TRANSPLANTASI ORGAN TUBUH ORANG MUSLIM KEPADA ORANG
NON MUSLIM MENURUT HUKUM ISLAM
(Studi Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum Islam(SHI)
Oleh :
Mochamad Syaiban
NIM : 103043227998
K O N S E N T R A S I P E R B A N D I N G A N H U K U M
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1431 H/2010 M
iv
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puja dan puji syukur penulis haturkan ke hadirat Allah SWT
yang telah memberikan beribu nikmat diantaranya nikmat iman, Islam dan juga
nikmat sehat wal afiat sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang
berjudul “Transplantasi Organ Tubuh Orang Muslim Kepada Orang Non Muslim
Menurut hukum Islam. (Studi Bahstul Masail Nahdlatul Ulama)”.
Salawat dan serta salam tidak lupa penulis haturkan kepada Nabi akhir zaman
Nabi Muhammad SAW yang membawa umatnya dari zaman jahiliyah hingga zaman
ini.
Selama penulis menuntut ilmu di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta banyak pengalaman baik suka maupun duka yang penulis alami dan juga
banyak pelajaran yang dapat diambil penulis. Dengan itu penulis mengucapkan
banyak terima kasih kepada :
1. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr.
KH. Muhammad Amin Suma, S.H., M.M., MA.
2. Ketua Program Studi Perbandingan Mazhab Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, Dr. H. Ahmad Mukri Aji, MA yang telah memberikan saran dan masukan
yang sangat membantu selama penulis menempuh pendidikan di Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
v
3. Sekretaris Program Studi Perbandingan Mazhab Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta Dr. H. Muhammad Taufiki, MA yang tiada hentinya memberi semangat
dan nasihat kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
4. Pembimbing Skripsi penulis, Prof. Dr. Hj. Huzaemah Tahido Yango, MA. yang
telah memberikan pengarahan, bimbingan, dan motivasi dalam penulisan skripsi
serta tidak jera memberi masukan-masukan dalam penyelesaian skripsi ini dan
juga bersedia meluangkan waktu kepada penulis di tengah kesibukannya.
5. Para Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah bersedia membagi ilmu pengetahuannya kepada
penulis dan mahasiswa/i lainnya.
6. Pimpinan dan seluruh karyawan Perpustakaan Umum serta pimpinan dan seluruh
karyawan Perpustakaan Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang telah membantu dalam pencarian literatur yang berkenaan dengan skripsi
ini.
7. Ketua Pengurus Pusat Nahdlatul Ulama yang bersedia meluangkan waktunya
untuk diwawancarai guna mendapatkan data-data yang diperlukan perlukan
penulis.
8. Pimpinan Nahdlatul Ulama wilayah Surabaya, Cabang Gresik dan Ranting
Sidomukti yang telah bersedia memberikan datanya.
9. Orang Tua tercinta, ayahanda Mausul Syafi’ dan ibunda Nur Sholihah yang telah
memberikan kasih sayang, perhatian dan dukungan baik moril maupun materiil
vi
yang tiada henti-hentinya kepada anaknya. Semoga penulis dapat membuat kedua
orang tua bangga.
10. Para paman dan bibi yang telah memberikan dukungan moril maupun materil dan
nasihat-nasihat agar penulis semakin berkarya.
11. Amelia Nurkartika yang setia menemani, menyemangati dan memberikan
dorongan dengan rasa sayang kepada penulis untuk menyelesaikan karya tulis ini.
12. Keluarga besar KSR PMI UIN Jakarta terutama F13, Syarifah, Kamel, Sitrun,
Aan, Ade, Hilal, Irwan dan para pengurus yang telah memberikan motivasi,
support, fasilitas dan telah membantu penulis dalam mengisi hari-hari selama
mengerjakan skripsi
13. semua orang yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Demikianlah skripsi ini penulis susun, semoga bermanfaat bagi semuanya
khususnya bagi penulis sendiri dan dan bagi para pihak yang turut membantu semoga
amal ibadahnya dibalas oleh Allah SWT. Amin
Jakarta : 1431 H
2010 M
Penulis
vii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ....................................................................... iii
KATA PENGANTAR ......................................................................... iv
DAFTAR ISI ………………………..………………………….…..…….. vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ............................................ 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................................................... 6
D. Metode Penelitian .......................................................................... 7
E. Sistematika Penulisan ..................................................................... 8
BAB II TINJAUAN UMUM TRANSPLANTASI ORGAN
A. Pengertian Transplantasi Organ ...................................................... 10
1. Sejarah Transplantasi Organ ............................................... 11
2. Kemajuan Transplantasi Organ ........................................... 13
B. Dampak Yang Timbul Dari Transplantasi Organ ............................ 15
C. Hukum Transplantasi Organ Tubuh ……........................................ 16
1. Hukum Positif Di Indonesia ............................................... 16
2. Hukum Islam Di Indonesia ................................................. 19
viii
BAB III NAHDLATUL ULAMA
A. Sejarah Nahdlatul Ulama ................................................................ 30
1. Latar Belakang Berdirinya …….......................................... 30
2. Tujuan Organisasi ……………….……….…….……..…. 36
3. Struktur Organisasi ............................................................. 36
4. Usaha Organisasi ................................................................ 37
B. Kiyai Dan Nahdlatul Ulama ........................................................... 38
1. Pengertian Kiyai ................................................................. 38
2. Peranan Kiyai Dalam Organisasi Nahdlatul Ulama ........... 42
BAB IV BAHTSUL MASAIL
A. Pengertian Bahtsul Masail .................................................................. 52
B. Peranan Bahtsul Masail Dalam Menghasilkan Suatu Hukum ............ 57
C. Hukum Transplantasi Organ Tubuh Orang Muslim Kepada Orang............
Non Muslim Menurut Bahtsul Masail NU ......................................... 58
D. Analisa Penulis Mengenai Hukum Transplantasi Organ Tubuh .........
Orang Muslim Kepada Orang Non Muslim Menurut Bahtsul ........
Masail NU ........................................................................................... 64
ix
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................. 67
B. Saran-saran ……………………………………………………… 68
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………… 69
LAMPIRAN ……………………………………………………………………. 72
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebagai makhluk sosial, tentunya manusia tidak
dapat hidup sendiri. Adanya rasa saling membutuhkan inilah manusia dengan
nalurinya selalu berusaha untuk tolong menolong.
Rasa untuk menolong ini timbul karena manusia sadar kalau suatu saat ia
juga butuh pertolongan orang lain, entah tolong menolong ini berdasarkan rasa
ikhlas atau dengan alasan kemanusiaan. Menolong orang yang membutuhkan
pertolongan, haruslah bersikap netral dengan tidak membedakan ras, suku dan
agama. Siapapun itu harus ditolong, tanpa kecuali. Misalnya orang yang
membutuhkan organ agar dapat melanjutkan hidup dengan bantuan tenaga medis
tentunya.
Dewasa ini, ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran
berkembang dengan pesat. Salah satunya adalah kemajuan dalam teknik
transplantasi organ. Transplantasi organ merupakan suatu teknologi medis untuk
penggantian organ tubuh pasien yang tidak berfungsi dengan organ dari individu
lain. Secara faktual, hal ini sangat membantu pihak-pihak yang menderita sakit
2
untuk bisa sembuh kembali dengan penggantian organnya yang sakit diganti
dengan organ manusia lain yang sehat.1
Sejak kesuksesan transplantasi yang pertama kali berupa ginjal dari donor
kepada pasien gagal ginjal pada tahun 1954, perkembangan ilmu kedokteran
dibidang transpIantasi semakin maju ditandai dengan adanya penemuan obat-
obatan anti penolakan yang semakin baik sehingga berbagai organ dan jaringan
dapat ditransplantasikan. Saat ini bahkan sedang dilakukan uji klinis penggunaan
hewan sebagai donor.
Transplantasi atau pergantian organ tubuh yang tidak berfungsi dengan
organ dari lain merupakan langkah lain yang ditempuh untuk menyelamatkan
jiwa seseorang apabila obat-obatan sudah tidak dapat menyembuhkan organ yang
mengalami kerusakan.
Beberapa masyarakat di Indonesia sampai saat ini menjadikan
transplantasi organ sebagai alternatif terakhir untuk mengganti organ yang telah
tidak berfungsi tersebut. Walaupun dengan harga yang mahal dan prosedur atau
persyaratan yang tidak mudah, mereka rela melakukannya demi satu tujuan yaitu
menyelamatkan jiwa.
Persoalan kehidupan manusia tentang kemanusiaan memang telah banyak
diperdebatkan. Ada yang menyoroti dari sisi agama dan utilitarianisme tentang
transplantasi organ ini. Adanya fenomena semacam itu harusnya memang ada
1 Artikel diakses tanggal 27 Juli 2007 dari www.yeyasa.com_search:transplantasi
3
hukum yang mengaturnya, baik hukum Islam maupun hukum yang berlaku di
negara Indonesia.
Dalam agama islam, hukum melakukan transplantasi organ tubuh adalah
mubah. syara’ membolehkan Syara’ membolehkan seseorang pada saat hidupnya
dengan sukarela tanpa ada paksaan siapa pun untuk menyumbangkan organ
tubuhnya kepada orang lain yang membutuhkan organ yang disumbangkan itu.
Syarat bagi kemubahan menyumbangkan organ tubuh pada saat seseorang masih
hidup, ialah bahwa organ yang disumbangkan bukan merupakan organ vital yang
menentukan kelangsungan hidup pihak penyumbang, seperti jantung, hati, dan
kedua paru-paru. Hal ini dikarenakan penyumbang organ-organ tersebut akan
mengakibatkan kematian pihak penyumbang, yang berarti dia telah membunuh
dirinya sendiri. Padahal seseorang tidak dibolehkan membunuh dirinya sendiri
atau meminta dengan sukarela kepada orang lain untuk membunuh dirinya.2
Allah SWT berfirman dalam Q. S. al-Nisa : 29
........... …………
“…..dan janganlah kalian membunuh diri-diri kalian ...”
Hukum transplantasi organ dari seseorang yang telah meninggal berbeda
dengan hukum transplantasi organ dari seseorang yang masih hidup. Untuk
mendapatkan kejelasan hukum trasnplantasi organ dari donor yang sudah
2 Artikel diakses pada 27 Juli 2007 dari www.scribd.com/transplantasidalamislam
4
meninggal ini, terlebih dahulu harus diketahui hukum pemilikan tubuh mayat,
hukum kehormatan mayat, dan hukum keadaan darurat. Mengenai hukum
pemilikan tubuh seseorang yang telah meninggal, kami berpendapat bahwa tubuh
orang tersebut tidak lagi dimiliki oleh seorang pun. Sebab dengan sekedar
meninggalnya seseorang, sebenarnya dia tidak lagi memiliki atau berkuasa
terhadap sesuatu apapun, entah itu hartanya, tubuhnya, ataupun isterinya.3 Oleh
karena itu dia tidak lagi berhak memanfaatkan tubuhnya, sehingga dia tidak
berhak pula untuk menyumbangkan salah satu organ tubuhnya atau mewasiatkan
penyumbangan organ tubuhnya. Berdasarkan hal ini, maka seseorang yang sudah
mati tidak dibolehkan menyumbangkan organ tubuhnya dan tidak dibenarkan
pula berwasiat untuk menyumbangkannya.4
Di Indonesia, untuk menentukan hukum suatu perkara secara Islam,
biasanya dilakukan melalui Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang kemudian
mengeluarkan fatwa MUI berdasarka ijma’ para anggotanya. Anggota Fatwa
MUI ini terdiri atas tokoh-tokoh berbagai organisasi Islam di Indonesia antara
lain Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah.
Nahdlatul Ulama (NU) sebagai salah satu organisasi Islam terbesar di
Indonesia selalu berpartisipasi dalam pengambilan kebijakan publik dengan
3 Artikel diakses pada 27 Juli 2007 dari www.eramuslim.com
4 Zallum Abdul Qadim, Hukmu Asy Asyar’i Fi Al Istinsakh, Naqlul A’dlaa’, Al Ijhadl Athfālul
Anābīb Ajhizatul In Asy Ath Thibbiyah, Al Hayah wal Maut, (Beirut Libanon, Cetaka I 1418/1997,
h.48), penerjemah: Sigit Purnamajati, S.Si, penyunting : Muhammad ShiddiqAl Jawi : Nilai Etika
Transplantasi Organ
5
menentukan suatu hukum yang menyangkut masalah-masalah kemasyarakatan.
Untuk menghasilkan suatu hukum, NU melakukan kajian-kajian permasalahan
yang dihadapi dengan merujuk pada Al-Qur’an, Hadis, kitab-kitab kuning
karangan Imam mazhab empat dan pendapat ulama sebagai sumber hukumnya
yang dilaksanakan dalam suatu majelis Bahtsul Masail.
Bahstul Masail adalah suatu cara khas organisasi Nahdlatul Ulama dalam
mengatasi problematika mengenai hukum atau kasus baru yang sebelumnya tidak
ditemukan pada kitab-kitab fikih klasik. Banyak masalah tentang hukum yang
diselesaikan oleh bahtsul masail salah satunya hukum mengenai transplantasi
organ tubuh orang muslim kepada orang non muslim yang akan dibahas lebih
lanjut pada bab-bab selanjutnya.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Untuk lebih memfokuskan arah penelitian ini, penulis memberi batasan
masalahnya pada hukum melakukan transplantasi organ tubuh di Indonesia,
pandangan hukum Islam terhadap orang muslim yang menyumbangkan organ
tubuhnya kepada orang non muslim dan pandangan Bahtsul Masail NU terhadap
orang muslim yang menyumbangkan organ tubuhnya kepada orang non muslim.
Dari pembatasan masalah diatas, penulis merumuskan pokok masalah
dalam skripsi ini sebagai berikut :
6
1. Bagaimana pandangan hukum Islam terhadap orang muslim yang
menyumbangkan organ tubuhnya?
2. Bagaimana pandangan bahtsul masail NU terhadap orang muslim yang
menyumbangkan organ tubuhnya kepada orang non muslim?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Diketahuinya hukum Transplantasi Organ tubuh orang muslim kepada orang
non muslim menurut hukum Islam ( studi tentang fatwa bahsul masail NU).
2. Mengetahui hukum melakukan transplantasi organ di Indonesia.
3. Untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan program S1.
Manfaat penelitian ini adalah :
1. Sebagai sarana pengaplikasian keilmuan yang telah di dapat selama
perkuliahan.
2. Dapat membandingkan antara ilmu yang telah didapat di bangku perkuliahan
dengan referensi-referensi lain dari luar bangku perkuliahan.
3. Memberi informasi kepada civitas akademik UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta tentang hukum transplantasi organ menurut pandangan NU.
7
D. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan cara utama yang digunakan untuk
menjawab berbagai permasalahan yang sudah di kemukakan dalam rumusan
masalah untuk menentukan langkah selanjutnya.
1. Jenis Penelitian
Penelitian yang dilaksanakan adalah jenis penelitianpenelitian
kualitatif yang menekankan kualitas (ciri-ciri alami) sesuai dengan
pemahaman yang deskriptif. Penelitian berupa studi empiris muktamar NU
dan Bahtsul Masail NU dalam menghasilkan hukum tentang transplantasi
organ orang muslim kepada orang non muslim serta wawancara kepada
narasumber terkait. Sehingga data primer yang didapatkan berupa hasil
wawancara, sedangkan data sekunder berupa konsep-konsep pemikiran
teoritis dalam buku, kitab, hasil penelitian dan data-data yang relevan dengan
fokus penelitian.
2. Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data pada penelitian ini
adalah:
8
a. Kajian pustaka. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode
ini yaitu pengkajian dari buku-buku yang mengacu dan berhubungan
dengan pembahasan karya ilmiah ini yang dianalisa data-datanya.
b. Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang
dilakukan dua belah pihak yaitu pewawancara sebagai pihak yang
mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai sebagai pihak yang
memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut. Dengan teknik ini
peneliti mengadakan wawancara langsung dengan informan yang
telah ditunjuk peneliti.
E. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini, penulis membaginya dalam lima bab, yang
setiap babnya mempunyai spesifikasi dan penekanan mengenai topik tertentu
yaitu :
BAB I : PENDAHULUAN, terdiri dari pembahasan tentang Latar Belakang
Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat
Penelitian, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.
BAB II : TINJAUAN UMUM TRANSPLANTASI terdiri dari pembahasan
tentang Pengertian Transplantasi, Dampak yang Timbul dari
9
Transplantsi Organ dan Hukum Transplantasi Organ Tubuh menurut
hukum islam dan hukum positif di Indonesia.
BAB III : NAHDLATUL ULAMA (NU) terdiri dari pembahasan tentang Sejarah
Nahdlatul Ulama dan Kiyai Dan Nahdlatul Ulama.
BAB IV : BAHTSUL MASAIL terdiri dari pembahasan tentang Pengertian
Bahtsul Masail, Peranan Bahtsul Masail NU Dalam Menghasilkan
Suatu Hukum, Hukum Transplantasi Organ Tubuh Orang Muslim
Kepada Orang Non Muslim Menurut Bahtsul Masail NU dan Analisa
Penulis Mengenai Hukum Transplantasi Organ Tubuh Orang Muslim
Kepada Orang Non Muslim Menurut Bahtsul Masail NU.
BAB V : PENUTUP terdiri dari kesimpulan dan saran-saran, kemudian Daftar
Pustaka.
10
BAB II
TINJAUAN UMUM TRANSPLANTASI ORGAN
A. Pengertian Transplantasi Organ Tubuh
Transplantasi berasal dari bahasa Inggris yaitu transplantation,
menurut bahasa, istilah transplantasi ialah to transplant yang berarti to take up
and plant to another (mengambil dan menempelkan pada tempat lain). Atau to
move from one place to another (memindahkan dari satu tempat ke tempat yang
lain). Transplantasi juga berarti pencangkokan.5
Sedangkan menurut istilah, transplantasi organ adalah transplantasi
atau pemindahan seluruh atau sebagian organ dari satu tubuh ke tubuh yang
lain, atau dari suatu tempat ke tempat yang lain pada tubuh yang sama.
Transplantasi ini ditujukan untuk menggantikan organ yang rusak atau tak
befungsi pada penerima dengan organ lain yang masih berfungsi dari donor.
Donor organ dapat merupakan orang yang masih hidup ataupun telah
meninggal.6
Berdasarkan hubungan Genetik antara donor dan recipient
(penerima) maka transplantasi di golongkan menjadi tiga bagian :
5 Artikel diakses pada 18 Juni 2009 dari http://www.slideshare.net/lukmanul/presentasi-12-
transplantasi-organ
6 Artikel diakses pada 13 September 2008 dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Transplantasi_organ
11
1. Auto Transplantation, yaitu dimana donor dan penerimanya berasal dari
satu individu. Misalkan seseorang yang diambilkan daging pahanya untuk
menampal pipinya.
2. Homo Transplantation, yaitu transplantasi yang donor dan penerimanya
berasal dari satu individu. Artinya transplantasi ini dari manusia ke
manusia, atau dari binatang ke binatang. Misalkan transplantasi hati dari
satu orang ke orang yang lain.
3. Hetero Transplantation, yaitu transplantasi yang dilakukan dari individu
yang berlainan. Artinya dari organ hewan ke manusia atau sebaliknya.
Misalkan transplantasi katup jantung babi untuk manusia.7
1. Sejarah Transplantasi
Transplantasi, yang merupakan pemindahan organ, sel, dan jaringan
dari satu lokasi ke lokasi lainnya telah dikenal sejak zaman dahulu kala.
Nenek moyang bangsa mesir telah mengenal praktek transplantasi dengan
teknik primitif sekitar tahun 500-700 sebelum masehi.8
Sebagai praktek primitif yang berasal dari abad 700 sebelum
masehi, sejarah mencatat bahwa mereka telah melakukan penyambungan
tulang yang patah pada manusia.
7 Tim Perumusan Komisi Ahkam, Ahkamul Fuqoha:Solusi problematika Aktual Hukum
Islam. PB.NU cetakan ke 2, Jakarta, 2007. h. 460
8 Calne, R. The History and Development Of Organ Transplantation: Biology and
Rejection. Baillieres Clin Gastroenterol. Canada,September 1994. h.389
12
Pada sekitar abad ke 7 transplantasi organ sudah dilakukan oleh
bangsa india, cina dan mesir. Tercatat dalam beberapa tulisan yang
menjelaskan prosedur untuk beberapa Transplantasi yang sangat mirip
dengan metode modern.9
Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin pesat dan
banyaknya ilmuan yang telah menemukan zat kimia yang berhubungan
dengan transplantasi, tidak menutup kemungkinan transplantasi secara
modern dapat dilakukan.10
Awal dilakukannya Transplantasi secara modern yaitu ketika
ditemukan zat kimia dalam bidang pembedahan dan antiseptik untuk
operasi pada tahun 1540 oleh ahli kimia Valerius Cordus yang
mensintesiskan eter kemudian dilakukan percobaan pada hewan.
Penggunaan eter untuk operasi menjadi meluas pada pertengahan tahun
1800 berdasarkan literratur Louis Pasteur tentang kemajuan dalam bidang
bakteriologi.11
Alexis Carrel, dikenal sebagai bapak dari percobaan transplantasi
organ karena ia yang pertama kali melakukan teknik vascular. Sebagai
dasar vascular operasi dan transplantasi organ. Transplantasi organ
9 Artikel diakses pada 18 Juni 2009 dari
http://inventors.about.com/library/inventors/bl_history_of_transportation.htm
10 Ibid
11
Artikel diakses pada 28 Agustus 2009 dari en.wikipedia.org/wiki/Valerius_Cordus
13
merupakan sistem yang dibuat oleh Carrel dan Charles Lindbergh sebagai
dasar perkembangan operasi jantung oleh John Gibbon, sehingga
memungkinkannya dilakukan transplantasi jantung yang sebenarnya.12
2. Kemajuan Transplantasi Organ
Pada awal tahun 1960-an, transplantasi organ dari pendonor yang
telah meninggal adalah suatu hal yang mustahil. Donor dari orang yang
masih hidup adalah satu-satunya yang dapat digunakan untuk
ditransplantasikan.
Sebelum ditemukannya alat bantu pernapasan dan sistem
pendukung kehidupan, beberapa menit setelah mekanisme dari keseluruhan
otak tidak berfungsi, pernapasan berhenti dan jantungpun berhenti berdetak.
Berhenti berfungsinya otak diikuti oleh berhenti berfungsinya jantung dan
paru-paru. Hal ini menimbulkan banyak permasalahan. Tetapi dengan
ditemukannya alat bantu pernapasan, berhentinya fungsi otak (kematian
otak) dan berhentinya pernapasan (kematian jantung dan paru-paru) terjadi
dalam waktu yang berbeda.
Selanjutnya, dengan dengan kemajuan teknologi kedokteran yang
sangat pesat dalam bidang pencangkokan, hal ini memungkinkan mengganti
bagian dan organ tubuh lainnya seperti hati, paru-paru, liver, pangkreas,
jantung dan kornea mata, yang berfungsi normal, kemudian rusak atau yang
12
Artikel diakses pada 18 Juni 2009 dari
http://inventors.about.com/library/inventors/bl_history_of_transportation.htm
14
hampir tidak berfungsi sama sekali, dengan organ dan bagian tubuh dari
orang lain melalui pencangkokan.13
Adapun gambar berbagai macam organ dan jaringan yang telah
berhasil ditransplantasikan, diunduh dari New York Organ Donor Network
oleh Achmad Muchlisin, Danang Rais, Erdo Deshiant, Vino Soaduon
Keterangan gambar
1. Mata (kornea)
2. Paru-paru
3. Jantung dan katup jantung
4. Hati
5. Pankreas
6. Usus
13
Dr.H.Azhar,LL.M, LL.D. Undang-Undang Pencakokan Organ Tubuh Dan Konsep
KematianDi Jepang. Simbur Cahaya No. 27 Tahun X Januari 2005 h.20-21
15
7. Vena Paha
8. Kulit
9. Tulang
10. Ginjal
11. Tendon14
Seiring perkembangan zaman yang diikuti perkembangan teknologi
kedokteran, berbagai macam organ dapat di transplantasikan, sehingga
upaya untuk menggati organ tubuh seseorang yang sudah tidahk berfungsi
menjadi semakin mudah.
B. Dampak yang Timbul dari Transplantsi Organ
Pada homo transplantation, kemungkinan dampak yang ditimbulkan ada 3
macam :
1. Apabila donor dan penerimanya saudara kembar yang berasal dari satu sel
telur, maka hampir tidak menyebabkan reaksi penolakan pada golongan
ini hasil transplantasinya serupa dengan hasil auto transplantasi.
2. Apabila donor dan penerimanya adalah saudara kandung atau salah
satunya mempunyai orang tua yang sama, maka kemungkinan ada reaksi
penolakan tapi skalanya kecil.
14
Achmad Muchlisin, Danang Rais, Erdo Deshiant dan Vino Soaduon, The First Identical-
Twin Kidney Transplant Operation. Seminar dilaksanakan pada 23 desember 2004
16
3. Apabila donor dan penerimanya tidak mempunyai hubungan saudara,
maka kemungkinan besar transplantasi akan mengalami penolakan.15
Adanya penolakan organ tersebut terjadi karena di dalam tubuh
manusia terdapat suatu sistem kekebalan tubuh alamiah yang secara
otomatis akan menolak benda asing yang masuk kedalamnya.
Organ tubuh dari pendonor secara otomatis akan langsung ditolak
oleh sistem imun dari tubuh penerima organ. Penolakannya dapat berupa
penggumpalan darah atau tidak berfungsinya organ tersebut yang dapat
mengakibatkan kematian bagi penerima organ.
Seiring dengan kemajuan teknonlogi kedokteran yang kian
canggih, para ilmuwan telah menemukan serum dan obat yang dapat
mengatasi masalah yang timbul akibat Transplantasi organ semakin dapat
diatasi. Begitu juga masalah penolakan benda asing yang masuk kedalam
tubuh penerima organ.
C. Hukum Transplantasi Organ Tubuh
1. Hukum positif di Indonesia
Perkembangan dunia kedokteran yang memungkinkan untuk
melakukan pergantian organ dari satu orang kepada orang lain dengan
tujuan menyelamatkan jiwa orang (pasien) adalah sangat mulia.
15
Tim Perumusan Komisi Ahkam, Ahkamul Fuqoha:Solusi problematika Aktual Hukum
Islam. PB.NU cetakan ke 2, Jakarta, 2007. h. 460-461
17
Tetapi jika perbuatan itu dilakukan untuk mendapatkan
keuntungan atau dengan maksud mamperjual-belikan, maka itu adalah
perbuatan yang sangat tercela. Agar Transplantasi organ tubuh tidak
disalah gunakan, maka hal tersebut diatur dalam undang-undang.
Menurut Undang-undang yang berlaku di Indonesia yaitu pada
Undang-undang nomer 23 tahun 1992 tentang kesehatan yang dibahas
lebih rinci pada pasal dibawah ini :
Pasal 33
(1) Dalam penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat
dilakukan transplantasi organ dan atau jaringan tubuh, transfuse
darah, implan obat dan atau alat kesehatan serta bedah plastik dan
rekonstruksi.
(2) Transplantasi organ dan atau jaringan tubuh serta transfusi darah
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan hanya untuk tujuan
kemanusiaan dan dilarang untuk tujuan komersial.
Pasal 34
(1) Transplantasi organ dan atau jaringan tubuh hanya dapat dilakukan oleh
tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan
dilakukan di sarana kesehatan tertentu.
(2) Pengambilan organ dan atau jaringan tubuh dari seorang donor harus
memperhatikan kesehatan donor yang bersangkutan dan ada
persetujuan donor dan ahli waris atau keluarganya.
18
(3) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan transplantasi
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
Dengan demikian, Negara memperbolehkan seseorang untuk
melakukan transplantasi organ hanya untuk tujuan penyembuhan penyakit
dan pemulihan kesehatan.
Selain hal tersebut, syarat-syarat lainnya harus terpenuhi
sebagaimana yang tercantum dalam pasal 34 ayat satu dan dua. Sedangkan
untuk ketentuan penyelenggaraaanya, diatur oleh peraturan pemerintah
yaitu Peraturan Pemerintah nomor 18 tahun 1981.
Pasal 11 :
(1) Transplantasi alat dan atau jaringan tubuh manusia hanya boleh dilakukan
oleh dokter yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan .
(2) Transplantasi alat dan atau jaringan tubuh manusia tidak boleh dilakukan
oleh dokter yang merawat atau mengobati donor yang bersangkutan
Pasal 12 :
Dalam rangka transplantasi, penentuan saat mati ditentukan oleh 2 ( dua )
orang dokter yang tidak ada sangkut paut medik dengan dokter yang
melakukan transplantasi
Pasal 16 :
Donor atau keluarga donor yang tidak berhak atas kompensasi material
apapun sebagai imbalan transplantasi
19
Pasal 17 :
Dilarang memperjual belikan alat dan atau jaringan tubuh manusia .
Pasal 18 :
Dilarang mengirim dan menerima alat dan atau jaringan tubuh manusia
dalam semua bentuk dari luar negeri.
Jelaslah bahwa Negara Indonesia tidak melarang seseorang untuk
melakukan transplantasi organ tubuh asal sesuai dengan ketentuan yang
berlaku dan bukan untuk tujuan komersil.
2. Hukum Islam di Indonesia
Bidang kedokteran secara umum termasuk salah satu bidang
keilmuan yang mendapat perhatian cukup besar dari para ulama sejak
masa nabi hingga dewasa ini, termasuk yang terkait dengan
perkembangan teknologinya dari sisi etika dan hukum Islam. Dalam
menentukan hukum, haram-halalnya suatu temuan ilmiah termasuk dalam
bidang kedokteran.
pada masa Nabi, seluruhnya dapat diselesaikan oleh Nabi.
Sedang pada masa berikutnya jika tidak dapat ditemukan dalam sumber
ajaran Islam, al-Quran dan hadis, maka dilakukan ijtihad. Dewasa ini para
ulama dihadapkan pada masalah lebih rumit, karena banyak masalah-
masalah kedokteram yang tidak ada penegasan dalam nash, Alquran dan
Hadis, juga tidak ditemukan keterangannya dalam literatur fikih karena
hal yang serupa belum diformulasikan oleh para pakar fikih (fuqaha)
20
terdahulu, belum terjadi saat itu atau bahkan belum terpikirkan akan
adanya. Di samping itu, juga mulai terkuaknya masalah lain yang terkait
yang harus pula dipertimbangkan dalam menentukan hukumnya.16
Di sisi lain, sekarang hampir tidak ada lagi orang yang
mempunyai otoritas berijtihad secara mandiri karena orang yang
memenuhi prasyarat akademis dan moral yang diperlukan nyaris tidak
dapat dijumpai lagi. Maka yang dilakukan adalah berijtihad secara
kolektif (ijtihad jama'i) melalui lembaga atau organisasi keulamaan.
Padahal secara normatif teoritis, ada interaksi antara perubahan dan
perkembangan teknologi kedokteran dengan perubahan hukum Islam. 17
Setiap peristiwa yang terjadi pasti ada hukum yang mengikatnya,
ada dalil yang menunjukkan atas hukumnya, jika tidak ditemukan secara
jelas dalam nash maka dalil dicari dengan cara berijtihad. Dengan ijtihad,
maka sesulit dan serumit apa pun persoalan yang dihadapi manusia, maka
di situ ada ketentuan hukumnya.
Hukum Islam senantiasa dinamis dan sesuai dengan tuntutan
masa dan tempat, intinya menarik yang bermanfaat serta menghindari
yang mafsadat (Rahmān, 1983). Tujuan akhir ditetapkannya hukum Islam
adalah menjadi rahmat bagi manusia, mewujudkan kemaslahatan yang
16
Zuhroni, Fatwa Ulama Indonesia Terhadap Isu-isu Kedokteran Kontemporer, artikel
diakses pada 10 April 2010 dari
http://www.ptiq.ac.id/index.php?option=com_content&task=view&id=40&Itemid=34
17
Ibid.
21
hakiki, baik di dunia maupun di akhirat (Zahrat, 1995). Ukuran dan
sarana kemaslahatan itu tidak baku dan tidak tak terbatas, ia berubah
seiring dengan perkembangan zaman (Rahmān, 1983).18
Secara metodologis, ulama menetapkan hukum Islam
berdasarkan sumber primer syariat Islam, Alquran dan Hadis, dua sumber
komplementer yang merupakan sub-ordinat (ijmak dan qiyas), kaidah-
kaidah suplementer, meliputi Istihsān (preferensi juristik), Amalan
Penduduk Madinah, al-Mashālih al-Mursalat (kemaslahatan umum),
Istishhāb (aturan kesesuaian), Syar‟ man Qablanā, Madzhab Shahābi,
Sadd al-Dzarī'at (menutup jalan yang dapat menghantarkan terjadinya
kemaksiatan), dan „urf (Khin, 1984; „Umran, 1992). Abd al-Rahim
„Umran menambahkan empat prinsip (kaidah) umum, yaitu: "Watak dasar
segala hal adalah halal kecuali apabila dilarang oleh suatu nash, tidak
memudaratkan dan tidak dimudaratkan, darurat membolehkan yang
dilarang, dan memilih kemudaratan yang lebih kecil (Umran, 1992).19
Hampir seluruh isu kedokteran dan kesehatan yang berkembang
dewasa ini telah mendapatkan fatwa dari Ulama Indonesia. Dilihat dari
segi jumlah topik kedokteran yang telah difatwakan, Bahtsul Masail
tercatat yang terbanyak, diikuti MPKS, MUI, Dewan Hisbah, dan Majlis
Tarjih. Ada dua isu (inseminasi buatan dan transplantasi) direspons oleh
18
Ibid. 19
Ibid.
22
seluruh lembaga fatwa, selebihnya kadang hanya oleh sebagian saja,
bahkan ada yang hanya oleh satu lembaga saja.20
Zuhroni, alumnus PTIQ yang sekarang menjadi dosen di
universitas YARSI menjelaskan bagaimana Penetapan fatwa terhadap
tema kedokteran yang ditetapkan oleh lima lembaga fatwa dari segi
metode atau dasar dalilnya, secara umum dapat digolongkan dalam tiga
tipologi,yaitu:
a. Merujuk pada ketentuan dalam kitab-kitab fikih (kutub mu‟tabarat),
dengan cara tahbīq atau Ilhāq (analogi), dilakukan oleh Bahtsul
Masail.
b. Dengan slogan „kembali kepada Alquran dan Hadis‟ oleh Majlis
Tarjih dan Dewan Hisbah, secara teoritis segala persoalan termasuk
isu-isu modern dapat dijawab dengan kedua sumber tersebut. Namun,
ketika dihadapkan pada realita ternyata tidak terdapat dalam dua
sumber tersebut, maka digunakan metode yang dirumuskan oleh para
mujtahid, seperti istihsān, mashlahat mursalat, sadd al-dzarī'at, dan
sebagainya, termasuk karya-karya fikih masa lalu, namun tidak
dinyatakan secara tegas.
20
Ibid.
23
c. MUI secara umum dapat dianggap sebagai perpaduan plus antara dua
tipologi di atas, bersifat fleksibel dan dinamis, menggunakan sumber
primer dan suplementer dan dinyatakan secara jelas.21
Secara metodologis, meski tidak berarti meninggalkan sumber-
sumber hukum atau metode pendukung lain yang menguatkannya,
terlepas dari adanya kelaziman menyebutkan metode tersebut atau tidak
tetapi secara aplikatif dapat ditentukan, ada satu metode atau lebih
penetapan hukum yang kuat dan menonjol dijadikan sebagai dasar, yaitu
sebagai berikut:
a. Melalui sumber primer, Alquran dan Sunnah, atau dengan
mengkiyaskannya. Fatwa tentang larangan operasi ganti kelamin
digunakan dalil dengan nash tentang larangan merubah ciptaan Allah
dan menyerupakan diri dengan lain jenis. Proses pemasangan alat
kontrasepsi dalam rahim/vagina atau penanaman zigot dengan
batasan menutup aurat dan larangan melihat aurat, agar
„memejamkan pandangan‟. Keharaman menggunakan jenazah untuk
transplantasi dengan larangan menyakiti jenazah, atau secara spesifik
larangan untuk tidak mematahkan tulang mayit. Transplantasi organ
dan operasi perbaikan kelamin dengan anjuran berobat. Berobat
dengan bahan dari unsur babi atau transplantasi dengan organ babi
tercakup dalam larangan makan babi.
21
Ibid.
24
b. Melalui kaidah-kaidah suplementer, di antaranya:
1) Istihsan atau konsep darurat, seperti terhadap isu tentang donor
organ, transplantasi dengan organ orang mati, bedah mayat untuk
pendidikan kedokteran dan pengadilan, penggunaan obat
beralkohol dan organ babi, aborsi karena alasan medis, darurat.
2) Sadd al-Dzarī‟at digunakan untuk menetapkan haramnya
penggunaan sperma donor, sewa rahim, transplantasi dengan
sesama muslim, aborsi akibat perkosaan yang berakibat depresi
berat.
3) Mashlahat Mursalat, dijadikan sebagai argumen halalnya
inseminasi buatan/bayi tabung, bedah mayat, transplantasi organ,
dan KB.
4) Istishhāb digunakan karena tidak ada larangan dan perintah
dalam nash maka difahami sebagai bentuk pembolehan, seperti
fatwa tentang isu inseminasi buatan.
5) Melalui kitab-kitab fikih dengan cara men-tathbīq-kannya atau
meng-ilhāq-kannya, seperti haramnya suntik mayat dan bedah
mayat dianalogikan dengan haramnya khitan mayat, bolehnya
bedah mayat untuk pendidikan atau pengadilan, donor dan
25
transplantasi organ manusia dianalogikan dengan bolehnya
mengeluarkan benda berharga atau bayi dari perut mayat.22
Fatwa tentang transplantasi organ pada prinsipnya seluruh
lembaga fatwa di Indonesia mengharamkan transplantasi organ manusia.
Majlis Tarjih, MUI, dan Dewan Hisbah menambahkan kecuali darurat,
juga termasuk untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan pendidikan
kedokteran.23
Fatwa Bahtsul Masail mengalami pergeseran, awalnya mereka
mengharamkannya secara mutlak namun kemudian direvisi yang
selanjutnya difatwakan dengan dua pandangan, haram secara mutlak dan
jaiz karena darurat.
Dewan Hisbah dan Bahtsul Masail mempersyaratkan
menggunakan organ muslim. Bedanya, Dewan Hisbah sebatas
menyarankan sedangkan Bahtsul Masail mengharuskannya.
Bahtsul Masail dan Dewan Hisbah secara khusus telah
mengeluarkan fatwa yang mengharamkan transplantasi menggunakan
organ babi, kecuali tidak ada pilihan lain. Namun jika ada organ
pengganti, maka Bahtsul Masail mengharamkannya secara mutlak
penggunaan organ babi.24
22
Ibid. 23
Ibid. 24
Ibid.
26
Ada beberapa pandangan hukum islam mengenai halal-haramnya
transplantasi organ, oleh agama dijawab dengan merujuk pada sumber
tekstual utama (Qur'an dan hadis) maupun kitab-kitab hukum fikih
dengan mempertimbangkan upaya mempertahankan martabat manusia.
Allah SWT berfirman dalam surat Al-Isra‟ ayat 70
Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut
mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-
baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas
kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.
Allah SWT mengingatkan umat manusia akan nikmat dan karunia
khusus yang telah diberikan kepada mereka bahwa mereka dimuliakan
dan diberi kelebihan atas makhluk lain. Manusia dikaruniai Allah SWT
sarana pengankutan darat,laut, mereka dilaaruniai rizki, makanan dan
pakaian.25
Setelah menggambarkan anugerah-Nya ketika berada di laut dan
di darat. Baik terhadap yang taat maupun yang durhaka, ayat ini
menjelaskan sebab anugerah itu , yakni karena manusia adalah makhluk
25
Salim Bahreisy dan Said Bahreisy, Terjemahan Singkat Tafsir Ibnu Katsier , PT. Bina Ilmu
Surabaya. jilid 5, h. 252
27
unik yang memiliki kehormatan dalam kedudukannya sebagai manusia,
baik dia taat maupun tidak.26
Kami lebihkan mereka dari hewan dengan akal dan daya cipta
sehingga menjadi makhluk bertanggung jawab. Kami lebihkan yang taat
dari mereka atas malaikat karena ketaatan manusia melalui perjuangan
melawan setan dan nafsu, sedangkan ketaatan malaikat tanpa tantangan.
Anugerah Allah SWT itu untuk semua manusia, inilah yang
menjadikan Nabi Muhammad SAW berdiri menghormati jenazah seorang
Yahudi. Ketika itu sahabat-sahabat rasul saw menanyakan sikap beliau
itu. Nabi saw menjawab “ Bukankah yang mati itu juga manusia?”27
Dari satu sisi kita dapat berkata bahwa jika Allah melebihkan
manusia atas banyak makhluk hidup berakal, maka lebih-lebih lagi
makhluk hidup tidak berakal. Di tempat lain Al-Qur‟an menegaskan
bahwa alam raya dan seluruh isinya telah ditundukkan Allah untuk
manusia.
Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa
yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya
26
Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an. Lentera Hati:
Jakarta 2002. Volume 7 h. 521 27
Ibid., h. 522
28
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan
Allah) bagi kaum yang berfikir (Q.S. Al- Jatsiyah :13)
Disisi lain kita juga dapat berkata bahwa paling tidak ada dua
makhluk berakal yang diperkenalkan Al-Qur‟an yaitu malaikat dan jin.
Ini berarti manusia berpotensi untuk mempunyai kelebihan disbanding
dengan banyak – bukan semua – jin dan malaikat. Yang penulis (Quraish
Shihab) maksud dengan manusia adalah tentu saja manusia-manusia yang
taat, karena manusia yang durhaka dinyatakan-Nya bahwa
Mereka tidak lain kecuali bagaikan binatang ternak, bahkan lebih buruk
(Q.S. Al-Furqan :44)
Sebagaimana dipahami anugerah Allah SWT dari kata
karramnā/kami memuliakan dan dengan demikian anugerah tersebut
tidak boleh bertentangan dengan hak-hak Allah dan harus selalu berada
dalam koridor tuntunan agama-Nya.28
Pada tafsir lain menyatakan Kemuliaan Allah SWT menjelaskan
bahwa Allah telah memuliakan Adam dengan raut muka yang indah,
potongan yang serasi dan diberi akal agar dapat menerima petunjuk untuk
berbudaya dan berfikir guna mencari keperluan hidupnya, mengelola
28
Ibid., h. 523
29
kekayaan alam serta menciptaka alat pengangkut di darat, dilaut dan di
udara. Allah juga memberi anak adam kelebihan dan kesempurnaan yang
tidak dimiliki makhluk lain yang diciptakan-Nya.
Dengan demikian seharusnyalah mereka itu tidak mengadakan
Tuhan-tuhan lain yang mereka persekutukan dengan Allah, akan tetapi
hendaknya beribadah hanya kepada Allah SWT.29
29
Al-Qur‟an dan tafsirnya. Proyek penngadaan kitab suci Al-Qur‟an Departeman Agama
Republik Indonesia 1983/1984. Jilid V h. 627
30
BAB III
NAHDLATUL ULAMA
A. Sejarah Nahdlatul Ulama
1. Latar Belakang Berdirinya
Berbicara tentang Nahdlatul Ulama (NU), gambaran kita langsung
tertuju ke santri kolot, pakai sarung, orang desa,ekslusif dan ungkapan
stereotype lain.30
Tetapi kita tidak membicarakan hal tersebut. Terlepas dari
itu semua, salah satu faktor yang mendasari lahirnya Nahdlatul Ulama adalah
Keterbelakangan bangsa indonesia.
Keterbelakangan ini adalah akibat dari penjajahan maupun akibat
kungkungan tradisi. Melihat keadaan Bangsa Indonesia yang mengenaskan,
maka bangkitlah semangat kaum terpelajar untuk memperjuangkan martabat
bangsa ini melalui pendidikan dan organisasi.
Embrio yang menggugah kesadaran kaum terpelajar ini muncul pada
tahun 1908 yang dikenal dengan Kebangkitan Nasional. Semangat
kebangkitan nasional terus menyebar ke berbagai daerah setelah rakyat
menyadari penderitaan dan ketertinggalan bangsa ini dengan bangsa lain yang
kemudian banyak muncul berbagai organisasi yang serupa dengan
Kebangkitan Nasional.
30
M. Sholaekhan Al-Jalily, Tradisi Bahtsul Masail NU: Harus Mampu Menjawab Problem
Kemanusiaan. Jurnal Justisia, edisi 24 tahun XI 2003 h. 69
31
Di kalangan pesantren, muncul organisasi nahdlatul wathan
(Kebangkitan Tanah Air) tahun 1916 sebagai wadah gerakan melawan
kolonialisme. Pada tahun 1918 didirikan Taswirul Afkar atau yang dikenal
dengan Nahdlatul Fikr (Kebangkitan Pemikiran) sebagai wahana pendidikan
sosial politik kaum santri. Kemudian lahirlah pergerakan atau kebangkitan
kaum saudagar yang akrab dengan sebutan Nahdlatul-Tujjar. Gerakan itu
bertujuan untuk memperbaiki perekonomian rakyat. Dengan demikian,
taswirul afkar selain menjadi kelompok studi, juga menjadi lembaga
pendidikan yang berkembang pesat di bebrapa kota.31
Ketika Di Saudi Arabiah muncul gerakan wahabi dan Raja Ibnu Saud
hendak menerapkan mazhab Wahabi sebagai satu-satunya mazhab yang
berlaku di kota Makkah, beliau juga hendak menghancurkan peninggalan-
peninggalan islam maupun pra islam yang banyak di ziarahi karena dianggap
bid‟ah. Gagasan tersebut disambut hangat oleh kaum modernis Indonesia
seperti Muhammadiyah dan PSII. Sebaliknya, kalangan pesantren menolak
pembatasan bermazhab dan penghancuran warisan sejarah tersebut.32
Akibat sikap yang berbeda, kalangan pesantren dikeluarkan dari
anggota kongres Al-Islam Yogyakarta 1925, sehingga kalangan pesantren
31
Artikel diakses pada 17 agustus 2008 dari http://manu.buntetpesantren.org/tentang-
nu/sejarah-nu/
32
Ibid.
32
tidak dilibatkan sebagai delegasi dalam Mu‟tamar „Alam Islami (Kongres
Islam Internasional) di Mekah yang akan mengesahkan keputusan tersebut.
Didorong oleh keinginan kuat untuk mendukung kebebasan
bermazhab serta peduli dengan warisan budaya, maka kalangan pesantren
mengutus delegasi yang bernama Komite Hijaz dengan diketuai oleh KH.
Wahab Hasbullah juru bicara kaum tradisionalis paling vokal pada Kongres
Al-Islam, mendorong para Kiai terkemuka di Jawa Timur agar mengirimkan
utusan sendiri ke Mekkah untuk membicarakan madzhab dengan raja Ibnu
Sa‟ud.33
Atas desakan kalangan pesantren yang terhimpun dalam Komite Hijaz,
dan tantangan dari segala penjuru umat Islam di dunia, Raja Ibnu Saud
mengurungkan niatnya. Hasilnya hingga saat ini di Mekah bebas dilaksanakan
ibadah sesuai dengan madzhab mereka masing-masing. Itulah peran
internasional kalangan pesantren pertama, yang berhasil memperjuangkan
kebebasan bermadzhab dan berhasil menyelamatkan peninggalan sejarah serta
peradaban yang sangat berharga.34
Komite Hijas dan beberapa organisasi yang dibentuk oleh kaum
pesantren adalah embrio dari sebuah organisasi yang lebih mencakup dan
sitematis untuk mengantisipasi perkembangan zaman. Maka pada tanggal 31
Januari 1926 atau bertepatan dengan 16 Rajab 1344 H organisai “Nahdlatoel
33
Ibid
34
Artikel diakses pada 14 agustus 2008 dari www.nubatik.net/content/view/12/43
33
Oelama” didirikan. Organisasi ini dipimpin oleh KH. Hasyim Asy‟ari sebagai
Rais Akbar.35
KH. Hasyim Asy'ari merumuskan Kitab Qanun Asasi (prinsip dasar),
kemudian juga merumuskan kitab I'tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah sebagai
prinsip dasar Organisasi. Kedua kitab tersebut di jelaskan maksudnya dalam
Khittah Nahdlatul Ulama yang kemudian dijadikan dasar dan rujukan warga
Nahdlatul Ulama dalam berfikir dan bertindak dalam bidang keagamaan,
sosial dan politik.
Nahdlatul Ulama (NU) yang didirikan pada tanggal 31 Januari 1926 di
Jawa Timur merupakan salah satu organisasi kemasyarakatan islam terbesar di
Indonesia. Sebagian besar massa organisasi ini berada di daerah pedesaan
pulau jawa dan madura. Basis massa yang demikian in sering memposisiskan
Nahdlatul Ulama menjadi kelompok marginal yang kurang diperhitungkan
dalam wacana pemikiran islam di Indonesia. Namun sebagai organisasi
keagamaan yang berada di bawah kepemimpinan kiyai-ulama, Nahdlatu
Ulama berusaha mempertahankan tradisi keagamaan yang telah ada dan
berkembang di kalangan grass root tanpa mengurangi nilai2 keislaman.36
35 Artikel diakses pada 17 agustus 2008 dari http://manu.buntetpesantren.org/tentang-
nu/sejarah-nu/
36 Ibid
34
Pada awal berdirinya, Nahdlatul Ulama hanya memperjuangkan
kepentingan tradisionalis yang dianut sebagian besar masyarakat Indonesia.
Dalam anggaran dasarnya yang pertama, tujuan Nahdlatul Ulama didirikan
adalah untuk memegang teguh salah satu mazhab empat dan mengerjakan apa
saja yang menjadi kemaslahatan bangsa.37
Seiring dengan era pada saat itu,
pada tahun 1950-an Nahdlatul Ulama Tearlibat dalam politik praktis. Seorang
tokoh muda NU, Fajrul Falah mengelompokkan tiga alasan berdirinya
Nahdlatul Ulama :
a. Aksi kultural untuk bangsa, yakni menggunakan strategi akulturasi dengan
budaya setempat, dalam memperkenalkan Islam pada masyarakat.
b. Aktivitas yang mencerminkan dinamika berpikir kaum muda,
c. Usaha membela keprihatinan keagamaan internasional, yakni munculnya
gerakan Wahabiyah yang berusaha menghilangkan segala khurafat yang
ada di kota suci.38
Salah seorang peniliti senior Indonesia menyatakan bahwa berdirinya
Nahdlatul Ulama merupakan respon atas faham reformis pada awal abad ke-
20 yang dikembangkan oleh Faqih Hasyim di Minangkabau.39
37
Hasyim Asy‟ari, Qann Asasi Nahdlatul Ulama. Menara Kudus : Kudus, 1973 h. 2
38 Fajru Falah, Jamiyyah NU lampau kini dan datang, dalam Gus Dur NU dan Masyarakat
sipil. LkiS: Yogyakarta 1994 h. 170
39
Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942. LP3S: Jakarta 1996 h. 234
35
Munculnya kelompok studi “Tashwirul Afkar” di awal abad 20 yang
dipelopori oleh Abdul Wahab Hasbullah dan rekannya Ahmad Dahlan
(kemudian menjadi pimpinan Muhammadiyah), mendorong munculnya
jamiyyah NU. Di samping itu terbentuknya “Nahdlat al Tujjar” suatu lembaga
yang mewadahi aspirasi kelompok pedagang muslim, serta munculnya komite
Hijaz merupakan embrio berdirinya Nahdlatul Ulama.
Sejak berdiri hingga sekarang ini, NU mengalami perjalanan sejarah
sesuai dengan situasi dan transformasi masyarakat. Pengamat NU dari
Australia, Greg Barton dan Greg Fealy mengklarifikasi sejarah perjalanan NU
dalam tiga periode. Pertama, periode awal sebagai organisasi keagamaan,
sebagaimana organisasi keagamaan lainnya seperti Muhammadiyah, Persis
dan Perti. NU didirikan sebagai jam‟iyyah diniyah (organisasi keagamaan)
yang mempunyai misi mengembangkan kegiatan-kegiatan keagamaan,
pendidikan, ekonomi dan sosial. Periode pertengahan, yakni ketika NU
sebagai organisasi keagamaan, berubah fungsi menjadi sebuah partai politik
atau menjadi unsur formal dalam sebuah partai. Era ini dimulai sejak tahun
1930, yakni ketika NU bersama ormas lain mengadakan demo atas represi
yang dilakukan oleh pemerintahan kolonial. Setelah Indonesia merdeka, NU
beraliansi dengan Masyumi menjadi partai politik sebagai wahana artikulasi
politik umat Islam. Karena itu NU keluar dari Masyumi dan berdiri sendiri
sebagai partai politik sampai pada akhirnya tahun 1971 menjadi Partai
Persatuan Pembangunan. Di PPP pun, NU tidak dapat berbuat banyak bagi
36
kepentingan bangsa dan negara. Sebagai akumulasi dari kehampaan dalam
dunia politik, NU kembali ke khittah 1926.40
Nahdlatul Ulama ada karena sesuatu yang lain, yaitu mewujudkan
tradisinya sendiri, mencapai cita-citanya sendiri. Ia ditakdirkan bernasib harus
memperjuangkan faham Ahlus Sunnah wal Jamaah menurut versinya sendiri
Berfaham Ahlus Sunnah wal Jamaah menurut versi sendiri itu tidak berarti
harus bertentangan dengan orang lain.41
2. Tujuan Organisasi
Menegakkan ajaran Islam menurut paham Ahlussunnah waljama'ah di tengah-
tengah kehidupan masyarakat, di dalam wadah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
3. Struktur Organisasi
a. Pengurus Besar (tingkat Pusat)
b. Pengurus Wilayah (tingkat Propinsi)
c. Pengurus Cabang (tingkat Kabupaten/Kota) atau Pengurus Cabang
Istimewa untuk kepengurusan di luar negeri
d. Pengurus Majlis Wakil Cabang / MWC (tingkat Kecamatan)
40
Deklarasi Situbondo hasil muktamar NU tahun 1984 yang menyebutkan bahwa NU
melepaskan diri keterkaitan partai dengan politik
41 Artikel diakses pada 12 Januari 2008 dari http://www.freelists.org/post/ppi/ppiindia-
NU-dan-Peran-Sejarahnya
37
e. Pengurus Ranting (tingkat Desa / Kelurahan)42
Untuk Pusat, Wilayah, Cabang, dan Majelis Wakil Cabang,
setiap kepengurusan terdiri dari:
a. Mustayar (Penasihat)
b. Syuriyah (Pimpinan tertinggi)
c. Tanfidziyah (Pelaksana Harian)
Untuk Ranting, setiap kepengurusan terdiri dari:
a. Syuriyah (Pimpinan tertinggi)
b. Tanfidziyah (Pelaksana harian)43
4. Usaha Organisasi
a. bidang agama, melaksanakan dakwah Islamiyah dan
meningkatkan rasa persaudaraan yang berpijak pada semangat
persatuan dalam perbedaan.
b. bidang pendidikan, menyelenggarakan pendidikan yang sesuai
dengan nilai-nilai Islam, untuk membentuk muslim yang
bertakwa, berbudi luhur, berpengetahuan luas.Hal ini terbukti
42
Artikel diakses pada 4 Maret 2008 dari id.wikipedia.org/wiki/Nahdlatul_Ulama
43
Ibid
38
dengan lahirnya Lembaga-lembaga Pendidikan yang bernuansa
NU dan sudah tersebar di berbagai daerah khususnya di Pulau
Jawa.
c. bidang sosial budaya, mengusahakan kesejahteraan rakyat serta
kebudayaan yang sesuai dengan nilai keislaman dan kemanusiaan.
d. Di bidang ekonomi, mengusahakan pemerataan kesempatan untuk
menikmati hasil pembangunan, dengan mengutamakan
berkembangnya ekonomi rakyat.
e. Mengembangkan usaha lain yang bermanfaat bagi masyarakat
luas. NU berusaha mengabdi dan menjadi yang terbaik bagi
masyrakat.44
B. Kiyai Dan Nahdlatul Ulama
1. Pengertian kiyai
sebutan Kiyai atau Kiai atau Kiyahi ( كياهي ) sering menjadi
pertanyaan orang. Apa sebenarnya makna Kiyai itu. Dari mana asal muasal
nama Kiyai itu. Dan apa sebenarnya ciri-ciri serta hal-hal yang harus
dilakukan oleh para Kiyai.
44
ibid
39
Menurut KH. Said Aqil Sirajd, kiyai adalah sebutan kehormatan bagi
ulama nahfliyin di tanah jawa belahan tengah dan timur yang memahami
syari‟at islam darai maraji’ karya ulama empat mazhab, mampu
mengamalkannya dan tekun mengajrakannya dengan kemandirian dan
keihlasan. Sebutan ini kemudian berkembang meluas menjadi sebutan secara
nasional bagi ulama nahdliyin dan non nahdliyin.45
Kiyai menurut Wikipedia “Kyai (key-eye) is an expert in Islam. The
word is of Javanese origin, and is sometimes spelled kiai. Traditionally,
students of Islam in Indonesia would study in a boarding school known as a
pesantren. The leader of the school was called kyai, as a form of respect.”46
Dalam masyarakat Indonesia pada umumnya dijumpai beberapa
gelar sebutan yang diperuntukkan bagi ulama. Misalnya, di daerah Jawa
Barat (Sunda) orang menyebutnya Ajengan, di wilayah Sumatera Barat
disebut Buya, di daerah Aceh dikenal dengan panggilan Teungku, di
Sulawesi Selatan dipanggil dengan nama Tofanrita, di daerah Madura
disebut dengan Nun atau Bendara yang disingkat Ra, dan di Lombok atau
seputar daerah wilayah Nusa Tenggara orang memanggilnya dengan Tuan
Guru. Khusus bagi masyarakat Jawa, gelar yang diperuntukkan bagi ulama
anatara lain Wali. Gelar ini biasanya diberikan kepada ulama yang sudah
45
Wawancara dengan nara sumber pada 24 oktober 2009
46 Artikel diakses pada 4 Desember 2008 dari id.wikipedia.org/wiki/kyai
40
mencapai tingkat yang tinggi, memiliki kemampuan pribadi yang luar
biasa.47
Gelar lainnya ialah Panembahan, yang diberikan kepada ulama yang
lebih ditekankan pada aspek spiritual, juga menyangkut segi kesenioran, baik
usia maupun nasab (keturunan). Hal ini untuk menunjukkan bahwa sang
ulama tersebut mempunyai kekuatan spiritual yang tinggi.48
Sebagian pemahaman orang Jawa, Kiai (Kyai) adalah sebutan untuk
"yang dituakan ataupun dihormati" baik berupa orang, ataupun barang.
Selain Kiai, bisa juga digunakan sebutan Nyai untuk yang perempuan. Kiai
bisa digunakan untuk menyebut :
Ulama atau Tokoh, contoh: Kiai Haji Abdul Rahman Wachid.
Pusaka, contoh: Keris-Kiai Joko Piturun, Gamelan-Kiai Gunturmadu.
Hewan, contoh: Kerbau-Kiai Slamet, Kuda-Kyai Gagak Rimang.
Makhluk Halus, contoh: Kiai Sapujagad (Penunggu Merapi).
Ada bermacam-macam sebutan “kiyai” menurut Prof Dr Hamka
yang di kemukakan dalam antara lain Kiyai yang berarti Guru Agama Islam
yang telah luas pandangannya. Ada Kiyai berarti pendidik, Ada Kiyai berarti
47
Drs. Isma‟il Ibnu Qoyim MA, Kiai penghulu Jawa Peranannya di Masa Kolonial.
Gema Insani Press, Jakarta, cetakan I, 1977: h. 62,
48 Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942. Jakarta: LP3ES, 1996: h.
234.
41
Pak Dukun. Di Kalimantan, Kiyai (sebelum perang) berarti District-hoofd
(Wedana). Di Padang (sebelum perang), Kiyai artinya “Cino Tuo” (Orang
Tionghoa yang telah berumur). Gamelan Sekaten di Yogya bernama Kiyai
Sekati dan Nyi Sekati. Dalang yang ahli disebut Ki Dalang, atau Kiyai
Dalang. Bendera Keramat yang dikeluarkan setiap ada bala bencana
mengancam dalam negeri Yogyakarta bernama Kiyai Tunggul Wulung.49
Di pulau Jawa dan Palembang, kata Kiyai digunakan untuk
menghormati seseorang yang dianggap Alim, Ahli Agama dan disegani. Di
Kalimantan Selatan (Banjarmasin dan sekitarnya) sebelum perang, gelar
Kiyai adalah pangkat yang tertinggi bagi Ambtenaar Bumiputera. Sama
dengan pangkat Demang di Sumatera.50
Meskipun Hamka mampu menjelaskan kegunaan kata Kiyai seperti
tersebut, namun dia terus terang mengungkapkan, “kami tidak tahu dari
Bahasa apa asalnya kata Kiyai. Tetapi kami dapat memastikan bahwa kata
itu menyatakan Hormat kepada seseorang. Cuma kepada siapa
penghormatan Kiyai itu harus diberikan, itulah yang berbeda-beda menurut
kebiasaan satu-satu negeri.51
49
Martin van Bruinessen, NU Tradisi Relasi-relasi Kuasa Pencarian Wacana Baru .
Yogyakarta: LkiS, 1994. h. 30
50 Artikel diakses pada 25 april 2009 dari http://abusalma.wordpress.com/2007/05/05/kiyai-
itu-apa/
51 Ibid
42
2. Peranan Kiyai dalam organisasi Nahdlatul Ulama
Kiyai dan NU seakan dua sisi yang saling berkaitan satu dengan
lainnya. Banyak ulama NU yang memilki gelar kiyai dengan sejumlah
pengikut dan murid atau cantrik yang ditempatkan di padepokan bernama
pondok pesantren.
Pondok Pesantren, sebagai suatu padepokan untuk memperdalam
ilmu agama, sejauh ini dipahami sebagai tempat yang sejuk, tenang, dan
damai. Di dalamnya para cantrik (santri) mencurahkan tenaga dan pikiran
untuk belajar dan membentuk karakter, sementara pengasuh pesantren
(kiai) menyerahkan diri dan jiwa mereka dengan tulus untuk memberikan
pengajaran dan teladan hidup. Kiai adalah sosok pemimpin yang tunggal
dalam Pesantren, dia selalu sebagai panutan dan tauladan kehidupan bagi
para santri.52
Peranan kyai dewasa ini mengalami degradasi luar biasa. Banyak
yang mengira, kyai itu memiliki patron client yang cukup besar. Asumsi
itu kelak, mendorong program-program diluar keulamaan tumbuh
menjamur di pesantren-pesantren, misalnya, program-program
52
kH. Mustofa Bisri, Bahtsul Masail, artikel diakses pada 15 Mei 2009 dari
http://www.gusmus.net/page.php?mod=dinamis&sub=7&id=67
43
pemberdayaan masyarakat (community development), partai politik dan
lain sebagainya.53
Dalam konteks politik, peran kyai mengalami metamorfosis di
posisi barunya, sehingga memerlukan sikap yang baru juga. Studi yang
dilakukan Horikoshi, misalnya, menunjukkan kekuatan kyai sebagai
sumber perubahan sosial, bukan saja pada masyarakat pesantren tapi juga
pada masyarakat di sekitarnya. Sementara Geertz menunjukkan kyai
sebagai makelar budaya (cultural brokers) dan menyatakan bahwa
pengaruh kyai terletak pada pelaksanaan fungsi makelar ini. Kyai
dikategorikan sebagai sosok yang tidak mempunyai pengalaman dan
kemampuan profesional, tetapi secara sosial terbukti mampu
menjembatani berbagai kepentingan melalui bahasa yang paling mungkin
digunakan.54
Sebagai individu yang berpolitik, kiai ikut menunaikan kewajiban
membebaskan dari ketertindasan. Masih ingat di buku sejarah, resolusi
jihad yang didegung-degungkan KH. Hasyim Asy‟ari melawan
pembodohan Jepang lewat Saikere yaitu menundukkan diri hampir 90
derajad menyamai kondisi ruku‟ dalam shalat. Ini adalah satu bukti politis
perjuangan ulama, bahwa kita berhak untuk berharkat dan bermartabat.
53
Ibid
54
Hiroko Horikoshi, Kyai dan Perubahan Sosial. Jakarta: P3M, 1987. h. 193.
44
Kemerdekaan untuk melakukan kebudayaan tidak harus dipaksa-
paksakan. Nilai sosial-budaya harus sesuai dengan amanat rakyat, lebih-
lebih pada nuansa yang bersifat agamis tidak harus tunduk pada
kekuasaan tertentu.55
Kyai dan tokoh pesantren sering kali menjadi lahan sasaran para
politisi dalam membangun basis dukungan politik. Pada setiap Pemilihan
Umum (Pemilu) maka suara kyai dan santri selalu diperebutkan bukan
saja oleh partai-partai politik berbasis Islam saja melainkan juga partai-
partai politik berbasis nasionalis. Dalam upaya meraup simpati dari
kalangan Islam yang menjadi pengikut setia kyai, banyak partai politik
yang menempatkan kyai dan tokoh pesatren pada jajaran pengurus partai
dengan harapan dapat menjadi vote getter dalam pemilu.56
Di kalangan NU, di mana kyai dan tokoh pesantren menjadi pilar
kultural utamanya, muncul beberapa partai politik yang masing-masing
mengklaim sebagai representasi politik komunitas ini. Masing-masing
juga berupaya menempatkan beberapa kyai dan tokoh pesantren sebagai
motor penggerak ataupun sekedar legitimasi. Pada masa Orde Baru,
posisi kyai dalam kancah politik nasional semakin terpinggirkan, bahkan
tidak jarang dicurigai pemerintah, meski demikian, para kiyai tetap eksis
55
Artikel diakses pada 17 Mei 2010 dari http://nursyam.sunan-ampel.ac.id/?p=17
56 Ibid
45
dengan perjuangan dan pilihan politiknya. Sebagai contoh, dapat dilihat,
pada saat kampanye pemilu 1977, Kyai Bisyri Syamsuri dengan
kapasitasnya sebagai kyai NU dan ketua Majelis Pertimbangan Partai
PPP, mengeluarkan “fatwa politik”, bahwa setiap muslim diharuskan
memilih PPP.57
Sikap “radikal” Kyai Bisyri kembali ditunjukkan pada
Sidang Umum MPR tahun 1978 dengan melakukan walk out yang
kemudian diikuti oleh semua anggota DPR/MPR dari PPP, sebagai
bentuk protes terhadap pemerintah yang memberi tempat terhormat pada
aliran kepercayaan. Dalam perspektif teori politik, tindakan para kiyai
tersebut merupakan counters-hegemoni.58
Yaitu upaya untuk melalukan
perlawanan terhadap kekuasaan yang cenderung melakukan penguasaan
terhadap seluruh dimensi kehidupan politik dan pemerintahan. Akibatnya,
sejak periode Pemilu pasca Orde Baru afiliasi politik para kyai dan tokoh
pesantren terpecah ke dalam beberapa partai NU. Perpecahan internal
yang muncul kemudian juga senantiasa dilegitimasi dengan dukungan dan
restu sekelompok kyai tertentu.
Kecenderungan menarik dukungan kyai dan tokoh-tokoh
pesantren tersebut memperlihatkan bahkan nilai politik kyai di hadapan
para politisi dalam upaya mereka membangun basis dukungan ataupun
57
Hasyim Asy’ari, Qanun Asasi Nahdlatul Ulama, h.3
58 Falah, NU lampau kini dan datang, dalam Gus Dur NU dan Masyarakat sipil. Yogyakarta:
LkiS, 1994 h.172
46
sekedar legitimasi bagi kepentingan politiknya masih cukup tinggi.
Komunitas elit keagamaan ini, meminjam istilah Masdar, masih dipercaya
mampu memberikan sumbangan signifikan bagi sukses tidaknya sebuah
misi politik kelompok politik maupun perorangan. Padahal terbelahnya
afiliasi politik kyai pada politik partisan tentunya menimbulkan persoalan
berkenaan dengan sikap kaum santri yang sebelumnya dikenal memiliki
respektasi dan ketaatan tinggi pada kyai.59
Penjelasan mengenai posisi dan pengaruh kyai terhadap kaum
santri sudah cukup banyak dikaji para pemerhati Islam kultural di
Indonesia, mulai dari deskripsi umum mengenai kultur keagamaan
(Islam) khas masyarakat Jawa Geertz hingga detai relasi yang dipetakan
para peneliti belakangan seperti Féillard dan Barton. Hingga penelitian
paling mutakhir, deskripsi relasi kyai-santri tampak masih belum berubah
dibanding paparan Mastuhu dan Dhofier.60
Meminjam identifikasi Geertz, kyai dan santri merupakan bagian
dari kelompok masyarakat Islam khususnya di pulau Jawa yang memiliki
kesadaran keislaman yang lebih utuh dan lurus dibanding dua kelompok
lainnya, abangan dan priyayi. Komunitas santri sendiri diidentifikasi
59
Prof. Dr. Nur Syam, M.Si, “ Kyai, Santri dan Politik” artikel diakses pada 15 Mei 2010 dari
http://nursyam.sunan-ampel.ac.id/?p=17
60 Ibid
47
Geertz merupakan bentukan komunitas kyai, khususnya melalui lembaga
pesantrennya. Meski lekat dengan tradisi-tradisi mistis-asketik khas
Hindu Jawa mereka termasuk kelompok penganut Islam yang taat dalam
menjalankan syari‟ah Islam.61
Antara santri dan kyai terdapat sebuah pola relasi emosional
layaknya tradisi feodal, tetapi tanpa struktur dan tingkatan politis yang
sofistikatif seperti galibnya tradisi serupa dalam pemerintahan kerajaan.
Kyai dan keluarganya memiliki posisi sosial dan kultural yang tinggi
dibanding kebanyakan kaum santri. Menurut Irsan sebagaimana diulas
Marijan, tradisi tersebut bertumpu pada tiga pilar utama. Pila-pilar
tersebut terdiri dari basis massa yang merupakan pola struktur sosialnya,
basis ulama yang merepresentasikan struktur kepemimpinan serta basis
tradisi yang secara kultural menjadi semacam sistem budaya yang
mengikat visi keilmuan maupun belbagai etiket keislaman yang mereka
anut62
Persoalannya pada generasi kyai era belakangan, status yang
demikian tampak mulai memudar. Kyai yang demikian memang banyak
dijumpai era 1950-an sampai dengan 1980-an. Namun demikian, pada
generasi sesudahnya semakin banyak kyai yang tidak mewarisi penuh
61 Ibid 62
Ibid
48
pola pikir, posisi sosial, kultural maupun keahlian leluhurnya. Beberapa
kyai dan tokoh pesantren memang masih mewarisi wibawa
pendahulunya, tetapi tampaknya tidak demikian pada sebagian besar.63
Peranan kyai yang semakin kecil, memberikan dampak pada
keragaman pilihan jama‟ahnya. Bisa jadi, dalam kacamata demokrasi,
kecilnya peran kyai, memberikan dampak yang semakin baik. Dampak
nyata yang terjadi hari ini adalah penurunan kapasitas keilmuan. Mungkin
dulu, banyak sekali karya-karya yang muncul, tapi sekarang sangat
sedikit. Bahkan, dulu ketika orang tua menginginkan anaknya mahir
dalam ilmu Fiqh, misalnya, mereka akan mengirimkan anaknya untuk
“mondok” di pesantren Lirboyo, atau, jika ingin pandai dalam hal ilmu
alat, akan memasukkan anaknya ke pesantren Sarang, dan seterusnya.64
Kecenderungan ini mulai hilang seiring dengan standarisasi
kurikulum pesantren yang dibuat oleh Negara. Institusi-institusi pesantren
ini kemudian mengalami stagnasi disiplin keilmuan luar biasa. Qasim
Zaman, mengomentari tentang kemerosotan Otoritas Ulama65
diakibatkan
karena Munculnya Nation state di hampir seluruh Negara-negara
berpenduduk Muslim. Seluruh Negara ini kemudian memiliki proyek
yang sama, yaitu, penguatan-penguatan birokratisasi Ulama. Dalam
63
Ibid
64
Ibid
65
Pada masyarakat Jawa, kata Ulama lebih dikenal dengan sebutan kiyai
49
konteks Indonesia, birokratisasi itu muncul melalui departemen-
departemen, misalnya penyeragaman standarisasi sekolah.
Dunia pesantren juga berhadapan dengan kapitalisme pendidikan.
Kapitalisme menciptakan suatu hal hanya diukur dari nilai tukar
dibanding dengan nilai guna. Misal sederhananya, lowongan kerja ditukar
dengan syarat ijazah. Nah, bagaimana dengan lulusan pesantren
tradisional yang tidak mengeluarkan ijazah? Adakah dia memiliki nilai
guna sehingga mereka bisa berkarya setelah menyelesaikan masa study di
pesantren?66
Relasi kyai, santri dan politik memang telah mengalami
perubahan. Dewasa ini sekurang-kurangnya sudah terdapat kesadaran di
dalam kerangka referensi yang menempatkan kyai dalam tataran fungsi
khusus. Memang semakin rasional sebuah masyarakat akan semakin
menempatkan dirinya di dalam mindset diferensiasi struktur spesialisasi
fungsi. Penempatan kyai pun telah menggunakan logika seperti itu. Kyai
dengan fungsi utamanya adalah sebagai guru spiritual dan pembimbing
umat di dalam kehidupan keagamaan maka posisi kyai juga ditempatkan
di situ. Jika kyai kemudian memasuki kawasan dunia politik, maka posisi
utama kyai pun berubah ke arah tersebut.67
66
Ibid
67
Ibid
50
Walhasil, dibutuhkan sebuah rekayasa (engineering) keilmuan
bagi Kyai dan institusinya, yaitu pesantren. Tidak lupa juga, institusi
lokal yang mampu mendukung keberlanjutan hidup pesantren secara
mandiri harus diberdayakan. Disinilah pentingnya Nahdlatul Ulama hadir
ditengah masyarakat pesantren.68
Sebagian berpendapat bahwa sosok seorang kiyai dalam Nahdlatul
Ulama adalah sebagai panutan, guru, sumber ilmu, pemimpin dan ahli
hukum, orang yang harus ditaati perintahnya dan paling dihormati.
Bahkan di suatu tempat di jawa timur, bagi penduduk setempat kiyai
adalah segala-galanya. Apapun yang diperintahkan kiyai pasti dilakukan.
Bagi penduduk tersebut kiyai adalah pemegang kekuasaan tertinggi
bahkan melebihi gubernur atau pimpinan daerah tersebut.69
Pada banyak kasus, peran kyai dalam masyarakat pedesaan tidak
hanya terbatas pada persoalan-persoalan yang menyangkut keagamaan.
Di tengah kebudayaan yang didominasi ketokohan kyai, berbagai masalah
sehari-hari menyangkut urusan rumah tangga, perjodohan, perekonomian,
bahkan pengobatan sering menempatkan kyai sebagai tumpuan. Hal ini
tentu saja melahirkan hubungan emosional yang diliputi ketergantungan
dengan tingkat kepercayaan yang tidak perlu dipertanyakan. Masyarakat
68
Nuruzzaman Amin, Merevitalisasi Peran Kiyai NU artikel diakses pada 15 Mei
2010 dari http://nuruzzamanamin.blogspot.com/2009/08/merevitalisasi-peran-kyai-nu.html
69
Ibid
51
Islam di sekitar kyai dengan sendirinya akan senantiasa berusaha
menyesuaikan pandangan hidup dan perilakunya dengan ketokohan kyai.
Kyai menjadi pemimpin informal yang lebih didengar petuah dan
keputusannya dibanding tokoh manapun.70
Status kyai yang tinggi menjadikannya tidak perlu direpotkan oleh
pekerjaan sebagai petani karena pengabdian yang tinggi dari para abdi
dan masyarakat yang mengerjakan tanahnya. Meski secara formal mereka
bukan pejabat pemerintah, namun status sosial mereka cenderung
dominan secara kultural. Mereka lebih dihormati dan didengar
pendapatnya dibanding aparat pemerintahan, seperti lurah atau kepala
desa.71
Dalam organisasi Nahdlatul Ulama sendiri, peranan kiyai menurut
ketua umum PB NU-KH.Said Aqil Sirajd adalah menjaga, melaksanakan
dan mengembangkan secara istiqomah eksistensi NU sebagai organisasi
yang memperjuangkan aqidah dan amaliah ahlus Sunnah wal-Jama‟ah.
70
Ibid
71
Prof. Dr. Nur Syam, M.Si, “ Kyai, Santri dan Politik” artikel diakses pada 15 Mei 2010 dari
http://nursyam.sunan-ampel.ac.id/?p=17
52
BAB IV
BAHTSUL MASAIL
1. Pengertian Bahtsul Masail
Hukum Islam senantiasa dinamis dan sesuai dengan tuntutan masa dan
tempat, intinya menarik yang bermanfaat serta menghindari yang mafsadat.
Tujuan akhir ditetapkannya hukum Islam adalah menjadi rahmat bagi
manusia, mewujudkan kemaslahatan yang hakiki, baik di dunia maupun di
akhirat. Ukuran dan sarana kemaslahatan itu tidak baku dan tidak tak terbatas,
ia berubah seiring dengan perkembangan zaman. Secara metodologis, ulama
menetapkan hukum Islam berdasarkan sumber primer syariat Islam, Alquran
dan Hadis, dua sumber komplementer yang merupakan sub-ordinat (ijmak dan
qiyas), kaidah-kaidah suplementer, meliputi Istihsān (preferensi juristik),
Amalan Penduduk Madinah, al-Mashālih al-Mursalat (kemaslahatan umum),
Istishhāb (aturan kesesuaian), Syar‟ man Qablanā, Madzhab Shahābi, Sadd al-
Dzarī'at (menutup jalan yang dapat menghantarkan terjadinya kemaksiatan),
dan „urf . Abd al-Rahim „Umran menambahkan empat prinsip (kaidah) umum,
yaitu: "Watak dasar segala hal adalah halal kecuali apabila dilarang oleh suatu
nash, tidak memudaratkan dan tidak dimudaratkan, darurat membolehkan
yang dilarang, dan memilih kemudaratan yang lebih kecil. (Fatwa Ulama
Indonesia Terhadap Isu-isu Kedokteran Kontemporer72
72
Zuhroni, Fatwa Ulama Indonesia Terhadap Isu-isu Kedokteran Kontemporer, artikel
diakses pada 10 April 2010
53
Selama ini NU dianggap sangat hati-hati dalam merespon
perkembangan hukum yang terjadi dalam masyarakat, bahkan sebagian
pengamat menganggap wacana pemikiran hukum NU mengarah pada proses
penutupan ijtihad. Ide-ide baru yang dikembangkan dalam pemikiran hukum
NU sekarang ini menjadi lebih progresif dan transformatif dengan tawaran
pemikiran-pemikiran para Kyai NU khususnya kalangan muda yang sangat
terbuka dan kritis dengan wacana-wacana baru yang berkembang sekarang ini.
Mereka mengembangkan pemikiran kritis yang terpretatif, metodologis dan
filosofis.
Dengan pemikiran yang interpretatif atas teks-teks fiqih yang ada, para
kyai akan mengetahui latar pemikiran khazanah-khazanah klasik yang telah
menjadi bahan perbincangan primer kyai. Begitu juga secara metodologis,
pemikiran fiqih tidak lagi terkungkung dengan rujukan teks (qauli) saja, tetapi
harus diimbangi dengan pembongkaran (dekonstruksi) konteks. Atau dengan
kata lain berfiqih tidak harus secara teks (madzhab qauli) tetapi juga dengan
metodologi yang kontekstual (manhaj). Sedangkan wacana filosofis
merupakan alternatif baru dalam mengembangkan fiqih manhaji yang mulai
dipakai oleh para kyai NU.73
Pembahasan masalah-masalah duniawi yang berhubungan dengan
konteks fiqih tentunya untuk menghasilkan suatu hukum, dalam organisasi
Nahdlatul Ulama dikenal dengan nama Bahtsul Masail.
73
Sahal Mahfudz, Nuansa Fiqih Sosial, Yogyakarta, LkiS, 1994, h. vi
54
Bahtsul Masail adalah pembahasan permasalahan dalam masyarakat
yang diselesaikan dengan solusi fiqih bersandarkan pada kitab-kitab fiqih,
metode ini berkembang di kalangan Nahdlatul Ulama dan pesantren-pesantren
salaf. Dengan kata lain Bahtsul masail merupakan forum pembahasan
masalah-masalah yang muncul di kalangan masyarakat yang belum ada
hukum dan dalilnya dalam agama. Peserta bahtsul masail terdiri dari para kiai
pakar ahli fiqh dan kalangan profesional yang bersangkutan dengan masalah
yang dibahasnya.
Bahtsul Masail NU merupakan ajang intelektualitas secara kolosal
yang cukup responsive sekaligus problematik. Responsif, karena senatiasa
tanggap terhadap problematika aktual-faktual. Problematik, karena acap kali
menggunakan metode ilhaq al-masail binadhairiha; menyamakan
permasalahan dengan suatu kasus yang tidak terdapat dalam kitab dengan
kasus yang identik yang sudah ada dalam kitab, atau menyamakan dengan
sebuah pendapat yang sudah jadi. Metode ini biasa dioperasikan tatkala tidak
ditemukan jawaban tekstual eksplisit dalam kitab-kitab yang biasa dijadikan
referensi. Guna menjawab permasalahan-permasalahan, metode ilhaq ini telah
lama diterapkan oleh alim ulama NU, meskipun hanya secara implisit karena
belum ada penyematan nama formal sebagai "metode ilhaq". Metode ini
kemudian dirumuskan dalam munas Bandar Lampung yang menyatakan
bahwa untuk menyelesaikan masalah yang tidak ada qaul-nya sama sekali
55
maka dilakukan ilhaq secara kolektif (jama'i) oleh para ulama. Prosedur ilhaq
harus dipenuhi oleh seorang mulhiq (pelaku ilhaq) adalah:
a. mulhaq bih: permasalahan yang hendak disamakan yang belum ada
ketetapannya dalam kitab
b. mulhaq 'alaih: permasalahan yang sudah ada ketetapan hukumnya yang,
terhadap permasalahan ini, permasalahan lain yang belum ada
ketetapannya hendak disamakan
c. wajh al-ilhaq: sisi keserupaan anatara mulhaq bih dan mulhaq 'alaih.
Beberapa pengamat menyebut metode ini dengan "qiyas versi NU",
karena dalam prakteknya menggunakan prosedur yang mirip dengan qiyas.
Namun ada perbedaan mencolok antara qiyas versi ushuliyyin dengan qiyas
versi NU (ilhaq). Qiyas versi ushuliyyin menyamakan sesuatu yang belum ada
ketetapan hukumnya dengan sesuatu yang sudah ada kepastian hukumnya
dalam Al-Qur'an maupun hadits (انذق انفشع ث الاصه). Sedangkan ilhaq adalah
menyamakan permasalahan yang belum ada ketetapan hukumnya secara
tekstual dalam kitab dengan kasus yang sudah ada ketetapannya dalam kitab.
Pertanyaan yang muncul kepermukaan adalah apakah metode ilhaq ini legal?
Mengingat adanya kemungkinan besar bahwa Bahtsul Masail akan
"terperangkap" dalam upaya menyamakan cabangan hukum dengan cabangan
hukum yang lain (انذق انفشع ث انفشع). Dan, kemungkinan ini akan benar-benar
terjadi jika mulhaq-'alaih ternyata adalah hasil qiyas.
56
Pondok pesantren as-salafiyyah mencoba untuk memberi materi
kemampuan melakukan bahtsul masail kepada santri-santrinya dengan jalan
mengadakan bahtsul masail tiap malam ahad. Bahtsul masail dibagi dua
kelompok, Ula dan Wustho. Tingkat ula ditekankan sebagai pembelajaran
metode dan praktik bahtsul masail, sehingga santri akan terbiasa melakukan
pencarian jawaban atas masalah- masalah yang diajukan dihadapannya,
dengan metode bahtsul masail. Di tingkat wustho diharapkan santri sudah
mempunyai kemandirian dan kemampuan yang baik dalam memecahkan
suatu masalah.
Dalam memecahan masalah bahtsul masail yang ada, para santri juga
diajari untuk memanfaatkan tehnologi komputer semaksimal mungkin. Untuk
itu disediakan perpustakaan digital kitab-kitab yang relevan semisal Jami'ul
Fiqhi, Alfiyah Sunnah Nabawiyyah dan sebagainya, sehingga pencarian ta'bir
menjadi cepat dan effisien, dan waktu lebih banyak digunakan untuk
mencermati dan menggali apa-apa yang ada pada ta'bir yang telah didapat.
Selain tujuannya sebagai forum pembahasan masalah yang
berkembang di masyarakat, bahtsul masail juga sebagai forum untuk
membangun ukhuwah dan interaksi antar pesantren dan kegiatan ini biasanya
dilaksanakan rutin, baik setiap bulan maupun tahun, dan tempatnya bergilir di
57
beberapa pesantren. Masalah-masalah yang akan dibahas dalam bahtsul
masail merupakan usulan dari berbagai pesantren74
2. Peranan Bahtsul Masail NU Dalam Menghasilkan Suatu Hukum
Salah satu lajnah atau lembaga yang memiliki kedudukan penting
dalam NU adalah Lajnah Bahtsul Masail (LBM). Lembaga ini memiliki peran
yang sangat strategis dalam menjawab persoalan-persoalan umat, khususnya
berkaitan dengan masalah agama.
Lajnah Bahtsul Masail ini selalu dinantikan kiprahnya oleh anggota
NU. Karena, melalui lembaga ini. akan didapatkan putusan hukum awal
sebelum disepakati seluruh alim ulama NU dalam sebuah muktamar yang
menjadi forum permusyawaratan tertinggi di NU. Dalam setiap muktamar,
objek yang menjadi pembahasan bahtsul masail ini pun bermacam-macam.
Misalnya, masalah bayi tabung, DNA, sadap telepon, transaksi lewat internet,
transplantasi organ tubuh, dan lain sebagainya.75
Beberapa peranan tradisi pengambilan keputusan hukum model
bahtsul masail di lingkungan pondok pesantren dan di kalangan Nahdlatul
Ulama antara lain:
74
“Model Bahtsul Masail Pondok Pesantren NU” artikel diakses pada 18 Juni 2010
dari http://as-salafiyyah.blogspot.com/2009/10/model-bahtsul-masail-pondok-pesantren.html
75
“Bahtsul Masail Mencari Solusi Persoalan Umat” Ragam Republika 21 Maret 2010
58
Pertama, supaya NU memiliki pedoman dalam menetapkan hukum,
sehingga semua keputusan di dalam bahtsul masail harus berpegang pada
cara-cara yang telah ditetapkan di dalam sistem yang sudah disepakati.
Kedua, dimaksudkan untuk menghindarkan terjadinya mauquf atau
tertundanya suatu masalah karena tidak ada nash atau tidak ada qaul dalam al-
kutubul-mu'tabarah, atau tidak ada aqwal (pendapat), af'al (perilaku) dan
tasharrufat dari assabiqunal awwalun (para perintis) NU. Bahtsul masail juga
dimaksudkan untuk menghindarkan munculnya jawaban terhadap berbagai
persoalan tanpa pedoman yang benar.
Ketiga, adalah sistem ini sekaligus memberikan penjelasan bahwa
bermadzhab di lingkungan Nahdhatul Ulama menggunakan pendekatan qauli
(produk pemikiran) dan manhaji sehingga tidak mungkin terjadi kesulitan
dalam merespon setiap persoalan yang terjadi, baik yang menyangkut aspek
diniyah maupun ijtima'iyah, aspek ekonomi, sosial, politik ataupun aspek-
aspek lainnya.
3. Hukum Transplantasi Organ Tubuh Orang Muslim Kepada Orang Non
Muslim Menurut Bahtsul Masail NU
Nahdlatul Ulama dalam setiap mengambil keputusannya senantiasa
didasarkan pada permusyawaratan para ulama, termasuk di dalamnya
keputusan hukum Islam yang diambil oleh Nahdlatul Ulama terlebih dahulu
digodok dalam forum Bahtsul Masail (pembahasan berbagai permasalahan
59
hukum). Sedangkan untuk melaksanakan bahtsul masail tersebut, diperlukan
tata cara pelaksanaannya sebagaimana diatur dalam system pengambilan
hukum Islam.76
Sebelum menjawab persoalan transplantasi organ tubuh orang muslim
kepada orang non muslim, kita jelaskan kembali apa arti transplantasi dan apa
arti organ.
Transplatasi berasal dari bahasa Inggris to transplant yang berarti to
move from one place to another. Adapun pengertian menurut bidang
kedokteran ialah perpindaham jaringan atau organ dari satu kempat ke tempat
yang lain.sedangkan yang dimaksud dengan organ ialah kumpulan jaringan
yang mempunyai fungsi berbeda sehingga merupakan satu kesatuan yang
mempunyai fungsi tertentu.77
Transplantasi Organ apapun dari orang muslim kepada orang non
muslim Hukumnya adalah Haram, meskipun:
a. orang muslim yang akan dipindahkan orngannya telah mengizinkannya.
b. Orang non muslim (penerima organ) dalam keadaan darurat. Misalnya ia
terancam kematian karena kedua ginjalnya tidak normal walaupun ada
orang muslim yang rela diambil satu diantara dua ginjalnya.
76
“Keputusan Muktamar NU ke 31” artikel diakses dari: http://gp-ansor.org/maklumat/833-
24082006.html
77
Tim Perumusan Komisi Ahkam, Ahkamul Fuqoha:Solusi problematika Aktual Hukum
Islam. PB NU cetakan ke 2, Jakarta, 2007. h. 459
60
c. Pengambilan organnya melalui operasi yang relatif aman, dalam arti tidak
mengancam nyawanya dan hanya menimbulkan mafsadah ringan.
Larangan mendonorkan organ tubuh bagi orang muslim kepada orang
non muslim tersebut berdasarkan beberapa alasan :
a. Organ adalah bagian dari jasad manusia, secara umum organ tersebut
terhormat.
b. Orang muslim memiliki kemuliaan yang tidak dimiliki oleh orang non
muslim. Terbukti dengan adanya kewajiban untuk memandikan dan
mengubur walau hanya sebagian kecil jasadnya.
c. Mendatangkan madlarah atau mafsadah bagi orang muslim (pendonor)
dalam kondisi hidup atau mati unutk kepentingan penerima organ non
muslim adalah tidak dapat dikategorikan sebagai maslalah.
Alasan-alasan bahtsul masail NU mengharamkan transplantasi organ
tubuh orang muslim kepada orang non muslim mengacu pada dalil-dalil
berikut:
قبل ان : نظ نهغش أ قطغ ي إغضبئ شئب نذفؼ إن انضطش ثلا خلاف،
صشح ث إيبو انذشي الأصذبة. )ذ ث ششف ان، انجع ششح انزة،
( 40، ص 9 ، ج انفكثشد، داس
Berkata Nawawi : Tidak boleh bagi orang lain untuk mentransplantasi organ
tubuh supaya di berikan kepada orang yang dalam keadaan darurat.
Pendapat ini tanpa adanya hilaf, penjelasan ini disampaikan oleh imam
harmaini dan sahabat, ( Yahya bin syarif Nawawi dalam kitab Majmu’ syarah
Mazhab beirut jilid 9 halaman 40
61
لا لا جص أ قطغ نفغ ي يؼصو غش قطؼب، ف رأنف الأخش : قبل ان
)نج سضخ انطبذ ث ششف ان، (نهغش أ قطغ ي فغ نهضطش.
Pendapat Imam Nawawi dalam karangan yang lain: seseorang tidak boleh
mentransplantasi organ tubuh dirinya (berupa anggota tubuh yg dilindungi
darahnya secara hukum) ke anggota tubuh yang lain, hukum ini secara pasti
tidak boleh. dan tidak boleh juga bagi orang lain mentranspalasi organ
tubuhnya untuk diberikan kepada orang yg dalam keadaan dharuroh. (Yahya
bin syarif nawawi raudhotu tholibin wa umdatu muftiin, beirut maktabu islami
tahun 1405 jilid 3 halaman 280)
قبل انششث : صم شؼش الأدي ثشؼش جظ أ شؼش آدي دشاو نهخجش انغبثق
ذشو ل يغزؼم نهجظ انؼ ف ثذ ف انثب يغزؼم نشؼش آدي لأ ف الأ
الازفبع ث ثغبئش أجضائ نكشايز. )يذذ انخطت انششث، يغ انذزبج إن
( 191، ص 1، داس انفكش، ج يؼشفخ يؼب أنفبظ انبج، ثشد
Berkata syarbini : seorang manusia yang menyambung rambutnya dengan
rambut yang najis atau menyambungnya dengan rambut manusia yang lain
adalah haram, karena ada hadist yang telah disebutkan.alasan Dalam kasus
yang pertama (seseorang menyambung rambut dengan rambut yang najis) itu
adalah menggunakan sesuatu yang najis aini dalam tubuhnya. sedangkan
pada kasus yang kedua (seorang yang menyambung rambutnya dengan
rambut manusia lain),itu adalah menggunakan rambut manusia. Sedangkan
manusia itu anggota tubuhnya tidak boleh dimanfaatkan dikarenan kemulian
manusia tersebut.
( muhammad khatib syarbaini, muhni muhtaj ila ma’rifah ma’ani alfazul
minhaj, beirut, darul fikri jilid 1 halaman 191)
فقهغ انؼ كفؼم انؼش يثهخ يذشيخ، قهغ انقشخ ي قبل خبنذ ث ػه انشقخ :
انؼ نصهذخ د لا ذزغت يثهخ ثم ذزغت إدغبب، قهغ انؼ قصبصب ؼزجش ػذلا.
الله أػهى. قبل: سػبخ دشيخ انغهى يزب كشػبخ دشيز دب. قذ جبئذ انصص
ػ إرائ، ان ػ طء قجش .... ػ ػبئشخ سض ثزذشى كغش ػظى انذ ان
62
الله ػب أ انج صه الله ػه عهى قبل : " كغش ػظى انذ ككغش ػظى انذ ".
سا أث داد، اث يبج، انذسقط، نفظ : "كغش ػظى انذ ككغش ػظى انذ
كأرا ف دبر " . ف الإثى" سا اث أث شجخ ثهفظ : " أر انؤي ف ير
)خبنذ ث ػه انشقخ، فق اناصل ف انؼجبداد(
Berkata kholid bin ali miskah : mengeluarkan mata itu seperti halnya
mengamil tulang pangkal hidung dalah dosa yang di haramkan, mengelurkan
kornea dari mata untuk kemaslahtan orang yg hidup tidak dianggap dosa.
malahan ini adalah sebuah kebajikan, sedangkan mengelurkan mata sebagai
qisosh adalah sebuah keadilan.(waAllahu A’lam). kholid Berkata bahwa
memuliakan kehormatan orang muslim yang telah meninggal seperti halnya
menjaga kehormatan orang muslim yang masih hidup. Sungguh telah datang
nash tentang keharaman memecahkan tulang mayat dan melarang
menyianyiakannya. Serta larangan mensetubuhinya. Diterima dari A’isyah ra
bahwa rasullulah SAW bersabda “memecah tulang orang yang sudah
meninggal sama dengan memecahkan tulang orang hidup. Hadits riwayat abu
daud, dari ibnu majah dan daruqothni lafaz haditsnya “memecahkan
tulangnya mayyit dalam hal dosanya seperti memecahkan tulang orang yang
masih hidup.” Sedangkan ibnu Abi syaibah meriwayatkan hadits tersebut
dengan kalimat: “Menyakiti mu’min ketika meninggal dunia dengan
menyakitinya ketika hidup.” kholid bin ali miskah dalam kitab fiqih nawazilul
fi ibadah.
قبل الله رؼبن :
نقذ كشيب ث آدو دهبى ف انجش انجذش سصقبى ي انطجبد فضهبى ػه
( 07كثش ي خهقب رفضلاص ) الإعشاء :
Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di
daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami
lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk
yang telah Kami ciptakan.
قبل سعل الله صه الله ػه عهى : )أيشد أ أقبرم انبط دز شذ أ لا ان الا الله
فئرا فؼها رنك ػصا ي أ يذذا سعل الله، قى انصلاح ؤرا انضكبد،
63
ديبءى أيانى الا ثذق الإعلاو، دغبثى ػه الله رؼبن (. يزفق ػه ػ اث ػش
سض الله ػب.
Sabda Rasulullah : saya di perintahkan memerangi manusia sampai mereka
bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah, dan muhammad SAW sebagai
Rasululllah, dan mereka memdirikan sholat dan menunaikan zakat, ketika
mereka telah melakukan yang demikian maka darah dan harta mereka
terpelihara bagiku kecuali dengan hak Islam, dan hisab mereka dipasrahkan
kepada Allah, Riwayat muttafuqun alaih dan ibnu umar Ra.
لا ضشس لا ضشاس قبل سعل الله صه الله ػه عهى :
)أ ث ػجبط سا اث يبج أدذ ػ(
Sabda Rasullullah : Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh
membahayakan orang lain.
Riwayat Ibnu majah dan Ahmad dari ibnu Abbas Ra
سا أث (لله ػه عهى : قبل كغش ػظى انذ ككغش ػظى انذب قبل سعل الله صه ا
)داد ػ ػبئشخ سض الله ػب
“memecahkan tulangnya mayyit dalam hal dosanya seperti memecahkan
tulang orang yang masih hidup” (riwayat Abu Daud dari Aisya ra)
قبل ربج انذ انغجك:
ضال ثبنضشس " ) الأشجب انظبئش ( كزانك يبقبن انغط ف رأنف " انضشس لا
الأشجب انظبئش. اث جى ف رأنف الأشجب انظبئش
Berkata tajuddin subqi : bahaya itu tidak bisa dihilangkan dengan
bahaya(yang lain) demikian yang telah di jelaskan oleh suyuti dan ibnu najim
dalam kitabnya Asbah wannazoir.
64
قبل انغط :
"إرا رؼبسض يفغذرب سػ أػظب ضشسا ثبسركبة أخفب" " دسء انفبعذ أن
زت انؼهخ، ي جهت انصبنخ " ػجذ انشد ث أث انغط، الأشجب انظبئش، دس انك
ى ف رأنف الأشجب انظبئشكزانك يب قبن اث ج .70، ص 1ثشد، طجؼخ
Berkata suyuti : apabila bertentangan antara dua kerusakan maka akan
dipelihara (dihindari) yang lebih besar kerusakannya, dengan
menggunakan(memilih) yang lebih kecil kerusakanya. Dan menolak
kerusakan itu lebih diutamakan daripada menarik kemaslahatan.78
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan penulis, dapat diketahui
bahwa Bahstul Masail NU senantiasa memberi solusi hukum yang
berdasarkan dalil Alqur‟an, Hadis, ijma‟, qiyas dan sumber lain yang
berkaitan dengan masalah yang ada.
4. Analisa Penulis Mengenai Hukum Transplantasi Organ Tubuh Orang Muslim
Kepada Orang Non Muslim Menurut Bahtsul Masail NU
Manusia (yang dimaksud penulis disini adalah orang islam), memiliki
kemuliaan yang tidak dimiliki oleh makhluk hidup lainnya yang telah
diciptakan Allah SWT.
Mengutip dari tafsir Al-Mishbah bahwa Allah SWT mamberikan
kelebihan manusia dari hewan dengan akal dan daya cipta sehingga menjadi
makhluk bertanggung jawab. Allah juga Mmberi kelebihan manusia yang taat
78
Hasil wawancara dengan ketua umum PB.NU KH. Said Aqil Sirajd
65
dari mereka atas malaikat karena ketaatan manusia melalui perjuangan
melawan setan dan nafsu, sedangkan ketaatan malaikat tanpa tantangan.
Tafsir Al-Qur‟an Departemen Agama R.I. mengatakan tentang
Kemuliaan Allah SWT menjelaskan bahwa Allah telah memuliakan Adam
dengan raut muka yang indah, potongan yang serasi dan diberi akal agar dapat
menerima petunjuk untuk berbudaya dan berfikir guna mencari keperluan
hidupnya, mengelola kekayaan alam serta menciptaka alat pengangkut di
darat, dilaut dan di udara. Allah juga memberi anak adam kelebihan dan
kesempurnaan yang tidak dimiliki makhluk lain yang diciptakan-Nya.
Sedangkan untuk orang non muslim kemuliaan yang diberikan Allah
SWT hanya sebatas anugerah-Nya ketika berada di laut dan di darat.
Anugerah tersebut diberikan Baik terhadap yang taat maupun yang durhaka
karena manusia adalah makhluk unik yang memiliki kehormatan dalam
kedudukannya sebagai manusia, baik dia taat maupun tidak.
Dengan demikian seharusnyalah mereka (orang non muslim) itu tidak
menyekutukan Allah dengan Tuhan-tuhan lain, akan tetapi hendaknya
beribadah hanya kepada Allah SWT. Di surat Al-Furqan ayat 44 Allah
berfirman:
66
Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau
memahami. Mereka tidak lain kecuali bagaikan binatang ternak, bahkan lebih
buruk
Karena orang muslim memiliki kemuliaan yang diberikan oleh Allah
SWT dan tidak dimiliki oleh orang non muslim, maka penulis setuju dengan
Hukum Transplantasi Organ apapun dari orang muslim kepada orang non
muslim menurut Bahtsul Masail NU yang menyatakan Haram. Karena
bagaimanapun Allah sendiri telah memuliakan anggota tubuh orang muslim.
67
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan perumusan masalah dan penelitian yang telah dilakukan,
penulis dapat menarik beberapa kesimpulan, yaitu:
1. Pada prinsipnya transplantasi organ manusia diharamkan oleh seluruh
lembaga fatwa di Indonesia. Tetapi Majlis Tarjih, MUI, dan Dewan Hisbah
membolehkannya apabila darurat, juga termasuk untuk kepentingan ilmu
pengetahuan dan pendidikan kedokteran.
2. Hukum transplantasi organ orang muslim kepada orang non muslim adalah
haram menurut Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama. Keharaman melakukan
transplantasi organ tersebut dikarenakan beberapa hal, antara lain :
a. Organ adalah bagian dari jasad manusia, secara umum organ tersebut
terhormat.
b. Orang muslim memiliki kemuliaan yang tidak dimiliki oleh orang non
muslim. Terbukti dengan adanya kewajiban untuk memendikan dan
mengubur walau hanya sebagian kecil jasadnya.
68
c. Mendatangkan madlarah atau mafsadah bagi orang muslim (pendonor)
dalam kondisi hidup atau mati unutk kepentingan penerima organ non
muslim adalah tidak dapat dikategorikan sebagai maslalah.
Jadi apapun alasan untuk melakukan transplantasi organ orang muslim
kepada orang non muslim hukumnya haram.
B. Saran-saran
Dalam surat Al-Isra’ ayat 70 Allah menerangkan bahwa Allah SWT telah
memuliakn anak adam yang taat dan beribadah kepada-Nya lebih dari makhluk
lain yang diciptakan-Nya. Sebagai seorang muslim, alangkah baiknya jika apabila
dalam keadaan sangat terpaksa kita boleh melakukan transplantasi organ antar
individu sesama muslim dengan persyaratan yang telah ditentukan sebelumnya.
69
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Qadim, Zallum, Hukmu Asy Syar’i fi Al Istinsakh, Naqlul A’dlaa’, Al
Ijhadl, Athfaalul Anabib, Ajhizatul In’asy Ath Thibbiyah, Al Hayah wal Maut. Darul
Ummah, Beirut, Libanon, Cetakan I, 1418/1997, h.48. Penerjemah: SigitPurnawan
Jati, S.Si.Penyunting : Muhammad Shiddiq Al Jawi.
Tim Penyusun LP. Ma’arif, Ahlussunnah Wal Jama’ah NU. Surabaya:
LP.Ma’arif NU, 2002, h. 10-15
Amin, Nuruzzaman Merevitalisasi Peran Kiyai NU artikel diakses pada 15
Mei 2010 dari http://nuruzzamanamin.blogspot.com/2009/08/merevitalisasi-peran-
kyai-nu.html
Asy’ari, Hasyim. Qann Asasi Nahdatul Ulama. Kudus: Menara Kudus, 1973:
h. 2
____, “Bahtsul Masail Mencari Solusi Persoalan Umat” Ragam Republika 21
Maret 2010
Barton, Greg dan Fealy, Greg. Tradisionalisme Radikal: Persinggungan
Nahdatul Ulama dan Negara. Yogyakarta: LkiS, 1997, h. xiii.
Bisri,. Mustofa, KH. Bahtsul Masail, artikel diakses pada 15 Mei 2009 dari
http://www.gusmus.net/page.php?mod=dinamis&sub=7&id=67
Calne, R. The History and Development Of Organ Transplantation: Biology
and Rejection. Baillieres Clin Gastroenterol. September 1994; hlm. 389
Departemen Agama RI. Al-Qur’anul Karim dan Tarjamah, Jakarta 05 oktober
1988
Falah, M. FAjrul. Jamiyyah NU Lampau Kini dan Datang, dalam Gur Dur
NU dan Masyarakat Sipil. Yogyakarta: LkiS, 1994h. 170
http://www.freelists.org/post/ppi/ppiindia-NU-dan-Peran-Sejarahnya
http://id.wikipedia.org/wiki/Transplantasi_organ
http://www.freelists.org/post/ppi/ppiindia-NU-dan-Peran-Sejarahnya
70
http://www.fahmina.or.id
http:// Hukum.Online.Com
http://www.radarsulteng.com/berita/index.asp?Berita=Utama&id=45631
http://www.scribd.com/ transplantasi
Ibnu Qoyim, Isma’il Drs, MA. Kiai penghulu Jawa Peranannya di Masa
Kolonial. Gema Insani Press, Jakarta, cetakan I, 1977: h. 62
Al-Jalily,M. Sholaekhan. Tradisi Bahtsul Masail NU: Harus Mampu
Menjawab Problem Kemanusiaan. Jurnal Justisia, edisi 24 tahun XI 2003 h. 69
Marijan, Kacung Quo Vadis NU. Surabaya: Erlangga, 1992
Noer, Deliar. Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942. Jakarta:
LP3ES, 1996 h. 234-235.
____, “Keputusan Muktamar NU ke 31” artikel diakses dari http://gp-
ansor.org/maklumat/833-24082006.html
_____, “Model Bahtsul Masail Pondok Pesantren NU” artikel diakses pada 18 Juni
2010 dari http://as-salafiyyah.blogspot.com/2009/10/model-bahtsul-masail-pondok-
pesantren.html
Shihab, Quraish. Tafsir Al-Mishbah. Pesan, kesan dan keserasian Al-Qur’an
Lentera Hati, Jakarta volume 7, 2002 h. 521-523
Simbur Cahaya No. 27 Tahun X Januari 2005 ISSN No. 14110-0614 ,artikel
Dr.H.Azhar, SH.,LL.M.,LL.D (Dosen Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya)
Syam, Nur. “ Kyai, Santri dan Politik” artikel diakses pada 15 Mei 2010 dari
http://nursyam.sunan-ampel.ac.id/?p=17
_____, Sistem Pengambilan Keputusan Hukum dan Hirarki Hasil Keputusan
Bahtsul Masil. Jakarta: Sekjen PBNU, 2002, h. 3-4
Undang-undang No. 23 tahun 1992 Tentang Kesehatan
71
Undang-undang No. 29 tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran
Undang-Undang Nomor 104 Tentang Pecangkokan Organ Tubuh Tahun 1997
van Bruinessen, Martin. NU Tradisi Relasi-relasi Kuasa Pencarian Wacana
Baru. Yogyakarta: LkiS, 1994, h. 30
www.badilag.net/data/artikel/tulisan%20taufik%20ngadi pdf.
www.emedicine.com/transplantation/index.shtml
www.nuonline.com
www.yeyasa.com/ transplantasi
Zuhroni, Fatwa Ulama Indonesia Terhadap Isu-isu Kedokteran
Kontemporer, artikel diakses pada 10 April 2010 dari
http://www.ptiq.ac.id/index.php?option=com_content&task=view&id=40&Ite
mid=34
Top Related