaya di Kepulauan Seribu cukup unik, karena
kawasan tersebut memiliki kegiatan dan segmentasi masyarakat yang
beragam. Sistem kemasyarakatan di kepulauan Seribu terbentuk oleh
kekerabatan yang kuat, berciri masyarakat pesisir dengan karakteristik
tradisional. Beberapa pulau, seperti Pulau Panggang, Pulau Pramuka, dan
Pulau Kelapa dihuni oleh penduduk yang berasal dari berbagai etnis. Pulau
Kelapa Dua didominasi oleh etnis Bugis dengan sistem kekerabatan yang
kuat. Ciri masyarakat tradisional seperti ikatan sosial, hubungan
kekerabatan, hubungan antar tetangga, sikap gotong royong, dan
sebagainya sangat menonjol di kepulauan Seribu tercermin dalam
kehidupan sehari-hari. Beberaapa pulau berikut merupakan pulau yang
memiliki potensi wisata berupa budaya dan sejarah.
a) Peninggalan bangunan sejarah di pulau Kelor dan pulau Onrust
Pulau sejarah yang meliputi Pulau Kelor, Pulau Onrust dan
pulau Bidadari secara administratif termasuk dalam wilayah
kelurahan Untung Jawa, kecamatan Kepulauan Seribu Selatan,
kabupaten administratif Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta.
Jaraknya dari pantai Ancol sekitar 1,8 km. Pulau – pulau ini
menyimpan sejarah panjang dari periode awal kota berdirinya Batavia
yang kini menjadi kota megapolitan Jakarta. Sebelum abad ke-17
kawasan pulau sejarah yang meliputi pulau Kelor, pulau Onrust, pulau
Cipir, dan pulau Bidadari, keempat pulau ini menjadi tempat
peristirahatan raja – raja Banten sebelum dimanfaatkan Belanda
8
sebagai benteng pertahanan. Daerah yang sejuk dan pepohonan yang
rindang membuat para petinggi kerajaan Banten sangat menyenangi
pulau ini.
Pulau Kelor memiliki peninggalan sejarah berwujud benteng
pertahanan bernama benteng Martello. Benteng ini didirikan sebagai
garda terdepan pertahanan Batavia menghadapi serangan dari laut
seperti serangan Inggris, Portugis, Spanyol dan perompak yang berada
di teluk Jakarta pada abad ke 17-18.
Gambar 1: Benteng Martello di Pulau Kelor
Sumber: Pulau Seribu-Resort.com
Selain pulau Kelor, pulau Onrust juga memiliki berbagai
tinggalan budaya dan sejarah dari masa kolonial Belanda. Kata Onrust
sendiri berasal dari bahasa Belanda yang terdiri dari dua suku kata
yang terdiri dari on dan rust yang dalam bahasa Inggris ditulis un dan
restyang berarti tanpa istirahat. Hal ini merujuk pada aktivitas bongkar
muat barang dan galangan kapal yang tanpa henti sepanjang hari
9
semenjak abad ke 17. Karena banyaknya kapal yang singgah disini
maka penduduk dan nelayan menamakan pulau Kapal. Pulau Onrust
dinyatakan sebagai kawasan pulau bersejarah dan dilindungi melalui
Keputusan Gubernur Kepala DKI Jakarta No. Cb 11 / 2 / 16 / 1992 dan
dikelola oleh Unit Pelaksana Teknik (UPT) Taman Arkeologi Onrust
Dinas Kebudayaan dan Permuseuman DKI Jakarta.
b) Pulau Tidung
Pulau Tidung merupakan pulau terbesar di kepulauan Seribu
dengan luas kurang lebih 50 hektar dan panjang 4 km persegi. Pulau
ini berada di kelurahan Pulau Tidung, kecamatan kepulauan Seribu
Selatan. Mayoritas penduduk pulau Tidung merupakan muslim yang
mempunyai mata pencarian nelayan. Pulau Tidung ramai dikunjungi
para wisatawan karena memiliki potensi wisata yang bagus dengan
kondisi alam yang mendukung. Wisata pulau Tidung adalah jenis
wisata berbasis penduduk, yakni berwisata yang berbaur dengan
penduduk pemukiman warga. Banyak sekali kegiatan wisata yang ada
di pulau Tidung seperti bersepeda , snorkeling, menyelam, menanam
bakau, olahraga air, ziarah makam.
Di pulau Tidung terdapat jembatan sepanjang 2,5 kilometer
yang menghubungkan antara pulau Tidung Besar dan pulau Tidung
Kecil bernama Jembatan Cinta. Di masyarakat Tidung beredar mitos
tentang seputar Jembatan Cinta ini. Bahwa jika sepasang kekasih yang
10
menyeberangi jembatan ini dari pulau Tidung Kecil ke Tidung Besar
cintanya akan abadi dan apabila jika seorang yang belum mendapat
jodoh melompat dari jembatan ke laut akan segera mendapat pasangan
cintanya.
Gambar 2: Jembatan Tidung ikon dari pariwisata Kepulauan Seribu
Sumber: IndoIndians 2016
Jembatan penghubung itu dibangun tahun 2005
membentang 1 km yang menyatukan pulau Tidung Besar yang
bepenghuni penduduk setempat dan pulau Tidung Kecil yang tidak
berpenghuni hanya pepohonan hasil kelola pemerintah daerah Jakarta
untuk dinas pertanian. Jembatan Cinta dibangun melengkung setinggi
6 meter dan merupakan pintu gerbang sebelum memasuki jembatan
kayu.
c) Pulau Panggang
Pulau Panggang merupakan pulau pemukiman terpadat di
kepulauan Seribu yang masuk dalam Kecamatan kepulauan Seribu
11
Utara. Pulau Panggang memiliki sejarah pemerintahan yang panjang.
Terdapat gedung buatan Belanda tahun 1618 yang dikini digunakan
sebagai kantor kelurahan. Kelurahan pulau Panggang seluas 62.10
hektar yang dihuni oleh 5.443 jiwa yang sebagian besar memiliki
profesi sebagai nelayan. Kelurahan pulau Panggang terdiri dari
gugusan 13 pulau, terdiri dari 20 pulau pemukiman, 2 pulau resort, dan
1 pulau pemerintahan. Pulau lainnya merupakan pulau perlindungan
ekosistem seperti di pulau Semak Daun, dan terdapat budidaya ikan
perairan dangkal di pulau Karya yang dikelola oleh PT Nusa Keramba.
Di pulau Panggang terdapat suku asli masyarakat kepulaun
Seribu. Pada tahun 1924 Belanda melaporkan penduduk kepulauan
Seribu didominasi orang Bugis, Mandar Kalimantan dan Banten.
Masyarakat pulau panggang memiliki karakter dan budaya yaitu
campuran suku suku tersebut yang membentuk karakter tersendiri
disebut dengan Orang Pulo. Orang Pulo memiliki gaya bahasa
cenderung bervolume keras dalam berbicara seperti orang Sulawesi,
lincah, gesit dan jago silat seperti orang Banten.
b. Sumber Daya Alam
Kepulauan Seribu merupakan surga tropis yang menawarkan
keindahan alam dan budaya yang letaknya tidak jauh dari Ibukota Jakarta.
Kepulauan Seribu menawarkan daya tarik wisata yang mengedepankan
pada aspek keanekaragaman hayati baik di dalam laut maupun di atas laut
12
dengan pemandangan yang begitu indah. Keindahan alam bahari
Kepulauan Seribu meliputi pesisir pantai, pulau-pulau tak bepenghuni, dan
pemandangan bawah laut yang tiada duanya menjadi salah satu potensi
wisata andalan Provinsi DKI Jakarta. Keindahan budaya dan sejarah
kepulauan Seribu juga sangat menarik seperti mempelajari adat istiadat
masyarakat kepulauan Seribu, kuliner dan sejarahnya.
Pada tahun 2009, kepulauan Seribu merupakan salah satu tempat
wisata bahari terfavorit versi majalah National Geographic dan merupakan
destinasi yang memiliki keanekaragaman hayati terbaik ketiga di dunia
(Thomas Ataladjar, 172). Keindahan alam kepulauan Seribu termasuk
keindahan bawah air yang menajubkan. Terdapat sejumlah pulau cagar
alam atau konservasi yang dilindungi. Adapula pulau pulau pemukiman
yang terus berbenah diri menjadi destinasi wisata nelayan.
a) Terumbu karang
Pulau-pulau di Kepulauan Seribu umumnya dikelilingi oleh
terumbu karang tepian (fringing reefs) pada kedalaman 0,5 - 10
meter. Jenis-jenis karang yang dapat ditemukan di sini termasuk ke
dalam jenis karang keras (hard coral) dan karang funak (soft coral).
tercatat jenis terumbu karang yang terdapat di Kepulauan Seribu
mencakup 68 genera dan subgenera dengan 134 spesies.
Sedangkan dan berbagai penelitian ditemukan bahwa di kawasan
13
Kepulauan Seribu secara keseluruhan terdapat sekitar 276 jenis
karang di wilayah Kepulauan Seribu Utara dan Selatan.
Kepulauan Seribu mempunyai sumber daya alam yang khas
yaitu keindahan alam laut dengan ekosistem karang yang unik
seperti terumbu karang, ikan hias dan ikan konsumsi,
echinodermata, crustacea, molusca, penyu, tumbuhan laut dan
darat, mangrove, padang lamun, dan lain-lain. Terumbu karang di
kawasan perairan ini membentuk ekosistem khas daerah tropik,
pulaupulaunya dikelilingi terumbu karang tepian (fringing reef)
dengan kedalaman 1 - 20 meter. Jenis-jenis karang yang dapat
ditemukan adalah jenis karang keras (hard coral) seperti karang
batu (massive coral) misalnya Monstastrea dan Labophyllia;
karang meja (Table coral); karang kipas (Gorgonia); karang daun
(Leaf coral); karang jamur (Mushroom coral); dan jenis karang
lunak (Soft coral).
Selain terumbu karang di Kepulauan Seribu terdapat
padang lamun yang umumnya didominasi oleh tumbuhan rumput
laut (sea grass) dengan struktur perakaran di dasar perairan.
Penyebaran lamun di seluruh dunia teridentifikasi sebanyak 60
jenis lamun, 20 jenis diantaranya ditemukan di perairan Asia
Tenggara dan terdapat 12 jenis dari 7 marga di Indonesia. Dari 12
jenis lamun yang ada di Indonesia, 8 jenis diantaranya ditemukan
di Kepulauan Seribu. Terdapat 4 (empat) famili rumput laut yang
14
hidup pada padang lamun, yang didominasi oleh genus Thalassia,
Enhalus dan Cymodoceae. Sedangkan dari jenis alga (sea weed)
umumnya ditemukan Halimeda, Sargassum, dan Caulerpa.
(Dwintasari, 2009).
Gambar 3: Ekosistem Terumbu Karang Kepulauan Seribu
Sumber: Taman Nasional Kepulauan Seribu 2016
Secara spesifik, pulau-pulau di kawasan kepulauan Seribu
dibentuk dari gosong karang. Gosong karang terbentuk karena
pengaruh perubahan musim. Selama musim angin barat
(Desember-Mei), air tawar yang mengalir dari Jawa, Sumatra, dan
Kalimantan membawa kandungan nutrien yang berpengaruh bagi
terumbu karang. Kandungan nutrien tersebut menyebabkan jumlah
fitoplankton, zooplankton, dan tutupan alga meningkat sehingga
menekan karang dan menyebabkan karang memutih dan mati.
Karang yang mati tersebut membentuk gosong dan secara
akumulatif dapat membentuk pulau-pulau kecil setelah ratusan
hingga jutaan tahun (Tomascik, dkk., 1997).
15
b) Biota laut Kepulauan Seribu
Keindahan bawah laut Kepulauan Seribu utara jauh lebih
terjaga daripada wilayah Kepulauan Seribu selatan yang
berdekatan dengan DKI Jakarta yang sudah banyak terkena
pencemaran limbah. Di wilayah Kepulauan Seribu bagian utara
banyak ditemukan jenis-jenis yang termasuk dalam famili
Chaetodontidae, Apogonidae dan Pomancanthidae, sedangkan
jenis Ikan konsumsi yang bernilai ekonomis tinggi antara lain
adalah Baronang (Family Siganidae), Ekor Kuning (Family
Caesiodiae), Kerapu (Family Serranidae) dan Tongkol (Eutynus
sp.). Dari hasil pengamatan terdapat 232 Spesies ikan, dengan
kondisi potensi rata-rata 36.132 individuals/hektar. Echinodermata
yang banyak dijumpai diantaranya adalah Bintang Laut Biru, Lili
Laut, Teripang dan Bulu Babi yang juga merupakan indikator
kerusakan terumbu karang. Crustacea yang banyak dikonsumsi
antara lain Kepiting, Rajungan (Portumus sp.) dan Udang Karang
(Spiny lobster). Moluska (binatang lunak) yang dijumpai terdiri
dari Gastropoda, Pelecypoda, termasuk jenis yang dilindungi
diantaranya adalah Kima Raksasa (Tridacna gigas) dan Kima Sisik
(Tridacna squamosa).
16
Gambar 4: Bintang Laut Biru (Linckia laevigata)
Sumber: M. Zada Alsavero 2016
Di pulau pramuka terdapat penangkaran Penyu Sisik
(eretmochelys imbricate) adalah jenis penyu yang memiliki karapas
atau cangkang yang indah. Karapas penyu sisik memiliki nilai
tinggi karena menjadi bahan dasar pembuatan perhiasan ataupun
aksesoris. Karena itu penyu ini banyak diburu sebelum adanya
undang undang yang melindungi penyu sisik. Penyu sisik terdaftar
di IUCN Redlist sebagai hewan yang terancam punah. Berat
Penyu Sisik dapat mencapai 80 kg dan panjang hingga 100 cm.
warna dan bentuk cangkangnya cukup unik, berbentuk seperti sisik
yang tersusun secara teratur.
Penyu sisik berperan penting dalam ekosistem laut
kepulauan Seribu karena diperkirakan penyu sisik dapat
mengkonsumsi hingga 1000 pon atau setara 450 kg
spongepertahun. Dengan kata lain, peran penyu sisik dalam
17
mengendalikan laju pertumbuhan bunga karang yang dapat
mengganggu pertumbuhan terumbu karang yang cukup signifikan.
Dalam upaya pelestarian satwa ini, selain dilakukan perlindungan
terhadap tempat-tempat penelurannya seperti Pulau Peteloran
Timur, Penjaliran Barat, Penjaliran Timur dan Pulau Belanda, telah
dilakukan juga pengembangan pusat penetasan, pembesaran dan
pelepas liaran Penyu Sisik di Pulau Pramuka dan Pulau Sepa.
Di penangkaran pulau Pramuka ribuan telur penyu sisik
berhasil diselamatkan hingga menetas menjadi tukik yang
kemudian siap dileps ke laut. Tercatat pada tahun 1995 yang
dibantu oleh lembaga Jepang, terdapat sekitar sepuluh ribu ekor
penyu sisik yang berhasil dilepas liar ke laut. Hingga kini, rata rata
pertahun sedikitnya 3500 tukik berhasil dihantarkan ke laut sebagai
habitat aslinya. Pengembangan ekowisata pada pulau pramuka
kepulauan Seribu menarik banyak wisatawan. Wisatawan dapat
menyentuh langsung tukik tukik lucu sambil menanyakan segala
seluk beluk tentang program penangkaran penyu sisik.
18
Gambar 5: Penyu sisik (Eretmochelys imbricata)
Sumber: Satu Harapan 2016
c) Elang Bondol
Kepulauan Seribu menjadi tempat persembunyiaan Elang
Bondol. Elang Bondol banyak terdapat di pulau pulau kepuluan
Seribu bagian utara seperti pulau Pramuka dan pulau Kotok. Di
pulau Kotok terdapat konservasi atau penangkaran burung Elang
Bondol yang kini menjadi maskot dari kota DKI Jakarta. Terdapat
kandang kandang besar untuk melindungi Elang Bondol. Konsep
ekowisata juga dikembangkan dipulau ini hanya saja wisatawan
hanya diperbolehkan masuk sampai kandang konservasi yang
jaraknya tak jauh dari dermaga dan tidak diizinkan masuk lebih ke
dalam pulau.
Biasanya pengunjung berlabuh di pulau Kelapa, sementara
penginapan terdapat di pulau Harapan lalu menyewa kapal untuk
dapat ke pulau Kotok. Pulau Kotok Besar dipenuhi pepohonan
yang dibiarkan tumbuh liar, diantaranya pohon kedu dan beberapa
19
pohon kelapa. Burung Elang Bondol bertengger diatas dahan
pohon dan berada didalam sebuah sangkar besar. Terdapat elang
elang Bondol yang berada dalam kondisi yang sangat menyedihkan
hal ini disebabkan oleh penyelundupan illegal di kota kota besar
yang berhasil disita oleh Jakarta Animal Aid Network (Taman
Nasional Kepulauan Seribu, 2014)
d) Flora di Kepulauan Seribu
Sejak zaman kolonial Hindia Belanda kepulauan Seribu
sudah menjadi cagar alam disamping sebagai tembok pertahanan
Belanda sebagaimana tertulis didalam Surat Keputusan Hindia
Belanda No.7 tanggal 3 Mei 1937. Pada tahun 1999 predikat
sebagai cagar alam tersebut diubah statusnya menjadi Suaka
Margasatwa yang dinyatakan dalam keputusan Kementrian
Kehutanan. Dijadikan kepulauan Seribu khususnya Pulau Rambut
sebagai cagar alam pada masa Belanda selain untuk menjaga pulau
tersebut dari kerusakan juga karena keindahan vegetasi hutan
bakaunya yang bias menjaga pulau dari abrasi sehingga pertahanan
Belanda terjaga (Thomas Ataladjar, 2015 : 141).
Pulau Penjaliran Timur di kepulauan Seribu termasuk
sebuah pulau cagar alam seluas 18,14 Ha. Dipulau ini terdapat 11
jenis bakau yang digolongkan ke dalam 7 family yaitu:
Myrsinaceae, Avicenniaceae, Soneratiaceae, Meliaceae,
20
Lythraceae, Combretaceae dan Rhizophoraceae yang sangat
dominan disini. Sebuah indikator bahwa pulau Penjaliran Timur
merupakan habitat yang cocok bagi pertumbuhan bakau dari family
Rhizophoraceae. Pulau Penjaliran Timur tidak memiliki dermaga
seperti halnya pulau Peteloran. Penjaliran Timur menjadi tempat
alami bagi penyu sisik bertelur dan juga tempat perlindungan hutan
bakau. Pulau ini memiliki vegetasi yang cukup lebat antara lain
bakau, pojon kelapa, pandan laut, cemara laut, dan semak belukar.
Kepuluan Seribu memiliki tanaman yang unik yaitu Sukun.
Pohon sukun umumnya tumbuh di didarat, tetapi di kepulauan
Seribu yang merupakan pulau karang banyak ditumbuhi tanaman
Sukun. Tanaman sukun dapat digolongkan menjadi sukun yang
berbiji disebut breadnut dan yang tanpa biji disebut breadfruit.
Sukun tergolong tanaman tropik sejati, tumbuh paling baik di
dataran rendah yang panas. Tanaman ini tumbuh baik di daerah
basah, tetapi juga dapat tumbuh di daerah yang sangat kering
asalkan ada air tanah yang cukup. Kepulauan Seribu sebagai salah
satu daerah potensial penghasil sukun memiliki jenis sukun yang
berbeda dari daerah yang lainnya.
21
Gambar 6: Buah Sukun Kepulauan Seribu
Sumber: Jakarta.go.id
Di Kepulauan Seribu tanaman sukun banyak ditemui di
Pulau Pramuka, Payung, Tidung Besar dan Tidung Kecil. Tanaman
sukun dapat tumbuh di Kepulauan Seribu karena kondisi
agroekosistemnya mendukung. Berdasarkan data yang dikeluarkan
oleh Kementerian Kehutanan (2008), Kepulauan Seribu merupakan
daerah yang memiliki iklim muson laut tropis, yakni adanya
pergantian arah angin setiap setengah tahun yang disebut angin
muson. Sukun memiliki potensi nilai ekonomi yang cukup tinggi
bagi masyarakat Kepulauan Seribu mengingat kondisi ketersediaan
buah sukun di Kepulauan Seribu, terutama pada pulau Tidung
Kecil, Tidung Besar, Payung dan Pramuka yang selalu ada
walaupun di luar musim. Hingga saat ini, olahan sukun yang telah
dikomersialkan oleh penduduk Kepulauan Seribu adalah dalam
bentuk keripik sukun, donat, cookies dan dodol sukun
22
3. Teknik Batik
Batik merupakan tradisi penduduk Indonesia yang berkembang
sejak masa lalu. Sejarah perbatikan di Indonesia berkaitan dengan
perkembangan kerajaan Majapahit, Demak, Pajang, Mataram, Kartasura,
Surakarta, dan Yogyakarta kemudian kebudayaan batik ini mempengarui
kasultanan Banten, Cirebon. Kata “batik” berasal dari gabungan dua kata
bahasa Jawa: “amba”, yang bermakna “menulis” dan “titik” yang
bermakna “titik”. Indonesia Indah, batik (Ari Wulandari 2011 : 4).
Sedangkan menurut Santoso Doellah (2002 : 5) Pengertian Batik
adalah sehelai wastra yakni sehelai kain yang dibuat secara tradisional dan
terutama juga digunakan dalam matra tradisional beragam hias pola batik
tertentu yang pembuatannya menggunakan teknik celup rintang dengan
malam “lilin batik” sebagai bahan perintang warna. Dengan demikian,
suatu wastra dapat disebut batik bila mengandung dua unsur pokok: teknik
celup rintang yang menggunakan lilin sebagai perintang warna dan pola
yang beragam hias khas batik.
Awalnya, batik memiliki ragam corak dan warna yang terbatas, dan
beberapa corak hanya boleh dipakai oleh kalangan tertentu. Namun batik
pesisir menyerap berbagai pengaruh luar, seperti para pedagang asing dan
juga pada akhirnya, para penjajah. Warna-warna cerah seperti merah
dipopulerkan oleh Tionghoa, yang juga memopulerkan corak phoenix.
Bangsa penjajah Eropa juga mengambil minat kepada batik, dan hasilnya
23
adalah corak bebungaan yang sebelumnya tidak dikenal seperti bunga tulip
(Astri Musman, dkk 2011 : 17 – 22)
a. Jenis batik menurut coraknya:
1. Batik klasik atau tradisional
Batik yang mempunyai ciri keindahan, baik keindahan
bentuknya, sesuai dengan fungsinya sebagai seni terapan sebagai
kain busana, maupun seni jiwanya dan filosofinya
2. Batik kontemporer atau modern
Merupakan batik yang tidak lazim keliatan batik, tetapi
masih menggunakan proses pembuatan sama seperti membuat
batik. Konsep kontemporer menyimbulkan gaya modern. Batik
modern ialah semua macam jenis batik yang motif dan gayanya
tidak seperti batik tradisional.
b. Jenis batik menurut cara pembuatannya:
1. Batik tulis
Batik yang dikerjakan dengan menggunakan canting,
canting merupakan alat yang terbuat dari tembaga yang dibentuk
seperti alat tulis dan memiliki bagian untuk menampung malam
(lilin batik)
2. Batik cap
Teknik dengan menggunakan media canting cap dalam
pembuatan motif atau corak batik pada kain. Canting cap adalah
24
suatu alat yang terbuat dari tembaga dimana terdapat desain suatu
motif.
3. Batik kombinasi (perpaduan batik cap dan tulis).
Batik yang pembuatannya dilakukan dengan perpaduan
dengan menggunakan cap dan batik tulis.
c. Jumlah warna dan bahan pewarna turut mempengaruhi harga kain
batik (Reni Kusumawardhani, 2012 : 55). Pada pembuatan batik
terdapat macam zat warna yaitu:
1. Zat warna sintetis atau buatan
Zat warna buatan pada umumnya mempunyai daya
pewarnaan lebih tinggi daripada warna dari bahan alami, dan
memiliki kemurnian tertentu sehingga untuk mencapai suatu warna
tertentu akan lebih cepat dan mudah.
2. Zat warna alam
Zat warna alam berasal dari tumbuh tumbuhan dan
binatang. Pada zaman dahuku zat warna alam diambil dari tumbuh
tumbuhan pada bagian akar, kulit, daun, batang dan bunga.
Diantaranya daun pohon nila (indigofera), akar mengkudu, pohon
soga (kulit dan kayu), kayu laban, kayu mundu, jirek. Sebagian
bahan pembantu untuk menimbulkan warna, memperkuat
ketahanan zat zat warna alam ialah jeruk citrum, cuka, sendawa,
tawas, gula batu, tetes, air kapur, tape, daiun jambu (Sewan
Susanto, 1980 : 82).
Top Related