ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
kemudahan, kesabaran, serta kekuatan kepada penulis dalam menyusun produk mata kuliah
Studio Perencanaan ini. Dalam menyelesaikan produk mata kuliah Studio Perencanaan ini tidak
lepas dari pihak-pihak yang telah mendukung, membantu, serta memberi masukan untuk
menjadikan produk mata kuliah Studio Perencanaan ini lebih baik. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terimakasih kepada:
1. Dr. Fajar Hari Mardiansyah, Dr. –Ing. Wisnu Pradoto, Dr. –Ing. Wiwandari Handayani,
Sariffuddin, MT, dan Anang Wahyu Sejati, MT selaku tim dosen pengampu yang telah
memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan laporan akhir ini;
2. Orang tua yang selalu memberikan dukungan dalam semangat dan doa untuk
kelancaran penyusunan produk mata kuliah Studio Perencanaan ini;
3. Pak Komaris yang telah meminjamkan rumahnya sebagai tempat tinggal sementara
kelompok Bondokenceng selama satu minggu di Kabupaten Kendal;
4. Serta masih banyak lagi pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan
akhir ini yang tidak dapat disebut satu per satu.
Dalam penyusunan produk mata kuliah Studio Perencanaan ini, penulis menyadari
bahwa produk yang telah tersusun ini masih jauh dari sempurna. Namun penulis berharap,
produk perencanaan yang telah disusun dapat bermanfaat untukbekal pembelajaran
kedepannya.
Semarang, 6 Januari 2016
Penulis
Kelompok 2B Studio Perencanaan
STUDIO PERENCANAAN
BONDOKENCENG, KABUPATEN KENDAL
(TKP 437P)
Kelompok 2B
Septian Edo A P 21040113130136 Arief Adhika Widyatama 21040112170001 Sari Sadtyaningrum 21040112170002 Kiki Andriani 21040113120006 Guntur Pamungkas 21040113120010 Ahmad Dayrobi 21040113120012 Halimatussa’diah 21040113120016 Putri Auliza Wulandari 21040113120018 Rizka Nur Oktafiani 21040113120020 Aida Ulfa Faza 21040113120028 Deanira Chikita Edelweis 21040113120034 Dhita Mey Diana 21040113120038 Aqib Abdul Aziz 21040113120040 Bayu Rizqi 21040113120050 Nafisah Anas 21040113120054 Intan Hasiani Pasaribu 21040113120056
Siti Kurniawati 21040113120062 Godlive Handel Immanuel 21040113120064 Intan Hapsari Hasmantika 21040113130068 Brillian Syafiria 21040113140076 Iswahyudi Anton 21040113130082 Mazaya Ghaizani N 21040113140086 Noval Pinasthika 21040113130090 Artha Segnita 21040113130094 Sally Indah N 21040113130096 Ayu Setya Kemalasari 21040113140102 Nurul Almira 21040113130104 Yoshe Rezky A M P 21040113130106 Laras Kun Rahmanti 21040113130114 Yoga Bagas Saputra 21040113130116 Ahmad Aulia Nur Haq 21040113130120
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2016
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR GAMBAR v
DAFTAR TABEL vii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan dan Sasaran 3
1.3.1 Tujuan 3
1.3.2 Sasaran 3
1.4 Ruang Lingkup Perencanaan 3
1.4.1 Ruang Lingkup Substansi 3
1.4.2 Ruang Lingkup Wilayah 3
1.5 Kerangka Pikir 5
1.6 Sistematika Penulisan 5
BAB II PROFIL WILAYAH 7
2.1 Konstelasi Wilayah 8
2.2 Aspek Keruangan 8
2.2.1 Karakteristik Fisik Lahan 8
2.2.2 Infrastruktur 12
2.2.3 Karakteristik Keruangan Wilayah 24
2.3 Aspek Non-Fisik 26
2.3.1 Kependudukan 26
2.3.2 Perekonomian 30
2.3.3 Kebijakan Pemerintah 36
BAB III POTENSI DAN PERMASALAHAN 41
3.1 Potensi Wilayah 41
3.2 Masalah Wilayah 44
BAB IV TUJUAN DAN KONSEP PERENCANAAN 51
4.1 Tujuan 51
4.2 Konsep Perencanaan Wilayah 52
4.2.1 Justifikasi Konsep 54
4.2.2 Best Practice Smart Growth 55
4.3 Sasaran 56
BAB V STRATEGI DAN INDIKASI PROGRAM 57
5.1 Sasaran 1 57
5.1.1 Strategi 1 57
5.1.2 Strategi 2 59
5.2 Sasaran 2 60
5.2.1 Strategi 1 60
5.3 Sasaran 3 63
5.3.1 Strategi 1 63
5.4 Sasaran 4 66
5.4.1 Strategi 1 66
5.5 Sasaran 5 67
iv
5.5.1 Strategi 1 67
5.5.2 Strategi 2 67
5.6 Sasaran 6 68
5.6.1 Strategi 1 68
5.6.2 Strategi 2 69
5.6.3 Strategi 3 70
5.6.4 Strategi 4 71
BAB VI STRUKTUR DAN POLA RUANG 73
6.1 Dasar Penyusunan Rencana Struktur dan Pola Ruang 73
6.1.1 Proyeksi Penduduk Bondokenceng 73
6.1.2 Rencana Pusat Permukiman 73
6.2 Rencana Struktur Ruang 75
6.3 Rencana Pola Ruang 78
DAFTAR PUSTAKA 81
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Peta Administrasi Bondokenceng 4
Gambar 1.2 Kerangka Pikir 5
Gambar 2.1 Konstelasi Wilayah 7
Gambar 2.2 Peta Hidrogeologi Bondokenceng 8
Gambar 2.3 Peta Hidrologi Bondokenceng 8
Gambar 2.4 Peta Rawan Bencana Banjir Bondokenceng 9
Gambar 2.5 Peta LP2B Bondokenceng yang Rawan Bencana Banjir 9
Gambar 2.6 Peta Daya Dukung Lahan Bondokenceng 10
Gambar 2.7 Peta Penggunaan Lahan Bondokenceng 11
Gambar 2.8 Peta Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) Bondokenceng 11
Gambar 2.9 Peta Kesesuaian Lahan Bondokenceng 11
Gambar 2.10 Peta Jalan Berdasarkan Fungsi di Bondokenceng 13
Gambar 2.11 Peta Jalan Rusak Berdasarkan Fungsidi Bondokenceng 14
Gambar 2.12 Kondisi Jalan Rusak Berat dan Sedang di Bondokenceng 14
Gambar 2.13 Peta Trayek Kurus dan Trayek Gemuk di Bondokenceng 15
Gambar 2.14 Peta Trayek Angkutan Umum Bondokenceng 15
Gambar 2.15 Peta Lokasi Stasiun Kalibodri di Kelurahan Tegorejo 16
Gambar 2.16 Presentase Pengguna Air Bersih Bondokenceng 17
Gambar 2.17 Drainase Sekunder Kecamatan Cepiring 18
Gambar 2.18 TPS di Kelurahan Ketapang, Kota Kendal 19
Gambar 2.19 Jamban pada Pinggir Sungai 19
Gambar 2.20 Ketersediaan Infrastruktur Pendidikan di Bondokenceng 20
Gambar 2.21 Peta Jangkauan Sarana Pendidikan di Bondokenceng 21
Gambar 2.22 Peta Jangkauan Sarana Kesehatan di Bondokenceg 21
Gambar 2.23 Peta Jangkauan Sarana Peribadatan di Bondokencengg 21
Gambar 2.24 Sarana Peribadatan di Bondokenceng 22
Gambar 2.25 Kantor Kelurahan dan Kantor Urusan Agama di Bondokenceng 23
Gambar 2.26 Peta Pusat Kawasan Permukiman Bondokenceng 24
Gambar 2.27 Struktur Ruang Eksisting Bondokenceng 25
Gambar 2.28 Pola Ruang Eksisting Bondokenceng 25
Gambar 2.29 Grafik Jumlah Penduduk Bondokenceng Tahun 2005-2014 26
Gambar 2.30 Peta Kepadatan penduduk Penduduk Bondokenceng Tahun 2014 26
Gambar 2.31 Piramida Penduduk tiap kecamatan di Bondokenceng Tahun 2014 27
Gambar 2.32 Presentase Jumlah Penduduk menurut Tingkat Pendidikan Bondokenceng 28
Gambar 2.33 Grafik Jumlah Pengangguran di Bondokenceng Tahun 2014 28
Gambar 2.34 Presentase Jumlah Pengangguran di Bondokenceng terhadap Kabupaten
Kendal Tahun 2014 28
Gambar 2.35 Grafik Jumla Keluarga Miskin di Bondokenceng Tahun 2014 29
Gambar 2.36 Presentase Jumlah Penduduk Miskin di Bondokenceng terhadap
Kabupaten Kendal Tahun 2014 29
Gambar 2.37 Peta Sebaran UMKM 30
Gambar 2.38 UMKM Unggulan di Bondokenceng 30
Gambar 2.39 Kegiatan Pertanian di Bondokenceng 32
Gambar 2.40 Peta Prioritas Pengembangan Komoditas Padi Sawah Sektor Pertanian di
Bondokenceng 33
Gambar 2.41 Peta LP2B di Bondokenceng 33
vi
Gambar 2.42 Produksi Hasil Perikanan Air Tawar Bondokenceng 34
Gambar 2.43 Produksi Hasil Perikanan Air Payau Bondokenceng 34
Gambar 2.44 Peta Potensi Wisata Alam di Bondokenceng 35
Gambar 2.45 Pantai Kartikajaya dan Pantai Muara Kencana 36
Gambar 3.1 Peta Potensi Bondokenceng 43
Gambar 3.2 Skema Potensi Bondokenceng 44
Gambar 3.3 Skema Masalah Bondokenceng 48
Gambar 3.4 Skema Tantangan Bondokenceng 49
Gambar 4.1 Skema Konsep Bondokenceng 52
Gambar 5.1 Dokumentasi Gerakan Sejuta Biopori Kota Bandung 58
Gambar 5.2 Peta Rencana Persebaran Embung Bondokenceng 58
Gambar 5.3 Peta Rencana Jaringan Persampahan Bondokenceng 60
Gambar 5.4 Pasar Segaman Purbalingga 61
Gambar 5.5 Peta Rencana Persebaran SMP di Bondokenceng 62
Gambar 5.6 Peta Rencana Persebaran SMA di Bondokenceng 62
Gambar 5.7 Peta Rencana Persebaran Puskesmas di Bondokenceng 63
Gambar 5.8 Peta Rencana Persebaran Perbaikan Jalan Rusak Bondokenceng 64
Gambar 5.9 Multmodal Mexico City 64
Gambar 5.10 Metro di Las Vegas 64
Gambar 5.11 Peta Rencana Trayek Angkutan Umum Bondokenceng 65
Gambar 5.12 Electronic Road Pricing di Singapura 65
Gambar 5.13 Tampilan Menu Website Pemerintahan Korea Selatan 66
Gambar 5.14 Pertanian di Kota Chendu, Tiongkok 68
Gambar 5.15 Sentra Industri Batik di Kota Pekalongan 68
Gambar 5.16 Peta Rencana Pengembangan Sentra industri Bondokenceng 69
Gambar 5.17 Taman Raya Ngurah Rai, Bali 70
Gambar 5.18 Rencana Sentra Industri Kendal 70
Gambar 5.19 Taman Raya Ngurah Rai, Bali 70
Gambar 5.20 Desain 3D Lokasi Wisata Bondokenceng 71
Gambar 6.1 Grafik Proyeksi Penduduk 2005-2035 73
Gambar 6.2 Peta Rencana Pusat Permukiman 2035 74
Gambar 6.3 Peta Rencana Struktur Ruang Tahun 2035 76
Gambar 6.4 Peta Rencana Pola Ruang Tahun 2035 78
vii
DAFTAR TABEL
Tabel II.1 Tabel Skoring Daya Dukung Lahan Bondokenceng 10
Tabel II.2 Panjang Jalan Rusak per Kecamatan Bondokenceng 13
Tabel II.3 Penyediaan Prasarana Persampahan Bondokenceng 18
Tabel II.4 Presentase Besaran Daya Listrik yang Digunakan Oleh Penduduk
Bondokenceng 20
Tabel II.5 Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan Wilayah
Bondokenceng Tahun 2014 27
Tabel II.6 UMKM Unggulan di Bondokenceng 31
Tabel II.7 Tinggkat Prioritas Padi Sawah Bondokenceng Tahun 2010-2014 32
Tabel II.8 Status Dan Peran Organisasi di Kabupaten Kendal 38
Tabel III.1 Potensi, Kendala dan Tantangan di Bondokenceng 41
Tabel III.2 Masalah dan Fakta 44
Tabel III.3 Tantangan 49
Tabel VI.1 Penambahan Sarana 74
Tabel VI.2 Kebutuhan Infrastruktur 75
Tabel VI.3 Sistem Pusat Pelayanan dalam Struktur Ruang 76
1
BAB I PENDAHULUAN
Sumber:www.2indonesia.com
1.1 Latar Belakang
Perencanaan adalah suatu proses
menentukan apa yang ingin dicapai di masa
yang akan datang serta menetapkan tahapan-
tahapan yang dibutuhkan untuk
mencapainya (Alder, 1999). Perencanaan
wilayah dan kota merupakan salah satu
cabang perencanaan yang berkaitan dengan
perancangan dan penempatan kegiatan-
kegiatan dan infrastruktur secara efisien
pada suatu lahan yang luas (Wahyono,
2007:30).
Dalam laporan ini, yang menjadi wilayah
perencanaan ialah wilayah Bondokenceng
yang mencakup lima kecamatan di
Kabupaten Kendal yaitu Kecamatan Patebon,
Pegandon, Kota Kendal, Cepiring, serta
Ngampel. Kelima kecamatan tersebut
dibedakan menjadi Area Regional serta
Fokus Area. Terdapat 2 fokus area yakni
Fokus Area Kota Kendal dan Fokus Area
Pegandon-Ngampel. Penetapan fokus area
didasarkan dari isu-isu yang ada di masa
sekarang dan berdampak di masa depan.
Adapun isu-isu strategis tersebut ialah
adanya pembangunan KIK (Kawasan Industri
Kendal) dan Trans Tol Jawa. Fokus Area Kota
Kendal dipilih karena pada wilayah ini perlu
dilakukan peningkatan fungsi dan kapasitas
terkait fungsinya sebagai ibukota Kabupaten
Kendal untuk memberikan pelayanan kepada
masyarakat. Selain itu, letaknya yang dekat
dengan kawasan industri di Kaliwungu juga
membuat fokus area ini perlu direncanakan
sebagai permukiman baru bagi para tenaga
kerja industri. Adapun Fokus Area Pegandon-
Ngampel dipilih untuk menghadapi rencana
pembangunan pintu keluar jalan Tol Trans
Jawa. Kedua fokus area ini perlu
direncanakan agar tidak berkembang
menjadi permukiman sprawl, serta harus
saling terhubung dan terintegrasi sebagai
satu kesatuan yang saling mendukung dalam
satu kawasan Bondokenceng.
Dari sudut pandang permasalahan, kawasan
Bondokenceng memiliki permasalahan
utama yaitu:
“Belum optimalnya Bondokenceng dalam menjalankan peran dan fungsinya sebagai
pusat pelayanan (ibukota) Kabupaten Kendal”.
Dari permasalahan ini, dirumuskan tujuan
perencanaan yaitu:
“Mewujudkan Bondokenceng sebagai pusat pelayanan dan permukiman,
terintegrasi dan berdaya saing pada tahun 2035”.
Melihat dari isu dan permasalahan ini, maka
diusunglah suatu konsep perencanaan yang
dapat menyelesaikan permasalahan
perencanaan dan mewujudkan tujuan
perencanaan. Konsep tersebut ialah konsep
Smart Growth. Konsep ini memusatkan
pertumbuhan suatu kota hanya pada pusat
kota untuk menghindari urban sprawl serta
berkaitan juga dengan pengembangan
transportasi publik dan juga mixed-use land.
Sedangkan untuk Fokus Area Kota Kendal
mengusung konsep Superblock dan Fokus
Area Pegandon-Ngampel mengusung konsep
New Urbanism. Kedua konsep tersebut
merupakan implementasi dari konsep Smart
Growth, tetapi disesuaikan dengan
2
permasalahan dan tujuan dari masing-
masing fokus area.
Setelah menentukan semua kebutuhan
terkait perencanaan baik Regional maupun
Fokus Area, kemudian dibentuk sasaran-
sasaran serta indikasi-indikasi program dari
tiap sasaran. Selain itu, ditentukan pula
jangka waktu pelaksanaan tiap program
serta pihak-pihak terkait sesuai dengan
perannya agar perencanaan dapat
dilaksanakan dengan sistematis, terorganisir,
efektif, dan efisien. Hasil dari perencanaan ini
kemudian divisualisasikan ke dalam Rencana
Strukur Ruang, Rencana Jaringan, Rencana
Pola Ruang, serta Rancangan Desain
Perkotaan bagi masing-masing Fokus Area.
1.2 Rumusan Masalah
Perencanaan wilayah bukanlah suatu hal
yang mudah untuk dilakukan. Selalu ada
permasalahan dan tantangan yang akan
dihadapi, baik di masa sekarang ataupun di
masa yang akan datang. Permasalahan utama
yang ada di wilayah Bondokenceng adalah
belum optimalnya Bondokenceng dalam
menjalankan peran dan fungsinya sebagai
pusat pelayanan (ibukota) di Kabupaten
Kendal. Hal ini dibuktikan oleh beberapa hal
seperti pelayanan sarana penunjang yang
belum menjangkau seluruh wilayah,
rendahnya kualitas SDM, kinerja ekonomi
yang belum optimal, sistem jaringan
infrastruktur yang belum terintegrasi dan
lahan terbangun yang tidak kompak.
Ironisnya, Bondokenceng yang seharusnya
menjadi pusat keramaian dan pusat
pelayanan justru masih kalah bersaing
dengan wilayah lain seperti Kaliwungu.
Selain permasalahan utama tersebut,
Bondokenceng memiliki sejumlah isu yang
sedang berkembang, yaitu isu pembangunan
KIK di Kaliwungu dan pembangunan Tol
Trans Jawa. Dengan adanya pembangunan
KIK di Kaliwungu tentu saja akan
berpengaruh besar terhadap Bondokenceng.
Kaliwungu akan menjadi suatu tujuan baru
bagi sejumlah tenaga kerja industri dan
otomatis akan mengalami ledakan penduduk
terkait pembangunan KIK. Jika kapasitas
Kaliwungu sudah tidak mencukupi tentu saja
Bondokenceng menjadi tujuan baru bagi para
pendatang tersebut. Pendatang tersebut
tentunya membutuhkan tempat untuk
bertempat tinggal. Hal inilah yang nantinya
akan menimbulkan titik-titik permukiman
baru di Bondokenceng dan berpotensi untuk
terjadi urban sprawl. Sedangkan untuk
pembangunan jalan Tol Trans Jawa ini
berdampak pada Bondokenceng karena
menurut rencana, pintu keluar Tol Trans
Jawa berada di Kelurahan Margomulyo,
Kecamatan Pegandon. Dengan adanya pintu
keluar tol ini, tentu saja akan mendorong
munculnya pusat-pusat permukiman baru di
sekitarnya. Hal inilah yang nantinya juga
berpotensi untuk mendorong terjadinya
urban sprawl di Bondokenceng.
Oleh sebab itu, dibutuhkan suatu konsep
perencanaan yang tepat dan sesuai untuk
mengembangkan wilayah Bondokenceng.
Konsep ini harus mampu untuk
mengembangkan fungsi perkotaan dari
Bondokenceng agar dapat menjalankan
fungsinya sebagai ibukota Kabupaten, tetapi
tidak menghilangkan peran Bondokenceng
sebagai salah satu wilayah ketahanan pangan
Bondokenceng Bondokenceng./Bon.do.ken.ceng/(n.)
merupakan wilayah perencanaan yang terdiri dari lima kecamatan, yaitu Kecamatan Patebon, Kecamatan Pegandon, Kecamatan Kota Kendal, Kecamatan Cepiring, dan Kecamatan Ngampel, yang memiliki luas wilayah 166,87 km2, dimana berbatasan langsung dengan Kawasan Industri Kendal (KIK) yang berada di Kaliwungu. Bondokenceng sebagai orde 1 di Kabupaten Kendal memiliki dua fokus area yaitu Fokus Area Kota Kendal dengan konsep perencanaan superblock dan Fokus Area Pegandon-Ngampel dengan konsep perencanaan new urbanism.
3
(LP2B). Selain itu konsep tersebut nantinya
diharapkan mampu untuk mengatasi semua
permasalahan yang ada di masa sekarang
serta dapat menjawab tantangan-tantangan
di masa mendatang yang ada di Bondo-
kenceng.
1.3 Tujuan dan Sasaran
1.3.1 Tujuan
Tujuan dari penyusunan laporan ini adalah
untuk menjelaskan karakteristik
Bondokenceng beserta isu-isu dan
permasalahan yang ada di dalamnya. Dari isu
dan permasalahan tersebut, dapat dijelaskan
tujuan perencanaan yang berpedoman pada
konsep perencanaan yang dipilih. Tujuan
tersebut kemudian dijabarkan ke dalam
sasaran-sasaran dan indikasi program,
jangka waktu pelaksanaan program, serta
pihak-pihak terkait sesuai dengan perannya.
Dengan begitu, kegiatan perencanaan ini
nantinya diharapkan akan mampu untuk
mengatasi permasalahan yang ada serta
mengembangkan potensi yang ada, hingga
akhirnya akan mampu memajukan wilayah
studi tersebut.
1.3.2 Sasaran
Untuk mencapai tujuan diperlukan beberapa
sasaran, yaitu:
1. Menyusun profil wilayah secara lengkap
dan benar, sehingga mampu
menggambarkan kondisi wilayah dengan
tepat pada tiga aspek utama, yaitu
ekonomi dan sosial, keruangan, dan
kelembagaan;
2. Menentukan isu-isu strategis dan
permasalahan yang ada di wilayah
perencanaan;
3. Membagi ruang lingkup wilayah
perencanaan menjadi ruang lingkup
Regional dan Fokus Area;
4. Menentukan tujuan perencanaan;
5. Merumuskan konsep perencanaan;
6. Menyusun sasaran serta indikasi
program;
7. Menentukan jangka waktu pelaksanaan
program dan pihak pelaksana;
8. Memetakan hasil perencanaan berupa
Rencana Strukur Ruang, Rencana
Jaringan, Rencana Pola Ruang, serta
Rancangan Desain Perkotaan bagi masing-
masing Fokus Area.
1.4 Ruang Lingkup Perencanaan
1.4.1 Ruang Lingkup Substansi
Ruang lingkup substansi pada laporan akhir
ini meliputi kondisi eksisting wilayah,
analisis kondisi eksisting dan perencanaan
wilayah Regional dan Fokus Area Kota
Kendal dan Fokus Area Pegandon-Ngampel.
Adapun konsep yang diterapkan pada
regional adalah konsep Smart Growth, Fokus
Area Kota Kendal dengan konsep Superblock
dan Fokus Area Pegandon-Ngampel dengan
konsep New Urbanism. Adapun aspek-aspek
yang dikaji adalah sebagai berikut:
Aspek karaktersitik fisik alamiah, yang
mencakup fisik lahan; daya dukung lahan;
penggunaan lahan; dan kesesuaian lahan.
Aspek infrastruktur, yang mencakup
jaringan transportasi; jaringan
permukimaan perkotaan; serta jaringan
fasilitas umum dan fasilitas sosial.
Aspek keruangan, yang meliputi
kawasan pusat permukiman.
Aspek kependudukan, yang meliputi
jumlah penduduk; kepadatan penduduk;
dan proyeksi penduduk.
Aspek perekonomian, yang mencakup
tipologi klassen; komoditas unggulan; dan
potensi lokal.
Aspek kebijakan pemerintah, yang
mencakup arahan kebijakan dan strategi;
kemitraan pemerintah dan swasta; serta
persepi masyarakat terhadap pelayanan
pemerintah.
1.4.2 Ruang Lingkup Wilayah
Ruang lingkup wilayah studi aspek Regional
bertindak sebagai ruang lingkup wilayah
makro. Wilayah studi makro terdiri dari lima
kecamatan, yaitu Kecamatan Patebon,
Kecamatan Pegandon, Kecamatan Kota
Kendal, Kecamatan Cepiring, dan Kecamatan
4
Sumber: Bappeda Kabupaten Kendal, 2011 Gambar 1.1
Peta Administrasi Bondokenceng
Ngampel. Wilayah makro ini disebut
Bondokenceng, yang memiliki luas
wilayah 166,87 km2, dimana sebelah utara
berbatasan dengan Laut Jawa; dan sebelah
barat berbatasan dengan Kecamatan
Kangkung; sebelah timur berbatasan deng-
an Kecamatan Brangsong dan Kecamatan
Kaliwungu Selatan; sebelah selatan
berbatasan dengan Kecamatan Patean dan
Kecamatan Singorojo.
5
1.5 Kerangka Pikir
Berikut merupakan alur atau proses perencanaan di wilayah Bondokenceng guna mengatasi
permasalahan serta mengembangkan potensi yang ada.
Sumber: Bappeda Kabupaten Kendal, 2011
Gambar 1.2 Kerangka Pikir
1.6 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dari penyusunan
laporan ini adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang, ruang lingkup
perencanaan (ruang lingkup substansi dan
ruang lingkup wilayah), kerangka pikir, dan
sistematika penulisan laporan yang
digunakan sebagai landasarn dalam
mencapai hasil penyusunan laporan
berdasarkan masalah dan potensi yang ada.
BAB II PROFIL WILAYAH
Bab ini berisi penjelasan tentang konstelasi
wilayah perencanaan baik makro maupun
mikro; aspek keruangan yang meliputi
karakteristik fisik alamiah, infrastruktur,
dan karakteristik keruangan wilayah; dan
aspek non fisik yang meliputi
kependudukan, perekonomian, dan
kebijakan pemerintah. Untuk wilayah
makro merupakan kawasan Regional yaitu
Bondokenceng,
BAB III POTENSI DAN PERMASALAHAN
Bab ini berisi penjelasan mengenai potensi
dan permasalahan di Bondokenceng.
Potensi dan permasalahan Bondokenceng
ditinjau dari aspek fisik dan sumber daya
alam, penggunaan lahan,
populasi/demografi, ekonomi, infrastruktur
dan fasilitas, kelembagaan masyarakat,
serta aspek sosial. Penstrukturan
6
permasalahan ditinjau dari hubungan
antara satu aspek dengan aspek lain serta
prioritasi permasalahan.
BAB IV TUJUAN DAN KONSEP PERENCA-
NAAN
Bab ini berisi tentang tujuan perencanaan di
Bondokenceng serta konsep yang akan di
terapkan guna untuk mencapai tujuan
dalam perencanaan.
BAB V STRATEGI DAN INDIKASI
PROGRAM
Bab ini berisi tentang strategi dan indikasi
program dalam perencanaan di
Bondokenceng yang didapatkan.
BAB VI STRUKTUR DAN POLA RUANG
Bab ini berisi tentang Struktur Ruang
berdasarkan Permen 17 Tahun 2009 serta
Pola Ruang berdasarkan Permen 17 Tahun
2009 dan PP No 8 Tahun 2013.
“There are fashions in building. Behind the fashions lie economic and
technological reasons, and these fashions exclude all but a few
genuinely different possibilities in city dwelling construction at any one
time.”- Jane Jacobs Sumber: www.pinterest.com
7
PROFIL WILAYAH
2.1 Konstelasi Wilayah
Konstelasi wilayah yang dibahas adalah
hubungan antara kawasan Bondokenceng
sebagai wilayah studi mikro dengan
Kabupaten Kendal. Kabupaten Kendal
merupakan salah satu kabupaten yang
termasuk dalam rencana pembangunan
tingkat nasional. Hal tersebut ditunjukkan
dengan masuknya Kabupaten Kendal ke
dalam Kawasan Perkotaan Kedungsepur
(Kendal – Demak – Ungaran – Semarang -
Purwodadi) yang menjadi Pusat Kegiatan
Nasional. Pusat Kegiatan Nasional (PKN)
memiliki fungsi untuk melayani kegiatan
skala internasional, nasional, atau beberapa
provinsi sekitarnya. Kawasan Kedungsepur
ini memiliki sektor unggulan pertanian,
industri, pariwisata, dan perikanan.
Wilayah studi mikro pada laporan ini terdiri
dari lima kecamatan, yaitu Kecamatan
Patebon, Kecamatan Pegandon, Kecamatan
Kota Kendal, Kecamatan Cepiring, dan
Kecamatan Ngampel. Kecamatan Kota
Kendal sebagai ibukota dari Kabupaten
Kendal memiliki fungsi pelayanan yang
lebih besar dari kecamatan-kecamatan
lainnya di Kabupaten Kendal. Kecamatan
Kota Kendal membentuk kawasan
perkotaan dengan wilayah sekitarnya, yaitu
Kecamatan Patebon, Pegandon, Cepiring,
dan Ngampel yang menjadi kawasan
perkotaan. Wilayah Bondokenceng memiliki
fungsi sebagai pusat pelayanan skala
kabupaten (orde 1) yang secara langsung
melayani Kawasan PKL Weleri dan PKL
Kaliwungu yang berada pada orde di
bawahnya, yakni orde 2.
Sumber: Analisis Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015
Gambar 2.1 Konstelasi Wilayah
Provinsi Jawa
Tengah
Kabupaten
Kendal
Wilayah
Bondokenceng
BAB II
8
2.2 Aspek Keruangan
Pembahasan aspek keruangan meliputi karakteristik fisik alamiah, infrastruktur, dan
karakteristik keruangan wilayah.
2.2.1 Karakteristik Fisik Lahan
A. Hidrogeologi
Wilayah Bondokenceng memiliki
persediaan air tanah yang mencukupi
karena memiliki variasi akuifer yang
termasuk produktif. Hidrogeologi di
wilayah Bondokenceng didominasi oleh
akuifer produktif dengan penyebaran
yang luas. Kondisi ini mampu memenuhi
kebutuhan air bersih harian masyarakat
setempat di mana masyarakat dapat
mendapatkan pasokan air baku dari
daerahnya sendiri, tanpa harus meng-
impor dari daerah lain.
B. Hidrologi
Pada Bondokenceng, terdapat tiga sub
daerah aliran sungai, yaitu sub DAS
Blorong, sub DAS Bodri, dan sub DAS
Lutut. Seluruh wilayah Bondokenceng
mendapat pasokan air dari sungai
Blorong, Bodri, dan Lutut, yang
mengindikasikan bahwa sistem jaringan
irigasi yang menunjang pertanian dapat
dikelola di wilayah Bondokenceng.
Bondokenceng dilewati oleh Sub Das
Bodri yang dominan, dimana daerah
aliran sungai Bodri ini yang menjadi
sangat bermanfaat bagi sebagian besar
masyarakat di Bondokenceng dalam
pemenuhan kebutuhan pengairan sawah
irigasi. Sungai Bodri menjadi salah satu
potensi di wilayah Bondokenceng.
Sumber : Bappeda Kabupaten Kendal, 2013 (Olah Data)
Gambar 2.3 Peta Hidrologi Bondokenceng
Sumber : Bappeda Kabupaten Kendal, 2013 (Olah Data)
Gambar 2.2
Peta Hidrogeologi Bondokenceng
9
C. Rawan Bencana Banjir
Terdapat 44% luas lahan dari wilayah
Bondokenceng yang merupakan daerah
rawan bencana banjir. Presentase
tersebut tergolong dalam angka
kerawanan banjir yang tinggi. Daerah
rawan bencana banjir tersebar di bagian
utara Bondokenceng yang merupakan
daerah pusat perkembangan Kabupaten
Kendal.
Berdasarkan hasil observasi dan
wawancara, penyebab bencana banjir di
Bondokenceng adalah masih buruknya
sistem drainase yakni adanya sedimentasi
dan pencemaran sungai oleh
sampah.Kerawanan bencana banjir
menjadi salah satu pertimbangan
perencanaan pengembangan wilayah
Bondokenceng.Pertimbangan tersebut
ditujukan agar pengembangan wilayah
Bondokenceng dapat memberikan solusi
terhadap kerawanan banjir.
LP2B (Lahan Pertanian Pangan Ber-
kelanjutan) merupakan lahan pertanian
pangan yang menjadi salah satu potensi
dalam mewujudkan ketahanan pangan di
Bondokenceng. Namun, jika melihat peta
dalam Gambar 2.4, terlihat bahwa
terdapat LP2B yang termasuk dalam
daerah rawan bencana banjir. Hal ini
berdampak pada kemungkinan gagal
panen oleh para petani. LP2B yang rawan
banjir ini menjadi salah satu masalah
yang dapat menggangu rencana
pengembangan pertanian yang ada di
Bondokenceng.
Sumber: Bappeda Kabupaten Kendal, 2013 (Olah Data)
Gambar 2.4 Peta Rawan Bencana Banjir Bondokenceng
Sumber: Bappeda Kabupaten Kendal, 2013 (Olah Data)
Gambar 2.5 Peta LP2B Bondokenceng yang Rawan
Bencana Banjir
10
D. Daya Dukung Lahan
Berdasarkan hasil skoring antara
topografi, klimatologi, dan litologi
Bondokenceng didominasi oleh kawasan
budidaya. Sehingga seluruh Bondo-
kenceng dapat dimanfaatkan untuk
aktivitas manusia, baik aktivitas per-
tanian maupun permukiman. Skoring
daya dukung lahan dan persebaran dari
kawasan penyangga dan kawasan
budidaya dapat dilihat pada Tabel II.1.
Tabel II.1 Tabel Skoring Daya Dukung Lahan Bondokenceng
Topografi Litologi Klimatologi Jumlah Fungsi Kemi-
ringan Kelas Skor
Jenis Tanah
Kelas Skor Curah Hujan
Kelas Skor
0-8% I 20 Aluvial I 15 20,8
mm/thn III 30 65
Kawasan budidaya
8-15% II 40 Latosol II 30 21,7
mm/thn III 30 100
Kawasan budidaya
Medite
ran III 45
22 mm/thn
III 30 Kawasan budidaya
Sumber : SK Mentri Kehutanan No.873//UM/II/1980 dan No.683/KPTS/UM/1981
Berdasarkan data skoring pada Tabel
II.1, didapat persebaran fungsi kawasan
atau peta daya dukung lahan di
Bondokenceng yang didominasi oleh
kawasan budidaya. Analisis daya dukung
lahan ini memberikan informasi tentang
fungsi kawasan yang memungkinkan di
suatu wilayah. Kawasan budidaya
Bondo-kenceng ini dapat dimanfaatkan
untuk budidaya kawasan permukiman,
kawa-san budidaya tanaman tahunan
atau tanaman musiman.
Sumber : Bappeda Kabupaten Kendal, 2013 (Olah Data)
Gambar 2.6 Peta Daya Dukung Lahan
Bondokenceng
11
E. Penggunaan Lahan
Berdasarkan karakteristik penggunaan
lahan, mayoritas lahan di Bondokenceng
dimanfaatkan untuk kegiatan agraris,
seperti pertanian, perkebunan, dan
tegalan. Hal tersebut dapat dilihat dari
persentase penggunaan lahan mayoritas
yaitu sawah irigasi sebanyak 37%. Sesuai
dengan karakteristik aktivitasnya,
Bondokenceng didominasi lahan non
terbangun. Hal tersebut dibuktikan
dengan perbandingan persentase lahan
terbangun dan lahan non terbangun
meliputi pertanian dan pertambakan
yang cukup besar, yaitu 20,90%
berbanding 79,10%. Pemanfaatan lahan
sebagai pertambakan terdapat pada
bagian utara karena lokasinya yang
berdekatan dengan laut. Lahan pertanian
tersebar secara merata di wilayah
Bondokenceng dengan berbagai macam
komoditas. Kecamatan Kota Kendal,
Kecamatan Patebon, dan Kecamatan
Cepiring lebih dimanfaatkan untuk
pertanian padi. Sedangkan Kecamatan
Pegandon dan Kecamatan Ngampel lebih
dimanfaatkan untuk pertanian bawang
dan tembakau.
Persebaran lahan pertanian pangan
berkelanjutan yang ada di Bondokenceng
mencapai 40% dari luas wilayah (lihat
Gambar 2.8). Pemerintah Kabupaten
Kendal telah menetapkan Perda No.13
tahun 2013 tentang Perlindungan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan, dimana
lahan pertanian tersebut tidak dapat
dialihfungsikan menjadi lahan ter-
bangun. Pada kondisi eksisting, para
petani LP2B melakukan rotasi tanam
antara 3-4 kali dalam setahun. Tanaman
yang ditanam antara lain padi dan
tembakau.
Sumber: Bappeda Kabupaten Kendal, 2013(Olah Data)
Gambar 2.7 Peta Penggunaan Lahan Bondokenceng
Sumber: Bappeda Kabupaten Kendal, 2013 (Olah Data)
Gambar 2.8 Peta Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
(LP2B) Bondokenceng
12
F. Kesesuaian Lahan
Berdasarkan penggunaan lahan yang ada,
tidak ada lahan terbangun yang terdapat di
kawasan penyangga ataupun kawasan
lindung sehingga persentase lahan yang
tidak sesuai adalah 0%. Dari hasil analisis
ini dapat disimpulkan bahwa di wilayah
Bondokenceng dalam penggunaan lahannya
sudah sesuai dengan karakteristik fisik
wilayah.
2.2.2 Infrastruktur A. Jaringan Transportasi Pembahasan mengenai jaringan transportasi meliputi jaringan jalan dan sistem transportasi
umum.
1. Jalan Jenis Jalan Berdasarkan Fungsi Jalan Berdasarkan fungsinya, jalan di
Bondokenceng terdiri atas jalan arteri
primer, jalan kolektor, jalan lokal, serta
jalan lingkungan (Gambar 2.10).
Keberadaan jalan arteri primer atau jalan
Pantura ini telah berpengaruh terhadap
perkembangan Kabupaten Kendal,
khususnya Bondokenceng. Hal tersebut
ditunjukkan dengan perkembangan yang
lebih cepat pada kecamatan yang dilewati
jalan Pantura (Kecamatan Kota Kendal,
Patebon serta Cepiring) dibandingkan 2
kecamatan yang tidak dilewati jalur
pantura, yaitu Kecamatan Pegandon dan
Ngampel. Aktivitas yang berkembang pada
daerah yang dilewati jalan Pantura lebih
condong pada aktivitas perdagangan,
pelayanan dan jasa, pendidikan skala
regional, kesehatan skala regional,dan
Sumber: Bappeda Kabupaten Kendal, 2013 (Olah Data)
Gambar 2.9 Peta Kesesuaian Lahan Bondokenceng
Kesesuaian Lahan merupakan hasil penggabungan atau
overlay dari penggunaan lahan dengan daya dukung lahan. Jika
lahan terbangun terdapat di kawasan penyangga atau kawasan
lindung, maka kawasan tersebut dapat dikategorikan sebagai
kawasan yang membahayakan aktivitas yang ada, dan masuk
dalam kategori penggunaan lahan yang tidak sesuai.
13
Tabel II.2 Panjang Jalan Rusak Per Kecamatan Bondokenceng
Kecamatan Panjang jalan
rusak sedang(km) Panjang jalan
rusak berat(km) Panjang jalan
total (km) Persentase
jalan rusak (%)
Kota Kendal 7,86 0 84,2 9,33
Patebon 11,8 0,8 140,7 8,95
Cepiring 9,4 4,7 85,4 16,51
Pegandon 1,3 12,2 43 31,39
Ngampel 0,7 6,6 74,59 9,78
Total 31,06 24,3 427,89 13,4
Sumber:Observasi Lapangan Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015
Sumber: Bappeda Kabupaten Kendal, 2011 (Olah Data)
Gambar 2.10Peta Jalan Berdasarkan Fungsi di Bondokenceng
Jalan Berdasarkan Kondisinya
Secara umum, dapat disimpulkan bahwa
kondisi jalan yang ada di Bondokenceng
cukup baik, dengan 86,6% jalan sedang
dan baik, sedangkan 13,4% mempunyai
kondisi jalan rusak. Kondisi jalan rusak
di Bondokenceng diklasifikasikan
menjadi 2, yaitu jalan rusak sedang
(jalan dengan perkerasan mengelupas
hanya sebagian dari total badan jalan)
dan jalan rusak berat (jalan dengan
perkerasan aspal berlubang pada hampir
seluruh bagian badan jalan).
Rekapitulasi kerusakan jalan
Bondokenceng pada Tabel II.2.
industri. Kawasan tersebut merupakan
kawasan padat penduduk dan menjadi
pusat aktivitas di Bondokenceng.
14
(a) (b)
Sumber: Observasi Lapangan Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015
Gambar 2.12Kondisi jalan rusak berat di Jalan Pegandon Raya (a); dan Kondisi jalan rusak sedang di Jalan Lokal Penghubung Donosari-Bulugede (b)
Sementara itu, kondisi jalan rusak sedang ditemui di jalan lokal penghubung desa di Kecamatan
Patebon bagian barat, yaitu Desa Bulugede, Margosari, Tambakrejo, maupun Donosari. Kondisi
jalan lokal penghubung desa-desa tersebut bergelombang, berlubang serta perkerasannya
mengelupas. Jalan rusak menyebabkan mobilitas masyarakat menjadi terhambat, kegiatan
pengangkutan hasil komoditas pertanian terganggu, resiko kecelakaan hingga menyebabkan
trayek kurus. Trayek yang melewati jalan-jalan rusak tersebut memiliki pelayanan yang tidak
optimal serta jam operasinya hanya setengah hari.
Sumber: Bappeda Kabupaten Kendal, 2011 (Olah Data)
Gambar 2.11 Peta Jalan Rusak Berdasarkan Fungsi di
Bondokenceng
Berdasarkan Gambar 2.11, dapat dilihat
bahwa jalan rusak berat terpanjang ada di
Kecamatan Pegandon, yaitu Jalan
Pegandon Raya. Jalan kolektor ini
memiliki kondisi jalan yang berlubang
serta perkerasan aspal yang mengelupas
menyebabkan adanya genangan air saat
musim hujan. Berdasarkan hasil
wawancara dari masyarakat sekitar,
pengaduan masyarakat terkait kerusakan
jalan belum dapat dipenuhi dengan
maksimal dan cepat karena terbatasnya
dana APBD.
15
Sistem Transportasi Umum
Terdapat total 7 trayek angkutan umum
dengan 3 di antaranya merupakan ‘trayek
kurus’, yaitu trayek dengan frekuensi
perjalanan dan jumlah armada yang
rendah. Ketiga trayek tersebut adalah
trayek 1 di Kecamatan Ngampel, trayek 7
di Kecamatan Cepiring, dan trayek 20 di
Kecamatan Pegandon-Ngampel (Gambar
2.13). Ketiga ‘trayek kurus’ tersebut
berada pada jalan dengan kondisi rusak
berat, hal tersebut dapat menjadi penyebab
rendahnya frekuensi perjalanan dan
jumlah armada yang melayani trayek.
Pelayanan trayek angkutan umum yang
terbatas tersebut mengakibatkan belum
puasnya masyarakat terhadap pelayanan
angkutan umum.
Selain itu, hasil survei menunjukkan bahwa
masyarakat belum puas terhadap pelayanan
angkutan umum dikarenakan lama waktu
tunggu angkutan umum yang rata-rata
masih di atas 15 menit. Sebesar 55%
responden harus menunggu lebih dari 15
menit, 32,5% responden menungguantara 5-
10 menit dan selebihnya, sebesar 12,5%
menunggu kurang dari 5 menit. Pada tiga
kecamatan dengan ‘trayek kurus’, persentase
tersebut berubah menjadi 69% menunggu
lebih dari 15 menit, 28% menunggu antara 5
hingga 15 menit sementara hanya 3% di
antaranya menunggu selama kurang dari 5
menit.
Belum puasnya masyarakat terhadap
pelayanan angkutan umum berpengaruh
pada keengganan masyarakat untuk
menggunakan angkutan umum dan
preferensi masyarakat terhadap penggunaan
kendaraan pribadi. Hal tersebut
menunjukkan bahwa perjalanan yang
dilakukan oleh masyarakat Bondokenceng
masih sangat tergantung pada kendaraan
pribadi. Kondisi tersebut berpotensi
menimbulkan terjadinya kesenjangan akibat
dari kemudahan dalam mengakses
transportasi umum dan kesempatan untuk
melakukan perjalanan serta kesenjangan
secara spasial dalam hal pemerataan
fasilitas.
Sumber: Hasil Observasi Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015
Gambar 2.13 Peta Trayek Kurus dan Trayek Gemuk di Bondokendeng
Sumber: www.pinterest.com
16
(a) (b)
Sumber: Observasi Lapangan kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015
Gambar 2.15 Peta Lokasi Stasiun Kalibodri di Kelurahan Tegorejo, Pegandon (a); dan Stasiun Kalibodri di Kelurahan Tegorejo, Pegandon (b)
(b)
Fasilitas Transportasi Umum: Stasiun
Berdasarkan observasi lapangan, terdapat
stasiun Kalibodri di Kelurahan Tegorejo,
Kecamatan Pegandon. Secara eksisting,
stasiun ini berfungsi sebagai stasiun barang,
yaitu pengangkutan material bangunan
seperti kerikil dari Batang-Weleri-Kalibodri-
Kaliwungu-Demak-Grobogan.
Sebelumnya, stasiun ini pernah beroperasi
sebagai stasiun penumpang. Akan tetapi di
tahun 2010 kegiatan angkut penumpang
ditutup karena kurangnya minat penduduk
sehingga pihak pengelola cenderung
rugi.Secara umum, kondisi stasiun ini bersih
dan terawat. Terdapat beberapa fasilitas
umum seperti ruang tunggu, toilet umum,
tempat parkir serta loket. Berdasakan
analisis lokasi, keberadaan stasiun Kalibodri
ini cukup strategis, hanya berjarak sekitar
100 meter dari Jalan Raya Pegandon.
Sumber: Hasil Observasi Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015
Gambar 2.14 Peta Trayek Angkutan Umum Bondokenceng
17
B. Analisis Jaringan Infrastruktur
Analisis jaringan permukiman perkotaan
meliputi jaringan air bersih, jaringan
drainase, jaringan persampahan, jaringan
sanitasi, jaringan listrik, dan
telekomunikasi.
Jaringan Air Bersih
Sumber air bersih di Bondokenceng
adalah PDAM dan sumur gali. Menurut
telaah dokumen dari setiap kelurahan,
diketahui bahwa persentase pengguna
air bersih dari PDAM dibandingkan
dengan sumur gali, yaitu 52% dan 48%.
Sementara, berdasarkan konsep RPAM,
diharapkan dapat tercapai pelayanan air
minum yang memiliki syarat kualitas,
yaitu standar air minum yang sesuai
dengan Permenkes No. 429/Menkes/
Per/V/2010 tentang Persyaratan Kua-
litas Air Minum, kemudian secara
kuantitas pasokan air minum mengacu
pada Standar Kebutuhan Pokok Air
Minum mengacu pada standar
Kebutuhan Pokok Air Minum sebesar 10
m3 per kepala keluarga per bulan atau
60 liter per orang per hari (Kementrian
PU, 2013). Jaringan permukiman
perkotaan yang ideal memiliki jaringan
air bersih yang aman dan berkelanjutan.
Setiap rumah tangga yang mengakses
air minum dari sistem perpipaan,
karena sumber air melalui sistem
perpipaan memiliki keunggulan pada
aspek kuantitas dan kualitas
penyediaan air yang dapat diandalkan.
Keunggulan sumber air perpipaan
adalah dapat meminimalisasi efek dari
perubahan cuaca dan iklim serta faktor
lainnya di luar kontrol manusia yang
dapat mempengaruhi kuantitas dan
kualitas air dengan perencanaan teknik
yang baik. Sehingga, kondisi yang ada
saat ini belum menunjukkan kondisi
jaringan perpipaan yang ideal untuk
permukiman perkotaan.
Sumber: Analisis Telaah Dokumen Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015 Gambar 2.16
Presentase Pengguna Air Bersih Bondokenceng
52%
48%
Persentase Pengguna Air Bersih di Bondokenceng
PDAM
Sumur Gali
18
Jaringan Drainase
Berdasarkan hasil observasi, kondisi
jaringan drainase di Wilayah
Bondokenceng secara keseluruhan
masih buruk. Adapun buruknya
jaringan drainase di Wilayah
Bondokenceng ditunjukkan oleh
adanya sampah di jaringan drainase
primer, sekunder, dan tersier sehingga
menghambat aliran air. Berdasarkan
hasil observasi, 71,43% saluran
drainase di Wilayah Bondokenceng
dicemari oleh sampah yang berdampak
pada memburuknya kualitas saluran
drainase. Hal tersebut ditunjukkan
dengan pendangkalan sungai oleh
material pasir dan sampah yang pada
akhirnya akan memperkecil kemam-
puan sungai dalam mengalirkan run off
air hujan dan memberikan dampak
berupa resiko banjir.
Sumber: Hasil Observasi Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015
Gambar 2.17Drainase Sekunder Kecamatan Cepiring
Jaringan Persampahan
Berdasarkan analisis standar pelayanan persampahan dari data sekunder BPS Kabupaten
Kendal (2013), pelayanan TPS di Wilayah Bondokenceng belum menjangkau keseluruhan
wilayah. Hanya terdapat 26 TPS di Wilayah Bondokenceng. Pola persebaran TPS
cenderung terkonsentrasi di Kecamatan Kota Kendal. Mengacu pada ketentuan SNI
Nomor 2003-1733 Tahun 2004, kinerja jaringan persampahan di Wilayah Bondokenceng
dapat dilihat pada Tabel II.3.
Tabel II.3 Penyediaan Prasarana Persampahan Bondokenceng
Kecamatan Jumlah
Penduduk Ketersediaan TPS TPS berdasarkan SNI
Kota Kendal 55.518 26 (tidak merata) 27 Cepiring 28.929 0 14 Patebon 50.534 0 25
Pegandon 37.193 0 19 Ngampel 34.564 0 17
Sumber : Hasil Analisis Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015
19
Jaringan Sanitasi
Pada wilayah Bondokenceng, terdapat 17.63% penduduk yang belum memiliki jamban
pribadi dan belum ada IPAL serta Bio Digester sebagai sarana sanitasi.Hal tersebut juga
didukung oleh data hasil observasi dan wawancara mengenai perilaku masyarakat dimana
masih ada yang membuang air limbah di sungai karena kurangnya suplai air bersih dan
tidak memiliki jamban pribadi serta ketidakterjangkauan MCKumum pada seluruh wilayah
Bondokenceng khususnya di Kecamatan Cepiring dan Kecamatan Pegandon. Kondisi
tersebut mengindikasikan bahwa sarana infrastruktur permukiman perkotaan belum layak
pada kawasan perencanaan.
(a) (b)
Sumber: Hasil Observasi Kelompok 2B Studio Perencanaan Gambar 2.19
(a) dan (b) Jamban pada Pinggir Sungai
Jaringan Listrik
Berdasarkan hasil survei, seluruh wilayah Bondokenceng 100% sudah terlayani oleh
jaringan listrik dari PLN dengan aliran daya sebesar 450 Watt, 900 Watt, dan juga 1.300
Watt. Tabel II.4 adalah data hasil survei terkait presentasi daya listrik yang digunakan
oleh penduduk di Bondokenceng.
Gambar 2.18 memperlihatkan kondisi TPS
yang ada pada Kecamatan Kota Kendal.
Terlihat pada foto tersebut TPS tidak mampu
menampung volume sampah yang ada.
Sumber: Hasil Observasi Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015
Gambar 2.18 TPS di Kelurahan Ketapang, Kota Kendal
20
Tabel II.4 Persentase Besaran Daya Listrik Yang
Digunakan Oleh Penduduk Bondokenceng Indikator
(Persentase terhadap total KK) Kondisi
eksisting
Pengguna daya listrik 450 Watt 34%
Pengguna daya listrik 900 Watt 46%
Pengguna daya listrik 1300 Watt 20%
Sumber: Data Survei Kelompok 2B Studio
Perencanaan, 2015 (Olah Data)
Berdasarkan pengolahan hasil survei,
diketahui bahwa mayoritas penduduk di
wilayah Bondokenceng adalah pengguna
daya listrik 900 watt. Mayoritas penduduk
dengan daya listrik 900 watt menunjukkan
bahwa sebagian penduduk Bondokenceng
cenderung membutuhkan banyak energi
listrik untuk aktivitas komersil.
Jaringan Telekomunikasi
Berdasarkan hasil survei, wilayah
Bondokenceng sudah 80% terlayani oleh
jaringan telekomunikasi berupa jaringan
telekomunikasi nirkabel dan 100% sudah
terlayani oleh jaringan telekomunikasi non-
nirkabel. Hal tersebut diketahui dari
seluruh masyarakat yang sudah mengakses
televisi dan radio.
C. Analisis Jangkauan Pelayanan Fasi-
litas Umum dan Sosial
Analisis jangkauan pelayanan fasilitas
umum dan sosial meliputi sarana
pendidikan, sarana peribadatan, sarana
perekonomian dan sarana pemerintahan
a. Sarana Pendidikan
Berdasarkan peta persebaran dan
jangkauan pelayanan sarana pendidikan di
Bondokenceng (lihat Gambar 2.21), dapat
dilihat bahwa fasilitas pendidikan SMP
belum dapat menjangkau seluruh kawasan
pemukiman. Masih banyaknya area yang
belum terlayani pendidikan SMP
mengindikasikan adanya kesulitan
masyarakat untuk mengakses pendidikan
lanjutan setelah SD. Sulitnya akses tersebut
akan berdampak pada tingkat pendidikan
akhir masyarakat dan dayasaing SDM di
Bondokenceng. Selain dampak terhadap
kualitas masyarakat di Bondokenceng,
belum menjangkaunya pelayanan fasilitas
pendidikan SMP mengindikasikan bahwa
Wilayah Bondokenceng belum mampu
menjalankan fungsinya sebagai pusat
pelayanan yang mampu memberikan
kemudahan akses terhadap pendidikan.
Sumber: BPS Kabupaten Kendal, 2014 (Olah Data)
Gambar 2.20 Ketersediaan Infrastruktur Pendidikan di Bondokenceng
Sumber: www.pinterest.com
21
(a) (b) (c) Sumber: Hasil Analisis Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015
Gambar 2.21 Peta Jangkauan Sarana Pendidikan di Bondokenceng
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015
Gambar 2.22 Peta Jangkauan Sarana Kesehatan di Bondokenceng
b. Sarana Kesehatan
Wilayah Bondokenceng memiliki fasilitas
kesehatan berupa rumah sakit, puskesmas,
posyandu, klinik bersalin, balai
pengobatan, dan apotek.
Berdasarkan peta jangkauan sarana
kesehatan dapat disimpulkan bahwa
jangkauan pelayanan sarana kesehatan
berupa puskesmas belum menjangkau
seluruh masyarakat yang ada di Bondo-
kenceng. Hal tersebut diketahui dari
belum terjangkaunya beberapa kawasan
permukiman oleh eksisting puskesmas
dan rumah sakit, khususnya di bagian
selatan Bondokenceng. Belum terjangka-
unya pelayanan puskesmas di Bondo-
kenceng menunjukkan adanya ketimpa-
ngan dalam akses infrastruktur kesehatan
yang mengindikasikan belum baiknya
pelayanan kesehatan Bondokenceng yang
dalam hal ini menunjang permukiman di
Bondokenceng.
22
c. Sarana Peribadatan
Pemenuhan kebutuhan sarana peribadatan didasarkan oleh ketentuan standar penyediaan
sarana peribadatan dan disesuaikan oleh karakteristik agama dari masyarakat yang
bersangkutan. Sarana peribadatan di Wilayah Bondokenceng adalah masjid, musholla, dan
gereja. Hal tersebut dikarenakan karakter agama dari masyarakat yang dominan adalah
penduduk dengan agama Islam, Kristen, dan Katolik. Adapun berdasarkan analisis
jangkauan pelayanan, sarana peribadatan di di Bondokenceng sudah menjangkau seluruh
wilayah.
(a) (b)
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015 Gambar 2.23Peta Jangkauan Sarana Peribadatan di Bondokenceng
d.
(a) (b) (c)
Sumber: Dokumentasi Kelompok, 2015
Gambar 2.24 Masjid di Kecamatan Kota Kendal; (b) Gereja di Kecamatan Patebon; (c) Masjid di Kecamatan Ngampel
23
d. Sarana Pemerintahan
Kebutuhan ruang untuk sarana
pemerintahan dalam hal ini kantor desa
minimal adalah 1000 m2 dengan luas
lantai minimal 500 m2 dengan lokasi
yang dapat dijangkau oleh kendaraan
umum dan berada di tengah hunian
warga, dapat diakses keluar/masuk
bangunan dan dapat berintegrasi
dengan bangunan yang ada di
sekitarnya. Sarana pemerintahan yang
tersedia di Bondokenceng berupa
kantor kecamatan dan untuk sarana
pemerintahan di masing-masing
kelurahan di Bondokenceng berupa
kantor kelurahan atau kantor desa.
Kondisi kantor kelurahan di setiap
kecamatan di Bondokenceng tergolong
baik, yakni bangunan sudah merupakan
bangunan permanen dengan kondisi
kantor kelurahan yang bersih. Selain
kantor kecamatan maupun kantor
kelurahan, di Bondokenceng terdapat
berbagai macam sarana pemerintahan
seperti Kantor Urusan Agama, Dinas
Pertanian, Peternakan, Perkebunan, dan
Kehutanan, dan lain-lain yang terletak
di Kelurahan Jambearum, Kecamatan
Patebon. Kondisi sarana pemerintahan
tersebut baik dan terawat, lokasinya
strategis dengan aksesibilitas tinggi.
(a) (b)
Sumber: Dokumentasi Kelompok, 2015
Gambar 2.25 (a) Kantor Kelurahan Korowelang Kulon, Kecamatan Cepiring; (b) Kantor Urusan Agama
di Kecamatan Patebon
Menurut SNI 03-1733-2004 pengertian sarana
pemerintahan dan pelayanan umum adalah
kantor-kantor pelayanan/administrasi
pemerintahan dan administrasi kependudukan
serta pos-pos pelayanan keamanan dan
keselamatan. Dasar penyediaan sarana
pemerintahan dan pelayanan umum serta
fasilitas sosial untuk melayani setiap unit
administrasi pemerintahan baik yang informal
(RT dan RW) maupun yang formal (kelurahan
dan kecamatan), dan bukan didasarkan pada
jumlah penduduk yang dilayani oleh sarana
tersebut. Dasar penyediaan sarana juga
mempertimbangkan pendekatan desain
keruangan unit-unit atau kelompok lingkungan
yang ada.
24
e. Sarana Perekonomian
Sarana perekonomian merupakan indikator kualitas pelayanan dari fungsi penunjang
permukiman. Sarana perekonomian dapat menjadi trigger dari aktivitas-aktivitas
masyarakat. Adapun dasar penyediaan selain berdasarkan jumlah penduduk yang akan
dilayani juga mempertimbangkan bentukan grup sesuai konteks lingkungannya.
Penempatan sarana perekonomian mempertimbangkan jangkauan radius area layanan
terkait dengan kebutuhan dasar sarana yang harus dipenuhi untuk melayani area
tertentu. Sarana perekonomian yang tersedia di Bondokenceng berupa bank, pasar,
pertokoan, mini market, dan lain – lain.
2.2.3 Karakteristik Keruangan Wilayah
A. Identifikasi Kawasan Pusat Per-
mukiman
Berdasarkan hasil analisis sistem pusat
pemukiman di wilayah Bondokenceng
menggunakan analisis skalogram,
terdapat beberapa wilayah sebagai
pusat permukiman dengan hirarki
pelayanan yang berbeda-beda.
Pusat permukiman di wilayah
Bondokenceng dibagi menjadi tiga orde,
orde 1 merupakan daerah yang
memiliki kelengkapan sarana yang
paling lengkap dibandingkan wilayah
lainnya sehingga mampu melayani
wilayah di sekitarnya, yang termasuk
orde 1 yaitu Kelurahan Kebondalem.
Pusat Permukiman orde 2 meliputi
Kelurahan Pegandon, Kelurahan
Tegorejo, dan Kelurahan Penanggulan.
Orde 3 meliputi Kelurahan Purokerto,
Kelurahan Cepiring, Kelurahan
Buganging, Kelurahan Pakauman, dan
Kelurahan Langenharjo.
Interaksi antar pusat pelayanan orde 1,
orde 2, dan orde 3 dipengaruhi oleh
aksesibilitas. Interaksi tersebut dihu-
bungkan melalui jaringan jalan arteri
yaitu Jalan Pantura serta jalan lokal
yaitu Jalan Patebon-Pegandon yang
didukung kondisi jalan yang baik serta
ketersediaan angkutan umum yang
mudah dijangkau sehingga akan
memberikan kemudahan bagi masya-
rakat untuk mengakses sarana-sarana
antar pusat permukiman.
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 2B Studio Perencanaan 2015
Gambar 2.26 Peta Pusat Kawasan Permukiman
Bondokenceng
B. Struktur Ruang
Dalam beberapa tahun ke depan, terdapat
beberapa tantangan yang akan dihadapi
Bondokenceng yaitu pembangunan Trans Tol
Jawa Semarang-Batang dengan pintu keluar
masuk di Kelurahan Margomulyo, Kecamatan
Pegandon serta penyediaan permukiman dan
layanan penyediaan permukiman akibat adanya
isu pembangunan KIK di Kaliwungu. Gambar
2.27 adalah rencana struktur ruang Bondo-
kenceng tahun 2015-2035:
25
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 2B Studio Perencanaan 2015
Gambar 2.27 Struktur Ruang Eksisting Bondokenceng
C. Pola Ruang
Berdasarkan pola ruang eksisting, wilayah
Bondokenceng memiliki 13 peruntukan
kawasan yang terdiri dari 12 Kawasan
Budidaya berupa Kawasan Permukiman,
Kawasan Perkantoran, Kawasan Pemerin-
tahan, Kawasan HANKAM, Kawasan
Peruntukkan Industri, Kawasan Perdaga-
ngan dan Jasa, Kawasan Tambak, Kawasan
Hutan Produksi Tetap, Kawasan Rawa
Budidaya, Kawasan Perkebunan, Kawasan
Pertanian Beririgasi dan Kawasan Pertanian
Pangan Lahan Kering serta 1 Kawasan
Lindung berupa RTH Kota. Dari 13
peruntukkan kawasan tersebut dapat
dilihat bahwa wilayah Bondokenceng
didominasi oleh kawasan pertanian
beririgasi, pertanian lahan kering serta RTH
Kota sehingga berpotensi untuk dilakukan
pembangunan di masa depan.
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 2B Studio Perenca-naan 2015
Gambar 2.28 Pola Ruang Eksisting Bondokenceng
Jika diperhatikan kawasan pemukiman
yang ada di wilayah Bondokenceng
memiliki kesamaan pola persebaran
yaitu mengikuti jalan (jaringan
transportasi) yang menyebar dan tidak
kompak sehingga masih terdapat
kawasan permukiman yang belum
terintegrasi dengan permukiman
lainnya. Oleh karena itu, diperlukan
adanya arahan peruntukkan pola ruang
yang kompak untuk memudahkan
koordinasi serta pelayanan fasilitas
pada pusat permukiman lainnya.
Selain itu, adanya potensi kawasan
peruntukkan industri mendukung
pengolahan komoditas-komoditas
pertanian yang dihasilkan sehingga
menjadikan sektor industri penyum-
bang PDRB tertinggi dan berdaya saing
serta potensial untuk dikembangkan di
wilayah Bondokenceng.
Menurut PERMEN 17
Tahun 2009, Pola
ruang adalah
distribusi
peruntukanruang
dalam suatu
wilayah yang meliputi
peruntukkan ruang
untuk fungsi lindung
dan peruntukkan
ruang untuk fungsi
budidaya.
26
2.3 Aspek Non-Fisik
Aspek non-fisik membahas berkaitan
dengan kependudukan, perekonomian, dan
kebijakan pemerintah. 2.3.1 Kependudukan
A. Jumlah Penduduk
Pada aspek kependudukan wilayah
Bondokenceng, jumlah penduduk
mengalami fluktuasi. Umumnya setiap
tahun jumlah penduduk di wilayah
Bondokenceng meningkat, hanya saja
pada tahun 2010 dan 2013 mengalami
penurunan dari tahun sebelumnya,
kemudian jumlahnya meningkat kem-
bali di tahun 2014. Kenaikan jumlah
penduduk dari tahun 2013 ke tahun
2014 mengindikasikan bahwa adanya
jumlah kematian yang semakin
berkurang sehingga dapat menunjuk-
kan bahwa kualitas kesehatan di
wilayah Bondokenceng sudah mulai
mengalami peningkatan, dan disertai
dengan peningkatan kuantitas dan
kualitas jumlah fasilitas kesehatannya.
Selain itu, migrasi masuk juga menjadi
salah satu faktor penyebab meningkat-
nya jumlah penduduk di tahun 2013.
Migrasi masuk ini disebabkan oleh
adanya industri KIK di Kaliwungu yang
membuat para pencari kerja di luar
Kabupaten Kendal berpindah ke
wilayah Bondokenceng dan sekitarnya
untuk tempat tinggal. Gambar 2.29
adalah jumlah penduduk wilayah
Bondo-kenceng tahun 2005-2014.
Sumber: BPS Kabupaten Kendal, 2015 (Olah Data)
Gambar 2.29 Grafik Jumlah Penduduk Bondokenceng Tahun 2005-2014
B. Kepadatan Penduduk
Kepadatan penduduk merupakan salah satu unsur
penting dalam perencanaan wilayah, yakni berkaitan
dengan skenario pengembangan suatu wilayah.
Berdasarkan peta kepadatan penduduk (Gambar
2.28), kepadatan penduduk di Bondokenceng ter-
pusat di Kecamatan Kota Kendal serta sebagian di
Kecamatan Patebon, dan KecamatanCepiring.
Pemusatan kepadatan penduduk tersebut di-
karenakan ketiga kecamatan tersebut merupakan
pusat kegiatan Bondokenceng yang juga dilalui oleh
jalur Pantura. Secara eksisting banyak lahan
terbangun di wilayah dengan kepadatan tinggi, yakni
Kecamatan Kota Kendal, Patebon, dan Cepiring,
khususnya di sekitar jalur pantura. Adapun wilayah
dengan kepadatan terendah yakni Kecamatan
Pegandon secara eksisting masih didominasi oleh
lahan non terbangun berupa sawah.
Gambar 2.30 Peta Kepadatan Penduduk Bondokenceng Tahun 2014
Sumber: BPS Kabupaten Kendal, 2015 (Olah Data)
27
C. Jumlah Penduduk menurut
Kelompok Umur
Berdasarkan grafik piramida penduduk
wilayah Bondokenceng (Gambar 2.29)
terlihat bahwa grafik berbentuk
piramida ekspansif (piramida penduduk
muda), dimana menggambarkan angka
kelahiran yang lebih tinggi daripada
angka kematiannya.
Dengan tingginya angka kelahiran dan
rendahnya angka kematian pada
wilayahBondokenceng, pertumbuhan
penduduk dapat dikatakan cepat.
Piramida penduduk (Gambar 2.31)
dapat menunjukkan bahwa usia
produktif, yaitu usia 15-64 tahun di
wilayah Bondokenceng masih relatif
tinggi dibandingkan dengan usia
lainnya. Hal tersebut dapat
menyebabkan adanya bonus demografi
di wilayah Bondo-kenceng.
Sumber: BPS Kabupaten Kendal, 2015 (Olah Data)
Gambar 2.31 Piramida Penduduk tiap Kecamatan di
Bondokenceng Tahun 2014
D. Kualitas Sumber Daya Manusia
a. Tingkat Pendidikan
Rendah dan tingginya tingkat pendidikan ini dapat diukur melalui banyaknya tingkat
pendidikan terakhir yang ditempuh oleh masyarakat wilayah Bondokenceng dalam
kurun waktu 1 tahun.
Tabel II.5 Jumlah Penduduk berdasarkan Tingkat Pendidikan Wilayah Bondokenceng Tahun 2014
No. Kecamatan
Tingkat Pendidikan
Tidak/Belum
Tamat SD
Tamatan SD
Sederajat
Tamatan SMP
Sederajat
Tamatan SMA
Sederajat
Tamatan
Akademi/PT
1. Patebon 11.307 13.660 12.570 10.722 3.319
2. Pegandon 13.236 11.692 9.970 6.469 1.522
3. Kota Kendal 10.714 11.876 9.400 11.168 3.907
4. Cepiring 8.229 11.115 7.192 7.392 1.332
5. Ngampel* 12.072 16.636 8.173 6.406 1.407
Sumber: BPS Kabupaten Kendal, 2015 (Olah Data)
Keterangan: Data jumlah penduduk berdasarkan tamatan pendidikan di Kecamatan Ngampel
menggunakan data tahun 2013. Berdasarkan tabel di atas, maka tingkat pendidikan di wilayah
Bondokenceng dapat dihasilkan diagram seperti pada Gambar 2.32.
28
Sumber: BPS Kabupaten Kendal, 2015 (Olah Data)
Berdasarkan diagram persentase jumlah
penduduk menurut tingkat pendidikan
diketahui bahwa penduduk Bondokenceng
masih didominasi oleh tamatan SD
sederajat, yaitu sebesar 29,34%. Untuk
tingkat tamatan Akademik/PT hanya
sebesar 5,19%. Hal tersebut menandakan
bahwa tingkat pendidikan di wilayah
Bondokenceng masih rendah sehingga
dapat dikatakan bahwa kualitas SDM di
Bondokenceng masih jauh di bawah
standar.
Standar pendidikan yang dicanangkan oleh
pemerintah sendiri adalah program wajib
belajar 12 tahun. Kualitas SDM di wilayah
Bondokenceng harus ditingkatkan melalui
program pendidikan dan pelatihan
keterampilan untuk mempersiapkan diri
dalam menghadapi persaingan kerja di
industri KIK yang berlokasi diKaliwungu.
b. Pengangguran
Pengangguran adalah orang yang masuk
dalam angkatan kerja yang sedang mencari
pekerjaan dan belum mendapatkannya.
Pengangguran umumnya disebabkan
karena jumlah angkatan kerja tidak
sebanding dengan lapangan pekerjaan yang
ada.
Sumber: BPS Kabupaten Kendal, 2015 (Olah Data) Gambar 2.33
Grafik Jumlah Pengangguran di Bondokenceng Tahun 2014
Sumber: BPS Kabupaten Kendal, 2015 (Olah Data)
Gambar 2.34 Persentase Jumlah Pengangguran di
Bondokenceng terhadap Kabupaten Kendal Tahun 2014
Gambar 2.32 Persentase Jumlah Penduduk menurut Tingkat Pendidikan di Bondokenceng Tahun 2014
29
Berdasarkan Gambar 2.33, diketahui bah-
wa pada tahun 2014 jumlah pengangguran
paling banyak terdapat di Kecamatan Kota
Kendal, yaitu sebesar 18.585 jiwa. Sedang-
kan jumlah pengangguran paling rendah
terdapat di Kecamatan Patebon, yaitu
sebesar 0 jiwa. Hal itu dikarenakan jumlah
penduduk yang bekerja lebih banyak
daripada jumlah penduduk usia kerja.
Sedangkan Kecamatan Ngampel tidak
terdapat data penduduk menurut mata
pencaharian. Jumlah pengangguran di
Bondokenceng berkontribusi sebanyak
36,05% dari jumlah pengangguran di
Kabupaten Kendal, yaitu sebanyak 128.280
jiwa. Angka tersebut tentunya sangat
berpengaruh bagi kondisi perekonomian
Kabupaten Kendal, karena hal tersebut
dapat mengakibatkan kurangnya penda-
patan daerah yang seiring dengan ber-
kurangnya pendapatan masyarakat.
Sehingga dapat dikatakan bahwa pengang-
guran akan menyebabkan timbulnya
kemiskinan di wilayah Bondokenceng,
bahkan di Kabupaten Kendal.
c. Angka Kemiskinan
Jumlah kemiskinan di Bondokenceng dapat
digunakan untuk mengukur tingkat
kesejahteraan yang ada di wilayah tersebut.
Tingkat kemiskinan yang tinggi di suatu
daerah akan menimbulkan permasalahan
yang terkait dengan kualitas sumber daya
manusia. Gambar 2.35 adalah diagram
jumlah keluarga miskin di Bondokenceng
tahun 2014 pada tiap kecamatan.
Sumber: BPS Kabupaten Kendal, 2015 (Olah Data)
Gambar 2.35
Grafik Jumlah Keluarga Miskin di
Bondokenceng Tahun 2014
Berdasarkan grafik jumlah keluarga miskin
pada tiap kecamatan dapat dilihat rata-rata
jumlah keluarga miskin pada masing-masing
kecamatan masih cukup tinggi. Kecamatan
yang memiliki jumlah penduduk miskin
tertinggi terdapat di Kecamatan Cepiring
dengan total 5.200 jiwa. Persentase dari
jumlah penduduk total penduduk miskin di
Bondokenceng sebesar 20,20%, meningkat
0,15% dari tahun sebelumnya. Angka
tersebut merupakan angka yang cukup
berpengaruh pada banyaknya jumlah
penduduk miskin yang ada di Kabupaten
Kendal. Perbandingan jumlah penduduk
miskin di Bondokenceng terhadap
Kabupaten Kendal pada tahun 2014 dapat
dilihat pada Gambar 2.36.
Sumber: BPS Kabupaten Kendal, 2015 (Olah Data)
Gambar 2.36
Persentase Jumlah Penduduk Miskin di
Bondokenceng
Terhadap Kabupaten Kendal Tahun 2014
30
2.3.2 Perekonomian
A. Usaha Mikro Kecil Menengah
Terdapat berbagai jenis Usaha Mikro Kecil
Menengah (UMKM) yang tersebar di
Bondokenceng. Adapun jenis UMKM yang
berpotensi untuk dikembangkan tersebut
meliputi industri batik Jambe Kusuma,
industri makanan ringan, industri batu
bata, dan industri hasil pengolahan ikan.
Pertama industrybatik Jambe
Kusuma,pada awalnya digagas oleh Dinas
Perindustrian dan Perdagangan
(Disperindag) melalui pelatihan keteram-
pilan membatik yang kemudian
dikembangkan oleh salah satu warga, Ibu
Lestari, pada tahun 2010. Industri ini
dianggap potensial karena beberapa kali
telah mengikuti pameran karya di
berbagai kota serta mendapatkan
penghargaan dari ajang-ajang yang
diadakan oleh pemerintah setempat.
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 2B StudioPerencanaan,
2015
Namun, promosi mengenai batik khas
Kendal ini masih sangat terbatas. Kedua,
industri kerupuk petis di Kelurahan Jotang.
Usaha kerupuk petis memang sudah
tersebar di beberapa kelurahan di Bondo-
kenceng, seperti Kelurahan Jotang,
Tunggulrejo, dan Sijeruk. Harga dari satu
kemasan kerupuk petis dijual oleh
produsen sebesar Rp3.500 yang kemudian
dijual di pedagang retail dengan harga
Rp5.000.
Proses pembuatan kerupuk petis ini terdiri
dari pembuatan adonan, pemotongan,
penjemuran, pemberian bumbu, hingga
pengemasan. Kendala yang dihadapi oleh
pelaku industri kerupuk petis adalah pada
pemasaran, dimana belum ada sentra
pusat oleh-oleh di Bondokenceng sebagai
tempat pemasaran lokal. Para pelaku
industri juga masih bekerja masing-masing
tanpa adanya paguyuban yang menaungi
usaha mereka.
Sumber: Hasil Observasi Kelompok 2B Studio
Perencanaan, 2015 Gambar 2.38
UMKM Unggulan di Bondokenceng
Gambar 2.37 Peta Sebaran UMKM
31
Ketiga, industri batu bata di sempadan
Sungai Bodri, Kelurahan Ketapang.
Pelaku usaha industri batu bata
tersebut memanfaatkan tanah endapan
Sungai Bodri sebagai bahan baku
pembuatan batu bata. Meski telah
mendapatkan dukungan serta bantuan
dari Dinas PSDA, tetapi para pelaku
usaha masih menemui kendala pada
proses penjemuran batu bata yang
masih membutuhkan waktu yang lama.
Terakhir, industri bandeng presto di
Kelurahan Bandengan. Lokasi
Kelurahan Bandengan yang berbatasan
langsung dengan laut membuat
keberadaanbudidaya tambak menja-
mur dan menjadi salah satu peluang
usaha.
Tabel II.6 UMKM Unggulan di Bondokenceng
No Jenis
UMKM Lokasi
Tahun Berdiri
Tenaga Kerja Asal Bahan
Baku
Alat Produk
si
Lokasi Pemasaran Jumlah Asal
1 Batik Jambe
Kusuma
Kelurahan Jambearum
2010 15 Warga
setempat Pekalongan
Wajan Canting Malam Kompor
Kab. Kendal Semarang Jakarta
Surabaya Hongkong Korea Malaysia
2 Kerupuk
Petis Kelurahan
Jotang 2000 12
Warga setempat
Kendal Tungku Cetakan
Kab. Kendal Semarang Pemalang Kalimantan
3 Batu Bata
Kelurahan Ketapang
2005 10 Tersebar
di Kab. Kendal
Tanah dari Kali Bodri
Cetakan batu bata
Tungku
Kab. Kendal Semarang
4 Bandeng
Presto Kelurahan Bandengan
2003 5 Warga
setempat Kelurahan Bandengan
Dandang preto
Kompor
Kab. Kendal Semarang Sidoarjo Bandung
Sumber: Hasil Wawancara Pelaku UMKM Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015
B. Pertanian
Komoditas sektor pertanian di Bondo-
kenceng merupakan komoditas utama yang
menyumbangkan kontribusi pada
perekonomian wilayah, tergambar pada
PDRB Bondokenceng dengan kontribusi
sebesar 18%. Komoditas sektor pertanian
tersebut terdiri dari penggunaan
lahan yang masih didominasi oleh sawah
irigasi, yaitu 37% yang menyebabkan
sektor pertanian memberikan kontribusi
yang cukup besar di Bondokenceng.
Komoditas sektor pertanian tersebut
berupa padi, jagung, bawang, kacang hijau,
kacang kedelai, kacang tanah, dan ubi kayu.
32
Sumber: Hasil Dokumentasi Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015
Gambar 2.39 Kegiatan Pertanian di Bondokenceng
Komoditas padi merupakan komoditas yang paling besar disumbangkan oleh sektor
pertanian dengan penggunaan lahan sebesar 54,29%. Produksi pertanian padi ini menyebar
ke lima kecamatan di Bondokenceng.
Tabel II.7 Tingkat Produktivitas Padi Sawah Bondokenceng tahun 2010 - 2014
Uraian Tahun
2010 2011 2012 2013 2014
Padi Sawah
Luas Areal (Ha) 9.412 9.664 9.781 10.360 10.082
Produksi (Ton) 52.465 57.011 57.235 55.381 56.564
Produktivitas (Ton/Ha) 55,74 58,99 58,52 53,46 56,1
Sumber: Dinas Pertanian, Peternakan, Perkebunan dan Ketuhanan Kabupaten Kendal, 2015
Spesialisasi wilayah pada sektor
pertanian di Bondokenceng umumnya
di sektor pertanian padi sawah, dimana
dari lima kecamatan di Bondokenceng,
hanya Kecamatan Pegandon yang
memiliki spesialisasi wilayah pada
sektor pertanian jagung dengan
produksi 6.144,14 ton. Sedangkan
untuk prioritas pengembangan
komoditas padi sawah, berdasarkan
produktivitas didapatkan prioritas
pengembangan pertama yang berada di
Kecamatan Cepiring, prioritas
pengembangan kedua berada di
Kecamatan Kota Kendal, serta prioritas
pengembangan 3 dan 4 berada di
Kecamatan Patebon dan Ngampel.
Kabupaten Kendal merupakan salah
satu kabupaten di Jawa Tengah yang
telah ditetapkan sebagai kawasan
pangan berkelanjutan, dimana 55%
dari total wilayah di Bondokenceng
ditetapkan sebagai kawasan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan
(LP2B), Penetapan kawasan pangan
berkelanjutan ini di Bondokenceng
bertujuan untuk pembentukan
Bondokenceng yang swasembada
pangan berkelanjutan, peningkatan
diversifikasi pangan, peningkatan
kesejahteraan petani serta peningkatan
nilai tambah daya saing dan ekspor.
33
Dari total luas Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan (LP2B) di Bondokenceng,
yaitu 455,3 Ha, daerah yang merupakan
kawasan pangan berkelanjutan tetapi
rawan banjir adalah seluas 292,2 Ha atau
dapat dikatakan bahwa sekitar 64% dari
total Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
(LP2B) merupakan daerah rawan banjir.
Hal ini mengindikasikan bahwa sebagai
kawasan pangan berkelanjutan, Bondo-
kenceng belum dapat optimal dalam
memproduksi pertanian pangan akibat
adanya daerah rawan banjir dan tingginya
alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian
sebagai akibat pertambahan penduduk
dilihat dari penurunan luas area pertanian.
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 2B Studio
Perencanaan, 2015
Gambar 2.40 Peta Prioritas Pengembangan Komoditas Padi Sawah Sektor
Pertanian di Bondokenceng
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 2B Studio
Perencanaan, 2015 Gambar 2.41 Peta LP2B di Bondokenceng
Sumber: www.pinterest.com
34
C. Perikanan
Perikanan merupakan salah satu sektor yang cukup berkembang di Kecamatan
Bondokenceng. Terdapat tujuh jenis komoditas perikanan yang dihasilkan di Kecamatan
Bondokenceng diantaranya adalah lele, nila, gurame, patin, karper, bawal, dan tawes.
Gambar 2.42 merupakan grafik batang yang menggambarkan hasil perikanan di
Kecamatan Bondokenceng.
Sumber: Dinas Perikanan Kabupaten Kendal, 2015
Gambar 2.42 Produksi Hasil Perikanan Air Tawar Bondokenceng
Pada Gambar 2.43, dapat disimpulkan bahwa penghasil ikan air tawar yang paling banyak
di Wilayah Bondokenceng adalah Kecamatan Kota Kendal dengan 41.000 ekor ikan lele. Hal
ini ditandai dengan banyaknya budidaya ikan oleh masyaakat Bondokenceng. Berdasarkan
hasil kegiatan lapangan, ikan lele merupakan ikan yang cepat untuk berkembang biak
dengan 45 hari dan waktu yang dibutuhkan untuk budidaya ikan lele dari kecil hingga
dewasa. Selain itu, pembudidayaannya juga mudah karena bibit ikan nya murah dan banyak
yang jual serta makanan ikan lele (pellet) mudah dibuat. Sedangkan ikan karper merupakan
ikan tawar yang paling sedikir di Bondokenceng.
41000
2900033500
2900031000
2001000 900 600500
16001500
6500
5000
10000
15000
20000
25000
30000
35000
40000
45000
Kota Kendal Patebon Cepiring Pegandon Ngampel
Jum
lah
(K
g)
Kecamatan
Jumlah Produksi Hasil Perikanan Air Tawar Bondokenceng Tahun 2014
Lele
Karper
Nila
Gurame
Bawal
649300
10400
171814
500 4850
538700
3000
867671
0 4450
327500
140049000
0 5100
100000200000300000400000500000600000700000800000900000
1000000
Bandeng U. Windu U.Vannamel
Nila Kepiting
Jum
lah
(K
g)
Ikan Payau
Jumlah Produksi Hasil Perikanan Air PayauKabupaten Kendal Tahun 2014
Kota Kendal
Patebon
Cepiring
Sumber: Dinas Perikanan Kabupaten Kendal, 2015 Gambar 2.43 Produksi Hasil Perikanan Air Payau Bondokenceng
35
Pada hasil Gambar 2.43, dapat disimpulkan bahwa penghasil ikan payau yang paling
banyak di Bondokenceng adalah ikan bandeng 1.515.500 ekor. Penghasil ikan bandeng
terbesar terdapat di Kecamatan Kota Kendal. Hal ini ditandai oleh banyaknya lahan di Kota
Kendal yang dijadiin sebagai daerah tambak. Akan tetapi pada Kecamatan Pegandon dan
Ngampel tidak terdapat hasil ikan payau karena kecamatan tersebut tidak memilki daerah
tambak.
D. Pariwisata
Berdasarkan hasil observasi, Bondokenceng memiliki tiga wisata alam yang berpotensi
untuk dijadikan obyek pariwisata. Potensi alam tersebut berupa pantai dan bendungan. Titik
lokasi wisata alam yang terdapat di Bondokenceng dapat dilihat pada Gambar 2.42.
Sumber: Hasil Observasi Kelompok 2B Studio
Perencanaan, 2015
Gambar 2.44 Peta Potensi Wisata Alam diBondokenceng
Pantai yang berpotensi menjadi objek
pariwisata adalah Pantai Kartikajaya
dan Pantai Muara Kencana yang
terdapat di Kecamatan Patebon.
Vegetasi yang terdapat di pantai
tersebut adalah tanaman cemara,
mangrove, bakau, dan sangon.
Ketersediaan tempat parkir juga hanya
terdapat di Pantai Muara Kencan
dengan harga 2000 rupiah untuk motor
dan 3000 rupiah untuk mobil.
Sementara di Pantai Kartikajaya tidak
terdapat tempat parkir. Kondisi kedua
pantai ini tidak terawat, ditandai
dengan tidak tersedianya tempat
sampah dan kondisi toilet umum yang
kotor.
Kondisi tersebut mengindikasikan
bahwa kedua pantai ini belum
dikatakan layak untuk dijadikan obyek
pariwisata saat ini. Padahal, kedua
pantai ini sangat berpotensi untuk
dijadikan obyek pariwisata hanya saja
perlu adanya rencana pengembangan
untuk memperbaiki kondisi Pantai
Kartikajaya dan Pantai Muara Kencana.
36
Sumber: Hasil Dokumentasi Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015
Gambar 2.45 (a) Pantai Kartikajaya, (b) Pantai Muara Kencana
Potensi alam selanjutnya yaitu berupa Bendungan Kedung Pengilon yang terdapat di Kecamatan
Ngampel. Bendungan Kedung Pengilon ini berfungsi sebagai pintu air dan tempat untuk
menampung air hujan sehingga meminimalisir kemungkinan banjir di daerah sekitarnya. Pada
mulanya, Kedung Pengilon dijadikan obyek wisata warga setempat karena terkenal banyak
ditumbuhi pohon jambu mete. Banyak pemuda-pemudi yang mengunjungi tempat ini selain
suasana alamnya yang indah juga karena buah jambu mete yang mudah didapatkan di sekitar
Bendungan. Meskipun pohon jambu mete sudah ditebangi oleh warga, kondisi Bendungan
Kedung Pengilon cukup bersih dan memiliki pemandangan yang alami, tumpukan sampah
hanya berupa daun pepohonan yang gugur bukan sampah masyarakat sehingga lokasi ini masih
menarik pengunjung. Karena berpotensi sebagai obyek wisata, warga setempat mengusulkan
kepada Pemerintah Daerah untuk mengembangkan Bendungan Kedung Pengilon sebagai obyek
wisata yang resmi di Kabupaten Kendal. Namun, pemerintah belum memberikan respon dan
dana pembangunan terkait pengembangan pariwisata di Bendungan Kedung Pengilon. Selain
itu, penyediaan insfrastruktur penunjang untuk lokasi wisata seperti aksesibilitas, tempat
parkir, dan toilet umum perlu dikembangkan.
2.3.3 Kebijakan Pemerintah
A. Arahan Kebijakan dan Strategi
AntarDaerah
Kabupaten Kendal bersamaan dengan
kota-kota lainnya yang tergabung dalam
Kawasan Perkotaan Kedungsepur seperti
yang ditetapkan pada Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional memiliki kawasan
andalan yang menjadi unggulan kawasan
perkotaan tersebut. Berdasarkan amanat
tersebut, terjadilah penyesuaian pada
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Kendal. Sesuai dengan RTRW Kabupaten
Kendal, Kecamatan Kota Kendal, Cepiring,
Patebon, Pegandon, dan Ngampel yang
tergabung dalam Kawasan Perkotaan
Kendal (Bondokenceng) memiliki arahan
kebijakan tersendiri.
(a) (b)
37
1. Kecamatan Kota Kendal
Kecamatan Kota Kendal merupakan
kecamatan yang menjadi Ibukota
Kabupaten Kendal. Senada dengan itu
Kecamatan Kota Kendal pun ditetapkan
sebagai Pusat Kegiatan Lokal (PKL). Kota
Kendal yang berfungsi sebagai PKL
diharuskan untuk dapat melayani seluruh
Kabupaten Kendal. Bentuk pelayanan
yang diberikan berbentuk pusat
pelayanan pemerintah tingkat daerah,
pusat perdagangan dan jasa yang dapat
melayani regional, dan pendidikan.
Sementara itu, dalam bentuk arahan
kebijakan terkait dengan kegiatan yang
dapat dilakukan di Kecamatan Kota
Kendal adalah:
Kegiatan perdagangan modern
dengan tetap mempertimbangkan
usaha kecil dan pasar tradisional
agar dapat tumbuh dan berjalan
secara serasi serta saling
menguntungkan;
Kegiatan pembangunan
perumahan baru, pertokoan, pasar
negeri, usaha perdagangan dan
jasa skala kecil yang bertujuan
untuk memenuhi fasilitas yang
diperlukan permukiman baru
pada Kecamatan Kota Kendal;
Kegiatan berupa jasa keuangan
berupa unit bank umum, BPR, dan
Baitul Mal wa Tanwil (BMT); serta
Kegiatan berupa fasilitas
pendidikan pra sekolah hingga
pendidikan tingkat menengah.
2. Kecamatan Cepiring dan Patebon
Kecamatan Cepiring dan Patebon
merupakan kecamatan yang terletak
berdampingan dan berbatasan secara
langsung. Baik Kecamatan Cepiring
maupun Patebon memiliki karakteristik
yang cenderung mirip, kedua kecamatan
ini berfokus pada pertanian dan
pertambakan hanya saja terdapat
industri yang cukup besar di Kecamatan
Cepiring berupa pabrik gula. Akibat dari
karakteristik yang cenderung sama,
kedua kecamatan ini ditetapkan sebagai
Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL).
Sebagai kecamatan yang berfungsi
sebagai PKL baik Cepiring maupun
Patebon dalam pelaksanaan kegiatan
yang berlangsung di dalamnya
diharuskan dapat melayani antar desa
yang dimilikinya. Bentuk arahan
kebijakan terkait dengan kegiatan yang
dilakukan Kecamatan Cepiring dan
Patebon adalah kegiatan pengembangan
fasilitas perkotaan berupa:
Perdagangan dan jasa skala kecil,
yang dapat melayani tiap desa yang
dimiliki sehingga dapat saling
terhubung;
Pendidikan tingkat pra sekolah
hingga tingkat dasar pada tiap desa;
Kesehatan, yang dapat melayani
seluruh desa berupa puskesmas dan
puskesmas pembantu;
Olah raga; serta
Peribadatan.
3. Kecamatan Ngampel
Kecamatan Ngampel merupakan
kecamatan yang memiliki fokus utama
pada sektor pertanian dan tanaman
pangan hortikultura. Kecamatan
Ngampel ditetapkan sebagai Pusat
Pelayanan Lingkungan (PPL). Senada
dengan Kecamatan Cepiring dan Patebon,
Ngampel pun memiliki arahan kebijakan
yang sama dengan kedua kecamatan
tersebut hanya saja Kecamatan Ngampel
memiliki karakteristik yang berbeda.
4. Kecamatan Pegandon
Kecamatan Pegandon adalah kecamatan
yang dikenal dengan Sentra Keripik
Rambak dan pertanian tanaman pangan
38
hortikultura yang berkembang cukup
pesat. Kecamatan Pegandon ditetapkan
sebagai Pusat Pelayanan Kawasan (PPK).
Sebagai PPK, Pegandon dalam
pelaksanaan kegiatan yang berlangsung
di dalamnya diharuskan untuk melayani
kegiatan skala kecamatan. Bentuk arahan
kebijakan terkait dengan kegiatan yang
dilakukan Kecamatan Pegandon adalah
kegiatan pengembangan fasilitas
perkotaan berupa:
Perdagangan dan jasa skala
menengah yang dapat melayani
secara keseluruhan Kecamatan
Pegandon;
Perumahan, terkait dengan rencana
akan dibangunnya Trans Tol Jawa
(TTJ) pada Kecamatan Pegandon
sehingga diprediksi akan ada pusat-
pusat permukiman baru pada
kecamatan ini;
Pendidikan, meningkatnya jumlah
perumahan yang akan terbangun
juga akan diiringi dengan kebutuhan
pendidikan di Kecamatan Pegandon;
Kesehatan, yang dapat melayani
seluruh desa berupa puskesmas dan
puskesmas pembantu;
Olah raga; serta
Peribadatan
B. Kelembagaan Pemerintah dan Masyarakat
Kabupaten Kendal memiliki sejumlah lembaga dengan berbagai tujuan, yang
dikelompokkan ke dalam lembaga pemerintah dan non pemerintah. Secara umum,
organisasi pemerintahan memiliki beberapa tujuan yaitu untuk meningkatkan pelayanan
kepada masyarakat, memuaskan masyarakat, dan memberi legitimasi terhadap organisasi
pemerintah. Organisasi non-pemerintahan sebenarnya memiliki tugas dan tujuan yang
hampir sama dengan organisasi pemerintah, namun hanya berbeda dari segi pelaksana dan
ruang lingkupnya.
Tabel II.8 Status dan Peran Organisasi di Kabupaten Kendal
No Nama Organisasi Status Peran
1 Bappeda Kabupaten Kendal
Pemerintah
Pembuat kebijakan dan pelaksana kegiatan terkait fungsi sebagai lembaga teknis daerah yang bertanggung jawab terhadap perencanaan pembangunan.
2 BPS Kabupaten Kendal
Pemerintah
Sebagai fasilitator dengan menyediakan data yang mendukung tujuan pembangunan, dianataranya meningkatkan kesejahteraan rakyat, dapat dicapai dengan efektif.
3 Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan
Pemerintah Pembuat kebijakan dan pelaksana kegiatan terkait pengembangan bidang pertanian Kabupaen Kendal.
4 Dishubkominfo Pemerintah Sebagai mediator antara pihak pembuat kebijakan dengan pihak pelaksana kegiatan terkait program pembangunan yang terdapat di Kabupaten Kendal.
5 Dinas Pekerjaan Umum
Pemerintah
Pembuat kebijakan dan pelaksana kegiatan teknis di bidang pekerjaan umum, perumahan, penataan ruang, tata kota, serta energi dan sumber daya mineral.
39
No Nama Organisasi Status Peran
6 Dinas Sosial dan Kebudayaan
Pemerintah Pembuat kebijakan dan pelaksana kegiatan teknis di bidang kebudayaan, pariwisata, pemuda dan olahraga.
7 Ciptaru Pemerintah
Dinas Cipta Karya dan tata Ruang mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan Pemerintah daerah di bidang Pekerjaan Umum sub bidang Cipta Karya dan tata Ruang.
8 Dispendukcapil Pemerintah Pembuat kebijakan dan pelaksana kegiatan teknis di bidang kependudukan dan catatan sipil.
9 Disperindag Pemerintah Pembuat kebijakan dan pelaksana kegiatan teknis di bidang perindustrian, perdagangan, pasar, koperasi dan usaha mikro kecil dan menengah.
10 DinasKetenagaker-jaan
Pemerintah
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai tugas Pokok merencanakan, mengatur penempatan, pelatihan, menyelesaikan sengketa tenaga kerja, memperluas kesempatan kerja, melakukan pengawasan terhadap kegiatan ketenagakerjaan, merencanakan dan mempersiapkan beserta sarana dan prasarana transmigrasi, menerima dan menempatkan transmigrasi, mengkoordinir pembinaan serta melakukan perencanaan dan pendataan mobilitas transmigrasi.
11 LSM Gerakan Moral Bangsa
Non Pemerintah Penerima manfaat, mediator, & advokasi dalam pelaksanaan peran terkait penyantunan rakyat miskin dan yatim piatu.
12 Gerakan Pemuda Ansor Kabupaten Kendal
Non Pemerintah Mediator dalam perwujudan visi Kabupaten Kendal untuk menjadi kabupaten yang agamis.
13
Forum Pemberdayaan Perempuan Indonesia Kabupaten Kendal
Non Pemerintah
Advokasi dalam mewujudkan kesejahteraan, keseteraan dan keadilan gender dengan prinsip kepada nilai anti diskriminasi, anti sub ordinasi, anti marjinalisasi, termasuk anti kekerasan dalam rumah tangga, serta doubleburden/beban ganda.
15
Lembaga Penelitian Pengembangan dan Konservasi Lingkungan Hidup
Non Pemerintah
Advokasi terkait program yang diadakan oleh pemerintah dan pelaksana kebijakan dengan memberdayakan masyarakat.
Sumber: www.kabkendal.go.id
C. Presepsi antara Pemerintah Ter-
hadap Pelayanan Pemerintah
Kepuasan masyarakat merupakan suatu
tingkatan dimana kebutuhan, keinginan,
dan harapan dari konsumen (masya-
rakat) dapat terpenuhi, hal tersebut
akan mengakibatkan masyarakat me-
rasa puas terhadap dipenuhinya
kebutuhan dan harapan. Kepuasan
masyarakat terbentuk dari penilaian
masyarakat terhadap kinerja aparat
dalam melayani kebutuhan masyarakat.
Indeks Kepuasan Masyarakat adalah
data dan informasi tentang tingkat
kepuasan masyarakat yang diperoleh
dari hasil pengukuran secara kuantitatif
dan kualitatif atas pendapat masyarakat
dalam mem-peroleh pelayanan dari
40
aparatur penyelenggara pelayanan
publik dengan membandingkan antara
harapan dan kebutuhannya (Keputusan
MENPAN Nomor 25/2004).
Berdasarkan hasil wawancara dengan
sampel random, tingkat kepuasan
masyarakat terhadap pelayanan publik
yaitu 35,27% menyatakan puas, 24,11%
menyatakan cukup puas, serta 40,63%
menyatakan tidak puas.
Tabel II.9 Respon dari Pelayanan Pemerintah
Kategori Frekuensi Presentase
Puas 79 35,27
Cukup Puas 54 24,11
Tidak Puas 91 40,63
Total 224 100,00
Sumber: Hasil Survey Kelompok 2B Studio Perenca-
naan, 2015
Ketidakpuasan masyarakat terhadap
pelayanan pemerintah dikarenakan
pemerintah yang kurang responsif,
birokrasi yang berbelit-belit, serta
pelayanan yang tidak sesuai dengan
kebutuhan masyarakat. Selain itu, perlu
diketahui juga kinerja pelayanan
pemerintah dalam memenuhi kebutuhan
masyarakat. Pada Tabel II.10 adalah
persentase kinerja pemerintah:
Tabel II.10 Respon Pemerintah dalam Pelayanan
Kebutuhan Masyarakat Kategori Frekuensi Persentase
Sudah Memenuhi 135 60,27
Belum Memenuhi 89 39,73
Total 224 100,00
Sumber: Hasil Rekapitulasi Kuesioner Kelompok 2B
Studio Perencanaan, 2015
Sumber: www.pinterest.com
“Old ideas can sometimes
use new bulidings. New ideas must use olde
buildings – Jane Jacobs
“If plan A didn’t
work, the Alphabet
has 25 more letters.
41
BAB III POTENSI DAN PERMASALAHAN
3.1 Potensi Wilayah Berdasarkan hasil survei lapangan,
didapatkan beberapa hal yang potensial
untuk dikembangkan yang mendukung
tujuan Bondokenceng, yaitu sebagai pusat
aktivitas dan permukiman yang terintegrasi
dan berdaya saing. Potensi yang dimiliki
Bondokenceng meliputi adanya lahan LP2B,
peran Kota Kendal sebagai ibukota
kabupaten, keberadaan pasar induk di Kota
Kendal, adanya potensi alam (pantai dan
bendungan) yang dapat dikembangkan
sebagai tempat wisata, serta UMKM
unggulan sebagai upaya peningkatan
perekonomian masyarakat Bondokenceng.
Potensi-potensi tersebut dikaitkan dengan
kendala yang terjadi saat ini serta tantangan
yang mungkin akan dihadapi di masa yang
akan datang.
Tabel III.1 Potensi, Kendala, dan Tantangan di Bondokenceng
No Potensi Kendala Tantangan
1
LP2B sebagai potensi
ketahanan pangan
Banyak lahan yang terkena banjir dan
kekeringan sehingga lahan kurang
produktif
Pertumbuhan
penduduk yang tinggi
sehingga menyebabkan
terjadinya konversi
lahan yang mengancam
keberadaan LP2B
2
Adanya pasar induk
sebagai pusat sarana
perekonomian wilayah
Pasar induk belum dapat menjadi
pemasok untuk pasar lain
Lokasinya yang berada di Jalan Pantura
sehingga mengurangi rasa aman dan
nyaman masyarakat dalam menjangkau
Adanya pasar Weleri
dengan tingkat
pelayanan yang setara
dengan Pasar Induk
Kendal
3
Terdapat berbagai
UMKM di
Bondokenceng seperti
industri makanan
ringan, industri batik,
industri bata, dan
industri tambak
Belum adanya organisasi/paguyuban
UMKM untuk mengembangkan industri
rumah tangga
Belum adanya peralatan modern
sehingga mempengaruhi hasil produksi
Belum adanya brand UMKM sehinggga
sulit dalam proses pemasaran
Adanya persaingan
(kompetisi) antara
UMKM yang sejenis
sehingga sulit bertahan
di pasar
42
No Potensi Kendala Tantangan
4
Bendungan Kedung
Pengilon sebagai objek
wisata dan sumber air
cadangan
Kapal yang digunakan belum nyaman
dan tidak sesuai standar keamanan
(tidak ada pelampung)
-
5
Terdapat obyek wisata
Pantai Muara Kencana
Fasilitas pendukung (kamar mandi
umum, mushola, tempat makan, tempat
parkir) kurang terawat
Kurangnya promosi mengenai wisata
pantai muara kencana
Tidak terjangkau dengan transportasi
umum
Belum ada upaya pemerintah untuk
mengembangkan wisata pantai muara
kencana
Belum adanya petunjuk ke Pantai Muara
Kencana
Adanya rob
Adanya abrasi
6
Terdapat obyek wisata
Pantai Kartika Jaya
Fasilitas pendukung (kamar mandi
umum, mushola, tempat makan, tempat
parkir) kurang terawat
Kurangnya promosi mengenai wisata
mangrove Kartika Jaya
Tidak terjangkau dengan transportasi
umum
Belum ada upaya pemerintah untuk
mengembangkan wisata mangrove
kartika jaya
Belum adanya jalur pejalan kaki untuk
menikmati wisata mangrove, hanya
dapat diakses melalui jalur air
7
Kota Kendal sebagai
ibukota Kabupaten
Kendal
Belum adanya fasilitas department store
yang melayani lingkup Kabupaten
Jaringan jalan dalam kota yang juga
berfungsi sebagai jalur pantura sehingga
menghambat pertumbuhan kota
Belum tersedianya terminal bus dan
tidak berfungsinya stasiun kereta api
penumpang
Munculnya pusat-pusat
aktivitas baru disekitar
kawasan KIK
Terdapat stasiun
kereta api penumpang
di Weleri
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015
43
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015
Gambar 3.1 Peta Potensi Bondokenceng
Adanya lahan LP2B dapat menjadi cadangan
bagi pemenuhan kebutuhan pangan
Bondokenceng, apalagi dengan adanya
rencana pintu Tol Trans Jawa yang akan
berdampak pada peningkatan jumlah
penduduk yang bermukim di
Bondokenceng. Pertumbuhan penduduk
juga harus diimbangi dengan peningkatan
kinerja fasilitas kota yang ada, salah satunya
adalah objek wisata. Oleh karena itu,
potensi wisata di Bondokenceng harus
dikembangkan, mengingat permintaan akan
tempat wisata yang akan terus meningkat.
Di sisi lain, pengembangan UMKM juga
harus terus digalakkan sehingga akan
tercipta pengembangan ekonomi lokal di
Bondokenceng, baik dari segi wisata
maupun home industry. Fungsi Kota Kendal
sebagai ibukota kabupaten juga dapat
mendukung percepatan pembangunan yang
pada akhirnya bertujuan pada terwujudnya
regional Bondokenceng sebagai pusat
pelayanan dan permukiman, terintegrasi,
dan berdaya saing. Keterkaitan antar
potensi tersebut dapat dilihat pada gambar
3.2.
Sumber: Dokumentasi Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015
Nature constantly offers us simple pleasures to love. Opening ourselves up to the beauty around us is a way to bring more happiness
and peace in our lives - Unknown.
44
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015
Gambar 3.2 Skema Potensi Bondokenceng
3.2 Masalah Wilayah
Berdasarkan hasil survei lapangan didapatkan 20 permasalahan eksisting yang ada di
Bondokenceng. Permasalahan yang ada tersebut didapatkan dari fakta-fakta kondisi eksisting
yang tidak sesuai dengan kondisi ideal, ditampilkan pada Tabel III.2.
Tabel III.2 Masalah dan Fakta
No Masalah Fakta Nilai Prioritas
1 Resiko terhambatnya
aksesibilitas
13,4% jalan mengalami kerusakan
20
2 Adanya resiko bencana
banjir di Bondokenceng
44% wilayah Bondokenceng merupakan daerah rawan
banjir
19
45
No Masalah Fakta Nilai Prioritas
3
Pelayanan transportasi
umum yang belum
maksimal
Waktu tunggu yang mencapai 20 menit, biaya angkutan
umum yang dinilai mahal (Rp5.000), dan belum
terintegrasi dengan moda transportasi lain
19
4
Ditemukannya trayek
kurus sehingga belum
mendukung konsep smart
growth (transportasi yang
terintegrasi)
Terdapat 3 dari 21 trayek merupakan trayek kurus
(trayek 1, trayek 7, dan trayek 20)
19
5
Belum optimalnya LP2B
karena sistem irigasi
pertanian belum berfungsi
optimal
81% masyarakat masih mengolah sampah cara
dengan dibakar
Keberadaan sungai Bodri, Bendungan Kedung
Pengilon, dan Bendungan Juwero hanya bisa
menjangkau 85% seluruh sawah petani, seperti di
Bulugede, Margosari, Wonosari, Botomulyo.
Bendungan yang ada juga belum optimal dalam
menampung air, sehingga ketika hujan seringkali air
meluap bahkan meluber ke sawah petani hingga
setinggi lutut orang dewasa
18
6 Terganggunya fungsi LP2B
akibat bencana banjir
16,8% wilayah dari LP2B terkena banjir
18
7
Belum adanya fasilitas
pendukung transportasi
darat
Belum terdapat terminal untuk tempat pemberhentian
transportasi darat angkutan kota, maupun antar kota 18
8
Belum meratanya
kepemilikan jamban
pribadi
19% masyarakat belum memiliki jamban pribadi 17
9
Persebaran TPS yang
belum menjangkau
seluruh wilayah
67% daerah di Bondokenceng belum memiliki TPS
17
46
No Masalah Fakta Nilai Prioritas
10
Jumlah penawaran
(supply) fasilitas
pendidkan (SD, SMP, SMA)
dan fasilitas kesehatan
(puskesmas) belum
mampu memenuhi
permintaan dari jumlah
penduduk yang ada
Berdasarkan pendekatan supply-demand terdapat
ketimpangan antara jumlah penawaran dan
permintaan dari fasilitas pendidikan (kurang 68 SD
dan 32 SMP) dan fasilitas puskesmas (kurang 3
puskesmas)
Berdasarkan pendekatan spasial, jangkauan pelayanan
SMP, SMA dan puskesmas belum dapat melayani
seluruh wilayah di Bondokenceng
16
11
Minimnya sarana
perekonomian kebutuhan
tersier
Hanya terdapat satu buah department store kecil 16
12
Lambatnya respon
pemerintah terhadap
pengaduan masyarakat
45% masyarakat belum puas terhadap respon
pemerintah 14
13
Kurangnya lembaga
pelatihan keterampilan
dari pemerintah yang
mewadahi minat
masyarakat
Kurang meratanya pelatihan keterampilan masyarakat 14
14 Terdapatnya penduduk
yang kurang berdaya saing 26% penduduk usia kerja menganggur 14
15 Belum optimalnya kinerja
Pemerintah
58,6% masyarakat belum puas dengan kinerja
pemerintah 13
16 Masih terdapatnya
penduduk miskin 8,76% penduduk merupakan penduduk miskin 13
47
No Masalah Fakta Nilai
Prioritas
17
Produktivitas pertanian
(komoditas padi,
jagungdan tembakau)
rendah dan kurang
berdaya saing
Hanya terjadi maksimal 2 kali masa panen dalam
satu tahun
Rasio tanam (ton/ha) nunggu anak pereko yaaaa.
Harga tembakau Bondokenceng berkisar
Rp20.000,00-Rp30.000,00
10
18
Potensi alam pariwisata
yang belum diolah secara
optimal
Belum dikelolanya destinasi pariwisata Pantai Muara
Kencana,Pantai Kartika Jaya dan Bendungan Kedung
Pengilon (Dinas Pariwisata Kabupaten Kendal)
10
19 Belum berkembangnya
UMKM yang ada
Kurangnya perhatian pemerintah terhadap UMKM dan
belum adanya organisasi/paguyuban UMKM 7
20
Resiko penurunan
produktivitas tambak
akibat adanya bencana rob
100 % area tambak merupakan daerah rawan rob 5
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015
Dalam mengembangkan regional Bondo-
kenceng sebagai ibukota yang dapat
melayani orde-orde kota dibawahnya,
terdapat masalah utama berupa belum
optimalnya Bondokenceng dalam menjalan-
kan peran dan fungsinya sebagai pusat
pelayanan (ibukota) Kabupaten Kendal.
Masalah utama ini didapatkan dari
ditemukannya 20 permasalahan regional,
yang digeneralisasikan diantaranya
pelayanan infrastruktur penunjang belum
menjangkau seluruh wilayah dan kurang
berdaya saingnya Bondokenceng pada
beberapa ektor kehidupan yang dapat di
lihat pada Gambar 3.3.
Generalisasi permasalahan pelayanan
infrastruktur penunjang belum menjangkau
seluruh wilayah dapat dilihat dari
pertumbuhan penduduk tinggi yang tidak
diimbangi dengan adanya penawaran fasi-
litas pendidikan (SD, SMP, SMA) dan fasi-
litas kesehatan (puskesmas). Dimana jika
dilihat dari distribusi spasial, fasilitas SMP,
SMA, dan puskesmas belum menjangkau
seluruh wilayah Bondokenceng.
Kemudian generalisasi masalah selanjutnya
terdapat resiko terhambatnya aksesibilitas.
Hal ini diindikasikan dengan rendanya
produktivitas masyarakat, kurang
optimalnya kinerja pemerintah, rendahnya
kualita SDM, dan kurangnya usaha
pengembangan ekonomi lokal.
Selain itu kurangnya lembaga pelatihan
keterampilan dari pemerintah yang
mewadahi minat masyarakat, minimnya
sarana perekonomian kebutuhan tersier,
belum terdapat sistem persampahan yang
terpadu, dan belum meratanya kepemilikan
jamban pribadi merupakan masalah-
masalah pendukung dari belum optimalnya
kinerja pemeintah sebagai eksekutor.
Sumber: www.pinterest.com
48
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015
Gambar 3.3 Skema Masalah Bondokenceng
49
3.3Tantangan Tabel III.3 Tantangan
No Tantangan Driving Factors Tahun
Prediksi
Dasar Tahun
Prediksi
1 Besarnya migrasi penduduk Pembangunan KIK
dan pembangunan
pintu keluar-
masuk Tol Trans
Jawa di Pegandon
2025
KIK yang mulai
beroperasi tahun
2020 2
Konversi lahan akibat tingginya
permintaan lahan permukiman
3 Meningkatnya permintaan sarana
penunjang aktivitas 2020
Pembangunan Tol
Trans Jawa pada
tahun 2018 4 Meningkatnya volume kendaraan
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015
Adanya driving factors di Bondokenceng
berupa pembangunan KIK dan pemba-
ngunan pintu keluar masuk Tol Trans Jawa
di Pegandon akan menimbulkan beberapa
tantangan yang dapat dilihat pada Tabel
III.3.
Tantangan-tantangan tersebut berpotensi
sebagai ancaman dan hambatan Bondoken-
ceng sebagai ibukota dan pusat pelayanan,
yang dijabarkan sebagai berikut:
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015
Gambar 3.4 Skema Tantangan Bondokenceng
50
Migrasi penduduk ke Bondokenceng
Hal ini terjadi karena banyaknya tenaga
kerja KIK yang membutuhkan tempat
tinggal kemudian bermigrasi ke wilayah
Bondokenceng, dimana diproyeksikan
pada tahun 2035 sebagian dari pekerja
di Kaliwungu akan bertempat tinggal di
Bondokenceng, dikarenakan wilayah
Bondokenceng berjarak sangat dekat
dengan KIK dan memiliki pelayanan
terpadu.
Konversi lahan akibat tingginya
permintaan lahan permukiman
Konversi lahan ini terjadi karena
tingginya permintaan lahan
permukimanberbanding lurus dengan
tingkat migrasi di Bondokenceng.
Karena kebutuhan akan tempat tinggal
meningkat, maka diprediksikan akan
terjadi konversi lahan dari non
terbangun ke terbangun yaitu rumah-
rumah dan fasilitas.
Meningkatnya permintaan sarana
penunjang aktivitas
Tantangan ini menyebakan diperlu-
kannya pembangunan-pembangunan,
dimana fasilitas yang ada saat ini belum
mampu mencukupi kebutuhan di masa
depan agar jumlah permintaan dan
penawaran seimbang sehingga tidak
terjadinya kompetisi untuk mendapat-
kan pelayanan saranan penunjang
aktivitas.
Meningkatnya volume kendaraan
Penduduk yang bermukim di
Bondokenceng tentu membutuhkan
fasilitas transportasi untuk melakukan
aktivitas dan menuju tempat kerja, baik
di dalam maupun luar Bondokenceng,
seperti KIK yang berbanding lurus
dengan tingkat migrasi dan konversi
lahan. Tantangan ini dapat diantisipasi
dengan membuat strategi dan program
pembangunan dan pengembangan
sarana dan prasarana jaringan jalan
dan transportasi publik yang
terintegrasi sehingga volume kenda-
raan di Bondokenceng dapat dikurangi.
“The mass of your visions depends on the size of your dreams and distance they can cover within a given period of your life.” ― Israelmore Ayivor
51
BAB IV TUJUAN DAN KONSEP PERENCANAAN
4.1 Tujuan
Sebagai Ibukota Kabupaten Kendal, Wilayah
Bondokenceng berpotensi untuk
dikembangkan sebagai pusat pelayanan dan
permukiman yang dapat memenuhi
kebutuhan masyarakat Bondokenceng.
Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan
adanya integrasi antara unsur-unsur
pembangunan. Hal tersebut dimaksudkan
agar tujuan perencanaan dapat tercapai.
Tujuan perencanaan pembangunan Bondo-
kenceng adalah sebagai berikut:
“Mewujudkan Bondokenceng sebagai pusat
pelayanan dan permukiman yang ter-
integrasi dan berdaya saing pada tahun
2035”
Pada tujuan perencanaan Wilayah Bondo-
kenceng tersebut, tedapat tiga kata kunci
sebagai target pencapaian perencanaan,
yaitu pusat pelayanan dan permukiman,
wilayah yang terintegrasi, dan Bondo-
kenceng yang berdaya saing.
Pembangunan di Bondokenceng yang
berorientasi pada pembangunan pusat
pelayanan dan permukiman, terintegrasi,
dan berdaya saing diwujudkan dalam
perencanaan jangka panjang dengan kurun
waktu 20 tahun. Ketiga hal tersebut
dibutuhkan sebagai persiapan menghadapi
tantangan isu pembangunan KIK (Kawasan
Industri Kendal), Pelabuhan Niaga, dan Tol
Trans Jawa di Kabupaten Kendal.
Pusat pelayanan dan permukiman dibangun
guna memenuhi masyarakat dalam
bermukim dan beraktivitas. Masyarakat yang
akan menggunakan pusat pelayanan dan
bertempat tinggal dalam permukiman ini
ialah masyarakat Bondokenceng sendiri yang
diprediksi akan terus meningkat serta
masyarakat sekitar Bondokenceng yang akan
bermigrasi ke dalam Wilayah Bodokenceng
seiring perkembangan kawasan sekitar
Bondokenceng seperti adanya rencana
pengembangan Kawasan Industri Kaliwungu
serta pembangunan pelabuhan Kabupaten
Kendal, dan pembanguan Jalan Tol Trans
Jawa yang akan mendorong adanya
kebutuhan masyarakat pusat-pusat
pelayanan, mengingat belum optimalnya
pelayanan wilayah Bondo-kenceng sebagai
orde 1 Kabupaten Kendal.
Selain itu, Wilayah Bondokenceng juga
diharapkan akan memiliki pusat-pusat
aktivitas yang terintegrasi yang satu dengan
pusat-pusat lainnya dan dapat dijangkau juga
oleh transportasi publik. Namun, bukan
hanya terintegrasi akan pusat aktivitas,
sistem regulasi yang terintegrasi di Wilayah
Bondokenceng juga diharapkan memiliki
kemampuan pemerintah maupun lembaga
dalam menyelaraskan, menyerasikan, meng-
harmoniskan kebijakan-kebijakan serta
program-program dengan fungsi
kawasan/container. Sehingga apa yang akan
diisi (content) akan sesuai dengan wadahnya
(container), saling mendukung, serta tidak
saling berbenturan. Hal demikian dapat
direalisasikan melalui kompetensi peme-
rintah untuk saling berkoodinasi dan
berkomunikasi agar terjadi keterpaduan
yang baik antar wilayah.
Diharapkan dengan integrasi ini,
Bondokenceng secara internal maupun
secara eksternal dapat menjadi pusat
pelayanan dan permukiman yang dapat
memenuhi kebutuhan masyarakat dan
handal.
Sedangkan untuk tujuan menjadikan Wilayah
Bondokenceng yang berdaya saing maka
diperlukan usaha dalam meningkat-kan
52
kemampuan Bondokenceng untuk turut
memiliki andil dalam persaingan kesem-
patan kerja yang lebih luas nantinya.
Hal tersebut dapat dilihat dari kebijakan-
kebijakan yang diambil, implementasi
masing-masing kebijakan, serta kemampuan
dalam hal administratif dengan meng-
gunakan teknologi.Kemudian masyarakat
yang berkompeten ialah masyarakat yang
memiliki pendidikan, kecerdasan, kete-
rampilan, dan kemampuan mengorganisasi
pekerjaan yang tinggi sehingga masyarakat
dapat mempergunakan potensi lokal untuk
berproduksi.
4.2 Konsep Perencanaan Wilayah
Penentuan konsep pengembangan wilayah
Bondokenceng didasarkan dengan
pertimbangan adanya permasalahan
eksisting, potensi wilayah dan driving
factors. Adapun masalah-masalah di
Bondokenceng antara lain: pelayanan sarana
penunjang yang belum menjangkau seluruh
wilayah, rendahnya kualitas SDM, kinerja
ekonomi yang belum optimal, sistem jaringan
infrastruktur yang belum terintegrasi, serta
lahan terbangun yang tidak kompak.
Sedangkan driving factors pada
Bondokenceng ialah pembangunan KIK dan
jalan tol Trans Jawa. Potensi lokal
Bondokenceng adalah terdapatnya dua
pantai di kecamatan Cepiring dan Patebon
dan sebuah bendungan di Kecamatan
Ngampel yang berpotensi sebagai tempat
wisata serta UMKM yang tersebar di
Bondokenceng. Berdasarkan hal tersebut
dirumuskan tujuan perencanaan Bondo-
kenceng yaitu: “Terwujudnya Bondokenceng
sebagai Pusat Pelayanan dan Permukiman,
Terintegasi, dan Berdaya Saing pada Tahun
2035”. Tujuan ini selanjutnya diturunkan
dalam tujuan Fokus Area dari Bondo-
kenceng, yaitu Fokus Area Pegandon-
Ngampel dan Fokus Area Kota Kendal.
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015
Gambar 4.1 Skema Konsep Bondokenceng
53
Dari masalah-masalah, driving factors, serta
potensi lokal yang ada, konsep yang diambil
dalam perwujudan tujuan tersebut ialah
pendekatan konsep smart growth. Beberapa
indikator dari konsep smart growth yang
dapat mendukung tujuan perencanaan ialah:
mixed use land, lahan terbangun yang
compact, walkable city (yang diterapkan di
Fokus Area), spesialisasi wilayah, preservasi
alam, pengembangan SDM, penyediaan
transportasi publik yang terintegrasi,
pembangunan yang efektif dan efisien, serta
menggandeng stakeholder.
Berikut adalah tujuan utama dan tujuan
khusus dari konsep Smart Growth:
Tujuan umum : Untuk mengantisipasi dan
mengatasi urban sprawl
a. Tujuan khusus :Menciptakan keunikan
suatu tempat (spesialisasi wilayah)
b. Memperbaikidan memperluas jari-
ngan transportasi
c. Pemerataan pembangunan
d. Preservasi lingkungan
Secara teoritis, ada 9 prinsip Smart Growth:
1. Mixed use land, yakni penggunaan
lahan yang bervariasi, dimana dalam
satu zonasi, terdapat beberapa
penggunaan lahan yang bervariasi. Hal
demikian dapat memudahkan manusia
dalam mendapatkan pelayanan
dengan jarak terjangkau, sehingga
dapat mengurangi jarak tempuh dalam
menuju fasilitas dan mengefektifkan
transportasi.
2. Lahan terbangun yang compact,
yaitu lahan yang masih dapat dibangun
digunakan sebagai fungsi budidaya
permukiman sehingga masyarakat
tidak menempuh jalan yang jauh untuk
mendapatkan pelayanan suatu fasilitas
dan agar perkotaan yang ada menjadi
tidak terpencar (sprawl). Hal ini
terutama diterapkan pada fokus area.
3. Walkable city, yaitu desain perkotaan
yang akan diterapkan mendukung
pejalan kaki dimana penggunaan
transportasi pribadinya minim. Namun
prinsip ini tidak dapat diterapkan
dalam lingkup regional karena lingkup
regional luas dan tidak mungkin
ditempuh dengan berjalan kaki.
4. Spesialisasi wilayah, dimana setiap
wilayah dalam hal ini kecamatan akan
memiliki spesialisasi potensi ekonomi,
sehingga dalam satu kawasan
Bondokenceng, setiap wilayah dapat
memberi kontribusi yang spesifik atau
terfokus.
5. Preservasi alam, yaitu prinsip yang
mempertahankan kelestarian alam.
Hal ini diterapkan dalam ruang lingkup
regional yang tetap mempertahankan
LP2B, tambak, dan hutan. LP2B dan
tambak terutama dimaksudkan untuk
ketersediaan pangan dan hutan untuk
menjaga keseimbangan ekologi.
6. Pengembangan SDM, yaitu lapisan
masyarakat baik pemerintah, petani,
maupun warga bukan petani dapat
mengelola bidang pekerjaannya
dengan baik, dapat mengoperasikan
alat komunikasi dan teknologi.
Dalam Bondokenceng, pengembangan
SDM pada pemerintah dilakukan agar
pemerintah dapat menerapkan
teknologi komputer untuk
penyimpanan basis data dan untuk
pelayanan kepada masyarakat agar
lebih efisien. Untuk petani, agar dapat
mengembangkan lahan pertanian dan
menggunakan teknologi agar
pekerjaan yang dilakukan lebih efektif.
7. Penyediaan transportasi publik
yang terintegrasi, yakni penyediaan
sarana-sarana transportasi yang
memadai dengan waktu tunggu,
54
kualitas, dan biaya yang memuaskan
sehingga pergerakan secara internal
dan eksternal dapat berjalan lancar.
Transportasi publik ini meliputi
angkot untuk pergerakan internal dan
sekitar meliputi seluruh wilayah
Bondokenceng termasuk fokus area,
serta bus untuk pergerakan antar
kabupaten.Penyediaan transportasi
publik ini tidak hanya pada moda
melainkan juga pada sarana dan
fasilitas seperti halte dan
terminal.Setiap angkutan harus
melewati terminal agar dapat terjadi
pergantian antar moda dengan baik,
sehingga pergerakan akan lebih
mudah.
8. Pembangunan yang efektif dan
efisien, yaitu pembangunan yang
dilakukan sesuai dengan urgensi atau
prioritas dan dilaksanakan dengan
tidak membuang-buang sumber daya
(boros). Pembangunan ini meliputi
program-program yang akan
dilakukan untuk mewujudkan tujuan
perencanaan.
9. Menggandeng stakeholder, yakni
program-program pembangunan yang
dilakukan dilaksanakan dengan
kerjasama dengan stakeholder seperti
swasta melalui KPS (kerjasama
pemerintah-swasta) maupun dengan
masyarakat melalui kegiatan
partisipasi.
Sedangkan dalam fokus area, konsep ini
diterapkan dengan konsep Superblock untuk
fokus area Kota Kendal dan New Urbanism
untuk fokus area Pegandon-Ngampel.
Konsep Superblock dapat mendukung
tujuan Fokus Area Kota Kendal yaitu
“Terwujudnya Kota Kendal yang Unggul
dan berdaya Saing sebagai Pusat
Pelayanan dan Regional (Kabupaten)
yang Atraktif dan Terintegarasi pada
Tahun 2035.”Begitu pula konsep New
Urbanism yang dapat mendukung tujuan
Fokus Area Pegandon-Ngampel yaitu
“Terwujudnya Pegandon-Ngampel yang
Terintegrasi dan Berdaya Saing sebagai
Pusat Permukiman yang Menghidupkan
Lansekap Lokal pada Tahun 2035”.
4.2.1 Justifikasi Konsep Smart growth adalah teori perencanaan
kota dan transportasi yang mengem-
bangkan kota ke arah walkablecity dan
kompak untuk menghindari terjadinya
sprawl. Istilah smarth growth lebih dikenal di
Amerika Utara, sedangkan di Eropa dikenal
dengan kota yang kompak.
Berdasarkan permasalahan-permasalahan
yang ada pada Wilayah Bondokenceng,
konsep Smart Growth menjadi pendekatan
konsep untuk menyelesaikanberbagai
masalah yang ada. Selain itu, adanya
pertimbangan Driving Factors yaitu
pengaruh dari KIK (Kawasan Industri
Kendal) dan pembangunan jalan tol, dimana
salah satu dari pintu keluarnya berada di
kelurahan Margomulyo, Kecamatan
Pegandon, supaya tidak terjadi urban sprawl.
Untuk itu, dipilih konsep Smart Growth yang
diharapkan mampu memecahkan masalah-
masalah di Bondokenceng untuk
menghindari masalah yang lebih kompleks
serta menghadapi tantangkan yang akan
datang.
55
4.2.2 Best Practice Smart Growth
uritiba adalah ibu kota negara bagian
Brazil, Paraná. Kota ini terletak di Brazil
bagian tenggara, sekitar 1.081 km dari ibu
kota Brazil, Brazilia. Penduduknya
berjumlah 1.757.904 jiwa. Kota ini menjadi
tujuan untuk bertempat tinggal oleh para
imigran yang berasal dari Eropa sehingga
kota ini mengalami pertambahan
penduduk yang sangat pesat. Pendekatan
yang dilakukan di Curitiba dalam hal
transportasi, konservasi ruang terbuka hijau,
pemukiman dan pengelolaan sampah telah
menjadi percontohan bagi kota-kota lain di
seluruh dunia. Dengan ruang terbuka hijau di
area publik seluas 52 meter persegiper
orang, lebih besar daripada kota manapun di
dunia.
Pertumbuhan Kota Curitiba menjadi
semakin cepat setelah tahun 1950
karenaCuritiba masih mengalami perma-
salahan berupa ancaman ledakan penduduk
yang menjadikan kota ini mengalami
fenomena kemacetan dan banjir.
Berdasarkan permasalahan yang ada, Kota
Curitiba mengambil konsep Smart Growth
untuk mewujudkan pembangunan ber-
kelanjutan.
Adapun perubahan yang dilakukan oleh
Kota Curitiba yaitu :
1. Memperbaiki Sistem Transportasi
Dalam mengatasi kemacetan, pemerintah
membangun jalan-jalan penghubung dari
tempat tinggal penduduk langsung menuju
pusat kota. Busway adalah alat transportasi
utama. Selain itu jalur khusus untuk sepeda
sepanjang 150 kilometer pun didirikan.
Dalam urusan transportasi, Curitiba
menerapkan trinary road system.Ini
adalahmodel jalanan yang menggunakan dua
jalur jalan besar yang berlawanan arah.
Namun yang istimewa, ada dua jalur
sekunder di tengah yang dimanfaatkan
sebagai jalur khusus untuk busway. Hampir
semua jalanan di curitiba menerapkan
sistem ini. Terdapat 12 terminal penumpang
di curitiba, yang tersebar di seluruh penjuru
mata angin.Terminal-terminal ini memberi
kemudahan, yakni memungkinkan
penumpang dapat meninggalkan dan
berganti bus tanpa harus membeli tiket baru.
Sumber: www.pinterest.com
C
56
2. Inovasi pengolahan sampah
Sebagaimana kota-kota besar lain diseluruh
dunia, Kota Curitiba juga mengalami ber-
bagai permasalahan urban, antara lain per-
tambahan populasi dan sampah. Jumlah
penduduk Kota Curitiba yang besar
menghasilkan volume sampah yang besar
pula. Namun demikian Kota Curitiba tidak
terpuruk dalam permaslahan sampah.
3. Konservasi Ruang Terbuka Hijau
Untuk mengatasi kerawanan banjir, Curitiba
melipatgandakan jumlah ruang tata hijau
(RTH)-nya agar terhindar dari banjir.
Curitiba menempuh segala cara untuk
memperbanyak RTH. Bekas tempat
pembuangan akhir (TPA) disulap menjadi
taman-taman yang lebat dan asri. Danau-
danau dibangun ditengah-tengah perkotaan.
Sementara RTH dilipatgandakan, bangunan
komersial terus dibangun. Dengan adanya
danau di tengah kota maka banjir dapat
diatasi, karena danau tersebut menampung
air sehingga air tersebut tidak naik dijalan.
Pada tahun 1989 kota Curitiba memulai
inovasi pengolahan sampah yang ekonomis
dan berwawasan lingkungan yang diberi
tajuk "Gerbage that is not Gerbage" (sampah
yang bukan sampah). Inovasi pengolahan
sampah tersebut dapat mendaur ulang 70%
sampah kota curitiba dan 90% penduduknya
berpartisipasi dalam program daur ulang
sampah.
Smart Growth Dalam perkembangannya telah terjadi peralihan dari
suatu upaya yang reaksioner menjadi suatu upaya yang
proaktif membahas bagaimana dan dimana
pembangunan baru perlu diakomodasikan.
Berdasarkan konsep smart growth ini pembangunan
dan implementasi dari rencana-rencana lokal yang
komprehensif, akan mengikuti prinsip-prinsip
smart growth
yang tentunya disesuaikan dengan kondisi-kondisi lokal,
misalnya: (i) guna lahan campuran’(ii) desain gedung-gedung yang kompak (efisien
dan efektif); (iii) sejumlah peluang-peluang dan pilihan
dalam hal perumahan/permukiman; (iv)
lingkungan yang dapat dicapai dengan berjalan; (v)
komunitas yang jelas dan menarik, dan menciptakan rasa lingkungan ang kuat
(sense of place); (vi) preserasi ruang-ruang
terbuka lahan pertanian,keindahan alam
dan pelestarian lingkungan yang kritis; (vii)
pembangunan ang ditujukan pada kbutuhan masarakat; (vii) memberikan sejumlah
pilihan transportasi; (ix) keputusan pembangunan
ang adil dan efektif biaya; (xi) kerjasama antar pemangku
kepentingan dalam pembuatan keputusan
pembangunan.
(sumber: “smart growth” website)
57
4.3 Sasaran
Sasaran dari perencanaan Wilayah
Bondokenceng dibuat dari kata kunci pada
tujuan perencanaan wilayah, yaitu sebagai
berikut:
A. Dari kata kunci ‘pusat pelayanan dan
permukiman’ :
Sasaran untuk mewujudkan Wilayah
Bondokenceng sebagai pusat pelayanan dan
permukiman adalah sebagai berikut.
• Terwujudnya penggunaan lahan yang
sesuai dengan karakteristik fisik wilayah
Secara fisik, setiap wilayah memiliki
karakteristik yang berbeda-beda.Karak-
teristik fisik ini dipengaruhi oleh kondisi
geologi seperti topografi, jenis tanah, curah
hujan, hidrogeologi, hidrologi, serta
kerawanan terhadap bencana.Setiap
penggunaan lahan harus mempertimbang-
kan faktor-faktor tersebut.Hal ini dilakukan
agar perwujudan dari setiap guna lahan
termasuk pusat pelayanan dan permukiman
dapat terhindar dari permasalahan-
permasalahan fisik serta mampu melakukan
adaptasi terhadap permsalahan fisik yang
ada menggunakan strategi-strategi yang
ditetapkan.
• Terciptanya pusat-pusat aktivitas yang
mampu memenuhi kebutuhan masya-
rakat Bondokenceng dan sekitarnya
Saat ini Bondokenceng menghadapi isu-isu
pembangunan seperti Kawasan Industri
Kendal, Pelabuhan di Kaliwungu, serta
proyek pembangunan Tol Trans Jawa yang
melewati beberapa kelurahan di Kecamatan
Ngampel dan Kecamatan Pegandon.
Pembangunan KIK (Kawasan Industri
Kendal) akan berdampak pada peningkatan
kebutuhan akan service, perumahan,
perdagangan dan jasa, perhotelan, pusat
perbelanjaan dan sebagainya.
Pembangunan pusat-pusat aktivitas baru
perlu dibangun untuk memenuhi kebutuhan
yang meningkat tersebut. Selain itu, juga
untuk mengurangi kepadatan yang terjadi
pada pusat aktivitas eksisting.
B. Dari kata kunci ‘terintegrasi’:
Sasaran untuk mewujudkan Wilayah
Bondokenceng yang saling terintegrasi
adalah sebagai berikut.
• Terwujudnya sistem transportasi publik
yang terintegrasi
Seiring dengan bertambahnya jumlah
penduduk, kebutuhan akan kendaraan
semakin meningkat. Untuk menghemat
energi dan meminimalisasi polusi serta
kemacetan, diperlukan adanya sistem trans-
portasi publik yang terintegrasi antarmoda
antarwilayah. Transportasi tersebut di-
harapkan dapat memudahkan masyarakat
untuk melakukan mobilitas.
Perlu adanya institusi yang terkelola untuk
mewujudkan sistem transportasi tersebut
dengan baik. Ketepatan waktu, kenyaman,
serta kelengkapan fasilitas menjadi aspek
yang harus mencapai kondisi ideal. Sosialiasi
publik juga sangat diperlukan untuk
memperlancar program. Transportasi publik
dapat dikatakan berhasil jika ada sistem
yang jelas, pengelolaan institusi yang
terkontrol yang mampu melayani kebutuhan
mobilitas masyarakat.
• Terwujudnya sistem regulasi yang
terpadu
Untuk menjadi Bondokenceng yang
terintegrasi, satu aspek yang penting untuk
dilakukan adalah mewujudkan sistem
regulasi yang terpadu. Regulasi yang
dimaksud cenderung kepada perencanaan
dan pengembangan wilayah, pengadaan
program-program untuk peningkatan
kualitas SDM, serta peningkatan ekonomi
lokal. Perlu adanya kerja sama yang solid
58
antar stakeholders agar dalam pembangunan
tidak terjadi hambatan yang memperlambat
pembangunan.
C. Dari kata kunci ‘berdaya saing’ :
Sasaran untuk mewujudkan Wilayah
Bondokenceng yang berdaya saing adalah
sebagai berikut.
• Terciptanya SDM yang Kompeten
Untuk menjadikan Bondokenceng agar
memiliki daya saing, hal pertama yang perlu
dilakukan adalah menciptakan SDM yang
berkompeten pelayanan dan industri
sehingga SDM yang berkompeten tersebut
dapat menekan angka kemiskinan Bondo-
kenceng.
Adapun untuk menciptakan SDM yang
berkompeten, diperlukan adanya bantuan
dari pemerintah berupa pengadaan
program-program pelatihan, pengadaan
sekolah-sekolah vokasi untuk mengembang-
kan kreatifitas penduduk sehingga mampu
mengangkat ekonomi kreatif yang ada di
wilayah yang bersangkutan, mampu mem-
beri pelayanan mandiri dan siap terhadap
kebutuhan pekerja di Kawasan Industri
Kaliwungu.
• Terwujudnya pengembangan ekonomi
lokal yang berdaya saing
Hal yang perlu dilakukan selanjutnya adalah
mengembangkan setiap ekonomi lokal
sehingga mampu menguatkan pereko-
nomian Bondokenceng. Identifikasi perse-
baran usaha mikro kecil menengah dan
industri-industri kecil menengah setiap
daerah perlu dilakukan untuk mengetahui
lokasi serta jenis-jenis UMKM berdaya saing.
Selain itu, identifikasi terhadap potensi alam
setiap daerah juga perlu dilakukan untuk
mengembangkan pariwisata Bondokenceng
sehingga akan mengangkat potensi Bondo-
kenceng untuk berkembang. Selain peran
dari pemerintah, pembangunan SDM yang
berkompeten juga diharapkan mampu
mengelola sendiri setiap ekonomi kreatif
yang ada, serta bisa memetik hasil dari
pengembangan ekonomi lokal di daerahnya
dengan arif.
Secara keseluruhan terbentuk enam sasaran
dalam mencapai tujuan perencanaan dengan
pendekatan konsep Smart Growth di Wilayah
Bondokenceng, yaitu:
1. Terwujudnya penggunaan lahan yang
sesuai dengan karakteristik fisik wilayah.
2. Terciptanya pusat-pusat aktivitas yang
mampu memenuhi kebutuhan masya-
rakat Bondokenceng dan sekitarnya.
3. Terwujudnya sistem transportasi publik
yang terintegrasi.
4. Terwujudnya sistem regulasi yang ter-
padu.
5. Terciptanya SDM yang kompeten.
6. Terwujudnya pengembangan ekonomi
lokal yang berdaya saing.
Productivity is never an accident. It is always
the result of a commitment to excellence, intelligent planning, and focused effort.
- Paul J. Meyer
57
BAB V
STRATEGI DAN INDIKASI PROGRAM
5.1 Sasaran 1 – Terwujudnya Penggunaan Lahan yang Sesuai dengan
Karakteristik Fisik Wilayah
5.1.1 Strategi 1
“Menciptakan Fungsi Kawasan Permukiman dan Pertanian yang
Berwawasan Lingkungan”
Dasar penyusunan strategi 1 adalah adanya resiko banjir dan terganggunya fungsi LP2B akibat
bencana banjir.Terdapat dua indikator pencapaian dari strategi ini. Indikator pencapaian
pertama adalah mewujudkan kawasan permukiman dan pertanian yang terbebas dari bencana
banjir dengan meresapkan air hujan kedalam tanah yang dapat menjadi cadangan air. Indikator
pencapaian kedua ialah mengarahkan pengembangan kawasan permukiman ke pusat kota
(fokus area). Berikut merupakan program-program yang merealisasikan strategi 1.
A. Program Normalisasi dan Revitali-
sasi Saluran Drainase
Program ini dibagi menjadi dua sub-
program yaitu program normalisasi dan
program revitalisasi saluran drainase.
Dalam pelaksanaannya, program
normalisasi sungai akan dilakukan
terlebih dahulu. Dengan adanya program
ini diharapkan resiko banjir dapat
diminimalisir. Karena idealnya tidak ada
wilayah yang ingin mengalami bencana
banjir. Program normalisasi saluran
drainase ini memiliki tujuan untuk
membersihkan saluran drainase dari
sedimentasi, sampah maupun tumbuhan
liar; yang lebih difokuskan untuk sungai-
sungai besar yang ada di Bondokenceng,
yaitu Bodri, Lutut dan Blorong. Kegiatan
dalam program ini berupa pengerukan
sedimentasi sungai, pembersihan saluran
drainase sekunder dan tersier dengan
metode partisipatif masyarakat, serta
pembuatan tanggul.
Selanjutnya program revitalisasi saluran
drainase merupakan upaya pengem-
balian fungsi saluran drainase sebagai-
mana mestinya dengan tujuan agar
saluran tersebut lebih optimal dalam
mengalirkan air limpasan. Program
normalisasi dan revitalisasi drainase ini
merupakan tanggung jawab dari Dinas
Pekerjaan Umum Kabupaten Kendal.
B. Program Sejuta Biopori
Program sejuta biopori merupakan
program yang melibatkan masyarakat
dalam pembuatan, pengelolaan maupun
pengawasan lubang-lubang resapan kecil
di lingkungan rumah. Program ini
bertujuan untuk menjaga kelestarian
sumberdaya. Program ini juga dinilai
sebagai bentuk konservasi air tanah dan
menjaga kesuburan tanah yang
dihasilkan dari proses composting.
Lembaga yang akan bertanggung jawab
dalam program ini adalah Badan
Lingkungan Hidup Kabupaten Kendal.
Progam sejuta biopori diinspirasi dari
Gerakan Sejuta Biopori Kota Bandung,
yang digagas mulai tahun 2013. Best
practice ini merupakan gerakan gotong
royong untuk membuat Lubang Resapan
Biopori (LRB) yang melibatkan warga
Kota Bandung skala RT. Kegiatan yang
dilakukan dimulai dengan melakukan
sosialisasi akan manfaat biopori,
58
Dilanjutkan dengan aksi sejuta biopori yang dalam pelaksanaannya dilimpahkan kepada
tiap-tiap kelurahan. Harapannya setiap rumah memiliki minimal tiga lubang resapan
biopori.Sebagai contoh hasil penerapan biopori ini dapat dilihat pada Gambar 5.1.
Sumber : bioporibdg.wordpress.com
Gambar 5. 1 Dokumentasi Gerakan Sejuta Biopori Kota Bandung
C. Program Peningkatan Area Resapan
Salah satu kondisi buruk yang dihadapi
masyarakat Bondokenceng ialah dimana
ketika musim hujan bencana yang sering
kali terjadi adalah banjir dan ketika
musim kemarau panjang warga
mengalami kesulitan dalam mendapat-
kan air untuk keperluan irigasi
pertaniannya. Oleh karena itu, diadakan
program peningkatan area resapan
melalui kegiatan pembangunan embung-
embung kecil yang tersebar di empat
kecamatan, yaitu Kecamatan Kota
Kendal, Patebon, Cepiring dan Ngampel.
Dengan pembangunan embung-embung
tersebut diharapkan resiko kemungkinan
bencana banjir bisa ditekan dan warga
akan mendapatkan cadangan air ketika
musim kemarau. Embung yang dibangun
berukuran 2 Ha dengan kapasitas
tampung sebesar 2.000 m3. Persebaran
lokasi dari embung-embung baru tdapat
dilihat pada peta dalam Gambar 5.2.
Penanggung jawab dari program ini
adalah Dinas Pekerjaan Umum
Kabupaten Kendal.
Sumber : Hasil Analisis Kelompok 2B Studio
Perencanaan, 2015
Gambar 5.2 Peta Rencana Persebaran Embung
Bondokenceng
D. Program Penataan dan
Optimalisasi Lahan Kawasan Pusat
Kota
Menurut RTR Pulau Jawa Bali Tahun
2011, Kabupaten Kendal bersama
dengan Kabupaten Grobogan dan Demak
difungsikan sebagai daerah untuk
pengembangan pertanian pangan.
Sementara itu, 44% dari Bondokenceng
merupakan LP2B. Menyikapi hal
tersebut, perlu adanya perlindungan
59
terhadap kegiatan pertanian yang ada di
sana. Sampai dengan tahun 2035,
Kabupaten Kendal akan terus
berkembang yang ditandai dengan
peningkatan jumlah penduduk akibat
driving factors berupa pembangunan KIK
di Kaliwungu dan Trans Tol Jawa dengan
salah satu pintu keluar masuk di
Margomulyo. Agar sejalan dengan RTR
Pulau Jawa Bali, adalah melakukan
pembangunan fisik perkotaan dengan
meminimalisir konversi LP2B dengan
men-konsentrasikan pembangunan fisik
di Fokus Area Kota Kendal dan Fokus
Area Pegandon Ngampel menjadi daerah
dengan kepadatan tinggi melalui konsep
vertical building. Program ini diwujudkan
dalam bentuk pembangunan rusunawa
yang menjadi tanggung jawab dari Dinas
Cipta Karya Kabupaten Kendal.
5.1.2 Strategi 2
”Mewujudkan Sistem Irigasi
yang dapat Melayani Lahan
Pertanian Regional”
Dasar penyusunan strategi 2 adalah dari
adanya permasalahan belum optimalnya
LP2B karena sistem irigasi pertanian yang
belum berfungsi optimal dan potensi LP2B
yang menjadi potensi ketahanan pangan.
Indikator pencapaiannya adalah ter-
penuhinya kebutuhan air bagi sawah-sawah
melalui sistem irigasi. Program-program
yang merupakan perwujudan dari strategi
ini berjumlah tiga program dengan
penjelasan sebagai berikut:
A. Program Normalisasi dan Revitalisasi
Saluran Irigasi
Program ini bertujuan untuk mengatasi
pendangkalan pada saluran irigasi sehingga
kapasitasnya kembali normal dan volume
air untuk kebutuhan irigasi dapat
meningkat secara kuantitas. Diharapkan
saluran-saluran irigasi dapat mengalirkan
air dari Kali Bodri menuju semua sawah
secara rata sehingga tanaman pada sawah
tumbuh dengan baik dan hasil panen
meningkat. Adapun kegiatan yang
direncanakan dalam program ini adalah
pembuatan masterplan saluran irigasi dan
pemeli-haraan saluran irigasi. Penanggung-
jawab dari program ini adalah Dinas
Pertanian dan Dinas Pekerjaan Umum
Kabupaten Kendal.
B. Program Normalisasi dan Revitalisasi
Bendungan
Program ini bertujuan untuk mengatasi
pendangkalan pada bendungan sehingga
kapasitas bendungan dalam menahan dan
menyimpan cadangan air dapat meningkat
dan kembali normal. Bendungan yang
menjadi target dalam program ini ialah
Bendungan Kedung Pengilon. Diharapkan
bendungan dapat mencegah banjir karena
menahan dan mengurangi volume air yang
dialirkan ke daerah bawah, serta sebagai
pemenuh kebutuhan irigasi sawah-sawah.
Program ini didukung dengan kegiatan-
kegiatan pengerukan, pembuatan master-
plan saluran irigasi dengan penangggung-
jawab adalah Dinas Pertanian dan Dinas
Pekerjaan Umum Kabupaten Kendal.
C. Program Lahan Pertanian Abadi
LP2B merupakan lahan pertanian yang dimanfaatkan sebagai lahan produksi tanaman
pangan untuk tujuan ketahanan pangan. program ini bertujuan untuk mempertahankan
luasan LP2B sesuai peraturan. Alasan LP2B ini tetap dipertahankan karena lahan inilah yang
menjadi sumber produksi pangan tidak hanya bagi Kabupaten Kendal, tetapi juga untuk skala
nasional program ini direalisasikan melalui kegiatan sosialisasi akan LP2B, intensifikasi dan
perbaikan saluran irigasi.Penanggung-jawab dari program ini ialah Dinas Pertanian
Kabupaten Kendal. Harapan-nya program ini memberikan dampak positif terutama dalam
peningkatan hasil produksi dan dapat menciptakan ketahanan pangan.
60 5.2 Sasaran 2 – Terciptanya Pusat-
Pusat Aktivitas yang Mampu
Memenuhi Kebutuhan Masyara-
kat Bondokenceng dan Sekitar
5.2.1 Strategi 1
“Mewujudkan jaringan sarana
dan prasarana wilayah yang
Terpadu”
Dasar penyusunan strategi 2 adalah
jaringan sarana dan prasarana yang belum
terpadu serta belum menjangkau seluruh
wilayah. Indikator pencapaian strategi ini
adalah seluruh sarana dan prasarana
memiliki hirarki yang saling berhubungan
dan dapat menjangkau seluruh wilayah.
Berikut merupakan program-program yang
merealisasikan strategi 2
.
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015
Gambar 5.3 Peta Rencana Jaringan Persampahan
Bondokenceng
A. Program Satu Rumah Satu Jamban
Program Satu Rumah Satu Jamban
merupakan salah satu upaya pewujudan
lingkungan permukiman yang sehat.
Sesuai dengan SPM Menteri Pekerjaan
Umum 01/PRT/M/2014, bahwa setiap 1
rumah harus memiliki 1 jamban pribadi.
Sebagian masyarakat Bondokenceng
masih melakukan MCK di sungai, hal
inilah yang membuat program satu
rumah satu jamban sangat penting untuk
dilaksanakan. Pelaksanaan program ini
diawali dengan kegiatan penyuluhan
tentang pentingnya jamban pribadi bagi
kesehatan lingkungan dan diikuti dengan
bantuan pengadaan jamban untuk warga
yang belum memiliki jamban pribadi di
rumahnya yang akan dilaksanakan oleh
Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten
Kendal. Diharapkan pada akhirnya 60%
masyarakat Bondokenceng akan
memiliki jamban pribadi di tiap rumah.
B. Program Pengembangan Jaringan
Jalan Kaliwungu–Kendal-Weleri
Program pengembangan jaringan jalan
Kaliwungu-Kendal-Weleri ini ditujukan
untuk meningkatkan dan memudahkan
mobilitas masyarakat Bondokenceng dan
juga masyarakat di seluruh Kabupaten
Kendal. Mengingat Kota Kendal sebagai
ibukota Kabupaten Kendal, maka harus
ada hubungan yang sinergis dengan
pusat-pusat wilayah lain, seperti
Kaliwungu dan Weleri. Dengan
berpedoman pada RTRW Kabupaten
Kendal tahun 2011-2031, program ini
diwujudkan dengan pembuatan Jalan
Arteri yang menghubungkan Kaliwungu-
Kendal-Weleri dan akan dilaksanakan
oleh Dinas Pekerjaan Umum. Diharapkan
nantinya akan tercipta sinergitas antara
3 pusat wilayah tersebut sehingga
mampu menggerakkan roda pere-
konomian, mensejahterakan dan
melayani masyarakat secara merata dan
terpadu.
61 C. Program Peningkatan Jangkauan Jalur
Kolektor Penghubung Perkotaan
Bondokenceng
Berdasarkan rencana, terdapat dua
kawasan perkotaan di Bondokenceng,
yakni kawasan Kota Kendal dan
Pegandon-Ngampel. Adapun Kota Kendal
berfungsi sebagai kawasan pusat
pelayanan sedangkan Pegandon-
Ngampel berfungsi sebagai kawasan
pusat permukiman. Pengembangan jalur
kolektor penghubung kawasan per-
kotaan di wilayah Bondokenceng, yakni
dari kawasan pusat pelayanan Kota
Kendal dan kawasan pusat permukiman
Pegandon-Ngampel dituju-kan untuk
mempermudah mobilitas dari dua
kawasan perkotaan tersebut.
Program ini direalisasikan melalui
beberapa tahap, yaitu penentuan jalan
yang semula jalan lokal maupun
lingkungan yang menghubungkan kedua
pusat perkotaan, kemudian jalan
tersebut ditingkatkan kelasnya menjadi
jalan kolektor. Selain itu, pengembangan
jalur kolektor penghubung Kota Kendal
dan Pegandon-Ngampel yang akan
dinaungi oleh Dinas Perhubungan ini
juga ditujukan untuk menghubungkan
kedua kawasan perkotaan tersebut
secara lebih tegas sehingga dapat
mempermudah mobilisasi masyarakat.
D. Program Revitalisasi Pasar
Program revitalisasi pasar dilakukan
untuk memperbaiki kualitas serta
kuantitas. Peremajaan dalam hal kualitas
yaitu untuk meningkatkan kebersihan
sehingga pembeli nyaman berbelanja di
pasar tersebut. Pengadaan fasilitas
khusus untuk pengolahan sampah
organik menjadi pupuk organik cair atau
meggunaka pendekatan pengelolaan 3R.
Sedangkan untuk peningkatan kuantitas
yaitu penambahan jumlah kios atau los-
los yang ada. Program ini akan
dilaksanakan di Kelurahan Pegulon
dengan menggunakan best practice Pasar
Segaman Purbalingga yang mengacu
kepada Peraturan Menteri Perdagangan
Republik Indonesia Nomor 70/M-
DAG/PER/12/2013 tentang Pedoman
Penataan dan Pembinaan Pasar
Tradisonal.
Penerapan dilaksanakan sesuai best
practice yang telah ada adalah citra pasar
dirubah menjadi pasar yang mudah
dijangkau, bersih, dan tertata rapi dan
pasar tradisional berkonsep modern
dilengkapi dengan fasilitas pengolahan
sampah dan penyediaan jumlah kios
yang mencukupi. Sehingga dari program
ini diharapkan dapat menampung lebih
banyak pedagang dan tidak terjadi pasar
tumpah yang dapat menjadi hambatan
samping jalan.
Sumber : jateng.tribunews.com
Gambar 5. 4 Pasar Segaman Purbalingga
E. ProgramPembangunan Sarana
Perekonomian Tersier
Berdasarkan hasil observasi,
Bondokenceng belum memiliki sarana
perekonomian tersier seperti department
store.
Program pengembangan sarana pere-
konomian tersier di wilayah Bondo-
kenceng ditujukan untuk mendukung
pemenuhan kebutuhan masyarakat akan
sarana perekenomian di dalamnya.
62
Berdasarkan hasil survei, 70%
masyarakat di Bondokenceng setuju
terhadap rencana pengadaan sarana
perekonomian tersier berupa pusat
perbelanjaan seperti department store.
Hal tersebut menandakan bahwa
rencana program pengembangan sarana
perekonomian tersier telah mendapat-
kan dukungan dari masyarakat dan
masyarakat membutuhkan pusat per-
belanjaan tersebut. Adapun pelak-sanaan
program ini dimulai dengan kegiatan
sosialisasi kepada masyarakat, penen-
tuan lokasi, dan kerjasama pemerintah -
swasta. Program ini akan dibawahi oleh
Dinas Perindustrian dan Perdagangan,
ditujukan untuk mendu-kung peran
Bondokenceng sebagai wilayah dengan
orde pertama di Kabupaten Kendal yang
memiliki fungsi sebagai pusat pelayanan.
F. Program Peningkatan Pelayanan Sarana Pendidikan Menengah
Program peningkatan pelayanan sarana pendidikan menengah ditujukan untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat akan pendidikan SMP dan SMA. Berdasarkan analisis spasial
jangkauan pelayanan sarana pendidikan SMP dengan radius 1.000 meter, terdapat beberapa
kawasan permukiman yang belum terjangkau.
Berdasarkan analisis spasial jangkauan pelayanan sarana pendidikan SMA dengan radius
3000 meter, Adapun secara jangkauan kuantitas berdasarkan SNI 03-1733-2004 tentang tata
cara perencanaan lingkungan perumahan di perkotaan dengan standar 1 unit sarana
pendidikan menegah/4.800 jiwa, masih terdapat 72% wilayah Bondokenceng yang belum
terjangkau oleh pelayanan sarana pendidikan menegah. Program ini direalisasikan dalam
kegiatan penentuan lokasi agar menjangkau seluruh wilayah, pembebasan lahan (jika
dibutuhkan) dan kemudian pembangunan sekolah. Peta rencana lokasi-lokasi SMP,
jangkauan pelayanannya, serta cakupan wilayah yang telah terlayani oleh titik-titik SMP
dapat dilihat pada Gambar 5.5. Sedangkan peta rencana lokasi fasilitas SMA ini dapat dilihat
pada Gambar 5.6.
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015
Gambar 5.5
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015
Gambar 5.6
Peta Rencana Persebaran SMP di Bondokenceng
Peta Rencana Persebaran SMA di Bondokenceng
63
G. Program Peningkatan Fasilitas
Kesehatan
Program peningkatan pelayanan
puskesmas ditujukan untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat akan fasilitas
kesehatan skala puskesmas. Berdasarkan
analisis spasial jangkauan pelayanan
puskesmas, masih ada sekitar 12.50%
wilayah yang belum terjangkau dalam
pelayanan puskesmas. Adapun secara
jangkauan kuantitas berdasarkan SNI 03-
1733-2004 tentang tata cara
perencanaan lingkungan perumahan di
perkotaan dengan standar 1 unit
puskesmas/30.000 jiwa. Program ini
direalisasikan dalam kegiatan penentuan
lokasi agar menjangkau seluruh wilayah,
pembebasan lahan (jika dibutuhkan) dan
pembangunan fasilitas. Peta rencana
lokasi fasilitas puskesmas ini dapat
dilihat pada Gambar 5.7.
Sumber : Hasil Analisis Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015
Gambar 5.7 Peta Rencana Persebaran Puskesmas di
Bondokenceng
5.3 Sasaran 3 – Terwujudnya sistem transportasi publik yang terintegrasi
5.3.1 Strategi 1
“Meningkatkan pelayanan transportasi untuk memperlancar mobilitas masyarakat”
Dasarpenentuan strategi ini adalah adanya permasalahan aksesibilitas, belum tersedianya
fasilitas pendukung transportasi darat, adanya trayek kurus dan pelayanan transportasi umum
yang belum maksimal. Terciptanya sarana dan prasarana pelayanan transportasi umum yang
menyelesaikan masalah kemacetan merupakan indicator pencapaian dar strategi ini. Program-
program di bawah ini merupakan bentuk perwujudan dari strategi 1.
A. Program Pengembangan Sistem Jaringan Jalan
Program pengembangan sistem jaringan
jalan ditujukan untuk meningkatkan fungsi
jalan, sebagai prasarana distribusi sekaligus
pembentuk struktur ruang wilayah yang
harus dapat memberikan pelayanan
transportasi secara efisien (lancar), aman
(selamat), dan nyaman.
Program pengembangan sistem jaringan
jalan ini merupakan program urgensi
melihat jalan di Bondokenceng berada
dalam kondisi buruk dengan presentase
mencapai 13,4%. Program ini
ditanggungjawabi oleh Dinas Bina Marga
Kabupaten Kendal dengan harapan akan
meningkatkan mobilitas masyarakat Kendal.
Prioritas penanganan jalan rusak berat
(prioritas I) dan jalan rusak sedang
(prioritas II) yang dapat dilihat pada
Gambar 5.8. Dalam penentuan prioritas
penanganan jalan rusak, dipilih berdasarkan
fungsi dan jangka waktu jalan tersebut telah
rusak.
“Negara yang maju bukanlah tempat dimana orang miskin bisa memiliki mobil. Melainkan tempat dimana orang miskin
dan kaya duduk berdampingan menggunakan transportasi umum”-
Anonim
64
Sumber : Hasil Analisis Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015
Gambar 5.8 Peta Rencana Perbaikan Jalan Rusak
Bondokenceng
B. Program Public Transport Develop-
ment (PTD)
Program public transport development
(PTD) adalah program pengembangan
transportasi umum sebagai perwujudan
transportasi intermodal (angkutan kota–
kereta api–BRT) di Bondokenceng yang
bertujuan untuk memingkatkan angka
wilayah yang terlayani oleh prasarana halte
dan terminal. Program ini ditanggungjawabi
oleh Dinas Bina Marga Kabupaten Kendal
yang harapannya dapat mewujudkan sistem
transportasi publik yang terintegrasi antar
satu moda dengan moda lainnya. Bentuk
kegiatan yang dilakukan untuk memenuhi
tujuan program ini adalah dengan
melakukan pembangunan halte dan
terminal pada jalan yang menghubungi
antar kawasan strategis.
Sumber : www.wricities.org
Gambar 5.9 Multimodal Mexico City
C. Program Optimalisasi Stasiun
Kalibodri
Program optimalisasi Stasiun Kalibodri
ditujukan untuk wujud nyata pelayanan
integrasi transportasi publik di
Bondokenceng, yang merupakan lanjutan
dari program sebelumnya (PTD). Stasiun
Kalibodri sebagai titik potensial, dijadikan
sebagai simpul utama dalam peng-
integrasian transportasi publik di Bondo-
kenceng. Optimalisasi stasiun kalibodri yang
ditanggungjawabi oleh Dinas Bina Marga
Kabupaten Kendal dan PT. KAI ini meliputi
peremajaan penyediaan prasarana perkere-
taapian seperti jalur, stasiun dan fasilitas
operasi kereta rencananya akan dibangun
dalam satu tahapan. Pada tahapan
pengoptimalan ini dilakukan pengem-
bangan jaringan dan layanan kereta api
yang menghubungkan Bondokenceng dan
wilayah sekitar Kabupaten Kendal.
Sumber : www.matthewweathers.com
Gambar 5.10 Metro di Las Vegas
65
D. Program Peningkatan Jangkauan
Trayek Angkutan Umum
Program pengembangan trayek
angkutan umum ditujukan untuk
mewujudkan rencana sistem transpor-
tasi Bondokenceng. Program yang
ditanggung-jawabi oleh Dinas Bina
Marga Kabupaten Kendal ini targetnya
akan menyediakan tiga moda angkutan
massal transportasi yang akan
dikembangkan di Bondokenceng.
Pertama, angkutan kota yang menjang-
kau dan terintegrasi antar wilayah,
memberikan kenyamanan, keamanan,
serta ketepatan waktu. Kedua, Bus Rapid
Transi (BRT) yang diberi nama Trans
Kendal terdiri dari 2 koridor (Koridor
Weleri – Kota Kendal – Kaliwungu dan
Koridor Cepiring - Purwosari – Lanji –
Penanggulan – Pegandon -Tegorejo)
dilengkapi dengan halte-halte tempat
pemberhentian dan pengangkutan
penumpang di tempat strategis, dapat
dilihat pada Gambar 5.11. Ketiga, yaitu
kereta api yang menghubungkan
terminal angkutan kota, yang nantinya
akan dikembangkan menjadi Komuter
Kendal (Kendal, Pegandon-Ngampel,
Kaliwungu, Weleri).
Sumber : Hasil Analisis Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015
Gambar 5.11 Peta Rencana Trayek Angkutan Umum
Bondokenceng
E. Electronic Road Pricing (ERP)
Sistem ERP akan dijadikan program
terakhir untuk mencapai sasaran 3 berupa
pemberlakuan pada kendaraan pribadi di
Singapura. Singapura telah memberlakukan
jalan berbayar dengan tujuan untuk
mengurangi kemacetan di jalan raya.
Program yang ditanggung-jawabi Dinas
Bina Marga ini efektif memindahkan
pengguna kendaraan pribadi ke angkutan
umum. Sehingga jalan raya menjadi jarang
macet. Program jalan berbayar elektronik
adalah pungutan untuk jalan di tempat-
tempat tertentu dengan cara membayar
secara elektronik. Tempat dilakukannya
pungutan jalan biasa disebut restricted
area. Bila menggunakan kendaraan, setiap
kali melewati restricted area tersebut
pengguna kendaraan harus membayar.
Bentuk kegiatan yang dilakukan dalam
proses pengadaan ERP ini adalah dengan
melakukan pendataan terlebih dahulu
terhadap seluruh pemilik kendaraan, lalu
dilanjutkan dengan pemberian chip khusus
yang dapat dideteksi oleh mesin yang
mengambil saldo pada pengguna kendaraan
pribadi yang melintasi restricted area.
Sumber : www.weltrekordreise.ch
Gambar 5.12 Electric Road Pricing di Singapura
66 5.4 Sasaran 4 – Terwujudnya sistem
Regulasi yang Terpadu
5.4.1 Strategi 1
“Mewujudkan good governance”
Penyusunan strategi tersebut didasarkan
oleh permasalahan yang ada, yakni
lambatnya respon pemerintah terhadap
pengaduan masyarakat serta belum
optimalnya kinerja pemerintah. Iindikator
dari strategi ini ialah pemerintah memiliki
daya tanggap yang tinggi terhadap
pengaduan masyarakat serta meningkatnya
kinerja aparatur pemerintah
(profesionalisme dan kompetensi). Ber-
dasarkan hal tersebut disusunlah indikasi
program berdasarkan strategi yang ada
untuk mencapai sasaran.
A. Program e-government
Program e-government merupakan bentuk
layanan untuk mendapatkan data dinas di
pemerintahan, akses peman-tauan proses
pembuatan dokumen sipil dan laporan
pengaduan terhadap permasalahan yang
ada secara online seperti yang di terapkan di
Korea Selatan. Setiap masyarakat yang
memiliki KTP dapat meregistrasikan nomor
KTP-nya kemudian log in untuk mendapat-
kan akses tersebut. Hal ini dilakukan untuk
membuka kesempatan yang sebesar-
besarnya bagi masyarakat dalam
menyampaikan aspirasinya secara cepat
sehingga mampu mengatasi permasalahan
lambatnya respon pemerintah terhadap
pengaduan, seperti pengaduan jalan rusak
di Kendal yang hingga 15 tahun belum
mendapat perhatian.
Program ini akan dinaungi oleh Sekda,
dengan dilaksanakannya program ini
diharapkan akan terbentuknya sistem
pemerintahan yang responsif terhadap
pengaduan masyarakat sehingga dapat
melayani masyarakat secara maksimal
dalam mewujudkan sistem regulasi yang
terpadu. Ilustrasi contoh penerapan e-
government dapat dilihat pada Gambar
5.13.
Sumber: www.epeople.go.kr
Gambar 5.12 Tampilan Menu Website Pemerintahan Korea Selatan (versi Google Translate)
B. Program Insentifikasi dan Disinsen-
tifikasi Jam Kerja
Program insentif dan disinsentif merupakan
program yang dinaungi oleh Sekretaris
Daerah pada setiap desa/kelurahan untuk
memotivasi agar capaian kinerja aparat
pemerintahan dalam melaksanakan tugas
utamanya yaitu melayani penduduk,
mengelola wilayah, dan menyelenggarakan
pemerintahan benar-benar optimal
sehingga terbentuknya sistem pemerin-
tahan yang profesional dalam masyarakat
seperti yang terjadi di Korea Selatan.
Bentuk insentif tersebut dapat berupa
tambahan gaji, bonus maupun tunjangan
dan bentuk disinsentif ialah pemotongan
bonus, tunjangan maupun gaji. Hal ini
dilakukan atas dasar permasalahan kurang
profesionalnya aparat pemerintah yaitu
perangkat desa/kelurahan dalam hal
menyediakan dan melakukan pendataan
desa/kelurahan serta jam kerja yang belum
mengikuti peraturan dimana jam kerja ini
sudah berakhir pukul 12.00.
67
5.5 Sasaran 5 – Terwujudnya SDM
yang kompeten
5.5.1 Strategi 1
“Mewujudkan good governance”
Penyusunan strategi tersebut didasarkan
oleh permasalahan yang ada, yakni
kurangnya lembaga pelatihan keterampilan
dari pemerintah yang mewadah minat
masyarakat. Indikator dari strategi ini ialah
pelayanan pemerintah yang responsif
terkait kondisi kualitas SDM. Berdasarkan
hal tersebut disusunlah indikasi program
berdasarkan strategi yang ada untuk
mencapai sasaran.
A. Program Perlindungan dan
Pengembangan Lembaga Ketenaga-
kerjaan
Program perlindungan dan pengembangan
lembaga ketenaga-kerjaan merupakan
program yang dinaungi oleh Dinas Tenaga
Kerja dan Transmigrasi untuk membentuk
LKP pada 52% desa/kelurahan yang belum
memilikinya. Selain itu akan ditingkatkan-
nya standar kesehatan dan keselamatan
bagi pekerja serta menjaga lembaga
keterampilan dan pendidikan yang ada dan
yang akan diadakan menjadi rutin
dilaksanakan pada seluruh desa/kelurahan
sehingga setiap generasi memiliki
kesempatan yang sama untuk memperoleh
keterampilan.
B. Program Penyediaan Pendidikan
Vokasi
Program penyediaan pendidikan vokasi
merupakan program yang dinaungi oleh
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi untuk
membentuk sekolah vokasi sesuai kriteria
masyarakat setempat seperti pendidikan di
bidang pertanian, industri dan perikanan.
Hal ini dilakukan dikarenakan pada lokasi
perencanaan belum terdapat sekolah vokasi
dan tingkat pendidikan masyarakat masih
rendah dimana kondisi awal terdapat 57%
penduduk usia produktif berpendidikan
dibawah SMA sehingga dibutuh pendidikan
untuk meningkatkan keahlian masyarakat,
dengan disediakan-nya fasilitas ini
diharapkan masyarakat akan memiliki
keterampilan yang mampu membuka usaha
bagi dirinya maupun orang lain yang
berdampak menurunnya pengangguran dan
meningkatnya pendapatan masyarakat.
5.5.2 Strategi 2
“Mengadakan dan meningkat-
kan efektivitas program pela-
tihan”
Penyusunan strategi tersebut didasarkan
oleh permasalahan dan potensi yang ada,
yakni banyaknya UMKM yang ada namun
memiliki penduduk yang kurang berdaya
saing. Indikator dari strategi ini ialah
peningkatan intensitas pelaksanaan
program pelatihan keterampilan bagi
masyarakat. Berdasarkan hal tersebut
disusunlah indikasi program berdasarkan
strategi yang ada untuk mencapai sasaran.
A. Fasilitasi Bisnis Inkubator (Pem-
binaan Pelaku Usaha Kecil Menengah)
Program fasilitasi bisnis inkubator
merupakan program yang berangkat dari
potensi banyaknya UMKM yang ada di
Bondokenceng namun pelaku usaha yang
kurang berdaya saing. Program ini akan
dinaungi oleh Dinas Tenaga Kerja dan
Transmigrasi untuk membentuk dan
meningkatkan program pelatihan yang akan
dilakukan secara rutin pada seluruh
desa/kelurahan dimana kondisi awal
terdapat 32% kelurahan belum memiliki
program pelatihan rutin dari pemerintah.
Pelatihan tersebut dimulai dari tahap
pelatihan (materi), evaluasi kelayakan ide
bisnis, fasilitasi investasi, manajemen,
membangun kemitraan hingga
pengendalian dan penciptaan atmosfir
kewirausahaan di lingkungan.
Pembentukan pelatihan ini sesuai dengan
potensi UMKM yang ada di wilayah studi,
dengan disediakannya fasilitas ini
68 diharapkan masyarakat akan memiliki
keterampilan yang mampu membuka usaha
bagi dirinya maupun orang lain serta
meningkatkan kualitas dan kuantitas dari
produksi UMKM yang ada untuk
didistribusikan keluar Bondokenceng.
5.6 Sasaran 6 – Terwujudnya
pengembangan ekonomi lokal yang
berdaya saing
5.6.1 Strategi 1
“Meningkatkan kualitas komo-
ditas unggulan untuk menjaga
kestabilan harga komoditas”
Dasar penyusunan strategi 1 adalah
rendahnya dan kurang berdaya saingnya
produktivitas komoditas padi, jagung, dan
tembakau. Indikator pencapaian dari
strategi ini adalah peningkatan kualitas
komoditas unggulan agar berdaya saing dan
harga komoditas menjadi stabil. Program-
program yang merealisasikan strategi 1
antara lain:
A. Program Peningkatan Produktivitas
Komoditas Unggulan
Program peningkatan produktivitas
komoditas unggulan merupakan salah satu
program yang bertujuan untuk mewujudkan
pengembangan ekonomi lokal yang berdaya
saing. Adanya program ini diharapkan dapat
mengatasi masalah rendahnya produk-
tivitas komoditas unggulan di
Bondokenceng, khususnya komoditas padi,
jagung, dan tembakau serta dapat
memenuhi kebutuhan pangan, khushsnya di
Bondokenceng.
Pengadaan program ini berkaca dari
kesuksesan Kota Chengdu, Tiongkok dalam
mengelola pertanian secara modern dengan
mendorong otomatisasi dan mekaniasi
peralatan pertanian, membangun kelemba-
gaan pertanian yang terpadu, serta
membangun jejaring pasar guna
memperlancar penjualan produk pertanian.
Dalam perencanaannya, akan disediakan
koperasi dan spesialisasi wilayah yang
dapat dilihat pada peta dalam Gambar
5.15.
Sumber: www.chinadaily.com, 2015
Gambar 5.13 Pertanian di Kota Chendu, Tiongkok
Sumber : Hasil Analisis Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015
Gambar 5.14 Peta Rencana Pengembangan Komoditas Padi dan Jagung dan Persebaran Koperasi
Bondokenceng
69 B. Program Koperasi Usaha Pertanian
(KUP)
Program KUP ini bertujuan agar nilai
komoditas hasil produksi pertanian tetap
stabil dan tidak lagi dikontrol oleh para
tengkulak yang merugikan para petani.
Dengan menciptakan 2 unit koperasi (untuk
padi dan jagung) pada tahun 2016
harapannya para petani dapat mencapai
kesejahteraannya secara bersama dan dapat
mewujudkan pengembangan ekonomi lokal
yang berdaya saing. Khusus untuk KUP
komoditas padi diletak di Kecamatan
Cepiring dan komoditas jagung di
Kecamatan Pegandon. Salah satu contoh
program KUP berhasil diterapkan di
Kecamatan Larangan, Kabupaten Brebes.
Kabupaten Brebes masuk menjadi salah
satu nominasi peraih prestasi penghargaan
sebagai Kabupaten Penggerak Koperasi dari
Kementerian Koperasi dan UKM RI tahun
2015 (dikutip dari brebesnews.com).
5.6.2 Strategi 2
“Meningkatkan kompetensi
pelaku usaha mikro menengah”
Dasar penyusunan strategi 2 adalah belum
berkembangnya UMKM yang ada
danpotensi bahwa terdapat beragam UMKM
di Bondokenceng. Indikator pencapaian dari
strategi ini adalah adanya peningkatan
kualitas dari pelaku usaha UMKM agar
dapat mengembangkan dan meningkatkan
hasil produksi UMKM yang ada. Program-
program yang merealisasikan strategi 2
ialah:
A. Program Sentra Industri Kendal
Program sentra industri Kendal merupakan
salah satu program yang diinisiasi Program
ini bertujuan untuk memusatkan kawasan
industri kecil-menengah berdasarkan
produk yang dihasilkan dengan rincian,
sebagai berikut:
Sentra batubata di Botomulyo;
Sentra Batik Jambekusuma di
Jambearum;
Sentra industri makanan ringan di
Jalan Tentara Pelajar; serta
Sentra produksi perikanan tambak di
kawasan wisata Pantai Muara Kencan
dan Pantai Kartika Jaya.
Program ini mengacu pada perkem-bangan
klaster industri di Kota Pekalongan, yang
telah berkembang pesat. Sentra pemasaran
batik di Pasar Sentono telah menjadi wadah
para perajin batik untuk dapat memasarkan
produknya.
Sumber: www.imagesdetik.com, 2015
Gambar 5.15 Sentra Industri Batik di Kota Pekalongan
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 2B Studio
Perencanaan, 2015
Gambar 5.16 Peta Rencana Pengembangan Sentra Industri
Bondokenceng
70
B. Program Fasilitasi Bisnis Inkubator
Program Fasilitasi Bisnis Inkubator
merupakan program yang diinisiasi
untuk membina para pemilik usaha
secara berkala untuk meningkatkan
kompetensi pemilik usaha. Pada
pelaksanaannya, kemampuan pelaku
UMKM ditingkatkan baik dari segi
keterampilan, pengelolaan usaha, mau-
pun financialmisalnya dengan pinjaman
modal sehingga dapat me-ngembangkan
dan meningkatkan hasil produksi UMKM
yang ada pada Kawasan Perkotaan
Kendal. Program inkubator bisnis dapat
dilakukan melalui kerjasama antara
pemerintah dengan pihak akademisi
(perguruan tinggi). Program ini
diharapkan dapat meningkatkan kinerja
usaha UKM sehingga mampu berkem-
bang secara mandiri, berkembang dan
berdaya saing dalam rangka menghadapi
masyarakat ekonomi Asean (MEA).
Target yang diharapkan pada tahun 2035
adalah sebanyak 50% pemilik usaha
dapat terfasilitasi melalui program ini.
Contoh program fasilitasi inkubator
adalah Incubie LPPM IPB yang
menanungi 45 UMKM di Jawa Barat.
5.6.3 Strategi 3
“Mengoptimalkan tanaman mangrove untuk mengatasi rob”
Dasar penyusunan strategi 3 adalah terdapatnya resiko penurunan produktivitas tambak akibat
adanya bencana rob. Indikator pencapaian dari strategi ini adalah terealisasinya penanaman
mangrove untuk mencegah rob di daerah tambak agar nantinya produktivitas tambak dapat
meningkat. Program yang merealisasikan strategi 3 ialah:
A. Program Sejuta Mangrove
Program Sejuta Mangrove merupakan salah
satu solusi permasalahan rob pada area
tambak. Penanaman sejuta mangrove pada
area pesisir Bondokenceng diharapkan
dapat maminimaslisasi adanya ancaman rob
di masa yang akan datang. Pada tahun 2035
diharapkan lahan tambak yang aman ndari
ancaman rob meningkat menjadi 60% dari
luas tambak yang ada. Program ini dikelola
oleh dinas kehutanan. Contoh program
mangrove berhasil diterapkan di Taman
Hutan Raya Ngurah Rai, Bali. Taman
tersebut menjadi kawasan wisata hutan
mangrove yang banyak dikunjungi wisa-
tawan.
Sumber: www.imagesdetik.com
Gambar 5.19 Taman Raya Ngurah Rai, Bali
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015
Gambar 5.18 Rencana Sentra Industri Kendal
71 5.6.4 Strategi 4
“Meningkatkan pengelolaan potensi wisata dengan menarik investasi dari
swasta serta memberdayakan masyarakat”
Dasar penyusunan strategi 4 adalah terdapatnya obyek wisata Pantai Kartika Jaya dan Muara
Kencana serta Bendungan Kedung Pengilon sebagai objek wisata dan sumber air cadangan,
tetapi di sisi lain potensi tersebut belum diolah secara optimal. Indikator pencapaian dari
strategi ini adalah adanya pengelolaan potensi wisata alam dengan menarik investasi dari pihak
swasta dan memberdayakan masyarakat agar potensi wisata alam dapat berkembang secara
optimal. Program yang merealisasikan strategi 4 ialah :
A. Program Kelompok Sadar Wisata
Program Kelompok Sadar Wisata
merupakan upaya dalam pengembangan
potensi wisata pantai yang ada di
Bondokenceng. Potensi wisata di Pantai
Muara Kencana dan Pantai Kartika Jaya
merupakan aset lokal yang dapat
dikembangkan oleh masyarakat sekitar agar
memiliki nilai ekonomis.
Pengembangan tersebut dilakukan dengan
masyarakat menyediakan kebutuhan-
kebutuhan bagi wisatawan seperti tempat
penginapan, tempat makan, tempat oleh-
oleh, kios-kios untuk membeli baju dan
peralatan mandi, serta penyewaan alat-alat
outdoor. Selain pengembangan sumber daya
alam yang ada, masyarakat setempat juga
perlu mendapatkan pelatihan sehingga
memiliki kompetensi dalam pengem-
bangan objek wisata. Pembentukan
kelompok sadar wisata atau asosiasi telah
sukses diterapkan di Pulau Weh, yakni
Asosiasi Pariwisata Pulau Weh - Sabang
(Pulau Weh - Sabang Tourism
Association/PWSTA). Asosiasi tersebut
memiliki peranan penting dalam
mempromosikan kerja sama pemerintah
dan dunia usaha dalam menangani masalah
pemasaran, pelatihan serta masalah
pembangunan lainnya terkait dengan
pengembangan pariwisata.
B. Program Pengembangan Sarana Transportasi Publik
Keberadaan Pantai Muara Kencana, Pantai
Kartika Jaya, dan Bendungan Kedung
Pengilon masih sulit dijangkau oleh
wisatawan karena belum adanya sarana
transportasi yang menjangkau lokasi objek
wisata tersebut. Oleh karena itu, dengan
adanya program penyediaan sarana
transportasi publik ini,di harapkan
wisatawan dapat mengakses objek wisata
pantai dan Bendungan Kedungpengilon
dengan mudah. Penyediaan sarana
transportasi publik yang dimakud juga
harus memiliki sistem yang terintegrasi
antara satu moda dengan moda lainnya.
Selain itu, upaya yang dapat dilakukan
adalah dengan membentuk suatu travel
agency yang menawarkan paket wisata.
C. Program Visit Kendal
Program Visit Kendal merupakan salah satu upaya promosi untuk dapat meningkatkan eksitensi
objek wisata yang ada di Bondokenceng. Promosi wisata dapat dilakukan melalui media cetak
ataupun media social pemerintah kabupaten, serta dalam pameran-pameran skala provinsi atau
nasional. Visit Kendal juga dapat dijadikan tagline pariwisata Bondokenceng sehingga dapat
menarik minat para wisatawan untuk dapat berkunjung ke objek wisata, baik itu wisata pantai
maupun wisata air di Kedung Pengilon. Dalam pelaksanaannya, paket wisata diterap-kan
72 sehingga para wisatawan mendapatkan kemudahan dalam mengujungi obyek-obyek wisata
tersebut. Program ini serupa dengan program city branding yang diterapkan oleh Kota Batu,
yakni Kota Wisata Batu. Adapun desain 3D lokasi wisata Bondokenceng dapat dilihat pada
Gambar 5.20.
(a) (b)
(c)
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015
Gambar 5.20
Desain 3D Lokasi Wisata Bondokenceng (a) Pantai Kartika Jaya; (b) Pantai Muara Kencana;
dan (c) Wisata Kedung Pengilon
“Without leaps of imagination, or dreaming, we lose the excitement of possibilities. Dreaming, after all, is a form of planning” - Gloria Steinem
73
BAB VI STRUKTUR DAN POLA RUANG
6.1 Dasar Penyusunan Rencana Struk-
tur dan Pola Ruang
Selain mempertimbangkan potensi,
permasalahan dan tantangan di masa
mendatang, rencanastruktur dan pola ruang
Bondokenceng tahun 2015-2035 disusun
berdasarkan beberapafaktor, seperti proyeksi
penduduk, rencana pusat permukiman,
kebutuhan infrastruktur serta kebutuhan
lahan. Berikut adalah penjabaran faktor-
faktor yang mendasari penyusunan rencana
struktur dan pola ruang Bondokenceng :
6.1.1 Proyeksi Penduduk Bondoken-
ceng
Jumlah penduduk selalu mengalami kenaikan
tiap tahunnya. Besaran jumlah penduduk
tersebutakan berpengaruh terhadap luasan
kebutuhan lahan untuk permukiman. Untuk
mengetahui estimasi kebutuhan lahan
permukiman di masa mendatang, perlu
dilakukan proyeksi jumlah penduduk sampai
dengan tahun 2035.
Gambar 6.1
Grafik Proyeksi Penduduk 2005-2035
Berdasarkan data dari BPS, diketahui bahwa
jumlah penduduk Bondokenceng tahun 2013
adalah sebesar 233.436 jiwa. Menggunakan
data dasar tahun 2035, didapati proyeksi
penduduk sampai dengan tahun 2025 sebesar
253.024 jiwa, dengan rata-rata pertumbuhan
penduduk sebesar 0,411. Selanjutnya,
berdasarkan informasi yang dikumpulkan
megaproyek KIK akan mulai beroperasi mulai
tahun 2020. Sebagai kecamatan yang
langsung berbatasan dengan Kaliwungu,
diperkirakan dampak pertambahan
penduduk akibat KIK akan sampai di
Bondokenceng pada tahun 2025 (5 tahun
setelah KIK beroperasi). Melihat practice
pertumbuhan penduduk di kecamatan
terdampak Jababeka Bekasi, didapatkan
pertumbuhan penduduk sebesar 3,093 selang
5 tahun industri beroperasi. Menggunakan
data tersebut, maka akan diketahui jumlah
penduduk tahun 2035 sebesar 343.126 jiwa.
6.1.2 Rencana Pusat Permukiman
Identifikasi pusat permukiman dapat
diketahui melalui analisis Skalogram
berdasarkan beberapa indikator ketersediaan
sarana penunjang permukiman perkotaan
yaitu sarana pendidikan, kesehatan,
perekonomian dan transportasi. Berikut
adalah rencana pusat permukiman
Bondokenceng sampai dengan 2035.
222,713
r = 0,411
233,436 245,007 253,024
294,651
r = 3,093
343,126
Jumlah Penduduk
74
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 2B, 2015
Gambar 6.2
Peta Rencana Pusat Permukiman 2035
Sampai dengan tahun 2035, orde I pusat
permukiman adalah kelurahan-kelurahan
yang termasuk ke dalam Fokus Area Kota
Kendal dan Fokus Area Pegandon Ngampel.
pusat pertumbuhan di Bondokenceng yang
memiliki ciri kelengkapan sarana penunjang
aktivitas masyarakat yang lengkap.
Selanjutnya, orde II pusat permukiman
Bondokenceng dengan ketersediaan sarana
penunjang yang cukup lengkap direncanakan
di sepanjang arteri dan jalan kolektor menuju
Pegandon, kelurahan yang termasuk ke dalam
orde II ini adalah Penanggulan, Cepiring,
Langenharjo, Bugangin dan Purokerto.
Sedangkan orde III akan direncanakan di
beberapa daerah dengan warna kuning di
peta, yaitu Kelurahan Lanji, Donosari, Jetis,
Sukolilan, Damarsari, Karangayu dan lainnya.
diketahu
6.1.3 Kebutuhan Infrastruktur
Menggunakan data jumlah penduduk tahun
2035 hasil proyeksi, akan diketahui permintaan
kebutuhan tiap sarana penunjang masyarakat.
Setelah didapatkan permintaan kebutuhan
sarana penunjang, kemudian didapatkan
kebutuhan penambahan tiap saana yang
didapat dari selisih permintaan sarana tahun
2035 dengan ketersediaan saat ini. Identifikasi
kebutuhan struktur ini akan berkontribusi
dalam penentuan kebutuhan luas lahan di pola
ruang. Berdasarkan perhitungan, sampai
dengan tahun 2035 dibutuhkan penambahan
jumlah beberapa sarana penunjang, seperti :
Tabel VI. 1 Penambahan Sarana
Sarana Penambahan Sarana
Pendidikan
SD 64
SMP 40
SMA 40
Kesehatan
Puskesmas 3
Peribadatan
Masjid 12
Gereja 7
Penunjang lain
TPS 10
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 2B, 2015
Menggunakan data jumlah penduduk tahun
2035 hasil proyeksi, akan diketahui Dalam
pembuatan pola ruang, perlu dilakukan
perhitungan luasan kebutuhan lahan tiap zonasi
penggunaan lahan. Klasifikasi zonasi dilakukan
berdasarkan Permen PU No. 20 Tahun 2011.
Berikut adalah rekapitulasi kebutuhan
penggunaan lahan Bondokenceng sampai
dengan tahun 2035 sebagai berikut.
75
Tabel VI.2 Kebutuhan Infrastruktur
A. Kriteria Pengklasifikasian Zona dan Subzona Kawasan Lindung
No Penggunaan Lahan Eksisting Rencana Perubahan
Lahan
1 Perlindungan Setempat - 12.235.130 12.235.130
1.a Garis Sempadan Sungai - 8.424.835 8.424.835
1.b Garis Sempadan Pantai - 2.381.258 2.381.258
1.c Garis Sempadan Rel KA - 733.917 733.917
1.d Garis Sempadan SUTET - 695.120 695.120
2 RTH Kota 4.870 4.870 4.870
Total Luas Penggunaan Lahan 4.870 12.240.000 12.235.130
B. Kriteria Pengklasifikasian Zona dan Subzona Kawasan Budidaya
No Penggunaan Lahan Eksisting Rencana Perubahan
Lahan
1 Zona Perumahan 30.615.896 38.601.879 12.193.940
1.a Rumah Kepadatan Tinggi - 8.714.978 8.710.000
1.b Rumah Kepadatan Sedang - 4.144.867 7.179.836
1.c Rumah Kepadatan Rendah - 25.742.034 26.920.000
2 Zona Perdagangan dan Jasa 721.913 2.220.000 1.498.087
3 Zona Perkantoran 57.425 57.425 0
4 Zona Industri 351.433 980.714 629.281
5 Zona Sarana Pelayanan Umum 624.476 1.457.145 832.669
5.a Pendidikan 426.955 1.120.819 693.864
5.b Kesehatan 48.350 51.071 2.721
5.c Olahraga 53.041 53.041 0
6c Peribadatan 96.130 232.214 136.084
6 Zona Peruntukan Lainnya 125.247.697 102.016.547 -23.231.150
6.a Pariwisata 252.845 890.000 890.000
6.b Pertanian 58.686.890 57.287.392 443.110
6.c Perkebunan 25.244.127 13.503.071 -23.894.127
6.d Pertambakan 18.899.190 14.730.000 -4.169.190
6.e Hutan 8.688.079 8.688.079 0
6.f Semak Belukar 1.218.005 1.218.005 -1.218.005
6.g Tegalan 12.258.561 5.700.000 -6.558.561
7 Zona Peruntukan Khusus 60.209 50.000
7.a Pertahanan dan Keamanan 10.209 10.209 0
7.b TPA - 50.000 50.000
Total Luas Penggunaan Lahan 157.633.919 157.633.919 23.231.250
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015
6.2 Rencana Struktur Ruang Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan
sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara
hierarkis memiliki hubungan fungsional. Rencana struktur ruang Bondokenceng disusun
berdasarkan pertimbangan faktor-faktor eksternal yang ikut berpengaruh terhadap perkembangan
kawasan (driving factors).
76
Dalam beberapa tahun ke depan, terdapat beberapa tantangan yang akan dihadapi Bondokenceng
yaitu pembangunan Trans Tol Jawa Semarang-Batang dengan pintu keluar masuk di Margomulyo,
Pegandon serta penyediaan permukiman dan layanan akibat adanya isu pembangunan KIK di
Kaliwungu. Berikut adalah rencana struktur ruang Bondokenceng tahun 2015-2035 :
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 2B, 2015
Gambar 6.3 Peta Rencana Struktur Ruang Tahun 2015-2035
Struktur ruang terdiri atas sistem pusat pelayanan dan sistem jaringan prasarana.
1. Sistem Pusat Pelayanan
Berikut adalah penjelasan sistem pusat pelayanan dalam struktur ruang Bondokenceng tahun
2015-2035 : Tabel VI.3
Sistem Pusat Pelayanan dalam Struktur Ruang Sistem Pusat Pelayanan Kecamatan Unit Pelayanan Fungsi Kawasan
Pusat Pelayanan Lokal Kota Kendal Satu kabupaten Kendal Pusat pemerintahan, perdagangan dan
jasa, pendidikan, dan pelayanan publik
lainnya
Pusat Pelayanan
Kawasan
Pegandon Kecamatan Pegandon,
Ngampel, Gemuh
Pusat pertumbuhan baru, pusat
permukiman, perdagangan jasa,
pelayanan publik lainnya
Pusat Kegiatan
Lingkungan
Cepiring Seluruh kelurahan di
Kecamatan Cepiring
Pertanian, industri, perdagangan dan
jasa, pelayanan publik lainnya
Patebon Seluruh kelurahan di
Kecamatan Patebon
Pertanian, peternakan, pelayanan publik
lainnya
Ngampel Seluruh kelurahan di
Kecamatan Ngampel
Pertanian, pelayanan publik lainnya
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015
77
Rencana sistem pusat pelayanan
Bondokenceng terbagai atas Pusat
Kegiatan Lokal, Pusat Pelayanan Kawasan
dan Pusat Kegiatan Lingkungan.
a. Pusat Kegiatan Lokal (PKL)
Pusat kegiatan lokal adalah kawasan
perkotaan yang berfungsi untuk melayani
kegiatan skala kabupaten/kota atau
beberapa kecamatan. PKL Kota Kendal ini
berfungsi sebagai pusat pemerintahan
daerah skala Kabupaten, pusat
perdagangan dan jasa skala Kabupaten
serta sebagai pusat pendidikan. Sebagai
poros aktivitas manusia dan poros
perekonomian di Kabupaten Kendal,
secara eksisting Kota Kendal dianggap
belum menjalankan perannya dengan
baik. Hal ini dibuktikan dengan buruknya
infrastruktur yang ada, pelayanan
transportasi yang masih belum optimal,
kinerja Pasar Induk Kota Kendal yang
kurang optimal, serta minimnya
ketersediaan sarana penunjang
kebutuhan tersier. Sebagai Pusat Kegiatan
Lokal skala Kabupaten, Kota Kendal ini
akan direncanakan sebagai pusat
pemerintahan terpadu, permukiman
skala besar, penambahan fasilitas-fasilitas
penunjang kebutuhan sekunder maupun
tersier, pembuatan sentra industri
makanan ringan, serta peningkatan
kapasitas pelayanan dari sarana-sarana
skala regional seperti Rumah Sakit.
b. Pusat Pelayanan Kawasan
Pusat pelayanan kawasan adalah
kawasan perkotaan yang berfungsi untuk
melayani kegiatan skala kecamatan atau
beberapa desa. Secara eksisting,
penggunaan lahan yang ada di Kecamatan
Pegandon ini didominasi oleh sawah.
Namun melihat adanya tantangan masa
depan bahwasannya akan dibangun pintu
keluar masuk di Margomulyo, Pegandon
ini akan difungsikan sebagai Pusat
Pelayanan Kawasan yang akan melayani
Kecamatan Pegandon, Ngampel serta
Gemuh. Dampak akibat pembangunan
pintu keluar tol adalah perubahan
penggunaan lahan akibat permintaan
akan kebutuhan lahan permukiman yang
meningkat di area tersebut karena faktor
aksesibilitas. Dampak selanjutnya adalah
tantangan penyediaan berbagai sarana
prasarana publik untuk menunjang
permukiman. Melihat tantangan tersebut,
Pegandon ini akan difungsikan sebagai
pusat pertumbuhan baru di Bondo-
kenceng, dengan fungsi utama kawasan
berupa permukiman, perumahan besar
dan perdagangan jasa. Untuk mendukung
Pegandon sebagai PPK, nantinya
kapasitas Kalibodri akan ditingkatkan
sebagai stasiun penumpang.
c. Pusat Kegiatan Lingkungan
Pusat kegiatan lingkungan adalah pusat
permukiman yang berfungsi untuk
melayani kegiatan skala antar desa.
Rencana pusat kegaiatan lingkungan di
Bondokenceng terdiri atas tiga
kecamatan, yaitu Kecamatan Cepiring,
Patebon dan Ngampel. Ketiga kecamatan
ini mempunyai fungsi dan peran sebagai
penyokong aktivitas perkotaan, berupa
pertanian, pertambakan, perkebunan
ataupun rekreasi. Kecamatan Cepiring
dan Patebon selanjutnya akan
dikembangkan sebagai daerah prioritas
pengembangan komoditas padi.
Kecamatan Ngampel bersama Pegandon
selanjutnya akan dikembangkan sebagai
daerah prioritas pengembangan
komoditas jagung. Permukiman yang
akan berkembang di daerah-daerah ini
merupakan permukiman perdesaan.
Sarana prasarana yang akan
dikembangkan adalah sarana berskala
lokal untuk pelayanan permukiman
perdesaan.
78
2. Sistem Jaringan Prasarana
Secara eksisting, jaringan jalan yang ada di
Bondokenceng terdiri atas jalan arteri yang
membujur dari barat ke timur, jalan kolektor,
jalan lokal dan jalan lingkungan. Selanjutnya,
akan direncanakan pula pusat pertumbuhan
baru di Pegandon. Sehingga, nantinya akan
ada dua pusat pertumbuhan di Bondo-
kenceng, yaitu di Kota Kendal dan di
Pegandon. Maka dari itu, agar kedua pusat ini
bisa terintegrasi dengan baik, jalan lokal yang
saat ini menghubungkan dua area tersebut
akan ditingkatkan kapasitasnya menjadi jalan
kolektor.Nantinya jalan tersebut juga akan
menjadi salah satu koridor BRT.
Selanjutnya melihat beberapa tantangan di
masa depan, sebagai upaya dalam
peningkatan kapasitas transportasi
Bondokenceng akan dibangun Terminal Tipe
C di Cepiring. Penempatan terminal di lokasi
tersebut dikarenakan letaknya yang strategis,
sebagai nodes dari beberapa titik baik dari
arah Kota Kendal, Cepiring, Patebon maupun
ke Pegandon dan Ngampel. Saat ini, di
Pegandon juga terdapat stasiun Kalibodri
yang beroperasi sebagai stasiun bongkar
muat barang. Karena nantinya Pegandon akan
dijadikan sebagai pusat pertumbuhan baru,
stasiun ini kemudian akan ditingktkan
kapasitasnya sebagai stasiun penumpang.
6.3 Rencana Pola Ruang
Pola ruang adalah distribusi peruntukan
ruang dalam suatu wilayah yang meliputi
peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan
peruntukan ruang untuk fungsi budi daya.
Penentuan pola ruang ini didasarkan pada
rencana struktur ruang. Penyusunan pola
ruang ini dibuat berdasarkan konsep
pengembangan yaitu Smart Growth City,
dengan intervensi fisik melalui lahan
terbangun yang lebih kompak dan mix use-
land. Berikut adalah rencana pola ruang
Bondokenceng tahun 2015-2035 :
Sumber: Hasil Analisis Kelompok, 2015
Gambar 6. 4 Peta Rencana Pola Ruang
Berikut penjelasan dari rencana pola ruang
Bondokenceng tahun 2015-2035 :
1. Kawasan Budidaya
Kawasan budidaya adalah wilayah yang
ditetapkan dengan fungsi utama untuk
dibudidayakan atas dasar kondisi dan
potensi sumber daya alam, sumber daya
manusia, dan sumber daya buatan.
Berikut penjabaran zonasi kawasan
budidaya Bondokenceng :
a. Zona Perumahan
Zona perumahan ini terdiri atas kawasan
perumahan padat tinggi, perumahan
padat sedang, dan perumahan padat
rendah. Secara umum, pemenuhan
kebutuhan permukiman akan diarahkan
ke Fokus Area Kota Kendal dan Fokus
Area Pegandon Ngampel. Hal tersebut
dilakukan agar pembangunan akan lebih
kompak di kawasan perkotaan
Bodokenceng, serta meminimalisasi
konversi lahan pertanian di wilayah
studi, mengingat Kendal merupakan
salah satu daerah yang difungsikan untuk
79
pengem-bangan pertanian pangan
menurut RTR Jawa Bali 2011 Perumahan
dengan kepa-datan tinggi akan
direncanakan di Fokus Area Kota Kendal
dan Fokus Area Pegandon-Ngampel.
Karakteristik dari perumahan dengan
kepadatan tinggi ini adalah pemba-
ngunan vertical building sebesar 50% di
Fokus Area Kota Kendal dan Fokus Area
Pegandon Ngampel dengan ketinggian
bangunan maksimal 4 lantai. Luasan
perumahan kepadatan tinggi ini sekitar
871 ha. Selanjutnya, perumahan kepa-
datan sedang ini di rencanakan akan
berkembang secara linear di sepanjang
Jalan Arteri dan Jalan Kolektor (rencana)
menuju Pegandon.
Secara eksisting, permukiman yang saat
ini berkembang di sekitar jalan tersebut
memiliki kelengkapan fasilitas perkotaan
yang cukup lengkap. Luasan perumahan
dengan kepadatan sedang ini direnca-
nakan sebesar 414 ha. Sedangkan untuk
perumahan dengan kepadatan rendah
akan tersebar di seluruh Bondokenceng,
dengan kecenderungan karakteristik
perdesaan. Luasan rumah kepadatan
rendah ini ditafsir sekitar 2.572 ha.
b. Zona Perdagangan dan Jasa
Rencana pengembangan zona
perdagangan jasa ini akan di arahkan di
sepanjang jalan arteri serta jalan
kolektor (rencana) menuju Pegandon.
Jenis service yang ditawarkan mulai dari
retail, grosir, pusat perbelanjaan,
pertokoan, tempat makan dan jasa-jasa
lainnya. Luasan perdagangan ini
direncanakan sebesar 222 ha atau
bertambah 150 ha dari luasan eksting.
c. Zona Perkantoran
Zona perkantoran yang direncanakan
merupakan perkantoran pemerintahan.
Fungsi dari zona ini adalah pelayanan
terhadap publik, baik dari keperluan
administratif, kebutuhan data, maupun
aduan-aduan.
Secara eksisting, keberadaan dari kantor-
kantor dinas sudah dipusatkan di Kota
Kendal, namun pada kenyataannya
masih ada beberapa dinas yang belum
direlokasi. Selanjutnya, sampai dengan
tahun 2035, zona ini akan dipusatkan
satu lokasi yaitu di Pegulon dan
Patukangan dengan konsep
pengambangan Super Blok. Luasan zona
ini adalah 5,7 ha.
d. Zona Industri
Zona industri ini terdiri atas industri
besar serta industri kecil. Secara eksting,
terdapat sebuah industri gula besar di
Cepiring. Kawasan tersebut akan
dipertahankan sampai dengan tahun
2035. Selanjutnya, untuk mewadahi
pengembangan sentra UMKM akan
ditetapkan beberapa daerah sentra,
diantaranya adalah sentra batu bata di
Boto Mulyo, sentra Batik Jambekususma
di Jambearum serta pembentukan wajah
Jalan Tentara Pelajar sebagai pusat oleh-
oleh khas Kendal hasil pengembangan
UMKM. Luasan zona industri ini sebesar
98 ha bertambah sebesar 62 ha dari
eksiting.
e. Zona Sarana Pelayanan Umum
Zona pelayanan umum ini terdiri atas
sarana-sarana penunjang aktivitas
manusia mulai dari pendidikan,
kesehatan dan olahraga. Secara eksisting,
penawaran yang diberikan oleh fasilitas-
fasilitas ini dinilai belum mampu
memenuhi permintaan penduduk, baik
secara spasial maupun perbandingan
dengan standar Indonesia. Sarana
tersebut diantaranya adalah SD, SMP,
SMA, dan puskesmas. Rencananya akan
ditambahkan beberapa fasilitas sehingga
kebutuhan masyarakat bisa terlayani.
Luasan zona ini akan direncanakan akan
bertambah sebesar 83,2 ha di tahun
2035.
80
f. Zona Peruntukan Lainnya
Zona ini terdiri dari peruntukan lahan
untuk pertanian, perkebunan,
pertambakan, hutan, tegalan serta
pariwisata.Berdasarkan RTR Pulau Jawa
Bali Tahun 2011,Kabupaten Kendal
bersama Demak dan Grobogan
direncanakan sebagai kawasan sentra
pertanian pangan. Kawasan LP2B akan
tetap dipertahankan, kecuali di beberapa
spot yang produktivitasnya rendah.
Konversi untuk permukiman akan
dilakukan pada penggunaan lahan semak
belukar, tegalan, pertambakan,
perkebunan dan seikit sawah. Luas lahan
yang akan dikonversi adalah sebesar
2.498 ha. Selanjutnya, berdasarkan data
yang didapatkan, Cepiring adalah daerah
dengan produksi padi terbesar di
Bondokenceng. Sehingga, ke depannya
Cepiring ini akan dikembangkan sebagai
prioritas pengambangan padi dan akan
dibangun koperasi pertanian di sana.
Sedangkan untuk pengembangan
komoditas jagung akan dikembangkan di
Pegandon, hal ini dikarenakan produksi
jagung terbesar di Bondokenceng ada di
Kecamatan tersebut. Di Pegandon
nantinya juga akan dibangun koperasi
pertanian.
g. Zona Peruntukan Khusus
Zona peruntukan khusus ini terdiri atas
pertanahan dan keamanan dan TPA. TPA
Jatirejo yang telah ditutup di tahun 2012
ini rencananya akan reaktivasi kembali
sampai dengan tahun 2035. Luas lahan
yang dibutuhkan untuk zona ini adalah
sebesar 5 ha.
2. Kawasan Lindung
a. Perlindungan Setempat
Secara eksiting, upaya perlindungan
setempat ini belum diterapkan. Buktinya
adalah ada beberapa bangunan yang
ditemui di sempadan sungai. Semestinya,
daerah-daerah ini merupakan kawasan
konservasi yang tidak bolek
diperuntukkan untuk lahan terbangun
karena bisa mengganggu keseimbangan
lingkungan dan membahayakan
masyarakat sekitar. Rencananya akan
dibuat kawasan pelindungan berupa
garis sempadan sungai, pantai, rel KA
serta SUTET dengan luasan sebesar
1.223 ha.
b. RTH Kota
RTH Kota ini berfungsi untuk menjaga
iklim makro perkotaan. Penyediaan RTH
Kota berupa alun-alun dan beberapa
taman kota yang disediakan dengan
luasan sebesar 0,48 ha.
Andai kota itu peradaban, rumah kami adalah budaya, dan menurut ibu, tiang serinyaadalah agama.” ― Faisal Tehrani
81
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (n.d.-a). Smart Growth. Retrieved November 20, 2015, from
http://www.smartgrowthpartnership.org/smart-growth-principles/
Anonim. (n.d.-b). Smart Growth Principle. Retrieved from
http://www.smartgrowth.bc.ca/Default.aspx?tabid=133
Anonim. (n.d.-c). Theoritical Background on Alternative Layout Proposals. Retrieved November
26, 2015, from
http://dspace.nwu.ac.za/bitstream/handle/10394/9517/Lategan_LG_Chapter_3.pdf?seque
nce=4
Badan Kepegawaian Daerah. (n.d.). Kepegawaian Kabupaten Kendal. Retrieved November 5,
2015, from bkd.kendalkab.go.id
Bappeda Kabupaten Kendal. (2010). Laporan Akhir Kajian Potensi Ekonomi Kabupaten Kendal.
Kendal: Sigra Nitisara.
Bhatta, B. (2010). Analysis of Urban Growth and Sprawl from Remote Sensing Data. Retrieved from
http://www.springer.com/cda/content/document/cda_downloaddocument/9783642052
989-c1.pdf?SGWID=0-0-45-876948-p173940766
BPS Kabupaten Kendal. (2014). Kendal Dalam Angka 2014. Kendal: Badan Pusat Statistik.
Retrieved from http://kendalkab.bps.go.id/
BPS Kabupaten Kendal. (2015). Kecamatan Dalam Angka. Retrieved November 16, 2015, from
kendalkab.bps.go.id/
Dinas Pariwisata Kabupaten Kendal. (n.d.). Informasi Seputar Kepariwisataan Kabupaten Kendal.
Retrieved November 6, 2015, from infopariwisata.kendalkab.go.id
Haryadi, B. (2007). Kepadatan Kota dalam Perspektif Pembangunan (Transportasi)
Berkelanjutan. Jurnal Teknik Sipil Dan Perencanaan, 9.
Irham. (2014). Mengintip Curitiba, Kota Hijau Kelas Dunia. Retrieved November 2, 2015, from
https:www.kompasiana.com/irhamwp/mengintip-curitiba-kota-hijau-kelas-
dunia_54851ea33311855e8b4a17
Jaringan Dokumentasi & Informasi Hukum Kabupaten Kendal. (n.d.). Jaringan Dokumentasi &
Informasi Hukum Kabupaten Kendal. Retrieved November 6, 2015, from
jdih.kendalkab.go.id
Patricios, N. (2002). Urban Design Principles of the OriginalNeighborhood Concepts. Miami.
Retrieved from
https://works.bepress.com/cgi/viewcontent.cgi?article=1028&context=nicholas_patricios
Pontoh, N. K. (2008). Pengantar Perencanaan Perkotaan. Bandung: Penerbit ITB.
Rahmana, R. M. (2012). Use Principles of New Urbanism Approach in Designing Sustainable Urban
Spaces Principles of New Urbanism. International Juournal of Applied Science and Technology,
2.
Rasyidi, A. (2004). Pembangunan Kota Berkelanjutan: Belajar dari Curitiba. Jurnal Perencanaan
Wilayah Dan Kota Institut Teknologi Bandung, 15, 16–31.
Riyadi, B. D. S. (2003). Perencanaan Pembangunan Daerah Stategi Menggali Potensi dalam
82
Mewujudkan Otonomi Daerah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Sari, D. P. (n.d.). Konsep Smart Growth, Compact City dan “Retrofitting” sebagai Solusi Urban
Sprawl di Kota-kota Besar di Indonesia Kasus: Pusat Kota dan Pinggiran Kota di Yogyakarta.
Jurnal Arsitektur Dan Desain, 1.
Ubashshar, S. (n.d.). Neighborhood Unit. Retrieved from
https://www.academia.edu/8250532/NEIGHBOURHOOD_CONCEPT.
Top Related