BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Gambaran Umum Pneumonia
1. Definisi Pneumonia
Pneumonia adalah penyakit infeksi akut yang mengenai jaringan paru
(alveoli) yang disebabkan terutama oleh bakteri dan merupakan penyakit
saluran pernafasan akut yang sering menyebabkan kematian [8]
Penyebab Pneumonia adalah infeksi bakteri, virus maupun jamur.
Pneumonia mengakibatkan jaringan paru mengalami peradangan. Akibatnya
kemampuan paru untuk menyerap oksigen menjadi berkurang. Kekurangan
oksigen membuat sel sel tidak bisa bekerja [8].
2. Klasifikasi Pneumonia
Klasifikasi berdasarkan frekuensi nafas, tarikan dinding dada bagian bawah,
bunyi nafas (stridor) .[9]
1. Pneumonia
Batuk, demam lebih dari 38 0 C disertai sesak nafas. Frekuensi nafas lebih
dari 40 x / menit, ada tarikan dinding dada bagian bawah. Pada auskultasi
didapati bunyi stridor pada paru.
2. Non Pneumonia
Bila bayi dan Balita batuk, demam 380C tidak disertai nafas cepat lebih dari
40 x / menit, tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada
bunyi stridor pada paru.
Tabel 2.1
No Umur Nafas Normal Nafas Cepat (takepnea)1 0 – 2 bulan 30 – 50 x / menit 60 x / menit2 2 – 12 bulan 25 – 40 x / menit 50 x / menit3 1 – 5 tahun 20 – 30 x / menit 40 / menit
Sumber : Pedoman Perhitungan Frekuensi Nafas [10]
3. Tanda dan Gejala Pneumonia
Gejala penyakit Pneumonia biasanya didahului dengan infeksi saluran
nafas atas akut selama beberapa hari. Selain didapatkan demam, menggigil,
suhu tubuh meningkat sampai 400 C, sesak nafas, nyeri dada, dan batuk
dengan dahak kental, terkadang berwarna kuning kehijauan.[10]
Gejala dan tanda lainnya :
Batuk berdahak, nyeri dada (saat menarik nafas dalam atau terbatuk),
demam, retraksi intercosta, sesak nafas, sakit kepala, nafsu makan berkurang,
mual muntah, kekakuan sendi dan otot, cyanosis, ronchi, thorak foto
menunjukkan infiltrasi melebar.
4. Sumber dan Penyebab terjadinya Pneumonia
Sebagian besar penyebab Pneumonia adalah mikroorganisme (virus,
bakteri dan sebagian kecil oleh penyebab lain hidrokarbon (minyak tanah,
bensin, atau sejenisnya) dan masuknya makanan, minuman, susu, isi lambung
ke dalam saluran pernafasan. Berbagai penyebab Pneumonia tersebut
dikelompokkan berdasarkan golongan umur, berat ringannya penyakit dan
penyakit yang menyertainya.[11]
Penyebab Pneumonia adalah sebagai berikut :
1. Mikroorganisme
Mikroorganisme paling sering sebagai penyebab Pneumonia adalah virus,
terutama Respiratory Synsial Virus (RSV) yang mencapai 40 %.
Golongan bakteri yang ikut berperan terutama Streptococcs pneumonia
dan Hemofillus influenza type B (HIB). Awalnya mikroorganisme masuk
ke dalam percikan ludah (droplet) kemudian terjadi penyebaran
mikroorganisme dari saluran nafas bagian atas jaringan (parenkim paru)
dan sebagian lagi karena penyebaran melalui aliran darah.[11]
2. Faktor intrinsik.[12]
Faktor intrisik yang dapat meningkatkan risiko kejadian dan risiko
kematian akibat pneumonia pada Balita adalah:
a. Umur
Umur mempengaruhi mekanisme pertahanan tubuh seseorang. Bayi
dan Balita mempunyai mekanisme pertahanan tubuh yang masih lemah
dibanding dengan orang dewasa sehingga Balita masuk ke dalam
kelompok yang rawan terkena infeksi, misalnya diare, ISPA,
pneumonia.
b. Status gizi
Status gizi sangat berpengaruh terhadap daya tahan tubuh. Balita yang
mempunyai status gizi baik maka akan mempunyai daya tahan tubuh
yang lebih baik dibandingkan dengan anak yang mempunyai status gizi
kurang maupun buruk. Keadaan gizi yang buruk muncul sebagai
bagian dari faktor risiko kejadian pneumonia.
c. Status imunisasi
Cakupan imunisasi akan berperan besar dalam upaya pemberantasan
pneumonia.Cara yang paling efektif saat ini adalah dengan pemberian
imunisasi DPT dan Campak. Pemberian imunisasi Campak dapat
mencegah kematian pneumonia sekitar 11%, imunisasi DPT dapat
mencegah kematian pneumonia sekitar 6%.
d. Jenis kelamin
Selama masa anak anak, laki laki dan perempuan mempunyai
kebutuhan energi yang hampir sama. Kebutuhan gizi untuk anak usia
10 tahun pertama adalah sama, sehingga diasumsikan kerentanan
terhadap masalah gizi dan konsumsinya akan sama pula. Menurut
penelitian yang dilakukan oleh Koblinski.1997 bahwa sesungguhnya
anak perempuan mempunyai kebutuhan biologis dan pada lingkungan
yang optimal mempunyai keuntungan yang diperkirakan sebesar 0,15
1 kali lebih di atas anak laki laki dalam hal tingkat kematian.
e. ASI eksklusif
Kolustrum mengandung zat kekebalan 10 17 kali lebih banyak dari
susu buatan. Zat kekebalan pada ASI melindungi bayi dari diare, alergi
dan infeksi saluran nafas terutama pneumonia. Bayi yang diberi ASI
eksklusif akan lebih sehat dan jarang sakit di bandingkan dengan bayi
yang tidak mendapat ASI ekslusif.
f. Defisiensi vitamin A
Pada kasus kekurangan vitamin A, fungsi kekebalan tubuh menurun
sehingga mudah terserang infeksi. Lapisan sel yang menutupi trakhea
dan paru mengalami keratinisasi sehingga mudah dimasuki oleh kuman
dan virus yang menyebabkan infeksi saluran nafas terutama
pneumonia.
g. Berat badan lahir rendah ( BBLR )
Berat badan lahir rendah menentukan pertumbuhan dan perkembangan
fisik dan mental pada masa Balita. Bayi dengan BBLR mempunyai
risiko kematian yang lebih besar dibandingkan dengan bayi dengan
berat lahir normal terutama pada bulan bulan pertama kelahiran karena
pembentukan zat kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah
terkena penyakit infeksi terutama pneumonia dan infeksi saluran
pernafasan lainnya.
3. Faktor ektrinsik[13]
Faktor ektrinsik yang dapat meningkatkan risiko kejadian dan risiko
kematian akibat pneumonia pada Balita adalah:
a. Kondisi Fisik Rumah
Kondisi fisik rumah sangat mempengaruhi terhadap kejadian
pneumonia.
Pengertian Rumah
Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau
hunian dan sarana pembinaan keluarga.[5]
Secara umum rumah dikatakan sehat apabila memenuhi kriteria
sebagai berikut :
a. memenuhi kebutuhan fisiologis antara lain pencahayaan, ruang
gerak yang cukup, terhindar dari kebisingan yang mengganggu
b. memenuhi kebutuhan psikologis antara lain privasi yang cukup,
komunikasi yang sehat antara anggota keluarga dan penghuni rumah
c. memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit antara
penghuni rumah dengan penyediaaan air bersih, pengelolaan tinja
dan air limbah rumah tangga, bebas vektor penyakit, kepadatan
hunian yang tidak berlebihan, cukup sinar matahari pagi,
terlindungnya makanan dan minuman dari pencemaran disamping
pencegahan dan penghawaan yang cukup
d. memenuhi persyaratan tidak terjadinya kecelakaan baik yang
ditimbulkan karena keadaan luar maupun dalam rumah antara lain
persyaratan garis sepadan jalan, konstruksi yang tidak mudah roboh,
tidak mudah terbakar dan tidak cenderung membuat penghuninya
jatuh tergelincir.
Kontruksi rumah dan lingkungan yang tidak memenuhi syarat
kesehatan merupakan faktor resiko sumber penularan berbagai jenis
penyakit khususnya penyakit yang berbasis lingkungan.[16].
Rumah sehat adalah proporsi rumah yang memenuhi kriteria sehat.
Rumah yang sehat harus memenuhi 3 komponen yaitu: rumah, sarana
sanitasi dan perilaku.[5]
Kriteria rumah sehat pada masingmasing parameternya adalah sebagai
berikut.
1. Komponen rumah meliputi :
a. Langitlangit
b. Dinding
c. Jendela kamar tidur
d. Jendela ruang keluarga
e. Ventilasi
f. Sarana pembuangan asap dapur
g. Pencahayaan
2. Sarana sanitasi meliputi :
a. Sarana air bersih
b. Sarana pembuangan kotoran
c. Sarana pembuangan limbah
d. Sarana pembuangan sampah
3. Kolompok perilaku meliputi ;
a. Membuka jendela kamar tidur
b. Membuka jendela ruang keluarga
c. Membersihkan rumah dan halaman
d. Membuang tinja ke WC
e. Membuang sampah pada tempat sampah
B. Kondisi rumah yang berhubungan dengan kejadian pneumonia(14)
1. Kelembaban
Kelembaban adalah banyaknya uap air yang terkandung dalam udara yang
biasanya dinyatakan dalam persen.
Faktorfaktor kelembaban udara meliputi :
a. Keadaan bangunan
1. dinding
Air hujan masuk dan meresap melalui poripori dinding sehingga akan
mengakibatkan kelembaban udara dalam ruangan.
2. iklim dan cuaca
Kelembaban udara secara menyeluruh dipengaruhi oleh iklim dan cuaca.
Syaratsyarat kelembaban yang memenuhi standar kesehatan adalah sebagai
berikut :
a. Lantai dan dinding harus kering
b. Kelembaban udara berkisar antara 40% sampai 70%
Alat yang digunakan untuk mengukur kelembaban adalah Higrometer,
digantung pada papan yang terbuat dari kayu kemudian dapat dilihat
berapa angka kelembaban yang tertera pada alat tersebut kemudian
melakukan pencataan hasil.(14) Keterkaitan antara kelembaban dan penyakit pneumonia adalah
saling berpengaruh terhadap kejadian pneumonia. Kelembaban ini
sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan etiologi pneumonia yang
berupa virus, bakteri dan jamur. Faktor etiologi tersebut dapat tumbuh
dengan baik jika kondisi optimal.[4] Penghuni ruangan biasanya akan
mudah menderita sakit infeksi saluran nafas karena situasi tersebut.[4]
2. Pencahayaan
Pencahayaan adalah proses masuknya cahaya ke dalam ruangan untuk
keperluan aktifitas.[15]
Pencahayaan dibagi menjadi dua kelompok :
a. Pencahayaan alami
Cahaya alami diperoleh dengan masuknya sinar matahari kedalam
ruangan melalui jendela, celahcelah dan bagianbagian bangunan yang
terbuka. Cahaya matahari berguna selain untuk penerangan dapat juga
untuk mengurangi kelembaban ruangan, mengusir nyamuk dan membunuh
kuman penyebab penyakit.[15].
Pencahayaan alam maupun buatan baik langsung maupun tidak
langsung dapat menerangi seluruh ruangan minimal intensitasnya 60 lux
dan sebaiknya tidak menyilaukan.[15]
Menurut WHO standar minimal cahaya alam yang memenuhi syarat
kesehatan untuk berbagai keperluan salah satunya adalah kamar keluarga
dan kamar tidur adalah 60 lux. Untk memperoleh jumlah cahaya matahari
pada pagi hari secara optimal sebaiknya jendela kamar tidur menghadap ke
timur, luas jendela minimal 1020% dari luas lantai. Jarak masuk cahaya
juga diusahakan dengan memakai genteng kaca.[15]
b. Pencahayaan buatan.[15]
Pencahayaan buatan yang baik dan memenuhi standar dapat
dipengaruhi oleh :
1. Cara memasang sumber cahaya pada dinding atau langitlangit
2. Kontruksi sumber cahaya dengan ornamen yang dipergunakan
3. Luas dan bentuk ruangan
4. Penyebaran sinar dari sumber cahaya
Alat yang dipakai untuk mengukur pencahayaan adalah luxmeter. Cara
penggunaannya adalah alat langsung diletakkan pada ruangan yang akan
diperiksa, lihat dan dicatat hasilnya. Sehubungan dengan hal tersebut
pemerintah Indonesia melalui Departemen Pekerjaan Umum (DPU) telah
menetapkan bahwa untuk kesehatan ruangan, sinar matahari pagi harus masuk
ke dalam ruangan minimal 1 jam sehari atau bila penerangan matahari tidak
langsung minimal 8 jam.
3. Ventilasi
Ventilasi adalah proses penyediaan udara segar dan pengeluaran udara
kotor secara alamiah atau mekanis harus cukup.[14] Berdasarkan keputusan
menteri Kesehatan No. 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang persyaratan
kesehatan perumahan, luas penghawaan atau ventilasi alamiah yang permanen
minimal 10% dari luas lantai.
Berdasarkan peraturan bangunan nasional, lubang hawa suatu bangunan harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Luas jendela / lubang hawa sekurang –kurangnya 10% dari luas lantai
ruangan.
b. Jendela atau lubang hawa harus meluas kearah atas sampai setinggi
minimal 1,95 m dari permukaan lantai.
c. Adanya lubang hawa yang berlokasi di bawah langit – langit sekurang –
kurangnya 0,35% luas lantai yang bersangkutan.
Ventilasi rumah berfungsi :[5]
a. Untuk menjaga aliran udara di dalam rumah tetap segar. Hal ini berarti
keseimbangan oksigen yang diperlukan oleh penghuni rumah tetap terjaga.
Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya oksigen di dalam rumah
yang berarti kadar karbondioksida yang bersifat racun akan meningkat.
Tidak cukupnya ventilasi juga akan menyebabkan kelembaban udara di
dalam rumah akan naik karena terjadinya penguapan cairan. Kelembaban
ini merupakan media paling baik untuk tumbuhnya bakteri patogen.
b. Membersihkan udara ruangan dari bakteri bakteri patogen, karena terjadi
aliran udara yang terus menerus.
Ventilasi diukur dengan menggunakan rollmeter, kategori :
tidak standar 1. Bila ukuran ventilasi tidak sesuai dengan standar
bangunan nasional
standar 2. Bila ukuran ventilasi sesuai dengan dua atau lebih
standar bangunan nasional
4. Kepadatan hunian
Kepadatan hunian adalah banyaknya penghuni yang tinggal didalam
rumah dibandingkan dengan luas ruangan.[16] Berdasarkan keputusan menteri
Kesehatan RI No. 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan
perumahan, luas ruang tidur minimal 8 meter, dan tidak dianjurkan digunakan
lebih dari 2 orang tidur dalam satu ruangan tidur kecuali anak umur dibawah 5
tahun.
Salah satu cara mencegah penularan penyakit infeksi saluran
pernafasan terutama pneumonia maka jarak tempat tidur satu dengan tempat
tidur lain minimal 90 cm. Dalam hubungan dengan penyakit pneumonia Balita
maka kepadatan hunian akan menyebabkan infeksi silang dengan penderita
pneumonia di suatu ruangan dan penularan penyakit melalui udara atau droplet
akan cepat terjadi.[12] Pada saat batuk, agent penyebab penyakit keluar dalam
bentuk droplet. Dan akan dibawa udara yang selanjutnya masuk ke host baru
melalui saluran pernafasan.[12]
Tabel 2.2
Jumlah orang dibanding dengan jumlah kamar tidur.[19]
Jumlah kamar Jumlah penghuni
1 2 orang2 3 orang3 5 orang4 7 orang5 10 orang
Tabel 2.3
Jumlah orang dibanding dengan luas lantai kamar.[19]
Luas lantai kamar Jumlah penghuni
4,64 m2 0
4,64 – 65 m2 0,5
6,5 – 8 m2 1
8 – 10 m2 1,5
Kepadatan hunian rumah perlu diperhatikan karena:[17]
a. Semua orang memerlukan tempat untuk melakukan aktiiftasnya didalam
rumah
b. Keadaan rumah yang penuh sesak oleh penghuni akan mengurangi
kenyamanan dalam melakukan aktifitas
c. Rumah yang padat penghuni akan lebih memungkinkan cepat terjadinya
penularan oleh virus dan kontak perorangan
d. Rumah padat penghuni akan mempengaruhi psikologis penghuninya
sehingga produktifitas kerja akan menurun.
Tingkat kepadatan memiliki hubungan dengan kejadian pneumonia
khususnya Balita. Hal ini terjadi karena tingkat kepadatan hunian rumah dapat
mempengaruhi kualitas udara dalam ruangan dan dapat mempermudah
penularan penyakit untuk tingkat hunian rumah yang padat, berarti banyak
penghuninya sehingga menghasilkan banyak karbondioksida sebagai hasil
proses pernafasan. Karbondioksida tersebut mempengaruhi kualitas udara
dalam ruangan karena semakin banyak jumlah orang yang menghuni ruangan,
maka semakin banyak jumlah udara segar yang dibutuhkan untuk pernafasan,
sedangkan jumlah karbondioksida yang dihasilkan jauh lebih besar. Selain itu
dimungkinkan banyak orang tersebut membawa pencemar didalam ruangan.[16]
Selain mempengaruhi kualitas udara, tingkat kepadatan hunian rumah
juga mempengaruhi kemudahan dalam proses penularan pneumonia. Semakin
banyak jumlah orang yang menghuni rumah maka apabila dalam rumah
tersebut terdapat penderita pneumonia akan terjadi pencemaran udara oleh
mikroorganisme penyebab pneumonia yang berasal dari doplet penderita.
Apabila dalam ruangan dihuni banyak orang maka untuk proses persebaran
atau penularan semakin mudah dan cepat.[17] Adapun alat yang digunakan
mengukur ruangan adalah meteran. Bila kepadatan penghuni didalam rumah
tidak memenuhi persyaratan kesehatan rumah tinggal sebagaimana tercantum
diatas, maka bila anggota rumah ada yang menderita pneumonia maka
kemungkinan akan menularkan penyakit pneumonia pada anggota keluarga
yang lain menjadi lebih cepat.
Selain kondisi fisik rumah, faktor ektrinsik yang dapat meningkatkan
risiko kejadian pneumonia pada Balita adalah :
1. Pendidikan ibu.[12]
Pendidikan ibu mempunyai pengaruh besar dalam tumbuh kembang
bayi dan Balita, karena pada umumnya pola asuh anak di tentukan oleh ibu.
Tingginya mortalitas dan morbiditas pneumonia lebih di sebabkan oleh
kurangnya informasi dan pemahaman yang di peroleh dari seorang ibu.
2. Tingkat jangkauan pelayanan kesehatan yang rendah.[12]
Rendahnya tingkat jangkauan pelayanaan kesehatan sangat
mempengaruhi risiko morbiditas dan mortalitas pneumonia, karena akan
terlambat memperoleh diagnosa sehingga akan mempengaruhi upaya
pertolongan yang di butuhkan.
5. Masa Inkubasi
Masa inkubasi penyakit pneumonia 7 – 14 hari.[18] Faktor lain yang
tertuang dalam penanggulangan pneumonia adalah masih buruknya
manajemen program penanggulangan pneumonia seperti masih lemahnya
deteksi dini kasus pneumonia, lemahnya menejemen kasus oleh petugas
kesehatan, pengetahuan yang kurang dari masyarakat tentang, gejala dan
upaya penggulangannya sehingga masih banyak kasus pneumonia yang datang
ke puskesmas dalam kategori pneumonia berat.
6. Penatalaksanaan kasus pneumonia bayi dan Balita
1. Penderita pneumonia berat dirujuk ke sarana kesehatan rujukan
2. Penderita pneumonia yang dirawat dirumah diberi terapi anti biotik dengn
tindakan penunjang.
3. Penderita dengan klasifikasi bukan pneumonia ( batuk pilek biasa) diberi
tindakan penunjang atau terapi yang sesuai dengan diagnosanya.
7. Bahaya Pneumonia pada bayi dan Balita
Pneumonia bisa meyebabkan kematian pada bayi dan balita. Pneumonia sering
kali dimulai dengan batuk pilek biasa, tetapi karena daya tahan tubuh anak
lemah, hygiene sanitasinya rendah dan terlambat mendapatan pertolongan
maka resiko kematian akibat pneumonia menjadi meningkat.[14]
8. Pencegahan dan Penanggulangan Pneumonia.[15]
a. Pencegahan penyakit menular pneumonia.
Upaya pencegahan penyakit pneumonia meliputi kelengkapan imunisasi ,
perbaikan gizi anak termasuk promosi ASI, peningkatan kesehatan ibu
hamil untuk mencegah BBLR, mengurangi kepadatan hunian rumah dan
memperbaiki ventilasi rumah.
b. Penanggulangan penyakit menular pneumonia.
Yang dimaksud dengan penanggulangan penyakit menular adalah upaya
untuk menekan penyakit menular di masyarakat serendah mungkin
sehingga tidak menjadi gangguan kesehatan bagi masyarakat. Ada tiga
kelompok sasaran yaitu:
1. Kelompok sasaran langsung pada sumber penularan pejamu
Sumber penularan pneumonia adalah manusia maka cara yang paling
efektif adalah dengan memberikan pengobatan
2. Sasaran ditujukan pada cara penularan
Penularan penyakit pneumonia dapat berlangsung melalui perantaran
udara maupun kontak langsung. Upaya pencegahan melalui kontak
langsung biasanya dititik beratkan pada penyuluhan kesehatan.
Pencegahan penularan melalui udara dapat dilakukan dengan perbaikan
sistem ventilasi serta aliran udara dalam ruangan
3. Sasaran ditujukan pada pejamu potensial
Peningkatan kekebalan khusus dapat dilakukan dengan pemberian
imunisasi dasar sebagai bagian dari program pembangunan kesehatan
yang ternyata cukup berhasil dalam usaha meningkatkan derajat
kesehatan serta menurunkan angka kematian bayi dan balita. Saat ini
vaksinasi yang dapat mencegah pneumonia pada bayi dan balita yng
diterapkan di Indonesia sebagai program imunisasi dasar baru DPT dan
Campak saja.[11]. Penanggulangan penyakit pneumonia menjadi fokus
kegiatan utama program P2 ISPA. Program ini mengupayakan agar
istilah pneumonia lebih dikenal di masyarakat sehingga memudahkan
kegiatan penyuluhan dan penyebaran informasi tentang
penanggulangan pneumonia.
C. Kerangka Teori
Berdasarkan teori diatas disusun kerangka teori sebagai berikut.
Faktor ektrinsika. Kepadatan hunianb. Pencahayaanc. Ventilasid. Kelembaban
Gambar. 1 Kerangka teoriSumber : 7,11,15,18
D. Kerangka Konsep
Variabel bebas
a. Kepadatan hunian
b. Pencahayaan Varibel terikat
c. Ventilasi
d. Kelembaban
Variabel pengganggu
Gambar 2. Kerangka konsep
Faktor intrinsika. Umurb. Jenis Kelaminc. Status gizid. Status imunisasie. ASI eksklusiff. Defisiensi vitamin Ag. BBLR
KejadianPneumonia
Faktor orang tua1. Pendidikan ibu
Sumber Penularan
Jangkauan pelayanan kesehatan
Kejadian Pneumonia
a. Status Gizib. Status Imunisasic. Umurd. Berat badan lahire. Jenis kelamin
E. Hipotesis
1. Ada hubungan antara kepadatan hunian dalam kamar dengan kejadian
pneumonia pada Balita
2. Ada hubungan antara kelembaban dalam kamar dengan kejadian pneumonia
pada Balita
3. Ada hubungan antara ventilasi kamar dengan kejadian pneumonia Balita
4. Ada hubungan antara pencahayaan di dalam kamar dengan kejadian
pneumonia pada Balita
Top Related