Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

100

Transcript of Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

Page 1: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan
Page 2: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

ii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan

kemudahan, kesabaran, serta kekuatan kepada penulis dalam menyusun produk mata kuliah

Studio Perencanaan ini. Dalam menyelesaikan produk mata kuliah Studio Perencanaan ini tidak

lepas dari pihak-pihak yang telah mendukung, membantu, serta memberi masukan untuk

menjadikan produk mata kuliah Studio Perencanaan ini lebih baik. Oleh karena itu, penulis

mengucapkan terimakasih kepada:

1. Dr. Fajar Hari Mardiansyah, Dr. –Ing. Wisnu Pradoto, Dr. –Ing. Wiwandari Handayani,

Sariffuddin, MT, dan Anang Wahyu Sejati, MT selaku tim dosen pengampu yang telah

memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan laporan akhir ini;

2. Orang tua yang selalu memberikan dukungan dalam semangat dan doa untuk

kelancaran penyusunan produk mata kuliah Studio Perencanaan ini;

3. Pak Komaris yang telah meminjamkan rumahnya sebagai tempat tinggal sementara

kelompok Bondokenceng selama satu minggu di Kabupaten Kendal;

4. Serta masih banyak lagi pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan

akhir ini yang tidak dapat disebut satu per satu.

Dalam penyusunan produk mata kuliah Studio Perencanaan ini, penulis menyadari

bahwa produk yang telah tersusun ini masih jauh dari sempurna. Namun penulis berharap,

produk perencanaan yang telah disusun dapat bermanfaat untukbekal pembelajaran

kedepannya.

Semarang, 6 Januari 2016

Penulis

Kelompok 2B Studio Perencanaan

Page 3: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

STUDIO PERENCANAAN

BONDOKENCENG, KABUPATEN KENDAL

(TKP 437P)

Kelompok 2B

Septian Edo A P 21040113130136 Arief Adhika Widyatama 21040112170001 Sari Sadtyaningrum 21040112170002 Kiki Andriani 21040113120006 Guntur Pamungkas 21040113120010 Ahmad Dayrobi 21040113120012 Halimatussa’diah 21040113120016 Putri Auliza Wulandari 21040113120018 Rizka Nur Oktafiani 21040113120020 Aida Ulfa Faza 21040113120028 Deanira Chikita Edelweis 21040113120034 Dhita Mey Diana 21040113120038 Aqib Abdul Aziz 21040113120040 Bayu Rizqi 21040113120050 Nafisah Anas 21040113120054 Intan Hasiani Pasaribu 21040113120056

Siti Kurniawati 21040113120062 Godlive Handel Immanuel 21040113120064 Intan Hapsari Hasmantika 21040113130068 Brillian Syafiria 21040113140076 Iswahyudi Anton 21040113130082 Mazaya Ghaizani N 21040113140086 Noval Pinasthika 21040113130090 Artha Segnita 21040113130094 Sally Indah N 21040113130096 Ayu Setya Kemalasari 21040113140102 Nurul Almira 21040113130104 Yoshe Rezky A M P 21040113130106 Laras Kun Rahmanti 21040113130114 Yoga Bagas Saputra 21040113130116 Ahmad Aulia Nur Haq 21040113130120

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2016

Page 4: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan
Page 5: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iii

DAFTAR GAMBAR v

DAFTAR TABEL vii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 2

1.3 Tujuan dan Sasaran 3

1.3.1 Tujuan 3

1.3.2 Sasaran 3

1.4 Ruang Lingkup Perencanaan 3

1.4.1 Ruang Lingkup Substansi 3

1.4.2 Ruang Lingkup Wilayah 3

1.5 Kerangka Pikir 5

1.6 Sistematika Penulisan 5

BAB II PROFIL WILAYAH 7

2.1 Konstelasi Wilayah 8

2.2 Aspek Keruangan 8

2.2.1 Karakteristik Fisik Lahan 8

2.2.2 Infrastruktur 12

2.2.3 Karakteristik Keruangan Wilayah 24

2.3 Aspek Non-Fisik 26

2.3.1 Kependudukan 26

2.3.2 Perekonomian 30

2.3.3 Kebijakan Pemerintah 36

BAB III POTENSI DAN PERMASALAHAN 41

3.1 Potensi Wilayah 41

3.2 Masalah Wilayah 44

BAB IV TUJUAN DAN KONSEP PERENCANAAN 51

4.1 Tujuan 51

4.2 Konsep Perencanaan Wilayah 52

4.2.1 Justifikasi Konsep 54

4.2.2 Best Practice Smart Growth 55

4.3 Sasaran 56

BAB V STRATEGI DAN INDIKASI PROGRAM 57

5.1 Sasaran 1 57

5.1.1 Strategi 1 57

5.1.2 Strategi 2 59

5.2 Sasaran 2 60

5.2.1 Strategi 1 60

5.3 Sasaran 3 63

5.3.1 Strategi 1 63

5.4 Sasaran 4 66

5.4.1 Strategi 1 66

5.5 Sasaran 5 67

Page 6: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

iv

5.5.1 Strategi 1 67

5.5.2 Strategi 2 67

5.6 Sasaran 6 68

5.6.1 Strategi 1 68

5.6.2 Strategi 2 69

5.6.3 Strategi 3 70

5.6.4 Strategi 4 71

BAB VI STRUKTUR DAN POLA RUANG 73

6.1 Dasar Penyusunan Rencana Struktur dan Pola Ruang 73

6.1.1 Proyeksi Penduduk Bondokenceng 73

6.1.2 Rencana Pusat Permukiman 73

6.2 Rencana Struktur Ruang 75

6.3 Rencana Pola Ruang 78

DAFTAR PUSTAKA 81

Page 7: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

v

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Peta Administrasi Bondokenceng 4

Gambar 1.2 Kerangka Pikir 5

Gambar 2.1 Konstelasi Wilayah 7

Gambar 2.2 Peta Hidrogeologi Bondokenceng 8

Gambar 2.3 Peta Hidrologi Bondokenceng 8

Gambar 2.4 Peta Rawan Bencana Banjir Bondokenceng 9

Gambar 2.5 Peta LP2B Bondokenceng yang Rawan Bencana Banjir 9

Gambar 2.6 Peta Daya Dukung Lahan Bondokenceng 10

Gambar 2.7 Peta Penggunaan Lahan Bondokenceng 11

Gambar 2.8 Peta Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) Bondokenceng 11

Gambar 2.9 Peta Kesesuaian Lahan Bondokenceng 11

Gambar 2.10 Peta Jalan Berdasarkan Fungsi di Bondokenceng 13

Gambar 2.11 Peta Jalan Rusak Berdasarkan Fungsidi Bondokenceng 14

Gambar 2.12 Kondisi Jalan Rusak Berat dan Sedang di Bondokenceng 14

Gambar 2.13 Peta Trayek Kurus dan Trayek Gemuk di Bondokenceng 15

Gambar 2.14 Peta Trayek Angkutan Umum Bondokenceng 15

Gambar 2.15 Peta Lokasi Stasiun Kalibodri di Kelurahan Tegorejo 16

Gambar 2.16 Presentase Pengguna Air Bersih Bondokenceng 17

Gambar 2.17 Drainase Sekunder Kecamatan Cepiring 18

Gambar 2.18 TPS di Kelurahan Ketapang, Kota Kendal 19

Gambar 2.19 Jamban pada Pinggir Sungai 19

Gambar 2.20 Ketersediaan Infrastruktur Pendidikan di Bondokenceng 20

Gambar 2.21 Peta Jangkauan Sarana Pendidikan di Bondokenceng 21

Gambar 2.22 Peta Jangkauan Sarana Kesehatan di Bondokenceg 21

Gambar 2.23 Peta Jangkauan Sarana Peribadatan di Bondokencengg 21

Gambar 2.24 Sarana Peribadatan di Bondokenceng 22

Gambar 2.25 Kantor Kelurahan dan Kantor Urusan Agama di Bondokenceng 23

Gambar 2.26 Peta Pusat Kawasan Permukiman Bondokenceng 24

Gambar 2.27 Struktur Ruang Eksisting Bondokenceng 25

Gambar 2.28 Pola Ruang Eksisting Bondokenceng 25

Gambar 2.29 Grafik Jumlah Penduduk Bondokenceng Tahun 2005-2014 26

Gambar 2.30 Peta Kepadatan penduduk Penduduk Bondokenceng Tahun 2014 26

Gambar 2.31 Piramida Penduduk tiap kecamatan di Bondokenceng Tahun 2014 27

Gambar 2.32 Presentase Jumlah Penduduk menurut Tingkat Pendidikan Bondokenceng 28

Gambar 2.33 Grafik Jumlah Pengangguran di Bondokenceng Tahun 2014 28

Gambar 2.34 Presentase Jumlah Pengangguran di Bondokenceng terhadap Kabupaten

Kendal Tahun 2014 28

Gambar 2.35 Grafik Jumla Keluarga Miskin di Bondokenceng Tahun 2014 29

Gambar 2.36 Presentase Jumlah Penduduk Miskin di Bondokenceng terhadap

Kabupaten Kendal Tahun 2014 29

Gambar 2.37 Peta Sebaran UMKM 30

Gambar 2.38 UMKM Unggulan di Bondokenceng 30

Gambar 2.39 Kegiatan Pertanian di Bondokenceng 32

Gambar 2.40 Peta Prioritas Pengembangan Komoditas Padi Sawah Sektor Pertanian di

Bondokenceng 33

Gambar 2.41 Peta LP2B di Bondokenceng 33

Page 8: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

vi

Gambar 2.42 Produksi Hasil Perikanan Air Tawar Bondokenceng 34

Gambar 2.43 Produksi Hasil Perikanan Air Payau Bondokenceng 34

Gambar 2.44 Peta Potensi Wisata Alam di Bondokenceng 35

Gambar 2.45 Pantai Kartikajaya dan Pantai Muara Kencana 36

Gambar 3.1 Peta Potensi Bondokenceng 43

Gambar 3.2 Skema Potensi Bondokenceng 44

Gambar 3.3 Skema Masalah Bondokenceng 48

Gambar 3.4 Skema Tantangan Bondokenceng 49

Gambar 4.1 Skema Konsep Bondokenceng 52

Gambar 5.1 Dokumentasi Gerakan Sejuta Biopori Kota Bandung 58

Gambar 5.2 Peta Rencana Persebaran Embung Bondokenceng 58

Gambar 5.3 Peta Rencana Jaringan Persampahan Bondokenceng 60

Gambar 5.4 Pasar Segaman Purbalingga 61

Gambar 5.5 Peta Rencana Persebaran SMP di Bondokenceng 62

Gambar 5.6 Peta Rencana Persebaran SMA di Bondokenceng 62

Gambar 5.7 Peta Rencana Persebaran Puskesmas di Bondokenceng 63

Gambar 5.8 Peta Rencana Persebaran Perbaikan Jalan Rusak Bondokenceng 64

Gambar 5.9 Multmodal Mexico City 64

Gambar 5.10 Metro di Las Vegas 64

Gambar 5.11 Peta Rencana Trayek Angkutan Umum Bondokenceng 65

Gambar 5.12 Electronic Road Pricing di Singapura 65

Gambar 5.13 Tampilan Menu Website Pemerintahan Korea Selatan 66

Gambar 5.14 Pertanian di Kota Chendu, Tiongkok 68

Gambar 5.15 Sentra Industri Batik di Kota Pekalongan 68

Gambar 5.16 Peta Rencana Pengembangan Sentra industri Bondokenceng 69

Gambar 5.17 Taman Raya Ngurah Rai, Bali 70

Gambar 5.18 Rencana Sentra Industri Kendal 70

Gambar 5.19 Taman Raya Ngurah Rai, Bali 70

Gambar 5.20 Desain 3D Lokasi Wisata Bondokenceng 71

Gambar 6.1 Grafik Proyeksi Penduduk 2005-2035 73

Gambar 6.2 Peta Rencana Pusat Permukiman 2035 74

Gambar 6.3 Peta Rencana Struktur Ruang Tahun 2035 76

Gambar 6.4 Peta Rencana Pola Ruang Tahun 2035 78

Page 9: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

vii

DAFTAR TABEL

Tabel II.1 Tabel Skoring Daya Dukung Lahan Bondokenceng 10

Tabel II.2 Panjang Jalan Rusak per Kecamatan Bondokenceng 13

Tabel II.3 Penyediaan Prasarana Persampahan Bondokenceng 18

Tabel II.4 Presentase Besaran Daya Listrik yang Digunakan Oleh Penduduk

Bondokenceng 20

Tabel II.5 Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan Wilayah

Bondokenceng Tahun 2014 27

Tabel II.6 UMKM Unggulan di Bondokenceng 31

Tabel II.7 Tinggkat Prioritas Padi Sawah Bondokenceng Tahun 2010-2014 32

Tabel II.8 Status Dan Peran Organisasi di Kabupaten Kendal 38

Tabel III.1 Potensi, Kendala dan Tantangan di Bondokenceng 41

Tabel III.2 Masalah dan Fakta 44

Tabel III.3 Tantangan 49

Tabel VI.1 Penambahan Sarana 74

Tabel VI.2 Kebutuhan Infrastruktur 75

Tabel VI.3 Sistem Pusat Pelayanan dalam Struktur Ruang 76

Page 10: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan
Page 11: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

1

BAB I PENDAHULUAN

Sumber:www.2indonesia.com

1.1 Latar Belakang

Perencanaan adalah suatu proses

menentukan apa yang ingin dicapai di masa

yang akan datang serta menetapkan tahapan-

tahapan yang dibutuhkan untuk

mencapainya (Alder, 1999). Perencanaan

wilayah dan kota merupakan salah satu

cabang perencanaan yang berkaitan dengan

perancangan dan penempatan kegiatan-

kegiatan dan infrastruktur secara efisien

pada suatu lahan yang luas (Wahyono,

2007:30).

Dalam laporan ini, yang menjadi wilayah

perencanaan ialah wilayah Bondokenceng

yang mencakup lima kecamatan di

Kabupaten Kendal yaitu Kecamatan Patebon,

Pegandon, Kota Kendal, Cepiring, serta

Ngampel. Kelima kecamatan tersebut

dibedakan menjadi Area Regional serta

Fokus Area. Terdapat 2 fokus area yakni

Fokus Area Kota Kendal dan Fokus Area

Pegandon-Ngampel. Penetapan fokus area

didasarkan dari isu-isu yang ada di masa

sekarang dan berdampak di masa depan.

Adapun isu-isu strategis tersebut ialah

adanya pembangunan KIK (Kawasan Industri

Kendal) dan Trans Tol Jawa. Fokus Area Kota

Kendal dipilih karena pada wilayah ini perlu

dilakukan peningkatan fungsi dan kapasitas

terkait fungsinya sebagai ibukota Kabupaten

Kendal untuk memberikan pelayanan kepada

masyarakat. Selain itu, letaknya yang dekat

dengan kawasan industri di Kaliwungu juga

membuat fokus area ini perlu direncanakan

sebagai permukiman baru bagi para tenaga

kerja industri. Adapun Fokus Area Pegandon-

Ngampel dipilih untuk menghadapi rencana

pembangunan pintu keluar jalan Tol Trans

Jawa. Kedua fokus area ini perlu

direncanakan agar tidak berkembang

menjadi permukiman sprawl, serta harus

saling terhubung dan terintegrasi sebagai

satu kesatuan yang saling mendukung dalam

satu kawasan Bondokenceng.

Dari sudut pandang permasalahan, kawasan

Bondokenceng memiliki permasalahan

utama yaitu:

“Belum optimalnya Bondokenceng dalam menjalankan peran dan fungsinya sebagai

pusat pelayanan (ibukota) Kabupaten Kendal”.

Dari permasalahan ini, dirumuskan tujuan

perencanaan yaitu:

“Mewujudkan Bondokenceng sebagai pusat pelayanan dan permukiman,

terintegrasi dan berdaya saing pada tahun 2035”.

Melihat dari isu dan permasalahan ini, maka

diusunglah suatu konsep perencanaan yang

dapat menyelesaikan permasalahan

perencanaan dan mewujudkan tujuan

perencanaan. Konsep tersebut ialah konsep

Smart Growth. Konsep ini memusatkan

pertumbuhan suatu kota hanya pada pusat

kota untuk menghindari urban sprawl serta

berkaitan juga dengan pengembangan

transportasi publik dan juga mixed-use land.

Sedangkan untuk Fokus Area Kota Kendal

mengusung konsep Superblock dan Fokus

Area Pegandon-Ngampel mengusung konsep

New Urbanism. Kedua konsep tersebut

merupakan implementasi dari konsep Smart

Growth, tetapi disesuaikan dengan

Page 12: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

2

permasalahan dan tujuan dari masing-

masing fokus area.

Setelah menentukan semua kebutuhan

terkait perencanaan baik Regional maupun

Fokus Area, kemudian dibentuk sasaran-

sasaran serta indikasi-indikasi program dari

tiap sasaran. Selain itu, ditentukan pula

jangka waktu pelaksanaan tiap program

serta pihak-pihak terkait sesuai dengan

perannya agar perencanaan dapat

dilaksanakan dengan sistematis, terorganisir,

efektif, dan efisien. Hasil dari perencanaan ini

kemudian divisualisasikan ke dalam Rencana

Strukur Ruang, Rencana Jaringan, Rencana

Pola Ruang, serta Rancangan Desain

Perkotaan bagi masing-masing Fokus Area.

1.2 Rumusan Masalah

Perencanaan wilayah bukanlah suatu hal

yang mudah untuk dilakukan. Selalu ada

permasalahan dan tantangan yang akan

dihadapi, baik di masa sekarang ataupun di

masa yang akan datang. Permasalahan utama

yang ada di wilayah Bondokenceng adalah

belum optimalnya Bondokenceng dalam

menjalankan peran dan fungsinya sebagai

pusat pelayanan (ibukota) di Kabupaten

Kendal. Hal ini dibuktikan oleh beberapa hal

seperti pelayanan sarana penunjang yang

belum menjangkau seluruh wilayah,

rendahnya kualitas SDM, kinerja ekonomi

yang belum optimal, sistem jaringan

infrastruktur yang belum terintegrasi dan

lahan terbangun yang tidak kompak.

Ironisnya, Bondokenceng yang seharusnya

menjadi pusat keramaian dan pusat

pelayanan justru masih kalah bersaing

dengan wilayah lain seperti Kaliwungu.

Selain permasalahan utama tersebut,

Bondokenceng memiliki sejumlah isu yang

sedang berkembang, yaitu isu pembangunan

KIK di Kaliwungu dan pembangunan Tol

Trans Jawa. Dengan adanya pembangunan

KIK di Kaliwungu tentu saja akan

berpengaruh besar terhadap Bondokenceng.

Kaliwungu akan menjadi suatu tujuan baru

bagi sejumlah tenaga kerja industri dan

otomatis akan mengalami ledakan penduduk

terkait pembangunan KIK. Jika kapasitas

Kaliwungu sudah tidak mencukupi tentu saja

Bondokenceng menjadi tujuan baru bagi para

pendatang tersebut. Pendatang tersebut

tentunya membutuhkan tempat untuk

bertempat tinggal. Hal inilah yang nantinya

akan menimbulkan titik-titik permukiman

baru di Bondokenceng dan berpotensi untuk

terjadi urban sprawl. Sedangkan untuk

pembangunan jalan Tol Trans Jawa ini

berdampak pada Bondokenceng karena

menurut rencana, pintu keluar Tol Trans

Jawa berada di Kelurahan Margomulyo,

Kecamatan Pegandon. Dengan adanya pintu

keluar tol ini, tentu saja akan mendorong

munculnya pusat-pusat permukiman baru di

sekitarnya. Hal inilah yang nantinya juga

berpotensi untuk mendorong terjadinya

urban sprawl di Bondokenceng.

Oleh sebab itu, dibutuhkan suatu konsep

perencanaan yang tepat dan sesuai untuk

mengembangkan wilayah Bondokenceng.

Konsep ini harus mampu untuk

mengembangkan fungsi perkotaan dari

Bondokenceng agar dapat menjalankan

fungsinya sebagai ibukota Kabupaten, tetapi

tidak menghilangkan peran Bondokenceng

sebagai salah satu wilayah ketahanan pangan

Bondokenceng Bondokenceng./Bon.do.ken.ceng/(n.)

merupakan wilayah perencanaan yang terdiri dari lima kecamatan, yaitu Kecamatan Patebon, Kecamatan Pegandon, Kecamatan Kota Kendal, Kecamatan Cepiring, dan Kecamatan Ngampel, yang memiliki luas wilayah 166,87 km2, dimana berbatasan langsung dengan Kawasan Industri Kendal (KIK) yang berada di Kaliwungu. Bondokenceng sebagai orde 1 di Kabupaten Kendal memiliki dua fokus area yaitu Fokus Area Kota Kendal dengan konsep perencanaan superblock dan Fokus Area Pegandon-Ngampel dengan konsep perencanaan new urbanism.

Page 13: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

3

(LP2B). Selain itu konsep tersebut nantinya

diharapkan mampu untuk mengatasi semua

permasalahan yang ada di masa sekarang

serta dapat menjawab tantangan-tantangan

di masa mendatang yang ada di Bondo-

kenceng.

1.3 Tujuan dan Sasaran

1.3.1 Tujuan

Tujuan dari penyusunan laporan ini adalah

untuk menjelaskan karakteristik

Bondokenceng beserta isu-isu dan

permasalahan yang ada di dalamnya. Dari isu

dan permasalahan tersebut, dapat dijelaskan

tujuan perencanaan yang berpedoman pada

konsep perencanaan yang dipilih. Tujuan

tersebut kemudian dijabarkan ke dalam

sasaran-sasaran dan indikasi program,

jangka waktu pelaksanaan program, serta

pihak-pihak terkait sesuai dengan perannya.

Dengan begitu, kegiatan perencanaan ini

nantinya diharapkan akan mampu untuk

mengatasi permasalahan yang ada serta

mengembangkan potensi yang ada, hingga

akhirnya akan mampu memajukan wilayah

studi tersebut.

1.3.2 Sasaran

Untuk mencapai tujuan diperlukan beberapa

sasaran, yaitu:

1. Menyusun profil wilayah secara lengkap

dan benar, sehingga mampu

menggambarkan kondisi wilayah dengan

tepat pada tiga aspek utama, yaitu

ekonomi dan sosial, keruangan, dan

kelembagaan;

2. Menentukan isu-isu strategis dan

permasalahan yang ada di wilayah

perencanaan;

3. Membagi ruang lingkup wilayah

perencanaan menjadi ruang lingkup

Regional dan Fokus Area;

4. Menentukan tujuan perencanaan;

5. Merumuskan konsep perencanaan;

6. Menyusun sasaran serta indikasi

program;

7. Menentukan jangka waktu pelaksanaan

program dan pihak pelaksana;

8. Memetakan hasil perencanaan berupa

Rencana Strukur Ruang, Rencana

Jaringan, Rencana Pola Ruang, serta

Rancangan Desain Perkotaan bagi masing-

masing Fokus Area.

1.4 Ruang Lingkup Perencanaan

1.4.1 Ruang Lingkup Substansi

Ruang lingkup substansi pada laporan akhir

ini meliputi kondisi eksisting wilayah,

analisis kondisi eksisting dan perencanaan

wilayah Regional dan Fokus Area Kota

Kendal dan Fokus Area Pegandon-Ngampel.

Adapun konsep yang diterapkan pada

regional adalah konsep Smart Growth, Fokus

Area Kota Kendal dengan konsep Superblock

dan Fokus Area Pegandon-Ngampel dengan

konsep New Urbanism. Adapun aspek-aspek

yang dikaji adalah sebagai berikut:

Aspek karaktersitik fisik alamiah, yang

mencakup fisik lahan; daya dukung lahan;

penggunaan lahan; dan kesesuaian lahan.

Aspek infrastruktur, yang mencakup

jaringan transportasi; jaringan

permukimaan perkotaan; serta jaringan

fasilitas umum dan fasilitas sosial.

Aspek keruangan, yang meliputi

kawasan pusat permukiman.

Aspek kependudukan, yang meliputi

jumlah penduduk; kepadatan penduduk;

dan proyeksi penduduk.

Aspek perekonomian, yang mencakup

tipologi klassen; komoditas unggulan; dan

potensi lokal.

Aspek kebijakan pemerintah, yang

mencakup arahan kebijakan dan strategi;

kemitraan pemerintah dan swasta; serta

persepi masyarakat terhadap pelayanan

pemerintah.

1.4.2 Ruang Lingkup Wilayah

Ruang lingkup wilayah studi aspek Regional

bertindak sebagai ruang lingkup wilayah

makro. Wilayah studi makro terdiri dari lima

kecamatan, yaitu Kecamatan Patebon,

Kecamatan Pegandon, Kecamatan Kota

Kendal, Kecamatan Cepiring, dan Kecamatan

Page 14: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

4

Sumber: Bappeda Kabupaten Kendal, 2011 Gambar 1.1

Peta Administrasi Bondokenceng

Ngampel. Wilayah makro ini disebut

Bondokenceng, yang memiliki luas

wilayah 166,87 km2, dimana sebelah utara

berbatasan dengan Laut Jawa; dan sebelah

barat berbatasan dengan Kecamatan

Kangkung; sebelah timur berbatasan deng-

an Kecamatan Brangsong dan Kecamatan

Kaliwungu Selatan; sebelah selatan

berbatasan dengan Kecamatan Patean dan

Kecamatan Singorojo.

Page 15: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

5

1.5 Kerangka Pikir

Berikut merupakan alur atau proses perencanaan di wilayah Bondokenceng guna mengatasi

permasalahan serta mengembangkan potensi yang ada.

Sumber: Bappeda Kabupaten Kendal, 2011

Gambar 1.2 Kerangka Pikir

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dari penyusunan

laporan ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang, ruang lingkup

perencanaan (ruang lingkup substansi dan

ruang lingkup wilayah), kerangka pikir, dan

sistematika penulisan laporan yang

digunakan sebagai landasarn dalam

mencapai hasil penyusunan laporan

berdasarkan masalah dan potensi yang ada.

BAB II PROFIL WILAYAH

Bab ini berisi penjelasan tentang konstelasi

wilayah perencanaan baik makro maupun

mikro; aspek keruangan yang meliputi

karakteristik fisik alamiah, infrastruktur,

dan karakteristik keruangan wilayah; dan

aspek non fisik yang meliputi

kependudukan, perekonomian, dan

kebijakan pemerintah. Untuk wilayah

makro merupakan kawasan Regional yaitu

Bondokenceng,

BAB III POTENSI DAN PERMASALAHAN

Bab ini berisi penjelasan mengenai potensi

dan permasalahan di Bondokenceng.

Potensi dan permasalahan Bondokenceng

ditinjau dari aspek fisik dan sumber daya

alam, penggunaan lahan,

populasi/demografi, ekonomi, infrastruktur

dan fasilitas, kelembagaan masyarakat,

serta aspek sosial. Penstrukturan

Page 16: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

6

permasalahan ditinjau dari hubungan

antara satu aspek dengan aspek lain serta

prioritasi permasalahan.

BAB IV TUJUAN DAN KONSEP PERENCA-

NAAN

Bab ini berisi tentang tujuan perencanaan di

Bondokenceng serta konsep yang akan di

terapkan guna untuk mencapai tujuan

dalam perencanaan.

BAB V STRATEGI DAN INDIKASI

PROGRAM

Bab ini berisi tentang strategi dan indikasi

program dalam perencanaan di

Bondokenceng yang didapatkan.

BAB VI STRUKTUR DAN POLA RUANG

Bab ini berisi tentang Struktur Ruang

berdasarkan Permen 17 Tahun 2009 serta

Pola Ruang berdasarkan Permen 17 Tahun

2009 dan PP No 8 Tahun 2013.

“There are fashions in building. Behind the fashions lie economic and

technological reasons, and these fashions exclude all but a few

genuinely different possibilities in city dwelling construction at any one

time.”- Jane Jacobs Sumber: www.pinterest.com

Page 17: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan
Page 18: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

7

PROFIL WILAYAH

2.1 Konstelasi Wilayah

Konstelasi wilayah yang dibahas adalah

hubungan antara kawasan Bondokenceng

sebagai wilayah studi mikro dengan

Kabupaten Kendal. Kabupaten Kendal

merupakan salah satu kabupaten yang

termasuk dalam rencana pembangunan

tingkat nasional. Hal tersebut ditunjukkan

dengan masuknya Kabupaten Kendal ke

dalam Kawasan Perkotaan Kedungsepur

(Kendal – Demak – Ungaran – Semarang -

Purwodadi) yang menjadi Pusat Kegiatan

Nasional. Pusat Kegiatan Nasional (PKN)

memiliki fungsi untuk melayani kegiatan

skala internasional, nasional, atau beberapa

provinsi sekitarnya. Kawasan Kedungsepur

ini memiliki sektor unggulan pertanian,

industri, pariwisata, dan perikanan.

Wilayah studi mikro pada laporan ini terdiri

dari lima kecamatan, yaitu Kecamatan

Patebon, Kecamatan Pegandon, Kecamatan

Kota Kendal, Kecamatan Cepiring, dan

Kecamatan Ngampel. Kecamatan Kota

Kendal sebagai ibukota dari Kabupaten

Kendal memiliki fungsi pelayanan yang

lebih besar dari kecamatan-kecamatan

lainnya di Kabupaten Kendal. Kecamatan

Kota Kendal membentuk kawasan

perkotaan dengan wilayah sekitarnya, yaitu

Kecamatan Patebon, Pegandon, Cepiring,

dan Ngampel yang menjadi kawasan

perkotaan. Wilayah Bondokenceng memiliki

fungsi sebagai pusat pelayanan skala

kabupaten (orde 1) yang secara langsung

melayani Kawasan PKL Weleri dan PKL

Kaliwungu yang berada pada orde di

bawahnya, yakni orde 2.

Sumber: Analisis Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015

Gambar 2.1 Konstelasi Wilayah

Provinsi Jawa

Tengah

Kabupaten

Kendal

Wilayah

Bondokenceng

BAB II

Page 19: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

8

2.2 Aspek Keruangan

Pembahasan aspek keruangan meliputi karakteristik fisik alamiah, infrastruktur, dan

karakteristik keruangan wilayah.

2.2.1 Karakteristik Fisik Lahan

A. Hidrogeologi

Wilayah Bondokenceng memiliki

persediaan air tanah yang mencukupi

karena memiliki variasi akuifer yang

termasuk produktif. Hidrogeologi di

wilayah Bondokenceng didominasi oleh

akuifer produktif dengan penyebaran

yang luas. Kondisi ini mampu memenuhi

kebutuhan air bersih harian masyarakat

setempat di mana masyarakat dapat

mendapatkan pasokan air baku dari

daerahnya sendiri, tanpa harus meng-

impor dari daerah lain.

B. Hidrologi

Pada Bondokenceng, terdapat tiga sub

daerah aliran sungai, yaitu sub DAS

Blorong, sub DAS Bodri, dan sub DAS

Lutut. Seluruh wilayah Bondokenceng

mendapat pasokan air dari sungai

Blorong, Bodri, dan Lutut, yang

mengindikasikan bahwa sistem jaringan

irigasi yang menunjang pertanian dapat

dikelola di wilayah Bondokenceng.

Bondokenceng dilewati oleh Sub Das

Bodri yang dominan, dimana daerah

aliran sungai Bodri ini yang menjadi

sangat bermanfaat bagi sebagian besar

masyarakat di Bondokenceng dalam

pemenuhan kebutuhan pengairan sawah

irigasi. Sungai Bodri menjadi salah satu

potensi di wilayah Bondokenceng.

Sumber : Bappeda Kabupaten Kendal, 2013 (Olah Data)

Gambar 2.3 Peta Hidrologi Bondokenceng

Sumber : Bappeda Kabupaten Kendal, 2013 (Olah Data)

Gambar 2.2

Peta Hidrogeologi Bondokenceng

Page 20: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

9

C. Rawan Bencana Banjir

Terdapat 44% luas lahan dari wilayah

Bondokenceng yang merupakan daerah

rawan bencana banjir. Presentase

tersebut tergolong dalam angka

kerawanan banjir yang tinggi. Daerah

rawan bencana banjir tersebar di bagian

utara Bondokenceng yang merupakan

daerah pusat perkembangan Kabupaten

Kendal.

Berdasarkan hasil observasi dan

wawancara, penyebab bencana banjir di

Bondokenceng adalah masih buruknya

sistem drainase yakni adanya sedimentasi

dan pencemaran sungai oleh

sampah.Kerawanan bencana banjir

menjadi salah satu pertimbangan

perencanaan pengembangan wilayah

Bondokenceng.Pertimbangan tersebut

ditujukan agar pengembangan wilayah

Bondokenceng dapat memberikan solusi

terhadap kerawanan banjir.

LP2B (Lahan Pertanian Pangan Ber-

kelanjutan) merupakan lahan pertanian

pangan yang menjadi salah satu potensi

dalam mewujudkan ketahanan pangan di

Bondokenceng. Namun, jika melihat peta

dalam Gambar 2.4, terlihat bahwa

terdapat LP2B yang termasuk dalam

daerah rawan bencana banjir. Hal ini

berdampak pada kemungkinan gagal

panen oleh para petani. LP2B yang rawan

banjir ini menjadi salah satu masalah

yang dapat menggangu rencana

pengembangan pertanian yang ada di

Bondokenceng.

Sumber: Bappeda Kabupaten Kendal, 2013 (Olah Data)

Gambar 2.4 Peta Rawan Bencana Banjir Bondokenceng

Sumber: Bappeda Kabupaten Kendal, 2013 (Olah Data)

Gambar 2.5 Peta LP2B Bondokenceng yang Rawan

Bencana Banjir

Page 21: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

10

D. Daya Dukung Lahan

Berdasarkan hasil skoring antara

topografi, klimatologi, dan litologi

Bondokenceng didominasi oleh kawasan

budidaya. Sehingga seluruh Bondo-

kenceng dapat dimanfaatkan untuk

aktivitas manusia, baik aktivitas per-

tanian maupun permukiman. Skoring

daya dukung lahan dan persebaran dari

kawasan penyangga dan kawasan

budidaya dapat dilihat pada Tabel II.1.

Tabel II.1 Tabel Skoring Daya Dukung Lahan Bondokenceng

Topografi Litologi Klimatologi Jumlah Fungsi Kemi-

ringan Kelas Skor

Jenis Tanah

Kelas Skor Curah Hujan

Kelas Skor

0-8% I 20 Aluvial I 15 20,8

mm/thn III 30 65

Kawasan budidaya

8-15% II 40 Latosol II 30 21,7

mm/thn III 30 100

Kawasan budidaya

Medite

ran III 45

22 mm/thn

III 30 Kawasan budidaya

Sumber : SK Mentri Kehutanan No.873//UM/II/1980 dan No.683/KPTS/UM/1981

Berdasarkan data skoring pada Tabel

II.1, didapat persebaran fungsi kawasan

atau peta daya dukung lahan di

Bondokenceng yang didominasi oleh

kawasan budidaya. Analisis daya dukung

lahan ini memberikan informasi tentang

fungsi kawasan yang memungkinkan di

suatu wilayah. Kawasan budidaya

Bondo-kenceng ini dapat dimanfaatkan

untuk budidaya kawasan permukiman,

kawa-san budidaya tanaman tahunan

atau tanaman musiman.

Sumber : Bappeda Kabupaten Kendal, 2013 (Olah Data)

Gambar 2.6 Peta Daya Dukung Lahan

Bondokenceng

Page 22: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

11

E. Penggunaan Lahan

Berdasarkan karakteristik penggunaan

lahan, mayoritas lahan di Bondokenceng

dimanfaatkan untuk kegiatan agraris,

seperti pertanian, perkebunan, dan

tegalan. Hal tersebut dapat dilihat dari

persentase penggunaan lahan mayoritas

yaitu sawah irigasi sebanyak 37%. Sesuai

dengan karakteristik aktivitasnya,

Bondokenceng didominasi lahan non

terbangun. Hal tersebut dibuktikan

dengan perbandingan persentase lahan

terbangun dan lahan non terbangun

meliputi pertanian dan pertambakan

yang cukup besar, yaitu 20,90%

berbanding 79,10%. Pemanfaatan lahan

sebagai pertambakan terdapat pada

bagian utara karena lokasinya yang

berdekatan dengan laut. Lahan pertanian

tersebar secara merata di wilayah

Bondokenceng dengan berbagai macam

komoditas. Kecamatan Kota Kendal,

Kecamatan Patebon, dan Kecamatan

Cepiring lebih dimanfaatkan untuk

pertanian padi. Sedangkan Kecamatan

Pegandon dan Kecamatan Ngampel lebih

dimanfaatkan untuk pertanian bawang

dan tembakau.

Persebaran lahan pertanian pangan

berkelanjutan yang ada di Bondokenceng

mencapai 40% dari luas wilayah (lihat

Gambar 2.8). Pemerintah Kabupaten

Kendal telah menetapkan Perda No.13

tahun 2013 tentang Perlindungan Lahan

Pertanian Pangan Berkelanjutan, dimana

lahan pertanian tersebut tidak dapat

dialihfungsikan menjadi lahan ter-

bangun. Pada kondisi eksisting, para

petani LP2B melakukan rotasi tanam

antara 3-4 kali dalam setahun. Tanaman

yang ditanam antara lain padi dan

tembakau.

Sumber: Bappeda Kabupaten Kendal, 2013(Olah Data)

Gambar 2.7 Peta Penggunaan Lahan Bondokenceng

Sumber: Bappeda Kabupaten Kendal, 2013 (Olah Data)

Gambar 2.8 Peta Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

(LP2B) Bondokenceng

Page 23: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

12

F. Kesesuaian Lahan

Berdasarkan penggunaan lahan yang ada,

tidak ada lahan terbangun yang terdapat di

kawasan penyangga ataupun kawasan

lindung sehingga persentase lahan yang

tidak sesuai adalah 0%. Dari hasil analisis

ini dapat disimpulkan bahwa di wilayah

Bondokenceng dalam penggunaan lahannya

sudah sesuai dengan karakteristik fisik

wilayah.

2.2.2 Infrastruktur A. Jaringan Transportasi Pembahasan mengenai jaringan transportasi meliputi jaringan jalan dan sistem transportasi

umum.

1. Jalan Jenis Jalan Berdasarkan Fungsi Jalan Berdasarkan fungsinya, jalan di

Bondokenceng terdiri atas jalan arteri

primer, jalan kolektor, jalan lokal, serta

jalan lingkungan (Gambar 2.10).

Keberadaan jalan arteri primer atau jalan

Pantura ini telah berpengaruh terhadap

perkembangan Kabupaten Kendal,

khususnya Bondokenceng. Hal tersebut

ditunjukkan dengan perkembangan yang

lebih cepat pada kecamatan yang dilewati

jalan Pantura (Kecamatan Kota Kendal,

Patebon serta Cepiring) dibandingkan 2

kecamatan yang tidak dilewati jalur

pantura, yaitu Kecamatan Pegandon dan

Ngampel. Aktivitas yang berkembang pada

daerah yang dilewati jalan Pantura lebih

condong pada aktivitas perdagangan,

pelayanan dan jasa, pendidikan skala

regional, kesehatan skala regional,dan

Sumber: Bappeda Kabupaten Kendal, 2013 (Olah Data)

Gambar 2.9 Peta Kesesuaian Lahan Bondokenceng

Kesesuaian Lahan merupakan hasil penggabungan atau

overlay dari penggunaan lahan dengan daya dukung lahan. Jika

lahan terbangun terdapat di kawasan penyangga atau kawasan

lindung, maka kawasan tersebut dapat dikategorikan sebagai

kawasan yang membahayakan aktivitas yang ada, dan masuk

dalam kategori penggunaan lahan yang tidak sesuai.

Page 24: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

13

Tabel II.2 Panjang Jalan Rusak Per Kecamatan Bondokenceng

Kecamatan Panjang jalan

rusak sedang(km) Panjang jalan

rusak berat(km) Panjang jalan

total (km) Persentase

jalan rusak (%)

Kota Kendal 7,86 0 84,2 9,33

Patebon 11,8 0,8 140,7 8,95

Cepiring 9,4 4,7 85,4 16,51

Pegandon 1,3 12,2 43 31,39

Ngampel 0,7 6,6 74,59 9,78

Total 31,06 24,3 427,89 13,4

Sumber:Observasi Lapangan Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015

Sumber: Bappeda Kabupaten Kendal, 2011 (Olah Data)

Gambar 2.10Peta Jalan Berdasarkan Fungsi di Bondokenceng

Jalan Berdasarkan Kondisinya

Secara umum, dapat disimpulkan bahwa

kondisi jalan yang ada di Bondokenceng

cukup baik, dengan 86,6% jalan sedang

dan baik, sedangkan 13,4% mempunyai

kondisi jalan rusak. Kondisi jalan rusak

di Bondokenceng diklasifikasikan

menjadi 2, yaitu jalan rusak sedang

(jalan dengan perkerasan mengelupas

hanya sebagian dari total badan jalan)

dan jalan rusak berat (jalan dengan

perkerasan aspal berlubang pada hampir

seluruh bagian badan jalan).

Rekapitulasi kerusakan jalan

Bondokenceng pada Tabel II.2.

industri. Kawasan tersebut merupakan

kawasan padat penduduk dan menjadi

pusat aktivitas di Bondokenceng.

Page 25: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

14

(a) (b)

Sumber: Observasi Lapangan Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015

Gambar 2.12Kondisi jalan rusak berat di Jalan Pegandon Raya (a); dan Kondisi jalan rusak sedang di Jalan Lokal Penghubung Donosari-Bulugede (b)

Sementara itu, kondisi jalan rusak sedang ditemui di jalan lokal penghubung desa di Kecamatan

Patebon bagian barat, yaitu Desa Bulugede, Margosari, Tambakrejo, maupun Donosari. Kondisi

jalan lokal penghubung desa-desa tersebut bergelombang, berlubang serta perkerasannya

mengelupas. Jalan rusak menyebabkan mobilitas masyarakat menjadi terhambat, kegiatan

pengangkutan hasil komoditas pertanian terganggu, resiko kecelakaan hingga menyebabkan

trayek kurus. Trayek yang melewati jalan-jalan rusak tersebut memiliki pelayanan yang tidak

optimal serta jam operasinya hanya setengah hari.

Sumber: Bappeda Kabupaten Kendal, 2011 (Olah Data)

Gambar 2.11 Peta Jalan Rusak Berdasarkan Fungsi di

Bondokenceng

Berdasarkan Gambar 2.11, dapat dilihat

bahwa jalan rusak berat terpanjang ada di

Kecamatan Pegandon, yaitu Jalan

Pegandon Raya. Jalan kolektor ini

memiliki kondisi jalan yang berlubang

serta perkerasan aspal yang mengelupas

menyebabkan adanya genangan air saat

musim hujan. Berdasarkan hasil

wawancara dari masyarakat sekitar,

pengaduan masyarakat terkait kerusakan

jalan belum dapat dipenuhi dengan

maksimal dan cepat karena terbatasnya

dana APBD.

Page 26: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

15

Sistem Transportasi Umum

Terdapat total 7 trayek angkutan umum

dengan 3 di antaranya merupakan ‘trayek

kurus’, yaitu trayek dengan frekuensi

perjalanan dan jumlah armada yang

rendah. Ketiga trayek tersebut adalah

trayek 1 di Kecamatan Ngampel, trayek 7

di Kecamatan Cepiring, dan trayek 20 di

Kecamatan Pegandon-Ngampel (Gambar

2.13). Ketiga ‘trayek kurus’ tersebut

berada pada jalan dengan kondisi rusak

berat, hal tersebut dapat menjadi penyebab

rendahnya frekuensi perjalanan dan

jumlah armada yang melayani trayek.

Pelayanan trayek angkutan umum yang

terbatas tersebut mengakibatkan belum

puasnya masyarakat terhadap pelayanan

angkutan umum.

Selain itu, hasil survei menunjukkan bahwa

masyarakat belum puas terhadap pelayanan

angkutan umum dikarenakan lama waktu

tunggu angkutan umum yang rata-rata

masih di atas 15 menit. Sebesar 55%

responden harus menunggu lebih dari 15

menit, 32,5% responden menungguantara 5-

10 menit dan selebihnya, sebesar 12,5%

menunggu kurang dari 5 menit. Pada tiga

kecamatan dengan ‘trayek kurus’, persentase

tersebut berubah menjadi 69% menunggu

lebih dari 15 menit, 28% menunggu antara 5

hingga 15 menit sementara hanya 3% di

antaranya menunggu selama kurang dari 5

menit.

Belum puasnya masyarakat terhadap

pelayanan angkutan umum berpengaruh

pada keengganan masyarakat untuk

menggunakan angkutan umum dan

preferensi masyarakat terhadap penggunaan

kendaraan pribadi. Hal tersebut

menunjukkan bahwa perjalanan yang

dilakukan oleh masyarakat Bondokenceng

masih sangat tergantung pada kendaraan

pribadi. Kondisi tersebut berpotensi

menimbulkan terjadinya kesenjangan akibat

dari kemudahan dalam mengakses

transportasi umum dan kesempatan untuk

melakukan perjalanan serta kesenjangan

secara spasial dalam hal pemerataan

fasilitas.

Sumber: Hasil Observasi Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015

Gambar 2.13 Peta Trayek Kurus dan Trayek Gemuk di Bondokendeng

Sumber: www.pinterest.com

Page 27: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

16

(a) (b)

Sumber: Observasi Lapangan kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015

Gambar 2.15 Peta Lokasi Stasiun Kalibodri di Kelurahan Tegorejo, Pegandon (a); dan Stasiun Kalibodri di Kelurahan Tegorejo, Pegandon (b)

(b)

Fasilitas Transportasi Umum: Stasiun

Berdasarkan observasi lapangan, terdapat

stasiun Kalibodri di Kelurahan Tegorejo,

Kecamatan Pegandon. Secara eksisting,

stasiun ini berfungsi sebagai stasiun barang,

yaitu pengangkutan material bangunan

seperti kerikil dari Batang-Weleri-Kalibodri-

Kaliwungu-Demak-Grobogan.

Sebelumnya, stasiun ini pernah beroperasi

sebagai stasiun penumpang. Akan tetapi di

tahun 2010 kegiatan angkut penumpang

ditutup karena kurangnya minat penduduk

sehingga pihak pengelola cenderung

rugi.Secara umum, kondisi stasiun ini bersih

dan terawat. Terdapat beberapa fasilitas

umum seperti ruang tunggu, toilet umum,

tempat parkir serta loket. Berdasakan

analisis lokasi, keberadaan stasiun Kalibodri

ini cukup strategis, hanya berjarak sekitar

100 meter dari Jalan Raya Pegandon.

Sumber: Hasil Observasi Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015

Gambar 2.14 Peta Trayek Angkutan Umum Bondokenceng

Page 28: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

17

B. Analisis Jaringan Infrastruktur

Analisis jaringan permukiman perkotaan

meliputi jaringan air bersih, jaringan

drainase, jaringan persampahan, jaringan

sanitasi, jaringan listrik, dan

telekomunikasi.

Jaringan Air Bersih

Sumber air bersih di Bondokenceng

adalah PDAM dan sumur gali. Menurut

telaah dokumen dari setiap kelurahan,

diketahui bahwa persentase pengguna

air bersih dari PDAM dibandingkan

dengan sumur gali, yaitu 52% dan 48%.

Sementara, berdasarkan konsep RPAM,

diharapkan dapat tercapai pelayanan air

minum yang memiliki syarat kualitas,

yaitu standar air minum yang sesuai

dengan Permenkes No. 429/Menkes/

Per/V/2010 tentang Persyaratan Kua-

litas Air Minum, kemudian secara

kuantitas pasokan air minum mengacu

pada Standar Kebutuhan Pokok Air

Minum mengacu pada standar

Kebutuhan Pokok Air Minum sebesar 10

m3 per kepala keluarga per bulan atau

60 liter per orang per hari (Kementrian

PU, 2013). Jaringan permukiman

perkotaan yang ideal memiliki jaringan

air bersih yang aman dan berkelanjutan.

Setiap rumah tangga yang mengakses

air minum dari sistem perpipaan,

karena sumber air melalui sistem

perpipaan memiliki keunggulan pada

aspek kuantitas dan kualitas

penyediaan air yang dapat diandalkan.

Keunggulan sumber air perpipaan

adalah dapat meminimalisasi efek dari

perubahan cuaca dan iklim serta faktor

lainnya di luar kontrol manusia yang

dapat mempengaruhi kuantitas dan

kualitas air dengan perencanaan teknik

yang baik. Sehingga, kondisi yang ada

saat ini belum menunjukkan kondisi

jaringan perpipaan yang ideal untuk

permukiman perkotaan.

Sumber: Analisis Telaah Dokumen Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015 Gambar 2.16

Presentase Pengguna Air Bersih Bondokenceng

52%

48%

Persentase Pengguna Air Bersih di Bondokenceng

PDAM

Sumur Gali

Page 29: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

18

Jaringan Drainase

Berdasarkan hasil observasi, kondisi

jaringan drainase di Wilayah

Bondokenceng secara keseluruhan

masih buruk. Adapun buruknya

jaringan drainase di Wilayah

Bondokenceng ditunjukkan oleh

adanya sampah di jaringan drainase

primer, sekunder, dan tersier sehingga

menghambat aliran air. Berdasarkan

hasil observasi, 71,43% saluran

drainase di Wilayah Bondokenceng

dicemari oleh sampah yang berdampak

pada memburuknya kualitas saluran

drainase. Hal tersebut ditunjukkan

dengan pendangkalan sungai oleh

material pasir dan sampah yang pada

akhirnya akan memperkecil kemam-

puan sungai dalam mengalirkan run off

air hujan dan memberikan dampak

berupa resiko banjir.

Sumber: Hasil Observasi Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015

Gambar 2.17Drainase Sekunder Kecamatan Cepiring

Jaringan Persampahan

Berdasarkan analisis standar pelayanan persampahan dari data sekunder BPS Kabupaten

Kendal (2013), pelayanan TPS di Wilayah Bondokenceng belum menjangkau keseluruhan

wilayah. Hanya terdapat 26 TPS di Wilayah Bondokenceng. Pola persebaran TPS

cenderung terkonsentrasi di Kecamatan Kota Kendal. Mengacu pada ketentuan SNI

Nomor 2003-1733 Tahun 2004, kinerja jaringan persampahan di Wilayah Bondokenceng

dapat dilihat pada Tabel II.3.

Tabel II.3 Penyediaan Prasarana Persampahan Bondokenceng

Kecamatan Jumlah

Penduduk Ketersediaan TPS TPS berdasarkan SNI

Kota Kendal 55.518 26 (tidak merata) 27 Cepiring 28.929 0 14 Patebon 50.534 0 25

Pegandon 37.193 0 19 Ngampel 34.564 0 17

Sumber : Hasil Analisis Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015

Page 30: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

19

Jaringan Sanitasi

Pada wilayah Bondokenceng, terdapat 17.63% penduduk yang belum memiliki jamban

pribadi dan belum ada IPAL serta Bio Digester sebagai sarana sanitasi.Hal tersebut juga

didukung oleh data hasil observasi dan wawancara mengenai perilaku masyarakat dimana

masih ada yang membuang air limbah di sungai karena kurangnya suplai air bersih dan

tidak memiliki jamban pribadi serta ketidakterjangkauan MCKumum pada seluruh wilayah

Bondokenceng khususnya di Kecamatan Cepiring dan Kecamatan Pegandon. Kondisi

tersebut mengindikasikan bahwa sarana infrastruktur permukiman perkotaan belum layak

pada kawasan perencanaan.

(a) (b)

Sumber: Hasil Observasi Kelompok 2B Studio Perencanaan Gambar 2.19

(a) dan (b) Jamban pada Pinggir Sungai

Jaringan Listrik

Berdasarkan hasil survei, seluruh wilayah Bondokenceng 100% sudah terlayani oleh

jaringan listrik dari PLN dengan aliran daya sebesar 450 Watt, 900 Watt, dan juga 1.300

Watt. Tabel II.4 adalah data hasil survei terkait presentasi daya listrik yang digunakan

oleh penduduk di Bondokenceng.

Gambar 2.18 memperlihatkan kondisi TPS

yang ada pada Kecamatan Kota Kendal.

Terlihat pada foto tersebut TPS tidak mampu

menampung volume sampah yang ada.

Sumber: Hasil Observasi Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015

Gambar 2.18 TPS di Kelurahan Ketapang, Kota Kendal

Page 31: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

20

Tabel II.4 Persentase Besaran Daya Listrik Yang

Digunakan Oleh Penduduk Bondokenceng Indikator

(Persentase terhadap total KK) Kondisi

eksisting

Pengguna daya listrik 450 Watt 34%

Pengguna daya listrik 900 Watt 46%

Pengguna daya listrik 1300 Watt 20%

Sumber: Data Survei Kelompok 2B Studio

Perencanaan, 2015 (Olah Data)

Berdasarkan pengolahan hasil survei,

diketahui bahwa mayoritas penduduk di

wilayah Bondokenceng adalah pengguna

daya listrik 900 watt. Mayoritas penduduk

dengan daya listrik 900 watt menunjukkan

bahwa sebagian penduduk Bondokenceng

cenderung membutuhkan banyak energi

listrik untuk aktivitas komersil.

Jaringan Telekomunikasi

Berdasarkan hasil survei, wilayah

Bondokenceng sudah 80% terlayani oleh

jaringan telekomunikasi berupa jaringan

telekomunikasi nirkabel dan 100% sudah

terlayani oleh jaringan telekomunikasi non-

nirkabel. Hal tersebut diketahui dari

seluruh masyarakat yang sudah mengakses

televisi dan radio.

C. Analisis Jangkauan Pelayanan Fasi-

litas Umum dan Sosial

Analisis jangkauan pelayanan fasilitas

umum dan sosial meliputi sarana

pendidikan, sarana peribadatan, sarana

perekonomian dan sarana pemerintahan

a. Sarana Pendidikan

Berdasarkan peta persebaran dan

jangkauan pelayanan sarana pendidikan di

Bondokenceng (lihat Gambar 2.21), dapat

dilihat bahwa fasilitas pendidikan SMP

belum dapat menjangkau seluruh kawasan

pemukiman. Masih banyaknya area yang

belum terlayani pendidikan SMP

mengindikasikan adanya kesulitan

masyarakat untuk mengakses pendidikan

lanjutan setelah SD. Sulitnya akses tersebut

akan berdampak pada tingkat pendidikan

akhir masyarakat dan dayasaing SDM di

Bondokenceng. Selain dampak terhadap

kualitas masyarakat di Bondokenceng,

belum menjangkaunya pelayanan fasilitas

pendidikan SMP mengindikasikan bahwa

Wilayah Bondokenceng belum mampu

menjalankan fungsinya sebagai pusat

pelayanan yang mampu memberikan

kemudahan akses terhadap pendidikan.

Sumber: BPS Kabupaten Kendal, 2014 (Olah Data)

Gambar 2.20 Ketersediaan Infrastruktur Pendidikan di Bondokenceng

Sumber: www.pinterest.com

Page 32: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

21

(a) (b) (c) Sumber: Hasil Analisis Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015

Gambar 2.21 Peta Jangkauan Sarana Pendidikan di Bondokenceng

Sumber: Hasil Analisis Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015

Gambar 2.22 Peta Jangkauan Sarana Kesehatan di Bondokenceng

b. Sarana Kesehatan

Wilayah Bondokenceng memiliki fasilitas

kesehatan berupa rumah sakit, puskesmas,

posyandu, klinik bersalin, balai

pengobatan, dan apotek.

Berdasarkan peta jangkauan sarana

kesehatan dapat disimpulkan bahwa

jangkauan pelayanan sarana kesehatan

berupa puskesmas belum menjangkau

seluruh masyarakat yang ada di Bondo-

kenceng. Hal tersebut diketahui dari

belum terjangkaunya beberapa kawasan

permukiman oleh eksisting puskesmas

dan rumah sakit, khususnya di bagian

selatan Bondokenceng. Belum terjangka-

unya pelayanan puskesmas di Bondo-

kenceng menunjukkan adanya ketimpa-

ngan dalam akses infrastruktur kesehatan

yang mengindikasikan belum baiknya

pelayanan kesehatan Bondokenceng yang

dalam hal ini menunjang permukiman di

Bondokenceng.

Page 33: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

22

c. Sarana Peribadatan

Pemenuhan kebutuhan sarana peribadatan didasarkan oleh ketentuan standar penyediaan

sarana peribadatan dan disesuaikan oleh karakteristik agama dari masyarakat yang

bersangkutan. Sarana peribadatan di Wilayah Bondokenceng adalah masjid, musholla, dan

gereja. Hal tersebut dikarenakan karakter agama dari masyarakat yang dominan adalah

penduduk dengan agama Islam, Kristen, dan Katolik. Adapun berdasarkan analisis

jangkauan pelayanan, sarana peribadatan di di Bondokenceng sudah menjangkau seluruh

wilayah.

(a) (b)

Sumber: Hasil Analisis Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015 Gambar 2.23Peta Jangkauan Sarana Peribadatan di Bondokenceng

d.

(a) (b) (c)

Sumber: Dokumentasi Kelompok, 2015

Gambar 2.24 Masjid di Kecamatan Kota Kendal; (b) Gereja di Kecamatan Patebon; (c) Masjid di Kecamatan Ngampel

Page 34: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

23

d. Sarana Pemerintahan

Kebutuhan ruang untuk sarana

pemerintahan dalam hal ini kantor desa

minimal adalah 1000 m2 dengan luas

lantai minimal 500 m2 dengan lokasi

yang dapat dijangkau oleh kendaraan

umum dan berada di tengah hunian

warga, dapat diakses keluar/masuk

bangunan dan dapat berintegrasi

dengan bangunan yang ada di

sekitarnya. Sarana pemerintahan yang

tersedia di Bondokenceng berupa

kantor kecamatan dan untuk sarana

pemerintahan di masing-masing

kelurahan di Bondokenceng berupa

kantor kelurahan atau kantor desa.

Kondisi kantor kelurahan di setiap

kecamatan di Bondokenceng tergolong

baik, yakni bangunan sudah merupakan

bangunan permanen dengan kondisi

kantor kelurahan yang bersih. Selain

kantor kecamatan maupun kantor

kelurahan, di Bondokenceng terdapat

berbagai macam sarana pemerintahan

seperti Kantor Urusan Agama, Dinas

Pertanian, Peternakan, Perkebunan, dan

Kehutanan, dan lain-lain yang terletak

di Kelurahan Jambearum, Kecamatan

Patebon. Kondisi sarana pemerintahan

tersebut baik dan terawat, lokasinya

strategis dengan aksesibilitas tinggi.

(a) (b)

Sumber: Dokumentasi Kelompok, 2015

Gambar 2.25 (a) Kantor Kelurahan Korowelang Kulon, Kecamatan Cepiring; (b) Kantor Urusan Agama

di Kecamatan Patebon

Menurut SNI 03-1733-2004 pengertian sarana

pemerintahan dan pelayanan umum adalah

kantor-kantor pelayanan/administrasi

pemerintahan dan administrasi kependudukan

serta pos-pos pelayanan keamanan dan

keselamatan. Dasar penyediaan sarana

pemerintahan dan pelayanan umum serta

fasilitas sosial untuk melayani setiap unit

administrasi pemerintahan baik yang informal

(RT dan RW) maupun yang formal (kelurahan

dan kecamatan), dan bukan didasarkan pada

jumlah penduduk yang dilayani oleh sarana

tersebut. Dasar penyediaan sarana juga

mempertimbangkan pendekatan desain

keruangan unit-unit atau kelompok lingkungan

yang ada.

Page 35: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

24

e. Sarana Perekonomian

Sarana perekonomian merupakan indikator kualitas pelayanan dari fungsi penunjang

permukiman. Sarana perekonomian dapat menjadi trigger dari aktivitas-aktivitas

masyarakat. Adapun dasar penyediaan selain berdasarkan jumlah penduduk yang akan

dilayani juga mempertimbangkan bentukan grup sesuai konteks lingkungannya.

Penempatan sarana perekonomian mempertimbangkan jangkauan radius area layanan

terkait dengan kebutuhan dasar sarana yang harus dipenuhi untuk melayani area

tertentu. Sarana perekonomian yang tersedia di Bondokenceng berupa bank, pasar,

pertokoan, mini market, dan lain – lain.

2.2.3 Karakteristik Keruangan Wilayah

A. Identifikasi Kawasan Pusat Per-

mukiman

Berdasarkan hasil analisis sistem pusat

pemukiman di wilayah Bondokenceng

menggunakan analisis skalogram,

terdapat beberapa wilayah sebagai

pusat permukiman dengan hirarki

pelayanan yang berbeda-beda.

Pusat permukiman di wilayah

Bondokenceng dibagi menjadi tiga orde,

orde 1 merupakan daerah yang

memiliki kelengkapan sarana yang

paling lengkap dibandingkan wilayah

lainnya sehingga mampu melayani

wilayah di sekitarnya, yang termasuk

orde 1 yaitu Kelurahan Kebondalem.

Pusat Permukiman orde 2 meliputi

Kelurahan Pegandon, Kelurahan

Tegorejo, dan Kelurahan Penanggulan.

Orde 3 meliputi Kelurahan Purokerto,

Kelurahan Cepiring, Kelurahan

Buganging, Kelurahan Pakauman, dan

Kelurahan Langenharjo.

Interaksi antar pusat pelayanan orde 1,

orde 2, dan orde 3 dipengaruhi oleh

aksesibilitas. Interaksi tersebut dihu-

bungkan melalui jaringan jalan arteri

yaitu Jalan Pantura serta jalan lokal

yaitu Jalan Patebon-Pegandon yang

didukung kondisi jalan yang baik serta

ketersediaan angkutan umum yang

mudah dijangkau sehingga akan

memberikan kemudahan bagi masya-

rakat untuk mengakses sarana-sarana

antar pusat permukiman.

Sumber: Hasil Analisis Kelompok 2B Studio Perencanaan 2015

Gambar 2.26 Peta Pusat Kawasan Permukiman

Bondokenceng

B. Struktur Ruang

Dalam beberapa tahun ke depan, terdapat

beberapa tantangan yang akan dihadapi

Bondokenceng yaitu pembangunan Trans Tol

Jawa Semarang-Batang dengan pintu keluar

masuk di Kelurahan Margomulyo, Kecamatan

Pegandon serta penyediaan permukiman dan

layanan penyediaan permukiman akibat adanya

isu pembangunan KIK di Kaliwungu. Gambar

2.27 adalah rencana struktur ruang Bondo-

kenceng tahun 2015-2035:

Page 36: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

25

Sumber: Hasil Analisis Kelompok 2B Studio Perencanaan 2015

Gambar 2.27 Struktur Ruang Eksisting Bondokenceng

C. Pola Ruang

Berdasarkan pola ruang eksisting, wilayah

Bondokenceng memiliki 13 peruntukan

kawasan yang terdiri dari 12 Kawasan

Budidaya berupa Kawasan Permukiman,

Kawasan Perkantoran, Kawasan Pemerin-

tahan, Kawasan HANKAM, Kawasan

Peruntukkan Industri, Kawasan Perdaga-

ngan dan Jasa, Kawasan Tambak, Kawasan

Hutan Produksi Tetap, Kawasan Rawa

Budidaya, Kawasan Perkebunan, Kawasan

Pertanian Beririgasi dan Kawasan Pertanian

Pangan Lahan Kering serta 1 Kawasan

Lindung berupa RTH Kota. Dari 13

peruntukkan kawasan tersebut dapat

dilihat bahwa wilayah Bondokenceng

didominasi oleh kawasan pertanian

beririgasi, pertanian lahan kering serta RTH

Kota sehingga berpotensi untuk dilakukan

pembangunan di masa depan.

Sumber: Hasil Analisis Kelompok 2B Studio Perenca-naan 2015

Gambar 2.28 Pola Ruang Eksisting Bondokenceng

Jika diperhatikan kawasan pemukiman

yang ada di wilayah Bondokenceng

memiliki kesamaan pola persebaran

yaitu mengikuti jalan (jaringan

transportasi) yang menyebar dan tidak

kompak sehingga masih terdapat

kawasan permukiman yang belum

terintegrasi dengan permukiman

lainnya. Oleh karena itu, diperlukan

adanya arahan peruntukkan pola ruang

yang kompak untuk memudahkan

koordinasi serta pelayanan fasilitas

pada pusat permukiman lainnya.

Selain itu, adanya potensi kawasan

peruntukkan industri mendukung

pengolahan komoditas-komoditas

pertanian yang dihasilkan sehingga

menjadikan sektor industri penyum-

bang PDRB tertinggi dan berdaya saing

serta potensial untuk dikembangkan di

wilayah Bondokenceng.

Menurut PERMEN 17

Tahun 2009, Pola

ruang adalah

distribusi

peruntukanruang

dalam suatu

wilayah yang meliputi

peruntukkan ruang

untuk fungsi lindung

dan peruntukkan

ruang untuk fungsi

budidaya.

Page 37: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

26

2.3 Aspek Non-Fisik

Aspek non-fisik membahas berkaitan

dengan kependudukan, perekonomian, dan

kebijakan pemerintah. 2.3.1 Kependudukan

A. Jumlah Penduduk

Pada aspek kependudukan wilayah

Bondokenceng, jumlah penduduk

mengalami fluktuasi. Umumnya setiap

tahun jumlah penduduk di wilayah

Bondokenceng meningkat, hanya saja

pada tahun 2010 dan 2013 mengalami

penurunan dari tahun sebelumnya,

kemudian jumlahnya meningkat kem-

bali di tahun 2014. Kenaikan jumlah

penduduk dari tahun 2013 ke tahun

2014 mengindikasikan bahwa adanya

jumlah kematian yang semakin

berkurang sehingga dapat menunjuk-

kan bahwa kualitas kesehatan di

wilayah Bondokenceng sudah mulai

mengalami peningkatan, dan disertai

dengan peningkatan kuantitas dan

kualitas jumlah fasilitas kesehatannya.

Selain itu, migrasi masuk juga menjadi

salah satu faktor penyebab meningkat-

nya jumlah penduduk di tahun 2013.

Migrasi masuk ini disebabkan oleh

adanya industri KIK di Kaliwungu yang

membuat para pencari kerja di luar

Kabupaten Kendal berpindah ke

wilayah Bondokenceng dan sekitarnya

untuk tempat tinggal. Gambar 2.29

adalah jumlah penduduk wilayah

Bondo-kenceng tahun 2005-2014.

Sumber: BPS Kabupaten Kendal, 2015 (Olah Data)

Gambar 2.29 Grafik Jumlah Penduduk Bondokenceng Tahun 2005-2014

B. Kepadatan Penduduk

Kepadatan penduduk merupakan salah satu unsur

penting dalam perencanaan wilayah, yakni berkaitan

dengan skenario pengembangan suatu wilayah.

Berdasarkan peta kepadatan penduduk (Gambar

2.28), kepadatan penduduk di Bondokenceng ter-

pusat di Kecamatan Kota Kendal serta sebagian di

Kecamatan Patebon, dan KecamatanCepiring.

Pemusatan kepadatan penduduk tersebut di-

karenakan ketiga kecamatan tersebut merupakan

pusat kegiatan Bondokenceng yang juga dilalui oleh

jalur Pantura. Secara eksisting banyak lahan

terbangun di wilayah dengan kepadatan tinggi, yakni

Kecamatan Kota Kendal, Patebon, dan Cepiring,

khususnya di sekitar jalur pantura. Adapun wilayah

dengan kepadatan terendah yakni Kecamatan

Pegandon secara eksisting masih didominasi oleh

lahan non terbangun berupa sawah.

Gambar 2.30 Peta Kepadatan Penduduk Bondokenceng Tahun 2014

Sumber: BPS Kabupaten Kendal, 2015 (Olah Data)

Page 38: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

27

C. Jumlah Penduduk menurut

Kelompok Umur

Berdasarkan grafik piramida penduduk

wilayah Bondokenceng (Gambar 2.29)

terlihat bahwa grafik berbentuk

piramida ekspansif (piramida penduduk

muda), dimana menggambarkan angka

kelahiran yang lebih tinggi daripada

angka kematiannya.

Dengan tingginya angka kelahiran dan

rendahnya angka kematian pada

wilayahBondokenceng, pertumbuhan

penduduk dapat dikatakan cepat.

Piramida penduduk (Gambar 2.31)

dapat menunjukkan bahwa usia

produktif, yaitu usia 15-64 tahun di

wilayah Bondokenceng masih relatif

tinggi dibandingkan dengan usia

lainnya. Hal tersebut dapat

menyebabkan adanya bonus demografi

di wilayah Bondo-kenceng.

Sumber: BPS Kabupaten Kendal, 2015 (Olah Data)

Gambar 2.31 Piramida Penduduk tiap Kecamatan di

Bondokenceng Tahun 2014

D. Kualitas Sumber Daya Manusia

a. Tingkat Pendidikan

Rendah dan tingginya tingkat pendidikan ini dapat diukur melalui banyaknya tingkat

pendidikan terakhir yang ditempuh oleh masyarakat wilayah Bondokenceng dalam

kurun waktu 1 tahun.

Tabel II.5 Jumlah Penduduk berdasarkan Tingkat Pendidikan Wilayah Bondokenceng Tahun 2014

No. Kecamatan

Tingkat Pendidikan

Tidak/Belum

Tamat SD

Tamatan SD

Sederajat

Tamatan SMP

Sederajat

Tamatan SMA

Sederajat

Tamatan

Akademi/PT

1. Patebon 11.307 13.660 12.570 10.722 3.319

2. Pegandon 13.236 11.692 9.970 6.469 1.522

3. Kota Kendal 10.714 11.876 9.400 11.168 3.907

4. Cepiring 8.229 11.115 7.192 7.392 1.332

5. Ngampel* 12.072 16.636 8.173 6.406 1.407

Sumber: BPS Kabupaten Kendal, 2015 (Olah Data)

Keterangan: Data jumlah penduduk berdasarkan tamatan pendidikan di Kecamatan Ngampel

menggunakan data tahun 2013. Berdasarkan tabel di atas, maka tingkat pendidikan di wilayah

Bondokenceng dapat dihasilkan diagram seperti pada Gambar 2.32.

Page 39: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

28

Sumber: BPS Kabupaten Kendal, 2015 (Olah Data)

Berdasarkan diagram persentase jumlah

penduduk menurut tingkat pendidikan

diketahui bahwa penduduk Bondokenceng

masih didominasi oleh tamatan SD

sederajat, yaitu sebesar 29,34%. Untuk

tingkat tamatan Akademik/PT hanya

sebesar 5,19%. Hal tersebut menandakan

bahwa tingkat pendidikan di wilayah

Bondokenceng masih rendah sehingga

dapat dikatakan bahwa kualitas SDM di

Bondokenceng masih jauh di bawah

standar.

Standar pendidikan yang dicanangkan oleh

pemerintah sendiri adalah program wajib

belajar 12 tahun. Kualitas SDM di wilayah

Bondokenceng harus ditingkatkan melalui

program pendidikan dan pelatihan

keterampilan untuk mempersiapkan diri

dalam menghadapi persaingan kerja di

industri KIK yang berlokasi diKaliwungu.

b. Pengangguran

Pengangguran adalah orang yang masuk

dalam angkatan kerja yang sedang mencari

pekerjaan dan belum mendapatkannya.

Pengangguran umumnya disebabkan

karena jumlah angkatan kerja tidak

sebanding dengan lapangan pekerjaan yang

ada.

Sumber: BPS Kabupaten Kendal, 2015 (Olah Data) Gambar 2.33

Grafik Jumlah Pengangguran di Bondokenceng Tahun 2014

Sumber: BPS Kabupaten Kendal, 2015 (Olah Data)

Gambar 2.34 Persentase Jumlah Pengangguran di

Bondokenceng terhadap Kabupaten Kendal Tahun 2014

Gambar 2.32 Persentase Jumlah Penduduk menurut Tingkat Pendidikan di Bondokenceng Tahun 2014

Page 40: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

29

Berdasarkan Gambar 2.33, diketahui bah-

wa pada tahun 2014 jumlah pengangguran

paling banyak terdapat di Kecamatan Kota

Kendal, yaitu sebesar 18.585 jiwa. Sedang-

kan jumlah pengangguran paling rendah

terdapat di Kecamatan Patebon, yaitu

sebesar 0 jiwa. Hal itu dikarenakan jumlah

penduduk yang bekerja lebih banyak

daripada jumlah penduduk usia kerja.

Sedangkan Kecamatan Ngampel tidak

terdapat data penduduk menurut mata

pencaharian. Jumlah pengangguran di

Bondokenceng berkontribusi sebanyak

36,05% dari jumlah pengangguran di

Kabupaten Kendal, yaitu sebanyak 128.280

jiwa. Angka tersebut tentunya sangat

berpengaruh bagi kondisi perekonomian

Kabupaten Kendal, karena hal tersebut

dapat mengakibatkan kurangnya penda-

patan daerah yang seiring dengan ber-

kurangnya pendapatan masyarakat.

Sehingga dapat dikatakan bahwa pengang-

guran akan menyebabkan timbulnya

kemiskinan di wilayah Bondokenceng,

bahkan di Kabupaten Kendal.

c. Angka Kemiskinan

Jumlah kemiskinan di Bondokenceng dapat

digunakan untuk mengukur tingkat

kesejahteraan yang ada di wilayah tersebut.

Tingkat kemiskinan yang tinggi di suatu

daerah akan menimbulkan permasalahan

yang terkait dengan kualitas sumber daya

manusia. Gambar 2.35 adalah diagram

jumlah keluarga miskin di Bondokenceng

tahun 2014 pada tiap kecamatan.

Sumber: BPS Kabupaten Kendal, 2015 (Olah Data)

Gambar 2.35

Grafik Jumlah Keluarga Miskin di

Bondokenceng Tahun 2014

Berdasarkan grafik jumlah keluarga miskin

pada tiap kecamatan dapat dilihat rata-rata

jumlah keluarga miskin pada masing-masing

kecamatan masih cukup tinggi. Kecamatan

yang memiliki jumlah penduduk miskin

tertinggi terdapat di Kecamatan Cepiring

dengan total 5.200 jiwa. Persentase dari

jumlah penduduk total penduduk miskin di

Bondokenceng sebesar 20,20%, meningkat

0,15% dari tahun sebelumnya. Angka

tersebut merupakan angka yang cukup

berpengaruh pada banyaknya jumlah

penduduk miskin yang ada di Kabupaten

Kendal. Perbandingan jumlah penduduk

miskin di Bondokenceng terhadap

Kabupaten Kendal pada tahun 2014 dapat

dilihat pada Gambar 2.36.

Sumber: BPS Kabupaten Kendal, 2015 (Olah Data)

Gambar 2.36

Persentase Jumlah Penduduk Miskin di

Bondokenceng

Terhadap Kabupaten Kendal Tahun 2014

Page 41: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

30

2.3.2 Perekonomian

A. Usaha Mikro Kecil Menengah

Terdapat berbagai jenis Usaha Mikro Kecil

Menengah (UMKM) yang tersebar di

Bondokenceng. Adapun jenis UMKM yang

berpotensi untuk dikembangkan tersebut

meliputi industri batik Jambe Kusuma,

industri makanan ringan, industri batu

bata, dan industri hasil pengolahan ikan.

Pertama industrybatik Jambe

Kusuma,pada awalnya digagas oleh Dinas

Perindustrian dan Perdagangan

(Disperindag) melalui pelatihan keteram-

pilan membatik yang kemudian

dikembangkan oleh salah satu warga, Ibu

Lestari, pada tahun 2010. Industri ini

dianggap potensial karena beberapa kali

telah mengikuti pameran karya di

berbagai kota serta mendapatkan

penghargaan dari ajang-ajang yang

diadakan oleh pemerintah setempat.

Sumber: Hasil Analisis Kelompok 2B StudioPerencanaan,

2015

Namun, promosi mengenai batik khas

Kendal ini masih sangat terbatas. Kedua,

industri kerupuk petis di Kelurahan Jotang.

Usaha kerupuk petis memang sudah

tersebar di beberapa kelurahan di Bondo-

kenceng, seperti Kelurahan Jotang,

Tunggulrejo, dan Sijeruk. Harga dari satu

kemasan kerupuk petis dijual oleh

produsen sebesar Rp3.500 yang kemudian

dijual di pedagang retail dengan harga

Rp5.000.

Proses pembuatan kerupuk petis ini terdiri

dari pembuatan adonan, pemotongan,

penjemuran, pemberian bumbu, hingga

pengemasan. Kendala yang dihadapi oleh

pelaku industri kerupuk petis adalah pada

pemasaran, dimana belum ada sentra

pusat oleh-oleh di Bondokenceng sebagai

tempat pemasaran lokal. Para pelaku

industri juga masih bekerja masing-masing

tanpa adanya paguyuban yang menaungi

usaha mereka.

Sumber: Hasil Observasi Kelompok 2B Studio

Perencanaan, 2015 Gambar 2.38

UMKM Unggulan di Bondokenceng

Gambar 2.37 Peta Sebaran UMKM

Page 42: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

31

Ketiga, industri batu bata di sempadan

Sungai Bodri, Kelurahan Ketapang.

Pelaku usaha industri batu bata

tersebut memanfaatkan tanah endapan

Sungai Bodri sebagai bahan baku

pembuatan batu bata. Meski telah

mendapatkan dukungan serta bantuan

dari Dinas PSDA, tetapi para pelaku

usaha masih menemui kendala pada

proses penjemuran batu bata yang

masih membutuhkan waktu yang lama.

Terakhir, industri bandeng presto di

Kelurahan Bandengan. Lokasi

Kelurahan Bandengan yang berbatasan

langsung dengan laut membuat

keberadaanbudidaya tambak menja-

mur dan menjadi salah satu peluang

usaha.

Tabel II.6 UMKM Unggulan di Bondokenceng

No Jenis

UMKM Lokasi

Tahun Berdiri

Tenaga Kerja Asal Bahan

Baku

Alat Produk

si

Lokasi Pemasaran Jumlah Asal

1 Batik Jambe

Kusuma

Kelurahan Jambearum

2010 15 Warga

setempat Pekalongan

Wajan Canting Malam Kompor

Kab. Kendal Semarang Jakarta

Surabaya Hongkong Korea Malaysia

2 Kerupuk

Petis Kelurahan

Jotang 2000 12

Warga setempat

Kendal Tungku Cetakan

Kab. Kendal Semarang Pemalang Kalimantan

3 Batu Bata

Kelurahan Ketapang

2005 10 Tersebar

di Kab. Kendal

Tanah dari Kali Bodri

Cetakan batu bata

Tungku

Kab. Kendal Semarang

4 Bandeng

Presto Kelurahan Bandengan

2003 5 Warga

setempat Kelurahan Bandengan

Dandang preto

Kompor

Kab. Kendal Semarang Sidoarjo Bandung

Sumber: Hasil Wawancara Pelaku UMKM Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015

B. Pertanian

Komoditas sektor pertanian di Bondo-

kenceng merupakan komoditas utama yang

menyumbangkan kontribusi pada

perekonomian wilayah, tergambar pada

PDRB Bondokenceng dengan kontribusi

sebesar 18%. Komoditas sektor pertanian

tersebut terdiri dari penggunaan

lahan yang masih didominasi oleh sawah

irigasi, yaitu 37% yang menyebabkan

sektor pertanian memberikan kontribusi

yang cukup besar di Bondokenceng.

Komoditas sektor pertanian tersebut

berupa padi, jagung, bawang, kacang hijau,

kacang kedelai, kacang tanah, dan ubi kayu.

Page 43: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

32

Sumber: Hasil Dokumentasi Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015

Gambar 2.39 Kegiatan Pertanian di Bondokenceng

Komoditas padi merupakan komoditas yang paling besar disumbangkan oleh sektor

pertanian dengan penggunaan lahan sebesar 54,29%. Produksi pertanian padi ini menyebar

ke lima kecamatan di Bondokenceng.

Tabel II.7 Tingkat Produktivitas Padi Sawah Bondokenceng tahun 2010 - 2014

Uraian Tahun

2010 2011 2012 2013 2014

Padi Sawah

Luas Areal (Ha) 9.412 9.664 9.781 10.360 10.082

Produksi (Ton) 52.465 57.011 57.235 55.381 56.564

Produktivitas (Ton/Ha) 55,74 58,99 58,52 53,46 56,1

Sumber: Dinas Pertanian, Peternakan, Perkebunan dan Ketuhanan Kabupaten Kendal, 2015

Spesialisasi wilayah pada sektor

pertanian di Bondokenceng umumnya

di sektor pertanian padi sawah, dimana

dari lima kecamatan di Bondokenceng,

hanya Kecamatan Pegandon yang

memiliki spesialisasi wilayah pada

sektor pertanian jagung dengan

produksi 6.144,14 ton. Sedangkan

untuk prioritas pengembangan

komoditas padi sawah, berdasarkan

produktivitas didapatkan prioritas

pengembangan pertama yang berada di

Kecamatan Cepiring, prioritas

pengembangan kedua berada di

Kecamatan Kota Kendal, serta prioritas

pengembangan 3 dan 4 berada di

Kecamatan Patebon dan Ngampel.

Kabupaten Kendal merupakan salah

satu kabupaten di Jawa Tengah yang

telah ditetapkan sebagai kawasan

pangan berkelanjutan, dimana 55%

dari total wilayah di Bondokenceng

ditetapkan sebagai kawasan Lahan

Pertanian Pangan Berkelanjutan

(LP2B), Penetapan kawasan pangan

berkelanjutan ini di Bondokenceng

bertujuan untuk pembentukan

Bondokenceng yang swasembada

pangan berkelanjutan, peningkatan

diversifikasi pangan, peningkatan

kesejahteraan petani serta peningkatan

nilai tambah daya saing dan ekspor.

Page 44: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

33

Dari total luas Lahan Pertanian Pangan

Berkelanjutan (LP2B) di Bondokenceng,

yaitu 455,3 Ha, daerah yang merupakan

kawasan pangan berkelanjutan tetapi

rawan banjir adalah seluas 292,2 Ha atau

dapat dikatakan bahwa sekitar 64% dari

total Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

(LP2B) merupakan daerah rawan banjir.

Hal ini mengindikasikan bahwa sebagai

kawasan pangan berkelanjutan, Bondo-

kenceng belum dapat optimal dalam

memproduksi pertanian pangan akibat

adanya daerah rawan banjir dan tingginya

alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian

sebagai akibat pertambahan penduduk

dilihat dari penurunan luas area pertanian.

Sumber: Hasil Analisis Kelompok 2B Studio

Perencanaan, 2015

Gambar 2.40 Peta Prioritas Pengembangan Komoditas Padi Sawah Sektor

Pertanian di Bondokenceng

Sumber: Hasil Analisis Kelompok 2B Studio

Perencanaan, 2015 Gambar 2.41 Peta LP2B di Bondokenceng

Sumber: www.pinterest.com

Page 45: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

34

C. Perikanan

Perikanan merupakan salah satu sektor yang cukup berkembang di Kecamatan

Bondokenceng. Terdapat tujuh jenis komoditas perikanan yang dihasilkan di Kecamatan

Bondokenceng diantaranya adalah lele, nila, gurame, patin, karper, bawal, dan tawes.

Gambar 2.42 merupakan grafik batang yang menggambarkan hasil perikanan di

Kecamatan Bondokenceng.

Sumber: Dinas Perikanan Kabupaten Kendal, 2015

Gambar 2.42 Produksi Hasil Perikanan Air Tawar Bondokenceng

Pada Gambar 2.43, dapat disimpulkan bahwa penghasil ikan air tawar yang paling banyak

di Wilayah Bondokenceng adalah Kecamatan Kota Kendal dengan 41.000 ekor ikan lele. Hal

ini ditandai dengan banyaknya budidaya ikan oleh masyaakat Bondokenceng. Berdasarkan

hasil kegiatan lapangan, ikan lele merupakan ikan yang cepat untuk berkembang biak

dengan 45 hari dan waktu yang dibutuhkan untuk budidaya ikan lele dari kecil hingga

dewasa. Selain itu, pembudidayaannya juga mudah karena bibit ikan nya murah dan banyak

yang jual serta makanan ikan lele (pellet) mudah dibuat. Sedangkan ikan karper merupakan

ikan tawar yang paling sedikir di Bondokenceng.

41000

2900033500

2900031000

2001000 900 600500

16001500

6500

5000

10000

15000

20000

25000

30000

35000

40000

45000

Kota Kendal Patebon Cepiring Pegandon Ngampel

Jum

lah

(K

g)

Kecamatan

Jumlah Produksi Hasil Perikanan Air Tawar Bondokenceng Tahun 2014

Lele

Karper

Nila

Gurame

Bawal

649300

10400

171814

500 4850

538700

3000

867671

0 4450

327500

140049000

0 5100

100000200000300000400000500000600000700000800000900000

1000000

Bandeng U. Windu U.Vannamel

Nila Kepiting

Jum

lah

(K

g)

Ikan Payau

Jumlah Produksi Hasil Perikanan Air PayauKabupaten Kendal Tahun 2014

Kota Kendal

Patebon

Cepiring

Sumber: Dinas Perikanan Kabupaten Kendal, 2015 Gambar 2.43 Produksi Hasil Perikanan Air Payau Bondokenceng

Page 46: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

35

Pada hasil Gambar 2.43, dapat disimpulkan bahwa penghasil ikan payau yang paling

banyak di Bondokenceng adalah ikan bandeng 1.515.500 ekor. Penghasil ikan bandeng

terbesar terdapat di Kecamatan Kota Kendal. Hal ini ditandai oleh banyaknya lahan di Kota

Kendal yang dijadiin sebagai daerah tambak. Akan tetapi pada Kecamatan Pegandon dan

Ngampel tidak terdapat hasil ikan payau karena kecamatan tersebut tidak memilki daerah

tambak.

D. Pariwisata

Berdasarkan hasil observasi, Bondokenceng memiliki tiga wisata alam yang berpotensi

untuk dijadikan obyek pariwisata. Potensi alam tersebut berupa pantai dan bendungan. Titik

lokasi wisata alam yang terdapat di Bondokenceng dapat dilihat pada Gambar 2.42.

Sumber: Hasil Observasi Kelompok 2B Studio

Perencanaan, 2015

Gambar 2.44 Peta Potensi Wisata Alam diBondokenceng

Pantai yang berpotensi menjadi objek

pariwisata adalah Pantai Kartikajaya

dan Pantai Muara Kencana yang

terdapat di Kecamatan Patebon.

Vegetasi yang terdapat di pantai

tersebut adalah tanaman cemara,

mangrove, bakau, dan sangon.

Ketersediaan tempat parkir juga hanya

terdapat di Pantai Muara Kencan

dengan harga 2000 rupiah untuk motor

dan 3000 rupiah untuk mobil.

Sementara di Pantai Kartikajaya tidak

terdapat tempat parkir. Kondisi kedua

pantai ini tidak terawat, ditandai

dengan tidak tersedianya tempat

sampah dan kondisi toilet umum yang

kotor.

Kondisi tersebut mengindikasikan

bahwa kedua pantai ini belum

dikatakan layak untuk dijadikan obyek

pariwisata saat ini. Padahal, kedua

pantai ini sangat berpotensi untuk

dijadikan obyek pariwisata hanya saja

perlu adanya rencana pengembangan

untuk memperbaiki kondisi Pantai

Kartikajaya dan Pantai Muara Kencana.

Page 47: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

36

Sumber: Hasil Dokumentasi Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015

Gambar 2.45 (a) Pantai Kartikajaya, (b) Pantai Muara Kencana

Potensi alam selanjutnya yaitu berupa Bendungan Kedung Pengilon yang terdapat di Kecamatan

Ngampel. Bendungan Kedung Pengilon ini berfungsi sebagai pintu air dan tempat untuk

menampung air hujan sehingga meminimalisir kemungkinan banjir di daerah sekitarnya. Pada

mulanya, Kedung Pengilon dijadikan obyek wisata warga setempat karena terkenal banyak

ditumbuhi pohon jambu mete. Banyak pemuda-pemudi yang mengunjungi tempat ini selain

suasana alamnya yang indah juga karena buah jambu mete yang mudah didapatkan di sekitar

Bendungan. Meskipun pohon jambu mete sudah ditebangi oleh warga, kondisi Bendungan

Kedung Pengilon cukup bersih dan memiliki pemandangan yang alami, tumpukan sampah

hanya berupa daun pepohonan yang gugur bukan sampah masyarakat sehingga lokasi ini masih

menarik pengunjung. Karena berpotensi sebagai obyek wisata, warga setempat mengusulkan

kepada Pemerintah Daerah untuk mengembangkan Bendungan Kedung Pengilon sebagai obyek

wisata yang resmi di Kabupaten Kendal. Namun, pemerintah belum memberikan respon dan

dana pembangunan terkait pengembangan pariwisata di Bendungan Kedung Pengilon. Selain

itu, penyediaan insfrastruktur penunjang untuk lokasi wisata seperti aksesibilitas, tempat

parkir, dan toilet umum perlu dikembangkan.

2.3.3 Kebijakan Pemerintah

A. Arahan Kebijakan dan Strategi

AntarDaerah

Kabupaten Kendal bersamaan dengan

kota-kota lainnya yang tergabung dalam

Kawasan Perkotaan Kedungsepur seperti

yang ditetapkan pada Rencana Tata Ruang

Wilayah Nasional memiliki kawasan

andalan yang menjadi unggulan kawasan

perkotaan tersebut. Berdasarkan amanat

tersebut, terjadilah penyesuaian pada

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten

Kendal. Sesuai dengan RTRW Kabupaten

Kendal, Kecamatan Kota Kendal, Cepiring,

Patebon, Pegandon, dan Ngampel yang

tergabung dalam Kawasan Perkotaan

Kendal (Bondokenceng) memiliki arahan

kebijakan tersendiri.

(a) (b)

Page 48: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

37

1. Kecamatan Kota Kendal

Kecamatan Kota Kendal merupakan

kecamatan yang menjadi Ibukota

Kabupaten Kendal. Senada dengan itu

Kecamatan Kota Kendal pun ditetapkan

sebagai Pusat Kegiatan Lokal (PKL). Kota

Kendal yang berfungsi sebagai PKL

diharuskan untuk dapat melayani seluruh

Kabupaten Kendal. Bentuk pelayanan

yang diberikan berbentuk pusat

pelayanan pemerintah tingkat daerah,

pusat perdagangan dan jasa yang dapat

melayani regional, dan pendidikan.

Sementara itu, dalam bentuk arahan

kebijakan terkait dengan kegiatan yang

dapat dilakukan di Kecamatan Kota

Kendal adalah:

Kegiatan perdagangan modern

dengan tetap mempertimbangkan

usaha kecil dan pasar tradisional

agar dapat tumbuh dan berjalan

secara serasi serta saling

menguntungkan;

Kegiatan pembangunan

perumahan baru, pertokoan, pasar

negeri, usaha perdagangan dan

jasa skala kecil yang bertujuan

untuk memenuhi fasilitas yang

diperlukan permukiman baru

pada Kecamatan Kota Kendal;

Kegiatan berupa jasa keuangan

berupa unit bank umum, BPR, dan

Baitul Mal wa Tanwil (BMT); serta

Kegiatan berupa fasilitas

pendidikan pra sekolah hingga

pendidikan tingkat menengah.

2. Kecamatan Cepiring dan Patebon

Kecamatan Cepiring dan Patebon

merupakan kecamatan yang terletak

berdampingan dan berbatasan secara

langsung. Baik Kecamatan Cepiring

maupun Patebon memiliki karakteristik

yang cenderung mirip, kedua kecamatan

ini berfokus pada pertanian dan

pertambakan hanya saja terdapat

industri yang cukup besar di Kecamatan

Cepiring berupa pabrik gula. Akibat dari

karakteristik yang cenderung sama,

kedua kecamatan ini ditetapkan sebagai

Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL).

Sebagai kecamatan yang berfungsi

sebagai PKL baik Cepiring maupun

Patebon dalam pelaksanaan kegiatan

yang berlangsung di dalamnya

diharuskan dapat melayani antar desa

yang dimilikinya. Bentuk arahan

kebijakan terkait dengan kegiatan yang

dilakukan Kecamatan Cepiring dan

Patebon adalah kegiatan pengembangan

fasilitas perkotaan berupa:

Perdagangan dan jasa skala kecil,

yang dapat melayani tiap desa yang

dimiliki sehingga dapat saling

terhubung;

Pendidikan tingkat pra sekolah

hingga tingkat dasar pada tiap desa;

Kesehatan, yang dapat melayani

seluruh desa berupa puskesmas dan

puskesmas pembantu;

Olah raga; serta

Peribadatan.

3. Kecamatan Ngampel

Kecamatan Ngampel merupakan

kecamatan yang memiliki fokus utama

pada sektor pertanian dan tanaman

pangan hortikultura. Kecamatan

Ngampel ditetapkan sebagai Pusat

Pelayanan Lingkungan (PPL). Senada

dengan Kecamatan Cepiring dan Patebon,

Ngampel pun memiliki arahan kebijakan

yang sama dengan kedua kecamatan

tersebut hanya saja Kecamatan Ngampel

memiliki karakteristik yang berbeda.

4. Kecamatan Pegandon

Kecamatan Pegandon adalah kecamatan

yang dikenal dengan Sentra Keripik

Rambak dan pertanian tanaman pangan

Page 49: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

38

hortikultura yang berkembang cukup

pesat. Kecamatan Pegandon ditetapkan

sebagai Pusat Pelayanan Kawasan (PPK).

Sebagai PPK, Pegandon dalam

pelaksanaan kegiatan yang berlangsung

di dalamnya diharuskan untuk melayani

kegiatan skala kecamatan. Bentuk arahan

kebijakan terkait dengan kegiatan yang

dilakukan Kecamatan Pegandon adalah

kegiatan pengembangan fasilitas

perkotaan berupa:

Perdagangan dan jasa skala

menengah yang dapat melayani

secara keseluruhan Kecamatan

Pegandon;

Perumahan, terkait dengan rencana

akan dibangunnya Trans Tol Jawa

(TTJ) pada Kecamatan Pegandon

sehingga diprediksi akan ada pusat-

pusat permukiman baru pada

kecamatan ini;

Pendidikan, meningkatnya jumlah

perumahan yang akan terbangun

juga akan diiringi dengan kebutuhan

pendidikan di Kecamatan Pegandon;

Kesehatan, yang dapat melayani

seluruh desa berupa puskesmas dan

puskesmas pembantu;

Olah raga; serta

Peribadatan

B. Kelembagaan Pemerintah dan Masyarakat

Kabupaten Kendal memiliki sejumlah lembaga dengan berbagai tujuan, yang

dikelompokkan ke dalam lembaga pemerintah dan non pemerintah. Secara umum,

organisasi pemerintahan memiliki beberapa tujuan yaitu untuk meningkatkan pelayanan

kepada masyarakat, memuaskan masyarakat, dan memberi legitimasi terhadap organisasi

pemerintah. Organisasi non-pemerintahan sebenarnya memiliki tugas dan tujuan yang

hampir sama dengan organisasi pemerintah, namun hanya berbeda dari segi pelaksana dan

ruang lingkupnya.

Tabel II.8 Status dan Peran Organisasi di Kabupaten Kendal

No Nama Organisasi Status Peran

1 Bappeda Kabupaten Kendal

Pemerintah

Pembuat kebijakan dan pelaksana kegiatan terkait fungsi sebagai lembaga teknis daerah yang bertanggung jawab terhadap perencanaan pembangunan.

2 BPS Kabupaten Kendal

Pemerintah

Sebagai fasilitator dengan menyediakan data yang mendukung tujuan pembangunan, dianataranya meningkatkan kesejahteraan rakyat, dapat dicapai dengan efektif.

3 Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan

Pemerintah Pembuat kebijakan dan pelaksana kegiatan terkait pengembangan bidang pertanian Kabupaen Kendal.

4 Dishubkominfo Pemerintah Sebagai mediator antara pihak pembuat kebijakan dengan pihak pelaksana kegiatan terkait program pembangunan yang terdapat di Kabupaten Kendal.

5 Dinas Pekerjaan Umum

Pemerintah

Pembuat kebijakan dan pelaksana kegiatan teknis di bidang pekerjaan umum, perumahan, penataan ruang, tata kota, serta energi dan sumber daya mineral.

Page 50: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

39

No Nama Organisasi Status Peran

6 Dinas Sosial dan Kebudayaan

Pemerintah Pembuat kebijakan dan pelaksana kegiatan teknis di bidang kebudayaan, pariwisata, pemuda dan olahraga.

7 Ciptaru Pemerintah

Dinas Cipta Karya dan tata Ruang mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan Pemerintah daerah di bidang Pekerjaan Umum sub bidang Cipta Karya dan tata Ruang.

8 Dispendukcapil Pemerintah Pembuat kebijakan dan pelaksana kegiatan teknis di bidang kependudukan dan catatan sipil.

9 Disperindag Pemerintah Pembuat kebijakan dan pelaksana kegiatan teknis di bidang perindustrian, perdagangan, pasar, koperasi dan usaha mikro kecil dan menengah.

10 DinasKetenagaker-jaan

Pemerintah

Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai tugas Pokok merencanakan, mengatur penempatan, pelatihan, menyelesaikan sengketa tenaga kerja, memperluas kesempatan kerja, melakukan pengawasan terhadap kegiatan ketenagakerjaan, merencanakan dan mempersiapkan beserta sarana dan prasarana transmigrasi, menerima dan menempatkan transmigrasi, mengkoordinir pembinaan serta melakukan perencanaan dan pendataan mobilitas transmigrasi.

11 LSM Gerakan Moral Bangsa

Non Pemerintah Penerima manfaat, mediator, & advokasi dalam pelaksanaan peran terkait penyantunan rakyat miskin dan yatim piatu.

12 Gerakan Pemuda Ansor Kabupaten Kendal

Non Pemerintah Mediator dalam perwujudan visi Kabupaten Kendal untuk menjadi kabupaten yang agamis.

13

Forum Pemberdayaan Perempuan Indonesia Kabupaten Kendal

Non Pemerintah

Advokasi dalam mewujudkan kesejahteraan, keseteraan dan keadilan gender dengan prinsip kepada nilai anti diskriminasi, anti sub ordinasi, anti marjinalisasi, termasuk anti kekerasan dalam rumah tangga, serta doubleburden/beban ganda.

15

Lembaga Penelitian Pengembangan dan Konservasi Lingkungan Hidup

Non Pemerintah

Advokasi terkait program yang diadakan oleh pemerintah dan pelaksana kebijakan dengan memberdayakan masyarakat.

Sumber: www.kabkendal.go.id

C. Presepsi antara Pemerintah Ter-

hadap Pelayanan Pemerintah

Kepuasan masyarakat merupakan suatu

tingkatan dimana kebutuhan, keinginan,

dan harapan dari konsumen (masya-

rakat) dapat terpenuhi, hal tersebut

akan mengakibatkan masyarakat me-

rasa puas terhadap dipenuhinya

kebutuhan dan harapan. Kepuasan

masyarakat terbentuk dari penilaian

masyarakat terhadap kinerja aparat

dalam melayani kebutuhan masyarakat.

Indeks Kepuasan Masyarakat adalah

data dan informasi tentang tingkat

kepuasan masyarakat yang diperoleh

dari hasil pengukuran secara kuantitatif

dan kualitatif atas pendapat masyarakat

dalam mem-peroleh pelayanan dari

Page 51: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

40

aparatur penyelenggara pelayanan

publik dengan membandingkan antara

harapan dan kebutuhannya (Keputusan

MENPAN Nomor 25/2004).

Berdasarkan hasil wawancara dengan

sampel random, tingkat kepuasan

masyarakat terhadap pelayanan publik

yaitu 35,27% menyatakan puas, 24,11%

menyatakan cukup puas, serta 40,63%

menyatakan tidak puas.

Tabel II.9 Respon dari Pelayanan Pemerintah

Kategori Frekuensi Presentase

Puas 79 35,27

Cukup Puas 54 24,11

Tidak Puas 91 40,63

Total 224 100,00

Sumber: Hasil Survey Kelompok 2B Studio Perenca-

naan, 2015

Ketidakpuasan masyarakat terhadap

pelayanan pemerintah dikarenakan

pemerintah yang kurang responsif,

birokrasi yang berbelit-belit, serta

pelayanan yang tidak sesuai dengan

kebutuhan masyarakat. Selain itu, perlu

diketahui juga kinerja pelayanan

pemerintah dalam memenuhi kebutuhan

masyarakat. Pada Tabel II.10 adalah

persentase kinerja pemerintah:

Tabel II.10 Respon Pemerintah dalam Pelayanan

Kebutuhan Masyarakat Kategori Frekuensi Persentase

Sudah Memenuhi 135 60,27

Belum Memenuhi 89 39,73

Total 224 100,00

Sumber: Hasil Rekapitulasi Kuesioner Kelompok 2B

Studio Perencanaan, 2015

Sumber: www.pinterest.com

“Old ideas can sometimes

use new bulidings. New ideas must use olde

buildings – Jane Jacobs

“If plan A didn’t

work, the Alphabet

has 25 more letters.

Page 52: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan
Page 53: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

41

BAB III POTENSI DAN PERMASALAHAN

3.1 Potensi Wilayah Berdasarkan hasil survei lapangan,

didapatkan beberapa hal yang potensial

untuk dikembangkan yang mendukung

tujuan Bondokenceng, yaitu sebagai pusat

aktivitas dan permukiman yang terintegrasi

dan berdaya saing. Potensi yang dimiliki

Bondokenceng meliputi adanya lahan LP2B,

peran Kota Kendal sebagai ibukota

kabupaten, keberadaan pasar induk di Kota

Kendal, adanya potensi alam (pantai dan

bendungan) yang dapat dikembangkan

sebagai tempat wisata, serta UMKM

unggulan sebagai upaya peningkatan

perekonomian masyarakat Bondokenceng.

Potensi-potensi tersebut dikaitkan dengan

kendala yang terjadi saat ini serta tantangan

yang mungkin akan dihadapi di masa yang

akan datang.

Tabel III.1 Potensi, Kendala, dan Tantangan di Bondokenceng

No Potensi Kendala Tantangan

1

LP2B sebagai potensi

ketahanan pangan

Banyak lahan yang terkena banjir dan

kekeringan sehingga lahan kurang

produktif

Pertumbuhan

penduduk yang tinggi

sehingga menyebabkan

terjadinya konversi

lahan yang mengancam

keberadaan LP2B

2

Adanya pasar induk

sebagai pusat sarana

perekonomian wilayah

Pasar induk belum dapat menjadi

pemasok untuk pasar lain

Lokasinya yang berada di Jalan Pantura

sehingga mengurangi rasa aman dan

nyaman masyarakat dalam menjangkau

Adanya pasar Weleri

dengan tingkat

pelayanan yang setara

dengan Pasar Induk

Kendal

3

Terdapat berbagai

UMKM di

Bondokenceng seperti

industri makanan

ringan, industri batik,

industri bata, dan

industri tambak

Belum adanya organisasi/paguyuban

UMKM untuk mengembangkan industri

rumah tangga

Belum adanya peralatan modern

sehingga mempengaruhi hasil produksi

Belum adanya brand UMKM sehinggga

sulit dalam proses pemasaran

Adanya persaingan

(kompetisi) antara

UMKM yang sejenis

sehingga sulit bertahan

di pasar

Page 54: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

42

No Potensi Kendala Tantangan

4

Bendungan Kedung

Pengilon sebagai objek

wisata dan sumber air

cadangan

Kapal yang digunakan belum nyaman

dan tidak sesuai standar keamanan

(tidak ada pelampung)

-

5

Terdapat obyek wisata

Pantai Muara Kencana

Fasilitas pendukung (kamar mandi

umum, mushola, tempat makan, tempat

parkir) kurang terawat

Kurangnya promosi mengenai wisata

pantai muara kencana

Tidak terjangkau dengan transportasi

umum

Belum ada upaya pemerintah untuk

mengembangkan wisata pantai muara

kencana

Belum adanya petunjuk ke Pantai Muara

Kencana

Adanya rob

Adanya abrasi

6

Terdapat obyek wisata

Pantai Kartika Jaya

Fasilitas pendukung (kamar mandi

umum, mushola, tempat makan, tempat

parkir) kurang terawat

Kurangnya promosi mengenai wisata

mangrove Kartika Jaya

Tidak terjangkau dengan transportasi

umum

Belum ada upaya pemerintah untuk

mengembangkan wisata mangrove

kartika jaya

Belum adanya jalur pejalan kaki untuk

menikmati wisata mangrove, hanya

dapat diakses melalui jalur air

7

Kota Kendal sebagai

ibukota Kabupaten

Kendal

Belum adanya fasilitas department store

yang melayani lingkup Kabupaten

Jaringan jalan dalam kota yang juga

berfungsi sebagai jalur pantura sehingga

menghambat pertumbuhan kota

Belum tersedianya terminal bus dan

tidak berfungsinya stasiun kereta api

penumpang

Munculnya pusat-pusat

aktivitas baru disekitar

kawasan KIK

Terdapat stasiun

kereta api penumpang

di Weleri

Sumber: Hasil Analisis Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015

Page 55: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

43

Sumber: Hasil Analisis Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015

Gambar 3.1 Peta Potensi Bondokenceng

Adanya lahan LP2B dapat menjadi cadangan

bagi pemenuhan kebutuhan pangan

Bondokenceng, apalagi dengan adanya

rencana pintu Tol Trans Jawa yang akan

berdampak pada peningkatan jumlah

penduduk yang bermukim di

Bondokenceng. Pertumbuhan penduduk

juga harus diimbangi dengan peningkatan

kinerja fasilitas kota yang ada, salah satunya

adalah objek wisata. Oleh karena itu,

potensi wisata di Bondokenceng harus

dikembangkan, mengingat permintaan akan

tempat wisata yang akan terus meningkat.

Di sisi lain, pengembangan UMKM juga

harus terus digalakkan sehingga akan

tercipta pengembangan ekonomi lokal di

Bondokenceng, baik dari segi wisata

maupun home industry. Fungsi Kota Kendal

sebagai ibukota kabupaten juga dapat

mendukung percepatan pembangunan yang

pada akhirnya bertujuan pada terwujudnya

regional Bondokenceng sebagai pusat

pelayanan dan permukiman, terintegrasi,

dan berdaya saing. Keterkaitan antar

potensi tersebut dapat dilihat pada gambar

3.2.

Sumber: Dokumentasi Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015

Nature constantly offers us simple pleasures to love. Opening ourselves up to the beauty around us is a way to bring more happiness

and peace in our lives - Unknown.

Page 56: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

44

Sumber: Hasil Analisis Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015

Gambar 3.2 Skema Potensi Bondokenceng

3.2 Masalah Wilayah

Berdasarkan hasil survei lapangan didapatkan 20 permasalahan eksisting yang ada di

Bondokenceng. Permasalahan yang ada tersebut didapatkan dari fakta-fakta kondisi eksisting

yang tidak sesuai dengan kondisi ideal, ditampilkan pada Tabel III.2.

Tabel III.2 Masalah dan Fakta

No Masalah Fakta Nilai Prioritas

1 Resiko terhambatnya

aksesibilitas

13,4% jalan mengalami kerusakan

20

2 Adanya resiko bencana

banjir di Bondokenceng

44% wilayah Bondokenceng merupakan daerah rawan

banjir

19

Page 57: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

45

No Masalah Fakta Nilai Prioritas

3

Pelayanan transportasi

umum yang belum

maksimal

Waktu tunggu yang mencapai 20 menit, biaya angkutan

umum yang dinilai mahal (Rp5.000), dan belum

terintegrasi dengan moda transportasi lain

19

4

Ditemukannya trayek

kurus sehingga belum

mendukung konsep smart

growth (transportasi yang

terintegrasi)

Terdapat 3 dari 21 trayek merupakan trayek kurus

(trayek 1, trayek 7, dan trayek 20)

19

5

Belum optimalnya LP2B

karena sistem irigasi

pertanian belum berfungsi

optimal

81% masyarakat masih mengolah sampah cara

dengan dibakar

Keberadaan sungai Bodri, Bendungan Kedung

Pengilon, dan Bendungan Juwero hanya bisa

menjangkau 85% seluruh sawah petani, seperti di

Bulugede, Margosari, Wonosari, Botomulyo.

Bendungan yang ada juga belum optimal dalam

menampung air, sehingga ketika hujan seringkali air

meluap bahkan meluber ke sawah petani hingga

setinggi lutut orang dewasa

18

6 Terganggunya fungsi LP2B

akibat bencana banjir

16,8% wilayah dari LP2B terkena banjir

18

7

Belum adanya fasilitas

pendukung transportasi

darat

Belum terdapat terminal untuk tempat pemberhentian

transportasi darat angkutan kota, maupun antar kota 18

8

Belum meratanya

kepemilikan jamban

pribadi

19% masyarakat belum memiliki jamban pribadi 17

9

Persebaran TPS yang

belum menjangkau

seluruh wilayah

67% daerah di Bondokenceng belum memiliki TPS

17

Page 58: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

46

No Masalah Fakta Nilai Prioritas

10

Jumlah penawaran

(supply) fasilitas

pendidkan (SD, SMP, SMA)

dan fasilitas kesehatan

(puskesmas) belum

mampu memenuhi

permintaan dari jumlah

penduduk yang ada

Berdasarkan pendekatan supply-demand terdapat

ketimpangan antara jumlah penawaran dan

permintaan dari fasilitas pendidikan (kurang 68 SD

dan 32 SMP) dan fasilitas puskesmas (kurang 3

puskesmas)

Berdasarkan pendekatan spasial, jangkauan pelayanan

SMP, SMA dan puskesmas belum dapat melayani

seluruh wilayah di Bondokenceng

16

11

Minimnya sarana

perekonomian kebutuhan

tersier

Hanya terdapat satu buah department store kecil 16

12

Lambatnya respon

pemerintah terhadap

pengaduan masyarakat

45% masyarakat belum puas terhadap respon

pemerintah 14

13

Kurangnya lembaga

pelatihan keterampilan

dari pemerintah yang

mewadahi minat

masyarakat

Kurang meratanya pelatihan keterampilan masyarakat 14

14 Terdapatnya penduduk

yang kurang berdaya saing 26% penduduk usia kerja menganggur 14

15 Belum optimalnya kinerja

Pemerintah

58,6% masyarakat belum puas dengan kinerja

pemerintah 13

16 Masih terdapatnya

penduduk miskin 8,76% penduduk merupakan penduduk miskin 13

Page 59: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

47

No Masalah Fakta Nilai

Prioritas

17

Produktivitas pertanian

(komoditas padi,

jagungdan tembakau)

rendah dan kurang

berdaya saing

Hanya terjadi maksimal 2 kali masa panen dalam

satu tahun

Rasio tanam (ton/ha) nunggu anak pereko yaaaa.

Harga tembakau Bondokenceng berkisar

Rp20.000,00-Rp30.000,00

10

18

Potensi alam pariwisata

yang belum diolah secara

optimal

Belum dikelolanya destinasi pariwisata Pantai Muara

Kencana,Pantai Kartika Jaya dan Bendungan Kedung

Pengilon (Dinas Pariwisata Kabupaten Kendal)

10

19 Belum berkembangnya

UMKM yang ada

Kurangnya perhatian pemerintah terhadap UMKM dan

belum adanya organisasi/paguyuban UMKM 7

20

Resiko penurunan

produktivitas tambak

akibat adanya bencana rob

100 % area tambak merupakan daerah rawan rob 5

Sumber: Hasil Analisis Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015

Dalam mengembangkan regional Bondo-

kenceng sebagai ibukota yang dapat

melayani orde-orde kota dibawahnya,

terdapat masalah utama berupa belum

optimalnya Bondokenceng dalam menjalan-

kan peran dan fungsinya sebagai pusat

pelayanan (ibukota) Kabupaten Kendal.

Masalah utama ini didapatkan dari

ditemukannya 20 permasalahan regional,

yang digeneralisasikan diantaranya

pelayanan infrastruktur penunjang belum

menjangkau seluruh wilayah dan kurang

berdaya saingnya Bondokenceng pada

beberapa ektor kehidupan yang dapat di

lihat pada Gambar 3.3.

Generalisasi permasalahan pelayanan

infrastruktur penunjang belum menjangkau

seluruh wilayah dapat dilihat dari

pertumbuhan penduduk tinggi yang tidak

diimbangi dengan adanya penawaran fasi-

litas pendidikan (SD, SMP, SMA) dan fasi-

litas kesehatan (puskesmas). Dimana jika

dilihat dari distribusi spasial, fasilitas SMP,

SMA, dan puskesmas belum menjangkau

seluruh wilayah Bondokenceng.

Kemudian generalisasi masalah selanjutnya

terdapat resiko terhambatnya aksesibilitas.

Hal ini diindikasikan dengan rendanya

produktivitas masyarakat, kurang

optimalnya kinerja pemerintah, rendahnya

kualita SDM, dan kurangnya usaha

pengembangan ekonomi lokal.

Selain itu kurangnya lembaga pelatihan

keterampilan dari pemerintah yang

mewadahi minat masyarakat, minimnya

sarana perekonomian kebutuhan tersier,

belum terdapat sistem persampahan yang

terpadu, dan belum meratanya kepemilikan

jamban pribadi merupakan masalah-

masalah pendukung dari belum optimalnya

kinerja pemeintah sebagai eksekutor.

Sumber: www.pinterest.com

Page 60: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

48

Sumber: Hasil Analisis Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015

Gambar 3.3 Skema Masalah Bondokenceng

Page 61: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

49

3.3Tantangan Tabel III.3 Tantangan

No Tantangan Driving Factors Tahun

Prediksi

Dasar Tahun

Prediksi

1 Besarnya migrasi penduduk Pembangunan KIK

dan pembangunan

pintu keluar-

masuk Tol Trans

Jawa di Pegandon

2025

KIK yang mulai

beroperasi tahun

2020 2

Konversi lahan akibat tingginya

permintaan lahan permukiman

3 Meningkatnya permintaan sarana

penunjang aktivitas 2020

Pembangunan Tol

Trans Jawa pada

tahun 2018 4 Meningkatnya volume kendaraan

Sumber: Hasil Analisis Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015

Adanya driving factors di Bondokenceng

berupa pembangunan KIK dan pemba-

ngunan pintu keluar masuk Tol Trans Jawa

di Pegandon akan menimbulkan beberapa

tantangan yang dapat dilihat pada Tabel

III.3.

Tantangan-tantangan tersebut berpotensi

sebagai ancaman dan hambatan Bondoken-

ceng sebagai ibukota dan pusat pelayanan,

yang dijabarkan sebagai berikut:

Sumber: Hasil Analisis Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015

Gambar 3.4 Skema Tantangan Bondokenceng

Page 62: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

50

Migrasi penduduk ke Bondokenceng

Hal ini terjadi karena banyaknya tenaga

kerja KIK yang membutuhkan tempat

tinggal kemudian bermigrasi ke wilayah

Bondokenceng, dimana diproyeksikan

pada tahun 2035 sebagian dari pekerja

di Kaliwungu akan bertempat tinggal di

Bondokenceng, dikarenakan wilayah

Bondokenceng berjarak sangat dekat

dengan KIK dan memiliki pelayanan

terpadu.

Konversi lahan akibat tingginya

permintaan lahan permukiman

Konversi lahan ini terjadi karena

tingginya permintaan lahan

permukimanberbanding lurus dengan

tingkat migrasi di Bondokenceng.

Karena kebutuhan akan tempat tinggal

meningkat, maka diprediksikan akan

terjadi konversi lahan dari non

terbangun ke terbangun yaitu rumah-

rumah dan fasilitas.

Meningkatnya permintaan sarana

penunjang aktivitas

Tantangan ini menyebakan diperlu-

kannya pembangunan-pembangunan,

dimana fasilitas yang ada saat ini belum

mampu mencukupi kebutuhan di masa

depan agar jumlah permintaan dan

penawaran seimbang sehingga tidak

terjadinya kompetisi untuk mendapat-

kan pelayanan saranan penunjang

aktivitas.

Meningkatnya volume kendaraan

Penduduk yang bermukim di

Bondokenceng tentu membutuhkan

fasilitas transportasi untuk melakukan

aktivitas dan menuju tempat kerja, baik

di dalam maupun luar Bondokenceng,

seperti KIK yang berbanding lurus

dengan tingkat migrasi dan konversi

lahan. Tantangan ini dapat diantisipasi

dengan membuat strategi dan program

pembangunan dan pengembangan

sarana dan prasarana jaringan jalan

dan transportasi publik yang

terintegrasi sehingga volume kenda-

raan di Bondokenceng dapat dikurangi.

“The mass of your visions depends on the size of your dreams and distance they can cover within a given period of your life.” ― Israelmore Ayivor

Page 63: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan
Page 64: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

51

BAB IV TUJUAN DAN KONSEP PERENCANAAN

4.1 Tujuan

Sebagai Ibukota Kabupaten Kendal, Wilayah

Bondokenceng berpotensi untuk

dikembangkan sebagai pusat pelayanan dan

permukiman yang dapat memenuhi

kebutuhan masyarakat Bondokenceng.

Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan

adanya integrasi antara unsur-unsur

pembangunan. Hal tersebut dimaksudkan

agar tujuan perencanaan dapat tercapai.

Tujuan perencanaan pembangunan Bondo-

kenceng adalah sebagai berikut:

“Mewujudkan Bondokenceng sebagai pusat

pelayanan dan permukiman yang ter-

integrasi dan berdaya saing pada tahun

2035”

Pada tujuan perencanaan Wilayah Bondo-

kenceng tersebut, tedapat tiga kata kunci

sebagai target pencapaian perencanaan,

yaitu pusat pelayanan dan permukiman,

wilayah yang terintegrasi, dan Bondo-

kenceng yang berdaya saing.

Pembangunan di Bondokenceng yang

berorientasi pada pembangunan pusat

pelayanan dan permukiman, terintegrasi,

dan berdaya saing diwujudkan dalam

perencanaan jangka panjang dengan kurun

waktu 20 tahun. Ketiga hal tersebut

dibutuhkan sebagai persiapan menghadapi

tantangan isu pembangunan KIK (Kawasan

Industri Kendal), Pelabuhan Niaga, dan Tol

Trans Jawa di Kabupaten Kendal.

Pusat pelayanan dan permukiman dibangun

guna memenuhi masyarakat dalam

bermukim dan beraktivitas. Masyarakat yang

akan menggunakan pusat pelayanan dan

bertempat tinggal dalam permukiman ini

ialah masyarakat Bondokenceng sendiri yang

diprediksi akan terus meningkat serta

masyarakat sekitar Bondokenceng yang akan

bermigrasi ke dalam Wilayah Bodokenceng

seiring perkembangan kawasan sekitar

Bondokenceng seperti adanya rencana

pengembangan Kawasan Industri Kaliwungu

serta pembangunan pelabuhan Kabupaten

Kendal, dan pembanguan Jalan Tol Trans

Jawa yang akan mendorong adanya

kebutuhan masyarakat pusat-pusat

pelayanan, mengingat belum optimalnya

pelayanan wilayah Bondo-kenceng sebagai

orde 1 Kabupaten Kendal.

Selain itu, Wilayah Bondokenceng juga

diharapkan akan memiliki pusat-pusat

aktivitas yang terintegrasi yang satu dengan

pusat-pusat lainnya dan dapat dijangkau juga

oleh transportasi publik. Namun, bukan

hanya terintegrasi akan pusat aktivitas,

sistem regulasi yang terintegrasi di Wilayah

Bondokenceng juga diharapkan memiliki

kemampuan pemerintah maupun lembaga

dalam menyelaraskan, menyerasikan, meng-

harmoniskan kebijakan-kebijakan serta

program-program dengan fungsi

kawasan/container. Sehingga apa yang akan

diisi (content) akan sesuai dengan wadahnya

(container), saling mendukung, serta tidak

saling berbenturan. Hal demikian dapat

direalisasikan melalui kompetensi peme-

rintah untuk saling berkoodinasi dan

berkomunikasi agar terjadi keterpaduan

yang baik antar wilayah.

Diharapkan dengan integrasi ini,

Bondokenceng secara internal maupun

secara eksternal dapat menjadi pusat

pelayanan dan permukiman yang dapat

memenuhi kebutuhan masyarakat dan

handal.

Sedangkan untuk tujuan menjadikan Wilayah

Bondokenceng yang berdaya saing maka

diperlukan usaha dalam meningkat-kan

Page 65: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

52

kemampuan Bondokenceng untuk turut

memiliki andil dalam persaingan kesem-

patan kerja yang lebih luas nantinya.

Hal tersebut dapat dilihat dari kebijakan-

kebijakan yang diambil, implementasi

masing-masing kebijakan, serta kemampuan

dalam hal administratif dengan meng-

gunakan teknologi.Kemudian masyarakat

yang berkompeten ialah masyarakat yang

memiliki pendidikan, kecerdasan, kete-

rampilan, dan kemampuan mengorganisasi

pekerjaan yang tinggi sehingga masyarakat

dapat mempergunakan potensi lokal untuk

berproduksi.

4.2 Konsep Perencanaan Wilayah

Penentuan konsep pengembangan wilayah

Bondokenceng didasarkan dengan

pertimbangan adanya permasalahan

eksisting, potensi wilayah dan driving

factors. Adapun masalah-masalah di

Bondokenceng antara lain: pelayanan sarana

penunjang yang belum menjangkau seluruh

wilayah, rendahnya kualitas SDM, kinerja

ekonomi yang belum optimal, sistem jaringan

infrastruktur yang belum terintegrasi, serta

lahan terbangun yang tidak kompak.

Sedangkan driving factors pada

Bondokenceng ialah pembangunan KIK dan

jalan tol Trans Jawa. Potensi lokal

Bondokenceng adalah terdapatnya dua

pantai di kecamatan Cepiring dan Patebon

dan sebuah bendungan di Kecamatan

Ngampel yang berpotensi sebagai tempat

wisata serta UMKM yang tersebar di

Bondokenceng. Berdasarkan hal tersebut

dirumuskan tujuan perencanaan Bondo-

kenceng yaitu: “Terwujudnya Bondokenceng

sebagai Pusat Pelayanan dan Permukiman,

Terintegasi, dan Berdaya Saing pada Tahun

2035”. Tujuan ini selanjutnya diturunkan

dalam tujuan Fokus Area dari Bondo-

kenceng, yaitu Fokus Area Pegandon-

Ngampel dan Fokus Area Kota Kendal.

Sumber: Hasil Analisis Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015

Gambar 4.1 Skema Konsep Bondokenceng

Page 66: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

53

Dari masalah-masalah, driving factors, serta

potensi lokal yang ada, konsep yang diambil

dalam perwujudan tujuan tersebut ialah

pendekatan konsep smart growth. Beberapa

indikator dari konsep smart growth yang

dapat mendukung tujuan perencanaan ialah:

mixed use land, lahan terbangun yang

compact, walkable city (yang diterapkan di

Fokus Area), spesialisasi wilayah, preservasi

alam, pengembangan SDM, penyediaan

transportasi publik yang terintegrasi,

pembangunan yang efektif dan efisien, serta

menggandeng stakeholder.

Berikut adalah tujuan utama dan tujuan

khusus dari konsep Smart Growth:

Tujuan umum : Untuk mengantisipasi dan

mengatasi urban sprawl

a. Tujuan khusus :Menciptakan keunikan

suatu tempat (spesialisasi wilayah)

b. Memperbaikidan memperluas jari-

ngan transportasi

c. Pemerataan pembangunan

d. Preservasi lingkungan

Secara teoritis, ada 9 prinsip Smart Growth:

1. Mixed use land, yakni penggunaan

lahan yang bervariasi, dimana dalam

satu zonasi, terdapat beberapa

penggunaan lahan yang bervariasi. Hal

demikian dapat memudahkan manusia

dalam mendapatkan pelayanan

dengan jarak terjangkau, sehingga

dapat mengurangi jarak tempuh dalam

menuju fasilitas dan mengefektifkan

transportasi.

2. Lahan terbangun yang compact,

yaitu lahan yang masih dapat dibangun

digunakan sebagai fungsi budidaya

permukiman sehingga masyarakat

tidak menempuh jalan yang jauh untuk

mendapatkan pelayanan suatu fasilitas

dan agar perkotaan yang ada menjadi

tidak terpencar (sprawl). Hal ini

terutama diterapkan pada fokus area.

3. Walkable city, yaitu desain perkotaan

yang akan diterapkan mendukung

pejalan kaki dimana penggunaan

transportasi pribadinya minim. Namun

prinsip ini tidak dapat diterapkan

dalam lingkup regional karena lingkup

regional luas dan tidak mungkin

ditempuh dengan berjalan kaki.

4. Spesialisasi wilayah, dimana setiap

wilayah dalam hal ini kecamatan akan

memiliki spesialisasi potensi ekonomi,

sehingga dalam satu kawasan

Bondokenceng, setiap wilayah dapat

memberi kontribusi yang spesifik atau

terfokus.

5. Preservasi alam, yaitu prinsip yang

mempertahankan kelestarian alam.

Hal ini diterapkan dalam ruang lingkup

regional yang tetap mempertahankan

LP2B, tambak, dan hutan. LP2B dan

tambak terutama dimaksudkan untuk

ketersediaan pangan dan hutan untuk

menjaga keseimbangan ekologi.

6. Pengembangan SDM, yaitu lapisan

masyarakat baik pemerintah, petani,

maupun warga bukan petani dapat

mengelola bidang pekerjaannya

dengan baik, dapat mengoperasikan

alat komunikasi dan teknologi.

Dalam Bondokenceng, pengembangan

SDM pada pemerintah dilakukan agar

pemerintah dapat menerapkan

teknologi komputer untuk

penyimpanan basis data dan untuk

pelayanan kepada masyarakat agar

lebih efisien. Untuk petani, agar dapat

mengembangkan lahan pertanian dan

menggunakan teknologi agar

pekerjaan yang dilakukan lebih efektif.

7. Penyediaan transportasi publik

yang terintegrasi, yakni penyediaan

sarana-sarana transportasi yang

memadai dengan waktu tunggu,

Page 67: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

54

kualitas, dan biaya yang memuaskan

sehingga pergerakan secara internal

dan eksternal dapat berjalan lancar.

Transportasi publik ini meliputi

angkot untuk pergerakan internal dan

sekitar meliputi seluruh wilayah

Bondokenceng termasuk fokus area,

serta bus untuk pergerakan antar

kabupaten.Penyediaan transportasi

publik ini tidak hanya pada moda

melainkan juga pada sarana dan

fasilitas seperti halte dan

terminal.Setiap angkutan harus

melewati terminal agar dapat terjadi

pergantian antar moda dengan baik,

sehingga pergerakan akan lebih

mudah.

8. Pembangunan yang efektif dan

efisien, yaitu pembangunan yang

dilakukan sesuai dengan urgensi atau

prioritas dan dilaksanakan dengan

tidak membuang-buang sumber daya

(boros). Pembangunan ini meliputi

program-program yang akan

dilakukan untuk mewujudkan tujuan

perencanaan.

9. Menggandeng stakeholder, yakni

program-program pembangunan yang

dilakukan dilaksanakan dengan

kerjasama dengan stakeholder seperti

swasta melalui KPS (kerjasama

pemerintah-swasta) maupun dengan

masyarakat melalui kegiatan

partisipasi.

Sedangkan dalam fokus area, konsep ini

diterapkan dengan konsep Superblock untuk

fokus area Kota Kendal dan New Urbanism

untuk fokus area Pegandon-Ngampel.

Konsep Superblock dapat mendukung

tujuan Fokus Area Kota Kendal yaitu

“Terwujudnya Kota Kendal yang Unggul

dan berdaya Saing sebagai Pusat

Pelayanan dan Regional (Kabupaten)

yang Atraktif dan Terintegarasi pada

Tahun 2035.”Begitu pula konsep New

Urbanism yang dapat mendukung tujuan

Fokus Area Pegandon-Ngampel yaitu

“Terwujudnya Pegandon-Ngampel yang

Terintegrasi dan Berdaya Saing sebagai

Pusat Permukiman yang Menghidupkan

Lansekap Lokal pada Tahun 2035”.

4.2.1 Justifikasi Konsep Smart growth adalah teori perencanaan

kota dan transportasi yang mengem-

bangkan kota ke arah walkablecity dan

kompak untuk menghindari terjadinya

sprawl. Istilah smarth growth lebih dikenal di

Amerika Utara, sedangkan di Eropa dikenal

dengan kota yang kompak.

Berdasarkan permasalahan-permasalahan

yang ada pada Wilayah Bondokenceng,

konsep Smart Growth menjadi pendekatan

konsep untuk menyelesaikanberbagai

masalah yang ada. Selain itu, adanya

pertimbangan Driving Factors yaitu

pengaruh dari KIK (Kawasan Industri

Kendal) dan pembangunan jalan tol, dimana

salah satu dari pintu keluarnya berada di

kelurahan Margomulyo, Kecamatan

Pegandon, supaya tidak terjadi urban sprawl.

Untuk itu, dipilih konsep Smart Growth yang

diharapkan mampu memecahkan masalah-

masalah di Bondokenceng untuk

menghindari masalah yang lebih kompleks

serta menghadapi tantangkan yang akan

datang.

Page 68: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

55

4.2.2 Best Practice Smart Growth

uritiba adalah ibu kota negara bagian

Brazil, Paraná. Kota ini terletak di Brazil

bagian tenggara, sekitar 1.081 km dari ibu

kota Brazil, Brazilia. Penduduknya

berjumlah 1.757.904 jiwa. Kota ini menjadi

tujuan untuk bertempat tinggal oleh para

imigran yang berasal dari Eropa sehingga

kota ini mengalami pertambahan

penduduk yang sangat pesat. Pendekatan

yang dilakukan di Curitiba dalam hal

transportasi, konservasi ruang terbuka hijau,

pemukiman dan pengelolaan sampah telah

menjadi percontohan bagi kota-kota lain di

seluruh dunia. Dengan ruang terbuka hijau di

area publik seluas 52 meter persegiper

orang, lebih besar daripada kota manapun di

dunia.

Pertumbuhan Kota Curitiba menjadi

semakin cepat setelah tahun 1950

karenaCuritiba masih mengalami perma-

salahan berupa ancaman ledakan penduduk

yang menjadikan kota ini mengalami

fenomena kemacetan dan banjir.

Berdasarkan permasalahan yang ada, Kota

Curitiba mengambil konsep Smart Growth

untuk mewujudkan pembangunan ber-

kelanjutan.

Adapun perubahan yang dilakukan oleh

Kota Curitiba yaitu :

1. Memperbaiki Sistem Transportasi

Dalam mengatasi kemacetan, pemerintah

membangun jalan-jalan penghubung dari

tempat tinggal penduduk langsung menuju

pusat kota. Busway adalah alat transportasi

utama. Selain itu jalur khusus untuk sepeda

sepanjang 150 kilometer pun didirikan.

Dalam urusan transportasi, Curitiba

menerapkan trinary road system.Ini

adalahmodel jalanan yang menggunakan dua

jalur jalan besar yang berlawanan arah.

Namun yang istimewa, ada dua jalur

sekunder di tengah yang dimanfaatkan

sebagai jalur khusus untuk busway. Hampir

semua jalanan di curitiba menerapkan

sistem ini. Terdapat 12 terminal penumpang

di curitiba, yang tersebar di seluruh penjuru

mata angin.Terminal-terminal ini memberi

kemudahan, yakni memungkinkan

penumpang dapat meninggalkan dan

berganti bus tanpa harus membeli tiket baru.

Sumber: www.pinterest.com

C

Page 69: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

56

2. Inovasi pengolahan sampah

Sebagaimana kota-kota besar lain diseluruh

dunia, Kota Curitiba juga mengalami ber-

bagai permasalahan urban, antara lain per-

tambahan populasi dan sampah. Jumlah

penduduk Kota Curitiba yang besar

menghasilkan volume sampah yang besar

pula. Namun demikian Kota Curitiba tidak

terpuruk dalam permaslahan sampah.

3. Konservasi Ruang Terbuka Hijau

Untuk mengatasi kerawanan banjir, Curitiba

melipatgandakan jumlah ruang tata hijau

(RTH)-nya agar terhindar dari banjir.

Curitiba menempuh segala cara untuk

memperbanyak RTH. Bekas tempat

pembuangan akhir (TPA) disulap menjadi

taman-taman yang lebat dan asri. Danau-

danau dibangun ditengah-tengah perkotaan.

Sementara RTH dilipatgandakan, bangunan

komersial terus dibangun. Dengan adanya

danau di tengah kota maka banjir dapat

diatasi, karena danau tersebut menampung

air sehingga air tersebut tidak naik dijalan.

Pada tahun 1989 kota Curitiba memulai

inovasi pengolahan sampah yang ekonomis

dan berwawasan lingkungan yang diberi

tajuk "Gerbage that is not Gerbage" (sampah

yang bukan sampah). Inovasi pengolahan

sampah tersebut dapat mendaur ulang 70%

sampah kota curitiba dan 90% penduduknya

berpartisipasi dalam program daur ulang

sampah.

Smart Growth Dalam perkembangannya telah terjadi peralihan dari

suatu upaya yang reaksioner menjadi suatu upaya yang

proaktif membahas bagaimana dan dimana

pembangunan baru perlu diakomodasikan.

Berdasarkan konsep smart growth ini pembangunan

dan implementasi dari rencana-rencana lokal yang

komprehensif, akan mengikuti prinsip-prinsip

smart growth

yang tentunya disesuaikan dengan kondisi-kondisi lokal,

misalnya: (i) guna lahan campuran’(ii) desain gedung-gedung yang kompak (efisien

dan efektif); (iii) sejumlah peluang-peluang dan pilihan

dalam hal perumahan/permukiman; (iv)

lingkungan yang dapat dicapai dengan berjalan; (v)

komunitas yang jelas dan menarik, dan menciptakan rasa lingkungan ang kuat

(sense of place); (vi) preserasi ruang-ruang

terbuka lahan pertanian,keindahan alam

dan pelestarian lingkungan yang kritis; (vii)

pembangunan ang ditujukan pada kbutuhan masarakat; (vii) memberikan sejumlah

pilihan transportasi; (ix) keputusan pembangunan

ang adil dan efektif biaya; (xi) kerjasama antar pemangku

kepentingan dalam pembuatan keputusan

pembangunan.

(sumber: “smart growth” website)

Page 70: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

57

4.3 Sasaran

Sasaran dari perencanaan Wilayah

Bondokenceng dibuat dari kata kunci pada

tujuan perencanaan wilayah, yaitu sebagai

berikut:

A. Dari kata kunci ‘pusat pelayanan dan

permukiman’ :

Sasaran untuk mewujudkan Wilayah

Bondokenceng sebagai pusat pelayanan dan

permukiman adalah sebagai berikut.

• Terwujudnya penggunaan lahan yang

sesuai dengan karakteristik fisik wilayah

Secara fisik, setiap wilayah memiliki

karakteristik yang berbeda-beda.Karak-

teristik fisik ini dipengaruhi oleh kondisi

geologi seperti topografi, jenis tanah, curah

hujan, hidrogeologi, hidrologi, serta

kerawanan terhadap bencana.Setiap

penggunaan lahan harus mempertimbang-

kan faktor-faktor tersebut.Hal ini dilakukan

agar perwujudan dari setiap guna lahan

termasuk pusat pelayanan dan permukiman

dapat terhindar dari permasalahan-

permasalahan fisik serta mampu melakukan

adaptasi terhadap permsalahan fisik yang

ada menggunakan strategi-strategi yang

ditetapkan.

• Terciptanya pusat-pusat aktivitas yang

mampu memenuhi kebutuhan masya-

rakat Bondokenceng dan sekitarnya

Saat ini Bondokenceng menghadapi isu-isu

pembangunan seperti Kawasan Industri

Kendal, Pelabuhan di Kaliwungu, serta

proyek pembangunan Tol Trans Jawa yang

melewati beberapa kelurahan di Kecamatan

Ngampel dan Kecamatan Pegandon.

Pembangunan KIK (Kawasan Industri

Kendal) akan berdampak pada peningkatan

kebutuhan akan service, perumahan,

perdagangan dan jasa, perhotelan, pusat

perbelanjaan dan sebagainya.

Pembangunan pusat-pusat aktivitas baru

perlu dibangun untuk memenuhi kebutuhan

yang meningkat tersebut. Selain itu, juga

untuk mengurangi kepadatan yang terjadi

pada pusat aktivitas eksisting.

B. Dari kata kunci ‘terintegrasi’:

Sasaran untuk mewujudkan Wilayah

Bondokenceng yang saling terintegrasi

adalah sebagai berikut.

• Terwujudnya sistem transportasi publik

yang terintegrasi

Seiring dengan bertambahnya jumlah

penduduk, kebutuhan akan kendaraan

semakin meningkat. Untuk menghemat

energi dan meminimalisasi polusi serta

kemacetan, diperlukan adanya sistem trans-

portasi publik yang terintegrasi antarmoda

antarwilayah. Transportasi tersebut di-

harapkan dapat memudahkan masyarakat

untuk melakukan mobilitas.

Perlu adanya institusi yang terkelola untuk

mewujudkan sistem transportasi tersebut

dengan baik. Ketepatan waktu, kenyaman,

serta kelengkapan fasilitas menjadi aspek

yang harus mencapai kondisi ideal. Sosialiasi

publik juga sangat diperlukan untuk

memperlancar program. Transportasi publik

dapat dikatakan berhasil jika ada sistem

yang jelas, pengelolaan institusi yang

terkontrol yang mampu melayani kebutuhan

mobilitas masyarakat.

• Terwujudnya sistem regulasi yang

terpadu

Untuk menjadi Bondokenceng yang

terintegrasi, satu aspek yang penting untuk

dilakukan adalah mewujudkan sistem

regulasi yang terpadu. Regulasi yang

dimaksud cenderung kepada perencanaan

dan pengembangan wilayah, pengadaan

program-program untuk peningkatan

kualitas SDM, serta peningkatan ekonomi

lokal. Perlu adanya kerja sama yang solid

Page 71: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

58

antar stakeholders agar dalam pembangunan

tidak terjadi hambatan yang memperlambat

pembangunan.

C. Dari kata kunci ‘berdaya saing’ :

Sasaran untuk mewujudkan Wilayah

Bondokenceng yang berdaya saing adalah

sebagai berikut.

• Terciptanya SDM yang Kompeten

Untuk menjadikan Bondokenceng agar

memiliki daya saing, hal pertama yang perlu

dilakukan adalah menciptakan SDM yang

berkompeten pelayanan dan industri

sehingga SDM yang berkompeten tersebut

dapat menekan angka kemiskinan Bondo-

kenceng.

Adapun untuk menciptakan SDM yang

berkompeten, diperlukan adanya bantuan

dari pemerintah berupa pengadaan

program-program pelatihan, pengadaan

sekolah-sekolah vokasi untuk mengembang-

kan kreatifitas penduduk sehingga mampu

mengangkat ekonomi kreatif yang ada di

wilayah yang bersangkutan, mampu mem-

beri pelayanan mandiri dan siap terhadap

kebutuhan pekerja di Kawasan Industri

Kaliwungu.

• Terwujudnya pengembangan ekonomi

lokal yang berdaya saing

Hal yang perlu dilakukan selanjutnya adalah

mengembangkan setiap ekonomi lokal

sehingga mampu menguatkan pereko-

nomian Bondokenceng. Identifikasi perse-

baran usaha mikro kecil menengah dan

industri-industri kecil menengah setiap

daerah perlu dilakukan untuk mengetahui

lokasi serta jenis-jenis UMKM berdaya saing.

Selain itu, identifikasi terhadap potensi alam

setiap daerah juga perlu dilakukan untuk

mengembangkan pariwisata Bondokenceng

sehingga akan mengangkat potensi Bondo-

kenceng untuk berkembang. Selain peran

dari pemerintah, pembangunan SDM yang

berkompeten juga diharapkan mampu

mengelola sendiri setiap ekonomi kreatif

yang ada, serta bisa memetik hasil dari

pengembangan ekonomi lokal di daerahnya

dengan arif.

Secara keseluruhan terbentuk enam sasaran

dalam mencapai tujuan perencanaan dengan

pendekatan konsep Smart Growth di Wilayah

Bondokenceng, yaitu:

1. Terwujudnya penggunaan lahan yang

sesuai dengan karakteristik fisik wilayah.

2. Terciptanya pusat-pusat aktivitas yang

mampu memenuhi kebutuhan masya-

rakat Bondokenceng dan sekitarnya.

3. Terwujudnya sistem transportasi publik

yang terintegrasi.

4. Terwujudnya sistem regulasi yang ter-

padu.

5. Terciptanya SDM yang kompeten.

6. Terwujudnya pengembangan ekonomi

lokal yang berdaya saing.

Productivity is never an accident. It is always

the result of a commitment to excellence, intelligent planning, and focused effort.

- Paul J. Meyer

Page 72: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan
Page 73: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

57

BAB V

STRATEGI DAN INDIKASI PROGRAM

5.1 Sasaran 1 – Terwujudnya Penggunaan Lahan yang Sesuai dengan

Karakteristik Fisik Wilayah

5.1.1 Strategi 1

“Menciptakan Fungsi Kawasan Permukiman dan Pertanian yang

Berwawasan Lingkungan”

Dasar penyusunan strategi 1 adalah adanya resiko banjir dan terganggunya fungsi LP2B akibat

bencana banjir.Terdapat dua indikator pencapaian dari strategi ini. Indikator pencapaian

pertama adalah mewujudkan kawasan permukiman dan pertanian yang terbebas dari bencana

banjir dengan meresapkan air hujan kedalam tanah yang dapat menjadi cadangan air. Indikator

pencapaian kedua ialah mengarahkan pengembangan kawasan permukiman ke pusat kota

(fokus area). Berikut merupakan program-program yang merealisasikan strategi 1.

A. Program Normalisasi dan Revitali-

sasi Saluran Drainase

Program ini dibagi menjadi dua sub-

program yaitu program normalisasi dan

program revitalisasi saluran drainase.

Dalam pelaksanaannya, program

normalisasi sungai akan dilakukan

terlebih dahulu. Dengan adanya program

ini diharapkan resiko banjir dapat

diminimalisir. Karena idealnya tidak ada

wilayah yang ingin mengalami bencana

banjir. Program normalisasi saluran

drainase ini memiliki tujuan untuk

membersihkan saluran drainase dari

sedimentasi, sampah maupun tumbuhan

liar; yang lebih difokuskan untuk sungai-

sungai besar yang ada di Bondokenceng,

yaitu Bodri, Lutut dan Blorong. Kegiatan

dalam program ini berupa pengerukan

sedimentasi sungai, pembersihan saluran

drainase sekunder dan tersier dengan

metode partisipatif masyarakat, serta

pembuatan tanggul.

Selanjutnya program revitalisasi saluran

drainase merupakan upaya pengem-

balian fungsi saluran drainase sebagai-

mana mestinya dengan tujuan agar

saluran tersebut lebih optimal dalam

mengalirkan air limpasan. Program

normalisasi dan revitalisasi drainase ini

merupakan tanggung jawab dari Dinas

Pekerjaan Umum Kabupaten Kendal.

B. Program Sejuta Biopori

Program sejuta biopori merupakan

program yang melibatkan masyarakat

dalam pembuatan, pengelolaan maupun

pengawasan lubang-lubang resapan kecil

di lingkungan rumah. Program ini

bertujuan untuk menjaga kelestarian

sumberdaya. Program ini juga dinilai

sebagai bentuk konservasi air tanah dan

menjaga kesuburan tanah yang

dihasilkan dari proses composting.

Lembaga yang akan bertanggung jawab

dalam program ini adalah Badan

Lingkungan Hidup Kabupaten Kendal.

Progam sejuta biopori diinspirasi dari

Gerakan Sejuta Biopori Kota Bandung,

yang digagas mulai tahun 2013. Best

practice ini merupakan gerakan gotong

royong untuk membuat Lubang Resapan

Biopori (LRB) yang melibatkan warga

Kota Bandung skala RT. Kegiatan yang

dilakukan dimulai dengan melakukan

sosialisasi akan manfaat biopori,

Page 74: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

58

Dilanjutkan dengan aksi sejuta biopori yang dalam pelaksanaannya dilimpahkan kepada

tiap-tiap kelurahan. Harapannya setiap rumah memiliki minimal tiga lubang resapan

biopori.Sebagai contoh hasil penerapan biopori ini dapat dilihat pada Gambar 5.1.

Sumber : bioporibdg.wordpress.com

Gambar 5. 1 Dokumentasi Gerakan Sejuta Biopori Kota Bandung

C. Program Peningkatan Area Resapan

Salah satu kondisi buruk yang dihadapi

masyarakat Bondokenceng ialah dimana

ketika musim hujan bencana yang sering

kali terjadi adalah banjir dan ketika

musim kemarau panjang warga

mengalami kesulitan dalam mendapat-

kan air untuk keperluan irigasi

pertaniannya. Oleh karena itu, diadakan

program peningkatan area resapan

melalui kegiatan pembangunan embung-

embung kecil yang tersebar di empat

kecamatan, yaitu Kecamatan Kota

Kendal, Patebon, Cepiring dan Ngampel.

Dengan pembangunan embung-embung

tersebut diharapkan resiko kemungkinan

bencana banjir bisa ditekan dan warga

akan mendapatkan cadangan air ketika

musim kemarau. Embung yang dibangun

berukuran 2 Ha dengan kapasitas

tampung sebesar 2.000 m3. Persebaran

lokasi dari embung-embung baru tdapat

dilihat pada peta dalam Gambar 5.2.

Penanggung jawab dari program ini

adalah Dinas Pekerjaan Umum

Kabupaten Kendal.

Sumber : Hasil Analisis Kelompok 2B Studio

Perencanaan, 2015

Gambar 5.2 Peta Rencana Persebaran Embung

Bondokenceng

D. Program Penataan dan

Optimalisasi Lahan Kawasan Pusat

Kota

Menurut RTR Pulau Jawa Bali Tahun

2011, Kabupaten Kendal bersama

dengan Kabupaten Grobogan dan Demak

difungsikan sebagai daerah untuk

pengembangan pertanian pangan.

Sementara itu, 44% dari Bondokenceng

merupakan LP2B. Menyikapi hal

tersebut, perlu adanya perlindungan

Page 75: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

59

terhadap kegiatan pertanian yang ada di

sana. Sampai dengan tahun 2035,

Kabupaten Kendal akan terus

berkembang yang ditandai dengan

peningkatan jumlah penduduk akibat

driving factors berupa pembangunan KIK

di Kaliwungu dan Trans Tol Jawa dengan

salah satu pintu keluar masuk di

Margomulyo. Agar sejalan dengan RTR

Pulau Jawa Bali, adalah melakukan

pembangunan fisik perkotaan dengan

meminimalisir konversi LP2B dengan

men-konsentrasikan pembangunan fisik

di Fokus Area Kota Kendal dan Fokus

Area Pegandon Ngampel menjadi daerah

dengan kepadatan tinggi melalui konsep

vertical building. Program ini diwujudkan

dalam bentuk pembangunan rusunawa

yang menjadi tanggung jawab dari Dinas

Cipta Karya Kabupaten Kendal.

5.1.2 Strategi 2

”Mewujudkan Sistem Irigasi

yang dapat Melayani Lahan

Pertanian Regional”

Dasar penyusunan strategi 2 adalah dari

adanya permasalahan belum optimalnya

LP2B karena sistem irigasi pertanian yang

belum berfungsi optimal dan potensi LP2B

yang menjadi potensi ketahanan pangan.

Indikator pencapaiannya adalah ter-

penuhinya kebutuhan air bagi sawah-sawah

melalui sistem irigasi. Program-program

yang merupakan perwujudan dari strategi

ini berjumlah tiga program dengan

penjelasan sebagai berikut:

A. Program Normalisasi dan Revitalisasi

Saluran Irigasi

Program ini bertujuan untuk mengatasi

pendangkalan pada saluran irigasi sehingga

kapasitasnya kembali normal dan volume

air untuk kebutuhan irigasi dapat

meningkat secara kuantitas. Diharapkan

saluran-saluran irigasi dapat mengalirkan

air dari Kali Bodri menuju semua sawah

secara rata sehingga tanaman pada sawah

tumbuh dengan baik dan hasil panen

meningkat. Adapun kegiatan yang

direncanakan dalam program ini adalah

pembuatan masterplan saluran irigasi dan

pemeli-haraan saluran irigasi. Penanggung-

jawab dari program ini adalah Dinas

Pertanian dan Dinas Pekerjaan Umum

Kabupaten Kendal.

B. Program Normalisasi dan Revitalisasi

Bendungan

Program ini bertujuan untuk mengatasi

pendangkalan pada bendungan sehingga

kapasitas bendungan dalam menahan dan

menyimpan cadangan air dapat meningkat

dan kembali normal. Bendungan yang

menjadi target dalam program ini ialah

Bendungan Kedung Pengilon. Diharapkan

bendungan dapat mencegah banjir karena

menahan dan mengurangi volume air yang

dialirkan ke daerah bawah, serta sebagai

pemenuh kebutuhan irigasi sawah-sawah.

Program ini didukung dengan kegiatan-

kegiatan pengerukan, pembuatan master-

plan saluran irigasi dengan penangggung-

jawab adalah Dinas Pertanian dan Dinas

Pekerjaan Umum Kabupaten Kendal.

C. Program Lahan Pertanian Abadi

LP2B merupakan lahan pertanian yang dimanfaatkan sebagai lahan produksi tanaman

pangan untuk tujuan ketahanan pangan. program ini bertujuan untuk mempertahankan

luasan LP2B sesuai peraturan. Alasan LP2B ini tetap dipertahankan karena lahan inilah yang

menjadi sumber produksi pangan tidak hanya bagi Kabupaten Kendal, tetapi juga untuk skala

nasional program ini direalisasikan melalui kegiatan sosialisasi akan LP2B, intensifikasi dan

perbaikan saluran irigasi.Penanggung-jawab dari program ini ialah Dinas Pertanian

Kabupaten Kendal. Harapan-nya program ini memberikan dampak positif terutama dalam

peningkatan hasil produksi dan dapat menciptakan ketahanan pangan.

Page 76: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

60 5.2 Sasaran 2 – Terciptanya Pusat-

Pusat Aktivitas yang Mampu

Memenuhi Kebutuhan Masyara-

kat Bondokenceng dan Sekitar

5.2.1 Strategi 1

“Mewujudkan jaringan sarana

dan prasarana wilayah yang

Terpadu”

Dasar penyusunan strategi 2 adalah

jaringan sarana dan prasarana yang belum

terpadu serta belum menjangkau seluruh

wilayah. Indikator pencapaian strategi ini

adalah seluruh sarana dan prasarana

memiliki hirarki yang saling berhubungan

dan dapat menjangkau seluruh wilayah.

Berikut merupakan program-program yang

merealisasikan strategi 2

.

Sumber: Hasil Analisis Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015

Gambar 5.3 Peta Rencana Jaringan Persampahan

Bondokenceng

A. Program Satu Rumah Satu Jamban

Program Satu Rumah Satu Jamban

merupakan salah satu upaya pewujudan

lingkungan permukiman yang sehat.

Sesuai dengan SPM Menteri Pekerjaan

Umum 01/PRT/M/2014, bahwa setiap 1

rumah harus memiliki 1 jamban pribadi.

Sebagian masyarakat Bondokenceng

masih melakukan MCK di sungai, hal

inilah yang membuat program satu

rumah satu jamban sangat penting untuk

dilaksanakan. Pelaksanaan program ini

diawali dengan kegiatan penyuluhan

tentang pentingnya jamban pribadi bagi

kesehatan lingkungan dan diikuti dengan

bantuan pengadaan jamban untuk warga

yang belum memiliki jamban pribadi di

rumahnya yang akan dilaksanakan oleh

Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten

Kendal. Diharapkan pada akhirnya 60%

masyarakat Bondokenceng akan

memiliki jamban pribadi di tiap rumah.

B. Program Pengembangan Jaringan

Jalan Kaliwungu–Kendal-Weleri

Program pengembangan jaringan jalan

Kaliwungu-Kendal-Weleri ini ditujukan

untuk meningkatkan dan memudahkan

mobilitas masyarakat Bondokenceng dan

juga masyarakat di seluruh Kabupaten

Kendal. Mengingat Kota Kendal sebagai

ibukota Kabupaten Kendal, maka harus

ada hubungan yang sinergis dengan

pusat-pusat wilayah lain, seperti

Kaliwungu dan Weleri. Dengan

berpedoman pada RTRW Kabupaten

Kendal tahun 2011-2031, program ini

diwujudkan dengan pembuatan Jalan

Arteri yang menghubungkan Kaliwungu-

Kendal-Weleri dan akan dilaksanakan

oleh Dinas Pekerjaan Umum. Diharapkan

nantinya akan tercipta sinergitas antara

3 pusat wilayah tersebut sehingga

mampu menggerakkan roda pere-

konomian, mensejahterakan dan

melayani masyarakat secara merata dan

terpadu.

Page 77: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

61 C. Program Peningkatan Jangkauan Jalur

Kolektor Penghubung Perkotaan

Bondokenceng

Berdasarkan rencana, terdapat dua

kawasan perkotaan di Bondokenceng,

yakni kawasan Kota Kendal dan

Pegandon-Ngampel. Adapun Kota Kendal

berfungsi sebagai kawasan pusat

pelayanan sedangkan Pegandon-

Ngampel berfungsi sebagai kawasan

pusat permukiman. Pengembangan jalur

kolektor penghubung kawasan per-

kotaan di wilayah Bondokenceng, yakni

dari kawasan pusat pelayanan Kota

Kendal dan kawasan pusat permukiman

Pegandon-Ngampel dituju-kan untuk

mempermudah mobilitas dari dua

kawasan perkotaan tersebut.

Program ini direalisasikan melalui

beberapa tahap, yaitu penentuan jalan

yang semula jalan lokal maupun

lingkungan yang menghubungkan kedua

pusat perkotaan, kemudian jalan

tersebut ditingkatkan kelasnya menjadi

jalan kolektor. Selain itu, pengembangan

jalur kolektor penghubung Kota Kendal

dan Pegandon-Ngampel yang akan

dinaungi oleh Dinas Perhubungan ini

juga ditujukan untuk menghubungkan

kedua kawasan perkotaan tersebut

secara lebih tegas sehingga dapat

mempermudah mobilisasi masyarakat.

D. Program Revitalisasi Pasar

Program revitalisasi pasar dilakukan

untuk memperbaiki kualitas serta

kuantitas. Peremajaan dalam hal kualitas

yaitu untuk meningkatkan kebersihan

sehingga pembeli nyaman berbelanja di

pasar tersebut. Pengadaan fasilitas

khusus untuk pengolahan sampah

organik menjadi pupuk organik cair atau

meggunaka pendekatan pengelolaan 3R.

Sedangkan untuk peningkatan kuantitas

yaitu penambahan jumlah kios atau los-

los yang ada. Program ini akan

dilaksanakan di Kelurahan Pegulon

dengan menggunakan best practice Pasar

Segaman Purbalingga yang mengacu

kepada Peraturan Menteri Perdagangan

Republik Indonesia Nomor 70/M-

DAG/PER/12/2013 tentang Pedoman

Penataan dan Pembinaan Pasar

Tradisonal.

Penerapan dilaksanakan sesuai best

practice yang telah ada adalah citra pasar

dirubah menjadi pasar yang mudah

dijangkau, bersih, dan tertata rapi dan

pasar tradisional berkonsep modern

dilengkapi dengan fasilitas pengolahan

sampah dan penyediaan jumlah kios

yang mencukupi. Sehingga dari program

ini diharapkan dapat menampung lebih

banyak pedagang dan tidak terjadi pasar

tumpah yang dapat menjadi hambatan

samping jalan.

Sumber : jateng.tribunews.com

Gambar 5. 4 Pasar Segaman Purbalingga

E. ProgramPembangunan Sarana

Perekonomian Tersier

Berdasarkan hasil observasi,

Bondokenceng belum memiliki sarana

perekonomian tersier seperti department

store.

Program pengembangan sarana pere-

konomian tersier di wilayah Bondo-

kenceng ditujukan untuk mendukung

pemenuhan kebutuhan masyarakat akan

sarana perekenomian di dalamnya.

Page 78: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

62

Berdasarkan hasil survei, 70%

masyarakat di Bondokenceng setuju

terhadap rencana pengadaan sarana

perekonomian tersier berupa pusat

perbelanjaan seperti department store.

Hal tersebut menandakan bahwa

rencana program pengembangan sarana

perekonomian tersier telah mendapat-

kan dukungan dari masyarakat dan

masyarakat membutuhkan pusat per-

belanjaan tersebut. Adapun pelak-sanaan

program ini dimulai dengan kegiatan

sosialisasi kepada masyarakat, penen-

tuan lokasi, dan kerjasama pemerintah -

swasta. Program ini akan dibawahi oleh

Dinas Perindustrian dan Perdagangan,

ditujukan untuk mendu-kung peran

Bondokenceng sebagai wilayah dengan

orde pertama di Kabupaten Kendal yang

memiliki fungsi sebagai pusat pelayanan.

F. Program Peningkatan Pelayanan Sarana Pendidikan Menengah

Program peningkatan pelayanan sarana pendidikan menengah ditujukan untuk memenuhi

kebutuhan masyarakat akan pendidikan SMP dan SMA. Berdasarkan analisis spasial

jangkauan pelayanan sarana pendidikan SMP dengan radius 1.000 meter, terdapat beberapa

kawasan permukiman yang belum terjangkau.

Berdasarkan analisis spasial jangkauan pelayanan sarana pendidikan SMA dengan radius

3000 meter, Adapun secara jangkauan kuantitas berdasarkan SNI 03-1733-2004 tentang tata

cara perencanaan lingkungan perumahan di perkotaan dengan standar 1 unit sarana

pendidikan menegah/4.800 jiwa, masih terdapat 72% wilayah Bondokenceng yang belum

terjangkau oleh pelayanan sarana pendidikan menegah. Program ini direalisasikan dalam

kegiatan penentuan lokasi agar menjangkau seluruh wilayah, pembebasan lahan (jika

dibutuhkan) dan kemudian pembangunan sekolah. Peta rencana lokasi-lokasi SMP,

jangkauan pelayanannya, serta cakupan wilayah yang telah terlayani oleh titik-titik SMP

dapat dilihat pada Gambar 5.5. Sedangkan peta rencana lokasi fasilitas SMA ini dapat dilihat

pada Gambar 5.6.

Sumber: Hasil Analisis Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015

Gambar 5.5

Sumber: Hasil Analisis Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015

Gambar 5.6

Peta Rencana Persebaran SMP di Bondokenceng

Peta Rencana Persebaran SMA di Bondokenceng

Page 79: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

63

G. Program Peningkatan Fasilitas

Kesehatan

Program peningkatan pelayanan

puskesmas ditujukan untuk memenuhi

kebutuhan masyarakat akan fasilitas

kesehatan skala puskesmas. Berdasarkan

analisis spasial jangkauan pelayanan

puskesmas, masih ada sekitar 12.50%

wilayah yang belum terjangkau dalam

pelayanan puskesmas. Adapun secara

jangkauan kuantitas berdasarkan SNI 03-

1733-2004 tentang tata cara

perencanaan lingkungan perumahan di

perkotaan dengan standar 1 unit

puskesmas/30.000 jiwa. Program ini

direalisasikan dalam kegiatan penentuan

lokasi agar menjangkau seluruh wilayah,

pembebasan lahan (jika dibutuhkan) dan

pembangunan fasilitas. Peta rencana

lokasi fasilitas puskesmas ini dapat

dilihat pada Gambar 5.7.

Sumber : Hasil Analisis Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015

Gambar 5.7 Peta Rencana Persebaran Puskesmas di

Bondokenceng

5.3 Sasaran 3 – Terwujudnya sistem transportasi publik yang terintegrasi

5.3.1 Strategi 1

“Meningkatkan pelayanan transportasi untuk memperlancar mobilitas masyarakat”

Dasarpenentuan strategi ini adalah adanya permasalahan aksesibilitas, belum tersedianya

fasilitas pendukung transportasi darat, adanya trayek kurus dan pelayanan transportasi umum

yang belum maksimal. Terciptanya sarana dan prasarana pelayanan transportasi umum yang

menyelesaikan masalah kemacetan merupakan indicator pencapaian dar strategi ini. Program-

program di bawah ini merupakan bentuk perwujudan dari strategi 1.

A. Program Pengembangan Sistem Jaringan Jalan

Program pengembangan sistem jaringan

jalan ditujukan untuk meningkatkan fungsi

jalan, sebagai prasarana distribusi sekaligus

pembentuk struktur ruang wilayah yang

harus dapat memberikan pelayanan

transportasi secara efisien (lancar), aman

(selamat), dan nyaman.

Program pengembangan sistem jaringan

jalan ini merupakan program urgensi

melihat jalan di Bondokenceng berada

dalam kondisi buruk dengan presentase

mencapai 13,4%. Program ini

ditanggungjawabi oleh Dinas Bina Marga

Kabupaten Kendal dengan harapan akan

meningkatkan mobilitas masyarakat Kendal.

Prioritas penanganan jalan rusak berat

(prioritas I) dan jalan rusak sedang

(prioritas II) yang dapat dilihat pada

Gambar 5.8. Dalam penentuan prioritas

penanganan jalan rusak, dipilih berdasarkan

fungsi dan jangka waktu jalan tersebut telah

rusak.

“Negara yang maju bukanlah tempat dimana orang miskin bisa memiliki mobil. Melainkan tempat dimana orang miskin

dan kaya duduk berdampingan menggunakan transportasi umum”-

Anonim

Page 80: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

64

Sumber : Hasil Analisis Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015

Gambar 5.8 Peta Rencana Perbaikan Jalan Rusak

Bondokenceng

B. Program Public Transport Develop-

ment (PTD)

Program public transport development

(PTD) adalah program pengembangan

transportasi umum sebagai perwujudan

transportasi intermodal (angkutan kota–

kereta api–BRT) di Bondokenceng yang

bertujuan untuk memingkatkan angka

wilayah yang terlayani oleh prasarana halte

dan terminal. Program ini ditanggungjawabi

oleh Dinas Bina Marga Kabupaten Kendal

yang harapannya dapat mewujudkan sistem

transportasi publik yang terintegrasi antar

satu moda dengan moda lainnya. Bentuk

kegiatan yang dilakukan untuk memenuhi

tujuan program ini adalah dengan

melakukan pembangunan halte dan

terminal pada jalan yang menghubungi

antar kawasan strategis.

Sumber : www.wricities.org

Gambar 5.9 Multimodal Mexico City

C. Program Optimalisasi Stasiun

Kalibodri

Program optimalisasi Stasiun Kalibodri

ditujukan untuk wujud nyata pelayanan

integrasi transportasi publik di

Bondokenceng, yang merupakan lanjutan

dari program sebelumnya (PTD). Stasiun

Kalibodri sebagai titik potensial, dijadikan

sebagai simpul utama dalam peng-

integrasian transportasi publik di Bondo-

kenceng. Optimalisasi stasiun kalibodri yang

ditanggungjawabi oleh Dinas Bina Marga

Kabupaten Kendal dan PT. KAI ini meliputi

peremajaan penyediaan prasarana perkere-

taapian seperti jalur, stasiun dan fasilitas

operasi kereta rencananya akan dibangun

dalam satu tahapan. Pada tahapan

pengoptimalan ini dilakukan pengem-

bangan jaringan dan layanan kereta api

yang menghubungkan Bondokenceng dan

wilayah sekitar Kabupaten Kendal.

Sumber : www.matthewweathers.com

Gambar 5.10 Metro di Las Vegas

Page 81: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

65

D. Program Peningkatan Jangkauan

Trayek Angkutan Umum

Program pengembangan trayek

angkutan umum ditujukan untuk

mewujudkan rencana sistem transpor-

tasi Bondokenceng. Program yang

ditanggung-jawabi oleh Dinas Bina

Marga Kabupaten Kendal ini targetnya

akan menyediakan tiga moda angkutan

massal transportasi yang akan

dikembangkan di Bondokenceng.

Pertama, angkutan kota yang menjang-

kau dan terintegrasi antar wilayah,

memberikan kenyamanan, keamanan,

serta ketepatan waktu. Kedua, Bus Rapid

Transi (BRT) yang diberi nama Trans

Kendal terdiri dari 2 koridor (Koridor

Weleri – Kota Kendal – Kaliwungu dan

Koridor Cepiring - Purwosari – Lanji –

Penanggulan – Pegandon -Tegorejo)

dilengkapi dengan halte-halte tempat

pemberhentian dan pengangkutan

penumpang di tempat strategis, dapat

dilihat pada Gambar 5.11. Ketiga, yaitu

kereta api yang menghubungkan

terminal angkutan kota, yang nantinya

akan dikembangkan menjadi Komuter

Kendal (Kendal, Pegandon-Ngampel,

Kaliwungu, Weleri).

Sumber : Hasil Analisis Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015

Gambar 5.11 Peta Rencana Trayek Angkutan Umum

Bondokenceng

E. Electronic Road Pricing (ERP)

Sistem ERP akan dijadikan program

terakhir untuk mencapai sasaran 3 berupa

pemberlakuan pada kendaraan pribadi di

Singapura. Singapura telah memberlakukan

jalan berbayar dengan tujuan untuk

mengurangi kemacetan di jalan raya.

Program yang ditanggung-jawabi Dinas

Bina Marga ini efektif memindahkan

pengguna kendaraan pribadi ke angkutan

umum. Sehingga jalan raya menjadi jarang

macet. Program jalan berbayar elektronik

adalah pungutan untuk jalan di tempat-

tempat tertentu dengan cara membayar

secara elektronik. Tempat dilakukannya

pungutan jalan biasa disebut restricted

area. Bila menggunakan kendaraan, setiap

kali melewati restricted area tersebut

pengguna kendaraan harus membayar.

Bentuk kegiatan yang dilakukan dalam

proses pengadaan ERP ini adalah dengan

melakukan pendataan terlebih dahulu

terhadap seluruh pemilik kendaraan, lalu

dilanjutkan dengan pemberian chip khusus

yang dapat dideteksi oleh mesin yang

mengambil saldo pada pengguna kendaraan

pribadi yang melintasi restricted area.

Sumber : www.weltrekordreise.ch

Gambar 5.12 Electric Road Pricing di Singapura

Page 82: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

66 5.4 Sasaran 4 – Terwujudnya sistem

Regulasi yang Terpadu

5.4.1 Strategi 1

“Mewujudkan good governance”

Penyusunan strategi tersebut didasarkan

oleh permasalahan yang ada, yakni

lambatnya respon pemerintah terhadap

pengaduan masyarakat serta belum

optimalnya kinerja pemerintah. Iindikator

dari strategi ini ialah pemerintah memiliki

daya tanggap yang tinggi terhadap

pengaduan masyarakat serta meningkatnya

kinerja aparatur pemerintah

(profesionalisme dan kompetensi). Ber-

dasarkan hal tersebut disusunlah indikasi

program berdasarkan strategi yang ada

untuk mencapai sasaran.

A. Program e-government

Program e-government merupakan bentuk

layanan untuk mendapatkan data dinas di

pemerintahan, akses peman-tauan proses

pembuatan dokumen sipil dan laporan

pengaduan terhadap permasalahan yang

ada secara online seperti yang di terapkan di

Korea Selatan. Setiap masyarakat yang

memiliki KTP dapat meregistrasikan nomor

KTP-nya kemudian log in untuk mendapat-

kan akses tersebut. Hal ini dilakukan untuk

membuka kesempatan yang sebesar-

besarnya bagi masyarakat dalam

menyampaikan aspirasinya secara cepat

sehingga mampu mengatasi permasalahan

lambatnya respon pemerintah terhadap

pengaduan, seperti pengaduan jalan rusak

di Kendal yang hingga 15 tahun belum

mendapat perhatian.

Program ini akan dinaungi oleh Sekda,

dengan dilaksanakannya program ini

diharapkan akan terbentuknya sistem

pemerintahan yang responsif terhadap

pengaduan masyarakat sehingga dapat

melayani masyarakat secara maksimal

dalam mewujudkan sistem regulasi yang

terpadu. Ilustrasi contoh penerapan e-

government dapat dilihat pada Gambar

5.13.

Sumber: www.epeople.go.kr

Gambar 5.12 Tampilan Menu Website Pemerintahan Korea Selatan (versi Google Translate)

B. Program Insentifikasi dan Disinsen-

tifikasi Jam Kerja

Program insentif dan disinsentif merupakan

program yang dinaungi oleh Sekretaris

Daerah pada setiap desa/kelurahan untuk

memotivasi agar capaian kinerja aparat

pemerintahan dalam melaksanakan tugas

utamanya yaitu melayani penduduk,

mengelola wilayah, dan menyelenggarakan

pemerintahan benar-benar optimal

sehingga terbentuknya sistem pemerin-

tahan yang profesional dalam masyarakat

seperti yang terjadi di Korea Selatan.

Bentuk insentif tersebut dapat berupa

tambahan gaji, bonus maupun tunjangan

dan bentuk disinsentif ialah pemotongan

bonus, tunjangan maupun gaji. Hal ini

dilakukan atas dasar permasalahan kurang

profesionalnya aparat pemerintah yaitu

perangkat desa/kelurahan dalam hal

menyediakan dan melakukan pendataan

desa/kelurahan serta jam kerja yang belum

mengikuti peraturan dimana jam kerja ini

sudah berakhir pukul 12.00.

Page 83: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

67

5.5 Sasaran 5 – Terwujudnya SDM

yang kompeten

5.5.1 Strategi 1

“Mewujudkan good governance”

Penyusunan strategi tersebut didasarkan

oleh permasalahan yang ada, yakni

kurangnya lembaga pelatihan keterampilan

dari pemerintah yang mewadah minat

masyarakat. Indikator dari strategi ini ialah

pelayanan pemerintah yang responsif

terkait kondisi kualitas SDM. Berdasarkan

hal tersebut disusunlah indikasi program

berdasarkan strategi yang ada untuk

mencapai sasaran.

A. Program Perlindungan dan

Pengembangan Lembaga Ketenaga-

kerjaan

Program perlindungan dan pengembangan

lembaga ketenaga-kerjaan merupakan

program yang dinaungi oleh Dinas Tenaga

Kerja dan Transmigrasi untuk membentuk

LKP pada 52% desa/kelurahan yang belum

memilikinya. Selain itu akan ditingkatkan-

nya standar kesehatan dan keselamatan

bagi pekerja serta menjaga lembaga

keterampilan dan pendidikan yang ada dan

yang akan diadakan menjadi rutin

dilaksanakan pada seluruh desa/kelurahan

sehingga setiap generasi memiliki

kesempatan yang sama untuk memperoleh

keterampilan.

B. Program Penyediaan Pendidikan

Vokasi

Program penyediaan pendidikan vokasi

merupakan program yang dinaungi oleh

Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi untuk

membentuk sekolah vokasi sesuai kriteria

masyarakat setempat seperti pendidikan di

bidang pertanian, industri dan perikanan.

Hal ini dilakukan dikarenakan pada lokasi

perencanaan belum terdapat sekolah vokasi

dan tingkat pendidikan masyarakat masih

rendah dimana kondisi awal terdapat 57%

penduduk usia produktif berpendidikan

dibawah SMA sehingga dibutuh pendidikan

untuk meningkatkan keahlian masyarakat,

dengan disediakan-nya fasilitas ini

diharapkan masyarakat akan memiliki

keterampilan yang mampu membuka usaha

bagi dirinya maupun orang lain yang

berdampak menurunnya pengangguran dan

meningkatnya pendapatan masyarakat.

5.5.2 Strategi 2

“Mengadakan dan meningkat-

kan efektivitas program pela-

tihan”

Penyusunan strategi tersebut didasarkan

oleh permasalahan dan potensi yang ada,

yakni banyaknya UMKM yang ada namun

memiliki penduduk yang kurang berdaya

saing. Indikator dari strategi ini ialah

peningkatan intensitas pelaksanaan

program pelatihan keterampilan bagi

masyarakat. Berdasarkan hal tersebut

disusunlah indikasi program berdasarkan

strategi yang ada untuk mencapai sasaran.

A. Fasilitasi Bisnis Inkubator (Pem-

binaan Pelaku Usaha Kecil Menengah)

Program fasilitasi bisnis inkubator

merupakan program yang berangkat dari

potensi banyaknya UMKM yang ada di

Bondokenceng namun pelaku usaha yang

kurang berdaya saing. Program ini akan

dinaungi oleh Dinas Tenaga Kerja dan

Transmigrasi untuk membentuk dan

meningkatkan program pelatihan yang akan

dilakukan secara rutin pada seluruh

desa/kelurahan dimana kondisi awal

terdapat 32% kelurahan belum memiliki

program pelatihan rutin dari pemerintah.

Pelatihan tersebut dimulai dari tahap

pelatihan (materi), evaluasi kelayakan ide

bisnis, fasilitasi investasi, manajemen,

membangun kemitraan hingga

pengendalian dan penciptaan atmosfir

kewirausahaan di lingkungan.

Pembentukan pelatihan ini sesuai dengan

potensi UMKM yang ada di wilayah studi,

dengan disediakannya fasilitas ini

Page 84: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

68 diharapkan masyarakat akan memiliki

keterampilan yang mampu membuka usaha

bagi dirinya maupun orang lain serta

meningkatkan kualitas dan kuantitas dari

produksi UMKM yang ada untuk

didistribusikan keluar Bondokenceng.

5.6 Sasaran 6 – Terwujudnya

pengembangan ekonomi lokal yang

berdaya saing

5.6.1 Strategi 1

“Meningkatkan kualitas komo-

ditas unggulan untuk menjaga

kestabilan harga komoditas”

Dasar penyusunan strategi 1 adalah

rendahnya dan kurang berdaya saingnya

produktivitas komoditas padi, jagung, dan

tembakau. Indikator pencapaian dari

strategi ini adalah peningkatan kualitas

komoditas unggulan agar berdaya saing dan

harga komoditas menjadi stabil. Program-

program yang merealisasikan strategi 1

antara lain:

A. Program Peningkatan Produktivitas

Komoditas Unggulan

Program peningkatan produktivitas

komoditas unggulan merupakan salah satu

program yang bertujuan untuk mewujudkan

pengembangan ekonomi lokal yang berdaya

saing. Adanya program ini diharapkan dapat

mengatasi masalah rendahnya produk-

tivitas komoditas unggulan di

Bondokenceng, khususnya komoditas padi,

jagung, dan tembakau serta dapat

memenuhi kebutuhan pangan, khushsnya di

Bondokenceng.

Pengadaan program ini berkaca dari

kesuksesan Kota Chengdu, Tiongkok dalam

mengelola pertanian secara modern dengan

mendorong otomatisasi dan mekaniasi

peralatan pertanian, membangun kelemba-

gaan pertanian yang terpadu, serta

membangun jejaring pasar guna

memperlancar penjualan produk pertanian.

Dalam perencanaannya, akan disediakan

koperasi dan spesialisasi wilayah yang

dapat dilihat pada peta dalam Gambar

5.15.

Sumber: www.chinadaily.com, 2015

Gambar 5.13 Pertanian di Kota Chendu, Tiongkok

Sumber : Hasil Analisis Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015

Gambar 5.14 Peta Rencana Pengembangan Komoditas Padi dan Jagung dan Persebaran Koperasi

Bondokenceng

Page 85: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

69 B. Program Koperasi Usaha Pertanian

(KUP)

Program KUP ini bertujuan agar nilai

komoditas hasil produksi pertanian tetap

stabil dan tidak lagi dikontrol oleh para

tengkulak yang merugikan para petani.

Dengan menciptakan 2 unit koperasi (untuk

padi dan jagung) pada tahun 2016

harapannya para petani dapat mencapai

kesejahteraannya secara bersama dan dapat

mewujudkan pengembangan ekonomi lokal

yang berdaya saing. Khusus untuk KUP

komoditas padi diletak di Kecamatan

Cepiring dan komoditas jagung di

Kecamatan Pegandon. Salah satu contoh

program KUP berhasil diterapkan di

Kecamatan Larangan, Kabupaten Brebes.

Kabupaten Brebes masuk menjadi salah

satu nominasi peraih prestasi penghargaan

sebagai Kabupaten Penggerak Koperasi dari

Kementerian Koperasi dan UKM RI tahun

2015 (dikutip dari brebesnews.com).

5.6.2 Strategi 2

“Meningkatkan kompetensi

pelaku usaha mikro menengah”

Dasar penyusunan strategi 2 adalah belum

berkembangnya UMKM yang ada

danpotensi bahwa terdapat beragam UMKM

di Bondokenceng. Indikator pencapaian dari

strategi ini adalah adanya peningkatan

kualitas dari pelaku usaha UMKM agar

dapat mengembangkan dan meningkatkan

hasil produksi UMKM yang ada. Program-

program yang merealisasikan strategi 2

ialah:

A. Program Sentra Industri Kendal

Program sentra industri Kendal merupakan

salah satu program yang diinisiasi Program

ini bertujuan untuk memusatkan kawasan

industri kecil-menengah berdasarkan

produk yang dihasilkan dengan rincian,

sebagai berikut:

Sentra batubata di Botomulyo;

Sentra Batik Jambekusuma di

Jambearum;

Sentra industri makanan ringan di

Jalan Tentara Pelajar; serta

Sentra produksi perikanan tambak di

kawasan wisata Pantai Muara Kencan

dan Pantai Kartika Jaya.

Program ini mengacu pada perkem-bangan

klaster industri di Kota Pekalongan, yang

telah berkembang pesat. Sentra pemasaran

batik di Pasar Sentono telah menjadi wadah

para perajin batik untuk dapat memasarkan

produknya.

Sumber: www.imagesdetik.com, 2015

Gambar 5.15 Sentra Industri Batik di Kota Pekalongan

Sumber: Hasil Analisis Kelompok 2B Studio

Perencanaan, 2015

Gambar 5.16 Peta Rencana Pengembangan Sentra Industri

Bondokenceng

Page 86: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

70

B. Program Fasilitasi Bisnis Inkubator

Program Fasilitasi Bisnis Inkubator

merupakan program yang diinisiasi

untuk membina para pemilik usaha

secara berkala untuk meningkatkan

kompetensi pemilik usaha. Pada

pelaksanaannya, kemampuan pelaku

UMKM ditingkatkan baik dari segi

keterampilan, pengelolaan usaha, mau-

pun financialmisalnya dengan pinjaman

modal sehingga dapat me-ngembangkan

dan meningkatkan hasil produksi UMKM

yang ada pada Kawasan Perkotaan

Kendal. Program inkubator bisnis dapat

dilakukan melalui kerjasama antara

pemerintah dengan pihak akademisi

(perguruan tinggi). Program ini

diharapkan dapat meningkatkan kinerja

usaha UKM sehingga mampu berkem-

bang secara mandiri, berkembang dan

berdaya saing dalam rangka menghadapi

masyarakat ekonomi Asean (MEA).

Target yang diharapkan pada tahun 2035

adalah sebanyak 50% pemilik usaha

dapat terfasilitasi melalui program ini.

Contoh program fasilitasi inkubator

adalah Incubie LPPM IPB yang

menanungi 45 UMKM di Jawa Barat.

5.6.3 Strategi 3

“Mengoptimalkan tanaman mangrove untuk mengatasi rob”

Dasar penyusunan strategi 3 adalah terdapatnya resiko penurunan produktivitas tambak akibat

adanya bencana rob. Indikator pencapaian dari strategi ini adalah terealisasinya penanaman

mangrove untuk mencegah rob di daerah tambak agar nantinya produktivitas tambak dapat

meningkat. Program yang merealisasikan strategi 3 ialah:

A. Program Sejuta Mangrove

Program Sejuta Mangrove merupakan salah

satu solusi permasalahan rob pada area

tambak. Penanaman sejuta mangrove pada

area pesisir Bondokenceng diharapkan

dapat maminimaslisasi adanya ancaman rob

di masa yang akan datang. Pada tahun 2035

diharapkan lahan tambak yang aman ndari

ancaman rob meningkat menjadi 60% dari

luas tambak yang ada. Program ini dikelola

oleh dinas kehutanan. Contoh program

mangrove berhasil diterapkan di Taman

Hutan Raya Ngurah Rai, Bali. Taman

tersebut menjadi kawasan wisata hutan

mangrove yang banyak dikunjungi wisa-

tawan.

Sumber: www.imagesdetik.com

Gambar 5.19 Taman Raya Ngurah Rai, Bali

Sumber: Hasil Analisis Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015

Gambar 5.18 Rencana Sentra Industri Kendal

Page 87: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

71 5.6.4 Strategi 4

“Meningkatkan pengelolaan potensi wisata dengan menarik investasi dari

swasta serta memberdayakan masyarakat”

Dasar penyusunan strategi 4 adalah terdapatnya obyek wisata Pantai Kartika Jaya dan Muara

Kencana serta Bendungan Kedung Pengilon sebagai objek wisata dan sumber air cadangan,

tetapi di sisi lain potensi tersebut belum diolah secara optimal. Indikator pencapaian dari

strategi ini adalah adanya pengelolaan potensi wisata alam dengan menarik investasi dari pihak

swasta dan memberdayakan masyarakat agar potensi wisata alam dapat berkembang secara

optimal. Program yang merealisasikan strategi 4 ialah :

A. Program Kelompok Sadar Wisata

Program Kelompok Sadar Wisata

merupakan upaya dalam pengembangan

potensi wisata pantai yang ada di

Bondokenceng. Potensi wisata di Pantai

Muara Kencana dan Pantai Kartika Jaya

merupakan aset lokal yang dapat

dikembangkan oleh masyarakat sekitar agar

memiliki nilai ekonomis.

Pengembangan tersebut dilakukan dengan

masyarakat menyediakan kebutuhan-

kebutuhan bagi wisatawan seperti tempat

penginapan, tempat makan, tempat oleh-

oleh, kios-kios untuk membeli baju dan

peralatan mandi, serta penyewaan alat-alat

outdoor. Selain pengembangan sumber daya

alam yang ada, masyarakat setempat juga

perlu mendapatkan pelatihan sehingga

memiliki kompetensi dalam pengem-

bangan objek wisata. Pembentukan

kelompok sadar wisata atau asosiasi telah

sukses diterapkan di Pulau Weh, yakni

Asosiasi Pariwisata Pulau Weh - Sabang

(Pulau Weh - Sabang Tourism

Association/PWSTA). Asosiasi tersebut

memiliki peranan penting dalam

mempromosikan kerja sama pemerintah

dan dunia usaha dalam menangani masalah

pemasaran, pelatihan serta masalah

pembangunan lainnya terkait dengan

pengembangan pariwisata.

B. Program Pengembangan Sarana Transportasi Publik

Keberadaan Pantai Muara Kencana, Pantai

Kartika Jaya, dan Bendungan Kedung

Pengilon masih sulit dijangkau oleh

wisatawan karena belum adanya sarana

transportasi yang menjangkau lokasi objek

wisata tersebut. Oleh karena itu, dengan

adanya program penyediaan sarana

transportasi publik ini,di harapkan

wisatawan dapat mengakses objek wisata

pantai dan Bendungan Kedungpengilon

dengan mudah. Penyediaan sarana

transportasi publik yang dimakud juga

harus memiliki sistem yang terintegrasi

antara satu moda dengan moda lainnya.

Selain itu, upaya yang dapat dilakukan

adalah dengan membentuk suatu travel

agency yang menawarkan paket wisata.

C. Program Visit Kendal

Program Visit Kendal merupakan salah satu upaya promosi untuk dapat meningkatkan eksitensi

objek wisata yang ada di Bondokenceng. Promosi wisata dapat dilakukan melalui media cetak

ataupun media social pemerintah kabupaten, serta dalam pameran-pameran skala provinsi atau

nasional. Visit Kendal juga dapat dijadikan tagline pariwisata Bondokenceng sehingga dapat

menarik minat para wisatawan untuk dapat berkunjung ke objek wisata, baik itu wisata pantai

maupun wisata air di Kedung Pengilon. Dalam pelaksanaannya, paket wisata diterap-kan

Page 88: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

72 sehingga para wisatawan mendapatkan kemudahan dalam mengujungi obyek-obyek wisata

tersebut. Program ini serupa dengan program city branding yang diterapkan oleh Kota Batu,

yakni Kota Wisata Batu. Adapun desain 3D lokasi wisata Bondokenceng dapat dilihat pada

Gambar 5.20.

(a) (b)

(c)

Sumber: Hasil Analisis Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015

Gambar 5.20

Desain 3D Lokasi Wisata Bondokenceng (a) Pantai Kartika Jaya; (b) Pantai Muara Kencana;

dan (c) Wisata Kedung Pengilon

“Without leaps of imagination, or dreaming, we lose the excitement of possibilities. Dreaming, after all, is a form of planning” - Gloria Steinem

Page 89: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan
Page 90: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

73

BAB VI STRUKTUR DAN POLA RUANG

6.1 Dasar Penyusunan Rencana Struk-

tur dan Pola Ruang

Selain mempertimbangkan potensi,

permasalahan dan tantangan di masa

mendatang, rencanastruktur dan pola ruang

Bondokenceng tahun 2015-2035 disusun

berdasarkan beberapafaktor, seperti proyeksi

penduduk, rencana pusat permukiman,

kebutuhan infrastruktur serta kebutuhan

lahan. Berikut adalah penjabaran faktor-

faktor yang mendasari penyusunan rencana

struktur dan pola ruang Bondokenceng :

6.1.1 Proyeksi Penduduk Bondoken-

ceng

Jumlah penduduk selalu mengalami kenaikan

tiap tahunnya. Besaran jumlah penduduk

tersebutakan berpengaruh terhadap luasan

kebutuhan lahan untuk permukiman. Untuk

mengetahui estimasi kebutuhan lahan

permukiman di masa mendatang, perlu

dilakukan proyeksi jumlah penduduk sampai

dengan tahun 2035.

Gambar 6.1

Grafik Proyeksi Penduduk 2005-2035

Berdasarkan data dari BPS, diketahui bahwa

jumlah penduduk Bondokenceng tahun 2013

adalah sebesar 233.436 jiwa. Menggunakan

data dasar tahun 2035, didapati proyeksi

penduduk sampai dengan tahun 2025 sebesar

253.024 jiwa, dengan rata-rata pertumbuhan

penduduk sebesar 0,411. Selanjutnya,

berdasarkan informasi yang dikumpulkan

megaproyek KIK akan mulai beroperasi mulai

tahun 2020. Sebagai kecamatan yang

langsung berbatasan dengan Kaliwungu,

diperkirakan dampak pertambahan

penduduk akibat KIK akan sampai di

Bondokenceng pada tahun 2025 (5 tahun

setelah KIK beroperasi). Melihat practice

pertumbuhan penduduk di kecamatan

terdampak Jababeka Bekasi, didapatkan

pertumbuhan penduduk sebesar 3,093 selang

5 tahun industri beroperasi. Menggunakan

data tersebut, maka akan diketahui jumlah

penduduk tahun 2035 sebesar 343.126 jiwa.

6.1.2 Rencana Pusat Permukiman

Identifikasi pusat permukiman dapat

diketahui melalui analisis Skalogram

berdasarkan beberapa indikator ketersediaan

sarana penunjang permukiman perkotaan

yaitu sarana pendidikan, kesehatan,

perekonomian dan transportasi. Berikut

adalah rencana pusat permukiman

Bondokenceng sampai dengan 2035.

222,713

r = 0,411

233,436 245,007 253,024

294,651

r = 3,093

343,126

Jumlah Penduduk

Page 91: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

74

Sumber: Hasil Analisis Kelompok 2B, 2015

Gambar 6.2

Peta Rencana Pusat Permukiman 2035

Sampai dengan tahun 2035, orde I pusat

permukiman adalah kelurahan-kelurahan

yang termasuk ke dalam Fokus Area Kota

Kendal dan Fokus Area Pegandon Ngampel.

pusat pertumbuhan di Bondokenceng yang

memiliki ciri kelengkapan sarana penunjang

aktivitas masyarakat yang lengkap.

Selanjutnya, orde II pusat permukiman

Bondokenceng dengan ketersediaan sarana

penunjang yang cukup lengkap direncanakan

di sepanjang arteri dan jalan kolektor menuju

Pegandon, kelurahan yang termasuk ke dalam

orde II ini adalah Penanggulan, Cepiring,

Langenharjo, Bugangin dan Purokerto.

Sedangkan orde III akan direncanakan di

beberapa daerah dengan warna kuning di

peta, yaitu Kelurahan Lanji, Donosari, Jetis,

Sukolilan, Damarsari, Karangayu dan lainnya.

diketahu

6.1.3 Kebutuhan Infrastruktur

Menggunakan data jumlah penduduk tahun

2035 hasil proyeksi, akan diketahui permintaan

kebutuhan tiap sarana penunjang masyarakat.

Setelah didapatkan permintaan kebutuhan

sarana penunjang, kemudian didapatkan

kebutuhan penambahan tiap saana yang

didapat dari selisih permintaan sarana tahun

2035 dengan ketersediaan saat ini. Identifikasi

kebutuhan struktur ini akan berkontribusi

dalam penentuan kebutuhan luas lahan di pola

ruang. Berdasarkan perhitungan, sampai

dengan tahun 2035 dibutuhkan penambahan

jumlah beberapa sarana penunjang, seperti :

Tabel VI. 1 Penambahan Sarana

Sarana Penambahan Sarana

Pendidikan

SD 64

SMP 40

SMA 40

Kesehatan

Puskesmas 3

Peribadatan

Masjid 12

Gereja 7

Penunjang lain

TPS 10

Sumber: Hasil Analisis Kelompok 2B, 2015

Menggunakan data jumlah penduduk tahun

2035 hasil proyeksi, akan diketahui Dalam

pembuatan pola ruang, perlu dilakukan

perhitungan luasan kebutuhan lahan tiap zonasi

penggunaan lahan. Klasifikasi zonasi dilakukan

berdasarkan Permen PU No. 20 Tahun 2011.

Berikut adalah rekapitulasi kebutuhan

penggunaan lahan Bondokenceng sampai

dengan tahun 2035 sebagai berikut.

Page 92: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

75

Tabel VI.2 Kebutuhan Infrastruktur

A. Kriteria Pengklasifikasian Zona dan Subzona Kawasan Lindung

No Penggunaan Lahan Eksisting Rencana Perubahan

Lahan

1 Perlindungan Setempat - 12.235.130 12.235.130

1.a Garis Sempadan Sungai - 8.424.835 8.424.835

1.b Garis Sempadan Pantai - 2.381.258 2.381.258

1.c Garis Sempadan Rel KA - 733.917 733.917

1.d Garis Sempadan SUTET - 695.120 695.120

2 RTH Kota 4.870 4.870 4.870

Total Luas Penggunaan Lahan 4.870 12.240.000 12.235.130

B. Kriteria Pengklasifikasian Zona dan Subzona Kawasan Budidaya

No Penggunaan Lahan Eksisting Rencana Perubahan

Lahan

1 Zona Perumahan 30.615.896 38.601.879 12.193.940

1.a Rumah Kepadatan Tinggi - 8.714.978 8.710.000

1.b Rumah Kepadatan Sedang - 4.144.867 7.179.836

1.c Rumah Kepadatan Rendah - 25.742.034 26.920.000

2 Zona Perdagangan dan Jasa 721.913 2.220.000 1.498.087

3 Zona Perkantoran 57.425 57.425 0

4 Zona Industri 351.433 980.714 629.281

5 Zona Sarana Pelayanan Umum 624.476 1.457.145 832.669

5.a Pendidikan 426.955 1.120.819 693.864

5.b Kesehatan 48.350 51.071 2.721

5.c Olahraga 53.041 53.041 0

6c Peribadatan 96.130 232.214 136.084

6 Zona Peruntukan Lainnya 125.247.697 102.016.547 -23.231.150

6.a Pariwisata 252.845 890.000 890.000

6.b Pertanian 58.686.890 57.287.392 443.110

6.c Perkebunan 25.244.127 13.503.071 -23.894.127

6.d Pertambakan 18.899.190 14.730.000 -4.169.190

6.e Hutan 8.688.079 8.688.079 0

6.f Semak Belukar 1.218.005 1.218.005 -1.218.005

6.g Tegalan 12.258.561 5.700.000 -6.558.561

7 Zona Peruntukan Khusus 60.209 50.000

7.a Pertahanan dan Keamanan 10.209 10.209 0

7.b TPA - 50.000 50.000

Total Luas Penggunaan Lahan 157.633.919 157.633.919 23.231.250

Sumber: Hasil Analisis Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015

6.2 Rencana Struktur Ruang Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan

sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara

hierarkis memiliki hubungan fungsional. Rencana struktur ruang Bondokenceng disusun

berdasarkan pertimbangan faktor-faktor eksternal yang ikut berpengaruh terhadap perkembangan

kawasan (driving factors).

Page 93: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

76

Dalam beberapa tahun ke depan, terdapat beberapa tantangan yang akan dihadapi Bondokenceng

yaitu pembangunan Trans Tol Jawa Semarang-Batang dengan pintu keluar masuk di Margomulyo,

Pegandon serta penyediaan permukiman dan layanan akibat adanya isu pembangunan KIK di

Kaliwungu. Berikut adalah rencana struktur ruang Bondokenceng tahun 2015-2035 :

Sumber: Hasil Analisis Kelompok 2B, 2015

Gambar 6.3 Peta Rencana Struktur Ruang Tahun 2015-2035

Struktur ruang terdiri atas sistem pusat pelayanan dan sistem jaringan prasarana.

1. Sistem Pusat Pelayanan

Berikut adalah penjelasan sistem pusat pelayanan dalam struktur ruang Bondokenceng tahun

2015-2035 : Tabel VI.3

Sistem Pusat Pelayanan dalam Struktur Ruang Sistem Pusat Pelayanan Kecamatan Unit Pelayanan Fungsi Kawasan

Pusat Pelayanan Lokal Kota Kendal Satu kabupaten Kendal Pusat pemerintahan, perdagangan dan

jasa, pendidikan, dan pelayanan publik

lainnya

Pusat Pelayanan

Kawasan

Pegandon Kecamatan Pegandon,

Ngampel, Gemuh

Pusat pertumbuhan baru, pusat

permukiman, perdagangan jasa,

pelayanan publik lainnya

Pusat Kegiatan

Lingkungan

Cepiring Seluruh kelurahan di

Kecamatan Cepiring

Pertanian, industri, perdagangan dan

jasa, pelayanan publik lainnya

Patebon Seluruh kelurahan di

Kecamatan Patebon

Pertanian, peternakan, pelayanan publik

lainnya

Ngampel Seluruh kelurahan di

Kecamatan Ngampel

Pertanian, pelayanan publik lainnya

Sumber: Hasil Analisis Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015

Page 94: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

77

Rencana sistem pusat pelayanan

Bondokenceng terbagai atas Pusat

Kegiatan Lokal, Pusat Pelayanan Kawasan

dan Pusat Kegiatan Lingkungan.

a. Pusat Kegiatan Lokal (PKL)

Pusat kegiatan lokal adalah kawasan

perkotaan yang berfungsi untuk melayani

kegiatan skala kabupaten/kota atau

beberapa kecamatan. PKL Kota Kendal ini

berfungsi sebagai pusat pemerintahan

daerah skala Kabupaten, pusat

perdagangan dan jasa skala Kabupaten

serta sebagai pusat pendidikan. Sebagai

poros aktivitas manusia dan poros

perekonomian di Kabupaten Kendal,

secara eksisting Kota Kendal dianggap

belum menjalankan perannya dengan

baik. Hal ini dibuktikan dengan buruknya

infrastruktur yang ada, pelayanan

transportasi yang masih belum optimal,

kinerja Pasar Induk Kota Kendal yang

kurang optimal, serta minimnya

ketersediaan sarana penunjang

kebutuhan tersier. Sebagai Pusat Kegiatan

Lokal skala Kabupaten, Kota Kendal ini

akan direncanakan sebagai pusat

pemerintahan terpadu, permukiman

skala besar, penambahan fasilitas-fasilitas

penunjang kebutuhan sekunder maupun

tersier, pembuatan sentra industri

makanan ringan, serta peningkatan

kapasitas pelayanan dari sarana-sarana

skala regional seperti Rumah Sakit.

b. Pusat Pelayanan Kawasan

Pusat pelayanan kawasan adalah

kawasan perkotaan yang berfungsi untuk

melayani kegiatan skala kecamatan atau

beberapa desa. Secara eksisting,

penggunaan lahan yang ada di Kecamatan

Pegandon ini didominasi oleh sawah.

Namun melihat adanya tantangan masa

depan bahwasannya akan dibangun pintu

keluar masuk di Margomulyo, Pegandon

ini akan difungsikan sebagai Pusat

Pelayanan Kawasan yang akan melayani

Kecamatan Pegandon, Ngampel serta

Gemuh. Dampak akibat pembangunan

pintu keluar tol adalah perubahan

penggunaan lahan akibat permintaan

akan kebutuhan lahan permukiman yang

meningkat di area tersebut karena faktor

aksesibilitas. Dampak selanjutnya adalah

tantangan penyediaan berbagai sarana

prasarana publik untuk menunjang

permukiman. Melihat tantangan tersebut,

Pegandon ini akan difungsikan sebagai

pusat pertumbuhan baru di Bondo-

kenceng, dengan fungsi utama kawasan

berupa permukiman, perumahan besar

dan perdagangan jasa. Untuk mendukung

Pegandon sebagai PPK, nantinya

kapasitas Kalibodri akan ditingkatkan

sebagai stasiun penumpang.

c. Pusat Kegiatan Lingkungan

Pusat kegiatan lingkungan adalah pusat

permukiman yang berfungsi untuk

melayani kegiatan skala antar desa.

Rencana pusat kegaiatan lingkungan di

Bondokenceng terdiri atas tiga

kecamatan, yaitu Kecamatan Cepiring,

Patebon dan Ngampel. Ketiga kecamatan

ini mempunyai fungsi dan peran sebagai

penyokong aktivitas perkotaan, berupa

pertanian, pertambakan, perkebunan

ataupun rekreasi. Kecamatan Cepiring

dan Patebon selanjutnya akan

dikembangkan sebagai daerah prioritas

pengembangan komoditas padi.

Kecamatan Ngampel bersama Pegandon

selanjutnya akan dikembangkan sebagai

daerah prioritas pengembangan

komoditas jagung. Permukiman yang

akan berkembang di daerah-daerah ini

merupakan permukiman perdesaan.

Sarana prasarana yang akan

dikembangkan adalah sarana berskala

lokal untuk pelayanan permukiman

perdesaan.

Page 95: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

78

2. Sistem Jaringan Prasarana

Secara eksisting, jaringan jalan yang ada di

Bondokenceng terdiri atas jalan arteri yang

membujur dari barat ke timur, jalan kolektor,

jalan lokal dan jalan lingkungan. Selanjutnya,

akan direncanakan pula pusat pertumbuhan

baru di Pegandon. Sehingga, nantinya akan

ada dua pusat pertumbuhan di Bondo-

kenceng, yaitu di Kota Kendal dan di

Pegandon. Maka dari itu, agar kedua pusat ini

bisa terintegrasi dengan baik, jalan lokal yang

saat ini menghubungkan dua area tersebut

akan ditingkatkan kapasitasnya menjadi jalan

kolektor.Nantinya jalan tersebut juga akan

menjadi salah satu koridor BRT.

Selanjutnya melihat beberapa tantangan di

masa depan, sebagai upaya dalam

peningkatan kapasitas transportasi

Bondokenceng akan dibangun Terminal Tipe

C di Cepiring. Penempatan terminal di lokasi

tersebut dikarenakan letaknya yang strategis,

sebagai nodes dari beberapa titik baik dari

arah Kota Kendal, Cepiring, Patebon maupun

ke Pegandon dan Ngampel. Saat ini, di

Pegandon juga terdapat stasiun Kalibodri

yang beroperasi sebagai stasiun bongkar

muat barang. Karena nantinya Pegandon akan

dijadikan sebagai pusat pertumbuhan baru,

stasiun ini kemudian akan ditingktkan

kapasitasnya sebagai stasiun penumpang.

6.3 Rencana Pola Ruang

Pola ruang adalah distribusi peruntukan

ruang dalam suatu wilayah yang meliputi

peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan

peruntukan ruang untuk fungsi budi daya.

Penentuan pola ruang ini didasarkan pada

rencana struktur ruang. Penyusunan pola

ruang ini dibuat berdasarkan konsep

pengembangan yaitu Smart Growth City,

dengan intervensi fisik melalui lahan

terbangun yang lebih kompak dan mix use-

land. Berikut adalah rencana pola ruang

Bondokenceng tahun 2015-2035 :

Sumber: Hasil Analisis Kelompok, 2015

Gambar 6. 4 Peta Rencana Pola Ruang

Berikut penjelasan dari rencana pola ruang

Bondokenceng tahun 2015-2035 :

1. Kawasan Budidaya

Kawasan budidaya adalah wilayah yang

ditetapkan dengan fungsi utama untuk

dibudidayakan atas dasar kondisi dan

potensi sumber daya alam, sumber daya

manusia, dan sumber daya buatan.

Berikut penjabaran zonasi kawasan

budidaya Bondokenceng :

a. Zona Perumahan

Zona perumahan ini terdiri atas kawasan

perumahan padat tinggi, perumahan

padat sedang, dan perumahan padat

rendah. Secara umum, pemenuhan

kebutuhan permukiman akan diarahkan

ke Fokus Area Kota Kendal dan Fokus

Area Pegandon Ngampel. Hal tersebut

dilakukan agar pembangunan akan lebih

kompak di kawasan perkotaan

Bodokenceng, serta meminimalisasi

konversi lahan pertanian di wilayah

studi, mengingat Kendal merupakan

salah satu daerah yang difungsikan untuk

Page 96: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

79

pengem-bangan pertanian pangan

menurut RTR Jawa Bali 2011 Perumahan

dengan kepa-datan tinggi akan

direncanakan di Fokus Area Kota Kendal

dan Fokus Area Pegandon-Ngampel.

Karakteristik dari perumahan dengan

kepadatan tinggi ini adalah pemba-

ngunan vertical building sebesar 50% di

Fokus Area Kota Kendal dan Fokus Area

Pegandon Ngampel dengan ketinggian

bangunan maksimal 4 lantai. Luasan

perumahan kepadatan tinggi ini sekitar

871 ha. Selanjutnya, perumahan kepa-

datan sedang ini di rencanakan akan

berkembang secara linear di sepanjang

Jalan Arteri dan Jalan Kolektor (rencana)

menuju Pegandon.

Secara eksisting, permukiman yang saat

ini berkembang di sekitar jalan tersebut

memiliki kelengkapan fasilitas perkotaan

yang cukup lengkap. Luasan perumahan

dengan kepadatan sedang ini direnca-

nakan sebesar 414 ha. Sedangkan untuk

perumahan dengan kepadatan rendah

akan tersebar di seluruh Bondokenceng,

dengan kecenderungan karakteristik

perdesaan. Luasan rumah kepadatan

rendah ini ditafsir sekitar 2.572 ha.

b. Zona Perdagangan dan Jasa

Rencana pengembangan zona

perdagangan jasa ini akan di arahkan di

sepanjang jalan arteri serta jalan

kolektor (rencana) menuju Pegandon.

Jenis service yang ditawarkan mulai dari

retail, grosir, pusat perbelanjaan,

pertokoan, tempat makan dan jasa-jasa

lainnya. Luasan perdagangan ini

direncanakan sebesar 222 ha atau

bertambah 150 ha dari luasan eksting.

c. Zona Perkantoran

Zona perkantoran yang direncanakan

merupakan perkantoran pemerintahan.

Fungsi dari zona ini adalah pelayanan

terhadap publik, baik dari keperluan

administratif, kebutuhan data, maupun

aduan-aduan.

Secara eksisting, keberadaan dari kantor-

kantor dinas sudah dipusatkan di Kota

Kendal, namun pada kenyataannya

masih ada beberapa dinas yang belum

direlokasi. Selanjutnya, sampai dengan

tahun 2035, zona ini akan dipusatkan

satu lokasi yaitu di Pegulon dan

Patukangan dengan konsep

pengambangan Super Blok. Luasan zona

ini adalah 5,7 ha.

d. Zona Industri

Zona industri ini terdiri atas industri

besar serta industri kecil. Secara eksting,

terdapat sebuah industri gula besar di

Cepiring. Kawasan tersebut akan

dipertahankan sampai dengan tahun

2035. Selanjutnya, untuk mewadahi

pengembangan sentra UMKM akan

ditetapkan beberapa daerah sentra,

diantaranya adalah sentra batu bata di

Boto Mulyo, sentra Batik Jambekususma

di Jambearum serta pembentukan wajah

Jalan Tentara Pelajar sebagai pusat oleh-

oleh khas Kendal hasil pengembangan

UMKM. Luasan zona industri ini sebesar

98 ha bertambah sebesar 62 ha dari

eksiting.

e. Zona Sarana Pelayanan Umum

Zona pelayanan umum ini terdiri atas

sarana-sarana penunjang aktivitas

manusia mulai dari pendidikan,

kesehatan dan olahraga. Secara eksisting,

penawaran yang diberikan oleh fasilitas-

fasilitas ini dinilai belum mampu

memenuhi permintaan penduduk, baik

secara spasial maupun perbandingan

dengan standar Indonesia. Sarana

tersebut diantaranya adalah SD, SMP,

SMA, dan puskesmas. Rencananya akan

ditambahkan beberapa fasilitas sehingga

kebutuhan masyarakat bisa terlayani.

Luasan zona ini akan direncanakan akan

bertambah sebesar 83,2 ha di tahun

2035.

Page 97: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

80

f. Zona Peruntukan Lainnya

Zona ini terdiri dari peruntukan lahan

untuk pertanian, perkebunan,

pertambakan, hutan, tegalan serta

pariwisata.Berdasarkan RTR Pulau Jawa

Bali Tahun 2011,Kabupaten Kendal

bersama Demak dan Grobogan

direncanakan sebagai kawasan sentra

pertanian pangan. Kawasan LP2B akan

tetap dipertahankan, kecuali di beberapa

spot yang produktivitasnya rendah.

Konversi untuk permukiman akan

dilakukan pada penggunaan lahan semak

belukar, tegalan, pertambakan,

perkebunan dan seikit sawah. Luas lahan

yang akan dikonversi adalah sebesar

2.498 ha. Selanjutnya, berdasarkan data

yang didapatkan, Cepiring adalah daerah

dengan produksi padi terbesar di

Bondokenceng. Sehingga, ke depannya

Cepiring ini akan dikembangkan sebagai

prioritas pengambangan padi dan akan

dibangun koperasi pertanian di sana.

Sedangkan untuk pengembangan

komoditas jagung akan dikembangkan di

Pegandon, hal ini dikarenakan produksi

jagung terbesar di Bondokenceng ada di

Kecamatan tersebut. Di Pegandon

nantinya juga akan dibangun koperasi

pertanian.

g. Zona Peruntukan Khusus

Zona peruntukan khusus ini terdiri atas

pertanahan dan keamanan dan TPA. TPA

Jatirejo yang telah ditutup di tahun 2012

ini rencananya akan reaktivasi kembali

sampai dengan tahun 2035. Luas lahan

yang dibutuhkan untuk zona ini adalah

sebesar 5 ha.

2. Kawasan Lindung

a. Perlindungan Setempat

Secara eksiting, upaya perlindungan

setempat ini belum diterapkan. Buktinya

adalah ada beberapa bangunan yang

ditemui di sempadan sungai. Semestinya,

daerah-daerah ini merupakan kawasan

konservasi yang tidak bolek

diperuntukkan untuk lahan terbangun

karena bisa mengganggu keseimbangan

lingkungan dan membahayakan

masyarakat sekitar. Rencananya akan

dibuat kawasan pelindungan berupa

garis sempadan sungai, pantai, rel KA

serta SUTET dengan luasan sebesar

1.223 ha.

b. RTH Kota

RTH Kota ini berfungsi untuk menjaga

iklim makro perkotaan. Penyediaan RTH

Kota berupa alun-alun dan beberapa

taman kota yang disediakan dengan

luasan sebesar 0,48 ha.

Andai kota itu peradaban, rumah kami adalah budaya, dan menurut ibu, tiang serinyaadalah agama.” ― Faisal Tehrani

Page 98: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

81

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (n.d.-a). Smart Growth. Retrieved November 20, 2015, from

http://www.smartgrowthpartnership.org/smart-growth-principles/

Anonim. (n.d.-b). Smart Growth Principle. Retrieved from

http://www.smartgrowth.bc.ca/Default.aspx?tabid=133

Anonim. (n.d.-c). Theoritical Background on Alternative Layout Proposals. Retrieved November

26, 2015, from

http://dspace.nwu.ac.za/bitstream/handle/10394/9517/Lategan_LG_Chapter_3.pdf?seque

nce=4

Badan Kepegawaian Daerah. (n.d.). Kepegawaian Kabupaten Kendal. Retrieved November 5,

2015, from bkd.kendalkab.go.id

Bappeda Kabupaten Kendal. (2010). Laporan Akhir Kajian Potensi Ekonomi Kabupaten Kendal.

Kendal: Sigra Nitisara.

Bhatta, B. (2010). Analysis of Urban Growth and Sprawl from Remote Sensing Data. Retrieved from

http://www.springer.com/cda/content/document/cda_downloaddocument/9783642052

989-c1.pdf?SGWID=0-0-45-876948-p173940766

BPS Kabupaten Kendal. (2014). Kendal Dalam Angka 2014. Kendal: Badan Pusat Statistik.

Retrieved from http://kendalkab.bps.go.id/

BPS Kabupaten Kendal. (2015). Kecamatan Dalam Angka. Retrieved November 16, 2015, from

kendalkab.bps.go.id/

Dinas Pariwisata Kabupaten Kendal. (n.d.). Informasi Seputar Kepariwisataan Kabupaten Kendal.

Retrieved November 6, 2015, from infopariwisata.kendalkab.go.id

Haryadi, B. (2007). Kepadatan Kota dalam Perspektif Pembangunan (Transportasi)

Berkelanjutan. Jurnal Teknik Sipil Dan Perencanaan, 9.

Irham. (2014). Mengintip Curitiba, Kota Hijau Kelas Dunia. Retrieved November 2, 2015, from

https:www.kompasiana.com/irhamwp/mengintip-curitiba-kota-hijau-kelas-

dunia_54851ea33311855e8b4a17

Jaringan Dokumentasi & Informasi Hukum Kabupaten Kendal. (n.d.). Jaringan Dokumentasi &

Informasi Hukum Kabupaten Kendal. Retrieved November 6, 2015, from

jdih.kendalkab.go.id

Patricios, N. (2002). Urban Design Principles of the OriginalNeighborhood Concepts. Miami.

Retrieved from

https://works.bepress.com/cgi/viewcontent.cgi?article=1028&context=nicholas_patricios

Pontoh, N. K. (2008). Pengantar Perencanaan Perkotaan. Bandung: Penerbit ITB.

Rahmana, R. M. (2012). Use Principles of New Urbanism Approach in Designing Sustainable Urban

Spaces Principles of New Urbanism. International Juournal of Applied Science and Technology,

2.

Rasyidi, A. (2004). Pembangunan Kota Berkelanjutan: Belajar dari Curitiba. Jurnal Perencanaan

Wilayah Dan Kota Institut Teknologi Bandung, 15, 16–31.

Riyadi, B. D. S. (2003). Perencanaan Pembangunan Daerah Stategi Menggali Potensi dalam

Page 99: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan

82

Mewujudkan Otonomi Daerah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Sari, D. P. (n.d.). Konsep Smart Growth, Compact City dan “Retrofitting” sebagai Solusi Urban

Sprawl di Kota-kota Besar di Indonesia Kasus: Pusat Kota dan Pinggiran Kota di Yogyakarta.

Jurnal Arsitektur Dan Desain, 1.

Ubashshar, S. (n.d.). Neighborhood Unit. Retrieved from

https://www.academia.edu/8250532/NEIGHBOURHOOD_CONCEPT.

Page 100: Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan