8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8
1/49
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Profesi akuntan Indonesia di abad ke-21 menghadapi tantangan yang semakin
berat, diantaranya ada tiga tantangan antara lain : pertama, WTO/GATT/GATS yang tidak
hanya merundingkan masalah perdagangan komoditi riil, namun juga sektor jasa. Adapun
tujuan dan semangat hasil perundingan tersebut adalah pada akhirnya semua jenis jasa
dibuka bagi perdagangan dunia dengan tingkat liberalisasi 100%. Kedua, akan
diberlakukannya perdagangan bebas diantara negara-negara di kawasan Asia-Pasifik
dalam rangka kerjasama ekonomi APEC (Asia Pasific Economic Coorporation) pada
tahun 2010 bagi negara maju dan pada tahun 2020 bagi negara berkembang, termasuk
Indonesia. Ketiga, diberlakukannya perdagangan bebas diantara negara-negara di
kawasan ASEAN, yaitu AFTA (Asean Free Trade Area). Di dalam negeri sendiri
paradigma peran profesi akuntan Indonesia berkaitan dengan otonomi daerah dan Good
Coorporate Governance.
Kemajuan ekonomi mendorong munculnya pelaku bisnis baru sehingga
menimbulkan persaingan bisnis yang cukup tajam. Semua usaha bisnis tersebut berusaha
untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Namun terkadang untuk mencapai
tujuan itu, segala upaya dan tindakan dilakukan walaupun pelaku bisnis harus melakukan
tindakan-tindakan yang mengabaikan berbagai dimensi moral dan etika bisnis itu sendiri,
termasuk profesi akuntansi. Untuk mengantisipasi hal itu, maka profesionalisme suatu
profesi harus dimiliki oleh setiap anggota profesi, yaitu berkeahlian, berpengetahuan, dan
berkarakter. Karakter menunjukkan personalitas seorang profesionalisme yang
1
8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8
2/49
diwujudkan dalam sikap profesional dan tindakan etisnya (Machfoedz dalam Winarna
dan Retnowati, 2004).
Di Indonesia, etika akuntan menjadi isu yang sangat menarik. Tanpa etika, profesi
akuntansi tidak akan ada karena fungsi akuntansi adalah penyedia informasi untuk proses
pembuatan keputusan bisnis oleh para pelaku bisnis. Disamping itu, profesi akuntansi
mendapat sorotan yang cukup tajam dari masyarakat. Hal ini seiring dengan terjadinya
beberapa pelanggaran etika yang dilakukan oleh akuntan, baik akuntan publik, akuntan
intern perusahaan maupun akuntan pemerintah.
Dalam menjalankan aktifitasnya seorang akuntan dituntut untuk selalu
menngkatkan profesionalismenya, begitu juga pada karyawan suatu perusahaan. Untuk
mendukung profesionalisme akuntan, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) mengeluarkan
suatu standar profesi yang memuat seperangkat prinsip-prinsip moral dan mengatur
tentang perilaku profesional yaitu kode etik ikatan akuntan Indonesia yang mengatur
tentang norma perilaku hubungan antara akuntan dengan para klien, antara akuntan
dengan sejawatnya dan antara profesi dengan masyarakat. Alasan yang mendasari
diperlukannya kode etik sebagai standar perilaku profesional tertinggi pada profesi
akuntan adalah kebutuhan akan kepercayaan publik terhadap kualitas jasa yang diberikan
profesi akuntan terlepas dari yang dilakukan perorangan. Kepercayaan masyarakat
terhadap kualitas jasa profesional akuntan akan meningkat jika profesi menunjukkan
standar yang tinggi dan memenuhi semua kebutuhan.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka akuntan sebagai suatu profesi harus
menunjukkan sikap professional dalam melakukan pekerjaan. Aranya dkk (1981)
berpendapat bahwa profesi akuntan berbeda dengan profesi lainnya. Profesi akuntan
2
8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8
3/49
8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8
4/49
8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8
5/49
Berdasar uraian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian adalah berikut
ini:
11. Apakah terdapat perbedaan persepsi antara akuntan, mahasiswa akuntansi, dan
karyawan bagian akuntansi dipandang dari segi level hierarkis terhadap etika bisnis?
22. Apakah terdapat perbedaan persepsi antara akuntan, mahasiswa akuntansi, dan
karyawan bagian akuntansi dipandang dari level hierarkis terhadap etika profesi?
1.3 Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini daerah survey dan penyebarannya dilakukan di wilayah
Sumatera Barat, namun untuk lebih terarahnya permasalahan yang dikemukakan dalam
tulisan ini, maka peneliti membatasi area survey pada perguruan tinggi, kantor akuntan
dan perusahaan yang ada di kawasan Kota Padang saja.
I.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan
Tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk mengetahui apakah ada perbedaan
persepsi antara akuntan, mahasiswa akuntansi, karyawan bagian akuntansi dipandang dari
segi level hierarkis terhadap etika bisnis dan etika profesi akuntan.
Manfaat
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah berikut ini.
11. Memberikan pengetahuan empiris mengenai perbandingan antara persepsi etis etika
bisnis dan etika profesi pada akuntan senior, mahasiswa akuntansi senior, dan karyawan
5
8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8
6/49
bagian akuntansi senior dengan akuntan junior, mahasiswa junior, dan karyawan bagian
akuntansi junior.
22. Bagi penulis, agar dapat lebih memahami dan memperluas pengetahuan yang
berkaitan etika bisnis dan etika profesi
3. Bagi peneliti selanjutnya, Sebagai referensi agar mengadakan kajian lebih luas tentang
bahasan ini.
3I.5 Sistematika Penulisan
1Agar memperoleh gambaran yang jelas dan sistematik maka laporan disajikan bab demi
bab, sebagai berikut :
Bab pertama, pendahuluan yang akan menyajikan latar belakang masalah,
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika pembahasan.
Bab kedua, landasan teoritis yang berisi tentang gambaran umum tentang
persepsi, etika, etika bisnis dan etika profesi, penjelasan mengenai level hierarkis, serta
penjelasan mengenai etika profesi akuntan. Sub bab pertama membahas tentang persepsi.
Sub bab kedua berisi tentang pengertian etika dan pembagian etika. Sub bab ketiga
membahas mengenai etika bisnis. Sub bab keempat berisikan tentang etika profesi dan
etika profesi akuntan yaitu yang terdapat di dalam kode etik akuntan Indonesia. Sub bab
ke lima membahas tentang pengertian level hierarakis (senior dan junior) serta hirarki
Akuntan. Sub bab ke enam menguraikan tentang hierarki akuntan, mahasiswa akuntansi
serta karyawan bagian akuntansi. Sub bab ketujuh berisikan tentang pengembangan
hipotesis, dan hipotesis penelitian.
6
8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8
7/49
Bab ketiga, menguraikan tentang metode penelitian dari sampel penelitian dan
sumber data, teknik pengumpulan sampel, definisi operasional variabel, pengujian data,
pengujian hipotesis.
Bab keempat, merupakan hasil penelitian yang meliputi demografi responden,
statistik deskriptif, uji validitas dan uji reabilitas, uji asumsi klasik analisis data, serta
analisis pengujian hipotesis.
Bab kelima, menguraikan tentang kesimpulan, keterbatasan penelitian serta
saran.
7
8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8
8/49
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Tentang Persepsi
Persepsi merupakan proses untuk memahami lingkungannya meliputi objek,
orang, dan simbol atau tanda yang melibatkan proses kognitif (pengenalan). Proses
kognitif adalah proses dimana individu memberikan arti melalui penafsirannya terhadap
rangsangan (stimulus) yang muncul dari objek, orang, dan simbol tertentu. Dengan kata
lain, persepsi mencakup penerimaan, pengorganisasian, dan penafsiran stimulus yang
telah diorganisasikan dengan cara yang dapat mempengaruhi perilaku dan membentuk
sikap. Hal ini terjadi karena persepsi melibatkan penafsiran individu pada objek tertentu,
maka masing-masing objek akan memiliki persepsi yang berbeda walaupun melihat objek
yang sama (Gibson, 1996: 134).
Sedangkan pengertian persepsi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah:
tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu atau merupakan proses seseorang
mengetahui beberapa hal yang dialami oleh setiap orang dalam memahami
setiap informasi tentang lingkungan melalui panca indera .
Menurut Walgito (1997: 53) agar individu dapat menyadari dan dapat membuat
persepsi, maka ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, yaitu berikut ini:
a. Adanya objek yang dipersepsikan (fisik).
b. Adanya alat indera/reseptor untuk menerima stimulus (fisiologis).
c. Adanya perhatian yang merupakan langkah pertama dalam mengadakan persepsi
(psikologis).
8
8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8
9/49
Dari definisi di atas maka pengertian persepsi dalam penelitian ini adalah
merupakan pengalaman tentang obyek, peristiwa, atau hubungan hubungan yang
diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Dengan kata lain,
persepsi adalah memberikan makna pada stimuli indrawi (sensory stimuly) (Rakhmat,
1993: 51).
2.2 Pengertian Etika dan Pembagian Etika
Pengertian etika, dalam bahasa latin "ethica", berarti falsafah moral. Ia
merupakan pedoman cara bertingkah laku yang baik dari sudut pandang budaya, susila
serta agama. Sedangkan menurut Keraf (1997: 10),
etika secara harfiah berasal dari kata Yunani ethos (jamaknya: ta
etha), yang artinya sama persis dengan moralitas, yaitu adat
kebiasaan yang baik .
Istilah etika jika dilihat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1998), memiliki
tiga arti, yang salah satunya adalah nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu
golongan atau masyarakat. Di Indonesia etika diterjemahkan menjadi kesusilaan karena
sila berarti dasar, kaidah atau aturan, sedangkan su berarti baik, dan bagus.
Menurut Martin (1993), etika didefinisikan sebagai
"the discipline which can act as the performance index or reference for our
control system".
Dengan demikian, etika akan memberikan semacam batasan maupun standar yang
akan mengatur pergaulan manusia di dalam kelompok sosialnya. Dalam pengertiannya
yang secara khusus dikaitkan dengan seni pergaulan manusia, etika ini kemudian diwujud
9
8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8
10/49
dalam bentuk aturan atau kode tertulis yang secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan
prinsip-prinsip moral yang ada, dan pada saat yang dibutuhkan akan bisa difungsikan
sebagai alat untuk menghakimi segala macam tindakan yang secara logika-rasional
umum dinilai menyimpang dari kode etik. Dengan demikian etika adalah refleksi dari apa
yang disebut denganself control, karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan
untuk kepentingan kelompok sosial atau profesi itu sendiri.
Dalam banyak hal pembahasan mengenai etika tidak telepas dari pembahasan
mengenai moral. Soseno (1987) mengungkapkan bahwa etika merupakan filsafat atau
pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral.
Menurut Thodorus M Tuanakotta (1997) menyatakan bahwa etik meliputi sifat-sifat
manusia yang ideal atau disiplin atas diri sendiri diatas atau melebihi persyaratan atau
kewajiban menurut undang-undang. Sedangkan S.Munawir (1987), etik merupakan suatu
prinsip moral dan perbuatan yang menjadi landasan bertindak seseorang sehingga apa
yang dilakukannya dipandang oleh masyarakat umum sebagai perbuatan yang terpuji dan
meningkatkan martabat dan kehormatan seseorang. Etik yang disepakati bersama oleh
anggota suatu profesi disebut kode etik profesi.
Menurut Keraf dan Imam (1995:41-43), etika dapat dibagi menjadi dua, yaitu
sebagai berikut.
1. Etika umum
Etika umum berkaitan dengan bagaimana manusia mengambil keputusan etis,
teori-teori etika dan prinsip-prinsip moral dasar yang menjadi pegangan bagi manusia
dalam bertindak, serta tolak ukur dalam menilai baik atau buruknya suatu tindakan. Etika
10
8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8
11/49
umum dapat dianalogkan dengan ilmu pengetahuan, yang membahas mengenai
pengertian umum dan teori-teori.
2. Etika khusus
Etika khusus adalah penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang
kehidupan yang khusus. Etika khusus dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Etika individual, menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya
sendiri.
b. Etika sosial, berkaitan dengan kewajiban, sikap dan pola perilaku manusia
dengan manusia lainnya salah satu bagian dari etika sosial adalah etika
profesi, termasuk etika profesi akuntan.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa etika merupakan
seperangkat aturan/ norma/ pedoman yang mengatur perilaku manusia, baik yang harus
dilakukan maupun yang harus ditinggalkan dan dianut oleh sekelompok/ segolongan
manusia/ masyarakat/ profesi.
2.3 Persepsi Terhadap Etika Bisnis
Kemajuan ekonomi suatu Negara memacu perkembangan bisnis dan mendorong
munculnya pelaku bisnis. Hampir semua usaha bisnis bertujuan untuk memperoleh
keuntungan yang sebesar besarnya (profit-making) agar dapat meningkatkan
kesejahteraan pelaku bisnis dan memperluas jaringan usahanya. Namun terkadang untuk
mencapai semua tujuan itu segala upaya dan tindakan dilakukan walaupun pelaku bisnis
11
8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8
12/49
harus melakukan tindakan-tindakan yang mengabaikan berbagai dimensi moral dan etika
dari bisnis itu sendiri.
Etika bisnis menyangkut kepatuhan perilaku semua pihak yang terkait langsung
atau tidak langsung dengan kegiatan suatu perusahaan. Etika bisnis sangat diperlukan
untuk menjamin kelangsungan dan meraih sukses bisnis tersebut dalam jangka panjang.
Dari segi makro ekonomi, kepatuhan atau penerapan etika bisnis akan menghindari
distorsi mekanisme pasar. Praktek bisnis yang tidak mematuhi etika akan menimbulkan
distorsi sistem dan mekanisme pasar dan dengan demikian akan mengakibatkan alokasi
sumber-sumber secara tidak efisien. Dari segi mikro, akan membangun kepercayaan
semua pemangku kepentingan (stakeholders). Perusahaan yang tidak mengindahkan etika
bisnis akan kehilangan kepercayaan (trust) masyarakat, dan dengan demikian akan
kehilangan konsumen atau pelanggan sehingga lama kelamaan akan tutup.
Bisnis dapat menjadi sebuah profesi etis apabila ditunjang oleh sistem politik
ekonomi yang kondusif , yang berarti untuk menciptakan bisnis sebagai sebuah profesi
yang etis maka dibutuhakan prinsip-prinsip etis untuk berbisnis yang baik dan merupakan
suatu aturan hukum yang mengatur kegiatan bisnis semua pihak secara fair dan baik
disertai dengan sebuah system pemerintahan yang adil dan efektif dalam menegakkan
aturan bisnis tersebut. Menurut muslich (1998, hal 4), mendefenisikan bahwa etika bisnis
sebagai pengetahuan mengenai tata cara yang ideal dalam pengaturan dan pengelolaan
bisnis yang memperhatikan norma dan moralitas yang berlaku secara ekonomi/sosial,
dimana penetapan norma dan moralitas ini dapat menunjang maksud dan tujuan dunia
bisnis.
12
8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8
13/49
Menurut Keraf dan Imam (1995:70-77) terdapat beberapa prinsip
dalam etika bisnis yang meliputi :
a. Prinsip otonomi.
Otonomi adalah sikap dan kemampuan manusia untuk bertindak
berdasarkan kesadarannya sendiri tentang apa yang
dianggapnya baik untuk dilakukan. Dalam prinsip otonomi ini
terkait dua aspek yaitu aspek kebebasan dan aspek tanggung
jawab.
b. Prinsip kejujuran.
Aspek kejujuran dalam bisnis meliputi:
1. Kejujuran terwujud dalam pemenuhan sayart-syarat
perjanjian dan kontrak.
2. Kejujuran juga menemukan wujudnya dalam penawaran
barang dan jasa dengan mutu yang baik.
3. Kejujuran menyangkut hubungan kerja dalam perusahaan.
Prinsip kejujuran ini sangatlah berkaitan dengan aspek
kepercayaan. Kepercayaan ini merupakan modal dasar yang
akan mengalirkan keuntungan yang besar di masa depan.
c. Prinsip tidak berbuat jahat dan prinsip berbuat baik.
Prinsip ini memiliki dua bentuk yaitu prinsip berbuat baik
menuntut agar secara aktif dan maksimal kita semua berbuat hal
yang baik bagi orang lain dan dalam bentuk yang minimal dan
pasif, menuntut agar kita tidak berbuat jahat kepada orang lain.
13
8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8
14/49
d. Prinsip keadilan.
Prinsip ini menuntut agar kita memperlakukan orang lain sesuai
dengan haknya. Hak orang lain perlu dihargai dan jangan
sampai dilanggar.
e. Prinsip hormat pada diri sendiri.
Sebenarnya dalam arti tertentu prinsip ini sudah tercakup dalam
prinsip pertama dan prinsip kedua diatas. Prinsip ini sengaja
dirumuskan secara khusus untuk menunjukkan bahwa setiap
individu itu mempunyai kewajiban moral yang sama bobotnya
untuk menghargai diri sendiri.
Menurut bertens (2000), etika bisnis dapat dijalankan pada tiga
taraf, yaitu :
1. Taraf makro
Yaitu taraf dimana etika bisnis mempelajari aspek-aspek
moral dari system ekonomi sebagai keseluruhan
2. Taraf meso
Disebut juga taraf madya atau menengah yang merupakan
tingkat dimana etika bisnis menyelidiki masalah-masalah etis
di bidang organisasi
3. Taraf mikro
Pada taraf ini yang difokuskan ialah individu dalam hubungan
dengan ekonomi atau bisnis.
14
8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8
15/49
2.4 Persepsi Terhadap Etika Profesi
Masalah etika profesi merupakan suatu isu yang selalu menarik untuk riset karena
profesi memiliki komitmen moral yang tinggi. Para pelaku bisnis ini diharapkan
mempunyai integritas dan kompetensi yang tinggi. Berbagai pelanggaran etika telah
banyak terjadi saat ini yang dilakukan oleh akuntan ataupun karyawan bagian akuntansi,
misalnya berupa rekayasa data akuntansi untuk menunjukkan kinerja perusahaan agar
terlihat lebih baik, ini merupakan pelanggaran akuntan terhadap etika profesinya yang
telah melanggar kode etik akuntan karena akuntan telah memiliki seperangkat kode etik
tersendiri yang disebut sebagai aturan tingkah laku moral bagi akuntan dalam
masyarakat.
Selain kaidah etika masyarakat juga terdapat dengan apa yang disebut dengan
kaidah profesional yang khusus berlaku dalam kelompok profesi yang bersangkutan. Etka
tersebut dinyatakan secara tertulis atau formal dan selanjutnya secara consensus disebut
dengan kode etik. Sifat sanksinya berupa moral psikologik, yaitu dikucilkan dari
pergaulan kelompok profesi yang bersangkutan ( Desriani, 1993).
Dalam hal etika profesi, sebuah profesi memiliki komitmen moral
yang tinggi, yang biasanya dituangkan dalam bentuk aturan khusus
yang menjadi pegangan bagi setiap orang yang mengemban profesi
yang bersangkutan. Aturan ini merupakan aturan main dalam
menjalankan atau mengemban profesi tersebiut yang biasanya disebut
sebagai kode etik yang harus dipenuhi dan ditaati oleh setiap profesi.
Menurut Chua dkk (1994) menyatakan bahwa etika professional juga
15
8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8
16/49
berkaitan dengan perilaku moral yang lebih terbatas pada kekhasan
pola etika yang diharapkan untuk profesi tertentu.
Setiap profesi yang memberikan pelayanan jasa pada masyarakat harus memiliki
kode etik yang merupakan seperangkat prinsip-prinsip moral dan mengatur tentang
perilaku profesional (Agoes, 1996). Tanpa etika, profesi akuntansi tidak akan ada karena
fungsiaAkuntansi adalah penyedia informasi untuk proses pembuatan keputusan bisnis
oleh para pelaku bisnis. Pihak-pihak yang berkepentingan terhadap etika profesi adalah
akuntan publik, penyedia informasi akuntansi dan mahasiswa akunatansi (Suhardjo dan
Mardiasmo, 2002). Etika profesi merupakan karakteristik suatu profesi yang
membedakannya dengan profesi lain yang berfungsi untuk mengatur tingkah laku para
anggotanya.
Kelompok profesional merupakan kelompok yang berkeahlian dan berkemahiran
yang diperoleh melalui proses pendidikan dan pelatihan yang berkualitas dan berstandar
tinggi tersebut dalam menerapkan semua keahlian dan kemahirannya yang tinggi itu
hanya dapat dikontrol dan dinilai dari dalam oleh rekan sejawat, sesama profesi sendiri.
Kehadiran organisasi profesi dengan perangkat "built-in mechanism" berupa kode etik
profesi dalam hal ini jelas akan diperlukan untuk menjaga martabat serta kehormatan
profesi, dan disisi lain melindungi masyarakat dari segala bentuk penyimpangan maupun
penyalah-gunaan keahlian (Wigjosoebroto, 1999). Oleh karena itu dapatlah disimpulkan
bahwa sebuah profesi hanya dapat memperoleh kepercayaan dari masyarakat, bilamana
dalam diri para elit profesional tersebut ada kesadaran kuat untuk mengindahkan etika
profesi pada saat mereka ingin memberikan jasa keahlian profesi kepada masyarakat
yang memerlukannya. Tanpa etika profesi, apa yang semula dikenal sebagai sebuah
16
8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8
17/49
profesi yang terhormat akan segera jatuh terdegradasi menjadi sebuah pekerjaan
pencarian nafkah biasa (okupasi) yang sedikitpun tidak diwarnai dengan nilai-nilai
idealisme dan ujung-ujungnya akan berakhir dengan tidak lagi adanya kepedulian
maupun kepercayaan yang pantas diberikan kepada para elite profesional ini.
Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia
Dalam menjalankan profesinya, seorang akuntan diatur oleh kode etik akuntan.
Kode etik ikatan akuntan Indonesia merupakan norma perilaku yang mengatur hubungan
antara akuntan dengan para klien, antara akuntan dengan sejawatnya dan antara profesi
dengan masyarakat. Keberadaan kode etik menyatakan secara eksplisit beberapa kriteria
tingkah laku yang harus ditaati oleh profesi.
Etika profesi akuntan di Indonesia diatur dalam Kode Etik Akuntan Indonesia,
Kode Etik ini mengikat para anggota IAI di satu sisi dan dapat dipergunakan oleh
akuntan lainnya yang bukan atau belum menjadi anggota IAI di sisi lainnya. Kode Etik
Akuntan Indonesia yang baru tersebut terdiri dari empat bagian (Prosiding kongres VIII,
1998), yaitu:
1. Kode Etik Umum.
17
8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8
18/49
Terdiri dari 8 prinsip etika profesi, yang merupakan landasan perilaku etika
profesional, memberikan kerangka dasar bagi Aturan Etika, dan mengatur
pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota, yang meliputi:
a. prinsip tanggung jawab profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap
anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan
profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
b. prinsip kepentingan publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka
pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan
menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
c. prinsip integritas
intergritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya
pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang mendasari
kepercayaan publik dan patokan bagi anggota dalam menguji semua
kebutuhan yang diambil.
d. prinsip objektivitas
objektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai yang diberikan
atas jasa anggota. Prinsip objektivitas mengharuskan anggota bersikap
adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias,
bebas dari benturan kepentingan atau berada di bawah pengaruh pihak
lain.
e. prinsip kompetensi dan kehati-hatian profesional
18
8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8
19/49
anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesionalnya
dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya, demi kepentingan
pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung jawab profesi kepada
publik. Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Setiap
anggota harus melakukan upaya untuk mencapai tingkatan kompetensi
sehingga kualitas jasa yang diberikan memenuhi tingkat profesionalisme
yang tinggi.
f. prinsip kerahasiaan
setiap anggota haus menghormati kerahasiaan informasi yang diperolej
selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau
mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak
atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya.
g. prinsip perilaku profesional
setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi
yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
h. prinsip standar teknis.
Standar teknis yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan
oleh Ikatan Akuntan Indonesia, International Federation of Accountant,
badan pengatur, dan peraturan perundang-undangan yang relevan.
2. Kode Etik Aturan Kompartemen Akuntan.
Kode Etik Akuntan Kompartemen disahkan oleh Rapat Anggota Kompartemen
dan mengikat selurus anggota Kompartemen yang bersangkutan. Sebelum tahun
1998, IAI hanya memiliki kode etik yang mengikat seluruh anggotanya. Aturan-
19
8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8
20/49
aturan yang berlaku dalam kode etik dirumuskan dan disahkan dalam kongres IAI
yang melibatkan seluruh anggota IAI tanpa melihat keanggotaan kompartemen
anggota yang bersangkutan. Akan tetapi setelah tahun 1998, seluruh kompartemen
IAI telah memiliki aturan etika masing-masing. Dengan demikian, kode etik IAI
memeliki empat aturan etika kompartemen, yaitu aturan etika kompartemen
Akuntan Publik (KAP), Kompartemen Akuntan Pendidik (KAPd), Kompartemen
Akuntan Manajemen (KAM), kompartemen Akuntan Sektor Publik (KASP).
3. Interpretasi Kode Etik Akuntan Kompartemen.
Interpretasi Kode Etik Akuntan Kompartemen merupakan panduan penerapan
Kode Etik Akuntan Kompartemen. Interpretasi aturan etika ini adalah interpretasi
yang dikeluarkan oleh pengurus kompartemen setelah memperhatikan tanggapan
dari anggota dan pihak-pihak berkepentingan lainnya sebagai panduan dalam
penerapan etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya
4. Tanya jawab.
Pernyataan Etika Profesi yang berlaku saat itu dapat dipakai sebagai interpretasi
dan atau aturan etika sampai dikeluarkannya aturan dan interpretasi baru untuk
mengantikannya. Tanya jawab memberikan penjelasan atas setiap pertanyaan dari
anggota kompartemen tentang aturan etika beserta interpretasinya.
20
8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8
21/49
Di Indonesia, penegakan Kode Etik dilaksanakan oleh sekurang kurangnya
enam unit organisasi, yaitu: Kantor Akuntan Publik, Unit PeerReview Kompartemen
Akuntan Publik IAI, Badan Pengawas Profesi Kompartemen Akuntan Publik IAI,
Dewan Pertimbangan Profesi IAI, Departemen Keuangan RI, dan BPKP. Selain
keenam unit organisasi tadi, pengawasan terhadap Kode Etik diharapkan dapat
dilakukan sendiri oleh para anggota dan pimpinan KAP. Hal ini tercermin di dalam
rumusan Kode Etik Akuntan Indonesia pasal 1 ayat 2, yang berbunyi:
Setiap anggota harus selalu mempertahankan integritas dan obyektifitas
dalam melaksanakan tugasnya. Dengan mempertahankan integritas, ia akan
bertindak jujur, tegas dan tanpa pretensi. Dengan mempertahankan
obyektifitas, ia akan bertindak adil tanpa dipengaruhi tekanan/permintaan
pihak tertentu/ kepentingan pribadinya .
Kode Etik Akuntan Indonesia ini mengikat para anggota Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI) dan dapat dipergunakan oleh akuntan lainnya yang bukan atau belum
menjadi anggota IAI. Ada dua sasaran pokok dari kode etik ini, yaitu: pertama, kode etik
ini bermaksud untuk melindungi masysrakat dari kemungkinan dirugikan oleh kelalaian,
baik secara sengaja maupun tidak sengaja dari kaum profesional. Kedua, kode etik ini
bertujuan untuk melindungi keluhuran profesi tersebut dari perilaku-perilaku buruk
orang-orang tertentu yang mengaku dirinya professional (Keraf, 1998).
2.5 Tinjauan Tentang Level Hierarkis
Salah satu hal yang mempengaruhi seseorang berperilaku etis adalah lingkungan,
yang salah satunya adalah lingkungan kerja yang bersifat hirarki, yang membedakan yang
21
8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8
22/49
telah lebih dulu atau yang lebih lama pengalaman kerjanya yang biasa disebut dengan
senior dengan karyawan yang baru atau masih baru di suatu lingkungan kerja yang biasa
disebut dengan junior.
Kata level berasal dari bahasa latin yaitu livel yang berarti nilai dalam arti
taksiran sesuatu, angka kepandaian, banyak sedikitnya. Sedangkan hierarkis dapat
diartikan dengan susunan pemerintahan, organisasi yang dilakukan orang yang bertingkat
pangkat dan kedudukannya. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa level
hierarkis merupakan suatu kedudukan yang melambangkan suatu tingakatan atau angka.
Konsep level hierarkis pada penelitian ini lebih mengacu kepada tingkatan umur
atau pengalaman seseorang yang lebih sering dikenal dengan senior dan junior. Kata
senior dan junior berasal dari bahasa latin yang berarti angkatan atau golongan. Senior
merupakan golongan yang lebih tua sedangkan junior merupakan golongan atau angkatan
yang lebih muda.
Konvensi atau definisi tradisional kuno menyebutkan bahwa yang dimaksud
dengan senior adalah orang yg lebih tua dalam segi usia (dan dengan demikian dianggap
banyak pengalaman dan lebih bijak). Namun bukan berarti yang lebih senior lebih bijak
dalam melakukan berbagai hal. Intinya yang dihargai dari seorang senior adalah sikapnya
yang bijak bukan kesenioran itu sendiri. Dengan kata lain, siapapun yang bersikap
bijaksana, kreatif dan memiliki visi ke depan lebih maju, baik itu yunior atau senior
bahkan anak kecil sekalipun, seharusnya mendapat tanggapan yang sewajarnya di bidang
dimana dia lebih mampu dari yang lebih tua angkatannya.
22
8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8
23/49
2.6 Hierarki Akuntan, Mahasiswa, dan Karyawan Terhadap Etika Bisnis dan Etika
Profesi
Perilaku etis antara auditor senior dan auditor yunior akan dipengaruhi oleh lama
pengalaman kerja yang mana selama bekerja sebagai seorang auditor dihadapkan dengan
tindakan-tindakan yang berkaitan dengan perilaku etis (Prasetyo, 2004). Lama
pengalaman kerja adalah jangka waktu (tahun) seorang auditor bekerja. Lama
pengalaman kerja dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu
mereka yang telah bekerja lebih dari lima tahun dikategorikan sebagai
auditor senior dan mereka yang bekerja di bawah lima tahun sebagai
auditor junior. Pembagian ini berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan Budiyanti (dalam Widiastuti, 2003).
Orientasi professional pada dasarnya berkaitan dengan level organisasi (Sorensen,
1974). Berbagai penelitian mempertanyakan apakah ada nilai-nilai profesional yang
berbeda antara berbagai posisi organisasional, misalnya antara partner dan staf akuntan.
Studi yang dilakukan oleh Sorensen (1974) menunjukkan bahwa meningkatnya orisentasi
birokrasi dan berkurangnya orientasi profesional berada pada posisi rendah ke posisi
tinggi, misalnya junior ke senior akuntan, ia berpendapat bahwa nilai-nilai profesioal atau
komitmen professional didefinisikan sebagai :
a) keinginan yang kuat untuk menjadi bagian dari profesi; dan
b) berkeinginan yang kuat untuk menjadi anggota profesi.
Dengan demikian partner akhirnya merasa lebih memiliki dibandingkan stafnya.
Sedangkan Aranya dkk (1981) berpendapat bahwa staf akuntan yang berada pada tingkat
23
8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8
24/49
bawah merasa bahwa dalam tahap transisional karena berkaitan dengan karier maka nilai
profesional perlu untuk ditingkatkan.
Pada perusahaan manapun pasti terdiri dari karyawan senior dan karyawan
junior. Tentu saja yang dimaksud karyawan senior adalah karyawan yang memiliki masa
kerja cukup lama di suatu perusahaan. Biasanya karyawan senior juga memiliki
pengalaman yang lebih tinggi dan mampu menghandle pekerjaan-pekerjaan sulit.
sebaliknya karyawan junior adalah karyawan yang masa kerjanya masih pendek.
Karyawan baru ditambah usianya yang masih muda, tergolong karyawan yunior. Selama
ini mereka yang senior di kantor dianggap memiliki jam terbang yang lebih tinggi
dibanding yang junior. Selain itu mereka memiliki keunggulan pengalaman dalam
menangani masalah-masalah rutin di perusahaan. Dan senior biasanya juga dianggap
lebih memahami gaya atau aturan tak tertulis di perusahaan.
Dari uraian di atas, maka sudah seharusnya calon akuntan (mahasiswa) perlu
diberi pemahaman yang cukup terhadap masalah-masalah etika bisnis dan etika profesi
yang akan mereka hadapi. Terdapatnya mata kuliah yang berisi ajaran moral dan etika
sangat relevan untuk disampaikan kepada mahasiswa. Dalam hal ini berarti keberadaaan
pendididikan etika memiliki peranan penting dalam perkembangan profesi di bidang
akuntansi di Indonesia.
2.7 Pengembangan Hipotesis
Penelitian ini merupakan pengembangan dan kolaborasi dari beberapa penelitian
sebelumnya, Ludigdo (1999) dan Murtanto dan Marini (2003) serta Indiana Farid
Martadi
24
8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8
25/49
dan Sri Suranta (2006). Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang
sebelumnya adalah : Ludigdo (1999) yang mengadakan penelitian tentang pengaruh
gender terhadap etika bisnis antara akuntan dan mahasiswa akuntansi. Dari penelitian
tersebut diperoleh hasil bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan baik dari akuntan
maupun mahasiswa akuntansi. Penelitian ini menambah satu variabel yaitu etika profesi
serta menambah jumlah responden yaitu karyawan bagian akuntansi.
Pada penelitian Murtanto dan Marini (2003) menguji perbedaan persepsi antara
akuntan, mahasiswa dari gender terhadap etika bisnis dan etika profesi akuntan, Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara
persepsi akuntan pria dan akuntan wanita terhadap etika bisnis dan etika profesi akuntan.
Demikian juga untuk mahasiswa dan mahasiswi tidak ada perbedaan yang signifikan
untuk etika profesi akuntan. Namun, untuk etika bisnis ada perbedaaan persepsi antara
mahasiswa dan mahasiswi. Sedang penelitian ini menambah satu kelompok sampel, yaitu
karyawan bagian akuntansi, dalam hal ini termasuk akuntan intern perusahaan.
Pada penelitian Sri suranta dan Indiana (2006) menguji perbedaan persepsi antara
akuntan, mahasiswa dan karyawan bagian akuntansi dipandang dari segi gender terhadap
etika bisnis dan etika profesi akuntan. Hasil penelitian ini yaitu tidak terdapat perbedaan
persepsi yang signifikan antara akuntan pria, mahasiswa akuntansi, dan karyawan bagian
akuntansi dengan akuntan wanita, mahasiswi akuntansi, dan karyawati bagian akuntansi
terhadap etika bisnis serta tidak terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara
akuntan pria dan mahasiswa akuntansi dengan akuntan wanita dan mahasiswi Akuntansi
terhadap etika profesi. Sedangkan untuk sampel karyawan bagian akuntasi terdapat
perbedaan persepsi yang signifikan antara karyawan bagian akuntansi pria dengan
25
8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8
26/49
karyawan bagian akuntansi wanita terhadap etika profesi. Bedanya dengan penelitian ini
variablegenderdiganti dengan level hierarkis (senior dan junior). Serta mengganti area
survei di luar wilayah Surakarta yaitu di daerah Sumatra Barat tepatnya di wilayah kota
Padang.
Berdasarkan hasil berbagai peneliti di atas, maka penulis tertarik untuk menguji
perbedaan persepsi antara akuntan, mahasiswa akuntansi, dan karyawan bagian akuntansi
dipandang dari segi level hierarkis terhadap etika bisnis dan profesi. Berdasarkan
berbagai penelitian diatas dirumuskan hipotesis alternatif sebagai berikut :
H1: Terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara senior dengan junior pada
akuntan, mahasiswa akuntansi, dan karyawan bagian akuntansi terhadap
etika bisnis.
H2: Terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara senior dengan junior pada
akuntan, mahasiswa akuntansi, dan karyawan bagian akuntansi terhadap
etika profesi.
26
8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8
27/49
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Populasi dan Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah akuntan, mahasiswa akuntansi, dan
karyawan bagian akuntansi di wilayah kota Padang. Sampel akuntan dalam penelitian ini
adalah akuntan pendidik, akuntan publik, dan akuntan pemerintah yang ada di wilayah
kota Padang. Populasi untuk sampel akuntan pendidik adalah akuntan pendidik (dosen)
tetap, baik di perguruan tinggi negeri maupun perguruan tinggi swasta yang membuka
jurusan akuntansi di wilayah kota Padang, dengan masa kerja minimal 1 (satu) tahun.
Sampel akuntan publik adalah akuntan publik yang bekerja di Kantor Akuntan
Publik (KAP) dan memiliki pengalaman mengaudit minimal selama 1 (satu) tahun.
Populasi untuk akuntan publik adalah Kantor Akuntan Publik yang ada di Wilayah
Padang, yang terdaftar di Ikatan Akuntan Indonesia.
27
8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8
28/49
Sampel mahasiswa akuntansi dalam penelitian ini adalah mahasiswa akuntansi
yang telah menempuh atau sedang menempuh mata kuliah pengantar bisnis dengan
populasi pada perguruan tinggi baik negeri ataupun swasta yang membuka jurusan
akuntansi di wilayah kota Padang.
Pada sampel karyawan bagian akuntansi adalah karyawan bagian akuntansi yang
bekerja pada perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Padang. Populasi perusahaan itu
terdiri dari perusahaan jasa, perusahaan manufaktur, maupun perusahaan dagang, dan
telah memiliki masa kerja minimal 2 (dua) tahun.
Jumlah sampel minimum yang akan diteliti untuk masing-masing kelompok
responden adalah 30 orang, hal ini sesuai dengan rules of thumb yang dikemukakan oleh
Roscoe dalam Sekaran (2000).
3.2 Teknik Pengumpulan Data
Pengambilan sampel (sampling) dilakukan dengan menggunakan dengan metode
purposive sampling. Alasan pengambilan sampel dengan metode purposive sampling
karena peneliti hanya akan memilih sampel yang memiliki pengetahuan dan pemahaman
tentang pentingnya etika bisnis dan etika profesi sehingga mereka dapat memberikan
jawaban yang dapat mendukung jalannya penelitian ini.
Penelitian ini menggunakan teknik kuesioner dalam mengumpulkan data yang
dibutuhkan. Teknik kuesioner adalah teknik pengumpulan data dengan cara menyebarkan
daftar pertanyaan yang terdiri dari kasus-kasus praktik etika bisnis dan etika profesi
kepada responden. Kasus-kasus yang digunakan peneliti adalah daftar yang bersifat
28
8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8
29/49
tertutup karena telah disediakan alternatif jawaban yang mungkin dipilih sehingga
responden merasa mudah dalam mengisi kuesioner.
. Kedua untuk akuntan pendidik, peneliti mendistribusikan kuesioner secara
langsung kepada akuntan pendidik yang bersangkutan, dan sebagian dititipkan kepada
Ketua Jurusan akuntansi perguruan tinggi yang bersangkutan untuk didistribusikan pada
akuntan pendidik di lingkungan pergururan tinggi yang bersangkutan.
Pertama, untuk akuntan publik, peneliti mendistribusikan kuesioner secara
langsung kepada Bagian resepsionis KAP yang bersangkutan untuk didistribusikan pada
akuntan yang bekerja pada KAP yang bersangkutan, kemudian peneliti mengambil
kuesioner tersebut setelah jangka waktu tertentu. Kedua untuk mahasiswa akuntansi,
peneliti mendistribusikan kuesioner kepada mahasiswa yang bersangkutan secara
langsung ke universitas masing-masing untuk mengisi kuesioner , dan sebagian dititipkan
pada ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan akuntansi perguruan tinggi yang bersangkutan
untuk didistribusikan pada mahasiswa akuntansi di lingkungan perguruan tinggi masing-
masing
Untuk karyawan bagian akuntansi, peneliti mendistribusikan secara langsung dan
sebagian menitipkan kuesioner di bagian personalia setiap instansi dan membuat
kesepakatan dengan instansi tersebut tentang waktu pengambilan kuesioner.
3.3 Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini merupakan kuesioner yang terdiri
dari 2 bagian. Bagian pertama dari kuesioner ini berisi pertanyaan mengenai identitas
responden yang menanyakan mengenai nama, jenis kelamin, status. Mahasiswa juga
29
8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8
30/49
ditanya tentang semester dan tingkat mahasiswa saat ini, untuk akuntan dan karyawan
bagian akuntansi juga ditanyakan mengenai lama bekerja di instansi tersebut, serta
khusus untuk karyawan bagian akuntansi ditanyakan pula mengenai apakah laporan
keuangan perusahaan tempat responden bekerja telah diaudit.
Bagian kedua dari kuesioner berisi pernyataan mengenai persepsi responden
mengenai kasus-kasus praktek etika bisnis serta pernyataan mengenai persepsi responden
mengenai delapan prinsip kode etik IAI.
Pernyataan-pernyataan ini bersifat tertutup karena peneliti telah menyediakan
alternatif jawaban yang dapat dipilih oleh responden. Alternatif jawaban tersebut
dikembangkan dengan menggunakan skala likertyang berupa jawaban sangat tidak setuju
(1), tidak setuju (2), netral (3), setuju (4), sangat setuju (5).
3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Dalam penelitian ini yang menjadi variabel nya adalah Level hierarkis, etika
bisnis dan etika profesi. Konsep level hierarkis pada penelitian ini lebih mengacu kepada
tingkatan umur atau pengalaman seseorang yang lebih sering dikenal dengan seniordan
junior. Lama pengalaman kerja adalah jangka waktu (tahun) seorang auditor bekerja.
Lama pengalaman kerja dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu mereka yang telah
bekerja lebih dari lima (5) tahun dikategorikan sebagai auditor senior dan mereka yang
bekerja di bawah lima tahun sebagai auditor junior. Demikian juga dengan karyawan
yang telah bekerja lebih dari lima (5) tahun digolongkan sebagai karyawan senior dan
karyawan yang bekerja dibawah lima tahun termasuk kepada karyawan junior. Pada
sampel mahasiswa akuntansi, mahasiswa senior adalah mahasiswa yang telah menjalani
30
8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8
31/49
kuliah lebih dari empat (4) semester, dan mahasiswa junior merupakan mahasiswa yang
menjalani kuliah dibawah empat semester.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini merupakan kuesioner yang terdiri
dari 2 bagian. Tingkatan level hierarkis pada penelitian ini diukur pada bagian pertama
dari kuesioner ini berisi pertanyaan mengenai identitas responden yang menanyakan
mengenai nama, jenis kelamin, umur, status. Mahasiswa juga ditanya tentang tingkat atau
semester mahasiswa saat ini, untuk akuntan dan karyawan bagian akuntansi juga
ditanyakan mengenai lama bekerja di instansi tersebut, serta khusus untuk karyawan
bagian akuntansi ditanyakan pula mengenai apakah laporan keuangan perusahaan tempat
responden bekerja telah diaudit.
Variabel lainnya dalam penelitian ini adalah etika bisnis dan etika profesi.
Perbedaan persepsi akuntan, mahasiswa serta karyawan bagian akuntasi terhadap etika
bisnis dan etika profesi diukur pada bagian kedua dari kuesioner berisi pernyataan
mengenai persepsi responden mengenai kasus-kasus praktek etika bisnis serta pernyataan
mengenai persepsi responden mengenai delapan prinsip kode etik IAI.
3.5 Pengujian Instrumen
Sebelum data diolah untuk menguji hipotesis, terlebih dahulu dilakukan pengujian
instrumen dengan uji validitas dan reliabilitas untuk melihat apakah data yang diperoleh
dari responden dapat menggambarkan secara tepat konsep yang diuji.
3.5.1 Uji Validitas
31
8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8
32/49
Validitas menunjukkan tingkat kemampuan suatu instrumen untuk
mengungkapkan sesuatu yang menjadi objek pengukuran yang dilakukan dengan
instrumen penelitian tersebut. Jika suatu item pernyataan dinyatakan tidak valid, maka
item pernyataan itu tidak dapat digunakan dalam uji-uji selanjutnya.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis factor yaitu
analisis struktur hubungan (korelasi) diantara sejumlah variabel yang menentukan suatu
set dimensi yang disebut faktor, yang terdapat pada program komputer SPSS 14,0
version. Hasil uji korelasi tersebut dikatakan valid jika apabila item-item yang terdapat
dalam analisis factor yang disebut dengan factor loading lebih besar dari 0,4 (>0,4).
Dan sebaliknya jikafactor loadingkurang dari 0,4 berarti item tersebit tidak valid
3.5.2 Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas dilakukan terhadap pernyataan-pernyataan yang sudah valid untuk
mengetahui sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten apabila dilakukan pengukuran
ulang pada kelompok yang sama dengan alat ukur yang sama.
Pengujian reliabilitas dianalisis dengan menggunakan teknik dari Cronbach yaitu
Cronbachs Alpha yang terdapat pada program computerSPSS 14.0 version. Instrumen
dianggap reliabel apabila Cronbachs Alpha diatas 0,5 (nunally, 1987)
3.6Uji Asumsi Klasik
Uji Normalitas
Sebelum melakukan pengujian hipotesis maka dilakukan uji asumsi normal untuk
mengetahui apakah variabel yang dibandingkan rata-ratanya telah terdistribusi normal.
32
8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8
33/49
Teknik pengujian normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah One Sample
Kolmogorov-Smirnov Testyang terdapat pada pogram komputer SPSS 14,00 version.
Pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan pada tingkat signifikansi asym.sig (2-
tailed). Nilai asym.sig (2-tailed) dari uji normalitas ini haruslah 0,05 baru dikatakan
data telah terdistribusi secara normal, karena jika nilai signifikansinya lebih kecil dari
0,05 maka data tidak terdistribusi secara normal.
Jika data berdistribusi tidak normal maka digunakan metode trimming. Salah satu
penyebab yang menjadikan data tidak berdistribusi normal adalah karena terdapat
beberapa item data yang bersifat outliers, yaitu yang mempunyai nilai di luar batas
normal dibandingkan dengan data lain dalam suatu sampel. Untuk itu digunakan metode
trimming, yaitu membuang data yang bersifat outliers tersebut (Nugroho: 2005).
3.7 Teknik Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis pada penelitian persepsi responden yang dipandang dari segi
gender terhadap etika bisnis dan etika profesi digunakan alat uji statistikpaired-Samples
Test. Pengujian hipotesis ini dimasudkan untuk membandingkan beda 2 rata-rata persepsi
terhadap etika bisnis dan etika profesi dari masing-masing kelompok.
Dasar pengambilan keputusannya adalah jika probabilitas lebih besar dari 0,05
maka Ha ditolak, artinya tidak ada perbedaan signifikan antara kelompok sampel.
Sebaliknya jika probabilitas lebih kecil dari 0,05 maka Ha diterima, artinya terdapat
perbedaan signifikan antara kelompok sampel.
33
8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8
34/49
BAB IV
ANALISA HASIL PENELITIAN
Dalam bab ini penulis akan menjelaskan tentang hasil dari analisis yang telah
dilakukan oleh penulis sendiri yaitu persepsi akuntan, mahasiswa akuntansi, dan
karyawan bagian akuntansi dipandang dari segi level hierarkis terhadap etika bisnis dan
etika profesi. Disini penulis juga akan menjelaskan mengenai proses yang dilakukan
penulis dalam pengumpulan data serta beberapa analisis pendahuluan seperti uji
reliabilitas dan validitas instrumen. Dalam pengujian statistik deskriptif dan hasil analisis
data yang digunakan untuk menguji hipotesis dari penelitian ini juga akan dijelaskan pada
bagian akhir dari bab ini.
4.1 Demografi Responden
Populasi dari penelitian ini adalah akuntan, mahasiswa akuntansi, dan karyawan
bagian akuntansi di wilayah Padang. Sebelumnya proses pengumpulan data telah
34
8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8
35/49
8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8
36/49
dilakukan periksa ulang ternyata dari 135 kuesioner yang dikembalikan 14 diantaranya
tidak dapat diolah karena ketidaklengkapan pengisian kuesioner.
Selanjutnya terdapat 121 kuesioner yang diolah dengan hasil data demografi
responden sebagai berikut:
Tabel 4.1.2
Data Demografi Responden
Gambaran Data Responden Penelitian
Keterangan akuntan kary.bag mahasiswa total persentase
akuntansi akuntansi (%)
A. Jenis Kelamin
1. laki-laki 18 23 22 63 52
2. perempuan 12 20 26 58 48
Total 30 43 48 121 100
B. Pengalaman Kerja
- yunior :
1. 1 - 5 tahun 15 21 36 49
- senior :
2. 6 -10 tahun 12 12 24 33
3.11-15 tahun - 4 4 6
4.15 tahun keatas 3 6 9 12
Total 30 43 73 100
C. Semester- yunior :
1. semester 2 7 7 15
2. semester 4 13 13 27
- senior :
3. semester 6 12 12 25
4. semester 8 16 16 33
Total 48 48 100
36
8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8
37/49
D. Laporan Keuangan
1. sudah diaudit 36 36 72
2. belum diaudit 7 7 28
Sumber: Hasil Tabulasi Data Survey
Dilihat dari tabel 4.1.2 di atas menunjukkan bahwa demografi responden pada
penelitian ini responden pria sebanyak 63 orang dan responden wanita sebanyak 58
orang. Dilihat dari pengalaman kerja dimana 36 orang telah bekerja selama 1 sampai 5
tahun (junior), sedangkan untuk senior 24 orang telah berpengalaman antara 6 sampai 10
tahun, 4 orang yang telah berpengalaman antara 11 sampai 15 tahun dan 9 orang yang
berpengalaman lebih dari 15 tahun.
Pada responden mahasiswa dapat dilihat mahasiswa junior pada semester 2
hanya 7 orang, sedang mahasiswa junior yang kuliah pada semester 4 sebanyak 13 orang,
untuk mahasiswa senior 12 orang masih kuliah pada semester 6 dan 16 orang yang
sedang kuliah pada semester 8. Dilihat dari laporan keuangan perusahaan dimana 36
perusahaan laporan keuangannya telah diaudit dan 7 perusahaan yang laporan
keuangannya belum diaudit.
4.2 Deskriptif Statistik
Deskriptif stasistik bertujuan untuk melihat gambaran umum dari data yang
digunakan dalam penelitian ini. Dimana deskriptif statistikdapat dilihat berapa rata-rata,
standar deviasi, kisaran aktual dan kisaran teoritis yang digunakan dalam penelitian.
Hasil deskriptif statistikdapat dilihat dalam tabel 4.3.1 dibawah ini:
Tabel 4.2.1
Deskriptif Statistik
Varibel Kisaran
Aktual
Kisaran
Teoritis
Mean Standar
Deviasi
37
8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8
38/49
Etika Bisnis Akuntan
Etika Profesi AkuntanEtika Bisnis Karyawan
Etika Profesi Karyawan
Etika Bisnis Mahasiswa
Etika Profesi Mahasiswa
33 91
66 9525 71
66 95
30 79
66 95
25 125
19 9525 125
19 95
25 125
19 95
53,80
77,6046,86
80,00
49,73
76,08
10,736
8,6259,760
8,555
10,065
7,613Sumber: Hasil Pengolahan Data
Dari tabel 4.3.1 di atas terlihat bahwa variabel etika bisnis untuk akuntan
memiliki cut off sebesar 53,80 dengan standar deviasi sebesar 10,736. Variabel ini
memiliki nilai kisaran aktual antara 33 sampai 91 dengan kisaran teoritis antara 25
sampai 125. Hal ini menunjukkan bahwa jawaban responden akuntan untuk etika bisnis
cukup rendah, karena cenderung menjawab tidak setuju dan sebagian lagi jawabannya
netral yang ditunjukkan oleh skala linkert dua (2) dan tiga (3).
Variabel etika profesi memiliki cut off sebesar 77,60 dengan standar deviasi
sebesar 8,625, variabel ini memiliki nilai kisaran aktual antara 66 sampai 95 dengan
kisaran teoritis antara 19 sampai 95. Hal ini menunjukkan bahwa jawaban responden
akuntan untuk etika profesi sangat tinggi, karena cenderung menjawab sangat setuju dan
setuju yang ditunjukkan oleh skala linkert lima (5) dan empat (4).
Sedangkan variabel etika bisnis pada karyawan bagian akuntansi memiliki cut off
sebesar 46,86 dengan standar deviasi sebesar 9,760. Variabel ini memiliki nilai kisaran
aktual antara 25 sampai 71 dengan kisaran teoritis antara 25 sampai 125. Hal ini
menunjukkan bahwa jawaban responden karyawan bagian akuntansi untuk etika bisnis
sangat rendah, karena responden umumnya menjawab sangat tidak setuju dan tidak setuju
yang ditunjukkan oleh skala linkert satu (1) dan dua (2).
Pada variabel etika profesi karyawan bagian akuntansi memiliki cut offsebesar
80,00 dengan standar deviasi sebesar 8,555. Variabel ini memiliki nilai kisaran aktual
38
8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8
39/49
antara 66 sampai 95 dengan kisaran teoritis antara 19 sampai 95. Hal ini menunjukkan
bahwa jawaban responden karyawan bagian akuntansi untuk etika profesi sangat tinggi,
karena cenderung menjawab sangat setuju dan setuju yang ditunjukkan oleh skala linkert
lima (5) dan empat (4).
Variabel etika bisnis pada mahasiswa akuntansi memiliki cut offsebesar 49,73
dengan standar deviasi sebesar 10,065. Variabel ini memiliki nilai kisaran aktual antara
30 sampai 79 dengan kisaran teoritis antara 25 sampai 125. Hal ini menunjukkan bahwa
jawaban responden mahasiswa akuntansi untuk etika bisnis sangat rendah, karena
responden umumnya menjawab sangat tidak setuju dan tidak setuju yang ditunjukkan
oleh skala linkert satu (1) dan dua (2).
Untuk variabel etika profesi pada mahasiswa akuntansi memiliki cut offsebesar
76,08 dengan standar deviasi sebesar 7,613. Variabel ini memiliki nilai kisaran aktual
antara 66 sampai 95 dengan kisaran teoritis antara 18 sampai 90. Hal ini menunjukkan
bahwa jawaban responden mahasiswa akuntansi untuk etika profesi sangat tinggi, karena
cenderung menjawab sangat setuju dan setuju yang ditunjukkan oleh skala linkert lima
(5) dan empat (4).
4.3 Pengujian Instrumen
Pada pengujian instrumen dilakukan dengan menggunakan uji validitas dan uji
reliabilitas. Uji validitas dimaksudkan untuk melihat sejauh mana instrumen yang
digunakan benar-benar dapat mengukur variabel yang akan diteliti. Untuk uji validitas
dalam penelitian ini digunakan analisis faktor yaitu analisis struktur hubungan (korelasi)
39
8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8
40/49
diantaranya sejumlah variabel yang menentukan suatu set dimensi yang disebut faktor.
Menurut Chia (1995) item-item yang terdapat dalam analisis faktor dengan factor
loadinglebih dari 0,4 menunjukkan bahwa item pertanyaan tersebut valid dan sebaliknya
jika faktorloadingkurang dari 0,4 berarti item tersebut tidak valid.
Uji reliabilitas dimaksudkan untuk instrumen yang digunakan benar-benar bebas
dari kesalahan, sehingga diharapkan dapat menghasilkan hasil yang konsisten. Instrumen
yang reliabel (handal) akan dapat dipakai dengan aman karena akan akurat, dapat bekerja
dengan baik pada waktu yang berbeda pula. Dalam penelitian ini uji reliabilitas dengan
menggunakan Cronbachs Alpha, instrumen dianggap reliabel apabila Cronbachs Alpha
di atas 0,5 (Nunally, 1978). Hasil pengujian validitas dan reliabilitas untuk variabel etika
bisnis dan etika profesi pada akuntan, karyawan bagian akuntansi dan mahasiswa
akuntansi dapat dilihat dalam tabel 4.2.1 berikut ini :
Tabel 4.3.1
Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian
Variabel Cronbach
s
Alpha
KMO-
MSA
Factor
Loading
Keterangan
Etika Bisnis Akuntan
Etika Profesi Akuntan
Etika Bisnis Karyawan
Etika Profesi Karyawan
Etika Bisnis Mahasiswa
Etika Profesi Mahasiswa
0,924
0,890
0,908
0,913
0,938
0,884
0,635
0,623
0,741
0,535
0,809
0,769
0,437 0,873
0,464 0,861
0,475 0,762
0,481 0,877
0,526 0,849
0,475 0,799
Valid dan Reliabel
Valid dan Reliabel
Valid dan Reliabel
Valid dan Reliabel
Valid dan Reliabel
Valid dan ReliabelSumber : Hasil Pengolahan Data
Dari tabel 4.2.1 diatas terlihat bahwa hasil pengujian data menunjukkan bahwa
koefisien Cronbachs Alpha dari etika bisnis dan etika profesi pada akuntan, karyawan
bagian akuntan serta mahasiswa akuntansi adalah sebesar 0,924, 0,890, 0,908, 0,913,
40
8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8
41/49
0,938 dan 0,844. Hal ini menunjukkan bahwa instrumen untuk kedua variabel tersebut
cukup handal (reliabel) karena memiliki nilai Cronbachs Alpha diatas 0,5 (>0,5).
Selanjutnya jika dilihat nilai Kaiser Meyer Olkin Measure of Sampling
Adequency (KMO MSA) dari variabel etika bisnis dan etika profesi yang ada pada
akuntan, karyawan bagian akuntan serta mahasiswa akuntansi yang berada diatas 0,5
yaitu secara berturut-turut adalah sebesar 0,635, 0,623, 0,741, 0,535, 0,809 dan 0,769.
Hal ini memberikan arti bahwa item-item dari variabel tersebut valid untuk diuji.
Hasil dari factor loadinguntuk variabel etika bisnis untuk akuntan yang diukur
dengan 25 item pertanyaan menunjukan bahwa 19 item yang valid dengan factor loading
berkisar antara 0,437 0,873. Sembilan belas (19) item untuk mengukur etika profesi
untuk akuntan dan yang valid hanya 15 item pertanyaan dengan factor loadingberkisar
antara 0,464 0,861, variabel etika bisnis untuk karyawan bagian akuntansi diukur
dengan 25 item pertanyaan ternyata 18 item yang valid dengan factor loadingberkisar
antara 0,475 0,762, untuk variabel etika profesi karyawan bagian akuntansi yang diukur
dengan 19 item pertanyaan yang dinyatakan valid hanya 17 item dengan factor loading
berkisar antara 0,484 0,877, untuk variabel etika bisnis mahasiswa akuntansi diukur
dengan 25 item pertanyaan dan yang dinyatakan valid hanya 17 dengan factor loading
berkisar antara 0,526 0,849 dan untuk variabel etika profesi mahasiswa akuntansi
diukur dengan 19 item pertanyaan dan yang dinyatakan valid hanya 16 item dengan
factor loading0,475 0,799.
4.4 Pengujian Asumsi Klasik
4.4.1 Uji Normalitas
41
8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8
42/49
8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8
43/49
Berdasarkan rumusan masalah dan hipotesis yang dikemukakan dalam bab
sebelumnya, untuk menganalisa data dipergunakan UjiPaired Sample t-Test,perhitungan
dengan menggunakan komputer progran SPSS versi 14,0 diperoleh hasil sebagai berikut :
4.5.1 Hasil Uji Hipotesis 1
Tabel 4.5.1
Hasil Uji Beda Etika Bisnis
Paired Samples Test
2.133 14.267 3.684 -5.768 10.034 .579 14 .572
3.524 14.851 3.241 -3.236 10.284 1.087 20 .290
4.850 14.651 3.276 -2.007 11.707 1.480 19 .155
Etika Bisnis Akuntan
Senior - Etika Bisnis
Akuntan Junior
Pair
1
Etika Bisnis Karyawan
Akuntansi Senior - Etika
Bisnis Karyawan
Akuntansi Junior
Pair
2
Etika Bisnis Mahasiswa
Akuntansi Senior - Etika
Bisnis Mahasiswa
Akuntansi Junior
Pair
3
Mean Std . Devia tion
Std. Error
Mean Lower Upper
95% Confidence
Interval of the
Difference
Paired Differences
t df Sig. (2-tailed)
Sumber : Hasil Pengolahan Data
Berdasarkan hasil pengujian yang terdapat pada tabel 4.5.1 diatas, diperoleh untuk
etika bisnis akuntan senior dengan akuntan junior nilai signifikan 0,572, dimana lebih
besar dari alpha (0,572 > 0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak
terdapat perbedaan persepsi etika bisnis yang signifikan antara senior dengan junior pada
akuntan.
Pada etika bisnis karyawan bagian akuntansi senior dengan karyawan bagian
akuntansi junior nilai signifikan 0,290, dimana lebih besar dari alpha (0,290 > 0,05).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan persepsi etika bisnis
yang signifikan antara senior dengan junior pada karyawan bagian akuntansi.
43
8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8
44/49
Pada etika bisnis mahasiswa akuntansi senior dengan mahasiswa akuntansi junior
nilai signifikan 0,155, dimana lebih besar dari alpha (0,155 > 0,05). Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan persepsi etika bisnis yang signifikan
antara senior dengan junior pada mahasiswa akuntansi.
Sehingga pada penelitian ini hipotesa pertama (H1) yang diajukan dapat ditolak,
berarti tidak terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara senior dengan junior pada
akuntan, mahasiswa akuntansi, dan karyawan bagian akuntansi terhadap etika bisnis.
Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Ludigdo (1999)
yang mengadakan penelitian tentang pengaruh gender terhadap etika bisnis antara
akuntan dan mahasiswa akuntansi. Dari penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa tidak
ada perbedaan yang signifikan baik dari akuntan maupun mahasiswa akuntansi. Hasil
penelitiannya diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Murtanto dan Marini
(2003) menguji perbedaan persepsi antara akuntan, mahasiswa dan gender terhadap etika
bisnis dan etika profesi akuntan, Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan antara persepsi akuntan pria dan akuntan wanita terhadap etika
bisnis.
4.5.2 Hasil Uji Hipotesis 2
Tabel 4.5.2
Hasil Uji Beda Etika Profesi
44
8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8
45/49
8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8
46/49
Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Murtanto dan Marini
(2003) menguji perbedaan persepsi antara akuntan, mahasiswa dan gender terhadap etika
bisnis dan etika profesi akuntan, Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan antara persepsi akuntan pria dan akuntan wanita terhadap etika
profesi akuntan. Demikian juga untuk mahasiswa dan mahasiswi tidak ada perbedaan
yang signifikan untuk etika profesi akuntan. Hasil temuannya diperkuat oleh hasil
penelitian yang dilakukan oleh sri suranta (2006) yang menguji perbedaan persepsi antara
akuntan, mahasiswa dan karyawan bagian akuntansi dipandang dari segi gender terhadap
etika bisnis dan etika profesi akuntan. Hasil penelitian sri sunrata ini yaitu tidak terdapat
perbedaan persepsi yang signifikan antara akuntan pria, mahasiswa akuntansi, dan
karyawan bagian akuntansi dengan akuntan wanita, mahasiswi akuntansi, dan karyawan
bagian akuntansi terhadap etika bisnis dan tidak terdapat perbedaan persepsi yang
signifikan antara akuntan pria dan mahasiswa akuntansi dengan akuntan wanita dan
mahasiswi akuntansi terhadap etika profesi, namun pada karyawan bagian akuntansi
hasil penelitian ini berbeda dengan sri suranta (2006) yaitu terdapat perbedaan persepsi
yang signifikan antara karyawan bagian akuntansi pria dengan karyawan bagian
akuntansi wanita terhadap etika profesi. Sedangkan pada penelitian ini tidak terdapat
perbedaan persepsi yang signifikan antara karyawan bagian akuntansi senior dengan
karyawan bagian akuntansi yunior terhadap etika profesi.
46
8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8
47/49
BAB V
KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN
Kesimpulan hasil penelitian, keterbatasan dan saran dari penelitian ini peneliti
sajikan dalam bab berikut guna untuk bahan acuan dan pertimbangan bagi penelitian
yang akan datang.
5.1. Kesimpulan
Penelitian ini dilakukan untuk melihat persepsi akuntan, mahasiswa akuntansi,
dan karyawan bagian akuntansi dipandang dari segi level hierarkis terhadap etika bisnis
dan etika profesi. Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah semua akuntan,
mahasiswa akuntansi, dan karyawan bagian akuntansi yang ada di daerah Sumatera Barat
tepatnya di wilayah Padang. Dimana dalam penelitian ini digunakan uji validitas dan
reabilitas untuk pengujian instrumen, untuk pengujian data digunakan uji normalitas serta
untuk pengujian hipotesis digunakan uji beda. Berdasarkan hasil pengolahan data dengan
alat analisis paired sample testyang di uji menggunakan program SPSS versi 14,0 dapat
disimpulkan bahwa :
47
8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8
48/49
8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8
49/49
5.3 Saran
Saran yang peneliti berikan untuk kesempurnaan penelitian selanjutnya adalah
sebagai berikut :
1. Agar dapat menggunakan sampel yang lebih banyak atau yang lebih luas
cangkupannya seperti memperluas area survei atau mencoba di luar wilayah Padang.
2. Sebaiknya membedakan kelompok responden akuntan atau bahkan menambah
kelompok akuntan yang dijadikan sampel (akuntan manajemen, akuntan pemerintah).
3. Menambah variabel lain dalam melihat perbedaan persepsi terhadap etika bisnis dan
etika profesi misalnya faktor jenis industri.