LAPORAN AKHIR
PRAKTIKUM KIMIA KLINIK
PENENTUAN KADAR GLUKOSA
Kelompok 3:
Ibrahim 260110080011 (Pembahasan)
Milyadi Sugijanto 260110080015 (Tujuan Prinsip)
Valdis Reinaldo 260110080081 (Teori)
Dian C. Sodik 260110080114 (Alat Bahan Prosedur)
Indra Anggara A. 260110080115 (Teori)
Citra Caesaria F. 260110080116 (Data Pengamatan)
Yanarita Anelindha F. 260110080117 (Editor)
LABORATORIUM KIMIA KLINIK
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2011
Penentuan Kadar Glukosa
I. Tujuan1. Menyiapakan pasien untuk pemeriksaan glukosa darah2. Menginterprestasikan hasil laboratorium yang diperoleh.
II. Prinsip
Metode GOD-PAP/ Trinder
Glukosa+O2+H 2 OGOD→
Asam glukonat+H 2 O2
2 H 2O2+4 aminofenazon+fenol POD→
4−( p−benzoquinone−mono−imino ) fenazon+4 H 2 O
III. TEORI
Diabetes Melitus
Penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang juga dikenal sebagai penyakit kencing
manis atau penyakit gula darah adalah golongan penyakit kronis yang ditandai dengan
peningkatan kadar gula dalam darah sebagai akibat adanya gangguan sistem metabolisme
dalam tubuh, dimana organ pankreas tidak mampu memproduksi hormon insulin sesuai
kebutuhan tubuh (Khomsah, 2008).
Tanda awal yang dapat diketahui bahwa seseorang menderita DM atau kencing
manis yaitu dilihat langsung dari efek peningkatan kadar gula darah, dimana peningkatan
kadar gula dalam darah mencapai nilai 160 - 180 mg/dL dan air seni (urine) penderita
kencing manis yang mengandung gula (glucose), sehingga urine sering dilebung atau
dikerubuti semut (Khomsah, 2008).
Penderita kencing manis umumnya menampakkan tanda dan gejala dibawah ini
meskipun tidak semua dialami oleh penderita :
1. Jumlah urine yang dikeluarkan lebih banyak (Polyuria)
2. Sering atau cepat merasa haus/dahaga (Polydipsia)
3. Lapar yang berlebihan atau makan banyak (Polyphagia)
4. Frekwensi urine meningkat/kencing terus (Glycosuria)
5. Kehilangan berat badan yang tidak jelas sebabnya
6. Kesemutan/mati rasa pada ujung syaraf ditelapak tangan & kaki
7. Cepat lelah dan lemah setiap waktu
8. Mengalami rabun penglihatan secara tiba-tiba
9. Apabila luka/tergores (korengan) lambat penyembuhannya
10. Mudah terkena infeksi terutama pada kulit (Khomsah, 2008).
Kondisi kadar gula yang drastis menurun akan cepat menyebabkan seseorang
tidak sadarkan diri bahkan memasuki tahapan koma. Gejala kencing manis dapat
berkembang dengan cepat waktu ke waktu dalam hitungan minggu atau bulan, terutama
pada seorang anak yang menderita penyakit diabetes mellitus tipe 1 (Khomsah, 2008).
Lain halnya pada penderita diabetes mellitus tipe 2, umumnya mereka tidak
mengalami berbagai gejala diatas. Bahkan mereka mungkin tidak mengetahui telah
menderita kencing manis (Khomsah, 2008).
Tipe Penyakit Diabetes Mellitus
Klasifikasi DM menurut American Diabetes Association (1997) sesuai anjuran
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) adalah:
1. Diabetes Tipe 1: Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)
2. Diabetes tipe II: Diabetes melitus tidak tergantung insulin (Non Insulin
Dependent Diabetes Mellitus [NIDDM]), terjadi akibat penurunan sensitivitas
terhadap insulin (resistensi insulin) atau akibat penurunan jumlah produksi
insulin
3. Diabetes Melitus tipe lain
4. Diabetes Melitus Gestasional (Gestasional Diabetes Mellitus [GDM]) (Cyber
Nurse, 2009).
Patofisiologi Diabetes Melitus
1. Diabetes Tipe I
Terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel pankreas
telah dihancurkan oleh proses autoimun. Glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat
disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia
postprandial (sesudah makan) (Brunner & Suddarth, 2002).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap
kembali semua glukosa yang tersaring keluar akibatnya glukosa tersebut diekskresikan
dalam urin (glukosuria). Ekskresi ini akan disertai oleh pengeluaran cairan dan elektrolit
yang berlebihan, keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Pasien mengalami peningkatan
dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsi) (Brunner & Suddarth, 2002).
2. Diabetes Tipe II
Terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu resistensi
insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor
khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut,
terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin
pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel, dengan demikian insulin
menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan (Brunner &
Suddarth, 2002).
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam
darah harus terdapat peningkatan insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi
glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar
glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun
jika sel-sel tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin maka kadar
glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II (Brunner & Suddarth, 2002).
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabtes tipe
II, namun terdapat jumlah insulin yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan
produksi badan keton. Oleh karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes
tipe II. Meskipun demikan, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan
masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketotik.
Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan progresif, maka awitan diabetes
tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi, gejalanya sering bersifat ringan dan dapat
mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang tidak sembuh-
sembuh, infeksi dan pandangan yang kabur (Brunner & Suddarth, 2002).
3. Diabetes Gestasional
Terjadi pada wanita yang tidak menderita diabetes sebelum kehamilannya.
Hiperglikemia terjadi selama kehamilan akibat sekresi hormone-hormon plasenta.
Sesudah melahirkan bayi, kadar glukosa darah pada wanita yang menderita diabetes
gestasional akan kembali normal (Brunner & Suddarth, 2002).
Hiperglikemia
Hiperglikemia merupakan keadaan peningkatan glukosa darah dari rentang kadar
puasa normal 80 – 90 mg / dl darah, atau rentang non puasa sekitar 140 – 160 mg /100 ml
darah (Nadiana, 2010).
Dunia kedokteran mengenal istilah hiperglikemia postprandial atau kadar gula
darah dua jam sesudah makan yang melebihi nilai normal. Dalam keadaan normal, kadar
gula darah dua jam sesudah makan kurang dari 200 mg/dl. Namun, pada individu
dengan diabetesmelitus, kadarnya melebihi atau sama dengan 200 mg/dl (Nadiana, 2010).
Meningginya kadar gula dalam darah merusak jaringan fungsi sel beta yang
bertugas mengeluarkan insulin. Kondisi ini akan menyebabkan pembuluh darah
mengalami stres. Lama-kelamaan akan terjadi pengerasan di pembuluh darah atau biasa
disebut arteroskelerosis (Nadiana, 2010).
Sementara itu, Clinical Assistant Professor dari University of South Florida
College of Medicine Vibhuti N Singh MD MPH FACC FACAI mengungkapkan, plak
yang semakin menumpuk menyebabkan arteroskelerosis hingga menyumbat aliran darah.
“Pembuluh darah akan semakin tertekan dan mengganggu irama jantung. Plak mampu
melebarkan pembuluh darah dan penggumpalan darah dan menyumbat arteri sehingga
akan merusak jantung,” ungkap Sigh (Nadiana, 2010).
Pemeriksaan Kadar Gula Darah
Pemeriksaan kadar gula darah dapat dilakukan :
1. Gula darah sewaktu
2. Gula darah saat puasa
3. Gula darah 2 jam post prandial (sesudah makan) (Pfizer Indonesia, 2010).
Adapun persiapan sebelum melakukan pemeriksaan DM
1. Puasa 10 – 12 jam
Selama menunggu diambil darah tidak diperkenankan makan/minum dan
merokok.
2. Hindari Stress
Stress menyebabkan kenaikan glukosa yang dibebaskan dari cadangan hati.
Parameter Glukosa
Darah (mg/dl)Baik Sedang Buruk
Puasa 80-109 110-125 > 126
Darah Kapiler 80-144 145-179 > 180
A1C < 6.5 6.5 - 8 > 8
(Perkeni, 2003).
Penyiapan Sampel dan Perlakuan Pasien
1. Menghadapi pasien/klien/customer
Dalam menghadapi pasien yang perlu diperhatikan adalah aspek dari kepuasan
pelanggan, mulai dari pasien datang sampai dikeluarkannya blanko hasil pemeriksaan.
Menurut Imam Hilman (2004), apabila pelanggan merasa puas maka akan dapat
meningkatkan keuntungan atau profit bagi perusahaan. Demikian juga kepuasan
pelanggan laboratorium akan dapat meningkatkan keuntungan bagi laboratorium yang
bersangkutan.
2. Pengambilan sampel/spesimen
Hasil pemeriksaan laboratorium sangat tergantung pada persiapan yang dilakukan
oleh penderita sehingga hasil yang diperiksa laboratorium mendekati nilai sesungguhnya
(true value). Persiapan pasien meliputi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
pemeriksaan, selain penyakitnya sendiri, yang meliputi : puasa, posisi pasien, persiapan
tempat pengambilan sampel, variasi diurnal, aktivitas fisik dan obat-obatan.
Persiapan pasien yang harus dilakukan sebelum pengambilan spesimen,
Spesimen yang berasal dari menusia dapat berupa :
1. Serum
2. Plasma
3. Darah ( Whole blood )
4. Urin
5. Tinja
6. Sputum
a. Cairan otak *
b. Bilasan Lambung *
c. Apus tenggorokan *
d. Apus rectum *
e. Sekret
7. Uretra *
8. Vagina *
9. Telinga
10. Hidung
11. Mata
12. Sperma
13. Pus
14. Cairan Pleura *
15. Cairan Acites *
* Pengambilan tidak di laksanakan di laboratorium (Musyaffa, 2010)
Berbagai persiapan penderita yang perlu diberitahukan secara baik dan mendetail
pada penderita antara lain :
Persiapan Pasien Secara Umum.
1. Persiapan pasien untuk pengambilan spesimen pada keadaan basal/dasar :
Untuk pemeriksaan tertentu pasien harus puasa selama 8-12 jam sebelum
diambil darah.
Glukosa Puasa, TTG (Tes Toleransi Glukosa), Glukosa kurva harian, Asam
Urat,
VMA, Renin (PRA)
Puasa 10 – 12 jam
Insulin dan C. Peptidae Puasa 8 jam
Trigliserida, Gastrin, Aldosteron, Homocystine, Lp (a), PTH Intact Puasa 12
jam
Apo AB dan Apo B Dianjurkan Puasa 12 jam
2. Pengambilan spesimen sebaiknya pagi hari antara pukul 07.00 – 09.00.
3. Menghindari obat-obatan sebelum spesimen di ambil
Untuk pemeriksaan dengan spesimen darah, tidak minum obat 4-24 jam
sebelum pengambilan specimen
Untuk pemeriksaan dengan spesimen darah, tidak minum obat 48-42 jam
sebelum pengambilan darah
Apabila pemberian pengobatan tidak memungkinkan untuk di hentikan,
harus di informasikan kepada petugas laboratorium
Contoh : Sebelum pemeriksaan gula 2 jam pp pasien minum obat
antidiabetes.
4. Menghindari aktifitasfisik/olahraga sebelum spesimen di ambil.
Aktifitas fisik berlebihan akan menyebabkan terjadinya perubahan pada
komponen darah dan spesimen lain, sehingga dapat mempengaruhi ke paramater yang
akan diperiksa.
5. Memperhatikan efek postur.
Untuk menormalkan keseimbangan cairan tubuh dari pisisi berdiri ke pisisi
duduk, dianjurkan pasien duduk tenang sekurang-kurangnya 15 menit sebelum di ambil
darah.
6. Memperhatikan variasi diurnal ( perubahan kadar analit sepanjang hari)
Pemeriksaan yang di pengaruhi variasi diurnal perlu di perhatikan waktu
pengambilan darahnya, antara lain pemeriksaan ACTH, renin dan aldosteron (Musyaffa,
2010).
IV. ALAT DAN BAHAN
Alat:
- Kuvet
- Pipet piston
- Spektrofotometer
Bahan:
- Aquades
- Larutan sampel (serum)
- Larutan standar
- Reagensia
V. PROSEDUR
Dipipetkan ke dalam kuvet yang telah disiapkan:
Kuvet Blangko (µl) Standar (µl) Sampel (µl)
Larutan serum - - 10
Larutan standar (200 mg/dl) - 10 -
Aquadest 10 - -
Reagensia 1000 1000 1000
Masing-masing larutan dalam kuvet dicampurkan dan diinkubasikan
selama 20’ dalam suhu ruangan (37°C). Setelah diinkubasi, Kuvet berisi larutan-
larutan di atas dimasukkan ke dalam alat spektrofotometer dan dibaca
absorbansinya kemudian hasilnya dianalisis.
Keterangan:
Larutan standar dan reagen merupakan larutan yang dijual secara umum
dan telah siap digunakan.
Larutan sampel merupakan larutan yang berasal dari hasil sentrifugasi
darah untuk memisahkan plasma darah dari zat-zat lain di dalam darah.
VI. DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
Kelompok Blanko Standar Sample 1 Sample 2Glukosa 1 0,264 1,243 1,454 1,026Glukosa 2 0,264 1,243 1,541 1,320
Rata-rata:
Blanko : 0,264
Standar : 1,243
Sample : 1,33525
PERHITUNGAN
Konsentrasi menggunakan factor:
Cglukosa =
AsampelAs tan dar x 100%
=
1,335251,243 x 100%
= 107,42% mg/dL
Cglukosa =
AsampelAs tan dar x 5,55%
=
1, 335251,243 x 5,55%
= 5,962% mmol/L
VII. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini bertujuan untuk pemeriksaan glukosa darah.
Pemeriksaan glukosa darah merupakan salah satu parameter pemeriksaan untuk
penyakit Diabetes Melitus. Diabetes melitus adalah suatu penyakit yang
dinyatakan dengan adanya hiperglikemia kronik dan gangguan terutama pada
metabolisme karbohidrat yang terjadi akibat kerusakan sekresi ataupun aksi
insulin.
Kondisi hiperglikemia yang terjadi dalam jangka waktu yang lama akan
menyebabkan perubahan fungsi dan biokimia, dan selanjutnya perubahan tersebut
dapat menyebabkan kerusakan jaringan. Kerusakan jaringan inilah yang
menimbulkan komplikasi (baik komplikasi mikrovaskuler maupun komplikasi
makrovaskuler).
Diagnosis untuk kelainan metabolisme karbohidrat, dilakukan dengan
mengukur kadar glukosa plasma pada keadaan puasa dan kadar glukosa 2 jam
post prandial (2 jam pp). Pemeriksaan glukosa darah terdiri dua metode yaitu
metode kimiawi dan metode enzimatik. Pemeriksaan glukosa kali ini
menggunakan metode enzimatik. Metode enzimatik sekarang ini banyak dipakai
karena pada pemeriksaan glukosa memberikan spesifitas maksimum untuk nilai
glukosa. Metode enzimatik yang sering digunakan adalah metode GOD-PAP.
Oleh karena itu prinsip pemeriksaan glukkosa pada praktikum kali ini adalah
persamaan reaksi metode GOD-PAP. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut.
Glukosa diukur kadarnya setelah dioksidasi secara enzimatis
mengguunakan enzim GOD atau glukosa oksidase. Peroksida (H2O2) yang
terbentuk kemudian bereaksi dengan fenol dan 4-aminokuinon dengan katalis
enzim peroksidase (POD) yang membentuk kuinonimin. Intensitas warna yang
terbentuk sebanding dengan kadar glukosa dalam sampel.
Glukosa oksidase (GOD) adalah suatu enzim spesifik FAD yang diperoleh
dari jamur, karena dipakai untuk penafsiran glukosa. Semua aerobic
dehidrogenase yang diterangkan mengandung 2 molekul glukosa nukleotida.
Phenol Amino Peroksidase (PAP) mengandung antigen dan antibody dalam
pathogen jaringan.
Prinsip pengujian ini adalah dengan menembakkan panjang gelombang
tertentu pada suatu senyawa. Karena cahaya yang ditembakkan memiliki energi,
hal ini akan membuat elektron dari senyawa akan tereksitasi ke orbital yang lebih
tinggi. Setelah mengalami eksitasi, electron dari senyawa akan kembali ke
keadaan dasar. Salah satu yang berperan dalam pengujian ini adalah gugus
kromofor yaitu gugus yang dapat menangkap panjang gelombang tertentu. Gugus
kromofor pada senyawa ini adalah adanya ikatan rangkap terkonjugasi.
Adapun prosedur percobaan kali ini pertama-tama dibuat terlebih dahulu
reagen enzim dan larutan standar serta buffer. Kemudian dibuat larutan standar
yaitu standar dipipet sebanyak 10 l dan reagen sebanyak 1000 l dipipet ke
dalam kuvet. Setelah serum didapat, diambil sebanyak 10 µL dan ditambahkan
reagen sebanyak 1000 µL dan dikocok dengan tujuan agar serum dan reagen
homogen. Larutan direplikasi sebanyak 2 (duplo), sehingga masing-masing
tabung berisi 10 µL serum dan 1000 µL reagen. Tujuan dari pembuatan larutan
blanko adalah untuk membuktikan bahwa pelarut yang digunakan tidak memiliki
daya absorbansi (sama dengan nol) sehingga ketika kita mengukur sampel, hanya
kadar yang ingin kita ukur saja (kadar glukosa) saja yang terbaca. Kemudian
dibuat juga larutan standar yang berisi 1000 µL reagen dan 10 µL larutan standar
glukosa. Larutan standar ini sebagai pembanding kedua sampel yang ada.
Kemudian campuran tersebut didiamkan selama 20 menit (operating time). Hal ini
dimaksudkan agar supaya didapatkan hasil optimal di mana reagen dan serum
bereaksi optimal. Setelah itu, dilakukan pengukuran aktivitas serum dengan alat
spektrofotometri pada panjang gelombang 546 nm. Pada panjang gelombang
inilah, diharapkan dihasilkan daya absorbansinya optimal. Pada spektrofotometer
didapat nilai absorbansi dari campuran 10 µL standard dan 1000 µL reagen, yang
dilakukan adalah 1,243
Setelah itu dibuat larutan sampel yaitu sampel sebanyak 10 l dan reagen
1000 l dipipet ke dalam kuvet. Kemudian dilakukan pengukuran absorbansinya.
Pertama dimasukkan 10 µL serum ke dalam kuvet dan ditambahkan 1,0 ml
reagen. Setelah 20 menit penambahan reagen segera diukur absorbansi sampel.
Waktu yang digunakan untuk mengukur absorbansi harus tepat karena kalau
pengukuran dilakukan kurang dari 20 menit maka reaksi enzimatis belum
sempurna terjadi. Pada kelompok kami didapat absorbansi rata-rata sample
1,33525 terhadap baku. Pengukuran absorbansi sampel dilakukan sebanyak duplo.
Hal ini dimaksudkan agar data yang diperoleh lebih valid. Ada perbedaan hasil
dari masing-masing sampel yang dibuat. Perbedaan ini mungkin terjadi karena
banyak kemungkinan, salah satunya adalah waktu inkubasi yang lebih lama pada
salah satu sampel. Waktu inkubasi yang lebih lama pada salah satu sampel
mungkin dapat memperngaruhi kesempurnaan reaksi enzimatik yang terjadi.
Kemungkinan lain adalah perbedaan kadar glukosa atau reagent enzim dan buffer
yang digunakan. Pada penggunaan mikropipet, saat memasukkan sampel mungkin
saja terjadi penempelan dikasa dan tidak bercampur dengan bahan lain, atau dapat
juga masih tersisanya bahan pada tip mikropipet.
Dari hasil ini, kemudian dihitung kadar glukosa dengan menggunakan
rumus:
C sampel= A sampelA standar
xC standar
dengan C standar (tertera pada kemasan standar) adalah 200 mg/dL. Absorbansi
sampel dan standar masing-masing diukur duplo. Dari rumus ini didapatkan kadar
glukosa sampel dengan absorbansi rata-rata 1,33525 adalah 107,42 mgdl
.
Menurut literatur, nilai pengukuran kadar gula darah sewaktu dikatakan
hiperglikemia jika nilanya 180 mgdl . Dari hasil ini dapat disimpulakan kadar
glukosa pada sample tidak temasuk hiperglikemi karena tidak melebihi nilai
batasan glukosa darah sewaktu.. Pada kondisi hiperglikemia yang terjadi dalam
jangka waktu yang lama akan menyebabkan perubahan fungsi dan biokimia, dan
selanjutnya perubahan tersebut dapat menyebabkan kerusakan jaringan.
Kerusakan jaringan inilah yang dapat menimbulkan penyakit diabetes mellitus
yang mengarah pada komplikasi baik komplikasi mikrovaskuler maupun
komplikasi makrovaskuler).
Sebagai tindak lanjut pada keadaan hiperglikemi, maka sebagai pelaku
medis diberikan saran untuk mencegah gangguan kesehatan lebih lanjut. Saran
yang dapat diberikan adalah menjaga pola makan dan pola hidup. Untuk pola
makan, disarankan untuk makan 4 jam sebelum tidur, selain itu juga perlu
mengurangi konsumsi karbohidrat serta gula pada minuman. Mengurangi
konsumsi makanan cepat saji atau junk food. Menjaga pola hidup dengan cara
tidak merokok dan juga minum minuman keras. Melakukan olahraga rutin dan
tidur yang cukup. Untuk mencegah juga perlu dilakukan pemeriksaan rutin agar
mengetahui perkembangan keadaan tubuh serta konsultasi ke dokter untuk
memastikan keadaan tubuh.
VIII. KESIMPULAN
1. Kadar gula darah dapat di ukur dengan menggunakan metode enzimatik
dengan menggunakan enzim glucose oksidase (GOD PAP)
2. Dari hasil pengukuran yang dilakukan, sampel yang diperiksa menunjukkan
hasil yang tidak lebih tinggi dari nilai batas yaitu 107,42 mgdl
, dimana nilai
batas normal adalah 180 mgdl sehingga dapat disimpulkan pasien tidak
mengalami hiperglikemia.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 1997. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol. 2. Jakarta: EGC.
Cyber Nurse. 2009. Konsep Diabetes Melitus. Available online at:
http://forum.ciremai.com/index.php?
option=com_content&view=article&id=7:konsep-diabetes-
melitus&catid=7:keperawatan-medikal-bedah&Item id=20. [diakses tanggal 22
November 2010].
Khomsah. 2008. Penyakit Diabetes Melitus (DM). Available online at:
http://www.infopenyakit.com/2008/03/penyakit-diabetes-mellitus-dm.html
[diakses tanggal 22 November 2010].
Perkeni. 2003. Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia tahun 2002.
Jakarta: PB Perkeni.
Musyaffa, R. 2010. Pra Analitik Laboratorium Klinik. Available online at:
http://ripanimusyaffalab.blogspot.com/2010/01/pra-analitik-laboratorium-
klinik.html [diakses tanggal 22 November 2010].
Nadiana. 2010. Hiperglikemia Bahaya Diabetes. Available online at:
http://www.blogsehat.com/tag/hiperglikemia/ [diakses tanggal 22 November
2010].
Pfizer Indonesia. 2010. Diabetes Melitus. Available online at: http://www.
pfizerpeduli.com/article_detail.aspx?id=26. [diakses tanggal 22 November 2010].
Top Related