II
KAJIAN KEPUSTAKAAN
2.1 Itik Cihateup
2.1.1 Karakteristik Itik Cihateup
Menurut Saraswati (2011), klasifikasi Itik Cihateup adalah sebagai
berikut:
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Aves
Ordo : Anseriformes
Famili : Anatidae
Subfamili : Anatinae
Rumpun (tribe) : Anatini
Genus : Anas
Spesies : Anas platyrhynchos
Itik Cihateup merupakan itik yang berasal dari Desa Cihateup, Kecamatan
Raja, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Selain itu, Itik Cihateup juga
dikembangkan di daerah Garut (Wulandari, 2005). Itik Cihateup memiliki potensi
penghasil daging yang lebih baik dibandingkan dengan Itik Cirebon dan Mojosari.
Bulu Itik Cihateup berwarna coklat, sedangkan paruh dan shanknya berwarna
hitam. Warna itik jantan dewasa lebih gelap dan bulu di sekitar kepala mengarah
kehitaman sedangkan itik betina memiliki warna yang lebih cerah dibandingkan
itik jantan. Ciri – ciri fisik dari Itik Cihateup secara umum mirip dengan itik – itik
jawa lainnya, seperti Itik Karawang, Itik Tegal ataupun Itik Cirebon (Muzani,
2005).
Itik Cihateup memiliki lingkar dada lebih besar dibandingkan dengan Itik
Cirebon maupun Itik Mojosari, hal ini dapat menjadi indikator bahwa Itik
8
Cihateup dapat dijadikan sebagai itik penghasil daging yang baik (Muzani, 2005).
Itik jantan Cihateup memiliki kemampuan dalam mengkonversi ransum lebih baik
dibandingkan dengan Itik Cihateup betina. Bobot potong itik Cihateup jantan
berumur 14 minggu berkisar 1.470 – 1.550 g/ekor (Wulandari, 2005).
2.1.2 Kebutuhan Nutrien Itik Cihateup
Pakan merupakan bahan makanan tunggal atau campuran yang diberikan
kepada ternak untuk tumbuh, berkembang biak dan berproduksi. Pakan atau
makanan ternak adalah bahan yang dapat dimakan, dicerna dan dapat digunakan
oleh ternak (Tillman dkk., 1989). Secara umum bahan makanan ternak adalah
bahan yang dapat dimakan, tetapi tidak semua komponen dalam bahan makanan
ternak tersebut dapat dicerna oleh ternak.
Kebutuhan nutrien setiap ternak unggas berbeda – beda dan sangat
bergantung pada jenis, bangsa, umur jenis kelamin dan tingkat produksi. Hal ini
sangat dibutuhkan dalam penyusunan formula pakan yang akan diberikan kepada
ternak unggas nantinya. Daftar kebutuhan nutrien yang dibutuhkan oleh ternak
unggas yang sangat diperhitungkan yaitu energi, protein, kalsium (Ca), fosfor (P)
dan asam – asam amino esensial seperti lisin dan metionin. Itik Cihateup dalam
fase grower berumur 14 minggu dengan berat badan rata-rata 1049,825 gram ±
48,6097 gram. Kebutuhan nutrien itik pada fase grower dapat dilihat pada Tabel
1.
9
Tabel 1. Kebutuhan Nutrien Itik Fase Grower
Nutrien Kebutuhan Itik Grower*)
EM (Kkal/kg) 2800
PK (%) 16.00
Ca (%) 0.60
P (%) 0.60
Lisin (%) 0.90
Metionin (%) 0.56**)
Sumber: *) NRC (1984)
**) ARC (1984)
2.2 FOS
FOS adalah unit beta fruktosa yang yang merupakan bagian dari sukrosa.
Struktur kimia dari FOS tidak dapat dicerna oleh asam lambung maupun enzim
yang dihasilkan dari pankreas (Cummings dkk., 2001). Frukto-oligosakarida
(FOS) merupakan prebiotik yang diperoleh dengan cara menghidrolisis inulin.
FOS biasa dikenal dengan nama frukto oligomers dan merupakan inulin-type
oligosaccaharides. FOS terbentuk dari beberapa oligosakarida homolog dari
derivat sukrosa yang digambarkan dengan formula GFn yang penyusun utamanya
GF2, GF3 dan GF4 dan terikat pada ikatan β-2,1. Struktur kimia GF2, GF3 dan
GF4 dapat dilihat pada Ilustrasi 1 (Lee dkk., 1999).
Ilustrasi 1. Struktur 1-kestose (GF2, kiri), nystose (GF3, tengah), dan
fructofuranosyl nystose (GF4, kanan)
10
FOS dapat ditemukan pada buah-buahan, sayur-sayuran dan madu. FOS
merupakan bagian dari oligomer dan polimer fruktosa yang berasal dari sukrosa.
FOS akan ditemukan dalam jumlah yang banyak pada tanaman yang mengandung
karbohidrat tinggi. Sumber FOS yang sudah banyak dikenal antara lain
asparagus, bawang putih, bawang merah, gandum, madu, pisang, dan tomat
(Sangeetha dkk., 2005; Mussatto dan Mancilha, 2007).
FOS adalah salah satu prebiotik yang menguntungkan bagi perkembangan
populasi mikroba di dalam saluran pencernaan dan dapat mencegah perpindahan
bakteri patogen ke dalam saluran pencernaan (Propst dkk., 2003). FOS secara
selektif dapat memacu pertumbuhan bakteri seperti Bifidobacterium dan
Lactobacillus. Selain dapat memacu pertumbuhan bakteri, prebiotik juga dapat
menekan pertumbuhan bakteri patogen seperti E.coli, Clostridia, dan
Enterobacter.
FOS juga dapat memperbaiki integritas epitel usus halus, karena SCFA
(Short Chain Fatty Acid) sebagai hasil fermentasi prebiotik merupakan bahan
penting untuk metabolisme sel epitel usus sehingga fungsi saluran cerna dan
absorbsi nutrien dapat meningkat. Fermentasi tersebut sangat erat hubungannya
dengan Gut-Associated Lymphoid Tissue (GALT) yang merupakan jaringan
terbesar dari sistem imun yaitu sekitar 60% dari total limfosit dalam tubuh
(Delgado dkk., 2011; Saad dkk., 2013).
2.3 Stres Panas dan Mekanismenya
Stres dapat didefinisikan sebagai setiap respons biologis yang dapat
menimbulkan ancaman dan mengganggu homoestasis pada hewan, bahkan setiap
stresor yang menyebabkan dampak negatif pada kesejahteraan pada hewan dapat
dikategorikan sebagai stres (Moberg, 2000). Setiap ternak memilik zona
11
nyamannya masing-masing yang disebut dengan Thermoneutral Zone (TNZ).
Zona ini akan terganggu apabila terjadi stres dan tubuh akan mengembalikan ke
kondisi sebelum terjadi stres. Itik akan membuang kelebihan panas yang diterima
dengan cara radiasi, konveksi dan konduksi pada kisaran suhu lingkungan normal.
Itik akan mengalami stres pada saat suhu naik melebihi TNZ. Ternak unggas
yang stres memiliki ciri-ciri gelisah, banyak minum, dan feed intake menurun
(Tamzil, 2014). Ternak yang menderita stres akan mengalami panting dengan
frekuensi yang berbanding lurus dengan tingkat stres. Panting merupakan tanda
klinis yang khas pada golongan unggas yang menderita heat stres secara
bersamaan akan terjadi gangguan fungsi normal tubuhnya (Moares dkk., 2003).
Stres panas merupakan kombinasi antara suhu dan kelembaban lingkungan
yang tinggi sehingga dapat mengakibatkan tingginya angka morbiditas dan
menurunnya produktivitas ternak, bahkan dalam keadaan yang ekstrim dapat
mengakibatkan mortalitas (Djoko dkk., 2010). Stres panas pada ternak unggas
yang muncul dapat menjadi pemicu berbagai macam penyakit, laju pertumbuhan
dan produksi menurun. Penurunan produksi antara lain disebabkan oleh
berkurangnya retensi nitrogen dan berlanjut ke penurunan daya cerna protein dan
beberapa asam amino (Tabiri dkk., 2000).
Itik Cihateup merupakan jenis unggas yang menghabiskan sebagian besar
waktunya di air. Pemeliharaan minim air akan menyebabkan stres panas pada itik
karena salah satu cara itik untuk membuang panas dalam tubuh adalah dengan
cara berenang. Kemampuan thermoregulasi itik menjadi rendah karena itik
terbiasa dengan kolam air. Hal ini diperparah apabila suhu lingkungan yang
terlalu tinggi melebihi TNZ itik yaitu 17-250 C.
12
Suhu lingkungan tinggi akan mempengaruhi tingkah laku ternak serta
fungsi beberapa organ tubuh, seperti jantung dan alat pernapasan. Stres panas
secara tidak langsung mempengaruhi peningkatan hormon kortikosteron dan
cortisol, menurunnya hormon adrenalin dan tiroksin dalam darah (Sohail dkk.,
2010). Kenaikan suhu lingkungan secara langsung akan mengaktifkan
mekanisme dingin di hipotalamus melalui sistem saraf pusat ditandai dengan
peningkatan tekanan darah, otot, sensivitas saraf, gula darah dan respirasi.
Rangkaian proses tersebut dikenal dengan nama homeostasis.
Pada suhu lingkungan yang terlalu tinggi dan mekanisme dingin tidak
dapat mengatasinya, tubuh akan mengaktifkan hypothalamuz-pituitary-adrenal
cortical system. Stres menyebabkan hipotalamus menghasilkan corticotrophin-
releasing factor (CRF) dan merangsang kelenjar pituitari anterior untuk
menghasilkan hormon (ACTH). Sekresi ACTH menyebabkan sel-sel jaringan
korteks adrenal berproliferasi mengeluarkan kortikosteroid. Hormon ini
kemungkinan difasilitasi oleh aksi katekolamin yang menyebabkan katekolamin
merangsang CRF yang dibebaskan dari hipotalamus, ACTH yang dibebaskan dari
pituitari anterior dan korkosteroid yang dibebaskan dari korteks adrenal (Virden
dan Kidd., 2010). Hormon ini berfungsi untuk membantu proses glukoneogenesis
(Ewing dkk., 1999). Tingginya kadar hormon ini menyebabkan metabolisme
tubuh menjadi menurun karena kortikosteroid merupakan hormon anti
anabolisme. Kehadiran hormon kortikosteroid dapat menganggu fungsi kekebalan
tubuh, dan jaringan limfoid ditandai dengan peningkatan rasio heterofil-limfosit
dalam darah (Davis dkk., 2008; Tamzil dkk., 2014).
13
2.4 Sistem Pencernaan Itik
Menurut Srigandono (1997), secara fisiologis sistem pencernaan itik
adalah sebagai berikut:
1) Mulut
Mulut yang terdiri dari paruh dan ruang paruh serta lidah. Lidah
berfungsi untuk mendorong makanan masuk ke dalam faring. Pada
mulut itik terdapat lamella paralel yang berfungsi untuk menyaring
makanan yang terapung di air pada saat ditelan.
2) Faring
merupakan saluran penghubung antara mulut dan oesophagus.
Gerakan peristaltik tidak terjadi pada saat proses menelan karena itik
tidak memiliki muskulus konstriktor pada faringnya.
3) Oesophagus
Makanan dan air masuk ke Oesephagus karena adanya gaya gravitasi
dan tekanan yang lebih rendah di dalam ruang oesophagus oleh leher
yang dijulurkan ke atas.
4) Crop/ Tembolok
Crop merupakan pelebaran dari dinding oesophagus. Crop pada itik
tidak berkembang dengan sempurna apabila dibandingkan dengan
ayam atau burung-burung pemakan rumput. Crop berfungsi sebagai
penampung sementara bagi makanan. Saliva dari mulut, oesophagus
dan crop sendiri membantu dalam proses pelunakan makanan.
5) Proventrikulus
Proventrikulus disebut juga dengan perut kelenjar yang mensekresikan
enzim-enzim untuk mencerna zat-zat makanan dan HCl.
14
6) Ventrikulus, tempat terjadinya proses pencernaan makanan baik secara
mekanis ataupun kimiawi.
7) Usus Halus
a. Duodenum terdapat pada bagian paling awal dari usus halus dan
memiliki panjang antara 22 sampai 38 cm. Pada bagian ini terjadi
pencernaan paling aktif dengan proses hidrolisis dari nutrien kasar
berupa pati, lemak dan protein. Duodenum merupakan tempat
sekresi enzim dari pancreas dan getah empedu dari hati.
b. Jejenum dan Ileum merupakan kelanjutan dari duodenum dan
memiliki fungsi yang sama dengan duodenum. Jejenum dan ileum
memiliki panjang sekitar 105 cm dan 15 cm. Pada bagian ini
terjadi proses pencernaan dan penyerapan zat makanan yang belum
terselesaikan pada duodenum.
8) Kolon
Terdapat 2 sekum yang memiliki panjang antara 10 cm sampai 20 cm.
9) Rectum
10) Kloaka
2.5 Jaringan Epitel pada Usus
Epitel mukosa usus merupakan epitel silindris, tetapi berbada dengan
epitel yang berada di permukaan lambung. Epitel pada usus terdiri dari berbagai
macam sel, yaitu:
1) Sel-sel Tunas
Sel ini terletak di dasar kripta usus halus mengandung populasi sel-sel
pluripoten yang berhubungan langsung dengan kehidupan dari ternak.
Sel-sel ini melalui bagian-bagian penting yang ada di dalam usus halus
15
dan menstimulasi perkembangan sel-sel di kripta. Sel-sel sekretori,
sel-sel goblet, sel-sel enteroendokrin dan sel-sel paneth yang tumbuh
dari sel-sel tunas ini. Sel-sel tunas tidak berpindah dari dasar kripta
usus halus.
2) Sel-sel Enterosit
Sebagian besar sel-sel yang berada pada kripta usus halus adalah sel-
sel enterosit. Sel-sel ini memiliki vili-vili pada permukaan atasnya
sehingga luas permukaannya meningkat secara cepat. Fungsi utama
dari sel ini adalah mensekresikan klorida, sodium dan air ke dalam
lumen dan menjadi fasilitator dalam penyerapan di dalam vili usu
halus.
3) Sel-sel Goblet
Merupakan sel-sel penghasil mucus dan tersebar diantara sel-sel
silindris. Sel- sel goblet merangsang pembentukan vili pada usus
halus. Sel-sel ini jumlahnya makin bertambah dari duodenum ke
ileum.
4) Sel-sel Enteroendokrin
Sel-sel ini terletak di dekat dasar kripta dan berhubungan langsung
dengan lumen kripta di permukaannya. Sel-sel ini berfungsi untuk
mengatur pH, osmolaritas dan mengeluarkan peptida yang
berhubungan dengan sekeresi lambung.
5) Sel-sel Paneth
Sel-sel ini terletak di dasar kripta usus halus dan letaknya tidak
berpindah-pindah. Sel-sel ini memiliki daya hidup yang panjang dan -
menjadi proteksi untuk sel-sel tunas. Sel-sel ini memproduksi
16
substansi antimikrobial seperti lisozim, dan phospholipase. Sel sel ini
melindungi usus dari serangan bakteri, jamur bahkan beberapa virus
6) Sel-sel M atau Sel-sel Silindris
Sel-sel ini tidak dibentuk di kripta usus halus dan asalnya belum
diketahui. Sel-sel ini dapat ditemukan diantara sel enterosit dan
diantara permukan vili. Sel-sel ini terletak diatas plak peyeri. Sel M
ini merupakan salah satu respon imun dalam tubuh. Sel-sel ini akan
menangkap benda asing (bakteri dan virus) dan memindahkannya ke
sel limfosit yang terletak di lamina propria.
7) Lamina Propria
Lamina propria terdapat pada usus halus terdiri dari jaringan
penyambung, pembuluh darah, limfe, serabut-serabut saraf dan sel-sel
otot polos yang secara bersamaan masuk ke dalam inti usus halus.
Tepat di bawah lamina basal, terdapat membran basal yang terdiri dari
sel-sel limfoid penghasil antibodi dan makrofag. Lamina propria
mengandung kelompok limfonodulus yang dikenal sebagai plak
peyeri.
8) Plak Peyeri
Plak peyeri memiliki peranan penting terhadap sistem kekebalan
tubuh. Plak peyeri dapat kita temukan di dalam lamina propria. Plak
peyeri terletak di bawah sel M dan terdiri atas jalinan serat retikulin
dan pembuluh limfa yang merupakan kumpulan jaringan limfoid.
Limfonodulus ini berfungsi sebagai sistem pertahanan pertama karena
limfonodulus ini akan menghasilkan sel limfosit dan sel plasma.
Setiap plak ini terdiri dari 10-200 nodul dan tampak dengan mata
17
telanjang (Junqueira dkk., 1997). Ekspresi plak peyeri dipengaruhi
oleh kinerja sel. Pada saat sel mengalami kerusakan, maka kerja
limfosit menjadi tidak beraturan. Sel-sel limfosit ini akan berubah
menjadi sel plasma sehingga sel plasma yang dihasilkan akan lebih
banyak. Semakin banyak sel plasma yang dihasilkan maka jumlah dan
ukuran plak peyeri akan semakin menurun dikarenakan plak peyeri
merupakan kumpulan dari sel-sel limfosit.
2.6 Sistem Limfoid
Sel merupakan kekuatan utama dalam sistem pertahanan tubuh. Sel-sel
tersebut banyak dijumpai pada organ limfoid dan dapat pula ditemukan dalam
keadaan tersebar pada seluruh jaringan tubuh kecuali pada Central Nervous
System (Mushawwir, 2014). Respon imun terjadi karena adanya suatu antigen dan
Immunogen yang merupakan molekul yang dapat bereaksi dengan antibodi dan
sel T (Roitt, 2003).
Sistem imun harus mampu merespon antigen asing yang memiliki
keragaman molekul yang besar. Sistem imun memiliki kerja yang sangat unik
meliputi :
1) Pertama, sistem imun akan bekerja sama dengan sel-sel lain untuk
mengenali antigen dan berkembang menjadi sel efektor.
2) Kedua, sistem imun mampu keluar masuk sirkulasi dan jaringan,
mmpunyai daya migrasi ke jaringan terinfeksi dan menetap pada
daerah yang terinfeksi.
3) Ketiga, limfosit yang spesifik harus mampu menerima stimuli dan
melakukan kloning terhadap antigen yang sesuai.
18
4) Keempat, Limfosit menempati organ yang menguntungkan untuk
bertemu dengan antigen dan juga mendukung perkembangan dan
diferensiasinya.
Limfosit merupakan sel yang berada pada tubuh hewan yang mampu
mengenal dan menghancurkan berbagai determinan antigenik dan memiliki dua
sifat pada respon imun khusus, yaitu spesifitas dan memori. Limfosit memiliki
beberapa subset dengan fungsi dan dan jenis protein yang berbeda namun
morfologinya sulit dibedakan (Abbas dkk., 2000). Limfosit berperan spesifik
terhadap respon imun karena setiap individu limfosit dewasa memiliki sisi ikatan
khusus sebagai varian dari prototipe reseptor antigen. Reseptor antigen pada
limfosit B adalah bagian membran yang berikatan dengan antibodi yang
disekresikan setelah limfosit B yang mengalami perubahan menjadi sel plasma,
yaitu sel plasma yang disebut sebagai membran imunoglobulin. Reseptor antigen
pada limfosit T bekerja mendeteksi bagian patogen asing yang masuk ke inang.
Sel- sel limfosit dihasilkan di sumsum tulang belakang. Sel pluripoten
membelah menjadi dua tipe sel tunas salah satunya adalah limfoid progenitor yang
berkembang menjadi sel T dan sel B. Limfosit T dan B mempunyai tempat
diferensiasi yang berbeda. Limfosit T berdiferensiasi pada timus sedangkan
limfosit B berdiferensiasi pada sumsum tulang belakang (Campbell dkk., 2003).
Sel-sel plasma dan limfosit dapat ditemukan pada serum darah, urin, sumsum
tulang belakang, kelenjar limfa, spleen, cairan dan jaringan tubuh dan peyer
patches (O’Neil dkk., 2001; Campbell dkk., 2003).
Top Related