LAPORAN LOKAKARYA KEPERAWATAN
TELAAH JURNAL KEPERAWATAN KOMUNITAS
Disusun untuk memenuhi Tugas Kepaniteraan
Departemen Komunitas
Disusun oleh :
KELOMPOK 6
JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2012
LOKAKARYA MINI KEPERAWATAN
1. Persiapan Proses Lokakarya Mini
a. Latar Belakang
Keperawatan Kesehatan Komunitas adalah pelayanan keperawatan profesional
yang ditujukan kepada masyarakat dengan penekanan pada kelompok resiko tinggi,
dalam upaya pencapaian derajat kesehatan yang optimal melalui pencegahan penyakit
dan peningkatan kesehatan, dengan menjamin keterjangkauan pelayanan kesehatan yang
dibutuhkan, dan melibatkan klien sebagai mitra dalam perencanaan pelaksanaan dan
evaluasi pelayanan keperawatan (Pradley, 1985; Logan dan Dawkin, 1987).
Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas SDM yang
dialakukan secara berkelanjutan. Berdasarkan visi pembangunan nasional melalui
pembangunan kesehatan yang ingin dicapai untuk mewujudkan Indonesia sehat 2025.
Gambaran masyarakat Indonesia di masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan
kesehatan adalah masyarakat bangsa, Negara yang ditandai oleh penduduknya hidup
dalam lingkungan dan dengan prilaku hidup sehat, memiliki kemampuan untuk
menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki
derajat kesehatan yang tinggi.
Suatu bentuk pelayanan professional yang merupakan bagian integral dari
pelayanan kesehatan didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan
bio, psiko, sosio, spiritual yang komprehensif ditujukan pada individu, keluarga dan
masyarakat baik sakit maupun sehat. Pelayanan keperawatan berupa bantuan yang
diberikan karena adanya kelemahan fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan serta
kurangnya kemauan, sehingga dengan bantuan yang diberikan tersebut diperoleh
kemampuan melaksanakan kegiatan hidup sehari – hari secara mandiri.
Kegiatan pelayanan diberikan dalam upaya peningkatan kesehatan ( promotif ),
pencegahan penyakit ( preventif ), penyembuhan ( kuratif ), sertya pemeliharaan
kesehatan ( rehabilitative ), upaya yang diberikan ditekankan kepada upaya pelayanan
kesehatan primer ( Primary Health Care/ PHC ) sesuai dengan wewenang, tanggung
jawab dan etika profesi keperawatan sehingga setiap orang yang menerima pelayanan
kesehatan dapat mencapai hidup sehat dan produktif.
Rencana keperawatan yang merupakan langkah asuhan keperawatan
selanjutnya,dalam memberikan solusi terhadap masalah keperawatan yang ada dalam
komunitas, juga diharapkan aplikatif (mudah diterapkan dalam komunitas) dan
berdasarkan informasi ilmiah yang ada sebagai referensi.
Oleh karena itu, dari penjelasaan diatas perlu adanya telaah jurnal untuk
membantu dalam merencanakan asuhan keperawatan berdasarkan informasi ilmiah yang
ada dan juga aplikatif, terutama untuk komunitas.
b. Tujuan
1. Mengidenifikasi alternatif-alternatif solusi yang ada dari hasil telaah jurnal
keperawatan
2. Mengidentifikasi pilihan alternatif solusi dari hasil telaah jurnal yang ada, untuk
dapat diaplikasikan sebagai salah satu rencana asuhan keperawatan
c. Sasaran
Pihak-pihak terkait (keperawatan) yang ada di PKM Dau (Mahasiswa praktek
kepaniteraan departemen komunitas, preseptor akademik, dan preseptor klinik)
d. Bentuk kegiatan
Presentasi hasil telaah jurnal keperawatan komunitas setiap orang dalam kelompok
e. Tanggal, Waktu dan tempat
Tanggal : 8 November 2012
Waktu : 09.00-11.00 WIB
Tempat : lantai 2 PUSKESMAS WISATA DAU
f. Kriteria Evaluasi
Evaluasi Terstruktur
- Sebelum melakukan presentasi, dilakukan perijinan kepada pihak-pihak terkait
seperti bagian perlengkapan PKM
- Pengorganisasian penyelenggaraan presentasi dilakukan sebelum dan saat
peresentasi
- Pelaksanaan presentasi oleh masing-masing peserta selama 15 menit
- Kesiapan presentasi termasuk kesiapan media yaitu power point presentasi dan
laporan telaah jurnal keperawatan komunitas
- Kehadiran pihak terkait dan kesiapan sasaran meliputi kesiapan mengikuti acara
Evaluasi Proses
- Presentasi berjalan sesuai waktu yang ditentukan
- Peserta presentasi menjelaskan atau menyampaikan materi dengan jelas
- Sasaran yang mengikuti presentasi telaah jurnal dapat mengerti tentang materi apa
yang disampaikan dengan jelas
- Peserta maupun sasaran tidak meninggalkan tempat
- Terciptanya diskusi yang kondusif
Evaluasi Hasil :
- Materi yang disampaikan dapat dimengerti, terutama oleh sasaran
2. Pelaksanaan
Observasi lokakarya mini :
Acara dimulai jam 09.15 Wib. Acara dibuka oleh dengan berdoa oleh moderator, setelah
itu presentsi oleh masing-masing presentator selama masing-masing 15 menit (sesuai
pembagian waktu presentasi). Waktu presentasi yaitu 15 menit terdiri dari pemaparan
materi presentasi selama 10 menit,dilanjutkan 5 menit berikutnya dengan diskusi sesuai
materi yang disampaikan. Penyampaian materi jurnal komunitas disertai dengan aplikasi
dalam program maupun komunitas itu sendiri. Kemampuan mengendalikan jalannya
lokakarya dilakukan dengan baik oleh moderator. Acara diakhiri dengan pembacaan
kesimpulan oleh moderator dari semua materi presentasi yang telah disampaikan,
dilanjutkan penutupan acara dengan berdoa . Acara berakhir pada jam 11.00 WIB, sesuai
waktu berakhirnya acara yang telah ditentukan.
3. Evaluasi
A. Dokumentasi
1. Indikator evaluasi struktur
a. Sebelum melakukan presentasi, sudah dilakukan perijinan kepada pihak-pihak terkait
seperti bagian perlengkapan PKM untuk peminjaman tempat, LCD, layar, dan sound
system untuk mendukung jalannya presentasi
b. Pengorganisasian penyelenggaraan presentasi dilakukan sebelum dan saat presentasi :
penunjukan moderator dan pembagian waktu presentasi kepada masing-masing
presentator
c. Pelaksanaan presentasi oleh masing-masing peserta sesuai dengan waktu yang telah
dirumuskan : presentator menyampaikan presentasi dalam waktu masing-masing 15
menit
d. Kesiapan presentasi termasuk kesiapan media yaitu power point presentasi dan
laporan telaah jurnal keperawatan keluarga
e. Kehadiran pihak terkait dan kesiapan sasaran meliputi kesiapan mengikuti acara :
hadirnya semua pihak-pihak terkait (keperawatan) yang telah di undang
2. Indikator evaluasi proses
a. Presentasi berjalan sesuai waktu yang ditentukan : presentasi berlangsung jam 9.15-
11.00 WIB, terlambat 15 menit awal dari waktu yang telah ditentukan, karena ada
pihak terkait yang masih belum datang,namun tidak berpengaruh signifikan terhadap
jalannya acara dan acarapun dapat berakhir dalam waktu yang telalah ditentukan
b. Peserta presentasi/presentator menjelaskan atau menyampaikan materi dengan jelas :
penjelasan inti dari materi yang ingin disampaikan dengan disesuaikan waktu yang
telah ditentukan
c. Sasaran atau pihak terkait yang mengikuti presentasi telaah jurnal dapat mengerti
tentang materi apa yang disampaikan dengan jelas
d. Peserta maupun sasaran tidak meninggalkan tempat : semua yang terlibat mengikuti
acara awal hingga akhir
e. Terciptanya diskusi yang kondusif : adanya pertanyaan terhadap presentator terkait hal
yang belum jelas dan masukan-masukan terkait permasalahan-permasahan yang
dibahas
3. Indikator evaluasi hasil
Materi yang disampaikan dapat dimengerti, terutama oleh sasara
Ringkasan materi terkait Implikasi terhadap keperawatan atau penyelesaian
masalah:
1. PENGARUH LATIHAN FISIK; SENAM AEROBIK TERHADAP PENURUNAN
KADAR GULA PADA PENDERITA DM TIPE 2 DI WILAYAH PUSKESMAS
BUKATEJA PURBALINGGA
Pada kasus di puskesmas Dau dimana terdapat rendahnya cakupan kunjungan antenatal
K1 yang tercatat di puskesmas terdapat berbagai macam faktor. Menurut hasil pengkajian
komunitas, banyak ibu hamil yang tidak memeriksakan diri ke puskesmas atau bidan,
atau posyandu tetapi memilih untuk ke bidan swasta, praktek dokter, atau ke tempat
layanan kesehatan di luar daerah puskesmas. Sehingga meskipun ibu ini periksa
kehamilan tetapi tidak tercatat di data puskesmas. Posyandu sebagai perpanjangan tangan
puskesmas bisa membantu bidan desa dalam pencatatan kunjungan ibu hamil di
daerahnya. Dengan meningkatkan manajemen pelayanan posyandu (keterampilan kader,
keaktifan kader, sarana dan prasarana) akan meningkatkan kepercayaan dan kepuasan ibu
hamil untuk periksa di posyandu, sehingga angka kunjungannya tinggi dan laporan
kunjungan ibu hamil akan terdata. Sehingga peran puskesmas dalam hal ini sangat
penting terkait pemberdayaan lebih lanjut kader posyandu.
Menurut jurnal, posyandu memiliki sasaran penduduk yang tidak hanya balita saja, tetapi
juga ibu hamil, ibu menyusui, PUS. Sehingga hendaknya posyandu pun harusnya
memiliki kelengkapan sarana dan prasarana lengkap untuk melakukan pemeriksaan
kehamilan . Oleh karena itu semakin lengkap sarana dan prasaran akan mendukung
efektifitas pelayanan posyandu sehingga berdampak pada kepuasan klien sehingga
kunjungan ibu hamil meningkat dan menerima pelayanan yang lengkap. Umumnya
sarana yang minimal dimiliki posyandu antara lain tempat yang resmi (tidak pindah
pindah), aman, dan nyaman; timbangan yang layak pakai, papan nama, buku KIA, kartu
register (kartu menuju sehat dan buku register).
Selain itu terkait kader posyandu, menurut jurnal kader posyandu yang kader dikatakan
aktif apabila dalam posyandu terdapat jumlah kader yang aktif lebih dari 5 dan dikatakan
tidak aktif apabila jumlah kader yang aktiif kurang dari 5. Keterampilan kader harus
ditingkatakan tidak hanya dari sikap saja (pelayanan yang ramah dan santun) tetapi juga
keterampilan dalam membantu pelayanan di posyandu. Pelatihan kader sangat penting
dilakukan dengan memberikan materi terkait mengisi buku register, cara melakukan
pemeriksaan sederhana (misal tensi, ukur nadi), membuat grafik kunjungan, mengenal
penyakit seputar ibu dan anak yang sering ditemui, dan untuk terkait pencatatan
kunjungan ibu hamil kader bisa diberdayakan dengan mengadakan pelatihan / simulasi
terlebih dahulu. Yang perlu diperhatikan saat memberikan pelatihan, pastikan bahwa
peserta tidak mendapatkan pelatihan berulang ulang dan biasanya kader mendapat
pelatihan dua kali setahun.
2. Perbandingan Manfaat Klinis Senam Merpati Putih Dengan Senam Asma Indonesia
Pada Penyandang Asma
Jurnal ini mencantumkan bahwa senam merpati putih dan senam asma Indonesia
memberikan manfaat yang baik bagi perbaikan gejala klinis, pemakaian bronkodilator
hisap, perbaikan faal paru dan perubahan kimia darah penyandang asma yang mengikuti
senam Merpati Putih (MP) dibandingkan penyandang asma yang mengikuti Senam Asma
Indonesia (SAI) dan yang tidak mengikuti senam. Pada penelitian ini didapatkan bahwa
melakukan SAI dan MP secara teratur selain tidak terjadi EIA juga didapatkan manfaat
lain yaitu mengurangi gejala klinis, pemakaian bronkodilator hisap, meningkatkan fungsi
paru, menurunkan Hb,Ht dan eosinofil darah. Senam Asma Indonesia dapat dianjurkan
sebagai pilihan utama kegiatan senam untuk penyandang asma. Senam MP dapat
dianjurkan untuk penyandang asma dan dapat menjadi pilihan alternatif setelah SAI.
Senam Asma Indonesia dan MP dianjurkan untuk penyandang asma sebagai
penatalaksanaan alternatif disamping pemakaian obat-obatan.
Jurnal ini membahas tentang efek dari vaksin tetanus-difteri dosis tunggal pada imunitas
lansia terhadap difteri dan tetanus. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa, vaksin dosis
tunggal memiliki pengaruh booster difteri pada mayoritas populasi. Di sisi lain, walaupun
rata-rata nilai antibodi tatanus meningkat setelah diberi vaksin, masih banyak lansia yang
tergolong rentan terhadap tetanus sehingga vaksinasi komplet tetanus merupakan hal
yang penting untuk mencegah tetanus.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa lansia dapat berespon terhadap toksoid
difteri dan tetanus. Namun, jika lansia sebelumnya belum pernah mendapatkan vaksin
difteri atau terpapar dengan antigen difteri, dosis vaksin tunggal belum cukup untuk
mendapatkan perlindungan yang adekuat. Hasil dari jurnal ini bisa menjadi salah satu
referensi untuk bahan penyuluhan di masyarakat mengenai pentingnya imunisasi, bahwa
selain pada anak-anak, imunisasi juga penting dilakukan pada lansia.Hasil dari jurnal ini
juga bisa menjadi masukan bagi puskesmas untuk bisa menggalakkan imunisasi pada
lansia. Jika nantinya imunisasi pada lansia benar digalakkan, perlu dibuat skema
imunisasi lansia seperti yang sudah ada pada imunisasi untuk anak.
3. HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI STIMULASI TOILET TRAINING OLEH
IBU DENGAN KEBERHASILAN TOILET TRAINING PADA ANAK
PRASEKOLAH DI TK PERTIWI DAN RA DESA PLOSOHARJO KECAMATAN
PACE KABUPATEN NGANJUK
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar motivasi stimulasi toilet training
oleh ibu kategori baik (84,4%). Dapat disimpulkan bahwa motivasi ditunjang oleh usia,
sehingga ibu akan mudah menerima dan mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu
yang disebabkan oleh adanya keinginan untuk memenuhi kebutuhan tertentu, sehingga
ibu akan mempunyai motivasi yang baik.
Dari hasil penelitian didapatkan keberhasilan toilet training pada anak kategori baik sebanyak 75%. Hasil kajian data ditemukan keberhasilan toilet training pada anak prasekolah kategori cukup sebanyak 18,8% dan kategori kurang sebanyak 6,2%. Hal ini menunjukkan bahwa keberhasilan toilet training pada anak terkait dan ditentukan oleh berbagai faktor. Keberhasilan toilet training pada anak prasekolah pada hasil penelitian sebagian besar dengan kategori baik, hal ini karena pada usia 5-6 tahun anak sudah dapat melepas pakaian luar dan pakaian dalam sendiri, jongkok sendiri saat BAB, membersihkan kotoran sendiri, serta memakai pakain dalam dan luar sendiri. Hidayat (2005)
Faktor yang mempengaruhi keberhasilan toilet training, meliputi pertama kesiapan fisik,
(usia telah mencapai 18- 24 bulan, dapat duduk atau jongkok kurang lebih 2 jam, ada
gerakan usus yang regular, kemampuan motorik kasar seperti duduk, berjalan, dan
kemampuan motorik halus seperti membuka baju). Kedua, kesiapan mental (mengenal
rasa yang datang tiba-tiba untuk berkemih dan defekasi, komunikasi secara verbal dan
nonverbal jika merasa ingin berkemih dan defekasi, keterampilan kognitif untuk
mengikuti perintah dan meniru perilaku orang lain).
Ketiga, kesiapan psikologis (duduk atau jongkok di toilet selama 5-10 menit tanpa berdiri
dulu, mempunyai rasa penasaran atau rasa ingin tahu terhadap kebiasaan orang dewasa
dalam buang air, merasa tidak betah dengan kondisi basah dan adanya benda padat di
celana, dan ingin diganti segera). Keempat kesiapan orang tua (mengenal tingkat
kesiapan anak untuk berkemih dan defekasi, ada keinginan untuk meluangkan waktu
yang diperlukan untuk latihan berkemih dan defekasi pada anaknya, dan tidak mengalami
konflik atau stres keluarga yang berarti misalnya, perceraian.
Keluarga Tn. D merupakan keluarga dengan tahap perkembangan keluarga usia anak pra
sekolah. Anak ke dua tn. N berusia 3 tahun di mana usia tersebut merupaan saat terbaik
untuk melatih anak dalam hal toilet training. Pada saat pengkajian, Ny. E mengeluh
bahwa anak nya yaitu E yang berusia 3 tahun belum dapat melakukan toilet training
dengan baik. Ny. E tidak tahu bagaimana cara mengajarkan toilet training yang baik.
Jurnal ini diharapkan mampu mengatasi masalah Ny. E tersebut.
Perawat akan menerapkan hasil dari jurnal ini terhadap Ny. E dikarenakan sesuai hasil
penelitian ibu yang memiliki motivasi stimulasi toilet training baik 85% memiliki
keberhasilan toilet training baik. Terbukti juga bahwa ada hubungan antara motivasi
stimulasi toilet training oleh ibu dengan keberhasilan toilet training pada anak prasekolah.
Hal ini dapat diasumsikan bahwa motivasi stimulasi ibu yang baik dapat memberi
kontribusi yang baik terhadap keberhasilan toilet training. Perawat akan meningkatan
motivasi Ny. E dalam menstimulasi anaknya untuk toilet training.
4. JURNAL KELUARGA EFEK TERAPI MUSIK TERHADAP MOOD PASIEN
STROKE
Dari Jurnal penelitian ini dapat diterapkan pada asuhan keperawatan komunitas di tingkat
puskesmas maupun rumah sakit. Saat ini kasus penderita difteri di Indonesia menempati
urutan ke-3 di dunia, sedangkan di Indonesia, Jawa Timur merupakan penyumbang kasus
terbanyak difteri di Indonesia, sedangkan di Malang Raya sendiri menempati urutan
kedua terbanyak di Jawa timur. Sehingga perlu adanya pecegahan dan penanganan yang
efektif untuk menurunkan kasus tersebut. Dengan adanya program instruksi kesehatan
terencana dalam jurnal ini yang mengedepankan perencanaan instruksional dengan
pemberian pendidikan kesehatan melalui media video, atau leaflet kepada orang tua/ibu
dari balita, sehingga dapat meningkatkan pengetahuan dari ibu dan keyakinan kesehatan
yang selama ini menjadi prinsip hidupnya. Selain itu ibu dapat memahami tentang bahaya
penyakit apabila imunisasi anaknya tidak lengkap. Mengingat penyakit difteri hanya
dapat dicegah dengan pemberian vaksin/imunisasi yang berkelanjutan sampai usia bayi
cukup, sehingga resiko bayi terkena difteri semakin kecil. Dari pernyataan di atas, besar
harapannya untuk mengaplikasikan apa yang sudah dilakukan, diteliti, dan dianalisa
dalam jurnal ini tentang teknik untuk mengendalikan difteri menggunakan pendekatan
yang instruksi kesehatan terencana kepada ibu-ibu untuk mengikuti program
kesehatan/imunisasi yang teratur untuk bayinya sehingga terhindar dari penyakit
infeksius terutama difteri.
5. Pengaruh Senam Terhadap Kadar Gula Darah Penderita Diabetes
Hasil yang diperoleh dari jurnal ini menunjukkan bahwa Terdapat perbedaan penurunan kadar
gula darah sewaktu antara kelompok terpapar dan kelompok tidak terpapar (nilai
p=0,0001). Penurunan rata-rata gula darah sewaktu pada kelompok terpapar 2,3 kali lebih
besar daripada kelompok tidak terpapar (31,5 mg/dl berbanding 13,5 mg/dl). Jadi, senam
efektif dalam menurunkan kadar gula darah.
Keluarga binaan penulis mengidap diabetes sejak kurang lebih 5 tahun yang lalu dan
mengatakan sangat jarang sekali berolah raga dan tidak pernah mengikuti senam diabetes
hal ini yang mengakibatkan klien masih belum mampu mengontrol gula darah secara
optimal, walaupun klien rutin mengkonsumsi obat dan mengecekkan gula darahnya,
namun pilar latihan fisik masih sangat kurang.
Mardi Santoso (2008: XVI) menyatakan bahwa olahraga yang dianjurkan untuk penderita
DM adalah aerobic low impact dan rithmis, misalnya berenang, jogging, naik sepeda, dan
senam disco, sedangkan latihan resisten statis tidak dianjurkan (misalnya olahraga beban
angkat besi dan lain-lain). Tujuan latihan adalah untuk meningkatkankesegaran jasmani
atau nilai aerobik optimal.
Pedoman program latihan bagi penderita diabetes melitus menurut Rifkin (1984 dalam
Santoso, 2008) adalah sebagai berikut:
- Durasi senam: 30-60 menit (pemanasan, inti, dan pendinginan)
- Tahapan senam: masing-masing tahap senam meliputi:
1) Lima sampai 10 menit pemanasan peregangan tungkai
2) 20-30 menit latihan aerobik dengan denyut jantung pada zona target (75 -80%
denyutjantung maksimal)
3) 15-20 menit latihan ringan dan peregangan untuk pendinginan
Hal-hal yang perlu di perhatikan adalah setiap program latihan, apapun macamnya
harusmengandung unsur pemanasan, latihan inti dan pendinginan. Pemanasan
dimaksudkan untukmempersiapkan organ-organ tubuh beserta perangkatnya (termasuk
enzim) agar mampumelakukan gerakan-gerakan dengan baik dan terhindar dari cedera.
Lebih dari itu pemanasanjuga dimaksudkan untuk mempersiapkan menghadapi latihan.
Latihan inti disesuaikan dengankemampuan, kemauan, keharusan dan keadaan. Latihan
ini sangat spesifik, setiap kasusberbeda dan pada kasus yang sama pun satu orang dengan
orang lain akan berbeda.Pendinginan dilakukan dengan cara mengurangi gerakan secara
bertahap sebelum berhentisama sekali. Merupakan suatu keharusan untuk melakukan
pendinginan setelah latihan,sebab tanpa pendinginan dapat timbul rasa pusing, mual,
muntah, bahkan bisa sampaipingsan. Pendinginan juga bermanfaat untuk mempercepat
hilangnya rasa capai setelahlatihan, sebab zat pelelah (asam laktat) akan segera kembali
ke peredaran darah (Sumarni, 2008 dalam santoso, 2008).
6. Factors Associated With Difficult Toilet Training (Faktor-Faktor yang
berhubungan dengan Kesulitan dalam Toilet Training)
Hasil yang diperoleh dari jurnal ini menunjukan bahwa kelompok pembanding
(comparison children) lebih banyak bertemperamen mudah ditandai dengan odds ratio
sebesar 33,51. DTT atau difficult toilet trainers atau kelompok anak dengan kesulitan
toilet training lebih sulit beradaptasi (OR=3,12), lebih sering memiliki mood yang negatif
(OR=2,79), kurang persisten (OR=2,97) dan sulit didekati (OR=1,85). Kelompok DTT
juga lebih sering mengalami konstipasi (OR=3,52) walaupun 55% kelompok CC juga
mengalami konstipasi. Kelompok DTT lebih sering menyembunyikan rasa ingin defekasi
(74%) dan meminta untuk dipakaikan popok (37%). Pola asuh tidak berbeda di antara
kedua grup. Tidak dapat perbedaan yang signifikan dalam frekuensi kejadian yang
mencetuskan ansietas yang berhubungan dengan toileting, seperti kejadian di publik,
perpisahan atau perceraian orang tua, kelahiran saudara baru atau gangguan selama toilet
training. 53% anak-anak dengan DTT dilaporkan memiliki ketakutan tentang toilet
training apabila dibandingkan dengan anak dengan CC (26%) (p=0.04, OR=0,41).
Beberapa pola perilaku diidentifikasi dari anak dengan DTT (pertanyaan berdasarkan
pola yang tidak ditanyakan pada grup anak prasekolah). Sebanyak 74% anak dengan DTT
menyembunyikan saat akan defekasi, 24% menyembunyikan celana dalam kotor dan
22% digoda karena kejadian defekasi.
Anak dengan DTT merupakan subjek yang kurang diteliti. Penemuan dari penelitian ini
mengisi kesenjangan dalam memahami mengapa anak-anak memiliki sikap yang
temperamental dan tendensi medis yang sebaiknya mempertimbangkan ketika mereka
berjuang dalam latihan toileting. Blum et al7 menyatakan bahwa 27 anak dengan
penolakan defekasi tidak memiliki masalah perilaku dibanding dengan grup yang telah
dilatih toileting sebagai kelompok kontrol. Penolak memliki peluang yang lebih tinggi
dalam hal konstipasi dan rasa sakit saat defekasi, walaupun penyebab atau efek ini masih
belum jelas. Studi selanjutnya menemukan bahwa penolak semakin memiliki watak yang
lebih buruk.
Profil temperamen dari anak DTT di studi ini berbeda dengan anak CC. DTT ditemukan
lebih kurang bisa beradaptasi, memiliki mood yang negatif, kurang persisten dan sulit
didekati dibandingkan dengan anak CC. DTT merupakan grup temperamental yang lebih
sulit, walaupun tidak memenuhi semua kriteria dari temperamen yang sulit.
Orang tua dengan anak DTT sepertinya tidak berbeda dalam hal pola mengasuh yang
diukur menggunakan PS, walaupun ekspektasi dari peneliti lebih dari itu. Walaupun
interaksi tidak efektif dan overreaktif atau pola mengasuh laxness diobservasi tentang isu
toileting, mungkin menjadi spesifik untuk perilaku toileting dan tidak ke orang tua secara
keseluruhan.
Implikasi dari jurnal ini yakni perawat perlu menjelaskan ke orang tua tentang tanda-
tanda anak mengalami kesulitan dalam toilet training dan apa yang harus dilakukan orang
tua ketika anak dicurigai mengalami kesulitan dalam toilet training. Perawat juga perlu
mengajarkan anak-anak untuk inisiasi dini melakukan toilet training dengan pendekatan
sesuai dengan watak anak.
7. Natural antioxidants from tomato ekstract reduce blood pressure in patients with
grade-1 hypertension : A double blind, placebo-controlled pilot study
(Antioksidan alami dari ekstrak tomat dapat menurunkan tekanan darah pada pasien
dengan hipertensi derajat-I: penelitian awal dengan metode double blind, kontrol placebo)
Yechiel N. Engelhard, Benny Gazer, Esther Paran, 2006
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi efek ekstrak tomat pada tekanan
darah sistolik dan diastolik hipertensi derajat-I, pada lipoprotein serum, homosistein
plasma, dan stres oksidatif. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pengobatan
jangka pendek dengan ekstrak tomat yang kaya antioksidan dapat menurunkan tekanan
darah pada pasien dengan hipetensi derajat-1, tanpa terapi obat. Berbagai penelitian
menunjukkan kemampuan antioksidan vitamin alami untuk meningkatkan fungsi
pembuluh darah. Tomat (Lycopersicon esculentum), bersama-sama dengan produk tomat,
merupakan sumber makanan penting antioksidan seperti tokoferol-dan karotenoid beta
karoten, phytoene, dan phytofluene. Tomat juga sumber makanan utama likopen,
antioksidan paling besar diantara karotenoid (Upritchard, 2000). Konsumsi jus tomat
menyebabkan signifikan elevasi plasma lycopene serta peningkatan resistensi dari low-
density lipoprotein (LDL) terhadap oksidasi pada subyek dengan diabetes mellitus tipe 2
(Upritchard, 2000). Diet suplementasi buah-buahan dan sayuran telah dikaitkan dengan
peningkatan kadar antioksidan plasma vitamin dan pada penurunan tekanan darah.
Galley, et all menyatakan bahwa terjadi pengurangan yang signifikan pada tekanan darah
sistolik (SBP) dan peningkatan serum beta karoten, tokoferol-α, dan urin nitrit setelah
suplementasi vitamin antioksidan.
Terapi dalam penelitian ini relatif singkat, dan tidak jelas apakah efek ekstrak tomat akan
bertahan lama. Perlakuan dalam percobaan kami adalah utama intervensi terapi, dan
masuk akal untuk mengasumsikan bahwa pasien berisiko rendah yang memiliki hanya
kecil atau tidak ada kerusakan pembuluh darah akan lebih responsif terhadap intervensi
dibandingkan pasien dengan kelas yang lebih tinggi dan HT lebih maju vaskular penyakit
dan beberapa obat terapi. Pengurangan tekanan darah dari HT derajat-1 ke tingkat di atas
normal, seperti dicapai dalam studi percontohan kami, adalah signifikan.
Mempertahankan pasien di nilai normal dan mencegah perkembangan ke kelas yang lebih
tinggi HT dapat menunda atau bahkan mencegah kebutuhan untuk terapi obat
antihipertensi. Penelitian ini bisa menjadi rekomendasi untuk melakukan penelitian
selanjutnya terkait manfaat antioksidan dalam tomat. Studi yang lebih besar dan lebih
beragam populasi untuk memeriksa efek antihipertensi dalam waktu yang lebih lama
diperlukan untuk membangun dan mendefinisikan peran ekstrak tomat sebagai agen
antihipertensi. Selain itu, masih perlu dibuktikan efek berkelanjutan dari pengobatan dan
efek jangka panjang yang menguntungkan untuk penderita penyakit kardiovaskular.
Tn. A merupakan keluarga binaan yang mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit
hipertensi. Tn.A rutin jogging setiap pagi dan memiliki pola makan yang baik, rutin
berpuasa. Ketika dilakukan pemeriksaan tekanan darah pada tanggal 29 Oktober 2012
diperoleh hasil 160/100 mmHg. Beliau mengatakan tekanan darah sebelumnya normal
dan tidak ada keluhan apapun. Mulai tanggal 26 Oktober 2012 beliau mengkonsumsi
daging sapi. Pada pengukuran tekanan darah selanjutnya pada tanggal 1 Nopember 2012
diperoleh hasil 140/90 mmHg, dan tanggal 12 Nopember 2012 diperoleh hasil 140/80
mmHg. Ny.H (istri Tn. A) mengatakan memiliki riwayat hipertensi dan akhir-akhir ini
mengeluh pusing. Ny.H juga mengatakan telah diberi obat antihipertensi, tetapi tidak
rutin diminum. Pada pemeriksaan tanggal 12 Nopember diperoleh hasil tekanan darah
130/90 mm/Hg. Berdasarkan pengukuran yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa Tn.A
dan Ny.H mengalami hipertensi derajat 1. Penelitian ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan mengenai manfaat antioksidan pada tomat dalam menurunkan tekanan
darah, sehingga perawat dapat menyarankan kepada Tn.A dan Ny.H untuk
mengkonsumsi makanan yang mengandung antioksidan dengan takaran tertentu sebagai
terapi alternatif untuk mengurangi dampak negatif dari stress oksidatif dan tingginya
tekanan darah.
8. Infeksi Saluran Napas Akut pada Balita di Daerah Urban Jakarta
Dari jurnal dapat ditarik kesimpulan Prevalensi ISPA pada penelitian ini 40,8%. Faktor-
faktor yang memiliki hubungan secara statistik dengan prevalensi ISPA adalah pajanan
asap rokok dan riwayat imunisasi. Sedangkan jenis kelamin, usia, dan status gizi subjek,
serta tingkat pendidikan responden, pendapatan keluarga, crowding, Jumlah rokok,
suplementasi vitamin A, dan durasi ASI total tidak berhubungan dengan prevalensi ISPA.
Serta disarankan untuk para tenaga kesehatan agar meningkatkan kesadaran pembenahan
perilaku orang tua terhadap ISPA, menyarankan orang tua untuk tidak merokok, dan
melengkapi 5 imunisasi dasar sebelum usia 1 tahun.
Peningkatan pengetahuan keluarga Tn.W tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan
ISPA akan dilakukan. Pemberian pengetahuan akan lebih ditekankan pada pengurangan
pajanan asap rokok pada An. Y serta peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat orang
tua sebagai role model yang akan menjadi panduan anak dalam berperilaku bersih dan
sehat.
9. Perbedaan Kadar Gula Darah Sebelum Dan Sesudah Terapi Relaksasi Pada
Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Rumah Sakit Umum Cianjur
Hasil yang diperoleh dari jurnal ini menunjukkan bahwa terapi relaksasi secara analisa
dengan paired sample t-test tidak didapatkan pengaruh terhadap penurunan kadar gula
darah. Namun, hasil penelitian telah menunjukkan, bahwa relaksasi bagi pasien
diabetes tipe 2 mempengaruhi penurunan rata rata kadar gula darah, dibandingkan
dengan yang tidak melakukannya.
Implikasi dari jurnal yaitu terapi relaksasi berpotensi untuk menurunkan respon stres
yang tengah dialami Ny. N sehingga keadaan emosi tersebut tidak sampai
mempengaruhi pola makan dan pola hidup klien dalam mengendalikan kadar gula
darah. Karena kondisi emosi yang tidak stabil atau kondisi stres akan mengubah pola
makan klien, karena menurut Kirkley (Fisher, 1982) saat seseorang sedang mengalami
stres maka orang tersebut akan mengkonsumsi makan dalam jumlah lebih banyak dan
jenis yang mungkin tidak diperhatikan ( makanan yang dilarang ). Sehingga adanya
keadaan emosi yang negatif ini juga akan mempengaruhi tingkat kepatuhan klien
dalam pola makan atau diet sehingga klien tidak akan pernah mampu mengontrol pola
makannya apabila masih dalam kondisi stres.
Selain itu adanya keharusan untuk mengatur pola makan juga membuat stres
tersendiri pada klien. Dan apabila seseorang sedang berada dalam kondisi stres maka
tubuh akan mengaktifkan saraf simpatis. Saraf simpatis ini akan merespon dengan
meningkatkan kadar gula darah untuk meningkatkan kebutuhan energi tubuh akibat
stres. Klien diabetes tidak mampu mensekresi glukosa karena tidak maksimalnya atau
tidak adanya insulin, hal ini akan mengakibatkan kadar glukosa dalam darah melonjak
tajam (Pinel, 1990). Salah satu cara untuk menurunkan stress sehingga dapat
meningkatkan kepatuhan klien terhadap diet adalah dengan terapi relaksasi.
Tujuan pokok teknik relaksasi adalah untuk menahan terbentuknya respon stres,
terutamadalam sistem saraf dan hormon. Pada akhirnya, teknik relaksasi dapat
membantu mencegah atau meminimalkan gejala fisik akibat stres ketika tubuh bekerja
berlebihan dalam menyelesaikan masalah sehari-hari. Selain itu relaksasi akan
meningkatkan perasaan sehat pada seseorang sehingga akan meningkatkan motivasi
terhadap perilaku kesehatan (National safety council, 2003 dalam Subandi, 2004).
Hubungan Pola Diit Tepat Jumlah, Jadwal, Dan Jenis Terhadap Kadar Gula
Darah Pasien Diabetes Mellitus
Hasil yang diperoleh dari jurnal ini menunjukkan bahwa Terdapat hubungan antara
pola diit tepat jumlah terhadap kadar gula darah pasien diabetes mellitus. uji statistik
pengaruh jumlah dengan kadar gula darah puasa, karena nilai p<α maka Ho ditolak
dan Ha diterima, sehingga ada hubungan antara diit tepat jumlah dengan gula darah
puasa pasien diabetes mellitus tipe II. Sehingga Diit tepat jumlah sangat dibutuhkan
dalam mengontrol kadar gula darah penderita DM tipe 2.
Tn. A merupakan keluarga binaan yang menderita DM tipe II sejak 12 tahun yang
lalu. Saat ini klien juga pada tahap proses penyembuhan luka hecting post KLL pada
tanggal 23 Oktober 2012 yang lalu. Dengan adanya jurnal ini perawat akan
menerapkan diit 3J pada klien dengan cara memberikan edukasi dan pendidikan
kesehatan tentang pentingnya diet 3J ini. Selain penkes perawat juga akan
memberikan jadwal dan table menu dan juga jam makan klien. Dengan adanya jurnal
ini pula terbukti bahwa ada hubungan yang sangat erat antara pola diit tepat jumlah,
jadwal dan jenis terhadap kadar glukosa darah pasien DM tipe II. Dari hasil uji regresi
ganda diit tepat jumlah mempunyai hubungan yang sangat kuat diatara lainnya.
Dengan demikian perawat akan mengontrol lebih jumlah atau porsi makan klien
binaan sesuai jumlah kalori yang dibutuhkan, agar gula darahnya tetapterkontrol dan
luka pos KLL juga cepat sembuh dan tidak menyebabkan ganggen seperti yang tidak
kita inginkan.
Secara teori telah dijelaskan bahwa jumlah kalori didefinisikan sebagai banyaknya
kalori dalam ukuran kkal yang dikonsumsi dalam 1 hari sesuai dengan angka basal
metabolisme dan nilai IMT untuk mencukupi kebutuhan kalori tubuh. Karena
banyaknya faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan total kalori dan
komposisi makanan sehari-hari maka komposisi makanan ditentukan dalam kisaran
persentasi bukan suatu angka yang mutlak. Kebutuhan kalori pada pria juga lebih
besar dibandingkan wanita serta jumlah karbohidrat, protein dan lemak yang
dibutuhkan antara pria dan wanita juga berbeda (Almatzier, 2010).
Diit diabetes mellitus adalah pengaturan makanan yang diberikan kepada penderita
penyakit Diabetes Mellitus tipe II,dimana diit yang dilakukan adalah tepat jumlah
kalori yang dikonsumsi dalam satu hari, tepat jadwal sesuai 3 kali makanan utama dan
3 kali makanan selingan dengan interval waktu 3 jam antara makanan utama dan
makanan selingan, dan tepat jenis adalah menghindari makanan yang manis atau
makanan yang tinggi kalori. (Tjokroprawiro, 2006).
Top Related