Laporan Praktikum Unit Operation Lab 1 : Konveksi
Departemen Teknik Kimia || 2012
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 TUJUAN PERCOBAAN
1. Mempelajari proses perpindahan kalor secara konveksi bebas dan konveksi paksa.
a. Mengetahui pengaruh ketinggian weir terhadap koefisien perpindahan kalor pada
konveksi bebas.
b. Mengetahui pengaruh bukaan valve terhadap koefisien perpindahan kalor pada
konveksi paksa.
c. Membandingkan kinerja konveksi bebas dengan konveksi paksa berdasarkan nilai
koefisien perpindahan kalor pada masing-masing jenis konveksi.
2. Mempelajari pengaruh kecepatan aliran terhadap perpindahan kalor konveksi paksa.
3. Membandingkan persamaan empiris yang diperoleh dari percobaan dengan persamaan
empiris literatur.
1.2 TEORI
1.2.1 Pengertian Konveksi
Konveksi adalah proses perpindahan kalorkarena adanya gerakan makroskopik
dari fluida, seperti gerakan liquid atau gas. Oleh karena itu, laju perpindahan kalor secara
konveksi banyak dipengaruhi oleh sifat fluida (densitas, kapasitas kalor, koduktivitas
termal, dan viskositas) dan sifat aliran fluida (kecepatan alir, derajat
pencampuran/turbulensi, bentuk dan ukuran bidang termal).Sama halnya dengan proses
konduksi, konveksi pun membutuhkan media. Perbedaannya adalah pada proses
konduksi,kalor dipindahkan dari satu molekul ke molekul lainnya; sedangkan pada proses
konveksi, fluida yang lebih panas akanbergerak dan menggantikan tempat dari fluida
yang lebih dingin.
1.2.1.1 Konveksi Alamiah
Konveksi alamiah adalah proses perpindahan kalor dimana pergerakan
fluida terjadi karenaadanya gaya apung (buoyancy force) yang disebabkan oleh
perubahan densitas fluida. Proses pemanasan suatu fluida akan menyebabkan
penurunan densitas fluida itu, sehingga fluida akan mengalami gaya apung. Gaya
apung yang menyebabkan arus konveksi tersebut disebut sebagai gaya badan
Laporan Praktikum Unit Operation Lab 1 : Konveksi
Departemen Teknik Kimia || 2012
2 (body force). Gaya badan hanya terjadi jika fluida mengalami gaya dari luar, gaya
seperti gravitasi atau gaya sentrifugal.
Peranan gaya apung dalam perpindahan kalor adalah sebagai berikut.
Fluida di dekat permukaan dinding yang mengalami penurunan densitas akan
bergerak ke atas membawa kalor. Posisi fluida itu akandigantikan oleh fluida di
atasnya yang densitasnya lebih besar. Densitas fluida ini kemudian jugaakan
berkurang karena adanya pemanasan, sehingga kemudian bergerak ke atas
membawa kalor. Fluida berikutnya yang densitasnya lebih besar akanbergerak ke
permukaan dinding dan mengalami penurunan densitas karena pemanasan. Proses
ini berlangsung secara kontinu.
Dalam konveksi alamiah, kecepatan fluida pada permukaan yang
dipanaskan adalah nol (kondisi batas tanpa gelincir).Selain itu, kecepata fluida
bisa bertambah dengan cepat dalam lapisan batas yang tipis yang bersinggungan
dengan permukaan itu dan menjadi nol lagi.
1.2.1.2 Konveksi Paksa
Konveksi paksa adalah proses perpindahan kalor dimana pergerakan fluida
diakibatkan oleh adanyagaya dari luar, seperti oleh pompa atau kipas angin. Hal-
hal yang membedakan konvekasi paksa dari konveksi alamiah adalah:
Konveksi paksa mengalamigaya dari luar yang mempengaruhi sistem.
Nilai koefisien perpindahan kalor konveksi alamiah (h) umumnya sangat kecil.
Dengan kondisi yang sama, kalor yang dipindahkan pada konveksi alamiah
lebih sedikit daripada konveksi paksa.
1.2.2 Koefisien Perpindahan Kalor
Laju perpindahan kalor antara fluida dengan suatu permukaan akan berbanding
lurus dengan luas permukaan tersebut. Laju perpindahan kalor di dekat permukaan secara
diferensial dinyatakan sebagai:
(1.1)
dimanahx adalah koefisien perpindahan panas lokal, Tw adalah suhu permukaan, dan Tf
adalah suhu fluida rata-rata.
Tahanan perpindahan kalor pada suatu film setebal y yang berdekatan dengan
permukaan digambarkan oleh gambar 1.1.
Laporan Praktikum Unit Operation Lab 1 : Konveksi
Departemen Teknik Kimia || 2012
3
Gambar 1.1 Tahanan perpindahan kalor
Dalam gambar 1.1 dapat diasumsikan bahwa proses perpindahan kalor melalui film
terjadi karena konduksi, sehingga persamaan (1.1) menjadi:
(1.2)
dimana ΔT = Tw – Tf dank adalah konduktivitas panas fluida.
Jika persamaan (1.1) dan (1.2) dibandingkan makaakan diperoleh hubungan:
perbandingan di atas menunjukkan bahwa jika nilai y diketahui, maka perpindahan
kalordapat dianggap proses konduksi.
Koefisien perpindahan kalor didapatkan dengan mengintegralkan persamaan (1.1)
untuk suatu luas permukaan, yaitu:
(1.3)
dimanah adalah koefisien perpindahan kalor rata-rata dan ΔTlm adalah driving force rata-
rata yang didefinisikan sebagai:
(1.4)
dimanaΔT1danΔT2adalah perbedaan suhu pada posisi ekstrem dari permukaan yang
ditinjau.
Koefisien Perpindahan Kalor Menyeluruh
Koefisien perpindahan kalor menyeluruh merupakan aliran kalor menyeluruh
sebagai hasil gabungan dari proses konduksi dan konveksi. Koefisien perpindahan kalor
menyeluruh dinyatakan dengan U yang memiliki satuan atau .
y
Ts
Tf Film temperature gradient
Actual temperature gradient
Laporan Praktikum Unit Operation Lab 1 : Konveksi
Departemen Teknik Kimia || 2012
4 Perpindahan kalor menyeluruh dinyatakan dengan membagi beda suhu menyeluruh
dengan jumlah tahanan termal.
Gambar 1.2 Sistem yang mengalami beberapa aliran perpindahan kalor
Misalkan terdapat sebuah sistem seperti pada gambar 1.2. Perpindahan kalor
menyeluruh sistem adalah:
(1.5)
Dimana A adalah luas bidang aliran panas dan adalah tahanan konveksi.
Aliran kalor menyeluruh yang merupakan hasil gabungan proses konduksi dan
konveksi dapat dinyatakan dengan koefisien perpindahan kalor menyeluruh U, yaitu:
(1.6)
Dengan memodifikan persamaan (1.5) dan (1.6), maka akan diperoleh persamaan untuk
mencari U, yaitu:
(1.7)
Jika kalor mengalir melalui tahanan konveksi zat alir dengan koefisien h1, tahanan
konduksi bahan A, B, dan C pada suatu bidang datar yang disusun seri dengan tebal
masing-masing xA, xB, dan xC, serta tahanan konveksi zat alir dengan koefisien konveksi
h2, maka U menjadi:
(1.8)
Misalkan terdapat sistem silinder bolong yang terkena konveksi di permukaan
bagian dalam dan luarnya. Pada sistem ini, luas bidang konveksi tidak sama untuk kedua
Laporan Praktikum Unit Operation Lab 1 : Konveksi
Departemen Teknik Kimia || 2012
5 fluida, dimana luas bidang ini tergantung dari diameter tabung dan tebal dinding.Maka,
perpindahan kalor menyeluruh dinyatakan dengan persamaan:
(1.9)
Koefisien perpindahan kalor menyeluruh dari sistem tersebut dapat didasarkan
atas bidang dalam atau luar tabung, sehingga persamaannya menjadi:
(1.10)
1.2.3 Jenis-jenis Aliran pada Peristiwa Konveksi
1.2.3.1 Aliran Viskos
Gambar 1.3 menunjukkan fluida yang mengalir di atas plat rata. Gaya
viskos ditunjukkan dengan shear stress(τ) antara lapisan-lapisan fluida yang
sebanding dengan gradien kecepatan normal. Persamaan dasar untuk viskositas
dinamik (μ) adalah:
(1.11)
Gambar 1.3 Bagan daerah boundary layer di atas plat rata
Viskositas akan mempengaruhi pembentukan daerah aliran dari tepi depan
plat rata, dimana daerah itu disebut sebagai boundary layer. Pada awalnya,
boundary layer yang terbentuk adalah laminar. Pada suatu jarak kritis dari tepi
depan, tergantung pada medan aliran dan sifat fluida, gangguan-gangguan kecil
pada aliran laminar tersebut akan membesar, sehingga terjadi aliran transisi
hingga akhirnya menjadi aliran menjadi turbulen.
Laporan Praktikum Unit Operation Lab 1 : Konveksi
Departemen Teknik Kimia || 2012
6 Pada pipa, transisi dari aliran laminar menjadi turbulen terjadi apabila nilai
bilangan Reynolds adalah . Nilai Re suatu aliran akan
berbeda-beda tergantung pada kekasaran pipa dan kehalusan pipa.
1.2.3.2 Aliran Invisid
Untuk suatu aliran fluida di atas plat rata, pada jarak yang cukup jauh dari
plat akan terjadi aliran yang bersifat non-viskos.Shear stress viskos akan kecil
karena gradien kecepatan yang tegak lurus terhadap arah aliran sangat kecil.
Sebenarnya tidak ada fluida yang tidak mempunyai sifat invisid, tapi untuk
memudahkan analisis seringkali fluida dianggap viskos.
Jika dibuat neraca gaya pada suatu fluida invisid, persamaan Bernoulli
untuk aliran sepanjang garis arus adalah:
atau
(1.12)
Persamaan energi untuk fluida invisid harus memperhitungkan perubahan energi
termal dalam sistem dan selisih suhu yang berkaitan, yaitu:
(1.13)
dimanaiadalah entalpi ( ), dengan e adalah energi dalam, Qadalah kalor
yang ditambahkan, Wkadalah kerja luar yang dilakukan dalam proses, dan V
adalah volume spesifik fluida.
Untuk menghitung penurunan tekanan pada aliran mampu mampat,
persamaan keadaan fluida itu harus ditentukan, yaitu untuk gas ideal:
(1.14)
1.2.4 Bilangan Tak Berdimensi
Proses perhitungan untuk konveksi melibatkan bilangan tak berdimensi.
Kegunaan bilangan tak berdimensi adalah:
Penentuan jenis aliran fluida (laminar, transisi, atau turbulen) pada film (perbatasan
antara benda padat dengan fluida). Jenis aliran fluida akan menentukan model analisis
yang digunakan dalam proses konveksi itu.
Penyelesaian proses perpindahan kalor secara konveksi pada model geometri tertentu,
atau pada keterlibatan viskositas, densitas, dan karakteristik termal bidang. Bilangan
tak berdimensi akan menunjukkan perbedaan perpindahan kalor pada koordinat
Laporan Praktikum Unit Operation Lab 1 : Konveksi
Departemen Teknik Kimia || 2012
7 tertentu dalam bidang tersebut, sehingga dapat diketahui nilai kalor yang diterima atau
dilepas, serta suhu yang terdapat pada koordinat tersebut.
Pemberian batasan perhitungan untuk dicocokkan dengan nilai yang harus
dimasukkan ke dalam perhitungan.
Bilangan-bilangan tak berdimensi yang terdapat dalam perpindahan kalor
konveksi ada lima, yaitu:
1. Bilangan Reynolds (Re)
Bilangan Reynold digunakan untuk menentukan jenis aliran fluida dalam pipa
atau tabung.Berdasarkan rangenya, aliran dapat dikatanlaminar ( ),
transisi ( ), atau turbulen ( ). Bilangan Reynold
dinyatakan dalam:
(1.15)
2. Bilangan Nusselt (Nux)
Bilangan Nusselt merupakan nilai perbandingan antara kalor konveksi dengan
konduksi, yang dapat dirumuskan sebagai:
(1.16)
Dimana L adalah dimensi karakteristik benda, yaitu panjang untuk plat; diameter luar
untuk silinder; jari-jari luar untuk bola.
Nilai bilangan Nusselt akan mendekati satu jika besar konveksi dan konduksi
relatif sama. Kondisi ini merupakan karakteristik dari aliran laminar. Bilangan Nusselt
yang lebih besar menunjukkan adanya konveksi yang aktif (aliran turbulen).
3. Bilangan Prandtl (Pr)
Bilangan Prandtl merupakan parameter yang menghubungkan ketebalan relatif
antara lapisan batas hidrodinamik dan lapisan batas termal, serta penghubung antara
medan kecepatan dengan medan suhu. Bilangan Prandtl dinyatakan sebagai:
(1.17)
Laporan Praktikum Unit Operation Lab 1 : Konveksi
Departemen Teknik Kimia || 2012
8 4. Bilangan Grashof (Gr)
Bilangan Grashof merupak+an parameter yang menghubungkan data konveksi
alamiah, dimana dinyatakan sebagai:
(1.18)
dimanagadalah percepatan gravitasi, βadalah koefisien ekspansi volume, T
adalahsuhu fluida yang jauh dari permukaan, Twadalah suhu permukaan, Lc adalah
panjang karakteristik, dan v adalahviskositas kinematik.
5. Bilangan Rayleigh (Ra)
Bilangan Rayleigh merupakan parameter yang digunakan untuk menentukan
transisi aliran laminar ke turbulen dari suatu aliran lapisan batas konveksi
alamiah.Bilangan Rayleigh dinyatakan sebagai:
(1.19)
1.2.5 Aliran Dalam Pipa Pada Konveksi Bebas
Kecepatan pada perpindahan panas fluida pada konveksi bebas lebih banyak
ditentukan oleh kesetimbangan antara gaya apung dan gaya viskos karena laju
perpindahan panasnya terutama ditentukan oleh gerakan natural fluida.
Gambar 1.4 Ilustrasi aliran dalam pipa pada konveksi alami
Jumlah gaya tekan berdasarkan kesetimbangan momentum elemen fluida pada shell
adalah
Laporan Praktikum Unit Operation Lab 1 : Konveksi
Departemen Teknik Kimia || 2012
9 rzx
Pr
2
Sedangkan jumlah gaya viskos adalah :
zrr
ur
gr c
2
Untuk aliran laminar dan gravitasi (body force) diberikan oleh
zrg
gr
c
2
Dengan mengaplikasikan hukum kedua Newton (laju perubahan momentum sebanding
dengan gaya yang ada), maka
),,(1
2
2
x
uufg
r
u
rr
uc
dimana pada sisi kanan persamaan diatas menunjukkan gaya inersia secara fungsional,
dan gradien tekanan dan gaya gravitasi dikombinasikan sebagai efek apung.
Memperkenalkan koefisien ekspansi termal, B, dan mengasumsikan bahwa = (t)
(valid untuk fluida incompressible), maka
),,(1
2
2
x
uufTTg
r
u
rr
uc
Untuk aliran laminar kita asumsikan profil kecepatan parabola, )/1( 22
1 Rrucu ,
dimana 2'
1 / Rrucr
u
dan 2'
12
2
/ Rucr
u
subsitusikan ke persamaan diatas maka
),(2
'
1 uftg
R
uc
Dengan menggabungkan propertis fluida dan kesetimbangan
energi yang berhubungan, dan mengatur hasilnya dalam bentuk fungsional tak
berdimensi, maka
D
L
k
CpTRghD ,,
2
32
atau
D
LGrNu Pr,,
dimana, Gr (Grashoff Number) adalah rasio gaya apung terhadap gaya viskos,dirumuskan
2
32
TRgGr
(1.20)
(1.21)
(1.22)
(1.23)
Laporan Praktikum Unit Operation Lab 1 : Konveksi
Departemen Teknik Kimia || 2012
10 Untuk perpindahan panas konveksi bebas laminer pada pipa vertikal ditunjukkan oleh ,
4/3
Pr16exp1
32
Pr
DGr
L
L
DGrNu
properti fluida dievaluasi pada Tw , suhu dinding rata-rata , = 1/Tf , dimana Tf adalah
suhu bulk rata-rata fluida , dan T pada modulus Grashof dengan hubungan Tw – Tf.
Karena persamaan ini cukup sulit maka ditampilkan dalam bentuk grafik sebagai Nu vs
(Gr.Pr)(r/L).
1.2.6 Aliran Dalam Pipa Pada Konveksi Paksa
Pada konveksi paksa suatu fluida masuk ke dalam pipa/tabung yang dindingnya
juga mempunyai suhu tertentu yang dijaga konstan (wall temperature) dengan kecepatan
tertentu dan suhu tertentu (bulk temperature). Fluida dapat melaju dengan aliran laminar
maupun turbulen baik terkembang penuh atau tidak terkembang penuh. Suhu fluida akan
berubah seiring mengalir dalam pipa karena ada proses pertukaran kalor. Sehingga pada
saat keluar dari pipa/tabung suhu fluida akan berbeda dengan suhu awal.
Gambar 1.5 Ilustrasi aliran dalam pipa pada konveksi paksa dalam keadaan steady
Energi yang dibawa masuk oleh fluida melalui adalah :
TRCpuQx
2
Fluida yang keluar pada x + ∆x memindahkan energi sebesar :
2RxCpTudx
dCpTuQ
xx
Total kalor yang mengalir kedalam elemen dari dinding tube adalah :
y
TkxRThxRQ xw
22
Berdasarkan energi balance didapat hubungan
(1.23)
(1.24)
(1.25)
(1.26)
Laporan Praktikum Unit Operation Lab 1 : Konveksi
Departemen Teknik Kimia || 2012
11 dT
TL
CpuRh T
2
dimana h adalah koefisien rata-rata dan integrasi sepanjang L, dari pipa. Dan analisis dari
persamaan diatas dengan memakai popertis fluida viskositas dan konduktivitas termal,
menjadi bentuk tak berdimensi adalah
T
dT
L
R
k
CpuR
k
RhT
4
222
Jadi dengan memakai analisis dimensi maka bentuk fungsi untuk konveksi paksa adalah:
D
L
k
CpuDf
k
hD,,
atau Nu = f ( Re,Pr,L/D), dimana Nu = hD/k , Nu adalah rasio panas konduksi dengan
panas konveksi atau gradien suhu, Re (Reynold number) adalah rasio antara gaya inersia
dan gaya viskos fluida, sedangkan Pr (Prandtl number) adalah rasio antara momentum
dan difusi termal.
Jadi berdasarkan formulasi diatas maka akan didapat ringkasan korelasi yang
mengevaluasi koefisien heat transfer pada fluida yang mengalir dalam tube pada setiap
jenis aliran:
Laminer
14.0
3/1]/Pr[Re86.1
w
LDNu
Properti fluida dievaluasi pada suhu bulk rata-rata; µw menunjukkan viskositas
fluida yang dievaluasi pada suhu dinding rata-rata
Transisi
14.0
3/18.0 PrRe023.0
w
Nu
Properti fluida dievaluasi pada suhu bulk rata-rata
Turbulen
14.0
3/18.0 PrRe026.0
w
Nu
Properti fluida dievaluasi pada kondisi yang sama seperti aliran Laminer
(1.27)
(1.28)
(1.29)
Re < 2100
Re.Pr.D/L > 10
Re > 2000
0.7 <Pr< 120
Re > 20000
0.6 <Pr< 100
L/D >10
:
Laporan Praktikum Unit Operation Lab 1 : Konveksi
Departemen Teknik Kimia || 2012
12
Tabel 1.1 Hubungan empirispadaaliran di dalampipa
No Jenis Aliran Persamaan Empiris
1. Aliran turbulen yang sudah jadi atau
berkembang penuh dalam tabung licin
[Dittus dan Boelter] atau aliran turbulen
yang tidak berkembang sepenuhnya di
dalam tabung licin (Pr: 0.6-100) dan beda-
suhu moderat antara dinding dan fluida.
n
ddNu PrRe023.0 8.0
2. Aliran dengan berbagai variasi sifat (mis:
viskositas, suhu) [Sieder dan Tate]
14.0
3/18.0 PrRe027.0
w
ddNu
3. Aliran pada bagian pintu-masuk, di mana
aliran belum berkembang [Nusselt]
055.0
3/18.0 PrRe036.0
L
dNu dd
untuk 10 < d/L < 400
4. Aliran yang sepenuhnya turbulen dalam
tabung licin [Petukhov]
n
w
d
df
fNu
)1(Pr)8/(7.1207.1
PrRe)8/(3/22/1
n = 0.11 (Tw>Tb) dan n = 0.25 (Tw<Tb)
n = 0 untuk fluks-kalor tetap dan untuk
gas 2
10 )64.1Relog82.1( df
dengan rentang :
400105Re10
2000Pr200200Pr5.0
64
wbd
5. Aliran laminar yang berkembang penuh,
dalam tabung, pada T tetap [Hausen] 3/2PrRe)/(04.01
PrRe)/(0668.066.3
d
d
dLd
LdNu
6. Untuk perpindahan kalor aliran laminar
dalam tabung [Sieder dan Tate]
14.03/1
3/1Pr)(Re86.1
w
ddL
dNu
Laporan Praktikum Unit Operation Lab 1 : Konveksi
Departemen Teknik Kimia || 2012
13 BAB II
PERCOBAAN
2.1 DESKRIPSI ALAT
Percobaan mengenai konveksi ini dilakukan dengan menggunakan alat perpindahan
kalor konveksi model 9054 yang dirancang oleh Scott.Gambar model alat perpindahan kalor
konveksi serta skematisasi perpipaan dan valve ditunjukkan oleh gambar 2.1 dan 2.2.
Gambar 2.1 Alat perpindahan kalor konveksi
model 9054
Gambar 2.2 Skematisasi perpipaan dan valve alat
perpindahan kalor konveksi model 9054
Alat perpindahan kalor konveksi model 9054 memiliki beberapa bagian penting yang
dideskripsikan sebagai berikut:
a. Constant head level tank
Bagian ini berupa tabung gelas (6’’OD x 55/8’’tinggi) yang terpasang pada plat
kuningan atas dan bawah. Pada plat bawah terhubung pipa-pipa water feed, weir over
flow drain, dan water inlet. Weir overflow drain dapat diatur secara vertikal pada range 3
Laporan Praktikum Unit Operation Lab 1 : Konveksi
Departemen Teknik Kimia || 2012
14 3/16’’ yang diatur secara vertikal melalui packing gland yang terletak pada bagian tengah
pipa. Penunjuk nol pada skala kalibrasi menunjukkan syarat minimum untuk memulai
pengaliran air secara gravitasi melalui alat.
b. Test chamber-steam chest
Bagian ini berupa pipa gelas (5’’OD x 36’’ tinggi yang melingkupi kondensor
tembaga tipe L, 1/2’’ nominal (0,625’’OD x 0,04’’ tebal). Bagian pengujian terletak pada
pipa kondensor tembaga yang panjangnya 24’’, dikelilingi oleh silinder logam yang
berfungsi untuk mengeliminasi panas radiasi antara dinding pipa gelas dan pipa tembaga.
c. Condensate receiver
Bagian ini berupa beaker glass yang terletak di atas penyangga kayu. Kondensat
yang terbentuk akan bergerak ke bagian bawah pipa kondensor dan terkumpul pada dasar
pipa kondensor. Kondensat kemudian mengalir ke dalam condensate receiver.
d. Uap air/Steam
Steamdiumpankan ke steam chest pada kecepatan konstan dengan caramengatur
steam inlet valve, uap air dihasilkan dari Scott Phase Heat Boiler, Model 9058. Uap air
yang masuk dari bagian bawah dikeluarkan ke dalam steam chest melalui pipa U dan
potongan stainless steel. Packing material ini mendistribusikan uap yang naik dan
bertindak sebagai demister dengan memindahkan kondensat dari uap yang masuk.
Termometer dan penunjuk tekanan terpasang pada pipa steam inlet. Stopcock vent (pipa
pembebas tekanan) dan liquid seal terletak pada bagian atas steam chest. Hal ini
memungkinkan steam chest untuk dioperasikan pada batas jelajah dari tekanan atmosfer
(stopcock vent terbuka) sampai sekitar 10’’ tekanan air.
e. Perpipaan, valve, dan drain
Sistem ini secara detail ditunjukkan oleh gambar 2.1. Pipa-pipa water inlet dan
steam inletmempunyaimetering valveyang berfungsi untuk mengontrol aliran-aliran fluida
tersebut. Seluruh pipa-pipa mempunyai hubungan dengan drain pada lokasi-lokasi yang
memudahkan operasi. Di samping itu, pipa-pipa water feed dan water discharge
mempunyai drain yang sama untuk memudahkan recycle air ke pipa water feed. Dasar
dari steam chest juga mempunyai condensate drain.
Laporan Praktikum Unit Operation Lab 1 : Konveksi
Departemen Teknik Kimia || 2012
15 2.2 PETUNJUK PENGOPERASIAN ALAT
2.2.1 Hubungan-Hubungan Proses
1. Menghubungkan pipa steam inletke peralatan melalui suatu tee seperti
ditunjukkan pada gambar 2.3.
Gambar 2.3
Kondensat terkumpul dalam pipa drain di bawah tee dan bisa dipindahkan
secara periodik dari sistem melalui discharge valve. Bila pipa sumber uap air
dihubungkan langsung ke sistem melalui kopling yang ada, kondensat akan
mengumpul dalam pipa yang akan menyebabkan fluktuasi tekanan dan
pengaliran sebagian kondensat ke dalam steam chest, yang merupakan
keadaan yang tidak diinginkan.
2. Menghubungkan pipa sumber air ke pipa water feed melalui selang air yang
lemas.
3. Menghubungkan pipa-pipa water overflow discharge dan condensate
discharge ke got pembuangan di lantai laboratorium. Selang yang lemas
diperlukan untuk memadai tujuan ini.
2.2.2 Aliran Air (Water)
1. Valve
- Menutup water matering valve W-1 dan water discharge bypass valve W-
4.
- Membuka penuh weir overflow valve W-2 dan water discharge valve W-3.
- Menutup stopcock S-1 dan S-2.
Laporan Praktikum Unit Operation Lab 1 : Konveksi
Departemen Teknik Kimia || 2012
16 2. Mengatur ketinggian weir overflowcup di constant head feed tank dengan
menggerakkan pointer ke titik setting pada skala kalibrasi.
3. Membuka W-1 dan membiarkan constant head feed tank terisi dengan cepat.
Mengatur metering valve ketika ketinggian air naik mendekati titik overflow
sedemikian sehingga terdapat cukup input untuk mempertahankan suatu head
yang konstan.
2.2.3 Aliran Uap Air (Steam)
1. Mengisi sealpot pada steam chest dengan air melalui pipa kapiler plastik
sehingga air terlihat overflow ke dalam chest.
2. Valve-valve (steam metering valve V-1 tertutup)
- Membuka stopcock vent S-4
- Menetapkan three-way stopcock S-3 dalam posisi terbuka A-C (B tertutup)
untuk mengeluarkan kondensat dari steam chest yang terbentuk selama
pemanasan.
- Menutup drain valve V-2.
3. Memulai pengaliran uap air dari sumbernya dan ketika pressure gauge P-1
menunjukkan suatu tekanan, V-1 dibuka perlahan-lahan untuk mengalirkan
uap air ke dalam steam chest. Mengatur V-1 dan valve sumber uap air
sedemikian sehingga P-2 tidak melebihi sekitar 20-30 psig. Dengan S-3 dan S-
4 dalam keadaan terbuka, steam chest seharusnya tetap pada tekanan atmosfer.
4. Selama periode pemanasan ini, kondensat yang terbentuk pada dinding gelas
steam chestakan mengganggu penglihatan ke bagian dalam test chamber.
Setelah sekitar 10-15 menit pemanasan, setelah sistem mendekati keadaan
mantap (steady state), dinding gelas mulai terlihat terang dan test chamber
mulai terlihat kembali.
5. Selama periode ini kalau uap air muncul pada pipa discharge dari S-3, maka
valve ini diatur sampai B-C terbuka (A tertutup). Valve V-2 dibuka sebentar-
sebentar dan kondensat yang terkumpul di sana dibuang.
2.2.4 Pengaturan Tekanan pada Steam Chest
1. Menutupstopcock vent S-4, posisi A pada S-3 seharusnya tertutup.
2. Menambah aliran uap air ke sistem dengan membuka V-1 perlahan-lahan.
Laporan Praktikum Unit Operation Lab 1 : Konveksi
Departemen Teknik Kimia || 2012
17 3. Mengamati kenaikan ketinggian cairan pada pipa kapiler yang memanjang
dari seal pot. Mengatur V-1 sampai ketinggian cairan yang diinginkan
tercapai.
4. Jika ketinggian cairan berisolasi sampai lebih kurang ½ inch, kondensat yang
terakumulasi dari V-2 dan kondensat discharge valve dibuang. Memonitor
temperatur sisi uap air hingga tidak berubah dengan waktu (steady state).
2.2.5 Pengumpulan Kondensat
1. Membuka hati-hati vent S-4 pada steam chest.
2. Menutup valve pada sumber uap air dan membiarkan tekanan pada pipa steam
feed berkurang hingga 0.
3. Membuka drain valve S-3 (A-B-C terbuka) dan V-2.
4. Menutup water feed valve pada sumber air dan matering valve W-1.
5. Membuka stopcock S-1 dan S-2 untuk membuang air dari sistem.
6. Membuka W-4 untuk membuang air dari pipa bypass. W-3 terbuka selama
operasi.
7. Membuka V-1 dan condensate discharge valve (lihat gambar).
8. Sistem sekarang seharusnya dalam keadaan terbuka dan air dari sistem
terbuang semuanya.
2.2.6 Safety
Dalam mengoperasikan alat-alat Scott, segi keamanan yang harus diperhatikan
adalah:
1. Tidak diperbolehkan bekerja sendiri dalam menangani alat.
2. Menghubungkan steam inlet dan water inlet ke utilitas bertekanan rendah. Alat
Scott telah diuji secara hidrostatik pada 60 psig dan 300oF, dan tekanan kerja
yang diperbolehkan tidak boleh melebihi 35 psig baik pada uap air maupun
air.
3. Sebelum mengoperasikan alat, mengenali alat dulu: telusuri seluruh pipa-pipa,
ujilah seluruh valve, tetapkan drain valve dalam keadaan terbuka dan proses
input valve dalam keadaan tertutup.
4. Ketika pertama mengeluarkan uap air ke sistem, membuka metering valve
hati-hati dan memeriksa apakah terdapat kebocoran.
Laporan Praktikum Unit Operation Lab 1 : Konveksi
Departemen Teknik Kimia || 2012
18 5. Memastikan bahwa steam chest terventilasi (stopcock vent terbuka) dan
memeriksa seal pot untuk meyakinkan bahwa bagian itu tidak buntu sebelum
menutup stopcock vent setelah uap air terdapat di dalam steam chest.
6. Harus disadari bahwa steam mengalir dalam pipa cepat sekali dan memanasi
pipa dengan cepat pula. Ketika mengatur aliran uap air sebaiknya meletakkan
kain di atas valve wheel sebelum tangan menyentuhnya.
7. Terakhir, menjaga kebersihan laboratorium.
2.3 PROSEDUR PERCOBAAN
2.3.1 Kalibrasi Sistem Water Feed
1. Mengatur bukaan valveW-1 pada 0.125 putaran.
2. Menghitung volume air yang keluar melalui pipa keluaran konveksi selama 5
detik.
3. Melakukan langkah (2) untuk keluaran air dari pipa keluaran konveksi selama
10 dan 15 detik.
4. Mengulangi langkah (1) sampai (3) untuk variasi bukaan valve sebesar 0.25,
0.5, dan 1 putaran.
2.3.2 Konveksi Alamiah
1. Membuka valve W-1 sebanyak 0.25 putaran supayafeed tank dipenuhi air dan
level ketinggian air berada di atas weir.
2. Mengatur posisi weir setting pada level 1.
3. Mengalirkan steam dengancara membuka valve V-1.
4. Mengatur bukaan valve W-2 sampai aliran air tepat akan keluar dari saluran
konveksi menuju ke corong.
5. Menjalankan proses konveksi alamiah selama 3 menit.
6. Setelah 3 menit, mengukursuhu air masukan, suhu steam masukan, suhu
kondensat, suhuair keluaran selang, suhu air keluaran tube, danvolume
kondensat.
7. Mengulang langkah (2) sampai (6) untuk variasi posisi weir settingpada level
0.75, 0.5, dan 0.
Laporan Praktikum Unit Operation Lab 1 : Konveksi
Departemen Teknik Kimia || 2012
19 2.3.3 Konveksi Paksa
1. Menutup valve W-2 supaya air keluaran pipa konveksi mengalir menuju ke
corong.
2. Mengatur bukaan valve W-1 pada 0.125 putaran.
3. Mengalirkan steam dengan cara membuka valve V-1.
4. Menjalankan proses konveksi paksa selama 3 menit.
5. Setelah 3 menit, mengukursuhu air masukan, suhu steam masukan, suhu
kondensat, suhuair keluaran selang, suhu air keluaran tube, danvolume
kondensat.
6. Mengulang langkah (2) sampai (6) untuk variasi bukaan valve W-1sebesar
0.25, 0.5, dan 0.75 putaran.
2.4 DATA HASIL PERCOBAAN
2.4.1 Kalibrasi Sistem Water Feed
Bukaan
valve Waktu (s)
Volume
(mL)
0.125
5 73
10 156
15 330
0.25
5 340
10 590
15 745
0.5
5 520
10 720
15 1120
1
5 710
10 1440
15 2000
2.4.2 Konveksi Alamiah
Bukaan
valve Weir
Masukan Keluaran
Tair (oC)
(T1)
Tsteam (oC)
(T2)
Tselang (oC)
(T3)
Tkondensat
(oC)
(T4)
Ttube (oC)
(T5)
Volume
kondensat
(mL)
0.50
0.25 31 86 33 42 54 2
0.5 31 82 35 84 51 56
0.75 31 79 33 39 44 24
Laporan Praktikum Unit Operation Lab 1 : Konveksi
Departemen Teknik Kimia || 2012
20 1 31 76 33 36 53 32
Keterangan: Percobaan dilakukan dengan waktu pemanasan steam selama 3 menit
2.4.3 Konveksi Paksa
Weir Bukaan
valve
Masukan Keluaran
Tair (oC)
(T1)
Tsteam (oC)
(T2)
Tselang (oC)
(T3)
Tkondensat
(oC)
(T4)
Ttube (oC)
(T5)
Volume
kondensat
(mL)
0
0.125 31 81 46 59 43 52
0.250 31 86 39 66 39 128
0.500 31 81 33 59 39 99
0.750 31 70 38 45 35 30
Keterangan: Percobaan dilakukan dengan waktu pemanasan steam selama 3 menit
Laporan Praktikum Unit Operation Lab 1 : Konveksi
Departemen Teknik Kimia || 2012
21 BAB III
PENGOLAHAN DATA
3.1 KALIBRASI SISTEM WATER FEED
Dari data yang diperoleh, pada setiap bukaan valve dilakukan perata-rataan untuk
mendapatkan volume rata-rata dan waktu rata-rata. Maka, debit dari setiap bukaan valve
didapatkan dengan menggunakan persamaan berikut:
Bukaan
valve
Volume
(m3)
Waktu
(s)
Vavg
(m3)
tavg (s) Q (m3/s)
0.125
0.000073 5
0.000186 10 0.0000186 0.000156 10
0.00033 15
0.25
0.00034 5
0.000558 10 0.0000558 0.00059 10
0.000745 15
0.5
0.00052 5
0.000787 10 0.0000787 0.00072 10
0.00112 15
1
0.00071 5
0.001383 10 0.0001383 0.00144 10
0.002 15
Dari perhitungan, didapatkan debit pada setiap bukaan valve. Debit tersebut
kemudiaan dirata-rata untuk mendapatkan debit dari sistem water feed. Debit rata-rata
adalah:
Berikut ini menunjukkan grafik yang menghubungkan antara volume air dan debit
air yang mengalir untuk tiap bukaan valve tertentu.
Laporan Praktikum Unit Operation Lab 1 : Konveksi
Departemen Teknik Kimia || 2012
22
Grafik 3.1 Hubungan antara volume dengan bukaan valve
Grafik 2.Hubungan antara debit dengan bukaan valve
3.2 KONVEKSI ALAMIAH
Pada percobaan ini digunakan bilangan Nusselt untuk mengamati koefisien
perpindahan panas konveksi.Bilangan Nusslet dinyatakan oleh rumus berikut.
k
hDNu
R² = 0.9689
0
0.0002
0.0004
0.0006
0.0008
0.001
0.0012
0.0014
0.0016
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
volu
me
(m
3)
Bukaan Valve
Volume vs Bukaan Valve
R² = 0.9689
0
0.00002
0.00004
0.00006
0.00008
0.0001
0.00012
0.00014
0.00016
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
de
bit
(m
3/s
)
Bukaan Valve
Debit vs Bukaan Valve
Laporan Praktikum Unit Operation Lab 1 : Konveksi
Departemen Teknik Kimia || 2012
23
dimana:
Q : debit sistem (hasil perhitungan pada percobaan pertama)
k : konduktivitas termal pada temperatur limbak
cp : kapasitas kalor pada temperatur limbak
L : panjang pipa (berdasarkan literatur 36 inch)
Untuk menghitung bilangan Nusselt, dibutuhkan beberapa tahapan, yaitu:
1. Menentukan temperatur film (Tf)
2
fifo
f
TTT
dimana:
Tf0 : temperatur masukan air (T1)
Tft : temperatur keluaran selang (T3)
2. Menentukan Tw
2
wiwow
TTT
dimana:
Tw0 : temperatur masukan steam (T2)
Twt : temperatur masukan kondensat (T4)
3. Menentukan temperatur limbak
2
fw
bulk
TTT
4. Menentukan nilai k, ρ, μ, dan cp pada temperatur limbak dengan cara membaca
Appendix A-9 di buku “Heat Transfer, 10th
Edition” karangan J.P. Holman.
Berikut ini merupakan tabel yang menunjukkan hasil perhitungan tahap 1 sampai
3 dari langkah-langkah di atas:
Valve Weir Tf Tw Tbulk Q
0.5 0.25 32 64 48 7.28667E-05
Laporan Praktikum Unit Operation Lab 1 : Konveksi
Departemen Teknik Kimia || 2012
24 0.5 33 83 58 7.28667E-05
0.75 32 59 45.5 7.28667E-05
1 32 56 44 7.28667E-05
Dari hasil perhitungan, didapatkan hasil interpolasi data data untuk properties air
pada suhu bulk dari Appendix A-9 sebagai berikut:
Tbulk
(oC)
μ (kg/m s) k (W/m
oC)
cp (J/kg oC)
ρ (kg/m3)
48 0.000571 0.643 4174 989.1
58 0.000571 0.652 4179 984.2
45.5 0.000571 0.640 4174 989.9
44 0.000571 0.638 4174 990.4
Mengikuti langkah 1 sampai 3 yang telah dijabarkan di atas pun diperoleh nilai
bilangan Nusselt untuk setiap variasi ketinggian weir, yaitu:
Valve Weir Nu
0.5
0.25 0.010346164
0.5 0.013075931
0.75 0.012319599
1 0.013902996
Berikut ini menunjukkan grafik yang menghubungkan antara besaran bilangan
Nusselt untuk tiap ketinggian weir tertentu.
Laporan Praktikum Unit Operation Lab 1 : Konveksi
Departemen Teknik Kimia || 2012
25
Grafik 3.3Hubungan antara bilangan Nusselt dengan Weir pada konveksi bebas
Secara literatur, bilangan nusselt untuk konveksi bebas merupakan fungsi dari
bilangan Rayleigh dan bilangan Prandlt. Pemilihan persamaan bilangan Nusselt
bergantung pada nilai bilangan Rayleigh.
dimana:
∆T = (Tw - Tf)
Pada kondisi konveksi alamiah pada silinder vertikal dapat disederhanakan
menjadi plat vertikal apabila memenuhi syarat berikut.
41
35
GrL
D
dimana: L = 36 inch (berdasarkan literatur)
D = 5 inch (berdasarkan literatur)
Dari perhitungan, didapatkan bahwa kondisi tersebut tidak terpenuhi oleh sistem.
Maka, perhitungan tidak dapat disederhanakan. Pada percobaan ini, 10-1
< Ra < 1012
sehingga dapat digunakan persamaan konveksi bebas pada silinder vertikal:
0
0.002
0.004
0.006
0.008
0.01
0.012
0.014
0.016
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
Nu
Weir
Nu vs Weir
Laporan Praktikum Unit Operation Lab 1 : Konveksi
Departemen Teknik Kimia || 2012
26 = 0,825 + 27/816/9
6/1
]Pr)/492,0(1[
387,0
Ra
Kesalahan literatur adalah sebagai berikut.
3.3 KONVEKSI PAKSA
Perhitungan bilangan Nusselt untuk data percobaan konveksi paksa memiliki cara
yang sama dengan perhitungan pada percobaan konveksi bebas. Berikut ini merupakan
tabel yang menunjukkan hasil perhitungan tahap 1 sampai 3 dari langkah-langkah di atas:
Weir Valve Tf (oC) Tw (
oC) Tbulk (
oC) Q (m
3/s) Tbulk (K)
0
0.125 39 70 54.25 0.000072
9 327.25
0.25 35 76 55.5 0.000072
9 328.5
0.5 32 70 51 0.000072
9 324
0.75 35 58 46 0.000072
9 319
Dari hasil perhitungan, didapatkan hasil interpolasi data untuk properties air pada
suhu bulk dari Appendix A-9 sebagai berikut:
Tbulk (oC) ρ (kg/m
3) μ (kg/m s) k (W/m
oC)
cp
(kJ/kg.oC)
54.25 985.8 0.000515 0.649 4179
55.5 985.2 0.000505 0.65 4179
51 987.6 0.000543 0.646 4176
Valve Weir Gr Pr Ra Nulit
0.5
0.25 64604730603 3.707 2.39E+11 28.90619533
0.5 96918504017 3.660 3.55E+11 30.79102291
0.75 54598454627 3.724 2.03E+11 28.15600658
1 48580999184 3.736 1.81E+11 27.64660606
Laporan Praktikum Unit Operation Lab 1 : Konveksi
Departemen Teknik Kimia || 2012
27 46 989.7 0.00059 0.64 4174
Mengikuti langkah 1 sampai 3 yang telah dijabarkan di atas pun diperoleh nilai
bilangan Nusselt untuk setiap variasi ketinggian weir, yaitu:
Weir Valve Nu
0
0.125 0.078192706
0.25 0.031990646
0.5 0.008676254
0.75 0.050617482
Berikut ini menunjukkan grafik yang menghubungkan antara besaran bilangan
Nusselt untuk tiap ketinggian weir tertentu.
Grafik3.4Hubungan antara bilangan Nusselt dengan bukaan valve pada konveksi paksa
Pada konveksi paksa, rataan bilangan Nusselt merupakan fungsi dari bilangan
Reynolds dan bilangan Prandlt.Pemilihan persamaan untuk data literatur ditinjau dari
nilai bilangan Reynolds (aliran laminar atau aliran turbulen).
dimana:
0
0.01
0.02
0.03
0.04
0.05
0.06
0.07
0.08
0.09
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8
Nu
Weir
Nu vs Bukaan Valve
Laporan Praktikum Unit Operation Lab 1 : Konveksi
Departemen Teknik Kimia || 2012
28 V : kecepatan fluida (
L : panjang karakteristik (diameter pipa)
v : kinematik viskositas pada temperatur limbak
Dari hasil perhitungan Re, diperoleh bahwa aliran pada sistem tersebut merupakan
aliran laminar dengan 40 < Re < 40.000.Maka, untuk kondisi tersebut dapat digunakan
persamaan berikut.
Weir Valve Tbulk(K) Re Pr Nulit
0
0.125 327.25 251.5549572 3.316155624 13.38630123
0.25 328.5 249.7948848 3.246761538 13.2488474
0.5 324 256.1362561 3.510167183 8.049211234
0.75 319 263.4045948 3.84790625 8.158720765
Kesalahan literatur sebagai berikut.
Selain bilangan Nusselt, pada percobaan ini juga akan dibandingkan nilai dari
konstanta persamaan pada konveksi paksa. Pada konveksi paksa aliran laminar, berlaku
persamaan umum sebagai berikut.
Kemudian persamaan tersebut dapat diubah menjadi persamaan logaritma.
Weir Valve Nu Re Pr log Nu log Re log Pr
0
0.125 0.078192706 0.385812563 3.31615562 -1.10683387 -0.41362 0.520635
0.25 0.031990646 0.943017169 3.24676154 -1.49497698 -0.02548 0.51145
0.5 0.008676254 3.477045498 3.51016718 -2.65911317 0.501834 -0.15304
0.75 0.050617482 0.59599425 3.84790625 -1.89119715 -0.26608 -0.15243
Laporan Praktikum Unit Operation Lab 1 : Konveksi
Departemen Teknik Kimia || 2012
29 Dengan mensubstitusikan nilai-nilai ke dalam persamaan logaritma, maka
didapatkan 4 buah persamaan.Keempat persamaan tersebut kemudian dilakukan eliminasi
dan substitusi untuk mendapatkan nilai dari a,b, dan c.
Kesalahan relatif dari nilai-nilai konstanta pada persamaan konveksi paksa aliran
laminar dengan 40 < Re < 40.000 ialah.
Laporan Praktikum Unit Operation Lab 1 : Konveksi
Departemen Teknik Kimia || 2012
30 BAB IV
ANALISIS
4.1 ANALISIS PERCOBAAN
4.1.1 Kalibrasi SistemWater Feed
Percobaan pertama, yaitu kalibrasi water feed, bertujuan untuk melakukan
kalibrasi terhadap laju alir air masuk pada bukaan valve tertentu. Laju aliran air
divariasikan dengan cara mengatur besar bukaan valveW-1. Variasi bukaan valve W-1
adalah sebesar 0.125, 0.25, 0.5, dan 1 putaran. Air yang keluar melalui valveW-1 pada
setiap variasi bukaan itu kemudian ditampung dan diukur volumenya setiap 5, 10, dan 15
detik.
Untuk setiap variasi bukaan valveW-1 akan diperoleh tiga pasangan data volume
air yang keluar terhadap lama waktu pengukuran. Dari data-data itu dapat dicari laju alir
air yang keluar dari valve untuk tiap variasi waktu pada bukaan valveW-1 tertentu.Ketiga
nilai laju alir air untuk suatu bukaan valveW-1 kemudian dirata-rata, sehingga praktikan
mendapatkan laju alir air rata-rata yang keluar untuk suatu bukaan valve W-1 tertentu.
Percobaan pertama ini penting untuk dilakukan mengingat laju alir air dari sumber
air dapat berubah. Laju alir air hasil kalibrasi sistem water feed kemudian akan digunakan
untuk menghitung laju konveksi alamiah dan konveksi paksa pada kedua percobaan
selanjutnya.
4.1.2 Konveksi Alamiah
Percobaan kedua, yaitu konveksi alamiah, bertujuan untuk mengumpulkan dan
menganalisa data perpindahan kalor konveksi alamiah.Dalam percobaan ini variasi
bukaan dilakukan pada posisi weir, dimana weir diatur untuk ketinggian 0.25, 0.5, 0.75,
dan 1.Aliran air yang masuk ke dalam sistem dibuat tetap, yaitu dengan membuka
valveW-1 sebesar 0.5 putaran. Proses pemanasan air oleh steam dilakukan selama tiga
menit. Setelah tiga menit, aliran steam dimatikan dan praktikan mencatat data yang
dibutuhkan.Data-data itu adalah volume dan suhu kondensat (T4), suhu air dan steam
masukan (T1 dan T2), serta suhu air yang keluar dari selang dan tube (T3 dan T5).
Pertama-tama valve W-1 dibuka sebanyak 0.25 putaran, sehingga air akan masuk
ke dalam feed tank dan ketinggian air berada di atas ketinggian weir. Jika ketinggian air
Laporan Praktikum Unit Operation Lab 1 : Konveksi
Departemen Teknik Kimia || 2012
31 berada di bawah weir, maka air tidak akan bisa mengalir ke dalam pipa dimana konveksi
terjadi. Kemudian valveW-1 dibuka sebesar 0.5 putaran.
Valve W-2 kemudian harus diatur supaya aliran air yang menuju corong akan
tepat keluar dari saluran pipa konveksi. Besarnya bukaan untuk valve W-2 akan berbeda-
beda tergantung pada variasi ketinggian weir. Dengan mengatur bukaan valve W-2 agar
air pada pipa konveksi yang menuju corong bisa tepat akan keluar menyebabkan
ketinggian air pada pipa 3 sama dengan ketinggian air pada feedtankuntuk setiap
ketinggian weir yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, saat bukaanvalve W-2 dimana air
di pipa konveksi akan tepat keluarmerupakan kondisi steady-state.
Indikator terjadinya kondisi steady-state adalah bertambah panasnya air masukan,
sehingga tekanan pada pipa konveksi keluaran chamber testakan bertambah dan
tekanannya sama dengan tekanan di feed tank. Karena tekanan di pipa keluaran chamber
testsama dengan tekanan di feed tank maka air tidak dapat keluar dari pipa konveksi. Air
yang masuk melalui pipa 3 ke chamber testakan masuk ke bagian tubedan suhunya
merupakan T1.Steam yang masuk ke chamber testakan masuk ke bagian shelldan
suhunyamerupakan T2.
Peristiwa konveksi alamiah akan terjadi di dalam chamber test. Air yang dibuat
tidak mengalir melalui pengaturan bukaan valve W-2 menyebabkan terjadinya konveksi
alamiah, bukan konveksi karena adanya aliran fluida yang sengaja dibuat.Di dalam
chamber test terjadi proses pertularan kalor antara steam pada shelldengan air pada tube.
Kalor berpindah dari steam ke air karena adanya pergerakan fluida antara steam dan
air.Walaupun secara makroskopik air dibuat tidak mengalir, sebenarnya tetap ada
pergerakan molekul air yang terjadi secara mikroskopik. Karena ada pertukaran kalor
tersebut, maka akan terjadi perubahan suhu pada kedua fluida. Steam yang mengalami
penurunan suhu karena melepaskan kalor akan mengalami kenaikan densitas, sedangkan
air yang mengalami kenaikan suhu karena menerima kalor akan mengalami penurunan
densitas. Penurunan densitas air ini akan menyebabkan gaya apung, sehingga terjadi
pergerakan molekul air secara mikroskopis dari bawah ke atas. Gaya apung terjadi karena
adanya gravitasi yang dialami oleh fluida.
Proses pemanasan air oleh steamakan menyebabkan peningkatan suhu air,
sehingga air keluaran chamber test akan diukur sebagai T3. Proses penurunan suhu steam
akan menyebabkan terjadinya kondensasi pada steam, sehingga kondensat keluaran
chamber test akan diukur sebagai T4 dan volume konedensat yang keluar akan diukur
sebagai V.
Laporan Praktikum Unit Operation Lab 1 : Konveksi
Departemen Teknik Kimia || 2012
32 Dalam variasi ketinggian weir setting, variabel bebasnya adalah weir.Semakin
rendah posisiweirdi dalam feed tank,maka laju alir air masukanakan semakin besar. Hal
ini dikarenakan pengaruh tekanan pada feed tank, dimana semakin rendah posisiweirakan
meningkatkan tekanan pada pipa 3, sehingga laju alir air akan semakin besar pula. Laju
alir air ini akan mempengaruhi proses perpindahan kalor antara steam dengan air.
Semakin tinggi laju alir air, maka gradien suhu antara steam dan air juga akan semakin
besar.
4.1.3 Konveksi Paksa
Percobaan ketiga, yaitu konveksi paksa, bertujuan untuk mengumpulkan dan
menganalisa data perpindahan kalor konveksi paksa.Dalam percobaan ini variasi
dilakukan pada laju alir air masukan dengan cara mengatur bukaan valve W-1, dimana
valve diatur untuk bukaan sebesar 0.125, 0.25, 0.5, dan 0.75 putaran. Posisi weir di dalam
feed tank dibuat tetap, yaitu ketinggian weir pada 0. Proses pemanasan air oleh steam
dilakukan selama tiga menit. Setelah tiga menit, aliran steam dimatikan dan praktikan
mencatat data yang dibutuhkan.Data-data itu adalah volume dan suhu kondensat (T4),
suhu air dan steam masukan (T1 dan T2), serta suhu air yang keluar dari selang dan tube
(T3 dan T5).
Dalam percobaan ini, valve W-2 ditutup, sehingga air masukan akan mengalir
melalui pipa 3 menuju ke chamber test dan kemudian keluar menuju corong. Adanya
aliran pada pipa 3 yang menuju chamber test inilah yang membedakan percobaan
konveksi paksa dengan konveksi alamiah. Laju alir air masukan divariasikan dengan cara
mengatur bukaan valve W-1.
Steam yang digunakan dalam percobaan akan masuk melalui valve V-1 menuju ke
shell. Air akan dialirkan secara paksa menuju chamber test dan masuk ke dalam tube.
Dengan demikian, air dipaksa untuk menerima kalor yang dilepaskan oleh aliran steam.
Karena ada pertukaran kalor tersebut, maka akan terjadi perubahan suhu pada
kedua fluida. Steam yang mengalami penurunan suhu karena melepaskan kalor akan
mengalami kenaikan densitas, sedangkan air yang mengalami kenaikan suhu karena
menerima kalor akan mengalami penurunan densitas. Gerakan molekul air di dalam tube
juga memaksa terjadinya perpindahan kalor.
Jika bukaan valve W-1 diperbesar, maka laju alir air masukan juga akan
bertambah besar, sehingga gradien suhu antara steam dan air semakin besar. Kondensat
yang terbentuk pun akan bertambah. Selain itu, semakin besarnya laju alir air akan
Laporan Praktikum Unit Operation Lab 1 : Konveksi
Departemen Teknik Kimia || 2012
33 meningkatkan bilangan Reynolds, dimana dalam kondisi turbulen perpindahan kalor akan
menjadi lebih cepat.
4.2 ANALISIS DATA DAN PERHITUNGAN
4.2.1 Kalibrasi Sistem Water Feed
Pada kalibrasi sistem pengumpanan air, dilakukan pengukuran volume masing-
masing bukaan 0.125, 0.25, 0.5, dan 1 dengan waktu 3 variasi waktu yaitu 5, 10, dan 15
sekon. Dengan 3 variasi waktu tersebut akan diperoleh volume rata-rata untukmasing-
masing bukaan. Volume rata-rata yang didapat untuk masing-masing bukaan 0.125, 0.25,
0.5, dan 1 adalah 0.000186 m3, 0.000558 m3, 0.000787 m
3, dan 0.001383 m
3.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa dari data yang ada diperoleh, semakin besar
bukaan valve maka semakin besar pula volume yang dihasilkan. Selanjutnya dari volume
rata-rata tersebut ditentukan debitnya dengan menggunakan persamaan :
t
VQ
Debit rata-rata yang didapat untuk masing-masing bukaan adalah sebagai berikut :
Bukaan Valve Debit (m3/s)
0.125 0.00186
0.250 0.00558
0.500 0.00787
1.000 0.01383
Hasil di atas menunjukkan bahwa semakin besar bukaan valve maka volume yang
dihasilkan juga semakin besar. Dari persamaan laju alir (debit), yaitu Q = V/t, dapat
ditarik kesimpulan data yang praktikan peroleh sejalan dengan teori yang berlaku.
.
4.2.2 Konveksi Alamiah
Dalam percobaan konveksi bebas ini dilakukan dua perhitungan yaitu mencari
Bilangan Nusslet dengan menggunakan data-data dari hasil percobaan dan mencari
Bilangan Nusslet literatur. Nusselt (Nu) yang merupakan intepretasi dari nilai koefisien
konveksi (h). Nilai Nu percobaan yang dipengaruhi oleh jumlah air, suhu fluida, suhu
steam, dan kondisi-kondisi percobaan, akan dibandingkan dengan Nu literatur yang
menggunakan persamaan teoritis dimana propertis dihitung pada T bulk, sehingga dapat
diketahui berapa besar kesalahan yang telah dilakukan dalam percobaan.
Laporan Praktikum Unit Operation Lab 1 : Konveksi
Departemen Teknik Kimia || 2012
34 Bilangan Nusslet diperoleh dengan menggunakan persamaan :
Sedangkan Bilangan Nusslet literatur diperoleh dengan menggunakan persamaan :
= 0,825 + 27/816/9
6/1
]Pr)/492,0(1[
387,0
Ra
Laju alir fluida pembawa kalor mempengaruhi perpidnahan kalor. Laju yang
tinggi akan menyebabkan gradien suhu yang besar pula. Jadi gradien suhu pada dinding
bergantung pada medan aliran. Perpindahan konveksi bergantung pada viskositas fluida
disamping ketergantungannya terhadap sifat-sifat termal fluida lainnya seperti
konduktifitas termal, kalor spesifik, dll.
Pada data percobaan konveksi bebas didapatkan nilai suhu aliran steam dan suhu
aliran air, dimana Tw > Tf. Adanya perbedaan suhu menyebabkan terjadinya perpindahan
panas, dari suhu yang lebih tinggi ke suhu yang lebih rendah dengan tujuan mencapai
kesetimbangan. Selain suhu aliran steam dan suhu aliran air,padapercobaan ini digunakan
pula suhu limbak. Suhu limbak atau suhu ruah (bulk temperature atau Tb) dapat
didefinisikan sebagai suhu fluida yang dirata-ratakan energinya di seluruh penampang
tabung. Suhu ruah secara matematis dinyatakan dengan:
Suhu ruah akan menunjukkan keseluruhan energi yang mengalir pada suatu posisi
tertentu. Oleh sebab itu, suhu ruah sering disebut suhu “mangkuk pencampur” (mixing
cup temperature) karena suhu yang akan dicapai fluida itu kalau ditempatkan di dalam
ruang pencampur dan dibiarkan akan mencapai keseimbangan. Perlu menjadi catatan
bahwa jika mengatakan suatu fluida memasuki tabung pada suatu suhu, maka suhu ruah-
lah yang dimaksud. Suhu ruah ini digunakan dalam neraca energi menyeluruh sistem.
Besaran-besaran lain seperti koefisien perpindahan kalor (k), densitas (ρ),
kapasitas kalor (cp), viskositas (μ) dan sebagainya dapat ditentukan dengan cara membaca
Appendix A-9 di buku “Heat Transfer, 10th
Edition” karangan J.P. Holman. Dengan
diketahuinya nilai suhu aliran steam, suhu aliran air, suhu limbak, koefisien perpindahan
2
fw
bulk
TTT
Laporan Praktikum Unit Operation Lab 1 : Konveksi
Departemen Teknik Kimia || 2012
35 kalor (k), densitas (ρ), kapasitas kalor (cp), serta viskositas (μ) dapat diperoleh nilai dari
Bilangan Nusslet. Nilai Bilangan Nusslet rata-rata yang diperoleh adalah 0.012
Selanjutnya dilakukan perhitungan Bilangan Nusslet literature. Perhitungan ini
membutuhkan nilai untuk bilangan-bilangan tak berdimensi Prandlt dan Grashoft.
Bilangan Grashoft, merupakan perbandingan antara gaya apung dengan gaya
viscous dalam aliran fluida konveksi bebas, yang mempunyai peranan yang sama seperti
bilangan Reynolds (Re) pada konveksi paksa.
dimana, g = gaya gravitasi (m/s2), β = koefisien volume ekspansi (1/K), D = diameter (m),
v = viskositas fluida (m2/s).
Bilangan Prandtl, adalah perbandingan antara viskositas kinematik dengan
difusivitas panas.
dimana, μ = viskositas fluida (Ns/m2), k = konduktivitas panas fluida (W/mK).
Dengan diperolehnya nilai Bilangan Grashoft Bilangan Prandtl maka dapat
diperoleh nilai Bilangan Nusslet Literatur yaitu sebesar 28.875. Selanjutnya kedua nilai
Bilangan Nusslet dibandingkan sehingga dapat diketahui berapa besar kesalahan yang
telah dilakukan dalam percobaan.
4.2.3 Konveksi Paksa
Dalam percobaan konveksi paksa ini selain dilakukan perhitungan mencari
Bilangan Nusslet dengan menggunakan data-data dari hasil percobaan dan mencari
Bilangan Nusslet literatur, dilakukan pula perhitungan mencari nilai dari konstanta
persamaan pada konveksi paksa. perhitungan mencari Bilangan Nusslet dengan
menggunakan data-data dari hasil percobaan pada konveksi paksa sama dengan pada
konveksi bebas, yaitu dengan menggunakan persamaan :
Laporan Praktikum Unit Operation Lab 1 : Konveksi
Departemen Teknik Kimia || 2012
36 Bilangan Nusslet literatur untuk konveksi paksa ditinjau dari nilai bilangan
Reynolds (aliran laminar atau aliran turbulen). Bilangan Reynold ini dipengaruhi oleh
nilai massa jenis dan viskositas fluida yang dipengaruhi suhu bulk. Dari hasil perhitungan
Re, diperoleh bahwa aliran pada sistem tersebut merupakan aliran laminar dengan 40 <
Re < 40.000.Maka, untuk kondisi tersebut dapat digunakan persamaan :
Bilangan Prandtl yang merupakan nilai perpindahan kalor dari pipa ke fluida
dipengaruhi nilai kapasitas kalor jenis zat alir (Cp), viskositas zat alir (μ), serta
konduktivitas termal (k). Demikian juga dengan bilangan Nusselt yang nilainya
dipengaruhi nilai h.
Berdasarkan data yang diperoleh, Tw selalu lebih tinggi daripada Tf. Karena pada
aliran fluida dalam pipa akan terbentuk thermal boundary yang menyebabkan terjadinya
gradien temperatur, kita membutuhkan temperatur rata-rata yang disebut dengan bulk
temperature atau suhu limbak. Suhu limbak merupakan suhu yang menggambarkan total
energi dari aliran pada posisi tertentu. Nilaisuhu ini diperoleh dengan menggunakan
persamaan :
Besaran-besaran lain seperti koefisien perpindahan kalor (k), densitas (ρ),
kapasitas kalor (cp), viskositas (μ) dan sebagainya dapat ditentukan dengan cara membaca
Appendix A-9 di buku “Heat Transfer, 10th
Edition” karangan J.P. Holman. Dengan
diketahuinya nilai suhu aliran steam, suhu aliran air, suhu limbak, koefisien perpindahan
kalor (k), densitas (ρ), kapasitas kalor (cp), serta viskositas (μ) dapat diperoleh nilai dari
Bilangan Nusslet yaitu 0,043
Karena temperatur bulk yang kita peroleh berbeda-beda, maka nilai properti dari
air juga akan berbeda-beda juga. Bilangan Re dapat diekspresikan dengan:
dimana:
V : kecepatan fluida (V=Q/A)
L : panjang karakteristik (diameter pipa)
v : kinematik viskositas pada temperatur limbak
2
fw
bulk
TTT
Laporan Praktikum Unit Operation Lab 1 : Konveksi
Departemen Teknik Kimia || 2012
37 Sedangkan Bilangan Prandtl dapat dihitung dengan persamaan
Sehingga diperoleh nilai Bilangan Nusslet literatur yaitu sebesar 10,71.
Selanjutnya dilakukan perhitungan nilai dari konstanta persamaan pada konveksi paksa.
Pada konveksi paksa aliran laminar, berlaku persamaan umum sebagai berikut.
Kemudian persamaan tersebut dapat diubah menjadi persamaan logaritma.
Dengan mensubstitusikan nilai BilanganNusselt, Bilangan Renault dan Bilangan
Prandtl yang telah diperoleh, maka nilai-nilai konstanta persamaan pada konveksi paksa
dapat diperoleh yaitu :
4.3 ANALISIS GRAFIK
4.3.1 Kalibrasi Sistem Water Feed
Untuk percobaan kalibrasi sistem water feed diperoleh 2 grafik yaitu :
R² = 0.9689
0
0.0002
0.0004
0.0006
0.0008
0.001
0.0012
0.0014
0.0016
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
volu
me
(m
3)
Bukaan Valve
Volume vs Bukaan Valve
Laporan Praktikum Unit Operation Lab 1 : Konveksi
Departemen Teknik Kimia || 2012
38
Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa demakin besar nilai bukaan valve maka
semakin besar pula volume yang dihasilkan. Selain itu semakin besar nilai bukaan valve
maka semakin besar pula debit yang dihasilkan. Analisis ini sejalan dengan perbandingan
antara debit dan volume dimana semakin besar volume maka semakin besar pula debit
yang dihasilkan. Dengan nilai kelinieran R2 pada masing-masing grafik yang diperoleh
mendekati nilai satu, maka dapat disimpulkan bahwa data yang diperoleh praktikan adalah
akurat sehingga praktikan tidak perlu lagi melakukan perhitungan laju alir setiap kali kita
melakukan perubahan valve atau posisi weir pada percobaan konveksi bebas dan paksa.
4.3.2 Konveksi Alamiah
Pada konveksi alami diperoleh grafik Bilangan Nusselt vs variasi weir yang
digunakan.
R² = 0.9689
0
0.00002
0.00004
0.00006
0.00008
0.0001
0.00012
0.00014
0.00016
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
de
bit
(m
3/s
)
Bukaan Valve
Debit vs Bukaan Valve
0
0.002
0.004
0.006
0.008
0.01
0.012
0.014
0.016
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
Nu
Weir
Nu vs Weir
Laporan Praktikum Unit Operation Lab 1 : Konveksi
Departemen Teknik Kimia || 2012
39 Dari grafik ini diketahui bahwa semakin tinggi weir maka semakin besar nilai
Bilangan Nusselt. Hal ini menandakan semakin besar pula nilai koefisien perpindahan
panas konveksi (berdasarkan persamaan
). Hal ini dapat disebabkan oleh
semakin besarnya tekanan yang dihasilkan pada feed tank sehingga laju alir volume
meningkat. Akibatnya suhu air meningkat dan peristiwa konveksi yang terjadi juga
semakin meningkat.
4.3.3 Konveksi Paksa
Pada konveksi alami diperoleh grafik Bilangan Nusselt vs variasi weir yang
digunakan.
Data Tf yang diperoleh tidak memiliki pola cenderung naik atau cenderung turun,
tetapi memiliki nilai yang bervariasi naik dan turun, hal ini mempengaruhi gambar grafik
dimana Bilangan Nusselt yang dihasilkan memiliki nilai yang bervariasi naik dan turun
untuk setiap variasi bukaan valve. Hal ini terjadi dikarenakan adanya faktor kesalahan
yang terjadi dalam melakukan percobaan. Hal ini akan dibahas pada analisa kesalahan.
0
0.01
0.02
0.03
0.04
0.05
0.06
0.07
0.08
0.09
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8
Nu
Weir
Nu vs Bukaan Valve
Laporan Praktikum Unit Operation Lab 1 : Konveksi
Departemen Teknik Kimia || 2012
40 4.4 ANALISIS KESALAHAN
Kesalahan literatur pada konveksi alami adalah sebagai berikut.
Kesalahan literatur pada konveksi paksa sebagai berikut.
Kesalahan relatif dari nilai-nilai konstanta pada persamaan konveksi paksa aliran laminar
dengan 40 < Re < 40.000 ialah.
Beberapa kesalahan yang mungkin menyebabkan kurang akuratnya data adalah:
1. Ada kemungkinan terdapatnya faktor pengotor dalam fluida menyebabkan deposit
material yang mengurangi besarnya perpindahan panas dan laju alir dan adanya
pengabaian peristiwa perpindahan panas konduksi yang terjadi antara fluida dengan
dinding pipa.
2. Peristiwa perpindahan panas konduksi yang terjadi antara fluida dengan dinding pipa
diabaikan sehingga mengurangi keakuratan penghitungan.
3. Terhambatnya aliran keluar kondensat dari chamber test sehingga jumlah kondensat
yang keluar dan terukur menjadi lebih sedikit. Selain itu, kondensat yang masih
terdapat dan terakumulasi di dalam chamber test tersebut mengakibatkan perpindahan
kalor secara konveksi selanjutnya menjadi tidak optimal serta menghasilkan suhu Tf
memiliki nilai yang bervariasi naik dan turun
4. Adanya kesalahan dalam pengukuran temperatur kondensat yang keluar. Hal ini
dikarenakan kondensat yang keluar berinteraksi dengan lingkungan mengakibatkan
suhu yang terukur oleh termometer tidak menggambarkan suhu kondensat yang
sebenarnya.
Laporan Praktikum Unit Operation Lab 1 : Konveksi
Departemen Teknik Kimia || 2012
41 5. Pengukuran suhu yang dilakukan dengan menggunakan termometer menyebabkan
ketidaktelitian dalam pencatatan suhu. Hal ini dikarenakan termometer membutuhkan
waktu beberapa detik untuk menghitung suhu secara stabil, sedangkan benda yang
akan diukur suhunya dalam percobaan tersebut adalah air keluaran yang mengalir
dengan cukup cepat. Karena membutuhkan waktu menghitung suhu secara stabil
maka suhu yang tercata bukan suhu yang sebenarnya karena air keluaran telah
berinteraksi dengan lingkungan keluar
Laporan Praktikum Unit Operation Lab 1 : Konveksi
Departemen Teknik Kimia || 2012
42 BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
1. Perpindahan kalor konveksi dapat dibagi menjadi dua jenis yang bergantung pada
sifat aliran yaitu perpindahan panas konveksi alamiah/ bebas dan perpindahan
konveksi paksa.
2. Konveksi alamiah/ bebas terjadi ketika gerakan fluida dibentuk karena adanya gradien
densitas di dalam fluida
3. Konveksi paksa terjadi ketika gerakan fluida dibentuk secara mekanis.
4. Pengkalibrasi sistem pengumpanan air bertujuan untuk dapat mengetahui seberapa
besar laju alir air yang digunakan pada sistem pengumpan.
5. Pada konveksi bebas laju akan sebanding dengan gradien suhu.
6. Weir berfungsi untuk mengatur ketinggian air pada feed tank yang berbanding lurus
dengan tekanan. Pada konveksi bebas maka semakin besar pula nilai koefisien
perpindahan panas konveksi
7. Pada percobaan konveksi paksa, Semakin besar bukaan, maka laju alir baik air
maupun kondensat akan semakin besar pula karena kecepatan akan bertambah ketika
bukaan diperbesar. Penambahan kecepatan pada fluida akan memengaruhi bilangan
Reynold ( Re ). Semakin besar bukaan W1, maka laju alir ke feed tank semakin besar.
8. Nilai rata-rata koefisien perpindahan panas konveksi (h) (berbanding lurus dengan
Bilangan Nusselt) paksa lebih besar dari konveksi bebas sehingga dapat dibenarkan
bahwa penambahan gaya mekanis dapat menambah laju perpindahan panas dalam
fluida.
5.2 SARAN
1. Memperbaiki prosedur yang dilakukan dengan mengukur berapa laju alir air yang
diperlukan dalam setiap pengambilan data konveksi bebas
2. Sebaiknya mengganti termokopel dengan yang baru
3. Menggunakan termometer digital untuk pengukuran setiap suhu
4. Memasang flowmeter di setiap masukkan
Laporan Praktikum Unit Operation Lab 1 : Konveksi
Departemen Teknik Kimia || 2012
43 DAFTAR PUSTAKA
Holman, Jack P. 2010. Heat Transfer, Tenth Edition. New York: The McGraw-Hill
Companies, Inc.
Long, Chris dan Naser Sayma. 2009. Heat Transfer. AS: Ventus Publishing ApS.
P. incopera, david P. Dewitt. Fundamentals of Heat Transfer. John Willey & Sonc Inc, 1981
Modul Praktikum POT 1. Depok : Departemen Teknik Kimia Universitas Indonesia
Top Related