1
BAB I
PENETRASI BAHAN BAHAN BITUMEN
(Penetration of Bituminous Materials)
I.1. Tujuan Umum
Praktikum ini memberikan pengertian dan kemampuan dasar kepada mahasiswa untuk
dapat menentukan nilai penetrasi bahan bitumen sebagai salah satu parameter karakteristik
utama bahan bitumen.
Setelah melakukan praktikum ini diharapkan mahasiswa :
Mengerti prosedur pengujian secara esensial.
Mampu mengukur/menentukan nilai penetrasi bahan bitumen secara mandiri
atau kelompok.
I.2. Terminologi
PEN : Singkatan dari Penetrasi, yang didefinisikan sebagai kedalaman
tembus (dalam 0,1 mm) jarum standar dengan berat standar, pada
material bahan bitumen, pada rentang waktu standar dan dalam suhu
standar.
Stainless Steel : Bahan baja anti karat, yang dipilih sebagai bahan dasar jarum
penetrasi. Bahan ini dipilih untuk menghindari atau paling tidak
meminimalisasi terjadinya korosi pada jarum penetrasi, yang
senantiasa terendam air. Hal tersebut karena, korosi pada jarum
penetrasi sesungguhnya akan merancukan hasil pengujian penetrasi,
karena adanya gesekan tambahan antara jarum dan material bahan
bitumen.
Duplo : Istilah yang menyatakan bahwa sampel yang diuji adalah dua (duplo)
dan dipersiapkan, dibuat dan dijaga pada kondisi yang sama.
Waterbath : Bak air atau bejana yang memiliki perangkat pengatur suhu yang
dapat mempertahankan suhu dengan ketelitian yang relatif tinggi dan
dipergunakan sebagai tempat menyimpan sampel yang akan diuji.
Suhu Ruang : Temperatur ruangan rata-rata 25°C.
2
I.3. Teori Dasar
Bahan bitumen adalah material termoplastik yang secara bertahap mencair, sesuai
dengan pertambahan suhu dan berlaku sebaliknya pada pengurangan suhu. Namun demikian
perilaku/respon material bahan bitumen tersebut terhadap suhu pada prinsipnya membentuk
suatu spektrum/beragam, tergantung dari komposisi unsur-unsur penyusunnya.
Dari sudut pandang rekayasa (engineering), ragam dan komposisi unsur penyusun
bahan bitumen biasanya tidak ditinjau lebih lanjut, untuk menggambarkan karakteristik ragam
respon material bahan bitumen tersebut diperkenalkan beberapa parameter, yang salah
satunya adalah nilai PEN (Penetrasi). Nilai ini menggambarkan kekerasan bahan bitumen
pada suhu standar 25°C, yang diambil dari pengukuran kedalaman penetrasi jarum standar,
dengan beban standar (50 gr/100 gr), dalam rentang waktu yang juga standar (5 detik).
British Standard (BSI) membagi nilai penetrasi tersebut menjadi 10 macam, dengan
rentang nilai PEN 15 s/d 450, sedangkan AASHTO mendefinisikan PEN 40-50 sebagai nilai
PEN untuk material bahan bitumen terkeras dan PEN 200-300 untuk material bahan bitumen
terlembek/terlunak.
I.4. Prosedur Praktikum (AASHTO T 49-89:1990)
I.4.1. Peralatan yang Digunakan
1. Alat penetrasi yang dapat menggerakkan pemegang jarum naik turun tanpa gesekan dan
dapat mengukur penetrasi sampai 0,1 mm.
2. Pemegang jarum seberat (47,5 ± 0,05) gr yang dapat dilepas dengan mudah dari alat
penetrasi untuk peneraan.
3. Pemberat sebesar (50 ± 0,05) gr dan (100 ± 0,05) gr masing-masing dipergunakan untuk
pengukuran penetrasi dengan beban 100 dan 200 gr.
4. Jarum penetrasi dibuat dari stainless steel mutu 44°C, atau HRC 54 sampai 60. Ujung
jarum harus berbentuk kerucut terpancung.
5. Cawan contoh terbuat dari logam atau gelas berbentuk silinder dengan dasar yang rata-
rata berukuran sebagai berikut:
Tabel 1.1 Hubungan Penetrasi, Diameter Sampel dan Kedalaman
Penetrasi Diameter Dalam
di bawah 200 55 mm 35 mm
200 sampai 300 70 mm 45 mm
3
6. Bak perendam (waterbath), terdiri dari bejana dengan isi tidak kurang dari 10 liter dan
dapat menahan suhu tertentu dengan ketelitian lebih kurang 0,1°C. Bejana dilengkapi
dengan pelat dasar berlubang-lubang, terletak 50 mm di atas dasar bejana dan tidak
kurang dari 100 mm di atas dasar bejana dan tidak kurang dari 100 mm dibawah
permukaan air dalam bejana.
7. Tempat air untuk benda uji ditempatkan dibawah alat penetrasi.
8. Tempat tersebut mempunyai isi tidak kurang dari 350 ml, dan tinggi yang cukup untuk
merendam benda uji tanpa bergerak.
9. Pengukur waktu.
10. Untuk pengukuran penetrasi dengan tangan diperlukan stop watch dengan skala
pembagian terkecil 0,10 detik atau kurang dan kesalahan tertinggi 0,10 detik per detik.
Untuk pengukuran penetrasi dengan alat otomatis, kesalahan alat tersebut tidak boleh
melebihi 0,10 detik.
11. Thermometer
Tabel I.2 Bahan dan Peralatan yang Digunakan
No. Gambar Alat / Bahan Nama Alat / Bahan
1
Cawan
2
Thermometer
4
3
Aspal
I.4.2. Penyiapan Sampel
1. Memanaskan contoh perlahan-lahan serta mengaduk hingga cukup air untuk dapat
dituangkan. Memanaskan contoh untuk ter tidak lebih dari 60°C di atas titik lembek, dan
untuk bitumen tidak lebih dari 90°C di atas titik lembek. Waktu pemanasan tidak boleh
melebihi 30 menit. Aduklah perlahan-lahan agar udara tidak masuk ke dalam contoh.
2. Menuangkan ke dalam tempat contoh setelah cair merata dan diamkan hingga dingin.
Tinggi contoh dalam tempat tersebut tidak kurang dari angka penetrasi ditambah 10 mm.
Buatlah dua benda uji (duplo).
3. Menutup benda uji agar bebas dari debu dan diamkan pada suhu ruangan selama 1
sampai 1,5 jam untuk benda uji kecil dan 1,5 sampai 2 jam untuk yang besar.
5
I.4.3. Pengujian Penetrasi
1. Letakkan benda uji dalam tempat air yang kecil dan masukkan tempat air tersebut ke
dalam bak perendam yang telah berada pada suhu yang ditentukan.
2. Diamkan dalam bak tersebut selama 1 sampai 1,5 jam untuk benda uji kecil dan 1,5
sampai 2 jam untuk benda uji besar.
3. Periksalah pemegang jarum agar jarum dapat dipasang dengan baik dan bersihkan jarum
penetrasi dengan toluene atau pelarut lain kemudian keringkan jarum tersebut dengan lap
bersih dan pasanglah jarum pada pemegang jarum.
4. Letakkan pemberat 50 gram di atas jarum untuk memperoleh beban sebesar (100 ± 0,10)
gram.
5. Pindahkan tempat air dari bak perendam ke bawah alat penetrasi.
6. Turunkan jarum perlahan-lahan sehingga jarum tersebut menyentuh permukaan benda
uji.
7. Kemudian aturlah angka 0 di arloji penetrometer sehingga jarum petunjuk berimpit
dengannya.
8. Lepaskan pemegang jarum dan serentak jalankan stop watch selama jangka waktu (5 ±
0,10) detik.
6
9. Putarlah arloji penetrometer dan bacalah angka penetrasi yang berimpit dengan jarum
penunjuk. Bulatkan hingga angka 0,10 mm terdekat.
10. Lepaskan jarum dari pemegang jarum dan siapkan alat penetrasi untuk pekerjaan
berikutnya.
11. Lakukan pekerjaan di atas tidak kurang dari 3 kali untuk benda uji yang sama, dengan
ketentuan setiap titik pemerikasaan dan tepi dinding berjarak lebih dari 1 cm.
Gambar I.2 Bagan Alir Pengujian Penetrasi
Pembuatan Benda Uji
Persiapan Alat
Pengesetan Alat Penetrasi
Rendam Benda Uji
Uji Penetrasi
Toleransi Uji Penetrasi
Pencatatan Hasil Pengujian
Penentuan Nilai PenetrasiBenda Uji
Pembacaan stop watch> (5 ± 0,10)
detik
Mulai
Selesai
Penyiapan Sampel
Ya
Tidak
7
1.4.5 Perhitungan dan Pelaporan
Tabel I.3 Hubungan Nilai Penetrasi dan Toleransi
Hasil Penetrasi 0-49 50-149 150-199 200
Toleransi 2 4 6 8
Data Penetrasi Sampel I
No Penurunan Jarum (mm)
1 30
2 13
3 27
4 27
5 24
Data penetrasi Sampel II
No Penurunan Jarum (mm)
1 26
2 23
3 22
4 20
5 22
Nilai penetrasi = (Penurunan Jarum) x (Faktor Kalibrasi)
Sampel I
- Pengamat I => 30 x 10
1= 3 mm
- Pengamat II => 13 x 10
1= 1.3 mm
- Pengamat III => 27 x 10
1= 2.7 mm
- Pengamat IV => 27 x 10
1= 2.7 mm
- Pengamat V => 24 x 10
1= 2.4 mm
8
Rata-rata penetrasi sampel I
= 5
4.27.27.23.13
= 2.42 mm
Sampel II
- Pengamat I => 26 x 10
1 = 2.6 mm
- Pengamat II => 23 x 10
1 = 2.3 mm
- Pengamat III => 22 x 10
1= 2.2 mm
- Pengamat IV => 20 x 10
1 = 2 mm
- Pengamat V => 22 x 10
1= 2.2 mm
Rata-rata penetrasi sampel II
= 5
2.222.23.26.2
= 2.26 mm
I.5. Diskusi
Bahan bitumen adalah material termoplastik yang secara bertahap mencair, sesuai
dengan pertambahan suhu dan berlaku sebaliknya pada pengurangan suhu.
Pengukuran penetrasi bahan-bahan bitumen dilakukan dengan cara melakukan
penetrasi dengan menggunakan jarum penetrasi, dengan beban 100 gram selama 5 detik pada
suhu sampel 25°C.
Dalam melakukan pengamatan derajat terjadi kesalahan dalam membaca data, hal ini
disebabkan :
1. Kurang teliti dalam menentukan apakah jarum penetrasi telah menempel pada
sampel.
2. Kurang tepat dalam menentukan waktu pembacaan penetrasi (5 detik).
9
3. Pada saat pengujian sulit untuk menentukan suhu sample tepat pada 25°C.
I.6. Kesimpulan
1. Bahan bitumen adalah material termoplastik yang secara bertahap mencair sesuai
dengan pertambahan suhu dan berlaku sebaliknya pada pengurangan suhu.
2. Pengukuran penetrasi bahan-bahan bitumen bertujuan untuk mengetahui
kedalaman penetrasi bitumen/sampel pada suhu 25°C dengan beban 100 gram dan
tenggang waktu 5 detik.
3. Data hasil pengukuran penetrasi bahan-bahan bitumen sebagai berikut :
No Penetrasi pada suhu 25°C, 100
gr, 5 detik I (mm) II (mm)
1
2
3
4
5
Pengamat I
Pengamat II
Pengamat III
Pengamat IV
Pengamat V
30 x 10
1= 3
13 x 10
1= 1.3
27 x 10
1= 2.7
27 x 10
1= 2.7
24 x 10
1= 2.4
26 x 10
1 = 2.6
23 x 10
1 = 2.3
22 x 10
1= 2.2
20 x 10
1 = 2
22 x 10
1= 2.2
Rata-rata 2.42 2.26
Total rata-rata 2.34
4. Berdasarkan Tabel 1.3. hubungan Nilai Penetrasi dan Toleransi, didapat nilai
penetrasi antara 0-49 dengan nilai toleransi sebesar 2, sehingga data tersebut tidak
memenuhi angka toleransi yang ditetapkan, hal ini disebabkan :
Kurang teliti dalam menentukan bacaan jarum penetrasi.
Kurang tepat dalam menetukan waktu pembacaan penetrasi (5detik).
Pada saat pengujian sulit untuk menentukan suhu sampel tepat pada 25°C.
10
BAB II
BERAT JENIS BITUMEN KERAS DAN TER
(Specific Gravity of Semi-Solid Bituminous Materials)
II.1 Tujuan Umum dan Sasaran Praktikum
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan berat jenis bitumen keras dan Ter
dengan piknometer.
Sedangkan sasaram praktikum ini adalah mahasiswa mampu :
Melakukan sendiri pemeriksaan dengan menggunakan alat piknometer dengan
benar.
Menentukan nilai berat jenis birunen dan ter.
II.2 Terminologi
Bitumen Keras : Adalah bitumen yang berbentuk padat pada saat keadaan
penyimpanan (suhu ruang).
Ter : Material yang mirip dengan bitumen hanya saja merupakan
hasil proses penyulingan dari batu bara.
Nilai Penetrasi Bitumen : Nilai yang menyatakan derajat kekerasan bitumen hanya saja
merupakan hasil penyulingan batu bara.
Cutback grades bitumen : Jenis bitumen yang sudah berbentuk cair karena telah
dicampur dengan bahan pencair yang mudah menguap seperti
bensin, solar dan minyak tanah.
II.3 Teori Dasar
Berat jenis bitumen atau ter adalah perbandingan antara berat bitumen atau ter
terhadap berat air suling dengan isi yang sama pada suhu tertentu, yaitu dilakukan dengan
cara menggantikan berat air dengan bitumen dan / atau ter dalam wadah yang sama (yang
sudah diketahui volumenya berdasarkan konversi berat jenis air sama dengan satu).
Berat jenis dari bitumen sangat tergantung pada nilai penetrasi dan suhu daru bitumen
itu sendiri. Macam-macam berat jenis bitumen dan kisaran nilainya adalah sebagai berikut :
Penetration grade bitumen dengan berat jenis antara 1,010 (untuk bitumen dengan
penetrasi 300) sampai dengan 1,040 (untuk bitumen dengan penetrasi 25).
11
Bitumen yang telah teroksidasi (oxidized bitumen) dengan berat jenis berlisar antara 1,015
sampai dengan 1,035.
Hard grades bitumen dengan berat jenis berkisar antara 1,045 sampai dengan 1,065.
Cutback grades dengan berat jenis nerkisar antara 0,992 sampar dengan 1,007.
II.4 Prosedur Praktikum (AASHTO T 228-90)
II.4.1 Peralatan yang Digunakan
1. Termometer
2. Bak perendam yang dilengkapi pengatur suhu dengan ketelitian (25±0,1) ◦C
3. Piknometer
4. Air suling sebanyak 1000 cm3
5. Bejana gelas
12
Tabel II.1 Bahan dan Peralatan yang Digunakan
No. Gambar Alat / Bahan Nama Alat / Bahan
1
Piknometer
2
Thermometer
3
Aspal
II.4.2 Penyiapan Sampel
1. Contoh bitumen keras dipanaskan sebanyak 50 gram, sampai menjadi cair sambil diaduk
untuk mencegah pemanasan setempat. Pemanasan tidak boleh lebih dari 30 menit pada
suhu 56◦C di atas titik lembek.
2. Contoh tersebut dituangkan ke dalam piknometer yang telah kering hingga terisi ¾
bagian.
13
II.4.3 Pengujian
1. Bejana diisi dengan air suling sehingga diperkirakan bagian atas piknometer yang
terendam adalah 40 mm. Kemudian bejana tersebut direndam dan dijepit dalam bak
perendam sehingga terendam sekurang-kurangnya 100 mm.
2. Suhu bak perendam diatur pada suhu 25◦C
3. Piknometer dibersihkan, dikeringkan dan ditimbang dengan ketelitian 1 mg (A).
4. Bejana diangkat dari bak perendam dan piknometer diisi dengan air suling kemudian
tutuplah piknometer tanpa ditekan.
5. Piknometer diletakan ke dalam bejana dan pentup ditekan hingga rapat, kembalikan
bejana berisi piknometer ke dalam bak perendam. Bejana tersebut didiamkan di dalam bak
perendam selama sekurang-kurangnya 30 menit, kemidian piknometer diangkat dan
keringkan dengan lap. Lalu ditimbang dengan ketelitian 1 mg.
6. Benda uji tersebut dituang ke dalam piknometer yang telah kering hingga terisi ¾ bagian.
7. Piknometer dibiarkan sampai dingin, waktu tidak kurang dari 40 menit dan ditimbang
dengan penutupnya dengan ketelitian 1 mg (C).
8. Piknometer yang berisi benda uji diisi dengan air suling dan ditutup tanpa ditekan,
diamkan agar gelembung-gelembung udara keluar.
9. Bejana diangkat dari bak perendaman dan piknometer diletakan didalamnya dan
kemudian penutup ditekan hingga rapat. Bejana dimasukan dan didiamkan ke dalam bak
perendam selama sekurang-kurangnya 30 menit.
10. Piknometer diangkat, dikeringkan lalu ditimbang (D).
14
Penimbangan :- Sampel- Alat
Persiapan Alat
Pencatatan Hasil Pengujian
Mulai
Selesai
Penyiapan Sampel
Gambar II.2 Bagan Alir Pengujian Berat Jenis
II.4.4. Perhitungan dan Pelaporan
Menghitung berat jenis dengan persamaan :
BJ = ))()((
)(
CDAB
AC
Dimana :
A = berat piknometer (dengan pentup) (gram)
B = berat piknometer berisi air (gram)
C = berat piknometer berisi bitumen (gram)
D = berat piknometer berisi bitumen dan air (gram)
Sampel 1 :
a. Perhitungan sampel 1
Berat piknometer (A) = 15.6 gr
Berat piknometer + air (B) = 40.1 gr
Berat Piknometer + contoh (C) = 27.2 gr
Berat piknometer berisi bitumen dan air (D) = 41.1 gr
15
BJ1 = ))2,271,41()6,151,40((
)6,152,27(
= 1.094 gr/cm
3
Sampel 2 :
Berat piknometer (A) = 14.1 gr
Berat piknometer + air (B) = 39.7 gr
Berat Piknometer + contoh (C) = 26.7 gr
Berat piknometer berisi bitumen dan air (D) = 40.9 gr
BJ2 = )7,269,40()1,147,39((
)1,147,26(
= 1.105gr/cm
3
BJrata-rata = 2
21 BJBJ =
2
105.1094.1 = 1.099 gr/cm
3
II.5. Pembahasan
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai berat jenis sebagai berikut :
a. Sampel 1
BJ = 1.094 gr/cm3
b. Sampel 2
BJ = 1.105 gr/cm3
Berat jenis rata-rata = 1,099 gr/cm3
Berat jenis dari bitumen sangat tergantung pada nilai penetrasi dan suhu dari bitumen
itu sendiri. Dari hasil perhitungan dan percobaan di laboratorium didapatkan nilai berat jenis
sebesar 1,099 gr/cm3 sehingga termasuk dalam jenis Penetration grades bitumen, bitumen
dengan berat jenis antara 1.010 ( untuk bitumen dengan penetrasi 300)
II.6. Kesimpulan
Berat jenis dari bitumen sangat tergantung pada nilai penetrasi dan suhu dari bitumen
itu sendiri. Macam-macam berat jenis bitumen dan kisaran nilainya adalah sebagai berikut:
16
- Penetration grade bitumen dengan berat jenis antara 1,010 (untuk bitumen dengan
penetrasi 300)
- Bitumen yang telah teroksidasi (oxidized bitumen) dengan berat jenis berkisar
antara 1,015 sampai dengan 1,035
- Hard grades bitumen dengan berat jenis berkisar 1,045 sampai dengan 1,065
- Outback grades bitumen dengan berat jenis antara 0,992 sampai dengan 1,007
17
BAB III
TITIK LEMBEK ASPAL DAN TER
(Softening point of asphalt and Tar with Ring and Ball test)
III.1. Tujuan Umum
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui prosedur pengertian secara esensial serta
mampu mengukur/menentukan nilai atau suhu dari titik lembek aspal.
III.2. Terminologi
Duplo : Istilah yang menyatakan bahwa sampel yang diuji adalh ganda
dan dipersiapkan, dibuat dan dijaga pada kondisi yang sama
Ring & Ball : Istilah umum yang digunakan untuk menyatakan jenis praktikum
ini (pemeriksaan titik lembek aspal dan Ter), karena peraltan
utama yang digunakan adalah seperangkat cincin kuningan dan
bola baja.
III.3. Teori Dasar
Aspal adalah material termoplastis yang secara bertahap mencair, sesuai dengan
pertambahan suhu dan berlaku sebaliknya pada pengurangan suhu. Namun demikian berlaku
sebaliknya pada pengurangan suhu. Namun demikian perilaku/ respon material aspal tersebut
terhadap suhu pada prinsipnya membentuk suatu spectrum. Tergantung dari komposisi unsur-
unsur penyusunnya.
Percobaan ini dilakukan karena kelembekan (softening) bahan-bahan aspal dan ter,
tidak terjadi secara sekejap pada suhu tertentu, tapi lebih merupakan perubahan gradual
seiring penambahan suhu. Oleh sebab itu, prosedur yang dipergunakan untuk menentukan
titik lembek aspal atau ter, hendaknya mengikuti sifat dasar tersebut, artinya penembahan
suhu pada percobaan hendaknya berlangsung secara gradual dalam jenjang yang halus.
Metode Ring and Ball yang umumnya diterapkan pada bahan aspal dan ter ini, dapat
mengukur titik lembek bahan semi solid sampai solid.
18
III.4. Prosedur Praktikum (ASHTOO T 53-89:1990)
III.4.1. Peralatan Yang Digunakan
Cincin Kuningan
Bola Baja, diameter 9,53 mm berat 3,45 - 3,55 gram
Dudukan Benda uji, lengkap dengan pengarah bola baja dan plat dasar yang
mempunyai jarak tertentu.
Bejana gelas tahan pemanasan mendadak, diameter dalam 8,5 cm dengan tinggi +
12 cm
Termometer
Penjepit
Alat pengarah bola
19
Tabel III.1 Peralatan dan Bahan yang Digunakan
No. Gambar Alat / Bahan Nama Alat / Bahan
1
Kompor Pemanas
2
Thermometer
III.4.2. Persiapan Sampel
Memanaskan contoh aspal perlahan-lahan sambil diaduk terus menerus hingga
cair merata. Pemanasan dan pengadukan dilakukan perlahan-lahan agar
gelembung-gelembung udara cepat keluar.
Setelah cair merata menuangkan contoh kedalam dua buah cincin. Suhu
pemenasan aspal tidak melebihi 56°C diatas titik lembeknya dan untuk aspal tidak
melebihi 111°C diatas titik lembeknya.
Memanaskan dua buah cincin sampai mencapai suhu tuang sampel dan meletakan
kedua cincin diatas plat kuningan yang telah diberi lapisan dari campuran talk dan
sabun.
Menuangkan contoh kedalam kedua buah cincin, didiamkan pada suhu sekurang-
kurangnya 8 derajat celcius dibawah titik lembeknya sekurang-kurangnya 3
menit.
20
Setelah dingin meratakan permukaan sampel dalam cincin dengan pisau yang
telah dipanaskan.
III.4.3. Pengujian Titik Lembek
Memasang dan mengatur kedua benda uji diatas kedudukan dan meletakan
pengarah bola diatasnya, kemudian memesukan seluruh peralatan tersebut
kedalam bejana gelas.
Mengisi bejana dengan air suling baru, dengan suhu (5 + 1)°C sehingga tinggi
permukaan air berkisar antar 101,1 sampai 108 mm
Meletakkan termometer yang sesuai untuk pekerjaan ini antara kedua benda uji
(kurang lebih dari 12,7 mm dari tiap cincin).
Memeriksa dan mengatur jarak antara permukaan pelat dasar benda uji sehingga
menjadi 25,4 mm.
Meletakan bola-bola baja yang bersuhu 5°C dan ditengah permukaan masing-
masing benda uji bersuhu 5°C menggunakan penjepit dengan memasang kembali
pengarah bola.
Memanaskan bejana sehingga kenaikan suhu menjadi 5°C per menit. Kecepatan
pemanasan rata-rata dari awal dan akhir pekerjaan ini. Untuk 3 menit pertama
perbedaan kescepatan pemanasan tidak boleh melebihi 0,5 derajat Celcius.
21
Pembuatan Benda Uji
Persiapan Alat
Pengujian Titik Lembek
Pembacaan dan Pencatatan
Penentuan Nilai Titik Lembek
Bola bejanamenyentuh
dasar
Mulai
Selesai
Penyiapan Sampel
Ya
Tidak
KecepatanPemanasan
> 0,5 C0
Ya
Tidak
Gambar III.2 Bagan Alir Pengujian Titik Lembek dan Ter
III.4.4. Perhitungan dan Pelaporan
Laporkan suhu pada setiap bola menyentuh pelat dasar. Laporkan suhu titik
lembek bahan bersangkutan dari hasil pengamatan rata-rata dan bulatkan sampai 0.5˚C
terdekat untuk tiap percobaan ganda (duplo).
Catatan : apabila kecepatan pemanasan melebihi ketentuan, maka pekerjaan harus
diulangi.
22
Perhitungan benda uji I
- Titik lembek = 60,2˚C (didapat dari hasil praktikum)
- Pen = 2.42 (dari perhitungan Bab I)
A1 = (log 800 – log pen) / (titik lembek – 25)
= (log 800 – log 2.42) / (60,2 – 25)
= 0.0715
PI1 = (20 – 500.A) / (1 + 50.A)
= (20 – 500 x 0.0715) / (1 + 50 x 0.0715)
= -3.45
Perhitungan benda uji II
- Titik lembek = 60,2˚C (didapat dari hasil praktikum)
- Pen = 2.26 (dari perhitungan Bab I)
A2 = (log 800 – log pen) / (titik lembek – 25)
= (log 800 – log 2.26) / (60,2 – 25)
= 0.0724
PI2 = (20 – 500.A) / (1 + 50.A)
= (20 – 500 x 0.0724) / (1 + 50 x 0.0724)
= -3.50
III.5. Diskusi
Titik lembek adalah besarnya suhu dimana aspal mencapai derajat kelembekan (mulai
meleleh) dibawah kondisi spesifikasi dari test.
Untuk aspal keras, besarnya titik lembek dihitung berdasarkan test ring and ball (Ring
and Ball Apparaturs).
Berdasarkan test/apparaturs yang ada disimpulkan bahwa pengujian titik lembek
banyak dipengaruhi oleh :
- kualitas dan jenis cairan penghantar
- berat bola besi
23
- jarak antara ring dengan pelat dasar dari besi
- besarnya suhu pemanasan
Prosedur persiapan benda uji yang harus diperhatikan adalah :
- Suhu pemanasan aspal maksimal adalah titik lembek perkiraan ditambah 50˚C
(kira-kira 100˚C).
- Lamanya pemanasan diatas api tidak lebih dari 30 menit dan dalam oven tidak
lebih dari 2 jam.
- Larutan gliserin dan talk digunakan pada permukaan pelat alas besi bukan pada
dinding ring benda uji.
- Contoh aspal yang telah dipanaskan, dituang kedalam cetakan benda uji dan
didiamkan selama 30 menit, dipotong dengan spatula panas dan disimpan didalam
ruangan pendingin (± 5˚C) selama 30 menit.
Aplikasi nilai titik lembek adalah :
- Dari hasil perhitungan didapat bahwa aspal yang diuji tidak peka terhadap
temperature pada kedua benda uji.
Didapat nilai A1 = 0.0715; PI1 = -3.45 dan
A2 = 0.0724 ; PI2 =-3.50
Nilai diatas memenuhi syarat bahwa : 0.015 ≤ A ≤ 0.06
-3 ≤ PI ≤ +7
Masalah-masalah yang timbul dalam pengujian titik lembek dilaboratorium adalah:
- Tombol pengaturan besarnya api pemanasan kurang baik sehingga mempengaruhi
pengaturan kacepatan kenaikan suhu sesuai persyaratan.
- Kecilnya skala pembacaan suhu thermometer berakibat kurangnya perkiraan suhu
sehingga perlu diatasi penyediaan kaca pembesar agar pembacaan lebih tepat dan
akurat.
III.6. Kesimpulan
Dari hasil perhitungan nilai PI diperoleh nilai PI
Penetrasi (mm) Titik Lembek (◦C) PI
2.42 60,2 -3.45
2.26 60,2 -3.50
24
BAB IV
TITIK NYALA DAN TITIK BAKAR MENGGUNAKAN CLEVELAND OPEN CUP
(Flash and Fire Points by Cleveland Open Cup)
IV.1. Tujuan Umum dan Sasaran Praktikum
Praktikum ini memberikan pengertian dan kemampuan dasar kepada mahasiswa untuk
dapat menentukan nilai/suhu titik nyala dan titik bakar aspal.
Setelah selesai melakukan praktikum ini, diharapkan mahasiswa:
Mengerti prosedur pengujan secara esensial
Mampu mengukur/menentukan nilai/suhu titik nyala dan titik bakar aspal
IV.2. Terminologi
Duplo : Istilah yang menyatakan bahwa sampel yang di uji adalah ganda dan
dipersiapkan, dibuat dan dijaga pada kondisi yang sama.
Pilot : Pemancing terjadinya nyala api (flash point), berupa titik api yang
digerak-gerakan diatas sampel yang dipanaskan, pada suhu mendekati
nilai titik nyala api
Bunsen : Alat pengatur nyala api yang berfungsi sebagai pengatur laju
pemanasan, terutama menjelang dicapainya suhu titik nyala.
Aspal cair : Aspal dalam bentuk cair, yang didapatkan dengan cara
mengembalikannya pada bentuk semula, sebelum kehilangan unsur
pencairannya (minyak). Pengembalian bentuk tersebut dilakukan
dengan mencampurkan kembali aspal padat dengan unsur yang
dihilangkan pada proses penyulingan minyak bumi mentah (crude
oil). Unsur tersebut dapat berupa:
Bensin
Minyak Tanah
Minyak Solar
Pemilihan campuran disesuaikan dengan sifat aspal cair yang ingin
didapatkan. Makin tinggi potensi penguapan dari unsur pencampuran,
makin cepat aspal cair tersebut kembali menjadi bersifat padat.
25
IV.3. Teori Dasar
Terdapat dua metode praktikum yang umum dipakai untuk menentukan titik nyala dari
bahan aspal. Praktikum untuk aspal cair (cutback) biasanya dilakukan dengan menggunakan
alat Tagliabue Open Cup. Sementara untuk bahan aspal dalam bentuk padat biasanya
digunakan alat Cleveland Open Cup. Kedua metode tersebut pada prinsipnya adalah sama,
walau pada metode Cleveland Open Cup, bahan asapal dipanaskan didalam tempat besi yang
direndam didalam bejana air, sedangakan pada metode Tagliabue Open Cup, pemanasan
dilakukan pada tabung kaca yang juga diletakan di dalam air.
Pada kedua metode tersebut, suhu dari material aspal ditingkatkan secara bertahap
pada jenjang yang tetap. Seiring kenaikan suhu, titik api kecil dilewatkan diatas permukaan
sampel yang dipanaskan tersebut. Titik nyala ditentukan sebagai suhu terendah dimana
percikan api pertama kali terjadi sedangkan Titik Bakar ditentukan sebagai suhu dimana
sampel terbakar.
IV.4. Prosedur Praktikum (AASHTO T 48-49: 1990)
IV.4.1. Peralatan yang Digunakan
1. Cawan Kuningan (Cleveland cup)
2. Thermometer
3. Nyala Penguji, yaitu nyala api.
4. Yang dapat diatur dan memberikan nyala dengan diameter 3,2 sampai 4,8 mm dengan
panjang tabung 7,5 cm.
5. Pemanas
6. Pembakaran gan atau tungku listrik atau pembakar alkohol yang tidak menimbulkan asap
atau nyala disekitar atas cawan.
7. stop watch
8. Penahan angin; alat yang menahan angin apabila sebagai pemanasan
26
Tabel IV.1 Peralatan dan Bahan Yang Digunakan.
No. Gambar Alat / Bahan Nama Alat / Bahan
1
Aspal
2
Cawan
27
3
Thermometer
5
Kompor Pemanas dan
Nyala Penguji
IV.4.2. Penyiapan Sampel
1. Panaskan contoh aspal antara 148,9˚C sampai 176˚C sampai cukup air.
2. Kemudian isikan cawan cleveland sampai garis dan hilangkan (pecahkan)
gelembung udara yang ada pada permukaan cairan.
IV.4.3. Pengujian Titik Nyala dan Titik Bakar
1. Meletakkan cawan diatas kompor pemanas tetap dibawah titik tengah cawan.
2. Meletakkan nyala penguji dengan poros pada jarak 7,5 cm dari titik tengah cawan.
3. Memasang Thermometer, nyalakan kompor dan atur pemanasan sehingga
kenaikan suhu adalah 15°C tiap menit sampai mencapai suhu 56°C dibawah titik
nyala yang diperkirakan untuk selanjutnya kenaikan suhu 5°C sampai 6°C / menit.
4. Menempatkan penahan angin di depan nyala penguji.
5. Menyalakan sumber pemanas dan mengatur pemanas sehingga kenaikan suhu
menjadi (15 + 1 ) permenit sampai benda uji mencapai 56°C dibawah titik nyala
perkiraan.
28
6. Mengatur kecepatan pemanasan 5°C sampai 6°C per menit pada suhu antara 56°C
dan 28°C.
7. Menyalakan nyala penguji dan mengatur agar diameter nyala penguji tersebut
menjadi 3,2 sampai 4,8 mm.
8. Memutar nyala penguji sehingga melalui permukaan cawan (dari tepi ke tepi
cawan) dalam satu detik. Mengulangi pekerjaan tersebut setiap kenaikan 2°C.
9. Melanjutkan pekerjaan diatas sampai terlihat nyala singkat pada suatu titik diatas
permukaan benda uji
10. Membaca suhu pada termometer dan mencatat nya.
11. Melanjutkan pekerjaan pembacaan suhu sampai terlihat nyala yang akan lama
sekurang-kurang nya 5 detik diatas permukaan benda uji. Membaca suhu pada
termometer dan catat hasil pembacaan.
Gambar IV.2 Bagan Alir Pengujian Titik Nyala dan Bakar
Pembuatan Benda Uji
Persiapan Alat
Pengesetan Benda Uji dan Cleveland Cup
Pengujian Benda Uji
Pembacaan dan Pencatatan
(Titik Nyala)
Penentuan Nilai Titik Nyala & Bakar
Telihat Nyala
Singkat
Mulai
Selesai
Penyiapan Sampel
Ya
Tidak
Telihat Nyala Singkat
minimal 5 detik
Pembacaan dan Pencatatan
(Titik Bakar)
Ya
Tidak
29
IV.4.4. Laporan dan Pembahasan
Dari hasil pengujian didapat temperatur nyala adalah 324°C dan titik bakar
adalah 330°C. Dari hasil yang diperoleh berarti memenuhi syarat minimum temperatur
titik nyala oleh bina marga untuk aspal PEN 40 – 60 (200°C). Titik nyala dan titik
bakar aspal perlu diketahui karena:
1. Sebagai indikasi temperatur pemanasan maksimum dimana masih dalam
batas-batas aman pengerjaan
2. Agar karakteristik aspal tidak berubah atau rusak akibat dipanaskan
melebihi temperatur titik bakar.
Untuk mendapatkan temperatur titik nyala dan titik bakar yang akurat, perlu
diperhatikan dalam pengujian sebagai berikut:
1. Tersedianya pelindung angin yang menjaga nyala api dari hembusan angin.
2. Kecepatan pemanasan dengan menggunakan bunsen (pengatur besar dan
kecil nya api).
3. Pemberian api pemancing (pilot) dilakukan menjelang temperatur
mendekati titik nyala perkiraan dengan memperhatikan:
i. Jarak api pilot terhadap benda uji kurang lebih 10 mm.
ii. Kecepatan lewat api pilot diatas muka benda uji kurang lebih 1 detik
penjurusan.
iii. Diameter api pilot berkisar 3,2 mm sampai 4,8 mm.
iv. Cahaya ruangan diatur sedemikian rupa sehingga nyala api pilot dan
nyala api pertama (pijaran api pertama terputus-putus dalam kurun
waktu 5 detik) dapat terlihat jelas (dapat juga dilakukan di ruang gelap)
v. Thermometer harus bersih dan skalanya terbaca jelas, diupayakan
memakai bantuan kaca pembesar dalam pembacaannya.
30
BAB V
DAKTILITAS BAHAN-BAHAN BITUMEN
(Ductility of Bituminous Materials)
V.1 Tujuan Umum dan Sasaran Praktikum
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menguji kekuatan tarik bahan bitumen dengan cara
mengukur jarak terpanjang yang dapat ditarik antara dua cetakan yang berisi bitumen keras
sebelum putus, pada suhu dan kecepatan tarik tertentu.
Setelah selesai melakukan praktikum ini, maka diharapkan mahasiswa :
Menyiapkan bahan bitumen pada cetakan daktilitas,
Menjalanakan dan mengerti cara kerja mesin uji daktilitas dengan benar
Menentukan nilai daktilitas aspal dengan tepat
V. 2 Terminologi
Kekuatan Tarik : Salah satu sifat bahan yang menyatakan besarnya kekuatan
bahan tersebut dengan menahan gaya tarik (tensile stress). Biasanya dinyatakan
dalam kN atau kg.
Bitumen keras : Bitumen yang berbentuk padat saat keadaan penyimpanan
(suhu ruang)
V.3 Teori Dasar
Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara mengukur jarak terpanjang yang terbentuk dari
bahan bitumen pada 2 cetakan kuningan, akibat penarikan dengan mesin uji, sebelum bahan
bitumen tersebut putus. Pemeriksaan ini dilakukan pada suhu 250
± 0.50 dan dengan kecepatan
tarik mesin 50 mm per menit (dengan toleransi ± 5%).
Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengetahui salah satu sifat mekanik bahan bitumen
yaitu seberapa besar bahan ini menahan kekuatan tarik yang diwujudkan dalam bentuk
kemampuannya untuk memenuhi syarat jarak tertentu (dalam pemeriksaan ini adalah 100 cm)
tanpa putus. Apabila bahan bitumen tidak putus setelah melewati jarak 100 cm, maka
dianggap bahan ini mempunyai kemampuan untuk menahan kekuatan tarik yang tinggi.
31
V.4 Prosedur Praktikum (AASHTO 51-89)
V.4.1 Peralatan yang digunakan
Peralatan yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut :
Cetakan kuningan (seperti terlihat pada Gambar 5.1). Cetakan terdiri dari 2 bagian,
yaitu bagian yang disebut clip dengan sebuah lubang pada bagian belakang dan bagian
samping cetakan yang berfungsi sebagai pengunci clip seblum cetakan ini diuji. Pada
saat pengujian, bagian samping ini harus dilepas;
Pelat alas cetakan;
Bak perendam, isi 10 Liter yang dapat mempertahankan suhu pemeriksaan dengan
toleransi yang tidak lebih dari 0.5 0 C dari suhu pemeriksaan. Kedalaman air pada bak
ini tidak boleh kurang dari 50 mm dibawah permukaan air. Air di dalam bak perendam
harus bebas dari oli dan kotoran lain serta bebas dari bahan organik lain yang mungkin
tumbuh di dalam bak;
Thermometer;
Mesin uji daktilitas aspal yang dapat menjaga sampel tetap terendam dan tidak
menimbulkan getaran selama pemeriksaan;
Alat pemanas, untuk mencairkan bitumen keras;
Methyl alcohol teknik dan sodium klorida teknik.
V.4.2 Penyiapan Sampel / Benda Uji
Menyusun bagian-bagian cetakan kuningan;
Melapisi bagian atas dan bawah cetakan serta seluruh permukaan pelat alas cetakan
dengan bahan campuran dextrin dan glycerin atau amalgam;
Memasang cetakan daktilitas di atas pelat dasar;
Memanaskan contoh bitumen kira-kira 100 gram sehingga cair dan dapat dituang.
Untuk menghindarkan pemanasan setempat, dilakukan dengan hati-hati pemanasan
dilakukan sampai suhu antara 80 sampai 100 o
C diatas titik lembek;
Menuangkan contoh bitumen dengan hati-hati kedalam cetakan daktilitas dari ujung ke
ujung hingga penuh berlebihan.
Mendinginkan cetakan pada suhu ruang 30 sampai 40 menit lalu pindahkan seluruhnya
kedalam bak perendam yang telah disiapkan pada suhu pemeriksaan (sesuai dengan
spesifikasi) selama 30 menit;
32
Meratakan contoh yang berlebihan dengan pisau atau spatula yang panas
sehinggacetakan terisi penuh dan rata.
V.4.3 Pengujian Daktilitas Bahan Bitumen
Sampel didiamkan pada suhu 25 o C dalam bak perendam selama 85 sampai 95 menit,
kemudian lepaskan cetakan sampel dari alasnya dan lepaskan bagian samping dari
cetakan;
Pasang cetakan daktilitas yang telah terisi sampel pada alat mesin uji dan jalankan
mesin uji sehingga akan menarik sampel secara teratur dengan kecepatan 5 cm/menit
sampai sampel putus. Perbedaan kecepatan ± 5% masih diijinkan;
Bacalah jarak antara pemegang cetakan, pada saat sampel putus (dalam cm). selama
percobaan berlangsung sampel harus terendam sekurang-kurangnya 2,50 cm dibawah
permukaan air dan suhu harus dipertahankan tetap (25 ± 0,50) o C.
V.4.4 Perhitungan dan Pelaporan
Laporan hasil harga daktilitas benda uji didapatkan bahwa sampel tidak putus sampai
menit ke 18051’75’’ dengan mencapai panjang 101 cm sehingga dianggap sampel memiliki
daktilitas yang baik.
V.5 Diskusi
Pada saat pengujian, apabila sampel menyentuh dasar mesin uji atau terapung pada
permukaan air maka pengujian dianggap gagal tidak normal. Untuk menghindari hal semacam
ini maka berat jenis air harus disesusaikan dengan berat jenis sampel dengan menambahkan
methyl alcohol atau sodium klorida. Apabila pemeriksaan normal tidak berhasil setelah
dilakukan tiga kali, maka dilaporkan bahwa pengujian daktilitas bahan bitumen tersebut
gagal.
Mesin uji biasanya mempunyai alat ukur sampai dengan 100 cm. Hal yang sering
terjadi dalam pemeriksaan daktilitas adalah bahwa jarak penarikan sampel umumnya selalu
diatas 100 cm yang menunjukkan bahwa sampel ini mempunyai daktilitas tinggi.
Permasalahan yang timbul adalah akibat keterbatasan mesin uji dalam mengukur jarak putus
sampel, kita tidak mengetahui seberapa besar kekuatan tarik yang dapat dipikul oleh sampel.
Oleh karena itu masih diperlukan jenis pemeriksaan lain yang dapat mengukur kekuatan tarik
bahan bitumen ini, tidak hanya mengukur panjang putus sampel tapi juga dengan mengukur
kekuatan tarik maksimum yang dapat dipikul oleh bahan bitumen.
33
BAB V
VISKOSITAS BAHAN-BAHAN BITUMEN
V.1 Tujuan Umum dan Sasaran Praktikum
Praktikum ini bertujuan untuk menentukan bitumen keras (dengan menggunakan alat
Saybolt) maupun bitumen cair (dengan menggunakan alat Engler). Sedangkan sasaran
praktikum ini adalah agar mahaiawa mampu:
Mengerti dan menggunakan alat Saybolt dan Engler,
Menentukan viskositas bitumen absolute dan kinematik
V. 2 Terminologi
Furol : singkatan dari fuel and road oils;
Viskositas Saybolt Furol : waktu alir (dalam detik) yang diperlukan oleh 120 ml
sampel untuk melalui lubang furol di bawah kondisi tertentu.
Nilai Viskositas yang terjadi kemusian dinyatakan sebagai
Saybolt Furol Second (SFS) pada temperature tertentu;
Viskositas Saybolt Universal : waktu alir (dalam detik) yang diperlukan oleh 120 ml sampel
untuk melalui lubang universal di bawah kondisi tertentu.
Nilai viskositas yang terjadi kemudian dinyatakan sebagai
Saybolt Universal Second (SUS) pada temperature tertentu;
Viskositas Kinematik : Viskositas dari bitumen cair jensi cutback bitumen;
Bitumen Keras : bitumen yang berbentuk padat pada saat keadaaan
penyinpanan ( suhu ruang)
Cutback Bitumen : Bitumen berbentuk cair yang merupakan hasil pencampuran
bitumen keras dengan bahan pencair yang mudah menguap
seperti bensin, solar, dan minyak tanah.
V.3 Teori Dasar
Tingkatan material bitumen dan suhu yang digunakan sangat tergantung pada
kekentalannya. Kekentalan bitumen sangat bervariasi terhadap suhu, dari tingkatan padat,
encer, sampai tingkat cair. Hubungan antara kekentalan dan suhu adalah sangat penting dalam
perencanaan dan penggunaan material bitumen. Kekentalan akan berkurang (dalam hal ini
bitumen menjadi lebih encer) ketika suhu meningkat.
34
Kekentaan absolute atau kekentalan dinamik dinyatakan dalam satuan Pa detik atau
poises ( 1 poise = 0,1 Pa detik). Viskositas kinematik dinyatakan dalam satuan cm2/detik).
Karena kekentalan kinematik sama dengan kekentalan absolute dibagi dengan berat jenis
(kira-kira 1 cm2/detik untuk bitumen), kekentalan absolute dan kekentalan kinematik
mempunyai harga yang relative sama apabila kedua-duanya dinyatakan masing-masing dalam
poises dan stokes.
Pada praktikum ini, kekentalan/viskositas absolute dinyatakan oleh waktu menetes
(dalam detik) yang diperlukan oleh 120 ml sampel untuk melaluio suatu lubang yang telah
dikalibrasi, diukur di bawah kondisi tertentu. Waktu ini kemudian dikoreksi dengan suatu
koefisien tertentu dan selanjutya dilaporkan sebagai nilai viskositas dari sampel tersebut pada
suhu tertentu. Sedangkan viskositas kinematik dinyatakan oleh waktu yang dibutuhkan oleh
bitumen cair dengan suhu 600 C untuk mengisi penuhnyalabu gelas.
Pemeriksaan Viskositas Bitumen dengan ALat Saybolt
V.4 Prosedur Praktikum
V.4.1 Peralatan yang digunakan
Peralatan yang digunakan adalah sebagai berikut:
Saybolt viscosimeter dan bak perendam, seperti yang terlihat pada gambar
Penyumbat tabung viscosimeter;
Dudukan atau penyangga thermometer;
Thermometer untuk viskositas Saybolt;
Thermometer untuk bak perendam;
Saringan dengan ukuran saringan 100;
Labu penampung
Alat pencatat waktu dengan internal 0,10 detik dan mempunyai ketelitian hingga 0,1
% bila diuji dengan menggunakan interval 60 menit;
Lubang universal, digunakan untuk bahan yang mempunyai kekentalan (32 – 1000)
detik;
Lubang furol, digunakan untuk bahan yang mempunyai kekentalan yang lebih besar
dari 25 detik.
35
V.4.2 kalibrasi dan Standarisasi Alat
Untuk Saybolt Universal Viscosimeter :
Kalibrasi viscosimeter dalam periode waktu yang tidak lebih dari 3 tahun sekali
dengan mengukur waktu alir pada suhu 37,80C (100
0F) sesuai prosedur kalibrasi
standar dengan menggunakan oli standar, sesuai dengan table 8.2;
Gambar 5.1 Alat Viskositas Saybolt
Suhu Pengujian
Standar
ASTM
Thermometer No.
Thermometer
Batas (0C) Ketelitian (
0C)
21.11
25.0
37.8
50.01
54.4
60.0
82.2
98.9
17
17
18
19
19
20
21
22
19-27
19-27
34-42
49-57
49-57
57-65
79-87
95-103
0.10
0.10
0.10
0.10
0.10
0.10
0.10
0.10
Tabel 5.1 Thermometer Kekentalan Saybolt ASTM
36
Kekentalan Oli
Standar
SUS pada suhu
37,8 0C
SUS pada suhu
98,90C
SFS pada suhu
500C
S3
S6
S20
S60
S200
S600
36
46
100
290
930
-
-
-
-
-
-
150
-
-
-
-
-
120
Tabel 5.2 kekentalan Saybolt Oli standar
Waktu alir viskositas ali standar seharusnya sama dengan waktu alir dari viskositas
Saybolt. Jika waktu alir tersebut berbeda lebih dari 0,20 %, hitung faktor koreksi F
dengan cara sebagai berikut:
F = V/t
Dimana: F = faktor koreksi
V = kekentalan standar
T = waktu alir pada 37,8 0 C (dalam detik)
Gunakan faktor koreksi untuk kekentalan pada berbagai suhu apabila kalibrasi alat
viscosimeter menggunakan ali standar yang mempunyai waktu alir antara 200 – 600
detik;
Untuk Saybolt Furol Viscosimeter:
Kalibrasi viscosimeter dalam periode waktu yang tidak lebih dari 3 tahun sekali
dengan mengukur waktu alir pada suhu 500C (122
0F) dengan cara yang sama dengan
prosedur yang digunakan pada Saybolt Universal Viscosimeter, dengan menggunakan
viskositas oli standar yang mempunyai waktu alir minimum 90 detik;
Faktor koreksi diberikan bila waktu alir dari viskositas oli standar berbeda 0,10% dari
waktu alir viskositas Saybolt.
V.4.3 Penyiapan Alat
Gunakan ujung lubang universal untuk oli dan contoh yang mempunyai waktu alir
lebih besar dari 32 detik. Cairan dengan waktu yang lebih besar dari 1000 detik tidak
cocok diuji dengan menggunakan lubang ini;
Gunakan ujung lubang furol untuk oli dan contoh yang mempunyai waktu alir lebih
besar sari 25 detik;
37
Bersihkan cairan viscosimeter dengan cairan pelarut sperti premium, kemudian buang
dan keringkan viscosimeter sampai semua cairan pelarut tidak ada di dalam
viscosimeter;
Denagn cara yang sama bersihkan labu penampung;
Tempatkan viscosimeter dan bak perendam di tempat yang perubahan suhu ruangan
kecil dan bebas dari uap air atau debu;
Sumbat bagian bawah viscosimeter dengan rapat dan kuat menggunakan gabus
penutup;
Tempatkan labu penampung tepat di bawah tengah-tengah viscosimeter dengan jarak
100-130 mm sehinggaaliran contoh tepat masuk melalui tengah-tengah leher labu;
Letakkan saringan No.100 di atas viscosimeter;
Tuangkan media (pilihan media bias dilihat di table 3) ke dalam bak paling sedikit 6
mm di atas garis batas bagian atas cairan ( over flow);
Atur pengontrol suhu dalam bak perendam sehingga suhu dari contoh di dalam
viscosimeter tidak berubah-ubah lebih besar dari 0,050C ( 0,10
0F) sesudah mencapai
suhu pengujian;
Pasang thermometer pada tabung viscosimeter.
Suhu Pengujian
Standar (0C)
Media Bak Perendam yang
disarankan
Perbedaaan suhu
maksimum (0C)
Fungsi control suhu bak
perendam (0C)
21.1
25.0
37.8
50.0
54.4
60.0
82.2
98.9
Air
Air
Air Atau oli dengan viskositas 50
sampai 70 SUS pada 37.80C
Air Atau oli dengan viskositas 120
sampai 150 SUS pada 37.80C
Air Atau oli dengan viskositas 120
sampai 150 SUS pada 37.80C
Air Atau oli dengan viskositas 120
sampai 150 SUS pada 37.80C
Air Atau oli dengan viskositas 300
sampai 370 SUS pada 37.80C
Air Atau oli dengan viskositas 300
sampai 370 SUS pada 37.80C
± 0.05
± 0.05
± 0.15
± 0.20
± 0.30
± 0.50
± 0.80
± 1.10
± 0.05
± 0.05
± 0.05
± 0.05
± 0.05
± 0.05
± 0.05
± 0.05
TAbel 8.3 Media bak perendam yang disarankan
38
V.4.4 Penyiapan sampel
Sampel adalah contoh uji sebanyak 120 ml;
Panaskan contoh, yang kental dan sulit untuk dituangkan pada suhu ruanagn, pada
suhu 500C beberapa menit sampai dapat dituang;
Jangan memanaskan bahan yang cepat menguap atau sedang menguap pada wadah
yang terbuka;
Apabila suhu pengujian si atas suhu ruang, panaskan contoh uji tidak lebih dari 370C
di atas suhu penguapan.
V.4.5 Prosedur Pelaksaan
Siapkan bak perendam dengan memilih suhu pengujian tertentu;
Suhu pengujian standar untuk mengukur viskositas saybolt universal adalah 21.10C,
37.80C, 54.4
0C dan 98.9
0C;
Suhu pengujian standar untuk mengukur viskositas saybolt furol adalah 25.00C,
37.80C, 50.0
0C dan 98.9
0C;
Jika suhu pengujian yang dipilih berada di atas suhu kamar, pengujian bsa dipercepat
dengan cara pemanasan contoh sampai mencapai suhu yang tidak lebih dari 1.70C di
atas suhu pengujian;
Aduk contoh hingga merata kemudian saring contoh melalui saringan dan langsung
masukan ke tabung viskosimeter sampai pinggir atas tabung viskosimeter;
Aduk contoh dalam viskosimeter denagn thermometer viscosimeter yang telah
dilengkapi penyangga dengan kecepatan 30 – 50 putaran per menit. Apabila suhu
contoh tetap konstan dengan toleransi 0,050C dari suhu pengujian selama pengadukan
1 menit, angkat termometernya;
Ambil contoh yang berlebihan dengan penyedot sampai batas over flow;
Cabut gabus dari viskosimeter dan mulai nyalakan pencatat waktu saat contoh
menyentuh dasar labu;
Matikan pencatat waktu apabila contoh tepat pada batas 60 ml labu viscosimeter;
Catat waktu alir (t) dalam detik sampai 0.1 detik terdekat;
Tutup lubang viscosimeter dengan alat penyumbat.
39
V.4.6 Perhitungan
Viskositas kinetic (cst) : SFS (detik) x FK
Dimana: SFS = Kekentalan Saybolt Furol yang telah dikoreksi dalam detik;
FK = Faktor Koeksi, FK = 2,18
Pembacaan pada suhu 1200C
Viskositas kinetic (cst) = 37 detik x 2,18
= 80.66
V.5 Pembahasan
Penentuan kekentalan absolute denagn alat Saybolt ini sebenarnya kurang praktis,
karena hasil yang didapat dari hasil percobaan tidak bisa digunakan langsung, tetapi harus
dihitung dulu dengan menggunakan faktor koreksi.
Tetapi dengan mengabaikan ketidakpraktisan di atas, sifat kekentalan material
bitumen merupakan salah satu faktor penting dalam pelaksanaan perencanaan campuran
maupun dalam pelaksanaan di lapangan. Di sini hubungan antara kekentalan dan suhu
memegang peranan penting. Sebelum dilakukan perencanaan campuran, biasanya
kekentalan material bitumen harus ditentukan dulu, karena bila tidak akan mempengaruhi
sifat campuran bitumen selanjutnya. Misalnya pada suhu pencampuran tertentu, apabila
viskositasnya terlalu tinggi, maka akan menyulitkan dalam pelaksanaan campuran.
Sebaliknya pada suhu tersebut apabila viskositasnya terlalu rendah, maka bitumen
menjadi kurang berperan sebagai bahan perekat pada campuran dan ini akan mengurangi
stabilitas campuran.
V.6 Kesmpulan
Pada percobaan viskositas ini didapat nilai viskositas pada suhu 1200C adalah 80.66.
40
BAB VI
CAMPURAN ASPAL DAN AGREGAT
DAN PENGUJIAN MARSHAL
V.1. Tujuan Umum dan Praktikum
Praktikum ini memberikan kemampuan dasar kepada mahasiswa untuk dapat
menentukan komposisi yang tepat antara agregat, aspal, dan material pengisi (filter) dalam
campuran aspal dan agregat.
Setelah selesai melakukan praktikum ini, diharapkan mahasiswa :
Mampu membuat campuran aspal dan agregat
Mampu mengukur/menentukan karakteristik dan kinerja campuran aspal dan
agregat
Mampu menentukan kadar aspal optimum dari suatu campuran aspal dan agregat
V.2. Terminologi
Stabilitas : Kemampuan suatu campuran aspal untuk menerima beban sampai
terjadi kelelehan plastis yang dinyatakan dalam kilogram atau pound.
Flow : (Kelelahan); Perubahan bentuk plastis suatu campuran aspal yang
terjadi akibat beban sampai batas runtuh yang dinyatakan dalam mm
atau 0,01”.
VIM : Voids in Mixture (Rongga didalam Campuran); Volume rongga yang
berisi udara didalam campuran aspal, dinyatakan dalam % volume.
VMA : Voids in Mineral Aggregate (Rongga terisi aspal); Volume rongga
yang terdapat diantara butir-butir agregat dari suatu campuran aspal
yang telah dipadatkan, termasuk didalamnya adalah rongga udara dan
rongga yang terisi aspal efektif, dinyatakan dalam % volume.
VFB : Voids Filled with Bitumen (rongga terisi aspal); Bagian dari volume
rongga didalam agregat (VMA) yang terisi aspal efektif, dinyatakan
dalam % volume.
Aspal efektif : Total kandungan aspal dari suatu campuran dikurangi bagian aspal
yang hilang karena penyarapan oleh agregat, dinyatakan dalam %.
41
V.3. Teori Dasar
V.3.1. Umum
Terdapat bermacam-macam tipe campuran aspal dan agregat, yang paling umum
adalah campuran Aspal Beton (Asphaltic Concrete/AC) yang lebih dikenal dengan AC atau
LASTON dan campuran Hot Rolled Asphalt (HRA). Perbedaan mendasar dari kedua tipe
campuran ini adalah pada gradasi agregat pembentuknya. Campuran tipe AC menggunakan
agregat bergradasi menerus (continuous graded) sedangkan campuran tipe HRA
menggunakan agregat bergradasi sedang (gap graded).
Sifat-sifat penting yang harus dimiliki oleh suatu campuran aspal dan agregat
diantaranya :
Stabilitas
Campuran harus memiliki ketahanan terhadap deformasi permanen yang disebabkan oleh
beban lalu lintas. Stabilitas suatu campuran dapat diperoleh dari adanya sifat interlocking
agregat dalam campuran atapun dengan aspal berpenetrasi rendah.
Fleksibilitas
Campuran harus dapat menahan defleksi dan momen tanpa timbul retak pada campuran
tersebut yang diakibatkan oleh jangka panjang pada daya dukung tanah atau lapis pondasi,
lendutan yang berulang akibat beban lalu lintas, perubahan volume campuran akibat
perubahan suhu. Fleksibilitas suatu campuran dapat diperoleh dengan cara meninggikan
kadar aspal dalam campuran, menggunakan aspal berpenetrasi tinggi, dan juga dengan
menggunakan agregat bergradasi terbuka (open graded).
Durabilitas
Durabilitas berkaitan dengan keawetan suatu campuran terhadap beban lalu lintas dan
pengaruh cuaca. Campuran harus tahan terhadap air dan perubahan sifat aspal karena
penguapan dan oksidasi. Durabilitas dapat ditingkatkan dengan cara membuat campuran
yang padat dan kedap air, yang dapat diperoleh dari penggunaan agregat bergradasi rapat
(dense graded) dan kadar aspal tinggi.
Workabilitas
Workabilitas berarti kemudahan suatu campuran untuk dihamparkan dan dipadatkan untuk
mencapai tingkat kepadatan yang diinginkan. Hal ini dapat tercapai jika viskositas
campuran pada suhu pencampuran dan pemadatan rendah.
Ekonomis
42
Campuran harus direncanakan dengan menggunakan jenis dan kombinasi material yang
menghasilkan biaya termurah tetapi memenuhi persyaratan stabilitas, fleksibilitas,
durabilitas dan workabilitas.
Perencanaan suatu campuran agregat dan aspal terutama ditujukan agar campuran
tersebut dapat memiliki sifat-sifat seperti yang tersebut diatas. Tujuan akhir dari perencanaan
tersebut adalah menentukan suatu kadar aspal optimum yang akan memberikan keseimbangan
dari semua sifat campuran tersebut, karena tidak ada satu kadar aspal pun yang akan dapat
memaksimalkan semua sifat campuran.
V.3.2. Perencanaan Campuran Aspal dan Agregat
Ada bermacam-macam metoda perencanaan, yang paling dikenal adalah Metoda Marshall dan
Metoda Hveem. Secara umum semua metoda itu terdiri dari proses-proses:
Persiapan benda uji.
Pemadatan.
Perhitungan rongga dan tes stabilitas dan kadar rongga.
Analisis.
Persiapan benda uji terdiri dari penyiapan agregat dan aspal serta pembuatan benda uji sesuai
spek yang direncanakan.
Pemadatan benda uji dilakukan untuk mensimulasikan kepadatan campuran tersebut di
lapangan setelah beban lalu lintas tertentu. Metoda pemadatan yang umum adalah :
Impact Compaction, yang digunakan pada metoda Marshall
Kneading Compaction, yang digunakan pada metoda Hveem
Gyratory Compaction
Setelah pemadatan selesai, proses selanjutnya adalah pengujian berat jenis benda uji
untuk menghitung kandungan rongga didalam campuran dan kenudian diikuti dengan
pengujian stabilitas.
Jumlah benda uji yang harus dibuat untuk suatu kadar aspal tertentu adalah tiga buah,
agar hasil pengujian terjamin secara statistik. Umumnya kadar aspal divariasikan dengan
kenaikan 0,5% atau 1%. Banyaknya kadar aspal yang divariasikan tergantung dari jenis
campurannya, umumnya pada setiap pengujian cukup dibuat lima kadar aspal.
43
V.3.3. Teori Rongga
Jenis-jenis rongga didalam suatu campuran aspal dan agregat dibedakan menjadi VIM
(rongga didalam campuran), VMA (rongga didalam agregat), dan VFA (rongga terisi aspal).
Perbedaan dari ketiga jenis aspal tersebut tampak pada Gambar 1.
Gambar V.1 Respresentasi Volume dalam Campuran Padat
Vma : volume rongga didalam agregat (VMA)
Vmb : volume bulk dari campuran padat
Vmm : volume campuran yang tidak berrongga
Vfa : volume rongga yang berisi aspal (VFB)
Va : volume rongga didalam campuran (VIM)
Vb : volume aspal didalam campuran
Vba : volume aspal yang terserap didalam agregat
Vsb : volume agregat (untuk menghitung berat jenis bulk)
Vse : volume agregat (untuk menghitung berat jenis efektif)
Modul perencanaan campuran aspal dan agregat ini akan terkait dengan modul
perhitungan berat jenis dan penyerapan untuk agregat serta modul perhitungan berat jenis
aspal.
44
V.4. Prosedur Praktikum
Secara umum, prosedur perencanaan dan pengujian campuran aspal dan agregat
dengan menggunakan Metode Marshall dapat dilihat seperti pada bagan alir Gambar 5.2.
Gambar V.2 Bagan Alir Perencanaan dan Pengujian Campuran
Prosedur perencanaan yang diterangkan disini adalah perencanaan campuran dengan
menggunakan Uji Marshall.
Proses perencanaan dimulai dengan memilih spesifikasi (spek) campuran tertentu.
Dari spek ini akan diperoleh keterangan mengenai komposisi campuran, yaitu gradasi agregat
yang harus digunakan serta jenis aspal yang boleh digunakan.
Proses selanjutnya adalah pembuatan benda uji campuran yang diikuti oleh
pemadatan. Disarankan paling sedikit dibuat 5 variasi kadar aspal, dan untuk setiap kadar
aspal tersebut dibuat 3 benda uji. Pemadatan benda uji, dalam hal ini menggunakan Metoda
Marshall, dinyatakan dalam jumlah tumbukan yang dikenakan pada benda uji tersebut.
Jumlah tumbukan ini didasarkan pada jenis lalu lintas rencana (dapat dilihat pada Kriteria
Perencanaan).
Sebelum melakukan uji Marshall terlebih dahulu dilakukan pengujian berat isi dan
berat jenis untuk dapat menghitung kandungan rongga didalam campuran. Setelah semua
perhitungan selesai dilakukan, dapat ditentukan kadar optimum berdasarkan kriteria
perencanaan yang diambil.
45
V.4.1. Peralatan
Peralatan yang digunakan terdiri dari :
1. Tiga buah cetakan benda uji dari logam yang berdiameter 10,16 cm dan tinggi 7,62 cm
2. Mesin penumbuk manual atau otomatis lengkap dengan :
a. Penumbuk yang mempunyai permukaan tumbuk rata yang berbentuk silinder, dengan
berat 4,536 kg dan tinggi jatuh bebas 45,7 cm.
b. Landasan pemadat terdiri dari balok kayu (jati atau yang sejenis) berukuran 20,32 ×
20,32 × 45,72 cm dilapisi dengan pelat baja berukuran 30,48 × 30,48 × 2,54 cm dan
dijangkarkan pada lantai beton di keempat bagian sudutnya.
c. Pemegang cetakan benda uji.
3. Alat pengeluar benda uji
Untuk mengeluarkan benda uji yang sudah dipadatkan dari dalam cetakan benda uji
dipakai sebuah alat ekstruder yang berdiameter 10 cm.
4. Alat Marshall lengkap dengan
a. Kepala penekan (breaking head) berbentuk lengkung
b. Cincin penguji (proving ring) kapasitas 2500 kg, dilengkapi arloji (dial) tekan dengan
ketelitian 0,0025 mm
c. Arloji pengukur pelelehan (flow) dengan ketelitian 0,25 mm beserta perlengkapannya
5. Oven dilengkapi dengan pengatur suhu yang mampu memanasi sampai 200°C(±3°C).
6. Bak perendam (water bath) dilengkapi dengan pengatur suhu mulai 20 – 60° C (±1°C).
7. Timbangan yang dilengkapi dengan penggantung benda uji berkapasitas 2 kg dengan
ketelitian 0,1 gram dan timbangan berkapasitas 5 kg dengan ketelitian 1 gram.
8. Pengukur suhu dari logam (metal thermometer) berkapasitas 250°C dan 100°C dengan
ketelitian 1% dari kapasitas
9. Perlengkapan lain :
a. Panci-panci untuk memanaskan agregat, aspal dan campuran aspal
b. Sendok pengaduk dan spatula
c. Kompor dan pemanas (hot plate)
d. Sarung tangan dari asbes, sarung tangan dari karet dan pelindung pernafasan atau
masker
e. Kantong plastik kapasitas 2 kg
f. Kompor gas elpiji atau minyak tanah
46
Tabel V.1 Peralatan dan Bahan Yang Digunakan.
No. Gambar Alat / Bahan Nama Alat /
Bahan
1
Aspal
2
Cawan
3
Thermometer
4
Oven
5 Ayakan
47
6
Cetakan
7
Alat Pemadat
8 Marshall Test
48
9
Bak Perendam
V.4.2. Pembuatan Benda Uji
1. Mengeringkan agregat pada suhu 105-110°C minimum selama 4 jam,
mengeluarkan dari alat pengering (oven) dan menunggu sampai beratnya
tetap.
2. Memisah-misahkan agregat ke dalam fraksi-fraksi yang dikehendaki
(sesuai spek) dengan cara penyaringan.
3. Memanaskan aspal sampai mencapai tingkat kekentalan (viskositas) yang
disyaratkan baik untuk pekerjaan pencampuran maupun pemadatan seperti
Tabel 5.1. Suhu pencampuran dan pemadatan tersebut dapat dilihat pada
Gambar 5.3.
49
Tabel 5.1 Tingkat Kekentalan (viskositas) Aspal Untuk Aspal Padat dan Aspal Cair
Alat
Pencampuran Pemadatan
Aspal
Padat
Aspal
Cair
Satuan Aspal
Padat
Aspal
Cair
Satuan
Kinematika
Viscosimeter 170 ± 20 170 ± 20 C.ST 280 ± 30 280 ± 30 C.ST
Saybolt Furol
Viscometer 85±10 85 ± 10
DET.
S.F 140 ±15 140 ± 15
DET.
S.F
Dengan tinggi jatuh 457,2 mm. Selama pemadatan harus diperhatikan agar kedudukan sumbu
palu pemadat selalu tegak lurus pada alas cetakan.
4. Proses pencampuran dilakukan sebagai berikut
a. Menyiapkan bahan untuk setiap benda uji yang diperlukan yaitu diperlukan agregat
sebanyak + 1200 gram sehingga menghasilkan tinggi benda uji kira-kira 63,5 mm +
1,27 mm. pencampuran agregat agar sesuai dengan gradasi yang diinginkan dilakukan
dengan cara mengambil nilaintengah dari batas spek. Untuk memperoleh berat agregat
yang diperlukan dari masing-masing fraksi untuk membuat satu benda uji adalah
dengan mengalihkan nilai tengah tersebut terhadap total berat agregat.
b. Memanaskan panci pencampur beserta agregat kira-kira 28˚ C diatas suhu
pencampuran diatas suhu pencampuran diatas aspal padat, bila menggunakan aspalt
cair pemanasan sampai 14˚ C diatas suhu pencampuran.
c. Menuangkan aspal yang sudah mencapai tingkat kekentalan seperti tabel 9.1 diatas
sebanyak yang dibutuhkan kedalam agregat yang sudah dipanaskan tersebut,
kemudian diaduk dengan cepat pada suhu sesuai butir 4.2.4.b sampai agregat
terselimuti aspal secara merata.
5. Proses pemadatan dilakukan sebagai berikut:
a. Membersihkan cetakan benda uji serta bagian muka penumbuk dengan seksama dan
dipanaskan sampai suhu antara 93,3-148,9˚C.
b. Meletakan cetakan diatas landasan pemadat dan ditahan dengan pemegang cetakan.
c. Meletakan selembar kertas saring atau kertas penghisap yang sudah digunting menurut
ukuran cetakan kedalam dasar cetakan.
50
d. Memasukan seluruh campuran kedalam cetakan dan tusuk – tusuk campuran dengan
keras – keras dengan sepatula yang dipanaskan 15 kali keliling pinggirannya dan 10
kali pada bagian tengahnya.
e. Melakukan pemadatan dengan alat tumbuk sebanyak:
o 75 kali tumbukan untuk lalu lintas berat
o 50 kali tumbukan untuk lalu lintas sedang
o 35 kali tumbukan untuk lalu lintas ringan
6. Melepaskan pelat alas berikut leher sambung dari cetakan benda uji, kemudian cetakan
yang berisi benda uji dibalikkan dan pasang kembali pelat alas beikut leher sambung pada
cetakan yang dibalikkan tadi.
7. Menumbuk dengan jumlah tumbukan yang sama sesuai butir 4.2.5 terhadap permukaan
benda uji yang sudah dibalikkan ini.
8. Melepaskan keping alas dan alat pengulas benda uji dipasang pada permukaan ujung ini.
9. Mengeluarkan dengan hati-hati dan benda uji di atas permukaan yang rata dan biarkan
selama kira-kira 24 jam pada suhu ruang.
10. Mendinginkan dengan kipas angin meja bila diperlukan pendinginan yang lebih cepat.
V.4.3. Prosedur Pengujian
V.4.3.1. Pengujian Berat Jenis Campuran (ASTM D 2726-73)
Cara Pengujiannya :
a. Menimbang benda uji kering sehingga didapat berat benda uji kering.
b. Merendam benda uji didalam bak perendam pada 250 C selama 3-5 menit dan ditimbang
di dalam air, akan didapat berat benda uji didalam air.
c. Mengeringkan permukaan benda uji dengan lap kering kemudian ditimbang, akan
didapat berat kering permukaan jenuh (SSD).
d. Mencatat hasil pengujian pada formulir yang telah disediakan dan dihitung berat jenis
campuran sesuai dengan rumus yang telah disediakan.
V.4.3.2. Pengujian Campuran Aspal Metode Marshall (SNI 06-2489)
Cara pengujian adalah sebagai berikut :
51
a. Merendam benda uji dalam bak perendam selama 30-40 menit dengan suhu tetap 60°C (+
1°C) untuk benda uji yang menggunakan aspal cair, benda uji dimasukkan kedalam oven
selama minimum 2 jam dengan suhu tetap 25°C (+ 1°C)
b. Mengeluarkan benda uji dari bak terendam atau dari oven dan diletakkan kedalam
segmen bawah kepala penekan dengan catatan bahwa waktu yang diperlukan dari saat
diangkatnya benda uji dari bak perendaman atau oven sampai tercapainya beban
maksimum tidak boleh melebihi 30 detik.
c. Memasang segmen atas diatas benda uji dan diletakkan keseluruhannya dalam mesin
penguji.
d. Memasang arloji pengukur kelelehan (flow) pada kedudukannya diatas salah satu batang
penuntun dan atur kedudukan jarum penunjuk pada angka nol, sementara selubung
tangakai arloji (sleeve) dipegang teguh terhadap segmen atas kepala penekan.
e. Menaikkan kepala penekan beserta benda ujinya dinaikkan hingga menyentuh alas cincin
penguji, sebelum pembebanan diberikan.
f. Mengatur jarum arloji tekan pada kedudukan angka nol.
g. Memberikan pembebanan pada benda uji dengan kecepatan tetap sekitar 50mm/menit
sampai pembebanan maksimum tercapai, atau pembebanan menurun seperti yang
ditunjukan oleh jarum arloji tekan dan pembebanan maksimum dicatat atau stabilitas
yang dicapai, beban dikoreksi dengan menggunakan faktor perkalian yang bersangkutan
dari tabel 9.2 bila benda uji tebalnya kurang atau lebih dari 63,5mm.
h. Mencatat nilai kelelehan (flow) yang ditunjukan oleh arloji pengukuran kelelehan pada
saat pembebanan maksimum tercapai.
52
Gambar V.1 Bagan Alir Pengujian Mix Design
Pemeriksaan Sifat
Agregat
Input Parameter
Perencanaan
Menentukan Proporsi
Agregat dan Aspal
Penyaringan
Penimbangan
sesuai dengan
proporsi
Pengeringan
(dioven)
Berat sudah
tetap
Gradasi Agregat
Spesifikasi bahan
Campuran
Tidak
Ya
Tidak
Penimbangan Aspal Penimbangan Agregat
Pemanasan
s/d suhu
pencampuran
Pemanasan
s/d suhu
pencampuran
Pencampuran
Aspal + Agregat
Mulai
Selesai
53
Gambar V.2 Bagan Alir Pengujian Marshall
UJI AGREGAT
MULAI
PERSIAPAN BAHAN
DAN ALAT
SELESAI
HASIL UJI MARSHALL: NILAI
STABILITAS, FLOW DAN MQ
UJI ASPAL
PERANCANGAN CAMPURAN DAN PEMBUATAN BENDA UJI
KADAR ASPAL 4%;5%:6%:7%;8%; dan 9%
PENGUJIAN DAN
PENGUMPULAN DATA
ANALISIS DENSITY DAN
VOIDS (VMA, VFWA, VITM )
54
V.4.4. Pelaporan dan Perhitungan
1. Mix Design :
Kadar Aspal 5%
Berat Campuran(gr) 1200
Berat Aspal (gr) 60
Berat Agregat (gr) 1140
Ukuran
Saringan % lolos
%
Tertahan
Nilai
Tengah
%
Ayakan
Berat
Tertahan
(mm) (gr)
19,1 100 0-0 0 0 0
12,7 80-100 20-0 10 10 114
9,52 70-90 30-10 20 10 114
4,76 50-70 50-30 40 20 228
2,38 35-50 65-50 37.5 17.5 199.5
0,59 18-29 82-71 76.5 19 216.6
0,279 13-23 87-77 82 9.5 108.3
0,149 8-16 92-84 88 6 68.4
0,074 4-10 96-90 93 5 57
100 7 19.8
Jumlah Total 1140
Kadar Aspal 5.5%
Berat Campuran(gr) 1200
Berat Aspal (gr) 66
Berat Agregat (gr) 1134
Ukuran
Saringan % lolos
%
Tertahan
Nilai
Tengah
%
Ayakan
Berat
Tertahan
(mm) (gr)
19,1 100 0-0 0 0 0
12,7 80-100 20-0 10 10 113.4
9,52 70-90 30-10 20 10 113.4
4,76 50-70 50-30 40 20 226.8
2,38 35-50 65-50 37.5 17.5 198.45
0,59 18-29 82-71 76.5 19 215.46
0,279 13-23 87-77 82 9.5 107.73
0,149 8-16 92-84 88 6 68.04
0,074 4-10 96-90 93 5 56.7
100 7 34.02
Jumlah Total 1134
55
Kadar Aspal 6%
Berat Campuran(gr) 1200
Berat Aspal (gr) 72
Berat Agregat (gr) 1128
Ukuran
Saringan % lolos
%
Tertahan
Nilai
Tengah
%
Ayakan
Berat
Tertahan
(mm) (gr)
19,1 100 0-0 0 0 0
12,7 80-100 20-0 10 10 112.8
9,52 70-90 30-10 20 10 112.8
4,76 50-70 50-30 40 20 225.6
2,38 35-50 65-50 37.5 17.5 197.4
0,59 18-29 82-71 76.5 19 214.32
0,279 13-23 87-77 82 9.5 107.16
0,149 8-16 92-84 88 6 67.68
0,074 4-10 96-90 93 5 56.4
100 7 33.84
Jumlah Total 1128
Kadar Aspal 6.5%
Berat Campuran(gr) 1200
Berat Aspal (gr) 78
Berat Agregat (gr) 1122
Ukuran
Saringan % lolos
%
Tertahan
Nilai
Tengah
%
Ayakan
Berat
Tertahan
(mm) (gr)
19,1 100 0-0 0 0 0
12,7 80-100 20-0 10 10 112.2
9,52 70-90 30-10 20 10 112.2
4,76 50-70 50-30 40 20 224.5
2,38 35-50 65-50 37.5 17.5 196.35
0,59 18-29 82-71 76.5 19 213.18
0,279 13-23 87-77 82 9.5 106.59
0,149 8-16 92-84 88 6 67.32
0,074 4-10 96-90 93 5 56.1
100 7 33.56
Jumlah Total 1122
56
Kadar Aspal 7%
Berat Campuran(gr) 1200
Berat Aspal (gr) 84
Berat Agregat (gr) 1116
Ukuran
Saringan % lolos
%
Tertahan
Nilai
Tengah
%
Ayakan
Berat
Tertahan
(mm) (gr)
19,1 100 0-0 0 0 0
12,7 80-100 20-0 10 10 111.6
9,52 70-90 30-10 20 10 111.6
4,76 50-70 50-30 40 20 223.2
2,38 35-50 65-50 37.5 17.5 195.3
0,59 18-29 82-71 76.5 19 212.04
0,279 13-23 87-77 82 9.5 106.02
0,149 8-16 92-84 88 6 66.96
0,074 4-10 96-90 93 5 55.8
100 7 33.48
Jumlah Total 1116
Contoh perhitungan:
Nilai Tengah (%lolos) = 2
)%10080( = 90 %
%Tertahan = (100-80)% = 20 %
Berat Tertahan = 1140100
10 gr = 114 gr
57
LABORATORIUM TEKNIK SIPIL
FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
Jl. Kampus No.1 Purwokerto 53122 telp. (0281) 630696,635292 Psw. 144 Fax. (0281) 630696
Asal material :
Tanggal :
Jenis Campuran :
Dihitung oleh :
Dikerjakaan Oleh :
Diperiksa Oleh :
HASIL PEMERIKSAAN MARSHAL TEST
KAO (%)
DENSITY VMA VFWA VITM Stabilitas Flow
QM angka koreksi Sample t(mm) a(%) b(%) c d e f g h i j k l m n o p q r
1 65 5.26 5 1165 1130 620 510 2.28 2.34 10.86 86.64 2.50 13.36 81.27 2.50 49 545.32 507.15 5.4 93.91597 0.93
2 67 5.26 5 1195 1173 615 558 2.14 2.34 10.19 81.32 8.49 18.68 54.55 8.49 46 511.93 491.45 4.2 117.013 0.96
2.21 16.02 67.91 5.50 499.30 4.80 105.46
1 690 5.82 5.5 1235 1199 650 549 2.25 2.32 11.79 85.05 3.16 14.95 78.83 3.16 64 712.25 712.25 4.55 156.5391 1
2 630 5.82 5.5 1204 1173 635 538 2.24 2.32 11.73 84.67 3.59 15.33 76.55 3.59 66 734.51 683.09 5.7 119.8412 0.93
2.245 15.14 77.69 3.38 697.67 5.13 138.19
1 690 6.38 6 1141 1087 572 515 2.22 2.31 12.69 83.47 3.84 16.53 76.75 3.84 108 1201.93 1117.79 4.5 248.3982 0.93
2 710 6.38 6 1170 1121 575 546 2.14 2.31 12.23 80.46 7.31 19.54 62.60 7.31 95 1057.25 983.24 5.7 172.4987 0.93
2.18 18.03 69.67 5.57 1050.52 5.10 210.45
1 600 6.95 6.5 1130 1085 592 493 2.29 2.29 14.18 85.65 0.18 14.35 98.76 0.18 86 957.09 890.09 3.1 287.1269 0.93
2 610 6.95 6.5 1150 1105 605 500 2.3 2.29 14.24 86.02 -0.26 13.98 101.85 -0.26 73 812.41 812.41 4.9 165.7986 1
58
2.295 14.17 100.30 -0.04 851.25 4.00 226.46
1 580 7.53 7 1082 1029 562 467 2.32 2.28 15.47 86.30 -1.77 13.70 112.93 -1.77 71 790.16 790.16 3.8 207.9356 1
2 660 7.5268817 7 1155 1105 599 506 2.28 2.28 15.20 84.82 -0.02 15.18 100.11 -0.02 66 734.51 734.51 4.8 153.0231 1
2.3 14.44 106.52 -0.89 762.33 4.30 180.48
t = Tebal benda uji
i= (bxg):Bj Asp
r = Flow (kelelehan plastis (mm)
a = % aspal terhadap batuan
j = (100-b) x g : Bj Agr
QM = Quotient marshall (kg/mm)
b = % aspal terhadap campuran
k = jumlah kandungan rongga (100-i-j)
Suhu pencampuran = + 1600C
c = Berat kering (sebelum direndam (gr)
l = Rongga terhadap Agr (100-j)
Suhu waterbath = + 1400C
d = berat basah jenuh (SSD) (gr)
m = Rongga yang terisi aspal (VFWA) 100X(I/L0(%) BJ Aspal = 1.05
e = Berat di dalam air (gr)
N = Rongga yang terisi campuran 100-(100x(g/h))(%) BJ Agregat = 2.5
f = Volume (isi) d-e
o = pembacaan arloji stabilitas
Kalibrasi Proving ring = 25.038 lbf/div
g = Berat isi e/f
p = o x kalibrasi proving ring 9kg)
= 11.12895 kg/div
h = BJ Maksimum (100 : (% Agr/Bj Agr + % Asp/Bj Asp)
q = p x koreksi tebal benda uji (stabilitas) (kg)
Mengetahui :
Purwokerto, …………………………………. Asisten
Peneliti
59
Kadar aspal Density Stabilitas VFWA Flow VITM MQ VMA
( % ) (gr/cc) (Kg) ( % ) ( mm) ( % ) (Kg/mm) ( % )
5
5.5
6
6.5
7
60
61
62
63
Penentuan nilai KAO
No Kriteria Spesifikasi % Aspal
6 6.5 7 7.5 8
1 Density -
2 VFWA > 65
3 VITM 3,9 s/d 4,9
4 VMA > 15
5 Stability > 800
6 Flow > 2
Range kadar Aspal
6,7 - 7> 2
61
V. 5. Diskusi dan Pembahasan
Ada bermacam-macam metoda untuk menentukan kadar aspal optimum. Diantara
metoda-metoda itu adalah metoda dari Asphalt Institute, British Standard, dan Bina Marga.
Pada praktikum ini, metoda yang digunakan adalah metoda yang disarankan oleh Asphalt
Institute.
Kecenderungan dari kurva-kurva yang digambarkan untuk menentuksn kadar aspal
optimum tersebut adalah :
o Nilai stabilitas naik dengan bertambahnya kadar aspal, dan akan mencapai puncaknya
pada suatu kadar aspal tertentu. Setelah itu pertambahan kadar aspal akan
menurunkan nilai stabilitas. Dari hasil pengujian dengan beberapa variasi kadar aspal
(mulai dari kadar aspal 5 % s/d 7% dengan kenaikan kadar aspal 0.5 %) dapat
digambarkan bahwa nilai stabilitas naik dengan bertambahnya kadar aspal dan
mencapai puncaknya pada kadar aspal 7% dan selanjutnya pertambahan kadar aspal
menurunkan nilai stabilitas (dapat terlihat pada grafik hubungan kadar aspal dengan
stabilitas).
o Nilai flow akan naik sesuai pertambahan aspal.
Dari hasil pengujian dapat digambarkan bahwa nilai flow naik dengan bertambahnya
kadar aspal (dapat terlihat pada grafik hubungan kadar aspal dengan flow).
o Kurva untuk berat isi campuran memiliki kecenderungan naik dengan bertambahnya
kadar aspal namun, pada saat kadar aspal 7 % mencapai puncak dan nilai berat jenis
menurun pada saat kadar aspal 6,5 % dan kembali naik pada kadar aspal 7 %. Hal ini
kemungkinan disebabkan oleh ketidakcermatan praktikan dalam melakukan
pengujian.
o Kandungan rongga dalam campuran (VIM) akan menurun dengan bertambahnya
kadar aspal.
Dari pengujian dapat digambarkan bahwa nilai menurun seiiring dengan
bertambahnya kadar aspal ( dapat terlihat pada grafik hubungan kadar aspal dengan
VIM).
o Kandungan rongga dalam agregat (VMA) akan turun ke suatu nilai minimum
kemudian naik lagi sesuai dengan pertambahan kadar aspal.
Dari hasil pengujian dapat digambarkan bahwa nilai VMA minimum pada saat kadar
aspal 6,5 % dan nilai VMA naik sesuai dengan pertambahan kadar aspal. Namun, pada
interval kadar aspal 5%-7% kenaikan nilai VMA tidak terlalu significant seperti
62
kenaikan VMA pada kadar aspal 6,5% dan 7% (dapat terlihat pada grafik hubungan
kadar aspal dengan VMA).
o Rongga yang terisi aspal (VFA) akan naik sesuai pertambahan kadar aspal.
Dari hasil pengujian didapat bahwa nilai rongga yang terisi aspal naik sesuai
pertambahan kadar aspal. Hal ini dikarenakan kandungan rongga dalam agregat
(VMA) terisi oleh aspal ( dapat terlihat pada grafik hubungan kadar aspal dengan
VFA).
Berdasarkan kriteria perencanaan campuran aspal beton (Bina marga) untuk lalu lintas ringan
dengan jenis aspal pen 50.165 didapatkan kadar aspal optimum (KAO) sebesar 6.75 %.
V.6. Daftar Pustaka
o Mix Design Methods for Ashpalt Concrete and Other Hot Mix Types MS-2 (1993),
Sixth Edition, Ashpalt Institute
o Standard Specification for Transportation Materials and Methods of Sampling and
Testing, Part II (1990)
o Annual ASTM Standards (1980)
o Petunjuk Pelaksanaan Lapis Aspal Beton Untuk Jalan Raya (SKBI – 2.4.24. 1987),
Departemen Pekerjaan Umum
Top Related