Aplikasi histopatologi
http://sandykyen.blogspot.com/2010/01/aplikasi-histopatologi.html
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Usaha-usaha pengembangan diagnosis penyakit dan isolasi patogen dari
organ dalam tubuh akan membantu dalam manajemen penyakit yang
bersangkutan. Dari hasil tersebut dapat dilakukan pengambilan keputusan dalam
usaha-usaha pencegahan penyakit, termasuk pembuatan vaksin dan vaksinasi.
Mengingat diagnosis adalah kunci utama keberhasilan dalam upaya pengendalian
penyakit. Oleh karena itu metode diagnosis yag benar akan dapat ditentukan jenis
penyakitnya sehingga dapat dipilih tindakan preventif dan kuratif. Penyingkapan
terhadap kasus penyakit harus dilakukan secara tuntas untuk menunjang
kebenaran diagnosis.
Salah satu metode yang dipilih untuk pengamatan terhadap parameter
biologis adalah melalui pengamatan histopatologi. Pemeriksaan histologi adalah
salah satu cara untuk mendeteksi adanya komponen patogen yang bersifat infektif
melalui pengamatan secara mikro anatomi. Pemeriksaan histopatologi dilakukan
melalui pemeriksaan terhadap perubahan-perubahan abnormal pada tingkat
jaringan. Pemeriksaan histopatologi bertujuan untuk memeriksa penyakit
berdasarkan pada reaksi perubahan jaringan.
Pemeriksaan ini dilakukan melalui pemeriksaan terhadap perubahan-
perubahan abnormal pada tingkat jaringan. Pemeriksaan ini hendaknya disertai
dengan pengetahuan tentang gambaran histologi normal jaringan, respon jaringan
terhadap etiologi dan patologi komparatif terhadap hewan-hewan kelas tinggi.
Kepentingan pemeriksaan histopatologi dalam diagnose penyakit infeksi selain
diketahui kemungkinan penyebab infeksinya, juga dapat dilakukan klasifikasi
penyakit berdasarkan waktu dan distribusi penyakit. Dalam penentuan penyebaran
infeksi dan tingkat keberlangsungan infeksi dapat dilihat dari peradangan dan
infiltrasi sel radang yang ada (Purnomowati, dkk cit Kurniasih, 2002). Dalam
kasus-kasus subklinis kelebihan metode ini adalah terdeteksinya penyakit infeksi
pada ikan-ikan yang tidak menunjukkan gejala klinik. Selain itu pemeriksaan
histopatologi juga ditujukan untuk mendeteksi sedini mungkin adanya penyakit
metabolisme.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Kuliah seminar 1 sks bertujuan untuk memperoleh pengetahuan,
keterampilan dalam penyusunan makalah dan mempresentasikannya.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui teknik histopatologi dalam diagnosis penyakit
viral pada udang windu.
b. Mempelajari aplikasi histopatologi untuk diagnosis penyakit
viral pada udang windu.
C. Manfaat
Seminar 1 sks ini diharapkan dapat meningkatkan wawasan,
pengetahuan, keterampilan mahasiswa mengenai aplikasi
histopatologi untuk diagnosis penyakit viral pada udang windu.
II. POKOK PERMASALAHAN DAN PEMBAHASAN
A. Histopatologi
Histopatologi adalah cabang biologi yang mempelajari kondisi
dan fungsi jaringan dalam hubungannya dengan penyakit.
Histopatologi sangat penting dalam kaitannya
dengan diagnosispenyakit karena salah satu pertimbangan dalam
penentuan diagnosis adalah melalui hasil pengamatan terhadap
jaringan yang diduga terganggu. Histopatologi dapat dilakukan
dengan mengambil sampel jaringan atau dengan mengamati jaringan
setelah kematian terjadi. Dengan membandingkan kondisi jaringan
sehat terhadap jaringan sampel dapat diketahui apakah suatu
penyakit yang diduga benar-benar menyerang atau tidak (Anonim,
2008).
Aplikasi histopatologi merupakan suatu cara membuat preparat
dengan menipiskan sel jaringan dari organ-organ tubuh baik ikan
maupun udang . Untuk itu jaringan halus dapat ditanam pada parafin
dengan pembekuan, selanjutnya jaringan dipotong. Prasyarat untuk
mendapatkan histopatologi dan histokimia yang tepat dapat diperoleh
dengan mengamati preparat dibawah mikroskop elektron. Preparat
dari histopat mempunyai tanda spesifik yang terlihat dari jaringan sel
dan struktur jaringan akibat serangan patogenisitas. Prosedur dari
aplikasi histopatologi organ udang atau ikan yang terinfeksi adalah
mempunyai dasar dari metode histologi (Eg hofman 1961, Stohr et,
1963; Voss 1964 dalam Scaperclause, 1992). Berdasarkan penelitian
yang dilakukan Fahris, Setyowati dan Taslihan ( 2004), pembuatan
preparat histology dapat dilihat pada gambar 1.
Menurut Suntoro (1983), histopatologi jaringan bertujuan untuk
melihat kemungkinan adanya mikroorganisme yang bersifat patogen
dalam jaringan hewan atau manusia. Histopatologi juga bermanfaat
untuk membedakan luka akibat racun atau bakteri dengan struktur
normal.
B. Teknik Histopatologi
Teknik histopatologi merupakan suatu cara yang dilakukan untuk
melihat perubahan metobolisme dari perubahan jaringan yang terjadi.
Pemeriksaan dapat dilakukan terhadap udang yang sakit, diduga sakit
dan yang sudah mati. Pemeriksaan kondisi udang ditempat
pemeliharaan dan lingkungan sangat membantu dalam menentukan
diagnosis penyakit. Menurut Kurniasih (1999), peralatan yang
digunakan dalam teknik histopatologi meliputi:
Alas dari bahan kayu/ plastik untuk pemotong jaringan.
Scalpel untuk memotong jaringan menjadi ukuran lebih kecil.
Pensil dan kertas untuk memberi tanda/ kode jaringan.
Cassette berukuran kurang lebih 3 x 4 x 1 cm untuk menaruh
jaringan setelah dipotong kecil-kecil.
Tabung gelas berukuran 500- 1000 cc sebanyak kurang lebih 10
buah untuk proses dehidrasi, clearing dan bloking dengan parafin.
Microtome untuk memotong jaringan setebal 4-7 um.
Waterbath untuk mengembangkan hasil potongan jaringan yang
ditaruh diobyek gelas.
Mesin pemanas (incubator temp 56oC – 60oC) untuk mencairkan
parafin selama proses blocking.
Kulkas untuk menyimpan bahan kimia dan menyimpan hasil
blocking.
Gelas obyek dan gelas penutup (cover).
Light/ compound mikroskop.
Gambar 1. Skema pembuatan preparat histologi dengan pengecatan
Haematoxylen dan Eosin (H&E)
1. Fiksasi
Fiksasi bertujuan agar jaringan mati secepatnya sehingga tidak terjadi
perubahan pasca mati (autolisis post mortem) sehingga struktur jaringan sampel
dapat dipertahankan seperti saat udang masih hidup (Gambar 1). Fiksasi ini
dilakukan dengan cara perendaman sampel pada larutan Davidson selama 24- 72
jam. Dengan perbandingan 1 bagian specimen dan 10 bagian larutan Davidson.
Sebelum dimasukkan dalam larutan fiksatif untuk udang tokolan (berat 10 gram)
atau lebih besar dilakukan penyuntikan dengan larutan Davidson kemudian
dipotong sedemikian rupa sehingga organ-organ target tidak rusak apabila contoh
diterima dalam kondisi terfiksasi. Larutan fiksasi yang digunakan dalam
pemeriksaan ini adalah Larutan Davidson. Dalam pemeriksaan histopatologi pada
crustacea, termasuk udang, larutan yang direkomendasikan sebagai larutan fiksatif
adalah larutan Davidson yang terdiri dari :
Ethanol 95 % 330 ml
Formalin 37 % 220 ml
Asam Asetat Glasial 115 ml
H2O 335 ml
2. Preparasi organ atau jaringan target dari contoh
Organ atau jaringan untuk pemeriksaan WSSV adalah insang, jaringan
subkutikular, lambung dan atau chepalothorax; untuk pemeriksaan YHV adalah
insang, organ limpoid, jaringan subkutikular, lambung, dan atau chepalothorax;
untuk MBV dan HPV adalah hepatopankreas. Seluruh organ target dalam
pemeriksaaan dimasukkan dalam kaset embedding. Untuk larva udang seluruh
bagian tubuh langsung dimasukkan dalam kaset embeding
3. Dehidrasi
Tahap ini merupakan proses menarik air dari jaringan dengan menggunakan
bahan kimia tertentu. Bahan kimia untuk dehidrasi mempunyai sifat antara lain;
mengeluarkan air dari jaringan, menggantikan dan digantikan oleh bahan
penjernih (clearing), tidak mengubah sifat sediaan yang telah difiksasi. Proses ini
dimulai dengan perendaman pada larutan alkohol 70 % hingga tahap perendaman
alkohol 100% seperti yang ada pada gambar 2.
Stop
Start
Gambar 2. Bagan diagram alir dan bahan kimia yang diperlukan dalam jaringan
pada automatic tissue processor.
4. Clearing
Tahap ini bertujuan untuk menghilangkan bahan kimia dehidrasi sehingga
contoh sampel menjadi transparan. Bahan clearing ini mempunyai sifat mampu
menggantikan mengantikan bahan kimia dehidrasi, mampu melarutkan parafin.
Bahan yang dipergunakan adalah xylol sesuai dengan yang dilaksanakan pada
gambar 2.
5. Infiltrasi
Teknis histologi ini untuk menyusupkan paraffin ke dalam jaringan sampel
untuk menggantikan xylol yang telah hilang, sehingga sampel tidak rusak waktu
pemotongan dengan mikrotom (lampiran 1.1).
6. Teknik embedding
Setelah clearing dan infiltrasi jaringan diambil dan ditempatkan
pada paraffin mold dengan posisi sesuai tujuan pemeriksaan kemudian
ditambahkan paraffin cair dan ditutup dengan cassete embedding. Selanjutnya
dibekukan dan siap dipotong. Sebelum dipotong dilakukan proses trimming.
Sampel yang sudah diiris pada bagian yang mengalami perubahan dimasukkan
kedalam cassete embedding yang sudah diberi label dengan menggunakan pensil
(lampiran 1.5).
7. Pemotongan
Pemotongan dilakukan dengan menggunakan mikrotom dengan ketebalan
irisan 4-6 um. Hasil pemotongan diregangkan pada permukaan air floating
bath (lampiran 1.2) yang bersuhu 45oC. Selanjutnya dilakukan penempelan irisan
pada gelas objek yang telah diolesi dengan albumin-gliserin.
8. Pewarnaan jaringan dan sediaan preparat
Pewarnaan ini dipergunakan dengan teknik pewarnaan ganda haematoksilin
dengan eosin. Proses pewarnaan dimulai dengan contoh sediaan (slide) lampiran
1.6 yang direndam dalam xylol I yang dapat dilihat pada gambar 3.
8.1.Deparafinasi dan rehidrasi
Tahap ini bertujuan untuk memberikan air pada contoh jaringan dari alkohol
konsentrasi tinggi ke alkohol konsentrasi rendah dengan cara sampel dipindahkan
dan direndam dalam alkohol absolut I hingga selanjutnya yang terpapar pada
gambar 3.
8.2.Pewarnaan
Selanjutnya contoh sampel dipindahkan dan direndam dalam haematoksilin
selama 15 menit hingga tahap perendaman dalam eosin selama 2-5 menit yang
terpapar pada gambar 3.
8.3.Dehidrasi
Kemudian contoh sampel dipindahkan dan direndam dalam alkohol 95 %
hingga tahap perendaman pada xylol II selama 2 menit (Gambar 3).
8.4.Pelekatan
Merupakan proses perekatan gelas pentup dengan zat perekat supaya
sediaan jaringan tidak rusak. Pelekatan ini dilaksanakan setelah proses diatas
kemudian angkat contoh sediaan dan keringkan pada suhu kamar dan parafn
dibersihkan. Setelah preparat kering, ditetesi dengan bahan perekat entellan.
8.5.Penutupan
Tahap ini bertujuan untuk menempelkan gelas penutup sedemikian rupa
sehingga tidak ada gelembung udara. Selanjutnya jaringan siap diamati
dimikroskop.
Gambar 3. Bagan diagram alir dan bahan kimia yang diperlukan dalam jaringan
pada Hematoxylen dan eosin (H & E)
9. Pengamatan
Pengamatan hasil untuk diagnosis dengan metode komparasi dibawah
mikroskop cahaya pada pembesaran 100- 1000 x:
a. Preparat menunjukkan positif WSSV apabila ditemukan cirri
perubahan sebagai berikut hiperthropi inti sel, adanya benda asing
(inclusion body) tunggal bersifat eosinofilik di dalam inti sel, serta
kromatin menepi kearah membran inti.
b. Preparat menunjukkan positif HPV apabila ditemukan cirri perubahan
sebagai berikut abnormal hepatopankreas berupa benda inklusi
tunggal dalam inti sel yang bersifat eosinofilik.
c. Preparat menunjukkan positif MBV apabila ditemukan cirri perubahan
sebagai berikut abnormal hepatopankreas berupa kumpulan benda
oklusi dalam inti sel yang menyerupai kumpulan buah anggur yang
bersifat basofil.
d. Preparat menunjukkan positif YHV apabila ditemukan ciri sebagai
berikut abnormal berupa benda inklusi di tepi inti atau perinuklea
yang bersifat basofil.
C. Identifikasi penyakit Viral
Jenis virus yang menyebabkan penyakit pada udang penaeid ada 8 macam,
yaitu BP (Baculovirus Penaeid), BMN (Baculoviral Midgut gland Necrosis),
MBV (Monodon Baculovirus), IHHNV (Infectious Hypodermal and
Hematopoietic Necrosis Virus), HPV (Hepatopancreatic Parvo-like Virus), YHV
(Yellow Head Virus), WSSV (White Spots Syndrome Virus) dan HPVREO
(Hepatopancreatic Reo-like Virus). Beberapa virus tersebut berasal dari strain
yang berbeda (Tabel 1) dan sering menyerang udang penaeid dengan tingkat
infeksi yang berbeda (Tabel 2). Secara umum bagian tubuh yang terserang virus
jenis Baculovirus adalah sel epitel hepatopancreas dan usus tengah. Untuk
mengetahui gejala serangan virus jenis ini dapat diamati dibawah mikroskop
melalui pemeriksaan histologi (Adisukresno, 1994).
Tabel 1. Jenis-jenis virus yang menginfeksi udang Penaeid
Tabel 2. Inang yang terinfeksi virus DNA dan RNA secara alami maupun
eksperimental
Menurut Murdjani (2008), Diantara jenis penyakit yang paling banyak
membawa kerugian karena terjadinya kematian adalah akibat penyakit bercak
putih viral (WSSV), MBV(Monodon Baculo Virus) dan IHHNV(Infectious
Hypodermal and Hematopoietic Necrosis Virus). Penyakit jenis ini paling banyak
ditemukan dan mengakibatkan kematian masal pada budidaya udang windu, baik
teknologi intensif, semiintensif dan sederhana.
1. Penyakit bercak putih viral (White Spots Syndrome Virus,
WSSV)
Penyakit yang paling sering ditemukan terkait dengan kematian adalah
penyakit bercak putih viral. Udang yang terserang penyakit ini menunjukkan
tanda adanya bercak putih di seluruh tubuhnya, dari karapas hingga pangkal ekor.
Penyebab penyakit bercak putih viral adalah White Spots Syndrome Virus
(WSSV), yang termasuk keluarga Nimaviridae (Gambar 4).
Gambar 4. Udang yang terserang bercak putih viral, terlihat bercak keputihanpada
seluruh tubuh, dan karapas udang (kiri), gambar mikroskopi bercak
(kanan).
Udang yang terserang virus bercak putih biasanya terlihat lemah, berenang
ke tepi dan mati. Kematian masal umumnya terjadi dalam jangka waktu 3 hari
sejak gejala pertama ditemukan. Selain bercak putih udang juga berlumut
(Gambar 5), maka udang harus segera dipanen sebelum terjadi kematian lebih
banyak. Apabila udang terserang masih kelihatan bersih, insang juga bersih maka
perlakuan perbaikan kualitas lingkungan, pemberian vitamin C dan pemberian
ikan rucah untuk merangsang nafsu makan, masih dapat membantu untuk
penyembuhan.
Gambar 5. udang berlumut sebagai tingkat serangan akut.
2. Infeksi Monodon Baculo Virus (MBV)
Jenis virus MBV merupakan jenis virus yang umum ditemukan dalam
budidaya udang pada sekitar tahun 1990, dan dikenal sebagai penyebab penyakit
kematian udang umur 1 bulan (one month dead syndrome). Akibat serangan virus,
banyak tambak yang gagal panen dan mengalami kematian prematur.
Monodon Baculo Virus (MBV) merupakan virus
keluargabaculovirus, yaitu virus bentuk batang berbahan genetik DNA untai
ganda (dsDNA, double strand deoxyribonucleic acid). Virus ini dalam inti sel
inang yang terinfeksi membentuk occlusion body. Koloni virion dengan matriks
berupa protein sebagai perekat membentuk kristal seperti bola dalam inti sel
hepatopankreas udang yang terinfeksi (Gambar 4). Kristal virus seperti ini disebut
sebagai occlusion body. Inti sel yang terinfeksi virus umumnya membesar
(hypertrophied), berisi beberapa kristal virus yang berbentuk bulat. Jaringan yang
terinfeksi virus selanjutnya akan segera mengalami kerusakan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Madeali, Tompo dan Muliani
(1998), terjadi kelainan pada jaringan hepatopankreas yaitu inclusion body
sebagai akibat kerja dari virus pathogen. Inclusion body yang nampak pada
jaringan yang diamati merupakan ciri-ciri morfologi dari virus yang didasarkan
atas petunjuk dari Lightner (1996). Penampakan secara morfologi daninclusion
body yang terjadi pada inti sel dalam jaringan udang yang terserang penyakit viral
dapat dilihat pada gambar 6 dan gambar 7. Secara morfologi, gejala serangan
penyakit viral yang disebabkan MBV dapat dilihat adanya perubahan warna kulit
menjadi merah pada segmen (segmen merah) dan terdapat bercak putih pada
bagian kulit udang yang terserang WSSV.
Gambar 6. Penampakan Hepatopankreas udang normal (A = nucleus berada
ditengah sel), udang terserang MBV (B =Inclusion Body yang berwarna
kemerahan), udang yang terserang WSBV (C = Inclusion Body yang
berwarna merah jambu), dan udang yang terserang HPV (D =Inclusion
Body yang berwarna violet).
Gambar 7. Penampakan secara morfologis udang sehat (A =warna hijau
kehitaman), udang terserang MBV (B = warna merah pada abdomen) dan
udang terserang WSBV ( C = spot putih pada karapas)
3. Infectious hematopoietic and hypodermal necrotic
virus (IHHNV)
Jenis virus lain yang menginfeksi udang dan mengakibatkan kerugian
adalah IHHNV (Infectious Hypodermal and Hematopoietic Necrosis Virus).
Udang yang terinfeksi virus ini tumbuh kerdil (Gambar 8). Dalam satu tambak
dengan ukuran udang kerdil dengan porsi lebih dari 30% kemungkinan
disebabkan oleh IHHNV. Multiinfeksi virus juga dapat terjadi pada satu tubuh
udang, misalnya kombinasi dengan WSSV dan MBV (Monodon Baculo Virus).
Gambar 8. Udang kerdil karena terinfeksi IHHNV
Virus IHHNV merupakan virus dengan bahan asam nukleat untai tunggal
(ssDNA) dari kelas parvovirus, yang dicirikan dengan adanya benda
inklusi, inclussion body yaitu merupakan koloni virus dengan tanpa adanya
matrik. Intisel yang terinfeksi virus biasanya membesar dibandingkan dengan
normal. Diagnosis dilakukan dengan prosedur histopatologis, jaringan
hepatopankreas menggunakan larutan fiksatif Davidson. Diagnosis positif dengan
ditemukannya benda inklusi (koloni virus tanpa matriks) dalam inti sel yang
terinfeksi (Gambar 9a dan 9b).
a
b
Gambar 9a. Infeksi monodon baculovirus pada hepatopankreas, terlihat occlusion
bodies (tanda panah) pada hepatosit yang terinfeksi (kiri),
Gambar 9b.Infeksi hepatopancreaticparvo-like virus, terlihat inclussion bodies
pada inti sel hepatosit (tanda kepala panah).
Serangan penyakit dapat mengakibatkan kematian masal hingga mencapai
100% dalam waktu yang sangat singkat yaitu hanya 2 hari sejak gejala pertama
tampak. Udang yang terserang biasanya berenang ke tepi dekat pematang, lemah,
kehilangan nafsu makan dan akhirnya mati.
Menurut anonim (1997), inclusion body merupakan timbunan yang
abnormal dari massa protein di dalam sitoplasma ataupun nucleus yang terjadi
akibat infeksi virus tertentu. Benda inklusi intanuklear dapat pula ditemukan pada
tumor atau keracunan bahan toksik tertentu. Benda inklusi tersebut merupakan
hasil penjuluran dari sitoplasma ke dalam nucleus. Perubahan makroskopik
tergantung dari agen penyebab terbentuknya benda inklusi tertentu. Perubahan
mikroskopik ditandai oleh adanya timbunan benda asing yang bentuknya
bervariasi di dalam sitoplasma atau nukleus. Benda asing tersebut dapat berwarna
eosinofilik, basofilik ataupun amfofilik.
III. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Histopatologi adalah salah satu cara untuk mendeteksi adanya komponen
pathogen yang bersifat infektif melalui pengamatan secara mikro antomi yang
bertujuan untuk memeriksa penyakit berdasarkan pada reaksi perubahan
jaringan.
2. Kelebihan metode ini adalah terdeteksinya penyakit infeksi pada ikan ataupun
udang yang tidak menunjukkan gejala klinik sehingga mendeteksi sedini
mungkin adanya penyakit metabolisme.
3. Diagnosis penyakit viral secara histopatologi dilakukan berdasarkan perubahan
karakteristik jaringan.
B. Saran
Pemeriksaan histopatolgi sebaiknya disertai dengan pengetahuan tentang
gambaran histologi normal jaringan, respon jaringan terhadap etiologi dan
patologi komparatif terhadap hewan-hewan kelas tingkat tinggi dan rendah.
DAFTAR PUSTAKA
Adisukresno, S. 1994. Petunjuk Pelaksanaan Penanggulangan Penyakit Ikan.
Direktorat Bina Sumber Hayati. Jakarta.
Anonim. 1997. Petunjuk Praktikum Patologi Sistematik. Laboratorium Patologi
FKH-UGM. Yogyakarta.
Anonim. 2008. Histopatology. www.wikipedia.org>. Diakses tanggal 4 November
2008.
Fahris, N., Setyowati, J., dan Taslihan, A. 2004. Identifikasi Histologi Kondisi
Malnutrisi dan Infeksi Patogen Pada Udang dan Ikan. Laporan Tahunan
Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau. Jepara.
Kurniasih. 1999. Petunjuk Proses Jaringan dan Atlas Histologi Ikan.
Laboratorium Patologi FKH-UGM. Yogyakarta. Jakarta.
Lightner, D. V. 1996. A handbook of Shrimp Pathology and Diagnostic Procedur
for Diseases of Cultured Penaeid Shrimp. The World Aquaculture
Society. Baton Rouge, Louisiana. USA.
Madeali, M.I., Tompo, A., Muliani. 1998. Diagnosis Penyakit Viral pada Udang
Windu Penaeus monodon Secara Histopatologi dan Antibodi Poliklonal
Dengan Metode Elisa. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia 4: 11-18.
Murdjani, M. 2007. Penerapan Best Management Practise Pada Budidaya Udang
Windu (Penaeus monodon Fabricius) Intensif. www.dkp.go.id>. Diakses
tanggal 4 November 2008.
Purnomo, R., Hartono, P., dan Nirasari. 2002. Pengelolaan Kesehatan Ikan
Budidaya Laut. Balai Budidaya Laut Lampung.
Scaperelaus, W. 1992. Fish Disease. Vol.I. A. A Balkema. Rotterdam.
Suntoro, S.H. 1983. Metode Pewarnaan; Histologi dan Histokimia. Bhratara
Karya Aksara. Jakarta.
LAMPIRAN I
Lampiran 1.1 Mikrotom Lampiran 1.2 Water Bath
Lampiran 1.3 automatic tissue
processor
Lampiran 1.4 Waterbath bloking
Lampiran 1.5 Hasil Bloking parafin Lampiran 1.6 slide
LAMPIRAN 2
DAFTAR ISTILAH DALAM APLIKASI HISTOPATOLOGI
1. Embedding
Teknik pencetakan organ dengan parafin (dengan titik didih 52-58 oC) untuk
memudahkan pengaturandalam pemotongan jaringan.
2. Organ target
Organ yang menjadi sasaran infeksi patogen (virus) dan digunakan sebagai
objek pemeriksaan.
3. Preparasi jaringan
Teknik pemotongan organ target penyakit virus tertentu untuk memudahkan
dalam proses jaringan.
4. Hyperthropi
Peningkatan ukuran dari suatu jaringan, organ atau bagian tertentu dari
tubuh yang disebabkan oleh meningkatnya ukuran dari sel.
5. Tissue processor
Alat dalam proses histopatologi bekerja secara automatis digunakan untuk
memproses jaringan sampel untuk dehidrasi, clearing, infiltrasi dan paraffin.
6. Mikrotom
Alat yang dipergunakan sebagai tempat pisau untuk memotong jaringan
sampel setebal 5 um.
7. Eosinofilik
Bagian sel seperti inti menyerap zat pewarna eosin sehingga berwarna
merah.
8. Basofil
Bagian sel seperti inti yang menyerap zat pewarna Haematoxylen sehingga
berwarna ungu atau biru.
9. Inclusion body
Suatu bentuk karena virus di dalam sel maupun inti sel yang ukurannya
biasa lebih besar dari inti sehingga inti yang sesungguhnya berpindah ke dekat
membran inti atau membran sel.
10. Sub kutikular
Bagian dari jaringan kutikular yang letaknya dibagian dalam (sebelum)
kutikular (kulit).
11. Chepalothorax
Bagian tubuh yang merupakan gabungan dari dada(thorax) dan kepala
(chepalo)
12. Hepatopankreas
Merupakan gabungan organ terdiri dari hepar (hati) dan pancreas.
13. Perinuclear
Menunjukkan tempat ditepi inti sel.
14. Piknotik
Adanya perubahan pada nukleus yang ditandai oleh adanya kondensasi
kromatin nukleus menjadi suatu massa yang tercat lebih gelap dan bulat,
homogeni dan lebih kecil dari nukleus normal.
15. Trimming
Teknik pemotongan blok parafin untuk memudahkan pemotongan contoh
sampel pada mikrotom sehingga lebih efisien dan baik
16. Oklusion body
Adanya suatu bentuk karena virus didalam sel yang ukurannya bias lebih
besar daripada inti, bias berkelompok maupun soliter.
17. Floating bath
Pemanas air pada suhu tertentu (40-45oC) untuk meregangkan hasil
pemotongan jaringan dari mikrotom.
18. Karioreksis
Perubahan pada nukleus yang ditandai dengan adanya fragmentasi nukleus
menjadi beberapa bagian kecil.
19. Fiksasi
Teknik pengawetan organ agar struktur sel dan jaringan tidak mengalami
kerusakan akibat perubahan pasca mati
Diskusi
1. Penanya : Ahmad Mubarok
Dari beberapa jaringan yang ada seperti jaringan insang, chepalothorak, dan
lainnya. Yang manakah yang paling efektif untuk dilakukan diagnose?
Jawab : Berdasarkan jaringan yang teramati dalam kasus diagnose, jaringan
yang paling efektif untuk diamati adalah jaringan insang. Hal tersebut
dikarenakan jaringan insang keberadaannya langsung kontak dengan
lingkungan luar terutama perairan sehingga diduga paling awal
terinfeksi oleh bakteri, jamur dan virus adalah insang. Selain itu, tidak
dipungkiri juga bahwa di jaringan chepalothorak, liver, ginjal bila
pada ikan juga sering terinfeksi oleh patogenitas karena jaringan
tersebut merupakan lokasi organ terakumulasinya bahan-bahan racun
dan patogenitas.
2. Penanya : Gilang Nuansa Desa
Bagaimana efektifitas deteksi histopatologi dengan PCR !!Manakah yang
efektif?
Jawab : Histopatologi merupakan cabang biologi yang mempelajari kondisi
dan fungsi jaringan dalam hubungannya dengan penyakit deteksi ini
dapat digunakan untuk melihat gejala perubahan dalam jaringan yang
mana belum mengakibatkan dampak pada organism udang sendiri
sehingga dapat mendeteksi lebih awal terhadap kerusakan jaringan
akibat virus atau bakteri lainnya. Bila dibandingkan dengan metode
PCR, metode histology hanya dapat mendeteksi pada tingkat jaringan
namub metode PCR sudah dapat deteksi pada tingkat strain DNA atau
RNA virus tersebut dengan waktu deteksi yang relative singkat.
Dengan demikian, diantara deteksi tersebut PCR memiliki keefektifan
lebih untuk pemeriksaan virus.
3. Penanya : Ishak Katulistiwa
a. Dari tampilan slide sampel yang dijelaskan adalah tampilan chepalothorak,
kenapa tidak dilakukan dijaringan itu untuk efektifitasnya?
Jawab : Sebenarnya tampilan untuk histology pada jaringan insang sudah
ada hanya tidak dilampirkan dalam tampilan slide.keefektifan
dalam deteksi virus sebaiknya tidak hanya pada insang karena
dalam sebuah laboratorium kesehatan ikan, setiap sampel dating
akan diambil bagian-bagian organ seperti organ dalam (hati, ginjal,
usus, lambung, jantung pada ikan dan chepalotorak pada udang)
dan organ keras (insang, mata dan otak).
b. Dalam keadaan seperti apa histopatologi dilakukan? Dan biayanya lebih
mahal atau murah bila dibandingkan dengan diagnose yang lain?
Jawab : Histopatologi biasanya dilakukan saat keadaan disuatu tambak
mendengar isu atau berita tentang wabahnya virus tertentu sehingga
untuk penanggulangan perlu dilakukan histology dari sampel udang
ditambak sehingga dapat diketahui kondisi udang secara jaringan
mengalami keruskan atau tidak.
4. Penanya : Mas kentung
a. Berapa hari proses histopatologi biasanya dilakukan?
Jawab : Proses histology memerlukan waktu tersendiri dimana dalam
histology terdapat tahap-tahap yang harus dilakukan seperti proses
fiksasi, dehidrasi, clearing, infiltrasi, embedding, pewarnaan hingga
pengamatan. Dari kesemua proses tersebut memakan waktu ± 1
minggu.
b. Untuk virus yang menyerang, virus tersebut menyerang udang dewasa
atau udang saat panen?
Jawab : Sampel udang yang diamati biasanya tidak hanya pada udang yang
hidup saat ditambak namun udang yang telah mati pun dapat
dilakukan histology karena dapat digunakan untuk perbandingan
perubahan jaringan yang terjadi
c. Mungkin tidak, dalam suatu tambak dilakukan diagnosis yang lain?
Jawab : Perlu, karena dalam pemeriksaan histopalogi bukan suatu exam
finally, namun memerlukan uji lainnya seperti PCR untuk
mendukung hasil uji yang diperoleh pada histology.
5. Penanya : Hari Tunggul Widodo
Mengapa pada udang digunakan larutan Davidson untuk proses fiksasinya?
Jawab : Pada udang untuk proses fiksasi direkomendasikan untuk
menggunakan larutan Davidson karena hasil fiksasi untuk histology
memiliki hasil yang paling baik daripada harus menggunakan larutan
bouin atau buffer formalin.
6. Penanya : bapak Susilo Budi Priyono, S.Pi, M.Si.
Apakah maksud dari kelebihan histopatologi dalam diagnosis lebih dini
daripada metode-metode lainnya seperti PCR atau Elisa?
Jawab : Kelebihan metode histopatologi adalah dapat mengetahui
perubahan kerusakan hanya pada tingkat jaringan dengan biaya
yang relative tidak mahal, akan tetapi kecepatan dalam proses
pendeteksian penyakit metode PCR dan Elisa lebih cepat pada
tingkat DNA/ RNA dan tidak pada tingkat jaringan.
Top Related