LAPORAN PRAKTIKUM
FARMAKOGNOSI FITOKIMIA
SKRINING FITOKIMIA DAUN KUMIS KUCING
(Orthosiphonis Folium)
DISUSUN OLEH :
VIADETA FILIA DIANDRA (118114027)
ANGELINE SYAHPUTRI F (118114028)
ARVITA ANGGRAINY (118114029)
VIVO PUSPITASARI A M (118114030)
LABORATORIUM FARMAKOGNOSI FITOKIMIA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
2012
UNIT III
SKRINING FITOKIMIA DAUN KUMIS KUCING (Orthosiphonis Folium)
A. Tujuan
Setelah melakukan praktikum mahasiswa diharapkan mampu mengidentifikasi :
1. Senyawa golongan flavonoid
2. Senyawa golongan antrakinon
3. Senyawa golongan saponin (steroid dan triterpenoid)
4. Senyawa golongan alkaloid
5. Senyawa golongan fenolik dan polifenolik
B. Dasar Teori
Uraian Tumbuhan
Simplisia yang digunakan adalah kumis kucing (Orthosiphon aristatus).Kumis
kucing tumbuh liar di sepanjang anak sungai dan selokan, atau ditanam di pekarangan sebagai
tumbuhan obat dan dapat ditemukan di daerah dataran rendah sampai ketinggian 700 m dpl.
Terna, tahunan, tumbuh tegak, tinggi 50-150 cm. batang berkayu, segiempat agak
beralur, beruas, bercabang, berambut pendek atau gundul, berakar kuat. Daun tunggal, bulat
telur, elips atau memanjang, berambut halus, tepi bergerigi, ujung dan pangkal runcing, tipis,
panjang 2-10 cm, lebar 1-5 cm, warnanya hijau. Bunga majemuk dalam tandan yang keluar di
ujung percabangan, bewarna ungu pucat atau putih, benang sari lebih panjang dari tabung
bunga. Buah berupa buah kotak, bulat telur, masih muda bewarna hijau, setelah tua berwarna
coklat. Biji kecil, masih muda, berwarna hijau, setelah tua berwarna hitam.
Kumis kucing dapat diperbanyak dengan biji atau stek batang (Dalimartha,2000).
Sinonim
O. aristatus (Bl.) Miq., O. grandiflorus Bold., O. grandiflorum et aristatum Bl., O.
longiflorum Ham., O. spiralis Merr., O. stamineus Benth., Clerodendranthus spicatus
(Thumb) C. Y. Wu, Trichostemma spiralis Lour (Dalimartha,2000).
Nama Daerah
Sumatera : kumis kucing (melayu), Jawa : kumis kucing (Sunda), remujung (Jawa),
sesalaseyaa, soengot koceng (Madura) (Dalimartha,2000).
Kandungan
Kandungan dari kumis kucing (Orthosiphon aristatus) adalah orthosiphon glikosida,
zat samak, tannin, saponin, minyak lemak, minyak atsiri, sapofonin, garam kalium (0,6-
3,5%), polifenol, flavonoid, myoinositol (Permadi, 2012).
Metode Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga
terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia yang diekstrak
mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak dapat larut seperti serat,
karbohidrat,protein,dll. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat
digolongkan ke dalam minyak atsiri, alkaloida, flavonoida, dll (Depkes RI, 2000).
A. Cara dingin
a) Perkolasi
Adalah ekstraksi pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang umum
dilakukan pada temperature ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan
bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya, terus menerus sampai
diperoleh perkolat yang jumlahnya 1-5 kali (Depkes RI, 2000).
b) Maserasi
Adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut
dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperature ruangan
(kamar). Maserasi kinetic berarti dilakukan pengadukan yang kontinu.
Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan
penyaringan maserat pertama dan seterusnya (Depkes RI,2000).
B. Cara Panas
a) Infuse
Adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperature penangas air selama
waktu tertentu (15-20 menit).
b) Sokletasi
Adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang baru yang umumnya dilakukan
alat khusus sehingga terjadi ekstrasi kontinu dengan jumlah pelarut relative
konstan dengan adanya pendingin balik.
c) Digesi
Adalah maserasi kinetic dengan adanya pengadukan kontinu pada temperature
yang lebih tinggi dari temperature kamar yaitu secara umum pada temperature
40-500C.
d) Refluks
Adalah ekstraksi pelarut pada temperature titik didihnya, selama waktu
tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relative konstan dengan adanya
pendingian balik.
e) Dekok
Adalah ekstraksi dengan pelarut air pada suhu 900C (Depkes RI,2000).
Skrining Fitokimia
Salah satu pendekatan untuk penelitian tumbuhan obat adalah penapis senyawa
kimia yang terkandung dalam tanaman. Cara ini digunakan untuk mendeteksi senyawa
tumbuhan berdasarkan golongannya. Sebagai informasi awal dalam mengetahui senyawa
kimia apa yang mempunyai aktivitas biologi dari suatu tanaman. Informasi yang
diperoleh dari pendekatan ini juga dapt digunakan untuk keperluan sumber bahan yang
mempunyai nilai ekonomi lain seperti sumber tanin, minyak untuk industri, sumber
gum, dll. Metode yang telah dikembangkan dapat mendeteksi adanya golongan senyawa
alkaloid, flavonoid, senyawa fenolat, tannin, saponin, kumarin, quinon, steroid/terpenoid.
(Teyler, 1988).
Dalam uji fitokimia, senyawa yang akan diuji yaitu alkaloid, steroid dan flavonoid.
Golongan senyawa alkaloid dideteksi dengan menyemprotkan pereaksi Dragendrof. Golongan
senyawa steroid dideteksi dengan asam sulfat dan asam asetat anhidrat. Sedangkan golongan
senyawa flavonoid dideteksi dengan cara melarutkan 10 mL filtrat dengan 0,5 g Mg di tambah
2 mL alkohol klorhidrat dan 20 mL amil alkohol, dikocok dengan kuat, terbentuk warna
merah, kuning, dan jingga yang menunjukkan adanya senyawa flavonoid (Maharani, 2006).
Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar. Pada
umumnya alkaloid mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih
atom nitrogen, biasanya dalam gabungan, sebagai bagian dari sistem siklik. Alkaloid
seringkali beracun bagi manusia dan banyak yang mempunyai kegiatan fisiologi yang
menonjol yang digunakan secara luas dalam bidang pengobatan. Alkoloid biasanya tanpa
warna, seringkali bersifat optis aktif, kebanyakan berbentuk kristal tetapi hanya sedikit
yang berupa cairan (Harborne, 1987).
Kromatografi
Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah suatu tehnik yang sederhana dan banyak
digunakan. Metode ini menggunakan lempeng kaca atau lembaran plastik yang ditutupi
penyerap untuk lapisan tipis dan kering bentuk silika gel, alomina, selulosa dan polianida.
Untuk menotolkan larutan cuplikan pada lempeng kaca, pada dasarnya dgunakan mikro pipet/
pipa kapiler. Setelah itu, bagian bawah dari lempeng dicelup dalam larutan pengulsi di dalam
wadah yang tertutup (Chamber) (Harborne, 1987).
Faktor-faktor yang mempengaruhi gerakan dalam KLT yang mempengaruhi harga R f
antara lain :
Struktur kimia dari senyawa yang sedang dipisahkan
Pelarut dan derajat kemurnian fase gerak
Sifat dari penyerap dan derivate aktivitasnya
Teknik percobaan
Suhu
Keseimbangan
Tebal dan kerataan dari lapisan penyerap
Jumlah cuplikan yang digunakan
Derajat kejenuhan dari uap dalam bejana penguapan yang digunakan
(Robinson,1995).
C. Alat dan Bahan
Alat-alat yang gigunakan :
1. Gelas ukur
2. Oven
3. Timbangan dielektrik
4. Erlenmeyer
5. Beaker Glass
6. Tabung reaksi
7. Pengaduk
8. Penangas air
9. Pipa kapiler
10. Pipet tetes
11. Pipet ukur
12. Cawan petri
13. Corong pisah
14. Kertas saring
15. Objek glass
16. Glassfirn
17. Corong
Bahan-bahan yang digunakan :
1. Serbuk simplisia 2. Kloroform-asam asetat (99:1)
3. Larutan Kalium Hidroksida
4. Metanol-air (1:1)
5. Vanillin-asam sufat
6. Pereaksi Dragendorff
7. Silika gel GF 254
8. Pereaksi Mayer FeCl3
9. Asam asetat glasial
10. Uap Ammonia
11. KOH etanolis
12. Toluena Alumminium
Klorida
13. Etanol 80%
14. Sitroborat
15. Natrium Klorida 2%
16. Gelatin 1%
17. Selulosa
18. Asam 3,5-dinitrobenzoat
19. Liebermann-Burchard
20. Petroleum eter
D. Cara Kerja
1. Pembuatan serbuk simpleks (jamak: simplisia)
Pengumpulan bahan simpleks (seluruh tumbuhan atau bagian tumbuhan)
dilakukan dari daerah tertentu dan berasal dari tumbuhan tertentu yang berada
pada masa tertentu
↓
Dilakukan sortasi basah, kemudian dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan
dengan cepat (diangin-anginkan, dipanaskan dalam almari pemanas yang
dilengkapi kipas angin, dijemur dibawah sinar matahari langsung atau ditutupi
dengan kain hitam)
↓
Setelah simpleks kering (mudah dihancurkan), lalu digiling atau dihaluskan
dengan cara tertentu, lalu diayak sehingga serbuk simpleks yang kering dan siap
diteliti
2. Uji pendahuluan
Ditimbang serbuk simpleks 2 gram dan ditambahkan air 10 ml lalu dipanaskan
selama 30 menit di atas air mendidih
↓
Larutan disaring melalui kapas (larutan berwarna kuning sampai merah
menunjukkan adanya senyawa yang mengandung kromofor dengan gugus
hidrofilik. Ditambahkan larutan KOH LP beberapa tetes maka warna larutan
menjadi lebih intensif
3. Uji alkaloida
Serbuk simpleks 2 gram dimasukkan dalam tabung reaksi besar
↓
Ditambahkan HCl 1% (10 ml) dan dipanaskan selama 30 menit dalam
penangas air mendidih
↓
Suspensi disaring dengan kertas saring ke dalam tabung reaksi A dan tabung reaksi
B sama banyak
↓
Larutan A dibagi dua sama banyak, lalu ke dalam larutan A-1 ditambahkan
pereaksi Dragendroff sebanyak 3 tetes dan A-2 ditambah pereaksi Mayer 3 tetes
↓
Terbentuknya endapan dengan kedua pereaksi tersebut menunjukkan adanya
alkaloida
↓
Tabung reaksi B ditambahkan serbuk natrium karbonat sampai PH 8-9
↓
Dicampurkan dengan kloroform 4 ml dan diaduk pelan-pelan
↓
Setelah kloroform memisah, diambil dengan pipet Pasteur dan ditambahkan asam
cuka 5% sampai PH 5, diaduk dan dipisahkan lapisan atas dengan pipet
↓
Ditambahkan pereaksi Dragendorff 5 tetes untuk lapisan atas (terbentuknya
endapan menunjukkan adanya alkaloida dari basa kuarterner
↓
Ditambahkan HCl 1% pada lapisan bawah sebanyak 10 tetes dan diaduk, akan
terbentuk 2 lapisan
↓
Diambil lapisan atas, ditambahkan pereaksi Dragendorff 2 tetes (terbentuknya
endapan menunjukkan alkaloida dari basa tertier)
4. Uji antrakinon
Diambil serbuk simpleks 300 mg ditambahkan KOH 0,5 N sebanyak 10 ml dan
larutan hidrogen peroksida 1 ml, lalu dididihkan selama 2 menit
↓
Setelah dingin suspensi disaring melalui kapas
↓
Filtrat 5 ml ditambahkan asam asetat glasial 10 tetes sampai PH 5 dan
ditambahkan toluene 10 ml
↓
Lapisan atas dipisahlan denan dipipet dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu
ditambahkan 0,5-1 ml KOH 0,5 N (warna merah yang terjadi pada lapisan air
menunjukkan adanya senyawa antrakinon)
5. Uji polifenol
Diambil serbuk simpleks 2 gram dan ditambahkan 10 ml air lalu dipanaskan
selama 10 menit dalam penangas air mendidih
↓
Dilakukan juga terhadap 2 gram serbuk bahan lain dengan peyari etanol 80% 10ml
↓
Keduanya disaring panas-panas, setelah dingin masing-masing ditambahkan 3
tetes pereaksi besi (III) klorida (terjadi warna hijau-biru menunjukkan adanya
polifenolat)
6. Uji tannin (zat samak)
Diambil serbuk simpleks 2 gram ditambahkan air 10 ml dan dipanaskan selama 30
menit dalam penangas air mendidih
↓
Disaring, filtrat 5 ml ditambahkan larutan NaCl 2% sebanyak 1 ml (bila terjadi
suspensi atau endapan disaring melalui kertas saring kemudian filtrat ditambahkan
larutan gelatin 1% sebanyak 5 ml)
(Terbentuknya endapan menunjukkan adanya tannin)
7. Uji kardenolida
Filtrat 2 ml dari hasil pemanasan serbuk tumbuhan 2 gram dengan air 10 ml
selama 30 menit diatas tangas air tadi (point 6, ditambahkan asam 3,5-dinitro
benzoat 0,4 ml dan 0,6 ml KOH 0,1 N dalam metanol
↓
Terjadinya warna biru-ungu menunjukkan adanya kardenolida (glikosida jantung)
↓
Untuk penegasan lanjut, filtrat yang lain 2 ml dicampurkan dengan kloroform 2 ml
↓
Lapisan atas diambil dengan pipet, lapisan bawah ditambahkan 3,5 dinitro benzoat
0,5 (terjadi warna biru ungu menunjukkan adanya kardenolida)
8. Uji saponin
Dimasukkan 300 mg serbuk simpleks ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 10
ml air, ditutup dan di kocok kuat-kuat selama 30 menit
↓
Dibiarkan tabung dalam posisi tegak selama 30 menit
(apabila terbentuk buih setinggi ≥ 3 cm dari permukaan cairan, menunjukkan
adanya saponin) Uji lain dilakukan dengan menggunakan pipa kapiler (diameter 1
mm, panjang 12,5)
↓
Larutan hasil pemanasan serbuk pada point 6 setelah disaring, filtrat dimasukkan
ke dalam pipa kapiler penuh-penuh
↓
Kapiler diletakkan dalam posisi tegak (vertikal), lalu cairan dibiarkan mengalir
bebas
↓
Sebagai pembanding dikerjakan hal serupa untuk air suling
↓
Tinggi cairan dibandingkan dengan tinggi air suling (pembanding). Bila tinggi
cairan yang diuji setengah atas kurang dari tinggi air suling, maka adanya saponin
akan diperhitungkan
9. Uji minyak atsiri
Sebanyak 10 gram serbuk simpleks ditambahkan 20 ml eter, dikocok dan disaring
↓
Filtrat dikeringuapkan
↓
Bila sedikit berbau aromatik, dilarutkan residu dengan sedikit etanol, diuapkan lagi
sampai kering (bila terjadi bau aromatik spesifik menunjukkan adanya minyak
atsiri)
Catatan : pada uji kualitatif ini, bila volume pereaksi tidak disampaikan secara tegas
maka penambahan tetes demi tetes sampai terbentuk warna atau endapan spesifik atau
tidak terjadi perubahan sama sekali.
4.2.1 Uji Kualitatif Secara KLT
Skema pembuatan larutan percobaan untuk KLT
Diambil 2-3 gram serbuk simpleks disari dengan 10 mL petroleum eter, 50°C
selama 5 menit
↓
Bagian fraksi petroleum eter disingkirkan
↓
Sisanya disari dengan 10 mL kloroform dan asam asetat dengan perbandingan
99:1, 50°C selama 5 menit
↓
Bagian fraksi CHCl3-HOAc (larutan I)
↓
Sisanya disari dengan 10 mL metanol-kloroform-asam asetat dengan perbandingan
49,5:49,5:1, 50°C selama 5 menit
↓
Bagian fraksi MeOH-CHCl3-HOAc (larutan II)
↓
Sisanya disari dengan 10 mL metanol-air dengan perbandingan 1:1, 50°C selama 5
menit
↓
Bagian fraksi metanol-air (larutan III)
↓
Sisanya dibuang
Kemungkinan golongan senyawa yang tersari:
1. Larutan I : antrakinon, fenolat, flavonoida, kumarin, steroida
2. Larutan II : glikosida antrakinon, glikosida kumarin, saponin, tannin
3. Larutan III : kardenolida, saponin, glikosida antrakinon, glikosida flavonoida
Sistem KLT yang digunakan:
1. Larutan I
Fase diam : silika gel GF254
Fase gerak : etil asetat-benzena (9:1), atau etil asetat-toluena (9:1)
Pembanding : antrakinon, flavonoida, kumarin, steroid
Deteksi : FeCl3, garam fast blue B atau vanillin asam sulfat (panaskan
120°C selama 1-2 menit)
2. Larutan II
Fase diam : a. silika gel G
b. silika gel GF254
c. silika gel GF254
Fase gerak : a. n butanol-asam asetat-air (5:1:4) v/v fase atas
b. etil asetat-asam formiat-asam asetat-air (100:11:11:27) v/v
c. etil asetat-metanol-air (100:13,5:10) v/v
Pembanding : a. tannin
b. kumarin
c. antrakinon
Deteksi : a. besi (III) klorida, aluminium klorida
b. sitroborat
c. KOH etanolis
3. Larutan III
Fase diam : a. silika gel GF254
b. silika gel GF254
c. selulosa
Fase gerak : a. butanol-asam asetat-air (5:1:4) v/v fase atas
b. kloroform-metanol-air (64:50:10) v/v
c. t butanol-asam asetat-air (4:1:5) v/v fase atas
Pembanding : a. saponin, kardenolida
b. saponin, kardenolida, antrakinon
c. glikosida flavonoid
Deteksi : a. Liebermann-Burchard
b.Vanillin asam sulfat; panaskan pada 120°C, 5-10 menit (setiap
menit diamati warna yang timbul, jangan sampai gosong)
c. Uap ammonia, UV 365 nm, aliuminium klorida
Larutan pembanding yang digunakan:
a. Glikosida flavonoid : larutan rutin 0,1% dalam metanol
b. Flavonoid : larutan kuersetin 0,1% dalam metanol
c. Antrakinon : larutan Rhei Radix (0,5 g) dipanaskan 5 menit dalam 5
mL metanol, saring, filtrat diuapkan sampai 0,5 mL. Totolkan 20 µl
d. Saponin : larutan daging buah Sapindi rarak pulpa Fructus (2 g)
direfluks dengan etanol 75% (10 mL) selama 10 menit
e. Kumarin : larutan Rutae Herba (0,5 g) dipanaskan dalam metanol
(5 mL) sambil diaduk selama 30 menit, saring, filtrate diuapkan sampai 0,5 mL.
Totolkan 20 µl
f. Tannin : larutan asam tanat 0,05% dalam etanol 70% (10 L)
g. Kardenolida : larutan digoksin lanatosida C 5 mg dalam 2 mL
metanol 60°C
h. Alkaloida : larutan alkaloida 1% dalam etanol. Alkaloida yang
digunakan tergantung dari suku tumbuhan tersebut. Totolkan 10 µl
Uji Kualitatif secara KLT untuk Alkaloida
Skema penyarian alkaloida
2-3 gram serbuk simplisia disari dengan petroleum eter 10 mL selama 5 menit
↓
Bagian fraksi petroleum eter dibuang
↓
Sisanya disari dengan HCl 1% 10 mL, 50°C selama 5 menit
↓
Bagian fraksi asam klorida diuji dengan ragendorff, bila positif ditambah NaHCO3
1 M sampai pH 8-9, disari dengan kloroform 10 mL; sisanya dibuang
↓
Lapisan atas dinetralkan dengan asam asetat dan disebut larutan I
↓
Lapisan bawah disari dengan HCl 1% 10 mL yang akan membentuk dua lapisan
↓
Lapisan atas disebut lapisan II dan lapisan bawah dibuang
Larutan I : untuk uji alkaloida tertier
Larutan II : untuk uji alkaloida kuarterner
Sistem KLT yang digunakan:
Fase diam : silika gel GF 254
Fase gerak : sikloheksana-dietilamina (9:1) v/v atau
Tertier butanol-kloroform-dietil amina (2:7:1) v/v
Deteksi : pereaksi Dragendorff KLT LP, untuk memperjelas bercak, setelah
kering dapat disemprot dengan larutan NaNO2 5%
E. Hasil Pengamatan
Uji Kualitatif Secara Kimiawi
Tabel Uji Reaksi Kimiawi
Uji Ketetaran Hasil
1. Pendahuluan Berwarna merah kecoklatan : sampel mengandung
senyawa dengan gugus kromofor
+
2. Alkaloida Dengan pereaksi Dragendorff: tidak terdapat endapan
Dengan pereaksi Mayer: tidak terdapat endapan
Jadi, sampel tidak mengandung alkaloid
-
3. Antrakinon Larutan bening, sampel tidak mengandung antrakinon.
(+) jika larutan berwarna merah.
-
4. Polifenol
+Aquadest
+Etanol
Dengan penambahan aquades maupun etanol
menghasilkan larutan berwarna coklat kehitaman.
(+) jika larutan hijau biru.
-
5. Tannin Terjadinya endapan hitam pada larutan +
6. Kardenolida Larutan berwarna coklat kehitaman.
(+) jika larutan berwarna biru tua.
-
7. Saponin Tidak terdapat buih pada permukaan -
8. Minyak Atsiri
Tercium bau aromatic +
UJI KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS
Nilai Rf dapat diperoleh dengan rumus
Rf = Jarak elusi sampel
Jarak elusi gerak
Tabel Hasil Uji Kualitatif Secara KLT
Larutan Senyawa Hasil Ket
I
Antrakinon
+
Diperoleh bercak
berwarna coklat sama
dengan standar
Rf
Baku antrakinon
Rf 1 = 3,5/13 = 0,269
Rf 2 = 11,3/13 = 0,869
Sampel 1
Rf 1 = 4,2/13 = 0,323
Rf 2 = 5,4/13 = 0,415
Rf 3 = 11,6/13 = 0,892
Sampel 2
Rf = -
Rata-Rata
Rf0,543
Rata-Rata
HRf54,3
Flavonoid
-
Diperoleh bercak
berwarna hijau tua dan
hijau muda.
Hanya mengandung
senyawa segolongan
dengan flavonoid
Rf
Baku flavonoid
Rf 1 = 4,8/10 = 0,48
Rf 2 = 5/10 = 0,5
Rf 3 = 8,3/10 = 0,83
Sampel 1
Rf 1 = 4,8/10 = 0,48
Rf 2 = 8/10 = 0,8
Sampel 2
Rf 1 = 5/10 = 0,5
Rata-Rata Rf 0,593
Rata-Rata
HRf59,3
II
Antrakinon
Tidak dapat
ditentukan
Diperoleh bercak
sampel berwarna ijau,
bercak pada standar
tidak terlihat
Rf
Baku antrakinon
Rf tidak diketahui
karena tidak terlihat
bercak
Sampel 1
Rf 1 = 9,5/10 = 0,95
Rf 2 = 10/10 = 1
Sampel 2
Rf 1 = 9,6/10 =0,96
Rf 2 = 10/10 = 1
Rata-Rata Rf 0,9775
Rata-Rata
HRf97,75
Tannin
Tidak dapat
ditentukan
Bercak sampel
berwarna hijau.
Standar mengalami
tailing
Rf
Baku tannin
Rf tidak diketahui
karena tailing
Sampel 1
Rf 1 = 9/10 = 0,9
Rf 2 = 9,6/10 = 0,96
Sampel 2
Rf 1 = 8,9/10 = 0,89
Rf 2 = 9,5/10 = 0,95
Rata-Rata Rf 0,925
Rata-Rata
HRf92,5
III Saponin Tidak dapat
ditentukan
Bercak sampel
berwarna kuning,
bercak pada standar
tidak terlihat
Rf Baku saponin
Rf tidak diketahui
karena tidak terlihat
bercak
Sampel 1
Rf 1 = 8,4/10 = 0,84
Sampel 2
Rf 1 = 8,8/10 = 0,88
Rata-Rata Rf 0,86
Rata-Rata
HRf86
Flavonoid
Tidak dapat
ditentukan
Bercak sampel
berwarna coklat,
bercak standar
berwarna kuning.
Standar mengalami
tailing
Rf
Baku glikosida
flavonoid
Rf tidak diketahui
karena tailing
Sampel 1
Rf 1 = 7,9/8,3 = 0,95
Sampel 2
Rf 2 = 8/8,3 = 0,96
Rata-Rata Rf 0,955
Rata-Rata
HRf95,5
F. Pembahasan
Pada percobaan ini praktikan melakukan skrining fitokimia dengan tujuan supaya
setelah melakukan praktikum ini, praktikan diharapkan dapat mengidentifikasi senyawa
golongan flavonida, antrakinon, saponin, alkaloida, serta golongan fenolik dan polifenolik.
Simplisia yang digunakan pada praktikum kali ini adalah Orthosiphonis Folium (daun kumis
kucing), dimana simplisia ini nantinya akan diuji kualitatif secara kimiawi ataupun dengan
KLT.
Uji Kualitatif Secara Kimiawi
Tujuan dilakukannya uji kualitatif secara kimiawi yaitu untuk mengidentifikasi adanya
kandungan metabolit sekunder bioaktif yakni saponin, antrakinon, alkaloida, flavonoida,
golongan fenolik pada simplisia yang kita gunakan yaitu Orthosiphonis Folium berdasarkan
adanya reaksi warna yang terjadi.
1) Pembuatan serbuk simpleks
Pembuatan serbuk simpleks digunakan simplisia daun kumis kucing (Orhosiphonis
Folium). Daun kumis kucing yang dibeli sudah dalam bentuk kering (jika diremas mudah
rapuh) kemudian selanjutnya serbuk tersebut diblender dengan tujuan memperoleh serbuk
yang kecil dan halus. Alasan serbuk yang digunakan adalah serbuk yang kecil dan halus
supaya saat dilarutkan lebih mudah untuk bercampur, serta ketika diekstrakkan diperoleh
ekstrak yang banyak.
2) Uji pendahuluan
Tujuan dilakukannya uji pendahuluan ini adalah untuk mengidentifikasi apakah
simplisia yang digunakan mengandung kromofor (flavonoida, antrakinon) serta gugus
hidrofilik (gula, asam, fenolat, dll). Serbuk daun kumis kucing 2 gram ditambah dengan 10 ml
air dipanaskan selama 30 menit lalu disaring. Air berfungsi untuk melarutkan serbuk agar
dapat disaring dengan mudah.
Pada pengujian ketika disaring menggunakan kapas diperoleh suatu larutan berwarna
kuning sampai merah, warna yang ada belum terlalu kelihatan maka diperlukan penambahan
larutan kalium hidroksida. Setelah penambahan kalium hidroksida maka warna yang kelihatan
semakin intensif, hal ini menunjukkan adanya senyawa mengandung kromofor dengan gugus
hidrofilik.
3) Uji alkaloida
Tujuan dilakukannya uji ini adalah untuk mengetahui apakah simplisia mengandung
senyawa alkaloid atau tidak. Uji ini dapat dilakukan dengan adanya reaksi pengendapan,
reaksi warna, dan KLT. Namun yang akan dilakukan hanya reaksi pengendapan dan reaksi
warnanya saja.
Larutan A dibagi 2 sama banyak, lalu kedalam larutan A1 ditambah pereaksi
Dragendroff dan larutan A2 ditambah pereaksi Mayer. Pereaksi ini untuk menentukan adanya
alkaloida yang ditunjukan dengan adanya endapan. Pereaksi Dragendroff mengandung kalium
iodida dan bismut nitrat dalam asam klorida pekat yang akan memberikan endapan berwarna
jingga atau coklat gelap, sedangkan pereaksi Mayer mengandung merkuri klorida dan kalium
iodida yang akan memberikan endapan berwarna putih. Hasil yang diperoleh pada percobaan
menunjukkan hasil negatif yang ditunjukkan dengan tidak terbentuknya endapan berwarna
coklat gelap pada pereaksi Dragendroff, sedangkan pada pereaksi Mayer menunjukkan hasil
negatif karena tidak terbentuk endapan berwarna putih.
Sesuai dengan teori daun kumis kucing tidak mengandung senyawa alkaloida. Fungsi
senyawa alkaloida adalah sebagai anestesi dan analgesik.
4) Uji antrakinon
Tujuan uji antrakinon adalah untuk mengetahui ada tidaknya glikosida antrakinon
pada serbuk simpleks. Serbuk simpleks ditambahkan kalium hidroksida, tujuan penambahan
kalium hidroksida adalah untuk menarik glikosida kemudian ditambahkan larutan H2O2 yang
berfungsi sebagai katalisator dan dipanaskan. Pemanasan ini dimaksudkan untuk
menghidrolisis glikosida antrakinon menjadi aglikon dan molekul gula. Suspensi disaring
kemudian filtrat ditambahkan asam asetat glasial untuk menurunkan PH yang berperan dalam
proses hidrolisis, lalu ditambahkan toluena untuk menarik aglikon. Fungsi toluene adalah
untuk menghilangkan senyawa-senyawa pengotor yang mungkin bisa mempengaruhi hasil
yang diperoleh nantinya. Hasil positif ditunjukan dengan adanya warna merah yang terjadi
pada lapisan air (basa). Dalam uji ini diperoleh negatif yang diperkuat dengan warna bening
yang ada pada larutan. Fungsi senyawa antrakinon adalah antiseptik, antibakteri, antikanker,
dan pencahar.
5) Uji polifenol
Tujuan uji polifenol adalah untuk mengetahui ada tidaknya polifenolat pada serbuk
simpleks. Serbuk simpleks dipanaskan dengan air dan etanol 80%. Kemudian disaring dan
ditambahkan pereaksi besi (III) klorida. Hasil positif ditunjukkan dengan adanya warna hijau-
biru. Namun pada hasil pengujian didapatkan bahwa simplisia ini tidak mengandung senyawa
polifenol yang ditunjukkan dengan adanya warna cokelat kehitaman maka hal ini sesuai
dengan MMI. Fungsi dari senyawa polifenol sebagai antioksidan yang dapat mengurangi
resiko penyakit jantung, kanker.
6) Uji tanin
Tujuan uji tanin adalah untuk mengetahui ada tidaknya tanin pada serbuk simpleks.
Serbuk simpleks ditambahkan air dan dipanaskan, tujuan ditambahkan air dan dipanaskan
adalah untuk melarutkan senyawa tanin agar terpisah dari bagian sampel. Kemudian disaring
dan ditambahkan larutan natrium klorida 2%. Fungsi dari larutan natrium klorida adalah
untuk menghilangkan pengotor sehingga mencegah terjadinya negatif palsu. Suspensi disaring
dan kemudian filtrat ditambahkan larutan gelatin 1%. larutan gelatin berfungsi sebagai reagen
garam gelatin yang merupakan indikasi adanya tanin. Hasil positif ditunjukan dengan
terbentuknya endapan. Endapan dapat terbentuk karena adanya ikatan dengan larutan gelatin.
Pada percobaan diperoleh hasil positif yaitu dengan ditunjukkan adanya endapan berwarna
cokelat kehitaman, menandakan sesuai dengan MMI. Kegunaan tanin yaitu sebagai astringent.
7) Uji kardenolida
Tujuan uji kardenolida adalah untuk mengetahui ada tidaknya kardenolida pada serbuk
simpleks. Filtrat yang diperoleh dari uji tanin ditambahkan asam 3,5-dinitro benzoate dan
kalium hidroksida dalam metanol. Hasil positif ditunjukkan dengan adanya warna biru-ungu.
Pada percobaan diperoleh hasil negatif. Kemudian dilakukan uji penegasan dengan dicampur
dengan kloroform dan terbentuk 2 lapisan. Lapisan bawah ditambahkan asam 3,5-dinitro
benzoat dan terjadi warna biru-ungu. Prinsip uji penegasan adalah menandakan bahwa reaksi
yang terbentuk benar adanya.
8) Uji saponin
Tujuan uji saponin adalah untuk mengetahui ada tidaknya saponin pada saponin.
Serbuk simpleks ditambahkan air, dikocok. Adanya buih menunjukkan adanya saponin. Pada
percobaan hasilnya menunjukan negatif karena tidak terdapat buih diperbukaan. Hal ini sesuai
dengan MMI. Fungsi senyawa saponin yaitu sebagai penambah sabun dan sebagai antibakteri.
9) Uji minyak atsiri
Tujuan uji minyak atsiri adalah untuk mengetahui ada tidaknya kandungan minyak
atsiri pada serbuk simpleks. Serbuk simpleks ditambahkan eter, dikocok dan disaring. Filtrat
kemudian dikeringkan. Pada percobaan menunjukkan hasil positif yang ditunjukkan dengan
adanya bau aromatik spesifik. Kegunaan minyak atsiri obat anti nyeri, anti infeksi, dan
pembunuh bakteri.
Uji Kualitatif Secara KLT
Uji ini bertujuan untuk mengidentifikasi kandungan kimia dengan menggunakan
Kromatografi Lapis Tipis/Kromatografi Planar. Adapun prinsipnya untuk memisahkan
campuran berdasarkan perbedaan afinitasnya terhadap fase diam dan fase gerak.
Fase diam dapat berupa padatan atau kombinasi cairan-padatan, sedangkan fase gerak
berupa cairan/gas. Pada seluruh percobaan ini digunakan fase diam silika gel, kecuali pada uji
Flavonoid larutan III yaitu dengan selulosa.
Silika gel GF254 bersifat polar sehingga fase geraknya harus bersifat non polar agar
senyawa yang diidentifikasi dapat memisah karena fase gerak harus memiliki kepolaran yang
sama dengan senyawa yang akan diidentifikasi. Sedangkan selulosa bersifat non polar.
Dengan fase gerak yang lebih dari satu, diharapkan terjadi rambatan karena penyusun fase
gerak mempunyai kepolaran berbeda-beda.
Dalam KLT juga digunakan standar sebagai pembanding. Jika simplisia kita gunakan
memiliki kandungan metabolit sekunder bioaktif, maka antara sampel dan standar akan
memiliki warna yang sama jika dilihat dari sinar UV dan memiliki nilai Rf yang sama. Pada
saat penotolan dilakukan sebanyak 3 kali agar ketika dilihat dibawah sinar UV pergerakan
elusi lebih terlihat jelas. Elusi adalah proses pengembangan fase gerak bergerak sampai batas
atas.
Dilakukan dengan pembuatan tiga larutan. Pada larutan I dilakukan uji antrakinon dan
flavonoid. Pada pengujian antrakinon, fase geraknya etil asetat-benzena (9:1), dengan
pembanding antrakinon, dan deteksi FeCl3. Rata-rata Rf bernilai 0,543 dan rata-rata HRf
54,3. Hasil bercak yang diperoleh berwarna coklat, sama dengan baku (standar) sehingga
sampel mengandung antrakinon. Pada pengujian flavonoid, fase geraknya etil asetat-benzena
(9:1) dengan pembanding flavonoida, dan deteksi FeCl3. Hasil rata-rata Rf bernilai 0,593 dan
rata-rata HRf 59,3. Rf dapat diperoleh dari rumus jarak elusi sampel dibagi dengan jarak elusi
gerak. Hasil bercak yang diperoleh berwarna hijau tua dan hijau muda, sedangkan standar
berwarna hijau muda. Meski Rf sampel mendekati Rf standar dan warnanya serupa, sesuai
teori pada MMI sampel tidak mengandung flavonoid, mungkin senyawa yang terkandung
hanya satu golongan dengan flavonoid.
Pada larutan II dilakukan uji tanin dan antrakinon. Pada pengujian tannin, fase
geraknya n butanol-asam asetat-air (5:1:4) v/v dengan pembanding tannin, dan deteksi besi
(III) klorida. Rata-rata Rf bernilai 0,925 dan rata-rata HRf 92,5. Hasil bercak yang diperoleh
berwarna hijau dan tidak dapat ditentukan positif atau negatif karena standar mengalami
tailing. Sedangkan pada pengujian antrakinon, fase geraknya etil asetat-metanol-air
(100:13,5:10) v/v dengan pembanding antrakinon, dan deteksi KOH etanolis. Rata-rata Rf
bernilai 0,86 dan rata-rata HRf 86. Bercak yang diperoleh berwarna hijau dan tidak dapat
ditentukan positif atau negatif karena bercak standar tidak terlihat.
Kemudian pada larutan III dilakukan uji saponin dan flavonoid. Pada pengujian
saponin, fase geraknya adalah butanol-asam asetat-air (5:1:4) v/v dengan pembanding
saponin, dan deteksi Liebermann-Burchard. Rata-rata Rf bernilai 0,86 dan rata-rata HRf 86.
Hasil bercak yang diperoleh berwarna kuning dan tidak dapat ditentukan positif atau negatif
karena bercak standar tidak terlihat. Pada pengujian flavonoid, fase geraknya t butanol-asam
asetat-air (4:1:5) v/v dengan pembanding glikosida flavonoid, dan deteksi uap ammonia, UV
365, dan aluminium klorida. Rata-rata Rf bernilai 0,955 dan rata-rata HRf 95,5. Hasil bercak
yang diperoleh berwarna coklat sedangkan standar berwarna kuning. Hasil tidak dapat
ditentukan positif atau negatif karena standar mengalami tailing.
Uji Kualitatif Secara KLT Untuk Alkaloid
Yang terakhir adalah uji kualitatif secara KLT untuk alkaloid ini menggunakan Fase
diam yaitu silika gel GF254 dengan fase geraknya adalah tertier butanol-kloroform-dietil
amina (2:7:1) v/v. setelah kering dapat dilakukan pendeteksian dengan menyemprotkan
larutan NaNO2 5%. Hasil yang diperoleh pada uji ini adalah negative karena tidak didapatkan
bercak hingga elusi selesai.
G. Kesimpulan
Berdasarkan hasil skrining serbuk simplisia daun kumis kucing hanya menunjukkan
hasil positif pada uji tanin, dan uji minyak atsiri
Uji secara KLT menunjukkan bahwa simplisia daun kumis kucing mengandung
senyawa antrakinon
Secara teoritis kumis kucing mengandung tanin, saponin, minyaklemak, minyakatsiri,
sapofonin, garamkalium, polifenol, flavonoid, myoinositol dan orthosiphon glikosida
H. Daftar Pustaka
Dalimartha, 2000, Atlas Tumbuhan Obat Indonesia, Jilid II, Trubus Agriwidya,
Ungaran, hal 91.
Depkes RI, 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, Depkes RI,
Jakarta, hal. 82-84.
Harborne, J.B., 1987, Metode Fitokimia, ITB Press, Bandung, hal. 69-94, 142-158.
Maharani, D.M., Siti N.H., dan Haiyinah, 2006, Studi Potensi Kalakai (Stenochlaena
palustris (Burm.F) Bedd) Sebagai Pangan Fungsional, Universitas
Lambung Mangkurat, Banjarbaru, hal.154.
Permadi, Adi, S.Si., 2012, Ramuan Herbaol Penumpas Hipertensi, Pustaka Bunda,
Depok, hal. 35.
Robinson, 1995, Kandungan Organik Tumbuhan Tingkat Tinggi, ITB Press, Bandung,
hal. 95.
Teyler, V.E., dkk, 1988, Pharmacognosy, Lea and Febiger, Phiadelphia, pp.187–188.
Yogyakarta, 28 September 2012
Praktikan,
Viadeta Filia Diandra Angeline S.F.
118114027 118114028
Arvita Anggrainy Vivo Puspitasari
118114029 118114030
Nama Uji Pengamatan Hasil dan Keterangan
Uji Pendahuluan
Merah kecoklatan
(+)
Berwarna merah kecoklatan :
sampel mengandung senyawa
dengan gugus kromofor
Uji Alkaloida
Dragendorff : Tidak Ada
endapan
Terdapat endapan (-) : sampel
tidak mengandung alkaloid
Mayer: Tidak ada endapan
Terdapat endapan (-) : sampel
tidak mengandung alkaloid
Uji Antrakinon
Larutan Bening
Bening (-) : sampel tidak
mengandung antrakinon
Warna merah (+) : sampel
mengandung antrakinon
Uji Polifenol
Larutan coklat kehitaman
Coklat kehitaman (-) : sampel
tidak mengandung polifenol
Warna hijau biru (+) : sampel
mengandung polifenol
Uji Tannin
Ada endapan hitam
Ada endapan (+) : sampel
mengandung tannin
Tidak ada endapan (-) : tidak
mengandung tannin
Uji Kardenolida
Larutan coklat kehitaman
Coklat kehitaman (-) : tidak
mengandung kardenolida
Warna biru ungu (+) :
mengandung kardenolida
Uji Saponin
Tidak terdapat buih pada
permukaan
Terdapat buih pada permukaan
(+) : mengandung saponin
Tidak terdapat buih (-) : tidak
mengandung saponin
Uji Minyak Atsiri
Terjadi bau
aromatik
Tercium bau aromatik (+) :
mengandung minyak atsiri
Tidak tercium bau aromatik (-) :
tidak mengandung minyak atsiri
Top Related