SEMIOTIKA C.S. PEIRCE PADA NOVEL TUHAN, IZINKAN AKU MENJADI
PELACUR! MEMOAR LUKA SEORANG MUSLIMAH KARYA M. MUHIDIN
DAHLAN*)
(C.S. Peirce’s Semiotic Of The Novel Tuhan Izinkan Aku Menjadi Pelacur! Memoar
Luka Seorang Muslimah by M. Muhidin Dahlan)
Siti Mukaromah1, Tri Mulyono
2, dan Vita Ika Sari
3
Universitas Pancasakti Tegal
Jalan Halmahera Km. 1, Kota Tegal, Jawa Tengah, Indonesia
Nomor telepon penulis (WhatsApp) +6285229915919
Pos-el: [email protected]
*) Diterima: 12 Agustus 2020, Disetujui: 27 Maret 2021
ABSTRAK
Penelitian ini merupakan penelitian sastra yang dilakukan untuk mengetahui wujud data, fungsi da
makna pada novel Tuhan, Izinkan Aku Menjadi Pelacur! Memoar Luka Seorang Muslimah karya M.
Muhidin Dahlan. Penelitian kualitatif ini menggunakan metode deksriptif analisis dengan taknik simak
catat. Penelitian yang mengkaji aspek semiotika yang mengacu pada teori C.S. Peirce ini meliputi
ikon, indeks, dan simbol. Ikon diartikan sebagai tanda yang memiliki kesamaan atau serupa dengan
objek. Indeks merupakan hubungan sebab akibat antara penanda dan petanda, sedang simbol adalah
hubungan konvensional terciptanya tanda sudah ada kesepakatan antar kelompok, atau wilayah
tertentu, dapat berupa isyarat maupun kata-kata. Berdasarkan hasil analisis yang sudah dilakukan novel
ini memiliki aspek yang dibutuhkan dalam penelitian.
Kata kunci: semiotika, C.S. Peirce, novel.
ABSTRACT
This research is a literary research conducted to find out the feasibility of novel, Tuhan, Izinkan Aku
Menjadi Pelacur! Memoar Luka Seorang Muslimah by M. Muhidin Dahlan. This qualitative research
uses descriptive analysis method with note taking technique. Research that examines aspects of
semiotics that refer to Carles Sanders Peirce's theory includes icons, indices, and symbols. Icon is
interpreted as a sign that has the same or similar to the object. An index is a causal relationship
between a marker and a sign, while a symbol is a conventional relationship the sign is made that there
is an agreement between groups, or certain regions, which can be in the form of signs or words. Base
on ther results of the analysis that has been done that this novel has aspects that are needed in
research, but cannot be used as learning material in high school.
Keywords: semiotics, C.S. Peirce, novel.
142 ALAYASASTRA, Volume 17, No. 1, Mei 2021
PENDAHULUAN
Dalam kehidupan sehari-hari manusia
sebenarnya sering menggunakan
tanda-tanda disadari. Seperti, ketika
seseorang merasa lapar kemudian
ingin makan. Dalam hal ini juga
terjadi hubungan sebab akibat. Lapar
yang menjadi sebab dan makan
sebagai akibat adanya tanda. Tanda
atau sistem tanda dapat melekat
kapanpun dan dimanapun. Semiotika
merupakan ilmu yang mengkaji
tentang tanda. Hal ini dilakukan guna
mencari makna dalam setiap karya
sastra yang sudah atau telah
diciptakan. Karena seperti yang kita
ketahui bahwa tanda tidak hanya
berupa simbol seperti dilarang palkir
atau rambu lalu lintas, tapi juga berupa
tulisan tak terkecuali karya sastra
didalamnya.
Sastra sendiri merupakan suatu
ungkapan atau ekspresi yang dapat
berupa karya tulis berdasarkan hasil
imajinasi para penulis, sehingga karya
sastra cenderung bertema fiktif. Salah
satu hasil karya sastra adalah novel,
novel merupakan hasil konsep
pemikiran dari para pengarang yang
mengeskpresikan pikirannya. Dalam
hal ini penulis berniat untuk
melakukan penelitian kajian semiotik
yang terdapat pada novel Tuhan,
Izinkan Aku Menjadi Pelacur!
Memoar Luka Seorang Muslimah
karya M. Muhidin Dahlan (Dahlan,
2016).
C.S. Peirce, adalah salah satu
tokoh semiotika yang memaparkan
bahwa ada tiga hal yang
menginterpretasikan tanda, yaitu ikon,
indeks, dan simbol. Ikon adalah
penggambaran dari tanda yang
memiliki kesamaan dengan objek yang
ditunjuk. Indeks adalah tanda yang
memiliki hubungan sebab-akibat
dengan apa yang ditandakan. Adapun
simbol adalah tanda yang mempunyai
kaitan makna dengan yang telah
ditandakan dan bersifat konvensi. Di
samping itu, untuk lebih menjelaskan
konsep semiotika ini C.S. Peirce juga
membuat teori trikotomi sebagai
berikut.
Menurut model trikotomi Peirce,
proses permaknaan tanda mengikuti
tiga tahap, yaitu (1) persepsi
indrawi atas representamen
(misalnya asap yang terlihat dari
jauh); (2) pertunjukan asap pada
objek (peristiwa kebakaran yang
tidak dialami langsung); dan (3)
pembentukan interpretan
(penafsiran, misalnya “itu
pertokoan didaerah X”). Dapat kita
lihat bahwa (2) dan (3) terjadi
dalam pikiran seseorang, sedangkan
(1) terjadi karena indra seseorang.
Menurut teori semiotika ini,
berdasarkan representamennya, kita
dapat membedakan semiotika
menjadi 3 jenis tanda, yaitu ikon,
indeks, dan lambang (Hoed, 2011:
156).
Dari pernyataan tersebut dapat
dipahami bahwa tanda tidak akan
pernah lepas dari kehidupan sehari-
hari. Sementara itu, tanda berkaitan
erat dengan simbol dan makna, seperti
rambu lalu lintas yang ada di jalanan
maupun tanda atau perlambangan lain
yang ada di sekitar kita. Keberadaan
tanda-tanda ini memudahkan manusia
Semiotika C.S. Peirce pada Novel Tuhan... (Siti Mukaromah dkk.) 143
dalam menjalankan kehidupannya
sehari-hari, karena memungkinkan
manusia dapat membaca situasi atau
kondisi di sekitarnya. Sebagai contoh
pemasangan bendera kuning pada
salah satu pagar rumah yang
merupakan tanda bahwa di tempat itu
sedang ada keluarga yang
berbelasungkawa. Karya sastra juga
sarat dengan tanda-tanda. Tanda-tanda
dalam karya sastra tersebut merupakan
peruwujudan dari nilai estetis sebuah
karya yang pada akhirnya melahirkan
sebuah pemaknaan. Demikian juga
dengan novel Tuhan, Izinkan Aku
Menjadi Pelacur! Memoar Luka
Seorang Muslimah yang selanjutnya
disingkat TIAM karya M. Muhidin
Dahlan. Novel ini memuat tanda-tanda
yang menarik unttuk digali maknanya.
Adapun alasan lain yang
mendasari dipilihnya novel TIAM ini
adalah selain masih sedikit penelitian
tentang novel ini, novel ini juga
termasuk novel yang menjadi
kontroversi setelah penerbitannya
karena perbedaan pemikiran atau
konsep berpikir antara pengarang
dengan pembaca. Kontroversi tersebut
telahdijabarkan dalam bab terakhir
sekaligus penutup dalam novel ini
yang berisi tentang tinjauan ulang dari
sesi diskusi yang sudah diadakan di
beberapa daerah di Indonesia.
Penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan pendekatan C.S. Peirce
sebagai landasan teori. Alasan
digunakannya teori ini adalah
banyaknya referensi yang dapat
ditemukan baik secara luring maupun
daring sehingga memudahkan penulis
mendapat rujukan untuk penelitian ini.
Tujuan dilakukannya penelitian
ini adalah untuk mendeskripsikan
wujud tanda, fungsi,dan makna pada
novel TIAM. Adapun manfaat
penelitian ini adalah pembaca
diharapkan mendapat manfaat seperti,
menambah kepustakaan para peneliti
novel terlebih pada kajian semiotika
teori C.S. Peirce, pembaca mengetahui
wujud tanda pada novel terkait,
mengetahui fungsi dan makna tanda
pada novel ini, serta menerimanya
sebagai ilmu pengetahuan tentang
tanda.
Dalam penelitian ini metode
yang digunakan adalah deskriptif
analitik yang dilakukan dengan cara
mendeskripsikan fakta-fakta yang
kemudian disusul dengan analisis.
Secara etimologis deskripsi dan
analisis artinya menguraikan, tetapi
dalam hal ini tidak semata-mata hanya
menguraikan saja melainkan juga
memberikan penjelasan secukupnya
(Ratna, 2009: 53). Metode ini
merupakan gabungan dari dua metode
yaitu metode deskriptif dan metode
analisis, hal ini dapat dilakukan
dengan syarat kedua metode tidak
bertentangan, artinya saling
berhubungan. Sumber utama data
adalah novel Tuhan, Izinkan Aku
Menjadi Pelacur! Memoar Luka
Seorang Muslimah karya M. Muhidin
Dahlan. Penelitian ini berpatokan pada
teori milik Mahsun (2007: 31). Beliau
menyatakan bahwa ada tiga tahap
yang dapat dilalui untuk mencapai
suatu penelitian yakni, tahap
prapenelitian, tahap penelitian dan
tahap pascapenelitian. Wujud data
berupa kata, frasa, klausa, dan kalimat
144 ALAYASASTRA, Volume 17, No. 1, Mei 2021
yang teridentifikasi dalam novel
terkait. Teknik pengumpulan data
menggunakan metode simak dan catat.
Teknik analisis data mengacu ada
kajian semiotika teori Charles Sander
Peirce. Teknik penyajian hasil analis
disajikan secara deskriptif dengan
menggunakan bahasa yang mudah
dipahami oleh pembaca.
Seperti yang sudah dijelaskan
sebelumnya bahwa novel juga tidak akan
terlepas dari semiotika. Ada beberapa
tokoh semiotika yang terkemuka yang
teorinya dijadikan sebagai bahan acuan
dalam penelitan tanda pada karya sastra
seperti, Ferdinand de Saussure, C.S.
Peirce, Michel Riffatarre dan Ronal
Barthes. Namun, pada penelitian ini
penulis hanya menggunakan teori dari
C.S. Peirce, yang menyatakan bahwa
hubungan antara penanda dan petanda
tergolong dalam tiga aspek, yakni
ikon, indeks, dan simbol sebagaimana
dijelaskan sebelumnya, ikon
merupakan kesamaan antara objek
tanda dan petanda, indeks adalah
hubungan sebab akibat, dan simbol
adalah hubungan secara konvensi atau
memiliki kesepakatan di dalam
pembuatannya biasanya berupa kata
atau kalimat tertentu, dapat juga
berupa bahasa isyarat. Hartoko dalam
Santosa (Santosa, 1993: 3) memberi
batasan semiotika sebagai bagaimana
kata dalam penafsiran semiotika yang
dilakukan oleh pengamat atau
masyarakat melalui tanda atau
lambang (Lebih jelasnya C.S. Peirce
membuat tabel trikotomi yang dapat
dijelaskan menggunakan tabel sebagai
berikut.
Tabel 1
Trikotomi Ikon/Indeks/Simbol (dalam
Sobur, 2006: 34—35)
Sumber: Arhtur Asa Burger. 2000b.
tanda-tanda dalam kebudayaan
temporer. Yogyakarta: PT. Tiara
Wacana, hlm. 14
Berdasarkan tabel di atas, dapat
dijelaskan bahwa ikon yang
merupakan tanda yang memiliki
kesamaan dengan objeknya dapat
dicontohkan dengan narasi berupa
gambaran atau penjelasan suatu foto
atau peristiwa dengan adanya bukti
berupa foto atau dokumen dari
peristiwa terkait. Sedangkan objek
yang memiliki hubungan sebab-akibat
adalah indeks, ini dapat dicontohkan
dengan penggambaran asap sebagai
tanda adanya kebakaran/api, adanya
solusi sebab adanya masalah dan lai
sebagainya. Serta simbol yang
merupakan konvensi yang bersifat
arbiter dapat dicontohkan dengan
penggunaan kalimat yang tidak
TANDA IKON INDEKS SIMBOL
Ditandai
dengan:
Persamaan
(kesamaan
)
Hubunga
n sebab-
akibat
Konvensi
Contoh: Gambar-
gambar
Patung-
patung
Tokoh
besar
Foto
reagan
Asap/
api
Gejala
/penya
kit
Berca
k
merah
/camp
ak
Kata-
kata
isyarat
Proses Dapat
dilihat
Dapat
diperkira
kan
Harus
dipelajari
Semiotika C.S. Peirce pada Novel Tuhan... (Siti Mukaromah dkk.) 145
biasanya seperti bahasa isyarat atau
istilah lain di lingkungan tertentu.
Teori ini juga dijelaskan oleh
Hoed (2011: 156—157) sebagai
terjadinya pemaknaan sebuah tanda
dalam suatu proses yang disebut
semiosis. Yang digambarkan sebagai
siklus berbentuk segitiga dengan garis
membentuk panah yang mengarah
pada satu arah. Hal ini dapat
gambarkan sebagai berikut, jika Objek
dilambangkan O, Representatif
sebagai penerima tanda dilambangkan
dengan R, dan Interpretan merupakan
penerima anda yang menafsirkan.
Maka dicontohkan sebgai berikut, jika
dalam satu situasi R digambarkan
sebagai Asap dan O sebagai
Kebakaran, maka penerima tanda akan
melakukan penafsiran. Maka, jika
seseorang melihat Asap (R), orang
tersebut akan mengkaitkannya dengan
Kebakaran (O), sehingga ia dapat
menafsirkan bahwa yang terbakar
adalah sebuah gedung pertokoan (I).
hingga dapat di gambarkan sebagai
berikut.
Gambar 1
Proses Semiosis
Sementara itu menurut Peirce (Nort
1990: 39—47 dalam Hoed, 2011)
semiosis tidak terjadi satu kali,
melainkan berlanjut secara tak
terhingga atau tak terbatas (unlimited
semiosis). Hal ini dikerenakan proses
interpretasi berkembang menjadi
reinterpretasi baru. Ini dapat digambar
dengan perlambangan yang tidak jauh
berbeda dan gambaran segitiga yang
saling berkaitan dengan anak panah.
Hingga dapat dijelaskan sebagai
berikut, jika proses semiosis dimulai
dengan Asap yang di lambangkan
sebagai R1. Di mana R1 mengacu
pada peristiwa kebakaran yang
dilambangkan dengan O2. Sehingga
mengalami proses interpretan dengan
dilambangkan I1 berupa asap
kebakaran dari gedung pertokoan yang
terbakar. Maka mulai dari I1 dapat
menjadi representamen baru yang
dapat dilambangkan dengan R2,
kemudian menciptakan objek baru
pula atau O2 yang mengacu pada
presepsi kerugian pada pemilik.
Hingga menghasilkan proses
interpretan baru atau I2 yaitu kerugian
pada bank kreditur. Begitulah proses
ini berjalan terus hingga menciptakan
R3 dan seterusnya, hingga tidak akan
berakhir karena manusia akan terus
berpikir. Berikut ilustrasi yang dapat
digambarkan dari proses semiosis tak
terbatas.
Gambar 2
Semiosis Berlanjut
146 ALAYASASTRA, Volume 17, No. 1, Mei 2021
Dalam penelitian ini penulis
mencari referensi dari beberapa jurnal
artikel yang mengkaji semiotika
dengan menggunakan teori dari C.S.
Peirce diantaranya, Piliang (Piliang,
n.d.) dalam Jurnal Mediator Vol. 5
No. 2, 2004 menulis artikel dengan
judul “Semiotika Teks: Sebuah
Pendekatan Analisis Teks”. Dalam
jurnal ini menjelaskan mengenai
analisis teks. Analisis teks adalah
salah satu cabang dari semiotika teks
yang secara khusus mengkaji „produk
penggunaan bahasa‟ berupa kumpulan
atau kombinasi tanda-tanda verbal
maupun visual.
“Konsep Dasar Semiotika dalam
Komunikasi Massa Menurut C.S.
Peirce”, Suherdiana (Semiotik et al.,
2008) dalam Jurnal Ilmu Dakwah Vol.
4 No. 12, Juli-Desember 2008.
Menurutnya semiotika memiliki tiga
ranah, yakni sintaksis semiotik,
semantik semiotik, dan pragmatik
semiotik. Sintaksis semiotika
mempelajari hubungan antara tanda
satu dengan tanda yang lain; Semantik
semiotika mempelajari tentang
konsekuensi dalam
interpretant/hubungan antara tanda dan
denotasinya; Pragmatik semiotika
mempelajari tentang tanda dan
pemberi tanda.
Aini (Alternatif et al., 2013)
dalam jurnal NOSI Volume 1 Nomor
2, Agustus 2013 dengan judul
“Analisis Semiotik terhadap Novel
Laskar Pelangi Karya Andrean Hirata
sebagai Alternatif Bahan Pengajaran
Sastra di SMA”. Aini meneliti tanda
kajian semiotika menggunakan teori
C.S. Peirce yang membagi tanda
menurut hubungan representamen
dengan objek atas ikon, indeks, dan
simbol. Penelitian yang dilakukan Aini
ini untuk mendeskripsikan (1) tanda
yang meliputi ikon, indeks, dan simbol
dalam novel Laskar Pelangi karya
Andrea Hirata berdasarkan analisis
semiotika, (2) makna tanda berupa
ikon, indeks dan simbol pada novel
Laskar Pelangi karya Andrea Hirata.
Setyowati (E-journal, 2016)
dalam Jurnal Pendidikan Seni Rupa
Edisi 1 Tahun ke 2016 menulis artikel
dengan judul “Kajian Semiotika
Karya-Karya Stensil Propaganda
Digie Sigit”. Penelitian seni rupa ini
bertujuan untuk mendeskripsikan
makna dari karya-karya Stensil
Propaganda Digie Sigit. Penelitian
kualitatif deskriptif dengan objek
material berupa warna, ilustrasi,
tipografi dan layout serta objek formal
berupa makna di dalam karya Digie
Sigit yang dapat dikaji menggunakan
teori semiotika C.S. Peirceyakni ikon,
indeks dan simbol.
Yulian (Studi et al., 2017) dalam
Jurnal Litersi Volume 1 Nomor 2,
Oktober 2017 menulis artikel dengan
judul “Semiotika dalam Novel
Rembulan Tenggelam di Wajahmu
karya Tere Liye”. Dalam penelitian ini
ditemukan banyak pemakaian bahasa
secara semiotik, yakni berupa kata.
Dari uraian di atas, peneliti
mendapati persamaan dan perbedaan.
Meskipun mereka sama-sama
mengkaji semiotika menggunakan
teori milik C.S. Peirce, yang
membedakan adalah objek yang
mereka teliti berbeda-beda. Mulai dari
sastra, seni rupa sampai ilmu dakwah,
Semiotika C.S. Peirce pada Novel Tuhan... (Siti Mukaromah dkk.) 147
yang dapat membuktikan bahwa
kajian semiotika tidak hanya sebatas
tekstual saja.
Tanda dalam semiotika
digunakan untuk mengkaji makna
bukan hanya dalam konteks karya
sastra melainkan juga kehidupan
sehari-hari. Hal ini juga yang dapat
membuktikan jika semiotika tidak
hanya berupa verbal tapi juga visual.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Terkait analisis novel TIAM karya M.
Muhidin Dahlan, sejauh ini masih
sedikit analisis yang dilakukan.
Namun dari berbagai referensi terkait
kajian semiotika teori C.S. Peirce
penulis mampu mengalalisis wujud
tanda yang terdapat dalam novel TIAM
karya M. Muhidin Dahlan,.
Wujud tanda yang teridentifikasi
diantaranya mencakup kata, frasa,
klausa, kalimat, dan wacana. Dari
hasil analisis yang telah dilakukan,
data yang diperoleh secara
keseluruhan mencapai 128 data yang
termasuk tiga aspek yakni, ikon,
indeks, dan simbol. Selanjutnya, data
tersebut dikategorikan sesuai dengan
teori trikotomi C.S. Peirce.
Dari pengategorian data
diperoleh hasil berupa tanda pada
aspek indeks yang memiliki data lebih
banyak daripada ikon dan simbol
dengan jumlah data mencapai 75 data.
Adapun ikon memiliki data lebih
sedikit daripada simbol, yakni hanya 2
data dan simbol mencapai jumlah 51
data.
Berdasarkan uraian tadi, dapat
dibuat tabel frekuensi tentang aspek
tanda ikon, indeks, dan simbol
semiotika berdasarkan teori trikotomi
C.S. Peirce pada TIAM sebagai
berikut.
Tabel 2
Frekuensi tanda semiotika pada teks
TIAM.
No
.
Tanda
Semiotika
Frekue
nsi
Presentas
e (%)
1. Ikon 2 1,6%
2. Indeks 75 58,6%
3. Simbol 51 39,8%
Jumlah 128 100%
Berdasarkan data di dapat dijabarkan
bahwa data terbanyak terdapat pada
aspek tanda indeks dengan persentase
mencapai 58,6% dengan jumlah data
mencapai 75 data, sedangkan aspek
tanda terendah terdapat pada aspek
tanda ikon dengan jumlah data hanya
2 data atau sama dengan 1,6% saja dan
aspek tanda simbol dengan jumlah
data 51 data atau setara dengan 39,8%
dari keseluruhan data.
Pada kasus ini setiap tanda yang
telah teridentifikasi memiliki fungsi
dan maknanya masing-masing. Dari
novel TIAM yang mencapai 269
halaman didapati 128 tanda dari aspek
semiotika C.S. Peirce, kemudian tanda
yang sudah diperoleh dianalisis dan
dideskripsikan untuk mengungkap
fungsi dan makna simbol pada novel
TIAM. berikut ini.
Ikon
Seperti yang sudah dijabarkan pada
penjelasan-penjelasan sebelumnya,
148 ALAYASASTRA, Volume 17, No. 1, Mei 2021
secara singkat ikon dapat diartikan
sebagai kesamaan atau menyerupai
antara penanda dan petanda yang
berkaitan dengan objek-objek terkait.
Aspek ikon yang terdapat pada
novel TIAM adalah sebagai berikut.
Data 1
…Wajah-wajah mereka menunduk
seperti sedang menghitung langkah
langkah amalan ibadah (…) Kata
Rahmi suatu ketika kita harus
mengikuti cara Rasul. Semua gerak
gerik kita harus mengikuti tuntunan
beliau: makan, minum, semua-
muanya, termasuk dalam berjalan.
“seperti yang diajarkan Rasul.
Bukannya tengok sana sini”…
(Dahlan, 2016: 25—26).
Rahma adalah salah satu teman satu
pondok yang paling dekat dengan
tokoh utama dalam novel yakni, Nidah
Kirani. Hal ini dibuktikan dengan
beberapa gambaran intensnya
hubungan mereka.
Aspek ikon tersebut
menggambarkan perilaku menyerupai
orang yang dijadikan teladan, dalam
hal ini adalah Rasul yang saat berjalan
tidak menoleh ke kanan atau kiri,
tetapi menunduk tanpa bersuara.
Data 2
…Seorang yang mengatakan
dirinya muslim harus menjadi
muslim secarra keseluruhan, secara
kaffah. Ini sduah difirmankan
Allah: „Wahai orang-orang yang
beriman, masuklah kalian semua
tanpa kecuali kedalam Islam secara
kaffah dan jangan kalian coba-coba
ikuti langkah syaito…‟ (Dahlan,
2016: 39)
Ikon tersebut merupakan
penggambaran seorang muslim yang
menjadi Islan secara menyeluruh,
tidak sekadarnya saja.
Indeks
Indeks merupakan tanda yang
menunjukkan klausa atau sebab akibat
yang ditimbulkan oleh tanda dan
petanda, tanda ini biasanya lebih
mengacu pada kenyataan. Dapat
dicontohkan dengan gambaran yang
diungkapkan oleh C.S. Peirce dalam
tipolonginya, yaitu asap ada sebab
adanya api. Berikut data indeks dalam
TIAM
Data 1
…Mengagumkan betul ini Rahmi.
Karena kekaguman itu pula aku
sampai di halaman Masjid Tarbiyah
di pagi ini. (Dahlan, 2016: 27)
Aspek indeks tersebut menjelaskan
adanya sebab mengapa tokoh utama
dalam hal ini Nidah Kirani sampai di
Masjid Tarbiyah adalah akibat dari
kekagumannya terhadap Rahmi
Data 2
…tak satupun ikhwan yang tampak.
Bahkah sendari tadi aku belum
melihat wajah meraka. Dan
memang itu tidak memungkinkan,
sebab pintu masuknya berbeda….
(Dahlan, 2016: 29)
Aspek indeks pada kutipan tersebut
terdapat sebab tokoh terkait yaitu
Kiran tidak melihat para ihwan
Semiotika C.S. Peirce pada Novel Tuhan... (Siti Mukaromah dkk.) 149
diakibatkan karena jalur masuk yang
berbeda.
Data 3
…katanya teratur dan membentuk
rima yang sejuk menyentuk telinga.
Ia berbicara tentang tasawuf tentang
hati. Aku mencatatnya. Juga hadis
dan ayat-ayat yang disebutkannya.
Aku bergumam penuh takzim:
begitu hebat orang ini…. (Dahlan,
2016: 30)
Aspek indeks yang ada di atas dapat
dijelaskan bahwa sebab takzim atau
kagumnya Kiran akibat ikhwan yang
bertugas pengisi dakwah dalam dalam
acara pengajian rutin bercakap santun
dan ramah dalam menyampaikan
dakwahnya
Data 4 Ketekunannya dalam beribadah pun
tertular kepadaku. Aku pun mulai
bisa salat tepat waktu dan
berjamaah di masjid yangtepat
berada di depan asrama putrid.
Hampir dipastikan aku sudah
berada di masjid ketika adzan
belum selesai berkumandang.
(Dahlan, 2016: 31)
Aspek indeks pada kutipan tersebut
adalah sebab lingkup pertemanannya
yang baik dalam ketaatan dalam
beribadah mengakibatkan Kiran
terpengaruh oleh lingkungannya.
Data 5
…Surat Rahm buatku. Kubuka.
Kalimat-kalimat pendek tercetak:
(…) maafkan Rahmi tidak pamit
sebelumnya. Sepagi tadi Ukhti saya
tunggu-tunggu, tapi tak kunjung
juga datang datang. Makanya saya
pun pamit tanpa bertatap muka…”
(Dahlan, 2016: 32)
Indeks tersebut menjelaskan bahwa
sebab Rahmi meninggalkan surat
akibat Kiran yang ditunggu untuk
berpamitan tak kunjung datang,
sedangkan. Rahmi tidak dapat
berlama-lama sebab sudah ditunggu
oleh ibunya yang sendirian di
Bandung.
Data 6
…Kucoba memang menghalau rasa
kesendirian itu dengan coba
menedekati mereka dan
mengajaknya berdiskusi tentang
Islam, tapi memental saja. Tidak
ada yang tanggap. Sampai akhirnya
kau malu sendiri dan memilih diam
diluas Pondok Ki Ageng …
(Dahlan, 2016: 34)
Aspek indeks pada kutipan tersebut
adalah sebab Kiran merasa malu
akibat dari upayanya yang berbuah
nihil ketika ingin mengusir
kesendiriannya karena ditinggal oleh
Rahmi, temannya, dengan mengajak
teman-teman sekamarnya.
Data 7
…Aku harus membuat kelompok
pengajian untuk mengaji soal-soal
keislama. Aku harus membuat
forum-forum itu sebab aku tidak
mau mati selagi semangat
beragamaku tumbuh….(Dahlan, 2016: 34).
Aspek indeks pada kutipan tersebut
adalah sebab upayanya membentuk
forum keagamaan akibat dari
kegagalannya mencoba berdiskusi
150 ALAYASASTRA, Volume 17, No. 1, Mei 2021
dengan teman sekamarnya, tetapi tidak
ada respons berarti pada saat semangat
beragamanya sedang bertumbuh dan
berupaya agar semangat beragamanya
itu tidak mati begitu saja.
Data 8
“…Keabsahan beragama dan
tegaknya syariat tadi ditentukan
oleh apakah kita memiliki daulah
atau tidak. dan kami punya rencana
besar utuk mengusahakan
berdirunya Daulah Islamiyah
Indonesia.”
“Hah, mendirikan daulah? Daulah
seperti apa itu Mas?” tanyaku
setengah kaget setengah melonjak.
(Dahlan, 2016: 41)
Aspek indeks tersebut adalah sebab
terperanjatnya Kiran akibat pengakuan
dari Dahiri yang berusaha membuat
organisasi Daulah Islamiyah
Indonesia, yang pada konteks TIAM
justru menjurus pada Islam yang
dianggap subversivf atau radikal.
Data 9
Setotal doktrin yang ia semburkan
ke wajah hatiku, setotal itu pula aku
beruba (…)
Tak pernah putus ku giring
aktivitasku pasa stu stasiun yang
sama sekali tidak pernag kualami
sebelumnya: total beribadah.
Kerjaku cuma dikamar: salat, baca
Quran dan berdoa…. (Dahlan,
2016: 43)
Aspek indeks pada kutipan tersebut
adalah sebab doktrin yang diterima
Kiran dari Dahiri berakibat pada
perubahan total pada Kiran dalam
menjalankan ibadahnya.
Data 10
…Aku harus bersihkan diriku
sebersih-bersihnya karena aku
sedang dalam tahapan memasuki
sebuah gerasakn suci yang punya
misi mulia: menegakkan Daulah
Islamiyah di bumi Indonesia….
(Dahlan, 2016: 44)
Aspek indeks tersebut adalah sebab
Kiran mencoba membersihkan dirinya
dari segala dosa atau sama halnya
dengan mensucikan diri merupakan
akibat dari keinginanya bergabung
dengan Daulah Islamiyah.
Simbol
Simbol menurut teori trikotomi C.S.
Peirce adalah hubungan tanda dan
petanda yang memiliki hubungan
asosiasi konvensioal, artinya terdapat
kesepakan mengenai makna suatu kata
diantara sekumpulan kelompok
masyarakat yang memiliki tujuan atau
kepentingan yang sama. Tanda ini
dapat berupa bahasa isyarat, bahasa
daerah, dan lain sebagainya. Kutipan
simbol yang digunakan dalam novel
TIAM dapat dijabarkan sebagai
berikut:
Data 1
“…Kita mengenal Islam lebih dekat
di sana. Kebanyakan mahasiswa
Kampus Biru.” (Dahlan, 2016: 27)
Dalam hal ini aspek simbol
dalam kutipan di atas adalah Kampus
Biru. Kampus Biru merupakan sebutan
untuk Universitas Gadjah Mada.
Julukan ini muncul berawal dari
Semiotika C.S. Peirce pada Novel Tuhan... (Siti Mukaromah dkk.) 151
sebuah novel karya Ashadi Siregar
berjudul Cintaku di Kampus Biru,
yang awalnya merupakan cerita
bersambung yang dimuat tahun 1972
di surat kabar Kompas.
Data 2
…, sedikitpun aku tidak
bersijingkat dari tempat dimana aku
digarang begitu hebat oleh
matahari. Aku tetap tenang seperti
tak merasakan apa-apa selain
kedamaian abadi. Coba
kudongakkan sedikit wajahku yang
sedari tadi menafakuri lantai…
(Dahlan, 2016: 29)
Aspek simbol dalam kutipan tersebut
adalah menafakuri. Kata tersebut
berasal dari kata dasar tafakur yang
artinya perenungan atau
mengheningkan cipta. Hal ini dapat
dikaitkan dengan konteks pada novel
saat tokoh utama yang sedang
menunggu dimulainya pengajian di
sebuah masjid terkena sengatan sinar
matahari, tetapi tidak bergeming
seakan sedang merenungi diri atau
mengheningkan cipta (berdoa).
Data 3
…Dugaku, tentu saja landskap
masjid ini sudah diatur sedemikian
rupa agar zina mata antara ikhwan
dan akhwat tidak terjadi….
(Dahlan, 2016: 29)
Aspek simbol dalam kutipan tersebut
adalah ikhwan dan akhwat. Kedua
kata ini merupakan kata serapan dari
bahasa Arab, ikhwan artinya saudara
atau teman laki-laki, sedangkan
akhwat artinya saudara atau teman
perempuan. Kata ikhwan dan akhwat
ini kerap digunaan oleh umat muslim
Indonesia karena adanya percampuran
antar budaya. Hal yang dapat
dikaitkan dengan novel adalah ketika
Kiran menghadiri suatu pengajian dan
menyebutkan adanya sekat antara laki-
laki (ikhwan) dan perempuan
(akhwat).
Data 4
…Ia bercerita tentang tasawuf,
tentang hati. Aku mencatatnya.
Juga hadis dan ayat-ayat yang
disebutkannya. Aku bergumam
penuh takzim: begitu hebat orang
ini…. (Dahlan, 2016: 30)
Aspek simbol dalam kutipan tersebut
adalah tasawuf dan takzim. Tasawuf
merupakan istilah yang digunakan
oleh umat muslim sebagai anjuran atau
cara untuk mengenal dan mendekatkan
diri kepada Allah Swt. sehingga
dengan sadar dapat memperoleh
hubungan langsung dengan-Nya.
Adapun takzim dalam konteks ini
berarti kagum atau menghormati.
Dalam novel dijelaskan bagaimana
Kiran menghadiri pengajian yang
membahas tentang tasawuf dan merasa
kagum pada seorang ustad yang
menjelaskan tentang tasawuf dalam
pengajian tersebut.
Data 5
Sepulangya dari Kampus Barek,
kudapatkan kamar putri sepi…
(Dahlan, 2016: 31).
Aspek simbol dalam kutipan tersebut
adalah Kampus Barek. Istilah kampus
Barek sangat familiar di Yogyakarta
152 ALAYASASTRA, Volume 17, No. 1, Mei 2021
yang merupakan sebutan dari
Politeknik PPKP Yogyakarta.
Data 6
…Aku hanya minta sumbangan
saran dan dukungannya. Itu sudah
cukup bagiku. Mereka pun sepakat,
maklum di Kampus Barek yang
berada di bawah naungan Kampus
Ungu ini belum mempunyai forum
studi keislaman. (Dahlan, 2016: 35)
Aspek simbol dalam kutipan tersebut
adalah Kampus Ungu. Kampus Ungu
merupakan sebutan untuk STIMIK
Amikom yang berada di Yogyakarta.
Disebut demikian karena bangunannya
bercat ungu.
Data 7
…Dahiri menanyakan soal
pimpinan Islam, dan itu berati
politik. Sebagai orang awam yang
ghirah keagamaannya lagi tumbuh -
tumbuhnya, pertanyaan seperti itu
terang membingungkanku….
(Dahlan, 2016: 36)
Aspek simbol dalam kutipan tersebut
adalah ghirah. Istilah ghirah berasal
dari bahasa Arab yang berarti
semangat. Dalam kaitannya dengan
novel ini dapat diartikan juga sebagai
semangat untuk membela agama dan
upaya untuk melakukan amalan salih.
Data 8
…Darinya kemudian Aku tahu
tentang konsep Islam. Yakni ad-
Dien yang melingkupi alam
semesta. Dari dia pula kutahu
bagaimana Rasulullah menjalankan
politik ekspansi tuk menegakkan
ad-Dien di muka bumi…. (Dahlan,
2016: 37)
Aspek simbol dalam kutipan tersebut
adalah ad-Dien atau Dien. Ad-Dien
atau Dien memiliki banyak makna
mulai dari makna yang menyangkut
kepemimpinan atau kekuasaan sampai
pada konteks keagamaan. Namun,
konteks yang dimaksud dalam TIAM
adalah sistem yang segala hukumnya
diatur oleh syariat agama yang
berkaitan dengan politik kekuasaan.
Data 9
…Aku menghamba sepenuh-
penuhnya hamba. Penghambaan
yang sungguh-sungguh. Inilah yang
menurutku Islam, yakni totalitas ke-
„abid-an. (Dahlan, 2016: 45)
Aspek simbol dalam kutipan tersebut
adalah ke-abid-an. Istilah abid yang
dalam novel ini berarti seseorang yang
taat beribadah kepada Tuhan. Dalam
novel Kiran mencoba mendekakan diri
kepada Tuhan sepenuhnya dengan
melakukan hal yang sebagaimana
seorang sufi lakukan.
Data 10
“Aku siap mengemban amanah
mulia yang telah kamu sampaikan
itu. Kusambut jalan itu. Aku siap
bergabuung dengan jundullah-
jundullah yang merelakan seluruh
hidup mereka untuk teganya ayat-
ayat Tuhan di atas bumi.” (Dahlan,
2016: 46)
Aspek simbol dalam kutipan tersebut
adalah jundullah-jundullah. Jundullah
berasal dari bahasa Arab yang berarti
prajurit Allah. Dalam novel terkait
Semiotika C.S. Peirce pada Novel Tuhan... (Siti Mukaromah dkk.) 153
jundullah ini mengarah pada
kelompok Daulah Islamiyah yang
seluruh anggotanya beranggapan
bahwa mereka sebadang
memperjuangkan agama Islam dijalan
yang benar.
Data 11
… Dalil yang menjelaskan itu
adalah surat Al-Maidah, yakni
kalau kamu belum berpegang pada
hukum islam kamu adalah zalim,
kafir. Dan aku amat sadar bahwa
posisiku sekarang ini yang tak lain
adalah Kafir…. (Dahlan, 2016: 48).
Aspek simbol dalam kutipan tersebut
adalah zalim dan kafir. Kedua istilah
ini sering digunakan dalam lingkup
agama islam. Zalim dalam hal ini
adalah bengis, sedangkan kafir adalah
tidak percaya kepada Allah. Dalam
kontek terkait bengis disini mengarah
untuk tidak mengasihi diri sendiri dan
sesama muslim dengan tidak
berpegang teguh pada konsep ad-Dien,
hingga dianggap sebagai kafir karena
tidak percaya dengan jalan yang sudah
di putuskan oleh Allah.
Data 12
… Aku menyambut seutuh-utuhnya
ajaran dan keyakinan baruku itu
karena ajakan itu bersamaan dengan
lempangnya hatiku untuk masuk
islam secara kaffah…(Dahlan,
2016: 48)
Dalam hal ini aspek simbol dalam
kutipan di atas adalah kaffah. Kaffah
sendiri merupakan istilah yang
digunakan umat muslim yang
memiliki arti menyeluruh atau
beribadah sepenuhnya, tidah setengah-
setengah. Dalam kutipan di atas Kiran
yang sudah dilantik sebagai salah satu
anggota Daulah Islamiah mencoba
untuk melapangkan hatinya untuk
masuk ke dalam agama Islam secara
sepenuh-penuhnya.
Data 13
…Intinya dalam ujian itu adalah
memastikan bahwa aku sudah
paham dengan apa yang kumasuki
dan benar-benar berniat sebelum
baiat dilangsungkan. (Dahlan,
2016: 50)
Dalam hal ini aspek simbol dalam
kutipan di atas adalah baiat. Baiat
sendiri merupakan istilah dalam islam
yang berarti ikrar sumpah setia kepada
imam (pemimpin). Pada kutipan di
atas dijelaskan bahwa Kiran sedang
dalam posisi akan di rekrut secara
resmi dengan mengucap sumpah pada
organisasi islam Daulah Islamiyah.
Data 14
…tiap hari aku shaum, aku
puasa…. (Dahlan, 2016: 53)
Dalam hal ini aspek simbol dalam
kutipan di atas adalah shaum. Shaum
sendiri merupakan istilah orang
muslim untuk puasa. Dalam kutipan di
atas kata shaum dipertegas dengan
penjelasan pada kata setelahnya.
Data 15
…Kalau berbuka, cukup dengan
roti tawar dicampur mesis,
margarine dan susu. Aku makan
satu dua helai roti. Tiap hari. Begitu
sederhananya aku memahami
154 ALAYASASTRA, Volume 17, No. 1, Mei 2021
kehidupan kaum sufi… (Dahlan,
2016: 53—54)
Dalam hal ini aspek simbol dalam
kutipan di atas adalah kaum sufi.
Kaum sufi sendiri merupakan istilah
yang digunakan bagi mereka yang
menganut paham sufi atau sufisme.
Sufi sendiri dapat diartikan sebagai
orang yang mempelajari ilmu tasawuf
atau kepasrahan diri kepada Allah.
Dalam kutipan di atas dijelaskan
bahwa Kiran sudah sepenuhnya
merasa bahwa dirinya sudah tidak lagi
membutuhkan hal berlebih. Meski
sederhana dan apa adanya asal dapat
memberi energi untuk beribadah sudah
sudah cukup baginya
Data 16
…Aku tak mau ber-suudzon,
berburuk sangka…(Dahlan, 2016:
54)
Dalam hal ini aspek simbol dalam
kutipan di atas adalah ber-suudzon
yang artinya adalah berprasangka
buruk. Dalam kutipan diatas arti
suudxon sendiri sudah dijelaskan pada
kata setelahnya.
Data 17
… Diajak berdiskusi dia tidak mau
terbuka, malah membentak-bentak.
Dia tidak tahu, bahwa aku gerah
juga diusir seperti itu.
Gagal dengan ukhti salaf itu,
kudekati yang lainnya… (Dahlan,
2016: 57)
Dalam hal ini aspek simbol dalam
kutipan di atas adalah salaf. Salaf
sendiri istilah yang merupakan resapan
dari bahasa Arab yang artinya angkuh,
sombong. Dalam kutipan di atas Karin
yang mencoba menyebarkan ajaran
islam dari organisasi yang dia ikuti
justru ditolak secara angkuh sehingga
dia menyebutnya dengan salaf.
Data 18
…Dan aku tahu pertanyaanku itu
dijawab diam oleh Mbak Auliah.
Seakan-akan pertanyaanku itu
adalah godam subversif baginya
dan jalan teraman untuk itu adalah
diam…. (Dahlan, 2016: 63)
Dalam hal ini aspek simbol dalam
kutipan di atas adalah godam
subversif. Istilah yang dimaksud kali
ini adalah seakan ada pukulan yang
berpengaruh besar dapan
menghancurkan atau menjatuhkan
suatu kekuasaan suatu kelompok
karena pertanyaan yang diajukan oleh
Kiran pada salah satu anggota
kelompok organisasi Daulah
Islamiyah.
Data 19
…Namanya Komadan Sardi. Dia
sudah berkeluarga, tampak agak
tua, dan alumni Kampus Putih…
(Dahlan, 2016: 65)
Dalam hal ini aspek simbol dalam
kutipan di atas adalah Kampus Putih.
Kampus Putih sendiri merupakan
istilah yang sering digunakan untuk
Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga di Yogyakarta. Nama ini di
dapat karena gedungnya yang sering
kali berwarna putih. Warna putih ini
pun dipilih karena kampus ini
termasuk dalam institusi pendidikan
Semiotika C.S. Peirce pada Novel Tuhan... (Siti Mukaromah dkk.) 155
yang netral dan tidak memihak salah
satu golongan.
Data 20
Bersamaan dengan selesainya
kuliah D3-ku di Kampus Barek
jurusan Pariwisata, aku mendaftar
ke Kampus Matahari Terbit dan
diterima dijurusan Hubungan
Internasional… (Dahlan, 2016: 68)
Dalam hal ini aspek simbol dalam
kutipan di atas adalah Kampus
Matahari Terbit. Kampus Matahari
Terbit sendiri merupakan julukan yang
digunakan untuk Universitas
Muhammadiah Yogyakarta.
Penelitian semiotika yang
dilakukan pada novel Tuhan, Izinkan
Aku Menjadi Pelacur! Memoar Luka
Seorang Muslimah karya M. Muhidin
Dahlan ini untuk mengetahui aspek
tanda yang meliputi ikon, indeks, dan
simbol sebagaimana yang sudah
dijelaskan dalam teori Trikotomi milik
C.S. Peirce dengan
mempertimbangkan adanya unsur ikon
sebagai unsur tanda yang memiliki
kesamaan dengan objek, indeks
merupakan sebab akibat adanya tanda
dan simbol sebagai tanda adanya
konvensi yang bersifat arbiter.
Sehingga dapat penelitian ini dijadikan
referensi oleh para pembaca maupun
peneliti sastra pada kajian semiotika,
terutama bagi peneliti yang
menggunakan teori milik C.S. Peirce.
Penelitian ini juga bisa dijadikan
sebagai referensi bagi mereka yang
ingin meneliti lebih jauh lagi terkait
novel Tuhan, Izinkan Aku Menjadi
Pelacur! Memoar Luka Seorang
Muslimah karya M. Muhidin Dahlan
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan tentang kajian semiotika
pada novel TIAM karya M. Muhidin
Dahlan atas aspek ikon, indeks dan
simbol dari teori C.S.Pierce dapat
disimpulkan sebagai berikut:
Novel TIAM karya M. Muhidin
Dahlan sudah memiliki aspek
semiotika yang dibutuhkan oleh
peneliti yaitu wujud tanda, fungsi dan
makna tanda pada karya sastra.
Diharapkan penelitian ini dapat
dimanfaatkan oleh para pembaca
terutama mahasiswa Bahasa dan
Sastra Indonesia, para peneliti maupun
penulis karya sastra.
Penelitian ini juga diharapkan
dapat dikembangkan kembali oleh
peneliti lain sesuai dengan objek
penelitian terkait semiotika atau
dijadikan sebagai penelitian lanjutan
bagi penulis lainnya. Selain itu para
pembaca diharapkan dapat mengambil
sisi positif yang terkandung dalam
novel Tuhan, Izinkan Aku Menjadi
Pelacur! Memoar Luka Seorang
Muslimah karya M. Muhidin Dahlan
tanpa lupa mempertimbangkan segelan
konflik sosial, unsur SARA dan
pornografi yang terdapat di dalamnya.
DAFTAR PUSTAKA
Aini, Alfiah Nurul. 2013. “Analisis
Semiotika Terhadap Novel
Laskar Pelangi Karya Andrea
Hirata Sebagai Alternatif
Pembelajaran Sastra di SMA”.
Dalam Jurnal NOSI. Online.
Volume 1 Nomor 2.
156 ALAYASASTRA, Volume 17, No. 1, Mei 2021
http://repo.stkip-pgri-
sumber.ac.id/234/4/DaftarPustak
a.pdf. (diunduh pada 23
Desember 2019).
Dahlan, Muhidin M. 2016. Tuhan
Izinkan Aku Menjadi Pelacur!
Memoar Luka Seorang
Muslimah. Yogyakarta: ScriPta
Manent.
Hoed, Benny H. 2011. Semiotik &
Dinamika Sosial Budaya.
Depok: Komunitas Bambu.
Mahsun. 2007. Metode Penelitian
Bahasa Tahap Strategi, Metode ,
dan Teknik. Jakarta: Raja
Grafindo.
Piliang, Yasraf Amir. 2004. Semiotika
Teks: Sebuah Pendekatan
Analisis Teks. Jurnal Mediator
Vol. 5 No. 2, 2004.
https://ejournal.unisba.ac.id/inde
x.php/mediator/article/view/115
6 (diunduh 23 Januari 2020)
Ratna, Nyoman Kutha. 2009. Teori,
Metode, Dan Teknik Penelitian
Sastra. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Setyowati, Nurmala. 2016. Kajian
Semiotika Karya-Karya Stensil
Propaganda Digie Sigit.
Yogyakarta: Universitas Negeri
Yogyakarta Press.
http://journal.student.uny.ac.id/o
js/index.php/serupa/article/view/
1826 (diunduh pada 10 Januari
2020).
Sobur, Alex. 2006. Semiotika
Komunikasi. Bandung:
Rosdakarya.
Suherdiana, Dadan. 2008. “Konsep
Dasar Semiotika dalam
Komunikasi Massa Menurut
C.S.Pierce”. Jurnal Ilmu Dakwah
Vol. 4 No. 12, Juli-Desember
2008.
http://journal.uinsgd.ac.id/index.
php/idajhs/article/view/399.
(diunduh 23 Januari 2020).
Yuliantini, Yanti Dwi dan Adita
Widara Putra. 2017. Semiotika
Dalam Novel Rembulan
Tenggelam Di Wajahmu Karya
Tere Liye. Dalam jurnal literasi.
Volume 1 nomor 2.
http://jurnal.unigal.ac.id/index.p
hp/literasi/article/download/785/
690. (diunduh pada 2 Januari
2020).
Santosa, Puji. 1993. Ancangan
Semiotika dan Pengkajian
Susastra. Bandung: Penerbit
Angkasa.
Top Related