lokmin keluarga

27
LAPORAN LOKAKARYA KEPERAWATAN TELAAH JURNAL KEPERAWATAN KOMUNITAS Disusun untuk memenuhi Tugas Kepaniteraan Departemen Komunitas Disusun oleh : KELOMPOK 6 JURUSAN KEPERAWATAN

Transcript of lokmin keluarga

Page 1: lokmin keluarga

LAPORAN LOKAKARYA KEPERAWATAN

TELAAH JURNAL KEPERAWATAN KOMUNITAS

Disusun untuk memenuhi Tugas Kepaniteraan

Departemen Komunitas

Disusun oleh :

KELOMPOK 6

JURUSAN KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2012

Page 2: lokmin keluarga

LOKAKARYA MINI KEPERAWATAN

1. Persiapan Proses Lokakarya Mini

a. Latar Belakang

Keperawatan Kesehatan Komunitas adalah pelayanan keperawatan profesional

yang ditujukan kepada masyarakat dengan penekanan pada kelompok resiko tinggi,

dalam upaya pencapaian derajat kesehatan yang optimal melalui pencegahan penyakit

dan peningkatan kesehatan, dengan menjamin keterjangkauan pelayanan kesehatan yang

dibutuhkan, dan melibatkan klien sebagai mitra dalam perencanaan pelaksanaan dan

evaluasi pelayanan keperawatan (Pradley, 1985; Logan dan Dawkin, 1987).

Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas SDM yang

dialakukan secara berkelanjutan. Berdasarkan visi pembangunan nasional melalui

pembangunan kesehatan yang ingin dicapai untuk mewujudkan Indonesia sehat 2025.

Gambaran masyarakat Indonesia di masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan

kesehatan adalah masyarakat bangsa, Negara yang ditandai oleh penduduknya hidup

dalam lingkungan dan dengan prilaku hidup sehat, memiliki kemampuan untuk

menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki

derajat kesehatan yang tinggi.

Suatu bentuk pelayanan professional yang merupakan bagian integral dari

pelayanan kesehatan didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan

bio, psiko, sosio, spiritual yang komprehensif ditujukan pada individu, keluarga dan

masyarakat baik sakit maupun sehat. Pelayanan keperawatan berupa bantuan yang

diberikan karena adanya kelemahan fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan serta

kurangnya kemauan, sehingga dengan bantuan yang diberikan tersebut diperoleh

kemampuan melaksanakan kegiatan hidup sehari – hari secara mandiri.

Kegiatan pelayanan diberikan dalam upaya peningkatan kesehatan ( promotif ),

pencegahan penyakit ( preventif ), penyembuhan ( kuratif ), sertya pemeliharaan

kesehatan ( rehabilitative ), upaya yang diberikan ditekankan kepada upaya pelayanan

kesehatan primer ( Primary Health Care/ PHC ) sesuai dengan wewenang, tanggung

Page 3: lokmin keluarga

jawab dan etika profesi keperawatan sehingga setiap orang yang menerima pelayanan

kesehatan dapat mencapai hidup sehat dan produktif.

Rencana keperawatan yang merupakan langkah asuhan keperawatan

selanjutnya,dalam memberikan solusi terhadap masalah keperawatan yang ada dalam

komunitas, juga diharapkan aplikatif (mudah diterapkan dalam komunitas) dan

berdasarkan informasi ilmiah yang ada sebagai referensi.

Oleh karena itu, dari penjelasaan diatas perlu adanya telaah jurnal untuk

membantu dalam merencanakan asuhan keperawatan berdasarkan informasi ilmiah yang

ada dan juga aplikatif, terutama untuk komunitas.

b. Tujuan

1. Mengidenifikasi alternatif-alternatif solusi yang ada dari hasil telaah jurnal

keperawatan

2. Mengidentifikasi pilihan alternatif solusi dari hasil telaah jurnal yang ada, untuk

dapat diaplikasikan sebagai salah satu rencana asuhan keperawatan

c. Sasaran

Pihak-pihak terkait (keperawatan) yang ada di PKM Dau (Mahasiswa praktek

kepaniteraan departemen komunitas, preseptor akademik, dan preseptor klinik)

d. Bentuk kegiatan

Presentasi hasil telaah jurnal keperawatan komunitas setiap orang dalam kelompok

e. Tanggal, Waktu dan tempat

Tanggal : 8 November 2012

Waktu : 09.00-11.00 WIB

Tempat : lantai 2 PUSKESMAS WISATA DAU

f. Kriteria Evaluasi

Evaluasi Terstruktur

- Sebelum melakukan presentasi, dilakukan perijinan kepada pihak-pihak terkait

seperti bagian perlengkapan PKM

- Pengorganisasian penyelenggaraan presentasi dilakukan sebelum dan saat

peresentasi

Page 4: lokmin keluarga

- Pelaksanaan presentasi oleh masing-masing peserta selama 15 menit

- Kesiapan presentasi termasuk kesiapan media yaitu power point presentasi dan

laporan telaah jurnal keperawatan komunitas

- Kehadiran pihak terkait dan kesiapan sasaran meliputi kesiapan mengikuti acara

Evaluasi Proses

- Presentasi berjalan sesuai waktu yang ditentukan

- Peserta presentasi menjelaskan atau menyampaikan materi dengan jelas

- Sasaran yang mengikuti presentasi telaah jurnal dapat mengerti tentang materi apa

yang disampaikan dengan jelas

- Peserta maupun sasaran tidak meninggalkan tempat

- Terciptanya diskusi yang kondusif

Evaluasi Hasil :

- Materi yang disampaikan dapat dimengerti, terutama oleh sasaran

2. Pelaksanaan

Observasi lokakarya mini :

Acara dimulai jam 09.15 Wib. Acara dibuka oleh dengan berdoa oleh moderator, setelah

itu presentsi oleh masing-masing presentator selama masing-masing 15 menit (sesuai

pembagian waktu presentasi). Waktu presentasi yaitu 15 menit terdiri dari pemaparan

materi presentasi selama 10 menit,dilanjutkan 5 menit berikutnya dengan diskusi sesuai

materi yang disampaikan. Penyampaian materi jurnal komunitas disertai dengan aplikasi

dalam program maupun komunitas itu sendiri. Kemampuan mengendalikan jalannya

lokakarya dilakukan dengan baik oleh moderator. Acara diakhiri dengan pembacaan

kesimpulan oleh moderator dari semua materi presentasi yang telah disampaikan,

dilanjutkan penutupan acara dengan berdoa . Acara berakhir pada jam 11.00 WIB, sesuai

waktu berakhirnya acara yang telah ditentukan.

3. Evaluasi

A. Dokumentasi

1. Indikator evaluasi struktur

Page 5: lokmin keluarga

a. Sebelum melakukan presentasi, sudah dilakukan perijinan kepada pihak-pihak terkait

seperti bagian perlengkapan PKM untuk peminjaman tempat, LCD, layar, dan sound

system untuk mendukung jalannya presentasi

b. Pengorganisasian penyelenggaraan presentasi dilakukan sebelum dan saat presentasi :

penunjukan moderator dan pembagian waktu presentasi kepada masing-masing

presentator

c. Pelaksanaan presentasi oleh masing-masing peserta sesuai dengan waktu yang telah

dirumuskan : presentator menyampaikan presentasi dalam waktu masing-masing 15

menit

d. Kesiapan presentasi termasuk kesiapan media yaitu power point presentasi dan

laporan telaah jurnal keperawatan keluarga

e. Kehadiran pihak terkait dan kesiapan sasaran meliputi kesiapan mengikuti acara :

hadirnya semua pihak-pihak terkait (keperawatan) yang telah di undang

2. Indikator evaluasi proses

a. Presentasi berjalan sesuai waktu yang ditentukan : presentasi berlangsung jam 9.15-

11.00 WIB, terlambat 15 menit awal dari waktu yang telah ditentukan, karena ada

pihak terkait yang masih belum datang,namun tidak berpengaruh signifikan terhadap

jalannya acara dan acarapun dapat berakhir dalam waktu yang telalah ditentukan

b. Peserta presentasi/presentator menjelaskan atau menyampaikan materi dengan jelas :

penjelasan inti dari materi yang ingin disampaikan dengan disesuaikan waktu yang

telah ditentukan

c. Sasaran atau pihak terkait yang mengikuti presentasi telaah jurnal dapat mengerti

tentang materi apa yang disampaikan dengan jelas

d. Peserta maupun sasaran tidak meninggalkan tempat : semua yang terlibat mengikuti

acara awal hingga akhir

e. Terciptanya diskusi yang kondusif : adanya pertanyaan terhadap presentator terkait hal

yang belum jelas dan masukan-masukan terkait permasalahan-permasahan yang

dibahas

3. Indikator evaluasi hasil

Materi yang disampaikan dapat dimengerti, terutama oleh sasara

Page 6: lokmin keluarga

Ringkasan materi terkait Implikasi terhadap keperawatan atau penyelesaian

masalah:

1. PENGARUH LATIHAN FISIK; SENAM AEROBIK TERHADAP PENURUNAN

KADAR GULA PADA PENDERITA DM TIPE 2 DI WILAYAH PUSKESMAS

BUKATEJA PURBALINGGA

Pada kasus di puskesmas Dau dimana terdapat rendahnya cakupan kunjungan antenatal

K1 yang tercatat di puskesmas terdapat berbagai macam faktor. Menurut hasil pengkajian

komunitas, banyak ibu hamil yang tidak memeriksakan diri ke puskesmas atau bidan,

atau posyandu tetapi memilih untuk ke bidan swasta, praktek dokter, atau ke tempat

layanan kesehatan di luar daerah puskesmas. Sehingga meskipun ibu ini periksa

kehamilan tetapi tidak tercatat di data puskesmas. Posyandu sebagai perpanjangan tangan

puskesmas bisa membantu bidan desa dalam pencatatan kunjungan ibu hamil di

daerahnya. Dengan meningkatkan manajemen pelayanan posyandu (keterampilan kader,

keaktifan kader, sarana dan prasarana) akan meningkatkan kepercayaan dan kepuasan ibu

hamil untuk periksa di posyandu, sehingga angka kunjungannya tinggi dan laporan

kunjungan ibu hamil akan terdata. Sehingga peran puskesmas dalam hal ini sangat

penting terkait pemberdayaan lebih lanjut kader posyandu.

Menurut jurnal, posyandu memiliki sasaran penduduk yang tidak hanya balita saja, tetapi

juga ibu hamil, ibu menyusui, PUS. Sehingga hendaknya posyandu pun harusnya

memiliki kelengkapan sarana dan prasarana lengkap untuk melakukan pemeriksaan

kehamilan . Oleh karena itu semakin lengkap sarana dan prasaran akan mendukung

efektifitas pelayanan posyandu sehingga berdampak pada kepuasan klien sehingga

kunjungan ibu hamil meningkat dan menerima pelayanan yang lengkap. Umumnya

sarana yang minimal dimiliki posyandu antara lain tempat yang resmi (tidak pindah

pindah), aman, dan nyaman; timbangan yang layak pakai, papan nama, buku KIA, kartu

register (kartu menuju sehat dan buku register).

Selain itu terkait kader posyandu, menurut jurnal kader posyandu yang kader dikatakan

aktif apabila dalam posyandu terdapat jumlah kader yang aktif lebih dari 5 dan dikatakan

tidak aktif apabila jumlah kader yang aktiif kurang dari 5. Keterampilan kader harus

ditingkatakan tidak hanya dari sikap saja (pelayanan yang ramah dan santun) tetapi juga

keterampilan dalam membantu pelayanan di posyandu. Pelatihan kader sangat penting

Page 7: lokmin keluarga

dilakukan dengan memberikan materi terkait mengisi buku register, cara melakukan

pemeriksaan sederhana (misal tensi, ukur nadi), membuat grafik kunjungan, mengenal

penyakit seputar ibu dan anak yang sering ditemui, dan untuk terkait pencatatan

kunjungan ibu hamil kader bisa diberdayakan dengan mengadakan pelatihan / simulasi

terlebih dahulu. Yang perlu diperhatikan saat memberikan pelatihan, pastikan bahwa

peserta tidak mendapatkan pelatihan berulang ulang dan biasanya kader mendapat

pelatihan dua kali setahun.

2. Perbandingan Manfaat Klinis Senam Merpati Putih Dengan Senam Asma Indonesia

Pada Penyandang Asma

Jurnal ini mencantumkan bahwa senam merpati putih dan senam asma Indonesia

memberikan manfaat yang baik bagi perbaikan gejala klinis, pemakaian bronkodilator

hisap, perbaikan faal paru dan perubahan kimia darah penyandang asma yang mengikuti

senam Merpati Putih (MP) dibandingkan penyandang asma yang mengikuti Senam Asma

Indonesia (SAI) dan yang tidak mengikuti senam. Pada penelitian ini didapatkan bahwa

melakukan SAI dan MP secara teratur selain tidak terjadi EIA juga didapatkan manfaat

lain yaitu mengurangi gejala klinis, pemakaian bronkodilator hisap, meningkatkan fungsi

paru, menurunkan Hb,Ht dan eosinofil darah. Senam Asma Indonesia dapat dianjurkan

sebagai pilihan utama kegiatan senam untuk penyandang asma. Senam MP dapat

dianjurkan untuk penyandang asma dan dapat menjadi pilihan alternatif setelah SAI.

Senam Asma Indonesia dan MP dianjurkan untuk penyandang asma sebagai

penatalaksanaan alternatif disamping pemakaian obat-obatan.

Jurnal ini membahas tentang efek dari vaksin tetanus-difteri dosis tunggal pada imunitas

lansia terhadap difteri dan tetanus. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa, vaksin dosis

tunggal memiliki pengaruh booster difteri pada mayoritas populasi. Di sisi lain, walaupun

rata-rata nilai antibodi tatanus meningkat setelah diberi vaksin, masih banyak lansia yang

tergolong rentan terhadap tetanus sehingga vaksinasi komplet tetanus merupakan hal

yang penting untuk mencegah tetanus.

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa lansia dapat berespon terhadap toksoid

difteri dan tetanus. Namun, jika lansia sebelumnya belum pernah mendapatkan vaksin

difteri atau terpapar dengan antigen difteri, dosis vaksin tunggal belum cukup untuk

Page 8: lokmin keluarga

mendapatkan perlindungan yang adekuat. Hasil dari jurnal ini bisa menjadi salah satu

referensi untuk bahan penyuluhan di masyarakat mengenai pentingnya imunisasi, bahwa

selain pada anak-anak, imunisasi juga penting dilakukan pada lansia.Hasil dari jurnal ini

juga bisa menjadi masukan bagi puskesmas untuk bisa menggalakkan imunisasi pada

lansia. Jika nantinya imunisasi pada lansia benar digalakkan, perlu dibuat skema

imunisasi lansia seperti yang sudah ada pada imunisasi untuk anak.

3. HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI STIMULASI TOILET TRAINING OLEH

IBU DENGAN KEBERHASILAN TOILET TRAINING PADA ANAK

PRASEKOLAH DI TK PERTIWI DAN RA DESA PLOSOHARJO KECAMATAN

PACE KABUPATEN NGANJUK

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar motivasi stimulasi toilet training

oleh ibu kategori baik (84,4%). Dapat disimpulkan bahwa motivasi ditunjang oleh usia,

sehingga ibu akan mudah menerima dan mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu

yang disebabkan oleh adanya keinginan untuk memenuhi kebutuhan tertentu, sehingga

ibu akan mempunyai motivasi yang baik.

Dari hasil penelitian didapatkan keberhasilan toilet training pada anak kategori baik sebanyak 75%. Hasil kajian data ditemukan keberhasilan toilet training pada anak prasekolah kategori cukup sebanyak 18,8% dan kategori kurang sebanyak 6,2%. Hal ini menunjukkan bahwa keberhasilan toilet training pada anak terkait dan ditentukan oleh berbagai faktor. Keberhasilan toilet training pada anak prasekolah pada hasil penelitian sebagian besar dengan kategori baik, hal ini karena pada usia 5-6 tahun anak sudah dapat melepas pakaian luar dan pakaian dalam sendiri, jongkok sendiri saat BAB, membersihkan kotoran sendiri, serta memakai pakain dalam dan luar sendiri. Hidayat (2005)

Faktor yang mempengaruhi keberhasilan toilet training, meliputi pertama kesiapan fisik,

(usia telah mencapai 18- 24 bulan, dapat duduk atau jongkok kurang lebih 2 jam, ada

gerakan usus yang regular, kemampuan motorik kasar seperti duduk, berjalan, dan

kemampuan motorik halus seperti membuka baju). Kedua, kesiapan mental (mengenal

rasa yang datang tiba-tiba untuk berkemih dan defekasi, komunikasi secara verbal dan

Page 9: lokmin keluarga

nonverbal jika merasa ingin berkemih dan defekasi, keterampilan kognitif untuk

mengikuti perintah dan meniru perilaku orang lain).

Ketiga, kesiapan psikologis (duduk atau jongkok di toilet selama 5-10 menit tanpa berdiri

dulu, mempunyai rasa penasaran atau rasa ingin tahu terhadap kebiasaan orang dewasa

dalam buang air, merasa tidak betah dengan kondisi basah dan adanya benda padat di

celana, dan ingin diganti segera). Keempat kesiapan orang tua (mengenal tingkat

kesiapan anak untuk berkemih dan defekasi, ada keinginan untuk meluangkan waktu

yang diperlukan untuk latihan berkemih dan defekasi pada anaknya, dan tidak mengalami

konflik atau stres keluarga yang berarti misalnya, perceraian.

Keluarga Tn. D merupakan keluarga dengan tahap perkembangan keluarga usia anak pra

sekolah. Anak ke dua tn. N berusia 3 tahun di mana usia tersebut merupaan saat terbaik

untuk melatih anak dalam hal toilet training. Pada saat pengkajian, Ny. E mengeluh

bahwa anak nya yaitu E yang berusia 3 tahun belum dapat melakukan toilet training

dengan baik. Ny. E tidak tahu bagaimana cara mengajarkan toilet training yang baik.

Jurnal ini diharapkan mampu mengatasi masalah Ny. E tersebut.

Perawat akan menerapkan hasil dari jurnal ini terhadap Ny. E dikarenakan sesuai hasil

penelitian ibu yang memiliki motivasi stimulasi toilet training baik 85% memiliki

keberhasilan toilet training baik. Terbukti juga bahwa ada hubungan antara motivasi

stimulasi toilet training oleh ibu dengan keberhasilan toilet training pada anak prasekolah.

Hal ini dapat diasumsikan bahwa motivasi stimulasi ibu yang baik dapat memberi

kontribusi yang baik terhadap keberhasilan toilet training. Perawat akan meningkatan

motivasi Ny. E dalam menstimulasi anaknya untuk toilet training.

4. JURNAL KELUARGA EFEK TERAPI MUSIK TERHADAP MOOD PASIEN

STROKE

Dari Jurnal penelitian ini dapat diterapkan pada asuhan keperawatan komunitas di tingkat

puskesmas maupun rumah sakit. Saat ini kasus penderita difteri di Indonesia menempati

urutan ke-3 di dunia, sedangkan di Indonesia, Jawa Timur merupakan penyumbang kasus

terbanyak difteri di Indonesia, sedangkan di Malang Raya sendiri menempati urutan

kedua terbanyak di Jawa timur. Sehingga perlu adanya pecegahan dan penanganan yang

Page 10: lokmin keluarga

efektif untuk menurunkan kasus tersebut. Dengan adanya program instruksi kesehatan

terencana dalam jurnal ini yang mengedepankan perencanaan instruksional dengan

pemberian pendidikan kesehatan melalui media video, atau leaflet kepada orang tua/ibu

dari balita, sehingga dapat meningkatkan pengetahuan dari ibu dan keyakinan kesehatan

yang selama ini menjadi prinsip hidupnya. Selain itu ibu dapat memahami tentang bahaya

penyakit apabila imunisasi anaknya tidak lengkap. Mengingat penyakit difteri hanya

dapat dicegah dengan pemberian vaksin/imunisasi yang berkelanjutan sampai usia bayi

cukup, sehingga resiko bayi terkena difteri semakin kecil. Dari pernyataan di atas, besar

harapannya untuk mengaplikasikan apa yang sudah dilakukan, diteliti, dan dianalisa

dalam jurnal ini tentang teknik untuk mengendalikan difteri menggunakan pendekatan

yang instruksi kesehatan terencana kepada ibu-ibu untuk mengikuti program

kesehatan/imunisasi yang teratur untuk bayinya sehingga terhindar dari penyakit

infeksius terutama difteri.

5. Pengaruh Senam Terhadap Kadar Gula Darah Penderita Diabetes

Hasil yang diperoleh dari jurnal ini menunjukkan bahwa Terdapat perbedaan penurunan kadar

gula darah sewaktu antara kelompok terpapar dan kelompok tidak terpapar (nilai

p=0,0001). Penurunan rata-rata gula darah sewaktu pada kelompok terpapar 2,3 kali lebih

besar daripada kelompok tidak terpapar (31,5 mg/dl berbanding 13,5 mg/dl). Jadi, senam

efektif dalam menurunkan kadar gula darah.

Keluarga binaan penulis mengidap diabetes sejak kurang lebih 5 tahun yang lalu dan

mengatakan sangat jarang sekali berolah raga dan tidak pernah mengikuti senam diabetes

hal ini yang mengakibatkan klien masih belum mampu mengontrol gula darah secara

optimal, walaupun klien rutin mengkonsumsi obat dan mengecekkan gula darahnya,

namun pilar latihan fisik masih sangat kurang.

Mardi Santoso (2008: XVI) menyatakan bahwa olahraga yang dianjurkan untuk penderita

DM adalah aerobic low impact dan rithmis, misalnya berenang, jogging, naik sepeda, dan

senam disco, sedangkan latihan resisten statis tidak dianjurkan (misalnya olahraga beban

angkat besi dan lain-lain). Tujuan latihan adalah untuk meningkatkankesegaran jasmani

atau nilai aerobik optimal.

Page 11: lokmin keluarga

Pedoman program latihan bagi penderita diabetes melitus menurut Rifkin (1984 dalam

Santoso, 2008) adalah sebagai berikut:

- Durasi senam: 30-60 menit (pemanasan, inti, dan pendinginan)

- Tahapan senam: masing-masing tahap senam meliputi:

1) Lima sampai 10 menit pemanasan peregangan tungkai

2) 20-30 menit latihan aerobik dengan denyut jantung pada zona target (75 -80%

denyutjantung maksimal)

3) 15-20 menit latihan ringan dan peregangan untuk pendinginan

Hal-hal yang perlu di perhatikan adalah setiap program latihan, apapun macamnya

harusmengandung unsur pemanasan, latihan inti dan pendinginan. Pemanasan

dimaksudkan untukmempersiapkan organ-organ tubuh beserta perangkatnya (termasuk

enzim) agar mampumelakukan gerakan-gerakan dengan baik dan terhindar dari cedera.

Lebih dari itu pemanasanjuga dimaksudkan untuk mempersiapkan menghadapi latihan.

Latihan inti disesuaikan dengankemampuan, kemauan, keharusan dan keadaan. Latihan

ini sangat spesifik, setiap kasusberbeda dan pada kasus yang sama pun satu orang dengan

orang lain akan berbeda.Pendinginan dilakukan dengan cara mengurangi gerakan secara

bertahap sebelum berhentisama sekali. Merupakan suatu keharusan untuk melakukan

pendinginan setelah latihan,sebab tanpa pendinginan dapat timbul rasa pusing, mual,

muntah, bahkan bisa sampaipingsan. Pendinginan juga bermanfaat untuk mempercepat

hilangnya rasa capai setelahlatihan, sebab zat pelelah (asam laktat) akan segera kembali

ke peredaran darah (Sumarni, 2008 dalam santoso, 2008).

6. Factors Associated With Difficult Toilet Training (Faktor-Faktor yang

berhubungan dengan Kesulitan dalam Toilet Training)

Hasil yang diperoleh dari jurnal ini menunjukan bahwa kelompok pembanding

(comparison children) lebih banyak bertemperamen mudah ditandai dengan odds ratio

sebesar 33,51. DTT atau difficult toilet trainers atau kelompok anak dengan kesulitan

toilet training lebih sulit beradaptasi (OR=3,12), lebih sering memiliki mood yang negatif

(OR=2,79), kurang persisten (OR=2,97) dan sulit didekati (OR=1,85). Kelompok DTT

juga lebih sering mengalami konstipasi (OR=3,52) walaupun 55% kelompok CC juga

mengalami konstipasi. Kelompok DTT lebih sering menyembunyikan rasa ingin defekasi

Page 12: lokmin keluarga

(74%) dan meminta untuk dipakaikan popok (37%). Pola asuh tidak berbeda di antara

kedua grup. Tidak dapat perbedaan yang signifikan dalam frekuensi kejadian yang

mencetuskan ansietas yang berhubungan dengan toileting, seperti kejadian di publik,

perpisahan atau perceraian orang tua, kelahiran saudara baru atau gangguan selama toilet

training. 53% anak-anak dengan DTT dilaporkan memiliki ketakutan tentang toilet

training apabila dibandingkan dengan anak dengan CC (26%) (p=0.04, OR=0,41).

Beberapa pola perilaku diidentifikasi dari anak dengan DTT (pertanyaan berdasarkan

pola yang tidak ditanyakan pada grup anak prasekolah). Sebanyak 74% anak dengan DTT

menyembunyikan saat akan defekasi, 24% menyembunyikan celana dalam kotor dan

22% digoda karena kejadian defekasi.

Anak dengan DTT merupakan subjek yang kurang diteliti. Penemuan dari penelitian ini

mengisi kesenjangan dalam memahami mengapa anak-anak memiliki sikap yang

temperamental dan tendensi medis yang sebaiknya mempertimbangkan ketika mereka

berjuang dalam latihan toileting. Blum et al7 menyatakan bahwa 27 anak dengan

penolakan defekasi tidak memiliki masalah perilaku dibanding dengan grup yang telah

dilatih toileting sebagai kelompok kontrol. Penolak memliki peluang yang lebih tinggi

dalam hal konstipasi dan rasa sakit saat defekasi, walaupun penyebab atau efek ini masih

belum jelas. Studi selanjutnya menemukan bahwa penolak semakin memiliki watak yang

lebih buruk.

Profil temperamen dari anak DTT di studi ini berbeda dengan anak CC. DTT ditemukan

lebih kurang bisa beradaptasi, memiliki mood yang negatif, kurang persisten dan sulit

didekati dibandingkan dengan anak CC. DTT merupakan grup temperamental yang lebih

sulit, walaupun tidak memenuhi semua kriteria dari temperamen yang sulit.

Orang tua dengan anak DTT sepertinya tidak berbeda dalam hal pola mengasuh yang

diukur menggunakan PS, walaupun ekspektasi dari peneliti lebih dari itu. Walaupun

interaksi tidak efektif dan overreaktif atau pola mengasuh laxness diobservasi tentang isu

toileting, mungkin menjadi spesifik untuk perilaku toileting dan tidak ke orang tua secara

keseluruhan.

Implikasi dari jurnal ini yakni perawat perlu menjelaskan ke orang tua tentang tanda-

tanda anak mengalami kesulitan dalam toilet training dan apa yang harus dilakukan orang

tua ketika anak dicurigai mengalami kesulitan dalam toilet training. Perawat juga perlu

Page 13: lokmin keluarga

mengajarkan anak-anak untuk inisiasi dini melakukan toilet training dengan pendekatan

sesuai dengan watak anak.

7. Natural antioxidants from tomato ekstract reduce blood pressure in patients with

grade-1 hypertension : A double blind, placebo-controlled pilot study

(Antioksidan alami dari ekstrak tomat dapat menurunkan tekanan darah pada pasien

dengan hipertensi derajat-I: penelitian awal dengan metode double blind, kontrol placebo)

Yechiel N. Engelhard, Benny Gazer, Esther Paran, 2006

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi efek ekstrak tomat pada tekanan

darah sistolik dan diastolik hipertensi derajat-I, pada lipoprotein serum, homosistein

plasma, dan stres oksidatif. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pengobatan

jangka pendek dengan ekstrak tomat yang kaya antioksidan dapat menurunkan tekanan

darah pada pasien dengan hipetensi derajat-1, tanpa terapi obat. Berbagai penelitian

menunjukkan kemampuan antioksidan vitamin alami untuk meningkatkan fungsi

pembuluh darah. Tomat (Lycopersicon esculentum), bersama-sama dengan produk tomat,

merupakan sumber makanan penting antioksidan seperti tokoferol-dan karotenoid beta

karoten, phytoene, dan phytofluene. Tomat juga sumber makanan utama likopen,

antioksidan paling besar diantara karotenoid (Upritchard, 2000). Konsumsi jus tomat

menyebabkan signifikan elevasi plasma lycopene serta peningkatan resistensi dari low-

density lipoprotein (LDL) terhadap oksidasi pada subyek dengan diabetes mellitus tipe 2

(Upritchard, 2000). Diet suplementasi buah-buahan dan sayuran telah dikaitkan dengan

peningkatan kadar antioksidan plasma vitamin dan pada penurunan tekanan darah.

Galley, et all menyatakan bahwa terjadi pengurangan yang signifikan pada tekanan darah

sistolik (SBP) dan peningkatan serum beta karoten, tokoferol-α, dan urin nitrit setelah

suplementasi vitamin antioksidan.

Terapi dalam penelitian ini relatif singkat, dan tidak jelas apakah efek ekstrak tomat akan

bertahan lama. Perlakuan dalam percobaan kami adalah utama intervensi terapi, dan

masuk akal untuk mengasumsikan bahwa pasien berisiko rendah yang memiliki hanya

kecil atau tidak ada kerusakan pembuluh darah akan lebih responsif terhadap intervensi

Page 14: lokmin keluarga

dibandingkan pasien dengan kelas yang lebih tinggi dan HT lebih maju vaskular penyakit

dan beberapa obat terapi. Pengurangan tekanan darah dari HT derajat-1 ke tingkat di atas

normal, seperti dicapai dalam studi percontohan kami, adalah signifikan.

Mempertahankan pasien di nilai normal dan mencegah perkembangan ke kelas yang lebih

tinggi HT dapat menunda atau bahkan mencegah kebutuhan untuk terapi obat

antihipertensi. Penelitian ini bisa menjadi rekomendasi untuk melakukan penelitian

selanjutnya terkait manfaat antioksidan dalam tomat. Studi yang lebih besar dan lebih

beragam populasi untuk memeriksa efek antihipertensi dalam waktu yang lebih lama

diperlukan untuk membangun dan mendefinisikan peran ekstrak tomat sebagai agen

antihipertensi. Selain itu, masih perlu dibuktikan efek berkelanjutan dari pengobatan dan

efek jangka panjang yang menguntungkan untuk penderita penyakit kardiovaskular.

Tn. A merupakan keluarga binaan yang mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit

hipertensi. Tn.A rutin jogging setiap pagi dan memiliki pola makan yang baik, rutin

berpuasa. Ketika dilakukan pemeriksaan tekanan darah pada tanggal 29 Oktober 2012

diperoleh hasil 160/100 mmHg. Beliau mengatakan tekanan darah sebelumnya normal

dan tidak ada keluhan apapun. Mulai tanggal 26 Oktober 2012 beliau mengkonsumsi

daging sapi. Pada pengukuran tekanan darah selanjutnya pada tanggal 1 Nopember 2012

diperoleh hasil 140/90 mmHg, dan tanggal 12 Nopember 2012 diperoleh hasil 140/80

mmHg. Ny.H (istri Tn. A) mengatakan memiliki riwayat hipertensi dan akhir-akhir ini

mengeluh pusing. Ny.H juga mengatakan telah diberi obat antihipertensi, tetapi tidak

rutin diminum. Pada pemeriksaan tanggal 12 Nopember diperoleh hasil tekanan darah

130/90 mm/Hg. Berdasarkan pengukuran yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa Tn.A

dan Ny.H mengalami hipertensi derajat 1. Penelitian ini diharapkan dapat menambah

pengetahuan mengenai manfaat antioksidan pada tomat dalam menurunkan tekanan

darah, sehingga perawat dapat menyarankan kepada Tn.A dan Ny.H untuk

mengkonsumsi makanan yang mengandung antioksidan dengan takaran tertentu sebagai

terapi alternatif untuk mengurangi dampak negatif dari stress oksidatif dan tingginya

tekanan darah.

8. Infeksi Saluran Napas Akut pada Balita di Daerah Urban Jakarta

Page 15: lokmin keluarga

Dari jurnal dapat ditarik kesimpulan Prevalensi ISPA pada penelitian ini 40,8%. Faktor-

faktor yang memiliki hubungan secara statistik dengan prevalensi ISPA adalah pajanan

asap rokok dan riwayat imunisasi. Sedangkan jenis kelamin, usia, dan status gizi subjek,

serta tingkat pendidikan responden, pendapatan keluarga, crowding, Jumlah rokok,

suplementasi vitamin A, dan durasi ASI total tidak berhubungan dengan prevalensi ISPA.

Serta disarankan untuk para tenaga kesehatan agar meningkatkan kesadaran pembenahan

perilaku orang tua terhadap ISPA, menyarankan orang tua untuk tidak merokok, dan

melengkapi 5 imunisasi dasar sebelum usia 1 tahun.

Peningkatan pengetahuan keluarga Tn.W tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan

ISPA akan dilakukan. Pemberian pengetahuan akan lebih ditekankan pada pengurangan

pajanan asap rokok pada An. Y serta peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat orang

tua sebagai role model yang akan menjadi panduan anak dalam berperilaku bersih dan

sehat.

Page 16: lokmin keluarga

9. Perbedaan Kadar Gula Darah Sebelum Dan Sesudah Terapi Relaksasi Pada

Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Rumah Sakit Umum Cianjur

Hasil yang diperoleh dari jurnal ini menunjukkan bahwa terapi relaksasi secara analisa

dengan paired sample t-test tidak didapatkan pengaruh terhadap penurunan kadar gula

darah. Namun, hasil penelitian telah menunjukkan, bahwa relaksasi bagi pasien

diabetes tipe 2 mempengaruhi penurunan rata rata kadar gula darah, dibandingkan

dengan yang tidak melakukannya.

Implikasi dari jurnal yaitu terapi relaksasi berpotensi untuk menurunkan respon stres

yang tengah dialami Ny. N sehingga keadaan emosi tersebut tidak sampai

mempengaruhi pola makan dan pola hidup klien dalam mengendalikan kadar gula

darah. Karena kondisi emosi yang tidak stabil atau kondisi stres akan mengubah pola

makan klien, karena menurut Kirkley (Fisher, 1982) saat seseorang sedang mengalami

stres maka orang tersebut akan mengkonsumsi makan dalam jumlah lebih banyak dan

jenis yang mungkin tidak diperhatikan ( makanan yang dilarang ). Sehingga adanya

keadaan emosi yang negatif ini juga akan mempengaruhi tingkat kepatuhan klien

dalam pola makan atau diet sehingga klien tidak akan pernah mampu mengontrol pola

makannya apabila masih dalam kondisi stres.

Selain itu adanya keharusan untuk mengatur pola makan juga membuat stres

tersendiri pada klien. Dan apabila seseorang sedang berada dalam kondisi stres maka

tubuh akan mengaktifkan saraf simpatis. Saraf simpatis ini akan merespon dengan

meningkatkan kadar gula darah untuk meningkatkan kebutuhan energi tubuh akibat

stres. Klien diabetes tidak mampu mensekresi glukosa karena tidak maksimalnya atau

tidak adanya insulin, hal ini akan mengakibatkan kadar glukosa dalam darah melonjak

tajam (Pinel, 1990). Salah satu cara untuk menurunkan stress sehingga dapat

meningkatkan kepatuhan klien terhadap diet adalah dengan terapi relaksasi.

Tujuan pokok teknik relaksasi adalah untuk menahan terbentuknya respon stres,

terutamadalam sistem saraf dan hormon. Pada akhirnya, teknik relaksasi dapat

membantu mencegah atau meminimalkan gejala fisik akibat stres ketika tubuh bekerja

berlebihan dalam menyelesaikan masalah sehari-hari. Selain itu relaksasi akan

meningkatkan perasaan sehat pada seseorang sehingga akan meningkatkan motivasi

terhadap perilaku kesehatan (National safety council, 2003 dalam Subandi, 2004).

Hubungan Pola Diit Tepat Jumlah, Jadwal, Dan Jenis Terhadap Kadar Gula

Darah Pasien Diabetes Mellitus

Page 17: lokmin keluarga

Hasil yang diperoleh dari jurnal ini menunjukkan bahwa Terdapat hubungan antara

pola diit tepat jumlah terhadap kadar gula darah pasien diabetes mellitus. uji statistik

pengaruh jumlah dengan kadar gula darah puasa, karena nilai p<α maka Ho ditolak

dan Ha diterima, sehingga ada hubungan antara diit tepat jumlah dengan gula darah

puasa pasien diabetes mellitus tipe II. Sehingga Diit tepat jumlah sangat dibutuhkan

dalam mengontrol kadar gula darah penderita DM tipe 2.

Tn. A merupakan keluarga binaan yang menderita DM tipe II sejak 12 tahun yang

lalu. Saat ini klien juga pada tahap proses penyembuhan luka hecting post KLL pada

tanggal 23 Oktober 2012 yang lalu. Dengan adanya jurnal ini perawat akan

menerapkan diit 3J pada klien dengan cara memberikan edukasi dan pendidikan

kesehatan tentang pentingnya diet 3J ini. Selain penkes perawat juga akan

memberikan jadwal dan table menu dan juga jam makan klien. Dengan adanya jurnal

ini pula terbukti bahwa ada hubungan yang sangat erat antara pola diit tepat jumlah,

jadwal dan jenis terhadap kadar glukosa darah pasien DM tipe II. Dari hasil uji regresi

ganda diit tepat jumlah mempunyai hubungan yang sangat kuat diatara lainnya.

Dengan demikian perawat akan mengontrol lebih jumlah atau porsi makan klien

binaan sesuai jumlah kalori yang dibutuhkan, agar gula darahnya tetapterkontrol dan

luka pos KLL juga cepat sembuh dan tidak menyebabkan ganggen seperti yang tidak

kita inginkan.

Secara teori telah dijelaskan bahwa jumlah kalori didefinisikan sebagai banyaknya

kalori dalam ukuran kkal yang dikonsumsi dalam 1 hari sesuai dengan angka basal

metabolisme dan nilai IMT untuk mencukupi kebutuhan kalori tubuh. Karena

banyaknya faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan total kalori dan

komposisi makanan sehari-hari maka komposisi makanan ditentukan dalam kisaran

persentasi bukan suatu angka yang mutlak. Kebutuhan kalori pada pria juga lebih

besar dibandingkan wanita serta jumlah karbohidrat, protein dan lemak yang

dibutuhkan antara pria dan wanita juga berbeda (Almatzier, 2010).

Diit diabetes mellitus adalah pengaturan makanan yang diberikan kepada penderita

penyakit Diabetes Mellitus tipe II,dimana diit yang dilakukan adalah tepat jumlah

kalori yang dikonsumsi dalam satu hari, tepat jadwal sesuai 3 kali makanan utama dan

3 kali makanan selingan dengan interval waktu 3 jam antara makanan utama dan

makanan selingan, dan tepat jenis adalah menghindari makanan yang manis atau

makanan yang tinggi kalori. (Tjokroprawiro, 2006).

Page 18: lokmin keluarga