Post on 18-Jul-2019
LAPORAN AKHIR
PENELITIAN HIBAH BERSAING
MODEL OPTIMALISASI DANA ZAKAT
DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN KOTA
MELALUI PENDEKATAN
COMMUNITY BASED DEVELOPMENT (CBD)
DI PROVINSI LAMPUNG
Tahun ke 2 dari Rencana 2 Tahun
Nedi Hendri, S.E., M.Si., Akt. (Ketua Tim Pengusul)
NIDN. 0020048101
Suyanto, S.E, M.Si., Akt. (Anggota Tim Pengusul)
NIDN. 0230107502
Siti Nurlaila., M.Psi. (Anggota Tim Pengusul)
NIDN. 0217048301
Dibiayai oleh:
Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat
Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan
Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi sesuai
Surat Perjanjian Penugasan Pelaksanaan Program Penelitian
Nomor: 002/SP@H/LT/DRPM/II/2016 tanggal 17 Februari 2016
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO
NOVEMBER 2016
KODE/NAMA RUMPUN ILMU : 563 / EKONOMI SYARIAH
MODEL OPTIMALISASI DANA ZAKAT DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN KOTA MELALUI
PENDEKATAN COMMUNITY BASED DEVELOPMENT (CBD) DI PROVINSI LAMPUNG
RINGKASAN
Permasalahan kemiskinan yang cukup kompleks membutuhkan intervensi semua
pihak secara bersama dan terkoordinasi. Selama ini Organisasi Pengelola Zakat
(OPZ) menjalankan program pendayagunaan zakat untuk penanggulangan
masalah kemiskinan hanya dengan logikanya sendiri. Sehingga model-model
pemberdayaan dana zakat terhadap masyarakat miskin kota yang terjadi berbeda-
beda pula, dengan keunggulan dan kelemahan masing-masing. Penelitian ini
bertujuan mencari prototipe model optimalisasi dana zakat yang tepat dalam
pemberdayaan masyarakat miskin kota berbasis kearifan lokal di provinsi
Lampung. Penelitian ini menggunakan metode survey untuk tahun pertama dan
kedu yang merupakan tahap pemetaan model, identifikasi produk unggulan
menggunakan metode deskriptif kualitatif dan kuantitatif, sedangkan tahap
rekontruksi model menggunakan analisis komparatif dan analis SWOT. Hasil
yang telah dicapai melalui penelitian ini antara lain: 1). Derkripsi model-model
optimalisasi dana zakat di provinsi Lampung 2).Deskripsinya produk-produk
unggulan berbasis kearifan lokal di Provinsi Lampung 3). Prototipe model
optimalisasi dana zakat dalam pemberdayaan masyarakat miskin kota berbasis
kearifan lokal di Provinsi Lampung.
Key Word: Dana Zakat, Pemberdayaan, Masyarakat Miskin Kota dan
Community Based Development (CBD).
PRAKATA
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik.
Penelitian ini dilakukan di Propinsi Lampung dengan tujuan untuk mencari
prototipe model optimalisasi dana zakat yang tepat dalam pemberdayaan
masyarakat miskin kota berbasis kearifan lokal di provinsi Lampung. Selanjutnya,
hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu referensi baik
pengembangan teori maupun pengambilan kebijakan bagi tingkat manajerial.
Pada kesempatan ini saya mengucapkan banyak terima kasih kepada
seluruh pihak yang telah memberikan kepercayaan kepada saya untuk
melaksanakan penelitian serta segala partisipasinya dalam menyediakan data yang
diperlukan selama penelitian, yaitu:
1. Dirjen Dikti – Kemenristekdikti RI.
2. Rektor Universitas Muhammadiyah Metro.
3. Ketua Lembaga Penelitian Universitas Muhammadiyah Metro.
4. Seluruh pihak yang terlibat dalam penelitian.
5. Rekan-rekan dosen dan karyawan FE Universitas Muhammadiyah Metro.
Akhir kata, mudah-mudahkan penelitian ini dapat bermanfaat khususnya
bagi para pengambil keputusan publik serta dapat menambah referensi
kepustakaan di Universitas Muhammadiyah Metro.
Metro, November 2016
Peneliti
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... ii RINGKASAN .............................................................................................. iii PRAKATA .................................................................................................. iv DAFTAR ISI................................................................................................ v DAFTAR TABEL .......................................................................................... vi DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. viii BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ........................................................................................... 1 1.2. Rumusan Permasalahan ............................................................................ 2 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Zakat ............................................................................................. 3 2.2. Kemiskinan dan Program Program Pemberdayaan .................................. 4 2.3. Zakat dan Pemberdayaan Masyarakat Miskin .......................................... 5 2.4. Pengembangan Ekonomi Berbasis Kearifan Lokal .................................... 7 2.5. Konsep Community Based Development (CBD) ....................................... 8 BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELTIAN 3.1. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 10 3.2. Manfaat dan Urgensi Penelitian ............................................................... 10 BAB 1V. METODE PENELITIAN 4.1. Desain Penelitian ....................................................................................... 13 4.2. Jenis, Sumber dan Teknik Pengumpulan Data .......................................... 13 4.3. Pengolahan dan Analisis Data ................................................................... 14 4.4. Prosedur dan Tahapan Penelitian ............................................................. 15 BAB V. HASIL DANLUARAN YANG TELAH DICAPAI 5.1. Deskripsi Gambaran Umum Wilayah Penelitian ....................................... 17 5.2. Produk Unggulan Berbasis Kearifan Lokal ................................................ 20 5.3. Hasil Analisis SWOT ................................................................................... 33 5.4. Hasil Analisis Strategis Komparatif ............................................................ 44 5.4. Rekomendasi ............................................................................................. 51 BAB VI. RENCANA TAHAP BERIKUTNYA ................................................ ..... 53 BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan ................................................................................................ 54 7.2. Saran .......................................................................................................... 54 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 55 LAMPIRAN…………………………….. .......................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemiskinan merupakan fenomena kehidupan manusia yang selalu
mengiringi proses pembangunan dan dianggap sebagai penghambat karena
dampaknya yang cenderung negatif. Indonesia dengan jumlah penduduk muslim
terbesar di dunia memiliki potensi untuk mengatasi kemiskinan melalui kebijakan
fiskal manajemen Zakat, Infak dan Sedekah (ZIS). ZIS menjadi alternatif
mengatasi kemiskinan karena target sasarannya jelas diatur dalam Al-quran, yaitu
fakir miskin. Seyogyanya penyalurannya dapat dikembangkan kearah
pemberdayaan melalui usaha-usaha produktif bukan untuk konsumtif.
Selama ini potensi dan pentingnya zakat sebagai usaha untuk pengentasan
kemiskinan masih di anggap sebelah mata, padahal zakat sesungguhnya memiliki
potensi ekonomi yang sangat besar bagi bangsa Indonesia. Saat ini, dana ZIS yang
berhasil dihimpun baru mencapai lima persenan dari total potensi zakat yang
mencapai 20 triliunan rupiah per-tahun. Kendati ZIS telah dikelola secara
profesional oleh Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) yang ada di Indonesia, sebaran
penerima manfaat dari dana ZIS terkesan tumpang tindih antara satu dengan yang
lain, sebagaimana pengumpulan ZIS yang masih terfokus pada wilayah tertentu.
Menurut Firmansyah (2009: ) pendayagunaan dana zakat selama ini masih
menganut paradigma lama, yaitu dana zakat harus dibagi habis untuk semua
golongan yang ditentukan dan untuk konsumsi sesaat sehingga pendayagunaan
zakat untuk tujuan pemberdayaan ekonomi produktif belum menjadi prioritas
utama. Selanjutnya Pujiono (2009:76-79) menyimpulkan pendistribusi ZIS masih
belum efektif dan kemanfaatan dana ZIS melalui pemberdayaan ekonomi
tergolong masih kurang efisien.
Paradiqma landasan fiqih bahwa zakat dapat didayagunakan dalam
kegiatan ekonomi produktif. Sudah saatnya OPZ mulai mengurangi porsi zakat
konsumtif dan mengoptimalisasikan dan memprioritaskan zakat produktif.
Banyak model dan kebijakan yang dilakukan selama ini tidak efektif dan efisien
dalam mengatasi kemiskinan. Paradigma pembangunan melalui pemberdayaan
(empowerment) merupakan pendekatan yang tepat dalam mengatasi kemiskinan.
Menurut Pujiyono (2009: 52) pemberdayaan adalah proses dan tujuan.
Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperbaiki
kekuasaan dan keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk
individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan,
pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah
perubahan social, yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau
mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya
baik yang bersifat fisik, ekonomis, maupun sosial.
Model pendayagunaan zakat dengan konsep pemberdayaan pada saat ini
menjadi trend di kalangan lembaga-lembaga pengelola zakat dan relevan untuk
menjawab persoalan kemiskinan, misalnya pemberdayaan ZIS dengan pemberian
modal usaha baik dengan sistem pinjaman tanpa bagi hasil (Qardhul Hasan)
maupun dengan sistem bagi hasil. Namun syogyanya program melalui
pendampingan usaha-usaha mikro dengan pemberian zakat produktif berupa dana
bergulir dapat dikembangkan dengan pendekatan “community based
development” atau bahkan “integrated development community (IDC)” agar
efektif dan efisien dalam mengentaskan kemiskinan.
1.2 Perumusan Masalah
Dari berbagai pemaparan di atas dapat dirangkum rumusan permasalahan
dalam rencana penelitian ini, yaitu:
1. Produk-produk unggulan potensial berbasis kearifan lokal apakah yang bisa
dikembangkan oleh masyarakat miskin kota yang ada di provinsi Lampung?
2. Bagaimana model optimalisasi dana zakat yang tepat dalam pemberdayaan
masyarakat miskin kota di provinsi Lampung?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsepsi Zakat.
Zakat berasal dari bahasa arab yaitu zaka yang berarti „suci‟, „baik‟, „berkah‟,
„tumbuh‟, dan „berkembang‟. Sedangkan secara terminology syariat, zakat adalah
sejumlah harta tertentu yang telah mencapai syarat tertentu yang diwajibkan oleh
Allah untuk dikeluarkan dan diberikan kepada orang-orang yang berhak
menerimanya dengan persyaratan tertentu (Hafidhudin, 2002: 13).
Berbagai harta benda yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah hasil pertanian,
perkebunan, peternakan, perikanan, pertambangan, emas, perak, uang, hasil
pendapatan dan jasa, rikaz (barang temuan), perdagangan dan perusahaan, serta
sumber penghasilan lainnya (Undang-undang RI. No.38 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan Zakat). Adapun ashnaf (orang yang berhak menerima zakat) adalah
fakir (orang melarat), orang miskin, amil (pengelola zakat), muallaf (orang yang
baru masuk Islam), gharimin (orang berutang), ibnu sabil (orang yang dalam
perjalanan menuntut ilmu), fi sabillillah (orang yang berjuang di jalan Allah),
riqab (budak) (Q.S. At-Taubah: 60).
Dari sisi konsep, zakat dapat dijadikan instrumen dalam pemberdayaan
ekonomi umat melalui pendayagunaan zakat untuk usaha produktif. Hal ini telah
diatur dalam Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia No. 373 Tahun 2003
pada pasal 28 ayat 2 dan pasal 29, tentang Pelaksanaan Undang-undang No.38
tahun 1999 tentang Pengeloloaan Zakat. Bahkan, pada pasal 30 didalam
keputusan tersebut lebih ditekankan lagi bahwa hasil penerimaan dari Organisasi
Pengumpul Zakat (OPZ) baik berupa infaq, sadakah, hibah, wasiat, waris dan
kafarat didayagunakan tertutama untuk usaha produktif setelah memenuhi syarat
sebagaimana dimaksud dalam pasal 29. Namun kenyataannya, dana Zakat Infaq
dan Sedekah (ZIS) belum berperan secara optimal dalam menanggulangi
kemiskinan sebagaimana yang diharapkan.
2.2. Kemiskinan dan Program Pemberdayaan.
Kemiskinan dapat dilihat dari berbagai aspek, Bank Dunia menetapkan
kemiskinan dari segi pendapatan, yaitu yang tergolong miskin adalah mereka yang
memiliki pendapatan kurang dari $2 perhari (Todaro, 2002). Bank Dunia pun
melakukan pendekatan relatif untuk melihat penduduk miskin, yaitu diarahkan
pada 40 persen lapisan penduduk terbawah dari total penduduk suatu negara.
Sedangkan kemiskinan menurut Bank Pembangunan Asia (Asian Development
Bank) adalah kekurangan aset-aset penting dan kesempatan yang menjadi hak
setiap manusia. Indikator-indikator untuk mengukur kemiskinan, yaitu pendidikan
dasar, kesehatan, gizi, air, sanitasi, pendapatan, pekerjaan, dan upah. Selain itu
ada juga indikator yang bersifat intangibles (tidak tampak), antara lain rasa
ketidakberdayaan dan kurangnya kebebasan dalam berpartisipasi. Kemiskinan
dapat dilihat dari dua besaran, yaitu absolut dan relatif. Kemiskinan absolut adalah
tingkat kemiskinan di bawah batas minimum kebutuhan untuk bertahan hidup atau
biasa diukur dengan kalori yang diperlukan ditambah dengan komponen-
komponen penting lainnya yang bukan makanan. Sementara kemiskinan relatif
biasanya didefinisikan dalam hubungannya dengan beberapa rasio garis
kemiskinan absolut atau sebagai porsi dari rata-rata pendapatan nasional (Susanto,
2006).
Ketentuan BPS (1994) menyatakan bahwa seseorang akan berada dibawah
garis kemiskinan dilihat dari besarnya rupiah yang dibelanjakan perkapita
perbulan untuk memenuhi kebutuhan minimum makanan dan bukan makanan
(rumah, sandang, aneka barang dan jasa). Seorang akan berada dibawah garis
kemiskinan apabila konsumsi perhari kurang dari 2100 kalori.
Berbagai kebijakan yang telah dilakukan melalui berbagai program/proyek
dirasakan belum berdampak signifikan. Hasil bantuan program/proyek tidak
memberikan luaran yang mampu mengatasi kemiskinan. Menurut Pujiono (2009:
50) kegagalan tersebut pada dasarnya menunjukan bahwa program/proyek yang
selama ini tidak efektif dan tidak efisien dalam mengatasi kemiskinan. Penyebab
kegagalan tersebut tidak lain karena kemiskinan itu sendiri disebabkan oleh
kegagalan konseptual dan bukan kurangnya kapabalitas di pihak rakyat (Yunus,
2006). Oleh sebab itu , harus ada pembangunan secara konsisten dan menyeluruh
agar tepat sasaran dan mencapai hasil yang optimal.
Salah satu upaya mengatasi kemiskinan adalah melalui upaya pengembangan
kapasitas kelompok miskin. Konsep ini erat kaitannya dengan konsep
pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat adalah suatu proses dimana
masyarakat terutama mereka yang miskin sumber daya, kaum perempuan, dan
kelompok yang terabaikan lainnya, didukung agar mampu meningkatkan
kesejahteraannya secara mandiri. Proses pemberdayaan masyarakat bertitik tolak
untuk memandirikan masyarakat agar dapat meningkatkan taraf hidupnya,
mengoptimalkan sumber daya setempat sebaik mungkin, baik sumber daya alam
maupun sumber daya manusia. (Masyarakat Mandiri, 2007)
2.3. Zakat dan Pemberdayaan Masyarakat Miskin.
Model pendayagunaan zakat untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat
miskin adalah program pemanfaatan dana zakat untuk mendorong mustahik
mampu memiliki usaha mandiri. Program tersebut diwujudkan dalam bentuk
pengembangan modal usaha mikro yang sudah ada atau perintisan usaha mikro
baru yang prospektif (Kholiq, 2012: 46).
Pasal 16 ayat (1) dan (2) UU No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat,
secara eksplisit dinyatakan bahwa pendayagunaan zakat adalah untuk memenuhi
kebutuhan hidup para mustahiq sesuai dengan ketentuan agama (delapan ashnaf)
dan dapat dimanfaatkan untuk usaha produktif. Secara lebih spesifik, dalam
Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 373 Tahun 20035 pasal 28 ayat (2)
dijelaskan bahwa pendayagunaan zakat untuk usaha produktif dilakukan apabila
zakat sudah dapat memenuhi kebutuhan hidup para mustahiq dan ternyata masih
terdapat kelebihan. Jadi, ZIS, terutama infaq dan shadaqah, dapat dimanfaatkan
untuk usaha produktif apabila terdapat usaha-usaha nyata yang berpeluang
menguntungkan.
Secara garis besar, dana ZIS dapat didistribusikan pada dua jenis kegiatan,
yaitu kegiatan-kegiatan yang bersifat konsumtif dan produktif (Nasution et al.,
2008). Kegiatan konsumtif adalah kegiatan yang berupa bantuan sesaat untuk
menyelesaikan masalah yang sifatnya mendesak dan langsung habis setelah
bantuan tersebut digunakan (jangka pendek). Sedangkan, kegiatan produktif
adalah pemberian bantuan yang diperuntukkan bagi kegiatan usaha produktif
sehingga dapat memberikan dampak jangka menengah-panjang bagi para
mustahiq
Menurut Antonio (2001), pembiayaan produktif adalah pembiayaan yang
ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk
peningkatan usaha, baik usaha produksi, perdagangan maupun investasi.
Berdasarkan jenis keperluannya, pembiayaan produktif dibagi menjadi dua, yaitu:
a) Pembiayaan modal kerja, yang merupakan pembiayaan untuk memenuhi
kebutuhan peningkatan produksi secara kuantitatif (jumlah hasil produksi)
dan kualitatif (peningkatan kualitas atau mutu hasil produksi) serta untuk
keperluan perdagangan atau peningkatan utility of place dari suatu barang.
b) Pembiayaan investasi, yang merupakan pembiayaan untuk memenuhi
kebutuhan barang-barang modal (capital goods). serta fasilitas-fasilitas
yang erat kaitannya dengan investasi.
Menurut Sunartiningsih (2004), pemberdayaan masyarakat diartikan sebagai
upaya untuk membantu masyarakat dalam mengembangkan kemampuan sendiri
sehingga bebas dan mampu untuk mengatasi masalah dan mengambil keputusan
secara mandiri. Dengan demikian pemberdayaan masyarakat ditujukan untuk
mendorong terciptanya kekuatan dan kemampuan lembaga masyarakat untuk
secara mandiri mampu mengelola dirinya sendiri berdasarkan kebutuhan
masyarakat itu sendiri, serta mampu mengatasi tantangan persoalan di masa yang
akan datang.
Ada beberapa indikator keberhasilan program pemberdayaan menurut
Sumodiningrat (1999), yaitu :
a) Merkurangnya jumlah penduduk miskin;
b) Merkembangnya usaha peningkatan pendapatan yang dilakukan oleh
penduduk miskin dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia;
c) Meningkatnya kepedulian masyarakat terhadap upaya peningkatan
kesejahteraan keluarga miskin di lingkungannya;
d) Meningkatkan kemandirian kelompok yang ditandai dengan makin
berkembangnya usaha produktif anggota dan kelompok, makin kuatnya
permodalan kelompok, makin rapinya sistem administrasi kelompok, serta
makin luasnya interaksi kelompok dengan kelompok lain di dalam
masyarakat;
e) Meningkatnya kapasitas masyarakat dan pemerataan pendapatan yang
ditandai oleh peningkatan pendapatan keluarga miskin yang mampu
memenuhi kebutuhan pokok dan kebutuhan sosial dasarnya.
2.4. Pengembangan Ekonomi Berbasis Kearifan Lokal.
Kearifan lokal merupakan prilaku manusia dalam berhubungan dengan alam
dan lingkungan sekitarnya yang dapat bersumber dari nilai-nilai agama, adat-
istiadat setempat, dan budaya setempat yang terbangun secara alamiah dalam
suatu komunitas masyarakat untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitar.
Perilaku ini berkembang menjadi suatu kebudayaan di suatu daerah dan akan
berkembang secara turun temurun ( Petrasa, 2008).
Menurut Sukmana (2010: 62) pengembangan ekonomi lokal merupakan
proses dimana pemerintah daerah dan/atau kelompok berbasis komunitas
mengelola sumber daya yang ada dan masuk kepada penataan kemitraan baru
dengan sktor swasta, atau di antara mereka sendiri, untuk menciptakan pekerjaan
baru dan merangsang kegiatan ekonomi wilayah. Selanjutnya Kisroh (2007)
pengembangan ekonomi berbasis kearifan lokal merupakan konsep pembangunan
yang mendasarkan pada pendayagunaan sumber daya local yang ada pada
masyarakat, baik sumber daya manusia, sumber daya alam, dan sumber daya
kelembagaan.
Setiap komunitas mempunyai kondisi potensi lokal yang unik yang dapat
membantu atau menghambat pengembangan ekonominya. Atribut-atribut lokal
ini akan membentuk benih, yang dari situ strategi pengembangan ekonomi lokal
dapat tumbuh memperbaiki daya saing lokal. Untuk membangun daya saing tiap
komunitas perlu memahami dan bertinak atas dasar kekuatan, kelemahan,
peluang dan ancaman untuk membuat daerahnya menarik bagi kegiatan bisnis,
kehadiran pekerja dan lembaga yang menunjang.
Dalam mencapai tujuan tersebut, pemerintah daerah dan pelaku usaha harus
secara besama-sama mengambil inisiatif dalam pengembangan ekonomi lokal
yang dapat dialkukan melalui forum kemitraan. Dalam kasus ini, OPZ yang
melakukan program pemberdayaan hendaknya sudah mempertimbangkan aspek-
aspek lokal masyarakat tersebut tinggal.
2.5 Konsep Community Based Development (CBD).
Pendekatan Pembangunan Berbasis Masyarakat (Community Based
Development) adalah metode pendekatan yang melibatkan masayarakat/komunitas
didalam pembangunan. Didalam pembangunan ini melibatkan berbagai unsur-
unsur yang lebih luas diantaranya adalah sosial, budaya, ekonomi
hingga peraturan/kepranataan dan lingkungan (Hidayat dan Darwin, 2011). Sifat
dari pendekatan CBD ini adalah proses pembangunan mulai dari tahap
idea/gagasan, perencanaan, pembuatan program kegiatan,
penyusunan anggaran/biaya, pengadaan sumber-sumber hingga pelaksanaan di
lapangan lebih menekankan kepada keinginan atau kebutuhan yang nyata ada (the
real needs of community) dalam kelompok masyarakatnya
Menurut Hidayat dan Darwin (2001) prinsip dasar dari konsep CBD adalah:
a) Diperlukan tingkat break-even dalam setiap kediaman yang dikelolah melalui
program CBD. Tujuannya adalah agar kegiatan yang dikelolah mampu
dilestarikan atau dikembangkan.
b) Konsep CBD selalu melibatkan partisipasi masyarakat yang meliputi
perencanaan maupun pelaksanaan program.
c) Antara kegiatan pelatihan dan pengembangan usaha merupakan satu kesatuan
yang tidak terpisahkan.
d) Implementasi CBD harus memaksimalkan sumberdaya yang ada, khususnya
masalah pendanaan.
e) Organisasi CBD harus memposisikan diri sebagai “perantara” yang dapat
yang menghubungkan antara kepentingan pemerintah dengan kepentingan
masyarakat yang bersifat mikro.
2.6 Roadmap Penelitian.
Berikut trade recod peneliti dan rencana penelitian yang akan dilaksanakan
kedepan dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 2.1. Roadmap Penelitian
BAB III
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
3.1. Tujuan penelitian
Dari rumusan permasalahan yang dipaparkan di atas maka tujuan khusus
dalam rencana penelitian ini, yaitu :
a. Mengidentifikasi produk-produk unggulan potensial berbasis kearifan
lokal yang bisa dikembangkan oleh masyarakat miskin kota yang ada di
provinsi Lampung (tahun kedua) ;
b. Merekontruksi bentuk model optimalisasi dana zakat yang tepat dalam
pemberdayaan masyarakat miskin kota di provinsi Lampung (tahun
kedua).
3.2 Manfaat dan Pentingnya Penelitian
Pada pasal 34 ayat 1 UUD 1945 disebutkan bahwa “fakir miskin dan anak
terlantar dipelihara oleh Negara”. Secara tidak langsung dapat
dikatakan bahwa semua orang miskin dan anak terlantar pada
prinsipnya dipelihara oleh negara, tetapi pada kenyataannya tidak semua orang
miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara. Masalah kemiskinan adalah
salah satu potret kelabu dalam pemulihan perekonomian nasional pasca krisis
1997. Terlepas dari pertumbuhan ekonomi yang mengalami kenaikan signifikan,
kemiskinan masih menjadi salah satu masalah besar yang menjadi pekerjaan
rumah bangsa ini.
Telah banyak gerakan nasional penanggulangan kemiskinan melalui
program-program pengentasan kemiskinan yang telah diluncurkan, namun belum
mampu menuntaskan persoalan ini bahkan kemiskinan cenderung meningkat
setiap tahunnya. Permasalahan kemiskinan cukup kompleks dan membutuhkan
intervensi semua pihak secara bersama dan terkoordinasi. Penanganannya selama
ini cenderung parsial dan tidak berkelanjutan. Selain itu peran dunia usaha dan
masyarakat pada umumnya juga belum optimal.
Islam pada dasarnya memiliki program mengatasi kemiskinan yang telah
teruji di zaman rosullah dan para sahabatnya melalui dana sosial mandiri berupa
zakat, infak dan sedekah (ZIS). Indonesia dengan jumlah penduduk muslim
terbesar di dunia memilki potensi ZIS yang besar , bukan tidak mungkin mampu
menjadi alternatif kebijakan pengentasan kemiskinan. Jika ZIS dikelolah secara
maksimal dengan target yang jelas, yaitu fakir miskin maka ZIS akan efektif
mengatasi kemiskinan. ZIS juga akan menjadi lebih efisien jika penyalurannya
dikembangkan melalui usaha produktif.
Lembaga-lembaga amil zakat menjalankan program pendayagunaan zakat
untuk penanggulangan masalah kemiskinan dengan logikanya sendiri. Hal
tersebut dilakukan mulai dari perencanaan sampai pelaksanaan program masing-
masing. Selain itu pemerintah dalam melakukan program pemberantaskan
kemiskinan juga berdasarkan dengan logikanya sendiri. Sehingga model-model
pemberdayaan dana zakat terhadap masyarakat miskin kota yang terjadi berbeda-
beda pula, dengan keunggulan dan kelemahan masing-masing. Peneliti
berpendapat bahwa program melalui pendampingan usaha-usaha mikro dengan
pemberian zakat produktif berupa dana bergulir yang sudah ada seyogyanya dapat
dikembangkan dengan pendekatan “Community Based Development” atau bahkan
“Integrated Development Community (IDC)” agar efektif dan efisien dalam
mengentaskan kemiskinan
Beraneka ragamnya model-model pemberdayaan yang telah dilakuan OPZ
selama ini, menarik perhatian peneliti untuk melihat secara mendalam dan
berupaya melakukan analisis serta komparasi model sehingga menemukan model
yang tepat di Provinsi Lampung. Penelitian ini juga akan mencari produk
unggulan berbasis kearifan lokal yang dapat dikembangkan oleh masyarakat
miskin kota yang akan memperoleh dana zakat produktif tersebut.
Terget temuan/luaran riel yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1) Terdeskripsinya produk-produk unggulan berbasis kearifan lokal di
Provinsi Lampung.
2) Tersusunnya Prototipe model optimalisasi dana zakat dalam
pemberdayaan masyarakat miskin kota berbasis kearifan lokal di Provinsi
Lampung.
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Desain Penelitian.
Penelitian ini merupakan penelitian naturalistik, dengan pendekatan
kualitatif- deskriptif yaitu suatu model penelitian yang berusaha untuk membuat
gambaran/paparan dan menggali secara cermat serta mendalam tentang fenomena
sosial tertentu tanpa melakukan intervensi dan hipotesis. Ruang lingkup penelitian
ini meliputi dua segi, segi kewilayahan dan segi substansi (isi). Dari segi
kewilayahan, penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kota Bandar Lampung dan
Kota Metro. Adapun sasaran penelitian meliputi Badan Amil Zakat (BAZ),
Lembaga Amil Zakat (LAZ) atau lembaga amil zakat yang melaksanakan
kegiatan pemberdayaan di Kedua Kota tersebut. Penentuan sampel penelitian
dengan menggunakan teknik purposive-sampling.
Tabel 4.1. Organisasi Pengelolah Zakat (OPZ)
No Representasi Klasifikasi
Organisasi Amil Sasaran
1. Pemerintah BAZ BAZ Provinsi
Lampung dan
BAZ Kota Metro
2. LSM/Ormas
Keagamaan/Organisasi Sosial
LAZ Lampung Peduli,
Rumah Zakat
Lampung dan
PKPU Lampung
3. Lembaga Keagamaan Masjid Amil Masjid BAZI Masjid Al-
Forqon
4.2. Jenis, Sumber dan Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, jenis data yang akan digunakan adalah data primer dan
data sekunder. Metode pengumpulan data secara variatif menggunakan beberapa
teknik, tergantung pada data yang dikehendaki dan sumber data.
Data primer akan dikumpulkan melalui Survey diperdalam dengan Focus
Group Discussion (FGD) dan wawancara mendalam (indepth interview). FGD
Akan dilakukan dengan BAZ Kota Bandar Lampung dan BAZ Kota Metro. FGD
akan dilakukan juga dengan LAZ-LAZ yang ada di kedua Kota tersebut.
Wawancara mendalam dilakukan dengan Pemkab, Kandep Agama, ulama, tokoh
masyarakat, muzakki, mustahik, dan amil lainnya.
Selain data primer, penelitian ini juga menggunakan data sekunder yang
didapat dari hasil publikasi, baik dari instansi pemerintah (BPS, Dinas Sosial,
Kantor Departemen Agama dan lain-lain), BAZDA, LAZ, buku, jurnal dan situs
internet.
4.3. Pengolahan dan Analisis Data
Data primer diolah dengan cara membuat transkrip dari hasil Focus Group
Discussion (FGD) dan wawancara mendalam dengan para nara sumber.
Sedangkan data sekunder diolah dengan program Excel untuk mendapatkan trend
dan pertumbuhan. Untuk mendesain rekonstruksi model yang tepat dilakukan
analis komparatif, dengan menggunakan model komparatif tersebut diharapkan
akan dapat diketahui nilai-nilai keunikan dan keunggulan masing-masing model
pemberdayaan zakat untuk orang miskin yang dilakukan oleh badan-badan amil
zakat tersebut.
Hasil pengolahan data dianalisis dengan metode deskriptif kualitatif dan
kuantitatif serta analis SWOT. Analisa SWOT adalah identifikasi berbagai faktor
secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisa ini didasarkan
pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strenggths) dan peluang
(Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan
(Weaknesses) dan ancaman (Threats). Proses pengambilan keputusan strategis
selalu berkaitan dengan pengembangan misi,tujuan,strategi, dan kebijakan
perusahaan. Dengan demikian perencana strategis (strategic planner) harus
menganalisa faktor-faktor strategis perusahaan (kekuatan, kelemahan,peluang dan
ancaman) dalam kondisi yang ada saat ini. Hal ini disebut dengan Analisis Situasi.
Model yang paling populer untuk analisis situasi adalah Analisis SWOT
(Rangkuti, 1997).
4.4. Prosedur dan Tahapan Penelitian.
Adapun fokus tahapan kegiatan penelitian ini dapat di lihat pada paparan
berikut ini :
a. Tahapan Identifikasi Produk Unggulan (Tahun Kedua) : Penyusunan
produk unggulan diawali dengan pemilihan sejumlah komuditas tertinggi
pada hasil baseline survey economy (BSE) Bank Indonesia satu tahun
terakhir. Tahap berikutnya mengidentifikasikan produk yang memang
berasal dari daerah tersebut dan merupakan produk unggulan daerah
berdasarkan kontribusinya bagi pendapatan daerah. Alat ukur utama
adalah dengan memperhatikan PDRB terakhir dan subsektor dominannya.
Penggabungan data antara hasil identifikasi BSE dan agregat
sektor/subsektornya yang terdapat pada data PDRB. Setelah teridentifikasi
produk unggulan daerah maka bahan informasi ini kemudian didiskusikan
dengan stakeholder setempat. Stakeholder daerah akan menyebutkan
berbagai produk yang dianggap sebagai unggulan. Dengan persepsi dan
preferensi masing-masing, para stakeholder ini juga diminta untuk
membandingkan keunggulan urutan produk unggulan daerah berdasarkan
persepsi keunggulan stakeholder setempat.
b. Tahapan Rekonstruksi Model (Tahun Kedua) : pada tahap ini data yang
diperoleh pada tahap pertama (tahun pertama) diolah dan dikomparasikan
serta dianalisis menggunakan SWOT, sehingga diperoleh sebuah prototipe
model yang dikehendaki.
Tahapan-tahapan yang direncanakan dalam kegiatan penelitian nantinya
dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 4.2. Matriks Rencana Tahapan Kegiatan Penelitian
No Bentuk
Kegiatan
Pengolahan/ Alat
Analisis
Periode
Tahun
Luaran (output)
1 Tahapan
Identifikasi
Produk
Unggulan
- identifikasi BSE dan
agregat
sektor/subsektornya
- Analisis deskriptif-
kualitaif-interpretatif
dengan uraian analisis
bersifat induktif
Tahun II Deskripsi produk-produk
unggulan berbasis kearifan
lokal di Provinsi Lampung
2 Tahapan
Rekonstruksi
Model
Analis komparatif serta analis
SWOT
Tahun II Prototipe model
optimalisasi dana zakat
dalam pemberdayaan
masyarakat miskin kota
berbasis kearifan lokal di
Provinsi Lampung
BAB V
HASIL DAN LUARAN YANG TELAH DICAPAI
5.1. Deskripsi Gambaran Umum Wilayah Penelitian.
a) Kota Bandar Lampung.
Kota Bandar Lampung secara geografis terletak antara 5°20‟ - 5°30‟ Lintang
Selatan dan 105°28‟ - 105°37‟ Bujur Timur, dengan batas-batas wilayah sebagai
berikut :
Sebelah utara : Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan
Sebelah selatan : Teluk Lampung
Sebelah barat : Kabupaten Pesawaran
Sebelah timur : Kabupaten Lampung Selatan
Kota Bandar Lampung memiliki luas wilayah 197,22 km2 yang terdiri dari 13
kecamatan dan 98 kelurahan. Terletak pada ketinggian 0 sampai 700 meter di atas
permukaan laut. Luas wilayah yang memiliki topografi datar hingga landai
meliputi 60% total wilayah, landai hingga miring meliputi 35% total wilayah dan
sangat miring hingga curam meliputi 4% total wilayah. Sebagian wilayah Kota
Bandar Lampung merupakan perbukitan yang diantaranya bernama Gunung
Kunyit, Gunung Kelutum, Gunung Banten, Gunung Kucing, dan Gunung Kapuk.
Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Fergusson (1951) iklim Bandar Lampung
tergolong tipe A, sedangkan menurut zone agroklimat Oldeman (1978) tergolong
Zone D3 yang berarti lembab sepanjang tahun. Curah hujan berkisar antara 2.257
– 2.454 mm/tahun. Jumlah hari hujan 76-166 hari/tahun. Kelembaban udara
berkisar 60-85%, dan suhu udara 23-37 °C. Kecepatan angin berkisar 2,78-3,80
knot dengan arah dominan dari Barat (Nopember- Januari), Utara (Maret-Mei),
Timur (Juni-Agustus), dan Selatan (September-Oktober). Parameter iklim yang
sangat relevan untuk perencanaan wilayah perkotaan adalah curah hujan
maksimum, karena terkait langsung dengan kejadian banjir dan desain sistem
drainase. Berdasarkan data selama 14 tahun yang tercatat di stasiun klimatologi
Pahoman dan Sumur Putri (Kecamatan Teluk Betung Utara) dan Sukamaju
Kubang (Kecamatan Panjang), curah hujan maksimum terjadi antara bulan
Desember sampai dengan April dan dapat mencapai 185 mm/hari.
Data BPS 2015 penduduk Bandar Lampung berjumlah 979.287 jiwa dengan
sex ratio 102, yang berarti jumlah penduduk laki-laki lebih banyak daripada
penduduk perempuan. Pertumbuhan penduduk Kota Bandar Lampung pada tahun
2014 -2015 adalah 1,94%.
Berdasarkan data Dinas Pertanian, Peternakan, dan Kehutanan terdapat 716
ha tanah kering yang tidak diusahakan. Pada tahun 2010 terdapat beberapa
tanaman pangan yang mengalami penurunan produksi, antara lain ubi kayu, ubi
jalar, jagung, dan kacang tanah. Sedangkan tanaman pangan lainnya mengalami
kenaikan produksi yaitu padi sawah dan padi ladang. Tutupan lahan di Kota
Bandar Lampung secara eksisting sampai saat ini secara garis besar terdiri dari
kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kegiatan reklamasi pantai di Kota
Bandar Lampung secara eksisting juga telah menambah luas daratan Kota Bandar
Lampung jika pada tahun 2013 luas Kota Bandar Lampung hanya 19.218 ha,
maka saat ini akibat adanya kegiatan tersebut luas Kota Bandar Lampung sudah
berjumlah 19.722 ha. Komoditi unggulan Kota Bandar yaitu sektor perkebunan,
pertanian dan jasa. Sektor Perkebunan komoditi unggulannya adalah kakao, kopi,
kelapa dan cengkeh. sub sektor pertanian komoditi yang diunggulkan berupa
jagung dan ubi kayu. Sub sektor jasa yaitu pariwisata.
b) Kota Metro
Kota Metro secara geografis terletak pada 105o17‟-105o19‟ Bujur Timur dan
5o6‟-5o8‟ Lintang Selatan, berjarak 45 km dari Kota Bandar Lampung (Ibukota
Provinsi Lampung). Wilayah Kota Metro relatif datar dengan ketinggian antara
30-60 m diatas permukaan air laut. Beriklim hujan humid tropis. Suhu udara
berkisar antara 260-280C, kelembaban udara rata-rata 80-88% dan curah hujan
per-tahun antara 2,264 mm - 2,868 mm. Bulan hujan berkisar antara September
sampai Mei. Kota Metro memiliki Luas wilayah 68,74 km2 atau 6.874 ha, dengan
jumlah penduduk 150.950 jiwa yang tersebar dalam 5 wilayah kecamatan dan 22
kelurahan dengan batas wilayah:
Sebelah Utara : Kabupaten Lampung Timur.
Sebelah Timur : Kabupaten Lampung Timur.
Sebelah Selatan : Kabupaten Lampung Timur
Sebelah Barat : Kabupaten Lampung Tengah.
Topografi Kota Metro berupa daerah dataran aluvial. Ketinggian daerah ini
berkisar antara 25 meter sampai 75 meter dari permukaan laut, dan dengan
kemiringan 0 % sampai 3% atau dengan kemiringan wilayah <6°, tekstur tanah
lempung dan liat berdebu, berstruktur granular serta jenis tanah podzolik merah
kuning dan sedikit berlapis. Sedangkan secara geologis, wilayah Kota Metro di
dominasi oleh batuan endapan gunung berapi jenis QW.
Jumlah penduduk Kota Metro pada tahun 2015 mencapai 158.415 jiwa.
Angka ini terus meningkat dan pada tahun 2016 diperkirakan naik menjadi
147.050 jiwa, dengan tingkat pertumbuhan penduduk yaitu 1,09% selama periode
2010-2011. Kota Metro dengan luas wilayah sekitar 68.74 km2, setiap km2
didiami penduduk sebanyak 2.139 jiwa dan dengan rata-rata 4 jiwa per rumah
tangga pada tahun 2015. Secara umum jumlah penduduk laki-laki lebih banyak
jika dibandingkan dengan jumlah perempuan tetapi perlu diketahui bahwa jumlah
penduduk laki-laki hampir sama dengan jumlah penduduk perempuan pada tahun
2014-2015. Hal ini dilihat dari sex ratio, pada tahun 2014-2015, untuk setiap 100
penduduk perempuan terdapat 101 penduduk laki-laki.
Kota Metro direncanakan sebagai pusat pengadaan benih padi untuk wilayah
Kota Metro dan sekitarnya. Sektor perternakan dan perikanan juga cukup
berkembang, diantaranya ternak sapi, kambing, ayam buras, ras pedaging, ras
petelur, dan itik, dan lainnya. Berbagai jenis ikan yang dikembangkan yaitu ikan
lele, patin, gurame, ikan mas dan ikan nila. Satu hal yang cukup membanggakan,
Kota Metro ditetapkan sebagai centra lele untuk wilayah Provinsi Lampung.
5.2. Produk Unggulan Berbasis Kearifan Lokal.
Produk unggulan daerah dilakukan dengan dengan pemilihan sejumlah
komuditas tertinggi pada hasil baseline survey economy (BSE) Bank Indonesia
satu tahun terakhir menggunakan metode AHP. Analisis dengan metode AHP
menghasilkan nilai skor terbobot setiap kandidat KPJu unggulan untuk setiap
kabupaten/kota per sektor ekonomi. KPJu unggulan kabupaten/kota ditetapkan 5
(lima) KPJu untuk setiap sektor/subsektor yang memiliki skor terbobot tertinggi.
Berdasarkan hasil identifikasi KPJu unggulan setiap sektor/subsektor, nilai skor
masing-masing KPJu unggulan dan tingkat kepentingan sektor/subsektor ekonomi
untuk KPJu yang bersangkutan ditetapkan KPJu unggulan lintas sektor tingkat
kabupaten/kota. Metode yang digunakan adalah metode Bayes.
Proses penentuan KPJu tingkat kabupaten/kota dilaksanakan melalui Focus
Group Discussion (FGD) dengan nara sumber pejabat pemerintah daerah,
dinas/instansi terkait dan perbankan. Tahap ini dimaksudkan sebagai tahapan
konfirmasi kepada pejabat pemerintah daerah, dinas/instansi terkait dan
perbankan terhadap hasil KPJu unggulan per sektor/subsektor dan lintas sektor
yang telah diperoleh pada tahap pertama, serta hasil pelaksanaan penelitian
tingkat kecamatan dan kabupaten/kota, dengan menggunakan metode AHP untuk
11 kriteria, yaitu :
a) Tenaga kerja terampil yang dibutuhkan (Skilled);
b) Bahan baku;
c) Modal;
d) Sarana produksi/usaha;
e) Teknologi;
f) Sosial budaya;
g) Manajemen usaha;
h) Ketersediaan pasar;
i) Harga;
j) Penyerapan tenaga kerja; dan
k) Sumbangan terhadap perekonomian.
Berikut hasil baseline survey economy (BSE) BI terhadap produk unggulan
menggunakan analis AHP yang dimiliki oleh Kota Bandar Lampung dan Kota
Metro:
a. Kota Bandar Lampung.
Berdasarkan hasil analisis AHP menghasilkan skor terbobot setiap sektor
ekonomi untuk setiap tujuan penetapan Komuditas/Produk/Jenis Usaha
(KPJu) unggulan, serta skor terbobot total/gabungan dari masing-masing
sektor usaha seperti disajikan pada Tabel 5.1. Pada tabel dapat dilihat bahwa
bobot atau prioritas tertinggi untuk mencapai tujuan pertumbuhan ekonomi,
adalah sektor perdagangan tujuan penciptaan lapangan kerja adalah sektor
jasa dan tujuan daya saing daerah dalam rangka penetapan KPJu unggulan di
Kota Bandar Lampung adalah subsektor perikanan. Dengan memperhatikan
bobot kepentingan dari masing-masing tujuan, secara keseluruhan dalam
rangka mencapai tujuan penetapan KPJu unggulan UMKM maka sektor
usaha perdagangan merupakan prioritas pertama. Sektor/subsektor usaha
lain berdasarkan tingkat kepentingannya berturut-turut adalah perdagangan,
jasa, tanaman pangan, perindustrian, perikanan, pariwisata, transportasi,
perkebunan, peternakan, dan penggalian.
Tabel 5.1.
Peringkat Produk Unggulan Sektor Ekonomi menurut aspek tujuan dan
urutan dan kepentingannya dalam rangka penetapan KPJu unggulan di
Kota Bandar Lampung.
Sumber: Bank Indonesia
Jika dilihat dari kontribusi sub sektor terhadap PDRB, perekonomian Kota
Bandar Lampung masih bertumpu pada sektor sekunder dan tersier, yang
merupakan ciri dari wilayah perkotaan. Sektor Industri pengolahan masih
menjadi leading sector perekonomian Kota Bandar Lampung di tahun 2015
dengan kontribusi sebesar 22,24%, diikuti oleh sektor pengangkutan dan
komunikasi, sektor keuangan persewaan dan jasa perusahaan serta sektor
perdagangan, hotel dan restoran. Adapun kontribusi masing-masing sektor
tersebut adalah 20,70%; 17,22%; dan 13,34%.
Kota Bandar Lampung merupakan kota terbesar di Provinsi Lampung.
Perekonomiannya yang maju dan berkembang pesat, disumbangkan oleh
peranan signifikan sektor industri pengolahan. Secara kuantitas, jumlah
industri di Bandar Lampung sangat banyak dan beraneka ragam, mulai dari
industri makanan, barang-barang plastik, pengepakan, olahan kayu, hingga
industri alat-alat/mesin, baik industri kecil dan rumah tangga hingga industri
bersekala besar.
Nilai tambah yang dihasilkan sektor ini sangat besar sehingga kontribusinya
terhadap nilai PDRB cukup tinggi. Selain sektor industri pengolahan, sektor
pengangkutan dan komunikasi beberapa tahun terakhir juga menunjukkan
perkembangan yang sangat berarti dilihat dari nilai tambah yang cenderung
meningkat dihasilkan oleh sektor ini terhadap nilai PDRB. Berikut tabel 5.2.
urutan lima besar rangking dan skor-bobot masing-masing sektor/subsektor
usaha yang ada di Kota Bandar Lampung :
Tabel 5.2.
Rangking dan Skor-Bobot KPJu Per Sektor Usaha di Kota Bandar Lampung
Sumber: Data diolah 2016
Berdasarkan hasil analisis, diperoleh 10 (sepuluh) KPJu unggulan lintas
sektor berdasarkan urutan nilai skor terbobot KPJu yang bersangkutan, seperti
disajikan pada Tabel 5.3. Pada Tabel 5.3 dapat dilihat bahwa dari 5 (lima)
KPJu unggulan lintas sektor usaha industri krupuk kripik dan peyek, padi
sawah, sayuran cabai, jasa pendidikan dan kesehatan. Hasil lengkap berupa
rangking atau urutan KPJu unggulan lintas sektor usaha berdasarkan nilai
skor terbobot masing-masing KPJu dapat dilihat pada Tabel 5.3.
Tabel 5.3.
Sepuluh KPJu Lintas Sektor yang Memiliki Nilai Skor Bobot Tertinggi
Sebagai KPJu Unggulan Lintas Sektor di Kota Bandar Lampung
Sumber: Data diolah 2016
Apabila ditelaah lebih lanjut dari 10 KPJu unggulan lintas sektor di Kota
Bandar Lampung, maka berdasarkan sektornya adalah 2 komoditi pada
subsektor perdagangan, perindustrian dan jasa dan 1 komoditi masing-masing
pada kelompok sayuran, buah dan sektor pariwisata. Bila dilihat dari
komposisi KPJu unggulan lintas sektor tersebut, menunjukkan bahwa
orientasi kegiatan ekonomi di Kota Bandar Lampung masih berbasis pada
sektor perdagangan, jasa dan perindustrian.
Sektor jasa khususnya jasa pendidikan merupakan KPJu unggulan lintas
sektor di Kota Bandar Lampung. Berdasarkan hasil survai dan analisis,
permasalahan yang ada antara lain adalah bahan baku dan modal. Salah satu
solusi yang dapat dilakukan antara lain adalah melalui pelaksanaan program
penyaluran kredit bunga rendah untuk UMKM bidang jasa pendidikan dan
dan diiringi dengan bantuan pengembangan sarana prasarana tempat kursus.
Selain itu program PKBL (Program kemitraan dan Bina Lingkungan) dari
pihak BUMN juga disarankan untuk diakses dlam rangka mendukung
UMKM bidang jasa pendidikan. Program Kemitraan diperuntukkan untuk
kredit bunga rendah dan bergulir, sementara program Bina Lingkungan dapat
berupa pembangunan sarana parasaran pendidikan yang dapat dilakukan
secara hibah tergantung kebijakan ataupun peratutan dari BUMN yang
terlibat.
Kedudukan kpju unggulan lintas sektor di kota bandar lampung berdasarkan
hasil penilaian terhadap faktor-faktor prospek dan potensi saat ini, pada skala
penilaian prospek cukup baik (skor 3) sampai dengan sangat baik (skor 5),
skala penilaian potensi sedang (skor 3) sampai dengan sangat tinggi (skor 5)
dapat dilihat pada Tabel 5.4.
Tabel 5.4.
Kedudukan KPJu Unggulan Lintas Sektor di Kota Bandar Lampung
Sumber: Data diolah 2016
Seperti dapat dilihat pada tabel 5.4 di bawah, ditinjau dari aspek prospek,
maka sektor jasa yaitu jasa pendidikan dan kesehatan serta industri kerupuk
keripik dan peyek merupakan KPJu unggulan lintas sektoral yang mempunyai
prospek sangat baik, KPJu unggulan yang mempunyai prospek baik adalah
industri kain tenun ikat, toko barang elektronik, toko kelontong dan hotel
berbintang, KPJu unggulan yang mempunyai prospek cukup baik adalah
budidaya padi sawah, cabai dan nanas ketiga KPJu tersebut mempunyai
potensi saat ini yang sedang. KPJu jasa kesehatan, pendidikan dan industri
krupuk, kripik dan peyek saat ini potensinya sangat baik dan ke lima KPJu
unggulan lintas sektoral yang lain mempunyai potensi saat ini yang Tinggi,
sedangkan tiga KPJu lainya memiliki portensi yang sedang.
b. Kota Metro.
Berdasarkan hasil analisis AHP menghasilkan skor terbobot setiap sektor
ekonomi untuk setiap tujuan penetapan Komuditas/Produk/Jenis Usaha
(KPJu) unggulan, serta skor terbobot total/gabungan dari masing-masing
sektor usaha seperti disajikan pada Tabel 5.5. Pada tabel 5.5 dapat dilihat
bahwa bobot atau prioritas tertinggi untuk mencapai tujuan pertumbuhan
ekonomi, adalah sektor perdagangan tujuan penciptaan lapangan kerja adalah
sektor jasa dan tujuan daya saing daerah dalam rangka penetapan KPJu
unggulan di Kota Bandar Lampung adalah subsektor perikanan. Dengan
memperhatikan bobot kepentingan dari masing-masing tujuan, secara
keseluruhan dalam rangka mencapai tujuan penetapan KPJu unggulan
UMKM maka sektor usaha perdagangan merupakan prioritas pertama.
Sektor/subsektor usaha lain berdasarkan tingkat kepentingannya berturut-
turut adalah perdagangan, jasa, tanaman pangan, peternakan, perikanan,
transportasi, pariwisata, penggalian dan kehutanan.
Tabel 5.5.
Peringkat Produk Unggulan Sektor Ekonomi menurut aspek tujuan dan
urutan dan kepentingannya dalam rangka penetapan KPJu unggulan di
Kota
Metro.
Sumber: Bank Indonesia
Tumbuh atau tidaknya perekonomian suatu daerah tercermin dari total
produksi barang dan jasa yang dihasilkan para pelaku ekonomi yang terdapat
di daerah tersebut. Dalam hal ini, PDRB seringkali dijadikan acuan. Jika
dilihat dari kontribusi sub sektor terhadap PDRB, perekonomian Kota Metro
untuk tahun 2014 masih didominasi empat sektor utama sebagai penghasil
nilai tambah terbesar terhadap PDRB Kota, yaitu (1) sektor jasa-jasa, (2)
sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, (3) sektor perdagangan,
hotel, dan restoran, serta (4) sektor pengangkutan dan komunikasi. Sektor
jasa-jasa memberikan kontribusi sebesar 29,94% dari total PDRB Kota Metro
tahun 2013, dilanjutkan dengan keuangan, persewaan dan jasa perusahaan
23,94%, sektor perdagangan, hotel dan restoran 13,59% serta sektor
pengangkutan dan komunikasi 13,36%. Sedangkan kontribusi dari lima sektor
lainnya (pertanian, pertambangan, bangunan, industri pengolahan serta listrik,
gas dan air bersih) terhadap PDRB Kota Metro tahun 2015 hanya sebesar
19,17%.
Berikut tabel 5.6. urutan lima besar rangking dan skor-bobot masing-masing
sektor/subsektor usaha yang ada di Kota Metro :
Tabel 5.6.
Rangking dan Skor-Bobot KPJu Per Sektor Usaha di Kota Metro
Sumber: Data diolah 2016
Berdasarkan hasil analisis, diperoleh 10 (sepuluh) KPJu unggulan lintas
sektor berdasarkan urutan nilai skor terbobot KPJu yang bersangkutan, seperti
disajikan pada Tabel 5.7. Pada Tabel 5.7 dapat dilihat bahwa 5 (lima) KPJu
unggulan lintas sektor usaha adalah sektor perindustrian berupa industri
kripik, krupuk dan peyek, subsektor buah-buahan budidaya sapi pada
subsektor peternakan. Hasil lengkap berupa rangking atau urutan KPJu
unggulan lintas sektor usaha berdasarkan nilai skor terbobot masing-masing
KPJu dapat dilihat pada Tabel 5.7.
Tabel 5.7.
Sepuluh KPJu Lintas Sektor yang Memiliki Nilai Skor Bobot Tertinggi
Sebagai KPJu Unggulan Lintas Sektor di Kota Metro
Sumber: Data diolah 2016
Pada urutan ke enam dan seterusnya, sebagai KPJu unggulan lintas sektor
berturut-turut adalah budidaya padi sawah pada subsektor tanaman pangan,
jasa pendidikan dan koperasi simpan pinjam pasa sektor jasa, pedagang
barang elektronik, pedagang barang kerajinan dan pedagang hasil perikanan
pada sektor perdagangan. Apabila ditelaah lebih lanjut dari 10 KPJu unggulan
lintas sektor, maka berdasarkan sektornya, 3 KPJu berada pada sektor
perdagangan dan 1 KPJu masing-masing menyebar relatif merata pada
sebagian sektor/subsektor ekonomi. Bila dilihat bahwa 3 KPJu merupakan
bagian usaha dari sektor perdagangan, maka terpilihnya KPJu unggulan lintas
sektor tersebut menunjukkan bahwa orientasi kegiatan ekonomi di Kota
Metro berbasis pada sektor perdagangan.
Sektor perindustrian khususnya industri kerupuk, keripik dan peyek
merupakan KPJu unggulan lintas sektor di Kota Metro. Berdasarkan hasil
survai dan analisis, permasalahan yang ada antara lain adalah aspek teknologi
dan manajemen usaha. Salah satu solusi yang dapat dilakukan antara lain
adalah melalui kegiatan pelatihan teknis dan manajerial tentang teknologi
proses pengolahan penganan aneka kerupuk beserta turunannya dan
manajemen usaha, dan dilanjutkan dengan pendampingan/inkubasi yang
terintegrasi dan berkelanjutan. Kedudukan KPJu unggulan lintas sektor di
Kota Metro berdasarkan hasil penilaian terhadap faktor-faktor prospek dan
potensi saat ini, pada skala penilaian prospek cukup baik (skor 3) sampai
dengan sangat baik (skor 5), skala penilaian potensi sedang (skor 3) sampai
dengan sangat tinggi (skor 5) dapat dilihat pada Tabel 5.8.
Tabel 5.8.
Kedudukan KPJu Unggulan Lintas Sektor di Kota Metro
Sumber: Data diolah 2016
Seperti dapat dilihat pada Tabel 5.8, ditinjau dari aspek prospek, maka KPJu
unggulan lintas sektoral mempunyai prospek baik dan sangat baik, prospek
yang sangat baik dan potensi yang sangat tinggi di Kota Metro adalah industri
olahan pangan seperti kerupuk, keripik dan peyek; agribisnis pisang;
penyewaan rumah kost dan peternakan sapi. Hal ini disebabkan Metro adalah
kota yang berkembang dan didukung oleh ketersediaan areal dan masyarakat
pertanian. Kota membutuhkan bahan baku untuk kebutuhan masyarakatnya.
Bahan baku disediakan oleh masyarakat di pedesaan. Hubungan sinergis
mutualistik antara kota dan desa seprti ini sangat baik karena saling
memberikan keuntungan. Di masa yang akan datang bisa bekembang jenis-
jenis usaha lain sesuai dengan perkembangan Kota Metro. Pemerintah dan
instransi terkait perlu terus mendorong agar terus tumbuh kota Metro menjadi
kota yang maju dengan mengarahkan pembangunan menjadi daerah industri
dan wisata berbasis pertanian.
5.3. Hasil Analisis SWOT.
Berdasarkan hasil penelitian yakni melalui wawancara dan pengamatan
lapangan mengenai pengelolaan dana zakat di Provinsi Lampung diperoleh :
1) Kekuatan yang dimiliki BAZ/LAZ di Lampung:
a) Telah memiliki Badan Hukum dari lembaga yang berwenang.
b) Memiliki fasilitas yang memadai.
c) Kualitas SDM yang dapat diandalkan.
d) Permodalan dan/atau aset yang cukup tinggi.
e) Manajemen dan Pengelola yang solid
2) Kelemahan yang dialami BAZ/LAZ di Lampung:
a) Masyarakat belum banyak mengetahui/mengenal keberadaan BAZ/LAZ.
b) Belum optimalnya jangkauan sumber-sumber zakat terhadap orang kaya di
masyarakat.
c) Program-program BAZ/LAZ belum trealisasi secara maksimal.
d) BAZ/LAZ belum mampu mengembangkan produk-produk baru yang
inovatif khususnya bidang zakat produktif.
e) Masih kurangnya sosialisasi dari BAZ/LAZ kepada masyarakat terkait
sistem syariah khususnya ZIS.
3) Peluang yang dimiliki BAZ/LAZ di Lampung:
a) Penduduk di Provinsi Lampung mayoritas muslim.
b) Kesadaran masyarakat yang peduli terhadap kaum dhu‟afa semakin
meningkat.
c) Adanya aturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengelolaan
dana ZIS.
d) Semakin luasnya jaringan BAZ/LAZ baik lingkup nasional maupun
internasional.
e) Kepercayaan masyarakat semakin meningkat terhadap BAZ/LAZ karena
perkembangan aset dan sistem pengelolaan dana zakat.
4) Ancaman yang dihadapi BAZ/LAZ di Lampung:
a) Kurangnya pemahaman masyarakat muslim tentang kewajiban membayar
zakat dan kurangnya kesadaran berinfaq.
b) Masih banyak orang kaya lebih memilih memberikan zakatnya sendiri
kepada masyarakat.
c) Persaingan antar BAZ/LAZ semakin ketat.
d) Semakin meningkatnya kemiskinan yang dibarengi meningkatnya jumlah
penduduk.
e) BAZ/LAZ belum menjadi solusi atau pilihan bagi masyarakat.
Selanjutnya hasil tahapan wawancara, peneliti tuangkan kedalam angket
terkait Strenghts, Weaknesess, Opportunities, dan Threats di BAZ/LAZ di
Provinsi Lampung peneliti tuangkan kedalam angket dan selanjutnya disebarkan
kepada karyawan untuk yang variabel internal seperti kekuatan dan kelemahan
sedangkan untuk angket yang variabel eksternal seperti peluang dan ancaman
disebarkan kepada nasabah. Setelah mendapatkan data dari karyawan dan
nasabah, data tersebut dimasukkan kedalam SPSS 16,0 untuk dilakukan uji
validitas dan reliabilitas atas angket yang disebarkan tersebut. Apabila angket
tersebut sudah valid dan reliable maka dianalisis dengan menggunakan SWOT.
Langkah-langkah dalam analisis SWOT yang pertama yaitu membuat tabel IFAS
dan EFAS dengan memberikan pembobotan, dan penilaian sehingga dapat
ditemukan skor total dari variable IFAS dan EFAS tersebut. Dengan melakukan
pembobotan tersebut maka dapat diketahui skor tertinggi untuk dijadikan strategi
dalam pengembangan model optimalisasi BAZ/LAZ di Provinsi Lampung.
Setelah itu peneliti membuat matriks SWOT dan variabel IFAS dan EFAS
dimasukkan dalam matriks SWOT tersebut. Langkah selanjutnya yaitu
merumuskan strategi-strategi yaitu strategi SO, WO, ST, dan WT. Strategi SO
merupakan penggabungan dari kekuatan dan peluang BAZ/LAZ di Provinsi
Lampung, strategi WO merupakan gabungan dari kelemahan dan peluang, strategi
ST merupakan gabungan dari kekuatan dan ancaman dan strategi WT merupakan
gabungan dari kelemahan dan ancaman. Tahapan berikutnya peneliti melakukan
matriks SWOT yaitu dengan membuat diagram analisis SWOT untuk
mengetahui posisi BAZ/LAZ di Provinsi Lampung.
Adapun matriks IFAS dan EFAS akan di jelaskan dalam tabel berikut ini:
1. Matrik IFAS.
Tabel 5.9.
Hasil Matrik IFAS
Internal Factor Bobot Rating Skor
Kekuatan (Strengths)
a) Telah memiliki Badan Hukum dari
lembaga yang berwenang.
b) Memiliki fasilitas yang memadai.
c) Kualitas SDM yang dapat diandalkan.
d) Permodalan dan/atau aset yang cukup
tinggi.
e) Manajemen dan Pengelola yang solid.
0,15
0,15
0,15
0,10
0,10
4
4
3
3
3
0,60
0,60
0,45
0,30
0,30
Sub Total 0,65 2,25
Kelemahan (Weakneses)
a) Masyarakat belum banyak
mengetahui/mengenal keberadaan
BAZ/LAZ.
b) Belum optimalnya jangkauan sumber-
sumber zakat terhadap orang kaya di
masyarakat.
c) Program-program BAZ/LAZ belum
trealisasi secara maksimal.
d) BAZ/LAZ belum mampu
mengembangkan produk-produk baru
yang inovatif khususnya bidang zakat
produktif.
e) Masih kurangnya sosialisasi dari
BAZ/LAZ kepada masyarakat terkait
sistem syariah khususnya ZIS.
0,05
0,05
0,05
0,10
0,10
3
2
2
2
3
0,15
0,10
0,10
0,10
0,30
Sub Total 0,35 0,85
TOTAL 1,00 3,10
Sumber: Data diolah 2016
Berdasarkan data diatas dapat diketahui bahwa variabel internal kekuatan
memiliki skor total 2,25 dan skor total kelemahan sebesar 0,85. Sehingga
total semua variabel internal yaitu 3,10. Hal ini dapat disimpulkan bahwa
variabel internal BAZ/LAZ di Provinsi Lampung memiliki pengaruh yang
sangat dominan terhadap Pengembangan model optimalisasi pengelolaan
zakat di BAZ/LAZ di Provinsi Lampung.
2. Matrik EFAS.
Tabel 5.10.
Hasil Matrik EFAS
Eksternal Factor Bobot Rating Skor
Peluang (Oportunities)
a) Penduduk di Provinsi Lampung
mayoritas muslim.
b) Kesadaran masyarakat yang peduli
terhadap kaum dhu‟afa semakin
meningkat.
c) Adanya aturan perundang-undangan
yang mengatur mengenai pengelolaan
dana ZIS.
d) Semakin luasnya jaringan BAZ/LAZ
baik lingkup nasional maupun
internasional.
e) Kepercayaan masyarakat semakin
meningkat terhadap BAZ/LAZ karena
perkembangan aset dan sistem
pengelolaan dana zakat.
0,10
0,15
0,10
0,10
0,10
2
4
3
4
3
0,20
0,60
0,30
0,40
0,30
Sub Total 0,55 1,80
Ancaman (Threats)
a) Kurangnya pemahaman masyarakat
muslim tentang kewajiban membayar
zakat dan kurangnya kesadaran
berinfaq.
b) Masih banyak orang kaya lebih
memilih memberikan zakatnya sendiri
kepada masyarakat.
c) Persaingan antar BAZ/LAZ semakin
ketat.
d) Semakin meningkatnya kemiskinan
yang dibarengi meningkatnya jumlah
penduduk.
e) BAZ/LAZ belum menjadi solusi atau
pilihan bagi masyarakat.
0,10
0,05
0,10
0,10
0,10
3
2
3
2
2
0,30
0,10
0,30
0,20
0,20
Sub Total 0,45 1,10
TOTAL 1,00 2,90
Sumber: Data diolah 2016
Berdasarkan data diatas dapat diketahui bahwa peluang BAZ/LAZ di Provinsi
Lampung itu sangat tinggi yaitu mencapai 1,80 sedangkan ancaman sebesar
1,10. Apabila dijumlahkan maka variabel eksternal nasabah dapat mencapai
2,90. Hal ini dapat menunjukkan bahwa peluang di BAZ/LAZ di provinsi
Lampung itu sangat besar dalam pengembangan model optimalisasi
pengelolaan zakat di BAZ/LAZ dalam pengurangi kemiskinan di Provinsi
Lampung.
3. Matrik SWOT.
Tabel 5.10.
Hasil Analisis Matrik SWOT
Kekuatan (Strengths)
a) Telah memiliki Badan
Hukum dari lembaga
yang berwenang.
b) Memiliki fasilitas yang
memadai.
c) Kualitas SDM yang
dapat diandalkan.
d) Permodalan dan/atau
aset yang cukup tinggi.
e) Manajemen dan
Pengelola yang solid.
Kelemahan (Weakneses)
a) Masyarakat belum
banyak
mengetahui/mengenal
keberadaan BAZ/LAZ.
b) Belum optimalnya
jangkauan sumber-
sumber zakat terhadap
orang kaya di
masyarakat.
c) Program-program
BAZ/LAZ belum
trealisasi secara
maksimal.
d) BAZ/LAZ belum
mampu
mengembangkan
produk-produk baru
yang inovatif khususnya
bidang zakat produktif.
e) Masih kurangnya
sosialisasi dari
BAZ/LAZ kepada
masyarakat terkait
sistem syariah
khususnya ZIS.
Peluang (Oportunities)
a) Penduduk di Provinsi
Lampung mayoritas
muslim.
b) Kesadaran
masyarakat yang
peduli terhadap kaum
dhu‟afa semakin
meningkat.
c) Adanya aturan
perundang-undangan
yang mengatur
mengenai
pengelolaan dana
ZIS.
d) Semakin luasnya
jaringan BAZ/LAZ
S-O
a) Dengan telah
dimilikinya Badan
Hukum dari lembaga
yang berwenang dan
masyarakat muslim
Lampung mayoritas
muslim dapat lebih
dimaksimalkannya
pengalian dan
penggunaan dana zakat
oleh BAZ/LAZ.
b) Kesadaran masyarakat
semakin yang peduli
terhadap kaum dhu‟afa
didukung oleh fasilitas
yang memadai dari
W-O
a) Dengan kondisi
mayoritas penduduk
muslim tapi
masyarakat belum
banyak
mengetahui/mengenal
keberadaan
BAZ/LAZ, pengelola
zakat dituntut lebih
dimaksimalkannya
sosialisasi akan
pentingnya
pengelolaan dan
optimalisasi dana
zakat.
b) Masih belum
baik lingkup nasional
maupun
internasional.
e) Kepercayaan
masyarakat semakin
meningkat terhadap
BAZ/LAZ karena
perkembangan aset
dan sistem
pengelolaan dana
zakat.
BAZ/LAZ dapat lebih
dimaksimalkannya
pengalian dan
penggunaan dana zakat
oleh BAZ/LAZ.
c) Dengan Kualitas
SDM yang dapat
diandalkan didukung
Adanya aturan
perundang-undangan
yang mengatur
mengenai
pengelolaan dana ZIS
maka dapat lebih
dimaksimalkannya
pengalian dan
penggunaan dana
zakat oleh
BAZ/LAZ.
d) Semakin luasnya
jaringan BAZ/LAZ
baik lingkup nasional
maupun internasional
didukung oleh
permodalan dan/atau
aset yang cukup
tinggi maka dapat
lebih
dimaksimalkannya
pengalian dan
penggunaan dana
zakat oleh
BAZ/LAZ.
e) Keberadaan
manajemen dan
pengelola yang solid
membuat
kepercayaan
masyarakat semakin
meningkat terhadap
BAZ/LAZ karena
perkembangan aset
dan sistem
pengelolaan dana
zakat maka dapat
lebih
dimaksimalkannya
optimalnya jangkauan
sumber-sumber zakat
terhadap orang kaya di
masyarakat walaupun
kesadaran masyarakat
yang peduli terhadap
kaum dhu‟afa semakin
meningkat, menuntut
pengelolah harus lebih
kreatif dalam
soialisasi,
pengelolaan dan
optimalisasi dana
zakat.
c) Belum
terealisasikannya
rogram-program
BAZ/LAZ secara
maksimal, dialin sisi
telah adanya aturan
perundang-undangan
yang mengatur
mengenai pengelolaan
dana ZIS menuntut
pengelolah harus lebih
kreatif dalam
soialisasi,
pengelolaan dan
optimalisasi dana
zakat.
d) Semakin luasnya
jaringan BAZ/LAZ
baik lingkup nasional
maupun internasional
namun belum mampu
mengembangkan
produk-produk baru
yang inovatif
khususnya bidang
zakat produktif,
menuntut pengelolah
harus lebih kreatif
dalam optimalisasi
dana zakat.
e) Kepercayaan
masyarakat semakin
meningkat terhadap
pengalian dan
penggunaan dana
zakat oleh
BAZ/LAZ.
BAZ/LAZ karena
perkembangan aset
dan sistem
pengelolaan dana
zakat disatu sisi
sosialisasi dari
BAZ/LAZ kepada
masyarakat terkait
sistem syariah
khususnya ZIS belum
optimal, maka
pengelolah harus lebih
kreatif dalam
soialisasi,
pengelolaan dan
optimalisasi dana
zakat.
Ancaman (Threats)
a) Kurangnya
pemahaman
masyarakat muslim
tentang kewajiban
membayar zakat dan
kurangnya kesadaran
berinfaq.
b) Masih banyak orang
kaya lebih memilih
memberikan zakatnya
sendiri kepada
masyarakat.
c) Persaingan antar
BAZ/LAZ semakin
ketat.
d) Semakin
meningkatnya
kemiskinan yang
dibarengi
meningkatnya jumlah
penduduk.
e) BAZ/LAZ belum
menjadi solusi atau
pilihan bagi
masyarakat.
S-T
a) Dengan kondisi
BAZ/LAZ telah
memiliki Badan
Hukum dari lembaga
yang berwenang tapi
masyarakat muslim
masih belum
memahami tentang
kewajiban membayar
zakat dan kurangnya
kesadaran berinfaq,
pengelolah dapat lebih
dimaksimalkannya
sosialisasi, pengalian
dan penggunaan dana
zakat oleh BAZ/LAZ.
b) Masih banyak orang
kaya lebih memilih
memberikan zakatnya
sendiri kepada
masyarakat meskipun
BAZ/LAZ memiliki
fasilitas yang
memadai, pengelolah
dituntut lebih
dimaksimalkannya
sosialisasi, pengalian
dan penggunaan dana
zakat.
W-T
a) Masyarakat belum
banyak
mengetahui/mengenal
keberadaan BAZ/LAZ
serta kewajiban
membayar zakat dan
kurangnya kesadaran
berinfaq, menuntut
pengelolah harus lebih
kreatif dalam
soialisasi,
pengelolaan dan
optimalisasi dana
zakat.
b) Belum optimalnya
jangkauan sumber-
sumber zakat terhadap
orang kaya di
masyarakat
dikarenakan mereka
lebih memilih untuk
menyalurkan sendiri
zakatnya, menuntut
pengelolah harus lebih
kreatif dalam
soialisasi,
pengelolaan dan
optimalisasi dana
zakat.
c) Kualitas SDM yang
dapat diandalkan akan
membuat BAZ/LAZ
yang ada dapat
bersaing meningkatkan
kualitas.
d) Semakin
meningkatnya
kemiskinan yang
dibarengi
meningkatnya jumlah
penduduk ditambah
sedangkan permodalan
dan/atau aset
LAZ/BAZ yang cukup
tinggi akan membuat
BAZ/LAZ dapat
mengoptimalkan
pengeloaan dana
zakatnya.
e) BAZ/LAZ belum
menjadi solusi atau
pilihan bagi
masyarakat walaupun
manajemen dan
pengelola yang solid,
akan membuat
BAZ/LAZ dapat
mengoptimalkan
pengeloaan dana
zakatnya.
c) Program-program
BAZ/LAZ belum
trealisasi secara
maksimal padahal saat
ini persaingan
BAZ/LAZ sangat ketat
dari sisi kualitas,
menuntut pengelolah
harus lebih kreatif
dalam soialisasi,
pengelolaan dan
optimalisasi dana
zakat.
d) BAZ/LAZ belum
mampu
mengembangkan
produk-produk baru
yang inovatif
khususnya bidang
zakat produktif
khususnya bagi rakyat
miskin, menuntut
pengelolah harus lebih
kreatif pengelolaan
dan optimalisasi dana
zakat.
e) Masih kurangnya
sosialisasi dari
BAZ/LAZ kepada
masyarakat terkait
sistem syariah
khususnya ZIS
membuat BAZ/LAZ
belum menjadi solusi
atau pilihan bagi
masyarakat.
Sumber: Data diolah 2016
Berbagai alternatif strategi dapat dirumuskan berdasarkan model analisis
matriks SWOT. Analisis dengan menggunakan model matriks SWOT ini
menggunakan data yang diperoleh dari tabel IFAS dan EFAS. Berdasarkan hasil
analisis matriks IFAS dan EFAS diatas dapat digambarkan bahwa posisi
BAZ/LAZ di Provinsi Lampung saat ini yaitu:
Tabel 5.10.
Posisi BAZ/LAZ Provinsi Lampung
IFAS EFAS
Kekuatan
(Strengths)
2,25 Peluang
(Oportunities)
1,80
Kelemahan
(Weakneses)
(0,85) Ancaman (Threats) (1,10)
Hasil 1,40 Hasil 0,70
Sumber: Data diolah 2016
Dari data-data tersebut dapat diketahui bahwa analisis faktor IFAS lebih besar
dari analisis faktor EFAS yaitu sebesar 1,40, sedangkan analisis faktor EFAS
sebesar 0,70. Apabila dimasukkan dalam diagram analisis SWOT ditunjukkan
sebagai berikut:
Gambar 5.1
Diagram Analisis SWOT
Berdasarkan diagram diatas dapat disimpulkan bahwa BAZ/LAZ Provinsi
Lampung berada pada kuadran 1 dengan menerapkan strategi agresif. Hal ini
sesuai dengan pendapat Sondang P. Siagian dalam bukunya yang berjudul
Manajemen Strategik yang menyatakan bahwa kuadran 1 merupakan situasi yang
paling didambakan karena satuan bisnis menghadapi berbagai peluang lingkungan
dan memiliki berbagai kekuatan yang mendorong pemanfaatan berbagai peluang
tersebut. Dengan kondisi demikian strategi yang tepat untuk digunakan yaitu
strategi pertumbuhan atau agresif.
5.4. Hasil Analisis Strategis Komparatif.
Total potensi zakat di Provinsi Lampung sampai saat ini belum ada data resmi
dan valid yang bisa menjelaskan mengenai potensi zakat di Provinsi Lampung.
Estimasi yang ada baik nasional maupun daerah masih diragukan. Karena teori
perhitungannya menggunakan berbagai asumsi-asumsi yang kurang valid.
Sehingga deskripsi potensi zakat antara satu lembaga lainnya berbeda-beda.
Menurut Kepala Kanwil Kementerian Agama (kanwil Kemenag) Provinsi
Lampung Abdurrahman (Lampung Post, 26 Maret 2013) potensi zakat profesi/mal
diprovinsi lampung mencapai Rp 4,5 triliun per tahun. Jumlah tersebut
diproyeksikan dari 5 juta penduduk Lampung yang membayar zakat profesi/mal
sebesar 2,5% per bulan. Dari data dana zakat di Provinsi Lampung tersebut saat
ini baru terhimpun kurang lebih sebesar 2,73% saja. Asumsi-asumsi ini sangat
lemah dan tidak valid karena didasarkan pada asumsi-asumsi prediktif saja.
Sehingga perlu dilakukan pendekatan survei sehingga akan lebih akurat dalam
menggambarkan potensi zakat di Provinsi Lampung.
Terlepas dari asumsi potensi zakat tersebut, perkembangan makro sosial,
ekonomi dan pemahaman agama masyarakat diasumsikan akan berpengaruh
terhadap penguatan potensi zakat di Provinsi Lampung. Indikator-indikator
tersebut dapat dilihat dari: meningkatnya kesadaran religius masyarakat,
perbaikan kehidupan ekonomi masyarakat dan berkembangnya lembaga amil
zakat profesional. Secara umum dapat dikatakan bahwa perzakatan di Provinsi
Lampung saat ini mengalami trend kebangkitan. Kesadaran untuk menunaikan
zakat secara lebih terorganisir, berdaya dan berhasil guna telah mendorong
kemunculan lembaga-lembaga amil zakat profesional dari berbagai perkumpulan
keagamaan.
Lembaga pengelola zakat di Indonesia terbagi menjadi dua yakni Badan
Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ). Lembaga pengelolah zakat
di Provinsi Lampung merupakan cabang dari lembaga pengelolah zakat nasional
seperti: LAZ PKPU Lampung, LAZ Rumah Zakat Lampung, LAZ Dompet
Dhuafa Lampung, LAZ DPU-DT Lampung, LAZ Yatim Mandiri Lampung,
LAZIS MU Lampung, LAZIS NU Lampung, BAZ Masjid Al-Forqon dan lain
sebagainya. Sedangkan tingkat lokal muncul LAZ Lampung Peduli, LAZ Baitul
Mal L-RISMA mewakili institusi swasta, sedangkan lembaga pengelolah zakat di
kalangan pemerintah yaitu BAZNAS Provinsi Lampung, BAZNAS Kota Bandar
Lampung, BAZNAS Kota Metro dan lain sebagainya.
Undang-Undang No. 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, menjelaskan
bahwa pendayagunaan adalah :
a) Hasil pengumpulan zakat didayagunakan untuk mestahiq sesuai dengan
ketentuan agama.
b) Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat berdasarkan skala prioritas
kebutuhan mustahik dan dapat dimanfaatkan untuk usaha produktif.
c) Persyaratan dan prosedur pendayagunaan hasil pengumpulan zakat
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan keputusan Menteri.
Jenis-jenis kegiatan pendayagunaan dana zakat yang berkembang saat ini bisa
kekelompokkan berdasarkan basisnya, yaitu :
1. Berbasis Sosial
Penyaluran zakat jenis ini dilakukan dalam bentuk pemberian dana langsung
berupa santunan sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan pokok mustahiq. Ini
disebut juga Program Karitas (santunan) atau hibah konsumtif. Program ini
merupakan bentuk yang paling sederhana dari penyaluran dana zakat.
2. Berbasis pengembangan ekonomi
Penyaluran zakat jenis ini dilakukan dalam bentuk pemberian modal usaha
kepada mustahiq secara langsung maupun tidak langusng, yang
pengelolaannya bisa melibatkan maupun tidak melibatkan mustahik sasaran.
Penyaluran dana zakat ini diarahkan pada usaha ekonomi yang produktif,
yang diharapkan hasilnya dapat mengangkat taraf kesejahteraan masyarakat.
Tabel 5.11. Bentuk Pendayagunaan ZIS Amil Zakat di Provinsi Lampung
No Bentuk Pendaya gunaan
Amil Zakat
BAZNAS
Prov.
Lampung
Rumah
Zakat
Lampung
Peduli
PKPU DPU-DT Masjid Al-
Forqon
1 Menyelenggarakan
kegiatan khusus √ √ √ √ √ √
2 Bantuan pendidikan √ √ √ √ √ - 3 Bantuan sosial umum,
fakir miskin dan yatim √ √ √ √ √ √
4 Pelayanan sosial
(kesehatan) - √ √ √ √ -
5 Pinjaman/bantuan untuk
pemberdayaan ekonomi √ √ √ √ √ √
Motode pendistribusian dana zakat, pada masa kekinian dikenal dengan
istilah zakat konsumtif dan zakat produktif. Hampir seluruh lembaga pengelolaan
zakat menerapkan metode ini. Secara umum kedua kategori zakat ini dibedakan
berdasarkan bentuk pemeberian zakat dan penggunaan dana zakat itu oleh
mustahiq. Masing-masing dari kebutuhan konsumtif dan produktif tersebut
kemudian dibagi dua, yaitu konsumtif tradisional dan konsumtif kreatif,
sedangkan yang berbentuk produktif dibagi menjadi produktif konvensional dan
produktif kreatif, adapun penjelasan lebih rinci dari keempat bentuk penyaluran
zakat teresebut adalah:
a) Konsumtif Tradisional
Maksud pendistribusian zakat secara konsumtif tradisional adalah bahwa
zakat dibagikan kepada mustahiq dengan secara langsung untuk kebutuhan
konsumsi sehari-hari, seperti pembagian zakat fitrah berupa beras dan uang
kepada fakir miskin setiap idul fitri atau pembagian zakat mal secara
langsung oleh para muzakki kepada mustahiq yang sangat membutuhkan
karena ketiadaan pangan atau karena mengalami musibah. Pola ini
merupakan program jangka pendek dalam rangka mengatasi permasalahan
umat.
b) Konsumtif Kreatif
Pendistribusian zakat secara konsumtif kreatif adalah zakat yang diwujudkan
dalam bentuk barang konsumtif dan digunakan untuk membantu orang miskin
dalam mengatasi permasalahan sosial dan ekonomi yang dihadapinya.
Bantuan tersebut antara lain berupa alat-alat sekolah dan beasiswa untuk para
pelajar, bantuan sarana ibadah seperti sarung dan mukena, bantuan alat
pertanian, seperti cangkul untuk petani, gerobak jualan untuk pedagang kecil
c) Produktif Konvensional
Pendistribusian zakat secara produktif konvensional adalah zakat yang
diberikan dalam bentuk barang-barang produktif, di mana dengan
menggunakan barang-barang tersebut, para muzakki dapat menciptakan suatu
usaha, seperti pemberian bantuan ternak kambing, sapi perahan atau untuk
membajak sawah, alat pertukangan, mesin jahit
d) Produktif Kreatif
Pendistribusian zakat secara produktif kreatif adalah zakat yang diwujudkan
dalam bentuk pemberian modal bergulir, baik untuk pemodalan proyek sosial,
seperti pembangunan sosial, seperti pembangunan sekolah, sarana kesehatan
atau tempat ibadah maupun sebagai modal usaha untuk membantu atau bagi
pengembangan usaha para pedagang atau pengusaha kecil.
Tabel 5.12.
Bentuk Pendayagunaan ZIS untuk Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Miskin di Provinsi
Lampung
No Bentuk
Pendayagunaan
Amil Zakat
BAZNAS Prov.
Lampung
Rumah
Zakat
Lampung
Peduli
PKPU DPU-DT Masjid Al-
Forqon
1 Bantuan modal
secara langsung
Pinjaman Modal
Usaha Non-
Formal
Bantuan
sarana dan
modal
UKM
Sosial
Trust
Fund
Bantuan
Modal
Usaha
Non-
Formal
- Pinjaman
Modal
Usaha
Non-
Formal
2 Bantuan
perintisan usaha
- Program
Bantuan
Wirausaha
Kampung
Ternak
dan Petani
Sehat
Indonesia
- Usaha
Ternak
Mandiri
-
Pembaharuan dalam aspek pendayagunaan zakat merupakan pembaharuan
yang menyangkut pada aspek pemanfaatan dana zakat. Selama ini ada kesan
bahwa zakat melanggengkan kemiskinan. Hal ini dapat kita lihat dari penerima
zakat yang tidak pernah berubah statusnya dari penerima zakat (mustahiq)
menjadi pemberi/pembayar zakat (muzzaki), bahkan setiap tahunnya jumlah
mustahiq cenderung bertambah. Penyaluran bantuan LAZ dan BAZ di Provinsi
Lampung dilakukan melalui program-program bidang pendidikan, bidang
kesehatan, bidang kepemudaan serta bidang ekonomi kebanyakan masih
dilakukan secara tersebar dan cenderung parsial tergantung mustahiq berada untuk
setiap programnya. Masih lemahnya infrastruktur dan skill tenaga pendamping
program pemberdayaan menjadi faktor kendala tersendiri bagi sebagian LAZ dan
ZIS. Hal ini akan menyebabkan kesulitan dalam memberikan kontrol, evaluasi
dan pengkuran keberhasilan program. Kedepan perubahan dari pola konsumsi
menjadi pola produktif menjadi salah satu jalan bagi pemberdayaan dana zakat
masa depan. Model pendayagunaan zakat untuk pemberdayaan ekonomi
masyarakat miskin adalah program pemanfaatan dana zakat untuk mendorong
mustahiq mampu memiliki usaha mandiri.
Gambar 5.2.
Model Optimalisasi Dana Zakat melalui Integrated Community Development (ICD)
Model optimalisasi dana zakat yang diterapkan oleh LAZ Rumah Zakat
dengan pendekatan Integrated Community Development (ICD) atau
pemberdayaan wilayah perpadu atau lebih dikenal sebagai konsep desa binaan
memiliki keunikan tersendiri. Integrated Community Development (ICD)
merupakan sentra atau pusat pemberdayaan mustahik yang berbasis komunitas di
kelurahan atau kecamatan. Tujuan model ICD adalah: 1). Membantu mustahiq
untuk survive di tengah kekurangan materi yang dimilikinya, 2). Terpantaunya
perkembangan kesejahteraan mustahiq selama dalam binaan, 3). Tersadarkannya
Government LAZ/BAZ
Poverty Data, Field Analisis,
Coordination Forum
Yes No
Program/Strategy/Regulation/Regulation of poverty
decrease
Fasilkitasi
Vision & Mision Work Programs
Zakat Empowerment
STOP
MRO
Education
Social
Economic Empowerment
Teenager
rrrrr Poverty
MRO
masyarakat terhadap tanggung jawab lokal dalam mengentaskan kemiskinan
diwilayahnya, dan 4). Terentasknnya mustahiq dari garis kemiskinan sehingga
bisa berubah kesejahteraannya pada level muzakki (orang yang membayar zakat).
Setiap wilayah yang termasik dalam program ICD akan didampingi oleh satu
orang atau lebih Musthiq Relation Officier (MRO). MRO berfungsi sebagai
penggerak, pendamping, fasilitator, dinamisator bahkan dai yang membantu
memastikan 4 rumpun program utama LAZ/BAZ diterima dengan baik di
masyarakat. Setiap MRO diwajibkan tinggal di komunitas tersebut dan
mengelolah 100-250 keluarga. Dengan demikian, proses pemberdayaan yang
dilakukan LAZ/BAZ berlangsung lebih terpantau, terintegrasi dan berkelanjutan.
5.5. Rekomendasi.
1) Peranan perbankan Kota Bandar Lampung dan kota Metro terhadap KPJu
unggulan diharapkan dapat memberikan pembinaan pengelolaan usaha,
peningkatan SDM dan perbaikan teknologi produksi, yang berkerjasama
dengan instansi terkait. Dukungan perbankan sebagai sumber pembiayaan
untuk modal investasi sangat dibutuhkan untuk beberapa KPJu yang bergerak
dibidang industri ataupun jasa. Adanya pola (skim) yang sesuai dengan
karakteistik KPJu unggulan akan memudahkan peningkatan penyerapan
modal perbankan untuk KPJu, sehingga pengembangan KPJu unggulan Kota
Bandar Lampung dan Kota Metro dapat diwujudkan.
2) Model optimalisasi dana zakat dengan pendekatan Integrated Community
Development (ICD) atau pemberdayaan wilayah perpadu atau lebih dikenal
sebagai konsep desa binaan. Integrated Community Development (ICD)
merupakan sentra atau pusat pemberdayaan mustahik yang berbasis
komunitas di kelurahan atau kecamatan. Dengan demikian, proses
pemberdayaan yang dilakukan LAZ/BAZ berlangsung lebih terpantau,
terintegrasi dan berkelanjutan.
BAB VI
RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA
Adapun rencana penelitian berikutnya sebaiknya difokuskan menganalisis
dan mengevaluasi peranan zakat dalam mengurangi kemiskinan di Provinsi
Lampung.
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan.
Sebagin besar program pengelolaan dana zakat yang dikelolah oleh BAZ
atau LAZ diprovinsi Lampung disalurkan dalam program-program yang bersifat
konsumtif, sedangkan program-program yang bersifat produktif juga masih lemah
disisi pendampingannya. Diperlukan sebuah pola pemberdayaan masyarakat
dalam mengurangi kemiskinan yang terintegritas dan melibatkan masyarakat
sebagai subjek sekaligus objek pemberdayaan mengunakan dana zakat.
7.2 Saran.
Berdasarkan temuan-temuan dalam pengambilan data dan wawancara
terhadap masing-masing BAZ atau LAZ masih deperlukan diskusi dan duduk
bersama dan melibatkan stakeholder guna mengetahui akar permasalahan yang
dihadapi oleh BAZ/LAZ dalam optimalisasi penggunaan dana ZIS di Provinsi
Lampung. Sehingga diperoleh model program yang akan di jalankan memang
benar-benar dapat mengentaskan masyarakat miskin kota.
DAFTAR PUSTAKA
Antonio, M.S. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani.
Firmansyah, dkk. (2009), Potensi dan Peran Zakat Dalam Mengurangi
Kemiskinan (Laporan Penelitian P2E-LIPI).
Fujyono, Arif. 2009. Optimalisasi ZIS dalam Mengentaskan Kemiskinan. Jurnal
of Islamic Bussiness and Economics, Juni 2009 Vol.2 No.1
Hafi dhuddin, Didin, (2002), Zakat Dalam Perekonomian Modern. Jakarta:
Gema Insani Press.
Hidayat, Syarif dan Darwin Samsulbahri. 2001. Pemberdayaan Ekonomi Rakyat.
Sebuah rekontruksi Konsep Community Based Development (CBD.)
Jakarta: Pustaka Quantum.
Kholiq, Abdul. 2012. Pendayagunaan Zakat, Infak dan Sedekah untuk
Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Miskin di Kita Semarang. Ristek
Vol. 6 No. 1 Hal 39-47
Kisroh, A.S. 2007. Model Pemberdayaan Masyarakat Tergususr Akibat
Pembangunan Bendungan Nipah melalui Pola Kemitraan di Sampang
Madiun.
Masyarakat Mandiri. 2006. Laporan Triwulanan III (TW03): Oktober – Desember
Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa Program Pendampingan Klaster
Tahu Iwul Desa Bojong Sempu.
Nasution, dkk. 2008. Indonesia Zakat and Development Report 2009. Depok:
CID.
Pemerintah Republik Indonesia. 1999. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999
tentang Pengelolaan Zakat.
Petrasa, 2008. Wacana Pusat Studi Mengatsi Bencana.Yogyakarta: UPN Veteran.
Rangkuti, Fredy. 2007. Analisis Swot Teknik Membedah Bisnis. Jakarta: Gramedia
Sukmana, Oman. 2010. Konsep Pemberdayaan Masyarakat melalui
Pengembangan Komunitas Berbasis Potensi Lokal. Humanity, Vol 6 No.1,
September 2010 Hal 59-64
Sumodiningrat, G. 1999. Pemberdayaan Masyarakat dan Jaring Pengaman
Sosial. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Sunartiningsih, Agnes (ed.).2004. Strategi Pemberdayaan Masyarakat.
Yogyakarta: Aditya Media.
Susanto, H. 2006. Dinamika Penanggulangan Kemiskinan: Tinjauan Historis Era
Orde Baru. Jakarta: Khanata.
Todaro, M. P. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Yunus, Muhammad.2006.Grameen Bank (Bank Kaum Miskin). Terjemahan Irfan
Nasution. Jakarta: Penrbit Buku Kita.
LAMPIRAN LUARAN-LUARAN PENELITIAN
AN ANALYSIS OF ZAKAH FUNDS THROUGH COMMUNITY
BASED DEVELOPMENT (CBD)
NEDI HENDRI
Muhammadiyah University of Metro, Lampung-Indonesia
nedi_hendri@yahoo.com
ABSTRACT
The aim of this study is to find a prototype model of the proper
optimization of charity funds in the empowerment of the poor town based on local
wisdom in Lampung. This study used a survey method with the data derived from
the results of the Focus Group Discussion (FGD) and in-depth interviews with the
speakers is the model identification stage. Then, reconstruction model using
comparative analysis. Community Based Development (CBD) is a method that
involves communities in development. Where constructions began on the stage of
ideas, planning, program development activities, budgeting, procurement of
resources to the implementation of a more emphasis on real desire or the real
needs of the community in a group of people. Through Mustahiq Relation Officer
(MRO) ashuman resources assistant, Integrated Community Development (ICD)
became the center ofthe distribution of the program so that the program is more
scalable, and controlled.
Keywords: Zakah Fund, Empowerment, Poor Urban, Community Based
Development(CBD).
INTRODUCTION
Poverty is a phenomenon of human life that always accompanies the process
of development and is considered as a barrier because its effects are likely to be
negative.With the largest Muslim population in the world, Indonesia has the
potential to overcome poverty through fiscal policy management of Zakah,
Donation and Charity (ZDC). ZDC can be an alternative to overcome poverty
because its targets clearly set out in the Qur'an, that is poor. Distribution should be
developed towards empowerment through productive activities is not for
consumption. So far, the potential and the importance of charity as an effort to
alleviate poverty are still considered underestimatedly, but charity actually has a
huge economic potential for Indonesia.Nowadays, collecting funds of ZDC have
reached five a percentage of the total potential of zakah reaches 20 trillions of
dollars each year.Although ZDC has been professionally managed by Zakah
Management Organization (ZMO) that exist in Indonesia, the distribution of
beneficiaries of funds of ZDC impress overlap with each other, as the collection
of ZDC are still focused on a specific area. According to Firman (2009) utilization
of Zakah funds for this still adheres to the old paradigm, ie zakah should be shared
out for all classes specified and for a moment so that the utilization of zakah
consumption for the purpose of productive economic empowerment has not been
a top priority. Furthermore Fujiyono (2009) concludes that distributor of ZDC is
still less effective and benefit of ZDC funds through economic empowerment is
still classified as less efficient.
Paradigm charity of foundation jurisprudence can be utilized in productive
economic activities. It is time ZMO start reducing consumption and optimize the
portion of zakah and charity prioritizes productive. Many models and policies
conducted so far are not effective and efficient in overcoming poverty. The
paradigm of development through empowerment (empowerment) is an
appropriate approach to overcoming poverty.
According Pujiyono (2009) empowerment is a process and a goal. As a
process, empowerment is a series of activities to improve the power and
empowerment of vulnerable groups in society, including individuals who have
problems of poverty. For the purpose, empowerment refers to the state or the
results to be achieved by a social change, which empowered community, have
power or have the knowledge and ability to meet their needs whether physical,
economic, and social.
Model utilization of zakah to the concept of empowerment is the current
trend among institutions of zakah and relevant to address poverty, for example
ZDC empowerment by providing venture capital good with a loan without a
profit-sharing system (Qardhul Hasan) and the profit-sharing system. However,
through mentoring programs should microenterprises with productive charitable
giving in the form of a revolving fund can be developed with a "Community-
Based Development" or even "Integrated Development Community (IDC)" to be
effective and efficient in alleviating poverty.
The purpose ot this research are; to know the distribution of zakah models
through the empowerment of the poor town in the Lampung province. Create the
optimization of zakah funds model right in the empowerment of the poor town in
the Lampung province.
LITERATURE REVIEW
ZAKAH CONCEPTION
Zakah is derived from the Arabic word that zakah which means 'sacred',
'good', 'blessing', 'growth' and 'developing'. While the terminology of law, zakah is
a certain amount of assets that have reached that certain conditions are required by
God to be issued and given to those who deserve it with certain requirements
(Hafidudin, 2002).
Various property shall be issued zakah is agriculture, plantation, animal
husbandry, fisheries, mining, gold, silver, money, revenue and services, rikaz
(artifacts), trade and enterprise, as well as other sources of income (Republic Act.
38 Year 1999 on Zakah Management). The ashnaf (person who is entitled to
receive zakah) is indigent (the destitute), the poor, amil (zakah), converts (those
who are new to Islam), gharimin (debtor), Ibnsabil (person who in the course of
study), fi sabillillah (people who fight in Allah's way), Riqab (slave) (Surat At-
Taubah: 60).
In terms of concept, zakah can be used as an instrument in the economic
empowerment of people through the utilization of zakah for productive
enterprises. This has been stipulated in the Decree of the Minister of Religious
Affairs of the Republic of Indonesia No. 373 of 2003 in Article 28, paragraph 2
and Article 29, concerning the implementation of Act 38 of 1999 on zakah
management. In fact, in article 30 in the decision is emphasized again that the
proceeds of Zakah Collectors Organization (ZCO) either donation, charty, wills,
inheritance or expiation utilized especially for productive activities after getting
the requirements as stipulated in Article 29. But in the reality, Zakah, Donation
and Charity fund (ZDC) is not optimal to overcome the tackling poverty as
expected.
ZAKAH AND EMPOWERMENT OF THE POOR
Utilization of zakah model for the economic empowerment of the poor is a
program to encourage the utilization of Zakah funds to supportmustahiq able to
have an independent business. The program is realized in the form of capital
development of micro enterprises existing or new planting prospective micro
enterprises (Kholiq, 2012).
Article 16 first and second paragraph of Law No. 38 Year 1999 on Zakah
Management, explicitly stated that the utilization of zakah is to meet the needs of
the mustahiq life in accordance with the provisions of religion (eight ashnaf) and
can be utilized for productive enterprises. More specifically, in the Decree of the
Minister of Religion No. 373 of 20 035 Article 28 paragraph (2) explained that the
utilization of zakah for productive activities carried out when charity was able to
meet the needs of the mustahiq life and it turns out there are advantages. So, ZIS,
especially infaq and Sadaqah, can be utilized for productive activities when there
are real efforts are likely to benefit.
ZIS funds can be distributed on two types of activities, ie activities that are
consumptive and productive (Nasution et al., 2008). Consumptive activities are
activities that form of relief just to solve problems that are urgent and immediately
discharged after the aid is used (short-term). Meanwhile, productive activity is the
provision of assistance intended for productive activities so as to provide medium
to long term impact for the mustahiq.
Picture 1. Zakah Distribution
According to Antonio (2001), earning financing is intended to meet the
financing needs of the production in a broad sense, ie to increase the business,
whether production, trade and investment. Based on the type of needs, financing
productive divided into two, namely:
a) Working capital financing, which is the financing to meet the needs of
increased production quantitatively (amount of production) and qualitative
(quality improvement or quality of production) as well as for trading purposes
or increase the utility of place of an item.
b) Financing of investment, which is the financing to meet the needs of capital
goods (capital goods) and facilities that are closely associated with the
investment.
Management of
ZAC
Konsumtive Productive
Healt Education Sosial
(Emergency
, Fund,
Disaster)
Develepment
and
Empowerment
UMKM
Empowerment
for Comunities
Source: Nasution et. Al.
2008
According to Sunartiningsih (2004), empowerment is defined as an effort to
assist communities in developing their own abilities that are free and able to solve
problems and make decisions independently. Thus empowerment is intended to
encourage the strength and ability of public agencies to independently able to
manage itself based on the needs of the community itself, and is able to overcome
the challenges of the problems in the future. While the concept of Suharto (2009)
concerning empowerment is the ability of people are particularly vulnerable and
weak that they have the strength and ability in several ways:
a) Meeting the basic needs so that they have the freedom, in the sense of not
only free to express their opinions, but freedom from hunger, freedom from
ignorance and free from pain.
b) Reaching productive resources that enable them to increase their income and
obtain goods and services they need.
c) Participate in the development process and the decisions that affect them.
There are several indicators of the success of development programs by
Sumodiningrat (1999), namely:
a) Shrinkage of poor people number;
b) Development efforts to increase revenue made by the poor to take advantage
of available resources;
c) Increased public awareness of efforts to improve the welfare of poor families
in the neighborhood;
d) Increase the independence of the group are characterized by the growing
business and productive members of the group, the group's capital strength,
the neat system administration group, as well as the growing extent of the
interaction of group with other groups in society;
e) Increasing the capacity of communities and the equitable distribution of
income that is characterized by an increase in the income of poor families is
able to meet basic needs and social needs basically.
COMMUNITY BASED CONCEPT DEVELOPMENT (CBD).
Community Based Development approach (CBD) is a method of approach that
involves community / communities in development. In this development involves
a variety of elements including the broader social, cultural, economic to regulatory
environment (Hidayat and Darwin, 2001). The nature of the CBD this approach is
the development process from initial idea / ideas, planning, program development
activities, budgeting / cost, procurement of resources to the implementation of a
more emphasis on real desire or need there (the real needs of the community) in
community groups.
According to Hidayat and Darwin (2001) the basic principles of the concept of the
CBD are:
a) Required level of break-even in every residence which is managed through
the CBD program. The aim is that the activities are managed is able to be
preserved or developed.
b) The concept of CBD always involves participation of community that
includes the planning and implementation of programs.
c) Between training and business development is an integral and inseparable.
d) Implementation of the CBD should maximize existing resources, particularly
the issue of funding.
e) Organization of the CBD must position itself as a "middleman" to the links
between government interests with the interests of the people who are micro.
METHODS
Research Design
This study is a naturalistic study with qualitatif- descriptive approach. This
is a model of research that seeks to create a description / exposurion and dig
carefully and deeply about certain social phenomena without intervention and
hypotheses. While the determination of the sample uses purposive sampling
technique. Here amilzakah institutions data:
Table 1. Zakah Management Organization (ZMO).
No Representation Amil
Organization Clasified
Target
1. Goverment BAZ BAZNAS Lampung Province
2. LSM/OrmasReligion/Social Organization
LAZ Lampung careness, DompetDhuafa Lampung, Rumah Zakah Lampung, DPU-DT Lampung dan PKPU Lampung
3. Religion Instution of Masjid
Amil Masjid BAZ Masjid Al-Forqon
Types, Sources and Data Collection Techniques
In this study, the types of data that will be used are primary data and secondary
data. Data collection methods are varied using several techniques, depending on
the desired data and data sources.
Primary data will be collected through a survey deepened by the Focus Group
Discussion (FGD) and in-depth interviews (depth interview). FGDs will be
conducted by BAZNAS Lampung Province. FGD will be done also by LAZ-LAZ
in Lampung Province. In-depth interviews conducted by local government,
Religion Departement, scholars of moslems, community leaders, muzakki,
mustahiq, and other collectors. In addition to the primary data, this study also uses
secondary data obtained from the publications, both from government agencies
(BPS, Social Services, Office of Religious Affairs and others), Regional BAZNAS,
LAZ, books, journals and internet sites.
Processing and Data Analysis
Primary data is processed by making a transcript of a Focus Group
Discussion (FGD) and in-depth interviews with resource persons. While
secondary data processed by the program Excel to get the trend and growth. To
design an appropriate model reconstruction performed comparative analysts, using
comparative models are expected to be known values of uniqueness and
advantages of each model of empowerment charity to the poor is done by agencies
ofzakah itself. The results are analyzed with SWOT analysis and analysis of the
situation analyst in order to obtain a desired prototype models.
RESULTS AND DISCUSSION
The total potential of zakah in Lampung province until now does not have
official data and valid that could explain the potential zakah in Lampung
Province. An estimate of existing national and regional isstill doubtful. Because
theory calculations using various assumptions that are less valid. So the
description of the potential zakah among the other agencies varies. According to
the Head Office of the Ministry of Religious Affairs (MRA offices) Abdurrahman
in Lampung Province (Lampung Post, March 26, 2013), the potential zakah
profession / mal in Lampungprovince reached Rp 4.5 trillion each year. The
projected amount of 5 million for inhabitants Lampung who pay zakah profession
/ mall is 2.5% each month. From the data of zakah in Lampung Province is
currently only collected approximately 2.73% only. These assumptions are very
weak and not valid because it is based on predictive assumptions only. So that
needs to be done so that the survey approach will be more accurate in describing
the potential for charity in Lampung Province.
Regardless of the zakah potential assumptions, macro development of
social, economic and religious understanding of society is assumed to be an effect
on strengthening the potential for charity in Lampung Province. These indicators
can be seen from: increasing awareness of the religious community, the economic
life of the improvement of society and the development of professional amilzakah
institutions. In general it can be said that zakah in Lampung province is currently
experiencing a revival trend. Awareness for alms giving more organized, powerful
and effective has encouraged the emergence of institutions of zakah professionals
from various religious associations.
Zakah management institutions in Indonesia are divided into two namely
Amil Zakah and the Institute of Amil Zakah or LAZ. Management institution of
zakah in Lampung province is a branch of a national charity management
institutions such as: LAZ PKPU Lampung, LAZ Rumah Zakah Lampung, LAZ
Dompet Dhuafa Lampung, LAZ DPU-DT Lampung / LAZ Lampung Peduli,
Lampung LAZIS MU, LAZIS NU Lampung, BAZ Al-Forqon and other so forth.
While the local level appears LAZ Lampung Care represents private institutions
andmanagementzakah institutions in government circles are BAZNAS Lampung,
BAZNAS Bandar Lampung, BAZNAS Metro and so forth.
Law No. 38 of 1999 on Zakah Management explained that the utilization
is:
a) Results of collecting alms for mustahiq utilized in accordance with the
provisions of religion.
b) Utilization of collecting zakah based on priority needs mustahiq and can be
used for productive enterprises.
c) The requirements and procedures for collecting zakah utilization as referred
to in paragraph (2) shall be regulated by the decision of the Minister.
The types of activities that develop the utilization of Zakah funds currently can
divideinto two bases on the basis of activities, namely:
1. Based Social
Distribution of zakah this kind conducted in the form of direct funding in the
form of compensation for the fulfillment of basic needs mustahiqIt is also
called the Charity Program (compensation) or grant consumer. This program
is the simplest form of the distribution of zakah funds
2. Based Economic Development
Distribution of zakah this kind conducted in the form of venture capital to
mustahiq directly, whose management may involve or not involve
mustahiqtarget. The distribution of zakah funds is directed to productive
economic enterprises, which may also be raised welfare of society.
Table 2. Utilization of ZDC by Amil Zakah in Lampung Province
No Management
AmilZakah
BAZNAS Prov.
Lampung
Rumah Zakah
Dompet Dhuafa
PKPU DPU-DT
Masjid Al-
Forqon
1 Carrying out specific activities
√ √ √ √ √ √
2 Education Helping
√ √ √ √ √ -
3 general social assistance, poor and orphaned
√ √ √ √ √ √
4 Social Service (health)
- √ √ √ √ -
5 Loan / assistance for economic empowerment
√ √ √ √ √ √
Distribution of zakah Method, the present time is known as zakah
consumptive and productive charity. Almost all of zakah management institutions
apply this method. In general, these two categories of zakah is distinguishable by
giving charity and the charity fund utilization by mustahiq. Each of the
consumptive and productive needs are then divided into two, namely the
traditional consumptive and consumptive creative, while the form of productive
divided into conventional productive and creative productive, while a more
detailed description of the four forms of distribution of zakah are:
a) Traditional Consumer
Purpose of traditional consumptive distributing zakah is that zakah distributed
to mustahiq with directly for daily consumption needs, such as the division of
tithes in the form of rice and money to the poor every Eid or distribution of
zakah mal directly by the muzakki to mustahiq who desperately need because
of lack of food or because of the unfortunate. This pattern is a short-term
program in order to overcome the problems of the people.
b) Creative Consumer
Distributions of Zakah as a creative consumer is realized in the form of zakah
consumer‟s goods and are used to help the poor in overcoming social and
economic problems it faces. The contributions are in the form of school
supplies and scholarships for students, aid places of worship such as gloves
and mukena, help agricultural implements, such as hoes for farmers, carts
selling to small traders
c) Productive Conventional
Distribution of Zakah conventional productively is charity given in the form
of productive goods, where the use of these items, the muzakki can create a
business, such as the provision of goats, milking cows or for plowing,
carpentry tools, and sewing machines
d) Productive Creative
Distribution of Zakah productively creative is manifested in the form of
revolving capital, both for capitalization of social projects, such as social
development, such as the construction of schools, health facilities or places of
worship as well as venture capital to help or for business development, traders
or small businesses.
Table 3. Utilization of ZDC Form for Economic Empowerment of The Poor
In Lampung Province
No Management
AmilZakah
BAZNAS Prov.
Lampung
Rumah Zakah
Dompet Dhuafa
PKPU DPU-DT Masjid Al-
Forqon
1 Capital assistance directly
Capital loans of
non-formal
Capital support
non-formal
- Capital loans
of non-formal
2 Pioneering effort helping
- Enterpreneur aid program
Livestock village
And Indonesian
Farmer Healthy
- Autonomous livestock
enterpreneur
-
Updates in the aspect of utilization of zakahare the renewal of the aspects
concerning the utilization of Zakah funds. So far, there is an impression that
perpetuates poverty charity. It can be seen from the recipients who never changed
his status of recipients (mustahiq) become givers / tax payers (muzzaki), even
every year mustahiq number tends to increase. LAZ aid delivery and BAZ is done
through programs in education, health, the area of youth and the economic field is
still done mostly scattered and tend to be partially dependent mustahiq for each
program. This will cause difficulty in control, evaluation and sizing success of the
program. Besides the change of consumption patterns become productive patterns
become one way for future empowerment charity funds. Model utilization of
zakah for the economic empowerment of the poor is a program to encourage the
utilization of Zakah funds mustahiq able to have an independent business.
Picture 2. Optimalizm Funds Zakah Model Through Integrated Community
Development (ICD)
Optimization of zakah funds model to approach the Integrated Community
Development (ICD) or empowerment integrated region, or better known as the
concept of guided village. Integrated Community Development (ICD) is the center
or center-based community empowerment mustahiq at village or district. The
Government LAZ/BAZ
Poverty Data, Field Analisis,
Coordination Forum
Yes No
Program/Strategy/Regulation/Regulation of poverty
decrease
Fasilkitasi
Vision & Mision Work Programs
Zakah Empowerment
STOP
MRO
Education
Social
Economic Empowerment
Teenager
rrrrr Poverty
MRO
purpose ICD models are: 1). Help mustahiqto survive in the midst of its material
shortages, 2). monitor the development of the welfare mustahiq for the target, 3).
make people aware of the responsibility to alleviate poverty locally territory, and
4). reduce mustahiq of poverty so they can change their welfare at the level
muzaki (people who pay zakah).Each region includes in ICD program will be
accompanied by one person or more mustahiq Relations Officer (MRO). MRO
serves as a driver, companion, facilitator, motivator and even preachers who
helped ensure the 4 main program clumps LAZ / BAZ well received in the
community. Each MRO required to live in the community and managed the
family 100-250. Thus, the process of empowerment LAZ / BAZ lasts is longer
observed, integrated and sustainable
CONCLUSION
The problems of quite complex poverty are requiring the intervention of
all parties together and coordinated. During Zakah Management Organization
(ZMO) run the program utilization of Zakah to tackle the problem of poverty only
by its own logic. So the empowerment Zakah funds models which happens to the
urban poor is different having in the advantages and disadvantages as well. This
study aims to find a prototype model of the proper optimization of charity funds in
the empowerment of the poor town based on local wisdom in Lampung province.
This study used a survey method for the first phase with the data derived from the
results of the Focus Group Discussion (FGD) and in-depth interviews with the
speakers is the model identification stage and the second stage is the stage of
reconstruction model using comparative analysis and SWOT analysts. The result
that wants to be achieved through this study is getting thesis about optimization
Zakah funds models in empowerment of the poor town in the Lampung province
and drafting prototype optimization Zakah fund models in a community
development based on local wisdom city in the Lampung province. Community
Based Development approach (CBD) is a method of approach that involves
communities in the development where construction began on the stage of ideas,
planning, making the program of activities, budgeting / cost, procurement of
resources to the implementation of a more stressed the desire or need for real there
(the real needs of the community) in a communities.
Integrated Community Development (ICD) is a focused spot to integrate
the delivery of education, health, youth training, and economic empowerment of
community-based integrated manner. With Mustahiq Relation Officer (MRO) as
Human Resource (HR) assistant, ICD became the centre of the distribution of the
program so that the program is more scalable, and controlled.
REFERENCES
Antonio, M.S. (2001). Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani.
Firmansyah. (2009).Potensi dan Peran Zakah Dalam Mengurangi Kemiskinan
(Laporan Penelitian P2E-LIPI).
Fujyono, A. (2009). Optimalisasi ZIS dalam Mengentaskan Kemiskinan. Jurnal
of Islamic Bussiness and Economics, Juni 2009 Vol.2 No.1
Hafidudin, D. (2002).Zakah Dalam Perekonomian Modern. Jakarta:
Gema Insani Press.
Kholiq, A. (2012). Pendayagunaan Zakah, Infak dan Sedekah untuk
Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Miskin di Kota Semarang. Ristek
Vol. 6 No. 1 Hal 39-47
Kisroh, A.S. (2007). Model Pemberdayaan Masyarakat Tergusur Akibat
Pembangunan Bendungan Nipah melalui Pola Kemitraan di Sampang
Madiun.
Nasution. (2008). Indonesia Zakah and Development Report 2009. Depok:
CID.
Pemerintah Republik Indonesia.(1999). Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999
Tentang Pengelolaan Zakah.
Petrasa. (2008). Wacana Pusat Studi Mengatasi Bencana.Yogyakarta: UPN
Veteran.
Rangkuti, F. (2007). Analisis Swot Teknik Membedah Bisnis. Jakarta: Gramedia
Suharto, E. (2009). Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Bandung:
Refika Aditama.
Sukmana, O. (2010). Konsep Pemberdayaan Masyarakat melalui
Pengembangan Komunitas Berbasis Potensi Lokal. Humanity, Vol 6 No.1,
September 2010 Hal 59-64
Sumodiningrat, G. (1999). Pemberdayaan Masyarakat dan Jaring Pengaman
Sosial. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Sunartiningsih, A (ed.). (2004). Strategi Pemberdayaan Masyarakat.
Yogyakarta: Aditya Media.
Susanto, H. (2006). Dinamika Penanggulangan Kemiskinan: Tinjauan Historis
Era Orde Baru. Jakarta: Khanata.
Todaro, M. P. (2000). Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jakarta:
PenerbitErlangga.
Yunus, M. (2006). Grameen Bank (Bank Kaum Miskin).
Terjemahan Irfan Nasution. Jakarta: Penerbit Buku Kita.
ANALISIS MODEL-MODEL PENDAYAGUNAAN DANA ZAKAT
DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN KOTA
DI PROVINSI LAMPUNG
Nedi Hendri
Suyanto
nedi_hendri@yahoo.com
yanto.metro@gmail.com
Universitas Muhammadiyah Metro, Lampung-Indonesia
ABSTRACT
The problems of poverty are quite complex requiring the intervention of
all parties. Most of Zakat Management Organization run the utilization program
of zakat to tackle the problem of poverty only by its own logic. Therefore the
empowerment models of Zakat funds to the urban poor in different system, with
the advantages and disadvantages of each system. The aim of this study is to find
a prototype model of the proper optimization of charity funds in the empowerment
of the poor town based on local wisdom in Lampung province. For the first stage
this study used a survey method with the data derived from the results of the
Focus Group Discussion (FGD) and in-depth interviews with the speakers is the
model identification stage. In the second stage is the stage of reconstruction model
using comparative analysis.
Community Based Development is a method of approach that involves
communities in development. Where construction began on the stage of ideas,
planning, program development activities, budgeting , procurement of resources
to the implementation of a more emphasis on real desire or the real needs of the
community in a group of people. Integrated Community Development (ICD) is a
place that is focused on the integrated delivery of education, health, youth
training, and economic empowerment of community-based integrated manner.
With Mustahik Relation Officer (MRO) as human resources assistant, ICD
became the center of the distribution of the program so that the program is more
scalable, and controlled.
Keywords: Zakat Fund, Empowerment, and Poor Urban.
PENDAHULUAN
Potensi dan pentingnya zakat sebagai usaha untuk pengentasan kemiskinan
selama masih di anggap sebelah mata, padahal zakat sesungguhnya memiliki
potensi ekonomi yang sangat besar bagi bangsa Indonesia. Saat ini, dana ZIS yang
berhasil dihimpun baru mencapai lima persenan dari total potensi zakat yang
mencapai 20 triliunan rupiah per-tahun. Kendati ZIS telah dikelola secara
profesional oleh Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) yang ada di Indonesia, sebaran
penerima manfaat dari dana ZIS terkesan tumpang tindih antara satu dengan yang
lain, sebagaimana pengumpulan ZIS yang masih terfokus pada wilayah tertentu.
Menurut Firmansyah (2009: ) pendayagunaan dana zakat selama ini masih
menganut paradigma lama, yaitu dana zakat harus dibagi habis untuk semua
golongan yang ditentukan dan untuk konsumsi sesaat sehingga pendayagunaan
zakat untuk tujuan pemberdayaan ekonomi produktif belum menjadi prioritas
utama. Selanjutnya Pujiono (2009:76-79) menyimpulkan pendistribusi ZIS masih
belum efektif dan kemanfaatan dana ZIS melalui pemberdayaan ekonomi
tergolong masih kurang efisien.
Paradiqma landasan fiqih bahwa zakat dapat didayagunakan dalam
kegiatan ekonomi produktif. Sudah saatnya OPZ mulai mengurangi porsi zakat
konsumtif dan mengoptimalisasikan dan memprioritaskan zakat produktif.
Banyak model dan kebijakan yang dilakukan selama ini tidak efektif dan efisien
dalam mengatasi kemiskinan. Paradigma pembangunan melalui pemberdayaan
(empowerment) merupakan pendekatan yang tepat dalam mengatasi kemiskinan.
Menurut Pujiyono (2009: 52) pemberdayaan adalah proses dan tujuan.
Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperbaiki
kekuasaan dan keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk
individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan,
pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah
perubahan social, yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau
mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya
baik yang bersifat fisik, ekonomis, maupun sosial.
Model pendayagunaan zakat dengan konsep pemberdayaan pada saat ini
menjadi trend di kalangan lembaga-lembaga pengelola zakat dan relevan untuk
menjawab persoalan kemiskinan, misalnya pemberdayaan ZIS dengan pemberian
modal usaha baik dengan sistem pinjaman tanpa bagi hasil (Qardhul Hasan)
maupun dengan sistem bagi hasil. Namaun masing-masing LAZ atau BAZ
memiliki model masing-masing dalam pendayagunaan dana ZIS tersebut.
Penelitian ini akan melihat dan mengkomparasikan model-model pendayagunaan
dana ZIS melalui konsep pemberdayaan, agar ditemukannya model yang efektif
dan efisien dalam mengentaskan kemiskinan.
METODOLOGI PENELITIAN
Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian naturalistik, dengan pendekatan
kualitatif- deskriptif yaitu suatu model penelitian yang berusaha untuk membuat
gambaran/paparan dan menggali secara cermat serta mendalam tentang fenomena
sosial tertentu tanpa melakukan intervensi dan hipotesis. Sedangkan penentuan
sampel penelitian dengan menggunakan teknik purposive-sampling. Berikut
lembaga amil zakat yang diteliti:
Tabel 1. Organisasi Pengelolah Zakat (OPZ)
No Representasi
Klasifikasi
Organisasi
Amil
Sasaran
1. Pemerintah Badan Amil
Zakat (BAZ)
BAZNAS Provinsi Lampung
dan BAZNAS Kota Metro
2. LSM/Ormas
Keagamaan/Organisasi
Sosial
Lembaga Amil
Zakal (LAZ)
LAZ Lampung Peduli, LAZ
Rumah Zakat Lampung dan
LAZ Yatim Mandiri
Lampung
3. Lembaga Keagamaan
Masjid
Amil Masjid BAZ Masjid Al-Forqon
Jenis, Sumber dan Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, jenis data yang akan digunakan adalah data primer dan
data sekunder. Metode pengumpulan data secara variatif menggunakan beberapa
teknik, tergantung pada data yang dikehendaki dan sumber data.
Data primer akan dikumpulkan melalui Survey diperdalam dengan Focus
Group Discussion (FGD) dan wawancara mendalam (indepth interview). FGD
Akan dilakukan dengan BAZ Kota Bandar Lampung dan BAZ Kota Metro. FGD
akan dilakukan juga dengan LAZ-LAZ yang ada di kedua Kota tersebut.
Wawancara mendalam dilakukan dengan Pemkab, Kandep Agama, ulama, tokoh
masyarakat, muzakki, mustahik, dan amil lainnya. Selain data primer, penelitian
ini juga menggunakan data sekunder yang didapat dari hasil publikasi, baik dari
instansi pemerintah (BPS, Dinas Sosial, Kantor Departemen Agama dan lain-
lain), BAZDA, LAZ, buku, jurnal dan situs internet.
Pengolahan dan Analisis Data
Data primer diolah dengan cara membuat transkrip dari hasil Focus Group
Discussion (FGD) dan wawancara mendalam dengan para nara sumber.
Sedangkan data sekunder diolah dengan program Excel untuk mendapatkan trend
dan pertumbuhan. Untuk mendesain rekonstruksi model yang tepat dilakukan
analis komparatif, dengan menggunakan model komparatif tersebut diharapkan
akan dapat diketahui nilai-nilai keunikan dan keunggulan masing-masing model
pemberdayaan zakat untuk orang miskin yang dilakukan oleh badan-badan amil
zakat tersebut.
KONSEPSI ZAKAT
Zakat berasal dari bahasa arab yaitu zaka yang berarti „suci‟, „baik‟, „berkah‟,
„tumbuh‟, dan „berkembang‟. Sedangkan secara terminology syariat, zakat adalah
sejumlah harta tertentu yang telah mencapai syarat tertentu yang diwajibkan oleh
Allah untuk dikeluarkan dan diberikan kepada orang-orang yang berhak
menerimanya dengan persyaratan tertentu (Hafidhudin, 2002: 13).
Berbagai harta benda yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah hasil pertanian,
perkebunan, peternakan, perikanan, pertambangan, emas, perak, uang, hasil
pendapatan dan jasa, rikaz (barang temuan), perdagangan dan perusahaan, serta
sumber penghasilan lainnya (Undang-undang RI. No.38 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan Zakat). Adapun ashnaf (orang yang berhak menerima zakat) adalah
fakir (orang melarat), orang miskin, amil (pengelola zakat), muallaf (orang yang
baru masuk Islam), gharimin (orang berutang), ibnu sabil (orang yang dalam
perjalanan menuntut ilmu), fi sabillillah (orang yang berjuang di jalan Allah),
riqab (budak) (Q.S. At-Taubah: 60).
Dari sisi konsep, zakat dapat dijadikan instrumen dalam pemberdayaan
ekonomi umat melalui pendayagunaan zakat untuk usaha produktif. Hal ini telah
diatur dalam Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia No. 373 Tahun 2003
pada pasal 28 ayat 2 dan pasal 29, tentang Pelaksanaan Undang-undang No.38
tahun 1999 tentang Pengeloloaan Zakat. Bahkan, pada pasal 30 didalam
keputusan tersebut lebih ditekankan lagi bahwa hasil penerimaan dari Organisasi
Pengumpul Zakat (OPZ) baik berupa infaq, sadakah, hibah, wasiat, waris dan
kafarat didayagunakan tertutama untuk usaha produktif setelah memenuhi syarat
sebagaimana dimaksud dalam pasal 29. Namun kenyataannya, dana Zakat Infaq
dan Sedekah (ZIS) belum berperan secara optimal dalam menanggulangi
kemiskinan sebagaimana yang diharapkan.
ZAKAT DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN.
Model pendayagunaan zakat untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat
miskin adalah program pemanfaatan dana zakat untuk mendorong mustahik
mampu memiliki usaha mandiri. Program tersebut diwujudkan dalam bentuk
pengembangan modal usaha mikro yang sudah ada atau perintisan usaha mikro
baru yang prospektif (Kholiq, 2012: 46).
Pasal 16 ayat (1) dan (2) UU No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat,
secara eksplisit dinyatakan bahwa pendayagunaan zakat adalah untuk memenuhi
kebutuhan hidup para mustahiq sesuai dengan ketentuan agama (delapan ashnaf)
dan dapat dimanfaatkan untuk usaha produktif. Secara lebih spesifik, dalam
Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 373 Tahun 20035 pasal 28 ayat (2)
dijelaskan bahwa pendayagunaan zakat untuk usaha produktif dilakukan apabila
zakat sudah dapat memenuhi kebutuhan hidup para mustahiq dan ternyata masih
terdapat kelebihan. Jadi, ZIS, terutama infaq dan shadaqah, dapat dimanfaatkan
untuk usaha produktif apabila terdapat usaha-usaha nyata yang berpeluang
menguntungkan.
Secara garis besar, dana ZIS dapat didistribusikan pada dua jenis kegiatan,
yaitu kegiatan-kegiatan yang bersifat konsumtif dan produktif (Nasution et al.,
2008). Kegiatan konsumtif adalah kegiatan yang berupa bantuan sesaat untuk
menyelesaikan masalah yang sifatnya mendesak dan langsung habis setelah
bantuan tersebut digunakan (jangka pendek). Sedangkan, kegiatan produktif
adalah pemberian bantuan yang diperuntukkan bagi kegiatan usaha produktif
sehingga dapat memberikan dampak jangka menengah-panjang bagi para
mustahiq
Menurut Antonio (2001), pembiayaan produktif adalah pembiayaan yang
ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk
peningkatan usaha, baik usaha produksi, perdagangan maupun investasi.
Berdasarkan jenis keperluannya, pembiayaan produktif dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Pembiayaan modal kerja, yang merupakan pembiayaan untuk memenuhi
kebutuhan peningkatan produksi secara kuantitatif (jumlah hasil produksi)
dan kualitatif (peningkatan kualitas atau mutu hasil produksi) serta untuk
keperluan perdagangan atau peningkatan utility of place dari suatu barang.
b. Pembiayaan investasi, yang merupakan pembiayaan untuk memenuhi
kebutuhan barang-barang modal (capital goods). serta fasilitas-fasilitas
yang erat kaitannya dengan investasi.
Menurut Sunartiningsih (2004), pemberdayaan masyarakat diartikan sebagai
upaya untuk membantu masyarakat dalam mengembangkan kemampuan sendiri
sehingga bebas dan mampu untuk mengatasi masalah dan mengambil keputusan
secara mandiri. Dengan demikian pemberdayaan masyarakat ditujukan untuk
mendorong terciptanya kekuatan dan kemampuan lembaga masyarakat untuk
secara mandiri mampu mengelola dirinya sendiri berdasarkan kebutuhan
masyarakat itu sendiri, serta mampu mengatasi tantangan persoalan di masa yang
akan datang. Sedangkan konsep Suharto (2009) mengenai pemberdayaan adalah
kemampuan orang khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga mereka
memiliki kekuatan dan kemampuan dalam beberapa hal:
a) Memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan, dalam
arti bukan saja bebas dalam mengemukakan pendapat, melainkan bebas dari
kelaparan, bebas dari kebodohan dan bebas dari kesakitan.
b) Menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat
meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan jasa yang
mereka perlukan.
c) Berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang
mempengaruhi mereka.
Ada beberapa indikator keberhasilan program pemberdayaan menurut
Sumodiningrat (1999), yaitu :
a. Merkurangnya jumlah penduduk miskin;
b. Merkembangnya usaha peningkatan pendapatan yang dilakukan oleh
penduduk miskin dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia;
c. Meningkatnya kepedulian masyarakat terhadap upaya peningkatan
kesejahteraan keluarga miskin di lingkungannya;
d. Meningkatkan kemandirian kelompok yang ditandai dengan makin
berkembangnya usaha produktif anggota dan kelompok, makin kuatnya
permodalan kelompok, makin rapinya sistem administrasi kelompok, serta
makin luasnya interaksi kelompok dengan kelompok lain di dalam
masyarakat;
e. Meningkatnya kapasitas masyarakat dan pemerataan pendapatan yang
ditandai oleh peningkatan pendapatan keluarga miskin yang mampu
memenuhi kebutuhan pokok dan kebutuhan sosial dasarnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Total potensi zakat di Provinsi Lampung sampai saat ini belum ada data resmi
dan valid yang bisa menjelaskan mengenai potensi zakat di Provinsi Lampung.
Estimasi yang ada baik nasional maupun daerah masih diragukan. Karena teori
perhitungannya menggunakan berbagai asumsi-asumsi yang kurang valid.
Sehingga deskripsi potensi zakat antara satu lembaga lainnya berbeda-beda.
Menurut Kepala Kanwil Kementerian Agama (kanwil Kemenag) Provinsi
Lampung Abdurrahman (Lampung Post, 26 Maret 2013) potensi zakat profesi/mal
diprovinsi lampung mencapai Rp 4,5 triliun per tahun. Jumlah tersebut
diproyeksikan dari 5 juta penduduk Lampung yang membayar zakat profesi/mal
sebesar 2,5% per bulan. Dari data dana zakat di Provinsi Lampung tersebut saat
ini baru terhimpun kurang lebih sebesar 2,73% saja. Asumsi-asumsi ini sangat
lemah dan tidak valid karena didasarkan pada asumsi-asumsi prediktif saja.
Sehingga perlu dilakukan pendekatan survei sehingga akan lebih akurat dalam
menggambarkan potensi zakat di Provinsi Lampung.
Terlepas dari asumsi pot ensi zakat tersebut, perkembangan makro sosial,
ekonomi dan pemahaman agama masyarakat diasumsikan akan berpengaruh
terhadap penguatan potensi zakat di Provinsi Lampung. Indikator-indikator
tersebut dapat dilihat dari: meningkatnya kesadaran religius masyarakat,
perbaikan kehidupan ekonomi masyarakat dan berkembangnya lembaga amil
zakat profesional. Secara umum dapat dikatakan bahwa perzakatan di Provinsi
Lampung saat ini mengalami trend kebangkitan. Kesadaran untuk menunaikan
zakat secara lebih terorganisir, berdaya dan berhasil guna telah mendorong
kemunculan lembaga-lembaga amil zakat profesional dari berbagai perkumpulan
keagamaan.
Lembaga pengelola zakat di Indonesia terbagi menjadi dua yakni Badan
Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ). Lembaga pengelolah zakat
di Provinsi Lampung merupakan cabang dari lembaga pengelolah zakat nasional
seperti: LAZ PKPU Lampung, LAZ Rumah Zakat Lampung, LAZ Dompet
Dhuafa Lampung, LAZ DPU-DT Lampung, LAZ Yatim Mandiri Lampung,
LAZIS MU Lampung, LAZIS NU Lampung, BAZ Masjid Al-Forqon dan lain
sebagainya. Sedangkan tingkat lokal muncul LAZ Lampung Peduli, LAZ Baitul
Mal L-RISMA mewakili institusi swasta, sedangkan lembaga pengelolah zakat di
kalangan pemerintah yaitu BAZNAS Provinsi Lampung, BAZNAS Kota Bandar
Lampung, BAZNAS Kota Metro dan lain sebagainya.
Undang-Undang No. 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, menjelaskan
bahwa pendayagunaan adalah :
a. Hasil pengumpulan zakat didayagunakan untuk mestahiq sesuai dengan
ketentuan agama.
b. Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat berdasarkan skala prioritas
kebutuhan mustahik dan dapat dimanfaatkan untuk usaha produktif.
c. Persyaratan dan prosedur pendayagunaan hasil pengumpulan zakat
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan keputusan Menteri.
Jenis-jenis kegiatan pendayagunaan dana zakat yang berkembang saat ini bisa
kekelompokkan berdasarkan basisnya, yaitu :
3. Berbasis Sosial
Penyaluran zakat jenis ini dilakukan dalam bentuk pemberian dana langsung
berupa santunan sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan pokok mustahiq. Ini
disebut juga Program Karitas (santunan) atau hibah konsumtif. Program ini
merupakan bentuk yang paling sederhana dari penyaluran dana zakat.
4. Berbasis pengembangan ekonomi
Penyaluran zakat jenis ini dilakukan dalam bentuk pemberian modal usaha
kepada mustahiq secara langsung maupun tidak langusng, yang
pengelolaannya bisa melibatkan maupun tidak melibatkan mustahik sasaran.
Penyaluran dana zakat ini diarahkan pada usaha ekonomi yang produktif,
yang diharapkan hasilnya dapat mengangkat taraf kesejahteraan masyarakat.
Tabel 1. Bentuk Pendayagunaan ZIS Amil Zakat di Provinsi Lampung
No Bentuk Pendaya gunaan
Amil Zakat
BAZNAS
Prov.
Lampung
Rumah
Zakat
Lampung
Peduli
PKPU DPU-DT Masjid Al-
Forqon
1 Menyelenggarakan
kegiatan khusus √ √ √ √ √ √
2 Bantuan pendidikan √ √ √ √ √ - 3 Bantuan sosial umum, √ √ √ √ √ √
fakir miskin dan yatim
4 Pelayanan sosial
(kesehatan) - √ √ √ √ -
5 Pinjaman/bantuan untuk
pemberdayaan ekonomi √ √ √ √ √ √
Motode pendistribusian dana zakat, pada masa kekinian dikenal dengan
istilah zakat konsumtif dan zakat produktif. Hampir seluruh lembaga pengelolaan
zakat menerapkan metode ini. Secara umum kedua kategori zakat ini dibedakan
berdasarkan bentuk pemeberian zakat dan penggunaan dana zakat itu oleh
mustahiq. Masing-masing dari kebutuhan konsumtif dan produktif tersebut
kemudian dibagi dua, yaitu konsumtif tradisional dan konsumtif kreatif,
sedangkan yang berbentuk produktif dibagi menjadi produktif konvensional dan
produktif kreatif, adapun penjelasan lebih rinci dari keempat bentuk penyaluran
zakat teresebut adalah:
a) Konsumtif Tradisional
Maksud pendistribusian zakat secara konsumtif tradisional adalah bahwa
zakat dibagikan kepada mustahiq dengan secara langsung untuk kebutuhan
konsumsi sehari-hari, seperti pembagian zakat fitrah berupa beras dan uang
kepada fakir miskin setiap idul fitri atau pembagian zakat mal secara
langsung oleh para muzakki kepada mustahiq yang sangat membutuhkan
karena ketiadaan pangan atau karena mengalami musibah. Pola ini
merupakan program jangka pendek dalam rangka mengatasi permasalahan
umat.
b) Konsumtif Kreatif
Pendistribusian zakat secara konsumtif kreatif adalah zakat yang diwujudkan
dalam bentuk barang konsumtif dan digunakan untuk membantu orang miskin
dalam mengatasi permasalahan sosial dan ekonomi yang dihadapinya.
Bantuan tersebut antara lain berupa alat-alat sekolah dan beasiswa untuk para
pelajar, bantuan sarana ibadah seperti sarung dan mukena, bantuan alat
pertanian, seperti cangkul untuk petani, gerobak jualan untuk pedagang kecil
c) Produktif Konvensional
Pendistribusian zakat secara produktif konvensional adalah zakat yang
diberikan dalam bentuk barang-barang produktif, di mana dengan
menggunakan barang-barang tersebut, para muzakki dapat menciptakan suatu
usaha, seperti pemberian bantuan ternak kambing, sapi perahan atau untuk
membajak sawah, alat pertukangan, mesin jahit
d) Produktif Kreatif
Pendistribusian zakat secara produktif kreatif adalah zakat yang diwujudkan
dalam bentuk pemberian modal bergulir, baik untuk pemodalan proyek sosial,
seperti pembangunan sosial, seperti pembangunan sekolah, sarana kesehatan
atau tempat ibadah maupun sebagai modal usaha untuk membantu atau bagi
pengembangan usaha para pedagang atau pengusaha kecil.
Tabel 2.
Bentuk Pendayagunaan ZIS untuk Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Miskin di Provinsi
Lampung
No Bentuk
Pendayagunaan
Amil Zakat
BAZNAS Prov.
Lampung
Rumah
Zakat
Lampung
Peduli
PKPU DPU-DT Masjid Al-
Forqon
1 Bantuan modal
secara langsung
Pinjaman Modal
Usaha Non-
Formal
Bantuan
sarana dan
modal
UKM
Sosial
Trust
Fund
Bantuan
Modal
Usaha
Non-
Formal
- Pinjaman
Modal
Usaha
Non-
Formal
2 Bantuan
perintisan usaha
- Program
Bantuan
Wirausaha
Kampung
Ternak
dan Petani
Sehat
Indonesia
- Usaha
Ternak
Mandiri
-
Pembaharuan dalam aspek pendayagunaan zakat merupakan pembaharuan
yang menyangkut pada aspek pemanfaatan dana zakat. Selama ini ada kesan
bahwa zakat melanggengkan kemiskinan. Hal ini dapat kita lihat dari penerima
zakat yang tidak pernah berubah statusnya dari penerima zakat (mustahiq)
menjadi pemberi/pembayar zakat (muzzaki), bahkan setiap tahunnya jumlah
mustahiq cenderung bertambah. Penyaluran bantuan LAZ dan BAZ di Provinsi
Lampung dilakukan melalui program-program bidang pendidikan, bidang
kesehatan, bidang kepemudaan serta bidang ekonomi kebanyakan masih
dilakukan secara tersebar dan cenderung parsial tergantung mustahiq berada untuk
setiap programnya. Masih lemahnya infrastruktur dan skill tenaga pendamping
program pemberdayaan menjadi faktor kendala tersendiri bagi sebagian LAZ dan
ZIS. Hal ini akan menyebabkan kesulitan dalam memberikan kontrol, evaluasi
dan pengkuran keberhasilan program. Kedepan perubahan dari pola konsumsi
menjadi pola produktif menjadi salah satu jalan bagi pemberdayaan dana zakat
masa depan. Model pendayagunaan zakat untuk pemberdayaan ekonomi
masyarakat miskin adalah program pemanfaatan dana zakat untuk mendorong
mustahiq mampu memiliki usaha mandiri.
Model optimalisasi dana zakat yang diterapkan oleh LAZ Rumah Zakat
dengan pendekatan Integrated Community Development (ICD) atau
pemberdayaan wilayah perpadu atau lebih dikenal sebagai konsep desa binaan
memiliki keunikan tersendiri. Integrated Community Development (ICD)
merupakan sentra atau pusat pemberdayaan mustahik yang berbasis komunitas di
kelurahan atau kecamatan. Tujuan model ICD adalah: 1). Membantu mustahiq
untuk survive di tengah kekurangan materi yang dimilikinya, 2). Terpantaunya
perkembangan kesejahteraan mustahiq selama dalam binaan, 3). Tersadarkannya
masyarakat terhadap tanggung jawab lokal dalam mengentaskan kemiskinan
diwilayahnya, dan 4). Terentasknnya mustahiq dari garis kemiskinan sehingga
bisa berubah kesejahteraannya pada level muzakki (orang yang membayar zakat).
Setiap wilayah yang termasik dalam program ICD akan didampingi oleh satu
orang atau lebih Musthiq Relation Officier (MRO). MRO berfungsi sebagai
penggerak, pendamping, fasilitator, dinamisator bahkan dai yang membantu
memastikan 4 rumpun program utama LAZ/BAZ diterima dengan baik di
masyarakat. Setiap MRO diwajibkan tinggal di komunitas tersebut dan
mengelolah 100-250 keluarga. Dengan demikian, proses pemberdayaan yang
dilakukan LAZ/BAZ berlangsung lebih terpantau, terintegrasi dan berkelanjutan.
KESIMPULAN
Motode pendistribusian dana zakat, pada masa kekinian dikenal dengan
istilah zakat konsumtif dan zakat produktif. Hampir seluruh lembaga pengelolaan
zakat menerapkan metode ini. Secara umum kedua kategori zakat ini dibedakan
berdasarkan bentuk pemeberian zakat dan penggunaan dana zakat itu oleh
mustahiq. Masing-masing dari kebutuhan konsumtif dan produktif tersebut
kemudian dibagi dua, yaitu konsumtif tradisional dan konsumtif kreatif,
sedangkan yang berbentuk produktif dibagi menjadi produktif konvensional dan
produktif kreatif.
Model optimalisasi dana zakat yang diterapkan oleh LAZ Rumah Zakat
dapat dijadikan contoh model alternatif sehingga penyaluran dana ZIS lebih
efektif dan efisien dalam pengentasan kemiskinan, dengan pendekatan Integrated
Community Development (ICD) atau pemberdayaan wilayah perpadu atau lebih
dikenal sebagai konsep desa binaan memiliki keunikan tersendiri. Integrated
Community Development (ICD) merupakan sentra atau pusat pemberdayaan
mustahik yang berbasis komunitas di kelurahan atau kecamatan.
DAFTAR PUSTAKA
Antonio, M.S. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani.
Firmansyah, dkk. (2009), Potensi dan Peran Zakat Dalam Mengurangi
Kemiskinan (Laporan Penelitian P2E-LIPI).
Fujyono, Arif. 2009. Optimalisasi ZIS dalam Mengentaskan Kemiskinan. Jurnal
of Islamic Bussiness and Economics, Juni 2009 Vol.2 No.1
Hafi dhuddin, Didin, (2002), Zakat Dalam Perekonomian Modern. Jakarta:
Gema Insani Press.
Kholiq, Abdul. 2012. Pendayagunaan Zakat, Infak dan Sedekah untuk
Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Miskin di Kita Semarang. Ristek
Vol. 6 No. 1 Hal 39-47
Kisroh, A.S. 2007. Model Pemberdayaan Masyarakat Tergususr Akibat
Pembangunan Bendungan Nipah melalui Pola Kemitraan di Sampang
Madiun.
Masyarakat Mandiri. 2006. Laporan Triwulanan III (TW03): Oktober –
Desember Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa Program Pendampingan
Klaster Tahu Iwul Desa Bojong Sempu.
Nasution, dkk. 2008. Indonesia Zakat and Development Report 2009. Depok:
CID.
Pemerintah Republik Indonesia. 1999. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999
tentang Pengelolaan Zakat.
Petrasa, 2008. Wacana Pusat Studi Mengatsi Bencana.Yogyakarta: UPN Veteran.
Rangkuti, Fredy. 2007. Analisis Swot Teknik Membedah Bisnis. Jakarta: Gramedia
Suharto, E. 2009. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Bandung:
Refika Aditama.
Sukmana, Oman. 2010. Konsep Pemberdayaan Masyarakat melalui
Pengembangan Komunitas Berbasis Potensi Lokal. Humanity, Vol 6 No.1,
September 2010 Hal 59-64
Sumodiningrat, G. 1999. Pemberdayaan Masyarakat dan Jaring Pengaman
Sosial. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Sunartiningsih, Agnes (ed.).2004. Strategi Pemberdayaan Masyarakat.
Yogyakarta: Aditya Media.
Susanto, H. 2006. Dinamika Penanggulangan Kemiskinan: Tinjauan Historis
EraOrde Baru. Jakarta: Khanata.
Todaro, M. P. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Yunus, Muhammad.2006.Grameen Bank (Bank Kaum Miskin). Terjemahan Irfan
Nasution. Jakarta: Penrbit Buku Kita.
AN ANALYSIS OF FUNDS ZAKAT MODEL IN EMPOWERMENT POOR
CITY URBAN THROUGH COMMUNITY BASED DEVELOPMENT
(CBD) IN LAMPUNG
NEDI HENDRI & SUYANTO
Muhammadiyah University of Metro, Lampung-Indonesia
nedi_hendri@yahoo.com or yanto.metro@gmail.com 085267185403
ABSTRACT
The problems of poverty are quite complex requiring the intervention of all
parties. Most of Zakat Management Organization runs the utilization program of
zakat to tackle the problem of poverty only by its own logic. Therefore the
empowerment models of Zakat funds to the urban poor in different system, with
the advantages and disadvantages of each system. The aim of this study is to find
a prototype model of the proper optimization of charity funds in the empowerment
of the poor town based on local wisdom in Lampung province. For the first stage
this study used a survey method with the data derived from the results of the
Focus Group Discussion (FGD) and in-depth interviews with the speakers is the
model identification stage. In the second stage is the stage of reconstruction model
using comparative analysis. Community Based Development is a method of
approach that involves communities in development. Where constructions began
on the stage of ideas, planning, program development activities, budgeting,
procurement of resources to the implementation of a more emphasis on real desire
or the real needs of the community in a group of people. Integrated C ommunity
Development (ICD) is a place that is focused on the integrated delivery of
education, health, youth training, and economic empowerment of community-
based integrated manner. With Mustahik Relation Officer (MRO) as human
resources assistant, ICD became the center of the distribution of the program so
that the program is more scalable, and controlled.
Keywords: Zakat Fund, Empowerment, Poor Urban, Community Based
Development (CBD).
INTRODUCTION
Poverty is a phenomenon of human life that always accompanies the process
of development and is considered as a barrier because its effects are likely to be
negative. With the largest Muslim population in the world, Indonesia has the
potential to overcome poverty through fiscal policy management of Zakat,
Donation and Charity (ZDC). ZDC can be an alternative to overcome poverty
because its targets clearly set out in the Qur'an, that is poor. Distribution should be
developed towards empowerment through productive activities is not for
consumption. So far, the potential and the importance of charity as an effort to
alleviate poverty are still considered underestimatedly, but charity actually has a
huge economic potential for Indonesia. Nowadays, collecting funds of ZDC have
reached five a percentage of the total potential of zakat reaches 20 trillions of
dollars each year. Although ZDC has been professionally managed by Zakat
Management Organization (ZMO) that exist in Indonesia, the distribution of
beneficiaries of funds of ZDC impress overlap with each other, as the collection
of ZDC are still focused on a specific area. According to Firman (2009) utilization
of Zakat funds for this still adheres to the old paradigm, ie zakat should be shared
out for all classes specified and for a moment so that the utilization of zakat
consumption for the purpose of productive economic empowerment has not been
a top priority. Furthermore Fujiyono (2009: 76-79) concludes that distributor of
ZDC is still less effective and benefit of ZDC funds through economic
empowerment is still classified as less efficient.
Paradigm charity of foundation jurisprudence can be utilized in productive
economic activities. It is time ZMO start reducing consumption and optimize the
portion of zakat and charity prioritizes productive. Many models and policies
conducted so far are not effective and efficient in overcoming poverty. The
paradigm of development through empowerment (empowerment) is an
appropriate approach to overcoming poverty.
According Pujiyono (2009: 52) empowerment is a process and a goal. As a
process, empowerment is a series of activities to improve the power and
empowerment of vulnerable groups in society, including individuals who have
problems of poverty. For the purpose, empowerment refers to the state or the
results to be achieved by a social change, which empowered community, have
power or have the knowledge and ability to meet their needs whether physical,
economic, and social.
Model utilization of zakat to the concept of empowerment is the current
trend among institutions of zakat and relevant to address poverty, for example
ZDC empowerment by providing venture capital good with a loan without a
profit-sharing system (Qardhul Hasan) and the profit-sharing system. However,
through mentoring programs should microenterprises with productive charitable
giving in the form of a revolving fund can be developed with a "community-based
development" or even "integrated development community (IDC)" to be effective
and efficient in alleviating poverty.
The purpose ot this research are; to know the distribution of zakat models
through the empowerment of the poor town in the Lampung province. Create the
optimization of zakat funds model right in the empowerment of the poor town in
the Lampung province.
RESEARCH METHOD
Research Design
This study is a naturalistic study with qualitatif- descriptive approach. This
is a model of research that seeks to create a description / exposurion and dig
carefully and deeply about certain social phenomena without intervention and
hypotheses. While the determination of the sample uses purposive sampling
technique. Here amil zakat institutions data:
Table 1 - Zakat Management Organization (ZCO)
No Representation
Amil
Organization
Clasified
Target
1. Goverment BAZ BAZNAS Lampung Province
2. LSM/Ormas
Religion/Social
LAZ Lampung careness, Dompet
Dhuafa Lampung, Rumah
Organization Zakat Lampung, DPU-DT
Lampung dan PKPU
Lampung
3. Religion Instution of
Masjid
Amil Masjid BAZ Masjid Al-Forqon
Types, Sources and Data Collection Techniques
In this study, the types of data that will be used are primary data and secondary
data. Data collection methods are varied using several techniques, depending on
the desired data and data sources. Primary data will be collected through a survey
deepened by the Focus Group Discussion (FGD) and in-depth interviews (depth
interview). FGDs will be conducted by BAZNAS Lampung Province. FGD will
be done also by LAZ-LAZ in Lampung Province. In-depth interviews conducted
by local government, Kandep of Religion, scholars of moslems, community
leaders, muzakki, mustahiq, and other collectors. In addition to the primary data,
this study also uses secondary data obtained from the publications, both from
government agencies (BPS, Social Services, Office of Religious Affairs and
others), Regional BAZNAS, LAZ, books, journals and internet sites.
Processing and Data Analysis
Primary data is processed by making a transcript of a Focus Group Discussion
(FGD) and in-depth interviews with resource persons. While secondary data
processed by the program Excel to get the trend and growth. To design an
appropriate model reconstruction performed comparative analysts, using
comparative models are expected to be known values of uniqueness and
advantages of each model of empowerment charity to the poor is done by agencies
of zakat itself. The results are analyzed with SWOT analysis and analysis of the
situation analyst in order to obtain a desired prototype models.
ZAKAT CONCEPTION
Zakat is derived from the Arabic word that zakat which means 'sacred',
'good', 'blessing', 'growth' and 'developing'. While the terminology of law, zakat is
a certain amount of assets that have reached that certain conditions are required by
God to be issued and given to those who deserve it with certain requirements
(Hafidhudin, 2002: 13).
Various property shall be issued zakat is agriculture, plantation, animal
husbandry, fisheries, mining, gold, silver, money, revenue and services, rikaz
(artifacts), trade and enterprise, as well as other sources of income (Republic Act.
38 Year 1999 on Zakat Management). The ashnaf (person who is entitled to
receive zakat) is indigent (the destitute), the poor, amil (zakat), converts (those
who are new to Islam), gharimin (debtor), Ibn sabil (person who in the course of
study), fi sabillillah (people who fight in Allah's way), Riqab (slave) (Surat At-
Tawbah: 60).
In terms of concept, zakat can be used as an instrument in the economic
empowerment of people through the utilization of zakat for productive enterprises.
This has been stipulated in the Decree of the Minister of Religious Affairs of the
Republic of Indonesia No. 373 of 2003 in Article 28, paragraph 2 and Article 29,
concerning the implementation of Act 38 of 1999 on zakat management. In fact,
in article 30 in the decision is emphasized again that the proceeds of Zakat
Collectors Organization (ZCO) either donation, charty, wills, inheritance or
expiation utilized especially for productive activities after getting the requirements
as stipulated in Article 29. But in the reality, Zakat, Donation and Charity fund
(ZIS) is not optimal to overcome the tackling poverty as expected.
ZAKAT AND EMPOWERMENT OF THE POOR
Utilization of zakat model for the economic empowerment of the poor is a
program to encourage the utilization of Zakat funds to support mustahik able to
have an independent business. The program is realized in the form of capital
development of micro enterprises existing or new planting prospective micro
enterprises (Kholiq, 2012: 46).
Article 16 first and second paragraph of Law No. 38 Year 1999 on Zakat
Management, explicitly stated that the utilization of zakat is to meet the needs of
the mustahiq life in accordance with the provisions of religion (eight ashnaf) and
can be utilized for productive enterprises. More specifically, in the Decree of the
Minister of Religion (KMA) No. 373 of 20 035 Article 28 paragraph (2) explained
that the utilization of zakat for productive activities carried out when charity was
able to meet the needs of the mustahiq life and it turns out there are advantages.
So, ZIS, especially infaq and Sadaqah, can be utilized for productive activities
when there are real efforts are likely to benefit.
ZIS funds can be distributed on two types of activities, ie activities that are
consumptive and productive (Nasution et al., 2008). Consumptive activities are
activities that form of relief just to solve problems that are urgent and immediately
discharged after the aid is used (short-term). Meanwhile, productive activity is the
provision of assistance intended for productive activities so as to provide medium
to long term impact for the mustahiq.
According to Antonio (2001), earning financing is intended to meet the
financing needs of the production in a broad sense, ie to increase the business,
whether production, trade and investment. Based on the type of needs, financing
productive divided into two, namely:
c) Working capital financing, which is the financing to meet the needs of
increased production quantitatively (amount of production) and qualitative
(quality improvement or quality of production) as well as for trading purposes
or increase the utility of place of an item.
d) Financing of investment, which is the financing to meet the needs of capital
goods (capital goods) and facilities that are closely associated with the
investment.
According to Sunartiningsih (2004), empowerment is defined as an effort to
assist communities in developing their own abilities that are free and able to solve
problems and make decisions independently. Thus empowerment is intended to
encourage the strength and ability of public agencies to independently able to
manage itself based on the needs of the community itself, and is able to overcome
the challenges of the problems in the future. While the concept of Suharto (2009)
concerning empowerment is the ability of people are particularly vulnerable and
weak that they have the strength and ability in several ways:
d) Meeting the basic needs so that they have the freedom, in the sense of not
only free to express their opinions, but freedom from hunger, freedom from
ignorance and free from pain.
e) Reaching productive resources that enable them to increase their income and
obtain goods and services they need.
f) Participate in the development process and the decisions that affect them.
There are several indicators of the success of development programs by
Sumodiningrat (1999), namely:
f) Shrinkage of poor people number;
g) Development efforts to increase revenue made by the poor to take advantage
of available resources;
h) Increased public awareness of efforts to improve the welfare of poor families
in the neighborhood;
i) Increase the independence of the group are characterized by the growing
business and productive members of the group, the group's capital strength,
the neat system administration group, as well as the growing extent of the
interaction of group with other groups in society;
j) Increasing the capacity of communities and the equitable distribution of
income that is characterized by an increase in the income of poor families is
able to meet basic needs and social needs basically.
COMMUNITY BASED CONCEPT DEVELOPMENT (CBD).
Community Driven Development approach (CBD) is a method of approach that
involves community / communities in development. In this development involves
a variety of elements including the broader social, cultural, economic to regulatory
environment (Hidayat and Darwin, 2001). The nature of the CBD this approach is
the development process from initial idea / ideas, planning, program development
activities, budgeting / cost, procurement of resources to the implementation of a
more emphasis on real desire or need there (the real needs of the community) in
community groups.
According to Hidayat and Darwin (2001) the basic principles of the concept of the
CBD are:
f) Required level of break-even in every residence which is managed through
the CBD program. The aim is that the activities are managed is able to be
preserved or developed.
g) The concept of CBD always involves participation of community that
includes the planning and implementation of programs.
h) Between training and business development is an integral and inseparable.
i) Implementation of the CBD should maximize existing resources, particularly
the issue of funding.
j) Organization of the CBD must position itself as a "middleman" to the links
between government interests with the interests of the people who are micro.
RESULTS AND DISCUSSION
The total potential of zakat in Lampung province until now does not have
official data and valid that could explain the potential zakat in Lampung Province.
An estimate of existing national and regional is still doubtful. Because theory
calculations using various assumptions that are less valid. So the description of
the potential zakat among the other agencies varies. According to the Head Office
of the Ministry of Religious Affairs (MORA offices) Abdurrahman in Lampung
Province (Lampung Post, March 26, 2013), the potential zakat profession / mal in
Lampung province reached Rp 4.5 trillion each year. The projected amount of 5
million for inhabitants Lampung who pay zakat profession / mall is 2.5% each
month. From the data of zakat in Lampung Province is currently only collected
approximately 2.73% only. These assumptions are very weak and not valid
because it is based on predictive assumptions only. So that needs to be done so
that the survey approach will be more accurate in describing the potential for
charity in Lampung Province.
Regardless of the zakat potential assumptions, macro development of
social, economic and religious understanding of society is assumed to be an effect
on strengthening the potential for charity in Lampung Province. These indicators
can be seen from: increasing awareness of the religious community, the economic
life of the improvement of society and the development of professional amil zakat
institutions. In general it can be said that perzakatan in Lampung province is
currently experiencing a revival trend. Awareness for alms giving more organized,
powerful and effective has encouraged the emergence of institutions of zakat
professionals from various religious associations.
Zakat management institutions in Indonesia are divided into two namely
Amil Zakat (AZ) and the Institute of Amil Zakat (IAZ). Management institution
of zakat in Lampung province is a branch of a national charity management
institutions such as: LAZ PKPU Lampung, LAZ Rumah Zakat Lampung, LAZ
Dompet Dhuafa Lampung, LAZ DPU-DT Lampung, Lampung LAZIS MU,
LAZIS NU Lampung, BAZ Al-Forqon and other so forth. While the local level
appears LAZ Lampung Care represents private institutions and management zakat
institutions in government circles are BAZNAS Lampung, BAZNAS Bandar
Lampung, BAZNAS Metro and so forth.
Law No. 38 of 1999 on Zakat Management explained that the utilization is:
d) Results of collecting alms for mestahiq utilized in accordance with the
provisions of religion.
e) Utilization of collecting zakat based on priority needs mestahiq and can be
used for productive enterprises.
f) The requirements and procedures for collecting zakat utilization as referred to
in paragraph (2) shall be regulated by the decision of the Minister.
The types of activities that develop the utilization of Zakat funds currently can
divide into two bases on the basis of activities, namely:
3. Based Social
Distribution of zakat this kind conducted in the form of direct funding in the
form of compensation for the fulfillment of basic needs mestahiq. It is also
called the Charity Program (compensation) or grant consumer. This program
is the simplest form of the distribution of zakat funds
4. Based Economic Development
Distribution of zakat this kind conducted in the form of venture capital to
mustahiq directly, whose management may involve or not involve mustahik
target. The distribution of zakat funds is directed to productive economic
enterprises, which may also be raised welfare of society.
Table 2.
Utilization of ZDC by Amil Zakat in Lampung Province
No Management
Amil Zakat
BAZNAS Rumah Dompet PKPU DPU- Masjid
Prov.
Lampung
Zakat Dhuafa DT Al-
Forqon
1 Carrying out
specific
activities
√ √ √ √ √ √
2 Education
Helping
√ √ √ √ √ -
3 general social
assistance, poor
and orphaned
√ √ √ √ √ √
4 Social Service
(health)
- √ √ √ √ -
5 Loan /
assistance for
economic
empowerment
√ √ √ √ √ √
Distribution of zakat Method, the present time is known as zakat consumptive and
productive charity. Almost all of zakat management institutions apply this
method. In general, these two categories of zakat is distinguishable by giving
charity and the charity fund utilization by mestahiq. Each of the consumptive and
productive needs are then divided into two, namely the traditional consumptive
and consumptive creative, while the form of productive divided into conventional
productive and creative productive, while a more detailed description of the four
forms of distribution of zakat are:
e) Traditional Consumer
Purpose of traditional consumptive distributing zakat is that zakat distributed
to mustahiq with directly for daily consumption needs, such as the division of
tithes in the form of rice and money to the poor every Eid or distribution of
zakat mal directly by the muzakki to mustahiq who desperately need because
of lack of food or because of the unfortunate. This pattern is a short-term
program in order to overcome the problems of the people.
f) Consumer Creative
Distributions of Zakat as a creative consumer is realized in the form of zakat
consumer‟s goods and are used to help the poor in overcoming social and
economic problems it faces. The contributions are in the form of school
supplies and scholarships for students, aid places of worship such as gloves
and mukena, help agricultural implements, such as hoes for farmers, carts
selling to small traders
g) Productive Conventional
Distribution of Zakat conventional productively is charity given in the form
of productive goods, where the use of these items, the muzakki can create a
business, such as the provision of goats, milking cows or for plowing,
carpentry tools, and sewing machines
h) Productive Creative
Distribution of Zakat productively creative is manifested in the form of
revolving capital, both for capitalization of social projects, such as social
development, such as the construction of schools, health facilities or places of
worship as well as venture capital to help or for business development, traders
or small businesses.
Table 3.
Utilization of ZDC Form for Economic Empowerment of The Poor In
Lampung Province
No Management
Amil Zakat
BAZNAS
Prov.
Lampung
Rumah
Zakat
Dompet
Dhuafa
PKPU DPU-DT Masjid
Al-
Forqon
1 Capital
assistance
directly
Capital
loans of
non-
formal
Capital
support
non-
formal
- Capital
loans
of non-
formal
2 Pioneering
effort helping
- Enterpreneur
aid program
Livestock
village
And
Indonesian
Farmer
Healthy
- Autonomous
livestock
enterpreneur
-
Updates in the aspect of utilization of zakat are the renewal of the aspects
concerning the utilization of Zakat funds. So far, there is an impression that
perpetuates poverty charity. It can be seen from the recipients who never changed
his status of recipients (mustahiq) become givers / tax payers (muzzaki), even
every year mustahiq number tends to increase. LAZ aid delivery and BAZ is done
through programs in education, health, the area of youth and the economic field is
still done mostly scattered and tend to be partially dependent mustahiq for each
program. This will cause difficulty in control, evaluation and sizing success of the
program. Besides the change of consumption patterns become productive patterns
become one way for future empowerment charity funds. Model utilization of
zakat for the economic empowerment of the poor is a program to encourage the
utilization of Zakat funds mustahiq able to have an independent business.
Picture 2.
Optimalizm Funds Zakat Model Through Integrated Community
Development (ICD)
Optimization of zakat funds model to approach the Integrated Community
Development (ICD) or empowerment integrated region, or better known as the
concept of guided village. Integrated Community Development (ICD) is the center
or center-based community empowerment mustahik at village or district. The
purpose ICD models are: 1). Help mustahik to survive in the midst of its material
Government LAZ/BAZ
Poverty Data, Field Analisis,
Coordination Forum
Yes No
Program/Strategy/Regulation/Regulation of poverty
decrease
Fasilkitasi
Vision & Mision Work Programs
Zakat Empowerment
STOP
MRO
Education
Social
Economic Empowerment
Teenager
rrrrr Poverty
MRO
shortages, 2). monitor the development of the welfare mustahiq for the target, 3).
make people aware of the responsibility to alleviate poverty locally territory, and
4). reduce mustahiq of poverty so they can change their welfare at the level
muzaki (people who pay zakat). Each region includes in ICD program will be
accompanied by one person or more Musthiq Relations Officer (MRO). MRO
serves as a driver, companion, facilitator, motivator and even preachers who
helped ensure the 4 main program clumps LAZ / BAZ well received in the
community. Each MRO required to live in the community and managed the
family 100-250. Thus, the process of empowerment LAZ / BAZ lasts is longer
observed, integrated and sustainable
CONCLUSION
The problems of quite complex poverty are requiring the intervention of
all parties together and coordinated. During Zakat Management Organization
(ZCO) run the program utilization of Zakat to tackle the problem of poverty only
by its own logic. So the empowerment Zakat funds models which happens to the
urban poor is different having in the advantages and disadvantages as well. This
study aims to find a prototype model of the proper optimization of charity funds in
the empowerment of the poor town based on local wisdom in Lampung province.
This study used a survey method for the first phase with the data derived from the
results of the Focus Group Discussion (FGD) and in-depth interviews with the
speakers is the model identification stage and the second stage is the stage of
reconstruction model using comparative analysis and SWOT analysts. The result
that wants to be achieved through this study is getting thesis about optimization
Zakat funds models in empowerment of the poor town in the Lampung province
and drafting prototype optimization Zakat fund models in a community
development based on local wisdom city in the Lampung province. Community
Based Development approach (CBD) is a method of approach that involves
communities in the development where construction began on the stage of ideas,
planning, making the program of activities, budgeting / cost, procurement of
resources to the implementation of a more stressed the desire or need for real there
(the real needs of the community) in a communities.
Integrated Community Development (ICD) is a focused spot to integrate
the delivery of education, health, youth training, and economic empowerment of
community-based integrated manner. With Mustahik Relation Officer (MRO) as
human resource (HR) assistant, ICD became the centre of the distribution of the
program so that the program is more scalable, and controlled.
DAFTAR PUSTAKA
Antonio, M.S. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani.
Firmansyah. 2009. Potensi dan Peran Zakat Dalam Mengurangi
Kemiskinan (Laporan Penelitian P2E-LIPI).
Fujyono, Arif. 2009. Optimalisasi ZIS dalam Mengentaskan Kemiskinan. Jurnal
of Islamic Bussiness and Economics, Juni 2009 Vol.2 No.1
Hafi dhuddin, D.2002. Zakat Dalam Perekonomian Modern. Jakarta:
Gema Insani Press.
Kholiq, A.2012. Pendayagunaan Zakat, Infak dan Sedekah untuk
Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Miskin di Kita Semarang. Ristek
Vol. 6 No. 1 Hal 39-47
Kisroh, A.S. 2007. Model Pemberdayaan Masyarakat Tergususr Akibat
Pembangunan Bendungan Nipah melalui Pola Kemitraan di Sampang
Madiun.
Masyarakat Mandiri. 2006. Laporan Triwulanan III (TW03): Oktober –
DesemberMasyarakat Mandiri Dompet Dhuafa Program Pendampingan
Klaster Tahu Iwul Desa Bojong Sempu.
Nasution. 2008. Indonesia Zakat and Development Report 2009. Depok:
CID.
Pemerintah Republik Indonesia. 1999. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999
tentang Pengelolaan Zakat.
Petrasa.2008. Wacana Pusat Studi Mengatsi Bencana.Yogyakarta: UPN Veteran.
Rangkuti, F. 2007. Analisis Swot Teknik Membedah Bisnis. Jakarta: Gramedia
Suharto, E. 2009. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Bandung:
Refika Aditama.
Sukmana, O. 2010. Konsep Pemberdayaan Masyarakat melalui
Pengembangan Komunitas Berbasis Potensi Lokal. Humanity, Vol 6 No.1,
September 2010 Hal 59-64
Sumodiningrat, G. 1999. Pemberdayaan Masyarakat dan Jaring Pengaman
Sosial. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Sunartiningsih, Agnes (ed.).2004. Strategi Pemberdayaan Masyarakat.
Yogyakarta: Aditya Media.
Susanto, H. 2006. Dinamika Penanggulangan Kemiskinan: Tinjauan Historis
EraOrde Baru. Jakarta: Khanata.
Todaro, M. P. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Yunus, Muhammad.2006.Grameen Bank (Bank Kaum Miskin).
Terjemahan Irfan Nasution. Jakarta: Penrbit Buku Kita.
PRODUK UNGGULAN KOTA BERBASISKEARIFANLOKAL DI PROVINSI LAMPUNG
Penulis NediHendri, S.E., M.Si., Ak., CA. Suyanto, S.E, M.Si.,Ak., CA. Siti Nurlaila., M.Psi. Desain Cover Team LadunyCreative Lay Out Team LadunyCreative
ISBN 978-602-1397-88-6
CetakanI, Oktober2016 Jumlah 45 halaman Ukuran15 x 23 cm
Dicetakdanditerbitkanoleh: CV. LADUNY ALIFATAMA (PenerbitLaduny) Anggota IKAPI
- Perum JSP Blok V 6 No. 11 Tejoagung, Metro – Lampung.
- Jl. Ki HajarDewantara No. 49 Iringmulyo, Kota Metro – Lampung. Telp. : 085269012121– 085769001000 Email :penerbitladuny@yahoo.com
KATA PENGANTAR
AssalamualaikumWr. Wb. Pertama, tim penyusun mengajak marilah senantiasa
memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT,mengingat sampai
sekarang ini kita masih dikaruniai kenikmatan yang kita tidak sanggup
untuk menghitung-hitungnya, terutama nikmat iman, islam, kesehtan,
kehidupan, dan kesempatan untuk mengembangkan potensi diri kita
sebagai Abdillah dan khalifah Allah SWT di muka bumi ini. Shalawat dan
salam senantiasa kita sanjungkan kepada junjungan kita, nabi besar
Muhammad SAW beserta sahabat, keluarga dan ummatnya yang setia
sampai akhir zaman nanti.
Penyusun mengucapkan terimakasih banyak kepada semua pihak
yang mendukung terselesaikannya penyusunan buku tentang “Produk
Unggulan Kota Berbasis Kearifan Lokal Di Provinsi Lampung” ini. Tim
penyusun menyadari terdapat kekurangan – kekurangan dari buku ini baik
dalam penyusunan mau pun kata-kata, untuk itu saran dan kritik dari
pembaca sangatlah kami harapkan. Tim penyusun juga berharap semoga
dengan adanya buku ini, masyarakt terkhusus di provinsi lampung dapat
mengetahui tentang produk-produk unggulan/potensi dalam
perekonomian di propinsi lampung.
WaassalamualaikumWr. Wb.
Horma kami, Tim Penyusun
DAFTAR ISI
Kata pengantar .................................. 3 Daftar Isi .......................................... 4
Bab I konsep dasar produk unggulan Pendahluan ................................... 5 Pembangunan Ekonomi Daerah Berbasis Keunggulan Produk ...... 7 Produk Unggulan Daerah. .................. 9
Bab 2Konsep Dasar Kearifan Lokal Pendahuluan ................................. 14 Definisi Kearifan Lokal. ..................... 15 Peran Kearifan Lokal dalam Pemecahan Masalah. ........................ 19
Bab 3Gambaran umum wilayah perkotaan Di provinsi lampung
Kota Bandar Lampung. ........................ 21 Kota Metro ...................................... 23
Bab 4Produk Unggulan Kota Berbasis Kearifan Lokal Di Provinsi Lampung
Kota Bandar Lampung. ...................... 28 Kota Metro. ................................... 35
Bab 5 Kesimpulan ............................... 43 DaftarPustaka
BAB 1
KONSEP DASAR PRODUK UNGGULAN
A. Pendahuluan.
Beberapa tahun belakangan ini, di banyak negara muncul istilah
ekonomi kreatif sebagai alternatif pembangunan ekonomi yang
menekankan pada aspek peningkatan kesejahteraan dan kualitas hidup
yang lebih baik. Ekonomi kreatif sebagai modal dasar dalam menghadapi
persaingan ekonomi dimana berpijak pada kemampuan untuk
mewujudkan kreativitas yang diramu dengan nilai seni, teknologi,
pengetahuan dan budaya. Di banyak negara konsep ekonomi kreatif ini
semakin mendapat perhatian karena ternyata dapat memberikan
kontribusi nyata terhadap nilai ekonomi.
Howkins (2007), mengungkapkan kontribusi nyata ekonomi kreatif
terhadap nilai ekonomi, sebagai contoh, dalam internet advertising
market : USA (US$ 155 milyar), China (US$ 38 milyar), Jerman (US$ 22
milyar), Inggris (US$ 19 milyar).Dalam sektor arsitektur, terdapat lima
perusahaan yang mendapat keuntungan seperti Nikken Sekkei/Japan
(>100 arsitek dan US$ 250 Juta), Genster/USA (> US$ 250 juta),
HOK/USA (> US$ 250 juta), Aedas/UK (US$ 180-189 juta), Skidmore
Owings and Merril/USA (US$ 180-189 juta). Pada sektor kerajinan
misalnya Pasar Amerika: US $11 milyar
Bahkan secara statistik pula, ekonomi kreatif di Indonesia dianggap
memiliki kontribusi yang cukup positif terhadap pembangunan ekonomi.
Ekonomi kreatif memiliki manfaat bagi kehidupan sosial dan ekonomi
masyarakat Indonesia, yakni pertambahan nilai suatu barang/jasa, dapat
menciptakan lapangan kerja, memberi kontribusi bagi PDB nasional,
memberi dampak sosial yang positif, meningkatkan pemahaman
masyarakat mengenai budaya, serta meningkatkan inovasi. Bukti nyata
itu tercatat bahwa sumbangan ekonomi kreatif berbasis seni dan budaya
pada tahun 2010 (Rp 240,78 Miliar), tahun 2011 (Rp. 263,88 Miliar),
tahun 2012 (Rp. 285,88 Miliar). Sementara sumbangan konomi kreatif
berbasis media desain dan Iptek pada tahun 2010 (Rp. 231,998 miliar),
2011 (Rp. 261,03), tahun 2012 (Rp. 288,007 miliar).
Dengan meilihat potensi tersebut di atas, maka sasaran, arah, dan
strategi diwujudkan dalam bentuk Instruksi Presiden No. 6 tahun 2009
tentang Pengembangan Ekonomi Kreatif. Semakin digaungkannya
ekonomi kreatif, sebagian besar wilayah Indonesia mulai menggiatkan
ekonomi kreatif berbasis potensi daerah dan kearifan lokal yang dimiliki.
Peran Pemerintah Daerah dalam membentuk ekosistem ekonomi kreatif
sangat penting, terutama dalam hal menentukan produk yang akan
dikedepankan untuk menjadi ciri khas daerahnya
B. Pembangunan Ekonomi Daerah Berbasis Keunggulan Produk
Pemberdayaan ekonomi masyarakat merupakan unsurpenting dan
utama dalam menciptakan daerah yang mandiri yang dicita-citakan
melaluikebijakan desentralisasi. Pembangunan ekonomi daerah dapat
diartikan sebagai suatu proses dimana pemerintah daerah dan
masyarakatnya mengelola suberdaya yang ada dan membentuk suatu
pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sector swasta untuk
menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan
kegiatan ekonoi dalam wilayah tersebut. Oleh karena itu pemerintah
daerah besertapartisifasi masyarakat dengan menggunakan sumberdaya
yang ada harus mampu menaksir potensi sumber-sumberdaya yang
diperlukan untuk merancang dan membangun perekonomian daerahnya.
Masalah pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada
penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan
pada kekhasan daerah yang bersangkutan dengan menggunakan potensi
sumberdaya manusia, sumberdaya alam, sumberdaya financial dan
bahkan sumberdaya kelembagaan. Orientasi ini mengarahkan kita
kepada pengambilan inisiatif-inisiatif yang berasal dari daerah tersebut
dalam proses pembangunan untuk menciptakan kesempatan kerja baru
dan merangsang peningkatan kegiatan ekonomi.
Menurut Sudarsono (2001), dinamika keunggulan daerah di masa
mendatang ditandai dengan mempu tidaknya daerah dalam meraih
peluang menghadapi kompetisi pasar bebas baik di tingkat regional
maupun global. Beberapa langkah dan strategi yang perlu dilakukan agar
daerah mampu berkompetisi antara lain:
1) Birokrasi pemerintah perlu melakukan reorientasi peran dan
tanggungjawabnya yakni hanya bersifat mengarah dan membina
bukan menentukan (steering than rowing). Sehingga peran dan
tanggungjawabpemerintah daerah hanya berkisar pada bidang-bidang
dimana sector swasta atau pihak ketiga lainnya tidak memungkinkan
untuk melakukan tugas tersebut, misalnya dalam situasi terjadinya
kegagalan pasar (market falure).
2) Birokrasi Pemda harus dapat berkiprah secara efektif dan efisien
dalam memberikan pelayanan prima untuk meraih investasi dalam
dan luar negeri
3) Membentuk system dan jaringan kerja (networking) dengan
lembaga/asosiasi bisnis dan atase perdagangan luar negeri,
khususnya dalam mendukung pemasaran produks ekspor.
4) Mengembangkan lembaga R & D (research and development)
terhadap jenis produksi unggulan untuk menjamin kualitas produk,
kestabilan harga, kebutuhan pasar (demand) dan jaminan kontinuitas
ketersediaannya (delivery/supply)
5) Memfasilitasi lembaga keuangan agar bersedia memberikan modal
usaha bagi industri skala kecil dan menengah pada berbagai sector
unggulan daerah, sehingga mereka dapat menjamin dan
mempertahankan keberlangsungan usahanya.
6) Berperan mentransportasikan ilmu pengetahuan dan teknologi
terapan di berbagai sector unggulan produk daerah, agar proses
produksi dapat mencapai efektifitas, efisiensi, dan ekonomis.
7) Mendorong agar para produsen mengembangkan jenis-jenis produk
unggulan yang bersifat komplementer baik intern maupun antar
region, memiliki nilai tambah (value edded) dan menghasilkan
manfaat ganda (multiple effect) baik secara backward-linkage dan
forward linkage terhadap berbagai sector, dengan demikian dapat
memperkuat posisi daerah dari pengaruhfluktuasi ekonomi.
C. Produk Unggulan Daerah.
Dalam rangka upaya pembangunan ekonomi daerah,inventarisasi
potensi wilayah/masyarakat/daerah mutlak diperlukan agar dapat
ditetapkan kebijakan pola pengebangan baik secara sektoral maupun
secara multisektoral. Salah satu langkah inventarisasi/identifikasi
potensi ekonomi daerah adalah dengan mengidentifikasi produk-produk
potensial, andalan dan unggulan daerah pada tiap-tiap sub sektor.
Produk unggulan daerah menggambarkan kemampuan daerah
menghasilkan produk, menciptakan nilai, memanfaatkan sumberdaya
secara nyata, memberi kesempatankerja, mendatangkan pendapatan
bagi masyarakat maupun pemerintah, memiliki prospek untuk
meningkatkan produktivitas dan investasinya. Sebuah produk dikatakan
unggul jika memiliki daya saingsehingga mampu untuk menangkal
produk pesaing di pasar domestic dan /atau menembus pasar ekspor
(Sudarsono, 2001)
Kriteria produk unggul menurut Unkris Satya Wacana salatiga, adalah
komoditi yang memenuhi persyaratan kecukupan sumberdaya lokal,
keterkaitan komoditas, posisi bersaing dan potensi bersaing. Dari
kriteria ini memunculkan pengelompokkan komoditas berikut:
a) Komoditas potensial adalah komoditas daerah yang memiliki potensi
untuk berkembang karena keunggulan komparatif. Keunggulan
komparatif terjadi misalnya karena kecukupan ketersediaan
sumberdaya, seperti bahan baku local, keterampilan sumberdaya
lokal, teknologi produksi lokal serta sarana dan prasarana lokal
lainnya.
b) Komoditas andalan adalah komoditas potensial yang dipandang dapat
dipersandingkan dengan produk sejenis di daerah lain, karena
disamping memiliki keunggulan komparatif juga memiliki efisiensi
usaha yang tinggi. Efisiensi usaha itu tercermin dari efisiensi
produksi, produktivitas pekerja, profitabilitas dan lain-lain.
c) Komoditas unggulan adalah komoditas yang memiliki keunggulan
kompetitif, karena telahmemenangkan persaingan dengan produk
sejenis di daerah lain.
d) Keunggulan kompetitif demikian dapat terjadi karena efisiensi
produksinya yang tinggi akibat posisi tawarnya yang tinggi baik
terhadap pemasok, pembeli, serta daya saignya yang tinggi terhadap
pesaing, pendatang baru maupun barang substitusi.
Menurut direktorat Jenderal Pembangunan Daerah Depdagri, bahwa
berdasarkan Surat Edaran Nomor 050.05/2910/III/BANDA tanggal 7
Desember 1999, ditentukan kriteria kooditas unggulan sebgai berikut:
1) Mempunyai kandungan lokal yang menonjol dan inovatif di sektor
pertanian, industri, dan jasa.
2) Mempunyai daya saing tinggi di pasaran, baik ciri, kualitas maupun
harga yang kompetitif serta jangkauan pemasaran yang luas, baik di
dalam negeri maupun global
3) Mempunyai ciri khas daerah karena melibatkan masyarakat banyak
(tenaga kerja setempat)
4) Mempunyai jaminan dan kandungan bahan baku yang cukup banyak,
stabil, dan berkelanjutan.
5) Difokuskan pada produk yang mempunyai nilai tambah yang tinggi,
baik dalam kemasan maupun pengolahannya
6) Secara ekonomi menguntungkan dan bermanfaat untuk meningkatkan
pendapatan dan kemampuan SDM masyarakat
7) Ramah lingkungan, tidak merusak lingkungan, berkelanjutan serta
tidak merusak budaya setempat
BAB 2
KONSEP DASAR KEARIFAN LOKAL
A. Pendahuluan.
Perubahan adalah keniscayaan dalam kehidupan manusia.
Perubahan-perubahan yang terjadi bukan saja berhubungan dengan
lingkungan fisik, tetapi juga dengan budaya manusia. Hubungan erat
antara manusia dan lingkungan kehidupan fisiknya itulah yang
melahirkan budaya manusia. Budaya lahir karena kemampuan manusia
mensiasati lingkungan hidupnya agar tetap layak untuk ditinggali waktu
demi waktu. Kebudayaan dipandang sebagai manifestasi kehidupan
setiap orang atau kelompok orang yang selalu mengubah alam.
Kebudayaan merupakan usaha manusia, perjuangan setiap orang atau
kelompok dalam menentukan hari depannya. Kebudayaan merupakan
aktivitas yang dapat diarahkan dan direncanakan. Oleh sebab itu
dituntut adanya kemampuan, kreativitas, dan penemuan-penemuan
baru. Manusia tidak hanya membiarkan diri dalam kehidupan lama
melainkan dituntut mencari jalan baru dalam mencapai kehidupan yang
lebih manusiawi. Dasar dan arah yang dituju dalam perencanaan
kebudayaan adalah manusia sendiri sehingga humanisasi menjadi
kerangka dasar dalam strategi kebudayaan (Moertopo:1974).
Dalam perspektif di atas, realitas yang sebenarnya adalah masa kini
(present) dengan segala permasalahan yang dihadapkan kepada manusia
di dalam lingkungan hidupnya. Masa kini sebagai realitas adalah hasil
interaksi antara manusia dengan lingkungannya. Bila perubahan
lingkungan fisik membuat manusia harus mensiasatinya dan melahirkan
budaya-budaya yang terus menerus disesuaikan, maka perubahan-
perubahan budaya itu juga mesti disiasati demi keberlangsungan hidup
manusia.
Dengan pengakuan terhadap perubahan sebagai keniscayaan dan
kemampuan manusia mensiasati lingkungan dan budayanya, maka
kearifan lokal (local wisdom) bisa mendapatkan tempatnya sebagai
bagian dari siasat kebudayaan itu. Makalah ini hendak mendiskusikan
tentang posisi kearifan lokal sebagai pengetahuan lokal masyarakat
dalam rangka pemecahan masalah masa kini (present problem solving).
B. Definisi Kearifan Lokal.
Kearifan lokal, terdiri dari dua kata yaitu kearifan (wisdom) atau
kebijaksanaan dan lokal (local) atau setempat. Jadi kearifan lokal
adalah gagasan setempat yang bersifat bijaksana, penuh kearifan,
bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya.
Menurut Antariksa (2009), kearifan lokal merupakan unsur bagian
dari tradisi-budaya masyarakat suatu bangsa, yang muncul menjadi
bagian-bagian yang ditempatkan pada tatanan fisik bangunan
(arsitektur) dan kawasan (perkotaan) dalam geografi kenusantaraan
sebuah bangsa. Dari penjelasan beliau dapat dilihat bahwa kearifan
lokal merupakan langkah penerapan dari tradisi yang diterjemahkan
dalam artefak fisik. Hal terpenting dari kearifan lokal adalah proses
sebelum implementasi tradisi pada artefak fisik, yaitu nilai-nilai dari
alam untuk mengajak dan mengajarkan tentang bagaimana „membaca‟
potensi alam dan menuliskannya kembali sebagai tradisi yang diterima
secara universal oleh masyarakat, khususnya dalam berarsitektur. Nilai
tradisi untuk menselaraskan kehidupan manusia dengan cara
menghargai, memelihara dan melestarikan alam lingkungan. Hal ini
dapat dilihat bahwa semakin adanya penyempurnaan arti dan saling
mendukung, yang intinya adalah memahami bakat dan potensi alam
tempatnya hidup; dan diwujudkannya sebagai tradisi.
Definisi kearifan lokal secara bebas dapat diartikan nilai-nilai budaya
yang baik yang ada di dalam suatu masyarakat. Hal ini berarti, untuk
mengetahui suatu kearifan lokal di suatu wilayah maka kita harus bisa
memahami nilai-nilai budaya yang baik yang ada di dalam wilayah
tersebut. Kalau mau jujur, sebenarnya nilai-nilai kearifan lokal ini sudah
diajarkan secara turun temurun oleh orang tua kita kepada kita selaku
anak-anaknya. Budaya gotong royong, saling menghormati dan tepa
salira merupakan contoh kecil dari kearifan lokal.
Dari definisi-definisiitu, kita dapat memahami bahwa kearifan local
adalah pengetahuan yang dikembangkan oleh para leluhur dalam
mensiasati lingkungan hidup sekitar mereka, menjadikan pengetahuan
itu sebagai bagian dari budaya dan memperkenalkan serta meneruskan
itu dari generasi kegenerasi. Beberapa bentuk pengetahuan tradisional
itu muncul lewatcerita-cerita, legenda-legenda, nyanyian-nyanyian,
ritual-ritual, dan juga aturan atau hokum setempat.
Kearifan lokal menjadi penting dan bermanfaat hanya ketika
masyarakat lokal yang mewarisi sistem pengetahuan itu mau menerima
dan mengklaim hal itu sebagai bagian dari kehidupan mereka. Dengan
cara itulah, kearifan lokal dapat disebut sebagai jiwa dari budaya lokal.
Hal itu dapat dilihat dari ekspresi kearifan lokal dalam kehidupan setiap
hari karena telah terinternalisasi dengan sangat baik. Tiap bagian dari
kehidupan masyarakat lokal diarahkan secara arif berdasarkan sistem
pengetahuan mereka, dimana tidak hanya bermanfaat dalam aktifitas
keseharian dan interaksi dengan sesama saja, tetapi juga dalam situasi-
situasi yang tidak terduga seperti bencana yang datang tiba-tiba.
Berangkat dari semua itu, kearifan lokal adalah persoalan identitas.
Sebagai sistem pengetahuan lokal, ia membedakan suatu masyarakat
lokal dengan masyarakat lokal yang lainnya. Perbedaan itu dapat dilihat
dari tipe-tipe kearifan lokal yang dapat ditelusuri:
1. Kearifan lokal dalam hubungan dengan makanan: khusus
berhubungan dengan lingkungan setempat, dicocokkan dengan iklim
dan bahan makanan pokok setempat. (Contoh: Sasi laut di Maluku
dan beberapa tempat lain sebagai bagian dari kearifan lokal dengan
tujuan agar sumber pangan masyarakat dapat tetap terjaga).
2. Kearifan lokal dalam hubungan dengan pengobatan: untuk
pencegahan dan pengobatan. (Contoh: Masing-masing daerah
memiliki tanaman obat tradisional dengan khasiat yang berbeda-
beda).
3. Kearifan lokal dalam hubungan dengan sistem produksi: Tentu saja
berkaitan dengan sistem produksi lokal yang tradisional, sebagai
bagian upaya pemenuhan kebutuhan dan manajemen tenaga kerja.
(Contoh: Subak di Bali; di Maluku ada Masohi untuk membuka lahan
pertanian, dll.).
4. Kearifan lokal dalam hubungan dengan perumahan: disesuaikan
dengan iklim dan bahan baku yang tersedia di wilayah tersebut
(Contoh: Rumah orang Eskimo; Rumah yang terbuat dari gaba-gaba di
Ambon, dll.).
5. Kearifan lokal dalam hubungan dengan pakaian: disesuaikan dengan
iklim dan bahan baku yang tersedia di wilayah itu.
6. Kearifan lokal dalam hubungan sesama manusia: sistem pengetahuan
lokal sebagai hasil interaksi terus menerus yang terbangun karena
kebutuhan-kebutuhan di atas. (Contoh: Hubungan Pela di Maluku
juga berhubungan dengan kebutuhan-kebutuhan pangan, perumahan,
sistem produksi dan lain sebagainya).
C. Peran Kearifan Lokal dalam Pemecahan Masalah.
Tidak dapat dipungkiri, saat ini dunia mengalami permasalahan yang
belum pernah dialami sebelumnya. Setelah terjadi dua kali perang dunia
yang meluluhlantahkan segi-segi kemanusiaan, maka sistem
pengetahuan modern yang menjadikan manusia dengan kemampuan
rasionya sebagai tuan atas dirinya dan dunia pun mulai dikritik. Kritik-
kritik itu datang karena ketidakmampuan rasio modern mengeliminasi
kehancuran-kehancuran yang ditimbulkan akibat kepentingan di balik
setiap penemuan-penemuan di bidang ilmu dan teknologi. Saat ini dunia
kembali berhadapan dengan situasi lain, yaitu perubahan iklim yang
tidak lagi menentu. Sekali lagi rasio modern yang menjadikan
pembangunan sebagai salah satu proses penting mendapat
tantangannya. Dengan alasan pembangunan, lingkungan tempat hidup
manusia diobrak-abrik, kota-kota baru dibangun, tambang-tambang baru
dibuka, hanya untuk memenuhi nafsu konsumsi manusia.
Pada tahap itulah, ketika manusia dengan rasio modernnya telah
bingung berhadapan dengan alam karena sudah tidak mampu lagi
menguasainya, kearifan lokal memperoleh tempatnya kembali.
Keharmonisan dengan lingkunganlah yang dapat menjamin masa depan
manusia. Hal itu tentu saja telah dibuktikan lewat proses panjang
kehidupan leluhur dalam komunitas-komunitas lokal dalam mensiasati
alam lewat budaya yang arif dan bijaksana. Dalam beberapa kasus,
konflik di Maluku misalnya, ketika kemampuan pengetahuan ilmiah
dalam hubungan dengan manajemen konflik sepertinya sudah tidak
mampu menemukan solusi terbaik, hanya kearifan lokal yang menjadi
titik balik semua itu.
BAB 3
GAMBARAN UMUM WILAYAH PERKOTAAN DI PROVINSI LAMPUNG
c) Kota Bandar Lampung.
Kota Bandar Lampung secara geografis terletak antara 5°20‟ - 5°30‟
Lintang Selatan dan105°28‟ - 105°37‟ Bujur Timur, dengan batas-batas
wilayah sebagai berikut :
Sebelah utara : Kecamatan Natar Kabupaten
Lampung Selatan
Sebelah selatan : Teluk Lampung
Sebelah barat : Kabupaten Pesawaran
Sebelah timur : Kabupaten Lampung Selatan
Kota Bandar Lampung memiliki luas wilayah 197,22 km2 yang terdiri
dari 13 kecamatan dan98 kelurahan. Terletak pada ketinggian 0 sampai
700 meter di atas permukaan laut. Luas wilayah yang memiliki topografi
datar hingga landai meliputi 60% total wilayah, landai hingga miring
meliputi 35% total wilayah dan sangat miring hingga curam meliputi 4%
total wilayah. Sebagian wilayah Kota Bandar Lampung merupakan
perbukitan yang diantaranya bernama Gunung Kunyit, Gunung Kelutum,
Gunung Banten, Gunung Kucing, dan Gunung Kapuk. Berdasarkan
klasifikasi Schmidt dan Fergusson (1951) iklim Bandar Lampung tergolong
tipe A, sedangkan menurut zone agroklimat Oldeman (1978) tergolong
Zone D3 yang berarti lembab sepanjang tahun. Curah hujan berkisar
antara 2.257 – 2.454 mm/tahun. Jumlah hari hujan 76-166 hari/tahun.
Kelembaban udara berkisar 60-85%, dan suhu udara 23-37 °C. Kecepatan
angin berkisar 2,78-3,80 knot dengan arah dominan dari Barat
(Nopember- Januari), Utara (Maret-Mei), Timur (Juni-Agustus), dan
Selatan (September-Oktober). Parameter iklim yang sangat relevan
untuk perencanaan wilayah perkotaan adalah curah hujan maksimum,
karena terkait langsung dengan kejadian banjir dan desain sistem
drainase. Berdasarkan data selama 14 tahun yang tercatat di stasiun
klimatologi Pahoman dan Sumur Putri (Kecamatan Teluk Betung Utara)
dan Sukamaju Kubang (Kecamatan Panjang), curah hujan maksimum
terjadi antara bulan Desember sampai dengan April dan dapat mencapai
185 mm/hari.
Data BPS 2015 penduduk Bandar Lampung berjumlah 979.287 jiwa
dengan sex ratio 102, yang berarti jumlah penduduk laki-laki lebih
banyak daripada penduduk perempuan. Pertumbuhan penduduk Kota
Bandar Lampung pada tahun 2014 -2015 adalah 1,94%.
Berdasarkan data Dinas Pertanian, Peternakan, dan Kehutanan
terdapat 716 ha tanah kering yang tidak diusahakan. Pada tahun 2010
terdapat beberapa tanaman pangan yang mengalami penurunan
produksi, antara lain ubi kayu, ubi jalar, jagung, dan kacang tanah.
Sedangkan tanaman pangan lainnya mengalami kenaikan produksi yaitu
padi sawah dan padi ladang. Tutupan lahan di Kota Bandar Lampung
secara eksisting sampai saat ini secara garis besar terdiri dari kawasan
lindung dan kawasan budidaya. Kegiatan reklamasi pantai di Kota Bandar
Lampung secara eksisting juga telah menambah luas daratan Kota Bandar
Lampung jika pada tahun 2013 luas Kota Bandar Lampung hanya 19.218
ha, maka saat ini akibat adanya kegiatan tersebut luas Kota Bandar
Lampung sudah berjumlah 19.722 ha. Komoditi unggulan Kota Bandar
yaitu sektor perkebunan, pertanian dan jasa. Sektor Perkebunan
komoditi unggulannya adalah kakao, kopi, kelapa dan cengkeh. sub
sektor pertanian komoditi yang diunggulkan berupa jagung dan ubi kayu.
Sub sektor jasa yaitu pariwisata.
d) Kota Metro
Kota Metro secara geografis terletak pada 105o17‟-105o19‟ Bujur
Timur dan 5o6‟-5o8‟Lintang Selatan, berjarak 45 km dari Kota Bandar
Lampung (Ibukota Provinsi Lampung).Wilayah Kota Metro relatif datar
dengan ketinggian antara 30-60 m diatas permukaan airlaut. Beriklim
hujan humid tropis. Suhu udara berkisar antara 260-280C, kelembaban
udararata-rata 80-88% dan curah hujan per-tahun antara 2,264 mm -
2,868 mm. Bulan hujanberkisar antara September sampai Mei.Kota Metro
memiliki Luas wilayah 68,74 km2 atau 6.874 ha, dengan jumlah
penduduk150.950 jiwa yang tersebar dalam 5 wilayah kecamatan dan 22
kelurahan dengan bataswilayah:
Sebelah Utara : Kabupaten Lampung Timur.
Sebelah Timur : Kabupaten Lampung Timur.
Sebelah Selatan : Kabupaten Lampung Timur
Sebelah Barat : Kabupaten Lampung Tengah.
Topografi Kota Metro berupa daerah dataran aluvial. Ketinggian
daerah ini berkisar antara25 meter sampai 75 meter dari permukaan
laut, dan dengan kemiringan 0 % sampai 3%atau dengan kemiringan
wilayah <6°, tekstur tanah lempung dan liat berdebu,
berstrukturgranular serta jenis tanah podzolik merah kuning dan sedikit
berlapis. Sedangkan secarageologis, wilayah Kota Metro di dominasi oleh
batuan endapan gunung berapi jenis QW.
Jumlah penduduk Kota Metro pada tahun 2015 mencapai 158.415
jiwa. Angka initerus meningkat dan pada tahun 2016 diperkirakan naik
menjadi 147.050 jiwa, dengantingkat pertumbuhan penduduk yaitu
1,09% selama periode 2010-2011. Kota Metrodengan luas wilayah sekitar
68.74 km2, setiap km2 didiami penduduk sebanyak 2.139 jiwadan
dengan rata-rata 4 jiwa per rumah tangga pada tahun 2015.Secara umum
jumlah penduduk laki-laki lebih banyak jika dibandingkan dengan
jumlahperempuan tetapi perlu diketahui bahwa jumlah penduduk laki-
laki hampir sama denganjumlah penduduk perempuan pada tahun 2014-
2015. Hal ini dilihat dari sex ratio, padatahun 2014-2015, untuk setiap
100 penduduk perempuan terdapat 101 penduduk laki-laki.
Kota Metro direncanakan sebagai pusat pengadaan benih padi untuk
wilayah Kota Metrodan sekitarnya. Sektor perternakan dan perikanan
juga cukup berkembang, diantaranyaternak sapi, kambing, ayam buras,
ras pedaging, ras petelur, dan itik, dan lainnya.Berbagai jenis ikan yang
dikembangkan yaitu ikan lele, patin, gurame, ikan mas dan ikan nila.
Satu hal yang cukup membanggakan, Kota Metro ditetapkan sebagai
centra lele untukwilayah Provinsi Lampung.
BAB 4
PRODUK UNGGULAN KOTA BERBASIS KEARIFAN LOKAL DI
PROVINSI LAMPUNG
Penentuan produk unggulan daerah dilakukan dengan dengan
pemilihan sejumlah komuditas tertinggi padahasil baseline survey
economy (BSE) Bank Indonesia satutahun terakhir menggunakan metode
AHP. Analisis dengan metode AHPmenghasilkan nilai skor terbobot
setiap kandidat KPJu unggulan untuk setiapkabupaten/kota per sektor
ekonomi. KPJu unggulan kabupaten/kota ditetapkan 5 (lima) KPJuuntuk
setiap sektor/subsektor yang memiliki skor terbobot tertinggi.
Berdasarkan hasil identifikasi KPJu unggulan setiap sektor/subsektor,
nilai skor masing-masing KPJu unggulan dan tingkat kepentingan
sektor/subsektor ekonomi untuk KPJu yang bersangkutan ditetapkan
KPJu unggulan lintas sektor tingkat kabupaten/kota. Metode yang
digunakan adalah metode Bayes.
Proses penentuan KPJu tingkat kabupaten/kota dilaksanakan
melalui Focus Group Discussion (FGD) dengan nara sumber pejabat
pemerintah daerah, dinas/instansi terkait dan perbankan.Tahap ini
dimaksudkan sebagai tahapan konfirmasi kepada pejabat pemerintah
daerah,dinas/instansi terkait dan perbankan terhadap hasil KPJu
unggulan per sektor/subsektor dan lintas sektor yang telah diperoleh
pada tahap pertama, serta hasil pelaksanaan penelitian tingkat
kecamatan dan kabupaten/kota, dengan menggunakan metode AHP
untuk 11kriteria, yaitu :
l) Tenaga kerja terampil yang dibutuhkan (Skilled);
m) Bahan baku;
n) Modal;
o) Sarana produksi/usaha;
p) Teknologi;
q) Sosial budaya;
r) Manajemen usaha;
s) Ketersediaan pasar;
t) Harga;
u) Penyerapan tenaga kerja; dan
v) Sumbangan terhadap perekonomian.
Berikut hasil baseline survey economy (BSE) BI terhadap produk
unggulan menggunakan analis AHP yang dimiliki oleh Kota Bandar
Lampung dan Kota Metro:
c. Kota Bandar Lampung.
Berdasarkan hasil analisis AHP menghasilkan skor terbobot
setiap sector ekonomi untuk setiap tujuan penetapan
Komuditas/Produk/Jenis Usaha (KPJu) unggulan, serta skor terbobot
total/gabungan dari masing-masing sector usaha seperti disajikan
pada Tabel 1. Pada table dapat dilihat bahwa bobot atau prioritas
tertinggi untuk mencapai tujuan pertumbuhan ekonomi, adalah
sector perdagangan tujuan penciptaan lapangan kerja adalah sector
jasa dan tujuan daya saing daerah dalam rangka penetapan KPJu
unggulan di Kota Bandar Lampung adalah subsector perikanan.
Dengan memperhatikan bobot kepentingan dari masing-masing
tujuan, secara keseluruhan dalam rangka mencapai tujuan
penetapan KPJu unggulan UMKM maka sector usaha perdagangan
merupakan prioritas pertama. Sektor/subsector usaha lain
berdasarkan tingkat kepentingannya berturut-turut adalah
perdagangan, jasa, tanamanpangan, perindustrian, perikanan,
pariwisata, transportasi, perkebunan, peternakan, dan penggalian.
Tabel 1. Peringkat Produk Unggulan Sektor Ekonomi menurut aspek tujuan
dan urutan dan kepentingannya dalam rangka penetapan KPJu unggulan di Kota Bandar Lampung.
Sumber: Bank Indonesia
Jika dilihat dari kontribusi sub sektor terhadap PDRB,
perekonomian Kota Bandar Lampung masih bertumpu pada sectors
ekunder dan tersier, yang merupakan cirri dari wilayah perkotaan.
Sektor Industri pengolahan masih menjadi leading sector
perekonomian Kota Bandar Lampung di tahun 2015 dengan kontribusi
sebesar 22,24%, diikuti oleh sector pengangkutan dan komunikasi,
sector keuangan persewaan dan jasa perusahaan serta sector
perdagangan, hotel dan restoran. Adapun kontribusi masing-masing
sector tersebut adalah 20,70%; 17,22%; dan 13,34%.
Kota Bandar Lampung merupakan kota terbesar di Provinsi
Lampung. Perekonomiannya yang maju dan berkembang pesat, di
sumbangkan oleh peranan signifikan sector industry pengolahan.
Secara kuantitas, jumlah industri di Bandar Lampung sangat banyak
dan beranekaragam, mulai dari industry makanan, barang-barang
plastik, pengepakan, olahan kayu, hingga industry alat-alat/mesin,
baik industry kecil dan rumah tangga hingga industry bersekala
besar.
Nilai tambah yang dihasilkan sector ini sangat besar sehingga
kontribusinya terhadap nilai PDRB cukup tinggi. Selain sektori ndustri
pengolahan, sector pengangkutan dan komunikasi beberapa tahun
terakhir juga menunjukkan perkembangan yang sangat berarti dilihat
dari nilai tambah yang cenderung meningkat dihasilkan oleh sector
ini terhadap nilai PDRB.
Berikut tabel 2. urutan lima besar rangking dan skor-bobot
masing-masing sektor/subsektor usaha yang ada di Kota Bandar
Lampung :
Tabel 2. Rangking dan Skor-Bobot KPJu Per Sektor Usaha di Kota Bandar
Lampung
Sumber: Data diolah 2016
Berdasarkan hasil analisis, diperoleh 10 (sepuluh) KPJu
unggulan lintas sektor berdasarkanurutan nilai skor terbobot KPJu
yang bersangkutan, seperti disajikan pada Tabel 3. PadaTabel 3
dapat dilihat bahwa dari 5 (lima) KPJu unggulan lintas sektor usaha
industri krupuk kripik dan peyek, padi sawah, sayuran cabai, jasa
pendidikan dan kesehatan. Hasil lengkap berupa rangking atau
urutan KPJu unggulan lintas sektor usaha berdasarkan nilai skor
terbobot masing-masing KPJu dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Sepuluh KPJu Lintas Sektor yang Memiliki Nilai Skor Bobot Tertinggi Sebagai
KPJu Unggulan Lintas Sektor di Kota Bandar Lampung
Sumber: Data diolah 2016
Apabila ditelaah lebih lanjut dari 10 KPJu unggulan lintas
sektor di Kota Bandar Lampung, maka berdasarkansektornya adalah 2
komoditi pada subsektor perdagangan, perindustrian dan jasa dan
1komoditi masing-masing pada kelompok sayuran, buah dan sektor
pariwisata. Bila dilihatdari komposisi KPJu unggulan lintas sektor
tersebut, menunjukkan bahwa orientasi kegiatanekonomi di Kota
Bandar Lampung masih berbasis pada sektor perdagangan, jasa
danperindustrian.
Sektor jasa khususnya jasa pendidikan merupakan KPJu
unggulan lintas sektor di Kota Bandar Lampung. Berdasarkan hasil
survai dan analisis, permasalahan yang ada antara lain adalah bahan
baku dan modal. Salah satu solusi yang dapat dilakukan antara lain
adalah melalui pelaksanaan program penyaluran kredit bunga rendah
untuk UMKM bidang jasa pendidikan dan dan diiringi dengan bantuan
pengembangan sarana prasarana tempat kursus. Selain itu program
PKBL (Program kemitraan dan Bina Lingkungan) dari pihak BUMN juga
disarankan untuk diakses dlam rangka mendukung UMKM bidang jasa
pendidikan. Program Kemitraan diperuntukkan untuk kredit bunga
rendah dan bergulir, sementara program Bina Lingkungan dapat
berupa pembangunan sarana parasaran pendidikan yang dapat
dilakukan secara hibah tergantung kebijakan ataupun peratutan dari
BUMN yang terlibat.
Kedudukan kpju unggulan lintas sektor di kota bandar lampung
berdasarkan hasil penilaian terhadap faktor-faktor prospek dan
potensi saat ini, pada skala penilaian prospek cukup baik (skor 3)
sampai dengan sangat baik (skor 5), skala penilaian potensi sedang
(skor 3) sampai dengan sangat tinggi (skor 5) dapat dilihat pada
Tabel 4.
Tabel 4. Kedudukan KPJu Unggulan Lintas Sektor
di Kota Bandar Lampung
Sumber: Data diolah 2016
Seperti dapat dilihat pada tabel4 di bawah, ditinjau dari aspek
prospek, maka sektor jasa yaitu jasa pendidikan dan kesehatan serta
industri kerupuk keripik dan peyek merupakan KPJu unggulan lintas
sektoral yang mempunyai prospek sangat baik, KPJu unggulan yang
mempunyai prospek baik adalah industri kain tenun ikat, toko barang
elektronik, toko kelontong dan hotel berbintang, KPJu unggulan yang
mempunyai prospek cukup baik adalah budidaya padi sawah, cabai
dan nanas ketiga KPJu tersebut mempunyai potensi saat ini yang
sedang. KPJu jasa kesehatan, pendidikan dan industri krupuk, kripik
dan peyek saat ini potensinya sangat baik dan ke lima KPJu unggulan
lintas sektoral yang lain mempunyai potensi saat ini yang Tinggi,
sedangkan tiga KPJu lainya memiliki portensi yang sedang.
d. Kota Metro.
Berdasarkan hasil analisis AHP menghasilkan skor terbobot
setiap sector ekonomi untuk setiap tujuan penetapan
Komuditas/Produk/Jenis Usaha (KPJu) unggulan, serta skor terbobot
total/gabungan dari masing-masing sector usaha seperti disajikan
pada Tabel 5. Pada table 5 dapat dilihat bahwa bobot atau prioritas
tertinggi untuk mencapai tujuan pertumbuhan ekonomi, adalah
sector perdagangan tujuan penciptaan lapangan kerja adalah sector
jasa dan tujuan dayasaing daerah dalam rangka penetapan KPJu
unggulan di Kota Bandar Lampung adalah sub sector perikanan.
Dengan memperhatikan bobot kepentingan dari masing-masing
tujuan, secara keseluruhan dalam rangka mencapai tujuan
penetapan KPJu unggulan UMKM maka sector usaha perdagangan
merupakan prioritas pertama. Sektor/subsector usaha lain
berdasarkan tingkat kepentingannya berturut-turut adalah
perdagangan, jasa, tanaman pangan, peternakan, perikanan,
transportasi, pariwisata, penggalian dan kehutanan.
Tabel 5. Peringkat Produk Unggulan Sektor Ekonomi menurut aspek tujuan dan urutan dan kepentingannya dalam rangka penetapan KPJu unggulan di
Kota Metro.
Sumber: Bank Indonesia
Tumbuh atau tidaknya perekonomian suatu daerah tercermin
dari total produksi barang danjasa yang dihasilkan para pelaku
ekonomi yang terdapat di daerah tersebut. Dalam hal ini,PDRB
seringkali dijadikan acuan. Jika dilihat dari kontribusi sub sektor
terhadap PDRB, perekonomian Kota Metro untuk tahun 2014 masih
didominasi empat sector utama sebagai penghasil nilai tambah
terbesar terhadap PDRB Kota, yaitu (1) sector jasa-jasa, (2) sector
keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, (3) sector perdagangan,
hotel, dan restoran, serta (4) sector pengangkutan dan komunikasi.
Sektor jasa-jasa memberikan kontribusi sebesar 29,94% dari total
PDRB Kota Metro tahun 2013, dilanjut kandengan keuangan,
persewaan dan jasa perusahaan 23,94%, sector perdagangan, hotel
dan restoran13,59% serta sector pengangkutan dan komunikasi
13,36%. Sedangkan kontribusi dari lima sector lainnya (pertanian,
pertambangan, bangunan, industry pengolahansertalistrik, gas dan
air bersih) terhadap PDRB Kota Metro tahun 2015hanyasebesar
19,17%.
Berikut tabel 6. urutan lima besar rangking dan skor-bobot
masing-masing sektor/subsektor usaha yang ada di Kota Metro :
Tabel 6. Rangking dan Skor-Bobot KPJu Per Sektor Usaha di Kota Metro
Sumber: Data diolah 2016
Berdasarkan hasil analisis, diperoleh 10 (sepuluh) KPJu unggulan
lintas sektor berdasarkan urutan nilai skor terbobot KPJu yang
bersangkutan, seperti disajikan pada Tabel 7. Pada Tabel 7 dapat
dilihat bahwa 5 (lima) KPJu unggulan lintas sektor usaha adalah
sektor perindustrian berupa industri kripik, krupuk dan peyek,
subsektor buah-buahan budidaya sapi pada subsektor peternakan.
Hasil lengkap berupa rangking atau urutan KPJu unggulan lintas
sektor usaha berdasarkan nilai skor terbobot masing-masing KPJu
dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Sepuluh KPJu Lintas Sektor yang Memiliki Nilai Skor Bobot Tertinggi
Sebagai KPJu Unggulan Lintas Sektor di Kota Metro
Sumber: Data diolah 2016
Pada urutan ke enam dan seterusnya, sebagai KPJu unggulan
lintas sektor berturut-turutadalah budidaya padi sawah pada
subsektor tanaman pangan, jasa pendidikan dan koperasisimpan
pinjam pasa sektor jasa, pedagang barang elektronik, pedagang
barang kerajinandan pedagang hasil perikanan pada sektor
perdagangan. Apabila ditelaah lebih lanjut dari10 KPJu unggulan
lintas sektor, maka berdasarkan sektornya, 3 KPJu berada pada
sektorperdagangan dan 1 KPJu masing-masing menyebar relatif
merata pada sebagiansektor/subsektor ekonomi. Bila dilihat bahwa 3
KPJu merupakan bagian usaha dari sektorperdagangan, maka
terpilihnya KPJu unggulan lintas sektor tersebut menunjukkan
bahwaorientasi kegiatan ekonomi di Kota Metro berbasis pada sektor
perdagangan.
Sektor perindustrian khususnya industri kerupuk, keripik dan peyek
merupakan KPJuunggulan lintas sektor di Kota Metro. Berdasarkan
hasil survai dan analisis, permasalahanyang ada antara lain adalah
aspek teknologi dan manajemen usaha. Salah satu solusi yangdapat
dilakukan antara lain adalah melalui kegiatan pelatihan teknis dan
manajerial tentangteknologi proses pengolahan penganan aneka
kerupuk beserta turunannya dan manajemenusaha, dan dilanjutkan
dengan pendampingan/inkubasi yang terintegrasi dan
berkelanjutan.Kedudukan KPJu unggulan lintas sektor di Kota Metro
berdasarkan hasil penilaian terhadapfaktor-faktor prospek dan
potensi saat ini, pada skala penilaian prospek cukup baik (skor
3)sampai dengan sangat baik (skor 5), skala penilaian potensi sedang
(skor 3) sampai dengansangat tinggi (skor 5) dapat dilihat pada Tabel
8.
Tabel 8.
Kedudukan KPJu Unggulan Lintas Sektor di Kota Metro
Sumber: Data diolah 2016
Seperti dapat dilihat pada Tabel 8, ditinjau dari aspek
prospek, maka KPJu unggulan lintas sektoral mempunyai prospek
baik dan sangat baik, prospek yang sangat baik dan potensi yang
sangat tinggi di Kota Metro adalah industri olahan pangan seperti
kerupuk, keripik dan peyek; agribisnis pisang; penyewaan rumah kost
dan peternakan sapi. Hal ini disebabkan Metro adalah kota yang
berkembang dan didukung oleh ketersediaan areal dan masyarakat
pertanian. Kota membutuhkan bahan baku untuk kebutuhan
masyarakatnya. Bahan baku disediakan oleh masyarakat di pedesaan.
Hubungan sinergis mutualistik antara kota dan desa seprti ini sangat
baik karena saling memberikan keuntungan. Di masa yang akan
datang bisa bekembang jenis-jenis usaha lain sesuai dengan
perkembangan Kota Metro. Pemerintah dan instransi terkait perlu
terus mendorong agar terus tumbuh kota Metro menjadi kota yang
maju dengan mengarahkan pembangunan menjadi daerah industri
dan wisata berbasis pertanian.
BAB 5
KESIMPULAN
Penentuan produk unggulan daerah dilakukan dengan pemilihan
sejumlah komuditas tertinggi padahasil baseline survey economy
(BSE). Produk unggulan Kota Bandar Lampung dilihat dari aspek
prospek, maka sektor jasa yaitu jasa pendidikan dan kesehatan serta
industri kerupuk keripik dan peyek merupakan KPJu unggulan lintas
sektoral yang mempunyai prospek sangat baik. Sedangkan produk
unggulan Kota Metro dari aspek prospek, maka KPJu unggulan lintas
sektoral mempunyai prospek baik dan sangat baik, prospek yang
sangat baik dan potensi yang sangat tinggi di Kota Metro adalah
industri olahan pangan seperti kerupuk, keripik dan peyek; agribisnis
pisang; penyewaan rumah kost dan peternakan sapi.
DAFTAR PUSTAKA
Antariksa. 2009. Kearifan Lokal dalam Arsitektur Perkotaan dan Lingkungan Binaan”.[Online]. Tersedia:http://antariksaarticle.blogspot.com/2009/08/ kearifan-lokal-dalam-arsitektur.html. diakses tanggal 22 Agustus 2016.
Howkins, J. 2007. The Creative Economy, How People Make Money From
Ideas. London, England: Penguin Book. Moertopo, Ali.1974. Strategi politik Nasional, Jakarta: CSIS, 1974. Sudarsono, Edilius. 2011. Konsep Ekonomi; Uang dan Bank. Rineka
Cipta:Jakarta.
Profil Optimalisasi Dana
Di Provinsi Lampung
Penyusun:
Nedi Hendri, S.E., M.Si., Ak., CA.
Suyanto, S.E., M.Si., Ak., CA.
Desain Sampul:
Bungsudi
Setting:
Bungsudi
Halaman:
v + 65 Halaman
Hak cipta dilindungi Undang-Undang.
Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian atau seluruh isi buku ini
dalam bentuk apapun, baik secara elektronis maupun mekanis, termasuk
memfotocopy, merekam atau dengan sistem penyimpanan lainnya, tanpa izin
tertulis dari penyusun.
Penerbit:
CV. LADUNY ALIFAMA
ISBN. 978-602-1397-51-0
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Pertama, tim penyusun mengajak marilah senantiasa memanjatkan puji dan
syukur kehadirat Allah SWT, mengingat sampai sekarang ini kita masih
dikaruniai kenikmatan yang kita tidak sanggup untuk menghitung-hitungnya,
terutama nikmat iman, islam, kesehtan, kehidupan, dan kesempatan untuk
mengembangkan potensi diri kita sebagai Abdillah dan khalifah Allah SWT di
muka bumi ini. Shalawat dan salam senantiasa kita sanjungkan kepada junjungan
kita, nabi besar Muhammad SAW beserta sahabat, keluarga dan ummatnya yang
setia sampai akhir zaman nanti.
Sebagai negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia menjadikan
Indonesia memiliki potensi zakat yang amat besar. Sayangnya, sebagian besar
masyarakat indonesia masih belum memiliki kesadaran untuk berzakat sesuai
dengan ketentuannya. Padahal Allah SWT telah mewajibkan bagi golongan
muslim untuk membagikan 2,5% dari harta mereka untuk masyarakt muslim yang
tidak mampu sebagaimana Allah nyatakan dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat
227 yang berbunyi: ت وعملىا ءامىىاٱلذيه إن يحزوىن هم ول عليهم خىف اول ربهم عىد أجزهم لهم لح لىة وأقامىا ٱلص ك وءاتىا ٱلص ة وٱلز
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh,
mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi
Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka
bersedih hati. (Surat Al-Baqarah: 227)”
Hal lain yang juga menjadi perhatian adalah belum optimalnya penggunaan
dana zakat dewasa ini. Kadang, penyaluran dana zakat hanya sebatas pada
pemberian bantuan saja tanpa memikirkan kelanjutan dari kehidupan si penerima
dana. Tentu hal ini yang menjadikan beberapa muslim yang kurang mampu tetap
tidak dapat mensejahterakan kehidupan merekan. Untuk itu diperlukannya
lembaga – lembaga amil zakat yang dapat mengurus akan kepentingan pengelola
zakat ini dengan baik sehingga dapat bermanfaat bagi masyarakat muslim
indonesia agar kedepannya dapat membantu mereka dalam meraih kehidupan
yang sejahtera pula. Dalam buku tentang “Profil Optimalisasi Dana Zakat di
Provinsi Lampung” ini, tim penyusun memaparkan beberapa profil lembaga –
lembaga yang dapat mengoptimalkan dana zakat yang terdapat di provinsi
lampung untuk membantu masyarakat khususnya di provinsi lampung.
Akhir kata, tim penyusun mengucapkan terima kasih banyak kepada semua
pihak yang mendukung terselesaikannya penyusunan buku tentang “Profil
Optimalisasi Dana Zakat di Provinsi Lampung” ini. Tim penyusun menyadari
terdapat kekurangan – kekurangan dari buku ini baik dalam penyusunan maupun
kata-kata, untuk itu saran dan kritik dari pembaca sangatlah kami harapkan. Tim
penyusun juga berharap semoga dengan adanya buku ini, masyarakt muslim
terkhusus di provinsi lampung dapat membantu masyarakat yang kurang mampu
dengan memberikan sebagian harta mereka ke lembaga – lembaga amil zakat
yang tepat dalam menyalurkan zakat mereka.
Waassalamualaikum Wr. Wb.
Horma kami,
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman Sampul .................................................................................................................. i
Kata Pengantar ................................................................................................................... iii
Daftar Isi ............................................................................................................................. v
Bab I
Bab II
Bab
III
Bab
IV
Bab V
Bab
VI
Bab
VII
Bab
VIII
Bab
IX
Bab
X
Bab
XI
: Konsep Dasar Zakat .......................................................................................................... 1
: Manajemen Pengelolaan Dana Zakat ....................................... 12
: Dompet Peduli Umat Daarut Tauhid (DPU-DT) ............................................................ 22
: Rumah Zakat ............................................................................ 27
: Lampung Peduli........................................................................ 32
: PKPU ........................................................................................ 35
: Baznas Provinsi Lampung ........................................................ 41
: Yatim Mandiri ......................................................................... 44
: Rumah Yatim ........................................................................... 50
: Lazismu .................................................................................... 56
: Lazisnu ............................................................................................................................ 63
Daftar Pustaka ................................................................................................................... 65
BAB I KONSEP DASAR ZAKAT
A. MAKNA ZAKAT
Menurut Bahasa(lughat), zakat berarti : tumbuh; berkembang; kesuburan
atau bertambah (HR. At-Tirmidzi) atau dapat pula berarti membersihkan atau
mensucikan (QS. At-Taubah : 10)
Menurut Hukum Islam (istilah syara’), zakat adalah nama bagi suatu
pengambilan tertentu dari harta yang tertentu, menurut sifat-sifat yang tertentu dan
untuk diberikan kepada golongan tertentu (Al Mawardi dalam kitab Al Hawiy)
Selain itu, ada istilah shadaqah dan infaq, sebagian ulama fiqh, mengatakan
bahwa sadaqah wajib dinamakan zakat, sedang sadaqah sunnah dinamakan infaq.
Sebagian yang lain mengatakan infaq wajib dinamakan zakat, sedangkan infaq
sunnah dinamakan shadaqah.
1. Penyebutan Zakat dan Infaq dalam Al Qur-an dan As Sunnah
a. Zakat (QS. Al Baqarah : 43)
b. Shadaqah (QS. At Taubah : 104)
c. Haq (QS. Al An‟am : 141)
d. Nafaqah (QS. At Taubah : 35)
e. Al „Afuw (QS. Al A‟raf : 199)
2. Hukum Zakat
Zakat merupakan salah satu rukun Islam, dan menjadi salah satu unsur
pokok bagi tegaknya syariat Islam. Oleh sebab itu hukum zakat adalah wajib
(fardhu) atas setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Zakat
termasuk dalam kategori ibadah (seperti shalat, haji, dan puasa) yang telah diatur
secara rinci dan paten berdasarkan Al-Qur‟an dan As Sunnah, sekaligus
merupakan amal sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan yang dapat berkembang
sesuai dengan perkembangan ummat manusia.
3. Macam-macam Zakat
a. Zakat Nafs (jiwa), juga disebut zakat fitrah.
b. Zakat Maal (harta).
4. Syarat-syarat Wajib Zakat
a. Muslim
b. Aqil
c. Baligh
d. Memiliki harta yang mencapai nishab
B. ZAKAT MAAL
1. Pengertian Maal (harta)
Menurut bahasa (lughat), harta adalah segala sesuatu yang diinginkan sekali
sekali oleh manusia untuk memiliki, memanfaatkan dan menyimpannya. Menurut
syar’a, harta adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki (dikuasai) dan dapat
digunakan (dimanfaatkan) menurut ghalibnya (lazim). sesuatu dapat disebut
dengan maal (harta) apabila memenuhi 2 (dua) syarat, yaitu:
Dapat dimiliki, disimpan, dihimpun, dikuasai
Dapat diambil manfaatnya sesuai dengan ghalibnya. Misalnya rumah,
mobil, ternak, hasil pertanian, uang, emas, perak, dll.
2. Syarat-Syarat Kekayaan yang Wajib di Zakati
a. Milik Penuh (Almilkuttam)
Kekayaan milik penuh / Almikuttam yaitu harta yang berada dalam
kontrol dan kekuasaanya secara penuh, dan dapat diambil manfaatnya secara
penuh. Harta tersebut didapatkan melalui proses pemilikan yang dibenarkan
menurut syariat islam, seperti : usaha, warisan, pemberian negara atau orang
lain dan cara-cara yang sah. Sedangkan apabila harta tersebut diperoleh
dengan cara yang haram, maka zakat atas harta tersebut tidaklah wajib,
sebab harta tersebut harus dibebaskan dari tugasnya dengan cara
dikembalikan kepada yang berhak atau ahli warisnya.
b. Berkembang
Kekayaan berkembang yaitu harta yang dapat bertambah atau
berkembang bila diusahakan atau mempunyai potensi untuk berkembang.
c. Cukup Nishab
Artinya harta tersebut telah mencapai jumlah tertentu sesuai dengan
ketetapan syara’. sedangkan harta yang tidak sampai nishabnya terbebas
dari Zakat
d. Lebih Dari Kebutuhan Pokok (Alhajatul Ashliyah)
Kebutuhan pokok adalah kebutuhan minimal yang diperlukan seseorang
dan keluarga yang menjadi tanggungannya, untuk kelangsungan hidupnya.
Artinya apabila kebutuhan tersebut tidak terpenuhi yang bersangkutan tidak
dapat hidup layak. Kebutuhan tersebut seperti kebutuhan primer atau
kebutuhan hidup minimum (KHM), misal, belanja sehari-hari, pakaian,
rumah, kesehatan, pendidikan, dsb.
e. Bebas Dari hutang
Orang yang mempunyai hutang sebesar atau mengurangi senishab yang
harus dibayar pada waktu yang sama (dengan waktu mengeluarkan zakat),
maka harta tersebut terbebas dari zakat.
f. Berlalu Satu Tahun (Al-Haul)
Maksudnya adalah bahwa pemilikan harta tersebut sudah belalu satu
tahun. Persyaratan ini hanya berlaku bagi ternak, harta simpanan dan
perniagaan. Sedang hasil pertanian, buah-buahan dan rikaz (barang temuan)
tidak ada syarat haul.
Harta (Maal) yang Wajib di Zakati
a. Binatang Ternak
Hewan ternak meliputi hewan besar (unta, sapi, kerbau), hewan kecil
(kambing, domba) dan unggas (ayam, itik, burung).
b. Emas Dan Perak
Emas dan perak merupakan logam mulia yang selain merupakan tambang
elok, juga sering dijadikan perhiasan. Emas dan perak juga dijadikan mata
uang yang berlaku dari waktu ke waktu. Islam memandang emas dan perak
sebagai harta yang (potensial) berkembang. Oleh karena syara’ mewajibkan
zakat atas keduanya, baik berupa uang, leburan logam, bejana, souvenir,
ukiran atau yang lain.
Termasuk dalam kategori emas dan perak, adalah mata uang yang
berlaku pada waktu itu di masing-masing negara. Oleh karena segala bentuk
penyimpanan uang seperti tabungan, deposito, cek, saham atau surat
berharga lainnya, termasuk kedalam kategori emas dan perak. sehingga
penentuan nishab dan besarnya zakat disetarakan dengan emas dan perak.
Demikian juga pada harta kekayaan lainnya, seperti rumah, villa,
kendaraan, tanah, dll. Yang melebihi keperluan menurut syara’ atau
dibeli/dibangun dengan tujuan menyimpan uang dan sewaktu-waktu dapat
di uangkan. Pada emas dan perak atau lainnya yang berbentuk perhiasan,
asal tidak berlebihan, maka tidak diwajibkan zakat atas barang-barang
tersebut.
c. Harta Perniagaan
Harta perniagaan adalah semua yang diperuntukkan untuk diperjual-
belikan dalam berbagai jenisnya, baik berupa barang seperti alat-alat,
pakaian, makanan, perhiasan, dll. Perniagaan tersebut di usahakan secara
perorangan atau perserikatan seperti CV, PT, Koperasi, dsb.
d. Hasil Pertanian
Hasil pertanian adalah hasil tumbuh-tumbuhan atau tanaman yang
bernilai ekonomis seperti biji-bijian, umbi-umbian, sayur-mayur, buah-
buahan, tanaman hias, rumput-rumputan, dedaunan, dll.
e. Ma-din dan Kekayaan Laut
Ma’din (hasil tambang) adalah benda-benda yang terdapat di dalam perut
bumi dan memiliki nilai ekonomis seperti emas, perak, timah, tembaga,
marmer, giok, minyak bumi, batu-bara, dll. Kekayaan laut adalah segala
sesuatu yang dieksploitasi dari laut seperti mutiara, ambar, marjan, dll.
f. Rikaz
Rikaz adalah harta terpendam dari zaman dahulu atau biasa disebut
dengan harta karun. Termasuk didalamnya harta yang ditemukan dan tidak
ada yang mengaku sebagai pemiliknya.
C. NISHAB DAN KADAR ZAKAT
1. Harta Peternakan
a. Sapi, Kerbau dan Kuda
Nishab kerbau dan kuda disetarakan dengan nishab sapi yaitu 30 ekor.
Artinya jika seseorang telah memiliki sapi (kerbau/kuda), maka ia telah
terkena wajib zakat.
Berdasarkan hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh At
Tarmidzi dan Abu Dawud dari Muadz bin Jabbal RA, maka dapat dibuat
tabel sbb :
Jumlah
Ternak(ekor) Zakat
30-39
40-59
60-69
70-79
80-89
1 ekor sapi jantan/betina tabi’ (a)
1 ekor sapi betina musinnah (b)
2 ekor sapi tabi’
1 ekor sapi musinnah dan 1 ekor tabi’
2 ekor sapi musinnah
Keterangan : 1) Sapi berumur 1 tahun, masuk tahun ke-2
2) Sapi berumur 2 tahun, masuk tahun ke-3
Selanjutnya setiap jumlah itu bertambah 30 ekor, zakatnya bertambah 1
ekor tabi’. Dan jika setiap jumlah itu bertambah 40 ekor, zakatnya
bertambah 1 ekor musinnah.
b. Kambing/domba
Nishab kambing/domba adalah 40 ekor, artinya bila seseorang telah
memiliki 40 ekor kambing/domba maka ia telah terkena wajib zakat.
Berdasarkan hadits Nabi Muhammad SAW, yang diriwayatkan oleh
Imam Bukhori dari Anas bin Malik, maka dapat dibuat tabel sbb :
Jumlah
Ternak(ekor) Zakat
40-120
121-200
201-300
1 ekor kambing (2th) atau domba (1th)
2 ekor kambing/domba
3 ekor kambing/domba
Selanjutnya, setiap jumlah itu bertambah 100 ekor maka zakatnya
bertambah 1 ekor.
c. Ternak Unggas (Ayam, Bebek, Burung,dll) dan Perikanan
Nishab pada ternak unggas dan perikanan tidak diterapkan berdasarkan
jumlah (ekor), sebagaimana halnya sapi, dan kambing. Tapi dihitung
berdasarkan skala usaha.
Nishab ternak unggas dan perikanan adalah setara dengan 20 Dinar (1
Dinar = 4,25 gram emas murni) atau sama dengan 85 gram emas. Artinya
bila seorang beternak unggas atau perikanan, dan pada akhir tahun (tutup
buku) ia memiliki kekayaan yang berupa modal kerja dan keuntungan lebih
besar atau setara dengan 85 gram emas murni, maka ia terkena kewajiban
zakat sebesar 2,5%.
Contoh : Seorang peternak ayam broiler memelihara 1000 ekor ayam perminggu,
pada akhir tahun (tutup buku) terdapat laporan keuangan sbb:
1. Ayam broiler 5600 ekor seharga
2. Uang Kas/Bank setelah pajak
3. Stok pakan dan obat-obatan
4. Piutang (dapat tertagih)
Rp 15.000.000
Rp 10.000.000
Rp 2.000.000
Rp 4.000.000
Jumlah Rp 31.000.000
5. Utang yang jatuh tempo Rp 5.000.000
Saldo Rp26.000.000
Keterangan :
Besar Zakat = 2,5 % x Rp.26.000.000,- = Rp 650.000
Catatan :
Kandang dan alat peternakan tidak diperhitungkan sebagai harta yang
wajib dizakati.
Nishab besarnya 85 gram emas murni, jika @ Rp 25.000,00 maka 85
x Rp 25.000,00 = Rp 2.125.000,00
d. Unta
Nishab unta adalah 5 ekor, artinya bila seseorang telah memiliki 5 ekor
unta maka ia terkena kewajiban zakat. Selanjtnya zakat itu bertambah, jika
jumlah unta yang dimilikinya juga bertambah
Berdasarkan hadits Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari
dari Anas bin Malik, maka dapat dibuat tabel sbb:
Jumlah(ekor) Zakat
5-9
10-14
15-19
20-24
25-35
36-45
45-60
61-75
76-90
91-120
1 Ekor Kambing/Domba (A)
2 Ekor Kambing/Domba
3 Ekor Kambing/Domba
4 Ekor Kambing/Domba
1 Ekor Unta Bintu Makhad (B)
1 Ekor Unta Bintu Labun (C)
1 Ekor Unta Hiqah (D)
1 Ekor Unta Jadz‟ah (E)
2 Ekor Unta Bintu Labun (C)
2 Ekor Unta Hiqah (D)
Keterangan:
Kambing berumur 2 tahun atau lebih, atau domba berumur satu tahun
atau lebih.
Unta betina umur 1 tahun, masuk tahun ke-2
Unta betina umur 2 tahun, masuk tahun ke-3
Unta betina umur 3 tahun, masuk tahun ke-4
Unta betina umur 4 tahun, masuk tahun ke-5
Selanjutnya, jika setiap jumlah itu bertambah 40 ekor maka zakatnya
bertambah 1 ekor bintu Labun, dan setiap jumlah itu bertambah 50 ekor,
zakatnya bertambah 1 ekor Hiqah.
2. Emas dan Perak
Nishab emas adalah 20 dinar (85 gram emas murni) dan perak adalah 200
dirham (setara 672 gram perak). Artinya bila seseorang telah memiliki emas
sebesar 20 dinar atau perak 200 dirham dan sudah setahun, maka ia telah terkena
wajib zakat, yakni sebesar 2,5 %.
Demikian juga segala macam jenis harta yang merupakan harta simpanan
dan dapat dikategorikan dalam “emas dan perak”, seperti uang tunai, tabungan,
cek, saham, surat berharga ataupun yang lainnya. Maka nishab dan zakatnya sama
dengan ketentuan emas dan perak, artinya jika seseorang memiliki bermacam-
macam bentuk harta dan jumlah akumulasinya lebih besar atau sama dengan
nishab (85 gram emas) maka ia telah terkena wajib zakat (2,5 %).
Contoh :
Seseorang memiliki simpanan harta sebagai berikut :
Tabungan
Uang tunai (diluar kebutuhan pokok)
Perhiasan emas (berbagai bentuk)
Utang yang harus dibayar (jatuh tempo)
Rp 5 juta
Rp 2 juta
100 gram
Rp 1.5 juta
Perhiasan emas atau yang lain tidak wajib dizakati kecuali selebihnya dari
jumlah maksimal perhiasan yang layak dipakai. Jika layaknya seseorang memakai
perhiasan maksimal 60 gram maka yang wajib dizakati hanyalah perhiasan yang
selebihnya dari 60 gram.
Dengan demikian jumlah harta orang tersebut, sbb :
1.Tabungan
2.Uang tunai
3.Perhiasan (10-60) gram @ Rp 25.000
Rp 5.000.000
Rp 2.000.000
Rp 1.000.000
Jumlah Rp 8.000.000
Utang Rp 1.500.000
Saldo Rp 6.500.000
Keterangan :
Besar zakat = 2,5% x Rp 6.500.000 = Rp 163.500,-
Catatan :
Perhitungan harta yang wajib dizakati dilakukan setiap tahun pada bulan
yang sama.
3. Perniagaan
Harta perniagaan, baik yang bergerak di bidang perdagangan, industri,
agroindustri, ataupun jasa, dikelola secara individu maupun badan usaha (seperti
PT, CV, Yayasan, Koperasi, Dll) nishabnya adalah 20 dinar (setara dengan
85gram emas murni). Artinya jika suatu badan usaha pada akhir tahun (tutup
buku) memiliki kekayaan (modal kerja danuntung) lebih besar atau setara dengan
85 gram emas (jika pergram Rp 25.000,- = Rp 2.125.000,), maka ia wajib
mengeluarkan zakat sebesar 2,5%.
Pada badan usaha yang berbentuk syirkah (kerjasama), maka jika semua
anggota syirkah beragama islam, zakat dikeluarkan lebih dulu sebelum dibagikan
kepada pihak-pihak yang bersyirkah. Tetapi jika anggota syirkah terdapat orang
yang non muslim, maka zakat hanya dikeluarkan dari anggota syirkah muslim saja
(apabila julahnya lebih dari nishab)
Cara menghitung zakat : Kekayaan yang dimiliki badan usaha tidak akan lepas dari salah satu atau
lebih dari tiga bentuk di bawah ini :
a. Kekayaan dalam bentuk barang
b. Uang tunai
c. Piutang
Maka yang dimaksud dengan harta perniagaan yang wajib dizakati adalah
yang harus dibayar (jatuh tempo) dan pajak.
Contoh : Sebuah perusahaan meubel pada tutup buku per Januari tahun 1995 dengan
keadaan sbb :
1.Mebel belum terjual 5 set
2.Uang tunai
3. Piutang
Rp 10.000.000
Rp 15.000.000
Rp 2.000.000
Jumlah Rp 27.000.000
Utang & Pajak Rp 7.000.000
Saldo Rp 20.000.000
Keterangan :
Besar zakat = 2,5 % x Rp 20.000.000,- = Rp 500.000,-
Pada harta perniagaan, modal investasi yang berupa tanah dan bangunan
atau lemari, etalase pada toko, dll, tidak termasuk harta yang wajib dizakati sebab
termasuk kedalam kategori barang tetap (tidak berkembang). Usaha yang bergerak
dibidang jasa, seperti perhotelan, penyewaan apartemen, taksi, renal mobil,
bus/truk, kapal laut, pesawat udara, dll, kemudian dikeluarkan zakatnya dapat
dipilih diantara 2(dua) cara:
a. Pada perhitungan akhir tahun (tutup buku), seluruh harta kekayaan
perusahaan dihitung, termasuk barang (harta) penghasil jasa, seperti
hotel, taksi, kapal, dll, kemudian keluarkan zakatnya 2,5 %.
b. Pada Perhitungan akhir tahun (tutup buku), hanya dihitung dari hasil
bersih yang diperoleh usaha tersebut selama satu tahun, kemudian
zakatnya dikeluarkan 10%. Hal ini diqiyaskan dengan perhitungan zakat
hasil pertanian, dimana perhitungan zakatnya hanya didasarkan pada
hasil pertaniannya, tidak dihitung harga tanahnya.
4. Hasil Pertanian
Nishab hasil pertanian adalah 5 wasq atau setara dengan 750 kg. Apabila
hasil pertanian termasuk makanan pokok, seperti beras, jagung, gandum, kurma,
dll, maka nishabnya adalah 750 kg dari hasil pertanian tersebut.
Tetapi jika hasil pertanian itu selain makanan pokok, seperti buah-buahan,
sayur-sayuran, daun, bunga, dll, maka nishabnya disetarakan dengan harga nishab
dari makanan pokok yang paling umum di daerah (negeri) tersebut (di negeri kita
= beras).
Kadar zakat untuk hasil pertanian, apabila diairi dengan air hujan, atau
sungai/mata/air, maka 10%, apabila diairi dengan cara disiram / irigasi (ada biaya
tambahan) maka zakatnya 5%.
Dari ketentuan ini dapat dipahami bahwa pada tanaman yang disirami
zakatnya 5%. Artinya 5% yang lainnya didistribusikan untuk biaya pengairan.
Imam Az Zarqoni berpendapat bahwa apabila pengolahan lahan pertanian
diairidengan air hujan (sungai) dan disirami (irigasi) dengan perbandingan 50;50,
maka kadar zakatnya 7,5% (3/4 dari 1/10).
Pada sistem pertanian saat ini, biaya tidak sekedar air, akan tetapi ada biaya
lain seperti pupuk, insektisida, dll. Maka untuk mempermudah perhitungan
zakatnya, biaya pupuk, intektisida dan sebagainya diambil dari hasil panen,
kemudian sisanya (apabila lebih dari nishab) dikeluarkan zakatnya 10% atau 5%
(tergantung sistem pengairannya).
BAB II MANAJEMEN PENGELOLAAN DANA ZAKAT
A. DASAR
Kegiatan inti (mendasar) dalam pengelolaan dana zakat infak dan shodaqoh
(ZIS) menurut Sadewo (2004) dibagi menjadi empat kegiatan utama yaitu:
penghimpunan, pengelolaan, pendayagunaan, dan pendistribusian.
B. PENGHIMPUNAN
Penghimpunan merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan
dana ZIS dari muzakki. Peran fungsi dan tugas divisi atau bidang penghimpunan
dikhususkan mengumpulkan dana zakat, infak, sedekah dan wakaf dari
masyarakat. Dalam melaksanakan aktivitas pengumpulan dana tersebut bagian
penghimpunan dapat menyelenggarakan berbagai macam kegiatan.
Menurut Sudewo (2004: 189) kegiatan penghimpunan ada dua yaitu galang
dana dan layanan donatur:
1. Galang Dana
Dalam melakukan penggalangan dana ada beberapa kegiatan yang dapat
dilakukan yaitu:
a. Kampanye (dakwah), dalam melakukan kampanye sosialisasi zakat ada
beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu: konsep komunikasi, materi
kampanye, bahasa kampanye, media kampanye,
b. Kerjasama program, galang dana dapat menawarkan program untuk
dikerjasamakan dengan lembaga atau perusahaan lain. Kerjasama ini
tentu dalam rangka aktivitas fundraising.
c. Seminar dan diskusi, dalam sosialisasi zakat galang dana juga dapat
melakukan kegiatan seminar. Tema seminar bisa apa saja asal masih
relevan dengan kegiatan dan kiprah lembaga zakat.
d. Pemanfaatan rekening bank, pembukaan rekening bank, ini dimaksudkan
untuk memudahkan donatur menyalurkan dananya. Jumlah dana yang
masuk menjadi strong point.
Menurut Widodo (2001: 82) ada beberapa cara dana diterima lembaga zakat
diantaranya adalah:
a. Melalui rekening di bank, artinya di bank mana lembaga membuka
rekening penerimaan dana zakat.
b. Counter, di lokasi mana lembaga membuka counter.
c. Jemput bola, wilayah mana saja yang akan dilayani dengan cara dana
zakat diambil oleh lembaga.
Pendapat Sudewo dan Widodo mengenai bagaimana cara penggalangan
dana zakat sebenarnya tidak jauh berbeda. Penggalangan bisa dilakukan dengan
cara: mengadakan kegiatan yang berhubungan dengan sosialisasi masalah zakat,
penerimaan dana zakat bisa melalui rekening bank, counter penerimaan, atau
diambil sendiri oleh amil. Model penerimaan seperti ini dimaksudkan untuk
memudahkan muzakki menyalurkan zakatnya.
2. Layanan Donator
Layanan donatur tak lain adalah customer care atau di dalam perusahaan
dinamakan customer service. Tugas yang dilakukan layan donatur cukup
bervariasi diantaranya (Sadewo, 2004: 201-203):
a. Data donatur, data tentang donatur harus didokumentasikan. Data ini
diperoleh dari berbagai sumber, diantaranya dari bukti transfer bank, dari
kuitansi, para donatur yang datang langsung atau surat-surat. Data yang
dihimpun sebaiknya dilengkapi dengan berbagai informasi. Dengan
menguasai semua data donatur, lembaga zakat akan semakin bisa
membuat donatur untuk tetap terlibat di dalamnya.
b. Keluhan, layan donatur juga harus sama cermatnya dalam mendata
tentang keluhan dari donatur, mitra kerja atau masyarakat umum.
Keluhan ini harus disusun, dikompilasi, dan dianalisa. Hasil analisa dari
keluhan diserahkan kepada divisi penghimpunan sebagai bahan untuk
pengambilan keputusan.
c. Follow up keluhan, satu hal yang menjadi kebiasaan kita adalah
menghindari penyelesaian keluhan. Mengatakan bahwa akan ditangani
oleh yang berwenang adalah suatu jawaban yang professional. Namun
bila hanya sekadar jawaban tanpa follow up ini kebohongan pada publik.
Dengan adanya pelayanan untuk donatur, mereka tidak merasa kecewa
karena merasa tidak diperhatikan. Pendataan donatur sangat penting karena ini
menyangkut hubungan silaturrahim antara muzakki, amil, dan juga mustahiq.
Karena hubungan ini berpengaruh pada potensi zakat yang ada pada lembaga.
Muzakki terkadang merasa tidak puas dengan kinerja amil, mereka berhak
menyampaikan keluhan-keluhan. Amil (lembaga) harus menindaklanjuti keluhan
muzakki, tidak hanya menerima keluhan tersebut..
C. PENGELOLAAN (KEUANGAN)
Seperti juga struktur keuangan lembaga yang lain, struktur keuangan zakat
terdiri atas dua bidang yaitu bendahara dan akuntansi. Ada dua verifikasi yang
dikerjakan yakni verifikasi penerimaan dan pengeluaran.Verifikasi penerimaan
dimulai sejak dana ditransfer dari muzakki hingga masuk ke lembaga zakat.
Sedangkan verifikasi pengeluaran dicermati sejak diajukan hingga pencairan dana.
Bendahara (kasir) berfungsi mengeluarkan dana yang telah disetujui.
Sedangkan bidang akuntansi melakukan pencatatan keluar masuknya uang.
Pencatatan ini diinput dalam jurnal harian. Setelah itu diposting kedalam buku
besar. Dalam kerjanya sesungguhnya akuntansi memilah atas dua segi yakni
akuntansi keuangan dan akuntansi manajemen. Akuntansi keuangan dibuat sesuai
pernyataan standar akuntansi, sementara akuntansi manajemen dikerjakan sesuai
dengan kebutuhan lembaga.
Dalam akuntansi keuangan ada lima laporan yang harus dikerjakan divisi
pengelolaan keuangan (Sadewo, 2004: 214-215) yaitu:
a. Neraca, merupakan laporan yang menggambarkan posisi keuangan pada
waktu tertentu.
b. Laporan sumber dan penggunaan dana, tujuan dari LSPD adalah
menggambarkan aktivitas lembaga terutama dalam menjelaskan asal
sumber-sumber pendanaan serta penyalurannya sesuai dengan bidang
garapan masing-masing, ini menggambarkan kinerja lembaga ditinjau
dari aspek finance.
c. Laporan dana termanfaatkan, tujuan dari LPDT adalah menggambarkan
berbagai aktivitas pendanaan yang non cash, contohnya pinjaman hutang
dan pemberian hutang.
d. Laporan arus kas, tujuannya menggambarkan aliran kas keluar masuk.
Pertimbangan alur keluar masuk didasarkan pada tiga jenis aktivitas yaitu:
a. Operasi, terkait dengan kegiatan utama lembaga zakat.
b. Investasi, yang dimaksud adalah penggunaan uang yang ditujukan baik
untuk kepentingan lembaga maupun mustahiq.
c. Pendanaan, merupakan kebutuhan tambahan dana eksternal dalam
pembiayaan program jangka panjang.
d. Catatan atas laporan keuangan, berisi penjelasan atas keempat jenis
laporan diatas sebagai catatan khusus yang lebih rinci sifatnya.
Akuntansi manajemen berperan penting dalam menentukan kepentingan
manajemen yang lebih luas berdasarkan penggunaan data keuangan yang ada.
D. PENDAYAGUNAAN
Sesungguhnya jatuh bangunnya lembaga zakat terletak pada kreativitas
divisi pendayagunaan, yaitu bagaimana amil (lembaga zakat) mendistribusikan
zakat dengan inovasi-inovasi yang baru dan bisa memenuhi tujuan pendistribusian
zakat kepada mustahiq. Pendayagunaan program pemberdayaan mustahiq
merupakan inti dari zakat. Ada beberapa kegiatan yang dapat dikembangkan oleh
bidang pendayagunaan. Namun yang terjadi di Indonesia beberapa lembaga zakat
sudah memiliki keseragaman kegiatan. Adapun kegiatan tersebut adalah:
1. Pengembangan Ekonomi
Dalam melakukan pengembangan ekonomi ada beberapa kegiatan yang
dapat dijalankan oleh lembaga zakat (Sadewo, 2004: 227-235) diantaranya:
a. Penyaluran modal.
b. Pembentukan lembaga keuangan.
c. Pembangunan industri.
d. Penciptaan lapangan kerja.
e. Peningkatan usaha.
f. Pelatihan.
g. Pembentukan organisai.
Beberapa kegiatan pengembangan ekonomi seperti yang disebutkan di atas
telah banyak dipraktekan di Indonesia. Jika pendistribusian dana disalurkan untuk
kegiatan pengembangan ekonomi seperti itu usaha merubah mustahiq menjadi
muzakki memiliki peluang yang lebih besar.
2. Pembinaan Sumber Daya Manusia
Pembinaan SDM adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh lembaga zakat
untuk membina mustahiq. Program yang paling mudah dilakukan adalah
pemberian beasiswa kepada anak-anak dari keluarga mustahiq. Menurut Sudewo
ada beberapa program pendidikan yang bisa dikembangkan untuk membantu
anak-anak mustahiq (Sadewo, 2004: 231) diantaranya:
a. Beasiswa
b. Diklat dan kursus keterampilan
c. Sekolah
3. Layanan Sosial
Yang dimaksud dengan layanan sosial adalah layanan yang diberikan
kepada kalangan mustahiq dalam memenuhi kebutuhan mereka. Beberapa
kegiatan santunan sosial diantaranya seperti: biaya kesehatan, santunan anak
yatim, bantuan bencana alam. Layanan sosial merupakan program insidentil
lembaga, karena dana zakat tersebut diberikan kepada mustahiq ketika ada
kebutuhan yang sangat mendesak.
E. PENDISTRIBUSIAN
Pendistribusian adalah suatu kegiatan dimana zakat bisa sampai kepada
mustahiq secara tepat. Kegiatan pendistribusian sangat berkaitan dengan
pendayagunaan, karena apa yang akan didistribusikan disesuaikan dengan
pendayagunaan. Akan tetapi juga tidak bisa terlepas dari penghimpunan dan
pengelolaan. Jika penghimpunannya tidak maksimal dan mungkin malah tidak
memperoleh dana zakat sedikitpun maka tidak akan ada dana yang
didistribusikan.
Muhammad (2006: 176) berpendapat bahwa distribusi zakat berkaitan
dengan persediaan, saluran distribusi, cakupan distribusi, lokasi mustahiq, wilayah
penyaluran, tingkat persediaan, dana zakat dan lokasi amil, pengiriman, dan
keagenan.
Zakat yang dihimpun oleh Lembaga Zakat harus segera disalurkan kepada
para mustahiq sesuai dengan skala prioritas yang telah disusun dalam program
kerja. Mekanisme distribusi zakat kepada mustahiq bersifat konsumtif dan juga
produktif. Menurut Mufraini (2006: 148) distribusi zakat tidak hanya dengan dua
cara akan tetapi ada tiga yaitu: distribusi konsumtif, distribusi produktif, dan
investasi.
Sebagai penegasan sudah seharusnya pemerintah berperan aktif di dalam
membangun kesejahteraan umat Islam yang mendominasi negara ini, sehingga
nantinya di dalam pengelolaan zakat dan pendistribusiannya dapat dilakukan
secara optimal, tepat sasaran dan profesional. Usaha-usaha pengumpulan zakat
hendaknya lebih dimaksimalkan agar pendistribusiannya tersalurkan secara
terpadu kepada yang berhak secara sistematis dan optimal.
Ada beberapa ketentuan dalam mendistribusikan dana zakat kepada
mustahiq yaitu:
1. Mengutamakan distribusi domestik, dengan melakukan distribusi lokal atau
lebih mengutamakan penerima zakat yang berada dalam lingkungan terdekat
dengan lembaga zakat (wilayah muzakki) dibandingkan pendistribusiannya
untuk wilayah lain.
2. Pendistribusian yang merata dengan kaidah-kaidah sebagai berikut:
a. Bila zakat yang dihasilkan banyak, seyogyanya setiap golongan
mendapat bagiannya sesuai dengan kebutuhan masing-masing.
b. Pendistribusiannya haruslah menyeluruh kepada delapan golongan yang
telah ditetapkan.
c. Diperbolehkan untuk memberikan semua bagian zakat kepada beberapa
golongan penerima zakat saja, apabila didapati bahwa kebutuhan yang
ada pada golongan tersebut memerlukan penanganan secara khusus.
d. Menjadikan golongan fakir miskin sebagai golongan pertama yang
menerima zakat, karena memenuhi kebutuhan mereka dan membuatnya
tidak bergantung kepada golongan lain adalah maksud dan tujuan
diwajibkannya zakat.
e. Seyogyanya mengambil pendapat Imam Syafi‟i sebagai kebijakan umum
dalam menentukan bagian maksimal untuk diberikan kepada petugas
zakat, baik yang bertugas dalam mengumpulkan maupun
yangmendistribusikannya.
3. Membangun kepercayaan antara pemberi dan penerima zakat. Zakat baru
bisa diberikan setelah adanya keyakinan dan juga kepercayaan bahwa si
penerima adalah orang yang berhak dengan cara mengetahui atau
menanyakan hal tersebut kepada orang-orang adil yang tinggal di
lingkungannya, ataupun yang mengetahui keadaannya yang sebenarnya.
Intermediary system yang mengelola investasi dan zakat seperti perbankan
Islam dan lembaga pengelola zakat dewasa ini lahir secara masif. Di Indonesia
sendiri, dunia perbankan Islam dan lembaga pengumpul zakat menunjukan
perkembangan yang cukup pesat. Mereka berusaha untuk berkomitmen
mempertemukan pihak surplus muslim dan pihak defisit muslim. Dengan harapan
terjadi proyeksi pemerataan pendapatan antara surplus dan defisit muslim atau
bahkan menjadikan kelompok defisit (mustahiq) menjadi surplus (muzakki).
Melihat fenomena dan permasalahan yang terjadi di Indonesia dari sisi
zakat, sosial masyarakat, dan juga ekonomi Mufraini (2006: 147) membuat
sebuah inovasi distribusi zakat yang dikategorikan dalam empat bentuk sebagai
berikut:
1. Distribusi Bersifat Konsumtif Tradisional
Yaitu zakat dibagikan kepada mustahiq untuk dimanfaatkan secara
langsung, seperti zakat fitrah yang diberikan kepada fakir miskin untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari atau zakat māl yang dibagikan kepada para korban bencana
alam.
2. Distribusi Bersifat Konsumtif Kreatif
Zakat diwujudkan dalam bentuk lain dari barangnya semula, seperti
diberikan dalam bentuk alat-alat sekolah atau beasiswa.
3. Distribusi Zakat Bersifat Produktif Tradisional
Zakat diberikan dalam bentuk barang-barang yang produktif seperti
kambing, sapi, alat cukur, dan lain sebagainya. Pemberian dalam bentuk ini akan
dapat menciptakan suatu usaha yang membuka lapangan kerja fakir miskin.
4. Distribusi Zakat dalam Bentuk Produktif Kreatif
Zakat diwujudkan dalam bentuk permodalan baik untuk membangun proyek
sosial atau menambah modal dagang pengusaha kecil.
Sebagimana dilihat dari inovasi di atas maka lembaga zakat selain
mendistribusikan zakat secara konsumtif, saat ini juga telah mengembangkan
sistem distribusi zakat produktif. Pola distribusi dana zakat produktif menjadi
menarik untuk dibahas mengingat ketentuan syari‟ah menegaskan bahwa dana
zakat yang terkumpul sepenuhnya adalah hak milik dari mustahiq delapan asnaf.
Zakat bukan hanya persoalan ibadah mahḍah (ritual murni) tapi juga
persoalan māliyah ijtima‟iyyah (harta benda sosial) oleh karenanya harus
ma‟qulul ma‟na (masuk akal). Ini merupakan pendapat golongan Hanafiyah dan
pendapat ini dapat diterima karena ma‟qulul ma‟na dapat diterapkan sesuai
perkembangan zaman. Dan dapat menjawab tuntutan kemaslahatan umat,
kapanpun dan dimanapun.
Al-Qur‟an sendiri tidak mengatur bagaimana seharusnya dan sebaiknya
membagikan zakat kepada para asnaf. Umar bin Khattab ra pernah memberikan
dana zakat berupa kambing agar dapat berkembang biak. Nabi pernah
memberikannya kepada seorang fakir sebanyak dua dirham, dengan memberikan
anjuran agar mempergunakan uang tersebut, satu dirham untuk dimakan dan satu
dirham lagi supaya dibelikan kapak sebagai alat kerja.
Berdasarkan pendapat golongan Hanafiyah, dan peristiwa pada masa Rasulullah
dan Umar maka distribusi zakat secara produktif diperbolehkan demi
kemaslahatan umat. Pendapat ini dikuatkan oleh Yafie (1995: 236) bahwa
pemanfaatan dana zakat yang dijabarkan dalam ajaran fiqih memberi petunjuk
perlunya suatu kebijakan dan kecermatan, di mana perlu dipertimbangkan faktor-
faktor pemerataan dan penyamaan, kebutuhan yang nyata dari kelompok-
kelompok penerima zakat, kemampuan penggunaan dana zakat dari yang
bersangkutan yang mengarah kepada peningkatan kesejahteraannya dan
kebebasannya dari kemelaratan, sehingga pada gilirannya yang bersangkutan tidak
lagi menjadi penerima zakat tetapi menjadi pembayar zakat.
Hal-hal di atas dicontohkan bahwa jika penerima zakat tersebut tahu dan
biasa berniaga maka kepadanya diberikan modal usaha, atau yang bersangkutan
mempunyai keterampilan pertukangan maka kepadanya diberikan perkakas yang
memungkinkan dia bekerja dalam bidang keterampilannya untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Terhadap dana zakat tersebut tidak akan menjadi
permasalahan yang ilegal dalam pengertian hukum. Oleh karena itu dana zakat
yang digulirkan secara produktif tentunya tidak dapat menuntut adanya tingkat
pengembalian tertentu sebagaimana halnya sumber dana selain zakat.
Konsep distribusi dana zakat secara produktif yang dikedepankan sejumlah
lembaga zakat biasanya dipadukan dengan dana terkumpul lainnya yaitu shadaqah
dan infak. Hal ini untuk meminimalisir adanya perbedaan pendapat akan pola
produktif dana zakat.
Aturan syari‟ah menetapkan bahwa dana hasil pengumpulan zakat,
sepenuhnya adalah hak milik dari para mustahiq. Dengan demikian pola distribusi
produktif yang dikembangkan pada umumnya mengambil skema qardul hasan
yakni satu bentuk pinjaman yang menetapkan tidak adanya tingkat pengembalian
tertentu dari pokok pinjaman. Namun demikian bila ternyata si peminjam dana
tersebut tidak mampu mengembalikan pokok tersebut, maka hukum zakat
mengindikasikan bahwa sipeminjam tersebut tidak dapat dituntut atas
ketidakmampuannya tersebut, karena pada dasarnya, dana tersebut adalah hak
mereka.
Terlepas dari perbedaan pendapat dalam fiqih dan pola inovasi pendanaan
yang diambil dari dana zakat, skema yang dikedepankan dari pola qordul hasan
sebenarnya sangat brilian, sebagaimana menurut pendapat Mufraini (2006: 160)
bahwa:
1. Ukuran keberhasilan sebuah lembaga pengumpul zakat adalah bagaimana
lembaga tersebut dapat menjadi salah satu elemen dari sekuritas sosial yang
mencoba mengangkat derajat kesejahteraan seorang mustahiq menjadi
seorang muzakki. Jika hanya pola konsumtif yang dikedepankan,
tampaknya akan sulit tujuan ini bisa tercapai.
2. Modal yang dikembalikan oleh mustahiq kepada lembaga zakat, tidak
berarti bahwa modal tersebut sudah tidak lagi menjadi haknya mustahiq
yang diberikan pinjaman. Ini artinya bisa saja dana tersebut diproduktifkan
kembali dengan memberi balik kepada mustahiq tersebut yang akan
dimanfaatkan untuk penambahan modal usahanya lebih lanjut. Dan
kalaupun tidak, hasil akumulasi dana zakat dari hasil pengembalian modal
akan kembali didistribusikan kepada mustahiq lain yang juga berhak.
BAB III DOMPET PEDULI UMAT DAARUT TAUHID (DPU-
DT)
A. PROFIL SINGKAT
Dompet Peduli Ummat adalah sebuah LEMBAGA AMIL ZAKAT
NASIONAL dan merupakan Lembaga Nirlaba yang bergerak di bidang
penghimpunan (FUNDRAISING) dan PENDAYAGUNAAN dana zakat, Infaq,
shadaqah dan wakaf (ZISWA). Didirikan 16 Juni 1999 Oleh KH Abdullah
Gymnastiar sebagai bagian dari Yayasan Daarut Tauhiid dengan tekad menjadi
LAZ yang Amanah, Profesional dan Jujur berlandaskan pada Ukhuwah Islamiyah.
Latar belakang berdirinya DPU Daarut Tauhiid adalah bahwa Indonesia
sebagai negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia memiliki
potensi zakat yang amat besar. Sayangnya, pada saat itu sebagian besar
masyarakat masih belum memiliki kesadaran untuk berzakat sesuai dengan
ketentuannya. Hal lain yang juga menjadi perhatian adalah belum optimalnya
penggunaan dana zakat ini. Kadang, penyaluran dana zakat hanya sebatas pada
pemberian bantuan saja tanpa memikirkan kelanjutan dari kehidupan si penerima
dana.
DPU Daarut Tauhiid berusaha untuk mengatasi hal-hal tersebut. Selain
menguatkan kesadaran masyarakat terhadap zakat, DPU-DT juga berusaha
menyalurkan dana yang sudah diterima kepada mereka yang benar-benar berhak,
dan berusaha mengubah nasib kaum mustahik menjadi muzaki atau mereka yang
sebelumnya menerima zakat menjadi pemberi zakat. Kiprah DPU Daarut Tauhiid
ini mendapat perhatian pemerintah, kemudian ditetapkan menjadi Lembaga Amil
Zakat Nasional (LAZNAS) sesuai dengan SK Menteri Agama no 410 tahun 2004
pada tanggal 13 Oktober 2004. Di mana sebelumnya sejak tahun 2002 masih
sebagai Lembaga Amil Zakat Daerah.
Mulai tahun 2004, DPU Daarut Tauhiid mengembangkan konsep
penyaluran dana zakat bergulir berkesinambungan, untuk para penerima zakat,
agar suatu saat dapat meningkatkan taraf hidupnya dan mampu berubah dari
penerima zakat menjadi pemberi zakat. Lembaga tidak hanya member ikannya
saja, melainkan juga memberi kailnya, agar mereka bisa terus berusaha dan
meningkatkan taraf hidupnya. Oleh karena itu, saat ini peningkatan kekuatan
ekonomi dan pembelajaran bagi masyarakat merupakan prioritas yang harus
diutamakan, sehingga upaya-upaya untuk menumbuhkan kemampuan dan
kemandirian ummat yang berasal dari sinergi potensi masyarakat patut untuk
diwujudkan secara bersama-sama.
B. VISI DAN MISI
Visi DPU-DT adalah menjadi model Lembaga Amil Zakat Nasional
(LAZNAS) yang amanah, profesional, akuntabel dan terkemuka dengan daerah
operasi yang merata. Sedangkan Misi DPU-DT adalah:
1) Mengoptimalkan potensi ummat melalui Zakat, Infak dan Sedekah (ZIS).
2) Memberdayakan masyarakat dalam bidang ekonomi, pendidikan, dakwah
dan sosial menuju masyarakat mandiri.
Alamat dan Kontak:
Kantor Pusat: Jl. Gegerkalong Girang No. 32 Bandung,
Informasi DPU & Zakat Telp./ Fax. 022- 2021862, 2021861, Mobile 083 10001
7002
Website: www.dpu-daaruttauhiid.org. e-mail: info@dpudt.org
Kantor Lampung: Jl. H. Juanda No. 11 Pahoman Bandar Lampung, Telp/Fax.
0721-256024
C. JENIS – JENIS PROGRAM
a. Program bersifat Konsumtif:
1. Program Dakwah-KU terdiri dari:
a) Baitul Qur’an; berupa pemberian biaya pendidikan tahfidz qur‟an dan
biaya asrama bagi peserta didik yang kurang mampu dan mempunyai
kapasitas menghafal qur‟an dengan baik.
b) Mobil Cinta Masjidku; berupa layanan sarana dakwah dan pelayanan
program kebersihan masjid, upgrading SDM masjid yang ada di pelosok
desa dan pendistribusian al-qur‟an.
c) Media Da’waah-KU; merupakan layanan yang disajikan memalui media
cetak berupa majalah, Buletin dan News Letter yang berisikan laporan
distribusi dana yang terkumpul, khasanah islam dan konsultasi seputar
keluarga.
d) Majlis Ta’lim Manajemen Qolbu; merupakan layanan kajian keilmuan
secara kolosal dengan konsep Manajemen Qolbu, yang dilaksanakan
diberbagai kota di Indonesia.
2. Program Besiswa-KU terdiri dari:
a) Beasiswa TK/Paud-KU; berupa pemberian biaya pendidikan bagi anak
usia dini dari keluarga yang kurang mampu dari segi ekonomi, sehingga
proses pendidikan masih bisa dirasakan sejak dini.
b) Beasiswa SD-KU; berupa pemberian biaya pendidikan bagi anak usia
kelas 1 hingga kelas 6 SD dari keluarga yang kurang mampu dari segi
ekonomi, sehingga proses pendidikan masih bisa dirasakan sejak dini.
c) Beasiswa SMP-KU; berupa pemberian biaya pendidikan dan boarding
bagi anak usia kelas 1 hingga kelas 3 SMP dari keluarga yang kurang
mampu dari segi ekonomi, namun anak memiliki prestasi dan
berkeinginan kuat untuk melanjutkan sekolah sehingga proses pendidikan
masih bisa dirasakan sejak dini.
d) Beasiswa SMK-KU; berupa pemberian biaya pendidikan dan boarding
bagi anak usia kelas 1 hingga kelas 3 SMK dari keluarga yang kurang
mampu dari segi ekonomi, namun anak memiliki prestasi dan
berkeinginan kuat untuk melanjutkan sekolah sehingga proses pendidikan
masih bisa dirasakan sejak dini.
e) Beasiswa SMA-KU; berupa pemberian biaya pendidikan dan boarding
bagi anak usia kelas 1 hingga kelas 3 SMA ditambah 1 tahun pertama
pendidikan Tahfidz Qur‟an dan pembentukan karakter pemimpin, dari
keluarga yang kurang mampu dari segi ekonomi, namun anak memiliki
prestasi dan berkeinginan kuat untuk melanjutkan sekolah sehingga
proses pendidikan masih bisa dirasakan sejak dini.
f) Bea Mahasiswa-KU; berupa pemberian biaya pendidikan dan pelatihan
pembekalan kerja bagi para mahasiswa yang ada di Perguruan Tinggi di
Indonesia yang berasal dari keluarga yang kurang mampu dari segi
ekonomi, namun anak memiliki prestasi dan berkeinginan kuat untuk
mandiri.
g) Balai Kreatif-KU; berupa pemberian Pelatihan Skill bagi para generasi
muda-mudi di Indonesia sehingga menjadi generasi yang siap kerja,
dengan memiliki keahlian khusus, berkarakter baik dan kuat serta
memiliki jiwa mandiri.
3. Program Peduli-KU terdiri dari:
a) Layanan Peduli Sosial; layanan yang diberikan berupa pemeriksaan dan
pengobatan gratis bagi wilayah pedesaan yang terisolir dari akses sarana
kesehatan.
b) Layanan Peduli Kemanusiaan; layanan tanggap darurat bagi korban
bencana alam yang meliputi trauma healing, penyaluran sembako dan
kebutuhan pokok lainnya.
c) Ramadhan Peduli Negari; pemberian paket lebaran bagi keluarga
dhuafa dan berbagi bersama sahabat yatim piatu dengan memberikan
santunan dan kegiatan yang menarik bagi anak-anak.
d) Kurban Peduli Negeri; berupa penyembelihan dan pendistribusian
daging kurban ke pelosok negeri yang padat, kumuh, miskin sesuai
dengan tuntutan syariah, dimana hewan yang disembelih merupakan hasil
pemberdayaan peternak didesa binaan. Juga adanya kegiatan nyate
bersama anak yatim dan dhuafa serentak di seluruh cabang nasional.
e) Peduli Lingkungan-KU; berupa pemberian sarana kebersihan lingkungan
masjid dan sekitarnya, dengan rangkaian kegiatan manajemen masjid,
pelatihan janaiz, pendistribusian qur‟an dan peduli penghijauan bumi.
b. Program bersifat Produktif:
Program pendayagunaan ZIS DPU-DT dikenal dengan Program Ikhtiar-
KU berupa program-program kemandirian berbasis ekonomi dalam rangka
memperbaiki tarap hidup keluarga masyarakat dhuafa sehingga mampu mandiri,
diantaranya:
1. MiSyKat (Microfinance Syariah Berbasis Masyarakat); berupa Lembaga
Pemberdayaan Dhuafa melalui program pemberdayaan ekonomi produktif
yang dikelolah secara sistematis, intensif dan berkesinambungan. Para peserta
(mustahik) diberikan dana bergulir, keterampilan dan wawasan berusaha,
pendidikan menabung, penggalian potensi, pembinaan akhlak dan karakter
sehingga mereka menjadi berdaya dan didorong untuk lebih mandiri.
2. Usaha Ternak Mandiri (UTM); berupa penggemukan hewan ternak yang
sasrannya adalah memberdayakan peternak kecil di pedesaan. Program
dilaksanakan dalam bentuk pengelolaan hewan ternak yang berkualitas
sampai pada proses pemasaran melalui program pendampingan yang intensif
dan berkesinambungan. Hasil akhirnya adalah terlaksananya keberlangsungan
kemandirian mustahik.
3. Usaha Tani Mandiri (UTAMA); memberdayakan petani kecil dipedesaan.
Program dilaksanakan dalam bentuk pengolahan lahan yang berkualitas
sampai proses pemasaran melalui program pendampingan yang intensif dan
berkesinambungan. Hasil akhirnya adalah terlaksananya keberlangsungan da
kemandirian mustahik.
BAB IV RUMAH ZAKAT
A. PROFIL SINGKAT
Lembaga Amil Zakat (LAZ) LAMPUNG PEDULI adalah sebuah lembaga
swadaya masyarakat yang memfokuskan pada pengelolaan zakat, infaq, shodaqoh
dan wakaf secara lebih profesional dengan menitikberatkan pembinaan dan
pemberdayaan sosial melalui 4 rumpun program yaitu program pendidikan
(EduCare), kesehatan (HealthCare), pemberdayaan ekonomi (EcoCare) dan
kepemudaan (YouthCare).
Memulai kiprahnya sejak Mei 1998 di Bandung, lembaga yang awalnya
bernama Dompet Sosial Ummul Quro (DSUQ) dan dipelopori oleh Abu Syauqi
ini, semakin menguatkan eksistensinya sebagai lembaga amil zakat. Legalitas
untuk melakukan ekspansi semakin kuat ketika lembaga ini telah mendapat
sertifikasi pengukuhan sebagai lembaga amil zakat nasional berdasarkan SK
Menteri Agama RI No. 157 pada tanggal 18 Maret 2003 yang diperbaharui
melalui SK Menag RI No. 42 tahun 2007.
Sebelas tahun sudah Rumah Zakat Indonesia berdiri menjadi jembatan
harmoni antara para muzakki dan mustahik, menyambungkan empati dalam
simpul pelayanan gratis hingga pemberdayaan. Atas rahmat Allah Yang Maha
Kuasa, didukung simpati sobat zakat sekalian, Rumah Zakat Indonesia telah hadir
di 44 jaringan kantor di 38 kota besar dari Banda Aceh NAD hingga Jayapura,
Papua. Dengan dukungan teknologi informasi, kini semua kantor (pusat-regional-
cabang-kantor kas) telah terkoneksi secara online. Membuat pengelolaan lembaga
lebih terintegrasi, transparan dan cepat.
Dalam pengembangan keempat rumpun programnya Rumah Zakat
Indonesia mengembangkan program pendampingan dan pemberdayaan intensif
berbasis komunitas yang disebut Integrated Community Development (ICD) baik
per kecamatan maupun kelurahan. Untuk setiap ICD dikelola oleh satu orang atau
lebih Mustahik Relation Officer (MRO) yang tinggal di tengah-tengah masyarakat
yang dibinanya sehingga pemantauan dan keberlangsungan program lebih terjaga.
Semangat membumikan nilai spritualitas menjadi kesalehan sosial membingkai
gerak lembaga ini sebagai mediator antara nilai kepentingan muzakki dan
mustahik. Antara yang memberi dan menerima, antara para aghniya (orang kaya)
dan mereka yang dhuafa sehingga kesenjangan sosial bisa semakin dikurangi
jaraknya. Harmoni ini semakin hangat dengan dukungan para muzakki dan mitra
lembaga. Merekalah yang menjadi tiang penyangga lembaga, selain tentu
dukungan doa anak yatim dan para mustahiq yang menyuburkan gerakan sosial ini
dilakukan.
B. VISI DAN MISI:
Visi LAZ Rumah Zakat adalah menjadi Lembaga Amil Zakat Taraf
Internasional Yang Unggul dan Terpercaya. Sedangkan Misi LAZ Lampung
Peduli adalah:
1) Membangun kemandirian masyarakat melalui pemberdayaan secara
produktif
2) Menyempurnakan kualitas pelayanan masyarakat melalui keunggulan insani
Alamat dan Kontak:
Kantor Pusat: Jl. Turangga No. 25C, Bandung Telp. (022) 7332407 Fax. (022)
7332478 atau Jl. Matraman Raya No. 148 Blok A1 No. 5 Jakarta Timur Telp.
(021) 85918020 SMS Centre 0815 7300 1555 Call Centre 0804 100 1000 e-mail
: welcome@rumahzakat.org website : www.rumahzakat.org
Kantor Lampung: Jl. Jend. Sudirman No. 59 Rawa Laut - 35127 Bandar
Lampung. Telp.0721-255813
C. JENIS – JENIS PROGRAM
a. Program bersifat Konsumtif:
1. Program Edu Care: merupakan salah satu rumpun program dari 4 Care
yang bertujuan ikut mencerdaskan bangsa melalui sejumlah tahapan
pendidikan yang diberikan secara gratis kepada masyarakat kurang mampu,
terdiri dari:
a) Beasiswa Kembalikan Senyum Anak Bangsa (KSAB); berupa
pemberian beasiswa ini merupakan salah satu beasiswa bagi anak asuh
Rumah Zakat Indonesia, tidak saja yang bersekolah di SD Juara akan
tetapi juga yang bersekolah di sekolah umum lainnya.
b) Kids Learning Center (KLC); merupakan salah satu program yang
melengkapi beasiswa KSAB, yang dirangkum dalam bentuk aktivitas
pendidikan luar sekolah dengan fokus pada penelusuran minat dan bakat.
c) SD Juara; adalah sekolah gratis berbasis Multiple Intellegences
ditujukan untuk anak yatim dan kurang mampu di lingkungan Integrated
Community Development (ICD).
d) Pelatihan Bagi Guru; merupakan program peningkatan kualitas skill
dan kapasitas guru sebagai aktivator pemberdayaan pendidikan.
e) Pendampingan Sekolah; merupakan program pengembangan mutu
sekolah yang dilakukan secara terpadu menuju sekolah unggul dan
profesional.
2. Program Youth Care: Cukup sepuluh pemuda untuk mengguncang dunia.
tapi apakah kekuatan itu hadir tiba-tiba? Rumah Zakat Indonesia
memberikan wahana pemberdayaan pemuda melalui aksi nyata Program
Pengembangan Kapasitas Relawan, Pengembangan Kemandirian Pemuda,
dan Siaga Bencana. Kami siapkan pula Youth Development Centre sebagai
Balai Latihan Ketrampilan Usaha. Para pemuda dan relawan kini siap tampil
lebih berdaya.
a) Pendampingan Sekolah; adalah rangkaian pelatihan keterampilan dan
motivasi, workshop, serta pembinaan yang mengarahkan setiap peserta
agar memiliki kemampuan untuk berwirausaha.
b) Program Pendampingan Masyarakat; merupakan program ini
ditujukan untuk memberikan pembinaan, pendidikan dan mediasi kepada
masyarakat dalam rangka mewujudkan karakter produktif.
c) Program Siaga Bencana; sebuah aksi tanggap bencana yang dikelola
Rumah Zakat Indonesia dengan program terpadu yang fokus pada
peningkatan gizi dan kesehatan korban bencana.
d) Program Superqurban; merupakan program optimalisasi daging qurban
melalui kornetisasi dalam kemasan kaleng, yang tahan hingga 3 tahun
dan tanpa pengawet.
e) Waterwell; merupakan program pengadaan air bersih di wilayah pelosok
dan pinggiran yang tidak memiliki fasilitas air bersih maupun tidak
terjangkau sarana air bersih.
f) Pengadaan ICD Center; ICD Centre merupakan infrastruktur yang
menjadi pusat aktivitas pemberdayaan masyarakat di wilayah ICD
Rumah Zakat Indonesia. Sebagai fasilitas penunjang proses
pendampingan dan monitoring pemberdayaan seluruh aspek kehidupan
warga ICD, seperti bidang ekonomi, sosial hingga aktivitas keagamaan.
3. Program Healt Care: Salah satu program Rumah Zakat Indonesia untuk
ikut menyehatkan masyarakat khususnya masyarakat kurang mampu.
Program ini berbasis layanan kesehatan gratis untuk meningkatkan
kesadaran dan aksetibilitas masyarakat terhadap kesehatan.
a) Rumah Bersalin Gratis (RGB); Konsep Rumah Sakit gratis bagi
keluarga kurang mampu. Pelayanan yang diberikan meliputi pelayanan
pemeriksaan kehamilan dan persalinan, USG, dan pemeriksaan umum.
b) Layanan Bersalin Gratis (LBG); Sebuah layanan persalinan gratis bagi
ibu hamil di kota-kota cabang RZI dimana tidak ada RBG. LBG
bekerjasama dengan bidan mitra professional.
c) Program Mobil Jenazah Gratis; adalah layanan gratis pengantaran
jenazah bagi masyarakat yang membutuhkan, baik dari rumah sakit ke
rumah duka hingga ke pemakaman.
d) Pengadaan Mobil Jenazah/Ambulance Gratis/Mobil Klinik; sebuah
program pengadaan armada mobil lengkap dengan peralatan medis untuk
ambulance gratis dan perlengkapan jenazah bagi warga miskin dan
kurang mampu.
e) Program Layanan Klinik KlilingGratis; merupakan layanan
pendukung mobilitas aksi kesehatan ke wilayah pelosok dengan fasilitas
lengkap disertai tim medis yang profesional.
f) Siaga Sehat & Siaga Pangan; adalah layanan kesehatan secara berkala
di wilayah ICD, meliputi pemeriksaan, pemberian obat, penyuluhan
hidup sehat, serta pemberian makanan tambahan bagi balita.
g) Khitanan Masal; program khitan untuk anak dari keluarga miskin dan
kurang mampu. Dengan tujuan untuk meringankan beban masyarakat
miskin yang tidak dapat mengkhitankan anaknya.
h) Operasi-operasi Gratis; untuk membantu masyarakat dari keluarga
kurang mampu. Rumah Zakat melakukan sejumlah layanan kesehatan
berupa operasi seperti operasi bibir sumbing, katarak dan hernia.
b. Program bersifat Produktif:
Program pendayagunaan ZIZ Rumah Zakat dikenal dengan Program Eco
Care; Berbekal semangat pengabdian untuk memajukan perekonomian negeri,
rumpun EcoCare dirancang Rumah Zakat Indonesia untuk memberdayakan
ekonomi rakyat melalui serangkaian kegiatan pembinaan terpadu serta kemitraan
modal.
EcoCare diimplementasikan dalam program Kelompok Usaha Kecil
Mandiri (KUKMI). Yaitu sebuah program qhordul hasan untuk pemberdayaan
usaha kecil dan mikro (UKM). Pendampingan dan pengembangan mitra binaan
dilakukan melalui instrumen Koperasi Syariah “Mozaik” yang berdiri di hampir
setiap cabang Rumah Zakat Indonesia berada.
BAB V LAMPUNG PEDULI
A. PROFIL SINGKAT
Lembaga Amil Zakat (LAZ) LAMPUNG PEDULI adalah salah satu
aktivitas dari Yayasan Wakaf Lampung Peduli (YWLP). YWLP berkhidmad
mengangkat harkat sosial kemanusiaan kaum dhuafa, utamanya di Lampung
dengan bertumpu kepada pengelolaan dana zakat, infak/sedekah (ZIS) dan donasi
kemanusiaan lainnya/bencana alam dari kaum berada.
YWLP sebagai induk dari LP didirikan oleh H. Bambang Eka Wijaya
(Pimpinan Umum Lampung Post), H. Nurvaif S. Chaniago (Tokoh Masyarakat
dan Ulama Lampung), Drs. H. Eri Sudewo, MDM. (Pendiri DOMPET
DHUAFA), Ir. H. Rahmat Riyadi, M.M. (Presiden DOMPET DHUAFA 2003-
2008). YWLP hadir sejak 17 April 2001 di Bandar Lampung sebagai lembaga
nirlaba yang independen bentukan umat dengan salah satu aktivitasnya: LAZ,
lembaga zakat.
LAZ LP diakui pemerintah provinsi sebagai LAZ tingkat Daerah Lampung
dan resmi yang pertama dengan SK Gubernur Lampung No.
G/347/B.VII/HK/2001. Sejak berdiri LP merupakan satu-satunya jejaring
pengelola zakat nasional DOMPET DHUAFA di provinsi Lampung (Kantor
Perwakilan Lampung). DOMPET DHUAFA adalah LAZ Nasional berdasarkan
SK Kemenag RI No.439 Tahun 2001.
LAZ LP melibatkan diri dalam problem kemiskinan, keberdayaan dan
kemandirian umat yang berdasar pada syariah. Personil-personil full-time bekerja
utuh menjunjung kapabilitas dan etik amil sekaligus bersinergi dengan pihak-
pihak dalam memerangi beragam ketertinggalan menuju rahmatan lil’alamin.
B. VISI DAN MISI:
Visi LAZ Lampung Peduli adalah menjadi lembaga zakat terpercaya yang
berkhidmat membangun umat. Sedangkan Misi LAZ Lampung Peduli adalah:
1) Menjadi lembaga dan SDM yang profesional.
2) Meningkatkan kesadaran umat tentang ZIS melalui lembaga.
3) Berkhidmat membangun umat dalam peningkatan kuantitas-kualitas
pendidikan, kesehatan umat, dan kemandirian ekonomi kaum dhuafa.
4) Menumbuhkembangkan program-program yang berpihak kepada umat dan
berkeadilan.
5) Membangun gerakan keberdayaan umat dan bersinerfi dengan
pembangunan negara
Alamat dan Kontak:
Kantor Pusat: Jl. S. Parman 19, Palapa, Tanjung Karang Pusat, Bandar Lampung
Telp/Fax. 0721-267-562; email: lampung_peduli@yahoo.com.
C. JENIS – JENIS PROGRAM
a. Program bersifat Konsumtif:
1. Program DAKWAH/KEMANUSIAAN (Unggulan) terdiri dari:
a) Bencana alam/sosial kemanusiaan.
b) Dakwah lewat media (Dahlia)
c) Kurban Berkualitas
d) Akikah berkah
2. Program PENDIDIKAN Kita (Unggulan) terdiri dari:
a) Beastudi SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi.
b) Penguatan Taman Pendidikan Alqur‟an.
c) Orang Tuah asuh.
d) Penguasaan karakter unggul dan life skill.
3. Program KESEHATAN Kita (Unggulan) terdiri dari:
a) Anak dan Ibu Indonesia Sehat.
b) Asi Indonesia.
c) Air Sehat Umat.
d) Penguatan Gizi Dhuafa.
b. Program bersifat Produktif:
Pendayagunaan ZIS Lampung Peduli dikenal dengan Program EKONOMI
Kita (Unggulan) berupa program program brikut ini:
1. Pertanian Unggul (Tanggul)
2. Penguatan Peternak Dhuafa (Tanduk)
3. Bantuan Kelompok Usaha Tani.
BAB VI
PKPU
A. PROFIL SINGKAT
Krisis yang terjadi pada 1997 mempengaruhi kondisi perekonomian bangsa
dan rakyat Indonesia. Menyikapi krisis yang berkembang, 17 September 1998,
sejumlah anak-anak muda yang enerjik melakukan aksi sosial disebagian besar
wilayah Indonesia. Menindak lanjuti aksinya, mereka kemudian menggagas
entitas kepedulian publik yang bisa bergerak secara sistematis. Maka pada 10
Desember 1999 lahirlah lembaga sosial yang bernama PKPU.
Dalam perkembangannya, PKPU menyadari bahwa potensi dana ummat
yang berasal dari Zakat, Infaq dan Shadaqah sangat besar. Sebagai negara
berpenduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia bisa mengoptimalkan dana ZIS-
nya untuk memberdayakan masyarakat miskin. Pada tanggal 8 Oktober 2001,
PKPU mendapat pengukuhan sebagai Lembaga Amil Zakat Nasional sesuai
dengan SK. Menteri Agama RI No 441. Hal itu membuktikan bahwa kepercayaan
masyarakat kepada PKPU semakin besar. Pada hari Selasa, 22 Juli 2008,
Lembaga Kemanusiaan Nasional PKPU telah memperoleh register di PBB
sebagai lembaga dengan status “Special Consultative Status” dari Economic and
Social Council (Ecosoc).
B. VISI DAN MISI:
Visi LAZ PKPU adalah menjadi lembaga terpercaya dalam membangun
kemandirian. Sedangkan Misi LAZ PKPU sebagai berikut:
1. Mendayagunakan program rescue, rehabilitasi dan pemberdayaan untuk
mengembangkan kemandirian.
2. Mengembangkan kemitraan dengan masyarakat, perusahaan, pemerintah, dan
lembaga swadaya masyarakat dalam dan luar negeri.
3. Memberikan pelayanan informasi, edukasi dan advokasi kepada masyarakat
penerima manfaat (beneficiaries).
Alamat dan Kontak: Kantor Pusat: Jl. Raya Condet No. 27-G Batu Ampar Jakarta Timur 13520,
Phone: (021) 87780015, Fax: (021) 87780013, SMS Center: 081511997578,
website: http://pkpu.org, email: welcome@pkpu.or.id.
Kantor Lampung : Jl. Z.A. Pagar Alam No.4 Rajabasa, Bandar Lampung, Call
Center 0721-8013400, SMS Center 0853-77646405
C. JENIS – JENIS PROGRAM
a. Program bersifat Konsumtif:
1. Program Pendidikan terdiri dari:
a) Program Bea-STAR; program ini bertujuan untuk meningkatkan angka
partisipasi sekolah, khususnya bagi para siswa unggul. Program Bea-
STAR terdiri atas pemberian bantuan biaya pendidikan dan pembinaan
bagi para siswa binaan. Program ini juga akan melakukan upaya
pembentukan karakter unggul seperti jujur, tanggung jawab, peduli,
disiplin, percaya diri, dan berani.
b) Program Beastudi MUDA (Mahasiswa Unggul Indonesia); Beasiswa
Unggul adalah program pemberian beasiwa, pembinaan, dan pelatihan
bagi mahasiswa dari keluarga dhuafa. Program ini bertujuan untuk
membentuk SDM yang unggul dalam budi pekerti, intelektualitas, dan
kecerdasan sosial sehingga mampu meningkatkan kualitas sumber daya
manusia lainnya melalui peran yang dapat mereka ambil di masyarakat.
Para peserta program akan diberi peningkatan kemampuan dan
pembinaan di ketiga unsur di atas melalui kegiatan mentoring, pelatihan
soft skill, kunjungan tokoh, dan pengamalan keilmuan masing-masing
melalui kegiatan sosial kemasyarakatan.
c) Program SEJUTA; program ini bertujuan untuk meningkatkan angka
partisipasi sekolah melalui bantuan kebutuhan sekolah siswa berupa
sepatu, tas, alat tulis, dan pakaian sekolah. Diharapkan biaya pendidikan
siswa dhuafa dapat diringankan melalui pelaksanaan program ini.
d) Program Bedah Sekolah; Bedah Sekolah merupakan kegiatan
pembangunan atau perbaikan ruang kelas yang mengalami kerusakan
fisik. Bedah Sekolah terbagi atas 2 tipe, bedah mayor dan bedan minor.
Selain melakukan pembangunan atau perbaikan kelas, juga dilakukan
pengadaan sarana dan prasarana yang mendukung proses belajar
mengajar seperti kursi dan meja.
e) Pelatihan Guru INSPIRATIF; Pelatihan Guru INSPIRATIF
merupakan upaya peningkatan kualitas guru di Indonesia. Guru sebagai
ujung tombak proses pendidikan menjadi elemen prioritas yang harus
ditingkatkan kualitasnya. Kurikulum maupun tools pendukung lainnya
tidak akan dapat berbicara banyak apabila kualitas guru tidak
ditingkatkan.
f) M-LIFE (Mobil Library & Fun Education).
2. Program Tanggap Darurat dalam bentuk Program Bea-CBDRM
(Comunity Based Disaster Risk Manajement); Penanggulangan risiko
bencana oleh komunitas merupakan upaya pemandirian masyarakat dalam
menghadapi risiko bencana yang kerap dihadapi. Komunitas terlibat dan
bertanggung jawab terhadap program sejak perencanaan hingga
pelaksanaan. Partisipasi aktif masyarakat diharapkan akan mengurangi
kerentanan dan memperkuat kapasitas komunitas dalam penanggulangan
bencana secara swadaya. Dengan demikian menghindari ketergantungan
komunitas pada pihak eksternal. PKPU menghadirkan program ini dalam
rangka mengalihkan kesigapan penanganan bencana dari para pegiat
tanggap darurat bencana kepada masyarakat potensi korban bencana.
Dengan demikian tindakan penanganan bencana akan lebih cepat dilakukan
dan meminimalisir resiko dari potensi bencana yang terjadi.
3. Program SOSIAL terdiri dari:
a) Program BASMALA; Program BASMALAH (Bina Masjid dan
Musholla) adalah program yang bertujuan untuk membangun Masjid
sebagai pusat pembangunan karakter keislaman masyarakat. Program ini
berisi kegiatan pembangunan masjid, pemberian sarana dan prasarana
penunjang kegiatan dakwah, pengiriman dai pemberdayaan, training
Dewan Kemakmuran Masjid, dan Sebar Alquran Nusantara. Masjid yang
dibangun tidak hanya sebagai sarana ibadah sholat berjamaah, tetapi juga
digunakan sebagai tempat melaksanakan aktivitas tarbiyah islamiyah
yang dapat melahirkan umat yang unggul dalam keimanan dan
ketakwaan. Sehingga masjid tidak sekedar sebuah symbol keagamaan,
melainkan pusat pembangunan peradaan Islam
b) DAI (Dakwah Alam Indonesia); program DAI (Dakwah Alam
Indonesia) adalah program pengiriman dai di ke suatu wilayah dalam
rangka melaksanakan dakwah Islam di wilayah-wilayah rawan upaya
pemurtadan. Program ini berisi kegiatan dakwah bagi masyarakat umum,
pelatihan bagi calon pengurus DKM setempat dan pemberdayaan
masyarakat dalam memakmurkan masjid.
c) SAN (Sebar Al-Quran Nusantara); program SAN (Sebar Alquran
Nusantara) adalah program pemberian serta pembinaan baca dan hafal
Alquran. Program ini bukan sekedar kegiatan pembagian Alquran,
melainkan juga kegiatan belajar baca Alquran, kursus tahsin, dan hafalan
Alquran.
4. Program YATIM berbentuk Belanja Bersama Yatim (BBY) dan Wisata
Yatim; program ini terdiri dari kegiatan pemberian kebutuhan makanan,
pakaian hingga kebutuhan psikologis anak-anak yatim. Program ini dikemas
dalam berbagai kegiatan yang menarik, antara lain Belanja Bersama Yatim
(BBY) dan Wisata Yatim. BBY dapat dilaksanakan dalam 2 variasi, yaitu
belanja kebutuhan pangan dan belanja kebutuhan sandang.
5. Program KESEHATAN terdiri dari:
a) HEALT EMPOWERMENT (HE); program pemberdayaan kesehatan
dalam bentuk kegiatan Kampung Nutrisi, Program Berbagi Air, Program
1000 Jamban dan Program Sampah Berkah.
b) HEALT SERVICES (HS); merupakan layanan-layanan kesehatan
seperti: Program Kesehatan Masyarakat Keliling KIA (PROSMILING
KIA) dan TB Care.
c) MULIA INITIATIVE (MI); berupa program-program inisiatif
membantu para dhuafa dalam bentuk: Layanan Mustahik (Lamus),
Layanan Pendampingan Orang Sakit (Lapors) dan Layanan Antar
Jenazah (Latahzan)
b. Program bersifat Produktif:
Pendayagunaan ZIS PKPU dalam Program EKONOMI terdiri dari:
1. Gerobak Mapan; kegiatan ini dilakukan dengan memberikan bantuan
kepada Penerima Manfaat yang mempunyai usaha dengan memberikan
bantuan modal untuk meningkatkan bisnis usaha mereka. Disamping
pemberian modal para Penerima Manfaat juga akan dibekali pendampingan
untuk mengembangkan usahanya. Gerobak Mapan memiliki tahapan survey
untuk mendapatkan calon Penerima Manfaat lalu mereka dibekali dengan
bantuan modal dana yang digunakan untuk berjualan. Pendampingan
dilakukan sekitar dua pekan dengan melihat perkembangan usahanya setiap
hari.
2. KUMM (Kelompok Usaha Mandiri Masyarakat); sekelompok orang
yang menyatukan diri, dalam usaha-usaha di bidang sosial dan ekonomi atas
dasar prinsip demokrasi, partisipasi, keterbukaan dan keadilan, yang
bertujuan meningkatkan taraf hidup masing-masing anggota dalam rangka
kepentingan bersama. Tujuan dari KUMM adalah Meningkatkan
pendapatan mustahik yang mempunyai usaha-usaha produktif dengan cara
mengikat mereka dalam sebuah kelompok melalui pendampingan yang
dilakukan secara intensif.
3. Warung Kaget; warung kaget merupakan sebuah program pemberdayaan
terhadap masyarakat yang baru saja menjadi korban bencana, diharapkan
dengan adanya program ini akan membuat mereka bangkit kembali dari
keterpurukan yang menimpa, sehinggar benar-benar mampu mandiri lagi
seperti sedia kala.
4. PIK (Pusat Inkubasi Kemandirian); program ini bertujuan sebagai
berikut: 1).Tersalurkannya dana bantuan melalui pelatihan kewirausahaan,
2).Meningkatkan pemahaman penerima manfaat tentang kewirausahaan,
3).Meningkatkan motivasi penerima manfaat untuk mendirikan maupun
menjalankan bisnis usaha yang sesuai dengan potensi maupun peluang yang
ada, 4).Menumbuhkan SDM yang mampu menciptakan kesempatan kerja
baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain, sehingga terbentuknya
peningkatan kualitas hidup, 5).Meningkatkan kemampuan Penerima
Manfaat dalam hal kewirausahaan dan, 6).Menanamkan etos kemandirian
kepada peserta pelatihan.
BAB VII BAZNAS PROVINSI LAMPUNG
A. PROFIL SINGKAT
Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) merupakan badan resmi dan satu-
satunya yang dibentuk oleh pemerintah berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 8
Tahun 2001 yang memiliki tugas dan fungsi menghimpun dan menyalurkan zakat,
infaq, dan sedekah (ZIS) pada tingkat nasional. Lahirnya Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat semakin mengukuhkan peran
BAZNAS sebagailembaga yang berwenang melakukan pengelolaan zakat secara
nasional. Dalam UU tersebut, BAZNAS dinyatakan sebagai lembaga pemerintah
nonstruktural yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden
melalui Menteri Agama. Dengan demikian, BAZNAS bersama Pemerintah
bertanggung jawab untuk mengawal pengelolaan zakat yang berasaskan: syariat
Islam, amanah, kemanfaatan, keadilan, kepastian hukum, terintegrasi dan
akuntabilitas.
BAZNAS Provinsi dibentuk oleh Menteri Agama atas usul gubernur setelah
mendapat pertimbangan BAZNAS. BAZNAS Provinsi bertanggung jawab kepada
BAZNAS dan pemerintah daerah provinsi.
B. VISI DAN MISI
Visi BAZNAS Lampung adalah menjadi Badan Zakat Nasional yang
Amanah, Transparan dan Profesional di Provinsi Lampung. Sedangkan Misi
BAZNAS Lampung sebagai berikut:
1) Meningkatkan kesadaran umat untuk berzakat melalui amil zakat.
2) Meningkatkan penghimpunan dan pendayagunaan zakat nasional sesuai
dengan ketentuan syariah dan prinsip manajemen modern.
3) Menumbuh kembangkan pengelola/amil zakat yang amanah, transparan,
profesional, dan terintegrasi.
4) Mewujudkan pusat data zakat nasional.
5) Memaksimalkan peran zakat dalam menanggulangi kemiskinan di Indonesia
melalui sinergi dan koordinasi dengan lembaga terkait.
Alamat dan Kontak: Kantor Pusat: Jl. Cut Mutia No. 27 Gulak Galik Teluk Betung, Bandar Lampung
35214
C. JENIS – JENIS PROGRAM
a. Program bersifat Konsumtif:
1. Program Lampung Bertaqwa; bentuk kegiatan berupa: Pembinaan
keimanan dan ibadah, Pengkaderan ulama, da'i dan muballig, Kegiatan
keagamaan yang layaknya dibiayai dengan dana zakat dan, Bantuan
kebutuhan fukara/masakin untuk Ramadhan dan Idul Fitri.
2. Program Lampung Cerdas; bentuk kegiatan berupa: Bantuan biaya
pendidikan siswa berprestasi dari keluarga fukara/musakin dan Bantuan
untuk guru/karyawan honorer yang gajinya tidak cukup.
3. Program Lampung Peduli; bentuk kegiatan berupa: Bantuan kebutuhan
pangan, sandang, dan tempat tinggal fukara/masakin dan Bantuan kepada
individu atau lembaga yang tertimpa musibah/bencana.
4. Program Lampung Sehat; bentuk kegiatan berupa: Bantuan untuk
fukara/masakin yang sakit, jompo, cacat fisik dan mental dan Bantuan biaya
perawatan dan transportasi pasien rumah sakit bagi fukara/masakin.
5. Program Paket Bantuan.
b. Program bersifat Produktif:
Pendayagunaan BAZNAS Lampung dikenal dengan Program Lampung
Sejahtera yang diimplementasikan dalam bentuk pemberian bantuan permodalan
bagi keluarga fukara/masakin untuk usaha produktif
BAB VIII YATIM MANDIRI
A. PROFIL SINGKAT
Yatim Mandiri merupakan lembaga nirlaba yang fokus pada upaya
memandirikan anak yatim dan dhuafa melalui pengelolaan dana zakat, infaq,
sedekah, wakaf dan lainnya. Berawal dari kegelisahan beberapa orang aktivis
panti asuhan di Surabaya yaitu Sahid Has, Sumarno, Hasan Sadeli, syarif
Mukhodam dan Moch Hasyim yang melihat anak-anak yatim yang lulus SMA
dipanti asuhan. Karena tidak semua Panti Asuhan mampu untuk menyekolahkan
para anak binaan samapai ke Perguruan Tinggi atau mampu mencarikan mereka
lapangan pekerjaan jadi sebagian besar anak-anak yatim ini dipulangkan kembali
kepada orangtuanya yang masih ada. Setelah mereka pulang kembali maka hidup
mereka akan kembali seperti semula. Melihat kondisi seperti ini, mereka berpikir
bagaimana anak-anak ini bisa hidup mandiri tanpa bergantung lagi kepada orang
lain.
Kemudian mereka merancang sebuah Yayasan yang bergerak dalam pendidikan
anak yatim purna asuh dari panti asuhan dengan program mengikutsertakan anak-
anak yatim kursus keterampilan. Yayasan ini berjalan dengan baik dan potensi
anak yatim yang harus dimandirikan juga cukup banyak. Maka untuk
mewujudkan mimpi memandirikan anak-anak yatim itu maka pada tanggal 31
Maret 1994 dibentuklah sebuah yayasan yang diberi nama Yayasan Pembinaan
dan Pengembangan Panti Asuhan Islam dan Anak Purna Asuh (YP3IS).Kemudian
tanggal tersebut dijadikan sebagai hari lahir.
Dalam perjalanannya YP3IS semakin berkembang dengan baik berkat
dukungan dana dari masyarakat dan semakin profesional untuk memandirikan
anak yatim melalui program-programnya. Setelah melalui banyak perubahan baik
secara kepengurusan maupun secara manajemen dan untuk memperluas
kemanfaatan memandirikan anak yatim maka melalui rapat, diputuskan untuk
mengganti nama menjadi Yatim Mandiri. Pada tanggal 22 Juli 2008 Yatim
Mandiri terdaftar di Depkumham dengan nomor: AHU-2413.AH.01.02.2008.
Dengan nama baru Yatim Mandiri diharapkan akan menjadi lembaga pemberdaya
anak yatim yang kuat di negeri ini. Sampai tahun 2014 ini saat usia Yatim
Mandiri sudah memiliki 40 kantor Cabang di 12 Propinsi di Indonesia. Dengan
berbagai program kemandirian yang ada, harapannya Yatim Mandiri semakin
berkembang lebih baik dan mampu menebar manfaat lebih luas.
B. VISI DAN MISI
Visi Yatim Mandiri adalah menjadi lembaga terpercaya dalam membangun
memandirian yatim. Sedangkan Misi Yatim Mandiri sebagai berikut:
1) Membangun nilai-nilai kemandirian yatim. 2) Meningkatkan partisipasi masyarakat dan dukungan sumber daya untuk
kemandirian yatim. 3) Meningkatkan capacity building organisasi
Alamat dan Kontak: Kantor Pusat: GRAHA YATIM MANDIRI Jl. Raya Jambangan 135-137
Surabaya, Jawa Timur. Telp. 031-8283488. www.yatimmandiri.org
Kantor Lampung : Perumnas Way Halim Jl. Galunggung Raya Blok F No.24,
Kedaton - Kota Bandar Lampung. Telp. 0721-700953, 0857-19703711, 0721-
7506544
C. JENIS – JENIS KEGIATAN
a. Program bersifat Konsumtif:
1. Program GENIUS (Guru Exellent Yatim Sukses); program pendampingan
pembelajaran melalui kelompok sanggar belajar bagi anak-anak yatim
dhuafa setingkat SD yang fokus pada pembelajaran nalar dan logika. Materi
yang diajarkan adalah fun matematika. Anak-anak akan mendapatkan
metode belajar metematika yang berbeda dari yang didapat disekolah.
Melalui program ini, anak-anak tidak hanya sekedar belajar metematika saja
tetapi juga belajar tentang logika dan pemecahan masalah dengan metode
matematika. Selain itu, diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar anak
disekolah sehingga bisa menjadi pengantar kesuksesan ke jenjang
pendidikan selanjutnya.
2. Program DUTA GURU; program pengiriman guru Al-Qur‟an ke Panti
Asuhan mitra guna memberikan pengajaran baca Al-Qur‟an kepada anak-
anak yatim asrama agar dapat membaca Al-Qur‟an dengan benar dan lancar.
Selain pembelajaran Al-Qur‟an, anak-anak juga mendapatkan materi
pembinaan ke-Islaman sehingga anak tidak hanya menjadi mandiri tetapi
juga menjadi anak yang sholeh/sholiha.
3. Program BESTARI (Beasiswa Yatim Prestasi); program BESTARI
bertujuan memberikan bantuan biaya untuk mendukung pendidikan anak-
anak Yatim dhuafa tinggkat SD, SMP dan SMA. Selain bantuan biaya
pendidikan, bagi anak-anak yatim berprestasi (Akademik atau Non
Akademik) akan mendapatkan beasiswa pendidikan. Melalui program ini,
mereka juga akan mendapatkan meteri pembinaan dan motivasi melalui
kegiatan kreatif-edukatif untuk pengembangan life skill yang mendorong
anak menjadi mandiri. Bantuan biaya pendidikan dan beasiswa prestasi
diberikan setiap semester.
4. Program YES (Yatim Energik dan Sehat); anak yatim harus sehat. Kami
bantu mereka dengan layanan kesehatan, perbaikan gizi dan penyuluhan
kesehatan serta pengobatan gratis. Beberapa mobil sehat yatim juga
disediakan sebagai klinik keliling yang akan menjangkau daerah-daerah
terpencil dimana anak yatim berada. Program YES dilaksanakan oleh
Rumah Sehat Mandiri (RSM) dua kali dalam satu bulan.
5. Program ASA YATIM (Alat Sekolah Anak Yatim); ASA Yatim adalah
program penyediaan alat – alat sekolah yang dibutuhkan anak-anak yatim,
seperti ; sepatu, tas, dan alat tulis lainnya agar pendidikan anak-anak yatim
lebih optimal.
6. Program Super Gizi Qurban (SGQ); berangkat dari mencermati fenomena
penyaluran daging qurban di lingkungan masyarakat setiap tahunnya, yaitu
dengan membagikan daging mentah secara langsung, distribusi yang tidak
merata, manfaat yang dirasakan hanyalah sebentar saja (sekitar 3 hari).
Banyak daging qurban yang menjadi mubadzir karena hal tersebut. Maka
dengan melihat kondisi tersebut Yatim Mandiri menawarkan program
SUPER GIZI QURBAN, sebuah program inovatif berupa optimalisasi
daging qurban secara lebih efektif dan bermanfaat luas sehingga
pendistribusian daging qurban dapat menjangkau daerah-daerah pelosok
yang lebih membutuhkan dengan daya tahan yang lebih lama.
7. Program Super Camp; salah satu sarana untuk merubah minsed seseorang
adalah dengan media pelatihan. Dengan pelatihan diharapkan ada
penanaman nilai-nilai yang selama ini tidak pernah didapat di sekolah
maupun keluarga. Program pelatihan dilakukan dengan perpaduan
konsep “Edukasi dan Rekreasi di Alam Terbuka dengan mengangkat
tema Be Your Self”.
8. Program ByPas Bencana (Bantuan Yatim Pasca Bencana); Bencana
sebenarnya sangat tidak diinginkan terjadi, apalagi menimpa anak-anak
yatim yang mengakibatkan mereka mengalami trauma. Program ini khusus
membantu anak yatim yang terkena musibah bencana, karena program ini
bertujuan untuk menghilangkan trauma yang dialami akibat bencana.
9. Program PLUS (Pendampingan Lulus Ujian); PLUS (Pendampingan
Lulus Ujian Sekolah) merupakan merupakan program pembinaan mental
spiritual khusus bagi anak binaan kelas 9 dan kelas 12 untuk persiapan
UNAS. Disamping pembinaan mental spiritual, peserta juga diberikan
Informasi dan advokasi tentang pendidikan tingkat lanjut.
10. Program Ramadhan; Bulan istimewa sudah datang, semua berburu
kebaikan dan Allahpun membuka pintu rahmatnya untuk siapapun yang
ingin memasukinya. Semua memimpikan akan mendapatkannya,
memimpikan untuk menjadi insan yang mendapat gelar muttaqin di
hadapanNya. Sambut kemuliaannya dengan serangkaian kegiatan Yatim
Mandiri: Buka Puasa Yatim, Paket Lebaran Yatim dan Shoping Bareng
Yatim.
11. Program Wakaf Tunai ICMBS (Insan Cendekian Mandiri Boarding
School); Wujudkan impian anak yatim melalui wakaf tunai sekolah
unggulan yang memiliki konsep boarding school dan mengembangkan
akhlak Islami karena sekolah ini akan mencetak calon pemimpin dunia yang
sholih.
12. Program Rumah Kemandirian; Rumah Kemandirian adalah model
pemberdayaan anak yatim berbasis ICD (Integrated Community
Development) dengan mengikutsertakan orang-orang dalam wilayah
goegrafis turut berpartisipasi memandirikan anak-anak yatim. Rumah
Kemandirian mengintegrasikan semua program di Yatim Mandiri dalam
satu kawasan.
b. Program bersifat Produktif:
Pendayagunaan dana ZIS unggulan produktif Yatim Mandiri di
implementasikan dalam Program BISA (Bunda Yatim Sejahtera) bertujuan
untuk memberdayakan dan memperkuat ekonomi bunda yatim dengan
membentuk kelompok usaha bersama atau usaha mandiri. Program BISA
merupakan program pendampingan bunda yatim dalam bidang peningkatan
ekonomi keluarga dan rohani. Melalui program ini diharapkan kesejahteraan
bunda yatim dapat meningkat, sehingga dapat mendukung proses pendidikan
anak-anak yatimnya. Selain itu, melalui program ini diharapkan dapat
menghantarkan bunda yatim mustahik menjadi muzaki. Adapun bentuk
kegiatannya terdiri dari:
1. Kelompok Usaha Mandiri; program perberdayaan ekonomi bunda yatim,
dengan membentuk kelompok usaha bersama. Kelompok kecil terdiri dari 3
– 5 bunda yatim sedangkan kelompok besar terdiri dari 15 – 20 orang bunda
yatim, dengan pendamping pengusaha profesional dibidangnya. Bantuan
yang diberikan digunakan untuk set up usaha bersama, pengadaan
insfrastruktur usaha, modal usaha dan operasional usaha.
2. Usaha Mandiri; program pemberdayaan dan pendampingan usaha skala
mikro. Melalui program ini para bunda yatim akan mendapatkan bantuan
dalam bentuk pengadaan modal dan/atau infrastruktur penunjang aktivitas
usaha yang telah dimilikinya. Bantuan yang diberikan berdasarkan hasil
survey kebutuhan usaha.
BAB IX RUMAH YATIM
A. PROFIL SINGKAT
Rumah Yatim Arrohman Indonesia adalah sebuah organisasi sosial
tingkat Nasional yang bergerak dalam pengasuhan dan pengelolaan anak-anak
yatim dan dhuafa. Mengawal mereka menuju masa depan yang lebih gemilang di
tengah kesulitan karna kehilangan orang tua dan himpitan kemiskinan maka dari
itu adalah merupakan misi dan amanah bagi Rumah Yatim. Sebagai organisasi
sosial yang amanah, transparan dan profesional, selama 6 tahun memperoleh hasil
audit keuangan independent dengan hasil Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Pada
thun 2014 hasil survey majalah SWA dan CMCS, Rumah Yatim sebagai
peringkat ke-3 top op mind Lembaga Amil Zakat.
Rumah Yatim diselenggarakan dengan maksud menjadi organisasi yang
mandiri dalam pengelolaan santunan untuk anak-anak yatim dan dhuafa. Tujuan
keberadaan Rumah Yatim adalah untuk lebih menjamin donasi-donasi yang
diterima dapat dikelola secara benar dan maksimal sesuai dengan harapan dan niat
dari para donatur. Selain itu, pendidikan dan kesejahteraan anak-anak yatim dan
dhuafa dapat lebih intensif dan terpantau dari waktu ke waktu sehingga potensi
yang dimiliki oleh setiap anak-anak dapat teroptimalkan dan berdaya guna. Lebih
jauh dari itu kami melakukan berbagai cara agar potensi dan sumber daya anak-
anak yatim yang kami pelihara dan santuni bisa berkembang lebih baik dan lebih
unggul, baik aspek pendidikan, kesehatan, agama, ketrampilan dan aspek-aspek
lainnya.
Rumah Yatim cab. Lampung merupakan salah satu cabang yang ada pada
tahun 2009 dan masih menginduk kepada area Jatalam (Jakarta, Tangerang,
Lampung) pada saat itu Rumah Yatim hanya memiliki sebuah kantor kas
pengelolaan ZIS (Zakat, Infaq, Shodaqoh), berjalan 1 tahun kemudian pada tahun
2010 atas izin Allah SWT serta dukungan dari masyarakat lampung,
Alhamdulillah Rumah Yatim Lampung dapat mendirikan sebuah Asrama yang di
khususkan untuk anak-anak putra, yang beralamat di Jl. Sultan Agung No. 37
Kedaton Bandar Lampung.
B. VISI DAN MISI
Visi Rumah Yatim adalah menjadi lembaga sosial terbaik tingkat Nasional
dalam pengasuhan dan pengelolaan anak yatim dan dhuafa. Sedangkan Misi
Rumah Yatim sebagai berikut:
1) Memberikan pelayanan terbaik bagi anak-anak yatim dan dhuafa.
2) Menjadi fasilitator terpercaya antara kaum mampu dan tidak mampu.
3) Menjadikan Rumah Yatim sebagai organisasi sosial yang profesional dan
dinamis
Alamat dan Kontak:
Kantor Pusat: Jln. Terusan Jakarta No. 212, Antapani - Bandung . Telp. (022)
7217014. www.rumah-yatim.org; Email. info@rumah-yatim.org
Kantor Lampung: Jl. Sultan Agung No. 37 Kedaton 35141 Bandar Lampung,
Telp. (0721)-781237 atau Jl. WolterMoginsidi No. 45 GotongRoyong Tanjung
Katang Bandar Lampung. Tlp : 0721-241790
C. JENIS – JENIS PROGRAM
a. Program bersifat Konsumtif:
1. Program PEMBERDAYAAN terdiri dari:
a) Program Dhuafa Mandiri; adalah sebuah program dalam upaya
pembentukan karakter/mental para mustahiq untuk bisa mengembangkan
skill nya sehingga mereka ditargetkan berubah status dari mustahik
menjadi muzaki.
b) Program Siaga Bencana; adalah program Tabungan kemanusiaan Yang
dipersiapkan untuk memberikan aksi cepat tanggap darurat dalam
menangani bencana berskala nasional.
c) Program Pembangunan Masjid Multi Fungsi; adalah sebuah program
dakwah yang di kemas melalui program pembangunan masjid dengan
mengembalikan fungsi masjid seperti yang di contohkan Rosululloh
SAW sebagai pusat sarana ibadah, pusat pengembangan ilmu
pengetahuan,pusat layanan kesehatan dan pusat pengembangan ekonomi
produktif.
d) Program Smart Qurban; adalah program penghimpunan hewan qurban
pada bulan dzjulhijah setiap tahunnya untuk memfasilitasi para donatur
untuk bisa berkurban bersama anak Yatim dan para mustahiq yang ada
dalam binaan Rumah Yatim yang tersebar diseluruh Nusantara.
e) Program Berkah Haji untuk Guruku; adalah Program yang bersifat
apresiatif terhadap para tokoh agama Islam di pelosok atau
perkampungan yang memiliki peran dan kontribusi besar terhadap
perkembangan islam di daerahnya.Sepanjang hayatnya memiliki cita-cita
besar sebagai tamu Alloh karena begitu banyak umat yang telah pergi
ketanah suci dengan bekal ilmu yang diberikannya namun sebagai ahli
ibadah ia sendiri belum pernah berkunjung ke baitulloh karena
keterbatasan dsari sisi finansial.
f) Program Smart Mustahik; adalah program bantuan berbentuk
pengadaan Al-Qur'an, kitab dan buku - buku panduan dinniyah lainnya
yang diperuntukan bagi pengembangan pengetahuan umat.
g) Program Da'I Preneur; adalah program kepedulian Rumah Yatim
terhadap kesejahteraan para ustad/ah dan keluarganya yang telah secara
total mewakafkan diri dan waktunya demi dakwah dan kejayaan umat
Islam.
2. Program KEMANDIRIAN terdiri dari:
a) Program School of Life; adalah program pemberdayaan anak yatim
melalui pengasuhan berbasis nilai dan pembinaan life skills. Sebuah
program pengasuhan dan pembinaan yang dikembangkan oleh Rumah
Yatim Indonesia, yang dirumuskan melalui pengasuhan dan pembinaan
anak berbasis pada nilai dan kecakapan hidup.
b) Program Triple O Project; adalah sebuah program kerjasama dengan
para donatur Untuk menciptakan suasana santunan yang lebih personal
dan hangat dimana Program Triple O (One on One) menyambungkan
satu donatur dengan satu anak Yatim/dhuafa, sehingga para donatur
dapat secara langsung berkomunikasi dan menjalin hubungan sehingga
anak yatim merasa memiliki orang tua.
c) Program Mencetak 50 Dokter Yatim; adalah program perekrutan
siswa-siswi SMA calon penerima beasiswa yang dididik dan
dipersiapkan secara khusus untuk bisa masuk dan kuliah di Fakultas
Kedokteran dan program pemberian biaya pendidikan (beasiwa) kepada
para mahasiswa yang sedang kuliah di fakultas kedokteran umum yang
berstatus yatim dan dinilai kurang mampu secara ekonomi. Proses
perekrutan dimulai sebelum pendaftaran seleksi masuk perguruan tinggi
negeri dan atau setelah mahasiswa di terima di Fakutas Kedokteran.
d) Program Smart Sinergy; adalah program penyaluran dana bantuan
basic life yang disalurkan kepada 50.000 anak yatim dan dhu'afa yang
berbasis kepada program kemitraan antar lembaga social asuhan anak
(PSAA) dan lembaga pendidikan diniyah lainnya.
e) Program ATM Mustahiq; adalah sebuah program inovatif Rumah
Yatim dalam teknis penyaluran dana ZIS kepada para mustahiq melalui
ATM ( Automated Teller Machine ) sehingga dana ZIS dapat tersalurkan
secara aman dan tepat sasaran .
3. Program PENDIDIKAN terdiri dari:
a) Program Bustaka; adalah program edukatif berupa perpustakaan mobile
melalui media cetak dan digital bagi anak Indonesia untuk menumbuhkan
minat baca sehingga anak anak mencintai ilmu pengetahuan.
b) Program Smart Scholarship; adalah program beasiswa yang diberikan
Rumah Yatim kepada anak Yatim atau dhuafa yang memiliki prestasi
akademis serta menempatkan mereka pada universitas - universitas
berkualitas di Indonesia.
c) Program Bimbel Gratis; adalah Program incubator study untuk
mempersiapkan anak-anak kelas 6 kelas 9 dan kelas 12 untuk
menghadapi ujian Nasional sehingga diharapkan bisa mendapatkan
prestasi maksimal agar bisa melanjutkan sekolah di tempat yang terbaik.
d) Program SD El-Fitra Scientific School; adalah sebuah lembaga
pendidikan dasar Islam terpadu modern berbasiskan Islam. Yang
mengabungkan methode multiple intelegence dengan aplikasi sains.
e) Program SMP IT Bina Insan Unggul; adalah sebuah lembaga
pendidikan islam tingkat pertama yang mengedepankan kemandirian dan
keluhuran budi pekerti sebagai indicator utama keberhasilan
pendidikannya.
4. Program KESEHATAN terdiri dari:
a) Program Klinik Sehat Bersama; adalah Program penyediaan layanan
kesehatan gratis bagi kaum dhuafa namun memiliki kualitas dan
kapasitas dalam memenuhi kebutuhan kesehatan umat.
b) Program Ambulance Gratis; adalah sebuah program pelayanan tangap
darurat terhadap kebutuhan transportasi dalam penanganan Kesehatan
dan kematian bagi kaum dhuafa.
c) Program Mobil Jenazah gratis; adalah program pengadaan kendaraan
pengangkut jenazah bagi kau dhuafa.
d) Program Wakaf Alat Kesehatan; adalah Program wakaf khusus
peralatan medis baik berupa perlatatan medis yang mobile maupun untuk
pemenuhan sarana penunjang utama Klinik dan Rumah sakit.
5. Program WAKAF berbentuk pendirian Yatim Academia Centre; suatu
program wakaf bangunan produktif yang mengintegrasikan antara sarana
pendidikan, kesehatan dan kegiatan bisnis yang dijalankan secara syariah
sehingga anak yatim/dhuafa bisa secara langsung mengikuti pendidikan
akademis, non akademis serta aplikasi langsung dengan dunia bisnis.
b. Program bersifat Produktif:
Pendayagunaan ZIS produktif Rumah Yatim di implementasikan dalam
Program EKONOMI yang terdiri dari:
1. Usaha Peternakan sapi; adalah program yang dikelola oleh Rumah Yatim
sebagai unit usaha produktif.
2. Percetakan; dalah sebuah program pengembangan bisnis di bidang
percetakan dan advertising yang dikelola oleh Rumah Yatim untuk
kemandirian.
BAB X LAZIS-MUHAMMADIYAH (LAZIS-MU)
A. PROFIL SINGKAT
Lembaga Amil Zakat Infak dan Shadaqah Muhammadiyah (LAZIS-MU)
adalah lembaga zakat tingkat nasional yang berkhidmat dalam pemberdayaan
masyarakat melalui pendayagunaan secara produktif dana zakat, infaq, wakaf dan
dana kedermawanan lainnya baik dari perseorangan, lembaga, perusahaan dan
instansi lainnya. Didirikan oleh PP. Muhammadiyah pada tahun 2002, selanjutnya
dikukuhkan oleh Menteri Agama Republik Indonesia sebagai Lembaga Amil
Zakat Nasional melalui SK No. 457/21 November 2002.
Latar belakang berdirinya LAZISMU terdiri atas dua faktor. Pertama, fakta
Indonesia yang berselimut dengan kemiskinan yang masih meluas, kebodohan dan
indeks pembangunan manusia yang sangat rendah. Semuanya berakibat dan
sekaligus disebabkan tatanan keadilan sosial yang lemah. Kedua, zakat diyakini
mampu bersumbangsih dalam mendorong keadilan sosial, pembangunan manusia
dan mampu mengentaskan kemiskinan. Sebagai negara berpenduduk muslim
terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi zakat, infaq dan wakaf yang
terbilang cukup tinggi. Namun, potensi yang ada belum dapat dikelola dan
didayagunakan secara maksimal sehingga tidak memberi dampak yang signifikan
bagi penyelesaian persoalan yang ada.
Berdirinya LAZISMU dimaksudkan sebagai institusi pengelola zakat
dengan manajemen modern yang dapat menghantarkan zakat menjadi bagian dari
penyelesai masalah (problem solver) sosial masyarakat yang terus berkembang.
Dengan budaya kerja amanah, professional dan transparan, LAZISMU berusaha
mengembangkan diri menjadi Lembaga Zakat terpercaya. Dan seiring waktu,
kepercayaan publik semakin menguat. Dengan spirit kreatifitas dan inovasi,
LAZISMU senantiasa menproduksi program-program pendayagunaan yang
mampu menjawab tantangan perubahan dan problem sosial masyarakat yang
berkembang. Dalam operasional programnya, LAZISMU didukung oleh Jaringan
Multi Lini, sebuah jaringan konsolidasi lembaga zakat yang tersebar di seluruh
propinsi (berbasis kabupaten/kota) yang menjadikan program-program
pendayagunaan LAZISMU mampu menjangkau seluruh wilayah Indonesia secara
cepat, terfokus dan tepat sasaran.
B. VISI DAN MISI
Visi LAZIS-MU adalah menjadi lembaga zakat terpercaya. Sedangkan
Visi LAZIS-MU terdiri atas:
1) Optimalisasi kualitas pengelolaan ZIS yang amanah, profesional dan
transparan.
2) Optimalisasi pendayagunaan ZIS yang kreatif, inovatif dan produktif.
3) Optimalisasi pelayanan donatur.
Alamat dan Kontak:
Kantor Pusat: Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah Jl. Menteng Raya 62
Jakarta Pusat 10340. Telp. 021- 31 50 400 Faks. 021-31 432 30. SMS Center :
0856 162 62 22. atau Gedung Dakwah Muhammadiyah Jl. Taqwa 8
Notoprajan,Yogyakarta Telp. 0274 - 82 90 900
Kantor Lampung: Jl. Kapten Tendean No. 07 Palapa Bandar Lampung Telp/Fax.
0721-242117
C. JENIS – JENIS PROGRAM
a. Program bersifat Konsumtif:
1. Program Education Development terdiri dari:
a) Program Save Our Schools; sebagai bentuk partisipasi civil society
peduli pendidikan, LAZISMU mengembangkan gerakan masyarakat
dengan tajuk SAVE OUR SCHOOLS, sebuah gerakan penyelamatan
sekolah-sekolah pinggiran dan sekolah yang berada dilokasi rawan
bencana melalui pendekatan Integrated Development for Education
(IDE). IDE adalah program pengembangan sekolah pinggiran menjadi
sekolah unggulan melalui system terintegrasi, yang menggabungkan
antara pembangunan sarana-prasarana sekolah dengan standar aman dari
bencana (seperti gempa bumi, banjir, kebakaran), pengembangan sistem
pengajaran termasuk kurikulum siaga bencana, peningkatan kualitas
sumberdaya guru, dan pemberian beastudi bagi pelajar dari keluarga
kurang mampu dalam satu rangkaian program. Dengan sistem
pengembangan terintegrasi ini diharapkan akan muncul sekolah alternatif
yang mampu mencetak peserta didik yang memiliki karakter diri,
keilmuan dan nilai keislaman yang unggul, berada pada lingkungan yang
aman serta memiliki wawasan siaga bencana. Sehingga, keterbatasan
ekonomi, akses terhadap pendidikan dan tatanan sosial yang merupakan
bagian dari faktor dari timbulnya kerentanan sebuah masyarakat terhadap
bencana bisa dikurangi.
b) Gerakan Orang Tua Asuh; gerakan Orang Tua Asuh adalah gerakan
kepedulian sosial untuk menjamin keberlangsungan pendidikan anak-
anak yatim dan pelajar dari keluarga kurang mampu ( dhuafa) melalui
pola pengasuhan. Pola pengasuhan dalam program ini diartikan sebagai
pemberian jaminan biaya pendidikan bagi anak-anak yatim dan pelajar
dari keluarga kurang mampu (dhuafa) sekaligus membangun “ikatan
kasih sayang” antara anak asuh dan orang tua asuh melalui berbagai
saluran komunikasi secara intensif. Gerakan Nasional Orang Tua Asuh
adalah sinergi program antara LAZISMU dan Child Centre Indonesia
(CCI) serta didukung oleh Bank Danamon Syariah untuk menjembatani
masyarakat dalam menyalurkan kepedulian social secara efektif dan tepat
sasaran.
c) Program TRENSAINS; sebagai TRENSAINS adalah kependekan dari
Pesantren Sains yang merupakan sintetis dari pesantren dan sekolah
umum bidang sains. Trensains merupakan lembaga pendidikan setingkat
SMA yang merupakan proyek baru di Indonesia, bahkan mungkin di
dunia Islam, karena kegiatan utamanya adalah mengkaji dan meneliti
ayat-ayat semesta yang terkandung di dalam Al Quranul Karim dan
Hadis Nabawi.
2. Program Agricultul Empowerment; program ini dikenal dengan Tani
Bangkit yaitu model pemberdayaan petani dengan cara menurunkan biaya
produksi, menaikkan kualitas produksi, dan menaikkan jumlah produksi.
Melalui Model (Pusat Pendidikan dan Pelatihan) Pertanian Terbadu untuk
pendampingan dan introduksi Teknologi Tepat Guna dalam system
Integrated Farming yang dikembangkan oleh MPM Muhammadiyah dan
LAZISMU.
3. Program Social Services; program ini lebih dikenal dengan istilah
Indonesia Siaga yang terdiri dari:
a) Respon Bnecana; kegiatan penanganan bencana alam ini meliputi
analisa dampak bencana, evakuasi korban, penyediaan tempat
pengungsian layak huni, bantuan kebutuhan pokok, layanan kesehatan,
layanan psikososial serta program recovery paska bencana meliputi
bantuan perbaikan fasilitas public dan program pemberdayaan ekonomi
masyarakat.
b) Sekolah Siaga; adalah program pendidikan Pengurangan Resiko
Bencana (PRB) yang dilakukan di sekolah melalui 3 langkah strategis
yaitu: Pemberdayaan peran kelembagaan dan kemampuan komunitas
sekolah; Pengintegrasian PRB ke dalam kurikulum satuan pendidikan
formal; dan Pembangunan kemitraan dan jaringan antar berbagai pihak
untuk mendukung pelaksanaan PRB di sekolah.
c) Komunitas Siaga; konsep pendampingan komunitas pasca bencana
yang dikenal dengan nama People Kampong Organized (PKO) ,Child
Disaster Awareness for School and Communities (CDASC) , Hospital
and Communities Preparedness for Disaster Management (HCPDM)
dan Volcano Community - Hospital Ring(VaCHRi) . Program - program
tersebut menjadi pembelajaran baik bagi MDMC untuk membangun
program KOMUNITAS SIAGA dengan menggunakan kekuatan jaringan
kelembagaan.
d) Rumah Sakit Siaga; program optimalisasi peran Rumah Sakit dalam
melakukan kesiap-siagaan mengadapi bencana alam. Program Rumah
Sakit Siaga Bencana dibangun oleh INDONESIA SIAGA besinergi
dengan Majelis Pembina Kesehatan Umum (MPKU) PP
Muhammadiyah, PP 'Aisyiyah dan lembaga terkait lainnya.
e) Lumbung Siaga; Program ini adalah upaya penyiapan bantuan kepada
masyarakat yang terlanda bencana alam melalui manajemen logistik dan
manajemen distribusi yang disiapkan jauh hari secara sitematis dengan
berpijak pada peta rawan bencana di Indonesia. Berbagai kebutuhan yang
dipersipkan di LUMBUNG SIAGA meliputi: Family Kit - A ( Makanan
cepat saji, air mineral, serta kebutuhan dapur lainnya), Family Kit – B (
Peralatan mandi lengkap, handuk dan selimut), Children Kit ( Susu,
popok, makanan serta kebutuhan bayi dan balita lainnya) dan Student Kit
( Seragam/ sepatu, buku, alat tulis dan tas)
f) Relawan Siaga; menyiapkan dan mencentak tenaga tanggap bencana
terlatih yang siap diterjunkan kapan saja dan dimana saja ketika terjadi
bencana.
4. Program Kurban Pak Kumis; program ini didesain secara khusus untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat dhuafa yang berada di pedesaan, kawasan
padat penduduk, kantong-kantong kemiskinan, serta daerah yang terlanda
bencana alam dan bencana kemanusiaan dengan berpijak pada prinsip
merata, adil dan fokus pada sasaran prioritas. Program ini didedikasikan
untuk menjawab problem keterbatasan hewan kurban dan berbagai
kelemahan distribusi yang selama ini terjadi. Pertama, jumlah hewan
kurban yang tertunaikan belum sebanding dengan kebutuhan masyarakat,
artinya hewan kurban yang terhimpun selama ini belum bisa dirasakan
sepenuhnya oleh masyarakat, khususnya yang membutuhkan. Kedua,
distribusi kurban yang ada cenderung tidak merata, distribusi hewan kurban
kebanyakan masih terkosentrasi di kota-kota besar atau wilayah tertentu.
5. Special Program; merupakan program-program yang dibuat berdasarkan
momen-momen tertentu namun tetap dalam koridor mengkampanyekan
ZIS. Sebagai cintoh LAZISMU mengadakan Writing Competition dengan
tema “Aksi untuk Indonesia“. Dengan semangat memberi untuk negeri,
Kamu diajak untuk membuat proposal kegiatan atau program untuk
Indonesia yang ditulis dalam bentuk narasi.
b. Program bersifat Produktif:
Pendayagunaan ZIS produktif Rumah Yatim di implementasikan dalam
Program Economic Empowerment yang terdiri dari:
1. Perempuan Berdaya; adalah gerakan pemberdayaan perempuan melalui
pengembangan ekonomi berbasis keluarga. Pemberdayaan perempuan
dalam sisi keuangan memang menjadi lebih strategis, karena dengan
memberdayakan perempuan maka secara tidak langsung memberdayakan
keluarga, pencukupan gizi bagi anak, dan juga pendidikan pengelolaan
kelompok bagi para perempuan. Program ini terinspirasi oleh Muhammad
Yunus yang sukses membangun Grameen Bank adalah berasal dari sisi
keagungan para wanita.
2. Youth Enterpreneurship (YES!); didesain dalam beberapa aktifitas
program diantaranya: pendidikan dan pelatihan, pemagangan, beastudi
kewirausahaan, pendampingan dan fasilitasi pendirian usaha serta bantuan
permodalan usaha. Kebijakan strategis program YES! adalah
mengembangkan kewirausahaan generasi muda dalam konteks industri
kreatif. Dimana peserta program akan didorong dan dididik untuk mampu
mendirikan dan mengembangkan usaha berbasis kreatifitas. YES Program
juga telah memberikan permodalan kepada anak-anak muda secara
perseorangan untuk mendirikan usaha melalui skema pinjaman dana
bergulir dengan sistim Qordhul Hasan.
3. Social Microfinance Development; program pengembangan Lembaga
Keuangan Mikro (LKM) yang memiliki tugas utama memberi permodalan
dan pendampingan kepada pelaku usaha mikro masyarakat. Lembaga
Keuangan Mikro (LKM) ini didesain secara khusus untuk memberi
permodalan usaha mikro melalui skema dana bergulir (revolving fund
sceme) dengan sistem pinjaman tanggung renteng, tanpa agunan dan tanpa
bunga (qordul hasan). Sistem pendampingan oleh lembaga keuangan mikro
ini dilaksanakan melalui pola kelompok (community development) dengan
menitik beratkan pendampingan pada pengelolaan usaha, manajemen
keuangan, pembinaan keluarga dan pembinaan agama. Inilah yang
membedakan lembaga ini dengan Lembaga Keuangan Mikro (LKM)
lainnya yakni pola permodalan yang tanpa agunan dan tanpa bunga serta
manfaat pendampingan yang terdiri atas bina usaha, bina keluarga dan bina
agama. Dengan mempelajari operasionalisasi Baitul Maal (BM) di lapangan.
Maka sejak tahun 2010 ini, LAZISMU membentuk BANK ZAKAT, sebuah
Lembaga Keuangan Mikro yang memiliki aktifitas permodalan dan
pendampingan pelaku usaha kecil melalui sistem kelompok ( Community
Development) dengan sasaran utama pedagang kecil di pasar tradisional dan
sekitarnya serta pelaku usaha dari kelompok perempuan.
BAB XI LAZIS-NU
A. PROFIL SINGKAT
Lembaga Amil Zakat Infak dan Shadaqah Nahdlatul Ulama (LAZIS-NU)
dicetuskan pada Muktamar NU ke 31 tahun 2004 di Solo dan pada saat itu
disepakati terbentuknya LAZIS NU dengan Ketua pertama Prof. H. Fathurrahman
Rauf. Legalitas LAZIS-NU dikuatkan dengan terbitnya SK Menteri Agama RI no.
65 Tahun 2005 tentang Pengukuhan Lembaga Amil Zakat, Infaq dan Sedekah
Nahdlatul Ulama (LAZISNU) Sebagai Lembaga Amil Zakat Nasional
Selanjutnya pada Muktamar NU ke 32 tahun 2010 di Makassar estapeta
kepemimpinan LAZIS NU dilanjutkan Drs. KH. Masyhuri Malik. Seiring dengan
waktu LAZIS NU terus berkembang bersama dengan program-programnya.
LAZIS NU yang tersebar diseluruh indonesia baik tingkat pengurus wilayah
dibawah propinsi ataupun di kabupaten kota. LAZIS-NU diharapkan dapat
membangkitkan spirit kemandirian nahdliyin dan masyarakat dalam berzakat,
infaq dan shadaqah. Sudah menjadi kebiasaan nahdliyin untuk berzakat, infaq dan
shadaqah. Kedepan harapanya dapat meningkatkan kesejahteraan warga NU dan
memupuk serta meningkatkan kesadaran umat Islam dalam mengeluarkan zakat,
infaq dan shadaqah serta mendayagunakan ZIS guna meningkatkan kesejahteraan
kehidupan umat
VISI DAN MISI
Visi LAZIS-NU bertekad menjadi lembaga pengelola dana masyarakat
(zakat, infak, sedekah, CSR dll) yang didayagunakan secara amanah dan
profesional untuk pemandirian umat . Sedangkan Misi BAZNAS Lampung
sebagai berikut:
1) Mendorong tumbuhnya kesadaran masyarakat untuk mengeluarkan zakat,
infaq dan sedekah dengan rutin dan tepat.
2) Mengumpulkan/menghimpun dan mendayagunakan dana zakat, infaq dan
sedekah secara profesional, transparan, tepat guna dan tepat sasaran.
3) Menyelenggarakan program pemberdayaan masyarakat guna mengatasi
problem kemiskinan, pengangguran dan minimnya akses pendidikan yang
layak.
Alamat dan Kontak: Kantor Pusat: Gedung PBNU Lt. 2 Jl. Kramat Raya No. 164 Jakarta Pusat, Phone
: 021 - 3102913 Fax : 021 – 3158540, Email: info @ lazisnu.or.id
Kantor Lampung: Jl. Urip Sumoharjo No 96-D Bandar Lampung
B. JENIS – JENIS PROGRAM
a. Program bersifat Konsumtif:
1. Program Nu Smart; berupa bantuan pendidikan bagi keluarga tidak mampu.
2. Program Nu Skill; berupa pembekalan ilmu-ilmu terapan yang
diperuntukkan bagi anak-anak putus sekolah atau yang tidak melanjutkan ke
pendidikan lebih tinggi.
3. Program NuCare; berupa program bantuan langsung (Immediate aid) dan
tanggap bencana.
b. Program bersifat Produktif:
Pendayagunaan ZIS LAZIS-NU dikenal dengan Program NuPreneur yang
diimplementasikan dalam bentuk pemberian bantuan permodalan dan
pendampingan usaha bagi pedagang kaki lima dan usaha rumahan.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama RI. (2002). Al Quran dan Terjemahannya. Jakarta:
Darussunnah.
________. 2003. Pedoman Pengelolaan Zakat. Jakarta: Departemen Agama.
Mufraini, M. Arif. (2006).Akuntansi dan Manajemen Zakat “Mengomunikasi
Kesadaran danMembangun Jaringan Jakarta: Prenada Media Group.
Muhammad, Sahri. (2006). Mekanisme Zakat dan Permodalan
Masyarakat:Pengantar untuk Rekonstruksi Kebijakan Pertumbuhan
Ekonomi, CetakanI, Malang: Bahtera Press.
Sadewo, Eri. (2004). Manajemen Zakat Tinggalkan 15 Tradisi Terapkan 4 Prinsip
Dasar. Jakarta: Institut Manajemen Zakat.
UU No 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat.
UU No 23 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Zakat.
Yafie, Ali. (1995). Menggagas Fiqih Sosial. Bandung: Mizan.
PANDUAN IMPLEMENTASI MODEL OPTIMALISASI
DANA ZAKAT MELALUI
PENDEKATAN COMMUNITY BASED DEVELOPMENT
(CBD)
Penulis Nedi Hendri, S.E., M.Si., AK., CA Suyanto, S.E, M.Si., Akt., CA. Siti Nurlaila., M.Psi. Desain Cover Team Laduny Creative Lay Out Team Laduny Creative
ISBN 978-602-1397-97-8
CetakanI, Oktober 2016 Jumlah 79halaman Ukuran 15 x 23 cm
Dicetak dan diterbitkan oleh: CV. LADUNY ALIFATAMA (Penerbit Laduny) Anggota IKAPI
- Perum JSP Blok V 6 No. 11 Tejoagung, Metro – Lampung.
- Jl. Ki Hajar Dewantara No. 49 Iringmulyo, Kota Metro – Lampung. Telp. : 085269012121– 085769001000 Email :penerbitladuny@yahoo.com
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Pertama, tim penyusun mengajak marilah senantiasa memanjatkan puji dan
syukur kehadirat Allah SWT, mengingat sampai sekarang ini kita masih
dikaruniai kenikmatan yang kita tidak sanggup untuk menghitung-hitungnya,
terutama nikmat iman, islam, kesehtan, kehidupan, dan kesempatan untuk
mengembangkan potensi diri kita sebagai Abdillah dan khalifah Allah SWT di
muka bumi ini. Shalawat dan salam senantiasa kita sanjungkan kepada junjungan
kita, nabi besar Muhammad SAW beserta sahabat, keluarga dan ummatnya yang
setia sampai akhir zaman nanti.
Penyusun mengucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak yang
mendukung terselesaikannya penyusunan buku tentang “Panduan Implementasi
Model Optimalisasi Dana Zakat Melalui Pendekatan Community Based
Development (CBD)” ini. Tim penyusun menyadari terdapat kekurangan–
kekurangan dari buku ini baik dalam penyusunan maupun kata-kata, untuk itu
saran dan kritik dari pembaca sangatlah kami harapkan.
Waassalamualaikum Wr. Wb.
Horma kami,
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ............................................................. iii
Daftar isi ........................................................................ iv
BAB 1PENDAHULUAN .............................................. 1
BAB 2KONSEP KEMISKINAN DAN DANA ZAKAT
2.1 Konsep zakat. .................................................... 4
2.2 Pengelolaan dana zakat. ..................................... 19
2.3Zakat dan kemiskinan ......................................... 33
BAB 3KONSEP PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN BERBASIS
COMUNITY BASED
EVELOPMENT (CBD)
3.1 Kemiskinan dan program pemberdayaan ........... 36
3.2Zakat dan pemberdayaan Masyarakat miskin. .... 38
3.3 Pengembangan ekonomi berbasis kearifan lokal. 45
3.4 Konsep comunity based development (cbd). ..... 47
BAB 4MODEL OPTIMALISASI DANA ZAKAT
MELALUI PENDEKATAN COMUNITY BASED DEVELOPMENT (CBD)
4.1 Rekayasa model optimalisasi dana zakat. .......... 49
4.2Tahapan implementasi model optimalisasi
dana zakat. .................................................................. 52
BAB 5INSTRUMEN DAN INDIKATOR KELUARGA SEJAHTERA
SEBAGAI ALAT EVALUASI
PROGRAM
5.1 Manfaat pendataan ............................................. 57
5.2 Batasan dan pengertian. ..................................... 58
5.3 Prinsip-Prinsip pendataan dan pemetaan. .......... 60
5.5 .................................................................... Instrumen yangdigunakan
dan fungsinya. .................................................... 61
5.5 Cakupan Data. .................................................... 62
5.6 Pentahapan keluarga sejahtera. .......................... 66
BAB 4PENUTUP
BAB 1
PENDAHULUAN
Kemiskinan merupakan fenomena kehidupan manusia
yang selalu mengiringi proses pembangunan dan dianggap
sebagai penghambat karena dampaknya yang cenderung negatif.
Indonesia dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia
memiliki potensi untuk mengatasi kemiskinan melalui kebijakan
fiskal manajemen Zakat, Infak dan Sedekah (ZIS). ZIS menjadi
alternatif mengatasi kemiskinan karena target sasarannya jelas
diatur dalam Al-quran, yaitu fakir miskin. Seyogyanya
penyalurannya dapat dikembangkan kearah pemberdayaan
melalui usaha-usaha produktif bukan untuk konsumtif.
Selama ini potensi dan pentingnya zakat sebagai usaha
untuk pengentasan kemiskinan masih di anggap sebelah mata,
padahal zakat sesungguhnya memiliki potensi ekonomi yang
sangat besar bagi bangsa Indonesia. Saat ini, dana ZIS yang
berhasil dihimpun baru mencapai lima persenan dari total potensi
zakat yang mencapai 20 triliunan rupiah per-tahun. Kendati ZIS
telah dikelola secara profesional oleh Organisasi Pengelola Zakat
(OPZ) yang ada di Indonesia, sebaran penerima manfaat dari
dana ZIS terkesan tumpang tindih antara satu dengan yang lain,
sebagaimana pengumpulan ZIS yang masih terfokus pada
wilayah tertentu. Menurut Firmansyah (2009: ) pendayagunaan
dana zakat selama ini masih menganut paradigma lama, yaitu
dana zakat harus dibagi habis untuk semua golongan yang
ditentukan dan untuk konsumsi sesaat sehingga pendayagunaan
zakat untuk tujuan pemberdayaan ekonomi produktif belum
menjadi prioritas utama. Selanjutnya Pujiono (2009:76-79)
menyimpulkan pendistribusi ZIS masih belum efektif dan
kemanfaatan dana ZIS melalui pemberdayaan ekonomi tergolong
masih kurang efisien.
Paradiqma landasan fiqih bahwa zakat dapat
didayagunakan dalam kegiatan ekonomi produktif. Sudah
saatnya OPZ mulai mengurangi porsi zakat konsumtif dan
mengoptimalisasikan dan memprioritaskan zakat produktif.
Banyak model dan kebijakan yang dilakukan selama ini tidak
efektif dan efisien dalam mengatasi kemiskinan.Paradigma
pembangunan melalui pemberdayaan (empowerment) merupakan
pendekatan yang tepat dalam mengatasi kemiskinan.
Menurut Pujiyono (2009: 52) pemberdayaan adalah
proses dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah
serangkaian kegiatan untuk memperbaiki kekuasaan dan
keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk
individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai
tujuan, pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang
ingin dicapai oleh sebuah perubahan social, yaitu masyarakat
yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan
dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik
yang bersifat fisik, ekonomis, maupun sosial.
Model pendayagunaan zakat dengan konsep
pemberdayaan pada saat ini menjadi trend di kalangan lembaga-
lembaga pengelola zakat dan relevan untuk menjawab persoalan
kemiskinan, misalnya pemberdayaan ZIS dengan pemberian
modal usaha baik dengan sistem pinjaman tanpa bagi hasil
(Qardhul Hasan) maupun dengan sistem bagi hasil. Namun
syogyanya program melalui pendampingan usaha-usaha mikro
dengan pemberian zakat produktif berupa dana bergulir dapat
dikembangkan dengan pendekatan “community based
development” atau bahkan “integrated development community
(IDC)” agar efektif dan efisien dalam mengentaskan kemiskinan.
BAB 2
KONSEP KEMISKINAN DAN DANA ZAKAT
2.1. KONSEP ZAKAT.
Zakat berasal dari bahasa arab yaitu zaka yang berarti „suci‟,
„baik‟,„berkah‟, „tumbuh‟, dan „berkembang‟. Sedangkan secara
terminologysyariat, zakat adalah sejumlah harta tertentu yang
telah mencapai syarattertentu yang diwajibkan oleh Allah untuk
dikeluarkan dan diberikankepada orang-orang yang berhak
menerimanya dengan persyaratantertentu (Hafidhudin, 2002:
13).
Menurut Bahasa(lughat), zakat berarti : tumbuh;
berkembang; kesuburan atau bertambah (HR. At-Tirmidzi) atau
dapat pula berarti membersihkan atau mensucikan (QS. At-
Taubah : 10)
Menurut Hukum Islam (istilah syara’), zakat adalah nama
bagi suatu pengambilan tertentu dari harta yang tertentu, menurut
sifat-sifat yang tertentu dan untuk diberikan kepada golongan
tertentu (Al Mawardi dalam kitab Al Hawiy)
Selain itu, ada istilah shadaqah dan infaq, sebagian ulama
fiqh, mengatakan bahwa sadaqah wajib dinamakan zakat, sedang
sadaqah sunnah dinamakan infaq. Sebagian yang lain
mengatakan infaq wajib dinamakan zakat, sedangkan infaq
sunnah dinamakan shadaqah.
5. Penyebutan Zakat dan Infaq dalam Al Qur-an dan As
Sunnah
a. Zakat (QS. Al Baqarah : 43)
b. Shadaqah (QS. At Taubah : 104)
c. Haq (QS. Al An‟am : 141)
d. Nafaqah (QS. At Taubah : 35)
e. Al „Afuw (QS. Al A‟raf : 199)
6. Hukum Zakat
Zakat merupakan salah satu rukun Islam, dan menjadi
salah satu unsur pokok bagi tegaknya syariat Islam. Oleh sebab
itu hukum zakat adalah wajib (fardhu) atas setiap muslim yang
telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Zakat termasuk dalam
kategori ibadah (seperti shalat, haji, dan puasa) yang telah diatur
secara rinci dan paten berdasarkan Al-Qur‟an dan As Sunnah,
sekaligus merupakan amal sosial kemasyarakatan dan
kemanusiaan yang dapat berkembang sesuai dengan
perkembangan ummat manusia.
7. Macam-macam Zakat
a. Zakat Nafs (jiwa), juga disebut zakat fitrah.
b. Zakat Maal (harta).
8. Syarat-syarat Wajib Zakat
e. Muslim
f. Aqil
g. Baligh
h. Memiliki harta yang mencapai nishab
D. Zakat Maal (harta).
4. Pengertian Maal (harta)
Menurut bahasa (lughat), harta adalah segala sesuatu yang
diinginkan sekali sekali oleh manusia untuk memiliki,
memanfaatkan dan menyimpannya.Menurut syar’a, harta adalah
segala sesuatu yang dapat dimiliki (dikuasai) dan dapat
digunakan (dimanfaatkan) menurut ghalibnya (lazim).sesuatu
dapat disebut dengan maal (harta) apabila memenuhi 2 (dua)
syarat, yaitu:
Dapat dimiliki, disimpan, dihimpun, dikuasai
Dapat diambil manfaatnya sesuai dengan ghalibnya.
Misalnya rumah, mobil, ternak, hasil pertanian, uang,
emas, perak, dll.
5. Syarat-Syarat Kekayaan yang Wajib di Zakati
a. Milik Penuh (Almilkuttam)
Kekayaan milik penuh / Almikuttam yaitu harta yang
berada dalam kontrol dan kekuasaanya secara penuh, dan
dapat diambil manfaatnya secara penuh. Harta tersebut
didapatkan melalui proses pemilikan yang dibenarkan
menurut syariat islam, seperti : usaha, warisan, pemberian
negara atau orang lain dan cara-cara yang sah. Sedangkan
apabila harta tersebut diperoleh dengan cara yang haram,
maka zakat atas harta tersebut tidaklah wajib, sebab harta
tersebut harus dibebaskan dari tugasnya dengan cara
dikembalikan kepada yang berhak atau ahli warisnya.
b. Berkembang
Kekayaan berkembang yaitu harta yang dapat
bertambah atau berkembang bila diusahakan atau
mempunyai potensi untuk berkembang.
c. Cukup Nishab
Artinya harta tersebut telah mencapai jumlah tertentu
sesuai dengan ketetapan syara’.sedangkan harta yang tidak
sampai nishabnya terbebas dari Zakat
d. Lebih Dari Kebutuhan Pokok (Alhajatul Ashliyah)
Kebutuhan pokok adalah kebutuhan minimal yang
diperlukan seseorang dan keluarga yang menjadi
tanggungannya, untuk kelangsungan hidupnya.Artinya
apabila kebutuhan tersebut tidak terpenuhi yang
bersangkutan tidak dapat hidup layak.Kebutuhan tersebut
seperti kebutuhan primer atau kebutuhan hidup minimum
(KHM), misal, belanja sehari-hari, pakaian, rumah,
kesehatan, pendidikan, dsb.
e. Bebas Dari hutang
Orang yang mempunyai hutang sebesar atau
mengurangi senishab yang harus dibayar pada waktu yang
sama (dengan waktu mengeluarkan zakat), maka harta
tersebut terbebas dari zakat.
f. Berlalu Satu Tahun (Al-Haul)
Maksudnya adalah bahwa pemilikan harta tersebut
sudah belalu satu tahun.Persyaratan ini hanya berlaku bagi
ternak, harta simpanan dan perniagaan. Sedang hasil
pertanian, buah-buahan dan rikaz (barang temuan) tidak
ada syarat haul.
Harta(Maal) yang Wajib di Zakati
a. Binatang Ternak
Hewan ternak meliputi hewan besar (unta, sapi, kerbau),
hewan kecil (kambing, domba) dan unggas (ayam, itik,
burung).
b. Emas Dan Perak
Emas dan perak merupakan logam mulia yang selain
merupakan tambang elok, juga sering dijadikan
perhiasan.Emas dan perak juga dijadikan mata uang yang
berlaku dari waktu ke waktu.Islam memandang emas dan
perak sebagai harta yang (potensial) berkembang. Oleh
karena syara’ mewajibkan zakat atas keduanya, baik
berupa uang, leburan logam, bejana, souvenir, ukiran atau
yang lain.
Termasuk dalam kategori emas dan perak, adalah mata
uang yang berlaku pada waktu itu di masing-masing
negara. Oleh karena segala bentuk penyimpanan uang
seperti tabungan, deposito, cek, saham atau surat berharga
lainnya, termasuk kedalam kategori emas dan perak.
sehingga penentuan nishab dan besarnya zakat disetarakan
dengan emas dan perak.
Demikian juga pada harta kekayaan lainnya, seperti
rumah, villa, kendaraan, tanah, dll.Yang melebihi
keperluan menurut syara’ atau dibeli/dibangun dengan
tujuan menyimpan uang dan sewaktu-waktu dapat di
uangkan.Pada emas dan perak atau lainnya yang berbentuk
perhiasan, asal tidak berlebihan, maka tidak diwajibkan
zakat atas barang-barang tersebut.
g. Harta Perniagaan
Harta perniagaan adalah semua yang diperuntukkan
untuk diperjual-belikan dalam berbagai jenisnya, baik
berupa barang seperti alat-alat, pakaian, makanan,
perhiasan, dll.Perniagaan tersebut di usahakan secara
perorangan atau perserikatan seperti CV, PT, Koperasi,
dsb.
h. Hasil Pertanian
Hasil pertanian adalah hasil tumbuh-tumbuhan atau
tanaman yang bernilai ekonomis seperti biji-bijian, umbi-
umbian, sayur-mayur, buah-buahan, tanaman hias, rumput-
rumputan, dedaunan, dll.
i. Ma-din dan Kekayaan Laut
Ma’din (hasil tambang) adalah benda-benda yang
terdapat di dalam perut bumi dan memiliki nilai ekonomis
seperti emas, perak, timah, tembaga, marmer, giok, minyak
bumi, batu-bara, dll. Kekayaan laut adalah segala sesuatu
yang dieksploitasi dari laut seperti mutiara, ambar, marjan,
dll.
j. Rikaz
Rikaz adalah harta terpendam dari zaman dahulu atau
biasa disebut dengan harta karun. Termasuk didalamnya
harta yang ditemukan dan tidak ada yang mengaku sebagai
pemiliknya.
E. Nishab dan Kadar Zakat.
4. Harta Peternakan
a. Sapi, Kerbau dan Kuda
Nishab kerbau dan kuda disetarakan dengan nishab sapi
yaitu 30 ekor. Artinya jika seseorang telah memiliki sapi
(kerbau/kuda), maka ia telah terkena wajib zakat.
Berdasarkan hadits Nabi Muhammad SAW yang
diriwayatkan oleh At Tarmidzi dan Abu Dawud dari
Muadz bin Jabbal RA, maka dapat dibuat tabel sbb :
Jumlah
Ternak(ekor) Zakat
30-39
40-59
60-69
70-79
80-89
1 ekor sapi jantan/betina tabi’ (a)
1 ekor sapi betina musinnah (b)
2 ekor sapi tabi’
1 ekor sapi musinnah dan 1 ekor tabi’
2 ekor sapi musinnah
Keterangan :
1) Sapi berumur 1 tahun, masuk tahun ke-2
2) Sapi berumur 2 tahun, masuk tahun ke-3
Selanjutnya setiap jumlah itu bertambah 30 ekor,
zakatnya bertambah 1 ekor tabi’.Dan jika setiap jumlah itu
bertambah 40 ekor, zakatnya bertambah 1 ekor musinnah.
b. Kambing/domba
Nishab kambing/domba adalah 40 ekor, artinya bila
seseorang telah memiliki 40 ekor kambing/domba maka ia
telah terkena wajib zakat.
Berdasarkan hadits Nabi Muhammad SAW, yang
diriwayatkan oleh Imam Bukhori dari Anas bin Malik,
maka dapat dibuat tabel sbb :
Jumlah
Ternak(ekor) Zakat
40-120
121-200
201-300
1 ekor kambing (2th) atau domba (1th)
2 ekor kambing/domba
3 ekor kambing/domba
Selanjutnya, setiap jumlah itu bertambah 100 ekor
maka zakatnya bertambah 1 ekor.
c. Ternak Unggas(Ayam,Bebek,Burung,dll) dan
Perikanan
Nishab pada ternak unggas dan perikanan tidak
diterapkan berdasarkan jumlah (ekor), sebagaimana halnya
sapi, dan kambing.Tapi dihitung berdasarkan skala usaha.
Nishab ternak unggas dan perikanan adalah setara
dengan 20 Dinar (1 Dinar = 4,25 gram emas murni) atau
sama dengan 85 gram emas. Artinya bila seorang beternak
unggas atau perikanan, dan pada akhir tahun (tutup buku)
ia memiliki kekayaan yang berupa modal kerja dan
keuntungan lebih besar atau setara dengan 85 gram emas
murni, maka ia terkena kewajiban zakat sebesar 2,5%.
Contoh :
Seorang peternak ayam broiler memelihara 1000 ekor
ayam perminggu, pada akhir tahun (tutup buku) terdapat
laporan keuangan sbb:
6. Ayam broiler 5600 ekor seharga
7. Uang Kas/Bank setelah pajak
8. Stok pakan dan obat-obatan
9. Piutang (dapat tertagih)
Rp 15.000.000
Rp 10.000.000
Rp 2.000.000
Rp 4.000.000
Jumlah Rp 31.000.000
10. Utang yang jatuh tempo Rp 5.000.000
Saldo Rp26.000.000
Keterangan :
Besar Zakat = 2,5 % x Rp.26.000.000,- = Rp 650.000
Catatan :
Kandang dan alat peternakan tidak diperhitungkan
sebagai harta yang wajib dizakati.
Nishab besarnya 85 gram emas murni, jika @ Rp
25.000,00 maka 85 x Rp 25.000,00 = Rp
2.125.000,00
d. Unta
Nishab unta adalah 5 ekor, artinya bila seseorang telah
memiliki 5 ekor unta maka ia terkena kewajiban zakat.
Selanjtnya zakat itu bertambah, jika jumlah unta yang
dimilikinya juga bertambah
Berdasarkan hadits Nabi SAW yang diriwayatkan oleh
Imam Bukhari dari Anas bin Malik, maka dapat dibuat
tabel sbb:
Jumlah(ekor) Zakat
5-9
10-14
15-19
20-24
25-35
36-45
45-60
61-75
76-90
91-120
1 Ekor Kambing/Domba (A)
2 Ekor Kambing/Domba
3 Ekor Kambing/Domba
4 Ekor Kambing/Domba
1 Ekor Unta Bintu Makhad (B)
1 Ekor Unta Bintu Labun (C)
1 Ekor Unta Hiqah (D)
1 Ekor Unta Jadz‟ah (E)
2 Ekor Unta Bintu Labun (C)
2 Ekor Unta Hiqah (D)
Keterangan:
Kambing berumur 2 tahun atau lebih, atau domba
berumur satu tahun atau lebih.
Unta betina umur 1 tahun, masuk tahun ke-2
Unta betina umur 2 tahun, masuk tahun ke-3
Unta betina umur 3 tahun, masuk tahun ke-4
Unta betina umur 4 tahun, masuk tahun ke-5
Selanjutnya, jika setiap jumlah itu bertambah 40 ekor
maka zakatnya bertambah 1 ekor bintu Labun, dan setiap
jumlah itu bertambah 50 ekor, zakatnya bertambah 1 ekor
Hiqah.
5. Emas dan Perak
Nishab emas adalah 20 dinar (85 gram emas murni) dan
perak adalah 200 dirham (setara 672 gram perak). Artinya bila
seseorang telah memiliki emas sebesar 20 dinar atau perak 200
dirham dan sudah setahun, maka ia telah terkena wajib zakat,
yakni sebesar 2,5 %.
Demikian juga segala macam jenis harta yang merupakan
harta simpanan dan dapat dikategorikan dalam “emas dan
perak”, seperti uang tunai, tabungan, cek, saham, surat berharga
ataupun yang lainnya. Maka nishab dan zakatnya sama dengan
ketentuan emas dan perak, artinya jika seseorang memiliki
bermacam-macam bentuk harta dan jumlah akumulasinya lebih
besar atau sama dengan nishab (85 gram emas) maka ia telah
terkena wajib zakat (2,5 %).
Contoh :
Seseorang memiliki simpanan harta sebagai berikut :
Tabungan
Uang tunai (diluar kebutuhan pokok)
Perhiasan emas (berbagai bentuk)
Utang yang harus dibayar (jatuh tempo)
Rp 5 juta
Rp 2 juta
100 gram
Rp 1.5 juta
Perhiasan emas atau yang lain tidak wajib dizakati kecuali
selebihnya dari jumlah maksimal perhiasan yang layak dipakai.
Jika layaknya seseorang memakai perhiasan maksimal 60 gram
maka yang wajib dizakati hanyalah perhiasan yang selebihnya
dari 60 gram.
Dengan demikian jumlah harta orang tersebut, sbb :
1.Tabungan
2.Uang tunai
3.Perhiasan (10-60) gram @ Rp 25.000
Rp 5.000.000
Rp 2.000.000
Rp 1.000.000
Jumlah Rp 8.000.000
Utang Rp 1.500.000
Saldo Rp 6.500.000
Keterangan :
Besar zakat = 2,5% x Rp 6.500.000 = Rp 163.500,-
Catatan :
Perhitungan harta yang wajib dizakati dilakukan setiap
tahun pada bulan yang sama.
6. Perniagaan
Harta perniagaan, baik yang bergerak di bidang
perdagangan, industri, agroindustri, ataupun jasa, dikelola secara
individu maupun badan usaha (seperti PT, CV, Yayasan,
Koperasi, Dll) nishabnya adalah 20 dinar (setara dengan 85gram
emas murni). Artinya jika suatu badan usaha pada akhir tahun
(tutup buku) memiliki kekayaan (modal kerja danuntung) lebih
besar atau setara dengan 85 gram emas (jika pergram Rp
25.000,- = Rp 2.125.000,), maka ia wajib mengeluarkan zakat
sebesar 2,5%.
Pada badan usaha yang berbentuk syirkah (kerjasama),
maka jika semua anggota syirkah beragama islam, zakat
dikeluarkan lebih dulu sebelum dibagikan kepada pihak-pihak
yang bersyirkah. Tetapi jika anggota syirkah terdapat orang yang
non muslim, maka zakat hanya dikeluarkan dari anggota syirkah
muslim saja (apabila julahnya lebih dari nishab)
Cara menghitung zakat :
Kekayaan yang dimiliki badan usaha tidak akan lepas dari
salah satu atau lebih dari tiga bentuk di bawah ini :
a. Kekayaan dalam bentuk barang
b. Uang tunai
c. Piutang
Maka yang dimaksud dengan harta perniagaan yang wajib
dizakati adalah yang harus dibayar (jatuh tempo) dan pajak.
Contoh :
Sebuah perusahaan meubel pada tutup buku per Januari
tahun 1995 dengan keadaan sbb :
1.Mebel belum terjual 5 set
2.Uang tunai
3. Piutang
Rp 10.000.000
Rp 15.000.000
Rp 2.000.000
Jumlah Rp 27.000.000
Utang & Pajak Rp 7.000.000
Saldo Rp 20.000.000
Keterangan :
Besar zakat = 2,5 % x Rp 20.000.000,- = Rp 500.000,-
Pada harta perniagaan, modal investasi yang berupa tanah
dan bangunan atau lemari, etalase pada toko, dll, tidak termasuk
harta yang wajib dizakati sebab termasuk kedalam kategori
barang tetap (tidak berkembang).Usaha yang bergerak dibidang
jasa, seperti perhotelan, penyewaan apartemen, taksi, renal
mobil, bus/truk, kapal laut, pesawat udara, dll, kemudian
dikeluarkan zakatnya dapat dipilih diantara 2(dua) cara:
a. Pada perhitungan akhir tahun (tutup buku), seluruh harta
kekayaan perusahaan dihitung, termasuk barang (harta)
penghasil jasa, seperti hotel, taksi, kapal, dll, kemudian
keluarkan zakatnya 2,5 %.
b. Pada Perhitungan akhir tahun (tutup buku), hanya
dihitung dari hasil bersih yang diperoleh usaha tersebut
selama satu tahun, kemudian zakatnya dikeluarkan 10%.
Hal ini diqiyaskan dengan perhitungan zakat hasil
pertanian, dimana perhitungan zakatnya hanya
didasarkan pada hasil pertaniannya, tidak dihitung harga
tanahnya.
4. Hasil Pertanian
Nishab hasil pertanian adalah 5 wasq atau setara dengan
750 kg.Apabila hasil pertanian termasuk makanan pokok, seperti
beras, jagung, gandum, kurma, dll, maka nishabnya adalah 750
kg dari hasil pertanian tersebut.
Tetapi jika hasil pertanian itu selain makanan pokok,
seperti buah-buahan, sayur-sayuran, daun, bunga, dll, maka
nishabnya disetarakan dengan harga nishab dari makanan pokok
yang paling umum di daerah (negeri) tersebut (di negeri kita =
beras).
Kadar zakat untuk hasil pertanian, apabila diairi dengan air
hujan, atau sungai/mata/air, maka 10%, apabila diairi dengan
cara disiram / irigasi (ada biaya tambahan) maka zakatnya 5%.
Dari ketentuan ini dapat dipahami bahwa pada tanaman
yang disirami zakatnya 5%.Artinya 5% yang lainnya
didistribusikan untuk biaya pengairan. Imam Az Zarqoni
berpendapat bahwa apabila pengolahan lahan pertanian
diairidengan air hujan (sungai) dan disirami (irigasi) dengan
perbandingan 50;50, maka kadar zakatnya 7,5% (3/4 dari 1/10).
Pada sistem pertanian saat ini, biaya tidak sekedar air, akan
tetapi ada biaya lain seperti pupuk, insektisida, dll. Maka untuk
mempermudah perhitungan zakatnya, biaya pupuk, intektisida
dan sebagainya diambil dari hasil panen, kemudian sisanya
(apabila lebih dari nishab) dikeluarkan zakatnya 10% atau 5%
(tergantung sistem pengairannya).
Berbagai harta benda yang wajibdikeluarkan zakatnya
adalah hasil pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan,
pertambangan, emas, perak, uang, hasil pendapatan dan jasa,
rikaz (barang temuan), perdagangan dan perusahaan, serta
sumber penghasilan lainnya (Undang-undang RI.No.38 Tahun
1999 tentang Pengelolaan Zakat). Adapun ashnaf (orang yang
berhak menerima zakat) adalah fakir (orang melarat), orang
miskin, amil (pengelola zakat), muallaf (orang yang baru masuk
Islam), gharimin (orang berutang), ibnusabil (orang yang dalam
perjalanan menuntut ilmu), fi sabillillah (orang yang berjuang di
jalan Allah), riqab(budak) (Q.S. At-Taubah: 60).
Zakat dapat dibagi dalam 2 jenis, yaitu (Hasan, 2006):
pertama adalah zakat fitrah adalahsejumlah harta yang wajib
ditunaikan oleh setiap mukallaf (orang islam, baligh, dan
berakal) dan setiaporang yang nafkahnya ditanggung dengan
syarat-syarat tertentu. Kedua adalah Zakat maal merupakanzakat
atas harta kekayaan. Meliputi hasil perniagaan atau perdagangan,
pertambangan, pertanian, hasillaut dan hasil ternak, harta
temuan, emas dan perak serta zakat profesi. Masing-masing
zakat memilikiperhitungan yang berbeda-beda.
Menurut El Madani (2013) ada Banyak hikmah dan manfaat
dibalik perintah berzakat, diantaranya ialah: (1) Zakat dapat
membiasakan orang yang menunaikannya memilki sifat
dermawan,sekaligus menghilangkan sifat pelit dan kikir; (2)
Zakat dapat menguatkan benih persaudaraan, sertamenambah
rasa cinta dan kasih sayang sesama muslim; (3) Zakat merupakan
salah satu upaya dalammengatasi kemiskinan; (4) Zakat dapat
mengurangi angka pengangguran dan penyebab-
penyebabnya.Sebab hasil zakat dapat digunakan untuk
menciptakan lapangan pekerjaan baru; (5) Zakat
dapatmensucikan jiwa dan hati dari rasa dendam, serta
menghilangkan iri hati dan kebencian dari orang-orangmiskin
terhadap orang kaya; (6) Zakat dapat menumbuhkan
perekonomian umat.
2.2. PENGELOLAAN DANA ZAKAT.
Kegiatan inti (mendasar) dalam pengelolaan dana zakat
infak dan shodaqoh (ZIS) menurut Sadewo (2004) dibagi
menjadi empat kegiatan utama yaitu: penghimpunan,
pengelolaan, pendayagunaan, dan pendistribusian.
A. PENGHIMPUNAN
Penghimpunan merupakan kegiatan yang dilakukan untuk
mendapatkan dana ZIS dari muzakki. Peran fungsi dan tugas
divisi atau bidang penghimpunan dikhususkan mengumpulkan
dana zakat, infak, sedekah dan wakaf dari masyarakat. Dalam
melaksanakan aktivitas pengumpulan dana tersebut bagian
penghimpunan dapat menyelenggarakan berbagai macam
kegiatan.
Menurut Sudewo (2004: 189) kegiatan penghimpunan ada
dua yaitu galang dana dan layanan donatur:
1. Galang Dana
Dalam melakukan penggalangan dana ada beberapa
kegiatan yang dapat dilakukan yaitu:
a. Kampanye (dakwah), dalam melakukan kampanye
sosialisasi zakat ada beberapa hal yang harus
diperhatikan yaitu: konsep komunikasi, materi
kampanye, bahasa kampanye, media kampanye,
b. Kerjasama program, galang dana dapat menawarkan
program untuk dikerjasamakan dengan lembaga atau
perusahaan lain. Kerjasama ini tentu dalam rangka
aktivitas fundraising.
c. Seminar dan diskusi, dalam sosialisasi zakat galang
dana juga dapat melakukan kegiatan seminar. Tema
seminar bisa apa saja asal masih relevan dengan
kegiatan dan kiprah lembaga zakat.
d. Pemanfaatan rekening bank, pembukaan rekening
bank, ini dimaksudkan untuk memudahkan donatur
menyalurkan dananya. Jumlah dana yang masuk
menjadi strong point.
Menurut Widodo (2001: 82) ada beberapa cara dana
diterima lembaga zakat diantaranya adalah:
a. Melalui rekening di bank, artinya di bank mana
lembaga membuka rekening penerimaan dana zakat.
b. Counter, di lokasi mana lembaga membuka counter.
c. Jemput bola, wilayah mana saja yang akan dilayani
dengan cara dana zakat diambil oleh lembaga.
Pendapat Sudewo dan Widodo mengenai bagaimana cara
penggalangan dana zakat sebenarnya tidak jauh berbeda.
Penggalangan bisa dilakukan dengan cara: mengadakan kegiatan
yang berhubungan dengan sosialisasi masalah zakat, penerimaan
dana zakat bisa melalui rekening bank, counter penerimaan, atau
diambil sendiri oleh amil. Model penerimaan seperti ini
dimaksudkan untuk memudahkan muzakki menyalurkan
zakatnya.
2. Layanan Donator
Layanan donatur tak lain adalah customer care atau di
dalam perusahaan dinamakan customer service. Tugas yang
dilakukan layan donatur cukup bervariasi diantaranya (Sadewo,
2004: 201-203):
a. Data donatur, data tentang donatur harus
didokumentasikan. Data ini diperoleh dari berbagai
sumber, diantaranya dari bukti transfer bank, dari
kuitansi, para donatur yang datang langsung atau surat-
surat. Data yang dihimpun sebaiknya dilengkapi dengan
berbagai informasi. Dengan menguasai semua data
donatur, lembaga zakat akan semakin bisa membuat
donatur untuk tetap terlibat di dalamnya.
b. Keluhan, layan donatur juga harus sama cermatnya dalam
mendata tentang keluhan dari donatur, mitra kerja atau
masyarakat umum. Keluhan ini harus disusun,
dikompilasi, dan dianalisa. Hasil analisa dari keluhan
diserahkan kepada divisi penghimpunan sebagai bahan
untuk pengambilan keputusan.
c. Follow up keluhan, satu hal yang menjadi kebiasaan kita
adalah menghindari penyelesaian keluhan. Mengatakan
bahwa akan ditangani oleh yang berwenang adalah suatu
jawaban yang professional. Namun bila hanya sekadar
jawaban tanpa follow up ini kebohongan pada publik.
Dengan adanya pelayanan untuk donatur, mereka tidak
merasa kecewa karena merasa tidak diperhatikan.Pendataan
donatur sangat penting karena ini menyangkut hubungan
silaturrahim antara muzakki, amil, dan juga mustahiq.Karena
hubungan ini berpengaruh pada potensi zakat yang ada pada
lembaga.Muzakki terkadang merasa tidak puas dengan kinerja
amil, mereka berhak menyampaikan keluhan-keluhan. Amil
(lembaga) harus menindaklanjuti keluhan muzakki, tidak hanya
menerima keluhan tersebut..
B. PENGELOLAAN (KEUANGAN)
Seperti juga struktur keuangan lembaga yang lain, struktur
keuangan zakat terdiri atas dua bidang yaitu bendahara dan
akuntansi. Ada dua verifikasi yang dikerjakan yakni verifikasi
penerimaan dan pengeluaran.Verifikasi penerimaan dimulai
sejak dana ditransfer dari muzakki hingga masuk ke lembaga
zakat. Sedangkan verifikasi pengeluaran dicermati sejak diajukan
hingga pencairan dana. Bendahara (kasir) berfungsi
mengeluarkan dana yang telah disetujui.
Sedangkan bidang akuntansi melakukan pencatatan keluar
masuknya uang.Pencatatan ini diinput dalam jurnal
harian.Setelah itu diposting kedalam buku besar.Dalam kerjanya
sesungguhnya akuntansi memilah atas dua segi yakni akuntansi
keuangan dan akuntansi manajemen.Akuntansi keuangan dibuat
sesuai pernyataan standar akuntansi, sementara akuntansi
manajemen dikerjakan sesuai dengan kebutuhan lembaga.
Dalam akuntansi keuangan ada lima laporan yang harus
dikerjakan divisi pengelolaan keuangan (Sadewo, 2004: 214-
215) yaitu:
a. Neraca, merupakan laporan yang menggambarkan
posisi keuangan pada waktu tertentu.
b. Laporan sumber dan penggunaan dana, tujuan dari
LSPD adalah menggambarkan aktivitas lembaga
terutama dalam menjelaskan asal sumber-sumber
pendanaan serta penyalurannya sesuai dengan bidang
garapan masing-masing, ini menggambarkan kinerja
lembaga ditinjau dari aspek finance.
c. Laporan dana termanfaatkan, tujuan dari LPDT adalah
menggambarkan berbagai aktivitas pendanaan yang
non cash, contohnya pinjaman hutang dan pemberian
hutang.
d. Laporan arus kas, tujuannya menggambarkan aliran
kas keluar masuk.
Pertimbangan alur keluar masuk didasarkan pada tiga jenis
aktivitas yaitu:
a. Operasi, terkait dengan kegiatan utama lembaga zakat.
b. Investasi, yang dimaksud adalah penggunaan uang
yang ditujukan baik untuk kepentingan lembaga
maupun mustahiq.
c. Pendanaan, merupakan kebutuhan tambahan dana
eksternal dalam pembiayaan program jangka panjang.
d. Catatan atas laporan keuangan, berisi penjelasan atas
keempat jenis laporan diatas sebagai catatan khusus
yang lebih rinci sifatnya.
Akuntansi manajemen berperan penting dalam menentukan
kepentingan manajemen yang lebih luas berdasarkan penggunaan
data keuangan yang ada.
C. PENDAYAGUNAAN
Sesungguhnya jatuh bangunnya lembaga zakat terletak
pada kreativitas divisi pendayagunaan, yaitu bagaimana amil
(lembaga zakat) mendistribusikan zakat dengan inovasi-inovasi
yang baru dan bisa memenuhi tujuan pendistribusian zakat
kepada mustahiq.Pendayagunaan program pemberdayaan
mustahiq merupakan inti dari zakat.Ada beberapa kegiatan yang
dapat dikembangkan oleh bidang pendayagunaan.Namun yang
terjadi di Indonesia beberapa lembaga zakat sudah memiliki
keseragaman kegiatan. Adapun kegiatan tersebut adalah:
1. Pengembangan Ekonomi
Dalam melakukan pengembangan ekonomi ada beberapa
kegiatan yang dapat dijalankan oleh lembaga zakat (Sadewo,
2004: 227-235) diantaranya:
a. Penyaluran modal.
b. Pembentukan lembaga keuangan.
c. Pembangunan industri.
d. Penciptaan lapangan kerja.
e. Peningkatan usaha.
f. Pelatihan.
g. Pembentukan organisai.
Beberapa kegiatan pengembangan ekonomi seperti yang
disebutkan di atas telah banyak dipraktekan di Indonesia. Jika
pendistribusian dana disalurkan untuk kegiatan pengembangan
ekonomi seperti itu usaha merubah mustahiq menjadi muzakki
memiliki peluang yang lebih besar.
2. Pembinaan Sumber Daya Manusia
Pembinaan SDM adalah suatu kegiatan yang dilakukan
oleh lembaga zakat untuk membina mustahiq.Program yang
paling mudah dilakukan adalah pemberian beasiswa kepada
anak-anak dari keluarga mustahiq. Menurut Sudewo ada
beberapa program pendidikan yang bisa dikembangkan untuk
membantu anak-anak mustahiq (Sadewo, 2004: 231)
diantaranya:
a. Beasiswa
b. Diklat dan kursus keterampilan
c. Sekolah
3. Layanan Sosial
Yang dimaksud dengan layanan sosial adalah layanan yang
diberikan kepada kalangan mustahiq dalam memenuhi kebutuhan
mereka. Beberapa kegiatan santunan sosial diantaranya seperti:
biaya kesehatan, santunan anak yatim, bantuan bencana alam.
Layanan sosial merupakan program insidentil lembaga, karena
dana zakat tersebut diberikan kepada mustahiq ketika ada
kebutuhan yang sangat mendesak.
D. PENDISTRIBUSIAN
Pendistribusian adalah suatu kegiatan dimana zakat bisa
sampai kepada mustahiq secara tepat. Kegiatan pendistribusian
sangat berkaitan dengan pendayagunaan, karena apa yang akan
didistribusikan disesuaikan dengan pendayagunaan. Akan tetapi
juga tidak bisa terlepas dari penghimpunan dan pengelolaan. Jika
penghimpunannya tidak maksimal dan mungkin malah tidak
memperoleh dana zakat sedikitpun maka tidak akan ada dana
yang didistribusikan.
Muhammad (2006: 176) berpendapat bahwa distribusi
zakat berkaitan dengan persediaan, saluran distribusi, cakupan
distribusi, lokasi mustahiq, wilayah penyaluran, tingkat
persediaan, dana zakat dan lokasi amil, pengiriman, dan
keagenan.
Zakat yang dihimpun oleh Lembaga Zakat harus segera
disalurkan kepada para mustahiq sesuai dengan skala prioritas
yang telah disusun dalam program kerja.Mekanisme distribusi
zakat kepada mustahiq bersifat konsumtif dan juga produktif.
Menurut Mufraini (2006: 148) distribusi zakat tidak hanya
dengan dua cara akan tetapi ada tiga yaitu: distribusi konsumtif,
distribusi produktif, dan investasi.
Sebagai penegasan sudah seharusnya pemerintah berperan
aktif di dalam membangun kesejahteraan umat Islam yang
mendominasi negara ini, sehingga nantinya di dalam pengelolaan
zakat dan pendistribusiannya dapat dilakukan secara optimal,
tepat sasaran dan profesional.Usaha-usaha pengumpulan zakat
hendaknya lebih dimaksimalkan agar pendistribusiannya
tersalurkan secara terpadu kepada yang berhak secara sistematis
dan optimal.
Ada beberapa ketentuan dalam mendistribusikan dana
zakat kepada mustahiq yaitu:
a. Mengutamakan distribusi domestik, dengan melakukan
distribusi lokal atau lebih mengutamakan penerima zakat
yang berada dalam lingkungan terdekat dengan lembaga
zakat (wilayah muzakki) dibandingkan pendistribusiannya
untuk wilayah lain.
b. Pendistribusian yang merata dengan kaidah-kaidah sebagai
berikut:
f. Bila zakat yang dihasilkan banyak, seyogyanya setiap
golongan mendapat bagiannya sesuai dengan kebutuhan
masing-masing.
g. Pendistribusiannya haruslah menyeluruh kepada
delapan golongan yang telah ditetapkan.
h. Diperbolehkan untuk memberikan semua bagian zakat
kepada beberapa golongan penerima zakat saja, apabila
didapati bahwa kebutuhan yang ada pada golongan
tersebut memerlukan penanganan secara khusus.
i. Menjadikan golongan fakir miskin sebagai golongan
pertama yang menerima zakat, karena memenuhi
kebutuhan mereka dan membuatnya tidak bergantung
kepada golongan lain adalah maksud dan tujuan
diwajibkannya zakat.
j. Seyogyanya mengambil pendapat Imam Syafi‟i sebagai
kebijakan umum dalam menentukan bagian maksimal
untuk diberikan kepada petugas zakat, baik yang
bertugas dalam mengumpulkan maupun
yangmendistribusikannya.
c. Membangun kepercayaan antara pemberi dan penerima
zakat. Zakat baru bisa diberikan setelah adanya keyakinan
dan juga kepercayaan bahwa si penerima adalah orang
yang berhak dengan cara mengetahui atau menanyakan hal
tersebut kepada orang-orang adil yang tinggal di
lingkungannya, ataupun yang mengetahui keadaannya
yang sebenarnya.
Intermediary system yang mengelola investasi dan zakat
seperti perbankan Islam dan lembaga pengelola zakat dewasa ini
lahir secara masif.Di Indonesia sendiri, dunia perbankan Islam
dan lembaga pengumpul zakat menunjukan perkembangan yang
cukup pesat. Mereka berusaha untuk berkomitmen
mempertemukan pihak surplus muslim dan pihak defisit muslim.
Dengan harapan terjadi proyeksi pemerataan pendapatan antara
surplus dan defisit muslim atau bahkan menjadikan kelompok
defisit (mustahiq) menjadi surplus (muzakki).
Melihat fenomena dan permasalahan yang terjadi di
Indonesia dari sisi zakat, sosial masyarakat, dan juga ekonomi
Mufraini (2006: 147) membuat sebuah inovasi distribusi zakat
yang dikategorikan dalam empat bentuk sebagai berikut:
5. Distribusi Bersifat Konsumtif Tradisional
Yaitu zakat dibagikan kepada mustahiq untuk
dimanfaatkan secara langsung, seperti zakat fitrah yang diberikan
kepada fakir miskin untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari atau
zakat māl yang dibagikan kepada para korban bencana alam.
6. Distribusi Bersifat Konsumtif Kreatif
Zakat diwujudkan dalam bentuk lain dari barangnya
semula, seperti diberikan dalam bentuk alat-alat sekolah atau
beasiswa.
7. Distribusi Zakat Bersifat Produktif Tradisional
Zakat diberikan dalam bentuk barang-barang yang
produktif seperti kambing, sapi, alat cukur, dan lain sebagainya.
Pemberian dalam bentuk ini akan dapat menciptakan suatu usaha
yang membuka lapangan kerja fakir miskin.
8. Distribusi Zakat dalam Bentuk Produktif Kreatif
Zakat diwujudkan dalam bentuk permodalan baik untuk
membangun proyek sosial atau menambah modal dagang
pengusaha kecil.
Sebagimana dilihat dari inovasi di atas maka lembaga
zakat selain mendistribusikan zakat secara konsumtif, saat ini
juga telah mengembangkan sistem distribusi zakat produktif.
Pola distribusi dana zakat produktif menjadi menarik untuk
dibahas mengingat ketentuan syari‟ah menegaskan bahwa dana
zakat yang terkumpul sepenuhnya adalah hak milik dari
mustahiq delapan asnaf.
Zakat bukan hanya persoalan ibadah mahḍah (ritual murni)
tapi juga persoalan māliyah ijtima‟iyyah (harta benda sosial) oleh
karenanya harus ma‟qulul ma‟na (masuk akal).Ini merupakan
pendapat golongan Hanafiyah dan pendapat ini dapat diterima
karena ma‟qulul ma‟na dapat diterapkan sesuai perkembangan
zaman.Dan dapat menjawab tuntutan kemaslahatan umat,
kapanpun dan dimanapun.
Al-Qur‟an sendiri tidak mengatur bagaimana seharusnya
dan sebaiknya membagikan zakat kepada para asnaf. Umar bin
Khattab ra pernah memberikan dana zakat berupa kambing agar
dapat berkembang biak. Nabi pernah memberikannya kepada
seorang fakir sebanyak dua dirham, dengan memberikan anjuran
agar mempergunakan uang tersebut, satu dirham untuk dimakan
dan satu dirham lagi supaya dibelikan kapak sebagai alat kerja.
Berdasarkan pendapat golongan Hanafiyah, dan peristiwa
pada masa Rasulullah dan Umar maka distribusi zakat secara
produktif diperbolehkan demi kemaslahatan umat. Pendapat ini
dikuatkan oleh Yafie (1995: 236) bahwa pemanfaatan dana zakat
yang dijabarkan dalam ajaran fiqih memberi petunjuk perlunya
suatu kebijakan dan kecermatan, di mana perlu dipertimbangkan
faktor-faktor pemerataan dan penyamaan, kebutuhan yang nyata
dari kelompok-kelompok penerima zakat, kemampuan
penggunaan dana zakat dari yang bersangkutan yang mengarah
kepada peningkatan kesejahteraannya dan kebebasannya dari
kemelaratan, sehingga pada gilirannya yang bersangkutan tidak
lagi menjadi penerima zakat tetapi menjadi pembayar zakat.
Hal-hal di atas dicontohkan bahwa jika penerima zakat
tersebut tahu dan biasa berniaga maka kepadanya diberikan
modal usaha, atau yang bersangkutan mempunyai keterampilan
pertukangan maka kepadanya diberikan perkakas yang
memungkinkan dia bekerja dalam bidang keterampilannya untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Terhadap dana zakat tersebut
tidak akan menjadi permasalahan yang ilegal dalam pengertian
hukum. Oleh karena itu dana zakat yang digulirkan secara
produktif tentunya tidak dapat menuntut adanya tingkat
pengembalian tertentu sebagaimana halnya sumber dana selain
zakat.
Konsep distribusi dana zakat secara produktif yang
dikedepankan sejumlah lembaga zakat biasanya dipadukan
dengan dana terkumpul lainnya yaitu shadaqah dan infak. Hal ini
untuk meminimalisir adanya perbedaan pendapat akan pola
produktif dana zakat.
Aturan syari‟ah menetapkan bahwa dana hasil
pengumpulan zakat, sepenuhnya adalah hak milik dari para
mustahiq. Dengan demikian pola distribusi produktif yang
dikembangkan pada umumnya mengambil skema qardul hasan
yakni satu bentuk pinjaman yang menetapkan tidak adanya
tingkat pengembalian tertentu dari pokok pinjaman. Namun
demikian bila ternyata si peminjam dana tersebut tidak mampu
mengembalikan pokok tersebut, maka hukum zakat
mengindikasikan bahwa sipeminjam tersebut tidak dapat dituntut
atas ketidakmampuannya tersebut, karena pada dasarnya, dana
tersebut adalah hak mereka.
Terlepas dari perbedaan pendapat dalam fiqih dan pola
inovasi pendanaan yang diambil dari dana zakat, skema yang
dikedepankan dari pola qordul hasan sebenarnya sangat brilian,
sebagaimana menurut pendapat Mufraini (2006: 160) bahwa:
3. Ukuran keberhasilan sebuah lembaga pengumpul zakat
adalah bagaimana lembaga tersebut dapat menjadi salah
satu elemen dari sekuritas sosial yang mencoba
mengangkat derajat kesejahteraan seorang mustahiq
menjadi seorang muzakki. Jika hanya pola konsumtif yang
dikedepankan, tampaknya akan sulit tujuan ini bisa
tercapai.
4. Modal yang dikembalikan oleh mustahiq kepada lembaga
zakat, tidak berarti bahwa modal tersebut sudah tidak lagi
menjadi haknya mustahiq yang diberikan pinjaman. Ini
artinya bisa saja dana tersebut diproduktifkan kembali
dengan memberi balik kepada mustahiq tersebut yang akan
dimanfaatkan untuk penambahan modal usahanya lebih
lanjut. Dan kalaupun tidak, hasil akumulasi dana zakat dari
hasil pengembalian modal akan kembali didistribusikan
kepada mustahiq lain yang juga berhak.
2.3.ZAKAT DAN KEMISKINAN.
Menurut Qaradhawi (2002), Islam memandang kemiskinan
merupakan satu hal yang mampu membahayakan akidah, akhlak,
kelogisan berpikir, keluarga dan masyarakat. Salah satu
kejahatan terbesar dari kapitalisme ialah penguasaan dan
pemilikan sumber daya produksi oleh segelintir manusia yang
diuntungkan secara ekonomi, sehingga hal ini berimplikasi pada
pengabaian pada meraka orang yang kurang beruntung.Zakat
adalah suatu mekanisme tanpa kompromi yang berusaha
menghilangkan segala kesewenag-wenangan, karena zakat
merupakan kewajiban bagi kalangan kaum muslimin yang
kaya.Zakat mampu tampil sebagai instrumen dalam memperkecil
kesenjangan tersebut dan mampu mengembalikan daya beli
masyarakat.
Produktivitas yang dimaksud disini adalah setelah mereka
menerima bantuan modal produktif tersebut baik dalam bentuk
modal kerja atau pelatihan, penerima zakat tersebut mampu
menghasilkan sesuatu yang memiliki nilai tambah.Hal tersebut
ditujukan untuk dapat mengangkat tingkat kesejahteraan
penerima zakat tersebut.Sebagai suatu usaha yang bertujuan
untuk memaksimumkan laba, dengan bantuan yang diberikan,
dari sudut ekonomi usaha memaksimumkan keuntungan ini
dapat dicapai dengan efisiensi produksi.Hal ini dapat dicapai bila
bantuan modal yang diberikan tidak membebani ongkos
produksi. Dalam islam tidak ada faktor bunga, maka hal ini tidak
akan membebani ongkos produksi, dan penerimaan dari hasil
tambahan modal dapat digunakan sepenuhnya. Untuk menangani
masalah kemiskinan, zakat dapat berperan dalam menyediakan
modal usaha dan pelatihan bisnis untuk para mustahik. Dengan
demikian akan tercipta pemberdayaan ekonomi ummat. Secara
mikro, dana zakat berperan untuk memenuhi kebutuhan
mustahik. Oleh karena itu para mustahik harus mendapatkan
sarana, fasilitas, manajemen, dan keterampilan yang akan
mendorong mereka untuk bisa mandiri (Garry, 2011).
Dari sisi konsep, zakat dapat dijadikan instrumen dalam
pemberdayaan ekonomi umat melalui pendayagunaan zakat
untuk usaha produktif. Hal ini telah diatur dalam Keputusan
Menteri Agama Republik Indonesia No. 373 Tahun 2003 pada
pasal 28 ayat 2 dan pasal 29, tentang Pelaksanaan Undang-
undang No.38 tahun 1999 tentang Pengeloloaan Zakat. Bahkan,
pada pasal 30 didalam keputusan tersebut lebih ditekankan lagi
bahwa hasil penerimaan dari Organisasi Pengumpul Zakat (OPZ)
baik berupa infaq, sadakah, hibah, wasiat, waris dan kafarat
didayagunakan tertutama untuk usaha produktif setelah
memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam pasal 29. Namun
kenyataannya, dana Zakat Infaq dan Sedekah (ZIS) belum
berperan secara optimal dalam menanggulangi kemiskinan
sebagaimana yang diharapkan.
BAB 3
KONSEP PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN
BERBASIS COMUNITY BASED DEVELOPMENT (CBD)
3.1.KEMISKINAN DAN PROGRAM PEMBERDAYAAN.
Kemiskinan dapat dilihat dari berbagai aspek, Bank Dunia
menetapkankemiskinan dari segi pendapatan, yaitu yang
tergolong miskin adalah merekayang memiliki pendapatan
kurang dari $2 perhari (Todaro, 2002).Bank Dunia pun
melakukan pendekatan relatif untuk melihat pendudukmiskin,
yaitu diarahkan pada 40 persen lapisan penduduk terbawah dari
totalpenduduk suatu negara.Sedangkan kemiskinan menurut
Bank Pembangunan Asia(Asian Development Bank) adalah
kekurangan aset-aset penting dan kesempatanyang menjadi hak
setiap manusia.Indikator-indikator untuk mengukurkemiskinan,
yaitu pendidikan dasar, kesehatan, gizi, air, sanitasi,
pendapatan,pekerjaan, dan upah. Selain itu ada juga indikator
yang bersifat intangibles (tidaktampak), antara lain rasa
ketidakberdayaan dan kurangnya kebebasan dalamberpartisipasi.
Kemiskinan dapat dilihat dari dua besaran, yaitu absolut dan
relatif.Kemiskinan absolut adalah tingkat kemiskinan di bawah
batas minimumkebutuhan untuk bertahan hidup atau biasa diukur
dengan kalori yang diperlukanditambah dengan komponen-
komponen penting lainnya yang bukan makanan.Sementara
kemiskinan relatif biasanya didefinisikan dalam hubungannya
denganbeberapa rasio garis kemiskinan absolut atau sebagai
porsi dari rata-ratapendapatan nasional (Susanto, 2006).
Ketentuan BPS (1994) menyatakan bahwa seseorang akan
berada dibawah garis kemiskinan dilihat dari besarnya rupiah
yang dibelanjakan perkapita perbulan untuk memenuhi
kebutuhan minimum makanan dan bukan makanan (rumah,
sandang, aneka barang dan jasa). Seorang akan berada dibawah
garis kemiskinan apabila konsumsi perhari kurang dari 2100
kalori.
Berbagai kebijakan yang telah dilakukan melalui berbagai
program/proyek dirasakan belum berdampak signifikan.Hasil
bantuan program/proyek tidak memberikan luaran yang mampu
mengatasi kemiskinan.Menurut Pujiono (2009: 50) kegagalan
tersebut pada dasarnya menunjukan bahwa program/proyek yang
selama ini tidak efektif dan tidak efisien dalam mengatasi
kemiskinan. Penyebab kegagalan tersebut tidak lain karena
kemiskinan itu sendiri disebabkan oleh kegagalan konseptual dan
bukan kurangnya kapabalitas di pihak rakyat (Yunus, 2006).
Oleh sebab itu , harus ada pembangunan secara konsisten dan
menyeluruh agar tepat sasaran dan mencapai hasil yang optimal.
Salah satu upaya mengatasi kemiskinan adalah melalui
upayapengembangan kapasitas kelompok miskin.Konsep ini erat
kaitannya dengankonsep pemberdayaan masyarakat.
Pemberdayaan masyarakat adalah suatu prosesdimana
masyarakat terutama mereka yang miskin sumber daya, kaum
perempuan,dan kelompok yang terabaikan lainnya, didukung
agar mampu meningkatkankesejahteraannya secara mandiri.
Proses pemberdayaan masyarakat bertitik tolakuntuk
memandirikan masyarakat agar dapat meningkatkan taraf
hidupnya,mengoptimalkan sumber daya setempat sebaik
mungkin, baik sumber daya alammaupun sumber daya manusia.
(Masyarakat Mandiri, 2007)
3.2. ZAKAT DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
MISKIN.
Model pendayagunaan zakat untuk pemberdayaan ekonomi
masyarakat miskin adalah program pemanfaatan dana zakat
untuk mendorong mustahik mampu memiliki usaha mandiri.
Program tersebut diwujudkan dalam bentuk pengembangan
modal usaha mikro yang sudah ada atau perintisan usaha mikro
baru yang prospektif (Kholiq, 2012: 46).
Pendayagunaan dalam zakat erat kaitannya dengan
bagaimana cara pendistribusiannya. Kondisi itudikarenakan jika
pedistribusiannya tepat sasaran dan tepat guna, maka
pendayagunaan zakat akan lebihoptimal Dalam Undang-Undang
No. 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, dijelaskan
mengenaipendayagunaan adalah:
1) Zakat dapat didayagunakan untuk usaha produktif dalam
rangka penanganan fakir miskin danpeningkatan kualitas
umat.
2) Pendayagunaan zakat untuk usaha produktif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila kebutuhan
dasar mustahik telah terpenuhi.
Pasal 16 ayat (1) dan (2) UU No. 38 Tahun 1999 tentang
PengelolaanZakat, secara eksplisit dinyatakan bahwa
pendayagunaan zakat adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup
para mustahiq sesuai dengan ketentuan agama(delapan ashnaf)
dan dapat dimanfaatkan untuk usaha produktif. Secara
lebihspesifik, dalam Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor
373 Tahun 20035 pasal28 ayat (2) dijelaskan bahwa
pendayagunaan zakat untuk usaha produktifdilakukan apabila
zakat sudah dapat memenuhi kebutuhan hidup para mustahiqdan
ternyata masih terdapat kelebihan. Jadi, ZIS, terutama infaq dan
shadaqah,dapat dimanfaatkan untuk usaha produktif apabila
terdapat usaha-usaha nyata yang berpeluang menguntungkan.
Secara garis besar, dana ZIS dapat didistribusikan pada dua
jenis kegiatan,yaitu kegiatan-kegiatan yang bersifat konsumtif
dan produktif (Nasution et al.,2008). Kegiatan konsumtif adalah
kegiatan yang berupa bantuan sesaat untukmenyelesaikan
masalah yang sifatnya mendesak dan langsung habis
setelahbantuan tersebut digunakan (jangka pendek). Sedangkan,
kegiatan produktifadalah pemberian bantuan yang diperuntukkan
bagi kegiatan usaha produktifsehingga dapat memberikan
dampak jangka menengah-panjang bagi paramustahiq
Menurut Antonio (2001), pembiayaan produktif adalah
pembiayaanyang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi
dalam arti luas, yaitu untukpeningkatan usaha, baik usaha
produksi, perdagangan maupun investasi.Berdasarkan jenis
keperluannya, pembiayaan produktif dibagi menjadi dua, yaitu:
c) Pembiayaan modal kerja, yang merupakan pembiayaan
untuk memenuhi kebutuhan peningkatan produksi secara
kuantitatif (jumlah hasil produksi) dan kualitatif
(peningkatan kualitas atau mutu hasil produksi) serta
untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility of
place dari suatu barang.
d) Pembiayaan investasi, yang merupakan pembiayaan
untuk memenuhi kebutuhan barang-barang modal
(capital goods). serta fasilitas-fasilitas yang erat
kaitannya dengan investasi.
Menurut Sunartiningsih (2004), pemberdayaanmasyarakat
diartikan sebagai upaya untuk membantumasyarakat dalam
mengembangkan kemampuansendiri sehingga bebas dan mampu
untuk mengatasimasalah dan mengambil keputusan secara
mandiri.Dengan demikian pemberdayaan masyarakatditujukan
untuk mendorong terciptanya kekuatan dankemampuan lembaga
masyarakat untuk secaramandiri mampu mengelola dirinya
sendiri berdasarkankebutuhan masyarakat itu sendiri, serta
mampumengatasi tantangan persoalan di masa yang akandatang.
Ada beberapa indikator keberhasilan program pemberdayaan
menurutSumodiningrat (1999), yaitu :
f) Merkurangnya jumlah penduduk miskin;
g) Merkembangnya usaha peningkatan pendapatan yang
dilakukan olehpenduduk miskin dengan memanfaatkan
sumber daya yang tersedia;
h) Meningkatnya kepedulian masyarakat terhadap upaya
peningkatankesejahteraan keluarga miskin di
lingkungannya;
i) Meningkatkan kemandirian kelompok yang ditandai
dengan makinberkembangnya usaha produktif anggota
dan kelompok, makin kuatnyapermodalan kelompok,
makin rapinya sistem administrasi kelompok, sertamakin
luasnya interaksi kelompok dengan kelompok lain di
dalammasyarakat;
j) Meningkatnya kapasitas masyarakat dan pemerataan
pendapatan yangditandai oleh peningkatan pendapatan
keluarga miskin yang mampu memenuhi kebutuhan
pokok dan kebutuhan sosial dasarnya.
Undang-Undang No. 38 tahun 1999 tentang
PengelolaanZakat, menjelaskan bahwa pendayagunaan adalah :
d) Hasil pengumpulan zakat didayagunakan untuk mestahiq
sesuai dengan ketentuan agama.
e) Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat berdasarkan skala
prioritas kebutuhan mustahik dan dapat dimanfaatkan untuk
usaha produktif.
f) Persyaratan dan prosedur pendayagunaan hasil pengumpulan
zakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan
keputusan Menteri.
Jenis-jenis kegiatan pendayagunaan dana zakat yang
berkembang saat ini bisa kekelompokkan berdasarkan basisnya,
yaitu :
5. Berbasis Sosial
Penyaluran zakat jenis ini dilakukan dalam bentuk
pemberian dana langsung berupa santunan sebagai bentuk
pemenuhan kebutuhan pokok mustahiq.Ini disebut juga
Program Karitas (santunan) atau hibah konsumtif. Program
ini merupakan bentuk yang paling sederhana dari penyaluran
dana zakat.
6. Berbasis pengembangan ekonomi
Penyaluran zakat jenis ini dilakukan dalam bentuk
pemberian modal usaha kepada mustahiq secara langsung
maupun tidak langusng, yang pengelolaannya bisa
melibatkan maupun tidak melibatkan mustahiksasaran.
Penyaluran dana zakat ini diarahkan pada usaha ekonomi
yang produktif, yang diharapkan hasilnya dapat mengangkat
taraf kesejahteraan masyarakat.
Motode pendistribusian dana zakat, pada masa kekinian
dikenal dengan istilah zakat konsumtif dan zakat produktif.
Hampir seluruh lembaga pengelolaan zakat menerapkan metode
ini. Secara umum kedua kategori zakat ini dibedakan
berdasarkan bentuk pemeberian zakat dan penggunaan dana
zakat itu oleh mustahiq. Masing-masing dari kebutuhan
konsumtif dan produktif tersebut kemudian dibagi dua, yaitu
konsumtif tradisional dan konsumtif kreatif, sedangkan yang
berbentuk produktif dibagi menjadi produktif konvensional dan
produktif kreatif, adapun penjelasan lebih rinci dari keempat
bentuk penyaluran zakat teresebut adalah:
e) Konsumtif Tradisional
Maksud pendistribusian zakat secara konsumtif tradisional
adalah bahwa zakat dibagikan kepada mustahiq dengan
secara langsung untuk kebutuhan konsumsi sehari-hari,
seperti pembagian zakat fitrah berupa beras dan uang kepada
fakir miskin setiap idul fitri atau pembagian zakat mal secara
langsung oleh para muzakkikepada mustahiq yang sangat
membutuhkan karena ketiadaan pangan atau karena
mengalami musibah. Pola ini merupakan program jangka
pendek dalam rangka mengatasi permasalahan umat.
f) Konsumtif Kreatif
Pendistribusian zakat secara konsumtif kreatif adalah zakat
yang diwujudkan dalam bentuk barang konsumtif dan
digunakan untuk membantu orang miskin dalam mengatasi
permasalahan sosial dan ekonomi yang dihadapinya.
Bantuan tersebut antara lain berupa alat-alat sekolah dan
beasiswa untuk para pelajar, bantuan sarana ibadah seperti
sarung dan mukena, bantuan alat pertanian, seperti cangkul
untuk petani, gerobak jualan untuk pedagang kecil
g) Produktif Konvensional
Pendistribusian zakat secara produktif konvensional adalah
zakat yang diberikan dalam bentuk barang-barang produktif,
di mana dengan menggunakan barang-barang tersebut, para
muzakki dapat menciptakan suatu usaha, seperti pemberian
bantuan ternak kambing, sapi perahan atau untuk membajak
sawah, alat pertukangan, mesin jahit
h) Produktif Kreatif
Pendistribusian zakat secara produktif kreatif adalah zakat
yang diwujudkan dalam bentuk pemberian modal bergulir,
baik untuk pemodalan proyek sosial, seperti pembangunan
sosial, seperti pembangunan sekolah, sarana kesehatan atau
tempat ibadah maupun sebagai modal usaha untuk
membantu atau bagi pengembanganusaha para pedagang
atau pengusaha kecil.
3.3.PENGEMBANGAN EKONOMI BERBASIS
KEARIFAN LOKAL.
Kearifan lokal merupakan prilaku manusia dalam
berhubungan dengan alam dan lingkungan sekitarnya yang
dapat bersumber dari nilai-nilai agama, adat-istiadat setempat,
dan budaya setempat yang terbangun secara alamiah dalam
suatu komunitas masyarakat untuk beradaptasi dengan
lingkungan sekitar. Perilaku ini berkembang menjadi suatu
kebudayaan di suatu daerah dan akan berkembang secara turun
temurun ( Petrasa, 2008).
Menurut Sukmana (2010: 62) pengembangan ekonomi lokal
merupakan prosesdimana pemerintah daerah dan/atau kelompok
berbasiskomunitas mengelola sumber daya yang ada danmasuk
kepada penataan kemitraan baru dengan sktorswasta, atau di
antara mereka sendiri, untukmenciptakan pekerjaan baru dan
merangsang kegiatanekonomi wilayah. Selanjutnya Kisroh
(2007) pengembangan ekonomi berbasis kearifan lokal
merupakan konsep pembangunan yang mendasarkan pada
pendayagunaan sumber daya local yang ada pada masyarakat,
baik sumber daya manusia, sumber daya alam, dan sumber daya
kelembagaan.
Setiap komunitas mempunyai kondisi potensilokal yang unik
yang dapat membantu ataumenghambat pengembangan
ekonominya. Atribut-atribut lokal ini akan membentuk benih,
yang dari situstrategi pengembangan ekonomi lokal dapat
tumbuhmemperbaiki daya saing lokal. Untuk membangun
dayasaing tiap komunitas perlu memahami dan bertinakatas
dasar kekuatan, kelemahan, peluang dan ancamanuntuk
membuat daerahnya menarik bagi kegiatan bisnis, kehadiran
pekerja dan lembaga yangmenunjang.
Dalam mencapai tujuan tersebut, pemerintah daerah dan
pelaku usaha harus secara besama-sama mengambil inisiatif
dalam pengembangan ekonomi lokal yang dapat dialkukan
melalui forum kemitraan.Dalam kasus ini, OPZ yang melakukan
program pemberdayaan hendaknya sudah mempertimbangkan
aspek-aspek lokal masyarakat tersebut tinggal.
3.4.KONSEP COMUNITY BASED DEVELOPMENT
(CBD).
Pendekatan Pembangunan Berbasis Masyarakat (Community
Based Development) adalah metode pendekatan yang melibatkan
masayarakat/komunitas didalam pembangunan.Didalam
pembangunan ini melibatkan berbagai unsur-unsur yang lebih
luas diantaranya adalah sosial, budaya, ekonomi
hingga peraturan/kepranataan dan lingkungan (Hidayat dan
Darwin, 2011).Sifat dari pendekatan CBD ini adalah proses
pembangunan mulai dari tahap idea/gagasan, perencanaan,
pembuatan program kegiatan, penyusunan anggaran/biaya,
pengadaan sumber-sumber hingga pelaksanaan di lapangan lebih
menekankan kepada keinginan atau kebutuhan yang nyata
ada (the real needs of community) dalam kelompok
masyarakatnya
Menurut Hidayat dan Darwin (2001) prinsip dasar dari
konsep CBD adalah:
f) Diperlukan tingkat break-even dalam setiap kediaman yang
dikelolah melalui program CBD. Tujuannya adalah agar
kegiatan yang dikelolah mampu dilestarikan atau
dikembangkan.
g) Konsep CBD selalu melibatkan partisipasi masyarakat yang
meliputi perencanaan maupun pelaksanaan program.
h) Antara kegiatan pelatihan dan pengembangan usaha
merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
i) Implementasi CBD harus memaksimalkan sumberdaya yang
ada, khususnya masalah pendanaan.
j) Organisasi CBD harus memposisikan diri sebagai
“perantara” yang dapat yang menghubungkan antara
kepentingan pemerintah dengan kepentingan masyarakat
yang bersifat mikro.
BAB 4
MODEL OPTIMALISASI DANA ZAKAT MELALUI
PENDEKATAN COMUNITY BASED DEVELOPMENT
(CBD)
4.1.REKAYASA MODEL OPTIMALISASI DANA ZAKAT.
Pembaharuan dalam aspek pendayagunaan zakat merupakan
pembaharuan yang menyangkut pada aspek pemanfaatan dana
zakat. Selama ini ada kesan bahwa zakat melanggengkan
kemiskinan. Hal ini dapat kita lihat dari penerima zakat yang
tidak pernah berubah statusnya dari penerima zakat (mustahiq)
menjadi pemberi/pembayar zakat (muzzaki), bahkan setiap
tahunnya jumlah mustahiq cenderung bertambah. Penyaluran
bantuan LAZ dan BAZ selama ini sebagian besar dilakukan
melalui program-program bidang pendidikan, bidang kesehatan,
bidang kepemudaan serta bidang ekonomi kebanyakan masih
dilakukan secara tersebar dan cenderung parsial tergantung
mustahiq berada untuk setiap programnya. Masih lemahnya
infrastruktur dan skill tenaga pendamping program
pemberdayaan menjadi faktor kendala tersendiri bagi sebagian
LAZ dan ZIS. Hal ini akan menyebabkan kesulitan dalam
memberikan kontrol, evaluasi dan pengkuran keberhasilan
program. Kedepan perubahan dari pola konsumsi menjadi pola
produktif menjadi salah satu jalan bagi pemberdayaan dana zakat
masa depan. Model pendayagunaan zakat untuk pemberdayaan
ekonomi masyarakat miskin adalah program pemanfaatan dana
zakat untuk mendorong mustahiq mampu memiliki usaha
mandiri.
Berikut Model optimalisasi dana zakat berbasis Comunity
Based Development (CBD) hasil penelitian yang dapat
dikembangkan pada BAZ/LAZ sebagi upaya mengurangi
kemiskinan khususnya di deerah perkotaan:
Gambar 4.1.
Model Optimalisasi Dana Zakat melalui Integrated Community
Development (ICD)
Government LAZ/BAZ
Poverty Data, Field Analisis, Coordination
Forum
Yes NO No
Program/Strategy/Regulation/Regulation of poverty decrease
Fasilkitasi
Vision & Mision Work
Programs
Zakat Empowerment
STOP
MRO
Education
Social
Economic Empowerment
Teenager Poverty
MRO
Model optimalisasi dana zakat berbasis Comunity Based
Development (CBD) ini menggunakan pendekatan Integrated
Community Development (ICD) atau pemberdayaan wilayah
perpadu atau lebih dikenal sebagai konsep desa binaan memiliki
keunikan tersendiri. Integrated Community Development (ICD)
merupakan sentra atau pusat pemberdayaan mustahik yang
berbasis komunitas di kelurahan atau kecamatan. Tujuan model
ICD adalah: 1). Membantu mustahiq untuk survive di tengah
kekurangan materi yang dimilikinya, 2). Terpantaunya
perkembangan kesejahteraan mustahiq selama dalam binaan, 3).
Tersadarkannya masyarakat terhadap tanggung jawab lokal
dalam mengentaskan kemiskinan diwilayahnya, dan 4).
Terentaskannya mustahiq dari garis kemiskinan sehingga bisa
berubah kesejahteraannya pada level muzakki (orang yang
membayar zakat).
Setiap wilayah yang termasuk dalam program ICD akan
didampingi oleh satu orang atau lebih Musthiq Relation Officier
(MRO). MRO berfungsi sebagai penggerak, pendamping,
fasilitator, dinamisator bahkan dari yang membantu memastikan
4 rumpun program utama LAZ/BAZ diterima dengan baik di
masyarakat. Setiap MRO diwajibkan tinggal di komunitas
tersebut dan mengelolah 100-250 keluarga. Dengan demikian,
proses pemberdayaan yang dilakukan LAZ/BAZ berlangsung
lebih terpantau, terintegrasi dan berkelanjutan.
4.2.TAHAPAN IMPLEMENTASI MODEL
OPTIMALISASI DANA ZAKAT.
Guna memaksimalkan implementasi model Optimalisasi
Dana Zakat melalui pendekatan Integrated Community
Development (ICD) dibuat tahapan-tahapan sebagai berikut:
1) Tahap Pendahuluan.
Tahap Pendahuluan yaitu: tahap penentuan suatu
wilayah/kelurahan/kecamatan yang akan diusulkan menjadi
wilayah sasaran / daerah garapan pemberdayaan menggunkan
program optimalisasi dana zakat. Tahap ini dimulai dari data
kemiskinan/proverty data yang masuk, selanjutnya tahapField
Analisismenggunakan berbagai metode/instrument, dan tahap
terakhirCoordination Forumsebagai media koordinasi,
pembahasan dan penentuan daerah sasaran yang melibatkan
LAZ/BAZ, Pemerintah setempat (Goverment), Surveyor dan
seorang MROyang akan bertanggung jawab terhadap daerah
sasaran (setelah dipilih akan dilakukan Pendataan dan
Pemetaan Keluargasebagai basis melakukan pemberdayaan).
Tahapan pendahuluan detailnya dapat dilihat pada gambar
berikut:
Gambar 4.2.
Tahapan Pendahuluan
2) Tahap Pendataan, Pemetaan Keluarga dan Perancangan
Program.
Tahapan ini dilakukan setelah ditetapkannya suatu daerah
sasaran dan MRO yang akan menanganinnya. Tujuan dari
pendataan dan pemetaan keluarga dalam rangka pemberdayaan
masyarakat melalui Integrated Community Development (ICD)
adalah guna diperolehnya data basis keluarga dan anggotanya.
Data yang diperoleh memberikan gambaran secara tepat dan
menyeluruh keadaan suatu wilayah sasaran yang dapat
digunakan untuk kepentingan perencanaan, pengendalian
operasional dan penilaian oleh pengurus BAZ/LAZ, petugas
Musthiq Relation Officier (MRO), serta pihak-pihak lain yang
membutuhkan data mikro ditingkat akar rumput, terutama dalam
rangka pemberdayaan keluarga dan atau pengentasan
kemiskinan.
Pendataan Keluarga adalah kegiatan pengumpulan data-
data primer tentang demografi dan tahapan keluarga sejahtera
serta individu angota keluarga yang dilakukan oleh masyarakat
dengan dukungan pemerintah, pada waktu yang telah ditentukan
melalui kunjungan dari rumah ke rumah.
Peta Keluarga adalah suatu peta yang menyajikan kondisi
setiap keluarga disuatu wilayah tertentu (biasanya satu
dusun/RW/RT) yang datanya diperoleh dari hasil kegiatan
Pendataan keluarga.
Pada dasarnya pelaksanaan pendataan keluarga disini
mengikuti sistem pendataan keluarga yang telah dirintis oleh
BKKBN sejak tahun 1994 dan yang sampai saat ini masih
dilaksanakan secara luas oleh masyarakat di bawah bimbingan
Pemerintah Kota/ Kabupaten masing-masing. Model ICD bukan
dinaksudkan untuk mengganti pelayanan sosial ekonomi kepada
masyarakat yang telah ada selama ini, tetapi semata-mata
dimaksudkan untuk mengembangkan forum pemberdayaan
terpadu yang dinamis yang muncul dari masyarakat, oleh
masyarakat dan untuk mayarakat
Register Keluarga adalah buku register yang dipergunakan
untuk mencatat keadaan keluarga, terutama dari segi demografi
dan tahapan keluarga masing-masing yang diperoleh dari hasil
kegiatan pendataan keluarga yang dilakukan dari rumah ke
rumah. Tahapan keluarga dimaksud mulai dari Keluarga
Prasejahtera, Keluarga Sejahtera, Keluarga Sejahtera Tahap I,
Keluarga Sejahtera Tahap II, Keluarga Sejahtera Tahap III,
Keluarga Sejahtera Tahap III Plus. Berikut mekanisme
pelaksanaan pendataan:
Gambar 4.3.
Mekanisme Pelaksanaan Pendataan
Sarasehan dan Penyusunan Program Kerja adalah
kegiatan yang dilakukan sebagai tindak lanjut dari kegiatan
pendataan keluarga yang dimulai dengan menganalisis hasil
pendataan, identifikasi masalah untuk menentukan langkah-
langkah intervensi lebih lanjut dalam mengatasi masalah yang
ada, Hal ini akan dituangkan dan ditetapkan sebagai program
kerja daerah sasaran yang tentunya melibatkan partisipasi dan
peran aktif MRO dan warga binaan. Serta guna menggalang
dukungan dari berbagai pihak dapat dilaksanakan lelang
kepedulian dan kegiatan gotong royong utamanya untuk
pengentasan keluarga prasejahtera dan keluarga sejahtera I dalam
menyelesaikan masalah yang dihadapi setempat dengan suport
utama dari LAZ/BAZ yang membina.
3) Tahap Pelaksanaan Model.
Tahapan ini dimulai dengan dipilihnya seorang atau lebih
pendamping masyarakat binaan untuk setiap wilayah sasaran
yang disebutMusthiq Relation Officier (MRO). MRO berfungsi
sebagai penggerak, pendamping, fasilitator, dinamisator bahkan
dari yang membantu memastikan 4 rumpun program utama
LAZ/BAZ dalam penyaluran dana zakat diterima dengan baik di
masyarakat. Empat rumpun utama yang dimaksud adalah
Education, Sosial, Teenager dan Economic Empowermentnamun
diutamakan penyaluran model yang produktif kreatif guna
mengentaskan kemiskinan di daerah sasaran, berangkat dari
pendataan dan pemetaan keluarga diatas. ICD merupakan tempat
yang difokuskan untuk penyaluran yang terintegrasi yakni
melalui pendidikan, kesehatan, pelatihan kepemudaan, dan
pemberdayaan ekonomi secara terpadu berbasis
komunitas.Tahapan pelaksanaan model terdiri dari: 1).
Membentuk dan membangun komunitas, 2). Pendampingan, 3).
Pembinaan secara berkala, 4). Melibatkan mitra pihak ketiga, 5).
pengawasan, kontrol dan evaluasi.
Program-program pendayagunaan zakat untuk
pemberdayaan ekonomi tidak hanya memiliki dampak ekonomi
bagi mustahik. Tetapi juga dampak sosial dan spiritual.Setiap
MRO diwajibkan tinggal di komunitas tersebut dan mengelolah
100-250 keluarga. Dengan demikian, proses pemberdayaan yang
dilakukan LAZ/BAZ berlangsung lebih terpantau, terintegrasi
dan berkelanjutan. Tugas utama MRO menjamin
terangkatnya/hilangnya keluarga prasejahtera dan keluarga
sejahtera I menjadi keluarga sejatera II dan seterusnya yang
mandiri di daerah binaan melalui optimalisasi penyaluran dana
zakat dan potensi yang ada dengan memegang teguh prinsip
Community Based Development (CBD).
4) Tahap Evaluasi.
Evaluasi pelaksanaan program dilakukan dua jenis baik
secara berkala maupun secara kontinue. Evaluasi secara berkala
dillakukan oleh BAZ/LAZ dan MRO bisa setiap semester atau
setahun sekali dengan membandingkan kondisi keluarga
prasejahtera dan keluarga sejahtera I sebelum program dimulai
dengan kondisi saat evaluasi. Sedangkan monitoring dan evaluasi
(Monev) kontinue dilakukan oleh MRO yang terjun, tinggal
bersama dan berbaur langsung dengan masyarakat binaan
bertujuan memastikan 4 rumpun program utama LAZ/BAZ
dalam penyaluran dana zakat diterima dengan baik di
masyarakat. Terangkatnya/hilangnya keluarga prasejahtera dan
keluarga sejahtera I menjadi keluarga sejatera II dan seterusnya
menjadi indikator utama dalam evaluasi program ini dikatakan
berhasil atau tidak.
BAB 5
INSTRUMEN DAN INDIKATOR KELUARGA
SEJAHTERA
SEBAGAI ALAT EVALUASI PROGRAM
5.1 MANFAAT PENDATAAN
Hasil dari pendataan keluarga dapat dimanfaatkan untuk
berbagai kepentingan, antara lain:
1) Mengetahui kondisi setiap keluarga yang ada di daerah
sasaran menurut ciri-ciri, tahapan pemberdayaan yang
dilaluinya, serta guna menetukan intervensi yang
dibutuhkan sasaran untuk berkembang menjadi keluarga
yang lebih sejahtera.
2) Untuk membuat peta keluarga dengan mencantumkan
ciri-ciri keluarga sesuai tahapan pemberdayaan dan data
tentang kelemahan suatu keluarga dalam proses
perkembangannya.
3) Untuk menentukan program dukungan spesifik bagi
keluarga atau satu kelompok keluarga, khususnya
keluarga prasejahtera dan sejahtera I atau keluarga miskin
dan hampir miskin, dalam menuju menjadi keluarga yang
lebih sejahtera.
4) Untuk memilih bahan motivasi MRO bagi upaya
mendorong setiap keluarga untuk berusaha meningkatkan
tahap kesejahteraannya masing-masing.
5) Untuk memantau dan menilai efektivitas program-
program dukungan yang dilakukan.
6) Dapat dipergunakan berbagai sektor pembangunan lain
dalam melakukan kegiatan diwilayah sasaran optimalisasi
dana zakat, khususnya yang berkaitan dengan upaya
pengentasan kemiskinan.
5.2 BATASAN DAN PENGERTIAN.
Agar diperoleh kesamaan pemahaman di dlam kegiatan
pendataan dan pemetaan keluarga, diperlukan batasan dan
pengertian sebagai berikut:
Pendataan Keluarga adalah kegiatan pengumpulan data-
data primer tentang demografi dan tahapan keluarga sejahtera
serta individu angota keluarga yang dilakukan oleh masyarakat
dengan dukungan pemerintah, pada waktu yang telah ditentukan
melalui kunjungan dari rumah ke rumah.
Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri
dari suami-istri, atau suami-istri dan anaknya, ayau ayah dan
anaknya, atau ibu dan anaknya (pasal 1 UU No. 52 tahun 2009
tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan
keluarga).
Kepala Keluarga adalah laki-laki atau perempuan yang
berstatus kawin, atau janda/duda yang mengepalai suatu keluarga
yang anggotanya terdiri dari istri/suaminya dan atau anak-
anaknya.
Keluarga Sejahtera adalah keluarga yang dibentuk
berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi
kebutuhan hidup spiritual dan material yang layak, bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, memilki hubungan yang serasi,
selaras, dan seimbang antara anggota dan antar keluarga dengan
masyarakat dan lingkungannya (pasal 1 UU No.52 tahun 2009).
Keluarga Prasejahtera adalah keluarga-keluarga yang
belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya (basic needs) secara
maksimal, seperti kebutuhan akan pangan, sandang, papan,
kesehatan dan pendidikan.
Keluarga Sejahtera Tahap I adalah keluarga-keluarga
yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal,
tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan kebutuahan sosial
psikologisnya (socio psychological needs).
Keluarga Sejahtera Tahap II adalah keluarga-keluarga
yang disamping telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, juga
dapat memenuhi kebutuhan sosial psikologisnya, akan tetapi
belum dapat memenuhi kebutuhan pengembangannya
(developmental needs).
Keluarga Sejahtera Tahap III adalah keluarga-keluarga
yang disamping telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya,
kebutuhan sosial psikologisnya dan kebutuahn pengembangnnya,
namun belum dapat memberikan sumbangan (kontribusi) yang
maksimal terhadap masyarakat, baik dalam bentuk materiil,
moril, maupun tenaga dan pikiran.
Keluarga Sejahtera Tahap III Plus adalah keluarga-
keluarga yang disamping telah dapat memenuhi seluruh
kebutuhannya, baik yang bersifat dasar, sosial psikologis,
maupun yang bersifat pengembangan serta pula memberikan
sumbangan (kontribusi) yang nyata dan berkelanjutan bagi
masyarakat.
Rumah Tangga adalah seorang atau sekelompok orang
yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan yang biasanya
tinggal bersama dan makan dari satu dapur, atau seorang yang
mendiami sebagian atau seluruh bangunan serta mengurus
keperluannya sendiri.
Peta Keluarga adalah suatu peta yang menyajikan kondisi
setiap keluarga disuatu wilayah tertentu (biasanya satu
dusun/RW/RT) yang datanya diperoleh dari hasil kegiatan
Pendataan keluarga.
Register Keluarga adalah buku register yang dipergunakan
untuk mencatat keadaan keluarga, terutama dari segi demografi
dan tahapan keluarga masing-masing yang diperoleh dari hasil
kegiatan pendataan keluarga yang dilakukan dari rumah ke
rumah. Tahapan keluarga dimaksud mulai dari Keluarga
Prasejahtera, Keluarga
5.3 PRINSIP-PRINSIP PENDATAAN DAN PEMETAAN.
Dalam menyusun dan mengembangkan metode pendataan
dan pemetaan keluarga harus dipegang beberapa prinsip sebagai
berikut:
1) Metode ini pada umunya merupakan adaptasi dari metode
yang telah ada dan dilaksanakan di masyarakat,
khususnya yang telah dikembangkan oleh BKKBN sejak
tahun 1994.
2) Metode ini bersifat lokal dan tidak dimaksudkan untuk
digeneralisasi dan direkapitulasi secara nasional.
3) Bersifat sederhana, sehingga tidak terlalu membebani
pelaksana dilapangan.
4) Mudah untuk dipahami dan dilaksanakan oleh pengurus,
surveyor, MRO dan pendamping daerah sasaran.
5) Disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan lokal serta
dapat dikembangkan sesuai kebutuhan pengguna.
6) Digunakan oleh dan untuk kepentingan masyarakat
setempat, terutama proses dan berbagai kegiatan
dukungan bagi pemberdayaan keluarga-keluarga yang
kurang mampu.
7) Dapat mengikuti perkembangan keadaan dan kegiatan
antar waktu dari setiap daerah sasaran.
5.4 INSTRUMEN YANGDIGUNAKAN DAN
FUNGSINYA.
Dalam pelaksanaan pendataan dan pemetaan di daerah
sasaran digunkan berbegai register, daftar dan peta antara lain
sebagai berikut:
1) Register Pendataan Keluarga, digunakan untuk
mencatat keadaan semua keluarga yang ada di wilayah
sasaran program. Register ini terdiri dari dua lembar,
yaitu lembar pertama berisi data demografi dan lembar
kedua berisi data-data yang berkaitan dengan tahapan
keluarga sejahtera.
2) Rekapitulasi Hasil Pendataan Keluarga, digunakan
untuk merekapitulasi hasil pendataan dari setiap RT yang
ada dalam wilayah sasaran. Rekapitulasi ini juga terdiri
dari dua lembar seperti Register Pemetaan Keluarga.
3) Peta Keluarga,digunakan sebagai sarana untuk
menyajikan hasil Pendataan Keluarga yang ada diwilayah
sasaran program. Peta ini juga menjadi alat bantu dalam
rangka analisis kondisi serta perkembangan keluarga
yang menjadi peserta dan sasaran program.
5.5 CAKUPAN DATA.
Data minimal yang perlu dicakup dalam pendataan dan
pemetaan keluarga antara lain:
1) Nama KK, jumlah dan alamat seluruh keluarga yang ada
diwilayah cakupan.
2) Jumlah anggota keluarga berdasarkan jenis kelamin dan
statusnya di dalam keluarga.
3) Jumlah anggota keluarga berdasarkan umur.
4) Jumlah anak balita (0-1 th; 1-6 th).
5) Jumlah anak balita yang ikut atau tidak ikut posyandu.
6) Jumlah anak balita yang ikut atau tidak ikut PAUD/TK.
7) Jumlah anak usia sekolah (6-12 th; 13-15 th; 15-19 th).
8) Jumlah anak usia sekolah yang bersekolah atau tidak
bersekolah menurut kelompok umur.
9) Jumlah anggota keluarga dewasa menurut pekerjaan
(bekerja/tidak bekerja)
10) Jumlah keluarga yang mendapat bantuan permodalan.
11) Jumlah ibu-ibu rumah tangga yang berusaha dan yang
tidak berusaha.
12) Jumlah ibu hamil.
13) Jumlah ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya ke
fasilitas/tenaga kesehatan.
14) Jumlah pasangan usia subur (yang ber-KB dan tidak ber-
KB).
15) Kondisi rumah kediaman keluarga (mencakup atap, lantai
dan dinding).
16) Kepemilikan jamban keluarga.
17) Sumber air minum keluarga.
18) Sumber penerangan dalam rumah.
19) Tahapan masing-masing keluarga, menurut tahapan
sejahtera.
Adapun kriteria yang digunakan untuk penentuan tahapan
keluarga sejahtera seperti tersebut diatas adalah sebagai berikut:
1. Tahapan Keluarga Pra Sejahtera.
Adalah keluarga yang belum dapat memenuhi keseluruhan
ataupun salah satu atau lebih dari 6 indikator tahapan
Keluarga Sejahtera I seperti tercantum di bawah.
2. TahapanKeluarga Sejahtera I.
Adalah keluarga yang baru dapat memenuhi indikator-
indikator berikut:
1) Pada umumnya anggota keluarga makan dua kali sehari
atau lebih.
2) Anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk
dirumah, bekerja/sekolah dan bepergian.
3) Rumah yang ditempati keluarga mempunyai atap, lantai
dan dinding yang baik.
4) Bila anggota keluarga sakit dibawa ke sarana kesehatan.
5) Bila pasangan usia subur ingin ber_KB pergi ke sarana
pelayanan kontrasepsi.
6) Semua anak usia 7-15ntahun dalam keluarga bersekolah.
3. TahapanKeluarga Sejahtera II.
Adalah keluarga yang sudah dapat memenuhi indikator
Tahapan Keluarga Sejahtera I (indikator 1 s.d 6) dan
indikator berikut:
7) Pada umumnya anggota keluarga melaksanakan ibadah
sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing.
8) Paling kurang sekali seminggu seluruh anggota keluarga
makan daging/ikan/telur.
9) Seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu
pasang pakaian baru dalam setahun.
10) Luas lantai rumah paling kurang 8 M2 untuk setiap
penghuni rumah.
11) Tiga bulan terakhir keluarga dalam keadaan sehat,
sehingga dapat melaksanakan tugas/fungsi masing-
masing.
12) Ada seorang atau lebih anggota keluarga yang bekerja
untuk memperoleh penghasilan.
13) Seluruh anggota keluarga umur 10-60 tahun bisa baca
tulisan latin.
14) Pasangan Usia Subur dengan anak dua atau lebih
menggunakan alat/obat kontrasepsi.
4. TahapanKeluarga Sejahtera III.
Adalah keluarga yang sudah dapat memenuhi indikator
Tahapan Keluarga Sejahtera I dan indikator Tahapan
Keluarga Sejahtera II (indikator 1 s.d 14) serta indikator
berikut:
15) Keluarga berupaya meningkatkan pengetahuan agama.
16) Sebagian penghasilan keluarga ditabung dalam bentuk
uang dan barang.
17) Kebiasaan keluarga makan bersama paling kurang
seminggu sekali dimanfaatkan untuk berkomunikasi.
18) Keluarga ikut dalam kegiatan masyarakat di lingkungan
tempat tinggal.
19) Keluarga memperoleh informasi dari surat
kabar/majalah/radio/TV.
5. TahapanKeluarga Sejahtera III Plus.
Adalah keluarga yang sudah dapat memenuhi indikator
Tahapan Keluarga Sejahtera I, indikator Tahapan Keluarga
Sejahtera II dan indikator Tahapan Keluarga Sejahtera III
(indikator 1 s.d 19) serta indikator berikut:
20) Keluarga secara teratur dan dengan sukarela
memberikan sumbangan materiil untuk kegiatan sosial.
21) Ada anggota keluarga yang aktif sebagai pengurus
perkumpulan sosial/yaysan/institusi masyarakat.
5.6 PENTAHAPAN KELUARGA SEJAHTERA.
Pentahapan keluarga sejahtera ditentukan secara “penapisan
(screening)”, yaitu apabila telah lulus untuk tahap yang dibawah,
artinya telah memenuhi semua indikator yang ditentukan untuk
tahap tertentu tersebut, barulah satu keluarga bisa naik ke tahap
yang diatasnya; demikian seterusnya. Apabila salah satu
indikator saja untuk suatu tahapan tertentu tidak dapat terpenuhi,
maka keluarga tersebut belum bisa naik ketahap yang diatasnya.
Jadi pada pentahapan keluarga sejahtera tidak digunakan
metode “composite index”. Hal ini dilakukan karena yang
dipentingkan di dalam penentuan tahapan keluarga sejahtera
adalah untuk melihat faktor atau indikator mana yang
menyebabkan suatu keluarga meningkat atau tidak meningkat ke
tahapan yang lebih atas atau mungkin juga turun ke tahapan yang
lebih bawah. Maksudnya adalah agar faktor atau indikator tang
belum terpenuhi (atau mungkin juga yang sudah tidak lagi
terpenuhi) tersebut diusahakan untuk diperbaiki, baik oleh
keluarga itu sendiri maupun dengan dukungan pemberdayaan
oleh dana zakat.
BAB 4
PENUTUP
Model pendayagunaan zakat untuk pemberdayaan ekonomi
masyarakat miskin adalah program pemanfaatan dana zakat
untuk mendorong mustahik mampu memiliki usahadalam proses
perencanaan, pelaksanaan serta evaluasi program pengentasan
kemiskinan di suatu daerah sasaran. Hal tersebut merupakan
salah satu upaya untuk mensinergikan pengelolaan zakat dengan
program pengentasan kemiskinan yang dilakukan oleh
LAZ/BAZ dengan Pemerintah.Integrated Community
Development (ICD) merupakan pendekatan multiaspek yang
dibuat untuk mengentaskan kemiskinan para mustaḥiqnyasecara
terpadu dengan basis kerja wilayah tertentu (skup
kelurahan/kecamatan).
DAFTAR PUSTAKA
Antonio, M.S. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta:
Gema Insani.
Firmansyah, dkk. (2009), Potensi dan Peran Zakat Dalam
Mengurangi
Kemiskinan (Laporan Penelitian P2E-LIPI).
Fujyono, Arif. 2009. Optimalisasi ZIS dalam Mengentaskan
Kemiskinan.Jurnalof Islamic Bussiness and Economics,
Juni 2009 Vol.2 No.1
Hafi dhuddin, Didin, (2002), Zakat Dalam Perekonomian
Modern.Jakarta:Gema Insani Press.
Hidayat, Syarif dan Darwin Samsulbahri. 2001. Pemberdayaan
Ekonomi Rakyat.
Sebuah rekontruksi Konsep Community Based Development
(CBD.) Jakarta: Pustaka Quantum.
Hasan, M. Ali. 2006. Zakat dan Infak. Jakarta: Kencana Perdana
Group
Kholiq, Abdul. 2012. Pendayagunaan Zakat, Infak dan Sedekah
untuk
Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Miskin di Kita
Semarang.Ristek Vol. 6 No. 1 Hal 39-47
Kisroh, A.S. 2007. Model Pemberdayaan Masyarakat Tergususr
Akibat
Pembangunan Bendungan Nipah melalui Pola Kemitraan di
Sampang Madiun.
Madani, El. 2013. Fiqh Zakat. Yogyakarta: Diva Press
Masyarakat Mandiri. 2006. Laporan Triwulanan III (TW03):
Oktober – Desember
Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa Program Pendampingan
Klaster Tahu Iwul Desa Bojong Sempu.
Nasution, dkk. 2008. Indonesia Zakat and Development Report
2009. Depok: CID.
Pemerintah Republik Indonesia. 1999. Undang-Undang Nomor
38 Tahun 1999tentang Pengelolaan Zakat.
Petrasa, 2008. Wacana Pusat Studi Mengatsi
Bencana.Yogyakarta: UPN Veteran.
Rangkuti, Fredy. 2007. Analisis Swot Teknik Membedah Bisnis.
Jakarta: Gramedia
Sukmana, Oman. 2010. Konsep Pemberdayaan Masyarakat
melalui Pengembangan Komunitas Berbasis Potensi Lokal.
Humanity, Vol 6 No.1, September 2010 Hal 59-64
Sumodiningrat, G. 1999. Pemberdayaan Masyarakat dan Jaring
PengamanSosial.Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Sunartiningsih, Agnes (ed.).2004. Strategi Pemberdayaan
Masyarakat. Yogyakarta: Aditya Media.
Susanto, H. 2006. Dinamika Penanggulangan Kemiskinan:
Tinjauan Historis EraOrde Baru. Jakarta: Khanata.
Todaro, M. P. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga.
Jakarta: Penerbit Erlangga.
Yunus, Muhammad.2006.Grameen Bank (Bank Kaum Miskin).
Terjemahan Irfan Nasution. Jakarta: Penrbit Buku Kita.