UP
ME
KAN
Di ajukan se
PAYA PENI
TODE BER
NAK-KANA
ebagai salah
Program St
UN
INGKATAN
RMAIN PER
AK PERTIW
satu syarat u
tudi Pendidik
Nama
NIM
FAKULTA
NIVERSITA
SKRIPSI
N KEMAND
RAN PADA
WI JATIRO
untuk memp
kan Guru Pe
Oleh:
: Tukri
: 16019
PGPAUD
AS ILMU PE
AS NEGER
2013
DIRIAN AN
A KELOMP
KEH SON
peroleh gelar
endidikan An
iyah
910025
D
ENDIDIKA
RI SEMARA
NAK MELA
POK A TAM
NGGOM BR
r Sarjana Pen
nak Usia Din
AN
ANG
ALUI
MAN
REBES
ndidikan pad
ni
da
ii
PESETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke Sidang Panitia Ujian
Skripsi pada :
Pada Hari :
Tanggal :
Pembimbing I Pembimbing II
Edi Waluyo, M.Pd Amirul Mukminin, S. Pd.M.Kes
NIP. 19790425 200501 001 NIP.19780330 200501 1 001
Mengetahui
Ketua Jurusan PG PAUD FIP UNNES
Edi Waluyo, M.Pd
NIP. 19790425 200501 001
iii
PENGESAHAN KELULUSAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas
Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang
Pada Hari : Jum’at
Tanggal : 28 Juni 2013
Panitia Ujian
Ketua Sekretaris
Drs Harjono, M.Pd Edi Waluyo, M.Pd
NIP. 19510801 197903 1 007 NIP. 19790425 200501 001
Pembimbing I Penguji I
Edi Waluyo,M.Pd Dr Sri Sularti Dewanti Handayani, M, Pd
NIP. 19790425 200501 1 001 NIP. 19570611 198403 2 001
Pembimbing II Penguji II
Amirul Mukminin, S. Pd, M.Kes Edi Waluyo,M.Pd
NIP.19780330 200501 1 001 NIP. 19790425 200501 1 001
Penguji III
Amirul Mukminin, S. Pd, M.Kes
NIP. 19780330 200501 1 001
iv
PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa isi skripsi ini benar-
benar hasil karya sendiri dengan sumbangan pemikiran dari Edi Waluyo, M.Pd
Dosen Pembimbing I dan Amirul Mukminin, S.Pd.M.Kes Dosen Pembimbing II,
bukan jiplakan dari karya orang lain, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau
temuan orang lain yang terdapat pada skripsi ini dirujuk berdasarkan kode etik
ilmiah.
Brebes, Juni 2013
Tukriyah
NIM. 1601910025
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
Kemandiriannya sebagai anak manusia tak terjadi begitu saja dan serentak. Seseorang anak akan mengalami proses perkembangan dan pertumbuhan yang berjalan secara terus menerus dalam rentang kehidupannya. - Tim Pustaka famili
PERSEMBAHAN
Dengan Mengucap rasa syukur
Alhamdulillah kepada Allah SWT,
Skripsi ini kupersembahkan pada:
1. Almarhum ayah dan ibu
2. Suami dan anak-anakku
tersayang
3. Teman-teman seperjuangan
vi
ABSTRAK
Tukriyah, 2013. Upaya Peningkatan Kemandirian Anak Melalui Metode Bermain Peran pada Kelompok A Taman Kanak-Kanak Pertiwi Jatirokeh–Songgom Brebes, Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Pendidikan Guru Anak Usia Dini Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I Edi Waluyo,M.PD dan Pembimbing II Amirul Mukminin, S. Pd.M.Kes. Kata kunci ; Peningkatan Kemandirian Anak Melalui Metode Bermain Peran. Pembelajaran bermain peran merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan kemandirian anak usia dini. Dalam kenyataannya tingkat kemandirian anak usia dini di Taman Kanak-kanak Pertiwi Jatirokeh-Songgom Brebes masih rendah. Salah satu penyebabnya adalah tidak adanya pembelajaran bermain peran. Oleh karena itu diperlukan adanya pembelajaran bermain peran untuk mengatasi hal tersebut. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini sebagai berikut: Untuk mengetahui pembelajaran metode bermain peran di TK Pertiwi Jatirokeh-Songgom Brebes dan untuk mengetahui sejuah mana metode bermain peran dalam meningkatkan kemandirian anak TK Kelompok A di TK Pertiwi Jatirokeh- Songgom Brebes Subjek penelitian ini adalah anak-anak kelompok A Taman Kanak-kanak Pertiwi Jatirokeh-Songgom Brebes yang berjumlah 20 anak. Dalam penelitian ini menggunakan 3 siklus. Hasil penelitian pada aspek keberanian dan kepercayaan diri anak, memiliki rasa tanggung jawab, menguasai keterampilan sesuai dengan tugas yang diberikan dan mampu mengendalikan emosi mainnya 10 anak atau sebesar 50% mendapatkan nilai ● (lingkaran penuh) sangat baik dan √ (centang) baik sedangkan aspek mampu bekerja sendiri ada 11 anak atau sebesar 55 %. Pada aspek memiliki rasa tanggung jawab ada 11 anak atau sebesar 55 %, aspek keberanian dan kepercayaan diri anak, mampu bekerja sendiri, menguasai keterampilan sesuai dengan tugas yang diberikan dan mampu mengendalikan emosi mainnya 12 anak atau sebesar 60% mendapatkan nilai ● (lingkaran penuh) sangat baik dan √ (centang) baik. Sedangkan aspek keberanian dan kepercayaan diri anak, memiliki rasa tanggung jawab, menguasai keterampilan sesuai dengan tugas yang diberikan dan mampu mengendalikan emosi mainnya 15 anak atau sebesar 75% mendapatkan nilai ● (lingkaran penuh) sangat baik dan √ (centang) baik sedangkan aspek mampu bekerja sendiri (tanpa bantuan orang lain) ada 16 anak atau sebesar 80 %. Berdasarkan hasil penelitian ini metode pengajaran bermain peran bisa meningkatkan tingkat kemandirian di Kelompok A Taman Kanak-kanak Pertiwi Jatirokeh. Perubahan tersebut terlihat anak mau berpisah dengan ibu/pengasuhnya, anak lebih berani dan percaya diri bila tampil di depan kelas, anak mempunyai tanggung jawab untuk menyelesaikan tugas dari pengajar.
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan YME atas berkat dan kasih
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Upaya
Peningkatan Kemandirian Anak Melalui Metode Bermain Peran pada Kelompok A
Taman Kanak-Kanak Pertiwi Jatirokeh-Songgom Brebes.
Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan Studi
Strata 1 guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan PG PAUD
Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang (UNNES).
Penulis menyadari bahwa tersusunnya skripsi ini bukan hanya atas kemampuan
dan usaha penulis semata, namun juga berkat bantuan berbagai pihak, oleh karena itu
penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada yang terhormat :
1. Drs Hardjono, M.Pd., Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) yang telah
memberikan izin penelitian.
2. Edi Waluyo, M.Pd., Ketua Jurusan PG PAUD, Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP)
UNNES dan Pembimbing I.
3. Amirul Mukminin, S.Pd. M. Kes., Pembimbing II
4. Tim penguji skripsi Jurusan PG PAUD Fakultas Ilmu Pendidikan(FIP)
Universitas Negeri Semarang.
5. Dosen dan Teman-teman mahasiswa Jurusan PG PAUD atas semangat dan
dukungannya selama ini.
6. Rekan-rekan guru Taman Kanak-kanak Pertiwi Jatirokeh-Songgom Brebes
7. Pihak-pihak lain yang langsung maupun tidak langsung yang telah
viii
mendukung baik moril maupun materiil demi terselesaikannya skripsi ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih banyak
kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari semua pihak, akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Brebes, Juni 2013
Penulis
ix
DAFTAR ISI
Halaman Judul……………………………………………………... i
Halaman Pengesahan ……………………………………………… ii
Halaman Pesetujuan Pembimbing…………………………………. iii
Surat Pernyataan …………………………………………………... iv
Motto dan Pesembahan ……………………………………………. v
Abstraksi …………………………………………………………... vi
Kata Pengantar …………………………………………………….. viii
Daftar Isi …………………………………………………………... x
Daftar Tabel ……………………………………………………….. xiv
Daftar Gambar …………………………………………………….. xvi
Daftar Lampiran…………………………………………………… xvii
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………. 1
A. Latar Belakang ………………………………………… 1
B. Pembatasan Masalah …………………………………. 9
C. Rumusan Masalah …………………………………….. 10
D. Tujuan Penelitian……………………………………… 10
E. Manfaat Penelitian ……………………………………. 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………………………………...... 12
A. Anak Usia Dini………………………………………… 12
1. Pengertian Anak Usia Dini …………...................... 12
x
2. Karakteristik Anak Usia Taman Kanak-Kanak………… 17
B. Kemandirian Anak Usia Taman Kanak-Kanak …………. 23
1. Pengertian Kemandirian ………….…………..……. 23
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat
Kemandirian Anak Usia Prasekolah………………. 29
C. Metode Bermain Peran pada Taman Kanak-Kanak ……… 31
1. Pengertian Bermain ………………………… 24
D. Konsep Metode Bermain Peran di Taman Kanak-Kanak 29
1. Pengertian Metode Bermain Peran ………… 35
2. Peranan Bermain Peran dalam Kurikulum Taman
Kanak-Kanak ……………………………….. 40
3. Macam-Macam Metode Bermain Peran ………. 43
4. Tujuan Metode Bermain Peran ……………… 45
5. Jenis Bermain Peran …………………………. 47
6. Manfaat Bermain Peran ……………………… 49
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ………………………….. 52
A. Desain Penelitian ……………………………………… 53
B. Tempat dan Waktu Penelitian ………………………… 53
C. Subjek Penelitian …………………………………….. 53
D Instrumen Penelitian …………………………………. 53
E. Penelitian Tindakan Kelas ……………………………. 53
1. Proses Penelitian Tindakan Kelas Siklus I ………. 53
xi
a. Persiapan ………………………………… 53
b. Pelaksanaan ……………………………… 54
c. Evaluasi/Refleksi………………………… 54
2. Proses Penelitian Tindakan Kelas Siklus II…… 55
a. Persiapan ………………………………… 55
b. Pelaksanaan ……………………………… 56
c. Evaluasi/Refleksi………………………… 56
2. Proses Penelitian Tindakan Kelas Siklus III…… 57
a. Persiapan ………………………………… 57
b. Pelaksanaan ……………………………… 58
c. Evaluasi/Refleksi………………………… 58
4. Pedoman Observasi ………………………………. 59
5. Dokumentasi ……………………………………… 63
F. Teknik Analisis Data…………………………………… 65
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………….. 67
A. Gambaran Umum TK Pertiwi Jatirokeh……………… 67
B. Sarana dan Prasarana TK Pertiwi Jatirokeh…………. 68
1. Sarana TK Pertiwi Jatirokeh……………………… 68
2. Alat Permainan ……………………………. ……… 69
C. Hasil Penelitian ………………………………………... 70
1. Deskipsi Hasil Penelitian Tindakan Kelas
Siklus I………………………………………. 72
xii
a. Hasil evaluasi/Refleksi……… ……………….. 75
b. Dokumentasi………………………………….. 83
2. Deskipsi Hasil Penelitian Tindakan Kelas
Siklus II…………………………………………… 86
a. Hasil evaluasi/Refleksi……… ……………….. 89
b. Dokumentasi………………………………….. 97
3. Deskipsi Hasil Penelitian Tindakan Kelas
Siklus III…………………………………………… 104
a. Hasil evaluasi/Refleksi……… ……………….. 107
b. Dokumentasi………………………………….. 116
4. Pembahasan Hasil Penelitian……………………… 122
BAB V PENUTUP………………………………………………….. 125
A. Kesimpulan…………………………………………… …. 125
B. Saran………………………………………………….. ….. 126
DAFTAR PUSTAKA………………………………………...………. . 127
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Kategori Penilaian Bermain Peran……………………………. 68
Tabel 2 Data Tenaga Kepegawaian……………………………………. 71
Tabel. 3 Hasil Nilai Tentang Aspek Kemandirian Keberanian dan Kepercayaan Diri Anak siklus I…………………………….. 76 Tabel. 4 Hasil Nilai Tentang Aspek Kemandirian Memiliki Rasa Tanggung Jawab Anak siklus I……………………………… 77 Tabel. 5 Hasil Nilai Tentang Aspek Kemandirian Mampu Bekerja Sendiri (Tanpa Bantuan Orang Lain) Anak siklus I…………………. 78 Tabel. 6 Hasil Nilai Tentang Aspek Kemandirian Menguasai Keterampilan Sesuai dengan Tugas yang Diberikan Anak siklus I…………. 79 Tabel. 7 Hasil Nilai Tentang Aspek Kemandirian Mampu Mengendalikan Emosi Main Anak siklus I……………………………………. 80 Tabel. 8 Rekapitulasi tingkat keberhasilan Peningkatan Kemandirian Anak Kelompok A siklus I…………………………………… 81 Tabel. 9 Hasil Nilai Tentang Aspek Kemandirian Keberanian dan Kepercayaan Diri Anak siklus II…………………………….. 90 Tabel. 10 Hasil Nilai Tentang Aspek Kemandirian Memiliki Rasa Tanggung Jawab Anak siklus II…………………………….. 91 Tabel. 11 Hasil Nilai Tentang Aspek Kemandirian Mampu Bekerja Sendiri (Tanpa Bantuan Orang Lain) Anak siklus II………………… 92 Tabel. 12 Hasil Nilai Tentang Aspek Kemandirian Menguasai Keterampilan Sesuai dengan Tugas yang Diberikan Anak siklus II 93 Tabel. 13 Hasil Nilai Tentang Aspek Kemandirian Mampu Mengendalikan Emosi Main Anak siklus II…………………………….. 94 Tabel. 14 Rekapitulasi tingkat keberhasilan Peningkatan Kemandirian Anak Kelompok A siklus II 95 Tabel. 15 Hasil Nilai Tentang Aspek Kemandirian Keberanian dan
xiv
Kepercayaan Diri Anak siklus III…………………………… 109 Tabel. 16 Hasil Nilai Tentang Aspek Kemandirian Memiliki Rasa Tanggung Jawab Anak siklus III…………………………… 110 Tabel. 17 Hasil Nilai Tentang Aspek Kemandirian Mampu Bekerja Sendiri (Tanpa Bantuan Orang Lain) Anak siklus III………………. 111 Tabel. 18 Hasil Nilai Tentang Aspek Kemandirian Menguasai Keterampilan Sesuai dengan Tugas yang Diberikan Anak siklus III…….. 112 Tabel. 19 Hasil Nilai Tentang Aspek Kemandirian Mampu Mengendalikan Emosi Main Anak siklus III………………………………… 113 Tabel. 20 Rekapitulasi tingkat keberhasilan Peningkatan Kemandirian Anak Kelompok A siklus III………………………………. 114
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Bagan Tahapan dalam Penelitian Tindakan Kelas……………….... 52
Gambar 2 Anak sedang melakukan persiapan potong rambut……………….. 83
Gambar 3 Anak sedang melakukan persiapan potong rambut ……..………... 84
Gambar 4 Anak sedang melakukan persiapan potong rambut……………….. 84
Gambar 5 Anak sedang memotong rambut………………………………….. 85
Gambar 6 Anak sedang merapikan hasil potongan rambut…………………. 85
Gambar 7 Anak sedang menunggu giliran potongan rambut………………… 86
Gambar 8 Anak sedang bermain peran sebagai guruolah raga yang sedang
mempersiapkan anak masuk ruangan………………………………. 98
Gambar 9 Salah satu anak yng berperan sebagai guru olah raga sedang
mengabsen………………………………………………………….. 99
Gambar 10 Anak yang memerankan tokoh guru olah raga sedang memberi
penjelasan kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan..……… 99
Gambar 11 Anak sedang memerankan tokoh guru olah raga sedang memberikan
penjelasan pada anak didiknya …………….…………………… 100
Gambar 12 Anak yang memerankan guru olah raga sedang membuat garis
lengkung menjadi angka di papan tulis ..…………………..…… 100
Gambar 13 Anak yang sedang memerankan sebagai guru olah raga sedang
memberikan tugas secara bergantian………………………..……… 101
Gambar 14 Anak yang memerankan guru olah raga sedang mempraktekkan
kegiatan berolah raga………………………………………..…… 101
xvi
Gambar 15 Kegiatan olah raga dipandu anak yang sedang memerakan
guru olah raga…………………………………………….……… 102
Gambar 16 Anak yang berperan sebagai guru olah raga sedang memberi
ulasan pada anak didiknya dibantu peneliti……………………… 102
Gambar 17 Anak yang memerankan guru olah raga sedang memberi ulasan… 103
Gambar 18 Suasana setelah pembelajaran bermain peran selesai……………… 103
Gambar 19 Anak sedang memerankan pasien yang menunggu giliran berobat. 117
Gambar 20 Anak sedang memerankan pasien yang mau berobat sedang yang
satunya sedang memerankan perawat yang sedang mendaftar pasien. 118
Gambar 21 Anak sedang memerankan pasien yang mau berobat timbang berat
badannya oleh anak anak yang berperan sebagai perawat…………… 118
Gambar 22 Anak sedang memerankan perawat memperhatikan timbangan
pasien…………………………………….……………………………. 119
Gambar 23 Anak sedang memerankan dokter mengukur suhu badan pasien… 119
Gambar 24 Anak sedang memerankan dokter sedang memeriksa pasien…… 120
Gambar 25 Keadaan sesudah pembelajaran bermain peran………………… 120
Gambar 26 Keadaan sesudah pembelajaran bermain peran………………… 121
Gambar 27 Anak terlihat senang usai melaksanakan kegiatan bermain peran
tampak mereka saling bercerita apa yang telah diperankan………. 121
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Keterangan Penelitian……………………………… 129
Lampiran 2 Pedoman Observasi Penilaian Bermain Peran dalam
Peningkatan Kemandirian Anak Kelompok A
Pertiwi Jatirokeh-Brebes………………………………... 130
Lampiran 4 Daftar Nama Anak yang Diobservasi…………………… 131
Lampiran 5 Rencana Kerja Mingguan………………………………… 132
Lampiran 6 Rencana Kerja Harian…………………………………… 136
Lampiran 7 Lembar Observasi Kemandirian Anak…..……………… 148
Lampiran 8 Lembar Observasi Hasil Kegiatan Bermain Peran
Tukang Potong Rambut Siklus I………………………… 157
Lampiran 9 Lembar Observasi Hasil Kegiatan Bermain Peran
Guru Olah Raga Siklus II………………………………… 160
Lampiran 10 Lembar Observasi Hasil Kegiatan Bermain Peran
Dokter Lina Siklus III…………………..………………… 163
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hal yang sangat mendasar bagi kehidupan
manusia, salah satunya adalah pendidikan anak usia dini. PAUD merupakan
pendidikan pertama dan utama dalam kehidupan anak. Pada masa ini anak-
anak mendapatkan segala sesuatu yang dapat merangsang perkembangan
anak untuk selanjutnya. Usia dini merupakan saat yang paling tepat untuk
memberikan stimulasi dan rangsangan yang baik untuk perkembangan anak.
Dalam Undang-undang Sisdiknas No.20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 14,
Pendidikan anak usia dini adalah upaya pembinaan yang ditujukan kepada
anak sejak lahir sampai usia 6 tahun, yang dilakukan melalui pemberian
rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan perkembangan jasmani
dan rohani, agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih
lanjut. Pendidikan anak usia dini sudah dianggap penting untuk dilalui dan
menjadi suatu pendidikan yang dasar.
Pendidikan anak usia dini, bertujuan untuk memfasilitasi perkembangan
anak secara menyeluruh, yang menyangkut berbagai aspek perkembangan
anak. Pengembangan kemampuan anak itu meliputi : motorik halus dan kasar,
kognitif, sosialisasi, bicara/bahasa dan kemandirian anak. Perlunya
pengembangan anak sejak usia dini, karena pada masa itu usia anak tergolong
dalam masa Golden age, yaitu masa yang sangat peka untuk menerima
stimulasi yang baik dari lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah, pada
2
masa itu anak banyak menyerap berbagai hal yang positif maupun negative
dari lingkungan sekitar mudah untuk diserap dan diingat.
Dari pernyataan di atas, dapat dikemukakan bahwa pendidikan Anak
usia dini merupakan salah satu jalur pendidikan yang dapat mengembangkan
perkembangan anak secara menyeluruh. Mengingat pentingnya pendidikan
ini maka diperlukan pendidik yang dapat memberikan stimulasi dan
bimbingan untuk perkembangan anak. Pendidikan ini diharapkan dapat
melahirkan generasi yang baik, baik secara fisik maupun psikisnya sesuai
dengan harapan orang tua. Dalam perkembangannya, seorang anak selain
membutuhkan perhatian dari keluarga, juga membutuhkan perhatian dari
sekolah di mana anak itu belajar, walaupun lingkungan masyarakat juga dapat
mempengaruhi perkembangan jiwa anak.
Pengaruh masyarakat yang ada dalam lingkungan tempat tinggal anak,
tentu juga ada yang bersifat positif dan ada pula yang bersifat negatif, di
sinilah tugas orang tua dan guru dalam memberikan pengarahan pada anak–
anak usia dini untuk mengendalikan agar mereka dapat mengambil keputusan
sendiri, dan melatih anak sedini mungkin dapat mandiri sesuai dengan
perkembangannya, karena itu pendidikan anak usia dini perlu dilakukan
dengan terarah kepengembangan segenap aspek pertumbuhan dan
perkembangannya, baik perkembangan jasmani maupun perkembangan
rohaninya, dan dilaksanakan secara terintegrasi dalam suatu kesatuan
program yang utuh dan proporsional. Pendidikan anak usia dini sangat
3
penting bagi kelangsungan bangsa dan perlu menjadi perhatian serius dari
pemerintah. Pendidikan anak usia dini merupakan strategi pembangunan
sumber daya manusia, karena pembentukan karakter bangsa dan kemajuan
ditentukan penanaman sejak anak usia dini, dalam merealisasi upaya tersebut
pemerintah berupaya keras untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional,
dalam peningkatan mutu pendidikan baik pendidik maupun tenaga
kependidikan, yang mencakup jalur pendidikan formal dan pendidikan non
formal, semua upaya tersebut dengan maksud dalam rangka mencapai tujuan
pendidikan nasional.
Guru memiliki tugas untuk menstimulasi perkembangan anak, berbagai
macam cara dilakukan agar pembelajaran yang diberikan kepada anak akan
memberikan kepuasan kepada orang tua dan masyarakat pada umumnya.
Untuk membuat kepuasan itu guru berusaha memberikan pelajaran-pelajaran
yang merangsang perkembangan kognitif anak, mereka beranggapan bahwa
anak yang berhasil adalah anak yang pandai dengan kemampuan kognitifnya,
namun pada kenyataannya bukan hanya kemampuan kognitif saja yang perlu
diperhatikan, tetapi anak juga perlu dipersiapkan untuk lebih mandiri dalam
memasuki kehidupan bermasyarakat.
Pada saat anak memasuki pendidikan di Taman Kanak-kanak atau
PAUD, anak mulai memasuki dunia lain selain lingkungan keluarga. Di sini
anak mulai belajar untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang
baru, berinteraksi dengan orang atau anak-anak yang baru dan lingkungan
4
yang baru, bukan suatu yang mudah dilakukan oleh anak, terutama jika anak
jarang bertemu dengan lingkungan yang lain. Anak perlu dilatih untuk
memiliki kemampuan sosial, dan kemandirian dalam berinteraksi dengan
lingkungan yang lain.
Pendidikan di Taman Kanak-kanak (TK) merupakan pendidikan yang
menyenangkan, dengan prinsip “Belajar sambil bermain, bermain sambil
belajar”. Karena bermain merupakan tuntutan dan kebutuhan yang esensial
bagi anak TK, melalui bermain anak akan mendapat kepuasan dalam dirinya,
dan kebutuhan perkembangan dimensi motorik, kognitif, kreativitas, bahasa,
emosi, sosial, nilai dan sikap hidup. Dengan bermain anak juga berlatih untuk
membina hubungan dengan orang lain, bertingkah laku yang sesuai dengan
tuntutan yang ada dalam lingkungan masyarakat, dapat menyesuaikan diri
dengan teman sebaya, dapat memahami tingkah lakunya sendiri serta paham
bahwa setiap perbuatannya ada konsukwensinya, agar anak berlatih untuk
bertanggung jawab, sehingga anak akan lebih mandiri tanpa ketergantungan
terhadap orang lain.
Berangkat dari sinilah pembelajaran pada pendidikan anak usia dini
harus dicermati, sehingga apa yang diharapkan oleh guru, orang tua maupun
masyarakat, yakni anak-anak yang lebih mandiri dalam segala hal sesuai
dengan kapasitasnya sebagai anak dapat tercapai. Metode pengajaran yang
tepat dan cermat akan mengarahkan anak-anak pada hasil yang optimal.
5
Macam-macam metode pengajaran ada untuk menyampaikan
pembelajaran di Taman Kanak-kanak, seperti yang terdapat dalam Buku
Metode Pengajaran di Taman Kanak-kanak (Moeslichatoen. R, 2001:24), jadi
sebagai guru atau pendidik harus mempersiapkan metode-metode pengajaran
yang dianggap baik untuk perkembangan anak. Terdapat banyak metode
pengajaran yang dilakukan oleh guru, diantaranya metode bercerita, metode
bercakap-cakap, metode karya wisata, metode demonstrasi, metode
eksperimen, metode proyek, dan metode bermain peran.
Semua metode pembelajaran yang ada tentu mempunyai tujuan masing
– masing, walaupun kemungkinan antara metode yang satu dengan yang lain
mempunyai tujuan yang sama, dan tentu juga ada tujuan yang khusus ingin
dicapai oleh anak didiknya, metode–metode tersebuat adalah sebuah variasi
pilihan dalam melakukan kegiatan pembelajaran sesuai dengan apa yang
diinginkan oleh setiap pengajar atau guru, sehingga tidak akan terjadi
penggunaan metode yang menyimpang, karena penggunaan metode
pengajaran yang menarik juga akan merangsang siswa dalam kegiatan
belajar karena siswa mendapatkan hal yang baru, sehingga tidak
membosankan, seperti kadang guru membiarkan anak–anak duduk dengan
tenang mengerjakan tugasnya, padahal sebenarnya anak tersebut kadang
karena takut dimarahi, jika tidak menyelesaikan tugasnya.
Dengan kebiasaan seperti itu maka diperlukan suatu metode yang akan
memfasilitasi perkembangan seluruh aspek pada diri anak, salah satunya
6
adalah program pengembangan sosial kemandirian seperti dalam kurikulum
2004, dengan tujuan untuk membina anak agar dapat mengendalikan
emosinya secara wajar, dan dapat berinteraksi dengan sesamanya maupun
dengan orang dewasa dengan baik, dan dapat menolong dirinya sendiri dalam
rangka kecakapan hidup.
Metode bermain peran adalah metode yang akan melatih diri anak
untuk merasakan menjadi orang lain, dan akan melihat perilaku orang yang
akan mereka identifikasi, karena pada dasarnya anak senang bermain
khayalan, menjadi orang tua, meniru tokoh kartun yang disukai dan
sebagainya. Kegiatan bermain peran merupakan kegiatan bermain tahap
selanjutnya setelah bermain fungsional, karena bermain peran melibatkan
interaksi secara verbal atau bercakap – cakap dengan orang lain.
Bermain peran adalah metode pengembangan yang efektif di mana
seseorang memerankan karakter orang lain dan mencoba berfikir/berbuat
dengan cara/sudut pandang sosok yang diperankannya. Bermain peran
memberikan contoh alamiah terhadap perilaku manusia yang riil dan dapat
digunakan oleh anak untuk menyadari perasaan mereka dan membangun
sikap menuju nilai-nilai dan pemahaman mereka sendiri (Suryani, Lilis 2010 :
10.1).
Bermain peran merupakan salah satu metode pengajaran yang penting
untuk mengembangkan potensi anak, dengan bermain peran anak dapat
menumbuhkan imajinasi, kemampuan sosial dan kemampuan bahasa,
7
kemampuan sosial merupakan kebutuhan yang perlu dimiliki anak sebagai
bekal bagi kemandirian anak jenjang kehidupan selanjutnya. Dalam dimensi
proses bermain peran telah membantu siswa memperoleh pengalaman
berharga, melalui aktivitas interaksional dengan teman–temannya, anak
belajar memberikan masukan atas pendapatnya dan anak juga belajar untuk
menerima masukan dari orang lain. Di samping anak akan mendapatkan
pengalaman mengenai cara–cara menghadapi masalah, melalui pembelajaran
bermain peran, anak dapat melatih diri untuk menerapkan prinsip–prinsip
demokrasi, sedangkan dilihat dari dimensi produk, metode bermain peran
untuk menyiapkan diri anak menghadapi kehidupan yang akan datang dalam
lingkungan masyarakat, maka dari itu kemandirian seorang anak perlu dididik
sejak masih usia dini.
Melalui bermain peran, anak dapat meningkatkan kepekaan emosinya,
memperluas kosa kata, mengembangkan kemampuan sosialnya, membina
hubungan dengan anak lain, menumbuhkan kepercayaan diri tanpa tergantung
dengan orang lain, bekerja sama dalam kelompok dan memperoleh
pengalaman yang menyenangkan. Anak belajar memberikan masukan atau
peran orang lain dan menerima masukan dari orang lain, di samping dapat
membina pengalaman, melalui bermain peran diharapkan dapat melatih anak
menjadi percaya diri dan mandiri tanpa harus bergantung dengan orang lain.
Karena kemandirian merupakan suatu sikap individu yang diperoleh secara
kumulatif selama perkembangan, di mana individu akan terus belajar untuk
8
dapat bersikap mandiri dalam menghadapi berbagai situasi di dalam
lingkungannya, sehingga individu mampu untuk berfikir dan bertindak
sendiri. Dengan mandiri anak seseorang memilih jalan hidupnya untuk
berkembang yang lebih mantap (Mu’tadin, www.e-psikologi.com.akses 8
oktober 2009 ).
Dengan melihat permasalahan di atas, maka metode bermain peran
mempunyai tujuan melatih daya tangkap, melatih daya konsentrasi, melatih
membuat kesimpulan, membantu perkembangan intelegensi, membantu
perkembangan fantasi serta membantu mengambil keputusan tanpa bantuan
orang lain. Untuk menjadikan anak lebih mandiri, agar anak dapat melakukan
sesuatu tanpa bantuan orang lain adalah suatu harapan bagi semua pihak, baik
dari pihak sekolah maupun pihak orang tua atau wali murid, karena
kemandirian adalah suatu hal yang sangat penting yang harus dimiliki oleh
setiap anak. Kemandirian adalah hal atau keadaan dapat berdiri sendiri, tanpa
tergantung pada orang lain. Maka dari itu anak–anak perlu dididik dapat
mandiri sejak masih usia dini, karena jika tidak anak akan mengalami
kesulitan dalam kehidupan bermasyarakat di kemudian hari.
Terpenuhinya kebutuhan anak untuk memperoleh rasa aman juga akan
berpengaruh positif terhadap terbentuknya kepribadian anak khususnya dalam
membentuk kemandirian anak. Menurut Johnson dan Medinnus (1974)
apabila anak diberikan suasana yang penuh perlindungan, cukup kasih sayang
dan perhatian orang tua, jauh dari perasaan iri, cemburu, cemas, khawatir dan
9
sebagainya, hal ini akan mendorong dan memberikan keberanian bagi anak
untuk melatih dirinya berinisiatif, bertanggung jawab, menyelesaikan sendiri
problemanya dan menjadi mandiri (Sulistyaningsih, Wiwiek. 2008: 48).
Kemandirian seperti halnya psikologis yang lain, dapat berkembang
dengan baik jika diberikan kesempatan untuk berkembang melalui latihan–
latihan yang dilakukan secara terus menerus dan dilakukan sejak dini, latihan
tersebut berupa pemberian tugas tanpa bantuan orang lain. Kemandirian akan
memberikan dampak yang positif bagi perkembangan seorang anak, maka
dari itu sebaiknya kemandirian diajarkan pula dalam lingkungan keluarga
sendiri sesuai dengan kemampuan anak. Karena segala sesuatu yang dapat
diusahakan sejak dini akan dapat dihayati dan akan berkembang dengan baik,
kemandirian seorang anak diperkuat melalaui proses sosialisasi dengan
teman–teman sebaya, baik di sekolah maupun dalam lingkungannya.
(Hurlock. 1991) mengatakan bahwa melalui hubungan dengan teman sebaya,
anak belajar berfikir secara mandiri, mengambil keputusan sendiri.
Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan perbaikan
pembelajaran, untuk meningkatkan kinerja pendidik dengan pembelajaran
yang lebih baik, Peneliti memiliki gagasan untuk memperbaiki pembelajaran
dalam meningkatkan kemandirian anak Taman Kanak-kanak melalui
Penelitian tindakan kelas.
B. Pembatasan Masalah
Berdasarkan berbagai masalah yang telah dikemukakan, Peneliti tertarik
10
untuk mengadakan penelitian kemandirian anak. Peneliti melakukan
pembatasan masalah, agar pembahasan masalah tidak terlalu luas untuk
diteliti. Pembahasan masalah dalam skripsi ini dibatasi pada upaya
peningkatan Kemandirian anak melalui metode bermain peran pada TK
Pertiwi Jatirokeh Brebes.
C. Rumusan Masalah
Untuk membuat permasalahan menjadi lebih spesifik dan sesuai
dengan titik tekan kajian, maka harus ada rumusan masalah yang benar-benar
fokus, maka rumusan yang bisa diambil:
- Bagaimanakah metode Bermain Peran dapat meningkatkan kemandirian
anak di TK Pertiwi Jatirokeh-Songgom Brebes
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan penelitian di atas, maka tujuan yang ingin dicapai
dalam penelitian ini sebagai berikut
- Untuk mengetahui kemandirian anak melalui metode bermain peran dalam
meningkatkan kemandirian anak TK Kelompok A di TK Pertiwi
Jatirokeh- Songgom Brebes.
E. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini meliputi:
1. Kegunaan Teoritis
11
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pengembangan
pembelajaran pada guru TK, terutama dalam pengajaran metode bermain
peran dalam meningkatkan kemandirian anak di Taman Kanak-kanak.
2. Secara praktis bagi guru di Taman Kanak-kanak Pertiwi Jatirokeh-
Songgom Brebes, penelitian ini dapat memberikan sumbangan yang dapat
digunakan dalam rangka untuk memberikan variasi metode pembelajaran
3. Bagi anak TK Pertiwi Jatirokeh Songgom dapat lebih mandiri, dengan
belajar melalui metode bermain peran,
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anak Usia Dini
1. Pengertian Anak Usia Dini
Anak usia dini adalah mereka yang berusia antara tiga sampai enam
tahun (Patmonodewo, 1995:16). Anak prasekolah adalah pribadi yang
mempunyai berbagai potensi. Potensi-potensi itu dirangsang dan
dikembangkan agar pribadi anak tersebut berkembang secara optimal.
Tertunda atau terhambatnya pengembangan potensi-potensi itu akan
mengakibatkan timbulnya masalah. Taman Kanak-kanak adalah salah
satu bentuk pendidikan prasekolah yang menyediakan program
pendidikan dini bagi anak usia 4 tahun sampai memasuki pendidikan
dasar.
Tahun-tahun prasekolah erat kaitannya dengan keutamaan
pengembangan kepribadian dan sosial bagi anak-anak muda. Masa
prasekolah anak-anak tidak lagi sepenuhnya tergantung pada orang tua
mereka, di mana anak-anak prasekolah mulai menempuh perjalanan
panjang untuk menjadi mahir berfungsi pada dunia mereka sendiri.
Selama anak usia dini (usia 2-6 tahun), anak-anak mendapatkan beberapa
rasa yang terpisah dan independen dari orang tua mereka (Damim,
Sudarwan. 2011:53). Menurut Erikson, tugas anak usia dini adalah untuk
13
mengembangkan otonomi atau arah-diri (usia 1-3 tahun), serta inisiatif
atau kemandirian (usia 3-6 tahun).
Pendidikan prasekolah merupakan suatu pendidikan yang berbeda
dari pendidikan formal. Perbedaan itu mencakup lama belajar maupun
tujuan, serta materi pelajaran yang disajikan. Istilah Prasekolah
menunjukkan pengertian bahwa anak mengikutinya sebelum masuk
sekolah formal yaitu Sekolah Dasar. Dengan demikian pendidikan
prasekolah adalah suatu pendidikan yang diikuti oleh anak sebelum
masuk kelas I Sekolah Dasar. Biasanya anak menginjak usia 6-7 Tahun se
waktu mengakhiri pendidikan prasekolahnya (Sulistyaningsih, Wiwiek.
2008 : 40). Pada tahap perkembangan anak usia prasekolah ini, anak
mulai menguasai berbagai ketrampilan fisik, bahasa, dan anak pun mulai
memiliki rasa percaya diri untuk mengeksplorasi kemandiriannya
(Hurlock, 1997:113).
Perkembangan anak dapat dibantu dengan lebih baik lagi melalui
pendidikan prasekolah, asalkan diberikan sesuai dengan kemampuan dan
tahap perkembangan anak. Hal ini didasarkan pada anggapan bahwa
lingkungan pendidikan yang kaya akan rangsangan mental
memungkinkan anak mewujudkan bakatnya secara optimal. Banyak anak
yang mengalami hambatan dalam perkembangan mentalnya karena
kurang memperoleh stimulasi yang mereka butuhkan. Dengan demikian,
14
mereka juga menjadi kurang siap untuk pendidikan di Sekolah Dasar
(munandar, 1983) dalam (Sulistyaningsih, Wiwiek. 2008: 41).
Pendidikan prasekolah dapat dibedakan jenisnya menurut usia anak
yang mengikutinya atau tujuan diselenggarakannya program tersebut. Di
Indonesia dikenal adanya Taman Kanak-Kanak, Kelompok bermain atau
Play Group dan Tempat Penitipan Anak, yang kesemuanya itu
memungkinkan untuk diberikannya stimulasi perkembangan anak
(Sulistyaningsih, Wiwiek. 2008: 42)
Masa prasekolah merupakan masa-masa untuk bermain dan mulai
memasuki taman kanak-kanak. Waktu bermain merupakan sarana untuk
tumbuh dalam lingkungan dan kesiapannya dalam belajar formal
(Gunarsa, 2004). Pada tahap perkembangan anak usia prasekolah ini, anak
mulai menguasai berbagai ketrampilan fisik, bahasa, dan anak pun mulai
memiliki rasa percaya diri untuk mengeksplorasi kemandiriannya
(Hurlock, 1997:113).
Lebih lanjut Menurut Hurlock (1997:108) ciri-ciri anak usia
prasekolah meliputi fisik, motorik, intelektual, dan sosial. Ciri fisik anak
prasekolah yaitu otot-otot lebih kuat dan pertumbuhan tulang menjadi
besar dan keras. Anak prasekolah mempergunakan gerak dasar seperti
berlari, berjalan, memanjat, dan melompat sebagai bagian dari permainan
mereka. Kemudian secara motorik anak mampu memanipulasi obyek
kecil, menggunakan balok-balok dan berbagai ukuran dan bentuk. Selain
15
itu juga anak mempunyai rasa ingin tahu, rasa emosi, iri, dan cemburu.
Hal ini timbul karena anak tidak memiliki hal-hal yang dimiliki oleh
teman sebayanya. Sedangkan secara sosial anak mampu menjalani kontak
sosial dengan orang-orang yang ada di luar rumah, sehingga anak
mempunyai minat yang lebih untuk bermain pada temannya, orang-orang
dewasa, saudara kandung di dalam keluarganya.
Dunia anak adalah dunia yang penuh dengan canda dan tawa yang
penuh dengan kegembiraan, sehingga orang dewasa akan ikut terhibur
dengan melihat tingkah mereka, demikianlah gambaran karakter seorang
anak, (Siti Aisyah, 2008:13). Ada beberapa definisi tentang anak usia dini
baik ditinjau dari sisi umur, psikologis, maupun secara fisik, antaranya:
a. Anak usia dini adalah anak yang berda dalam rentang usia 0-
8 tahun yang tercakup dalam proram pendidikan di Taman
Penitipan Anak (TPA), pendidikan Pra-sekolah, TK (Taman
Kanak – kanak) dan sekolah dasar baik negeri maupun
swasta.
b. Sedangkan dalam Undang-undang RI nomor 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 1 ayat 14
menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini adalah suatu
upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir
sampai dengan usia enam tahun (0 – 6 tahun), yang dilakukan
melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu
16
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani, agar
anak memilki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih
lanjut (Depdiknas, 2003).
Bermain adalah bagian hidup yang terpenting dalam kehidupan
anak, kesenangan dan kecintaan anak bermain ini dapat digunakan sebagai
kesempatan untuk mempelajari hal–hal yang konkrit, sehingga daya cipta,
imajinasi dan kreativitas anak akan dapat berkembang. Teori
perkembangan anak menurut para ahli antara lain teori Piaget (Teori
Perkembangan Kognitif), teori ini berkaitan dengan bagaimana seorang
anak belajar melalui tindakan yang dilakukannya, sehingga pemahaman
dibangun melalui action, sehingga teori ini sering disebut juga dengan
teori ”contructivism”. Dengan kata lain anak dapat memahami suatu
konsep melalui pengalaman konkrit.
Sedangkan menurut Erik Erikson (Teori Perkembangan Emosi),
mengatakan bahwa perkembangan jiwa anak dan ini sangat tergantung
pada peran orang tua dan guru. Setiap anak akan dihadapkan pada dua
keadaan yang sangat bertolak belakang, yaitu emosi pasif dan negatif.
Pada setiap tahap perkembangan seseorang akan mengalami konflik tarik
menarik antara kedua emosi tersebut, keberhasilan dalam mengelola
konflik tersebut apabila anak dapat mencapai emosi positif. Dan masih
banyak lagi pendapat para ahli yang mengulas tentang perkembangan
anak.
17
2. Karakteristik Anak Usia Taman Kanak-kanak
Anak usia dini merupakan kelompok anak yang berada dalam proses
pertumbuhan dan perkembangan yang bersifat unik, artinya memiliki pola
pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik kasar dan
halus), kecerdasan (daya pikir, daya cipta), sosioemosional, bahasa, dan
komunikasi.
Usia 0 s.d. masa 6 tahun merupakan usia yang sangat menentukan
dalam pembentukan dan kepribadian anak dan sangat penting dalam
perkembangan inteligensi. Adapun beberapa masa yang dilalui anak usia
dini sebagai berikut:
a. Masa Peka
Masa yang sensitive dalam penerimaan stimulasi dari lingkungan
b. Masa Egosentris
Sikap mau menang sendiri, selalu ingin dituruti sehingga perlu
perhatian dan kesabaran dari orang dewas/pendidik.
c. Masa Berkelompok
Anak-anak lebih senang bermain bersama teman sebayanya,
mencari teman yang dapat menerima satu sama lain sehingga orang
dewasa seharusnya memberi kesempatan pada anak untuk bermain
bersama-sama.
d. Masa Meniru
Anak merupakan peniru ulung yang dilakukan terhadap lingkungan
18
sekitarnya. Proses peniruan terhadap orang-orang disekelilingnya
yang dekat (seperti memakai lipstick, memakai sepatu hak tinggi,
mencoba-coba) dan berbagai perilaku ibu, ayah, kakak maupun
tokoh-tokoh kartun di TV, majalah, komik, dan media masa
lainnya.
e. Masa Eksplorasi (penjelajahan)
Masa menjelajahi pada anak dengan memanfaatkan benda-benda
yang ada di sekitarnya, mencoba-coba dengan cara memegang,
memakan/meminumnya, dan melakukan trial and error terhadap
benda-benda yang ditemukannya.
Secara alamiah perkembangan anak berbeda-beda, unik dan tidak
ada satu anakpun yang sama persis meskipun berasal dari anak yang
kembar. Anak yang berbeda baik dalam inteligensi, bakat, minat,
kreativitas, kematangan emosi, kepribadian, kondisi jasmani, dan
sosialnya. Pada usia dini diperlukan intervensi dari orang dewasa, orang
tua maupun pendidik untuk memberikan perhatian khusus dengan cara
memberikan pengalaman yang beragam sehingga akan memperkuat
perkembangan otaknya yang 2,5 kali lebih aktif dari orang dewasa. Karena
pada dasarnya setiap anak memiliki kemampuan yang tidak terbatas dalam
belajar (unlimitless capacity to learn) yang telah ada dalam dirinya (secara
potensi) belum secara actual dalam kemampuannya untuk berpikir kreatif
dan produktif. Oleh karena itu diperlukan suatu program pendidikan yang
19
mampu membuka kapasitas tersembunyi tersebut (unlocking the capacity)
melalui pembelajaran bermakna dan interesting.
Ada berbagai kajian tentang hakikat anak usia dini, khususnya anak
TK diantaranya oleh Bredecam dan Copple, Brener, serta Kellough (dalam
Masitoh dkk., 2005: 1.12 – 1.13) sebagai berikut.
a. Anak bersifat unik.
b. Anak mengekspresikan perilakunya secara relatif spontan.
c. Anak bersifat aktif dan enerjik.
d. Anak itu egosentris.
e. Anak memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan antusias terhadap
banyak hal.
f. Anak bersifat eksploratif dan berjiwa petualang.
g. Anak umumnya kaya dengan fantasi.
h. Anak masih mudah frustrasi.
i. Anak masih kurang pertimbangan dalam bertindak.
j. Anak memiliki daya perhatian yang pendek.
k. Masa anak merupakan masa belajar yang paling potensial.
l. Anak semakin menunjukkan minat terhadap teman.
Anak usia dini (0 – 8 tahun) adalah individu yang sedang
mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat.
20
Bahkan dikatakan sebagai lompatan perkembangan karena itulah maka
usia dini dikatakan sebagai golden age (usia emas) yaitu usia yang sangat
berharga dibanding usia-usia selanjutnya. Usia tersebut merupakan fase
kehidupan yang unik. Secara lebih rinci akan diuraikan karakteristik anak
usia dini sebagai berikut :
a. Usia 0 – 1 tahun
Pada masa bayi perkembangan fisik mengalami kecepatan luar
biasa, paling cepat dibanding usia selanjutnya. Berbagai kemampuan dan
ketrampilan dasar dipelajari anak pada usia ini. Beberapa karakteristik
anak usia bayi dapat dijelaskan antara lain :
1) Mempelajari ketrampilan motorik mulai dari berguling, merangkak, duduk,
berdiri dan berjalan.
2) Mempelajari ketrampilan menggunakan panca indera, seperti melihat atau
mengamati, meraba, mendengar, mencium dan mengecap dengan
memasukkan setiap benda ke mulutnya.
3) Mempelajari komunikasi sosial. Bayi yang baru lahir telah siap
melaksanakan kontrak sosial dengan lingkungannya. Komunikasi
responsif dari orang dewasa akan mendorong dan memperluas respon
verbal dan non verbal bayi.
21
Berbagai kemampuan dan ketrampilan dasar tersebut merupakan
modal penting bagi anak untuk menjalani proses perkembangan
selanjutnya.
b. Usia 2 – 3 tahun
Anak pada usia ini memiliki beberapa kesamaan karakteristik
dengan masa sebelumnya. Secara fisik anak masih mengalami
pertumbuhan yang pesat. Beberapa karakteristik khusus yang dilalui anak
usia 2 – 3 tahun antara lain :
1) Anak sangat aktif mengeksplorasi benda-benda yang ada di sekitarnya. Ia
memiliki kekuatan observasi yang tajam dan keinginan belajar yang luar
biasa. Eksplorasi yang dilakukan oleh anak terhadap benda-benda apa saja
yang ditemui merupakan proses belajar yang sangat efektif. Motivasi
belajar anak pada usia tersebut menempati grafik tertinggi dibanding
sepanjang usianya bila tidak ada hambatan dari lingkungan.
2) Anak mulai mengembangkan kemampuan berbahasa. Diawali dengan
berceloteh, kemudian satu dua kata dan kalimat yang belum jelas
maknanya. Anak terus belajar dan berkomunikasi, memahami
pembicaraan orang lain dan belajar mengungkapkan isi hati dan pikiran.
3) Anak mulai belajar mengembangkan emosi. Perkembangan emosi anak
didasarkan pada bagaimana lingkungan memperlakukan dia. Sebab emosi
bukan ditemukan oleh bawaan namun lebih banyak pada lingkungan.
22
c. Usia 4 – 6 tahun
Anak usia 4 – 6 tahun memiliki karakteristik antara lain :
1) Berkaitan dengan perkembangan fisik, anak sangat aktif melakukan
berbagai kegiatan. Hal ini bermanfaat untuk mengembangkan otot-otot
kecil maupun besar.
2) Perkembangan bahasa juga semakin baik. Anak sudah mampu memahami
pembicaraan orang lain dan mampu mengungkapkan pikirannya dalam
batas-batas tertentu.
3) Perkembangan kognitif (daya pikir) sangat pesat, ditunjukkan dengan rasa
ingin tahu anak yang luar biasa terhadap lingkungan sekitar. Hl itu terlihat
dari seringnya anak menanyakan segala sesuatu yang dilihat.
4) Bentuk permainan anak masih bersifat individu, bukan permainan sosial.
Walaupun aktifitas bermain dilakukan anak secara bersama.
d. Usia 7 – 8 tahun
Karakteristik perkembangan anak usia 7 – 8 tahun antara lain :
1) Perkembangan kognitif anak masih berada pada masa yang cepat. Dari
segi kemampuan, secara kognitif anak sudah mampu berpikir bagian per
bagian. Artinya anak sudah mampu berpikir analisis dan sintesis, deduktif
dan induktif.
23
2) Perkembangan sosial anak mulai ingin melepaskan diri dari otoritas
orangtuanya. Hal ini ditunjukkan dengan kecenderungan anak untuk selalu
bermain di luar rumah bergaul dengan teman sebaya.
3) Anak mulai menyukai permainan sosial. Bentuk permainan yang
melibatkan banyak orang dengan saling berinteraksi.
4) Perkembangan emosi anak sudah mulai berbentuk dan tampak sebagai
bagian dari kepribadian anak. Walaupun pada usia ini masih pada taraf
pembentukan, namun pengalaman anak sebenarnya telah menampakkan
hasil
B. Kemandirian Anak Usia Taman Kanak-Kanak
1. Pengertian Kemandirian
Kemandirian diawali ketika seorang bayi dilahirkan di dunia.
Ketergantungan sepenuhnya terhadap ibu selama Sembilan bulan dalam
kandungan benar-benar diputuskan. Tangisan bayi sesaat setelah keluar
dari rahim ibu adalah penanda awal kemandiriannya sebagai manusia.
Pada saat itulah ia harus menggunakan paru-parunya sendiri untuk
bernafas. Kemandiriannya sebagai anak manusia tak terjadi begitu saja
dan serentak. Seseorang anak akan mengalami proses perkembangan dan
pertumbuhan yang berjalan secara terus menerus dalam rentang
kehidupannya. Kemandirian fisik, emosional, moral, berjalan seiring dan
sangat dipengaruhi oleh kematangan biologis maupun dukungan sosial
(Tim Pustaka Familia, 2006:24).
24
Secara ringkas kemandirian dapat diartikan sebagai suatu
kemampuan untuk memikirkan, merasakan serta melakukan sesuatu
sendiri atau tergantung pada orang lain. Kemandirian sendiri, menurut
Havighurst, memiliki Empat aspek, yakni aspek intelektual (kemauan
untuk berfikir dan menyelesaikan masalah sendiri), aspek sosial
(Kemampuan untuk mengatur ekonomi sendiri) Tim Pustaka Familia
(2006:32)
Di dalam aspek sosial dari kemandirian, terdapat kemampuan
individu untuk berani secara aktif membina relasi dengan orang lain
namun tidak tergantung pada kehadiran orang lain. Artinya ketika
menjalin relasi sosial orang tidak menunggu orang lain berperilaku
tertentu lebih dulu tetapi secara proaktif dan didorong oleh faktor
internalnya ia mulai membina relasi.
Mengharapkan inisiatif dari anak yang tidak mandiri cukup sulit,
karena anak membutuhkan peran orang-orang di sekelilingnya untuk
mengambil inisiatif bagi dirinya. Anak-anak ini biasanya juga
membutuhkan kedekatan fisik dengan orang tua dan pengasuhnya (Coles,
2003:141).
Lebih lanjut oleh (Coles, 2003:145) bahwa tanda lain yang bisa
muncul pada anak usia prasekolah yang masih sangat tergantung pada
orang tua adalah seringnya ia menangis ketika ditinggal sebentar saja oleh
ibunya. Untuk mendapatkan bantuan dari orang di sekelilingnya, anak
25
sering kali cengeng. Kecengengan ini bahkan bisa terbawa hingga masa
akhir masa prasekolah dan menjadikan anak-anak ini rewel, merengek
serta sering melontarkan protes bila menemui hal-hal yang tidak sesuai
dengan keinginannya. Tetapi biasanya orang tua tidak merasa cemas
dengan sikap anak mereka yang tidak mandiri. Pada umumnya sikap ini
terbentuk karena pemanjaan berlebihan dengan cara melayani anak
melewati batas usia, ketika anak seharusnya sudah mulai dapat mengurus
dirinya sendiri, serta kebebasan menjadi manusia dewasa pada saat
nantinya (Hurlock, 1998:268).
Kartini dan Dali dalam syarafuddin dkk (2012:147), kemandirian
adalah hasrat untuk mengerjakan segala sesuatu bagi diri sendiri secara
singkat, dapat disimpulkan bahwa kemandirian mengandung pengertian :
a. Suatu keadaan dimana seseorang yang memiliki hasrat
bersaing untuk maju demi kebaikan dirinya.
b. Mampu mengambil keputusan dan inisiatif untuk mengatasi
masalah yang dihadapi.
c. Memiliki kepercayaan diri dalam mengerjakan tugas-
tugasnya.
d. Bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukan.
Lebih jauh dijelaskan Robert Havighurst bahwa kemandirian terdiri
dari beberapa aspek yaitu :
26
a. Emosi, aspek ini ditunjukkan dengan kemampuan untuk
mengontrol emosi dan tidak tergantungnya kebutuhan emosi
dari orang tua.
b. Sosial, aspek ini ditunjukkan dengan kemampuan untuk
mengadakan interaksi dengan orang lain dan tidak tergantung
atau menunggu aksi dari orang lain.
Kemandirian anak usia prasekolah dapat ditumbuhkan dengan
membiarkan anak memiliki pilihan dan mengungkapkan pilihannya sejak
dini (Hurlock, 1998:114). Ibu dapat mendorongnya dengan menanyakan
makanan apa yang diinginkannya, pakaian apa yang ingin dipakainya atau
permainan apa yang ingin dimainkan, serta menghargai setiap pilihan
yang dibuatnya sendiri (Hurlock, 1998:121).
Memupuk kemandirian pada anak harus dilakukan sejak dini, tetapi
tetap harus dalam kerangka proses perkembangan manusia. Artinya,
orang tua tidak boleh melupakan bahwa seorang anak bukanlah miniature
orang dewasa, sehingga ia tidak bisa dituntut menjadi dewasa sebelum
waktunya. Orang tua harus memiliki kepekaan terhadap setiap proses
perkembangan anak dan menjadi fasilitator bagi perkembangannya Tim
Pustaka Familia (2006:27).
Jika kelangsungan kematangan di awali dari sebuah ketergantungan,
maka orang tua harus sadar hal ini sejak semula. Ini berarti orang tua
tidak bisa memaksa anak mandiri sebelum waktunya. Kemandirian harus
27
ditingkatkan setahap demi setahap seiring dengan perkembangan motorik,
afeksi dan kognitif anak. Memaksa anak untuk mandiri sebelum
waktunya, merupakan maltreatment yang nantinya bisa menyebabkan
anak mengalami gangguan perkembangan sehingga bukan kematangan
yang didapatkan, tetapi anak tidak mampu untuk menyesuaikan diri
secara sehat pada setiap tahap perkembangan dalam hidupnya Tim
Pustaka Familia (2006:27).
Anak usia prasekolah membutuhkan kebebasan untuk bergerak
kesana kemari dan mempelajari lingkungan, dengan diberi kesempatan
dan didorong untuk melakukan semuanya dengan bebas maka lingkungan
yang penuh rangsangan ini akan membantu anak untuk mengembangkan
rasa percaya diri. Setelah anak menyadari dirinya sebagai pribadi yang
terpisah dari ibunya, anak tidak lagi dapat menerima kontrol orang tua
dengan mudah, anak ingin menegaskan dirinya sebagai pribadi yang
mandiri.
Di sisi lain kadang anak belum memahami banyak hal, dan sering
ingin melakukan sesuatu di luar batas kemampuan fisik, sehingga anak
sering mengucapkan kata “tidak”, sebenarnya kata tersebut merupakan
ungkapan dari kemampuan yang baru saja ditemukan, yaitu kemampuan
untuk memilih.
Anak suka sekali melatih kemampuan untuk memilih, meskipun
anak tidak tahu apa yang sebenarnya diinginkan, misalnya memilih baju
28
yang akan dipakai. Sebagai orang tua, dapat membantu anak mengatasi
pilihan tersebut dengan menyederhanakan pilihan yang ada, tetapi anak
pada usia prasekolah merasa dapat mandiri maka anak akan melakukan
segala sesuatunya sendiri dan tidak mau kalau dibantu orang lain. Dalam
hal ini orang tua memberi kesempatan pada anak untuk melakukannya
sendiri.
Kemandirian adalah suatu sikap yang harus ada pada setiap
individu. Kebutuhan akan kemandirian sangatlah penting, karena pada
masa yang akan datang setiap individu akan menghadapi berbagai macam
tantangan dan dituntut untuk dapat melepaskan diri dari ketergantungan
pada orang tua atau dapat mandiri. Hal ini terkait dengan kepentingan
setiap individu dalam mengarungi kehidupannya. Tanpa bekal sikap
kemandirian, setiap individu akan mengarungi kehidupannya dengan
ketidakpastian. Setiap ketidakpastian yang muncul tersebut akan menjadi
sebuah celah yang berpotensi sebagai jurang yang terjal.
Kemandirian adalah suatu tugas perkembangan anak yang tidak
bersifat instan atau langsung jadi, melainkan melalui proses yang panjang.
Mu’tadin (www.e-psikologi.com.akses 8 oktober 2009) mengatakan
bahwa kemandirian merupakan suatu sikap individu yang diperoleh secara
komulatif selama perkembangan di mana individu akan terus belajar untuk
bersikap mandiri dalam menghadapi berbagai situasi di lingkungan,
sehingga individu pada akhirnya akan mampu berpikir dan bertindak
29
sendiri. Dengan kemandirian, seseorang dapat memilih jalan hidupnya
untuk dapat berkembang dengan lebih mantap.
Diharapkan setiap individu memiliki kemandirian. Karena dengan
demikian banyak hal positif yang bisa diperoleh oleh setiap individu
tersebut, yaitu tumbuhnya rasa percaya diri, tidak tergantung pada orang
lain, tidak mudah dipengaruhi, dan bertambahnya kemampuan berfikir
secara objektif (Mu’tadin, www.e-psikologi.com.akses 8 oktober 2009 ).
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kemandirian Anak Usia
Taman Kanak-Kanak
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kemandirian anak usia
prasekolah terbagi menjadi 2 meliputi faktor internal dan faktor eksternal
(Soetjiningsih, 1995:213). Faktor internal merupakan faktor yang ada dari
diri anak itu sendiri yang meliputi emosi dan intelektual. Faktor emosi ini
ditunjukkan dengan kemampuan mengontrol emosi dan tidak
terganggunya kebutuhan emosi orang tua. Sedangkan faktor intelektual
diperlihatkan dengan kemampuan untuk mengatasi berbagai masalah yang
dihadapi. Sementara itu faktor eksternal yaitu faktor yang datang atau ada
dari luar anak itu sendiri. Faktor ini meliputi lingkungan, karakteristik
sosial, stimulasi, pola asuh, cinta dan kasih sayang, kualitas informasi
anak dan orang tua, dan pendidikan orang tua dan status pekerjaan ibu
(Soetjiningsih, 1995:216).
30
Lingkungan merupakan faktor yang sangat menentukan tercapai atau
tidaknya tingkat kemandirian anak usia prasekolah, sehingga lingkungan
yang baik akan meningkatkan cepat tercapainya kemandirian anak. Selain
itu karakteristik sosial juga dapat mempengaruhi kemandirian anak,
misalnya tingkat kemandirian anak dari keluarga miskin berbeda dengan
anak dari keluarga kaya, akan tetapi anak yang mendapat stimulasi terarah
dan teratur akan lebih cepat mandiri dibanding dengan anak yang kurang
atau mendapat stimulasi. Selain itu anak dapat mandiri akan
membutuhkan kesempatan dukungan dan dorongan peran orang tua
sebagai pengasuh sangat diperlukan, oleh karena itu pola pengasuhan
merupakan hal yang penting dalam pembentukan kemandirian anak
(Soetjiningsih, 1995:2).
Rasa cinta dan kasih sayang kepada anak hendaknya diberikan
sewajarnya karena ini akan mempengaruhi mutu kemandirian anak bila
diberikan berlebihan anak menjadi kurang mandiri kemungkinan semua
itu dapat diatasi bila interaksi antara anak dan orang tua berjalan dengan
lancar dan baik karena interaksi dua arah anak-orang tua menyebabkan
anak menjadi mandiri. Orang tua akan memberikan informasi yang baik
jika orang tua tersebut mempunyai pendidikan karena dengan pendidikan
yang baik, maka orang tua dapat menerima segala info dari luar terutama
cara memandirikan anak.
31
Peran orang tua dalam memandirikan anak usia prasekolah, adalah
sangat penting untuk perkembangan anak selanjutnya, walaupun anak
hidup dalam lingkungan kelurga yang berkecukupan, tapi orang tua perlu
mendidik anak untuk dapat bersikap mandiri terutama pada perawatan diri
sendiri, walaupun mungkin di rumah ada pengasuh tapi anak perlu dididik
sejak dini agar kelak punya tanggung jawab, apabila anak hidup
bermasyarakat untuk itu keterlibatan orang tua juga sangat membantu
seoarang anak dapat mandiri, jadi tidak hanya peran para pendidiknya saja
peran orang tua juga sangat penting.
C. Metode Bermain Peran Pada Taman Kanak-Kanak
1. Pengertian Bermain
Menurut (Musfiroh, Tadkiroatun. 2008:1) Bermain adalah kegiatan
yang dilakukan atas dasar suatu kesenangan dan tanpa mempertimbangkan
hasil akhir. Kegiatan tersebut dilakukan secara suka rela, tanpa paksaan
atau tekianan dari pihak luar (Hurlock, 1997:125). Sebagian orang
menyatakan bermain sama fungsinya dengan bekerja. Meskipun demikian,
anak anak memiliki persepsi sendiri mengenai bermain.
Beberapa ahli peneliti memberi batasan arti bermain dengan
memisahkan aspek-aspek tingkah laku yang berbeda dalam bermain.
Dikemukakan sedikitnya ada lima kriteria dalam bermain (Moeslichatoen,
R. 2004 : 31).
32
a. Motivasi intrinsik : tingkah laku bermain dimotivasi dari
dalam diri anak, karena itu dilakukan demi kegiatan itu
sendiri dan bukan karena adanya tuntutan masyarakat atau
fungsi-fungsi tubuh.
b. Pengaruh positif : tingkah laku menyenangkan atau
menggembirakan untuk dilakukan.
c. Bukan dikerjakan sambil lalu : tingkah laku itu bukan
dilakukan sambil lalu, karena itu tidak mengikuti pola atau
aturan yang sebenarnya, melainkan lebih bersifat pura-pura.
d. Cara/tujuan : cara bermain lebih diutamakan dari pada
tujuannya. Anak lebih tertarik pada tingkah laku itu sendiri
dari pada keluaran yang dihasilkan.
e. Kelenturan : bermain itu perilaku yang lentur. Kelenturan
ditunjukkan baik dalam bentuk maupun dalam hubungan
serta berlaku dalam setiap situasi.
Jika menggunakan kelima kriteria tersebut, maka dapat dikatakan
bahwa bila seorang anak menggunakan mainan hewan-hewanan dengan
cara yang lentur tanpa tujuan yang jelas dalam pikirannya, kegiatannya
berpura-pura, menyenangkan bagi dirinya sendiri, dan melakukan kegiatan
hanya untuk bergiat, maka dapat dikatakan sedang bermain.
Adapun batasan yang diberikan tentang pengertian bermain, bermain
membawa harapan dan antisipasi tentang dunia yang memberikan
33
kegembiraan, dan memungkinkan anak berkhayal seperti sesuatu atau
seseorang, suatu dunia yang dipersiapkan untuk berpetualang dan
mengadakan telaah; suatu dunia anak-anak (Moeslichatoen, R. 2004 : 32).
Melalui bermain anak belajar mengendalikan diri sendiri, memahami
kehidupan, memahami dunianya. Jadi bermain merupakan cermin
perkembangan anak. Bermain juga merupakan tuntutan dan kebutuhan
yang esensial bagi anak. Melalui bermain anak akan dapat memuaskan
tuntutan dan kebutuhan perkembangan dimensi motorik, kognitif,
kreativitas, bahasa, emosi, sosial, nilai, dan sikap hidup.
Melalui kegiatan bermain anak dapat melakukan koordinasi otot
kasar. Bermacam cara dan teknik dapat dipergunakan dalam kegiatan ini
seperti merayap, merangkak, berjalan, berlari, meloncat, melompat,
menendang, melempar, dan lain sebagainya.
Melalui kegiatan bermain anak dapat berlatih menggunakan
kemampuan kognitifnya untuk memecahkan berbagai masalah seperti
kegiatan mengukur isi, mengukur berat, membandingkan, mencari
jawaban yang berbeda dan sebagainya.
Melalui kegiatan bermain anak dapat mengembangkan
kreativitasnya, yaitu melakukan kegiatan yang mengandung kelenturan;
memanfaatkan imajinasi atau ekspresi diri; kegiatan-kegiatan pemecahan
masalah, mencari cara baru dan sebagainya.
34
Melalui kegiatan bermain anak juga dapat melatih kemampuan
bahasanya dengan cara: mendengarkan beraneka bunyi, mengucapkan
suku kata atau kata, memperluas kosa kata, berbicara sesuai dengan tata
Bahasa Indonesia, dan sebagainya.
Melalui bermain anak dapat meningkatkan kepekaan emosinya
dengan cara mengenalkan bermacam perasaan, mengenalkan perubahan
perasaan, membuat pertimbangan, menumbuhkan kepercayaan diri.
Melalui bermain anak dapat mengembangkan kemampuan sosialnya,
seperti membina hubungan dengan anak lain, bertingkah laku sesuai
dengan tuntutan masyarakat, menyesuaikan diri dengan teman sebaya,
dapat memahami tingkah lakunya sendiri, dan paham bahwa setiap
perbuatan ada konsekuensinya.
Uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dengan bermain anak akan
memperoleh kesempatan memilih kegiatan yang disukainya,
bereksperimen dengan bermacam bahan dan alat, berimajinasi,
memecahkan masalah dan bercakap-cakap secara bebas, berperan dalam
kelompok, bekerja sama dalam kelompok, dan memperoleh pengalaman
yang menyenangkan (Moeslichatoen, R. 2004 : 33). Sesuai dengan
pengertian bermain yang merupakan tuntutan dan kebutuhan bagi
perkembangan anak usia TK, menurut mayke S Tedjasaputra (2001 : 38)
bermain juga mempunyai manfaat yang besar bagi perkembangan anak.
Bermain merupakan pengalaman belajar yang sangat berguna untuk anak,
35
misalnya saja memperoleh pengalaman dalam membina hubungan dengan
sesama teman, memperoleh perbendaharaan kata, menyalurkan perasaan-
perasaan tertekan. Masih banyak lagi manfaat yang bias dipetik dari
kegiatan bermain.
Menurut (Jamaris, Marini. 2005:123) bermain merupakan sarana
perkembangan kognitif, koordinasi gerakan motorik, bahasa, dan
psikososial. Oleh karena itu kegiatan belajar yang dilakukan anak usia
Taman Kanak-kanak, baik di rumah ataupun di sekolah, hendaknya
memanfaatkan kegiatan bermain anak secara efektif. Melalui kegiatan
bermain proses belajar dapat dilakukan oleh orang tua dan guru Taman
Kanak-kanak perlu ditingkatkan inisiatifnya dalam menciptakan bentuk
permainan. Khususnya permainan yang dapat dijadikan sarana belajar bagi
anak usia Taman Kanak-kanak.
Dengan bermain peran anak dapat menampilkan bermacam–macam
peran, anak berusaha untuk memahami peran orang lain dan dapat
menghayati peran yang akan diambilnya setelah anak dewasa. Bermain
juga memberikan dorongan emosi secara aman, misalnya melepaskan
dorongan-dorongan yang tidak dapat diterima dalam kehidupan nyata,
dalam situasi bermain anak dapat berkhayal menjadi polisi, sopir, ayah
atau ibu bahkan menjadi presiden dan sebagainya.
36
D. Konsep Metode Bermain Peran di Taman Kanak-Kanak
1. Pengertian Metode Bermain Peran
Pembelajaran yang sebaiknya diberikan di Taman Kanak-kanak
adalah pembelajaran yang menarik dan menyenangkan, karena
pembelajaran yang menarik artinya memiliki unsur menyenangkan bagi
anak untuk dapat terus diikuti, sehingga anak mempunyai motivasi untuk
terus mengikuti proses pembelajaran. Pembelajaran yang menyenangkan
berarti pembelajaran yang sesuai dengan suasana yang terjadi pada diri
anak sehingga anak memiliki perhatian yang lebih.
Bermain peran adalah metode pengembangan yang efektif di mana
seseorang memerankan karakter orang lain dan mencoba berfikir/berbuat
dengan cara/sudut pandang sosok yang diperankannya. Bermain peran
memberi contoh alamiah terhadap perilaku manusia yang riil dan dapat
digunakan oleh anak untuk menyadari perasaan mereka dan membangun
sikap menuju nilai-nilai dan pemahaman mereka sendiri (Suryani, Lilis.
2010:10)
Suryani juga berpendapat bahwa bermain peran sangat sesuai dengan
karakteristik anak usia dini karena pada saat ini anak berfikir secara
simbolik sehingga nenjadikan bermain peran sebagai metode
pengembangan anak usia dini adalah sangat tepat dan efektif dalam rangka
mengoptimalkan potensi anak bagi pembentukan kemampuan dasar (fisik,
bahasa, kognitif, seni) dan perilaku (moral-agama dan social-emosional).
37
Menurut Tedjasaputra mayke S (2001 : 33), bermain peran mulai
tampak sejalan dengan mulai tumbuhnya kemampuan anak untuk berfikir
simbolik. Dalam bermain peran atau berkhayal ini, misalnya anak tampak
sedang menyuapi boneka, mengajak berbicara dan bermain, mengajari
boneka binatangnya berpakaian dan sebagainya. Sekelompok anak dapat
bekerja sama menciptakan jalan cerita sendiri dalam kegiatan bermain ini.
Tedjasaputra mayke S (2001 : 33) Kegiatan bermain memberi kesempatan
pada anak untuk bergaul dengan anak lain dan belajar mengenal berbagai
aturan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya. Secara garis
besar, kegiatan bermain dibedakan menjadi 3 katagori yaitu:
a. Exploratory and manipulative play (bermain menjelajah dan
manipulatif)
Kegiatan ini bisa diamati sejak masa bayi, anak sering
menunjukkan rasa senang atau antusiasme yang besar sewaktu ia
mengamati atau bermain dengan benda-benda di sekelilingnya.
b. Destruktive Play (Bermain Menghancurkan)
Bermain menghancurkan mulai tampak pada awal masa kanak-
kanak. Sering kita lihat anak sambil bermain menghancurkan
balok-balok kayu yang sudah disusunnya dengan susah payah dan
berhati-hati, lalu membangunnya kembali dengan bersemangat
hanya untuk dihancurkannya kembali. Kegiatan tersebut dilakukan
berulang-ulang dan menimbulkan kesenangan tersendiri bagi anak
38
c. Imaginative atau make-believe play (Bermain berkhayal atau
berpura-pura)
Kegiatan ini dimulai sejak anak berusia 3 tahunan. Kegiatan ini
memperlihatkan unsur imajinasi dan peniruan terhadap perilaku
orang dewasa, misalnya bermain dokter-dokteran, ibu-ibuan,
masak-masakan, polisi-polisian dan lain-lain. Kegiatan bermain ini
dikatagorikan sebagai kegiatan bermain peran (dramatic) oleh
Stasen Berger(1983) maupun Catherine Garvey (1977).
(Tedjasaputra Mayke S, 2001:57) Bermain peran termasuk salah satu
jenis bermain aktif, diartikan sebagai pemberian atribut tertentu terhadap
anak usia sekitar 2 sampai 8 tahun, dapat bersifat produktif atau terhadap
apa yang diamati dalam kehidupan sehari-hari. Pada kegiatan bermain
peran yang produktif maka anak akan memasukkan unsur-unsur baru
benda, situasi dan anak memerankan tokoh yang ia pilih. Kegiatan
bermain peran biasanya dilakukan oleh pengajar dengan
mendramakan/memerankan cara bertingkah laku dalam hubungan sosial,
yang lebih menekankan pada kenyataan-kenyataan di mana para murid
diikutsertakan dalam memainkan peranan di dalam mendramakan
masalah-masalah hubungan sosial, dan metode ini kadang-kadang disebut
dengan dramatisasi (Kartini, 2005: 35). Masitoh dkk (2006)
mengemukakan bahwa metode bermain peran adalah suatu cara
39
memainkan peran dalam suatu cerita tertentu yang menuntut kerjasama
secara utuh diantara para pemainnya.
Bermain peran dikenal juga dengan sebutan bermain pura-pura,
khayalan, fantasi, make-belive atau simbolik. Bermain peran membolehkan
anak memproyeksikan dirinya ke masa depan dan menciptakan kembali ke
masa lalu dan mengembangkan keterampilan khayalan. Menurut Hurlock
(1978: 329) bermain peran adalah bentuk bermain aktif di masa anak-anak,
melalui perilaku dan bahasa yang jelas berhubungan dengan materi atau
situasi seolah-olah hal itu mempunyai atribut yang lain ketimbang yang
lainnya.
Suryani, Lilis (2010: 10.9) memberikan pengertian bermain peran
dikatagorikan sebagai metode belajar yang berumpun pada metode
perilaku yang diterapkan dalam kegiatan pengembangan. Karakteristiknya
adalah adanya kecenderungan memecahkan tugas belajar dalam sejumlah
perilaku yang beruntun, konkret dan dapat diamati.
Menurut Gilstrap dan Martin, bermain peran adalah memerankan
karakter/tingkah laku dalam pengulangan kejadian yang diulang kembali,
kejadian masa depan, kejadian masa kini yang penting, atau situasi yang
imajinatif. Anak-anak pemeran mencoba untuk menjadi orang lain dengan
memahami peran untuk menghayati tokoh yang diperankan sesuai dengan
karakter dan motivasi yang dibentuk pada tokoh yang telah ditentukan.
40
Moeslichatoen (2004 : 34) menjelaskan bermain pura-pura adalah
bermain yang menggunakan daya khayal yaitu dengan memakai bahasa
atau berpura-pura bertingkah laku seperti benda tertentu, situasi tertentu,
atau orang tertentu, dan binatang tertentu, yang di dalam dunia nyata tidak
dilakukan. Bermain peran adalah metode pengembangan yang efektif di
mana seseorang memerankan karakter orang lain, dan mencoba
berfikir/berbuat dengan sudut pandang sosok yang diperankannya.
Bermain peran ditandai oleh penerapan cerita pada objek di mana cerita itu
sebenarnya tidak dapat diterapkan (anak mengaduk pasir dalam sebuah
mangkuk dengan sekop dan pura-pura mencicipinya) dan mengulang
ingatan yang menyenangkan (anak usia dini melihat sebuah botol bayi dan
mencoba memberi makan sebuah boneka). Adapun menurut Vygotsky,
1967; Erikson, 1963 bermain peran disebut juga bermain simbolis, pura-
pura, make-believe, atau bermain drama, sangat penting untuk
perkembangan kognisi, sosial, dan emosi anak pada usia tiga sampai enam
tahun.
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa bermain peran merupakan
salah satu metode yang selain menyenangkan bagi anak dan efektif juga
dapat meningkatkan berbagai aspek perkembangan anak.
2. Peranan Bermain Peran dalam Kurikulum Taman Kanak-Kanak
Drama peran tidak hanya berhubungan dengan formasi konsep yang
abstrak melainkan juga kepada objek yang kita kenali sebagai bagian dari
41
kurikulum sekolah, seperti dalam pengembangan konsep sosial,
matematika, ilmu pengetahuan dan membaca.
Childrend Resources International (Kenny: 2002). Peranan bermain
peran dalam kurikulum prasekolah:
a. Konsep Ilmu Sosial
Anak-anak mengembangkan pemahaman mengenal orang-
orang, perannya serta perilaku-perilakunya. Kesemua ini bersama
dengan pengembangan kemampuan interpersonal serta kemampuan
sosial, adalah beberapa diantara kontribusi penting yang dapat dibuat
oleh bermain peran serta pembelajaran seorang anak.
b. Konsep matematika
Bermain peran memberikan kesempatan kepada anak-anak
untuk menjelajahi konsep-konsep matematika awal. Di pusat kegiatan
bermain peran anak-anak mampu mengkategorikan material serta
peralatan-peralatan. Piaget membuat “Klasifikasi” ini dan sangat
penting dalam pemahaman logika. Karena tidak sangat mungkin
menambahkan atau mengurangi benda-benda, anak tersebut harus
mengerti apa yang membuat sebuah kategori.
Anak-anak berlatih konsep korespondensi satu-satu ketika
menyiapkan meja untuk pura-pura makan. Dengan memastikan bahwa
ada sebuah kursi, sebuah piring, sebuah sendok, satu garpu dan pisau
untuk setiap orang membawa anak tersebut kepemahaman konsep
42
seperti “cukup, terlalu sedikit, lebih dari, dan sama dengan”. Anak-
anak juga menggunakan konsep-konsep seperti “lebih besar dan lebih
kecil”, “lebih lebar dan lebih sempit”, “lebih tinggi dan lebih pendek”,
“lebih berat dan lebih ringan” selama bermain peran. Menepuk tangan
dan berbaris semuanya memberikan kesempatan kepada anak-anak
untuk mempelajari pola-pola yang akan membimbing mereka sejalan
dengan pelajaran menghitung, urutan dan pengulangan.
c. Konsep ilmu pengetahuan
Bermain peran juga memuaskan konsep-konsep yang
berhubungan dengan ilmu pengetahuan. Anak-anak bisa
bereksperimen di dalam bermain perannya: apa yang terjadi jika …. ?
Atau menegaskan: apakah hal yang sama akan terjadi bila saya
melakukannya lagi?. Anak-anak belajar melalui pengamatan (sebuah
teknik ilmiah yang sangat diperlukan), dengan membandingkan
benda-benda atau kejadian-kejadian atas dasar pemahaman dan
perbedaan mereka mengidentifikasi masalah-masalah dan
menyimpulkan secara umum kondisi interaksinya di kemudian hari
dengan ilmu pengetahuan.
d. Konsep Kesiapan Membaca
Kosa kata dan konsep perkembangan sangat penting dalam
membaca. Dalam bermain peran anak-anak menggunakan bahasa
43
untuk memperlancar komunikasi dan bertukar ide hingga
meningkatkan kelancaran membaca dan memperkaya kosa katanya.
3. Macam-macam Metode Bermain Peran
Metode pendidikan Taman Kanak-kanak dikenal dengan enam macam
permainan drama (Dramatisasi = bermain peran) antara lain sebagai
berikut:
a. Drama Spontan atau Bebas
Bermain spontan adalah permainan drama yang dilakukan anak
atas kemauannya sendiri, dengan cara-cara sendiri, berupa dialog atau
perbuatan yang timbul dari pengalaman anak sendiri serta tidak
membutuhkan peranan pemimpin atau kontrol dari guru.
Manfaat bermain peran spontan ini adalah:
1) Mengembangkan bahasa anak,
2) Mengembangkan perasaan sosial,
3) Mengembangkan daya cipta,
4) Mengembangkan spontanitas anak,
5) Mengembangkan ekspresi anak,
6) Terapi psikologi anak.
Melalui bermain peran anak diberi kesempatan untuk :
1) Menirukan orang dewasa,
2) Menirukan kehidupan yang sesungguhnya menurut anak,
3) Menceritakan kehidupan keluarga,
44
4) Mengekspresikan perasaannya,
5) Menyatakan keinginan dan harapannya.
b. Drama Terpimpin
Permainan drama terpimpin yakni guru membimbing anak dalam
memilih perannya, tanpa mengurangi kebebasan anak dalam berbicara
dan menjalankan perannya. Berikut ini adalah peranan guru dalam
permainan drama terpimpin:
1) Mempersiapkan naskah sederhana untuk anak (anak tidak disuruh
membaca),
2) Guru bercakap-cakap sekitar pengalaman kesehatan anak,
3) Guru berbagi peran di antara mereka,
4) Mengulangi permainan,
5) Guru mengulang dialog untuk dihapalkan anak, jika anak tidak
bisa membaca,
6) Guru menyediakan peralatan-peralatan drama,
7) Drama terpimpin biasa dilakukan anak sekitar 15 menit.
c. Sandiwara Boneka
Sandiawara boneka berguna membantu siswa untuk
mengekspresikan isi jiwa dan mengembangkan daya fantasinya. Guru
dapat menyediakan alat peraga yang sangat menarik bagi anak-anak
berupa sandiwara boneka dengan menyediakan alat-alat yaitu:
1) Boneka-boneka tangan
45
2) Panggung boneka sehingga boneka ini bisa dijalankan guru atau
oleh anak-anak menurut fantasinya.
d. Pantomim
Jenis bermain peran ini adalah sandiwara bisu untuk memberikan
pelajaran melalui visualisasi seperti adegan-adegan tanpa bicara, tetapi
hanya melakukan gerakan mimik. Istilah pantomim berasal dari bahasa
Yunani yang artinya: “Serba isyarat” berarti secara etomologis
pertunjukkan yang bahkan biasa sepenuhnya tanpa apa-apa, jelasnya
pantomim adalah suatu pertunjukkan bisu. Dalam pelaksanaan kegiatan
pantomim, guru harus melakukan hal-hal berikut:
1) Mengingat gerakan-gerakan yang dilakukan sehari-hari
2) Menyusun gerakan-gerakan tersebut agar menjadi adegan-adegan
untuk ditirukan
3) Guru membimbing sambil menirukan gerakan pantomim
bersama-sama dengan siswa
4) Tampilkan siswa seorang-seorang.
4. Tujuan Metode Bermain Peran
Tujuan bermain peran di Taman Kanak-kanak (TK) menurut buku
Didaktik Metodik di Taman Kanak-kanak (Depdiknas, 2003: 41) adalah
sebagai berikut:
a. Melatih daya tangkap,
b. Melatih anak berbicara lancar,
46
c. Melatih daya konsentrasi,
d. Melatih membuat kesimpulan,
e. Membantu perkembangan intelegensi,
f. Membantu perkembangan fantasi, dan
g. Menciptakan suasana yang menyenangkan.
Selain itu, adapun tujuan bermain peran menurut Gunarti,dkk
(2008:109). Yakni:
Anak dapat mengeksplorasi perasaan-perasaan,
a. Memperoleh wawasan tentang sikap-sikap, nilai-nilai, dan
persepsinya,
b. Mengembangkan keterampilan dan sikap dalam memecahkan
masalah yang dihadapi.
c. Melatih daya tangkap,
d. Melatih daya konsentrasi,
e. Melatih membuat kesimpulan,
f. Membantu mengembangkan kognitif,
g. Membantu perkembangan fantasi,
h. Menciptakan suasana yang menyenangkan,
i. Mencapai kemampuan berkomunikasi secara spontan/berbicara
lancar,
j. Membangun pemikiran yang analitis dan kritis,
k. Membangun sikap positif dalam diri anak,
47
l. Menumbuhkan aspek afektif melalui penghayatan isi cerita,
m. Mengembangkan kreativitas dengan membuat jalan cerita atas
inisiatif anak,
n. Untuk membawa situasi yang sebenarnya ke dalam bentuk simulasi
miniatur kehidupan,
o. Untuk membuat variasi yang menarik dalam kegiatan
pengembangan.
Disimpulkan tujuan metode bermain peran yaitu dapat melatih
daya tangkap, berbicara dengan lancar, konsentrasi anak dapat lebih
fokus, membuat kesimpulan, mengembangkan kognitif anak,
menciptakan suasana yang menyenangkan, mengembangkan
keterampilan dan sikap dalam memecahkan masalah yang dihadapi.
Tujuan tersebut diharapkan akan memudahkan anak dalam
meningkatkan kemandirian anak usia dini dengan cara menerapkan
metode bermain peran.
5. Jenis Bermain Peran
Dalam teorinya, Erikson ( Depdiknas, 2004: 4) mengemukakan
bahwa bermain peran terbagi ke
Top Related